definisi

12

Click here to load reader

Upload: pipidh-cupidd

Post on 10-Aug-2015

41 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: DEFINISI

LAPORAN PBL TRIGGER 1

GASTROENTERITIS

Oleh:

KELOMPOK 3

Bayu Hadi WibowoDannial Bagus Saintika

FatimatuzzahroTiara Gita PutriTitik Tri Ardiani

Karisma Indra PermatasariTrijati Puspita LestariI Putu Ryan Aristya

Awaliya RamadhannDwi Nila Anggraeni

ILMU KEPERAWATAN – K3LN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2013

Page 2: DEFINISI

A. DEFINISI

Gastroenteritis adalah inflamasi membrane mukosa lambung dan usus halus yang

ditandai dengan muntah-muntah dan diare yang berakibat kehilangan cairan elektrolit

yang menimbulkan dehidrasi dan gejala keseimbangan elektrolit. (Cecyly, Betz.2002)

Gastroenteritis ialah keadaan frekuensi buang air besar lebih dari 4 kali pada bayi dan

lebih dari 3 kali pada anak dengan konsistensi feses encer, dapat berwarna hijau atau

dapat bercampur lendir dan darah (Ngastiyah, 1997).

Gastroenteritis adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cairan atau

setengah cairan, dengan demikian kandungan air pada tinja lebih banyak dari keadaan

normal yakni 100-200 ml sekali defekasi (Hendarwanto, 2003).

B. KLASIFIKASI

Gastroenteritis dapat di klasifikasi berdasarkan beberapa faktor :

1. Berdasarkan lama waktu :

a. Akut : berlangsung < 5 hari

b. Persisten : berlangsung 15-30 hari

c. Kronik : berlangsung > 30 hari

2. Berdasarkan mekanisme patofisiologik

a. Osmotik, peningkatan osmolaritas intraluminer

b. Sekretorik, peningkatan sekresi cairan dan elektrolit

c. Dll

3. Berdasarkan derajatnya

a. Diare tanpa dihindrasi

b. Diare dengan dehidrasi ringan/sedang

c. Diare dengan dehidrasi berat

4. Berdasarkan penyebab infeksi atau tidak

a. Infektif

b. Non infeksif

5. Berdasarkan penyebab organik atau tidak

a. Organik

b. Fungsional

Klasifikasi dehidrasi

Dehidrasi dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa parameter, yaitu :

1. Berdasarkan jumlah cairan tubuh yang hilang dan keadaan klinis pasien, dehidrasi dapat

diklasifikasikan kedalam 3 kelompok yaitu :

Page 3: DEFINISI

a. Dehidrasi ringan (hilang cairan 2-5 % bb)

Gambaran kliniks : turrgor kulit sudah mulai berkurang,suara serak, belum jatuh

dalam persyok.

b. Dehidrasi sedang (hilang cairan 5-8 %bb)

Gambaran klinis : turgor buruk, suara serak, pasien jatuh dalam presyok atau

syok,nadi cepat, napas cepat dan dalam.

c. Dehidrasi berat (hilang cairan 8-10% bb)

Gambaran klinis : kelanjutan dari tanda dehidrasi sedang, kesadaran menurun, otot-

otot kaku, dan sianosis.

2. Berdasarkan bj (berat jenis) plasma

a. Dehidrasi ringan, (bj plasma 1,032 -1,040)

b. Dehidrasi sedan, (bj plasma 1,028 -1,032)

c. Dehidrasi berat, (bj plasma 1,025 -1,028)

C. ETIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO

Faktor penyebab gastroenteritis adalah (Mansjoer A, 2000) :

1. Faktor infeksi

a. Infeksi internal : infeksi saluran pencernaan makanan yang merupakan penyebab

utama gastroenteritis pada anak, meliputi infeksi internal sebagai berikut:

Infeksi bakteri : vibrio, ecoly, salmonella shigella, capylabactor, versinia

aoromonas dan sebagainya.

Infeksi virus : entero virus ( v.echo, coxsacria, poliomyelitis)

Infeksi parasit : cacing ( ascaris, tricuris, oxyuris, srongyloidis, protozoa, jamur).

b. Infeksi parenteral : infeksi di luar alat pencernaan, seperti : OMA, tonsilitis,

bronkopneumonia, dan lainnya.

2. Faktor malabsorbsi:

a. Malabsorbsi karbohidrat : disakarida (intoleransi laktosa, maltosa, dan sukrosa),

mosiosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa, dan galatosa).

b. Malabsorbsi lemak

c. Malabsorbsi protein

3. Faktor makanan

Makanan basi, beracun dan alergi terhadap makanan.

4. Faktor psikologis

Rasa takut dan cemas (jarang tetapi dapat terjadi pada anak yang lebih besar).

Page 4: DEFINISI

5. Obat-obatan :

a. Obat-obat gastroenterestinal : antasid, laksansia, dll.

b. Obat-obat jantung : digitalis, hidralazin,quinidin, diuretik, dll.

c. Antibiotik : klindamisin, ampisilin, sefalosporin, eritromisin, dll.

6. Defisiensi enzim pencernaaan

7. Neoplasma

8. Kelainan hati, pangkreas dan endokrin.

Page 5: DEFINISI

D. PATOFISIOLOGI

E. MANIFESTASI KLINIS

Page 6: DEFINISI

Mula-mula pasien cengeng, gelisah, suhu tubuh biasanya meningkat. Nafsu makan

berkurang atau tidak ada, kemudian timbul diare. Tinja cair dan mungkin disertai lendir atau

darah. Warna tinja makin lama berubah kehijau-hijauan karena bercampur dengan empedu.

Anus dan daerah sekitarnya timbbul lecet karena sering defekasi dan terjadi makin lama

makin asam sebagai akibat makin banyak asam laktat yang berasal dari laktosa yang tidak

diabsorbsi oleh usus selama diare.

Gejala muntah timbul sebelum atau sesudah diare dan dapat disebabkan karena

lambung turut meradang atau akibat gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit,

gejala dehidrasi mulai tampak yaitu berat badan turun, turgor kulit berkurang, mata dan

ubun-ubun besar menjadi cekung (pada bayi). Selaput lendir bibir dan mulut serta kulit

tampak kering.

F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

Pemeriksaan laboratorium penting artinya dalam menegakkan diagnosis (kausal) yang tepat

sehingga kita dapat memberikan obat yang tepat pula. Adapun pemeriksaan yang perlu

dikerjakan:

a. Pemeriksaan tinja

Tes tinja untuk mengetahui makroskopis dan mikroskopis, biakan kuman untuk mencari

kuman penyebab, tes resistensi terhadap berbagai antibiotik serta untuk mengetahui pH

dan kadar gula jika diduga ada sugar intolerance. Karakteristik hasil pemeriksaan feses

sebagai berikut: feses berwarna pekat/putih kemungkinan disebabkan karena adanya

pigmen empedu (obstruksi empedu), feses berwarna hitam disebabkan karena efek dari

obat seperti Fe dan diit tinggi buah merah dan sayur hijau tua seperti bayam, feses

berwarna pucat disebabkan karena malabsorbsi akibat diare yang penyebabnya adalah

bakteri, feses seperti tepung berwarna putih disebabkan karena diare yang penyebabnya

adalah virus, feses seperti ampas disebabkan karena diare yang penyebabnya parasit,

feses yang didalamnya terdapat unsur mukus disebabkan karena bakteri, darah jika

terjadi peradangan pada usus, terdapat lemak dalam feses jika disebabkan karena

malabsorbsi lemak dalam usus halus (Suprianto, 2008).

b. Pemeriksaan darah

Pemeriksaan darah pada pasien diare meliputi: Darah perifer lengkap, analisa gas darah

dan elektrolit (terutama Na, Ca, K dan P serum pada diare yang disertai kejang),

peningkatan sel-sel darah putih.

c. Pemeriksaan elektrolit tubuh.

Page 7: DEFINISI

Ini bertujuan untuk mengetahui terutama kadar natrium, kalium, kalsium, bikarbonat

terutama pada penderita diare yang mengalami muntah-muntah, pernafasan cepat dan

dalam, kelemahan otot-otot.

d. Endoskopi bertujuan untuk melihat langsung kelainan mukosa pada sel pencernaan.

e. Pemerikasaan kadar ureum kreatinin darah untuk mengetahuai faal ginjal.

f. Duodenal intubation

Untuk mengetahui kuman penyebab secara kuantitatif dan kualitatif terutama pada diare

kronik (Mansjoer, 2009: 470).

G. PENATALAKSANAAN

Penatalaksaan diare harus tuntas, sehingga bukan hanya mengobati saja tapi

harus bisa mencegah agar diare tidak terjadi lagi. Dasar pengobatan diare adalah:

a. Pemberian cairan (rehidrasi).

Hal yang harus diperhatikan dalam rehidrasi adalah jenis cairan, cara memberikan

cairan, dan jumlah pemberiannya. Cara memberikan cairan dalam terapi rehidrasi

adalah jika belum ada dehidrasi: anjurkan anak untuk minum (ad libitum) atau 1

gelas tiap defekasi, dehidrasi ringan 1 jam pertama 25 – 50 ml/ kg BB per oral

(intra gastrik), selanjutnya 125 ml/ kg BB/ hari (ad libitum). Dehidrasi sedang: 1

jam pertama 50 - 100 ml/ kg BB per oral/ intra gastrik, selanjutnya 125 ml/ kg BB/

hari (ad libitum). Dehidrasi berat dilakukan rehidrasi sesuai dengan umur dan

berat badan pasien sebagai berikut:

1) Untuk anak umur 1 bulan – 2 tahun berat badan 3 – 10 kg.

1 jam pertama = 40 ml/ kg BB/ jam = 10 tetes/ kg BB/ menit (set infus

berukuran 1 ml = 15 tetes) atau 13 tetes/ kg BB/ menit (set infus 1 ml = 20

tetes), 7 jam berikutnya = 12 ml/ kg BB/ jam – 3 tetes/ kg BB/ menit (set infus 1

ml = 15 tetes) atau 4 tetes/ kg BB/ menit (set infus 1 ml = 20 tetes), 16 jam

berikutnya yaitu 125 ml/ kg BB oralit per oral atau intra gastrik, bila anak tidak

mau minum teruskan DG aa intra vena 2 tetes/ kg BB/ menit (set infus 1 ml =

15 tetes) atau 3 tetes/ kg BB/ menit (set infus 1 ml = 20 tetes), (Ngastiyah,

2005: 227).

2) Untuk anak usia 2 – 5 tahun dengan berat badan 10 – 15 kg.

Page 8: DEFINISI

1 jam pertama 30 ml/ kg BB/ jam atau 8 tetes/ kg BB/ menit (1 ml = 15 tetes)

atau 10 tetes/ kg BB/ menit (1 ml = 20 tetes), 7 jam berikutnya yaitu 10 ml/ kg

BB/ jam atau 3 tetes/ kg BB/ menit (1 ml = 15 tetes) atau 4 tetes/ kg BB/ menit

(1 ml = 20 tetes), 16 jam berikutnya 125 ml/ kg BB oralit per oral atau intra

gastrik, bila anak tidak mau minum dapat diteruskan dengan DG aa intra vena 2

tetes/ kg BB/ menit (1 ml = 15 tetes) atau 3 tetes/ kg BB/ menit (1 ml = 20

tetes), (Ngastiyah, 2005: 227).

3) Untuk anak lebih 5 – 10 tahun dengan berat badan 15 – 25 kg.

1 jam pertama yaitu 20 ml/ kg BB/ jam atau 5 tetes/ kg BB/ menit (1 ml = 15

tetes) atau 7 tetes/ kg BB/ menit (1 ml = 20 tetes, 7 jam berikutnya 10 ml/ kg

BB/ jam atau 2 1/2 tetes/ kg BB/ menit (1 ml = 15 tetes) atau 3 tetes/ kg BB/

menit (1 ml = 20 tetes), 16 jam berikutnya 105 ml/ kg BB oralit per oral atau

bila anak tidak mau minum dapat diberikan DG aa intravena 1 tetes/ kg BB/

menit (1 ml = 15 tetes) atau 11/2 tetes/ kg BB menit (set 1 ml = 20 tetes),

(Ngastiyah, 2005: 227-228).

4) Untuk bayi baru lahir (neonatus) dengan berat badan 2 – 3 kg.

Kebutuhan cairanya 125 ml + 100 ml + 25 ml = 250 ml/ kg BB/ 24 jam, jenis

cairan = cai ran 4 : 1 (4 bagian glukosa 5% + 1 bagian NaHCO3 11/2 %),

kecepatan pemberian cairan yaitu 4 jam pertama = 25 ml/ kg BB/ jam atau 6

tetes/ kg BB/ menit (1 ml = 15 tetes) 8 tetes/ kg BB/ menit (1 ml = 20 tetes), 20

jam berikutnya yaitu 150 ml/ kg BB/ 20 jam atau 2 tetes/ kg BB/ menit (1 ml =

15 tetes) atau 21/2 tetes/ kg BB/ menit (1 ml = 20 tetes), (Ngastiyah, 2005:

228).

5) Untuk bayi berat badan lahir rendah, dengan berat badan kurang dari 2 kg.

Kebutuhan cairanya yaitu 250 ml/ kg BB/ 24 jam, jenis cairan yang diberikan

yaitu cairan 4 : 1 (4 bagian glukosa 10% + 1 bagian NaHCO3 11/2 ), kecepatan

pemberian cairan rehidrasi sama dengan pada bayi baru lahir, cairan untuk

pasien MEP sedang dan berat dengan diare dehidrasi berat misalnya untuk

anak umur 1 bulan - 2 tahun dengan berat badan 3 – 10 kg. Jenis cairan: DG aa,

jumlah cairan 250 ml/ kg BB/ 24 jam, kecepatan : 4 jam pertama = 60 ml/ kg

BB/ jam atau 15 ml/ kg BB/ jam atau 5 tetes/ kg BB/ menit (1 ml – 15 tetes)

atau 5 tetes/ kg BB/ menit (1 ml = 20 tetes), 20 jam berikutnya = 190 ml/ kg BB/

Page 9: DEFINISI

20 jam atau 10 ml/ kg BB/ jam atau 21/2 tetes/ kg BB/ menit (1 ml = 15 tetes)

atau 3 tetes/ kg BB/ menit (1 ml = 20 tetes), (Ngastiyah, 2005: 228).

b. Dietetik (cara pemberian makanan)

Tujuan diit pada pasien gastroenteritis adalah memberikan makanan

secukupnya untuk memenuhi kebutuhan gizi tanpa memperberat kerja usus,

mengupayakan agar anak segera mendapat makanan sesuai dengan umur dan

berat badannya, untuk anak di bawah 1 tahun dan anak diatas 1 tahun jenis

makanannya, susu (ASI atau susu formula yang mengandung laktosa rendah dan

asam lemak tidak jenuh), makanan setengah padat (bubur) atau makanan padat

(nasi tim), bila anak tidak mau minum susu karena dirumah tidak biasa (Ngastiyah,

2005: 229).

c. Obat - obatan

Obat anti sekresi yaitu asetosal, dosis 25 mg/ tahun dengan dosis minimun

30 mg klorpromazin. Dosis 0,5 – 1 mg/ kg BB/ hari. Obat spasmolitik dan lain - lain,

umumnya obat spasmolitik seperti papaverin, ekstrak beladona, opium loperamid

tidak digunakan untuk mengatasi diare akut lagi. Obat pengeras tinja seperti

kaolin, pektin tidak ada manfaatnya untuk mengatasi diare, sehingga tidak

diberikan lagi.

Pada umumnya antibiotik tidak diberikan bila tidak ada penyebabnya yang

jelas, bila penyebabnya kolera, diberikan tetrasiklin 25 – 50 mg kg BB/ hari,

antibiotik juga diberikan bila terdapat penyakit penyerta seperti: OMA, faringitis,

bronkitis, atau bronkopneumonia (Ngastiyah, 2005: 230).