dbd3.doc

31
Program pemberantasan DBD di puskesmas Nurul Najiha Binti Noor Azhar 10 2008 243 Mahasiswi Semester VI Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jakarta 2011 [email protected] Pendahuluan DBD atau demam berdarah dengue atau DHF (Dengue Haemorrhagic Fever) merupakan penyakit infeksi menular yang masih merupaka masalah kesehatan di Indonesia sehinga menjadi program kesehatan pengembangan di puskesmas. Walaupun program sudah lama dijalankan namun bisa saja program gagal mencapai target seperti yang dilaporkan di kasus skenario 4. Menurut skenario didapati ada masalah pada program pemberantasan DBD di puskesmas. Ini terbukti hasil evaluasi program pemberantasan penyakit DBD pada akhir tahun yang mana didapatkan prevelensi DBD berkisar 18% dan tingkat CFR 4%, rata- rata penderita datang terlambat sehingga terlambat juga dirujuk ke rumah sakit dan didapati juga Angka Bebas Jentik (ABJ) 60%. Bukti-bukti ini bisa didapatkan melalui SP2TP. Oleh karena itu, kepala puskesmas akan melakukan revitalisasi program 1

Upload: kashwiniy

Post on 16-Sep-2015

215 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

...

TRANSCRIPT

Program pemberantasan DBD di puskesmas

Nurul Najiha Binti Noor Azhar

10 2008 243

Mahasiswi Semester VI

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jakarta 2011

[email protected]

DBD atau demam berdarah dengue atau DHF (Dengue Haemorrhagic Fever) merupakan penyakit infeksi menular yang masih merupaka masalah kesehatan di Indonesia sehinga menjadi program kesehatan pengembangan di puskesmas. Walaupun program sudah lama dijalankan namun bisa saja program gagal mencapai target seperti yang dilaporkan di kasus skenario 4.

Menurut skenario didapati ada masalah pada program pemberantasan DBD di puskesmas. Ini terbukti hasil evaluasi program pemberantasan penyakit DBD pada akhir tahun yang mana didapatkan prevelensi DBD berkisar 18% dan tingkat CFR 4%, rata-rata penderita datang terlambat sehingga terlambat juga dirujuk ke rumah sakit dan didapati juga Angka Bebas Jentik (ABJ) 60%. Bukti-bukti ini bisa didapatkan melalui SP2TP. Oleh karena itu, kepala puskesmas akan melakukan revitalisasi program pemberantasan penyakit DBD dan ingin mendapatkan insidens yang serendah-rendahnya dan CFR 0%. Maka makalah ini akan menerangkan serba sedikit mengenai puskesmas dan langkah-langkah yang bisa diambil untuk memvitalisasikan kembali program pemberantasan DBD.

Demam Berdarah Dengue (DBD)

Demam dengue dan demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang disertai leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan diathesis haemorrhagik. Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai oleh hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh. Sindrom renjatan dengue (dengue shock syndrome) adalah demam berdarah dengue yang ditandai oleh renjatan / syok.

A. EPIDEMIOLOGI

Demam berdarah dengue tersebar di wilayah Asia Tenggara, Pasifik Barat dan Karibia. Indonesia merupakan wilayah endemis dengan sebaran di seluruh wilayah tanah air. Insiden DBD di Indonesia antara 6 hingga 15 per 100,000 penduduk (1989 hingga 1995) dan pernah meningkat tajam saat kejadian luar biasa hingga 35 per 100,000 penduduk pada tahun 1998, sedangkan mortalitas DBD cenderung menurun hingga mencapai 2% pada tahun 1999.

Penularan infeksi virus dengue terjadi melalui vector nyamuk genus Aedes (terutama A. aegypti dan A. albopictus). Peningkatan kasus setiap tahunnya berkaitan dengan sanitasi lingkungan dengan tersedianya tempat perindukan bagi nyamuk betina yaitu bejana yang berisi air jernih (bak mandi, kaleng bekas dan tempat penampungan iar lainnya).

Timbulnya suatu penyakit dapat diterangkan melalui konsep segitiga epidemiologik, yaitu adanya agen (agent), host dan lingkungan (environment).

1. Agent (virus dengue)

Agen penyebab penyakit DBD berupa virus dengue dari Genus Flavivirus (Arbovirus Grup B) salah satu Genus Familia Togaviradae. Dikenal ada empat serotipe virus dengue yaitu Den-1, Den-2, Den-3 dan Den-4. Virus dengue ini memiliki masa inkubasi yang tidak terlalu lama yaitu antara 3-7 hari, virus akan terdapat di dalam tubuh manusia. Dalam masa tersebut penderita merupakan sumber penular penyakit DBD.

2. HostHost adalah manusia yang peka terhadap infeksi virus dengue. Beberapa faktor yang mempengaruhi manusia adalah:

a. Umur

Umur adalah salah satu faktor yang mempengaruhi kepekaan terhadap infeksi virus dengue. Semua golongan umur dapat terserang virus dengue, meskipun baru berumur beberapa hari setelah lahir. Saat pertama kali terjadi epdemi dengue di Gorontalo kebanyakan anakanak berumur 1-5 tahun. Di Indonesia, Filipina dan Malaysia pada awal tahun terjadi epidemi DBD penyakit yang disebabkan oleh virus dengue tersebut menyerang terutama pada anak-anak berumur antara 5-9 tahun, dan selama tahun 1968-1973 kurang lebih 95% kasus DBD menyerang anak-anak di bawah 15 tahun.

b. Jenis kelamin

Sejauh ini tidak ditemukan perbedaan kerentanan terhadap serangan DBD dikaitkan dengan perbedaan jenis kelamin (gender). Di Philippines dilaporkan bahwa rasio antar jenis kelamin adalah 1:1. Di Thailand tidak ditemukan perbedaan kerentanan terhadap serangan DBD antara laki-laki dan perempuan, meskipun ditemukan angka kematian yang lebih tinggi pada anak perempuan namun perbedaan angka tersebut tidak signifikan. Singapura menyatakan bahwa insiden DBD pada anak laki-laki lebih besar dari pada anak perempuan.

c. Nutrisi

Teori nutrisi mempengaruhi derajat berat ringan penyakit dan ada hubungannya dengan teori imunologi, bahwa pada gizi yang baik mempengaruhi peningkatan antibodi dan karena ada reaksi antigen dan antibodi yang cukup baik, maka terjadi infeksi virus dengue yang berat.

d. Populasi

Kepadatan penduduk yang tinggi akan mempermudah terjadinya infeksi virus dengue, karena daerah yang berpenduduk padat akan meningkatkan jumlah insiden kasus DBD tersebut.

e. Mobilitas penduduk

Mobilitas penduduk memegang peranan penting pada transmisi penularan infeksi virus dengue. Salah satu faktor yang mempengaruhi penyebaran epidemi dari Queensland ke New South Wales pada tahun 1942 adalah perpindahan personil militer dan angkatan udara, karena jalur transportasi yang dilewati merupakan jalul penyebaran virus dengue (Sutaryo, 2005).

3. Lingkungan (environment)

Lingkungan yang mempengaruhi timbulnya penyakit dengue adalah:

a. Letak geografis

Penyakit akibat infeksi virus dengue ditemukan tersebar luas di berbagai negara terutama di negara tropik dan subtropik yang terletakantara 30 Lintang Utara dan 40 Lintang Selatan seperti Asia Tenggara, Pasifik Barat dan Caribbean dengan tingkat kejadian sekitar 50-100 juta kasus setiap tahunnya (Djunaedi, 2006).

Infeksi virus dengue di Indonesia telah ada sejak abad ke-18 seperti yang dilaporkan oleh David Bylon seorang dokter berkebangsaan Belanda. Pada saat itu virus dengue menimbulkan penyakit yang disebut penyakit demam lima hari (vijfdaagse koorts) kadang-kadang disebut demam sendi (knokkel koorts). Disebut demikian karena demam yang terjadi menghilang dalam lima hari, disertai nyeri otot, nyeri pada sendi dan nyeri kepala. Sehingga sampai saat ini penyakit tersebut masih merupakan problem kesehatan masyarakat dan dapat muncul secara endemik maupun epidemik yang menyebar dari suatu daerah ke daerah lain atau dari suatu negara ke negara lain (Hadinegoro dan Satari, 2002).

b. Musim

Negara dengan 4 musim, epidemi DBD berlangsung pada musim panas,

meskipun ditemukan kasus DBD sporadis pada musim dingin. Di Asia Tenggara epidemi DBD terjadi pada musim hujan, seperti di Indonesia, Thailand, Malaysia dan Philippines epidemi DBD terjadi beberapa minggu setelah musim hujan. Periode epidemi yang terutama berlangsung selama musim hujan dan erat kaitannya dengan kelembaban pada musim hujan. Hal tersebut menyebabkan peningkatan aktivitas vektor dalam menggigit karena didukung oleh lingkungan yang baik untuk masa inkubasi.

B. VEKTORApayang perlu diketahui tentang Nyamuk Aedes Aegypti ? A. Daur Hidup Nyamuk Aedes Aegypti Nyamuk betina meletakkan telurnya di dinding tempat penampungan air (TPA) atau barang-barang yang memungkinkan air tergenang sedikit di bawah 1. Perkembangan dari telur sampai menjadi nyamuk memerlukan waktu 7-10 hari

2. Tiap 2 hari nyamuk betina menghisap darah manusia dan bertelur

3. Umur nyamuk betina dapat mencapai 2-3 bulan sedangkan nyamuk jantan 14 hari

B. Ciri ciri nyamuk Aedes Aegypti 1. Sifat-sifat Nyamuk Aedes Aegypti Berwarna hitam dan belang-belang (loreng) putih pada seluruh tubuhnya

Berkembangiak di tempat penampungan air dan barang-barang yang memungkinkan air tergenang mis :

Bak mandi/wc, tempayan, drum

Tempat minumburung

Vas bunga, pot tanaman air

Kaleng, ban bekas,botol

Nyamuk Aedes Aegypti tidak dapat berkembangbiak di selokan/got atau kolam yang airnya langsung berhubungan dengan tanah

Biasanya menggigit (menghisap darah) pada pagi hari sampai sore hari

Mampu terbang sampai 100 m

2. Sifat-sifat Jentik Aedes Aegypti Ukuran 0,5 1 cm

Selalu bergerak aktif dalam air

Gerakannya berulang-ulang dari bawah ke atas permukaan air untuk bernafas, kemudian turun kembali ke bawahdan seterusnya

Pada waktu istirahat, posisinya hampir tegaklurus dengan permukaan air

3. Sifat-sifat telur Nyamuk Aedes Aegypti Ukurannya sangat kecil : 0,7 mm

Warna hitam

Tahan sampai 6 bulan di tempat kering1Perilaku nyamuk dewasa betina

Nyamuk dewasa betina mengisap darah manusia pada siang hari yang dilakukan baik di dalam rumah ataupun di luar rumah. Pengisapan darah dilakukan dari pagi sampai petang dengan dua puncak waktu yaitu setelah matahari terbit (8.00-10.00) dan sebelum matahari terbenam (15.00-17.00). Tempat istirahat A. aegypti berupa semak-semak atau tanaman rendah termasuk rerumputan yang terdapat di halaman/kebun/perkarangan rumah, juga berupa benda-benda yang tergantung di dalam rumah seperti pakaian, sarung, kopiah dan lain-lain. Umur nyamuk betina dewasa di alam bebas kira-kira 10 hari, sedangkan di laboratorium mencapai umur 2 bulan, A. aegypti mampu terbang sejauh 2km, walaupun umumnya jarak terbangnya adalah pendek yaitu kurang lebih 40m.

Vektor potensial DHF selain yang telah disebut di atas adalah A. albopictus.Spesies ini sepintas tampak seperti A. aegypti, yaitu mempunyai warna dasar hitam dengan bintik-bintik utih pada bagian-bagian badannya, tetapi pada mesonotumnya terdapat gambaran menyerupai garis tebal putih yang berjalan vertical. Walaupun kadang-kadang larva A. albopictus ditemukan hidup bersama dalam satu tempat perindukan dengan larva A. aegypti tetapi larva nyamuk ini lebih menyukai tempat-tempat perindukan alamiah, seperti kelopak daun, tanaman, tonggak bamboo dan tempurung kelapa yang mengandung air hujan. Perilaku nyamuk dewasa A. albopictus boleh dikatakan sama dengan perilaku nyamuk dewasa A. aegypti meskipun nyamuk ini lebih suka beristirahat di luar rumah.MEKANISME PENULARAN DBD

Penularan penyakit DBD memiliki tiga faktor yang memegang peranan pada penularan infeksi virus, yaitu manusia, virus dan vektor perantara (Hadinegoro et al, 2001). Lebih jelasnya Depkes RI, 2005 menjelaskan mekanisme penularan penyakit DBD dan tempat potensial penularannya.

1. Mekanisme Penularan DBD

Seseorang yang di dalam darahnya mengandung virus dengue merupakan sumber penular DBD. Virus dengue berada dalam darah selama 4-7 hari mulai 1-2 hari sebelum demam. Bila penderita DBD digigit nyamuk penular, maka virus dalam darah akan ikut terhisap masuk ke dalam lambung nyamuk. Selanjutnya virus akan memperbanyak diri dan tersebar di berbagai jaringan tubuh nyamuk, termasuk di dalam kelenjar liurnya. Kira-kira 1 minggu setelah menghisap darah penderita, nyamuk tersebut siap untuk menularkan kepada orang lain (masa inkubasi ekstrinsik). Virus ini akan berada dalam tubuh nyamuk sepanjang hidupnya. Oleh karena itu, nyamuk Aedes aegypti yang telah menghisap virus dengue menjadi penular sepanjang hidupnya. Penularan ini terjadi karena setiap kali nyamuk menusuk (menggigit), sebelumnya menghisap darah akan mengeluarkan air liur melalui alat tusuknya (proboscis), agar darah yang dihisap tidak membeku. Bersamaan air liur tersebut virus dengue dipindahkan dari nyamuk ke orang lain

2. Tempat potensial bagi penularan DBD

Penularan DBD dapat terjadi di semua tempat yang terdapat nyamuk penularnya. Oleh karena itu tempat yang potensial untuk terjadi penularan DBD adalah:

a. Wilayah yang banyak kasus DBD (rawan/endemis).

b. Tempat-tempat umum yang menjadi tempat berkumpulnya orangorang yang datang dari berbagai wilayah sehingga kemungkinan terjadinya pertukaran beberapa tipe virus dengue yang cukup besar seperti: sekolah, RS/Puskesmas dan sarana pelayanan kesehatan lainnya, tempat umum lainnya (hotel, pertokoan, pasar, restoran, tempat ibadah dan lain-lain).

c. Pemukiman baru di pinggir kota, penduduk pada lokasi ini umumnya barasal dari berbagai wilayah maka ada kemungkinan diantaranya terdapat penderita yang membawa tipe virus dengue yang berbeda dari masing-masing lokasi.TANDA DAN GEJALA PENYAKIT DBD

Diagnosa penyakit DBD dapat dilihat berdasarkan kriteria diagnose klinis dan laboratoris. Berikut ini tanda dan gejala penyakit DBD yang dapat dilihat dari penderita kasus DBD dengan diagnosa klinis dan laboratoris :

1. Diagnosa Klinis

a. Demam tinggi mendadak 2 sampai 7 hari (38 40 C).

b. Manifestasi perdarahan dengan bentuk: uji Tourniquet positif , Petekie(bintik merah pada kulit), Purpura(pendarahan kecil di dalam kulit), Ekimosis, Perdarahan konjungtiva (pendarahan pada mata), Epistaksis (pendarahan hidung), Perdarahan gusi, Hematemesis (muntah darah), Melena (BAB darah) dan Hematuri (adanya darah dalam urin).

c. Perdarahan pada hidung dan jusi.

d. Rasa sakit pada otot dan persendian, timbul bintik-bintik merah pada kulit akibat pecahnya pembuluh darah.

e. Pembesaran hati (hepatomegali).

f. Renjatan (syok), tekanan nadi menurun menjadi 20 mmHg atau kurang, tekanan sistolik sampai 80 mmHg atau lebih rendah.

g. Gejala klinik lainnya yang sering menyertai yaitu anoreksia (hilangnya selera makan), lemah, mual, muntah, sakit perut, diare dan sakit kepala.2. Diagnosa Laboratoris

a. Trombositopeni pada hari ke-3 sampai ke-7 ditemukan penurunan trombosit hingga 100.000 /mmHg.

b. Hemokonsentrasi, meningkatnya hematrokit sebanyak 20% atau lebih (Depkes RI, 2005).

Puskesmas

Definisi puskesmas

Pusat kesehatan masyarakat (puskesmas) adalah suatu kesatuan organisasi kesehatan fungsional yang merupakan pusat pengembangan kesehatan masyarakat yang juga membina peran serta masyarakat disamping memberikan pelayanan secara menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat di wilayah kerjanya dalam bentuk kegiatan pokok.

Puskesmas juga dapat didefinasikan sebagai unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten /kota yang bertangungjawab menyelenggarakan pembangunanan kesehatan di suatu wilayah kerja (Depkes RI, 2004). Dengan kata lain, puskesmas mempunyai wewenang dan tanggunjawab atas pemeliharaan kesehatan masyarakat dalam wilayah kerjanya.

Fungsi puskesmas

Berikut ini merupakan fungsi-fungsi puskesmas beserta proses dalam melaksanakan fungsi tersebut.

Sebagai pusat pembangunan kesehatan masyarakat di wilayah kerjanya dengan mendirikan pondok bersalin, Posyandu, Posantren dan lain-lain.

Sebagai pusat pemberdayaan masyarakat dengan membina peran serta masyarakat di wilayah kerjanya dalam rangka meningkat kemampuan untuk hidup sehat.

Sebagai pusat pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat di wilayah kerjanya dengan mewujudkan program-program kesehatan yang mana antara lain adalah program pemberantasan DBD.

Proses dalam melaksanakan fungsi dilaksanakan dengan cara sebagai berikut.

Merangsang masyarakat termasuk swasta melaksanakan kegiatan dalam rangka menolong dirinya sendiri.

Memberikan petunjuk kepada masyarakat tentang bagaimana mengali dan menggunakan sumber daya yang ada secara efektif dan efisien.

Memberikan bantuan yang bersifat bimbingan teknis materi dan rujukan medis maupun rujukan kesehatan masyarakat dengan penentuan bantuan tersebut tidak menimbulkan ketergantungan.

Memberikan pelayanan kesehatan langsung kepada masyarakat.

Bekerjasama dengan sektor-sektor yang bersangkutan dalam melaksanakan program puskesmas.

Peran puskesmas

Dalam konteks otonomi daerah saat ini, puskesmas mempunyai peran yang sangat vital sebagai institusi pelaksana teknis, dituntut memiliki kemampuan manajerial dan wawasan jauh ke depan untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan.

Peran tersebut ditunjukkan dalam bentuk keikutsertaan dalam menentukan kebijakan daerah melalui sistem perencanaan yang matang dan realistis, tatalaksana kegiatan yang tersusun rapi, serta sistem-evaluasi dan pemantuan yang akurat. Rangkaian manajerial tersebut bermanfaat dalam penentuan skala prioritas daerah dan sebagai bahan kesesuaian dalam menentukan. Rancangan Anggaran Pembelanjaan Daerah (RAPBD) yang berorientasi kepada kepentingan masyarakat. Pada masa mendatang, puskesmas juga dituntut berperan dalam pemanfaatan teknologi informasi terkait upaya peningkatan pelayanan kesehatan secara komprehensif dan terpadu.2Program puskesmas

Program puskesmas atau upaya kesehatan dibagi menjadi dua kelompok yaitu upaya kesehatan wajib dan upaya kesehatan pengembangan. Berikut merupakan senarai upaya kesehatan yang dilakukan.

Upaya kesehatan wajib meliputi :

1. Upaya promosi kesehatan

2. Upaya kesehatan lingkungan

3. Upaya kesehatan ibu dan anak serta KB

4. Upaya perbaikan gizi masyarakat

5. Upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit menular (antaranya adalah DBD)6. Upaya pengobatan

Kegiatan upaya kesehatan pengembangan dilaksanakan bila upaya kesehatan wajib telah terlaksana secara optimal (target cakupan dan mutu terpenuhi), namun dalam keadaan tertentu ditetapkan sebagai penugasan dari Dinas kesehatan. Pemilihan kegiatan kesehatan pengembangan oleh Puskesmas dilakukan bersama-sama dengan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan mempertimbangkan masukan dari Badan penyantun Pelayanan (BPP). Upaya kesehatan pengembangan Puskesmas adalah upaya yang ditetapkan berdasarkan permasalahan kesehatan yang ditemukan di masyarakat serta yang disesuaikan dengan kemampuan Puskesmas. Upaya kesehatan pengembangan dipilih dari daftar upaya kesehatan pokok yang telah ada, yakni : 1. Upaya kesehatan sekolah

2. Upaya kesehatan olahraga

3. Upaya perawatan kesehatan masyarakat

4. Upaya kesehatan kerja

5. Upaya kesehatan gigi dan mulut

6. Upaya kesehatan jiwa

7. Upaya kesehatan mata

8. Upaya kesehatan usia lanjut

9. Upaya pembinaan pengobatan tradisional

10. Upaya kesehatan Matra (tentera, kelautan, jemaan haji, dll)

11. Upaya pelayanan kesehatan daerah terpencil, perbatasan dan kepulauan (DTPK).3Pelayanan kesehatan puskesmas

Bertujuan untuk menyehatkan masyarakat dengan meliputi lima perkara dasar yaitu promotif, preventif, protektif, kuratif dan rehabilitatif.

1. Promotif

2. Preventif

3. Protektif

4. Kuratif

5. Rehabilitatif

Seperti yang dikatakan sebelumnya, DBD adalah penyakit akibat infeksi virus dan sering salah diagnos dengan penyakit lain seperi flu dan tifus. Hal ini disebabkan karena infeksi virus dengue bisa bersifat asimptomatik atau tidak jelas gejalanya (DEPKES, 2007). Mungkin ini menjadi penyebab program pemberantasan DBD di puskesmas tidak berjalan dengna bain. Pasien tanpa gejala merasakan tidak ada kelainan pada tahap kesehatannya dan sering mengabaikan promosi kesehatan mengenai DBD atau malah tidak pernah tahu mengenaninya sehingga menjadikan angka prevalensi dan CFR tetap tinggi. Penyakit ini dapat menyerang semua orang dan bisa menyebabkan kematian terutama pada anak, dan sering menimbulkan angka insidens luar biasa atau wabah.

Oleh karena itu, pihak puskesmas akan melakukan revitalisasi bisa dengan cara 5 dasar pelayanan puskesmas di atas. Misalnya dengan dilakukan:

Promosi - memastikan setiap keluarga di wilayah kerja puskesmas menerima atau tercapai promosi kesehatan mengenai pemberantasan DBD ini. Dilakukan penyuluhan mengenai DBDB dan diterapkan kampanye 3M yaitu menguras, menutup dan mengubur dikalangan masyarakat.

Apa yang dimaksud dengan gerakan "3M"?1."Gerakan 3M" adalah kegiatan yang dilakukan secara serentak oleh seluruh masyarakat untuk memutuskan rantai kehidupan (daur hidup) nyamuk Aedes Aegypti, penular penyakit DBD2.Daur hidup nyamuk Aedes Aegypti terdiri dari : telur,jentik dan kepompong. Telur,jentik dan kepompong hidup dalam air yang tidak beralaskan tanah dan akan mati bila airnya dibuang ke dalam got atau tempat pembuangan air lainnya.3.Agar supaya telur, jentik dan larva tersebut tidak menjadi nyamuk, maka perlu dilakukan 3M secara teratur sekurang-kurangnya seminggu sekali yaitu Menguras tempat-tempat penampungan air seperti tempayan, drum, bak mandi / bak wc dan lain-lain atau menaburkan bubuk abate

Menutup rapat-rapat tempat penampungan air, agar nyamuk tidak dapat masuk dan berkembang biak di dalamnya. Mengubur / menyingkirkan barang-barang bekas yang dapat menampung air hujan seperti kaleng-kaleng bekas, plastik bekas dan lain-lain Preventif langkah ini dilakukan atas 5 dasar preventif utama yaitu health promotion, spesific protection, early diagnosis and prompt treatment, disability limitation dan rehabilitation. Heatlh promotion sama seperti yang diterangkan di atas. Spesific protection atau imunisasi supaya kebak terhadap DBD masih belum ada. Early diagnosis and prompt treatment bisa dibantu dengan meningkatkan kesadaran masyarakat melalui upaya penyuluhan. Disability limitation lebih cenderung mengobati pasien DBD supaya tidak menjadi komplikasi. Pengobatan bisa didapatkan di puskesmas berhampiran. Rehabilitation untuk kasus DBD berupa rujukan pasien puskesmas ke rumah sakit berdekatan.

Langkah prenvitif ini juga bisa berupa fogging focus yang bisa memberantas nyamuk Aedes aegypti dewasa. Selain itu, bisa dilakukan PSN (pemberantasan sarang nyamuk) sebelum tiba musim hujan dengan melibatkan antisipasi masyarakat. Di sini juga bisa diterapkan promosi 3M dengan melakukan gotong-royong membersihkan kawasan perumahan. Kuratif obati pasien DBD. Rehabilitatif - rujuk pasien ke rumah sakit.Sistem Pencatatan dan Pelaporan Terpadu Puskesmas (SP2TP)

Merupakan tata cara pencatatan dan pelaporan yang lengkap untuk pengelolaan puskesmas, meliputi keadaan fisik, tenaga sarana dan kegiatan pokok yang dilakukan serta hasil yang dicapai oleh puskesmas.

Sistem pencatatan dan pelaporan terpadu puskesmas (SP2TP) merupakan kegiatan pencatatan dan pelaporan puskesmas secara menyeluruh (terpadu) dengan konsep wilayah kerja puskesmas. Sistem pelaporan ini ini diharapkan mampu memberikan informasi baik bagi puskesmas maupun untuk jenjang administrasi yang lebih tinggi, guna mendukung manajemen kesehatan.

Secara umumnya SP2TP bertujuan dengan tersedianya data dan informasi yang akurat, tepat waktu dan mutakhir secara periodic dan teratur untuk pengelolaan program kesehatan masyarakat melalui puskesmas diberbagai tingkat administrasi. Manakala tujuan khusus SP2TP adalah :1. Tersedianya data yang meliputi keadaan fisik, tenaga, sarana dan kegiatan pokok puskesmas yang akurat, tepat waktu dan mutakhir secara teratur.

2. Terlaksananya pelaporan data secara teratur di berbagai jenjang administrasi, sesuai dengan peraturan yang berlaku.

3. Digunakannya data tersebut untuk pengambilan keputusan dalam rangka pengelolaan program kesehatan masyarakat melalui puskesmas diberbagai tingkat administrasi.

Ruang lingkup SP2TP :1. SP2TP dilakukan oleh semua puskesmas termasuk puskesmas pembantu dan puskesmas keliling

2. Pencatatan dan pelaporan mencakup :

a) Data umum dan demografi wilayah kerja puskesmas

b) Data ketenagaan di puskesmas

c) Data sarana yang dimiliki puskesmas

d) Data kegiatan pokok puskesmas (18 upaya pokok) baik di dalam gedung maupun di luar gedung.

3. Pelaporan dilakukan secara periodic (bulanan, tribulanan, semester dan tahunan)Pelaksanaan SP2TP :1. Pencatatan dengan menggunakan format

a) Family folder

b) Buku register

Rawat jalan dan rawat inap

Penimbangan

Kohort ibu

Kohort anak

Persalinan

Laboratorium

Penangamatan penyakit menular

Imunisasi

PKM

c) Kartu indeks penyakit (kelompok penyakit)

d) Kartu perusahaan

e) Kartu murid

f) Sensus harian (penyakit dan kegiatan puskesmas) untuk mempermudah pembuatan laporan.

2. Pelaporan

Jenis dan period laporan :

a) Bulanan

Data kesakitan

Data kematian

Data operasional (gizi, imunisasi, KIA, KB, dsb.)

Data managemen obat

b) Triwulan

Data kegiatan puskesmas

c) Tahunan

Umum dan fasilitas

Sarana

Tenaga

Alur pengiriman SP2TP adalah pertamanya dikirim ke Dinas Kesehatan TK II, diteruskan ke Dinas Kesehatan TK I, kemudian diteruskan ke Departemen Kesehatan (c.q. Bagian Informasi Ditjern Pembinaan Kesehatan Masyarakat). Umpan balik di kirim ke kanwil depkes propinsi.

Untuk meningkatkan ketepatan dan kelengkapan laporan SP2TP puskesmas perlu pelaksanaan rapat koordinasi kepala puskesmas paling lambat taggal 10,perlu diadakan sangsi berupa pengembalian laporan bila tidak lengkap, perlu diadakan pelatihan bagi koordinator SP2TP, Latar belakang pendidikan koordinator SP2TP paling rendaah sarjana muda. Bagi koordinator SP2TP lebih meningkatkan kerjasama tim.4,5Surveilans puskesmasSurveillance merupakan suatu pemantauan terus-menerus untuk kemudian dilaporkan sebagai upaya mencegah timbulnya penyakit atau insidens baru atau KLB (kejadian luar biasa).a) Definisi

Surveilans kesehatan masyarakat adalah pengumpulan, analisis, dan analisis data secara terus menerus dan sistematis yang kemudian didiseminasikan (disebarluaskan) kepada pihak-pihak yang bertanggungjawab dalam pencegahan penyakit dan masalah kesehatan lainnya (DCP2, 2008). Surveilans memantau terus-menerus kejadian dan kecenderungan penyakit, mendeteksi dan memprediksi outbreak pada populasi, mengamati faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian penyakit, seperti perubahan-perubahan biologis pada agen, vektor, dan reservoir. Selanjutnya surveilans menghubungkan informasi tersebut kepada pembuat keputusan agar dapat dilakukan langkah-langkah pencegahan dan pengendalian penyakit (Last, 2001). Kadang digunakan istilah surveilans epidemiologi. Baik surveilans kesehatan masyarakat maupun surveilans epidemiologi hakikatnya sama saja, sebab menggunakan metode yang sama, dan tujuan epidemiologi adalah untuk mengendalikan masalah kesehatan masyarakat, sehingga epidemiologi dikenal sebagai sains inti kesehatan masyarakat (core science of public health).

Surveilans memungkinkan pengambil keputusan untuk memimpin dan mengelola dengan efektif. Surveilans kesehatan masyarakat memberikan informasi kewaspadaan dini bagi pengambil keputusan dan manajer tentang masalah-masalah kesehatan yang perlu diperhatikan pada suatu populasi. Surveilans kesehatan masyarakat merupakan instrumen penting untuk mencegah outbreak penyakit dan mengembangkan respons segera ketika penyakit mulai menyebar. Informasi dari surveilans juga penting bagi kementerian kesehatan, kementerian keuangan, dan donor, untuk memonitor sejauh mana populasi telah terlayani dengan baik (DCP2, 2008).

Surveilans berbeda dengan pemantauan (monitoring) biasa. Surveilans dilakukan secara terus menerus tanpa terputus (kontinu), sedang pemantauan dilakukan intermiten atau episodik. Dengan mengamati secara terus-menerus dan sistematis maka perubahan-perubahan kecenderungan penyakit dan faktor yang mempengaruhinya dapat diamati atau diantisipasi, sehingga dapat dilakukan langkah-langkah investigasi dan pengendalian penyakit dengan tepat.

b) Tujuan surveilans

Surveilans bertujuan memberikan informasi tepat waktu tentang masalah kesehatan populasi, sehingga penyakit dan faktor risiko dapat dideteksi dini dan dapat dilakukan respons pelayanan kesehatan dengan lebih efektif. Tujuan khusus surveilans:

1. Memonitor kecenderungan (trends) penyakit2. Mendeteksi perubahan mendadak insidensi penyakit, untuk mendeteksi dini outbreak3. Memantau kesehatan populasi, menaksir besarnya beban penyakit (disease burden) pada populasi4. Menentukan kebutuhan kesehatan prioritas, membantu perencanaan, implementasi, monitoring, dan evaluasi program kesehatan

5. Mengevaluasi cakupan dan efektivitas program kesehatan6. Mengidentifikasi kebutuhan riset (Last, 2001; Giesecke, 2002; JHU, 2002).

Surveilans dapat juga digunakan untuk memantau efektivitas program kesehatan.

c) Jenis surveilans

Dikenal beberapa jenis surveilan yaitu surveilans individu, surveilans penyakit, surveilans sindromik, surveilans berbasis laboratorium, surveilans terpadu, surveilans kesehatan masyarakat global.d) pendekatan surveilans

Pendekatan surveilans dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu surveilans pasif dan surveilans aktif (Gordis, 2000). Surveilans pasif memantau penyakit secara pasif, dengan menggunakan data penyakit yang harus dilaporkan (reportable diseases) yang tersedia di fasilitas pelayanan kesehatan. Kelebihan surveilans pasif, relatif murah dan mudah untuk dilakukan. Negara-negara anggota WHO diwajibkan melaporkan sejumlah penyakit infeksi yang harus dilaporkan, sehingga dengan surveilans pasif dapat dilakukan analisis perbandingan penyakit internasional. Kekurangan surveilans pasif adalah kurang sensitif dalam mendeteksi kecenderungan penyakit. Data yang dihasilkan cenderung under-reported, karena tidak semua kasus datang ke fasilitas pelayanan kesehatan formal. Selain itu, tingkat pelaporan dan kelengkapan laporan biasanya rendah, karena waktu petugas terbagi dengan tanggungjawab utama memberikan pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan masing-masing. Untuk mengatasi problem tersebut, instrumen pelaporan perlu dibuat sederhana dan ringkas.

Surveilans aktif menggunakan petugas khusus surveilans untuk kunjungan berkala ke lapangan, desa-desa, tempat praktik pribadi dokter dan tenaga medis lainnya, puskesmas, klinik, dan rumah sakit, dengan tujuan mengidentifikasi kasus baru penyakit atau kematian, disebut penemuan kasus (case finding), dan konfirmasi laporan kasus indeks. Kelebihan surveilans aktif, lebih akurat daripada surveilans pasif, sebab dilakukan oleh petugas yang memang dipekerjakan untuk menjalankan tanggungjawab itu. Selain itu, surveilans aktif dapat mengidentifikasi outbreak lokal. Kelemahan surveilans aktif, lebih mahal dan lebih sulit untuk dilakukan daripada surveilans pasif. Karakteristik surveilans yang efektif: cepat, akurat, reliabel, representatif, sederhana, fleksibel,akseptabel

Sistem surveilans dapat diperluas pada level komunitas, disebut community surveilance.

Dalam community surveilance, informasi dikumpulkan langsung dari komunitas oleh kader

kesehatan, sehingga memerlukan pelatihan diagnosis kasus bagi kader kesehatan. Definisi kasus yang sensitif dapat membantu para kader kesehatan mengenali dan merujuk kasus mungkin (probable cases) ke fasilitas kesehatan tingkat pertama. Petugas kesehatan di tingkat lebih tinggi dilatih menggunakan definsi kasus lebih spesifik, yang memerlukan konfirmasi laboratorium. Community surveilans mengurangi kemungkinan negatif palsu (JHU, 2006).

.Kesimpulan

Setiap program kesehatan puskesmas tidak kira program wajib atau pengembangan memerlukan perencanaan, organisasi, pelaksanaan dan kontrolling yang teliti supaya target atau tujuan setiap satunya tercapai. Dalam pada itu, dasar-dasar pelayanan kesehatan perlu diterapakan untuk memudahkan kelancaran program. System pencatatan dan surveillance juga tidak kurang pentingnya demi melihat apakah suatu program itu tercapai tujuannya ataupun tidak. Setiap program kesehatan tidak hanya melibatkan orang yang terkait kesehatan seperti tenaga kerja di puskesmas, malah memerlukan antisipasi erat dari seluruh masyarakat demi mencapai tujuan program tersebut justeru meningkatkan tahap kesehatan segenap masyarakat.Daftar pustaka

1. Penyakit demam berdarah dengue (DBD). Dinas kesehatan kabupaten Tnagerang. Edisi 1 september 2008.

2. Efendi F, Makhfudli. Keperawatan kesehatan komunitas teori dan praktik dalam keperawatan. Penerbit Salemba Medika, Jakarta : 2009. 274-85.3. Proram puskesmas. UPTD Pengembangan Sistem Informasi dan Telematika. Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Provinsi Sulawesi Utara.4. Effendy N. SP2TP. Dasar-dasar keperawatan kesehatan masyarakat. Edisi 2. Jakarta: Penerbit buku kedokteran EGC; 1998: 185-6.

5. Adyana, Ngurah I. Hubungan beberapa fungsi manajemen coordinator SP2TP puskesmas dengan ketepatan dan kelengkapan laporan SP2TP di Kabupaten Lampung Tengah. Undergraduate thesis, Diponegoro University. Edisi 21 April 2010. Diunduh dari http://eprints.undip.ac.id/8866/, 9 Juli 2011.

21