daya tarik wanita dengan endometriosis rektovaginal
TRANSCRIPT
Terjemahan Jurnal
DAYA TARIK WANITA DENGAN
ENDOMETRIOSIS REKTOVAGINAL :
SEBUAH STUDI CASE-CONTROL
Presentan :
dr.
Counterpart :
dr. Agi
BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO
RSUP DOKTER KARIADI
SEMARANG
2013
Daya Tarik Wanita Dengan Endometriosis Rektovaginal:
Sebuah Studi Case-Control
Tujuan
Untuk mengevaluasi daya tarik fisik pada wanita dengan dan tanpa endometriosis
Desain
Studi case-control
Setting
Rumah sakit akademik.
Pasien
Tiga ratus wanita nulipara.
Intervensi
Penilaian daya tarik oleh empat pengamat wanita dan pria yang independen.
Pengukuran outcome utama
Skala penilaian daya tarik dinilai bertingkat
Hasil
Sebanyak 31 dari 100 wanita pada kelompok endometriosis rektovaginal (kasus)
yang dinilai sebagai menarik atau sangat menarik, dibandingkan dengan 8 dari
100 pada kelompok endometriosis peritoneal dan ovarium dan 9 dari 100 pada
kelompok subjek tanpa endometriosis. Proporsi yang lebih tinggi dari kelompok
kasus pertama kali melakukan hubungan sebelum usia 18 (masing-masing 53%,
39%, dan 30%). Rata-rata ± SD dari indeks massa tubuh pada wanita dengan
endometriosis rektovaginal, pada mereka dengan bentuk penyakit lainnya, dan
pada mereka yang tidak memiliki endometriosis adalah, masing-masing, 21,0 ±
2,5, 21,3 ± 3.3, dan 22,1 ± 3.6. Median (kisaran interkuartil) rasio pinggang-
pinggul dan rasio payudara-lingkar dada masing-masing, 0,75 (0,71-0,81), 0,76
(0,71-0,81), dan 0,78 (0,73-0,83), dan 1,15 (1,12- 1,20), 1,14 (1,10-1,17), dan
1,15 (1,11-1,18).
Kesimpulan
Wanita dengan endometriosis rektovaginal dinilai lebih menarik dibandingkan
dua kelompok kontrol. Selain itu, mereka memiliki bentuk tubuh yang ramping,
payudara yang lebih besar, dan coitarche lebih dini. (Fertil steril 2013, 99:212 -
2013 oleh American Society for Reproductive Medicine)
Kata Kunci
Endometriosis, daya tarik, indeks massa tubuh, ukuran payudara, rasio pinggang-
pinggul
PENDAHULUAN
Pengamatan bahwa subyek dengan sifat-sifat fenotipik tertentu rentan
terhadap perkembangan gangguan organik atau kejiwaan tertentu adalah prinsip
medis yang lama. Saat ini, hubungan ini cenderung dijelaskan berdasarkan
asosiasi genotipe-fenotip, yang telah diperkirakan mempengaruhi lebih dari
seratus kelainan, seperti diabetes, obesitas, penyakit Crohn, dan hipertensi (1, 2).
Sejalan dengan hal ini, beberapa kemajuan terbaru dalam penelitian endometriosis
sesuai dengan pandangan ini, karena beberapa studi telah berkontribusi pada
definisi fenotipe umum yang terkait dengan penyakit (3-12). Menariknya, fenotipe
yang muncul tersebut tampaknya tidak secara langsung berhubungan dengan daya
tarik, karena beberapa ciri fisik telah dipelajari, termasuk ukuran tubuh, indeks
massa tubuh (BMI), dan sifat-sifat pigmen (4, 5, 7, 8, 11-13), yang berdampak
pada persepsi keindahan (14, 15). Sebuah gradien biologis antara tingkat ekspresi
sifat-sifat dan derajat keparahan endometriosis juga telah muncul. Sebagai contoh,
berkaitan dengan ukuran dan bentuk tubuh, hubungan terbalik telah diamati antara
BMI dan tingkat keparahan penyakit pada umumnya (8), dan khususnya pada
pasien dengan endometriosis dalam (12). Meskipun bukti-bukti ini terus
berkembang, penelitian yang menyelidiki daya tarik pada wanita dengan
endometriosis masih sedikit.
Untuk memverifikasi hubungan potensial antara endometriosis dan daya
tarik, dan untuk mendukung gradien biologis yang mungkin antara agresivitas
penyakit dan tingkat daya tarik, kami merancang suatu studi case-control yang
merekrut tiga kelompok subjek, yaitu wanita dengan lesi rektovaginal dalam,
wanita dengan implantasi peritoneal dan / atau kista ovarium tetapi tanpa lesi
rektovaginal, dan wanita tanpa endometriosis. Tingkat daya tarik fisik, outcome
studi yang terutama, dinilai oleh observer wanita dan pria yang bersifat
independen. Outcome sekunder adalah definisi dari karakteristik morfologi
tertentu dan kebiasaan seksual. Informasi tentang nyeri saat hubungan seksual dan
fungsi seksual dalam tiga kelompok studi dilaporkan di tempat lain.
BAHAN DAN METODE
Wanita yang menjalani operasi untuk kondisi ginekologi jinak di
Departemen Obstetri dan Ginekologi ”Luigi Mangiagalli”, Universitas Milan,
Italia, dari Januari 2006 sampai Maret 2011, yang secara berturut-turut dievaluasi
untuk dimasukkan dalam penelitian. Departemen akademik ini adalah pusat
rujukan tingkat tersier untuk pengobatan endometriosis dari area nasional.
Namun, pasien dengan gangguan jinak lainnya yang juga dirujuk. Para dewan
peninjau institusional lokal menyetujui protokol penelitian dan semua peserta
menandatangani informed consent.
Peserta diberitahu bahwa studi ini difokuskan pada beberapa variabel
fenotipik dan mereka tahu bahwa, secara umum, penampilan fisik secara
keseluruhan akan dinilai. Semua aspek praktis yang berhubungan dengan rencana
evaluasi dijelaskan secara rinci. Namun, dalam rangka membatasi perilaku
menggoda yang tidak disengaja yang mungkin dapat mempengaruhi penilaian,
informasi mengenai hipotesis spesifik dari derajat daya tarik yang berbeda pada
tiga kelompok penelitian tidak diberikan di awal evaluasi fisik. Wanita menyadari
bahwa studi ini difokuskan juga pada pola perilaku seksual yang berhubungan
dengan berbagai kondisi ginekologi jinak. Semua pasien yang dirawat untuk
operasi di unit kami secara rutin menjalani wawancara diagnostik dan
pemeriksaan standar, yang meliputi pengumpulan data umum dan ginekologi,
pemeriksaan fisik, dan ultrasonografi transvaginal.
Setelah menyelesaikan pemeriksaan awal, wanita direkrut dalam penelitian
ini. Kriteria inklusinya adalah usia antara 20 dan 40 tahun, nulliparitas, asal
Kaukasia, tidak ada prosedur pelvis sebelumnya sebelum operasi indeks, dan
siklus menstruasi yang teratur. Kriteria eksklusi adalah keganasan, kehamilan
yang sedang berlangsung, anomali kongenital, memiliki cacat fisik (misalnya,
pernah mengalami kecelakaan jenis apapun atau penyakit medis / bedah dengan
konsekuensi fisik), prosedur estetika dan operasi plastik sebelumnya, keberadaan
tato di bagian yang terlihat atau menindik, peralatan ortodontik, lensa kontak
berwarna, dan rambut yang dicat seluruhnya.
Sebelum operasi, subyek yang memenuhi syarat diminta untuk mengisi
kuesioner standar. Para wanita ditinggalkan sendirian di ruangan yang tenang
selama wakru yang mereka butuhkan. Jika pendamping hadir, ia diminta untuk
meninggalkan ruangan. Dokter terlatih yang tersedia akan mengklarifikasi segala
aspek dari kuesioner. Item-item yang diteliti pada awalnya meliputi demografi
umum dan variabel anthropometri, kebiasaan pribadi, dan informasi obstetri dan
ginekologi. Bagian kedua bertujuan untuk menyelidiki riwayat seksual dan
kebiasaan seksual. Sebagian besar item dievaluasi dengan menggunakan skala
penilaian 5 poin. Setelah itu, wanita menjalani pemeriksaan fisik oleh dua dokter
terlatih, diantaranya penilaian berat badan dan tinggi badan, pengukuran pinggul,
pinggang, payudara dan lingkar dada. Setelah evaluasi secara keseluruhan ini
selesai, empat dokter lainnya yang berbeda (dua wanita dan dua laki-laki), secara
acak dan secara independen memberikan penilaian untuk diagnosis preoperatif
wanita tetapi tidak untuk hipotesis studi, berdasarkan evaluasi langsung, daya
tarik pasien pada skala penilaian 5 poin (5 = sangat menarik, 4 = lebih menarik, 3
= rata-rata menarik, 2 = menarik sedikit, 1 = sama sekali tidak menarik). Rerata
skor yang dihasilkan oleh empat evaluator independen dibagi ke dalam tiga
kategori terpisah (> 3,5 = sangat menarik atau lebih tepatnya menarik, 2.5-3.5 =
rata-rata menarik; <2,5 = sedikit atau sama sekali tidak menarik) yang digunakan
untuk analisis data. Dua laki-laki dan satu wanita evaluator tetap sama selama
periode penelitian, sedangkan keempat wanita evaluator berubah dua kali.
Pembedahan dilakukan antara 3 dan 4 minggu setelah evaluasi pra operasi.
Kelompok kasus dan kontrol dipilih pasca operasi, termasuk wanita dengan
endometriosis dan anomali ginekologi tambahan yang menyertai.
Kelompok kasus adalah wanita dengan diagnosis endometriosis
rektovaginal berdasarkan pemeriksaan vagina dan dubur dan lesi endometriotik
yang terlihat di inspeksi spekulum, ultrasonografi transvaginal dan transrektal,
temuan intraoperatif, dan gambaran histologis dari endometriosis di forniks
posterior. Meskipun diagnosis endometriosis rektovaginal umumnya secara klinis
cukup jelas sebelum operasi, kelompok kasus akhirnya dipilih hanya setelah
visualisasi pelvis pada saat operasi untuk menyingkirkan adanya kelainan genital
yang menyertai.
Kelompok kontrol adalah wanita yang cocok dari segi usia yang menjalani
operasi setelah kasus dan dengan [1] diagnosis endometriosis peritoneal dan / atau
endometrioma ovarium tanpa lesi rektovaginal atau [2] diagnosis kondisi jinak
lainnya tanpa gambaran visual atau histologis dari endometriosis bentuk apapun.
Karena lesi rektovaginal hampir selalu dikaitkan dengan implantasi superfisial di
peritoneal atau endometrioma ovarium (16), wanita dikategorikan berdasarkan
pada lesi terburuk yang dimilikinya (12, 17, 18). Oleh karena itu, untuk setiap
kasus indeks, dua kontrol yang usianya cocok dipilih untuk membentuk tiga
kelompok studi yang berbeda, yaitu endometriosis rektovaginal, peritoneal dan /
atau endometriosis ovarium, dan kondisi jinak lainnya tanpa endometriosis.
Lesi rektovaginal dieksisi saat laparoskopi pada 63 pasien, dan saat
laparotomi pada 37 pasien lainnya. Bagian dari cavum Douglas dieksplorasi,
ureter bilateral teridentifikasi, spasium pararektal dikembangkan, dan dinding
anterior rektum terlepas dari forniks posterior. Setelah eksisi plak vagina, dinding
anterior rektum diperlakukan menurut teknik shaving, kecuali reseksi rektal
anterior rendah dianggap perlu.
Analisis data dilakukan dengan SPSS 18,0. Perbedaan signifikan secara
statistik ditentukan dengan menggunakan uji X2 atau uji Fisher’s exact, atau
ANOVA dan uji post hoc Fisher’s dengan sedikit perbedaan signifikan, atau uji
unpaired Wilcoxon, sesuai kebutuhan. Untuk variabel kategorikal, perbandingan
dalam kelompok dilakukan hanya jika perbedaan yang signifikan secara statistik
muncul untuk seluruh perbandingan. Sebuah nilai probabilitas <.05 dianggap
signifikan secara statistik. Dalam rangka menilai sejauh mana kesepakatan antar
pengamat berkaitan dengan daya tarik, dihitunglah unweighted k-index. Kami
menganggap nilai >0.60 sebagai “kesepakatan yang baik” dan nilai >0.80 sebagai
“kesepakatan sangat baik” (19). Ukuran sampel yang diperlukan (sekitar 100
wanita per kelompok) dihitung menggunakan error tipe I dan II sebesar 0,05, dan
0,20 dan menyatakan peningkatan dua kali lipat yang relevan secara klinis untuk
proporsi pemilihan lebih menarik bagi wanita yang sangat menarik dalam kasus.
Perekrutan berlanjut sampai selesainya ukuran sampel yang direncanakan pada
kelompok endometriosis rektovaginal
HASIL
Empat ratus delapan puluh delapan wanita dianggap memenuhi syarat
untuk penelitian, tapi 62 menolak untuk berpartisipasi (tidak bersedia melengkapi
bagian seksual dari kuesioner, n = 29; tidak bersedia menjalani penilaian fisik, n =
21; alasan pribadi atau lainnya, n = 12), dan 126 dieksklusikan karena lesi
endometriotik dan non-endometriotik campuran yang diamati (n = 95) atau karena
data yang tidak jelas atau hilang bedah (n = 31). Tiga ratus wanita akhirnya
direkrut, seratus per kelompok studi. Rata-rata ± SD dari volume sonografi lesi
rektovaginal adalah 2,9 ± 1,4 mL. Kelompok tanpa endometriosis meliputi 57
wanita dengan leiomioma uterus, 26 dengan kista ovarium non-endometriotik, dan
17 dengan infertilitas yang tidak dapat dijelaskan. Karakteristik dasar subyek
ditunjukkan pada Tabel 1. Tidak ada perbedaan yang signifikan secara statistik,
juga ketika menganalisis data tentang pekerjaan saat ini (data tidak ditampilkan).
Riwayat seksual yang dirangkum dalam Tabel 2. Tingkat keberatan dalam
memberikan informasi yang lengkap mengenai hal ini adalah sama pada
kelompok studi (9% dari keseluruhan populasi). Proporsi wanita yang menolak
hubungan seksual sebelumnya secara signifikan lebih tinggi di antara subjek tanpa
endometriosis (P = .007 dibandingkan endometriosis rektovaginal, dan P = 014
dibandingkan bentuk lain dari endometriosis). Rata-rata ± SD untuk usia saat
hubungan seksual pertama pada wanita dengan endometriosis rektovaginal, pada
mereka dengan bentuk penyakit lainnya, dan pada kelompok tanpa endometriosis
masing-masing adalah 18,3 ± 2,8, 18,8 ± 2,3 dan 19,5 ± 3,9 tahun (P = 0,042).
Sebuah perbedaan yang signifikan muncul antara wanita dengan endometriosis
rektovaginal dan mereka yang tidak mengalami endometriosis (P = .012). Hal ini
menandakan proporsi yang lebih tinggi dari wanita yang pertama kali melakukan
hubungan seks sebelum usia 18 adalah pada kelompok wanita dengan
endometriosis rektovaginal (P = .002 vs wanita tanpa endometriosis dan P = .06
vs bentuk lain dari endometriosis). Jumlah median (kisaran interkuartil [IQR])
pasangan seksual tidak berbeda, yaitu 3 (IQR = 2-5) pada semua kelompok (P
= .80). Tidak ada perbedaan muncul bahkan setelah kategorisasi. Kebanyakan
wanita menghindari hubungan seksual saat menstruasi, baik pada saat tahun-tahun
awal aktivitas seksual mereka (dua dari tiga wanita) maupun juga saat ini (tiga
dari empat wanita), dengan tidak ada perbedaan antara kelompok.
Ciri morfologi dari populasi penelitian ditunjukkan pada Tabel 3. Kami
gagal untuk mengidentifikasi hubungan yang signifikan secara statistik antara
endometriosis dan sifat-sifat pigmen. Rambut dan warna mata tidak berbeda
secara signifikan (masing-masing P = .98 dan P =.09). Rata-rata (± SD) indeks
massa tubuh pada wanita dengan endometriosis rektovaginal, pada mereka dengan
bentuk penyakit lainnya, dan pada mereka yang tidak endometriosis masing-
masing adalah 21,0 ± 2,5, 21,3 ± 3,3 dan 22,1 ± 3,6 (P = 0,045). Suatu perbedaan
yang signifikan diamati antara kelompok endometriosis rektovaginal dan mereka
yang tanpa penyakit (P = .016). Perbedaan ini tidak muncul ketika data dibagi
menjadi tiga kategori. Median (IQR) dari rasio pinggang-pinggul pada wanita
dengan endometriosis rektovaginal, pada mereka dengan bentuk penyakit lainnya,
dan pada mereka yang tidak endometriosis masing-masing adalah 0,75 (0,71-
0,81), 0,76 (0,71-0,81), dan 0,78 (0,73-0,83); P = 08. Median (IQR) dari rasio
payudara-lingkar dada dalam tiga kelompok penelitian masing-masing adalah 1,15
(1,12-1,20), 1,14 (1,10-1,17), dan 1,15 (1,11-1,18) dengan P = 0,044. Ketika data
dikategorikan, wanita dengan endometriosis rektovaginal ditemukan memiliki
rasio payudara-lingkar dada yang secara signifikan lebih tinggi (P = 0,023
dibandingkan bentuk lain dari endometriosis, P = .008 dibandingkan yang tidak
memiliki endometriosis, Tabel 3). Secara khusus, hampir satu wanita dalam empat
(24%) pada kelompok endometriosis rektovaginal memiliki rasio payudara-
lingkar dada > 1.2, dibandingkan dengan 10% pada kelompok endometriosis non-
rektovaginal, dan 8% pada kelompok dengan kondisi ginekologi lainnya.
Hasil mengenai daya tarik ditunjukkan pada Tabel 4. Proporsi wanita yang
dinilai lebih menarik atau sangat menarik secara signifikan lebih tinggi pada
wanita dengan endometriosis rektovaginal dibandingkan pada mereka dengan
bentuk penyakit lain dan mereka yang tidak memiliki endometriosis (P <.001).
Secara keseluruhan, hampir satu dari tiga wanita dalam kelompok endometriosis
rektovaginal tergolong lebih menarik atau sangat menarik dibandingkan dengan
kurang dari satu dalam sepuluh pada kedua kelompok kontrol. Signifikansi
statistik dari perbedaan yang diamati juga mengkonfirmasi ketika
membandingkan lima kategori secara terpisah dalam tiga kelompok belajar pada
analisis post hoc (P <.001). Hasilnya adalah sama ketika mengevaluasi penilaian
menurut dengan jenis kelamin pengamat secara terpisah (data tidak ditampilkan).
Kappa-indeks dari kesepakatan antara empat pengamat yang berbeda bervariasi
antara 0,62-0,86 (P <.001 untuk semua perbandingan satu-lawan-satu). K-indeks
antara penilaian laki-laki dan wanita adalah 0,68 (P <.001). Nilai daya tarik rata-
rata tidak bervariasi secara signifikan selama tahun-tahun masa studi (data tidak
ditampilkan).
PEMBAHASAN
Wanita dengan endometriosis rektovaginal tampak lebih menarik bagi
pengamat eksternal dibandingkan dengan endometriosis peritoneal dan / atau
endometriosis ovarium, serta mereka tanpa endometriosis. Selain itu,
dibandingkan dengan kontrol, wanita dengan endometriosis rektovaginal memiliki
bentuk tubuh ramping, payudara yang lebih besar, dan coitarche lebih dini. Hasil
membuktikan validitas kalkulasi kekuataan yang direncanakan, sebagai proporsi
dari wanita dengan endometriosis rektovaginal yang dianggap lebih menarik atau
sangat menarik lebih dari dua kali lipat dari yang diamati dalam dua kelompok
studi lainnya.
Kriteria seleksi yang ketat dan diadopsi seharusnya mencegah sumber
perancu utama. Keempat penilai menyadari tujuan studi ini tapi tidak mengetahui
sehubungan dengan diagnosis preoperatif dari para wanita. Untuk alasan ini,
pengamat secara khusus diperintahkan untuk menahan diri dari mengajukan
pertanyaan seputar gejala-gejala dan alasan untuk konsultasi. Selain itu, para
dokter yang melakukan pemeriksaan fisik bukan bagian dari empat dokter menilai
daya tarik fisik. Hal ini dapat menghindari pengaruh yang tidak semestinya pada
penilaian.
Ukuran payudara, rasio pinggang-pinggul, dan BMI dianggap sebagai tiga
faktor penentu utama daya tarik fisik (14, 20-23). Secara teoritis, penilaian oleh
pengamat wanita bisa saja berdasarkan variabel yang berbeda sehubungan dengan
rekan-rekan pria mereka. Sebagai contoh, rasio payudara-lingkar dada yang tinggi
(payudara besar) mungkin lebih menarik bagi pengamat laki-laki daripada
pengamat wanita (23). Namun, kesepakatan yang baik antara pengamat wanita
dan pria, dan rendahnya bias yang disebabkan jenis kelamin penilai ketika menilai
daya tarik wanita telah ditunjukkan (24). Selain itu, dalam masyarakat Barat
modern, karakteristik fisik seperti payudara besar dan ramping dianggap
berdampak pada persepsi kecantikan wanita baik pada wanita dan pria (15, 20, 25,
26). Dalam hal ini, wanita dengan endometriosis rektovaginal memiliki indeks
massa tubuh lebih rendah secara signifikan daripada wanita tanpa penyakit, yang
membenarkan temuan literatur (4, 5, 7, 8, 11, 12). Hanya rasio pinggang-pinggul
yang nilainya hampir sama pada kasus dan kontrol.
Distribusi karakteristik dasar seperti pendidikan, status perkawinan,
merokok, dan pola menstruasi ditemukan hampir sama di seluruh kelompok,
sehingga dengan demikian seharusnya tidak mengganggu hasil penelitian.
Menariknya, dibandingkan dengan subyek pada kedua kelompok kontrol, wanita
dengan lesi rektovaginal menyebutkan usia saat hubungan seksual pertama yang
secara signifikan lebih rendah, walaupun perbedaan itu terbatas. Temuan ini dapat
dijelaskan dengan daya tarik yang lebih tinggi dan, karenanya, permintaan seksual
laki-laki menjadi lebih tinggi, bahkan dalam fase remaja. Atau, karena
endometriosis rektovaginal biasanya menyebabkan dispareunia yang mendalam
(27, 28), aktivitas seksual yang berlebihan ditujukan untuk menyembunyikan
masalah saat hubungan seksual tidak bisa dikesampingkan.
Kita tidak bisa mengkonfirmasi temuan sebelumnya dalam hal sifat
pigmen yang spesifik pada wanita dengan endometriosis (6, 9, 10). Memang, ras
Mediterania dari wanita yang terdaftar menyiratkan prevalensi besar dari rambut
gelap dan warna mata. Meskipun demikian, proporsi subyek dengan mata hijau
atau biru adalah 11% pada kelompok endometriosis rektovaginal dan 3% pada
kelompok non-endometriosis.
Kurangnya outcome utama yang “nyata” mungkin dianggap sebagai
keterbatasan penelitian kami. Dalam hal ini, kita tidak bisa mengeksklusikan
lingkungan rumah sakit dan situasi yang tidak biasa dimana wanita yang
dievaluasi mungkin telah mempengaruhi perilaku dan spontanitas peserta. Bahkan
jika ini benar, seharusnya tidak ada kelompok studi tertentu yang secara selektif
dirugikan. Selain itu, perbedaan proporsi wanita yang dinilai sebagai lebih
menarik atau sangat menarik akan sangat mendukung wanita dengan
endometriosis rektovaginal sehingga membingungkan mengenai hasil. Selain itu,
pengurangan kategori daya tarik dari lima menjadi tiga dalam analisis akhir dapat
membatasi dampak dari variabilitas antar pengamat.
Pengalaman nyeri panggul kronis dapat menyebabkan kecemasan dan
depresi, sehingga secara tidak langsung mempengaruhi daya tarik fisik. Namun,
interaksi potensial ini harus dikurangi, tidak ditingkatkan, perbedaan antara
kelompok yang diamati dalam mendukung wanita dengan endometriosis
rektovaginal, sebagai lesi yang mendalam adalah yang berhubungan paling kuat
dengan nyeri yang berat (17, 27, 28)
Secara teori, standar kecantikan manusia dapat berbeda-beda di berbagai
negara, latar belakang budaya, dan kelompok-kelompok etnis, sehingga
membatasi kemampuan generalisasi dari temuan kami. Namun, baru-baru ini telah
menunjukkan bahwa standar untuk mengevaluasi daya tarik memiliki perbedaan
lintas budaya seperti Kaukasia, Cina, dan Jepang (29, 30).
Signifikansi biologis dari kecantikan secara umum telah ditafsirkan dalam
hal seleksi seksual yang terkait dengan manfaat kesehatan yang diduga (29, 31,
32). Subyek yang menarik memiliki lebih banyak kesempatan untuk terpilih oleh
calon pasangan karena mereka diidentifikasi sebagai pembawa gen-gen terbaik.
Dalam kasus wanita, daya tarik juga dapat bertindak sebagai isyarat untuk
kesuburan dan potensi reproduksi (21, 33). Bahkan, persepsi estetika dipengaruhi
oleh hormon seksual (29). Wanita dengan tingkat estrogen yang lebih tinggi
memiliki wajah tampak lebih feminin, menarik, dan sehat dibandingkan dengan
tingkat yang lebih rendah (24, 29). Karena daya tarik wanita bisa menjadi ekspresi
tingkat estrogen yang lebih tinggi (24, 28, 33), tidak dapat dikesampingkan bahwa
lingkungan endokrin yang menstimulasi mungkin mendukung berkembangnya
lesi endometriotik yang agresif dan infiltratif, terutama pada subjek yang paling
feminin. Sayangnya, kami tidak mengukur kadar estradiol serum pada subyek
penelitian kami.
Atau, karakteristik fenotipik dari wanita dengan endometriosis
rektovaginal mungkin merupakan indikator dari polimorfisme gen tertentu yang
terkait dengan perkembangan penyakit yang parah (3). Sebuah hubungan genetik
dalam patogenesis dari lesi endometriotik dengan infiltrasi dalam baru-baru ini
dikonfirmasi oleh Chapron et al (34), yang mengamati bahwa pasien dengan tipe
lesi ini memiliki kemungkinan tiga kali lipat riwayat keluarga yang positif
dibandingkan dengan mereka dengan lesi peritoneal superfisial dan / atau
endometrioma ovarium. Memang, endometriosis secara signifikan dikaitkan
dengan varian genetik pada kromosom 1, 7 dan 9, dan loading genetik yang lebih
tinggi telah terbukti secara spesifik di antara wanita dengan penyakit lanjut (35,
36).
Menurut prinsip-prinsip phenomics, informasi fenotipik dapat digunakan
dalam hubungannya dengan data genetik dan lingkungan untuk membantu
mengungkap patogenesis beberapa kelainan (1-3). Dalam hal ini, kita tidak hanya
mengkonfirmasi temuan sebelumnya pada hubungan antara beberapa karakteristik
fenotipik dan endometriosis (4, 5, 7, 8, 11, 12), tetapi juga mengamati bahwa daya
tarik fisik lebih tinggi pada wanita dengan bentuk penyakit yang lebih parah.
Faktor genetik dan endokrin mungkin mendasari ekspresi fenotipe yang sangat
feminin dan kecenderungan untuk berkembangnya endometriosis yang mendalam.
Namun, penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mengeksklusikan hubungan palsu
antara daya tarik dan endometriosis rektovaginal, dan untuk menyingkirkan efek
perancu dari dispareunia yang mendalam pada beberapa aspek perilaku seksual.
Tabel 1. Karakteristik dasar peserta menurut kelompok studi
Karakteristik
Endometriosis rektovaginal(n = 100), n (%)
Endometriosis peritoneal dan/atau ovarium (n = 100), n (%)
Tanpa endometriosis (n = 100), n (%)
Nilai P
Umur, tahun (rerata ± SD) 32.1 ± 4.0 32.1 ± 3.8 32.2 ± 3.9 .98
Edukasi, tahun ≤13 >13
46 (46)54 (54)
32 (32)68 (68)
34 (34)66 (66)
.09
Status perkawinan Tidak kawin/cerai Kawin
71 (71)29 (29)
69 (69)31 (31)
68 (68)32 (32)
.90
Merokok Tidak pernah Sedang atau mantan perokok
66 (66)34 (34)
60 (60)40 (40)
65 (65)35 (35)
.64
Usia menarche, tahun <12 ≥12
30 (30)70 (70)
26 (26)74 (74)
37 (37)63 (63)
.24
Lama siklus, hari <28 ≥28
15 (15)85 (85)
20 (20)80 (80)
16 (16)84 (84)
.61
Tabel 2. Riwayat seksual peserta menurut kelompok studi
Karakteristik
Endometriosis rektovaginal(n = 100), n (%)
Endometriosis peritoneal dan/atau ovarium (n = 100), n (%)
Tanpa endometriosis (n = 100), n (%)
Nilai P
Keberatan dalam memberi informasi Tidak Ya
93 (93)7 (7)
91 (91)9 (9)
89 (89)11(11)
.61
Hubungan seksual Tidak pernah Pernah
0 (0)100 (100)
0 (0)98 (100)
7 (7)91 (93)
.001
Usia saat hubungan seksual pertama, tahun <18 ≥18
52 (53)47 (47)
37 (39)58 (61)
27 (30)63 (70)
.006
Jumlah partner seksual ≤4 >5
68 (72)26 (28)
63 (68)29 (32)
67 (74)24 (26)
.72
Hubungan seksual saat menstruasi saat ini Tidak pernah Pernah
75 (75)25 (25)
70 (74)25 (26)
69 (76)22 (24)
.96
Hubungan seksual saat menstruasi 2 tahun pertama aktivitas seksual Tidak pernah Pernah
69 (69)31 (31)
64 (66)33 (34)
60 (66)31 (34)
.91
Tabel 3. Variabel morfologi peserta menurut kelompok studi
Karakteristik
Endometriosis rektovaginal(n = 100), n (%)
Endometriosis peritoneal dan/atau ovarium (n = 100), n (%)
Tanpa endometriosis (n = 100), n (%)
Nilai P
Warna rambut Hitam/coklat Pirang/merah
77 (77)23 (23)
77 (77)23 (23)
76 (76)24 (24)
.98
Warna mata Hitam/coklat Hijau/biru
89 (89)11 (11)
94 (94)6 (6)
97 (97)3 (3)
.09
BMI <20 20-22 >22
40 (40)26 (26)34 (34)
35 (35)34 (34)31 (31)
27 (27)34 (34)39 (39)
.30
Rasio pinggan-pinggul <7 0.7-0.8 >0.8
19 (19)53 (53)28 (28)
16 (16)56 (56)28 (28)
12 (12)51 (51)37 (37)
.47
Rasio payudara-lingkar dada <1.1 1.1-1.2 >1.2
16 (16)60 (60)24 (24)
24 (24)66 (66)10 (10)
21 (21)71 (71)8 (8)
.01
Tabel 4. Daya tarik fisik peserta menurut kelompok studi
Karakteristik
Endometriosis rektovaginal(n = 100), n (%)
Endometriosis peritoneal dan/atau ovarium (n = 100), n (%)
Tanpa endometriosis (n = 100), n (%)
Sangat atraktif atau lebih atraktifRata-rata aktraktifTidak terlalu aktraktif atau tidak atraktif
31 (31)55 (55)14 (14)
8 (8)51 (51)41 (41)
9 (9)47 (47)44 (44)