dan aksi menanggulangi hiv/aids di dunia...

16
Peran ILO Jakarta Program ILO Jakarta mengenai HIV/AIDS di Indonesia terfokus pada dua strategi utama yang mempromosikan penerapan Kaidah ILO tentang HIV/AIDS dan Dunia Kerja serta program pencegahan untuk menanggulangi penyebaran HIV/AIDS di tempat kerja. ILO Jakarta juga mengarusutamakan HIV/AIDS ke dalam program pelaksanaan negara dari Rencana Aksi Indonesia untuk Pekerjaan Layak 2002 - 2006 yang dilanjutkan dengan rencana aksi untuk periode 2007 - 2010 dan proyek pencegahan melalui Program Pendidikan Pekerja ILO/USDOL, Pekerja Migran Indonesia dan Meningkatkan Akses pada Kewirausahaan dan Manajemen Usaha untuk Orang yang Hidup dengan HIV/AIDS (ODHA). Keterlibatan ILO Jakarta dalam program HIV/AIDS bertujuan: (1) Meningkatkan kesadaran akan dampak HIV/AIDS terhadap persoalan sosial dan ekonomi di dunia kerja; (2) Membantu pemerintah, pengusaha dan pekerja dalam menanggulangi HIV/AIDS melalui kerjasama teknis, pelatihan dan pembuatan pedoman kebijakan untuk pencegahan, penanggulangan dan jaminan sosial; dan (3) Memerangi diskriminasi dan stigma yang berkaitan dengan status HIV. Untuk itu, ILO Jakarta terlibat aktif dalam berbagai kegiatan advokasi, pembangunan kesadaran dan kapasitas mitra-mitra sosialnya—Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Depnakertrans), Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) dan serikat pekerja—untuk mencegah penyebaran HIV/ AIDS dan mengurangi dampak wabah tersebut. HIV/AIDS HIV/AIDS HIV/AIDS HIV/AIDS HIV/AIDS dan Dunia Kerja di Indonesia Berdasarkan hasil penelitian ILO tahun 2001, Population Mobility and HIV/AIDS in Indonesia, pola dan kecenderungan penyebaran HIV/AIDS di negara ini terkait erat dengan perpindahan pekerja baik secara domestik maupun internasional. Meski belum diperoleh data memadai yang membuktikan adanya korelasi antara perpindahan pekerja dan penyebaran HIV/ AIDS, diasumsikan kelompok penduduk dengan mobilitas tinggi dan berperilaku seks berisiko, termasuk pekerja di sektor pertambangan, kontruksi, perkebunan, perkayuan, transportasi, perikanan dan buruh migran, rentan terhadap penularan HIV/AIDS. Stigma dan diskriminasi Kehilangan pendapatan dan tunjangan pegawai Stigma dan diskriminasi Tekanan terhadap keluarga, masalah pekerja anak Dampak Dampak Dampak Dampak Dampak terhadap P terhadap P terhadap P terhadap P terhadap Pek ek ek ek ekerja erja erja erja erja Menanggulangi HIV/AIDS dan Aksi di Dunia Kerja “AIDS membawa dampak yang besar terhadap para pekerja dan keluarga mereka, perusahaan serta perekonomian nasional. AIDS merupakan persoalan di tempat kerja dan tantangan bagi pembangunan” Juan Somavia Direktur Jenderal ILO

Upload: tranphuc

Post on 03-Mar-2019

242 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: dan Aksi Menanggulangi HIV/AIDS di Dunia Kerjademografi.bps.go.id/phpFileTree/bahan/kumpulan_tugas_mobilitas_pak... · Kehilangan pendapatan dan tunjangan pegawai Stigma dan diskriminasi

Peran ILO JakartaProgram ILO Jakarta mengenai HIV/AIDS diIndonesia terfokus pada dua strategi utamayang mempromosikan penerapan KaidahILO tentang HIV/AIDS dan Dunia Kerja sertaprogram pencegahan untuk menanggulangipenyebaran HIV/AIDS di tempat kerja. ILOJakarta juga mengarusutamakan HIV/AIDS kedalam program pelaksanaan negara dariRencana Aksi Indonesia untuk PekerjaanLayak 2002 - 2006 yang dilanjutkan denganrencana aksi untuk periode 2007 - 2010 danproyek pencegahan melalui ProgramPendidikan Pekerja ILO/USDOL, PekerjaMigran Indonesia dan MeningkatkanAkses pada Kewirausahaan danManajemen Usaha untuk Orang yangHidup dengan HIV/AIDS (ODHA).

Keterlibatan ILO Jakarta dalam programHIV/AIDS bertujuan: (1) Meningkatkankesadaran akan dampak HIV/AIDSterhadap persoalan sosial dan ekonomi didunia kerja; (2) Membantu pemerintah,pengusaha dan pekerja dalammenanggulangi HIV/AIDS melalui kerjasamateknis, pelatihan dan pembuatan pedomankebijakan untuk pencegahan,penanggulangan dan jaminan sosial; dan (3)Memerangi diskriminasi dan stigma yangberkaitan dengan status HIV.

Untuk itu, ILO Jakarta terlibat aktif dalamberbagai kegiatan advokasi, pembangunankesadaran dan kapasitas mitra-mitrasosialnya—Departemen Tenaga Kerja danTransmigrasi (Depnakertrans), AsosiasiPengusaha Indonesia (APINDO) dan serikatpekerja—untuk mencegah penyebaran HIV/AIDS dan mengurangi dampak wabahtersebut.

HIV/AIDSHIV/AIDSHIV/AIDSHIV/AIDSHIV/AIDS dan DuniaKerja di Indonesia

Berdasarkan hasil penelitian ILO tahun2001, Population Mobility and HIV/AIDS inIndonesia, pola dan kecenderungan penyebaranHIV/AIDS di negara ini terkait erat denganperpindahan pekerja baik secara domestikmaupun internasional. Meski belum diperolehdata memadai yang membuktikan adanya korelasiantara perpindahan pekerja dan penyebaran HIV/AIDS, diasumsikan kelompok penduduk denganmobilitas tinggi dan berperilaku seks berisiko,termasuk pekerja di sektor pertambangan,kontruksi, perkebunan, perkayuan, transportasi,perikanan dan buruh migran, rentan terhadappenularan HIV/AIDS.

Stigma dan diskriminasi

Kehilangan pendapatandan tunjangan pegawai

Stigma dan diskriminasi

Tekanan terhadap keluarga,masalah pekerja anak

DampakDampakDampakDampakDampakterhadap Pterhadap Pterhadap Pterhadap Pterhadap Pekekekekekerjaerjaerjaerjaerja

Menanggulangi HIV/AIDSdan Aksi

di Dunia Kerja

“AIDS membawa dampak yang besarterhadap para pekerja dan keluarga

mereka, perusahaan sertaperekonomian nasional. AIDS

merupakan persoalan di tempat kerjadan tantangan bagi pembangunan”

Juan SomaviaDirektur Jenderal ILO

Page 2: dan Aksi Menanggulangi HIV/AIDS di Dunia Kerjademografi.bps.go.id/phpFileTree/bahan/kumpulan_tugas_mobilitas_pak... · Kehilangan pendapatan dan tunjangan pegawai Stigma dan diskriminasi

Komitmen Tripartit tentangHIV/AIDSHIV/AIDSHIV/AIDSHIV/AIDSHIV/AIDSILO Jakarta memfasilitasi Pemerintah (dalam hal iniKementrian Koordinasi Kesejahteraan Rakyat(Menko Kesra) dan Depnakertrans), APINDO danKamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN)serta tiga Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia(KSBSI, KSPSI dan KSPI) untuk mencapaikesepakatan “Aksi Menanggulangi HIV/AIDS di Dunia Kerja” dalam DeklarasiTripartit Nasional yang ditandatanganipada 25 Februari 2003 di Jakarta.

Komitmen ini dideklarasikan mendahuluiKomitmen tingkat Internasional antaraOrganisasi Pengusaha Internasional (IOE)dan Konfederasi Serikat Pekerja BebasDunia (ICFTU) pada Mei 2003.

Deklarasi tersebut menggarisbawahipentingnya sektor swasta salingberkolaborasi dalam menanggulangi HIV/AIDS di dunia kerja dengan menerapkanKaidah ILO tentang HIV/AIDS di DuniaKerja, serta pentingnya sektor swasta

memprioritaskan program pencegahan denganmendorong keterlibatan serikat pekerja.

Di tingkat provinsi dan kota, Deklarasi Tripartitserupa ditandatangani di Bandung, Jawa Barat,pada 12 Agustus 2003; Batam, 7 Oktober 2003;dan Surabaya, Jawa Timur, 16 Desember 2003.Bersamaan dengan penandatanganan Deklarasi,juga diluncurkan edisi bahasa Indonesia Kaidah

2

Page 3: dan Aksi Menanggulangi HIV/AIDS di Dunia Kerjademografi.bps.go.id/phpFileTree/bahan/kumpulan_tugas_mobilitas_pak... · Kehilangan pendapatan dan tunjangan pegawai Stigma dan diskriminasi

3

ILO tentang HIV/AIDS di DuniaKerja. Kaidah ini diharapkandapat menjadi pedoman dalampenyusunan dan penerapankebijakan dan programpenanggulangan HIV/AIDS didunia kerja.

AIDSStrategi NasionalILO Jakarta memainkan peranan pentingdalam melakukan advokasi untukmenyikapi dan menanggulangi bahayaepidemi HIV/AIDS terhadap dunia kerja.Epidemi HIV/AIDS bukanlah sekadarmasalah kesehatan, namun telah menjadipersoalan dunia kerja. Karenanya, ILOJakarta terlibat aktif dalam pertemuan-pertemuan penyusunan Strategi NasionalPenanggulangan HIV/AIDS. Strategi initelah memasukkan masalah HIV/AIDSdan dunia kerja sebagai salah satupendekatan multi-sektoral dalampenanggulangan HIV/AIDS.

Page 4: dan Aksi Menanggulangi HIV/AIDS di Dunia Kerjademografi.bps.go.id/phpFileTree/bahan/kumpulan_tugas_mobilitas_pak... · Kehilangan pendapatan dan tunjangan pegawai Stigma dan diskriminasi

Program Pencegahan di Tempat KerjaBekerjasama dengan Aksi Stop AIDS-USAID (ASA-USAID), Deklarasi Tripartit ini ditindaklanjutidengan menggelar serangkaian Forum Tingkat Tinggi dan Pelatihan bagi Pelatih di empatprovinsi, yaitu Jakarta pada 8-9 Juni 2003, Bandung 13-15 Agustus 2003, Batam 8-9 Oktober2003 dan Surabaya 17-18 Desember 2003. Keempat provinsi dipilih menjadi wilayah sasarankarena tingkat prevelansinya yang tinggi. Pada setiap pelatihan dilakukan tes sebelum dansesudah yang mencakup isu-isu tentang HIV/AIDS dan dampaknya terhadap pekerja dan bisnis.

Hasil kedua tes tersebut memperlihatkan pemahaman dasar mengenai HIV/AIDS dan hak-hak orang denganHIV meningkat sekitar 30% setelah pelatihan.

Peny

ebab

narkoba suntik

lain-lain

hemofilia

ibu hamil

transfusi darah

homo-biseksual

heteroseksual

Modus penularan HIV/AIDS diIndonesia berdasarkan hasil surveiDepartemen Kesehatan RepublikIndonesia tahun 2001 adalah melaluihubungan heteroseksual (53,7%),narkoba suntik (20,9%), homo-biseksual(13,7%), ibu hamil (1,3%), transfusidarah (0,4%), hemofilia (0,1%) danlainnya (9,8%). Kecenderunganpenularan HIV/AIDS melalui narkobajarum suntik di beberapa kota besarmeningkat tajam dari 2.,5% pada 1996menjadi 20% pada 2001. Khusus untukJakarta, meningkat secara signifikan dari15,4% menjadi 47,8%.

Modus penularan HIV/AIDSHIV/AIDSHIV/AIDSHIV/AIDSHIV/AIDS

20 40 600

53.7

13.70.4

1.30.1

9.8

20.9

Persentase4

Tes Sebelum dan Sesudah PelatihanTes Sebelum dan Sesudah PelatihanTes Sebelum dan Sesudah PelatihanTes Sebelum dan Sesudah PelatihanTes Sebelum dan Sesudah PelatihanTes sebelum dan sesudah pelatihan ini mencakup isu-isu yang berkaitan dengan HIV/AIDS dan dampaknya terhadap pekerjadan bisnis. Pada akhir pelatihan, hasil dari kedua tersebut memperlihatkan pemahaman dasar mengenai HIV/AIDS dan hak-hak orang yang HIV positif meningkat dari 63,16% hingga 92,11%.

TOT Lokalatih Pencegahan HIV/AIDS di Tempat Kerja

No. Pernyataan Jawaban Benar Sebelum Sesudah

1 Orang yang terinfeksi HIV tidak dapat bekerja S 18 192 Batuk dan bersin tidak menularkan HIV B 18 183 Bekerja dengan orang HIV sangat berbahaya S 19 194 Orang dengan AIDS tidak dapat melawan infeksi B 14 145 AIDS disebabkan oleh virus yang bernama HIV B 18 196 Seseorang yang sudah tertular HIV akan terinfeksi seumur hidupnya B 14 187 Gigitan nyamuk dapat menularkan HIV S 15 188 HIV+ berarti orang tersebut pasti akan menderita AIDS B 14 169 HIV dapat menular melalui jarum suntik B 19 1910 Ibu hamil dengan HIV pasti menularkan kepada anaknya S 2 1711 AIDS dapat ditularkan melalui hubungan seks dengan orang yang B 19 19

sudah terinfeksi HIV12 Orang dengan HIV dapat hidup dengan sehat dalam waktu yang panjang B 14 1913 Orang dengan HIV akan terlihat sakti dan tidak sehat S 5 1814 HIV masuk ketubuh dan dapat melemahkan tubuh dan menghancurkan B 19 19

sistem pertahanan tubuh15 Dewasa ini sudah ditemukan obat untuk menyembuhkan HIV S 4 1716 Sebelum darah donor ditransfusikan kepaa pasien, darah tersebut B 0 19

harus ditest bebas HIV17 AIDS tidak terdapat pada anak-anak S 2 1618 HIV dapat menular melalui air seni dan kotoran S 3 1819 Kita tidak boleh menggunakan perangkat makan yang sama S 4 18

dengan orang dengan HIV20 Tidak perlu memberikan dukungan kepada orang dengan HIV S 0 17

(N=19 Peserta) B = Benar, S = Salah

Page 5: dan Aksi Menanggulangi HIV/AIDS di Dunia Kerjademografi.bps.go.id/phpFileTree/bahan/kumpulan_tugas_mobilitas_pak... · Kehilangan pendapatan dan tunjangan pegawai Stigma dan diskriminasi

3

Forum Dunia Kerja Indonesia:HIV/AIDSHIV/AIDSHIV/AIDSHIV/AIDSHIV/AIDS adalah MasalahSemua OrangBertempat di Jakarta tanggal6 Mei 2004, ILO Jakartabersama ASA-USAIDmenggelar Forum DuniaKerja bertajuk “HIV/AIDSadalah Masalah SemuaOrang”. Di dalam Forumdiluncurkan KepmenakerNo. 68 tentang Pencegahandan Penanggulangan HIV/AIDS di Tempat Kerja.

Kepmenaker tersebutmengadopsi prinsip-prinsipKaidah ILO tentang HIV/AIDS dan Dunia Kerja,yang melarang segala bentuk diskriminasi danskrining dalam proses rekrutmen dan promosikerja. Kepmenaker pun mewajibkan perusahaanmenyusun kebijakan dan program pencegahanHIV/AIDS di tempat kerja.

Forum ini dihadiri sekitar 300 peserta darikalangan bisnis, serikat pekerja, badanpemerintah dan LSM. Di dalam Forum yangdibuka oleh Menakertrans Jacob Nuwa Wea initurut diluncurkan versi Indonesia dari Panduan

Alan Boulton, Direktur ILO Jakarta (kiri), Tjepie F. Aloewie, Sekretaris JenderalDepnakertrans (kanan) dan Sofjan Wanandi, Ketua APINDO (tengah).

Keselamatan dan KesehatanKerja (K3)

ILO Jakarta pun memperkenalkanHIV/AIDS sebagai persoalanyang lekat terkait denganKeselamatan dan Kesehatan Kerjapada “Konvensi NasionalKeselamatan dan KesehatanKerja” pada 15 Januari 2003 diJakarta. Sebagai tindaklanjut, ILOJakarta pun terlibat dalampenyusunan Keputusan Menteri

Tenaga Kerja (Kepmenaker) yang terkait denganPencegahan dan Penanggulangan HIV/AIDS diDunia Kerja melalui penerapan K3.

Mobilisasi Sektor SwastaJelas bahwa sektor swasta memainkan perananpenting dalam mengatasi penyebaran HIV/AIDSini. Untuk itu, ILO Jakarta telibat aktif dalamkegiatan pemobilisasian sektor swasta denganmenggelar berbagai pertemuan tripartit tingkattinggi di tingkat nasional dan regional sepanjangtahun 2003. Juga berkolaborasi dengan UNAIDSdan NBA (National Business Alliance on HIV/AIDS), ILO Jakarta turut serta dalam penyusunan“Menu Kemitraan” yang berisikan pilihan-pilihanbagi sektor swasta untuk memberikan kontribusidalam aksi menanggulangi HIV/AIDS.Selain itu, ILO Jakarta pun turut terlibat dalampembentukan, dan bahkan menjadi anggota, TimAd-Hoc di bawah Menko Kesra. Tim ini bertugasmerumuskan pelaksanaan Strategi NasionalPenanggulangan yang lebih efektif dalammemerangi HIV/AIDS di dunia kerja.

Pendidikan dan Pelatihan ILO dan ASA-USAIDtentang Implementasi Kaidah ILO dan HIV/AIDS di Tempat Kerja.

Page 6: dan Aksi Menanggulangi HIV/AIDS di Dunia Kerjademografi.bps.go.id/phpFileTree/bahan/kumpulan_tugas_mobilitas_pak... · Kehilangan pendapatan dan tunjangan pegawai Stigma dan diskriminasi

6

Lokakarya TindaklanjutKepmenaker Pencegahan danPenanggulangan HIV/HIV/HIV/HIV/HIV/AIDSAIDSAIDSAIDSAIDS di Tempat Kerja

Sebagai tindaklanjut dariKepmenaker, ILO Jakarta dan ASA-USAID menggelar lokakaryatripartit di Puncak pada 20-21 Juli2004. Lokakarya ini dihadiriperwakilan pengusaha dan pekerja,serta Peter Rademaker, (Deputi

Direktur ILO Jakarta), dan Dr. Benjamin OlalekanAlli (Koordinator, Technical Cooperation andAdvisory Services dan Deputi Direktur, ProgramGlobal ILO tentang HIV/AIDS dan Dunia Kerja).Di dalam lokakarya ini dihasilkan rancanganPetunjuk Pelaksana Kepmenaker serta rancanganperbaikan Peraturan Menteri No. 05/MEN/1993tentang Tatacara Pelaksanaan Jamsostek, yangmasih mengecualikan pekerja dengan HIV/AIDSuntuk mendapat akses pelayanan kesehatan.

Respon Perusahaan atasDampak HIV/AIDSHIV/AIDSHIV/AIDSHIV/AIDSHIV/AIDS diTempat Kerja

ILO Jakarta berkolaborasi dengan APINDOmenggelar diskusi interaktif bertajuk “ResponPerusahaanatasDampakHIV/AIDS diTempatKerja”, pada29 Juli diJakarta.Diskusiinteraktif inimembahasdampakHIV/AIDS ditempat kerja

Keputusan Menteri TenagaKerja dan Transmigrasitentang Pencegahan danPenanggulangan HIV/HIV/HIV/HIV/HIV/AIDS AIDS AIDS AIDS AIDS di Tempat Kerja

Disusun berdasarkan KaidahILO tentang HIV/AIDS danDunia Kerja dan peraturanpemerintah yang adalainnya, Kepmenakerterdiri dari tujuh pasal.Kepmenaker melarangpengusaha melakukantindakan diskriminasiterhadap pekerjadengan HIV/AIDS danmewajibkan pengusahamengambil langkah-langkahpencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS ditempat kerja melalui skema Kesehatan danKeselamatan Kerja (K3).

Kepmenaker mewajibkan perusahaan menerapkanprogram penanggulangan di tempat kerja, sertamenyatakan bahwa “Pekerja/Buruh Dengan HIV/AIDS berhak mendapatkan pelayanan kesehatankerja dengan pekerja/buruh lainnya sesuai denganperaturan perundang-undangan yang berlaku”.Kepmenaker pun mengatur bahwa “pengusahaatau pengurus dilarang melakukan tes HIV untukdigunakan sebagai prasyarat suatu prosesrekrutmen atau kelanjutan status pekerja/buruhatau kewajiban pemeriksaan kesehatan rutin”.

Tes HIV hanya dapat dilakukan terhadap pekerja/buruh atas dasar kesukarelaan dengan persetujuantertulis dari pekerja/buruh yang bersangkutan,dengan ketentuan bukan untuk digunakan sebagaisyarat kerja atau status kerja. Berkaitan dengankerahasiaan, Kepmenaker pun menyatakan bahwainformasi yang diperoleh dari kegiatan konseling,tes HIV, pengobatan, perawatan dan kegiatanlainnya harus dijaga kerahasiaannya seperti yangberlaku bagi data rekam medis.

Yanti, aktivis HIV/AIDS memberikan kesaksiantentang diskriminasi yang ia hadapi sebagai pekerja

dengan HIV di tempat kerja.

Page 7: dan Aksi Menanggulangi HIV/AIDS di Dunia Kerjademografi.bps.go.id/phpFileTree/bahan/kumpulan_tugas_mobilitas_pak... · Kehilangan pendapatan dan tunjangan pegawai Stigma dan diskriminasi

7

Survai Dasar tentangImplementasi Kaidah ILOtentang HIV/AIDSHIV/AIDSHIV/AIDSHIV/AIDSHIV/AIDS diTempat Kerja

ILO Jakarta melakukan surveidasar tentang implementasi

Kaidah ILO tentang HIV/AIDSdan Dunia Kerja. Surveidilakukan dari April hinggaJuni 2004. Survei ini

melingkupi 191 perusahaan diempat provinsi: DKI Jakarta,

Jawa Timur, Kepulauan Riau danPapua. Provinsi-provinsi ini menjadi wilayahsasaran karena tingkat prevelansi HIV/AIDS-nyayang tinggi. Hasil survai memperlihatkan bahwasebagian besar perusahaan telah menganggapHIV/AIDS sebagai persoalan serius, namunbanyak dari mereka belum memiliki kebijakantertulis dan menjalankan program pencegahanHIV/AIDS di tempat kerja.

Mayoritas perusahaanpun menetapkanpersyaratan bebas HIV/AIDS bagi para pelamarkerja, serta promosi dan mutasi jabatan.

dan lingkungan bisnis. Diskusi ini punmenyediakan informasi dan pemahaman yanglebih mendalam di antara kalangan pengusahamengenai dampak HIV/AIDS terhadap masyarakatbisnis. Panelis di dalam diskusi adalah Faisal Basri

(Ekonom dari Universitas Indonesia), SofjanWanandi (Ketua APINDO), Hari Nugroho (Penelitidari Universitas Indonesia) dan Richard Howard(Spesialis Sektor Swasta dari ASA-USAID).

Di dalam diskusi ini, Sofjan Wanandi, atasnam dunia usaha Indonesia, menegaskankomitmennya untuk memerangi HIV/AIDS,termasuk stigma dan diskriminasi terhadappekerja dengan HIV, ditempat kerja. Ia punmenyatakan siap meluncurkan ProyekPercontohan yang melibatkan beberapaperusahaan di empat provinsi (Balikpapan,Surabaya, Batam dan DKI Jakarta) untukmenjadi model upaya penanggulangan danpencegahan HIV/AIDS di tempat kerja.

Acara ini disiarkan langsung oleh RadioSmartFM dan stasiun jaringannya di Jakarta,Semarang, Palembang, Balikpapan,Banjarmasin, Makassar danManado.Dari kiri ke kanan: Tauvik Muhamad (Koordinator Program Nasional untuk HIV/AIDS-ILO Jakarta), Faisal Basri

(Ekonom dari Universitas Indonesia), Sofjan Wanandi (Ketua APINDO), Hari Nugroho (Peneliti dariUniversitas Indonesia) dan Richard Howard (Spesialis Sektor Swasta dari ASA-USAID)

Page 8: dan Aksi Menanggulangi HIV/AIDS di Dunia Kerjademografi.bps.go.id/phpFileTree/bahan/kumpulan_tugas_mobilitas_pak... · Kehilangan pendapatan dan tunjangan pegawai Stigma dan diskriminasi

Jaringan Serikat Pekerja “Zan-zibar” untuk HIV/AIDSHIV/AIDSHIV/AIDSHIV/AIDSHIV/AIDS

Menyusul dikeluarkannyaKepmenaker No. 68, ILOmemfasilitasi pertemuan dengansejumlah pimpinan serikatpekerja di Zanzibar Café, Jakarta.Pertemuan ini menggarisbawahipentingnya keterlibatan serikatpekerja dalam programpencegahan HIV/AIDS, terutama

yang menyangkut pelaksanaan Kepmenaker dalammemerangi bentuk-bentuk diskriminasi di tempatkerja akibat HIV/AIDS. Para aktivis pekerja sepakatuntuk membentuk Jejaring Serikat Pekerja “Zanzi-bar”, serta memasukkan berbagai masalah seputarHIV/AIDS ke dalam pelbagai pelatihan, sepertiKesepakatan Kerja Bersama (KKB) dan K3.

Komponen HIV/AIDSHIV/AIDSHIV/AIDSHIV/AIDSHIV/AIDSdi Tempat Kerja untuk Glo-bal Fund

ILO memfasilitasi Depnakertrans, APINDO danserikat pekerja dalam penyusunan proposalGlobal Fund putaran ke-4 yang memasukankomponen dunia kerja sebagai bagianpencegahan HIV/AIDS. Global Fund telahmenyetujui proposal yang akan melibatkantriparit dalam program pencegahan HIV/AIDSdi tempat kerja melalui mekanisme K3 di limaprovinsi: Papua, Jakarta, Kepulauan Riau,Kalimantan Timur dan Jawa Timur.

8

Pendidikan HIV/AIDSHIV/AIDSHIV/AIDSHIV/AIDSHIV/AIDS di Tempat Kerja

Uraian Proyek

Tempat kerja merupakan salahsatu tempat paling penting danefektif untuk menanganiepidemi tersebut karena tempatkerja merupakan tempat dimana orang yang bekerjaberkumpul. Tempat kerja juga

merupakan titik pusat yang efisien dan efektif darisegi biaya untuk melakukan intervensi gunamembatasi penularan HIV dan AIDS danmengurangi dampak buruk yang ditimbulkannya.

Program Penanganan HIV dan AIDS di TempatKerja meliputi:

Pencegahan, khususnya melalui sosialisasidan intervensi perubahan perilaku;

Kebijakan tertulis di tempat kerja dengankesepakatan tidak ada diskriminasi; dan

Unsur-unsur perawatan dan dukungan.

Penerima manfaat yang menjadi sasaran programadalah para pekerja dan tempat kerja di beberapa

provinsi yang hingga saat inimenunjukkan tingkat infeksi tertinggi.

Tujuan Proyek

Tujuan utama program Pendidikan HIV danAIDS di Tempat Kerja adalah memberikankontribusi untuk:

Mengurangi diskriminasi yang berkaitandengan dunia kerja terhadap orang yanghidup dengan atau terkena HIV dan AIDS;

Mengurangi perilaku berisiko tertular HIVdan AIDS di antara pekerja yang menjadisasaran program.

Strategi Proyek

Untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut, ProyekPendidikan ILO mengenai HIV dan AIDSmembantu Departemen Tenaga Kerja danTransmigrasi (Depnakertrans), AsosiasiPengusaha Indonesia (Apindo), serikat pekerja,perusahaan-perusahaan percontohan danjaringan orang yang hidup dengan HIV dan AIDSuntuk:

Memperbaiki kebijakan dan standarmengenai HIV dan AIDS di tempat kerja;

Melaksanakan komunikasi perubahanperilaku di tempat kerja;

Page 9: dan Aksi Menanggulangi HIV/AIDS di Dunia Kerjademografi.bps.go.id/phpFileTree/bahan/kumpulan_tugas_mobilitas_pak... · Kehilangan pendapatan dan tunjangan pegawai Stigma dan diskriminasi

Pencapaian-pencapaian hingga saat ini

Pencapaian-pencapaian yang telah diperolehhingga saat ini:

Telah dikeluarkannya pedoman pelaksanaanbagi Peraturan Menteri No. 68/2004 tentangPencegahan HIV di Tempat Kerja.

Ditempatkannya intervensi tempat kerjasebagai prioritas dalam Strategi AIDS Nasionaltahun 2007 – 2010.

Dikembangkan dan dilaksanakannyaperangkat advokasi oleh Apindo untukmengerahkan komitmen dari perusahaanmelalui analisis biaya-manfaat dalampelaksanaan program-program HIV tempatkerja.

Dikembangkan dan dilaksanakannya sejumlahperangkat oleh Apindo untuk melaksanakanprogram HIV di tempat kerja melalui sistemsumber daya manusia dan keselamatan dankesehatan kerja.

Terlaksananya program pendidikan HIV ditempat kerja oleh 103 perusahaan anggotaApindo di enam provinsi untuk 55.804pekerja.

Dikembangkannya sejumlah perangkat olehtiga konfederasi serikat pekerja dalam haldialog sosial untuk program-program HIV ditempat kerja.

Diberikannya pendidikan pencegahan HIVoleh 41 pelatih serikat pekerja kepada 4.050anggota.

Terlatihnya 20 orang dengan HIV dan AIDSsebagai fasilitator untuk dialog mengenaipenghapusan stigma dan diskriminasi ditempat kerja.

Terwujudnya partisipasi Apindo sebagaianggota Mekanisme Koordinasi NegaraIndonesia untuk Dana Global untuk AIDS, TBdan Malaria.

Terbentuknya kelompok kerja di bidang HIVdan AIDS di tempat kerja di Komisi AIDS dilima provinsi dan delapan kabupaten; tiapkelompok kerja mempunyai keanggotaantripartit. 9

Diadaptasinya indikator-indikator RencanaPemantauan Kinerja sebagai indikator-indikator nasional untuk pendidikan HIVdan AIDS di tempat kerja.

Terselenggaranya penelitian mengenaipengetahuan, sikap dan praktik pekerja diBatam dan Jawa Timur, dan tentangkemajuan pelaksanaan Peraturan MenteriNo. 68/2004.

Diberika advokasi program HIV dan AIDS diperusahaan oleh 20 pelatih kepada 550perusahaan di Batam dan Jawa Timur. Telahdi dapatkan komitmen 38 perusahaan diSurabaya. 2 kawasan industri di Batam yaituBatam Investmen Cakrawala dan KabilIndustrial Estate untuk menjalankan programHIV dan AIDS di perusahaan.

Terlatihnya 12 konselor HIV dan AIDS diperusahaan. Konselor perusahaan inimenjadi pihak tahap pertama bagi pekerjauntuk memberikan edukasi konselor daninformasi tujukan ke RS setempat.

Terbentuknya pengembangan kebijakan diperusahaan tentang HIV dan AIDS yangmerupakan panduan awal bagi pekerja untukterbentuknya kesepakatan kerja bersama diperusahaan.

Pekerja di perusahaan mulai mengaksessistem rujukan di rumah sakit di provinsimasing-masing.

Terbentuknya media kampanye berupaposter, brosur, gelas, handuk, spanduk,standing banner, kaos.

Melakukan pemantauan dan evaluasikemajuan; danMelakukan koordinasi.

Page 10: dan Aksi Menanggulangi HIV/AIDS di Dunia Kerjademografi.bps.go.id/phpFileTree/bahan/kumpulan_tugas_mobilitas_pak... · Kehilangan pendapatan dan tunjangan pegawai Stigma dan diskriminasi

10

Uraian Proyek

Antara tahun 2001 dan 2006,2,5 juta orang Indonesia pergike luar negeri demi masadepan ekonomi yang lebihbaik. Setiap tahun, dua kalilipat orang Indonesia memilihpergi ke luar negeri tanpadokumen. Meskipun migrasi

dan mobilitas itu sendiri bukanlah faktor risikopenularan HIV, apa yang dapat disebut denganistilah “migrasi tidak aman” menciptakan kondisikerawanan. Ini diakibatkan rendahnya tingkatpendidikan formal, pengucilan, kesendirian,eksploitasi dan kesulitan lainnya yang dihadapibanyak pekerja migran dan dapat meningkatkankerentanan mereka terhadap HIV. Secarabersama-sama, faktor-faktor ini meningkatkanrisiko infeksi penularan seksual dan penularanHIV, khususnya bagi perempuan dan anakperempuan.

HIV/AIDSHIV/AIDSHIV/AIDSHIV/AIDSHIV/AIDS dan Tenaga Kerja Migran Indonesia

Tujuan Proyek

Tujuan utama dalam Proyek ini adalah untukmemberikan kontribusi bagi:

Pencegahan HIV dan AIDS; danPengurangan dampak negatif pembangunansosial, ketenagakerjaan dan ekonomidengan menangani pencegahan HIV danAIDS di kalangan pekerja migran.

Strategi Proyek

Untuk mencapai tujuan-tujuan di atas, Proyek ILOdi bidang HIV dan AIDS dan Pekerja MigranIndonesia sedang membantu Badan NasionalPenempatan dan Perlindungan Tenaga KerjaIndonesia (BNP2TKI), Departemen Kesehatan(Depkes), Komisi AIDS Nasional, Perusahaan JasaTenaga Kerja Indonesia (PJTKI), pekerja migran,Himpunan Pemeriksaan Kesehatan Tenaga KerjaIndonesia (Hiptek) dan organisasi non pemerintahuntuk:

Memperbaiki kebijakan mengenai orientasi HIVpra-keberangkatan dan pengetesan HIV bagitenaga kerja migran.Memperbaiki informasi pencegahan danpendidikan HIV untuk pekerja migran selamatahap pra-keberangkatan.Mengoordinasikan upaya di bidang pencegahanHIV bagi pekerja migran di tingkat nasional danprovinsi.Memantau dan mengevaluasi intervensi dankemajuan.

Pencapaian-pencapaian hingga saat ini

Dikeluarkannya pedoman bersama oleh Depkesdan BNP2TKI mengenai prosedur pengetesanHIV yang ramah terhadap pekerja migran.Tersusunnya Materi Pelatihan tentang HIV danMigrasi yang Aman bagi instruktur prakeberangkatan, instruktur Perusahaan-perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia, kepalatempat-tempat penampungan calon tenaga kerjaIndonesia dan staf lapangan organisasi-organisasi non pemerintah.Dikembangkannya dan digunakannya alat-alatpartisipatif mengenai kerawanan HIV dalamproses migrasi. Alat-alat partisipatif tersebutberupa: suatu permainan simulasi berjudul“Perjalanan Saya dengan Kunci Ajaib” dan filmberjudul “Migrasi Yang Aman MenyelamatkanNyawa – Menggapai Impian.”Telah dan sedang diberikannya sesi pengarahanpra keberangkatan tentang HIV kepada kira-kira7.650 tenaga kerja migran setiap bulannya sejakbulan Februari 2007 oleh 51 instruktur sesi prakeberangkatan dari 16 BP3TKI yang terlatih dibidang HIV dan Migrasi Yang Aman.

Page 11: dan Aksi Menanggulangi HIV/AIDS di Dunia Kerjademografi.bps.go.id/phpFileTree/bahan/kumpulan_tugas_mobilitas_pak... · Kehilangan pendapatan dan tunjangan pegawai Stigma dan diskriminasi

11

Uraian Proyek

Orang yang hidup denganHIV dan AIDS (ODHA)termasuk di antara kelompok-kelompok yang paling rentandalam masyarakat Indonesia.Stigmatisasi sosial akibat tidakadanya pemahamansehubungan dengan risiko

penularan dari orang yang terinfeksi menyebabkanbanyak ODHA kehilangan pekerjaan mereka atautidak dapat memperoleh pekerjaan untukmenafkahi diri mereka sendiri maupunkeluarganya. Banyak ODHA menanggulangimasalah ini dengan berusaha bekerja di sektorinformal, sering kali dengan mulai membukausaha mikro atau usaha kecil. Oleh sebab itu,memberikan bantuan untuk mewujudkanterbentuknya usaha-usaha seperti itu oleh ODHAdan keluarganya merupakan strategi yang berhargauntuk mengurangi beban yang dihadapi olehorang-orang yang terinfeksi HIV dan anggotarumah tangga mereka.

Tujuan Proyek

Dua tujuan segera dari proyek ini adalah:Untuk memperbaiki mata pencaharian ODHAbeserta keluarganya dengan memperbesarpeluang dan kemudahan bagi mereka untukmendapatkan pelatihan di bidangkewirausahaan dan dalam memulai suatuusaha; dan

Untuk meningkatkan kemampuan ODHAdalam berwirausaha dan mengelola usahadengan menanamkan kemampuan kepadamereka untuk melihat peluang dan memulaisuatu usaha.PLWHA by enabling them toidentify business opportunities and start abusiness.

Strategi Proyek

Tujuan yang telah dinyatakan tersebut akan dicapaidengan memberikan pelatihan dalam MemulaiUsaha Anda (Start Your Business/SYB) kepadaorganisasi non pemerintah dan organisasi berbasismasyarakat yang mempunyai komitmen dan telahmengukir prestasi yang riil dalam memberikankonseling kepada ODHA.

Pencapaian-pencapaian hingga saat ini

31 pelatih dari 16 organisasi mitra di 11provinsi telah menerima pelatihan memulaiusaha sendiri (SYB training).47 sesi pelatihan SYB bagi pelaku wirausaha(training of entrepreneurs atau ToE) telahdiselenggarakan bagi ODHA dan keluarganya.589 perempuan dan 204 laki-laki telahmengikuti pelatihan memulai usaha sendiri.80% dari 115 peserta ToE yang diwawancaraimengenai kajian dampak mengatakan bahwapelatihan memulai usaha sendiri telahmembantu mereka memulai dan mengelolausaha mereka.71% dari orang-orang yang telah dilatihmengatakan bahwa mutu pelatihan yangmereka terima adalah baik atau sangat baik,dan 85% mengatakan bahwa pelatihantersebut sesuai dengan kebutuhan mereka.

Meningkatkan Akses Kewirausahaan dan Manajemen Usahabagi Orang yang Hidup dengan HIV/AIDSHIV/AIDSHIV/AIDSHIV/AIDSHIV/AIDS (ODHA)

Telah dan sedang diberikannya pendidikanmengenai HIV kepada kira-kira 12.000pekerja migran setiap bulannya sejak Maret2007 melalui interaksi di ruang kelas dandengan menggunakan alat-alat partisipatifoleh 99 instruktur dan 65 kepala tempatpenampungan dari 80 PJTKI.Terlatihnya 281 fasilitator organisasi nonpemerintah di bidang HIV dan Migrasi YangAman.Terbentuknya Kelompok Kerja yangmenangani Penduduk yang Berpindah-pindahdan Penduduk Migran (dengan keanggotaantripartit) dalam Komisi AIDS Nasional.

Page 12: dan Aksi Menanggulangi HIV/AIDS di Dunia Kerjademografi.bps.go.id/phpFileTree/bahan/kumpulan_tugas_mobilitas_pak... · Kehilangan pendapatan dan tunjangan pegawai Stigma dan diskriminasi

Strategi KomunikasiDalam upaya membangkitkan kesadaran dan mempromosikan program pencegahan HIV/AIDS ditempat kerja, ILO Jakarta telah menerbitkan sejumlah poster, brosur, buku panduan dan artikel di mediamassa yang disebarluaskan kepada publik.

1. Versi Indonesia dari Kaidah ILO tentang HIV/AIDS dan Dunia Kerja.2. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi tentang Pencegahan dan Penanggulangan HIV/

AIDS di Tempat Kerja.3. Versi Indonesia dari “Implementasi Kaidah ILO tentang HIV/AIDS dan Dunia Kerja: Panduan

Pendidikan dan Pelatihan”.4. Leaflet tentang “Aksi Menanggulangi AIDS di Dunia Kerja.5. Poster tentang “Bebaskan Lingkungan Kerja dari Narkoba”.6. Poster Kaidah ILO tentang HIV/AIDS dan Dunia Kerja.7. Poster HIV/AIDS adalah Masalah Semua Orang.8. Buletin HIV/AIDS dan Pekerja Migran9. Flipchart “Menanggulangi HIV dan AIDS di Dunia Kerja”10. Kartu Fakta dan Mitos tentang HIV dan AIDS.11. Modul Pelatihan HIV dan AIDS untuk Pelatih Serikat Pekerja12. Poster on Labour and Management Cooperation “Protect Workers from HIV and AIDS”13. Berbagai macam item promosi.

12Untuk informasi lebih lanjut, hubungi Kantor ILO Jakarta di (021) 391 3112,email: [email protected] and website: www.ilo.org/jakarta

Tim Redaksi: Gita Lingga, Tauvik Muhamad; Editor: Gita Lingga

Page 13: dan Aksi Menanggulangi HIV/AIDS di Dunia Kerjademografi.bps.go.id/phpFileTree/bahan/kumpulan_tugas_mobilitas_pak... · Kehilangan pendapatan dan tunjangan pegawai Stigma dan diskriminasi

13

Menghapuskan Diskriminasi HIV/AIDSHIV/AIDSHIV/AIDSHIV/AIDSHIV/AIDS di dalam Peraturan Ketenagakerjaan Indonesia*Surat kabar Thailand The Nation melaporkan, saat Bangkok menyambut kedatangan 20.000 delegasi di konferensidunia pertama di Asia tentang HIV/AIDS yang digelar pada 11 hingga 16 Juli, sebuah hotel berbintang empatmemisahkan delegasi HIV positif dengan delegasi lainnya. Peserta dengan HIV/AIDS diminta untuk tinggal dan makan

di tempat terpisah. Ironisnya, pemisahan ini terjadi di sebuah konferensidunia yang berupaya meraih komitmen politik di antara para pemimpin

dunia, serta meningkatkan respon dunia usaha dalam melawan stigmadan diskriminasi terhadap HIV/AIDS.

Undang-undang di beberapa negara telah mengadopsi hak dari pekerjayang hidup dengan HIV/AIDS. Di atas kertas, hukum Afrika Selatanmelindungi pekerja yang hidup dengan HIV/AIDS. Sayangnya,diskriminasi dan pengucilan masih terjadi di tempat kerja di negaradengan penduduk pengidap HIV terbesar di dunia. “Kami memangmempunyai kerangka hukum terbaik. Tetapi, ternyata belum dapat

mengubah cara berpikir. Orang masih terkena PHK hanya karenastatus HIV-nya,” ujar Jennifer Joni, pengacara pada lembaga hukumHIV di Johannesburg.

Korban stigma dan diskriminasi pun bertebaran di bagian lain dunia. DiIndonesia, Yanti, sekarang konselor HIV/AIDS yang mengidap HIV,diminta berhenti dari tempat ia bekerja sejak merebaknya kabarmengenai status HIV-nya setelah kematian sang suami akibat AIDS.Rekan-rekan sejawatnya mengajukan petisi dan menuntut agar Yanti

dipecat karena mereka ketakutan terinfeksi HIV apabila menggunakan komputer yang sama, serta makan dan bekerjadi tempat yang sama. Sejumlah pekerja migran pun kehilangan pekerjaan menyusul hasil skrining yang menjadibagian dari proses perekrutan kerja. Stigma dan diskriminasi umumnya terjadi akibat ketidakpahaman tentangbagaimana HIV/AIDS menular atau tidak. Hanya segelintir orang menyadari bahwa HIV tidak dapat tertular melaluikontak sosial biasa, kecuali melalui darah dan cairan tubuh.

Mitos-mitos tersebut melanggengkan penyebaran epidemi HIV/AIDS, serta meningkatkan jumlah orang hidup denganHIV/AIDS yang kehilangan pekerjaan. Setiap hari, sekitar 14.000 orang di dunia terinfeksi HIV, dimana 85% di antaramereka berada di usia produktif.

Sebuah survei yang dilakukan Koalisi Bisnis Thailand menyebutkan bahwa sekitar 45% orang yang hidup dengan HIV/AIDS menganggur atau tidak memiliki penghasilan tetap. Selanjutnya, sekitar 95% kehilangan pendapatan akibatepidemi tersebut.

Meski diskriminasi kerap terjadi, terdapat indikasi peningkatan kesadaran mengenai hal ini di Indonesia. Di bulan Mei,Pemerintah telah mengadopsi Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. 68 tentang Pencegahan dan Penanggulangan HIV/AIDS di Tempat Kerja. Keputusan tersebut melarang pengusaha melakukan diskriminasi terhadap pekerja yangterinfeksi HIV, serta mewajibkan pengusaha melakukan langkah-langkah pencegahan dan penanggulanganpenyebaran HIV/AIDS melalui skema Keselamatan dan Kesehatan Kerja.

Keputusan di atas merujuk Undang-Undang Ketenagakerjaan baru yang secara tegas melarang segala bentukdiskriminasi. Namun, tantangan ke depan adalah bagaimana membuat keputusan baru ini dapat dilaksanakansecara konsisten sejalan dengan peraturan lainnya serta diadopsi di tingkat daerah melalui peraturan daerahuntuk mengeliminasi stigma dan diskriminasi di tempat kerja.

Artikel HIV/AIDSHIV/AIDSHIV/AIDSHIV/AIDSHIV/AIDS yang sudah dipublikasikanArtikel ini ditulis oleh Tauvik Muhamad, Koordinator Program Nasional HIV/AIDS -ILO Jakarta.

Page 14: dan Aksi Menanggulangi HIV/AIDS di Dunia Kerjademografi.bps.go.id/phpFileTree/bahan/kumpulan_tugas_mobilitas_pak... · Kehilangan pendapatan dan tunjangan pegawai Stigma dan diskriminasi

14

Untuk itu, Pemerintah harus menyusun aturan pelaksana serta meninjau kembali Peraturan Menteri No. PER-05/MEN/1993 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja yang tidak menyertakan pekerja yang hidup dengan HIV/AIDS dalam skema tunjangan kesehatan yang diterapkan di setiap provinsi dan kabupaten.

Selain melakukan pengembangan kebijakan dan peraturan, juga perlu ditingkatkan tindakan intervensi yanglebih strategis melalui peningkatan kesadaran dan pengembangan kapasitas sebagai bagian programpencegahan di tempat kerja untuk memperoleh dampak dan menjangkau masyarakat yang lebih besar.

Adalah penting menjadikan tempat kerja sebagai wadah melawan ketakutan dan diskriminasi yang melingkupiHIV/AIDS dengan menentang skrining bagi pekerja. Selain juga mempekerjakan orang dengan HIV/AIDS,termasuk melibatkan mereka dalam upaya pencegahan penyebaran epidemi HIV/AIDS melalui tempat kerja.Sebab, bagi orang yang hidup dengan HIV, seperti juga banyak orang lainnya, memperoleh danmempertahankan pekerjaan yang layak merupakan hal yang krusial dalam hidup.

Naveen Kumarm, seorang aktivis AIDS di India, dalam publikasi ILO New Delhi berujar: “Bila Andamengambil pekerjaan kami, Anda akan membunuh kami jauh lebih cepat ketimbang HIV. Kami mampubekerja. Kami bukanlah risiko bagi rekan sejawat. Pekerjaan lebih dari sekadar obat buat kami. Ia membuatkami dapat membawa pulang obat dan makanan.”

* Artikel ini merupakan terjemahan dari artikel berbahasa Inggris berjudul Removing HIV/AIDS Discrimination in IndonesianLabor Regulations, serta telah dipublikasikan di The Jakarta Post pada 13 Juli 2004.

HIV/AIDSHIV/AIDSHIV/AIDSHIV/AIDSHIV/AIDS dan Migrasi:Menyambung Mata Rantai yang Putus*Tak dapat disangkal, HIV/AIDS telah menjadi permasalahan besar di Indonesia. Menurut laporan UNAIDS 2006,penderita HIV/AIDS di negeri ini diperkirakan sudah mencapai 210 ribu jiwa, namun yang tercatat, tak sampai 11ribu orang. Banyak orang enggan melakukan tes HIV/AIDS karena masih kentalnya stigma dan diskriminasi ditengah masyarakat. Padahal, setiap satu orang yang terinfeksi bisa menularkan virus ini kepada 100 orang lainnya.Epidemi ini pun telah menggerogoti dunia kerja, terlebih mayoritas mereka yang hidup dengan HIV berada di usiaproduktif, termasuk pekerja migran. Mereka tergolong berisiko tinggi akibat sejumlah faktor, seperti mobilitas yangtinggi, hidup di lingkungan baru, serta jauh dari pasangan dan keluarga.

Migrasi merupakan pilihan dengan tingkat kerentanan tinggi, apalagi alur migrasi didominasi pekerjaberketerampilan rendah—yang dikenal dengan sebutan 3D: dirty, dangerous dan difficult (kotor, berbahaya, dansulit). Inilah pekerjaan yang ditinggalkan dan tidak diinginkan penduduk asli negara tujuan.Kerentanan pekerja migran perempuan bahkan jauh lebih besar, padahal mereka mendominasi 75 persen darikeseluruhan jumlah pekerja. Mayoritas mereka menggeluti pekerjaan di sektor rumah tangga dan hiburan. Hanyasegelintir saja yang bekerja di bidang perawatan dan pengajaran.

Risiko tadi diperparah dengan sulitnya para calon dan pekerja migran mengakses informasi, termasuk informasitentang HIV/AIDS. Mengapa? Mereka umumnya berasal dari pelosok-pelosok daerah dengan jaringan informasiyang sangat minim. Kalaupun mereka menerima informasi, kebanyakan masih diselimuti mitos-mitos. HIV,misalnya, dianggap ditularkan melalui gigitan nyamuk, berbagi alat makan, atau hubungan sosial seperti

bersalaman. Kondisi ini diperunyam dengan kendala bahasa. Malah mereka pun hampir tak tahu-menahu tentang negara tujuan.

Artikel ini ditulis oleh Gita F. Lingga,Communication Officer, ILO Jakarta

Page 15: dan Aksi Menanggulangi HIV/AIDS di Dunia Kerjademografi.bps.go.id/phpFileTree/bahan/kumpulan_tugas_mobilitas_pak... · Kehilangan pendapatan dan tunjangan pegawai Stigma dan diskriminasi

Ketiadaan data yang akurat dan terkoordinasi rapi, tentang HIV/AIDS, makin menambah panjang masalah.Pihak yang selama ini menghimpun data adalah Himpunan Pemeriksa Kesehatan Tenaga Kerja Indonesia(Hiptek). Data ini penting karena memang menjadi tuntutan negara-negara penerima pekerja migran. Selamatahun 2005 saja Hiptek sempat mencatat terdapat 161 calon pekerja migran yang terdeteksi HIV, dari sekitar13 ribu calon yang mengikuti tes.

(Masih) berseraknya pelbagai kendala

Dalam konteks migrasi, sayangnya, prasangka yang beredar luas adalah para pekerja migran dianggap sebagaipembawa dan penyebar virus ini. Tidak mengherankan jika sejumlah besar negara penerima mewajibkan tesHIV dan penyakit menular lainnya, untuk mendapatkan rasa aman bahwa negara mereka terbebas dari HIV.

Akibatnya tes wajib menjadi isu yang kencang mengemuka. Tes umumnya dilakukan tanpa mengindahkanketetapan Voluntary Conseling and Testing (VCT), di mana tes harus bersifat sukarela, rahasia dan dilengkapidengan sesi konseling. Lebih ideal lagi, jika tes dilakukan secara perorangan. Artinya, calon pekerja migransebenarnya berhak memilih mengikuti tes HIV atau tidak.

Tapi, ketidakberdayaan dan anggapan sebagai warga kelas dua, menyebabkan mereka tak memiliki keberanianuntuk sekadar bertanya tes apa saja yang harus dijalani, bagaimana hasilnya, dan harus pergi ke mana untukberobat jika dinyatakan terinfeksi.

Masalah muncul saat calon pekerjamigran diketahui HIV positif dandinyatakan tidak layak (unfit) untukbekerja. Mereka tidak pernah diberitahupenyakit yang diidapnya. Masalah akanmakin membelukar karena standar tesHIV yang ramah bagi pekerja migran(migrant friendly test) belum ada. Belumlagi, hasil tes kerap kali diberitahukandan disebarluaskan tanpa mengindahkankerahasiaan.

Yang menyedihkan, calon pekerja migranyang dianggap tidak layak bekerja karenastatus HIV sering dibiarkan pulang tanpapembekalan dan penjelasan. Dari 161calon pekerja migran yang diketahui HIVpositif pada 2005, misalnya, kini tiadayang tahu pasti seperti apa kondisimereka. Padahal siapa pun yang terkenaHIV berhak mendapatkan perawatan,perlindungan, dan dukungan.

Semakin buram, saat mereka yang tidaklolos tes kesehatan nekad menempuhberagam cara agar tetap dapat meraih rezeki di negeri seberang, tanpa dokumen. Padahal saat seorang pekerjamigran yang pergi tanpa dokumen jelas, kerentanannya makin berlipat-lipat karena tidak terlindungi hukum.Diperkirakan jumlah pekerja tanpa dokumen ini dua kali lebih besar ketimbang jumlah yang berdokumen.

Merajut solusi, menyambung rantai yang putus

Penyadaran akan pentingnya HIV/AIDS selama ini baru meyentuh kalangan aktor yang dekat dengan pekerjamigran, yakni pelatih di balai pelatihan, instruktur dan ibu asrama PJTKI, serta pendamping dari LSM yangmembidangi masalah ini. Boleh dibilang, para calon pekerja migran sangat menggantungkan diri padakeempat aktor tersebut.

15

Page 16: dan Aksi Menanggulangi HIV/AIDS di Dunia Kerjademografi.bps.go.id/phpFileTree/bahan/kumpulan_tugas_mobilitas_pak... · Kehilangan pendapatan dan tunjangan pegawai Stigma dan diskriminasi

Melalui keempat aktor inilah, pemberdayaan dan pendidikan terhadap pekerja migran dimulai. Merekalah yangmemberikan informasi secara tepat untuk menjamin prosedur pelaksanaan tes, memastikan kerahasiaan danmenyambung mata rantai konseling yang selama ini kerap terputus.

Jika masalah ini terbengkalai berlarut-larut, skenario terburuk yang bakal terjadi adalah laju jumlah korbaninfeksi HIV Indonesia makin berlipat. Kemungkinan bisa menyamai kasus HIV di Afrika, mengingatpertumbuhan HIV di Indonesia dari tahun ke tahun melaju cepat dan tidak pernah menunjukkan penurunan.Bahkan, ledakan jumlah HIV terjadi pada 2004 ke 2006.

Karenanya, tiada alternatif lain kecuali membuka akses kesehatan seluas-luasnya. Tak hanya di negara asalketika mengikuti tes, tapi juga di negara tujuan. Berangkat dari masalah ini, ILO memperjuangkan tes yangramah pekerja migran atau migrant friendly testing. Langkah ini untuk menegaskan bahwa HIV tidakmemengaruhi status hubungan kerja dan tidak boleh menjadi penentu hubungan kerja. Setiap pekerja migran,termasuk yang terkena HIV, punya kemampuan dan hak yang sama untuk bekerja.

Peningkatan pemahaman dan kapasitas aktor-aktor yang dekat dengan dunia migran juga menjadi keharusan.Mereka harus benar-benar dilatih untuk mengetahui konsep bermigrasi yang aman. Mitos dan pemahamanyang salah kaprah terhadap HIV/AIDS harus ditekan. Untuk itu diperlukan pelatihan berkelanjutan terkaitmigrasi dan HIV. Saat ini, ILO dan Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Depnakertrans) telah menggelarpelatihan kepada sekitar 400 pelatih, instruktur, ibu asrama dan fasilitator.

Depnakertrans sudah mengatur alokasi waktu 30 menit untuk materi HIV/AIDS dalam sesi Pembekalan AkhirPemberangkatan (PAP). Tapi, bisa dibilang mengandalkan sesi ini tidaklah efektif, apalagi PAP disampaikansecara massal di ujung-ujung pelatihan. Karenanya, penting untuk memperpanjang alokasi waktu pelatihan,dan bahkan dijadikan sebagai bagian dari peningkatan kualitas kurikulum pelatihan dan pendidikan calonpekerja migran.

Tantangan lainnya adalah meningkatkan kualitas PJTKI, khususnya yang memberangkatkan calon pekerjamigran ke negara tujuan Timur Tengah. Jumlah pelatihan yang diberikan di negeri ini memang tidak sepadat dinegara tujuan Asia Pasifik. Hongkong dan Taiwan, misalnya, mewajibkan calon pekerja migran mendapatkanmateri pelatihan dan pembekalan selama 4.000 jam dalam dua bulan.

Peran para ibu asrama pun menjadi penting. Mereka termasuk orang-orang yang terbilang dekat dengankeseharian calon pekerja migran sebelum berangkat ke negara tujuan. Mereka inilah yang sering berinteraksi,dan menjadi tempat berbagi rasa selama berbulan-bulan di tempat penampungan.

Juga tak kalah penting adalah segera disempurnakan dan diterapkannya tes kesehatan yang ramah pekerjamigran, yang kini sedang digodok Departemen Kesehatan bersama Depnakertrans. Dengan prosedur ini, tesHIV wajib dilakukan secara sukarela, rahasia dan dilengkapi dengan konseling. Pelaksanaan denda Rp 2 miliarbagi pihak-pihak yang melakukan tes HIV secara diam-diam harus benar-benar ditegakkan.

Klinik kesehatan juga harus lebih berperan aktif. Karena melalui prosedur ini mereka akan diminta memberikanpendidikan kelompok mengenai rangkaian pelaksanaan tes, serta dukungan konseling dan rujukan bagi pekerjayang diketahui HIV positif.

Negara tujuan tak boleh terlupakan. Penting untuk membangun akses kesehatan di sana. Agar para pekerjamigran nantinya dapat saling bertukar informasi, dan diharapkan bisa menjangkau para pekerja yang tidakberdokumen. Karena, biar bagaimanapun, mereka tetap berhak mendapatkan perawatan dan dukungan.Kunci dari semua ini lagi-lagi komitmen agar hak atas informasi bagi pekerja migran benar-benar terjalankan.Hanya dengan akses informasi yang seluas-luasnyalah hak-hak pekerja migran yang selama ini terabaikan dapatdiperoleh kembali. Tak ubahnya seperti menyambung rantai penghargaan terhadap pahlawan devisa yang telahlama terputus.

* Artikel ini sudah diterbitkan di Harian Jakarta Post, pada hari Senin, 19 February 2007

16