perkiraan pola migrasi antarprovinsi di...
TRANSCRIPT
1
Parallel Session IIIC : Poverty, Population & Health 13 Desember 2007, Jam 09.00-11.30 Wisma Makara, Kampus UI – Depok
PERKIRAAN POLA MIGRASI ANTARPROVINSI DI INDONESIA
BERDASARKAN “INDEKS KETERTARIKAN EKONOMI”
Beny Darmawan
Chotib Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia
Abstrak
Migrasi merupakan suatu reaksi atas kesempatan ekonomi pada suatu wilayah. Faktor ekonomi merupakan motif yang paling sering dijadikan sebagai alasan utama dalam keputusan seseorang untuk melakukan migrasi. Untuk mengetahui perkiraan pola migrasi yang terjadi antarprovinsi di Indonesia, makalah ini mencoba melakukan estimasi pola migrasi antarprovinsi melalui ”indeks ketertarikan ekonomi” dari Model Hybrida, yaitu suatu pengembangan model dari model gravitasi dalam analisis migrasi yang melibatkan variabel-variabel ekonomi sebagai faktor utama dalam mempengaruhi pola migrasi.
Variabel-variabel ekonomi yang digunakan pada makalah ini adalah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), Upah Minimum Provinsi (UMP) dan Angka Pengangguran. Sedangkan data migrasi yang digunakan adalah data Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS) 2005 dan Sensus Penduduk (SP) 2000. Analisis dilakukan dengan berbagai model, yaitu model yang melibatkan satu variabel ekonomi secara sendiri-sendiri dan model yang melibatkan ketiga variabel ekonomi secara bersama-sama.
Hasil analisis pada model yang memperlakukan masing-masing variabel ekonomi secara sendiri-sendiri menunjukkan pengaruh yang signifikan. Sedangkan jika ketiga variabel ekonomi dilibatkan secara serentak, angka pengangguran tidak menunjukkan signifikansinya dalam mempengaruhi pola migrasi.
Hasil akhir dari analisis ini adalah nilai matriks probabilitas migrasi antarprovinsi di Indonesia yang diestimasi dari koefisien parameter hasil regresi dari berbagai model yang dikemukakan di atas.
2
1. Pendahuluan Analisis demografi memberi sumbangan yang sangat besar, baik kualitatif maupun
kuantitatif pada kebijakan kependudukan. Dinamika kependudukan terjadi karena adanya dinamika kelahiran (fertilitas), kematian (mortalitas) dan perpindahan penduduk (migrasi) terhadap perubahan-perubahan dalam jumlah, komposisi dan pertumbuhan penduduk. Perubahan-perubahan unsur demografi tersebut pada gilirannya mempengaruhi perubahan dalam berbagai bidang pembangunan secara langsung maupun tidak langsung. Selanjutnya perubahan-perubahan yang terjadi di berbagai bidang pembangunan akan mempengaruhi dinamika kelahiran, kematian dan perpindahan penduduk.
Khususnya untuk migrasi, Tjiptoherijanto (2000) menyatakan bahwa migrasi penduduk merupakan kejadian yang mudah dijelaskan dan tampak nyata dalam kehidupan sehari-hari, namun pada prakteknya sangat sulit untuk mengukur dan menentukan ukuran bagi migrasi itu sendiri. Hal itu disebabkan karena hubungan antara migrasi dan proses pembangunan yang terjadi dalam suatu negara/daerah saling mengkait. Umumnya migrasi penduduk mengarah pada wilayah yang “subur” pembangunan ekonominya, karena faktor ekonomi sangat kental mempengaruhi orang untuk pindah.
Hal ini dipertegas lagi oleh Tommy Firman (1994), bahwa migrasi (perpindahan penduduk) sebenarnya merupakan suatu reaksi atas kesempatan ekonomi pada suatu wilayah. Pola migrasi di negara-negara yang telah berkembang biasanya sangat rumit (kompleks) menggambarkan kesempatan ekonomi yang lebih seimbang dan saling ketergantungan (interdependensi) antar wilayah di dalamnya. Sebaliknya di negara-negara berkembang biasanya pola migrasi menunjukkan suatu pengutuban (polarisasi), yaitu pemusatan arus migrasi ke daerah-daerah tertentu saja, khususnya kota-kota besar. Migrasi ini juga merefleksikan keseimbangan aliran sumber daya manusia dari suatu wilayah ke wilayah lainnya.
Seperti dijelaskan di atas migrasi merupakan salah satu variabel demografi yang tidak hanya mempengaruhi besaran jumlah penduduk suatu daerah, tetapi juga memberikan pengaruh yang cukup berarti dalam aspek ekonomi, sosial, budaya, politik, keamanan, lingkungan dan lain-lain. Namun demikian analisis migrasi masih sangat kurang dilakukan orang, mengingat data pendukung analisis ini sangat kurang sekali, kecuali jika program pendataan model registrasi penduduk telah dilakukan oleh suatu negara dengan baik. Untuk Indonesia sendiri, analis migrasi hanya dapat menggunakan data hasil sensus penduduk yang dilakukan 10 tahun sekali dan data sampel hasil Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS), yang dilakukan di tengah-tengah antar dua sensus.
Mengingat kajian migrasi yang telah kita kenal selalu mempertimbangkan indikator-indikator dari berbagai faktor dan sangat jarang yang melakukan kajian secara fokus pada satu indikator utama khususnya indikator ekonomi, padahal seperti telah disebutkan di atas bahwa migrasi merupakan suatu reaksi atas kesempatan ekonomi, artinya faktor ekonomi sebagai alasan utama dalam migrasi. 2. Tujuan Studi Bertolak dari latar belakang di atas, tujuan umum studi ini adalah untuk menentukan besarnya proporsi migrasi antar provinsi di Indonesia. Secara khusus, studi ini juga mempunyai tujuan sebagai berikut: 1. Menghitung besarnya nilai ”parameter γ” untuk dimasukkan ke dalam model hybrida. 2. Menguji besarnya nilai ”parameter γ” yang telah diperoleh apakah bisa atau tidak
digunakan untuk dimasukkan ke dalam model hybrida.
3
3. Menganalisis pola migrasi yang terjadi dan daerah–daerah mana saja yang menjadi “region sentris” yaitu provinsi yang dijadikan pusat tujuan migrasi.
3. Kerangka Teoretis
Pendekatan Model Gravity merupakan pengembangan dari model yang dikembangkan Rogers (1984). Model migrasi ini memperkirakan jumlah orang bermigrasi dari wilayah i ke wilayah j (Mij) yang ditentukan oleh jumlah atau ukuran populasi di wilayah i (Pi), populasi di wilayah j (Pj) dan jarak antara wilayah i dan wilayah j (Dij), dengan persamaan umum sebagai berikut :
⎟⎟⎟
⎠
⎞
⎜⎜⎜
⎝
⎛=
dPPt
ij
s
j
r
iij GM
Dimana G, r, s dan t adalah parameter yang harus diestimasikan (misalnya, dengan menggunakan kriteria jumlah kuadrat terkecil, setelah itu kita ubah persamaannya kedalam bentuk logaritma).
Model Lowry ini merupakan gabungan dari dua teori migrasi. Teori yang pertama adalah melihat interaksi sosial, dalam hal ini migrasi, yang dapat dijelaskan seperti hukum-hukum alam. Migrasi terjadi menurut hukum alam. Migrasi terjadi menurut hukum gaya tarik menarik Newton yaitu adanya gaya tarik menarik dan massa. Kelemahan teori ini bila dikaitkan dengan proses Migrasi yaitu tidak dijelaskan lebih jauh bagaimana perpindhan tersebut terjadi, khususnya bagi perpindahan individu, penduduk serta jarak sebagai proxi ekonomis yaitu besarnya pasar dan biaya transportasi.
Perbedaan neto keuntungan ekonomis, upah, adalah penyebab utama Migrasi. Teori yang dikemukakan Hicks banyak diikuti oleh peneliti-peneliti Migrasi sebelum Lowry. Lowry mengemukakan model migrasi sebagai gabungan ke dua teori di atas, yaitu :
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛=
ij
ji
i
j
j
iij D
LLWW
UU
kM ..
Dimana : Mij = Migrasi dari i ke j
Ui dan Uj = Tingkat pengangguran di i dan j Wi dan Wj = Tingkat upah Li dan Lj = Angkatan kerja Dij = Jarak k = konstanta
Lowry melihat bahwa kondisi ekonomi relatif di dua daerah merupakan variabel yang
penting. Secara hipotesis ia menduga bahwa kondisi ekonomi di daerah asal dan daerah tujuan akan mempunyai efek simetris terhadap migrasi.
Hasil penelitiannya ternyata tidak mendukung hipotesanya tersebut. Berdasarkan hail penelitian secara empiris. Lowry mengemukakan teori migrasinya bahwa analisa migrasi internal tidak perlu dengan membandingkan kondisi ekonomi daerah asal dan daerah tujuan secara simultan. Pengertian migrasi di suatu tempat dapat dilihat secara terpisah dengan meneliti komponen migrasi masuk dan migrasi keluar secara terpisah. Setelah penelitian ini, banyak peneliti lainnya yang meneliti faktor-faktor penentu migrasi baik dari daerah asal maupun dari daerah tujuan secara terpisah.
4
Dari faktor-faktor keputusan migran dalam melakukan migrasi seperti yang disebutkan Lee (1966), ternyata faktor ekonomi merupakan motif yang paling sering dijadikan sebagai alasan utama untuk bermigrasi (Todaro, 1969). Sehingga daerah yang kaya sumber alam tentunya akan lebih mudah menciptakan pertumbuhan ekonominya, meskipun mungkin kurang stabil. Daerah yang kaya sumber daya manusia akan menjadi lokasi yang menarik bagi manufaktur atau jasa, terutama yang menggunakan teknologi tinggi. Seperti lazimnya dalam ilmu ekonomi regional, tenaga kerja akan cenderung melakukan migrasi dari daerah dengan kesempatan kerja kecil dan upah rendah ke daerah dengan kesempatan kerja besar dan upah tinggi (Brodjonegoro, 2000).
Untuk itulah agar dapat menentukan besarnya migrasi yang perhitungannya hanya mempertimbangkan indikator ekonomi digunakan Pendekatan Model Hybrida, dimana metode ini model dasarnya berasal dari pendekatan Model Tradisional. Model ini dapat kita modifikasikan dengan menyertakan variabel ekonomi seperti tenaga kerja, rata-rata upah, rata-rata pengangguran dan lain-lain (Isserman, A. Plane, A. Rogerson and M. Beaumont, 1985).
( ) ( ) ( )( )
( )( )
( )( )
γ
⎥⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢⎢
⎣
⎡
−−
−−
⎥⎦
⎤⎢⎣
⎡
−−=
11
11
11
bAbA
tAtA
bPbM
tPtM
n
j
n
j
i
ijiij
dimana : ( )1−tAj = Nilai faktor ekonomi provinsi tujuan j pada tahun t-1 ( )1−bAj = Nilai faktor ekonomi provinsi tujuan j pada tahun b-1 ( )1−tAn = Nilai faktor ekonomi nasional pada tahun t-1 ( )1−bAn = Nilai faktor ekonomi nasional pada tahun b-1
4. Kerangka Pemikiran
Isserman (1985) melakukan penelitian bahwa apabila dinamika penduduk berubah dalam skala regional (provinsi), maka migrasi merupakan indikator utama pengubahnya. Ada 2 metode pendekatan yang dapat dilakukan, yaitu dengan menggunakan model gravity tradisional dan model hybrida.
Pada penelitian ini penulis mencoba untuk menentukan besarnya perkiraan proporsi migrasi antar provinsi di Indonesia dengan menggunakan model hybrida, dimana dalam metode ini dasar perhitungannya adalah berdasarkan salah satu faktor utama indikator ekonomi. Dalam proses perhitungan menentukan besarnya peluang migrasi yang terjadi, kita harus tentukan terlebih dahulu besarnya nilai γ.
Variabel-variabel ekonomi yang digunakan pada makalah ini adalah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), Upah Minimum Provinsi (UMP) dan Angka Pengangguran. Sedangkan data migrasi yang digunakan adalah data Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS) 2005 dan Sensus Penduduk (SP) 2000. Analisis dilakukan dengan berbagai model, yaitu model yang melibatkan satu variabel ekonomi secara sendiri-sendiri dan model yang melibatkan ketiga variabel ekonomi secara bersama-sama.
Penjelasan di atas dapat diringkas ke dalam gambar sebagai berikut:
5
5. Sumber Data dan Metode Analisis
Data migrasi yang digunakan adalah data mengenai penduduk berumur 5 tahun ke atas berdasarkan pertanyaan tempat tinggal 5 tahun yang lalu dan tempat tinggal sekarang untuk provinsi-provinsi di Indonesia. Data migrasi tersebut diperoleh dari data publikasi Badan Pusat Statistik yang merupakan data hasil Sensus Penduduk Tahun 2000 dan Survei Penduduk antar Sensus (SUPAS) Tahun 2005. Untuk dapat mengaplikasikan data BPS ke dalam model metode demografi ekonomi ini penulis perlu menjelaskan pengertian tahun saat pendataan migrasi, bahwa data migrasi tersebut merupakan data yang terkumpul dalam periode 5 tahunan.
Untuk indikator ekonomi pertama yang akan diaplikasikan kedalam model hybrida ini digunakan adalah data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) per Kapita Atas Dasar Harga Konstan menurut provinsi yaitu untuk tahun 1995 dan 2000 (rata-rata lima tahunan). Data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) per Kapita Atas Dasar Harga Konstan tersebut
Model
Hybrida
Tentukan Proporsi Migrasi
( )( )
( ) ( )( )
( ) ( )( )∑ ⎥
⎦
⎤⎢⎣
⎡−−
−
⎥⎥⎦
⎤
⎢⎢⎣
⎡
−−
−
=−
k k
kik
j
jij
i
ij
tAtAtM
tAtA
tM
tPtM
γ
γ
1055
105
5
5
Migrasi komponen utama dalam
Dinamika Kependudukan Regional
Tentukan Nilai Indeks Ketertarikan ekonomi
( ) ( ) ( )( )
( )( )
( )( )
γ
⎥⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢⎢
⎣
⎡
−
−−
−
⎥⎦
⎤⎢⎣
⎡−
−−=
1010
55
105
5
tAtA
tAtA
tPtM
tPtM
n
j
n
j
i
ijiij
6
diperoleh dari data yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik (BPS) dari data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) provinsi di Indonesia menurut Lapangan Usaha.
Indikator ekonomi kedua yang akan diaplikasikan kedalam model hybrida ini digunakan data Upah Minimum Provinsi (UMP) untuk tahun 1995 dan 2000 (rata-rata lima tahunan). Data Upah Minimum Provinsi (UMP) diperoleh dari data yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik (BPS) dari data Statistik Upah dan data tersebut bersumber dari data Departemen Tenaga Kerja.
Data pengangguran yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data hasil olahan yang diperoleh data Sensus Penduduk Tahun 1990, Survei Antar Sensus Tahun 1995 (SUPAS 1995) dan Sensus Tahun 2000. Dimana perlu dijelaskan pengertian-pengertian yang digunakan, yaitu : a. Angkatan Kerja adalah penduduk usia kerja (berumur 15 tahun dan lebih) yang selama
seminggu sebelum pencacahan bekerja atau punya pekerjaan tetapi sementara tidak bekerja dan mereka yang tidak bekerja tetapi mencari pekerjaan.
b. Penduduk Usia Kerja adalah penduduk berumur 15 tahun atau lebih. c. Bekerja adalah kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh seseorang dengan maksud untuk
memperoleh atau membantu memperoleh pendapatan atau keuntungan, paling sedikit 1 jam (tidak terputus) dalam seminggu yang lalu.
Model Hybrida yang dikemukakan dalam tesis ini merupakan hasil modifikasi dari model hybrida yang dikemukakan Andrew M. Isserman, David A. Plane, Peter A. Rogerson dan Paul M. Beaumont. Dimana model yang digunakan sebelum dimodifikasi menggunakan data tahunan, namun karena data yang kita punyai sebagaimana telah dijelaskan di atas bahwa data migrasi di Indonesia hanya dengan mengandalkan dari data sensus penduduk yang dilakukan 10 tahun sekali dan survei penduduk antar sensus (supas) yang dilakukan diantara dua sensus. Dengan demikian model hybrida yang dikemukakan disini mengacu pada data dengan periode 5 tahunan.
Dengan demikian bentuk persamaan dasar dari model hybrida hasil modifikasi menjadi :
( ) ( ) ( )( ) ⎥⎦
⎤⎢⎣
⎡−
−−=
105
5tPtM
tPtMi
ijiij (1)
Dimana : ( )tMij = Jumlah migrasi dari provinsi i ke provinsi j pada tahun t
( )5−tMij = Jumlah migrasi dari provinsi i ke provinsi j pada tahun (t-5).
( )5−tPi = Jumlah penduduk di provinsi asal i pada tahun (t-5)
( )10−tPi = Jumlah penduduk di provinsi asal i pada tahun (t-10)
t = Periode 5 tahunan
Berdasarkan unsur matriks dan inisial populasi distribusi tersebut dapat ditentukan proporsi bermigrasi dari provinsi asal i ke provinsi tujuan j yaitu dengan menggunakan rumus :
7
( )( )5−=tP
tM
i
ijijπ (2)
dimana : ∏ij = merupakan matriks yang menunjukkan proporsi tingkat migrasi dari provinsi asal
i ke provinsi tujuan j dalam periode 5 tahun. Proporsi bermigrasi dari provinsi asal i ke provinsi tujuan j yang dikemukakan pada Persamaan (2) merupakan proporsi tanpa melibatkan faktor ekonomi.
Kemudian kita dapat tentukan matriks alirnya, yaitu jumlah migrasi dari provinsi ke i menuju provinsi ke j, karena pengamatan yang dilakukan adalah terhadap provinsi-provinasi di Indonesia sehingga distribusinya akan menjadi matriks 25 x 25.
Jumlah migran dari provinsi asal i ke provinsi-provinsi tujuan yang dimungkinkan ditambah para stayer (penduduk yang bertahan) dapat dinyatakan dengan persamaan : ( ) ( )ttP
kiki M∑=− 5 (3)
k = provinsi lengkap termasuk penduduk yang bertahan (stayer) Persamaan (1) dapat dimodifikasi agar terdapat perubahan dalam peluang transisi.
Huruf A akan digunakan untuk mewakili faktor-faktor ekonomi yang dimasukkan dalam model. Hal ini akan menunjukkan indeks “ketertarikan ekonomi”. Besarnya respon migrasi akan mengubah ketertarikan relatif yang diwakili oleh parameter γ. Dimana hal ini merupakan penaksiran yang dekat terhadap pengukuran elastisitas persentasi perubahan dalam peluang migrasi terhadap j untuk tiap persen perubahan dalam j ketertarikan relatif.
Dengan membantu ketertarikan A indeks dan parameter γ, maka persamaan (1) menjadi :
( ) ( ) ( )( )
( )( )
( )( )
γ
⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢
⎣
⎡
−−
−−
⎥⎦
⎤⎢⎣
⎡−
−−=
1010
55
105
5
tAtA
tAtA
tPtM
tPtME
n
j
n
j
i
ijiij (4)
dimana : ( )tMEij = Jumlah migrasi dari provinsi i ke provinsi j pada tahun t, dengan
mempergunakan indikator ekonomi ( )5−tA j = Nilai PDRB/UMP/Pengangguran provinsi tujuan j pada tahun (t-5) ( )10−tAj = Nilai PDRB/UMP/Pengangguran provinsi tujuan j pada tahun (t-10) ( )5−tAn = Nilai PDRB/UMP/Pengangguran nasional pada tahun (t-5) ( )10−tAn = Nilai PDRB/UMP/Pengangguran nasional pada tahun (t-10)
Notasi yang digunakan dalam model, yaitu : i = provinsi asal j = provinsi tujuan i,j = 1,2,3,....,31 dimana : i,j = 1 = Sumatera Utara
8
i,j = 2 = Sumatera Barat i,j = 3 = Riau i,j = 4 = Jambi i,j = 5 = Sumatera Selatan i,j = 6 = Bengkulu i,j = 7 = Lampung i,j = 8 = DKI Jakarta i,j = 9 = Jawa Barat i,j = 10 = Jawa Tengah i,j = 11 = DI Yogyakarta i,j = 12 = Jawa Timur i,j = 13 = Bali i,j = 14 = Nusa Tenggara Barat i,j = 15 = Nusa Tenggara Timur i,j = 16 = Kalimantan Barat i,j = 17 = Kalimantan Tengah i,j = 18 = Kalimantan Selatan i,j = 19 = Kalimantan Timur i,j = 20 = Sulawesi Utara i,j = 21 = Sulawesi Tengah i,j = 22 = Sulawesi Selatan i,j = 23 = Sulawesi Tenggara i,j = 24 = Maluku i,j = 25 = Papua
Persamaan (1) dan (4) akan meramalkan tingkat migrasi yang sama hanya jika daya
tarik provinsi tidak berubah atau jika migrasi tidak dipengaruhi oleh pengukuran daya tarik yang dimasukkan ke dalam model (nilai γ = 0). Jadi dapat dikatakan persamaan (1) merupakan kasus khusus dari persamaan (4).
Untuk mendapatkan estimasi parameter γ, maka persamaan (4) dapat kita bentuk
menjadi persamaan regresi sederhana, yaitu :
( ) ( ) ( )( )
( )( )
( )( )⎥
⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢
⎣
⎡
−−
−−
+⎥⎦
⎤⎢⎣
⎡−
−+−=
1010
55
105
5
tAtA
tAtA
LntPtM
LntLnPtLnME
n
j
n
j
i
ijiij γ (5)
Persamaan tersebut dapat disederhanakan menjadi :
( ) ( ) ( )( )
( )( )
( )( )⎥
⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢
⎣
⎡
−−
−−
=⎥⎦
⎤⎢⎣
⎡−
−−−−
1010
55
105
5
tAtA
tAtA
LntPtM
LntLnPtLnME
n
j
n
j
i
ijiij γ
9
a. Persamaan regresi dengan γ merupakan parameter slop atau koefiien dari ( )
( )( )
( )⎥⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢⎢
⎣
⎡
−−
−−
1010
55
tAtA
tAtA
Ln
n
j
n
j
b. Variabel bebasnya adalah nol c. Variabel tidak bebasnya merupakan pengurangan dari
( ) ( ) ( )( ) ⎥⎦
⎤⎢⎣
⎡−
−−−−
105
5tPtM
LntLnPtLnMEi
ijiij .
Untuk memperoleh nilai parameter γ tersebut digunakan program SPSS for Windows Version 13.00
Proses selanjutnya adalah menentukan matriks proporsi akibat adanya pengaruh daya tarik ekonomi provinsi tujuan migrasi. Untuk penyederhanaan dengan membagi sebelah kiri dari persamaan (4) oleh Pi (t-5) dan bagian sebelah kanan dengan total ekivalen
( )tk
ikM∑ , seperti dibuktikan pada Lampiran 1, maka akan diperoleh persamaan (6) yaitu :
( )( )
( ) ( )( )
( ) ( )( )
ijE
tAtA
tM
tAtA
tM
tPtME
k k
kik
j
jij
i
ij πγ
γ
=
⎥⎦
⎤⎢⎣
⎡−−
−
⎥⎥⎦
⎤
⎢⎢⎣
⎡
−
−−
=−
∑ 105
5
105
5
5 (6)
Dimana ∏Eij merupakan matriks proporsi akibat adanya pengaruh daya tarik ekonomi provinsi tujuan migrasi pada tahun pada saat pendataan.
Dari persamaan (2) dan (6) dapat dilakukan perbandingan tentang adanya perbedaan-perbedaan dalam 2 set nilai proporsi matriks di atas, yaitu matriks tanpa melibatkan faktor ekonomi dan matriks dengan ketertarikan faktor ekonomi yang perbedaannya dapat dituliskan sebagai matriks transisi akhir sebagai berikut :
( ) ( )( )
( ) ( )( )
( )( )i
ij
k k
kik
j
jij
ijij tPtM
tAtA
tM
tAtA
tM
E5
105
5
105
5
−−
⎥⎦
⎤⎢⎣
⎡−−
−
⎥⎥⎦
⎤
⎢⎢⎣
⎡
−
−−
=−
∑γ
γ
ππ (7)
Nilai perbedaan/ selisih inilah yang menyatakan adanya pengaruh faktor ekonomi dalam migrasi penduduk. 6. Hasil dan Pembahasan Sebagaimana telah disebutkan bahwa data yang digunakan untuk data migrasi risen yaitu penduduk berumur 5 tahun ke atas berdasarkan pertanyaan tempat tinggal 5 tahun yang lalu dan tempat tinggal sekarang untuk provinsi-provinsi di Indonesia. Dimana data yang digunakan adalah data untuk 25 provinsi, yaitu : Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, bengkulu, Lampung, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, NTB, NTT, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan
10
Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Maluku, Papua.
Tabel 6.1
Jumlah Migran Masuk, Keluar, Neto Tahun 2000 dan 2005
NO PROVINSI
Masuk Keluar Neto SUPAS
2005
SENSUS
2000
SUPAS
2005
SENSUS
2000 SUPAS
2005 SENSUS 2000
1 Sumatera Utara 107,3
30 139,88
7 201,8
98 358,52
1 -94,568 -
218,634
2 Sumatera Barat 108,2
52 109,01
6 128,7
58 233,94
5 -20,506 -
124,929
3 Riau 213,8
67 526,71
1 98,79
4 91,280 115,07
3 435,431
4 Jambi 66,34
7 109,53
4 51,36
7 83,346 14,980 26,188
5 Sumatera Selatan
65,994
163,250
106,772
151,956 -40,778 11,294
6 Bengkulu 32,66
8 68,832 29,98
2 35,831 2,686 33,001
7 Lampung 91,85
8 149,01
3 110,8
69 149,25
8 -19,011 -245
8 DKI Jakarta 575,1
73 702,20
2 734,5
84 850,34
3
-159,41
1 -
148,141
9 Jawa Barat 730,8
78 1,097,
021 443,0
39 631,75
3 287,83
9 465,268
10 Jawa Tengah 327,6
04 354,20
4 662,1
93 1,017,
494
-334,58
9 -
663,290
11 DI Yogyakarta 189,8
90 196,58
6 87,74
1 129,53
0 102,14
9 67,056
12 Jawa Timur 250,1
55 185,96
6 344,2
66 529,03
7 -94,111 -
343,071
13 Bali 76,58
9 87,225 38,95
9 47,353 37,630 39,872
14 Nusa Tenggara Barat
26,947 59,964
32,340 50,714 -5,393 9,250
15 Nusa Tenggara Timur
33,348 69,910
30,200 54,989 3,148 14,921
16 Kalimantan Barat
16,449 49,202
32,955 45,682 -16,506 3,520
17 Kalimantan Tengah
31,513
124,387
47,273 24,903 -15,760 99,484
18 Kalimantan Selatan
62,574 89,320
41,824 62,612 20,750 26,708
11
19 Kalimantan Timur
149,325
155,498
47,478 42,817
101,847 112,681
20 Sulawesi Utara 28,86
3 54,504 31,81
3 38,830 -2,950 15,674
21 Sulawesi Tengah
52,297 75,328
27,464 30,555 24,833 44,773
22 Sulawesi Selatan
103,215 79,757
139,342
169,663 -36,127 -89,906
23 Sulawesi Tenggara
40,716
110,289
30,685 22,251 10,031 88,038
24 Maluku 9,615 18,657 30,41
7 92,781 -20,802 -74,124
25 Papua 51,63
0 63,829 33,86
9 30,155 17,761 33,674
Salah satu indikator penting untuk mengetahui kondisi ekonomi di suatu daerah dalam suatu periode tertentu adalah data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). PDRB pada dasarnya merupakan jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu daerah tertentu atau merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir (neto) yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi. PDRB atas harga konstan menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga konstan pada setiap tahun.
Berdasarkan data PDRB per Kapita Atas Dasar Harga Konstan di tahun 1995 tampak bahwa provinsi yang mempunyai nilai PDRB nya paling tinggi adalah Kalimantan Timur, DKI Jakarta dan Riau. Demikian pula untuk tahun 2000 dan 2005 pola PDRB tertinggi masih untuk ke tiga provinsi tersebut. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini :
TABEL 6.2
Data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) per Kapita Atas Dasar Harga Konstan
NO PROVINSI 1995 2000 2005
1 Sumatera Utara 1,966,410 2,062,840 10,995,442 2 Sumatera Barat 1,640,473 1,851,996 9,783,910 3 Riau 4,867,590 4,372,100 30,356,485 4 Jambi 1,232,060 1,393,401 8,530,836 5 Sumatera Selatan 1,751,338 1,743,066 12,021,263 6 Bengkulu 1,147,270 1,115,389 6,460,094 7 Lampung 967,934 1,065,892 5,597,681 8 DKI Jakarta 6,693,008 7,139,559 49,236,112 9 Jawa Barat 1,604,362 1,558,058 9,940,941
10 Jawa Tengah 1,318,565 1,311,255 7,331,151 11 DI Yogyakarta 1,623,744 1,607,702 7,551,079 12 Jawa Timur 1,689,406 1,635,406 11,114,488 13 Bali 2,285,035 2,387,842 10,032,730
12
14 Nusa Tenggara Barat 814,593 1,091,958 6,151,412
15 Nusa Tenggara Timur 697,838 7,772,235 3,427,413
16 Kalimantan Barat 1,678,963 1,811,096 8,326,652
17 Kalimantan Tengah 2,237,744 2,205,644 10,975,771
18 Kalimantan Selatan 1,886,004 2,153,021 8,858,902
19 Kalimantan Timur 8,004,809 9,129,300 61,406,980 20 Sulawesi Utara 1,240,925 1,609,643 8,368,700 21 Sulawesi Tengah 1,062,378 1,095,454 7,446,955 22 Sulawesi Selatan 1,164,578 1,254,778 6,930,063
23 Sulawesi Tenggara 937,638 918,596 6,612,776
24 Maluku 1,343,478 1,115,534 3,652,034 25 Papua 3,189,109 3,766,387 23,268,560
Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS) Tahun 1995, 2000 dan 2005
Upah Minimum Regional atau sekarang dikenal dengan Upah Minimum Provinsi
adalah suatu standar minimum yang digunakan oleh para pengusaha atau pelaku industri untuk memberikan upah kepada pegawai, karyawan atau buruh di dalam lingkungan usaha atau kerjanya. Dengan adanya perbedaan Upah Minimum Provinsi (UMP) tiap provinsi, apalagi sejak diberlakukannya Undang – undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan Undang – undang No. 29 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah, tentu akan memicu akan terjadinya perpindahan pekerja ke provinsi yang mempunyai UMP lebih tinggi. Upah Minimum Provinsi (UMP) itu sendiri setip tahunnya mengalami kenaikkan, hal ini terlihat dari Tabel berikut ini :
TABEL 6.3 DATA UPAH MINIMUM PROVINSI (UMP)
NO PROVINSI 1995 2000 2005
1 Sumatera Utara 105,000 254,000 600,000 2 Sumatera Barat 81,250 200,000 540,000 3 Riau 103,750 300,233 551,500 4 Jambi 82,500 173,000 485,000 5 Sumatera Selatan 87,500 202,000 503,700 6 Bengkulu 87,500 173,000 430,000 7 Lampung 87,500 192,000 405,000 8 DKI Jakarta 115,000 286,000 711,843 9 Jawa Barat 115,000 242,500 408,260
10 Jawa Tengah 75,000 185,000 390,000 11 DI Yogyakarta 71,250 194,500 400,000 12 Jawa Timur 92,500 214,500 340,000
13
13 Bali 75,000 202,300 447,500
14 Nusa Tenggara Barat 72,500 180,000 475,000
15 Nusa Tenggara Timur 72,500 184,000 450,000
16 Kalimantan Barat 87,500 228,000 445,200
17 Kalimantan Tengah 92,500 285,000 523,698
18 Kalimantan Selatan 87,500 200,000 536,300
19 Kalimantan Timur 105,000 233,000 600,000 20 Sulawesi Utara 81,250 186,000 500,000 21 Sulawesi Tengah 70,000 203,000 490,000 22 Sulawesi Selatan 77,500 200,000 510,000
23 Sulawesi Tenggara 83,750 210,000 498,600
24 Maluku 95,000 0 500,000 25 Papua 118,750 315,000 700,000
Sumber : Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi Tahun 1995, 2000 dan 2005
Pengangguran adalah suatu kondisi dimana orang tidak dapat bekerja, karena tidak tersedianya lapangan pekerjaan. Tingginya angka pengangguran, masalah ledakan penduduk, distribusi pendapatan yang tidak merata, dan berbagai permasalahan lainnya di negara kita menjadi salah satu faktor utama rendahnya taraf hidup para penduduk di negara kita. Namun yang menjadi manifestasi utama sekaligus faktor penyebab rendahnya taraf hidup di negara-negara berkembang adalah terbatasnya penyerapan sumber daya, termasuk sumber daya manusia.
TABEL 6.4
PERSENTASE ANGKA PENGANGGURAN MENURUT PROVINSI
NO PROVINSI 1995 2000
1 Sumatera Utara 6.96 6.72 2 Sumatera Barat 7.46 4.78 3 Riau 8.72 6.06 4 Jambi 6.43 4.92 5 Sumatera Selatan 6.77 6.31 6 Bengkulu 4.59 3.79 7 Lampung 5.87 4.51 8 DKI Jakarta 12.05 7.17 9 Jawa Barat 4.65 4.44 10 Jawa Tengah 5.43 5.13 11 DI Yogyakarta 5.12 5.10 12 Jawa Timur 4.82 4.83
14
13 Bali 5.33 2.67
14 Nusa Tenggara Barat 7.56 7.01
15 Nusa Tenggara Timur 2.60 2.10
16 Kalimantan Barat 5.26 4.81
17 Kalimantan Tengah 6.27 4.08
18 Kalimantan Selatan 5.86 4.40
19 Kalimantan Timur 8.68 6.99 20 Sulawesi Utara 11.60 6.05 21 Sulawesi Tengah 8.36 4.35 22 Sulawesi Selatan 10.63 4.81
23 Sulawesi Tenggara 6.73 4.61
24 Maluku 7.85 7.54 25 Papua 4.66 3.45
Sumber : Diambil dari BPS (SUPAS 1995 dan Sensus Penduduk 2000)
Nilai γ untuk ketiga indikator ekonomi, yaitu Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
perkapita Atas Dasar Harga Konstan, Upah Minimum Provinsi (UMP) dan Pengangguran yang telah diujikan di atas ternyata semuanya menunjukkan hasil cukup signifikan, artinya bahwa tingkat migrasi yang terjadi akibat dipengaruhi oleh pengukuran daya tarik ekonomi yang dimasukkan ke dalam model berdasarkan indikator ekonomi Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) perkapita Atas Dasar Harga Konstan dan Upah Minimum Provinsi (UMP) dan Pengangguran.
Untuk indikator ekonomi Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) per Kapita Atas Dasar Harga Konstan dengan nilai koefisien γ = 0,273 yang telah kita peroleh kita masukkan ke dalam Persamaan (6). Berdasarkan hasil analisis yang diperlihatkan pada Tabel 6.5. menunjukkan bahwa PDRB per Kapita Atas Dasar Harga Konstan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap arus migrasi yang terjadi, nilai parameter γ yang diperoleh bernilai positif, artinya sesuai dugaan dalam hipotesis semula bahwa migrasi akan menuju ke provinsi yang mempunyai nilai PDRB per Kapita Atas Dasar Harga Konstan yang lebih tinggi dibandingkan provinsi asalnya, hasil tersebut didukung hasil Uji Pihak Kanan yang mendukung hipotesis tersebut.
Sesuai hasil analisis, seperti diperlihatkan tabel yang merupakan proporsi migrasi akibat adanya pengaruh daya tarik ekonomi PDRB per Kapita Atas Dasar Harga Konstan untuk 3 provinsi tujuan terbesar, tampak bahwa provinsi-provinsi tetangga yang tentu saja mempunyai nilai ekonomi PDRB per Kapita Atas Dasar Harga Konstan yang lebih tinggi masih menjadi pilihan utama para migran disamping provinsi-provinsi di pulau Jawa, terutama provinsi DKI Jakarta dan Jawa Barat. Sebagai contoh para migran di provinsi Sumatera Utara yang lebih memilih provinsi Riau sebagai provinsi tetangga untuk dijadikan tujuan utama migrasi mereka, sedangkan untuk pulau Jawa, provinsi DKI Jakarta yang dijadikan tujuan utama migrasinya. Kedua provinsi tujuan utama para migran asal provinsi Sumatera Utara tersebut memang mempunyai nilai ekonomi PDRB per Kapita Atas Dasar Harga Konstan
15
yang lebih tinggi. Dan arus migrasi untuk provinsi lainnya menunjukkan pola yang tidak jauh berbeda.
Tabel 6.5.
Proporsi Migrasi Akibat Adanya Pengaruh Daya Tarik Ekonomi PDRB Per Kapita Atas Dasar Harga Konstan (dalam rupiah)
Untuk 3 Provinsi Terbesar Tujuan Migrasi
NO PROVINSI ASAL PROPORSI PROVINSI TUJUAN (jiwa per 1000 penduduk daerah asal)
1 Sumatera Utara Riau Jawa Barat DKI Jakarta 16.14 4.09 2.68
PDRB 10,995,442.00 30,356,485.00 9,940,941.00 49,236,112.00
2 Sumatera Barat Riau Lampung Jambi 18.88 8.05 5.85
PDRB 9,783,910.00 30,356,485.00 5,597,681.00 8,530,836.00
3 Riau Sumatera Barat Sumatera Utara Jambi
6.15 4.08 2.50 PDRB 30,356,485.00 9,783,910.00 10,995,442.00 8,530,836.00
4 Jambi Sumatera Selatan Sumatera Barat Riau
12.69 5.55 5.20 PDRB 8,530,836.00 12,021,263.00 9,783,910.00 30,356,485.00
5 Sumatera Selatan Lampung Riau Jawa Barat 4.15 3.32 3.06
PDRB 12,021,263.00 5,597,681.00 30,356,485.00 9,940,941.00
6 Bengkulu Sumatera Utara Sumatera Selatan
Sumatera Barat
4.97 3.20 2.92 PDRB 6,460,094.00 10,995,442.00 12,021,263.00 9,783,910.00
7 Lampung Sumatera Selatan DKI Jakarta Jawa Barat 5.89 2.89 2.63
PDRB 5,597,681.00 12,021,263.00 49,236,112.00 9,940,941.00
8 DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah DI Yogyakarta 55.09 8.77 2.42
PDRB 49,236,112.00 9,940,941.00 7,331,151.00 7,551,079.00
9 Jawa Barat DKI Jakarta Jawa Tengah Riau 6.24 2.53 0.85
PDRB 9,940,941.00 49,236,112.00 7,331,151.00 30,356,485.00
10 Jawa Tengah Jawa Barat DKI Jakarta Jawa Timur 9.32 8.85 3.40
PDRB 7,331,151.00 9,940,941.00 49,236,112.00 11,114,488.00
11 DI Yogyakarta Jawa Barat Jawa Tengah DKI Jakarta 9.98 9.51 5.83
PDRB 7,551,079.00 9,940,941.00 7,331,151.00 49,236,112.00
16
12 Jawa Timur Jawa Barat DKI Jakarta Jawa Tengah 2.33 2.03 1.95
PDRB 11,114,488.00 9,940,941.00 49,236,112.00 7,331,151.00
13 Bali Nusa Tenggara Barat Jawa Barat
Sulawesi Tengah
4.40 1.46 1.37 PDRB 10,032,730.00 6,151,412.00 9,940,941.00 7,446,955.00
14 Nusa Tenggara Barat Jawa Barat Bali
Nusa Tenggara Timur
3.49 1.78 1.23 PDRB 6,151,412.00 9,940,941.00 10,032,730.00 3,427,413.00
15 Nusa Tenggara Timur Nusa Tenggara Barat Jawa Tengah Bali
1.60 1.58 1.07 PDRB 3,427,413.00 6,151,412.00 7,331,151.00 10,032,730.00
16 Kalimantan Barat DKI Jakarta Kalimantan Timur
Kalimantan Tengah
2.25 1.59 1.51 PDRB 8,326,652.00 49,236,112.00 61,406,980.00 10,975,771.00
17 Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur Jawa Barat
8.23 1.40 1.28 PDRB 10,975,771.00 8,858,902.00 61,406,980.00 9,940,941.00
18 Kalimantan Selatan Kalimantan Tengah
Kalimantan Timur Jawa Tengah
11.87 5.63 1.06 PDRB 8,858,902.00 10,975,771.00 61,406,980.00 7,331,151.00
19 Kalimantan Timur Kalimantan Selatan DI Yogyakarta Jawa Timur
4.68 1.88 1.83 PDRB 61,406,980.00 8,858,902.00 7,551,079.00 11,114,488.00
20 Sulawesi Utara Sulawesi Tengah DKI Jakarta Jawa Barat 3.13 3.03 2.24
PDRB 8,368,700.00 7,446,955.00 49,236,112.00 9,940,941.00
21 Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Utara
Kalimantan Timur
3.87 2.92 1.59 PDRB 7,446,955.00 6,930,063.00 8,368,700.00 61,406,980.00
22 Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara
Kalimantan Timur
Sulawesi Tengah
5.14 4.81 4.70 PDRB 6,930,063.00 6,612,776.00 61,406,980.00 7,446,955.00
23 Sulawesi Tenggara Sulawesi Selatan Sulawesi Tengah Papua
4.22 1.63 1.42
17
PDRB 6,612,776.00 6,930,063.00 7,446,955.00 23,268,560.00
24 Maluku Sulawesi Tenggara Papua
Sulawesi Selatan
45.69 9.26 5.08 PDRB 3,652,034.00 6,612,776.00 23,268,560.00 6,930,063.00
25 Papua Jawa Tengah
Sulawesi Selatan DI Yogyakarta
2.95 2.19 1.63 PDRB 23,268,560.00 7,331,151.00 6,930,063.00 7,551,079.00
Sedangkan untuk indikator ekonomi Upah Minimum Provinsi (UMP) dengan nilai
koefisien γ = -3,183, walaupun mempunyai pengaruh yang signifikan namun nilai γ untuk UMP angkanya negatif, artinya bahwa migran justru cenderung menuju provinsi yang UMP nya lebih rendah dibandingkan dengan provinsi asalnya, hal tersebut diperkuat dengan hasil Uji Pihak Kanan yang menghasilkan kesimpulan data yang tidak mendukung hipotesis. Hasil yang diluar hipotesa awal ini diduga akibat beberapa hal sebagai berikut : 1. Adanya perbandingan nilai UMP yang tidak sebanding dengan Kebutuhan Hidup
Minimum (KHM). Walaupun di provinsi asal UMP nya lebih tinggi, namun masih bisa lebih baik di provinsi tujuan dengan UMP lebih rendah namun sebanding dengan nilai KHM nya.. Hal ini jelas terlihat dari proporsi pola arus migrasi seperti diperlihatkan pada Tabel 6.6. dimana penduduk dari luar pulau Jawa lebih banyak yang bermigrasi ke pulau Jawa dibandingkan dengan yang bermigrasi dari pulau Jawa ke luar pulau Jawa walaupun UMP daerah asal mereka lebih tinggi. Sebagai contoh penduduk dari provinsi DKI Jakarta lebih banyak yang bermigrasi ke Jawa Barat dibandingkan sebaliknya, padahal UMP DKI Jakarta jauh lebih tinggi dibandingkan dengan Jawa Barat.
2. Dalam penelitian ini penduduk yang melakukan migran tidak dikelompokkan menurut umur. Sehingga dapat kita duga migran yang melakukan migrasi tidak semuanya karena alasan pekerjaan (mencari UMP yang lebih tinggi), tetapi dari semua kelompok umur tersebut terdapat pula karena alasan-alasan lainnya seperti alasan pernikahan, pendidikan, keluarga dan lain sebagainya.
Tabel 6.6
Proporsi Migrasi Akibat Adanya Pengaruh Daya Tarik Ekonomi Upah Minimum Provinsi (UMP) (dalam rupiah)
Untuk 3 Provinsi Terbesar Tujuan Migrasi
NO PROVINSI ASAL PROPORSI PROVINSI TUJUAN (jiwa per 1000 penduduk daerah asal)
1 Sumatera Utara Riau Sumatera Barat Jawa Barat
12.24 2.93 2.56 UMP 600,000.00 551,500.00 540,000.00 408,260.00
2 Sumatera Barat Riau Lampung Jambi 9.31 5.59 4.89
18
UMP 540,000.00 551,500.00 405,000.00 485,000.00
3 Riau Sumatera Barat
Sumatera Utara Jambi
12.66 5.36 4.19 UMP 551,500.00 540,000.00 600,000.00 485,000.00
4 Jambi Sumatera Selatan
Sumatera Barat Riau
8.56 6.88 3.10 UMP 485,000.00 503,700.00 540,000.00 551,500.00
5 Sumatera Selatan Lampung Jambi Bengkulu 5.16 3.50 3.06
UMP 503,700.00 405,000.00 485,000.00 430,000.00
6 Bengkulu Sumatera Utara
Sumatera Barat
Sumatera Selatan
4.69 4.32 2.58 UMP 430,000.00 600,000.00 540,000.00 503,700.00
7 Lampung Sumatera Selatan DKI Jakarta Jawa Barat
4.75 2.20 1.55 UMP 405,000.00 503,700.00 711,843.00 430,000.00
8 DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah Sumatera Barat
43.11 9.63 3.89 UMP 711,843.00 408,260.00 390,000.00 540,000.00
9 Jawa Barat DKI Jakarta Jawa Tengah Riau 8.02 3.54 1.02
UMP 408,260.00 711,843.00 390,000.00 551,500.00
10 Jawa Tengah DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Timur 0.01 0.01 0.00
UMP 390,000.00 408,260.00 408,260.00 340,000.00
11 DI Yogyakarta Jawa Tengah Jawa Barat DKI Jakarta 16.00 11.95 9.01
UMP 400,000.00 390,000.00 408,260.00 711,843.00
12 Jawa Timur Jawa Tengah DKI Jakarta Jawa Barat 2.22 2.12 1.89
UMP 340,000.00 390,000.00 711,843.00 408,260.00
13 Bali
Nusa Tenggara Barat Jawa Barat Jawa Timur
3.66 1.20 1.20 UMP 447,500.00 475,000.00 408,260.00 340,000.00
14 Nusa Tenggara Barat Jawa Barat Bali
Nusa Tenggara Timur
3.46 2.14 1.37 UMP 475,000.00 408,260.00 447,500.00 450,000.00
19
15 Nusa Tenggara Timur Jawa Tengah
Nusa Tenggara Barat
Kalimantan Selatan
1.97 1.43 1.21 UMP 450,000.00 390,000.00 475,000.00 536,300.00
16 Kalimantan Barat DKI Jakarta Kalimantan Timur Jawa Tengah
2.28 1.31 1.15 UMP 445,200.00 711,843.00 600,000.00 390,000.00
17 Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur Jawa Tengah
15.96 1.89 1.83 UMP 523,698.00 536,300.00 600,000.00 408,260.00
18 Kalimantan Selatan Kalimantan Tengah
Kalimantan Timur Jawa Tengah
6.10 3.95 0.99 UMP 536,300.00 390,000.00 600,000.00 475,000.00
19 Kalimantan Timur Kalimantan Selatan Jawa Tengah Jawa Timur
6.71 2.24 2.14 UMP 600,000.00 536,300.00 390,000.00 340,000.00
20 Sulawesi Utara DKI Jakarta Papua Sulawesi Tengah
2.33 1.71 1.47 UMP 500,000.00 711,843.00 700,000.00 490,000.00
21 Sulawesi Tengah Sulawesi Utara
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tenggara
6.21 5.33 2.73 UMP 490,000.00 500,000.00 510,000.00 435,000.00
22 Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara
Kalimantan Timur
Sulawesi Tengah
7.21 4.62 3.37 UMP 510,000.00 435,000.00 600,000.00 490,000.00
23 Sulawesi Tenggara Sulawesi Selatan Papua
Kalimantan Timur
3.01 1.39 0.96 UMP 435,000.00 510,000.00 700,000.00 600,000.00
24 Maluku Sulawesi Tenggara Papua Sulawesi Utara
38.80 7.69 4.00 UMP 500,000.00 435,000.00 700,000.00 500,000.00
25 Papua Jawa Tengah Maluku Sulawesi Utara
2.76 1.84 1.67 UMP 700,000.00 390,000.00 500,000.00 500,000.00
20
Indikator ekonomi Pengangguran dengan nilai koefisien γ = -0346 yang telah
diperoleh menunjukkan bahwa tingkat pengangguran mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap arus migrasi yang terjadi, nilai parameter γ yang diperoleh bernilai negatif, artinya sesuai dugaan dalam hipotesis semula bahwa migrasi akan menuju ke provinsi yang mempunyai tingkat pengangguran yang lebih rendah dibandingkan provinsi asalnya, hasil tersebut didukung hasil Uji Pihak Kiri yang mendukung hipotesis tersebut.
Tabel 6.7 Proporsi Migrasi Akibat Adanya Pengaruh Daya Tarik Ekonomi
Angka Pengangguran (%) Untuk 3 Provinsi Terbesar Tujuan Migrasi
NO PROVINSI ASAL
PROPORSI PROVINSI TUJUAN (jiwa per 1000 penduduk daerah asal)
1 Sumatera Utara Riau Jawa Barat DKI Jakarta 17.89 5.81 3.09
Pengg. 6.72 6.06 4.44 7.17
2 Sumatera Barat Riau Lampung Jawa Barat 18.30 6.85 6.40
Pengg. 4.78 6.06 4.51 4.44
3 Riau Sumatera Barat
Sumatera Utara Jawa Barat
2.62 3.67 6.36 Pengg. 6.06 4.78 6.72 4.44
4 Jambi Sumatera Selatan
Sumatera Barat Riau
12.89 6.20 5.62 Pengg. 4.92 6.31 4.78 6.06
5 Sumatera Selatan
Jawa Barat Lampung Riau 4.17 3.87 3.52
Pengg. 6.31 4.44 4.51 6.06
6 Bengkulu Sumatera Utara Jawa Barat
Sumatera Barat
4.80 3.92 3.25 Pengg. 3.79 6.72 4.44 3.25
7 Lampung Sumatera Selatan Jawa Barat DKI Jakarta
6.29 3.83 3.42 Pengg. 4.51 6.31 4.44 7.17
8 DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah DI Yogyakarta 67.16 7.48 2.01
Pengg. 7.17 4.44 5.13 5.10
9 Jawa Barat DKI Jakarta Jawa Tengah Riau 5.09 1.78 0.66
21
Pengg. 4.44 7.17 5.13 6.06
10 Jawa Tengah Jawa Barat DKI Jakarta Jawa Timur 13.24 10.21 3.39
Pengg. 5.13 4.44 7.17 4.83
11 DI Yogyakarta Jawa Barat Jawa Tengah DKI Jakarta 14.59 9.73 6.92
Pengg. 5.10 4.44 5.13 7.17
12 Jawa Timur Jawa Barat DKI Jakarta Jawa Tengah 3.30 2.34 1.93
Pengg. 4.83 4.44 7.17 5.13
13 Bali
Nusa Tenggara Barat Jawa Barat
Sulawesi Tengah
3.52 1.71 1.38 Pengg. 2.67 7.01 4.44 4.35
14 Nusa Tenggara Barat Jawa Barat Bali
Kalimantan Tengah
5.11 2.22 1.16 Pengg. 7.01 4.44 2.67 4.08
15 Nusa Tenggara Timur Jawa Tengah
Nusa Tenggara Barat
Nusa Tenggara Timur
2.03 2.00 1.68 Pengg. 2.10 5.13 7.01 2.10
16 Kalimantan Barat DKI Jakarta Jawa Barat
Kalimantan Timur
2.61 2.02 1.71 Pengg. 4.81 7.17 4.44 6.99
17 Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan Jawa Barat
Kalimantan Timur
8.16 1.68 1.39 Pengg. 4.08 4.40 4.44 6.99
18 Kalimantan Selatan
Kalimantan Tengah
Kalimantan Timur Jawa Tengah
11.97 5.60 0.98 Pengg. 4.40 4.08 6.99 5.13
19 Kalimantan Timur
Kalimantan Selatan
Sulawesi Selatan Jawa Barat
4.70 2.04 1.92 Pengg. 6.99 4.40 4.81 4.44
20 Sulawesi Utara Sulawesi Tengah DKI Jakarta Jawa Barat
2.83 2.58 2.35 Pengg. 6.05 4.35 7.17 4.44
21 Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan
Sulawesi Utara
Kalimantan Timur
22
4.05 3.24 1.39 Pengg. 4.35 4.81 6.05 6.99
22 Sulawesi Selatan
Sulawesi Tengah
Sulawesi Tenggara
Kalimantan Timur
0.0045 0.0045 0.0040 Pengg. 4.81 4.35 4.61 6.99
23 Sulawesi Tenggara
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tengah Papua
4.84 1.78 1.37 Pengg. 4.61 4.81 4.35 3.45
24 Maluku Sulawesi Tenggara Papua
Sulawesi Selatan
41.46 8.13 5.30 Pengg. 7.54 4.61 3.45 4.81
25 Papua Jawa Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Utara
2.71 2.60 1.87 Pengg. 3.45 5.13 4.81 6.05
Pola arus migrasi karena pengaruh tingkat Pengangguran tidak jauh berbeda seperti
pada indikator ekonomi PDRB per Kapita Atas Dasar Harga Konstan, bahwa provinsi-provinsi tetangga yang tentu saja mempunyai tingkat Pengangguran yang lebih rendah masih menjadi pilihan utama para migran disamping provinsi-provinsi di pulau Jawa yaitu provinsi Jawa Barat dan DKI Jakarta. Seperti diperlihatkan pada Tabel 6.7 provinsi Riau merupakan provinsi yang paling banyak dipilih para migran yang berasal dari provinsi-provinsi di Pulau Sumatera, sedangkan untuk provinsi-provinsi di Kalimantan, provinsi Kalimantan Timur merupakan provinsi yang paling banyak dipilih para migran. Untuk provinsi-provinsi di Sulawesi tidak ada provinsi dominan yang dijadikan pilihan utama para migran.
Sedangkan untuk indikator ekonomi gabungan secara sekaligus antara PDRB per Kapita Atas Dasar Harga Konstan, Upah Minimum Provinsi (UMP) dan tingkat pengangguran, namun angka pengangguran mempunyai pengaruh yang tidak signifikan, sehingga hanya nilai masing-masing parameter γ untuk PDRB per Kapita Atas Dasar Harga Konstan dan Upah Minimum Provinsi (UMP) masing-masing yaitu 0,237, -1,778.
Seperti dugaan semula memang untuk indikator ekonomi gabungan PDRB per Kapita Atas Dasar Harga Konstan dan Upah Minimum Provinsi (UMP) pola arus migrasi akan menuju ke provinsi-provinsi yang memiliki nilai PDRB per Kapita Atas Dasar Harga Konstan yang lebih tinggi dibandingkan provinsi asalnya dan dan sebaliknya untuk Upah Minimum Provinsi (UMP) menuju UMP yamg lebih rendah dibandingkan provinsi asalnya. Arus provinsi-provinsi tujuan dalam analisis dengan indikator ekonomi gabungan PDRB per Kapita Atas Dasar Harga Konstan dan Upah Minimum Provinsi (UMP) ini memiliki pola yang mirip dengan analisis yang dilakukan secara terpisah.
Tabel 6.8 Proporsi Migrasi Akibat Adanya Pengaruh Daya Tarik Ekonomi
23
Gabungan PDRB Per Kapita Atas Dasar Harga Konstan, UMP dan Angka Pengangguran Untuk 3 Provinsi Terbesar Tujuan Migrasi
NO PROVINSI ASAL PROPORSI PROVINSI TUJUAN (jiwa per 1000 penduduk daerah asal)
1
Sumatera Utara Jawa Barat Riau Sulawesi Tengah
3.63 3.63 3.63 PDRB 10,995,442.00 9,940,941.00 30,356,485.00 7,446,955.00 UMP 600,000.00 408,260.00 551,500.00 490,000.00
Pengangg. 6.7239 4.44 6.06 4.35
2
Sumatera Barat Lampung Riau Sulawesi Tengah
7.18 17.63 112.62 PDRB 9,783,910.00 5,597,681.00 30,356,485.00 7,446,955.00 UMP 540,000.00 405,000.00 551,500.00 490,000.00
Pengangg. 4.7780 3.79 6.06 4.35
3
Riau Sumatera Utara
Sumatera Barat
Sulawesi Tengah
3.59 5.33 121.09 PDRB 30,356,485.00 10,995,442.00 9,783,910.00 7,446,955.00 UMP 551,500.00 600,000.00 540,000.00 490,000.00
Pengangg. 6.0574 6.72 4.78 4.35
4
Jambi Sumatera Barat
Sumatera Selatan
Sulawesi Tengah
4.91 11.51 113.70 PDRB 8,530,836.00 9,783,910.00 12,021,263.00 7,446,955.00 UMP 485,000.00 540,000.00 503,700.00 490,000.00
Pengangg. 4.9153 4.78 6.31 4.35
5
Sumatera Selatan Riau Lampung Sulawesi Tengah
3.21 3.70 117.01 PDRB 12,021,263.00 12,021,263.00 5,597,681.00 7,446,955.00 UMP 503,700.00 551,500.00 405,000.00 490,000.00
Pengangg. 6.3125 6.06 4.51 4.35
6
Bengkulu Sumatera Selatan
Sumatera Utara
Sulawesi Tengah
3.03 4.41 115.40 PDRB 6,460,094.00 12,021,263.00 10,995,442.00 7,446,955.00 UMP 430,000.00 503,700.00 600,000.00 490,000.00
Pengangg. 3.7922 6.31 6.72 4.35
24
7
Lampung DKI Jakarta Sumatera Selatan
Sulawesi Tengah
2.55 5.45 113.67 PDRB 5,597,681.00 49,236,112.00 12,021,263.00 7,446,955.00 UMP 405,000.00 711,843.00 503,700.00 490,000.00
Pengangg. 4.5109 7.17 6.31 4.35
8
DKI Jakarta Jawa Barat Sulawesi Tengah Riau
43.05 101.46 111.74 PDRB 49,236,112.00 9,940,941.00 7,446,955.00 12,021,263.00 UMP 711,843.00 408,260.00 490,000.00 551,500.00
Pengangg. 7.1677 4.44 113.67 6.06
9
Jawa Barat DKI Jakarta Sulawesi Tengah Jambi
4.57 97.87 164.83 PDRB 9,940,941.00 49,236,112.00 7,446,955.00 8,530,836.00 UMP 408,260.00 711,843.00 490,000.00 485,000.00
Pengangg. 4.4427 7.17 113.67 4.92
10
Jawa Tengah Jawa Barat Sulawesi Tengah
Sumatera Selatan
7.15 100.36 130.32 PDRB 7,331,151.00 9,940,941.00 7,446,955.00 12,021,263.00 UMP 390,000.00 408,260.00 490,000.00 503,700.00
Pengangg. 5.1348 4.44 113.67 6.31
11
DI Yogyakarta Jawa Barat Sulawesi Tengah Bengkulu
7.58 97.50 143.02 PDRB 7,551,079.00 9,940,941.00 7,446,955.00 6,460,094.00 UMP 400,000.00 408,260.00 490,000.00 430,000.00
Pengangg. 5.1011 4.44 113.67 3.79
12
Jawa Timur Jawa Barat Sulawesi Tengah Lampung
1.75 97.91 149.35 PDRB 11,114,488.00 9,940,941.00 7,446,955.00 5,597,681.00 UMP 340,000.00 408,260.00 490,000.00 405,000.00
Pengangg. 4.8277 4.44 113.67 4.51
13 Bali Jawa Barat
Nusa Tenggara Barat
Sulawesi Tengah
1.30 4.07 114.34 PDRB 10,032,730.00 9,940,941.00 6,151,412.00 7,446,955.00
25
UMP 447,500.00 408,260.00 475,000.00 490,000.00
Pengangg. 2.6730 4.44 7.01 113.67
14
Nusa Tenggara Barat Bali Jawa Barat Sulawesi Tengah
1.58 3.12 112.50 PDRB 6,151,412.00 10,032,730.00 9,940,941.00 7,446,955.00 UMP 450,000.00 447,500.00 408,260.00 490,000.00
Pengangg. 7.0133 2.67 4.44 113.67
15
Nusa Tenggara Timur Jawa Tengah
Nusa Tenggara Barat
Sulawesi Tengah
1.49 1.56 91.43 PDRB 3,427,413.00 7,331,151.00 6,151,412.00 7,446,955.00 UMP 450,000.00 390,000.00 450,000.00 490,000.00
Pengangg. 2.0979 5.13 7.01 113.67
16
Kalimantan Barat Kalimantan Timur DKI Jakarta
Sulawesi Tengah
1.42 1.99 112.25 PDRB 8,326,652.00 61,406,980.00 49,236,112.00 7,446,955.00 UMP 445,200.00 600,000.00 711,843.00 490,000.00
Pengangg. 4.8101 6.99 7.17 113.67
17
Kalimantan Tengah Kalimantan Timur
Kalimantan Selatan
Sulawesi Tengah
1.26 7.29 113.26 PDRB 10,975,771.00 61,406,980.00 8,858,902.00 7,446,955.00 UMP 523,698.00 600,000.00 536,300.00 490,000.00
Pengangg. 4.0783 6.99 4.40 113.67
18
Kalimantan Selatan Kalimantan Timur
Kalimantan Tengah
Sulawesi Tengah
5.01 10.54 112.40 PDRB 8,858,902.00 61,406,980.00 10,975,771.00 7,446,955.00 UMP 536,300.00 600,000.00 523,698.00 490,000.00
Pengangg. 4.4002 6.99 4.08 113.67
19
Kalimantan Timur DI Yogyakarta Kalimantan Selatan
Sulawesi Tengah
1.66 4.13 115.08 PDRB 61,406,980.00 7,551,079.00 8,858,902.00 7,446,955.00 UMP 600,000.00 400,000.00 536,300.00 490,000.00
Pengangg. 6.9899 5.10 4.40 113.67
20 Sulawesi Utara Jawa Barat DKI Jakarta Sulawesi
26
Tengah 1.99 2.67 116.33
PDRB 8,368,700.00 9,940,941.00 49,236,112.00 7,446,955.00 UMP 500,000.00 408,260.00 711,843.00 490,000.00
Pengangg. 6.0480 4.44 7.17 113.67
21
Sulawesi Tengah Sulawesi Utara
Sulawesi Selatan
Nusa Tenggara Barat
2.32 3.02 116.12 PDRB 7,446,955.00 8,368,700.00 6,930,063.00 6,151,412.00 UMP 490,000.00 500,000.00 510,000.00 450,000.00
Pengangg. 113.6679 6.05 4.81 7.01
22
Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara
Sulawesi Tengah
Nusa Tenggara Timur
3.93 101.78 138.78 PDRB 6,930,063.00 6,612,776.00 7,446,955.00 3,427,413.00 UMP 510,000.00 435,000.00 490,000.00 450,000.00
Pengangg. 4.8064 4.61 113.67 2.10
23
Sulawesi Tenggara Sulawesi Selatan
Sulawesi Tengah
Kalimantan Barat
3.21 102.75 132.72 PDRB 6,612,776.00 6,930,063.00 7,446,955.00 8,326,652.00 UMP 435,000.00 510,000.00 490,000.00 445,200.00
Pengangg. 2.0979 4.81 113.67 4.81
24
Maluku Sulawesi Tenggara
Sulawesi Tengah
Kalimantan Selatan
34.40 101.51 135.08 PDRB 3,652,034.00 6,612,776.00 7,446,955.00 8,858,902.00 UMP 500,000.00 435,000.00 490,000.00 536,300.00
Pengangg. 7.5394 2.10 113.67 4.40
25
Papua Jawa Tengah Sulawesi Tengah Sulawesi Utara
2.28 93.54 141.71 PDRB 23,268,560.00 7,331,151.00 7,446,955.00 8,368,700.00 UMP 700,000.00 390,000.00 490,000.00 500,000.00
Pengangg. 3.4462 5.13 113.67 6.05
27
Kemudian dapat juga dilihat perbedaan tingkat migrasi provinsi asal ke provinsi tujuan tanpa melibatkan faktor ekonomi, proporsi yang bernilai negatif berarti terjadi penurunan ke provinsi tujuan, sedangkan peluang yang bernilai positif berarti terjadi kenaikan terhadap provinsi tujuan. Proporsi migrasi dari provinsi asal ke provinsi tujuan dari hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa secara umum provinsi-provinsi tetangga menjadi daerah utama tujuan migran, disamping provinsi-provinsi besar lainnya seperti DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur dan Sulawesi Selatan seperti yang ditunjukkan pada Tabel 6.9.
Tabel 6.9
Proporsi Tujuan Migrasi Provinsi Terbesar Tahun 2005 (Tanpa Pengaruh ekonomi)
No. Provinsi Asal
Proporsi Provinsi Tujuan Terbesar
(jiwa per 1000 penduduk daerah asal)
Provinsi Tujuan Besarnya 1 Sumatera Utara Riau 7.9 2 Sumatera Barat Kepulauan Riau 4.25 3 Riau Kepulauan Riau 2.93 4 Jambi Sumatera Barat 5.78 5 Sumatera Selatan Jawa Bara 2.7 6 Bengkulu Sumatera Selatan 5.09 7 Lampung Jawa Barat 2.96 8 DKI Jakarta Jawa Barat 43.89 9 Jawa Barat DKI Jakarta 4.77 10 Jawa Tengah DKI Jakarta 7.25 11 DI Yogyakarta Jawa Barat 4.35 12 Jawa Timur DKI Jakarta 1.55 13 Bali Jawa Timur 5.06
14 Nusa Tenggara Barat Bali 2.82
15 Nusa Tenggara Timur Jawa Timur 1.68
16 Kalimantan Barat Jawa Timur 2.07
17 Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan 9.39
18 Kalimantan Selatan Kalimantan Timur 4.77 19 Kalimantan Timur Sulawesi Selatan 4.42 20 Sulawesi Utara Papua 2.43 21 Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan 4.64 22 Sulawesi Selatan Kalimantan Timur 5.76 23 Sulawesi Tenggara Sulawesi Selatan 6.55 24 Maluku Papua 5.68 25 Papua Jawa Timur 3.59
7. Kesimpulan dan Rekomendasi Kebijakan Berdasarkan uraian di atas, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
28
1. Arus migrasi berdasarkan pengaruh ekonomi PDRB per Kapita Atas Dasar Harga Konstan dan Pengangguran menunjukan hasil positif, artinya menuju provinsi yang lebih tinggi nilai PDRB per Kapita Atas Dasar Harga Konstan dan lebih rendah tingkat Penganggurannya.
2. Hasil sebaliknya ditunjukan untuk indikator ekonomi Upah Minimum Provinsi (UMP) menunjukkan hasil negatif karena migran justru cenderung menuju daerah yang justru mempunyai nilai UMP lebih rendah dibandingkan provinsi asalnya. Namun demikian hasil tersebut dapat diduga karena dalam analisis ini migran tidak dikelompokan menurut umur, terutama umur pekerja, disamping itu alasan migran melakukan migrasi seperti alasan pendidikan, pernikahan, keluarga dan lain-lainnya turut mempengaruhi hasil tersebut
3. Pengujian yang dilakukan terhadap ketiga indikator ekonomi dengan cara digabung menunjukan hasil hanya indikator ekonomi PDRB per Kapita Atas Dasar Harga Konstan dan UMP yang mempunyai pengaruh yang signifikan, sedangkan Pengangguran menunjukan hasil yang tidak Signifikan. Seperti halnya pada analisis yang dilakukan secara terpisah, indikator ekonomi Upah Minimum Provinsi (UMP) menunjukkan hasil yang sama yaitu negatif.
Beberapa rekomendasi kebijakan dari hasil studi ini adalah sebagai berikut :
1. Dalam kaitannya dengan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) per Kapita Atas Dasar Harga Konstan, hendaknya ada pemerataan pertumbuhan pembangunan di setiap provinsi, sehingga tidak ada lagi arus migrasi yang hanya menuju ke provinsi tertentu yang PDRB nya lebih tinggi.
2. Penciptaan lapangan pekerjaan yang lebih banyak terutama di provinsi-provinsi yang tingkat penganggurannya tinggi, sehingga tidak ada lagi arus migrasi yang hanya menuju provinsi yang tingkat penganggurannya rendah.
3. Penentuan Upah Minimum Provinsi (UMP) hendaknya disesuaikan dengan Kebutuhan Hidup Minimum (KHM) masing-masing provinsi, sehingga upah yang diterima pekerja minimal dapat memenuhi biaya standar di masing-masing provinsi dan tidak terdorong untuk melakukan migrasi ke provinsi tertentu karena alasan upah yang tidak memadai.
29
DAFTAR REFERENSI
Agung, I Gusti Ngurah, 2004. Statistika, Penerapan Model Rerata-Sel (Anaova dan Manova) dengan SPSS.
Agung, I Gusti Ngurah, 2003. Manajemen Penulisan Skripsi, Tesis dan Disertasi, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta.
Bogue, Donald J., 1969. Principles Of Demography. John Wiley and Sons, Inc.
Brodjonegoro, P.S. Bambang, 2000. Pemulihan Ekonomi, Otonomi Daerah dan Kesempatan Kerja di Indonesia. Warta Demografi, Tahun Ke 30, No. 3, 2000.
Badan Pusat Statistik (1990 – 2005), Produk Domestik Regional Bruto Provinsi-provinsi di Indonesia Menurut Lapangan Usaha, Jakarta – Indonesia.
Badan Pusat Statistik (2005), Survey Antar Sensus Penduduk Indonesia, Jakarta – Indonesia.
Coastal Marine Institute, 2002. Effect of The Oil and Gas Industry on Commuting and Migration Patterns in Lousiana : 1960-1990.
Firman, Tommy. 1994. “Migrasi Antar Provinsi dan Pembangunan Wilayah di Indonesia”. Prisma No.7 Th. XXIII. Hal. 3-15.
Goetz. J. Stephan. 2003. Theory of Population Migration, Migration and Local Labor Markets. Penn State University.
Isserman, A.M., D.A. Plane, P.A. Rogersen and and P.M. Beaumont, 1985. Forecasting Interstate Migration with Limited Data: A Demographic-Economic Approach. Journal of the American Statistical Association, Vol. 80, No. 390, p. Z77-285.
Kahar, Suleman Hi. Abdul. 2001. Migrasi Keluar dari Sulawesi Selatan Analisis Data SUPAS 1995. Jakarta; Program Pascasarjana Program Studi Kependudukan dan ketenagakerjaan, Universitas Indonesia.
Kantor Menteri Negara Kependudukan (BKKBN) dan Lembaga Demografi, FE UI, Jakarta, 1997. Mobilitas Penduduk dan Pembangunan Daerah.
Lee, Everett S., 1966. “A Theory of Migration”. Demography. 3: 47-57.
Lembaga Demografi, Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia, Edisi 2004. Dasar-dasar Demografi.
Priyarsono, DS, Sumarno Hadi, 2001. Forecasting Interregional Migration in The Decentralization Era : Preliminary Methods and Data Exploration. Bogor Institute of Agriculture.
Rogers, Andrei. 1984. “Migration Patterns and Population Redistribution”. In Andrei Rogers (ed). Migration. Urbanization and Spatial Population Dynamics. Boulder: Westview Press.
30
Shryock, Henry S. and Jacob Siegel. 1976. The Methods and Materials of Demography. New York: Academic Press.
Simanjuntak, J. Payaman, 1994. Kebijaksanaan Upah. Warta Demografi, Tahun Ke 24, No. 6, 1994.
Standing, Guy., 1983. ”Konsep-konsep Mobilitas di Negara Sedang Berkembang”, Yogyakarta : Pusat Penelitian Kependudukan Universitas Gajah Mada..
Syaukat, Ahmad. 1997. Faktor-faktor yang menentukan Pilihan Daerah Tujuan Migrasi Penduduk Jawa Barat Berdasarkan Data SUPAS 1985. Jakarta: Program Pascasarjana Program Studi Kependudukan dan ketenagakerjaan, Universitas Indonesia.
Todaro, Michael P., 1969. “A Model of Labour Migration and Urban Unemployment”. American Economic Review: 183-193.
Tjiptoherijanto, Prijono, 2000. Mobilitas Penduduk dan Pembangunan Ekonomi. Warta Demografi, Tahun Ke 30, No. 3, 2000.
United Nations., 1970. National Migration Survey: Guideline for Análisis. New York: Economic and Social Commition for Asia and Pacific.
Yosephine. Susane. 1989. Faktor-faktor Penentu Migrasi Masuk dan Migrasi Keluar Antar Propinsi di Indonesia. Jakarta : program Sarjana Ekonomi, Universitas Indonesia.