dampak tranfusi pada thalassemia

27
DAMPAK TRANFUSI PADA THALASSEMIA BAB I PENDAHULUAN - Latar Belakang Thalassemia berasal dari kata Yunani talassa, yang berarti laut. Yang dimaksud dengan laut tersebut adalah Laut Tengah, karena penyakit ini pertama kali dikenal di daerah sekitar Laut Tengah. 1 Thalassemia untuk pertama kali dijelaskan oleh Cooley (1925), yang ditemukannya pada orang Amerika keturunan Italia. Penyakit ini ternyata banyak ditemukan di daerah Mediterania dan daerah sekitar khatulistiwa. 2

Upload: nyoman-gede-prayudi

Post on 30-Jun-2015

411 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

Special Study I

TRANSCRIPT

Page 1: DAMPAK TRANFUSI PADA THALASSEMIA

DAMPAK TRANFUSI PADA THALASSEMIA

BAB I

PENDAHULUAN

-

Latar Belakang

Thalassemia berasal dari kata Yunani talassa, yang berarti laut. Yang dimaksud

dengan laut tersebut adalah Laut Tengah, karena penyakit ini pertama kali dikenal

di daerah sekitar Laut Tengah.1 Thalassemia untuk pertama kali dijelaskan oleh

Cooley (1925), yang ditemukannya pada orang Amerika keturunan Italia.

Penyakit ini ternyata banyak ditemukan di daerah Mediterania dan daerah sekitar

khatulistiwa.2

Thalassemia merupakan salah satu kelainan genetik terbanyak di dunia dengan

1.67% penduduk dunia sebagai pasiennya. Sekitar 7% penduduk dunia diduga

Page 2: DAMPAK TRANFUSI PADA THALASSEMIA

carrier thalassemia, dan sekitar 300.000-400.000 bayi lahir dengan kelainan ini

setiap tahunnya. Frekuensi gen thalassemia tertinggi di negara-negara tropis,

namun dengan tingginya angka migrasi, penyakit ini telah tersebar ke seluruh

dunia.3 Di Indonesia, thalassemia merupakan penyakit terbanyak di antara

golongan anemia hemolitik dengan penyebab intrakorpuskuler.2 Data rekam

medis rawat jalan pusat Thalassemia Departemen Ilmu Kesehatan Anak Rumah

Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) menunjukkan bahwa sejak tahun 1993

hingga Juli 2007 terdapat 1.267 pasien thalassemia dengan penambahan 70-80

pasien baru setiap tahunnya.4

Thalassemia disebabkan oleh kelainan sintesis rantai globin (α atau β) dengan

gambaran darah khas yaitu hipokrom mikrositer.5 Thalassemia mayor

memberikan gambaran klinis yang jelas berupa anemia berat, splenomegali,

ekspansi sumsum disertai deformitas tulang, dan kematian prematur. Thalassemia

minor biasanya tidak memberikan gejala klinis.2,5

Derajat anemia yang terjadi pada pasien thalassemia dapat bervariasi dari ringan

sampai berat akibat eritropoeisis yang tidak efektif. Transfusi Packed Red Cells

(PRC) masih merupakan tatalaksana suportif utama pada thalassemia dengan

tujuan mempertahankan kadar Hemoglobin (Hb) 9-10 gr/dL agar anak dapat

tumbuh dan berkembang secara normal.1,3 Pemberian transfusi darah yang

berulang-ulang dapat menimbulkan berbagai komplikasi, seperti hemosiderosis

dan hemokromatosis, yaitu menimbulkan penimbunan zat besi dalam jaringan

tubuh sehingga dapat menyebabkan kerusakan organ-organ tubuh seperti hati,

limpa, ginjal, jantung, tulang, dan pankreas. Tanpa transfusi yang memadai,

pasien thalassemia mayor akan meninggal pada dekade kedua.1 Efek lain yang

ditimbulkan akibat transfusi yaitu tertularnya penyakit lewat transfusi, seperti

penyakit hepatitis B, C, dan HIV.1,6

-

Page 3: DAMPAK TRANFUSI PADA THALASSEMIA

BAB II

DAMPAK TRANSFUSI PADA THALASSEMIA

-

2.1. Thalassemia

a. Definisi

Thalassemia adalah grup kelainan sintesis hemoglobin yang heterogen akibat

pengurangan produksi satu atau lebih rantai globin. Hal ini menyebabkan

ketidakseimbangan produksi rantai globin.7 Defek genetik yang mendasari

meliputi delesi total atau parsial dari gen rantai globin; serta substitusi, delesi, atau

insersi nukleotida.8 Ketidakseimbangan rantai globin pada thalassemia akan

mempengaruhi kegagalan eritropoeisis dan mempercepat pengrusakan eritrosit.7

Thalassemia adalah penyakit genetik yang diturunkan secara autosomal resesif

menurut hukum Mendel dari orangtua kepada anak-anaknya. Penyakit thalassemia

meliputi suatu keadaan penyakit dari gejala klinis yang paling ringan (bentuk

heterozigot) yang disebut thalassemia minor atau thalassemia trait, hingga yang

paling berat (bentuk homozigot) yang disebut thalassemia mayor.1,7

b. Klasifikasi dan Manifestasi Klinis

Secara klinis, thalassemia dibagi menjadi 3 grup. Klasifikasi ini memiliki

implikasi klinis diagnosis dan penatalaksanaan.7

1. Thalassemia mayor

2. Thalassemia minor

3. Thalassemia intermedia

Thalassemia juga bisa diklasifikasikan secara genetik menjadi α-, β-, δβ-, atau

thalassemia εγδβ, sesuai dengan rantai globin yang berkurang produksinya. Pada

Page 4: DAMPAK TRANFUSI PADA THALASSEMIA

beberapa thalassemia sama sekali tidak terbentuk rantai globin, disebut dengan

thalassemia αo atau βo. Bila produksinya rendah, disebut thalassemia α+ atau β+.

Sedangkan thalassemia δβ dapat dibedakan menjadi δβo dan δβ+, dimana terjadi

gangguan pada rantai δ dan β.7

Manifestasi klinis dari thalassemia mayor, minor, dan intermedia dapat dilihat

dalam tabel 1.6

Tabel 1. Manifestasi Klinis Thalassemia

MAYOR INTERMEDIA MINOR

Hemoglobin (gr/dL) < 7 7-10 > 10

Retikulosit (%) 2-15 2-10 < 5

Eritrosit berinti ++/++++ +/+++ 0

Morfologi eritrosit ++++ ++ +

Ikterus +++ +/++ 0

Splenomegali ++++ ++/+++ 0

Perubahan skeletal ++/+++ +/++ 0

-

2.2. Transfusi pada Thalassemia

Pasien thalassemia bergantung pada transfusi untuk mempertahankan kadar

hemoglobin (Hb) yang cukup bagi oksigenasi jaringan.6 Terapi diberikan secara

teratur untuk mempertahankan kadar Hb di atas 10 gr/dL.8 Regimen ini

mempunyai keuntungan klinis yang nyata, sebab memungkinkan pasien

beraktifitas normal dengan nyaman, mencegah ekspansi sumsum tulang dan

Page 5: DAMPAK TRANFUSI PADA THALASSEMIA

masalah kosmetik progresif yang terkait dengan perubahan tulang-tulang muka,

dan meminimalkan dilatasi jantung dan osteoporosis.8 Meskipun begitu, tindakan

menaikkan kadar Hb hingga melebihi 15 gr/dL tidak dianjurkan.6

Keputusan untuk memulai program transfusi didasarkan pada kadar Hb < 6 gr/dL

dalam interval 1 bulan selama 3 bulan berturut-turut, yang berhubungan dengan

pertumbuhan yang terganggu, pembesaran limpa, dan atau ekspansi sumsum

tulang. Sebelum dilakukan transfusi pertama, status besi dan folat pasien harus

diukur, vaksin hepatitis B diberikan, dan fenotip sel darah merah secara lengkap

ditentukan, sehingga alloimunisasi yang timbul dapat dideteksi.7 Transfusi dengan

dosis 15-20 mL/kgBB Packed Red Cells (PRC) biasanya diperlukan setiap 4-5

minggu.8

Pada pasien thalassemia juga diberikan vitamin C, vitamin E, dan asam folat.

Pemberian vitamin C 100-250 mg/hari bertujuan untuk meningkatkan ekskresi

besi dan hanya diberikan pada saat kelasi besi saja. Asam folat 2-5 mg/hari

diberikan untuk memenuhi kebutuhan yang meningkat, dan vitamin E 200-400

IU/hari bertujuan untuk memperpanjang umur sel darah merah. Pemeriksaan

kadar feritin juga perlu dilakukan setiap 1-3 bulan untuk memantau kadar besi

dalam darah.9

2.3. Dampak Transfusi

a. Reaksi Tipe Cepat

Hemolisis Intravaskular Akut. Terjadi karena transfusi sel darah merah yang tidak

kompatibel, sehingga terjadi hemolisis. Hemolisis tersebut disebabkan oleh

antibodi yang terdapat di dalam plasma darah pasien. Hal ini sering terjadi karena

kesalahan penulisan formulir permintaan darah, pemberian label yang salah pada

tabung sampel yang dikirim ke bank darah, dan pengecekan darah yang kurang

memadai terhadap identitas pasien sebelum transfusi dimulai. Pasien thalassemia

memiliki risiko lebih besar untuk menerima darah yang salah jika sering berganti

rumah sakit.6,10

Page 6: DAMPAK TRANFUSI PADA THALASSEMIA

Pada pasien yang sadar, tanda dan gejala biasanya muncul dalam beberapa menit

sesudah transfusi dimulai. Kadang-kadang tanda dan gejala tersebut timbul pada

pemberian < 10 mL darah. Pada pasien yang tidak sadar, keadaan hipotensi dan

perdarahan yang tidak terkendali akibat Disseminated Intravascular Coagulation

(DIC) mungkin merupakan satu-satunya tanda yang menunjukkan transfusi yang

tidak kompatibel.6

Kontaminasi Bakteri dan Syok Septik. Tanda-tandanya biasanya muncul dengan

cepat sesudah transfusi dimulai, meskipun kemunculannya bisa saja tertunda

selama beberapa jam. Reaksi yang hebat dapat ditandai dengan panas tinggi yang

onsetnya mendadak, menggigil, dan hipotensi. Tindakan suportif yang segera dan

pemberian antibiotik dosis tinggi intravena sangat diperlukan.6,7

Overload Cairan. Dapat menimbulkan gagal jantung dan edema paru. Overload

cairan dapat terjadi karena terlalu banyak cairan yang ditransfusikan, pemberian

transfusi (infus) terlalu cepat, atau fungsi ginjal terganggu. Keadaan ini terutama

terjadi pada pasien dengan anemia kronis berat atau pasien dengan penyakit

kardiovaskular.6

Reaksi Anafilaksis. Terjadi beberapa menit sesudah transfusi dimulai dan ditandai

oleh kolaps kardiovaskular, gawat nafas, dan tanpa febris. Risiko terjadinya reaksi

anafilaksis akan meningkat pada pemberian transfusi yang cepat, khususnya bila

digunakan Fresh Frozen Plasma (FFP) sebagai cairan penukar dalam terapi

pertukaran plasma.6

Sitokin plasma dapat menjadi salah satu penyebab bronkokonstriksi dan

vasokonstriksi pada beberapa resipien tertentu. Defisiensi IgA pada resipien

merupakan kelainan langka yang dapat menyebabkan reaksi anafilaksis yang

sangat berat. Keadaan ini dapat ditimbulkan oleh setiap produk darah.6

Transfusion-Related Acute Lung Injury (TRALI). Biasanya disebabkan oleh anti-

netrofil spesifik atau anti-HLA antibodi dalam plasma donor. Kegagalan faal paru

yang terjadi dengan cepat biasanya muncul dalam waktu 1-4 jam sesudah transfusi

dimulai, terlihat gambaran opasitas yang difus pada rontgen toraks. Gejala TRALI

Page 7: DAMPAK TRANFUSI PADA THALASSEMIA

berupa dispnoe, takikardia, febris, dan hipotensi. Penatalaksanaannya meliputi

pemberian oksigen, kortikosteroid, diuretik, dan jika perlu digunakan ventilator.6,10

Pedoman untuk penegakan diagnosis dan penatalaksanaan reaksi transfusi akut

(tipe cepat) dapat dilihat dalam tabel 2 dan 3 berikut ini.6

Tabel 2. Penegakan Diagnosis Reaksi Transfusi Tipe Cepat

KATEGORI I : REAKSI RINGAN

Tanda

Urtikaria

Ruam

Gejala

Pruritus

Kemungkinan Penyebab

Hipersensitifitas

KATEGORI II : REAKSI CUKUP BERAT

Tanda

Flushing

Urtikaria

Menggigil

Febris

Gelisah

Takikardia

Gejala

Kecemasan

Pruritus

Palpitasi

Dispnoe ringan

Sakit kepala

Kemungkinan Penyebab

Hipersensitifitas sedang-berat

Reaksi transfusi febris nonhemolitik:

- Antibodi terhadap leukosit, trombosit

- Antibodi terhadap protein (IgA)

Kemungkinan kontaminasi dgn bakteri

KATEGORI III : REAKSI YANG MENGANCAM JIWA

Tanda

Menggigil

Gejala

Kecemasan

Kemungkinan Penyebab

Hemolisis akut intravaskular

Page 8: DAMPAK TRANFUSI PADA THALASSEMIA

Febris

Gelisah

Hipotensi (TD ↓ 20%)

Hemoglobinuria

DIC

Nyeri dada

Nyeri di tempat transfusi

Sesak nafas

Nyeri pinggang / punggung

Sakit kepala

Dispnoe

Kontaminasi bakteri / syok septik

Overload cairan

Anafilaksis

TRALI

-

Tabel 3. Penatalaksanaan Reaksi Transfusi Tipe Cepat

KATEGORI I : REAKSI RINGAN

Perlambat transfusi.

Antihistamin IM (misalnya klorfeniramin 0.1 mg/kgBB).

Jika dalam 30 menit tidak tampak perbaikan klinis atau bila tanda/gejalanya

memburuk, lakukan penatalaksanaan kategori 2.

KATEGORI II : REAKSI CUKUP BERAT

Hentikan transfusi. Ganti set transfusi dan pertahankan jalur infus tetap terbuka

dengan pemberian salin normal.

Antihistamin IM (misalnya klorfeniramin 0.1 mg/kgBB).

Antipiretik oral/rektal (misalnya parasetamol 10 mg/kgBB). Hindari aspirin pada

pasien dengan trombositopenia.

Page 9: DAMPAK TRANFUSI PADA THALASSEMIA

Kortikosteroid dan bronkodilator IV jika timbul gejala anafilaksis (misalnya stridor,

bronkospasme).

Kumpulkan urin 24 jam untuk pemeriksaan hemolisis.

Jika terjadi perbaikan klinis, mulai lagi transfusi secara perlahan dengan unit darah

yang baru.

Jika dalam 15 menit tidak tampak perbaikan klinis atau bila tanda/gejalanya

memburuk, lakukan penatalaksanaan kategori 3.

KATEGORI III : REAKSI YANG MENGANCAM JIWA

Hentikan transfusi. Ganti set transfusi dan pertahankan jalur infus tetap terbuka

dengan pemberian salin normal.

Infus salin normal (20-30 mL/kgBB) untuk mempertahankan TD sistolik. Jika ada

hipotensi, berikan infus tersebut selama 5 menit dan tinggikan kedua tungkai pasien.

Pertahankan saluran nafas, beri oksigen aliran tinggi lewat masker oksigen.

Adrenalin (larutan 1:1000) IM 0.01 mg/kgBB.

Kortikosteroid dan bronkodilator IV jika timbul gejala anafilaksis (misalnya stridor,

bronkospasme).

Diuretik IV (misalnya furosemid 1 mg/kgBB).

Periksa urin untuk menemukan tanda hemoglobinuria.

Kumpulkan urin 24 jam untuk memantau keseimbangan cairan.

Perhatikan perdarahan/luka di tempat tusukan. Jika terdapat bukti klinis/laboratorium

yang menunjukkan adanya DIC, berikan:

Page 10: DAMPAK TRANFUSI PADA THALASSEMIA

- Konsentrat trombosit (dosis dewasa 5-6 unit), dan

- Kriopresipitat (dosis dewasa 12 unit) atau FFP (dosis dewasa 3 unit)

Jika masih hipotensi, ulang pemberian infus salin normal (20-30 mL/kgBB) dalam 5

menit. Berikan preparat inotropik jika tersedia.

Jika terjadi gagal ginjal akut (K+, ureum, kreatinin ↑):

- Pertahankan keseimbangan cairan secara akurat.

- Ulangi suntikan diuretik.

- Berikan dopamin jika tersedia.

- Rujuk ke dokter spesialis jika diperlukan dialisis renal.

Jika curiga bakteremia (menggigil, febris, kolaps tanda ada bukti reaksi hemolitik),

berikan antibiotik broad spectrum IV.

-

b. Reaksi Tipe Lambat

Delayed Haemolytic Transfusion Reactions. Gejala timbul 5-10 hari sesudah

transfusi berupa febris, anemia, ikterus, dan kadang-kadang hemoglobinuria.

Biasanya tidak dilakukan terapi. Reaksi transfusi hemolitik lambat yang berat

disertai dengan gejala syok, gagal ginjal, serta DIC yang mengancam jiwa pasien

merupakan kejadian yang langka. Jika terjadi hipotensi dan oligouria, maka

dilakukan terapi seperti keadaan hemolisis intravaskular akut.8

Purpura Pasca Transfusi. Komplikasi yang jarang terjadi, tetapi berakibat fatal

pada tindakan transfusi sel darah merah atau konsentrat trombosit. Penyebabnya

adalah adanya antibodi terhadap antigen spesifik-trombosit dalam darah resipien.

Paling banyak dijumpai pada pasien wanita. Gejala berupa adanya tanda

Page 11: DAMPAK TRANFUSI PADA THALASSEMIA

perdarahan, dan trombositopenia akut berat (< 100.000/mm3) yang terjadi 5-10

hari sesudah transfusi.8

Penatalaksanaan:8

1. Kortikosteroid dosis tinggi.

2. Imunoglobulin intravena 2 gr/kgBB atau 0.4 gr/kgBB selama 5 hari.

3. Terapi pertukaran plasma.

4. Pantau jumlah trombosit resipien (N: 150.000-440.000/mm3).

5. Sebaiknya diberikan konsentrat trombosit dengan golongan ABO yang sama

seperti golongan darah pasien. Berikanlah konsentrat trombosit yang tidak

mengandung antigen spesifik-trombosit. Pemulihan jumlah trombosit biasanya

terjadi sesudah 2-4 minggu.

Graft vs Host Disease (GVHD). Terjadi pada resipien cangkokan sumsum tulang

yang mengalami imunodefisiensi, dan pada pasien imunokompeten yang

mendapat transfusi darah dari donor yang tipe jaringannya kompatibel dengan

pasien tersebut dan biasanya memiliki hubungan darah. Secara tipikal terjadi 10-

12 hari sesudah transfusi, ditandai dengan adanya febris, ruam dan deskuamasi

kulit, diare, hepatitis, serta pansitopenia. Terapi bersifat suportif dan tidak ada

yang spesifik. Sebagai pencegahan, dilakukan terapi sinar γ pada komponen sel

darah untuk menghentikan proliferasi limfosit.8,10

2.4. Dampak Transfusi Berulang pada Thalassemia

a. Hemosiderosis

Hemosiderosis adalah akibat terapi transfusi jangka panjang yang tidak dapat

dihindari, karena dalam setiap 500 mL darah dibawa 200 mg besi ke jaringan.8

Pada individu normal, semua besi plasma terikat pada transferin. Kapasitas

transferin untuk mengikat besi terbatas sehingga bila terjadi kelebihan besi seperti

pada pasien thalassemia, seluruh transferin akan berada dalam keadaan tersaturasi.

Page 12: DAMPAK TRANFUSI PADA THALASSEMIA

Akibatnya besi akan berada dalam plasma dalam bentuk tidak terikat, atau disebut

juga Non-Transferrin Bound Plasma Iron (NTBI). NTBI akan menyebabkan

pembentukan radikal bebas hidroksil dan mempercepat peroksidasi lipid membran

in vitro.3

Besi yang berlebihan dalam tubuh terbanyak berakumulasi dalam hati, namun

efek paling fatal disebabkan oleh akumulasi di jantung.3 Siderosis miokardium

merupakan faktor penting yang ikut berperan pada kematian awal penderita.7

Gejala kelainan jantung lain yang ditemui adalah perikarditis dan gagal jantung

kongestif. Gagal jantung yang berkelanjutan akan menyebabkan blok

atrioventrikular sehingga dapat menyebabkan blok jantung total atau kanan atau

kiri. Juga ditemukan aritmia atrial pada setengah pasien thalassemia yang

mendapat transfusi teratur tanpa terapi pengikatan besi.3

Pada pasien-pasien yang lebih tua, penyakit hati adalah penyebab kematian yang

umum, dan sering diperberat dengan infeksi virus hepatitis C. Kelainan fungsi

endokrin juga ditemukan, dimana kelebihan besi di hipofisis anterior dapat

menyebabkan gangguan maturasi seksual. Di RSCM, Batubara dkk menemukan

sebanyak 56% pasien thalassemia mengalami hambatan pubertas. Lebih jauh lagi,

dapat terjadi amenore sekunder pada seperempat pasien yang berusia > 15 tahun,

diabetes mellitus pada 5-10% pasien dewasa, serta kerusakan kelenjar tiroid,

paratiroid, dan adrenal. Selain itu, kelebihan besi juga telah dihubungkan dengan

penurunan densitas tulang, hipertensi pulmonal, dan penurunan fungsi paru.3

Kadar kelebihan besi dalam tubuh dapat diukur dengan melakukan berbagai

pemeriksaan penunjang, baik pengukuran secara langsung maupun tidak

langsung.7

1. TIDAK LANGSUNG

Konsentrasi feritin serum/plasma

Saturasi transferin serum

Tes deferoksamin 24 jam

Page 13: DAMPAK TRANFUSI PADA THALASSEMIA

Pencitraan (CT scan hati, MRI hati, MRI jantung, MRI hipofisis anterior)

Evaluasi fungsi organ

2. LANGSUNG

Biopsi jumlah besi di hati dan jantung

Terapi kelasi besi secara umum harus dimulai setelah kadar feritin serum

mencapai 1000 µg/L, yaitu kira-kira 10-20 kali transfusi (± 1 tahun). Olivieri dkk

menyarankan pemeriksaan kadar besi hati dengan biopsi hati sebelum memulai

terapi kelasi besi. Terapi hanya dimulai bila konsentrasi besi hati minimal 3.2

mg/g berat kering hati. Apabila biopsi tidak mungkin dilakukan, terapi kelasi besi

dapat dimulai pada pasien usia < 3 tahun yang sudah mendapat transfusi teratur

selama 1 tahun.3

Hemosiderosis dapat diturunkan atau bahkan dicegah dengan pemberian

parenteral obat pengkelasi esi (iron chelating drugs).8 Obat pengkelasi besi yang

dikenal adalah deferoksamin, deferipron, dan deferasirox.3

1. Deferoksamin (DFO). Dosis standar adalah 40 mg/kgBB melalui infus

subkutan dalam 8-12 jam dengan menggunakan pompa portabel kecil

selama 5 atau 6 malam/minggu. Lokasi infus yang umum adalah di

abdomen, daerah deltoid, maupun paha lateral. Penderita yang menerima

regimen ini dapat mempertahankan kadar feritin serum < 1000 µg/L. Efek

samping yang mungkin terjadi adalah toksisitas retina, pendengaran,

gangguan tulang dan pertumbuhan, reaksi lokal dan infeksi.3,7,8

2. Deferipron (L1). Terapi standar biasanya menggunakan dosis 75

mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis. Kelebihan deferipron dibanding

deferoksamin adalah efek proteksinya terhadap jantung. Anderson dkk

menemukan bahwa pasien thalassemia yang menggunakan deferipron

memiliki insiden penyakit jantung dan kandungan besi jantung yang lebih

rendah daripada mereka yang menggunakan deferoksamin. Meskipun

begitu, masih terdapat kontroversi mengenai keamanan dan toksisitas

Page 14: DAMPAK TRANFUSI PADA THALASSEMIA

deferipron sebab deferipron dilaporkan dapat menyebabkan

agranulositosis, artralgia, kelainan imunologi, dan fibrosis hati. Saat ini

deferipron tidak tersedia lagi di Amerika Serikat.3,7

3. Deferasirox (ICL-670). Deferasirox adalah obat kelasi besi oral yang baru

saja mendapatkan izin pemasaran di Amerika Serikat pada bulan

November 2005. Terapi standar yang dianjurkan adalah 20-30

mg/kgBB/hari dosis tunggal. Deferasirox menunjukkan potensi 4-5 kali

lebih besar dibanding deferoksamin dalam memobilisasi besi jaringan

hepatoseluler, dan efektif dalam mengatasi hepatotoksisitas. Efek samping

yang mungkin terjadi adalah sakit kepala, mual, diare, dan ruam kulit.

4. Terapi Kombinasi. Dapat berupa terapi kombinasi secara simultan

maupun sekuensial. Terapi kombinasi secara simultan adalah pemberian

deferoksamin 2-6 hari seminggu dan deferipron setiap hari selama 6-12

bulan. Terapi kombinasi sekuensial adalah pemberian deferipron oral 75

mg/kgBB selama 4 hari diikuti deferoksamin subkutan 40 mg/kgBB

selama 2 hari setiap minggunya. Terapi kombinasi diharapkan dapat

menurunkan dosis masing-masing obat, sehingga menurunkan toksisitas

obat namun tetap menjaga efektifitas kelasi.3

b. Infeksi Virus Hepatitis

Penyakit ini dilaporkan sebagai penyebab kematian tersering pada pasien

thalassemia di atas 15 tahun. Kerusakan hepar yang disebabkan besi, yang

berhubungan dengan komplikasi sekunder dari transfusi dan infeksi virus hepatitis

C merupakan penyebab tersering hepatitis pada anak dengan thalassemia.7

c. Infeksi Yersinia

Infeksi Yersinia enterocolitica pertama kali ditemukan pada 2 pasien thalassemia

β pada tahun 1970. Infeksi harus dicurigai pada pasien dengan kelebihan besi

yang menderita panas tinggi dan fokus infeksi tidak ditemukan, seringkali disertai

dengan diare. Tanda-tanda kontaminasi bakteri dan syok septik biasanya muncul

dengan cepat sesudah transfusi dimulai, kendati kemunculannya bisa saja tertunda

selama beberapa jam. Reaksi yang hebat dapat ditandai dengan panas tinggi yang

Page 15: DAMPAK TRANFUSI PADA THALASSEMIA

onsetnya mendadak, menggigil, dan hipotensi. Meskipun pada kultur darah tidak

ditemukan adanya kuman Yersinia enterocolitica, terapi Gentamisin intravena dan

Trimetoprim + Sulfametoksazol oral sebaiknya diberikan segera dan diteruskan

sedikitnya 8 hari.6,7

d. Hipersplenisme

Sebagian besar pasien thalassemia mayor akan mengalami pembesaran limpa

yang bermakna yang disebabkan oleh eritropoeisis ekstramedular. Meskipun

hipersplenisme kadang-kadang dapat dihindari dengan transfusi lebih awal dan

teratur, namun banyak pasien yang memerlukan splenektomi. Indikasi terpenting

untuk splenektomi adalah meningkatnya kebutuhan transfusi, yang menunjukkan

unsur hipersplenisme. Kebutuhan transfusi melebihi 240 mL/kg PRC/tahun

biasanya merupakan bukti hipersplenisme dan merupakan indikasi untuk

mempertimbangkan splenektomi. Splenektomi dapat menurunkan kebutuhan sel

darah merah sampai 30% pada pasien yang indeks transfusinya melebihi 200

mL/kgBB/tahun. Karena adanya risiko infeksi, splenektomi sebaiknya ditunda

hingga usia 5 tahun. Sedikitnya 2-3 minggu sebelum dilakukan splenektomi,

pasien sebaiknya divaksinasi dengan vaksin pneumococcal dan Haemophilus

influenzae tipe B dan sehari setelah operasi diberi penisilin profilaksis.7,8

e. Hereditary Hemochromatosis

Timbul akibat dari ketidakseimbangan pada homeostasis besi terlalu banyak

akumulasi dari besi menyebabkan hereditary hemochromatosis (HH). Penyakit ini

pertama kali dijelaskan pada akhir abad ke 19 oleh von Recklinghausen dan juga

dengan Trosseau dan Troisier.

Page 16: DAMPAK TRANFUSI PADA THALASSEMIA

BAB III

SIMPULAN DAN SARAN

-

3.1. Simpulan

1. Thalassemia merupakan suatu kelompok kelainan sintesis hemoglobin

yang heterogen. Thalassemia memberikan gambaran klinis anemia yang

bervariasi dari ringan sampai berat.

2. Transfusi darah masih merupakan tata laksana suportif utama pada

thalassemia agar anak dapat tumbuh dan berkembang secara normal.

3. Transfusi dapat menyebabkan terjadinya reaksi transfusi tipe cepat

maupun tipe lambat.

4. Transfusi berulang pada thalassemia akan menyebabkan berbagai dampak,

antara lain hemosiderosis, infeksi virus dan bakteri, serta hipersplenisme.

5. Terapi hemosiderosis pada thalassemia adalah terapi kombinasi dari obat

pengkelasi besi (iron chelating drugs), terapi infeksi bakteri adalah

pemberian antibiotik, dan terapi hipersplenisme yaitu dengan splenektomi.

-

Page 17: DAMPAK TRANFUSI PADA THALASSEMIA

3.2. Saran

1. Sebaiknya dilakukan pemantauan fungsi organ secara berkala agar

berbagai dampak transfusi dapat dideteksi secara dini.

2. Perlu adanya kerjasama dan komunikasi yang baik dari dokter dan pasien

agar tujuan terapi dapat tercapai dengan maksimal.

Page 18: DAMPAK TRANFUSI PADA THALASSEMIA

DAFTAR PUSTAKA

1. Ganie RA. Thalassemia: Permasalahan dan Penanganannya. Dalam:

Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap dalam Bidang Ilmu Patologi

pada Fakultas Kedokteran. Medan: Universitas Sumatera Utara, 2005

2. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Hematologi. Dalam: Buku

Kuliah Ilmu Kesehatan Anak 1. Jakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Anak

FKUI, 1998.444-50

3. Ananta Y. Terapi Kelasi Besi pada Talasemia. Dalam: Sari Pustaka 2006

4. Yayasan Thalassaemia Indonesia. Grafik Data Penderita Thalassaemia

yang Berobat di Pusat Thalassaemia RSCM dari tahun 1993 s/d Juli

2007.http://www.thalassaemia-yti.or.id/data_penderita.htm. Diakses 1 Mei

2008.

5. Greaves M. Darah dan Sumsum Tulang. Dalam: Sarjadi, Editor. Patologi

Umum dan Sistematik, Vol.2, Edisi 2. Jakarta: EGC, 2000.740-2

6. World Health Organization. Syamsi RM, Editor. Penggunaan Klinis

Darah. Jakarta: EGC, 2005.141-5

7. Permono HB et al. Buku Ajar Hematologi-Onkologi Anak. Jakarta: Ikatan

Dokter Anak Indonesia, 2005.64-85

8. Honig GR. Sindrom Thalassemia. Dalam: Wahab AS, Editor. Ilmu

Kesehatan Anak Nelson, Vol.II, Edisi 15. Jakarta: EGC, 2000.1708-11

9. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Thalassemia Beta. Dalam: Standar

Pelayanan Medis Kesehatan Anak, Edisi I. Jakarta: PP IDAI, 2004.83-5

10. Thalassaemia International Federation. Guidelines for The Clinical

Management of Thalassaemia. Cyprus: TIF, 2000.9-19