dampak program pengembangan usaha agribisnis … · para petani domba anggota gapoktan penerima...

103
DAMPAK PROGRAM PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PERDESAAN (PUAP) TERHADAP PENDAPATAN PETANI (Studi Kasus di Desa Hasang Kecamatan Kualuh Selatan Kabupaten Labuhan Batu, Sumatera Utara) SKRIPSI ZAGARUDDIN SAGALA H 34076157 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010

Upload: duongnhan

Post on 11-Mar-2019

224 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

DAMPAK PROGRAM PENGEMBANGAN USAHA

AGRIBISNIS PERDESAAN (PUAP) TERHADAP

PENDAPATAN PETANI (Studi Kasus di Desa Hasang Kecamatan Kualuh Selatan Kabupaten

Labuhan Batu, Sumatera Utara)

SKRIPSI

ZAGARUDDIN SAGALA

H 34076157

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2010

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Dampak

Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) Terhadap

Pendapatan Petani (Studi Kasus di Desa Hasang Kecamatan Kualuh Selatan

Kabupaten Labuhan Batu, Sumatera Utara)” adalah karya sendiri dan belum

diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber

informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak

diterbitkan dari penulisan lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan

dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor , April 2010

Zagaruddin Sagala

H 34076157

RINGKASAN

ZAGARUDDIN SAGALA. Dampak Program Pengembangan Agribisnis

Pedesaan Terhadap Pendapatan Petani (Studi kasus di Desa Hasang

Kecamatan Kualuh Selatan Kabupaten Labuhan Batu, Sumatera Utara.

Skripsi. Departemen Agribisnis. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut

Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan EVA YOLYNDA AVINY).

Masalah paling dasar bagi sebagian besar petani Indonesia adalah masalah

keterbatasan modal yang dimiliki oleh para petani. Permasalahan yang dihadapi

dalam permodalan pertanian berkaitan langsung dengan kelembagaan selama ini,

yaitu lemahnya organisasi tani, sistem dan prosedur penyaluran kredit yang rumit,

birokratis dan kurang memperhatikan kondisi lingkungan sosial budaya

perdesaan, sehingga sulit menyentuh kepentingan petani yang sebenarnya. Dalam

rangka menanggulangi permasalahan tersebut, dicanangkan program

Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP). Program ini bertujuan untuk

membantu mengurangi tingkat kemiskinan dan menciptakan lapangan pekerjaan

di perdesaan serta membantu penguatan modal dalam kegiatan usaha di bidang

pertanian sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan petani. Kehadiran program

PUAP diharapkan dapat mengatasi masalah kesulitan modal yang dihadapi petani.

Program PUAP di Sumatera Utara khususnya di Kabupaten Labuhan Batu

telah dilaksanakan dengan jumlah dana yang diterima sebesar Rp 100 juta untuk

setiap desa miskin atau Gapoktan. Salah satu Kecamatan yang telah menerima

bantuan dana PUAP adalah Kecamatan Kualuh Selatan Desa Hasang. Penyaluran

dana PUAP ini dilakukan melalui Gapoktan Satahi Desa Hasang dimana

Gapoktan ini memiliki 8 kelompok tani. Tujuan penelitian ini adalah (1)

Menganalisis karakteristik anggota Gapoktan PUAP di Kecamatan Kualuh

Selatan, Kabupaten Labuhan Batu. (2) Menganalisis dampak program PUAP

dilihat dari pendapatan anggota kelompok tani yang mengambil PUAP di Desa

Hasang, Kecamatan Kualuh Selatan, Kabupaten Labuhan Batu.

Penelitian ini dilaksanakan di Gapoktan atau di Desa Hasang di

Kecamatan Kualuh Selatan, Kabupaten Labuhan Batu, Sumatera Utara. Waktu

penelitian dilakukan pada bulan Desember 2009. Responden penelitian adalah

para petani Domba anggota Gapoktan penerima BLM-PUAP sebanyak 53

responden dan penelitian ini menggunakan analisis pendapatan usahatani.

Gapoktan di Kecamatan Kualuh Selatan memiliki karakteristik sebagai lembaga

sosial ekonomi perdesaan yang memiliki struktur kepengurusan terdiri dari ketua,

sekretaris, bendahara dan beberapa seksi. Masing-masing jabatan mempunyai

tugas dan tanggung jawab yang sama penting. Berdasarkan hasil analisis pendapatan usahatani domba di Desa Hasang

menunjukkan bahwa pelaksanaan program PUAP pada dasarnya memberikan dampak

terhadap produksi Domba dan tingkat pendapatan petani peserta program. Hal ini

dapat dilihat dari pendapatan usahataninya bahwa pada awal berjalannya program

PUAP, jumlah rata-rata domba Gapoktan Desa Hasang per petani sebanyak 4

ekor dengan rata-rat bobot badan sebesar 30 kg dengan harga jual Rp 16.000 per

kilogramnya, sehingga penerimaan tunai yang diperoleh petani anggota Gapoktan

adalah sebesar Rp 1.920.000. Namun, setelah berjalannya program PUAP maka

jumlah produksi yang dihasilkan mengalami peningkatan sebanyak 3 ekor

sehingga jumlahnya menjadi 7 ekor maka penerimaan tunai yang diperoleh

sebesar Rp 3.360.000. Penerimaan diperhitungkan berdasarkan dari jumlah

tenaga kerja, penyusutan alat dan material kandang, dimana ketiga komponen ini

seharusnya diperhitungkan tetapi biaya yang dikeluarkan tidak dalam bentuk

tunai. Dari penerimaan yang diperhitungkan dapat dilihat jumlah penerimaan

yang diperoleh dari ketiga komponen tersebut pada awal PUAP dan setelah PUAP

sebesar Rp 4.200.283.

Hasil analisis imbangan penerimaan dan biaya (R/C ratio analysis)

usahatani domba yang diusahakan oleh petani responden menunjukkan bahwa

usahatani ini memiliki penerimaan yang lebih besar dibanding biaya usahatani.

Hal tersebut ditunjukkan oleh nilai R/C rasio lebih besar dari satu. Artinya setiap

satu satuan biaya yang dikeluarkan maka akan memberikan penerimaan sebesar

lebih dari satu satuan biaya atau usahatani tersebut menghasilkan penerimaan

yang lebih besar dari total biaya yang dikeluarkan. Nilai R/C rasio atas biaya

tunai pada awal program PUAP sebesar 1.13. Artinya setiap Rp 1 biaya yang

dikeluarkan pada usahatani domba dengan dengan jumlah awal program sebesar 4

ekor maka akan memberikan keuntungan sebesar Rp 1,13. Sementara itu apabila

memasukkan sejumlah biaya yang diperhitungkan sebagai komponen biaya total,

maka nilai R/C rasio sebesar 1,85. Rasio dengan nilai 1,85 berarti setiap

pengeluaran biaya total sebesar Rp 1 akan memberikan keuntungan sebesar Rp

1,85 dengan jumlah domba 4 ekor pada awal program PUAP berjalan.

Selanjutnya adalah melihat nilai R/C rasio dari usahatani domba setelah

berjalannya program PUAP. Analisis imbangan R/C rasio biaya tunai sebesar

0,33. Artinya adalah setiap pengeluaran tunai sebesar Rp 1 akan memberikan

kerugian sebesar Rp 0,33. Apabila dimasukkan biaya yang diperhitungkan

sebagai komponen total biaya maka R/C rasio yang dihasilkan sebesar 0,54 yang

berarti setiap pengeluaran biaya total Rp 1 maka akan memberikan kerugian

sebesar Rp 0.54 Berdasarkan hasil uraian di atas dapat diinformasikan bahwa

nilai kedua R/C rasio di atas setelah berjalannya program PUAP menunjukkan

nilai R/C rasio lebih besar dari satu, yang berarti dapat dikatakan bahwa usahatani

domba pada Gapoktan Desa Hasang di Kecamatan Kualuh Selatan Kabupaten

Labuhan Batu layak diusahakan untuk R/C rasio atas biaya tunai sedangkan R/C

rasio atas biaya total secara binis tidak layak untuk dijalankan.

DAMPAK PROGRAM PENGEMBANGAN USAHA

AGRIBISNIS PERDESAAN (PUAP) TERHADAP

PENDAPATAN PETANI (Studi Kasus di Desa Hasang Kecamatan Kualuh Selatan Kabupaten

Labuhan Batu, Sumatera Utara)

ZAGARUDDIN SAGALA

H 34076157

Skripsi merupakan salah satu syarat untuk

memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada

Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2010

Judul Skripsi : Dampak Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan

(PUAP) Terhadap Pendapatan Petani di Desa Hasang

Kecamatan Kualuh Selatan Kabupaten Labuhan Batu Sumatera

Utara.

Nama : Zagaruddin Sagala

NIM : H34076157

Disetujui,

Pembimbing

Eva Yolynda Aviny, SP.MM

NIP. 19710402 200604 2 008

Diketahui

Ketua Departemen Agribisnis

Fakultas Ekonomi dan Manajemen

Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS

NIP 19580908 198403 1 002

Tanggal Lulus:

KATA PENGANTAR

Puji syukur Kepada Allah SWT yang telah memberikan nikmat dan karuniaNya

sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul ”Dampak Program

Pengembangan Usaha Agribisnis (PUAP) Terhadap Pendapatan Petani di Desa

Hasang Kualuh Selatan Kabupaten Labuhan Batu Sumatera Utara”. Penelitian ini

bertujuan untuk menganalisis karakteristik petani penerima bantuan dana program

PUAP serta dampak terhadap tingkat pendapatan petani di Desa Hasang Kecamatan

Kualuh Selatan Kabupaten Labuhan Batu, Sumatera Utara.

Skripsi ini sangat bermanfaat bagi penulis sebagai salah satu syarat

menyelesaikan tugas akhir pada Program Sarjana Agribisnis, Institut Pertanian Bogor.

Skripsi ini merupakan hasil karya yang dapat diselesaikan oleh penulis selama

mengikuti kegiatan pembelajaran dalam kegiatan kuliah maupun tugas akhir ini.

Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang

memang membutuhkan.

Bogor, April 2010

Zagaruddin Sagala

UCAPAN TERIMAKASIH

Penyelesaian skripsi ini juga tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Sebagai

bentuk rasa syukur kepada Allah SWT, penulis ingin menyampaikan terimakasih

dan penghargaan kepada:

1. Eva Yolynda Aviny, SP.MM selaku dosen pembimbing atas bimbingan,

arahan, waktu dan kesabaran yang telah diberikan kepada penulis selama

penyusunan skripsi ini.

2. Dr. Ir. Anna Fariyanti, MS. selaku dosen evaluator penulis pada saat

kolokium proposal, atas waktu dan kritiknya didalam perbaikan skripsi ini.

3. Ir. Popong Nurhayati, MM selaku dosen penguji utama yang telah

memberikan kritik dan saran yang sangat bermanfaat bagi penulis dalam

memperbaiki penulisan skripsi ini.

4. Rahmat Yanuar, SP. MSi selaku dosen penguji komisi pendidikan yang telah

memberikan saran dan kritik kepada penulis dalam upaya memaksimalkan

penulisan skripsi ini.

5. Ayah, Mamak, adik-adikku dan seluruh keluarga besar “Sagala” atas segala

kasih sayang serta dukungan lahir dan batin, semoga ini menjadi

persembahan yang terbaik.

6. Pihak Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Desa Hasang atas

waktu, kesempatan, informasi, dan dukungan yang diberikan.

Bogor, Mei 2010

Zagaruddin Sagala

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Kuisioner penelitian ........................................................... 89

2. Struktur Organisasi Gapoktan Desa Hasang ....................... 95

3. Daftar Desa Penerima PUAP Kabupaten Labuhan

Batu 2008 ........................................................................... 96

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL................................................................................ i

DAFTAR GAMBAR ........................................................................ ii

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................. iii

I PENDAHULUAN ....................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ...................................................................... 1

1.2 Perumusan Masalah ............................................................... 8

1.3 Tujuan Penelitian ..................................................................... 13

1.4 Manfaat Penelitian .................................................................... 13

II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................... 14

2.1 Gambaran Umum Bentuk Bantuan Modal Pada Pertanian ...... 14

2.1.1 Tujuan PUAP ................................................................. 16

2.1.2 Sasaran Program PUAP ................................................. 17

2.2 Kelembagaan dan Peran Kelembagaan ................................... 17

2.3 Gabungan Kelompok Tani ....................................................... 19

2.4 Kelompok Tani .......................................................................... 20

2.5 Pengertian Kredit ...................................................................... 20

2.6 Penelitian Terdahulu ................................................................. 22

III KERANGKA PEMIKIRAN ........................................................ 25

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis .................................................. 25

3.2.1 Pendapatan Usahatani .................................................... 29

3.2.2 Imbangan Penerimaan dan Biaya (R/C Rasio) .............. 31

3.3.3 Sistem Integrasi Ternak Dengan Tanaman ..................... 32

3.2 Kerangka Pemikiran Operasional ............................................ 32

IV METODE PENELITIAN ............................................................ 36

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian .................................................... 36

4.2 Jenis dan Sumber Data ............................................................. 36

4.3 Metode Pengumpulan Data ....................................................... 36

4.4 Metode Pengambilan Sampel .................................................. 37

4.5 Metode Pengolahan dan Analisis Data ..................................... 38

4.5.1 Analisis Pendapatan Petani .............................................. 38

4.5.2 Analisis R/C rasio ............................................................. 39

V GAMBARAN UMUM .................................................................. 41

5.1 Gambaran Umum Wilayah Penelitian ....................................... 41

5.2.1 Desa Hasang ............................................................................ 43

VI HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................. 45

6.1 Mekanisme penyaluran PUAP Desa Hasang .............................. 45

6.2 Karakteristik responden di Gapoktan Desa Hasang ................ 46

6.2.1 Jenis Kelamin ..................................................................... 46

6.2.2 Usia Responden ................................................................ 46

6.2.3 Tingkat Pendidikan ............................................................ 48

6.2.4 Jenis Pekerjaan Responden ................................................. 49

6.2.5 Pengalaman Mengambil Kredit .......................................... 49

6.2.6 Jumlah Tanggungan ............................................................ 50

6.2.7 Status Kepemilikan dan Luas Lahan .................................. 51

6.2.8 Status Kepemilikan Ternak Domba ................................... 52

6.4 Proses Budidaya ...................................................................... 56

6.4.1 Persiapan Kandang ............................................................. 56

6.4.2 Pemilihan Ternak ............................................................. 57

6.4.3 Pemeliharaan dab Penanganan Penyakit Ternak ................ 57

6.4.4 Ternak Siap Panen dan Pemanenan .................................... 58

6.5 Kinerja Gapoktan Dalam Menyalurkan BLM PUAP ................... 58

6.5.1 Evektivitas Penyaluran BLM PUAP Berdasarkan

Kriteria Pihak Penyalur ...................................................... 59

6.5.1.1 Target dan Realisasi Pinjaman PUAP .................... 59

6.5.1.2 Jangkauan Realisasi Pinjaman PUAP ................... 61

6.5.1.3 Frekuensi Pinjaman .............................................. 62

6.5.1.4 Persentase Tunggakan ........................................... 63

6.5.1.5 Penyaluran BLM PUAP pada petani .................... 64

6.6.2 Persyaratan Awal .............................................................. 64

6.6.3 Prosedur Pinjaman ........................................................... 65

6.6.4 Realisasi Pinjaman ............................................................. 65

6.6.5 Biaya Administrasi .............................................................. 65

6.6.6 Tingkat Bunga ..................................................................... 65

6.7 Dampak PUAP dilihat dari pendapatan anggota Gapoktan ...... 66

6.7.1 Pemanfaatan Dana BLM PUAP ........................................ 66

6.7.2 Analisis Usahatani Awal dan Setelah Program PUAP .. 67

6.7.3 Alat-alat Pertanian .............................................................. 67

6.7.4 Output Usahatani ................................................................. 69

6.7.5 Pendapatan Anggota Gapoktan Awal dan SetelahPUAP 70

6.7.6 Analisis R/C Rasio Awal dan Setelah PUAP ..................... 73

6.7.8 Analsis Usahatani Karet,Sawit dan Domba ........................ 76

6.8 Manfaat Program PUAP Terhadap Ekonomi dan

Non Ekonomi Petani .................................................................. 78

6.9 Manfaat Ternak Domba Dalam Bentuk Lain ................................ 79

6.9.1 Manfaat Pengembangan Bisnis ........................................... 79

6.9.2 Manfaat integrasi terhadapat produksi ................................ 80

6.10 Implikasi Dari Penelitian............................................................. 81

VII KESIMPULAN DAN SARAN ................................................ 83

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................... 85

LAMPIRAN ...................................................................................... 88

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Indonesia

Menurut Daerah Tahun 2001-2007 ....................................... 2

2. Kesempatan Kerja Menurut Sektor Ekonomi

Tahun 2006-2007 ................................................................... 4

3. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin

Sumatera Utara Tahun 1999-2009 ......................................... 8

4. Luas, Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk Menurut

Desa/Kelurahan 2007 .......................................................... 43

5. Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian

Masyarakat Desa Hasang, Kecamatan Kualuh

SelatanTahun 2007 ............................................................... 44

6. Jumlah Responden Yang Mengambil Dana PUAP

Berdasarkan Jenis Kelamin ................................................... 46

7. Data Jumlah Responden Berdasarkan Tingkat Usia ............. 47

8. Sebaran Responden Petani Domba Berdasarkan Tingkat

Pendidikan ............................................................................ 48

9. Data Jumlah Tanggungan Keluarga Responden .................. 51

10. Jumlah Petani Responden Berdasarkan Kriteria Luasan

Lahan Sawit/Karet yang Dimiliki Tahun 2009 ................... 52

11. Data Jumlah Kepemilikan Dombaan Pada Awal Dan

Setelah Berjalannya PUAP. ............................................... 53

12. Realisasi Dana BLM-PUAP di Desa Hasang Menurut

Kelompok Tani Tahun 2009 ............................................... 60

13. Realisasi Penerima PUAP di Desa Hasang berdasarkan

kelompok tani Tahun 2009.................................................... 61

14. Tingkat Bunga Pinjaman pada Gapoktan Desa Hasang

PUAP .................................................................................. 63

15. Rata-Rata Nilai Penggunaan Peralatan Pada Usahatani

Domba Desa Hasang Kecamatan Kualuh Selatan

Labuhan Batu ........................................................................ 67

16. Nilai Penyusutan Peralatan Pada Usahatani Petani Responden

Anggota Gapoktan di Kecamatan Bram Itam dan Seberang

Kota .................................................................................... 68

17. Jumlah Domba pada Awal Berjalannya PUAP dan Setelah

Berjalannya PUAP. ............................................................ 69

18. Jumlah Rata-Rata Kepemilikan Domba Oleh Petani pada

Awal Dan Setelah Berjalannya PUAP ................................... 71

19. Pendapatan Usahatani Domba Desa Hasang Awal

Berjalan dan Setelah Berjalan PUAP ................................ 72

20. Perbandingan R/C Rasio Sebelum dan Setelah PUAP ......... 74

21. Jumlah Rata-Rata Pendapatan Usahatani Sawi, Karet

Serta Domba Dalam Periode 13 Bulan. ................................. 77

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Kerangka Pemikiran Operasional Penelitian ...................... 35

I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sebagian besar penduduk Indonesia berdomisili di daerah perdesaan dan

memiliki mata pencaharian di sektor pertanian. Pada tataran tingkat nasional

jumlah daerah perdesaan dan cakupan daerah perdesaan jauh lebih luas dibanding

daerah kota. Namun akibat pertumbuhan jumlah penduduk yang tinggi sementara

ketersediaan sumberdaya lahan dan air yang merupakan faktor produksi utama

pada usaha pertanian relatif tetap maka telah terjadi marjinalisasi daerah

perdesaan. Pada sisi lain pembangunan di daerah kota yang identik dengan

pembangunan sektor industri dan jasa belum sepenuhnya mampu menimbulkan

dampak positif bagi kehidupan msyarakat desa sehingga daerah perdesaan relatif

tertinggal dibanding daerah kota, dan dalam banyak kasus daerah perdesaan

identik dengan daerah miskin. Petani miskin tersebut pada umumnya tergolong

petani berlahan sempit atau petani tanpa lahan yang pekerjaan utamanya adalah

sebagai buruh tani. Pada umumnya penduduk miskin tersebut memiliki akses

yang lemah terhadap sumberdaya lahan pertanian, permodalan, teknologi

pertanian, pasar input dan pasar output sehingga mereka tidak mampu

meningkatkan taraf hidupnya secara mandiri dan tanpa didukung secara memadai

sehingga menyebabkan kemiskinan selalu ada.

Dari data persentase penduduk miskin Indonesia menurut daerah tahun

2001-2007, penduduk miskin lebih besar terdapat di perdesaan dibanding dengan

perkotaan. Sesuai dengan kesempatan kerja terbesar terjadi pada sektor pertanian

sehingga terlihat sinkronisasi antara kesempatan kerja terbanyak dengan

penduduk miskin, artinya penduduk miskin banyak yang bekerja di sektor

pertanian khususnya di Desa. Hasil perhitungan jumlah penduduk miskin di

Indonesia yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada Tabel 1

menunjukkan jumlah penduduk miskin dari tahun ke tahun baik di kota maupun di

desa terus berfluktuatif. Pada periode yang sama tahun 2001-2007 dapat terlihat

bahwa jumlah penduduk miskin lebih banyak di daerah perdesaan dari pada di

perkotaan.

2

Tabel 1. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Indonesia Menurut Daerah

Tahun 2001-2007

Tahun

Jumlah Penduduk Miskin

(Juta)

Persentase Penduduk Miskin

Kota Desa Kota+Desa Kota Desa Kota+Desa

2001 8,60 29,30 37,90 9,76 24,84 18,41

2002 13,30 25,10 38,40 14,46 21,10 18,20

2003 12,20 25,10 37,30 13,57 20,23 17,42

2004 11,40 24,80 36,10 12,13 20,11 16,66

2005 12,40 22,70 35,10 11,68 19,98 15,97

2006 14,49 24,81 39,30 13,47 21,81 17,75

2007 14,20 24,32 38,52 12,49 21,89 17,19

Sumber : BPS, (2008)1 (diolah)

Ini membuktikan bahwa desa masih menjadi pusat kemiskinan. Dilihat

dari sisi mata pencaharian penduduk desa, dapat dikatakan bahwa kemiskinan

mayoritas terjadi pada penduduk yang menggantungkan hidupnya pada sektor

pertanian. Hal ini selaras dengan pernyataan Menteri Pertanian pada suatu

kesempatan bahwa 70 persen masyarakat miskin Indonesia adalah petani,

terutama buruh tani yang jumlahnya sangat besar dan memang rawan terhadap

kemiskinan (Deptan, 2008)

Pada umumnya suatu masalah kemiskinan berhubungan erat dengan

permasalahan pertanian di Indonesia. Menurut Lukman Hakim (2008)2, beberapa

masalah pertanian yang dimaksud yaitu pertama, sebagian besar petani Indonesia

sulit untuk mengadopsi teknologi sederhana untuk meningkatkan produktivitas

hasil pertaniannya. Selain itu, masih banyak petani yang menggunakan cara-cara

tradisional. Hal ini berkaitan dengan keterbatasan ruang gerak petani terhadap

fasilitas yang dimiliki sehingga membuat petani menjadi tertutup dan lambat

dalam merespon perubahan yang terjadi di dunia luar.

1 BPS.2008.Penduduk Miskin Indonesia.[Terhubung Berkala]. http://www.

Google.com//search//penduduk Indonesia//penduduk miskin indonesia .html. [15 April 2009].

2 Lukman Hakim.2008. Kelembagaan dan Kemiskinan Indonesia.

http://www.google.com//kelembagaan//html. [17 April 2009].

3

Dalam kemajuan berusahatani harus memiliki akses informasi yang baik

sehingga teknologi tentang pertanian dapat cepat diterima oleh petani. Akses

informasi selama ini sangat sulit diterima oleh petani sehingga timbul masalah

kedua yaitu petani mengalami keterbatasan pada akses informasi pertanian.

Adanya penguasaan informasi oleh sebagian kecil pelaku pasar komoditas

pertanian menjadikan petani semakin tersudut. Terlihat dari realitas ketidaktahuan

petani akan adanya HPP (Harga Pembelian Pemerintah) dan pembelian oleh

oknum terhadap hasil pertanian dibawah harga yang ditentukan oleh pemerintah,

sehingga tidak sedikit petani yang tidak memperoleh keuntungan dari hasil

pertaniannya bahkan mengalami kerugian. Oleh sebab itu, untuk memenuhi

kebutuhan hidupnya sebagian besar petani Indonesia tidak mengandalkan dari

sektor pertanian, tetapi dari luar sektor petanian, misalnya kerja sampingan buruh

pabrik, kuli bangunan dan lain sebagainya.

Selain kendala akses informasi masalah yang ketiga yaitu petani memiliki

kendala atas sumberdaya manusia yang dimiliki. Terlihat dari rendahnya

pendidikan yang dimiliki petani dan keterbatasan atas kepemilikan lahan garapan

terutama sawah. Ini terjadi karena masih adanya stigma yang berkembang di

tengah masyarakat bahwa menjadi petani adalah pilihan terakhir setelah tidak

memperoleh tempat di sektor lain. Faktor penyebab lainnya adalah banyaknya

lahan pertanian yang dikonversi menjadi lahan industri diluar pertanian seperti

pemukiman, industri otomotif, elektronik dan lain sebagainya yang menyebabkan

lahan pertanian semakin menyempit. Selanjutnya masalah keempat adalah

masalah paling dasar bagi sebagian besar petani Indonesia adalah masalah

keterbatasan modal yang dimiliki oleh para petani. Masalah modal tersebut

diantaranya adalah sebagian besar petani yang mengalami kekurangan modal

untuk berusaha dan memenuhi kebutuhan hidupnya, belum adanya asuransi

pertanian, masih adanya praktek sistem ijon dan sistem perbankan yang kurang

peduli kepada petani3.

Dalam mengatasi permasalahan permodalan pada petani, biasanya petani

melakukan peminjaman atau kredit kepada lembaga Bank dan non Bank. Akan

tetapi pada pada umumnya pihak Bank sangat sulit memberikan kredit ke petani

3 Apriyantono, A. 2004 Pembangunan Pertanian di Indonesia.http://www.pdfgeni.com//pertanian

indonesia.html. [17 April 2009].

4

karena sifat pertanian yang tergantung pada musim, perishable, bulky, voluminous

yang pada akhirnya akan mempengaruhi produk ketika pemanenan sehingga

kondisi ini merupakan kendala bagi pihak perbankan dalam memberikan kredit.

Umumnya pihak perbankan lebih suka untuk memberikan dananya ke sektor lain

yang tingkat pengembaliannya lebih tinggi, seperti sektor perdagangan, jasa,

perindustrian dan sebagainya.

Dengan keberpihakan Bank pada sektor non pertanian mengakibatkan

petani semakin sulit untuk memajukan usahatani diakibatkan modal yang terbatas.

Dengan keterbatasan modal tersebut sektor jauh lebih maju dibandingkan dengan

sektor pertanian. Akan tetapi meskipun sektor diluar pertanian jauh lebih pesat,

sektor pertanian merupakan penyerap tenaga kerja terbesar seperti pada Tabel 2

yang mencapai 0,22 persen untuk tenaga kerja laki-laki dan 0,41 persen tenaga

kerja perempuan. Data kesempatan kerja di sektor pertanian menunjukkan bahwa

dorongan permodalan pada sektor pertanian sangat dibutuhkan mengingat

banyaknya tenaga kerja yang bergerak di bidang pertanian.

Tabel 2. Kesempatan Kerja Menurut Sektor Ekonomi Tahun 2006-2007

No Lapangan Usaha Tahun 2006 (%) Tahun 2007 (%)

Laki-laki Perempuan Laki-laki Perempuan

1 Pertanian 0,22 0,41 0,41 0,41

2 Pertambangan dan

Penggalian

0,01 0,00 0,01 0,00

3 Industri Pengolahan 0,11 0,15 0,11 0,14

4 Listrik, Gas dan Air 0,00 0,00 0,00 0,00

5 Bangunan 0,07 0,00 0,08 0,00

6 Perdagangan Besar,

Eceran, Hotel dan

Rumah Makan

0,17 0,27 0,16 0,28

7 Angkutan,

Pergudangan dan

Komunikasi

0,09 0,01 0,09 0,01

8 Keuangan, Asuransi,

Usaha Sewa

Bangunan, Tanah dan

Jasa Perusahaan

0,02 0,01 0,02 0,01

9 Jasa Kemasyarakatan 0,10 0,15 0,11 0,14 Sumber : BPS, (2009)

4

4 BPS. Berita Resmi Statistik No.11/02/Th. XII,16 Februari 2009.[Terhubung Berkala].

http://www. Google.com//search//PDB Indonesia. html. Diakses tanggal 15 April 2009.

5

Bila ditelusuri lebih jauh lagi, permasalahan yang dihadapi dalam

permodalan pertanian berkaitan langsung dengan kelembagaan selama ini yaitu

lemahnya organisasi tani, sistem dan prosedur penyaluran kredit yang rumit,

birokratis dan kurang memperhatikan kondisi lingkungan sosial budaya

perdesaan, sehingga sulit menyentuh kepentingan petani yang sebenarnya.

Kemampuan petani dalam mengakses sumber-sumber permodalan sangat

terbatas karena lembaga keuangan perbankan dan non perbankan menerapkan

prinsip 5-C (Character, Collateral, Capacity, Capital dan Condition) dalam

menilai usaha pertanian yang tidak semua persyaratan yang diminta dapat

dipenuhi oleh petani. Secara umum usaha di sektor pertanian masih dianggap

beresiko tinggi, sedangkan skim kredit masih terbatas untuk usaha produksi,

belum menyentuh kegiatan pra dan pasca produksi, dan saat ini belum

berkembang lembaga penjamin maupun lembaga keuangan khusus yang

menangani sektor pertanian (Syahyuti, 2007). Dengan adanya prinsip 5C yang

diberikan oleh pihak perbankan akan mengakibatkan keterbatasan petani dalam

mengakses permodalam untuk usahatani. Keterbatasan tersebut berdampak

terhadap pendapatan petani menurun yang berakibat kepada kemiskinan ditingkat

petani. Untuk mengatasi kekurangan tersebut petani bisanya akan mencari modal

ke pihak lain seperti tengkulak dan pihak pemberi modal lainnya, akan tetapi

dalam kondisi ini pihak petani selalu dirugikan karena adanya keterikatan antara

pemberi modal dengan petani. Keterikatan tersebut membuat petani dirugikan

karena pihak pemberi modal dapat memberikan harga pembelian yang murah.

Dalam rangka menanggulangi permasalahan kemiskinan ditingkat petani,

Presiden Republik Indonesia Susilo Bambang Yudoyono telah mencanangkan

program Revitalisasi pertanian pada tanggal 11 Juni 2005 dengan program-

program utama antara lain: Peningkatan Ketahanan Pangan, Pengembangan

Agribisnis, Peningkatan Kesejahteraan Petani dan Pengembangan Sumberdaya

dan Pemantapan Pemanfaatannya, baik di bidang perikanan maupun kehutanan

yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan petani dan nelayan.

Program revitalisasi yang dicanangkan oleh presiden dalam

pengembangan agribisnis memang sudah seharusnya segera dilakukan mengingat

tingginya masalah petani dibidang agribisnis. Dengan demikian maka pemerintah

6

melalui departemen pertanian membuat suatu program terobosan dalam

pengembangan agribisnis di perdesaan karena pada umumnya pusat agribisnis

terdapat diperdesaan. Salah satu program jangka menengah (2005-2009) yang

dicanangkan Departemen Pertanian adalah memfokuskan pada pembangunan

pertanian perdesaan. Langkah yang ditempuh adalah melalui pendekatan

pengembangan usaha agribisnis dan memperkuat kelembagaan pertanian di

perdesaan. Melalui Keputusan Menteri Pertanian (KEPMENTAN) Nomor

545/Kpts/OT.160/9/2007 dibentuk tim Pengembangan Usaha Agribisnis

Perdesaan (Departemen Pertanian, 2008)

Program PUAP merupakan program terobosan Departemen Pertanian

untuk penanggulangan kemiskinan dan penciptaan lapangan kerja, sekaligus

mengurangi kesenjangan pembangunan antar wilayah pusat dan daerah serta

antara subsektor. PUAP berbentuk fasilitasi bantuan modal usaha petani anggota,

baik petani pemilik, petani penggarap, buruh tani maupun rumah tangga tani.

Program ini memiliki tujuan yaitu; (1) untuk mengurangi tingkat kemiskinan dan

pengangguran melalui penumbuhan dan pengembangan kegiatan usaha agribisnis

di perdesaan sesuai dengan potensi wilayah. (2) meningkatkan kemampuan pelaku

usaha agribisnis, pengurus Gapoktan, penyuluh dan penyedia mitra tani. (3)

memberdayakan kelembagaan petani dan ekonomi perdesaan untuk

pengembangan kegiatan usaha agribisnis. (4) meningkatkan fungsi kelembagaan

ekonomi petani menjadi jejaring atau mitra lembaga keuangan dalam rangka akses

ke permodalan (Syahyuti, 2007)

Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan dimulai sejak tahun

2008. Dana Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) tersebut telah disalurkan

sebagian besar kepada gapoktan-gapoktan dengan nilai sebesar Rp. 1,0573

Trilyun dengan jumlah rumah tangga petani yang terlibat adalah sekitar 1,32 juta5.

Penyaluran dana PUAP disalurkan melalui gabungan kelompok tani (Gapoktan)

selaku kelembagaan tani yang berfungsi sebagai pelaksana PUAP. Hal ini

dilakukan dengan harapan Gapoktan PUAP dapat menjadi kelembagaan ekonomi

5 Anwar, Khoiril. 2008. Bahan Penjelasan Kepada Pers Tentang Pelaksanaan PNPM Mandiri

Tahun Anggaran 2007-2008. www.google.com//search//PNPM mandiri.html. [Terhubung

Berkala]. Diakses tanggal 30 mei 2009.

7

yang dimiliki dan dikelola oleh petani. Penyaluran dana PUAP difokuskan untuk

daerah-daerah yang tertinggal namun memiliki potensi pengembangan agribisnis

ke depannya.

Berdasarkan kebijakan teknis program PUAP, sebaran lokasi PUAP

meliputi 33 propinsi, 379 kabupaten atau kota, 1.834 kecamatan miskin dan

10.524 desa miskin. Salah satu provinsi yang memperoleh PUAP adalah Provinsi

Sumatera Utara. Jumlah kuota PUAP untuk Sumatera Utara berjumlah 175 yang

terbagi kabupaten atau kota6. Sumatera Utara merupakan salah satu provinsi

yang mendapat bantuan dana PUAP , bantuan tersebut pada dasarnya sangat

membantu petani dalam pengadaan input usahataninya. Program PUAP di

Sumatera Utara sudah berjalan selama satu tahun. Berdasarkan data susenas 2008

jumlah penduduk miskis Sumatera Utara cenderung menurun akibat adanya

guliran dana bantuan pemerintah sejak jaman orde baru dan salah satunya adalah

program PUAP.

Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) yang dilaksanakan pada

bulan 2008 yang disajikan pada Tabel 3 menunjukkan bahwa jumlah penduduk

miskin di Provinsi Sumatera Utara setiap tahunnya cenderung menurun. Melihat

tahun 2008 sampai dengan 2009 dimana pada tahun ini program PUAP telah

berjalan kondisi jumlah kemiskinan Sumatera Utara juga menurun, hal ini

mengindikasikan program yang diberikan pemerintah sangat berpengaruh

signifikan. Pada tahun 2009 jumlah penduduk miskin Sumatera Utara sebanyak

1.499.700 orang atau sebesar 11,51 persen. Kondisi ini masih lebih baik jika

dibandingkan dengan tahun 2008 yang jumlah penduduk miskinnya sebanyak

1.613.800 orang. Dengan demikian, ada penurunan jumlah penduduk miskin

sebanyak 114.100 orang atau sebesar 1,04 persen.

6 Departemen Pertanian.2008. Petunjuk Teknis PUAP

8

Tabel 3. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Sumatera Utara Tahun

1999 – Maret 2009

Sumber : Diolah Dari Data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2008

Penurunan jumlah penduduk miskin di Sumatera Utara mengindikasikan

bahwa diduga dampak dari program pengentasan kemiskinan yang dilakukan oleh

Pemerintah cukup berperan dalam menurunkan penduduk miskin di Sumatera

Utara. Pada tahun 2008 pemerintah kembali melakukan program bantuan kepada

msyarakat khususnya petani yang bertujuan dalam pengentasan kemiskinan

seperti PNPM Mandiri, Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan Pengembangan Usaha

Agribisnis Perdesaan (PUAP). Dari program pemerintah tersebut diharapkan

masyarakat khususnya petani dapat terbantu dalam masalah yang dihadapi dan

diduga penurunan tingkat kemiskinan pada tahun 2008 sampai dengan Maret 2009

dikarenakan adanya dampak dari program pemerintah tersebut.

1.2 Perumusan Masalah

Sumber modal bagi pembiayaan dan modal pertanian dapat diperoleh dari

lembaga Bank dan non Bank. Namun sebagian besar petani belum dapat

mengakses sumber modal tersebut karena adanya keterbatasan dan

ketidakmampuan petani untuk memenuhi persyaratan yang diajukan oleh pihak

Bank. Adanya keterbatasan dan ketidakmampuan petani dalam mengakses sumber

modal dikarenakan petani tidak dapat memenuhi syarat untuk pengajuan kepihak

kreditor.

Tahun Jumlah (Ribu Jiwa) Persentase

Februari 1999 1 972,7 16,74

Februari 2002 1 883,9 15,84

Februari 2003 1 889,4 15,89

Maret 2004 1 800,1 14,93

Juli 2005 1 840,2 14,68

Mei 2006 1 979,7 15,66

Maret 2007 1 768,4 13,90

Maret 2008 1 613,8 12,55

Maret 2009 1 499,7 11,51

9

Di sisi debitor, karakteristik dari sebagian besar petani antara lain masih

belum menjalankan bisnisnya dengan prinsip-prinsip manajemen modern, tidak

atau belum memiliki badan usaha resmi, keterbatasan aset yang dimiliki, berlahan

sempit, bermodal rendah, minim teknologi serta jumah tenaga kerja yang banyak.

Sementara itu, di sisi kreditor sebagai lembaga pemodal menuntut adanya

kegiatan bisnis yang dijalankan dengan prinsip-prinsip manajemen modern, ijin

resmi serta adanya jaminan. Relatif tingginya tingkat bunga kredit perbankan,

prosedur persyaratan yang relatif sulit untuk dipenuhi serta tidak adanya jaminan

merupakan faktor penyebab petani menjadi tidak Bankable atau kesulitan

mengakses kredit Bank.

Keterbatasan petani dalam mengakses sumber modal membuat petani

mengalami beragam tekanan baik tekanan ekonomi maupun tekanan sosial.

Tekanan ekonomi berhubungan langsung dalam pengadaan sarana produksi

meliputi bibit, pupuk maupun obat-obatan dan kemampuan untuk memenuhi

kebutuhan hidup. Sementara itu, tekanan sosial lebih bersifat kepada penilaian

sebagian besar masyarakat di luar petani yang menilai bahwa petani itu

terbelakang dan tertinggal karena tidak mempunyai keinginan untuk maju. Ini

yang menyebabkan sebagian besar petani mengalami kemunduran dan

kemiskinan.

Sehubungan dengan hal tersebut, pemerintah telah berupaya mengatasi

permasalahan modal petani melalui program pemberdayaan masyarakat

perdesaan yang dituangkan dalam program pengembangan usaha agribisnis

perdesaan (PUAP). PUAP merupakan bagian dari pelaksanaan program PNPM-

Mandiri melalui bantuan modal usaha dalam menumbuhkembangkan usaha

agribisnis sesuai dengan potensi pertanian desa sasaran. Program Nasional

Pemberdayaan Masyarakat Mandiri adalah program pemberdayaan masyarakat

yang ditujukan untuk mengurangi kemiskinan dan meningkatkan kesempatan

kerja. Kehadiran program PUAP diharapkan dapat mengatasi masalah kesulitan

modal yang dihadapi petani. Program ini bertujuan untuk membantu mengurangi

tingkat kemiskinan dan menciptakan lapangan kerja di perdesaan serta membantu

penguatan modal dalam kegiatan usaha di bidang pertanian sehingga pada

akhirnya dapat meningkatkan kesejahteraan petani.

10

Dalam upaya meningkatkan kesejateraan petani di tingkat desa maka

pemerintah melalui Departemen Pertanian memberikan bantuan permodalan

dalam bentuk kredit yang disalurkan melalui gabungan kelompok tani (Gapoktan).

Gapoktan merupakan salah satu lembaga yang dibentuk untuk mempermudah

akses petani dalam mengadopsi informasi atau teknologi terbaru dibidang

pertanian. Selain itu Gapoktan juga merupakan wadah bagi petani dan anggotanya

dalam pengadaan sarana produksi pertanian seperti bibit tanaman, pupuk, benih

unggul, alat dan mesin pertanian. Dengan adanya Gapoktan maka segala sesuatu

yang diinginkan petani mengenai Saprodi dapat dikoordinir melalui Gapoktan

tidak secara individu.

Bantuan permodalan yang diberikan kepada Gapoktan dalam bentuk

PUAP ini dilakukan agar tingkat pendapatan petani jauh lebih meningkat.

Program dana PUAP yang diberikan oleh Departemen Pertanian diberikan

langsung ke Gapoktan guna memastikan dana tersebut sudah sampai ke petani.

Dalam penelitian ini Gapoktan yang mendapat dana PUAP adalah Gapoktan

Satahi Desa Hasang. Gapoktan Desa Hasang ini mendapat dana sebesar 100 juta

dan dana tersebut telah disalurkan ke petani. Dalam penyalurannya dana tersebut

tidak akan dapat dibagi secara merata keseluruh petani sebab jumlah petani yang

sangat besar, oleh sebab itu dilakukannya pemberian dana ke petani secara

bertahap agar dana tersebut dapat dimanfaatkan oleh seluruh petani.

Pemanfaatan dana PUAP oleh Gapoktan dialokasikan dengan memberikan

kredit kepada anggota kelompok tani, dimana penyaluran tersebut tidak diberikan

dalam bentuk uang akan tetapi diberikan dalam bentuk hewan ternak domba.

Domba yang diberikan ke anggota kelompok tani dilakukan dengan membayar

kredit bulanan sesuai dengan harga domba sebesar 500 ribu. Kredit yang

disalurkan oleh Gapoktan memiliki bunga 1,2 persen dari jumlah domba yang

disalurkan kepada petani.

Pemberian hewan ternak sebagai bantuan program PUAP diakibatkan

adanya interfensi dari pemerintah daerah dimana wakil Bupati Labuhan Batu H.

Sudarwanto menyatakan bahwa kebutuhan daging untuk Kabupaten Labuhan

Batu hanya terpenuhi sebesar 30 persen dari kebutuhan dan masih memiliki

kekurangan pasokan sebanyak 70 persen. Kekurangan sebanyak 70 persen ini

11

diperoleh dari daerah lain diluar daerah Labuhan Batu. Dengan melihat

kekurangan ini pemerintah daerah membuat suatu program bahwa dimana

pasokan yang sebanyak 70 persen dari luar dapat dipenuhi dari daerah sendiri.

Program ini dinyatakan wakil Bupati pada saat penyerahan simbolis bantuan

ternak pada masyarakat di Kabupaten Labuhan Batu. Walau demikian program

tersebut tidak merupakan salah satu syarat yang harus dilakukan oleh setiap Desa

karena setiap Desa tidak memiliki kriteria yang cocok untuk dilakukan

pengembangan peternakan khususnya ternak ruminansia kecil dan besar.

Desa Hasang sebagai salah satu daerah penghasil perkebunan di

Kecamatan Kualuh Selatan Kabupaten Labuhan Batu, mempunyai peluang yang

cukup baik untuk terus dikembangkan. Dengan melihat kondisi perkebunan yang

sangat luas maka Desa Hasang merupakan tempat yang baik untuk pengembangan

peternakan khususnya ruminansia kecil seperti domba karena jumlah pakan yang

hijauan yang melimpah. Sesuai dengan program PUAP yang sedang berjalan di

Desa Hasang, bentuk bantuan permodalan dalam meningkatkan pendapatan petani

Gapoktan Satahi Desa Hasang membuat suatu kesepakatan bahwa penyaluran

dana PUAP tersebut dilakukan dengan memberikan hewan ternak domba sesuai

dengan program yang dilakukan pemerintah daerah. Selain dari kesepakatan dari

musyawarah Gapoktan Desa Hasang pemilihan domba sebagai bentuk bantuan

dikarenakan adanya pengalaman sebelumnya yang merupakan bantuan akan tetapi

bantuan tersebut tidak berjalan dengan sebagai mana mestinya karena bantuan

tersebut tidak digunakan dalam keprluan usahatani melainkan untuk kebutuhan

konsumsi rumah tangga.

Penyaluran ternak domba yang diberikan kepada petani di Desa Hasang ini

sudah berjalan selama 1,1 tahun akan tetapi selama kurun waktu tersebut belum

pernah dilakukannya evaluasi mengenai dampak dari program PUAP. Evaluasi

yang dimaksud adalah ingin melihat apakah program PUAP tersebut memiliki

dampak yang signifikan terhadap pendapatan petani atau tidak. Sesuai dengan

tujuan program PUAP bahwa program ini bertujuan untuk memberdayakan

kelembagaan petani dan ekonomi pedesaan untuk pengembangan kegiatan

agribisnis. Untuk mewujudkan tujuan ini Gapoktan harus mampu sebagai

mediator untuk dapat mengupah pola pikir petani untuk bergerak dalam

12

pengembangan agribisnis pedesaan guna menunjang kesejahteraan petani. Dalam

hal ini apabila perubahan pola pikir petani telah terbentuk khususnya karakter,

dimana tadinya petani melihat bantuan untuk usahatani konsumsi keluarga

berubah menjadi melihat bantuan tersebut merupakan peluang dalam

pengembangan agribisnis akan dapat menunjang kesejahteraan petani.

Gapoktan Desa Hasang ini memiliki jumlah anggota sebanyak 228

anggota dengan jumlah 8 kelompok tani. Dari jumlah anggota sebanyak 228 yang

mendapat dana PUAP sebanyak 53 orang. Dilihat dari jumlah anggota, dana

PUAP tersebut belum menyebar secara merata, hal ini diakibatkan jumlah

pengajuan Rencana Usaha Anggota (RUA) ditiap kelompok tani untuk tahap

pertama hanya 53 anggota dengan total bantuan dana 100 juta. Sesuai

wawancara di lapangan sedikitnya anggota yang mengajukan pinjaman dana

PUAP diakibatkan adanya ketidakmampuan petani dalam mengambil kredit

diakibatkan banyaknya pengeluaran keluarga petani. Selain pengeluaran di

tingkat petani, ada juga petani yang masih merasa tidak mampu melakukan

budidaya domba karena pekerjaan yang sangat padat, sehingga tidak berani

mengambil kredit PUAP tersebut. Melihat pendapat langsung dari petani yang

tidak mengambil dana PUAP pada dasarnya petani tidak mengambil dana PUAP

tersebut diakibatkan belum terbentuknya pola pikir untuk melakukan suatu

pengembangan bisnis yang dapat meningkatkan pendapatan yang dapat mengatasi

pengeluaran keluarga yang basar. Dari 53 petani yang mengambil dana PUAP

tersebut beranggapan bahwa bantuan tersebut sangat baik untuk dikembangkan

dalam menunjang kesejahteraan dan peningkatan pendapatan.

Berdasarkan hal tersebut menarik untuk diteliti apakah program PUAP di

Desa Hasang telah mampu mewujudkan tujuan dari program PUAP tersebut.

Rumusan masalah yang dikaji dalam penelitian ini, yaitu :

1. Bagaimana karakteristik anggota Gapoktan yang mendapat dana PUAP

di Desa Hasang, Kecamatan Kualuh Selatan, Kabupaten Labuhan Batu

Utara, Sumatera Utara?

2. Bagaimana dampak program PUAP dalam bentuk bantuan domba

terhadap pendapatan petani yang mengambil PUAP di Desa Hasang,

13

Kecamatan Kualuh Selatan, Kabupaten Labuhan Batu Utara, Sumatera

Utara?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah tersebut, maka tujuan yang ingin dicapai

dalam penelitian ini adalah:

1. Menganalisis karakteristik anggota Gapoktan yang mendapat dana PUAP

di Desa Hasang, Kecamatan Kualuh Selatan, Kabupaten Labuhan Batu

Utara, Sumatera Utara.

2. Menganalisis dampak program PUAP terhadap pendapatan anggota

kelompok tani yang mengambil PUAP di Desa Hasang, Kecamatan

Kualuh Selatan, Kabupaten Labuhan Batu Utara, Sumatera Utara.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi semua

pihak yang terkait dengan program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan

Desa Hasang, antara lain:

1. Bagi Gapoktan Desa Hasang Kecamatan Kualuh Selatan diharapkan dapat

bermanfaat untuk melihat dampak PUAP terhadap petani yang mendapat

bantuan PUAP.

2. Bagi mahasiswa, diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan pustaka dan

referensi untuk penelitian yang akan dilakukan.

3. Bagi penulis, yaitu dapat menerapkan disiplin ilmu yang diperoleh saat

kuliah, mengaplikasikan teori, berfikir kristis dan sistematis.

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Gambaran Umum Bentuk Bantuan Modal pada Pertanian

Bentuk program bantuan penguatan modal yang diperuntukkan bagi petani

pertama kali diperkenalkan pada Tahun 1964 dengan nama Bimbingan Masal

(BIMAS). Tujuan dibentuknya program tersebut adalah untuk meningkatkan

produksi, meningkatkan penggunaan teknologi baru dalam usahatani dan

peningkatan produksi pangan secara nasional. Dalam perjalanannya, program

BIMAS dan kelembagaan kredit petani mengalami banyak perubahan dan

modifikasi yang disesuaikan dengan perkembangan teknologi dan kebijakan

(Hasan, 1979 dalam Lubis 2005).

Pada Tahun 1985, kredit BIMAS dihentikan dan diganti dengan Kredit

Usaha Tani (KUT) sebagai penyempurnaan dari sistem kredit massal BIMAS,

dimana pola penyaluran yang digunakan pada saat itu adalah melalui KUD.

Sejalan dengan perkembangannya, ternyata pola yang demikian banyak menemui

kesulitan, utamanya dalam penyaluran kredit. Hal ini disebabkan karena tingkat

tunggakan pada musim tanam sebelumnya sangat tinggi. Namun dalam

kenyataannya, banyak kelompok tani yang berada dalam wilayah KUD yang tidak

menerima dana KUT, padahal mereka yang berada di wilayah KUD tersebut

justru memiliki kemampuan yang baik dalam pengembalian kredit.

Untuk mengatasi hal tersebut, Tahun 1995 pemerintah mencanangkan

skim kredit KUT pola khusus. Pada pola ini, kelompok tani langsung menerima

dana dari Bank pelaksana. Berbeda dari pola sebelumnya (pola umum) dimana

kelompok tani menerima kredit dari KUD. Sepanjang perkembangannya, timbul

masalah lain dalam penyaluran KUT yaitu terjadi tunggakan yang besar di

sebagian daerah yang menerima dana program tersebut. Beberapa penyebab

besarnya tunggakan tersebut antara lain karena rendahnya harga gabah yang

diterima petani, faktor bencana alam, dan penyimpangan yang terjadi dalam

proses penyaluran serta pemanfaatan dana tersebut. Salah satu contohnya adalah

sebagian petani mengalihkan dana KUT dari yang tadinya untuk keperluan

usahatani, kemudian digunakan untuk keperluan konsumsi rumah tangga.

15

Selanjutnya perkembangan bentuk program bantuan penguatan modal dari

pemerintah lainnya adalah kredit ketahanan pangan (KKP). Program KKP

diperkenalkan oleh pemerintah pada Oktober 2000 sebagai pengganti KUT.

Program KKP merupakan bentuk fasilitasi modal untuk usahatani tanaman

pangan (padi dan palawija), tebu, peternakan, perikanan dan pengadaan pangan.

Tujuannya adalah untuk meningkatkan ketahanan pangan nasional dan

pendapatan petani (Lubis, 2005).

Skim program ini pengaturannya melalui Bank pelaksana yang disalurkan

melalui koperasi dan atau kelompok tani. Selanjutnya oleh kedua lembaga

tersebut dana tersebut disalurkan kepada anggotanya. Pengajuan untuk

memperoleh dana tersebut dilakukan melalui RDKK (Rencana Definitif

Kebutuhan Kelompok). Pada dasarnya program yang diberikan kepada petani

sangat membantu dalam mempermudah pengambilan kredit. Peran kredit yang

strategis dalam pembangunan pertanian dan perdesaan telah mendorong

pemerintah untuk menjadikannya sebagai instrumen kebijakan penting dalam

pembangunan perekonomian. Menurut (Nasution, 1990), pemerintah sebenarnya

telah memberikan subsidi pada beberapa hal, antara lain subsidi terhadap tingkat

suku bunga, subsidi terhadap risiko kegagalan kredit, serta subsidi kepada biaya

administrasi dalam penyaluran, pelayanan dan penarikan kredit.

Tahun 2002, pemerintah melalui Departemen Pertanian mengeluarkan

kebijakan baru dalam upaya untuk memberdayakan masyarakat dalam berusaha

berupa program fasilitasi Bantuan Langsung Masyarakat (BLM). Program BLM

ini diarahkan untuk pemberdayaan masyarakat yang mencakup bantuan modal

untuk pengembangan kegiatan sosial ekonomi produktif, bantuan sarana dan

prasarana dasar yang mendukung kegiatan sosial ekonomi, bantuan

pengembangan sumberdaya manusia untuk mendukung penguatan kegiatan sosial

ekonomi, bantuan penguatan kelembagaan untuk mendukung pengembangan

proses hasil-hasil kegiatan sosial ekonomi secara berkelanjutan melalui penguatan

kelompok masyarakat dan unit pengelola keuangan, dan bantuan pengembangan

sistem pelaporan untuk mendukung pelestarian hasil-hasil kegiatan sosial

ekonomi produktif (Sumodiningrat, 1990 dalam Kasmadi, 2005).

16

Seiring dengan perkembangan dan perubahan kepemimpinan di

pemerintahan, maka kebijakan penguatan modal di bidang pertanian pun berubah

untuk lebih baik. Tahun 2008, pemerintah melalui Departemen Pertanian RI

mencanangkan program baru yang diberi nama Pengembangan Usaha Agribisnis

Perdesaan (PUAP). PUAP merupakan bagian dari pelaksanaan program PNPM-

Mandiri melalui bantuan modal usaha dalam menumbuhkembangkan usaha

agribisnis sesuai dengan potensi pertanian desa sasaran. Program Nasional

Pemberdayaan Masyarakat Mandiri adalah program pemberdayaan masyarakat

yang ditujukan untuk mengurangi kemiskinan dan meningkatkan kesempatan

kerja. Jadi dapat dikatakan bahwa PUAP merupakan bagian yang tidak

terpisahkan dari Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri.

Kebijakan Departemen Pertanian dalam pemberdayaan masyarakat

diwujudkan dengan penerapan pola bentuk fasilitasi bantuan penguatan modal

usaha untuk petani anggota, baik petani pemilik, petani penggarap, buruh tani

maupun rumah tangga tani. Operasional penyaluran dana PUAP dilakukan dengan

memberikan kewenangan kepada Gapoktan sebagai pelaksana PUAP dalam hal

penyaluran dana penguatan modal kepada anggota. Agar mencapai hasil yang

maksimal dalam pelaksanaan PUAP, Gapoktan didampingi oleh tenaga penyuluh

pendamping dan penyelia mitra tani. Gapoktan PUAP diharapkan dapat menjadi

kelembagaan ekonomi yang dimiliki dan dikelola oleh petani (Deptan, 2008).

2.1.1 Tujuan PUAP

Tujuan utama Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan PUAP

berdasarkan pedoman umum PUAP adalah untuk1 :

1. Mengurangi kemiskinan dan pengangguran melalui penumbuhan dan

pengembangan kegiatan usaha agribisnis di perdesaan sesuai dengan potensi

wilayah.

2. Meningkatkan kemampuan pelaku usaha agribisnis, Pengurus Gapoktan,

Penyuluh dan Penyelia Mitra Tani.

3. Memberdayakan kelembagaan petani dan ekonomi perdesaan untuk

pengembangan kegiatan usaha agribisnis.

1 Kebijakan Teknis Program Kebijakan PUAP, Deptan, 2008

17

4. Meningkatkan fungsi kelembagaan ekonomi petani menjadi jejaring atau mitra

lembaga keuangan dalam rangka akses ke permodalan.

2.1.2 Sasaran Program PUAP

Adapun sasaran yang diharapkan dari program PUAP ini adalah :

a. Berkembangnya usaha agribisnis di 10.000 desa miskin atau tertinggal sesuai

dengan potensi pertanian desa.

b. Berkembangnya 10.000 Gapoktan/Poktan yang dimiliki dan dikelola oleh

petani.

c. Meningkatnya kesejahteraan rumah tangga tani miskin, petani atau peternak

(pemilik dan atau penggarap) skala kecil, buruh tani, dan

d. Berkembangnya usaha pelaku agribisnis yang mempunyai usaha harian,

mingguan maupun musiman.

2.2 Kelembagaan dan Peran Kelembagaan

Menurut Mubyarto (1989), yang dimaksud lembaga adalah organisasi atau

kaedah-kaedah baik formal maupun informal yang mengatur perilaku dan

tindakan anggota masyarakat tertentu baik dalam kegiatan-kegiatan rutin sehari-

hari maupun dalam usahanya untuk mencapai tujuan tertentu.

Sementara Gunadi (1998) dalam Nasution (2002), berpendapat bahwa

kelembagaan mempunyai pengertian sebagai wadah dan sebagai norma. Lembaga

atau institusi adalah seperangkat aturan, prosedur, norma perilaku individual dan

sangat penting artinya bagi pengembangan pertanian. Pada dasarnya kelembagaan

mempunyai dua pengertian yaitu : kelembagaan sebagai suatu aturan main (rule of

the game) dalam interaksi personal dan kelembagaan sebagai suatu organisasi

yang memiliki hierarki (Hayami dan Kikuchi, 1987)2. Kelembagaan sebagai

aturan main diartikan sebagai sekumpulan aturan baik formal maupun informal,

tertulis maupun tidak tertulis mengenai tata hubungan manusia dan lingkungannya

yang menyangkut hak-hak dan perlindungan hak-hak serta tanggung jawabnya.

Kelembagaan sebagai organisasi biasanya merujuk pada lembaga-lembaga formal

seperti departemen dalam pemerintah, koperasi, Bank dan sebagainya.

2 Dalam Baga, dkk.2008. Diktat Kuliah Koperasi dan Kelembagaan Agribisnis.

18

Suatu kelembagaan (instiution) baik sebagai suatu aturan main maupun

sebagai suatu organisasi, dicirikan oleh adanya tiga komponen utama (Pakpahan,

1990 dalam Nasution, 2002) yaitu :

1. Batas kewenangan ( jurisdictional boundary)

Batas kewenangan merupakan batas wilayah kekuasaan atau batas otoritas

yang dimiliki oleh seseorang atau pihak tertentu terhadap sumberdaya, faktor

produksi, barang dan jasa. Dalam suatu organisasi, batas kewenangan menentukan

siapa dan apa yang tercakup dalam organisasi tersebut.

2. Hak Kepemilikan (Property right)

Konsep property right selalu mengandung makna sosial yang berimpiklasi

ekonomi. Konsep property right atau hak kepemilikan muncul dari konsep hak

(right) dan kewajiban (obligation) dari semua masyarakat yang diatur oleh suatu

peraturan yang menjadi pegangan, adat dan tradisi atau consensus yang mengatur

hubungan antar anggota masyarakat. Oleh karena itu, tidak ada seorang pun yang

dapat mengatakan hak milik atau penguasaan apabila tidak ada pengesahan dari

masyarakat sekarang. Pengertian diatas mengandung dua implikasi yakni, hak

seseorang adalah kewajiban orang lain dan hak yang tercermin oleh kepemilikan

(ownership) adalah sumber kekuasaan untuk memperoleh sumberdaya.

3. Aturan Representasi (Rule of representation)

Aturan representasi mengatur siapa yang berhak berpartisipasi dalam

proses pengambilan keputusan. Keputusan apa yang diambil dan apa akibatnya

terhadap performance akan ditentukan oleh kaidah representasi yang digunakan

dalam proses pengambilan keputusan. Dalam proses ini bentuk partisipasi

ditentukan oleh keputusan kebijakan organisasi dalam membagi beban dan

manfaat terhadap anggota dalam organisasi tersebut.

Terkait dengan komunitas perdesaan, maka terdapat beberapa unit-unit

sosial (kelompok, kelembagaan dan organisasi) yang merupakan aset untuk dapat

dikembangkan dalam rangka mencapai tujuan pembangunan. Pengembangan

kelembagaan di tingkat lokal dapat dilakukan dengan sistem jejaring kerjasama

yang setara dan saling menguntungkan.

Menurut Sumarti, dkk (2008), kelembagaan di perdesaan dapat dibagi ke

dalam dua kelompok yaitu : pertama, lembaga formal seperti pemerintah desa,

19

BPD, KUD, dan lain-lain. Kedua, kelembagaan tradisional atau lokal.

Kelembagaan ini merupakan kelembagaan yang tumbuh dari dalam komunitas itu

sendiri yang sering memberikan “asuransi terselubung” bagi kelangsungan hidup

komunitas tersebut. Kelembagaan tersebut biasanya berwujud nilai-nilai,

kebiasaan-kebiasaan dan cara-cara hidup yang telah lama hidup dalam komunitas

seperti kebiasaan tolong-menolong, gotong-royong, simpan pinjam, arisan,

lumbung paceklik dan lain sebagainya. Keberadaan lembaga di perdesaan

memiliki fungsi yang mampu memberikan “energi sosial” yang merupakan

kekuatan internal masyarakat dalam mengatasi masalah-masalah mereka sendiri.

Lembaga di perdesaan bukan hanya memberikan energi sosial pada

masyarakat akan tetapi juga dapat sebagai tempat untuk membangun

perekonomian ditingkat desa. Sesuai dengan terobosan Departemen Pertanian

Republik Indonesia yang membuat suatu kelembagaan ditingkat perdesaan yang

disebut Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan). Gapoktan yang ada ditingkat

perdesaan memiliki bagian yang disebut Kelompok Tani (Poktan). Lembaga ini

bertujuan untuk membuat suatu terobosan agar petani ditingkat perdesaan terbantu

dalam pengembangan desa khususnya pertanian, karena yang tadinya petani

melakukan budidaya pertanian dan pemasaran pertanian secara sendiri, dengan

adanya kelembagaan ini semua kegiatan budidaya maupun pemasaran produk

pertanian dapat dikoordinir secara berkelompok.

2.3 Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan)

Departemen Pertanian (2008) mendefinisikan Gabungan Kelompok Tani

(Gapoktan) sebagai kumpulan beberapa kelompok tani yang bergabung dan

bekerjasama untuk meningkatkan skala ekonomi dan efisiensi usaha. Gapoktan

terdiri atas kelompok tani yang ada dalam wilayah suatu wilayah administrasi

desa atau yang berada dalam satu wilayah aliran irigasi petak pengairan tersier.

Menurut Syahyuti (2007), Gapoktan adalah gabungan dari beberapa

kelompok tani yang melakukan usaha agribisnis di atas prinsip kebersamaan dan

kemitraan sehingga mencapai peningkatan produksi dan pendapatan usahatani

bagi anggotanya dan petani lainnya. Pengembangan Gapoktan dilatarbelakangi

oleh kenyataan kelemahan aksesibilitas petani terhadap berbagai kelembagaan

20

layanan usaha, misalnya lemah terhadap lembaga keuangan, terhadap lembaga

pemasaran, terhadap lembaga penyedia sarana produksi pertanian serta terhadap

sumber informasi. Pada prinsipnya, lembaga Gapoktan diarahkan sebagai sebuah

kelembagaan ekonomi, namun diharapkan juga mampu menjalankan fungsi-

fungsi lainnya serta memiliki peran penting terhadap pertanian.

2.4 Kelompok Tani

Menurut Departemen Pertanian (2008), kelompok tani diartikan sebagai

kumpulan orang-orang tani atau petani yang terdiri dari petani dewasa (pria atau

wanita) maupun petani taruna (pemuda atau pemudi), yang terikat secara informal

dalam suatu wilayah kelompok atas dasar keserasian dan kebutuhan bersama,

kesamaan kepentingan, kesamaan kondisi lingkungan (sosial, ekonomi, sumber

daya) dan keakraban untuk meningkatkan dan mengembangkan usaha anggota.

Gapoktan yang berada di desa merupakan wadah bagi Departemen

Pertanian untuk meningkatkan kesejahteraan petani. Dalam pengembangannya,

Gapoktan selama ini petani banyak mendapatkan subsidi dari pemerintah seperti

bibit, benih, dan yang saat ini yang diberikan pemerintah adalah Program

Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP). PUAP yang diberikan ini

adalah bantuan pendanaan kepada petani agar petani terbantu dalam melakukan

usahataninya. Dana yang diberikan ini berupa kredit pertanian, dimana dana

tersebut diberikan kepada petani dengan syarat yang mudah seperti bunga yang

rendah, kredit tanpa agunan dan sebagainya yang selama ini mempersulit petani.

2.5 Pengertian Kredit

Kata kredit berasal dari bahasa latin “credere” yang artinya percaya, maka

dalam arti luas kredit diartikan kepercayaan. Maksud dari percaya bagi si pemberi

kredit adalah percaya kepada si penerima kredit merupakan penerimaan

kepercayaan yang mempunyai kewajiban untuk membayar sesuai jangka waktu.

Menurut Undang-Undang Perbankan No.7 Tahun 1992 tentang pokok-

pokok perbankan, kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat

dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam

meminjam antara pihak bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam

21

melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan

atau pembagian hasil keuntungan. Berdasarkan Undang-Undang No. 10 tahun

1998 yang merupakan perubahan dari Undang-Undang No.7 Tahun 1992, kredit

adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu,

berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan

pihak lain yang mewajibkan pihak meminjam melunasi hutangnya setelah jangka

waktu tertentu dengan pemberian bunga. Maksud pemberian atau pengambilan

kredit pada umumnya bertujuan agar penggunaan faktor-faktor produksi dapat

dilakukan lebih intensif, sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan

produktivitas dan pendapatan.

Kredit sangat dibutuhkan dalam rangka pelaksanaan pembangunan

ekonomi. Pembangunan ekonomi mempunyai tiga komponen penting, yaitu

pertumbuhan, perubahan struktur ekonomi dan pengurangan jumlah kemiskinan.

Pertumbuhan ekonomi ditunjukkan oleh adanya peningkatan produksi (output).

Peningkatan produksi hanya dapat dicapai dengan cara menambah jumlah input

atau dengan cara menerapkan teknologi baru. Penambahan input maupun

penggunaan teknologi baru akan selalu diikuti dengan penambahan modal.

Dengan kata lain, pelaksanaan pembangunan berarti pula peningkatan penggunaan

modal.

Modal yang digunakan bersumber dari modal sendiri atau dari modal

pinjaman (kredit). Namun, mengingat modal sendiri umumnya relatif sedikit,

maka kebutuhan akan kredit yang tersedia tepat waktu sangat diperlukan.

Berdasarkan kepentingannya jenis kredit dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu

kredit produksi dan kredit konsumsi. Kredit produksi diberikan kepada peminjam

untuk membiayai kegiatan usahanya yang bersifat produktif. Sedangkan kredit

konsumsi diberikan kepada peminjam yang kekurangan dana membiayai

konsumsi keluarga.

Menurut Suyatno (2006), dalam transaksi kredit terdapat unsur-unsur

kredit, yaitu:

1. Kepercayaan

Merupakan keyakinan dari pihak pemberi kredit bahwa prestasi yang

diberikan baik dalam bentuk uang, barang atau jasa akan benar-benar

22

diterimanya kembali dalam jangka waktu tertentu pada masa yang akan

datang. Kepercayaan ini timbul karena sebelumnya pihak pemberi kredit

telah melakukan penyelidikan dan analisa terhadap kemampuan dan kemauan

calon nasabah dalam membayar kembali kredit yang akan disalurkan.

2. Suatu masa yang akan memisahkan antara pemberi prestasi dengan

kontraprestasi yang akan diterima pada masa yang akan datang. Dalam unsur

waktu ini terkandung pengertian nilai uang, yaitu uang yang ada sekarang

lebih tinggi nilainya dari uang yang akan diterimanya kembali pada masa

yang akan datang.

3. Degree of Risk

Suatu tingkat risiko yang akan dihadapi sebagai akibat dari jangka waktu

yang memisahkan antara pemberi prestasi dengan kontraprestasi yang akan

diterimanya pada masa yang akan datang. Semakin lama jangka panjang

waktu kredit yang diberikan semakin tinggi resiko yang dihadapinya, karena

dalam waktu tersebut terdapat juga unsur ketidakpastian yang tidak

diperhitungkan. Keadaan inilah yang menyebabkan timbulnya unsur resiko.

Oleh karena itu, dalam pemberian kredit timbul adanya jaminan.

4. Prestasi atau Objek Kredit

Pemberian kredit tidak saja diberikan dalam bentuk uang, tetapi juga dapat

diberikan dalam bentuk barang dan jasa, namun dapat dinilai dengan bentuk

uang. Dalam prakteknya transaksi kredit pada umumnya adalah menyangkut

uang.

2.6 Penelitian Terdahulu

Sejak pemerintahan dijaman orde baru telah meluncurkan kredit program

yang diawali dengan kredit Bimas guna mendukung ketersediaan modal petani.

Dari waktu ke waktu model program kredit pertanian ini telah mengalami

perubahan, baik yang terkait dengan prosedur penyaluran, besaran dan bentuk

kredit, bunga kredit maupun tenggang waktu pengembalian. Pemerintah juga

memberikan bantuan modal dalam bentuk Bantuan Langsung Masyarakat (BLM)

atau dana bergulir, maupun subsidi bunga. Bantuan yang selama ini sudah

berjalan adalah; (1) Bentuk Bantuan Langsung Masyarakat (BLM); (2) Bantuan

23

Pinjaman Langsung Masyarakat (BPLM); (3) Kredit Ketahanan Pangan (KKP);

(4) Dana Penguatan Modal Lembaga Usaha Ekonomi Perdesaan (DPM-LUEP);

(5) Kredit Kepada Koperasi Primer untuk Anggota (KKPA). Dari program

pemerintah tersebut telah dikaji dalam penelitian terdahulu yang telah diteliti oleh

oleh masing-masing yaitu; (1) Kasmadi (2005); (2) Filtra (2007);(3) Lubis

(2005); (4) Sume (2008); (5) Perdana (2007).

Dalam penelitian terdahulu terdapat beberapa alat analisis yang digunakan

dalam mengukur keberhasilan program bantuan permodalan petani yaitu ; (1)uji t;

(2) uji regresi logistik; (3) analisis pendapatan usaha tani. Untuk uji t terdapat

pada penelitian kasmadi (2005) yang dilakukan untuk mengukur keberhasilan

dampak BLM terhadap kemandirian petani ternak di kelompok tani ternak Desa

Tambun Jaya dan Tambun Raya Kecamatan Barasang. Uji t yang digunakan

berfungsi untuk melihat apakah apakah ada perbedaan pendapatan setelah adanya

pemeberian bantuan modal tersebut. Dari hasil uji t menunjukkan bahwa BLM

yang diberikan kepada kelompok tani sangat bermanfaat dan berpengaruh

signifikan terhadap pendapatan petani.

Untuk uji regresi logistik terdapat pada penelitian yang dilakukan oleh

Filtra (2007). Uji regresi logistik yang digunakan berfungsi untuk melihat apakah

ada pengaruh dari pinjaman kredit pemerintah terhadap pertambahan pendapatan

petani. Dari hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa program BPLM di

Kabupaten Agam di nilai berhasil sehingga layak uuntuk dilanjutkan. Kemudian

untuk alat analisis pendapatan usahatani terdapat pada penelitian Lubis (2005),

Sume (2008), Perdana (2007). Analisis pendapatan usahatani ini dipakai peneliti

untuk melihat bahwa dengan adanya bantuan permodalan berupa kredit yang

diberikan kepada petani akan mengakibatkan petambahan pendapatan, kemudahan

dalam mendapatkan saprodi, pasar dan yang lainnya. Dari ketiga peneliti tersebut

menunjukkan bahwa dengan adanya bantuan modal tersebut petani terbantu dalam

pengadaan saprodi seperti bibit, pestisida, alat dan mesin pertanian serta aspek

pasar yang baik. Dengan terbantunya petani dalam pengadaan saprodi dan

pemasaran maka mengakibatkan pertambahan pendapatan yang baik dari sebelum

adanya program bantuan tersebut.

24

Dari penelitian terdahulu tersebut memiliki persamaan dan perbedaan

dengan penelitian yang akan dilakukan. Penelitian ini membahas tentang

Dampak Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan terhadap

pendapatan petani di Desa Hasang Kualuh Selatan Kabupaten Labuhan Batu

Utara, Sumatera Utara. Selain itu penelitian ini akan dilakukan di kelembagaan

yang di tunjuk oleh Departemen Pertanian yang dikhususkan untuk petani yang

memiliki ekonomi lemah yaitu Gapoktan. Alat analisis yang digunakan yaitu

dengan menggunakan analisis usahatani, dimana analisis ini ingin melihat

bagaimana dampak PUAP terhadap pendapatan petani penerima PUAP pada awal

dan setelah berjalannya program PUAP.

III KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis

Pembiayaan dalam dunia usaha sangat dibutuhkan dalam mendukung

keberlangsungan suatu usaha yang dijalankan. Dari suatu usaha yang

memerlukan pembiayaan adalah usaha dibidang agribisnis pertanian. Saat ini

pembiayaan agribisnis merupakan salah satu langkah dalam mendukung kemajuan

petani dalam menjalankan usahataninya hingga proses pasca panen. Pada

dasarnya perkembangan suatu usaha dipengaruhi oleh ketersediaan modal. Secara

garis besar terdapat dua jenis modal (Tarigan, 2006), yaitu:

1. Modal sendiri, yaitu modal yang dimiliki secara pribadi yang dapat digunakan

untuk mengembangkan usahanya.

2. Modal dari luar (kredit), yaitu modal yang berasal dari pihak lain yang dapat

digunakan untuk mengembangkan suatu usaha. Untuk memperoleh modal

ini, seluruh prosedur yang ada harus dapat dipenuhi oleh calon debitur.

Modal sendiri, umumnya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan suatu usaha.

Oleh karena itu, ketersediaan modal dari pihak luar atau kredit sangat diperlukan.

Sumber modal yang berasal dari luar dapat berasal dari sumber formal maupun

non formal.

Kredit menurut kegunaannya dapat terbagi menjadi dua yaitu, kredit

konsumtif dan kredit produktif. Kredit konsumtif merupakan sejumlah pinjaman

yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, sedangkan kredit

produktif merupakan pinjaman yang digunakan dalam satu kegiatan produksi

atau melakukan suatu usaha. Kebutuhan akan kredit juga menjadi sesuatu yang

tidak asing lagi bagi masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, pemerintah dalam

usahanya meningkatkan sektor usaha pertanian, telah melaksanakan dan

mengeluarkan beberapa kebijakan dibidang pembiayaan disektor pertanian.

Kebijakan dimulai dengan adanya kredit berupa Kredit Usaha Tani (KUT),

Bimbingan Massal (Bimas), Kredit Kepada Koperasi (Kkop) dan sebagainya

sampai dengan saat ini dengan konsep pembiayaan yang disalurkan kepada

Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) yaitu Pengembangan Usaha Agribisnis

Pedesaan (PUAP).

26

Menurut Ashari (2009) kredit program memiliki posisi strategis dalam

konteks pembangunan ekonomi makro serta dalam peningkatan pendapatan

masyarakat petani. Hal ini terkait dengan sumber dana kredit program yang

berasal dari APBN yang notabene merupakan dana publik. Dengan demikian

setiap rupiah dari penggunaan dana APBN seharusnya dapat dimanfaatkan secara

efektif dan efisien untuk dialokasikan untuk mendanai suatu kegiatan (kredit

program) yang tentunya akan mengurangi porsi anggaran untuk penggunaan

lainnya. Walau demikian adanya pada dasarnya dalam merealisasikan kredit

disektor pertanian pemerintah telah memberikan subsidi pada berbagai hal yaitu

(1) subsidi terhadap bunga kredit (2) subsidi terhadap resiko kredit (3) subsidi

untuk biaya administrasi, penyaluran serta penarikan kredit.

3.1.1 Evaluasi Program PUAP

Evaluasi pelaksanaan program PUAP dilakukan untuk mengetahui apakah

pelaksanaan program tersebut telah sesuai atau berhasil berdasarkan indikator-

indikator yang ada. Keberhasilan program PUAP akan memberikan dampak

berupa manfaat yang optimal dan oleh karena itu evaluasi pelaksanaan program

ini sangat diperlukan untuk menilai indikator-indikator keberhasilan PUAP antara

lain1:

1. Indikator keberhasilan output meliputi :

a. Tersalurkannya BLM – PUAP kepada petani, buruh tani dan rumah tangga

tani miskin dalam melakukan usaha produktif pertanian; dan

b. Terlaksananya fasilitasi penguatan kapasitas dan kemampuan sumber

daya manusia pengelola Gapoktan, Penyuluh Pendamping dan Penyelia

Mitra Tani.

2. Indikator keberhasilan outcome meliputi :

a. Meningkatnya kemampuan Gapoktan dalam memfasilitasi dan mengelola

bantuan modal usaha untuk petani anggota baik pemilik, petani penggarap,

buruh tani maupun rumah tangga tani.

b. Meningkatnya jumlah petani, buruh tani dan rumah tangga tani yang

mendapatkan bantuan modal usaha.

1 Deptan.2008. Pedoman Teknis PUAP.

27

c. Meningkatnya aktivitas kegiatan agribisnis (budidaya dan hilir) di

perdesaan; dan

d. Meningkatnya pendapatan petani (pemilik dan atau penggarap), buruh tani

dan rumah tangga tani dalam berusaha tani sesuai dengan potensi

daerah.

3. Indikator benefit dan Impact antara lain:

a. Berkembangnya usaha agribisnis dan usaha ekonomi rumah tangga tani di

lokasi desa PUAP.

b. Berfungsinya Gapoktan sebagai lembaga ekonomi yang dimiliki dan

dikelola oleh petani.

c. Berkurangnya jumlah petani miskin dan pengangguran di perdesaan.

Berdasarkan indikator-indikator tersebut, maka untuk menilai keberhasilan

program PUAP, akan digunakan salah satu indikator yang dianggap bisa mewakili

keberhasilan program tersebut. Indikator yang dimaksud adalah menilai tingkat

pendapatan. Pemilihan indikator ini dengan pertimbangan bahwa pendapatan

merupakan salah satu parameter yang bisa digunakan untuk menilai tingkat

kesejahteraan seseorang. Dalam melakukan indikator untuk mengetahui seberapa

besar pendapatan yang diperoleh petani setelah adanya program PUAP dapat

diukur dengan konsep usahatani. Pendapatan usahatani yang dilihat adalah

pendapatan petani serta efiiansi pelaksanaan usahataninya.

3.2 Konsep Usahatani

Usahatani adalah proses pengorganisasian faktor-faktor produksi yaitu

alam, tenaga kerja, modal dan pengelolaan yang dilakukan oleh perorangan

ataupun sekumpulan orang-orang untuk menghasilkan output yang dapat

memenuhi kebutuhan keluarga ataupun orang lain disamping bermotif mencari

keuntungan (Soeharjo dan Patong, 1973). Organisasi ini ketatalaksanaannya

berdiri sendiri dan sengaja diusahakan oleh seseorang atau sekumpulan orang,

segolongan sosial, baik yang terikat genologis, politis maupun teritorial sebagai

pengelolanya. Berdasarkan batasan tersebut dapata diketahui bahwa usahatani

terdiri atas manusia petani (bersama keluarganya), tanah (bersama dengan fasilitas

yang ada diatasnya seperti bangunan-bangunan, salurang air) dan tanaman

maupun hewan ternak (Soeharjo dan Patong, 1973).

28

Mubyarto (1989) mengemukakan bahwa usahatani merupakan himpunan

dari sumber-sumber alam yang terdapat di tempat itu yang diperlukan untuk

produksi pertanian. Tujuan setiap petani dalam melaksanakan usahataninya

berbeda-beda. Apabila dorongannya untuk memenuhi kebutuhan keluarga baik

melalui atau tanpa peredaran uang, maka usahatani tersebut disebut usahatani

pencukup kebutuhan keluarga (Subsistence Farm). Sedangkan bila motivasi yang

mendorongnya untuk mencari keuntungan, maka usahatani yang demikian disebut

usahatani komersial (Commercial Farm).

Faktor-faktor yang mempengaruhi produki dalam usahatani terdiri dari

faktor internal dan eksternal. Faktor internal antara lain penggunaan input, teknik

bercocok tanam dan teknologi. Sedangkan faktor eksternal seperti cuaca, iklim,

hama dan penyakit. Lebih jelas lagi Hernanto (1989) menyatakan bahwa dalam

usahatani ada empat unsur pokok penting yang mempengaruhi produksi. Faktor-

faktor tersebut sering disebut sebagai faktor-faktor produksi antara lain :

1. Tanah

Tanah dalam usahatani dapat berupa tanah pekarangan, tegalan, sawah dan

sebagainya. Tanah tersebut dapat diperoleh dengan cara membuka lahan sendiri,

membeli, menyewa, bagi hasil (menyakap), pemberian negara, warisan ataupun

wakaf. Penggunaan tanah dapat diusahakan secara monokultur, polikultur maupun

tumpangsari.

2. Tenaga Kerja

Tenaga kerja dalam usahatani adalah tenaga kerja manusia. Tenaga kerja

manusia dibedakan menjadi tenaga kerja pria, wanita dan anak-anak dimana

tenaga kerja tersebut dipengaruhi oleh umur, tingkat pendidikan, keterampilan,

pengalaman, tingkat kesehatan dan faktor alam seperti iklim dan kondisi lahan.

Tenaga kerja ini dapat berasal dari dalam maupun dari luar keluarga. Dalam teknis

perhitungan, dapat digunakan ukuran konversi tenaga kerja dengan cara

membandingkan tenaga kerja pria sebagai ukuran baku, yakni :

1 pria = 1 Hari Kerja Pria (HKP); 1 wanita = 0,8 HKP dan 1 anak = 0,5 HKP.

3. Modal

Modal dalam usahatani digunakan untuk membeli sarana produksi dan

untuk membiayai pengeluaran selama kegiatan usahatani berlangsung. Sumber

29

modal dapat diperoleh dari milik sendiri, pinjaman atau kredit (pinjaman dari

lembaga keuangan formal maupun non formal), hadiah, warisan ataupun dapat

berupa kontrak sewa.

4. Manajemen

Manajemen dalam usahatani merupakan kemampuan petani untuk

menentukan, mengorganisir dan mengkoordinasikan faktor-faktor produksi yang

dikuasai dengan sebaik-baiknya, sehingga mampu menghasilkan produksi

pertanian sebagaimana yang diharapkan. Agar dapat berhasil mengelola suatu

usahatani maka perlu memahami prinsip teknik meliputi: (a) perilaku cabang yang

diputuskan; (b) perkembangan teknologi; (c) daya dukung faktor cara yang

dikuasai. Selain itu, juga perlu memahami prinsip ekonomis antara lain: (a)

penentuan perkembangan harga; (b) kombinasi cabang usaha; (c) tataniaga hasil;

(d) pembiyaan usahatani; (e) pengalokasian modal dan pendapatan serta (f) tolak

ukur keberhasilan yang lazim.

Dengan memahami prinsip teknik usahatani pada dasarnya akan

mempengaruhi komponen biaya, seperti pada perkembangan teknologi sangat

berpengaruh terhadap komponen biaya. Penggunaan teknologi baru maupun

adopsi teknologi dalam kegiatan pertanian akan mempengaruhi biaya usahatani.

Pengaruh ini dianalisis dari biaya yang dikeluarkan maupun penerimaan yang

diperoleh petani dengan analisis pendapatan usahatani.

3.2.1. Pendapatan Usahatani

Pada akhirnya usahatani yang dilakukan akan memperhitungkan biaya-

biaya yang telah dikeluarkan dengan penerimaan yang diperoleh. Selisih antara

biaya yang dikeluarkan dengan penerimaan yang diperoleh tersebut merupakan

pendapatan dari usahatani yang dijalankan. Tujuan utama dari analisis pendapatan

adalah menggambarkan keadaan sekarang suatu kegiatan usaha dan

menggambarkan keadaan yang akan datang dari perencanaan atau tindakan

(Soeharjo dan Patong, 1973). Analisis pendapatan usahatani sangat bermanfaat

bagi petani untuk mengukur tingkat keberhasilan usahanya.

Analisis pendapatan usahatani memerlukan dua keterangan pokok, yaitu

keadaan penerimaan dan keadaan pengeluaran selama jangka waktu tertentu.

Penerimaan merupakan total nilai produk yang dihasilkan yang diperoleh dari

30

hasil perkalian antara jumlah output (produk yang dihasilkan) dengan harga

produk tersebut. Sedangkan pengeluaran atau biaya merupakan semua

pengorbanan sumberdaya ekonomi dalam satuan uang yang diperlukan untuk

menghasilkan suatu output dalam suatu periode produksi.

Penerimaan usahatani dapat berbentuk tiga hal yakni; (1) hasil penjualan

tunai (seperti tanaman pangan, ternak, ikan dan lain sebagainya); (2) produk yang

dikonsumsi keluarga petani; (3) kenaikan nilai inventaris selisih nilai akhir tahun

dengan nilai awal tahun). Sementara itu, pengeluaran usahatani tani meliputi biaya

tetap dan biaya tidak tetap (variabel). Bentuk pengeluaran dalam usahatani berupa

pengeluaran tunai dan pengeluaran yang diperhitungkan. Pengeluaran tunai adalah

pengeluaran yang dibayarkan dengan menggunakan uang, seperti biaya pengadaan

sarana produksi usahatani dan pembayaran upah tenaga kerja. Sedangkan

pengeluaran yang diperhitungkan adalah pengeluaran yang digunakan untuk

menghitung nilai pendapatan kerja petani apabila nilai kerja keluarga

diperhitungkan.

Analisis pendapatan tunai dan pendapatan total produksi usahatani

merupakan bentuk analisis dalam usahatani yang digunakan untuk melihat

keuntungan relatif dari suatu kegiatan cabang usahatani berdasarkan perhitungan

finansial. Dalam analisis ini dilakukan dua pendekatan, yaitu perhitungan

pendapatan atas dasar biaya tunai dan perhitungan atas dasar biaya total (biaya

tunai dan biaya yang diperhitungkan). Soekartawi (1986) menjelaskan beberapa

istilah yang terkait dengan pengukuran pendapatan usahatani antara lain :

1. Pendapatan kotor usahatani adalah ukuran hasil perolehan total sumberdaya

yang digunakan dalam usahatani. Istilah lain untuk pendapatan kotor usahatani

adalah nilai produksi atau penerimaan kotor usahatani.

2. Pendapatan kotor tunai didefinisikan sebagai nilai mata uang yang diterima

dari penjualan produk usahatani. Pendapatan kotor tunai usahatani tidak

mencakup pinjaman uang untuk keperluan usahatani yang berbentuk benda

dan yang dikonsumsi.

3. Pendapatan kotor tidak tunai adalah pendapatan yang bukan dalam bentuk

uang, seperti hasil panen yang dikonsumsi, hasil panen yang digunakan untuk

31

bibit atau makanan ternak, untuk pembayaran, disimpan di gudang, dan

menerima pembayaran dalam bentuk benda.

4. Pengeluaran total usahatani didefinisikan sebagai nilai semua input yang habis

terpakai di dalam produksi, tetapi tidak termasuk tenaga kerja keluarga petani.

Pengeluaran usahatani meliputi pengeluaran tunai dan pengeluaran tidak tunai.

5. Pengeluaran tunai adalah pengeluaran berdasarkan nilai uang. Jadi segala

pengeluaran untuk keperluan kegiatan usahatani yang dibayar dalam bentuk

benda tidak termasuk dalam pengeluaran tunai.

6. Pengeluaran tidak tunai adalah nilai semua input yang digunakan namun tidak

dalam bentuk uang. Misalnya nilai barang dan jasa untuk keperluan usahatani

yang dibayar dengan benda.

7. Pendapatan bersih adalah selisih antara pendapatan kotor usahatani dengan

total pengeluaran usahatani. Pendapatan bersih usahatani mengukur imbalan

yang diperoleh keluarga petani akibat dari penggunaan faktor-faktor produksi.

3.2.2. Imbangan Penerimaan dan Biaya (R/C Rasio)

Soeharjo dan Patong (1973) menyatakan bahwa pendapatan yang besar

bukanlah sebagai petunjuk bahwa usahatani efisien. Ukuran efisiensi pendapatan

usahatani dapat diukur atau dihitung melalui perbandingan penerimaan dengan

biaya yang dikeluarkan (R/C Rasio).

R/C rasio menunjukkan berapa besarnya penerimaan usahatani yang akan

diperoleh petani untuk setiap rupiah biaya yang dikeluarkan dalam kegiatan

usahatani. Apabila usahatani memiliki nilai R/C rasio lebih besar dari satu dapat

dikatakan menguntungkan. Sebaliknya, apabila nilai R/C rasio lebih kecil dari

satu, berarti penerimaan biaya satu satuan akan mengurangi penerimaan sebesar

satu satuan, atau dapat dikatakan bahwa usahatani tersebut belum

menguntungkan. Sedangkan jika kegiatan usahatani memiliki nilai R/C rasio

sama dengan satu, maka kegiatan usahatani tersebut berada pada keuntungan

normal. Artinya setiap satu satuan biaya yang dikeluarkan, maka kegiatan usaha

mampu menghasilkan manfaat bersih sebesar satu satuan atau dapat dikatakan

impas.

32

3.2.3 Sitem Integrasi Ternak Dengan Tanaman

Usaha ternak seperti sapi dan kambing telah banyak berkembang di

Indonesia, akan tetapi petani pada umumnya masih memelihara sebagai usaha

sambilan, dimana tujuan utamanya adalah sebagai tabungan, sehingga manajemen

pemeliharaannya masih dilakukan secara konvensional. Kendala utama yang

dihadapi petani yang belum memadukan usaha ini dengan tanaman adalah tidak

tersedianya pakan secara memadai terutama pada musim kemarau

(Kariyasa,2004). Upaya mengatasi permasalahan tersebut, petani di beberapa

lokasi di Indonesia sejak dulu telah mengembangkan sistem integrasi tanaman

ternak (Crops Livestock System, CLS). Menurut Kariyasa (2004) CLS pada

umumnya telah berkembang di daerah dimana terdapat perbedaan nyata antara

musism hujan dan musim kemarau.

Dalam penelitian ini pemeliharaan domba memakai konsep integrasi

dengan tanaman perkebunan sawit dan karet. Dalam integrasi ini domba

digembala dibawah kebun sawit dan juga karet karena perkebunan di Desa

Hasang ini memiliki hijauan yang sangat baik untuk pakan ternak domba. Dengan

kondisi pakan yang baik untuk domba, maka pemeliharaan domba dapat

berkembangbiak. Selain itu integrasi ini juga sangat bermanfaat bagi tanaman

kebun karena selain ternak domba dapat memberikan pupuk kandang juga dapat

menekan gulma yang menjadi pakan domba, sehingga hal ini dapat dikatakan

integrasi yang baik.

3.3 Kerangka Pemikiran Operasional

Program Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP) merupakan

program terobosan Departemen Pertanian untuk penanggulangan kemiskinan dan

penciptaan lapangan kerja, sekaligus mengurangi kesenjangan pembangunan antar

wilayah pusat dan daerah serta antara subsektor. Keberlanjutan program

Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP) sangat ditentukan pada

keberhasilan pengelolaan dana tersebut oleh kinerja Gapoktan sebagai lembaga

pelaksana yang dipercaya untuk mengelola dana tersebut. Salah satu pendekatan

yang dapat dilakukan untuk melihat keberhasilan PUAP yaitu dengan mengukur

dan menilai dampak dari program PUAP serta peranannya dalam meningkatkan

pendapatan usaha pertanian hingga pada akhirnya mampu mensejahterakan para

33

petani di perdesaan. Pengelolaan dan pencapaian tujuan dari program PUAP

(peningkatan pendapatan usaha) juga dipengaruhi oleh karakteristik Gapoktan

sebagai pelaksana program PUAP.

Pada penelitian ini, evaluasi dilakukan dari sisi dampak program PUAP

serta dampak terhadap kinerja Gapoktan PUAP itu sendiri . Penilaian keberhasilan

program ini didasarkan pada indikator yang ada, salah satunya adalah dengan

melihat tingkat pendapatan petani sebelum dan sesudah adanya program PUAP.

Sementara itu, penilaian kinerja Gapoktan setelah adanya pogram PUAP ini

dinilai dengan melihat kemampuan Gapoktan dalam mengelola dan menyalurkan

dana bantuan PUAP secara efektif. Analisis efektivitas pengelolaan dan

penyaluran dana PUAP melalui pola pinjaman dapat dilihat dari dua sisi, yaitu

pihak Gapoktan sebagai penyalur atau pemberi pinjaman dan dari pihak petani

sebagai peminjam atau pengguna.

Penilaian keefektifan pengelolaan dan penyaluran pinjaman dana PUAP

kepada petani yang didasarkan pada kriteria pihak Gapoktan sebagai pemberi

pinjaman dengan menggunakan beberapa parameter. Parameter yang digunakan

antara lain : target dan realisasi kredit (pinjaman PUAP), jangkauan kredit

(pinjaman PUAP), frekuensi serta banyaknya tunggakan. Sementara kriteria dari

sisi pengguna kredit (petani) diukur dengan menggunakan tolok ukur : persyaratan

awal, prosedur peminjaman.

Secara umum, kerangka pemikiran operasional dalam penelitian ini dapat

dilihat pada Gambar 1. Penelitian ini diawali dari adanya permasalahan pertanian

yaitu : pertama, sebagian besar petani sulit untuk mengadopsi teknologi sederhana

untuk meningkatkan produktivitas hasil pertaniannya, sehingga petani relatif

lambat dalam merespon perubahan yang terjadi di dunia luar. Kedua, aksesibilitas

petani terhadap informasi pertanian terbatas yang berakibat terjadi ketidakadilan

harga yang diterima oleh petani. Ketiga, petani memiliki kendala atas sumberdaya

manusia yang dimiliki, terlihat dari rendahnya pendidikan yang dimiliki petani

dan keterbatasan atas kepemilikan lahan garapan terutama sawah. Keempat, yang

merupakan masalah paling dasar bagi sebagian besar petani adalah masalah

keterbatasan modal yang dimiliki oleh para petani. Kemampuan petani dalam

mengakses sumber-sumber permodalan sangat terbatas karena lembaga keuangan

34

perbankan dan non perbankan menerapkan prinsip 5-C (Character, Collateral,

Capacity, Capital dan Condition) dalam menilai usaha pertanian dimana tidak

semua petani dapat memenuhi semua persyaratan tersebut.

Dalam rangka mengatasi masalah tersebut, pemerintah membuat alternatif

sebagai upaya untuk mengatasi masalah tersebut dengan mencanangkan program

Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP). Bantuan dana PUAP ini

disalurkan melalui Gapoktan sebagai lembaga pelaksana yang dipercaya oleh

Departemen Pertanian. Pelaksanaan program PUAP perlu di evaluasi untuk

menilai apakah ada dampak yang berarti dari pemanfaatan dana bantuan tersebut.

Penilaian dilakukan dengan melihat indikator keberhasilan PUAP, salah satu

indikatornya adalah keberhasilan Gapoktan dalam menyalurkan dana PUAP

kepada anggota kelompok tani secara merata.

35

Permasalahan pertanian

1. Aksebilitas

2. SDM Petani

3. Kemampuan Modal

Tingkat kemiskinan dan

pengangguran di desa

meningkat

Program PUAP

1. Pengentasan kemiskinan

2. Menciptakan lapangan kerja di pedesaan

3. Penguatan Modal Usaha

4. Pemerataan

Disalurkan melalui Gapoktan

dengan kredit PUAP

Pelaksanaan Evaluasi Program PUAP

dilihat dari tingkat pendapatan dengan

metode Usahatani

Awal berjalan program PUAP

Setelah berjalan program PUAP

Evaluasi dan Saran

Perbaikan

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Operasional

IV METODE PENELITIAN

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di gabungan gelompok tani (Gapoktan) Desa

Hasang, Kecamatan Kualuh Selatan, Kabupaten Labuhan Batu, Sumatera Utara.

Pemilihan lokasi ini dilakukan atas dasar pertimbangan bahwa Desa Hasang

merupakan salah satu Desa Penerima PUAP dari 474 desa, dan 107 Kecamatan

dan 19 Kabupaten tingkat Sumatera Utara. Selain itu Desa Hasang ini merupakan

salah satu desa peraih juara tiga Gapoktan tingkat Propinsi Sumatera Utara setelah

adanya Program PUAP di Desa Hasang.

Waktu penelitian dilakukan bulan Desember tahun 2009. Alokasi waktu

yang ditetapkan ini didasarkan pada pertimbangan keterbatasan waktu, dana dan

tenaga. Namun demikian, diharapkan penelitian ini tetap dapat memberikan

gambaran yang baik dan representatif dari program PUAP pada lembaga terkait di

Desa Hasang.

4.2 Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan

sekunder. Data primer diperoleh melalui kuesioner dan wawancara langsung

dengan para responden yaitu petani (anggota Gapoktan) serta kepada pengurus

Gapoktan atau Poktan. Sedangkan data sekunder diperoleh dari instansi terkait

meliputi BPS Pusat, BPS Kabupaten Labuhan Batu , Dinas Pertanian Kabupaten

Labuhan Batu , Badan Penyuluhan pertanian, Kabupaten Labuhan Batu. Selain

itu, data sekunder juga diperoleh dari penelusuran kepustakaan, internet dan

literatur lain yang berhubungan dengan penelitian.

4.3 Metode Pengumpulan Data

Beberapa metode yang digunakan dalam pengumpulan data yakni dengan

metode wawancara langsung terhadap pihak-pihak terkait, penyebaran kuesioner

dan studi literatur. Data primer didapat melalui wawancara langsung dengan

responden dengan harapan agar peneliti memperoleh informasi secara langsung

mengenai karakteristik responden, karakteristik usaha, pendapatan usaha serta

tanggapan respon terhadap program PUAP. Pengumpulan data dengan cara ini

37

akan dibantu menggunakan kuesioner yang berisikan daftar-daftar pertanyaan

yang relevan dengan tujuan penelitian. Penggunaan kuesioner bermanfaat sebagai

pemandu agar pertanyaan-pertanyaan yang diajukan lebih terarah dan sesuai

dengan tujuan penelitian. Teknis penggunaan atau pengisian kuesioner ini dipandu

oleh peneliti.

Data sekunder yang dikumpulkan meliputi perkembangan pelaksanaan

program PUAP, mekanisme proses penyaluran PUAP dan lain sebagainya yang

berhubungan dengan penelitian. Selain itu, juga dikumpulkan data-data penunjang

seperti gambaran umum lembaga di desa dalam hal ini Gapoktan serta potensi

usaha di wilayah penelitian.

4.4 Metode Penentuan Sampel

Jumlah populasi Gapoktan keseluruhan sebanyak 228 orang akan tetapi

yang diambil sebanyak 53 responden. Alasan mengambil jumlah responden

sebanyak 53 orang dikarenakan jumlah anggota yang mendapat bantuan dana

PUAP hanya sebanyak 53 orang. Selain itu alasan lain mengapa mengambil

responden tersebut adalah untuk mengetahui dampak program PUAP di Gapoktan

Desa Hasang.

Metode pengambilan sampel menggunakan dua metode yang berbeda

yaitu metode sensus, dan purposive sampling (sengaja). Metode sensus yang

dilakukan yaitu mendatangi satu persatu petani yang mendapat dana PUAP yaitu

sebanyak 53 orang, metode sensus ini bertujuan mendapatkan data serta informasi

yang jauh lebih akurat. Sedangkan metode purposive yakni memilih ketua

kelompok tani. Pemilihan ketua kelompok tani dengan pertimbangan beberapa

kriteria ; (1) bahwa ketua kelompok tani memiliki informasi yang lebih banyak

seputar implementasi dan alokasi pemanfaatan bantuan PUAP; (2) lebih paham

mengenai permasalahan dan kendala yang dihadapi petani anggota; serta (3) dapat

memberikan informasi pendukung lainnya yang lebih jelas lagi untuk penelitian

ini. Dalam penelitian kelompok tani tersebut juga sudah merupakan tergabung

kedalam 53 anggota yang mendapat dana program PUAP.

38

4.5 Metode Pengolahan dan Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan yaitu analisis deskriptif dan analisis

kuantitatif. Analisis deskriptif bertujuan untuk membuat deskripsi, gambaran

atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat, mengenai fakta-fakta, sifat-sifat,

serta hubungan antara fenomena yang diselidiki. Metode deskriptif ini digunakan

untuk menjelaskan gambaran secara umum tentang PUAP, syarat-syarat

penyaluran kredit serta prosedur yang diterapkan untuk memperoleh kredit yang

dikeluarkan oleh Gapoktan Desa Hasang, Kecamatan Kualuh Selatan Kabupaten

Labuhan Batu.

Analisis data kuantitatif dalam penelitian ini akan digunakan untuk

melihat pengaruh program PUAP terhadap tingkat pendapatan petani.data yang

diperoleh selanjutnya dianalisis dengan melakukan analisis pendapatan usahatani

domba di lokasi penelitian untuk melihat pengaruh nyata dari pelaksanaan

program PUAP tersebut. Data-data yang diperoleh akan diolah dengan

menggunakan software Microsoft Excel 2007.

4.6 Analisis Pendapatan Petani

Dampak program PUAP terhadap pendapatan anggota (petani) Gapoktan

PUAP dapat dilihat dengan membandingkan pendapatan petani sebelum adanya

program PUAP dengan pendapatan setelah adanya program PUAP. Analisis ini

digunakan untuk mengetahui sejauh mana pengaruh dampak program PUAP

terhadap pendapatan usahatani padi di Kecamatan Kualuh Selatan. Analisis

pendapatan usahatani pada kambing dilakukan pada satu periode yaitu satu tahun

setelah adanya program PUAP dengan memberikan hewan ternak.

Pendapatan bersih usahatani adalah selisih antara pendapatan kotor

usahatani dan pengeluaran kotor usahatani tani. Menurut (Soekartawi et al, 1986)

perhitungan pendapatan usahatani dilakukan dengan menggunakan formulasi :

P = TP – (Bt + Btt)

Dimana : P = Pendapatan bersih usahatani (Rp)

TP = Total penerimaan usahatani (Rp)

Bt = Biaya tunai (Rp)

Btt = Biaya tidak tunai (Rp)

39

Penerimaan sering disebut juga dengan pendapatan kotor (gross farm

income), merupakan nilai produk total usahatani dalam periode tertentu, baik yang

dijual maupun yang tidak dijual. Penerimaan diperoleh dari hasil kali antara

jumlah produk yang dihasilkan dengan harga jual produk tersiebut. Sementara itu

pengeluaran total usahatani (total farm expenses) terdiri dari biaya tunai dan biaya

tidak tunai (biaya yang diperhitungkan).

4.7 Analisis R/C Rasio

Suatu usaha dikatakan efisien secara ekonomis dari usaha lain apabila

rasio output terhadap inputnya lebih menguntungkan dari usaha lain. Return and

Cost Ratio (R/C ratio) merupakan perbandingan antara nilai output terhadap nilai

inputnya atau perbandingan antara penerimaan usahatani dengan pengeluaran

usahatani. Rasio pendapatan terhadap biaya merupakan perbandingan antara total

penerimaan yang diperoleh dari setiap satuan uang yang dikeluarkan dalam proses

produksi usahatani. Analisis pendapatan dibagi menjadi dua yakni analisis

pendapatan atas biaya tunai dan analisis pendapatan atas biaya total. Semakin

besar nilai R/C rasio maka semakin menguntungkan usahatani tersebut. Dalam

penelitian ini untuk mengetahui keuntungan dari usahatani kambing

dipergunakan R/C ratio dengan rumus yang digunakan oleh Soeharjo dan Patong

(1973), yaitu :

(Rasio atas biaya total)

(Rasio atas biaya tunai)

BT = Bt + Btt

Dimana : TP = Total penerimaan usahatani (Rp)

BT = Biaya total (Rp)

Bt = Biaya tunai (Rp)

Btt = Biaya tidak tunai (Rp)

BT

TPCR /

Bt

TPCR /

40

4.8 Definisi Operasional

1. Debitur adalah pihak yang menggunakan jasa Gapoktan, pada penelitian ini

debitur yang dimaksud adalah petani pengguna dana PUAP Desa Hasang.

2. Karakteristik petani merupakan salah satu dari prinsip 5 C yang akan dilihat

dalam penelitian ini.

3. Tingkat pendapatan perbulan adalah jumlah pendapatan yang diterima oleh petani

dari hasil karet, sawit dan domba

4. Frekuensi pinjaman atau pengalaman kredit adalah berapa kali peminjaman kredit

yang telah dilakukan petani responden.

5. Lama pendidikan adalah berapa lama pendidikan terakir yang diselesaikan oleh

petani.

6. Gembala adalah pemeberian pakan kepada hewan ternak (domba) dengan cara

tradisional dengan melepas domba ke areal kebun.

7. Material kandang yang dimaksud dalam penelitian ini adalah seperti kayu yang

diambil dari hutan

8. Tenaga kerja dalam keluarga yaitu tenaga kerja yang berasal dari keluarga petani.

9. Penerimaan tunai domba adalah penerimaan yang diperoleh dari usaha tani

domba, dalam penelitian ini di asumsikan penerimaan diperoleh dari penjualan

domba.

10. Penerimaan karet dan sawit adalah penerimaan yang diperoleh dari hasil

penjualan sawit dan karet, dalam penelitian ini karet dan sawit merupakan

penghasilan utama sedangkan domba merupakan usaha sampingan.

11. Harga domba adalah harga domba berdasarkan daerah penelitian yang diperoleh

sebesar 16.000/Kg/ekor.

12. Berat rata-rata domba dalam penelitian ini adalah diasumsikan bahwa dengan

budidaya secara gembala berat rata-rata domba sebesar 30 Kg/ekor.

13. Angsuran pinjaman dalam penelitian ini adalah besarnya bunga beserta pokok

modal kredit yang diberikan kepada petani yang dibayarkan setiap bulannya.

V GAMBARAN UMUM

5.1 Gambaran Umum Wilayah Penelitian

Letak geografis Kabupaten Labuhan Batu berada pada 1026’-2

011’ Lintang

Utara dan antara 91001’-97

007’ Bujur Timur. Kabupaten Labuhan Batu Utara

merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Sumatera Utara yang berbatasan

dengan Propinsi Riau di sebelah Timur, Kabupaten Tapanuli Utara dan Kabupaten

Asahan di sebelah Barat, Kabupaten Tapanuli Selatan di sebelah Selatan dan

Selat Malaka sebelah Utara. Jumlah kecamatan di Kabupaten Labuhan Batu

sebanyak 22 kecamatan serta 215 Desa dan 27 Kelurahan. Kabupaten Labuhan

Batu beribukota di Rantau Prapat dengan luas wilayah 9 223.18 Km2, dimana

luas wilayah yang digunakan untuk kegiatan pertanian khususnya perkebunan

rakyat kelapa sawit seluas 441 136 hektar dan sementara lahan yang digunakan

untuk bangunan perumahan, perkantoran, industri, pendidikan, jalan dan lain-lain

seluas 31.614 hektar.

Berdasarkan angka hasil Sensus Penduduk 2000, penduduk Kabupaten

Labuhan Batu berjumlah 832.450 jiwa dengan kepadatan penduduk sebesar 90,00

jiwa per Km², terdiri dari 414 747 jiwa laki-laki dan 417.703 jiwa perempuan.

Untuk tahun 2007 berdasarkan hasil proyeksi Sensus Penduduk 2000, penduduk

Kabupaten Labuhan Batu sebanyak 1.007.185 jiwa. Jumlah penduduk terbanyak

terdapat di Kecamatan Torgamba yaitu sebanyak 94.752 jiwa dengan kepadatan

penduduk 85 jiwa per Km², sedangkan penduduk paling sedikit berada di

Kecamatan Silangkitang sebanyak 26.724 jiwa dengan kepadatan penduduk

88 jiwa per Km². Kecamatan Rantau Selatan merupakan Kecamatan yang paling

padat penduduknya dengan kepadatan 787 jiwa per Km² dan Kecamatan Aek

Natas merupakan Kecamatan dengan kepadatan penduduk terkecil yaitu sebesar

49 jiwa per Km². Jumlah penduduk Kabupaten Labuhan Batu dengan jenis

kelamin perempuan lebih sedikit dibandingkan penduduk laki-laki. Pada tahun

2007 jumlah penduduk laki-laki sebesar 508.524 jiwa, sedangkan penduduk

perempuan sebanyak 498.661 jiwa dengan rasio jenis kelamin sebesar 101,98

persen.

Penelitian ini dilakukan di Labuhan Batu yang terletak di Kecamatan

Kualuh Selatan. Kecamatan Kualuh Selatan ini memiliki letak Geografis sebelah

42

utara berbatasan dengan Kecamatan Kualuh Hulu, sebelah Timur berbatasan

dengan Kabupaten Tapanuli Utara, sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan

Aek Natas, dan sebelaha Barat berbatasan dengan Kecamatan Kualuh Hilir.

Kecamatan Kualuh Selatan menempati area seluas 344,51Km2 yang terdiri dari

12 desa/ kelurahan definitif. Wilayah Kecamatan Kualuh Selatan di sebelah utara

berbatasan dengan Kecamatan Kualuh Hulu di sebelah timur berbatasan dengan

Kabupaten Tapanuli Utara, di sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Aek

Natas, di sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Kualuh Hilir. Dari 12 Desa

yang terdapat di Kecamatan Kualuh Selatan, yang memiliki wilayah terluas adalah

Siamporik dengan luas 84,60 Km2 dan yang terkecil adalah Gunung Melayu dan

Gunting Saga dengan luas masing-masing 10,00 Km2.

Berdasarkan jumlah penduduk Kecamatan Kualuh Selatan jumlah

penduduk pada tahun 2007 sebanyak 54.751 jiwa yang terdiri dari 27.553 jiwa

laki-laki dan 27.198 jiwa perempuan. Jumlah Penduduk terbanyak terdapat di

Desa Tanjung Pasir yaitu sebanyak 8.503 jiwa, sedangkan yang paling sedikit

berada di Desa Lobu Huala yaitu sebanyak 1.806 jiwa. Sebagian besar penduduk

Kecamatan Kualuh Selatan beragama Islam yaitu sebanyak 76,50 %, sedangkan

yang beragama Kristen Protestan sebanyak 15,25 %, Kristen Katholik sebanyak

8,18 % sedangkan agama Hindu 1,00 %. Banyaknya tenaga kerja di Kecamatan

tahun 2007 sebanyak 47.327 orang, dimana yang bekerja di bidang pertanian

sebanyak 29.336 orang, industri 1.172 orang, PNS/TNI/Polri 637 orang dan

lainnya 16.182 orang. Sebagian besar PNS di Kecamatan Kualuh Selatan

merupakan Guru SD yaitu sebanyak 454 orang. Dilihat dari luasan daerah Desa

Hasang yang mayoritas bermatapencaharian dengan perkebunan sawit dan karet

maka diasumsikan bahwa daerah ini memiliki potensi yang besar untuk

mengembangkan peternakan khususnya ternak ruminansia kecil seperti kambing

dan domba. Untuk lebih lengkapnya dapat dilhat pada Tabel 4.

43

Tabel 4. Luas, Jumlah Penduduk Dan Kepadatan Penduduk Menurut Desa/

Kelurahan Tahun 2007

No Desa/Kelurahan Luas (Km2) Jumlah penduduk

1 Lobu Huala 23,00 1.908

2 Siamporik 84,60 3.268

3 Simangalam 33,50 5.937

4 Gunung Melayu 10,00 4.983

5 Damuli Pekan 20,00 6.684

6 Perkebunan Damuli 25,00 3.749

7 Hasang 20,50 1.896

8 Bandar Lama 42,39 3.339

9 Sidua-dua 13,50 3.149

10 Gunting Saga 10,00 7.541

11 Tanjung Pasir 40,34 8.503

12 Sialang Taji 21,68 3.794

Jumlah 344,51 54.751

Sumber : BPS Kabupaten Labuhan Batu, 2009 (diolah)

Dari Tabel 4 dapat dilihat bahwa luas daerah lokasi penelitian Desa Hasang

merupakan urutan ke delapan terkecil dari dua belas desa di Kecamatan Kualuh

Selatan. Berdasarkan jumlah penduduk Desa Hasang merupakan Desa yang

memiliki jumlah penduduk terkecil dibandingkan dari dua belas desa lainnya yang

berada di kecamatan Kualuh Selatan.

5.2 Desa Hasang

Desa Hasang memiliki luas wilayah sebesar 20,50 Km2. Penggunaan lahan

terbesar adalah untuk perkebunan dengan luas 891,5 ha dan sawah seluas 350 Ha.

Desa Hasang terdiri dari delapan dusun yaitu Dusun satu Hasang, Dusun dua

Hasang, Dusun tiga Hasang, Dusun empat Lubuk Lambung, Dusun lima Aek

Jottihan, Dusun enam Pangujungan, Dusun tujuh Pangujungan dan Dusun delapan

Aek Ronggas. Jumlah penduduk desa sebesar 1.896 jiwa dengan jumlah penduduk

laki-laki sebanyak 946 jiwa dan penduduk perempuan berjumlah 950 jiwa.

44

Sebagian besar penduduk di Desa Hasang memiliki mata pencaharian

sebagai petani (85,63 persen). Data mata pencaharian utama masyarakat di Desa

Hasang dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian Masyarakat Desa

Hasang, Kecamatan Kualuh Selatan Tahun 2007

Jenis Mata Pencaharian Jumlah Penduduk (Jiwa) Persentase (%)

Petani 286 85,63

Buruh 0 0,00

Nelayan 0 0,00

Pedagang 30 8,98

Pegawai Negeri 6 1,88

TNI/Polri 12 3,59

Total 334 100,00

Sumber : BPS Kabupaten Labuhan Batu, 2009 (diolah)

Pada Tabel 5 dapat dilihat bahwa penduduk Desa Hasang merupakan

masyarakat yang bermata pencaharian sebagai petani sebanyak 228 dari jumlah

total 334. Dengan kondisi ini mengindikasikan bahwa Desa Hasang ini

merupakan Desa yang memiliki potensi dalam pengembangan pertanian

khususnya perkebunan. Dari 228 orang tersebut adalah petani yang bergerak

dibidang perkebunan karet dan sawit. Dengan potensi yang baik dalam

pengembangan pertanian maka Desa ini adalah penerima dana PUAP yang

disalurkan kepetani dalam bentuk domba. Pemberian domba tersebut berdsarkan

;potensi hijauan yang sangat besar di perkebunan sawit dan karet sehingga baik

untuk pengembangan domba.

VI HASIL DAN PEMBAHASAN

6.1. Mekanisme Penyaluran PUAP Desa Hasang

Program pengembangan usaha agribisnis pedesaan (PUAP) merupakan

bantuan langsung masyarakat yang diberikan langsung kepada petani melalui

lembaga gabungan kelompok tani (Gapoktan). Dana PUAP yang diberikan

langsung diterima melalui rekening Gapoktan yaitu sebesar 100 juta rupiah

dengan pengawasan oleh dinas peternakan. Dalam penyaluran di lapangan

Gapoktan langsung memberikan dana tersebut kepada petani dengan persyaratan

petani tersebut membuat Rencana Usaha Anggota (RUA). Dalam RUA tersebut

dimana petani merencanakan jumlah dana yang akan diajukan. Dana tersebut

dikonversi kedalam hewan ternak domba. Setelah membuat RUA kemudian RUA

tersebut diajukan kepada ketua kelompok tani yang nantinya dilakukan Rencana

Usaha Kelompok (RUK). Rencana Usaha Kelompok ini merupakan jumlah dana

yang diajukan oleh anggota dalam kelompok tani dimana RUK ini diajukan ke

Gapoktan yang nantinya akan diproses dalam penyusunan Rencana Usaha

Bersama (RUB). Rencana Usaha Bersama ini merupakan perencanaan usaha

yang akan dijalankan oleh Gapoktan Desa Hasang dengan jumlah dana 100 juta

rupiah. Pada Desa Hasang ini dana tersebut habis tersalur kepada petani dengan

jumlah domba 200 ekor dengan harga per ekornya Rp 500.000.

Hewan ternak yang diberikan ke petani tidak langsung diberikan oleh

Gapoktan akan tetapi petani tersebut mencari hewan ternak yang akan dipelihara.

Dalam pencarian hewan ternak tersebut petani didampingi oleh dokter hewan, hal

ini dilakukan untuk mengantisipasi adanya hewan ternak yang terserang penyakit.

Domba yang sudah dipilih oleh petani yang tentunya didampingi dengan surat

sehat dari dokter hewan langsung ditinjau oleh ketua gapoktan yang selanjutnya

domba tersebut dibeli kepada kepada yang menjual domba tersebut dan setelah

itu petani dapat membawa domba tersebut untuk dipelihara. Pada umumnya

sebelum domba dibeli petani harus terlebih dahulu membuat kandang, karena

apabila petani belum memiliki kandang maka Gapoktan tidak akan memberikan

bantuan hewan ternak, sebab di lapangan ketua gapoktan sepakat dengan semua

anggotanya bahwa ternak akan diberikan apabila kandang sudah siap dihuni oleh

hewan ternak domba.

46

6.2. Karakteristik responden di Gapoktan Desa Hasang

Responden dalam penelitian ini adalah anggota kelompok tani Gapoktan

Desa Hasang yang berjumlah 53 orang dan berdomisili di Desa Hasang.

Karakteristik responden yang dilihat dalam penelitian ini adalah jenis kelamin,

umur responden, tingkat pendidikan, pengalaman mengambil kredit, jumlah

tanggungan keluarga, dan pekerjaan.

6.2.1. Jenis kelamin

Berdasarkan hasil wawancara dengan ketua Gapoktan Desa Hasang, dalam

pemberian dana PUAP tidak membedakan laki-laki dan perempuan, oleh karena

itu responden yang mengambil dana PUAP terdiri dari laki-laki dan perempuan.

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, petani yang menjadi responden di

Desa Hasang mayoritas berjenis kelamin laki-laki sebesar 85 persen lebih banyak

dibandingkan dengan responden berjenis perempuan sebesar 15 persen (Tabel 6)

Tabel 6. Jumlah Responden Yang Mengambil Dana Puap Berdasarkan Jenis

Kelamin

Sumber: Data Primer, diolah

Berdasarkan Tabel 6, dapat dilihat bahwa responden Gapoktan Desa

Hasang berjenis kelamin laki-laki berjumlah 46 orang, sedangkan responden

perempuan berjumlah 7 orang. Hal ini dapat dipahami karena adanya norma yang

berlaku di masyarakat bahwa tugas mencari penghasilan lebih dititikberatkan

kepada kaum laki-laki. Oleh karena laki-laki merupakan kepala rumah tangga

yang harus memiliki pekerjaan dan penghasilan tetap setiap bulannya.

6.2.2 Usia Responden

Mulyarto (2009) mengemukakan bahwa dalam dunia perbankan usia

menjadi kriteria lainnya dalam melihat karakter nasabah, dikarenakan apabila usia

Jenis Kelamin Jumlah Responden (orang) Persentase (%)

Laki-laki 46 86,79

Perempuan 7 13,21

Total 53 100,00

47

responden yang mengambil dana kredit terlalu muda dikhawatirkan belum

memiliki pekerjaan yang tetap, atau belum mempunyai pengalaman yang cukup

dalam menjalankan pekerjaan akan mengalami kesulitan dalam melunasi kredit

kepada pihak perbankan. Dalam penelitian pernyataan tersebut tidak sama dengan

perkreditan yang diberikan pemerintah tersebut dalam Program Pengembangan

Usaha Agribisnis. Karena program PUAP merupakan program kredit yang

diberikan langsung kepada petani tanpa syarat yang berat seperti yang diberikan

oleh pihak perbankan. Berdasarkan kriteria usia, petani responden penerima

BLM-PUAP yang berusahatani domba dibagi menjadi tiga kelompok usia, yaitu

kelompok usia lebih kecil 25 sampai 35 tahun, kemudian dari umur 36 tahun

sampai 45 tahun dan dari 46 tahun sampai umur 56 tahun. Sebaran usia petani

responden penerima BLM-PUAP dari masing-masing kelompok usia dapat dilihat

pada Tabel 7.

Tabel 7. Data Jumlah Responden Berdasarkan Tingkat Usia

Golongan Umur (Tahun) Jumlah (Orang) Persentase (%)

25-35 21 39,62

36-45 23 43,40

46-56 9 16,98

Total 53 100,00

Sumber: Data Primer, diolah

Pada Tabel 7 dapat dijelaskan bahwa para responden yang melakukan

kegiatan usahatani padi sebagian besar berada pada usia yang produktif yaitu pada

rentang umur 26 tahun sampai 45 tahun. Kondisi umur produktif ini juga terdapat

dalam penelitian Mulyarto (2009) bahwa rata-rata usia yang mengambil kredit ada

pada kisaran umur produktif. Namun, faktor usia dalam penelitian ini tidak

membatasi para petani untuk melakukan kegiatan usahatani domba, hal ini

terbukti dari jumlah responden yang berusia lanjut dan tergolong bukan usia

produktif masih mengambil kredit PUAP tersebut sebesar 16,98 persen yang

berada pada kisaran usia 46-56 tahun.

48

6.2.3. Tingkat Pendidikan

Selain jenis kelamin dan usia responden, tingkat pendidikan juga

merupakan indikator yang perlu dilihat dari petani. Secara umum perbankan

dalam menyalurkan kreditnya melihat tinggi rendahnya pendidikan seorang

debitur karena perbankan beranggapan bahwa tingginya pendidikan debitur

berbanding lurus dengan kemampuan mengembaliklan kredit karena dengan

asumsi pendapatan jauh lebih tinggi dibandingkan dengan yang berpendidikan

rendah seperti yang telah dinyatakan dalam hasil penelitian Mulyarto.

Dalam penelitian tingkat pendidikan dibagi menjadi beberapa kategori dari

tidak sekolah sampai dengan Sekolah Menengah Atas (SMA). Berdasarkan

penelitian terhadap tingkat pendidikan responden yang dilakukan pada petani di

Gapoktan Desa Hasang (Tabel 8), diketahui bahwa tingkat pendidikan sebagaian

petani penerima program adalah Sekolah Dasar (SD) sebesar 54,71 persen. Petani

yang menyelesaikan pendidikannya hingga Sekolah Menengah Pertama (SMP)

sebesar 16,98 persen, Sekolah Menengah Atas (SMA) sebesar 28,30.

Tabel 8. Sebaran Responden Petani Domba Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Tingkat Pendidikan Jumlah Responden (Orang) Persentase (%)

Tidak sekolah - -

SD 29 54,71

SMP 9 16,98

SMA 15 28,30

Total 53 100,00

Sumber : Data Primer, diolah

Berdasarkan hasil penelitian, petani di Gapoktan Desa Hasang memiliki

tingkat pendidikan yang beragam, akan tetapi mayoritas petani responden

berpendidikan akhir SD, hal ini diakibatkan kondisi ekonomi yang tidak memadai

sehingga pendidikan yang ada pada petani tergolong rendah. Rendahnya tingkat

pendidikan menyebabkan para responden tidak mudah untuk memperoleh

pekerjaan sehingga mereka memilih untuk meneruskan warisan orang tuanya

yakni menjadi petani. Dalam hal ini petani melakukan kegiatan usahatani

49

khususnya karet dan sawit dengan memanfaatkan keterampilan yang diperoleh

langsung dari orang tua merupakan salah satu alternatif yang dapat dilakukan oleh

para petani responden berpendidikan rendah.

6.2.4. Jenis Pekerjaan Responden

Kecamatan Kualuh Selatan merupakan kecamatan yang memiliki luas

perkebunan rakyat yang sangat besar. Tanaman perkebunan rakyat yang

terbanyak adalah karet dengan luas panen 6.905 hektar dan produksi sebanyak

86.303 ton, sedangkan kelapa sawit 5.378 hektar dan produksi sebanyak 5.090

ton, kopi 910 hektar dan produksi sebanyak 2.734 ton dan kakao 19 hektar dan

produksi 8,70 ton (BPS Labuhan Batu (2007). Kondisi daerah yang merupakan

penghasil perkebunan, maka daerah ini sangat baik untuk dilakukan budidaya

hewan ruminansia khususnya domba. Budidaya domba sangat baik untuk

dibudidayakan karena memiliki jumlah hijauan yang sangat melimpah. Dalam

hasil survei dilapang pemeliharaan domba yang dilakukan oleh petani yaitu

dengan melakukan integrasi dengan tanaman karet dan kelapa sawit. Integrasi

yang dilakukan dengan cara gembala domba dibawah perkebunan karet dan sawit,

karena dibawah tanaman karet dan sawit sangat banyak terdapat rumput yang

dapat dimakan oleh domba.

Berdasarkan hasil penelusuran secara langsung di Gapoktan atau desa

wilayah penelitian, diperoleh bahwa seluruh responden penerima BLM-PUAP

memiliki pekerjaan utama sebagai petani Karet dan Sawit. Dalam hasil penelitian

seluruh petani yang mendapat dana program PUAP memiliki mata pencaharian

kebun karet dan sawit.

6.2.5. Pengalaman Mengambil Kredit

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Mulyarto (2009) dihasilkan bahwa

pengalaman dalam mengambil kerdit sangat dibutuhkan oleh perbankan dalam

memberikan Kredit Usaha Rakyat kepada debitur. Dari debitur yang mengajukan

Kredit Usaha Rakyat didapatkan bahwa rata-rata debitur yang mengambil kredit

merupakan debitur yang sebelumnya sudah pernah mengambil kredit. Dalam

penelitian ini ada kesamaan yaitu petani yang mengambil kredit PUAP rata-rata

50

sudah pernah mengambil kredit. Dari hasil survei dilapangan dari 53 petani

responden terdapat 32 petani responden yang sudah pernah mengambil kredit.

Dengan adanya kesamaan ini bukan berarti Gapoktan Desa Hasang dalam

memberikan kredit PUAP sangat memperhatikan pengalaman dalam mengambil

kredit.

Hasil wawancara dengan ketua Gapoktan beserta stafnya bahwa

pengalaman kredit tidak terlalu syarat mutlak atau hal yang sangat penting dalam

pemberian kredit kapada petani karena pada dasarnya Gapoktan memberikan

syarat yang mudah yaitu apabila petani mampu untuk mengembalikan kredit maka

kredit tersebut dapat diajukan. Kenyataan dilapangan petani responden yang

mengambil kredit PUAP adalah petani yang sudah pernah mengambil kredit di

Bank Rakyat Indonesia. Banyaknya petani yang sudah pernah mengambil kredit

sebelum PUAP ternyata memiliki pengaruh yang positif dalam pengambilan

kredit, sebab petani yang mengambil kredit di luar PUAP masih berani dengan

bunga yang jauh lebih besar dibanding PUAP yang hanya menawarkan bunga 1,2

persen.

6.2.6. Jumlah Tanggungan

Tarigan (2006) dalam penelitiannya membuat kriteria pembagian jumlah

tanggungan guna untuk melihat apakah jumlah tanggungan sangat berpengaruh

dalam merealisasikan pengambilan Kredit Umum Pedesaan. Dalam

perealisasiannya responden yang mengambil Kupedes memiliki jumlah

tanggungan 1 sampai dengan 5 tanggungan. Dari hasil penelitian ini didapat

bahwa rata-rata petani responden yang mengambil dana program PUAP adalah

petani yang memiliki jumlah tanggungan lebih kecil dari 5 anak tanggungan yaitu

sebesar 40 petani. Sedangkan petani yang memiliki tanggungan lebih besar dari 5

tanggungan keluarga sebanyak 13 petani. Untuk jumlah tanggungan keluarga

dalam penelitian ini dibagi menjadi dua bagian seperti pada Tabel 9.

51

Tabel 9. Data Jumlah Tanggungan Keluarga Responden

Jumlah Tanggungan Jumlah Responden (orang) Persentase (%)

<5 40 75,47

≥5 13 24,52

Total 53 100,00

Sumber: Data Primer, diolah

Berdasarkan Tabel 9 banyaknya jumlah tanggungan sangat berpengaruh

dalam mengambil kredit sebab apabila jumlah tanggungan keluarga semakin besar

maka petani cenderung enggan untuk mengambil kredit, karena sesuai dengan

wawancara langsung dengan petani bahwa mereka akan merasa kesulitan dalam

mengambil kredit apabila pengeluaran untuk sekolah anak-anaknya sangat tinggi.

Selain itu hasil survei kepada petani yang tidak mengambil kredit program PUAP

banyak menyatakan berbagai alasan kenapa tidak mengambil dana PUAP

tersebut, salah satu alasannya adalah tidak sanggupnya petani untuk

mengembalikan kredit tersebut akibat dari jumlah tanggungan anak yang

bersekolah membutuhkan biaya yang cukup tinggi.

6.2.7. Status Kepemilikan dan Luas Lahan

Lahan perkebunan yang dimiliki oleh seluruh petani responden penerima

BLM-PUAP merupakan lahan milik pribadi. Dari hasil wawancara melalui

penyebaran kuisioner, tidak ada satu pun petani responden yang status lahannya

adalah lahan sewa. Lahan perkebunan yang dimiliki petani rata-rata merupakan

suatu warisan yang diberikan oleh orang tua terdahulu para petani pengambil dana

Program PUAP. Selengkapnya mengenai status lahan dan luasan lahan yang

dimiliki oleh petani responden dapat dilihat pada Tabel 10.

52

Tabel 10. Jumlah Petani Responden Berdasarkan Kriteria Luasan Lahan

Sawit/Karet yang Dimiliki Tahun 2009

Luas Lahan (Ha) Jumlah Responden (Orang) Persentase (%)

≤ 0,5 5 9,43

>0,5-2 10 18,86

> 2 38 71,69

Total 53 100,00

Sumber: Data Primer, diolah

Pada Tabel 10 terlihat bahwa petani yang memiliki luas lahan perkebunan

dibawah 0,5 hektar sebesar 9,43 persen, kemudian petani yang memiliki luas

lahan perkebunan antara 0,5 sampai 2 hektar sebanyak 18,86 persen atau sebanyak

10 orang. Kemudian petani yang memiliki lahan lebih besar dari dua hektar

sebanyak 71,69. persen atau sebanyak 38 orang. Dari data tersebut dapat dilihat

bahwa rata-rata kepemilikan lahan petani di Desa Hasang terbesar pada lahan

yang luasnya lebih dari 2 hektar dengan jumlah petani 38 petani.

6.2.8. Status Kepemilikan Ternak Domba

Dalam pemberian hewan ternak kepada petani dikelompokkan dalam dua

bagian yaitu petani yang mendapat bantuan ternak lebih kecil dari lima ekor dan

petani yang mendapat ternak lebih besar dari lima ekor. Dasar dalam pembagian

kepemilikan domba kedalam dua kelompok yaitu guna melihat keragaman petani

dalam mengambil kredit. Dari keragaman jumlah domba yang diambil oleh

petani akan dapat dilihat kemampuan petani dalam mengambil kredit, karena dari

jumlah tersebut dapat dilihat berapa besar jumlah dana yang diajukan oleh petani.

Hasil survei lapangan bahwa rata-rata jumlah dana yang diajukan sebesar lebih

kecil dari Rp 2.500.000. Untuk lebih lengkapnya hasil data dilapangan dapat

dilihat pada Tabel 11.

53

Tabel 11. Data Jumlah Kepemilikan Dombaan Pada Awal Dan Setelah

Berjalannya PUAP.

Jumlah kepemilikan

ternak

Jumlah pemilik

(orang)

Jumlah awal Setelah berjalan

< 5 35 112 106

≥ 5 18 88 43

Sumber: Data Primer, diolah

Pada Tabel 11 terlihat bahwa petani responden lebih banyak mengambil

ternak domba lebih kecil dari 5 ekor dengan jumlah petani 35 orang. Sesuai

dengan wawancara dengan petani dilapangan mengatakan bahwa kemampuan

petani dalam mengambil dana PUAP dalam jumlah besar sangat kecil karena

petani memperkirakan jumlah kredit yang dikembalikan akan cukup besar

sehingga mereka mengambil jumlah domba yang sesuai dengan kemampuan

responden. Besar atau kecilnya jumlah kredit yang diambil oleh petani terlihat

dari jumlah domba yang diperoleh, semakin banyak jumlah domba maka

kemampuan petani dalam mengambil kredit semakin besar.

6.3 Hubungan Karakteristik Petani Dengan Realisasi Pinjaman Serta

Terhadap Pendapatan Petani.

Dari hasil survei di lapangan ada beberapa karakteristik petani yang dapat

berpengaruh terhadap pendapatan diantaranya yaitu; (1) jenis kelamin; (2) usia

petani; (3) tingkat pendidikan; (4) jenis pekerjaan; (5) pengalaman kredit; dan (6)

jumlah tanggungan

1. Jenis Kelamin

Dari hasil identifikasi di lapangan, jenis kelamin sangat erat kaitannya

dengan pengambilan kredit PUAP karena jenis kelamin laki-laki masih

merupakan kepala keluarga yang paling dominan dalam pengambilan suatu

keputusan. Dengan demikian dominansi laki-laki dalam pengambilan kredit akan

sangat berpengaruh terhadap pertambahan pendapatan, karena sebelum ada kredit

PUAP petani hanya mengandalkan kebun sawit dan karet dan setelah adanya

54

PUAP petani sudah memiliki tabungan berupa domba. Sesuai dengan wawancara

di lapangan bahwa rata-rata petani memutuskan untuk mengambil kredit PUAP

diakibatkan adanya keberanian dari kepala keluarga dalam mengambil kredit.

Keputusan dalam mengambil kredit akan berdampak terhadap pendapatan petani

bila dalam jangka pangjang, walapun dalam proses berjalannya PUAP selam 13

bulan pertambahan pendapatan petani belum terlalu signifikan.

2. Usia Responden

Dalam pengambilan kredit PUAP usia responden sangat berpengaruh,

karena apabila umur petani masih produktif maka untuk melakukan usahatani

petani masih mampu menjalankan usahataninya dengan baik. Dengan usia yang

produktif dalam menjalankan usahatani maka petani akan memiliki kemampuan

dalam pengembalian kredit kepada Gapoktan, sebab apabila petani tersebut tidak

produktif maka dikhawatirkan petani tidak maksimal dalam berusahatani baik

kebun maupun ternak. Dalam penelitian ini ternyata umur petani yang mengambil

PUAP sebanyak 53 orang adalah petani yang masih berusia produktif dalam

menjalankan usahatani. Produktifnya umur petani sangat berpengaruh dalam

peningkatan pendapatan petani khususnya dari ternak karena petani akan mampu

melakukan budidaya ternak domba dengan baik sehingga dalam jangka panjang

pertambahan pendapatan dari domba akan berdampak signifikan terhadap

pendapatan.

3. Tingkat Pendidikan

Pada dasarnya pendidikan sangat berpengaruh dalam peningkatan

pendapatan, karena semakin tinggi pendidikan seseorang maka kesejahteraan

seseorang tersebut akan semakin baik. Akan tetapi dalam penelitian ini pernyataan

ini sangat bertolak belakang sebab dari 53 petani 29 diantaranya adalah

berpendidikan ditingkat Sekolah Dasar, 9 orang Sekolah Tingkat Pertama dan 15

orang ditingkat pendidikan Sekolah Menengah Umum. Besarnya petani yang

mengambil kredit PUAP dengan tingkat pendidikan Sekolah Dasar diakibatkan

adanya kemudahan yang diberikan oleh Gapoktan kepada petani dimana tingkat

pendidikan tidak terlalu menjadi tolak ukur dalam pemberian dana PUAP.

55

Kemudahan tersebut diberikan karena apabila petani tersebut mampu

maka petani tersebut dapat mengajukan permohonan pengambilan dana PUAP

tanpa harus memiliki pendidikan yang tinggi. Hasil wawancara di lapangan

bahwa tingkat pendidikan sangat berpengaruh dalam dalam adopsi informasi dan

teknologi di bidang pertanian karena petani yang memiliki pendidikan ditingkat

SMA jauh lebih agresif dalam menjalankan usahatani domba dan juga peka

terhadap perubahan-perubahan yang terjadi. Dengan melihat kondisi tingkat

pendidikan yang semakin tinggi ternyata jauh lebih agresif dibandingkan dengan

petani yang berpendidikan rendah, sehingga untuk kelanjutan usahatani yang jauh

lebih baik dibutuhkan pendidikan yang semakin tinggi. Sehingga dengan adanya

pendidikan yang lebih tinggi akan berdampak terhadap kesejahteraan petani yang

dapat diukur dari pendapatan petani.

4. Jenis Pekerjaan

Jenis pekerjaan merupakan salah satu tolak ukur melihat tingkat

pendapatan petani karena berbeda pekerjaan sudah pasti jelas pendapatan yang

diperoleh juga akan berbeda. Dalam penelitian ini dari 53 orang petani yang

mengambil dana PUAP semuanya memiliki pekerjaan sebagai petani kebun karet

dan sawit. Dilihat dari jenis pekerjaan petani yang mengambil dana PUAP, petani

mampu untuk mengambil kredit sebab memiliki pendapatan yang baik dari hasil

karet dan sawit. Dengan jenis pekerjaan berkebun diharapkan pengembalian

kredit terhadap Gapoktan dapat dilunasi dengan baik. Selain mampu mengambil

kredit kondisi kebun juga sangat mendukung untuk dilakukannya budidaya ternak

domba karena akan dapat dilakukan sistem integrasi domba dengan tanaman sawit

dan karet.

5. Pengalaman Kredit

Dari hasil survey dari 53 orang petani yang mengambil dana PUAP 32

orang diantaranya adalah petani yang sudah pernah mengambil kredit. Dilihat

dari pengalaman kredit bahwa petani merupakan petani yang sudah pernah

mengalami kredit sehingga dengan adanya bantuan kredit dari pemerintah dengan

bunga yang rendah petani langsung mengambil kredit tersebut. Dengan adanya

pengalaman kredit oleh petani maka dalam pengembaliannya kepada Gapoktan

56

akan menjadi lancar. Hubungan pengalaman kredit dengan peningkatan

pendapatan dapat dilihat dari kemampuan petani yang dapat mengembalikan

kredit tanpa tunggakan sehingga proses pelunasan akan lancar sehingga untuk

kepemilkan domba selama delapan belas bulan dapat dilunasi dengan baik.

6. Jumlah Tanggungan

Jumlah tanggungan merupakan salah satu pertimbangan bagi petani dalam

pengambilan keputusan untuk mengambil kredit PUAP. Semakin banyak

tanggungan petani maka kemampuan dalam melakukan kredit akan semakin kecil.

Dari hasil survei dilapangan petani yang paling banyak mengambil kredit adalah

petani yang mempunyai tanggungan lebih kecil dari 5 orang yaitu sebanyak 40

orang petani. Hasil ini mngindikasikan bahwa semakin banyak tanggungan maka

kemampuan petani dalam mengambil kredit semakin kecil. Akan tetapi pada

dasarnya justru petani yang memiliki jumlah tanggungan yang banyak yang

mestinya mengambil kredit tersebut karena dalam jangka panjang usahatani

domba akan mengasilkan pendapatan yang dapat membantu petani yang memiliki

jumlah tanggungan yang banyak.

6.4 Proses Budidaya

6.4.1 Persiapan Kandang

Persiapan kandang yang dilakukan oleh petani penerima bantuan BLM-

PUAP di Desa Hasang yaitu dengan membuat kandang yang terbuat dari kayu

yang diambil dari hutan. Dalam persiapan kandang domba oleh petani, kandang

tersebut dibuat sesuai dengan banyak jumlah domba yang didapat oleh petani.

Rata-rata luas kandang domba yang dibangun petani memiliki luas panjang 3

meter dan lebar 2 meter, hal ini dengan alasan ternak tersebut dapat berkembang

biak dengan baik dan akan terjadi perbesaran kandang apabila jumlah domba

tersebut sudah semakin banyak.

Pembuatan kandang melibatkan tenaga kerja yang berasal dari dalam dan

luar keluarga. Rata-rata penggunaan tenaga kerja untuk pembuatan kandang

sebesar 3 Hari Orang Kerja (HOK). Dalam proses pembuatan kandang dapat

diselesaikan dalam dua sampai dengan tiga hari dan tenaga kerja yang dipakai

57

adalah tenaga kerja dalam keluarga (TKDK) dan luar keluarga. Tenaga kerja

yang berasal dari luar tersebut adalah tetangga dari petani yang mendapat domba,

dalam artian tetangga tersebut membantu dalam membuat kandang, karena di

Desa Hasang sifat kegotongroyongan antar keluarga masih sangat baik.

6.4.2 Pemilihan Ternak

Dalam pemilihan hewan ternak di Desa Hasang diberikan sepenuhnya

kepada petani yang mendapat bantuan,dimana petani mencari hewan ternak

domba ke peternak yang berada di Desa lain. Jumlah pemilihan hewan ternak

tergantung dari RUA yang diajukan dan telah disepakati oleh Gapoktan. Setelah

petani telah memilih ternak kemudian ternak tersebut dilihat dan ditinjau oleh

ketua Gapoktan dan Dokter hewan. Fungsi Dokter hewan tersebut adalah untuk

melihat apakah hewan yang dipilih oleh petani sehat dan baik untuk dipelihara.

Setelah Dokter memberi rekomendasi kepada ketua Gapoktan yang menyatakan

bahwa domba tersebut sehat dan tidak terserang penyakit maka ketua Gapoktan

tersebut membeli domba yang telah dipilih dan diberikan kepada petani yang

akan memelihara domba.

6.4.3 Pemeliharaan dan Penanganan Penyakit Ternak

Dalam pemeliharaan ternak domba petani biasanya melakukan sanitasi

kandang, pemberian obat cacing, pemberian suplemen. Sanitasi yang dilakukan

petani adalah membersihkan kandang dengan menyapu kotoran domba yang

berada dalam kandang dengan cara menyapu dengan alat sapu lidi. Kotoran yang

telah disapu dibersihkan dalam satu wadah dimana kotoran ternak ini akan

dijadikan pupuk kandang. Untuk obat cacing diberikan petani secara selektif

dalam artian obat cacing diberikan hanya kepada domba yang terkena serangan

cacing. Obat tersebut diberikan dengan cara injeksi ke dalam mulut domba

dengan alat spuilt atau yang dikenal masyarakat Desa Hasang alat jarum suntik.

Sedangkan suplemen diberikan kepada seluruh domba, akan tetapi pemberian

tersebut tidak diberikan setiap hari melainkan diberikan 3 hari sekali. Nama

suplemen yang diberikan adalah KALBAZEN –SG yang diperuntukkan untuk

domba. Rangkaian kegiatan pemeliharaan tersebut dilakukan guna menjaga

58

kesehatan domba sehingga dalam perkembangbiakannya dapat berjalan dengan

baik.

6.4.4 Ternak Siap panen dan Pemanenan

Ternak siap panen pada domba secara umum apabila bobot badan domba

sebesar 30 Kg dengan umur perawatan ± 1,5 tahun. Domba yang dipelihara oleh

petani saat ini rata-rata berumur ± 1,1 tahun, karena realisasi pemberian ternak

domba dilaksanakan pada bulan Desember tahun 2009. Pemanenan domba dapat

dilakukan apabila kredit yang diberikan oleh Gapoktan telah lunas dikembalikan

kepada Gapoktan dengan waktu yang diberikan oleh Gapoktan 1,8 bulan. Lama

dari kredit tersebut merupakan sudah perjanjian antara petani dengan perjanjian

dengan pihak Gapoktan. Perjanjian tersebut dibuat agar petani tidak menjual

domba tersebut sebelum kredit lunas terbayar. Sesuai dengan perjanjian antara

Gapoktan terhadap anggotanya bahwa sebelum kredit lunas domba tidak dapat

dijual, hal ini untuk mengantisipasi terjadinya moral hazard pada petani. Akan

tetapi apabila setelah 1,8 tahun kredit lunas maka domba sudah merupakan

sepenuhnya hak petani dan berhak menjual atau tidak domba tersebut.

Rencananya penjualan domba akan dilakukan secara kolektif melalui Gapoktan

agar petani tidak tertipu oleh oknum-oknum seperti tengkulak yang selalu

mengambil kesempatan meraup keuntungan yang tidak sewajarnya. Penjualan ini

akan dilakukan oleh Gapoktan dengan cara menjual dalam bentuk per ekor.

6.5 Kinerja Gapoktan dalam Menyalurkan BLM-PUAP

Keberhasilan pelaksanaan program PUAP ditentukan salah satunya oleh

keberhasilan penyaluran dana bantuan tersebut. Berdasarkan kriteria pihak

penyalur yakni Gapoktan dan berdasarkan hasil penelitian terdahulu, maka untuk

menilai keefektifan penyaluran bantuan PUAP digunakan beberapa tolak ukur

meliputi : 1) target dan realisasi; 2) jangkauan pinjaman; 3) frekuensi pinjaman;

dan 4) persentase tunggakan.

59

6.5.1 Efektivitas Penyaluran BLM-PUAP Berdasarkan Kriteria Pihak

Penyalur

Efektivitas dalam penyaluran kredit PUAP merupakan salah satu kriteria

bahwa kredit tersebut dapat tersalur dengan baik kepada petani. Hasil survei

dilapangan dana PUAP tersebut tersalur semua dan sampai ditangan para petani.

Dengan tersalurnya PUAP secara efektif kepada petani merupakan salah satu

penilaian yang baik terhadap Gapoktan Desa Hasang oleh dinas pertanian

setempat. Salah satu penilaian saat Gapoktan Desa Hasang pada saat Gapoktan

ini peraih juara 3 tingkat Provinsi Sumatera Utara adalah efektivitas penyaluran

PUAP tersebut sesuai dengan realita dan berjalan dengan baik. Untuk mengetahui

peyaluran dana tersebut baik pihak dinas pertanian dan penyuluh pertanian

langsung meninjau ke lapangan tetapi semua dapat dipertanggungjawabkan

dengan baik.

6.5.1.1 Target dan Realiasi Pinjaman PUAP

Pelaksanaan penyaluran dana PUAP yang pemanfaatannya sebagian besar

untuk kegiatan simpan pinjam telah dimulai tahun 2009. Pada saat penelitian

dilakukan, masing-masing kelompok Tani di Desa Hasang mendapatkan dana

yang di konversi ke ternak domba. Konversi dana tersebut kedalam domba

dilakukan bukan merupakan keputusan sepihak Gapoktan akan tetapi merupakan

hasil musyawarah dengan petani. Kesepakatan tersebut dilakukan agar dana

tersebut tidak diberikan dalam uang tunai tetapi dalam bentuk hewan ternak,

sebab apabila dengan uang tunai dikhwatirkan uang tunai tersebut ke lain tempat.

Selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 12 berikut.

60

Tabel 12. Realisasi Dana BLM-PUAP di Desa Hasang Menurut Kelompok

TaniTahun 2009

Nama kelompok

tani

Desa Jumlah

Domba (ekor)

Realisasi (Rp) Jumlah

Domba x 500 000

Tunas jaya Hasang 28 14.000.000

Rukun Hasang 32 16.000.000

Mari Bersatu Hasang 10 5.000.000

Satahi Hasang 61 30.500.000

Karya Bersama Hasang 69 34.500.000

Total Hasang 200 100.000.000

Sumber : Data Primer, diolah

Berdasarkan Tabel 12 di atas dapat dijelaskan bahwa jumlah dana alokasi

BLM-PUAP bernilai Rp 100 juta habis tersalur ke semua petani. Adanya

perbedaan besaran kredit antar kelompok tani lebih disebabkan adanya perbedaan

pangajuan rencana usaha angogota yang diajukan kepada ketua kelompok. Selain

itu sebagian petani juga terhambat dalam menyusun Rencana Usaha Anggota

(RUA) akibat petani masih bimbang untuk mengambil dana PUAP tersebut,

sehingga hal-hal tersebut mengakibatkan petani sedikit terlambat dalam menerima

bantuan PUAP. Hambatan tersebut sesuai survei di lapangan banyaknya petani

anggota yang masih bingung apakah mengambil dana PUAP tersebut atau tidak

sehingga dengan lamanya pertimbangan petani telah terdahului dengan kelompok

tani yang lain. Maksud dari terdahului oleh petani yang lain karena dalam tahap

pertama Gapoktan Desa Hasang tidak membatasi kelompok tani dalam pengajuan

dana PUAP. Dalam penyaluran PUAP tersebut memang tidak merata secara

menyeluruh kepada para petani, hal ini diakibatkan keterbatasan dana tersebut.

Akan tetapi apabila dana tersebut tidak tersebar secara merata maka akan

dilakukan pemutaran dana tahap kedua dengan dana yang berasal dari

pengembalian dari kredit tahap pertama.

61

6.5.1.2 Jangkauan Realiasi Pinjaman PUAP

Evaluasi penyaluran pinjaman BLM-PUAP selanjutnya adalah menilai

pelayanan Gapoktan dalam merealisasikan kegiatan simpan pinjam. Selain itu,

dinilai juga sejauh mana jangkauan pelayanan simpan pinjam mampu menyentuh

kebutuhan para petani dalam menjalankan usahataninya.

Sasaran BLM-PUAP ditujukan kepada Gapoktan di tiap Desa. Harapannya

adalah agar Gapoktan memiliki kemampuan mengelola dana tersebut dalam

mengembangkan kegiatan pertanian yang pada akhirnya mampu mengembangkan

kegiatan agribisnis berkelanjutan. Dana PUAP tersebut akan disalurkan pada

anggota Gapoktan masing-masing guna menambah modal usaha baik tanaman

pertanian (pangan), peternakan maupun pengadaan sarana produksi pertanian.

Berikut Tabel 13 realisasi penerima PUAP berdasarkan kelompok tani, Gapoktan

Desa Hasang, Kecamatan Kualuh Selatan Kabupaten Labuhan Batu.

Tabel 13. Realisasi Penerima PUAP di Desa Hasang Berdasarkan Kelompok Tani

Tahun 2009

No Nama Kelompok Jumlah anggota

kelompok

Jumlah Anggota

Penerima PUAP

Persentase

(%)

1 Tunas jaya 30 7 13,20

2 Rukun 32 5 9,43

3 Mari Bersatu 32 3 5,66

4 Satahi 36 14 26,41

5 Karya Bersama 39 24 45,28

Total 169 53 100,00

Sumber : Data Primer, diolah

Dari Tabel 13 di atas dapat diinformasikan bahwa jumlah jangkauan

penyaluran di Desa Hasang masih relatif sedikit. Hal ini diakibatkan masih

banyaknya petani yang masih ragu, selain itu petani juga masih banyak yang

mempertimbangkan kebutuhan lainnya karena dana tersebut bukan dana hibah

dari pemerintah akan tetapi dana tersebut merupakan pembiayaan yang berupa

62

kredit yang mudah didapat oleh petani karena tidak membutuhkan syarat yang

berat seperti pihak pembiayaan lainnya.

6.5.1.3 Frekuensi Peminjaman

Keberhasilan penyaluran pinjaman oleh Gapoktan kepada anggotanya

dapat dilihat dari frekuensi atau banyaknya transaksi pinjaman. Penyaluran

pinjaman BLM-PUAP di Desa Hasang selama tahun 2009 ini hanya dilakukan

satu kali saja dalam tahap pertama dan selanjutnya akan dilakukan tahap kedua.

Penyaluran dana pada tahap kedua akan diambil dari pengembalian kredit tahap

pertama, sehingga dengan demikian diharapkan semua anggota dapat menerima

bantuan secara merata. Penyaluran dana PUAP di Desa Hasang ini masih

dilakukan satu kali saja oleh karena itu untuk frekuensi peminjaman dana PUAP

belum dapat dilihat.

6.5.1.4 Persentase Tunggakan Kredit PUAP

Tunggakan pengembalian pinjaman merupakan salah satu hal yang sangat

penting dalam menentukan efektivitas penyaluran pinjaman. Apabila tingkat

realisasi pinjaman tercapai, frekuensi peminjam meningkat dan jangkauan kredit

meluas, namun persentase tunggakan meningkat maka akan mempengaruhi

keberhasilan dari program simpan pinjam tersebut.

Penyaluran BLM-PUAP melalui Gapoktan di masing-masing desa akan

memudahkan penyalurannya sampai ke tangan para anggotanya. Proses pelunasan

pinjaman oleh petani sebagai anggota Gapoktan penerima PUAP dilakukan

dengan cara pengangsuran secara bulanan dengan sistem penetapan bunga tetap.

Besarnya bunga yang ditetapkan oleh pengurus Gapoktan telah ditetapkan dalam

Anggaran Dasar dan Rumah Tangga (ADRT) masing-masing Gapoktan. Bunga

tetap yang diberikan oleh Gapoktan Desa Hasang sebesar 1,2 persen, bunga

tersebut merupakan bunga yang relatif murah dari pihak pendanaan lainnya

seperti perbankan pernyataan ini dikatakan oleh petani pada saat wawancara

dilapangan. Berikut Tabel 14 mengenai besarnya bunga pinjaman di masing-

masing Gapoktan PUAP.

63

Tabel 14. Tingkat Bunga Pinjaman pada Gapoktan Desa Hasang PUAP

Nama Kelompok

Tani Desa

Tingkat

Bunga (%)

Jangka Waktu

(Bulan)

Tunas jaya Hasang 1,2 18

Rukun Hasang 1,2 18

Mari Bersatu Hasang 1,2 18

Satahi Hasang 1,2 18

Karya Bersama Hasang 1,2 18

Sumber : ADRT Gapoktan, diolah

Pada Tabel 14 dapat dijelaskan bahwa penentuan besarnya tingkat bunga

pada Gapoktan PUAP, selain didasarkan pada Anggaran Dasar dan Rumah

Tangga (ADRT) Gapoktan juga didasarkan pada kemampuan para petani anggota.

Dengan adanya penetapan bunga yang relatif rendah maka para petani termotivasi

untuk meminjam dana PUAP sebagai modal tambahan usahanya.

Agar pengembalian pinjaman dapat berjalan lancar, pengurus dan PPL

(Penyuluh Pertanian Lapangan) melakukan suatu fungsi kontrol. Selain kontrol

sebelum peminjaman meliputi persyaratan pinjaman, juga dilakukan kontrol pada

waktu proses pengembalian pinjaman tersebut. Pengontrolan pada saat

pengembalian pinjaman oleh petani dilakukan dengan mengadakan pertemuan

akhir bulan guna membahas beragam dinamika masalah pertanian di lapangan

serta sekaligus mengumpulkan dana angsuran pinjaman oleh petani yang

meminjam. Selama waktu penelitian, peneliti melihat belum terjadi penunggakan

pengembalian pinjaman. Setiap bulan para petani yang memperoleh pinjaman

PUAP menyetorkan uang pinjaman beserta bunga pinjamannya kepada pengurus

Gapoktan artinya tingkat pengembalian yang diberikan petani kepihak Gapoktan

sebesar 100 persen.

6.6.1 Penyaluran BLM-PUAP Pada Petani

Petani pemilik, petani penggarap, rumah tangga tani adalah kelompok

sasaran dalam pelaksanaan program PUAP. BLM PUAP merupakan program

bantuan yang diberikan kepada mereka melalui Gapoktan dengan tujuan agar

64

pendapatan mereka dapat meningkat. Penyaluran BLM-PUAP bagi para petani

harus mengutamakan pelayanan yang baik. Pelayanan yang dimaksud adalah

begaimana bantuan tersebut dapat menjangkau para petani yang membutuhkan

dana tersebut. Oleh karena itu, diperlukan suatu pola pelayanan penyaluran BLM-

PUAP yang diinginkan oleh kelompok sasaran tersebut sehingga penyaluran

BLM-PUAP efektif menurut petani pengguna.

Efektivitas penyaluran BLM-PUAP dari sisi pengguna (petani) dapat

dilihat dari faktor-faktor sebagai berikut yaitu persyaratan awal, prosedur realisasi

pinjaman, tingkat bunga, biaya administrasi, pelayanan dan jarak atau lokasi.

6.6.2 Persyaratan Awal

Pengajuan permohonan pinjaman oleh petani dapat diterima apabila telah

memenuhi syarat-syarat yang berlaku. Adapun secara umum persyaratan tersebut

adalah calon peminjam benar-benar merupakan petani, petani penggarap atau

rumah tangga tani yang tergabung dalam kelompok tani dan Gapoktan aktif di

desanya. Selain itu, calon peminjam yang akan mengajukan permohonan

pinjaman harus melengkapi beberapa ketentuan administratif antara lain: foto

copy KTP (Kartu Tanda Penduduk) dan photo ukuran 2X3 sebanyak dua lembar,

menandatangani surat perjanjian di atas materai, menandatangani kwitansi diatas

materai serta mengisi dan menandatangani formulir permohonan pinjaman.

6.6.3 Prosedur Pinjaman

Prosedur pinjaman merupakan tahapan yang harus dilalui mulai dari

pertama kali mengajukan suatu pinjaman hingga pada tahap realisasi pinjaman

tersebut diperoleh peminjam. Prosedur dalam peminjaman dana PUAP dimulai

dari tahap dimana para anggota kelompok tani yang tergabung dalam Gapoktan

PUAP harus menyusun Rencana Usaha Anggota (RUA) yang kemudian disusul

dengan menyusun Rencana Usaha Kelompok (RUK). Dalam penyusunan RUA

dan RUK akan dibantu oleh PPL. RUK yang telah disetujui oleh ketua kelompok

tani dan PPL selanjutnya disampaikan langsung kepada pengurus Gapoktan.

Rencana Usaha Kelompok (RUK) kemudian akan diproses oleh pengurus

Gapoktan. Proses penilaian tersebut meliputi kelengkapan secara administratif.

65

Setelah disetujui oleh pengurus Gapoktan maka ketua kelompok tani diberikan

suatu kewenangan dan kepercayaan untuk menyalurkan dana pinjaman tersebut

kepada anggotanya sesuai dengan RUA masing-masing anggota.

6.6.4 Realisasi Pinjaman

Lama realisiasi kredit sejak pengajuan sampai pemberian pinjaman cukup

bervariasi. Lama realisasi pinjaman juga tidak ditentukan oleh pengurus

Gapoktan, namun semua itu tergantung dari waktu RUK (Rencana Usaha

Kelompok) yang diajukan oleh ketua kelompok tani kepada pengurus Gapoktan

hingga akad pinjaman ditandatangani oleh kelompok tani bersama dengan

pengurus yang juga diketahui oleh PPL sebagai pendamping. Pada awal

penyaluran BLM-PUAP para anggota yang meminjam dana tersebut ke Gapoktan

masing-masing hanya memerlukan waktu dua sampai tiga hari sejak pengajuan

sampai pinjaman tersebut cair.

6.6.5 Biaya Administrasi

Dalam mengurus persyaratan dalam pengajuan dana PUAP ada beberapa

persyaratan administrasi yang harus diselesaikan petani. Biaya administrasi yang

dikeluarkan mencakup materai, foto copy bahan tertentu dan sebagainya. Biaya

yang dikeluarkan oleh petani semuanya merupakan tanggung jawab petani, akan

tetapi walau demikian biaya yang dikeluarkan oleh petani tidah begitu besar dan

petani merasa tidak terbebani dengan biaya administrasi tersebut.

6.6.6 Tingkat Bunga

Tingkat Bunga adalah bunga nominal dalam persen yang harus dibayar

peminjam berdasarkan perjanjiannya dengan pihak Gapoktan. Tingkat bunga yang

dibebankan kepada petani merupakan hasil dari Anggaran Dasar dan Rumah

Tangga. Besarnya tingkat bunga yang diberikan di Desa Hasang adalah 1,2

persen. Bila dibandingkan dengan bunga pinjaman di lembaga keuangan formal

maupun non formal lainnya, besarnya tingkat bunga pengguna dana PUAP

termasuk relatif ringan. Hal ini sesuai dengan penilaian para responden dimana

rata-rata responden mengatakan bahwa bunga yang diberikan relatif ringan

66

dibandingkan dengan lembaga keuangan lainnya seperti perbankan. Karena

menurut pengalaman petani bunga yang ditawarkan pihak pembiayaan lainnya

seperti perbankan sangat tinggi mencapai 6 persen.

6.7 Dampak PUAP Dilihat Dari Pendapatan Petani

6.7.1 Pemanfaatan Dana BLM-PUAP

Suatu program akan menjadi sarana yang baik apabila dilakukan dengan

tepat, baik tepat waktu, tepat sasaran, tepat perencanaan maupun tepat prosedur.

Hal tersebut senada dengan program PUAP sendiri yang mengedepankan

pelaksanaan yang efektif. Efektif dalam arti diberikan pada orang yang tepat,

dalam jumlah yang tepat dan pemanfaatannya pun tepat. Apabila pemberian dana

tersebut tidak tepat pada sasarannya maka akan berdampak negatif bagi

keberlanjutan program tersebut. Selain dinilai dari ketepatan dalam sasaran,

pelaksanaan program PUAP juga dinilai dari ketepatan pemanfaatan dana

tersebut.

Berdasarkan pengamatan, para petani yang memperoleh pinjaman

sebagian besar memanfaatkan dana tersebut untuk menambah modal

usahataninya. Menurut para responden yang telah diwawancara, dengan adanya

BLM PUAP mempermudah untuk dalam penambahan tabungan yang berbentuk

ternak domba yang mana ternak tersebut dapat dimanfaatkan untuk biaya sekolah

dan kehidupan sehari-hari, karena petani dapat mejual ternak tersebut untuk

keperluan petani setelah kredit pengembalian dana pinjaman PUAP telah lunas

terbayar. Peningkatan hasil produksi domba tentunya mendatangkan keuntungan,

minimal para petani tidak lagi membeli daging ke pasar pada saat diperlukan

terutama pada saat lebaran ketika harga daging melonjak naik, maksimalnya

adalah pendapatan mereka dapat meningkat sehingga pada akhirnya diharapkan

kesejahteraan mereka pun meningkat.

6.7.2 Analisis Usahatani Ternak Awal dan Setelah Berjalan Program PUAP

Faktor-faktor produksi yang digunakan dalam proses produksi usahatani

padi dikategorikan ke dalam biaya-biaya. Biaya dalam usahatani dibedakan

67

menjadi dua diantaranya adalah biaya tunai dan biaya yang diperhitungkan. Biaya

tunai merupakan pengeluaran secara tunai yang dikeluarkan guna untuk

pembelian barang dan jasa usahatani. Sedangkan biaya yang diperhitungkan

adalah pengeluaran yang secara tidak tunai dikeluarkan oleh petani.

Biaya yang tergolong biaya tunai meliputi biaya yang dikeluarkan untuk

pengadaan pakan, obat-obatan, suplemen, kredit, pembuatan kandang dan biaya

untuk membayar tenaga kerja luar keluarga (TKLK). Sedangkan yang termasuk

biaya diperhitungkan adalah biaya yang dikeluarkan untuk membiayai tenaga

kerja dalam keluarga (TKDK) dan biaya penyusutan alat pertanian. Berikut

penjelasan secara umum mengenai penggunaan faktor produksi (input) dalam

usahatani domba di Gapoktan Desa Hasang Kecamatan Kualuh Selatan pada awal

program dan setelah berjalannya program PUAP.

6.7.3 Alat-Alat Pertanian

Jenis alat-alat pertanian yang umumnya digunakan dalam kegiatan

usahatani domba antara lain cangkul, parang, arit dan ember. Rata-rata jumlah

alat pertanian yang dimiliki petani responden adalah sebanyak satu buah. Nilai

penggunaan dari masing-masing alat pertanian yang digunakan disajikan pada

Tabel 15.

Tabel 15. Rata-Rata Nilai Penggunaan Peralatan Pada Usahatani Domba Desa

Hasang Kecamatan Kualuh Selatan Labuhan Batu.

No. Jenis

Peralatan

Jumlah

Yang

Dimiliki

Harga/Satuan

(Rp)

Nilai

Ekonomis

(Rp)

Umur teknis

(tahun)

1 Cangkul 1 50.000 50.000 4

2 Parang 1 30.000 30.000 2

3 Arit 1 15.000 15.000 2

4 Ember 1 20.000 20.000 1

Jumlah 4 115.000 115.000 9

Sumber: Data Primer, diolah

Berdasarkan Tabel 15 dapat dilihat bahwa nilai penggunaan dari alat-alat

pertanian yang digunakan oleh petani responden adalah sebesar Rp 115.000. Nilai

68

terbesar dikeluarkan untuk pembelian alat cangkul yakni sebesar Rp 50.000 per

unitnya. Pengeluaran terbesar ke dua adalah pengadaan parang yaitu sebesar Rp

30.000. Sedangkan untuk pengeluaran ember sebesar Rp 30.000,dan terakhir

adalah pengadaan arit biayanya sebesar Rp 15.000.

Para petani yang tergabung dalam anggota Gapoktan Desa Hasang di

Kecamatan Kualuh Selatan umumnya tidak selalu membeli alat pertanian selama

satu tahun. Pertimbangannnya adalah alat-alat pertanian tersebut masih layak dan

dapat dimanfaatkan beberapa kali sampai sudah tidak layak digunakan lagi,

sehingga yang diperhitungkan dalam analisis pendapatan hanya nilai penyusutan

dari penggunaan alat-alat pertanian tersebut. Nilai penyusutan dari peralatan yang

digunakan oleh petani responden dapat dilihat pada Tabel 16. Perhitungan nilai

penyusutan dilakukan dengan metode garis lurus dimana formulasinya sebagai

berikut:

Penyusutan Nilai ekonomis

Umur ekonomis

Tabel 16. Nilai Penyusutan Peralatan Pada Usahatani Petani Responden Anggota

Gapoktan di Kecamatan Kualuh Selatan

No. Jenis

Peralatan

Nilai Ekonomis

(Rp)

Umur Ekonomis

(Tahun)

Nilai Penyusutan

(Rp)/tahun

1 Cangkul 50.000 4 12.500

2 Parang 30.000 2 15.000

3 Arit 15.000 2 7.500

4 Ember 20.000 1 20.000

Jumlah 55.000

Sumber: Data Primer, diolah

Peralatan petani responden pada umumnya memiliki umur ekonomis satu

sampai empat tahun dan proses usahatani ini dilakukan dalam satu tahun.

Berdasarkan Tabel 16 diketahui bahwa nilai penyusutan peralatan pertanian yang

digunakan oleh petani responden yakni sebesar Rp 55.000 per tahun, terdiri dari

nilai penyusutan cangkul sebesar Rp 12.500, nilai penyusutan parang sebesar

69

Rp 15.000, nilai penyusutan arit sebesar Rp 7.500, dan nilai penyusutan ember

sebesar Rp 20.000.

Besarnya nilai penyusutan alat-alat pertanian pada awal berjalannya

program dan setelah berjalannya program PUAP tidak mengalami perubahan.

Alat-alat pertanian tersebut memang sudah ada ketika para petani memulai

usahataninya. Namun biaya pengeluaran akan kembali dipergunakan apabila alat-

alat pertanian sudah tidak layak pakai lagi dan harus digantikan dengan peralatan

yang baru.

6.7.4 Output Usahatani

Output usahatani domba merupakan tolak ukur keberhasilan usahatani di

Desa Hasang. Dilihat dari pertambahan domba dan penerimaan yang diperoleh

petani, domba yang sudah dipelihara memiliki pertambahan yang sangat baik.

Untuk lebih lengkapnya pertambahan domba pada awal program PUAP dan

setelah berjalannya program PUAP disajikan pada Tabel 17.

Tabel 17. Jumlah Domba Pada Awal Berjalannya PUAP dan Setelah Berjalannya

PUAP.

Uraian Awal berjalan

PUAP

Setelah berjalan

PUAP

Produksi (ekor) (A) 200 349

Harga Jual (Rp/Kg) (B) 16.000 16.000

Berat rata-rata (C) 30 30

Penerimaan (Rp) (AxBxC) 96.000.000 167.520.000

Sumber: Data Primer, diolah

Dari Tabel 17 dapat dijelaskan bahwa jumlah pertambahan domba setelah

berjalannya PUAP sangat signifikan, karena dilihat pada awal pemberian domba

didapat sebanyak 200 ekor domba dan dari 200 ekor mengalami pertambahan

sebesar 149 ekor jadi total jumlah menjadi 349 ekor. Melihat pertambahan jumlah

domba ini maka dapat dilihat pertambahan tabungan petani dalam bentuk domba

sangat baik. Sesuai dengan survei dilapangan petani merasa sangat senang dengan

70

bantuan tersebut karena dengan memelihara selama setahun para petani sudah

memiliki pertambahan domba yang cukup banyak.

6.7.5 Pendapatan Anggota Gapoktan Awal dan Setelah Berjalannya PUAP

Pendapatan yang digunakan dalam analisis adalah pendapatan usaha rata-

rata, yaitu total penerimaan usaha dikurangi dengan total biaya pengeluaran

usahatani domba milik petani. Pendapatan usahatani diperoleh dengan cara

mengurangkan penerimaan rata-rata dengan biaya rata-rata yang dikeluarkan.

Biaya yang dikeluarkan meliputi biaya tunai dan biaya yang diperhitungkan yang

jika dijumlahkan menjadi biaya total usahatani. Sedangkan pendapatan tunai

usahatani merupakan pengurangan antara penerimaan tunai dengan total biaya

tunai.

Penerimaan usahatani adalah nilai produksi yang diperoleh dalam jangka

waktu tertentu. Penerimaan usahatani merupakan hasil perkalian antara jumlah

produksi total domba dengan harga jual dari hasil produksi tersebut. Sedangkan

biaya usahatani yakni nilai penggunaan faktor-faktor produksi yang digunakan

dalam melakukan proses produksi usahatani. Biaya dalam usahatani dibedakan

menjadi biaya tunai dan biaya yang diperhitungkan. Biaya tunai usahatani

merupakan pengeluaran tunai yang dikeluarkan oleh petani untuk pembelian

barang dan jasa bagi usahataninya. Sedangkan biaya yang diperhitungkan adalah

pengeluaran yang secara tidak tunai dikeluarkan oleh petani. Biaya tunai meliputi

biaya yang dikeluarkan untuk pengadaan obat-obatan, suplemen tambahan,

kandang, angsuran pinjaman. Sedangkan yang termasuk dalam biaya yang

diperhitungkan meliputi biaya tenaga kerja dalam keluarga, biaya penyusutan alat

pertanian dan biaya material kandang.

Pendapatan usahatani dihitung pada awal berjalannya program PUAP

sampai dengan setelah berjalannya program PUAP terhitung selama satu tahun

yaitu tahun 2009 dan pendapatan rata-rata diukur dalam satuan rupiah. Dalam

perhitungan usahatani ini didasarkan dari rata-rata kepemilikan domba oleh petani

pada awal dan setelah berjalannya program PUAP seperti pada Tabel 18.

71

Tabel 18. Jumlah Rata-Rata Kepemilikan Domba Oleh Petani Pada Awal dan

Setelah Berjalannya PUAP

Awal

berjalannya

PUAP (ekor)

Setelah

berjalannya

PUAP (ekor)

Jumlah petani

(orang)

Rata-rata

awal PUAP

(ekor)

Rata-rata

setelah

PUAP

(ekor)

200 349 53 4 7

Sumber: Data Primer, diolah

Berdasarkan Tabel 18 pada awal program PUAP rata-rata kepemilikan

domba sebanyak 4 ekor untuk satu petani, hasil ini didapat dari jumlah penyaluran

domba diawal program sebanyak 200 dan yang mengambil domba sebanyak 53

orang sehingga dari hasil pembagian tersebut didapat jumlah rata-rata 4 ekor

dalam satu petani. Selanjutnya setelah program PUAP berjalan selama satu tahun

domba yang diternakkan mengalami pertambahan sebanyak 149 dari awal 200

ekor, sehingga dengan pertambahan tersebut jumlah total domba sebanyak 349

ekor. Dari jumlah total domba sebanyak 349 ekor dengan jumlah petani yang

mengambil domba sebanyak 53 orang maka didapat jumlah rata-rata per petani

mendapat domba sebanyak 7 ekor. Dalam perhitungan usahatani dilakukan tidak

dengan secara menyeluruh atau satu persatu petani akan tetapi dilakukan

perhitungan berdasarkan hasil rata-rata pada awal dan setelah program PUAP.

Untuk lebih lengkapnya dalam perhitungan usahatani dapat disajikan pada Tabel

19. Pada Tabel 19 merupakan analisis pendapatan usahatani ternak domba selama

kurun waktu 1,1 tahun. Untuk perhitungan bunga pembayaran bunga selama 1,1

tahun dapat dilihat pada Lampiran 2.

72

Tabel 19. Pendapatan Usahatani Domba Rata-Rata Petani Desa Hasang awal

berjalan dan Setelah berjalan PUAP .

Sumber : Data primer, diolah

Berdasarkan Tabel 19 dapat dijelaskan bahwa penerimaan tunai anggota

Gapoktan diperoleh dari hasil kali antara jumlah ekor dan bobot rata-rata dengan

harga jualnya. Pada awal berjalannya program PUAP, jumlah rata-rata domba

Gapoktan Desa Hasang per petani sebanyak 4 ekor dengan rata-rata bobot badan

sebesar 30 kg dengan harga jual Rp 16.000 per kilogramnya, sehingga penerimaan

tunai yang diperoleh petani anggota Gapoktan adalah sebesar Rp 1.920.000.

Namun, setelah berjalannya program PUAP maka jumlah produksi yang

Uraian Satuan Awal berjalan

PUAP (Rp)

Setelah

berjalan

PUAP (Rp)

Jumlah domba 4 7

Harga domba/kg 16.000 16.000

Berat rata-rata domba/kg 30 30

A. Penerimaan

A1. Penerimaan Tunai Domba Kg 1.920.000 3.360.000

B. Biaya Usahatani

B.1 Biaya Tunai:

1. Obat- obatan Kg 2.830 2.830

2. Suplemen tambahan Kg 1.019 1.019

3. Kandang 45.283 45.283

4. Angsuran pinjaman 1.657.023 1.657.023

Total Biaya Tunai 1.706.155 1.706.155

B.2 Biaya Diperhitungkan:

1. Tenaga Kerja Dalam

Keluarga HOK 3.900.000 3.900.000

2. Penyusutan Alat - 55.000 55.000

3. Material kandang 200.000 200.000

Total Biaya Diperhitungkan - 4.155.000 4.155.000

C. Total Biaya Usahatani

(B1+B2) - 5.861.155 5.861.155

D. Pendapatan Atas Biaya

Tunai(A3-B1) - 213.845 1..454.600

E. Pendapatan Atas Biaya

Total (A3-C) - -3.941.155 -2.700.400

F. R/C atas Biaya Tunai

(A3/B1) - 1,13 1,85

G. R/C atas Biaya Total

(A3/C) -

0,33

0,54

73

dihasilkan mengalami peningkatan sebanyak 3 ekor sehingga jumlahnya menjadi

7 ekor sehingga penerimaan tunai yang diperoleh sebesar Rp 3.360.000.

Penerimaan diperhitungkan diperoleh dari jumlah tenaga kerja, penyusutan

alat dan material kandang, dimana ketiga komponen ini seharusnya

diperhitungkan tetapi biaya yang dikeluarkan tidak dalam bentuk tunai. Dari

penerimaan yang diperhitungkan dapat dilihat jumlah penerimaan yang diperoleh

dari ketiga komponen tersebut pada awal PUAP dan setelah PUAP sebesar

Rp 4.155.000. Dari hasil analisis usahatani pada Tabel 19 jumlah pendapatan

domba dalam 13 bulan pendapatan domba selama 13 tahun sebesar Rp 3.360.000.

6.7.6 Analisis R/C Rasio Awal dan Setelah PUAP

Hasil analisis imbangan penerimaan dan biaya (R/C ratio analysis)

usahatani domba yang diusahakan oleh petani responden menunjukkan bahwa

usahatani ini memiliki penerimaan yang lebih besar dibanding biaya usahatani.

Hal tersebut ditunjukkan oleh nilai R/C rasio lebih besar dari satu. Artinya setiap

satu satuan biaya yang dikeluarkan maka akan memberikan penerimaan sebesar

lebih dari satu satuan biaya atau usahatani tersebut menghasilkan penerimaan

yang lebih besar dari total biaya yang dikeluarkan. Nilai R/C rasio atas biaya

tunai pada awal program PUAP sebesar 1,13. Artinya setiap Rp 1 biaya yang

dikeluarkan pada usahatani domba dengan dengan jumlah awal program sebesar 4

ekor maka akan memberikan keuntungan sebesar Rp 1,13. Sementara itu apabila

memasukkan sejumlah biaya yang diperhitungkan sebagai komponen biaya total,

maka nilai R/C rasio sebesar 0,33. Rasio dengan nilai 0,33 berarti setiap

pengeluaran biaya total sebesar Rp 1 akan memberikan kerugian sebesar Rp 0,33

dengan jumlah domba 4 ekor pada awal program PUAP berjalan.

Selanjutnya adalah melihat nilai R/C rasio dari usahatani domba setelah

berjalannya program PUAP. Analisis imbangan R/C rasio biaya tunai sebesar

1,85. Artinya adalah setiap pengeluaran tunai sebesar Rp 1 akan memberikan

penerimaan sebesar Rp 1,85. Apabila dimasukkan biaya yang diperhitungkan

sebagai komponen total biaya maka R/C rasio yang dihasilkan sebesar 0,54 yang

74

berarti setiap pengeluaran biaya total Rp 1 maka akan memberikan kerugian

sebesar Rp 0,54.

Berdasarkan hasil uraian di atas dapat dilihat bahwa nilai R/C rasio atas

biaya tunai pada awal berjalannya PUAP memberikan keuntungan karena belum

adanya penjumlahan dari biaya diperhitungkan. Setelah berjalannya program

PUAP pada biaya tunai menunjukkan nilai R/C rasio lebih besar dari satu yang

berarti dapat dikatakan bahwa usahatani domba pada Gapoktan Desa Hasang di

Kecamatan Kualuh Selatan Kabupaten Labuhan Batu layak diusahakan, akan

tetapi pada penambahan jumlah biaya diperhitungkan hasil usahatani mengalami

kerugian. Kerugian yang diperoleh diakibatkan jumlah biaya diperhitungkan yang

mencapai 4.155.000, dan jumlah ini sangat berpengaruh dalam efisiensi usahatani.

Namun antara awal program dan setelah berjalannya program PUAP terdapat

perbedaan R/C rasio biaya tunai dengan R/C rasio biaya total. Selengkapnya

dapat dilihat pada Tabel 20.

Tabel 20. Perbandingan R/C Rasio Sebelum dan Setelah PUAP

Uraian Awal Program PUAP Setelah Berjalannya

PUAP

R/C rasio biaya tunai 1,13 1,85

R/C rasio biaya total 0,33

0,54

Sumber : Data primer, diolah

Berdasarkan Tabel 20 diketahui bahwa terdapat perbedaan yang cukup

signifikan antara R/C rasio biaya tunai dengan R/C rasio biaya total. Adanya

perbedaan di kedua R/C rasio diakibatkan adanya perbedaan jumlah kambing

yang besar karena pada awal berjalannya PUAP jumlah domba tetap sedangkan

untuk program PUAP setelah berjalan jumlah domba mengalami pertambahan

sehingga menyebabkan terjadinya perbedaan R/C rasio. Selain itu nilai R/C rasio

biaya total yang lebih kecil dibandingkan dengan R/C rasio atas biaya tunai

karena pada R/C rasio biaya total disertakan biaya yang diperhitungkan, sehingga

hal tersebut mempengaruhi hasil akhir perhitungan R/C rasio atas biaya total.

75

Diketahui bahwa biaya yang diperhitungkan memiliki kontribusi yang cukup

besar terhadap biaya pengeluaran dalam usahatani domba di Gapoktan Desa

Hasang.

Dilihat dari hasil analisis usahatani selama kurun waktu 13 bulan

pendapatan petani secara umum untuk pendapatan atas biaya tunai

menguntungkan, akan tetapi bila dilihat dari pendapatan atas biaya total usahani

domba sangat merugikan dilihat dari terjadinya kerugian sebesar -3.941.155 pada

awal berjalannya PUAP sedangkan setelah berjalannya PUAP juga mengalami

kerugian sebesar -2.700.400. Kerugian yang terjadi ini diakibatkan oleh adanya

pengembalian bunga yang dapat berpengaruh dalam jangka pendek sela 13 bulan

berjalannya PUAP. Selain dari pengembalian bunga yang sangat berpengaruh

adalah adanya jumlah biaya diperhitungkan yang sangat besar apabila dikeluarkan

ke dalam bentuk usahatani. Walau demikian dalam jangka pendek usahatani

domba memang merugikan, akan tetapi bila dilihat dalam jangka panjang

usahatani domba di Desa Hasang akan memberikan dampak yang baik terhadap

pendapatan petani.

Pemberian bunga pinjaman petani pada dasarnya sangat memberatkan

petani walaupun bunga tersebut kecil dibandingkat dengan bunga pinjaman bank.

Dengan adanya bunga pinjaman tersebut akan mewajibkan petani sebagai

penerima modal pinjaman untuk mengembalikan modal tersebut. Langkah ini

dilakukan untuk menanggulangi terjadinya penyalahgunaan pemeberian modal,

seperti mengalokasikan bantuan modal untuk keperluan lain misalnya konsumsi

rumah tangga atau lainnya. Hasil survei lapangan bahwa dari jumlah kesluruhan

petani masih ada yang menginginkan bentuk bantuan lain karena alasan dimana

petani tersebut tidak mampu untuk melakukan usahatani. Kondisi ini seharusnya

harus dilakukan penanganan yang baik agar pemertaan pemberian modal tersebut

dapat merata kepada setiap petani. Pada dasarnya pendapatan petani utama pada

tingkat petani adalah petani karet dan sawit, sedangkan bantuan dalam bentuk

domba merupakan suatu bentuk usaha angribisnis dimana nantinya petani akan

mempunyai unit bisnis dibidang peternakan. Jadi dalam penelitian ini ingin

melihat apakah dengan adanya bantuan ternak domba selama 13 bulan dapat

memberikan kontribusi yang sangat baik bagi pertambahan pendapatan petani.

76

6.7.7 Analisis Usahatani Sawit, Karet dan Domba

Pada umumnya petani di Desa Hasang merupakan petani karet dan sawit

sehingga penghasilan utama yang diperoleh petani berasal dari kebun sawit dan

karet. Usahatani kambing merupakan salah satu aset tabungan atau usaha

agribisnis peternakan yang diberikan pemerintah, dimana sifat usahatani dapat

disebut sampingan. Dengan adanya bantuan dalam bentuk ternak domba maka

pendapatan petani seharusnua bertambah selama periode 13 bulan, karena apabila

pendapatan usahatani karet dan sawit dalam 13 bulan digabung dengan

pendapatan dari usahatani domba akan sangat membantu petani. Untuk lebih

lengkap pendapatan usahatani karet dan sawit petani dalam 13 bulan untuk

usahatani kebun dan domba dapat dilihat pada Tabel 21.

77

Tabel 21. Rata-rata Jumlah Pendapatan usahatani Sawit Dan Karet Serta

Domba Dalam periode 13 Bulan.

Sumber: data primer (diolah)

Dari Tabel 21 dapat dilihat bahwa terjadi peningkatan jumlah pendapatan

petani dalam 13 bulan akibat dari pertambahan pendapatan usahatani domba.

Sebelum adanya program PUAP pendapatan atas biaya tunai petani dalam 13

bulan sebesar Rp. 10.417.618, sedangkan pada pendapatan atas biaya total

sebesar Rp. 6.262.618. Dari kedua pendapatan ini petani memiliki penghasilan

Uraian Satuan Awal berjalan

PUAP (Rp)

Setelah

berjalan

PUAP (Rp)

Jumlah domba 4 7

Harga domba/kg 16.000 16.000

Berat rata-rata domba/kg 30 30

A. Penerimaan

A1. Penerimaan Tunai Domba Kg 1.920.000 3.360.000

A2. Pendapatan Sawit dan Karet 39.981.132 39.981.132

A3. Jumlah A1 dan A2 41.901.132 41.901.132

B. Biaya Usahatani

B.1 Biaya Tunai:

1. Obat- obatan Kg 2.830 2.830

2. Suplemen tambahan Kg 1.019 1.019

3. Kandang 45.283 45.283

4. Angsuran pinjaman 1.657.023 1.657.023

B2.biaya tunai kebun 29.777.358 29.777.358

Total Biaya Tunai 31.483.514 31.483.514

B.2 Biaya Diperhitungkan:

1. Tenaga Kerja Dalam

Keluarga HOK 3.900.000 3.900.000

2. Penyusutan Alat - 55.000 55.000

3. Material kandang 200.000 200.000

Total Biaya Diperhitungkan - 4.155.000 4.155.000

C. Total Biaya Usahatani

(B1+B2) - 35.638.514 35.638.514

D. Pendapatan Atas Biaya

Tunai(A3-B1) - 10.417.618 10.417.618

E. Pendapatan Atas Biaya

Total (A3-C) - 6.262.618 6.262.618

F. R/C atas Biaya Tunai

(A3/B1) - 1,33 1,38

G. R/C atas Biaya Total

(A3/C) -

1,18

1,22

78

yang jauh lebih baik sebelum adanya program PUAP. Dilihat dari R/C rasio

usahatani setelah adanya penambahan pendapatan dari karet dan sawit usaha

tersebut layak untuk dijalankan karena memiliki jumlah R/C rasio lebih besar dari

1 pada awal PUAP. Setelah berjalannya PUAP juga terlihat jelas bahwa adanya

peningkatan R/C rasio atas biaya tunai dari 1,33 menjadi 1,38, sedangkan pada

R/C rasio atas biaya total dari 1,18 meningkat menjadi 1,22. Dalam penelitian ini

dilihat dari perbandingan pertambahan pendapatan petani tidak terlalu signifikan

diakibatkan program PUAP tersebut masih baru dan masih berjalan selama 13

bulan. Bila dilihat dalam jangka panjang usahatani ternak domba tersebut akan

memberikan dampak yang signifikan dalam pertambahan pendapatan petani.

Pendapatan petani akan jauh lebih baik lagi apabila dilakukan pemeliharaan

domba secara intensif. Pemeliharaan secara intensif maksutnya adalah

pemeliharaan domba dilakukan dengan memberikan perlakuan teknologi seperti

memberikan konsentrat dan suplemen pada domba yang dapat meningkatkan

pertumbuhan produksi. Dalam penelitian ini domba dipelihara hanya dengan

digembalakan di areal perkebunan karet dan sawit. Dengan kondisi yang

pemeliharaan konvensional membuat pertumbuhan domba tidak sebanding

dengan domba yang dipelihara secara intensif. Pemeliharaan intensif yang baik

yaitu melakukan pemeliharaan dengan memberikan konsentrat dan suplemen

lainnya yang dapat memicu pertumbuhan domba secara baik.

6.8 Manfaat Program PUAP Terhadap Ekonomi dan Non Ekonomi Petani

Manfaat ekonomi yang dapat terlihat bagi petani yang mendapat PUAP

dapat dilihat dari adanya pertambahan pendapatan yang diperoleh setelah adanya

program PUAP. Penambahan pendapatan diperoleh dari hasil perkembangan

domba yang dipelihara, hal ini mengakibatkan ekonomi ditingkat keluarga petani

semakin meningkat. Sedangkan manfaat non ekonomi yang diperoleh oleh petani

yang mendapat bantuan dana program PUAP yaitu terbentuknya pola pikir petani

yang mau melakukan bisnis yang bergerak di peternakan, hal ini ditunjukkan oleh

antusias petani yang mendapat bantuan. Dengan adanya bantuan tersebut petani

beranggapan bantuan tersebut merupakan suatu peluang dalam pengembangan

79

binis untuk meningkatkan kesejahteraan petani. Selain dari pengembangan

peternakan petani juga sudah bergerak dalam pengembangan bisnis seperti

pembuatan pupuk kandang dan pupuk cair dari kotoran domba. Melihat kondisi

ini maka diharapkan kedepannya di Desa Hasang khususnya petani dapat

melakukan unit bisnis yang bergerak dibidang agribisnis, dimana kegiatan

tersebut akan sesuai dengan tujuan PUAP sehingga tujuan untuk mensejahterakan

petani melalui program agribisnis dapat tercapai dengan baik.

Selama berjalannya program PUAP di Desa Hasang memiliki pengaruh

terhadap pola perilaku petani dalam menjalankan usahataninya. Perubahan

perilaku yang terjadi adalah sebelum adanya program PUAP petani hanya

mengerjakan usahatani karet dan sawit. Dari 53 petani yang mendapat domba

ada beberapa diantaranya sebelum jam tiga sore sudah selesai mengerjakan

usahatani karet dan sawit. Setelah selesai bekerja di kebun biasanya petani masih

memiliki waktu yang dapat digunakan untuk kegiatan yang dapat menambah

penghasilan. Sebelum adanya PUAP waktu tersebut hanya dipakai untuk bersantai

dirumah, setelah adanya program PUAP dalam bentuk domba maka petani

menjadi memiliki kegiatan untuk memelihara domba. Dengan demikian program

PUAP telah mampu mengubah pola perilaku petani yang lebih produktif dan

memiliki pekerjaan sampingan untuk memelihara domba yang akan dapat

meningkatkan pendapatan petani dalam jangka panjang.

6.9 Manfaat Ternak Domba Dalam Bentuk Lain

6.9.1 Manfaat Pengembangan Bisnis

Sesuai dengan survei lapangan ada pengembangan bisnis yang dapat

dilakukan sehingga menghasilkan pendapatan tambahan bagi petani. Potensi

pengembangan bisnis yang dapat dilakukan adalah membuat pupuk cair organik

dan pupuk kandang yang berasal dari kotoran domba. Pengembangan bisnis ini

tidak terlepas dari bantuan penyuluh pertanian. Peranan penyuluh pertanian yang

dapat diterapkan adalah meliputi teknih pembuatan pupuk, promosi produk baik

ke petani maupun ke dinas terkait seperti dinas pertanian. Dalam promosi ini di

harapkan produk yang dibuat oleh petani dapat diterima pasar khususnya pasar

untuk petani sawit dan karet di Kabupaten Labuahan Batu. Dengan adanya

80

promosi yang baik oleh pihak penyuluh pertanian diharapkan petani dapan

mengembangkan bisnis pupuk tersebut sehingga dapat menambah pendapatan

pendapatan petani. Dalam pengembangan bisnis ini petani sudah mampu

membuat dan memproduksi pupuk akan tetapi masih lemah dalam pemasarannya,

sehingga membutuhkan wadah yang dapat membantu pengembangannya. Sesuai

survey lapang pupuk tersebut sedang diuji melalui labratorium Universitas

Sumatera Utara guna mendukung dalam legalisasi dan untuk mengetahui

kandungan unsurhara tersebut sehingga dalam promosinya dapat bejalan dengan

baik. Dalam uji pupuk untuk tanaman padi sawah, ternyata hasilnya cukup baik

akan tetapi para petani khususnya kecamatan Kualuh Selatan belum meyakini

produk tersebut akibat promosi dan legalisasi produk yang belum ada, sehingga

dalam hal ini peranan dari badan penyuluh pertanian sangat berperan penting

dalam pengembangan bisnis ini.

6.9.2 Manfaat Integrasi Terhadap Produksi

Ciri utama integrasi tanaman ternak adalah adanya sinergisme atau

keterkaitan yang saling menguntungkan antara tanaman dan ternak. Petani

memanfaatkan kotoran ternak sebagai pupuk organik untuk tanamannya,

kemudian memanfaatkan limbah pertanian sebagai pakan ternak (Kariyasa 2005).

Dalam penelitian ini konsep integrasi juga dipakai yaitu dengan mengintegrasikan

tanaman sawit dan karet dengan ternak domba. Integrasi yang dilakukan banyak

memiliki keuntungan yaitu; (1) menekan gulma pada tanaman; (2) penyedia bahan

pakan untuk domba; (3) penyedia pupuk untuk tanaman karet dan sawit. Dalam

usahatani perkebunan ada yang dinamakan pengendalian gulma dimana gulma

tersebut biasanya dikendalikan dengan melakukan sanitasi dengan alat-alat

pertanian serta penyemprotan dengan herbisida.

Pengendalian gulma ini selama ini dilakukan petani dengan mengeluarkan

biaya, sehingga dengan adanya domba maka gulma yang tadinya dikendalikan

dengan mengeluarkan biaya dapat ditekan dengan integrasi ternak domba karena

gulma yang mengganggu tanaman sawit dan karet akan menjadi pakan bagi ternak

domba sehingga pertumbuhan gulma akan terhambat. Terhambatnya

pertumbuhan mengakibatkan pertumbuhan tanaman sawit dan karet akan jauh

lebih baik karena kompetisi unsurhara antara tanaman dapat diminimalisir. Selain

81

penghasil pakan dan penekan gulma disisi lain penggunaan pupuk yang dilakukan

petani dapat di tekan, karena petani karet dan sawit dapat menggunakan pupuk

kandang atau limbah dari ternak domba sebagai pupuk pengganti pupuk kimia

seperti yang sudah sering dilakukan oleh petani. Penggunaa pupuk kandang ini

akan dapat memacu pertumbuhan dan produksi tanaman sawit dan karet sebab

sifat pupuk kandang tersebut dapat memperbaiki kesuburan dan struktur tanah

yang akan berdampak kepada produksi yang jauh akan lebih baik dari

sebelumnya.

6.10 Implikasi dari Penelitian

Tujuan dari program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP)

adalah untuk mengurangi kemiskinan dan pengangguran melalui penumbuhan dan

pengembangan kegiatan usaha agribisnis di perdesaan sesuai dengan potensi

wilayah. Meningkatkan kemampuan pelaku usaha agribisnis, Pengurus Gapoktan,

Penyuluh dan Penyedia Mitra Tani. Memberdayakan kelembagaan petani dan

ekonomi perdesaan untuk pengembangan kegiatan usaha agribisnis. Terakhir

adalah untuk meningkatkan fungsi kelembagaan ekonomi petani menjadi

jejaring atau mitra lembaga keuangan dalam rangka akses ke permodalan.

Salah satu tujuan utama yang terkait dengan pelaksanaan program PUAP

adalah peningkatan kesejahteraan petani yang dinilai dari peningkatan pendapatan

petani. Walaupun dari hasil penelitian menunjukkan bahwa telah terjadi

perubahan pendapatan secara positif atau mengalami peningkatan yang masih

kecil, namun hal tersebut tidak mempengaruhi para responden dalam membayar

angsuran pinjaman dengan tepat waktu. Kemampuan para petani penerima BLM-

PUAP dalam mengembalikan angsuran telah menunjukkan bahwa mereka

memiliki kemampuan dalam mengatur keuangan usaha dan keluarga. Walaupun

mereka belum bisa membuat pembukuan secara mendetail dan teratur. Namun hal

tersebut merupakan potensi yang perlu ditingkatkan dan dijadikan dasar agar

program PUAP di masa mendatang dapat terus dilaksanakan dan ditingkatkan.

82

Meninjau hal-hal yang telah diuraikan di atas, perlu dipertimbangkan pula

peran dari para penyuluh pertanian lapangan sangat diperlukan untuk memberikan

masukan dan pengawasan terhadap pelaksanaan program PUAP ini. Pertimbangan

pentingnya penyuluh pendamping perlu ditingkatkan baik kuantitas maupun

kualitas sumberdaya manusianya adalah karena penyuluh pendamping memiliki

peran penting dalam menghubungkan dan mentransfer baik ilmu, teknologi baru

hingga pada pemberian pelatihan guna meningkatkan keterampilan para petani.

Selain itu dengan adanya penyuluh pertanian pendamping yang ditempatkan di

tiap desa atau Gapoktan akan memberikan efek positif terhadap perkembangan

Gapoktan sebagai lembaga sosial ekonomi perdesaan.

VII KESIMPULAN DAN SARAN

7.1. Kesimpulan

Berdasarkan dari hasil pembahasan karakteristik petani, dari 53 responden

petani berada pada rentang usia produktif dan terbanyak berada pada kisaran

umur 26-50 tahun dengan tingkat pendidikan relatif rendah. Penerima BLM-

PUAP yang berprofesi sebagai petani sebagian besar berpendidikan rendah yakni

hanya sampai Sekolah Dasar (SD) dan rata-rata telah berkeluarga. Selain itu jenis

pekerjaan merupakan salah satu kriteria karakter petani, secara umum petani

berprofesi sebagai petani kebun sawit dan karet. Petani di Desa Hasang memiliki

rata-rata penghasilan satu juta sampai dengan tujuh juta rupiah. Rata-rata

pengajuan dana program PUAP yang diajukan oleh petani adalah 2,5 juta rupuah.

Dilihat dari pendapatan dan jenis pekerjaan petani di Desa Hasang merupakan

petani yang mampu dalam mengambil kredit dengan bunga yang relatif rendah.

Hasil dari karakteristik tersebut sangat erat kaitannya dengan pertambahan

pendapatan petani seperti tingginya pendidikan akan membuat petani lebih cepat

dan agresif dalam mengadopsi informasi dan teknologi yang terbaru, sehingga

dengan demikian usahatani yang dijalankan akan lebih maju dan pendapatan

petani juga akan meningkat.

Selain karakteristik petani yang mengambil dana PUAP, karakter petani

sudah terbentuk lainnya adalah pola pikir dalam pengembangan bisnis, dimana

dari 53 orang petani yang mengambil dan PUAP beranggapan bahwa bantuan

dana PUAP merupakan suatu peluang untuk pengembangan bisnis. Dalam

penelitian ini yang dimaksut bisnis tersebut adalah bisnis ternak domba. Dengan

adanya pengembangan agribisnis khususnya domba maka pendapatan yang

melakukan usahatani domba tersebut akan bermanfaat dalam penambahan

pendapatan petani. Skala bisnis yang akan dilakukan adalah sistem kolektif dalam

artian penjualan dilakukan dengan peranan bantuan Gapoktan sehingga petani

tidak dapat ditekan oleh oknum-oknum yang dapat merugikan petani seperti

tengkulak. Selain pola piker petani yang terbentuk dengan adanya PUAP di sisi

lain pola perilaku petani juga mengalami perubahan. Perubahan yang terjadi

dapat dilihat dari pekrjaan petani, yaitu dimana sebelum adanya PUAP petani

84

hanya mengerjakan kebun karet dan sawit saja, kemudian setelah adanya PUAP

petani menjadi memiliki tambahan pekerjaan yang dapat membantu dalam

peningkatan pendapatan petani dengan memelihara ternak domba.

Dilihat dari analisis usaha tani domba menunjukkan bahwa di Desa

Hasang selama kurun waktu 13 bulan belum menimbulkan dampak pendapatan

yang begitu signifikan. Tidak signifikannya perubahan pendapatan petani dari

domba terlihat dari R/C rasio atas biya total yang kurang dari 1 yang artinya

secara bisnis tidak layak untuk dijalankan dalam jangka pendek, aka tetapi apabila

dijalankan dalan jangka pangjang akan memberikan dampak yang besar terhadap

pendapatan petani.

7.2 Saran

1. Dalam pemeliharaan domba masih dilakukan secara konvensional oleh karena

itu perlu dilakukankan pemeliharaan lebih intensif agar pertumbuhan produksi

domba jauh lebih baik.

2. Peran penyuluh pertanian sangat diperlukan dan ditingkatkan lagi dalam

upaya memotori, mengawasi dan memberikan arahan kepada petani agar

dalam budidaya domba lebih baik sehingga produksi domba dapat

ditingkatkan.

DAFTAR PUSTAKA

Ariningsih E, Rachman H PS. 2008. Strategi peningkatan ketahanan pangan

rumah tangga rawan pangan. Jurnal Analisis kebijakan pertanian

volume 6 No 3 september: 239-255

Ashari. 2009. Optimalisasi kebijakan kredit program sektor pertanian di

indonesia. Jurnal Analisis kebijakan pertanian volume 7 No 1 maret:

21-42

[BPS] Badan Pusat Statistik Kabupaten Labuhan Batu. 2008. Kabupaten

Labuhan Batu Dalam Angka. Rantau Prapat: BPS Kabupaten

Labuhan Batu.

[BPS] Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara. 2009. Profil Kemiskinan

Provinsi Sumatera Utara. Medan: BPS Provinsi Sumatera Utara.

Departemen Pertanian. 2008. Kebijakan Teknis Program Pengembangan Usaha

Agribisnis Pedesaan. Jakarta: Departemen Pertanian RI.

Departemen Pertanian. 2008. Peraturan Menteri Pertanian No. 16/OT.140/2/2008.

Jakarta: Departemen Pertanian RI.

Filtra, Eko. 2007. Evaluasi Program Bantuan Pinjaman Langsung Masyarakat

(BPLM) Sapi Potong Di Kabupaten Agam, Sumatera Barat. [Skripsi].

Bogor: Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas

Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

Hernanto. F. 1989. Ilmu Usahatani. Jakarta.: Penebar Swadaya.

Ilham N, 2009. Kelangkaan produksi daging: indikasi dan implikasi

kebijakannya. Jurnal Analisis kebijakan pertanian volume 7 No 1 maret:

43-63

Ilham N. 2006. Analisis sosial ekonomi dan strategi pencapaian swasembada

daging 2010. Jurnal Analisis kebijakan pertanian volume 4 No 2 juni:

131-145

Ilham N. 2007. Alternatif kebijakan peningkatan pertumbuhan PDB subsektor

peternakan di indonesia. Jurnal Analisis kebijakan pertanian volume 5

No 4 desember: 335-357

Kasmadi. 2005. Pengaruh Bantuan Langsung Masyarakat Terhadap Kemandirian

Petani Ternak. (Kasus pada Kelompok Tani Ternak Desa Bungai Jaya dan

Desa Tambun Raya, Kecamatan Basarang, Kabupaten Kapuas Kalimantan

Tengah. [Skripsi]. Bogor: Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi

Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

Lubis. 2005. Efektivitas Penyaluran Kredit Ketahanan Pangan dan Analisis

Pendapatan Petani Pengguna Kredit (Studi Kasus pada Petani Tebu

Anggota Koperasi Madusari, Pabrik Gula Tasikmadu Karanganyar, Solo).

[Skripsi]. Bogor: Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian.

Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

Kariyasa K. 2005. Sistem integrasi tanaman-ternak dalam perspektif reorientasi

kebijakan subsidi pupuk dan peningkatan pendapatan petani. Jurnal

Analisis kebijakan pertanian volume 3 No 1 maret: 68-80

Muslim C. 2006. Pengembangan sistem integrasi padi-ternak dalam upaya

pencapaian swasembada daging di indonesia:suatu tinjauan evaluasi.

Jurnal Analisis kebijakan pertanian volume 4 No 3 september: 226-

239

Mulyarto EP. 2009. Faktor faktor yang mempengaruhi realisasi kredit usaha

rakyat (KUR) di Bank Rakyat Indonesia Leuwiliang Kabupaten Bogor.

[Skripsi]. Bogor.Depaetemen Agribisnis.Fakultas Ekonomi dan

Manajemen. Institut Pertanian Bogor.

Mubyarto. 1989. Pengantar Ekonomi Pertanian. Jakarta. LP3ES.

Nasution, Muslimin. 2002. Pengembangan Kelembagaan Koperasi Pedesaan

Untuk Agroindustri. Bogor: IPB Press. Tidak dipublikasikan.

Nazir, M. 2003. Metodologi Penelitian . Ghalia Indonesia. Jakarta.

Perdana. 2007. Analisis Dampak Pelaksanaan Program Kredit Kepada Koperasi

Primer Untuk Anggotanya (KKPA) Terhadap Pendapatan Usahatani

Peserta Plasma (Studi Pada PT. Sinar Kencana Inti Perkasa di Kabupaten

Kota Baru, Kalimantan Selatan). [Skripsi]. Program Sarjana Ekstensi

Manajemen Agribisnis. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

Sumarti, Titik, dkk. 2008. Model Pemberdayaan Petani Dalam Mewujudkan Desa

Mandiri dan Sejahtera (Kajian Kebijakan dan Sosial Ekonomi Tentang

Ketahanan Pangan Pada Komunitas Desa Rawan Pangan di Jawa).

[Laporan Akhir].Bogor: Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada

Masyarakat. Institut Pertanian Bogor.

Sume, Harun A. 2007. Analisis Efektivitas Bantuan Dana Penguatan Modal

Lembaga Usaha Ekonomi Pedesaan (DPM-LUEP) (Studi Kasus DPM-

LUEP Kabupaten Bogot). [Tesis]. Bogor: Sekolah Pasca Sarjana. Institut

Pertanikan Bogor.

Syahyuti. 2007. Kebijakan Pengembangan Kelompok Tani (GAPOKTAN)

Sebagai Kelembagaan Ekonomi Di Pedesaan. Jurnal Analisis Kebijakan

Pertanian volume 5 No 1 Maret : 15-35.

Soeharjo, A dan D. Patong. 1973. Sendi-Sendi Pokok Ilmu Usahatani. Jurusan

Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor.

Soekartawi, et al. 1986. Ilmu Usahatani dan Penelitian Untuk Pengembangan

Petani Kecil. UI-Press. Jakarta.

Suyatno, S, S. 2006. Kelembagaan Perbankan. Edisi Ketiga. PT. Gramedia

Pustaka Utama. Jakarta.

Tarigan, K.P. 2006. Analisis Faktor-Faktot Yang Mempengaruhi Permintaan

Kredit Umum Pedesaan (Kupedes) Dalam Sektor Pertanian di BRI Unit

Parung Bogor. [Skripsi]. Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis.

Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

Yusdja Y, Ilham N. 2006. Arah kebijakan pembangunan peternakan rakyat.

Jurnal Analisis kebijakan pertanian volume 4 No 1 maret: 18-38

LAMPIRAN