dampak program pengembangan usaha agribisnis … · para petani domba anggota gapoktan penerima...
TRANSCRIPT
DAMPAK PROGRAM PENGEMBANGAN USAHA
AGRIBISNIS PERDESAAN (PUAP) TERHADAP
PENDAPATAN PETANI (Studi Kasus di Desa Hasang Kecamatan Kualuh Selatan Kabupaten
Labuhan Batu, Sumatera Utara)
SKRIPSI
ZAGARUDDIN SAGALA
H 34076157
DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2010
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Dampak
Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) Terhadap
Pendapatan Petani (Studi Kasus di Desa Hasang Kecamatan Kualuh Selatan
Kabupaten Labuhan Batu, Sumatera Utara)” adalah karya sendiri dan belum
diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulisan lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor , April 2010
Zagaruddin Sagala
H 34076157
RINGKASAN
ZAGARUDDIN SAGALA. Dampak Program Pengembangan Agribisnis
Pedesaan Terhadap Pendapatan Petani (Studi kasus di Desa Hasang
Kecamatan Kualuh Selatan Kabupaten Labuhan Batu, Sumatera Utara.
Skripsi. Departemen Agribisnis. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut
Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan EVA YOLYNDA AVINY).
Masalah paling dasar bagi sebagian besar petani Indonesia adalah masalah
keterbatasan modal yang dimiliki oleh para petani. Permasalahan yang dihadapi
dalam permodalan pertanian berkaitan langsung dengan kelembagaan selama ini,
yaitu lemahnya organisasi tani, sistem dan prosedur penyaluran kredit yang rumit,
birokratis dan kurang memperhatikan kondisi lingkungan sosial budaya
perdesaan, sehingga sulit menyentuh kepentingan petani yang sebenarnya. Dalam
rangka menanggulangi permasalahan tersebut, dicanangkan program
Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP). Program ini bertujuan untuk
membantu mengurangi tingkat kemiskinan dan menciptakan lapangan pekerjaan
di perdesaan serta membantu penguatan modal dalam kegiatan usaha di bidang
pertanian sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan petani. Kehadiran program
PUAP diharapkan dapat mengatasi masalah kesulitan modal yang dihadapi petani.
Program PUAP di Sumatera Utara khususnya di Kabupaten Labuhan Batu
telah dilaksanakan dengan jumlah dana yang diterima sebesar Rp 100 juta untuk
setiap desa miskin atau Gapoktan. Salah satu Kecamatan yang telah menerima
bantuan dana PUAP adalah Kecamatan Kualuh Selatan Desa Hasang. Penyaluran
dana PUAP ini dilakukan melalui Gapoktan Satahi Desa Hasang dimana
Gapoktan ini memiliki 8 kelompok tani. Tujuan penelitian ini adalah (1)
Menganalisis karakteristik anggota Gapoktan PUAP di Kecamatan Kualuh
Selatan, Kabupaten Labuhan Batu. (2) Menganalisis dampak program PUAP
dilihat dari pendapatan anggota kelompok tani yang mengambil PUAP di Desa
Hasang, Kecamatan Kualuh Selatan, Kabupaten Labuhan Batu.
Penelitian ini dilaksanakan di Gapoktan atau di Desa Hasang di
Kecamatan Kualuh Selatan, Kabupaten Labuhan Batu, Sumatera Utara. Waktu
penelitian dilakukan pada bulan Desember 2009. Responden penelitian adalah
para petani Domba anggota Gapoktan penerima BLM-PUAP sebanyak 53
responden dan penelitian ini menggunakan analisis pendapatan usahatani.
Gapoktan di Kecamatan Kualuh Selatan memiliki karakteristik sebagai lembaga
sosial ekonomi perdesaan yang memiliki struktur kepengurusan terdiri dari ketua,
sekretaris, bendahara dan beberapa seksi. Masing-masing jabatan mempunyai
tugas dan tanggung jawab yang sama penting. Berdasarkan hasil analisis pendapatan usahatani domba di Desa Hasang
menunjukkan bahwa pelaksanaan program PUAP pada dasarnya memberikan dampak
terhadap produksi Domba dan tingkat pendapatan petani peserta program. Hal ini
dapat dilihat dari pendapatan usahataninya bahwa pada awal berjalannya program
PUAP, jumlah rata-rata domba Gapoktan Desa Hasang per petani sebanyak 4
ekor dengan rata-rat bobot badan sebesar 30 kg dengan harga jual Rp 16.000 per
kilogramnya, sehingga penerimaan tunai yang diperoleh petani anggota Gapoktan
adalah sebesar Rp 1.920.000. Namun, setelah berjalannya program PUAP maka
jumlah produksi yang dihasilkan mengalami peningkatan sebanyak 3 ekor
sehingga jumlahnya menjadi 7 ekor maka penerimaan tunai yang diperoleh
sebesar Rp 3.360.000. Penerimaan diperhitungkan berdasarkan dari jumlah
tenaga kerja, penyusutan alat dan material kandang, dimana ketiga komponen ini
seharusnya diperhitungkan tetapi biaya yang dikeluarkan tidak dalam bentuk
tunai. Dari penerimaan yang diperhitungkan dapat dilihat jumlah penerimaan
yang diperoleh dari ketiga komponen tersebut pada awal PUAP dan setelah PUAP
sebesar Rp 4.200.283.
Hasil analisis imbangan penerimaan dan biaya (R/C ratio analysis)
usahatani domba yang diusahakan oleh petani responden menunjukkan bahwa
usahatani ini memiliki penerimaan yang lebih besar dibanding biaya usahatani.
Hal tersebut ditunjukkan oleh nilai R/C rasio lebih besar dari satu. Artinya setiap
satu satuan biaya yang dikeluarkan maka akan memberikan penerimaan sebesar
lebih dari satu satuan biaya atau usahatani tersebut menghasilkan penerimaan
yang lebih besar dari total biaya yang dikeluarkan. Nilai R/C rasio atas biaya
tunai pada awal program PUAP sebesar 1.13. Artinya setiap Rp 1 biaya yang
dikeluarkan pada usahatani domba dengan dengan jumlah awal program sebesar 4
ekor maka akan memberikan keuntungan sebesar Rp 1,13. Sementara itu apabila
memasukkan sejumlah biaya yang diperhitungkan sebagai komponen biaya total,
maka nilai R/C rasio sebesar 1,85. Rasio dengan nilai 1,85 berarti setiap
pengeluaran biaya total sebesar Rp 1 akan memberikan keuntungan sebesar Rp
1,85 dengan jumlah domba 4 ekor pada awal program PUAP berjalan.
Selanjutnya adalah melihat nilai R/C rasio dari usahatani domba setelah
berjalannya program PUAP. Analisis imbangan R/C rasio biaya tunai sebesar
0,33. Artinya adalah setiap pengeluaran tunai sebesar Rp 1 akan memberikan
kerugian sebesar Rp 0,33. Apabila dimasukkan biaya yang diperhitungkan
sebagai komponen total biaya maka R/C rasio yang dihasilkan sebesar 0,54 yang
berarti setiap pengeluaran biaya total Rp 1 maka akan memberikan kerugian
sebesar Rp 0.54 Berdasarkan hasil uraian di atas dapat diinformasikan bahwa
nilai kedua R/C rasio di atas setelah berjalannya program PUAP menunjukkan
nilai R/C rasio lebih besar dari satu, yang berarti dapat dikatakan bahwa usahatani
domba pada Gapoktan Desa Hasang di Kecamatan Kualuh Selatan Kabupaten
Labuhan Batu layak diusahakan untuk R/C rasio atas biaya tunai sedangkan R/C
rasio atas biaya total secara binis tidak layak untuk dijalankan.
DAMPAK PROGRAM PENGEMBANGAN USAHA
AGRIBISNIS PERDESAAN (PUAP) TERHADAP
PENDAPATAN PETANI (Studi Kasus di Desa Hasang Kecamatan Kualuh Selatan Kabupaten
Labuhan Batu, Sumatera Utara)
ZAGARUDDIN SAGALA
H 34076157
Skripsi merupakan salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada
Departemen Agribisnis
DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
Judul Skripsi : Dampak Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan
(PUAP) Terhadap Pendapatan Petani di Desa Hasang
Kecamatan Kualuh Selatan Kabupaten Labuhan Batu Sumatera
Utara.
Nama : Zagaruddin Sagala
NIM : H34076157
Disetujui,
Pembimbing
Eva Yolynda Aviny, SP.MM
NIP. 19710402 200604 2 008
Diketahui
Ketua Departemen Agribisnis
Fakultas Ekonomi dan Manajemen
Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS
NIP 19580908 198403 1 002
Tanggal Lulus:
KATA PENGANTAR
Puji syukur Kepada Allah SWT yang telah memberikan nikmat dan karuniaNya
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul ”Dampak Program
Pengembangan Usaha Agribisnis (PUAP) Terhadap Pendapatan Petani di Desa
Hasang Kualuh Selatan Kabupaten Labuhan Batu Sumatera Utara”. Penelitian ini
bertujuan untuk menganalisis karakteristik petani penerima bantuan dana program
PUAP serta dampak terhadap tingkat pendapatan petani di Desa Hasang Kecamatan
Kualuh Selatan Kabupaten Labuhan Batu, Sumatera Utara.
Skripsi ini sangat bermanfaat bagi penulis sebagai salah satu syarat
menyelesaikan tugas akhir pada Program Sarjana Agribisnis, Institut Pertanian Bogor.
Skripsi ini merupakan hasil karya yang dapat diselesaikan oleh penulis selama
mengikuti kegiatan pembelajaran dalam kegiatan kuliah maupun tugas akhir ini.
Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang
memang membutuhkan.
Bogor, April 2010
Zagaruddin Sagala
UCAPAN TERIMAKASIH
Penyelesaian skripsi ini juga tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Sebagai
bentuk rasa syukur kepada Allah SWT, penulis ingin menyampaikan terimakasih
dan penghargaan kepada:
1. Eva Yolynda Aviny, SP.MM selaku dosen pembimbing atas bimbingan,
arahan, waktu dan kesabaran yang telah diberikan kepada penulis selama
penyusunan skripsi ini.
2. Dr. Ir. Anna Fariyanti, MS. selaku dosen evaluator penulis pada saat
kolokium proposal, atas waktu dan kritiknya didalam perbaikan skripsi ini.
3. Ir. Popong Nurhayati, MM selaku dosen penguji utama yang telah
memberikan kritik dan saran yang sangat bermanfaat bagi penulis dalam
memperbaiki penulisan skripsi ini.
4. Rahmat Yanuar, SP. MSi selaku dosen penguji komisi pendidikan yang telah
memberikan saran dan kritik kepada penulis dalam upaya memaksimalkan
penulisan skripsi ini.
5. Ayah, Mamak, adik-adikku dan seluruh keluarga besar “Sagala” atas segala
kasih sayang serta dukungan lahir dan batin, semoga ini menjadi
persembahan yang terbaik.
6. Pihak Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Desa Hasang atas
waktu, kesempatan, informasi, dan dukungan yang diberikan.
Bogor, Mei 2010
Zagaruddin Sagala
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Kuisioner penelitian ........................................................... 89
2. Struktur Organisasi Gapoktan Desa Hasang ....................... 95
3. Daftar Desa Penerima PUAP Kabupaten Labuhan
Batu 2008 ........................................................................... 96
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL................................................................................ i
DAFTAR GAMBAR ........................................................................ ii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................. iii
I PENDAHULUAN ....................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ...................................................................... 1
1.2 Perumusan Masalah ............................................................... 8
1.3 Tujuan Penelitian ..................................................................... 13
1.4 Manfaat Penelitian .................................................................... 13
II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................... 14
2.1 Gambaran Umum Bentuk Bantuan Modal Pada Pertanian ...... 14
2.1.1 Tujuan PUAP ................................................................. 16
2.1.2 Sasaran Program PUAP ................................................. 17
2.2 Kelembagaan dan Peran Kelembagaan ................................... 17
2.3 Gabungan Kelompok Tani ....................................................... 19
2.4 Kelompok Tani .......................................................................... 20
2.5 Pengertian Kredit ...................................................................... 20
2.6 Penelitian Terdahulu ................................................................. 22
III KERANGKA PEMIKIRAN ........................................................ 25
3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis .................................................. 25
3.2.1 Pendapatan Usahatani .................................................... 29
3.2.2 Imbangan Penerimaan dan Biaya (R/C Rasio) .............. 31
3.3.3 Sistem Integrasi Ternak Dengan Tanaman ..................... 32
3.2 Kerangka Pemikiran Operasional ............................................ 32
IV METODE PENELITIAN ............................................................ 36
4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian .................................................... 36
4.2 Jenis dan Sumber Data ............................................................. 36
4.3 Metode Pengumpulan Data ....................................................... 36
4.4 Metode Pengambilan Sampel .................................................. 37
4.5 Metode Pengolahan dan Analisis Data ..................................... 38
4.5.1 Analisis Pendapatan Petani .............................................. 38
4.5.2 Analisis R/C rasio ............................................................. 39
V GAMBARAN UMUM .................................................................. 41
5.1 Gambaran Umum Wilayah Penelitian ....................................... 41
5.2.1 Desa Hasang ............................................................................ 43
VI HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................. 45
6.1 Mekanisme penyaluran PUAP Desa Hasang .............................. 45
6.2 Karakteristik responden di Gapoktan Desa Hasang ................ 46
6.2.1 Jenis Kelamin ..................................................................... 46
6.2.2 Usia Responden ................................................................ 46
6.2.3 Tingkat Pendidikan ............................................................ 48
6.2.4 Jenis Pekerjaan Responden ................................................. 49
6.2.5 Pengalaman Mengambil Kredit .......................................... 49
6.2.6 Jumlah Tanggungan ............................................................ 50
6.2.7 Status Kepemilikan dan Luas Lahan .................................. 51
6.2.8 Status Kepemilikan Ternak Domba ................................... 52
6.4 Proses Budidaya ...................................................................... 56
6.4.1 Persiapan Kandang ............................................................. 56
6.4.2 Pemilihan Ternak ............................................................. 57
6.4.3 Pemeliharaan dab Penanganan Penyakit Ternak ................ 57
6.4.4 Ternak Siap Panen dan Pemanenan .................................... 58
6.5 Kinerja Gapoktan Dalam Menyalurkan BLM PUAP ................... 58
6.5.1 Evektivitas Penyaluran BLM PUAP Berdasarkan
Kriteria Pihak Penyalur ...................................................... 59
6.5.1.1 Target dan Realisasi Pinjaman PUAP .................... 59
6.5.1.2 Jangkauan Realisasi Pinjaman PUAP ................... 61
6.5.1.3 Frekuensi Pinjaman .............................................. 62
6.5.1.4 Persentase Tunggakan ........................................... 63
6.5.1.5 Penyaluran BLM PUAP pada petani .................... 64
6.6.2 Persyaratan Awal .............................................................. 64
6.6.3 Prosedur Pinjaman ........................................................... 65
6.6.4 Realisasi Pinjaman ............................................................. 65
6.6.5 Biaya Administrasi .............................................................. 65
6.6.6 Tingkat Bunga ..................................................................... 65
6.7 Dampak PUAP dilihat dari pendapatan anggota Gapoktan ...... 66
6.7.1 Pemanfaatan Dana BLM PUAP ........................................ 66
6.7.2 Analisis Usahatani Awal dan Setelah Program PUAP .. 67
6.7.3 Alat-alat Pertanian .............................................................. 67
6.7.4 Output Usahatani ................................................................. 69
6.7.5 Pendapatan Anggota Gapoktan Awal dan SetelahPUAP 70
6.7.6 Analisis R/C Rasio Awal dan Setelah PUAP ..................... 73
6.7.8 Analsis Usahatani Karet,Sawit dan Domba ........................ 76
6.8 Manfaat Program PUAP Terhadap Ekonomi dan
Non Ekonomi Petani .................................................................. 78
6.9 Manfaat Ternak Domba Dalam Bentuk Lain ................................ 79
6.9.1 Manfaat Pengembangan Bisnis ........................................... 79
6.9.2 Manfaat integrasi terhadapat produksi ................................ 80
6.10 Implikasi Dari Penelitian............................................................. 81
VII KESIMPULAN DAN SARAN ................................................ 83
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................... 85
LAMPIRAN ...................................................................................... 88
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Indonesia
Menurut Daerah Tahun 2001-2007 ....................................... 2
2. Kesempatan Kerja Menurut Sektor Ekonomi
Tahun 2006-2007 ................................................................... 4
3. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin
Sumatera Utara Tahun 1999-2009 ......................................... 8
4. Luas, Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk Menurut
Desa/Kelurahan 2007 .......................................................... 43
5. Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian
Masyarakat Desa Hasang, Kecamatan Kualuh
SelatanTahun 2007 ............................................................... 44
6. Jumlah Responden Yang Mengambil Dana PUAP
Berdasarkan Jenis Kelamin ................................................... 46
7. Data Jumlah Responden Berdasarkan Tingkat Usia ............. 47
8. Sebaran Responden Petani Domba Berdasarkan Tingkat
Pendidikan ............................................................................ 48
9. Data Jumlah Tanggungan Keluarga Responden .................. 51
10. Jumlah Petani Responden Berdasarkan Kriteria Luasan
Lahan Sawit/Karet yang Dimiliki Tahun 2009 ................... 52
11. Data Jumlah Kepemilikan Dombaan Pada Awal Dan
Setelah Berjalannya PUAP. ............................................... 53
12. Realisasi Dana BLM-PUAP di Desa Hasang Menurut
Kelompok Tani Tahun 2009 ............................................... 60
13. Realisasi Penerima PUAP di Desa Hasang berdasarkan
kelompok tani Tahun 2009.................................................... 61
14. Tingkat Bunga Pinjaman pada Gapoktan Desa Hasang
PUAP .................................................................................. 63
15. Rata-Rata Nilai Penggunaan Peralatan Pada Usahatani
Domba Desa Hasang Kecamatan Kualuh Selatan
Labuhan Batu ........................................................................ 67
16. Nilai Penyusutan Peralatan Pada Usahatani Petani Responden
Anggota Gapoktan di Kecamatan Bram Itam dan Seberang
Kota .................................................................................... 68
17. Jumlah Domba pada Awal Berjalannya PUAP dan Setelah
Berjalannya PUAP. ............................................................ 69
18. Jumlah Rata-Rata Kepemilikan Domba Oleh Petani pada
Awal Dan Setelah Berjalannya PUAP ................................... 71
19. Pendapatan Usahatani Domba Desa Hasang Awal
Berjalan dan Setelah Berjalan PUAP ................................ 72
20. Perbandingan R/C Rasio Sebelum dan Setelah PUAP ......... 74
21. Jumlah Rata-Rata Pendapatan Usahatani Sawi, Karet
Serta Domba Dalam Periode 13 Bulan. ................................. 77
I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sebagian besar penduduk Indonesia berdomisili di daerah perdesaan dan
memiliki mata pencaharian di sektor pertanian. Pada tataran tingkat nasional
jumlah daerah perdesaan dan cakupan daerah perdesaan jauh lebih luas dibanding
daerah kota. Namun akibat pertumbuhan jumlah penduduk yang tinggi sementara
ketersediaan sumberdaya lahan dan air yang merupakan faktor produksi utama
pada usaha pertanian relatif tetap maka telah terjadi marjinalisasi daerah
perdesaan. Pada sisi lain pembangunan di daerah kota yang identik dengan
pembangunan sektor industri dan jasa belum sepenuhnya mampu menimbulkan
dampak positif bagi kehidupan msyarakat desa sehingga daerah perdesaan relatif
tertinggal dibanding daerah kota, dan dalam banyak kasus daerah perdesaan
identik dengan daerah miskin. Petani miskin tersebut pada umumnya tergolong
petani berlahan sempit atau petani tanpa lahan yang pekerjaan utamanya adalah
sebagai buruh tani. Pada umumnya penduduk miskin tersebut memiliki akses
yang lemah terhadap sumberdaya lahan pertanian, permodalan, teknologi
pertanian, pasar input dan pasar output sehingga mereka tidak mampu
meningkatkan taraf hidupnya secara mandiri dan tanpa didukung secara memadai
sehingga menyebabkan kemiskinan selalu ada.
Dari data persentase penduduk miskin Indonesia menurut daerah tahun
2001-2007, penduduk miskin lebih besar terdapat di perdesaan dibanding dengan
perkotaan. Sesuai dengan kesempatan kerja terbesar terjadi pada sektor pertanian
sehingga terlihat sinkronisasi antara kesempatan kerja terbanyak dengan
penduduk miskin, artinya penduduk miskin banyak yang bekerja di sektor
pertanian khususnya di Desa. Hasil perhitungan jumlah penduduk miskin di
Indonesia yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada Tabel 1
menunjukkan jumlah penduduk miskin dari tahun ke tahun baik di kota maupun di
desa terus berfluktuatif. Pada periode yang sama tahun 2001-2007 dapat terlihat
bahwa jumlah penduduk miskin lebih banyak di daerah perdesaan dari pada di
perkotaan.
2
Tabel 1. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Indonesia Menurut Daerah
Tahun 2001-2007
Tahun
Jumlah Penduduk Miskin
(Juta)
Persentase Penduduk Miskin
Kota Desa Kota+Desa Kota Desa Kota+Desa
2001 8,60 29,30 37,90 9,76 24,84 18,41
2002 13,30 25,10 38,40 14,46 21,10 18,20
2003 12,20 25,10 37,30 13,57 20,23 17,42
2004 11,40 24,80 36,10 12,13 20,11 16,66
2005 12,40 22,70 35,10 11,68 19,98 15,97
2006 14,49 24,81 39,30 13,47 21,81 17,75
2007 14,20 24,32 38,52 12,49 21,89 17,19
Sumber : BPS, (2008)1 (diolah)
Ini membuktikan bahwa desa masih menjadi pusat kemiskinan. Dilihat
dari sisi mata pencaharian penduduk desa, dapat dikatakan bahwa kemiskinan
mayoritas terjadi pada penduduk yang menggantungkan hidupnya pada sektor
pertanian. Hal ini selaras dengan pernyataan Menteri Pertanian pada suatu
kesempatan bahwa 70 persen masyarakat miskin Indonesia adalah petani,
terutama buruh tani yang jumlahnya sangat besar dan memang rawan terhadap
kemiskinan (Deptan, 2008)
Pada umumnya suatu masalah kemiskinan berhubungan erat dengan
permasalahan pertanian di Indonesia. Menurut Lukman Hakim (2008)2, beberapa
masalah pertanian yang dimaksud yaitu pertama, sebagian besar petani Indonesia
sulit untuk mengadopsi teknologi sederhana untuk meningkatkan produktivitas
hasil pertaniannya. Selain itu, masih banyak petani yang menggunakan cara-cara
tradisional. Hal ini berkaitan dengan keterbatasan ruang gerak petani terhadap
fasilitas yang dimiliki sehingga membuat petani menjadi tertutup dan lambat
dalam merespon perubahan yang terjadi di dunia luar.
1 BPS.2008.Penduduk Miskin Indonesia.[Terhubung Berkala]. http://www.
Google.com//search//penduduk Indonesia//penduduk miskin indonesia .html. [15 April 2009].
2 Lukman Hakim.2008. Kelembagaan dan Kemiskinan Indonesia.
http://www.google.com//kelembagaan//html. [17 April 2009].
3
Dalam kemajuan berusahatani harus memiliki akses informasi yang baik
sehingga teknologi tentang pertanian dapat cepat diterima oleh petani. Akses
informasi selama ini sangat sulit diterima oleh petani sehingga timbul masalah
kedua yaitu petani mengalami keterbatasan pada akses informasi pertanian.
Adanya penguasaan informasi oleh sebagian kecil pelaku pasar komoditas
pertanian menjadikan petani semakin tersudut. Terlihat dari realitas ketidaktahuan
petani akan adanya HPP (Harga Pembelian Pemerintah) dan pembelian oleh
oknum terhadap hasil pertanian dibawah harga yang ditentukan oleh pemerintah,
sehingga tidak sedikit petani yang tidak memperoleh keuntungan dari hasil
pertaniannya bahkan mengalami kerugian. Oleh sebab itu, untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya sebagian besar petani Indonesia tidak mengandalkan dari
sektor pertanian, tetapi dari luar sektor petanian, misalnya kerja sampingan buruh
pabrik, kuli bangunan dan lain sebagainya.
Selain kendala akses informasi masalah yang ketiga yaitu petani memiliki
kendala atas sumberdaya manusia yang dimiliki. Terlihat dari rendahnya
pendidikan yang dimiliki petani dan keterbatasan atas kepemilikan lahan garapan
terutama sawah. Ini terjadi karena masih adanya stigma yang berkembang di
tengah masyarakat bahwa menjadi petani adalah pilihan terakhir setelah tidak
memperoleh tempat di sektor lain. Faktor penyebab lainnya adalah banyaknya
lahan pertanian yang dikonversi menjadi lahan industri diluar pertanian seperti
pemukiman, industri otomotif, elektronik dan lain sebagainya yang menyebabkan
lahan pertanian semakin menyempit. Selanjutnya masalah keempat adalah
masalah paling dasar bagi sebagian besar petani Indonesia adalah masalah
keterbatasan modal yang dimiliki oleh para petani. Masalah modal tersebut
diantaranya adalah sebagian besar petani yang mengalami kekurangan modal
untuk berusaha dan memenuhi kebutuhan hidupnya, belum adanya asuransi
pertanian, masih adanya praktek sistem ijon dan sistem perbankan yang kurang
peduli kepada petani3.
Dalam mengatasi permasalahan permodalan pada petani, biasanya petani
melakukan peminjaman atau kredit kepada lembaga Bank dan non Bank. Akan
tetapi pada pada umumnya pihak Bank sangat sulit memberikan kredit ke petani
3 Apriyantono, A. 2004 Pembangunan Pertanian di Indonesia.http://www.pdfgeni.com//pertanian
indonesia.html. [17 April 2009].
4
karena sifat pertanian yang tergantung pada musim, perishable, bulky, voluminous
yang pada akhirnya akan mempengaruhi produk ketika pemanenan sehingga
kondisi ini merupakan kendala bagi pihak perbankan dalam memberikan kredit.
Umumnya pihak perbankan lebih suka untuk memberikan dananya ke sektor lain
yang tingkat pengembaliannya lebih tinggi, seperti sektor perdagangan, jasa,
perindustrian dan sebagainya.
Dengan keberpihakan Bank pada sektor non pertanian mengakibatkan
petani semakin sulit untuk memajukan usahatani diakibatkan modal yang terbatas.
Dengan keterbatasan modal tersebut sektor jauh lebih maju dibandingkan dengan
sektor pertanian. Akan tetapi meskipun sektor diluar pertanian jauh lebih pesat,
sektor pertanian merupakan penyerap tenaga kerja terbesar seperti pada Tabel 2
yang mencapai 0,22 persen untuk tenaga kerja laki-laki dan 0,41 persen tenaga
kerja perempuan. Data kesempatan kerja di sektor pertanian menunjukkan bahwa
dorongan permodalan pada sektor pertanian sangat dibutuhkan mengingat
banyaknya tenaga kerja yang bergerak di bidang pertanian.
Tabel 2. Kesempatan Kerja Menurut Sektor Ekonomi Tahun 2006-2007
No Lapangan Usaha Tahun 2006 (%) Tahun 2007 (%)
Laki-laki Perempuan Laki-laki Perempuan
1 Pertanian 0,22 0,41 0,41 0,41
2 Pertambangan dan
Penggalian
0,01 0,00 0,01 0,00
3 Industri Pengolahan 0,11 0,15 0,11 0,14
4 Listrik, Gas dan Air 0,00 0,00 0,00 0,00
5 Bangunan 0,07 0,00 0,08 0,00
6 Perdagangan Besar,
Eceran, Hotel dan
Rumah Makan
0,17 0,27 0,16 0,28
7 Angkutan,
Pergudangan dan
Komunikasi
0,09 0,01 0,09 0,01
8 Keuangan, Asuransi,
Usaha Sewa
Bangunan, Tanah dan
Jasa Perusahaan
0,02 0,01 0,02 0,01
9 Jasa Kemasyarakatan 0,10 0,15 0,11 0,14 Sumber : BPS, (2009)
4
4 BPS. Berita Resmi Statistik No.11/02/Th. XII,16 Februari 2009.[Terhubung Berkala].
http://www. Google.com//search//PDB Indonesia. html. Diakses tanggal 15 April 2009.
5
Bila ditelusuri lebih jauh lagi, permasalahan yang dihadapi dalam
permodalan pertanian berkaitan langsung dengan kelembagaan selama ini yaitu
lemahnya organisasi tani, sistem dan prosedur penyaluran kredit yang rumit,
birokratis dan kurang memperhatikan kondisi lingkungan sosial budaya
perdesaan, sehingga sulit menyentuh kepentingan petani yang sebenarnya.
Kemampuan petani dalam mengakses sumber-sumber permodalan sangat
terbatas karena lembaga keuangan perbankan dan non perbankan menerapkan
prinsip 5-C (Character, Collateral, Capacity, Capital dan Condition) dalam
menilai usaha pertanian yang tidak semua persyaratan yang diminta dapat
dipenuhi oleh petani. Secara umum usaha di sektor pertanian masih dianggap
beresiko tinggi, sedangkan skim kredit masih terbatas untuk usaha produksi,
belum menyentuh kegiatan pra dan pasca produksi, dan saat ini belum
berkembang lembaga penjamin maupun lembaga keuangan khusus yang
menangani sektor pertanian (Syahyuti, 2007). Dengan adanya prinsip 5C yang
diberikan oleh pihak perbankan akan mengakibatkan keterbatasan petani dalam
mengakses permodalam untuk usahatani. Keterbatasan tersebut berdampak
terhadap pendapatan petani menurun yang berakibat kepada kemiskinan ditingkat
petani. Untuk mengatasi kekurangan tersebut petani bisanya akan mencari modal
ke pihak lain seperti tengkulak dan pihak pemberi modal lainnya, akan tetapi
dalam kondisi ini pihak petani selalu dirugikan karena adanya keterikatan antara
pemberi modal dengan petani. Keterikatan tersebut membuat petani dirugikan
karena pihak pemberi modal dapat memberikan harga pembelian yang murah.
Dalam rangka menanggulangi permasalahan kemiskinan ditingkat petani,
Presiden Republik Indonesia Susilo Bambang Yudoyono telah mencanangkan
program Revitalisasi pertanian pada tanggal 11 Juni 2005 dengan program-
program utama antara lain: Peningkatan Ketahanan Pangan, Pengembangan
Agribisnis, Peningkatan Kesejahteraan Petani dan Pengembangan Sumberdaya
dan Pemantapan Pemanfaatannya, baik di bidang perikanan maupun kehutanan
yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan petani dan nelayan.
Program revitalisasi yang dicanangkan oleh presiden dalam
pengembangan agribisnis memang sudah seharusnya segera dilakukan mengingat
tingginya masalah petani dibidang agribisnis. Dengan demikian maka pemerintah
6
melalui departemen pertanian membuat suatu program terobosan dalam
pengembangan agribisnis di perdesaan karena pada umumnya pusat agribisnis
terdapat diperdesaan. Salah satu program jangka menengah (2005-2009) yang
dicanangkan Departemen Pertanian adalah memfokuskan pada pembangunan
pertanian perdesaan. Langkah yang ditempuh adalah melalui pendekatan
pengembangan usaha agribisnis dan memperkuat kelembagaan pertanian di
perdesaan. Melalui Keputusan Menteri Pertanian (KEPMENTAN) Nomor
545/Kpts/OT.160/9/2007 dibentuk tim Pengembangan Usaha Agribisnis
Perdesaan (Departemen Pertanian, 2008)
Program PUAP merupakan program terobosan Departemen Pertanian
untuk penanggulangan kemiskinan dan penciptaan lapangan kerja, sekaligus
mengurangi kesenjangan pembangunan antar wilayah pusat dan daerah serta
antara subsektor. PUAP berbentuk fasilitasi bantuan modal usaha petani anggota,
baik petani pemilik, petani penggarap, buruh tani maupun rumah tangga tani.
Program ini memiliki tujuan yaitu; (1) untuk mengurangi tingkat kemiskinan dan
pengangguran melalui penumbuhan dan pengembangan kegiatan usaha agribisnis
di perdesaan sesuai dengan potensi wilayah. (2) meningkatkan kemampuan pelaku
usaha agribisnis, pengurus Gapoktan, penyuluh dan penyedia mitra tani. (3)
memberdayakan kelembagaan petani dan ekonomi perdesaan untuk
pengembangan kegiatan usaha agribisnis. (4) meningkatkan fungsi kelembagaan
ekonomi petani menjadi jejaring atau mitra lembaga keuangan dalam rangka akses
ke permodalan (Syahyuti, 2007)
Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan dimulai sejak tahun
2008. Dana Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) tersebut telah disalurkan
sebagian besar kepada gapoktan-gapoktan dengan nilai sebesar Rp. 1,0573
Trilyun dengan jumlah rumah tangga petani yang terlibat adalah sekitar 1,32 juta5.
Penyaluran dana PUAP disalurkan melalui gabungan kelompok tani (Gapoktan)
selaku kelembagaan tani yang berfungsi sebagai pelaksana PUAP. Hal ini
dilakukan dengan harapan Gapoktan PUAP dapat menjadi kelembagaan ekonomi
5 Anwar, Khoiril. 2008. Bahan Penjelasan Kepada Pers Tentang Pelaksanaan PNPM Mandiri
Tahun Anggaran 2007-2008. www.google.com//search//PNPM mandiri.html. [Terhubung
Berkala]. Diakses tanggal 30 mei 2009.
7
yang dimiliki dan dikelola oleh petani. Penyaluran dana PUAP difokuskan untuk
daerah-daerah yang tertinggal namun memiliki potensi pengembangan agribisnis
ke depannya.
Berdasarkan kebijakan teknis program PUAP, sebaran lokasi PUAP
meliputi 33 propinsi, 379 kabupaten atau kota, 1.834 kecamatan miskin dan
10.524 desa miskin. Salah satu provinsi yang memperoleh PUAP adalah Provinsi
Sumatera Utara. Jumlah kuota PUAP untuk Sumatera Utara berjumlah 175 yang
terbagi kabupaten atau kota6. Sumatera Utara merupakan salah satu provinsi
yang mendapat bantuan dana PUAP , bantuan tersebut pada dasarnya sangat
membantu petani dalam pengadaan input usahataninya. Program PUAP di
Sumatera Utara sudah berjalan selama satu tahun. Berdasarkan data susenas 2008
jumlah penduduk miskis Sumatera Utara cenderung menurun akibat adanya
guliran dana bantuan pemerintah sejak jaman orde baru dan salah satunya adalah
program PUAP.
Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) yang dilaksanakan pada
bulan 2008 yang disajikan pada Tabel 3 menunjukkan bahwa jumlah penduduk
miskin di Provinsi Sumatera Utara setiap tahunnya cenderung menurun. Melihat
tahun 2008 sampai dengan 2009 dimana pada tahun ini program PUAP telah
berjalan kondisi jumlah kemiskinan Sumatera Utara juga menurun, hal ini
mengindikasikan program yang diberikan pemerintah sangat berpengaruh
signifikan. Pada tahun 2009 jumlah penduduk miskin Sumatera Utara sebanyak
1.499.700 orang atau sebesar 11,51 persen. Kondisi ini masih lebih baik jika
dibandingkan dengan tahun 2008 yang jumlah penduduk miskinnya sebanyak
1.613.800 orang. Dengan demikian, ada penurunan jumlah penduduk miskin
sebanyak 114.100 orang atau sebesar 1,04 persen.
6 Departemen Pertanian.2008. Petunjuk Teknis PUAP
8
Tabel 3. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Sumatera Utara Tahun
1999 – Maret 2009
Sumber : Diolah Dari Data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2008
Penurunan jumlah penduduk miskin di Sumatera Utara mengindikasikan
bahwa diduga dampak dari program pengentasan kemiskinan yang dilakukan oleh
Pemerintah cukup berperan dalam menurunkan penduduk miskin di Sumatera
Utara. Pada tahun 2008 pemerintah kembali melakukan program bantuan kepada
msyarakat khususnya petani yang bertujuan dalam pengentasan kemiskinan
seperti PNPM Mandiri, Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan Pengembangan Usaha
Agribisnis Perdesaan (PUAP). Dari program pemerintah tersebut diharapkan
masyarakat khususnya petani dapat terbantu dalam masalah yang dihadapi dan
diduga penurunan tingkat kemiskinan pada tahun 2008 sampai dengan Maret 2009
dikarenakan adanya dampak dari program pemerintah tersebut.
1.2 Perumusan Masalah
Sumber modal bagi pembiayaan dan modal pertanian dapat diperoleh dari
lembaga Bank dan non Bank. Namun sebagian besar petani belum dapat
mengakses sumber modal tersebut karena adanya keterbatasan dan
ketidakmampuan petani untuk memenuhi persyaratan yang diajukan oleh pihak
Bank. Adanya keterbatasan dan ketidakmampuan petani dalam mengakses sumber
modal dikarenakan petani tidak dapat memenuhi syarat untuk pengajuan kepihak
kreditor.
Tahun Jumlah (Ribu Jiwa) Persentase
Februari 1999 1 972,7 16,74
Februari 2002 1 883,9 15,84
Februari 2003 1 889,4 15,89
Maret 2004 1 800,1 14,93
Juli 2005 1 840,2 14,68
Mei 2006 1 979,7 15,66
Maret 2007 1 768,4 13,90
Maret 2008 1 613,8 12,55
Maret 2009 1 499,7 11,51
9
Di sisi debitor, karakteristik dari sebagian besar petani antara lain masih
belum menjalankan bisnisnya dengan prinsip-prinsip manajemen modern, tidak
atau belum memiliki badan usaha resmi, keterbatasan aset yang dimiliki, berlahan
sempit, bermodal rendah, minim teknologi serta jumah tenaga kerja yang banyak.
Sementara itu, di sisi kreditor sebagai lembaga pemodal menuntut adanya
kegiatan bisnis yang dijalankan dengan prinsip-prinsip manajemen modern, ijin
resmi serta adanya jaminan. Relatif tingginya tingkat bunga kredit perbankan,
prosedur persyaratan yang relatif sulit untuk dipenuhi serta tidak adanya jaminan
merupakan faktor penyebab petani menjadi tidak Bankable atau kesulitan
mengakses kredit Bank.
Keterbatasan petani dalam mengakses sumber modal membuat petani
mengalami beragam tekanan baik tekanan ekonomi maupun tekanan sosial.
Tekanan ekonomi berhubungan langsung dalam pengadaan sarana produksi
meliputi bibit, pupuk maupun obat-obatan dan kemampuan untuk memenuhi
kebutuhan hidup. Sementara itu, tekanan sosial lebih bersifat kepada penilaian
sebagian besar masyarakat di luar petani yang menilai bahwa petani itu
terbelakang dan tertinggal karena tidak mempunyai keinginan untuk maju. Ini
yang menyebabkan sebagian besar petani mengalami kemunduran dan
kemiskinan.
Sehubungan dengan hal tersebut, pemerintah telah berupaya mengatasi
permasalahan modal petani melalui program pemberdayaan masyarakat
perdesaan yang dituangkan dalam program pengembangan usaha agribisnis
perdesaan (PUAP). PUAP merupakan bagian dari pelaksanaan program PNPM-
Mandiri melalui bantuan modal usaha dalam menumbuhkembangkan usaha
agribisnis sesuai dengan potensi pertanian desa sasaran. Program Nasional
Pemberdayaan Masyarakat Mandiri adalah program pemberdayaan masyarakat
yang ditujukan untuk mengurangi kemiskinan dan meningkatkan kesempatan
kerja. Kehadiran program PUAP diharapkan dapat mengatasi masalah kesulitan
modal yang dihadapi petani. Program ini bertujuan untuk membantu mengurangi
tingkat kemiskinan dan menciptakan lapangan kerja di perdesaan serta membantu
penguatan modal dalam kegiatan usaha di bidang pertanian sehingga pada
akhirnya dapat meningkatkan kesejahteraan petani.
10
Dalam upaya meningkatkan kesejateraan petani di tingkat desa maka
pemerintah melalui Departemen Pertanian memberikan bantuan permodalan
dalam bentuk kredit yang disalurkan melalui gabungan kelompok tani (Gapoktan).
Gapoktan merupakan salah satu lembaga yang dibentuk untuk mempermudah
akses petani dalam mengadopsi informasi atau teknologi terbaru dibidang
pertanian. Selain itu Gapoktan juga merupakan wadah bagi petani dan anggotanya
dalam pengadaan sarana produksi pertanian seperti bibit tanaman, pupuk, benih
unggul, alat dan mesin pertanian. Dengan adanya Gapoktan maka segala sesuatu
yang diinginkan petani mengenai Saprodi dapat dikoordinir melalui Gapoktan
tidak secara individu.
Bantuan permodalan yang diberikan kepada Gapoktan dalam bentuk
PUAP ini dilakukan agar tingkat pendapatan petani jauh lebih meningkat.
Program dana PUAP yang diberikan oleh Departemen Pertanian diberikan
langsung ke Gapoktan guna memastikan dana tersebut sudah sampai ke petani.
Dalam penelitian ini Gapoktan yang mendapat dana PUAP adalah Gapoktan
Satahi Desa Hasang. Gapoktan Desa Hasang ini mendapat dana sebesar 100 juta
dan dana tersebut telah disalurkan ke petani. Dalam penyalurannya dana tersebut
tidak akan dapat dibagi secara merata keseluruh petani sebab jumlah petani yang
sangat besar, oleh sebab itu dilakukannya pemberian dana ke petani secara
bertahap agar dana tersebut dapat dimanfaatkan oleh seluruh petani.
Pemanfaatan dana PUAP oleh Gapoktan dialokasikan dengan memberikan
kredit kepada anggota kelompok tani, dimana penyaluran tersebut tidak diberikan
dalam bentuk uang akan tetapi diberikan dalam bentuk hewan ternak domba.
Domba yang diberikan ke anggota kelompok tani dilakukan dengan membayar
kredit bulanan sesuai dengan harga domba sebesar 500 ribu. Kredit yang
disalurkan oleh Gapoktan memiliki bunga 1,2 persen dari jumlah domba yang
disalurkan kepada petani.
Pemberian hewan ternak sebagai bantuan program PUAP diakibatkan
adanya interfensi dari pemerintah daerah dimana wakil Bupati Labuhan Batu H.
Sudarwanto menyatakan bahwa kebutuhan daging untuk Kabupaten Labuhan
Batu hanya terpenuhi sebesar 30 persen dari kebutuhan dan masih memiliki
kekurangan pasokan sebanyak 70 persen. Kekurangan sebanyak 70 persen ini
11
diperoleh dari daerah lain diluar daerah Labuhan Batu. Dengan melihat
kekurangan ini pemerintah daerah membuat suatu program bahwa dimana
pasokan yang sebanyak 70 persen dari luar dapat dipenuhi dari daerah sendiri.
Program ini dinyatakan wakil Bupati pada saat penyerahan simbolis bantuan
ternak pada masyarakat di Kabupaten Labuhan Batu. Walau demikian program
tersebut tidak merupakan salah satu syarat yang harus dilakukan oleh setiap Desa
karena setiap Desa tidak memiliki kriteria yang cocok untuk dilakukan
pengembangan peternakan khususnya ternak ruminansia kecil dan besar.
Desa Hasang sebagai salah satu daerah penghasil perkebunan di
Kecamatan Kualuh Selatan Kabupaten Labuhan Batu, mempunyai peluang yang
cukup baik untuk terus dikembangkan. Dengan melihat kondisi perkebunan yang
sangat luas maka Desa Hasang merupakan tempat yang baik untuk pengembangan
peternakan khususnya ruminansia kecil seperti domba karena jumlah pakan yang
hijauan yang melimpah. Sesuai dengan program PUAP yang sedang berjalan di
Desa Hasang, bentuk bantuan permodalan dalam meningkatkan pendapatan petani
Gapoktan Satahi Desa Hasang membuat suatu kesepakatan bahwa penyaluran
dana PUAP tersebut dilakukan dengan memberikan hewan ternak domba sesuai
dengan program yang dilakukan pemerintah daerah. Selain dari kesepakatan dari
musyawarah Gapoktan Desa Hasang pemilihan domba sebagai bentuk bantuan
dikarenakan adanya pengalaman sebelumnya yang merupakan bantuan akan tetapi
bantuan tersebut tidak berjalan dengan sebagai mana mestinya karena bantuan
tersebut tidak digunakan dalam keprluan usahatani melainkan untuk kebutuhan
konsumsi rumah tangga.
Penyaluran ternak domba yang diberikan kepada petani di Desa Hasang ini
sudah berjalan selama 1,1 tahun akan tetapi selama kurun waktu tersebut belum
pernah dilakukannya evaluasi mengenai dampak dari program PUAP. Evaluasi
yang dimaksud adalah ingin melihat apakah program PUAP tersebut memiliki
dampak yang signifikan terhadap pendapatan petani atau tidak. Sesuai dengan
tujuan program PUAP bahwa program ini bertujuan untuk memberdayakan
kelembagaan petani dan ekonomi pedesaan untuk pengembangan kegiatan
agribisnis. Untuk mewujudkan tujuan ini Gapoktan harus mampu sebagai
mediator untuk dapat mengupah pola pikir petani untuk bergerak dalam
12
pengembangan agribisnis pedesaan guna menunjang kesejahteraan petani. Dalam
hal ini apabila perubahan pola pikir petani telah terbentuk khususnya karakter,
dimana tadinya petani melihat bantuan untuk usahatani konsumsi keluarga
berubah menjadi melihat bantuan tersebut merupakan peluang dalam
pengembangan agribisnis akan dapat menunjang kesejahteraan petani.
Gapoktan Desa Hasang ini memiliki jumlah anggota sebanyak 228
anggota dengan jumlah 8 kelompok tani. Dari jumlah anggota sebanyak 228 yang
mendapat dana PUAP sebanyak 53 orang. Dilihat dari jumlah anggota, dana
PUAP tersebut belum menyebar secara merata, hal ini diakibatkan jumlah
pengajuan Rencana Usaha Anggota (RUA) ditiap kelompok tani untuk tahap
pertama hanya 53 anggota dengan total bantuan dana 100 juta. Sesuai
wawancara di lapangan sedikitnya anggota yang mengajukan pinjaman dana
PUAP diakibatkan adanya ketidakmampuan petani dalam mengambil kredit
diakibatkan banyaknya pengeluaran keluarga petani. Selain pengeluaran di
tingkat petani, ada juga petani yang masih merasa tidak mampu melakukan
budidaya domba karena pekerjaan yang sangat padat, sehingga tidak berani
mengambil kredit PUAP tersebut. Melihat pendapat langsung dari petani yang
tidak mengambil dana PUAP pada dasarnya petani tidak mengambil dana PUAP
tersebut diakibatkan belum terbentuknya pola pikir untuk melakukan suatu
pengembangan bisnis yang dapat meningkatkan pendapatan yang dapat mengatasi
pengeluaran keluarga yang basar. Dari 53 petani yang mengambil dana PUAP
tersebut beranggapan bahwa bantuan tersebut sangat baik untuk dikembangkan
dalam menunjang kesejahteraan dan peningkatan pendapatan.
Berdasarkan hal tersebut menarik untuk diteliti apakah program PUAP di
Desa Hasang telah mampu mewujudkan tujuan dari program PUAP tersebut.
Rumusan masalah yang dikaji dalam penelitian ini, yaitu :
1. Bagaimana karakteristik anggota Gapoktan yang mendapat dana PUAP
di Desa Hasang, Kecamatan Kualuh Selatan, Kabupaten Labuhan Batu
Utara, Sumatera Utara?
2. Bagaimana dampak program PUAP dalam bentuk bantuan domba
terhadap pendapatan petani yang mengambil PUAP di Desa Hasang,
13
Kecamatan Kualuh Selatan, Kabupaten Labuhan Batu Utara, Sumatera
Utara?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah tersebut, maka tujuan yang ingin dicapai
dalam penelitian ini adalah:
1. Menganalisis karakteristik anggota Gapoktan yang mendapat dana PUAP
di Desa Hasang, Kecamatan Kualuh Selatan, Kabupaten Labuhan Batu
Utara, Sumatera Utara.
2. Menganalisis dampak program PUAP terhadap pendapatan anggota
kelompok tani yang mengambil PUAP di Desa Hasang, Kecamatan
Kualuh Selatan, Kabupaten Labuhan Batu Utara, Sumatera Utara.
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi semua
pihak yang terkait dengan program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan
Desa Hasang, antara lain:
1. Bagi Gapoktan Desa Hasang Kecamatan Kualuh Selatan diharapkan dapat
bermanfaat untuk melihat dampak PUAP terhadap petani yang mendapat
bantuan PUAP.
2. Bagi mahasiswa, diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan pustaka dan
referensi untuk penelitian yang akan dilakukan.
3. Bagi penulis, yaitu dapat menerapkan disiplin ilmu yang diperoleh saat
kuliah, mengaplikasikan teori, berfikir kristis dan sistematis.
II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Gambaran Umum Bentuk Bantuan Modal pada Pertanian
Bentuk program bantuan penguatan modal yang diperuntukkan bagi petani
pertama kali diperkenalkan pada Tahun 1964 dengan nama Bimbingan Masal
(BIMAS). Tujuan dibentuknya program tersebut adalah untuk meningkatkan
produksi, meningkatkan penggunaan teknologi baru dalam usahatani dan
peningkatan produksi pangan secara nasional. Dalam perjalanannya, program
BIMAS dan kelembagaan kredit petani mengalami banyak perubahan dan
modifikasi yang disesuaikan dengan perkembangan teknologi dan kebijakan
(Hasan, 1979 dalam Lubis 2005).
Pada Tahun 1985, kredit BIMAS dihentikan dan diganti dengan Kredit
Usaha Tani (KUT) sebagai penyempurnaan dari sistem kredit massal BIMAS,
dimana pola penyaluran yang digunakan pada saat itu adalah melalui KUD.
Sejalan dengan perkembangannya, ternyata pola yang demikian banyak menemui
kesulitan, utamanya dalam penyaluran kredit. Hal ini disebabkan karena tingkat
tunggakan pada musim tanam sebelumnya sangat tinggi. Namun dalam
kenyataannya, banyak kelompok tani yang berada dalam wilayah KUD yang tidak
menerima dana KUT, padahal mereka yang berada di wilayah KUD tersebut
justru memiliki kemampuan yang baik dalam pengembalian kredit.
Untuk mengatasi hal tersebut, Tahun 1995 pemerintah mencanangkan
skim kredit KUT pola khusus. Pada pola ini, kelompok tani langsung menerima
dana dari Bank pelaksana. Berbeda dari pola sebelumnya (pola umum) dimana
kelompok tani menerima kredit dari KUD. Sepanjang perkembangannya, timbul
masalah lain dalam penyaluran KUT yaitu terjadi tunggakan yang besar di
sebagian daerah yang menerima dana program tersebut. Beberapa penyebab
besarnya tunggakan tersebut antara lain karena rendahnya harga gabah yang
diterima petani, faktor bencana alam, dan penyimpangan yang terjadi dalam
proses penyaluran serta pemanfaatan dana tersebut. Salah satu contohnya adalah
sebagian petani mengalihkan dana KUT dari yang tadinya untuk keperluan
usahatani, kemudian digunakan untuk keperluan konsumsi rumah tangga.
15
Selanjutnya perkembangan bentuk program bantuan penguatan modal dari
pemerintah lainnya adalah kredit ketahanan pangan (KKP). Program KKP
diperkenalkan oleh pemerintah pada Oktober 2000 sebagai pengganti KUT.
Program KKP merupakan bentuk fasilitasi modal untuk usahatani tanaman
pangan (padi dan palawija), tebu, peternakan, perikanan dan pengadaan pangan.
Tujuannya adalah untuk meningkatkan ketahanan pangan nasional dan
pendapatan petani (Lubis, 2005).
Skim program ini pengaturannya melalui Bank pelaksana yang disalurkan
melalui koperasi dan atau kelompok tani. Selanjutnya oleh kedua lembaga
tersebut dana tersebut disalurkan kepada anggotanya. Pengajuan untuk
memperoleh dana tersebut dilakukan melalui RDKK (Rencana Definitif
Kebutuhan Kelompok). Pada dasarnya program yang diberikan kepada petani
sangat membantu dalam mempermudah pengambilan kredit. Peran kredit yang
strategis dalam pembangunan pertanian dan perdesaan telah mendorong
pemerintah untuk menjadikannya sebagai instrumen kebijakan penting dalam
pembangunan perekonomian. Menurut (Nasution, 1990), pemerintah sebenarnya
telah memberikan subsidi pada beberapa hal, antara lain subsidi terhadap tingkat
suku bunga, subsidi terhadap risiko kegagalan kredit, serta subsidi kepada biaya
administrasi dalam penyaluran, pelayanan dan penarikan kredit.
Tahun 2002, pemerintah melalui Departemen Pertanian mengeluarkan
kebijakan baru dalam upaya untuk memberdayakan masyarakat dalam berusaha
berupa program fasilitasi Bantuan Langsung Masyarakat (BLM). Program BLM
ini diarahkan untuk pemberdayaan masyarakat yang mencakup bantuan modal
untuk pengembangan kegiatan sosial ekonomi produktif, bantuan sarana dan
prasarana dasar yang mendukung kegiatan sosial ekonomi, bantuan
pengembangan sumberdaya manusia untuk mendukung penguatan kegiatan sosial
ekonomi, bantuan penguatan kelembagaan untuk mendukung pengembangan
proses hasil-hasil kegiatan sosial ekonomi secara berkelanjutan melalui penguatan
kelompok masyarakat dan unit pengelola keuangan, dan bantuan pengembangan
sistem pelaporan untuk mendukung pelestarian hasil-hasil kegiatan sosial
ekonomi produktif (Sumodiningrat, 1990 dalam Kasmadi, 2005).
16
Seiring dengan perkembangan dan perubahan kepemimpinan di
pemerintahan, maka kebijakan penguatan modal di bidang pertanian pun berubah
untuk lebih baik. Tahun 2008, pemerintah melalui Departemen Pertanian RI
mencanangkan program baru yang diberi nama Pengembangan Usaha Agribisnis
Perdesaan (PUAP). PUAP merupakan bagian dari pelaksanaan program PNPM-
Mandiri melalui bantuan modal usaha dalam menumbuhkembangkan usaha
agribisnis sesuai dengan potensi pertanian desa sasaran. Program Nasional
Pemberdayaan Masyarakat Mandiri adalah program pemberdayaan masyarakat
yang ditujukan untuk mengurangi kemiskinan dan meningkatkan kesempatan
kerja. Jadi dapat dikatakan bahwa PUAP merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri.
Kebijakan Departemen Pertanian dalam pemberdayaan masyarakat
diwujudkan dengan penerapan pola bentuk fasilitasi bantuan penguatan modal
usaha untuk petani anggota, baik petani pemilik, petani penggarap, buruh tani
maupun rumah tangga tani. Operasional penyaluran dana PUAP dilakukan dengan
memberikan kewenangan kepada Gapoktan sebagai pelaksana PUAP dalam hal
penyaluran dana penguatan modal kepada anggota. Agar mencapai hasil yang
maksimal dalam pelaksanaan PUAP, Gapoktan didampingi oleh tenaga penyuluh
pendamping dan penyelia mitra tani. Gapoktan PUAP diharapkan dapat menjadi
kelembagaan ekonomi yang dimiliki dan dikelola oleh petani (Deptan, 2008).
2.1.1 Tujuan PUAP
Tujuan utama Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan PUAP
berdasarkan pedoman umum PUAP adalah untuk1 :
1. Mengurangi kemiskinan dan pengangguran melalui penumbuhan dan
pengembangan kegiatan usaha agribisnis di perdesaan sesuai dengan potensi
wilayah.
2. Meningkatkan kemampuan pelaku usaha agribisnis, Pengurus Gapoktan,
Penyuluh dan Penyelia Mitra Tani.
3. Memberdayakan kelembagaan petani dan ekonomi perdesaan untuk
pengembangan kegiatan usaha agribisnis.
1 Kebijakan Teknis Program Kebijakan PUAP, Deptan, 2008
17
4. Meningkatkan fungsi kelembagaan ekonomi petani menjadi jejaring atau mitra
lembaga keuangan dalam rangka akses ke permodalan.
2.1.2 Sasaran Program PUAP
Adapun sasaran yang diharapkan dari program PUAP ini adalah :
a. Berkembangnya usaha agribisnis di 10.000 desa miskin atau tertinggal sesuai
dengan potensi pertanian desa.
b. Berkembangnya 10.000 Gapoktan/Poktan yang dimiliki dan dikelola oleh
petani.
c. Meningkatnya kesejahteraan rumah tangga tani miskin, petani atau peternak
(pemilik dan atau penggarap) skala kecil, buruh tani, dan
d. Berkembangnya usaha pelaku agribisnis yang mempunyai usaha harian,
mingguan maupun musiman.
2.2 Kelembagaan dan Peran Kelembagaan
Menurut Mubyarto (1989), yang dimaksud lembaga adalah organisasi atau
kaedah-kaedah baik formal maupun informal yang mengatur perilaku dan
tindakan anggota masyarakat tertentu baik dalam kegiatan-kegiatan rutin sehari-
hari maupun dalam usahanya untuk mencapai tujuan tertentu.
Sementara Gunadi (1998) dalam Nasution (2002), berpendapat bahwa
kelembagaan mempunyai pengertian sebagai wadah dan sebagai norma. Lembaga
atau institusi adalah seperangkat aturan, prosedur, norma perilaku individual dan
sangat penting artinya bagi pengembangan pertanian. Pada dasarnya kelembagaan
mempunyai dua pengertian yaitu : kelembagaan sebagai suatu aturan main (rule of
the game) dalam interaksi personal dan kelembagaan sebagai suatu organisasi
yang memiliki hierarki (Hayami dan Kikuchi, 1987)2. Kelembagaan sebagai
aturan main diartikan sebagai sekumpulan aturan baik formal maupun informal,
tertulis maupun tidak tertulis mengenai tata hubungan manusia dan lingkungannya
yang menyangkut hak-hak dan perlindungan hak-hak serta tanggung jawabnya.
Kelembagaan sebagai organisasi biasanya merujuk pada lembaga-lembaga formal
seperti departemen dalam pemerintah, koperasi, Bank dan sebagainya.
2 Dalam Baga, dkk.2008. Diktat Kuliah Koperasi dan Kelembagaan Agribisnis.
18
Suatu kelembagaan (instiution) baik sebagai suatu aturan main maupun
sebagai suatu organisasi, dicirikan oleh adanya tiga komponen utama (Pakpahan,
1990 dalam Nasution, 2002) yaitu :
1. Batas kewenangan ( jurisdictional boundary)
Batas kewenangan merupakan batas wilayah kekuasaan atau batas otoritas
yang dimiliki oleh seseorang atau pihak tertentu terhadap sumberdaya, faktor
produksi, barang dan jasa. Dalam suatu organisasi, batas kewenangan menentukan
siapa dan apa yang tercakup dalam organisasi tersebut.
2. Hak Kepemilikan (Property right)
Konsep property right selalu mengandung makna sosial yang berimpiklasi
ekonomi. Konsep property right atau hak kepemilikan muncul dari konsep hak
(right) dan kewajiban (obligation) dari semua masyarakat yang diatur oleh suatu
peraturan yang menjadi pegangan, adat dan tradisi atau consensus yang mengatur
hubungan antar anggota masyarakat. Oleh karena itu, tidak ada seorang pun yang
dapat mengatakan hak milik atau penguasaan apabila tidak ada pengesahan dari
masyarakat sekarang. Pengertian diatas mengandung dua implikasi yakni, hak
seseorang adalah kewajiban orang lain dan hak yang tercermin oleh kepemilikan
(ownership) adalah sumber kekuasaan untuk memperoleh sumberdaya.
3. Aturan Representasi (Rule of representation)
Aturan representasi mengatur siapa yang berhak berpartisipasi dalam
proses pengambilan keputusan. Keputusan apa yang diambil dan apa akibatnya
terhadap performance akan ditentukan oleh kaidah representasi yang digunakan
dalam proses pengambilan keputusan. Dalam proses ini bentuk partisipasi
ditentukan oleh keputusan kebijakan organisasi dalam membagi beban dan
manfaat terhadap anggota dalam organisasi tersebut.
Terkait dengan komunitas perdesaan, maka terdapat beberapa unit-unit
sosial (kelompok, kelembagaan dan organisasi) yang merupakan aset untuk dapat
dikembangkan dalam rangka mencapai tujuan pembangunan. Pengembangan
kelembagaan di tingkat lokal dapat dilakukan dengan sistem jejaring kerjasama
yang setara dan saling menguntungkan.
Menurut Sumarti, dkk (2008), kelembagaan di perdesaan dapat dibagi ke
dalam dua kelompok yaitu : pertama, lembaga formal seperti pemerintah desa,
19
BPD, KUD, dan lain-lain. Kedua, kelembagaan tradisional atau lokal.
Kelembagaan ini merupakan kelembagaan yang tumbuh dari dalam komunitas itu
sendiri yang sering memberikan “asuransi terselubung” bagi kelangsungan hidup
komunitas tersebut. Kelembagaan tersebut biasanya berwujud nilai-nilai,
kebiasaan-kebiasaan dan cara-cara hidup yang telah lama hidup dalam komunitas
seperti kebiasaan tolong-menolong, gotong-royong, simpan pinjam, arisan,
lumbung paceklik dan lain sebagainya. Keberadaan lembaga di perdesaan
memiliki fungsi yang mampu memberikan “energi sosial” yang merupakan
kekuatan internal masyarakat dalam mengatasi masalah-masalah mereka sendiri.
Lembaga di perdesaan bukan hanya memberikan energi sosial pada
masyarakat akan tetapi juga dapat sebagai tempat untuk membangun
perekonomian ditingkat desa. Sesuai dengan terobosan Departemen Pertanian
Republik Indonesia yang membuat suatu kelembagaan ditingkat perdesaan yang
disebut Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan). Gapoktan yang ada ditingkat
perdesaan memiliki bagian yang disebut Kelompok Tani (Poktan). Lembaga ini
bertujuan untuk membuat suatu terobosan agar petani ditingkat perdesaan terbantu
dalam pengembangan desa khususnya pertanian, karena yang tadinya petani
melakukan budidaya pertanian dan pemasaran pertanian secara sendiri, dengan
adanya kelembagaan ini semua kegiatan budidaya maupun pemasaran produk
pertanian dapat dikoordinir secara berkelompok.
2.3 Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan)
Departemen Pertanian (2008) mendefinisikan Gabungan Kelompok Tani
(Gapoktan) sebagai kumpulan beberapa kelompok tani yang bergabung dan
bekerjasama untuk meningkatkan skala ekonomi dan efisiensi usaha. Gapoktan
terdiri atas kelompok tani yang ada dalam wilayah suatu wilayah administrasi
desa atau yang berada dalam satu wilayah aliran irigasi petak pengairan tersier.
Menurut Syahyuti (2007), Gapoktan adalah gabungan dari beberapa
kelompok tani yang melakukan usaha agribisnis di atas prinsip kebersamaan dan
kemitraan sehingga mencapai peningkatan produksi dan pendapatan usahatani
bagi anggotanya dan petani lainnya. Pengembangan Gapoktan dilatarbelakangi
oleh kenyataan kelemahan aksesibilitas petani terhadap berbagai kelembagaan
20
layanan usaha, misalnya lemah terhadap lembaga keuangan, terhadap lembaga
pemasaran, terhadap lembaga penyedia sarana produksi pertanian serta terhadap
sumber informasi. Pada prinsipnya, lembaga Gapoktan diarahkan sebagai sebuah
kelembagaan ekonomi, namun diharapkan juga mampu menjalankan fungsi-
fungsi lainnya serta memiliki peran penting terhadap pertanian.
2.4 Kelompok Tani
Menurut Departemen Pertanian (2008), kelompok tani diartikan sebagai
kumpulan orang-orang tani atau petani yang terdiri dari petani dewasa (pria atau
wanita) maupun petani taruna (pemuda atau pemudi), yang terikat secara informal
dalam suatu wilayah kelompok atas dasar keserasian dan kebutuhan bersama,
kesamaan kepentingan, kesamaan kondisi lingkungan (sosial, ekonomi, sumber
daya) dan keakraban untuk meningkatkan dan mengembangkan usaha anggota.
Gapoktan yang berada di desa merupakan wadah bagi Departemen
Pertanian untuk meningkatkan kesejahteraan petani. Dalam pengembangannya,
Gapoktan selama ini petani banyak mendapatkan subsidi dari pemerintah seperti
bibit, benih, dan yang saat ini yang diberikan pemerintah adalah Program
Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP). PUAP yang diberikan ini
adalah bantuan pendanaan kepada petani agar petani terbantu dalam melakukan
usahataninya. Dana yang diberikan ini berupa kredit pertanian, dimana dana
tersebut diberikan kepada petani dengan syarat yang mudah seperti bunga yang
rendah, kredit tanpa agunan dan sebagainya yang selama ini mempersulit petani.
2.5 Pengertian Kredit
Kata kredit berasal dari bahasa latin “credere” yang artinya percaya, maka
dalam arti luas kredit diartikan kepercayaan. Maksud dari percaya bagi si pemberi
kredit adalah percaya kepada si penerima kredit merupakan penerimaan
kepercayaan yang mempunyai kewajiban untuk membayar sesuai jangka waktu.
Menurut Undang-Undang Perbankan No.7 Tahun 1992 tentang pokok-
pokok perbankan, kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat
dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam
meminjam antara pihak bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam
21
melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan
atau pembagian hasil keuntungan. Berdasarkan Undang-Undang No. 10 tahun
1998 yang merupakan perubahan dari Undang-Undang No.7 Tahun 1992, kredit
adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu,
berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan
pihak lain yang mewajibkan pihak meminjam melunasi hutangnya setelah jangka
waktu tertentu dengan pemberian bunga. Maksud pemberian atau pengambilan
kredit pada umumnya bertujuan agar penggunaan faktor-faktor produksi dapat
dilakukan lebih intensif, sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan
produktivitas dan pendapatan.
Kredit sangat dibutuhkan dalam rangka pelaksanaan pembangunan
ekonomi. Pembangunan ekonomi mempunyai tiga komponen penting, yaitu
pertumbuhan, perubahan struktur ekonomi dan pengurangan jumlah kemiskinan.
Pertumbuhan ekonomi ditunjukkan oleh adanya peningkatan produksi (output).
Peningkatan produksi hanya dapat dicapai dengan cara menambah jumlah input
atau dengan cara menerapkan teknologi baru. Penambahan input maupun
penggunaan teknologi baru akan selalu diikuti dengan penambahan modal.
Dengan kata lain, pelaksanaan pembangunan berarti pula peningkatan penggunaan
modal.
Modal yang digunakan bersumber dari modal sendiri atau dari modal
pinjaman (kredit). Namun, mengingat modal sendiri umumnya relatif sedikit,
maka kebutuhan akan kredit yang tersedia tepat waktu sangat diperlukan.
Berdasarkan kepentingannya jenis kredit dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu
kredit produksi dan kredit konsumsi. Kredit produksi diberikan kepada peminjam
untuk membiayai kegiatan usahanya yang bersifat produktif. Sedangkan kredit
konsumsi diberikan kepada peminjam yang kekurangan dana membiayai
konsumsi keluarga.
Menurut Suyatno (2006), dalam transaksi kredit terdapat unsur-unsur
kredit, yaitu:
1. Kepercayaan
Merupakan keyakinan dari pihak pemberi kredit bahwa prestasi yang
diberikan baik dalam bentuk uang, barang atau jasa akan benar-benar
22
diterimanya kembali dalam jangka waktu tertentu pada masa yang akan
datang. Kepercayaan ini timbul karena sebelumnya pihak pemberi kredit
telah melakukan penyelidikan dan analisa terhadap kemampuan dan kemauan
calon nasabah dalam membayar kembali kredit yang akan disalurkan.
2. Suatu masa yang akan memisahkan antara pemberi prestasi dengan
kontraprestasi yang akan diterima pada masa yang akan datang. Dalam unsur
waktu ini terkandung pengertian nilai uang, yaitu uang yang ada sekarang
lebih tinggi nilainya dari uang yang akan diterimanya kembali pada masa
yang akan datang.
3. Degree of Risk
Suatu tingkat risiko yang akan dihadapi sebagai akibat dari jangka waktu
yang memisahkan antara pemberi prestasi dengan kontraprestasi yang akan
diterimanya pada masa yang akan datang. Semakin lama jangka panjang
waktu kredit yang diberikan semakin tinggi resiko yang dihadapinya, karena
dalam waktu tersebut terdapat juga unsur ketidakpastian yang tidak
diperhitungkan. Keadaan inilah yang menyebabkan timbulnya unsur resiko.
Oleh karena itu, dalam pemberian kredit timbul adanya jaminan.
4. Prestasi atau Objek Kredit
Pemberian kredit tidak saja diberikan dalam bentuk uang, tetapi juga dapat
diberikan dalam bentuk barang dan jasa, namun dapat dinilai dengan bentuk
uang. Dalam prakteknya transaksi kredit pada umumnya adalah menyangkut
uang.
2.6 Penelitian Terdahulu
Sejak pemerintahan dijaman orde baru telah meluncurkan kredit program
yang diawali dengan kredit Bimas guna mendukung ketersediaan modal petani.
Dari waktu ke waktu model program kredit pertanian ini telah mengalami
perubahan, baik yang terkait dengan prosedur penyaluran, besaran dan bentuk
kredit, bunga kredit maupun tenggang waktu pengembalian. Pemerintah juga
memberikan bantuan modal dalam bentuk Bantuan Langsung Masyarakat (BLM)
atau dana bergulir, maupun subsidi bunga. Bantuan yang selama ini sudah
berjalan adalah; (1) Bentuk Bantuan Langsung Masyarakat (BLM); (2) Bantuan
23
Pinjaman Langsung Masyarakat (BPLM); (3) Kredit Ketahanan Pangan (KKP);
(4) Dana Penguatan Modal Lembaga Usaha Ekonomi Perdesaan (DPM-LUEP);
(5) Kredit Kepada Koperasi Primer untuk Anggota (KKPA). Dari program
pemerintah tersebut telah dikaji dalam penelitian terdahulu yang telah diteliti oleh
oleh masing-masing yaitu; (1) Kasmadi (2005); (2) Filtra (2007);(3) Lubis
(2005); (4) Sume (2008); (5) Perdana (2007).
Dalam penelitian terdahulu terdapat beberapa alat analisis yang digunakan
dalam mengukur keberhasilan program bantuan permodalan petani yaitu ; (1)uji t;
(2) uji regresi logistik; (3) analisis pendapatan usaha tani. Untuk uji t terdapat
pada penelitian kasmadi (2005) yang dilakukan untuk mengukur keberhasilan
dampak BLM terhadap kemandirian petani ternak di kelompok tani ternak Desa
Tambun Jaya dan Tambun Raya Kecamatan Barasang. Uji t yang digunakan
berfungsi untuk melihat apakah apakah ada perbedaan pendapatan setelah adanya
pemeberian bantuan modal tersebut. Dari hasil uji t menunjukkan bahwa BLM
yang diberikan kepada kelompok tani sangat bermanfaat dan berpengaruh
signifikan terhadap pendapatan petani.
Untuk uji regresi logistik terdapat pada penelitian yang dilakukan oleh
Filtra (2007). Uji regresi logistik yang digunakan berfungsi untuk melihat apakah
ada pengaruh dari pinjaman kredit pemerintah terhadap pertambahan pendapatan
petani. Dari hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa program BPLM di
Kabupaten Agam di nilai berhasil sehingga layak uuntuk dilanjutkan. Kemudian
untuk alat analisis pendapatan usahatani terdapat pada penelitian Lubis (2005),
Sume (2008), Perdana (2007). Analisis pendapatan usahatani ini dipakai peneliti
untuk melihat bahwa dengan adanya bantuan permodalan berupa kredit yang
diberikan kepada petani akan mengakibatkan petambahan pendapatan, kemudahan
dalam mendapatkan saprodi, pasar dan yang lainnya. Dari ketiga peneliti tersebut
menunjukkan bahwa dengan adanya bantuan modal tersebut petani terbantu dalam
pengadaan saprodi seperti bibit, pestisida, alat dan mesin pertanian serta aspek
pasar yang baik. Dengan terbantunya petani dalam pengadaan saprodi dan
pemasaran maka mengakibatkan pertambahan pendapatan yang baik dari sebelum
adanya program bantuan tersebut.
24
Dari penelitian terdahulu tersebut memiliki persamaan dan perbedaan
dengan penelitian yang akan dilakukan. Penelitian ini membahas tentang
Dampak Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan terhadap
pendapatan petani di Desa Hasang Kualuh Selatan Kabupaten Labuhan Batu
Utara, Sumatera Utara. Selain itu penelitian ini akan dilakukan di kelembagaan
yang di tunjuk oleh Departemen Pertanian yang dikhususkan untuk petani yang
memiliki ekonomi lemah yaitu Gapoktan. Alat analisis yang digunakan yaitu
dengan menggunakan analisis usahatani, dimana analisis ini ingin melihat
bagaimana dampak PUAP terhadap pendapatan petani penerima PUAP pada awal
dan setelah berjalannya program PUAP.
III KERANGKA PEMIKIRAN
3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis
Pembiayaan dalam dunia usaha sangat dibutuhkan dalam mendukung
keberlangsungan suatu usaha yang dijalankan. Dari suatu usaha yang
memerlukan pembiayaan adalah usaha dibidang agribisnis pertanian. Saat ini
pembiayaan agribisnis merupakan salah satu langkah dalam mendukung kemajuan
petani dalam menjalankan usahataninya hingga proses pasca panen. Pada
dasarnya perkembangan suatu usaha dipengaruhi oleh ketersediaan modal. Secara
garis besar terdapat dua jenis modal (Tarigan, 2006), yaitu:
1. Modal sendiri, yaitu modal yang dimiliki secara pribadi yang dapat digunakan
untuk mengembangkan usahanya.
2. Modal dari luar (kredit), yaitu modal yang berasal dari pihak lain yang dapat
digunakan untuk mengembangkan suatu usaha. Untuk memperoleh modal
ini, seluruh prosedur yang ada harus dapat dipenuhi oleh calon debitur.
Modal sendiri, umumnya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan suatu usaha.
Oleh karena itu, ketersediaan modal dari pihak luar atau kredit sangat diperlukan.
Sumber modal yang berasal dari luar dapat berasal dari sumber formal maupun
non formal.
Kredit menurut kegunaannya dapat terbagi menjadi dua yaitu, kredit
konsumtif dan kredit produktif. Kredit konsumtif merupakan sejumlah pinjaman
yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, sedangkan kredit
produktif merupakan pinjaman yang digunakan dalam satu kegiatan produksi
atau melakukan suatu usaha. Kebutuhan akan kredit juga menjadi sesuatu yang
tidak asing lagi bagi masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, pemerintah dalam
usahanya meningkatkan sektor usaha pertanian, telah melaksanakan dan
mengeluarkan beberapa kebijakan dibidang pembiayaan disektor pertanian.
Kebijakan dimulai dengan adanya kredit berupa Kredit Usaha Tani (KUT),
Bimbingan Massal (Bimas), Kredit Kepada Koperasi (Kkop) dan sebagainya
sampai dengan saat ini dengan konsep pembiayaan yang disalurkan kepada
Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) yaitu Pengembangan Usaha Agribisnis
Pedesaan (PUAP).
26
Menurut Ashari (2009) kredit program memiliki posisi strategis dalam
konteks pembangunan ekonomi makro serta dalam peningkatan pendapatan
masyarakat petani. Hal ini terkait dengan sumber dana kredit program yang
berasal dari APBN yang notabene merupakan dana publik. Dengan demikian
setiap rupiah dari penggunaan dana APBN seharusnya dapat dimanfaatkan secara
efektif dan efisien untuk dialokasikan untuk mendanai suatu kegiatan (kredit
program) yang tentunya akan mengurangi porsi anggaran untuk penggunaan
lainnya. Walau demikian adanya pada dasarnya dalam merealisasikan kredit
disektor pertanian pemerintah telah memberikan subsidi pada berbagai hal yaitu
(1) subsidi terhadap bunga kredit (2) subsidi terhadap resiko kredit (3) subsidi
untuk biaya administrasi, penyaluran serta penarikan kredit.
3.1.1 Evaluasi Program PUAP
Evaluasi pelaksanaan program PUAP dilakukan untuk mengetahui apakah
pelaksanaan program tersebut telah sesuai atau berhasil berdasarkan indikator-
indikator yang ada. Keberhasilan program PUAP akan memberikan dampak
berupa manfaat yang optimal dan oleh karena itu evaluasi pelaksanaan program
ini sangat diperlukan untuk menilai indikator-indikator keberhasilan PUAP antara
lain1:
1. Indikator keberhasilan output meliputi :
a. Tersalurkannya BLM – PUAP kepada petani, buruh tani dan rumah tangga
tani miskin dalam melakukan usaha produktif pertanian; dan
b. Terlaksananya fasilitasi penguatan kapasitas dan kemampuan sumber
daya manusia pengelola Gapoktan, Penyuluh Pendamping dan Penyelia
Mitra Tani.
2. Indikator keberhasilan outcome meliputi :
a. Meningkatnya kemampuan Gapoktan dalam memfasilitasi dan mengelola
bantuan modal usaha untuk petani anggota baik pemilik, petani penggarap,
buruh tani maupun rumah tangga tani.
b. Meningkatnya jumlah petani, buruh tani dan rumah tangga tani yang
mendapatkan bantuan modal usaha.
1 Deptan.2008. Pedoman Teknis PUAP.
27
c. Meningkatnya aktivitas kegiatan agribisnis (budidaya dan hilir) di
perdesaan; dan
d. Meningkatnya pendapatan petani (pemilik dan atau penggarap), buruh tani
dan rumah tangga tani dalam berusaha tani sesuai dengan potensi
daerah.
3. Indikator benefit dan Impact antara lain:
a. Berkembangnya usaha agribisnis dan usaha ekonomi rumah tangga tani di
lokasi desa PUAP.
b. Berfungsinya Gapoktan sebagai lembaga ekonomi yang dimiliki dan
dikelola oleh petani.
c. Berkurangnya jumlah petani miskin dan pengangguran di perdesaan.
Berdasarkan indikator-indikator tersebut, maka untuk menilai keberhasilan
program PUAP, akan digunakan salah satu indikator yang dianggap bisa mewakili
keberhasilan program tersebut. Indikator yang dimaksud adalah menilai tingkat
pendapatan. Pemilihan indikator ini dengan pertimbangan bahwa pendapatan
merupakan salah satu parameter yang bisa digunakan untuk menilai tingkat
kesejahteraan seseorang. Dalam melakukan indikator untuk mengetahui seberapa
besar pendapatan yang diperoleh petani setelah adanya program PUAP dapat
diukur dengan konsep usahatani. Pendapatan usahatani yang dilihat adalah
pendapatan petani serta efiiansi pelaksanaan usahataninya.
3.2 Konsep Usahatani
Usahatani adalah proses pengorganisasian faktor-faktor produksi yaitu
alam, tenaga kerja, modal dan pengelolaan yang dilakukan oleh perorangan
ataupun sekumpulan orang-orang untuk menghasilkan output yang dapat
memenuhi kebutuhan keluarga ataupun orang lain disamping bermotif mencari
keuntungan (Soeharjo dan Patong, 1973). Organisasi ini ketatalaksanaannya
berdiri sendiri dan sengaja diusahakan oleh seseorang atau sekumpulan orang,
segolongan sosial, baik yang terikat genologis, politis maupun teritorial sebagai
pengelolanya. Berdasarkan batasan tersebut dapata diketahui bahwa usahatani
terdiri atas manusia petani (bersama keluarganya), tanah (bersama dengan fasilitas
yang ada diatasnya seperti bangunan-bangunan, salurang air) dan tanaman
maupun hewan ternak (Soeharjo dan Patong, 1973).
28
Mubyarto (1989) mengemukakan bahwa usahatani merupakan himpunan
dari sumber-sumber alam yang terdapat di tempat itu yang diperlukan untuk
produksi pertanian. Tujuan setiap petani dalam melaksanakan usahataninya
berbeda-beda. Apabila dorongannya untuk memenuhi kebutuhan keluarga baik
melalui atau tanpa peredaran uang, maka usahatani tersebut disebut usahatani
pencukup kebutuhan keluarga (Subsistence Farm). Sedangkan bila motivasi yang
mendorongnya untuk mencari keuntungan, maka usahatani yang demikian disebut
usahatani komersial (Commercial Farm).
Faktor-faktor yang mempengaruhi produki dalam usahatani terdiri dari
faktor internal dan eksternal. Faktor internal antara lain penggunaan input, teknik
bercocok tanam dan teknologi. Sedangkan faktor eksternal seperti cuaca, iklim,
hama dan penyakit. Lebih jelas lagi Hernanto (1989) menyatakan bahwa dalam
usahatani ada empat unsur pokok penting yang mempengaruhi produksi. Faktor-
faktor tersebut sering disebut sebagai faktor-faktor produksi antara lain :
1. Tanah
Tanah dalam usahatani dapat berupa tanah pekarangan, tegalan, sawah dan
sebagainya. Tanah tersebut dapat diperoleh dengan cara membuka lahan sendiri,
membeli, menyewa, bagi hasil (menyakap), pemberian negara, warisan ataupun
wakaf. Penggunaan tanah dapat diusahakan secara monokultur, polikultur maupun
tumpangsari.
2. Tenaga Kerja
Tenaga kerja dalam usahatani adalah tenaga kerja manusia. Tenaga kerja
manusia dibedakan menjadi tenaga kerja pria, wanita dan anak-anak dimana
tenaga kerja tersebut dipengaruhi oleh umur, tingkat pendidikan, keterampilan,
pengalaman, tingkat kesehatan dan faktor alam seperti iklim dan kondisi lahan.
Tenaga kerja ini dapat berasal dari dalam maupun dari luar keluarga. Dalam teknis
perhitungan, dapat digunakan ukuran konversi tenaga kerja dengan cara
membandingkan tenaga kerja pria sebagai ukuran baku, yakni :
1 pria = 1 Hari Kerja Pria (HKP); 1 wanita = 0,8 HKP dan 1 anak = 0,5 HKP.
3. Modal
Modal dalam usahatani digunakan untuk membeli sarana produksi dan
untuk membiayai pengeluaran selama kegiatan usahatani berlangsung. Sumber
29
modal dapat diperoleh dari milik sendiri, pinjaman atau kredit (pinjaman dari
lembaga keuangan formal maupun non formal), hadiah, warisan ataupun dapat
berupa kontrak sewa.
4. Manajemen
Manajemen dalam usahatani merupakan kemampuan petani untuk
menentukan, mengorganisir dan mengkoordinasikan faktor-faktor produksi yang
dikuasai dengan sebaik-baiknya, sehingga mampu menghasilkan produksi
pertanian sebagaimana yang diharapkan. Agar dapat berhasil mengelola suatu
usahatani maka perlu memahami prinsip teknik meliputi: (a) perilaku cabang yang
diputuskan; (b) perkembangan teknologi; (c) daya dukung faktor cara yang
dikuasai. Selain itu, juga perlu memahami prinsip ekonomis antara lain: (a)
penentuan perkembangan harga; (b) kombinasi cabang usaha; (c) tataniaga hasil;
(d) pembiyaan usahatani; (e) pengalokasian modal dan pendapatan serta (f) tolak
ukur keberhasilan yang lazim.
Dengan memahami prinsip teknik usahatani pada dasarnya akan
mempengaruhi komponen biaya, seperti pada perkembangan teknologi sangat
berpengaruh terhadap komponen biaya. Penggunaan teknologi baru maupun
adopsi teknologi dalam kegiatan pertanian akan mempengaruhi biaya usahatani.
Pengaruh ini dianalisis dari biaya yang dikeluarkan maupun penerimaan yang
diperoleh petani dengan analisis pendapatan usahatani.
3.2.1. Pendapatan Usahatani
Pada akhirnya usahatani yang dilakukan akan memperhitungkan biaya-
biaya yang telah dikeluarkan dengan penerimaan yang diperoleh. Selisih antara
biaya yang dikeluarkan dengan penerimaan yang diperoleh tersebut merupakan
pendapatan dari usahatani yang dijalankan. Tujuan utama dari analisis pendapatan
adalah menggambarkan keadaan sekarang suatu kegiatan usaha dan
menggambarkan keadaan yang akan datang dari perencanaan atau tindakan
(Soeharjo dan Patong, 1973). Analisis pendapatan usahatani sangat bermanfaat
bagi petani untuk mengukur tingkat keberhasilan usahanya.
Analisis pendapatan usahatani memerlukan dua keterangan pokok, yaitu
keadaan penerimaan dan keadaan pengeluaran selama jangka waktu tertentu.
Penerimaan merupakan total nilai produk yang dihasilkan yang diperoleh dari
30
hasil perkalian antara jumlah output (produk yang dihasilkan) dengan harga
produk tersebut. Sedangkan pengeluaran atau biaya merupakan semua
pengorbanan sumberdaya ekonomi dalam satuan uang yang diperlukan untuk
menghasilkan suatu output dalam suatu periode produksi.
Penerimaan usahatani dapat berbentuk tiga hal yakni; (1) hasil penjualan
tunai (seperti tanaman pangan, ternak, ikan dan lain sebagainya); (2) produk yang
dikonsumsi keluarga petani; (3) kenaikan nilai inventaris selisih nilai akhir tahun
dengan nilai awal tahun). Sementara itu, pengeluaran usahatani tani meliputi biaya
tetap dan biaya tidak tetap (variabel). Bentuk pengeluaran dalam usahatani berupa
pengeluaran tunai dan pengeluaran yang diperhitungkan. Pengeluaran tunai adalah
pengeluaran yang dibayarkan dengan menggunakan uang, seperti biaya pengadaan
sarana produksi usahatani dan pembayaran upah tenaga kerja. Sedangkan
pengeluaran yang diperhitungkan adalah pengeluaran yang digunakan untuk
menghitung nilai pendapatan kerja petani apabila nilai kerja keluarga
diperhitungkan.
Analisis pendapatan tunai dan pendapatan total produksi usahatani
merupakan bentuk analisis dalam usahatani yang digunakan untuk melihat
keuntungan relatif dari suatu kegiatan cabang usahatani berdasarkan perhitungan
finansial. Dalam analisis ini dilakukan dua pendekatan, yaitu perhitungan
pendapatan atas dasar biaya tunai dan perhitungan atas dasar biaya total (biaya
tunai dan biaya yang diperhitungkan). Soekartawi (1986) menjelaskan beberapa
istilah yang terkait dengan pengukuran pendapatan usahatani antara lain :
1. Pendapatan kotor usahatani adalah ukuran hasil perolehan total sumberdaya
yang digunakan dalam usahatani. Istilah lain untuk pendapatan kotor usahatani
adalah nilai produksi atau penerimaan kotor usahatani.
2. Pendapatan kotor tunai didefinisikan sebagai nilai mata uang yang diterima
dari penjualan produk usahatani. Pendapatan kotor tunai usahatani tidak
mencakup pinjaman uang untuk keperluan usahatani yang berbentuk benda
dan yang dikonsumsi.
3. Pendapatan kotor tidak tunai adalah pendapatan yang bukan dalam bentuk
uang, seperti hasil panen yang dikonsumsi, hasil panen yang digunakan untuk
31
bibit atau makanan ternak, untuk pembayaran, disimpan di gudang, dan
menerima pembayaran dalam bentuk benda.
4. Pengeluaran total usahatani didefinisikan sebagai nilai semua input yang habis
terpakai di dalam produksi, tetapi tidak termasuk tenaga kerja keluarga petani.
Pengeluaran usahatani meliputi pengeluaran tunai dan pengeluaran tidak tunai.
5. Pengeluaran tunai adalah pengeluaran berdasarkan nilai uang. Jadi segala
pengeluaran untuk keperluan kegiatan usahatani yang dibayar dalam bentuk
benda tidak termasuk dalam pengeluaran tunai.
6. Pengeluaran tidak tunai adalah nilai semua input yang digunakan namun tidak
dalam bentuk uang. Misalnya nilai barang dan jasa untuk keperluan usahatani
yang dibayar dengan benda.
7. Pendapatan bersih adalah selisih antara pendapatan kotor usahatani dengan
total pengeluaran usahatani. Pendapatan bersih usahatani mengukur imbalan
yang diperoleh keluarga petani akibat dari penggunaan faktor-faktor produksi.
3.2.2. Imbangan Penerimaan dan Biaya (R/C Rasio)
Soeharjo dan Patong (1973) menyatakan bahwa pendapatan yang besar
bukanlah sebagai petunjuk bahwa usahatani efisien. Ukuran efisiensi pendapatan
usahatani dapat diukur atau dihitung melalui perbandingan penerimaan dengan
biaya yang dikeluarkan (R/C Rasio).
R/C rasio menunjukkan berapa besarnya penerimaan usahatani yang akan
diperoleh petani untuk setiap rupiah biaya yang dikeluarkan dalam kegiatan
usahatani. Apabila usahatani memiliki nilai R/C rasio lebih besar dari satu dapat
dikatakan menguntungkan. Sebaliknya, apabila nilai R/C rasio lebih kecil dari
satu, berarti penerimaan biaya satu satuan akan mengurangi penerimaan sebesar
satu satuan, atau dapat dikatakan bahwa usahatani tersebut belum
menguntungkan. Sedangkan jika kegiatan usahatani memiliki nilai R/C rasio
sama dengan satu, maka kegiatan usahatani tersebut berada pada keuntungan
normal. Artinya setiap satu satuan biaya yang dikeluarkan, maka kegiatan usaha
mampu menghasilkan manfaat bersih sebesar satu satuan atau dapat dikatakan
impas.
32
3.2.3 Sitem Integrasi Ternak Dengan Tanaman
Usaha ternak seperti sapi dan kambing telah banyak berkembang di
Indonesia, akan tetapi petani pada umumnya masih memelihara sebagai usaha
sambilan, dimana tujuan utamanya adalah sebagai tabungan, sehingga manajemen
pemeliharaannya masih dilakukan secara konvensional. Kendala utama yang
dihadapi petani yang belum memadukan usaha ini dengan tanaman adalah tidak
tersedianya pakan secara memadai terutama pada musim kemarau
(Kariyasa,2004). Upaya mengatasi permasalahan tersebut, petani di beberapa
lokasi di Indonesia sejak dulu telah mengembangkan sistem integrasi tanaman
ternak (Crops Livestock System, CLS). Menurut Kariyasa (2004) CLS pada
umumnya telah berkembang di daerah dimana terdapat perbedaan nyata antara
musism hujan dan musim kemarau.
Dalam penelitian ini pemeliharaan domba memakai konsep integrasi
dengan tanaman perkebunan sawit dan karet. Dalam integrasi ini domba
digembala dibawah kebun sawit dan juga karet karena perkebunan di Desa
Hasang ini memiliki hijauan yang sangat baik untuk pakan ternak domba. Dengan
kondisi pakan yang baik untuk domba, maka pemeliharaan domba dapat
berkembangbiak. Selain itu integrasi ini juga sangat bermanfaat bagi tanaman
kebun karena selain ternak domba dapat memberikan pupuk kandang juga dapat
menekan gulma yang menjadi pakan domba, sehingga hal ini dapat dikatakan
integrasi yang baik.
3.3 Kerangka Pemikiran Operasional
Program Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP) merupakan
program terobosan Departemen Pertanian untuk penanggulangan kemiskinan dan
penciptaan lapangan kerja, sekaligus mengurangi kesenjangan pembangunan antar
wilayah pusat dan daerah serta antara subsektor. Keberlanjutan program
Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP) sangat ditentukan pada
keberhasilan pengelolaan dana tersebut oleh kinerja Gapoktan sebagai lembaga
pelaksana yang dipercaya untuk mengelola dana tersebut. Salah satu pendekatan
yang dapat dilakukan untuk melihat keberhasilan PUAP yaitu dengan mengukur
dan menilai dampak dari program PUAP serta peranannya dalam meningkatkan
pendapatan usaha pertanian hingga pada akhirnya mampu mensejahterakan para
33
petani di perdesaan. Pengelolaan dan pencapaian tujuan dari program PUAP
(peningkatan pendapatan usaha) juga dipengaruhi oleh karakteristik Gapoktan
sebagai pelaksana program PUAP.
Pada penelitian ini, evaluasi dilakukan dari sisi dampak program PUAP
serta dampak terhadap kinerja Gapoktan PUAP itu sendiri . Penilaian keberhasilan
program ini didasarkan pada indikator yang ada, salah satunya adalah dengan
melihat tingkat pendapatan petani sebelum dan sesudah adanya program PUAP.
Sementara itu, penilaian kinerja Gapoktan setelah adanya pogram PUAP ini
dinilai dengan melihat kemampuan Gapoktan dalam mengelola dan menyalurkan
dana bantuan PUAP secara efektif. Analisis efektivitas pengelolaan dan
penyaluran dana PUAP melalui pola pinjaman dapat dilihat dari dua sisi, yaitu
pihak Gapoktan sebagai penyalur atau pemberi pinjaman dan dari pihak petani
sebagai peminjam atau pengguna.
Penilaian keefektifan pengelolaan dan penyaluran pinjaman dana PUAP
kepada petani yang didasarkan pada kriteria pihak Gapoktan sebagai pemberi
pinjaman dengan menggunakan beberapa parameter. Parameter yang digunakan
antara lain : target dan realisasi kredit (pinjaman PUAP), jangkauan kredit
(pinjaman PUAP), frekuensi serta banyaknya tunggakan. Sementara kriteria dari
sisi pengguna kredit (petani) diukur dengan menggunakan tolok ukur : persyaratan
awal, prosedur peminjaman.
Secara umum, kerangka pemikiran operasional dalam penelitian ini dapat
dilihat pada Gambar 1. Penelitian ini diawali dari adanya permasalahan pertanian
yaitu : pertama, sebagian besar petani sulit untuk mengadopsi teknologi sederhana
untuk meningkatkan produktivitas hasil pertaniannya, sehingga petani relatif
lambat dalam merespon perubahan yang terjadi di dunia luar. Kedua, aksesibilitas
petani terhadap informasi pertanian terbatas yang berakibat terjadi ketidakadilan
harga yang diterima oleh petani. Ketiga, petani memiliki kendala atas sumberdaya
manusia yang dimiliki, terlihat dari rendahnya pendidikan yang dimiliki petani
dan keterbatasan atas kepemilikan lahan garapan terutama sawah. Keempat, yang
merupakan masalah paling dasar bagi sebagian besar petani adalah masalah
keterbatasan modal yang dimiliki oleh para petani. Kemampuan petani dalam
mengakses sumber-sumber permodalan sangat terbatas karena lembaga keuangan
34
perbankan dan non perbankan menerapkan prinsip 5-C (Character, Collateral,
Capacity, Capital dan Condition) dalam menilai usaha pertanian dimana tidak
semua petani dapat memenuhi semua persyaratan tersebut.
Dalam rangka mengatasi masalah tersebut, pemerintah membuat alternatif
sebagai upaya untuk mengatasi masalah tersebut dengan mencanangkan program
Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP). Bantuan dana PUAP ini
disalurkan melalui Gapoktan sebagai lembaga pelaksana yang dipercaya oleh
Departemen Pertanian. Pelaksanaan program PUAP perlu di evaluasi untuk
menilai apakah ada dampak yang berarti dari pemanfaatan dana bantuan tersebut.
Penilaian dilakukan dengan melihat indikator keberhasilan PUAP, salah satu
indikatornya adalah keberhasilan Gapoktan dalam menyalurkan dana PUAP
kepada anggota kelompok tani secara merata.
35
Permasalahan pertanian
1. Aksebilitas
2. SDM Petani
3. Kemampuan Modal
Tingkat kemiskinan dan
pengangguran di desa
meningkat
Program PUAP
1. Pengentasan kemiskinan
2. Menciptakan lapangan kerja di pedesaan
3. Penguatan Modal Usaha
4. Pemerataan
Disalurkan melalui Gapoktan
dengan kredit PUAP
Pelaksanaan Evaluasi Program PUAP
dilihat dari tingkat pendapatan dengan
metode Usahatani
Awal berjalan program PUAP
Setelah berjalan program PUAP
Evaluasi dan Saran
Perbaikan
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Operasional
IV METODE PENELITIAN
4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di gabungan gelompok tani (Gapoktan) Desa
Hasang, Kecamatan Kualuh Selatan, Kabupaten Labuhan Batu, Sumatera Utara.
Pemilihan lokasi ini dilakukan atas dasar pertimbangan bahwa Desa Hasang
merupakan salah satu Desa Penerima PUAP dari 474 desa, dan 107 Kecamatan
dan 19 Kabupaten tingkat Sumatera Utara. Selain itu Desa Hasang ini merupakan
salah satu desa peraih juara tiga Gapoktan tingkat Propinsi Sumatera Utara setelah
adanya Program PUAP di Desa Hasang.
Waktu penelitian dilakukan bulan Desember tahun 2009. Alokasi waktu
yang ditetapkan ini didasarkan pada pertimbangan keterbatasan waktu, dana dan
tenaga. Namun demikian, diharapkan penelitian ini tetap dapat memberikan
gambaran yang baik dan representatif dari program PUAP pada lembaga terkait di
Desa Hasang.
4.2 Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan
sekunder. Data primer diperoleh melalui kuesioner dan wawancara langsung
dengan para responden yaitu petani (anggota Gapoktan) serta kepada pengurus
Gapoktan atau Poktan. Sedangkan data sekunder diperoleh dari instansi terkait
meliputi BPS Pusat, BPS Kabupaten Labuhan Batu , Dinas Pertanian Kabupaten
Labuhan Batu , Badan Penyuluhan pertanian, Kabupaten Labuhan Batu. Selain
itu, data sekunder juga diperoleh dari penelusuran kepustakaan, internet dan
literatur lain yang berhubungan dengan penelitian.
4.3 Metode Pengumpulan Data
Beberapa metode yang digunakan dalam pengumpulan data yakni dengan
metode wawancara langsung terhadap pihak-pihak terkait, penyebaran kuesioner
dan studi literatur. Data primer didapat melalui wawancara langsung dengan
responden dengan harapan agar peneliti memperoleh informasi secara langsung
mengenai karakteristik responden, karakteristik usaha, pendapatan usaha serta
tanggapan respon terhadap program PUAP. Pengumpulan data dengan cara ini
37
akan dibantu menggunakan kuesioner yang berisikan daftar-daftar pertanyaan
yang relevan dengan tujuan penelitian. Penggunaan kuesioner bermanfaat sebagai
pemandu agar pertanyaan-pertanyaan yang diajukan lebih terarah dan sesuai
dengan tujuan penelitian. Teknis penggunaan atau pengisian kuesioner ini dipandu
oleh peneliti.
Data sekunder yang dikumpulkan meliputi perkembangan pelaksanaan
program PUAP, mekanisme proses penyaluran PUAP dan lain sebagainya yang
berhubungan dengan penelitian. Selain itu, juga dikumpulkan data-data penunjang
seperti gambaran umum lembaga di desa dalam hal ini Gapoktan serta potensi
usaha di wilayah penelitian.
4.4 Metode Penentuan Sampel
Jumlah populasi Gapoktan keseluruhan sebanyak 228 orang akan tetapi
yang diambil sebanyak 53 responden. Alasan mengambil jumlah responden
sebanyak 53 orang dikarenakan jumlah anggota yang mendapat bantuan dana
PUAP hanya sebanyak 53 orang. Selain itu alasan lain mengapa mengambil
responden tersebut adalah untuk mengetahui dampak program PUAP di Gapoktan
Desa Hasang.
Metode pengambilan sampel menggunakan dua metode yang berbeda
yaitu metode sensus, dan purposive sampling (sengaja). Metode sensus yang
dilakukan yaitu mendatangi satu persatu petani yang mendapat dana PUAP yaitu
sebanyak 53 orang, metode sensus ini bertujuan mendapatkan data serta informasi
yang jauh lebih akurat. Sedangkan metode purposive yakni memilih ketua
kelompok tani. Pemilihan ketua kelompok tani dengan pertimbangan beberapa
kriteria ; (1) bahwa ketua kelompok tani memiliki informasi yang lebih banyak
seputar implementasi dan alokasi pemanfaatan bantuan PUAP; (2) lebih paham
mengenai permasalahan dan kendala yang dihadapi petani anggota; serta (3) dapat
memberikan informasi pendukung lainnya yang lebih jelas lagi untuk penelitian
ini. Dalam penelitian kelompok tani tersebut juga sudah merupakan tergabung
kedalam 53 anggota yang mendapat dana program PUAP.
38
4.5 Metode Pengolahan dan Analisis Data
Metode analisis data yang digunakan yaitu analisis deskriptif dan analisis
kuantitatif. Analisis deskriptif bertujuan untuk membuat deskripsi, gambaran
atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat, mengenai fakta-fakta, sifat-sifat,
serta hubungan antara fenomena yang diselidiki. Metode deskriptif ini digunakan
untuk menjelaskan gambaran secara umum tentang PUAP, syarat-syarat
penyaluran kredit serta prosedur yang diterapkan untuk memperoleh kredit yang
dikeluarkan oleh Gapoktan Desa Hasang, Kecamatan Kualuh Selatan Kabupaten
Labuhan Batu.
Analisis data kuantitatif dalam penelitian ini akan digunakan untuk
melihat pengaruh program PUAP terhadap tingkat pendapatan petani.data yang
diperoleh selanjutnya dianalisis dengan melakukan analisis pendapatan usahatani
domba di lokasi penelitian untuk melihat pengaruh nyata dari pelaksanaan
program PUAP tersebut. Data-data yang diperoleh akan diolah dengan
menggunakan software Microsoft Excel 2007.
4.6 Analisis Pendapatan Petani
Dampak program PUAP terhadap pendapatan anggota (petani) Gapoktan
PUAP dapat dilihat dengan membandingkan pendapatan petani sebelum adanya
program PUAP dengan pendapatan setelah adanya program PUAP. Analisis ini
digunakan untuk mengetahui sejauh mana pengaruh dampak program PUAP
terhadap pendapatan usahatani padi di Kecamatan Kualuh Selatan. Analisis
pendapatan usahatani pada kambing dilakukan pada satu periode yaitu satu tahun
setelah adanya program PUAP dengan memberikan hewan ternak.
Pendapatan bersih usahatani adalah selisih antara pendapatan kotor
usahatani dan pengeluaran kotor usahatani tani. Menurut (Soekartawi et al, 1986)
perhitungan pendapatan usahatani dilakukan dengan menggunakan formulasi :
P = TP – (Bt + Btt)
Dimana : P = Pendapatan bersih usahatani (Rp)
TP = Total penerimaan usahatani (Rp)
Bt = Biaya tunai (Rp)
Btt = Biaya tidak tunai (Rp)
39
Penerimaan sering disebut juga dengan pendapatan kotor (gross farm
income), merupakan nilai produk total usahatani dalam periode tertentu, baik yang
dijual maupun yang tidak dijual. Penerimaan diperoleh dari hasil kali antara
jumlah produk yang dihasilkan dengan harga jual produk tersiebut. Sementara itu
pengeluaran total usahatani (total farm expenses) terdiri dari biaya tunai dan biaya
tidak tunai (biaya yang diperhitungkan).
4.7 Analisis R/C Rasio
Suatu usaha dikatakan efisien secara ekonomis dari usaha lain apabila
rasio output terhadap inputnya lebih menguntungkan dari usaha lain. Return and
Cost Ratio (R/C ratio) merupakan perbandingan antara nilai output terhadap nilai
inputnya atau perbandingan antara penerimaan usahatani dengan pengeluaran
usahatani. Rasio pendapatan terhadap biaya merupakan perbandingan antara total
penerimaan yang diperoleh dari setiap satuan uang yang dikeluarkan dalam proses
produksi usahatani. Analisis pendapatan dibagi menjadi dua yakni analisis
pendapatan atas biaya tunai dan analisis pendapatan atas biaya total. Semakin
besar nilai R/C rasio maka semakin menguntungkan usahatani tersebut. Dalam
penelitian ini untuk mengetahui keuntungan dari usahatani kambing
dipergunakan R/C ratio dengan rumus yang digunakan oleh Soeharjo dan Patong
(1973), yaitu :
(Rasio atas biaya total)
(Rasio atas biaya tunai)
BT = Bt + Btt
Dimana : TP = Total penerimaan usahatani (Rp)
BT = Biaya total (Rp)
Bt = Biaya tunai (Rp)
Btt = Biaya tidak tunai (Rp)
BT
TPCR /
Bt
TPCR /
40
4.8 Definisi Operasional
1. Debitur adalah pihak yang menggunakan jasa Gapoktan, pada penelitian ini
debitur yang dimaksud adalah petani pengguna dana PUAP Desa Hasang.
2. Karakteristik petani merupakan salah satu dari prinsip 5 C yang akan dilihat
dalam penelitian ini.
3. Tingkat pendapatan perbulan adalah jumlah pendapatan yang diterima oleh petani
dari hasil karet, sawit dan domba
4. Frekuensi pinjaman atau pengalaman kredit adalah berapa kali peminjaman kredit
yang telah dilakukan petani responden.
5. Lama pendidikan adalah berapa lama pendidikan terakir yang diselesaikan oleh
petani.
6. Gembala adalah pemeberian pakan kepada hewan ternak (domba) dengan cara
tradisional dengan melepas domba ke areal kebun.
7. Material kandang yang dimaksud dalam penelitian ini adalah seperti kayu yang
diambil dari hutan
8. Tenaga kerja dalam keluarga yaitu tenaga kerja yang berasal dari keluarga petani.
9. Penerimaan tunai domba adalah penerimaan yang diperoleh dari usaha tani
domba, dalam penelitian ini di asumsikan penerimaan diperoleh dari penjualan
domba.
10. Penerimaan karet dan sawit adalah penerimaan yang diperoleh dari hasil
penjualan sawit dan karet, dalam penelitian ini karet dan sawit merupakan
penghasilan utama sedangkan domba merupakan usaha sampingan.
11. Harga domba adalah harga domba berdasarkan daerah penelitian yang diperoleh
sebesar 16.000/Kg/ekor.
12. Berat rata-rata domba dalam penelitian ini adalah diasumsikan bahwa dengan
budidaya secara gembala berat rata-rata domba sebesar 30 Kg/ekor.
13. Angsuran pinjaman dalam penelitian ini adalah besarnya bunga beserta pokok
modal kredit yang diberikan kepada petani yang dibayarkan setiap bulannya.
V GAMBARAN UMUM
5.1 Gambaran Umum Wilayah Penelitian
Letak geografis Kabupaten Labuhan Batu berada pada 1026’-2
011’ Lintang
Utara dan antara 91001’-97
007’ Bujur Timur. Kabupaten Labuhan Batu Utara
merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Sumatera Utara yang berbatasan
dengan Propinsi Riau di sebelah Timur, Kabupaten Tapanuli Utara dan Kabupaten
Asahan di sebelah Barat, Kabupaten Tapanuli Selatan di sebelah Selatan dan
Selat Malaka sebelah Utara. Jumlah kecamatan di Kabupaten Labuhan Batu
sebanyak 22 kecamatan serta 215 Desa dan 27 Kelurahan. Kabupaten Labuhan
Batu beribukota di Rantau Prapat dengan luas wilayah 9 223.18 Km2, dimana
luas wilayah yang digunakan untuk kegiatan pertanian khususnya perkebunan
rakyat kelapa sawit seluas 441 136 hektar dan sementara lahan yang digunakan
untuk bangunan perumahan, perkantoran, industri, pendidikan, jalan dan lain-lain
seluas 31.614 hektar.
Berdasarkan angka hasil Sensus Penduduk 2000, penduduk Kabupaten
Labuhan Batu berjumlah 832.450 jiwa dengan kepadatan penduduk sebesar 90,00
jiwa per Km², terdiri dari 414 747 jiwa laki-laki dan 417.703 jiwa perempuan.
Untuk tahun 2007 berdasarkan hasil proyeksi Sensus Penduduk 2000, penduduk
Kabupaten Labuhan Batu sebanyak 1.007.185 jiwa. Jumlah penduduk terbanyak
terdapat di Kecamatan Torgamba yaitu sebanyak 94.752 jiwa dengan kepadatan
penduduk 85 jiwa per Km², sedangkan penduduk paling sedikit berada di
Kecamatan Silangkitang sebanyak 26.724 jiwa dengan kepadatan penduduk
88 jiwa per Km². Kecamatan Rantau Selatan merupakan Kecamatan yang paling
padat penduduknya dengan kepadatan 787 jiwa per Km² dan Kecamatan Aek
Natas merupakan Kecamatan dengan kepadatan penduduk terkecil yaitu sebesar
49 jiwa per Km². Jumlah penduduk Kabupaten Labuhan Batu dengan jenis
kelamin perempuan lebih sedikit dibandingkan penduduk laki-laki. Pada tahun
2007 jumlah penduduk laki-laki sebesar 508.524 jiwa, sedangkan penduduk
perempuan sebanyak 498.661 jiwa dengan rasio jenis kelamin sebesar 101,98
persen.
Penelitian ini dilakukan di Labuhan Batu yang terletak di Kecamatan
Kualuh Selatan. Kecamatan Kualuh Selatan ini memiliki letak Geografis sebelah
42
utara berbatasan dengan Kecamatan Kualuh Hulu, sebelah Timur berbatasan
dengan Kabupaten Tapanuli Utara, sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan
Aek Natas, dan sebelaha Barat berbatasan dengan Kecamatan Kualuh Hilir.
Kecamatan Kualuh Selatan menempati area seluas 344,51Km2 yang terdiri dari
12 desa/ kelurahan definitif. Wilayah Kecamatan Kualuh Selatan di sebelah utara
berbatasan dengan Kecamatan Kualuh Hulu di sebelah timur berbatasan dengan
Kabupaten Tapanuli Utara, di sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Aek
Natas, di sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Kualuh Hilir. Dari 12 Desa
yang terdapat di Kecamatan Kualuh Selatan, yang memiliki wilayah terluas adalah
Siamporik dengan luas 84,60 Km2 dan yang terkecil adalah Gunung Melayu dan
Gunting Saga dengan luas masing-masing 10,00 Km2.
Berdasarkan jumlah penduduk Kecamatan Kualuh Selatan jumlah
penduduk pada tahun 2007 sebanyak 54.751 jiwa yang terdiri dari 27.553 jiwa
laki-laki dan 27.198 jiwa perempuan. Jumlah Penduduk terbanyak terdapat di
Desa Tanjung Pasir yaitu sebanyak 8.503 jiwa, sedangkan yang paling sedikit
berada di Desa Lobu Huala yaitu sebanyak 1.806 jiwa. Sebagian besar penduduk
Kecamatan Kualuh Selatan beragama Islam yaitu sebanyak 76,50 %, sedangkan
yang beragama Kristen Protestan sebanyak 15,25 %, Kristen Katholik sebanyak
8,18 % sedangkan agama Hindu 1,00 %. Banyaknya tenaga kerja di Kecamatan
tahun 2007 sebanyak 47.327 orang, dimana yang bekerja di bidang pertanian
sebanyak 29.336 orang, industri 1.172 orang, PNS/TNI/Polri 637 orang dan
lainnya 16.182 orang. Sebagian besar PNS di Kecamatan Kualuh Selatan
merupakan Guru SD yaitu sebanyak 454 orang. Dilihat dari luasan daerah Desa
Hasang yang mayoritas bermatapencaharian dengan perkebunan sawit dan karet
maka diasumsikan bahwa daerah ini memiliki potensi yang besar untuk
mengembangkan peternakan khususnya ternak ruminansia kecil seperti kambing
dan domba. Untuk lebih lengkapnya dapat dilhat pada Tabel 4.
43
Tabel 4. Luas, Jumlah Penduduk Dan Kepadatan Penduduk Menurut Desa/
Kelurahan Tahun 2007
No Desa/Kelurahan Luas (Km2) Jumlah penduduk
1 Lobu Huala 23,00 1.908
2 Siamporik 84,60 3.268
3 Simangalam 33,50 5.937
4 Gunung Melayu 10,00 4.983
5 Damuli Pekan 20,00 6.684
6 Perkebunan Damuli 25,00 3.749
7 Hasang 20,50 1.896
8 Bandar Lama 42,39 3.339
9 Sidua-dua 13,50 3.149
10 Gunting Saga 10,00 7.541
11 Tanjung Pasir 40,34 8.503
12 Sialang Taji 21,68 3.794
Jumlah 344,51 54.751
Sumber : BPS Kabupaten Labuhan Batu, 2009 (diolah)
Dari Tabel 4 dapat dilihat bahwa luas daerah lokasi penelitian Desa Hasang
merupakan urutan ke delapan terkecil dari dua belas desa di Kecamatan Kualuh
Selatan. Berdasarkan jumlah penduduk Desa Hasang merupakan Desa yang
memiliki jumlah penduduk terkecil dibandingkan dari dua belas desa lainnya yang
berada di kecamatan Kualuh Selatan.
5.2 Desa Hasang
Desa Hasang memiliki luas wilayah sebesar 20,50 Km2. Penggunaan lahan
terbesar adalah untuk perkebunan dengan luas 891,5 ha dan sawah seluas 350 Ha.
Desa Hasang terdiri dari delapan dusun yaitu Dusun satu Hasang, Dusun dua
Hasang, Dusun tiga Hasang, Dusun empat Lubuk Lambung, Dusun lima Aek
Jottihan, Dusun enam Pangujungan, Dusun tujuh Pangujungan dan Dusun delapan
Aek Ronggas. Jumlah penduduk desa sebesar 1.896 jiwa dengan jumlah penduduk
laki-laki sebanyak 946 jiwa dan penduduk perempuan berjumlah 950 jiwa.
44
Sebagian besar penduduk di Desa Hasang memiliki mata pencaharian
sebagai petani (85,63 persen). Data mata pencaharian utama masyarakat di Desa
Hasang dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian Masyarakat Desa
Hasang, Kecamatan Kualuh Selatan Tahun 2007
Jenis Mata Pencaharian Jumlah Penduduk (Jiwa) Persentase (%)
Petani 286 85,63
Buruh 0 0,00
Nelayan 0 0,00
Pedagang 30 8,98
Pegawai Negeri 6 1,88
TNI/Polri 12 3,59
Total 334 100,00
Sumber : BPS Kabupaten Labuhan Batu, 2009 (diolah)
Pada Tabel 5 dapat dilihat bahwa penduduk Desa Hasang merupakan
masyarakat yang bermata pencaharian sebagai petani sebanyak 228 dari jumlah
total 334. Dengan kondisi ini mengindikasikan bahwa Desa Hasang ini
merupakan Desa yang memiliki potensi dalam pengembangan pertanian
khususnya perkebunan. Dari 228 orang tersebut adalah petani yang bergerak
dibidang perkebunan karet dan sawit. Dengan potensi yang baik dalam
pengembangan pertanian maka Desa ini adalah penerima dana PUAP yang
disalurkan kepetani dalam bentuk domba. Pemberian domba tersebut berdsarkan
;potensi hijauan yang sangat besar di perkebunan sawit dan karet sehingga baik
untuk pengembangan domba.
VI HASIL DAN PEMBAHASAN
6.1. Mekanisme Penyaluran PUAP Desa Hasang
Program pengembangan usaha agribisnis pedesaan (PUAP) merupakan
bantuan langsung masyarakat yang diberikan langsung kepada petani melalui
lembaga gabungan kelompok tani (Gapoktan). Dana PUAP yang diberikan
langsung diterima melalui rekening Gapoktan yaitu sebesar 100 juta rupiah
dengan pengawasan oleh dinas peternakan. Dalam penyaluran di lapangan
Gapoktan langsung memberikan dana tersebut kepada petani dengan persyaratan
petani tersebut membuat Rencana Usaha Anggota (RUA). Dalam RUA tersebut
dimana petani merencanakan jumlah dana yang akan diajukan. Dana tersebut
dikonversi kedalam hewan ternak domba. Setelah membuat RUA kemudian RUA
tersebut diajukan kepada ketua kelompok tani yang nantinya dilakukan Rencana
Usaha Kelompok (RUK). Rencana Usaha Kelompok ini merupakan jumlah dana
yang diajukan oleh anggota dalam kelompok tani dimana RUK ini diajukan ke
Gapoktan yang nantinya akan diproses dalam penyusunan Rencana Usaha
Bersama (RUB). Rencana Usaha Bersama ini merupakan perencanaan usaha
yang akan dijalankan oleh Gapoktan Desa Hasang dengan jumlah dana 100 juta
rupiah. Pada Desa Hasang ini dana tersebut habis tersalur kepada petani dengan
jumlah domba 200 ekor dengan harga per ekornya Rp 500.000.
Hewan ternak yang diberikan ke petani tidak langsung diberikan oleh
Gapoktan akan tetapi petani tersebut mencari hewan ternak yang akan dipelihara.
Dalam pencarian hewan ternak tersebut petani didampingi oleh dokter hewan, hal
ini dilakukan untuk mengantisipasi adanya hewan ternak yang terserang penyakit.
Domba yang sudah dipilih oleh petani yang tentunya didampingi dengan surat
sehat dari dokter hewan langsung ditinjau oleh ketua gapoktan yang selanjutnya
domba tersebut dibeli kepada kepada yang menjual domba tersebut dan setelah
itu petani dapat membawa domba tersebut untuk dipelihara. Pada umumnya
sebelum domba dibeli petani harus terlebih dahulu membuat kandang, karena
apabila petani belum memiliki kandang maka Gapoktan tidak akan memberikan
bantuan hewan ternak, sebab di lapangan ketua gapoktan sepakat dengan semua
anggotanya bahwa ternak akan diberikan apabila kandang sudah siap dihuni oleh
hewan ternak domba.
46
6.2. Karakteristik responden di Gapoktan Desa Hasang
Responden dalam penelitian ini adalah anggota kelompok tani Gapoktan
Desa Hasang yang berjumlah 53 orang dan berdomisili di Desa Hasang.
Karakteristik responden yang dilihat dalam penelitian ini adalah jenis kelamin,
umur responden, tingkat pendidikan, pengalaman mengambil kredit, jumlah
tanggungan keluarga, dan pekerjaan.
6.2.1. Jenis kelamin
Berdasarkan hasil wawancara dengan ketua Gapoktan Desa Hasang, dalam
pemberian dana PUAP tidak membedakan laki-laki dan perempuan, oleh karena
itu responden yang mengambil dana PUAP terdiri dari laki-laki dan perempuan.
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, petani yang menjadi responden di
Desa Hasang mayoritas berjenis kelamin laki-laki sebesar 85 persen lebih banyak
dibandingkan dengan responden berjenis perempuan sebesar 15 persen (Tabel 6)
Tabel 6. Jumlah Responden Yang Mengambil Dana Puap Berdasarkan Jenis
Kelamin
Sumber: Data Primer, diolah
Berdasarkan Tabel 6, dapat dilihat bahwa responden Gapoktan Desa
Hasang berjenis kelamin laki-laki berjumlah 46 orang, sedangkan responden
perempuan berjumlah 7 orang. Hal ini dapat dipahami karena adanya norma yang
berlaku di masyarakat bahwa tugas mencari penghasilan lebih dititikberatkan
kepada kaum laki-laki. Oleh karena laki-laki merupakan kepala rumah tangga
yang harus memiliki pekerjaan dan penghasilan tetap setiap bulannya.
6.2.2 Usia Responden
Mulyarto (2009) mengemukakan bahwa dalam dunia perbankan usia
menjadi kriteria lainnya dalam melihat karakter nasabah, dikarenakan apabila usia
Jenis Kelamin Jumlah Responden (orang) Persentase (%)
Laki-laki 46 86,79
Perempuan 7 13,21
Total 53 100,00
47
responden yang mengambil dana kredit terlalu muda dikhawatirkan belum
memiliki pekerjaan yang tetap, atau belum mempunyai pengalaman yang cukup
dalam menjalankan pekerjaan akan mengalami kesulitan dalam melunasi kredit
kepada pihak perbankan. Dalam penelitian pernyataan tersebut tidak sama dengan
perkreditan yang diberikan pemerintah tersebut dalam Program Pengembangan
Usaha Agribisnis. Karena program PUAP merupakan program kredit yang
diberikan langsung kepada petani tanpa syarat yang berat seperti yang diberikan
oleh pihak perbankan. Berdasarkan kriteria usia, petani responden penerima
BLM-PUAP yang berusahatani domba dibagi menjadi tiga kelompok usia, yaitu
kelompok usia lebih kecil 25 sampai 35 tahun, kemudian dari umur 36 tahun
sampai 45 tahun dan dari 46 tahun sampai umur 56 tahun. Sebaran usia petani
responden penerima BLM-PUAP dari masing-masing kelompok usia dapat dilihat
pada Tabel 7.
Tabel 7. Data Jumlah Responden Berdasarkan Tingkat Usia
Golongan Umur (Tahun) Jumlah (Orang) Persentase (%)
25-35 21 39,62
36-45 23 43,40
46-56 9 16,98
Total 53 100,00
Sumber: Data Primer, diolah
Pada Tabel 7 dapat dijelaskan bahwa para responden yang melakukan
kegiatan usahatani padi sebagian besar berada pada usia yang produktif yaitu pada
rentang umur 26 tahun sampai 45 tahun. Kondisi umur produktif ini juga terdapat
dalam penelitian Mulyarto (2009) bahwa rata-rata usia yang mengambil kredit ada
pada kisaran umur produktif. Namun, faktor usia dalam penelitian ini tidak
membatasi para petani untuk melakukan kegiatan usahatani domba, hal ini
terbukti dari jumlah responden yang berusia lanjut dan tergolong bukan usia
produktif masih mengambil kredit PUAP tersebut sebesar 16,98 persen yang
berada pada kisaran usia 46-56 tahun.
48
6.2.3. Tingkat Pendidikan
Selain jenis kelamin dan usia responden, tingkat pendidikan juga
merupakan indikator yang perlu dilihat dari petani. Secara umum perbankan
dalam menyalurkan kreditnya melihat tinggi rendahnya pendidikan seorang
debitur karena perbankan beranggapan bahwa tingginya pendidikan debitur
berbanding lurus dengan kemampuan mengembaliklan kredit karena dengan
asumsi pendapatan jauh lebih tinggi dibandingkan dengan yang berpendidikan
rendah seperti yang telah dinyatakan dalam hasil penelitian Mulyarto.
Dalam penelitian tingkat pendidikan dibagi menjadi beberapa kategori dari
tidak sekolah sampai dengan Sekolah Menengah Atas (SMA). Berdasarkan
penelitian terhadap tingkat pendidikan responden yang dilakukan pada petani di
Gapoktan Desa Hasang (Tabel 8), diketahui bahwa tingkat pendidikan sebagaian
petani penerima program adalah Sekolah Dasar (SD) sebesar 54,71 persen. Petani
yang menyelesaikan pendidikannya hingga Sekolah Menengah Pertama (SMP)
sebesar 16,98 persen, Sekolah Menengah Atas (SMA) sebesar 28,30.
Tabel 8. Sebaran Responden Petani Domba Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Tingkat Pendidikan Jumlah Responden (Orang) Persentase (%)
Tidak sekolah - -
SD 29 54,71
SMP 9 16,98
SMA 15 28,30
Total 53 100,00
Sumber : Data Primer, diolah
Berdasarkan hasil penelitian, petani di Gapoktan Desa Hasang memiliki
tingkat pendidikan yang beragam, akan tetapi mayoritas petani responden
berpendidikan akhir SD, hal ini diakibatkan kondisi ekonomi yang tidak memadai
sehingga pendidikan yang ada pada petani tergolong rendah. Rendahnya tingkat
pendidikan menyebabkan para responden tidak mudah untuk memperoleh
pekerjaan sehingga mereka memilih untuk meneruskan warisan orang tuanya
yakni menjadi petani. Dalam hal ini petani melakukan kegiatan usahatani
49
khususnya karet dan sawit dengan memanfaatkan keterampilan yang diperoleh
langsung dari orang tua merupakan salah satu alternatif yang dapat dilakukan oleh
para petani responden berpendidikan rendah.
6.2.4. Jenis Pekerjaan Responden
Kecamatan Kualuh Selatan merupakan kecamatan yang memiliki luas
perkebunan rakyat yang sangat besar. Tanaman perkebunan rakyat yang
terbanyak adalah karet dengan luas panen 6.905 hektar dan produksi sebanyak
86.303 ton, sedangkan kelapa sawit 5.378 hektar dan produksi sebanyak 5.090
ton, kopi 910 hektar dan produksi sebanyak 2.734 ton dan kakao 19 hektar dan
produksi 8,70 ton (BPS Labuhan Batu (2007). Kondisi daerah yang merupakan
penghasil perkebunan, maka daerah ini sangat baik untuk dilakukan budidaya
hewan ruminansia khususnya domba. Budidaya domba sangat baik untuk
dibudidayakan karena memiliki jumlah hijauan yang sangat melimpah. Dalam
hasil survei dilapang pemeliharaan domba yang dilakukan oleh petani yaitu
dengan melakukan integrasi dengan tanaman karet dan kelapa sawit. Integrasi
yang dilakukan dengan cara gembala domba dibawah perkebunan karet dan sawit,
karena dibawah tanaman karet dan sawit sangat banyak terdapat rumput yang
dapat dimakan oleh domba.
Berdasarkan hasil penelusuran secara langsung di Gapoktan atau desa
wilayah penelitian, diperoleh bahwa seluruh responden penerima BLM-PUAP
memiliki pekerjaan utama sebagai petani Karet dan Sawit. Dalam hasil penelitian
seluruh petani yang mendapat dana program PUAP memiliki mata pencaharian
kebun karet dan sawit.
6.2.5. Pengalaman Mengambil Kredit
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Mulyarto (2009) dihasilkan bahwa
pengalaman dalam mengambil kerdit sangat dibutuhkan oleh perbankan dalam
memberikan Kredit Usaha Rakyat kepada debitur. Dari debitur yang mengajukan
Kredit Usaha Rakyat didapatkan bahwa rata-rata debitur yang mengambil kredit
merupakan debitur yang sebelumnya sudah pernah mengambil kredit. Dalam
penelitian ini ada kesamaan yaitu petani yang mengambil kredit PUAP rata-rata
50
sudah pernah mengambil kredit. Dari hasil survei dilapangan dari 53 petani
responden terdapat 32 petani responden yang sudah pernah mengambil kredit.
Dengan adanya kesamaan ini bukan berarti Gapoktan Desa Hasang dalam
memberikan kredit PUAP sangat memperhatikan pengalaman dalam mengambil
kredit.
Hasil wawancara dengan ketua Gapoktan beserta stafnya bahwa
pengalaman kredit tidak terlalu syarat mutlak atau hal yang sangat penting dalam
pemberian kredit kapada petani karena pada dasarnya Gapoktan memberikan
syarat yang mudah yaitu apabila petani mampu untuk mengembalikan kredit maka
kredit tersebut dapat diajukan. Kenyataan dilapangan petani responden yang
mengambil kredit PUAP adalah petani yang sudah pernah mengambil kredit di
Bank Rakyat Indonesia. Banyaknya petani yang sudah pernah mengambil kredit
sebelum PUAP ternyata memiliki pengaruh yang positif dalam pengambilan
kredit, sebab petani yang mengambil kredit di luar PUAP masih berani dengan
bunga yang jauh lebih besar dibanding PUAP yang hanya menawarkan bunga 1,2
persen.
6.2.6. Jumlah Tanggungan
Tarigan (2006) dalam penelitiannya membuat kriteria pembagian jumlah
tanggungan guna untuk melihat apakah jumlah tanggungan sangat berpengaruh
dalam merealisasikan pengambilan Kredit Umum Pedesaan. Dalam
perealisasiannya responden yang mengambil Kupedes memiliki jumlah
tanggungan 1 sampai dengan 5 tanggungan. Dari hasil penelitian ini didapat
bahwa rata-rata petani responden yang mengambil dana program PUAP adalah
petani yang memiliki jumlah tanggungan lebih kecil dari 5 anak tanggungan yaitu
sebesar 40 petani. Sedangkan petani yang memiliki tanggungan lebih besar dari 5
tanggungan keluarga sebanyak 13 petani. Untuk jumlah tanggungan keluarga
dalam penelitian ini dibagi menjadi dua bagian seperti pada Tabel 9.
51
Tabel 9. Data Jumlah Tanggungan Keluarga Responden
Jumlah Tanggungan Jumlah Responden (orang) Persentase (%)
<5 40 75,47
≥5 13 24,52
Total 53 100,00
Sumber: Data Primer, diolah
Berdasarkan Tabel 9 banyaknya jumlah tanggungan sangat berpengaruh
dalam mengambil kredit sebab apabila jumlah tanggungan keluarga semakin besar
maka petani cenderung enggan untuk mengambil kredit, karena sesuai dengan
wawancara langsung dengan petani bahwa mereka akan merasa kesulitan dalam
mengambil kredit apabila pengeluaran untuk sekolah anak-anaknya sangat tinggi.
Selain itu hasil survei kepada petani yang tidak mengambil kredit program PUAP
banyak menyatakan berbagai alasan kenapa tidak mengambil dana PUAP
tersebut, salah satu alasannya adalah tidak sanggupnya petani untuk
mengembalikan kredit tersebut akibat dari jumlah tanggungan anak yang
bersekolah membutuhkan biaya yang cukup tinggi.
6.2.7. Status Kepemilikan dan Luas Lahan
Lahan perkebunan yang dimiliki oleh seluruh petani responden penerima
BLM-PUAP merupakan lahan milik pribadi. Dari hasil wawancara melalui
penyebaran kuisioner, tidak ada satu pun petani responden yang status lahannya
adalah lahan sewa. Lahan perkebunan yang dimiliki petani rata-rata merupakan
suatu warisan yang diberikan oleh orang tua terdahulu para petani pengambil dana
Program PUAP. Selengkapnya mengenai status lahan dan luasan lahan yang
dimiliki oleh petani responden dapat dilihat pada Tabel 10.
52
Tabel 10. Jumlah Petani Responden Berdasarkan Kriteria Luasan Lahan
Sawit/Karet yang Dimiliki Tahun 2009
Luas Lahan (Ha) Jumlah Responden (Orang) Persentase (%)
≤ 0,5 5 9,43
>0,5-2 10 18,86
> 2 38 71,69
Total 53 100,00
Sumber: Data Primer, diolah
Pada Tabel 10 terlihat bahwa petani yang memiliki luas lahan perkebunan
dibawah 0,5 hektar sebesar 9,43 persen, kemudian petani yang memiliki luas
lahan perkebunan antara 0,5 sampai 2 hektar sebanyak 18,86 persen atau sebanyak
10 orang. Kemudian petani yang memiliki lahan lebih besar dari dua hektar
sebanyak 71,69. persen atau sebanyak 38 orang. Dari data tersebut dapat dilihat
bahwa rata-rata kepemilikan lahan petani di Desa Hasang terbesar pada lahan
yang luasnya lebih dari 2 hektar dengan jumlah petani 38 petani.
6.2.8. Status Kepemilikan Ternak Domba
Dalam pemberian hewan ternak kepada petani dikelompokkan dalam dua
bagian yaitu petani yang mendapat bantuan ternak lebih kecil dari lima ekor dan
petani yang mendapat ternak lebih besar dari lima ekor. Dasar dalam pembagian
kepemilikan domba kedalam dua kelompok yaitu guna melihat keragaman petani
dalam mengambil kredit. Dari keragaman jumlah domba yang diambil oleh
petani akan dapat dilihat kemampuan petani dalam mengambil kredit, karena dari
jumlah tersebut dapat dilihat berapa besar jumlah dana yang diajukan oleh petani.
Hasil survei lapangan bahwa rata-rata jumlah dana yang diajukan sebesar lebih
kecil dari Rp 2.500.000. Untuk lebih lengkapnya hasil data dilapangan dapat
dilihat pada Tabel 11.
53
Tabel 11. Data Jumlah Kepemilikan Dombaan Pada Awal Dan Setelah
Berjalannya PUAP.
Jumlah kepemilikan
ternak
Jumlah pemilik
(orang)
Jumlah awal Setelah berjalan
< 5 35 112 106
≥ 5 18 88 43
Sumber: Data Primer, diolah
Pada Tabel 11 terlihat bahwa petani responden lebih banyak mengambil
ternak domba lebih kecil dari 5 ekor dengan jumlah petani 35 orang. Sesuai
dengan wawancara dengan petani dilapangan mengatakan bahwa kemampuan
petani dalam mengambil dana PUAP dalam jumlah besar sangat kecil karena
petani memperkirakan jumlah kredit yang dikembalikan akan cukup besar
sehingga mereka mengambil jumlah domba yang sesuai dengan kemampuan
responden. Besar atau kecilnya jumlah kredit yang diambil oleh petani terlihat
dari jumlah domba yang diperoleh, semakin banyak jumlah domba maka
kemampuan petani dalam mengambil kredit semakin besar.
6.3 Hubungan Karakteristik Petani Dengan Realisasi Pinjaman Serta
Terhadap Pendapatan Petani.
Dari hasil survei di lapangan ada beberapa karakteristik petani yang dapat
berpengaruh terhadap pendapatan diantaranya yaitu; (1) jenis kelamin; (2) usia
petani; (3) tingkat pendidikan; (4) jenis pekerjaan; (5) pengalaman kredit; dan (6)
jumlah tanggungan
1. Jenis Kelamin
Dari hasil identifikasi di lapangan, jenis kelamin sangat erat kaitannya
dengan pengambilan kredit PUAP karena jenis kelamin laki-laki masih
merupakan kepala keluarga yang paling dominan dalam pengambilan suatu
keputusan. Dengan demikian dominansi laki-laki dalam pengambilan kredit akan
sangat berpengaruh terhadap pertambahan pendapatan, karena sebelum ada kredit
PUAP petani hanya mengandalkan kebun sawit dan karet dan setelah adanya
54
PUAP petani sudah memiliki tabungan berupa domba. Sesuai dengan wawancara
di lapangan bahwa rata-rata petani memutuskan untuk mengambil kredit PUAP
diakibatkan adanya keberanian dari kepala keluarga dalam mengambil kredit.
Keputusan dalam mengambil kredit akan berdampak terhadap pendapatan petani
bila dalam jangka pangjang, walapun dalam proses berjalannya PUAP selam 13
bulan pertambahan pendapatan petani belum terlalu signifikan.
2. Usia Responden
Dalam pengambilan kredit PUAP usia responden sangat berpengaruh,
karena apabila umur petani masih produktif maka untuk melakukan usahatani
petani masih mampu menjalankan usahataninya dengan baik. Dengan usia yang
produktif dalam menjalankan usahatani maka petani akan memiliki kemampuan
dalam pengembalian kredit kepada Gapoktan, sebab apabila petani tersebut tidak
produktif maka dikhawatirkan petani tidak maksimal dalam berusahatani baik
kebun maupun ternak. Dalam penelitian ini ternyata umur petani yang mengambil
PUAP sebanyak 53 orang adalah petani yang masih berusia produktif dalam
menjalankan usahatani. Produktifnya umur petani sangat berpengaruh dalam
peningkatan pendapatan petani khususnya dari ternak karena petani akan mampu
melakukan budidaya ternak domba dengan baik sehingga dalam jangka panjang
pertambahan pendapatan dari domba akan berdampak signifikan terhadap
pendapatan.
3. Tingkat Pendidikan
Pada dasarnya pendidikan sangat berpengaruh dalam peningkatan
pendapatan, karena semakin tinggi pendidikan seseorang maka kesejahteraan
seseorang tersebut akan semakin baik. Akan tetapi dalam penelitian ini pernyataan
ini sangat bertolak belakang sebab dari 53 petani 29 diantaranya adalah
berpendidikan ditingkat Sekolah Dasar, 9 orang Sekolah Tingkat Pertama dan 15
orang ditingkat pendidikan Sekolah Menengah Umum. Besarnya petani yang
mengambil kredit PUAP dengan tingkat pendidikan Sekolah Dasar diakibatkan
adanya kemudahan yang diberikan oleh Gapoktan kepada petani dimana tingkat
pendidikan tidak terlalu menjadi tolak ukur dalam pemberian dana PUAP.
55
Kemudahan tersebut diberikan karena apabila petani tersebut mampu
maka petani tersebut dapat mengajukan permohonan pengambilan dana PUAP
tanpa harus memiliki pendidikan yang tinggi. Hasil wawancara di lapangan
bahwa tingkat pendidikan sangat berpengaruh dalam dalam adopsi informasi dan
teknologi di bidang pertanian karena petani yang memiliki pendidikan ditingkat
SMA jauh lebih agresif dalam menjalankan usahatani domba dan juga peka
terhadap perubahan-perubahan yang terjadi. Dengan melihat kondisi tingkat
pendidikan yang semakin tinggi ternyata jauh lebih agresif dibandingkan dengan
petani yang berpendidikan rendah, sehingga untuk kelanjutan usahatani yang jauh
lebih baik dibutuhkan pendidikan yang semakin tinggi. Sehingga dengan adanya
pendidikan yang lebih tinggi akan berdampak terhadap kesejahteraan petani yang
dapat diukur dari pendapatan petani.
4. Jenis Pekerjaan
Jenis pekerjaan merupakan salah satu tolak ukur melihat tingkat
pendapatan petani karena berbeda pekerjaan sudah pasti jelas pendapatan yang
diperoleh juga akan berbeda. Dalam penelitian ini dari 53 orang petani yang
mengambil dana PUAP semuanya memiliki pekerjaan sebagai petani kebun karet
dan sawit. Dilihat dari jenis pekerjaan petani yang mengambil dana PUAP, petani
mampu untuk mengambil kredit sebab memiliki pendapatan yang baik dari hasil
karet dan sawit. Dengan jenis pekerjaan berkebun diharapkan pengembalian
kredit terhadap Gapoktan dapat dilunasi dengan baik. Selain mampu mengambil
kredit kondisi kebun juga sangat mendukung untuk dilakukannya budidaya ternak
domba karena akan dapat dilakukan sistem integrasi domba dengan tanaman sawit
dan karet.
5. Pengalaman Kredit
Dari hasil survey dari 53 orang petani yang mengambil dana PUAP 32
orang diantaranya adalah petani yang sudah pernah mengambil kredit. Dilihat
dari pengalaman kredit bahwa petani merupakan petani yang sudah pernah
mengalami kredit sehingga dengan adanya bantuan kredit dari pemerintah dengan
bunga yang rendah petani langsung mengambil kredit tersebut. Dengan adanya
pengalaman kredit oleh petani maka dalam pengembaliannya kepada Gapoktan
56
akan menjadi lancar. Hubungan pengalaman kredit dengan peningkatan
pendapatan dapat dilihat dari kemampuan petani yang dapat mengembalikan
kredit tanpa tunggakan sehingga proses pelunasan akan lancar sehingga untuk
kepemilkan domba selama delapan belas bulan dapat dilunasi dengan baik.
6. Jumlah Tanggungan
Jumlah tanggungan merupakan salah satu pertimbangan bagi petani dalam
pengambilan keputusan untuk mengambil kredit PUAP. Semakin banyak
tanggungan petani maka kemampuan dalam melakukan kredit akan semakin kecil.
Dari hasil survei dilapangan petani yang paling banyak mengambil kredit adalah
petani yang mempunyai tanggungan lebih kecil dari 5 orang yaitu sebanyak 40
orang petani. Hasil ini mngindikasikan bahwa semakin banyak tanggungan maka
kemampuan petani dalam mengambil kredit semakin kecil. Akan tetapi pada
dasarnya justru petani yang memiliki jumlah tanggungan yang banyak yang
mestinya mengambil kredit tersebut karena dalam jangka panjang usahatani
domba akan mengasilkan pendapatan yang dapat membantu petani yang memiliki
jumlah tanggungan yang banyak.
6.4 Proses Budidaya
6.4.1 Persiapan Kandang
Persiapan kandang yang dilakukan oleh petani penerima bantuan BLM-
PUAP di Desa Hasang yaitu dengan membuat kandang yang terbuat dari kayu
yang diambil dari hutan. Dalam persiapan kandang domba oleh petani, kandang
tersebut dibuat sesuai dengan banyak jumlah domba yang didapat oleh petani.
Rata-rata luas kandang domba yang dibangun petani memiliki luas panjang 3
meter dan lebar 2 meter, hal ini dengan alasan ternak tersebut dapat berkembang
biak dengan baik dan akan terjadi perbesaran kandang apabila jumlah domba
tersebut sudah semakin banyak.
Pembuatan kandang melibatkan tenaga kerja yang berasal dari dalam dan
luar keluarga. Rata-rata penggunaan tenaga kerja untuk pembuatan kandang
sebesar 3 Hari Orang Kerja (HOK). Dalam proses pembuatan kandang dapat
diselesaikan dalam dua sampai dengan tiga hari dan tenaga kerja yang dipakai
57
adalah tenaga kerja dalam keluarga (TKDK) dan luar keluarga. Tenaga kerja
yang berasal dari luar tersebut adalah tetangga dari petani yang mendapat domba,
dalam artian tetangga tersebut membantu dalam membuat kandang, karena di
Desa Hasang sifat kegotongroyongan antar keluarga masih sangat baik.
6.4.2 Pemilihan Ternak
Dalam pemilihan hewan ternak di Desa Hasang diberikan sepenuhnya
kepada petani yang mendapat bantuan,dimana petani mencari hewan ternak
domba ke peternak yang berada di Desa lain. Jumlah pemilihan hewan ternak
tergantung dari RUA yang diajukan dan telah disepakati oleh Gapoktan. Setelah
petani telah memilih ternak kemudian ternak tersebut dilihat dan ditinjau oleh
ketua Gapoktan dan Dokter hewan. Fungsi Dokter hewan tersebut adalah untuk
melihat apakah hewan yang dipilih oleh petani sehat dan baik untuk dipelihara.
Setelah Dokter memberi rekomendasi kepada ketua Gapoktan yang menyatakan
bahwa domba tersebut sehat dan tidak terserang penyakit maka ketua Gapoktan
tersebut membeli domba yang telah dipilih dan diberikan kepada petani yang
akan memelihara domba.
6.4.3 Pemeliharaan dan Penanganan Penyakit Ternak
Dalam pemeliharaan ternak domba petani biasanya melakukan sanitasi
kandang, pemberian obat cacing, pemberian suplemen. Sanitasi yang dilakukan
petani adalah membersihkan kandang dengan menyapu kotoran domba yang
berada dalam kandang dengan cara menyapu dengan alat sapu lidi. Kotoran yang
telah disapu dibersihkan dalam satu wadah dimana kotoran ternak ini akan
dijadikan pupuk kandang. Untuk obat cacing diberikan petani secara selektif
dalam artian obat cacing diberikan hanya kepada domba yang terkena serangan
cacing. Obat tersebut diberikan dengan cara injeksi ke dalam mulut domba
dengan alat spuilt atau yang dikenal masyarakat Desa Hasang alat jarum suntik.
Sedangkan suplemen diberikan kepada seluruh domba, akan tetapi pemberian
tersebut tidak diberikan setiap hari melainkan diberikan 3 hari sekali. Nama
suplemen yang diberikan adalah KALBAZEN –SG yang diperuntukkan untuk
domba. Rangkaian kegiatan pemeliharaan tersebut dilakukan guna menjaga
58
kesehatan domba sehingga dalam perkembangbiakannya dapat berjalan dengan
baik.
6.4.4 Ternak Siap panen dan Pemanenan
Ternak siap panen pada domba secara umum apabila bobot badan domba
sebesar 30 Kg dengan umur perawatan ± 1,5 tahun. Domba yang dipelihara oleh
petani saat ini rata-rata berumur ± 1,1 tahun, karena realisasi pemberian ternak
domba dilaksanakan pada bulan Desember tahun 2009. Pemanenan domba dapat
dilakukan apabila kredit yang diberikan oleh Gapoktan telah lunas dikembalikan
kepada Gapoktan dengan waktu yang diberikan oleh Gapoktan 1,8 bulan. Lama
dari kredit tersebut merupakan sudah perjanjian antara petani dengan perjanjian
dengan pihak Gapoktan. Perjanjian tersebut dibuat agar petani tidak menjual
domba tersebut sebelum kredit lunas terbayar. Sesuai dengan perjanjian antara
Gapoktan terhadap anggotanya bahwa sebelum kredit lunas domba tidak dapat
dijual, hal ini untuk mengantisipasi terjadinya moral hazard pada petani. Akan
tetapi apabila setelah 1,8 tahun kredit lunas maka domba sudah merupakan
sepenuhnya hak petani dan berhak menjual atau tidak domba tersebut.
Rencananya penjualan domba akan dilakukan secara kolektif melalui Gapoktan
agar petani tidak tertipu oleh oknum-oknum seperti tengkulak yang selalu
mengambil kesempatan meraup keuntungan yang tidak sewajarnya. Penjualan ini
akan dilakukan oleh Gapoktan dengan cara menjual dalam bentuk per ekor.
6.5 Kinerja Gapoktan dalam Menyalurkan BLM-PUAP
Keberhasilan pelaksanaan program PUAP ditentukan salah satunya oleh
keberhasilan penyaluran dana bantuan tersebut. Berdasarkan kriteria pihak
penyalur yakni Gapoktan dan berdasarkan hasil penelitian terdahulu, maka untuk
menilai keefektifan penyaluran bantuan PUAP digunakan beberapa tolak ukur
meliputi : 1) target dan realisasi; 2) jangkauan pinjaman; 3) frekuensi pinjaman;
dan 4) persentase tunggakan.
59
6.5.1 Efektivitas Penyaluran BLM-PUAP Berdasarkan Kriteria Pihak
Penyalur
Efektivitas dalam penyaluran kredit PUAP merupakan salah satu kriteria
bahwa kredit tersebut dapat tersalur dengan baik kepada petani. Hasil survei
dilapangan dana PUAP tersebut tersalur semua dan sampai ditangan para petani.
Dengan tersalurnya PUAP secara efektif kepada petani merupakan salah satu
penilaian yang baik terhadap Gapoktan Desa Hasang oleh dinas pertanian
setempat. Salah satu penilaian saat Gapoktan Desa Hasang pada saat Gapoktan
ini peraih juara 3 tingkat Provinsi Sumatera Utara adalah efektivitas penyaluran
PUAP tersebut sesuai dengan realita dan berjalan dengan baik. Untuk mengetahui
peyaluran dana tersebut baik pihak dinas pertanian dan penyuluh pertanian
langsung meninjau ke lapangan tetapi semua dapat dipertanggungjawabkan
dengan baik.
6.5.1.1 Target dan Realiasi Pinjaman PUAP
Pelaksanaan penyaluran dana PUAP yang pemanfaatannya sebagian besar
untuk kegiatan simpan pinjam telah dimulai tahun 2009. Pada saat penelitian
dilakukan, masing-masing kelompok Tani di Desa Hasang mendapatkan dana
yang di konversi ke ternak domba. Konversi dana tersebut kedalam domba
dilakukan bukan merupakan keputusan sepihak Gapoktan akan tetapi merupakan
hasil musyawarah dengan petani. Kesepakatan tersebut dilakukan agar dana
tersebut tidak diberikan dalam uang tunai tetapi dalam bentuk hewan ternak,
sebab apabila dengan uang tunai dikhwatirkan uang tunai tersebut ke lain tempat.
Selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 12 berikut.
60
Tabel 12. Realisasi Dana BLM-PUAP di Desa Hasang Menurut Kelompok
TaniTahun 2009
Nama kelompok
tani
Desa Jumlah
Domba (ekor)
Realisasi (Rp) Jumlah
Domba x 500 000
Tunas jaya Hasang 28 14.000.000
Rukun Hasang 32 16.000.000
Mari Bersatu Hasang 10 5.000.000
Satahi Hasang 61 30.500.000
Karya Bersama Hasang 69 34.500.000
Total Hasang 200 100.000.000
Sumber : Data Primer, diolah
Berdasarkan Tabel 12 di atas dapat dijelaskan bahwa jumlah dana alokasi
BLM-PUAP bernilai Rp 100 juta habis tersalur ke semua petani. Adanya
perbedaan besaran kredit antar kelompok tani lebih disebabkan adanya perbedaan
pangajuan rencana usaha angogota yang diajukan kepada ketua kelompok. Selain
itu sebagian petani juga terhambat dalam menyusun Rencana Usaha Anggota
(RUA) akibat petani masih bimbang untuk mengambil dana PUAP tersebut,
sehingga hal-hal tersebut mengakibatkan petani sedikit terlambat dalam menerima
bantuan PUAP. Hambatan tersebut sesuai survei di lapangan banyaknya petani
anggota yang masih bingung apakah mengambil dana PUAP tersebut atau tidak
sehingga dengan lamanya pertimbangan petani telah terdahului dengan kelompok
tani yang lain. Maksud dari terdahului oleh petani yang lain karena dalam tahap
pertama Gapoktan Desa Hasang tidak membatasi kelompok tani dalam pengajuan
dana PUAP. Dalam penyaluran PUAP tersebut memang tidak merata secara
menyeluruh kepada para petani, hal ini diakibatkan keterbatasan dana tersebut.
Akan tetapi apabila dana tersebut tidak tersebar secara merata maka akan
dilakukan pemutaran dana tahap kedua dengan dana yang berasal dari
pengembalian dari kredit tahap pertama.
61
6.5.1.2 Jangkauan Realiasi Pinjaman PUAP
Evaluasi penyaluran pinjaman BLM-PUAP selanjutnya adalah menilai
pelayanan Gapoktan dalam merealisasikan kegiatan simpan pinjam. Selain itu,
dinilai juga sejauh mana jangkauan pelayanan simpan pinjam mampu menyentuh
kebutuhan para petani dalam menjalankan usahataninya.
Sasaran BLM-PUAP ditujukan kepada Gapoktan di tiap Desa. Harapannya
adalah agar Gapoktan memiliki kemampuan mengelola dana tersebut dalam
mengembangkan kegiatan pertanian yang pada akhirnya mampu mengembangkan
kegiatan agribisnis berkelanjutan. Dana PUAP tersebut akan disalurkan pada
anggota Gapoktan masing-masing guna menambah modal usaha baik tanaman
pertanian (pangan), peternakan maupun pengadaan sarana produksi pertanian.
Berikut Tabel 13 realisasi penerima PUAP berdasarkan kelompok tani, Gapoktan
Desa Hasang, Kecamatan Kualuh Selatan Kabupaten Labuhan Batu.
Tabel 13. Realisasi Penerima PUAP di Desa Hasang Berdasarkan Kelompok Tani
Tahun 2009
No Nama Kelompok Jumlah anggota
kelompok
Jumlah Anggota
Penerima PUAP
Persentase
(%)
1 Tunas jaya 30 7 13,20
2 Rukun 32 5 9,43
3 Mari Bersatu 32 3 5,66
4 Satahi 36 14 26,41
5 Karya Bersama 39 24 45,28
Total 169 53 100,00
Sumber : Data Primer, diolah
Dari Tabel 13 di atas dapat diinformasikan bahwa jumlah jangkauan
penyaluran di Desa Hasang masih relatif sedikit. Hal ini diakibatkan masih
banyaknya petani yang masih ragu, selain itu petani juga masih banyak yang
mempertimbangkan kebutuhan lainnya karena dana tersebut bukan dana hibah
dari pemerintah akan tetapi dana tersebut merupakan pembiayaan yang berupa
62
kredit yang mudah didapat oleh petani karena tidak membutuhkan syarat yang
berat seperti pihak pembiayaan lainnya.
6.5.1.3 Frekuensi Peminjaman
Keberhasilan penyaluran pinjaman oleh Gapoktan kepada anggotanya
dapat dilihat dari frekuensi atau banyaknya transaksi pinjaman. Penyaluran
pinjaman BLM-PUAP di Desa Hasang selama tahun 2009 ini hanya dilakukan
satu kali saja dalam tahap pertama dan selanjutnya akan dilakukan tahap kedua.
Penyaluran dana pada tahap kedua akan diambil dari pengembalian kredit tahap
pertama, sehingga dengan demikian diharapkan semua anggota dapat menerima
bantuan secara merata. Penyaluran dana PUAP di Desa Hasang ini masih
dilakukan satu kali saja oleh karena itu untuk frekuensi peminjaman dana PUAP
belum dapat dilihat.
6.5.1.4 Persentase Tunggakan Kredit PUAP
Tunggakan pengembalian pinjaman merupakan salah satu hal yang sangat
penting dalam menentukan efektivitas penyaluran pinjaman. Apabila tingkat
realisasi pinjaman tercapai, frekuensi peminjam meningkat dan jangkauan kredit
meluas, namun persentase tunggakan meningkat maka akan mempengaruhi
keberhasilan dari program simpan pinjam tersebut.
Penyaluran BLM-PUAP melalui Gapoktan di masing-masing desa akan
memudahkan penyalurannya sampai ke tangan para anggotanya. Proses pelunasan
pinjaman oleh petani sebagai anggota Gapoktan penerima PUAP dilakukan
dengan cara pengangsuran secara bulanan dengan sistem penetapan bunga tetap.
Besarnya bunga yang ditetapkan oleh pengurus Gapoktan telah ditetapkan dalam
Anggaran Dasar dan Rumah Tangga (ADRT) masing-masing Gapoktan. Bunga
tetap yang diberikan oleh Gapoktan Desa Hasang sebesar 1,2 persen, bunga
tersebut merupakan bunga yang relatif murah dari pihak pendanaan lainnya
seperti perbankan pernyataan ini dikatakan oleh petani pada saat wawancara
dilapangan. Berikut Tabel 14 mengenai besarnya bunga pinjaman di masing-
masing Gapoktan PUAP.
63
Tabel 14. Tingkat Bunga Pinjaman pada Gapoktan Desa Hasang PUAP
Nama Kelompok
Tani Desa
Tingkat
Bunga (%)
Jangka Waktu
(Bulan)
Tunas jaya Hasang 1,2 18
Rukun Hasang 1,2 18
Mari Bersatu Hasang 1,2 18
Satahi Hasang 1,2 18
Karya Bersama Hasang 1,2 18
Sumber : ADRT Gapoktan, diolah
Pada Tabel 14 dapat dijelaskan bahwa penentuan besarnya tingkat bunga
pada Gapoktan PUAP, selain didasarkan pada Anggaran Dasar dan Rumah
Tangga (ADRT) Gapoktan juga didasarkan pada kemampuan para petani anggota.
Dengan adanya penetapan bunga yang relatif rendah maka para petani termotivasi
untuk meminjam dana PUAP sebagai modal tambahan usahanya.
Agar pengembalian pinjaman dapat berjalan lancar, pengurus dan PPL
(Penyuluh Pertanian Lapangan) melakukan suatu fungsi kontrol. Selain kontrol
sebelum peminjaman meliputi persyaratan pinjaman, juga dilakukan kontrol pada
waktu proses pengembalian pinjaman tersebut. Pengontrolan pada saat
pengembalian pinjaman oleh petani dilakukan dengan mengadakan pertemuan
akhir bulan guna membahas beragam dinamika masalah pertanian di lapangan
serta sekaligus mengumpulkan dana angsuran pinjaman oleh petani yang
meminjam. Selama waktu penelitian, peneliti melihat belum terjadi penunggakan
pengembalian pinjaman. Setiap bulan para petani yang memperoleh pinjaman
PUAP menyetorkan uang pinjaman beserta bunga pinjamannya kepada pengurus
Gapoktan artinya tingkat pengembalian yang diberikan petani kepihak Gapoktan
sebesar 100 persen.
6.6.1 Penyaluran BLM-PUAP Pada Petani
Petani pemilik, petani penggarap, rumah tangga tani adalah kelompok
sasaran dalam pelaksanaan program PUAP. BLM PUAP merupakan program
bantuan yang diberikan kepada mereka melalui Gapoktan dengan tujuan agar
64
pendapatan mereka dapat meningkat. Penyaluran BLM-PUAP bagi para petani
harus mengutamakan pelayanan yang baik. Pelayanan yang dimaksud adalah
begaimana bantuan tersebut dapat menjangkau para petani yang membutuhkan
dana tersebut. Oleh karena itu, diperlukan suatu pola pelayanan penyaluran BLM-
PUAP yang diinginkan oleh kelompok sasaran tersebut sehingga penyaluran
BLM-PUAP efektif menurut petani pengguna.
Efektivitas penyaluran BLM-PUAP dari sisi pengguna (petani) dapat
dilihat dari faktor-faktor sebagai berikut yaitu persyaratan awal, prosedur realisasi
pinjaman, tingkat bunga, biaya administrasi, pelayanan dan jarak atau lokasi.
6.6.2 Persyaratan Awal
Pengajuan permohonan pinjaman oleh petani dapat diterima apabila telah
memenuhi syarat-syarat yang berlaku. Adapun secara umum persyaratan tersebut
adalah calon peminjam benar-benar merupakan petani, petani penggarap atau
rumah tangga tani yang tergabung dalam kelompok tani dan Gapoktan aktif di
desanya. Selain itu, calon peminjam yang akan mengajukan permohonan
pinjaman harus melengkapi beberapa ketentuan administratif antara lain: foto
copy KTP (Kartu Tanda Penduduk) dan photo ukuran 2X3 sebanyak dua lembar,
menandatangani surat perjanjian di atas materai, menandatangani kwitansi diatas
materai serta mengisi dan menandatangani formulir permohonan pinjaman.
6.6.3 Prosedur Pinjaman
Prosedur pinjaman merupakan tahapan yang harus dilalui mulai dari
pertama kali mengajukan suatu pinjaman hingga pada tahap realisasi pinjaman
tersebut diperoleh peminjam. Prosedur dalam peminjaman dana PUAP dimulai
dari tahap dimana para anggota kelompok tani yang tergabung dalam Gapoktan
PUAP harus menyusun Rencana Usaha Anggota (RUA) yang kemudian disusul
dengan menyusun Rencana Usaha Kelompok (RUK). Dalam penyusunan RUA
dan RUK akan dibantu oleh PPL. RUK yang telah disetujui oleh ketua kelompok
tani dan PPL selanjutnya disampaikan langsung kepada pengurus Gapoktan.
Rencana Usaha Kelompok (RUK) kemudian akan diproses oleh pengurus
Gapoktan. Proses penilaian tersebut meliputi kelengkapan secara administratif.
65
Setelah disetujui oleh pengurus Gapoktan maka ketua kelompok tani diberikan
suatu kewenangan dan kepercayaan untuk menyalurkan dana pinjaman tersebut
kepada anggotanya sesuai dengan RUA masing-masing anggota.
6.6.4 Realisasi Pinjaman
Lama realisiasi kredit sejak pengajuan sampai pemberian pinjaman cukup
bervariasi. Lama realisasi pinjaman juga tidak ditentukan oleh pengurus
Gapoktan, namun semua itu tergantung dari waktu RUK (Rencana Usaha
Kelompok) yang diajukan oleh ketua kelompok tani kepada pengurus Gapoktan
hingga akad pinjaman ditandatangani oleh kelompok tani bersama dengan
pengurus yang juga diketahui oleh PPL sebagai pendamping. Pada awal
penyaluran BLM-PUAP para anggota yang meminjam dana tersebut ke Gapoktan
masing-masing hanya memerlukan waktu dua sampai tiga hari sejak pengajuan
sampai pinjaman tersebut cair.
6.6.5 Biaya Administrasi
Dalam mengurus persyaratan dalam pengajuan dana PUAP ada beberapa
persyaratan administrasi yang harus diselesaikan petani. Biaya administrasi yang
dikeluarkan mencakup materai, foto copy bahan tertentu dan sebagainya. Biaya
yang dikeluarkan oleh petani semuanya merupakan tanggung jawab petani, akan
tetapi walau demikian biaya yang dikeluarkan oleh petani tidah begitu besar dan
petani merasa tidak terbebani dengan biaya administrasi tersebut.
6.6.6 Tingkat Bunga
Tingkat Bunga adalah bunga nominal dalam persen yang harus dibayar
peminjam berdasarkan perjanjiannya dengan pihak Gapoktan. Tingkat bunga yang
dibebankan kepada petani merupakan hasil dari Anggaran Dasar dan Rumah
Tangga. Besarnya tingkat bunga yang diberikan di Desa Hasang adalah 1,2
persen. Bila dibandingkan dengan bunga pinjaman di lembaga keuangan formal
maupun non formal lainnya, besarnya tingkat bunga pengguna dana PUAP
termasuk relatif ringan. Hal ini sesuai dengan penilaian para responden dimana
rata-rata responden mengatakan bahwa bunga yang diberikan relatif ringan
66
dibandingkan dengan lembaga keuangan lainnya seperti perbankan. Karena
menurut pengalaman petani bunga yang ditawarkan pihak pembiayaan lainnya
seperti perbankan sangat tinggi mencapai 6 persen.
6.7 Dampak PUAP Dilihat Dari Pendapatan Petani
6.7.1 Pemanfaatan Dana BLM-PUAP
Suatu program akan menjadi sarana yang baik apabila dilakukan dengan
tepat, baik tepat waktu, tepat sasaran, tepat perencanaan maupun tepat prosedur.
Hal tersebut senada dengan program PUAP sendiri yang mengedepankan
pelaksanaan yang efektif. Efektif dalam arti diberikan pada orang yang tepat,
dalam jumlah yang tepat dan pemanfaatannya pun tepat. Apabila pemberian dana
tersebut tidak tepat pada sasarannya maka akan berdampak negatif bagi
keberlanjutan program tersebut. Selain dinilai dari ketepatan dalam sasaran,
pelaksanaan program PUAP juga dinilai dari ketepatan pemanfaatan dana
tersebut.
Berdasarkan pengamatan, para petani yang memperoleh pinjaman
sebagian besar memanfaatkan dana tersebut untuk menambah modal
usahataninya. Menurut para responden yang telah diwawancara, dengan adanya
BLM PUAP mempermudah untuk dalam penambahan tabungan yang berbentuk
ternak domba yang mana ternak tersebut dapat dimanfaatkan untuk biaya sekolah
dan kehidupan sehari-hari, karena petani dapat mejual ternak tersebut untuk
keperluan petani setelah kredit pengembalian dana pinjaman PUAP telah lunas
terbayar. Peningkatan hasil produksi domba tentunya mendatangkan keuntungan,
minimal para petani tidak lagi membeli daging ke pasar pada saat diperlukan
terutama pada saat lebaran ketika harga daging melonjak naik, maksimalnya
adalah pendapatan mereka dapat meningkat sehingga pada akhirnya diharapkan
kesejahteraan mereka pun meningkat.
6.7.2 Analisis Usahatani Ternak Awal dan Setelah Berjalan Program PUAP
Faktor-faktor produksi yang digunakan dalam proses produksi usahatani
padi dikategorikan ke dalam biaya-biaya. Biaya dalam usahatani dibedakan
67
menjadi dua diantaranya adalah biaya tunai dan biaya yang diperhitungkan. Biaya
tunai merupakan pengeluaran secara tunai yang dikeluarkan guna untuk
pembelian barang dan jasa usahatani. Sedangkan biaya yang diperhitungkan
adalah pengeluaran yang secara tidak tunai dikeluarkan oleh petani.
Biaya yang tergolong biaya tunai meliputi biaya yang dikeluarkan untuk
pengadaan pakan, obat-obatan, suplemen, kredit, pembuatan kandang dan biaya
untuk membayar tenaga kerja luar keluarga (TKLK). Sedangkan yang termasuk
biaya diperhitungkan adalah biaya yang dikeluarkan untuk membiayai tenaga
kerja dalam keluarga (TKDK) dan biaya penyusutan alat pertanian. Berikut
penjelasan secara umum mengenai penggunaan faktor produksi (input) dalam
usahatani domba di Gapoktan Desa Hasang Kecamatan Kualuh Selatan pada awal
program dan setelah berjalannya program PUAP.
6.7.3 Alat-Alat Pertanian
Jenis alat-alat pertanian yang umumnya digunakan dalam kegiatan
usahatani domba antara lain cangkul, parang, arit dan ember. Rata-rata jumlah
alat pertanian yang dimiliki petani responden adalah sebanyak satu buah. Nilai
penggunaan dari masing-masing alat pertanian yang digunakan disajikan pada
Tabel 15.
Tabel 15. Rata-Rata Nilai Penggunaan Peralatan Pada Usahatani Domba Desa
Hasang Kecamatan Kualuh Selatan Labuhan Batu.
No. Jenis
Peralatan
Jumlah
Yang
Dimiliki
Harga/Satuan
(Rp)
Nilai
Ekonomis
(Rp)
Umur teknis
(tahun)
1 Cangkul 1 50.000 50.000 4
2 Parang 1 30.000 30.000 2
3 Arit 1 15.000 15.000 2
4 Ember 1 20.000 20.000 1
Jumlah 4 115.000 115.000 9
Sumber: Data Primer, diolah
Berdasarkan Tabel 15 dapat dilihat bahwa nilai penggunaan dari alat-alat
pertanian yang digunakan oleh petani responden adalah sebesar Rp 115.000. Nilai
68
terbesar dikeluarkan untuk pembelian alat cangkul yakni sebesar Rp 50.000 per
unitnya. Pengeluaran terbesar ke dua adalah pengadaan parang yaitu sebesar Rp
30.000. Sedangkan untuk pengeluaran ember sebesar Rp 30.000,dan terakhir
adalah pengadaan arit biayanya sebesar Rp 15.000.
Para petani yang tergabung dalam anggota Gapoktan Desa Hasang di
Kecamatan Kualuh Selatan umumnya tidak selalu membeli alat pertanian selama
satu tahun. Pertimbangannnya adalah alat-alat pertanian tersebut masih layak dan
dapat dimanfaatkan beberapa kali sampai sudah tidak layak digunakan lagi,
sehingga yang diperhitungkan dalam analisis pendapatan hanya nilai penyusutan
dari penggunaan alat-alat pertanian tersebut. Nilai penyusutan dari peralatan yang
digunakan oleh petani responden dapat dilihat pada Tabel 16. Perhitungan nilai
penyusutan dilakukan dengan metode garis lurus dimana formulasinya sebagai
berikut:
Penyusutan Nilai ekonomis
Umur ekonomis
Tabel 16. Nilai Penyusutan Peralatan Pada Usahatani Petani Responden Anggota
Gapoktan di Kecamatan Kualuh Selatan
No. Jenis
Peralatan
Nilai Ekonomis
(Rp)
Umur Ekonomis
(Tahun)
Nilai Penyusutan
(Rp)/tahun
1 Cangkul 50.000 4 12.500
2 Parang 30.000 2 15.000
3 Arit 15.000 2 7.500
4 Ember 20.000 1 20.000
Jumlah 55.000
Sumber: Data Primer, diolah
Peralatan petani responden pada umumnya memiliki umur ekonomis satu
sampai empat tahun dan proses usahatani ini dilakukan dalam satu tahun.
Berdasarkan Tabel 16 diketahui bahwa nilai penyusutan peralatan pertanian yang
digunakan oleh petani responden yakni sebesar Rp 55.000 per tahun, terdiri dari
nilai penyusutan cangkul sebesar Rp 12.500, nilai penyusutan parang sebesar
69
Rp 15.000, nilai penyusutan arit sebesar Rp 7.500, dan nilai penyusutan ember
sebesar Rp 20.000.
Besarnya nilai penyusutan alat-alat pertanian pada awal berjalannya
program dan setelah berjalannya program PUAP tidak mengalami perubahan.
Alat-alat pertanian tersebut memang sudah ada ketika para petani memulai
usahataninya. Namun biaya pengeluaran akan kembali dipergunakan apabila alat-
alat pertanian sudah tidak layak pakai lagi dan harus digantikan dengan peralatan
yang baru.
6.7.4 Output Usahatani
Output usahatani domba merupakan tolak ukur keberhasilan usahatani di
Desa Hasang. Dilihat dari pertambahan domba dan penerimaan yang diperoleh
petani, domba yang sudah dipelihara memiliki pertambahan yang sangat baik.
Untuk lebih lengkapnya pertambahan domba pada awal program PUAP dan
setelah berjalannya program PUAP disajikan pada Tabel 17.
Tabel 17. Jumlah Domba Pada Awal Berjalannya PUAP dan Setelah Berjalannya
PUAP.
Uraian Awal berjalan
PUAP
Setelah berjalan
PUAP
Produksi (ekor) (A) 200 349
Harga Jual (Rp/Kg) (B) 16.000 16.000
Berat rata-rata (C) 30 30
Penerimaan (Rp) (AxBxC) 96.000.000 167.520.000
Sumber: Data Primer, diolah
Dari Tabel 17 dapat dijelaskan bahwa jumlah pertambahan domba setelah
berjalannya PUAP sangat signifikan, karena dilihat pada awal pemberian domba
didapat sebanyak 200 ekor domba dan dari 200 ekor mengalami pertambahan
sebesar 149 ekor jadi total jumlah menjadi 349 ekor. Melihat pertambahan jumlah
domba ini maka dapat dilihat pertambahan tabungan petani dalam bentuk domba
sangat baik. Sesuai dengan survei dilapangan petani merasa sangat senang dengan
70
bantuan tersebut karena dengan memelihara selama setahun para petani sudah
memiliki pertambahan domba yang cukup banyak.
6.7.5 Pendapatan Anggota Gapoktan Awal dan Setelah Berjalannya PUAP
Pendapatan yang digunakan dalam analisis adalah pendapatan usaha rata-
rata, yaitu total penerimaan usaha dikurangi dengan total biaya pengeluaran
usahatani domba milik petani. Pendapatan usahatani diperoleh dengan cara
mengurangkan penerimaan rata-rata dengan biaya rata-rata yang dikeluarkan.
Biaya yang dikeluarkan meliputi biaya tunai dan biaya yang diperhitungkan yang
jika dijumlahkan menjadi biaya total usahatani. Sedangkan pendapatan tunai
usahatani merupakan pengurangan antara penerimaan tunai dengan total biaya
tunai.
Penerimaan usahatani adalah nilai produksi yang diperoleh dalam jangka
waktu tertentu. Penerimaan usahatani merupakan hasil perkalian antara jumlah
produksi total domba dengan harga jual dari hasil produksi tersebut. Sedangkan
biaya usahatani yakni nilai penggunaan faktor-faktor produksi yang digunakan
dalam melakukan proses produksi usahatani. Biaya dalam usahatani dibedakan
menjadi biaya tunai dan biaya yang diperhitungkan. Biaya tunai usahatani
merupakan pengeluaran tunai yang dikeluarkan oleh petani untuk pembelian
barang dan jasa bagi usahataninya. Sedangkan biaya yang diperhitungkan adalah
pengeluaran yang secara tidak tunai dikeluarkan oleh petani. Biaya tunai meliputi
biaya yang dikeluarkan untuk pengadaan obat-obatan, suplemen tambahan,
kandang, angsuran pinjaman. Sedangkan yang termasuk dalam biaya yang
diperhitungkan meliputi biaya tenaga kerja dalam keluarga, biaya penyusutan alat
pertanian dan biaya material kandang.
Pendapatan usahatani dihitung pada awal berjalannya program PUAP
sampai dengan setelah berjalannya program PUAP terhitung selama satu tahun
yaitu tahun 2009 dan pendapatan rata-rata diukur dalam satuan rupiah. Dalam
perhitungan usahatani ini didasarkan dari rata-rata kepemilikan domba oleh petani
pada awal dan setelah berjalannya program PUAP seperti pada Tabel 18.
71
Tabel 18. Jumlah Rata-Rata Kepemilikan Domba Oleh Petani Pada Awal dan
Setelah Berjalannya PUAP
Awal
berjalannya
PUAP (ekor)
Setelah
berjalannya
PUAP (ekor)
Jumlah petani
(orang)
Rata-rata
awal PUAP
(ekor)
Rata-rata
setelah
PUAP
(ekor)
200 349 53 4 7
Sumber: Data Primer, diolah
Berdasarkan Tabel 18 pada awal program PUAP rata-rata kepemilikan
domba sebanyak 4 ekor untuk satu petani, hasil ini didapat dari jumlah penyaluran
domba diawal program sebanyak 200 dan yang mengambil domba sebanyak 53
orang sehingga dari hasil pembagian tersebut didapat jumlah rata-rata 4 ekor
dalam satu petani. Selanjutnya setelah program PUAP berjalan selama satu tahun
domba yang diternakkan mengalami pertambahan sebanyak 149 dari awal 200
ekor, sehingga dengan pertambahan tersebut jumlah total domba sebanyak 349
ekor. Dari jumlah total domba sebanyak 349 ekor dengan jumlah petani yang
mengambil domba sebanyak 53 orang maka didapat jumlah rata-rata per petani
mendapat domba sebanyak 7 ekor. Dalam perhitungan usahatani dilakukan tidak
dengan secara menyeluruh atau satu persatu petani akan tetapi dilakukan
perhitungan berdasarkan hasil rata-rata pada awal dan setelah program PUAP.
Untuk lebih lengkapnya dalam perhitungan usahatani dapat disajikan pada Tabel
19. Pada Tabel 19 merupakan analisis pendapatan usahatani ternak domba selama
kurun waktu 1,1 tahun. Untuk perhitungan bunga pembayaran bunga selama 1,1
tahun dapat dilihat pada Lampiran 2.
72
Tabel 19. Pendapatan Usahatani Domba Rata-Rata Petani Desa Hasang awal
berjalan dan Setelah berjalan PUAP .
Sumber : Data primer, diolah
Berdasarkan Tabel 19 dapat dijelaskan bahwa penerimaan tunai anggota
Gapoktan diperoleh dari hasil kali antara jumlah ekor dan bobot rata-rata dengan
harga jualnya. Pada awal berjalannya program PUAP, jumlah rata-rata domba
Gapoktan Desa Hasang per petani sebanyak 4 ekor dengan rata-rata bobot badan
sebesar 30 kg dengan harga jual Rp 16.000 per kilogramnya, sehingga penerimaan
tunai yang diperoleh petani anggota Gapoktan adalah sebesar Rp 1.920.000.
Namun, setelah berjalannya program PUAP maka jumlah produksi yang
Uraian Satuan Awal berjalan
PUAP (Rp)
Setelah
berjalan
PUAP (Rp)
Jumlah domba 4 7
Harga domba/kg 16.000 16.000
Berat rata-rata domba/kg 30 30
A. Penerimaan
A1. Penerimaan Tunai Domba Kg 1.920.000 3.360.000
B. Biaya Usahatani
B.1 Biaya Tunai:
1. Obat- obatan Kg 2.830 2.830
2. Suplemen tambahan Kg 1.019 1.019
3. Kandang 45.283 45.283
4. Angsuran pinjaman 1.657.023 1.657.023
Total Biaya Tunai 1.706.155 1.706.155
B.2 Biaya Diperhitungkan:
1. Tenaga Kerja Dalam
Keluarga HOK 3.900.000 3.900.000
2. Penyusutan Alat - 55.000 55.000
3. Material kandang 200.000 200.000
Total Biaya Diperhitungkan - 4.155.000 4.155.000
C. Total Biaya Usahatani
(B1+B2) - 5.861.155 5.861.155
D. Pendapatan Atas Biaya
Tunai(A3-B1) - 213.845 1..454.600
E. Pendapatan Atas Biaya
Total (A3-C) - -3.941.155 -2.700.400
F. R/C atas Biaya Tunai
(A3/B1) - 1,13 1,85
G. R/C atas Biaya Total
(A3/C) -
0,33
0,54
73
dihasilkan mengalami peningkatan sebanyak 3 ekor sehingga jumlahnya menjadi
7 ekor sehingga penerimaan tunai yang diperoleh sebesar Rp 3.360.000.
Penerimaan diperhitungkan diperoleh dari jumlah tenaga kerja, penyusutan
alat dan material kandang, dimana ketiga komponen ini seharusnya
diperhitungkan tetapi biaya yang dikeluarkan tidak dalam bentuk tunai. Dari
penerimaan yang diperhitungkan dapat dilihat jumlah penerimaan yang diperoleh
dari ketiga komponen tersebut pada awal PUAP dan setelah PUAP sebesar
Rp 4.155.000. Dari hasil analisis usahatani pada Tabel 19 jumlah pendapatan
domba dalam 13 bulan pendapatan domba selama 13 tahun sebesar Rp 3.360.000.
6.7.6 Analisis R/C Rasio Awal dan Setelah PUAP
Hasil analisis imbangan penerimaan dan biaya (R/C ratio analysis)
usahatani domba yang diusahakan oleh petani responden menunjukkan bahwa
usahatani ini memiliki penerimaan yang lebih besar dibanding biaya usahatani.
Hal tersebut ditunjukkan oleh nilai R/C rasio lebih besar dari satu. Artinya setiap
satu satuan biaya yang dikeluarkan maka akan memberikan penerimaan sebesar
lebih dari satu satuan biaya atau usahatani tersebut menghasilkan penerimaan
yang lebih besar dari total biaya yang dikeluarkan. Nilai R/C rasio atas biaya
tunai pada awal program PUAP sebesar 1,13. Artinya setiap Rp 1 biaya yang
dikeluarkan pada usahatani domba dengan dengan jumlah awal program sebesar 4
ekor maka akan memberikan keuntungan sebesar Rp 1,13. Sementara itu apabila
memasukkan sejumlah biaya yang diperhitungkan sebagai komponen biaya total,
maka nilai R/C rasio sebesar 0,33. Rasio dengan nilai 0,33 berarti setiap
pengeluaran biaya total sebesar Rp 1 akan memberikan kerugian sebesar Rp 0,33
dengan jumlah domba 4 ekor pada awal program PUAP berjalan.
Selanjutnya adalah melihat nilai R/C rasio dari usahatani domba setelah
berjalannya program PUAP. Analisis imbangan R/C rasio biaya tunai sebesar
1,85. Artinya adalah setiap pengeluaran tunai sebesar Rp 1 akan memberikan
penerimaan sebesar Rp 1,85. Apabila dimasukkan biaya yang diperhitungkan
sebagai komponen total biaya maka R/C rasio yang dihasilkan sebesar 0,54 yang
74
berarti setiap pengeluaran biaya total Rp 1 maka akan memberikan kerugian
sebesar Rp 0,54.
Berdasarkan hasil uraian di atas dapat dilihat bahwa nilai R/C rasio atas
biaya tunai pada awal berjalannya PUAP memberikan keuntungan karena belum
adanya penjumlahan dari biaya diperhitungkan. Setelah berjalannya program
PUAP pada biaya tunai menunjukkan nilai R/C rasio lebih besar dari satu yang
berarti dapat dikatakan bahwa usahatani domba pada Gapoktan Desa Hasang di
Kecamatan Kualuh Selatan Kabupaten Labuhan Batu layak diusahakan, akan
tetapi pada penambahan jumlah biaya diperhitungkan hasil usahatani mengalami
kerugian. Kerugian yang diperoleh diakibatkan jumlah biaya diperhitungkan yang
mencapai 4.155.000, dan jumlah ini sangat berpengaruh dalam efisiensi usahatani.
Namun antara awal program dan setelah berjalannya program PUAP terdapat
perbedaan R/C rasio biaya tunai dengan R/C rasio biaya total. Selengkapnya
dapat dilihat pada Tabel 20.
Tabel 20. Perbandingan R/C Rasio Sebelum dan Setelah PUAP
Uraian Awal Program PUAP Setelah Berjalannya
PUAP
R/C rasio biaya tunai 1,13 1,85
R/C rasio biaya total 0,33
0,54
Sumber : Data primer, diolah
Berdasarkan Tabel 20 diketahui bahwa terdapat perbedaan yang cukup
signifikan antara R/C rasio biaya tunai dengan R/C rasio biaya total. Adanya
perbedaan di kedua R/C rasio diakibatkan adanya perbedaan jumlah kambing
yang besar karena pada awal berjalannya PUAP jumlah domba tetap sedangkan
untuk program PUAP setelah berjalan jumlah domba mengalami pertambahan
sehingga menyebabkan terjadinya perbedaan R/C rasio. Selain itu nilai R/C rasio
biaya total yang lebih kecil dibandingkan dengan R/C rasio atas biaya tunai
karena pada R/C rasio biaya total disertakan biaya yang diperhitungkan, sehingga
hal tersebut mempengaruhi hasil akhir perhitungan R/C rasio atas biaya total.
75
Diketahui bahwa biaya yang diperhitungkan memiliki kontribusi yang cukup
besar terhadap biaya pengeluaran dalam usahatani domba di Gapoktan Desa
Hasang.
Dilihat dari hasil analisis usahatani selama kurun waktu 13 bulan
pendapatan petani secara umum untuk pendapatan atas biaya tunai
menguntungkan, akan tetapi bila dilihat dari pendapatan atas biaya total usahani
domba sangat merugikan dilihat dari terjadinya kerugian sebesar -3.941.155 pada
awal berjalannya PUAP sedangkan setelah berjalannya PUAP juga mengalami
kerugian sebesar -2.700.400. Kerugian yang terjadi ini diakibatkan oleh adanya
pengembalian bunga yang dapat berpengaruh dalam jangka pendek sela 13 bulan
berjalannya PUAP. Selain dari pengembalian bunga yang sangat berpengaruh
adalah adanya jumlah biaya diperhitungkan yang sangat besar apabila dikeluarkan
ke dalam bentuk usahatani. Walau demikian dalam jangka pendek usahatani
domba memang merugikan, akan tetapi bila dilihat dalam jangka panjang
usahatani domba di Desa Hasang akan memberikan dampak yang baik terhadap
pendapatan petani.
Pemberian bunga pinjaman petani pada dasarnya sangat memberatkan
petani walaupun bunga tersebut kecil dibandingkat dengan bunga pinjaman bank.
Dengan adanya bunga pinjaman tersebut akan mewajibkan petani sebagai
penerima modal pinjaman untuk mengembalikan modal tersebut. Langkah ini
dilakukan untuk menanggulangi terjadinya penyalahgunaan pemeberian modal,
seperti mengalokasikan bantuan modal untuk keperluan lain misalnya konsumsi
rumah tangga atau lainnya. Hasil survei lapangan bahwa dari jumlah kesluruhan
petani masih ada yang menginginkan bentuk bantuan lain karena alasan dimana
petani tersebut tidak mampu untuk melakukan usahatani. Kondisi ini seharusnya
harus dilakukan penanganan yang baik agar pemertaan pemberian modal tersebut
dapat merata kepada setiap petani. Pada dasarnya pendapatan petani utama pada
tingkat petani adalah petani karet dan sawit, sedangkan bantuan dalam bentuk
domba merupakan suatu bentuk usaha angribisnis dimana nantinya petani akan
mempunyai unit bisnis dibidang peternakan. Jadi dalam penelitian ini ingin
melihat apakah dengan adanya bantuan ternak domba selama 13 bulan dapat
memberikan kontribusi yang sangat baik bagi pertambahan pendapatan petani.
76
6.7.7 Analisis Usahatani Sawit, Karet dan Domba
Pada umumnya petani di Desa Hasang merupakan petani karet dan sawit
sehingga penghasilan utama yang diperoleh petani berasal dari kebun sawit dan
karet. Usahatani kambing merupakan salah satu aset tabungan atau usaha
agribisnis peternakan yang diberikan pemerintah, dimana sifat usahatani dapat
disebut sampingan. Dengan adanya bantuan dalam bentuk ternak domba maka
pendapatan petani seharusnua bertambah selama periode 13 bulan, karena apabila
pendapatan usahatani karet dan sawit dalam 13 bulan digabung dengan
pendapatan dari usahatani domba akan sangat membantu petani. Untuk lebih
lengkap pendapatan usahatani karet dan sawit petani dalam 13 bulan untuk
usahatani kebun dan domba dapat dilihat pada Tabel 21.
77
Tabel 21. Rata-rata Jumlah Pendapatan usahatani Sawit Dan Karet Serta
Domba Dalam periode 13 Bulan.
Sumber: data primer (diolah)
Dari Tabel 21 dapat dilihat bahwa terjadi peningkatan jumlah pendapatan
petani dalam 13 bulan akibat dari pertambahan pendapatan usahatani domba.
Sebelum adanya program PUAP pendapatan atas biaya tunai petani dalam 13
bulan sebesar Rp. 10.417.618, sedangkan pada pendapatan atas biaya total
sebesar Rp. 6.262.618. Dari kedua pendapatan ini petani memiliki penghasilan
Uraian Satuan Awal berjalan
PUAP (Rp)
Setelah
berjalan
PUAP (Rp)
Jumlah domba 4 7
Harga domba/kg 16.000 16.000
Berat rata-rata domba/kg 30 30
A. Penerimaan
A1. Penerimaan Tunai Domba Kg 1.920.000 3.360.000
A2. Pendapatan Sawit dan Karet 39.981.132 39.981.132
A3. Jumlah A1 dan A2 41.901.132 41.901.132
B. Biaya Usahatani
B.1 Biaya Tunai:
1. Obat- obatan Kg 2.830 2.830
2. Suplemen tambahan Kg 1.019 1.019
3. Kandang 45.283 45.283
4. Angsuran pinjaman 1.657.023 1.657.023
B2.biaya tunai kebun 29.777.358 29.777.358
Total Biaya Tunai 31.483.514 31.483.514
B.2 Biaya Diperhitungkan:
1. Tenaga Kerja Dalam
Keluarga HOK 3.900.000 3.900.000
2. Penyusutan Alat - 55.000 55.000
3. Material kandang 200.000 200.000
Total Biaya Diperhitungkan - 4.155.000 4.155.000
C. Total Biaya Usahatani
(B1+B2) - 35.638.514 35.638.514
D. Pendapatan Atas Biaya
Tunai(A3-B1) - 10.417.618 10.417.618
E. Pendapatan Atas Biaya
Total (A3-C) - 6.262.618 6.262.618
F. R/C atas Biaya Tunai
(A3/B1) - 1,33 1,38
G. R/C atas Biaya Total
(A3/C) -
1,18
1,22
78
yang jauh lebih baik sebelum adanya program PUAP. Dilihat dari R/C rasio
usahatani setelah adanya penambahan pendapatan dari karet dan sawit usaha
tersebut layak untuk dijalankan karena memiliki jumlah R/C rasio lebih besar dari
1 pada awal PUAP. Setelah berjalannya PUAP juga terlihat jelas bahwa adanya
peningkatan R/C rasio atas biaya tunai dari 1,33 menjadi 1,38, sedangkan pada
R/C rasio atas biaya total dari 1,18 meningkat menjadi 1,22. Dalam penelitian ini
dilihat dari perbandingan pertambahan pendapatan petani tidak terlalu signifikan
diakibatkan program PUAP tersebut masih baru dan masih berjalan selama 13
bulan. Bila dilihat dalam jangka panjang usahatani ternak domba tersebut akan
memberikan dampak yang signifikan dalam pertambahan pendapatan petani.
Pendapatan petani akan jauh lebih baik lagi apabila dilakukan pemeliharaan
domba secara intensif. Pemeliharaan secara intensif maksutnya adalah
pemeliharaan domba dilakukan dengan memberikan perlakuan teknologi seperti
memberikan konsentrat dan suplemen pada domba yang dapat meningkatkan
pertumbuhan produksi. Dalam penelitian ini domba dipelihara hanya dengan
digembalakan di areal perkebunan karet dan sawit. Dengan kondisi yang
pemeliharaan konvensional membuat pertumbuhan domba tidak sebanding
dengan domba yang dipelihara secara intensif. Pemeliharaan intensif yang baik
yaitu melakukan pemeliharaan dengan memberikan konsentrat dan suplemen
lainnya yang dapat memicu pertumbuhan domba secara baik.
6.8 Manfaat Program PUAP Terhadap Ekonomi dan Non Ekonomi Petani
Manfaat ekonomi yang dapat terlihat bagi petani yang mendapat PUAP
dapat dilihat dari adanya pertambahan pendapatan yang diperoleh setelah adanya
program PUAP. Penambahan pendapatan diperoleh dari hasil perkembangan
domba yang dipelihara, hal ini mengakibatkan ekonomi ditingkat keluarga petani
semakin meningkat. Sedangkan manfaat non ekonomi yang diperoleh oleh petani
yang mendapat bantuan dana program PUAP yaitu terbentuknya pola pikir petani
yang mau melakukan bisnis yang bergerak di peternakan, hal ini ditunjukkan oleh
antusias petani yang mendapat bantuan. Dengan adanya bantuan tersebut petani
beranggapan bantuan tersebut merupakan suatu peluang dalam pengembangan
79
binis untuk meningkatkan kesejahteraan petani. Selain dari pengembangan
peternakan petani juga sudah bergerak dalam pengembangan bisnis seperti
pembuatan pupuk kandang dan pupuk cair dari kotoran domba. Melihat kondisi
ini maka diharapkan kedepannya di Desa Hasang khususnya petani dapat
melakukan unit bisnis yang bergerak dibidang agribisnis, dimana kegiatan
tersebut akan sesuai dengan tujuan PUAP sehingga tujuan untuk mensejahterakan
petani melalui program agribisnis dapat tercapai dengan baik.
Selama berjalannya program PUAP di Desa Hasang memiliki pengaruh
terhadap pola perilaku petani dalam menjalankan usahataninya. Perubahan
perilaku yang terjadi adalah sebelum adanya program PUAP petani hanya
mengerjakan usahatani karet dan sawit. Dari 53 petani yang mendapat domba
ada beberapa diantaranya sebelum jam tiga sore sudah selesai mengerjakan
usahatani karet dan sawit. Setelah selesai bekerja di kebun biasanya petani masih
memiliki waktu yang dapat digunakan untuk kegiatan yang dapat menambah
penghasilan. Sebelum adanya PUAP waktu tersebut hanya dipakai untuk bersantai
dirumah, setelah adanya program PUAP dalam bentuk domba maka petani
menjadi memiliki kegiatan untuk memelihara domba. Dengan demikian program
PUAP telah mampu mengubah pola perilaku petani yang lebih produktif dan
memiliki pekerjaan sampingan untuk memelihara domba yang akan dapat
meningkatkan pendapatan petani dalam jangka panjang.
6.9 Manfaat Ternak Domba Dalam Bentuk Lain
6.9.1 Manfaat Pengembangan Bisnis
Sesuai dengan survei lapangan ada pengembangan bisnis yang dapat
dilakukan sehingga menghasilkan pendapatan tambahan bagi petani. Potensi
pengembangan bisnis yang dapat dilakukan adalah membuat pupuk cair organik
dan pupuk kandang yang berasal dari kotoran domba. Pengembangan bisnis ini
tidak terlepas dari bantuan penyuluh pertanian. Peranan penyuluh pertanian yang
dapat diterapkan adalah meliputi teknih pembuatan pupuk, promosi produk baik
ke petani maupun ke dinas terkait seperti dinas pertanian. Dalam promosi ini di
harapkan produk yang dibuat oleh petani dapat diterima pasar khususnya pasar
untuk petani sawit dan karet di Kabupaten Labuahan Batu. Dengan adanya
80
promosi yang baik oleh pihak penyuluh pertanian diharapkan petani dapan
mengembangkan bisnis pupuk tersebut sehingga dapat menambah pendapatan
pendapatan petani. Dalam pengembangan bisnis ini petani sudah mampu
membuat dan memproduksi pupuk akan tetapi masih lemah dalam pemasarannya,
sehingga membutuhkan wadah yang dapat membantu pengembangannya. Sesuai
survey lapang pupuk tersebut sedang diuji melalui labratorium Universitas
Sumatera Utara guna mendukung dalam legalisasi dan untuk mengetahui
kandungan unsurhara tersebut sehingga dalam promosinya dapat bejalan dengan
baik. Dalam uji pupuk untuk tanaman padi sawah, ternyata hasilnya cukup baik
akan tetapi para petani khususnya kecamatan Kualuh Selatan belum meyakini
produk tersebut akibat promosi dan legalisasi produk yang belum ada, sehingga
dalam hal ini peranan dari badan penyuluh pertanian sangat berperan penting
dalam pengembangan bisnis ini.
6.9.2 Manfaat Integrasi Terhadap Produksi
Ciri utama integrasi tanaman ternak adalah adanya sinergisme atau
keterkaitan yang saling menguntungkan antara tanaman dan ternak. Petani
memanfaatkan kotoran ternak sebagai pupuk organik untuk tanamannya,
kemudian memanfaatkan limbah pertanian sebagai pakan ternak (Kariyasa 2005).
Dalam penelitian ini konsep integrasi juga dipakai yaitu dengan mengintegrasikan
tanaman sawit dan karet dengan ternak domba. Integrasi yang dilakukan banyak
memiliki keuntungan yaitu; (1) menekan gulma pada tanaman; (2) penyedia bahan
pakan untuk domba; (3) penyedia pupuk untuk tanaman karet dan sawit. Dalam
usahatani perkebunan ada yang dinamakan pengendalian gulma dimana gulma
tersebut biasanya dikendalikan dengan melakukan sanitasi dengan alat-alat
pertanian serta penyemprotan dengan herbisida.
Pengendalian gulma ini selama ini dilakukan petani dengan mengeluarkan
biaya, sehingga dengan adanya domba maka gulma yang tadinya dikendalikan
dengan mengeluarkan biaya dapat ditekan dengan integrasi ternak domba karena
gulma yang mengganggu tanaman sawit dan karet akan menjadi pakan bagi ternak
domba sehingga pertumbuhan gulma akan terhambat. Terhambatnya
pertumbuhan mengakibatkan pertumbuhan tanaman sawit dan karet akan jauh
lebih baik karena kompetisi unsurhara antara tanaman dapat diminimalisir. Selain
81
penghasil pakan dan penekan gulma disisi lain penggunaan pupuk yang dilakukan
petani dapat di tekan, karena petani karet dan sawit dapat menggunakan pupuk
kandang atau limbah dari ternak domba sebagai pupuk pengganti pupuk kimia
seperti yang sudah sering dilakukan oleh petani. Penggunaa pupuk kandang ini
akan dapat memacu pertumbuhan dan produksi tanaman sawit dan karet sebab
sifat pupuk kandang tersebut dapat memperbaiki kesuburan dan struktur tanah
yang akan berdampak kepada produksi yang jauh akan lebih baik dari
sebelumnya.
6.10 Implikasi dari Penelitian
Tujuan dari program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP)
adalah untuk mengurangi kemiskinan dan pengangguran melalui penumbuhan dan
pengembangan kegiatan usaha agribisnis di perdesaan sesuai dengan potensi
wilayah. Meningkatkan kemampuan pelaku usaha agribisnis, Pengurus Gapoktan,
Penyuluh dan Penyedia Mitra Tani. Memberdayakan kelembagaan petani dan
ekonomi perdesaan untuk pengembangan kegiatan usaha agribisnis. Terakhir
adalah untuk meningkatkan fungsi kelembagaan ekonomi petani menjadi
jejaring atau mitra lembaga keuangan dalam rangka akses ke permodalan.
Salah satu tujuan utama yang terkait dengan pelaksanaan program PUAP
adalah peningkatan kesejahteraan petani yang dinilai dari peningkatan pendapatan
petani. Walaupun dari hasil penelitian menunjukkan bahwa telah terjadi
perubahan pendapatan secara positif atau mengalami peningkatan yang masih
kecil, namun hal tersebut tidak mempengaruhi para responden dalam membayar
angsuran pinjaman dengan tepat waktu. Kemampuan para petani penerima BLM-
PUAP dalam mengembalikan angsuran telah menunjukkan bahwa mereka
memiliki kemampuan dalam mengatur keuangan usaha dan keluarga. Walaupun
mereka belum bisa membuat pembukuan secara mendetail dan teratur. Namun hal
tersebut merupakan potensi yang perlu ditingkatkan dan dijadikan dasar agar
program PUAP di masa mendatang dapat terus dilaksanakan dan ditingkatkan.
82
Meninjau hal-hal yang telah diuraikan di atas, perlu dipertimbangkan pula
peran dari para penyuluh pertanian lapangan sangat diperlukan untuk memberikan
masukan dan pengawasan terhadap pelaksanaan program PUAP ini. Pertimbangan
pentingnya penyuluh pendamping perlu ditingkatkan baik kuantitas maupun
kualitas sumberdaya manusianya adalah karena penyuluh pendamping memiliki
peran penting dalam menghubungkan dan mentransfer baik ilmu, teknologi baru
hingga pada pemberian pelatihan guna meningkatkan keterampilan para petani.
Selain itu dengan adanya penyuluh pertanian pendamping yang ditempatkan di
tiap desa atau Gapoktan akan memberikan efek positif terhadap perkembangan
Gapoktan sebagai lembaga sosial ekonomi perdesaan.
VII KESIMPULAN DAN SARAN
7.1. Kesimpulan
Berdasarkan dari hasil pembahasan karakteristik petani, dari 53 responden
petani berada pada rentang usia produktif dan terbanyak berada pada kisaran
umur 26-50 tahun dengan tingkat pendidikan relatif rendah. Penerima BLM-
PUAP yang berprofesi sebagai petani sebagian besar berpendidikan rendah yakni
hanya sampai Sekolah Dasar (SD) dan rata-rata telah berkeluarga. Selain itu jenis
pekerjaan merupakan salah satu kriteria karakter petani, secara umum petani
berprofesi sebagai petani kebun sawit dan karet. Petani di Desa Hasang memiliki
rata-rata penghasilan satu juta sampai dengan tujuh juta rupiah. Rata-rata
pengajuan dana program PUAP yang diajukan oleh petani adalah 2,5 juta rupuah.
Dilihat dari pendapatan dan jenis pekerjaan petani di Desa Hasang merupakan
petani yang mampu dalam mengambil kredit dengan bunga yang relatif rendah.
Hasil dari karakteristik tersebut sangat erat kaitannya dengan pertambahan
pendapatan petani seperti tingginya pendidikan akan membuat petani lebih cepat
dan agresif dalam mengadopsi informasi dan teknologi yang terbaru, sehingga
dengan demikian usahatani yang dijalankan akan lebih maju dan pendapatan
petani juga akan meningkat.
Selain karakteristik petani yang mengambil dana PUAP, karakter petani
sudah terbentuk lainnya adalah pola pikir dalam pengembangan bisnis, dimana
dari 53 orang petani yang mengambil dan PUAP beranggapan bahwa bantuan
dana PUAP merupakan suatu peluang untuk pengembangan bisnis. Dalam
penelitian ini yang dimaksut bisnis tersebut adalah bisnis ternak domba. Dengan
adanya pengembangan agribisnis khususnya domba maka pendapatan yang
melakukan usahatani domba tersebut akan bermanfaat dalam penambahan
pendapatan petani. Skala bisnis yang akan dilakukan adalah sistem kolektif dalam
artian penjualan dilakukan dengan peranan bantuan Gapoktan sehingga petani
tidak dapat ditekan oleh oknum-oknum yang dapat merugikan petani seperti
tengkulak. Selain pola piker petani yang terbentuk dengan adanya PUAP di sisi
lain pola perilaku petani juga mengalami perubahan. Perubahan yang terjadi
dapat dilihat dari pekrjaan petani, yaitu dimana sebelum adanya PUAP petani
84
hanya mengerjakan kebun karet dan sawit saja, kemudian setelah adanya PUAP
petani menjadi memiliki tambahan pekerjaan yang dapat membantu dalam
peningkatan pendapatan petani dengan memelihara ternak domba.
Dilihat dari analisis usaha tani domba menunjukkan bahwa di Desa
Hasang selama kurun waktu 13 bulan belum menimbulkan dampak pendapatan
yang begitu signifikan. Tidak signifikannya perubahan pendapatan petani dari
domba terlihat dari R/C rasio atas biya total yang kurang dari 1 yang artinya
secara bisnis tidak layak untuk dijalankan dalam jangka pendek, aka tetapi apabila
dijalankan dalan jangka pangjang akan memberikan dampak yang besar terhadap
pendapatan petani.
7.2 Saran
1. Dalam pemeliharaan domba masih dilakukan secara konvensional oleh karena
itu perlu dilakukankan pemeliharaan lebih intensif agar pertumbuhan produksi
domba jauh lebih baik.
2. Peran penyuluh pertanian sangat diperlukan dan ditingkatkan lagi dalam
upaya memotori, mengawasi dan memberikan arahan kepada petani agar
dalam budidaya domba lebih baik sehingga produksi domba dapat
ditingkatkan.
DAFTAR PUSTAKA
Ariningsih E, Rachman H PS. 2008. Strategi peningkatan ketahanan pangan
rumah tangga rawan pangan. Jurnal Analisis kebijakan pertanian
volume 6 No 3 september: 239-255
Ashari. 2009. Optimalisasi kebijakan kredit program sektor pertanian di
indonesia. Jurnal Analisis kebijakan pertanian volume 7 No 1 maret:
21-42
[BPS] Badan Pusat Statistik Kabupaten Labuhan Batu. 2008. Kabupaten
Labuhan Batu Dalam Angka. Rantau Prapat: BPS Kabupaten
Labuhan Batu.
[BPS] Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara. 2009. Profil Kemiskinan
Provinsi Sumatera Utara. Medan: BPS Provinsi Sumatera Utara.
Departemen Pertanian. 2008. Kebijakan Teknis Program Pengembangan Usaha
Agribisnis Pedesaan. Jakarta: Departemen Pertanian RI.
Departemen Pertanian. 2008. Peraturan Menteri Pertanian No. 16/OT.140/2/2008.
Jakarta: Departemen Pertanian RI.
Filtra, Eko. 2007. Evaluasi Program Bantuan Pinjaman Langsung Masyarakat
(BPLM) Sapi Potong Di Kabupaten Agam, Sumatera Barat. [Skripsi].
Bogor: Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas
Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Hernanto. F. 1989. Ilmu Usahatani. Jakarta.: Penebar Swadaya.
Ilham N, 2009. Kelangkaan produksi daging: indikasi dan implikasi
kebijakannya. Jurnal Analisis kebijakan pertanian volume 7 No 1 maret:
43-63
Ilham N. 2006. Analisis sosial ekonomi dan strategi pencapaian swasembada
daging 2010. Jurnal Analisis kebijakan pertanian volume 4 No 2 juni:
131-145
Ilham N. 2007. Alternatif kebijakan peningkatan pertumbuhan PDB subsektor
peternakan di indonesia. Jurnal Analisis kebijakan pertanian volume 5
No 4 desember: 335-357
Kasmadi. 2005. Pengaruh Bantuan Langsung Masyarakat Terhadap Kemandirian
Petani Ternak. (Kasus pada Kelompok Tani Ternak Desa Bungai Jaya dan
Desa Tambun Raya, Kecamatan Basarang, Kabupaten Kapuas Kalimantan
Tengah. [Skripsi]. Bogor: Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi
Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Lubis. 2005. Efektivitas Penyaluran Kredit Ketahanan Pangan dan Analisis
Pendapatan Petani Pengguna Kredit (Studi Kasus pada Petani Tebu
Anggota Koperasi Madusari, Pabrik Gula Tasikmadu Karanganyar, Solo).
[Skripsi]. Bogor: Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian.
Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Kariyasa K. 2005. Sistem integrasi tanaman-ternak dalam perspektif reorientasi
kebijakan subsidi pupuk dan peningkatan pendapatan petani. Jurnal
Analisis kebijakan pertanian volume 3 No 1 maret: 68-80
Muslim C. 2006. Pengembangan sistem integrasi padi-ternak dalam upaya
pencapaian swasembada daging di indonesia:suatu tinjauan evaluasi.
Jurnal Analisis kebijakan pertanian volume 4 No 3 september: 226-
239
Mulyarto EP. 2009. Faktor faktor yang mempengaruhi realisasi kredit usaha
rakyat (KUR) di Bank Rakyat Indonesia Leuwiliang Kabupaten Bogor.
[Skripsi]. Bogor.Depaetemen Agribisnis.Fakultas Ekonomi dan
Manajemen. Institut Pertanian Bogor.
Mubyarto. 1989. Pengantar Ekonomi Pertanian. Jakarta. LP3ES.
Nasution, Muslimin. 2002. Pengembangan Kelembagaan Koperasi Pedesaan
Untuk Agroindustri. Bogor: IPB Press. Tidak dipublikasikan.
Nazir, M. 2003. Metodologi Penelitian . Ghalia Indonesia. Jakarta.
Perdana. 2007. Analisis Dampak Pelaksanaan Program Kredit Kepada Koperasi
Primer Untuk Anggotanya (KKPA) Terhadap Pendapatan Usahatani
Peserta Plasma (Studi Pada PT. Sinar Kencana Inti Perkasa di Kabupaten
Kota Baru, Kalimantan Selatan). [Skripsi]. Program Sarjana Ekstensi
Manajemen Agribisnis. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Sumarti, Titik, dkk. 2008. Model Pemberdayaan Petani Dalam Mewujudkan Desa
Mandiri dan Sejahtera (Kajian Kebijakan dan Sosial Ekonomi Tentang
Ketahanan Pangan Pada Komunitas Desa Rawan Pangan di Jawa).
[Laporan Akhir].Bogor: Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada
Masyarakat. Institut Pertanian Bogor.
Sume, Harun A. 2007. Analisis Efektivitas Bantuan Dana Penguatan Modal
Lembaga Usaha Ekonomi Pedesaan (DPM-LUEP) (Studi Kasus DPM-
LUEP Kabupaten Bogot). [Tesis]. Bogor: Sekolah Pasca Sarjana. Institut
Pertanikan Bogor.
Syahyuti. 2007. Kebijakan Pengembangan Kelompok Tani (GAPOKTAN)
Sebagai Kelembagaan Ekonomi Di Pedesaan. Jurnal Analisis Kebijakan
Pertanian volume 5 No 1 Maret : 15-35.
Soeharjo, A dan D. Patong. 1973. Sendi-Sendi Pokok Ilmu Usahatani. Jurusan
Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor.
Soekartawi, et al. 1986. Ilmu Usahatani dan Penelitian Untuk Pengembangan
Petani Kecil. UI-Press. Jakarta.
Suyatno, S, S. 2006. Kelembagaan Perbankan. Edisi Ketiga. PT. Gramedia
Pustaka Utama. Jakarta.
Tarigan, K.P. 2006. Analisis Faktor-Faktot Yang Mempengaruhi Permintaan
Kredit Umum Pedesaan (Kupedes) Dalam Sektor Pertanian di BRI Unit
Parung Bogor. [Skripsi]. Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis.
Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Yusdja Y, Ilham N. 2006. Arah kebijakan pembangunan peternakan rakyat.
Jurnal Analisis kebijakan pertanian volume 4 No 1 maret: 18-38