dampak pembangunan smelter di kawasan ekonomi khusus...
TRANSCRIPT
Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara
PUSAT DATA DAN TEKNOLOGI INFORMASIENERGI DAN SUMBER DAYA MINERALKEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL2015
i Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara
TIM PENYUSUN
Pengarah Sekretaris Jenderal KESDM M. Teguh Pamudji Penanggung Jawab Kepala Pusat Data dan Teknologi Informasi KESDM Agung Wahyu Kencono Ketua Kepala Bidang Analisis dan Evaluasi Data Strategis Sugeng Mujiyanto Tim Penyusun Bambang Edi Prasetyo Agus Supriadi Aang Darmawan Tri Nia Kurniasih Feri Kurniawan Khoiria Oktaviani Ameri Isra Ririn Aprillia Qisthi Rabbani Dini Anggreani Indra Setiadi ISBN: 978-602-0836-13-3 Penerbit Pusat Data dan Teknologi Informasi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Jl. Medan Merdeka Selatan No. 10 Jakarta 10110 Telp. : (021) 29660817 ext 1224 Fax : (021) 29440297 Email : [email protected] Cetakan Pertama, Hak Cipta dilindungi undang – undang Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan dengan cara apapun tanpa izin tertulis dari penerbit.
iiDampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur senantiasa kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat perkenan-Nya laporan mengenai “Analisis dan Evaluasi Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus (Studi Kasus Provinsi Sulawesi Tenggara)” dapat kami selesaikan.
Laporan “Analisis dan Evaluasi Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus (Studi Kasus Provinsi Sulawesi Tenggara)” memberikan gambaran tentang perkembangan industri pengolahan dan pemurnian (smelter) mineral nikel di Provinsi Sulawesi Tenggara, yang diharapkan dapat digunakan sebagai dasar untuk menyusun usulan rekomendasi kebijakan pengembangan industri mineral nikel yang terpadu, khususnya di Provinsi Sulawesi Tenggara.
Sebagian besar data dan informasi dalam laporan ini diperoleh dari laporan berkala yang disampaikan oleh Kementerian Perdagangan, Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara KESDM, Puslitbang Teknologi Mineral dan Batubara, dan Pusdatin KESDM.
Akhirul kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan dan membantu penyusunan laporan ini. Diharapkan, laporan ini dapat menjadi referensi bagi pimpinan Kementerian ESDM, BUMN, dan pihak lain dalam upaya mengembangkan mineral nikel di Provinsi Sulawesi Tenggara sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Jakarta, Desember 2015
Penyusun.
iii Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara
UCAPAN TERIMA KASIH
Kami mengucapkan terima kasih kepada para profesional di bawah ini yang telah membagi waktu dan informasi yang berharga sehingga buku ini dapat diterbitkan. • Ir. Darsa Permana, M. Si., Puslitbang Teknologi Mineral dan
Batubara • Drs. Harta Haryadi, Puslitbang Teknologi Mineral dan Batubara • Drs. Jafril, Puslitbang Teknologi Mineral dan Batubara • Ir. Yudo Supriyantono, Puslitbang Teknologi Mineral dan
Batubara • Drs. Bambang Yuniarto, Puslitbang Teknologi Mineral dan
Batubara • Dr. Sumedi, S.P. Institut Pertanian Bogor • Dr. Sudi Mardianto. Institut Pertanian Bogor
ivDampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara
RINGKASAN EKSEKUTIF
Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) 2011 - 2025 diarahkan pada penciptaan nilai tambah sumber daya alam sehingga pembangunan ekonomi yang beragam dan inklusif dapat terwujud. Hal ini memungkinkan semua wilayah di Indonesia dapat berkembang sesuai dengan potensinya masing - masing. Pembangunan ekonomi yang dimaksud tidak dikendalikan oleh pusat namun pada sinergi pembangunan sektoral dan daerah untuk menjaga keuntungan kompetitif nasional.
Dalam Undang - Undang No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara dalam Pasal 102 dinyatakan bahwa “Pemegang IUP dan IUPK wajib meningkatkan nilai tambah sumber daya mineral dan/atau batubara dalam pelaksanaan penambangan, pengolahan, pemurnian, serta pemanfaatan mineral dan batubara”. sehubungan dengan hal tersebut, maka pada setiap kegiatan pengusahaan pertambangan mineral dan batubara diwajibkan meningkatkan nilai tambah.
Penerapan peningkatan nilai tambah ini memberikan dampak terhadap wilayah penghasil mineral mentah (dalam hal ini Provinsi Sulawesi Tenggara), dampak ini meliputi dampak positif maupun negatif. Dampak positif lebih dominan ke dampak jangka panjang sedangkan dampak negatif dominan ke dampak jangka pendek.
Dampak terhadap perekonomian nasional dilihat dari investasi pabrik smelter di Provinsi Sulawesi Tenggara sebesar USD 3,8 miliar atau sekitar 20,11 % dari investasi pabrik smelter secara nasional. Beroperasinya perusahaan yang membangun smelter pada tahun-tahun berikutnya, sesuai dengan studi kelayakan yang mereka buat, mengakibatkan terjadinya kenaikan pada tenaga kerja yang terlibat, baik dalam kegiatan smelter maupun penambangan. Pada tahun 2015, tenaga kerja naik menjadi 19.102 orang, dengan perincian 11.899 orang pada smelter dan 7.203 orang pada penambangan. Pada tahun 2016, naik lagi menjadi 40.773 orang, dengan perincian 27.775 orang pada smelter dan 12.998 orang pada penambangan. Sementara pada tahun 2017, angka penyerapan tenaga kerja menjadi 65.440 orang, terdiri atas 34.375 orang pada smelter dan 31.065 orang pada penambangan. Angka ini sudah melampaui jumlah tenaga kerja pada tahun 2013 ketika kebijakan PNT belum dilaksanakan, yakni 56.127 orang.
v Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara
DAFTAR ISI Tim Penyusun ............................................................................... i Kata Pengantar ............................................................................. ii Ucapan Terimakasih ..................................................................... iii Ringkasan Eksekutif ...................................................................... iv Daftar Isi ........................................................................................ v Daftar Tabel ................................................................................... vii Daftar Lampiran ............................................................................. ix BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ............................................................... 1.2. Maksud dan Tujuan ....................................................... 1.3. Metodologi .....................................................................
1.3.1. Jenis dan Metode Pengumpulan Data ................. 1.3.2. Pengolahan Data .................................................
1.4. Landasan Hukum ............................................................ BAB 2 KONDISI PROVINSI SULAWESI TENGGARA 2.1. Geografis ...................................................................... 2.2. Sarana dan Prasarana ................................................... 2.3. Kependudukan dan Angkatan Kerja .............................. 2.4. Kontribusi Sektor Pertambangan terhadap PDRB Provinsi Sulawesi Tenggara .......................................... 2.5. Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus di Provinsi Sulawesi Tenggara ....................................... BAB 3 KONDISI SMELTER NIKEL DI PROVINSI SULAWESI
TENGGARA 3.1. Cadangan dan Sumber Daya Nikel ............................... 3.1.1. Pertambangan Nikel di Sulawesi Tenggara .................... 3.1.2. Pola Pemenuhan Bijih Nikel ........................................... BAB 4 ANALISIS DAMPAK PEMBANGUNAN SMELTER DI
PROVINSI SULAWESI TENGGARA
4.1. Analisis Dampak Ekonomi Pembangunan Pabrik Pengolahan dan pemurnian nikel ......................................
4.1.1. Dampak terhadap Produk Domestik Regional Bruto ......... 4.1.2. Dampak terhadap Tenaga Kerja (SDM) ............................ 4.1.3. Dampak terhadap Pendapatan Rumah Tangga ................
134456
81212
13
14
171825
28344243
viDampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara
4.1.4. Backward Linkage (Keterkaitan ke Belakang) dan Linkage (Keterkaitam ke Depan)
4.2. Dampak terhadap Pengembangan Masyarakat (CSR) Sekitar Smelter ...................................................
4.3. Dampak terhadap Pendapatan/Perekonomian Nasional .......................................................................
4.4. Tabel Input-Output ......................................................... 4.4.1. Keterkaitan Ke Belakang (Backward Linkages) ........... 4.4.2. Keterkaitan Ke Depan (Forward Linkages) ..................... 4.5. Kebutuhan Nikel dan Kondisi Perekonomian Tahun
2006 Sebelum Dilakukan Pengolahan (Smelter) ............ 4.5.1. Skenario Alternatif I ......................................................... 4.5.2. Skenario Alternatif II ........................................................
BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1. Kesimpulan .................................................................... 5.2. Rekomendasi ................................................................. DAFTAR PUSTAKA ...................................................................... .................................... LAMPIRAN .....................................................................................
4.1.4. Backward Linkage (Keterkaitan ke Belakang) dan Linkage (Keterkaitam ke Depan)
4.2. Dampak terhadap Pengembangan Masyarakat (CSR) Sekitar Smelter ...................................................
4.3. Dampak terhadap Pendapatan/Perekonomian Nasional .......................................................................
4.4. Tabel Input-Output ......................................................... 4.4.1. Keterkaitan Ke Belakang (Backward Linkages) ........... 4.4.2. Keterkaitan Ke Depan (Forward Linkages) ..................... 4.5. Kebutuhan Nikel dan Kondisi Perekonomian Tahun
2006 Sebelum Dilakukan Pengolahan (Smelter) ............ 4.5.1. Skenario Alternatif I ......................................................... 4.5.2. Skenario Alternatif II ........................................................
BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1. Kesimpulan .................................................................... 5.2. Rekomendasi ................................................................. DAFTAR PUSTAKA ...................................................................... .................................... LAMPIRAN .....................................................................................
45
47
62737577
828282
85
89.....................................................................
87
90...................................................................................
vii Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara
Daftar Gambar
Gambar 1.1. Peta Koridor Ekonomi Indonesia ................................. 2
Gambar 1.2. Koridor Ekonomi Sulawesi .......................................... 3
Gambar 2.1. Peta Administrasi Provinsi Sulawesi Tenggara ........... 9
Gambar 2.2. Kawasan Industri Prioritas Luar Jawa ....................... 11
Gambar 2.3. Sebaran Cadangan Nikel di Provinsi Sulawesi
Tenggara ......................................................................................... 12
Gambar 2.4. Persentase penduduk usia 15+ di Provinsi Sulawesi
Tenggara ......................................................................................... 14
Gambar 3.1. Jumlah IUP Nikel Operasi Produksi di Sulawesi
Tenggara ......................................................................................... 18
Gambar 3.2. Peta Sebaran Mineral Provinsi Sulawesi Tenggara .. 19
Gambar 3.3. Status IUP Nikel di Sulawesi Tenggara ...................... 20
Gambar 3.4. Smelter Nikel PT. Cahaya Modern Metal Industri ...... 22
Gambar 3.5. Pengerjaan Fondasi Pabrik PT. Kembar Emas Sultra 22
Gambar 4.1. Koridor Pembangunan Ekonomi Sulawesi (MP3EI) ... 29
Gambar 4.2. Backward linkage dan Forward linkage industri
pengolahan nikel ............................................................................. 40
Gambar 4.3. Grafik Penggunaan Dana Comdev Sektor ESDM
Tahun 2009-2013 ........................................................................... 46
2
8
10
11
13
17
18
19
22
22
30
46
55
3
viiiDampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara
Gambar 4.4. Rencana Investasi Pembangunan Fasilitas
Pengolahan dan Pemurnian Mineral Berdasarkan
Komoditas .................................................................. 52
Gambar 4.5. Rencana Investasi Pembangunan Fasilitas
Pengolahan dan Pemurnian Mineral Berdasarkan
Provinsi ...................................................................... 53
Gambar 4.6. Proyeksi jumlah tenaga kerja yang dapat diserap,
2014-2017 .................................................................. 53
Gambar 4.7. Kenaikan Ekspor Bijih Nikel (2008-2011) .................. 55
Gambar 4.8. Perkiraan Nilai Ekspor Mineral Tahun 2013 – 2017 ... 56
65
65
66
69
69
ix Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara
Daftar Tabel
Tabel 2.1. Cadangan Nikel Provinsi Sulawesi Tenggara ................ Tabel 2.2. Jumlah Perusahaan Konstruksi di Provinsi Sulawesi
Tenggara 2011-2013 ..................................................... Tabel 2.3. Kontribusi Pertumbuhan Sektoral Provinsi Sulawesi
Tenggara ......................................................................... Tabel 3.1. Status IUP Nikel per Kabupaten di Provinsi Sulawesi
Tenggara ......................................................................... Tabel 3.2. Perusahaan yang telah Menandatangani Pakta
Integritas Membangun Smelter ....................................... Tabel 3.3. Penjualan Bijih Nikel per kabupaten di Provinsi Sulawesi
Tenggara ......................................................................... Tabel 3.4. Produksi dan Konsumsi Bijih Nikel Dalam Rangka
Pembangunan Smelter ................................................... Tabel 3.5. Distribusi Pasokan Bijih Nikel per Kabupaten ................. Tabel 4.1. Potensi Sumber Daya Bahan Galian Nikel Provinsi
Sulawesi Tenggara ......................................................... Tabel 4.2. PDRB atas Dasar Harga Konstan (Juta Rupiah)
Menurut Lapangan Usaha Tahun Dasar 2010, 2012 – 2014 ................................................................................
Tabel 4.3. PDRB Atas Dasar Harga Berlaku (Juta Rupiah) Menurut Lapangan Usaha Tahun Dasar 2010,
2012 s.d 2014 ................................................................. Tabel 4.4. Realisasi Dana Comdev Subsektor Mineral dan
Batubara Tahun 2009-2013 ............................................ Tabel 4.5. Penyaluran Program Kemitraan Berdasarkan Sektor
Usaha ............................................................................. Tabel 4.6. Penyaluran Program Bina Lingkungan Berdasarkan
Sektor Usaha .................................................................. Tabel 4.7. Nilai Ekspor Bijih Nikel (Perusahaan Tahap Konstruksi
Tahun 2015) ................................................................... Tabel 4.8. Prakiraan Nilai Ekspor Refinery Product ........................ Tabel 4.9. Tabel Input-Output untuk Sistem Perekonomian dengan
Tiga Sektor Produksi ...................................................... Tabel 4.10. Transaksi atas Dasar Harga Pembeli, 32 Sektor (juta
rupiah) ............................................................................ Tabel 4.11. Keterkaitan ke Belakang dan Keterkaitan Ke Depan ..... Tabel 4.12. Skenario Produk Biih Nikel Sulawesi Tenggara
Dikonsumsi sebagian dan di ekspor sebagian/Dikonsumsi seluruhnya ...................................
11
12
14
20
21
23
2627
32
36
37
56
59
60
7172
74
8081
84
xDampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara
Daftar Lampiran
Lampiran1. Daftar IUP Operasi Produksi yang Aktif Melaksanakan
Kegiatan ..................................................................... Lampiran2. Rencana Pembangunan Pabrik Pengolahan dan
Pemurnian Nikel di Sulawesi Tenggara .................... Lampiran3. Rekap Data Smelter Nikel ........................................ Lampiran4. Data Rencana Produksi Smelter Nikel ..................... Lampiran5. Perusahaan yang Membangun Smelter Nikel di Provinsi
Sulawesi Tenggara 2013 ..........................................
11
12
14
20
21
2627
32
36
37
56
59
60
7172
74
8081
84
90
959799
100
xi Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara
1Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Nikel merupakan komoditas utama sektor pertambangan di Provinsi Sulawesi Tenggara. Potensi sumber daya mineral nikel di Provinsi Sulawesi Tenggara cukup besar, yaitu sebesar 97,4 miliar ton yang tersebar dalam luas 480 ribu Ha. Periode 2008-2013 telah dilakukan penambangan mineral nikel sebanyak 56,9 juta ton sehingga sumber daya yang tersedia saat ini sebanyak 97,3 miliar ton mineral nikel. Perbandingan antara produk bijih nikel dengan produk Ferronikel (FeNi) adalah sebesar 377 : 1, ini menandakan bahwa pada periode tersebut kesadaran untuk meningkatkan nilai tambah produk hasil pertambangan melalui Pengolahan dan Pemurnian masih sangat minim.
Jumlah perusahaan yang mengusahakan penambangan mineral nikel sebanyak 2 KK dan 438 IUP, tersebar di beberapa Kabupaten/Kota yang ada di Provinsi Sulawesi Tenggara (Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Sulawesi Tenggara, 2015).
Kekayaan mineral nikel di Provinsi Sulawesi Tenggara tidak didukung oleh sarana prasarana untuk meningkatkan nilai tambahnya. Kurangnya infrastruktur transportasi dan terbatasnya pasokan energi menjadi permasalahan utama yang harus diselesaikan. Sehubungan dengan itu, optimalisasi pemanfaatan mineral melalui pengolahan dan pemurnian (smelter) mineral dapat menjadi kekuatan industri bagi Provinsi Sulawesi Tenggara. Pembangunan industri pengolahan dan pemurnian (smelter) mineral nikel harus segera diwujudkan agar dapat memajukan perekonomian Provinsi Sulawesi Tenggara khususnya serta mampu mendorong perekonomian nasional.
Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) adalah sebuah pola induk Pemerintah Indonesia untuk mempercepat realisasi perluasan pembangunan ekonomi dan pemerataan kemakmuran agar dapat dinikmati masyarakat Indonesia secara merata (Gambar 1.1).
2 Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara
Sumber : Kemenko Perekonomian, 2011
Gambar 1.1. Peta Koridor Ekonomi Indonesia
Dalam MP3EI, Sulawesi Tenggara masuk ke dalam Koridor
Sulawesi dengan tema “Pusat Produksi dan Pengolahan Hasil Pertanian, Perkebunan, dan Perikanan serta Pertambangan Nikel Nasional.” (Gambar 1.2). Tema pembangunan koridor ekonomi tersebut sejalan dengan potensi kekayaan yang ada di Provinsi Sulawesi Tenggara. Oleh karena itu, Provinsi Sulawesi Tenggara ideal untuk dijadikan Kawasan Ekonomi Khusus yang sedang digalakkan oleh Pemerintah.
3Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara
Sumber : Kemenko Perekonomian, 2011
Gambar 1.2. Koridor Ekonomi Sulawesi
Berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, Analisis dan
Evaluasi Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus dengan studi kasus Provinsi Sulawesi Tenggara perlu dilaksanakan.
1.2. Maksud dan Tujuan
Maksud dari kegiatan Analisis dan Evaluasi Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus (Studi kasus Provinsi Sulawesi Tenggara) adalah untuk melakukan kajian kebijakan pengembangan industri mineral nikel yang terpadu khususnya di Provinsi Sulawesi Tenggara. Dampak ini meliputi
Provinsi Sulawesi Tenggara kaya akan Sumber Daya Nikel tetapi masih belum mampu menjadi pendorong perekonomian daerah.
4 Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara
dampak sosial, ekonomi dan lingkungan. Hal tersebut sejalan dengan tujuan peningkatan nilai tambah mineral bijih yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk memperoleh gambaran tentang perkembangan industri pengolahan dan pemurnian (smelter) mineral nikel di Provinsi Sulawesi Tenggara serta sebagai dasar untuk menyusun usulan rekomendasi kebijakan pengembangan industri mineral nikel yang terpadu khususnya Provinsi Sulawesi Tenggara. 1.3. Metodologi Kegiatan ini dilaksanakan secara swakelola oleh tim Analisis dan Evaluasi Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus (Studi Kasus Provinsi Sulawesi Tenggara) melalui studi literatur, rapat koordinasi, Focus Group Discussion (FGD) dan atau konsinyering dengan narasumber dari stakeholder terkait serta kunjungan langsung ke Provinsi Sulawesi Tenggara.
Analisis yang dilakukan menggunakan model input output Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2006. Pada saat perhitungan, semua diasumsikan bahwa kondisi saat ini sama dengan kondisi tahun 2006 di Provinsi Sulawesi Tenggara. Dengan pertimbangan, belum adanya perkembangan teknologi yang dipakai dalam mengolah produk mentah nikel. Asumsi tersebut dipakai guna untuk melakukan pendekatan perhitungan serta mengurangi bias yang dihasilkan dari perhitungan yang dilakukan. 1.3.1. Jenis dan Metode Pengumpulan Data Jenis data yang digunakan dalam kegiatan ini adalah data sekunder. Yaitu, data yang diperoleh dari berbagai sumber (bukan melalui pengamatan langsung). Sumber data berasal dari Dinas Pertambagan dan Energi Provinsi Sulawesi Tenggara, Badan Pusat dan Statsistik Provinsi Sulawesi Tenggara, Badan Koordinasi Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi Sulawesi Tenggara, Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara
Mengetahui dampak pembangunan smelter untuk dijadikan gambaran usulan rekomendasi kebijakan pengembangan industri mineral nikel.
5Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, hasil-hasil penelitian sebelumnya dan pustaka lainnya yang terkait. 1.3.2. Pengolahan Data Data yang telah dikumpulkan kemudian diolah dan dianalisis agar dapat memberikan gambaran mengenai permasalahan yang sedang diteliti sehingga kita dapat membuat kesimpulan-kesimpulan sebagai hasil temuan dari permasalahan yang ada.
Pengolahan data dalam kegiatan Analisis dan Evaluasi Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus (Studi Kasus Provinsi Sulawesi Tenggara) menggunakan model input output. Model ini merupakan uraian statistik, disajikan dalam bentuk matriks yang menjelaskan keterkaitan transaksi antara industri barang dan jasa dalam rentang waktu tertentu. Aspek yang paling penting dalam perekonomian adalah hubungan antar industri. Hubungan ini bersifat saling terkait satu dengan yang lainnya. Output satu industri menjadi input industri lainnya. Oleh karena itu, perubahan suatu industri ikut mempengaruhi perubahan pada industri lainnya, yang artinya perubahan input bagi industri lain. Dengan demikian secara berantai pengaruh ini akan dirasakan oleh industri yang berkaitan tadi. Dari hubungan seperti itu, jelas terlihat hubungan timbal balik.
Pengaruh perubahan dalam satu industri dengan industri lain akan bergerak secara berantai. Hubungan ini dapat diklasifikasikan menjadi tiga macam, yaitu :
Hubungan langsung (direct effect), adalah pengaruh yang secara langsung dirasakan oleh sektor yang menggunakan input dari output sektor yang bersangkutan. Misalnya, kalau industri feronikel meningkat jumlahnya (produksi diserap 100% di dalam negeri) maka permintaan akan nikel akan meningkat juga. Termasuk permintaan listrik, bahan bakar, angkutan dan sebagainya.
Hubungan tidak langsung (indirect effect), adalah pengaruh terhadap industri yang outputnya tidak digunakan dalam input bagi keluaran industri yang bersamgkutan. Misalnya, pengaruh industri feronikel terhadap industri perkebunan.
Hubungan sampingan, adalah pengaruh yang tidak langsung yang lebih panjang lagi jangkauannya daripada
6 Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara
pengaruh langsung tersebut di atas. Misalnya, peningkatan produksi feronikel akan meingkatkan pendapatan buruh industri, atau peningkatan jumlah buruh yang berarti pula peningkatan sejumlah buruh tersebut. Dengan peningkatan pendapatan ini maka permintaan atau kebutuhan beras dapat naik.
Sebagai langkah akhir dari proses pengolahan data, dibutuhkan analisis dan evaluasi agar memperoleh gambaran yang lebih mendalam dari data yang diolah. 1.4. Landasan Hukum
Analisis dan Evaluasi Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus (Studi Kasus Provinsi Sulawesi Tenggara) terkait dengan peningkatan nilai tambah mineral nikel yang juga dapat meningkatkan aspek sosial ekonomi masyarakat Sulawesi Tenggara khususnya dan nasional pada umumnya. Dasar hukum yang melatari analisis dan evaluasi ini adalah : a. Undang-Undang Dasar Tahun 1945 pasal 33 ayat 3 : “Bumi dan
air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan digunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”;
b. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal;
c. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang;
d. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara;
e. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2009 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup;
f. Peratuan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara;
g. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara;
Pengumpulan data melalui studi literatur, rapat koordinasi, FGD, kunjungan lapangan. Selanjutnya data diolah untuk mendapatkan usulan rekomendasi.
7Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara
h. Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara;
i. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 1 Tahun 2014 tentang Peningkatan Nilai Tambah melalui Pengolahan dan Pemurnian Mineral di Dalam Negeri;
j. Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2013 tentang Percepatan Pelaksanaan Peningkatan Nilai Tambah melalui Pengolahan dan Pemurnian;
k. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2011 tentang Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) 2011-2025;
l. Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2010 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pengelolaan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara;
m. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 2 Tahun 2013 tentang Pengawasan terhadap Penyelenggaraan Pengelolaan Usaha Pertambangan yang Dilaksanakan oleh Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota;
n. Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara Nomor 5 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Pertambangan Mineral dan Batubara;
o. Peraturan Gubernur Sulawesi Tenggara Nomor 39 Tahun 2013 tentang Peningkatan Nilai Tambah dan Pengendalian Ekspor Mineral dan Batubara di Wilayah Sulawesi Tenggara.
8 Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara
BAB 2 KONDISI PROVINSI SULAWESI TENGGARA
2.1. Geografis
Secara geografis, Provinsi Sulawesi Tenggara terletak di selatan garis khatulistiwa, memanjang dari utara ke selatan diantara 02°45'-06°15' LS dan membentang dari barat ke timur di antara 120°45'-124°45' BT. Batas administrasi Provinsi Sulawesi Tenggara adalah sebaga berikut (Gambar 2.1):
Sumber : Sulawesitenggaraprov.go.id
Gambar 2.1. Peta Administrasi Provinsi Sulawesi Tenggara
Utara : Provinsi Sulawesi Tengah dan Provinsi Sulawesi Selatan
Selatan : Prov. Nusa Tenggara Timur di Laut Flores Timur : Prov. Maluku di Laut Banda Barat : Prov. Sulawesi Selatan di Teluk Bone
9Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara
Luas wilayah keseluruhan Provinsi Sulawesi Tenggara adalah 148.140 km2, dengan 74,25% (110.000 km2) berupa perairan laut dan 25,75% (38.140 km2) berupa daratan. Provinsi Sulawesi Tenggara terdiri atas 10 wilayah Kabupaten (Kabupaten Buton, Muna, Konawe, Kolaka, Konawe Selatan, Wakatobi, Bombana, Kolaka Utara, Buton Utara, Konawe Utara), dan dua wilayah kota (Kota Kendari dan Kota Bau-Bau).
Provinsi Sulawesi Tenggara memiliki beberapa sungai yang melintasi hampir seluruh kabupaten/kota. Sungai-sungai tersebut pada umumnya potensial untuk berbagai keperluan, baik untuk industri, rumah tangga maupun irigasi. Daerah aliran sungai, seperti Daerah Aliran Sungai (DAS) Konawe Utara, melintasi Kabupaten Kolaka, dan Konawe. DAS tersebut seluas 7.150,68 km² dengan debit air rata-rata 200 m³/detik. Bendungan Wakotobi yang menampung aliran sungai tersebut, mampu mengairi persawahan di daerah Konawe seluas 18.000 ha. Selain itu, masih dapat dijumpai banyak aliran sungai di Provinsi Sulawesi Tenggara dengan debit air yang besar sehingga berpotensi untuk pembangunan dan pengembangan irigasi, seperti: Sungai Lasolo di Kabupaten Konawe, Sungai Roraya di Kabupaten Bombana (Kecamatan Rumbia, dan Poleang), Sungai Wandasa dan Sungai Kabangka Balano di Kabupaten Muna, Sungai Laeya di Kabupaten Kolaka, dan Sungai Sampolawa di Kabupaten Buton.
Sulawesi Tenggara yang terletak di daerah khatulistiwa dengan ketinggian pada umumnya di bawah 1.000 meter, sehingga rata-rata wilayahnya beriklim tropis. Panjang garis pantai adalah 1.470 Km serta memiliki 651 buah pulau, 290 buah pulau belum memiliki nama dan baru 85 buah pulau yang memiliki nama dan berpenghuni.
Pada tanggal 8 Januari 2015, melalui Peraturan Presiden No. 2 Tahun 2015 diterbitkan RPJMN 2015 – 2019 yang menetapkan 14 Kawasan Industri Prioritas Luar Jawa, salah satunya di Kabupaten Konawe yang ada di Provinsi Sulawesi Tenggara (Gambar 2.2).
10 Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara
Sumber : Buku III RPJMN 2015 s.d. 2019
Gambar 2.2. Kawasan Industri Prioritas Luar Jawa
Untuk mendukung kawasan industri prioritas luar Jawa seperti yang disebutkan di atas, dibutuhkan sumber daya alam berupa mineral nikel. Mineral nikel di Provinsi Sulawesi Tenggara sangat berlimpah dan tersebar di Kabupaten Konawe Utara, Kolaka Utara, Konawe, Kolaka, Bombana, Konawe Selatan, dan Buton, dengan total luas sebaran 313.788,77 Ha (gambar 2.3). Cadangan nikel di Provinsi Sulawesi Tenggara adalah sebesar 97.401.593.025,72 Wmt (Tabel 2.1). Kabupaten Konawe Utara merupakan kabupaten dengan jumlah cadangan nikel terbesar, yaitu 46.007.440.652,72 Wmt dengan luasan 82.626,03 Ha.
11Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara
Sumber : Bappeda Sultra Gambar 2.3. Sebaran Cadangan Nikel di Provinsi Sulawesi Tenggara
Tabel 2.1. Cadangan Nikel Provinsi Sulawesi Tenggara
LOKASI CADANGAN NIKEL
(Wmt)
Kab. Konawe Utara 46.007.440.652.72
Kab. Bombana 28.200.014.800,00
Kab. Kolaka 12.819.244.028,00
Kab. Konawe Selatan 4.348.838.160,00
Kab. Kolaka Utara 2.763.796.196,00
Kab. Konawe 1.585.927.189,00
Kab. Buton & Kota. Bau-‐Bau 1.676.332.000,00
TOTAL 97.401.593.025,72 Sumber : Bappeda Sultra
12 Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara
2.2. Sarana dan Prasarana
Pembangunan fisik berupa sarana dan prasarana sangat dibutuhkan di Provinsi Sulawesi Tenggara. Konstruksi yang dapat dirasakan langsung oleh masyarakat dapat berupa jalan, tempat tinggal, gedung perkantoran, jembatan, dan sebagainya.
Jumlah perusahaan konstruksi di Provinsi Sulawesi Tenggara tahun 2012 adalah sebanyak 2.543 perusahaan, di tahun 2013 menurun menjadi 2.481 perusahaan (Tabel 2.2). Penurunan jumlah perusahaan konstruksi ini diikuti dengan penurunan jumlah tenaga kerja. Persentasi jumlah tenaga kerja Provinsi Sulawesi Tenggara tahun 2012 sebesar 6,40%, menurun pada tahun 2013 menjadi 5,50% (Statistika Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara, 2014).
Tabel 2.2. Jumlah Perusahaan Konstruksi di Provinsi Sulawesi Tenggara
2011-2013
Sumber : Statistik Indonesia, BPS Catatan : e Angka Perkiraan
2.3. Kependudukan dan Angkatan Kerja
Jumlah penduduk Sulawesi Tenggara tahun 2013 berjumlah 2,36 juta jiwa. Jumlah ini diproyeksikan bertambah sebanyak 42 ribu jiwa dalam tiga tahun terakhir. Peningkatan jumlah penduduk tidak diikuti dengan laju pertambahan penduduk, pada tahun 2013 laju pertumbuhan penduduk menjadi 1,81% dari sebelumnya 1,83% di tahun 2012.
13Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara
Dengan luas wilayah sekitar 38.140 km2, secara rata-rata setiap km2 wilayah Sulawesi Tenggara ditinggali oleh 62 orang penduduk, dengan rata-rata 4 orang per rumah tangga.
Pada tahun 2013, persentase penduduk usia 15+ angkatan kerja adalah sebesar 62,86%, sedangkan yang bukan angkatan kerja sebesar 21,14%, kelompok yang mengurus rumah tangga, 9,16% kelompok yang berstatus sekolah, 2,94% pengangguran, dan 3,91% kelompok lainnya (Gambar 2.4).
Sumber : Sakernas, 2013
Gambar 2.4. Persentase penduduk usia 15+ di Provinsi Sulawesi Tenggara
Keterbatasan lapangan kerja menyebabkan tidak semua angkatan kerja yang tersedia terserap di pasar kerja. Selain itu, tenaga kerja di beberapa bidang telah tergantikan oleh mesin serta teknologi yang tinggi.
2.4. Kontribusi Sektor Pertambangan terhadap PDRB Provinsi Sulawesi Tenggara
Sektor utama perekonomian berasal dari Pertanian, Perdagangan dan Jasa - jasa. Pertumbuhan ekonomi di berbagai sektor cenderung menuju ke arah positif sampai dengan tahun 2013, termasuk sektor Pertambangan dan Penggalian yang tumbuh sebesar 0,63%.
Hanya saja, sejak berlakunya UU Nomor 4 Tahun 2009, yang salah satu di antaranya mengamanatkan peningkatan nilai tambah mineral, pertumbuhan sektor Pertambangan menurun dari 43,03%
14 Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara
pada tahun 2012 menjadi 6,74% pada tahun 2013, menurun lagi menjadi -1,49% pada kuartal 3 tahun 2014.
Dari keseluruhan PDRB Provinsi Sulawesi Tenggara, sektor Pertambangan memberikan kontribusi negatif, yakni sebesar -0,13% di tahun 2014 (Tabel 2.3).
Tabel 2.3.
Kontribusi Pertumbuhan Sektoral Provinsi Sulawesi Tenggara
Sumber : BI Sultra
2.5. Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus di Provinsi Sulawesi Tenggara
Dalam UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, pengertian wilayah adalah ruang yang merupakan satuan geografis beserta segenap unsur yang terkait kepadanya yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan atau aspek fungsional, sehingga batasan wilayah tidak selalu bersifat fisik dan pasti tetapi seringkali bersifat dinamis. Bagian-bagian wilayah ini mencakup komponen biofisik alam, sumber daya buatan (infrastruktur), manusia, serta bentuk-bentuk kelembagaan. Dengan demikian, istilah wilayah menekankan hubungan yang sangat penting antarmanusia dengan sumber daya-sumber daya lainnya yang ada di dalam suatu batasan unit geografis tertentu.
Wilayah pengembangan seperti Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) adalah perwilayahan untuk tujuan pengembangan ekonomi atau wilayah untuk pembangunan (development). Tujuan pembangunan ini terkait dengan lima kata kunci, yaitu: 1) pertumbuhan; 2) penguatan keterkaitan; 3) keberimbangan; 4) kemandirian; 5) keberlanjutan.
15Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara
Pengertian pembangunan dalam sejarah dan perkembangannya telah mengalami evolusi perubahan, mulai dari strategi pembangunan yang menekankan kepada: 1) penekanan pertumbuhan ekonomi, 2) penekanan pertumbuhan dan kesempatan kerja, 3) penekanan pertumbuhan dan pemerataan, 4) penekanan kepada kebutuhan dasar (basic need approach), 5) penekanan pertumbuhan dan lingkungan hidup, dan 6) penekanan pembangunan berkelanjutan (suistainable
development).
Pendekatan yang diterapkan dalam pengembangan ekonomi wilayah (provinsi) di Indonesia sangat beragam, karena dipengaruhi oleh perkembangan teori dan model ekonomi berkelanjutan melalui penyebaran penduduk lebih rasional, meningkatkan kesempatan kerja dan produktivitas (Mercado, 2002).
Menurut Direktorat Pengembangan Kawasan Strategis, Ditjen Penataan Ruang, Kementerian Permukiman dan Prasarana Wilayah (2002), prinsip-prinsip dasar dalam pengembangan ekonomi wilayah (provinsi) di Indonesia adalah sebagai berikut: 1) Sebagai pusat pertumbuhan (growth center). Pengembangan
wilayah (provinsi) tidak hanya bersifat internal wilayah (provinsi), namun harus diperhatikan sebaran atau pengaruh (spread effect) pertumbuhan yang dapat ditimbulkan bagi wilayah (provinsi) sekitarnya, bahkan secara nasional.
2) Pengembangan wilayah (provinsi) memerlukan upaya kerja sama pengembangan antar daerah dan menjadi persyaratan utama bagi keberhasilan pengembangan wilayah (provinsi).
3) Pola pengembangan wilayah (provinsi) bersifat integral yang merupakan integrasi dari daerah-daerah yang tercakup dalam wilayah melalui pendekatan kesetaraan.
Dalam pengembangan wilayah (provinsi), mekanisme pasar harus juga menjadi prasyarat bagi perencanaan pengembangan wilayah (provinsi). Dalam pemetaan strategi pengembangan wilayah (provinsi) satu wilayah (provinsi) pengembangan diharapkan mempunyai unsur-unsur strategis antara lain berupa sumber daya alam, sumber daya manusia, dan infrastruktur yang saling berkaitan dan melengkapi sehingga dapat dikembangkan secara optimal dengan memperhatikan sifat sinergisme di dalam pelaksanaannya (Direktorat Pengembangan Wilayah dan Transmigrasi, 2003).
16 Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara
Sulawesi Tenggara merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang kaya akan sumber daya alam terutama mineral nikel. Kekayaan mineral nikel di Provinsi Sulawesi Tenggara diharapkan mampu menjadi pemicu bagi pengembangan ekonomi. Dalam konteks internasional, perekonomian dunia yang bergerak cepat, seperti globalisasi dan pasar bebas yang menyebabkan terjadinya perubahan dan dinamika sosial, politik, dan budaya, mengakibatkan kebutuhan terhadap berbagai komoditi, termasuk komoditi mineral nikel dapat memacu pertumbuhan ekspor di negara pemilik sumber daya mineral.
Berdasarkan pertimbangan di atas, pengembangan ekonomi Provinsi Sulawesi Tenggara melalui Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) merupakan bagian penting dalam pembangunan suatu negara, provinsi, kabupaten/ kota untuk menghadapi persaingan perubahan ekonomi wilayah yag baik dengan mempertimbangkan aspek sumber daya yang dimiliki, aspek internal, sosial, dan pertumbuhan ekonomi.
17Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara
BAB 3 KONDISI SMELTER NIKEL DI PROVINSI
SULAWESI TENGGARA
3.1. Cadangan dan Sumber Daya Nikel
Mengingat banyaknya batuan yang termasuk dalam Mandala Geologi Sulawesi Bagian Timur, yang didominasi oleh batuan ultrabasa, maka Provinsi Sulawesi Tenggara memiliki potensi endapan mineral logam yang sangat erat kaitannya dengan batuan tersebut, yaitu mineral-mineral logam dasar, seperti nikel, besi, dan kromit. Berdasarkan batuan pembawanya (batuan ultrabasa), endapan nikel di daerah ini memiliki sebaran yang meliputi beberapa kabupaten, yaitu Kabupaten Kolaka, Kabupaten Konawe, Kabupaten Kolaka Utara, Kabupaten Konawe Utara, Kabupaten Konawe Selatan, Kabupaten Bombana, Kabupaten Buton, dan Kota Bau-Bau (Gambar 3.1).
Sumber : Puslitbang Tekmira ESDM
Gambar 3.1. Jumlah IUP Nikel Operasi Produksi di Sulawesi Tenggara
Kab. Buton
Kab. Bombana
Kab. Konawe
Kab. Konawe Utara
Kab. Konawe Selatan
Kab. Kolaka
Kab. Kolaka Utara
Kota Bau-‐bau
Lintas Kabupaten
Lintas Propinsi
54 3
17
8
18
11
18 Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara
Luas sebaran endapan nikel diperkirakan mencapai 480.032,13 Ha, dengan status kawasan 283.561,84 Ha (59%) masuk kawasan Areal Penggunaan Lain (APL), 170.300 Ha (35%) kawasan Hutan Lindung (Hl), dan 26.170, 28 Ha (5%) masuk dalam kawasan Hutan Konservasi.
Dalam upaya pengembangan Sulawesi Tenggara sebagai Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), dengan sektor pertambangan sebagai salah satu sektor strategis, maka empat dari tujuh kabupaten yang menjadi alternatif untuk pembangunan industri pertambangan adalah Kabupaten Konawe Selatan, Konawe Utara, Kolaka Utara, dan Kolaka (Gambar 3.2).
Sumber : Bappeda Prov. Sultra
Gambar 3.2. Peta Sebaran Mineral Provinsi Sulawesi Tenggara
3.1.1. Pertambangan Nikel di Sulawesi Tenggara
Sulawesi Tenggara merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki sumber daya nikel cukup besar. Dari jumlah izin usaha pertambangan (IUP) yang dikeluarkan masing-masing Kabupaten/Provinsi sebanyak 528 IUP, 350 IUP (66%) adalah IUP nikel. Hal ini menunjukkan bahwa kegiatan pertambangan di Provinsi Sulawesi Tenggara didominasi oleh kegiatan usaha nikel (Gambar
19Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara
3.3). IUP nikel terbanyak ada di Kabupaten Konawe Utara, dan di posisi kedua berada di Kabupaten Kolaka Utara, berikutnya Kabupaten Konawe, Kabupaten Kolaka, Kabupaten Konawe Selatan, Kabupaten Bombana, Kabupaten Buton, serta sedikit di Kabupaten lainnya.
Sumber : Puslitbang Tekmira ESDM
Gambar 3.3.
Status IUP Nikel di Sulawesi Tenggara
Jumlah IUP nikel yang masih aktif melakukan kegiatan
produksi per Oktober 2013 hanya 61 IUP (17%), status operasi produksi 166 IUP (47%), dan eksplorasi 184 IUP (52%). Ada enam daerah yang banyak memiliki IUP nikel, yaitu Kabupaten Konawe Utara 157 IUP dengan operasi produksi aktif sebanyak 14 IUP, Kolaka Utara 50 IUP dengan 10 IUP operasi produksi aktif, Kabupaten Konawe 46 IUP dengan tiga IUP operasi aktif, Kabupaten Kolaka 31 IUP dengan 15 IUP-nya berstatus IUP operasi aktif, Kabupaten Konawe Selatan 29 IUP dengan tiga IUP operasi aktif dan Bombana 19 IUP dengan 4 IUP operasi aktif (Tabel 3.1).
0 20 40 60 80
100 120 140 160 180
Jumlah IUP
20 Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara
Tabel 3.1. Status IUP Nikel per Kabupaten di Provinsi Sulawesi Tenggara
No Kabupaten
/Daerah Jumlah
IUP IUP
Nikel Operasi
Produksi
Operasi Produksi
Aktif Eksplorasi 1 Buton 78 11 5 5 6 2 Bombana 86 19 11 4 8 3 Butur 14 1
1
4 Muna 3 1
1 5 Konawe 54 46 12 3 34
6 Konawe Utara 159 157 71 14 86
7 Konawe Selatan 31 29 12 8 17
8 Kolaka 35 31 27 16 4 9 Kolaka Utara 60 50 26 10 24
10 Bau bau 3 2 1
1
11 Lintas Kabupaten 3 1 1 1 0
12 Lintas Provinsi 1 1
1
13 Kontrak karya 1 1
1
Jumlah 528 350 166 61 184
Berdasarkan data dari Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Sulawesi Tenggara tahun 2013, luas wilayah IUP nikel yang aktif melakukan kegiatan produksi mencapai 118.186 Ha (atau 118 Km2), berarti hanya 0,3% dari luas daratan Sulawesi Tenggara (38.140 km2). Daerah yang paling luas digunakan untuk kegiatan penambangan adalah Konawe Utara (42.441Ha) dan Kolaka (8.864 Ha).
Dari jumlah IUP operasi produksi aktif dan telah menandatangani pakta integritas membangun pabrik pengolahan dan pemurnian bijih nikel ada tujuh perusahaan (Tabel 3.2). Tiga perusahaan yang telah mempunyai kemajuan pembangunan pabrik pengolahan dan pemurnian bijih nikel per 30 September 2013, adalah PT. Cahaya Modern Metal Industri, PT. Kembar Mas dan PT. Cinta Jaya.
21Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara
Tabel 3.2. Perusahaan yang telah Menandatangani Pakta Integritas
Membangun Smelter
Perusahaan Investasi Mineral Kabupaten PT Cahaya Modern Metal Industri Smelter Nikel Konawe PT Kembar Mas Smelter Nikel Konawe Utara PT BMS Group Smelter Nikel Konawe Utara PT Jilin Smelting Indonesia Smelter Nikel Bombana PT Jian Metal Indonesia Smelter Nikel Konawe Utara PT Elit Kharisma Utama Smelter Nikel Konawe Utara PT Cinta Jaya Smelter Nikel Konawe Utara
Terkait dengan peraturan larangan ekspor bijih nikel, maka di Provinsi Sulawesi Tenggara ada 20 perusahaan yang akan membangun smelter nikel (Lampiran 1). Di antara keduapuluh perusahaan tersebut, ada enam perusahaan dengan tingkat kemajuan pembangunan smelter mencapai di atas 30%, yaitu PT. Jilin Metal, PT. Bintang Smelter Indonesia di Konawe Selatan; PT. Cahaya Modern Metal Industri di Konawe; PT. Kembar Emas Sultra, PT. Karyatama Konawe Utara di Konawe Utara; PT. Bhinneka Sekarsa Adidaya di Kolaka Utara. Selain itu, ada tujuh perusahaan yang telah menandatangani pakta integritas membangun smelter per tanggal 26 april 2013. Ketujuh perusahaan tersebut tersebar di tiga kabupaten, yaitu Konawe Utara lima perusahaan, Konawe satu perusahaan, dan Bombana satu perusahaan.
Salah satu perusahaan yang telah menandatangani fakta integritas untuk membangun smelter adalah PT Cahaya Modern Metal Industri di Kabupaten Konawe telah mencapai lebih dari 60% (Gambar 3.4).
22 Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara
Gambar 3.4.
Smelter Nikel PT. Cahaya Modern Metal Industri
Sedangkan PT Kembar Emas Sultra, yang juga telah menandatangani fakta integritas, baru menyelesaikan pembangunan smelter-nya sekitar 30%, atau tahap pengerjaan konstruksi (Gambar 3.5).
Gambar 3.5. Pengerjaan Fondasi Pabrik PT. Kembar Emas Sultra
23Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara
Apabila diasumsikan bahwa penjualan bijih nikel identik dengan jumlah yang diproduksi, maka jumlah produksi nikel selama periode 2012-2013, atau sampai sebelum diberlakukan larangan ekspor bijih nikel bulan Januari 2014 dapat dilihat pada Tabel 3.3. Pada Tabel tersebut menunjukkan tingkat penjualan bijih nikel pada tahun 2012 sebesar 18,678,250 ton, dan pada tahun 2013 mengalami peningkatan yang mencapai 29,431,002 ton, atau mengalami peningkatan sebesar 58%. Secara nominal kenaikan produksi paling tinggi adalah di Kabupaten Konawe Selatan dan Konawe Utara yang masing-masing mengalami kenaikan 4,898,505 ton dan 3,448,050 ton (Tabel 3.3).
Tabel 3.3.
Penjualan Bijih Nikel per Kabupaten di Provinsi Sulawesi Tenggara
No Kabupaten Tahun Kenaikan 2012 2013 Nominal % 1 Konawe Utara 5,707,841 9,155,891 3,448,050 60 2 Buton 842,014 1,252,714 410,700 49 3 Kolaka Utara 3,043,410 4,239,776 1,196,366 39 4 Bombana 562,382 1,094,568 532,186 95 5 Konawe Selatan 2,618,297 7,516,802 4,898,505 187 6 Konawe 56,758 -56,758 -100 7 Kolaka 3,458,715 3,547,825 89,110 3 8 Prov. Sultra 2,388,833 2,623,426 234,593 10
Jumlah 18,678,250 29,431,002 10,752,752 58
Sebagian sumber daya nikel di Sulawesi Tenggara sudah diolah oleh PT Aneka Tambang di Kolaka yang menghasilkan FeNi, dan satu perusahaan di Konawe yang menghasilkan nickel pig iron (NPI). Sebagian besar produksi bijih nikel yang diproduksi tersebut diekspor ke Tiongkok dan Jepang. Ironisnya, untuk memenuhi kebutuhan nikel dalam negeri, Indonesia harus mengimpor kembali nikel yang sudah diolah di Jepang.
Pengembangan industri pengolahan pemurnian nikel, seperti antara lain melalui proses dapat meningkatkan nilai tambah kekayaan nikel bagi perekonomian daerah dan nasional. Ada
24 Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara
beberapa teknologi proses pengolahan dan pemurnian nikel selain menggunakan proses mond, seperti pengolahan biji nikel laterit dan peningkatan perolehan total nikel dan kobal pada proses leaching bijih nikel laterit.
Pada saat ini sudah ada teknologi pengolahan dan pemurnian nikel berkadar rendah yang dapat menjadi peluang untuk mengolah bijih nikel. Bijih nikel laterit merupakan salah satu sumber bahan logam nikel yang banyak terdapat di Sulawesi Tenggara, dengan kandungan nikelnya lebih kecil dari 2% dan belum termanfaatkan dengan baik.
Proses pengolahan bijih nikel laterit kadar rendah pada bijih nikel laterit jenis limonit dan jenis saprolit telah berhasil dilakukan. Selain itu, telah ditemukan cara untuk memperbaiki kinerja proses leaching dengan AAC (Ammonia Ammonium Carbonate) terhadap bijih nikel laterit kadar rendah yang kandungan magnesiumnya sampai 15%, yaitu dengan penambahan bahan aditif baru seperti kokas dan garam NaCl yang digabungkan dengan aditif konvensional sulfur ke dalam pellet.
Dengan mengolah bijih nikel menjadi ferronickel, harganya dapat meningkat dari USD55/ton menjadi USD232/ton, atau meningkatkan nilai komoditi sekitar 400%. Oleh karena itu, pengelolaan sumber daya nikel sampai ke proses pengolahannya harus memperhatikan berbagai faktor, yaitu pasokan bijih nikel, pasokan energi, dan kemudahan - kemudahan utama lainnya yang diperlukan oleh investor maupun calon investor yang akan membangun smelter. Jika smelter berdiri, maka akan ada tambahan pemasukan bagi negara sebesar 300%, ketimbang nikel hasil tambang diekspor dalam bentuk bijih. Smelter yang akan dibangun juga bakal menyerap banyak tenaga kerja. Selain itu, produksi tambang juga lebih terkendali, memacu industri hilir karena ketersediaan bahan baku dalam negeri, serta mengurangi kerusakan lingkungan karena mineral yang tidak dimanfaatkan dapat dikembalikan. Smelter yang akan dibangun juga akan memberikan efek berantai yang positif di sektor perekonomian, dengan adanya pemasok dan industri-industri ikutannya, dan pastinya meningkatkan lapangan kerja. Selain itu, akan terjadi pemerataan perekonomian, karena industri tidak hanya terpusat di Jawa tapi juga di daerah-daerah lain.
25Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara
Bijih nikel baru sebagian kecil yang diolah menjadi ferronikel dan nikel matte, sedangkan sebagian besar masih diekspor dalam bentuk bijih sebelum diberlakukan larangan ekspor bijih mineral. Perlu adanya investasi untuk pengembangan industri smelter ferro nikel atau produk olahan lainnya, misalnya minimal untuk pemrosesan crude ferro nickel (5-10% Ni), yang selanjutnya dapat diproses menjadi ferro nickel seperti yang dilakukan PT Aneka Tambang.
Berdasarkan kuesioner dan wawancara dengan pemilik IUP nikel di Sulawesi Tenggara, diperoleh informasi bahwa sebagian besar IUP kecil tidak akan membangun smelter dan mereka mengharapkan ada investor untuk membangun smelter yang kebutuhan bijih nikelnya dipasok dari IUP-IUP kecil tersebut. Permasalahan yang dihadapi para pemegang IUP kecil adalah keterbatasan kemampuan finansial untuk membangun smelter, jumlah cadangan dan teknologi.
3.1.2. Pola Pemenuhan Bijih Nikel
Pola pemenuhan bijih nikel untuk smelter di Sulawesi Tenggara berdasarkan pada rencana pembangunan smelter dan kebutuhan bijih, jumlah IUP produksi bijih, dan jumlah cadangan. Jumlah perusahaan yang sudah dan merencanakan membangun smelter nikel adalah sebanyak 20 perusahaan dan jumlah IUP aktif produksi sebelum diberlakukan larangan ekspor bijih adalah tersebar di Konawe Selatan lima smelter delapan IUP, Konawe Utara delapan smelter 14 IUP, Kolaka Utara tiga smelter 10 IUP, Bombana dua smelter empat IUP, Kolaka satu smelter 16 IUP, dan Konawe satu Smelter 3 IUP. Jumlah serapan bijih nikel dari rencana smelter tersebut adalah sebanyak 16.821.000 ton per tahun dengan kadar Ni berkisar antara 1,1 - 1,9%. Di sisi lain jumlah rata - rata produksi nikel per tahun di Provinsi Sulawesi Tenggara sebesar 21.576.875 ton, maka jumlah bijih nikel yang tidak terserap per tahun sebanyak 8.805.409 ton. Apabila dirinci sesuai dengan rencana pembangunan smelter, maka serapan bijih untuk smelter di masing-masing daerah adalah di Konawe Selatan sebanyak 4.671.000 ton, Konawe Utara 3.840.000 ton, Kolaka Utara 1.900.000 ton, Bombana 2.060.000 ton, Kolaka 3.500.000 ton, dan Konawe 850.000 ton. Apabila dikaitkan dengan jumlah IUP yang aktif melakukan kegiatan produksi (60 IUP) dan tingkat konsumsi bijih nikel pada smelter di masing-masing daerah, menunjukkan adanya potensi kelebihan pasokan sebesar
26 Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara
8.805.409 ton/tahun. Kelebihan pasokan ini hanya memperhatikan jumlah IUP yang aktif melakukan kegiatan produksi dan belum termasuk potensi pasokan bijih nikel dari IUP produksi tidak aktif yang jumlahnya mencapai 164 IUP (Tabel 3.4).
Tabel 3.4. Produksi dan Konsumsi Bijih Nikel Dalam Rangka Pembangunan
Smelter
Kabupaten Jumlah IUP Produksi
(ton) Kapasitas
(ton) Kelebihan Pasokan
(ton)
Produksi tidak aktif
Produksi Aktif
Konawe Utara 71 14 7.431.866 3.840.000 3.591.866
Buton 5 5 1.047.364 0 1.047.364
Kolaka Utara 26 10 3.641.593 1.900.000 1.741.593
Bombana 11 4 828.475 2.060.000 1.231.525 Konawe Selatan 12 8 5.067.549 4.671.000 396.549
Konawe 12 3 56.758 850.000 793.242
Kolaka 27 16 3.503.270 3.500.000 3.270
Jumlah 164 60 21.576.875
1.6821.000 8.805.409
Kelebihan pasokan bijih nikel mengindikasikan ada beberapa IUP aktif produksi tidak melakukan kegiatan penambangan karena perusahaan smelter pada umumnya bekerja sama dengan IUP - IUP besar (grup) dan belum menyentuh pada IUP - IUP kecil. Untuk mengatasi permasalahan ini ada tiga skenario yang dapat ditempuh, yaitu: a. Mendistribusikan keseluruhan potensi kosumsi bijih nikel untuk
smelter kepada seluruh IUP aktif produksi secara merata untuk masing-masing wilayah.
b. Membangun smelter pada wilayah yang kelebihan pasokan bijih. c. Memasok bijih nikel di suatu daerah ke wilayah yang kekurangan
pasokan.
Untuk skenario a, distribusi bijih nikel pada umumnya dapat dipenuhi oleh daerah setempat, kecuali daerah Bombana dan Konawe yang kekurangan pasokan, maka pemenuhan bijihnya dapat dipenuhi dari IUP dari luar daerah atau dari IUP Produksi (pasif) daerah setempat. Sedangkan di daerah Buton ada lima IUP
27Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara
produksi aktif, empat di antaranya dimiliki oleh PT Arga Morini Indah (empat IUP) dengan luas lahannya mencapai 3.883 Ha, cukup potensial membangun smelter atau kerja sama dengan investor lain, sehingga produksi bijih nikel dari IUP di wilayah ini dapat dapat ditampung oleh smelter tersebut.
Skenario b dapat dicapai melalui konsorsium antara para pemilik IUP produksi aktif/pasif skala kecil atau para pemilik IUP kecil dengan calon investor (custom plant). Konsorsium pembangunan smelter dapat dilakukan melalui pengumpulan modal dari masing-masing pemilik IUP, dan setiap IUP dapat memasok bijih nikel yang disesuaikan dengan rasio kontribusi modal yang diserahkan untuk membangun smelter tersebut.
Skenario c dapat dilakukan dengan memasok bijih nikel dari suatu daerah ke daerah yang mempunyai kekurangan pasokan (Tabel 3.5), seperti Kabupaten Bombana yang memiliki 4 IUP aktif produksi dengan kemampuan memasok bijih nikel hanya 828.475 ton/tahun, tetapi potensi konsumsinya mencapai 2.060.000 ton/tahun. Demikian juga dengan Kabupaten Konawe yang memiliki tiga IUP aktif produksi dengan kemampuan memasok bijih nikel hanya 56.758ton/tahun, tetapi potensi konsumsinya mencapai 850.000 ton/tahun.
Tabel 3.5. Distribusi Pasokan Bijih Nikel per Kabupaten
Kabupaten
Jumlah IUP
Produksi Aktif
Potensi konsumsi (ton)
Bagian Pasokan per
IUP (ton)
Konawe Utara 14 3.840.000 274.285 Buton 5 0 0 Kolaka Utara 10 1.900.000 190.000 Bombana 4 2.060.000 515.000 Konawe Selatan 8 4.671.000 583.875
Konawe 3 850.000 283.333 Kolaka 16 3.500.000 218.750 Jumlah 60 16.821.000 2.065.243
28 Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara
BAB 4 ANALISIS DAMPAK PEMBANGUNAN SMELTER DI PROVINSI SULAWESI
TENGGARA 4.1. Analisis Dampak Ekonomi Pembangunan Pabrik
Pengolahan dan Pemurnian Nikel
Koridor Pembangunan Ekonomi Sulawesi Tenggara
Dalam rangka mendukung pelaksanaan Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) 2011-2025, salah satu strategi utama yang digunakan adalah mengembangkan koridor-koridor ekonomi melalui pembangunan pusat-pusat pertumbuhan di setiap pulau/kepulauan dengan mengembangkan klaster industri berbasis sumber daya alam. Mengingat Indonesia terdiri atas ribuan pulau dengan berbagai kekhasan yang dimilikinya, terutama ditinjau dari aspek kekayaan sumber daya alam, penduduk, tingkat pertumbuhan ekonomi, infrastruktur, dan lokasi demografi, maka percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi Indonesia dibagi dalam enam Koridor Ekonomi (KE). Keenam KE tersebut adalah:
a. KE Sumatera; b. KE Jawa c. KE Kalimantan; d. KE Sulawesi dan Maluku Utara; e. KE Bali – Nusa Tenggara; f. KE Papua – Maluku.
Dalam Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) 2011-2025, Provinsi Sulawesi Tenggara termasuk ke dalam KE Sulawesi dan Maluku Utara, di samping Provinsi Sulawesi Selatan, Provinsi Sulawesi Tengah, Provinsi Sulawesi Utara dan Provinsi Gorontalo, dengan tema pengembangan adalah “Pusat Produksi dan Pengolahan Hasil Pertanian, Perkebunan dan Perikanan Nasional”, dan fokus pada pertambangan nikel untuk diolah menjadi bahan komoditi ekspor setengah jadi dan komoditi produk jadi (Gambar 4.1). Dengan demikian terlihat bahwa KE Sulawesi dan Maluku Utara
29Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara
memang bertumpu kepada hasil-hasil tambang yang patut dikembangkan, khususnya sumber daya dan cadangan tambang nikel yang dimiliki oleh Provinsi Sulawesi dan Maluku Utara yang cukup besar. Rencana Pabrik Pengolahan dan Pemurnian (Smelter) Nikel Di Provinsi Sulawesi Tenggara Tambang nikel merupakan andalan utama Provinsi Sulawesi Tenggara, yang mampu meningkatkan perekonomian daerah. Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Minerba KESDM tahun 2015 dan Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Sulawesi Tenggara, ada dua puluh lima perusahaan besar yang yang akan membangun pabrik pengolahan dan pemurnian nikel di Provinsi Sulawesi Tenggara dan seluruhnya akan beroperasi mulai pada tahun 2018, yaitu:
1. PT. Cahaya Modern Metal Industri 2. PT. Antam Fe-Ni 3. PT. Antam Pomala (Ekspansi) 4. PT. Macika Mada Madana 5. PT. Integra Mining Nusantara 6. PT. Karyatama Konawe Utara 7. PT. Sambas Mineral Mining 8. PT. Putra Mekongga Mining 9. PT. Stargate Pacipic Resources 10. PT. Jilin Metal Indonesia (Billy Group) 11. PT. Bososi Pratama 12. PT. Cinta Jaya 13. PT. Bhineka Sekarsa Adidaya 14. PT. Cipta Djaya Surya 15. PT. Elit Kharisma Utama 16. PT. Konawe Nikel Nusantara 17. PT. Kembar Emas Sultra 18. PT. Riota Jaya Lestari 19. PT. Sriwijaya Raya 20. PT. Bola Dunia Mandiri 21. PT. Surya Saga Utama 22. PT. Bintang Smelter Indonesia (Ifishdeco) 23. PT. Dharma Rosadi Internasional 24. PT. Pulau Rusa Tamita 25. PT. Tristaco Mineral Makmur.
30 Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara
Terbitnya UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, yang mewajibkan proses pengolahan dan pemurnian bagi berbagai jenis mineral termasuk mengolah nikel menjadi nikel mate, logam paduan, logam nikel, dan lain-lain, sebelum diekspor, di satu sisi akan membuka peluang bagi peningkatan penyerapan tenaga kerja dan PAD melalui pembangunan pabrik pengolahan/pemurnian nikel tersebut, namun di sisi lain diperlukan upaya untuk pengadaan energi dalam rangka mengoperasikan pabrik pengolahan/pemurniannya, di samping perbaikan/ pengadaan infrastruktur. Sebuah tantangan yang harus dihadapi oleh Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara beserta pemerintah kabupaten/ kota agar nikel dapat dijadikan andalan bagi Provinsi Sulawesi Tenggara. Dari 25 pabrik pengolahan dan pemurnian nikel, ada 20 pabrik pengolahan yang sudah siap berproduksi.
Sumber : Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, 2011.
Gambar 4.1.
Koridor Pembangunan Ekonomi Sulawesi (MP3EI)
31Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara
Di bidang energi, tidak terlalu banyak potensi yang dapat dikembangkan, sebab Provinsi Sulawesi Tenggara tidak memiliki sumber daya energi yang besar (sektor pengadaan listrik dan gas hanya 0,03% dari struktur PDRB Provinsi Sulawesi Tenggara tahun 2014). Potensi batubara yang dimiliki Provinsi Sulawesi Tenggara tidak terlalu signifikan untuk memasok kebutuhan pabrik pengolahan dan pemurnian nikel. Padahal, pengolahan nikel menjadi nikel mate, logam paduan, logam nikel, dan lain-lain memerlukan energi yang sangat besar, sehingga mau tidak mau Provinsi Sulawesi Tenggara terpaksa harus membangun sumber daya energi untuk mendukung pabrik pengolahan dan pemurnian nikel tersebut atau mendatangkan sumber energi dari luar Provinsi.
Atas dasar kenyataan di atas, pengembangan industri pengolahan nikel menjadi nikel mate, logam paduan, logam nikel, dan lain-lain di Provinsi Sulawesi Tenggara memerlukan upaya dan kerja keras, baik dari Pemerintah Pusat maupun pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara dan pemerintah kabupaten/kota di Provinsi Sulawesi Tenggara, agar mampu secepatnya merealisasikan rencana pabrik pengolahan dan pemurnian. Untuk itu kebijakan yang dapat mendorong investor baru atau meningkatkan investasi yang sudah ada, terutama dalam penyediaan energi, menjadi prasyarat utama dalam mewujudkan rencana pembangunan pabrik pengolahan dan pemurnian tersebut.
32 Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara
Tabe
l 4.1
. P
oten
si S
umbe
r Day
a B
ahan
Gal
ian
Nik
el d
i Pro
vins
i Sul
awes
i Ten
ggar
a
No
Kabupaten
Su
mbe
r Day
a (Ton)
Tota
l Pro
duks
i Pe
riode
20
08 - 2013
Su
mbe
r Day
a Te
rsis
a (T
on)
Kad
ar H
asil
Uji
Labo
rato
rium
Sam
pel
Bah
an G
alia
n
1 K
ab K
onaw
e U
tara
46
.007
.440
.652
,72
16.2
49.0
21,0
0 45
.991
.191
.631
,72
Ni=
1,91
-2,4
%; F
e=14
,07-
17,4
7%
2 K
ab B
omba
na
28.2
00.0
14.8
00,0
0 5.
335.
801,
00
28.1
94.6
78.9
99,0
0
3 K
ab K
olak
a 12
.819
.244
.028
,00
16.0
71.9
35,9
0 12
.803
.172
.092
,10
Ni=
2,17
%; F
e=34
%
4 K
ab K
onaw
e S
elat
an
4.34
8.83
8.16
0,00
8.
007.
223,
00
4.34
0.83
0.93
7,00
N
i=2,
11-2
,13%
; Fe=
21,9
6-23
,03%
5 K
ab K
olak
a U
tara
2.
763.
796.
196,
00
6.65
4.41
8,29
2.
757.
141.
777,
71
Ni=
1,76
-1,9
%; F
e=18
,1-
20,1
8%
6 K
ab B
uton
dan
Kot
a B
au-
Bau
1.
676.
332.
000,
00
2.03
5.96
6,00
1.
674.
296.
034,
00
Ni=
2-2,
07%
; Fe=
20,1
0-34
%
7 K
ab. K
onaw
e 1.
585.
927.
189,
00
40.0
00,0
0 1.
585.
887.
189,
00
Ni=
1,8-
2%; F
e=18
,03-
16,2
5%
8 Li
ntas
Kab
upat
en
2.
568.
344,
00
J u
m l
a h
97.4
01.5
93.0
25,7
2 56
.962
.709
,19
97.3
44.6
30.3
16,5
3
Sum
ber :
Din
as P
erta
mba
ngan
ES
DM
Pro
vins
i Sul
awes
i Ten
ggar
a, 2
015
33Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara
Dampak Ekonomi Pabrik Pengolahan Dan Pemurnian Nikel
Sesuai amanat UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, pemegang IUP Operasi Produksi dan IUPK Operasi Produksi wajib melakukan pengolahan dan pemurnian hasil penambangan di dalam negeri sebagai bagian dari upaya meningkatkan nilai tambah mineral dan/atau batubara (Pasal 102 dan Pasl 103 ayat (1)). Khusus untuk mineral nikel, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 1 Tahun 2014 tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Di Dalam Negeri, menjelaskan bahwa mineral nikel wajib dimurnikan terlebih dulu sebelum dijual ke luar negeri. Ini berarti mineral nikel harus diekspor dalam bentuk logam, bukan konsentrat. Oleh karena itu, pembangunan smelter nikel di Provinsi Sulawesi Tenggara akan menghasilkan logam nikel dalam bentuk nikel mate, logam paduan, logam nikel, dan lain-lain.
Dengan adanya rencana pembangunan pabrik pengolahan (smelter) nikel di Provinsi Sulawesi Tenggara akan memberikan dampak, baik positif maupun negatif, bagi wilayah tersebut. Dampak positif dari rencana pembangunan pabrik pengolahan dan pemurnian nikel terhadap ekonomi dan sosial di Provinsi Sulawesi Tenggara secara langsung akan mengakibatkan meningkatnya kegiatan perekonomian dan pembangunan daerah termasuk masyarakat di dalamnya, sehingga akan menyebabkan: 1. meningkatnya perekonomian daerah berupa peningkatan
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB); 2. bertambahnya kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan
(meningkatnya lapangan pekerjaan); 3. adanya peningkatan pendapatan setiap rumah tangga; 4. adanya pengaruh keterkaitan dari kegiatan ekonomi backward
linkage (pengaruh keterkaitan kebelakang) maupun forward lingkage (pengaruh keterkaitan ke depan).
Adapun dampak negatif yang mungkin muncul adalah: 1. kehilangan pendapatan sementara dari sektor pertambangan
karena berhentinya kegiatan tambang, hingga pabrik pengolahan selesai dan produksi dimulai (comissioning);
2. terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) sementara hingga pabrik pengolahan selesai, sehingga terdapat angka pengangguran terhadap tenaga kerja langsung dan tidak langsung untuk sementara;
34 Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara
3. laju pertumbuhan ekonomi bawah terhambat disebabkan CSR/ Comdev dari yang selama ini diperoleh dari perusahaan tambang untuk sementara berhenti;
4. untuk sementara terjadi keresahan sosial dari masyarakat yang selama ini hidup tergantung dari pekerjaan tambang;
5. terganggunya pasar dunia yang selama ini tergantung kepada bahan mentah Indonesia.
4.1.1. Dampak terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
Produk Domestik Bruto (PDB) adalah jumlah nilai tambah barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha ekonomi dalam suatu negara selama satu tahun, termasuk hasil produksi dan jasa yang dihasilkan perusahaan/orang asing yang berada di negara bersangkutan. Sedangkan pengertian Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) adalah jumlah nilai tambah barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha ekonomi dalam wilayah/kabupaten/kota/provinsi selama satu tahun, termasuk hasil produksi dan jasa yang dihasilkan perusahaan/ orang asing yang berada di wilayah bersangkutan.
PDB maupun PDRB, baik atas dasar harga berlaku maupun atas dasar harga konstan, merupakan indikator penting untuk mengetahui kondisi ekonomi di suatu negara dalam suatu periode tertentu. a) PDB maupun PDRB atas dasar berlaku menggambarkan nilai
tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga yang berlaku pada setiap tahun untuk mengetahui pergeseran dan struktur ekonomi wilayah/kabupaten/kota/provinsi/negara bersangkutan;
b) PDB maupun PDRB atas dasar harga konstan menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga yang berlaku pada satu tahun tertentu sebagai tahun dasar untuk mengetahui pertumbuhan ekonomi dari tahun ke tahun wilayah/kabupaten/kota/provinsi/ negara bersangkutan.
Berdasarkan harga konstan tahun 2010, pada tahun 2012, pendapatan regional bruto Provinsi Sulawesi Tenggara tercatat sebesar Rp59,78 triliun. Dengan jumlah penduduk sebanyak 2.345.465 jiwa, maka pendapatan perkapita sebesar Rp25.489.785. Di tahun 2013, pendapatan regional meningkat
35Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara
menjadi Rp64,27 triliun dan jumlah penduduk menjadi 2.369.713 jiwa, sehingga pendapatan perkapita sebesar Rp26.817.472. Pada tahun 2014, pendapatan regional meningkat lagi menjadi Rp68,30 triliun dan jumlah penduduk sebanyak 2.448.081 jiwa, sehingga pendapatan perkapita sebesar Rp27.898.883 (lihat Tabel 4.2).
Selama tiga tahun terakhir (2012 - 2014), perkembangan ekonomi Sulawesi Tenggara menunjukkan pertumbuhan rata-rata 6,26% setiap tahunnya. Dari Tabel 4.1 dapat diketahui Sektor Pertambangan memberikan kontribusi paling tinggi kedua setelah Sektor Pertanian dan Kehutanan, sementara sektor penyumbang terkecil adalah Sektor Pengadaan Listrik dan Gas. Jika melihat pertumbuhan ekonomi ini, maka angka pertumbuhan di Provinsi Sulawesi Tenggara lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan ekonomi nasional yang mencapai 6,02%, meski pangsa sumbangan Provinsi Sulawesi Tenggara masih relatif kecil terhadap perekonomian nasional yang besarnya rata-rata sudah mencapai angka Rp2.000 triliun lebih, yaitu hanya sebesar 0,54%.
Berdasarkan harga berlaku menurut lapangan usaha, pada tahun 2012, pendapatan regional bruto Provinsi Sulawesi Tenggara tercatat sebesar Rp64,69 triliun. Dengan jumlah penduduk sebanyak 2.345.465 jiwa, maka pendapatan perkapita sebesar Rp 27.582.584. Di tahun 2013, pendapatan regional meningkat menjadi Rp71,04 triliun dan jumlah penduduk 2.369.713 jiwa, sehingga pendapatan perkapita sebesar Rp29.641.133. Pada tahun 2014, pendapatan regional meningkat lagi menjadi Rp78,62 triliun dan jumlah penduduk sebanyak 2.448.081 jiwa, sehingga pendapatan per kapita sebesar Rp32.115.109 (lihat Tabel 4.3).
36 Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara
Tabe
l 4.2
. P
DR
B a
tas
Das
ar H
arga
Kon
stan
(Jut
a R
upia
h) M
enur
ut L
apan
gan
Usa
ha T
ahun
Das
ar 2
010,
201
2 –
201
4 N
o La
pang
an U
saha
20
12
2013
20
14
LP
1 P
erta
nian
, Keh
utan
an, d
an P
erik
anan
1
4 62
5 40
6,59
1
5 50
8 21
7,36
1
6 92
1 60
7,78
9,11
2 P
erta
mba
ngan
dan
Pen
ggal
ian
1
3 83
3 54
8,85
1
4 86
6 53
6,76
1
4 14
8 92
7,78
-
4,8
3
3 In
dust
ri P
engo
laha
n 3
669
856
,82
3 8
24 6
76,9
1 4
120
653
,04
7,
74
4 P
enga
daan
Lis
trik,
Gas
2
7 24
1,53
3
0 95
8,17
3
4 24
0,72
10,6
0
5 P
enga
daan
Air
119
052
,07
130
165
,84
139
232
,37
6,
97
6 K
onst
ruks
i 6
849
365
,64
7 4
41 9
91,9
1 8
380
774
,94
12
,61
7 P
erda
gang
an B
esar
dan
Ece
ran,
dan
Rep
aras
i Mob
il da
n M
otor
6
888
012
,93
7 5
15 2
69,8
2 8
139
100
,97
8,
30
8 Tr
ansp
orta
si d
an P
ergu
dang
an
2 6
35 3
67,9
4 2
805
301
,60
2 9
49 1
38,2
8
5,13
9 P
enye
diaa
n A
kom
odas
i dan
Mak
an M
inum
3
30 9
57,8
4 3
58 5
42,1
8 3
92 2
93,1
8
9,41
10
Info
rmas
i dan
Kom
unik
asi
1 3
14 9
81,8
3 1
496
449
,83
1 5
40 2
02,4
5
2,92
11
Jasa
Keu
anga
n
1 1
84 8
44,5
4 1
352
627
,27
1 4
80 3
42,3
4
9,44
12
Rea
l Est
ate
1 0
44 6
42,0
5 1
103
427
,99
1 1
76 6
66,0
7
6,64
13
Jasa
Per
usah
aan
113
427
,93
128
187
,50
140
671
,54
9,
74
14
Adm
inis
trasi
Pem
erin
taha
n, P
erta
hana
n da
n Ja
min
an S
osia
l Waj
ib
3 2
47 7
14,5
2 3
388
607
,67
3 8
28 3
31,5
1
12,9
8
15
Jasa
Pen
didi
kan
2 5
33 1
77,0
5 2
824
985
,14
3 2
19 9
02,0
0
13,9
8
16
Jasa
Kes
ehat
an d
an K
egia
tan
Sos
ial
544
734
,91
605
007
,88
678
375
,94
12
,13
17
Jasa
Lai
nnya
8
23 0
66,0
2 8
92 8
29,9
5 1
008
264
,41
12
,93
PR
OD
UK
DO
MES
TIK
REG
ION
AL
BR
UTO
SU
LAW
ESI T
ENG
GA
RA
5
9 78
5 39
9,06
6
4 27
3 78
3,78
6
8 29
8 72
4,30
6,26
Pen
dudu
k Pe
rten
gaha
n Ta
hun
2.3
45.4
65
2.3
96.7
13
2.4
48.0
81
PD
RB
Per
kapi
ta A
DH
B T
ahun
Das
ar 2
010
(rup
iah)
25
.489
.785
26.
817.
472
27
.898
.883
Ket
: 20
12: A
ngka
Sem
enta
ra; 2
013:
Ang
ka S
anga
t Sem
enta
ra;
2014
: Ang
ka S
anga
t-San
gat S
emen
tara
37Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara
Tabe
l 4.3
. P
DR
B A
tas
Das
ar H
arga
Ber
laku
(Jut
a R
upia
h) M
enur
ut L
apan
gan
Usa
ha T
ahun
Das
ar 2
010,
201
2 s.
d 20
14
No
Lapa
ngan
Usa
ha
2012
20
13
2014
St
rukt
ur P
DR
B
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
1 P
erta
nian
, Keh
utan
an, d
an P
erik
anan
1
6 30
5 58
5,70
1
8 09
5 98
3,92
2
0 15
8 06
0,05
25,6
4
2 P
erta
mba
ngan
dan
Pen
ggal
ian
1
4 86
5 62
7,39
1
5 58
2 05
7,71
1
5 83
2 07
0,66
20,1
4
3 In
dust
ri P
engo
laha
n 3
874
685
,94
4 1
81 8
64,0
4 4
692
250
,20
5,
97
4 P
enga
daan
Lis
trik,
Gas
2
4 45
6,08
2
5 35
5,00
2
7 43
1,10
0,03
5 P
enga
daan
Air
122
135
,52
138
821
,87
163
052
,85
0,
21
6 K
onst
ruks
i 7
401
424
,51
8 3
29 0
77,3
5 9
690
353
,19
12
,33
7 P
erda
gang
an B
esar
dan
Ece
ran,
dan
Rep
aras
i Mob
il da
n M
otor
7
262
524
,25
8 0
76 2
46,8
0 9
225
945
,13
11
,73
8 Tr
ansp
orta
si d
an P
ergu
dang
an
2 8
13 8
20,1
2 3
160
530
,12
3 4
33 7
15,8
9
4,37
9 P
enye
diaa
n A
kom
odas
i dan
Mak
an M
inum
3
64 0
24,2
9 4
04 0
96,4
3 4
54 9
59,1
9
0,58
10
Info
rmas
i dan
Kom
unik
asi
1 2
86 5
78,2
2 1
451
309
,48
1 4
78 5
10,5
6
1,88
11
Jasa
Keu
anga
n
1 3
43 9
62,4
2 1
601
078
,14
1 8
29 1
06,6
3
2,33
12
Rea
l Est
ate
1 1
16 0
48,2
3 1
194
101
,81
1 2
93 2
00,0
8
1,64
13
Jasa
Per
usah
aan
119
711
,83
136
981
,16
154
808
,82
0,
20
14
Adm
inis
trasi
Pem
erin
taha
n, P
erta
hana
n da
n Ja
min
an S
osia
l Waj
ib
3 6
69 7
47,3
4 4
035
943
,63
4 7
48 4
28,7
4
6,04
15
Jasa
Pen
didi
kan
2 6
81 1
64,2
0 3
020
320
,62
3 5
85 4
96,4
0
4,56
16
Jasa
Kes
ehat
an d
an K
egia
tan
Sos
ial
589
730
,01
662
907
,14
760
782
,18
0,
97
17
Jasa
Lai
nnya
8
52 7
58,5
1 9
44 6
13,6
3 1
092
217
,49
1,
39
PR
OD
UK
DO
MES
TIK
REG
ION
AL
BR
UTO
6
4 69
3 98
4,56
7
1 04
1 28
8,85
7
8 62
0 38
9,17
100,
00
Pen
dudu
k Pe
rten
gaha
n Ta
hun
2.3
45.4
65
2.3
96.7
13
2.4
48.0
81
PD
RB
Per
kapi
ta A
DH
B T
ahun
Das
ar 2
010
(rup
iah)
27.
582.
584
29
.641
.133
32.
115.
109
20
12:
Ang
ka S
emen
tara
; 201
3: A
ngka
San
gat S
emen
tara
; 20
14:
Ang
ka S
anga
t San
gat S
emen
tara
38 Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara
Selama tiga tahun terakhir (2012-2014), perkembangan ekonomi Sulawesi Tenggara berdasarkan harga berlaku menunjukkan pertumbuhan ekonomi (produk domestik regional bruto) rata-rata sebesar 10,24% setiap tahunnya. Dari Tabel 4.3 dapat diketahui Sektor Pertambangan memberikan kontribusi paling tinggi kedua (20,14%) setelah Sektor Pertanian dan Kehutanan (25,64%), sementara sektor penyumbang terkecil adalah sektor pengadaan listrik dan gas (0,03%).
Perhitungan Produk Regional Bruto
Ada 3 (tiga) pendekatan untuk menghitung PDB maupun PDRB, yaitu:
1. Metode Nilai Produksi Untuk menghitung pendapatan nasional dengan
menjumlahkan dari seluruh nilai tambah barang dan jasa yang dalam 1 tahun. Apabila dalam 1 tahun ada 100 barang dan jasa, maka 100 barang dan jasa tersebut harus dikalikan dengan harga satuannya masing-masing, kemudian dijumlahkan. Untuk menghitung PDB/PDRB dengan pendekatan ini dapat dirumuskan :
Y = ((Q1 X P1) + (Q2 X P2) + (Qn X Pn) ……)
Keterangan : Y = Besaran PDB/PDRB Q = kuantitas P = harga
Jumlah output masing-masing sektor merupakan jumlah output seluruh perekonomian. Ada kemungkinan output yang dihasilkan suatu sektor perekonomian berasal dari output sektor lain atau dapat juga merupakan input bagi sektor ekonomi yang lain lagi. Jika tidak berhati-hati akan terjadi penghitungan ganda (double counting) bahkan multiple counting. Akibatnya angka PDB bisa sangat besar sekali dari angka sebenarnya. Untuk menghindari hal tersebut, maka dalam perhitungan PDB dengan metode nilai produksi, yang dijumlahkan adalah nilai tambah (value added) masing-masing sektor.
2. Metode Pengeluaran / Konsumsi Untuk menghitung pendapatan nasional dengan metoda
pengeluaran atau konsumsi yaitu dengan menjumlahkan
39Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara
seluruh pengeluaran yang dilakukan seluruh rumah tangga ekonomi / pelaku Ekonomi (RTK, RTP, RTG, RT Luar Negeri) dalam suatu Negara selama satu tahun. Untuk menghitung PDB/PDRB dengan pendekatan ini dapat dirumuskan :
Y = C + I + G + (X – M)
Keterangan : Y = Besaran PDB/PDRB C = Household Consumption I = Investment Expenditure G = Government Expenditure X = Ekspor M = Impor
a. Pengeluaran RT Konsumen/Masyarakat (Household consumption) Pengeluaran rumah tangga dipakai untuk konsumsi akhir, baik barang dan jasa yang habis dalam tempo setahun atau kurang (durable goods) maupun barang yang dapat dipakai lebih dari setahun/barang tahan lama (non-durable goods) untuk mencukupi kebutuhan rumah tangga seperti membeli beras/lauk pauk/bayar listrik dan lain-lain.
b. Pengeluaran RT Perusahaan (Investment Expenditure) Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto (PMTDB) merupakan pengeluaran sektor dunia usaha (perubahan stok, baik berupa barang jadi maupun barang setengah jadi). Ada dua macam pengeluaran RT Perusahaan (Investment Expenditure):
1) Investasi untuk pembelian modal tetap (investasi gedung/ mesin).
2) Investasi untuk pembelian persediaan (investasi bahan baku/bahan setengah jadi dan bahan jadi).
Dalam metoda penghitungan berdasarkan Pengeluaran = Pengeluaran Perusahaan & Pengeluaran Pemerintah disatukan dalam komponen pembentukan modal tetap domestik bruto (PMTDB) dan komponen perubahan stok.
c. Pengeluaran RT Pemerintah (Government Consumption) / G
40 Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara
Pengeluaran Pemerintah yang digunakan untuk membeli barang dan jasa akhir (government expenditure). Sedangkan pengeluaran-pengeluaran untuk tunjangan-tunjangan sosial tidak masuk dalam perhitungan konsumsi pemerintah untuk melayani kepentingan masyarakat, ada dua macam pengeluaran RT pemerintah:
1) Pengeluaran untuk konsumsi (perlengkapan dan peralatan kantor/ bayar gaji pegawai).
2) Pengeluaran untuk investasi (bangun jembatan/irigasi/ pembangkit listrik/jalan, dan lain-lain).
d. Ekspor Neto (Net Export)/selisih nilai ekspor dengan impor Ekspor neto yang positif menunjukkan ekspor lebih besar daripada impor. Perhitungan ekspor neto dilakukan bila perekonomian melakukan transaksi dengan perekonomian lain (dunia). Ekspor (menjual barang ke LN sehingga nilainya perlu diperhitungkan), Impor (membeli barang ke LN sehingga nilainya tidak perlu diperhitungkan dalam pendapatan nasional). Yang harus diperhitungkan adalah Ekspor Netonya [X - M].
3. Metode Pendapatan
Untuk menghitung pendapatan nasional dengan metode pendapatan adalah dengan menjumlahkan seluruh pendapatan (sewa/rent, gaji/wage, bunga/interest, keuntungan/profit) yang diterima pemilik faktor produksi (pemilik tanah/gedung, tenaga kerja, pemilik modal/uang/aset, pengusaha) dalam suatu negara selama satu tahun.
Y = R + W + I + P
Keterangan : Y = Besaran PDB/PDRB R = Pendapatan rent W = Pendapatan wage I = Pendapatan interest P = Pendapatan profit
Dari ketiga metoda perhitungan pendapatan nasional tersebut, maka dengan metoda pengeluaran yaitu:
41Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara
Y = C + I + G + (X – M)
dapat dihitung dampak adanya pembangunan pabrik pengolahan dan pemurnian nikel di Provinsi Sulawesi Tenggara, terhadap peningkatan pendapatan regional daerah tersebut.
Sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 4.2, seluruh rencana pembangunan pabrik pengolahan dan pemurnian nikel yang berjumlah 20 perusahaan akan menanamkan modalnya dalam bentuk investasi sebesar USD5.904,9 juta atau setara Rp 84 triliun lebih (kurs rupiah per Oktober 2015 sebesar Rp14.250/1 USD) dan Rp1 triliun lebih, sehingga total investasi dari seluruh smelter berjumlah Rp85,23 triliun. Dengan rencana pembangunan seluruh smelter tersebut selesai antara tahun 2016 – 2018, maka rata-rata investasi selama tiga tahun mencapai Rp28,41 triliun.
Dengan demikian, keberadaan pabrik pengolahan dan pemurnian nikel di Provinsi Sulawesi Tenggara akan memberikan dampak positif yang sangat besar bagi pengembangan wilayah daerah tersebut dalam bentuk meningkatnya pendapatan regional Provinsi Sulawesi Tenggara setelah berjalannya pabrik pengolahan dan pemurnian mulai tahun 2016 sebesar jumlah investasi yang ditanamkan oleh pabrik tersebut, yaitu sebesar:
Y = C + I (Rp 28.409.941.666.000/Rp 28,41 triliun) + G + (X –
M)
Sebagaimana diketahui, PDRB Provinsi Sulawesi Tenggara berdasarkan harga konstan tahun 2010, pada tahun 2012 tercatat sebesar Rp59,78 triliun dengan jumlah penduduk sebanyak 2.345.465 jiwa, maka pendapatan perkapita sebesar Rp25.489.785. Di tahun 2013, pendapatan regional meningkat menjadi Rp64,27 triliun dengan jumlah penduduk sebanyak 2.369.713 jiwa dan pendapatan perkapita sebesar Rp26.817.472. Pada tahun 2014, pendapatan regional meningkat lagi menjadi Rp68,30 triliun dengan jumlah penduduk sebanyak 2.448.081 jiwa dengan pendapatan per kapita sebesar Rp27.898.883 (lihat Tabel 4.5).
42 Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara
Dengan adanya investasi dari pabrik pengolahan dan pemurnian selama tahun 2016 – 2018 rata-rata sebesar Rp28,41 triliun, maka PDRB Provinsi Sulawesi Tenggara pada tahun 2016 meningkat menjadi Rp68.298.724,30 juta + investasi pabrik (Rp28.409.941,66 juta) = Rp96.708.665,96 juta (Rp 96,71 triliun). Tahun 2017 meningkat menjadi Rp96,71 triliun + Rp28,41 triliun = Rp125,12 triliun. Pada tahun 2018, setelah seluruh pabrik selesai, akan meningkat lagi menjadi Rp125,12 triliun + Rp28,41 triliun = Rp153,53 triliun.
4.1.2. Dampak terhadap Tenaga Kerja (SDM)
Kesempatan kerja secara tidak langsung berkaitan dengan pendapatan nasional/PDB atau pendapatan regional/PDRB. Tingginya jumlah pekerja akan menyebabkan naiknya PDRB. Makin banyak barang dan jasa yang dihasilkan karena besarnya angkatan kerja, makin tinggi PDRB wilayah tersebut, yang memungkinkan dilakukannya tabungan yang selanjutnya dapat digunakan untuk investasi, selanjutnya investasi akan memperbesar kesempatan kerja. Masalah lain yang berkaitan dengan PDRB dan kesempatan kerja adalah tingkat produktivitas tenaga kerja wilayah tersebut. PDRB Provinsi Sulawesi Tenggara akan naik jika terjadi peningkatan angkatan kerja juga peningkatan produktivitas tenaga kerja di wilayah tersebut. Hal sebaliknya, pengangguran kerja secara tidak langsung berkaitan juga dengan PDRB. Tingginya jumlah pengangguran di wilayah bersangkutan akan menyebabkan turunnya PDRB. Makin banyak pengangguran makin sedikit barang dan jasa yang dihasilkan, makin kecil PDRB wilayah tersebut, yang memungkinkan tabungan wilayah tersebut makin kecil, selanjutnya pendapatan untuk investasi juga menurun, dan akan memperkecil peluang kesempatan kerja.
Selama kurun waktu 2009-2014 angkatan kerja di Provinsi Sulawesi Tenggara meningkat rata-rata setiap tahunnya sebesar 1,71%. Pada tahun 2009 tenaga kerja di Provinsi Sulawesi Tenggara berjumlah 998.195 jiwa dan meningkat menjadi 1.085.509 jiwa pada tahun 2014.
Dengan adanya pabrik pengolahan dan pemurnian nikel di Provinsi Sulawesi, memberikan dampak positif dengan adanya penyerapan tenaga kerja mulai tahun 2015 sebanyak 8.104 jiwa dan akan terus meningkat setiap tahunnya sesuai dengan
43Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara
dimulainya operasi pabrik pengolahan dan pemurnian nikel di wilayah tersebut. Sehingga jumlah tenaga kerja di Provinsi Sulwesi Tenggara pada tahun 2015 berjumlah 1.085.509 jiwa + 8.104 jiwa menjadi 1.093.613 jiwa, dan akan terus meningkat sesuai dengan rencana penyelesaian pabrik pengolahan.
4.1.3. Dampak terhadap Pendapatan Rumah Tangga (RTK)
Menghitung pendapatan nasional dengan memakai metoda pendapatan, yaitu dengan menjumlahkan seluruh pendapatan yang diperoleh oleh faktor-faktor produksi antara lain dengan menjumlahkan seluruh pendapatan sewa yang diterima oleh faktor produksi pemilik gedung/tanah ditambah dengan penjumlahan seluruh gaji atau seluruh pendapatan rumah tangga yang diterima oleh faktor produksi tenaga kerja ditambah penjumlahan bunga (interest) yang diterima faktor produksi pemilik modal/aset ditambah penjumlahan seluruh keuntungan yang diterima pemilik faktor produksi Pengusaha dalam suatu negara selama satu tahun, yang dirumuskan:
Y = R + W + I + P
Keterangan : Y = Besaran PDB/PDRB R = Pendapatan rent W = Pendapatan wage I = Pendapatan interest P = Pendapatan profit
Oleh sebab itu rencana pembangunan pabrik pengolahan dan pemurnian nikel di Provinsi Sulawesi Tenggara yang berjumlah 20 perusahaan, berdasarkan analisis sebelumnya akan meningkatkan pendapata PDRB Provinsi Sulawesi Tenggara (Y).
Berdasarkan analisis sebelumnya, adanya investasi dari pabrik pengolahan dan pemurnian selama tahun 2016 – 2018 rata-rata sebesar Rp28,41 triliun, sehingga PDRB Provinsi Sulawesi Tenggara pada tahun 2016 meningkat menjadi Rp68,3 miliar + investasi pabrik (Rp28.41 triliun = Rp96.71 triliun. Tahun 2017 meningkat menjadi Rp96,71 triliun + Rp28,41 triliun = Rp 125,12 triliun. Dan pada tahun 2018,
44 Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara
setelah seluruh pabrik selesai, meningkat menjadiRp125,12 triliun + Rp28,41 triliun = Rp153,53 triliun.
Dengan meningkatnya PDRB (Y) dari Rp68,30 triliun (2014) menjadi Rp153,53 triliun (2018), maka peningkatan PDRB di Provinsi Sulawesi Tenggara akibat beroperasinya pabrik smelter nikel akan memberikan dampak positif dari sisi pendapatan rumah tangga, yaitu meningkatkan pendapatan/gaji yang diterima rumah tangga atau pendapatan/gaji yang diterima faktor produksi tenaga kerja.
Ada beberapa aspek yang dapat meningkatkan pendapatan rumah tangga atau pendapatan yang diperoleh oleh tenaga kerja akibat meningkatnya PDRB di Provinsi Sulawesi Tenggara, yang secara langsung adalah meningkatnya UMR (upah minimum regional) yang akan berubah setelah selesainya pabrik pengolahan dan pemurnian nikel di wilayah tersebut. Aspek kedua, yang juga dapat meningkatkan pendapatan rumah tangga/tenaga kerja, adalah peningkatan upah karena adanya peningkatan keahlian yang diberikan tenaga kerja, yang biasanya sebagai tenaga kerja buruh yang bekerja pada sektor pertambangan penghasil bahan mentah, menjadi tenaga kerja yang berkeahlian (profesional) yang bekerja pada sektor pertambangan penghasil bahan olahan.
Peningkatan pendapatan Produk Domestik Regional Bruto di Provinsi Sulawesi Tenggara dapat meningkatkan pendapatan rumah tangga atau pendapatan gaji yang diterima oleh tenaga kerja di wilayah tersebut dapat dirumuskan, sebagai berikut:
Y (meningkat) = R (meningkat) + W (meningkat) + I
(meningkat) + P (meningkat)
dengan peningkatan secara fluktuatif dimana salah satu indikator bisa tidak meningkat dan indikator yang lain meningkat lebih besar. R = pendapatan rent/sewa dari pemilik tanah/bangunan, W = pendapatan wage/gaji dari rumah tangaga/tenaga kerja, I = pendapatan interest/bunga dari pemilik modal/aset, P = pendapatan profit/laba dari pengusaha/pemilik enterpreneur/ kewirausahaan.
45Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara
4.1.4. Backward Linkage (Keterkaitan Ke Belakang) dan
Forward Linkage (Keterkaitan Ke Depan)
Menurut Hirscman, dalam sektor produksi mekanisme pendorong pembangunan (inducement mechanism) yang tercipta sebagai akibat adanya hubungan antara berbagai industri dalam menyediakan barang-barang yang digunakan sebagai bahan mentah dalam industri lainnya dibedakan menjadi dua macam, yaitu pengaruh keterkaitan ke belakang (backward linkage effects) dan pengaruh keterkaitan ke depan (forward linkage effects).
Pengaruh keterkaitan ke belakang adalah tingkat rangsangan yang diciptakan oleh pembangunan suatu industri terhadap perkembangan industri-industri yang menyediakan input (bahan baku) bagi industri tersebut, sedangkan pengaruh keterkaitan ke depan adalah tingkat rangsangan yang diciptakan oleh pembangunan suatu industri terhadap perkembangan industri-industri yang menggunakan produk industri yang pertama sebagai input (bahan baku) mereka.
Setiap industri membutuhkan hubungan atau keterkaitan dengan industri lainnya dalam mewujudkan keberlanjutan industrinya. Kebutuhan bahan mentah, pertukaran informasi, dan proses pemasaran menjadi faktor dalam keterkaitan antar industri. Hal inilah yang disebut linkage industri.
Dalam menyediakan barang-barang yang digunakan sebagai bahan mentah dalam industri lainnya dibedakan menjadi dua macam, yaitu keterkaitan ke belakang (backward linkage) dan keterkaitan ke depan (forward linkage). Keterkaitan ke belakang merupakan keterkaitan yang terjadi ketika suatu industri menyebabkan pertumbuhan industri-industri lainnya yang menyediakan input (bahan baku) bagi industri tersebut, sedangkan keterkaitan ke depan merupakan keterkaitan yang terjadi ketika barang produksi dari suatu industri digunakan sebagai input (bahan baku) bagi industri yang lain.
Di Provinsi Sulawesi Tenggara, salah satu industri yang mempunyai backward dan forward linkage adalah industri pemurnian nikel. Dalam keterkaitan ke belakang (backward
46 Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara
linkage), industri pengolahan nikel yang sangat dominan berpengaruh atau dipengaruhi oleh sektor penambangan dan penggalian (kesiapan jumlah bijih nikel sebagai input bahan baku industri pengolahan sebesar 12,494 juta ton dibanding produksi saat ini yang hanya mencapai 9,493 juta ton), selanjutnya industri listrik gas dan air bersih, infrastuktur jalan dan jembatan, konstruksi, perdagangan, hotel & restoran, pengangkutan, komunikasi, perbankan, dan industri jasa.
Dalam keterkaitannya ke depan (forward linkage), sifatnya sangat meluas dan terkait dengan begitu banyak industri lainnya. Industri pemurnian nikel terkait dengan industri nikel katoda, nikel mate, dan NPI, dan logam nikel. Masing-masing industri tersebut kemudian akan terkait lagi dengan industri lainnya hingga menjadi produk barang jadi baik berupa industri besi baja slab, industri besi baja billet, nikel platting, nikel paduan. Dari industri tersebut terkait lagi dengan industri peralatan rumah tangga, industri pembuatan kapal, industri konstruksi, industri elektronik, dan lain-lain. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada bagan berikut:
Sumber : Kementerian Perindustrian, 2015
Gambar 4.2. Backward Linkages dan Forward Linkages Industri Pengolahan Nikel
47Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara
4.2. Dampak terhadap Pengembangan Masyarakat Sekitar Smelter
Pengembangan masyarakat merupakan bagian dari Corporate Social Responsibility (CSR), yaitu bentuk kontribusi perusahaan untuk keberlangsungan kehidupan masyarakat di sekitar proyek, baik secara sosial, ekonomi dan lingkungan masyarakat. Menurut World Bank, CSR adalah komitmen dari bisnis untuk berkontribusi bagi pembangunan ekonomi yang berkelanjutan untuk meningkatkan kualitas kehidupan sehingga berdampak baik bagi bisnis sekaligus baik bagi kehidupan sosial. Para pengamat bisnis juga mengartikan CSR sebagai bentuk komitmen usaha untuk bertindak secara etis, beroperasi secara legal, dan berkontribusi untuk peningkatan ekonomi bersamaan dengan peningkatan kualitas hidup karyawan beserta keluarganya, masyarakat lokal, dan masyarakat secara lebih luas.
Kini dunia usaha tidak lagi hanya memperhatikan catatan keuangan perusahaan semata (single bottom line), melainkan sudah meliputi aspek keuangan, aspek sosial, dan aspek lingkungan (disebut triple bottom line). Sinergi dari tiga elemen ini merupakan kunci dari konsep pembangunan berkelanjutan (sustainable development). Upaya CSR yang berkelanjutan dimaksud untuk mendorong dunia usaha lebih etis dalam menjalankan aktivitasnya agar tidak berdampak buruk pada masyarakat dan lingkungan hidupnya, sehingga pada akhirnya dunia usaha akan dapat bertahan secara berkelanjutan untuk memperoleh manfaat ekonomi yang menjadi tujuan dibentuknya dunia usaha. Tanggung jawab sosial perusahaan memberikan implikasi positif bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat, meringankan beban pembiayaan pembangunan pemerintah, memperkuat investasi dunia usaha, serta semakin kuatnya jaringan kemitraan antara masyarakat, pemerintah dengan dunia usaha (Wahyudi, I., 2008).
Tanggung jawab sosial perusahaan merupakan strategi bisnis yang dapat digunakan untuk menjaga kelangsungan hidup suatu perseroan, termasuk perusahaan pembangunan smelter nikel di Provinsi Sulawesi Tenggara. Dalam hal ini, terdapat tiga komponen yang harus diperhatikan oleh perseroan yaitu (Widjaja, G., 2008): 1) Sustainability Ekonomi
Dalam melaksanakan program tanggung jawab sosial perusahaan, perusahaan wajib memenuhi tujuan dasarnya,
48 Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara
yaitu mencari keuntungan. Perusahaan akan dapat menjaga sustainability sosial dan lingkungan jika perusahaan tersebut mendapatkan keuntungan. Bisnis perusahaan smelter terkait dengan beberapa hal, antara lain: pasokan bahan baku, pengolahan dan pemurnian hasil tambang, konstribusi terhadap pendapatan negara baik dari pajak maupun PNBP, serta penguatan fiskal pemerintah Pusat dan Daerah.
2) Sustainability Sosial Berdirinya sebuah perusahaan ditengah masyarakat tentunya akan membawa dampak tertentu pula bagi masyarakat setempat. Sustainability sosial terkait dengan upaya perusahaan dalam mengutamakan nilai-nilai yang tumbuh di masyarakat.
3) Sustainability Lingkungan Perusahaan seringkali dipandang memiliki andil yang besar dalam terjadinya global warming. Program CSR merupakan investasi bagi perusahaan demi pertumbuhan dan keberlanjutan (sustainability) perusahaan. Hal ini berarti CSR bukan lagi dilihat sebagai sentra biaya (cost center) melainkan sebagia sentra laba (profit center) di masa mendatang (Widjaja A.T, 2008). Limbah B3 yang dihasilkan dari proses produksi smelter harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yakni zero waste melalui 3R (reuse, recycle, recovery). Hal yang penting adalah masyarakat sekitar jangan hanya dikasih limbahnya saja, tapi program CSR dan pengembangan masyarakat smelter harus diberikan.
Pelaksanaan CSR di bidang pertambangan mineral dan batubara di Indonesia diatur dalam beberapa peraturan perundang-undangan, antara lain: UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, UU Nomor 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal, UU Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, dan UU Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Pengaturan CSR di antara undang-undang yang ada saat ini tidak seragam. UU Nomor 25 Tahun 2007 mewajibkan seluruh penanam modal melaksanakan program CSR perusahaan, sedangkan UU Nomor 40 Tahun 2007 hanya mewajibkan korporasi yang kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan.
49Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara
Pengaturan sumber pembiayaan CSR juga masih belum seragam. Menurut Pasal 88 UU Nomor 19 Tahun 2003, dana CSR diambil dari laba bersih perusahaan yang berarti bukan merupakan biaya bagi perusahaan, sedangkan menurut UU Nomor 40 Tahun 2007 sebagaimana disebutkan dalam Pasal 74 ayat (2), sumber pembiayaan CSR wajib dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya bagi perseroan. Dengan disahkannya UU Nomor 40 Tahun 2007, pelaksanaan CSR oleh perseroan yang sebelumnya merupakan tanggung jawab nonhukum berubah menjadi tanggung jawab hukum (liability).
CSR sebagai tanggung jawab sosial perusahaan harus dimaknai bukan lagi hanya sekedar responsibility karena bersifat voluntary, tetapi harus dilakukan sebagai mandatory dalam makna liability karena disertai dengan sanksi. Tanggung jawab sosial perusahaan dalam konteks penanaman modal harus dimaknai sebagai instrumen untuk mengurangi praktek bisnis yang tidak etis (Sukarmi, 2013). Berkaitan dengan biaya CSR, UU Nomor 36 Tahun 2008, yang merupakan perubahan keempat atas UU Nomor 7 Tahun 1983, telah mengakomodasikannya dalam Pasal 6 ayat (1) huruf i sampai m, yang mengatur jenis-jenis sumbangan sehubungan dengan tanggung jawab sosial perusahaan yang dapat dibiayakan oleh perusahan, yaitu: sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional, penelitian dan pengembangan yang dilakukan di Indonesia, pembangunan infrastruktur sosial, fasilitas pendidikan serta pembinaan olahraga yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah. Hal ini berarti semakin banyak biaya terkait CSR yang boleh menjadi pengurang penghasilan bruto yang diatur dalam UU PPh Nomor 36 Tahun 2008.
Pengaturan lebih lanjut biaya CSR diatur melalui PP Nomor 93 Tahun 2010 yang memuat persyaratan yang cukup ketat bagi perusahaan yang memperoleh insentif perpajakan terkait biaya CSR, yaitu: hanya perusahaan/Wajib Pajak yang telah memperoleh keuntungan secara fiskal yang dapat membebankan biaya tanggung jawab sosial perusahaan (memperoleh insentif pajak penghasilan). Wajib Pajak yang belum memperoleh keuntungan secara fiskal (menurut laporan SPT Tahunan) tindak memperoleh insentif PPh atau tidak dapat membebankan biaya-biaya terkait pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan.
Adanya perlakukan yang berbeda terhadap Wajib Pajak yang berkomitmen melaksanakan tanggung jawab sosial
50 Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara
perusahaan dalam rangka memenuhi kewajiban sebagaimana diatur dalam Pasal 74 UU Nomor 40 Tahun 2007 dapat mempengaruhi kepatuhan Wajib Pajak dalam membayar pajak (tax compliance) dan bahkan dapat mendorong Wajib Pajak untuk melakukan upaya penghindaran pajak (tax avoidance). Adanya kewajiban bagi perseroan untuk menganggarkan biaya CSR pada awal tahun berdampak adanya ketidakpastian apakah memperoleh insentif pajak atau tidak, tergantung kinerja perseroan pada akhir tahun. Penelitian yang dilakukan Spicer, Song, dan Yarbrough menemukan hubungan yang signifikan antara tax fairness dan tax evasion, dimana ketika pembayar pajak menganggap bahwa sistem pajak adalah adil maka tingkat penghindaran pajak (tax avoidance) akan berkurang, atau dengan kata lain pembayar pajak semakin patuh dalam membayar pajaknya.
Program CSR berdampak positif bagi masyarakat tergantung kepada orientasi dan kapasitas perusahaan smelter, dan terutama pemerintah (Pusat dan Daerah) sebagai pengelola sumber daya alam. Orientasi dan kapasitas perusahaan smelter sangat ditentukan oleh sejauh mana pemahamannya terhadap CSR sebagai salah satu investasi social untuk keberlangsungan bisnisnya, yaitu: 1) Meningkatkan citra perusahaan.
Melakukan kegiatan CSR, konsumen dapat lebih mengenal perusahaan sebagai perusahaan yang selalu melakukan kegiatan yang baik bagi masyarakat.
2) Memperkuat citra (brand) perusahaan. Melalui kegiatan memberikan product knowledge kepada konsumen dengan cara membagikan produk secara gratis, dapat menimbulkan kesadaran konsumen akan keberadaan produk perusahaan sehingga dapat meningkatkan citra perusahaan.
3) Mengembangkan kerja sama dengan para pemangku kepentingan. Melaksanakan kegiatan CSR, perusahaan tentunya tidak mampu mengerjakan sendiri, jadi harus dibantu dengan para pemangku kepentingan, seperti pemerintah daerah, masyarakat, dan universitas lokal. Maka perusahaan dapat membuka relasi yang baik dengan para pemangku kepentingan tersebut.
51Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara
4) Membedakan perusahaan dengan pesaingnya. Jika CSR dilakukan sendiri oleh perusahaan, perusahaan mempunyai kesempatan menonjolkan keunggulan komparatifnya sehingga dapat membedakannya dengan pesaing yang menawarkan produk atau jasa yang sama.
5) Menghasilkan inovasi dan pembelajaran untuk meningkatkan pengaruh perusahaan. Memilih kegiatan CSR yang sesuai dengan kegiatan utama perusahaan memerlukan kreativitas. Merencanakan CSR secara konsisten dan berkala dapat memicu inovasi dalam perusahaan yang pada akhirnya dapat meningkatkan peran dan posisi perusahaan dalam bisnis global.
Studi Bank Dunia (Lawrence, 2003) menunjukkan peran pemerintah terkait dengan CSR meliputi pengembangan kebijakan yang menyehatkan pasar, keikutsertaan sumber daya, dukungan politik bagi pelaku CSR, menciptakan insentif dan peningkatan kemampuan organisasi. Untuk Indonesia, pelaksanaan CSR membutuhkan dukungan pemerintah daerah, kepastian hukum, dan jaminan ketertiban sosial. Pemerintah dapat mengambil peran penting tanpa harus melakukan regulasi di tengah situasi hukum dan politik saat ini. Di tengah persoalan kemiskinan dan keterbelakangan yang dialami Indonesia, pemerintah harus berperan sebagai koordinator penanganan krisis melalui CSR.
Pemerintah bisa menetapkan bidang-bidang penanganan yang menjadi fokus, dengan masukan pihak yang kompeten. Setelah itu, pemerintah memfasilitasi, mendukung, dan memberi penghargaan pada kalangan bisnis yang mau terlibat dalam upaya besar ini. Pemerintah juga dapat mengawasi proses interaksi antara pelaku bisnis dan kelompok-kelompok lain agar terjadi proses interaksi yang lebih adil dan menghindarkan proses manipulasi atau pengancaman satu pihak terhadap yang lain. Intinya manfaat CSR bagi masyarakat yaitu dapat mengembangkan diri dan usahanya sehingga sasaran untuk mencapai kesejahteraan tercapai.
Dampak pengembangan masyarakat sekitar smelter ditelusuri berdasarkan perpajakan di atas dapat dikelompokan sebagai berikut: 1) Pelaksanaan CSR tanpa melalui lembaga tidak mendapat
insentif Pajak kepada Wajib Pajak
52 Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara
Pelaksanakan program CSR secara langsung dengan menyelenggarakan sendiri kegiatan sosial atau menyerahkan bantuan/sumbangan ke masyarakat tanpa melalui lembaga resmi tidak dapat membebankan biaya yang dikeluarakan (tidak memperoleh insentif pajak). Pasal 2 PP Nomor 93 Tahun 2010 mengatakan bahwa perusahaan yang mengeluarkan biaya CSR agar dapat membebankan biaya yang dikeluarkan harus memenuhi syarat bahwa lembaga yang menerima sumbangan dan/atau biaya memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak, kecuali badan yang dikecualikan sebagai subjek pajak sebagaimana diatur dalam UU Nomor 36 Tahun 2008. Dari sisi Pajak Pertambahan Nilai, korporasi yang melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) dengan memberikan barang kena pajak hasil produk perusahaan secara langsung ataupun melalui lembaga resmi harus membayar PPN sebesar 10% dari nilai barang yang diserahkan yang dikategorikan sebagai PPN atas pemakaian sendiri dan/atau pemberian cuma-cuma atas Barang Kena Pajak sebagaimana diataur dalam Pasal 1A ayat (1) huruf d UU Nomor 42 Tahun 2009 tentang PPN dan PPnBM.
2) Penggunan dana CSR untuk lingkungan hidup memperoleh insentif pajak. Perusahaan dalam menerapkan CSR yang berkaitan dengan lingkungan hidup dan proses produksi, yang meliputi pengendalian polusi dalam menjalankan operasi bisnis, pencegahan dan perbaikan kerusakan lingkungan akibat pemrosesan sumber daya alam dan konversi sumber daya alam. Dilihat dari ketentuan pajak penghasilan sebagaimana diatur dalam UU Nomor 36 tahun 2008 pasal 6 ayat (1) berbunyi biaya pengolahan limbah merupakan biaya yang dapat dikurangkan sebagai pengurang Penghasilan Kena Pajak. Untuk perusahaan yang bergerak di sektor pertambangan pada Pasal 9 ayat (1) huruf c butir 5 diatur bahwa pembentukan atau pemupukan dana cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan dapat dikurangkan dari Penghasilan Kena Pajak. Terkait dengan Pajak Pertambahan Nilai, pembelian material yang merupakan Barang Kena Pajak untuk membangun fasilitas pengolahan limbah tetap terutang PPN. Demikian juga atas pembayaran jasa atau imbalan dalam pembangunan fasilitas pengolahan limbah akan terhutang PPh Pasal 21/Pasal 26 atau Pasal 23/Pasal 26 UU Nomor 36 Tahun 2008.
53Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara
3) Praktek CSR dalam bentuk pemberian hasil produk secara cuma-cuma tidak memperoleh insentif pajak. Perusahaan yang melakukan promosi dengan membagi-bagikan produknya sebagai sampel di masyarakat, berdasarkan UU Nomor 36 Tahun 2008 biaya yang dikeluarkan tersebut bukan biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto (tidak memperoleh insentif pajak) karena merupakan pemberian kenikmatan atau natura seperti yang diatur dalam Pasal 9 ayat (1) huruf e UU Nomor 36 Tahun 2008. Apabila perusahaan memilih untuk menyerahkan produknya untuk program tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) maka perusahan harus membayar PPN sebesar 10% dari nilai produk yang disumbangkan kepada masyarakat.
4) CSR di bidang pendidikan dan kesehatan diberikan insentif pajak. Perusahaan dapat melaksanakan program tanggung jawab sosialnya ke masyarakat berupa aktivitas di bidang pendidikan dan kesehatan. Dalam bidang pendidikan, yang dapat diberikan oleh perusahaan berupa pemberian beasiswa kepada siswa-siswa berprestasi ataupun siswa yang tidak mampu, ataupun sumbangan untuk penyediaan sarana dan prasarana sekolah. Di bidang kesehatan, perusahaan biasanya memberikan bantuan penyediaan sarana dan prasarana kesehatan seperti puskesmas, program khitanan massal, imunisasi untuk masyarakat umum dan program lainnya. Apabila program CSR dilaksanakan dalam bentuk pemberian beasiswa, maka berdasarkan Pasal 6 ayat (1) huruf g UU Nomor 36 Tahun 2008 dapat dibiayakan oleh perusahaan pemberi beasiswa. Dari sisi penerima beasiswa, beasiwa tersebut merupakan penghasilan yang tidak termasuk sebagai Obyek Pajak sebagaimana diatur dalam pasal 4 ayat (3) huruf l UU Nomor 38 Tahun 2008.
5) CSR untuk pengembangan regional dan komunitas memperoleh fasilitas pajak dalam mengembangkan wilayah. Perusahaan pertambangan dan perkebunan membangun infrastruktur yang sesuai dengan kebutuhan perusahaan, isu perpajakan yang dapat ditarik dari permasalahan tersebut adalah pembangunan infrastruktur wilayah itu akan berakibat positif bagi mobilitas perusahaan dan wilayah sekitar. Sehingga perkembangan perekonomian masyarakat sekitar dapat
54 Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara
meningkat. Perusahaan dapat mengurangi biaya-biaya yang terjadi karena ketiadaan infrastruktur. Pembangunan infrastruktur tersebut dapat dikurangkan sebagai pengurang dalam penghasilan bruto. Sehingga dalam jangka panjang akan terjadi penurunan biaya produksi yang akan berakibat pada meningkatnya laba perusahaan.
Program pengembangan masyarakat (CSR) merupakan salah satu kebijakan Sektor ESDM mengenai peningkatan nilai tambah komoditas pertambangan, di samping melalui kegiatan pengolahan dan pemurnian dalam negeri, peningkatan muatan lokal (local content), dan penyerapan tenaga kerja dari lokal. Di Sektor ESDM, community development (comdev) adalah bagian dari tanggung jawab korporat (Corporate Social Responsibility, CSR) yang merupakan komitmen bisnis untuk berkontribusi dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan, bekerja dengan karyawan perusahaan, keluarga karyawan tersebut berikut komunitas setempat (lokal) dan masyarakat secara keseluruhan, dalam rangka meningkatkan kualitas kehidupan.
Keseluruhan peran sektor ESDM memiliki satu muara tujuan, yaitu mengkonversi keunggulan potensi sumber daya alam yang dimiliki oleh Indonesia, berupa potensi energi dan mineral, yang dikenal sebagai comparative advantage yang merupakan keunggulan yang bersifat “sementara” menjadi keunggulan potensi Sumber Daya Manusia (SDM) yang dikenal sebagai competitive advantage yang merupakan keunggulan yang bersifat “kualitas”.
Upaya mengkonversi comparative advantage menjadi competitive advantage yang paling potensial adalah melalui peningkatan kualitas SDM dalam bidang pendidikan. Pendidikan berdampak besar dalam meningkatkan kualitas SDM yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan (knowledge), ketrampilan (ability), dan budi pekerti (attitude). Implementasi program CSR secara nyata, yaitu dengan pemberian beasiswa, bantuan sarana dan prasarana pendidikan dan sarana olah raga, pelatihan, bantuan tenaga guru, dan pelatihan bagi guru, pembangunan tempat ibadah, pengadaan air bersih, pemberdayaan pertanian dan peternakan secara modern.
Pada tahun 2013, realisasi dana comdev dan CSR sektor ESDM yang digunakan untuk pengembangan masyarakat dan untuk mendukung kegiatan di masyarakat sebesar Rp1,688 triliun dari target yang telah ditetapkan sebesar Rp2,12 triliun atau 79,77%,
55Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara
realisasinya mencapai Rp 2.26 triliun. Dana ini berasal dari perusahaan pertambangan umum, perusahaan migas, dan perusahaan listrik (Gambar 4.3).
Sumber: Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah KESDM 2013
Gambar 4.3.
Grafik Penggunaan Dana Comdev Sektor ESDM Tahun 2009-2013
Kewajiban untuk melaksanakan CSR telah diatur dalam Pasal 74 ayat (1) dan (2) UU Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Sejalan dengan hal tersebut, maka sesuai dengan Pasal 108 dan Pasal 109 UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) wajib menyusun program comdev. Program comdev dilakukan dalam rangka mempersiapkan kehidupan pasca tambang (life after mining) bagi daerah maupun masyarakat sekitarnya serta sebagai investasi yang memiliki nilai keuntungan jangka panjang, yaitu dengan diperolehnya social license to operate.
Realisasi comdev dikatakan berhasil apabila mampu menciptakan kemandirian masyarakat, bukan ketergantungan, sehingga tujuan dan cita-cita konsep pembangunan berkelanjutan benar-benar dapat dicapai dan dapat memberikan kontribusi optimal terhadap perekonomian Indonesia secara keseluruhan dan daerah khususnya. Pembangunan subsektor mineral dan batubara akan terus berkelanjutan bila dalam implementasinya memperhatikan
56 Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara
keberlanjutan lingkungan dan tanggung jawab sosial terhadap masyarakat, tentunya dengan didukung oleh program dan alokasi dana yang tepat sasaran.
Adapun yang menjadi hambatan dan permasalahan tidak terealisasinya target kinerja jumlah anggaran comdev subsektor mineral dan batubara disebabkan oleh tidak stabilnya harga pasar internasional akibat over supply bagi beberapa komoditas mineral dan batubara berdampak pada sebagian perusahaan menghentikan kegiatan operasi produksi, dan hal ini tentunya mengurangi alokasi peruntukan dana comdev. Perusahaan PKP2B yang melaksanakan comdev sebanyak 68 perusahaan, antara lain PT. Berau Coal, PT. Kaltim Prima Coal, PT. Adaro Indonesia, PT. Arutmin, dan PT. Gunung Bayan Pratama Coal. Sedangkan perusahaan KK yang melaksanakan comdev sebanyak 17 perusahaan, antara lain PT. Freeport Indonesia, PT. Newmont Nusa Tenggara, PT. Nusa Hamahera Minerals, PT. Vale Indonesia, dan PT. Natarang Mining.
Pertumbuhan anggaran comdev untuk IUP/BUMN dalam kurun waktu lima tahun terakhir sebesar 55%/tahun. Pertumbuhan anggaran comdev untuk PKP2B dalam kurun waktu lima tahun terakhir sebesar 18,3% dan pertumbuhan anggaran comdev untuk KK dalam kurun waktu lima tahun terakhir rata-rata mengalami penurunan sebesar -6,8%. Namun demikian, ditengah lesunya perekonomian dunia akibat tekanan resesi di beberapa negara tujuan ekspor komoditas mineral dan batubara, anggaran comdev untuk keseluruhan KK/PKP2B dan IUP/BUMN mencatatkan pertumbuhan yang positif sebesar 1,8%/tahun.
Tabel 4.4.
Realisasi Dana Comdev Subsektor Mineral dan Batubara Tahun 2009-2013
No Perusahaan Realisasi (Rp. Juta)
2009 2010 2011 2012 2013
1 IUP/ BUMN 86.560 248.189 275.000 300.000 350.000 2 PKP2B 191.600 265.784 280.907 293.406 365.409 3 KK 1.223.895 1.116.336 1.121.422 1.277.251 860.934 Total 1.502.055 1.630.309 1.677.329 1.870.657 1.576.342
Sumber: Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah KESDM 2013
57Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara
Realisasi anggaran comdev dilaksanakan oleh perusahaan melalui program-program sebagai berikut:
1) Pemanfaatan Sarana dan Prasarana Perusahaan untuk keperluan
a) Pelatihan pemuda/masyarakat dalam keahlian khusus yang dimiliki oleh perusahaan, seperti; mengelas, bubut, bengkel.
b) Pelatihan keterampilan kreatif dengan memanfaatkan bahan limbah industri, dan penyaluran penjualannya (bekerja sama dengan dinas terkait).
2) Pemberdayaan masyarakat berupa Peningkatan Ekonomi Penduduk sekitar a) Membentuk kelompok untuk membantu “meningkatkan
kualitas, kuantitas dan packaging, serta jaringan menjual”. b) Memanfaatkan hasil produksi untuk dimanfaatkan sebagai
gift perusahaan. c) Melatih tenaga kerja local yang mempersiapkan rehabilitasi
lahan pertambangan.
3) Pelayanan Masyarakat, berupa Bantuan Bencana Alam dan Donasi/ Charity/Filantropi
a) Peningkatan Pendidikan Penduduk Sekitar. b) Pemberian beasiswa bagi murid sekolah berprestasi. c) Pemberian bantuan sarana dan prasarana pendidikan.
4) Pengembangan Infrastruktur, berupa Sarana, seperti Sarana Ibadah, Sarana Umum, Sarana Kesehatan, dan lainnya.
Berdasarkan perkiraan dampak pembangunan smelter
terhadap pengembangan masyarakat sekitar proyek di Provinsi Sulawesi Tenggara adalah di antaranya: 1) Pembukaan lapangan kerja bagi masyarakat sekitar dan
masyarakat Indonesia secara keseluruhan sehingga bisa meningkatkan taraf hidup bagi masyarakat,
2) Pembangunan infrastuktur publik dan fasilitas sosial, operasi smelter akan membangun berbagai fasilitas publik untuk mendukung operasinya dan dalam aktivitasnya diharapkan juga membangun fasilitas sosial untuk karyawan smelter yang dalam
58 Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara
insteraksi sosialnya tidak tertutup kemungkinan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat di sekitar proyek,
3) Program Pendidikan, dimana perusahaan terkait memberikan bantuan baik berupa program beasiswa untuk anak-anak sekolah dan gerakan pembasmian buta huruf lainnya,
4) Gerakan penghijauan, dimana usaha pembangunan smelter nikel ini diharapkan sebagai ujung tombak gerakan pelestarian lingkungan yang berkesinambungan,
5) Pemeliharaan biosatwa untuk mendukung upaya perlindungan satwa-satwa di daerah pusat pendirian pabrik, sehingga ekosistem alam yang tetap terjaga dan lestari,
6) Pemeliharaan amdal lingkungan, sebagai usaha minimalisasi dampak terhadap kerusakaan lingkungan dari aktifitas pabrik sehingga keseimbangan alam tetap terjaga, dan
7) Pemberdayaan masyarakat sekitar, yaitu pemberian latihan-latihan yang bersifat edukatif temasuk bantuan modal bagi warga sekitar sehingga terbentuk masyarakat yang mandiri baik secara ekonomi maupun secara psikologis.
Begitu besar peranan dari dibangunnya smelter nikel di Provinsi Sulawesi Tenggara tentunya harus didasarkan kepada kebijakan Pemerintah serta pro rakyat dan lingkungan sehingga terjadi timbal-balik yang saling menguntungkan; tidak untuk saat ini, namun juga untuk masa yang akan datang. Usaha pendirian smelter harus terencana sehingga arah pembangunan makin jelas dan berdampak positif bagi masyarakat, lingkungan, dan kultur sosial masyarakat Provinsi Sulawesi Tenggara.
Berikut ini akan dibahas kondisi pembangunan smelter beberapa perusahaan dan dampaknya terhadap pengembangan masyarakat sekitar proyek.
PT. Aneka Tambang (Persero) Tbk Sejak tahun 2010-2014, realisasi produksi feronikel dari Unit
Bisnis Pertambangan Nikel (UBPN) di Provinsi Sulawesi Tenggara selalu mencapai target produksi. Pada tahun 2014, realisasi produksi feronikel mencapai 16.851 ton, menurun jika dibandingkan dengan realisasi tahun sebelumnya yang mencapai 18.249 ton. Sejak tahun 2011, realisasi ekspor feronikel selalu di atas target yang telah
59Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara
ditetapkan, tetapi pada tahun 2013 realisasi ekspor feronikel jauh di bawah target yang telah ditetapkan. Hal ini dikarenakan saat itu harga feronikel sedang turun sehingga stock yang ada disimpan. Sampai dengan Februari 2015, realisasi ekspor feronikel telah mencapai 2.155 Ton Ni. Sama halnya dengan feronikel, sejak tahun 2011 realisasi produksi bijih nikel (ore) melebihi target yang telah ditetapkan walaupun pada tahun 2014, target produksi bijih nikel tidak tercapai. Sejak tahun 2010, realisasi ekspor bijih nikel selalu di atas target yang telah ditetapkan, tetapi ada tahun 2013 realisasi ekspor feronikel sedikit di bawah target yang telah ditetapkan. Masalah-masalah yang dialami PT. Aneka Tambang (Persero) Tbk adalah masih dibutuhkan pendanaan untuk FHT, SGA dan Anode Slime dengan jumlah total investasi mencapai USD3,34 miliar (Rp40 triliun).
Sepanjang tahun 2005-2014 telah disalurkan dana sebesar Rp59,77 miliar untuk program kemitraan kepada 3.316 mitra binaan dengan mayoritas sektor perdagangan dan perkebunan. Sedangkan untuk Program Bina Lingkungan telah disalurkan dana sebesar Rp40,88 miliar dengan mayoritas untuk bantuan sarana dan prasarana umum. Sektor usaha yang paling banyak disalurkan dana program kemitraan adalah sektor perdagangan dan perkebunan. Sedangkan yang paling sedikit adalah sektor pertanian dan peternakan (Tabel 4.5).
Tabel 4.5. Penyaluran Program Kemitraan Berdasarkan Sektor Usaha
No Sektor Usaha Jumlah Penyaluran (Rp.)
Jumlah Mitra
1. Industri 2.854.412.800 105 2. Perdagangan 20.316.500.000 811 3. Pertanian 1.367.000.000 43 4. Peternakan 1.337.500.000 57 5. Perkebunan 20.293.510.000 1.725 6. Perikanan 4.537.500.000 251 7. Jasa 9.062.000.000 324
Total 59.768.422.800 3.316 Sumber: PT. Antam Tbk., 2015
Program bina lingkungan menyalurkan dana terbesar untuk bantuan sarana dan prasarana umum, sedangkan yang terendah adalah untuk pengentasan kemiskinan (Tabel 4.6).
60 Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara
Tabel 4.6.
Penyaluran Program Bina Lingkungan Berdasarkan Sektor Usaha
No Sektor Bantuan Jumlah Penyaluran (Rp.) 1. Bencana Alam 389.457.131 2. Pendidikan dan Pelatihan 9.274.752.867 3. Peningkatan Kesehatan 5.887.377.010 4. Prasarana/sarana Umum 13.639.397.108 5. Sarana Ibadah 4.610.180.369 6. Pelestarian Alam 6.869.190.248 7. Pengentasan Kemiskinan 210.000.000
Total 40.880.354.733 Sumber: PT. Antam Tbk., 2015
Selain itu, PT. Aneka Tambang (Persero) Tbk juga
memberikan beasiswa sejak tahun 2008. Sampai saat ini penerima manfaat sudah mencapai 536 orang dengan total biaya mencapai Rp6,49 miliar. Berdasarkan kondisi di atas, maka beroperasinya pabrik smelter PT. Antam Tbk. di Provinsi Sulawesi Tenggara masih diperlukan beberapa hal agar dampaknya terhadap pengembangan masyarakat sekitar proyek dapat dioptimalkan, yaitu: a) Perlunya peningkatan sinergi kemitraan BUMN di daerah. b) Dalam rangka mengurangi kesenjangan, diperlukan sinergitas
antara pemerintah dan BUMN. c) Integrasi dengan perusahaan daerah. d) Peningkatan sinergi antar BUMN.
PT. Vale Indonesia (Inco)
PT Vale Indonesia (Inco) berencana membangun pabrik smelter (pabrik pengolahan) baru di Pomalaa, Sulawesi Tenggara. Pembangunan di lokasi baru ini juga dibarengi ekspansi tahap kedua smelter Soroako, Sulawesi Selatan. Total nilai investasi proyek di Kolaka akan menghabiskan sekitar USD1,5 miliar. Perseroan akan menggabungkan kombinasi pendanaan internal, loan, dan dari mitra strategis. Untuk pengembangan di Kolaka, perseroan akan menggandeng Sumitomo Metal Mining Co Limited dengan membentuk perusahaan patungan (joint venture/JV). Pabrik
61Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara
pengolahan bijih nikel ini memiliki kapasitas kurang lebih 40.000 ton Ni dalam MSP (mixed sulfide precipitate) per tahun.
Untuk proyek ini PT Vale Indonesia menjalankan program pengembangan masyarakat di Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara. Hal ini menjadi mandat karena PT Vale memiliki wilayah Kontrak Karya seluas 35.486 hektar di provinsi tersebut. Kegiatan CSR PT Vale di Sulawesi Tenggara telah dilaksanakan sejak tahun 2000. Atas usulan Pemerintah Kabupaten Kolaka, PT Vale mengalokasikan dana CSR 2014 untuk mendukung pengembangan visi kawasan tanaman pangan. Wilayah yang ditargetkan menjadi lumbung padi dan kedelai di Kolaka adalah Desa Lamedai, Kecamatan Tanggetada. Potensi area persawahan di Lamedai mencapai 1.500 hektar, meskipun hingga kini baru sekitar 700 hektar sawah produktif yang digarap oleh petani.
Ada enam paket kegiatan yang masuk dalam alokasi CSR PT Vale tahun anggaran 2014. Dana yang diserap untuk keseluruhan paket berjumlah Rp3 miliar. Paket-paket kegiatan CSR tersebut diserahterimakan dari PT Vale kepada Pemkab Kolaka pada 6 Januari 2015. Manajemen PT Vale melakukan seremoni tanam pohon dan panen raya di area persawahan Dusun Bali Jaya, Desa Lamedai. Pelaksanaan CSR di Desa Lamedai ini bisa menjadi percontohan bagi daerah lain karena adanya prinsip kemitraan antara Perusahaan, Pemerintah Daerah, dan masyarakat. Selain itu, prinsip transparansi juga tampak dalam realisasi program. Prinsip-prinsip itu menjadi pendorong keberlanjutan yang menjadi inti dari program CSR.
Kegiatan program pengembangan masyarakat PT Vale ini mendapat dukungan dari pemerintah daerah dan masyarakat. Selain bermitra dengan Pemerintah Daerah, masyarakat juga menunjukkan semangat partisipasi dan kemitraan sejak sosialisasi program. Mereka merelakan tanahnya diambil untuk pembuatan saluran irigasi dan jalan usaha tani, serta bersedia bergotong-royong membantu pengerjaan paket kegiatan. PT. Bintang Smelter Indonesia (BSI)
PT BSI beroperasi di Tinanggea, Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara. Smelter yang dibangun PT BSI berkapasitas 100.000 ton nickel pig iron per tahun. Dengan investasi sekitar USD100 juta, proyek itu ditargetkan selesai tahun 2015, dikerjakan dua tahap. Pembangunan smelter tahap pertama berproduksi pada
62 Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara
akhir tahun 2014. Smelter ini menggunakan energi batubara. Sedangkan konstruksi dan mesin pabrik dari China, baik rakitan konstruksi maupun mesinnya.
Nickel Pig Iron (NPI) yang diproduksi PT BSI berkadar minimal 10% nikel. Produk ini merupakan bahan baku utama industri baja tahan karat (stainless steel). Smelter NPI tersebut membutuhkan sekitar 1.000 tenaga kerja. PT Ifishdeco sendiri saat ini juga mempekerjakan sebanyak 612 karyawan yang umumnya tenaga lokal. Kehadiran usaha pertambangan dan industri nikel di Tinanggea, mendorong pertumbuhan sosial ekonomi daerah dan masyarakat sekitar proyek. Peluang masyarakat sekitar untuk memasarkan produksinya makin terbuka lebar. Karyawan pertambangan dan industri yang ribuan jumlahnya itu membutuhkan bahan kebutuhan pokok yang akan dipenuhi dari daerah lokal. Untuk itu, bantuan bersifat langsung dari PT BSM selama ini disalurkan melalui program CSR dan comdev. Bantuan itu meliputi antara lain pembangunan jembatan, pembuatan sumur bor untuk irigasi pertanian, pembangunan rumah-rumah ibadah. Dana comdev sendiri telah disalurkan sekitar Rp960 juta dalam dua tahap, meliputi 25 desa di sekitar tambang yang dibina. Upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia juga menjadi perhatian PT Ifishdeco. Tugas mulia itu diwujudkan melalui bantuan satu unit kendaraan ambulans untuk Rumah Sakit Umum Kabupaten Konawe Selatan, dan penyediaan air bersih bagi warga di beberapa desa berupa sumur bor.
Bantuan yang sangat signifikan bagi peningkatan kualitas SDM adalah pemberian beasiswa bagi sekitar 100 mahasiswa S1, S2, dan S3. Para peserta berasal dari berbagai kabupaten dan kota di Sulawesi Tenggara. Bantuan ini direalisasikan melalui kerja sama PT BSM dengan Universitas Haluoleo.
4.3. Dampak Terhadap Pendapatan/Perekonomian Nasional
Pembangunan ekonomi pada dasarnya mempunyai tiga dimensi pokok, yaitu: sektoral, kewilayahan, dan waktu. Waktu merupakan dimensi dinamis dalam kegiatan atau proses pembangunan. Pembangunan ekonomi pada dasarnya dimaksudkan untuk meningkatkan nilai tambah (value added). Dari dimensi pembangunan tersebut, dalam kurun waktu tertentu akan dicapai dua nilai tambah pokok, yaitu: nilai tambah sektoral atau vertikal yang memberi dampak pertumbuhan bagi pendapatan nasional atau
63Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara
PDB, serta nilai tambah kewilayahan untuk memberi manfaat sosial ekonomi bagi masyarakat setempat (Soelistijo, dkk., 2003).
Dalam perspektif ekonomi makro, khususnya model input-output, nilai tambah suatu sektor atau input primer merupakan selisih antara total output dan input antara (intermediate input). Nilai tambah suatu sektor merupakan pendapatan atau balas jasa yang diperoleh oleh faktor-faktor produksi, antara lain pendapatan dari tenaga kerja (upah dan gaji) dan surplus usaha (keuntungan) karena entrepreneurship. Upaya untuk memperoleh nilai tambah yang lebih besar dari hasil pertambangan pada dasarnya dimaksudkan agar pendapatan faktor-faktor produksi di dalam negeri juga meningkat, baik pendapatan tenaga kerja, keuntungan perusahaan maupun pajak pertambahan nilai untuk kepentingan perekonomian domestik. Teori commodity trap atau jebakan komoditas menyebutkan bahwa negara-negara sedang berkembang sulit untuk keluar dari cara pandang agar dari bahan-bahan mentah (komoditas) harus diolah terlebih dahulu sebelum diekspor. Negara-negara tersebut sulit untuk keluar dari jebakan komoditas. Hal ini terkait dengan industri dan kapitalisme global yang tak rela jika sebuah negara berkembang meningkatkan diri sebagai negara pengolah bijih mineral, bukan lagi sebagai penjual bijih mineral mentah (Didiek, 2014).
Dalam teori perdagangan internasional, kebijakan pembatasan ekspor merupakan bagian dari politik perdagangan (proteksi) untuk melindungi industri dalam negeri serta menjaga ketersediaan pasokan bagi kebutuhan domestik. Dampak ekonomi jangka pendek hampir semuanya negatif, karena akan mengganggu penerimaan negara, defisit neraca perdagangan, melemahnya nilai tukar, penurunan pendapatan perusahaan domestik, melambatnya pertumbuhan ekonomi, dan pada gilirannya pengangguran. Dampak positifnya baru terlihat dalam jangka panjang, berupa tumbuhnya industri dalam negeri, meningkatnya nilai tambah produk, hingga pada gilirannya perluasan investasi, penguatan kapasitas produksi dan kesempatan kerja. Itupun dengan catatan bahwa sebuah kebijakan proteksi harus diikuti dengan peta jalan (roadmap) yang jelas, terukur serta perlakuan yang komprehensif terhadap eksternalitas dan dampak-dampak jangka pendek (Pattilouw, 2012).
Kebijakan pembatasan ekspor mineral pada dasarnya dimaksudkan untuk agenda jangka panjang dan cenderung kurang memperhatikan proses serta dinamika jangka pendek. Akibatnya, mekanisme operasional yang terbangun cenderung bersifat reaktif.
64 Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara
Ketidaksiapan kelembagaan birokrasi, infrastuktur, dan energi merupakan faktor-faktor yang menghambat proses serta dinamika atas kebijakan jangka pendek yang diberlakukan. Tentu saja untuk mencapai sebuah tujuan jangka panjang, dinamika jangka pendek mesti diperhitungkan dan disiasati secara tepat.
Pembahasan dampak pembangunan smelter terhadap pendapatan/ perekonomian nasional dalam bab ini akan dibatasi pada aspek investasi, nilai tambah ketenagakerjaan dari aspek kewilayahan, nilai ekspor yang memengaruhi pendapatan nasional atau PDB, dan penerimaan negara yang terkait dengan pemberlakuan kebijakan PNT mineral sesuai amanat UU Nomor 4 Tahun 2009. Analisis akan dilihat dampak secara nasional kemudian dibandingkan dengan dampak smelter nikel di Provinsi Sulawesi Tenggara.
Dilihat dari rencana pembangunan pabrik smelter yang akan dilakukan oleh perusahaan pertambangan berbagai jenis mineral logam dan bukan logam, diperkirakan akan terjadi investasi besar-besaran di wilayah yang menjadi pusat kegiatan pertambangan tersebut. Investasi di bidang pertambangan besi tercatat paling besar, disusul kemudian oleh pertambangan nikel dan bauksit. Total investasi diperkirakan mencapai hampir USD18.867,29 juta.
Adapun lokasi pembangunan smelter, investasi terbesar berada Banten (USD7 miliar), disusul oleh Sulawesi Tenggara (USD4,8 miliar), Kalimantan Barat (USD4,6 miliar), Sulawesi Tengah (USD1,3 miliar), dan Kalimantan Selatan (USD1,1 miliar). Investasi di provinsi lainnya, yaitu Maluku Utara, Jawa Timur, Jawa Barat, Kalimantan Tengah, dan Kepulauan Riau, antara USD48 juta – USD300 juta (Yunianto, 2014). Data rencana investasi berdasarkan komoditas dan berdasarkan provinsi dapat dilihat pada Gambar 4.4 dan Gambar 4.5.
Dampak terhadap perekonomian nasional dilihat dari investasi pabrik smelter di Provinsi Sulawesi Tenggara sebesar USD 3,8 miliar atau sekitar 20,11 % dari investasi pabrik smelter secara nasional. Investasi smelter di Provinsi Sulawesi Tenggara yang terbesar adalah berasal dari PT. Wijaya Inti Nusantara (Jilin Metal) di Konawe Selatan dan PT. Jilin Metal di Bombana masing-masing sebesar USD2,3 miliar (Lampiran 5).
65Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara
Gambar 4.4. Rencana Investasi Pembangunan Fasilitas Pengolahan
dan Pemurnian Mineral Berdasarkan Komoditas
A.1.4. Peta Sebaran Kebutuhan EnergiINVESTASI PENGOLAHAN DAN PEMURNIANKep. Riau
Investasi 48 juta USD
Kalimantan Barat
Investasi 4,6 milyar USD
Banten
Investasi 7 milyar USD
Jawa Barat
Investasi 230 juta USD
Jawa Timur
Investasi 250 juta USDKalimantan Selatan
Investasi 1,1 milyar USD
Kalimantan Tengah
Investasi 94 juta USD
Sulawesi Tengah
Investasi 1,3 milyar USD
Sulawesi Tenggara
Investasi 3,8 milyar USD
Maluku Utara
Investasi 300 juta USD
Sumber: Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara, 2013 Gambar 4.5.
Rencana Investasi Pembangunan Fasilitas Pengolahan dan Pemurnian Mineral Berdasarkan Provinsi
66 Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara
Dari hasil verifikasi yang dilakukan terhadap pertambangan
mineral yang memiliki ET (Eksportir Terdaftar), yang terdiri atas pertambangan bijih nikel, bijih besi, bauksit, bijih mangan, galena, dan ilmenit, dapat dihitung proyeksi kebutuhan tenaga kerjanya. Dengan asumsi seluruh perusahaan tambang hasil verifikasi merealisasikan rencananya untuk membangun pabrik smelter, maka diperkirakan akan terjadi penurunan jumlah tenaga kerja, dari semula 56.127 orang pada tahun 2013 menjadi 9.676 orang pada tahun 2014. Tenaga kerja pada tahun 2014 ini terdiri atas 5.570 orang bekerja pada smelter dan 4.106 orang pada kegiatan penambangan (Gambar 4.6).
Sumber: Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara (2013)
Gambar 4.6.
Proyeksi jumlah tenaga kerja yang dapat diserap, 2014-2017
Beroperasinya perusahaan yang membangun smelter pada tahun-tahun berikutnya, sesuai dengan studi kelayakan yang mereka buat, mengakibatkan terjadinya kenaikan pada tenaga kerja yang terlibat, baik dalam kegiatan smelter maupun penambangan. Pada tahun 2015, tenaga kerja naik menjadi 19.102 orang, dengan perincian 11.899 orang pada smelter dan 7.203 orang pada penambangan. Pada tahun 2016, naik lagi menjadi 40.773 orang, dengan perincian 27.775 orang pada smelter dan 12.998 orang pada
67Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara
penambangan. Sementara pada tahun 2017, angka penyerapan tenaga kerja menjadi 65.440 orang, terdiri atas 34.375 orang pada smelter dan 31.065 orang pada penambangan. Angka ini sudah melampaui jumlah tenaga kerja pada tahun 2013 ketika kebijakan PNT belum dilaksanakan, yakni 56.127 orang. Dengan melihat perkembangan tenaga kerja yang bekerja di sektor pertambangan mineral selama periode 2013-2017, maka berarti salah satu tujuan penerapan kebijakan PNT sudah tercapai, yaitu meningkatnya jumlah tenaga kerja (Yunianto, 2014).
Dari hasil analisis diperkirakan pengangguran hanya akan terjadi pada periode tahun 2014-2016, tetapi tidak pada tahun 2017 yang justru berada pada level di atas tahun 2013 sebelum kebijakan PNT diberlakukan. Setelah tahun 2017, pertumbuhan smelter diperkirakan akan terus berlanjut, yang berarti penyerapan tenaga kerja juga diharapkan terus bertambah (Yunianto, 2014).
Berdasarkan data penyerapan tenaga kerja smelter nikel di Provinsi Sulawesi Tenggara, penyerapan tenaga kerja sebesar 7.584 orang. Jumlah ini hanya untuk pekerja di smelter, belum termasuk tenaga kerja yang bekerja pada kegiatan ekonomi yang mendukung smelter dan merupakan multiplier effect dari kegiatan smelter, seperti tenaga kerja di kegiatan transportasi, penyuplai bahan pokok, jasa keteknikan, jasa perdagangan, dan lainnya.
Ketika UU Nomor 4 Tahun 2009 diberlakukan, para pengusaha tambang mineral tampaknya menyadari bahwa pemerintah cq. Kementerian ESDM akan menerapkan kebijakan PNT mineral dan batubara sebagaimana tertuang pada Pasal 103 UU Nomor 4 Tahun 2009. Persoalannya, meskipun dalam pasal tersebut jelas-jelas disebutkan bahan galian yang diproduksi harus diolah dan dimurnikan di dalam negeri sebelum diekspor, para pengusaha sebenarnya tidak tahu persis seperti apa bentuk kebijakan yang akan dibuat. Untuk itu, mereka mengambil jalan pintas dengan berusaha menggenjot produksi sebanyak-banyaknya. Tidak mengherankan jika hanya dalam jangka waktu empat tahun, ekspor bijih berbagai jenis mineral meningkat sangat tajam; ekspor bijih nikel naik delapan kali lipat selama kurun waktu 2008-2011 (Gambar 4.7).
Berdasarkan perhitungan (Gambar 4.8), terlihat pertumbuhan nilai ekspor produk pengolahan dan pemurnian tahun 2013 – 2017 cukup signifikan tinggi, dari USD4,62 miliar menjadi
68 Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara
USD17,88 miliar. Nilai ekspor produk konsentrat (O) yang diberi relaksasi bisa diekspor sampai tahun 2017 relatif stabil berturut-turut selama tahun 2013 – 2017 sekitar USD3,65 miliar, USD2,19 miliar, dan USD4,98 miliar. Sedangkan bila ekspor bijih akan diperbolehkan, dari perhitungan sangat tidak signifikan karena ekspor bijih/raw material secara selektif hanya akan membantu nilai ekspor sebesar USD672 juta, atau 5% dari total nilai ekspor produk material.
Berdasarkan hasil perhitungan bila masih ekspor bijih diperoleh manfaat sebagai berikut: a) tahun 2015, nilai ekspor akan meningkat sebesar USD672 juta
(5% dari total nilai ekspor); b) tahun 2016, nilai ekspor akan bertambah 6% dari nilai ekspor
bijih/raw material; c) ekuitas perusahaan yang sedang menyelesaikan pembangunan
fasilitas pemurnian akan terbantu.
Sedangkan resiko yang harus ditanggung bila masih
mengekspor bijih (nikel) adalah: a) IUP yang akan menyelesaikan pembangunan smelter nikel
akan dirugikan, padahal mereka telah patuh terhadap kewajiban PNT;
b) terdapat penolakan dari IUP yang sedang menyelesaikan pembangunan smelter-nya;
c) Pemerintah akan kehilangan kepercayaan dari negara yang telah berinvestasi di Indonesia (China, Ukraina, Australia, etc);
d) sulit mengendalikan kegiatan penyelundupan apabila raw material diperkenankan untuk diekspor kembali.
Terkait dengan nilai ekspor, Indonesia diperkirakan akan kehilangan devisa sebesar USD3,6 miliar menyusul kebijakan larangan ekspor bijih yang diberlakukan mulai awal tahun 2014. Hal ini sejalan dengan penurunan nilai ekspor mineral yang terjadi pada tahun 2014. Pada tahun yang sama, negara juga akan kehilangan penerimaan negara sebesar Rp6 triliun yang berasal dari pajak, serta Rp2 triliun dari PNBP. Namun dengan meningkatnya nilai ekspor pada tahun 2015, maka secara otomatis penerimaan negara akan terdorong naik, meskipun masih di bawah penerimaan negara pada tahun 2013. Penerimaan negara pada tahun 2016 dan tahun 2017 juga praktis akan meningkat di atas penerimaan negara pada
69Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara
tahun 2013 menyusul peningkatan nilai ekspor pada kedua tahun tersebut.
Sumber: Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara (2013)
Gambar 4.7.
Kenaikan Ekspor Bijih Nikel (2008-2011)
Sumber: Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara (2013)
Gambar 4.8. Perkiraan Nilai Ekspor Mineral Tahun 2013 – 2017
70 Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara
Untuk mengetahui perbedaan nilai tambah dari pembangunan smelter nikel di Provinsi Sulawesi Tenggara berikut akan dilihat dari perbandingan nilai ekspor bijih dan dalam bentuk produk pemurnian nikel (refinery product).
Secara nasional, dari 40 IUP nikel terdapat 33 perusahaan yang akan membangun smelter. Dari 33 perusahaan smelter tersebut, terdapat 20 perusahaan yang akan membangun smelter di Provinsi Sulawesi Tenggara. Dilihat dari nilai ekspor bijih nikel dari seluruh IUP nikel diperkirakan nilainya sebesar USD 602,36 juta (Tabel 4.7), dengan sekitar 60% berasal dari Provinsi Sulawesi Tenggara. Sedangkan bila dibandingkan dengan nilai ekspor setelah menjadi produk pemurnian nikel dalam bentuk feronikel, MHP, sponge nikel, NPI, dan nikel mate nilai mencapai USD7,31 miliar, yang sebagian besar berasal dari smelter di Provinsi Sulawesi Tenggara (Tabel 4.8). Terdapat selisih yang cukup signifikan nilai ekspor bijih nikel bila dibandingkan nilai produk pemurnian nikel. Sebagai penggerak roda perekonomian nasional dan daerah, akan membuka lapangan kerja sebagai multiplier effect yang lebih luas ke kegiatan hilir bila dilakukan pengolahan dan pemurnian di dalam negeri. Di samping itu, tentu akan meningkatkan pendapatan nasional dan pendapatan daerah yang berasal dari pajak-pajak dan PNBP (iuran-iuran dan royalty).
71Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara
Tabel 4.7.
Nilai Ekspor Bijih Nikel (Perusahaan Tahap Konstruksi Tahun 2015) No. Perusahaan Volume
Ekspor Harga
(USD/ton) Nilai Ekspor
(USD) 1 Bintang Delapan Mineral 3,000,000.00 31.59 94,770,000.00
2 Bintang Delapan Energi
3 Gebe Sentra Nikel 1,100,000.00 31.59 34,749,000.00
4 Integra Mining Nusantara 108,000.00 31.59 3,411,720.00
5 PT. Macika Mada Madana
360,000.00 31.59 11,372,400.00
6 Fajar Bhakti Lintas Nusantara
348,000.00 31.59 10,993,320.00
7 PT. Karyatama Konawe Utara
500,000.00 31.59 15,795,000.00
8 Bhineka Sekarsa Adidaya
500,000.00 31.59 15,795,000.00
9 PT. Cipta Djaya Surya 3,888,889.00 31.59 122,850,003.51
10 PT. Pernik Sultra 18,000.00 31.59 568,620.00
11 Elit Kharisma Utama 45,000.00 31.59 1,421,550.00
12 Konawe Nikel Nusantara
13 Kembar Emas Sultra 200,000.00 31.59 6,318,000.00
14 PT. Bina Cakra Perkasa Mineralindo
3,500,000.00 31.59 110,565,000.00
15 PT. Pam Metalindo 1,800,000.00 31.59 56,862,000.00
16 PT. Aneka Tambang-FeNi Haltim
2,500,000.00 31.59 78,975,000.00
17 Wanatiara Persada (Multi Baja Industri)
1,200,000.00 31.59 37,908,000.00
18 Rimba Kurnia Alam
Jumlah 19,067,889.00 602,354,613.51
72 Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara
Tabe
l 4.8
. P
raki
raan
Nila
i Eks
por R
efin
ery
Pro
duct
Jeni
s P
rodu
k
2014
20
15
2016
20
17
Pro
duks
i
(ton)
Nila
i Eks
por
(US
D)
Pro
duks
i
(ton)
Nila
i Eks
por
(US
D)
Pro
duks
i
(ton)
Nila
i Eks
por
(US
D)
Pro
duks
i (to
n)
Nila
i Eks
por
(US
D)
FeN
I 18
,000
.00
59,8
50,0
00.0
0 21
,000
.00
69,8
25,0
00.0
0 25
2,50
0.00
83
9,56
2,50
0.00
75
6,40
0.00
2,
515,
030,
000.
00
MH
P
12,0
00.0
0 15
6,00
0,00
0.00
24
,000
.00
312,
000,
000.
00
24,0
00.0
0 31
2,00
0,00
0.00
S
pong
e N
ikel
52
,000
.00
43,6
80,0
00.0
0 52
,000
.00
43,6
80,0
00.0
0
NP
I 25
8,64
0.00
30
7,78
1,60
0.00
56
5,88
0.00
67
3,39
7,20
0.00
1,
149,
420.
00
1,36
7,80
9,80
0.00
3,
155,
520.
00
3,75
5,06
8,80
0.00
N
ikel
M
atte
78
,399
.00
832,
222,
776.
00
84,0
00.0
0 68
7,96
0,00
0.00
84
,000
.00
687,
960,
000.
00
84,0
00.0
0 68
7,96
0,00
0.00
Jum
lah
1,
199,
854,
376.
00
1,
587,
182,
200.
00
3,
251,
012,
300.
00
7,
313,
738,
800.
00
73Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara
4.4 Tabel Input-Output
Tabel Input-Output merupakan seperangkat sistem penyajian data statistik tentang transaksi barang dan jasa antarsektor ekonomi yang terjadi di suatu wilayah. Penyajian Tabel Input-Output dalam bentuk matriks, yaitu sistem penyajian data yang menggunakan dua dimensi, baris dan kolom. Isian sepanjang baris menunjukkan pengalokasian/ pendistribusian dari output yang dihasilkan suatu sektor dalam memenuhi permintaan antara oleh sektor lainnya dan permintaan akhir. Sedangkan isian sepanjang kolom menunjukkan struktur input yang digunakan oleh masing-masing sektor dalam kegiatan produksinya (Mangiri, 2000a: 7-8).
Tabel Input-Output pada dasarnya berupa uraian statistik dalam bentuk matriks yang menyajikan informasi tentang transaksi barang dan jasa, serta saling keterkaitan antarsektor yang satu dengan sektor lainnya, dalam suatu periode waktu tertentu. Dengan menggunakan Tabel Input-Output dapat dilihat bagaimana output dari suatu sektor ekonomi didistribusikan ke sektor-sektor lainnya, dan bagaimana pula suatu sektor memeperoleh input yang diperlukan dari sektor-sektor lainnya.
Penyajian Tabel Input-Output disajikan oleh Badan Pusat Statistik (2002:4) dengan ilustrasi sistem perekonomian terdiri atas tiga sektor produksi, yaitu sektor 1, 2, dan 3. Secara kerangka umum Tabel Input-Output untuk 3 sektor ditampilkan pada (Tabel 4.9).
Isian sepanjang baris memperlihatkan bagaimana output dari suatu sektor dialokasikan, yaitu sebagian untuk memenuhi permintaan antara dan sebagian lainnya untuk memenuhi permintaan akhir. Sedangkan isian sepanjang kolomnya menunjukkan pemakaian input antara dan input primer oleh suatu sektor.
74 Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara
Tabel 4.9
Tabel Input-Output untuk Sistem Perekonomian dengan Tiga Sektor Produksi
Alokasi
Output Permintaan Antara Permintaan
Akhir
Penyediaan
Struktur Input Sektor Produksi
1 2 3
Jumlah Output
Input antara
Sektor Produksi
1 2 3
x11 x12 x13 x21 x22 x23 x31 x32 x33
F1 F2
F3
X1 X2 X3
Input Primer V1 V2 V3
Jumlah Input X1 X2 X3
Penyusunan Tabel Input-Output memerlukan asumsi-asumsi pokok untuk memudahkan dalam memahami, menyusun, dan menggunakan tabel tersebut. Penggunaan Tabel Input-Output dalam analisis tergantung pada asumsi dasar berikut ini:
(1) Asumsi keseragaman/homogenitas yang mensyaratkan bahwa tiap sektor memproduksi suatu output tunggal dengan struktur input tunggal, dan tidak ada barang serupa atau substitusi yang dihasilkan oleh sektor lain.
(2) Asumsi kesebandingan/proporsionalitas yang mensyaratkan bahwa dalam proses produksi, hubungan antara input dengan output merupakan fungsi lurus (linier), yaitu tiap jenis input yang diserap oleh sektor tertentu, naik atau turun, sebanding dengan kenaikan atau penurunan output sektor tersebut.
(3) Asumsi penjumlahan/aditivitas, yaitu suatu asumsi yang menyebutkan bahwa efek total pelaksanaan produksi di berbagai sektor dihasilkan dari masing-masing sektor secara terpisah, dan merupakan penjumlahan dari efek masing-masing
75Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara
kegiatan. Ini berarti bahwa di luar sistem input-output semua pengaruh dari luar diabaikan.
Asumsi-asumsi tersebut memberi implikasi bahwa Tabel Input-Output mempunyai keterbatasan, antara lain karena rasio input-output tetap konstan sepanjang periode analisis, produsen tak dapat menyesuaikan perubahan-perubahan input-nya atau mengubah prosesnya. Hubungan yang tetap ini berarti apabila suatu input diduakalikan akan menghasilkan output dua kali lipat juga. Asumsi semacam ini tidak meliput adanya perubahan teknologi atau produktivitas yang dapat terjadi dari waktu ke waktu. Walaupun mengandung keterbatasan, model input-output tetap merupakan alat analisis ekonomi yang lebih lengkap dan lebih komprehensif.
Salah satu keunggulan analisis dengan model input-output adalah dapat digunakan untuk mengetahui berapa jauh tingkat hubungan atau keterkaitan antara sektor produksi. Besarnya tingkat keterkaitan ke depan (forward linkages), atau disebut juga dengan daya penyebaran, dan tingkat keterkaitan ke belakang (backward linkages), atau biasa disebut derajat kepekaan. Berdasarkan daya penyebaran dan derajat kepekaan ini diturunkan pula indeks daya penyebaran dan indeks derajat kepekaan. Bahkan selama ini, para ahli telah menggunakan kedua indeks tersebut untuk menganalisis dan menentukan sektor-sektor kunci (key sectors) dalam pembangunan ekonomi sektor yang mempunyai daya penyebaran tinggi memberikan indikasi bahwa sektor tersebut mempunyai keterkaitan ke depan, atau daya dorong yang cukup kuat dibandingkan terhadap sektor yang lainnya. Sebaliknya, sektor yang mempunyai derajat kepekaan tinggi berarti sektor tersebut mempunyai ketergantungan (kepekaan) terhadap sektor lain juga tinggi. 4.4.1 Keterkaitan Ke Belakang (Backward Linkages)
Keterkaitan ke belakang menunjukkan akibat dari sektor tertentu terhadap sektor yang menggunakan outputnya sebagai input antara bagi sektor tersebut per unit kenaikan permintaan total (Budiharsono, 2001). Dengan kata lain, keterkaitan ke belakang suatu sektor menunjukkan keberadaan sektor tersebut sebagai pengguna output sektor lain. Semakin tinggi nilai keterkaitan ke belakang suatu sektor berarti sektor tersebut semakin dibutuhkan sebagai pengguna output sektor lain (Widodo, 2006). Di samping itu
76 Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara
adanya peningkatan output suatu sektor akan mendorong peningkatan output sektor lainnya, terutama bagi sektor yang outputnya digunakan sebagai input antara suatu sektor tersebut. Peningkatan output ini dapat melalui beberapa cara di antaranya peningkatan output sektor X akan meningkatkan permintaan input sektor X. Input sektor X ini ada yang berasal dari sektor sendiri, ada pula yang dari sektor perekonomian lainnya (misal sektor Y). Karena itu, jika ada peningkatan output sektor X, maka sektor X akan meminta input sektor Y lebih banyak daripada sebelumnya untuk digunakan dalam proses produksi sektor X. Adanya peningkatan permintaan input dari sektor X, berarti sektor Y harus ada peningkatan output, akibatnya akan meningkatkan permintaan input sektor Y ini. Adanya peningkatan permintaan input sektor Y berarti harus terjadi peningkatan output sektor lainnya lagi; begitu seterusnya yang terjadi dalam keterkaitan antarsektor perekonomian yang bersumber dari mekanisme penggunaan output sebagai input antara dalam proses produksi sektor perekonomian.
Berdasarkan penjelasan di atas, keterkaitan ke belakang sektor pertambangan nikel dan industri feronikel (smelter) di Provinsi Sulawesi Tenggara dapat dilihat pada Tabel 4.10 dan Tabel 4.11. Kedua Tabel ini menunjukkan keterkaitan ke belakang sektor pertambangan nikel pada tahun 2006 mempunyai nilai keterkaitan rendah (di bawah rata-rata) dan berada pada posisi ke 17 dari 32 sektor perekonomian di Provinsi Sulawesi Tenggara, sedangkan industri feronikel dan besi (smelter) berada pada posisi ke 5 dengan nilai keterkaitan di atas rata-rata (1,207). Dengan demikian, sektor industri feronikel dan besi (smelter) mempunyai potensi yang relatif lebih tinggi dalam menghasilkan output dibanding sektor pertambangan nikel. Tingginya keterkaitan ke belakang sektor ini mengindikasikan ketergantungan yang relatif tinggi terhadap sektor perekonomian lainnya. Nilai keterkaitan sektor industri feronikel 1,207 berarti setiap kenaikan satu unit permintaan akhir output sektor ini akan menyebabkan kenaikan output sektor perekonomian lain yang terkait sebesar 1,207 unit. Begitu juga untuk untuk sektor pertambangan nikel.
Dilihat dari distribusi asal input yang diperoleh masing-masing sektor ekonomi, ternyata sebagian besar sektor pertambangan nikel diperoleh dari sektor pengilangan minyak, artinya sektor pertambangan nikel lebih banyak memanfaatkan output dari sektor pengilangan minyak sebagai input antara dalam
77Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara
proses penambangan, yaitu Rp82,98 miliar (81%). Input antara untuk sektor industri feronikel sebagian besar diperoleh dari sektor pertambangan nikel (bijih nikel) sebagai bahan baku sebesar Rp319,27 miliar (53%) dan sektor pengilangan minyak sebesar Rp118,45 miliar (19%), sedangkan sektor lainnya yang mempunyai kontribusi input cukup besar adalah sektor jasa angkutan dan jasa komunikasi sebesar 8% dan sektor listrik sebesar 7%.
Berdasarkan nilai keterkaitan ke belakang tersebut, sektor industri feronikel merupakan sektor ekonomi cukup potensial di Provinsi Sulawesi Tenggara yang memberikan kontribusi dalam pengembangan sektor lainnya. Apabila potensi ini dikaitkan dengan kondisi ke depan, khususnya mengenai rencana pembangunan smelter untuk mengolah nikel di Sulawesi Tenggara yang diperkirakan selesai tahun 2017, maka dapat diperkirakan bahwa sektor industri feronikel akan sangat berpengaruh terhadap pengembangan sektor ekonomi di Provinsi Sulawesi Tenggara.
4.4.2. Keterkaitan Ke Depan (Forward Linkages)
Keterkaitan ke depan digunakan untuk menghitung total output yang tercipta akibat meningkatnya output suatu sektor perekonomian melalui mekanisme distribusi output dalam perekonomian. Peningkatan output produksi sektor X, tambahan output tersebut akan didistribusikan ke sektor produksi di perekonomian, termasuk sektor X sendiri. Jika terjadi peningkatan satu unit output sektor X, peningkatan output total di sektor perekonomian, yang melalui mekanisme output, ditunjukkan oleh penjumlahan baris dari matriks koefisien input (matriks A) (Widodo, 2006). Analisis keterkaitan ke depan ini juga dapat digunakan untuk mengetahui seberapa besar output suatu sektor diperlukan oleh sektor lain; atau mengukur akibat dari sektor tertentu terhadap sektor yang menyediakan output bagi sektor tersebut, baik secara langsung maupun tidak langsung per unit kenaikan permintaan total (Budiharsono, 2001). Semakin tinggi keterkaitan ke depan suatu sektor, berarti semakin tinggi pula pengaruh sektor tersebut terhadap sektor perekonomian lainnya melalui mekanisme pemanfaatan output sektor tersebut untuk digunakan input bagi sektor perekonomian lainnya.
Berdasarkan nilai keterkaitan ke depan, sektor pertambangan nikel merupakan sektor yang output-nya sedikit dimanfaatkan oleh sektor perekonomian lain sebagai input produksi.
78 Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara
Sektor yang memanfaatkan output sektor ini adalah sektor industri feronikel sebesar Rp319,27 miliar (99,76%) dan sektor industri lainnya Rp 740,71 juta (0,24%). Besarnya indek derajat kepekaan atau keterkaitan ke depan hanya 0,909 (di bawah rata-rata) atau di bawah 1, yang artinya setiap peningkatan satu rupiah output sektor ini akan meningkatkan permintaan output sektor perekonomian sebesar Rp0,909. Berarti pula sektor ini mempunyai pengaruh kecil terhadap sektor-sektor perekonomian lainnya. Sedangkan output sektor industri feronikel hanya digunakan oleh sektor konstruksi dan bangunan sebesar Rp6,722 miliar dan apabila dilihat dari indek derajat kepekaan hanya sebesar 0,742, yang artinya setiap peningkatan satu rupiah output sektor ini akan meningkatkan permintaan output sektor perekonomian sebesar Rp 0,742.
Rendahnya keterkaitan ke depan sektor pertambangan nikel disebabkan oleh sifat output sektor ini (berupa bijih nikel) dan hanya dapat dimanfaatkan oleh industri yang melakukan proses lanjutan (smelter), sehingga perkembangan sektor pertambangan nikel akan sangat tergantung pada perkembangan smelter. Begitu pula dengan keterkaitan ke depan sektor industri feronikel yang masih kecil disebabkan belum berkembangnya industri hilir di Provinsi Sulawesi Tenggara yang memanfaatkan output industri feronikel tersebut, atau sebagian besar output-nya diekspor.
Kriteria suatu sektor dikatakan sebagai sektor unggulan dapat dilihat dari kriteria sebagai berikut (Widodo, 2006): 1. Keterkaitan ke depan dan keterkaitan ke belakang dengan
kriteria tinggi (di atas rata-rata). Suatu sektor yang memiliki nilai keterkaitan ke belakang dan keterkaitan ke depan tinggi dikategorikan sebagai sektor unggulan. Sektor pertambangan nikel mempunyai nilai keterkaitan rendah atau di bawah rata-rata, sehingga sektor ini tidak diklasifikasikan sebagai sektor unggulan. Sedangkan sektor industri feronikel mempunyai keterkaitan ke belakang tinggi dan keterkaitan ke depan rendah, sehingga sektor ini masih diklasifikasikan sebagai sektor yang potensial.
2. Berdasarkan angka pengganda, suatu sektor dapat digolongkan sebagai:
a. Sektor pemacu pertumbuhan ekonomi Suatu sektor perekonomian yang memiliki angka pengganda output (semakin) tinggi merupakan sektor yang
79Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara
berpotensi untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah. Output pengganda sektor pertambangan nikel sebesar 1.21 relatif tinggi tapi masih di bawah angka rata-rata (1,35), sedangkan untuk sektor industri feronikel angkanya cukup tinggi, yaitu 1,63; artinya, jika output sektor industri feronikel meningkat Rp100 juta, maka output perekonomian Sulawesi Tenggara akan meningkat Rp 163 juta.
b. Sektor pemacu pendapatan Suatu sektor perekonomian yang memiliki angka pengganda pendapatan (semakin) tinggi merupakan sektor yang berpotensi untuk dapat meningkatkan pendapatan daerah. Angka pengganda pendapatan sektor pertambangan nikel dan sektor industri feronikel yang masing-masing sebesar 0,15 dan 0,14 masih di bawah angka rata-rata (0,26) artinya jika output kedua sektor ini meningkat Rp100 juta, maka pendapatan daerah di Sulawesi Tenggara akan meningkat Rp15 juta untuk sektor pertambangan nikel dan Rp14 juta untuk sektor industri feronikel.
c. Sektor penyerap tenaga kerja Suatu sektor perekonomian yang memiliki angka pengganda tenaga kerja (semakin) tinggi merupakan sektor yang berpotensi untuk mendorong penciptaan peluang kerja baru dalam suatu perekonornian daerah. Angka pengganda tenaga kerja sektor pertambangan nikel adalah sebesar 0,006 dan sektor industri feronikel 0,051, artinya jika output meningkat Rp100 juta, maka pengganda dari sektor pertambangan nikel akan menyerap tenaga kerja di Sulawesi Tenggara sebanyak 600.000 orang dan untuk sektor industri feronikel akan menyerap 5.000.000 orang.
80 Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara
Tabel 4.10. Transaksi atas Dasar Harga Pembeli, 32 Sektor (juta rupiah)
Kode S e k t o r Kode 13 Kode 19 Kode 180 1 Padi 0.00 0.00 405,494.55 2 Jagung 0.00 0.00 14,137.34
3 Umbi-umbian,Kacang-kacangan & Sayur-sayuran 0.00 0.00 42,170.62
4 Buah-buahan 0.00 0.00 11,222.98 5 Jambu mete 0.00 0.00 10,724.54 6 Kakao 0.00 0.00 18,454.82
7 Tanaman Perkebunan Lainnya 0.00 0.00 11,692.89
8 Ternak dan Hasil-hasilnya 0.00 0.00 85,145.79 9 Unggas & Hasil-hasilnya 0.00 0.00 34,077.85
10 Kayu 0.00 0.00 58,589.51 11 Hasil Hutan Lainnya 0.00 0.00 16,727.34 12 Perikanan Darat dan laut 0.00 0.00 276,865.77 13 Nikel 0.00 319,270.06 320,010.77 14 Aspal 0.00 0.00 5,004.94 15 Penggalian Lainnya 2,656.28 11,626.73 268,018.43 16 Pengilangan Minyak 82,987.08 118,451.30 896,878.94
17 Industri Makanan dan Minuman & Tembakau 0.00 0.00 442,338.57
18 Industri Tekstil, Kayu, Kertas, Pupuk, Semen, dll 207.46 3,478.93 809,663.08
19 Industri Feronikel dan Besi/baja lainnya 0.00 0.00 6,722.34
20 Industri Lainnya 4,681.10 0.00 1,419,335.65 21 Listrik 592.21 45,786.81 94,794.41 22 Air Bersih 52.93 91.46 3,509.95 23 Konstruksi/Bangunan 1,951.10 16,995.55 189,956.34
24 Jasa Perdagangan & Jasa Pemerintahan 0.00 0.00 0.00
25 Jasa Perhotelan dan Restoran 98.80 5,049.01 49,098.27
26 Jasa Angkutan dan Jasa Komunikasi 5,904.58 50,881.74 620,296.33
27 Bank dan Lembaga Keuangan lainnya 1,543.70 5,839.65 119,440.74
28 Sewa Bangunan dan Jasa Perusahaan 1,335.55 20,743.84 278,523.50
29 Jasa Pendidikan, Kesehatan & Kemasy. Sosial 2.25 0.00 1,792.92
30 Jasa Hiburan, Rekreasi & Kebudayaan Swasta 0.00 0.00 873.51
31 Jasa Perorangan dan Rumahtangga 412.75 0.00 62,296.44
190 Jumlah Input Antara 102,425.79 598,215.07 6,573,859.15 201 Upah dan gaji 66,224.52 110,998.93 4,885,388.70 202 Surplus Usaha 262,883.20 339,915.10 8,599,395.04 203 Penyusutan 46,779.37 135,100.70 997,855.31 204 Pajak Tak Langsung Neto 36,311.86 48,440.86 787,659.89 209 Nilai Tambah Bruto 412,198.95 634,455.59 15,270,298.94 210 Jumlah Input 514,624.74 1,232,670.66 21,844,158.09
Tabel 4.10. Transaksi atas Dasar Harga Pembeli, 32 Sektor (juta rupiah)
Kode S e k t o r Kode 13 Kode 19 Kode 180 1 Padi 0.00 0.00 405,494.55 2 Jagung 0.00 0.00 14,137.34
3 Umbi-umbian,Kacang-kacangan & Sayur-sayuran 0.00 0.00 42,170.62
4 Buah-buahan 0.00 0.00 11,222.98 5 Jambu mete 0.00 0.00 10,724.54 6 Kakao 0.00 0.00 18,454.82
7 Tanaman Perkebunan Lainnya 0.00 0.00 11,692.89
8 Ternak dan Hasil-hasilnya 0.00 0.00 85,145.79 9 Unggas & Hasil-hasilnya 0.00 0.00 34,077.85
10 Kayu 0.00 0.00 58,589.51 11 Hasil Hutan Lainnya 0.00 0.00 16,727.34 12 Perikanan Darat dan laut 0.00 0.00 276,865.77 13 Nikel 0.00 319,270.06 320,010.77 14 Aspal 0.00 0.00 5,004.94 15 Penggalian Lainnya 2,656.28 11,626.73 268,018.43 16 Pengilangan Minyak 82,987.08 118,451.30 896,878.94
17 Industri Makanan dan Minuman & Tembakau 0.00 0.00 442,338.57
18 Industri Tekstil, Kayu, Kertas, Pupuk, Semen, dll 207.46 3,478.93 809,663.08
19 Industri Feronikel dan Besi/baja lainnya 0.00 0.00 6,722.34
20 Industri Lainnya 4,681.10 0.00 1,419,335.65 21 Listrik 592.21 45,786.81 94,794.41 22 Air Bersih 52.93 91.46 3,509.95 23 Konstruksi/Bangunan 1,951.10 16,995.55 189,956.34
24 Jasa Perdagangan & Jasa Pemerintahan 0.00 0.00 0.00
25 Jasa Perhotelan dan Restoran 98.80 5,049.01 49,098.27
26 Jasa Angkutan dan Jasa Komunikasi 5,904.58 50,881.74 620,296.33
27 Bank dan Lembaga Keuangan lainnya 1,543.70 5,839.65 119,440.74
28 Sewa Bangunan dan Jasa Perusahaan 1,335.55 20,743.84 278,523.50
29 Jasa Pendidikan, Kesehatan & Kemasy. Sosial 2.25 0.00 1,792.92
30 Jasa Hiburan, Rekreasi & Kebudayaan Swasta 0.00 0.00 873.51
31 Jasa Perorangan dan Rumahtangga 412.75 0.00 62,296.44
190 Jumlah Input Antara 102,425.79 598,215.07 6,573,859.15 201 Upah dan gaji 66,224.52 110,998.93 4,885,388.70 202 Surplus Usaha 262,883.20 339,915.10 8,599,395.04 203 Penyusutan 46,779.37 135,100.70 997,855.31 204 Pajak Tak Langsung Neto 36,311.86 48,440.86 787,659.89 209 Nilai Tambah Bruto 412,198.95 634,455.59 15,270,298.94 210 Jumlah Input 514,624.74 1,232,670.66 21,844,158.09
81Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara
Tabel 4.11. Keterkaitan ke Belakang dan Keterkaitan Ke Depan
Kode S e k t o r Output Multiplier
Backward Linkage
Forward Linkage
1 Padi 1.120733 0.829674 1.253994
2 Jagung 1.157530 0.856915 0.768168
3 Umbi-umbian, Kacang-kacangan, dan Sayur-sayuran 1.117007 0.826916 0.798755
4 Buah-buahan 1.092200 0.808552 0.784827
5 Jambu mete 1.068497 0.791004 0.752776
6 Kakao 1.144979 0.847623 0.755700
7 Tanaman Perkebunan Lainnya 1.094843 0.810508 0.750990
8 Ternak dan Hasil-hasilnya 1.104102 0.817362 0.945124
9 Unggas & Hasil-hasilnya 1.133126 0.838849 0.865308
10 Kayu 1.192251 0.882618 0.879755
11 Hasil Hutan Lainnya 1.200857 0.888990 0.797143
12 Perikanan Darat dan laut 1.386958 1.026760 0.977764
13 Nikel 1.219847 0.903048 0.909824
14 Aspal 1.523221 1.127634 0.743395
15 Penggalian Lainnya 1.151655 0.852566 0.867508
16 Pengilangan Minyak 1.000000 0.740296 1.514622
17 Industri Makanan dan Minuman & Tembakau 1.840865 1.362785 1.037253
18 Industri Tekstil, Kayu, Kertas, Pupuk, Semen, & sejenisnya 1.627620 1.204920 1.551699
19 Industri Feronikel dan Besi/baja lainnya 1.630989 1.207415 0.742093
20 Industri Lainnya 1.593943 1.179990 1.630670
21 Listrik 1.606169 1.189041 0.878207
22 Air Bersih 1.587861 1.175487 0.767285
23 Konstruksi/Bangunan 1.890457 1.399498 0.989509
24 Jasa Perdagangan 1.237011 0.915755 2.193461
25 Jasa Perhotelan dan Restoran 1.720581 1.273739 0.787052
26 Jasa Angkutan dan Jasa Komunikasi 1.598872 1.183639 1.884599
27 Bank dan Lembaga Keuangan lainnya 1.124735 0.832637 0.941289
28 Sewa Bangunan dan Jasa Perusahaan 1.165701 0.862964 1.084336
29 Jasa Pemerintahan 1.374203 1.017317 0.740296
30 Jasa Pendidikan, Kesehatan & Kemasyarakatan Sosial 1.555633 1.151629 0.748985
31 Jasa Hiburan, Rekreasi & Kebudayaan Swasta 1.671720 1.237568 0.758642
32 Jasa Perorangan dan Rumahtangga 1.291778 0.956298 0.898970
RATA-RATA 1.350811 1.000000 1.000000
82 Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara
4.5. Kebutuhan Nikel dan Kondisi Perekonomian Tahun 2006 Sebelum Dilakukan Pengolahan (Smelter)
Berdasarkan skenario dasar pada tahun 2006, sebelum diberlakukan Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 yang mewajibkan para pengusaha tambang untuk melakukan pengolahan dan pemurnian terhadap produknya sebelum ekspor, total produksi nikel (bijih) sebesar 514.624,74 ton. Dari jumlah tersebut dikonsumsi oleh sektor industri feronikel dan besi/baja lainnya di dalam negeri sebesar 250.433,52 ton dan diekspor sebesar 250.285,46 ton. Pada tahun 2006, PDRB Provinsi Sulawesi Tenggara atau keseluruhan total sektor di Provinsi Sulawesi Tenggara sebesar Rp15.270.298,94 juta.
Dari ekspor nikel yang berjumlah 250.285,46 ton, terdapat nilai tambah bruto sebesar Rp412.198,95 juta. Sementara dari konsumsi oleh sektor industri feronikel dan besi/baja lainnya di dalam negeri yang sebesar 250.433,52 ton, diperoleh produk industri berbasis nikel dengan total output sebesar 1.232.670,66 ton dan ekspor sebesar 1.215.547,01 ton. Total output dan ekspor sektor industri ini menghasilkan nilai tambah bruto Provinsi Sulawesi Tenggara sebesar Rp634.455,59 juta. 4.5.1. Skenario Alternatif I
Apabila seluruh produksi nikel pada tahun 2006 yang berjumlah 514.624,74 ton dikonsumsi oleh sektor industri feronikel dan besi/baja lainnya sebesar 500.719,00 ton dan tidak ada ekspor, maka terdapat nilai tambah bruto dari sektor pertambangan nikel sebesar Rp206.160,00 juta.
Dari konsumsi oleh sektor industri feronikel dan besi/baja lainnya sebesar 500.719,00 ton menghasilkan produk industri berbasis nikel dengan total output sebesar 2.464.613, ton dan ekspor sebesar 1.215.547,01 ton. Dari total output dan ekspor sektor industri ini dihasilkan nilai tambah bruto dari sektor industri feronikel dan besi/baja lainnya sebesar Rp1.268.536,00 juta, dan PDRB Provinsi Sulawesi Tenggara atau total keseluruhan sektor yang dihasilkan Provinsi Sulawesi Tenggara sebesar Rp30.531.570,00 juta.
4.5.2. Skenario Alternatif II Apabila seluruh produksi nikel pada tahun 2006 yang
berjumlah 514.624,74 ton, dan dari jumlah tersebut dikonsumsi
83Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara
seluruhnya oleh sektor industri feronikel dan besi/baja lainnya (tidak ada ekspor), maka terdapat nilai tambah bruto dari sektor pertambangan nikel sebesar Rp53.654,00 juta.
Skenario akhir tahun 2017, sektor industri feronikel dan besi/baja lainnya mengkonsumsi sebesar 1.923.962 ton, tidak ada ekspor, serta membutuhkan input bijih besi sebesar 12.494.722 ton). Dari konsumsi oleh sektor industri feronikel dan besi/baja lainnya sebesar 1.923.962 ton menghasilkan produk industri berbasis nikel dengan total output sebesar 9.470.025,00 ton dan ekspor sebesar 1.215.547,01 ton, maka dari total output dan ekspor sektor industri ini menghasilkan nilai tambah bruto dari sektor industri feronikel dan besi/baja lainnya sebesar Rp4.874.222,00 juta, dan PDRB atau total keseluruhan sektor yang dihasilkan Provinsi Sulawesi Tenggara menjadi sebesar Rp. 117.314.480,97 juta (lihat Tabel 4.11)
84 Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara
Tabe
l 4.1
2.
Ske
nario
Pro
duk
Biih
Nik
el S
ulaw
esi T
engg
ara
Dik
onsu
msi
seb
agia
n da
n di
eks
por s
ebag
ian/
Dik
onsu
msi
sel
uruh
nya
SKENARIO
DASA
R
SKENARIO
ALT
ERNATIF
I SK
ENARIO
ALT
ERNATIF
II
Sekto
r Per
tam
ban
gan N
ikel
Sekto
r In
dust
ri
Ferr
onik
el
dan
Bes
i/baj
a la
innya
Tot
al S
ekto
r (P
DRB)
Sekto
r Per
tam
ban
gan N
ikel
Sekto
r In
dust
ri
Ferr
onik
el
dan
Bes
i/baj
a la
innya
Tot
al S
ekto
r (P
DRB)
Sekto
r Per
tam
ban
gan N
ikel
Sekto
r In
dust
ri
Ferr
onik
el
dan
Bes
i/baj
a la
innya
Tot
al S
ekto
r (P
DRB)
Kon
sum
si n
ikel
di
Indust
ri
Ferr
onik
el d
an
Bes
i/baj
a la
innya
250.433,52
-‐
500.719
-‐
1.923.962
Tot
al O
utp
ut
514.624,74
1.232.670,66
514.625
2.464.613
514.625
9.470.025
Eksp
or
250.285,46
1.215.547,01
-‐
1.215.547
-‐
1.215.547
Nilai
Tam
bah
Bru
to
412.198,95
634.455,59
15.270.298,9 4
206.160
1.268.536
30.531.570
53.654
4.874.222
117.314.480,97
85Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara
BAB 5
PENUTUP 5.1. Kesimpulan
Dari uraian yang telah dikemukakan, dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut: 1. Provinsi Sulawesi Tenggara memiliki potensi sumber daya
mineral nikel sangat besar yang dapat diolah menjadi nikel mate, logam nikel, feronikel, nickel pig iron (NPI), nikel paduan, atau nikel olahan lainnya sesuai peraturan mengenai peningkatan nilai tambah.
2. Selama kurun waktu 2012-2014, kontribusi Sektor Pertambangan dalam Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Sulawesi Tenggara mencapai 20,14%, tertinggi kedua setelah Sektor Pertanian dan Kehutanan yang mencapai 25,64%. Sementara kontribusi Sektor Pengadaan Listrik dan Gas, sebagai sektor yang akan memasok energi untuk kebutuhan smelter, hanya menyumbang 0,03% dalam PDRB Provinsi Sulawesi Tenggara. Hal ini mengisyaratkan bahwa pembangunan smelter akan menemui kendala di bidang energi. Selain energi, kondisi infrastruktur yang minim diperkirakan akan menjadi kendala lain yang akan menghambat pembangunan smelter.
3. Sebagai konsekuensi dari kehadiran Permen ESDM Nomor 1 Tahun 2014 tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral Di Dalam Negeri, juncto Permen ESDM Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan Peraturan Menteri ESDM Nomor 1 Tahun 2014 tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral Di Dalam Negeri, yang di dalamnya memuat kewajiban pemurnian nikel (dalam bentuk logam, bukan konsentrat) sebelum dijual ke luar negeri setelah memenuhi persyaratan tertentu, banyak perusahaan tambang nikel yang gulung tikar karena alasan tidak ekonomis. Kondisi ini mengakibatkan terjadi PHK karyawan tambang, yang dikhawatirkan dapat menimbulkan gejolak sosial jika dibiarkan berlarut-larut.
86 Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara
4. Berdasarkan analisis keterkaitan ke belakang (backward linkages) diketahui bahwa sektor pertambangan (bijih) nikel pada tahun 2006 mempunyai nilai keterkaitan rendah dan berada pada posisi ke 17 (di bawah rata-rata) dari 32 sektor perekonomian di Provinsi Sulawesi Tenggara, sedangkan industri feronikel dan besi (smelter) berada pada posisi ke 5, dengan nilai keterkaitan di atas rata-rata (1,207). Nilai keterkaitan sektor industri feronikel 1,207 berarti setiap kenaikan satu unit permintaan akhir output sektor ini menyebabkan kenaikan output sektor perekonomian lain yang terkait sebesar 1,207 unit.
5. Berdasarkan nilai keterkaitan ke depan (forward linkages), sektor pertambangan nikel memiliki output yang sedikit dimanfaatkan oleh sektor lain sebagai input produksi. Sektor yang memanfaatkan output sektor ini adalah sektor industri feronikel (99,76%) dan sektor industri lainnya (0,24%). Indek derajat kepekaan atau keterkaitan ke depan hanya 0,909 (di bawah rata-rata), yang berarti sektor ini mempunyai pengaruh kecil terhadap sektor perekonomian lainnya. Rendahnya keterkaitan ke depan sektor pertambangan nikel disebabkan oleh sifat output sektor ini yang hanya dimanfaatkan oleh industri smelter. Keterkaitan ke depan sektor industri feronikel juga masih kecil karena belum berkembangnya industri hilir di Provinsi Sulawesi Tenggara yang memanfaatkan output industri feronikel tersebut.
6. Pada tahun 2006, sebelum berlakunya UU Nomor 4 Tahun 2009, total produksi nikel (bijih) sebesar 514.624,74 ton, dikonsumsi oleh sektor industri feronikel dan besi/baja lainnya di dalam negeri sebesar 250.433,52 ton dan diekspor sebesar 250.285,46 ton yang menghasilkan nilai tambah bruto Rp412.198,95 juta, PDRB Provinsi Sulawesi Tenggara hanya Rp15.270.298,94 juta. Dari konsumsi diperoleh produk industri berbasis nikel dengan total output sebesar 1.232.670,66 ton dan diekspor sebesar 1.215.547,01 ton, yang menghasilkan nilai tambah bruto sebesar Rp634.455,59 juta. Apabila seluruh produksi nikel pada tahun 2006 dikonsumsi, maka terdapat nilai tambah bruto dari sektor pertambangan nikel sebesar Rp206.160,00 juta. Dari konsumsi ini menghasilkan produk industri berbasis nikel dengan total output sebesar 2.464.613 ton dan diekspor sebesar 1.215.547,01 ton, yang menghasilkan nilai tambah bruto sebesar Rp1.268.536,00 juta, dan PDRB
87Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara
Provinsi Sulawesi Tenggara menjadi sebesar Rp30.531.570,00 juta.
Pada akhir tahun 2017, diasumsikan seluruh bijih diolah dan dikonsumsi industri feronikel dan besi/baja lainnya sebesar 1.923.962 ton dan membutuhkan input bijih besi sebesar 12.494.722 ton. Dari konsumsi ini dihasilkan produk industri berbasis nikel dengan total output sebesar 9.470.025 ton dan diekspor sebesar 1.215.547,01 ton, yang menghasilkan nilai tambah bruto dari sektor industri feronikel dan besi/baja lainnya sebesar Rp4.874.222,00 juta, dan PDRB Provinsi Sulawesi Tenggara menjadi sebesar Rp. 117.314.480,97 juta.
5.2. Rekomendasi Atas dasar kondisi yang ada sekarang, dan agar usaha
pertambangan mineral dan industri hilirnya berkembang, maka direkomendasikan: 1. Perlu segera dibangun infrastruktur dan energi. Sejauh ini
kendala yang dihadapi dalam upaya membangun smelter terbentur pada minimnya infrastruktur dan energi yang masih minim di Provinsi Sulawesi Tenggara. Hal ini jelas akan menghambat pelaksanaan kebijakan pemerintah untuk meningkatkan nilai tambah mineral, khususnya mineral nikel. Untuk itu sudah saatnya Pemerintah Pusat bersama Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara memfoskuskan diri pada pembangunan jalan dan pelabuhan, serta pembangunan pembangkit listrik. Pihak perusahaan juga diharapkan ikut andil untuk membangun infrastruktur dan energi. Pemerintah Pusat yang saat ini sedang memfokuskan diri pada pembangunan Indonesia bagian timur diharapkan menjadi momentum untuk mempercepat pembangunan infrastruktur dan energi.
2. Perlu peningkatan muatan lokal (local content), baik dalam bentuk barang maupun jasa, untuk memasok keperluan perusahaan. Hal ini mengisyaratkan perlunya peningkatan penggunaan barang oleh perusahaan di dalam negeri, serta peningkatan kemampuan sumber daya manusia (SDM) setempat dan nasional, baik dalam rangka meningkatkan penyerapan tenaga kerja di dalam negeri maupun menghadapi persaingan di era Masyarakat Ekonomi ASEAN. Hal ini mendesak dilakukan agar SDM Indonesia dapat menjadi tuan rumah di negaranya sendiri.
88 Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara
3. Perlu peningkatan kemampuan rancang bangun dan rekayasa teknologi. Hal ini disebabkan hampir seluruh perusahaan tambang dan smelter nikel menggunakan teknologi impor, khususnya teknologi dari Tiongkok. Ketergantungan yang begitu tinggi terhadap teknologi impor ini dapat membahayakan Indonesia, karena akan mengurangi daya saing produk Indonesia di pasar internasional, di samping akan “mematikan” kreativitas anak bangsa.
89Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara
DAFTAR PUSTAKA
1. Budiharsono, S. 2001. Teknik Analisis Pembangunan Wilayah Pesisir dan Lautan. Penerbit PT Pradya Pararnita. Jakarta.
2. Widodo, T. 2006. Perencanaan Pembangunan Aplikasi Komputer (Era otonomi Daerah). Penerbit UPP STIM YKPN. Yogyakarta
3. -----------“Daftar Rencana Pembangunan Pabrik Pengolahan dan Pemurnian di Provinsi Sulawesi Tenggara”, Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Sulawesi Tenggara, Kendari, 2015.
4. -----------“Indonesia Mineral and Coal Statistics”, Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara, 2014.
5. -----------“Laporan Tahunan Kementerian Perindustrian, 2014”, Kementerian Perindustrian, 2015.
6. -----------“Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia, 2011-2025”, Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Bogor, 2011
7. -----------“Sulawesi Tenggara dalam Angka, 2015”, Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Tenggara, Kendari, 2015
8. -----------“Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara”, Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara, Jakarta, 2010
9. -----------“Undang-undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi”, Direktorat Jenderal Listrik dan Pengembangan Energi, 2008
10. -----------“Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara”, Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara, Jakarta, 2010
11. www.sultraprov.go.id/Sulawesi Tenggara_09/index.php, “Letak Geografis”, Website Propinsi Sulawesi Tenggara, 2012
90 Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara
Lam
pira
n 1
Daf
tar I
UP
Ope
rasi
Pro
duks
i Nik
el y
ang
Akt
if M
elak
sana
kan
Keg
iata
n
No
Nam
a P
erus
ahaa
n M
asa
Ber
laku
IU
P
Mas
a B
erak
hir
IUP
Lu
as (H
a)
Loka
si
K
ab. B
uton
1
Arg
a M
orin
i Ind
ah, P
T 31
-Des
-09
30-D
es-2
9 1,
000.
00
Wul
u, T
alag
a R
aya
2 A
rga
Mor
ini I
ndah
, PT
31-D
es-0
9 30
-Des
-29
990.
50
Blo
k II
Wul
u, T
alag
a R
aya
3 A
rga
Mor
ini I
ndah
, PT
31-D
es-0
9 30
-Des
-29
867.
00
Kok
oe, T
alag
a R
aya
4 A
rga
Mor
ini I
ndah
, PT
18-F
eb-1
0 17
-Feb
-31
1,02
6.00
W
ulu,
Tal
aga
Ray
a 5
Bum
i But
on D
elta
Meg
ah, P
T 04
-Sep
-09
03-S
ep-2
9 67
5.00
La
mbu
sang
o, K
apon
tori
Jum
lah
4,
558.
50
Kab
. Bom
bana
1
Bill
y In
done
sia,
PT
26-F
eb-0
7 25
-Feb
-14
194.
00
Kab
aena
Tim
ur
2 Ti
mah
Eks
plom
in, P
T 29
-Nov
-07
28-N
ov-1
4 30
0.00
K
abae
na
3 Te
koni
ndo,
PT
22-A
pr-1
0 21
-Apr
-20
576.
00
Kab
aena
Bar
at
4 Tr
ias
Jaya
Agu
ng, P
T 17
-Jun
-11
17-J
un-2
1 51
2.00
R
aham
puu
- Teo
mok
ole
Jum
lah
1,
582.
00
Kab
. Kon
awe
1 C
itra
Ary
a S
ento
sa H
, PT
12-J
un-0
8 12
-Jun
-28
420.
00
Pur
iala
2
Sul
eman
dara
Kon
awe,
PT
25-M
ar-0
8 25
-Mar
-28
100.
00
Pon
dida
ha
3 S
inar
Jay
a S
ultra
Uta
ma,
PT
28-A
pr-1
1 17
-Apr
-30
732.
20
Pon
dida
ha
Jum
lah
1,
252.
20
Kab
. Kon
awe
Uta
ra
1 A
ntam
Tbk
, PT
11-J
an-1
0 11
-Des
-27
6,21
3.00
La
solo
Tap
unop
aka
2 A
ntam
Tbk
, PT
29-A
pr-1
0 29
-Apr
-30
16,9
20.0
0 M
andi
odo
91Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara
No
Nam
a P
erus
ahaa
n M
asa
Ber
laku
IU
P
Mas
a B
erak
hir
IUP
Lu
as (H
a)
Loka
si
3 B
osos
i Pra
tam
a, P
T 06
-Jun
-11
06-J
un-3
1 1,
850.
00
Lang
giki
ma
4 B
umi K
onaw
e A
badi
, PT
22-D
es-0
9 22
-Des
-27
438.
60
Saw
a 5
Bum
i Kon
awe
Min
erin
a, P
T 22
-Des
-09
22-D
es-2
7 62
2.00
M
andi
odo,
Mol
awe
6 C
inta
Jay
a, P
T 22
-Des
-09
22-D
es-2
7 31
2.00
Ta
pung
gaya
dan
Man
diod
o, M
olaw
e 7
Cip
ta D
jaya
Sur
ya, P
T 07
-Jun
-10
07-J
un-3
0 19
5.70
M
olor
e K
ec.L
angg
ikim
a 8
Dw
imitr
a M
ultig
una
S, P
T 14
-Jul
-10
14-J
ul-1
0 13
0.00
La
solo
9
Kar
yata
ma
Kon
awe
Uta
ra, P
T 14
-Des
-09
13-D
es-2
9 3,
119.
00
Ase
ra
10
Kon
utar
a S
ejat
i, P
T 22
-Des
-09
22-D
es-2
9 1,
923.
00
Lang
giki
ma
11
Kon
awe
Nik
el N
usan
tara
, PT
19-A
gu-1
0 19
-Agu
-26
373.
70
Lang
giki
ma
& L
asol
o 12
K
abae
na K
rom
it P
, PT
14-J
ul-1
0 14
-Jul
-30
163.
00
Man
diod
o K
ec.M
olaw
e 13
K
onut
ara
Prim
a, P
T 28
-Okt
-10
28-O
kt-1
5 2,
827.
00
Lang
giki
ma
& W
iwira
no
14
Per
tam
bang
an B
umi I
ndo,
PT
22-D
es-0
9 22
-Des
-29
5,92
3.00
D
s.Ta
mba
kua,
Pak
a In
dah,
15
S
targ
ate
Pas
ific
Res
, PT
22-D
es-0
9 22
-Des
-28
360.
50
Lang
giki
ma
16
Sta
rgat
e P
asifi
c R
es, P
T 22
-Des
-09
22-D
es-2
9 85
2.70
La
nggi
kim
a 17
S
riwija
ya R
aya,
PT
22-D
es-0
9 22
-Des
-29
218.
00
Mol
awe
Jum
lah
42
,441
.20
Kab
. Kon
awe
Sela
tan
1 G
ener
asi A
gung
Per
kasa
, PT
08-N
ov-1
1 08
-Nov
-18
660.
00
Ds.
Par
asi K
ec. P
alan
gga
Sel
atan
2
Inte
gra
Min
ing
Nus
anta
ra, P
T 11
-Jan
-10
10-J
an-2
9 10
0.00
D
esa
Won
ua K
ongg
a K
ec. L
aeya
3
Ifish
deco
, PT
08-S
ep-1
0 08
-Sep
-28
800.
00
Ds.
Nga
paah
a, K
ec. T
inan
ggea
4 K
emba
r Em
as S
ultra
, PT
26-J
ul-1
1 25
-Jul
-11
251.
50
Ds.
Wat
urap
a K
ec. P
alan
gga
Sel
atan
5
Mac
ika
Mad
a M
adan
a, P
T 27
-Okt
-11
27-O
kt-3
1 70
5.00
D
s. W
atur
apa,
Kec
. Pal
angg
a 6
Put
ra In
ti S
ultra
Per
kasa
, PT
27-O
kt-1
1 27
-Okt
-21
626.
00
Des
a U
lula
kara
dan
Sek
itarn
ya
7 S
amba
s M
iner
al M
inin
g, P
T 15
-Feb
-10
14-F
eb-2
0 1,
008.
00
Ds.
Wat
urap
a K
ec. P
alan
gga
92 Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara
No
Nam
a P
erus
ahaa
n M
asa
Ber
laku
IU
P
Mas
a B
erak
hir
IUP
Lu
as (H
a)
Loka
si
Sel
atan
8
Wija
ya In
ti N
usan
tara
, PT
25-A
gu-1
0 07
-Apr
-20
2,00
0.00
To
robu
lu K
ec. L
aeya
Jum
lah
6,
150.
50
Kab
. Kol
aka
1 A
ntam
Tbk
, PT
25-J
un-1
0 25
-Jun
-20
1,95
4.00
P
omal
aa
2 A
ntam
Tbk
, PT
25-J
un-1
0 25
-Jun
-20
878.
20
Pom
alaa
3
Ant
am T
bk, P
T 25
-Jun
-10
25-J
un-2
0 58
4.30
P
omal
aa
4 A
ntam
Tbk
, PT
28-F
eb-0
8 28
-Feb
-13
195.
00
Blo
k I &
Blo
k II
Pul
au M
ania
ng,
W
undu
lako
5 A
ntam
Tbk
, PT
16 M
art
2009
16
Mar
t 20
13
2,71
2.00
P
omal
aa
6 A
neka
Usa
ha K
olak
a, P
D
31 M
art
2008
30
Mar
t 20
18
340.
00
Pom
alaa
7 A
kar M
as In
tern
atio
nal,
PT
07-S
ep-0
9 07
-Sep
-19
225.
00
Hak
atut
obu,
Pom
alaa
8
Bol
a D
unia
Man
diri,
PT
27-A
gu-0
7 27
-Agu
-17
260.
00
Pom
alaa
9
Cin
ta J
aya,
PT
28-J
un-0
7 28
-Jun
-17
38.0
0 W
undu
lako
10
Dut
a In
donu
sa, P
T 27
Apr
l 20
10
27 A
prl
2020
72
.50
Wol
o
11
Dha
rma
Ros
adi I
nter
nasi
onal
, P
T 06
-Jul
-07
06-J
ul-1
7 76
0.00
P
omal
aa
14
Per
nick
Sul
tra, P
T 25
-Jul
-08
25-J
ul-2
8 10
8.00
Ta
ngge
tada
15
Put
ra M
ekon
gga
Sej
ahte
ra,
PT
21-M
ei-0
7 21
-Mei
-17
388.
00
Pom
alaa
16
Sum
ber S
etia
Bud
i, P
T 15
-Apr
-10
15 A
prl
2020
19
2.70
Ta
ngge
tada
93Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara
No
Nam
a P
erus
ahaa
n M
asa
Ber
laku
IU
P
Mas
a B
erak
hir
IUP
Lu
as (H
a)
Loka
si
17
Tam
bang
Rej
eki K
olak
a, P
T 25
-Jul
-08
25-J
ul-1
8 47
.00
Pom
alaa
18
Wija
ya N
ikel
Nus
anta
ra, P
T 17
Mar
t 20
10
20-M
ei-2
7 11
0.00
S
opur
a, K
ec. P
omal
aa
8,86
4.70
K
ab. K
olak
a U
tara
1
Cel
ebes
si M
ulia
Uta
ma,
PT
03-F
eb-1
2 02
-Feb
-22
61.0
0 D
s. P
atik
ala
Kec
. Tol
ala
2 C
itra
Sili
ka M
alla
wa,
PT
11-F
eb-1
1
126.
00
Ds.
Sul
aho
Kec
.Las
usua
3
Kas
mar
Tia
r Ray
a, P
T 21
-Jun
-11
20-J
un-2
1 95
5.00
D
s.La
tou,
Mos
iku
Bat
uput
ih
5 K
urni
a M
inin
g R
esou
rces
, PT
12 A
prl
2011
11
Apr
l 20
21
210.
00
Mus
iku
& L
elew
awo,
Bat
uput
ih
6 P
alau
rusa
Tam
ita, P
T 11
-Jan
-10
1Agu
st.
2013
60
.00
Olo
-Olo
ho, P
akue
7 P
andu
Citr
a M
ulia
, PT
08-N
ov-1
0 08
-Des
-30
1,04
0.00
La
tou,
Mus
iku,
Lel
ewaw
o B
atup
utih
8
Put
ra D
erm
awan
Pra
tam
a, P
T 07
-Apr
-11
06-A
pr-2
6 10
0.00
S
ulah
o, L
asus
ua
9 P
utra
Der
maw
an P
rata
ma,
PT
14 M
art
2011
14
Mar
t 20
26
850.
00
Ds.
Sul
aho,
Wai
tom
bo K
ec. L
asus
ua
10
Rek
ayas
a U
tam
a In
terla
nd,
PT
10-J
an-1
1 09
-Jan
-16
250.
00
Law
aki J
aya,
Tol
ala
11
Tam
bang
Min
eral
Maj
u, P
T 16
-Agu
-11
15-A
gu-2
6 73
8.00
D
s.M
usik
u &
Le
lew
awo,
Kec
.Bat
uput
ih
4,39
0.00
K
ota
Bau
-bau
1
Bum
i Int
i Sul
awes
i, P
T 23
-Mei
-09
23-M
ei-2
9 1,
796.
00
Kai
sabu
Bar
u, S
oraw
olio
Li
ntas
Kab
upat
en
1 A
nugr
ah H
aris
ma
Bar
akah
, P
T 20
-Sep
-10
20-S
ep-1
0 3,
084.
00
Lint
as K
abae
na S
el K
ab.B
omba
na -
94 Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara
No
Nam
a P
erus
ahaa
n M
asa
Ber
laku
IU
P
Mas
a B
erak
hir
IUP
Lu
as (H
a)
Loka
si
Ta
laga
, Kab
. But
on
Li
ntas
Pro
pins
i
1
Sul
awes
i Cah
aya
Min
eral
, PT
13-D
es-1
2 24
-Feb
-18
44,0
67.0
0 K
ab. K
onaw
e K
ec. R
auta
Ju
mla
h lu
as IU
P
118,
186.
10
S
umbe
r Dat
a : D
ata
IUP
yan
g te
rdaf
tar d
i Din
as E
SD
M s
/d O
ktob
er 2
013
95Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara
Lam
pira
n 2
Ren
cana
Pem
bang
unan
Pab
rik P
engo
laha
n da
n P
emur
nian
Nik
el d
i Sul
awes
i Ten
ggar
a
No
Nam
a P
erus
ahaa
n Ca
dang
an
Inpu
t O
utpu
t Ju
mla
h Ka
ryaw
an
(Ora
ng)
Targ
et
Peny
eles
aian
Pr
oyek
In
vest
asi
Jum
lah
juta
ton
Kada
r Ka
pasi
tas
Ton/
Tahu
n Ka
dar
Kapa
sita
s
To
n/Ta
hun
Kada
r
1 PT
. Wija
ya In
ti N
usan
tara
(Jili
n M
etal
) 31
N
i: 1,
5%
2.00
0.00
0 N
i: 1,
6%
Taha
p 1:
21.
500
Taha
p 2:
80.
000
Ni 1
5%
1.00
0 Aw
al 2
017
2,3
Mily
ar U
SD
2 PT
. Bin
tang
Sm
elte
r In
done
sia
(PT.
Ifi
shde
co)
39
Ni:
1,5%
1.
000.
000
Ni:
1,5%
Ta
hap
1: 5
0.00
0 Ta
hap
2: 1
00.0
00
Taha
p 3:
200
.000
-‐30
0.00
0
Ni:
9-‐11
%
1.45
0 Pe
rten
gaha
n 20
14 (T
ahap
1)
100.
000.
000
USD
3 PT
. Cah
aya
Mod
ern
Met
al In
dust
ri [P
T M
CM &
PT
ST N
ikel
]
40
Ni:
1,8%
85
0.00
0 N
i: 1,
8%
90.0
00
Ni:1
0-‐12
%
200
Agus
t-‐14
Rp
. 500
Mily
ar
4 PT
. Elit
kha
rism
a ut
ama
[Ker
jasa
ma
Dng
PT
Kon
awe
Nik
el
Nus
anta
ra]
70
Ni:
1,1%
85
0.00
0 N
i > 1
,8%
dan
Fe
ant
ara
15-‐
20%
90.0
00
Ni:
10-‐
12%
D
iper
bant
ukan
da
ri PT
. Elit
Kh
aris
ma
Uta
ma
Pert
enga
han
2014
Rp
. 500
Mily
ar
5 PT
. Kem
bar E
mas
Su
ltra
18,2
N
i: 1,
6 –
2,2
%
200.
000
Ni 1
,4 –
1,8
%
35.0
00
Ni:
7-‐14
%
500
Mar
et 2
014
[Tot
al 8
tung
ku]
15.0
00.0
00 U
SD
6 PT
. Cin
ta Ja
ya
18,4
N
i: 2,
2-‐1,
85%
15
0.00
0 N
i> 1
,65%
da
n Fe
: 23-‐
25%
16.2
00
Ni:
4-‐6%
27
0 Ap
r-‐14
15
.000
.000
USD
7 PT
. Kar
yata
ma
Kona
we
Uta
ra
80
1,6%
Ni
550.
000
-‐ 50
.000
10
% N
i 50
0 Ku
arta
l I 2
015
45.0
00.0
00 U
SD
8 PT
. BH
INN
EKA
SEKA
RSA
ADID
AYA
28
1,7
% u
p N
i 1.
000.
000
1,7
% u
p N
i 30
0.00
0 8
-‐ 12
%
250
Jul-‐1
5 15
0.00
0.00
0 U
SD
9 PT
. Bos
osi P
rata
ma
106
1,1
-‐ 1,8
% N
i
1,1
-‐ 1,8
% N
i 52
.000
6
-‐ 10
%
Ni
200
2015
58
.000
.000
USD
96 Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara
10
PT. C
ipta
Dja
ya S
urya
40
1,
6 -‐ 2
,0 %
Ni
-‐ -‐
-‐ -‐
-‐ -‐
-‐
11
PT. D
harm
a Ro
sadi
In
tern
asio
nal
30
1,6%
Ni
200.
000
-‐ 35
0.00
0 1,
20 -‐
1,80
%
20.0
00 -‐
40.0
00
20 -‐
40
%
400
2017
40
0.00
0.00
0 U
SD
12
PT. P
ulau
Rus
a ta
mita
24
N
i 1,8
%
400.
000
Ni 1
,8%
10
.000
-‐ 20
.000
7%
-‐ 11
%
200
2016
50
.000
.000
USD
13
PT. T
rista
co M
iner
al
Mak
mur
12
1,
8% N
i 24
0.00
0 1,
8% N
i 20
.160
10
,1%
Ni
70
akhi
r 201
5 5.
000.
000
USD
14
PT. M
acik
a M
iner
al
Indu
stri
17
Ni 1
,83
503.
426
Ni 1
,86%
53
.680
N
i 10-‐
12%
-‐
2017
41
.900
.000
USD
15
PT. P
utra
Mek
ongg
a Se
jaht
era
15
Ni >
1,5
%
500.
000
Ni 1
,5-‐1
,6%
75
.000
N
i 5%
35
0 Ap
r-‐16
15
.000
.000
USD
16
PT. J
ilin
Met
al
84
1,10
%
2.00
0.00
0 N
i 1,6
%
Taha
p I:
21.5
00
ton
FeN
i, ta
hap
II:
80.0
00 to
n Fe
Ni
Ni:
15%
1.
000
awal
201
7 U
SD 2
,3 M
ilyar
17
PT. S
amba
s Min
eral
M
inin
g 60
N
i: 1,
8%
168.
000
Ni:
1,8%
13
2.00
0 N
i: 10
-‐12
%
150
Sep-‐
14
10.0
00.0
00 U
SD
18
PT. S
targ
ate
Paci
fic
Reso
urce
s 10
4 N
i: 1,
2 ju
ta
ton
1.40
0.00
0 N
i: 1,
8%
200.
000
FeN
i: 12
%
400
2016
30
0.00
0.00
0 U
SD
19
PT. B
inta
ng S
mel
ter
Indo
nesi
a [If
ishd
eco]
40
N
i: 1,
9%
1.00
0.00
0 1.
9% N
i, 23
%-‐
24%
Fe
100.
000
9%-‐1
1%
Ni
1.00
0 Ta
hap
I:akh
ir 20
14, t
ahap
II:
akhi
r 201
5
100.
000.
000
USD
20
PT. S
urya
Sag
a U
tam
a 17
N
ikel
1.5
% ,
Fe 2
2%
60.4
80
Nik
el 1
.5%
, Fe
22%
10
.800
>
6%
Nik
el
164
akhi
r 201
5 Rp
85
Mily
ar
12.4
94.7
22
8.10
4
5.90
4.90
0.00
0 U
SD
Rp.
1.08
5.00
0.00
0.00
0
Su
mbe
r : D
irekt
orat
Jend
eral
Min
erba
, 201
5 &
Din
as P
erta
mba
ngan
ESD
M P
rovi
nsi S
ulaw
esi T
engg
ara,
201
5
Ca
tata
n : Y
ang
tidak
ker
jasa
ma
[ber
arti
mem
bang
un p
abrik
sen
diri]
Tuju
an p
asar
99%
ada
lah
Cina
Jeni
s Pro
duk
: Nic
kel P
ig Ir
on (N
PI),
Nic
kel M
ate
(Spo
nge
Nic
kel)
dan
Ferr
o N
icke
l
97Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara
La
mpi
ran
3 R
ekap
Dat
a S
mel
ter N
ikel
NO
PE
RUSA
HAA
N
KABU
PATE
N
PRO
DU
K KA
PASI
TAS
INPU
T (T
PY)
KAPA
SITA
S IN
PUT
80%
(t
py)
KAPA
SITA
S O
UTP
UT
(TPY
)
% P
ROG
RES
PER-‐
MAR
ET
2015
TA
RGET
OPE
RASI
1 PT
. Ant
am P
omal
a (E
kspa
nsi)
Pom
alaa
Fe
Ni
800.
000
640.
000
10.0
00
80%
20
16
2 PT
. Mac
ika
Mad
a M
adan
a Ko
naw
e Se
lata
n N
PI
360.
000
288.
000
53.6
80
62%
20
16
3 PT
. Int
egra
Min
ing
Nus
anta
ra
Kona
we
Sela
tan
NPI
(5-‐1
0% N
i) 10
8.00
0 86
.400
21
.600
71
%
2016
4
PT. K
arya
tam
a Ko
naw
e U
tara
Ko
naw
e U
tara
N
PI (8
-‐10%
Ni)
500.
000
400.
000
50.0
00
49%
20
16
5 PT
. Sam
bas M
iner
al M
inin
g Ko
naw
e Se
lata
n N
PI
180.
000
144.
000
12.0
00
12%
20
16
6 PT
. Put
ra M
ekon
gga
Seja
hter
a Ko
laka
N
PI
54.0
00
43.2
00
6.12
0 8%
20
17
7 PT
. Sta
rgat
e Pa
cific
Res
ourc
es
Kona
we
Uta
ra
NPI
3.
180.
000
2.54
4.00
0 65
0.00
0 23
%
2017
8 PT
. Jili
n M
etal
Indo
nesi
a (B
illy
Gro
up)
Bom
bana
N
PI
390.
000
312.
000
45.0
00
29%
20
17
9 PT
. Bos
osi P
rata
ma
Kona
we
Uta
ra
Spon
ge N
i 28
8.88
9 23
1.11
1 52
.000
28
%
2017
10
PT
. Cin
ta Ja
ya
Man
diod
o N
PI (4
-‐6 %
) 61
.667
49
.334
18
.500
16
%
2017
11
PT
. Bhi
nnek
a Se
kars
a Ad
iday
a Ko
laka
Uta
ra
NPI
1.
500.
000
1.20
0.00
0 11
0.00
0 46
%
2017
12
PT
. Cip
ta D
jaya
Sur
ya
Kona
we
Uta
ra
NPI
3.
888.
889
3.11
1.11
1 70
0.00
0 38
%
2018
13
PT. E
lit K
haris
ma
Uta
ma
Kona
we
Uta
ra
NPI
(10%
Ni)
45.0
00
36.0
00
7.50
0 35
%
2018
PT
. Kon
awe
Nik
el N
usan
tara
14
PT. K
emba
r Em
as S
ultr
a Ko
naw
e U
tara
N
PI (1
4-‐16
% N
i) 20
0.00
0 16
0.00
0 35
.000
35
%
2018
15
PT. R
iota
Jaya
Les
tari
Kola
ka U
tara
NPI
(10%
Ni)
450.
000
360.
000
80.0
00
11%
20
18
PT. S
riwija
ya R
aya
Kona
we
Uta
ra
16
PT. B
ola
Duni
a M
andi
ri Po
mal
aa
FeN
i (8-‐
10%
Ni)
100.
000
80.0
00
20.0
00
7%
2018
17
PT
. Sur
ya S
aga
Uta
ma
Bom
bana
N
PI
50.0
00
40.0
00
10.0
00
6%
2018
98 Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara
TOTA
L KA
PASI
TAS SM
ELTER
(DAL
AM P
ROSE
S PE
MBA
NG
UN
AN)
12
.156
.445
9.
725.
156
1.88
1.40
0
18
PT
. Cah
aya
Mod
ern
Met
al In
dust
ri Ko
naw
e N
PI
177.
777
142.
222
48.0
00
100%
19
PT. A
ntam
Fe-‐
Ni
Pom
alaa
Fe
rro
Nik
el
160.
500
128.
400
26.0
00
100%
TOTA
L KA
PASI
TAS SM
ELTER
NIK
EL (S
UD
AH P
ROD
UKS
I)
338.
277
270.
622
74.0
00
TOTA
L K
APAS
ITAS
SMELTER
(PEM
BAN
GU
NAN
& S
UD
AH O
P)
12
.494
.722
9.
995.
778
1.95
5.40
0
Ke
tera
ngan
:
1. S
umbe
r Da
ta: D
atab
ase
Subd
it O
P M
iner
al (
Mar
et 2
015)
, Dat
a tim
ver
ifika
si sm
elter
(Mar
et 2
015)
, Dat
a ya
ng d
isam
paik
an p
erus
ahaa
n pa
da R
apat
Tan
ggal
10
Juli
2015
2.
Die
stim
asik
an ta
hun
bero
pera
si sm
elter y
ang
diba
ngun
ada
lah
tahu
n be
rikut
nya
sete
lah
targ
et p
enye
lesa
ian
3.
Die
stim
asik
an k
apas
itas s
melter y
ang
bero
pera
si a
dala
h 10
0%
99Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara
Lam
pira
n 4
Dat
a R
enca
na P
rodu
ksi S
mel
ter N
ikel
No.
N
ama
Peru
saha
an
Prod
uk
2015
20
16
2017
20
18
Inpu
t Biji
h O
utpu
t Pr
oduk
In
put B
ijih
Out
put
Prod
uk
Inpu
t Biji
h O
utpu
t Pro
duk
Inpu
t Biji
h O
utpu
t Pro
duk
1 Ca
haya
Mod
ern
Met
al In
dust
ri N
PI
177.
777
48.0
00
177.
777
48.0
00
177.
777
48.0
00
177.
777
48.0
00
2 PT
. Ant
am F
e-‐N
i Fe
rro
Nik
el
160.
500
26.0
00
160.
500
26.0
00
160.
500
26.0
00
160.
500
26.0
00
3 PT
. Ant
am P
omal
a (E
kspa
nsi)
FeN
i -‐
-‐ 80
0.00
0 10
.000
80
0.00
0 10
.000
80
0.00
0 10
.000
4
PT. M
acik
a M
ada
Mad
ana
NPI
-‐
-‐ 36
0.00
0 53
.680
36
0.00
0 53
.680
36
0.00
0 53
.680
5
PT. I
nteg
ra M
inin
g N
usan
tara
N
PI (5
-‐10%
Ni)
-‐ -‐
108.
000
21.6
00
108.
000
21.6
00
108.
000
21.6
00
6 PT
. Kar
yata
ma
Kona
we
Uta
ra
NPI
(8-‐1
0%N
i) -‐
-‐ 50
0.00
0 50
.000
50
0.00
0 50
.000
50
0.00
0 50
.000
7
PT. S
amba
s Min
eral
Min
ing
NPI
-‐
-‐ 18
0.00
0 12
.000
18
0.00
0 12
.000
18
0.00
0 12
.000
8
PT. P
utra
Mek
ongg
a Se
jaht
era
NPI
-‐
-‐ -‐
-‐ 54
.000
6.
120
54.0
00
6.12
0 9
PT. S
targ
ate
Paci
fic R
esou
rces
N
PI
-‐ -‐
-‐ -‐
3.18
0.00
0 65
0.00
0 3.
180.
000
650.
000
10
PT. J
ilin
Met
al In
done
sia
(Bill
y G
roup
) N
PI
-‐ -‐
-‐ -‐
390.
000
45.0
00
390.
000
45.0
00
11
PT. B
osos
i Pra
tam
a Sp
onge
Ni
-‐ -‐
-‐ -‐
288.
889
52.0
00
288.
889
52.0
00
12
PT. C
inta
Jaya
N
PI (4
-‐6 %
) -‐
-‐ -‐
-‐ 61
.667
18
.500
61
.667
18
.500
13
PT. B
hinn
eka
Seka
rsa
Adid
aya
NPI
-‐
-‐ -‐
-‐ 1.
500.
000
110.
000
1.50
0.00
0 11
0.00
0 14
PT
. Cip
ta D
jaya
Sur
ya
NPI
-‐
-‐ -‐
-‐ -‐
-‐ 3.
888.
889
700.
000
15
PT. E
lit K
haris
ma
Uta
ma
NPI
(10%
Ni)
-‐ -‐
-‐ -‐
-‐ -‐
45.0
00
7.50
0 PT
. Kon
awe
Nik
el N
usan
tara
16
PT. K
emba
r Em
as S
ultr
a N
PI (1
4-‐16
% N
i) -‐
-‐ -‐
-‐ -‐
-‐ 20
0.00
0 35
.000
17
PT. R
iota
Jaya
Les
tari
NPI
(10%
Ni)
-‐ -‐
-‐ -‐
-‐ -‐
450.
000
80.0
00
PT. S
riwija
ya R
aya
18
PT. B
ola
Duni
a M
andi
ri Fe
Ni (
8-‐10
% N
i) -‐
-‐ -‐
-‐ -‐
-‐ 10
0.00
0 20
.000
19
PT. S
urya
Sag
a U
tam
a N
PI
-‐ -‐
-‐ -‐
-‐ -‐
50.0
00
10.0
00
JUM
LAH
33
8.27
7 74
.000
2.
286.
277
221.
280
7.76
0.83
3 1.
102.
900
12.4
94.7
22
1.95
5.40
0
Kete
rang
an:
1.
Sum
ber D
ata:
Dat
abas
e Su
bdit
OP
Min
eral
(Mar
et 2
015)
, Dat
a tim
ver
ifika
si smelter (
Mar
et 2
015)
, Dat
a ya
ng d
isam
paik
an p
erus
ahaa
n pa
da R
apat
Ta
ngga
l 10
Juli
2015
2.
Die
stim
asik
an ta
hun
bero
pera
si sm
elter y
ang
diba
ngun
ada
lah
tahu
n be
rikut
nya
sete
lah
targ
et p
enye
lesa
ian
3. D
iest
imas
ikan
kap
asita
s sm
elter y
ang
bero
pera
si a
dala
h 10
0%
100 Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara
Lam
pira
n 5
Per
usah
aan
yang
Mem
bang
un S
mel
ter N
ikel
di P
rovi
nsi S
ulaw
esi T
engg
ara,
201
3
No
Nam
a
Peru
saha
an
Loka
si
Cad
anga
n In
put
Out
put
Prog
res
Jum
lah
Kar
yaw
an
Targ
et
Peny
eles
aian
Pr
oyek
Inve
stas
i K
ab/K
ota
Jum
lah
(juta
to
n)
Kad
ar
Kap
asita
s (0
00 to
n)
Supp
lier
Kap
asita
s Je
nis
Prod
uk
Kad
ar
Tuju
an
Pasa
r
1 P
T. W
ijaya
In
ti N
usan
tara
(J
ilin
Met
al)
Kon
awe
Sel
atan
31
N
i: 1,
5%
2000
P
T. W
ijaya
Inti
Nus
anta
ra,
Anu
gera
h H
aris
ma
Bar
akah
, B
illy
Indo
nesi
a,
Sul
tra S
aran
a B
umi
Taha
p 1:
21.
500
tpy;
Ta
hap
2: 8
0.00
0 tp
y Fe
Ni
Ni 1
5%
Bel
um
Dite
ntuk
an
33%
+
100
0 or
ang
Aw
al
Tahu
n 20
17
US
D 2
,3
Mily
ar
2 P
T. B
inta
ng
Sm
elte
r In
done
sia
(PT.
Ifi
shde
co)
Kon
awe
Sel
atan
39
N
i: 1,
5%
1000
P
T. If
ishd
eco
dan
PT.
Tek
indo
Ene
rgi
Taha
p 1:
50.
000
tpy,
Ta
hap
2: 1
00.0
00 tp
y,
Taha
p 3:
200
.000
-30
0.00
0 tp
y
NP
I N
i: 9-
11%
C
hina
dan
Ta
iwan
40
%
450
oran
g (T
amba
ng) d
an
bere
ncan
a 10
00
oran
g (s
mel
ter)
Per
teng
ahan
tahu
n 20
14
(Tah
ap 1
)
US
D 1
00
juta
3 P
T. C
ahay
a M
oder
n M
etal
In
dust
ri
Kon
awe
40
Ni:
1,8%
85
0 P
T M
oder
n C
ahay
a M
inin
g P
T IM
P
7.50
0 tp
m
NP
I N
i:10-
12%
C
hina
94
%
200
oran
g A
ug-1
4 R
p. 5
00
Mily
ar
4 P
T. E
lit
khar
ism
a ut
ama
Kon
awe
Uta
ra
70
Ni:
1,1%
85
0 Ta
mba
ng s
endi
ri P
T. K
NN
7.
500
tpm
N
PI
Ni:
10-
12%
B
elum
di
tent
ukan
10
%
Dip
erba
ntuk
an d
ari
PT.
Elit
K
haris
ma
Uta
ma
Per
teng
ahan
201
4 R
p. 5
00
Mily
ar
5 P
T. K
emba
r E
mas
Sul
tra
Kon
awe
Uta
ra
18,2
N
i: 1,
6 –
2,2
%
200
Tam
bang
Sen
diri
35.0
00 tp
y N
PI
Ni:
7-14
%
Chi
na
42%
pe
kerja
ta
mba
ng;
250
oran
g,
peke
rja
pem
bang
una
n sm
elte
r: 25
0 or
ang
Janu
ari
2014
se
lesa
i pe
nger
jaa
n 2
tung
ku,
Hin
gga
mar
et
2014
su
dah
sele
sai 6
tu
ngku
US
D 1
5 ju
ta
6 P
T. C
inta
Ja
ya
Kon
awe
Uta
ra
18,4
N
i: 2,
2-1,
85%
15
0 Ta
mba
ng S
endi
ri 16
.200
tpy
NP
I N
i: 4-
6%
Chi
na
17%
ta
mba
ng:
120
oran
g;
dan
smel
ter
dipe
rkira
kan
150
or
ang
Pem
bang
unan
se
lesa
i A
pril
2014
da
n C
omm
isio
ning
pad
a Ju
ni 2
014
US
D 1
5 ju
ta
7 P
T.
Kar
yata
ma
Kon
awe
Kon
awe
Uta
ra
80
1,6%
Ni
550
PT.
Kar
yata
ma
Kon
awe
Uta
ra
50.0
00 to
n N
PI
NP
I 10
% N
i C
ina
48%
50
0 ka
ryaw
an
Kua
rtal I
20
15
US
D 4
5 Jt
ste
p 1
101Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara
No
Nam
a
Peru
saha
an
Loka
si
Cad
anga
n In
put
Out
put
Prog
res
Jum
lah
Kar
yaw
an
Targ
et
Peny
eles
aian
Pr
oyek
Inve
stas
i K
ab/K
ota
Jum
lah
(juta
to
n)
Kad
ar
Kap
asita
s (0
00 to
n)
Supp
lier
Kap
asita
s Je
nis
Prod
uk
Kad
ar
Tuju
an
Pasa
r
Uta
ra
8 P
T.
BH
INN
EK
A
SE
KA
RS
A
AD
IDA
YA
Kol
aka
Uta
ra
28
1,7
%
up N
i 1,
000
PT.
Mul
ia M
akm
ur
Per
kasa
30
0,00
0 tp
y N
PI
8 - 1
2 %
C
hina
46
%
250
oran
g Ju
l-15
US
D 1
50
juta
9 P
T. B
osos
i P
rata
ma
KO
NA
WE
U
TAR
A
106
1,1
- 1,
8 %
N
i
P
T. B
osos
i Pra
tam
a 52
,000
tpy
Spo
nge
Ni
6 - 1
0 %
N
i C
hina
15
%
200
oran
g 20
15
US
D 5
8 ju
ta
10
PT.
Cip
ta
Dja
ya S
urya
K
ON
AW
E
UTA
RA
40
1,
6 -
2,0
%
Ni
- -
- -
- -
0%
- -
-
11
PT.
Dha
rma
Ros
adi
Inte
rnas
iona
l
Kol
aka
30
1,6%
Ni
200.
000
- 35
0.00
0 M
T
PT
Dha
rma
Ros
adi
Inte
rnat
iona
l 20
.000
- 40
.000
MT
Ferr
o N
icke
l at
au
Nic
kel
Sul
phid
e
20 -
40
%
Chi
na,
Jepa
ng,
Kor
ea
Sel
atan
da
n E
ropa
0%
400
oran
g 20
17
US
D 4
00
juta
12
PT.
Pul
au
Rus
a ta
mita
K
olak
a U
tara
24
N
i 1,8
%
400.
000
tpy
tam
bang
sen
diri
10.0
00 -
20.0
00 tp
y N
PI
7% -
11%
C
hina
4%
20
0 or
ang
2016
U
SD
50
juta
13
P
T. T
rista
co
Min
eral
M
akm
ur
Kon
awe
Uta
ra
12
1,8%
Ni
240.
000
tpy
tam
bang
sen
diri
20.1
60 tp
y N
PI
10,1
% N
i C
hina
4%
70
ora
ng
akhi
r 201
5 U
SD
5
juta
14
PT.
Mac
ika
Min
eral
In
dust
ri
Kon
awe
Sel
atan
17
N
i 1,8
3 50
3.42
6 tp
y P
T M
acik
a M
ada
Mad
ana
53.6
80 tp
y Fe
Ni
Ni 1
0-12
%
Chi
na
27%
-
2017
U
SD
41,
9 ju
ta
15
PT.
Put
ra
Mek
ongg
a S
ejah
tera
Kol
aka
Uta
ra
15
Ni >
1,
5%
400.
000-
500.
000
tpy
PT
Put
ra M
ekon
gga
Sej
ahte
ra
75.0
00 tp
y S
pong
e N
ikel
N
i 5%
C
hina
10
%
350
oran
g A
pr-1
6 U
SD
15
juta
16
PT.
Jili
n M
etal
B
omba
na
84
1.10
%
taha
p I:
2 ju
ta to
n P
T. a
nuge
rah
haris
ma
bara
kah,
P
T. s
ultra
sar
ana
bum
i, P
T. w
ijaya
inti
nusa
ntar
a
Taha
p I:
21.5
00 to
n Fe
Ni,
taha
p II:
80.
000
ton
FeN
i
FeN
i N
i: 15
%
Bel
um
dite
ntuk
an
14%
10
00
oran
g aw
al 2
017
US
D 2
,3
Mily
ar
17
PT.
Sam
bas
Min
eral
M
inin
g
kona
we
sela
tan
60
Ni:
1,8%
4
tung
ku
(168
.000
tp
y)
Tam
bang
sen
diri
132.
000
tpy
FeN
i N
i: 10
-12
%
Chi
na
22%
15
0 or
ang
Sep
-14
US
D 1
0 Ju
ta
18
PT.
Sta
rgat
e P
acifi
c R
esou
rces
Kon
awe
Uta
ra
(cak
e),
Tara
kan
(ste
el)
104
Ni:
1,2
juta
ton
1,4
juta
tpy
Tam
bang
sen
diri
200.
00 tp
y Fe
Ni
(12%
) da
n S
S
Ser
i 300
FeN
i: 12
%
Chi
na
(FeN
i) 9%
40
0 or
ang
2016
U
SD
300
Ju
ta
19
PT.
Bin
tang
S
mel
ter
Indo
nesi
a
Kon
awe
Sel
atan
40
N
i: 1,
9%
1.00
0.00
0 tp
y P
T Ifi
shde
co,
PT
Teki
ndo
Gro
up
100.
000
tpy
NP
I 9%
-11%
N
i C
hina
27
%
1000
or
ang
Taha
p I:a
khir
2014
, ta
hap
II:
akhi
r 201
5
US
D 1
00
juta
102 Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara
No
Nam
a
Peru
saha
an
Loka
si
Cad
anga
n In
put
Out
put
Prog
res
Jum
lah
Kar
yaw
an
Targ
et
Peny
eles
aian
Pr
oyek
Inve
stas
i K
ab/K
ota
Jum
lah
(juta
to
n)
Kad
ar
Kap
asita
s (0
00 to
n)
Supp
lier
Kap
asita
s Je
nis
Prod
uk
Kad
ar
Tuju
an
Pasa
r
20
PT.
Sur
ya
Sag
a U
tam
a B
omba
na
17
Nik
el
1.5%
, Fe
22%
5.04
0 tp
m
tam
bang
sen
diri
900
tpm
N
PI
> 6%
N
ikel
C
hina
6%
16
4 or
ang
akhi
r 201
5 R
p 85
M
ilyar
Sum
ber:
Dire
ktor
at J
ende
ral M
iner
al d
an B
atub
ara,
201
3