dampak korupsi bagi stabilitas ekonomi dan pembunuhan karakter bangsa
TRANSCRIPT
Dampak Korupsi Bagi Stabilitas Ekonomi dan Pembunuhan Karakter Bangsa
Ahmad Zaki
2 comments
Korupsi
Jul
16
Korupsi adalah salah satu bentuk pengingkaran janji atas kesepakatan yang telah dicapai seorang wakil rakyat dengan konstituennya. Inilah alasan pertama mengapa korupsi harus dicegah dan diberantas sampai ke tingkat dasar. Dampak yang dihasilkan dari korupsi bisa menghasilkan krisis finansial dari tingkat rendah, menengah hingga akut. Secara mental dan budaya, korupsi adalah bentuk baru penjajahan atas bangsanya sendiri.
Dalam praktek di masyarakat, baik di level kelurahan sampai provinsi, praktek korupsi melahirkan budaya untuk memperkaya diri sendiri dan anggota keluarga, mendapatkan layanan istimewa dibanding warga lain, dan memperlebar perbedaan kapasitas ekonomi antara si kaya dan si miskin. Telah sering kita amati pemimpin daerah yang bisa hidup berfoya-foya dari hasil korupsi sementara masih banyak warganya yang hidup kekurangan.
Kematian hati nurani, itulah akibat paling parah dari merebaknya korupsi yang melibatkan berbagai pihak terkait. Para pejabat bukan lagi memfokuskan diri kepada pengabdian diri kepada masyarakat, namun lebih kepada usaha menimbun harta untuk kesenangannya dan kroni-kroninya. Pejabat publik bukan lagi melayani masyarakat, tetapi kebalikannya, minta dilayani masyarakat.
Para pengambil kebijakan di tingkat nasional juga rawan menjual harga diri bangsa ketika banyak investor asing masuk ke dalam negeri dengan menawarkan sejumlah ‘amplop’ untuk memperlancar ijin pendirian suatu usaha. Bila hal ini terus dikembangkan, bisa jadi kita akan menumpang tinggal di negara sendiri karena banyak sektor vital telah dikuasai pihak asing.
Penggunaan dana masyarakat untuk kepentingan pribadi secara tidak langsung telah mengambil hak kesejahteraan masyarakat. Harga barang menjadi mahal, layanan publik tidak dapat dijangkau, dan fasilitas umum tidak mendukung usaha pengembangan ekonomi rakyat karena sebagian aset negara telah dimiliki oleh pejabat publik dan disimpan di luar negeri.
Banyak pihak menilai budaya korupsi turut andil memberi kontribusi bagi terciptanya krisis moneter yang terjadi di Indonesia pada tahun 1998. Praktek korupsi akut selama Pemerintahan Orde Baru meninggalkan warisan defisit anggaran belanja negara dan mendorong terjadinya kenaikan inflasi hingga ke tingkat yang mengkhawatirkan. Konsentrasi ekonomi terpusat pada kelompok tertentu dan menimbulkan krisis multidimensi serta menghasilkan kekacauan nasional.
Dampak korupsi akan lebih hebat lagi bila kita tidak segera memberantas sejak sekarang. Bisa jadi negara Indonesia akan cuma tinggal sejarah dan dijual kepada negara lain bila kita tidak aktif menyuarakan pelanggaran-pelanggaran kekuasaan yang dilakukan oleh pejabat publik.
http://ogaloogi.com/dampak-korupsi/
Dari segi ekonomi sendiri, korupsi akan berdampak banyak perekonomian negara kita. Yang paling utama pembangunan terhadap sektor - sektor publik menjadi tersendat. Dana APBN maupun APBD dari pemerintah yang hampir semua dialokasikan untuk kepentingan rakyat seperti fasilitas-fasilitas publik hampir tidak terlihat realisasinya, kalaupun ada realisasinya tentunya tidak sebanding dengan biaya anggaran yang diajukan. Walaupun belum banyak buktinya, jelas ini merupakan indikasi terhadap korupsi. Tidak jelasnya pembangunan fasilitas - fasilitas publik ini nantinya akan memberi efek domino yang berdampak sistemik bagi publik, yang dalam ini adalah masyarakat. Contoh kecilnya saja, jalan - jalan yang rusak dan tidak pernah diperbaiki akan mengakibatkan susahnya masyarakat dalam melaksanakan mobilitas mereka termasuk juga dalam melakukan kegiatan ekonomi mereka. Jadi akibat dari korupsi ini tidak hanya mengganggu perekonomian dalam skala makro saja, tetapi juga mengganggu secara mikro dengan terhambatnya suplai barang dan jasa sebagai salah satu contohnya.
Karena terhambatnya segala macam pembangunan dalam sektor-sektor publik, Kebijakan- kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah tidak akan optimal lagi. Segala macam kebijakan-kebijakan yang pro rakyat dibuat pemerintah akan menjadi sia - sia hanya karena masalah korupsi. Hal ini akan menambah tingkat kemiskinan, pengangguran dan juga kesenjangan sosial karena dana pemerintah yang harusnya untuk rakyat justru masuk ke kantong para pejabat dan orang - orang yang tidak bertanggung jawab lainnya. Kebijakan-kebijakan pemerintah yang tidak optimal ini akan menurunkan kualitas pelayanan pemerintah di berbagai bidang. Menurunnya kualitas pelayanan pemerintah akan mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Kepercayaan masyarakat yang semakin berkurang dapat
membuat masyarakat menjadi marah. Kita bisa lihat contoh di Tunisia, Mesir dan Libya di mana kemarahan masyarakat dapat menggulingkan pemerintah, mereka melakukan hal - hal tersebut utamanya karena masalah ekonomi. Pada tahun 1998 pun kerusuhan yang ada di dipicu oleh masalah ekonomi, yakni krisis moneter yang jika dikaji penyebabnya ialah karena masalah korupsi. Bukan hal tersebut akan terulang jika korupsi masih merajalela dan pemerintah tidak menanggapi masalah ini dengan serius.
Dari segi investor sendiri, dengan adanya korupsi di dalam tubuh pemerintah membuat produsen harus mengeluarkan cost tambahan untuk menyelesaikan masalah birokrasi. Bertambahnya cost ini tentunya akan merugikan mereka. Sementara bagi para investor asing, mereka akan tidak tertarik untuk berinvestasi di Indonesia karena masalah birokrasi yang menjadi ladang korupsi ini dan beralih untuk berinvestasi di negara lain. Hal ini akan merugikan negara karena dengan adanya investasi asing negara kita akan mendapatkan penghasilan yang besar melalui pajak, begitu juga dengan masyarakat, mereka akan mendapatkan lapangan kerja dan penghasilan. Akan tetapi gara - gara korupsi, semuanya menghilang begitu saja. Masalah tingginya tingkat pengangguran dan rendahnya tingkat kesejahteraan pun menjadi tak teratasi. Dari UKM sendiri yang merupakan tonggak perekonomian Indonesia, adanya korupsi membuat mereka menjadi tidak berkembang. Pemerintah menjadi tidak peduli terhadap mereka lagi karena dalam sektor UKM sendiri tidak banyak “menguntungkan” bagi pemerintah. Padahal, lagi - lagi UKM sendiri merupakan usaha yang sifatnya massal dan banyak menyedot lapangan kerja. Tidak berkembangnya UKM ini juga akan menyebabkan tingginya tingkat pengangguran dan rendahnya tingkat kesejahteraan. Apalagi dengan adanya China ASEAN Free Trade Agreement tentunya akan semakin menyulitkan bagi sektor UKM untuk berkembang.
http://birokrasi.kompasiana.com/2012/03/04/dampak-korupsi-terhadap-perekonomian-indonesia/
Dampak Korupsi Bagi Masyarakat
Korupsi adalah perilaku pejabat publik, baik politikus/politisi maupun pegawai
negeri, yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau memperkaya
mereka yang dekat dengannya, dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang
dipercayakan kepada mereka.
Kkorupsi politis adalah penyalahgunaan jabatan resmi untuk keuntungan pribadi. Semua
bentuk pemerintah|pemerintahan rentan korupsi dalam prakteknya. Beratnya korupsi
berbeda-beda, dari yang paling ringan dalam bentuk penggunaan pengaruh dan dukungan
untuk memberi dan menerima pertolongan, sampai dengan korupsi berat yang
diresmikan, dan sebagainya. Titik ujung korupsi adalah kleptokrasi, yang arti harafiahnya
pemerintahan oleh para pencuri, dimana pura-pura bertindak jujur pun tidak ada sama
sekali.
Korupsi yang muncul di bidang politik dan birokrasi bisa berbentuk sepele atau berat,
terorganisasi atau tidak. Walau korupsi sering memudahkan kegiatan kriminal seperti
penjualan narkotika, pencucian uang, dan prostitusi, korupsi itu sendiri tidak terbatas
dalam hal-hal ini saja. Untuk mempelajari masalah ini dan membuat solusinya, sangat
penting untuk membedakan antara korupsi dan kriminalitas|kejahatan.
Tergantung dari negaranya atau wilayah hukumnya, ada perbedaan antara yang dianggap
korupsi atau tidak. Sebagai contoh, pendanaan partai politik ada yang legal di satu tempat
namun ada juga yang tidak legal di tempat lain
Dampak Korupsi Bagi Masyarakat
Kesejahteraan umum negara
Korupsi politis ada di banyak negara, dan memberikan ancaman besar bagi warga
negaranya. Korupsi politis berarti kebijaksanaan pemerintah sering menguntungkan
pemberi sogok, bukannya rakyat luas. Satu contoh lagi adalah bagaimana politikus
membuat peraturan yang melindungi perusahaan besar, namun merugikan perusahaan-
perusahaan kecil (SME). Politikus-politikus “pro-bisnis” ini hanya mengembalikan
pertolongan kepada perusahaan besar yang memberikan sumbangan besar kepada
kampanye pemilu mereka.
Demokrasi
Korupsi menunjukan tantangan serius terhadap pembangunan. Di dalam dunia politik,
korupsi mempersulit demokrasi dan tata pemerintahan yang baik (good governance)
dengan cara menghancurkan proses formal. Korupsi di pemilihan umum dan di badan
legislatif mengurangi akuntabilitas dan perwakilan di pembentukan kebijaksanaan;
korupsi di sistem pengadilan menghentikan ketertiban hukum; dan korupsi di
pemerintahan publik menghasilkan ketidak-seimbangan dalam pelayanan masyarakat.
Secara umum, korupsi mengkikis kemampuan institusi dari pemerintah, karena
pengabaian prosedur, penyedotan sumber daya, dan pejabat diangkat atau dinaikan
jabatan bukan karena prestasi. Pada saat yang bersamaan, korupsi mempersulit legitimasi pemerintahan dan nilai demokrasi seperti kepercayaan dan toleransi.
Menghambat investasi dan pertumbuhan ekonomi.
- Menurut Chetwynd et al (2003), korupsi akan menghambat pertumbuhan
investasi. Baik investasi domestik maupun asing. Mereka mencontohkan fakta business
failure di Bulgaria yang mencapai angka 25 persen.
Maksudnya, 1 dari 4 perusahaan di negara tersebut mengalami kegagalan dalam
melakukan ekspansi bisnis dan investasi setiap tahunnya akibat korupsi penguasa.
Selanjutnya, terungkap pula dalam catatan Bank Dunia bahwa tidak kurang dari 5 persen
GDP dunia setiap tahunnya hilang akibat korupsi. Sedangkan Uni Afrika menyatakan
bahwa benua tersebut kehilangan 25 persen GDP-nya setiap tahun juga akibat korupsi.
- Menurut Mauro (2002),
Setelah melakukan studi terhadap 106 negara, ia menyimpulkan bahwa kenaikan 2 poin
pada Indeks Persepsi Korupsi (IPK, skala 0-10) akan mendorong peningkatan investasi
lebih dari 4 persen. Sedangkan Podobnik et al (2008) menyimpulkan bahwa pada setiap
kenaikan 1 poin IPK, GDP per kapita akan mengalami pertumbuhan sebesar 1,7 persen
setelah melakukan kajian empirik terhadap perekonomian dunia tahun 1999-2004.
- Menurut Gupta et al (1998),
Menyatakan fakta bahwa penurunan skor IPK sebesar 0,78 akan mengurangi
pertumbuhan ekonomi yang dinikmati kelompok miskin sebesar 7,8 persen. Ini
menunjukkan bahwa korupsi memiliki dampak yang sangat signifikan dalam
menghambat investasi dan pertumbuhan ekonomi.
2. Korupsi melemahkan kapasitas dan kemampuan pemerintah dalam menjalankan
program pembangunan.
Pada institusi pemerintahan yang memiliki angka korupsi rendah, layanan publik
cenderung lebih baik dan lebih murah. Terkait dengan hal tersebut, Gupta, Davoodi, dan
Tiongson (2000) menyimpulkan bahwa tingginya angka korupsi ternyata akan
memperburuk layanan kesehatan dan pendidikan. Konsekuensinya, angka putus sekolah
dan kematian bayi mengalami peningkatan.
3. Sebagai akibat dampak pertama dan kedua, maka korupsi akan menghambat upaya
pengentasan kemiskinan dan kesenjangan pendapatan.
Terkait dengan hal ini, riset Gupta et al (1998) menunjukkan bahwa peningkatan IPK
sebesar 2,52 poin akan meningkatkan koefisien Gini sebesar 5,4 poin. Artinya,
kesenjangan antara kelompok kaya dan kelompok miskin akan semakin melebar. Hal ini
disebabkan oleh semakin bertambahnya aliran dana dari masyarakat umum kepada para
elit, atau dari kelompok miskin kepada kelompok kaya akibat korupsi 4. Korupsi berdampak pada penurunan kualitas moral dan akhlak.
Baik individual maupun masyarakat secara keseluruhan. Selain meningkatkan ketamakan
dan kerakusan terhadap penguasaan aset dan kekayaan korupsi juga akan menyebabkan
hilangnya sensitivitas dan kepedulian terhadap sesama.
Rasa saling percaya yang merupakan salah satu modal sosial yang utama akan hilang.
Akibatnya, muncul fenomena distrust society, yaitu masyarakat yang kehilangan rasa
percaya, baik antar sesama individu, maupun terhadap institusi negara. Perasaan aman
akan berganti dengan perasaan tidak aman (insecurity feeling). Inilah yang dalam bahasa
Al-Quran dikatakan sebagai libaasul khauf (pakaian ketakutan).
Fakta bahwa negara dengan tingkat korupsi yang tinggi memiliki tingkat
ketidakpercayaan dan kriminalitas yang tinggi pula. Ada korelasi yang kuat di antara
ketiganya.
Ekonomi

Korupsi juga mempersulit pembangunan ekonomi dan mengurangi kualitas pelayanan
pemerintahan.
Korupsi juga mempersulit pembangunan ekonomi dengan membuat distorsi dan ketidak
efisienan yang tinggi. Dalam sektor privat, korupsi meningkatkan ongkos niaga karena
kerugian dari pembayaran ilegal, ongkos manajemen dalam negosiasi dengan pejabat
korup, dan risiko pembatalan perjanjian atau karena penyelidikan. Walaupun ada yang
menyatakan bahwa korupsi mengurangi ongkos (niaga) dengan mempermudah birokrasi,
konsensus yang baru muncul berkesimpulan bahwa ketersediaan sogokan menyebabkan
pejabat untuk membuat aturan-aturan baru dan hambatan baru. Dimana korupsi
menyebabkan inflasi ongkos niaga, korupsi juga mengacaukan “lapangan perniagaan”.
Perusahaan yang memiliki koneksi dilindungi dari persaingan dan sebagai hasilnya
mempertahankan perusahaan-perusahaan yang tidak efisien.
Korupsi menimbulkan distorsi (kekacauan) di dalam sektor publik dengan mengalihkan
investasi publik ke proyek-proyek masyarakat yang mana sogokan dan upah tersedia
lebih banyak. Pejabat mungkin menambah kompleksitas proyek masyarakat untuk
menyembunyikan praktek korupsi, yang akhirnya menghasilkan lebih banyak kekacauan.
Korupsi juga mengurangi pemenuhan syarat-syarat keamanan bangunan, lingkungan
hidup, atau aturan-aturan lain. Korupsi juga mengurangi kualitas pelayanan pemerintahan
dan infrastruktur; dan menambahkan tekanan-tekanan terhadap anggaran pemerintah.
Para pakar ekonomi memberikan pendapat bahwa salah satu faktor keterbelakangan
pembangunan ekonomi di Afrika dan Asia, terutama di Afrika, adalah korupsi yang
berbentuk penagihan sewa yang menyebabkan perpindahan penanaman modal (capital
investment) ke luar negeri, bukannya diinvestasikan ke dalam negeri (maka adanya
ejekan yang sering benar bahwa ada diktator Afrika yang memiliki rekening bank di
Swiss). Berbeda sekali dengan diktator Asia, seperti Soeharto yang sering mengambil
satu potongan dari semuanya (meminta sogok), namun lebih memberikan kondisi untuk
pembangunan, melalui investasi infrastruktur, ketertiban hukum, dan lain-lain. Pakar dari Universitas Massachussetts memperkirakan dari tahun 1970 sampai 1996, pelarian modal
dari 30 negara sub-Sahara berjumlah US $187 triliun, melebihi dari jumlah utang luar
negeri mereka sendiri. (Hasilnya, dalam artian pembangunan (atau kurangnya
pembangunan) telah dibuatkan modelnya dalam satu teori oleh ekonomis Mancur Olson).
Dalam kasus Afrika, salah satu faktornya adalah ketidak-stabilan politik, dan juga
kenyataan bahwa pemerintahan baru sering menyegel aset-aset pemerintah lama yang
sering didapat dari korupsi. Ini memberi dorongan bagi para pejabat untuk menumpuk
kekayaan mereka di luar negeri, di luar jangkauan dari ekspropriasi di masa depan.
Menghambat investasi dan pertumbuhan ekonomi.
Korupsi akan menghambat pertumbuhan investasi. Baik investasi domestik maupun
asing. Mereka mencontohkan fakta business failure di Bulgaria yang mencapai angka 25
persen.
Maksudnya, 1 dari 4 perusahaan di negara tersebut mengalami kegagalan dalam
melakukan ekspansi bisnis dan investasi setiap tahunnya akibat korupsi penguasa.
Selanjutnya, terungkap pula dalam catatan Bank Dunia bahwa tidak kurang dari 5 persen
GDP dunia setiap tahunnya hilang akibat korupsi. Sedangkan Uni Afrika menyatakan
bahwa benua tersebut kehilangan 25 persen GDP-nya setiap tahun juga akibat korupsi.
Setelah melakukan studi terhadap 106 negara, disimpulkan bahwa kenaikan 2 poin pada
Indeks Persepsi Korupsi (IPK, skala 0-10) akan mendorong peningkatan investasi lebih
dari 4 persen. Sedangkan Podobnik et al (2008) menyimpulkan bahwa pada setiap
kenaikan 1 poin IPK, GDP per kapita akan mengalami pertumbuhan sebesar 1,7 persen
setelah melakukan kajian empirik terhadap perekonomian dunia tahun 1999-2004.
Fakta bahwa penurunan skor IPK sebesar 0,78 akan mengurangi pertumbuhan ekonomi
yang dinikmati kelompok miskin sebesar 7,8 persen. Ini menunjukkan bahwa korupsi
memiliki dampak yang sangat signifikan dalam menghambat investasi dan pertumbuhan
ekonomi.
Korupsi melemahkan kapasitas dan kemampuan pemerintah dalam menjalankan
program pembangunan.
Pada institusi pemerintahan yang memiliki angka korupsi rendah, layanan publik
cenderung lebih baik dan lebih murah. Terkait dengan hal tersebut, Gupta, Davoodi, dan
Tiongson (2000) menyimpulkan bahwa tingginya angka korupsi ternyata akan
memperburuk layanan kesehatan dan pendidikan. Konsekuensinya, angka putus sekolah
dan kematian bayi mengalami peningkatan.
Sebagai akibat dampak pertama dan kedua, maka korupsi akan menghambat
upaya pengentasan kemiskinan dan kesenjangan pendapatan.
Terkait dengan hal ini, riset Gupta et al (1998) menunjukkan bahwa peningkatan IPK
sebesar 2,52 poin akan meningkatkan koefisien Gini sebesar 5,4 poin. Artinya,
kesenjangan antara kelompok kaya dan kelompok miskin akan semakin melebar. Hal ini
disebabkan oleh semakin bertambahnya aliran dana dari masyarakat umum kepada para
elit, atau dari kelompok miskin kepada kelompok kaya akibat korupsi. Korupsi berdampak pada penurunan kualitas moral dan akhlak.
Baik individual maupun masyarakat secara keseluruhan. Selain meningkatkan ketamakan
dan kerakusan terhadap penguasaan aset dan kekayaan korupsi juga akan menyebabkan
hilangnya sensitivitas dan kepedulian terhadap sesama.
Rasa saling percaya yang merupakan salah satu modal sosial yang utama akan hilang.
Akibatnya, muncul fenomena distrust society, yaitu masyarakat yang kehilangan rasa
percaya, baik antar sesama individu, maupun terhadap institusi negara. Perasaan aman
akan berganti dengan perasaan tidak aman (insecurity feeling). Inilah yang dalam bahasa
Al-Quran dikatakan sebagai libaasul khauf (pakaian ketakutan).
Korupsi dapat menghambat pertumbuhan investasi.
Korupsi dapat menghambat pertumbuhan investasi. Baik investasi domestik maupun
asing. Mereka mencontohkan fakta business failure di Bulgaria yang mencapai angka 25
persen. Maksudnya, 1 dari 4 perusahaan di negara tersebut mengalami kegagalan dalam
melakukan ekspansi bisnis dan investasi setiap tahunnya akibat korupsi penguasa.
Selanjutnya, terungkap pula dalam catatan Bank Dunia bahwa tidak kurang dari 5 persen
GDP dunia setiap tahunnya hilang akibat korupsi. Sedangkan Uni Afrika menyatakan
bahwa benua tersebut kehilangan 25 persen GDP-nya setiap tahun juga akibat korupsi
Setelah melakukan studi terhadap 106 negara, disimpulkan bahwa kenaikan 2 poin pada
Indeks Persepsi Korupsi (IPK, skala 0-10) akan mendorong peningkatan investasi lebih
dari 4 persen. Sedangkan Podobnik et al (2008) menyimpulkan bahwa pada setiap
kenaikan 1 poin IPK, GDP per kapita akan mengalami pertumbuhan sebesar 1,7 persen
setelah melakukan kajian empirik terhadap perekonomian dunia tahun 1999-2004.
Menurut Gupta 1998) bahwa penurunan skor IPK sebesar 0,78 akan mengurangi
pertumbuhan ekonomi yang dinikmati kelompok miskin sebesar 7,8 persen. Ini
menunjukkan bahwa korupsi memiliki dampak yang sangat signifikan dalam
menghambat investasi dan pertumbuhan ekonomi
Korupsi melemahkan kapasitas dan kemampuan pemerintah dalam menjalankan
program pembangunan.
Pada institusi pemerintahan yang memiliki angka korupsi rendah, layanan publik
cenderung lebih baik dan lebih murah. Terkait dengan hal tersebut, Gupta, Davoodi, dan
Tiongson (2000) menyimpulkan bahwa tingginya angka korupsi ternyata akan
memperburuk layanan kesehatan dan pendidikan. Konsekuensinya, angka putus sekolah
dan kematian bayi mengalami peningkatan.
Sebagai akibat dampak pertama dan kedua, maka korupsi akan menghambat
upaya pengentasan kemiskinan dan kesenjangan pendapatan.
Peningkatan IPK sebesar 2,52 poin akan meningkatkan koefisien Gini sebesar 5,4 poin.
Artinya, kesenjangan antara kelompok kaya dan kelompok miskin akan semakin melebar.
Hal ini disebabkan oleh semakin bertambahnya aliran dana dari masyarakat umum
kepada para elit, atau dari kelompok miskin kepada kelompok kaya akibat korupsi.
Korupsi berdampak pada penurunan kualitas moral dan akhlak.
Baik individual maupun masyarakat secara keseluruhan. Selain meningkatkan ketamakan
dan kerakusan terhadap penguasaan aset dan kekayaan korupsi juga akan menyebabkan
hilangnya sensitivitas dan kepedulian terhadap sesama.
Rasa saling percaya yang merupakan salah satu modal sosial yang utama akan hilang.
Akibatnya, muncul fenomena distrust society, yaitu masyarakat yang kehilangan rasa
percaya, baik antar sesama individu, maupun terhadap institusi negara. Perasaan aman
akan berganti dengan perasaan tidak aman (insecurity feeling). Inilah yang dalam bahasa
Al-Quran dikatakan sebagai libaasul khauf (pakaian ketakutan).