dampak efisiensi lokasi industri - repository.ipb.ac.id · dampak lokasi suatu industri terhadap...
TRANSCRIPT
DAMPAK EFISIENSI LOKASI INDUSTRI TERHADAP NILAI TAMBAH SEKTOR
INDUSTRI MANUFAKTUR DI KABUPATEN BOGOR
OLEH
ERIK PRIYADI SIMATUPANG H14102031
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
RINGKASAN
ERIK PRIYADI. Dampak Efisiensi Lokasi Industri terhadap Nilai Tambah Sektor Industri Manufaktur di Kabupaten Bogor (dibimbing oleh DIDIN S. DAMANHURI). Pembangunan ekonomi di suatu negara dalam periode jangka panjang akan membawa perubahan mendasar dalam struktur ekonomi negara tersebut, yaitu dari ekonomi tradisional yang dititikberatkan pada sektor pertanian ke ekonomi modern yang didominasi oleh sektor industri dengan increasing return to scale yang dinamis (relasi positif antara pertumbuhan output dan pertumbuhan produktivitas) sebagai mesin utama pertumbuhan ekonomi. Penelitian empiris tentang transformasi struktur ekonomi menunjukkan bahwa sejalan dengan peningkatan pendapatan per kapita, perekonomian suatu negara akan bergeser dari yang semula mengandalkan sektor pertanian (atau sektor pertambangan) menuju ke sektor industri. Dilihat dari perkembangan perekonomian Kabupaten Bogor tahun 2000-2004, diketahui bahwa sektor industri manufaktur memberikan kontribusi terbesar terhadap PDRB kabupaten Bogor dan kontribusi industri manufaktur tersebut mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Bila dilihat dari distribusi persentase sektor-sektor perekonomian, dapat diketahui pada tahun 2000, distribusi sektor industri manufaktur terhadap PDRB sebesar 59,85 persen, dan tahun 2004 sebesar 60,87 persen. Keberadaan kegiatan industri di suatu wilayah membawa akibat yang lebih luas daripada yang tergambar dalam analisa biaya manfaat perusahaan tersebut. Maka, lokasi perusahaan di suatu wilayah mempunyai pengaruh yang besar terhadap lingkungan masyarakat sekitarnya, dimana semakin besar nilai tambah yang dihasilkan oleh suatu perusahaan dalam industri maka semakin banyak tenaga kerja yang dapat diserap oleh industri tersebut. Dampak ekonomi yang dibawakan oleh lokasi industri di suatu tempat terungkap antara lain dalam bentuk peningkatan produksi, pendapatan dan pengurangan pengangguran di wilayah tersebut. Pengaruh langsung dapat dilihat dari peningkatan nilai tambah dari sektor industri yang akan mengakibatkan peningkatan nilai PDRB suatu daerah. Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menganalisis bagaimana dampak lokasi suatu industri terhadap perolehan nilai tambahnya yang dihitung dari analisis regresi dan tingkat efisiensi lokasinya dihitung dari analisis LQ (Location Quetient), SI (Specialization Indeks) dan LI (Localization Indeks) yang berbasis tenaga kerja yang merupakan salah satu pendekatan untuk menganalisis konsentrasi spasial. Hasil penelitian menunjukkan bahwa industri manufaktur di Kabupaten Bogor berdasarkan jumlah perusahaan dan tenaga kerja terkonsentrasi di Kecamatan Cileungsi, Citeureup, Gunung Putri dan Cibinong. Empat kecamatan
tersebut merupakan wilayah peruntukan industri serta terdapat empat kawasan industri, yaitu: kawasan industri Menara Permai, Bogorindo Cemerlang, Cibinong Center Industrial Essace, dan Cileungsi Perdana. Kecamatan tempat terkonsentrasinya industri manufaktur memiliki jumlah LQ yang lebih banyak dari pada wilayah lain yang artinya industri-industri pada empat kecamatan tersebut menikmati pangsa tenaga kerja yang lebih tinggi dibandingkan dengan kecamatan lain di Kabupaten Bogor. Tahun 1999 dan 2004, Kecamatan Cileungsi memiliki nilai LI tertinggi sehingga dapat diketahui bahwa industri di Kecamatan Cileungsi cenderung memusat, sedangkan nilai SI tertinggi dimiliki oleh Kecamatan Nanggung, Cisarua dan Jasinga yang berarti bahwa ketiga kecamatan tersebut sangat berspesialisasi terhadap industri manufaktur. Hasil penelitian dengan menggunakan analisis regresi untuk mengetahui bagaimana besar dampak lokasi industri terhadap perolehan nilai tambah suatu industri menunjukkan bahwa lokasi yang efisien sangat berpengaruh positif dan signifikan terhadap perolehan nilai tambah suatu industri. Sehingga disarankan bagi pelaku-pelaku industri agar benar-benar mempertimbangkan penentuan lokasi industrinya karena sangat mempengaruhi perolehan nilai tambahnya.
DAMPAK EFISIENSI LOKASI INDUSTRI TERHADAP NILAI TAMBAH SEKTOR
INDUSTRI MANUFAKTUR DI KABUPATEN BOGOR
Oleh ERIK PRIYADI SIMATUPANG
H14102031
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi
pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh,
Nama Mahasiswa : Erik Priyadi Sianturi
No. Registrasi Pokok : H14102031
Program Studi : Ilmu Ekonomi
Judul Skripsi : Dampak Efisiensi Lokasi Industri terhadap Nilai
Tambah Sektor Industri Manufaktur di Kabupaten
Bogor
dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada
Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian
Bogor
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Prof. Dr. H. Didin S. Damanhuri, S.E., M.S., D.E.A. NIP : 131 404 217
Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Ekonomi
Dr. Ir. Rina Oktaviani, M.S. NIP : 131 846 872
Tanggal Kelulusan :
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH
BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH
DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA
PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, Juli 2006
Erik Priyadi Simatupang H14102031
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Erik Priyadi Simatupang lahir pada tanggal 21 Desember
1983 di Mentok, sebuah kota yang berada di Provinsi Bangka Belitung di ujung
Pulau Sumatera. Penulis anak kedua dari empat bersaudara, dari pasangan
Bardiaman Simatupang dan Romida Batubara. Jenjang pendidikan penulis dilalui
tanpa hambatan, penulis menamatkan sekolah dasar pada SD Santa Maria Mentok
Bangka pada tahun 1996, dan pada tahun yang sama melanjutkan ke SLTP Santa
Maria Mentok Bangka dan lulus pada tahun 1999. Penulis kemudian melanjutkan
tingkat SMU di SMUN 1 Mentok Bangka dan dapat menamatkannya pada tahun
2002.
Pada tahun 2002, penulis meninggalkan kota tercinta beserta segala
kenangannya untuk melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi. Penulis dapat
diterima sebagai salah satu dari ribuan mahasiswa di Institut Pertanian Bogor
melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan dapat diterima sebagai
mahasiswa Departemen Ilmu Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen
dengan harapan besar agar dapat memperoleh ilmu dan mengembangkan pola
pikir, intelektualitas serta kedewasaan. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif
di beberapa organisasi seperti Hipotesa, UKM-PMK, GMKI, dan Ikatan
Mahasiswa Bangka (ISBA).
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yesus Kristus karena
lindungan tangan-Nya dan berkat-Nya, penulis dapat menyelesaikan penyusunan
skripsi ini. Judul skripsi ini adalah “Dampak Efisiensi Lokasi Industri terhadap
Nilai Tambah Sektor Industri Manufaktur di Kabupaten Bogor”. Dampak
penentuan lokasi suatu industri sangat menarik untuk ditelusuri karena selain
berdampak terhadap perolehan keuntungan suatu industri, lokasi industri di suatu
daerah diharapkan juga akan meningkatkan taraf hidup dan pendapatan
masyarakat. Disamping itu, skripsi ini juga merupakan salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas
Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Penulis mengucapkan terima kasih, terutama kepada Bapak Prof. Dr. H.
Didin S. Damanhuri, S.E., M.S., D.E.A., yang telah memberikan bimbingan baik
secara teknis maupun teoritis dalam proses pembuatan skripsi ini sehingga dapat
diselesaikan dengan baik.
Penulis tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada Ibu Ir. Wiwiek
Rindayanti, M.Si. sebagai dosen penguji utama dalam sidang skripsi. Semua saran
dan kritikan beliau merupakan hal yang sangat berharga dalam penyempurnaan
skripsi ini. Ucapan terima kasih juga kepada Bapak Muhammad Findi A, S.E., M.
Si. sebagai komisi pendidikan, atas perbaikan tata cara penulisan skripsi ini.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada para peserta pada seminar
hasil penelitian atas segala saran dan kritik guna perbaikan skripsi ini. Penulis
juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman satu bimbingan ( Yoshika
M. T. dan Mohammad Royan) atas kerjasama dan bantuannya, serta teman-teman
VOE (Voice of Economic) juga teman-teman “Wisma Dua Mawar” serta teman-
teman Ilmu Ekonomi angkatan 39 yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu,
atas segala dukungan dan kerjasamanya.
Akhirnya penulis mengucapkan terima kasih yang paling dalam kepada
orang tua penulis, yaitu Bapak B. Simatupang dan Ibu tercinta R. Batubara serta
saudara-saudara penulis, terutama kakak penulis Ika Lestari, yang selalu
memberikan semangat kepada penulis. Doa dan dorongan mereka sangat besar
artinya dalam proses penyelesaian skripsi ini.
Semoga karya ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pihak lain yang
membutuhkan.
Bogor, Agustus 2006
Erik Priyadi H14102031
DAFTAR ISI Halaman
DAFTAR TABEL ....................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................. xiv
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xv
I. PENDAHULUAN ............................................................................. 1
I.1. Latar Belakang ........................................................................... 1
I.2. Permasalahan ............................................................................. 6
I.3. Tujuan Penelitian ......................................................................... 8
I.4. Manfaat Penelitian ..................................................................... 9
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN ............ 10
2.1. Tinjauan Pustaka ....................................................................... 10
2.1.1. Lokasi Industri ............................................................... 10
2.1.2. Teori Industri Manufaktur .............................................. 13
2.1.2.1. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Nilai Tambah Sektor Industri .................................. 15
2.1.3. Aglomerasi Industri dan Kluster Industri ....................... 18
2.1.3.1. Aglomerasi Industri ......................................... 18
2.1.3.2. Kluster Industri ............................................... 21
2.1.4. Agroindustri Sebagai Industri Pengolahan Berbasis Pertanian ........................................................................ 24
2.1.5. Dampak Lokasi Industri ................................................. 30
2.1.6. Pertumbuhan Ekonomi Regional ................................... 31
2.1.4.1. Pertumbuhan Pendapatan per Kapita .............. 33
2.1.4.1. Otonomi Daerah .............................................. 34
2.2. Hasil Penelitian Terdahulu ........................................................ 35
2.3. Kerangka Pemikiran .................................................................. 36
2.4. Hipotesis Penelitian ................................................................... 42
III. METODE PENELITIAN ................................................................... 43
3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian .................................................... 43
3.2. Jenis dan Sumber data ............................................................... 43
3.3. Metode Pengumpulan Data ....................................................... 44
3.4. Metode Analisis ........................................................................ 44
3.4.1. Analisis Efisiensi Lokasi ................................................ 45
3.4.1.1. Location Quetient ............................................ 45
3.4.1.2. Specialization Indeks ...................................... 46
3.4.1.2. Localization Indeks ......................................... 47
3.4.2. Analisis Dampak Efisiensi Lokasi ................................... 48
3.4.2.1. Analisis Regresi .............................................. 48
3.4.2.2. Pengujian Statistika ......................................... 49
3.4.2.3. Pengujian Ekonometrika ................................. 51
IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN .......................... 53
4.1. Keadaan Umum Wilayah Penelitian .......................................... 53
4.1.1. Geografi dan Pemerintahan ............................................ 53
4.1.2. Penduduk dan Ketenagakerjaan ..................................... 54
4.1.3. Sosial .............................................................................. 56
4.1.4. Industri ........................................................................... 58
4.2. Perekonomian Kabupaten Bogor ............................................... 59
4.2.1. Laju Pertumbuhan Ekonomi .......................................... 59
4.2.2. Struktur Ekonomi ........................................................... 60
V. HASIL DAN PEMBAHASAN............................................................ 62
5.1. Analisis Efisiensi Lokasi............................................................. 62
5.1.1. Analisis Location Quetient ............................................. 65
5.1.2. Analisis Localization Indeks .......................................... 69
5.1.3. Analisis Specialization Indeks ....................................... 72
5.2. Analisis Dampak Efisiensi Lokasi ............................................... 74
5.2.1. Analisis Hasil Estimasi Regresi ..................................... 75
5.2.1.1. Pengujian Statistik ........................................... 75
5.2.1.2. Pengujian Ekonometrika ................................. 77
5.2.1.3. Interpretasi Peubah dalam Model .................... 80
VI. KESIMPULAN DAN SARAN............................................................ 85
6.1. Kesimpulan .................................................................................. 85
6.2. Saran ............................................................................................ 85
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 87
LAMPIRAN.................................................................................................. 89
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
2.1. Struktur vertikal dan Koordinasi Agribisnis ................................... 26
2.2. Sistem Pengolahan Produk Pertanian .............................................. 28
2.3. Bagan Alur Pendekatan Studi ......................................................... 41
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1.1. Distribusi Persentase PDRB Kabupaten Bogor Atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2000-2004 ........................................................... 4 1.2. PDRB Kabupaten Bogor Atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2000-2004 .................................................................................. 5
2.1. Data Potensi Industri Manufaktur di Kabupaten Bogor Tahun 2003 ........................................................................................... 14
2.2. Banyaknya Perusahaan Industri Besar dan Sedang Menurut Kelompok Industri per Kecamatan di Kabupaten Bogor ...................... 15
4.1. Penduduk Berumur 10 Tahun Keatas yang Bekerja pada Lapangan Usaha tahun 2000-2004 ........................................................ 55
4.2. Data Potensi Industri Manufaktur di Kabupaten Bogor ........................ 59
4.3. Laju Pertumbuhan Ekonomi di Kabupaten Bogor 1990-2004 .............. 60
4.4. Distribusi Persentase PDRB Kabupaten Bogor 1990-2004 .................. 61
5.1. Banyaknya Tenaga Kerja Kecamatan yang Bekerja di Sektor Industri Manufaktur .............................................................................. 63
5.2. Banyaknya Tenaga Kerja yang Diserap Subsektor Industri Manufaktur ............................................................................................ 64
5.3. Nilai Location Quetient Industri Manufaktur Tahun 1990-2004 .......... 66
5.4. Jumlah LQ Industri Manufaktur per Kecamatan di Kabupaten Bogor tahun 1999 dan 2004 .................................................................. 68
5.5. Nilai LI Industri Manufaktur Kabupaten Bogor Tahun 1999 dan 2004 ................................................................................................ 70
5.6. Nilai SI Industri Manufaktur Kabupaten Bogor Tahun 1999 dan 2004 ................................................................................................ 73
5.7. Hasil Estimasi Regresi Nilai Tambah Industri Manufaktur di Kabupaten Bogor .............................................................................. 77
5.8. Uji Multikolinieritas Model .................................................................. 79
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Klasifikasi Industri Manufaktur menurut BPS ................................ 90
2. Banyaknya Tenaga Kerja Industri Besar dan Sedang per Kecamatan Menurut Kelompok Industri di Kabupaten Bogor Tahun 2004 ..................................................................................... 91
3. Banyaknya Tenaga Kerja Industri Besar dan Sedang per Kecamatan Menurut Kelompok Industri di Kabupaten Bogor Tahun 1999 ..................................................................................... 92
4. Persentase Tenaga Kerja Kecamatan yang bekerja di Sektor Industri Manufaktur di Kabupaten Bogor Tahun 2004 ................... 93
5. Persentase Tenaga Kerja Kecamatan yang bekerja di Sektor Industri Manufaktur di Kabupaten Bogor Tahun 1999 .................. 94
6. Persentase Tenaga Kerja Subsektor Industri Manufaktur pada tiap Kecamatan di Kabupaten Bogor Tahun 2004 .......................... 95
7. Persentase Tenaga Kerja Subsektor Industri Manufaktur pada tiap Kecamatan di Kabupaten Bogor Tahun 1999 .......................... 96
8. Nilai Location Quetient (LQ) Industri Manufaktur di Kabupaten Bogor Tahun 2004 ......................................................................... 97
9. Nilai Location Quetient (LQ) Industri Manufaktur di Kabupaten Bogor Tahun 1999 ......................................................................... 98
10. Analisis Specialization Indeks Industri Manufaktur di Kabupaten Bogor Tahun 2004 .......................................................................... 99
11. Analisis Specialization Indeks Industri Manufaktur di Kabupaten Bogor Tahun 1999 .......................................................................... 100
12. Analisis Localization Indeks Industri Manufaktur di Kabupaten Bogor Tahun 2004 .......................................................................... 101
13. Analisis Localization Indeks Industri Manufaktur di Kabupaten Bogor Tahun 1999 .......................................................................... 102
14. Data-data Industri Manufaktur Kabupaten Bogor ........................... 103
15. Hasil Analisis Data (Regresi) dengan Menggunakan E-views 4.1 ...................................................................................... 104
I. PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Pembangunan ekonomi di suatu negara dalam periode jangka panjang
akan membawa perubahan mendasar dalam struktur ekonomi negara tersebut,
yaitu dari ekonomi tradisional yang dititikberatkan pada sektor pertanian ke
ekonomi modern yang didominasi oleh sektor industri dengan increasing return to
scale yang dinamis (relasi positif antara pertumbuhan output dan pertumbuhan
produktivitas) sebagai mesin utama pertumbuhan ekonomi.
Penelitian empiris tentang transformasi struktur ekonomi menunjukkan
bahwa sejalan dengan peningkatan pendapatan per kapita, perekonomian suatu
negara akan bergeser dari yang semula mengandalkan sektor pertanian (atau
sektor pertambangan) menuju ke sektor industri. Transformasi struktural dapat
dilihat pada perubahan pangsa nilai output agregat atau nilai tambah dari setiap
sektor di dalam pembentukan produk domestik bruto (PDB) atau produk nasional
bruto (PNB) atau pendapatan nasional.
Berdasarkan hasil analisis rumusan potensi ekonomi strategis daerah,
terdapat empat sektor yang prospektif dapat dikembangkan diantaranya; sektor
industri manufaktur (pengolahan), pertanian, perdagangan dan sektor pariwisata.
Menggali potensi-potensi yang dimiliki daerah sangat diperlukan di dalam
menunjang pembangunan nasional, khususnya dalam memacu pertumbuhan
ekonomi, karena keberhasilan pembangunan nasional sangat ditentukan oleh
kemampuan daerah untuk menggali potensi-potensi sumber daya yang
dimilikinya, serta untuk meningkatkan perekonomian daerah itu sendiri pada
khususnya dan pembangunan nasional pada umumnya (BPS,1999).
Sektor industri manufaktur sendiri telah mengalami perkembangan secara
bertahap yang berhasil membawa perubahan dalam struktur perekonomian
nasional. Disamping memberikan sumbangan yang besar terhadap Produk
Domestik Bruto (PDB) yang berarti peningkatan pendapatan masyarakat, sektor
ini juga berperan dalam peningkatan penyerapan tenaga kerja. Tahun 1994
kontribusi sektor industri pengolahan terhadap PDB sebesar Rp. 82.649 milyar
dengan penyerapan terhadap tenaga kerja sebanyak 3.813.670 jiwa. Nilai PDB
secara berkesinambungan meningkat hingga tahun 1997 menjadi Rp. 108631,4
milyar dengan jumlah tenaga kerja yang diserap untuk industri besar, sedang,
kecil dan rumah tangga sebesar 10.522.815 tenaga kerja (BPS, 1999). Tetapi pada
saat terjadi krisis ekonomi awal tahun 1998, kontribusi sektor industri pengolahan
terhadap PDB turun drastis menjadi Rp. 95.320,6 milyar dengan laju pertumbuhan
pada titik terendah mencapai -13,01 persen . Namun kondisi tersebut mengalami
perbaikan, tahun 2002 kontribusi sektor industri pengolahan meningkat menjadi
Rp. 113.671,7 milyar lebih tinggi dari kondisi sebelum krisis (BPS,2002).
Keberadaan Industri pengolahan dalam masyarakat membawa akibat yang
lebih luas daripada yang tergambar dalam analisa biaya manfaat perusahaan
tersebut. Oleh karena itu, lokasi perusahaan di suatu wilayah memiliki pengaruh
yang besar terhadap lingkungan masyarakat sekitarnya. Pada hakikatnya lokasi
optimum diartikan secara sempit dalam meminimumkan biaya terutama biaya
angkutan atau memaksimumkan keuntungan perusahaan yang bersangkutan,
namun keberadaan kegiatan industri dalam masyarakat, membawa akibat yang
lebih luas. Hal ini terungkap dalam berbagai dampak yang dibawakan oleh
perusahaan tersebut. Dewasa ini analisa dampak merupakan unsur penting dalam
perencanaan industri; karena intisari perencanaan adalah mengusahakan
tercapainya dampak positif dan menghindarkan dampak negatif, terutama pada
masyarakat sekitarnya.
Dampak ekonomi yang dibawakan oleh lokasi industri di suatu tempat
terungkap antara lain dalam bentuk peningkatan produksi, pendapatan dan
pengurangan pengangguran. Pengaruh langsung dapat dilihat dari peningkatan
nilai tambah dari sektor industri yang akan mengakibatkan peningkatan nilai
PDRB suatu daerah. Peningkatan nilai tambah juga akan mengakibatkan
peningkatan penyerapan tenaga kerja sehingga dampak langsung dapat dirasakan
oleh masyarakat di sekitar lokasi industri tersebut untuk kemudian meluas ke
daerah dan bahkan mungkin ke tingkat nasional. Oleh karena itu penting untuk
menelusuri proses meluasnya dampak tersebut.
Dilihat dari Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga
berlaku di Provinsi Jawa Barat tahun 2000-2004, Kabupaten Bogor menduduki
peringkat tiga dalam perolehan PDRB se-Jawa Barat sebesar
Rp.18.226.545.140.000 pada tahun 2000 dengan laju pertumbuhan ekonomi
sebesar 3,94 persen, setelah Bekasi sebesar Rp.30.581.241.970.000 dengan laju
pertumbuhan ekonomi 4,75 persen dan Indramayu sebesar Rp.23.372.341.310.000
dengan laju pertumbuhan ekonomi sebesar 9,00 persen. Sedangkan pada tahun
2004 (angka sementara), Kabupaten Bogor menduduki peringkat kedua dalam
peroleh PDRB sebesar Rp.28.523.549.360.000 dengan laju pertumbuhan 5,52
persen setelah Bekasi yaitu sebesar Rp.44.387.426.910.000 dengan laju
pertumbuhan ekonomi 6 persen. Dengan total PDRB kabupaten dan kota di Jawa
Barat pada tahun 2004 adalah sebesar Rp.305.305.606.170.000 dan laju
pertumbuhan ekonomi Jawa Barat sebesar 5,08 persen (PDRB Kabupaten dan
Kota di Jawa Barat 2002-2004).
Peningkatan PDRB Kabupaten Bogor tidak lain karena adanya kontribusi
yang sangat besar dalam industri manufaktur (pengolahan) yang telah
memanfaatkan sektor tersebut dengan baik dan menjadikannya sebagai salah satu
sektor unggulan di Kabupaten Bogor.
Tabel 1.1. Distribusi Persentase PDRB Kabupaten Bogor Atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2000 -2004 (persen)
Lapangan Usaha 2000 2001 2002 2003* 2004**
Pertanian,Peternakan, kehutanan & Perikanan 7,74 7,68 7,29 6,88 6,55
Pertambangan dan Galian 1,75 1,71 1,64 1,64 1,35
Industri Pengolahan 59,85 59,89 60,25 60,35 60,87 Listrik, Gas dan Air Bersih 3,78 3,79 3,83 3,86 3,90
Bangunan 3,22 3,23 3,26 3,33 3,38 Perdagangan, Hotel dan Restoran 15,43 15,48 15,41 15,61 15,63
Pengangkutan dan Komunikasi 2,67 2,67 2,71 2,76 2,78
Keuangan,Persewaan dan Jasa Perusahaan 1,76 1,76 1,77 1,77 1,76
Jasa-Jasa 3,80 3,80 3,83 3,81 3,79 PDRB Kab. Bogor 100 100 100 100 100
Sumber: PDRB Kabupaten/Kota di Jawa Barat 2002-2004
Dilihat dari distribusi persentase PDRB Kabupaten Bogor atas dasar harga berlaku
tahun 2000-2004, industri manufaktur menyumbangkan sebesar 59,85 persen pada
tahun 2000 terhadap PDRB, dan pada tahun 2004 sebesar 60.87 persen terhadap
PDRB.
Pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Bogor berdasarkan kontribusi
sektoral terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) kabupaten Bogor
tahun 2000-2004, menempatkan industri manufaktur sebagai porsi tertinggi,
diikuti oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran serta sektor pertanian.
Tabel 1.2. Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Bogor Atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2000-2004 (Trilyun Rupiah).
Lapangan Usaha 2000 2001 2002 2003* 2004**
Pertanian,Peternakan, kehutanan & Perikanan 1,4099 1,533 1,624 1,7254 1,8681
Pertambangan dan Galian 0,3196 0,3407 0,364 0,4125 0,3838
Industri Pengolahan 10,9088 11,9532 13,41610 15,1432 17,3631Listrik, Gas dan Air Bersih 0,6892 0,7558 0,8522 0,9674 1,113
Bangunan 0,5864 0,6438 0,7257 0,8361 0,9632Perdagangan, Hotel dan Restoran 2,8122 3,090 3,4309 3,9183 4,4578
Pengangkutan dan Komunikasi 0,4866 0,5335 0,6041 0,6913 0,7917
Keuangan,Persewaan dan Jasa Perusahaan 0,3209 0,3509 0,3946 0,4441 0,5026
Jasa-Jasa 0,6926 0,758 0,3994 0,9551 1,0798PDRB Kab. Bogor 18,2265 19,96004 22,2657 25,0938 28,5235Sumber: BPS Kabupaten Bogor, 2000-2004 * angka sementara, ** angka perbaikan
Bila dilihat perkecamatan, banyaknya perusahaan industri besar dan
sedang menurut kelompok industri di Kabupaten Bogor terkumpul di kecamatan
Gunung Putri dengan 112 industri, Cileungsi dengan 106 industri, Cibinong
dengan 62 industri dan Citereup dengan 60 industri, dengan jumlah 485 industri
di Kabupaten Bogor (Derektori IBS BPS). Adanya Industri di tiap kecamatan
akan berdampak pada penyerapan tenaga kerja di daerah tersebut. Dari data
direktori IBS BPS dapat diketahui bahwa dari 485 industri yang ada di Kabupaten
Bogor telah menyerap 166.098 tenaga kerja.
I.2. Perumusan masalah
Menurut Faisal Basri (2006), pemerintah harus dapat membuat
pertumbuhan ekonomi lebih baik dari tahun 2005 yang hanya mencapai 5,4
persen, untuk mengurangi penduduk miskin yang masih sangat rentan terhadap
gejolak harga. Upaya yang harus ditempuh adalah menggenjot pertumbuhan 3
sektor; yakni pertanian, manufaktur dan pertambangan. Untuk itu, agar
pertumbuhan tahun 2006 di atas 5,4 persen, maka harus ada terobosan
menumbuhkan sektor manufaktur menjadi 6,4 persen, pertambangan menjadi 2
persen dan pertanian menjadi 3,5 persen (kompas, 8 Februari 2006).
Efisiensi lokasi suatu industri sendiri dapat didekati dari bagaimana
pelaku-pelaku industri menempatkan lokasi industrinya pada lokasi yang tepat dan
efisien misalnya suatu industri yang input oriented atau industri yang berorientasi
pada input (industri yang cenderung mendekati input (bahan baku) untuk
meminimumkan biaya pengangkutan (transport cost)) dan industri yang market
oriented atau industri yang berorientasi pasar (industri yang cenderung mendekati
pasar untuk memudahkan penjangkauan konsumen dan mempertinggi pangsa
pasarnya). Atau bagaimana suatu industri bisa menempatkan posisinya atau
lokasinya pada wilayah yang memang dikembangkan sebagai daerah
pembangunan industri karena daerah tersebut mempunyai akses dan strategis
terhadap sektor-sektor pertumbuhan di wilayah tersebut.
Dilihat dari perkembangan perekonomian tahun 2000-2004, diketahui
bahwa kontribusi sektor industri manufaktur memberikan kontribusi terbesar
terhadap PDRB kabupaten Bogor dan kontribusi industri manufaktur tersebut
mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Bila dilihat dari distribusi persentase
sektor-sektor perekonomian, dapat diketahui pada tahun 2000, distribusi sektor
industri manufaktur terhadap PDRB sebesar 59,85 persen, dan tahun 2004 sebesar
60,87 persen. Dengan demikian perlu dilakukan analisis mengenai dampak lokasi
industri manufaktur terhadap perekonomian dan pembangunan Kabupaten Bogor.
Efisiensi lokasi suatu industri dalam suatu wilayah diharapkan dapat
meningkatkan nilai output atau nilai tambah per subsektor atau kelompok industri,
atau dalam nilai relatif, yakni pangsa output per subsektor dalam pembentukan
total nilai output/ nilai tambah dari sektor industri manufaktur sehingga dapat
meningkatkan nilai PDRB dari suatu wilayah. Di Kabupaten Bogor sendiri, sejak
tahun 1990 sampai tahun 2004, industri manufaktur merupakan penyumbang
terbesar terhadap PDRB dibandingkan dengan sektor lainnya, diikuti sektor
perdagangan, pertanian dan jasa.
Keberadaan kegiatan industri di suatu wilayah membawa dampak
penyebaran (multiplier effect) yang lebih luas daripada yang terdapat dalam
analisa biaya manfaat perusahaan tersebut. Oleh karena itu, lokasi perusahaan di
suatu wilayah membawa pengaruh yang besar terhadap lingkungan masyarakat
sekitarnya, dimana semakin besar nilai tambah yang dihasilkan oleh suatu
perusahaan dalam industri maka semakin banyak tenaga kerja yang dapat diserap
oleh industri tersebut sehingga secara tidak langsung industri akan meningkatkan
perekonomian di wilayah dimana industri berdiri .
Berdasarkan uraian di atas dan latar belakang, beberapa hal yang penting
diidentifikasi adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana tingkat efisiensi lokasi dan tingkat spesialisasi serta tingkat
lokalisasi (aglomerasi) industri manufaktur di Kabupaten Bogor?
2. Berapa besar dampak efisiensi lokasi terhadap pencapaian nilai tambah
industri manufaktur berdasarkan data time series di Kabupaten Bogor serta
faktor-faktor lain yang ikut mempengaruhi nilai tambah sektor Industri
Manufaktur di Kabupaten Bogor?
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah di atas maka tujuan penelitian ini adalah:
1. Menganalis tingkat efisiensi lokasi, tingkat spesialisasi dan tingkat lokalisasi
(aglomerasi) industri manufaktur di kabupaten Bogor.
2. Menganalisis dampak efisiensi lokasi serta faktor-faktor lain yang
mempengaruhi nilai tambah industri manufaktur berdasarkan data time series
di Kabupaten Bogor serta menganalisis faktor-faktor lain yang ikut
mempengaruhi nilai tambah Industri Manufaktur di Kabupaten Bogor.
1.4. Manfaat Penelitian
Adapun penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi:
- Para pengusaha dan pemerintah sebagai bahan informasi dalam merumuskan
penentuan lokasi industri agar keuntungan tiap industri maksimum.
- Bagi penulis sebagai proses pembelajaran dan penerapan ilmu yang telah
penulis dapatkan di bangku kuliah.
- Sebagai bahan pertimbangan dan referensi pada penelitian selanjutnya.
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1. Tinjauan Pustaka
2.1.1. Lokasi Industri
”Teori lokasi adalah ilmu yang menyelidiki tata ruang (spasial order)
kegiatan ekonomi, atau ilmu yang menyelidiki alokasi geografis dari
sumber-sumber yang langka, serta hubungannya dengan atau
pengaruhnya terhadap lokasi berbagai macam usaha dan kegiatan lain
baik ekonomi maupun sosial” (Tarigan, 2004).
Kebijakan dan keputusan dalam menentukan lokasi sangat penting dalam
berbagai kegiatan dalam suatu kota atau daerah menunjukkan pola dan susunan
(mekanisme) yang dapat diselidiki dan dapat dimengerti, sehingga merupakan
titik tolak yang bermanfaat untuk menjelaskan struktur intern dari suatu kota.
Menurut Hamzah (1997), dalam tesisnya menyatakan,
”fungsi utama dari teori lokasi adalah untuk menjelaskan bagaimana
berbagai aktivitas ekonomi saling berkaitan di dalam ruang geografi”.
Tapi teori pada umumnya menyatakan bahwa teori lokasi lebih
menekankan pada lokasi dari industri, dimana semakin dekat lokasi industri, maka
akan semakin kecil harga satuan angkutan untuk industri tersebut. Menurut Weber
dalam Tarigan (2004) bahwa pemilihan lokasi didasarkan atas prinsip minimisasi
biaya. Weber menyatakan,
”lokasi dari setiap industri tergantung pada total biaya industri dan
tenaga kerja dimana penjumlahan keduanya harus minimum. Tempat
dimana total biaya transportasi dan tenaga kerja yang minimum adalah
identik dengan tingkat keuntungan yang maksimum”.
Menurut Weber, ada tiga faktor yang mempengaruhi lokasi industri yaitu
biaya transportasi, upah tenaga kerja, dan kekuatan aglomerasi atau deaglomerasi.
Biaya transportasi dan biaya upah tenaga kerja merupakan faktor umum yang
secara mendasar menentukan pola lokasi dalam suatu industri, tetapi kekuatan
aglomerasi dan deaglomerasi merupakan kekuatan lokal yang berpengaruh
menciptakan konsentrasi atau pemencaran kegiatan dalam ruang.
Sedangkan menurut Glasson (1977), analisa mengenai teori lokasi industri
meliputi tiga pendekatan yaitu :
(a)”pendekatan biaya terkecil, menjelaskan lokasi berdasarkan
minimisasi biaya-biaya faktor, (b) analisa daerah pasar, yang lebih
menitikberatkan permintaan atau faktor-faktor pasar dan (c) pendekatan
Maximisasi laba, akibat logis dari kedua pendekatan sebelumnya”.
Ketiga pendekatan yang dikemukakan oleh Glasson ini merupakan
kerangka yang bermanfaat untuk menganalisa pendekatan teoritik mengenai
lokasi industri, dimana pada saat itu terjadi dua pendekatan metode pokok dalam
memahami studi tentang teori lokasi yaitu antara ekonom dengan teori-teorinya
yang bersifat abstrak dan geographer yang menelusuri pemahaman tentang lokasi
industri melalui studi empirik .
Djojodipuro (1992) dalam bukunya yang berjudul ’teori lokasi’
menyatakan,
” bila teori lokasi ditelaah dalam perkembangan maka dapat dibedakan
menjadi tiga, yaitu teori lokasi yang terorientasi kepada daerah lokasi,
yang berorientasikan kepada tempat lokasi dan yang berorientasikan
kepada keseimbangan spasial”.
Menurut perkembangan berikutnya, teori lokasi yang berorientasi kepada
tempat lokasi mengalami perkembangan yang pesat, sehingga dijabarkan lebih
lanjut yaitu:
1. Penentuan Lokasi Perdagangan yang Melayani Pelanggan
Penentuan tempat yang paling sederhana adalah menentukan tempat penyaluran
yang akan dipergunakan sebagai pusat pelayanan pelanggan dengan cara
mengantarkan barang yang dibelinya.
2. Lokasi Perusahaan Satu Bahan Baku dan Satu Pasar.
Perusahaan yang mengolah satu bahan baku dan menjual hasilnya di satu pasar
merupakan bentuk industri yang paling sederhana. Industri jenis ini antara lain
antara lain adalah perabot rumah tangga dari kayu atau industri kecil yang
mengolah nira pohon enau menjadi gula merah.
3. Lokasi Industri Dua Bahan Baku dan Satu Pasar.
Weber masuk ke dalam masalah industri yang mempergunakan dua bahan mentah
yang berlokasi di dua tempat yang berbeda dan menjual hasilnya di pasar yang
berlokasi di tempat lain dengan mempergunakan pengertian dominant weight.
2.1.2. Teori Industri Manufaktur
Industri merupakan suatu kegiatan atau usaha mengolah bahan atau barang
agar memiliki nilai yang lebih baik untuk keperluan masyarakat di suatu tempat
tertentu. Pada hakekatnya pembangunan industri ditujukan untuk menciptakan
struktur ekonomi yang kokoh dan seimbang, yaitu struktur ekonomi dengan titik
berat pada industri yang maju dan didukung oleh pertanian yang tangguh.
Menurut Huda (1997),
“pembangunan industri secara nyata harus menjadi penggerak utama
peningkatan laju pertumbuhan ekonomi dan sekaligus dapat menjadi
penyedia lapangan kerja yang sudah mulai tidak tertampung pada sektor
pertanian.”
Secara definisi ada beberapa pengertian industri pengolahan antara lain:
1. “Industri pengolahan ialah setiap usaha yang merupakan unit produksi
yang membuat barang untuk kebutuhan masyarakat di suatu tempat
tertentu” (Bintaro dalam Huda,1997).
2.“Industri pengolahan merupakan suatu kegiatan ekonomi yang
melakukan kegiatan mengubah suatu barang dasar secara mekanis, kimia,
atau dengan tangan sehingga menjadi barang jadi atau setengah jadi dan
atau barang yang kurang nilainya menjadi barang yang lebih tinggi
nilainya dan sifatnya lebih dekat kepada pemakai akhir” (BPS,1999).
Di Indonesia industri dibagi menjadi empat kelompok yaitu, industri besar,
industri sedang, industri kecil dan industri rumah tangga, yaitu:
a. Industri Besar adalah perusahaan yang mempunyai pekerja 100 orang atau lebih
b. Industri Menengah adalah perusahaan yang mempunyai pekerja 20-99 orang
c. Industri Kecil adalah perusahaan yang mempunyai pekerja 5-19 orang
d. Industri Rumah Tangga adalah usaha kerajinan rumah tangga yang mempunyai
pekerja antara 1-4 orang.
Tabel 2.1. Data Potensi Industri di Kabupaten Bogor Tahun 2003 No Seksi Jumlah Unit
Usaha Jumlah Tenaga
Kerja (jiwa) INDUSTRI MENENGAH DAN BESAR 489 33.152
1 Industri Logam 87 5.276 2 Industri Mesin 24 1.330 3 Industri Alat Angkut 31 6.576 4 Industri Elektronik 9 2.030 5 Tekstil dan Produk Tekstil 59 10.229 6 Kulit dan Produk Kulit 9 1.600 7 Aneka 2 260 8 Kimia 97 1.688 9 Agro 75 2.148
10 Hasil Hutan 96 2.012 INDUSTRI KECIL 1.574 16.165
1 Industri Logam 136 1.625 2 Industri Mesin 55 883 3 Industri Alat Angkut 19 224 4 Industri Elektronik 2 19 5 Tekstil dan Produk Tekstil 331 7.742 6 Kulit dan Produk Kulit 131 3.158 7 Aneka 17 172 8 Kimia 169 461 9 Agro 550 1.480
10 Hasil Hutan 164 401 Jumlah 2.063 49.317 Tahun 2002 1.686 36.673 Tahun 2001 1.225 31.611 Sumber: Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Bogor, 2003.
Jumlah industri terbanyak di Kabupaten Bogor tahun 2003 adalah
subsektor industri tekstil, pakaian jadi, dan kulit (3.2) sebanyak 123, diikuti
subsektor industri barang-barang dari industri kimia (3.5) sebanyak 85 dan
subsektor industri logam (3.7) sebanyak 84. Potensi industri di Kabupaten Bogor
selama tiga tahun terakhir selalu mengalami peningkatan baik dari jumlah unit
usaha maupun jumlah tenaga kerja, seperti terlihat dari Tabel 2.1.
Sedangkan banyaknya perusahaan industri besar dan sedang menurut
kelompok industri di beberapa kecamatan di Kabupaten Bogor tahun 2004 dapat
dilihat pada tabel 2.2 berikut.
Tabel 2.2. Banyaknya Perusahaan Industri Besar & Sedang menurut Kelompok Industri per Kecamatan di Kabupaten Bogor
Kelompok Industri No.
Kode
Kecamatan 3 1 3 2 3 3 3 4 3 5 3 6 3 7 3 8 3 9
Jumlah
190 Gunung Putri 9 14 10 5 31 13 1 26 3 112
180 Cileungsi 8 20 14 3 14 8 2 27 10 106
210 Cibinong 7 29 1 3 9 1 1 8 3 62
200 Citeureup 10 20 2 0 14 4 1 6 3 60
181 Klapanunggal 2 2 6 3 4 9 1 2 1 30
130 Sukaraja 2 6 2 2 3 3 0 6 0 24
Jumlah 38 91 35 16 75 38 6 75 20 394
Kab. Bogor 61 112 39 17 85 58 6 82 25 485
Sumber: Direktori IBS BPS 2004.
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa dari 6 kecamatan di Kabupaten Bogor telah
dapat mewakili banyaknya perusahaan industri besar dan sedang menurut
kelompok industri di Kabupaten Bogor yaitu 394 perusahaan dari total 485
perusahaan Industri Besar dan Kecil di Kabupaten Bogor, terutama di Kecamatan
Gunung Putri dan Celeungsi.
2.1.2.1. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Nilai Tambah Sektor Industri
Perbedaan pangsa output / nilai tambah manufaktur antar subsektor
disebabkan oleh faktor-faktor yang memang berbeda menurut kelompok industri,
yang sifatnya dapat internal maupun eksternal. Faktor-faktor internal diantaranya
adalah jenis teknologi dan bahan baku yang digunakan, SDM yang tersedia,
proses produksi, pola manajemen, dan kendala-kendala internal yang ada.
Sedangkan faktor-faktor eksternal diantaranya yang sangat penting adalah jenis
atau karakteristik pasar yang dilayani. Semua faktor ini memang berbeda sesuai
dengan perbedaan karakteristik atau jenis dari produk yang dibuat.
Nilai tambah sektor industri adalah pendapatan daerah/propinsi yang
berasal dari industri yang sejenis produknya menurut KLUI (5 digit). Nilai
tambah merupakan pendapatan dari tenaga kerja (upah/gaji, surplus usaha, pajak
tidak langsung dan penyusutan). Dengan mengurangkan nilai output dengan nilai
input akan diperoleh nilai tambah. Nilai output sendiri merupakan nilai barang
dihasilkan, listrik yang dijual, jasa yang diberikan pada pihak lain, keuntungan
dari penjualan barang-barang yang sama bentuknya seperti waktu dibeli, selisih
nilai stok barang setengah jadi dan penerimaan lain dari jasa non industri.
Sedangkan nilai input terdiri dari biaya bahan baku, bahan bakar/tenaga listrik dan
gas, barang lainnya, jasa industri, sewa gedung, mesin, alat & jasa non industri
serta satuan yang digunakan dalam ribuan rupiah.
Banyak faktor-faktor yang mempengaruhi nilai tambah sektor industri
manufaktur tergantung pada subsektor industri masing-masing. Menurut
penelitian Rimanro T. Sinaga tentang ”Dampak Efisiensi Lokasi Industri Kertas
Terhadap Nilai Tambah dan Kesempatan Kerja”, faktor-faktor yang
mempengaruhi nilai tambah industri adalah tingkat efisiensi lokasi (LQ), tingkat
investasi, harga bahan baku, tingkat upah serta teknologi (jenis industri). Hasil
regresi menunjukkan semua faktor tersebut berpengaruh nyata. Elastisitas dari
masing-masing variabel tersebut cukup besar, rata-rata di atas satu. Oleh sebab
itu, perubahan-perubahan yang terjadi pada variabel di atas sangat besar
pengaruhnya terhadap nilai tambah.
Metode Penghitungan Nilai Tambah
Nilai tambah (value added) adalah selisih antara nilai akhir suatu produk
dengan nilai bahan bakunya. Nilai tambah sektoral suatu produk mencerminkan
nilai tambah produk tersebut yang bersangkutan. Nilai tambah yang dihitung
menurut harga tahun yang berjalan disebut nilai tambah menurut harga berlaku.
Nilai tambah dapat pula dihitung menurut harga konstan pada tahun dasar
tertentu. Untuk menghitung nilai tambah menurut harga konstan dapat dilakukan
dengan empat cara yaitu (1) metode deflasi ganda; (2) metode ekstrapolasi
langsung; (3) metode deflasi langsung; (4) metode deflasi komponen pendapatan.
Metode deflasi ganda dalam menghitung nilai tambah dilakukan jika
keluaran (output) menurut harga konstran dihitung terpisah dari masukan-antara
(intermediate-input) menurut harga konstan. Dalam hal ini nilai tambah menurut
harga konstan adalah selisih antara keluaran dan masukan-antara menurut harga
konstannya itu sendiri, dapat digunakan salah satu atau kombinasi dari tiga
metode penghitungan pertumbuhan riil. Cara ekstrapolasi langsung dilakukan
dengan menggunakan perkiraan-perkiraan dari perhitungan keluaran menurut
harga konstan atau langsung menggunakan indeks produksi yang sesuai.
Metode deflasi langsung digunakan dengan menggunakan indeks harga
implisit dari keluaran atau secara langsung menggunakan indeks harga produksi
yang sesuai, kemudian dijadikan angka pembagi terhadap nilai tambah menurut
harga yang berlaku. Secara tersirat metode ini berasumsi bahwa inflasi yang
terjadi pada keluaran sama dengan inflasi masukan-antara. Metode deflasi
komponen pendapatan dilakukan dengan cara mendeflasikan komponen-
komponen nilai tambah atas pendapatan-pendapatan yang membentuk unsur nilai
tambah tersebut yakni pendapatan tenaga kerja; modal dan manajemen.
2.1.3. Aglomerasi Industri dan Kluster Industri
2.1.3.1. Aglomerasi Industri
Suatu kegiatan ekonomi diperlukan adanya penghematan agar biaya
produksi minimum sehingga produksi dapat maksimum. Banyak cara yang
dilakukan suatu negara untuk meminimumkan biaya produksi dari perusahaan.
Salah satu cara yang tergolong efektif akhir-akhir ini adalah sistem aglomerasi
industri. Aglomerasi adalah terkumpulnya berbagai jenis industri yang terkait dan
saling mendukung untuk penghematan ekstern (external economies)
Montgomery (1988) mendefinisikan aglomerasi sebagai konsentrasi
spasial dari aktifitas ekonomi di kawasan perkotaan karena ”penghematan akibat
lokasi yang berdekatan (economies of proximity) yang diasosiasikan dengan
kluster spasial dari perusahaan, para pekerja dan konsumen”. Markusen (1996)
juga menyatakan bahwa aglomerasi merupakan suatu lokasi yang tidak pernah
berubah akibat adanya penghematan eksternal yang terbuka bagi semua
perusahaan yang letaknya berdekatan dengan perusahaan lain dan penyedia jasa-
jasa; dan bukan akibat kalkulasi perusahaan atau para pekerja secara individual.
Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa suatu aglomerasi tidak lebih dari
sekumpulan kluster industri.
Aglomerasi sangat penting dalam menghadapi globalisasi yang menuntut
persaingan tinggi terutama dalam industrialisasi. Hal ini menuntut beberapa
negara berkembang yang mulai memasuki era industrialisasi cenderung
mengedepankan cara aglomerasi dalam memacu kegiatan perekonomiannya.
Aglomerasi industri dapat diartikan adanya pengumpulan kegiatan-kegiatan
industri dalam suatu tempat dalam rangka penghematan. Sedangkan industri
adalah suatu kegiatan yang mengolah suatu input atau bahan baku untuk dijadikan
output atau barang jadi.
Aglomerasi yang dimaksud dalam ekonomi adalah berkumpulnya kegiatan
ekonomi pada suatu tempat yang diharapkan menyebabkan terjadinya
penghematan-penghematan. Asumsi dari aglomerasi ekonomi adalah didasarkan
pada teori constant return to scale yang berarti jika terjadi peningkatan input
dalam suatu kegiatan ekonomi sebesar satu satuan maka output ekonomi akan
meningkat sebesar satu persen.
Aglomerasi ekonomi juga berdasar pada beberapa fakta di lapangan
seperti:
1. Kegiatan ekonomi cenderung berkumpul pada suatu tempat tertentu.
Kumpulan ini dapat berbentuk pusat industri, kota kecil, atau kota besar.
2. Ada semacam pola dalam perkumpulan kegiatan ekonomi yang hirarki
(bertingkat-tingkat)
Sedangkan hal-hal yang menjadi keuntungan dari aglomerasi industri
adalah:
1. Informasi mengalami spillover (luapan) jika kegiatan ekonomi berkumpul
pada suatu tempat. Artinya adanya kemudahan suatu perusahaan untuk
merekrut pegawai dari perusahaan didekatnya sehingga biaya untuk training
dapat diminimumkan dan kemudahan mendapatkan informasi dari
perusahaan lain, dimana terdapat industri yang sangat rentan terhadap
informasi, misalnya industri mode, industri pasar modal, industri kimia.
2. Ketersediaan input-input lokal akan perdagangan. Dapat terjadi
kemungkinan suatu perusahaan menyuplai bahan baku atau input khusus
kepada perusahaan lainnya yang memerlukan. Kemudahan dalam
mendapatkan input ini jelas sekali mengurangi biaya transportasi dan
retribusi sehingga bahan baku didapat dengan harga lebih rendah.
3. Perusahaan-perusahaan yang menguasai produk sudah ada di dalam
kumpulan. Hal ini berguna dalam hal pemasaran, karena hasil produksi
(output perusahaan) dapat dengan mudah dipasarkan sehingga mengurangi
besarnya biaya pemasaran.
Selain itu aglomerasi ekonomi juga mempunyai beberapa tipe, yaitu:
1. Internal return to scale. Beberapa perusahaan dapat meningkatkan
produksinya secara signifikan karena ukuran perusahaannya. Ukuran suatu
perusahaan dapat dipacu dengan modal yang besar pula. Tipe ini didasarkan
pada mudahnya modal untuk dikonsentrasikan di suatu tempat dalam jumlah
yang besar.
2. Economies of localization. Dalam tipe ini, aglomerasi merupakan satu hal
yang dapat menghasilkan penghematan jika perusahaan yang bergerak
dalam bidang yang sama dapat dikumpulkan dalam satu lokasi.
3. Economies of urbanization. Suatu tipe aglomerasi yang mengumpulkan
perusahaan yang bergerak di berbagai sektor, jadi semua perusahaan dapat
masuk ke dalam wilayah yang telah ditentukan sebagai aglomerasi.
2.1.3.2. Kluster Industri
Secara harfiah pengertian kluster adalah pengelompokan suatu kegiatan
yang sejenis dalam lingkup wilayah tertentu. Dalam pengertian yang lebih sempit,
kluster industri diterjemahkan pula dalam Bahasa Indonesia sebagai sentra (baca:
sentra industri), yang merupakan aglomerasi kegiatan industri sejenis. Sejalan
dengan perubahan lingkungan global, maka pengertian konsep menjadi
berkembang dan makin luas lingkupnya.
Pandangan Marshal dalam Suryadi (2005), tentang industri yang
terkonsentrasi di suatu tempat dan saling terkait disebut industrial cluster atau
industrial district. Menurut marshal, kluster industri pada dasarnya merupakan
kelompok aktivitas produksi yang terkonsentrasi secara spasial dan kebanyakan
terspesialisasi pada satu atau dua industri utama saja.
Senada dengan pendapat Marshal, Porter dalam Hartarto (2004)
menyatakan bahwa Kluster adalah sekelompok perusahaan dan lembaga terkait
yang berdekatan secara geografis, memiliki kemiripan yang mendorong kompetisi
serta juga bersifat complementaris.
Berdasarkan perbedaan tipe dari eksternalitas dan perbedaan tipe dari
orientasi dan intervensi kebijakan ada tiga bentuk kluster menurut Kolehmainen
(2002).
1. The Industrial District Cluster
Industrial district cluster atau disebut dengan Marshalian Industrial
District adalah kumpulan dari perusahaan pada industri yang terspesialisasi dan
terkonsentrasi secara spasial dalam suatu wilayah. Dalam perspektif modern
Industrial district cluster berbasi pada eksternalitas sebagai berikut:
a. Penurunan biaya transaksi (misalnya biaya komunikasi dan transportasi)
b. Tenaga kerja yang terspesialisasi (misalnya, penurunan biaya rekruitment,
tenaga kerja yang terspesialisasi, dan penurunan biaya untuk pengembangan
sumberdaya manusia)
c. Ketersediaan sumber daya, input dan infrastruktur yang spesifik dan
terspesialisasi (misalnya pelayanan khusus dan tersedia sesuai dengan
kebutuhan lokal)
d. Ketersediaan ide dan informasi yang maksimal (misalnya mobilitas tenaga
kerja, knowledge spillover, hubungan informal antar perusahaan)
2. The Industrial Complex Cluster
The Industrial complex cluster berbasis pada hubungan antar perusahaan
yang teridentifikasi dan bersifat stabil yang terwujud dalam perilaku spasial dalam
suatu wilayah. Model kompleks industri pada dasarnya lebih stabil daripada
model distrik industri, karena diperlukan investasi dalam menjalin hubungan
antara perusahaan-perusahaan dalam kluster ini, dimana hubungan yang terjadi
berdasarkan atas pertimbangan yang mantap dalam pengambilan keputusan.
Kompleks industri tidak dibangun secara alami dan berbasis pada
hubungan saling ketergantungan yang tidak simetris antara perusahaan besar dan
kecil. Keadaan ini dapat menghalangi penyerapan dan pengembangan investasi
dan menempatkan perusahaan kecil pada kedudukan yang rendah dalam
menciptakan investasi dalam penelitian, pengembangan, dan pemasaran.
Dominasi dari perusahaan besar yang menjadi motor dalam kluster tersebut dapat
berdampak negatif bagi iklim usaha dan peluang pada kluster secara keseluruhan.
3. The Social Network Cluster
The social network cluster menekankan pada aspek sosial pada aktifitas
ekonomi dan norma-norma institusi dan jaringan. Model ini berdasarkan pada
kepercayaan dan bahkan hubungan informal antar personal. Hubungan
interpersonal dapat menggantikan hubungan kontrak pasar atau hubungan hirarki
organisasi pada proses internal dalam kluster.
Menurut Hartarto (2004), ada dua tipe manfaat bagi tiap perusahaan yang
berada dalam suatu kluster. Pertama, manfaat pasif yaitu manfaat yang didapatkan
perusahaan di dalam kluster tanpa harus melakukan aktifitas tertentu. Kedua,
manfaat aktif, yaitu manfaat yang akan semakin besar bila para perusahaan di
dalam kluster melakukan usaha aktif.
2.1.4. Agroindustri Sebagai Industri Pengolahan Berbasis Pertanian
Menurut Bungaran Saragih (2000), pada tahap-tahap awal pembangunan,
industrialisasi perlu mengandalkan industri atau kegiatan-kegiatan yang
memanfaatkan atau menciptakan nilai tambah baru bagi produk-produk pertanian
primer, serta industri atau kegiatan lain yang memproduksi bahan-bahan dan alat-
alat untuk meningkatkan produktivitas pertanian (agro-industry). Jalur ini juga
mempunyai berbagai keunggulan. Apabila berbagai syarat tertentu bisa dipenuhi,
maka pendekatan ini benar-benar merakyat dan berkeadilan, tidak anti
pertumbuhan dan bersahabat dengan lingkungan. Seperti berulangkali diucapkan
oleh Bapak Presiden Soeharto, pembangunan agroindustri adalah jembatan
menuju industrialisasi
Saragih (2000) menyatakan,
“ Agribussiness is the sum total of all operation in the involved
manufacture and distribution of farm suplies: production activities on the
farm; and the storage; processing and distribution of farm commodities
and items made from them”.
Jadi agribisnis mencakup seluruh kegiatan mulai dari penyediaan bahan
baku sampai pada produk akhir tiba di tangan konsumen.
Memperhatikan pengertian tersebut diatas dimana agribisnis
mengorganisir beberapa kegiatan ke dalam suatu sistem bersifat struktur vertikal,
karena kegiatannya dimulai dari penyediaan bahan baku, memproses dan
menjualnya ke konsumen akhir. Halcrow (1981) dalam Faisal 2005 lebih lanjut
mempertegas tentang peranan koordinasi pada kegiatan agribisnis dimana beliau
mengatakan
“suatu pertanian modern mengorganisir tiga sektor kegiatan dan
mengindentifikasi secara mendasar tentang fungsi-fungsi dari ketiga
sektor tersebut. Ketiga sektor tersebut adalah usaha tani, agroindustri dan
masyarakat.”
Selanjutnya Drillon dalam Bachri (1997) telah menggambarkan hubungan
struktur vertikal dan koordinasi agribisnis pada gambar 2.1. Struktur vertikal
digambarkan dengan hubungan timbal balik mulai dari suplai input pertanian,
petani, prosessing, pedagang besar, pedagang pengecer dan konsumen.
Sementara itu para ahli memberi batasan tentang agroindustri dalam
definisi yang berbeda-beda. Austin dalam Darmayanti (2000), memberi definisi
“ An agroindustri is an enterprise that proseses materials of plant or
animal origin. Prosessing involves transformation and presenvation
throught physical or chemical alteration, storage, packaging and
distribution”.
Menurut Austin agroindustri adalah suatu kegiatan mengubah hasil-hasil pertanian
menjadi bahan lain dalam berbagai tingkat prosesing.
Konsumen
Pedagang Eceran
Pedagang Besar
Prosessing
Petani
Suplai Input Pertanian
Sumber : Drillon (1970)
Gambar 2.1. Struktur Vertikal dan Koordinasi Agribisnis
Drillon (1970), menyatakan bahwa agroindustri mencakup agroprosesor
yang dapat diurutkan ke dalam suatu kegiatan agribisnis yang lebih luas, meliputi:
1. Dua jenis industri pengolahan yang berkaitan langsung dengan produksi
pertanian primer, yaitu:
a. Industri hulu atau industri pengolahan pertanian seperti pupuk, pestisida,
peralatan pertanian, dan sebagainya.
b. Industri hilir atau pengolahan hasil pertanian, dalam hal ini mencakup
pengolahan tingkat pertama saja.
2. Industrial Agricultural, yaitu bentuk-bentuk organisasi primer yang mengarah
ke organisasi sekunder.
Agroindustri yang bergerak dalam bidang industri primer akan memiliki
pasar berupa lembaga tata niaga (perdagangan besar, pengecer, supermarket,
restoran dan lembaga tata niaga lainnya) dan lembaga tata niaga tersebut berfungsi
untuk menyampaikan produk dimaksud kepada konsumen akhir. Agroindustri
yang berfungsi untuk memproses produk pertanian (produk tanaman pangan dan
tanaman tahunan) hasil hutan dan perikanan, menjadi bahan yang sangat berguna
bagi kehidupan umat manusia.
Pengolahan tersebut menurut Makfoeld dalam Faisal (2005) dapat
dilakukan dengan berbagai cara, baik secara fisik, kimia atau biokimia. Secara
fisik maksudnya pengolahan yang dilakukan dengan mengubah bahan baku
primer menjadi bentuk lain, baik untuk diolah lebih lanjut oleh lembaga industri
lainnya ataupun untuk memenuhi keperluan konsumen akhir. Di dalamnya
tercakup cold storage yang mengolah produk pertanian primer menjadi usaha
makanan restoran, rumah makan dan lain sebagainya. Sistem pengolahan tersebut
dapat disajikan dalam gambar 2.2.
Pengolahan
Kimiawi
Fisik Biokimia
Bahan Mentah Hasil Olah
Alat peralatan dan mesin sarana
Sumber: Makfoeld (1982) Gambar 2.2. Sistem Pengolahan Produk Pertanian
Memperhatikan bagan diatas terlihat bahwa agroindustri memerlukan
berbagai sarana pengolahan, baik peralatan mesin maupun bukan mesin. Sarana
bersebut merupakan barang modal yang berfungsi sebagai sarana untuk
melakukan berbagai proses pengolahan fisik, kimiawi atau biokimiawi.
Pengolahan secara kimia terutama dijumpai pada proses pengolahan
produk pertanian menjadi produk melalui proses kimia, seperti penyulingan untuk
menghasilkan minyak rambut ataupun produk lain, pengolahan temped an tahu
melalui peragian dan sebagainya. Proses biokimia terutama dijumpai pada proses
pengolahan bahan baku menjadi bahan sintesis, seperti misalnya pengolahan
residu penyulingan minyak bumi menjadi polyster, karet sintesis dan sebagainya.
“Agroindustri penting artinya dalam perekonomian, sebab: (a)
Agroindustri langsung berhubungan dengan kegiatan produksi untuk
memenuhi kebutuhan primer umat manusia yaitu kebutuhan pangan dan
sandang, (b) membuka lapangan kerja di luar usaha tani, (c)
meningkatkan penghasilan petani, dan (e) merupakan penghasilan produk
non migas untuk pasar dunia, terutama di Negara yang sedang
berkembang seperti Indonesia” (Saragih (2000))
Menurut Bungaran Saragih dalam makalahnya yang berjudul
“Pengembangan Agribisnis dalam Pembangunan Ekonomi Nasional Menghadapi
Abad ke-21”,
“angka pengganda kesempatan kerja terus mengalami penurunan.
Dengan laju pertumbuhan output yang positif dan cukup tinggi,
penurunan tersebut menunjukkan peningkatan nyata dari produktivitas
tenaga kerja.”
Dapat juga dikatakan bahwa agroindustri semakin beralih ke penggunaan
teknologi lebih canggih yang hemat tenaga kerja untuk meningkatkan nilai
tambah. Dengan perkataan lain, modernisasi pertanian dan pedesaan akan dimulai
dari pengembangan agroindustri ini.
Sumber pertumbuhan utama agroindustri adalah konsumsi masyarakat
(private consumption). Artinya, perkembangan agroindustri selama ini relatif
kurang memberatkan anggaran pemerintah disamping turut memacu pembentukan
modal. Pengembangan agroindustri (agribisnis dalam arti yang lebih luas) tidak
bertentangan dengan azas kemandirian ekonomi yang diharapkan, bahkan
mendukung. Arti penting lain dari gambaran ini adalah bahwa pasar produk
agroindustri lebih banyak mengandalkan pasar dalam negeri.
2.1.5. Dampak Lokasi Industri
Masalah lokasi optimum diartikan secara sempit dalam bentuk
meminimumkan biaya terutama biaya angkutan atau memaksimumkan
keuntungan perusahaan yang bersangkutan . Keberadaan kegiatan ekonomi dalam
masyarakat, apapun bentuknya, membawa akibat yang lebih luas daripada yang
tergambar dalam analisa biaya manfaat perusahaan tersebut. Sehingga keberadaan
suatu industri dalam masyarakat secara langsung maupun tidak langsung akan
membawa dampak bagi masyarakat dan lingkungan. Dengan demikian, masalah
optimum lokasi perusahaan tertentu, tidak hanya merupakan persoalan
perusahaan yang bersangkutan, tetapi mencakup kesejahteraan masyarakat;
terutama masyarakat sekitarnya. Hal ini terungkap dalam berbagai dampak yang
dibawakan oleh perusahaan tersebut. Dewasa ini analisa dampak merupakan unsur
penting dalam perencanaan industri; karena intisari perencanaan adalah
mengusahakan tercapainya dampak positif seperti peningkatan kesejahteraan
masyarakat sekitar industri dan menghindarkan terjadinya dampak negatif.
Djojodipuro (1992) dalam bukunya yang berjudul “teori lokasi”
menyatakan ,
“dampak lokasi industri terungkap dalam berbagai bentuk yang dapat
dikelompokkan menjadi dampak ekonomi, lingkungan dan sosial budaya.”
Dampak Ekonomi
Dampak ekonomi yang dibawa oleh lokasi industri di suatu tempat
terungkap antara lain dalam peningkatan produksi, pendapatan dan pengurangan
pengangguran. Pengaruh langsung dampak ini pada umumnya dirasakan oleh
masyarakat di sekitar lokasi industri tersebut untuk kemudian meluas ke daerah
dan bahkan mungkin ke tingkat nasional. Oleh karena itu, adalah penting untuk
menelusuri proses meluasnya dampak tersebut.
Peralatan yang paling sederhana dalam analisa dampak adalah multiplier
yang dikenal dalam teori ekonomi makro. Peralatan ini menunjukkan daya
penciptaan pendapatan yang dibawa oleh pengeluaran awal secara
berkesinambungan. Multiplier ini dapat bersifat lokal, regional dan nasional,
tergantung dari lingkup penciptaan pendapatan yang ditelaah.
2.1.6. Pertumbuhan Ekonomi Regional
Pertumbuhan ekonomi wilayah pertambahan pendapatan masyarakat yang
terjadi di wilayah tersebut, yaitu kenaikan seluruh nilai tambah (value added)
yang terjadi di wilayah tersebut.
”Pertambahan pendapatan itu diukur dalam nilai riil, artinya dinyatakan
dalam harga konstan” (Tarigan,2004).
Tarigan mengatakan pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan output
perkapita dalam jangka panjang. Jadi persentase pertambahan output itu haruslah
lebih tinggi dari persentase pertambahan jumlah penduduk dan ada kecenderungan
dalam jangka panjang bahwa pertumbuhan itu akan berlanjut.
Perroux dalam Hamzah (1997) berpendapat bahwa
”pertumbuhan tidak terjadi di mana saja pada waktu yang sama.
Pertumbuhan akan terjadi pada tempat-tempat tertentu atau pusat
pertumbuhan dengan intensitas yang berbeda.”
Perroux menekankan pada pengertian kutub pertumbuhan dalam ruang ekonomi.
Abstraksinya mengenai ruang dibedakan atas tiga jenis, yaitu:
a. Ruang suatu rencana diagram
b. Ruang sebagai medan kekuatan
c. Ruang sebagai suatu keadaan yang homogen
Ruang sebagai medan kekuatan merupakan definisi yang sesuai dengan pengertian
kutub pertumbuhan.
“Pembangunan yang terjadi di suatu tempat merupakan suatu daya tarik
bagi pembangunan ekonomi di daerah pembangunan bermula, sehingga
akan terjadi konsentrasi pembangunan pada wilayah tersebut.
Konsentrasi tersebut disebabkan oleh faktor-faktor di daerah pusat
pertumbuhan yang akan dipengaruhi dan menghambat pembangunan di
wilayah sekitarnya, yang disebut dengan efek polarisasi atau
pemusatan”(Jhingan,2002).
Pemerintah mempunyai kebijaksanaan untuk menentukan daerah-daerah
yang akan menjadi pengembangan industri. Dalam menentukan lokasi industri
yang perlu dipertimbangkan adalah apakah industri-industri akan dibangun di
beberapa daerah pusat pertumbuhan atau akan disebarkan ke berbagai daerah.
Keadaan ini tergantung dari industri apa yang akan didirikan. Apakah jenis raw-
material oriented industry, market oriented industry atau foot-loose industry.
Apabila industri yang akan didirikan adalah raw-material oriented industry maka
lokasi industri harus dekat dengan sumber bahan bakunya. Bila market oriented
industry yang akan didirikan maka akan tergantung corak pasar dan jaringan
komunikasi dengan pasar lainnya. Sedangkan untuk foot-loose industry penentuan
lokasi akan lebih fleksibel.
2.1.6.1. Pertumbuhan Pendapatan per Kapita
Salah satu indikator untuk melihat kinerja ekonomi suatu daerah adalah
dengan melihat perkembangan pendapatan perkapita riil. Cara memperoleh
pendapatan per kapita adalah sebagai berikut,
Y /Kapita = PDRB____ (2.1) Jumlah Penduduk Data jumlah penduduk dan data PDRB harus dalam tahun yang sama
sebab kalau tidak hasil perhitugan tidak mewakili kondisi tahun berapa (tidak
diketahui pendapatan perkapita ini tahun berapa). Selanjutnya jumlah penduduk
adalah jumlah untuk penduduk untuk satu tahun tertentu. Kalau data yang tersedia
adalah jumlah penduduk pada pertengahan tahun, data ini masih dapat digunakan
sejauh data yang lain juga menggunakan sumber yang sama. Hasilnya akan
berbeda kalau dalam satu tahun tertentu data penduduk berdasar pada jumlah
pertengahan tahun sementara untuk tahun yang lain berdasar jumlah penduduk
akhir tahun. Selain itu, PDRB dalam hal ini dapat didasarkan pada:
1. Atas dasar harga berlaku
2. Atas dasar harga konstan
3. Atas dasar mata uang Negara lain, misal US $ (Khusus untuk hal ini, PDRB
harus dikonversi terlebih dahulu, berdasar kurs tahunan).
Data pendapatan per kapita untuk satu tahun tidak akan memberikan arti
banyak, sebab pada umumnya hanya berguna untuk membandingkan dengan
daerah atau negara lain (pada tahun yang sama). Sebagai contoh daerah A
mempunyai pendapatan per kapita lebih tinggi dibanding daerah B, dan
seterusnya.
2.1.6.2. Otonomi Daerah
Menurut UU No. 5 Tahun 1974 pasal 1 tentang Pokok-pokok
Pemerintahan di Daerah, Otonomi Daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban
daerah untuk mengatur serta mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pelaksanaan otonomi daerah
ditujukan bagi perwujudan otonomi daerah yang nyata, dinamis, serasi dan
bertanggung jawab. Pada hakekatnya penerapan prinsip ini ditujukan untuk
mengurangi ketergantungan pada pusat bagi pelaksanaan pembangunan daerah.
Otonomi daerah di kota didasarkan pada prinsip desentralisasi. Dengan
tanggung jawab perencanaan, pelaksanaan dan sumber pembiayaannya dari
daerah sendiri. Dengan demikian, daerah leluasa mengimplementasikan
kebutuhan dan aspirasi daerahnya dalam bentuk program/proyek pembangunan,
yang dikenal sebagai program/proyek regional/daerah. Komponen sumber
penerimaan daerah yang paling mungkin untuk melaksanakan hal tersebut adalah
Penerimaan Asli Daerah (PAD). Namun sumbangan PAD bagi penerimaan
daerahnya relatif kecil, sehingga pembangunan di kota relatif sangat terbatas
mewujudkan kebutuhan dan aspirasi daerahnya dalam bentuk program/proyek
pembangunan.
Menurut Tambunan (2001) untuk memberikan keleluasaan pada daerah
dalam wujud otonomi daerah yang luas dan bertanggung jawab, untuk mengatur
dan mengurus kepentingannya sendiri, tanpa ada lagi intervensi dari pemerintah
pusat, menurut prakasa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat, sesuai kondisi
dan potensi wilayahnya, maka lahirlah UU No. 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintah Daerah dan UU No. 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan
antara Pemerintah Pusat dan Daerah.
2.2. Hasil Penelitian Terdahulu
Beberapa penelitian yang berhubungan dengan dampak lokasi industri
terhadap nilai tambah antara lain:
1. Penelitian Tulus P.K. Simanjuntak tahun 1994 yang diberi judul :
Pengaruh Lokasi Industri Karet Alam Terhadap Nilai Tambah dan
Kesempatan Kerja, Kasus Pada Delapan Provinsi di Indonesia. Hasil dari
penelitian ini: Industri karet crumb rubber relatif efisien di Sumatera
Utara, Kalimantan Barat, Sumatera Selatan, Lampung dan remilling
rubber relatif efisien di Kalimantan Barat, Sumatera Selatan, Sumatera
Utara dan Jawa Timur. Provinsi Sumatera Utara dan Sumatera Selatan
relatif efisien pada industri pengasapan karet.
2. Penelitan Rimanro T. Sinaga tahun 1996 yang diberi judul : Dampak
Efisiensi Lokasi Industri Kertas Terhadap Nilai Tambah, Kesempatan
Kerja dan Perekonomian Wilayah, Studi Pada 8 Provinsi di Indonesia.
Hasil dari penelitian : Berdasarkan analisis LQ dari 8 propinsi daerah
penelitian, provinsi-provinsi yang relatif efisien dalam memproduksi
kertas budaya adalah Jawa Barat, Sumatera Utara dan Jawa Timur.
Sedangkan provinsi-provinsi yang relatif efisien dalam memproduksi
kertas industri adalah Jawa Tengah, DKI Jaya, Jawa Barat dan Aceh.
Sementara itu propinsi Jawa Tengah, Jawa Timur dan Jawa Barat relatif
efisien dalam memproduksi kertas tissue. Bila dilihat dari letak
geografinya maka Jawa relatif lebih efisien dalam industri kertas budaya
dan kertas tissue sementar luar Jawa relatif lebih efisien dalam industri
kertas industri.
2.3. Kerangka Pemikiran
Strategi pengembangan yang menitikberatkan pada pertumbuhan ekonomi
menganggap bahwa kesejahteraan masyarakat dapat ditingkatkan dengan cepat
melalui peningkatan satu atau beberapa sektor ekonomi kunci. Peningkatan output
sektor kunci tersebut akan meningkatkan output sektor-sektor lainya melalui
proses penggandaan (multiplier) dan keterkaitan (linkage) antar sektor.
Peningkatan output berbagai sektor ekonomi, kemudian, melalui suatu proses
yang disebut sebagai penetesan ke bawah (trickle down effect) akan menyebabkan
peningkatan pendapatan berbagai golongan masyarakat di daerah tersebut dan
masyarakat di wilayah yang lebih besar pada umumnya. Peningkatan pendapatan
ini sekaligus mencerminkan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Kebijakan prioritas pembangunan sektor industri ini merupakan upaya
pemerintah Kabupaten Bogor dalam mewujudkan perekonomian yang lebih baik,
karena sektor industri dijadikan andalan kiranya cukup logis mengingat secara
empiris menunjukkan bahwa sektor industri pengolahan lebih banyak dapat
menyediakan lapangan kerja dan mempunyai aktifitas ekonomi yang lebih intensif
untuk satuan unit usaha bila dibandingkan dengan unit usaha sektor lainnya.
Selain itu sektor industri pengolahan ini juga dianggap sebagai sektor yang
mampu meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi dan pendapatan masyarakat
pada tingkat yang layak dari sebelumnya.
Sehubungan dengan itu, pada penelitian ini akan dilihat dampak lokasi
industri terhadap perekonomian wilayah Kabupaten Bogor yang dilihat dari
peningkatan nilai tambah sektor industri manufaktur. Sehingga tentunya pertama-
tama akan dilihat dahulu lokasi industri yang merupakan basis (unggulan) dari
industri manufaktur serta dampaknya terhadap pembangunan di wilayahnya
masing-masing dengan menggunakan analisis LQ (location Question),
Specialization Indeks (SI) dan Localization Indeks (LI).
Dalam menganalisis dampak efisiensi lokasi terhadap nilai tambah sektor
industri manufaktur akan dilakukan dengan menggunakan analisis regresi atau
Analisis Kuadrat Terkecil (OLS) dengan berbagai keterbatasan analisisnya.
Adapun alur konsep pemikiran dapat dilihat pada gambar 2.3.
Dengan teridentifikasinya peranan sektor industri pengolahan melalui
analisis multiplier dan keterkaitan tersebut, maka dapat memberikan gambaran
yang jelas bagi pemerintah Kabupaten Bogor tentang perkembangan sektor yang
menjadi prioritas ini dalam mengatasi masalah kemiskinan dan pengangguran.
Pada akhirnya dapat dijadikan acuan Pemerintah Kabupaten Bogor sendiri dalam
menentukan kebijakan pembangunan ekonomi Kabupaten Bogor ke depan
sehingga permasalahan pembangunan (kemiskinan dan pengangguran) dapat
diturunkan.
Efisiensi Lokasi dan Nilai Tambah
Untuk menghasilkan suatu produk diperlukan sejumlah faktor produksi.
Dalam industri manufaktur, faktor produksi yang digunakan adalah bahan baku,
bahan penunjang atau bahan kimia, bahan bakar atau listrik, mesin atau alat
produksi (teknologi), jasa dan tenaga kerja. Komponen faktor produksi yang
utama adalah bahan baku dan penunjang, tenaga kerja dan mesin. Jika digunakan
dalam hubungan setiap fungsi matematis maka hubungan tersebut dapat dituliskan
sebagai berikut:
Y= f(X, L, M)
Jika nilai tambah Y akan dihasilkan dengan menggunakan faktor produksi bahan
baku X, tenaga kerja L, dan mesin M; efisiensi ekonomis terjadi bila dicapai
efisiensi teknis dan efisiensi harga. Efisiensi ekonomis tercapai jika Produk
Marginal sama dengan rasio harga input-output. Dalam menganalisis efisiensi
produksi di suatu lokasi yang relatif kecil biasanya diasumsikan rasio harga
input-ouput sama dengan tingkat teknologi tertentu, tetapi untuk menganalisis
efisiensi produksi dalam suatu wilayah yang luas, asumsi ini tidak berlaku.
Menurut Isard dalam Kartono (1986), keofisien lokalisasi (LQ)
dimaksudkan untuk mengukur secara relatif konsentrasi lokasi industri tertentu
dibandingkan dengan beberapa indikator lain. Indikator tersebut misalnya
populasi, luas lahan, tenaga kerja industri atau pendapatan (nilai tambah).
Keunggulan komparatif yang dimiliki suatu lokasi dalam menghasilkan
suatu produk akan mempunyai tingkat produksi yang lebih tinggi dibandingkan
dengan daerah yang tidak mempunyai keunggulan komparatif. Hal ini ditunjukkan
oleh tingkat efisiensi (nilai keofisen lokasi). Dari hubungan pada gambar 2.2
dibawah dapat dijelaskan bahwa nilai tambah dipengaruhi oleh efisiensi lokasi,
skala usaha (jumlah tenaga kerja), dan jumlah industri yang ada di Kabupaten
Bogor. Penelitian ini ingin mengetahui seberapa besar pengaruh faktor-faktor
diatas terhadap nilai tambah sektor industri.
Suatu lokasi yang efisien yang dipilih oleh suatu industri akan
menyebabkan peningkatan output karena industri dapat meminimumkan biaya
transportasi untuk mengangkut input atau menjual output. Suatu industri yang
input oriented akan berusahan mendekati lokasi input agar dapat meminimumkan
biaya angkut sehingga industri tersebut dapat meningkatkan skala usahanya dan
dapat basis (mampu mengekspor output setelah mampu memenuhi kebutuhan
dalam daerah/negara)
Tenaga kerja belum tentu berbanding lurus dengan nilai tambah industri
karena industri manufaktur adalah industri yang padat modal sehingga semakin
berkembang suatu industri maka besar kebutuhan industri akan mesin-mesing dan
alat-alat produksi teknologi tinggi sehingga jasa tenaga kerja akan semakin
berkurang terutama tenaga buruh.
Semakin banyak industri yang tumbuh di Kabupaten Bogor dapat
menyebabkan adanya pemborosan akibat skala (diseconomis of scale). Bila
industri semakin mengumpul (adanya aglomerasi industri) dan terkonsentasi
(konsentrasi spasial) maka banyak keuntungan yang bisa didapat, misalnya
pertukaran informasi, tenaga/staf ahli, teknologi, tenaga kerja, bahan baku, input
antara, serta penghematan biaya angkut bahan baku.
PEREKONOMIAN KABUPATEN BOGOR
Sektor Unggulan
Industri Manufaktur
Efisiensi Lokasi (Analisis LQ,SI,LI)
Strategi Pengembangan Sektor Industri Pengolahan
Analisis Dampak Efisiensi Lokasi
(Analisa Regresi)
Jumlah tenaga kerja
Nilai tambah Industri Manufaktur
Nilai Tambah Industri Tahun Lalu
Otonomi Daerah
Jumlah industri
Pertumbuhan Perekonomian Wilayah
Keterangan: ---- Ruang lingkup penelitian ( ) Analisis yang digunakan
Gambar 2.3. Bagan Alur Pendekatan Studi
2.4. Hipotesis Penelitian
a. Terjadi konsentrasi spasial industri manufaktur di beberapa wilayah di
Kabupaten Bogor.
b. Industri manufaktur akan meningkatkan efisiensi lokasi sehingga industri
akan semakin teraglomerasi dan suatu daerah akan memiliki keunggulan
komparatif.
c. Tingkat efisiensi lokasi akan berpengaruh positif terhadap nilai tambah
sektor industri.
d. Perusahaan dan tenaga kerja terkonsentrasi di wilayah yang ada kawasan
industrinya.
III. METODE PENELITIAN
3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian
Sifat dari penelitian ini adalah sebuah studi kasus dengan mengambil
daerah penelitian di wilayah Kabupaten Bogor . Penelitian ini berlangsung selama
tiga bulan, mulai dari persiapan penelitian, pencarian data sampai laporan selesai.
Pemilihan wilayah untuk penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) untuk
melihat keterkaitan keofisien lokasi (LQ) dengan nilai tambah dengan
pertimbangan:
1. Kabupaten Bogor merupakan hinterland (daerah penyangga) DKI Jakarta,
sehingga banyak aktivitas ekonomi berlangsung
2. Kabupaten Bogor mempunyai beberapa daerah yang dijadikan kawasan
industri serta memiliki subsektor industri yang berkembang.
3.2. Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa data sekunder
yang diperoleh dari BPS dan BAPPEDA Kabupaten Bogor. Dalam penelitian ini
data yang dianalisis secara kuantitatif dan kualitatif adalah data tenaga kerja
industri manufaktur besar dan menengah dengan standar Klasifikasi Lapangan
Usaha Indonesia ( KLUI) atau Internasional Standard Industrial Classification
(ISIC) 2 digit setiap kecamatan di wilayah Bogor, data times series nilai tambah
sektor Industri Manufaktur di Kabupaten Bogor dan Jawa Barat serta PDRB
Kabupaten Bogor dan Jawa Barat dari tahun 1990-2004 . Serta digunakan data-
data pendukung untuk memperkuat analisis.
3.3. Metode Pengumpulan dan Pengolahan Data
Untuk mencapai tujuan dan sasaran penelitian sebagaimana telah
dijelaskan sebelumnya, maka diperlukan sejumlah data atau informasi relevan
yang digunakan sebagai peubah-peubah dalam perhitungan dan kajian. Jenis data
yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder
diperoleh dari kantor BPS pusat, Kantor BAPPEDA Bogor dan kantor Dinas lain
yang terkait dengan data yang dicari. Data sekunder yang diperoleh akan diolah
menggunakan Program Microsoft Excel dan E- views 4.1.
3.4. Metode Analisis
Penelitian ini akan menggunakan metode deskriptif atau kualitatif dan
metode kuantitatif. Pemakaian metode deskriptif atau kualitatif bertujuan untuk
menggambarkan kondisi sebenarnya wilayah yang diteliti, meliputi; keadaan
pemerintahan yang sedang berlangsung, keadaan kependudukan, struktur
perekonomian, dan lain lain.
Penggunaan metode kuantitatif adalah untuk menghitung beberapa hal
yang bertujuan menjawab permasalahan dalam penelitian. Untuk melihat
konsentrasi industri menufaktur pada suatu wilayah digunakan analisis LQ
(Location Quotient) dan SI (Specialization Indeks) dan LI (Localization Indeks)
yang berbasis tenaga kerja yang merupakan salah satu pendekatan dalam
menganalisis konsentrasi spasial. Serta untuk melihat berapa besar dampak lokasi
terhadap nilai tambah sektor industri menggunakan analisis regresi dengan
menggunakan metode OLS (Ordinary Least Square). Berdasarkan asumsi di atas
maka untuk melakukan perhitungan dalam penelitian dapat digunakan dengan
metode perhitungan seperti :
3.4.1. Analisis Efisiensi Lokasi
3.4.1.1. Location Quotient (LQ)
Salah satu pendekatan yang paling sering digunakan dalam menganalisis
konsentrasi spasial adalah Location Quotient (LQ) tenaga kerja. LQ adalah suatu
teknik untuk memperkirakan spesialisasi suatu industri dalam daerah atau
beberapa aktivitas lainnya (Glasson, 1977). Pendekatan ini menyatakan bahwa
dalam spesialisasi dalam industri (terutama manufaktur) terjadi apabila share
industri pada suatu wilayah lebih besar daripada share industri pada wilayah
agregat. Pendapat ini dilengkapi oleh Edgar M. Hoover (1977) yang menyatakan
bahwa industri akan terkonsentrasi pada suatu lokasi dimana share tenaga kerja
untuk industri tersebut lebih besar daripada share industri secara agregat.
Si
NiLQi SN
= atau Si
SLQi NiN
= (3.1)
Dimana:
LQ i = Besaran kuosien lokasi industri manufaktur pada tingkat Kecamatan.
S i = Jumlah tenaga kerja industri manufaktur subsektor i pada tingkat Kecamatan
S = Jumlah seluruh tenaga kerja industri manufaktur pada tingkat Kecamatan
Ni = Jumlah tenaga kerja industri manufaktur subsektor i pada tingkat Kabupaten.
N =Jumlah seluruh tenaga kerja industri manufaktur pada tingkat Kabupaten.
Jika nilai LQ lebih dari satu, maka hal ini menunjukkan industri
manufaktur subsektor i memiliki pangsa yang lebih besar dalam penciptaan
kesempatan kerja di Kecamatan tersebut dari pangsa industri itu di Kabupaten
atau merupakan sektor andalan di Kecamatan tersebut. Jika LQ lebih kecil dari 1,
artinya suatu Kecamatan tidak memiliki spesialisasi atas suatu industri karena
industri itu memiliki pangsa tenaga kerja yang lebih rendah di kecamatan tersebut
daripada pangsa industri tersebut di Kabupaten atau bukan merupakan sektor
andalan di Kecamatan tersebut. Bila terdapat kenaikan nilai LQ untuk suatu
daerah, maka itu mencerminkan adanya kenaikan spesialisasi dalam industri
tersebut di daerah itu.
3.4.1.2. Specialization Indeks (SI)
Specialization Indeks merupakan salah satu indeks yang menggambarkan
pembagian wilayah berdasarkan aktivitas-aktivitas yang ada. Lokasi tertentu
menjadi pusat bagi aktivitas yang dilakukan.
SI = (Si / S) – (Ni / N) (3.2)
Dimana;
S i = Jumlah tenaga kerja industri manufaktur subsektor i pada tingkat Kecamatan
S = Jumlah seluruh tenaga kerja industri manufaktur pada tingkat Kecamatan
Ni = Jumlah tenaga kerja industri manufaktur subsektor i pada tingkat Kabupaten.
N =Jumlah seluruh tenaga kerja industri manufaktur pada tingkat Kabupaten.
SI = Specialization Indeks yang diperoleh dengan menjumlahkan SI yang positif
(0> SI ≤ 1)
Jika nilai SI = 1 maka daerah berspesialisasi pada industri manufaktur. Jika SI < 1,
maka tidak ada kegiatan spesialisasi di daerah.
3.4.1.3. Localization Indeks (LI)
Localization Indeks merupakan salah satu indeks yang menggambarkan
wilayah relatif suatu aktivitas dibandingkan dengan kecenderungan total di dalam
wilayah. Umumnya indeks ini digunakan untuk mengetahui persen distribusi
suatu aktivitas tertentu di dalam wilayah atau secara umum analisis ini digunakan
untuk menentukan wilayah mana yang potensial untuk mengembangkan aktivitas
tertentu. Dan digunakan untuk mengetahui penyebaran kegiatan industri
manufaktur di suatu daerah sehingga diketahui tingkat aglomerasinya.
LI = (Si / Ni) - (S / N) (3.3)
Dimana:
Si = Jumlah tenaga kerja industri manufaktur subsektor i pada tingkat Kecamatan
S = Jumlah total tenaga kerja industri manufaktur pada tingkat Kecamatan
Ni = Jumlah tenaga kerja industri manufaktur subsektor i pada tingkat Kabupaten
N = Jumlah total tenaga kerja industri manufaktur pada tingkat Kabupaten
LI = Keofisien lokalisasi didapat dari menjumlahkan nilai LI yang bertanda
positif,
LI < 1, maka kegiatan industri manufaktur subsektor i menyebar
LI = 1, maka industri manufaktur berkumpul di satu wilayah (beraglomerasi)
3.4.2. Analisis Dampak Efisiensi Lokasi
3.4.2.1. Analisis Regresi
Analisa ini digunakan untuk melihat pengaruh kuosien lokasi industri
manufaktur terhadap nilai tambahnya. Selain faktor kuosien lokasi (dengan
menggunakan data times series nilai tambah sektor industri manufaktur di
Kabupaten Bogor) juga dimasukkan sebagai peubah bebas yaitu jumlah tenaga
kerja industri manufaktur di Kabupaten Bogor dan jumlah industri yang ada di
kabupaten Bogor dari tahun 1990-2004 (data times series).
Analisis regresi merupakan suatu tekhnik statistik untuk menyelidiki dan
memodelkan hubungan diantara peubah tak bebas (respon) dan peubah bebasnya
(predictor). Diantara model-model regresi, model regresi linear merupakan model
yang paling sederhana dan paling sering digunakan. Model regresi yang memiliki
lebih dari satu peubah bebas dan linear dalam keofisiennya disebut model regresi
berganda.
Adapun model yang digunakan dalam penelitian ini:
Y = β0(Lok)β1(L)β2(JI)β2(NTIND(-1))β3(D)..................................................(3.4)
Jika model tersebut diubah menjadi model linier aditif, maka bentuknya
akan menjadi:
Log(Y) = Log β0 + β1Log(Lok) + β2Log(L) + β3Log(JI)+β4Log(NTIND(-1))+
β5D...............................................................................................................(3.5)
Dimana:
Y = nilai tambah industri manufaktur (Rupiah)
L = banyaknya tenaga kerja di sektor industri manufaktur di
Kabupaten Bogor (jiwa)
Βi = keofisien regresi
Lok = tingkat efisiensi lokasi industri manufaktur di Kabupaten Bogor
(persen)
JI = Jumlah Industri manufaktur di Kabupaten Bogor (unit usaha)
NTIND(-1) = Nilai Tambah Industri Manufaktur Tahun Sebelumnya (Rupiah)
D = 1; Kabupaten Bogor setelah otonomi daerah (tahun 2001-2004)
0; Kabupaten Bogor sebelum otonomi daerah (tahun 1990-2000)
3.4.2.2. Pengujian Statistik
1. Uji t-stat (uji parsial)
Pengujian ini digunakan untuk menguji signifikansi setiap variabel bebas
dalam mempengaruhi variabel tidak bebas. Hipotesis pada pengujian ini adalah
sebagai berikut:
Ho : β = 0, masing-masing variabel tidak mempengaruhi variabel tidak bebas
secara signifikan.
H1 : β = 1, masing-masing variabel bebas mempengaruhi variabel tidak bebas
secara siginifikan.
Pengujian dilakukan dengan cara membandingkan nilai t-hitung yang diperoleh
dari hasil regresi dengan nilai kritis yang didapat dari t-tabel pada tingkat
kepercayaan tertentu. Jika t-tabel < t-stat < t-tabel maka Ho diterima dan menolak
H1, berarti variabel bebas secara individual tidak berpengaruh terhadap variabel
tidak bebas. Dan sebaliknya, jika t-stat > t-tabel atau t-stat < t-tabel, maka Ho
ditolak dan H1 tidak ditolak, berarti variabel bebas secara individual berpengaruh
berhadap variabel tak bebas.
2. Uji F-stat (uji serempak)
Pengujian ini digunakan untuk menguji signifikansi seluruh variabel bebas
secara bersama-sama dalam mempengaruhi variabel tidak bebas atau untuk
melihat pengaruh variabel-variabel bebas secara bersama-sama terhadap variabel
tidak bebas. Hipotesa pada pengujian ini adalah sebagai berikut:
Ho : Semua variabel bebas tidak mempengaruhi variabel tidak bebas secara
bersamaan.
H1 : Setidak-tidaknya terdapat satu variabel bebas mempengaruhi variabel tidak
bebas secara signifikan.
Pengujian dilakukan dengan cara membandingkan nilai F-hitung dengan nilai F-
tabel pada tingkat kepercayaan tertentu. Jika F-hitung < F-tabel maka Ho diterima
dan berarti variabel bebas secara keseluruhan tidak mempengaruhi variabel tidak
bebas. Dan jika F-hitung ≥ F-tabel maka Ho ditolak, berarti setidaknya terdapat
satu variabel bebas mempengaruhi variabel tidak bebas secara signifikan.
3. Keofisien Determinasi (R2)
Dalam pengukuran ketepatan suatu garis regresi digunakan keofisien
determinasi (R2), yaitu angka yang menunjukkan besarnya derajat kemampuan
menerangkan variabel bebas (independent) terhadap variabel tak bebas
(dependent) dari fungsi tersebut. Nilai R2 berkisar 0 < R2 < 1, dimana semakin
mendekati satu maka semakin dekat pula hubungan antara variabel bebas dengan
variabel tak bebas dan model tersebut dianggap baik, artinya variasi dari variabel
bebas semakin dapat menjelaskan variasi variabel tidak bebas.
3.4.2.3. Pengujian Ekonometrika
1. Uji Autokorelasi
Uji statistik Durbin Watson digunakan untuk mendeteksi masalah
autokorelasi (serial korelasi) dalam suatu model regresi linier. Uji ini dapat
digunakan untuk data dengan jumlah pengamatan yang kecil. Autokorelasi adalah
korelasi antara anggota serangkaian observasi yang diurutkan menurut waktu atau
ruang. Jika hasil dari uji Durbin Watson memberikan hasil yang tidak jelas, maka
dilakukan Run-test terhadap persamaan tersebut.
2. Uji Multikolinieritas
Multikolinieritas mengacu pada kondisi dimana terdapat korelasi linier
diantara variabel bebas sebuah model. Jika dalam suatu model terdapat
multikolinieritas, maka akan terlihat dari nilai R2 yang tinggi dan lebih banyak
variabel bebas yang signifikan atau bahkan tidak ada satupun. Salah satu cara
untuk memperbaiki adanya multikolinieritas pada suatu model adalah dengan
mengeluarkan salah satu variabel bebas yang saling berkorelasi dari model.
3. Uji Heteroskedastisitas
Suatu asumsi kritis dari model regresi linier klasik adalah bahwa gangguan
ui semuanya mempunyai varians yang sama. Jika asumsi ini tidak dipenuhi,
model mempunyai gejala heteroskedastisitas. Dalam metode OLS, pengujian
masalah heteroskedastisitas pada model dapat dilakukan dengan menggunakan uji
White Heteroskedastisitas Test, yaitu jika nilai probabilitas Obs*R-squared lebih
besar dari taraf signifikansi yang dipakai maka model yang digunakan mengalami
masalah heteroskedastisitas.
4. Uji Normalitas Error Term
Uji normalitas merupakan uji pada data variabel-variabel yang digunakan
dalam model untuk mengetahui apakah gangguan (disturbance) pada model ui
terdistribusi normal. Pengujian normalitas dapat dilakukan dengan menggunakan
uji Normalitas Jarque-Bera, dimana bila nilai probabilitasnya lebih kecil dari
tingkat signifikansi (taraf nyata) yang digunakan maka gangguan (disturbance)
pada model tidak tersebut terdistribusi tidak normal.
IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN
4.1. Keadaan Umum Wilayah Penelitian
Kabupaten Bogor dulunya menjadi satu dengan Kotamadya Bogor. Pada
tahun 1975 pemerintah pusat menginstruksikan agar Kabupaten Bogor memiliki
pusat pemerintahan sendiri. Pada tahun 1982 melalui peraturan pemerintah pusat
No. 6 Tahun 1982 menyetujui usulan DPRD tingkat II mengenai Kecamatan
Cibinong dijadikan Ibukota Kabupaten Bogor.
4.1.1. Geografi dan Pemerintahan
Kabupaten Bogor merupakan salah satu wilayah yang berbatasan langsung
dengan ibukota Republik Indonesia dan secara geografis mempunyai luas sekitar
2.301,95 Km2 dan terletak antara 6.190–6.470 lintang selatan dan 10601’–1070103’
bujur timur.
Wilayah ini berbatasan dengan :
Sebelah Utara : Kota Depok
Sebelah Barat : Kabupaten Lebak
Sebelah Barat Daya : Kabupaten Tangerang
Sebelah Timur : Kabupaten Purwakarta
Sebelah Timur Laut : Kabupaten Bekasi
Sebelah Selatan : Kabupaten Sukabumi
Sebelah Tenggara : Kabupaten Cianjur
Pada tahun 2004 Kabupaten Bogor mempunyai 40 Kecamatan, 426
desa/kelurahan, 3.160 RW, 12.170 RT dan 862.919 rumah tangga. Dari jumlah
tersebut mayoritas mempunyai ketinggian sekitar kurang dari 500 meter terhadap
permukaan laut, yakni 232 desa, sedang di antara 500–700 meter ada 144 desa dan
sisanya 49 desa sekitar lebih dari 500 meter dari permukaan laut. Hampir sebagian
besar desa pada Kabupaten Bogor sudah terklasifikasi sebagai desa Swakarya
yakni 235 desa, lainnya 191 desa merupakan desa Swasembada dan tidak ada desa
Swadaya.
Berdasarkan klasifikasi daerah tersebut, yang dilihat dari aspek potensi
lapangan usaha, kepadatan penduduk dan sosial terdapat kategori desa perkotaan
sebanyak 199 desa dan desa pedesaan sebanyak 227 desa.
4.1.2 Penduduk dan Ketenagakerjaan
Salah satu aset pembangunan yang paling dominan dipunyai di banyak
negara berkembang pada umumnya jumlah penduduk dan angkatan kerja yang
demikian besar jumlahnya. Hasil registrasi penduduk akhir tahun 2004 tercatat
bahwa penduduk Kabupaten Bogor yaitu 3.438.055 jiwa dan jumlah ini
merupakan yang paling besar diantara kabupaten/kota di Jawa Barat. Dari jumlah
tersebut penduduk laki–laki berjumlah 1.742.653 jiwa dan perempuan 1.695.402
jiwa dengan rasio jenis kelamin 103. Data berikut menyajikan jumlah penduduk
yang bekerja pada masing – masing sektor di Kabupaten Bogor.
Tabel 4.1. Penduduk Berumur 10 Tahun Keatas Yang Bekerja pada Lapangan Usaha di Kabupaten Bogor Tahun 2001 – 2004 (jiwa)
Jumlah Pekerja Tahun No Lapangan
Usaha 2001 2002 2003 2004 1 Pertanian 377.410 342.492 241.818 261.880
2 Pertambangan dan Galian
19.102 13.166 13.214 9.726
3 Industri 252.670 286.949 275.618 290.410
4 Listrik, Gas dan Air Minum
1.420 3.538 8.367 5.354
5 Konstruksi 70.268 79.828 63.659 84.238
6 Perdagangan 259.634 307.608 346.414 320.228
7 Komunikasi 88.568 120.180 100.914 117.776
8 Keuangan 23.934 24.769 24.458 12.252
9 Jasa – Jasa 190.992 172.134 188.994 188.182
10 Lainnya 0 849 3.040 0
Jumlah 1.283.992 1.251.513 1.266.496 1.290.046
Sumber : Survei Sosial Ekonomi 2001 – 2004 (Kabupaten Bogor Dalam Angka (2001 – 2004)
Berdasarkan tabel di atas sektor perdagangan dalam dua tahun terakhir
yaitu tahun 2003 dan 2004 menjadi sektor yang paling banyak menyerap tenaga
kerja dibanding dengan sektor lain. Pada tahun 2001 dan 2002 sektor pertanian
merupakan sektor yang paling banyak menyerap tenaga kerja. Hal ini menandakan
bahwa sektor perdagangan merupakan sektor terpenting dalam penyerapan tenaga
kerja di Kabupaten Bogor pada tahun–tahun yang akan datang.
Besarnya jumlah penduduk yang akan membawa implikasi tertentu,
utamanya terhadap persebaran dan densitasnya (kepadatan penduduk). Pada tahun
2004 kecamatan yang mempunyai kepadatan penduduk yang berkisar di atas
2.000 jiwa/km2 sebanyak 16 kecamatan yakni : Cubungbulang, Ciampea,
Dramaga, Ciomas, Taman Sari, Ciawi, Cisarua, Megamendung, Sukaraja, Gunung
Putri, Cibinong, Bojong Gede, Tajur Halang, Kemang, Parung, dan Ciseeng.
Salah satu upaya dalam mengurangi tingginya densitas penduduk dan
tingkat persebaran telah dilakukan pemerintah Kabupaten Bogor melalui program
transmigrasi, baik itu transmigrasi umum, PIR, dan Non PIR. Tahun 2004 telah
diberangkatkan kira–kira 63 Kepala Keluarga (kira–kira 201 jiwa).
Dari segi struktur penduduk, Kabupaten Bogor mempunyai struktur
penduduk umur muda, hal ini akan membawa akibat semakin besarnya jumlah
angkatan kerja.
Partisipasi angkatan kerja merupakan perbandingan antara Jumlah
Angkatan Kerja dengan penduduk berumur 10 tahun lebih. Tahun 2004 Tingkat
Partisipasi Kerja (TPAK) Kabupaten Bogor untuk laki–laki 75,2 persen,
perempuan 27,15 persen dan secara total 51,68 persen. Jumlah penduduk yang
bekerja sebanyak 993,938 orang untuk laki–laki, 296.108 orang untuk perempuan
dan 1.290.046 orang untuk total Kabupaten Bogor. Sedangkan jumlah
pengangguran sebanyak 138.926 untuk laki–laki dan 96.100 orang untuk
perempuan dari 235.026 untuk total Kabupaten Bogor.
4.1.3. Sosial
Selama berlangsung kegiatan pembangunan telah ditekankan bahwa titik
beratnya pada bidang ekonomi, walaupun pembangunan bidang sosial tetap
berlangsung. Telah disadari bahwa peningkatan sumberdaya manusia menjadi
sangat perlu guna peningkatan kualitas manusia menghadapi tantangan kehidupan
di masa yang akan datang. Tersedianya sarana dan prasarana pendidikan di
Kabupaten Bogor merupakan salah satu wujud nyata dalam bidang pendidikan.
Tahun 2004 SD Negeri sebanyak 1.558 sekolah, SD Swasta sebanyak 75 sekolah
dengan jumlah guru sekitar 11.388 orang. SMTP Negeri sebanyak 60 sekolah dan
SMTP Swasta 356 sekolah dengan jumlah guru sebanyak 6.845 orang. SMTA
Negeri sebanyak 27 sekolah dan SMTA Swasta sebanyak 223 sekolah dengan
jumlah guru sebanyak 4.887 orang. Peningkatan derajat kesehatan masyarakat
dapat diupayakan dengan tersedianya fasilitas kesehatan yang terjangkau jarak
dan biaya bagi kebanyakan penduduk. Pada tahun 2004 di Kabupaten Bogor telah
tersedia 3 rumah sakit pemerintah, 1 rumah sakit khusus, dan 4 rumah sakit
swasta. Sedangkan jumlah puskesmas sebanyak 101 puskesmas, 63 puskesmas
pembantu dan 23 puskesmas keliling. Jumlah dokter sebanyak 548 dokter umum,
130 dokter gigi dan 92 dokter spesialis.
Usaha membina kesejahteraan keluarga melalui perencanaan kelahiran
merupakan upaya dari program keluarga berencana (KB). Pencapainya telah
dibentuk klinik–klinik KB untuk pelayanan masyarakat. Banyaknya klinik KB
tahun 2003 sebanyak 183 klinik. Pencapaian target akseptor KB baru tahun 2004
di Kabupaten Bogor mencapai 95,48 persen untuk non MJP dan 4,52 persen untuk
MJP (IUD, MOP, MOW, DAN IMPL). Sedangkan tingkat prevalensi
(perbandingan antara PA dan PUS) rata–rata sekitar 71,41 persen.
Penyediaan tempat ibadah bagi kalangan umat beragama merupakan salah
satu media komunikasi antara hamba-Nya dengan Sang Pencipta, dalam
meningkatkan derajat keimanan seseorang. Tahun 2004 terdapat sebanyak 2.762
mesjid, 817 mushola, 29 gereja, dan 15 vihara/pura.
Tahun 2004 di Kabupaten Bogor terdapat jumlah penduduk yang
beragama Islam sebanyak 3.201.606, Kristen Khatolik sebanyak 30.228, Kristen
Protestan 21.576, Hindu 12.427, dan Budha 21.322 orang.
4.1.4. Industri
Industri digolongkan menjadi industri besar, sedang, dan kecil dilihat dari
jumlah tenaga kerja yang dipekerjakan. Apabila tenaga kerja di atas 99 orang
dikatakan masuk klasifikasi industri besar, antara 20-99 orang masuk industri
sedang, industri kecil 15-19 orang tenaga kerja. Jumlah industri terbanyak di
Kabupaten Bogor adalah industri tekstil, pakaian jadi, dan kulit sebanyak 123,
diikuti industri barang-barang dari industri kimia sebanyak 85 dan industri logam
sebanyak 84.
Tingkat pertumbuhan sektor industri selama kurun waktu 1983-1995
menunjukkan peningkatan dengan rata-rata 12,32 persen. Kecenderungan
peningkatan yang cukup pesat terjadi pada industri tanpa migas, sehingga
proyeksi kontribusi pada tahun 2004 dan 2009 masing-masing sebesar 48,36
persen dan 52,12 persen.
Potensi industri di Kabupaten Bogor selalu mengalami peningkatan baik
dari jumlah unit usaha, jumlah tenaga kerja, nilai investasi dan kapasitas produksi,
seperti terlihat pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2. Data Potensi Industri di Kabupaten Bogor Tahun 2003
No
Seksi
Jumlah Unit
Usaha
Jumlah Tenaga Kerja
Nilai Investasi (Juta Rp)
Kapasitas Produksi
(Sat.Produk) INDUSTRI MENENGAH & BESAR 489 33.152 1.907.729.314 629.878.400
1 Industri Logam 87 5.276 362.704.013 8.117.437 2 Industri Mesin 24 1.330 118.981.040 187.417.656 3 Industri Alat Angkut 31 6.579 69.455.308 26.313.509 4 Industri Elektronik 9 2.030 8.171.670 771.449 5 Tekstil dan Produk Tekstil 59 10.229 115.611.400 3.343.092 6 Kulit dan Produk Kulit 9 1.600 8.885.250 29.684 7 Aneka 2 260 2.470.000 300.585 8 Kimia 97 1.688 674.294.875 8.818.448 9 Agro 75 2.148 329.527.014 340.500.310
10 Hasil Hutan 96 2.012 217.628.744 4.266.230 INDUSTRI KECIL 1.574 16.165 2.320.122.538 42.185.594
1 Industri Logam 136 1.625 3.528.542 6.808.241 2 Industri Mesin 55 883 2.642.560 182.733 3 Industri Alat Angkut 19 224 1.084.452 508.339 4 Industri Elektronik 2 19 114.000 1.820 5 Tekstil dan Produk Tekstil 331 7.742 13.060.900 1.357.300 6 Kulit dan Produk Kulit 131 3.158 5.365.210 1.124.608 7 Aneka 17 172 661.070 857.438 8 Kimia 169 461 1.068.135.299 27.462.418 9 Agro 550 1.480 1.072.188.084 3.082.299
10 Hasil Hutan 164 401 153.342.419 800.396 Jumlah 2.062 49.317 4.227.851.852 672.063.992
Sumber: Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Bogor, 2003
4.2. Perekonomian Kabupaten Bogor
4.2.1. Laju Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bogor disajikan dalam bentuk PDRB.
Pertumbuhan ekonomi yang meningkat menunjukkan bahwa PDRB Kabupaten
Bogor mempunyai PDRB yang besar. Laju pertumbuhan ekonomi menunjukkan
bahwa adanya perubahan pertumbuhan ekonomi dari waktu ke waktu.
Laju pertumbuhan ekonomi dari sektor perdagangan sebelum Otonomi Daerah
menunjukkan adanya peningkatan dari tahun ke tahun. Namun pada tahu 1997
ketika terjadi krisis moneter menyebabkan semua sektor–sektor pertanian
mengalami pertumbuhan ekonomi yang negatif termasuk juga sektor
perdagangan. Kemudian setelah terjadi Otonomi Daerah yang dimulai tahun 2001
berangsur–angsur pertumbuhan ekonomi mulai membaik. Setiap daerah diberikan
kekuasaan untuk mengatur daerahnya masing–masing sesuai dengan potensi
daerah yang ada di daerah tersebut. Pada tahun 2004 yang mengalami
pertumbuhan ekonomi yang paling besar adalah sektor pertambangan dan
penggalian (13,26 persen) dan paling kecil adalah sektor pertanian (0,42).
Tabel 4.3. Laju Perumbuhan Ekonomi Kabupaten Bogor tahun 1990–2004 (persen)
Tahun
Pertanian Pertamban
gan dan Penggalian
Industri Pengolahan
Listrik, Gas dan
Air Minum
Bangun an
Perdagangan
Pengang kutan dan Komunika
si
Keuang An
Jasa - jasa
1990 7,44 6,78 15,60 10,86 6,63 7,80 2,08 2,55 7,69 1991 4,13 5,60 12,82 22,67 8,24 8,91 10,64 -0,65 5,05 1992 8,90 6,57 7,16 14,51 8,47 9,13 5,51 4,24 5,84 1993 - - - - - - - - - 1994 2,81 -7,04 17,02 10,10 9,53 11,50 6,91 8,39 4,10 1995 2,43 -7,84 14,69 7,91 7,35 9,32 4,94 6,23 3,72 1996 7,42 6,41 13,97 5,58 8,28 10,87 14,96 19,12 7,97 1997 -12,75 2,95 7,78 10,97 4,29 3,20 6,89 10,48 4,60 1998 -21,91 -20,33 -13,93 9,15 -46,65 -21,01 -18,83 -28,67 -2,08 1999 4,69 -5,14 1,38 4,37 -2,41 1,31 0,94 5,19 0,65 2000 - - - - - - - - - 2001 2,86 0,09 4,15 4,12 4,46 3,49 5,10 3,86 5,04 2002 0,02 1,61 4,98 4,86 5,22 4,38 5,62 5,22 5,01 2003 1,88 8,22 5,36 5,11 5,81 5,00 6,46 5,68 5,49 2004 0,42 13,26 6,28 5,92 6,68 5,83 7,34 6,08 6,34
Sumber : BPS Kabupaten Bogor Tahun 1990 – 2004.
4.2.2. Struktur Ekonomi
Pada tabel 7 di bawah ini, terlihat jelas bahwa pada masa sebelum
Otonomi Daerah, sektor perdagangan merupakan sektor kedua yang paling besar
sumbangannya setelah sektor industri pengolahan terhadap PDRB Kabupaten
Bogor. Dan pada masa Otonomi Daerah juga sektor perdagangan merupakan
sektor kedua terbesar penyumbang terhadap PDRB Kabupaten Bogor. Dari sini
terlihat jelas bahwa sektor perdagangan juga mempunyai peranan yang cukup
penting dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Bogor. Oleh
sebab itu, struktur perekonomian Kabupaten Bogor dari tahun 1990 sampai tahun
2004 didominasi oleh sektor industri pengolahan. Kemudian sektor perdagangan
dan seterusnya. Pada tahun 2004 struktur ekonomi Kabupaten Bogor didominasi
oleh sektor industri pengolahan (61,02 persen), kemudian sektor perdagangan
(15,42 persen). Dan yang paling kecil adalah sektor pertambangan dan
penggalian.
Tabel 4.4. Distribusi Persentase PDRB Kabupaten Bogor Tahun 1990–2004 (persen)
Tahun Pertanian Pertamba
ngan dan Penggali
an
Industri Pengolahan
Listrik, Gas dan
Air Minum
Bangunan
Perdagangan
Pengangkutan dan
Komunikasi
Keuangan
Jasa – jasa
1990 16,23 0,72 29,45 2,31 9,93 24,09 5,61 0,18 5,45 1991 15,49 0,69 30,46 2,60 9,85 24,05 5,69 0,16 5,25 1992 15,63 0,69 30,23 2,76 9,90 24,31 5,56 0,15 5,14 1993 12,42 8,43 38,40 2,89 8,09 14,96 4,17 3,43 7,21 1994 11,62 7,13 40,87 2,90 8,06 15,17 4,05 3,38 6,82 1995 10,95 6,05 43,15 2,88 7,97 15,27 3,92 3,31 6,51 1996 13,14 1,27 48,77 2,89 8,04 12,53 3,88 3,46 6,02 1997 11,01 1,25 50,48 3,08 8,05 12,42 3,98 3,67 6,05 1998 10,44 1,21 52,80 4,09 5,22 11,92 3,93 3,18 7,20 1999 10,76 1,13 52,67 4,20 5,01 11,89 3,90 3,29 7,13 2000 7,74 1,75 59,85 3,78 3,22 15,43 2,67 1,76 3,80 2001 7,66 1,69 59,97 3,79 3,23 15,36 2,70 1,76 3,83 2002 7,33 1,59 60,29 3,80 3,26 15,36 2,73 1,77 3,86 2003 6,86 1,64 60,58 3,81 3,29 15,38 2,77 179 3,88 2004 6,53 1,35 61,02 3,83 3,32 15,42 2,82 1,80 3,91
Sumber : BPS Kabupaten Bogor Tahun 1990 – 2004
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Analisis Efisiensi Lokasi
Tingkat efisiensi lokasi dari aktivitas ekonomi secara spasial, terutama
pada industri manufaktur merupakan keunggulan relatif suatu komoditi di suatu
daerah dibandingkan daerah lain. Pada industri manufaktur, efisiensi lokasi
ditentukan oleh akses terhadap input, biaya transportasi, akses pasar serta
eksternalitas dari konsentrasi spasial yang berkaitan dengan penghematan lokasi
dan penghematan urbanisasi.
Efisiensi lokasi ini diukur dengan indikator nilai tambah sektor industri
manufaktur dan ditunjukkan oleh nilai Location Quetient (LQ), Location Indeks
(LI), dan Specialization Indeks (SI). Nilai kuosien lokasi tinggi belum tentu
efisien dan oleh karena itu digunakan ukuran tingkat spesialisasi.
Industri manufaktur di Kabupaten Bogor sangat berperan penting dalam
penyerapan tenaga kerja. Hal ini dapat dilihat dari tabel 5.1, tenaga kerja
kecamatan tertinggi yang bekerja di sektor industri pengolahan tahun 1999 adalah
Cileungsi (27,03 persen), Citeureup (21,33 persen), Cibinong (19,28 persen) dan
Gunung Putri (16,90 persen). Tenaga kerja lebih terkonsentrasi di empat
kecamatan tersebut. Pada tahun 2004, kontribusi tenaga kerja di 4 kecamatan
tersebut cenderung menurun kecuali Gunung Putri (17,52 persen), dimana
Cileungsi (26,84 persen), Citeureup (18,17 persen), Cibinong (17,64 persen).
Tabel 5.1. Banyaknya Tenaga Kerja Kecamatan yang Bekerja di Sektor Industri Manufaktur (persen)
1999 2004
No. Kecamatan Persen Kecamatan Persen 1. Nanggung 0.54 Nanggung 0.49 2. Leuwiliang 0.15 Leuwiliang 0.75 3. Cibungbulang 0.05 Cibungbulang 0.05 4. Ciampea 0.76 Ciampea 0.66 5. Dramaga 0.41 Dramaga 0.24 6. Ciomas 0.20 Ciomas 0.37 7. Cijeruk 0.06 Tamansari 0.01 8. Caringin 0.19 Cijeruk 0.05 9. Ciawi 3.77 Caringin 0.41 10. Cisarua 0.56 Ciawi 2.61 11. Sukaraja 4.51 Cisarua 0.89 12. Babakan Madang 0.46 Sukaraja 4.78 13. Sukamakmur 0.47 Babakan Madang 0.47 14. Cariu 0.03 Cariu 0.03 15. Jonggol 0.10 Jonggol 0.43 16. Cileungsi 27.03 Cileungsi 26.84 17. Gunung Putri 16.90 Klapanunggal 3.78 18. Citeureup 21.33 Gunung Putri 17.52 19. Cibinong 19.28 Citeureup 18.17 20. Bojonggede 0.57 Cibinong 17.64 21. Kemang 0.66 Bojonggede 0.06 22. Parung 0.58 Kemang 0.52 23. Gunung Sindur 0.59 Rancabungur 0.08 24. Rumpin 0.19 Parung 0.64 25. Cigudeg 0.44 Gunung Sindur 1.76 26. Jasinga 0.04 Rumpin 0.09 27. Parung Panjang 0.15 Cigudeg 0.49 28. Jasinga 0.03 29. Parung Panjang 0.12 30. Kab. Bogor 100 Kab. Bogor 100
Sumber : BPS Kabupaten Bogor tahun 1999 dan 2004 (diolah).
Pada tahun 1999 (sebelum otonomi), Kecamatan Klapanunggal dan
Rancabungur belum mempunyai industri manufaktur, terlihat dari tidak adanya
tenaga kerja yang bekerja yang bekerja di sektor industri manufaktur di kedua
daerah tersebut. Namun pada tahun 2004 (sesudah otonomi), beberapa industri
telah berdiri di Kecamatan Klapanunggal dan Rancabungur, terlihat dari
banyaknya tenaga kerja yang bekerja di sektor industri manufaktur yaitu sebesar
3,78 persen dan 0,08 persen dari total tenaga kerja Kabupaten Bogor yang bekerja
di sektor industri manufaktur.
Tabel 5.2. Banyaknya Tenaga Kerja Kecamatan yang Diserap Subsektor Industri Manufaktur (persen)
1999 2004
No. Kode ISIC Subsektor persen Subsektor Persen
1. 3.1 Industri makanan, minuman, dan tembakau
5,47 Industri makanan, minuman, dan tembakau
6,07
2. 3.2 Industri tekstil, pakaian jadi, kulit dan alas kaki
41,64 Industri tekstil, pakaian jadi, kulit dan alas kaki
41,54
3. 3.3 Industri kayu, bambu, rotan dan furniture
5,50 Industri kayu, bambu, rotan dan furniture
5,19
4. 3.4 Industri kertas dan barang dari kertas, percetakan dan penerbitan
3,89 Industri kertas dan barang dari kertas, percetakan dan penerbitan
2,85
5. 3.5 Industri kimia, barang dari kimia, karet plastik dan pengil. Minyak
12,65 Industri kimia, barang dari kimia, karet plastik dan pengil. Minyak
18,17
6. 3.6 Industri semen dan barang bukan logam
10,28 Industri semen dan barang bukan logam
9,28
7. 3.7 Industri logam dasar 0,41 Industri logam dasar 0,51 8. 3.8 Industri barang dari logam 12,12 Industri barang dari
logam 10,19
9. 3.9 Industri lainnya 8,04 Industri lainnya 6,21 Jumlah 100 Jumlah 100 Sumber : BPS Kabupaten Bogor tahun 1999 dan 2005 (diolah).
Tabel 5.2. memperlihatkan banyaknya tenaga kerja yang diserap oleh tiap
Subsektor Industri Manufaktur di Kabupaten Bogor. Pada tahun 1999 (sebelum
otonomi daerah) tenaga kerja yang paling besar diserap oleh Industri Manufaktur
adalah subsektor Industri tekstil, pakaian jadi, kulit dan alas kaki (41,64 persen),
subsektor Industri kimia, barang dari kimia, karet plastik dan pengilangan minyak
(12,65 persen), dan subsektor barang dari logam (12,12 persen). Ketiga subsektor
tersebut memiliki kontribusi yang besar dalam penyerapan tenaga kerja di
Kabupaten Bogor. Pada tahun 2004 (setelah otonomi) terjadi peningkatan dan
penurunan di beberapa subsektor Industri Manufaktur di Kabupaten Bogor. Hal
ini menunjukkan bahwa semakin besar tenaga kerja yang diserap oleh beberapa
subsektor Industri Manufaktur dan terjadi penurunan diakibatkan oleh beberapa
subsektor industri adalah padat modal sehingga semakin berkembang industri
tersebut maka semakin banyak mesin yang digunakan dan semakin rendah tenaga
kerja yang dipakai. Subsektor yang memiliki kontribusi tertinggi tahun 2004
adalah subsektor industri tekstil, pakaian jadi, kulit dan alas kaki (41,54 persen),
industri kimia, barang dari kimia, karet plastik dan pengilangan minyak (18,17
persen) dan subsektor barang dari logam (10,19 persen). Ketiga subsektor yang
memiliki persentase tertinggi pada tahun 1999 sama dengan tahun 2004, yang
berarti ketiga subsektor tersebut berperan dalam perekonomian Kabupaten Bogor
dan merupakan sektor andalan.
5.1.1. Analisis Location Quetient (LQ) Industri Manufaktur Kabupaten Bogor
Salah satu pendekatan yang digunakan dalam menganalisis efisiensi lokasi
industri di suatu wilayah atau konsentrasi spasial adalah dengan Location Quetient
(LQ). LQ atau Keofisien Lokasi ini mengukur konsentrasi sesuatu kegiatan atau
industri di suatu daerah dengan jalan membandingkan peranannya dalam
perekonomian daerah itu dengan peranan kegiatan industri yang sama dalam
perekonomian nasional. Keofisien Lokasi ini menunjukkan besarnya rasio relatif
pendapatan atau indikator lainnya (tenaga kerja, nilai tambah, penduduk, dan lain-
lain) dalam suatu industri terhadap wilayah lain.
Analisis LQ merupakan suatu ukuran untuk menentukan sektor unggulan
(basis) yang akan diprioritaskan dalam pembangunan daerah pada periode
selanjutnya atau sarana untuk memperjelas pengertian kita mengenai struktur
daerah yang bersangkutan. Analisis LQ ini menggunakan indikator nilai tambah
dan tenaga kerja.
Tabel 5.3. Nilai Location Quetient (LQ) Industri Manufaktur tahun 1990-2004
Tahun Nilai Tambah Industri Manufaktur (Rp) Nilai LQ 1990 16.603.890.000 0.02 1991 835.729.090.000 0.80 1992 953.528.000.000 0.82 1993 1.861.364.360.000 1.16 1994 2.297.896.180.000 1.22 1995 2.839.135.760.000 1.63 1996 3.435.181.210.000 1.65 1997 3.954.306.990.000 2.56 1998 5.357.857.000.000 1.74 1999 5.074.364.740.000 2.86 2000 10.908.861.310.000 2.63 2001 11.953.264.340.000 2.68 2002 13.416.102.260.000 2.65 2003 15.143.268.430.000 2.77 2004 17.363.188.620.000 2.64
Sumber : BPS Kabupaten Bogor 1990-2004 (diolah).
Dari tabel nilai Location Quetient (LQ) Industri Manufaktur tahun 1990-
2004 terlihat bahwa secara umum terjadi peningkatan nilai LQ yang diakibatkan
terjadi peningkatan nilai tambah Industri Manufaktur di Kabupaten Bogor. Nilai
tertinggi terjadi pada tahun 1999 sebesar 2,89. Dari data tersebut terlihat bahwa
setelah krisis (tahun 1999-2004) terjadi peningkatan nilai tambah industri
manufaktur yang cukup signifikan.
Subsektor Industri Manufaktur di Kabupaten Bogor yang memiliki LQ
lebih dari satu yang diukur dari jumlah tenaga kerja pada tiap kecamatan di
Kabupaten Bogor maka dikelompokkan sebagai sektor unggulan atau sektor basis
industri manufaktur (dapat dilihat pada lampiran 8 dan lampiran 9).
Dari tabel 5.4 diketahui tahun 1999 kecamatan yang memiliki jumlah
subsektor industri terbanyak secara berurutan adalah Cileungsi yaitu enam
subsektor basis yaitu subsektor Industri Kayu dan Sejenisnya (3.3), Subsektor
Industri Kertas, Percetakan dan Penerbitan (3.4), Subsektor Industri Barang
Galian Non Logam, Kecuali Minyak Bumi dan Batu Bara (3.6), Subsektor
Industri Logam Dasar (3.7), Subsektor Barang dari Logam, Mesin dan Peralatan
(3.8), dan Subsektor Industri Pengolahan lainnya (3.9). Diikuti Caringin, Babakan
Madang, Gunung Putri dan Cibinong dengan 4 subsektor basis.
Banyaknya nilai LQ di Kecamatan-Kecamatan tersebut disebabkan lokasi
industri tersebut berada di daerah yang sangat efisien dan daerah tersebut memang
dikembangkan sebagai daerah pembangunan industri karena mempunyai akses
yang strategis serta dekat dengan DKI Jakarta. Cileungsi, Gunung Putri, dan
Jonggol berada di wilayah pembangunan timur. Cibinong dan Parung di wilayah
pembangunan tengah. Di setiap wilayah pembangunan ada Kecamatan yang
memiliki subsektor basis yang berarti di setiap wilayah pembangunan
dikembangkan industri manufaktur untuk menyerap tenaga kerja dan diharapkan
menjadi pusat pertumbuhan bagi wilayah pembangunan tersebut.
Tabel 5.4. Jumlah LQ Industri Manufaktur Per Kecamatan di Kabupaten Bogor Tahun 1999 dan 2004
1999 2004 No
Kecamatan Subsektor ∑ Kecamatan Subsektor ∑1. Nanggung 3.1 1 Nanggung 3.1 1 2. Leuwiliang 3.1,3.3,3.6 3 Leuwiliang 3.1,3.6 2 3. Cibungbulang 3.2 1 Cibungbulang 3.2 1 4. Ciampea 3.13.9 2 Ciampea 3.1,3.9 2 5. Dramaga 3.1,3.2 2 Dramaga 3.1,3.2 2 6. Ciomas 3.2 1 Ciomas 3.1,3.2 2 7. Cijeruk 3.1 1 Tamansari 3.2 1 8. Caringin 3.1,3.2,3.5,3.9 4 Cijeruk 3.1 1 9. Ciawi 3.1,3.5,3.9 3 Caringin 3.2,3.9 2 10. Cisarua 3.1 1 Ciawi 3.1,3.5,3.9 3 11. Sukaraja 3.2,3.4 2 Cisarua 3.1 1 12. Babakan
Madang 3.3,3.4,3.5,3.8 4
Sukaraja 3.2,3.4 2
13. Sukamakmur 3.5 1 Babakan Madang 3.3,3.4,3.5,3.8 4 14. Cariu 3.6 1 Cariu 3.6 1 15. Jonggol 3.1,3.6 2 Jonggol 3.1,3.5,3.6 3
16. Cileungsi
3.3,3.4,3.6,3.7,3.8,3.9
6 Cileungsi
3.3,3.4,3.5,3.8,3.9 5
17. Gunung Putri 3.5,3.6,3.7,3.8 4 Klapanunggal 3.3,3.4,3.6,3.7 4 18. Citeureup 3.2,3.5,3.6 3 Gunung Putri 3.2,3.4,3.6,3.7,3.9 5 19. Cibinong 3.1,3.2,3.3,3.8 4 Citeureup 3.2,3.5,3.6,3.9 4 20. Bojonggede 3.2,3.3 2 Cibinong 3.1,3.2,3.3,3.7 4 21. Kemang 3.5,3.9 2 Bojonggede 3.1,3.8 2 22. Parung 3.1,3.2 2 Kemang 3.1,3.2,3.9 3 23. Gunung Sindur 3.1,3.2,3.3 3 Rancabungur 3.5 1 24. Rumpin 3.6 1 Parung 3.2 1 25. Cigudeg 3.1,3.6 2 Gunung Sindur 3.2,3.3 2 26. Jasinga 3.1 1 Rumpin 3.6 1 27. Parung Panjang 3.5,3.8 2 Cigudeg 3.5,3.6 2 28. Jasinga 3.1 1 29. Parung Panjang 3.5 1
Sumber : BPS Kabupaten Bogor tahun 1999 dan 2003 (diolah).
Pada tahun 2004, Kecamatan yang memiliki nilai LQ lebih dari satu yang
terbanyak adalah Kecamatan Cileungsi dan Gunung Putri dengan 5 subsektor
basis, diikuti Klapanunggal, Babakan Madang, Citeureup dan Cibinong dengan 4
subsektor basis. Cileungsi, Babakan Madang, Citeureup dan Cibinong merupakan
wilayah yang efisien bagi pengembangan Industri Manufaktur di Kabupaten
Bogor karen mempunyai jumlah LQ yang tinggi baik tahun 1999 dan 2004. Ini
menandakan lokasi industri yang berada di wilayah tersebut sangat efisien
sehingga wilayah tersebut memiliki pangsa yang lebih besar dalam penciptaan
kesempatan kerja dan peningkatan nilai tambah sektor industri.
5.1.2. Analisis Localization Indeks (LI) Industri Manufaktur di Kabupaten Bogor
Localization Indeks (LI) digunakan untuk mengetahui penyebaran sektor
perekonomian suatu wilayah. Analisis ini juga dapat digunakan untuk
memperkirakan faktor lokasi yang menyebabkan pemusatan atau penyebaran
suatu sektor. Penggunaan nilai LI dapat juga digunakan untuk menganalisis
pemusatan dan ketimpangan dalam perekonomian lokal.
Identifikasi nilai LI pada masing-masing subsektor dapat memperkirakan
lokasi yang potensial untuk kegiatan industri manufaktur tertentu dan orientasi
kegiatannya untuk tumbuh dan berkembang, serta faktor lokasi yang berpengaruh
terhadap pertumbuhan dan perkembangannya pada lokasi tertentu. Tingkat lokasi
ini dapat diukur dengan nilai LI menjauhi satu maka berarti lokasi kegiatan
menyebar. Semakin besar nilai LI berarti kegiatan subsektor basis makin
terkonsentrasi (beraglomerasi). Nilai LI untuk masing-masing subsektor pada
setiap Kecamatan dapat dilihat pada lampiran 12 dan lampiran 13.
Tabel 5.5. Nilai LI Industri Manufaktur Kabupaten Bogor Tahun 1999 dan 2004
1999 2004 No
Kecamatan Nilai LI Kecamatan Nilai LI 1. Nanggung 0.0928 Nanggung 0.07662. Leuwiliang 0.0061 Leuwiliang 0.04593. Cibungbulang 0.0007 Cibungbulang 0.00074. Ciampea 0.0366 Ciampea 0.04115. Dramaga 0.0109 Dramaga 0.00986. Ciomas 0.0028 Ciomas 0.02667. Cijeruk 0.0066 Tamansari 0.00028. Caringin 0.0064 Cijeruk 0.00549. Ciawi 0.1711 Caringin 0.007110. Cisarua 0.0973 Ciawi 0.151911. Sukaraja 0.2898 Cisarua 0.137112. Babakan Madang 0.0188 Sukaraja 0.112013. Sukamakmur 0.0321 Babakan Madang 0.028014. Cariu 0.0026 Cariu 0.002915. Jonggol 0.0133 Jonggol 0.020916. Cileungsi 0.8781 Cileungsi 0.841017. Gunung Putri 0.6087 Klapanunggal 0.425418. Citeureup 0.2545 Gunung Putri 0.345219. Cibinong 0.2351 Citeureup 0.193520. Bojonggede 0.0190 Cibinong 0.233721. Kemang 0.0263 Bojonggede 0.006322. Parung 0.0106 Kemang 0.016523. Gunung Sindur 0.0224 Rancabungur 0.003724. Rumpin 0.0162 Parung 0.008425. Cigudeg 0.0339 Gunung Sindur 0.021626. Jasinga 0.0062 Rumpin 0.008827. Parung Panjang 0.0092 Cigudeg 0.033228. Jasinga 0.005129. Parung Panjang 0.0037
Sumber : BPS Kabupaten Bogor 1999 dan 2004 (diolah).
Berdasarkan nilai LI tahun 1999, kecamatan yang memiliki nilai LI
tertinggi adalah kecamatan Cileungsi dengan nilai LI sebesar 0,8781 dimana
terdapat 100 industri manufaktur di wilayah tersebut, sehingga dapat diketahui
bahwa industri di daerah Cileungsi cenderung memusat. Diikuti Kecamatan
Gunung Putri dengan nilai LI sebesar 0,6087 sehingga dapat dikatakan bahwa
industri di Kecamatan Gunung Putri cenderung memusat, terutama industri yang
paling dominan adalah industri kimia & barang dari bahan kimia, minyak bumi,
batubara karet, dan plastik sebanyak 33 industri dan industri barang dari logam,
mesin dan peralatannya sebanyak 27 industri. Pada tahun 2004, nilai LI di
masing-masing kecamatan mengalami fluktuasi yang memiliki arti berbeda.
Kecamatan yang memiliki nilai LI tertinggi yaitu kecamatan Cileungsi dengan
nilai LI sebesar 0,8781 dan kecamatan Klapanunggal dengan nilai LI sebesar
0,4254. Pada tahun 1999 di Kecamatan Klapanunggal belum terdapat industri
manufaktur, tapi pada tahun 2004 terdapat 30 industri dengan jumlah tenaga kerja
6.280 tenaga kerja dan dapat diketahui bahwa industri di Kecamatan
Klapanunggal cenderung memusat. Sedangkan kecamatan yang memiliki nilai LI
terkecil adalah Kecamatan Taman Sari (0,0002) diikuti Kecamatan Cibungbulang
sebesar 0,0007 sehingga industri di daerah tersebut cenderung menyebar.
5.1.3. Analisis Specilization Indeks (SI) Industri Manufaktur Kabupaten Bogor
Analisis specialization indeks merupakan alat analisis yang bertujuan
untuk mengetahui ada atau tidaknya spesialisasi suatu subsektor industri
manufaktur di suatu wilayah dan memperoleh kejelasan tingkat spesialisasi suatu
subsektor industri manufaktur. Tingkat spesialisasi yang positif menunjukkan
keunggulan komparatif suatu daerah akan sektor tertentu. Semakin tinggi tingkat
spesialisasi maka semakin tinggi pula keunggulan komparatif daerah tersebut
dalam memproduksi sektor basis. Sebaliknya, nilai SI yang rendah menunjukkan
rendahnya keunggulan komparatif dari sektor basis.
Nilai SI pada tingkat kecamatan berasal dari penjumlahan tingkat
spesialisasi subsektor industri manufaktur yang positif dimana tingkat spesialisasi
yang bernilai positif memberikan suatu penilaian bahwa subsektor basis
berpotensi menjadi subsektor spesialisasi di kecamatan tertentu. Besarnya nilai SI
kecamatan terhadap subsektor-subsektor industri manufaktur tertentu sangat
dipengaruhi oleh keberadaan subsektor basis industri manufaktur yang dimiliki
oleh Kecamatan yang bersangkutan. Nilai SI suatu kecamatan akan tinggi apabila
subsektor basis industri manufaktur suatu kecamatan memiliki perbedaan proporsi
yang tinggi terhadap wilayah kabupaten dan jumlah subsektor basis industri
manufaktur turut menentukan besarnya nilai SI.
Berdasarkan tabel 5.6 yang berasal dari lampiran 10 dan lampiran 11, nilai
SI tahun 1999 yang tertinggi dimiliki oleh Kecamatan Nanggung, Cisarua, dan
Jasinga dengan nilai SI sebesar 0,9453. Ketiga kecamatan ini berspesialisasi pada
industri makanan, minuman dan tembakau. Hal ini menunjukkan implikasi dari
besarnya peranan sektor basis dalam perekonomian wilayah tersebut. Besarnya
nilai SI ketiga kecamatan tersebut disebabkan karena industri makanan, minuman
dan tembakau sangat berspesialisasi di daerah tersebut dan sangat basis, sehingga
memiliki nilai LQ yang lebih besar di antara kecamatan lain. Ini dapat dilihat dari
tabel 5.1, ketiga kecamatan tersebut hanya memiliki industri makanan, minuman
dan tembakau (3.1) saja yang dapat basis.
Tabel 5.6. Nilai SI Industri Manufaktur Per Kecamatan di Kabupaten Bogor Tahun 1999 dan 2004
1999 2004 No
Kecamatan Nilai SI Kecamatan Nilai SI1. Nanggung 0.9453 Nanggung 0.93932. Leuwiliang 0.7875 Leuwiliang 0.37083. Cibungbulang 0.5836 Cibungbulang 0.58464. Ciampea 0.3809 Ciampea 0.38875. Dramaga 0.5290 Dramaga 0.52396. Ciomas 0.5836 Ciomas 0.48327. Cijeruk 0.5905 Tamansari 0.58468. Caringin 0.3221 Cijeruk 0.62119. Ciawi 0.4386 Caringin 0.470210. Cisarua 0.9453 Ciawi 0.578411. Sukaraja 0.3377 Cisarua 0.939312. Babakan Madang 0.4159 Sukaraja 0.388213. Sukamakmur 0.8735 Babakan Madang 0.381314. Cariu 0.8972 Cariu 0.907215. Jonggol 0.8425 Jonggol 0.664916. Cileungsi 0.2264 Cileungsi 0.298717. Gunung Putri 0.1529 Klapanunggal 0.537618. Citeureup 0.1940 Gunung Putri 0.119719. Cibinong 0.2885 Citeureup 0.138420. Bojonggede 0.3740 Cibinong 0.311821. Kemang 0.4762 Bojonggede 0.837422. Parung 0.5055 Kemang 0.427323. Gunung Sindur 0.3577 Rancabungur 0.818324. Rumpin 0.8972 Parung 0.546025. Cigudeg 0.7945 Gunung Sindur 0.467326. Jasinga 0.9453 Rumpin 0.907227. Parung Panjang 0.7523 Cigudeg 0.676228. Jasinga 0.939329. Parung Panjang 0.5583Sumber : BPS Kabupaten Bogor 1999 dan 2004 (diolah).
Sedangkan Kecamatan Gunung Putri, Citeureup dan Cileungsi memiliki
nilai SI yang relatif rendah, yaitu sebesar 0.1529, 0.1940, dan 0,2264. Dapat
dikatakan bahwa di tiga kecamatan tersebut keunggulan komparatifnya sangat
rendah. Rendahnya nilai SI tersebut disebabkan di wilayah tersebut memiliki
banyak subsektor industri yang basis sehingga tingkat spesialisasinya menyebar.
Hal ini juga disebabkan subsektor basis yang dimiliki Kecamatan Gunung Putri,
Citeureup dan Cileungsi juga dimiliki oleh kecamatan lainnya.
Pada tahun 2004, nilai SI di beberapa kecamatan di Kabupaten Bogor
berfluktuatif. Seperti pada tahun 1999, kecamatan yang memiliki nilai SI tertinggi
juga ditempati oleh Kecamatan Nanggung, Cisarua dan Jasinga dengan nilai SI
sebesar 0,9393. Tetapi terjadi penurunan nilai SI pada tahun 2004 dibandingkan
tahun 1999. Hal ini menunjukkan tingkat spesialisasi di tiga kecamatan tersebut
makin rendah. Semakin kecilnya tingkat spesialisasi dapat dikarenakan subsektor
basis yang dimiliki oleh ketiga kecamatan tersebut juga dimiliki oleh kecamatan
lain. Sedangkan kecamatan yang memiliki nilai SI relatif rendah adalah Gunung
Putri dan Citeureup dengan nilai SI masing-masing 0,1197 dan 0,1384.
Kecilnya tingkat spesialisasi diakibatkan subsektor basis industri
manufaktur pada suatu kecamatan juga merupakan komoditi basis industri
manufaktur pada kecamatan lain. Hal ini menjelaskan bahwa setiap kecamatan
tidak ada yang berspesialisasi pada kegiatan industri manufaktur dan tidak ada
subsektor basis yang menjadi subsektor spesialis pada kecamatan.
5.2. Analisis Dampak Efisiensi Lokasi
Dalam menganalisis dampak dari berbagai faktor produksi terhadap
peningkatan produksi nilai tambah industri manufaktur, peubah tidak bebasnya
atau variabel dependennya adalah nilai tambah industri manufaktur sedangkan
peubah bebasnya atau variabel independennya adalah nilai LQ(efisiensi lokasi),
L(jumlah tenaga kerja industri manufaktur), JI(jumlah industri manufaktur),
NTIND(-1) (nilai tambah industri manufaktur tahun sebelumnya), D(Dummy
otonomi daerah). Adapun model yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
Y = β0(Lok)β1(L)β2(JI)β2(NTIND(-1))β3(D)
Jika model tersebut diubah menjadi model linier aditif, maka bentuknya akan
menjadi:
Log(Y) = Log β0 + β1Log(Lok) + β2Log(L) + β3Log(JI)+β4(NTIND(-1))+ β5D
Peubah bebas yang dianalisis di dalam penelitian ini adalah faktor-faktor
yang dapat mempengaruhi dan berperan secara langsung dalam peningkatan nilai
tambah sektor industri manufaktur di Kabupaten Bogor.
5.2.1. Analisis Hasil Estimasi Regresi
Metode Kuadrat Terkecil (OLS) sangat erat dengan konsep rataan sebagai
penduga nilai tengah. Rataan sebagai penduga nilai tengah memiliki kelemahan-
kelemahan, salah satunya adalah peka terhadap pencilan. Sehingga dengan adanya
data yang menjauh dari kumpulannya akan mempengaruhi Metode Kuadrat
Terkecil dalam melakukan pendugaan terhadap parameter-parameter dalam
analisa regresi.
5.2.1.1. Pengujian Statistik
Uji R2
Berdasarkan hasil estimasi regresi sederhana tabel 5.7 diperoleh nilai R2
sebesar 98,7 persen. Artinya, model mampu dijelaskan oleh nilai LQ, jumlah
tenaga kerja, jumlah industri, nilai tambah tahun sebelumnya dan dummy otonomi
daerah di dalam persamaan tersebut sebesar 98,7 persen sedangkan sisanya
dijelaskan oleh faktor lain di luar model. Faktor-faktor lain yang tidak dijelaskan
di dalam model terdiri dari jumlah modal, teknologi dan jumlah mesin, krisis
ekonomi, dan lain-lain.
Tabel 5.7. Hasil Estimasi Regresi Nilai Tambah Industri Manufaktur di Kabupaten Bogor
Dependent Variable: LNTIND Method: Least Squares Sample(adjusted): 1991 2004 Included observations: 14 after adjusting endpoints
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 21.29737 2.502740 8.509621 0.0000
LQ 0.641090 0.089011 7.202333 0.0001LJLTK 1.297965 0.271833 4.774866 0.0014
LJLIND(-1) -2.301341 0.478826 -4.806213 0.0013LNTIND(-1) 0.192099 0.051444 3.734148 0.0058
DUMMY 0.265870 0.156776 1.695860 0.1284R-squared 0.987333 Mean dependent var 29.16458Adjusted R-squared 0.979416 S.D. dependent var 1.001255S.E. of regression 0.143653 Akaike info criterion -0.745307Sum squared resid 0.165089 Schwarz criterion -0.471425Log likelihood 11.21715 F-statistic 124.7090Durbin-Watson stat 2.590351 Prob(F-statistic) 0.000000Sumber: BPS Kabupaten Bogor 1990-2004 (diolah).
Uji F-Statistik
Nilai F-Statistik pada hasil analisis regresi ini sebesar 124,70 dengan nilai
probabilitasnya sebesar 0,000. Maka persamaan tersebut lulus uji F-Statistik,
dimana nilai F-tabel pada taraf nyata 5 persen (F-tabel = 3,55) lebih kecil dari
pada nilai F-Statistiknya. Jadi dapat disimpulkan bahwa minimal ada salah satu
variabel (lokasi, tenaga kerja, jumlah industri, nilai tambah tahun sebelumnya atau
dummy politik) yang berpengaruh nyata terhadap output pada tingkat kepercayaan
5 persen.
Uji t-statistik
Pengujian terhadap masing-masing variabel bebas dilakukan dengan uji t-
statistik. Pengujian t-statistik dapat dilakukan dengan membandingkan nilai t-tabel
dengan nilai t-statistik pada masing-masing variabel bebas. Berdasarkan tabel 5.7
dapat dilihat bahwa nilai kuesien lokasi, jumlah tenaga kerja, jumlah industri dan
nilai tambah industri tahun sebelumnya berpengaruh nyata terhadap nilai output
karena mempunyai nilai t-statistik yang lebih besar atau lebih kecil dari nilai t-
tabel pada taraf nyata 5 persen (t-tabel = 2,093 atau t-tabel = -2,093). Begitupun
nilai probabilitas dari masing-masing variabel bebas menunjukkan nilai kuesien
lokasi, jumlah tenaga kerja dan dummy otonomi berpengaruh nyata karena nilai
probabilitasnya kurang dari taraf nyata 5 persen (0,05).
5.2.1.2. Pengujian Ekonometrika
Uji Autokorelasi
Masalah autokorelasi dapat dideteksi dengan melihat nilai Durbin Watson
Statistik. Dari tabel 5.7 nilai Durbin Watson adalah 3,03 dimana nilai tersebut
jatuh pada daerah tidak ada korelasi. Selain itu dapat juga dilakukan pengujian
dengan menggunakan pengujian Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test .
Dalam menggunakan lag, kita mencoba memasukkan angka lag yang
menghasilkan nilai akaike criteria yang paling kecil.
Hasil output komputer dengan memasukkan nilai lag 2 sebagai berikut:
Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:
F-statistic 1.335750 Probability 0.331261
Obs*R-squared 4.313095 Probability 0.115724
Sumber : lampiran 15
Bila Ho : tidak ada autokorelasi
H1 : ada autokorelasi
Dengan menggunakan taraf nyata 5 persen, maka terima H0 jika Obs*R-Squared
< X2df-2 atau probability (P-value) > α. Karena P-value = 0,115724 > 0,05 maka
terima H0, sehingga dengan tingkat keyakinan 95 persen maka tidak ada
autokorelasi.
Uji Multikolineritas
Multikolinieritas dapat dideteksi dengan melihat korelasi antar peubah
bebasnya (X). Untuk melihat adanya multikolinieritas dapat dilakukan dengan
melihat correlations matrix, maka akan diperoleh matrix seperti pada tabel 5.8.
Bila korelasi antar variabel kurang dari nilai mutlak 0,8 (rule of thumb 0,8) maka
dapat dikatakan antar variabel tidak terkena gejala multicolinearity. Dari tabel 5.8
dapat diketahui bahwa terjadi gejala multikolinieritas antara LQ dan nilai tambah
industri manufaktur. Tapi hal itu dapat diabaikan dengan menggunakan Uji Klien,
dimana tidak akan terjadi multikolinearitas selama nilai korelasi antar variabel
bebasnya lebih kecil dari nilai R-squared. Nilai R-squared pada tabel 5.7 adalah
0,98 sehingga dapat disimpulkan bahwa masalah multikolinieritas dapat
diabaikan.
Tabel 5.8. Uji Multikolinieritas Model LNTIND LQ LJLTK LJLIND DUMMY
LNTIND 1.000000 0.889518 0.718695 0.133260 0.538043
LQ 0.889518 1.000000 0.548979 -0.150088 0.573120
LJLTK 0.718695 0.548979 1.000000 0.638196 0.036613
LJLIND 0.133260 -0.150088 0.638196 1.000000 -0.441114
DUMMY 0.538043 0.573120 0.036613 -0.441114 1.000000
Sumber : lampiran 15
Uji Heteroskedastisitas
Pengujian masalah heteroskedastisitas dilakukan dengan menggunakan uji
White Heteroskedastisitas Test. Hasil uji tersebut menunjukkan bahwa persamaan
fungsi pada penelitian tidak terdapat gejala heteroskedastisitas, dilihat dari nilai
probabilitas Obs*R-squared sebesar 0,166 yang lebih tinggi dari tingkat
signifikansi sebesar 5 persen (0,05). Hasil pengujian gejala heteroskedastisitas
dapat dilihat dari tabel di bawah ini.
White Heteroskedasticity Test::
F-statistic 5.312501 Probability 0.061402
Obs*R-squared 12.91918 Probability 0.166298
Sumber : lampiran 15
Uji Normalitas
Pengujian normalitas data pada tiap variabel dapat dilihat dari pengujian
normalitas Jarque-Bera, dimana dihasilkan bahwa nilai probability (P-value)
Jarque-Bera yaitu 0,6526 sedangkan taraf nyatanya bernilai 0,05 (α = 5%),
sehingga nilai P-value = 0,6526 > 0,05 dapat disimpulkan bahwa dengan tingkat
keyakinan 95 persen maka gangguan (error term) terdistribusi normal (lampiran
15).
5.2.1.2. Interpretasi Peubah-Peubah Dalam Model
LogY = 21,297 + 0,64 LQ + 1,29 Log L – 2,30 Log JI(-1) + 0,19 Log NTIND(-1)
+ 0,26 D
Berdasarkan hasil regresi linier sederhana diatas dapat dijelaskan beberapa
keofisien yaitu : α = 21,297 artinya setiap adanya penambahan penggunaan tenaga
kerja, jumlah industri yang semakin berkurang tahun berikutnya, peningkatan nilai
tambah industri tahun sebelumnya sebesar nol (0) persen dan adanya otonomi
daerah maka akan menaikkan nilai tambah industri sebesar 21,297 persen.
A. Tingkat Efisiensi Lokasi dan Nilai Tambah Industri Manufaktur
Tingkat lokalisasi industri manufaktur diukur dari nilai LQ (location
Quetient) dimana menunjukkan tingkat efisiensi lokasi suatu industri manufaktur
sehingga industri di lokasi/wilayah tersebut dapat basis (mengekspor ke daerah
lain). Nilai LQ diukur dari membandingkan nilai tambah industri dan PDRB
Kabupaten Bogor dengan Provinsi Jawa Barat dari tahun 1990-2004, dimana
menurut Isard dalam Kartono (1986), kuesien lokalisasi dimaksudkan untuk
mengukur secara relatif konsentrasi lokasi industri tertentu dengan beberapa
indikator lain, misalnya populasi, tenaga kerja industri atau pendapatan (nilai
tambah).
Tingkat lokalisasi industri manufaktur di Kabupaten Bogor berpengaruh
positif terhadap nilai tambah industri manufaktur di Kabupaten Bogor. Dimana
jika terjadi peningkatan efisiensi lokasi (tingkat lokalisasi) sebesar 1 persen
(semakin efisien penempatan lokasi suatu industri) maka nilai tambah industri
manufaktur Kabupaten Bogor akan meningkat secara singnifikan sebesar 0,64
persen.
Semakin efisien suatu industri memilih lokasi, maka akan semakin
meningkatkan nilai tambahnya. Bila industri yang cenderung berorientasi terhadap
bahan baku, maka harus dapat memilih lokasi yang dekat dengan bahan baku,
demikian juga industri yang berorientasi terhadap pasar.
B. Jumlah Tenaga Kerja dan Nilai Tambah Industri Manufaktur
Jumlah tenaga kerja berpengaruh positif terhadap nilai tambah Industri
manufaktur. Tambahan penggunaan tenaga kerja akan meningkatkan output
industri sehingga nilai tambah yang dihasilkan akan meningkat. Peningkatan nilai
tambah akan meningkatkan penyerapan tenaga kerja dikarenakan nilai yang
diperoleh akan diinvestasikan kembali.
Dari hasil regresi pada tabel 5.7. dapat diketahui bahwa jika terjadi
penambahan tenaga kerja sebesar 1persen maka akan menyebabkan kenaikan nilai
tambah sektor industri sebesar 1,29 persen (increasing return to scale). Jumlah
tenaga kerja relatif mempunyai pengaruh yang besar terhadap nilai tambah sektor
industri.
Pada industri makanan, minuman dan tembakau serta industri tekstil,
pakaian jadi dan kulit, peranan tenaga kerja sangat besar. Tenaga kerja yang
dibutuhkan sangat banyak karena industri tersebut memiliki berbagai bidang
produksi yang spesifik sehingga membutuhkan tenaga kerja yang lebih banyak.
Peningkatan jumlah tenaga kerja sesuai dengan kebutuhan perusahaan akan
meningkatkan proses produksi, karena perusahaan akan lebih produktif , ceteris
paribus. Perusahaan yang lebih produktif akan meningkatkan surplus usaha
sehingga akan meningkatkan nilai tambah industri manufaktur.
C. Jumlah Industri dan Nilai Tambah Industri Manufaktur
Jumlah Industri Manufaktur di Kabupaten Bogor berpengaruh negatif
terhadap nilai tambah sektor Industri Manufaktur. Ini menunjukkan bahwa
semakin bertambah industri manufaktur di Kabupaten Bogor tidak akan efisien
karena akan semakin menurunkan nilai tambah Industri Manufaktur secara
keseluruhan di Kabupaten Bogor.
Dari hasil regresi pada tabel 5.7. dapat disimpulkan bahwa jika terjadi
peningkatan jumlah industri manufaktur sebesar 1 persen maka akan
mengakibatkan penurunan nilai tambah industri manufaktur di Kabupaten Bogor
sebesar 2,30 persen. Penurunan ini berpengaruh sangat signifikan terhadap nilai
tambah sektor industri manufaktur.
Penambahan industri manufaktur di Kabupaten Bogor akan
mengakibatkan industri baru semakin tidak efisien dan mengakibatkan nilai
tambah industri secara keseluruhan menurun. Perusahaan yang baru cenderung
belum mempunyai analisis biaya manfaat serta alur cash-flow yang tepat serta
belum mempunyai teknologi serta alat produksi yang efisien sehingga bila
perusahaan tersebut masuk ke dalam industri maka bahan baku yang terbatas akan
semakin terbagi. Yang dulunya dikuasai oleh satu perusahaan besar dan sangat
efisien dengan teknologi dan alat produksi canggih (economies of scale), kini
bahan baku baku yang terbatas harus terbagi merata. Output industri besar akan
semakin menurun serta output dari industri baru rendah karena keterbatasan
sumber daya produksi. Hal ini akan mengakibatkan nilai tambah Industri
Manufaktur Kabupaten Bogor semakin berkurang.
D. Nilai Tambah Industri Manufaktur Tahun Lalu dan Tahun Sekarang
Nilai tambah Industri manufaktur tahun lalu (tahun sebelumnya)
berpengaruh positif terhadap perolehan nilai tambah Industri Manufaktur tahun
berikutnya. Ini menunjukkan bahwa perolehan output suatu industri tahun
sebelumnya masih mempengaruhi perolehan output industri tersebut tahun
berikutnya. Perolehan output suatu industri tahun sebelumnya tidak akan terjadi
perubahan yang ekstrim pada tahun berikutnya karena industri tidak akan
mengubah komposisi input, teknologi, sumber daya, serta alat-alat produksi hanya
dalam waktu 1 tahun (ceteris paribus).
Dari hasil regresi dapat diketahui bahwa bila terjadi peningkatan ouput/
nilai tambah Industri Manufaktur di Kabupaten Bogor tahun lalu (1tahun sebelum
tahun ini), maka akan terjadi peningkatan perolehan nilai tambah Industri
Manufaktur di Kabupaten Bogor sebesar 0,19 persen dari peningkatan nilai
tambah tersebut pada tahun ini atau terjadi peningkatan sebesar 1,19 persen dari
tahun sebelumnya. Hal ini menunjukkan perolehan nilai tambah tahun
sebelumnya berpengaruh positif dan singnifikan terhadap perolehan nilai tambah
industri manufaktur di Kabupaten Bogor tahun berikutnya.
E. Otonomi Daerah dan Nilai Tambah Industri Manufaktur di Kabupaten Bogor
Otonomi Daerah yang terjadi di Kabupaten Bogor berlangsung sejak tahun
2001, dimana menurut UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan
UU No. 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat
dan Daerah, tiap daerah diberi kebebasan untuk mengurus rumah tangganya
sendiri sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pelaksanaan
otonomi daerah ditujukan bagi perwujudan otonomi daerah yang nyata, dinamis,
serasi dan bertanggung jawab. Pada hakekatnya penerapan prinsip ini ditujukan
untuk mengurangi ketergantungan pada pusat bagi pelaksanaan pembangunan
daerah.
Dari hasil regresi diketahui bahwa dengan adanya otonomi daerah, dimana
Kabupaten Bogor mengurus perekonomiannya sendiri, terjadi peningkatan nilai
tambah industri di Kabupaten Bogor sebesar 0,26 persen. Dengan adanya otonomi
daerah, seluruh sektor perekonomian akan dikaji lebih lagi agar dapat memberikan
hasil optimal, termasuk industri pengolahan dimana merupakan penyumbang
terbesar dalam perekonomian Kabupaten Bogor (dilihat dari PDRB Kabupaten
Bogor). Sejak otonomi daerah (2001) dapat dilihat (tabel 1.1) bahwa sektor
industri pengolahan mengalami peningkatan nilai tambah, sehingga otonomi
daerah sangat berpengaruh positif terhadap peningkatan nilai tambah sektor
Industri Manufaktur di Kabupaten Bogor.
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis konsentrasi spasial dan dampak efisiensi lokasi
industri terhadap nilai tambah Industri Manufaktur, maka kesimpulan yang
diperoleh adalah sebagai berikut:
1. Tahun 1999 dan 2004, Kecamatan Cileungsi memiliki nilai LI tertinggi,
sedangkan nilai SI tertinggi dimiliki oleh Kecamatan Nanggung, Cisarua
dan Jasinga. Kecamatan Cileungsi, Citeureup, Cibinong dan Gunung Putri
memiliki jumlah LQ lebih tinggi dibandingkan kecamatan lain sehingga
wilayah tersebut menikmati pangsa tenaga kerja yang lebih besar.
2. Efisiensi lokasi suatu industri berpengaruh positif dan signifikan terhadap
perolehan nilai tambah Industri Manufaktur, serta faktor-faktor lain seperti
jumlah tenaga kerja, nilai tambah industri tahun sebelumnya, dan dummy
otonomi daerah berpengaruh positif terhadap perolehan nilai tambah
industri. Tetapi jumlah industri berpengaruh negatif terhadap perolehan
nilai tambah industri di Kabupaten Bogor.
6.2. Saran
Berdasarkan hasil analisis, dapat disampaikan saran sebagai berikut:
1. Setiap pelaku industri harus benar-benar mempertimbangkan penentuan
lokasi industri yang efisien karena penentuan lokasi yang efisien sangat
berpengaruh signifikan terhadap perolehan output industri tersebut.
2. Pemerintah Kabupaten Bogor harus dapat mengatur pertumbuhan industri
di Kabupaten Bogor, karena semakin banyak industri akan semakin
mengurangi nilai tambah Industri Manufaktur secara keseluruhan di
Kabupaten Bogor. Sehingga diharapkan industri yang sudah berdiri benar-
benar dibina dan dilindungi baik melalui investasi, pemberian fasilitas dan
infrastruktur yang memadai, serta perlindungan hukum terhadap industri
manufaktur melalui perda atau ketetapan daerah sehingga industri yang
sudah ada dapat lebih produktif dan semakin meningkatkan nilai
tambahnya.
3. Dalam mengembangkan sektor industri manufaktur di Kabupaten Bogor
perlu dikembangkan strategi industri berbasis Cluster (pengelompokan
suatu kegiatan sejenis dalam lingkup wilayah tertentu) yang berdasarkan
pertimbangan lokalisasi industri sehingga terjadinya aglomerasi dalam
mengembangkan keunggulan kompetitif Kabupaten Bogor dalam
menghadapi persaingan.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik. 1999. Statistika Indonesia 1999. Jakarta. Indonesia.
Badan Pusat Statistik. 2002. Statistika Indonesia 2002. Jakarta. Indonesia.
Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor 2004. Pendapatan Domestik Regional
Bruto Kabupaten Bogor 1990-2004. Bogor Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor 2004. Pendapatan Domestik Regional
Bruto Jawa Barat 1990-2004. Bogor Damaryanti, A.2000. Peran Sektor Agroindustri dalam Perekonomian Kabupaten
Bogor Menghadapi Otonomi Daerah[skripsi]. Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. IPB
Djojodipuro, M. 1992. Teori Lokasi. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI.
Jakarta Fahrizan, F. 2005. Peran Agroindustri dalam Penyerapan Tenaga Kerja dan
Peningkatan Pendapatan Masyarakat Kota Bogor [skripsi]. Departemen Ilmu Ekonomi. Fakultas Ekonomi Manajemen. IPB.
Basri, F. 8 Februari 2006. ”Pertumbuhan Ekonomi di Tahun 2006”. Kompas: 26. Glasson, J. 1977. Pengantar Perencanaan Regional. Terjemahan Lembaga
Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta Gujarati, D. 1978. Ekonometrika Dasar. Zain dan Sumarno [penerjemah].
Erlangga. Jakarta. Hamzah, L.M. 1997. Pergerakan Faktor Produksi dan Aglomerasi Industri.
(tesis). Program Studi Ekonomi Perencanaan Pembangunan. Fakultas Pasca Sarjana. Universitas Indonesia. Jakarta
Hartarto, Adi. 2002. Potensi Sektor-sektor Ekonomi untuk Menunjang
Pembangunan Wilayah Kabupaten Bogor (Analisis Input-Output) [skripsi]. Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian, IPB. Bogor.
Hoover, E. M. 1977. Pengantar Ekonomi Regional. Lembaga Penerbit Fakultas
Ekonomi. Universitas Indonesia. Jakarta.
Huda, M. 1993. Etos Kerja, Kebijaksanaan Pembinaan dan Perkembangan Industri Kecil [Tesis]. Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Irawan dan M. Suparmoko.1992. Ekonomika Pembangunan. BPFE. Yogyakarta Jaya, W. K. 1993. Pengantar Ekonomi Industri. BPFE. Yogyakarta. Jhingan, M.L. 2002. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan. Raya Grafindo
Persada. Jakarta. Kartono, H. 1986. Dampak Lokasi Industri Manufakturing dalam Pembangunan
Wilayah [Tesis]. Sekolah Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Kolehmainen, J. 2002. ”Territorial Agglomeration as a Local Innovation
Evironment”. MIT Industrial Performance Center. Working Paper. Markusen, A. 1996. “Stickly Places in Slippery Space: A Typology Industrial
District”. Economic Geograpy 72 (3): 293. McCann, P. 2001. Urban and Regional Economics. Oxford University Press. Montgomery, M. R. 1988. “How Large is too Large? Implication of the City size
of Plants: Disentangling the sources of Co-location Externalities”. CORE Working Paper.
Richardson, H. W. 1977. Dasar-Dasar Ilmu Ekonomi Regional. Paul Sitohang
[penerjemah]. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi-Universitas Indonesia. Jakarta.
Saragih, B. Pengembangan Agribisnis dalam Pembangunan Ekonomi Abad 21
[Tesis]. Jurnal Ekonomi volume 7_2. Sukirno, S. 1985. Ekonomi Pembangunan. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi
UI. Jakarta. Sulistiawati, R. 1995. Analisis Lokasi dan Struktur Industri di Wilayah Botabek
[Tesis]. Sekolah Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Suryadi, D. 2005. Analisis Aglomerasi Industri Manufaktur di Kabupaten Bogor
[skripsi]. Departemen Ilmu Ekonomi. Fakultas Ekonomi Manajemen. Institut Pertanian Bogor.
Tarigan, R. 2004. Ekonomi Regional : Teori dan Aplikasi. Bumi Aksara Jakarta.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Klasifikasi Industri Manufaktur/Pengolahan menurut BPS.
A. Industri Manufaktur dikelompokkan ke dalam empat kelompok berdasarkan
banyaknya pekerja, yaitu:
a. Industri Besar adalah perusahaan yang mempunyai pekerja 100 orang
atau lebih
b. Industri Menengah adalah perusahaan yang mempunyai pekerja 20-99
orang
c. Industri Kecil adalah perusahaan yang mempunyai pekerja 5-19 orang
d. Industri Rumah Tangga adalah usaha kerajinan rumah tangga yang
mempunyai pekerja antara 1-4 orang.
B. Klasifikasi Industri Manufaktur/Pengolahan berdasarkan ISIC 2 Dijit:
3.1 Subsektor Industri Makanan, Minuman dan Tembakau
3.2 Subsektor Industri Tekstil, Pakaian Jadi dan Kulit
3.3 Subsektor Industri Kayu dan Sejenisnya
3.4 Subsektor Industri Kertas, Percetakan dan Penerbitan
3.5 Subsektor Industri Kimia, Minyak Bumi, Karet dan Plastik
3.6 Subsektor Industri Barang Galian Non Logam, Kecuali Minyak Bumi
dan Batu Bara
3.7 Subsektor Industri Logam Dasar
3.8 Subsektor Barang dari Logam, Mesin dan Peralatan
3.9 Subsektor Industri Pengolahan Lainnya.
Lampiran 2. Banyaknya Tenaga Kerja Industri Besar dan Sedang Per Kecamatan Menurut Kelompok Industri di Kabupaten Bogor Tahun 2004
3.1 3.2 3.3 3.4 3.5 3.6 3.7 3.8 3.9 Jumlah Nanggung 822 0 0 0 0 0 0 0 0 822Leuwiliang 538 0 50 0 0 659 0 0 0 1247Leuwisadeng 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0Pamijahan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0Cibungbulang 0 82 0 0 0 0 0 0 0 82Ciampea 113 404 0 0 38 90 0 0 444 1089Tenjollaya 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0Dramaga 104 294 0 0 0 0 0 0 0 398Ciomas 300 289 0 0 25 0 0 0 0 614Tamansari 0 20 0 0 0 0 0 0 20Cijeruk 60 28 0 0 0 0 0 0 0 88Cigombong 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0Caringin 0 580 0 0 36 0 0 0 72 688Ciawi 546 113 203 0 2221 20 0 171 1055 4329Cisarua 1471 0 0 0 0 0 0 0 0 1471Megamendung 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0Sukaraja 68 6042 41 569 478 310 0 437 0 7945Babakan Madang 0 200 86 76 160 0 0 263 0 785Sukamakmur 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0Cariu 0 0 0 0 0 50 0 0 0 50Tanjungsari 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0Jonggol 120 0 0 0 513 73 0 0 0 706Cileungsi 831 9471 3145 1954 14825 1752 220 7575 4811 44584Klapanunggal 120 404 1509 783 687 2120 84 258 315 6280Gunung Putri 1025 12482 1130 1048 3901 3898 254 4535 829 29102Citeureup 1443 13811 453 0 6002 5097 111 1304 1966 30187Cibinong 2156 20586 1827 306 698 600 183 2261 679 29296Bojonggede 35 0 0 0 0 0 0 68 0 103Tajurhalang 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0Kemang 97 598 0 0 30 0 0 0 143 868Rancabungur 0 0 0 0 136 0 0 0 0 136Parung 41 1021 0 0 0 0 0 0 0 1062Ciseeng 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0Gunung Sindur 94 2570 169 0 55 43 0 0 0 2931Rumpin 0 0 0 0 0 150 0 0 0 150Cigudeg 40 0 0 0 220 550 0 0 0 810Sukajaya 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0Jasinga 55 0 0 0 0 0 0 0 0 55Tenjo 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0Parung Panjang 0 0 0 0 148 0 0 0 0 200Kab. Bogor 10079 68995 8613 4736 30173 15412 852 16924 10314 166098
Sumber: BPS,Kabupaten Bogor dalam Angka, 2004
Lampiran 3. Banyaknya Tenaga Kerja Industri Besar dan Sedang Per Kecamatan Menurut Kelompok Industri di Kabupaten Bogor Tahun 1999
3.1 3.2 3.3 3.4 3.5 3.6 3.7 3.8 3.9 Jumlah Nanggung 822 0 0 0 0 0 0 0 0 822Leuwiliang 64 0 63 0 0 106 0 0 0 233Pamijahan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0Cibungbulang 0 76 0 0 0 0 0 0 0 76Ciampea 78 436 0 0 30 98 0 0 523 1165Dramaga 89 536 0 0 0 0 0 0 0 625Ciomas 0 309 0 0 0 0 0 0 0 309Cijeruk 60 33 0 0 0 0 0 0 0 93Caringin 47 163 0 0 38 0 0 0 49 297Ciawi 561 1339 203 0 2221 20 0 171 1264 5779Cisarua 862 0 0 0 0 0 0 0 0 862Megamendung 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0Sukaraja 66 3545 49 1933 585 196 0 534 0 6908Babakan Madang 0 200 86 0 160 0 0 265 0 711Sukamakmur 0 0 0 0 713 0 0 0 0 713Cariu 0 0 0 0 0 46 0 0 0 46Jonggol 104 0 0 0 0 44 0 0 0 148Cileungsi 765 10771 4162 2585 3829 4810 205 7903 6362 41392Gunung Putri 983 8458 993 1000 4273 4180 358 4325 1308 25878Citeureup 1362 16229 615 76 5987 5210 70 1147 1966 32662Cibinong 2184 19515 1851 364 729 125 0 4078 679 29525Bojonggede 47 555 183 0 0 0 0 61 27 873Kemang 37 284 0 0 562 0 0 0 130 1013Parung 83 790 21 0 0 0 0 0 0 894Gunung Sindur 63 531 204 0 39 43 0 23 0 903Rumpin 0 0 0 0 0 284 0 0 0 284Cigudeg 40 0 0 0 32 595 0 0 0 667Jasinga 55 0 0 0 0 0 0 0 0 55Tenjo 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0Parung Panjang 0 0 0 0 183 0 0 52 0 235Kab. Bogor 8372 63770 8430 5958 19381 15748 633 18559 12308 153159
Sumber: BPS,Kabupaten Bogor dalam Angka, 1999
Lampiran 4. Persentase Tenaga Kerja Kecamatan yang bekerja di Sektor Industri Manufaktur di Kabupaten Bogor Tahun 2004
Kecamatan 3.1 3.2 3.3 3.4 3.5 3.6 3.7 3.8 3.9 Jumlah Nanggung 8.16 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.49Leuwiliang 5.34 0.00 0.58 0.00 0.00 4.28 0.00 0.00 0.00 0.75Leuwisadeng 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00Pamijahan 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00Cibungbulang 0.00 0.12 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.05Ciampea 1.12 0.59 0.00 0.00 0.13 0.58 0.00 0.00 4.30 0.66Tenjollaya 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00Dramaga 1.03 0.43 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.24Ciomas 2.98 0.42 0.00 0.00 0.08 0.00 0.00 0.00 0.00 0.37Tamansari 0.00 0.03 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.01Cijeruk 0.60 0.04 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.05Cigombong 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00Caringin 0.00 0.84 0.00 0.00 0.12 0.00 0.00 0.00 0.70 0.41Ciawi 5.42 0.16 2.36 0.00 7.36 0.13 0.00 1.01 10.23 2.61Cisarua 14.59 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.89Megamendung 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00Sukaraja 0.67 8.76 0.48 12.01 1.58 2.01 0.00 2.58 0.00 4.78Babakan Madang 0.00 0.29 1.00 1.60 0.53 0.00 0.00 1.55 0.00 0.47Sukamakmur 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00Cariu 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.32 0.00 0.00 0.00 0.03Tanjungsari 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00Jonggol 1.19 0.00 0.00 0.00 1.70 0.47 0.00 0.00 0.00 0.43Cileungsi 8.24 13.73 36.51 41.26 49.13 11.37 25.82 44.76 46.65 26.84Klapanunggal 1.19 0.59 17.52 16.53 2.28 13.76 9.86 1.52 3.05 3.78Gunung Putri 10.17 18.09 13.12 22.13 12.93 25.29 29.81 26.80 8.04 17.52Citeureup 14.32 20.02 5.26 0.00 19.89 33.07 13.03 7.71 19.06 18.17Cibinong 21.39 29.84 21.21 6.46 2.31 3.89 21.48 13.36 6.58 17.64Bojonggede 0.35 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.40 0.00 0.06Tajurhalang 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00Kemang 0.96 0.87 0.00 0.00 0.10 0.00 0.00 0.00 1.39 0.52Rancabungur 0.00 0.00 0.00 0.00 0.45 0.00 0.00 0.00 0.00 0.08Parung 0.41 1.48 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.64Ciseeng 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00Gunung Sindur 0.93 3.72 1.96 0.00 0.18 0.28 0.00 0.00 0.00 1.76Rumpin 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.97 0.00 0.00 0.00 0.09Cigudeg 0.40 0.00 0.00 0.00 0.73 3.57 0.00 0.00 0.00 0.49Sukajaya 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00Jasinga 0.55 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.03Tenjo 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00Parung Panjang 0.00 0.00 0.00 0.00 0.49 0.00 0.00 0.00 0.00 0.12Kab. Bogor 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100
Sumber: BPS,Kabupaten Bogor dalam Angka 2004 (diolah)
Lampiran 5. Persentase Tenaga Kerja Kecamatan yang bekerja di Sektor Industri Manufaktur di Kabupaten Bogor Tahun 1999
3.1 3.2 3.3 3.4 3.5 3.6 3.7 3.8 3.9 JumlahNanggung 9.82 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.54Leuwiliang 0.76 0.00 0.75 0.00 0.00 0.67 0.00 0.00 0.00 0.15Pamijahan 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00Cibungbulang 0.00 0.12 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.05Ciampea 0.93 0.68 0.00 0.00 0.15 0.62 0.00 0.00 4.25 0.76Dramaga 1.06 0.84 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.41Ciomas 0.00 0.48 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.20Cijeruk 0.72 0.05 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.06Caringin 0.56 0.26 0.00 0.00 0.20 0.00 0.00 0.00 0.40 0.19Ciawi 6.70 2.10 2.41 0.00 11.46 0.13 0.00 0.92 10.27 3.77Cisarua 10.30 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.56Megamendung 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00Sukaraja 0.79 5.56 0.58 32.44 3.02 1.24 0.00 2.88 0.00 4.51Babakan Madang 0.00 0.31 1.02 0.00 0.83 0.00 0.00 1.43 0.00 0.46Sukamakmur 0.00 0.00 0.00 0.00 3.68 0.00 0.00 0.00 0.00 0.47Cariu 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.29 0.00 0.00 0.00 0.03Jonggol 1.24 0.00 0.00 0.00 0.00 0.28 0.00 0.00 0.00 0.10Cileungsi 9.14 16.89 49.37 43.39 19.76 30.54 32.39 42.58 51.69 27.03Gunung Putri 11.74 13.26 11.78 16.78 22.05 26.54 56.56 23.30 10.63 16.90Citeureup 16.27 25.45 7.30 1.28 30.89 33.08 11.06 6.18 15.97 21.33Cibinong 26.09 30.60 21.96 6.11 3.76 0.79 0.00 21.97 5.52 19.28Bojonggede 0.56 0.87 2.17 0.00 0.00 0.00 0.00 0.33 0.22 0.57Kemang 0.44 0.45 0.00 0.00 2.90 0.00 0.00 0.00 1.06 0.66Parung 0.99 1.24 0.25 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.58Gunung Sindur 0.75 0.83 2.42 0.00 0.20 0.27 0.00 0.12 0.00 0.59Rumpin 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 1.80 0.00 0.00 0.00 0.19Cigudeg 0.48 0.00 0.00 0.00 0.17 3.78 0.00 0.00 0.00 0.44Jasinga 0.66 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.04Tenjo 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00Parung Panjang 0.00 0.00 0.00 0.00 0.94 0.00 0.00 0.28 0.00 0.15Kab. Bogor 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00
Sumber: BPS,Kabupaten Bogor dalam Angka 1999 (diolah)
Lampiran 6. Persentase Tenaga Kerja Subsektor Industri Manufaktur pada tiap Kecamatan di Kabupaten Bogor Tahun 2004
Kecamatan 3.1 3.2 3.3 3.4 3.5 3.6 3.7 3.8 3.9 jumlah Nanggung 100.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 100.00Leuwiliang 43.14 0.00 4.01 0.00 0.00 52.85 0.00 0.00 0.00 100.00Leuwisadeng Pamijahan Cibungbulang 0.00 100.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 100.00Ciampea 10.38 37.10 0.00 0.00 3.49 8.26 0.00 0.00 40.77 100.00Tenjollaya Dramaga 26.13 73.87 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 100.00Ciomas 48.86 47.07 0.00 0.00 4.07 0.00 0.00 0.00 0.00 100.00Tamansari 0.00 100.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 100.00Cijeruk 68.18 31.82 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 100.00Cigombong Caringin 0.00 84.30 0.00 0.00 5.23 0.00 0.00 0.00 10.47 100.00Ciawi 12.61 2.61 4.69 0.00 51.31 0.46 0.00 3.95 24.37 100.00Cisarua 100.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 100.00Megamendung Sukaraja 0.86 76.05 0.52 7.16 6.02 3.90 0.00 5.50 0.00 100.00Babakan Madang 0.00 25.48 10.96 9.68 20.38 0.00 0.00 33.50 0.00 100.00Sukamakmur Cariu 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 100.00 0.00 0.00 0.00 100.00Tanjungsari Jonggol 17.00 0.00 0.00 0.00 72.66 10.34 0.00 0.00 0.00 100.00Cileungsi 1.86 21.24 7.05 4.38 33.25 3.93 0.49 16.99 10.79 100.00Klapanunggal 1.91 6.43 24.03 12.47 10.94 33.76 1.34 4.11 5.02 100.00Gunung Putri 3.52 42.89 3.88 3.60 13.40 13.39 0.87 15.58 2.85 100.00Citeureup 4.78 45.75 1.50 0.00 19.88 16.88 0.37 4.32 6.51 100.00Cibinong 7.36 70.27 6.24 1.04 2.38 2.05 0.62 7.72 2.32 100.00Bojonggede 33.98 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 66.02 0.00 100.00Tajurhalang Kemang 11.18 68.89 0.00 0.00 3.46 0.00 0.00 0.00 16.47 100.00Rancabungur 0.00 0.00 0.00 0.00 100.00 0.00 0.00 0.00 0.00 100.00Parung 3.86 96.14 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 100.00Ciseeng Gunung Sindur 3.21 87.68 5.77 0.00 1.88 1.47 0.00 0.00 0.00 100.00Rumpin 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 100.00 0.00 0.00 0.00 100.00Cigudeg 4.94 0.00 0.00 0.00 27.16 67.90 0.00 0.00 0.00 100.00Sukajaya Jasinga 100.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 100.00Tenjo Parung Panjang 0.00 0.00 0.00 0.00 74.00 0.00 0.00 0.00 0.00 100.00Kab. Bogor 6.07 41.54 5.19 2.85 18.17 9.28 0.51 10.19 6.21 100.00
Sumber: BPS,Kabupaten Bogor dalam Angka 2004 (diolah)
Lampiran 7. Persentase Tenaga Kerja Subsektor Industri Manufaktur pada tiap Kecamatan di Kabupaten Bogor Tahun 1999
3.1 3.2 3.3 3.4 3.5 3.6 3.7 3.8 3.9 jumlah Nanggung 100.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 100.00Leuwiliang 27.47 0.00 27.04 0.00 0.00 45.49 0.00 0.00 0.00 100.00Pamijahan Cibungbulang 0.00 100.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 100.00Ciampea 6.70 37.42 0.00 0.00 2.58 8.41 0.00 0.00 44.89 100.00Dramaga 14.24 85.76 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 100.00Ciomas 0.00 100.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 100.00Cijeruk 64.52 35.48 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 100.00Caringin 15.82 54.88 0.00 0.00 12.79 0.00 0.00 0.00 16.50 100.00Ciawi 9.71 23.17 3.51 0.00 38.43 0.35 0.00 2.96 21.87 100.00Cisarua 100.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 100.00Megamendung Sukaraja 0.96 51.32 0.71 27.98 8.47 2.84 0.00 7.73 0.00 100.00Babakan Madang 0.00 28.13 12.10 0.00 22.50 0.00 0.00 37.27 0.00 100.00Sukamakmur 0.00 0.00 0.00 0.00 100.00 0.00 0.00 0.00 0.00 100.00Cariu 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 100.00 0.00 0.00 0.00 100.00Jonggol 70.27 0.00 0.00 0.00 0.00 29.73 0.00 0.00 0.00 100.00Cileungsi 1.85 26.02 10.06 6.25 9.25 11.62 0.50 19.09 15.37 100.00Gunung Putri 3.80 32.68 3.84 3.86 16.51 16.15 1.38 16.71 5.05 100.00Citeureup 4.17 49.69 1.88 0.23 18.33 15.95 0.21 3.51 6.02 100.00Cibinong 7.40 66.10 6.27 1.23 2.47 0.42 0.00 13.81 2.30 100.00Bojonggede 5.38 63.57 20.96 0.00 0.00 0.00 0.00 6.99 3.09 100.00Kemang 3.65 28.04 0.00 0.00 55.48 0.00 0.00 0.00 12.83 100.00Parung 9.28 88.37 2.35 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 100.00Gunung Sindur 6.98 58.80 22.59 0.00 4.32 4.76 0.00 2.55 0.00 100.00Rumpin 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 100.00 0.00 0.00 0.00 100.00Cigudeg 6.00 0.00 0.00 0.00 4.80 89.21 0.00 0.00 0.00 100.00Jasinga 100.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 100.00Tenjo ParungPanjang 0.00 0.00 0.00 0.00 77.87 0.00 0.00 22.13 0.00 100.00Kab. Bogor 5.47 41.64 5.50 3.89 12.65 10.28 0.41 12.12 8.04 100.00
Sumber: BPS,Kabupaten Bogor dalam Angka 1999 (diolah)
Lampiran 8. Nilai Location Quetient (LQ) Industri Manufaktur di Kabupaten Bogor Tahun 2004
3.1 3.2 3.3 3.4 3.5 3.6 3.7 3.8 3.9Nanggung 16.48 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00Leuwiliang 7.11 0.00 0.77 0.00 0.00 5.70 0.00 0.00 0.00Leuwisadeng Pamijahan Cibungbulang 0.00 2.41 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00Ciampea 1.71 0.89 0.00 0.00 0.19 0.89 0.00 0.00 6.57Tenjollaya Dramaga 4.31 1.78 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00Ciomas 8.05 1.13 0.00 0.00 0.22 0.00 0.00 0.00 0.00Tamansari 0.00 2.41 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00Cijeruk 11.24 0.77 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00Cigombong Caringin 0.00 2.03 0.00 0.00 0.29 0.00 0.00 0.00 1.69Ciawi 2.08 0.06 0.90 0.00 2.82 0.05 0.00 0.39 3.92Cisarua 16.48 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00Megamendung Sukaraja 0.14 1.83 0.10 2.51 0.33 0.42 0.00 0.54 0.00Babakan Madang 0.00 0.61 2.11 3.40 1.12 0.00 0.00 3.29 0.00Sukamakmur Cariu 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 10.78 0.00 0.00 0.00Tanjungsari Jonggol 2.80 0.00 0.00 0.00 4.00 1.11 0.00 0.00 0.00Cileungsi 0.31 0.51 1.36 1.54 1.83 0.42 0.96 1.67 1.74Klapanunggal 0.31 0.15 4.63 4.37 0.60 3.64 2.61 0.40 0.81Gunung Putri 0.58 1.03 0.75 1.26 0.74 1.44 1.70 1.53 0.46Citeureup 0.79 1.10 0.29 0.00 1.09 1.82 0.72 0.42 1.05Cibinong 1.21 1.69 1.20 0.37 0.13 0.22 1.22 0.76 0.37Bojonggede 5.60 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 6.48 0.00Tajurhalang Kemang 1.84 1.66 0.00 0.00 0.19 0.00 0.00 0.00 2.65Rancabungur 0.00 0.00 0.00 0.00 5.50 0.00 0.00 0.00 0.00Parung 0.64 2.31 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00Ciseeng Gunung Sindur 0.53 2.11 1.11 0.00 0.10 0.16 0.00 0.00 0.00Rumpin 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 10.78 0.00 0.00 0.00Cigudeg 0.81 0.00 0.00 0.00 1.50 7.32 0.00 0.00 0.00Sukajaya Jasinga 16.48 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00Tenjo Parung Panjang 0.00 0.00 0.00 0.00 4.07 0.00 0.00 0.00 0.00
Sumber: BPS,Kabupaten Bogor dalam Angka 2004 (diolah)
Lampiran 9. Nilai Location Quetient (LQ) Industri Manufaktur di Kabupaten Bogor Tahun 1999
3.1 3.2 3.3 3.4 3.5 3.6 3.7 3.8 3.9Nanggung 18.29 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00Leuwiliang 5.03 0.00 4.91 0.00 0.00 4.42 0.00 0.00 0.00Pamijahan Cibungbulang 0.00 2.40 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00Ciampea 1.22 0.90 0.00 0.00 0.20 0.82 0.00 0.00 5.59Dramaga 2.61 2.06 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00Ciomas 0.00 2.40 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00Cijeruk 11.80 0.85 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00Caringin 2.90 1.32 0.00 0.00 1.01 0.00 0.00 0.00 2.05Ciawi 1.78 0.56 0.64 0.00 3.04 0.03 0.00 0.24 2.72Cisarua 18.29 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00Megamendung Sukaraja 0.17 1.23 0.13 7.19 0.67 0.28 0.00 0.64 0.00Babakan Madang 0.00 0.68 2.20 0.00 1.78 0.00 0.00 3.08 0.00Sukamakmur 0.00 0.00 0.00 0.00 7.90 0.00 0.00 0.00 0.00Cariu 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 9.73 0.00 0.00 0.00Jonggol 12.86 0.00 0.00 0.00 0.00 2.89 0.00 0.00 0.00Cileungsi 0.34 0.62 1.83 1.61 0.73 1.13 1.20 1.58 1.91Gunung Putri 0.69 0.78 0.70 0.99 1.30 1.57 3.35 1.38 0.63Citeureup 0.76 1.19 0.34 0.06 1.45 1.55 0.52 0.29 0.75Cibinong 1.35 1.59 1.14 0.32 0.20 0.04 0.00 1.14 0.29Bojonggede 0.98 1.53 3.81 0.00 0.00 0.00 0.00 0.58 0.38Kemang 0.67 0.67 0.00 0.00 4.38 0.00 0.00 0.00 1.60Parung 1.70 2.12 0.43 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00Gunung Sindur 1.28 1.41 4.10 0.00 0.34 0.46 0.00 0.21 0.00Rumpin 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 9.73 0.00 0.00 0.00Cigudeg 1.10 0.00 0.00 0.00 0.38 8.68 0.00 0.00 0.00Jasinga 18.29 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00Tenjo Parung Panjang 0.00 0.00 0.00 0.00 6.15 0.00 0.00 1.83 0.00
Sumber: BPS,Kabupaten Bogor dalam Angka 1999 (diolah)
Lampiran 10. Analisis Specialization Indeks Industri Manufaktur di Kabupaten Bogor Tahun 2004
Kecamatan 3.1 3.2 3.3 3.4 3.5 3.6 3.7 3.8 3.9Nilai SI
Nanggung 0.9393 -0.4154 -0.0519 -0.0285 -0.1817 -0.0928 -0.0051 -0.1019 -0.0621 0.9393Leuwiliang 0.3708 -0.4154 -0.0118 -0.0285 -0.1817 0.4357 -0.0051 -0.1019 -0.0621 0.3708Leuwisadeng Pamijahan Cibungbulang -0.0607 0.5846 -0.0519 -0.0285 -0.1817 -0.0928 -0.0051 -0.1019 -0.0621 0.5846Ciampea 0.0431 -0.0444 -0.0519 -0.0285 -0.1468 -0.0101 -0.0051 -0.1019 0.3456 0.3887Tenjollaya Dramaga 0.2006 0.3233 -0.0519 -0.0285 -0.1817 -0.0928 -0.0051 -0.1019 -0.0621 0.5239Ciomas 0.4279 0.0553 -0.0519 -0.0285 -0.1409 -0.0928 -0.0051 -0.1019 -0.0621 0.4832Tamansari -0.0607 0.5846 -0.0519 -0.0285 -0.1817 -0.0928 -0.0051 -0.1019 -0.0621 0.5846Cijeruk 0.6211 -0.0972 -0.0519 -0.0285 -0.1817 -0.0928 -0.0051 -0.1019 -0.0621 0.6211Cigombong Caringin -0.0607 0.4276 -0.0519 -0.0285 -0.1293 -0.0928 -0.0051 -0.1019 0.0426 0.4702Ciawi 0.0654 -0.3893 -0.0050 -0.0285 0.3314 -0.0882 -0.0051 -0.0624 0.1816 0.5784Cisarua 0.9393 -0.4154 -0.0519 -0.0285 -0.1817 -0.0928 -0.0051 -0.1019 -0.0621 0.9393Megamendung Sukaraja -0.0521 0.3451 -0.0467 0.0431 -0.1215 -0.0538 -0.0051 -0.0469 -0.0621 0.3882Babakan Madang -0.0607 -0.1606 0.0577 0.0683 0.0222 -0.0928 -0.0051 0.2331 -0.0621 0.3813Sukamakmur Cariu -0.0607 -0.4154 -0.0519 -0.0285 -0.1817 0.9072 -0.0051 -0.1019 -0.0621 0.9072Tanjungsari Jonggol 0.1093 -0.4154 -0.0519 -0.0285 0.5450 0.0106 -0.0051 -0.1019 -0.0621 0.6649Cileungsi -0.0420 -0.2030 0.0187 0.0153 0.1509 -0.0535 -0.0002 0.0680 0.0458 0.2987Klapanunggal -0.0416 -0.3511 0.1884 0.0962 -0.0723 0.2448 0.0082 -0.0608 -0.0119 0.5376Gunung Putri -0.0255 0.0135 -0.0130 0.0075 -0.0476 0.0412 0.0036 0.0539 -0.0336 0.1197Citeureup -0.0129 0.0421 -0.0368 -0.0285 0.0172 0.0761 -0.0015 -0.0587 0.0030 0.1384Cibinong 0.0129 0.2873 0.0105 -0.0181 -0.1578 -0.0723 0.0011 -0.0247 -0.0389 0.3118Bojonggede 0.2791 -0.4154 -0.0519 -0.0285 -0.1817 -0.0928 -0.0051 0.5583 -0.0621 0.8374Tajurhalang Kemang 0.0511 0.2736 -0.0519 -0.0285 -0.1471 -0.0928 -0.0051 -0.1019 0.1027 0.4273Rancabungur -0.0607 -0.4154 -0.0519 -0.0285 0.8183 -0.0928 -0.0051 -0.1019 -0.0621 0.8183Parung -0.0221 0.5460 -0.0519 -0.0285 -0.1817 -0.0928 -0.0051 -0.1019 -0.0621 0.5460Ciseeng Gunung Sindur -0.0286 0.4614 0.0058 -0.0285 -0.1629 -0.0781 -0.0051 -0.1019 -0.0621 0.4673Rumpin -0.0607 -0.4154 -0.0519 -0.0285 -0.1817 0.9072 -0.0051 -0.1019 -0.0621 0.9072Cigudeg -0.0113 -0.4154 -0.0519 -0.0285 0.0899 0.5862 -0.0051 -0.1019 -0.0621 0.6762Sukajaya Jasinga 0.9393 -0.4154 -0.0519 -0.0285 -0.1817 -0.0928 -0.0051 -0.1019 -0.0621 0.9393Tenjo Parung Panjang -0.0607 -0.4154 -0.0519 -0.0285 0.5583 -0.0928 -0.0051 -0.1019 -0.0621 0.5583
Sumber: BPS,Kabupaten Bogor dalam Angka 2004 (diolah)
Lampiran 11. Analisis Specialization Indeks Industri Manufaktur di Kabupaten Bogor Tahun 1999
3.1 3.2 3.3 3.4 3.5 3.6 3.7 3.8 3.9 Nanggung 0.9453 -0.4164 -0.0550 -0.0389 -0.1265 -0.1028 -0.0041 -0.1212 -0.0804 0.9453Leuwiliang 0.2200 -0.4164 0.2153 -0.0389 -0.1265 0.3521 -0.0041 -0.1212 -0.0804 0.7875Pamijahan Cibungbulang -0.0547 0.5836 -0.0550 -0.0389 -0.1265 -0.1028 -0.0041 -0.1212 -0.0804 0.5836Ciampea 0.0123 -0.0421 -0.0550 -0.0389 -0.1008 -0.0187 -0.0041 -0.1212 0.3686 0.3809Dramaga 0.0877 0.4412 -0.0550 -0.0389 -0.1265 -0.1028 -0.0041 -0.1212 -0.0804 0.5290Ciomas -0.0547 0.5836 -0.0550 -0.0389 -0.1265 -0.1028 -0.0041 -0.1212 -0.0804 0.5836Cijeruk 0.5905 -0.0615 -0.0550 -0.0389 -0.1265 -0.1028 -0.0041 -0.1212 -0.0804 0.5905Caringin 0.1036 0.1325 -0.0550 -0.0389 0.0014 -0.1028 -0.0041 -0.1212 0.0846 0.3221Ciawi 0.0424 -0.1847 -0.0199 -0.0389 0.2578 -0.0994 -0.0041 -0.0916 0.1384 0.4386Cisarua 0.9453 -0.4164 -0.0550 -0.0389 -0.1265 -0.1028 -0.0041 -0.1212 -0.0804 0.9453Megamendung Sukaraja -0.0451 0.0968 -0.0479 0.2409 -0.0419 -0.0744 -0.0041 -0.0439 -0.0804 0.3377Babakan Madang -0.0547 -0.1351 0.0659 -0.0389 0.0985 -0.1028 -0.0041 0.2515 -0.0804 0.4159Sukamakmur -0.0547 -0.4164 -0.0550 -0.0389 0.8735 -0.1028 -0.0041 -0.1212 -0.0804 0.8735Cariu -0.0547 -0.4164 -0.0550 -0.0389 -0.1265 0.8972 -0.0041 -0.1212 -0.0804 0.8972Jonggol 0.6480 -0.4164 -0.0550 -0.0389 -0.1265 0.1945 -0.0041 -0.1212 -0.0804 0.8425Cileungsi -0.0362 -0.1561 0.0455 0.0236 -0.0340 0.0134 0.0008 0.0698 0.0733 0.2264Gunung Putri -0.0167 -0.0895 -0.0167 -0.0003 0.0386 0.0587 0.0097 0.0460 -0.0298 0.1529Citeureup -0.0130 0.0805 -0.0362 -0.0366 0.0568 0.0567 -0.0020 -0.0861 -0.0202 0.1940Cibinong 0.0193 0.2446 0.0077 -0.0266 -0.1019 -0.0986 -0.0041 0.0169 -0.0574 0.2885Bojonggede -0.0008 0.2194 0.1546 -0.0389 -0.1265 -0.1028 -0.0041 -0.0513 -0.0494 0.3740Kemang -0.0181 -0.1360 -0.0550 -0.0389 0.4282 -0.1028 -0.0041 -0.1212 0.0480 0.4762Parung 0.0382 0.4673 -0.0316 -0.0389 -0.1265 -0.1028 -0.0041 -0.1212 -0.0804 0.5055Gunung Sindur 0.0151 0.1717 0.1709 -0.0389 -0.0834 -0.0552 -0.0041 -0.0957 -0.0804 0.3577Rumpin -0.0547 -0.4164 -0.0550 -0.0389 -0.1265 0.8972 -0.0041 -0.1212 -0.0804 0.8972Cigudeg 0.0053 -0.4164 -0.0550 -0.0389 -0.0786 0.7892 -0.0041 -0.1212 -0.0804 0.7945Jasinga 0.9453 -0.4164 -0.0550 -0.0389 -0.1265 -0.1028 -0.0041 -0.1212 -0.0804 0.9453Tenjo Parung Panjang -0.0547 -0.4164 -0.0550 -0.0389 0.6522 -0.1028 -0.0041 0.1001 -0.0804 0.7523
Sumber: BPS,Kabupaten Bogor dalam Angka 1999 (diolah)
Lampiran 12. Analisis Localization Indeks Industri Manufaktur di Kabupaten Bogor Tahun 2004
3.1 3.2 3.3 3.4 3.5 3.6 3.7 3.8 3.9 Nanggung 0.0766 -0.0049 -0.0049 -0.0049 -0.0049 -0.0049 -0.0049 -0.0049 -0.0049 0.0766Leuwiliang 0.0459 -0.0075 -0.0017 -0.0075 -0.0075 0.0353 -0.0075 -0.0075 -0.0075 0.0459Leuwisadeng 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 Pamijahan 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 Cibungbulang -0.0005 0.0007 -0.0005 -0.0005 -0.0005 -0.0005 -0.0005 -0.0005 -0.0005 0.0007Ciampea 0.0047 -0.0007 -0.0066 -0.0066 -0.0053 -0.0007 -0.0066 -0.0066 0.0365 0.0411Tenjollaya 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 Dramaga 0.0079 0.0019 -0.0024 -0.0024 -0.0024 -0.0024 -0.0024 -0.0024 -0.0024 0.0098Ciomas 0.0261 0.0005 -0.0037 -0.0037 -0.0029 -0.0037 -0.0037 -0.0037 -0.0037 0.0266Tamansari -0.0001 0.0002 -0.0001 -0.0001 -0.0001 -0.0001 -0.0001 -0.0001 -0.0001 0.0002Cijeruk 0.0054 -0.0001 -0.0005 -0.0005 -0.0005 -0.0005 -0.0005 -0.0005 -0.0005 0.0054Cigombong 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 Caringin -0.0041 0.0043 -0.0041 -0.0041 -0.0029 -0.0041 -0.0041 -0.0041 0.0028 0.0071Ciawi 0.0281 -0.0244 -0.0025 -0.0261 0.0475 -0.0248 -0.0261 -0.0160 0.0762 0.1519Cisarua 0.1371 -0.0089 -0.0089 -0.0089 -0.0089 -0.0089 -0.0089 -0.0089 -0.0089 0.1371Megamendung 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 Sukaraja -0.0411 0.0397 -0.0431 0.0723 -0.0320 -0.0277 -0.0478 -0.0220 -0.0478 0.1120Babakan Madang -0.0047 -0.0018 0.0053 0.0113 0.0006 -0.0047 -0.0047 0.0108 -0.0047 0.0280Sukamakmur 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 Cariu -0.0003 -0.0003 -0.0003 -0.0003 -0.0003 0.0029 -0.0003 -0.0003 -0.0003 0.0029Tanjungsari 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 Jonggol 0.0077 -0.0043 -0.0043 -0.0043 0.0128 0.0005 -0.0043 -0.0043 -0.0043 0.0209Cileungsi -0.1860 -0.1311 0.0967 0.1442 0.2229 -0.1547 -0.0102 0.1792 0.1980 0.8410Klapanunggal -0.0259 -0.0320 0.1374 0.1275 -0.0150 0.0997 0.0608 -0.0226 -0.0073 0.4254Gunung Putri -0.0735 0.0057 -0.0440 0.0461 -0.0459 0.0777 0.1229 0.0928 -0.0948 0.3452Citeureup -0.0386 0.0184 -0.1291 -0.1817 0.0172 0.1490 -0.0515 -0.1047 0.0089 0.1935Cibinong 0.0375 0.1220 0.0357 -0.1118 -0.1532 -0.1374 0.0384 -0.0428 -0.1105 0.2337Bojonggede 0.0029 -0.0006 -0.0006 -0.0006 -0.0006 -0.0006 -0.0006 0.0034 -0.0006 0.0063Tajurhalang 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 Kemang 0.0044 0.0034 -0.0052 -0.0052 -0.0042 -0.0052 -0.0052 -0.0052 0.0086 0.0165Rancabungur -0.0008 -0.0008 -0.0008 -0.0008 0.0037 -0.0008 -0.0008 -0.0008 -0.0008 0.0037Parung -0.0023 0.0084 -0.0064 -0.0064 -0.0064 -0.0064 -0.0064 -0.0064 -0.0064 0.0084Ciseeng 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 Gunung Sindur -0.0083 0.0196 0.0020 -0.0176 -0.0158 -0.0149 -0.0176 -0.0176 -0.0176 0.0216Rumpin -0.0009 -0.0009 -0.0009 -0.0009 -0.0009 0.0088 -0.0009 -0.0009 -0.0009 0.0088Cigudeg -0.0009 -0.0049 -0.0049 -0.0049 0.0024 0.0308 -0.0049 -0.0049 -0.0049 0.0332Sukajaya 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 Jasinga 0.0051 -0.0003 -0.0003 -0.0003 -0.0003 -0.0003 -0.0003 -0.0003 -0.0003 0.0051Tenjo 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 Parung Panjang -0.0012 -0.0012 -0.0012 -0.0012 0.0037 -0.0012 -0.0012 -0.0012 -0.0012 0.0037
Sumber: BPS,Kabupaten Bogor dalam Angka 2004 (diolah)
Lampiran 13. Analisis Localization Indeks Industri Manufaktur di Kabupaten Bogor Tahun 1999
3.1 3.2 3.3 3.4 3.5 3.6 3.7 3.8 3.9Nanggung 0.0928 -0.0054 -0.0054 -0.0054 -0.0054 -0.0054 -0.0054 -0.0054 -0.0054Leuwiliang 0.0061 -0.0015 0.0060 -0.0015 -0.0015 0.0052 -0.0015 -0.0015 -0.0015Pamijahan 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000Cibungbulang -0.0005 0.0007 -0.0005 -0.0005 -0.0005 -0.0005 -0.0005 -0.0005 -0.0005Ciampea 0.0017 -0.0008 -0.0076 -0.0076 -0.0061 -0.0014 -0.0076 -0.0076 0.0349Dramaga 0.0065 0.0043 -0.0041 -0.0041 -0.0041 -0.0041 -0.0041 -0.0041 -0.0041Ciomas -0.0020 0.0028 -0.0020 -0.0020 -0.0020 -0.0020 -0.0020 -0.0020 -0.0020Cijeruk 0.0066 -0.0001 -0.0006 -0.0006 -0.0006 -0.0006 -0.0006 -0.0006 -0.0006Caringin 0.0037 0.0006 -0.0019 -0.0019 0.0000 -0.0019 -0.0019 -0.0019 0.0020Ciawi 0.0293 -0.0167 -0.0137 -0.0377 0.0769 -0.0365 -0.0377 -0.0285 0.0650Cisarua 0.0973 -0.0056 -0.0056 -0.0056 -0.0056 -0.0056 -0.0056 -0.0056 -0.0056Megamendung 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000Sukaraja -0.0372 0.0105 -0.0393 0.2793 -0.0149 -0.0327 -0.0451 -0.0163 -0.0451Babakan Madang -0.0046 -0.0015 0.0056 -0.0046 0.0036 -0.0046 -0.0046 0.0096 -0.0046Sukamakmur -0.0047 -0.0047 -0.0047 -0.0047 0.0321 -0.0047 -0.0047 -0.0047 -0.0047Cariu -0.0003 -0.0003 -0.0003 -0.0003 -0.0003 0.0026 -0.0003 -0.0003 -0.0003Jonggol 0.0115 -0.0010 -0.0010 -0.0010 -0.0010 0.0018 -0.0010 -0.0010 -0.0010Cileungsi -0.1789 -0.1014 0.2235 0.1636 -0.0727 0.0352 0.0536 0.1556 0.2466Gunung Putri -0.0515 -0.0363 -0.0512 -0.0011 0.0515 0.0965 0.3966 0.0641 -0.0627Citeureup -0.0506 0.0412 -0.1403 -0.2005 0.0957 0.1176 -0.1027 -0.1515 -0.0535Cibinong 0.0681 0.1132 0.0268 -0.1317 -0.1552 -0.1848 -0.1928 0.0270 -0.1376Bojonggede -0.0001 0.0030 0.0160 -0.0057 -0.0057 -0.0057 -0.0057 -0.0024 -0.0035Kemang -0.0022 -0.0022 -0.0066 -0.0066 0.0224 -0.0066 -0.0066 -0.0066 0.0039Parung 0.0041 0.0066 -0.0033 -0.0058 -0.0058 -0.0058 -0.0058 -0.0058 -0.0058Gunung Sindur 0.0016 0.0024 0.0183 -0.0059 -0.0039 -0.0032 -0.0059 -0.0047 -0.0059Rumpin -0.0019 -0.0019 -0.0019 -0.0019 -0.0019 0.0162 -0.0019 -0.0019 -0.0019Cigudeg 0.0004 -0.0044 -0.0044 -0.0044 -0.0027 0.0334 -0.0044 -0.0044 -0.0044Jasinga 0.0062 -0.0004 -0.0004 -0.0004 -0.0004 -0.0004 -0.0004 -0.0004 -0.0004Tenjo 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000Parung Panjang -0.0015 -0.0015 -0.0015 -0.0015 0.0079 -0.0015 -0.0015 0.0013 -0.0015
Sumber: BPS,Kabupaten Bogor dalam Angka 1999 (diolah)
Lampiran 14. Data-data Industri Manufaktur Kabupaten Bogor
Tahun Nilai Tambah Man.
Kab. Bogor PDRB Kab.
Bogor Nilai Tambah
Man. Jabar PDRB Jabar LQ Jlh. Ind Kab.Bgr
Jlh. TK Man.Bgr
1990 16603890000 2.40509E+12 6.48328E+12 3.17074E+13 0.02 437 71942 1991 8.35729E+11 2.88294E+12 7.948E+12 3.68466E+13 0.80 549 111626 1992 9.53528E+11 3.24559E+12 9.01905E+12 4.10641E+13 0.82 607 112367 1993 1.86136E+12 4.84722E+12 1.46839E+13 5.26754E+13 1.16 584 165124 1994 2.2979E+12 5.74628E+12 1.75573E+13 6.09482E+13 1.22 631 184284 1995 2.83914E+12 6.81907E+12 2.67752E+13 7.61982E+13 1.63 681 185648 1996 3.43518E+12 8.19808E+12 3.22695E+13 8.84077E+13 1.65 686 187198 1997 3.95430E+12 9.28529E+12 4.11875E+13 1.04241E+14 2.56 675 219270 1998 5.35736E+12 1.21916E+13 5.09311E+13 1.42764E+14 1.74 666 268922 1999 5.07436E+12 9.90116E+12 5.52898E+13 1.5935E+14 2.86 473 153159 2000 1.09089E+13 1.82265E+13 7.99499E+13 1.95753E+14 2.63 500 156550 2001 1.19533E+13 1.996E+13 8.92228E+13 2.19187E+14 2.68 514 159059 2002 1.34161E+13 2.22658E+13 9.80111E+13 2.41407E+14 2.65 514 157758 2003 1.51433E+13 2.50939E+13 1.15268E+14 2.70695E+14 2.77 507 157573 2004 1.73632E+13 2.85235E+13 1.23471E+14 3.05306E+14 2.64 485 166098
Sumber: BPS,Kabupaten Bogor dalam Angka 1990-2004
Lampiran 15. Hasil Analisis Data (Regresi) dengan Menggunakan E-views 4.1 1. Hasil Regresi Nilai Tambah Industri Manufaktur Kabupaten Bogor Tahun
1990-2004
Dependent Variable: LNTIND Method: Least Squares Date: 05/25/06 Time: 16:04 Sample(adjusted): 1991 2004 Included observations: 14 after adjusting endpoints
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 21.29737 2.502740 8.509621 0.0000
LQ 0.641090 0.089011 7.202333 0.0001LJLTK 1.297965 0.271833 4.774866 0.0014
LJLIND(-1) -2.301341 0.478826 -4.806213 0.0013LNTIND(-1) 0.192099 0.051444 3.734148 0.0058
DUMMY 0.265870 0.156776 1.695860 0.1284R-squared 0.987333 Mean dependent var 29.16458Adjusted R-squared 0.979416 S.D. dependent var 1.001255S.E. of regression 0.143653 Akaike info criterion -0.745307Sum squared resid 0.165089 Schwarz criterion -0.471425Log likelihood 11.21715 F-statistic 124.7090Durbin-Watson stat 2.590351 Prob(F-statistic) 0.000000
2. Uji Autokorelasi Hasil Estimasi Regresi
Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test
F-statistic 1.335750 Probability 0.331261
Obs*R-squared 4.313095 Probability 0.115724
3. Uji Multikolinearitas Model LNTIND LQ LJLTK LJLIND DUMMY
LNTIND 1.000000 0.889518 0.718695 0.133260 0.538043
LQ 0.889518 1.000000 0.548979 -0.150088 0.573120
LJLTK 0.718695 0.548979 1.000000 0.638196 0.036613
LJLIND 0.133260 -0.150088 0.638196 1.000000 -0.441114
DUMMY 0.538043 0.573120 0.036613 -0.441114 1.000000
4. Uji Heteroskedastisitas Model
White Heteroskedasticity Test:
F-statistic 5.312501 Probability 0.061402
Obs*R-squared 12.91918 Probability 0.166298
5. Uji Normalitas Data pada tiap Variabel pada Model
0
1
2
3
4
5
6
-0.2 -0.1 0.0 0.1 0.2 0.3
Series: ResidualsSample 1991 2004Observations 14
Mean -6.04E-15Median -0.006118Maximum 0.257741Minimum -0.178121Std. Dev. 0.112691Skewness 0.597146Kurtosis 3.191020
Jarque-Bera 0.853312Probability 0.652688