daftar isi · beragama dan toleransi antar-umat beragama di indonesia masih menjadi ... beberapa...
TRANSCRIPT
2
DAFTAR ISI
Ringkasan Eksekutif 3
Pendahuluan 6
Hasil Temuan 12
Analisis Isi 18
Kesimpulan dan Rekomendasi 26
Lampiran 1 – Daftar Artikel Media Daring 31
Lampiran 2 – Daftar Artikel Media Cetak 36
Lampiran 3 – Rekomendasi Peserta Jurnalisme Damai 40
Daftar Pustaka 41
Biografi Singkat Konsultan 43
3
Ringkasan Eksekutif
Analisis isi media ini mencakup periode Januari
2017 hingga Januari 2018. Kebebasan
beragama dan toleransi antar-umat beragama di
Indonesia masih menjadi keprihatinan bersama
masyarakat Indonesia dalam periode tersebut.
Kebebasan beragama membaik di tahun 2017,
jika dibandingkan dengan tahun-tahun
sebelumnya.
Tapi, masyarakat Indonesia lantas
merasakan melemahnya nilai-nilai
keberagaman di negeri ini selepas
dimulainya kampanye pemilihan gubernur
Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta
yang menjadi ajang pertarungan bagi
seorang calon gubernur Muslim (Anies
Baswedan) dan lawannya, Basuki Tjahaja
Purnama (Ahok), yang merupakan
warganegara Indonesia keturunan
Tionghoa dan sekaligus seorang
penganut Protestan. Ketegangan
sektarian di lapangan termanifestasi
dalam berbagai pemberitaan media.
Riset ini menganalisa apakah pesan yang disampaikan oleh media lewat
pemberitaan mereka mendukung penyebaran nilai-nilai keberagaman (pluralism).
Riset ini membatasi subyek penelitian dalam 60 artikel yang muncul dalam
pemberitaan 5 media daring terkemuka dan 5 suratkabar besar di tanah air.
Mereka ialah Tribunnews.com, Detik.com, Kompas.com, www.republika.co.id,
www.portal-islam.id, Jawa Pos newspaper, Kompas, Republika, Koran Tempo
dan The Jakarta Post.
Media ini dipilih berdasarkan pertimbangan: a) Pengaruh media tersebut di
masyarakat, yang bisa diukur lewat besarnya jumlah pembaca mereka; b)
Konsistensi media tersebut dalam memberitakan permasalahan yang berkaitan
dengan kebebasan beragama dan toleransi antar-umat beragama. Menafsirkan
berita-berita yang muncul di media-media cetak and online saja tidaklah cukup.
Guna mengetahui motif atau latar-belakang penulisan berita-berita diatas, penulis
juga mewawancarai beberapa wartawan senior, yaitu M. Taufiqurahman,
Redaktur Pelaksana, The Jakarta Post; Marguerita Afra Sapii, Wartawati Peliput
Istana Kepresidenan, The Jakarta Post; and Anton Aprianto, Redaktur Pelaksana
untuk Desk Nasional Majalah Tempo. Dalam wawancara ini, Anton juga turut
4
mewakili seluruh media yang berada di bawah naungan Tempo group, termasuk
suratkabar Koran Tempo.
Riset ini menemukan bahwa di banyak kasus, media mainstream mendukung
kebebasan beragama dan toleransi antar-umat beragama dalam tulisan-tulisan
mereka. Meski demikian, beberapa media mainstream masih mem-publikasikan
berita-berita yang provokatif, bahkan sarkastis, yang ujung-ujung-nya
meningkatkan ketegangan sosial di kalangan masyarakat. Media-media ini
sengaja mempublikasikan berita berita-berita yang bernuansa negatif tersebut
karena mereka ingin meningkatkan jumlah pembaca mereka, dan karena
wartawan penulis berita tersebut kurang sensitif dalam pemberitaan. Dalam
banyak kasus, media mainstream setuju bawah toleransi antar-pemeluk agama
penting bagi negara yang majemuk seperti Indonesia. Media-media ini percaya
bahwa kegagalan untuk meningkatkan toleransi akan berdampak pada
meningkatnya ketegangan sosial di kalangan masyarakat.
Sehubungan dengan pemberitaan media tentang kaum minoritas seperti
Ahmadiyah, Syiah dan sekte-sekte keagamaan kecil lainnya, media mainstream
terbelah keberpihakannya. Sebagian mendukung kepentingan penganut sekte-
sekte tersebut, sebagian media yang lain, terutama media yang mengklaim dirinya
sebagai media yang mendukung kepentingan Islam, sering mempublikasikan
berita yang provokatif, yang menggambarkan sekte-sekte keagamaan tersebut
sebagai komunitas dan ajaran sesat dan dengan demikian, merupakan ancaman
bagi ajaran yang dianut mayoritas masyarakat Indonesia, yakni Islam Sunni.
Untuk mengatasi masalah ini, wartawan perlu lebih mawas diri tentang bahayanya
penulisan berita yang provokatif, yang dapat berakibat pada meningkatnya
ketegangan sosial antara pemeluk agama yang berbeda-beda. Riset ini
menjelaskan tentang bagaimana pemberitaan media dan postingan sosial media
yang menyebarkan “penggambaran sepihak” dan membela kepentingan sektarian
memperuncing konflik agama di Maluku, atau bermuara pada perusakan tempat
ibadah seperti insiden perusakan wihara dan kelenteng di Tanjung Balai, provinsi
Sumatera Utara. Untuk mengatasi masalah yang kedua, peningkatan kapasitas
(capacity building) dari wartawan diperlukan guna meningkatkan sensitifitas
mereka dalam menulis berita-berita yang berkaitan dengan agama, perempuan
dan kaum minoritas agama.
Sehubungan dengan permasalahan diatas, riset ini memberikan rekomendasi:
● Wartawan perlu diberikan pemahaman tentang bahaya penulisan berita yang
bersifat provokatif yang dapat berujung pada meningkatnya ketegangan sosial
diantara kalangan masyarakat yang memeluk agama yang berbeda-beda.
● Meningkatkan sensitifitas wartawan dalam menulis berita yang berkaitan dengan
kelompok masyarakat yang rentan, seperti kaum minoritas agama, perempuan
dan sebagainya. Peningkatan sensitifitas ini dimaksudkan untuk, misalnya,
5
mengatasi permasalahan stereotyping (prasangka subyektif) di kalangan
wartawan tentang kelompok-kelompok tersebut. Peningkatan kapasitas wartawan
bisa dilakukan lewat pelatihan (training) atau workshop.
● Wartawan perlu memahami nilai-nilai keagamaan dan kehidupan nyata dari
pemeluk agama yang berbeda dengan keyakinan mereka, sehingga mereka akan
lebih berempati terhadap pemeluk agama lain.
● Menawarkan kesempatan bagi wartawan “yang berasal dari organisasi media
yang homogen” (organisasi media yang para wartawan-nya beragama sama)
untuk mengikuti perjalanan lapangan ke organisasi keagamaan atau tempat
ibadah yang dikelola oleh agamawan yang berbeda keyakinan dengan wartawan
tersebut.
● Meningkatkan kepekaan sosial wartawan dalam penulisan berita yang
berhubungan dengan kelompok masyarakat yang rentan, seperti kelompok
minoritas keagamaan, perempuan.
● Bekerjasama dengan asosiasi wartawan seperti AJI dan PWI untuk menyusun
kode etik bagi wartawan dalam meliput peristiwa yang berhubungan dengan
kelompok yang rentan dalam masyarakat.
● Mengorganisir kampanye media untuk menyebarkan kode etik tersebut di
kalangan wartawan dan mengembangkan mekanisme lanjutannya guna
memonitor perkembangan usaha tersebut di atas.
● Mengorganisir dialog dan diskusi bulanan atau tiga bulanan di kalangan praktisi
media
6
Pendahuluan
Media mainstream di Indonesia, termasuk cetak dan daring, biasanya memberikan
perhatian yang cukup besar terhadap permasalahan kebebasan beragama dan
toleransi antar-umat beragama. Ini terjadi karena isu tersebut merupakan isu yang
sensitif di negeri ini. Media mainstream memberitakan isu ini, biasanya karena: satu,
sebagai tanggapan terhadap konflik sectarian yang baru saja terjadi; dan kedua,
berita itu dibuat untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang diskursus publik
yang berhubungan dengan kebebasan beragama, guna menekankan pentingnya isu
toleransi agama di tengah-tengah masyarakat Indonesia yang majemuk. Dari 1999
hingga 2001, media mainstream meliput dan memberitakan secara luas konflik
agama di kota Ambon dan kota Poso, dimana pihak Kristen dan Muslim saling
bertarung satu sama lain, yang berakibat pada meninggalnya sedikitnya 5,000 orang
dari kedua belah pihak (dan mungkin, maksimal 10,000 orang meninggal karena
konflik itu). Selain itu, akibat konflik tersebut, sedikitnya 700,000 penduduk dari
kedua belah pihak harus mengungsi keluar dari daerah masing-masing (International
Crisis Group, 2002).
Beberapa media mainstream melaksanakan jurnalisme damai dengan melaporkan
fakta, tapi media mainstream yang lain malah memperuncing ketegangan sosial,
dengan menyebarkan “penggambaran parsial” (Spyer, 2002, p. 32), atau dengan
membela kepentingan sektarian (Yani, 2002). Beberapa tahun kemudian,
pemberitaan yang mendominasi halaman-halaman media cetak atau daring ialah
kelompok-kelompok vigilante (kelompok waspada dan siaga) yang berulangkali
melakukan penyerangan terhadap rumah dan tempat ibadah kaum Ahmadiyah dan
7
Syiah. Peristiwa ini terjadi di masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono. Akhir-akhir ini, media mainstream sering melaporkan meningkatnya
ketegangan sosial di tataran media, dan bahkan di tataran pergaulan antar warga
masyarakat, yang diakibatkan oleh pertentangan elit politik dalam kampanye
pemilihan gubernur DKI Jakarta. Gubernur petahana, Basuki Tjahaja Purnama,
kalah dalam pemilihan tersebut, dan malah harus masuk penjara karena dinyatakan
terbukti menista agama Islam (see Arifina, 2017, p. 43; Junaidi, 2017, 329).
Disamping mengalokasikan porsi halaman yang cukup besar untuk meliput isu
diatas, media mainstream sadar bahwa isu kebebasan beragama dan toleransi
antar-umat beragama ialah isu yang sangat penting karena isu ini punya potensi
membelah persatuan dan kesatuan bangsa. Oleh karena itu, media mainstream di
Indonesia sering mendorong terciptanya perdamaiaan, lewat “secara sengaja
membuat kaburnya information tentang kekerasan” di daerah yang dirundung konflik
(Spyer, 2002, p. 33). Cara lain bagi media mainstream dalam mendorong
perdamaian ialah lewat mengungkap akar dari konflik dan mengedepankan
reportase tentang usaha resolusi konflik (Juditha, 2016, p. 108).
Pengalaman menunjukkan bahwa berita-berita, atau komentar-komentar di sosial
media, yang provokatif dapat menimbulkan kekerasan. Di tahun 2016, tepatnya
sekitar tanggal 29-30 Juli, masyarakat lokal merusak dan membakar 5 wihara dan 2
kelenteng di Tanjung Balai, Medan, Sumatra Utara. Mereka melakukan aksi
kekerasan itu setelah mereka terprovokasi oleh rentetan postingan di media sosial
yang membakar sentimen sektarian mereka. Kasus kekerasan yang fatal terjadi di
Maluku antara tahun 1991 dan 2001. Pemberitaan yang provokatif, yang disebarkan
oleh sebuah koran Muslim dan lawannya koran Kristen meningkatkan sentimen
keagamaan di kedua belah pihak, sehingga turut menyumbang pada peningkatan
eskalasi kekerasan di Maluku saat itu.
Alih-alih belajar dari pengalaman diatas, beberapa media mainstream saat ini masih
menggunakan jargon-jargon atau istilah-istilah yang provokatif dalam pemberitaan
mereka.
Dalam studi-nya, Rindang Senjang Andarini menemukan bahwa
suratkabar Jawa Pos gagal menerapkan jurnalisme damai
dalam melaporkan konflik kekerasan yang terjadi antara
pemeluk Islam Sunni dan pemeluk Ahmadiyah di daerah
Cikeusik, province Banten di tahun 2011
(Andarini, 2014, p. 85). Dalam insiden yang terjadi
pada 6 Februari 2011 itu, tiga pemeluk Ahmadiyah
terbunuh setelah sebelumnya sekitar
1,000 penduduk Islam Sunni, yang tidak suka
dengan keberadaan pemeluk Ahmadiyah
di kampung mereka, menyerang kelompok
Ahmadiyah yang jauh lebih kecil tersebut.
Dalam pemberitaannya, Jawa Pos gagal
8
menggunakan istilah-istilah yang mendukung terciptanya suasana sejuk pasca
konflik. Malahan, surat kabar tersebut sering menggunakan “istilah yang cenderung
mempersetankan (menganggap Ahmadiyah sebagai setan)”, menggunakan istilah
“yang menyebarkan stigma terhadap Ahmadiyah” dan “cenderung menggunakan
gaya peliputan yang dramatis” (Andarini, 2014, p. 85). Studi ini berdasarkan artikel
yang muncul di suratkabar Jawa Pos antara 7 Februari dan 11 Maret 2011.
Ada banyak media cetak dan daring di Indonesia, tapi riset saya ini berfokus pada
10 media mainstream. Mereka ialah 5 media daring, yakni:
1. Tribunnews.com;
2. Detik.com;
3. Kompas.com;
4. Republika.co.id;
5. Portal-Islam.id;
dan 5 suratkabar cetak:
1. Jawa Pos newspaper;
2. Kompas;
3. Republika;
4. Koran Tempo; and
5. The Jakarta Post.
Ke 10 media mainstream ini dipilih sebagai subyek dari riset ini karena besarnya
jumlah pembaca mereka dan konsistensi mereka dalam menulis berita-berita yang
berhubungan dengan kebebasan beragama dan toleransi antar-umat beragama.
Semua media ini merupakan penerbitan umum, yang artinya mereka tidak
mempublikasikan topik-topik tertentu dalam pemberitaannya, akan tetapi mereka
memuat berbagai macam isu yang menjadi perhatian masyarakat seperti politik,
teknologi, hubungan internasional, ekonomi dan lain-lain. Dari sisi segmen pembaca,
tujuh dari media mainstream tersebut merupakan media umum, yang mana mereka
menerbitkan berita yang menyasar segmen pembaca umum, sementara sisanya –
Portal.islam.id, suratkabar Republika dan Republika.co.id – melayani segmen
pembaca Muslim.
Suratkabar Republika menjual 130,000 eksemplar setiap harinya, dengan rasio
pembaca 1:4 (1 suratkabar dibaca oleh 4 orang) (Republika.co.id, 2018a). Mayoritas
pembaca Republika tinggal di Jabodetabek (66 persen), diikuti oleh Jawa Barat (10
persen), Jawa Timur dan Jawa Tengah (18 persen), dan Sumatra (6 persen). Sekitar
81 persen pembaca Republika ialah pelanggan, yang artinya Republika memiliki
pasar khusus. Data ini diperoleh dari Departemen Riset dan Pengembangan,
suratkabar Republika (2013), Nielsen Media Research (2015) dan Survei Pembaca
Republika (2016) (Republika.co.id, 2018a).
Hingga kwartal ketiga 2017, jumlah pembaca suratkabar Jawa Pos ialah 842,000
(Jawa Pos, 2017). Mayoritas pembaca Jawa Pos ialah masyarakat yang berusia
antara 20 hingga 39 tahun (63 persen). Pembaca pria berjumlah 73 persen dari total
9
pembaca, sisanya pembaca perempuan (23 persen). Segmen pembaca Jawa Pos
berasal dilihat dari pekerjaan yang mereka lakukan yang bervariasi: pekerja
kantoran (28 persen), pekerja pabrik/buruh (33 persen), pengusaha (19 persen),
mahasiswa (11 persen), ibu rumah tangga (6 persen) and yang lain-lain (4 persen).
Dari kelas sosial, pembaca Jawa Pos ialah kelas menengah dan kelas atas (Jawa
Pos, 2018).
Suratkabar Kompas dijual di 33 provinsi di Indonesia. Di tahun 2013, sirkulasi
suratkabar ini mencapai 507,000 eksemplar per hari (Kompas Media Kit, 2014).
Mayoritas pembaca Kompas tinggal di area Jabodetabek (66 persen). Dari
keseluruhan pembaca, 75,2 persen membaca suratkabar ini dengan cara
berlangganan. Sekitar 70 persen pembaca Kompas ialah pria, dan sisanya
perempuan. Sekitar 81 persen pembaca Kompas ialah lulusan universitas (D-3, S-1
dan seterusnya), sementara dari sisi sosial-ekonomi, 71.5 persen pembaca Kompas
ialah kelas menengah dan kelas atas. Menurut AC Nielsen, seperti dikutip oleh Jawa
Pos, Kompas merupakan koran kedua terbesar di Indonesia di kwartal ketiga 2017
dengan jumlah pembaca mencapai 751,000 (Jawa Pos, 2017).
Koran Tempo didistribusikan secara nasional, menurut Survei Pembaca koran ini
yang diselenggarakan di tahun 2014 (Korantempo.net, 2017). Sekitar 70 persen
membaca koran ini dengan cara berlangganan. Mayoritas jumlah pembaca (71
persen) berada di rentang usia 21-40 tahun. Pembaca pria berjumlah 74 persen dari
total keseluruhan pembaca. Suratkabar ini tidak melansir jumlah pembaca, tapi dari
laporan tahunan perusahaan tahun 2016, diketahui bahwa tiras suratkabar ini ialah
57,561 eksemplar per hari di tahun 2014 (Tempo Annual Report, 2016, p.52).
Pembaca koran The Jakarta Post mayoritas berasal dari kelompok usia yang lebih
tua dari koran sejenis (66 persen pembaca The Jakarta Post berusia lebih dari 40
tahun). Pembaca The Jakarta Post terdiri dari 74 persen pria, 26 persen wanita;
berasal dari kelas ekonomi atas. Sekitar 95 persen pembaca koran ini lulusan
universitas, dan hanya 5 persen lulusan sekolah menengah atas. Sekitar 73 persen
pembaca The Jakarta Post membaca koran ini dengan cara berlangganan,
sedangkan sisanya membeli koran The Jakarta Post secara retail. Tiras koran The
Jakarta Post ialah 88,000 per hari, yang didistribusikan ke daerah DKI Jakarta (76
persen), Bali, 9,4 persen), Jawa Barat (3,8 persen), Pulau Sumatra (2,6 persen) dan
lainnya (Media Kit The Jakarta Post, 2018). Koran ini tidak menyebutkan jumlah total
pembacanya. Penerbit The Jakarta Post hanya mengklaim bahwa penerbit
mencetak koran sebanyak 88,000 eksemplar per hari (Media Kit The Jakarta Post,
2018, p. 4), tapi dari pengamatan saya, jumlah tersebut tidak masuk akal.1
1 Di tahun 2010, saya mengelola pelatihan wartawan The Jakarta Post, dan suatu hari,
saya bawa reporter-reporter baru The Jakarta Post ke lokasi percetakan koran The Jakarta
Post, agar para reporter ini memiliki gambaran bagaimana koran The Jakarta Post dicetak.
Saya melihat sendiri di mesin penghitung jumlah koran The Jakarta Post yang dicetak, dan
saya lihat jumlah koran yang dicetak hari itu ialah 28,000 eksemplar. Jumlah ini mungkin
semakin berkurang hingga saat ini, karena jumlah pembaca koran saat ini terus menurun.
10
Mayoritas pembaca Kompas.com ialah pemuda dan orang dewasa yang berusia
antara 21-49 tahun (Nielsen Media Survey, 2018). Diperkirakan bahwa 862,070
orang mengunjungi website ini setiap hari dan membaca konten berita Kompas.com,
menurut data yang penulis akses tanggal 13 April 2018 (Worth & Traffic Estimate of
kompas.com, 2018).
Menurut data tahun 2015, 76 persen dari seluruh pembaca Detik.com ialah pria,
dan hanya 24 persen wanita. Mayoritas pembaca media daring ini (62 persen)
berusia antara 25 dan 44 tahun (Detik.com Mediakit, 2015). Pada 5 April 2018,
jumlah pengunjung Detik.com website per hari itu berjumlah 2,083,335
(http://www.statshow.com, 2018).
Republika.co.id memiliki unique visitors (orang yang mengunjungi suatu website
lebih dari sekali dalam suatu periode tertentu) berjumlah 6,75 juta rata-rata per bulan
(Republika.co.id, 2018b). Mayoritas pembaca tinggal di Jakarta (44,3 persen),
disusul Surabaya (12,6 persen), Medan (6,4 persen), Yogyakarta (5,9 persen) dan
Bandung (4,5 persen). Kebanyakan pembaca mengakses website Republika.co.id
dari hand-phone (68,75 persen), disusul lewat desktop (27,6 persen) dan tablet (3,7
persen). Data menunjukkan bahwa pada tanggal 13 April 2018, pengunjung website
ini berjumlah 299,931 per hari (Worth & Traffic Estimate of republika.co.id, 2018).
Tribunnews merupakan media daring terbesar di Indonesia saat ini. Data
menunjukkan bahwa pada 13 April 2018, diperkirakan bahwa 2,510,78 orang
membaca berita lewat website ini setiap hari (Worth & Traffic Estimate of
tribunnews.com, 2018). Website ini merupakan induk dari 20 media daring yang
tergabung dalam Tribun Network di seluruh Indonesia. Tribun Network didukung
oleh sekitar 500 reporter yang tinggal di 22 kota besar di Indonesia, yang
memproduksi konten yang dapat muncul di website Tribunnews.com setelah proses
seleksi. Para reporter ini merupakan karyawan dari 28 perusahaan suratkabar yang
tergabung dalam Tribun Network, yang juga memiliki 20 media daring
(www.tribunnews.com, 2018).
Portal-Islam.id merupakan media daring “Islam” terbesar, menurut data yang
disediakan oleh Alexa.com pada 8 Maret 2018. Demografi pembaca portal ini tidak
dijelaskan oleh pemilik portal. Manajemen portal sepertinya tidak ingin diketahui
identitasnya. Mereka hanya mencantumkan alamat email bagi orang yang ingin
berkomunikasi dengan mereka.
Dari semua pemaparan diatas, kita bisa belajar bahwa:
Mayoritas pembaca koran dan media daring hidup dan tinggal di Jakarta. Ini
terjadi mungkin karena hampir semua media mainstream yang di-survei
bermarkas di Jabodetabek, sehingga semua orang yang membaca atau
berlangganan media diatas ialah orang yang tinggal di Jabodetabek.
Banyak pembaca koran berhenti berlangganan koran, dan memilih mengakses informasi
lewat internet.
11
● Pembaca kebanyakan mahasiswa, atau orang yang masih bekerja, baik
sebagai pegawai negeri, pegawai swasta atau pengusaha. Asumsi ini
berdasarkan segmentasi umur pembaca yang berkisar antara 20 hingga 49
tahun.
● Para pembaca berasal dari kelas ekonomi menengah ke atas, yang berarti
bahwa mereka terpelajar dan memiliki daya beli produk media.
12
Secara umum, media mainstream di Indonesia, yang terwakili oleh 5
media cetak dan 5 media daring diatas, mempublikasikan berita yang
mendukung toleransi antar-agama. Lewat berita yang mereka buat,
media-media ini sering mengungkapkan narasi yang mendukung
pentingnya keberagaman, seperti misalnya penghormatan terhadap
agama, ras dan etnik yang berbeda.
Mereka melakukan langkah ini karena paham bahwa absennya
penghormatan terhadap pemeluk agama yang berbeda-beda akan
meningkatkan ketegangan sosial di kalangan masyarakat, mengingat
penduduk Indonesia memiliki latar-belakang agama, ras dan etnik yang
beragam (Marguerita Afra Sapii, Wartawan Kepresidenan, The Jakarta
Post, wawancara formal, 24 Maret 2018). Penekanan ini terefleksi dalam
penulisan beberapa artikel, seperti misalnya Visi Kebangsaan MUI: Umat
Islam Wajib Menjaga Negara Kesatuan Republik (Kompas, 27 Juli 2017);
Pesan Keberagaman dari Operet Anak Rusun (Republika, 25 September
2017); Borobudur Festival Puts Spotlight on Pluralism [Borobudur
Festival Menempatkan Pluralisme sebagai Bahasan Utama] (The
Jakarta Post, 24 November 2017).2
Sementara itu, beberapa media mainstream masih terus
memprioritaskan peliputan berita yang berhubungan dengan topik
intoleransi di Indonesia (Anton Aprianto, Redaktur Pelaksana Desk
Nasional, Majalah TEMPO, wawancara formal, 20 Maret 2018;
Marguerita Afra Sapii, Wartawan Kepresidenan, The Jakarta Post,
wawancara formal, 24 Maret 2018). Prioritas pemberitaan ini
dikarenakan masih meningkatnya jumlah ujaran kebencian (hate
postings) dan postingan hoax yang bermunculan di media sosial dalam
kampanye pemilihan gubernur dan wakil gubernur (Pilkada) DKI Jakarta
2017 (Juditha, 2017; Arifina, 2017, pp. 45-46). Anton Aprianto dari
Tempo, yang juga anggota dari pengurus masjid di wilayah tempat dia
tinggal, menyatakan bahwa Whatsapp (WA) group pengurus masjid
dibanjiri oleh berita hoax, yang pendistribusiannya dibantu oleh “media
daring yang tidak bertanggungjawab” (Anton Aprianto, wawancara
formal, 20 March 2018).
Sama dengan berita-berita provokatif, berita hoax berpotensi
meningkatkan ketegangan antar-umat beragama. Dalam kampanye
Pilkada DKI 2017, maraknya ujaran kebencian sering bermuara pada
muncul tindakan intimidasi atau tindakan intoleran lainnya terhadap
kaum minoritas. Sebagai contoh, beberapa orang meneriakkan kata
2 Artikel-artikel ini ialah bagian dari 60 artikel yang muncul dalam pemberitaan 5 media
cetak dan 5 media daring antara Januari 2017 dan Januari 2018. Total 60 artikel ini menjadi
subyek analisis dalam riset ini.
13
“Ahok lu” ke warga negara Indonesia beretnik Tionghoa ketika mereka
berpapasan di jalan.
Selain itu, semakin sering orang menulis komentar lewat media sosial yang
memberikan label “sesat” atau “penista agama” pada anggota kelompok
rentan dalam masyarakat (Marguerita Afra Sapii, Wartawan Kepresidenan,
The Jakarta Post, wawancara formal, 24 Maret 2018).
Tendensi negatif ini terjadi karena: satu, media menulis berita yang
provokatif dan sensasional secara sengaja agar mereka mendapatkan
lebih banyak pembaca; dan yang kedua, tendensi negatif itu terjadi karena
wartawan kurang sensitif atau abai terhadap kelompok masyarakat yang
rentan (kaum minoritas agama, perempuan dan kaum Lesbian, Gay,
Bisexual dan Transgender (LGBT)). Menurut M. Taufiqurrahman dari The
Jakarta Post, tidak sensitifnya dan ketidakpedulian wartawan terhadap
kelompok masyarakat rentan itu merupakan cerminan dari situasi yang
sama dalam masyarakat (wawancara formal, 23 March 2018).
Wartawan yang abai atau tidak sensitif diatas merupakan produk dari
masyarakat yang abai dan tidak sensitif juga. Seperti di Indonesia,
masyarakat di Amerika Serikat dan benua Eropa juga terjangkiti masalah
yang sama, akan tetapi, setidaknya media dan masyarakat di kedua tempat
tersebut berusaha untuk memecahkan masalah sosial di atas. Hal seperti
ini belum ditemukan di Indonesia (M. Taufiqurrahman, wawancara formal,
23 March 2018).
Berita yang muncul di media biasanya refleksi dari situasi yang terjadi di
lapangan. Sebelum 2017, narasi yang sering muncul di media ialah bahwa
pluralisme menghadapi bahaya dalam bentuk meningkatnya intoleransi.
Sebagai contoh, siswa sekolah tidak menghendaki orang yang berbeda
agama menjadi tetangga rumah mereka, atau orang cenderung menentang
pendirian rumah ibadah bagi umat yang berlainan agama dengan mereka.
Pada saat, dan setelah kampanye Pilkada gubernur Jakarta 2017, media
mainstream mulai menaruh perhatian pada maraknya ujaran kebencian
dan berita hoax yang bermunculan di media sosial. Koran Republika
menampilkan berita tentang langkah Nadhlatul Ulama (NU) membuat
website yang bertujuan untuk melawan intoleransi (Lawan Intoleransi,
Nadhlatul Ulama Luncurkan Situs IMNU) (Republika, 11 September 2017).
Dalam banyak kasus, narasi yang muncul di media mainstream,
menggambarkan tentang meningkatnya intoleransi di kalangan mayoritas,
sehingga menjadikan kaum minoritas sebagai korban, misalnya, Muslim
Sunni yang bertindak intoleran terhadap kaum minoritas Kristen,
Ahmadiyah, Syiah dan sebagainya. Narasi semacam ini sering ditanggapi
kritis oleh media mainstream, terutama yang mengklaim dirinya
“memperjuangkan kepentingan Islam”, termasuk koran Republika (Yani,
14
2002, p. 58). Dua media mainstream lain yang mengklaim
memperjuangkan Islam ialah Republika.co.id and Portal-islam.id.
Tanggapan kritis diatas muncul dalam pemberitaan Republika.co.id pada 9
November 2017, yang menyatakan bahwa toleransi di kalangan pelajar
Muslim sangat tinggi (Survey: Toleransi Umat Islam Pada Non-Muslim
Masih Tinggi, Republika.co.id, 9 November 2017).
Angle yang diangkat oleh website ini bertolak-belakang atau berbeda
dengan angle berita yang sering ditulis oleh koran-koran liberal seperti
Kompas, The Jakarta Post dan sebagainya, yang sering menulis narasi
tentang tingginya tingkat intoleransi di kalangan Muslim Sunni.
Contoh lainnya tampak dari pemberitaan yang dilansir koran Republika.
Sebagai misal, koran Republika menulis pada 17 Maret 2017 bahwa masjid
yang berada di daerah yang mayoritas penduduknya non-Muslim paling
sering menjadi korban tindak intoleransi. Berdasarkan temuan dari Komisi
Nasional Hak Asasi Manusia (KOMNAS HAM), koran ini melaporkan
bahwa sangat sulit bagi penduduk Muslim Sunni untuk mendirikan masjid
di daerah dimana penduduk non-Muslimnya mayoritas seperti di daerah
Bali, Sulawesi Utara, and Papua (Saputri, 2017).
Portal-Islam.id memuat opini yang isinya mengkritik Setara Institute
(lembaga hak asasi manusia), karena lembaga ini menuduh bahwa sebuah
masjid di Universitas Indonesia (UI) menyebarkan ceramah yang isinya
intoleran. Tuduhan tersebut merupakan bagian dari hasil riset Setara
Institute, yang menemukan bahwa banyak masjid di kota Depok, dimana UI
berada, telah menjadi “tempat persemaian radikalisme” (Andika Putra,
2017).
Seorang mahasiswa UI, yang memposting opini tersebut, menyesalkan
Setara Institute yang dianggap gagal melakukan riset yang mendalam.
Seharusnya, peneliti dari Setara Institute mewawancarai pengurus masjid
UI, sehingga peneliti tersebut mendapatkan perspektif yang lengkap dan
tidak sepihak. Kenyataannya, menurut Fahrudin Alwi (mahasiswa UI
tersebut), pihak Setara Institute tidak mewawancarai satupun pengurus
masjid UI. Fahrudin Alwi balik menuduh bahwa Setara Institute menjual isu
intoleransi untuk kepentingan organisasi itu sendiri (Membongkar Jualan
Cap Intoleransi & Radikalisme ala Setara Institute, Portal-Islam.id, 4
November 2017).
15
Tentang persekusi terhadap sekte
minoritas seperti Ahmadiyah dan
Syiah, beberapa media mainstream
sering melansir berita yang
bersimpati terhadap pemeluk dan
ajaran agama mayoritas di
Indonesia, yang diakui oleh negara,
seperti: Islam, Protestan, Katolik,
Hindu, Buddha, Konfusianisme.
Peneliti Fardan Mahmudatul
Imamah menemukan bahwa media-
media mainstream ini biasanya
media daring yang mengklaim
bahwa mereka mempromosikan
kepentingan Islam.
Media-media mainstream ini, termasuk nahimunkar.com, sering menggunakan kata-
kata yang provokatif dalam pemberitaan-nya, guna menguatkan pesan yang mereka
suarakan bahwa “kehadiran sekte sesat” seperti Ahmadiyah dan Syiah, merupakan
ancaman bagi keberadaan komunitas Muslim Sunni (Imamah, 2015, pp. 254-25).
Fardan Imamah juga menyatakan dalam riset itu bahwa media-media seperti ini
sering menggambarkan pihak Muslim Sunni sebagai korban. Media-media tersebut
mendukung langkah-langkah negara yang menghambat perkembangan sekte yang
dianggap sesat itu.
Sebaliknya, media mainstream yang lain yang liberal, seperti The Jakarta Post,
sering mengekspresikan sikap penentangan yang kuat terhadap persekusi yang
menargetkan pemeluk sekte minoritas seperti Ahmadiyah and Syiah. Sikap tersebut
terefleksikan dalam berita The Jakarta Post yang berjudul “Indonesian hard-liners
again turn up the heat on Ahmadis” [Kelompok Garis Keras Indonesia Meningkatkan
Tekanan Terhadap Pemeluk Ahmadiyah] (The Jakarta Post, 25 February 2017). Sri
Herwindya Baskara Wijaya et.al menunjukkan dalam riset mereka bahwa beberapa
suratkabar lokal di kota Surakarta, Jawa Tengah, sering memuat berita yang
mendukung eksistensi kaum minoritas agama (Baskara Wijaya et.al, 2013, pp. 184-
185).
Dengan menganalisis isi dari berbagai media tersebut, para peneliti ini menemukan
bahwa suratkabar-suratkabar lokal tersebut memuat berita yang menggambarkan
kaum minoritas agama sebagai kaum yang toleran, komunitas yang cinta damai
meskipun mereka dalam situasi yang tertekan, baik dalam segi fisik maupun mental.
Di sisi lain, suratkabar lokal tersebut sering menggambarkan pemerintah sebagai
pihak yangh tidak professional dan lamban dalam mengurangi tindakan persekusi
terhadap kaum minoritas agama (Baskara Wijaya et.al, p. 185).
16
Paragraf-paragraf sebelumnya menunjukkan bahwa sehubungan dengan kebebasan
beragama, ada berbagai macam angle pemberitaan media tentang topik itu. Dalam
banyak kasus, media mainstream setuju bahwa toleransi sangat penting bagi negeri
yang majemuk seperti Indonesia. Media-media ini percaya bahwa kegagalan dalam
memupuk dan meningkatkan toleransi antar-umat beragama akan berujung pada
ketegangan sosial.
Dalam hubungan dengan peliputan berita yang
berhubungan dengan sekte minoritas seperti
Ahmadiyah dan Syiah, media mainstream
terbelah. Beberapa media mainstream
mendukung keberadaan sekte minoritas
tersebut, sementara media-media yang lain,
yang mengklaim diri mereka sebagai
mendukung perjuangan Islam, sering memuat
berita-berita provokatif yang menggambarkan
kaum minoritas agama tersebut sebagai
kelompok sesat dan merupakan ancaman
terhadap agama yang dipeluk kaum mayoritas,
Islam Sunni.
Dalam wawancara antara penulis dengan Anton Aprianto dari Tempo, beliau
mengatakan bahwa isu mengenai abainya dan tidak sensitifnya wartawan terhadap
eksistensi kaum minoritas agama, kaum perempuan dan sebagainya, yang
merupakan korban langsung dan pertama dari ketidaktoleransian masyarakat,
adalah salah satu dari tantangan terbesar perusahaan media. Dia menambahkan
bahwa kurikulum yang disusun secara hati-hati tentang jurnalisme yang sensitif
terhadap konflik dapat menyumbangkan langkah penyelesaian terhadap masalah
tersebut. Karena berita hoax semakin marak di masyarakat yang masih rentan
seperti Indonesia, kurikulum tersebut seharusnya menekankan dampak berita-berita
provokatif dan mengandung hoax terhadap keselamatan masyarakat. Wartawan
perlu ditingkatkan kapasitasnya dalam menghadapi maraknya berita-berita
provokatif dan mengandung hoax, yang ketika berita-berita tersebut disebarkan
secara luas, situasi ini bisa menimbulkan kekerasan sosial. Merupakan nilai tambah
bagi wartawan bila pemahaman mereka tentang isi dan semangat konstitusi dan
Undang-Undang di Indonesia – terutama tentang isu kebebasan beragama dan
toleransi antar-umat beragama – meningkat.
Perbincangan dengan beberapa wartawan senior di atas dan juga review terhadap
beberapa dokumen menunjukkan bahwa Pemimpin Redaksi dan Redaktur
Pelaksana, yang menciptakan kebijakan dan arah pemberitaan di masing-masing
media, biasanya pribadi-pribadi yang sangat sibuk dan sering enggan meninggalkan
pekerjaan mereka, apalagi jika mereka harus meninggalkan pekerjaan untuk
menghadiri pelatihan atau workshop. Dalam hal ini, sulit mengharapkan partisipasi
mereka dalam pelatihan atau workshop. Selain itu, karena reporter dan editor ialah
pihak yang secara langsung bertanggungjawab atas abainya dan
17
ketidaksensitifanmedia media dalam menulis berita yang berkaitan dengan
kebebasan beragama dan kaum rentan dalam masyarakat, maka pelatihan dan
workshop seharusnya mentargetkan mereka sebagai peserta pelatihan. Meski
demikian, dalam kasus-kasus tertentu, Pemimpin Redaksi dan Redaktur Pelaksana
bertanggungjawab terhadap abainya dan ketidaksensitifan media dalam penulisan
berita yang merugikan kaum minoritas agama dan kaum rentan dalam masyarakat.
Hal ini terjadi ketika Pemimpin Redaksi dan Redaktur Pelaksana secara terstruktur
ikut bertanggungjawab dalam penciptaan kebijakan editorial yang mendukung
publikasi berita-berita yang provokatif dan sensasional untuk mendapatkan lebih
banyak pembaca. Keterlibatan Pemimpin Redaksi dan Redaktur Pelaksana
terefleksikan dalam gaya pemberitaan yang berbeda dengan gaya pemberitaan
media mainstream yang lainnya. Portal-islam.id and Tribunnews.com merupakan
contoh dimana kebijakan editorialnya secara konsisten mendukung pemberitaan
yang sensasional dan provokatif.
18
Analisis Isi: 60 Artikel, 10 Perusahaan Media Arthur Miller, seorang penulis
naskah drama, menyatakan:
“Sebuah suratkabar yang baik ialah
seperti sebuah bangsa yang
bercakap dengan dirinya sendiri”
(Alterman, 2008). Diskursus di
media massa biasa merefleksikan
situasi terkini di negaranya masing-
masing.
Hal ini terjadi karena media tak bisa
lepas dari kenyataan yang terjadi di
lapangan. Reporter meliput berbagai
macam peristiwa yang terjadi sesuai
dengan ranah liputannya masing-
masing, dan kemudian menulis
berita sesuai dengan pengamatan
mereka di lapangan.
Para reporter menulis berita
berdasarkan fakta, tapi media yang
berbeda dapat melaporkan fakta-
fakta yang sama dalam suatu
peristiwa dengan sudut pandang
yang berbeda (angle), tergantung
dari visi dan misi media tersebut
masing-masing. Sebagai contoh,
media daring Thejakartapost.com
dan Republika.co.id memakai angle
yang berbeda dalam pemberitaan
mereka tentang survei yang
diadakan Pusat Pengkajian Islam
dan Masyarakat (PPIM) pada 9
November 2017.
Dalam konferensi pers yang dihadiri
para reporter, termasuk reporter dari
kedua media daring tersebut, PPIM
hendak menyampaikan ke reporter
tujuan survei, yakni meneliti apakah
siswa Muslim toleran terhadap orang
yang berbeda agama dengan mereka.
Peserta survei ialah 1,859 siswa dari
berbagai sekolah menengah atas dan
universitas negeri di seluruh pelosok tanah
air. Survei diadakan dari tanggal 1 hingga
7 Oktober 2017.
Survei menemukan bahwa pelajar dan
mahasiswa Muslim toleran terhadap orang
yang berbeda agama, tapi yang
merupakan pengikut agama besar yang
diakui negara seperti Kristen, Katolik,
Hindu, Budha dan Konfusianisme. Di sisi
lain, pelajar dan mahasiswa itu kurang
toleran terhadap penganut sekte minoritas
Muslim di Indonesia, seperti Ahmadiyah
dan Syiah. Menanggapi hasil survei ini,
Republika.co.id menekankan bahwa
pelajar dan mahasiswa Muslim toleran
terhadap pemeluk agama lain. Hal ini bisa
terlihat dari judul yang koran ini usung:
“Survei: Muslims Level of Tolerance
toward Non-Muslims is Very High” (Intan,
2017). Sebaliknya, lewat judul: “Students
Intolerant of Minorities: Survey” [Pelajar
dan Mahasiswa Intoleran Terhadap Kaum
Minoritas: Survei] (Ramadhani, 2017),
berita Thejakartapost.com tersebut
bertujuan untuk menekankan bahwa sikap
intoleran masih tinggi di kalangan warga
masyarakat, terutama pelajar dan
mahasiswa.
Lewat contoh ini, kita dapat mengamati
bagaimana dua media melaporkan suatu
peristiwa yang sama dari dua angle yang
berbeda. Hal ini terjadi karena dua media
ini berbeda dari segi misi. Republika.co.id
menyuarakan sudut pandang Islam,
melayani kebutuhan atau kepentingan
komunitas Muslim (Sunni), dan
mempertahankan reputasi Islam. Sedang
Thejakartapost.co.id mempromosikan
kebebasan dan hak-hak individu.
Perbedaan misi ini terefleksikan dalam
19
judul berita yang berbeda, yang telah saya ungkapkan sebelumnya.
atau kepentingan komunitas Muslim (Sunni), dan mempertahankan reputasi Islam.
Sedang Thejakartapost.co.id mempromosikan kebebasan dan hak-hak individu.
Perbedaan misi ini terefleksikan dalam judul berita yang berbeda, yang telah saya
ungkapkan sebelumnya.
Bukti yang saya sebutkan diatas menunjukkan bahwa media memiliki misi yang
berbeda-beda. Beberapa media menganut paham liberal, sedangkan media-media
yang lain menganut paham konservatif. Hampir semua media yang menjadi subyek
riset ini menganut paham yang secara “relatif liberal”, kecuali Republika,
Republika.co.id dan Portal-Islam.id yang menganut paham konservatif. Kata “relatif
liberal” disini dipakai karena di satu sisi, media-media mainstream tersebut
mempromosikan nilai-nilai liberal seperti persamaan hak untuk perempuan dan laki-
laki, penghargaan terhadap kebebasan beragama dan ber-kepercayaan, toleransi
agama, tapi di sisi lain, media-media tersebut terkesan enggan untuk
mempromosikan hak-hak kaum Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender (LGBT),
dan bahkan sering melansir berita lewat sudut pandang yang bias terhadap
kelompok-kelompok rentan ini. Nugroho et.al. menemukan bahwa bias ini bermuara
pada “reproduksi image yang tidak menguntungkan bagi kelompok LGBT dan
menempatkan mereka pada situasi yang rentan terhadap pandangan yang
menghina dari masyarakat luas” (Nugroho et.al, 2013, hal. vi).
Demikian juga, berita-berita dari media tersebut diatas sering mendukung represi
negara terhadap sekte minoritas dan kepercayaan lokal seperti Ahmadiyah, Sapto
Darmo, Kaharingan dan sebagainya, karena reporter dan editor media tersebut
percaya bahwa agama dan kepercayaan itu sesat. Pandangan ini terefleksikan
dalam berita yang muncul di portal Detik.com (Senin, 17 July 2017) yang berjudul:
“MUI Mencatat Ada 144 Aliran Sesat Yang Muncul Di Jabar.” Dengan berita ini,
media mendukung keprihatinan Majelis Ulama Indonesia (MUI) bahwa jumlah sekte
keagamaan yang dianggap sesat cukup mengejutkan, dan oleh karena itu MUI
menganjurkan agar masyarakat lokal waspada.
Di sisi lain, Republika (suratkabar Republika dan Republika.co.id) melanggengkan
pandangan konservatif, sementara Portal-islam.id menyiarkan paham Islam radikal,
ultra-konservatif.
20
Dalam beberapa hal, kelompok Republika menyiarkan topik dengan sudut pandang
yang sama dengan media liberal, seperti misalnya Republika juga menulis berita
yang mendukung toleransi. Yang membedakan Republika dengan media liberal
ialah bahwa Republika sering menulis berita yang cenderung memberikan khutbah
ke masyarakat, yang isinya meneguhkan konservatisme budaya lokal dan Islam.
Salah satu contohnya ialah berita yang ditulis harian Republika, yang berjudul: “TGB
Ingatkan Bahaya Munafik” (Senin, 3 June 2017). TGB singkatan dari Tuan Guru
Bajang, yang mengacu pada Zainul Majdi, Gubernur Nusa Tenggara Barat, yang
sekaligus anak dari seorang pemuka agama terkemuka di provinsi itu.
Portal-Islam.id juga sering menulis berita yang mendukung konservatisme, tapi
dengan cara yang provokatif. Tidak seperti Republika, yang sering memberitakan
peristiwa dengan mengikuti prinsip-prinsip jurnalisme, Portal-Islam.id seringkali
tidak mengunakan kaidah-kaidah jurnalisme yang baik dalam pemberitaan mereka,
contohnya sering portal berita ini gagal memenuhi azas keberimbangan dalam
pemberitaan (cover both sides). Portal ini sering menulis berita yang tidak segan-
segan menghajar lawan politik mereka, tapi mereka gagal menyediakan perspektif
lawan, agar berita lebih berimbang. Salah satu berita yang tidak memenuhi standar
jurnalistik ialah berita berjudul “Gus Nur: Mereka Itu Satu Paket”, yang muncul di
portal itu pada hari Rabu, 27 December 2017.
Berita ini, yang ditulis oleh seseorang yang mengklaim bernama Gus Nur
menyama-ratakan bahwa “semua orang yang mendukung penista agama”, “semua
orang yang mendukung LGBT”, “orang yang mendukung liberalism dan
sekularisme”, dan “orang yang membubarkan lingkaran studi Islam” ialah “orang-
orang yang berada dalam satu paket.” Berita ini lantas mengutuk orang-orang yang
berada dalam paket itu sebagai “hipokrit, karena mereka mempromosikan toleransi
di depan publik, tapi di sisi lain, mereka memandang pemuka agama Islam (kyai
dan ustadz) sebagai musuh” (Gus Nur, 2017). Dari berbagai sudut pandang
pemberitaan diatas terlihat bahwa perbedaan tersebut mencerminkan perbedaan-
perbedaan sudut pandang di masyarakat pula.
Kecenderungan beberapa media, seperti Portal-islam.id3, untuk menyiarkan berita
yang provokatif dan sensasional memantik keprihatinan wartawan Indonesia. Tak
hanya Portal-islam.id, tapi media lain seperti Tribunnews.com juga sering
mempublikasikan berita-berita bermuatan negatif dengan nada sarkastis dan
provokatif (lihat Lampiran 1). Menurut M. Taufiqurrahman,
Redaktur Pelaksana The Jakarta Post, di samping
memberitakan peristiwa secara sensasional,
insensivitas di kalangan wartawan juga memicu
keprihatinan yang sama (wawancara formal, 23
Maret 2018). Beberapa media mengeksploitasi isu
homophobia dan isu yang tidak ramah gender,
3 Saya sudah mengajukan permohonan wawancara lewat email dengan redaksi Portal-
islam.id, tapi permohonan itu tak pernah dibalas.
21
misalnya dengan menulis berita yang tidak menghargai peranan perempuan dan
menjadikan perempuan sebagai obyek.
alam menulis berita tersebut, mungkin wartawan tidak sensitif atau tidak sengaja
membuat berita yang menyinggung harkat dan martabat perempuan misalnya. Tapi
beberapa media lain, seperti Portal-islam.id, di samping tidak sensitif, kadang-
kadang redaksi portal ini dengan sengaja mempublikasikan berita-berita yang
memicu sentiment anti minoritas. Dilihat dari berbagai pemberitaan yang dilansir
oleh Portal-islam.id, terdapat kesan bahwa wartawan di media ini menganut
ideologi agama yang sama, sehingga berita-berita di portal ini cenderung
berpandangan sempit.
Menurut Taufiqurrahman (Redaktur Pelaksana, koran The Jakarta Post),
“peningkatan kapasitas” wartawan penting untuk menyelesaikan permasalahan di
atas. Taufiqurrahman menyatakan bahwa wartawan perlu mendapatkan pelatihan
tentang prinsip-prinsip jurnalisme, sehingga mereka lebih sensitif dalam
mempublikasikan berita-berita tentang perempuan dan kaum minoritas. Dalam
kaitan dengan hal ini, Tempo menawarkan solusi alternatif untuk masalah itu.
Kadang-kadang, redaktur Tempo menugaskan wartawan untuk meliput berita
tentang kehidupan orang yang berbeda keyakinan dengan si wartawan, dengan
maksud untuk memperbaiki sensitifitas wartawan dalam menulis berita tentang
agama atau kaum minoritas.
Sebaga contoh, suatu ketika, Tempo menugaskan seorang wartawan wanita
beragama Hindu untuk melakukan investigasi tentang kehidupan seorang terpidana
teroris Muslim dan keluarganya (Anton Aprianto, Redaktur Pelaksana Desk
Nasional, Majalah Tempo, wawancara formal, 20 Maret 2018). Penugasan tersebut
tidak dimaksudkan untuk mendukung atau bersimpati dengan aktifitas terorisme,
tapi untuk memperluas wawasan wartawan beragama Hindu tadi bahwa terorisme
bukanlah bagian dari ajaran Islam. Wartawan tersebut diharapkan mengerti bahwa
teroris melakukan aksi terorisme karena dicekoki ajaran yang salah, dan bukannya
mengikuti ajaran Islam. Strategi seperti ini bisa dilaksanakan oleh media-media
yang lain untuk mencetak wartawan yang toleran.
Tokoh-tokoh yang berpengaruh di media di Indonesia – yang statemen atau
tindakannya mempengaruhi agenda sosial, politik dan ekonomi nasional – ialah
pejabat pemerintah, anggota parlemen, para hakim dan pemimpin informal
masyarakat. Di tahun-tahun belakangan ini, sehubungan dengan meningkatnya
pengaruh sosial media, para tokoh publik diatas (intelektual, pejabat pemerintah,
pemimpin informal masyarakat) – yang memiliki akun dengan jumlah pengikut yang
banyak di media sosial Facebook, Twitter, Instagram dan lainnya – memiliki
pengaruh di kalangan publik. Pejabat pemerintah biasanya berperan menentukan
agenda kebijakan publik atau agenda lain yang penting bagi publik. Para pejabat ini
memiliki kekuasaan yang dapat mempengaruhi jalan hidup rakyat, sehingga
mereka sering dikutip oleh media.
22
Dalam 60 artikel yang menjadi subyek penelitian riset ini, banyak berita yang
bersumber dari pernyataan atau tindakan pejabat pemerintah. Media mainstream
sering meminjam kutipan atau pernyataan dari pejabat negara untuk mendukung
pandangan media masing-masing, misalnya, tentang pentingnya pluralisme di
negeri majemuk ini.
Para tokoh diatas mempengaruhi opini publik, lewat pernyataan atau tindakan yang
hendak mereka lakukan, dan mempublikasikan atau menyiarkannya lewat berbagai
macam platforms, seperti print, media online, televisi, radio, social media dan
sebagainya. Di era media sosial seperti sekarang ini, pesan yang disuarakan atau
tindakan yang dilakukan oleh tokoh-tokoh tersebut menjadi sangat penting, karena
media sosial membantu memperluas dan menguatkan pesan diatas. Dalam hal ini,
pesan tersebut dapat membantu mempromosikan toleransi diantara pemeluk
agama yang berbeda, atau malah sebaliknya, meningkatkan ketegangan antara
pemeluk agama yang berbeda. Salah satu contoh pernyataan atau tindakan tokoh
(kelompok) masyarakat yang terpublikasi luas setelah disebarkan media sosial ialah
ajakan sekelompok warga – yang mengklaim diri mereka warga Betawi Jakarta –
untuk tidak memilih Ahok, lewat sebuah demonstrasi. Demonstrasi ini, yang
diabadikan lewat video, menjadi viral dan ditonton banyak orang.
Thejakartapost.com memuat berita tentang viralnya video itu dalam berita berjudul:
“Viral Provocative Video Against ‘Infidel Leader’ To Be Investigated” [Viralnya Video
Yang Provokatif Tentang Pemimpin Kafir” Akan Diselidiki] (Rabu, 12 April 2017).
Video ini memperlihatkan puluhan orang yang mengenakan busana khas Betawi –
tergabung dalam Forum Warga Grogol Selatan – tengah mengacungkan golok
sambil mendeklarasikan bahwa mereka tak akan memilih “seorang pemimpin kafir”,
yang mengacu pada gubernur petahana, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Ahok
ialah warganegara Indonesia keturunan Tionghoa dan seorang Protestan. Viralnya
video di bulan April 2017 membuat Badan Pengawas PEMILU (Bawaslu)
mengadakan investigasi untuk mengetahui apakah telah terjadi pelanggaran
terhadap Kode Etik PEMILU. Berita tentang viralnya video ini menunjukkan
bahwa keberadaan media sosial sangat strategis untuk melempar pesan
yang dapat menjangkau dan mempengaruhi publik dalam jumlah besar.
Dari 60 artikel tersebut, setidaknya ada 23 artikel
yang mengutip pernyataan dari pejabat negara
yang berhubungan dengan kebebasan
beragama dan toleransi antar umat-beragama.
Kemudian diikuti oleh artikel yang memuat
pernyataan pemimpin komunitas, seperti
ulama Muslim Sunni, aktifis hak asasi
manusia, pimpinan kaum minoritas agama,
akademisi dan sebagainya.
23
Guna mengurangi prasangka subyektif (stereotype) terhadap sekte keagamaan
minoritas, media mainstream, sering memberi ruang bagi kaum minoritas tersebut
untuk menyuarakan aspirasinya.
Media mainstream sering membuat berita yang bersumberkan dari wawancara
dengan pimpinan kelompok minoritas tersebut. Berita-berita semacam ini
meningkatkan pemahaman publik tentang aspirasi dan sudut pandang kaum
minoritas. Tindakan ini dapat membantu mengurangi prasangka subyektif
masyarakat tentang ajaran kaum minoritas tersebut, yang sering dituduh sebagai
sesat dan berbahaya.
Prasangka subyektif ini terbangun seiring waktu berjalan, karena publik sering tidak punya gambaran tentang bagaimana sebenarnya kaum minoritas itu mempraktekkan ajaran agamanya.
Malah, publik sering bergantung pada sumber kedua guna mengetahui ajaran dan
praktek beribadah kam minoritas. Celakanya, sumber kedua ini sering menuduh
ajaran kaum minoritas itu sebagai ajaran sesat.
24
Dengan berbicara kepada sumber
pertama, yaitu pemuka agama kaum minoritas,
media membantu menjembatani jurang
perbedaan antara pemeluk agama
mayoritas dan minoritas.
Salah satu contoh wawancara yang membantu
membuka mata publik tentang ajaran
kepercayaan minoritas ialah wawancara antara
Koran Tempo dengan Dewi Kanti, jurubicara
kepercayaan Sunda tradisional, Sunda
Wiwitan. Berita itu berjudul: “Dewi Kanti:
Agama Leluhur Bukan Ancaman” (Koran
Tempo, Sabtu, 18 November 2017). Lewat
wawancara itu, Dewi Kanti memberikan
jaminan kepada masyarakat bahwa komunitas
Sunda Wiwitan hanya menginginkan perlakuan
yang sama dari negara. Komunitas Sunda
Wiwitan hanya ingin hidup damai dengan
masyarakat lain dan tidak ingin meminta
masyarakat lain untuk berpindah kepercayaan
ke Sunda Wiwitan. Lewat wawancara itu, Dwi
Kanti menceritakan sulitnya masyarakat Sunda
Wiwitan memperoleh akta pernikahan dan akta
lahir, padahal mereka ialah juga warganegara
Indonesia, seperti warganegara yang lain.
Wawancara seperti ini membuka mata publik
tentang aspirasi warga Sunda Wiwitan, dan
punya potensi untuk membangkitkan simpati
masyarakat terhadap penganut kepercayaan
ini. Wawancara ini juga punya potensi untuk
meningkatkan pemahaman publik tentang
ajaran Sunda Wiwitan dan bagaimana
penganut Sunda Wiwitan mempraktekkan
ajarannya. Selain itu, publik juga tercerahkan
bahwa ajaran dan praktek Sunda Wiwitan
bukanlah ancaman bagi agama dan
kepercayaan mayoritas.
Sehubungan dengan masalah prasangka subyektif, wartawan
kadang masih menjadi sumber masalah.
Media cenderung untuk membuat berita
yang sensasional, yang memicu pembaca
untuk membaca berita tersebut. Menurut
M. Taufiqurrahman dari The Jakarta Post,
media sering “melihat sesuatu lebih dari
mereka melihatnya” (wawancara formal,
23 Maret 2018). Kecenderungan ini
bermuara pada sering wartawan menulis
berita-berita yang sensasional, terutama
diantara wartawan media daring
25
Wartawan media daring menulis berita sensasional sebagai bagian dari strategi
mereka untuk “memancing” masyarakat untuk “meng-klik” berita guna meningkatkan
“traffic.” Kebiasaan menulis berita sensasional mengakibatkan muncul berita yang
tidak sesuai fakta. Selain itu, wartawan, terutama wartawan media daring, sering
menulis berita dan mempublikasi-kannya secepat mungkin guna memenangi
persaingan yang semakin ketat dengan media daring sejenis. Pengutamaan
kecepatan ini sering mengorbankan keakurasian data. Selain itu, wartawan juga
sering mengorbankan prinsip keberimbangan dalam pemuatan berita, agar berita
cepat termuat tanpa menunggu konfirmasi dari pihak lain. Konfirmasi dengan pihak
lain dilakukan dalam berita selanjutnya. Hal ini bisa merugikan tidak saja pembaca,
tapi juga pihak yang tertunda pengungkapan fakta menurut versi mereka. Guna
mengatasi masalah ini, M. Taufiqurahman dari The Jakarta Post, redaksi perlu
mempertahankan disiplin wartawannya, dengan terus menerus mengingatkan
wartawan untuk memegang teguh asas peliputan berimbang (cover both sides) dan
mengkonfirmasi keakuratan berita terlebih dulu sebelum mereka mempublikasikan
berita mereka.
Hal lain yang dilakukan media mainstream untuk meningkatkan toleransi antar
pemeluk umat beragama ialah dengan mempromosikan pluralisme lewat peliputan
acara budaya yang mendukung asas tersebut. Koran Jawa Pos melansir berita
tentang karnaval budaya yang dilakukan oleh siswa, guru dan alumni sebuah
sekolah menengah atas di Surabaya, pada 30 Oktober 2017. Berita itu berjudul:
“Tampilkan Aneka Kostum Nusantara.” Berita ini menampilkan foto dimana para
peserta berdandan dalam berbagai macam kostum yang mewakili etnik yang
berbeda-beda di Indonesia.
Sementara itu, koran Republika menampilkan sebuah opera dimana anak-anak yang
digambarkan berasal dari etnik yang berbeda, hidup damai di sebuah bangunan
apartemen. Berita itu berjudul: “Pesan Keberagaman dari Operette Anak Rusun”
(Senin, 25 September 2017). Berita-berita ini membantu mencerahkan pemahaman
masyarakat bahwa keberagaman ialah bagian dari kehidupan bangsa Indonesia,
dan keberagaman itu perlu dihargai dan dirayakan.
Dari paragraf-paragraf sebelumnya, dapat dikatakan bahwa isi media mainstream
merefleksikan diskursus yang berkembang di kalangan masyarakat Indonesia yang
majemuk. Media mainstream meliput dan melaporkan sosial, politik dan berbagai
macam peristiwa berdasarkan ideologi dan misinya masing-masing. Dalam laporan
mereka, beberapa media mainstream mendukung kebebasan beragama, sementara
yang lain mendukung konservatisme, melanggengkan prasangka subyektif
masyarakat terhadap kelompok-kelompok rentan dan mempromosikan kepentingan
yan bersifat sektarian. Peningkatan kapasitas, dalam bentuk pelatihan, diperlukan
guna mengatasi permasalahan diatas. Perlu peningkatan kesadaran wartawan untuk
menghindari penulisan berita yang sensasional dan mempromosikan kepentingan
sektarian, karena bentuk berita semacam ini punya potensi memecah-belah
masyarakat.
26
Kesimpulan dan
Rekomendasi
Kesimpulan
Bagian-bagian sebelumnya dari studi ini menjelaskan beberapa isu yang berkaitan
dengan isi pemberitaan media tentang kebebasan beragama. Meski banyak media
telah mempublikasikan berita yang mendukung kebebasan beragama dan toleransi
antar umat-beragama, beberapa media masih melansir berita-berita yang bersifat
negatif dan kontraproduktif bagi kebebasan beragama, yang mana berita-berita itu
mengandung muatan provokasi, sensasional dan sarkastis. Di samping itu,
menyedihkan kiranya bahwa beberapa wartawan atau redaktur media juga terlibat
dalam penulisan berita yang tidak memenuhi kaidah-kaidah jurnalisme, dan bahkan
terlibat dalam mem-posting/membagi berita hoax ke khalayak sosial media. Studi ini
menemukan bahwa wartawan dan redaktur melakukan praktek diatas karena
persaingan yang sengit antar media, terutama media daring, guna mendapatkan
lebih banyak pembaca berita mereka.
Masalah lain yang dikupas oleh studi ini ialah bahwa beberapa media mainstream
masih menulis berita yang tidak sensitif terhadap kelompok-kelompok rentan dalam
masyarakat seperti kaum minoritas agama, perempuan dan LGBT. Situasi ini terjadi
karena abainya para wartawan tentang kehidupan dan peranan dari kelompok-
kelompok rentan ini di masyarakat. Bias pribadi juga berkontribusi terhadap
munculnya penulisan berita yang tidak sensitif terhadap nasib dari kelompok-
kelompok yang rentan di masyarakat itu. Untuk mengatasi masalah ini, wartawan
perlu disadarkan tentang posisi kelompok rentan di masyarakat, guna mengurangi
berita-berita yang memberi label tertentu atau memberikan prasangka subyektif
terhadap kelompok minoritas agama, misalnya memberikan label sesat.
27
Kebiasaan ini perlu dihindari karena praktek ini melegitimasi marjinalisasi dan
diskriminasi terhadap kelompok-kelompok tersebut oleh negara.
Meski demikian, berita-berita yang tidak sensitive tak hanya karena abainya
wartawan. Beberapa wartawan lain secara sengaja meniup-niupkan sentiment anti-
minoritas. Studi ini menjelaskan bagaimana media mainstream yang mengklaim
mewakili suara Islam, seperti nahimunkar.com, sering menggunakan kata-kata yang
provokatif dalam memberikan label terhadap ajaran keagamaan minoritas di
Indonesia seperti Ahmadiyah dan Syiah sebagai ajaran sesat. Selain itu, media
semacam ini sering menekankan dalam pemberitaannya bahwa ajaran keagamaan
minoritas tersebut menjadi ancaman bagi umat dan ajaran mayoritas Islam Sunni.
Menghadapi hal ini, wartawan perlu dibuat sadar tentang bahayanya pemuatan
berita-berita provokatif yang dapat berdampak pada meningkatnya ketegangan
antar-umat beragama dan dapat pula berujung pada kekerasan terhadap kelompok-
kelompok rentan di masyarakat, terutama kaum minoritas agama.
Di samping membahas tentang peranan media mainstream, studi ini juga
mendiskusikan tentang peranan tokoh-tokoh yang berpengaruh dalam
mempromosikan kebebasan beragama di Indonesia. Peranan mereka saat ini makin
penting dengan munculnya media sosial. Media sosial membantu tokoh-tokoh
tersebut melebarkan dan menguatkan pesan yang mereka sebarkan lewat akun
media sosial mereka ke publik.
Karena para tokoh tersebut ialah pejabat negara yang berkuasa, atau tokoh publik
yang disegani karena ilmu agama atau kepemimpinan informal-nya, postingan
media sosial mereka menjadi kuat pengaruhnya terhadap masyarakat. Pesan dalam
postingan itu dapat mendukung toleransi antar-umat, atau malah sebaliknya
menciptakan atau menambah ketegangan antar-umat beragama. Dalam beberapa
kasus, para tokoh tersebut ialah bagian dari masalah, sebagai contoh, dengn secara
sengaja atau tidak sengaja berpartisipasi dalam penyebaran postingan hoax di
media sosial.
Media mainstream dapat berkontribusi dalam menangani persoalan ini dengan
menyajikan berita-berita berdasarkan fakta, yang fungsinya untuk mengklarifikasi
berita hoax yang menjadi viral di media sosial. Dengan melakukan tindakan
demikian, media mainstream berperan dalam memberikan kontribusi mereka
sebagai pelayan masyarakat.
28
Rekomendasi Berdasarkan ringkasan temuan riset dan analisis isi dari 60 artikel yang diterbitkan
oleh 5 media cetak dan 5 media daring terkemuka di Indonesia, rekomendasi berikut
ini disusun untuk kemudian diwujudkan dalam suatu program.
Meningkatkan pengetahuan dan kapasitas wartawan dan
perusahaan media tentang prinsip-prinsip dan praktek jurnalisme
yang sensitif terhadap potensi konflik horizontal masyarakat:
Sehubungan dengan masalah-masalah yang didiskusikan di bagian-
bagian sebelumnya dari studi ini, pelatihan dan atau workshop
seharusnya bertujuan untuk mengatasi abainya dan tidak sensitifnya
wartawan dan redaktur dalam menulis berita tentang kelompok rentan
dalam masyarakat. Karena wartawan dan redaktur yang langsung
bertanggungjawab terhadap penulisan berita yang abai dan tidak
sensitif terhadap nasib atau kehidupan kelompok rentan dalam
masyarakat tersebut, maka seharusnya mereka menjadi target
pelatihan dan atau workshop di atas.
Dalam memecahkan permasalahan abainya dan tidak sensitifnya
wartawan tersebut, kurikulum pelatihan dan atau workshop sebaiknya
berfokus pada meningkatkan sensitifitas wartawan dalam meliput isu
yang berhubungan dengan agama, kelompok minoritas dan
perempuan. Kurikulum tersebut sebaiknya juga menekankan pada
dampak dari berita hoax dan berita yang provokatif terhadap
keamanan dan keselamatan masyarakat luas. Wartawan perlu
diberikan pemahaman tentang bagaimana berita hoax dan provokatif
dapat berujung ke kekerasan, jika berita-berita semacam itu
didistribusikan secara luas ke kalangan masyarakat.
Prioritas utama yang perlu disinggung dalam melaksanakan pelatihan
atau workshop jurnalisme damai ialah “melawan dominasi
pemberitaan media daring yang membantu memproduksi atau
mendistribusikan berita hoax.” Pelatihan dan workshop juga
seharusnya mencakup penjelasan tentang konstitusi dan undang-
undang di Indonesia yang berhubungan dengan isu kebebasan
beragama dan toleransi antar-umat beragama. Kurikulum ini akan
membantu wartawan meningkatkan pengetahuan mereka tentang
konstitusi dan undang-undang, yang menjadi acuan bagi negara
dalam penegakan hokum terhadap permasalahan yang berkaitan
dengan kebebasan beragama dan toleransi antar-umat beragama.
● Mengorganisir pelatihan dan workshop guna meningkatkan
sensitifitas wartawan dalam meliput konflik. Sensitifitas ini penting
bagi negara yang majemuk dari sisi ras, agama dan etnik seperti
Indonesia.
29
● Memastikan bahwa para pelatih berpengalaman dan paham
tentang prinsip-prinsip jurnalisme yang sensitif terhadap konflik,
dan telah mempraktekkan prinsip-prinsip tersebut dalam meliput
konflik untuk menunjukkan kepada wartawan bahwa berita-berita
yang provokatif dalam memicu sentiment keagamaan
masyarakat. Hal ini bisa dilakukan dengan menjelaskan suatu
kejadian kekerasan atas nama agama (seperti konflik di Maluku),
dimana pemberitaan yang provokatif turut meningkatkan eskalasi
konflik antara pemeluk agama di daerah kepulauan itu.
● Pelatihan dan workshop diharapkan dapat meningkatkan
sensitifitas wartawan dalam menulis berita yang berkaitan dengan
kelompok-kelompok yang rentan di masyarakat, seperti
perempuan, kelompok minoritas agama dan sebagainya, dengan
tujuan untuk memberantas kecenderungan wartawan menulis
berita yang dipenuhi prasangka subyektif (stereo-typing), bias
pribadi dan pemberitaan yang tidak sensitif terhadap kelompok
marjinal di masyarakat.
● Memberi kesempatan bagi wartawan untuk mengetahui
kehidupan dan nilai-nilai pemeluk agama yang berbeda-beda,
sehingga wartawan paham tentang nasib mereka. Hal ini dapat
meningkat empati wartawan terhadap ajaran dan pemeluk agama
lain, terutama ketika mereka menulis analisis dan berita di media
mereka.
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) bekerja di bidang kebebasan
beragama, seperti Search for Common Ground, sebaiknya
mengorganisir wartawan yang berasal dari “perusahaan media
yang homogen” (suatu perusahaan, dimana seluruh pekerja
medianya beragama sama) untuk melaksanakan perjalanan
lapangan (field trip) ke suatu organisasi atau tempat ibadah yang
dikelola oleh pemeluk agama lain. Perjalanan lapangan ini dapat
merupakan bagian dari pelatihan atau workshop, atau bisa
diselenggarakan secara terpisah di berbagai tempat lain tentang
bagaimana melaksanakan jurnalisme damai, dengan peserta yang
terdiri waratwan dari berbagai latar-belakang, termasuk para
wartawan dari “media yang homogen.”
Menyediakan skema Fellowship singkat ke sejumlah wartawan,
atau mengorganisir Lomba Peliputan Berita Yang Sensitif
Terhadap Konflik Bagi Wartawan, guna memotivasi para wartawan
untuk mempraktekkan jurnalisme yang sensitif terhadap konflik.
30
Berkolaborasi dengan organisasi-organisasi terkait guna
mengembangkan Kode Etik wartawan, atau memperkuat
(menyempurnakan) kode etik yang telah ada. Berkolaborasi
dengan federasi wartawan, sepertu Aliansi Jurnalis Independen (AJI)
dan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), untuk menyusun kode etik
wartawan dalam peliputan yag berkaitan dengan isu agama, etnik,
jender dan kelompok rentan, seperti misalnya kaum minoritas agama.
Mengorganisir kampanye media untuk menyebarkan Kode Etik
diatas yang telah disepakati, dan mengembangkan mekanisme
untuk menindaklanjuti penerapan Kode Etik diatas, bekerjasama
dengan AJI dan PWI.
Mengorganisir dialog bulanan atau tiga bulanan diantara
wartawan, Pemimpin Redaksi dan Redaktur Pelaksana untuk
memfasilitasi kelanjutan perbincangan tentang jurnalisme yang
sensitive terhadap konflik.
31
LAMPIRAN 1 – DAFTAR ARTIKEL MEDIA DARING
NO MEDIA DARING
ARTIKEL IDEOLOGI MEDIA
NADA PEMBERITAAN
1 http://www.portal-islam.id/
Title: “Netizen Heboh! Di Era Ridwan Kamil, Ada China Town di Kota Bandung”
Ultra-Konservative, Radical
Negatif - Kebencian
Link: http://www.portal-islam.id/2017/08/netizen-heboh-di-era-ridwan-kamil-ada.html Published: Senin, 21 Agustus 2017
Negatif - Provokatif, dimana penulis mem-posting komentar di sosial media di akhir berita
Source: http://m.viva.co.id/gaya-hidup/travel/948315-wah-kini-ada-china-town-di-bandung
2 http://portal-islam-id.blogspot.co.id
Title: “Aneksasi Alamiah, Zeng Wei Jian: Jangan Biarkan NKRI Dijajah Dengan Dalih Pluralisme dan Keberagaman”
Ultra-Conservative, Radical
Negatif – Kebencian
Link: http://portal-islam-id.blogspot.co.id/2017/02/aneksasi-alamiah-zeng-wei-jian-jangan.html
Negatif -Provokatif
Penulis: Penulis: Zeng Wei Jian, aktivis Tionghoa Published: Kamis, 23 Februari 2017
3 republika.co.id Titel: “Yusuf Mansur: Beberapa Ulama Sebut Beri Ucapan Natal Sudah Jadi Kafir”
Liberal-Conservative
Negatif – Kebencian
Link: http://khazanah.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-nusantara/14/12/12/nggeu7-yusuf-mansur-beberapa-ulama-sebut-beri-ucapan-natal-sudah-jadi-kafir Published: Jumat, 12 Desember 2014
Penulis: Joko Sadewo
4 republika.co.id Title: 'Kebersamaan Terus Digoyang Kaum Intoleran' Liberal-Conservative
Positif – Merangkul keberagaman
Link: http://khazanah.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-nusantara/17/12/14/p0ym4m335-kebersamaan-terus-digoyang-kaum-intoleran Published: Jumat 15 Desember 2017
Positif – Provokatif
Rep: Fuji E Permana/ Red: Esthi Maharani
5 republika.co.id
Survei: Toleransi Umat Islam pada Non-Muslim Sangat Tinggi
Liberal-Conservative
Positif – Merangkul keberagaman
http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-nusantara/17/11/09/oz514b335-survei-toleransi-umat-islam-pada-nonmuslim-sangat-tinggi Published: Kamis, 09 November 2017
Negatif – Apologetic dalam menanggapi liputan terdahulu tentang meningkatnya intoleransi diantara Muslim-Sunni
Rep: Novita Intan/ Red: Esthi Maharani
6 Title: “Students intolerant of minorities: Survey” Liberal Positif –
32
http://www.thejakartapost.com
Kritis terhadap intoleransi, merangkul
Link: http://www.thejakartapost.com/news/2017/11/09/students-intolerant-minorities-survey.html Published: Kamis, 09 November 2017
Penulis: Nurul Fitri Ramadhani
7 http://www.thejakartapost.com
Title: “Indonesian hard-liners again turn up heat on Ahmadis”
Liberal Positif – kritis terhadap intoleransi
Link: http://www.thejakartapost.com/news/2017/02/25/indonesian-hard-liners-again-turn-up-heat-on-ahmadis.html Published: Sat, February 25, 2017
Penulis: Fachrul Sidiq
8 http://www.thejakartapost.com
Title: “House readies draconian rule on blasphemy in KUHP”
Liberal Positif – kritis terhadap intoleransi
Link: http://www.thejakartapost.com/news/2018/01/30/house-readies-draconian-rule-blasphemy-kuhp.html Published: Tue, January 30 2018
Penulis: Marguerite Afra Sapiie and Safrin La Batu
9 http://www.thejakartapost.com
Title: “Viral provocative video against ‘infidel leader’ to be investigated”
Liberal
Positif – kritis terhadap intoleransi
Link: http://www.thejakartapost.com/news/2017/04/12/viral-provocative-video-against-infidel-leader-to-be-investigated.html Published: Wed, April 12, 2017
Penulis: Callistasia Anggun Wijaya
10 http://www.thejakartapost.com
Title: “Educational institutions must focus on promoting Pancasila values: Working unit”
Liberal Positif – merangkul keberagaman
Link: http://www.thejakartapost.com/news/2017/09/16/educational-institutions-must-focus-on-promoting-pancasila-values-working-unit.html Published: Sat, September 16, 2017
Penulis: Bambang Muryanto
11 http://wartakota.tribunnews.com
Title: “Amien Rais: Kalau Allah Menginginkan Makar, Tokoh-tokoh Kafir di Sisi Jokowi Tidak akan Ada Artinya”
Liberal Negatif – Provokatif
Link: http://wartakota.tribunnews.com/2017/10/24/amien-rais-kalau-allah-menginginkan-makar-tokoh-tokoh-kafir-di-sisi-jokowi-tidak-akan-ada-artinya. Published: Selasa, 24 Oktober 2017
Negatif - Sarkartis
Editor: Yaspen Martinus
12 http://www.tribunnews.com
Title: “Benih-benih Intoleransi di Sekolah: Siswa Tolak Ketua OSIS yang Beda Agama
Liberal Positif – kritis terhadap intoleransi
http://www.tribunnews.com/nasional/2017/05/03/benih-benih-intoleransi-di-sekolah-siswa-tolak-ketua-osis-yang-beda-agama.
33
Published: Rabu, 3 Mei 2017
Editor: Malvyandie Haryadi
13 http://sumsel.tribunnews.com
Title: “Pengunggah Video Penistaan Agama Buni Yani Takut Dipenjara ? Hingga Lakukan Hal ini
Liberal
Negatif – sarkastis
http://sumsel.tribunnews.com/2017/06/21/pengunggah-video-penistaan-agama-buni-yani-takut-dipenjara-hingga-lakukan-hal-ini. Published: Rabu, 21 Juni 2017
Negatif - Provokatif
Editor: M. Syah Beni
14 http://jabar.tribunnews.com
Title: “Heboh ! Seorang Wanita Guru Ngaji Ajarkan Aliran Sesat di Jatinangor
Liberal
Negatif – Provokatif
http://jabar.tribunnews.com/2017/07/14/heboh-seorang-wanita-guru-ngaji-ajarkan-aliran-sesat-di-jatinangor. Published: Jumat, 14 Juli 2017
Editor: Dedy Herdiana, Penulis: Seli Andina Miranti
15 http://wartakota.tribunnews.com
Title: “Yenny Wahid Janji Bela Pluralisme dengan Hadiri Perayaan Natal
Liberal
Positif – merangkul toleransi
http://wartakota.tribunnews.com/2017/01/28/yenny-wahid-janji-bela-pluralisme-dengan-hadiri-perayaan-natal. Published: Sabtu, 28 Januari 2017
Penulis: Gede Moenanto Soekowati; Editor: Gede Moenanto
16 https://news.detik.com
Title: “MUI Mencatat Ada 144 Aliran Sesat yang Muncul di Jabar”
Liberal Negatif – Bias atas penganut agama non-mainstream
Link: https://news.detik.com/berita-jawa-barat/d-3563291/mui-mencatat-ada-144-aliran-sesat-yang-muncul-di-jabar Published: Senin, 17 Juli 2017
Penulis: Mochamad Solehudin
17 https://news.detik.com
Title: “Cuitan 'Pahlawan Kafir' Dwi Estiningsih, Polisi Periksa Peruri”
Liberal Positif – Penghormatan terhadap proses hukum
Link: https://news.detik.com/berita/d-3401457/cuitan-pahlawan-kafir-dwi-estiningsih-polisi-periksa-peruri Published: Jumat 20 Januari 2017
Penulis: Mei Amelia R
18 https://news.detik.com
Title: “Pemuda Harus Bisa Tangkal Radikalisme dan Intoleransi”
Liberal Positif – merangkul keberagaman
Link: https://news.detik.com/berita/d-3704211/pemuda-harus-bisa-tangkal-radikalisme-dan-intoleransi Published: Minggu, 29 Oktober 2017
Penulis: Sayahdan Alamsyah
19 https://news.detik.com
Title: “Jokowi: Kodrat Bangsa Indonesia adalah Keberagaman”
Liberal Positif – merangkul keberagaman
Link: https://news.detik.com/berita/d-3517327/jokowi-kodrat-bangsa-indonesia-adalah-keberagaman
34
Published: Kamis 01 Juni 2017
Penulis: Danu Damarjati
20 https://news.detik.com
Title: “Joshua Suherman Dipolisikan soal Lawakan tentang Mayoritas”
Liberal Positif – Penghormatan terhadap proses hukum
Link: https://news.detik.com/berita/d-3806802/joshua-suherman-dipolisikan-soal-lawakan-tentang-mayoritas Published: Selasa, 09 Januari 2018
Penulis: Denita Matondang
21 http://www.portal-islam.id/
Title: “Mereka itu 1 Paket …. !!!” Ultra-Conservative, Radical
Negatif – Sarkastis
Link: http://www.portal-islam.id/2017/12/mereka-itu-1-paket.html Published: Rabu, 27 Desember 2017
Negatif – Fanatik
Penulis: Gus Nur Negatif - Provokatif
22 http://www.portal-islam.id/
Title: “Membongkar Jualan Cap ‘Intoleransi & Radikalisme’ ala SETARA Institute”
Ultra-Conservative, Radical
Negatif – Sarkatis
Link: http://www.portal-islam.id/2017/11/membongkar-jualan-cap-intoleransi.html Published: Sabtu, 4 November 2017
Negatif – Fanatik
Penulis: Fahrudin Alwi Negatif - Provokatif
23 http://www.portal-islam.id/
Title: “Jelang Pilkada, Habib Rizieq Peringatkan Umat Islam: Waspadai Para Munafik”
Ultra-Conservative, Radical
Negatif - Provokatif
Link: http://www.portal-islam.id/2018/01/jelang-pilkada-habib-rizieq-peringatkan.html
Negatif – Fanatik
Published: Minggu, 14 Januari 2018
24 http://www.portal-islam.id/
Title: “Para Pecundang Agama” Ultra-Conservative, Radical
Negatif - Provokatif
Link: http://www.portal-islam.id/2017/12/para-pecundang-agama.html Published: Minggu, 31 Desember 2017
Negatif – Fanatik
Penulis: Syarif Shahab Negatif – Sarkastis
25 republika.co.id Title: “Pemerintah Tekankan Pendidikan Agama Jaga Keberagaman”
Liberal-Conservative
Positif – merangkul keberagaman
Link: http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/umum/17/01/17/ojwtuo365-pemerintah-tekankan-pendidikan-agama-jaga-keberagaman Published: Selasa, 17 January 2017
Rep: Dessy Suciati Saputri/ Red: Angga Indrawan
26 https://www.kompas.com/
Title: “Stigma Sesat Membuat Warga Ahmadiyah Kehilangan Hak sebagai WNI”
Liberal Positif – anti-diskriminasi
Link: https://nasional.kompas.com/read/2017/07/24/19104161/stigma-sesat-membuat-warga-ahmadiyah-kehilangan-hak-sebagai-wni. Published: Senin, 24 Juli 2017
Penulis : Kristian Erdianto
35
27 https://www.kompas.com/
Title: “17 Agustusan di Istana, Merayakan Keberagaman”
Liberal Positif – merangkul keberagaman
https://nasional.kompas.com/read/2017/08/18/08093201/17-agustusan-di-istana-merayakan-keberagaman.. Published: Jumat, 18 Agustus 2017
Penulis : Fabian Januarius Kuwado
28 https://www.kompas.com/
Title: “Fadli Zon: Jangan Pilih Capres Munafik” Liberal Negatif – Fanatik
https://nasional.kompas.com/read/2014/05/09/1406359/Fadli.Zon.Jangan.Pilih.Capres.Munafik Published: Jumat, 9 Mei 2017
Negatif - Provokatif
Penulis : Ihsanuddin
29 https://www.kompas.com/
Title: “Jokowi: Jangan Takut Melawan Intoleransi dan Kekerasan”
Liberal
Positif – merangkul keberagaman
https://nasional.kompas.com/read/2017/04/18/12382271/jokowi.jangan.takut. Published: Selasa, 18 April 2017
Penulis : Ihsanuddin
30 https://www.kompas.com/
Title: “Pesan Gus Nuril, Tudingan Kafir Tidak Sejalan dengan Pancasila
Liberal Positif – kritis terhadap intoleransi
https://nasional.kompas.com/read/2017/01/21/23052371/pesan.gus.nuril.tudingan.kafir.tidak.sejalan. dengan.pancasila. Published: Sabtu, 21 Januari 2017
Penulis : Fachri Fachrudin
36
LAMPIRAN 2 – DAFTAR ARTIKEL MEDIA CETAK
NO MEDIA CETAK
ARTIKEL IDEOLOGI MEDIA
NADA PEMBERITAAN
1 Kompas Title: “Rakyat Rayakan Pancasila: UKP-PIP Menjadi Awal yang Baik” Link: https://kompas.id/baca/x/politik/2017/06/02/rakyat-rayakan-pancasila/ Penulis: Tim Kompas Hal. 1 Published: Jumat, 2 Juni 2017
Liberal Positif – merangkul keberagaman
2 Kompas Title: “Kebebasan Beragama di Indonesia Terancam” Link: https://kompas.id/baca/x/politik/2017/05/04/kebebasan-beragama-di-indonesia-terancam/ Penulis: REK Hal. 4 Published: Kamis, 4 Mei 2017
Liberal Positif – memperingatkan tentang bahaya intoleransi
3 Kompas Title: “Sejumlah Tanya dari Media Asing” Link: https://kompas.id/baca/polhuk/2017/05/12/sejumlah-tanya-dari-media-asing/ Penulis: Antony Lee Hal. 5 Published: 12 Mei 2017
Liberal Positif – memperingatkan tentang bahaya intoleransi
4 Kompas Title: “Koalisi Besar untuk Menjaga Kerukunan” Link: https://kompas.id/baca/x/politik/2017/12/18/koalisi-besar-untuk-menjaga-kerukunan/ Penulis: MHD/RWN Hal: 4 Published: 18 Desember 2017
Liberal Positif – merangkul keberagaman
5 Kompas Title: “Politik Bikin Stres” Link: https://kompas.id/baca/x/politik/2017/12/30/politik-bikin-stres/ Penulis: M SUBHAN SD Hal: 4 Published: 30 Desember 2017
Liberal Positif – memperingatkan tentang bahaya intoleransi
6 Kompas Title: “Visi Kebangsaan MUI: Umat Islam Wajib Menjaga Negara Kesatuan Republik Indonesia” Link: https://kompas.id/baca/x/politik/2017/07/27/visi-kebangsaan-mui/ Penulis: NDY/DIA Hal: 5 Published: 27 Juli 2017
Liberal Positif – merangkul keberagaman
7 The Jakarta Post
Title: “Practicing Muslims wary of hate-filled Friday sermons” Link: http://www.thejakartapost.com/news/2017/02/04/practicing-muslims-wary-hate-filled-friday-sermons.html Penulis: Marguerite Afra Sapiie and Margareth S. Aritonang Hal: Headline page Published: Sat, February 4 2017
Liberal Positif – memperingatkan tentang bahaya intoleransi
8 The Jakarta Post
Title: “Unmasking the hypocrisy of casual marriage” Liberal Positif – memperingatkan tentang
37
Link: http://www.thejakartapost.com/news/2017/11/02/unmasking-hypocrisy-casual-marriage.html Penulis: Corry Elyda and Ika Krismantari Hal: Special Report Page Published: Thu, 2 November 2017
bahaya intoleransi
9 The Jakarta Post
Title: “No shift on LGBT, death penalty or blasphemy” Link: http://www.thejakartapost.com/news/2017/07/26/no-shift-lgbt-death-penalty-or-blasphemy.html Penulis: Indra Budiari Hal: Headlines Published: Wed, July 26 2017
Liberal Positif – memperingatkan tentang bahaya intoleransi
10 The Jakarta Post
Title: “Radicalism flourishes in suburbs: Survey” Link: http://www.thejakartapost.com/news/2017/11/02/radicalism-flourishes-in-suburbs-survey.html Penulis: Fachrul Sidiq Hal: Headlines Published: Thu, November 2, 2017
Liberal Positif – memperingatkan tentang bahaya intoleransi
11 The Jakarta Post
Title: “Borobudur festival puts spotlight on pluralism” Link: http://www.thejakartapost.com/life/2017/11/24/borobudur-festival-puts-spotlight-on-pluralism.html Penulis: Sri Wahyuni Hal: Headlines Published: Fri, November 24, 2017
Liberal Positif – merangkul keberagaman
12 The Jakarta Post
Title: “Hard-liners again turn up heat on Ahmadis” Link: http://www.thejakartapost.com/news/2017/02/25/indonesian-hard-liners-again-turn-up-heat-on-ahmadis.html Penulis: Fachrul Sidiq Hal: Headlines Published: Sat, February 25, 2017
Liberal Positif – memperingatkan tentang bahaya intoleransi
13 Jawa Pos Title: “Tampilkan Aneka Kostum Budaya Nusantara” Link: https://www.pressreader.com/indonesia/jawa-pos/20171030/282308205359685 Penulis: elo/c15/git Hal: 16 Published: 30 Oktober 2017
Liberal Positif – merangkul keberagaman
14 Jawa Pos Title: “Ingin Pulang, Tapi Tidak Punya Paspor” (Sidebar Story) Link: https://www.pressreader.com/indonesia/jawa-pos/20171211/281492161657616 Penulis: idr/c7/ang Hal: 1 Published: Senin, 11 Desember 2017
Liberal Positif –peringatan terhadap radikalisme
15 Jawa Pos Title: “Tulus Tidak Minta Maaf” Link: https://www.pressreader.com/indonesia/jawa-pos/20170628 Penulis: Azrul Ananda Hal: 1 Published: Rabu, 28 Juni 2017
Liberal Positif – memperingatkan tentang bahaya intoleransi
16 Jawa Pos Title: “Intoleransi Ancam Kebhinekaan” Link: https://www.pressreader.com/indonesia/jawa-pos/20170915 Penulis: adv/c11/wir Hal: 1 Published: Jumat, 15 September 2017
Liberal Positif – memperingatkan tentang bahaya intoleransi
38
17 Jawa Pos Title: “Ajaran Rumah Mengenal Al Quran Nistakan Islam” Link: https://www.pressreader.com/indonesia/jawa-pos/20170131/281822873523256 Penulis: ami/crher/zwr/c10/ami Hal: 10 Published: Selasa, 31 Januari 2017
Liberal Negatif – Bias terhadap pemeluk agama non-mainstream
18 Jawa Pos Title: “PKS Harapkan Spirit Baru 212” Link: https://www.pressreader.com/indonesia/jawa-pos/20171204/281547996218550 Penulis: bay/c7/fat Hal: 2 Published: Senin, 4 Desember 2017
Liberal Positif – seruan bagi perbaikan sosial dan ekonomi
19 Republika Title: “Mesjid Korban Terbanyak Intoleransi” Link: https://epaper.republika.co.id/main_beta/index/2017-03-17/search/247659-4-70903# Penulis: Dessy Suciati Saputri Hal: 4 Published: Jumat, 17 Maret 2017
Liberal-Conservative
Positif – memperingatkan tentang bahaya intoleransi
20 Republika Title: “Pesan Keberagaman dari Operet Anak Rusun” Link: https://epaper.republika.co.id/main_beta/index/2017-09-25/search/847324-28-85179 Penulis: Ahmad Fikri Noor Hal: 28 Published: Senin, 25 September 2017
Liberal-Conservative
Positif – embracing pluralism
21 Republika Title: “Menag: Pasal Penistaan Agama Masih Relevan” Link: https://epaper.republika.co.id/main_beta/index/2017-01-18/search/241049-2-69099 Penulis: Dessy Suciati Saputri, Fuji EP Hal: 2 Published: Rabu, 18 Januari 2017
Liberal-Conservative
Negatif – Bias terhadap pemeluk agama non-mainstream
22 Republika Title: “TGB Ingatkan Bahaya Munafik” Link: https://epaper.republika.co.id/main_beta/index/2017-06-03/search/818899-10-74832# Penulis: Fuji Pratiwi Hal: 10 Published: Sabtu, 3 Juni 2017
Liberal-Conservative
Negatif - Fanatik
23 Republika Title: “Polisi Catat 25 Kasus Intoleransi” Link: https://epaper.republika.co.id/main_beta/index/2017-01-06/search/239980-4-68817 Penulis: Wahyu Suryana Hal: 4 Published: Jumat, 6 Januari 2017
Liberal-Conservative
Positif – memperingatkan tentang bahaya intoleransi
24 Republika Title: “Lawan Intoleransi, NI Luncurkan Situs IMNU” Link: https://epaper.republika.co.id/main_beta/index/2017-09-11/search/843568-12-83817# Penulis: M. Fauzi Ridwan Hal: 12 Published: Senin, 11 September 2017
Liberal-Conservative
Positif – memperingatkan tentang bahaya intoleransi
39
25 Koran Tempo
Title: “Pemerintah Gandeng Mahasiswa dalam Penguatan Pendidikan Pancasila” Link: https://koran.tempo.co/konten/2017/08/14/420390/Pemerintah-Gandeng-Mahasiswa-dalam-Penguatan-Pendidikan-Pancasila Published: Senin, 14 Agustus 2017
Liberal Positif – merangkul keberagaman
26 Koran Tempo
Title: “Dari Keberagaman Lahir Inovasi” Link: https://koran.tempo.co/konten/2017/08/01/419860/Dari-Keberagaman-Lahir-Inovasi Published: Selasa, 1 Agustus 2017
Liberal Positif – merangkul keberagaman
27 Koran Tempo
Title: “Kasus Intoleransi: Akibat Pemahaman Pancasila yang Sempit” Link: https://koran.tempo.co/konten/2017/02/10/412523/Kasus-Intoleransi:-Akibat-Pemahaman-Pancasila-yang-Sempit Published: Jumat, 10 Februari 2017
Liberal Positif – memperingatkan tentang bahaya intoleransi
28 Koran Tempo
Title: “Dewan: Ada Intoleransi di Sekolah Negeri” Link: https://koran.tempo.co/konten/2017/05/20/416995/Dewan:-Ada-Intoleransi-di-Sekolah-Negeri Published: Sabtu, 20 Mei 2017
Liberal Positif – memperingatkan tentang bahaya intoleransi
29 Koran Tempo
Title: “Dewi Kanti: Agama Leluhur Bukan Ancaman” Link: https://koran.tempo.co/konten/2017/11/18/424116/Dewi-Kanti:-Agama-Leluhur-Bukan-Ancaman Published: Sabtu, 18 November 2017
Liberal Positif – memperingatkan tentang bahaya intoleransi
30 Koran Tempo
Title: “Saya Tidak Mengizinkan Penyalahgunaan Agama untuk Alasan Politik” Link: https://koran.tempo.co/konten/2017/06/19/418271/Saya-Tidak-Mengizinkan-Penyalahgunaan-Agama-untuk-Alasan-Politik Published: Senin, 19 Juni 2017
Liberal Positif – memperingatkan tentang bahaya intoleransi
40
LAMPIRAN 3 – REKOMENDASI PESERTA JURNALISME DAMAI
KRITERIA SELEKSI
Penyusunan kriteria memperhitungkan Temuan Hasil Riset dan Kesimpulan yang
tertulis dalam Final Report “Analisis Isi Media Tentang Kebebasan Beragama dan
Toleransi Antar-Umat Beragama di Indonesia 2017-2018.” Studi ini menemukan
bahwa banyak media mainstream di Indonesia yang telah mempublikasikan berita-
berita yang mendukung kebebasan beragama dan toleransi antar-umat beragama,
tapi beberapa masih tetap menerbitkan berita-berita yang provokatif dan sensasional
yang memicu sentiment sektarian masyarakat. Juga, beberapa media masih
menerbitkan berita-berita yang tak sensitif terhadap kelompok rentan di masyarakat,
seperti kaum minoritas agama, perempuan dan kelompok LGBT.
Media yang diusulkan untuk diundang dalam Workshop Jurnalisme Damai yang
diadakan Search for Common Ground, dengan alasan-alasan sbb:
1. Beberapa media dibawah kadang-kadang/sering/secara berkala mempublikasikan
berita yang mengandung unsur provokasi, sensasi, pesan insensitif yang
berpotensi merugikan penciptaan masyarakat yang toleran dan peningkatan
kenyamanan hidup bagi kelompok rentan di masyarakat.
2. Beberapa media lain ialah perusahaan media besar dengan pembaca yang
banyak, tapi masih tidak sensitive pelaporan beritanya yang menyangkut
eksistensi kaum minoritas agama, perempuan dan komunitas LGBT.
41
Daftar Pustaka
Alterman, Eric. (2008, March 31). Out of Print: The Death of Life of The American Newspaper, The New Yorker. Can be accessed at: https://www.newyorker.com/magazine/2008/03/31/out-of-print
Andarini, Rindang Senja. (2014). Jurnalisme Damai dalam Pemberitaan Ahmadiyah pada Harian Jawa Pos [Peace Journalism in News Reportage on Ahmadiyah on Jawa Pos Daily]. Jurnal Interaksi [Interaction Journal], Vol. III, No. 1, pp. 85-93.
Andika Putra, Muhammad. (2017). Setara: Masjid Kompleks and Kampus di Depok Sarang Radikalisme [Setara: Housing Complex and Campus Mosques in Depok the Breeding Place of Radicalism]. https://www.cnnindonesia.com. Can be accessed at: https://www.cnnindonesia.com/nasional/20171101195852-20-252835/setara-masjid-kompleks-kampus-di-depok-sarang-radikalisme
Arifina, Anisa Setya. (2017). Literasi Media Sebagai Manajemen Konflik Keagamaan di Indonesia [Media Literacy as Part of Solution to Manage Religious Conflict in Indonesia], Jurnal Komunikasi dan Kajian Media, Vol. 1, No. 1, pp. 43-56.
Baskara Wijaya, Sri Herwindya; Mursito, B.M & Anshori, Mahfud. (2013). Media Massa dan Intoleransi Beragama: Studi Kasus tentang Wacana Intoleransi Beragama pada Surat Kabar Lokal di Kota Surakarta Tahun 2012 [Mass Media and Religious Intolerance: Case Study on Religious Intolerance Discourse at Local Newspapers in Surakarta City 2012], Jurnal Komunikasi Massa [Journal of Mass Communication) Vol. 6, No. 2, pp. 175-187.
Detik.com Mediakit. (2015). Mediakit Sales: Detik.com The No. 1 and Most Influential Digital Media in Indonesia. Can be accessed at: http://microsite.detik.com/display/mediakit/Media%20Kit%20sales.pdf.
Gus Nur. (2017, December 27). Gus Nur: Mereka Itu Satu Paket … !, Portal-islam.id. Can be accessed at: http://www.portal-islam.id/2017/12/mereka-itu-1-paket.html.
Imamah, Fardan Mahmudatul. (2015). Diskursus Sesat Dalam Media Online Muslim [Heretical Discourse in Muslim Online Media], al-‘Adâlah, Vol. 18, No. 2, pp. 239-258.
Intan, Novita. (2017, November 9). Survei: Toleransi Umat Islam pada Non-Muslim Sangat Tinggi [Survey: Muslim Community Tolerance Toward Non-Muslims Are Very High], Republika.co.id. Can be accessed at: http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-nusantara/17/11/09/oz514b335-survei-toleransi-umat-islam-pada-nonmuslim-sangat-tinggi.
International Crisis Group. (2002). Indonesia: The Search for Peace in Maluku, Report No. 31, Jakarta/Brussel, p. 1. Can accessed at: https://www.files.ethz.ch/isn/28344/031_indonesia_peace_in_maluku.pdf.
Junaidi, Ahmad. (2017). Media dan Keberagaman: Analisis Pemberitaan Media Daring Seputar Pemilihan Kepala Daerah DKI Jakarta [The Media and Pluralism: An Analysis on Online Media Reporting on Jakarta Gubernatorial Election), Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora dan Seni, Vol. 1, No. 1, pp. 329-337.
42
Jawa Pos. (2017). Nielsen: Jawa Pos Koran No. 1 Indonesia [Nielsen: Jawa Pos Number 1 Newspaper in Indonesia]. Jawa Pos newspaper, 7 December 2017 print edition, Page 1.
Jawa Pos. (2018). Jawa Pos Reader Profile. Can be accessed at:
http://corporate.jawapos.com/advertise.
Juditha, Christiany. (2017). Hate-Speech di Media Online: Kasus Pilkada DKI Jakarta 2017 [Hate-Speech in Online Media: The Case of Jakarta Election 2017]. Jurnal Penelitian Komunikasi dan Opini Publik [Communication and Public Opinion Journal], Vol. 2, Issue. 2. Can be accessed at: file:///C:/Users/A'an%20Suryana/Downloads/1134-4005-4-PB%20(2).pdf.
Juditha, Christiany. (2016). Jurnalisme Damai Dalam Berita Konflik Agama Tolikara di Tempo.co [Peace Journalism in Religious Conflict in Tolikara by Tempo.co], Jurnal Penelitian Komunikasi dan Opini Publik [Communication and Public Opinion Journal] Vol. 20, No. 2 pp. 93-110.
Kompas Media Kit. (2014). Profil Media Kompas. Can be accessed at: https://kompasinteractivedisplay.files.wordpress.com/2014/02/mediakit-2014-small.pdf.
Korantempo.net. (2014). Tempo Media Kit. Can be accessed at: http://korantempo.net/tempo-media-kit/
Media Kit The Jakarta Post. (2018). The Jakarta Post Reader’s Profil and Reading Habit. Can be accessed at: https://docs.wixstatic.com/ugd/f929a7_00c4c3ab648448869ddba8bc85c0b9cb.pdf
Nielsen Media Survey. (2018). Survei Nielsen: Media Digital dan Media Konvensional Saling Melengkapi [Nielsen Survey: Digital and Conventional Media Complement Each Other]. Can be accessed at: https://ekonomi.kompas.com/read/2018/02/15/093533926/survei-nielsen-media-digital-dan-media-konvensional-saling-melengkapi.
Nugroho, Yanuar et.al. (2013). Media and the Vulnerable in Indonesia: Accounts from the Margins. Jakarta: Centre for Innovation Policy and Governance.
Ramadhani, Nurul Fitri. (2017, November 9). Students Intolerant of Minorities: Survey, www.thejakartapost.com. Can be accessed at: http://www.thejakartapost.com/news/2017/11/09/students-intolerant-minorities-survey.html.
Republika.co.id. (2018a). Koran Republika: Distribusi & Profil Pembaca [Republika: Readers Demographic Distribution and Profiles]. Can be accessed at: http://www.republika.co.id/page/about-us/peta-iklan.
Republika.co.id. (2018b). Koran Republika: Distribusi & Profil Pembaca [Republika: Readers Demographic Distribution and Profiles]. Can be accessed at: http://www.republika.co.id/page/about-us/peta-iklan.
Saputri, Dessy Suciati. (2017, March 17). Mesjid Korban Terbanyak Intoleransi [Mosques the Most Victims of Intolerance]. Republika newspaper, p. 4. Can be accessed at: https://epaper.republika.co.id/main_beta/index/2017-03-17/search/247659-4-70903#
43
Spyer, Patricia. (2002). Fire Without Smoke and Other Phantoms of Ambon’s Violence: Media Effects, Agency, and The Work of Imagination, Indonesia Vol. 74 (pp. 21-36).
Tempo Annual Report. (2016). Laporan Tahunan PT Tempo Inti Media Tbk 2016 [The Annual Report of PT Tempo Inti Media Tbk 2016]. Can be accessed at: https://korporat.tempo.co/uploads/tentang/ea763be2c0cf3cf71cd01c749261e949.pdf.
Worth & Traffic Estimate of kompas.com. (2018). Worth & Traffic Estimate of kompas.com. http://www.statshow.com. Can be accessed at: http://www.statshow.com/www/kompas.com. Accessed on 13 April 2018.
Worth & Traffic Estimate of republika.co.id. (2018). Worth & Traffic Estimate of republika.co.id. http://www.statshow.com. Can be accessed at: http://www.statshow.com/www/republika.co.id.
Worth & Traffic Estimate of tribunnews.com. (2018). Worth & Traffic Estimate of tribunnews.com. http://www.statshow.com. Can be accessed at: http://www.statshow.com/www/republika.co.id..
http://www.statshow.com. (2018). Worth & Traffic Estimate of detik.com: Daily. Can be accessed at: http://www.statshow.com/www/detik.com#main_information.
www.tribunnews.com. (2018). tribunnews.com. Can be accessed at: http://www.tribunnews.com/about.
Yani, Buni. (2002). Reporting The Maluku Sectarian Conflict: The Politics of Editorship in Kompas and Republika Dailies (Master Thesis). Ohio, U.S: Southeast Asian Studies, Center for International Studies of Ohio University.
Biografi Singkat Konsultan
A’an Suryana ialah dosen di Department Communications dan Public Relation, di Swiss German University. Dia juga kandidat PhD di Australian National University, dengan PhD title: “State Complicity in Violence against Ahmadiyah and Shi’a Communities.” Sebelumnya, dia bertugas sebagai wartawan dan Manajer Sumberdaya Manusia di The Jakarta Post di antara 1998 dan 2011.