cvp

40
CVP 1. Pengertian CVP (Central Veneus Pressur) adalah tekanan didalam atrium kanan pada vena besar dalam rongga toraks dan letak ujung kateter pada vena kava superior tepat didistal atrium kanan. Tekanan vena central (central venous pressure) adalah tekanan darah di atrium kanan atau vena kava. Ini memberikan informasi tentang tiga parameter volume darah, keefektifan jantung sebagai pompa, dan tonus vaskular. Tekanan vena central dibedakan dari tekanan vena perifer, yang dapat merefleksikan hanya tekanan lokal. Lokasi Pemantauan a. Vena Jugularis interna kanan atau kiri (lebih umum pada kanan) b. Vena subklavia kanan atau kiri, tetapi duktus toraks rendah pada kanan c. Vena brakialis, yang mungkin tertekuk dan berkembang menjadi phlebitis d. Lumen proksimal kateter arteri pulmonalis, di atrium kanan atau tepat di atas vena kava superior 2. Tujuan Tindakkan 1. Mengetahui tekanan vena sentralis (TVS) 2. Untuk memberikan total parenteral nutrition (TPN) ; makanan kalori tinggi secara intravena 3. Untuk mengambil darah vena

Upload: rizky-dwi-wulansari

Post on 18-Jan-2016

62 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Cvp

CVP

1. Pengertian

CVP (Central Veneus Pressur) adalah tekanan didalam atrium kanan pada

vena besar dalam rongga toraks dan letak ujung kateter pada vena kava superior

tepat didistal atrium kanan.

Tekanan vena central (central venous pressure) adalah tekanan darah di

atrium kanan atau vena kava. Ini memberikan informasi tentang tiga parameter

volume darah, keefektifan jantung sebagai pompa, dan tonus vaskular. Tekanan

vena central dibedakan dari tekanan vena perifer, yang dapat merefleksikan hanya

tekanan lokal.

Lokasi Pemantauan

a. Vena Jugularis interna kanan atau kiri (lebih umum pada kanan)

b. Vena subklavia kanan atau kiri, tetapi duktus toraks rendah pada kanan

c. Vena brakialis, yang mungkin tertekuk dan berkembang menjadi phlebitis

d. Lumen proksimal kateter arteri pulmonalis, di atrium kanan atau tepat di atas

vena kava superior

2. Tujuan Tindakkan

1. Mengetahui tekanan vena sentralis (TVS)

2. Untuk memberikan total parenteral nutrition (TPN) ; makanan kalori tinggi

secara intravena

3. Untuk mengambil darah vena

4. Untuk memberikan obat – obatan secara intra vena

5. Memberikan cairan dalam jumlah banyak dalam waktu yang singkat

6. Dilakukan pada penderita gawat yang membutuhkan erawatan yang cukup lama

CVP bukan merupakan suatu parameter klinis yang berdiri sendiri, harus

dinilai dengan parameter yang lainnya seperti :

Denyut nadi

Tekanan darah

Volume darah

Page 2: Cvp

CVP mencerminkan jumlah volume darah yang beredar dalam tubuh

penderita, yang ditentukan oleh kekuatan kontraksi otot jantung. Misal :

syock hipovolemik –> CVP rendah

3. Indikasi

a. Pasien dengan trauma berat disertai dengan perdarahan yang banyak yang dapat

menimbulkan syok.

b. Pasien dengan tindakan pembedahan yang besar seperti open heart, trepanasi.

c. Pasien dengan kelainan ginjal (ARF, oliguria).

d. Pasien dengan gagal jantung.

e. Pasien terpasang nutrisi parenteral (dextrosa 20% aminofusin).

f. Pasien yang diberikan tranfusi darah dalam jumlah yang besar (transfusi masif).

4. Komplikasi

Adapun komplikasi dari pemasangan kanulasi CVP antara lain:

a. Perdarahan.

b. Tromboplebitis (emboli thrombus,emboli udara, sepsis).

c. Pneumothorak, hematothorak, hidrothorak.

d. Pericardial effusion.

e. Aritmia

f. Infeksi.

g. Perubahan posisi jalur.

5. Persiapan Pasien

Memberikan penjelasan pada klien dan keluarga tentang :

1. tujuan pemasangan

2. daerah pemasangan

3. prosedur yang akan dikerjakan

6. Persiapan Alat

1.       Set CVP (Satu lumen, Dua lumen, Tiga lumen, Empat lumen).

2.       Manometer

3.       Set ganti balutan/ set vena seksi

4.       Set infus dan cairan yang akan dipakai

5.       Three Way/stopcock 3-4 buah (transduser tekanan mungkin akan digunakan)

Page 3: Cvp

6.       Plester

7.       Monitoring EKG

8.       Waterpass

9.       Betadine

7. Prosedur Tindakkan

1) Mencuci tangan

2) Menjelaskan tujuan dan prosedur pengukuran CVP pada klien

dan    keluarganya

3) Menenpatkan klien pada posisi yang diinginkan untuk mandapatkan titik 0/

posisi terlentang

4) Menentukan titik nol manometer disejajarkan dengan tinggi atrium kanan

yang diperkirakan/ midaksila line (melakukan Zero)

5) Memutar Three Way sehingga cairan infus masuk ke dalam manometer

sampai batas 25-30cm H2O, sementara cairan ke arah pembuluh darah klien

distop

6) Memutar Three Way sehingga cairan dalam manometer mengalir ke arah/

ke dalampembuluh darah klien dan yang kearah botol infus distop

7) Mengamati fluktuasi /undulasi cairan yang terdapat dalam manometer dan

catat pada angka dimana cairan bergerak stabil. Ini adalah hasil/ nilai CVP

8) Mengembalikan klien ke posisi semula dan memutar three way lagi ke arah

semula agar cairan infus mangaliur dari botol infus ke pembuluh darah vena

klien

9) Mencatat nilai CVP pada saat pengukuran, tekanan normal berkisar 5-15 cm

H2O ( 1 cm H2O = 0,7 mmHg )

10) Menilai kondisi klinis klien setelah pengukuran CVP

11) Mengobservasi tanda-tanda komplikasi

12) Mempertahankan kesterilan lokasi insisi

13) Mendokumentasikan prosedur dan respon klien pada catatan klien.

8. Penilaian CVP

1. Kateter, infus, manometer dihubungkan dengan stopcock -> amati infus lancar atau

tidak

2. Penderita terlentang

Page 4: Cvp

3. Cairan infus kita naikkan ke dalam manometer sampai dengan angka tertinggi ->

jaga jangan sampai cairan keluar

4. Cairan infus kita tutup, dengan memutar stopcock hubungkan manometer akan

masuk ke tubuh penderita

5. Permukaan cairan di manometer akan turun dan terjadi undulasi sesuai irama nafas,

turun (inspirasi), naik (ekspirasi)

6. Undulasi berhenti -> disitu batas terahir -> nilai CVP

7. Nilai pada angka 7 -> nilai CVP 7 cmH2O

8. Infus dijalankan lagi setelah diketahui nilai CVP

9. Penilaian CVP dan Arti Klinisnya

CVP sangat berarti pada penderita yang mengalami shock dan penilaiannya adalah

sebagai berikut :

1. CVP rendah (< 4 cmH2O)

Beri darah atau cairan dengan tetesan cepat.

Bila CVP normal, tanda shock hilang -> shock hipovolemik

Bila CVP normal, tanda – tanda shock bertambah -> shock septik

2. CVP normal (4 – 14 cmH2O)

Bila darah atau cairan dengan hati – hati dan dipantau pengaruhnya dalam

sirkulasi.

Page 5: Cvp

Bila CVP normal, tanda – tanda shock negatif -> shock hipovolemik

Bila CVP bertambah naik, tanda shock positif -> septik shock, cardiogenik

shock

3. CVP tinggi (> 15 cmH2O)

Menunjukkan adanya gangguan kerja jantung (insufisiensi kardiak)

Terapi : obat kardiotonika (dopamin).

8. Faktor -faktor yang Mempengaruhi CVP

1. Volume darah :

Volume darah total

Volume darah yang terdapat di dalam vena

Kecepatan pemberian tranfusi/ cairan

2. Kegagalan jantung dan insufisiensi jantung

3. Konstriksi pembuluh darah vena yang disebabkan oleh faktor neurologi

4. Penggunaan obat – obatan vasopresor

5. Peningkatan tekanan intraperitoneal dan tekanan intrathoracal, misal :

Post operasi illeus

Hematothoraks

Pneumothoraks

Penggunaan ventilator mekanik

Emphysema mediastinum

6. Emboli paru – paru

7. Hipertensi arteri pulmonal

8. Vena cava superior sindrom

9. Penyakit paru – paru obstruksi menahun

10. Pericarditis constrictiva

11. Artevac ; tersumbatnya kateter, ujung kateter berada di dalam v.jugularis

inferior

Page 6: Cvp

JVP

1) Pengertian

jugular venous pressure (JVP) atau tekanan vena jugularis adalah tekanan

sistem vena yang dapat diamati secara tidak langsung. Pengukuran tekanan vena

jugularis merupakan tindakan mengukur besarnya jarak pertemuan dua sudut antara

pulsasi vena jugularis dan sudut sternum tepatnya di Angle of Louis yang berguna

untuk mengetahui tentang fungsi jantung klien.

Pengukuran system sirkulasi vena sendiri dapat dilakukan denganmetode

non-invasif  dengan menggunakan vena jugularis (externa dexter) sebagai

pengganti sphygmomanometer dengan titik nol (zero point) di tengah atrium kanan.

Titik ini kira- kira berada pada perpotongan antara garis tegak lurus dari angulus

Ludovici ke bidang yang dibentuk kedua linea midaxillaris. Vena jugularis tidak

terlihat pada orang normal dengan posisi tegak. Ia baru terlihatmpada posisi

berbaring di sepanjang permukaan musculus sternocleidomastoideus. JVP yang

meningkat adalah tanda klasik hipertensi vena (seperti gagal jantung kanan).

Peningkatan JVP dapat dilihat sebagai distensi vena jugularis, yaitu JVP tampak

hingga setinggi leher; jauh lebih tinggi daripada normal.

2) Tujuan

Pengukuran tekanan JVP bertujuan untuk:

Untuk melihat adanya distensi vena jugularis.

Memperkirakan tekanan vena sentral (CVP).

Memberikan informasi mengenai fungsi jantung, terutama ventrikel kanan,

fungsi paru, dan merupakan komponen terpenting untuk menilai volume

darah.

Mengetahui ada atau tidaknya distensi vena jugularis, dan untuk

mengetahui tekanan vena sentral.

Untuk mencapai diagnosis dan memantau terapi untuk klien dengan

penyakit jantung.

3) Indikasi dan Kontraindikasi

Pengukuran tekanan vena jugularis dilakukan ketika terdapat tanda permasalahan

atau kegagalan jantung pada seorang klien, seperti hipertrofi ventrikel kanan,

stenosis katup trikuspid, stenosis pulmonal, hipertensi pulmonal, inkompetensi

Page 7: Cvp

katup trikuspid, tamponade jantung, perikarditis, dan masalah jantung lain (Gray,

2002).

Pasien yang menerima operasi jantung sehingga status sirkulasi sangat

penting diketahui.

Pasien yang mendapat obat vasoaktif, nutrisi parenteral, atau jika vena

perifer tidak adekuat

Pasien dengan distensi unilateral

Pasien dengan trauma mayor

Pasien yang sering diambil darah venanya untuk sampel tes laboratorium

Pasien yang diberi cairan IV secara cepat

Pengukuran JVP tidak dilakukan pada pasien dengan :

SVC sindrom

Infeksi pada area insersi.

Koagulopati

Insersi kawat pacemaker

Disfungsi kontralateral diafragma

Pembedahan leher

4) Komplikasi

Hematoma local

Sepsis

Disritmia

Tamponade perikard

Bakteriemia

Emboli udara

Pneumotoraks

5) Persiapan alat

Penggaris sentimeter 2 buah

Bantal 1 buah

Senter

Bed pasien

Page 8: Cvp

6) Paersiapan pasien

Memberikan penjelasan pada klien dan keluarga tentang :

1. tujuan pemasangan

2. daerah pemasangan

3. prosedur yang akan dikerjakan

7)  Anatomi Daerah yang akan Menjadi Target Tindakan

Vena yang paling mudah dijangkau adalah vena jugularis interna dan

eksterna di leher. Kedua vena mengalir secara bilateral dari kepala dan leher ke

dalam vena kava superior.Jugularis eksterna terdapat di permukaan dan dapat

dilihat tepat di atas klavikula. Jugularisinterna terletak lebih dalam, sepanjang arteri

karotid.

Pemeriksaan yang terbaik adalah memeriksa jugularis interna kanan karena

mengikuti jalur anatomik yang lebih langsung ke atrium kanan jantung. Kolumna

darah di dalam jugularis interna bertindak sebagai manometer, mencerminkan

tekanan di atrium kanan. Semakin tinggi kolumna makan semakin besar tekanan

vena. Tekanan vena yang meningkat mencerminkan gagal jantung kanan.

Normalnya pada saat klien berbaring pada posisi telentang, vena jugularis eksterna

terdistensi sehingga menjadi mudah dilihat. Sebaliknya, vena jugularis biasanya

tenggelam pada saat klien berada pada posisi duduk. Namun, klien dengan penyakit

jantung dapat mengalami distensi vena jugularis pada saat duduk.

8) Prosedur pelaksanaan

1. Atur klien pada posisi supine dan relaks.

2. Tempat tidur bagian kepala ditinggikan:

o 15° - 30 atau 30° - 45°

o 45° - 90° — pada klien yang mengalami peningkatan tekanan atrium

kanan yang cukup bermakna

3. Gunakan bantal untuk menopang kepala klien dan hindari fleksi leher yang

tajam.

4. Anjurkan kepala klien menengok menjauhi arah pemeriksa. 

5. Lepaskan pakaian yang sempit/menekan leher atau thorak bagian atas.

Page 9: Cvp

6. Gunakan lampu senter dari arah miring untuk melihat bayangan (shadows)

vena jugularis. Identifikasi pulsasi vena jugular interna (bedakan denyutan

ini dengan denyutan dari arteri karotis interna di sebelahnya), jika tidak

tampak gunakan vena jugularis eksterna.

7. Tentukan titik tertinggi dimana pulsasi vena jugularis interna/eksterna dapat

dilihat (Meniscus).

8. Pakailah sudut sternum (sendi manubrium) sebagai tempat untuk mengukur

tinggi pulsasi vena. Titik ini ± 4 – 5 cm di atas pusat dari atrium kanan. 

9. Gunakan penggaris.

o Penggaris ke-1 diletakan secara tegak (vertikal), dimana salah satu

ujungnya menempel pada sudut sternum.

o Penggaris ke-2 diletakan mendatar (horizontal), dimana ujung yang satu

tepat di titik tertinggi pulsasi vena (meniscus), sementara ujung lainnya

ditempelkan pada penggaris ke-1.

10. Ukurlah jarak vertikal (tinggi) antara sudut sternum dan titik tertinggi

pulsasi vena (meniscus).

11. Nilai normal: kurang dari 3 atau 4 cm diatas sudut sternum, pada posisi

tempat tidur bagian kepala ditinggikan 30° - 45°

12. Catat hasilnya (Luckman & Sorensen, 1993, p. 1113). 

9.      Hal-hal Penting yang Harus Diperhatikan dalam Melakukan Tindakan

Jika vena jugularis interna sulit dicari, dapat dicatat denyut vena jugularis

eksterna. Vena ini lebih supervisial dan terlihat tepat di atas klavikula di sebelah

otot sternokleidomastoid, dan biasanya mengalami distensi jika pasien berbaring

dengan posisisupine pada tempat tidur atau meja pemeriksaan.

Ketika kepala pasien dinaikkan, distensi vena ini akan menghilang. Vena

ini normalnya tidak akan terlihat bila kepala dinaikkan 30 derajat. Distensi yang

jelas saat kepala dinaikkan 45-90 derajat menunjukkan peningkatan abnormal

volume sistem vena. Hal tersebut berhubungan dengan gagal jantung kanan atau

obstruksi aliran darah vena kava superior, atau embolisme paru masif akut,

meskipun hal ini jarang terjadi (Smeltzer & Suzanne,2002).

10.  Hal-hal penting yang harus di dokumentasikan setelah melakukan tindakan

Page 10: Cvp

Tingkat kesadaran klien

Pernapasan klien

Suhu klien

Penampakan fisik klien : dilihat keabnormalan yang terjadi, misal

edema.

Bentuk, dan penampakan fisik vena jugularis

Hasil pengukuran :tekanan bilateral yang diperoleh

9) Hasil Pengukuran dan Interpretasinya

1. Nilai lebih dari normal, mengindikasikan peningkatan tekanan atrium atau

ventrikel kanan, misalnya terjadi pada:

a. Gagal jantung kanan 

b. Regurgitasi trikuspid 

c. Perikardial tamponade 

2. Nilai kurang dari normal, mengindikasikan deplesi volume ekstrasel. 

3. Distensi unilateral, mengindikasikan obstruksi pembuluh pada salah satu

sisi. 

EKG

Page 11: Cvp

1. Pengertian

Elektrodiogram adalah grafik yang merekam perubahan potensial listrik jantung

yang dihubungkan dengan waktu. Elektrodiografi adalah ilmu yang

mempelajari perubahan¬-perubahan potensial atau perubahan voltage yang

terdapat dalam jantung.

Dalam EKG perlu diketahui tentang sistem konduksi (listrik jantung), yang

terdiri dari

1. SA Node ( Sino-Atrial Node )

2. AV Node (Atrio-Ventricular Node)

3. Berkas His

4. Serabut Purkinye

SA Node

Terletak dibatas atrium kanan (RA) dan vena cava superior (VCS). Sel-sel

dalam SA Node ini bereaksi secara otomatis dan teratur mengeluarkan impuls

(rangsangan listrik) dengan frekuensi 60 - 100 kali permenit kemudian menjalar

ke atrium, sehingga menyebabkan seluruh atrium terangsang.

AV Node

Terletak di septum internodal bagian sebelah kanan, diatas katup trikuspid. Sel-

sel dalam AV Node dapat juga mengeluar¬kan impuls dengan frekuensi lebih

rendah dan pada SA Node yaitu : 40 - 60 kali permenit. Oleh karena AV Node

mengeluarkan impuls lebih rendah, maka dikuasai oleh SA Node yang

mempunyai impuls lebih tinggi. Bila SA Node rusak, maka impuls akan

dikeluarkan oleh AV Node.

Berkas HIS

Terletak di septum interventrikular dan bercabang 2, yaitu :

1. Cabang berkas kiri ( Left Bundle Branch)

2. Cabang berkas kanan ( Right Bundle Branch )

Setelah melewati kedua cabang ini, impuls akan diteruskan lagi ke cabang-

cabang yang lebih kecil yaitu serabut purkinye.

Serabut Purkinye

Serabut purkinye ini akan mengadakan kontak dengan sel-sel ventrikel. Dari

sel-sel ventrikel impuls dialirkan ke sel-sel yang terdekat sehingga seluruh sel

akan dirangsang. Di ventrikel juga tersebar sel-sel pace maker (impuls) yang

Page 12: Cvp

secara otomatis mengeluarkan impuls dengan frekuensi 20 - 40 kali permenit.

2. Tujuan

Beberapa tujuan dari penggunaan EKG adalah :

a.      Untuk mengetahui adnya kelinan- kelainan irama jantung/ disritmia

b.      Kelinan- kelinan otot jantung

c.       Pengaruh/efek obat-obat jantung

d.     Gangguan-gangguan elektrolit

e.      Perikarditis

f.        Memperkirakan adanya pembesaran jantung/hipertropi atrium dan

ventrikel

g.      Menilai fungsi pacu jantung.

3. Indikasi

Elektrokardiogram tidak menilai kontraktilitas jantung secara langsung.

Namun, EKG dapat memberikan indikasi menyeluruh atas naik-turunnya

suatu kontraktilitas. Analisis sejumlah gelombang dan vektor normal

depolarisasi dan repolarisasi menghasilakn informasi diagnostik yang

penting. Adapun indikasi EKG adalah :

a.      Merupakan standar emas untuk diagnosis aritmia jantung

b.      EKG memendu tingkatan terapi dan resiko untuk pasien yang

dicurigai ada infark otot jantung akut.

c.       EKG membantu menemukan gangguan lektrolit (mis, hiperkalemia

dan hipokalemia)

d.     EKG memungkinkan penemuan abnormalitas konduksi ( mis: blok

cabang berkas kanan dan kiri )

e.      EKG di gunakan sebagai alat tapis penyakit jantung iskemik selam uji

stress jantung

f.        EKG kadang-kadang berguna untuk mendeteksi penyakit bukan

jantung (mis : emboli paru atau hipotermia ).

Page 13: Cvp

4. Persiapan alat

a.      Mesin EKG yang dilengkapi dengan 3 kabel , sebagai berikut :

b.      Satu kabel untuk listrik (power)

c.       Satu kabel untuk bumi (ground)

d.     Satu kabel untuk pasien, yang terdiri dari 10 cabang dan diberi tanda dan

warna.

e.      Plat elektrode yaitu

f.        4 buah electrode  extremitas dan manset

g.      6 buah electrode dada dengan balon penghisap.

h.      Jelly electrode / kapas alcohol

i.        Kertas EKG (telah siap pada alat EKG)

j.        Kertas tissue

5. Persiapan pasien

a. Beri penjelasan mengenai tindakan dan tujuan tindakan

b. Atur posisi pasien terlentang,

c. Anjurkan pasien untuk tidak melakukan gerakan selama

pemeriksaan berlangsung

d. Pertahankan privasi pasien  ( Anonim,2008 )

e. Persiapan alat dan bahan

6. Cara menempatkan electrode

Sebelum pemasangan electrode, bersihkan kulit pasien di sekitar

pemasangan manset, beri jelly kemudian hubungkan kabel electrode

dengan pasien.

a.      Electrode extremitas atas dipasang pada pergelangan tangan kanan dan

kiri searah dengan telapak tangan

b.      Pada extremitas bawah pada pergelangan kaki kanan dan kiri sebelah

dalam

c.       Posisi pada pergelangan bukanlah mutlak, bila diperlukan dapatlah

dipasang sampai kebahu  kiri dan kanan dan pangkal paha kiri dan

kanan. Kemudian kabel-kabel dihubungkan:

Page 14: Cvp

Merah kanan-(RA/ R) lengan

Kuning (LA / L) Lengan kiri-

Hijau (LF / F) Tungkai kiri-

(RF / N) Tungkai kanan (sebagai ground)- hitam

Hasil pemasangan tersebut terjadilah 2 sandapan (lead)

1 Sandapan bipolar ( sandapan standar ) dan ditandai dengan angka romawi I,

II, III.

2 Sandapan unipolar extrimitas (augmented axtremity leat) yang di tandai

dengan symbol aVR, aVL, aVF.

3 Pemasangan elektroda dada (sandapan Unipolar Prekordial), inidi tandai

dengan hurup V dan disertai angka dibelakangnya yang menunjukan lokasi

diatas prekordium, harus dipasang pada :

V1 : sela iga ke 4 garis sterna kanan

V2 :sela iga ke 4 pada garis sternal kiri

V3 : terlrtak pada V2 dan V4

V4 : ruang sela iga ke 5 pada mid klavikula kiri

Sadapan tambahan

V7 : garis aksila belakang sejajar dengan V4

V8 : garis skapula belakang sejajar dengan V4

V9 : batas kin dan kolumna vetebra sejajar dengan V4

V3R-V4R posisinya sama dengan V3-V4, tetapi pada sebelah

kanan. Jadi pada umumnya pada sebuah EKG di buat 12 sandapan ( lead )

yaitu :

o I,II,III, Avr, Avl,Avf

o V1,v2,v3,v4,v5,v6.

Sandapan yang lain di buat bila perlu.

Lokasi permukaan otot jantung dapat di lihat pada EKG, seperti :

a.      Anterior : V2,V3,V4

b.      Septal : Avr, V1,V2

c.       Lateral : I, aVL , V5,V6

d.     Inferior : II,III, aVF

Aksis terletak antara : - 30 sampai + 110 ( deviasi aksis normal )

Page 15: Cvp

Lebih dari – 30 : LAD (deviasi aksi kiri)

Lebih dari + 110 : RAD ( deviadi aksis kanan)

7. Cara merekam EKG

1.      Hidupkan mesin EKG dan tunggu sebentar untuk pemanasan.

2.      Periksa kembali standarisasi EKG antara lain

a.      Kalibrasi 1 mv ( 10 mm)

b.      Kecepatan 25 mm/detik

Setelah itu lakukan kalibrasi dengan menekan tombol run / srart dan

setelah kertas bergerak, tombol kali brasi di tekan 2-3 kali berturut- turut 

dan periksa apakah 10 mm

3.      Dengan memindahkan lead selector kemudian dibuat pencatatan EKG

secara berturut – turut yaitu sandapan (lead) I, II, III, aVR, aVL, aVF, V1,

V2, V3, V4, V5, V6. Setelah pencatatan , tutup kembali dengan kalibrasi

seperti semula sebanyak 2-3 kali, setelah itu matikan mesin EKG

4.      Rapikan pasien dan alat-alat

a.      Catat di pinggir kiri atas kertas EKG

b.      Nama pesan

c.       Umur

d.     Tanggal /jam

e.      Dokter yang merawat dan yang membuat perekaman pada kiri bawah

5.      Dibawah tiap lead, diberi tanda lead.

8. Hal yang perlu diperhatikan

1. Sebelum bekerja periksa dulu tegangan alat EKG.

2. Alat selalu dalam posisi stop apabila tidak digunakan.

3. Perekaman setiap sandapan (lead) dilakukan masing- masing 2-4 kompleks

4. Kalibrasi dapat dipakai gambar terlalu besar, atau 2 mv bila gambar terlalu

kecil

5. Hindari gangguan listrik dan gangguan mekanik seperti : jam tangan,

tremor, bergerak, batuk dan lain-lain

6. Dalam perekaman EKG, perawat harus menghadap pasien.

Page 16: Cvp

9. Gelombang EKG

Gelombang P

Gelombang P merupakan gelombang awal hasil depolarisasi di kedua

atrium. Normalnya kurang dari 0,12 detik dan tingginya (amplitudo) tidak lebih

dari 0,3 mV.

Gelombang P secara normal selalu defleksi positif (cembung ke atas) di

semua sadapan dan selalu defleksi negatif (cekung ke bawah) di sadapan aVR.

Akan tetapi, kadang-kadang ditemukan defleksi negatif di sadapan V1 dan hal

ini merupakan sesuatu yang normal.

Kompleks QRS

Terdiri atas gelombangQ-R dengan / atau S. Gelombang QRS merupakan

hasil depolarisasi kedua ventrikel . Secara normal, lebar kompleks QRS adalah

0,06 detik-0,12 detik dengan amplitudo yang bervariasi bergantung pada

sadapan.

Cara penamaan kompleks QRS sebagai berikut:

1. Bila setelah gelombang P terjadi defleksi ke atas, hal ini dinamakan

gelombang R, dan selanjutnya turun hingga batas kiri isoelektris. Setelah

melewati garis isoelektris, gelombang tersebut turun yang dinamakan

gelombang S. Setelah itu naik kembali hingga batas isoelektris dan membentuk

gelombang T.

2. Bila setelah gelombang P terjadi defleksi ke bawah, hal ini dinamakan

gelombang Q, lalu naik hingga batas garis isoelektris. Setelah melewati garis

sioelektris, gelombang teresbut naik dan dinamakan gelombang R. Setelah itu, R

turun kembali hingga batas isoelektris dan membentuk gelombang T.

Oleh karena kompleknya gelombang QRS ini, maka tidak harus selalu disertai

gelombang Q dan S.

Gelombang Q

Gelombang ini merupakan gelombang defleksi negatif . Secara normal,

lebarnya tidak lebih dari 0,04 detik dan dalamnya kurang dari 45% atau 1/3

tinggi gelombang R

Gelombang R

Page 17: Cvp

Merupakan gelombang defleksi positif di semua sadapan, kecuali

aVR. Penampakannya di sadapan V1 dan V2 kadang-kadang kecilatau tidak

ada, tetapi masih normal.

Gelombang S

Gelombang ini merupakan gelombang defleksi negatif. Secara normal,

gelombang S berangsur-angsur menghilang pada sadapan V1-V6.

gelombang ini sering terlihat lebih dalamdi sadapan V1 dan aVR, dan ini

normal

Gelombang T

Gelombang T merupakan gelombang hasil repolarisasi di kedua

ventrikel. Normalnya positif dan terbalik di aVR.

Gelombang U

Gelombang U merupakan gelombang yang muncul setelah gelombang

T dan sebelum gelombang P berikutnya. Umumnya merupakan suatu

kelainan hipokalemia

Interval PR

Interval PR adalah garis horizontal yang diukur dari awal gelombang P

hingga awal komplek QRS. Interval ini menggambarkan waktu yang

diperlukan dari permulaan depolarisasi atrium sampai awal depolarisasi

ventrikel atau waktu yang diperlukan impuls listrik dari nodus SA menuju

serabut purkinye, dan normalnya 0,12-0,20 detik.

Interval QT

Interval QT merupakan garis horizontal yang diawali dari gelombang

Q sampai akhir gelombang T. Interval ini merupakan waktu yang

diperlukan ventrikel dari awal terjadinya depolarisasi sampai akhir

polarisasi. Panjang interval QT bervariasi tergantung pada frekuensi jantung

(Heart rate). Perhitungan akuratdari QTc (QT correction)ini dapat dibantu

dengan menggunakan alat nomogram atau dengan formulasi berikut

QTc=QT/(jarakR-R)1/2

Batas normal interval QT pada laki-laki berkisar 0,42-0,44 detik, sedangkan

pada wanita 0,43-0,47.

Segmen ST

Segmen ST merupakan garis horizontal setelah akhir QRS sampai awal

gelombang T. segmen ini merupakan waktu depolarisasi ventrikel ynag

Page 18: Cvp

masih berlangsung sampai dimulainya awal repolarisasi ventrikel.

Normalnya, sejajar garis isoelektris.

Segmen ST yang naik di atas isoelektris dinamakan elevasi yang turun

di bawah isoelektris dinamakan ST depresi. ST elevasi dapat menunjukkan

dadanya suatu infark miokard dan ST depresi menunjukkan adanya iskemik

miokard.

Aksis jantung

Sumbu listrik jantung atau aksis jantung dapat diketahui dari bidang

frontal dan horisontal. Bidang frontal diketahui dengan melihat lead I dan

aVF sedangkan bidang horisontal dengan melihat lead-lead prekordial

terutama V3 dan V4. Normal aksis jantung frontal berkisar -30 s/d +110

derajat.Deviasi aksis ke kiri antara -30 s/d -90 derajat, deviasi ke kanan

antara +110 s/d -180 derajat.

 

10. Cara menginterpretasikan ECG strip

1. Tentukan apakah gambaran EKG layak dibaca atau tidak

2. Tentukan irama jantung ( “Rhytm”)

3. Tentukan frekwensi (“Heart rate”)

4. Tentukan sumbu jantung (“Axis”)

5. Tentukan ada tidaknya tanda tanda hipertrofi (atrium / ventrikel)

6. Tentukan ada tidaknya tanda tanda kelainan miokard (iskemia/injuri/infark)

7. Tentukan ada tidaknya tanda tanda gangguan lain (efek obat obatan,

gangguan keseimbangan elektrolit, gangguan fungsi pacu jantung pada

pasien yang terpasang pacu jantung)

1. Menentukan frekwensi jantung

Cara menentukan frekwensi melalui gambaran EKG dapat dilakukan

dengan 3 cara yaitu :

1. 300 dibagi jumlah kotak besar antara R – R’

2. 1500 dibagi jumlah kotak kecil antara R – R’

Page 19: Cvp

3. Ambil EKG strip sepanjang 6 detik, hitung jumlah gelombang QRS dalam 6

detik tersebut kemudian dikalikan 10 atau ambil dalam 12 detik, kalikan 5

2. Menentukan Irama Jantung

Dalam menentukan irama jantung urutan yang harus ditentukan adalah

sebagai berikut :

1. Tentukan apakah denyut jantung berirama teratur atau tidak

2. Tentukan berapa frekwensi jantung (HR)      

3. Tentukan gelombang P ada/tidak dan normal/tidak

4. Tentukan interval PR normal atau tidak

5. Tentukan gelombang QRS normal atau tidak

Irama EKG yang normal implus (sumber listrik) berasal dari Nodus SA, maka

irmanya disebut dengan Irama Sinus (“Sinus Rhytem”)

Kriteria Irama Sinus adalah :

1. Iramanya  teratur

2. frekwensi jantung (HR) 60 – 100 x/menit

3. Gelombang P normal, setiap gelombang P selalu diikuti gel QRS, T

4. Gelombang QRS normal (0,06 – <0,12 detik)

5. PR interval normal (0,12-0,20 detik)

Menurut anonym (2008), kelainan jantung jika dilihat dari gelombang PQRST

yaitu:

1. Irama atrial (non sinus) dapat mempunyai gelombang P di depan kompleks

QRS, tapi sumbu P abnormal (diluar quadrant 0 sampai + 90o).

2. Sumbu QRS, Sumbu T, Sudut QRS-T

1)      Sumbu QRS

Tabel sumbu QRS normal

Umur Normal

1 minggu – 1 bulan + 110o (+30o sampai +

Page 20: Cvp

1 – 3 bulan

3 bulan – 3 tahun

> 3 tahun

Dewasa

180o)

+  70o (+10o sampai + 125o)

+  60o (+10o sampai + 110o)

+  60o (+20o sampai + 120o)

+  50o (–30o sampai + 105o)

 

Sumbu QRS yang tidak normal:

1. LAD dengan sumbu QRS lebih rendah dari batas normal terlihat pada LVH,

LBBB dan Left Anterior Hemiblock (atau sumbu QRS superior khas pada

Atrio Ventricular Septal Defect dan atresia trikuspid)

2. RAD dengan sumbu QRS lebih besar dari batas normal terlihat pada RVH

dan RBBB

3. Sumbu QRS superior terjadi bila gelombang S di aVF lebih besar dari

gelombang R, termasuk disini

2)      Sumbu T yang normal berada dalam batas 0 sampai +90o (gelombang T di

I dan aVF tegak). Sumbu T yang abnormal yakni diluar quadran 0 sampai

+90o (gelombang T di I dan aVF terbalik) biasanya menghasilkan sudut

QRS-T yang lebar, tampak pada repolarisasi miokard yang abnormal

(miokarditis dan iskemia miokard), hipertrofi ventrikel dengan strain atau

RBBB.

3)      Sudut QRS-T adalah sudut yang dibentuk oleh sumbu QRS dan sumbu T,

nilai normal kurang dari 60o (kecuali pada neonatus yang kemungkinan

lebih dari 60o). Sudut QRS-T lebih dari 90o dipastikan abnormal, misalnya

pada hipertrofi ventrikel dengan strain, gangguan antaran ventrikular, dan

disfungsi miokard akibat gangguan metabolik atau iskemia.

Interval dan Durasi

1. Interval PR diukur dari awal gelombang P ke awal kompleks QRS. Semakin

tua usia dan semakin lambat denyut jantung, interval PR semakin panjang.

Interval PR yang panjang (AV blok derajat 1) terlihat pada: disfungsi

miokard, miokarditis, penyakit jantung tertentu (Atrial Septal Defect

primum, AtrioVentricular Septal Defect, anomali Ebstein), intoksikasi

Page 21: Cvp

digitalis, hiperkalemia, tetapi bisa pada jantung yang normal. Interval PR

yang pendek terjadi pada preeksitasi (sindroma Wolff Parkinson White –

WPW), sindroma Lown Ganong Levine danglycogen storage

disease. Interval PR yang berubah-ubah tampak pada wandering atrial

pacemaker, dan Wenkebach (Mobitz tipe I) AV blok derajat 2.

2. Interval QT yang panjang tampak pada hipokalsemia, miokarditis, peyakit

miokard yang difus, sindroma Long QT, dan trauma kepala. Pemakaian

obat anti aritmia golongan I-A, I-C dan III, antipsikotik phenothiazin,

antidepresan trisiklik, antibiotik, antihistamin, arsenik dan organofosfat juga

dapat memperpanjang interval QT. Interval QT yang pendek terlihat sebagai

efek digitalis dan hipercalcemia.

3. Durasi QRS adalah waktu depolarisasi ventrikel, diukur dari awal

gelombang Q (atau R bila Q tidak ada) sampai akhir gelombang S. QRS

yang memanjang khas untuk gangguan antaran ventrikel, misalnya

pada bundle branch block(BBB), preeksitasi (sindroma WPW) dan blok

intraventrikuler, atau hipertrofi ventrikel.

 Durasi dan amplitudo gelombang P

Gelombang P yang tinggi mengindikasikan hipertrofi atrium kanan

(RAH), sedangkan gelombang P yang durasinya panjang mengindikasikan

hipertrofi atrium kiri (LAH).

Kalau gelombang P meruncing keatas (peaked P wave) – jadi

kesamping mungkin normal (1-3 kotak kecil) dan keatas (lebih dari 3 kotak

kecil) berarti ada gangguan yang kemungkinan disebabkan oleh :

1. COPD (Chronic Obstruction Pulmonary Diseases) – Astma bronkhiale,

Emphysema atau Bronchitis kronik

2. Kelainan katup jantung kiri (mitral) atau kanan (trikuspid) seperti MS

(mitral stenosis)   atau MI (Mitral insufisiensi)

3. Atrial Hipertropi juga bisa; contoh (di lead II), dapat membentuk huruf

seperti v (notchead P wave) seperti pada Left Atrial Hipertropi( anonim,

2007).

Page 22: Cvp

Kalau gelombang P melebar kesamping (lebih dari 3 kotak kecil)

keatas bisa normal atau lebih dari 3 biasanya akibat :Sino atrial

block/gangguan hantaran jantung 

Kalau gelombang P negatif (kebawah) pada lead II biasanya

disebabkan adanya pacemaker (pasien menggunakan alat pacu jantung) atau

ectopic focus (adanya impuls diluar dari SA node) (anonim,2007). 

Kalau gelombang P hilang /tidak ada : dapat terjadi pada  VF

(Ventrikel Fibrilasi) atau VT – (Ventrikel Tacycardia)jadi tidak ada impuls

SA node dari atrium, ventrikel cuma bergetar- getar saja (sangat berbahaya,

mengancam jiwa dan siapkan DC shock – 200 – 360 joules), dan CPR –

kalau gagal bisa asystole atau flat atau KO IT (+).

gelombang Q yang abnormal

a)      Gelombang Q yang dalam di sadapan prekordial kiri terlihat pada

hipertrofi ventrikel akibat kelebihan beban volum.

b)      Gelombang Q yang dalam dan lebar terlihat pada infark miokard dan

fibrosis miokard.

c)      Adanya gelombang Q di V1 terlihat pada RVH berat, inversi ventrikel,

single ventrikel, dan kadang-kadang juga pada neonatus.

d)     Gelombang Q yang tak terlihat pada V6 terjadi pada inversi ventrikel.

Segmen ST dan gelombang T.

1. Depresi segmen ST terjadi pada perikarditis, iskemia atau infark miokard,

hipertrofi ventrikel yang berat dengan strain, dan efek digitalis. Umumnya

depresi segmen ST disertai gelombang T yang terbalik.

2. Gelombang T yang tinggi terlihat pada hiperkalemia, LVH akibat kelebihan

volum, dan cerebrovascular accident. Gelombang T yang datar atau rendah

terlihat pada neonatus yang normal, atau pada hipotiroid, hipokalemia, efek

digitalis, perikarditis, miokarditis, iskemia miokard, hiperglikemia atau

hipoglikemia.

 

 

Page 23: Cvp

11. Ukuran-Ukuran pada kertas EKG

Pada perekaman EKG standar telah ditetapkan yaitu :

1. Kecepatan rekaman 25 mm/detik (25 kotak kecil)

2. Kekuatan voltage 10 mm = 1 millivolt (10 kotak kecil)

Jadi ini berarti ukuran dikertas EKG adalah :

1. Pada garis horisontal

• tiap satu kotak kecil = 1 mm = 1/25 detik = 0,04 detik

• tiap satu kotak sedang = 5 mm = 5/25 detik = 0,20 detik

• tiap satu kotak besar = 25 mm = 25125” = I ,00 detik

2. pada garis vertikal

• 1 kotak kecil = 1 mm =0.1 mv

• 1 kotak sedang = 5 mm = 0,5 mv

• 2 kotak sedang = 10 mm= I mv

12. Nilai EKG Normal

1 Gelombang P yaitu depolarisasi atrium.

a. Nilai-normal ; lebar <>b. tinggi <0,25>c. bentuk + ( ) di lead I, II, aVF,

V2 - V6

d. - ( ) di lead aVR

e. + atau - atau + bifasik ( ) di lead III, aVL, V1

2 Kompleks QRS yaitu depolarisasi dan ventrikel, diukur dari permulaan

gelombang QRS sampai akhir gelombang QRS Lebar 0,04 - 0,10 detik

a. Gelombang Q yaitu defleksi pertama yang ke bawah (-) lebar 0,03 detik,

dalam <1/3>b. Gelombang R yaitu defleksi pertama yang keatas (+)

• Tinggi ; tergantung lead.

• Pada lead I, II, aVF, V5 dan V6 gel. R lebih tinggi (besar)

• Gel. r kecil di V1 dan semakin tinggi (besar) di V2 - V6.

c. Gelombang S yaitu defleksi pertama setelah gel. R yang ke bawah (-).

Gel. S lebih besar pada VI - V3 dan semakin kecil di V4 - V6.

3 Gelombang T yaitu repolarisasi dan ventrikel

a. (+) di lead I, II, aVF, V2 - V6.

b. (-) di lead aVR.

c. (±) / bifasik di lead III, aVL, V1 (dominan (+) / positif)

4 Gelombang U ; biasanya terjadi setelah gel. T (asal usulnya tidak diketahui)

dan dalam keadaan normal tidak terlihat.

Page 24: Cvp

13. Cara membaca interepretasi EKG

1. Frekwensi (Heart Rate)

N : 60- 100

Irama regular: [1500/∑ kotak kecil antara R-R] atau [300/∑ kotak sedang

antara R-R] 

Irama irreguler (selama 6 detik)

∑ kompleks QRS (R – R) X 10

Jika ireguler (aritmia), rekam lead II panjang

2. Irama (Rhythm)

Sinus rhythm : bila gelombang P selalu diikuti gelombang QRS-T

Sinus tachycardi : > 100

Sinus bradycardi : < 60 Aritmia

3. Gel.P (P wave) 

Adalah : awal sampai dengan akhir gelombang P 

N : lebar <0,11> ; tinggi <0,25>

Kepentingan:

1. aktivitas atrium

2. arah aktivitas atrium

3. pembesaran atrium

4. Jarak P – QRS (PR Interval) 

Adalah : awal gelombang P sampai dengan awal gelombang QRS

N : 0,12 - 0,20 detik

Kepentingan :

1. >0,20 : AV Block

Page 25: Cvp

2 <0,12 : 

3. berubah-ubah : Wandering Pacemaker 

5. Kompleks QRS 

a. Lama / lebar (duration) 

Adalah : awal sampai dengan akhir gelombang QRS 

N : <0,10> detik

Kepentingan : adanya Bundle Branch Block

0,10 - 0,12 = Incomplete BBB

>0,12 = Complete BBB

b. Sumbu (Axis)

Lead I & AVF

N : (-30) sampai dengan (+110)

(-30) sampai dengan (-90) : LAD (Left Axis Deviation)

(+110) sampai dengan (+180) : RAD

(+180) sampai dengan (+270) / (-90) sd (-180) : extreme axis

c. Bentuk (Configuration)

(+) : I, II, aVF, V5, V6 ;

(-) : aVR, V1, V2

Bifasik : III, aVL, V3, V4

Kepentingan : Q patologis, RAD/LAD, RVH/LVH

6. Segmen S – T (ST Segment)

Adalah: akhir gelombang QRS (J Point) sampai dengan awal gelombang

QRS T

N : - 0,5 mm sd + 2,5 mm

Page 26: Cvp

Kepentingan : untuk mengetahui adanya kelainan otot jantung (ada tidaknya

iskemia dan infark).

7. Gel T (T Wave)

Adalah: awal sd akhir gel. T

N : min 1 mm

Kepentingan: untuk mengetahui adanya kelainan otot jantung

(iskemi/infark) ; dan kelainan elektrolit

Gelombang T (+) : I, II, aVF, V2-V6

Gelombang T (-) : aVR

Bifasik : lead III, aVL, V1

Page 27: Cvp

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2007.  Disitasi dari :Elektrokardiografi.http://image.google.co.id/image/hl-

id. Pada tanggal 10-3-2010 jam 20:07

http://abuzzahra1980.blogspot.com/2013/05/tindakan-keperawatan-pengukuran-

cvp.html

http://artikel-kedokteran.blogspot.com/2012/02/cara-membaca-ekg-7-

kriteria.html#sthash.ssxcIv5J.dpuf

http://coretanperawat.blogspot.com/2009/06/askep-ekg.html

http://kolangmanise.blogspot.com/2012/11/central-venous-pressure.html

http://rentalhikari.wordpress.com/2010/04/01/lp-central-venous-pressure/

 Mancini E. Mary. 2002.  Prosedur Keperawatan Darurat. Jakarta : EGC

Smeltzer, Suzanne C. (2001). Buku ajar keperawatan medikal-bedah Brunner &

Suddarth. Ed 8. Editor edisi bahasa Indonesia Monica Ester, Ellen Panggabean.

Jakarta: EGC.

Shodikin, M. Mengkaji tekanan vena jugular. Style sheet:

http://elearning.esaunggul.ac.id/mod/resource/view.php?id=27966 (diunduh Minggu,

10 Oktober 2010)