cucu 4.rtf

Download cucu 4.rtf

If you can't read please download the document

Upload: muhammad-adib

Post on 12-Feb-2016

213 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1. Ibu saya mempunyai 3 saudara yang kesemuanya laki-laki (sebut saja B,C dan D)2. Ibu saya meninggal 8 tahun yang lalu3 Adik ibu saya yang C juga sudah meninggal 30 tahun yang lalu dan belum berkeluarga4. Adik yang B meninggal setahun yang lalu dan belum menikah.Yang menjadi pertanyaan :1. Si B meninggalkan harta berupa rumah dan harta bergerak lainnya. Apakah kami sebagai anak dari saudara perempuan juga mempunyai hak ?2. Si D bersikukuh mengusai bahkan melakukan balik nama sertifikat si B. Apakah sah tanpa persetujuan kami sebagai waris penerus ?3. Si D berkeras menerapkan dasar hukum islam, sehingga kami sebagai waris penerus (kakak perempuan si D) tidak mempunyai hak. Apa sah ?4. Ketika si D melakukan proses balik nama, kami sebagai waris penerus apakah memang tidak perlu dihadirkan dalam memperoleh fatwa pengadilan ?Atas kemurahan hati dan bantuannya kami sampaikan terima kasih yang se tulus tulusnya.WasallamEV JAWAB :Terima kasih telah menghubungi saya .... Sebelum saya menjawab pertanyaan, sebaiknya Anda memahami terlebih dahulu prinsip-prinsip hukum waris, baik yang berlaku menurut KUHPerdata maupun yang menurut Kompilasi Hukum Islam, yaitu bahwasanya Ahli waris adalah orang yang pada saat meninggal dunia mempunyai hubungan darah atau hubungan perkawinan dengan pewaris, dan tidak terhalang karena hukum untuk menjadi ahli waris. (baca : Pasal 171 huruf c Kompilasi Hukum Islam dan Pasal 832 KUHPerdata). Dalam hukum waris, berlaku juga "ahli waris pengganti" yakni ahli waris yang menggantikan kedudukan ahli waris "utama" karena telah meninggal lebih dahulu daripada si pewaris. (Pasal 185 ayat (1) Kompilasi Hukum Islam dan Pasal 841 KUHPerdata). Bagian ahli waris pengganti sama seperti bagian ahli waris utama. Penggantian ahli waris hanya terjadi dalam garis lurus ke bawah yang sah, berlangsung terus tanpa akhir. (Pasal 842 KUHPerdata, dalam hukum kompilasi hukum Islam, tidak diatur lebih lanjut tentang penggantian ahli waris, namun berdasarkan Pasal 185 ayat (1) Kompilasi Hukum Islam, penggantian ahli waris tetap diakui)Berdasarkan prinsip hukum waris sebagaimana uraian di atas maka berikut disampaikan jawaban atas pertanyaan Anda :1) Berdasarkan prinsip hukum waris yang berlaku, maka kiranya dapat dipersangkakan bahwasanya yang menjadi ahli waris adalah Alm. Ibu Anda dan D. Karena Ibu Anda meninggal terlebih dahalu daripada si B selaku pewaris maka anak-anak dari almarhum Ibu Anda dapat menggantikan kedudukannya sebagai ahli waris.2) Tanpa adanya kesepakatan dari para ahli waris, tentunya apa yang dilakukan oleh si D adalah perbuatan melawan hukum yang tentunya dapat menimbulkan hak ahli waris yang lain untuk membatalkan prosers pembalikan nama sertifikat si B tersebut.3) Sesuai dengan prinsip hukum waris yang saya sampaikan di atas, dimana saya juga mengutip ketentuan hukum waris mendasarkan Kompilasi Hukum Islam, tentunya apa yang ditegaskan oleh si D tidaklah benar. 4) Fatwa/ Penetapan Pengadilan adalah keputusan pengadilan atas perkara permohonan. Bahwasanya yang dimaksud "fatwa waris pengadilan" adalah penetapan pengadilan agama atas permohonan seseorang tentang penentuan siapa yang menjadi ahli waris dan penentuan bagian masing-masing ahli waris. Oleh karena sifatnya hanyalah permohonan seseorang maka tergantung pada si pemohon itu sendiri apakah dalam permohonannya melibatkan ahli waris yang lain atau tidak. Kalau dalam permohonannya si pemohon hanya menyebutkan dirinya sendiri sebagai ahli waris, tentunya Pengadilan Agama tidak akan memanggil ahli waris yang lain. Jadi, dikaitkan dengan pertanyaan, apakah Anda sebagai ahli waris pengganti perlu dihadirkan dalam memperolah fatwa pengadilan tersebut, jawabannya, harus diperiksa terlebih dahulu proses permohonan yang diajukan oleh si D tersebut. Bila dalam permohonan fatwa warisnya si D, tidak mencantumkan nama Anda atau ahli waris pengganti yang lain, besar kemungkinan ada "penyelundupan hukum" dalam permohonan fatwa waris yang diajukan oleh si D tersebut sehingga dengan demikian bilamana fatwa waris tersebut dirasa merugikan hak Anda sebagai ahli waris pengganti, tentunya Anda berhak mengajukan pembatalan atas fatwa tersebut ke Pengadilan.Assalamu'alikum wr. wb.Mohon bantuannya untuk menjawab permasalahan warisan sbb. :Ayah saya (A) menikah dengan ibua saya (B), mempunyai 5 orang anak yaitu C (perempuan), D (laki2), E (laki2), F (laki2), G (laki2). Ayah (A) meninggal tahun 2010, kakak (D) meninggal tahun 2008 tidak mempunyai anak. kakak (E) meninggal tahun 1981 tidak mempunyai anak, Adik (G) meninggal tahun 2001 mempunyai 2 anak terdiri dari 1 perempuan(I) dan 1 Laki2(J).Ayah dan ibu selama perkawinan mereka memiliki se bidang tanah dan bangunan yang sekaragn ditempati ibu dan beberapa bidang tanah yang tersebar di beberapa lokasi. Yang ditanyakan :1. Bagaimana pembagian warisannya ?2. Pembagian tanah/bangunan apakah dinilai dengan uang atau dibagi per bagian tanah/bangunan ?3. Apakah anak-anak G dapat Bagian ?4. Apakah pembagian tanah/bangunan bisa langsung dibagi sesuai kesepakan keluarga (ahli waris)?Terima kasih banyak atas bantuaanyaWassalamualakum Wr. Wb.Assalamu alaikum wa rahmatullaahi wa barakaatuh,Sdr. Yedi Turyadi ysh,Dalam kasus Anda, ahli waris yang berhak adalah Istri (Ibu anda) dan Anak-anak, yaitu C (pr), F (lk), dan ahli waris pengganti dari G (lk). Dalam pertanyaan Anda tidak dijelaskan ibu Anda masih hidup atau sudah meninggal dunia, maka dalam jawaban ini saya menganggapnya masih hidup.Menurut KHI (Kompulasi Hukum Islam) pasal 185, adik Anda (G) yang telah meninggal lebih dahulu daripada ayah Anda, apabila mempunyai anak, kedudukannya dapat digantikan oleh anaknya. Bagian dari ahli waris pengganti tersebut tidak boleh melebihi bagian ahli waris yang sederajat dengan yang diganti. Dalam hal ini bagian anak-anak dari G (I + J) tidak boleh melebihi bagian C dan F.Maka pembagian waris dilakukan dalam 3 tahap sebagai berikut :Tahap I :Membagi waris untuk dzawil furudh, yaitu Istri.Bagian Istri = 1/8 bagian (dari harta waris, bukan dari harta bersama)Sisanya = 1 - 1/8 = 7/8 bagian, merupakan hak ahli waris Ashabah (Anak-anak).Tahap II :Membagi waris untuk Anak-anak, di mana G dianggap masih hidup karena ada ahli waris pengganti (I dan J). Dan karena ada 2 Anak laki-laki dan 1 Anak perempuan, sisa harta waris dibagi 5 bagian (5 = 2+2+1), dengan ketentuan bagian Anak laki-laki sama dengan dua kali bagian Anak perempuan.- F = G = 2/5 x 7/8 = 14/40. - C = 1/5 x 7/8 = 7/40.Selanjutnya bagian G diberikan kepada I dan J.Tahap III :Menurut KHI, total bagian I dan J tidak boleh melebihi bagian C ataupun F.Oleh karena itu dikeluarkan dulu bagian F = 14/40.Sisanya = 7/8 - 14/40 = 35/40 - 14/40 = 21/40 dibagikan kepada C dan (I + J)- C = x 21/40 = 21/80 - (I + J) = x 21/40 = 21/80 , dengan ketentuan bagian laki-laki sama dengan dua kali bagian perempuan.Pembagian harta waris berupa tanah/ bangunan tentu saja dinilai dari harganya, namun bukan berarti tanah/ bangunan yang ada harus langsung dijual atau dipecah-pecah, tetapi minimal porsi tiap-tiap ahli waris sudah ditetapkan. Setelah porsi masing-masing ditetapkan, barulah dilakukan musyawarah/ kesepakatan di antara ahli waris. Karena bisa jadi pembagiannya tidak dapat persis sama dengan yang seharusnya, mungkin ada ahli waris yang kelebihan dari haknya dan ada ahli waris yang kurang dari haknya. Kesepakatan atau perdamaian di antara ahli waris hanya boleh dilakukan setelah masing-masing mengetahui hak warisnya sesuai dengan ketentuan Al-Faraidh.Demikian saya sampaikan semoga bermanfaat. Untuk lebih memahami tentang hukum waris ini, silakan baca buku yang telah saya tulis, yaitu: AL-FARAIDH Cara Mudah Memahami Hukum Waris Islam.Wassalam,Subchan Bashori