critical review koran.pdf

3
TUGAS INDIVIDU MATA KULIAH PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN KELAS A Critical Review Artikel Dosen Pembimbing: Dr. Ir. Eko Budi Santoso, Lic,rer.reg. Disusun Oleh: Satrio Dwi Atmojo (3612100021) JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER 2014

Upload: satrio-dwi-atmojo

Post on 23-Dec-2015

213 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Salah satu tugas dari Mata Kuliah Pembiayaan Pembangunan, yang bersumber dari pemberitaan dari salah satu karan ternama.

TRANSCRIPT

Page 1: Critical Review Koran.pdf

TUGAS INDIVIDU

MATA KULIAH PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

KELAS A

Critical Review Artikel

Dosen Pembimbing: Dr. Ir. Eko Budi Santoso, Lic,rer.reg.

Disusun Oleh:

Satrio Dwi Atmojo (3612100021)

JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA

FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN

INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER

2014

Page 2: Critical Review Koran.pdf

Critical Review – Artikel Koran Sumber : Koran Jawa Pos

Tanggal Terbit : Sabtu, 27 September 2014

Judul Artikel : 2015, Infrastruktur Lebih Lancar – Pembebasan Lahan Jadi Kendala Proyek.

A. RANGKUMAN

Minimnya infrastruktur menyebabkan perekonomian Indonesia sangat sulit untuk

berkembang. Namun pada tahun 2015 nanti, terdapat angin segar untuk masyarakat dan

pelaku usaha untuk menikmati hasil pembangunan infrastruktur.

Angin segar itu berupa undang-undang untuk akuisisi lahan. Menurut Bambang

Brodjonegoro, Wakil Menteri Keuangan, menyatakan, selain terbatasnya anggaran,

pembangunan infrastruktur juga terhalang dengan sulitnya membebaskan lahan yang akan

dijadikan proyek. Untuk itu, maka pemerintah telah membuat UU No. 12 Tahun 2012

tentang Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum. Menurut dia, undang-undang tersebut

bisa digunakan untuk membantu mempercepat pembebasan lahan.

Salah satu contoh proyek yang terkendala oleh pembebasan lahan adalah proyek

pembangunan PLTU di Kabupaten Batang, Jawa Tengah. Untuk itu, maka pemerintah dapat

mempercepatnya dengan UU No. 12 tersebut dengan bantuan undang-undang baru yang

akan dibuat nantinya.

Selain itu, pemerintah juga akan membentuk Badan Layanan Umum (BLU) untuk

mengurusi pembebasan lahan. Untuk tahap awalnya, pemerintah akan menyiapkan

anggaran sebesar Rp 3,5 triliun sebagai dana talangan. Sisanya akan menggunakan

pendanaan eksternal.

Menurut Chatib Basri, Menteri Keuangan, salah satu hal penting akan keberadaan

UU tersebut adalah mengenai waktu pembebasan lahan. Banyak sekali kasus-kasus dimana

para pemilik lahan yang meminta harga di atas harga pasar. Bahkan beberapa dari kasus

tersebut telah menarik pihak mafia tanah untuk menguasai lahan-lahan yang akan

dibebaskan. Hal-hal ini lah yang menyebabkan terhambatnya pembebasan lahan.

Sangat banyak proyek-proyek pembangunan infrastrutur yang realisasinya molor,

bahkan ada yang sampai gagal. Hal itu dikarenakan permasalahan dalam merealisasikan

proyek-proyek tersebut sangatlah kompleks.

Sebagai contohnya, tol atas laut di Bali yang selesai tepat waktu di tahun 2013.

Proyek itu menggunakan skema kerja sama antara pemerintah (konsorsium) dengan swasta

atau public private partnership (PPP). Selain itu juga, faktor pembebasan lahan tidak

termasuk dalam faktor penghambat pembangunan tol tersebut. Anehnya, dalam proyek-

proyek yang direncanakan pembangunannya pada tahun 2013, hanya proyek pembangunan

tol atas laut di Bali sajalah yang telah selesai. Proyek-proyek yang lain malah justru tersendat

bahkan tidak terdengar kabarnya.

B. KOMENTAR

Seperti yang dapat kita baca, penggunaan secara riil UU No. 12 Tahun 2012

sangatlah terlambat. Jarak penggunaannya memasuki tahun ke tiga. Setidaknya, jika

Page 3: Critical Review Koran.pdf

Critical Review – Artikel Koran

pemerintah telah merasa kesulitan dalam melakukan pembebasan lahan, mereka harus

menggunakan UU tersebut secara langsung setelah disahkan oleh DPR. Kalau seperti ini,

banyak proyek-proyek yang menelan anggaran besar akan molor, bahkan bisa-bisa batal.

Sikap keterlambatan pemerintah ini jugalah yang menyebabkan kondisi

perekonomian Indonesia selalu pasang-surut, tidak pernah stabil. Kondisi perekonomian kita

saat ini masih berpaku pada akses jalur darat. Sedangkan kondisi, lebar, dan jumlahnya saja

tidak berimbang/sesuai dengan standar. Jika pada tahun depan, 2015, masih saja terkendala

dalam melaksanakan pembebasan lahan, meskipun telah menggunakan UU tersebut, maka

bisa diprediksi akan terjadi fase awal krisis ekonomi.

Saat ini dapat kita lihat dan rasakan, gejolak politik di negara kita saat ini benar-

benar tidak nyaman untuk pelaku usaha. Banyak investor-investor yang malah menjual

asset-aset dan saham-saham mereka di Indonesia karena mereka merasa khawatir dengan

kondisi Indonesia sekarang. Meskipun kita telah mendapatkan presiden dan wakil presiden

yang baru, namun hal itu belum bisa menentukan nasib Indonesia kedepannya, bila kondisi

ini berlanjut hingga tahun 2015.

C. KESIMPULAN

Dari sebuah artikel pemberitaan di atas, proyeksi pembangunan infrasrtuktur akan

menuju ke arah yang baik. Namun setidaknya selain hambatan berupa sulitnya

membebaskan lahan untuk pembangunan infrastruktur, hambatan-hambatan lain juga perlu

dihilangkan.

Beberapa hambatan-hambatan tersebut, seperti yang telah diberitakan, adalah

mafia tanah. Perlu adanya kekuatan hukum tersendiri untuk menghadapi mafia tanah

tersebut. Namun hambatan yang paling parah yang perlu diwaspadai adalah mafia-mafia

proyek pembangunan infrastruktur. Mereka tertarik untuk menikmati sebagian uang negara

dikarenakan nilai anggarannya yang sangat fantastis.

Pemerintah bekerja sama dengan aparat hukum harus bisa mengatasi mafia proyek

tersebut. Jangan sampai mereka diperkarakan setelah proyek-proyek tersebut berjalan atau

bahkan sudah selesai. Idealnya pemerintah membuat hukum baru yang lebih mengikat bagi

semua orang, termasuk di dalamnya anggota parlemen, PNS, bahkan aparat hukum

sekalipun. Salah satunya dengan meningkatkan jeratan hukuman.

Misalnya, bila hukuman yang paling minimal adalah satu tahun dan/atau denda Rp

200 juta, maka perlu ditingkatkan dengan minimal 10 tahun dan/atau denda Rp 400 juta.

Hukuman itu tidak terpengaruh dengan seberapa banyak seseorang itu

mengambil/menikmati uang negara. Dengan semakin beratnya hukuman tersebut, maka

adanya seseorang yang ingin melakukan korupsi semakin kecil dan berkurang seiring

berjalannya waktu.