cover anhjjdri combine
DESCRIPTION
koTRANSCRIPT
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang memperbanyak isi buku ini dengan cara apapun tanpa izin dari
penulis
©2013, Penerbit UBB Press, Pangkalpinang
Judul Buku : AKUAPONIK: Sederhana Berhasi Ganda
Penulis : Andri Kurniawan, S.Pi., MP
Editor : Euis Asriani, S.Si., M.Si
: Ardiansyah Kurniawan, S.Pi., MP
Desain Cover : Syafarudin, SP
Jumlah Halaman : 80 (14,8x21 cm)
Penerbit : UBB Press
: Jl. Merdeka No. 4 Pangkalpinang,
Provinsi Kep. Bangka Belitung, 33216
: Telp: (0717) 422145; Fax: (0717) 421303
: Email: [email protected]
Cetakan Kesatu : Mei 2013
ISBN : ISBN 978-979-1373-47-0
Akuaponik: Sederhana Berhasil Ganda| i
Pemanfaatan lahan sempit untuk aktivitas
berbudidaya komoditas perikanan adalah salah
satu cara untuk meningkatkan produktivitas lahan.
Budidaya perikanan di lahan sempit dengan
menggunakan kolam beton, akuarium, maupun
kolam terpal adalah teknik sederhana yang dapat
dikembangkan oleh masyarakat dalam skala
produksi rumah tangga.
Teknik budidaya perikanan di wadah yang
sederhana dapat dikombinasikan dengan teknik
budidaya tanaman hidroponik melalui proses
resirkulasi air dari wadah budidaya komoditas
perikanan ataupun tanpa resirkulasi air untuk
kemudian dimanfaatkan oleh tanaman sebagai
sumber nutrisi. Konsep pertanian terintegrasi
antara budidaya perikanan dengan pertanian
hidroponik dikenal sebagai sistem akuaponik.
Sistem akuaponik dipandang sebagai teknologi
yang sederhana, mudah, tepat guna, akan tetapi
mampu menghasilkan keuntungan ganda, yaitu
komoditas perikanan dan hasil pertanian
hidroponik secara bersamaan dalam suatu siklus
produksinya.
Kata
Pengantar
Akuaponik: Sederhana Berhasil Ganda| ii
Buku ini memaparkan tentang teori dasar, konsep, dan aplikasi
pengembangan akuaponik di masyarakat dalam rangka mendukung
peningkatan keterampilan serta kemandirian masyarakat, khususnya
dalam bidang perikanan. Buku ini disusun sebagai upaya untuk
memasyarakatkan bio-integrated farming system yang produktif bagi
masyarakat.
Buku ini belum dapat dikatakan sebagai persembahan terbaik.
Oleh karenanya diperlukan saran untuk meningkatkan kualitas
tulisan. Meskipun demikian, penulis berharap semoga karya kecil ini
dapat bermanfaat bagi banyak orang yang membutuhkan informasi
terkait pengembangan budidaya perikanan berbasis akuaponik untuk
diimplementasikan secara mandiri maupun kelompok masyarakat.
Pangkalpinang, Mei 2013
Penulis
Akuaponik: Sederhana Berhasil Ganda| iii
Kata Pengantar ......................................... i
Daftar Isi ................................................... ii
Pendahuluan ............................................. 1
Akuakultur ................................................ 5
Akuaponik ................................................. 9
Akuaponik Di Masyarakat ...................... 61
Daftar Pustaka .......................................... 67
Penulis ....................................................... 73
Daftar Isi
Akuaponik: Sederhana Berhasil Ganda| 1
Budidaya perikanan atau juga dikenal
dengan istilah akuakultur merupakan salah satu
mata rantai penting di dalam ruang lingkup
sektor perikanan dan kelautan. Subsektor
budidaya memegang peranan penting dalam
rangkaian agribisnis perikanan antara lain
sebagai sumber penghasil protein hewani,
khususnya ikan dan komoditas lainnya bagi
konsumsi manusia. Di dalam suatu konsep
bioindustri perikanan, subsektor budidaya
memegang peranan penting sebagai industri
hulu yang menyediakan bahan baku, baik bagi
industri pengolahan guna menghasilkan nilai
tambah bagi produk maupun langsung menuju
ke sentral-sentral pemasaran.
Kontribusi budidaya sebagai penyedia
bahan baku bagi industri pengolahan didasarkan
pada alasan bahwa subsektor penangkapan tidak
bisa selamanya diandalkan untuk menghasilkan
bahan baku yang baik dan kontinyu. Beberapa
faktor yang mempengaruhi hal tersebut antara
lain kondisi di beberapa perairan telah
mengalami penangkapan berlebih (over fishing),
[Type sidebar
content. A sidebar is
a standalone
supplement to the
main document. It is
often aligned on the
left or right of the
page, or located at
the top or bottom.
Use the Text Box
Tools tab to change
the formatting of the
sidebar text box.
Type sidebar content.
A sidebar is a
standalone
supplement to the
main document. It is
often aligned on the
left or right of the
page, or located at
the top or bottom.
Use the Text Box
Tools tab to change
the formatting of the
sidebar text box.]
Pendahuluan
Budidaya
perikanan
memegang
peranan penting di
dalam bioindustri
perikanan
Akuaponik: Sederhana Berhasil Ganda| 2
tercemar, kondisi alam yang menghambat aktivitas penangkapan,
modal penangkapan yang relatif mahal, dan keterbatasan sarana
prasarana pendukung penangkapan. Pada kontekstual bahwa
budidaya sebagai salah satu mata rantai dalam industri perikanan dan
kelautan, maka subsektor budidaya dipandang perlu mendapat
perhatian, baik pengelolaan, pengembangan, maupun kajian-kajian
terkait budidaya. Posisi subsektor budidaya perikanan di dalam rantai
bioindustri perikanan tersaji pada Gambar 1.
Gambar 1. Bioindustri Perikanan dan Kelautan
Berdasarkan rangkaian proses hulu hingga hilir, pengembangan
subsektor budidaya di dalam bioindustri perikanan dan kelautan
harus menjadi perhatian agar bioindustri perikanan dan kelautan
dapat memberi kontribusi positif bagi pembangunan masyarakat dan
Akuaponik: Sederhana Berhasil Ganda| 3
bangsa. Secara umum, aktivitas budidaya perikanan berfokus pada
tujuan produksi dan produktivitas. Oleh karenanya, kegiatan ini
menuntut integrasi komponen-komponen di dalam ruang lingkup
budidaya tersebut, baik teknik budidaya, pakan, penyakit, dan faktor
lainnya yang menopang pengembangan subsektor budidaya.
Pengembangan subsektor budidaya memang membutuhkan banyak
sarana dan prasarana produksi, akan tetapi tidaklah selalu
diasumsikan dengan modal besar. Kegiatan budidaya perikanan
dapat dikembangkan dengan hanya memanfaatkan lahan pekarangan
rumah yang sempit dengan peralatan yang juga relatif sederhana.
Berbudidaya komoditas perikanan di pekarangan rumah telah
banyak dilakukan dengan menggunakan kolam beton, akuarium,
maupun kolam terpal. Budidaya perikanan di lahan sempit bertujuan
untuk meningkatkan fungsi lahan tidur menjadi lahan produktif,
khususnya hasil perikanan. Beberapa manfaat lain yang diperoleh,
yaitu meningkatkan produktivitas lahan, landscape eksterior yang
memiliki nilai eksotisme, keuntungan psikologi sebagai tempat
refreshing dari kejenuhan aktivitas sehari-hari. Salah satu cara
optimalisasi fungsi lahan tersebut dapat dilakukan dengan cara
memadukan budidaya perikanan dengan tanaman hidroponik melalui
suatu sistem terintegrasi yang dikenal dengan istilah akuaponik.
Secara prinsip, akuaponik adalah teknologi yang menggabungkan
konsep budidaya perikanan dan teknik pertanian hidroponik.
Akuaponik: Sederhana Berhasil Ganda| 4
Akuaponik dirancang sebagai manifestasi pemanfaatan air
budidaya sebagai media tanaman hidroponik secara resirkulasi air
budidaya yang mengandung nutrisi pakan berlebih dari kolam untuk
dialirkan ke media tanaman hidroponik secara berulang dan terus-
menerus maupun secara berkala. Selain itu, akuaponik juga dapat
memanfaatkan sistem non sirkulasi. Perpaduan teknologi budidaya
perikanan dan hidroponik dipandang sebagai teknik pertanian yang
sederhana, akan tetapi mampu menghasilkan produk ganda;
komoditas perikanan dan tanaman dalam siklus panen yang
bersamaan.
Implementasi akuaponik merupakan suatu bagian dari aktivitas
pengembangan subsektor budidaya perikanan, yaitu sebagai penyedia
sumber protein hewani dari hasil perikanan, sumber bahan baku
industri, ataupun bahan konsumsi. Oleh karenanya, akuaponik harus
dimasyarakatkan agar usaha budidaya perikanan semakin luas dalam
rangka mendukung tercipta dan berkembangnya bioindustri di bidang
perikanan dan kelautan.
Akuaponik: Sederhana Berhasil Ganda| 5
Budidaya perairan atau akuakultur dapat
didefinisikan sebagai proses kegiatan untuk
memproduksi organisme perairan, ikan maupun
non ikan di dalam suatu lingkungan yang
terkendali dalam rangka memperoleh
keuntungan. Apabila ditelaah lebih lanjut, maka
subsektor budidaya bertugas di dalam
pemeliharaan, perbanyakan (reproduksi), serta
pertumbuhan (growing) ikan maupun non ikan
untuk menghasilkan profit bagi orang-orang
yang berbudidaya. Bidang budidaya perairan
memiliki ruang lingkup yang bukan hanya
berkaitan dengan organisme ikan dan non ikan,
akan tetapi juga kegiatan pendukung subsektor
tersebut seperti penyediaan pakan buatan
maupun alami, peralatan budidaya, obat-obatan,
serta sarana prasarana produksi lainnya.
Budidaya perikanan dapat dikelompokkan
ke dalam perairan tawar, perairan payau, dan
perairan laut. Salah satu budidaya yang banyak
dikembangkan masyarakat, baik dalam skala
besar maupun rumah tangga adalah budidaya
perairan tawar. Perairan air tawar dikenal juga
Akuakultur
Budidaya Air Tawar
menjadi bagian
penting di dalam
memasyarakatkan
produk perikanan
Akuaponik: Sederhana Berhasil Ganda| 6
dengan nama perairan umum atau perairan darat karena perairan ini
terdapat di daratan mulai dari pegunungan hingga dataran rendah di
dekat pantai. Apabila diukur dengan skala waktu geologi, perairan ini
relatif memiliki umur yang pendek dan merupakan perairan
sementara. Aktivitas manusia dan alam melalui proses sedimentasi,
penimbunan, dan sebagainya dapat menyebabkan perairan ini muncul
atau hilang.
Perairan ini juga memiliki kandungan unsur-unsur penyusun
perairan, meskipun jenis, jumlah, dan kualitasnya dapat berbeda pada
masing-masing perairan, seperti karbonat, klorida, fosfat, natrium,
kalium, kalsium, magnesium, besi, dan sebagainya. Berdasarkan
kondisi perairan, maka perairan tawar dapat dikelompokkan menjadi
perairan dengan air menggenang (waduk, danau, dan situ), perairan
mengalir (sungai dan saluran irigasi), dan perairan berbentuk curahan
air (air hujan, sumur, dan mata air). Pada perairan tawar, air yang
digunakan dikategorikan menjadi empat, yaitu air hujan (presipitasi),
air embus, air permukaan, dan air tanah. Pada umumnya, dari
keempat jenis air tersebut yang biasa digunakan untuk budidaya
adalah air permukaan karena debitnya relatif tetap dan juga kaya
akan unsur hara.
Ekosistem tawar memiliki beberapa struktur perairan.
Ekosistem perairan tawar secara umum dibagi menjadi dua, yaitu
perairan mengalir (lotic water) dan perairan menggenang (lentic
Akuaponik: Sederhana Berhasil Ganda| 7
water). Perairan lotik dicirikan adanya arus yang terus-menerus
dengan kecepatan bervariasi sehingga perpindahan massa air
berlangsung terus-menerus, seperti sungai, kali, kanal, dan lain-lain.
Sedangkan perairan lentic atau perairan tenang, yaitu perairan
dimana aliran air lambat atau bahkan tidak ada dan massa air
terakumulasi dalam periode waktu yang lama. Arus tidak menjadi
faktor pembatas utama bagi biota yang hidup di dalamnya, seperti
waduk, telaga, situ, danau, kolam, dan lain-lain.
Di dalam suatu perairan tawar juga terdapat zona-zona primer
yang memiliki kemiripan dengan zonasi pada lingkungan laut, seperti
zona litoral (daerah pinggiran perairan yang masih bersentuhan
dengan daratan), zona limnetik (daerah kolam air yang terbentang
antara zona litoral di satu sisi dan zona litoral di sisi lain), zona
profundal (daerah dasar perairan yang lebih dalam dan menerima
sedikit cahaya matahari dibanding daerah litoral dan limnetik), serta
zona sublitoral (daerah peralihan antara zona litoral dan zona
profundal).
Berdasarkan penerimaan terhadap intensitas cahaya yang
masuk ke dalam suatu perairan, maka perairan tawar dikelompokkan
menjadi zona eufotik (fotik), yaitu bagian perairan yang masih dapat
ditembus oleh cahaya matahari. Zona ini merupakan zona produktif
dan dihuni oleh berbagai macam biota di dalamnya. Pada lapisan ini,
produsen fotosintetik tumbuh dengan subur dan membuat rantai
Akuaponik: Sederhana Berhasil Ganda| 8
makanan berjalan dengan baik. Zona lapisan lainnya di perairan
adalah afotik, yaitu bagian perairan yang gelap gulita karena cahaya
matahari tidak dapat menembus daerah ini, miskin oksigen, serta
biota yang hidup hanya kelompok karnivora, detrifor, dan produsen
primer yang berasal dari jenis bakteri seperti bakteri sulfur. Di antara
zona fotik dan afotik terdapat daerah remang-remang yang dikenal
dengan zona mesofotik.
Pada dasarnya, perairan tawar memiliki potensi yang luar bisa
guna pengembangan budidaya perairan. Berbagai kajian telah banyak
dilakukan untuk memberi informasi terkait optimalisasi subsektor
budidaya perikanan. Berbagai jenis komoditas telah berhasil
dikembangkan. Sejumlah komoditas perikanan yang biasanya
dikembangkan di perairan tawar meliputi ikan konsumsi dan ikan
hias. Sejumlah komoditas tersebut disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Komoditas Budidaya Perikanan Air Tawar
Komoditas Perairan Tawar
Ikan Konsumsi Ikan Hias
Mas Nila Arwana Blackgost
Gurame Mujaer Louhan Rainbow
Tawes Bawal Cupang Maanvis
Sepat siam Patin Koi Discus
Tambakan Lobster air tawar Guppy Botia
Lele Nilem Platy Mas Koki
Gabus dsb Molly dsb
Sumber: disadur dari berbagai sumber
Akuaponik: Sederhana Berhasil Ganda| 9
Akauponik adalah konsep pengembangan
bio-integrated farming system, yaitu suatu
rangkaian teknologi yang memadukan antara
teknik budidaya perikanan dan teknik pertanian
hidroponik. Teknologi akuaponik ini dirancang
untuk memanfaatkan air yang mengandung
nutrisi pakan berlebih dari kolam budidaya
perikanan untuk sebagai sumber nutrisi ataupun
media tanaman hidroponik sehingga dapat
dimungkinkan terjadi efisiensi dan efektivitas
pakan maupun nutrisi tanaman.
Perpaduan antara teknologi budidaya
perikanan dan hidroponik dipandang sebagai
teknik pertanian yang sederhana, akan tetapi
mampu menghasilkan produk ganda, yaitu ikan
dan tanaman dalam satu siklus panen yang
bersamaan. Teknologi ini dinilai sangat tepat
guna untuk diterapkan oleh masyarakat, baik
dalam skala kecil dengan memanfaatkan lahan
pekarangan rumah yang terkadang dianggap
tidak produktif maupun skala besar dengan
lahan produksi yang lebih luas.
Akuaponik
Bio-integrated
farming system
sebagai teknologi
sederhana, tetapi
berhasil ganda
Akuaponik: Sederhana Berhasil Ganda| 10
Akuaponik sebagai suatu kombinasi di dalam produksi antara
komoditas perikanan serta tanaman hidroponik; sayuran, bunga, dan
tanaman herbal pada sistem akuaponik dengan menggunakan sistem
resirkulasi1 ataupun tanpa sistem resirkulasi memiliki beberapa
keuntungan, antara lain:
a. Multiple product
Sistem akuaponik yang memadukan antara budidaya ikan dan
tanaman hidroponik lainnya dapat menghasilkan produk polikultur
yang mampu meningkatkan diversitas produk yang dihasilkan, yaitu
ikan dan tanaman secara bersama dalam satu siklus produksi. Pada
sistem akuaponik dapat diterapkan sistem panen ganda dengan
memperhatikan jenis tanaman, ikan yang dibudidayakan, dan masa
produksi tanaman maupun ikan.
Pada jenis tanaman atau sayuran tertentu, panen dapat
dilakukan pada umur sekitar 3-4 bulan. Demikian juga pada kegiatan
pembesaran ikan dimana ikan dapat dipanen untuk ukuran konsumsi
pada kurun waktu tersebut. Umur panen komoditas perikanan dapat
disesuaikan dengan tujuan dan kebutuhan, seperti pembibitan atau
hingga ukuran konsumsi. Dengan memperhatikan hal tersebut, maka
produktivitas satu siklus produksi dapat ditingkatkan dengan sistem
akuaponik karena mampu menghasilkan multiple product dalam satu
waktu pemanenan sebagaimana pada Gambar 2.
1 Diver (2006); Pade (2010); dan Rakocy et al., (1997)
Akuaponik: Sederhana Berhasil Ganda| 11
Gambar 2. Multiple Product Akuaponik1a)
b. Hemat di dalam penggunaan air
Teknik budidaya dengan sistem akuaponik mampu menghemat
penggunaan air melalui efisiensi yang dilakukan dengan sistem
resirkulasi sehingga sangat bermanfaat bagi tanaman yang
membutuhkan air dalam jumlah yang banyak dan pada musim
kemarau. Di sisi lain, air yang digunakan di dalam budidaya ikan
tetap dalam kondisi relatif stabil. Teknologi ini dimungkinkan untuk
diterapkan pada daerah yang sedikit mengalami kesulitan air
sehingga dapat menjadi solusi yang produktif meskipun terjadi
keterbatasan air. Sistem resirkulasi dapat diatur menggunakan
pengatur waktu (timer) sehingga interval waktu penyiraman tanaman
dapat pula diatur sebagaimana mestinya.
Selain menggunakan sistem resirkulasi, akuaponik juga dapat
dikembangkan dengan sistem rendam seperti hidroponik. Prinsip dari
sistem ini adalah penanaman tanaman dilakukan secara deep water
Akuaponik: Sederhana Berhasil Ganda| 12
culture atau akar tanaman dibiarkan terus terendam di dalam air
budidaya ikan. Sistem non sirkulasi ini juga dapat menghemat air
yang digunakan untuk media tanam. Penghematan penggunaan air di
dalam sistem akuaponik ditampilkan pada Gambar 3.
Gambar 3. Resirkulasi untuk Menghemat Air1b)
c. Resirkulasi nutrisi
Pada proses pemberian pakan pada ikan, apabila pakan yang
diberikan berlebih dan tidak dimakan ikan akan menjadi limbah di
perairan. Ketika ikan dibudidayakan secara intensif akan terdapat
akumulasi nutrisi di dalam perairan sebagai hasil dari pemberian
pakan yang intensif. Hal ini akan berdampak pada timbulnya limbah
nitrogen, seperti nitrat dan limbah organik lainnya2.
Aplikasi teknologi akuaponik memungkinkan untuk mendaur
ulang limbah pakan di perairan menjadi nutrisi bagi tanaman.
Demikian juga halnya limbah dari kotoran ikan yang terlarut di
2 Gorder (2003)
Akuaponik: Sederhana Berhasil Ganda| 13
perairan dapat dijadikan pupuk alami bagi tanaman hidroponik. Pada
dasarnya, limbah ikan di perairan masih memiliki kandungan makro
dan mikro nutrien yang dapat dimanfaatkan sebagai nutrisi bagi
tanaman. Secara tidak langsung dapat dikatakan bahwa limbah yang
dihasilkan dari satu sistem biologi dijadikan sebagai nutrisi bagi
sistem biologi berikutnya melalui filtrasi langsung maupun filtrasi
biologis. Hasil metabolisme ini tidak perlu sia-sia karena masih
memiliki nilai ekonomi3. Selain itu, perbaikan lingkungan dapat
diselesaikan secara mutualisme dengan cara memanfaatkan biofilter
tanaman yang membutuhkan limbah tersebut sebagai nutrisi
pertumbuhannya.
d. Produk sehat
Sistem akuaponik memungkinkan untuk menghasilkan produk
yang sehat dan organik. Hal ini dikarenakan di dalam budidaya ikan
dan tanaman dapat dilakukan tanpa menggunakan bahan kimia
maupun antibiotik untuk pendukung pertumbuhan dan pengendalian
penyakit. Kondisi lingkungan yang lebih mudah dikendalikan
menjadi salah satu faktor untuk mengurangi kontaminasi penyakit
yang dapat mengganggu ikan maupun tanaman. Dengan adanya
sistem ini akan memperluas akses terhadap makanan sehat dan
organik, minimal untuk setiap keluarga yang menerapkan akuaponik
di lingkungannya. Produk yang dihasilkan tertera pada Gambar 4.
3 Rakocy et al., (2006)
Akuaponik: Sederhana Berhasil Ganda| 14
Gambar 4. Pemanenan Produk Sehat Akuaponik1c)
e. Estetika
Keuntungan lain yang diperoleh dari sistem akuaponik adalah
nilai estetika dimana apabila diterapkan di pekarangan rumah dapat
menjadi pemandangan yang menarik dan menyenangkan. Akuaponik
juga merupakan salah satu model budidaya di perkotaan maupun
perumahan-perumahan yang memiliki lahan sempit sehingga dapat
menjadi pemandangan istimewa bagi lingkungan tersebut. Nilai
estetika akuaponik ditampilkan pada Gambar 5.
Gambar 5. Nilai Estetika Akuaponik1d)
Akuaponik: Sederhana Berhasil Ganda| 15
Akuaponik sebagai sistem terintegrasi pertanian hidroponik
dan budidaya perikanan adalah suatu sistem kompleks. Prinsip dasar
yang digunakan dalam sistem akuaponik, yaitu pengaliran (sirkulasi)
dengan memanfaatkan kembali air di dalam budidaya ikan untuk
dialirkan ke tanaman atau sebaliknya dari tanaman ke wadah
pemeliharaan ikan secara terus menerus dan berulang. Inti dasar dari
sistem ini adalah penyediaan air yang optimum untuk masing-masing
komoditas dengan memanfaatkan sistem resirkulasi4. Resirkulasi
dapat dilakukan secara terus menerus ataupun berselang waktu
dengan menggunakan pengatur waktu.
A. Hidroponik
Hidroponik (hydroponic) berasal dari kata Yunani, yaitu hydro
yang berarti air dan ponos yang artinya daya. Hidroponik juga
dikenal sebagai soilless culture atau budidaya tanaman tanpa tanah5.
Pada prinsip dasar, tanah merupakan salah satu media tanam untuk
menempatkan unsur-unsur pertumbuhan yang dibutuhkan oleh
tanaman. Hal ini berarti bahwa tanaman dapat menggunakan media
bukan tanah sebagai media hidup selama di dalam media tersebut
terdapat nutrisi bagi pertumbuhannya. Dalam konteks hidroponik,
media yang digunakan untuk mensuplai nutrisi bagi tumbuhan
ditempatkan di dalam air dan kemudian dialirkan pada tanaman
4 Nugroho dan Sutrisno (2008)
5 Wikipedia (2013a)
Akuaponik: Sederhana Berhasil Ganda| 16
secara langsung ataupun melalui media tanamnya. Oleh karena itu,
hidroponik dapat dideskripsikan sebagai teknologi budidaya tanaman
yang mamanfaatkan air dan tanpa menggunakan tanah sebagai media
tanam, sedangkan zat makanan atau hara yang dibutuhkan oleh
tanaman akan disuplai melalui air yang dialirkan secara berkala
sesuai dengan waktu yang ditentukan atau secara terus-menerus
dengan sistem resirkulasi mengalir.
Pertanian hidroponik telah lama dikembangkan sebagai suatu
teknologi aplikatif yang berguna dalam pemanfaatan lahan sempit,
keterbatasan air, atau hanya sekedar sebagai pelengkap nilai estetika
di rumah. Pengembangan teknologi hidroponik memberikan berbagai
keuntungan, antara lain:
a) Teknologi sederhana dan tepat guna untuk dikembangkan dalam
skala kecil di rumah tangga maupun skala besar
b) Pemanfaatan lahan sempit melalui pertanian bertingkat sehingga
sangat memungkinkan untuk dikembangkan di perumahan yang
tidak memiliki lahan luas
c) Pemanfaatan sistem resirkulasi air sehingga lebih hemat air dan
tidak membutuhkan pergantian air yang rutin untuk penyiraman
d) Pengawasan tanaman terhadap serangan hama dan penyakit
lebih baik
e) Pemakaian pupuk yang efisien dikarenakan adanya sistem
resirkulasi air yang telah diberi pupuk
Akuaponik: Sederhana Berhasil Ganda| 17
f) Tidak terlalu bergantung pada faktor alam sehingga fluktuasi
faktor alam tidak signifikan terjadi pada tanaman hidroponik
g) Produk yang dihasilkan memiliki nilai ekonomis dan estetis
sebagai hiasan di perkarangan rumah
B. Media Tanam Hidroponik
Media tanam pada teknologi hidroponik merupakan salah satu
bagian yang penting untuk mendukung keberhasilan pertumbuhan
tanaman. Pada teknologi hidroponik, media tanaman dikelompokkan
menjadi tiga, yaitu media persemaian, media pembibitan, dan media
tanaman dewasa. Akan tetapi, beberapa media dapat digunakan
sebagai media persemaian, media pembibitan, dan media tanaman
dewasa sekaligus. Selain memperhatikan fase penanaman, pemilihan
media tanam perlu juga mempertimbangkan jenis tanaman yang
ingin ditanam. Pada teknologi hidroponik tidak menggunakan media
tanah sebagai media tumbuhnya sehingga perannya digantikan oleh
beberapa jenis media tanam antara lain arang sekam, rockwool,
spons, serbuk kayu, pasir, kerikil, pecahan genting, coir, perlite,
grow beds, dan sebagainya. Pada prinsipnya, persyaratan media
tanam yang ideal digunakan dalam teknik hidroponik antara lain:
a) Memiliki pori atau berporos sehingga memudahkan proses
pembuangan air yang berlebihan di dalam media
Akuaponik: Sederhana Berhasil Ganda| 18
b) Mampu menjaga kelembaban di sekitar akar dan menahan
ketersediaan unsur hara yang dialirkan
c) Memiliki struktur yang baik untuk penyimpanan penyerapan air
sehingga dapat digunakan untuk pertumbuhan tanaman
d) Memiliki tekstur yang lembut, gembur, dan dapat menopang
akar tanaman
e) Bebas hama dan penyakit yang dapat mengganggu pertumbuhan
tanaman
f) Mengandung bahan mineral yang dapat dimanfaatkan untuk
nutrisi tumbuh bagi tanaman, seperti kalsium dan sebagainya
g) Memiliki derajat keasaman yang sesuai dengan tanaman atau
lebih baik bernilai pH netral
Secara prinsip media hidroponik dapat dikelompokkan menjadi
dua, yaitu media organik dan media anorganik. Media organik
umumnya berasal dari bagian makhluk hidup yang telah mengalami
proses untuk dijadikan media tanam. Media organik dipandang lebih
unggul dibandingkan dengan media anorganik karena pada media
organik telah mampu menyediakan unsur hara yang dibutuhkan oleh
tanaman. Selain itu, media organik memiliki struktur pori yang baik
untuk resirkulasi udara. Meskipun demikian, penggunaan bahan
organik sebagai media tanam perlu memperhatikan tingkat
kebersihan media dari kontaminasi penyakit yang timbul selama
Akuaponik: Sederhana Berhasil Ganda| 19
proses pembuatannya. Beberapa contoh media organik adalah arang
dan serabut kelapa, arang sekam, batang pakis, serbuk gergaji kayu,
dan akar tanaman pakuan. Beberapa jenis bahan anorganik juga
dapat dimanfaatkan sebagai media tanam hidroponik. Media
anorganik dapat dikelompokkan menjadi media yang berasal dari
bahan anorganik alam dan anorganik kimiawi. Beberapa contoh
media anorganik yang dapat digunakan antara lain pasir, kerikil, gel,
styrofoam, rockwool, spons, grow beds (clay pebbles), serta
vermikulite dan perlite seperti yang ditampilkan pada Gambar 6.
Arang Kelapa2)
Arang Sekam 3)
Batang Pakis4)
Moss 5)
Serabut Kelapa6)
Serbuk Gergaji7)
Pasir 8) Kerikil
9) Grow Beds
10)
Akuaponik: Sederhana Berhasil Ganda| 20
Hidrogel 11)
Styrofoam12)
Rockwool 13)
Spons/Floralfoam14)
Vermiculite15)
Perlite 16)
Gambar 6. Jenis-Jenis Media Tanam Hidroponik
C. Tanaman Hidroponik
Pada pertanian hidroponik, tidak semua jenis tanaman yang
tumbuh pada media tanah dapat ditanam dengan menggunakan
sistem hidroponik. Beberapa kelompok tanaman yang dapat ditanam
secara hidroponik antara lain (a) kelompok sayuran seperti selada,
sawi, bayam, kangkung, pakcoy, asparagus, brokoli, cabai, seledri,
bawang merah, bawang putih, bawang daun, terong, dan sebagainya;
(b) kelompok buah seperti melon, tomat, mentimun, strowberi,
paprika, dan sebagainya; serta (c) kelompok tanaman hias seperti
krisan, gerberra, anggrek, kaladium, dan sebagainya. Beberapa
contoh tanaman hidroponik yang dapat dikembangkan disajikan pada
Gambar 7.
Akuaponik: Sederhana Berhasil Ganda| 21
Selada 60 hari17)
Sawi 30 hari18)
Kangkung 27 hari19)
Seledri 60-90 hari20)
Pakchoy 22-24 hari 21)
Bayam 25-35 hari22)
Gambar 7. Tanaman Hidroponik
D. Sistem Hidroponik
Hidroponik merupakan salah satu teknologi tepat guna di
bidang pertanian tanpa menggunakan media tanah dengan tetap
memenuhi kebutuhan nutrisi pokok yang diperlukan tanaman. Pada
mulanya, sistem hidroponik yang dikembangkan adalah sistem
hidroponik substrat, yaitu sistem dengan menggunakan media selain
tanah dan steril, seperti arang sekam, pasir, serbuk gergaji, sabut
kelapa, dan lain sebagainya. Sejalan dengan perkembangannya,
hidroponik dikelompokkan menjadi enam sistem, yaitu sistem sumbu
(wick system), sistem kultur air (water culture), sistem pasang surut
(ebb and flow/flood and drain), sistem irigasi tetes (drip irrigation),
sistem NFT (nutrient film technique), serta sistem aeroponik.
Akuaponik: Sederhana Berhasil Ganda| 22
a) Sistem sumbu (wick system)
Sistem sumbu (wick system) yang juga dikenal dengan istilah
capillary wick system (CWS) merupakan suatu sistem pengairan
dengan menggunakan prinsip kapilaritas6. Sistem sumbu di dalam
teknik hidroponik dikenal sebagai sistem pasif dikarenakan tidak ada
bagian yang bergerak, kecuali air mengalir melalui saluran kapiler
dari sumbu yang digunakan. Sistem sumbu memanfaatkan prinsip
kapilaritas dimana larutan cairan yang mengandung nutrisi diserap
oleh tanaman melalui sumbu. Sistem ini memang sederhana, akan
tetapi memiliki kelemahan. Salah satu kelemahannya adalah apabila
tanaman yang ditanam membutuhkan air dalam jumlah yang banyak,
maka diperlukan daya kapilaritas yang besar untuk mengalirkan air
bernutrisi ke akar tanaman tersebut. Pada sistem ini tidak terjadi
resirkulasi larutan dikarenakan proses kapilarisasi terjadi dari media
larutan ke media tanam saja. Desain sistem sumbu pada teknik
hidroponik disajikan pada Gambar 8.
Gambar 8. Sistem Sumbu (Wick System)23)
6 Lee et al., (2010)
Akuaponik: Sederhana Berhasil Ganda| 23
b) Sistem kultur air (water culture)
Sistem kultur air (water culture) atau dinamakan deep water
culture (DWC) merupakan salah satu metode di dalam produksi
tanaman hidroponik dengan merendam akar tanaman dalam larutan
kaya nutrisi dan air beroksigen. Akronim lainnya adalah direct water
culture, yaitu budaya air langsung. Budaya Air langsung dapat
dilakukan di perairan dalam atau dangkal7.
Sistem kultur air merupakan suatu sistem air tergenang, yaitu
sistem penanaman dengan bantuan penopang tanaman, biasanya
dibuat dari styrofoam dan mengapung langsung di atas permukaan
larutan nutrisi. Di dalam air disiapkan mesin air yang berfungsi untuk
membentuk gelembung oksigen di dalam larutan bernutrisi bagi
tanaman. Pada sistem ini proses resirkulasi tidak terjadi karena
larutan bersifat tergenang. Desain sistem kultur air pada teknik
hidroponik disajikan pada Gambar 9.
Gambar 9. Sistem Sistem Kultur Air (Water Culture)23)
7 Wikipedia (2012)
Akuaponik: Sederhana Berhasil Ganda| 24
c) Sistem pasang surut (ebb and flow)
Sistem pasang surut (ebb and flow) juga dinamai flood and drain
system adalah dasar dari teknologi hidroponik dimana tanaman
ditumbuhkan di dalam wadah yang diairi secara berkala dan
kemudian dikeringkan8. Sistem ini merupakan sistem yang cocok
untuk digunakan pada berbagai jenis media tanam. Prinsip dari
teknik ini adalah menaikkan larutan berisi nutrisi ke media tanam
dengan bantuan mesin air dan pada batas waktu tertentu atau batas
ketinggian larutan tertentu di dalam media tanam, maka larutan
tersebut dialirkan kembali ke dalam bak penampungan larutan. Pada
sistem ini dapat terjadi proses resirkulasi karena adanya perputaran
larutan. Desain sistem pasang surut pada teknik hidroponik disajikan
pada Gambar 10.
Gambar 10. Pasang Surut (Ebb and Flow )23)
8 Thumma (2013)
Akuaponik: Sederhana Berhasil Ganda| 25
d) Sistem irigasi tetes (drip irrigation)
Sistem irigasi tetes (drip irrigation) yang juga dikenal sebagai
trickle irrigation, micro irrigation, atau localized irrigation adalah
metode irigasi yang menghemat air dan pupuk dengan membiarkan
air menetes perlahan ke akar tanaman, baik ke permukaan media
tanam atau langsung ke zona akar melalui jaringan katup, pipa,
tabung, dan emitter9. Sistem irigasi tetes adalah sistem yang paling
banyak digunakan. Sistem ini relatif lebih mudah dilakukan dengan
menggunakan pengatur waktu untuk mengontrol mesin air. Larutan
yang berisi nutrisi tanaman dialirkan melalui pipa kecil yang
kemudian akan dialirkan kembali ke dalam wadah larutan. Pada
sistem ini juga terjadi resirkulasi larutan nutrisi dari wadah larutan ke
media tanam dan kembali lagi ke wadah larutan. Proses pengairan
dapat dilakukan secara terus menerus atau berselang waktu sesuai
dengan kebutuhan tanaman. Desain sistem irigasi tetes pada teknik
hidroponik disajikan pada Gambar 11.
Gambar 11. Irigasi Tetes (Drip Irrigation)23)
9 Wikipedia (2013b)
Akuaponik: Sederhana Berhasil Ganda| 26
e) Sistem NFT (nutrient film technique)
Pada sistem NFT, terjadi resirkulasi larutan nutrisi yang konstan
dimana larutan bernutrisi dialirkan secara terus menerus. Resirkulasi
larutan nutrisi memiliki dua keuntungan, yaitu mereduksi emisi
limbah dan meningkatkan efisiensi penggunaan air10
. Proses irigasi
yang berlangsung secara kontinyu ini yang membedakan antara
sistem NFT dengan sistem irigasi tetes yang dapat dikerjakan dengan
interval waktu. Selain itu, sistem NFT umumnya tidak menggunakan
media tanam selain udara, desain wadah tanam dibuat miring agar
larutan dapat mengalir ke wadah larutan dengan memanfaatkan gaya
gravitasi, dan tanaman ditopang oleh keranjang plastik dengan akar
menjuntai ke dalam larutan bernutrisi yang dialirkan.. Sistem ini
memiliki kelemahan apabila larutan tidak dapat dialirkan secara terus
menerus, maka akar tanaman akan mudah kering. Desain sistem NFT
pada teknik hidroponik disajikan pada Gambar 12.
Gambar 12. Sistem NFT (Nutrient Film Technique)23)
10
Saavas (2002)
Akuaponik: Sederhana Berhasil Ganda| 27
f) Sistem Aeroponik (aeroponic system)
Sistem aeroponik di dalam teknik hidroponik adalah suatu
sistem yang menggunakan teknologi tinggi. Aeroponik adalah proses
menumbuhkan tanaman di lingkungan udara atau kabut tanpa
menggunakan tanah atau media agregat. Kata aeroponik berasal dari
Bahasa Latin, yaitu aero (udara) dan ponic (pekerjaan)11
. Pada
prinsipnya, sistem ini tidak berbeda jauh dengan sistem NFT dimana
media tanamnya adalah udara. Akar-akar tanaman dibiarkan
menggantung di udara yang dikabutkan oleh larutan nutrisi. Proses
sublimasi ini dilakukan setiap beberapa detik sekali karena akar-akar
tersebut mudah sekali mengering karena kelembabannya berkurang
akibat pengaruh udara.
Penerapan sistem ini memiliki kelemahan apabila larutan tidak
dapat dialirkan tepat waktu, maka akar tanaman akan mudah kering.
Hal ini dikarenakan media tanam yang digunakan adalah udara
sehingga dapat mempercepat terjadinya kekeringan pada akar
tanaman apabila tidak dijaga kelembabannya. Oleh karena itu, di
dalam sistem ini diperlukan pengatur waktu yang dapat selalu aktif
beberapa detik dalam dua menit sekali tergantung kebutuhan
tanaman terhadap larutan. Desain sistem aeroponik pada teknik
hidroponik disajikan pada Gambar 13.
11
Farran and Castel (2006)
Akuaponik: Sederhana Berhasil Ganda| 28
Gambar 13. Sistem Aeroponik (Aeroponic System)23)
E. Lingkungan Budidaya Perikanan
Lingkungan hidup organisme perairan adalah air. Oleh karena
itu, apabila dikaitkan dengan teknik budidaya perikanan, maka yang
menjadi pijakan awal dalam berbudidaya adalah membudidayakan
air agar menjadi berkualitas sebagai media organisme tersebut. Di
dalam konteks lingkungan budidaya, air dan ikan memang tidak bisa
dipisahkan. Air bukan hanya media berenang bagi ikan, namun
segala aktivitas dan reaksi biokimia kehidupannya sangat berkaitan
erat dengan air. Oleh karena itu, kualitas air sangat mempengaruhi
kualitas kehidupan ikan tersebut. Karakteristik sifat fisika, kimia, dan
biologi suatu perairan sangat mempengaruhi kehidupan organisme,
baik kesehatan, pertumbuhan, bahkan perkembangbiakannya.
Berkenaan dengan aktivitas pencegahan dan pengendalian
penyakit, faktor-faktor fisika, kimia, dan biologi perairan menjadi
parameter lingkungan yang sangat penting terhadap timbulnya
penyakit, baik infektif maupun non infektif.
Akuaponik: Sederhana Berhasil Ganda| 29
Berkaitan dengan sistem akuaponik yang dikembangkan,
kualitas air yang digunakan untuk budidaya perikanan juga perlu
disesuaikan dengan kualitas air yang dibutuhkan oleh tanaman,
seperti pH, bahan organik, dan sebagainya. Dengan demikian, proses
resirkulasi yang dilakukan dapat mendapatkan hasil yang optimal
untuk berbudidaya dua komoditas yang berbeda.
Pada umumnya, beberapa parameter kualitas dari faktor fisika
yang mempengaruhi kualitas air antara lain suhu, salinitas,
kecerahan, kedalaman air, oksigen terlarut, nitrogen, dan kekerasan
(hardness). Faktor kimia lingkungan perairan meliputi beberapa
parameter, antara lain pH dan alkalinitas, bahan organik, amoniak,
nitrit dan nitrat, H2S, potensial redoks, dan lainnya. Sedangkan faktor
biologi mencakup keberadaan plankton, mikroorganisme, serta
organisme perairan lainnya. Kualitas kesemua parameter perairan ini
sebaiknya dijaga sehingga dapat mendorong pertumbuhan optimal
bagi organisme yang dibudidaya, meskipun beberapa diantaranya
menjadi parameter yang sangat signifikan mempengaruhi kehidupan
organisme perairan.
a) Intensitas Cahaya
Cahaya matahari yang sampai ke permukaan bumi dan
termasuk perairan berfungsi sebagai sumber kehidupan bagi semua
makhluk hidup. Pada awalnya, cahaya matahari tersebut digunakan
oleh produsen kehidupan, yaitu tumbuhan, fitoplankton, dan
Akuaponik: Sederhana Berhasil Ganda| 30
organisme autotrof lainnya untuk menghasilkan makanan yang
akhirnya energi produsen dapat digunakan oleh konsumen-konsumen
berikutnya sebagaimana yang terjadi pada jejaring makanan.
Penetrasi cahaya ke dalam suatu perairan akan mempengaruhi
produktifitas primer yang dilakukan oleh produsen di perairan.
Sedangkan bagi organisme perairan secara umum, intensitas cahaya
yang masuk berfungsi sebagai alat orientasi yang mendukung
kehidupan organisme pada habitatnya.
Intensitas cahaya yang berhasil sampai ke bumi dapat dibagi ke
dalam cahaya langsung yang berasal dari matahari dan cahaya yang
disebarkan oleh melalui awan. Cahaya matahari yang masuk ke
dalam suatu lingkungan perairan sebagian mengalami transformasi
menjadi panas dan berangsur menghilang pada kedalaman satu meter
dan sebagian lagi dipantulkan kembali oleh permukaan air.
Apabila dikaitkan dengan kuantitas cahaya yang masuk ke
dalam perairan, penetrasinya dipengaruhi oleh awan, ketinggian dari
permuakaan air, letak geografis, musim, sudut datang dan intensitas,
kondisi permukaan air, dan bahan yang terlarut di dalam suatu
perairan. Banyaknya cahaya yang masuk dan dipantulkan oleh
perairan sangat dipengaruhi oleh sudut datang cahaya seperti pada
Gambar 14.
Akuaponik: Sederhana Berhasil Ganda| 31
97,5%
93,5%
72,0%
27,9% Su
du
t d
atan
g s
inar
mat
ahar
i
98,2%
Gambar 14. Persentase Penetarasi Cahaya Ke Permukaan Air24
Intensitas cahaya di suatu perairan dengan kedalaman tertentu
merupakan keterkaitan faktor-faktor variable seperti penyerapan
cahaya oleh air, keberadaan plankton, partikel-partikel anorganik dan
organik, dan bahan-bahan terlarut lainnya di perairan tersebut.
Intensitas cahaya di perairan dapat mempengaruhi tingkat kesuburan
perairan maupun keberadaan organisme pengganggu perairan.
b) Suhu
Suhu sangat berhubungan erat dengan aktivitas organisme, baik
organisme daratan maupun perairan. Suhu dapat mempengaruhi
sebaran organisme di suatu ekosistem atau habitat. Selain itu, sebaran
suhu secara vertikal ternyata dapat mempengaruhi distribusi mineral
di dalam perairan karena dimungkinkan terjadinya pembalikan
lapisan air. Apabila dikaitkan dengan aktivitas metabolisme
organisme perairan, maka perubahan suhu air dapat mempengaruhi
Akuaponik: Sederhana Berhasil Ganda| 32
laju kehidupan dan pertumbuhannya. Perubahan suhu perairan yang
drastis dapat mengakibatkan organisme tersebut mati dikarenakan
terjadinya perubahan daya angkut darah. Hal ini akan berakibat pada
rendahnya kemampuan mengambil oksigen atau hypoxia yang
disebabkan oleh menurunnya detak jantung dan terjadi degenerasi sel
darah merah sehingga proses respirasi terhambat atau terganggu.
Pada kaidah biokimiawi, kenaikan suhu sebesar 10oC akan
mempercepat laju reaksi biokimiawi dua sampai tiga kali lipat.
Meskipun demikian, tidak selalu kenaikan suhu akan terus
membentuk garis linear. Reaksi tersebut pasti akan mencapai titik
optimal terhadap suhu tertentu dan menjadi tidak efektif apabila suhu
terus mengalami peningkatan.
Lebih jauh apabila diamati bahwa suhu yang rendah akan dapat
menyebabkan aktivitas ikan menjadi kurang aktif, bergerombol, serta
tidak mau berenang dan makan. Hal ini berpengaruh pada
menurunnya kemampuan ikan untuk merespon penyakit yang
muncul atau kemampuan imunitasnya menurun. Sedangkan suhu
yang meningkat akan menyebabkan pergerakan ikan meningkat,
aktivitas makan yang meningkat, serta menyebabkan metabolisme
berlangsung begitu cepat sehingga kotoran lebih banyak dan dapat
menyebabkan penurunan kualitas air yang pada akhirnya juga dapat
mengganggu kesehatan ikan. Oleh karena itu, penting untuk
memperhatikan suhu optimal perairan bagi organisme perairan.
Akuaponik: Sederhana Berhasil Ganda| 33
c) Padatan Tersuspensi dan Terlarut
Padatan merupakan bahan yang tersisa setelah air sampel
mengalami evaporasi dan pengeringan pada suhu tertentu. Residu
total dianggap sebagai kandungan total bahan tersuspensi dan terlarut
di dalam perairan. Total padatan tersuspensi adalah bahan-bahan
tersuspensi berdiameter lebih dari 1 µm yang tertahan pada saringan
millipore berdiameter pori 0,45 µm. Zat padat tersuspensi (total
suspended solid-TSS) adalah semua zat padat (pasir, lumpur, dan
tanah liat) atau partikel-partikel serta komponen hidup (biotik)
seperti fitoplankton, zooplankton, bakteri, fungi, ataupun komponen
mati (abiotik) seperti detritus dan partikel-partikel anorganik yang
tersuspensi di dalam air. Zat padat tersuspensi dijadikan tempat
berlangsungnya reaksi-reaksi kimia yang heterogen dan berfungsi
sebagai bahan pembentuk endapan yang paling awal serta dapat
menghalangi kemampuan produksi zat organik di suatu perairan.
Sedangkan total padatan terlarut (total dissolved solid-TDS)
merupakan bahan-bahan terlarut dalam air yang tidak tersaring
dengan kertas saring millipore yang berukuran pori 0,45 µm. Padatan
ini terdiri dari senyawa-senyawa anorganik dan organik yang terlarut
dalam air, mineral dan garam-garamnya. Penyebab utama terjadinya
padatan terlarut adalah bahan anorganik berupa ion-ion yang umum
dijumpai di perairan, seperti air buangan yang mengandung molekul
sabun, deterjen, dan surfaktan. Padatan terlarut total memiliki kaitan
Akuaponik: Sederhana Berhasil Ganda| 34
dengan tingkat salinitas perairan. Semakin tinggi nilai TDS
menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat salinitas perairan tersebut
sebagaimana tertera pada Tabel 2.
Tabel 2. Pengaruh Nilai TDS terhadap Tingkat Salinitas
Nilai TDS
(mg/liter) Tingkat Salinitas
12
0-1.000 Air tawar
1.001-3.000 Agak asin/payau (slighty saline)
3.001-10.000 Keasinan sedang/payau (moderately saline)
10.001-100.000 Asin (saline)
> 100.000 Sangat asin (brine)
d) Salinitas
Salinitas merupakan parameter keberadaan garam-garam di
suatu perairan atau total material yang terlarut di dalam air. Salinitas
juga dapat diartikan sebagai kadar seluruh ion-ion yang terlarut di
dalam air. Pada umumnya, salinitas dihitung dengan satuan ppt (part
per thousand), yaitu gram material yang terlarut di dalam satu liter
air. Klasifikasi air berdasarkan salinitas perairan tersebut antara lain
air tawar memiliki salinitas 0-3,0 ppt, air payau memiliki salinitas
3,0-30,0 ppt, dan air laut memiliki salinitas > 30,00 dengan salinitas
dalam keadaan normal 35 ppt tergantung pada lokasinya. Salinitas
perairan sangat berhubungan dengan proses osmoregulasi, yaitu
proses pertukaran cairan tubuh ikan dan air di lingkungannya karena 12
McNeely et al.,(1979)
Akuaponik: Sederhana Berhasil Ganda| 35
adanya pengaruh perbedaan konsentrasi garam. Osmoregulasi adalah
suatu bentuk upaya organisme untuk mengendalikan keseimbangan
ion di dalam tubuhnya. Keseimbangan tekanan osmosis sangat
penting karena organisme harus menyeimbangkan antara substansi
tubuh dengan lingkungannya. Osmoregulasi terjadi melalui peristiwa
osmosis, yaitu perpindahan cairan dengan konsentrasi garam rendah
ke konsentrasi tinggi melalui suatu lapisan membran semipermeabel.
e) Derajat Keasaman
Derajat keasaman merupakan salah satu indikator kondisi
perairan yang ideal bagi pertumbuhan dan perkembangan organisme
perairan. Organisme perairan dapat hidup ideal dalam kisaran pH
asam lemah sampai basa lemah. Kondisi perairan yang bersifat asam
kuat ataupun basa kuat akan membahayakan kelangsungan hidup
biota karena akan menggangu proses metabolisme. Perairan dengan
kondisi asam kuat akan menyebabkan logam berat seperti aluminium
memiliki aktivitas yang meningkat dan bersifat toksik. Sedangkan
keseimbangan amonium dan amoniak akan terganggu apabila pH air
terlalu basa. Kenaikan pH di atas netral akan meningkatkan
konsentrasi amoniak dan toksik terhadap biota. Perairan yang bersifat
asam akan kurang produktif dan bahkan dapat menyebabkan
kematian. Selain itu, nilai keasaman yang tinggi menyebabkan
kandungan oksigen terlarut berkurang dan berdampak pada konsumsi
oksigen menurun dan selera makan berkurang.
Akuaponik: Sederhana Berhasil Ganda| 36
f) Nitrogen
Nitrogen di perairan dapat berupa nitrogen anorganik dan
organik dalam bentuk gas N2, NO2- , NO3
-, NH3, dan NH4
+, nitrit
maupun nitrat, dan sejumlah N yang berikatan dalam organik
kompleks, serta nitrogen organik yang berupa protein, asam amino,
dan urea. Sumber nitrogen yang dapat dimanfaatkan secara langsung
oleh tumbuhan adalah nitrat dan amonia yang merupakan sumber
utama nitrogen di perairan. Nitrat adalah bentuk utama dari nitrogen
di perairan alami dan merupakan nutrien utama bagi pertumbuhan
tanaman dan alga. Kadar nitrat di perairan tidak tercemar biasanya
lebih tinggi daripada kadar ammonia. Amoniak di perairan adalah
salah satu sumber nitrogen yang berasal dari hasil samping proses
metabolisme perombakan makanan, terutama protein baik dalam
bentuk kotoran (feses dan urin) maupun sisa pakan yang tidak
dimakan oleh ikan. Pada budidaya intensif, pemberian pakan yang
berlebih dan penebaran yang tinggi dapat mempercepat terbentuknya
amonia maupun nitrit di perairan.
Senyawa amoniak maupun nitrit merupakan racun bagi suatu
perairan. Pada dasarnya nitrat (NO3) juga merupakan senyawa racun,
meskipun daya racunnya relatif kecil dimana nitrat merupakan hasil
oksidasi amoniak dan nitrit. Nitrat sangat mudah larut dalam air dan
bersifat stabil, sedangkan nitrit biasanya ditemukan dalam jumlah
yang sangat sedikit di perairan karena bersifat tidak stabil terhadap
Akuaponik: Sederhana Berhasil Ganda| 37
keberadaan oksigen. Amoniak juga berperan dalam ketersediaan
nitrogen di perairan. Amoniak memiliki dua bentuk di dalam suatu
perairan, yaitu NH4 (ionized ammonia) yang kurang beracun dan
NH3 (unionized ammonia) yang beracun bagi perairan. Keberadaan
kedua bentuk amoniak di dalam perairan dikenal dengan total
amoniak. Di dalam perairan, kedua bentuk amoniak tersebut dalam
keseimbangan seperti persamaan reaksi berikut:
NH4+ + OH
- NH3 + H2O
Total amoniak ini dapat terukur dan sangat bergantung pada
suhu dan pH. Hubungan ketiganya berbanding lurus, yaitu semakin
tinggi pH dan suhu, maka semakin tinggi konsentrasi NH3 sehingga
semakin kuat daya racun yang dihasilkan. Nitrit (NO2) dan nitrat
(NO3) merupakan hasil dari oksidasi amoniak. Secara alami,
perombakan ini dapat terjadi pada proses nitrifikasi dan nitratasi
dengan bantuan bakteri Nitrosomonas dan Nitrobacter. Proses
nitrifikasi maupun nitratasi berlangsung pada kisaran suhu 25-30oC
dengan pH 7-8. Reaksi nitrifikasi dan nitratasi oleh bakteri
Nitrosomonas dan Nitrobacter seperti reaksi berikut:
NH3 + H2O NH4+ + OH
-
NH4+ + 1½O2 NO2
+ + 2H
- + H2O (Nitrosomonas)
NO2 + ½O2 NO3 (Nitrobacter)
Akuaponik: Sederhana Berhasil Ganda| 38
g) Oksigen Terlarut (DO)
Oksigen adalah unsur yang jumlah kelarutannya paling banyak
kedua setelah nitrogen terdapat di dalam suatu perairan. Oksigen
terlarut merupakan jumlah gas O2 yang diikat oleh molekul air.
Kelarutan O2 di dalam air terutama sangat dipengaruhi oleh suhu
dan mineral terlarut dalam air. Apabila diperhatikan dari kepentingan
untuk budidaya perairan, kandungan oksigen terlarut menempati
urutan teratas dikarenakan oksigen yang diperlukan oleh organisme
perairan dalam proses pernafasan harus terlarut di dalam air.
Keberadaan oksigen terlarut di perairan budidaya merupakan salah
satu faktor pembatas, yaitu salah satu faktor dimana ketersediaan di
dalam perairan dapat mempengaruhi kehidupan organisme di
perairan tersebut. Apabila oksigen terlarut tidak mencukupi, maka
segala aktivitas organisme tersebut akan menjadi terhambat.
Sumber utama oksigen terlarut di perairan adalah berasal dari
aktivitas fotosintesis oleh tumbuhan air dan fitoplankton, agitasi atau
pergolakan massa air akibat adanya ombak atau gelombang, aliran air
atau arus, dan air hujan. Keberadaan oksigen di dalam perairan juga
dapat disebabkan oleh proses difusi atau persinggungan air dengan
udara. Selain itu, organisme fotosintetik di perairan tersebut sangat
berperan penting dalam proses supplay (pelepasan) maupun demand
(penggunaan) oksigen di perairan. Organisme fotosintetik pada siang
hari melakukan proses fotosintesis untuk menghasilkan oksigen bagi
Akuaponik: Sederhana Berhasil Ganda| 39
lingkungannya. Keberadaan oksigen tersebut akan menambah
kandungan oksigen terlarut di perairan. Akan tetapi, jumlah
organisme fotosintetik perlu diperhatikan agar tidak menjadi
ancaman pada malam hari. Hal ini dikarenakan kebutuhan oksigen
organisme fotosintetik pada malam hari sangat tinggi sehingga dapat
menjadi pesaing bagi organisme perairan yang dibudidayakan.
Penurunan oksigen terlarut dapat diperburuk oleh aktivitas
mikroorganisme yang mengambil oksigen untuk menghancurkan sisa
bangkai ikan dan sisa tumbuhan yang mati melalui proses oksidasi.
Semakin banyak bahan organik yang terdapat di perairan, maka dapat
mengakibatkan meningkatnya aktivitas mikroorganisme. Hal ini
dapat diartikan juga bahwa semakin meningkatnya konsumsi
oksigen, semakin berkurangnnya kandungan oksigen di perairan.
Selain akibat respirasi organisme, kandungan oksigen terlarut
dapat berkurang kaerna pemakaian dalam proses dekomposisi bahan
organik secara biokimia dan proses dekomposisi bahan anorganik
secara kimia. Faktor suhu dan salinitas juga memberi konstribusi
terhadap oksigen yang terlarut di dalam perairan. Suhu yang tinggi
dapat mengakibatkan rendahnya kadar oksigen di perairan. Faktor
salinitas juga memiliki hubungan berbanding terbalik dengan
kelarutan oksigen. Semakin tinggi salinitas, maka semakin rendah
kelarutan oksigen di air. Hubungan relatif antara suhu, salinitas, dan
kelarutan oksigen di perairan disajikan pada Tabel 3.
Akuaponik: Sederhana Berhasil Ganda| 40
Tabel 3. Kelarutan Oksigen pada Tekanan 760 mg Hg dengan Suhu
dan Salinitas Berbeda
Suhu (oC)
Salinitas (ppt)/Oksigen (mg/l atau ppm)13
0 5 10 15 20 25 30 35
24 8,4 8,3 8,1 7,8 7,6 7,4 7,1 6,9
25 8,1 8,0 7,7 7,5 7,3 7,1 6,8 6,6
26 7,8 7,7 7,5 7,3 7,0 6,8 6,6 6,4
27 7,6 7,4 7,2 7,0 6,8 6,4 6,4 6,1
28 7,3 7,2 7,0 6,9 6,6 6,3 6,1 5,9
29 7,1 7,0 6,9 6,7 6,4 6,2 6,0 5,8
30 6,9 6,8 6,7 6,5 6,2 6,1 5,9 5,7
Keberadaan oksigen terlarut di dalam perairan juga dapat
mengindikasikan kualitas perairan tersebut. Di perairan tawar,
kandungan oksigen terlarut berkisar antara 8 mg/liter pada suhu 25
oC atau kadar oksigen terlarut di perairan alami biasanya kurang dari
10 mg/liter. Korelasi antara kadar kelarutan oksigen di perairan
dengan kualitas perairan disajikan pada Tabel 4.
Beberapa bagian dari kualitas air harus diketahui sebagai
indikator awal dalam pemilihan komoditas dan optimalisasi
budidaya. Beberapa jenis komoditas budidaya dapat tumbuh dan
berkembang pada kondisi perairan yang optimal bagi kehidupannya.
Beberapa parameter kualitas air disajikan pada Tabel 5 memberi
gambaran terhadap jenis biota perairan yang dapat dibudidayakan.
13
Beveridge et al., (1985) dalam Kordi dan Tancung (2007)
Akuaponik: Sederhana Berhasil Ganda| 41
Tabel 4. Penggolongan Kualitas Air Berdasarkan Oksigen Terlarut
Golongan Oksigen Terlarut (ppm)14 Kualitas air
I > 8 (perubahan terjadi dalam waktu
pendek)
Sangat baik
II 6,0 Baik
III 4,0 Kritis
IV 2,0 Buruk
V < 2,0 Sangat buruk
Tabel 5. Parameter Kualitas Air Optimum untuk Komoditas
Budidaya
Jenis Biota15
pH Suhu
(oC)
Oksigen
(ppm)
Salinitas
(ppt)
Biota air tawar
Mas 7-8 20-25 5-6 0
Gurame 6,5-9 25-33 3-4 0
Tawes 6,5-9 25-32 5-6 0
Sepat siam 6,5-9 25-33 3-4 0
Tambakan 6,5-9 25-33 3-4 0
Lele/Dumbo/Keli 6,5-9 25-30 3-4 0
Nila/Mujaer 7-9 25-33 5-6 0-30
Bawal 7-8 25-30 4-6 0
Patin 7-8 25-32 5-6 0
Udang galah 7-8 25-27 5-7 0
Lobster air tawar 7-8 19-25 7-8 0
14
Sachmitz (1971) dalam Lumbantobing (1996) 15
Kordi (2008)
Akuaponik: Sederhana Berhasil Ganda| 42
Biota air laut/payau
Bandeng 7-9 23-32 4-7 0-35
Baronang 7-9 23-32 4-7 15-35
Kakap putih 7-9 24-32 3-7 0-35
Kakap merah 7-9 24-32 4-7 30-35
Kerapu bebek 7-8 27-32 5-6 33-35
Kerapu lumpur 7-8 27-32 5-6 15-35
Kerapu macan 7-8 27-32 5-6 33-35
Kerapu merah 7-8 27-32 5-6 33-35
Kerapu batu 7-8 27-32 5-6 33-35
Kuwe 7-8 27-32 5-7 33-35
Napoleon 7-8 27-32 5-7 33-35
Udang windu 7,5-8,5 28-30 5-10 10-25
Udang vannamei 7-9 24-34 4-7 10-35
Rumput laut Eucheuma 7-8 25-27 4-6 27-30
Rumput laut Gracillaria 7-8 25-27 4-6 20-30
Teripang 6,5-8,5 23-32 4-8 26-33
Kerang mutiara 7,5-8,5 28-30 4-7 32-35
Kerang bakau 6-9 25-32 3-6 15-35
Kerang hijau 6-9 26-30 3-7 27-34
Kerang darah 6-9 26-32 3-6 15-34
h) Kebutuhan Oksigen Biokimiawi (BOD)
Biochemical Oxygen Demand (BOD) didefinisikan sebagai
banyaknya oksigen yang diperlukan oleh organisme pada saat
pemecahan bahan organik, pada kondisi aerobik. Pemecahan bahan
organik diartikan bahwa bahan organik ini digunakan oleh organisme
Akuaponik: Sederhana Berhasil Ganda| 43
sebagai bahan makanan dan energi yang diperoleh melalui proses
oksidasi. Parameter kebutuhan oksigen biokimiawi, secara umum
banyak dipakai untuk menentukan tingkat pencemaran air buangan.
Penentuan BOD sangat penting untuk menelusuri aliran pencemaran
dari tingkat hulu ke muara.
Pada dasarnya, penentuan nilai BOD merupakan suatu
prosedur bioassay yang menyangkut pengukuran banyaknya oksigen
yang digunakan oleh organisme selama organisme tersebut
menguraikan bahan organik yang ada dalam suatu perairan pada
kondisi yang hampir sama dengan kondisi yang ada di alam. Nilai
BOD menunjukkan banyaknya oksigen yang dikonsumsi oleh
mikroba aerob di dalam proses respirasi.
Secara tidak langsung BOD menggambarkan jumlah bahan
organik yang dapat diuraikan secara biologi dan merupakan indikator
dari jumlah oksigen terlarut yang digunakan oleh mikroorganisme
untuk menguraikan bahan pencemar organik. Nilai BOD hanya
menggambarkan bahan organik yang dapat didekomposisi secara
biologis (biodegradable). Pada perairan alami, sumber bahan organik
adalah tanaman dan hewan yang telah mati. Perairan alami memiliki
nilai BOD antara 0,5-7,0 mg/l. Selain itu buangan hasil limbah
domestik dan industry juga dapat mempengaruhi nilai BOD. Nilai
BOD5 dalam suatu perairan dapat digunakan sebagai petunjuk
terjadinya pencemaran seperti disajikan pada Tabel 6.
Akuaponik: Sederhana Berhasil Ganda| 44
Tabel 6. Kriteria Kualitas Air Berdasarkan BOD
BOD5 (mg/liter)16
Kualitas Air
< 3 Tidak tercemar
3,0 – 4,9 Tercemar ringan
5,0 – 15 Tercemar sedang
> 15 Tercear berat
i) Kebutuhan Oksigen Kimiawi (COD)
Chemical Oxygen Demand (COD) merupakan gambaran
jumlah oksigen total yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan
organik secara kimiawi, baik yang dapat didegradasi secara biologis
(biodegradable) maupun yang sukar didegradasi secara biologis (non
biodegradable) menjadi CO2 dan H2O. Proses perombakan secara
kimiawi ini dilakukan melalui aktivitas oksidasi oleh kalium
bikarbonat (K2Cr2O7) sebagai sumber oksigen (oxidizing agent).
Reaksi oksidasi tersebut adalah sebagai berikut:
CaHbOcO2 + Cr2O72-
+ H+ CO2 + H2O + Cr
3+
Nilai COD di perairan dapat dipengaruhi oleh suhu, kepadatan
plankton, dan keberadaan mikroba. Pada awalnya, buangan zat
organik menyebabkan perairan berwarna kuning. Akan tetapi setelah
16
Sumber: Lee et al., (1978) dalam Supartiwi (2000)
Zat Organik
Akuaponik: Sederhana Berhasil Ganda| 45
terjadinya oksidasi tersebut, maka warna perairan akan berubah
menjadi hijau. Jumlah oksigen yang diperlukan untuk melakukan
reaksi oksidasi terhadap bahan buangan organik sama dengan jumlah
kalium bikarbonat yang dipakai dalam reaksi oksidasi tersebut.
Dengan demikian, semakin banyak kalsium bikarbonat yang
digunakan mengindikasikan semakin banyak oksigen yang
diperlukan untuk merombakan bahan buangan yang berarti semakin
tercemar perairan tersebut oleh bahan-bahan organik.
Keberadaan bahan organik tersebut dapat berasal dari alam
ataupun aktivitas manusia melalui rumah tangga dan industri. Nilai
COD pada perairan tidak tercemar biasanya kurang dari 20 mg/l,
sedangkan pada perairan yang tercemar dapat lebih dari 200 mg/l.
Nilai BOD dan COD ini secara tidak langsung merupakan gambaran
kadar bahan organik, yaitu jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh
mikroba aerob untuk mengoksidasi bahan organik menjadi sel baru
mikroba, karbondioksida, air dan bahan anorganik. Kemudian hasil
oksidasi atau pun dekomposisi mikroba berupa bahan anorganik
inilah yang dapat dimanfaatkan oleh perifiton dan fitoplankton untuk
pertumbuhannya atau sebagai makanannya.
j) Karbondioksida
Karbondioksida atau yang dikenal juga dengan nama asam
arang memiliki struktur kimia CO2 yang sangat mudah larut di dalam
suatu larutan. Gas karbondioksida merupakan hasil proses respirasi
Akuaponik: Sederhana Berhasil Ganda| 46
ataupun oleh penguraian zat organik. Karbondioksida di dalam air
dapat berada dalam bentuk CO2 bebas terlarut dan karbonat terikat.
Karbondioksida sangat mudah larut dalam pelarut, termasuk air.
Meskipun CO2 sangat mudah larut dalam air, akan tetapi umumnya
berada dalam keadaan terikat dalam bentuk asam karbonat (H2CO3).
Keterikatan CO2 dalam air dalam bentuk H2CO3 sangat dipengaruhi
oleh nilai pH air. Pada pH yang rendah (pH = 4), CO2 berada dalam
keadaan terlarut, sedangkan pada pH antara 7-10 semua
karbondioksida dalam bentuk ion HCO3־ dan pada pH sekitar 11
karbondioksida dijumpai dalam bentuk ion CO32-
yang berarti bahwa
kondisi basa akan menyebabkan peningkatan ion karbonat dan
bikarbonat pada perairan.
Karbondioksida memiliki sifat yang berlawanan dengan
oksigen. Karbondioksida lebih mudah larut dibandingkan oksigen
sehingga sering menempati tempat oksigen di dalam air. Kenaikan
karbondioksida di dalam air akan menghalangi proses difusi oksigen
sehingga mengurangi konsumsi oksigen dan sebagai implikasinya
adalah organisme perairan akan aktif sekali bernafas dan bahkan
terlalu susah dikarenakan kurangnya kandungan oksigen di perairan.
Hal ini berimbas pada penggunaan kalori dalam jumlah besar. Pada
dasarnya, ikan memiliki naluri yang kuat dalam mendeteksi
kandungan karbondioksida dan akan berusaha menghindari daerah
dengan kadar CO2 yang tinggi.
Akuaponik: Sederhana Berhasil Ganda| 47
k) Senyawa Beracun
Senyawa lain yang juga berperan sebagai faktor penentu
kualitas air adalah H2S dan PH3. Kedua senyawa ini menyebabkan
bau busuk yang menyengat dan sangat beracun bagi ikan. Kedua
senyawa ini merupakan hasil dekomposisi bahan organik, terutama
protein dalam kondisi anaerob. Selain H2S dan PH3, sejumlah logam
berat juga dapat mencemari lingkungan perairan antara lain timah,
besi, air raksa, seng, khrom dan lainnya. Logam berat ini dapat
berasal dari aktivitas industri yang dibuang ke dalam perairan.
Senyawa beracun yang juga mencemari lingkungan perairan antara
lain sianida, khlor, phenol, insektisida, herbisida, ataupun limbah
rumah tangga yang mempengaruhi kualitas air dan kesehatan ikan.
Penggunaan pestisida kimiawi yang berlebih merupakan salah
satu sumber pencemar bagi lingkungan, termasuk perairan. Kadar
pestisida yang tinggi dapat menimbulkan kematian organisme
akuatik secara langsung melalui kontak secara langsung atau jasad
lainnya seperti plankton, perifiton, dan bentos. Pada kadar rendah
dapat menyebabkan kematian organisme perairan dalam waktu lama
sebagai akibat akumulasi pestisida dalam organ tubuhnya. Pada
umumnya pestisida memperlihatkan sifat lebih toksik terhadap
zooplankton dan bentos dengan tingkat toksisitasnya bervariasi
sangat luas, tergantung jenis pestisida dan tingkat stadia komunitas
tersebut.
Akuaponik: Sederhana Berhasil Ganda| 48
l) Faktor Biologi
Kualitas suatu perairan juga dapat diketahui melalui indikator
biologi selain faktor fisika dan kimia perairan. Beberapa indikator
biologi yang digunakan dan mempengaruhi kualitas air adalah
mikroorganisme perairan seperti zooplankton, fitoplankton, bakteri,
fungi, Protozoa, dan lainnya.
Penentuan kualitas perairan secara biologi dapat dianalisis
secara kuantitatif maupun secara kualitatif. Analisis kuantitatif dapat
dilakukan dengan menghitung jumlah kelimpahan jenis organisme
yang hidup di lingkungan tersebut dan dihubungkan dengan
keanekaragaman tiap jenisnya. Analisis secara kualitatif dilakukan
dengan menganalisis jenis-jenis organisme yang mampu beradaptasi,
bertahan hidup, dan berkembang pada kondisi lingkungan tertentu.
Suatu perairan memiliki karakteristik yang berbeda-beda dan
demikian juga organisme yang ada di dalamnya. Keberadaan suatu
organisme pada habitatnya berkorelasi dengan dukungan kondisi
lingkungan yang sesuai. Fluktuasi variabel lingkungan akan
mempengaruhi komunitas organisme secara keseluruhan, baik
langsung maupun tidak langsung.
Perubahan komunitas ini dapat terjadi pada komposisi jenis,
spesies, morfologi, fisiologis, dan kuantitas. Dengan demikian,
organisme di suatu perairan dapat menjadi bioindikator lingkungan
dimana tinggalnya. Perubahan yang paling mendasar dari struktur
Akuaponik: Sederhana Berhasil Ganda| 49
lingkungan berkontribusi terhadap perubahan struktur komunitas di
lingkungan tersebut. Beberapa keuntungan yang diperoleh dari
pemantauan kualitas air dengan menggunakan indikator biologi
antara lain analisis biologi dapat memberikan data dan informasi
yang relevan dan representatif mengenai kondisi perairan tersebut
secara tepat, sederhana, dan cepat. Selain itu, analisis biologi
perairan juga dapat memberikan informasi yang tidak dapat diberikan
metode lain, seperti pengaruh bahan toksik terhadap kehidupan
organisme di perairan atau kemampuan remediasi air secara biologis
(bioremediasi).
Kondisi perairan dapat memberikan dua pengaruh bagi
kehidupan organisme di dalamnya, yaitu mendukung perkembangan
secara optimal atau membunuh organisme atau spesies tertentu. Oleh
karenanya, keberadaan indikator biologi tertentu di dalam perairan
dapat mengindikasikan kondisi perairan tersebut dalam keadaan baik
ataukah tercemar. Beberapa jenis bioindikator kualitas perairan
lainnya disajikan pada Tabel 8.
Akuaponik: Sederhana Berhasil Ganda| 50
Tabel 8. Bioindikator Kualitas Perairan
Kelompok Bakteri17
Kelompok Alga Biru-Hijau18
Aeromonas sp Shigella sp Gloeocapsa magna Aulosira fertilissima
Citrobacter sp Vibrio spp Oscillatoria princeps Calothrix perietima
Faecal coli V. cholera Spirulina maxima Mycrocystis aerugynosa
Hafnia sp V. parahaemolyticus Anabaena azollae Anabaena flos-aquae
Pleisomonas sp V. alginolyticus
Pseudomonas sp Yersinia sp
P. mirabilis Proteus sp
Protista Kelompok Foraminifera19
Makrozoobentos20
Acervulina Marginophora Palaemonetes sp Malanoides sp
Amphistegina Operculina Pila sp Thiara sp
Ammonia Quinqueloculina Helicina sp Truncatella sp
17
Darmayati et al., (2009) 18
Suriawiria (2008) 19
Natsir (2010) 20
Sinaga (2009)
Akuaponik: Sederhana Berhasil Ganda| 51
Calcarina Rosalina Pseudosucinaea sp Trochotaia sp
Elphidium Spiroloculina Haitia sp Glossiphonia sp
Heterostegina Tynoporu Indoplanorbis sp Enochrus sp
Parapholix sp Chironomus sp
Floridobia sp Neoephemera sp
Elimia sp Chimarra sp
Pleurocera sp Branchiura sp
Fitoplankton21
dan
22
Noctiluca sp Bacteriastrum hyalinum Chaetoceros
compressus
Coscinodiscus
megalomma
Bacteriastrum sp B. minus C. diversus Hyalodiscus steligger
Rhizosolenia sp B. varians C. laevis Nitzschia longissima
Peridinium sp Ceratium trichoceros C. lorenzianus N. pungens
Chaetoceros sp Rhizosolenia calcaravis C. setoensis N. sigma
21
Fachrul et al., (2005) 22
Pirzan dan Masak (2008)
Akuaponik: Sederhana Berhasil Ganda| 52
Strephanophyxis sp R. delicatula C. teres Oscillatoria sp
Skeletonema sp R. hebetata formahiemalis Amphora hyalina Peridinium laneceolata
Pleurosigma sp R. imbricata A. laevis Pleurosigma normanni
Ceratium fusus R. setigera A. lineolata Pyrosistis lanceolata
Strepthoteca sp Tintinnus japonicus A. quadrota Climacosphenia
moniligera
Cocconeis
pseudomorginata
T. nitzschiodes
Organisme lainnya23
Planaria sp (Turbelaria) May flies (Heptageniidae) Pouch snail (Physidae) Water penny
(Mataeopsephus sp)
River scrab (Geothelhusa) May flies (Baetis sp) Midge (Chironomus sp) Leech (Hirudinea)
Balck flies (Simuliidae) Caddish flies
(Rhycaphilidae)
Tubifex (Tubificidae) Sowbug (Asellus sp)
Stone flies (Plecoptera) Caddish flies
(Glossomatidae)
Dobson flies
(Corydalidae)
23
Makino (2001)
Akuaponik: Sederhana Berhasil Ganda| 53
Beberapa jenis alga seperti Stigeoclon tenue, Navicula spp,
Fragillaria spp, Chlamydomonas, Oscillatoria, Phormidium, dan
Synedra spp juga dapat menjadi indikator bagi perairan tercemar.
Sedangkan jenis alga Cladophora, Ulothrix, dan Navicula juga
adalah alga indikator yang berhubungan dengan air bersih. Selain
kelompok alga, sejumlah mikroortanisme seperti bakteri, plankton,
bentos, dan protista lainnya juga dapat mengindikasikan kualitas
perairan. Keberadaan bakteri Sphaerotilus dapat menjadi petunjuk
kandungan senyawa organik yang tinggi, mikroalga Anabaena dan
Mycrocystis dapat menjadi petunjuk kehadiran senyawa fosfat tinggi,
serta Diatom lebih cenderung menjadi petunjuk terhadap kehadiran
senyawa kimia yang bersifat toksik.
Berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhinya, kualitas
perairan dapat diukur secara kuantitatif maupun kualitatif. Beberapa
metode pengujian baik secara fisika, kimia, ataupun bioindikator
dapat digunakan untuk menganalisis kualitas air. Beberapa metode
pendekatan yang biasa dipakai adalah metode Indeks Fisika Kimia
(IFK), metode Family Biotik Index (FBI) yang dikembangkan oleh
Hillsenhoff sehingga dikenal dengan metode Hillsenhoff Biotic
Index, metode Lincon Quality Index (LQI) dan Overall Quality
Rating (OQR) yang diperkenalkan oleh Leed-Harrison, serta metode
Indeks Diversitas Shannon-Wiener seperti tertera pada Tabel 9.
Akuaponik: Sederhana Berhasil Ganda| 54
Tabel 9. Kriteria Kualitas Air Berdasarkan Berbagai Metode Analisis
Metode24
Indeks OQR LQI Kriteria
Indeks Fisika
Kimia (IFK)
0-16 Tercemar ekstrim
17-26 Tercemar sangat
berat
27-43 Tercemar berat
44-55 Tercemar kritis
56-72 Tercemar sedang
73-82 Tercemar ringan
83-100 Tidak tercemar
Family Biotic
Index (FBI)
> 7,26 Sangat buruk
6,51-7,25 Buruk
5,76-6,50 Cukup buruk
5,01-5,75 Sedang
4,26-5,00 Baik
3,76-4,25 Sangat baik
0,00-3,75 Ekselen
Lincon Quality
Index (LQI)
dan Overall
Quality Rating
(OQR)
> 6,0-
5,0
A++
-
A
Ekselen
4,5-4,0 B-C Baik
3,5-3,0 D-E Sedang
2,5-2,0 F-G Buruk
1,5-1,0 H-I Sangat buruk
Indeks
Diversitas
Shannon-
Wiener
> 3,0 Air bersih (belum
tercemar)
1,0-3,0 Tercemar sedang
< 1,0 Tercemar berat
24
Muntalif et al., (2008)
Akuaponik: Sederhana Berhasil Ganda| 55
F. Komoditas Perikanan
Pemilihan komoditas perikanan untuk dibudidayakan di dalam
sistem akuaponik memegang peranan penting agar memperoleh hasil
yang sesuai dengan harapan. Di dalam pemilihan komoditas
perikanan yang akan dibudidayakan perlu memperhatikan wadah
budidaya, umur panen komoditas, dan tujuan budidaya tersebut.
Apabila dikaitkan dengan kegiatan pembesaran, maka diperlukan
komoditas yang dapat dipanen bersamaan dengan umur panen
tanaman yang ditanam sehingga di dalam satu siklus produksi dapat
dihasilkan dua komoditas sekaligus. Meskipun demikian, kegiatan
akuaponik dapat dimodifikasi dengan masa panen yang berbeda.
Pada dasarnya, sebagian besar komoditas perikanan air tawar
dapat dikembangkan melalui sistem akuaponik. Meskipun demikian,
beberapa jenis komoditas perikanan yang sering dikembangkan
dalam sistem akuaponik antara lain ikan mas, ikan nila, ikan mujaer,
ikan lele, ikan tawes, ikan gurame, ikan nilem, serta berbagai jenis
ikan hias, seperti ikan guppy, ikan moly, ikan koi, ikan koki, dan
lainnya. Jenis-jenis ikan ini dipilih dan dikembangkan dikarenakan
teknologi budidayanya relatif mudah, sebagian tidak memerlukan
waktu yang lama untuk dapat dipanen, sebagian tidak membutuhkan
modal yang tinggi, memiliki nilai ekonomis, memiliki nilai gizi yang
baik, dan juga jenis ikan hias yang memiliki nilai eksotisme.
Akuaponik: Sederhana Berhasil Ganda| 56
G. Sistem Resirkulasi
Kualitas perairan mempengaruhi kesehatan dan produktivitas
komoditas budidaya. Faktor-faktor fisika, kimia, dan biologi di
lingkungan budidaya berperan dalam menciptakan kondisi perairan
tersebut25
. Faktor-faktor tersebut yang dapat mengganggu kualitas
perairan dinamakan limbah perairan atau polutan. Limbah perairan
dikelompokkan menjadi tiga bentuk umum, yaitu limbah metabolik,
limbah kimiawi, serta limbah patogenik26
.
Limbah yang dihasilkan di suatu perairan berasal dari aktivitas
harian ikan atau organisme budidaya lainnya biasanya berupa limbah
pakan dan produk metabolit. Jenis limbah ini dihasilkan dari aktivitas
metabolisme, ekskresi, serta pakan yang tidak dimakan dan lalu
terakumulasi dalam bentuk senyawa terlarut atau solid tersuspensi.
Limbah N (nitrogen) dan P (phosphorus) merupakan beberapa
jenis limbah metabolik yang dihasilkan pada sistem budidaya.
Limbah N dan P membatasi produktivitas dan dapat menyebabkan
terjadinya degradasi lingkungan. Keberadaan limbah N dan P dapat
dipengaruhi oleh faktor endogenous (biologi) dan exogenous (pakan
dan lingkungan)27
. Nitrogen merupakan fraksi protein pada pakan
dan ekskresi nitrogen berhubungan erat dengan efisiensi pemanfaatan
protein. Senyawa nitrogen (amonia, nitrit, dan nitrat) dianggap
25
Antony dan Philip (2006) 26
Miller dan Semmens (2002) 27
Bureau (2004)
Akuaponik: Sederhana Berhasil Ganda| 57
sebagai kontaminan utama di air limbah akuakultur. Amonia adalah
limbah nitrogen utama diproduksi oleh organisme air28
. Limbah
nitorgen yang dieksresikan sebagai hasil metabolisme ikan sebesar
sekitar 80-90% berupa ammonia, sedangkan urea pada umumnya
hanya merepresentasikan 10-15% dari limbah nitrogen terlarut29
.
Phosphor merupakan mineral esensial untuk ikan dan makhluk
hidup pada umumnya. Phosphor merupakan konstituen penting dari
asam nukleat dan membran sel, dan secara langsung terlibat dalam
semua energi yang memproduksi reaksi seluler. Phosphor juga
berperan di dalam metabolism karbohidrat, lipid, asam amino, serta
berbagai proses metabolisme yang melibatkan buffer cairan tubuh30
.
Akan tetapi, kelebihan senyawa phosphor dapat menimbulkan
permasalahan. Di dalam konteks budidaya, tingkat limbah phosphor
yang berlebih akan menjadi ancaman serius bagi lingkungan
perairan31
. Phosphor yang diekskresikan dapat menyebabkan terjadi
suatu eutrofikasi perairan.
Selain limbah hasil metabolisme, limbah kimiawi dan
patogenik juga sering ditemukan di perairan. Limbah kimia biasanya
berasal dari bahan kimia yang digunakan selama proses budidaya,
antara lain obat-obatan kimawi, bahan aditif pada pakan, bahan
khemoterapi, desinfektan, pestisida, herbisida, bahan antibusuk, atau
28
Cao et al., (2007) 29
Kaushik dan cowey (1991) 30
Lovell et al., (1993) 31
Flimlin et al., (2003)
Akuaponik: Sederhana Berhasil Ganda| 58
limbah kimia aktivitas manusia yang dialirkan ke perairan.
Sedangkan limbah patogenik dapat berasal dari mikroorganisme
yang cenderung menyebabkan penyakit di perairan, antara lain
bakteri, jamur, parasit, dan virus.
Sistem resirkulasi memungkinkan untuk menguraikan limbah
di perairan dan menguranginya melalui penyerapan oleh media
filtrasi. Secara umum, resirkulasi adalah sistem yang menggunakan
air secara terus-menerus dengan cara diputar untuk dibersihkan di
dalam filter dan kemudian dialirkan kembali ke tempat pemeliharaan
(re-use system). Proses resirkulasi di dalam sistem akuaponik dapat
pula diistilahkan recirculating aquaculture system (RAS). Secara
sederhana, ilustrasi RAS ditampilkan pada Gambar 15.
Gambar 15. Ilustrasi RAS Akuaponik25)
Akuaponik: Sederhana Berhasil Ganda| 59
Sistem resirkulasi (RAS) memberi peluang untuk mengurangi
penggunaan air di dalam budidaya serta mampu meningkatkan
manajemen limbah dan daur ulang nutrisi sehingga cocok untuk
produksi ikan secara intensif dengan tetap peduli pada kelestarian
lingkungan32
. Pada prinsipnya, salah satu tujuan utama proses
resirkulasi adalah untuk mengurangi limbah perairan yang dihasilkan
dari pakan tidak termakan ataupun kotoran. Limbah organik ini
dialirkan kepada tanaman untuk dimanfaatkan sebagai nutrisi.
Limbah organik yang dimanfaatkan tanaman untuk pertumbuhannya
maupun tersaring oleh media tanam sebagai filter akan menghasilkan
air untuk komoditas perikanan yang telah berkurang cemarannya.
Dengan demikian, kedua komoditas tersebut akan bersimbiosis
mutualisme atau saling menguntungkan melalui sistem resirkulasi.
Proses resirkulasi dapat juga dilakukan dengan memanfaatkan
peran bakteri pengurai, seperti bakteri Nitrosomonas dan Nitrobacter
yang berperan merombak amoniak melalui proses nitrifikasi dan
nitratasi. Proses resirkulasi di dalam sistem akuaponik dengan reaksi
nitrifikasi dan nitratasi yang melibatkan bakteri Nitrosomonas dan
Nitrobacter seperti reaksi berikut:
NH3 + H2O NH4+ + OH
-
NH4+ + 1½O2 NO2
+ + 2H
- + H2O (Nitrosomonas)
NO2 + ½O2 NO3 (Nitrobacter)
32
Martins et al., (2010)
Akuaponik: Sederhana Berhasil Ganda| 60
Tujuan lain dari sistem resirkulasi adalah untuk menjamin
ketersediaan oksigen terlarut di dalam perairan. Oksigen merupakan
salah satu faktor pembatas aktivitas. Oleh karenanya, keseimbangan
oksigen harus dijaga agar perkembangan organisme menjadi optimal.
Sistem resirkulasi mengambil peran untuk menyediakan oksigen bagi
organisme di perairan. Selain itu, air yang mengandung oksigen juga
akan mengalir ke dalam media tanam dan oksigen tersebut esensial
bagi tanaman. Gambar 16 menjelaskan keuntungan yang diperoleh
dari sistem resirkulasi.
Gambar 16. Rangkaian Mekanisme Resirkulasi 26)
Akuaponik: Sederhana Berhasil Ganda| 61
Akuaponik adalah suatu teknologi tepat
guna yang dapat diaplikasikan secara sederhana
oleh keluarga ataupun masyarakat. Berbagai
modifikasi wadah budidaya dapat dilakukan
pada sistem akuaponik yang perlu disesuaikan
dengan kebutuhan. Pemanfaatan ember ataupun
bak plastik, fiber, kolam terpal, dan kolam
beton sederhana dapat dijadikan sebagai wadah
berbudidaya sistem akuaponik di lahan sekitar
pekarangan rumah.
Pengembangan budidaya perikanan yang
berbasis pada sistem akuaponik (aquaculture
development based on aquaponic system) dapat
memberikan keuntungan, antara lain produksi
perikanan dan tanaman secara bersamaan dalam
satu siklus produksi, hemat dalam penggunaan
air, dapat menghemat pupuk melalui proses
resirkulasi nutrisi, produk sehat, dan estetika.
Selain itu, akuaponik juga dapat menjadi salah
satu cara untuk mengembangkan sistem
pertanian atau perikanan organik tanpa
menggunakan bahan kimiawi sebagaimana pada
proses pemupukan yang biasanya dilakukan
Akuaponik di
Masyarakat
Teknologi
budidaya yang
terintegrasi
sebagai piranti
untuk
meningkatkan
keterampilan dan
kemandirian
masyarakat
Akuaponik: Sederhana Berhasil Ganda| 62
dengan bahan kimia. Pengembangan akuaponik di tengah-tengah
masyarakat akan membentuk kemandirian ekomomi masyarakat. Hal
ini dikarenakan sistem akuaponik mampu membantu masyarakat
untuk tidak terlalu bergantung di dalam memenuhi kebutuhannya,
khususnya komoditas perikanan dan tanaman. Produktivitas yang
baik dapat mengurangi sifat konsumtif dan menumbuhkan jiwa
produktif yang dapat bernilai ekonomis untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat33
.
Teknologi akuaponik telah banyak dikembangkan di berbagai
negara. Model pengembangannya dilakukan dalam skala besar untuk
produksi massal ataupun skala kecil untuk percontohan, baik dengan
resirkulasi maupun sistem penanaman langsung di media air. Salah
satu contoh pemodelan akuaponik ditampilkan pada Gambar 16.
Gambar 16. Pemodelan oleh kementerian Kelautan dan Perikanan27)
33
Kurniawan et al., (2013)
Akuaponik: Sederhana Berhasil Ganda| 63
Pada prinsipnya, pengembangan teknologi akuaponik bagi
masyarakat mudah diterapkan, tidaklah sulit, dan tidak memerlukan
modal besar. Pemodelan akuaponik secara sederhana yang pernah
dikembangkan adalah menggunakan kolam terpal dan ditempatkan di
lahan sekitar rumah masyarakat. Hal ini bertujuan agar masyarakat
dapat langsung merasakan manfaat dari akuaponik, yaitu sederhana
dan berhasil ganda. Berkenaan dengan produk yang dihasilkan,
sistem akuaponik bukan hanya dapat menghasilkan dua jenis produk
saja, akan tetapi beragam produk. Pada budidaya perikanan dapat
dikembangkan pola polikultur dan pada budidaya tanaman dapat
dikembangkan berbagai jenis tanaman dalam satu area tanam.
Pemodelan akuaponik sederhana di masyarakat dengan kolam
terpal untuk berbudidaya ikan lele dan beberapa jenis sayur-sayuran
hidroponik, seperti bawang daun, sawi, dan kangkung ditampilkan
pada Gambar 17.
Gambar 17. Pemodelan Akuaponik Sederhana di Masyarakat
Akuaponik: Sederhana Berhasil Ganda| 64
Pengembangan akuaponik secara sederhana oleh masyarakat
dapat dikerjakan dengan mempersiapkan beberapa peralatan yang
digunakan antara lain pipa paralon, talang air, terpal, waring, mesin
air, paranet, kerangka kolam yang dapat dibuat dari kayu atau sesuai
keinginan, pengatur waktu apabila diperlukan, dan media tanam.
Gambar 18. Peralatan Sederhana yang Diperlukan untuk Akuaponik
Selain peralatan, media tanam juga perlu diperhatikan untuk
mendukung pertumbuhan tanaman. Media yang digunakan sebaiknya
mampu menopang akar tanaman, berperan sebagai filter, menyerap
dan menahan nutrisi untuk tanaman, dan tidak bersifat berbahaya.
Media yang dapat digunakan oleh masyarakat antara lain serbuk
Akuaponik: Sederhana Berhasil Ganda| 65
gergaji, arang sekam, batok kelapa, dan sabut kelapa. Media-media
ini juga ringan sehingga dapat ditempatkan di atas kolam ikan dan
tidak merusak kolam tersebut karena terlalu berat. Media tanam,
kolam terpal, dan penempatannya ditampilkan pada Gambar 19.
Gambar 19. Pembuatan Rangkaian Akuaponik
Penerapan teknologi akuaponik di lingkungan masyarakat, baik
secara sederhana maupun skala produksi massal memang sangat
menguntungkan. Kemandirian masyarakat muncul karena menyadari
bahwa akuaponik mampu menjadi teknologi sederhana, namun
bermanfaat bagi mereka. Pertanian terintegrasi dengan perikanan
yang dirangkai pada sistem akuaponik dapat memberikan sentuhan
nilai ekologis dan ekonomis bagi masyarakat. Apabila dipandang
dari nilai ekologis, maka akuaponik berperan di dalam peningkatan
produktivitas lahan non produktif di sekitar rumah, tanpa diikuti oleh
pengrusakan lingkungan tersebut. Sedangkan ditinjua dari aspek
ekonomis, maka akuaponik memberi keuntungan produk baik untuk
Akuaponik: Sederhana Berhasil Ganda| 66
konsumsi sendiri maupun untuk dijual. Pemanenan hasil akuaponik
yang dikembangkan secara sederhana di masyarakat ditampilkan
pada Gambar 20.
Gambar 20. Pemanenan Hasil Akuaponik di Masyarakat
Akuaponik: Sederhana Berhasil Ganda| 67
DAFTAR PUSTAKA
Antony, S. P dan R. Philip. 2006. Bioremediation in Shrimp Culture
Systems. Article. NAGA, WorldFish Center Quarterly Vol. 29
No. 3 & 4 Jul-Dec 2006
Bureau, D. P. 2004. Factors Affecting Metabolic Waste Outputs in
Fish. Fish Nutrition Reseach Laboratory. Departemenf of
Animal and Poultry Science. University of Guelph. Canada
Cao, L., W. Wang ., Y. Yang ., C. Yang ., Z. Yuan., S. Xiong., dan
J. Diana. 2007. Environmental Impact of Aquaculture and
Countermeasures to Aquaculture Pollution in China. Env Sci
Pollut Res 14 (7) 452–462
Darmayati, Y., D. H. Kunarso., dan Ruyitno. 2009. Dinamika Bakteri
Indikator Pencermaran Di Perairan Estuarin Cisadane.
Oseanologi dan Limnologi Di Indonesia 35 (2): 273-290. ISSN
0125-9830. LIPI. Jakarta
Diver, S. 2006. Aquaponics: Integration of Hydroponics with
Aquaculture. ATTRA. www.attra.ncat.org
Fachrul, M. F., H. Haeruman., L. C. Sitepu. 2005. Komunitas
Fitoplankton Sebagai Bioindikator Kualitas Perairan Teluk
Jakarta. Universitas Indonesia. Depok
Farran, I dan M. Castel. 2006. Potato Minituber Production Using
Aeroponics: Effect of Plant Density and Harvesting Intervals.
Amer. J. Pot. Res. 83: 47-53. In: Chiipanthenga, M., M.
Maliro., P. Demo., dan J. Njoloma. 2011. Potential of
Aeroponics System in The Production of Quality Potato
(Solanum tuberosum l.) Seed in Developing Countries. African
Journal of Biotechnology Vol. 11(17), pp. 3993-3999. 2012.
Flimlin, G., S. Sugiura., dan R. P. Ferraris. 2003. Examining
Phosphorus in Effluents from Rainbow Trout (Oncorhynchus
mykiss) Aquaculture. Bulletin. Rutgers Cooperative Extension,
Akuaponik: Sederhana Berhasil Ganda| 68
New Jersey Agricultural Experiment Station, Rutgers. The
State University of New Jersey
Gorder, S. V. 2003. Small-Scale Aquaculture And Aquaponics.
Aquaponics Journal.
Kaushik, S. J dan C. B. Cowey. 1991. Dietary Factors Affecting
Nitrogen Excretion by Fish: In Nutritional Strategies and
Aquaculture Waste. In: Bureau, D. P. 2004. Factors Affecting
Metabolic Waste Outputs in Fish. Fish Nutrition Reseach
Laboratory. Departemenf of Animal and Poultry Science.
University of Guelph. Canada
Kordi, K. M. G. H dan A. B. Tancung. 2007. Pengelolaan Kualitas
Air Dalam Budidaya Perairan. Penerbit Rineka Cipta. Jakarta
Kordi, K. M. G. H. 2008. Budi Daya Perairan. PT Citra Aditya
Bakti. Bandung
Kurniawan, A., A. Kurniawan., Muntoro., dan E. Asriani. 2013.
Modelling of Aquaculture Development Based on Aquaponic
In Bangka Belitung, Indonesia. Aquaponics Journal. Issue#62.
1st qtr 2013. Aquaponicsjournal.com
Lee, C. W., I. S. So., S. W. Jeong., dan M. R. Huh. 2010. Application
of Subirrigation Using Capillary Wick System to Pot
Production. Journal of Agriculture&Life Science 44(3) pp.7-14
Lovell, R. T., C. Y. Cho., C. B. Cowey., K. Dabrowski., S. Hughes.,
S. Lall., T. Murai., R. P. Wilson. 1993. Nutrient Requirements
of Fish. Committee on Animal Nutrition. Subcommittee on
Fish Nutrition, National Research Council. National Academy
Press. Washington, D. C.
Lumbantobing, S. 1996. Kelimpahan dan Distribusi Spasial
Makrozobentos pada Sungai Sejorong, Tongoloka, dan Tatar di
Sumbawa Barat, Nusa Tenggara Barat. Skripsi. Program Studi
Manajeman Sumberdaya Perairan. Fakultas Perikanan. Institut
Pertanian Bogor. Bogor
Akuaponik: Sederhana Berhasil Ganda| 69
Makino, K. 2001. Practice Of Water Quality Investigation
Depending On Macrobenthos. Paper Of Environmental
Monitoring/Water Quality. Japan International Coorpertion
Agency. National Environmental Training Institute. Japan
Martins, C. I. M., E. H. Edinga., M. C. J. Verdegema., L. T. N.
Heinsbroeka., O. Schneiderc., J. P. Blanchetond., E. R.
d’Orbcasteld., dan J. A. J. Verretha. 2010. New Developments
in Recirculating Aquaculture Systems in Europe: A Perspective
on Environmental Sustainability. Aquacultural Engineering
November 2010, Volume 43, Issue 3, Pages 83-93
McNeely, R. N., V. P. Nelmanis., dan L. Dwyer. 1979. Water
Quality Source Book: A Guide To Water Quality Parameter.
Inland Waters Directorater Water Quality Branch. Ottawa.
Canada. Dalam: Effendi, H. 2003. Telaan Kualitas Air Bagi
Pengelolaan Sumber Daya Dan Lingkungan Perairan. Kanisius.
Yogyakarta
Miller, D dan K. Semmens. 2002. Waste Management in
Aquaculture. Agricultural and Resource Economics Program.
Division of Resource Management. College of Agriculture,
Forestry, and Consumer Sciences. West Virginia University.
Morgantown
Muntalif, B. S., K. Ratnawati., dan S. Bahri. 2008. Bioassessment
Menggunakan Makroinvertebrata Bentik Untuk Penentuan
Kualitas Air Sungai Citarum Hulu. Jurnal Purifikasi Vol. 9 No.
1 (2008): 49-60. Bandung
Natsir, S. M. 2010. Foraminifera Bentik Sebagai Indikator Kondisi
Lingkungan Terumbu Karang Perairan Pulau Kotok Besar Dan
Pulau Nirwana, Kepulauan Seribu. Oseanologi dan Limnologi
di Indonesia 36(2): 181-192. ISSN 0125 – 9830. LIPI. Jakarta
Nugroho, E dan Sutrisno. 2008. Budi Daya Ikan dan Sayuran dengan
Sistem Akuaponik. Penebar Swadaya. Jakarta
Pade, J. S. 2010. Village Aquaponics. Aquaponics Journal.
Akuaponik: Sederhana Berhasil Ganda| 70
Pirzan, A. M dan P. R. P. Masak. 2008. Hubungan Keragaman
Fitoplankton Dengan Kualitas Air di Pulau Bauluang,
Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan. Biodiversitas Volume
9, Nomor 3 Juli 2008. ISSN: 1412-033X Balai Riset
Perikanan Budidaya Air Payau, Maros. Sulawesi Selatan
Rakocy, J. E., D. S. Bailey., K. A. Shultz., dan W. M. Cole. 1997.
Development Of An Aquaponic System For The Intensive
Production Of Tilapia And Hydroponic Vegetables.
Aquaponics Journal.
Rakocy, J. E., M. P. Masser., dan T. M. Losordo. 2006. Recirculating
Aquaculture Tank Production Systems: Aquaponics—
Integrating Fish And Plant Culture. SRAC Publication No. 454
Saavas, D. 2002. Nutrient Solution Recycling, p. 299–343. In: D.
Saavas and H. Passam (eds.). Hydroponic Production of
Vegetables and Ornamentals. Embryo Publications, Athens,
Greece. In: Puerta, A. R., S. Sato., Y. Shinohara., dan T.
Maruo. 2007. A Modified Nutrient Film Technique System
Offers a More Uniform Nutrient Supply to Plants.
Sinaga, T. 2009. Keanekaragaman Makrozoobentos Sebagai
Indikator Kualitas Perairan Danau Toba, Balige Kabupaten
Toba Samosir. [Tesis]. Sekolah Pascasarjana. Universitas
Sumatera Utara. Medan
Supartiwi, E. N. 2000. Karakteristik Komunitas Fitoplankton dan
Perifiton Sebagai Indikator Kualitas Lingkungan Sungai
Ciujung, Jawa Barat. Skripsi. Program Studi Manajemen
Sumberdaya Perairan. Institut Pertanian Bogor. Bogor
Suriawiria, U. 2008. Mikrobiologi Air. PT. Alumni. Bandung
Sumber Artikel:
Thumma, D. W. 2013. How do I Make Homemade Hydroponic
Systems for the Ebb & Flow System?. [Artikel].
http://www.ehow.com/ how_7186132_do-systems-ebb-flow-
system_.html diakses pada tanggal 29 April 2013
Akuaponik: Sederhana Berhasil Ganda| 71
Wikipedia. 2012. Deep Water Culture. http://en.wikipedia.org/wiki/
Deep_water_culture. diakses pada 29 April 2013
Wikipedia. 2013a. Hidroponik. http://id.wikipedia.org/wiki/Hidro
ponik. diakses pada 29 April 2013
Wikipedia. 2013b. Drip Irrigation. http://en.wikipedia.org/wiki/
Drip_irrigation. diakses pada 29 April 2013
Sumber Gambar:
1) a. http://www.coloradoaquaponics.com/training-and-workshops/
aquaponics-system-success
b. http://ediskoe.blogspot.com/2012/02/aquaponic-dan-
hidroponik.html
c. http://www.ecofilms.com.au/aquaponics-and-sunlight/
d. http://taboodada.files.wordpress.com/2011/04/aquaponics-
62.jpg
2) http://lcnursery.files.wordpress.com/2008/09/arang4.jpg
3) http://www.itrademarket.com/PT_BINTANG_MEGAH/317255
3/arang-sekam-padi-rice-husk-charcoal.htm
4) http://rumputijo.wordpress.com/category/tt/
5) http://forum.viva.co.id/lain-lain/473925-jual-sphagnum-moss-
chile-media-lumut-kualitas-no-1-a.html
6) http://gb01.iklanabc.com/gb/01341979470-serabut-kelapa-
coconut.jpg
7) http://panintisar.indonetwork.co.id/287922
8) http://sanggapramana.wordpress.com/2010/09/10/pasir/
9) http://fatchurr.com/wp-content/uploads/2011/11/104f-Kerikil-
o.jpg
10) http://www.aquaponics.net.au/aqua1/index.php?option=com_co
ntent&view=article&id=64:clay-pebbles-grow-media-for-duo-
kit&catid=43:patio&Itemid=54
11) http://blog.ub.ac.id/nurulfarida/files/2012/05/kristal11.jpg
12) http://www.b-foam.com/produk.php
13) http://no.wikipedia.org/wiki/Fil:rockwool_cubesinlay_PNr%C2
%B00091.jpg
Akuaponik: Sederhana Berhasil Ganda| 72
14) http://anakpanahinfo.blogspot.com/2011/08/tiga-type-
pemberi.html
15) http://www.progeckos.com/catalog/index.php?main_page=produ
ct_info&products_id=97
16) http://www.hydroponics-center.com/2011/06/hydroponic-
medium-types-perlite.html
17) http://pupuk-abg.com/komoditi_selada.php
http://www.randifarm.com/2012/07/penerapan-teknologi-nano-
dalam-budidaya.html
18) http://pupuk-abg.com/komoditi_sawi.php
http://guruvalentina.files.wordpress.com/2010/01/sayur-sawi.jpg
19) http://blog.stikom.edu/sulist/files/2010/11/Kangkung-1.jpg
http://dimasadityaperdana.blogspot.com/2009/06/budidaya-
kangkung.html
20) http://pupuk-abg.com/komoditi_seledri.php
http://fietha.wordpress.com/2012/10/27/seledri-hidroponik/
21) http://epetani.deptan.go.id/budidaya/budidaya-pak-choy-1701
http://multimedia.deptan.go.id/vidiscript/play/Hortikultura/Pakc
oy_Organik
22) f) http://epetani.deptan.go.id/budidaya/budidaya-bayam-1437
http://2.bp.blogspot.com/_F_tBoeAULI0/TOlWWQRxb0I/AAA
AAAAAA8E/AmDkiwqghZ8/s1600/bayam.jpg
23) http://www.simplyhydro.com/system.htm
24) Effendi, H. 2003. Telaan Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber
Daya Dan Lingkungan Perairan. Kanisius. Yogyakarta
25) http://whyiswaldo.tumblr.com/post/33280558025/vertical-
farming-and-aquaponics-project
26) http://makingsenseofthings.info/wp-
content/uploads/2011/11/how-aquaponics-works1.png
27) http://www.litbang.kkp.go.id/v2/?MainPage=news&id=2012013
0153407
Akuaponik: Sederhana Berhasil Ganda| 73
Pangkalpinang; pusat kota Provinsi
Kepulauan Bangka Belitung adalah tempat
kelahirannya 5 September 1984 yang lalu. Pasca
sekolah menengah lanjutan atas, penulis
melanjutkan pendidikan di Institut Pertanian
Bogor pada Program Diploma 3 Agroteknologi
Hasil Perikanan tahun 2002. Kehausannya akan
dunia perikanan membuat ia mengayuhkan
sampannya menuju Universitas Brawijaya,
Malang untuk melanjutkan Program Sarjana
pada tahun 2005-2007. Pada tahun 2007,
penulis mendapat kesempatan untuk
melanjutkan sekolah pasca sarjana (S2) di
Universitas Brawijaya, Jurusan Budidaya
Perairan pada Bidang Peminatan Bioteknologi
Perikanan dan Kelautan.
Pada saat ini, penulis mengabdikan
dirinya sebagai dosen di Jurusan Budidaya
Perairan, Universitas Bangka Belitung. Selain
mengajar, penulis juga melaksanakan beberapa
penelitian guna mendukung dharmanya, antara
lain (1) Pemodelan Teknologi Aquaponik
(2012, bekerja sama dengan CSR PT Timah
Andri Kurniawan
Akuaponik: Sederhana Berhasil Ganda| 74
(Tbk) Pangkalpinang); (2) Teripang Sebagai Sumber Bioaktif Sex
Reversal Dalam Peningkatan Pertumbuhan Ikan Nila (2012, sebagai
anggota tim), (3) Analisis Variasi Genetik Ikan Di Kolong
Pascatambang Timah Dengan Metode Elektroforesis (2011, sebagai
ketua tim). dan (4) Penggunaan Kapang Trichoderma viride dalam
Pembuatan Sirup Glukosa Rumput Laut Eucheuma Spinosum.
Sedangkan buku Akuaponik: Sederhana Berhasil Ganda
merupakan buku kedua yang ditulisnya setelah Penyakit Akuatik
pada tahun 2012 yang diterbitkan oleh UBB Press. Lebih lanjut,
penulis dapat dihubungi melalui email [email protected]
atau [email protected].