core.ac.uk · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i tinjauan yuridis kedudukan...
TRANSCRIPT
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
i
TINJAUAN YURIDIS KEDUDUKAN JAMINAN DALAM
PELAKSANAAN RESTRUKTURISASI KREDIT SEBAGAI UPAYA
PENYELAMATAN KREDIT BERMASALAH DI BANK RAKYAT
INDONESIA Tbk. CABANG KARANGANYAR
Penulisan Hukum
(Skripsi)
Disusun dan Diajukan untuk
Melengkapi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Derajat Sarjana S1 dalam
Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Oleh :
Rizky Limar Kinanthi Nasution
NIM. E0007049
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2011
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
PERNYATAAN
Nama : Rizky Limar Kinanthi Nasution
NIM : E0007049
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan hukum (skripsi) berjudul :
TINJAUAN YURIDIS KEDUDUKAN JAMINAN DALAM
PELAKSANAAN RESTRUKTURISASI KREDIT SEBAGAI UPAYA
PENYELAMATAN KREDIT BERMASALAH DI BANK RAKYAT
INDONESIA Tbk. CABANG KARANGANYAR adalah betul-betul karya
sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam penulisan hukum (skripsi) ini diberi
tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila dikemudian hari
terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi
akademik berupa pencabutan penulisan hukum (skripsi) dan gelar yang saya
peroleh dari penulisan hukum (skripsi) ini.
Surakarta, Juli 2011
yang membuat pernyataan
Rizky Limar Kinanthi Nasution
NIM. E0007049
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
ABSTRAK
Rizky Limar Kinanthi Nasution. E0007049. 2011. TINJAUAN YURIDIS KEDUDUKAN JAMINAN DALAM PELAKSANAAN RESTRUKTURISASI KREDIT SEBAGAI UPAYA PENYELAMATAN KREDIT BERMASALAH DI BANK RAKYAT INDONESIA Tbk CABANG KARANGANYAR. Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tentang pelaksanaan dan hambatan restrukturisasi kredit sebagai upaya penyelamatan kredit bermasalah serta kedudukan dan akibat hukum jaminan dalam pelaksanaan restrukturisasi kredit di BRI Cabang Karanganyar.
Penelitian ini menggunakan metode pendekatan kualitatif. Jenis data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis kualitatif dengan model interaktif serta interpretasi terhadap hasil penelitian.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan restrukturisasi kredit di BRI Cabang Karanganyar melalui beberapa tahap yaitu: prakarsa restrukturisasi, negosiasi yang didokumentasikan, analisis dan evaluasi, putusan restrukturisasi kredit, pembuatan perjanjian restrukturisasi kredit, dokumentasi kredit serta monitoring dan pengawasan. Pelaksanaan restrukturisasi kredit tergantung pada kasus kredit bermasalah dan jenis restrukturisasi yang digunakan. Hambatan dalam pelaksanaan restrukturisasi kredit adalah perbedaan pendapat pada tahap negosiasi, upaya yang dilakukan yaitu kreditur melakukan pendekatan berdasarkan kewenangannya secara intensif dan kekeluargaan dengan debitur dalam bernegosiasi. Kedudukan jaminan dalam pelaksanaan restrukturisasi kredit yaitu dapat berubah ataupun tetap sesuai dengan jenis restrukturisasi kredit. Akibat hukum dari pengikatan jaminan dalam restrukturisasi kredit bagi debitur yaitu debitur tidak dapat melakukan perbuatan hukum apapun terhadap jaminan, sedangkan bagi kreditur yaitu kreditur berkedudukan sebagai kreditur preferen yang memiliki hak-hak khusus terhadap jaminan yaitu hak preferent, hak droit de suite, dan hak retensi.
Kata kunci : jaminan, restrukturisasi kredit, kredit bermasalah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
ABSTRACT
Rizky Limar Kinanthi Nasution. E0007049. 2011. A JURIDICAL REVIEW ON COLLATERAL POSITION IN THE IMPLEMENTATION OF CREDIT RESTRUCTURING AS THE ATTEMPT OF SAVING NON PERFORMING LOAN IN BANK RAKYAT INDONESIA CABANG KARANGANYAR. Law Faculty of Sebelas Maret University.
This research aims to find out the implementation and obstacle of credit restructuring as the attempt of saving non performing loan as well as position and legal consequence of collateral in the implementation of credit restructuring in Bank Rakyat Indonesia Cabang Karanganyar.
This research employed a qualitative approach method. Type of data used by primary and secondary data. Analysis of data using qualitative data analysis with interactive models as well as interpretation on the result of research.
The result of research shows that the implementation of credit restructuring in Bank Rakyat Indonesia Cabang Karanganyar passes through some stages: restructuring initiation, documented negotiation, analysis and evaluation, credit restructuring verdict, credit restructuring agreement, credit documentation, monitoring and supervision. The implementation of credit restructuring depends on the non-performing loan case and the restructuring type used. The obstacles in implementation of credit restructuring include: disagreement in negotiation stage, the attempt which the creditor carried out based on his/her authority intensively and in kinship manner in negotiating with the debtor. The collateral position in credit restructuring implementation can be changed or be fixed consistent with the credit restructuring type. The legal consequence of collateral binding in the credit restructuring to the debtor is that debtor can take any legal action against the collateral, while to the creditor, creditor serves as the preference creditor who has special rights to the collateral including preferent, droit de suite and retention rights.
Keywords: collateral, credit restructuring, non-performing loan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kemampuannya” (Q.S. Al Baqarah :286)
“Lakukanlah semua kebaikan yang dapat kamu lakukan, dengan segala
kemampuanmu, dengan cara yang kamu bisa, di segala tempat, setiap saat
kepada semua orang selama kamu bisa”
-Samuel Wesley-
”Mereka yang menyambut tantangan adalah mereka yang memberi ruang
pada impian untuk menjadi kenyataan”
-Anonim-
Karya kecil ini kupersembahkan untuk :
© Mama dan Papa tercinta
© Kedua adikku tersayang
© Keluarga besarku tersayang
KATA PENGANTAR
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
Bismillahirrohmannirrohim
Assalamu’alaikum Warohmatullahi wabarakatuh
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulisan skripsi dengan judul
“Tinjauan Yuridis Kedudukan Jaminan Dalam Pelaksanaan Restrukturisasi Kredit
Sebagai Upaya Penyelamatan Kredit Bermasalah di Bank Rakyat Indonesia Tbk
Cabang Karanganyar” dapat diselesaikan dengan baik dan tepat pada waktunya.
Penulisan hukum ini merupakan prasyarat untuk memperoleh gelar kesarjanaan
Strata-1 dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
Penulisan hukum ini secara keseluruhan berisi mengenai pelaksanaan dan
hambatan restrukturisasi kredit di BRI Cabang Karanganyar serta kedudukan dan
akibat hukum jaminan dalam pelaksanaan restrukturisasi kredit sebagai upaya
penyelamatan kredit bermasalah di BRI Cabang Karanganyar.
Penulisan hukum ini mengkaji mengenai pelaksanaan restrukturisasi kredit
dengan mengambil sebuah contoh kasus kredit bermasalah yang terjadi di BRI
Cabang Karanganyar. Pelaksanaan restrukturisasi kredit ini sangat tergantung
pada masing-masing kasus kredit bermasalah yang terjadi. Terdapat berbagai jenis
restrukturisasi kredit yang dapat dilakukan, dimana pelaksanaan tersebut juga
dapat mempengaruhi kedudukan jaminan yang digunakan. Pelaksanaan
restrukturisasi kredit ini juga tidak luput dari hambatan yang terjadi, untuk itu
perlu dikaji dan analisis secara mendalam dan menyeluruh sehingga pelaksanaan
restrukturisasi kredit dapat berjalan lancar, efektif dan efisien serta dapat
meminimalisir hambatan yang terjadi.
Penulis mengucapkan rasa terima kasih kepada para pihak yang telah
membantu kelancaran dalam penyelesaian Penulisan Hukum ini baik moril
spirituil maupun materiil, sehingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan
dengan baik. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
1. Ibu Prof. Dr. Hartiwiningsih, S.H.,M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Ibu Djuwiyastuti, S.H., M.H selaku Ketua Bagian Hukum Perdata Fakultas
Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
3. Bapak Suraji, S.H.,M.Hum selaku Dosen Pembimbing I penulisan hukum
(skripsi) yang telah banyak membimbing, memberi masukan,
mengarahkan dan menerima kehadiran penulis untuk berkonsultasi
sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan hukum (skripsi) ini.
4. Bapak Pranoto, S.H.,M.H, selaku Dosen Pembimbing II penulisan hukum
(skripsi) yang telah banyak membimbing, memberi masukan,
mengarahkan dan menerima kehadiran penulis untuk berkonsultasi
sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan hukum (skripsi) ini.
5. Bapak Albertus Sentot Sudarwanto, S.H,.M.Hum. selaku Pembimbing
Akademik yang telah membimbing, memberi saran dan arahan selama
penulis kuliah di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
6. Bapak Lego Karjoko, S.H.,M.Hum, selaku Ketua Pengelola Penulisan
Hukum (PPH) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret yang telah
memberikan pengarahan kepada penulis sehingga penulis dapat
menyelesaikan penulisan hukum (skripsi) ini sesuai dengan tata cara baru.
7. Yth. Segenap Dosen dan Staf pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas
Maret Surakarta yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan akademik
pada penulis, sehingga penulis bisa menempuh perkuliahan dengan lancar
hingga akhir studi.
8. Pimpinan serta segenap karyawan Bank Rakyat Indonesia Cabang
Karanganyar, yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk melakukan
penelitian dalam penulisan hukum ini.
9. Bapak Novy Sutarno Hernawan, S.H selaku Account Officer Bank Rakyat
Indonesia Cabang Karanganyar, yang telah membimbing, memberi
informasi dan masukan, saran dan arahan serta menyediakan waktu bagi
penulis selama melakukan penelitian untuk penulisan hukum ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
10. Orangtuaku tecinta dan tersayang, Bapak Ghofar Supardi, S.Sos, dan Ibu
Rochana Diwati yang telah membesarkan, merawat, mendidik, dan
membekaliku hingga pendidikan tertinggi. Serta doa dan dukungan yang
tidak pernah lepas menyertai langkah penulis dalam menapaki jenjang
pendidikan hingga penulis bisa menyelesaikan pendidikan Strata 1 (S1) di
Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
11. Kedua adikku tersayang, Arung Gatra Barlian Nasution dan Karina Ayu
Zuneda Nasution serta keluarga besarku yang selama ini telah memberikan
kasih sayang, doa serta dukungannya sehingga penulis dapat
menyelesaikan penulisan hukum ini.
12. Ponakanku tercinta Wolfgang Jeconiah Rizki Sutansah yang selalu
menemani, mengganggu, menghibur dan menyemangatiku (secara tidak
langsung) dalam menyelesaikan penulisan hukum ini.
13. Rhoza Sewoko, teman seperjuanganku baik dalam suka maupun duka,
teman diskusi selama menempuh masa perkuliahan, yang selalu
menemaniku setiap waktu, perhatian, mencintai, menyayangi, menasehati,
membimbing, dan selalu siap siaga membantuku, terima kasih atas segala
kebaikan dan ketulusanmu.
14. Sahabat-sahabatku tercinta Viddya Putri dan Tiur Alviani, terimakasih atas
persahabatan kalian dalam suka maupun duka yang selalu menemani,
memberi ilmu, semangat, perhatian dan kasih sayang kepada penulis dan
senang bisa mengenal kalian.
15. Keluarga Besar KSP ”Principium” Fakultas Hukum UNS angkatan 2008,
terimakasih telah menerimaku sebagai anggota dan alumnus KSP, yang
telah memberikan banyak pengetahuan dalam bidang organisasi maupun
penulisan karya ilmiah dan terimakasih buat teman-teman dan alumnus
keluarga besar KSP.
16. Teman-teman di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret khususnya
Angkatan 2007 yang tidak bisa disebutkan satu per satu yang selama ini
banyak memberikan bantuan, spirit, dan semangat kepada penulis.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
17. Dan semua pihak yang telah membantu baik moril maupun materiil dalam
bentuk yang sekecil apapun sehingga terselesaikannya skripsi ini dengan
lancar yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu.
Penulis menyadari bahwa penulisan hukum ini masih jauh dari sempurna,
untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan dari para
pembaca yang budiman. Akhir kata, semoga penulisan hukum ini dapat
memberikan manfaat bagi semua pihak.
Surakarta, Juli 2011
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .................................................................................... i
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ......................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ................................................... iii
HALAMAN PERNYATAAN ..................................................................... iv
ABSTRAK ................................................................................................... v
ABSTRACT ................................................................................................. vi
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ............................................................... vii
KATA PENGANTAR ................................................................................. viii
DAFTAR ISI ............................................................................................... xii
DAFTAR TABEL ........................................................................................ xv
DAFTAR GAMBAR ................................................................................... xvi
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ xvii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ....................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................ 5
C. Tujuan Penelitian ................................................................. 5
D. Manfaat Penelitian ............................................................... 6
E. Metode Penelitian ................................................................ 7
F. Sistematika Penulisan Hukum (Skripsi) .............................. 12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................ 15
A. Kerangka teori ...................................................................... 15
1. Tinjauan Tentang Jaminan ............................................. 15
2. Tinjauan Tentang Perjanjian ........................................... 25
3. Tinjauan Tentang Kredit dan Kredit Bermasalah ........... 20
4. .................................................................................. T
injauan Tentang Restrukturisasi Kredit ........... .............. 37
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
B. Kerangka Pemikiran ............................................................. 39
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ......................... 41
A. HASIL PENELITIAN .......................................................... 41
1. .................................................................................. P
elaksanaan dan Hambatan Restrukturisasi Kredit
Sebagai Upaya Penyelamatan Kredit Bermasalah di
BRI Cabang Karanganyar ............................................... 41
a. ........................................................................... P
elaksanaan Restrukturisasi Kredit di BRI Cabang
Karanganyar ............................................................ 41
b. ........................................................................... H
ambatan dalam Pelaksanaan Restrukturisasi Kredit
di BRI Cabang Karanganyar ................................... 74
2. ................................................................................. K
edudukan Jaminan dan Akibat Hukumnya Dalam
Pelaksanaan Restrukturisasi Kredit di Bank Rakyat
Indonesia Cabang Karanganyar ..................................... 76
a. ........................................................................... K
edudukan Jaminan dalam Pelaksanaan
Restrukturisasi Kredit di BRI Cabang Karanganyar 76
b. ........................................................................... A
kibat Hukum Terhadap Jaminan dalam
Pelaksanaan Restrukturisasi Kredit di BRI Cabang
Karanganyar ............................................................ 84
B. PEMBAHASAN .................................................................. 84
1. Pelaksanaan dan Hambatan Restrukturisasi Kredit
Sebagai Upaya Penyelamatan Kredit Bermasalah di
Bank Rakyat Indonesia Cabang Karanganyar ............... 86
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiv
a. ............................................................................. P
elaksanaan Restrukturisasi Kredit di BRI Cabang
Karanganyar............................................................... 86
b. ............................................................................. H
ambatan dalam Pelaksanaan Restrukturisasi Kredit
di BRI Cabang Karangnyar ....................................... 108
2. Kedudukan Jaminan dan Akibat Hukumnya Dalam
Pelaksanaan Restrukturisasi Kredit di Bank Rakyat
Indonesia Cabang Karanganyar ..................................... 110
a. ............................................................................. K
edudukan Jaminan dalam Pelaksanaan
Restrukturisasi Kredit di BRI Cabang Karanganyar . 123
b. ............................................................................. A
kibat Hukum Terhadap Jaminan dalam Pelaksanaan
Restrukturisasi Kredit di BRI Cabang Karanganyar . 121
BAB IV PENUTUP .................................................................................. 129
A. Simpulan .............................................................................. 129
B. Saran-saran ........................................................................... 131
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xv
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Eksposur Kredit .......................................................................... 64
Tabel 2. Analisis Agunan Tambahan ....................................................... 79
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xvi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Model Analisis Interaktif ………………………………...... 11
Gambar 2. Kerangka Pemikiran ………………………………............... 37
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Surat Ijin Penelitian
Lampiran 2 : Surat Keterangan Penelitian
Lampiran 3 : Surat Permohonan Restrukturisasi Kredit
Lampiran 4 : Berita Acara Hasil Negosiasi
Lampiran 5 : Laporan Kunjungan Nasabah
Lampiran 6 : Memorandum Analisis Restrukturisasi Kredit
Lampiran 7 : Putusan Kolektibilitas Kredit
Lampiran 8 : Putusan Penyelesaian Kredit
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xviii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada saat ini, Indonesia sedang melakukan pembangunan nasional di
segala bidang secara giat dan menyeluruh. Salah satunya adalah pembangunan
ekonomi nasional yang merupakan bagian penting dari pelaksanaan pembangunan
nasional itu sendiri. Pada hakikatnya pembangunan nasional dalam bidang
ekonomi merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat
serta mewujudkan kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur baik materiil
maupun spiritual berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Hal tersebut dapat
dicapai dengan pelaksanaan pembangunan yang harus senantiasa memperhatikan
keserasian, keselarasan, dan keseimbangan berbagai unsur pembangunan,
termasuk di bidang ekonomi dan keuangan.
Perkembangan ekonomi nasional dewasa ini, menunjukkan arah yang
semakin menyatu dengan ekonomi regional dan internasional serta senantiasa
bergerak cepat dengan tantangan global yang semakin kompleks. Salah satu
bagian dari pembangunan ekonomi nasional tersebut yaitu sektor perbankan.
Perbankan memiliki peran yang penting dalam pertumbuhan perekonomian
bangsa yakni merupakan salah satu cara untuk meningkatkan taraf hidup
masyarakat banyak serta mewujudkan kesejahteraan sosial di dalam kehidupan
bermasyarakat sebagai hakikat pembangunan nasional itu sendiri.
Dunia perbankan begitu menyatu dengan kehidupan masyarakat Indonesia
karena berbagai bentuk fasilitas dan layanan yang diberikan oleh perbankan
sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Salah satu bentuk layanan perbankan yang
cukup diminati oleh masyarakat yaitu fasilitas kredit. Undang-Undang Nomor 10
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
Tahun 1998 tentang Perbankan menyebutkan salah satu usaha perbankan yang
paling penting ialah pemberian fasilitas kredit kepada masyarakat di samping
usaha-usaha lainnya. Hal ini terkait dengan fungsi bank untuk menghimpun dana
dan menyalurkan dana tersebut yang berhubungan erat dengan kepentingan umum
sehingga perbankan dapat menyalurkannya ke bidang-bidang produktif untuk
mencapai sasaran pembangunan nasional.
Fasilitas kredit juga diberikan kepada para pengusaha terkait dengan kredit
untuk modal usaha yang berupa modal untuk segala jenis usaha antara lain dalam
sektor industri, perdagangan, pertanian atau perhubungan yang berfungsi sebagai
bantuan permodalan agar kegiatan usaha yang dijalankan lancar dan berkembang.
Pemberian kredit kepada pengusaha sangat penting bagi pihak bank dalam
menjalankan kegiatan usahanya karena hal tersebut merupakan salah satu bentuk
kegiatan usaha bank yaitu menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan
kembali dana tersebut kepada masyarakat antara lain melalui pemberian kredit
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998
tentang Perbankan. Bank akan memperoleh pendapatan berupa bunga yang
diperoleh dari nasabah yang mendapatkan kredit dari bank tersebut sehingga
masing-masing pihak yaitu bank maupun nasabah akan mendapatkan keuntungan
baik jangka pendek maupun panjang. Pemberian fasilitas kredit tersebut juga
mensyaratkan adanya jaminan dan apabila diperlukan kreditur (pihak bank) dapat
meminta penyerahan agunan dari debitur sesuai dengan ketentuan Pasal 8
Undang-Undang No.10 Tahun 1998 tentang Perbankan.
Pemberian kredit dari bank kepada nasabah akan menimbulkan suatu
hubungan hukum atau perikatan yang berasal dari perjanjian kredit atau hutang-
piutang antara bank dengan nasabah berdasarkan Pasal 1320 dan Pasal 1338 Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata. Apabila disyaratkan adanya agunan dari pihak
kreditur maka perjanjian kredit tersebut merupakan perjanjian pokok yang akan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
selalu diikuti oleh perjanjian accesoir atau tambahan mengenai jaminan yang
diserahkan oleh nasabah untuk menjamin hutangnya tersebut. Pihak bank dalam
perjanjian kredit akan disebut sebagai kreditur dan nasabah bank disebut sebagai
debitur, setelah adanya perjanjian kredit dan pengikatan jaminan yang disepakati
oleh para pihak maka dilanjutkan dengan penyerahan uang pinjaman dari kreditur
kepada debitur. Perjanjian kredit ini bersifat konsensuil obligatoir artinya dengan
adanya kata sepakat, baru akan menimbulkan hak dan kewajiban yang tunduk
pada Undang-Undang No.10 tahun 1998 tentang Perbankan.
Selama jangka waktu pelunasan hutang atau kredit bank, salah satu
peristiwa yang mungkin terjadi dan dapat menimbulkan resiko bagi kedua belah
pihak adalah terjadinya kredit bermasalah yang dapat disebabkan oleh debitur
tidak mampu lagi melunasi hutangnya karena adanya faktor internal maupun
eksternal. Kasus kredit bermasalah di dalam perjanjian kredit perbankan hampir
terjadi pada semua bank di Indonesia baik dalam jumlah besar maupun kecil.
Upaya untuk mengatasi kredit bermasalah atau non-perfoming loan
tersebut dapat ditempuh melalui dua cara yaitu penyelamatan kredit dan
penyelesaian kredit sesuai dengan Surat Edaran Bank Indonesia No. 26/4/BPPP
Tentang Tata Cara Penilaian Tingkat Kesehatan Bank. Penyelamatan kredit
merupakan suatu langkah penyelesaian kredit bermasalah melalui perundingan
kembali antara bank sebagai kreditur dan nasabah peminjam sebagai debitur
sedangkan penyelesaian kredit adalah suatu langkah penyelesaian kredit
bermasalah melalui lembaga hukum. Kedua upaya tersebut dapat dilaksanakan
secara bertahap, apabila upaya penyelamatan kredit tidak dapat menyelesaikan
kredit bermasalah yang kemudian menimbulkan kredit macet maka harus
dilakukan upaya penyelesaian kredit secara yudisial melalui jalur pengadilan,
pengadilan Niaga, melalui PUPN, dan melalui Lembaga Paksa Badan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
Saat terjadi kredit bermasalah, langkah pertama yang dilakukan pihak
bank selaku kreditur yaitu melakukan penyelamatan kredit yang tepat guna
menekan kerugian seminimal mungkin. Secara operasional penanganan
penyelamatan kredit bermasalah dapat ditempuh melalui penjadwalan kembali,
persyaratan kembali dan penataan kembali (Hermansyah, 2005:71).
Bank Rakyat Indonesia (BRI) Cabang Karanganyar merupakan salah satu
bank milik pemerintah Indonesia yang memberikan fasilitas kredit kepada
masyarakat di wilayah Kabupaten Karanganyar dan sekitarnya. Bank tersebut
secara luas telah menyediakan pendanaan bagi masyarakat perorangan atau badan
usaha untuk meningkatkan dan memperluas kegiatan usahanya. Pemberian
fasilitas kredit tersebut menjadikan posisi BRI Cabang Karanganyar sebagai
kreditur. Penyaluran fasilitas kredit di BRI Cabang Karanganyar, selain
mensyaratkan adanya jaminan juga mensyaratkan adanya penyerahan agunan dari
debitur untuk keamanan pengembalian kredit oleh debitur sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 8 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan.
Jaminan tersebut antara lain berupa jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotek,
gadai deposito, sertifikat deposito serta penanggungan (borg).
Penyaluran kredit di BRI Cabang Karanganyar juga tidak luput dari
adanya kredit bermasalah baik yang disebabkan oleh nasabah wanprestasi
maupun force majure. Upaya yang dilakukan untuk mengatasi kredit bermasalah
tersebut juga menggunakan upaya penyelamatan kredit bermasalah yaitu melalui
restrukturisasi kredit. Restrukturisasi kredit merupakan suatu upaya penataan
kembali fasilitas kredit yang sedang bermasalah yang bertujuan agar debitur dapat
kembali melaksanakan kewajibannya kembali. Pelaksanaan restrukturisasi kredit
ini juga berpengaruh terhadap kedudukan jaminan kredit yang diserahkan oleh
debitur untuk menjamin fasilitas kreditnya karena dengan adanya penataan kredit
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
kembali berarti pula merubah kesepakatan-kesepakatan termasuk mengenai
jaminan kredit yang telah disepakati di perjanjian kredit sebelumnya.
Berdasarkan pemaparan diatas, maka penyusun ingin mengetahui
mengenai proses pelaksanaan dan hambatan restrukturisasi kredit sebagai upaya
dalam penyelamatan kredit bermasalah di Bank Rakyat Indonesia Tbk Cabang
Karanganyar serta kedudukan dan akibat hukum terhadap jaminannya. Oleh
karena itu sangat penting dilakukan kajian yuridis lebih jauh dalam prakteknya di
lapangan, sehingga dalam penelitian ini penyusun memilih judul : TINJAUAN
YURIDIS KEDUDUKAN JAMINAN DALAM PELAKSANAAN
RESTRUKTURISASI KREDIT SEBAGAI UPAYA PENYELAMATAN
KREDIT BERMASALAH DI BANK RAKYAT INDONESIA Tbk
CABANG KARANGANYAR.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dalam penelitian ini penyusun
merumuskan dalam dua pokok permasalahan yaitu :
1. Bagaimana pelaksanaan dan hambatan restrukturisasi kredit sebagai upaya
penyelamatan kredit bermasalah di Bank Rakyat Indonesia Tbk Cabang
Karanganyar ?
2. Bagaimana kedudukan jaminan dan akibat hukumnya dalam pelaksanaan
restrukturisasi kredit di Bank Rakyat Indonesia Tbk Cabang Karanganyar ?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian diperlukan untuk memberikan arah di dalam mencapai
suatu maksud dalam suatu penelitian. Adapun tujuan dalam penelitian ini yaitu :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
1. Tujuan Obyektif
a. Untuk mengetahui pelaksanaan restrukturisasi kredit sebagai upaya
penyelamatan kredit bermasalah di Bank Rakyat Indonesia Tbk Cabang
Karanganyar.
b. Untuk mengetahui kedudukan dan akibat hukum terhadap jaminan dalam
pelaksanaan restrukturisasi kredit untuk penyelamatan kredit bermasalah
di Bank Rakyat Indonesia Tbk Cabang Karanganyar.
2. Tujuan Subyektif
a. Untuk menambah dan memperluas wawasan, pengetahuan, pemahaman
serta kemampuan penyusun dalam mengkaji permasalahan yang diperoleh
dari teori dan praktek lapangan dalam bidang Hukum Perdata khususnya
mengenai pelaksanaan dan kedudukan jaminan dalam hal restrukturisasi
kredit.
b. Menerapkan ilmu dan teori hukum yang telah diperoleh penyusun, agar
dapat memberikan manfaat bagi penyusun sendiri pada khususnya dan
masyarakat pada umumnya.
c. Untuk memperoleh data-data dan informasi sebagai bahan utama
penyusunan penulisan hukum untuk melengkapi syarat akademis guna
memperoleh gelar sarjana dalam progam studi ilmu hukum di Fakultas
Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
D. Manfaat Penelitian
Suatu penelitian tentunya diharapkan dapat memeberikan manfaat bagi
berbagai pihak. Adapun manfaat dari penelitian ini yaitu :
1. Manfaat Teoritis
a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi
pengembangan ilmu hukum pada umumnya dan hukum perdata pada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
khususnya yang berkaitan dengan pelaksanaan dan kedudukan benda
jaminan dalam hal restrukturisasi kredit.
b. Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya referensi dan literatur dalam
dunia kepustakan tentang kajian mengenai pelaksanaan restrukturisasi
kredit.
c. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan terhadap penelitian
sejenis untuk tahap berikutnya.
2. Manfaat Praktis
a. Penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan daya penalaran dan
membentuk pola pikir dinamis sehingga dapat mengetahui kemampuan
penyusun dalam menerapkan ilmu hukum yang diperoleh selama bangku
kuliah.
b. Penelitian ini diharapkan dapat membantu, memberikan tambahan
masukan dan pengetahuan kepada pihak-pihak yang terkait dengan
masalah yang sedang diteliti dan juga kepada berbagai pihak yang
berminat pada permasalahan yang sama.
c. Memberikan jawaban atas permasalahan yang diteliti.
E. Metode Penelitian
Metode penelitian sangat menentukan dalam suatu penelitian ilmiah
karena mutu, nilai dan validitas suatu hasil penelitian ilmiah sangat ditentukan
oleh penentuan metode ilmiah secara benar. Di dalam penelitian ini, penyusun
menggunakan metode penelitian sebagai berikut :
1. Jenis Penelitian
Jenis Penelitian yang digunakan penyusun dalam penelitian ini adalah
penelitian hukum empiris. Pada penelitian hukum empiris maka yang diteliti
pada awalnya adalah data sekunder, untuk kemudian dilanjutkan penelitian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
terhadap data primer di lapangan, atau terhadap masyarakat (Soerjono
Soekanto, 2010:52).
2. Sifat Penelitian
Sifat penelitian hukum ini adalah deskriptif yaitu suatu penelitian yang
dimaksud untuk memberikan data yang seteliti mungkin tentang manusia,
keadaan, atau gejala-gejala lainnya. Maksudnya adalah terutama mempertegas
hipotesa-hipotesa, agar dapat membantu memperkuat teori-teori lama, atau di
dalam kerangka menyusun teori-teori baru (Soerjono Soekanto, 2010:10).
Dalam penelitian deskriptif ini tidak terbatas hanya sampai
pengumpulan dan penyusunan data saja, tetapi juga meliputi analisa dan
interpretasi data yang pada akhirnya dapat diambil kesimpulan-kesimpulan
yang dapat didasarkan pada penelitian data tersebut.
3. Pendekatan Penelitian
Penelitian hukum ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan
kualitatif yaitu suatu pendekatan oleh peneliti dengan mendasarkan pada data-
data yang dinyatakan responden secara lisan atau tulisan dan juga perilaku
yang nyata, diteliti dan dipelajari sebagai sesuatu yang utuh (Soerjono
Soekanto, 2010:250).
4. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini dilakukan di Bank Rakyat Indonesia Tbk Cabang
Karanganyar. Alasan pemilihan lokasi ini adalah di lokasi tersebut tersedia
data yang penulis butuhkan guna penyusunan penelitian hukum ini.
5. Jenis Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian hukum ini adalah :
a. Data Primer
Data primer diperoleh dari sejumlah keterangan atau fakta yang
diperoleh secara langsung melalui penelitian di lapangan yaitu dengan
melalui wawancara (interview).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
b. Data Sekunder
Data sekunder diperoleh dari studi kepustakaan yaitu tulisan
ilmiah, sumber tertulis, buku, arsip, majalah, literatur, jurnal, peraturan
perundang-undangan dan sumber-sumber tertulis lainnya yang berasal dari
media dan situs-situs resmi pemerintah.
6. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini diperoleh dari dua sumber yaitu
sumber data primer dan sumber data sekunder. Sumber data primer diperoleh
secara langsung dari lapangan berdasarkan keterangan dari pihak BRI Cabang
Karanganyar terkait dengan permasalahan yang sedang diteliti. Sedangkan
sumber data sekunder terdiri dari :
a. Data Primer
Data primer yaitu materi hukum yang sifatnya mengikat dan
mempunyai kedudukan yuridis seperti peraturan perundang-undangan. Data
primer yang penyusun gunakan antara lain :
1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata).
2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Perubahan Atas Undang-
Undang No 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan.
3) Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan.
4) SK BRI NOKEP:S.94-DIR/ADK/12/2005 tentang Restrukturisasi
Kredit.
b. Data Sekunder
Data sekunder yang penyusun gunakan yaitu buku teks yang ditulis oleh
para ahli hukum, jurnal-jurnal hukum, hasil-hasil penelitian, pendapat para
sarjana yang berkaitan dengan masalah yang diteliti.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
c. Data Tersier
Data tersier yang penulis gunakan dalam penelitian ini yaitu kamus,
ensiklopedia, media internet yang memberikan petunjuk maupun
penjelasan terhadap data primer maupun sekunder.
7. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan penyusun dalam penelitian
ini adalah dengan studi lapangan dan studi kepustakaan yaitu:
a. Studi Lapangan
Studi lapangan merupakan pengumpulan data dengan cara
penelitian untuk mendapatkan data yang diperlukan yaitu dengan
melakukan wawancara. Dalam penelitian ini, wawancara akan dilakukan
berdasarkan kerangka pertanyaan yang telah disusun kepada responden
untuk memperoleh data. Hasil wawancara baik lisan maupun tertulis
kemudian dicatat dan diolah secara sistematik. Adapun wawancara
dilakukan dengan Petugas Account Officer BRI Cabang Karanganyar.
b. Studi Kepustakaan
Studi kepustakaan yang penyusun gunakan yaitu pengumpulan data
dengan cara membaca, mengkaji, dan mempelajari bahan-bahan pustaka
baik berupa peraturan perundang-undangan, artikel-artikel dari internet,
jurnal, makalah, dokumen, serta bahan-bahan lain yang berhubungan
dengan masalah yang diteliti.
8. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan penyusun dalam penelitian ini
adalah analisis kualitatif dengan model interaktif yaitu komponen reduksi data
dan penyajian data yang dilakukan bersama dengan pengumpulan data,
kemudian setelah terkumpul maka ketiga komponen tersebut berinteraksi dan
bila kesimpulan dirasakan kurang, maka perlu verifikasi dan penelitian
kembali mengumpulkan data lapangan (H.B Sutopo, 2002:8).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
Ketiga komponen tersebut adalah :
a. Reduksi Data
Merupakan suatu proses seleksi, penyederhanaan, dan abstraksi dari data
fieldone.
b. Penyajian Data
Merupakan suatu realita organisasi informasi yang memungkinkan
kesimpulan penelitian dapat dilakukan, sajian data meliputi berbagai jenis
matriks, gambar dan skema, jaringan kerja, kaitan kegiatan dan juga tabel.
c. Kesimpulan dan verifikasi
Dalam pengumpulan data peneliti harus sudah memahami arti berbagai hal
yang ditemui, dengan melakukan pencatatan-pencatatan, peraturan-
peraturan, pola-pola, pertanyaan-pertanyaan, konfigurasi-konfigurasi,
arahan sebab akibat dan berbagi reposisi kesimpulan yang diverifikasi
(H.B Sutopo, 2002:94).
Analisis data kualitatif dengan model interaktif tersebut dapat
digambarkan dengan skema sebagai berikut :
Gambar 1. Model Analisis Interaktif
Reduksi Data
Penarikan Kesimpulan/ verifikasi
Sajian Data
Pengumpulan Data
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
Pada saat pengumpulan data, penyusun membuat reduksi dan sajian
data. Reduksi dan sajian data tersebut harus disusun pada saat penyusun sudah
memperoleh unit data dari sejumlah unit data yang diperlukan dalam
penelitian. Pada saat pengumpulan data berakhir, kemudian penyusun
menarik kesimpulan dan verifikasi berdasarkan pada semua hal yang terdapat
dalam reduksi maupun sajian datanya. Jika kesimpulan dirasa kurang mantap
karena kurangnya rumusan dalam reduksi maupun sajiannya, maka penyusun
dapat kembali melakukan kegiatan pengumpulan data yang sudah terfokus
untuk mencari pendukung kesimpulan yang ada dan juga bagi pendalaman
data (HB. Sutopo, 2002:95 – 96).
Setelah proses analisis data dengan model interaktif menghasilkan
hasil penelitian, kemudian penyusun melakukan interpretasi atau penafsiran
terhadap hasil penelitian tersebut yaitu dengan cara menafsirkan masukan
setiap kelompok data sesuai dengan kerangka teori yang digunakan. Hal ini
dilakukan dengan acuan teori yang dibandingkan dengan pengalaman, praktik,
atau penilaian dan pendapat penyusun. Dalam penelitian ini secara garis besar,
penyusun memperoleh data dari narasumber secara tertulis atau lisan,
kemudian dikumpulkan. Langkah berikutnya adalah mencari hubungan
dengan data yang ada dan disusun secara logis, sistematis berdasar kajian
yuridis, sehingga diperoleh gambaran secara jelas tentang pelaksanaan
restrukturisasi kredit serta kedudukan jaminan di dalam pelaksanaan
restrukturisasi kredit sebagai upaya penyelamatan kredit bermasalah di BRI
Cabang Karanganyar.
F. Sistematika Penulisan Hukum
Sistematika penulisan dalam penelitian hukum ini terdiri dari empat (4)
bab yaitu pendahuluan, tinjauan pustaka, pembahasan, dan penutup. Selain itu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
ditambah dengan daftar pustaka, adapun sistematika yang terperinci adalah
sebagai berikut :
BAB I : PENDAHULUAN
Pada bab ini penyusun mengemukakan mengenai latar
belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian,
manfaat penelitian, metode penelitian, dan sistematika
penulisan hukum.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini penyusun memaparkan sejumlah landasan teori
dari para pakar dan doktrin hukum berdasarkan literatur-
literatur yang berhubungan dengan permasalahan penelitian
yang diangkat. Tinjauan pustaka dibagi menjadi dua (2)
yaitu:
1. Kerangka teori, yang berisikan tinjauan mengenai
kedudukan jaminan di dalam pelaksanaan restrukturisasi
kredit sebagai upaya penyelamatan kredit bermasalah di
dalam dunia perbankan antara lain tinjauan tentang
jaminan, tinjauan tentang perjanjian, tinjauan tentang
kredit dan kredit bermasalah, serta tinjauan tentang
restrukturisasi kredit.
2. Kerangka pemikiran, yang berisikan gambaran alur
berpikir dari penyusun berupa konsep yang akan
dijabarkan dalam penelitian ini.
BAB III : PEMBAHASAN
Pada bab ini penyusun akan menguraikan pembahasan dan
hasil penelitian yang dilakukan. Berdasarkan dari rumusan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
masalah yang ada, maka dalam bab ini penyusun membahas
dua (2) pokok permasalahan yaitu pelaksanaan dan hambatan
restrukturisasi kredit sebagai upaya dalam penyelamatan
kredit bermasalah di Bank Rakyat Indonesia Cabang
Karanganyar serta tinjauan yuridis terhadap kedudukan dan
akibat hukum jaminan dalam pelaksanaan restrukturisasi
kredit di Bank Rakyat Indonesia Cabang Karanganyar.
BAB IV : PENUTUP
Pada bab ini penyusun mengemukakan kesimpulan dari hasil
penelitian serta memberikan saran yang relevan dengan
penelitian terhadap pihak-pihak yang terkait dengan
penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teoritis
1. Tinjauan Tentang Jaminan
a. Pengertian Jaminan
Istilah atau sebutan jaminan merupakan terjemahan dari Bahasa
Belanda yaitu zekerheid atau cautie yaitu kemampuan debitur untuk
memenuhi atau melunasi perhutangannya kepada kreditur, yang
dilakukan dengan cara menahan benda tertentu yang bernilai ekonomis
sebagai tanggungan atas pinjaman atau utang yang diterima debitur
terhadap krediturnya (Rachmadi Usman, 2008:66).
Pengertian jaminan dalam SK Direksi Bank Indonesia No.
23/69/KEP/DIR tanggal 28 Februari 1991 Tentang Jaminan Pemberian
Kredit yaitu “Jaminan adalah suatu keyakinan kreditur bank atas
kesanggupan debitur untuk melunasi kredit sesuai dengan yang
diperjanjikan”. Pengertian jaminan juga tersirat dalam ketentuan Pasal 8
Undang-Undang No.10 1998 Tentang Perbankan yang menyatakan
”jaminan yaitu suatu keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan
debitur untuk melunasi hutangnya atau mengembalikan pembiayaan
sesuai dengan yang diperjanjikan.”
Pengertian lain tentang jaminan dirumuskan oleh Mariam Darus
Badrulzaman dalam sebuah jurnal hukum bisnis yaitu suatu tanggungan
yang diberikan oleh seorang debitur dan/atau pihak ketiga kepada kreditur
untuk menjamin kewajibannya dalam suatu perikatan (Mariam Darus
Badrulzaman, 2000:12).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
Bedasarkan Undang-Undang Perbankan, dalam memberikan
fasilitas kredit bank diwajibkan untuk mensyaratkan adanya jaminan, hal
tersebut tersurat dalam Pasal 8 UU No.10 Tahun 1998 tentang Perubahan
UU No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan yang menyatakan bahwa
Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip Syariah, Bank Umum wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atas itikad dan kemampuan serta kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi hutangnya atau mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai dengan yang diperjanjikan (Pasal 8 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan).
Berdasarkan ketentuan pasal tersebut keharusan adanya jaminan
terkandung secara tersirat dalam kalimat “ keyakinan berdasarkan analisis
yang mendalam atas itikad dan kemampuan serta kesanggupan nasabah
debitur” dan sekaligus mencerminkan 5C yang salah satunya adalah
collateral (jaminan) yang harus disediakan debitur (Daeng Naja,
2005:206).
Keharusan adanya jaminan dikarenakan jaminan memiliki peran
yang sangat penting di dalam suatu pemberian fasilitas kredit. Hal ini
disebutkan dalam sebuah jurnal yang berjudul “Collateral And Credit
Rationing : A Review Of Recent Empirical Studies As a Guide For Future
Research” yaitu:
The relationship between firms and banks often suffers from uinformational opacity that may result in credit rationing. In theory, providing collateral to the bank can have a mitigating effect on these informational asymmetries and thus solve the credit-rationing problem (Tensie Steijvers and Wim Voordeckers, 2009:9).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
Jurnal tersebut menjelaskan bahwa dalam hubungan antara
pelaku usaha dan bank sering terjadi tidak adanya kejelasan informasi
yang dapat menyebabkan permasalahan di dalam perjanjian kredit. Secara
teori adanya jaminan yang diserahkan pada bank dapat meminimalisir
adanya akibat dari informasi yang tidak seimbang dan juga dapat
menyelesaikan adanya permasalahan di dalam perjanjian kredit. Hal ini
merupakan salah satu kegunaan dari jaminan di dalam pemberian fasilitas
kredit.
Dalam perspektif hukum perbankan, istilah ”jaminan” ini
dibedakan dengan istilah ”agunan”. Undang-Undang Nomor 14 Tahun
1967 Tentang Pokok-Pokok Perbankan tidak mengenal adanya istilah
”agunan” tetapi menggunakan istilah ”jaminan”. Akan tetapi dalam
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan sebagaimana
diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 memberikan
pengertian yang tidak sama dengan istilah ”jaminan” menurut Undang-
Undang Nomor 14 Tahun 1967 Tentang Pokok-Pokok Perbankan
(Rachmadi Usman, 2008:66).
Arti jaminan menurut Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1967
Tentang Pokok-Pokok Perbankan diberi istilah ”agunan” atau
”tanggungan”, sedangkan ”jaminan” menurut Undang-Undang Nomor 7
Tahun 1992 Tentang Perbankan sebagaimana diubah dengan Undang-
Undang Nomor 10 Tahun 1998 memiliki arti lain yaitu ”keyakinan atas
itikad dan kemampuan serta kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi
utangnya atau mengembalikan pembiayaan yang dimaksud sesuai dengan
yang diperjanjikan” (Rachmadi Usman, 2008:66).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
Penjelasan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998
Tentang Perbankan menyebutkan bahwa selain adanya keharusan untuk
mensyaratkan jaminan dalam pemberian fasilitas kredit, bank juga
diperbolehkan untuk mensyaratkan adanya agunan untuk menjamin
pelunasan hutang debitur. Hal tersebut juga diungkapkan oleh Rachmadi
Usman dalam bukunya yang berjudul ”Hukum Jaminan Keperdataan”
yakni bagaimanapun penting unsur-unsur lainnya selain collateral, hal itu
belum menjamin pelunasan atau pinjaman itu seyogyanya diamankan
melalui pengikatan agunan (tambahan) dan kalau perlu diamankan lagi
dengan personal quaranty dan coporate quaranty (Rachmadi Usman,
2008: 67-68).
Istilah agunan dalam ketentuan Pasal 1 angka 23 Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan sebagaimana diubah dengan
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 memiliki pengertian yaitu
jaminan tambahan yang diserahkan Nasabah Debitur kepada bank dalam
rangka pemberian fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip
Syariah. Istilah agunan ini digunakan baik dalam pemberian fasilitas
kredit oleh bank umum atau konvensional maupun dalam pemberian
pembiayaan oleh bank syariah atau bank berdasarkan Prinsip Syariah.
Berdasarkan Pasal 1 angka 23 Undang-Undang Nomor 10 Tahun
1998 tersebut diatas maka istilah ”agunan” merupakan terjemahan dari
istilah collateral merupakan bagian dari istilah ”jaminan” pemberian
kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah. Artinya pengertian
”jaminan” lebih luas daripada pengertian ”agunan”, dimana agunan
berkaitan dengan barang sedangkan jaminan tidak hanya berkaitan
dengan barang saja tetapi juga berkaitan dengan dan character, capacity,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
capital condition of economic dari nasabah yang bersngkutan (Rachmadi
Usman, 2008:67).
Penjelasan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992
Tentang Perbankan sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor
10 Tahun 1998 menyatakan sebagai berikut :
Untuk mengurangi resiko tersebut, jaminan pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah dalam arti keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan Nasabah Debitur untuk melunasi kewajibannya sesuai dengan diperjanjikan merupakan faktor penting yang harus diperhatikan oleh bank. Untuk memperoleh keyakinan tersebut sebelum memberikan kredit, bank harus melakukan penilaian yang seksama terhadap watak, kemampuan, modal, agunan, dan prospek usaha dari Nasabah Debitur.
Lahirnya Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1967 Tentang Pokok-
Pokok Perbankan lebih bersifat collateral oriented. Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan sebagaimana diubah dengan
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 memiliki tujuan untuk mengubah
orientasi bank tersebut yakni dengan memberikan kelonggaran kepada
nasabah dalam hubungannya dengan kesulitan nasabah untuk dapat
menyerahkan agunan (Sutan Remy Sjahdeini, 1999:21-22).
b. Penggolongan Jaminan
Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 1131 dan Pasal 1132 Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata dapat diketahui pembedaan (lembaga hak)
jaminan berdasarkan sifatnya yaitu :
1) Hak jaminan yang bersifat umum
Jaminan yang bersifat umum ditujukan kepada kreditur dan
mengenai segala kebendaan debitur. setiap kreditur memiliki hak
yang sama untuk mendapatkan pelunasan hutang dari hasil
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
pendapatan penjualan segala kebendaan yang dipunyai debitur,
dalam hal ini kreditur berkedudukan menjadi kreditur konkuren. Hak
jaminan yang bersifat umum ini timbul dari undang-undang,
sehingga hak jaminan yang bersifat umum tidak perlu diperjanjikan
sebelumnya sehingga kreditur konkuren secara bersamaan
memperoleh hak jaminan yang bersifat umum dikarenakan oleh
undang-undang.
2) Hak jaminan yang bersifat khusus
Hutang yang diberikan kepada debitur dapat diikat dengan hak
jaminan yang bersifat khusus sehingga kreditur memiliki hak
preferensi dalam pelunasan piutangnya. Berdasarkan ketentuan
Pasal 1133 KUHPerdata, diketahui bahwa hak jaminan yang
bersifat khusus itu terjadi karena :
a) diberikan atau ditentukan oleh undang-undang sebagai piutang
yang diistimewakan (Pasal 1134 KUHPerdata).
b) diperjanjikan antara debitur dan kreditur sehingga menimbulkan
hak preferensi bagi kreditur atas benda tertentu yang diserahkan
debitur.
Hak jaminan yang bersifat khusus ini dapat dibedakan atas:
a) Hak jaminan yang bersifat kebendaan (zakelijke
zekerheidsrecht).
b) Hak jaminan yang bersifat perorangan (persoonlijke
zekerheidsrecht) (Rachmadi Usman, 2008:76).
Hermansyah juga menggolongkan jaminan berdasarkan sifatnya
menjadi 2 (dua) yaitu:
1) Jaminan Kebendaan
Jaminan kebendaan merupakan suatu tindakan berupa suatu
penjaminan yang dilakukan oleh kreditur terhadap debiturnya, atau
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
antara kreditur dengan seorang pihak ketiga guna menjamin
dipenuhinya kewajiban-kewajiban dari debitur (Hermansyah,
2011:74).
Jaminan materiil atau kebendaan yang masih berlaku dan
digunakan sebagai benda jaminan dalam perjanjian kredit perbankan
hingga saat ini terdiri dari :
a) Hipotik
Pengertian hipotik di dalam Pasal 1162 BW adalah suatu hak
kebendaan atas benda-benda tak bergerak, untuk mengambil
penggantian dari padanya bagi pelunasan suatu perikatan misalnya
hipotek pesawat terbang dan kapal laut.
b) Hak Tanggungan
Pengertian hak Tanggungan terdapat dalam Pasal 1 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan
yaitu hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah
sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-Undang No. 15
Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria
berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu
kesatuan dengan tanah itu untuk pelunasan hutang tertentu yang
memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu
dan terhadap kreditur-kreditur lainnya. Ada lima jenis hak atas
tanah yang dapat dijaminkan dengan hak tanggungan yaitu hak
milik, hak guna bangunan, hak guna usaha, hak pakai, serta hak
atas tanah berikut bangunan, tanaman, dan hasil karya yang telah
ada atau akan ada merupakan hak milik pemegang hak atas tanah.
c) Jaminan Fidusia
Jaminan Fidusia diatur di dalam Undang-Undang Nomor 42
Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia. Pengertian jaminan fidusia
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud
maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya
bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang
Hak Tanggungan.
2) Jaminan Perorangan (persoonlijke zekerheidsrecht).
Jaminan perseorangan atau jaminan pribadi adalah jaminan
seorang pihak ketiga yang bertindak untuk menjamin dipenuhinya
kewajiban-kewajiban dari debitur. Dalam pengertian lain, dikatakan
bahwa jaminan perseorangan adalah suatu perjanjian antara seorang
berpiutang (kreditur) dengan seorang pihak ketiga, yang menjamin
dipenuhinya kewajiban-kewajiban debitur (Hermansyah, 2011:74).
Jaminan perorangan dan garansi, diatur dalam Buku III Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata, dalam bentuk:
a) Penanggungan hutang (Borgtoght) Pasal 1820 Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata.
b) Perjanjian Garansi/indemnity (Surety Ship) Pasal 1316 Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata.
Agunan dibedakan menjadi 2 (dua) macam dimana hal tersebut
ditegaskan dalam Penjelasan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 10 Tahun
1998 Tentang Perbankan yaitu:
1) Agunan pokok
Pengertian agunan pokok adalah barang, surat berharga atau garansi
yang berkaitan langsung dengan objek yang dibiayai dengan kredit
yang bersangkutan, seperti barang-barang atau proyek-proyek yang
dibeli dengan kredit yang dijaminkan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
2) Agunan tambahan
Agunan tambahan adalah barang, surat berharga atau garansi yang
tidak berkaitan langsung dengan objek yang dibiayai dengan kredit
yang bersangkutan.
c. Perjanjian Jaminan
Perjanjian jaminan tidak dapat berdiri sendiri tanpa adanya
perjanjian pendahuluan atau pokok yang mendahuluinya. Hal ini
dikarenakan perjanjian jaminan merupakan perjanjian asesor (accesoir),
tambahan, atau ikutan. Sebagai perjanjian asesor, eksistensi perjanjian
jaminan ditentukan oleh ada dan hapusnya perjanjian pokoknya. Pada
umumnya perjanjian pendahuluan ini berupa perjanjian hutang piutang,
perjanjian pinjam meminjam, perjanjian kredit, dan perjanjian lainnya.
Perjanjian hutang piutang atau kredit diperjanjikan pula antara debitur
dan kreditur bahwa pinjaman kredit telah dibebani dengan suatu jaminan
yang selanjutnya diikuti dengan pengikatan jaminan yang dapat berupa
pengikatan jaminan kebendaan maupun perorangan (Rachmadi Usman,
2008:86).
Prinsip dasar jaminan berupa agunan yang bersifat accesoir juga
diatur dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak
Tanggungan, apabila salah satu jaminan yang digunakan dalam
pemberian kredit adalah jaminan hak tanggungan. Perjanjian hak
tanggungan lahir dengan adanya pendaftaran setelah disepakatinya
perjanjian kredit sebagai perjanjian pokok sehingga sifat perjanjian
jaminan hak tanggungan ini adalah tambahan (accesoir). Menurut Pasal 1
angka (5) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
Tanggungan pengikatan jaminan terhadap hak tanggungan yang
merupakan perjanjian accesoir (tambahan) tersebut berupa “Akta
Pemberian Hak Tanggungan (APHT) yang merupakan akta PPAT yang
berisi pemberian hak tanggungan kepada kreditur tertentu sebagai
jaminan untuk pelunasan utang”.
d. Bentuk Perjanjian Jaminan
Perjanjian pembebanan jaminan dapat dilakukan dalam bentuk
lisan dan tertulis. Perjanjian pembebanan dalam bentuk lisan biasanya
dilakukan dalam kehidupan masyarakat pedesaan, masyarakat yang satu
membutuhkan pinjaman uang kepada masyarakat yang ekonominya lebih
tinggi. Biasanya pinjaman itu cukup dilakukan secara lisan. Adapun
perjanjian pembebanan jaminan dalam bentuk tertulis, biasanya dilakukan
dalam dunia perbankan, lembaga keuangan non-bank maupun lembaga
pegadaian (Salim HS, 2004: 30-31).
Rachmadi Usman mengatakan apabila pembebanan jaminan
dilakukan dalam bentuk tertulis, maka bisa dilakukan dengan
menggunakan akta dibawah tangan dan akta otentik. Akta dibawah tangan
adalah suatu akta yang dibuat dan ditandatangani oleh para pihak saja
tanpa bantuan seorang pejabat umum. Akta autentik adalah suatu akta
yang dibuat oleh atau di hadapan seorang pejabat umum yang berwenang
untuk itu sepeti notaris, dimana bentuk aktanya sudah ditentukan oleh
undang-undang (Rachmadi Usman, 2008:87).
Pembebanan perjanjian lembaga hak jaminan lainnya yang
diwajibkan dilakukan dengan akta autentik yaitu :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
1) Akta Hipotek Kapal untuk pembebanan perjanjian jaminan hipotek
atau kapal, yang dibuat oleh Pejabat Pendaftar dan Pencatat Balik
nama Kapal;
2) Surat Kuasa Membebankan Hipotek (SMHT) yang dibuat oleh atau di
hadapan notaris;
3) Akta Pemberian Hak Tanggunan (APHT), yang dibuat oleh Pejabat
Pembuat Akta Tanah;
4) Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) yang dibuat
oleh Notaris atau Pejabat Pembuat Akta Tanah;
5) Akta Jaminan Fidusia (AJF) yang dibuat oleh Notaris (Rachmadi
Usman, 2008:88).
2. Tinjauan Tentang Perjanjian
Definisi perjanjian di dalam Pasal 1313 KUH Perdata yaitu suatu
perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih
mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih. Perjanjian adalah suatu
peristiwa di mana seorang berjanji kepada orang lain atau di mana 2 (dua)
orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal.
Perjanjian merupakan sumber terpenting yang melahirkan perikatan.
Perikatan yang berasal dari perjanjian dikehendaki oleh dua orang atau dua
pihak yang membuat perjanjian, sedangkan perikatan yang lahir dari undang-
undang dibuat atas dasar kehendak yang berhubungan dengan perbuatan
manusia yang terdiri dari dua pihak (Suharnoko, 2004:117).
Subekti menyebutkan definisi dari perjanjian adalah “suatu peristiwa
dimana seseorang berjanji kepada orang lain atau dimana dua orang itu saling
berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal” (Subekti, 2005: 9).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
Menurut Subekti, yang termasuk dalam subjek perjanjian antara lain:
a. Orang yang membuat perjanjian harus cakap atau mampu melakukan
perbuatan hukum tersebut, siapapun yang menjadi para pihak dalam suatu
perjanjian harus memenuhi syarat bahwa mereka adalah cakap untuk
melakukan perbuatan hukum.
b. Ada kesepakatan yang menjadi dasar perjanjian yang harus dicapai atas
dasar kebebasan menentukan kehendaknya (tidak ada paksaan, kekhilafan,
atau penipuan) dengan adanya kesepakatan diantara kedua belah pihak
yang membuat perjanjian, maka perjanjian itu mengikat mereka yang
membuatnya (Subekti, 2005:36).
Perjanjian yang sah artinya perjanjian yang memenuhi syarat yang
telah ditentukan oleh undang-undang, sehingga perjanjian tersebut diakui
oleh hukum (legally concluded contract). Pasal 1320 KUHPerdata
menyatakan untuk sahnya perjanjian diperlukan 4 (empat) syarat yaitu:
a. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;
b. Cakap untuk membuat suatu perjanjian;
c. Mengenai suatu hal tertentu;
d. Suatu sebab yang halal (Subekti, 2005:17).
Berdasarkan hal-hal yang diperjanjikannya, perjanjian dibagi menjadi
tiga (3) macam yaitu:
a. perjanjian untuk memberikan atau menyerahkan suatu barang;
b. perjanjian untuk berbuat sesuatu;
c. perjanjian untuk tidak berbuat sesuatu (Subekti, 2005:34).
Subekti mengatakan bahwa ada tiga (3) sumber norma-norma yang
ikut mengisi suatu perjanjian yaitu :
a. undang-undang;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
b. kebiasaan;
c. kepatutan (Subekti, 2005:34).
Setiap perjanjian diperlengkapi dengan aturan-aturan yang terdapat
dalam undang-undang, yang terdapat dalam adat-kebiasaan (di suatu tempat
dan kalangan tertentu), sedangkan kewajiban-kewajiban yang diharuskan oleh
kepatutan (norma-norma kepatutan) juga harus diindahkan sehingga ketiga
norma tersebut saling berkaitan di dalam penerapannya (Subekti, 2005:34).
Asas-asas dalam hukum perjanjian adalah sebagai berikut:
a. Asas kebebasan berkontrak
Pengertian asas ini adalah setiap orang mengadakan suatu perjanjian
berupa apa saja, baik bentuknya, isinya dan pada siapa perjanjian itu
ditujukan. Asas ini dapat disimpulkan dari Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata
yang berbunyi “Semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai
Undang-Undang bagi mereka yang membuatnya”. Tujuan dari pasal di atas
adalah bahwa pada umumnya suatu perjanjian itu dapat dibuat secara bebas
untuk membuat atau tidak membuat perjanjian, bebas untuk mengadakan
perjanjian dengan siapapun, bebas untuk menentukan syarat-syarat, dan bebas
untuk menentukan bentuknya, yaitu tertulis atau tidak tertulis dan seterusnya.
Berdasarkan pasal tersebut dapat disimpulkan bahwa masyarakat
diperbolehkan membuat perjanjian yang berupa dan berisi apa saja dan
perjanjian itu mengikat mereka yang membuatnya seperti suatu Undang-
Undang. Kebebasan berkontrak dari para pihak untuk membuat perjanjian itu
meliputi:
1) Perjanjian yang telah diatur oleh undang-undang
2) Perjanjian-perjanjian baru atau campuran yang belum diatur dalam undang-
undang.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
Menurut pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata semua
perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka
yang membuatnya. Perjanjian itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan
kesepakatan kedua belah pihak atau karena alasan-alasan yang oleh undang-
undang dinyatakan cukup untuk itu. Perjanjian itu harus dilakukan dengan
itikad baik oleh para pihak (Mariam Darus Badrulzaman, 2001:168).
b. Asas konsensualisme
Perkataan konsensualisme berasal dari bahasa latin consensus yang
berarti sepakat, maka sesuai dengan artinya bahwa konsensualisme adalah
kesepakatan. Asas ini menetapkan bahwa suatu perjanjian itu sudah terjadi
atau sudah dilahirkan pada saat tercapainya kata sepakat dari kedua belah
pihak yang mengadakan perjanjian. Jadi dalam perjanjian sudah ada dan
mempunyai akibat hukum apabila telah ada kata sepakat mengenai hal hal
pokok dalam suatu perjanjian, kecuali perjanjian yang bersifat formal.
c. Asas Kekuatan Mengikat (Pacta Sun Servanda)
Merupakan asas dalam perjanjian yang berhubungan dengan
mengikatnya suatu perjanjian. Perjanjian yang dibuat secara sah oleh para
pihak, mengikat mereka yang membuatnya dan perjanjian tersebut berlaku
seperti undang-undang. Dengan demikian para pihak tidak mendapat kerugian,
karena perbuatan mereka dan juga tidak mendapat keuntungan darinya,
kecuali kalau perjanjian tersebut dimaksudkan untuk pihak ketiga. Maksud
dari asas ini dalam perjanjian, tidak lain untuk mendapatkan kepastian hukum
bagi para pihak yang telah membuat perjanjian itu.
d. Asas berlakunya suatu perjanjian
Pada dasarnya semua perjanjian itu berlaku bagi mereka yang
membuatnya tak ada pengaruhnya bagi pihak ketiga, kecuali yang telah diatur
dalam undang-undang, misalnya perjanjian untuk pihak ketiga. Asas
berlakunya suatu perjanjian diatur dalam Pasal 1315 Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata yang menyatakan bahwa “pada umumnya tidak seorang pun
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
dapat mengikatkan diri atas nama sendiri atau meminta ditetapkannya suatu
perjanjian dari pada untuk dirinya sendiri”.
e. Asas Itikat baik.
Pada saat melaksakan perjanjian harus diingat ketentuan Pasal 1339
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang berbunyi “Perjanjian-perjanjian
itu tidak hanya mengikat untuk hal hal yang dengan tegas dinyatakan
didalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian
diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan atau undang-undang”.
Hal tersebut diatas dipertegas lagi dengan ketentuan dalam Pasal 1347
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang menyatakan bahwa “Hal-hal
yang menurut kebiasaan selamanya diperjanjikan dianggap secara diam diam
dimaksudkan dalam perjanjian meskipun tidak dengan tegas dinyatakan dalam
suatu perjanjian yang dibuat”. Berkaitan dengan pasal tersebut, maka
hendaknya dalam setiap pelaksanaan isi perjanjian didasari oleh itikad baik
(Purwahid Patrik, 1994:46).
Subekti menyatakan bahwa pengertian itikad baik memuat elemen-
elemen sebagai berikut :
1) Kejujuran yaitu dalam pembentukan dan pelaksanaan hak dan
kewajiban hukum;
2) Kepatutan adalah kesadaran dan niat dalam diri para pihak untuk
melakukan (atau tidak melakukan) sesuatu karena sesuatu itu disadari
sebagai tindakan yang baik, sesuai dengan kewajiban moral dan demi
kewajiban moral itu sendiri.
3) Tidak sewenang-wenang, dalam arti bahwa tidak ada fakta yang
menunjukkan niat dan kesadaran dari pihak dengan kedudukan tawar
(bargaining position) yang lebih kuat untuk memanfaatkan
kedudukannya itu untuk memperoleh keuntungan secara tidak wajar
(unreasonable advantage) dari pihak yang lain, yang memiliki posisi
tawar yang lemah (Subekti, 2005: 29).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
Pasal 1338 ayat (3) Kitab Undang Undang Hukum Perdata
menyebutkan bahwa “Semua perjanjian itu harus dilaksanakan dengan itikat
baik”. Hal ini berarti pada saat melaksanakan suatu perjanjian maka harus
berdasarkan kepatutan dan keadilan. Berkaitan dengan pasal ini, maka Subekti
mengemukakan bahwa “apabila itikad baik pada pembuatan perjanjian adalah
kejujuran maka itikad baik dalam pelaksanaan perjanjian adalah kepatutan
yaitu suatu penilaian baik terhadap tindak tanduk para pihak dalam
pelaksanaan perjanjian” (Subekti, 2005:13).
3. Tinjauan Tentang Kredit dan Kredit Bermasalah
a. Kredit
1) Pengertian Kredit
Kata “kredit” berasal dari bahasa latin yaitu Credere yang berarti
kepercayaan. Oleh karena itu dasar dari kredit adalah kepercayaan yang
diberikan seseorang (kreditur) kepada orang lain dan percaya bahwa si
penerima kredit tersebut (debitur) akan melunasi segala sesuatu yang
telah disepakati bersama (Jamal Wiwoho, 2011:89).
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) menyebutkan pengertian
kredit adalah pinjaman uang dengan pembayaran pengembalian secara
mengangsur atau pinjaman sampai batas jumlah tertentu yang diijinkan
oleh bank atau bank lain.
Pengertian kredit juga terdapat dalam Undang-Undang
Perbankan, yang menjelaskan bahwa :
Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak bank lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga (Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
Berdasarkan SK BRI NOKEP:S.94-DIR/ADK/12/2005 tentang
Restrukturisasi Kredit, menjelaskan bahwa :
Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga termasuk : a) Cerukan (overdarft) yaitu saldo negatif pada rekening giro
nasabah yang tidak dapat dibayar lunas pada akhir hari. b) Pengambilalihan tagihan dalam rangka kegiatan anjak piutang. c) Pengambilalihan atau pembelian kredit dari pihak lain.
Perjanjian kredit menurut hukum perdata termasuk dalam
perjanjian pinjam meminjam yang diatur dalam Pasal 1754-1769 Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata. Pasal 1754 Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata menyatakan bahwa:
Pinjam-meminjam ialah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-barang yang menghabisi karena pemakaian, dengan syarat bahwa pihak yang belakangan ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari macam dan keadaan yang sama pula.
Munir Fuady mengemukakan dasar-dasar hukum perjanjian kredit
bank antara lain sebagai berikut :
a) Perjanjian diantara para pihak;
b) Undang-undang tentang perbankan;
c) Peraturan Pelaksanaan dari undang-undang;
d) Yurisprudensi;
e) Kebiasaan perbankan;
f) Peraturan perundang-undangan terkait lainnya (Munir Fuady,
1996:35).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
2) Penggolongan kredit
Jenis-jenis kredit yang disalurkan oleh bank berdasarkan segi
kegunaannya dibagi menjadi 2 (dua) yaitu :
a) Kredit Investasi
Kredit investasi adalah kredit yang biasanya digunakan untuk
keperluan perluasan usaha atau membangun proyek atau pabrik
baru dimana masa pemakaiannya untuk periode yang relatif lebih
lama dan biasanya kegunaan kredit ini adalah untuk kegiatan utama
suatu perusahaan.
b) Kredit Modal Kerja
Pengertian kredit modal kerja yaitu kredit yang digunakan untuk
keperluan peningkatan produksi dalam operasionalnya misalnya
untuk membeli bahan baku, membayar gaji pegawai dll (Kasmir,
2004:76).
Jenis kredit apabila dilihat dari segi jaminan, juga dibagi
menjadi 2 (dua) yaitu :
a) Kredit dengan jaminan
Kredit yang diberikan dengan suatu jaminan tersebut dapat
berbentuk barang berwujud atau tidak berwujud atau jaminan orang.
Artinya setiap kredit yang dikeluarkan akan dilindungi minimal
senilai jaminan atau untuk kredit tertentu jaminan harus melebihi
jumlah kredit yang diajukan si calon debitur.
b) Kredit tanpa jaminan
Kredit yang diberikan tanpa jaminan barang atau orang tertentu.
Kredit jenis ini diberikan dengan melihat prospek usaha, character
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
serta loyalitas atau nama baik si calon debitur selama berhubungan
dengan bank atau pihak lain (Jamal Wiwoho, 2011:94).
3) Prinsip kredit
Pemberian fasilitas kredit memerlukan analisis yang mendalam
mengenai debitur yang harus dilakukan oleh kreditur (pihak bank)
yang berdasarkan pada prinsip 5C yaitu sebagai berikut :
a) Character
Bahwa calon nasabah debitur memiliki watak, moral, dan sifat-
sifat pribadi yang baik. Penilaian terhadap karakter ini
dilakukan untuk mengetahui tingkat kejujuran, integritas, dan
kemauan dari calon nasabah debitur untuk memenuhi
kewajiban dan menjalankan usahanya, informasi dari usaha-
usaha yang sejenis.
b) Capacity (Kemampuan)
Capacity dalam hal ini adalah kemampuan calon nasabah
debitur untuk mengelola kegiatan usahanya dan mampu melihat
prospektif masa depan, sehingga usahanya akan dapat berjalan
dengan baik dan dapat memberikan keuntungan, yang
menjamin bahwa ia mampu melunasi utang kreditnya dalam
jumlah dan jangka waktu yang telah ditentukan.
c) Capital (Modal)
Dalam hal ini bank harus terlebih dahulu melakukan penelitian
terhadap modal yang dimiliki oleh pemohon kredit.
Penyelidikan ini tidak semata-mata didasarkan pada besar
kecilnya modal, akan tetapi lebih difokuskan kepada
bagaimana distribusi modal ditempatkan oleh pengusaha
tersebut, sehingga segala sumber yang telah ada dapat berjalan
efektif.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
d) Collateral (Agunan)
Collateral adalah jaminan untuk persetujuan pemberian kredit
yang merupakan sarana pengaman (back up) atas risiko yang
mungkin terjadi atas wanprestasinya nasabah debitur di
kemudian hari, misalnya terjadi kredit macet.
e) Condition of Economic (Kondisi Ekonomi)
Bahwa dalam pemberian kredit oleh bank, kondisi ekonomi
secara umum dan kondisi secara umum dan kondisi sektor
usaha pemohon kredit perlu memperoleh perhatian dari bank
untuk memperkecil risiko yang mungkin terjadi yang
diakibatkan oleh kondisi ekonomi tersebut (Hermansyah, 2011:
64-65).
4) Kolektibilitas Kredit
Untuk menentukan suatu fasilitas kredit termasuk dalam
kredit lancar atau tidak, maka dapat didasarkan pada kondisi
fasilitas kredit yang disalurkan. Kondisi fasilitas kredit tersebut
dapat dilihat berdasarkan ciri-ciri yang terjadi pada fasilitas kredit
dimana hal tersebut telah diatur dalam Pasal 12 ayat (3) Peraturan
Bank Indonesia No. 7 / 2 / PBI / 2005 tentang Penilaian Kualitas
Aktiva Bank Umum. Berdasarkan ketentuan Pasal 12 ayat (3)
tersebut maka kualitas suatu kredit dapat dibagi menjadi 5 (lima)
kolektibitas yaitu :
a) Kredit Lancar yaitu apabila memenuhi kriteria :
(1) Pembayaran angsuran pokok/bunga tepat;
(2) Memiliki mutasi rekening yang aktif;
(3) Bagian dari kredit yang dijamin agunan tunai.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
b) Kredit dalam perhatian khusus. apabila memenuhi kriteria
sebagai berikut :
(1) Terdapat tunggakan angsuran pokok dan atau bunga yang
belum melampaui 90 hari atau;
(2) Kadang – kadang terjadi cerukan atau;
(3) Mutasi rekening relatif rendah atau;
(4) Jarang terjadi pelanggaran terhadap kontrak yang
diperjanjikan atau;
(5) Didukung oleh pinjaman baru.
c) Kredit kurang lancar, yaitu apabila memenuhi kriteria :
(1) Terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga yang
telah melampaui 90 (sembilan puluh) hari atau;
(2) Sering terjadi cerukan atau;
(3) Frekuensi mutasi rekening relatif rendah atau;
(4) Terjadi pelanggaran kontrak yang diperjanjikan lebih dari 90
(sembilan puluh) hari atau;
(5) Terdapat indikasi masalah keuangan yang dihadapi debitur
atau;
(6) Dokumentasi pinjaman yang lemah.
d) Kredit yang diragukan yaitu apabila memenuhi kriteria:
(1) Terdapat tunggakan angsuran pokok dan atau bunga yang
telah melampaui 180 (seratus delapan puluh hari) atau;
(2) Sering terjadi cerukan yang bersifat permanen atau;
(3) Terjadi wanprestasi lebih dari 180 (seratus delapan puluh
hari).
e) Kredit macet yaitu apabila memenuhi kriteria sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
(1) Terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga yang
telah melampaui 270 (dua ratus tujuh puluh) hari atau;
(2) Kerugian operasional ditutup dengan perjanjian baru atau;
(3) Dari segi hukum maupun pasar, jaminan tidak dapat
dicairkan dengan nilai wajar.
b. Kredit Bermasalah
Kredit bemasalah atau non-performing loan merupakan resiko yang
terkandung dalam setiap pemberian kredit oleh bank. Resiko tersebut
berupa keadaan dimana kredit tidak kembali tepat pada waktunya (Jamal
Wiwoho, 20011:100).
Adanya kredit bermasalah yaitu apabila kredit yang diberikan
tersebut tidak memenuhi kriteria lancar, kurang lancar, dan diragukan atau
memenuhi kriteria diragukan, tetapi dalam jangka waktu 21 bulan sejak
digolongkan diragukan belum ada pelunasan atau usaha penyelamatan
kredit atau kredit tersebut penyelesaiannya telah diserahkan kepada
Pengadilan Negeri atau Badan Urusan Piutang Negara (BUPN), atau telah
diajukan penggantian ganti rugi kepada perusahaan asuransi kredit
(Muhammad Djumhana, 1996: 267).
Pengertian kredit bermasalah adalah kredit yang diklasifikasikan
pembayarannya tidak lancer, yang dilakukan oleh debitur yang
bersangkutan. Dalam hal ini mengandung arti bahwa suatu keadaan dimana
seorang debitur atau nasabah tidak mampu membayar lunas kredit bank
tepat pada waktunya, maka dari itu kredit macet harus secepatnya
diselesaikan agar kerugian yang lebih besar dapat dihindari (Malayu
Hasibuan, 2002:115).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
Kredit bermasalah yaitu apabila diketahui bahwa debitur tidak
mampu melaksanakan prestasinya sesuai jangka waktu yang telah
ditentukan dalam perjanjian maka dapat dikatakan sebagai kredit
bermasalah. Sehingga konsekuensi yuridis bagi debitur yang telah
melakukan wanprestasi tersebut adalah wajib membayar ganti kerugian
kepada krediturnya (Tan Kamello, 2007:4).
4. Tinjauan Umum Tentang Restrukturisasi Kredit
Pengertian restrukturisasi kredit di dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia yaitu penataan kembali. Pengertian restrukturisasi apabila dikaitkan
dengan perbankan menurut Hermansyah dalam bukunya “Hukum Perbankan
Indonesia” adalah:
Restruktursasi kredit merupakan penataan kembali mengenai persyaratan kredit atau perubahan syarat-syarat perjanjian kredit yang telah dibuat antara pihak bank dengan kreditur. Perubahan persyaratan kredit ini berupa perpanjangan waktu kredit, pemberian tambahan kredit atau melakukan konversi atas seluruh atau sebagian kredit menjadi perusahaan (Hermansyah, 2007:71-72).
Ketentuan Pasal 1 Peraturan Bank Indonesia No: 7/2/PBI/2005
Tentang Penilaian Kualitas Aktiva menyebutkan bahwa restrukturisasi kredit
merupakan upaya perbaikan yang dilakukan bank dalam kegiatan perkreditan
terhadap debitur yang mengalami kesulitan untuk memenuhi kewajibannya,
yang dilakukan antara lain melalui:
a. penurunan suku bunga;
b. perpanjangan jangka waktu kredit;
c. pengurangan tunggakan bunga kredit;
d. pengurangan tunggakan pokok kredit;
e. penambahan fasilitas kredit;
f. konversi kredit menjadi penyertaan modal sementara.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
Ketentuan dalam Pasal 51 Peraturan Bank Indonesia No: 7/2/PBI/2005
Tentang Penilaian Kualitas Aktiva menyatakan bahwa restrukturisasi kredit
hanya dapat dilakukan terhadap debitur yang memenuhi kriteria sebagai
berikut:
a. debitur mengalami kesulitan pembayaran pokok dan atau bunga kredit;
b. debitur memiliki prospek usaha yang baik dan mampu memenuhi
kewajiban setelah kredit direstrukturisasi.
Pasal 52 Peraturan Bank Indonesia No: 7/2/PBI/2005 Tentang
Penilaian Kualitas Aktiva menjelaskan bahwa bank dilarang melakukan
restrukturisasi kredit dengan tujuan hanya untuk menghindari:
a. penurunan penggolongan kualitas kredit;
b. peningkatan pembentukan Penyisihan Penghapusan Aktiva (PPA);
c. penghentian pengakuan pendapatan bunga secara akrual.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
B. Kerangka Pemikiran
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
Gambar 2. Kerangka Pemikiran
Penjelasan :
Jaminan
Kredit
Perjanjian Kredit Pasal 1313,1320,1338
KUHPerdata
Kredit bermasalah
Penyelamatan kredit bermasalah
Debitur (Nasabah)
Kreditur (BRI Cabang Karanganyar)
Restrukturisasi Kredit
Bagaimana pelaksanaan dan hambatan
restrukturisasi kredit?
Bagaimana kedudukan dan akibat hukum
jaminan dalam restrukturisasi kredit?
Kredit Lancar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
Nasabah mengajukan permohonan fasilitas kredit kepada BRI Cabang
Karanganyar. Permohonan fasilitas kredit tersebut disetujui oleh pihak bank
setelah bank melakukan analisis terhadap nasabah dan jaminan serta agunan
yang telah diserahkan oleh nasabah sebagai syarat pemberian fasilitas kredit.
Pihak BRI Cabang Karanganyar dan nasabah kemudian membuat dan
menyepakati perjanjian kredit dan perjanjian pengikatan jaminan yang dibuat
secara notariil. Perjanjian tersebut dibuat berdasarkan pada ketentuan Pasal
1320, 1332, 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan menimbulkan
perikatan antara nasabah sebagai debitur dan BRI Cabang Karangnyar sebagai
kreditur yang masing-masing memiliki hak dan kewajiban sesuai yang telah
disepakati dalam perjanjian kredit oleh para pihak dan tunduk pada ketentuan
dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun1998 Tentang Perbankan.
Selama jangka waktu pengembalian pinjaman oleh debitur terdapat 2
(dua) kemungkinan yang terjadi yaitu kredit lancar dan kredit bermasalah.
Dalam hal terjadinya pembayaran kredit yang tidak lancar atau kredit
bermasalah oleh debitur baik berupa pokok hutang, bunga maupun denda maka
dapat menimbulkan kerugian bagi kreditur. Salah satu upaya yang dilakukan
oleh BRI Cabang Karanganyar untuk mengatasi kredit bermasalah tersebut
adalah melalui restrukturisasi kredit. Berdasarkan hal tersebut penulis ingin
mengetahui bagaimana pelaksanaan dan hambatan restrukturisasi kredit sebagai
upaya penyelamatan kredit bermasalah di BRI Cabang Karanganyar serta
bagaimana kedudukan dan akibat hukum jaminan dalam pelaksanaan
restrukturisasi kredit tersebut.
BAB III
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
A. Hasil Penelitian
1. Pelaksanaan dan Hambatan Restrukturisasi Kredit Sebagai Upaya
Penyelamatan Kredit Bermasalah di BRI Cabang Karanganyar
a. Pelaksanaan Restrukturisasi Kredit di BRI Cabang Karanganyar
Pemberian fasilitas kredit dari suatu lembaga keuangan yaitu bank
kepada masyarakat merupakan salah satu bentuk kegiatan atau usaha yang
wajib dilaksanakan oleh bank sesuai dengan ketentuan Pasal 3 Undang-
Undang No 10 Tahun 1998 tentang Perbankan. Hal ini terkait pula dengan
fungsi dasar bank yaitu menghimpun dana masyarakat dan menyalurkan
kembali dana tersebut kepada masyarakat. Penelitian ini juga mengambil
lokasi dan kasus di sebuah bank yaitu Bank Rakyat Indonesia Tbk Cabang
Karanganyar (BRI Cabang Karanganyar) untuk meneliti lebih lanjut
mengenai pelaksanaan fungsi bank tersebut.
Bank Rakyat Indonesia merupakan salah satu bank milik
pemerintah yang melaksanakan fungsi perbankan. Bank BRI dalam
mewujudkan visinya yaitu menjadi bank komersial terkemuka yang selalu
mengutamakan kepuasan nasabah, berusaha memberikan beragam jasa dan
layanan perbankan bagi para nasabah baik masyarakat di wilayah
Kabupaten Karanganyar maupun sekitarnya. Salah satu jasa dan layanan
perbankan yang diberikan oleh BRI Cabang Karanganyar yaitu fasilitas
pinjaman bagi para nasabah.
(http://www.bri.co.id/JasaLayanan/Pinjaman/tabid/72/Default.aspx, diakses
pada tanggal 20 April 2011, pukul 20.55 WIB).
Berdasarkan penelitian penulis, jenis fasilitas kredit yang diberikan
oleh BRI Cabang Karanganyar ada 2 (dua) yaitu :
1) Kredit Tanpa Jaminan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
Fasilitas kredit yang tidak memerlukan adanya jaminan berupa agunan
yaitu Kredit Usaha Rakyat (KUR) BRI dan KUR TKI BRI.
2) Kredit Dengan Jaminan.
Fasilitas pinjaman atau kredit yang mensyaratkan adanya jaminan antara
lain fasilitas kredit dalam bidang kredit mikro, kredit ritel, kredit
menengah, dan kredit program (Wawancara dengan Bp Novy Sutarno
Hermawan selaku Account Officer BRI Cabang Karanganyar pada
tanggal 15 April 2011 pukul 15.00 WIB).
PT Bank Rakyat Indonesia Tbk merupakan salah satu bank milik
pemerintah yang juga menyediakan fasilitas kredit tanpa jaminan yakni
Kredit Usaha Rakyat (KUR) dalam rangka pengembangan pelayanan usaha
berskala mikro sekaligus mengantisipasi persaingan serta untuk
mendukung program pemerintah. KUR merupakan salah satu progam
pemerintah yang berupa pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan
Koperasi (UMKMK), penciptaan lapangan kerja, dan penanggulangan
kemiskinan berupa fasilitas pembiayaan yang dapat diakses oleh UMKM
dan koperasi terutama yang memiliki usaha yang layak namun belum
bankable yaitu dalam bidang usaha produktif berupa pertanian, perikanan
dan kelautan, perindustrian, kehutanan dan jasa keuangan simpan pinjam.
Dasar hukum fasilitas KUR ini adalah Peraturan Presiden No.2 Tahun 2008
tentang Lembaga Penjaminan dan Inpres No.6 Tahun 2007 Tentang
Kebijakan Percepatan Sektor Riil dan Pemberdayaan UMKMK serta nota
kesepahaman yang telah disepakati oleh pihak pemerintah, perusahaan
penjamin dan pihak perbankan termasuk PT Bank Rakyat Indonesia Tbk.
Berdasarkan penelitian penulis, BRI Cabang Karanganyar
menyediakan fasilitas pinjaman KUR yang pelaksanaannya didasarkan
pada SE Direksi BRI No:S.4-DIR/ADK/01/2008 tgl.21/01/2008 tentang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
Kredit Usaha Rakyat. Kredit Usaha Rakyat (KUR) Linkage Program adalah
kredit modal kerja dengan plafond kredit secara total eksposure sampai
dengan Rp.500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) yang diberikan kepada
Koperasi Simpan Pinjam (KSP), Badan Kredit Desa (BKD), Baitul Mal
Wa Tanwil (BMT), atau Lembaga Keuangan Mikro (LKM) lainnya dengan
pola penjaminan melalui Linkage Program. Berdasarkan Surat Edaran
tersebut, fasilitas pinjaman KUR ini merupakan kredit tanpa jaminan
artinya dalam pemberian KUR pihak bank hanya mensyaratkan adanya
agunan pokok berupa proyek/usaha yang dibiayai, apabila debitur dapat
menyediakan agunan tambahan maka nilainya tidak harus mengcover
pinjamannya (Wawancara dengan Bp Novy Sutarno Hermawan selaku
Account Officer BRI Cabang Karanganyar pada tanggal 28 Juni 2011 pukul
16.30 WIB).
Berdasarkan penelitian penulis, pemberian fasilitas KUR di BRI
Cabang Karanganyar juga tidak luput dari terjadinya kredit bermasalah.
Penyelesaian kredit bermasalah tersebut tidak melalui restrukturisasi kredit,
melainkan dengan mengajukan klaim ganti rugi dari perusahaan penjamin
yang telah ditunjuk pemerintah, yaitu PT Asuransi Kredit Indonesia (PT
Askrindo) dan Perum Jaminan Kredit Indonesia (Jamkrindo). Pengajuan
klaim ganti rugi tersebut hanya diperuntukan untuk kredit dengan tingkat
kolektibilitas ”Diragukan”. Besarnya maksimal prosentase penjaminan atas
klaim kredit bermasalah dijamin oleh perusahaan penjamin tersebut yaitu
sebesar 70% dari sisa plafond kredit yang belum dibayar oleh debitur
sedangkan bagian yang menjadi risiko BRI adalah sebesar 30% dari
plafond kredit yang tidak diganti oleh Penjamin (Wawancara dengan Bp
Novy Sutarno Hermawan selaku Account Officer BRI Cabang Karanganyar
pada tanggal 28 Juni 2011 pukul 16.30 WIB).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
Penulis mengambil sebuah contoh pelaksanaan restrukturisasi kredit
sebagai upaya penyelamatan kredit bermasalah yang merupakan kredit
dengan jaminan yang terjadi di BRI Cabang Karanganyar untuk
mempertajam analisa penulis dalam penelitian ini. Contoh pelaksanaan
restrukturisasi tersebut setidaknya dapat mewakili beberapa pelaksanaan
restrukturisasi kredit lainnya yang sama-sama menyangkut penyelamatan
kredit bermasalah di BRI Cabang Karanganyar. Fasilitas kredit yang diteliti
penulis ini merupakan kredit dengan jaminan dalam bidang bisnis ritel
yaitu Kredit Modal Kerja (KMK). Pelaksanaan restrukturisasi kredit ini
berdasarkan pada ketentuan dan arahan Bank Indonesia yang diatur dalam
Peraturan Bank Indonesia No.7/2/PBI/2005 Tentang Penilaian Kualitas
Aktiva Bank Umum.
Kredit Modal Kerja adalah salah satu layanan yang diberikan BRI
Cabang Karanganyar yang bertujuan untuk membiayai tambahan modal
kerja yaitu piutang dan tambahan persediaan. Seiring berkembangnya
usaha dan meningkatnya kebutuhan modal kerja para nasabah pengusaha,
Bank BRI mampu dan bersedia melayani kebutuhan penambahan plafond
(suplesi) kredit. Bank BRI memberikan alternatif bentuk pembiayaan kredit
dalam Kredit Modal Kerja ( KMK) sebagai berikut :
1) Skim plafond kredit menurun dengan jangka waktu maksimal 3 tahun;
2) Skim plafond kredit tetap dengan jangka waktu maksimal 1 tahun.
(Fasilitas Pinjaman Kredit Modal Kerja (KMK)
http://www.bri.co.id/JasaLayanan/Pinjaman/tabid/72/Default.aspx,
diakses pada tanggal 20 April 2011, pukul 21.00 WIB).
Pelaksanaan restrukturisasi kredit tersebut merupakan upaya yang
dilakukan untuk menyelamatkan kasus kredit bermasalah yang terjadi.
Kasus ini berawal pada tahun 2006 dimana Tuan X adalah nasabah yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
berdomisili di Kabupaten Karanganyar mengajukan aplikasi Kredit Modal
Kerja (KMK) kepada BRI Cabang Karanganyar. Tujuan dari penggunan
kredit tersebut adalah untuk menambah modal kerja dagang hasil bumi atau
pertanian sebagai pengepul dan pengecer yang berlokasi di Pasar
Mojogedang, Kabupaten Karanganyar (Wawancara dengan Bp Novy
Sutarno Hermawan selaku Account Officer BRI Cabang Karanganyar pada
tanggal 15 April 2011 pukul 15.00 WIB).
Berdasarkan penelitian penulis, Account Officer BRI Cabang
Karanganyar melakukan analisis terhadap permohonan kredit calon debitur
dengan prinsip kehati-hatian sebagaimana yang telah diamanatkan dalam
Pasal 29 ayat (2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang
Perbankan. Penerapan prinsip tersebut dilakukan dengan melakukan
analisis terhadap debitur berdasarkan analisis kelayakan 5C yaitu
character, capacity, capital, collateral, dan condition yang dimiliki oleh
calon debitur. Selain itu, pihak BRI Cabang Karanganyar juga melakukan
penilaian calon debitur yang disebut dengan ”on the spot” yaitu pencarian
informasi yang secara mendalam mengenai calon debitur melalui
pengamatan maupun observasi pada lingkungan sekitar debitur yaitu
tetangga, nasabah lama BRI, serta BRI Unit di sekitar tempat tinggal
debitur yang mengetahui secara langsung mengenai debitur hal ini
bertujuan untuk memperoleh informasi yang sebenar-benarnya mengenai
debitur (Wawancara dengan Bp Novy Sutarno Hermawan selaku Account
Officer BRI Cabang Karanganyar pada tanggal 28 Juni 2011 pukul 16.30
WIB).
Berdasarkan hasil analisis serta rekomendasi Account Officer maka
pengajuan aplikasi kredit tersebut disetujui. Pada tanggal 29 Mei 2006,
nasabah dan BRI Cabang Karanganyar menandatangani Surat Perjanjian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
Kredit No.258 tertanggal 29 Mei 2006 yang merupakan akta perjanjian
notariil. Perjanjian kredit tersebut dibuat oleh dan dihadapan notaris karena
menurut ketentuan pemberian kredit di BRI Cabang Karanganyar, jumlah
plafond kredit yang berjumlah lebih dari Rp 50.000.000,- (lima puluh juta
rupiah) perjanjian kreditnya harus dibuat secara notariil (Wawancara
dengan Bp Novy Sutarno Hermawan selaku Account Officer BRI Cabang
Karanganyar pada tanggal 19 April 2011 pukul 15.30 WIB).
Secara prakteknya di BRI Cabang Karanganyar seluruh syarat serta
ketentuan perjanjian kredit telah dipersiapkan oleh pihak bank kemudian
diserahkan kepada notaris untuk dirumuskan ke dalam akta notariil karena
pada dasarnya dalam pembuatan suatu perjanjian seorang notaris hanya
bertugas merumuskan apa yang diinginkan para pihak dalam suatu
perjanjian. Penandatanganan perjanjian kredit tersebut telah menimbulkan
hubungan hukum hutang-piutang yakni nasabah sebagai debitur dan BRI
Cabang Karanganyar sebagai kreditur.
Pihak BRI Cabang Karanganyar sebagai kreditur mensyaratkan
adanya jaminan serta agunan sesuai dengan Pasal 8 Undang-Undang
Nomor 10 Tahun1998 Tentang Perbankan. Agunan yang disyaratkan
tersebut adalah agunan pokok yang berupa usaha debitur yang dibiayai oleh
fasilitas KMK dan agunan tambahan antara lain sebagai berikut:
1) Sebidang tanah dengan Sertifikat Hak Milik (SHM) No.670;
2) Sebidang tanah dengan Sertifikat Hak Milik (SHM) No.1919;
3) Sebidang tanah dengan Sertifikat Hak Milik (SHM) No.1331;
4) Tanah dan bangunan dengan Sertifikat Hak Milik (SHM) No.1252
(Wawancara dengan Bp Novy Sutarno Hermawan selaku Account
Officer BRI Cabang Karanganyar pada tanggal 19 April 2011 pukul
15.30 WIB).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
Berdasarkan ketentuan dalam perjanjian kredit, plafond kredit yang
diberikan adalah Rp 50.000.000 (lima puluh juta rupiah) dengan bunga
sebesar 14% setahun. Beberapa waktu kemudian untuk menambah modal
usahanya, debitur menambah jumlah plafond kreditnya sebesar Rp
50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) kemudian debitur menambah
pinjaman lagi sebesar 75.000.000,- (tujuh puluh lima juta rupiah) sehingga
jumlah hutang pokok debitur secara keseluruhan berjumlah Rp
175.000.000,- (seratus tujuh puluh lima juta rupiah), dalam jangka waktu 1
tahun dengan tanggal realisasi pada 8 Oktober 2009 serta tanggal jatuh
tempo pada 8 Oktober 2010.
Pada awalnya debitur dapat membayar pengembalian kredit sesuai
dengan kesepakatan berupa hutang pokok beserta bunganya, namun pada
pertengahan tahun 2010 debitur mulai kesulitan membayar pokok
hutangnya dan hanya mampu membayar bunganya secara tidak penuh
(kurang). Hal ini terus berlangsung hingga melewati tanggal jatuh tempo
pembayaran kredit tersebut hingga awal tahun 2011. Pihak BRI Cabang
Karanganyar sudah berusaha melakukan penagihan agar debitur segera
melunasi seluruh kewajibannya kembali. Akan tetapi debitur menyatakan
tidak dapat memenuhi kewajiban pembayarannya dikarenakan usaha yang
dijalankan oleh debitur sedang mengalami penurunan usaha.
Pembayaran yang tidak lancar tersebut berpotensi menimbulkan
resiko terjadinya kredit bermasalah atau non-performing loan. Berdasarkan
tingkat kolektibilitasnya, fasilitas kredit tersebut termasuk dalam kategori
“Dalam Perhatian Khusus”. Hal tersebut mendorong kreditur untuk segera
bertindak agar kredit tersebut tidak berubah menjadi kredit macet karena
hal ini sangat berpengaruh terhadap penilaian kualitas aktiva bank itu
sendiri. Atas dasar inilah kreditur menganggap perlu melakukan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
penyelamatan terhadap kredit bermasalah dengan mengadakan prakarsa
restrukturisasi kredit yang dilakukan oleh Account Officer secara silang
(Wawancara dengan Bp Novy Sutarno Hermawan selaku Account Officer
BRI Cabang Karanganyar pada tanggal 19 April 2011 pukul 15.30 WIB).
Berdasarkan penelitian penulis, pelaksanaan restrukturisasi kredit di
BRI Cabang Karanganyar berpedoman pada peraturan perundang-
undangan yang berlaku yaitu Undang-Undang Nomor 10 Tahun1998
Tentang Perbankan, Peraturan Bank Indonesia No. 7/2/PBI/2005 Tentang
Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum, Surat Edaran Bank Indonesia No.
26/4/BPPP Tentang Tata Cara Penilaian Tingkat Kesehatan Bank, serta SK
BRI NOKEP:S.94-DIR/ADK/12/2005 tentang Restrukturisasi Kredit.
Landasan utama dalam pelaksanaan restrukturisasi kredit ini adalah SK
BRI NOKEP:S.94-DIR/ADK/12/2005 tentang Restrukturisasi Kredit. Hal
ini dikarenakan SK tersebut merupakan kebijakan yang dibuat secara
khusus sesuai dengan AD/ART PT Bank Rakyat Indonesia Tbk sehingga
apabila dalam pelaksanaan restrukturisasi kredit berpedoman terhadap SK
tersebut maka penerapannya akan lebih mudah dan sistematis (Wawancara
dengan Bp Novy Sutarno Hermawan, SH, selaku Account Officer BRI
Cabang Karanganyar pada tanggal 19 April 2011 pukul 15.30 WIB).
Berdasarkan penelitian penulis, untuk dapat dilakukan
restrukturisasi kredit, debitur harus memenuhi syarat-syarat restrukturisasi
kredit sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 4 ayat (2) SK BRI
NOKEP:S.94-DIR/ADK/12/2005 Tentang Restrukturisasi Kredit. Debitur
dalam kasus ini telah memenuhi syarat-syarat agar fasilitas kreditnya dapat
direstrukturisasi kredit antara lain sebagai berikut :
1) Debitur masih memiliki prospek usaha yang baik.
Prospek usaha tersebut antara lain :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
a) Potensi usaha debitur dalam menghasilkan cash flow;
b) Prospek pasar produk atau jasa yang dihasilkan masih cukup baik;
c) Peluang peningkatan efisiensi dan daya saing.
2) Debitur sedang mengalami kesulitan pembayaran pokok kredit.
3) Debitur masih menunjukan itikad yang positif untuk bekerja sama
(kooperatif) terhadap upaya restrukturisasi yang akan dijalankan. Itikad
baik dari debitur ini dapat dilihat dari kemauan dan kesediaan debitur
serta integritas debitur yaitu :
a) Debitur masih membayar kewajiban berupa bunga walaupun tidak
penuh (kurang);
b) Debitur juga memberikan data-data mengenai keadaan usahanya
sebagai pengepul dan pengecer hasil pertanian secara terbuka (full
disclosure);dan
c) Debitur telah membuat rencana restrukturisasi serta menyampaikan
rencana tersebut untuk dibahas dengan pihak kreditur (Wawancara
dengan Bp Novy Sutarno Hermawan selaku Account Officer BRI
Cabang Karanganyar pada tanggal 19 April 2011 pukul 15.30
WIB).
Pelaksanaan prakarsa restrukturisasi kredit di BRI Cabang
Karanganyar juga harus memperhatikan ketentuan Pasal 4 ayat (3) SK BRI
NOKEP:S.94-DIR/ADK/12/2005 Tentang Restrukturisasi Kredit karena
dapat digunakan sebagai tolak ukur serta bahan pada tahap selanjutnya
yaitu tahap negosiasi para pihak. Ketentuan tersebut antara lain :
1) Restrukturisasi kredit hanya dapat dilakukan apabila telah memenuhi syarat restrukturisasi kredit.
2) Restrukturisasi kredit dapat dilakukan untuk kredit dengan Kolektibilitas Lancar, Dalam Perhatian Khusus, Kredit Kurang Lancar, Kredit Diragukan dan Kredit Macet, dengan pengaturan sebagai berikut :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
a) Restrukturisasi kredit dengan cara perubahan tingkat suku bunga kredit sampai dengan serendah-rendahnya sebesar suku bunga restrukturisasi kredit, dapat diberlakukan untuk kredit dengan kolektibilitas Lancar, sedangkan untuk kredit dengan kolektibilitas Diragukan dan Macet, suku bunga restrukturisasi kredit disesuaikan dengan kemampuan (cash flow) debitur.
b) Restrukturisasi kredit berupa pengurangan tunggakan bunga dan atau penalty hanya dapat diberlakukan untuk kredit dengan kolektibilitas Diragukan dan Macet.
c) Restrukturisasi kredit berupa perpanjangan jangka waktu kredit atau penjadwalan kembali angsuran kredit, penjualan agunan dan pembayaran kewajiban bunga yang dilakukan kemudian (deferred interest payment) dapat dilakukan untuk kolektibilitas Lancar, Dalam Perhatian Khusus, Kurang Lancar, Diragukan dan Macet.
d) Restrukturisasi kredit dengan cara penambahan fasilitas kredit dapat dilakukan untuk kolektibilitas Lancar, Dalam Perhatian Khusus, Kurang Lancar, Diragukan, dan Macet.
e) Restrukturisasi kredit dengan cara konversi kredit menjadi penyertaaan sementara bank pada usaha debitur atau pengambilalihan asset debitur dapat dilakukan untuk kredit dengan kolektibilitas Kurang Lancar, Diragukan dan Macet.
f) Restrukturisasi kredit dengan cara pengurangan tunggakan pokok pinjaman dapat dilakukan untuk kredit dengan kolektibilitas Macet (Pasal 4 ayat (3) SK BRI NOKEP:S.94-DIR/ADK/12/2005).
Berdasarkan Pasal 3 SK BRI NOKEP:S.94-DIR/ADK/12/2005
Tentang Restrukturisasi Kredit, diatur mengenai jenis-jenis restrukturisasi
kredit tersebut antara lain sebagai berikut :
1) Perubahan atau penurunan Tingkat Suku Bunga
Perubahan tingkat suku kredit adalah untuk penurunan atau perubahan tingkat suku bunga menjadi lebih kecil dari suku bunga yang saat ini sedang berlaku. Perubahan tingkat suku bunga tersebut adalah untuk perhitungan bunga yang akan datang (setelah restrukturisasi kredit). Suku bunga yang diberikan kepada debitur diatur sebagai berikut : a) Penurunan suku bunga kredit yang paling rendah untuk
kredit yang direstrukturisasi dengan Kolektibilitas Lancar,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
Dalam Perhatian Khusus dan Kurang Lancar yang berpedoman pada ketentuan suku bunga restrukturisasi kredit sebagaimana ditetapkan oleh Asset Liability Committee (ALCO).
b) Penurunan suku bunga kredit yang paling rendah untuk kredit yang direstrukturisasi dengan Kolektibilitas Diragukan dan Macet disesuaikan dengan kemampuan ikan dengan kemampuan (cash flow) debitur dan penetapannya sesuai dengan ALCO atau Pendelegasian Wewenang Kredit (PDWK) pejabat yang berwenang.
2) Pengurangan Tunggakan Bunga dan atau Denda (Penalty) Pemberian keringanan tunggakan bunga dan atau denda maksimum sebatas tunggakan bunga dan atau penalty diatur sebagai berikut: a) Untuk kredit yang direstrukturisasi kredit dengan
Kolektibilitas Lancar, Dalam Perhatian Khusus, dan Kurang Lancar, tidak dimungkinkan untuk diberikan penguranagan tunggakan bunga dan atau penalty.
b) Untuk kredit yang direstrukturisasi dengan Kolektibilitas Diragukan dan Macet, pengurangan tunggakan bunga dan atau penalty dimungkinkan yang besarnya disesuaikan dengan kemampuan Debitur.
3) Pengurangan Tunggakan Pokok Kredit
Ketentuan mengenai pengurangan tunggakan pokok kredit berpedoman pada Anggaran Dasar Bank dan ketentuan peraturan perundang-undangan lain mengenai hapus tagih. Ketentuan mengenai pengurangan pokok kredit dalam rangka restrukturisasi kredit diatur dalam ketentuan yang mengatur tentang penghapusan secara mutlak. Pengurangan tunggakan pokok merupakan restrukturisasi kredit yang paling maksimal diberikan bank kepada debitur karena pengurangan tunggakan biasanya diikuti dengan penghapusan bunga dan atau denda seluruhnya.
4) Perpanjangan Jangka Waktu Kredit dan atau Penjadwalan Kembali
Perpanjangan jangka waktu kredit dilakukan dengan cara memberikan tambahan jangka waktu kredit termasuk perubahan jadwal dan besarnya angsuran pembayaran pokok dan atau bunga serta denda. Pengertian perpanjangan jangka
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
waktu dalam konteks ini adalah dalam rangka menyehatkan usaha debitur. Perpanjangan jangka waktu kredit (rescheduling) disesuaikan dengan kemampuan membayar kembali (cashflow) debitur atau untuk kredit konsumtif disesuaikan dengan repayment capacity debitur yang bersangkutan. Selama perpanjangan (rescheduling) pinjaman yang direstrukturisasi, tidak ada pembatasan jangka waktu.
5) Penambahan Fasilitas Kredit atau Suplesi Kredit Penambahan fasilitas kredit merupakan pemberian
tambahan fasilitas kredit baik direct maupun contingent agar usaha debitur dapat beroperasi kembali dan atau usaha debitur dapat meningkatkan kapasitas produksinya sehingga menghasilkan pendapatan yang dapat digunakan untuk memenuhi kewajiban kepada bank. Penambahan fasilitas kredit tidak diperkenankan untuk melunasi tunggakan pokok dan atau bunga serta denda dan ditatakerjakan dalam rekening yang terpisah. Penambahan fasilitas kredit (suplesi kredit) dalam rangka restrukturisasi kredit harus didukung dengan agunan yang cukup untuk mengcover kewajibannya.
6) Pengambilalihan Asset Debitur sesuai Ketentuan Yang Berlaku Pengambilalihan asset debitur meliputi asset usaha
debitur baik yang dijaminkan maupun yang tidak dijaminkan atau yang tidak dijaminkan atau yang dijaminkan kepada pihak ketiga. Pengelolaan dan atau pengambilalihan asset debitur tersebut merupakan tindakan dalam rangka penyelamatan kredit baik secara aktif maupun pasif (pengawasan). Pengertian aktif yaitu pihak bank ikut secara aktif dalam melihat kondisi pasar dan mencari pembeli sedangkan secara pasif berarti pihak bank dalam hal pengambilalihan asset debitur, menyerahkannya melalui saluran hukum atau dalam hal ini hanya melakukan pengawasan saja terhadap jalannya pengambilalihan asset debitur.
7) Konversi Kredit Menjadi Penyertaan Modal Sementara Bank Pada Perusahaan Debitur
Konversi kredit menjadi penyertaan modal sementara pada perusahaan debitur hanya bersifat sementara yang dilakukan dalam rangka penyelamatan kredit bermasalah. Restrukturisasi kredit berupa penyertaan modal sementara hanya dapat dilakukan untuk kredit yang memiliki kualitas kredit Kurang Lancar, Diragukan, dan Macet.
8) Pembayaran Sejumlah Kewajiban Bunga yang Dilakukan Kemudian (Deferred Interest Payment/Interest Baloon Payment)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
Pembayaran sejumlah kewajiban bunga yang dilakukan kemudian merupakan salah satu bentuk restrukturisasi kredit yang dilakukan baik untuk menyehatkan usaha debitur dengan cara menangguhkan sementara sebagian atau seluruh beban bunga yang seharusnya dibayar oleh debitur, yang diakumulasikan selama jangka waktu tertentu. Bunga yang ditangguhkan pembayarannya tersebut harus dibayar kembali oleh debitur di kemudian hari sesuai jadwal pembayaran yang telah disepakati oleh kedua belah pihak. Atas bunga yang ditangguhkan tersebut tidak dikenakan bunga atau penalty.
9) Penjualan Agunan Penjualan agunan atau asset debitur yang dilakukan
secara di bawah tangan, yang diserahkan kepada bank dalam rangka penyelamatan. Adapun tujuan dari penjualan agunan adalah sebagai berikut : a) Memepercepat penjualan atau pencairan asset debitur
dengan prioritas penggunaan untuk mengurangi pokok pinjaman dan piutang ekstern.
b) Memperoleh harga jual yang optimal dengan alternatif cara pembayaran terbaik yang dapat diterima oleh bank.
Restrukturisasi kredit yang berupa penjualan agunan secara di bawah tangan berdasarkan kesepakatan para pihak (bank dengan debitur dan atau calon pembeli), maka apabila agunan yang akan dijual secara di bawah tangan tersebut telah diikat dengan hak tanggungan, maka sebelum dilakukan penjualan, harus mengikuti ketentuan sebagaimana termuat dalam Undang-Undang Hak Tangungan No.4 Tahun 1994 yang berlaku saat ini.
9) Kombinasi Dari Berbagai Alternatif Tersebut Di Atas Jenis restrukturisasi ini merupakan gabungan dari
berbagai alternatif restrukturisasi dari butir 1 sampai dengan butir 9 dan kombinasi tersebut dapat saja terdiri dari dua atau lebih alternatif yang ada (SK BRI NOKEP:S.94-DIR/ADK/12/2005)
Berdasarkan hasil penelitian penulis di Kantor BRI Cabang
Karanganyar yang dilakukan pada bulan April-Juni 2011 serta hasil
wawancara penulis dengan narasumber yaitu Account Officer yang
bertugas menangani restrukturisasi kredit ini yakni Bp Novy Sutarno
Hermawan, maka penulis dapat mengemukakan mengenai pelaksanaan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
restrukturisasi kredit sebagai upaya untuk menyelamatkan kredit
bermasalah yang dialami debitur dalam kasus ini, dimana pelaksanaannya
melalui beberapa tahap sesuai dengan Pasal 6 SK BRI NOKEP:S.94-
DIR/ADK/12/2005 tentang Restrukturisasi Kredit yaitu sebagai berikut :
1) Prakarsa Restrukturisasi Kredit.
Prakarsa restrukturisasi kredit merupakan tahap dimana pejabat
lini (Account Offcer) yang ditunjuk untuk menangani pelaksanaan
restrukturisasi kredit memrakarsai dilakukannya proses restrukturisasi
kredit terhadap fasilitas kredit yang dinilai termasuk dalam kredit
bermasalah serta memeriksa pemenuhan persyaratan restrukturisasi
kredit yang diajukan debitur (Wawancara dengan Bp Novy Sutarno
Hermawan selaku Account Officer BRI Cabang Karanganyar pada
tanggal 19 April 2011 pukul 15.30 WIB).
Prakarsa restrukturisasi kredit terhadap kredit bermasalah atau
non-performing loan dalam kasus yang diteliti oleh penulis ini
dilakukan oleh pejabat kredit lini (Account Offcer) lain secara silang
yang memiliki Pendelegasian Wewenang Kredit (PDWK) Non-
Performing Loan. Berdasarkan ketentuan Pasal 6 SK BRI NOKEP:S.94-
DIR/ADK/12/2005 tentang Restrukturisasi Kredit, Pejabat Kredit Lini
terakhir sebelum kredit direstrukturisasi baik selaku pejabat pemrakarsa,
pejabat penganalisis, maupun pejabat pemutus tidak boleh menjadi
pejabat pemrakarsa restrukturisasi kredit.
Ketentuan dalam pasal tersebut berkenaan dengan
diperlukannya aspek pengawasan kredit yang dilakukan oleh pihak bank
BRI yaitu adanya pemisahan pejabat kredit/analis kredit lancar dan
kredit bermasalah, untuk menghindari unsur objektifitas dan
kemungkinan timbulnya kolusi antara debitur dengan analis kredit
bermasalah tersebut diakibatkan oleh kesalahan atau fraud dari analis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
kredit itu sendiri. Hal ini merupakan suatu bentuk pengawasan secara
struktural dalam pelaksanaan restrukturisasi kredit untuk menghindari
adanya kepentingan pribadi antara debitur dengan pejabat yang
memberikan prakarsa maupun putusan restrukturisasi kredit
(Wawancara dengan Bp Novy Sutarno Hermawan selaku Account
Officer BRI Cabang Karanganyar pada tanggal 14 Juni 2011 pukul
15.30 WIB).
2) Negosiasi dengan debitur yang didokumentasikan.
Setelah dilakukan prakarsa restrukturisasi kredit oleh pejabat
pemrakarsa kredit yakni Account Officer, tahap selanjutnya adalah
pelaksanakan negosiasi oleh para pihak dalam rangka mencapai
kesepakatan mengenai jenis restrukturisasi kredit yang akan dilakukan.
Pelaksanaan negosiasi restrukturisasi kredit harus dicatat oleh pejabat
pemrakarsa kredit dan didokumentasikan dalam berkas kredit. Negosiasi
tersebut terdiri dari pihak kreditur yang diwakili Pemimpin Cabang,
Account Officer serta ADK telah dan pihak debitur. Surat permohonan
restrukturisasi kredit yang diajukan oleh debitur diperlukan dalam tahap
negosiasi untuk membahas jenis restrukturisasi kredit yang diinginkan
debitur.
Pihak bank hanya dapat melakukan restrukturisasi kredit apabila
ada permohonan restrukturisasi kredit dari debitur dengan cara debitur
membuat surat permohonan restrukturisasi yang berisi mengenai jenis
restrukturisasi kredit yang diinginkan. Lain halnya, apabila terjadi kredit
macet yaitu dalam hal debitur telah menunggak baik angsuran pokok
maupun bunganya selama tiga bulan atau tiga kali berturut-turut, maka
pihak bank dengan sendirinya berinisiatif untuk melakukan
restrukturisasi kredit dimana surat permohonan restrukturisasi dibuat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
oleh pihak itu sendiri. Berdasarkan surat permohonan tersebut pihak
bank dapat melakukan negosiasi dengan debitur untuk membahas jenis
restrukturisasi kredit yang diinginkan debitur (Wawancara dengan Bp
Novy Sutarno Hermawan selaku Account Officer BRI Cabang
Karanganyar pada tanggal 14 Juni 2011 pukul 15.30 WIB).
Ketentuan Pasal 9 ayat (1) K BRI NOKEP:S.94-
DIR/ADK/12/2005 tentang Restrukturisasi Kredit menyebutkan bahwa
pelaksanaan negosiasi restrukturisasi kredit dapat dilakukan sebelum
maupun sesudah analisis dan evaluasi restrukturisasi kredit. Negosiasi
yang dilaksanakan sebelum analisis dan evaluasi restrukturisasi kredit
dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran awal serta persepsi yang
sama mengenai rencana restrukturisasi oleh debitur. Pelaksanaan
negosiasi setelah analisis dan evaluasi restrukturisasi kredit
dimaksudkan untuk mendapatkan kesepakatan mengenai jenis
restrukturisasi, syarat, struktur dan tipe kredit.
Berdasarkan penelitian penulis, pelaksanaan negosiasi dalam
kasus ini dilakukan secara tatap muka langsung dimana pihak bank dan
debitur telah beberapa kali bertemu untuk melakukan negosiasi baik
sebelum maupun sesudah analisis dan evaluasi restrukturisasi kredit.
Negosiasi yang dilaksanakan sebelum analisis dan evaluasi telah
menghasilkan gambaran awal dan persepsi yang sama antara debitur dan
kreditur. Pelaksanaan negosiasi setelah analisis dan evaluasi telah
mencapai kesepakatan yang telah dituangkan dalam perjanjian
restrukturisasi kredit (Wawancara dengan Bp Novy Sutarno Hermawan
selaku Account Officer BRI Cabang Karanganyar pada tanggal 19 April
2011 pukul 16.00 WIB).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
Negosiasi yang telah dilaksanakan sebelum analisis dan evaluasi
didasarkan pada surat permohonan restrukturisasi kredit yang telah
diajukan oleh debitur yang berisi bahwa debitur menginginkan adanya
keringanan dalam pembayaran kewajibannya. Keringanan tersebut
berupa permintaan penjadwalan kembali atas pinjaman debitur selama
36 bulan dengan turun pokok sebesar Rp 80.000.000,- (delapan puluh
juta rupiah), dan sisa pokok pinjaman sebesar Rp 95.000.000,-
(sembilan puluh lima juta rupiah) akan direstrukturisasi dengan turun
pokok sebesar Rp 5.000.000/tahun. Debitur juga meminta agar seluruh
bunga dan penalty dibayarkan pada akhir periode, serta meminta bunga
serendah-rendahnya. Debitur juga meminta agunan yang telah
diserahkan yaitu Sertifikat Hak Milik No.670 dan Sertifikat Hak Milik
No.1331 dimana agunan tersebut akan dijual oleh debitur untuk
melunasi turun pokok hutang debitur.
Hasil negosiasi tersebut dituangkan dalam ”Berita Acara Hasil
Negosiasi/Kesepakatan Dengan Debitur Dalam Rangka Penyelesaian
Kredit” pada tanggal 16 Maret 2011 yang dilakukan di Kantor BRI
Cabang Karanganyar. Adapun isi dari kesepakatan tersebut adalah
sebagai berikut :
a) Debitur mengakui bahwa fasilitas pinjaman kredit modal kerja yang
telah diterima debitur dari kreditur, telah mengalami kredit
bermasalah dengan total keseluruhan pinjaman berupa pokok,
bunga dan pinalty pada tanggal 16 Maret 2011 sebesar Rp
178.904.475,- (seratus tujuh puluh delapan juta sembilan ratus
empat ribu empat ratus tujuh puluh lima juta rupiah).
b) Debitur menyatakan bahwa kinerja usahanya telah menurun
diakibatkan adanya piutang tidak tertagih, banyaknya tengkulak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
hasil bumi dengan sistem ijon serta cuaca yang tidak menentu yang
mempengaruhi hasil panen.
c) Debitur menyatakan kesanggupannya untuk membayar kewajiban
antara lain berupa :
(1) Tunggakan bunga sebesar Rp 3.904.475,- (tiga juta sembilan
ratus empat ribu empat ratus tujuh puluh lima rupiah) dan
ditambah bunga sampai dengan realisasi restrukturisasi kredit
serta pembayarannya akan dibayarkan pada akhir periode kredit
yaitu pada bulan ke 36.
(2) Tunggakan pinalty sampai dengan restrukturisasi kredit
tersebut ditandatangani yang akan dibayarkan pada akhir
periode.
(3) Pokok kredit sebesar Rp 80.000.000,- (delapan puluh juta
rupiah) hasil dari penjualan agunan debitur yaitu SHM No.670
dan SHM No.1331, sehingga sisa pokok kredit menjadi Rp
95.000.000,- (sembilan puluh lima juta rupiah). Sisa pokok
tersebut akan direstrukturisasi yaitu dengan cara debitur
membayar sisa pokok tersebut sebanyak 3 (tiga) kali angsuran.
(4) Penurunan suku bunga pinjaman yaitu dari suku bunga sebesar
14% pertahun menjadi 10% pertahun dan bunga akan dibayar
setiap bulan.
Hasil negosiasi tersebut kemudian ditindaklanjuti oleh pihak
bank sebagai kreditur dengan melakukan kunjungan terhadap debitur.
Hal ini dilakukan agar pihak kreditur dapat memperoleh data usaha
debitur secara valid atau sebenar-benarnya. Hasil kunjungan tersebut
kemudian dilaporkan oleh pejabat lini bank yaitu Account Officer yang
tertuang dalam “Laporan Kunjungan Nasabah : Riwayat Pemberian
Fasilitas Restrukturisasi” yang berisi antara lain sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
a) Yang bersangkutan (debitur) adalah nasabah lama di Bank Rakyat
Indonesia Cabang Karanganyar dengan karakter baik.
b) Usaha yang bersangkutan (debitur) adalah usaha dagang hasil bumi
dan pengepul hasil pertanian.
c) Yang bersangkutan telah menjadi nasabah bank BRI Karanganyar
sejak tahun 2006 dengan kredit Rp 50.000.000,- (lima puluh juta
rupiah), kemudian meningkat menjadi Rp 100.000.000,- (seratus
juta rupiah), dan kemudian menjadi Rp 175.000.000,- (seratus tujuh
puluh lima juta rupiah).
d) Usaha debitur sejak pertengahan tahun 2010 mengalami penurunan
yang disebabkan oleh persaingan bisnis dimana banyak dijumpai
tengkulak yang ngijon langsung ke petani sehingga pasokan
berkurang serta banyaknya piutang debitur yang tidak bisa tertagih.
e) Dengan adanya piutang debitur oleh pedagang lain yang nilainya
sebesar + Rp 70.000.000,- (tujuh puluh juta rupiah) yang belum
terbayar menyebabkan terganggunya rencana debitur untuk
mengembangkan usahanya sehingga hal tersebut mengurangi laba
debitur.
f) Untuk memulihkan usahanya, debitur memohon agar pinjamannya
dijadwalkan kembali dengan pembayaran bunga dan pinalty di
akhir periode dan mohon agar provisi dihapuskan.
Atas dasar hasil kunjungan tersebut, petugas Account Officer
mengusulkan agar fasilitas kredit yang diberikan kepada debitur tersebut
diusulkan untuk direstrukturisasi. Adapun alasan pengusulan
restrukturisasi kredit tersebut adalah sebagai berikut :
a) Usaha debitur masih berjalan dan masih mempunyai prospek yang
lebih baik karena lokasi maupun daerah tersebut sangat strategis.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
b) Karakter debitur baik, hal ini dibuktikan dengan yang bersangkutan
masih membayar bunga walaupun kurang (tidak penuh).
c) Yang bersangkutan bersama keluarganya berkemauan untuk maju
mengembangkan usahanya tersebut (bangkit dari keterpurukan).
d) Adanya rencana yang bersangkutan untuk menjual sebagian asset
untuk dipakai sebagai modal usaha.
e) Diharapkan dengan direstrukturisasi, maka pinjaman akan menjadi
lancar karena beban bunga menjadi menjadi kecil.
3) Analisis dan Evaluasi
Tahap analisis dan evaluasi dilakukan terhadap hasil negosiasi
restrukturisasi kredit yang berdasarkan pada prospek usaha debitur dan
kemampuan debitur dalam membayar sesuai dengan proyeksi arus kas.
Tujuan dari analisis ini yaitu untuk mengetahui Repayment Capacity
dari debitur. Repayment Capacity yaitu kemampuan membayar kembali
kredit yang telah diberikan kepada debitur. Tujuan lainnya yaitu untuk
mengetahui lebih jauh tentang perilaku usaha maupun perilaku debitur
yang berkaitan dengan kepribadian serta itikad baiknya sehingga dengan
adanya analisis pihak bank dapat meyakini serta mempertimbangkan
perlunya dilaksanakan restrukturisasi atau tidak. Analisis dan evaluasi
dalam kasus ini dilakukan oleh Pejabat Kredit Lini yaitu Account
Officer BRI Karanganyar dan setiap tahapan dalam pelaksanaan
restrukturisasi kredit wajib didokumentasikan secara lengkap
(Wawancara dengan Bp Novy Sutarno Hermawan selaku Account
Officer BRI Cabang Karanganyar pada tanggal 19 April 2011 pukul
16.00 WIB).
Hal-hal yang dianalisis dan dievaluasi dalam restrukturisasi
kredit dalam kasus ini telah sesuai dengan ketentuan Pasal 8 ayat (6) SK
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
BRI NOKEP:S.94-DIR/ADK/12/2005 yaitu berupa evaluasi terhadap
permasalahan debitur yang meliputi :
a) Penyebab terjadinya tunggakan pokok dan bunga yang didasarkan
pada laporan keuangan, arus kas (cash flow), proyeksi keuangan,
dan kondisi pasar adalah adanya faktor lain berupa penurunan usaha
debitur yang disebabkan persaingan usaha, kena tipu oleh rekan
bisnis, serta banyaknya piutang tak tertagih yang macet.
b) Perkiraan pengembalian seluruh pokok dan bunga kredit
berdasarkan perjanjian kredit sebelum dan sesudah restrukturisasi.
Perkiraan ini telah dilakukan oleh Pejabat Kredit Lini yang
didasarkan pada rasio keuangan dan proyeksi usaha debitur kedepan
serta kemampuan debitur untuk membayar kembali pinjamannya.
c) Evaluasi mengenai agunan yang diserahkan oleh debitur, dimana
terdapat persyaratan yaitu adanya agunan atau jaminan tambahan
baru apabila agunan dalam perjanjian kredit sebelum restrukturisasi
tidak mencukupi. Dalam kasus ini, agunan yang diserahkan oleh
debitur masih cukup untuk menjamin seluruh pinjamannya,
termasuk jumlah plafond kredit sebelum direstrukturisasi maupun
sisa hutang pokok setelah restrukturisasi kredit.
d) Pendekatan dan asumsi yang digunakan untuk menetapkan proyeksi
arus kas (cash projected flow) debitur, serta dalam
memperhitungkan nilai tunai (present value) dari angsuran pokok
dan bunga yang diterima oleh kreditur.
e) Analisis, kesimpulan dn rekomendasi yang dilakukan oleh pejabat
analisis dalam melakukan penyesuaian persyaratan kredit adalah
melakukan penurunan suku bunga kredit menjadi 10% per tahun,
perubahan jangka waktu kredit menjadi 36 bulan serta pengurangan
tunggakan pokok melalui penjualan agunan atau jaminan yang
dilakukan oleh debitur. Penyesuaian tersebut dilakukan dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
mempertimbangkan siklus usaha dan kemampuan membayar
debitur sehingga debitur dapat memenuhi kewajiban pembayaran
pokok dan bunga hingga tanggal jatuh tempo yaitu bulan ke-36.
f) Adanya penyesuaian atas penjadwalan kembali hutang debitur
selama jangka waktu 36 bulan menunjukan bahwa debitur dinilai
masih mempunyai kemampuan membayar.
g) Rincian yang terkait dengan persyaratan kredit termasuk
kesepakatan keuangan dalam perjanjian kredit, antara lain rencana
rekapitulasi usaha debitur serta adanya hak dari bank (kreditur)
untuk meningkatkan suku bunga sejalan dengan kemampuan
membayar debitur.
h) Rincian kelengkapan dokumen yang diperlukan dalam rangka
pelaksanaan restrukturisasi kredit.
i) Persyaratan bahwa perjanjian kredit dan dokumen lainnya yang
berkaitan dengan pelaksanaan restrukturisasi kredit harus
mempunyai kekuatan hukum.
Berdasarkan Pasal 8 ayat (7) SK BRI NOKEP:S.94
DIR/ADK/12/2005, dalam pelaksanaan analisis dan evaluasi
restrukturisasi kredit diperlukan adanya informasi-informasi mengenai
debitur secara jelas dan pasti. Informasi tersebut dianalisis dan
dievaluasi kemudian hasilnya dituangkan dalam Memorandum Analisis
Kredit (MAK). Memorandum Analisis Kredit (MAK) merupakan tolak
ukur dalam menentukan jenis restrukturisasi yang akan diputuskan oleh
pejabat pemutus kredit karena berisi mengenai data-data keuangan serta
laporan analisis nasabah (Wawancara dengan Bp Novy Sutarno
Hermawan selaku Account Officer BRI Cabang Karanganyar pada
tanggal 15 April 2011 pukul 16.00 WIB).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan oleh Account Officer
yang telah dituangkan dalam MAK tersebut diatas dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut :
a) Karakter debitur adalah baik hal ini dibuktikan dengan setiap bulan
debitur masih membayar bunga walaupun masih kurang (tidak
penuh).
b) Dengan dilakukannya restrukturisasi ini diharapkan usaha debitur
bisa berkembang sehingga pinjaman di BRI Cabang Karanganyar
dapat lancar kembali.
c) Diharapkan dengan diberikannya suku bunga restrukturisasi sebesar
10% diharapkan usaha debitur dapat bangkit kembali dan
berkembang sehingga mampu memenuhi kewajibannya baik pokok
maupun bunga.
d) Dengan dilaksanakannya restrukturisasi ini diharapkan kolektibilitas
kredit debitur terjaga (Lancar).
4) Putusan Restrukturisasi Kredit
Pada tingkat kantor cabang seperti pada BRI Cabang
Karanganyar selaku kreditur, pejabat kredit yang melaksanakan putusan
restrukturisasi kredit merupakan Pejabat Kredit Lini yang terdiri dari :
a) Pimpinan Cabang;
b) Manajer Pemasaran;
c) Account Officer;
d) Account Officer Kredit Konsumtif.
Sebelum dibuat suatu Putusan Kredit (PTK) mengenai
restrukturisasi kredit ini, Account Officer yang bertugas menganalisis
dan mengevaluasi permohonan restrukturisasi membuat Putusan
Penyelesaian Kredit No.B.-KC-VII/ADK/03/2011 yang merupakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
format yang direkomendasikan untuk pejabat pemutus kredit. Putusan
penyelesaian kredit tersebut berisi antara lain sebagai berikut :
a) Data debitur
b) Konsep hubungan total pemohon kredit
Dalam konsep hubungan total pemohon kredit ini debitur
merupakan institusi customer atau perseorangan karena fasilitas
Kredit Modal Kerja (KMK) tersebut digunakan untuk menambah
modal usaha dagang debitur.
c) Eksposur kredit
Eksposur kredit merupakan jumlah dan jenis fasilitas kredit
yang diberikan oleh kreditur. Kanca Pengendali dan Pemberi Kredit
dalam eksposur kredit ini adalah Kantor Bank Rakyat Indonesia
Cabang Karanganyar. Eksposur kredit digambarkan sebagai berikut:
Tabel 2. Eksposur Kredit
(Rupiah)
Nama
Nasabah
Jenis
Fasilitas
Kredit
Maks. CO
Kredit
Baki Debet
Kredit
Jumlah
Kredit Yang
Diputus
Lama KMK 175.000.000 175.000.000 -
Baru 95.000.000 - 95.000.000
Total Eksposur Kredit 95.000.000
Sumber : Putusan Penyelesaian Kredit No.B.-KC-VII/ADK/03/2011
d) Agunan kas debitur
Dalam kasus ini debitur tidak menggunakan agunan kas (cash
collateral) karena untuk menjamin fasilitas pinjamannya, debitur
menggunakan jaminan kebendaan yaitu hak tanggungan berupa
Sertifikat Hak Milik (SHM).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
e) Alasan/Analisa pengeluaran biaya dalam rangka penyelesaian kredit
bermasalah.
Alasan restrukturisasi kredit ini diusulkan untuk
menyelesaikan kredit bermasalah yang dialami debitur yaitu dengan
adanya penyelesaian kredit ini biaya yang dikeluarkan pihak BRI
Cabang Karanganyar tidak ada sehingga lebih menguntungkan
apabila dengan melakukan restrukturisasi kredit daripada
penyelesaian melalui saluran hukum.
Putusan Penyelesaian Kredit tersebut diatas digunakan oleh
pejabat pemutus kredit dalam membuat putusan kredit (PTK) dalam
kasus ini. Berdasarkan ketentuan dalam SK BRI NOKEP:S.94-
DIR/ADK/12/2005 tentang Restrukturisasi Kredit, putusan
restrukturisasi kredit dibuat oleh pejabat pemutus kredit dengan
kewenangan yang setingkat lebih tinggi dari pejabat pemutus pada saat
pemberian kredit terakhir sebelum dilakukan restrukturisasi kredit.
Putusan restrukturisasi kredit ini diputus oleh Pimpinan BRI Cabang
Karanganyar dimana beliau juga merupakan pejabat pemutus kredit
sebelum restrukturisasi kredit ini (Wawancara dengan Bp Novy Sutarno
Hermawan selaku Account Officer BRI Cabang Karanganyar pada
tanggal 14 Juni 2011 pukul 15.30 WIB).
Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan penulis oleh
Account Officer menyatakan bahwa pimpinan cabang dapat menjadi
pejabat pemutus kredit maupun pejabat pemutus restrukturisasi kredit
secara sekaligus dalam hal jumlah kredit yang direstrukturisasi tidak
lebih dari Rp 500.000.000 (lima ratus juta rupiah) dimana ketentuan
tersebut merupakan kebijakan internal dari Kantor Wilayah Yogyakarta
Bank Rakyat Indonesia. Jumlah kredit yang direstrukturisasi dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
kasus ini adalah Rp 175.000.000,- sehingga putusan restrukturisasi
kreditnya dapat diputus oleh Pimpinan BRI Cabang Karanganyar
sebagai pejabat pemutus kredit dan pejabat pemutus restrukturisasi
kredit (Wawancara dengan Bp Novy Sutarno Hermawan selaku Account
Officer BRI Cabang Karanganyar pada tanggal 19 April 2011 pukul
16.00 WIB).
Berdasarkan pada usulan putusan penyelesaian kredit maka
pihak bank selaku kreditur mengeluarkan putusan restrukturisasi kredit
(PTK) pada bulan Maret 2011 yang berisi mengenai mekanisme
restrukturisasi kredit yang akan dilakukan untuk menyelamatkan kredit
bermasalah yang dialami debitur. PTK tersebut antara lain berisi sebagai
berikut :
a) Fasilitas
Kredit Modal Kerja (KMK) yang digunakan debitur adalah bentuk
kredit RC dengan maksimum CO menurun.
b) Jumlah
resiko kredit yang diputus yaitu Rp 95.000.000,- (Sembilan puluh
lima juta rupiah) dengan jangka waktu selama 36 bulan sejak putusan
ini disetujui debitur. Hal ini sesuai dengan permintaan debitur yang
tertuang dalam surat permohonan restrukturisasi yang telah diajukan
oleh debitur.
c) Pembaya
ran angsuran akan dilakukan sebanyak 3 (tiga) kali selama kurun
waktu 36 bulan yakni angsuran pertama akan dibayar pada akhir
bulan ke-12 sebesar Rp 5.000.000,- (lima juta rupiah) sehingga sisa
pokok menjadi Rp 90.000.000,- (sembilan puluh juta rupiah).
Angsuran kedua akan dibayar debitur pada bulan ke-24 sebesar Rp
5.000.000,- (lima juta rupiah) sehingga sisa pokok hutang menjadi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
68
Rp 85.000.000,- (delapan puluh lima juta rupiah). Pada akhir bulan
ke-36, debitur akan membayar secara lunas sisa pokok yaitu sebesar
Rp 85.000.000,- (delapan puluh lima juta rupiah) ditambah dengan
pembayaran bunga yang telah dijadwal.
d) Suku
bunga yang diberlakukan saat restrukturisasi kredit adalah sebesar
10% pertahun dan setelah usaha debitur berkembang atau normal
kembali maka suku bunga tersebut akan ditinjau kembali sesuai
dengan kemampuan debitur serta ketentuan suku bunga yang berlaku
di Bank Rakyat Indonesia Cabang Karanganyar.
e) Propisi
kredit dan Commitment Fee dalam putusan restrukturisasi kredit
tersebut tidak dipungut oleh kreditur, hal ini bertujuan agar beban
kewajiban yang harus dibayar oleh debitur tidak terlalu banyak atau
besar.
f) Besarny
a pinalty rate adalah 50% dari besarnya suku bunga yang berlaku
terhadap tunggakan pokok maupun bunga.
g) Debitur
akan menjual 2 (dua) buah agunan tambahan yaitu SHM No.670 dan
SHM No.1331 untuk mengurangi tunggakan pokok hutang sebesar
Rp 80.000.000,- (delapan puluh juta rupiah).
h) Agunan
tambahan yang yang dipertahankan dalam restrukturisasi kredit ini
sebagai berikut :
(1) SHM No. 1913 sebagai Hak Tanggungan I No.1672/2006
dengan nilai pengikatan jaminan sebesar Rp 31.500.000,- (tiga
puluh satu juta rupiah) dan Hak Tanggungan II No.536/2007
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
69
dengan nilai pengikatan jaminan sebesar Rp 14.500.000,- (empat
belas juta lima ratus ribu rupiah);
(2) SHM No.1252 sebagai Hak Tanggungan I No.427/2006 dengan
nilai pengikatan jaminan sebesar Rp 75.000.000,- (tujuh puluh
lima juta rupiah) (Wawancara dengan Bp Novy Sutarno
Hermawan selaku Account Officer BRI Cabang Karanganyar
pada tanggal 21 April 2011 pukul 16.00 WIB).
Agunan tersebut cukup untuk menjamin sisa hutang pokok
debitur sebesar Rp 95.000.000,- (Sembilan puluh lima juta rupiah)
serta bunga maupun denda. Kedua jaminan tersebut mendapat
asuransi agunan berupa asuransi kebakaran bangunan yang
diasuransikan pada rekanan Bank Rakyat Indonesia dengan Banker’s
Clause. Asuransi tersebut diberikan oleh Bank Rakyat Indonesia
Cabang Karanganyar atas SHM No.1252 dengan nilai asuransi
sebesar Rp 40.000.000,- (empat puluh juta rupiah).
i) Pembuatan SPMK yang berisi mengenai addendum surat perjanjian
restrukturisasi kredit dengan perubahan jangka waktu turun pokok,
pengambilan jaminan kredit yang harus dibuat dengan akta notariil.
SPMK ini merupakan acuan atau dasar dalam pembuatan perjanjian
restrukturisasi kredit yang dilakukan oleh debitur dan kreditur.
Setelah Putusan Restrukturisasi Kredit ini diputus maka
selanjutnya, petugas Account Officer membuat Offering Letter (OL)
yang merupakan surat penawaran tentang putusan restrukturisasi kredit
yang telah dituangkan ke dalam Putusan Kredit (PTK) untuk diserahkan
kepada debitur agar diketahui disetujui atau tidaknya putusan
restrukturisasi kredit ini. Apabila debitur menyetujuinya maka para
pihak dapat melanjutkan membuat perjanjian restrukturisasi kredit,
namun apabila tidak setuju maka PTK tersebut menjadi batal dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
70
restrukturisasi kredit juga tidak dapat dilanjutkan dan kembali ke
perjanjian kredit sebelumnya (Wawancara dengan Bp Novy Sutarno
Hermawan selaku Account Officer BRI Cabang Karanganyar pada
tanggal 21 April 2011 pukul 16.30 WIB).
Berdasarkan penelitian penulis, putusan restrukturisasi kredit
tersebut tidak bersifat final karena putusan ini hanya merupakan putusan
mengenai cara penyelesaian kredit masalah yang dibuat oleh pihak
kreditur yang diwakili oleh pejabat pemutus kredit bermasalah dan
masih memerlukan persetujuan dari debitur. Debitur memiliki hak untuk
menolak atau menerima isi putusan tersebut, dalam kasus ini debitur
menyetujui isi putusan yang ditawarkan melalui surat Offering Letter
(OL) oleh Account Officer (Wawancara dengan Bp Novy Sutarno
Hermawan selaku Account Officer BRI Cabang Karanganyar pada
tanggal 21 April 2011 pukul 16.30 WIB).
5) Perjanjian Restrukturisasi Kredit
Perjanjian restrukturisasi kredit dapat dibuat maksimal 3 bulan
setelah dikeluarkannya Putusan Restrukturisasi Tredit (PTK).
Berdasarkan Pasal 11 ayat (1) SK BRI NOKEP:S.94-DIR/ADK/12/2005
tentang Restrukturisasi Kredit, putusan restrukturisasi kredit harus
dituangkan dalam perjanjian restrukturisasi kredit, dimana bentuk dari
perjanjian restrukturisasi kredit tersebut tergantung dari materi yang
diatur di dalamnya. Debitur dalam kasus ini telah menyetujui Putusan
Kredit (PTK) yang telah diputus oleh pejabat pemutus kredit yaitu
Pimpinan BRI Cabang Karanganyar serta telah menyerahkan uang tunai
sebesar Rp 80.000.000,- (delapan puluh juta rupiah) yang diperoleh
debitur dari hasil penjualan agunannya untuk mengurangi jumlah
tunggakan pokok. Atas dasar hal tersebut maka para pihak sepakat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
71
membuat Perjanjian Restrukturisasi Kredit sebagai dasar hukum
perikatan proses restukturisasi kredit yang dilakukan para pihak untuk
menyelamatkan kredit bermasalah (Wawancara dengan Bp Novy
Sutarno Hermawan selaku Account Officer BRI Cabang Karanganyar
pada tanggal 14 Juni 2011 pukul 15.30 WIB).
Isi dari perjanjian restrukturisasi kredit tersebut yaitu mengenai
proses restrukturisasi kredit yang telah disetujui debitur dalam putusan
kredit (PTK) serta klausula-klausula perjanjian yang berupa syarat-
syarat lain yang telah disepakati para pihak. Klausula perjanjian yang
berupa syarat-syarat lain dalam perjanjian restrukturisasi kredit ini
adalah sebagai berikut :
a) Perjanjian restrukturisasi kredit ini ditandatangani oleh para pihak
yaitu debitur serta kreditur yang diwakili oleh Pejabat Pemutus
Kredit yaitu Pimpinan BRI Cabang Karanganyar.
b) Pada saat realisasi restrukturisasi kredit, debitur diharuskan
membayar seluruh biaya yang timbul akibat restrukturisasi ini.
c) BAP yang tertunggak dibayar yang bersangkutan (debitur) di akhir
periode perjanjian kredit ini pada bulan ke-36 dengan sistem
pembayaran tunai.
d) Yang bersangkutan yaitu debitur menurunkan pokok kredit dari Rp
175.000.000,- (seratus tujuh puluh lima juta rupiah) turun sebesar Rp
80.000.000,- (delapan puluh juta rupiah) sehingga sisa kredit yang
direstrukturisasi menjadi Rp 95.000.000,- (sembilan puluh lima juta
rupiah).
e) Seluruh denda penalty yang timbul sampai dengan realisasi
restrukturisasi kredit ini dibayar diakhir periode.
f) Bunga berjalan sebesar 10% dibayar tiap bulan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
72
g) Setelah terealisasinya restrukturisasi kredit ini apabila terjadi
tunggakan angsuran selama 3 (tiga) bulan berturut-turut, maka
perjanjian restrukturisasi kredit menjadi batal dan seluruh kewajiban
kembali ke posisi sebelum dilaksanakan restrukturisasi kredit ini.
h) Apabila pihak debitur tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana
perjanjian (wanprestasi) pada waktu yang ditetapkan dalam
perjanjian tersebut, maka wanprestasi tidak perlu dibuktikan kecuali
dengan lewatnya waktu yang telah ditetapkan maka dengan
mengesampingkan Pasal 1266 Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata, maka perjanjian tersebut menjadi batal dan kewajiban
debitur kembali menjadi kewajiban semula
Perjanjian restrukturisasi kredit ini merupakan perjanjian
tambahan (addendum) dari perjanjian kredit sebelumnya yang dibuat
secara notariil dimana perjanjian restrukturisasi kredit ini tidak
terpisahkan dan tetap menjadi satu kesatuan dengan perjanjian kredit
sebelum dilakukan restrukturisasi kredit. Perjanjian tersebut berisi
mengenai penurunan tingkat suku bunga kredit, perpanjangan jangka
waktu, penjualan agunan sehingga perjanjian restrukturisasi kredit harus
dituangkan dalam bentuk perjanjian addendum (tambahan). Hal ini
didasarkan pada ketentuan Pasal 11 ayat (2) BRI NOKEP:S.94-
DIR/ADK/12/2005 tentang Restrukturisasi Kredit yang menyebutkan
bahwa :
Untuk materi restrukturisasi kredit yang isinya merubah syarat dan ketentuan kredit antara lain berupa penurunan tingkat suku bunga kredit, pemberian keringanan tunggakan bunga, perpanjangan jangka waktu, penjualan agunan dan penambahan fasilitas kredit dapat dibuat dalam bentuk addendum yang merupakan satu kesatuan dari perjanjian kredit semula (Pasal 11 ayat (2) BRI NOKEP:S.94-DIR/ADK/12/2005 tentang Restrukturisasi Kredit).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
73
Setelah dicapai kesepakatan dan dilakukan penandatanganan
perjanjian restrukturisasi kredit oleh para debitur dan kreditur, maka
perjanjian tersebut mulai berlaku dan proses restrukturisasi kredit dapat
dilaksanakan untuk menyelamatkan kredit bermasalah yang dialami oleh
debitur.
6) Dokumentasi Restrukturisasi Kredit
Dokumentasi kredit adalah keseluruhan dokumen yang
diperlukan dalam rangka pemberian kredit sebagai bukti perjanjian atau
ikatan hukum antara Bank BRI Cabang Karanganyar sebagai kreditur
dengan debitur, bukti kepemilikan barang agunan atau jaminan serta
dokumen-dokumen perkreditan lainnya. Suatu paket kredit harus
memiliki dokumentasi kredit dimana dokumentasi kredit menjadi bagian
yang tak terpisahkan dengan paket kredit tersebut. Dokumentasi kredit
memiliki aspek penting yang dapat menjadi penjamin pengembalian
kredit karena merupakan perbuatan hukum serta memiliki akibat hukum
bagi para para pihak sehingga harus dilaksanakan dengan baik, tertib,
dan lengkap (Wawancara dengan Bp Novy Sutarno Hermawan selaku
Account Officer BRI Cabang Karanganyar pada tanggal 17 Juni 2010
pukul 15.30 WIB).
Berdasarkan penelitian penulis, pengecekan dokumen
restrukturisasi kredit ini dilakukan oleh pejabat lini bank sebagai
petugas yang terkait dalam dalam pembuatan segala adminstrasi yang
berhubungan dengan proses pemberian kredit dan restrukturisasi kredit.
Dokumentasi tersebut dilakukan pada setiap tahap dokumen
restrukturisasi kredit yang dilakukan para pihak guna menjaga
ketertiban dan kelengkapan dokumen administrasi dokumen
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
74
restrukturisasi kredit. Dokumen-dokumen yang didokumentasikan
dalam restrukturisasi ini antara lain :
a) Surat permohonan restrukturisasi kredit yang telah diajukan oleh
debitur.
b) Copy laporan kunjungan nasabah.
c) Copy berita acara negosiasi antara kreditur dengan debitur.
d) Copy surat penawaran pembelian agunan dari calon pembeli.
e) Copy hasil pemeriksaan dan penilaian agunan pada saat
restrukturisasi kredit tersebut.
f) Asli Memorandum Analisis Kredit yang telah ditandatangani oleh
pejabat pemrakarsa kredit.
g) Asli Credit Risk Review (CRR) dan Klasifikasi Warna Kredit dalam
rangka restrukturisasi kredit tersebut.
7) Monitoring atau Pengawasan
Berdasarkan ketentuan Pasal 14 SK BRI NOKEP:S.94-
DIR/ADK/12/2005 tentang Restrukturisasi Kredit, pelaksanaan putusan
dan perjanjian restrukturisasi kredit oleh para pihak diawasi oleh Pejabat
Wewenang Kredit (PDWK). Pengawasan tersebut berupa pemeriksaan
serta penilaian secara sampling terhadap putusan restrukturisasi kredit
guna memastikan bahwa restrukturisasi telah dilakukan dengan benar
dan telah sesuai dengan ketentuan yang ada. Pejabat pemrakarsa
(Account Officer) wajib melakukan kunjungan secara berkala guna
memantau kesanggupan dan perkembangan usaha yang dijalankan oleh
debitur.
Hasil dari pengawasan tersebut berupa review restrukturisasi
kredit yang harus dilakukan sesuai dengan putusan kredit (PTK). Review
tersebut diperlukan untuk mengetahui secara rinci mengenai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
75
permasalahan atau hambatan debitur dalam melaksanakan putusan serta
perjanjian restrukturisasi kredit serta melakukan tindak lanjut yang
diperlukan untuk mengantisipasi kemungkinan kegagalan pelaksanaan
restrukturisasi kredit tersebut. Apabila berdasarkan review tesebut
ditemukan hambatan atau permasalahan pada debitur maka pihak bank
selaku kreditur dapat melakukan perubahan putusan dan perjanjian
restrukturisasi kredit yang menyangkut antara lain suku bunga, jangka
waktu, jadwal angsuran dan lain-lain yang menyangkut pelaksanaan
restrukturisasi kredit.
b. Hambatan dalam Pelaksanaan Restrukturisasi Kredit di BRI Cabang
Karanganyar
Berdasarkan penelitian penulis, pelaksanaan restrukturisasi kredit
yang dilakukan oleh Bank Rakyat Indonesia Cabang Karanganyar tidaklah
bebas dari hambatan maupun permasalahan walaupun pada dasarnya
pelaksanaan restrukturisasi kredit tersebut bertujuan untuk menyelesaikan
atau menyelamatkan kredit bermasalah yang dialami oleh debitur dalam
kasus yang diteliti oleh penulis ini. Secara keseluruhan pelaksanaan
restrukturisasi kredit di BRI Cabang Karanganyar sudah dapat dikatakan
berhasil dan efektif. Walaupun masih ditemui berbagai kendala maupun
hambatan dalam pelaksanaan tahap-tahap restrukturisasi kredit, akan tetapi
hal tersebut tidak bersifat krusial sehingga masih dapat diatasi oleh pihak
bank sejauh ini. Permasalahan arau hambatan yang sering terjadi dalam
pelaksanaan restrukturisasi kredit di BRI Cabang Karanganyar yaitu
perbedaan pendapat dalam tahap negosiasi dalam restrukturisasi kredit
yang mengakibatkan tidak dijumpainya titik temu antara kedua belah pihak
(Wawancara dengan Bp Novy Sutarno Hermawan selaku Account Officer
BRI Cabang Karanganyar pada tanggal 21 April 2011 pukul 16.30 WIB).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
76
Debitur biasanya meminta cara restrukturisasi kredit yang paling
meringankan bagi mereka termasuk dalam hal pegurangan tunggakan
pokok, besarnya suku bunga kredit maupun perpanjangan jangka waktu
kredit yang lebih lama. Di sisi lain pihak kreditur yaitu BRI Cabang
Karanganyar menginginkan pelaksanaan restrukturisasi kredit yang
memungkinkan untuk menutupi atau meng-cover seluruh kerugian akibat
terjadinya kredit bermasalah tersebut yang tentunya berbeda dengan cara
yang diinginkan oleh debitur. Hal ini menyebabkan tidak ditemukannya
kata sepakat oleh para pihak sehingga proses negosiasi tidak berjalan lancar
dan tertunda (Wawancara dengan Bp Novy Sutarno Hermawan selaku
Account Officer BRI Cabang Karanganyar pada tanggal 21 April 2011
pukul 16.30 WIB).
Berdasarkan penelitian penulis di BRI Cabang Karanganyar,
perbedaan pendapat antara pihak debitur dan kreditur dalam tahap
negosiasi memang sering terjadi dalam pelaksanaan restrukturisasi kredit di
Rakyat Indonesia Cabang Karanganyar. Negosiasi yang sering tidak
berhasil sehingga menjadi tertunda tersebut menyebabkan kasus kredit
bermasalah yang terjadi tidak kunjung selesai dan hanya berhenti dalam
tahap negosiasi. Hal tersebut tentunya akan semakin membuat
menumpuknya kredit bermasalah yang terjadi di BRI Cabang Karanganyar
(Wawancara dengan Bp Novy Sutarno Hermawan selaku Account Officer
BRI Cabang Karanganyar pada tanggal 21 April 2011 pukul 16.30 WIB)
Terjadinya hambatan dalam tahap negosiasi ini harus segera
diselesaikan atau diatasi agar tidak berlarut-larut. Pihak BRI Cabang
Karanganyar selaku kreditur yang memberikan hutang atau pinjaman
berupa fasilitas kredit modal kerja (KMK) kepada debitur memiliki
kewenangan dan kebijakan sendiri dalam mengatasi terjadinya perbedaan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
77
pendapat dalam tahap negosiasi ini. Kreditur yakni pihak bank
menggunakan kewenangannya untuk meyakinkan dan melakukan
pendekatan kepada debitur secara intensif untuk mendorong debitur secara
terus-menerus agar segera melakukan negosiasi ulang untuk memperoleh
kesepakatan tentang jenis dan mekanisme restrukturisasi kredit yang akan
digunakan untuk menyelematkan kredit bermasalah yang terjadi
(Wawancara dengan Bp Novy Sutarno Hermawan selaku Account Officer
BRI Cabang Karanganyar pada tanggal 21 April 2011 pukul 16.30 WIB).
2. Kedudukan Jaminan dan Akibat Hukumnya dalam Pelaksanaan
Restrukturisasi Kredit di BRI Cabang Karanganyar
a. Kedudukan Jaminan dalam Pelaksanaan Restrukturisasi Kredit di BRI
Cabang Karanganyar
Berdasarkan hasil penelitian penulis, pemberian fasilitas Kredit
Modal Kerja (KMK) oleh BRI Cabang Karanganyar sebagai kreditur
kepada debitur dalam kasus yang diteliti oleh penulis, mensyaratkan
adanya penyerahan jaminan serta agunan sesuai dengan ketentuan Pasal 8
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan. Jaminan
tersebut berupa keyakinan atas kesanggupan dan kemampuan debitur
dalam melunasi hutangnya sesuai yang telah diperjanjikan. Fasilitas KMK
tersebut merupakan jenis kredit dengan jaminan sehingga selain
mensyaratkan adanya jaminan maka kreditur atau pihak bank juga meminta
adanya agunan dari debitur. debitur dalam kasus ini memberikan agunan
pokok berupa usaha pengepul hasil pertanian milik debitur dan agunan
tambahan berupa 4 (empat) buah Sertifikat Hak Milik dimana dalam
prakteknya di BRI Cabang Karanganyar agunan pokok maupun tambahan
merupakan jaminan dalam perjanjian kredit dan perjanjian restrukturisasi
kredit (Wawancara dengan Bp Novy Sutarno Hermawan selaku Account
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
78
Officer BRI Cabang Karanganyar pada tanggal 14 Juni 2011 pukul 15.30
WIB).
Berdasarkan penelitian penulis, agunan tambahan yang sering
digunakan sebagai jaminan pemberian fasilitas kredit di BRI Cabang
Karanganyar adalah sebagai berikut :
1) Jaminan Kebendaan
Pengertian jaminan kebendaan yaitu jaminan yang berupa harta
kekayaan baik benda maupun hak kebendaan yang diberikan dengan
cara pemisahan bagian dari harta kekayaan baik dari si debitur maupun
pihak ketiga, guna menjamin pemenuhan kewajiban debitur kepada
kreditur, apabila debitur melakukan wanprestasi (cidera janji). Jaminan
kebendaan yang berlaku di BRI Cabang Karanganyar adalah :
a) Jaminan Benda Berwujud (Materiil)
(1) Jaminan Benda Tidak Bergerak
Jaminan benda tidak bergerak dilakukan pengikatan
jaminan berupa Pengikatan Hak Tanggungan/Hipotik. Jaminan
tersebut antara lain :
(a) Tanah dan Tanah Bangunan (HM, HGU,dan HGB);
(b) Mesin-mesin yang melekat pada tanah;
(c) Kapal laut > 20 ton.
(2) Jaminan Benda Bergerak
Jaminan benda bergerak yang dijadikan jaminan di BRI
Cabang Karanganyar dilakukan 2 (dua) cara pengikatan yaitu
pengikatan fidusia dan gadai. Pengikatan fidusia dilakukan
terhadap jaminan nasabah dimana benda jaminannya dikuasai
oleh nasabah sedangkan apabila gadai merupakan pengikatan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
79
jaminan dimana benda jaminannya secara fisik dikuasai oleh
BRI Cabang Karanganyar. Jaminan tersebut yaitu :
(a) Persediaan;
(b) Mobil atau motor;
(c) Peralatan Usaha;
(d) Perhiasan.
b) Jaminan Benda Tidak Berwujud (Immateriil)
Jaminan kebendaan yang bersifat immateriil dilakukan
pengikatan jaminan nasabah berupa Pengikatan Cessie. Jaminan
tersebut antara lain berupa :
(1) Piutang;
(2) Deposito/Wesel/Tabungan;
(3) Obligasi/Saham.
2) Jaminan Penanggungan (Borgtocht)
Jaminan penanggungan merupakan salah satu jaminan yang
digunakan di BRI Cabang Karanganyar yang memiliki pengertian yaitu
suatu persetujuan dimana untuk kepentingan si berpiutang (kreditur),
mengikatkan diri untuk memenuhi perikatannya si berutang (debitur)
melakukan wanprestasi. Atas jaminan penanggungan ini pihak BRI
Cabang Karanganyar melakukan pengikatan atas jaminan tersebut
dengan membuat akta autentik atau notariil. Penanggungan hutang yang
dapat dijadikan jaminan di BRI Cabang Karanganyar adalah sebagai
berikut :
a) Jaminan perorangan (Personal Guarantee)
Pengertian jaminan perorangan yaitu jaminan yang berupa
pernyataan kesanggupan oleh seseorang pihak ketiga guna menjamin
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
80
pemenuhan kewajiban-kewajiban debitur kepada kreditur, apabila
debitur melakukan wanprestasi.
b) Jaminan Perusahaan (Corpoorate Guarantee)
Pengertian jaminan perusahaan yaitu jaminan berupa
pernyataan kesanggupan yang diberikan oleh perusahaan guna
menjamin pemenuhan kewajiban-kewajiban debitur kepada kreditur,
apabila debitur melakukan wanprestasi.
Berdasarkan penelitian penulis dalam prakteknya di BRI Cabang
Karanganyar, jenis agunan tambahan yang paling sering digunakan oleh
kreditur untuk menjamin fasilitas kreditnya adalah jaminan kebendaan
yang bersifat materiil (berwujud) berupa hak tanggungan. Hal ini
dikarenakan jaminan yang bersifat materiil tersebut akan lebih mudah
dieksekusi apabila terjadi cidera janji atau wanprestasi yang dilakukan oleh
debitur (Hasil wawancara dengan Bp Novy Sutarno Hermawan selaku
Account Officer BRI Cabang Karanganyar yang dilakukan pada tanggal 21
April 2011 pukul 16.00).
Hasil analisis kredit yang dilakukan oleh Account Officer yang
menangani dan memrakasai perjanjian kredit modal kerja terhadap jaminan
yang diserahkan debitur dalam kasus ini menyebutkan bahwa agunan
tambahan yang diserahkan debitur adalah sah dan asli kepemilikannya oleh
debitur dengan nilai pengikatan agunan yang digambarkan dalam tabel
berikut:
Tabel 3. Analisis Agunan Tambahan
Rp 000)
No Jenis
Agunan
No.
Bukti
THLS
saat ini
THLS
Saat
Jenis
Pengikatan
Nilai
Pengikatan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
81
Agunan Realisasi
1.
2
.
3.
4.
Tanah
Tanah
Tanah
Tanah/
Bangun
-an
SHM
No. 679
SHM
No.1913
SHM
No.1331
SHM
No.1252
68.400
41.400
10.800
65.000
68.400
41.400
10.800
65.000
HT I
HT II
HT II
HT II
HT I
HT I
36.000
30.000
31.500
14.500
12.000
75.000
Jumlah 185.600 185.600
Sumber :Memorandum Analisis Kredit
Pengertian dari Taksasi Harga Lelang Sita (THLS) saat ini adalah
penilaian harga yang dilakukan oleh pejabat kredit saat akan dilakukannya
penanganan kredit bermasalah berdasarkan harga lelang jika barang agunan
dijual secara lelang. Analisis THLS ini dilakukan oleh BRI Cabang
Karanganyar terkait dengan penjualan barang agunan sita memerlukan
waktu dan biaya sehingga nilai yang akan diterima saat ini harus
diperhitungkan dengan nilai yang akan datang yaitu Net Present Value
(NPV) apabila penanganan agunan dilakukan secara lelang sita. Taksasi
Harga Lelang Sita (THLS) saat realisasi merupakan penilaian harga yang
dilakukan oleh pejabat kredit saat kredit akan direalisasi berdasarkan harga
lelang jika jika barang agunan dijual secara lelang saat itu. Nilai pengikatan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
82
jaminan ditujukan untuk menentukan berapa nilai pengikatan yang telah
dilakukan untuk meng-cover fasilitas kredit yang diberikan kepada nasabah
ditambah dengan bunga dan penalti bunga serta biaya-biaya yang
dikeluarkan untuk pengembalian kredit yang telah diberikan kepada
debitur.
Bedasarkan tabel diatas dapat diketahui mengenai pengikatan
jaminan yang dilakukan oleh BRI Cabang Karanganyar sebagai kreditur
terhadap masing-masing agunan tambahan yang diserahkan oleh debitur
pada awal perjanjian kredit yaitu sebagai berikut :
1) Sertifikat Hak Milik (SHM) No. 670
Agunan tersebut merupakan sertifikat atas tanah milik debitur
dengan jenis pengikatan yaitu sebagai Hak Tanggungan (HT) I dengan
nilai pengikatan sebesar Rp 36.000.000,- (tiga puluh enam juta rupiah).
Terjadinya suplesi (penambahan plafond kredit) mengakibatkan agunan
ini kembali diikat sebagai HT II dengan nilai pengikatan sebesar Rp
30.000.000,- (tiga puluh juta rupiah). Agunan tersebut memiliki Taksasi
Harga Lelang Sita (THLS) pada saat realisasi kredit (9 Oktober 2009)
dan saat ini (restrukturisasi kredit) sebesar Rp 68.000.000,- (enam puluh
delapan juta rupiah).
2) Sertifikat Hak Milik (SHM) No.1913
Agunan kedua ini merupakan sertifikat atas tanah milik debitur
dengan jenis pengikatan yaitu sebagai Hak Tanggungan (HT) I dan nilai
pengikatan sebesar Rp 31.500.000,- (tiga puluh satu juta lima ratus ribu
rupiah). Terjadinya suplesi (penambahan plafond kredit) mengakibatkan
agunan ini diikat sebagai HT II dengan nilai pengikatan sebesar Rp
14.500.000,- (empat belas juta lima ratus ribu rupiah). Agunan tersebut
memiliki Taksasi Harga Lelang Sita (THLS) pada saat realisasi kredit
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
83
(9 Oktober 2009) dan saat ini (restrukturisasi kredit) sebesar Rp
41.400.000,- (empat puluh satu juta empat ratus ribu rupiah).
3) Sertifikat Hak Milik (SHM) No.1331
Agunan ketiga yang diserahkan debitur ini merupakan sertifikat
atas tanah milik debitur dengan jenis pengikatan yaitu sebagai Hak
Tanggungan (HT) I dengan nilai pengikatan sebesar Rp 12.000.000,-
(dua belas juta rupiah). Agunan tersebut memiliki Taksasi Harga Lelang
Sita (THLS) pada saat realisasi kredit (9 Oktober 2009) dan saat ini
(restrukturisasi kredit) sebesar Rp 10.800.000,- (sepuluh juta delapan
ratus ribu rupiah).
4) Sertifikat Hak Milik (SHM) No.1252
Agunan keempat yang diserahkan debitur ini adalah sertifikat
atas tanah milik debitur dengan jenis pengikatan yaitu sebagai Hak
Tanggungan (HT) I dengan nilai pengikatan sebesar Rp 75.000.000,-
(tujuh puluh lima juta rupiah). Agunan tersebut memiliki Taksasi Harga
Lelang Sita (THLS) pada saat realisasi kredit (9 Oktober 2009) dan saat
ini (restrukturisasi kredit) sebesar Rp 65.000.000,- (enam puluh lima
juta delapan ratus ribu rupiah) (Wawancara dengan Bp Novy Sutarno
Hermawan selaku Account Officer BRI Cabang Karanganyar pada
tanggal 14 Juni 2011 pukul 15.30 WIB).
Pelaksanaan restrukturisasi kredit dapat segera dilakukan atau
dimulai apabila debitur telah mengurangi tunggakan pokok sesuai dengan
yang disepakati yaitu sebesar Rp 80.000.000,- (delapan puluh juta rupiah)
dimana untuk mendapatkan dana guna mengurangi tunggakan pokok
debitur memilih melakukan penjualan sebagian agunan tambahan yang
diserahkan pada BRI Cabang Karanganyar sebagai kreditur. Demi menjaga
resiko dan kepentingan hak-hak dari kreditur, maka penjualan agunan
tersebut dilakukan antara BRI Cabang Karanganyar dengan calon pembeli
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
84
yang telah disiapkan oleh debitur. Mekanisme penjulan agunan tambahan
tersebut yaitu debitur mencari calon pembeli yang bersedia untuk membeli
agunan tambahannya dengan memberikan informasi mengenai status dan
kedudukan agunan tersebut. Beberapa waktu kemudian debitur berhasil
menemukan calon pembeli yang bersedia membeli agunan tambahan yang
selanjutnya calon pembeli mengkonfirmasi mengenai kebenaran status
agunan tambahan yang dijual tersebut kepada pihak BRI Cabang
Karanganyar. Calon pembeli setuju untuk membeli agunan tambahan
tersebut kemudian BRI Cabang Karanganyar dan pembeli melakukan jual-
beli terhadap agunan tambahan tersebut (Wawancara dengan Bp Novy
Sutarno Hermawan selaku Account Officer BRI Cabang Karanganyar pada
tanggal 28 Juni 2011 pukul 16.00 WIB).
Penjualan agunan tambahan milik debitur tersebut menggunakan
mekanisme atau cara serah terima barang dan pembayaran yang berbeda
pada umumnya yaitu calon pembeli membayar agunan tambahan yang
dijual dengan harga Rp 80.000.000,- (delapan puluh juta rupiah) dengan
cara membuka tabungan sejumlah harga tersebut di BRI Cabang
Karanganyar, setelah proses tersebut selesai maka pihak kreditur
menyerahkan SHM No.670 dan SHM No.1331 kepada pembeli sehingga
dengan hasil penjualan tersebut debitur dapat mengurangi tunggakan pokok
hutang sebesar Rp 80.000.000,- (delapan puluh juta rupiah) dan sisa pokok
hutang debitur yang akan direstrukturisasi adalah Rp 95.000.000,-
(sembilan puluh lima juta rupiah) (Wawancara dengan Bp Novy Sutarno
Hermawan selaku Account Officer BRI Cabang Karanganyar pada tanggal
28 Juni 2011 pukul 16.00 WIB).
Bedasarkan hasil penelitian penulis, sebagian besar motif calon
pembeli mau membeli agunan tambahan yang dijual oleh debitur adalah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
85
sangat tergantung pada lokasi agunan tersebut berada dengan kriteria
sebagai berikut :
1) Lokasi strategis;
2) Memiliki akses umum yang baik;
3) Terdapat sarana dan prasarana yang memadai
4) Memiliki kontur tanah dan pengairan yang baik apabila berupa
persawahan atau perkebunan dan lain-lain (Wawancara dengan Bp
Novy Sutarno Hermawan selaku Account Officer BRI Cabang
Karanganyar pada tanggal 28 Juni 2011 pukul 16.00 WIB).
b. Akibat Hukum Terhadap Jaminan dalam Pelaksanaan Restrukturisasi Kredit
di BRI Cabang Karanganyar
Penjualan kedua agunan tambahan memiliki implikasi terhadap
jaminan yaitu memiliki akibat hukum bagi debitur maupun kreditur (BRI
Cabang Karangnyar). Agunan tambahan yang digunakan dalam perjanjian
restrukturisasi kredit ini diikat melalui perjanjian pengikatan jaminan yaitu
Akta Pembebanan Hak Tanggungan (APHT) secara notariil dan didaftarkan
ke Kantor Pertanahan Kabupaten Karanganyar. Akibat hukum pengikatan
jaminan dalam restrukturisasi kredit adalah sama dengan pengikatan jaminan
dalam perjanjian kredit pada umumnya yang menimbulkan hak-hak dan
kewajiban hukum yang mengikat dari masing-masing pihak (Wawancara
dengan Bp Novy Sutarno Hermawan selaku Account Officer BRI Cabang
Karanganyar pada tanggal 28 Juni 2011 pukul 16.00 WIB).
Pengikatan jaminan yang memiliki akibat hukum bagi debitur maupun
kreditur yang masih dipertahankan dalam perjanjian restrukturisasi kredit
antara lain sebagai berikut:
1) Sertifikat Hak Milik (SHM) No.1913
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
86
Agunan yang digunakan dalam restrukturisasi kredit ini merupakan
sertifikat atas tanah milik debitur dengan jenis pengikatan yang sama
dengan jenis pengikatan sebelum perjanjian restrukturisasi kredit yaitu
sebagai Hak Tanggungan (HT) I dengan nilai pengikatan sebesar Rp
31.500.000,- (tiga puluh satu juta lima ratus ribu rupiah) dan Hak
Tanggungan II dengan nilai pengikatan sebesar Rp 14.500.000,- (empat
belas juta lima ratus ribu rupiah). Agunan tersebut juga masih memiliki
Taksasi Harga Lelang Sita (THLS) yang sama yaitu pada saat realisasi
kredit (9 Oktober 2009) dan saat ini (restrukturisasi kredit) sebesar Rp
41.400.000,- (empat puluh satu juta empat ratus ribu rupiah).
2) Sertifikat Hak Milik (SHM) No.1252
Agunan berupa tanah/bangunan ini merupakan milik debitur dimana
dilakukan jenis pengikatan sebagai Hak Tanggungan I dengan nilai
pengikatan sebesar Rp 75.000.000,- (tujuh puluh lima juta rupiah) serta
dilakukan penambahan pengikatan jaminan yaitu sebagai Hak Tanggungan
II dengan nilai pengikatan sebesar 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah).
Pelaksanaan restrukturisasi kredit ini tidak mempengaruhi Taksasi Harga
Lelang Sita (THLS) agunan ini yakni THLS agunan ini pada saat realisasi
kredit (9 Oktober 2009) dan saat ini (restrukturisasi kredit) adalah sama
sebesar Rp 65.000.000,- (enam puluh lima juta delapan ratus ribu rupiah)
(Wawancara dengan Bp Novy Sutarno Hermawan selaku Account Officer
BRI Cabang Karanganyar pada tanggal 14 Juni 2011 pukul 15.30 WIB).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
87
B. Pembahasan
1. Pelaksanaan dan Hambatan Restrukturisasi Kredit Sebagai Upaya
Penyelamatan Kredit Bermasalah di BRI Cabang Karanganyar
a. Pelaksanaan restrukturisasi kredit di BRI Cabang Karanganyar
Pelaksanaan restrukturisasi kredit di BRI Cabang Karanganyar
merupakan sebuah upaya penyelamatan kredit bermasalah yang ditempuh
oleh para pihak dalam kasus yang diteliti oleh penulis. Penyelamatan kredit
bermasalah ini dilakukan terhadap fasilitas kredit dengan jaminan yaitu
kredit modal kerja (KMK) yang diberikan pada debitur karena tidak dapat
melaksanakan kewajiban pembayaran kurang lebih 4 bulan angsuran dari
jangka waktu 1 tahun. Hal tersebut menandai terjadinya kredit bermasalah
yang dapat berpotensi menjadi kredit macet terhadap fasilitas kredit yang
diberikan kepada debitur.
Berdasarkan penelitian penulis, Account Officer BRI Cabang
Karanganyar telah melakukan analisis terhadap permohonan kredit calon
debitur sebagai wujud penerapan prinsip kehati-hatian sebagaimana yang
telah diamanatkan dalam Pasal 29 ayat (2) Undang-Undang Nomor 10
Tahun1998 Tentang Perbankan. Penerapan prinsip tersebut dilakukan
dengan melakukan analisis terhadap debitur berdasarkan analisis kelayakan
5C yaitu character, capacity, capital, collateral, dan condition yang
dimiliki oleh calon debitur (Wawancara dengan Bp Novy Sutarno
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
88
Hermawan selaku Account Officer BRI Cabang Karanganyar pada tanggal
28 Juni 2011 pukul 16.30 WIB).
Berdasarkan Pasal 29 ayat (2) UU No.19 Tahun 1998 Tentang
Perbankan, menyatakan bahwa dalam melakukan kegiatan usahanya bank
wajib menerapkan prinsip kehati-hatian. Hal ini berkaitan dengan
kewajiban bank untuk memiliki dan menerapkan system pengawasan intern
dalam rangka menjamin terlaksananya proses pengambilan keputusan
dalam pengelolaan bank yang harus sesuai dengan prinsip kehati-hatian.
Wujud dari penerapan prinsip kehati-hatian yaitu dalam memberikan kredit
bank diharuskan menerapakan prinsip 5C dan penilaian on the spot dalam
menganalisis suaru permohonan kredit dari calon debitur sehingga bank
tidak sembarangan memberi fasilitas kredit kepada calon debitur agar
fasilitas kredit tersebut tidak disalahgunakan oleh debitur yang dapat
menyebabkan terjadinya kredit bermasalah. Hal ini juga berkaitan dengan
sumber dana yang disalurkan oleh bank melalui fasilitas kredit tersebut,
dimana sebagian dana tersebut berasal dari tabungan masyarakat atau
nasabah yang disimpan atas dasar kepercayaan, sehingga setiap bank perlu
untuk terus menjaga kesehatannya dan memelihara kepercayaan dari
masyarakat dengan menerapkan prinsip kehati-hatian tersebut.
Terjadinya kredit bermasalah dalam kasus yang diteliti penulis ini,
tentunya telah menimbulkan kerugian bagi pihak kreditur yaitu BRI
Cabang Karanganyar. Hal ini dikarenakan pada awal permohonan
kreditnya, debitur menyatakan akan memenuhi semua kewajibannya
kepada kreditur. Selain itu berdasarkan hasil analisis kredit dari petugas
Account Officer dapat diketahui bahwa debitur mempunyai kemampuan
dan itikad baik untuk memenuhi kewajibannya serta mempunyai prospek
usaha yang baik. Timbulnya kredit bermasalah tersebut, sama sekali tidak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
89
diprediksi oleh petugas Account Officer pada saat melakukan analisis kredit
karena pihak bank sudah menerapkan prinsip kehati-hatian sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 29 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang
Perbankan.
Account Officer pada dasarnya telah menerapkan prinsip kehati-
hatian melalui analisis pemberian kredit berdasarkan analisis studi
kelayakan prinsip 5C untuk mengetahui sejauh mana itikad debitur, akan
tetapi hal tersebut belum cukup untuk menjamin penyaluran kredit ini akan
lancar atau berhasil, analisis tersebut dalam kasus ini antara lain sebagai
berikut sebagai berikut :
1) Character (Karakter)
Unsur karakter nasabah atau calon debitur merupakan unsur
yang paling utama disamping unsur-unsur lainnya yang digunakan
oleh Bank Rakyat Indonesia Cabang Karanganyar dalam memutuskan
mengabulkan atau tidak mengabulkan suatu permohonan kredit yang
diajukan oleh nasabah. Menurut pendapat penulis, pada dasarnya
karakter debitur dalam kasus ini memiliki itikad yang baik, hal ini
terbukti dengan masih dibayarnya bunga pinjaman walaupun secara
tidak penuh. Terjadinya kredit bermasalah ini, tidak dipengaruhi oleh
karakter debitur akan tetapi dipengaruhi oleh terjadinya penurunan
usaha milik debitur yang merupakan faktor eksternal (dari luar)
sehingga debitur tidak bisa memenuhi kewajibannya kepada kreditur.
2) Capacity (Kemampuan)
Seorang calon debitur harus pula diketahui kemampuan
bisnisnya, sehingga dapat diprediksikan kemampuan untuk melunasi
hutangnya. Apabila kemampuan bisnisnya kecil atau rendah, maka
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
90
calon debitur tersebut tidak layak diberikan kredit dalam skala besar.
Pihak bank dalam menganalisis calon debiturnya tentunya harus
memperhatikan faktor kemampuan calon debiturnya dalam
menjalankan bisnisnya. Kemampuan tersebut meliputi skill dan
keahlian yang dimiliki oleh calon debitur.
Penilaian kemampuan debitur dalam kasus ini dilakukan
dengan menganalisa usaha yang dilakukan oleh debitur meliputi
manajemen, kegiatan, neraca keuangan hingga prospek
keberlangsungan usaha kedepannya. Pada awal permohonan kredit
debitur dinilai memiliki kemampuan bisnis yang baik termasuk
manajemen dan keuangannya sehingga diyakini mampu memenuhi
seluruh kewajibannya. Hal ini dilihat dari usaha yang dijalankan
debitur sudah berlangsung lebih dari 2 (dua) tahun dan cukup berhasil
sehingga layak diberikan kepada debitur.
Menurut pendapat penulis, hal tersebut sangat penting
diperhatikan karena apabila kemampuan bisnis yang dimiliki oleh
calon debitur baik maka usaha yang dijalankan oleh calon debitur akan
berhasil. Hal ini tentunya akan berpengaruh juga pada kemampuan
debitur dalam pelunasan kreditnya sehingga resiko terjadinya kredit
bermasalah dapat dihindari. Namun apabila terjadi kredit bermasalah
seperti dalam kasus ini, maka pihak bank harus lebih berhati-hati dan
cermat dalam menganalisis kemampuan bisnis yang dimiliki debitur.
hal ini dikarenakan kemampuan bisnis seseorang sangat tergantung
pada diri pribadi masing-masing artinya walaupun memiliki
kemampuan manajerial yang baik akan tetapi tidak memiliki
kesadaran dan keinginan untuk maju maka hal tersebut akan
menyebabkan kemunduran usahanya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
91
Faktor lainnya yang mempengaruhi penurunan usaha debitur
adalah banyaknya saingan usaha melalui sistem ngijon yang
berhubungan dengan kemampuan bisnis debitur. Tidak dapat
dipungkiri saat ini, banyak pengusaha yang sejenis dengan debitur
berusaha mendapatkan keuntungan sebanyak-banyaknya dengan
melakukan jual-beli kepada produsen (petani) dengan sistem ngijon
yaitu membeli hasil panen pada saat padi masih hijau atau pada masa
sebelum panen tiba. Maraknya sistem ini, membuat debitur yang
merupakan pengusaha pengepul hasil pertanian menjadi kekurangan
pasokan karena debitur tidak menggunakan sistem ngijon dengan
alasan tertentu sehingga menyebabkan pendapatannya berkurang dan
terjadinya penurunan usaha. Berdasarkan hal tersebut, maka faktor
eksternal juga dapat mempengaruhi kemampuan (capacity) debitur
dalam menjalankan bisnisnya. Pengaruh dari faktor eksternal yaitu
timbulnya ketidakmampuan debitur dalam menghadapi persaingan
bisnis yang terjadi yakni debitur tidak siap menghadapi persaingan
bisnis dengan sistem ngijon. Hal ini seharusnya lebih dianalisa secara
mendalam oleh petugas analisis berdasarkan pada fakta-fakta yang
terjadi sebelumnya, saat ini dan kemungkinan-kemungkinan
munculnya hambatan tersebut pada masa yang akan dating sehingga
tidak hanya diperoleh suatu keyakinan atas kemampuan dan
kesanggupan debitur untuk melunasi hutangnya saja tetapi juga
diperoleh suatu ketepatan analisis terhadap debitur yang dapat
menjamin fasilitas kredit tersebut. Untuk melakukan hal ini tentunya
diperlukan keterbukaan dan kesadaran dari debitur secara menyeluruh.
3) Capital (Modal)
Debitur dalam kasus ini, juga terlebih dahulu sudah memiliki
modal awal sebesar 30% dari kebutuhan modal usaha seluruhnya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
92
sehingga menurut Account Officer BRI Karanganyar debitur layak
mendapatkan fasilitas kredit modal kerja. Penulis berpendapat bahwa
penilaian mengenai permodalan debitur memang sangat penting
dilakukan hal ini terkait dengan syarat pemberian fasilitas KMK serta
ketersediaan modal debitur untuk menjalankan usahanya karena modal
merupakan faktor utama yang dibutuhkan untuk menjalankan suatu
usaha bisnis dimana usaha debitur ini merupakan jaminan pokok
dalam pemberian fasilitas kredit ini. Sehingga unsur modal ini tetap
harus dipertimbangkan dalam pemberian fasilitas kredit selanjutnya.
4) Condition of Economic (Kondisi Ekonomi)
Berdasarkan penelitian penulis, petugas Account Officer yang
menangani pemberian kredit tersebut menilai bahwa kondisi
perkonomian terutama yang menyangkut bisnis debitur sebagai
pengepul dan pengecer hasil pertanian pada saat pengajuan kredit
KMK tergolong bagus dan layak. Hal ini dikarenakan pada saat
pengajuan kredit, usaha yang dijalankan debitur menunjukan prospek
yang bagus dan dapat berkembang serta memiliki potensi pasar dan
ekonomi yang baik pula. Hal tersebut dapat dilihat dari potensi
ekonomi di wilayah Kabupaten Karanganyar secara keseluruhan
khususnya lokasi usaha debitur yang bersifat agraris/pertanian sangat
mendukung kelangsungan usaha debitur pada saat itu (Wawancara
dengan Bp Novy Sutarno Hermawan selaku Account Officer BRI
Cabang Karanganyar pada tanggal 14 Juni 2011 pukul 15.30 WIB).
Penulis berpendapat bahwa dalam perkembangan beberapa
tahun terakhir ini, kondisi perekonomian maupun pasar tersebut telah
berubah dengan maraknya sistem ijon yang dilakukan oleh pengusaha
sejenis dengan debitur. Hal inilah yang menyebabkan penurunan usaha
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
93
debitur hingga debitur tidak dapat memenuhi kewajibannya. Oleh
karena itu, dalam pelaksanaan analisis kredit terutama mengenai
prinsip condition of economic, perlu dilakukan pengkajian kondisi
perekonomian baik regional, nasional maupun internasional secara
terus-menerus yaitu pada masa lampau, sekarang dan yang akan datang
secara lebih cermat agar dapat diprediksi kemungkinan kondisi-kondisi
perekonomian yang akan terjadi yang dapat mempengaruhi pemberian
fasilitas kredit oleh pihak bank..
5) Collateral (Agunan)
Pada dasarnya, jaminan yang digunakan dalam pemberian
kredit oleh perbankan hanyalah berupa suatu keyakinan atas
kesanggupan dan kemampuan atas debitur untuk melunasi hutangnya
sesuai yang diperjanjikan, akan tetapi selain jaminan pihak bank juga
dapat mensyaratkan adanya agunan baik agunan pokok maupun
agunan tambahan. Tidak semua perjanjian kredit di BRI Cabang
Karanganyar mensyaratkan adanya agunan karena agunan ini hanya
dipersyaratkan dalam hal kredit dengan jaminan seperti fasilitas kredit
modal kerja ini.
Agunan tersebut ditujukan untuk menjamin hutang debitur
apabila sewaktu-waktu terjadi kredit bermasalah selain jaminan
utamanya adalah kepercayaan terhadap debitur. Analisa kredit yang
dilakukan oleh Account Officer menunjukan bahwa nilai agunan atau
jaminan yang diserahkan oleh debitur telah sesuai dengan jumlah nilai
pengikatan jaminan dimana nilai jaminan lebih tinggi dari jumlah
pinjaman atau kredit yang diambil oleh debitur sehingga keempat
jaminan tersebut dapat digunakan untuk menjamin kredit modal kerja
debitur.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
94
Menurut pendapat penulis, hasil analisis berdasarkan prinsip
pemberian kredit 5C tersebut diatas secara keseluruhan sudah dilakukan
dengan baik, akan tetapi masih terdapat kekurangan yaitu mengenai
capacity (kemampuan debitur) dalam debitur dalam menjalankan usahanya
sehingga belum dapat menjamin penyaluran kredit secara lancar. Petugas
Account Officer kurang tajam dalam menganalisis kemampuan (capacity)
debitur dalam menghadapi persaingan bisnis yang mungkin terjadi. Faktor
penyebab terjadinya kredit bermasalah dalam kasus ini adalah faktor intern
dan faktor ekstern. Faktor utama yang menyebabkan debitur mengalami
penurunan usaha adalah faktor intern yaitu debitur tidak dapat menghadapi
persaingan bisnis dengan sistem ngijon yang terjadi dikemudian hari. Hal
tersebut dapat dikatakan sebagai tidak kelayakan debitur. Faktor ekstern
yang juga turut menyebabkan kredit bermasalah ini yaitu menurunnya
kegiatan ekonomi dan banyaknya piutang tak tertagih maka selanjutnya
diharapkan dalam melakukan analisis kredit Account Officer harus lebih
cermat dan teliti dalam menganalisis kelayakan seorang debitur agar
kemungkinan terjadinya kredit bermasalah yang timbul karena
ketidakmampuan bisnis debitur dapat dihindari.
Pelaksanaan restrukturisasi kredit merupakan tindakan yang tepat
dilakukan oleh pihak bank selaku kreditur karena terjadinya kredit
bermasalah ini akan memberi dampak bagi pihak bank yaitu terhadap
kelancaran operasi bank pemberi kredit (BRI Cabang Karanganyar).
Dampak tersebut berupa aktiva produktif bank akan diragukan
kolektibilitasnya (kewajiban PPAP), menurunnya profitabilitas (ROA),
mengurangi jumlah modal pada bank yang berakibat pada menurunnya
prosentase car dimana bank harus memasukan modal. Berdasarkan hal
tersebut maka restrukturisasi kredit merupakan hal yang penting dilakukan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
95
atau diprakarsai oleh pihak bank apabila ditemui tanda-tanda terjadinya
kredit bermasalah.
Menurut penulis, pada dasarnya kredit bermasalah dalam hal
pemberian fasilitas kredit oleh perbankan dapat dicegah atau dihindari
apabila bank secara konsisten dan total menerapkan prinsip kehati-hatian
sesuai dengan Pasal 29 Undang-Undang Nomor 10 Tahun1998 Tentang
Perbankan yaitu pada tahap permohonan, analisis kredit, putusan kredit,
perjanjian, pengikatan jaminan, dropping kredit, pengawasan, pelunasan
atau perpanjangan. Berdasarkan penjelasan Undang-Undang Nomor 10
Tahun 1998 Tentang Perbankan maka kredit bermasalah juga dapat
dicegah dengan menerapkan asas-asas perkreditan yang sehat antara lain
sebagai berikut :
1) Bank tidak diperkenankan memberikan kredit tanpa surat perjanjian
tertulis.
2) Bank tidak diperkenankan memberikan kredit kepada usaha yg sejak
semula kurang sehat.
3) Bank tidak diperkenankan memberikan kredit utk pembelian saham.
4) Bank tidak diperkenankan memberikan kredit melampaui batas
maksimum pemberian kredit (Legal Lending Limit).
Pihak bank juga perlu melakukan pengamanan resiko kredit agar
kredit bermasalah tidak terjadi yaitu berupa :
1) Penyebaran kredit yang baik dari jumlah kredit yang diberikan hingga
tidak terjadi konsentrasi pemberian kredit kepada sejumlah kecil
debitur.
2) Penutupan ansuransi atas barang jaminan dengan Banker’s Clause.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
96
3) Memanfaatkan lembaga asuransi kredit, yaitu dengan jalan
mengasuransikan kredit yang diberikan dengan menutup perjanjian
pertanggungan (polis) dengan PT Askrindo (Asuransi kredit
Indonesia).
Sebelum terjadinya kredit bermasalah debitur memang mempunyai
usaha yang cukup sukses dan maju dibidangnya. Hal ini dapat dilihat dari
penambahan plafond kredit (suplesi) menjadi Rp 175.000.000,- (seratus
tujuh puluh lima juta rupiah), dengan alasan untuk menambah modal usaha
agar lebih berkembang. Proses suplesi ini dapat dilakukan di BRI Cabang
Karanganyar apabila bertujuan untuk menambah modal usaha serta
tambahan kredit tersebut tidak melebihi nilai jaminan. Apabila jumlah
kredit lebih besar dari nilai jaminan maka debitur wajib menambah jumlah
agunannya.
Penambahan plafond kredit ini merupakan penambahan pinjaman
atau hutang pokok yang pada awal perjanjian sebesar Rp 50.000.000 (lima
puluh juta rupiah) menjadi Rp 175.000.000 (seratus tujuh puluh lima juta
rupiah) yang tentunya juga mengubah isi perjanjian awalnya sehingga agar
berkekuatan hukum, maka harus dituangkan dalam perjanjian yang baru
(novasi). Namun secara prakteknya di dunia perbankan, penambahan
plafond kredit tersebut tidak perlu dituangkan dalam perjanjian yang baru
karena cukup ditambahkan dalam perjanjian kredit awal yaitu sebagai
perjanjian addendum (tambahan). Menurut penulis, hal ini bertujuan untuk
menjaga efektifitas dan efisiensi dalam prakteknya serta ketentuan tersebut
sudah ditentukan dalam kebijakan internal di Bank Rakyat Indonesia
sehingga walaupun tidak dituangkan dalam perjanjian baru, penambahan
plafond kredit tersebut tetap berkekuatan hukum dan mengikat para pihak.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
97
Penambahan plafond kredit yang diajukan oleh debitur dalam kasus
ini tidak melebihi nilai jaminannya maka dalam penambahan jumlah
plafond kredit debitur tidak perlu menambahkan jumlah agunannya akan
tetapi cukup dilakukan pengikatan jaminan baru terhadap agunan tambahan
yang telah diserahkan pada awal perjanjian kredit yaitu penambahan
pengikatan terhadap SHM No.670 dan SHM No.1913 sebagai Hak
Tanggungan (HT) II. Penambahan plafond kredit tersebut didasarkan pada
penilaian bahwa debitur masih mampu membayar kreditnya hingga lunas
sehingga penambahan jumlah plafond kredit tersebut disetujui oleh
kreditur.
Tingkat kolektibilitas fasilitas kredit KMK yang diberikan pada
kredit debitur berada dalam tingkat “Dalam Perhatian Khusus (DPK)”
sesuai dengan ketentuan Pasal 12 ayat (3) Peraturan Bank Indonesia No. 7 /
2 / PBI / 2005 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum, dimana
penyaluran fasilitas kredit tersebut telah memenuhi kriteria “Dalam
Perhatian Khusus” sebagai berikut :
1) Terdapat tunggakan angsuran pokok dan atau bunga yang belum
melampaui 90 hari atau;
2) Kadang – kadang terjadi cerukan atau;
3) Mutasi rekening relatif rendah atau;
4) Jarang terjadi pelanggaran terhadap kontrak yang diperpanjanjikan;
5) Didukung oleh pinjaman baru yaitu adanya suplesi (penambahan)
plafond kredit yang dilakukan debitur untuk menambah modal usaha.
Berdasarkan tingkat kolektibilitas, fasilitas kredit debitur termasuk
dalam kredit bermasalah sehingga dilakukan upaya penyelamatan berupa
restrukturisasi kredit sesuai dengan Surat Edaran Bank Indonesia No.
26/4/BPPP Tentang Tata Cara Penilaian Tingkat Kesehatan Bank tanggal
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
98
29 Mei 1993 yang pada prinsipnya mengatur penyelamatan kredit
bermasalah sebelum diselesaikan melalui lembaga hukum yaitu sebagai
berikut:
1) Rescheduling (penjadwalan kembali), yaitu suatu upaya hukum untuk melakukan perubahan terhadap beberapa syarat perjanjian kredit yang berkenaan dengan jadwal pembayaran kembali/ jangka waktu kredit termasuk tenggang (grace priod), termasuk perubahan jumlah angsuran. Bila perlu dengan penambahan fasilitas kredit.
2) Reconditioning (persyaratan kembali), yaitu melakukan perubahan atas sebagian atau seluruh persyaratan perjanjian, yang tidak terbatas hanya kepada perubahan jadwal angsuran, atau jangka waktu kredit saja. Tetapi perubahan kredit tersebut tanpa memberikan tambahan kredit atau tanpa melakukan konversi atas seluruh atau sebagian dari kredit menjadi equity perusahaan.
3) Restructuring (penataan kembali), yaitu upaya berupa melakukan perubahan syarat-syarat perjanjian kredit berupa pemberian tambahan kredit, atau melakukan konversi atas seluruh atau sebagian kredit menjadi perusahaan, yang dilakukan dengan atau tanpa rescheduling atau reconditioning (Surat Edaran Bank Indonesia No. 26/4/BPPP Tentang Tata Cara Penilaian Tingkat Kesehatan Bank)
Berdasarkan ketentuan tersebut, terdapat 3 (tiga) cara dalam
melakukan penyelamatan kredit yang salah satunya telah dilaksanakan oleh
pihak BRI Cabang Karanganyar sebagai kreditur. Ketiga cara tersebut
dapat dilakukan berupa salah satu maupun gabungan diantara ketiganya
sesuai dengan kasus kredit bermasalah yang terjadi. Pelaksanaan
restrukturisasi kredit oleh BRI Cabang Karanganyar yaitu dengan
menerapkan ketiga cara penyelamatan kredit bermasalah dimana
restructuring (penataan kembali) dikombinasikan dengan rescheduling dan
atau reconditioning sebagai pelengkap. Hal ini dikarenakan restructuring
(penataan kembali) lebih efektif dalam mengatasi kredit bermasalah ini
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
99
karena dengan restrukturisasi kredit para debitur terbantu dalam mengatasi
kredit bermasalah yang terjadi.
Dasar hukum dari pelaksanaan restrukturisasi kredit dalam
menyelamatkan kredit bermasalah di dunia perbankan saat ini yaitu :
1) Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan.
2) PP No.14 tahun 2005 sebagaimana yang telah diubah dengan PP No.3
tahun 2006 tentang Tata Cara Penyelesaian Piutang Negara/Daerah.
3) PBI No.7/2/PBI/2005 tanggal 20 Januari 2005 dan SE BI No.7/3/DPNP
tanggal 31 Januari 2005 tentang Kualitas Aktiva Produktif.
4) PBI No.2/15/PBI/2000 tanggal 12 Juni 2000 tentang perubahan Surat
Keputusan Direksi bank Indonesia No.31/150/Kep/Dir tanggal 12
Nopemer 1998 tentang Restrukturisasi Kredit.
4) SE BI No.7/190/DPNP/IDPnP tanggal 26 April 2005, dan SE BI
No.7/319/DPNP/IDPnP tanggal 27 Juni 2005 tentang Kebijakan
Restrukturisasi Kredit.
Keempat dasar hukum restrukturisasi kredit tersebut kemudian
diadopsi sebagai peraturan atau kebijakan restrukturisasi kredit di Bank
Rakyat Indonesia Tbk yaitu dalam SK BRI NOKEP:S.94-
DIR/ADK/12/2005 Tentang Restrukturisasi Kredit. Surat keputusan
tersebut menjadi dasar hukum serta pedoman dalam pelaksanaan
restrukturisasi kredit di Bank Rakyat Indonesia dimana kebijakan serta
peraturan yang terkandung dalam surat keputusan tersebut telah sesuai
dengan keempat dasar hukum pelaksanaan restrukturisasi kredit oleh
perbankan di Indonesia.
Restrukturisasi Kredit merupakan upaya perbaikan yang dilakukan
bank dalam kegiatan perkreditan terhadap debitur yang mengalami
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
100
kesulitan untuk memenuhi kewajibannya pada bank. Restrukturisasi kredit
ini dilakukan untuk mengembalikan tingkat kolektibilitas yang turun,
kembali menjadi tingkat kolektibilitas sebelumnya. Hal ini ditujukan agar
tidak menyebabkan semakin bertambahnya kasus kredit macet yang terjadi
serta sebagai upaya penyelamatan kredit sekaligus sebagai upaya
menyelamatkan usaha debitur agar kembali sehat. Upaya tersebut tetap
harus mengutamakan kepentingan pihak BRI Cabang Karanganyar
sehingga restrukturisasi kredit ini merupakan alternatif terbaik untuk
menyelamatkan kredit sekaligus usaha debitur.
Berdasarkan Pasal 2 ayat (4) SK BRI NOKEP:S.94-
DIR/ADK/12/2005 Tentang Restrukturisasi Kredit, dalam pelaksanaan
restrukturisasi kredit bank dilarang untuk melakukan restrukturisasi dengan
tujuan hanya untuk menghindari :
1) Penurunan penggolongan kualitas kredit
2) Peningkatan pembentukan PPAP
3) Penghentian pengakuan pendapatan bunga secara akrual.
Terhadap ketentuan tersebut diatas, pihak bank harus berhati-hati di
dalam mengeluarkan keputusan untuk melakukan prakarsa restrukturisasi
kredit terhadap kredit bermasalah yang terjadi di BRI Cabang Karanganyar.
Pihak bank harus menyeleksi dan menimbang secara bijak dalam
memutuskan kredit bermasalah yang dapat direstrukturisasi kredit dimana
harus memenuhi persyaratan bahwa debitur mengalami kesulitan
pembayaran pokok dan atau bunga serta debitur masih memiliki prospek
usaha yang baik. Hal ini bertujuan agar kemungkinan terjadinya hal yang
sama yaitu kredit bermasalah setelah pelaksanaan restrukturisasi kredit bisa
dihindari.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
101
Berdasarkan analisa penulis, jenis restrukturisasi yang dilakukan
oleh debitur dan kreditur (pihak BRI Cabang Karanganyar) adalah
restrukturisasi kredit dengan kombinasi rescheduling (penjadwalan
kembali) dan reconditioning (persyaratan kembali). Implementasi dari
restrukturisasi kredit tersebut berupa :
1) penurunan tingkat suku bunga;
2) perpanjangan jangka waktu kredit atau penjadwalan kembali;
3) penjualan agunan tambahan.
Pada tahap analisis dan evaluasi terutama dalam menganalisis
permasalahan debitur disebutkan bahwa berdasarkan perhitungan impilkasi
finansial, alternatif lainnya yang dapat digunakan selain penjualan agunan
adalah penerapan suku bunga serendah mungkin. Menurut penulis,
alternatif ini tepat dilakukan, mengingat kondisi usaha debitur yang sedang
mengalami penurunan sehingga dengan turunnya suku bunga kredit maka
beban pembayaran kredit debitur dapat sedikit berkurang. Hal ini akan
berdampak pada peningkatan kemampuan debitur untuk lebih
berkonsentrasi membangkitkan usahanya dan dengan peningkatan usaha
tersebut diharapkan debitur dapat melunasi seluruh kewajibannya kembali.
Klausula kedua dalam perjanjian restrukturisasi kredit menyebutkan
bahwa debitur diharuskan membayar seluruh biaya yang timbul akibat
restrukturisasi ini pada saat realisasi perjanjian ini. Kewajiban pembayaran
biaya yang timbul dari suatu perjanjian hutang-piutang memang secara
otomatis menjadi tanggung jawab debitur walaupun hal tersebut tidak
diatur secara tertulis. Hal ini didasarkan pada ketentuan Pasal 1395 Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata yang berisi sebagai berikut “Biaya yang
harus dikeluarkan untuk melakukan pembayaran dipikul oleh si berutang“.
Berdasarkan pasal tesebut penulis menafsirkan bahwa yang dimaksud
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
102
dengan “pembayaran” adalah perjanjian restrukturisasi kredit yang dalam
kasus ini digunakan sebagai mekanisme pembayaran oleh debitur,
sedangkan yang dimaksud “si berutang” adalah debitur yang wajib
membayar seluruh biaya yang timbul dalam perjanjian restrukturisasi kredit
yaitu sebesar Rp 750.000.00,- (tujuh ratus lima puluh ribu rupiah).
Klausula terakhir dalam perjanjian tersebut berisi mengenai
pengesampingan Pasal 1226 KUH Perdata yang berisi bahwa syarat batal
dianggap selalu dicantumkan dalam persetujuan dan pembatalannya harus
dimintakan kepada hakim. Terjemahan dari pasal tersebut adalah sebagai
berikut :
Dalam hal demikian persetujuan tidak batal demi hukum, tetapi pembatalan harus dimintakan kepada Pengadilan. Permintaan ini juga harus dilakukan, meskipun syarat batal mengenai tidak dipenuhinya kewajiban dinyatakan di dalam persetujuan. Jika syarat batal tidak dinyatakan dalam persetujuan, maka Hakim dengan melihat keadaan, atas permintaan tergugat, leluasa memberikan suatu jangka waktu untuk memenuhi kewajiban, tetapi jangka waktu itu tidak boleh lebih dan satu bulan (Pasal 1226 KUH Perdata).
Berdasarkan terjemahan pasal tersebut dapat diketahui bahwa
pengertian syarat batal berarti menyatakan suatu kondisi atau
keadaanbatalnya suatu kontrak yang hanya berlaku apabila salah satu pihak
melakukan wanprestasi atau tidak memenuhi kewajibannya. Pasal tersebut
menegaskan bahwa dalam suatu perjanjian timbal-balik (das Sein) dimana
para pihaknya telah mengatur secara khusus mengenai batalnya perjanjian
sebagai akibat wanprestasi, perjanjian tersebut tetap atau harus tunduk pada
ketentuan Pasal 1266 KUHPerdata (das Sollen). Kewajiban tersebut terlihat
dari penggunaan kata "dianggap selalu" yang berarti bahwa ada atau
tidaknya klausula mengenai batalnya perjanjian sebagai akibat wanprestasi,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
103
maka ketentuan yang berlaku adalah ketentuan Pasal 1266 KUHPerdata
tersebut.
Pasal 1266 KUHPerdata menegaskan bahwa ketentuan tersebut
merupakan suatu ketentuan umum yang berlaku untuk perjanjian-perjanjian
yang sifatnya timbal-balik. Artinya, syarat batal tidak boleh ditentukan lain
oleh para pihak sehingga bila terjadi wanprestasi pembatalan perjanjian
harus dimintakan kepada hakim. Apabila dilihat secara gramatikal (susunan
kata) bahwa Pasal 1266 KUHPerdata tersebut tidak mengandung suatu
kondisi yang dapat ditawar-tawar atau dikesampingkan.
Berdasarkan hasil penelitian penulis, Pasal 1266 KUHPerdata ini
merupakan pasal controversial. Hingga saat ini para ahli hukum masih
memperdebatkan kedudukan pasal tersebut dalam suatu perjanjian timbal-
balik karena dalam prakteknya masih banyak para pihak mengesampingkan
pasal ini dalam membuat suatu perjanjian termasuk dalam perjanjian
restrukturisasi kredit di BRI Cabang Karanganyar. Penulis mengambil dua
pendapat ahli hukum yang mempertahankan eksistensi dari Pasal 1266
KUHPerdata dalam suatu perjanjian hutang-piutang atau timbal-balik.
Pendapat pertama dinyatakan oleh Subekti dalam bukunya yang berjudul
Hukum Perjanjian yang menjelaskan bahwa:
Pasal 1266 KUHPerdata, wanprestasi bukanlah suatu syarat yang membatalkan perjanjian, melainkan suatu syarat yang dapat membatalkan perjanjian. Kelalaian atau wanperstasi tidak secara otomatis membuat batal atau membatalkan suatu perjanjian seperti halnya dengan suatu perjanjian bersyarat. Untuk dapat membatalkan perjanjian tersebut, maka pihak yang merasa dirugikan harus mengajukan permohonan batal kepada hakim. Putusan hakim tersebut bukanlah bersifat declaratoir (menyatakan batal), melainkan membatalkan perjanjian tersebut (constitutif) (Subekti, 2002:50).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
104
Pendapat tersebut maka menyatakan bahwa batalnya suatu
perjanjian harus berdasarkan pada putusan hakim. Hal ini dikarenakan
dengan keyakinan hakim dapat diputuskan bahwa wanprestasi telah terjadi
atau tidak sehingga apabila untuk membatalkan suatu perjanjian haruslah
dengan putusan hakim yang sifatnya constitutive (membatalkan).
Pendapat yang kedua, dinyatakan oleh Suharnoko dalam bukunya
yang berjudul Hukum Perjanjian: Teori dan Analisa Kasus yaitu :
Pasal 1266 KUHPerdata tidak dapat dikesampingkan dalam semua kasus. Penerapannya harus dilakukan secara hati-hati, harus dilihat kasus per kasus. Pembatalan perjanjian pada prinsipnya bertujuan untuk membawa segala sesuatu kembali ke keadaan semula, seolah-olah perikatan yang ditimbulkan oleh perjanjian tersebut tidak pernah terjadi. Bila perjanjian batal, maka para pihak yang telah menerima prestasi atau telah menerima haknya, diwajibkan untuk mengembalikannya (Suharnoko, 2004: 63)
Pendapat yang kedua ini memang sejalan dengan pendapat dari
Subekti, akan tetapi lebih bersifat moderat dimana dalam kasus-kasus
(perjanjian-perjanjian) tertentu saja yang dapat mengesampingkan
eksistensi Pasal 1266 KUHPerdata ini dimana perjanjian yang
mengesampingkan pasal tersebut haruslah bersifat krusial (penting)
menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Kedua pendapat tersebut cenderung mempertahankan dan
melindungi eksistensi atau kedudukan Pasal 1266 KUHPerdata dalam
suatu perjanjian timbal-balik. Hal ini dikarenakan apabila dikaitkan dengan
perlindungan terhadap pihak yang lebih lemah, pembatalan perjanjian
sepihak tanpa melalui proses pengadilan dapat merugikan pihak yang
lemah. Pihak yang lebih lemah umumnya hanya bisa menerima segala
kondisi yang ditawarkan oleh pihak lawan (perjanjian baku). Kondisi ini
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
105
tentu tidak sesuai dengan prinsip kepatutan (Pasal 1339 KUHPerdata) yang
merupakan pembatasan terhadap prinsip kebebasan berkontrak (Pasal 1338
KUHPerdata).
Menurut pendapat penulis, penentuan kalusula batal tersebut berarti
para pihak menganggap bahwa Pasal 1266 KUHPerdata tersebut dianggap
tidak ada, hal ini tentunya bertentangan dengan ketentuan pasal itu sendiri
yang menegaskan bahwa pasal tersebut harus selalu dianggap ada
(diberlakukan) dalam setiap perjanjian timbal-balik termasuk perjanjian
restrukturisasi kredit yang disepakati para pihak. Akan tetapi, ketentuan
pasal tersebut tetap dikesampingkan karena dasar dari perjanjian ini yaitu
prestasi untuk menyerahkan sesuatu berupa uang dari debitur kepada
kreditur yang sifatnya pokok. Sehingga apabila lewat jangka waktu para
pihak sepakat bahwa hal tersebut merupakan wanprestasi tanpa harus
dibatalkan dengan putusan hakim. Pengesampingan Pasal 1266
KUHPerdata juga dikarenakan para pihak mempunyai kalusula sendiri
mengenai batalnya perjanjian kredit yang telah disepakati.
Klausula perjanjian kredit diatas menegaskan bahwa apabila debitur
melakukan wanprestasi maka perjanjian tersebut otomatis menjadi batal
tanpa harus dimintakan pembatalannya kepada hakim. Pembatalan dengan
sendirinya tersebut memiliki akibat hukum bahwa debitur harus tetap
memenuhi seluruh kewajibannya untuk membayar pokok, bunga serta
denda sesuai dengan perjanjian kredit semula yaitu perjanjian kredit
sebelum adanya resrtukturisasi kredit.
Pada dasarnya para pihak berhak melaksanakan suatu perjanjian
berdasarkan pada Pasal 1338 KUHPerdata. Dalam ketentuan Pasal 1338
ayat (1) KUHPerdata menyatakan bahwa ”semua kontrak (perjanjian) yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
106
dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang
membuatnya”. Hal ini berarti bahwa perjanjian restrukturisasi kredit yang
disepakati para pihak berlaku sebagai undang-undang dan mengikat bagi
para pihak selama dilakukan dengan itikad baik karena seluruh isi
perjanjian kredit tersebut merupakan prakarsa dan kesepakatan debitur dan
kreditur.
Ketentuan pasal tersebut dapat disimpulkan sebagai penerapan asas
kebebasan berkontrak yang bersumber pada kebebasan individu untuk
mengadakan suatu kontrak atau perjanjian termasuk isi dari perjanjian
restrukturisasi kredit yang mengesampingkan ketentuan Pasal 1226
KUHPerdata. Berlakunya asas konsensualisme menurut hukum perjanjian
Indonesia memantapkan adanya asas kebebasan berkontrak. Suatu
perjanjian dapat berlaku apabila ada kesepakatan para pihak, keseluruhan
isi perjanjian restrukturisasi kredit termasuk pengesampingan Pasal 1226
KUHPerdata juga telah disepakati para pihak sehingga perjanjian tersebut
dapat berlaku dan sah.
Adanya klausula batal tersebut juga telah ditentukan dalam Pasal 11
ayat (4) SK BRI NOKEP:S.94-DIR/ADK/12/2005 tentang Restrukturisasi
Kredit yang menyatakan bahwa :
Dalam perjanjian restrukturisasi kredit harus dicantumkan recapture clause, dimana isinya berupa penegasan bahwa para pihak sepakat untuk mengesampingkan ketentuan Pasal 1266 KHPerdata, dimana dalam hal debitur wanprestasi, syarat kredit dalam perjanjian restrukturisasi menjadi tidak berlaku dan syarat kredit serta konsekuensinya kembali ke perjanjian semula (Pasal 11 ayat (4) SK BRI NOKEP:S.94-DIR/ADK/12/2005).
Berdasarkan ketentuan dalam pasal tersebut diatas maka pada
dasarnya perjanjian restrukturisasi kredit tersebut dapat berlaku asalkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
107
tidak bertentangan dengan asas kepatutan, kebiasaan dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, dan pihak BRI Cabang Karanganyar
harus menerapkan ketentuan tersebut dalam pelaksanaan restrukturisasi
kredit sebagai upaya penyelamatan kredit bermasalah.
Penulis berpendapat secara keseluruhan pelaksanaan restrukturisasi
kredit terhadap kasus kredit bermasalah yang dialami debitur dalam kasus
ini sudah sesuai dengan ketentuan dalam SK BRI NOKEP:S.94-
DIR/ADK/12/2005 tentang Restrukturisasi Kredit. Salah satu faktor yang
mempengaruhi berhasil atau tidaknya pelaksanaan suatu restrukturisasi
kredit adalah kemauan kerjasama dan itikad baik dari debitur. Kemauan
serta itikad baik debitur tersebut dibutuhkan dalam pelaksanaan tahap-
tahap restrukturisasi kredit secara keseluruhan terutama dalam
melaksanakan kewajibannya sesuai dengan perjanjian restrukturisasi kredit.
Hal ini dikarenakan pada dasarnya pihak bank hanya berfungsi membantu
dari sisi strategi finansial, serta berperan sebagai konsultan dan risk doctor
dimana upaya lainnya harus dilakukan oleh debitur misalnya fungsi
manajemen, operasional, organisasi, sumber daya manusia, serta
pemasaran. Oleh karena itu, keberhasilan pelaksanaan restrukturisasi kredit
untuk menyelamatkan kredit bermasalah yang dialami debitur sangat
tergantung pada kemauan serta itikad baik dari debitur itu sendiri.
Agar restrukturisasi berhasil dengan baik, diperlukan itikad baik
dari debitur berupa:
1) Berinisiatif yakni debitur harus mempunyai inisiatif untuk
menyelesaikan atau menghadapi kesulitan bisnisnya.
2) Full disclosure artinya bank bertindak sebagai pihak yang akan
mengarahkan debitur dalam meyelesaikan kredit bermasalahnya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
108
sehingga debitur diharapkan mau terbuka dan transparan mengenai
kondisinya yang sebenarnya.
3) Bersedia memikul kerugian artinya dalam restrukturisasi kredit para
pihak difokuskan untuk mengurangi resiko kerugian sehingga pada
dasarnya debitur dan bank sama-sama mendapatkan kerugian dimana
pihak bank harus mencadangkan PPAP, yang dapat mengurangi
kesempatan bank untuk mengelola dana yang dihimpunnya guna
membiayai bisnis debitur lain yang membutuhkan
4) Mempunyai Bisnis Plan yang berarti dengan dibuatnya Bisnis Plan,
debitur masih dapat melihat prospek usaha ke depan sehingga dapat
membuat proyeksi arah usaha dan membuat cash flow-nya (Angreni,
2010:15).
Berdasarkan prospek usahanya restrukturisasi akan berhasil apabila
memenuhi kriteria sebagai berikut:
1) Net cash flow positif
Hal ini berarti debitur masih mempunyai laba operasional sehingga
masih dapat menutup biaya untuk operasional usahanya, membiayai
gaji karyawan, serta biaya lain agar usaha tetap berjalan
2) Adanya multiplier effect.
Usaha yang mempunyai efek multiplier harus mendapat perhatian,
karena dengan restrukturisasi diharapkan perusahaan dapat tetap
berjalan atau ada dimana hal tersebut akan mempengaruhi
perkembangan usaha lainnya.
3) Prospek produk dan jasa.
Berdasarkan sisi produk dan jasa yang dihasilkan, masih ada
kemungkinan untuk tumbuh dan mampu bersaing dengan usaha
lainnya.
4) Ada peluang efisiensi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
109
Usaha debitur selain berupaya menghasilkan produk dan jasa yang
mampu bersaing di pasar, juga masih ada peluang efisiensi yang dapat
dilakukan, sehingga bilamana target cash flow tak tercapai, masih ada
margin yang berasal dari efisiensi.
5) Daya saing.
Hal ini berkaitan dengan produk dan jasa yang dihasilkan mempunyai
daya saing untuk mempertahankan perusahaan tetap hidup (Angreni,
2010:15).
Restrukturisasi kredit merupakan salah satu alternatif yang menurut
penulis cukup efektif untuk menyelamatkan kredit bermasalah yang terjadi
agar tidak berimbas menjadi kredit macet yang tidak dapat diperbaiki.
Efektifitas tersebut terlihat dari sekian banyak kredit bermasalah yang
terjadi dimana kebanyakan debitur enggan menyelesaikan atau
bertanggung jawab, restrukturisasi kredit muncul sebagai alternatif
penyelesaian yang bersifat lebih manusiawi. Hal ini dikarenakan debitur
diajak untuk duduk bersama-sama dengan kreditur melalui negosiasi yang
saling terbuka mengenai penyelesaian kredit bermasalah yang terjadi secara
damai tanpa melalui jalur hukum di pengadilan. Walaupun debitur berada
dalam posisi tidak dapat membayar hutangnya bukan berarti kreditur
berhak memaksakan kehendaknya untuk mendapatkan pelunasan saat itu
juga karena pada dasarnya negosiasi tersebut dilakukan untuk mencari titik
temu mengenai pelaksanaan restrukturisasi kredit.
Beberapa kasus kredit bermasalah yang terjadi di BRI Cabang
Karanganyar dalam penyelesaiannya dilaksanakan melalui restrukturisasi
kredit. Sebagian besar pelaksanaan restrukturisasi kredit tersebut tergolong
efektif dan berhasil serta menjadi alternatif penyelesaian yang banyak
dipilih oleh debitur karena hal tersebut tidak memberatkan debitur. Hal ini
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
110
menjadi bukti bahwa pelaksanaan restrukturisasi kredit sebagai upaya
penyelamatan kredit bermasalah di BRI Cabang Karanganyar cukup
berhasil.
b. Hambatan dalam Pelaksanaan Restrukturisasi Kredit di BRI Cabang
Karanganyar
Hambatan yang terjadi dalam pelaksanaan restrukturisasi kredit
tersebut diatas merupakan hambatan yang sering terjadi pada umumnya
dalam pelaksanaan restrukturisasi kredit di dunia perbankan saat ini. Salah
satu hambatan yang sering terjadi adalah perbedaan pendapat antara para
pihak dalam tahap negosiasi. Begitu pula dalam kasus ini, pihak debitur
dan kreditur memiliki perbedaan pendapat sehingga tidak dapat menjumpai
titik temu. Tidak adanya keterbukaan antara kreditur dan debitur pada
tahap negosiasi juga dapat menimbulkan hambatan baru.
Hal tersebut diatas dapat disebabkan oleh sifat hubungan yang
antagonistik antara keduanya. Pihak bank sebagai kreditur cenderung
menetapkan persyaratan lebih mencerminkan besarnya kerugian yang dapat
ditolerirnya serta kepastian pembayaran sesegera mungkin tanpa
memperhatikan kondisi bisnis dan keuangan debiturnya. Pada sisi lain
pihak debitur selalu berupaya memperoleh keringanan yang maksimal
dengan menyerahkan agunan seminimal mungkin. Untuk mengatasi hal ini,
dalam prakteknya kreditur memiliki kewenangan dan kebijakan tersendiri
yakni mendorong debitur untuk segera malakukan negosiasi ulang dan
meyakinkan serta melakukan pendekatan kepada debitur secara intensif
agar debitur menyetujui tentang mekanisme dan jenis restrukturisasi kredit
yang akan dilaksanakan untuk menyelamatkan kredit yang dialami oleh
debitur.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
111
Menurut pendapat penulis, hal tersebut dapat dilakukan selama
tidak melanggar ketentuan dari peraturan perundang-undangan yang
berlaku karena dalam kasus ini kreditur merupakan pihak yang meminjami
uang sehingga memiliki posisi yang lebih kuat sedangkan debitur memiliki
posisi yang lebih lemah karena ia tidak dapat mengembalikan atau
membayar pinjamannya kepada debitur (wanprestasi). Debitur dapat
dikatakan wanprestasi karena tidak memenuhi kewajiban pembayaran
hutang pokok selama 4 (empat) bulan dan telah melewati tenggat waktu
jatuh tempo. Walaupun debitur telah berada dalam posisi wanprestasi yakni
dengan tidak melakukan Posisi debitur yang cenderung lemah tersebut
menyebabkan debitur mau tidak mau harus menyetujui tawaran kreditur
dalam negosiasi selama hal tersebut dilakukan dengan itikad baik untuk
menyelamatkan kredit bemasalah.
Kreditur melakukan hal tersebut sebagai upaya untuk melindungi
hak-haknya sebagai kreditur sehingga kreditur perlu berhati-hati dalam
melakukan restrukturisasi kredit. Akan tetapi alangkah lebih baiknya
apabila kreditur tidak terlalu menekan debitur untuk sepakat pada tahap
negosiasi karena pada dasarnya para pihak bernegosiasi untuk
mendapatkan jalan yang terbaik untuk menyelesaikan kredit bermasalah.
Kreditur harus mempertimbangkan kondisi keuangan maupun bisnis
debitur pada saat negosiasi serta debitur juga harus konsisten dan beritikad
baik untuk menyelesaikan kredit bermasalahnya.
2. Kedudukan Jaminan Dan Akibat Hukumnya Dalam Pelaksanaan
Restrukturisasi Kredit Di Bank Rakyat Indonesia Tbk Cabang
Karanganyar
a. Kedudukan Jaminan dalam Pelaksanaan Restrukturisasi Kredit di BRI
Cabang Karanganyar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
112
Berdasarkan penelitian penulis, kedudukan jaminan dalam
pelaksanaan restrukturisasi kredit dapat berubah atau tetap tergantung pada
jenis restrukturisasi yang digunakan. Hal ini berdasarkan pada sifat asesor
dari hak jaminan yang dapat menentukan kedudukan jaminan itu sendiri
antara lain sebagai berikut:
1) Ada dan hapusnya perjanjian jaminan itu tergantung dan ditentukan
oleh perjanjian pendahulunya;
2) Bila perjanjian pendahuluannya batal, maka dengan sendirinya
perjanjian jaminan sebagai perjanjian tambahan juga menjadi batal;
3) Bila perjanjian perjanjian pendahulunya beralih atau dialihkan, maka
dengan sendirinya perjanjian jaminan ikut beralih;
4) Bila perjanjian pendahulunya beralih karena cessie, subrogatie, maka
perjanjian jaminan ikut beralih tanpa penyerahan khusus;
5) Bila perjanjian jaminannya berakhir atau hapus, maka perjanjian
pendahulunya tidak dengan sendirinya berakhir atau hapus pula
(Rachmadi Usman, 2008: 86).
Pelaksanaan restrukturisasi kredit menyebabkan beralihnya
perjanjian pokok atau perjanjian kredit dalam kasus ini sehingga
berdasarkan sifat asesor dari jaminan maka perjanjian jaminan ikut beralih
dengan sendirinya. Peralihan perjanjian tersebut berupa beralihnya
perjanjian kredit menjadi perjanjian restrukturisasi kredit dimana terdapat
kesepakatan bahwa perjanjian pokok dapat berlaku kembali apabila debitur
melakukan wanprestasi terhadap perjanjian restrukturisasi kredit.
Restrukturisasi kredit dengan alternatif penjualan agunan tambahan
dalam kasus ini, juga berpengaruh terhadap kedudukan agunan yang telah
berubah karena adanya penjualan agunan tersebut. Selain itu, kedudukan
jaminan maupun agunan dalam pelaksanaan restrukturisasi kredit di BRI
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
113
Cabang Karanganyar memiliki kedudukan yang sangat penting walaupun
tidak seimbang. Hal ini dikarenakan salah satu syarat dapat
dilaksanakannya restrukturisasi kredit tersebut adalah debitur harus terlebih
dahulu mengurangi tunggakan pokoknya yang dapat dilakukan dengan
penjualan agunan tambahan. Syarat penjualan tersebut yaitu jaminan pokok
berupa usaha debitur masih berjalan dan memiliki prospek ke depan serta
agunan tambahan yang diserahkan oleh debitur masih memiliki nilai
pengikatan yang cukup untuk meng-cover sisa pokok hutang debitur.
Berdasarkan hal tersebut kedudukan jaminan khususnya agunan
tambahan dalam restrukturisasi kredit dalam kasus yang diteliti oleh
penulis ini tidak hanya sebagai jaminan yang memiliki kekuatan
eksekutorial apabila debitur melakukan wanprestasi terhadap perjanjian
restrukturisasi kredit, akan tetapi juga menjadi salah satu alternatif untuk
mengurangi tunggakan pokok sebagai syarat dilaksanakannya
restrukturisasi kredit bagi debitur yang mengalami kredit bermasalah di
BRI Cabang Karanganyar. Hal tersebut terutama berlaku bagi kedudukan
agunan tambahan yang diserahkan oleh debitur.
Pelaksanaan restrukturisasi kredit ini pada dasarnya memiliki
tahap-tahap yang sama dengan pemberian fasilitas kredit yang
mensyaratkan adanya jaminan dan agunan yang harus diserahkan oleh
debitur. Jaminan yang disyaratkan oleh pihak kreditur yaitu adanya
keyakinan atas kemampuan atau kesanggupan debitur untuk melunasi
hutangnya. Jaminan tersebut diperoleh kreditur dari debitur melalui hasil
analisis permohonan kredit debitur. Pihak BRI Cabang Karanganyar tidak
mau mengambil resiko dengan hanya mensyaratkan jaminan maupun
agunan pokok saja dalam perjanjian kredit maupun perjanjian
restrukturisasi kredit. Oleh karena itu pihak bank menambahkan syarat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
114
agunan tambahan yang merupakan barang yang tidak berkaitan langsung
dengan objek yang dibiayai dengan kredit yang bersangkutan berupa
Sertifikat Hak Milik (SHM) yang dimiliki oleh debitur. Agunan tambahan
tersebut dimaksudkan menambah keyakinan kreditur atau bank atas
kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasi hutangnya.
Persyaratan mengenai jaminan maupun agunan oleh kreditur (BRI Cabang
Karanganyar) tersebut telah sesuai dengan ketentuan Pasal 8 Undang-
Undang Nomor 10 Tahun1998 Tentang Perbankan.
Penggunaan Sertifikat Hak Milik sebagai jaminan tambahan juga
telah memenuhi syarat-syarat benda sebagai jaminan. Menurut R. Subekti,
syarat-syarat benda jaminan tersebut antara lain sebagai berikut:
1) benda yang secara mudah dapat membantu perolehan kredit itu oleh
pihak yang memerlukannya;
2) tidak melemahkan potensi (kekuatan) si pencari kredit untuk melakukan
(meneruskan) usahanya;
3) memberikan kepastian kepada pemberi kredit, bahwa barang jaminan
setiap waktu tersedia untuk dieksekusi, bahkan diuangkan untuk
melunasi utang si penerima (nasabah atau debitur) (R. Subekti, 1982:
29).
Berdasarkan hasil penelitian penulis, dalam restrukturisasi kredit
tersebut debitur memutuskan untuk menjual agunan tambahan yang
diserahkan dalam perjanjian kredit sebelumnya (awal) dimana penjualan
agunan tersebut dilakukan melalui BRI Cabang Karanganyar. Penulis
berpendapat bahwa mekanisme penjualan agunan tambahan milik debitur
yang dilakukan oleh pihak BRI Cabang Karanganyar dengan pembeli
adalah sudah tepat dilakukan dalam restrukturisasi kredit ini. Hal ini
dikarenakan dengan penjualan agunan tambahan tersebut beban hutang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
115
pokok debitur menjadi berkurang selain itu pembayaran yang dilakukan
pembeli melalui tabungan di BRI Cabang Karanganyar merupakan
alternatif yang tepat dan tidak melanggar peraturan perundang-undangan
yang berlaku. Pembayaran melalui tabungan pembeli tentunya juga
memberikan keuntungan karena dengan pembukaan tabungan tersebut
nasabah BRI Cabang Karanganyar menjadi bertambah. Selain itu dengan
penjualan secara langsung oleh pihak bank maka dapat diperoleh harga
yang wajar dan sesuai dengan harga agunan tersebut saat ini.
Agunan tambahan dalam praktek dunia perbankan memang
cenderung memiliki kedudukan yang lebih diutamakan daripada jaminan
karena agunan tambahan memiliki sifat yang mudah dipindahtangankan
(eksekusi). Kedudukan agunan yang penting tersebut dalam pelaksanaan
restrukturisasi kredit dapat dilihat dari kegunaannya antara lain sebagai
berikut :
1) memberikan hak dan kekuasaan kepada bank/kreditur untuk
mendapatkan pelunasan agunan, apabila debitur melakukan cidera janji
terhadap isi perjanjian restrukturisasi kredit.
2) menjamin agar debitur berperan serta dalam transaksi untuk membiayai
usahanya, sehingga kemungkinan untuk meninggalkan pelaksanaan
restrukturisasi kredit dapat dicegah karena hal tersebut dapat merugikan
pihak debitur sendiri dengan batalnya perjanjian restrukturisasi kredit
tersebut dan kembali berlakunya perjanjian kredit semula.
3) memberikan dorongan kepada debitur untuk memenuhi janjinya yaitu
melakukan pembayaran kewajiban sebagaimana yang telah disepakati
dalam perjanjian restrukturisasi kredit.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
116
Adanya agunan tersebut juga memberikan manfaat bagi kreditur
dalam pelaksanaan restrukturisasi kredit yaitu sebagai berikut :
1) terwujudnya keamanan yang dalam pelaksanaan restrukturisasi kredit
bagi para pihak.
2) memberikan kepastian hukum bagi kreditur mengenai pelaksanaan
kewajiban debitur dalam restrukturisasi kredit.
Penulis berpendapat, adanya jaminan dan agunan baik berupa
agunan pokok maupun agunan tambahan yang disyaratkan dalam
perjanjian kredit awal maupun dalam perjanjian restrukturisasi kredit
tersebut, disamping sebagai penerapan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 10
Tahun 1998 Tentang Perbankan, juga merupakan salah satu penerapan
prinsip kehati-hatian oleh pihak bank sebagai kreditur sebagaimana
diamanatkan dalam Pasal 29 ayat (2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun
1998 Tentang Perbankan yang menyatakan bahwa dalam melakukan
kegiatan usahanya bank wajib menerapkan prinsip kehati-hatian. Hal ini
berkaitan dengan kewajiban bank untuk memiliki dan menerapkan sistem
pengawasan intern dalam rangka menjamin terlaksananya proses
pengambilan keputusan dalam pengelolaan bank yang harus sesuai dengan
prinsip kehati-hatian terutama dalam pemberian fasilitas kredit
Pengikatan jaminan yaitu agunan tambahan dalam perjanjian
restrukturisasi kredit tersebut juga telah memenuhi asas-asas mengenai hak
jaminan seperti yang dinyatakan Munir Fuady dalam bukunya yang
berjudul Hukum Bisnis: dalam teori dan praktek yaitu sebagai berikut :
1) Asas teritorial
Pengertian asas ini yaitu barang jaminan yang ada di Indonesia
hanya dapat dijadikan sebagai jaminan utang sejauh perjanjian utang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
117
maupun pengikatan hipotik tersebut dibuat di Indonesia. Agunan
tambahan yang digunakan dalam perjanjian restrukturisasi kredit ini
secara fisik berada di wilayah Kabupaten Karanganyar, Indonesia.
2) Asas assesoir
Asas aksesoir berarti suatu perjanjian ada apabila terdapat
perjanjian pokoknya (Pasal 1821 BW). Pelaksanaan restrukturisasi
kredit ini berdasarkan pada perjanjian pokok berupa perjanjian
restrukturisasi kredit dan diikuti oleh perjanjian accesoir berupa
perjanjian jaminan hak tanggungan.
3) Asas hak preferensi
Pengertian asas ini yaitu pihak kreditur kepada siapa debitur
yang telah menjamin utangnya, pada umumnya mempunyai hak atas
jaminan kredit tersebut untuk pelunasan utangnya yang mesti
didahulukan dari kreditur lainnya. Pihak debitur telah menjaminkan
jaminan pokoknya berupa usaha debitur dan agunan tambahan berupa
jaminan hak tanggungan secara khusus dan penyerahan kepada
kreditur yaitu BRI Cabang Karanganyar.
4) Asas non-distribusi
Asas ini berarti suatu hak jaminan tidak dapat dipecah-pecah
kepada beberapa orang kreditur begitu pula terhadap agunan tambahan
yang telah diserahkan oleh debitur yaitu agunan tambahan tersebut
tidak dapat dibagi-bagi kepada kreditur lain apabila debitur mengalami
suatu kepailitan.
5) Asas publisitas
Publisitas berarti suatu jaminan utang harus dipublikasikan
sehingga diketahui umum. Agunan tambahan yang diserahkan oleh
debitur adalah sertifikat hak milik atas tanah dan bangunan sehingga
untuk memenuhi asas ini agunan tersebut harus didaftarkan ke Kantor
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
118
Pertanahan Karanganyar untuk dibebani hak tanggungan melalui Akta
Pembebanan Hak Tanggungan (APHT).
6) Asas eksitensi benda
Asas ini berati bahwa suatu hipotik atau hak tanggungan hanya
dapat diletakkan pada benda yang benar-benar ada. Hak tanggungan
yang dibebankan pada agunan tambahan yang diserahkan debitur ini
adalah benar-benar ada dan sah menjadi milik debitur berdasarkan
pada hasil analisis kredit yang dilakukan oleh petugas Account Officer.
7) Asas eksitensi perjanjian pokok
Asas ini berarti bahwa benda jaminan dapat diikat setelah ada
perjanjian pokoknya. Pengikatan terhadap benda jaminan berupa hak
tanggungan ini dilakukan setelah debitur dan kreditur menyepakati dan
menandatangani perjanjian kredit maupun perjanjian restrukturisasi
kredit.
8) Asas larangan janji penggunaaan benda jaminan untuk
dimiliki sendiri
Pengertian asas ini adalah kreditur dilarang untuk memiliki
benda jaminan untuk dimiliki sendiri. Implementasi dari asas ini yaitu
apabila debitur telah melakukan wanprestasi terhadap perjanjian
restrukturisasi kredit sehingga perjanjian kredit sebelumnya berlaku
kembali akan tetapi debitur tetap tidak melaksanakan kewajibannya
maka kreditur berhak melakukan sita lelang dengan penjualan kepada
pihak lain (pihak ketiga). Pihak kreditur dengan alasan apapun tidak
boleh berniat dan memiliki benda jaminan yang telah diserahkan oleh
debitur.
9) Asas formalism
Asas formalism ini merupakan tata cara yang diharuskan oleh
undang-undang untuk melakukan suatu perjanjian yaitu keharusan
pembuatan akta, keharusan pencatatan, pelaksanaan di depan pejabat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
119
tertentu, dan penggunaan kata-kata tertentu. Hal tersebut juga
dilakukan dalam pengikatan jaminan ini yang dibuat secara notariil di
hadapan noataris.
10 Asas mengikuti benda
Pengertian dari asas ini adalah hak jaminan merupakan hak
kebendaan sehingga hak jaminan akan selalu pada benda tersebut
walaupun benda tersebut telah berpindah. Implementasi dari asas ini
yaitu pihak kreditur tetap memegang hak atas jaminannya selama
benda jaminan yang digunakan sebagai agunan tambahan tidak
dialihkan dan mempunyai kekuasaan untuk mengeksekusi apabila
debitur tetap melakukan wanprestasi dalam perjanjian restrukturisasi
kredit ini (Munir Fuady, 2002: 70-85).
Berdasarkan penelitian penulis, jaminan yang digunakan dalam
perjanjian restrukturisasi kredit ini merupakan jaminan yang bersifat
khusus karena jaminan ini hanya diperuntukan bagi kreditur tertentu
(kreditur preferent) yaitu BRI Cabang Karanganyar dimana benda
jaminannya ditunjuk secara khusus (tertentu) berupa hak tanggungan
sehingga pelunasan hutangnya diutamakan. Hal ini didasarkan pada
penggolongan jaminan berdasarkan perjanjian yakni karena adanya
perjanjian jaminan accesoir yaitu perjanjian jaminan hak tanggungan.
Pentingnya kedudukan jaminan terutama agunan tambahan dalam
pelaksanaan restrukturisasi kredit ini juga dapat dilihat dari jenis jaminan
kebendaan yang digunakan sebagai agunan kredit. Agunan yang digunakan
dalam perjanjian pengikatan jaminan dalam restrukturisasi kredit ini yaitu
SHM No.670 dan SHM No.1331. Perjanjian pengikatan jaminan tersebut
bersifat accesoir (tambahan) dari perjanjian pokoknya yaitu perjanjian
restrukturisasi kredit. Walaupun demikian perjanjian accesoir tersebut tetap
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
120
mengikat para pihak berdasarkan asas kebebasan berkontrak dan
mempunyai kekuatan hukum eksekutorial apabila debitur wanprestasi.
Pengertian Hak Tanggungan yang digunakan sebagai agunan
tambahan dalam perjanjian kredit maupun perjanjian restrukturisasi kredit
dalam ketentuan Pasal 1 ayat (1) UU No.4 Tahun 1996 Tentang Hak
Tanggungan adalah :
Hak Tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah yang selanjutnya disebut Hak Tanggungan adalah jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam UUPA, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur lain (Pasal 1 ayat (1) UUHT).
Berdasarkan isi pasal tersebut agunan tambahan yang digunakan
dalam pelaksanaan restrukturisasi kredit ini diikat dengan jenis pengikatan
jaminan sebagai hak tanggungan seperti dalam pengertian tersebut diatas.
Pengikatan tersebut berupa :
1) Sertifikat Hak Milik (SHM) No.1913 atas tanah milik debitur dengan
jenis pengikatan sebagai Hak Tanggungan (HT) I dan Hak Tanggungan
(HT) II.
2) Sertifikat Hak Milik (SHM) No.1252 atas tanah/bangunan milik debitur
dengan jenis pengikatan sebagai Hak Tanggungan (HT) I dan Hak
Tanggungan (HT) II.
Pengikatan agunan tambahan dalam perjanjian restrukturisasi kredit
ini juga dilakukan berdasarkan ketentuan Pasal 4 Ayat (1) UU No.4 Tahun
1996 Tentang Hak Tanggungan yang menyatakan bahwa terhadap benda-
benda yang berada di atas tanah yang diikutsertakan sebagai jaminan maka
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
121
harus dinyatakan dengan tegas dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan
(APHT). Agunan tambahan yang berupa Sertifikat Hak Milik atas tanah
dan bangunan tersebut dilakukan pengikatan sebagai hak tanggungan
dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) yang dibuat secara
notariil oleh para pihak demi menjaga kepastian hukum terhadap eksistensi
atau kedudukan agunan tambahan tersebut.
Hubungan hukum yang timbul dari perjanjian accesoir mengenai
jaminan hak tanggungan dalam pelaksanaan restrukturisasi kredit ini terjadi
berdasarkan kesepakatan 2 (dua) subyek Hak Tanggungan itu sendiri sesuai
dengan ketentuan Pasal 8 dan 9 UUHT. Subyek dalam perjanjian
pengikatan jaminan ini yaitu pemberi Hak Tanggungan (debitur) yaitu
orang perseorangan yang mempunyai kewenangan untuk melakukan
perbuatan hukum terhadap obyek Hak Tanggungan tersebut dan pemegang
Hak Tanggungan (kreditur) adalah badan hukum yang berkedudukan
sebagai pihak yang berpiutang yakni BRI Cabang Karanganyar.
Berdasarkan hal tersebut diatas maka hak tanggungan yang
digunakan sebagai jaminan dalam pemberian fasilitas kredit dapat
memberikan suatu perlindungan khusus yang berkaitan dengan hubungan
hutang-piutang yang timbul diantara kedua belah pjhak. Salah satu
perlindungan hukum tersebut terutama dalam hal apabila debitur
melakukan wanprestasi terhadap perjanjian kredit maupun restrukturisasi
kredit dimana kreditur dapat melakukan eksekusi terhadap jaminan hak
tanggungan tersebut untuk mendapat pemenuhan hutang dan kewajiban
dari debitur.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
122
Agunan yang digunakan dalam pelaksanaan restrukturisasi kredit
terhadap kasus ini telah memenuhi syarat sebagai obyek Hak Tanggungan
antara lain sebagai berikut :
1) Kedua agunan tersebut dapat dinilai dengan uang yaitu dapat dilihat
dalam THLS saat realisasi dan THLS saat ini.
2) Agunan tersebut telah didaftarkan dalam daftar umum sebagai
pengikatam hak tanggungan.
3) Agunan tersebut memiliki sifat dapat dipindahtangankan atau
diperjualbelikan.
4) Agunan tersebut sah dan berlaku menurut peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
Berdasarkan hasil penelitian penulis, total nilai pengikatan
jaminan yang digunakan dalam perjanjian kredit ini adalah sebesar Rp
199.000.000,- (seratus sembilan puluh sembilan juta rupiah) dari nilai
jaminan sebesar Rp 185.000.000,- (seratus delapan puluh lima juta rupiah)
pada saat tanggal realisasi yaitu 9 Oktober 2009. Hal ini sesuai dengan
ketentuan tidak tertulis yang biasanya berlaku di dunia perbankan terutama
dalam pemberian fasilitas kredit dimana nilai benda jaminan harus bernilai
sama atau lebih dari 120% dari total pinjaman atau plafond kredit yang
disepakati. Ketentuan tersebut memang tidak diatur secara tertulis dalam
suatu peraturan perundang-undangan termasuk Undang-Undang No.10
Tahun 1998 Tentang Perbankan, akan tetapi ketentuan ini sudah menjadi
kebiasaan yang berlaku di dunia perbankan Indonesia dimana hampir
seluruh bank menerapkan ketentuan yang sama bahwa nilai jaminan harus
minimal bernilai 120% dari total pinjamannya. Ketentuan tidak tertulis ini
disebut sebagai kebiasaan dalam perbankan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
123
Penulis berpendapat bahwa penerapan ketentuan mengenai nilai
jaminan tersebut tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan
dan tetap dapat berlaku. Hal ini dikarenakan sebagaimana kita ketahui
bahwa kebiasaan merupakan salah satu dasar hukum perjanjian kredit bank
yaitu sebagai berikut :
1) Perjanjian diantara para pihak;
2) Undang-undang tentang perbankan;
3) Peraturan Pelaksanaan dari undang-undang;
4) Yurisprudensi;
5) Kebiasaan perbankan;
6) Peraturan perundang-undangan terkait lainnya (Munir Fuady,
1996:35).
Kebiasaan memiliki pengertian yaitu suatu sumber atau dasar
hukum yang ada dalam kehidupan sosial masyarakat dan dipatuhi sebagai
nilai-nilai hidup yang positif. Demikian juga dalam bidang perkreditan,
kebiasaan dan dan praktik perbankan dapat juga menjadi suatu dasar
hukumnya. Ketentuan mengenai nilai jaminan yang harus bernilai sama
dengan atau lebih dari 120% dari jumlah plafond kredit merupakan suatu
kebiasaan yang dipatuhi dan berlaku di dunia perbankan. Ketentuan
tersebut dapat dikatakan sebagai kebiasaan di dalam perbankan karena
telah memenuhi syarat-syarat kebiasaan yaitu :
1) Syarat materiil
Ketentuan mengenai nilai jaminan yang harus bernilai sama
dengan atau lebih dari 120% dari jumlah plafond kredit tersebut telah
berlangsung secara terus-menerus dan tetap di dalam dunia perbankan
saat ini.
2) Syarat psikologis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
124
Terhadap ketentuan nilai jaminan tersebut terdapat suatu
keyakinan dari pelaku perbankan dan masyarakat bahwa ketentuan
tersebut masuk akal apabila dianggap sebagai suatu kewajiban yang
harus ditaati.
3) Syarat sanksi
Ketentuan mengenai nilai jaminan apabila dilanggar atau tidak
dilaksanakan oleh calon debitur dapat dikenai sanksi misalnya tidak
disetujuinya permohonan kredit yang diajukan oleh calon debitur. Hal
ini dikarenakan ketentuan nilai jaminan tersebut sangat penting bagi
pihak bank sebagai kreditur yaitu sebagai jaminan apabila debitur
wanprestasi dan terjadi penyusutan nilai jaminan dikemudian hari.
Berdasarkan hal tersebut diatas maka ketentuan mengenai nilai
jaminan yang harus bernilai sama dengan atau lebih dari 120% dari jumlah
plafond kredit merupakan suatu kebiasaan di dalam pemberian fasilitas
kredit di dunia perbankan Indonesia. Banyak hal yang telah lazim
dilaksanakan dalam praktek tetapi belum mendapat pengaturan dalam
peraturan perundang-undangan. Pada dasarnya, pemberlakuan ketentuan
tersebut ditujukan untuk melindungi kepentingan pihak bank sebagai
kreditur apabila debitur melakukan wanprestasi di kemudian hari.
Kebiasaan tersebut tidak bertentangan dengan peraturan perundang-
undangan termasuk Undang-Undang Nomor 10 Tahun1998 Tentang
Perbankan. Menurut undang-undang tersebut, bank bahkan dapat
melakukan kegiatan lain dari yang telah diperincikan oleh Pasal 6 Undang-
Undang Nomor 10 Tahun1998 Tentang Perbankan, apabila hal tersebut
merupakan kelaziman dalam dunia perbankan. Konsekuensi bagi debitur
atas berlakunya kebiasaan tersebut adalah dalam setiap permohonan
fasilitas kredit maka debitur wajib menyerahkan jaminan tambahan yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
125
berupa agunan senilai sama dengan atau lebih dari 120% dari jumlah
plafond kredit yang disepakati.
b. Akibat Hukum Terhadap Jaminan dalam Pelaksanaan Restrukturisasi Kredit
di BRI Cabang Karanganyar
Pengikatan jaminan berupa hak tanggungan dalam restrukturisasi
kredit ini memiliki akibat hukum yang sama dengan perjanjian pengikatan
jaminan pada umumnya bagi para pihak. Pengikatan jaminan dilakukan
melalui pembuatan perjanjian pengikatan jaminan yang bersifat accesoir
(tambahan) dari perjanjian restrukturisasi kredit yang dituangkan dalam Akta
Pemberian Hak Tanggungan (APHT). APHT tersebut selanjutnya didaftarkan
di Kantor Pertanahan dan dicatat dalam buku tanah agar memiliki kekuatan
hukum yang tetap. Pendaftaran APHT tersebut memiliki akibat hukum bagi
para pihak yakni debitur dan kreditur.
Maksud adanya pendaftaran tersebut diatas yaitu untuk memenuhi asas
publisitas sekaligus merupakan jaminan kepastian terhadap kreditur mengenai
benda yang telah dibebani dengan jaminan hak tanggungan. Penyerahan benda
secara hak tanggungan yang digunakan sebagai pelunasan hutang, akan
menempatkan kreditur pada posisi yang menguntungkan, karena kreditur
mempunyai hak untuk didahului dalam pemenuhan hutangnya. Jika debitur
tidak mampu mengembalikan pinjamamnya, barang yang diikat sebagai
jaminan akan dijual lelang untuk pelunasan piutang debitur.
Bagi debitur konsekuensi atau akibat hukum dari penyerahan agunan
dalam perjanjian restrukturisasi kredit ini berasal dari adanya negative
covenant (klausa negatif) yang merupakan pengikatan Hak Tanggungan yang
sempurna sebagai akibat dari pendaftaran dan pencatatan APHT ke dalam
buku tanah. Negative covenant tersebut menyebutkan bahwa debitur tidak
akan melakukan perbuatan hukum apapun terhadap jaminan (agunan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
126
tambahan) yang diserahkan tanpa seijin atau sepengetahuan kreditur.
Pernyataan tersebut mengakibatkan debitur tidak dapat melakukan perbuatan
hukum apapun terhadap agunan tersebut misalnya mengalihkan,
memperjualbelikan, menyewakan jaminan tanpa seijin dari kreditur. Akan
tetapi debitur masih memiliki hak untuk menggunakan agunan tersebut
sebagai lokasi usaha dan tempat tinggal karena kreditur hanya menguasai
bukti kepemilikan saja yaitu sertifikat hak milik atas tanah dan bangunan yang
digunakan sebagai agunan dimana secara fisik benda jaminan masih dikuasai
oleh debitur.
Perjanjian pengikatan jaminan berupa APHT juga memberi
konsekuensi atau akibat hukum bagi bank sebagai kreditur yang menguasai
jaminan. Akibat hukum ini berasal dari penyerahan jaminan secara khusus
oleh debitur kepada pihak bank sehingga bank menjadi kreditur preferent.
Status bank sebagai kreditur preferent ini memiliki akibat hukum yang
menguntungkan bagi bank yaitu pelunasan hutangnya didahulukan atau
diutamakan daripada kreditur lainnya apabila debitur wanprestasi. Pengikatan
jaminan dalam kasus ini hanya dilakukan oleh BRI Cabang Karanganyar
sebagai kreditur sehingga selain pelunasan hutangnya diutamakan, kreditur
juga akan mendapatkan pelunasan secara penuh dari hasil penjualan atau
lelang eksekusi jaminan sesuai dengan jumlah hutang debitur secara
keseluruhan.
BRI Cabang Karanganyar sebagai kreditur preferen memiliki hak-hak
khusus (privelege) yang terhadap agunan tersebut antara lain sebagai berikut :
1) Hak Preferent (didahulukan)
Hak preferent adalah hak yang didahulukan atau diistimewakan
pelunasannya dari hasil penjualan benda jaminan. Adanya hak tersebut
memberikan keuntungan bagi kreditur yaitu BRI Cabang Karanganyar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
127
sebagai kreditur memiliki hak mendahului untuk mendapatkan pelunasan
hutang dari hasil penjualan agunan tambahan yang dibebani oleh hak
tanggungan dalam kasus ini apabila debitur melakukan wanprestasi
terhadap perjanjian restrukturisasi kredit. Hal tersebut sebagaimana
dinyatakan dalam Pasal 6 UU No.10 Tahun 1996 Tentang Hak
Tanggungan yaitu jika debitur cidera janji (wanprestasi) maka pemegang
Hak Tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual obyek hak
tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum serta
mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan dimana pemenuhan
atas hak tanggungan terhadap kreditur tidak dibatasi oleh jangka waktu
tertentu.
2) Hak berdasarkan Asas droit de suite
Pasal 7 UU No.4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan
menyatakan bahwa “Hak Tanggungan tetap mengikuti obyeknya dalam
tangan siapa pun obyek tersebut berada”. Berdasarkan ketentuan tersebut
dapat diartikan bahwa hak tanggungan tetap menjamin objeknya sekalipun
beralih kepada pihak ketiga sehingga akan tetap menjamin pelunasan
piutang kreditur. Hal ini memberi konsekuensi bahwa apabila debitur
mengalihkan agunannya sebelum perjanjian restrukturisasi kredit berakhir
tanpa seijin dari pihak bank sebagai kreditur maka perjanjian pengikatan
jual beli yang dilakukan debitur dengan pihak ketiga (pembeli) tersebut
batal demi hukum sehingga hak tanggungan atas agunan yang dikuasai
kreditur tetap dapat dieksekusi oleh kreditur untuk menjamin pelunasan
utangnya.
3) Hak Retensi
Pengertian hak retensi ini yaitu hak untuk menahan. Pemegang hak
tanggungan juga mempunyai hak retensi atas agunan yang digunakan
dalam pelaksanaan restrukturisasi kredit di BRI Cabang Karanganyar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
128
sebagaimana dimaksud Pasal 1812 KUHPerdata yang berisi sebagai
berikut :
Si kuasa adalah berhak untuk menahan segala apa kepunyaan si pemberi kuasa yang berada ditangannya, sekian lamanya, hingga kepadanya telah dibayar lunas segala apa yang dapat dituntutnya sebagai akibat pemberian kuasa (Pasal 1812 KUHPerdata)
Berdasarkan ketentuan tersebut diatas kreditur yakni BRI Cabang
Karanganyar memiliki hak untuk menahan sertifikat hak milik atas agunan
yang diserahkan debitur dalam perjanjian restrukturisasi kredit hingga
debitur memenuhi seluruh kewajibannya yaitu pembayaran hutang pokok,
bunga maupun denda pinalty. Hak retensi ini juga ditujukan untuk
mengantisipasi adanya pengalihan jaminan (agunan tambahan) oleh debitur
tanpa sepengetahuan kreditur karena surat bukti kepemilikan agunan telah
ditahan atau dibawa oleh kreditur sehingga debitur tidak dapat melakukan
pengalihan agunan kepada pihak ketiga.
Hukum perdata mengenal jaminan yang bersifat hak kebendaan dan
hak perorangan. Jaminan yang bersifat kebendaan merupakan jaminan hak
mutlak atas suatu benda, yang mempunyai ciri hubungan langsung atas benda
tertentu dari debitur, dapat dipertahankan terhadap siapapun, selalu mengikuti
bendanya (droit de suit) dan dapat diperalihkan. Agunan memiliki kedudukan
dan fungsi yang sangat penting terutama dalam pemberian fasilitas kredit
perbankan karena suatu permohonan kredit dari debitur akan disetujui apabila
debitur memiliki agunan yang bernilai dan mempunyai nilai pengikatan
jaminan/agunan yang dapat menjamin keseluruhan fasilitas kredit tersebut.
Hak tanggungan merupakan salah satu pengikatan dari jaminan kebendaan
atas tanah yang digunakan debitur sebagai agunan dalam restrukturisasi kredit
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
129
Hak Tanggungan yang digunakan sebagai agunan dalam pelaksanaan
restrukturisasi kredit ini merupakan penyempurnaan dari lembaga hipotik
yang diatur ketentuannya dalam UU No.4 Tahun 1996 tentang Hak
Tanggungan. Jaminan berupa hak tanggungan tersebut memiliki kekuatan
hokum eksekutorial apabila debitur melakukan wanprestasi terhadap
perjanjian restrukturisasi kredit ini. Eksekusi terhadap jaminan (agunan
tambahan) tersebut tidak dapat dilakukan secara serta-merta apabila debitur
terbukti melakukan wanprestasi. Hal ini dikarenakan terjadinya wanprestasi
tersebut hanya mengakibatkan batalnya perjanjian restrukturisasi kredit dan
berlakunya kembali perjanjian kredit semula (sebelum restrukturisasi kredit)
sehingga untuk dapat dilakukan eksekusi atau roya harus melalui beberapa
proses lagi.
Berdasarkan Pasal 11 ayat (5) SK BRI NOKEP:S.94-
DIR/ADK/12/2005 Tentang Restrukturisasi Kredit menyatakan bahwa dalam
hal batalnya perjanjian restrukturisasi kredit, maka setoran yang telah diterima
sejak adanya perjanjian restrukturisasi tersebut tetap diakui sebagai setoran
dari debitur (sesuai dengan tujuan setoran yaitu untuk hutang pokok dan/atau
bunga). Berdasarkan ketentuan tersebut maka kewajiban debitur dalam
pemberlakukan kembali perjanjian kredit awal hanya sebatas pada sisa
kewajiban debitur yang belum dibayar setelah pelaksanaan perjanjian
restrukturisasi kredit. Apabila dalam pemberlakuan kembali perjanjian kredit
awal, debitur masih tetap melakukan wanprestasi maka kreditur harus terus
melakukan penagihan kepada debitur agar membayar kewajibannya. Apabila
penagihan tersebut belum berhasil maka kreditur dapat memberikan surat
peringatan sebanyak 3 (tiga) kali kepada kreditur dan jika peringatan tersebut
tetap tidak diindahkan oleh debitur maka kreditur dapat melakukan eksekusi
melalui roya jaminan terhadap agunan tambahan yang diserahkan oleh debitur
untuk melunasi hutang debitur dan pemenuhan hak-hak kreditur. Pelaksanaan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
130
eksekusi terhadap agunan yang diserahkan oleh debitur dapat dilaksanakan
seperti suatu keputusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum
tetap yaitu melalui tata cara parate executie.
BAB IV
PENUTUP
Berdasarkan data yang diperoleh di lapangan dan hasil pembahasan yang
dilakukan mengenai pelaksanaan restrukturisasi kredit sebagai upaya penyelamatan
kredit bermasalah di BRI Cabang Karanganyar maka penulis dapat mengambil
simpulan dan memberikan saran sebagai berikut :
A. Simpulan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
131
1. Pelaksanaan dan Hambatan Restrukturisasi Kredit Sebagai Upaya
Penyelamatan Kredit Bermasalah di BRI Cabang Karanganyar.
Upaya penyelamatan kredit bermasalah melalui restrukturisasi kredit
yang dilakukan oleh BRI Cabang Karanganyar secara keseluruhan telah
berjalan efektif dan sesuai dengan ketentuan dalam SK BRI NOKEP:S.94-
DIR/ADK/12/2005 Tentang Restrukturisasi Kredit yang melalui beberapa
tahap yaitu : prakarsa restrukturisasi, negosiasi yang didokumentasikan,
analisis dan evaluasi, putusan restrukturisasi kredit, pembuatan perjanjian
restrukturisasi kredit, dokumentasi kredit serta monitoring dan pengawasan.
Pelaksanaan restrukturisasi kredit tersebut sangat tergantung pada masing-
masing kasus kredit bermasalah yang dan jenis restrukturisasi kredit yang
digunakan oleh para pihak yaitu debitur dan pihak bank sebagai kreditur.
Hambatan yang sering terjadi dalam pelaksanaan restrukturisasi kredit
di BRI Cabang Karanganyar adalah terjadinya perbedaan pendapat pada tahap
negosiasi yang mengakibatkan tidak dijumpainya titik temu antara kedua
belah pihak untuk mengatasi kredit bermasalah yang terjadi sehingga
menyebabkan penyelesaiannya menjadi tertunda. Upaya yang dilakukan oleh
BRI Cabang Karanganyar untuk mengatasi hambatan tersebut diatas adalah
pihak BRI Cabang Karanganyar sebagai kreditur melakukan pendekatan-
pendekatan berdasarkan kewenangannya sebagai kreditur secara intensif dan
kekeluargaan dengan debitur dalam melakukan negosiasi agar tercapai
kesepakatan bersama yang sesuai dengan keinginan para pihak.
2. Kedudukan dan Akibat Hukum Jaminan dalam Pelaksanaan Restrukturisasi
Kredit di BRI Cabang Karanganyar
Kedudukan jaminan dalam pelaksanaan restrukturisasi kredit di BRI
Cabang Karanganyar yaitu dapat berubah ataupun tetap dimana kedudukan
tersebut sangat tergantung pada jenis restrukturisasi kredit yang digunakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
132
dalam perjanjian restrukturisasi kredit yang disepakati oleh para pihak.
Jaminan juga memiliki kedudukan dan fungsi yang penting yaitu dalam hal
debitur melakukan wanprestasi terhadap perjanjian restrukturisasi maka
kreditur dapat melakukan eksekusi jaminan untuk mendapat pelunasan
hutangnya.
Pelaksanaan restrukturisasi kredit di BRI Cabang Karanganyar juga
menimbulkan akibat hukum terhadap pengikatan jaminan yang timbul dari
perjanjian restrukturisasi kredit yaitu :
a. Bagi debitur
Akibat hukum dari penyerahan agunan dalam perjanjian restrukturisasi
kredit ini adalah debitur tidak dapat melakukan perbuatan hukum apapun
terhadap agunan tanpa seijin dan sepengetahuan dari kreditur.
b. Bagi Kreditur
Akibat hukum adanya agunan tambahan dalam pelaksanaan restrukturisasi
kredit bagi kreditur yaitu BRI Cabang Karanganyar merupakan kreditur
preferent yang memiliki hak-hak khusus (privelege) terhadap agunan
antara lain sebagai berikut :
1) Hak Preferent (didahulukan)
2) Hak berdasarkan Asas droit de suite
3) Hak Retensi
B. Saran-Saran
1. Untuk menghindari dan mengantisipasi
terjadinya kredit bermasalah dalam pemberian fasilitas kredit maka pihak
bank harus menerapkan prinsip kehati-hatian sebagaimana yang telah
diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan
terutama dalam melakukan analisis kredit terhadap permohonan kredit
maupun restrukturisasi kredit yang diajukan oleh debitur.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
133
2. Pihak bank perlu melakukan pendekatan
secara intensif dan kekeluargaan bahkan persuasif terhadap debitur serta para
pihak juga harus sadar dan mengurangi sikap egois atau mementingkan
kepentingan masing-masing dalam tahap negosiasi pada pelaksanaan
restrukturisasi kredit agar hambatan berupa tidak dijumpainya titik temu
antara debitur dan kreditur dapat dihindari dan diminimalisir.
3. Pihak bank perlu mempertimbangkan secara
bijak dan matang dalam memutuskan untuk melakukan restrukturisasi kredit
karena pelaksanaan restrukturisasi kredit sangat tergantung pada kesadaran
dan kemauan debitur untuk melaksanakannya.