restrukturisasi 1 dhitya

39
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Situasi Krisis moneter yang melanda hampir semua belahan dunia di pertengahan tahun 1997 sangat memukul perusahaan-perusahaan di Indonesia dalam menjalankan roda usahanya. Biaya produksi kian membengkak, dan tingginya suku bunga perbankan membuat dunia usaha tidak ada yang berani meminjam uang di Bank. Di sisi lain, daya beli konsumen menurun tajam dan persaingan usaha semakin ketat. Untuk itu, para manager perlu memiliki kemampuan dan kreativitas menentukan berbagai alternatif untuk menemukan jalan keluar dari krisis yang terjadi di Perusahaan, dari berbagai alternatif tersebut paling sering dibicarakan orang adalah mengenai restrukturisasi Perusahaan. Restrukturisasi perusahaan dari aspek hukum hanya dapat dilaksanakan pada Badan Usaha dengan status Badan Hukum (dalam hal ini Perseroan Terbatas). Restrukturisasi perusahaan (Badan Usaha) dengan cara Merger/penggabungan, Konsolidasi /peleburan, atau Akuisi( pengambilalihan) hanya dapat dilaksanakan PT, tanpa mempengaruhi eksistensi 1

Upload: dhitya-heryndra-eryawan

Post on 25-Jul-2015

249 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Restrukturisasi 1 Dhitya

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Situasi Krisis moneter yang melanda hampir semua belahan dunia di

pertengahan tahun 1997 sangat memukul perusahaan-perusahaan di Indonesia

dalam menjalankan roda usahanya. Biaya produksi kian membengkak, dan

tingginya suku bunga perbankan membuat dunia usaha tidak ada yang berani

meminjam uang di Bank. Di sisi lain, daya beli konsumen menurun tajam dan

persaingan usaha semakin ketat. Untuk itu, para manager perlu memiliki

kemampuan dan kreativitas menentukan berbagai alternatif untuk menemukan

jalan keluar dari krisis yang terjadi di Perusahaan, dari berbagai alternatif

tersebut paling sering dibicarakan orang adalah mengenai restrukturisasi

Perusahaan.

Restrukturisasi perusahaan dari aspek hukum hanya dapat dilaksanakan

pada Badan Usaha dengan status Badan Hukum (dalam hal ini Perseroan

Terbatas). Restrukturisasi perusahaan (Badan Usaha) dengan cara

Merger/penggabungan, Konsolidasi /peleburan, atau Akuisi( pengambilalihan)

hanya dapat dilaksanakan PT, tanpa mempengaruhi eksistensi diatas

perusahaan yang bersangkutan sebagai institusi. Lain halnya hal yang sama

diterapkan pada CV, oleh karena itu perangkat peraturan yang ada juga khusus

diajukan badan usaha yang berbentuk Perseroan Terbatas. Menyikapi krisis

yang tidak juga membaik, Pemerintah kemudian mencetuskan sepuluh

langkah pemulihan ekonomi pada 3 September 1997 dan mendorong

pemerintah untuk meminta bantuan Dana Moneter Internasional (International

Monetary Fund/ IMF), Bank Dunia (world bank), dan asian development bank

dengan komitmen diambilnya tindakan melikuidasi 16 Bank swasta pada

tanggal 1 November 1997.

Penyelamatan perekonomian Nasional, dilakukan dengan

melaksanakan tindakan restrukturisasi dunia usaha maupun Perbankan

1

Page 2: Restrukturisasi 1 Dhitya

Nasional oleh Pemerintah untuk membantu usaha di sektor riil melalui

perbaikan struktur pembiayaan perusahaan agar kemudian dapat di

kembalikan ke sektor perbankan yang pada akhirnya membantu proses

penyehatan perekonomian nasional.

Instrumen kepailitan merupakan salah satu upaya pemerintah di

samping berbagai kebijakan lainnya yang harus diperhitungkan ketika

membicarakan upaya pemulihan ekonomi Nasional. Perusahaan-Perusahaan

yang tidak berhasil direstrukturisasi maka akan berakhir di Pengadilan Niaga

dengan kasus Kepailitan. Oleh karena putusan pernyataan pailit terhadap suatu

Perusahaan menimbulkan dampak merugikan yang sangat luas baik bagi

negara maupun bagi masyarakat, yaitu antara lain mempengaruhi jumlah

pendapatan negara berupa pajak, menimbulkan putusnya hubungan kerja bagi

pegawai dan buruh, mempengaruhi kehidupan para pemasok dari Perusahaan

yang dipailitkan, mempengaruhi kehidupan para pedagang dan distributor

yang memperdagangkan dan mendistribusikan produk atau jasa yang

dihasilkan oleh Perusahaan yang dipailitkan. Untuk menghindari

kemungkinan timbulnya kerugian tersebut maka perlu dilakukan upaya

restrukturisasi sebelum putusan pailit dijatuhkan sepanjang debitor layak

untuk direstrukturisasi karena Perusahaan debitor masih memiliki prospek

usaha yang baik untuk mampu melunasi utang-utang tersebut dan pada akhir

masa restrukturisasi Perusahaan akan menjadi perseroan yang sehat untuk

dapat melanjutkan kegiatan usahanya.

B. Perumusan Masalah

Adapun yang menjadi permasalahan dalam penulisan skripsi ini adalah:

1. Bagaimana proses terjadinya restrukturisasi utang ?

2. Bagaimana upaya pelaksanaan restrukturisasi atau penyehatan perusahaan

Perbankan ?

3. Akibat hukum terjadinya restrukturisasi utang ?

2

Page 3: Restrukturisasi 1 Dhitya

BAB II

PEMBAHASAN

RESTRUKTURISASI PERUSAHAAN SEBAGAI UPAYA UNTUK

MENCEGAH TERJADINYA KEPAILITAN

A. Penyebab Perlunya Restrukturisasi

Restrukturisasi hanya dapat dilakukan bila terjadi peristiwa sebagai berikut:

1. Perseroan sudah berada dalam keadaan tidak mampu membayar bunga dan/ atau utang pokoknya yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih.

2. Perseroan dalam jangka waktu 6 (enam) bulan mendatang berada dalam keadaan tidak mampu membayar utang-utangnya.

3. Perseroan berdasarkan putusan pengadilan atau suatu arbitrase yang telah berkekuatan hukum tetap diwajibkan membayar utang atau ganti kerugian kepada pihak lain dan apabila perseroan memenuhi putusan pengadilan atau badan arbitrase tersebut, maka besarnya biaya pembayaran kewajiban itu dapat mengakibatkan perseroan kehilangan sekurang-kurangnya 50% dari modalnya.

4. Perseroan sudah mengalami kerugian yang besarnya kerugian itu mengakibatkan perseroan kehilangan modalnya sekurang-kurangnya 50% dari modalnya.

5. Pada waktu tutup buku akhir tahun mendatang, perseroan diperkirakan akan mengalami kehilangan modalnya sekurang-kurangnya 50% dari modalnya.

6. Perseroan memiliki utang bermasalah yang besarnya setelah diperhitungkan dengan cadangan, masih akan mengakibatkan perseroan kehilangan modalnya sekurang-kurangnya 50% dari modalnya.

7. Perseroan memiliki utang yang keseluruhannya berjumlah melebihi 500% dibandingkan besarnya modal perseroan.

8. Perseroan memiliki utang yang keseluruhannya berjumlah melebihi 200% dibandingkan dengan nilai jumlah harta kekayaan perseroan seandainya perseroan dilikuidasi karena dinyatakan pailit.

Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/2/PBI/2005 tentang Penilaian

Kualitas aktiva Bank Umum juncto peraturan Bank Indonesia Nomor

8/2/PBI/2006 tentang Perubahan atas peraturan Bank Indonesia Nomor

7/2/PBI/2005 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum, menyebutkan

bahwa Bank hanya dapat melakukan restrukturisasi kredit terhadap debitor

yang memenuhi kriteria sebagai berikut:

3

Page 4: Restrukturisasi 1 Dhitya

a. Debitor mengalami kesulitan pembayaran pokok dan/ atau bunga kredit.

b. Debitor memiliki prospek usaha yang baik dan mampu memenuhi kewajiban setelah kredit direstrukturisasi.

Syarat-syarat lain yang harus dipenuhi untuk dapat dilaksanakannya

restrukturisasi, adalah apabila debitor tersebut:

a. Bersedia bekerja sama (kooperatif) dan mempunyai itikad baik untuk menyelesaikan utang.

b. Kredit yang diperoleh telah diproses sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan sesuai dengan kebijakan serta prosedur perkreditan pada Bank.

B. Restrukturisasi Utang Dalam Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

1. Rencana Perdamaian (Accord) dalam Penundaan Kewajiban

Pembayaran Utang.

Dalam rencana perdamaian (accord) yang isi pokoknya mengenai

restrukturisasi utang diterima oleh kreditor lalu rencana perdamaian

tersebut berubah perdamaian atau perjanjian damai, dan perjanjian

perdamaian tersebut kemudian disahkan oleh atau di homologasi di

Pengadilan Niaga. Pengadilan Niaga hanya dapat menolak pengesahaan

sebagaimana diatur dalam Pasal 285 ayat (2) Undang-Undang Nomor 37

Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran

Utang (selanjutnya disebut UUK). Dalam hal Pengadilan Niaga menolak

perdamaian maka dalam hal yang sama debitor dinyatakan pailit, upaya

hukum atas putusan pailit yang demikian tidak ada.

Debitor yang memohon Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

dengan mengajukan rencana perdamaian. Oleh sebab itu perdamaian

merupakan elemen yang paling penting sekaligus merupakan tujuan dalam

suatu Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Sehingga tidak ada

gunanya dilakukan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang jika para

pihak tidak sungguh-sungguh untuk melaksanakan perdamaian. Undang-

Undang Kepailitan mengurusi perdamaian tunggal ini refleksi dalam hal-

hal sebagai berikut :

4

Page 5: Restrukturisasi 1 Dhitya

1. Para pihak hanya sekali saja dapat mengajukan rencana perdamaian Apabila rencana perdamaian ditolak, tidak dapat lagi diajukan rencana perdamaian di tengah jalan tetap dimungkinkan sebelum rencana perdamaian tersebut ditolak. Sebab, setelah rencana perdamaian tersebut ditolak, maka hakim pengawas wajib segera memberitahukan hal tersebut kepada Pengadilan Niaga dan paling lambat satu hari setelah pemberitahuan penolakan oleh hakim pengawas tersebut, maka debitor langsung dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga.

2. Prinsip perdamaian tunggal juga tercermin dari ketentuan dalam Pasal 292 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004, dalam Pasal 292 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 ditentukan bahwa apabila ditolak perdamaian dalam proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, dan kemudian debitor dinyatakan pailit, maka dalam proses kepailitan tersebut tidak boleh lagi debitor mengajukan rencana perdamaian.

Jika rencana perdamaian diterima, maka hakim pengawas wajib

menyampaikan laporan tertulis, kepada pengadilan pada tanggal yang

telah ditentukan untuk keperluan pengesahan perdamaian, dan pada

tanggal yang ditentukan tersebut pengurus serta kreditor dapat

menyampaikan alasan yang menyebabkan ia menerima atau menolak

rencana perdamaian. Pengadilan selanjutnya menetapkan tanggal

sidang untuk pengesahan perdamaian yang harus diselenggarakan

paling lambat 14 hari setelah rencana perdamaian disetujui oleh

kreditor. Setiap putusan yang dijatuhkan oleh Pengadilan mengenai

pengesahan perdamaian wajib disertai alasan-alasannya. Perdamaian

yang telah disahkan berlaku terhadap semua kreditor yang terhadapnya

penundaan pembayaran berlaku. Apabila rencana perdamaian ditolak,

maka hakim pengawas wajib segera memberitahukan penolakan itu di

pengadilan dengan cara menyerahkan kepada Pengadilan tersebut

salinan rencana perdamaian serta risalah dan dengan demikian

Pengadilan harus menyatakan debitor pailit selambat-lambatnya 14

hari setelah Pengadilan menerima pemberitahuan penolakan hakim

pengawas.

Selanjutnya Pengadilan hanya dapat menolak untuk melakukan

pengesahan perdamaian, jika terbukti:

5

Page 6: Restrukturisasi 1 Dhitya

a. Harta debitor termasuk barang-barang untuk mana dilaksanakan hak retensi, jauh lebih besar dari pada jumlah yang disetujui dalam perdamaian.

b. Pelaksanaan perdamaian tidak cukup terjamin. c. Perdamaian itu tercapai karena penipuan, atau sekongkol dengan

satu atau lebih kreditor karena pemakaian upaya-upaya yang tidak jujur dan tanpa menghiraukan apakah debitor atau pihak lain bekerja sama untuk mencapai hal ini.

d. Imbalan jasa dan biaya yang dikeluarkan oleh para ahli dan pengurus belum dibayar atau tidak diberikan jaminan untuk pembayarannya.

Apabila Pengadilan menolak mengesahkan perdamaian maka

dalam putusan yang sama Pengadilan wajib menyatakan debitor pailit,

dan putusan tersebut harus diumumkan dalam berita negara dan dalam

satu atau lebih surat kabar harian yang ditunjuk oleh hakim pengawas

dan pengumuman itu juga harus memuat undangan untuk hadir pada

persidangan yang merupakan rapat permusyawaratan hari berikut

tanggal, nama dan waktu tersebut, nama hakim pengawas dan nama

serta alamat pengurus.

2. Penjadwalan Kembali Kewajiban Pembayaran Utang Sebagai

Sarana Restrukturisasi Utang

Restrukturisasi pada Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

(PKPU) dimaksudkan hanya restrukturisasi utang debitor terhadap

pembayaran utang-utang debitor dengan tujuan agar perusahaan

debitor dapat sehat kembali. Bab II Undang-Undang Nomor 37 Tahun

2004 tidak berisi ketentuan-ketentuan mengenai restrukturisasi utang

atau recognization. Dalam bab tersebut tidak terdapat aturan-aturan

mengenai restukturisasi utang itu sendiri. Bab II tentang Penundaan

Kewajiban Pembayaran Utang itu hanya memberikan kesempatan

kepada debitor untuk mengajukan permohonan kepada Pengadilan

agar dapat melakukan negosiasi dengan para kreditor dalam jangka

waktu tidak lebih dari 270 hari mengenai pelunasan utangnya dan

bagaimana caranya mengajukan permohonan tersebut.

6

Page 7: Restrukturisasi 1 Dhitya

Proses restrukturisasi wajib ditempuh terlebih dahulu sebelum

debitor atau seorang kreditor dapat mengajukan permohonan

pernyataan pailit terhadap debitor. Pengadilan wajib menolak

permohonan pailit sebelum ditempuh proses restrukturisasi utang.

Restrukturisasi hanya dapat atau boleh diajukan apabila terhadap utang

debitor memang layak untuk dilakukan restrukturisasi sebagaimana

terbukti dari hasil studi kelayakan yang dibuat oleh tim konsultan

Restrukturisasi yang independen, dan debitor dinilai oleh para

kreditornya memiliki itikad baik untuk melunasi utangnya dan

memiliki sikap kooperatif terhadap para kreditornya. Restrukturisasi

dilakukan berdasarkan asas keseimbangan kepentingan antara debitor

dan kreditor dan berlandaskan asas keadilan dan kepatutan. Penundaan

Kewajiban Pembayaran Utang terdiri dari:

1. Permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) murni (voluntarily petition).

2. Permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) tidak murni (involuntarily petition). Permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) murni diajukan oleh debitor sebagai pemohon, tanpa menarik pihak lain (kreditor) sebagai termohon. Inisiatif berperkara ada pada debitor. Sedangkan permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) tidak murni adalah permohonan pailit yang diajukan oleh kreditor terhadap debitor, inisiatif beperkara ada pada kreditor.

Permohonan PKPU dapat diajukan baik oleh kreditor maupun

oleh debitor sendiri. Permohonan PKPU diajukan oleh debitor sendiri

dalam hal debitor tersebut tidak dapat atau memperkirakan tidak akan

melanjutkan membayar utang-utangnya yang sudah jatuh tempo dan

dapat ditagih, ataupun diajukan oleh kreditor terhadap debitor yang

demikian tersebut ke Pangadilan Niaga. Pengajuan PKPU oleh debitor

maupun oleh kreditor ini disertai dengan adanya rencana perdamaian

dari pihak debitor. PKPU adalah suatu periode waktu tertentu yang

diberikan undang-undang melalui putusan Pengadilan Niaga, dimana

dalam periode waktu tersebut kepada kreditor dan debitor diberikan

kesempatan untuk memusyawarahkan cara-cara pembayaran utang-

7

Page 8: Restrukturisasi 1 Dhitya

utangnya dengan memberikan rencana perdamaian (composition plan)

terhadap seluruh atau sebagian utangnya itu, termasuk apabila perlu

merestrukturisasi utangnya tersebut.”

Restrukturisasi utang adalah salah satu upaya yang diusahakan

dalam suatu perdamaian pada proses Penundaan Kewajiban

Pembayaran Utang. Yakni mengadakan perdamaian yang meliputi

tawaran pembayaran seluruh atau sebagian utang kepada kreditornya,

khususnya kreditor konkuren. Dalam rencana perdamaian tersebut,

pada umumnya debitor memohon kepada kreditor untuk

merestrukturisasi utang-utangnya.

Perlu diingat kembali, peranan Pengadilan Niaga sebagai

ultimun remidium, patut diakui bahwa kesempatan untuk melakukan

restrukturisasi utang melalui Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

dalam konteks Undang-Undang Kepailitan memang sangat terbatas.

Namun demikian, dengan adanya keharusan mencatat dan memelihara

kesehatan keuangan (good corporate governance atau financial

accountability) sebagaimana dimunculkan dalam kewajiban

memelihara pembukuan dan kenyataan bahwa kemacetan pembayaran

utang perusahaan swasta bukan suatu hal yang muncul tiba-tiba,

seharusnya pihak debitor maupun kreditor dapat segera

membandingkan catatan keuangan masing-masing.

“Potensi dan prospek dari usaha debitor harus dipertimbangkan

secara baik, jika debitor masih mempunyai potensi dan prospek

sehingga merupakan tunas-tunas yang masih dapat berkembang

seharusnya masih diberi kesempatan untuk hidup dan berkembang.

Oleh karena itu penjatuhan pailit merupakan ultimum remidium.”

Lebih lanjut majelis hakim peninjauan kembali dalam menolak

putusan pernyataan pailit tersebut mengemukakan alasan sebagai

berikut: “dan bahkan terhadap utang debitor/ termohon pailit telah

diadakan restukturisasi menunjukan bahwa debitor masih mempunyai

potensi dan prospek untuk berkembang dan dapat memenuhi

8

Page 9: Restrukturisasi 1 Dhitya

kewajibannya kepada seluruh kreditor dan kemudian hari dan oleh

karena itu debitor/ termohon pailit merupakan a debtor is hopesessly in

debt.” Pasal 255 ayat (1) ditentukan bahwa putusan PKPU dapat

diakhiri, atas prakarsa Pengadilan dalam hal:

a. Debitor, selama PKPU bertindak dengan itikad buruk dalam melakukan pengurusan terhadap hartanya.

b. Debitor telah merugikan atau telah mencoba merugikan kreditornya.

c. Debitor melakukan pelanggaran ketentuan pasal 240 ayat(1).d. Debitor lalai melaksanakan tindakan-tindakan yang diwajibkan

kepadanya oleh pengadilan pada saat atau setelah PKPU diberikan, atau lalai melaksanakan tindakan-tindakan yang diisyaratkan oleh pengurus demi kepentingan harta debitor.

e. Selama waktu PKPU, keadaan harta debitor ternyata tidak lagi memungkinkan dilanjutkannya PKPU.

f. Keadaan debitor tidak dapat diharapkan untuk memenuhi kewajibannya terhadap kreditor pada waktunya.

C. Resrukturisasi Atau Penyehatan Perusahaan Perbankan

Restrukturisasi adalah proses untuk secara terencana mengubah pola

perusahaan dalam melaksanakan kegiatannya, agar dapat mencapai tujuannya

dengan lebih baik. Perubahan dipandang perlu dilakukan karena lingkungan

telah berubah, sementara kondisi internal perusahaan belum disesuaikan.

Perubahan yang akan dilaksanakan dapat meliputi manajemen umum usaha,

organisasi perusahaan termasuk sumber daya manusia, maupun sumber daya

keuangan dan teknologi. Restrukturisasi merupakan suatu bentuk transformasi

yaitu proses perubahan yang secara radikal dijalankan perusahaan untuk

memenuhi tantangan baru di masa mendatang yang bersifat radikal dan cepat

dikenal sebagai revolusi, yang bertahap dan lambat disebut evolusi, dan yang

mencakup perubahan tatanan struktural dan integral vertikal disebut

restrukturisasi, sedang yang berfokus pada perubahan proses alir horizontal

dalam kerangka “value chain” proses bisnis dipopulerkan oleh champy

sebagai “business process reengineering”(rekayasa ulang proses bisnis).

Faktor penyebab krisis dapat dikategorikan menjadi dua : faktor

eksternal (global) dan internal. Faktor internal disebabkan oleh

“mismanagement” baik di sektor mikro maupun makro. Banyak pelaku

9

Page 10: Restrukturisasi 1 Dhitya

ekonomi melakukan kegiatannya tidak didasarkan pada prinsip-prinsip

ekonomi yang benar. Perusahaan yang sedang melaksanakan restrukturisasi

tidak selalu berarti perusahaan itu sedang mengalami kesulitan dalam

keuangan yang berat. Pada masa sulit ekonomi sekarang ini kebetulan banyak

perusahaan yang sedang dalam proses restukturisasi karena menghadapi

kesulitan keuangan yang mengancam kelangsungan hidupnya. Pada dasarnya

alasan dan latar belakang termasuk pilihan untuk melakukan restrukturisasi

perusahaan adalah alasan dan pemikiran yang bersifat ekonomis dan

manajerial. Berdasarkan alasan ekonomis dan alasan lain yang sifatnya non

yuridis, maka cara restrukturisasi apakah yang akan dipilih, hukum menjadi

pertimbangan akhir dan sebagai pengaman apakah tindakan-tindakan menuju

restrukturisasi perusahaan yang dipilih cukup aman atau tidak dari sisi hukum.

Aman dalam pengertian yang sah, tidak melanggar ketentuan Undang-Undang

dan tidak juga melanggar hak dan kepentingan-kepantingan pihak-pihak lain.

Mengingat pentingnya restrukturisasi perusahaan bagi kelangsungan

hidup suatu perusahaan, agar kegiatan perusahaan dapat berjalan sebagai

mestinya, beberapa ketentuan hukum yang tersedia, secara mendasar

mempunyai tujuan dan sasaran tertentu, yaitu untuk menjaga tetap terjaminnya

keseimbangan kepentingan di dalam masyarakat. Diharapkan melalui program

restrukturisasi ini dapat dibangun kembali sistem perbankan yang sehat, kuat

dan mampu mencegah terjadinya krisis dimasa yang akan datang dan

mengaktifkan kembali fungsi perbankan sebagai lembaga intermediasi

pengembangan usaha dengan suatu restrukturisasi. Dalam hal untuk

menghindari putusan pailit perusahaan perbankan perlu melakukan upaya

restrukturisasi atau penyehatan terhadap perusahaan, yang dapat dilakukan

dengan cara sebagai berikut:

1. Restrukturisasi Manajemen Umum

Restrukturisasi manajemen umum perusahaan dilaksanakan dalam

upaya menyesuaikan diri dengan lingkungan usaha yang dinilai telah

berubah. Perubahan itu ditanggapi dengan perubahan visi, misi, dan srategi

usaha. Ada kalanya perubahan dilakukan pada tingkat manajemen puncak

10

Page 11: Restrukturisasi 1 Dhitya

yang memerlukan konsen para pemegang saham. Hal itu terjadi dalam

kasus perusahaan yang tumbuh berkembang dengan cara menggabungkan

dengan perusahaan lain, atau pembentukan mengakuisisi perusahaan lain,

atau pembentukan suatu holding company.

2. Restrukturisasi Korporat

Peluang bisnis yang sangat menarik dan didukung oleh kondisi

internal yang ada dapat mendorong manajemen perusahaan untuk

menggabungkan perusahaan dengan perusahan lain yang berbadan hukum

sendiri. Penerapan manajemen dan teknologi yang lebih maju dan

sebagainya. Dalam situasi yang demikian dapat dilakukan :

a. Pembentukan Sebuah Perusahaan Holding (holding company)

Perusahaan holding ini akan menjadi eksis sebagai badan hukum.

Perusahaan holding ini akan berperan sebagai perusahaan yang

melakukan investasi penyertaan pada 2 atau lebih perusahaan lain

sebagai operating companies. Dalam pelaksanaanya, saham

perusahaan holding praktis mengendalikan kegiatan anak perusahaan,

meskipun secara hukum anak perusahaan ini adalah badan hukum.

b. Akuisisi

Dalam dunia bisnis, yang dimaksud dengan akuisisi adalah setiap

perbuatan hukum untuk mengambil seluruh atau sebagian besar saham

dan/ atau aset dari perusahaan lain. Akuisisi terjadi jika suatu

perusahaan membeli mayoritas saham perusahaan lain langsung dari

para pemegang saham. Perusahaan yang membeli mempunyai hak

suara yang akan mampu mengendalikan perusahaan yang sebagian

sahamnya telah di beli secara legal, meskipun secara operasional telah

dikuasai oleh perusahaan yang membeli.

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 Tentang Perseroan

Terbatas Pasal 103 ayat (1) dan (2) menyatakan :

1. Pengambilalihan perseroan dapat dilakukan oleh badan hukum atau perseorangan.

2. Pengambilalihan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat dilakukan melalui pengambilalihan seluruh atau sebagian besar

11

Page 12: Restrukturisasi 1 Dhitya

saham yang dapat mengakibatkan beralihnya pengendalian terhadap perseroan tersebut.

Kemudian diperjelas dalam Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun

1998 Tentang Penggabungan, Peleburan, dan Pengambilalihan

Perseroan Terbatas Pasal 1 angka 3 dalam peraturan pemerintah ini

yang dimaksud dengan :

“Pengambilalihan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh badan

hukum atau orang perseorangan untuk mengambilalih baik seluruh

atau sebagian besar saham perseroan yang dapat mengakibatkan

beralihnya pengendalian terhadap perseroan tersebut.”

Menurut Pasal 1 angka 27 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998

tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang

Perbankan, menyatakan bahwa akuisisi Bank adalah pengambilalihan

kepemilikan suatu Bank yang mengakibatkan beralihnya pengendalian

terhadap Bank, berkaitan dengan kemampuan untuk menentukan, baik

secara langsung maupun tidak langsung dengan cara apapun,

pengelolaan dan atau kebijakan Bank. Pengambilalihan dapat berupa

pembelian sebagian atau seluruhnya saham-saham dari perusahaan

lain. Masing-masing perusahaan, baik perusahaan yang mengambilalih

maupun perusahaan yang diambilalih tetap mempertahankan

aktivitasnya, identitasnya, dan kedudukannya, sebagai perusahaan-

perusahaan yang mandiri.

c. Merger

Merger dapat diartikan sebagai penyatuan atau penggabungan 2

(dua) perseroan atau lebih dengan cara menggabungkan diri menjadi satu

dengan perseroan yang telah ada. Merger terjadi apabila sebuah

perusahaan mengambilalih semua kegiatan operasi perusahaan lain dan

perusahaan yang diambilalih ini dibubarkan. Yang masih ada sesudah

proses merger adalah perusahaan yang membeli perusahaan lain. Dalam

hal ini perusahaan yang membeli ini benar-benar memiliki seluruh aset

eks perusahaan yang dibeli.

12

Page 13: Restrukturisasi 1 Dhitya

Merger diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 Tentang

Perseroan Terbatas mengenai merger dan konsolidasi diatur pada pasal

102 sampai dengan pasal 109. Menurut Pasal 102 ayat (1) Undang-

Undang Nomor 1 Tahun 1995 Tentang Perseroan Terbatas merger

adalah : “satu perseroan atau lebih dapat menggabungkan diri menjadi

satu dengan perseroan yang telah ada atau meleburkan diri dengan

perseroan lain dan membentuk perseroan baru.”

Sementara, pendefinisian merger menurut bidang hukum,

khususnya merger pada sektor perbankan antara lain terdapat dalam

Keputusan Menteri Keuangan Nomor 278/KMK.01/1998 tentang

Peleburan dan Penggabungan Usaha Bank, dikatakan bahwa merger

adalah penggabungan dari 2 (dua) Bank atau lebih dengan cara

mempertahankan berdirinya salah satu Bank dan melikuidasi Bank-Bank

lainnya. Kemudian dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1992 yang

telah diubah dan disempurnakan dalam Undang-Undang Nomor 10

Tahun 1998, Pasal 1 angka 25 Jo. PP Nomor 28 Tahun 1999, Pasal 1

angka 2 Jo.SK Direksi BI No.32/51/KEP/DIR Pasal 1 huruf b

menyatakan merger adalah penggabungan antara 2 Bank atau lebih,

dengan cara tetap mempertahankan berdirinya salah satu Bank, dan

membubarkan Bank-Bank lainnya dengan atau tanpa likuidasi.

Dari pengertian merger tersebut, tersirat bahwa adanya

penggabungan dari dua Bank atau lebih, dan membubarkan Bank-Bank

lainnya dengan atau tanpa melikuidasi terlebih dahulu. Dilihat dari segi

hukum, kata likuidasi yang telah menyertai merger tersebut diatas,

paling tidak mempunyai maksud tersendiri. Bahwa pengertian likuidasi

paling tidak mempunyai tiga pengertian, yaitu realisasi tunai,

pengakhiran suatu perusahaan dengan cara pengkoversian tersebut serta

merupakan suatu cara penyembuhan yang tersedia bagi debitor yang tak

bisa membayar kewajiban-kewajibannya. Pembubaran tidak berarti

identik dengan berakhirnya suatu eksistensi perseroan, suatu perseroan

13

Page 14: Restrukturisasi 1 Dhitya

setelah diucapkannya pembubaran (likuidasi) dan hak yang dimilikinya

harus direalisasikan dan kewajiban harus dipenuhi.

d. Konsolidasi

Konsolidasi diartikan penggabungan dua perseroan atau lebih

dengan cara membentuk perseroan yang baru dan membubarkan

perseroan yang bergabung tadi. Jadi, beberapa perseroan yang ada

bergabung atau menyatukan diri menjadi perseroan baru, dimana hak

dan segala kewajiban perseroan yang ada diambil oleh perseroan baru

yang dibentuk. Konsolidasi diatur dalam Undang-Undang Nomor 1

Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas Pasal 102 sampai Pasal 109

yang kemudian diperjelas pada Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun

1998 Pasal 1 angka 2 menyatakan : “Peleburan adalah perbuatan hukum

yang dilakukan oleh dua perseroan atau lebih untuk meleburkan diri

dengan cara membentuk satu perseroan baru dan masing-masing

perseroan yang meleburkan diri menjadi bubar”

Tindakan konsolidasi atau peleburan perusahaan sebenarnya

merupakan tindakan yang sangat tidak populer dalam praktek. Sehingga

sehari-hari hampir tidak pernah terdengar adanya tindakan konsolidasi

tersebut. Karena dengan konsolidasi menyebabkan harus dibuatnya

perusahaan baru dengan izin-izin baru, administrasi baru dan

pembentukan image perusahaan yang baru pula. Hal ini tidak ekonomis

dari segi tenaga, waktu dan biaya. Sementara dengan merger masih ada

satu perusahaan lama yang masih eksis, dan dengan tindakan akuisisi

kedua perusahaan (perusahaan pengakuisisi dan perusahaan yang

diakuisisi) bahkan masih tetap eksis.

e. Restrukturisasi Portofolio Usaha

Dalam upaya peningkatan daya saing perusahaan, manajemen

dapat memutuskan untuk membuka atau menutup bidang usaha tertentu,

atau mengelompokan bidang usahanya ke dalam kelompok yang baru.

Pada hakekatnya yang menjadi pokok masalah disini menyangkut

pengelolaan. Dalam hal ini, kepengurusan yang diambil biasanya tidak

14

Page 15: Restrukturisasi 1 Dhitya

perlu melibatkan pemegang saham, meskipun pada akhirnya tetap harus

dipertanggung jawabkan oleh manajemen.

f. Restrukturisasi Organisasi

Perubahan lingkungan bisnis (globalisaasi dan teknologi) sangat

sering menuntut perubahan organisasi perusahaan. Perubahan organisasi

diperlukan karena perubahan visi dan misi manajemen pada gilirannya

juga mendorong perlunya perubahan strategi, maka perusahaan strategi

biasanya menuntut dilakukan perubahan organisasi. Dewasa ini banyak

perusahaan yang melakukan perubahan organisasi agar lebih adaptif

terhadap perusahaan lingkungan. Struktur organisasi yang dipandang

cocok dengan lingkungan massa depan adalah organisasi yang flat (tidak

terlalu banyak jenjang), berorientasi pada proses, dan menekankan pada

pentingnya bekerja didalam tim yang cross-fungsional. Sementara

sruktur organisasi yang umumnya ada pada saat ini adalah fungsional,

berjenjang banyak, dan berkotak-kotak.

g. Restukturisasi Operasi/ Produksi

Restrukturisasi operasi biasanya didorong oleh munculnya

sistem, manajemen baru yang didukung oleh penerapan teknologi

informasi yang canggih. Sistem ini akan mampu menghasilkan nilai

tambah yang tinggi bagi perusahaan karena efisien dan mampu

memuaskan konsumen dengan lebih baik. Dalam hal ini, restrukturisasi

yang dilaksanakan masih dalam domain kekuasaan dan tanggung jawab

manajemen, sehingga para pemegang saham tidak banyak dilibatkan.

D. Akibat Hukum Terjadinya Restrukturisasi Utang

Restrukturisasi utang dan penyehatan perseroan adalah awal dari upaya

menghindari putusan pailit. Bukan hanya pemegang saham saja yang

berkepentingan terhadap kelangsungan hidup perseroan, tetapi banyak pihak

lain yang berkepentingan terhadap kelangsungan hidup perseroan, bahkan

pihak-pihak tersebut menggantungkan hidupnya pada kelangsungan hidup

perseroan tersebut pihak-pihak tersebut adalah:

1. Negara yang hidup dari pajak yang dibayar oleh debitor.

15

Page 16: Restrukturisasi 1 Dhitya

2. Masyarakat yang memerlukan kesempatan kerja oleh debitor. 3. Masyarakat yang memasok barang dan jasa kepada debitor. 4. Masyarakat yang tergantung hidupnya dari pasokan barang dan jasa

debitor, baik mereka itu selaku konsumen maupun selaku pedagang. 5. Para pemegang saham dari perseroan debitor, lebih-lebih lagi apabila

perseroan itu merupakan perseroan publik karena pada perseroan publik (Perseroan Terbuka) banyak pemegang saham yang merupakan investor publik.

6. Masyarakat yang menyimpan dana dari Bank dalam hal yang dinyatakan pailit oleh Bank.

7. Para pemegang polis dalam hal debitor merupakan Perusahaan Asuransi. 8. Masyarakat yang memperoleh kredit dari Bank yang akan terpaksa

mengalami kesulitan apabila Banknya dinyatakan pailit.

Dengan kata lain, kepentingan publik sangat dirugikan dengan adanya

pernyataan pailit oleh Pengadilan Niaga. Pada hakikatnya restrukturisasi utang

hanya bisa diajukan terhadap utang debitor apabila menurut hasil studi

kelayakan yang dibuat oleh tim konsultan restrukturisasi yang independen

terhadap utang debitor layak untuk dilakukan restukturisasi, disamping debitor

menurut penilaian para kreditornya memiliki itikad baik untuk melunasi

utangnya dan memiliki sikap kooperatif terhadap para kreditornya itu.

Sementara itu perlu ditegaskan bahwa restrukturisasi utang yang mengikat

bagi semua kreditor, baik yang ikut maupun yang tidak ikut dalam negosiasi

untuk tercapainya kesepakatan mengenai restrukturisasi baik kreditor

konkuren maupun kreditor yang dijamin dengan haknya dengan hak jaminan,

yaitu gadai, hak tanggungan dan hipotik. Sejak saat diterimanya permohonan

Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang oleh debitor, maka terjadilah

beberapa akibat hukum terhadap debitor yang bersangkutan, sesuai dengan

Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan Dan Penundaan

Kewajiban Pembayaran Utang (selanjutnya disebut UUK), akibat hukum

tersebut adalah:

1. Status Hukum Debitor

a. Debitor Kehilangan Independensinya

Berbeda dalam proses kepailitan dimana pihak debitor pailit sama

sekali tidak berwenang untuk mengurus harta bendanya dan kewenangan

tersebut diambilalih oleh pihak kurator, tetapi dalam hal Penundaan

16

Page 17: Restrukturisasi 1 Dhitya

Kewajiban Pembayaran Utang, debitor tetap masih berwenang untuk

mengurus harta pailit. Bahkan banyak hal, inisiatif untuk mengurus

harta, seperti untuk meminjam uang mengalihkan harta dan sebagainya

tetap berada di tangan debitor, bahkan juga usaha masih tetap saja

berjalan. Namun debitor kehilangan kebebasannya dalam menguasai

kekayaanya.

Hanya saja dalam bertindak, khususnya yang menyangkut

dengan kepengurusan atau hak atas kekayaanya pihak debitor tidak lagi

independen seperti sebelum Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

Sebab dalam bertindak sebagai “kembar siam” atau “dwi tunggal”.

Dalam hal ini pihak debitor tidak boleh sekali-kali melanggar prinsip

dwi tunggal tersebut. Sebab, pelanggarannya memberikan

kewenangannya kepada pengurus untuk melakukan segala sesuatu yang

diperlukan untuk memastikan bahwa harta debitor tersebut tidak

dirugikan karena tindakan debitor yang bersangkutan. Kewajiban debitor

tanpa mendapatkan persetujuan dari pengurus tidak akan mengikat harta

debitor kecuali sepanjang menguntungkan harta debitor.

b. Keadaan Diam

Pasal 242 ayat (1) UUK menentukan bahwa selama berlangsungnya

PKPU debitor tidak dapat dipaksa membayar utangnya, kecuali apabila

pembayaran dilakukan kepada semua kreditor, menurut pertimbangan

besarnya piutang masing-masing, dan semua tindakan eksekusi yang

telah dimulai untuk memperoleh pelunasan utang harus ditangguhkan.

Pasal 242 ayat (2) UUK menentukan bahwa kecuali telah

ditetapkan tanggal yang lebih awal oleh pengadilan berdasarkan

permintaan pengurus, semua sita yang telah diletakkan akan gugur dan

dalam hal debitor disandera, debitor harus dilepaskan segera pada waktu:

1. Setelah ditetapkan putusan PKPU tetap (namun tidak ditentukan status penyitaan setelah putusan PKPU sementara).

2. Setelah putusan perdamaian telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

3. Adanya permintaan pengurus atau hakim pengawas.

17

Page 18: Restrukturisasi 1 Dhitya

2. Status Perjanjian

a. Perjanjian Timbal Balik

Pasal 249 ayat (1) UUK mengatur pada saat putusan PKPU

ditetapkan, maka pihak yang mengadakan perjanjian dengan debitor

dapat meminta kepada pengurus untuk memberikan kepastian tentang

kelanjutan pelaksanaan perjanjian tersebut dalam jangka waktu yang

disepakati oleh pengurus dan pihak tersebut.

Pada ayat (3) dari Pasal 249 ini, ditentukan bahwa apabila

dalam jangka waktu yang ditetapkan oleh hakim pengawas maupun

yang ditetapkan berdasarkan kesepakatan pengurus dengan pihak yang

berkepentingan, ternyata pengurus tidak memberikan jawaban atau

tidak bersedia melanjutkan pelaksanaan perjanjian tersebut, maka

perjanjian tersebut menjadi berakhir dan pihak yang bersangkutan

dapat menuntut ganti rugi sebagai kreditor konkuren. Sebaliknya

menurut ayat (4), apabila pengurus bersedia melanjutkan perjanjian

tersebut. Namun tehadap perjanjian yang mewajibkan debitor

melakukan sendiri perbuatan yang diperjanjikan, maka ketentuan-

ketentuan tersebut diatas, tidak berlaku, demikian ditentukan pada

Pasal 249 ayat (5) UUK.

b. Perjanjian Penyerahan Barang

Pasal 250 UUK mengatur bahwa dalam hal perjanjian

penyerahan benda yang biasa diperdagangkan dengan suatu jangka

waktu dan sebelum penyerahan dilakukan, telah diucapkan putusan

PKPU sementara, maka perjanjian menjadi hapus dan dalam hal pihak

lawan dirugikan karena penghapusan tersebut, maka ia boleh

mengajukan diri sebagai kreditor yang konkuren untuk mendapatkan

ganti rugi. Sebaliknya, apabila disebabkan penghapusan tersebut, harta

debitor menderita kerugian, maka pihak lawan yang berkewajiban

menderita kerugian tersebut.

18

Page 19: Restrukturisasi 1 Dhitya

c. Perjanjian Sewa-menyewa

Dalam hal debitor menjadi penyewa suatu benda, maka debitor

dengan persetujuan pengurus, dapat menghentikan perjanjian sewa

dengan syarat pemberitahuan penghentian dilakukan sebelum

berakhirnya perjanjian sesuai dengan adat kebiasaan setempat. Dalam

hal dilakukan penghentian masa sewa tersebut, maka harus diindahkan

jangka waktu menurut perjanjian atau menurut kelaziman dengan

ketentuan bahwa jangka waktu 90 (sembilan puluh) hari adalah cukup.

Namun dalam uang sewa telah dibayar di muka, maka perjanjian

sewa tidak dapat dihentikan sebelum berakhirnya jangka waktu sewa

yang telah dibayar, dan untuk masa sewa yang belum dibayar, maka

sejak hari putusan PKPU sementara diucapkan, uang sewa tersebut

merupakan utang harta debitor.

d. Perjanjian Kerja

Pasal 252 UUK mengatur mengenai status hukum perjanjian

kerja sehubungan dengan belakunya PKPU. Menurut Pasal 252 ayat

(1) UUK, segera setelah PKPU dimulai, debitor berhak memutuskan

hubungan kerja dengan karyawannya. Pelaksanaan pemutusan

hubungan kerja itu harus dilakukan dengan mengindahkan jangka

waktu menurut persetujuan atau ketentuan perundang-undangan yang

berlaku dengan pengertian bahwa hubungan kerja tersebut dapat

diputuskan dengan pemberitahuan paling singkat 45 hari sebelumnya.

Menurut Pasal 252 ayat (2), sejak mulai berlakunya PKPU

sementara maka gaji, utang, harta debitor dan biaya lain yang timbul

dalam hubungan kerja tersebut menjadi utang harta debitor. Apabila

pihak kreditor atau yang mewakili kreditor yang minta debitor

dipailitkan, maka pihak debitor dapat pada waktu yang bersamaan

minta agar terhadapnya diberikan putusan tentang Penundaan

Kewajiban Pembayaran Utang, dan menurut Pasal 229 ayat (3)

Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan, apabila

permohonan pernyataan pailit dan permohonan Penundaan Kewajiban

19

Page 20: Restrukturisasi 1 Dhitya

Pembayaran Utang harus diperiksa pada saat yang bersamaan,

permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang harus diperiksa

terlebih dahulu. Akan tetapi jika debitor sudah langsung minta dirinya

dipailitkan, tentu dia tidak bisa meminta agar diputuskan Penundaan

Kewajiban Pembayaran Utang. Hanya dia bisa meminta perdamaian

(accord) dalam proses kepailitan.

e. Berakhirnya Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

Menurut Pasal 255 ayat (1) UUK, PKPU dapat diakhiri atas

permintaan hakim pengawas, satu atau lebih kreditor, atau prakarsa

Pengadilan Niaga dalam hal :

a. debitor selama waktu PKPU bertindak dengan itikad buruk dalam melakukan pengurusan terhadap hartanya;

b. debitor telah merugikan atau telah mencoba merugikan kreditornya, debitor melakukan tindakan pengurusan atau kepemilikan atas seluruh atau sebagian hartanya tanpa persetujuan dari pengurus;

c. debitor melakukan tindakan pengurusan atau kepemilikan atas seluruh atau sebagian hartanya tanpa persetujuan dari pengurus;

d. debitor lalai melaksanakan tindakan-tindakan yang diwajibkan kepadanya oleh Pengadilan Niaga pada saat atau setelah PKPU diberikan, atau lalai melaksanakan tindakan-tindakan yang diisyaratkan oleh pengurus demi kepentingan harta debitor;

e. selama waktu PKPU, keadaan harta debitor ternyata tidak lagi memungkinkan dilanjutkannya PKPU;

f. keadaan debitor tidak dapat diharapkan untuk memenuhi kewajibannya terhadap kreditor pada waktunya.

Dalam hal keadaan yang disebutkan pada huruf a dan e, maka

pengurus wajib mengajukan permohonan pengakhiran PKPU. Dalam

pemeriksaan di pengadilan, pemohon, debitor dan pengurus harus

didengar setelah dipanggil sebagaimana mestinya. Permohonan

pengakhiran PKPU ini harus selesai diperiksa dalam jangka waktu 10

hari setelah permohonan pengakhiran diajukan dan putusan pengadilan

harus diucapkan dalam jangka waktu 10 hari setelah pemeriksaan

selesai dilakukan. Putusan mana harus memuat alasan yang menjadi

dasar putusan tersebut. Jika PKPU yang diberikan kepada debitor

harus dinyatakan pailit dalam putusan yang sama.

20

Page 21: Restrukturisasi 1 Dhitya

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Dalam hal terjadinya kepailitan terhadap suatu perusahaan, restrukturisasi

utang merupakan salah satu cara yang harus dilakukan oleh perusahaan

debitor untuk mencegah agar jangan sampai perusahaan tersebut

dipailitkan oleh para kreditornya, dengan restrukturisasi utang maka

perusahaan debitor dapat terhindar dari pelaksanaan likuidasi terhadap

harta kekayaannya dalam hal perusahaan debitor diputus pailit.

Restrukturisasi utang dalam Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

terjadi melalui rencana perdamaian yang diajukan perusahaan debitor

kepada kreditornya, khususnya kreditor yang konkuren mengenai diterima

atau ditolaknya perdamaian tergantung pada pertimbangan kreditor dengan

memperhatikan kondisi perusahaan yang bersangkutan.

2. Restrukturisasi perusahaan merupakan upaya yang dilakukan perusahaan

perbankan yang mengalami kesulitan ekonomi, yang dilakukan dengan

cara melakukan pembenahan, terhadap perusahaan baik yang menyangkut

manajemen, visi, misi, strategi, struktur organisasi, teknologi yang

digunakan oleh perusahaan guna bertujuan untuk menyehatkan

perusahaan. Selain itu restrukturisasi Bank juga dapat dilakukan dengan

cara merger, akuisisi dan konsolidasi dengan Bank lain.

3. Akibat hukum dari restrukturisasi utang adalah perusahaan akan

kehilangan indenpendensinya, selain itu jika perusahaan telah pailit maka

PKPU tidak dapat lagi dimohonkan, apabila PKPU tetap berlangsung

maka debitor tidak dapat dipaksa untuk membayar utang dan pelaksanaan

eksekusi dapat ditangguhkan jika tercapai perdamaian antara debitor dan

kreditor maka PKPU ini akan berakhir dan disahkan oleh Pengadilan

Niaga, akan tetapi PKPU tersebut dapat berakhir apabila tidak tercapai

perdamaian sehingga perusahaan debitor dinyatakan pailit oleh Pengadilan

Niaga.

21

Page 22: Restrukturisasi 1 Dhitya

DAFTAR PUSTAKA

Budiarto, Agus, 2002, Kedudukan Hukum dan Tanggung Jawab Pendiri Perseroan Terbatas, Ghalia Indonesia, Jakarta.

Chatamarrasjid, 2000, Menyikapi Tabir Perseroan Terbatas (Piercing The Corporate Veil) Kapita Selekta Hukum Perusahaan, Citra Aditya, Bandung.

Gunadi, 2002, Restrukturisasi Perusahaan dalam Berbagai Bentuk dan Pemajakannya, Salemba Empat, Jakarta.

Hartono, Siti Soemarti, 1993, Pengantar Hukum Kepailitan, dan Penundaan Pembayaran Sesi Hukum Dagang, Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada, Jogjakarta.

Sembiring, Sentosa, 2006, Hukum Kepailitan, Nuansa Aulia, Bandung.

Sudibyo, Placidus, 1998, Restrukturisasi Perusahaan, Makalah Disampaikan Pada Seminar Nasional Restrukturisasi Perusahaan, Semarang.

Sutantyo Hadikusuma, dan Sumantono, 1991, Pengertian Pokok Hukum Perusahaan, Bentuk-Bentuk Perusahaan yang Berlaku di Indonesia, Rajawali Press, Jakarta.

Suwito, 1998, Seminar Nasional Restrukturisasi Perusahaan, Makalah, Semarang.

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 Tentang Perseroan Terbatas Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 atas Perubahan Undang-Undang Nomor

4 Tahun 1998 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

www.google.com, kedudukan lembaga restrukturisasi utang, www.unisba.ac.id/kepustakaan/reny/skripsi/hukum/5.pdf www.google.com Restrukturisasi Utang Sebagai Penyelesaian www.BUMN.II.com/library/0000085capt-taspen.pdf

22

Page 23: Restrukturisasi 1 Dhitya

RESTRUKTURISASI PERUSAHAAN SEBAGAI UPAYA UNTUK

MENCEGAH TERJADINYA KEPAILITAN

Program Studi

Magister Kenotariatan

Oleh :

DHITYA HERINDRA ERYAWAN, SH

11010211400060

PROGRAM PASCA SARJANA

UNIVERSITAS DIPONEGORO

S E M A R A N G

2012

23