contoh proposal skripsi
TRANSCRIPT
PENGARUH PENGAWASAN TERHADAP KINERJA PEGAWAI
PERBANKAN SYARIAH
(Studi Kasus BSM Cabang Bogor)
PROPOSAL PENELITIAN
Oleh:
“MUHAMMAD YUSUF | 41202077 | MPS12B”
Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Pengganti Ujian Akhir Semister (UAS) Pada
Materi Kuliah “Metodologi Penelitian”
Setiawan
NIM 41102156
PROGRAM STUDI PERBANKAN SYARIAH
SEKOLAH TINGGI EKONOMI ISLAM SEBI
1435 H / 2014 M
A. Latar Belakang
Perkembangan ekonomi islam di Indonesia ditandai dengan hadirnya Bank Muamalat
Indonesia yang resmi beroperasi tahun 1992. Pada saat krisis 1998, bank muamalat sebagai
bank syariah pertama bebas bunga mampu bertahan menghadapi krisis yang menimpa
Indonesia, dan sejak saat itu bank syariah terus mengalami pertumbuhan yang relatif cepat.
Kemudian pada krisis global 2008, bank syariah kembali menunjukkan ketahanannya dengan
tidak terlalu terpengaruh imbas krisis tersebut. Pembiayaan yang masih di dominasi pada
aktivitas ekonomi domestik dan tingkat sofistikasi transaksi yang rendah merupakan dua (2)
faktor yang dinilai menyelamatkan bank syariah dari krisis (BI, 2010).
Pada september 2014, telah ada 11 Bank Umum Syariah (BUS), 23 Unit Usaha Syariah
(UUS) dan 163 Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) yang beroperasi. Selain itu, total
aset bank syariah tumbuh relatif stabil, september 2014 total aset bank syariah (BUS dan
UUS) telah mencapai Rp. 252.219 miliar (SPS.BI, 2014). Industri bank syariah mampu
menunjukkan akselerasi pertumbuhan yang tinggi dengan rata-rata 40,2 % pertahun dari
tahun 2007-2011. Sedangkan rata-rata pertumbuhan aset bank syariah dinegara lain hanya
sekitar 10-15 % pertahun (Alamsyah, 2012). Sekalipun tumbuh pesat, market share bank
syariah masih kecil jika dibandingkan dengan perbankan konvensional atau masih kisaran
angka 4 % (SPS.BI, 2014).
Perkembangan bank syariah merupakan dimensi baru industri perbankan. Bank syariah
hadir sebagai solusi dari sistim perbankan konvensional yang berbasis bunga (Algould &
Lewis, 2001). Oleh karena itu, sudah seharusnya bank syariah menjalankan kegiatan
usahanya berdasarkan kepada prinsip-prinsip syariah. Menurut Algould & Lewis (2001),
corporate governance pada bank syariah mempunyai peranan penting untuk mewujudkan
kepatuhan terhadap prinsip syariah. Untuk itu, AAOIFI (2001) dan IFSB (2009) telah
mengeluarkan standar governance dan panduan corporate governance bagi LKS untuk
mewujudkan pemenuhan prinsip syariah pada bank syariah. Sementara itu di Indonesia,
dalam rangka membangun industri perbankan syariah yang sehat dan tangguh pasca UU No.
21 tahun 2008, BI menetapkan peraturan pelaksanaan Good Corporate Governance (GCG)
bagi Bank Umum Syariah (BUS) dan Unit Usaha Syariah (UUS). Terdapat perbedaan
pelaksanaan antara GCG Bank Konvensional dan Syariah yaitu keharusan bagi perbankan
syariah untuk memenuhi prinsip syariah (sharia compliance). Hal inilah yang secara
fundamental membedakan antara bank syariah dengan bank konvensional.
Bank syariah memiliki tanggung jawab kepada stakeholder untuk menjelaskan dan
meyakinkan bahwa produk, jasa & operasional kegiatannya telah sesuai dengan prinsip
syariah. Tidak terpenuhinya prinsip sharia complience akan menghadapkan bank syariah
pada risiko reputasi (Sharing, 2012). (Izhar, 2010) menjelaskan bahwa risiko reputasi akan
menghadapkan bank syariah pada risiko yang lebih besar yaitu withdrawal risk dimana
deposan-deposan idiologis akan menarik dananya dari bank syariah yang kemudian akan
menyebabkan systemic risk dimana deposan-deposan rasional juga akan ikut menarik
dananya karena hilangnya kepercayaan terhadap bank syariah. Dalam pandangan masyarakat,
pemenuhan prinsip syariah merupakan inti dari integritas dan kredibilitas bank syariah (IFSB,
2009).
Risiko utama bank syariah adalah kegagalan dalam merepresentasikan kesyariahannya.
Risiko tersebut timbul akibat pelanggaran terhadap ketentuan prinsip syariah yang melekat di
seluruh transaksi perbankan syariah dan berkaitan dengan pengawasan yang dilakukan oleh
pengawas syariah (BI & IAI, 2005). Oleh karena itu, pemenuhan prinsip syariah bagi bank
syariah sangatlah penting.
Di Indonesia, kepatuhan terhadap prinsip syariah diatur dalam Peraturan Bank
Indonesia No. 06/24/PBI/2004 tentang Bank Umum yang Melaksanakan Kegiatan
Berdasarkan Prinsip Syariah, UU No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas & UU No.
21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Keharusan pemenuhan prinsip syariah
berimplikasi pada keharusan adanya pengawasan terhadap pelaksanaan kepatuhan tersebut.
Dimana pengawasan bertujuan untuk mengetahui dan menilai kenyataan yang sebenarnya
mengenai pelaksanaan tugas dan kegiatan, apakah sudah sesuai semestinya (yang ditetapkan)
atau tidak (Harahap, 1992a). Pengawasan sendiri meliputi aspek pembinaan, pengendalian,
dan pemeriksaan terhadap sesuatu yang menjadi objek pengawasan (Wiryanto, 2001).
Dalam UU No. 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah pasal 12 disebutkan bahwa
prinsip syariah adalah prinsip hukum islam dalam kegiatan perbankan berdasarkan fatwa
yang dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa di bidang
syariah. Kemudian dijelaskan dalam pasal 26 ayat 2 bahwa prinsip syariah yang dimaksud
adalah sebagaimana yang di fatwakan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI), dalam hal ini
Dewan Syariah Nasional (DSN).
Fungsi pengawasan syariah dilakukan oleh Dewan Pengawas Syariah (DPS). Dalam
UU No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas pasal 109 ayat 1 dijelaskan bahwa
Perseroan yang menjalankan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah selain mempunyai
dewan komisaris wajib mempunyai DPS. Kemudian dalam ayat 2 dijelaskan bahwa DPS
terdiri dari seorang ahli syariah dan pada ayat 3 dijelaskan bahwa DPS bertugas memberikan
nasihat dan saran kepada direksi serta mengawasi kegiatan perseroan agar sesuai dengan
prinsip syariah. Peraturan diatas diperkuat oleh UU No. 21 tahun 2008 dengan menjelaskan
bahwa DPS wajib dibentuk oleh bank umum syariah dan unit usaha syariah
DPS memainkan peranan penting dalam menjamin pemenuhan prinsip syariah pada
produk, jasa, dan kegiatan usaha bank syariah. Menurut (Masliana, 2011), setidaknya ada 3
alasan penting kenapa DPS berperan dalam mengembangkan bank syariah, yaitu:
1. Menentukan tingkat kredibilitas bank syariah,
2. Peran utama dalam menciptakan jaminan kepatuhan syariah (sharia compliance), dan
3. Salah satu pilar pelaksanaan GCG bank syariah.
Oleh karena itu, peran DPS dalam bank syariah harus memiliki kedudukan yang kuat
dan kompetensi yang memadai sehingga mampu menciptakan perbankan syariah yang sehat
dan patuh terhadap prinsip syariah. Kondisi tersebut untuk menjaga citera bank syariah yang
dijalankan sesuai dengan prinsip syariah.menurut (Sutedi, 2009), ada beberapa indikator
kualitatif yang dapat digunakan untuk mengukur kepatuhan bank syariah terhadap prinsip
syariah, yaitu:
1. Memastikan akad dan kontrak yang digunakan baik dalam penghimpunan dana
ataupun penyaluran dana telah sesuai dengan prinsip syariah,
2. Memastikan seluruh transaksi dan aktivitas ekonomi dilaporkan sesuai dengan standar
akuntansi syariah yang berlaku,
3. Memastikan lingkungan kerja dan corporate culture sesuai dengan prinsip syariah,
4. Memastikan sember dana berasal dari sumber yang sah dan sesuai dengan syariah,
5. Memastikan bisnis dan usaha yang dibiayai tidak bertentangan dengan prinsip
syariah, dan
6. Memastikan dana zakat dihitung, dibayar, dan dikelola sesuai dengan aturan dan
prinsip syariah.
DPS dalam melaksanakan kegiatannya mengacu kepada fatwa DSN untuk menilai
apakah bank syariah telah memenuhi prinsip syariah dalam produk, jasa dan kegiatan
usahanya. AAOIFI (2001) telah mengatur peran, penetapan standar pengangkatan dan
komposisi DPS di bank syariah. Dalam standar tersebut, pengangkatan DPS harus dilakukan
melalui rapat pemegang saham dan minimal anggota DPS terdiri dari 3 orang. Standar
tersebut dimaksudkan agar DPS bebas dari tekanan yang tidak semestinya. Selain AAOIFI
(IFSB, 2009) juga sudah mengeluarkan panduan pelaksanaan prinsip sharia governance
dalam bank syariah. Dalam panduan tersebut dijelaskan bahwa tugas DPS meliputi ex-ante
dan ex-post atas setiap kegiatan bank syariah untuk memastikan pemenuhan prinsip syariah.
Standar dan panduan AAOIFI dan IFSB tidak diterapkan secara penuh di Indonesia,
Indonesia berdasarkan PBI No. 11/33/PBI/2009 telah memiliki aturan tersendiri tentang
peran DPS.
Pengawasan ex-ante adalah pengawasan pada saat bank syariah mempersiapkan produk
baru untuk ditawarkan kepada masyarakat dimana produk tersebut harus dipastikan telah
sesuai dengan prinsip syariah, baik dari segi pengelolaannya, persyaratan, dan akad yang
digunakan. Sedangkan pengawasan ex-post adalah pengawasan setelah produk disetujui dan
ditawarkan ke masyarakat untuk memastikan bahwa produk tersebut telah dijalankan sesuai
dengan ketentuan yang berlaku (Ilhami, 2009). DPS mempunyai peranan penting dalam
mengawasi dan menciptakan perbankan syariah yang patuh terhadap prinsip-prinsip syariah
dalam menjalankan kegiatan usahanya.
Selain dari pengawasan syariah terhadap perbankan syariah, tidak kalah pentingnya lagi
adalah pengawasan internal Bank itu sendiri, untuk mencegah terjadinya pentimpangan-
penyimpangan yang dilakukah oleh pegawai itu sendiri.
Gubernur Bank Indonesia, Darmin Nasution, mengatakan kontrol internal di perbankan
harus kuat untuk mencegah terjadinya penyimpangan di perbankan.
"Yang paling utama adalah kontrol internal bank itu sendiri. Yang kedua adalah audit
dari akuntan publik di lapis kedua. Yang ketiga baru pengawasan Bank Indonesia," kata
Darmin di Jakarta, Rabu.
Selama ini industri perbankan kurang fokus terhadap persoalan manajemen risiko,
seperti risiko operasional yang muncul akibat tidak ketatnya pengawasan mengawal prosedur
standar operasional (Darmin, BI). Menurutnya, BI akan segera mengkomunikasikan
persoalan lemahnya pengelolaan manajemen risiko ini dengan perbankan, terutama untuk
tidak mengabaikan prosedur standar operasional dibalik kecanggihan pemasaran produk dan
layanan perbankan.
Dengan banyaknya kasus-kasus perbankan belakangan ini, BI telah melakukan
peninjauan kembali berbagai kebijakan perbankan karena selama ini hanya fokus pada
kesehatan bank namun melupakan masalah-masalah operasional.
Seperti yang terjadi kasus pembobolan kredit di Bank Syariah Mandiri (BSM) Cabang
Utama Bogor yang merupakan kejahatan terorganisir. Kepala Cabang Utama BSM
Bogor M Agustinus Masrie bersekongkol dengan Kepala Cabang Pembantu Bank Syariah
Mandiri Bogor Chaerulli Hermawan, serta Accaounting Officer Bank Syariah Mandiri Bogor
John Lopulisa untuk memuluskan pencairan uang sebesar Rp 102 miliar.
"Sementara yang bisa disampaikan bahwa dugaan pidana adalah terjadi penyimpangan
pemberian fasilitas pembiayaan terhadap 197 nasabah secara fiktif dengan total kredit Rp 102
miliar dan potensi kerugiannya Rp 59 miliar," kata Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol
Ronny Franky Sompie di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Rabu (23/10/2013).
Hal seperti ini tidak hanya terjadi pada Bank Syariah Mandiri Bogor, tapi masih banyak
lagi kasus-kasu yang serupa terjadi pada Bank-bank yang lain.
Dari uraian permasalahan diatas, penulis merasa tertarik untuk membahas
permasalahan mengenai pembobolan perbankan, apalagi hal ini terjadi pada perbankan
syariah itu sendiri dan dilakukan oleh para pengawainya sendiri. Dan salah satu faktor
penyebabnya adalah lemahnya perhatian atau pengawasan internal pada bank, lebih kepada
oprasional sehari-hari. Oleh karena itu, penulis mengangkat judul: PENGARUH
PENGAWASAN TERHADAP KINERJA PEGAWAI PERBANKAN SYARIAH (Studi
Kasus BSM Cabang Bogor)
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang telah diuraikan, maka rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah;
1. Adakah pengaruh pengawasan terhadap kinerja pegawai pada perbankan syariah ?
2. Seberapa besar pengaruh pengawasan terhadap kinerja pegawai pada perbankan
syariah ?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan yang hendak dan ingin dicapai dalam penelitian ini yaitu :
1. Untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh pengawasan terhadap kinerja pegawai pada
pada perbankan syariah.
2. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh pengawasan terhadap kinerja pegawai
pada pada perbankan syariah.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian yang baik adalah penelitian yang memiliki manfaat dalam pengembangan
suatu bidang keilmuan baik secara praktis maupun teoritis. Adapun manfaat yang dapat
diambil dari penelitian ini adalah:
1. Bagi penulis, penelitian ini merupakan wadah untuk mengejawantahkan ilmu yang
sudah didapat oleh penulis dan salah satu syarat bagi penulis untuk menyelesaikan
studi dan memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Islam (SEI).
2. Bagi regulator, penelitian ini bermanfaat sebagai bahan acuan dan pertimbangan
untuk membuat aturan dalam rangka meningkatkan dan menguatkan system
pengawasan pada perbankan syariah.
3. Bagi masyarakat umum, penelitian ini bermanfaat sebagai bahan referensi dan kajian
mengenai system pengawasan pada perbankan syariah.
E. Batasan Penelitian
Batasan penelitian bertujuan untuk memberikan batasan-batasan pada penelitian
sehingga pembahasannya tidak meluas dan tetap fokus pada menjawab pertanyaan penelitian.
Oleh karena itu, penelitian ini terbatas hanya pada sistem pengawasan pada perbankan
syariah. Penelitian ini tidak membahas sistem pengawasan perbankan syariah di lembaga
keuangan syariah non bank sekalipun mungkin memiliki beberapa persamaan.
F. Landasan Teori
1. Pengertian Pengawasan
Menurut Moekijat, pengawasan adalah hal yang dilakukan, artinya hasil pekerjaan,
menilai hasil pekerjaan tersebut, dan apabila perlu mengadakan tindakan-tindakan perbaikan
sehingga hasil pekerjaan sesuai dengan rencana (Moekijat, 1990:80). Sedangkan menurut
Soewarno Handayaningrat “pengawasan dapat diartikan sebagai suatu proses untuk
menetapkan pekerjaan apa yang sudah dilaksanakan, menilainya dan mengoreksinya bila
perlu dengan maksud supaya pekerjaan sesuai dengan rencana semula”. (Handayaningrat,
1985:142).
Pengawasan kerja adalah kegiatan manajer yang mengharuskan atau mengusahakan
agar pekerjaan terlaksananya sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan dan atau hasil yang
dikehendaki (Lubis, 1985: 154). Pendapat lain menyatakan bahwa pengawasan adalah
penilaian koreksi atas pelaksanaan kerja yang dilakukan oleh bawahan dengan maksud untuk
mendapatkan keyakinan untuk menjamin bahwa tujuan perusahaan dan rencana-rencana yang
digunakan untuk mencapainya harus dilaksanakan ( Harold Koontz dan Cyrril o’Donnel
dalam Lubis, 1985:156-157).
Pengawasan kerja adalah memilih orang yang tetap untuk setiap pekerjaan,
menimbulkan minat terhadap pekerjaannya pada tiap-tiap orang dan mengajarkan bagaimana
ia harus melakukan pekerjaannya, mengukur dan menilai hasil kerjanya untuk mendapatkan
keyakinan apakah pekerjaan itu telah dipahami dengan wajar.
Dari beberapa pendapat yang memberikan pengertian tentang pengawasan kerja maka
dapat disimpulkan bahwa pengawasan kerja merupakan salah satu pekerjaan yang
dilaksanakan dalam kegiatan manajerial untuk menjamin terealisasinya semua rencana yang
telah ditetapkan sebelumnya serta pengambilan tindakan perbaikan bila diperlukan.Tindakan
perbaikan diartikan tindakan yang diambil untuk menyesuaikan hasil pekerjaan dengan
standar. Tindakan perbaikan ini membutuhkan waktu dan proses agar terwujud untuk
mencapai hasil yang diinginkan. Karena laporan- laporan berkala sangat penting sebab dalam
laporan itu dapat diketahui situasi yang nyata. Apabila terjadi penyimpangan, tindakan
perbaikan segera dapat diambil, sehingga kemungkinan resiko dan kerugian perusahaan dapat
diminimalkan.
2. Tujuan pengawasan
Tujuan utama dari pengawasan yaitu mengusahakan supaya apa yang
direncanakan menjadi kenyataan. Mencari dan memberitahu kelemahankelemahan
yang dihadapi. Adapun tujuan pengawasan menurut (Sukarna,
1993:112) antara lain:
a. Untuk mengetahui jalannya pekerjaan lancar atau tidak
b. Untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan yang dibuat oleh pegawai
c. dan mengusahakan pencegahan agar tidak terulang kembali kesalahan yang serupa
atau timbulnya kesalahan baru.
d. Untuk mengetahui apakah penggunaan budget yang telah ditetapkan dalam planning
terarah kepada sasarannya dan sesuai dengan yang telah ditentukan.
e. Untuk mengetahui apakah pelaksanaan biaya telah sesuai dengan program seperti
yang telah ditetapkan dalam planning atau tidak.
f. Untuk mengetahui hasil pekerjaan dengan membandingkan dengan apa yang telah
ditetapkan dalam rencana (standar) dan sebagai tambahan.
g. Untuk mengetahui apakah pelaksanaan kerja sesuai dengan prosedur atau
kebijaksanaan yang telah ditentukan.
3. Tipe-tipe Pengawasan
a. Pengawasan Pendahuluan (Freedforward Control)
Bentuk pengawasan pra kerja ini dirancang untuk mengantisipasi masalah-masalah
atau penyimpangan dari standar atau tujuan dan memungk inkan korelasi dibuat sebelum
tahap tertentu diselesaikan. Jadi pendekatan pengawasan ini lebih aktif dan agresif, dengan
mendeteksi masalah-masalah dan mengambil tindakan yang diperlukan sebelum suatu
masalah terjadi.
b. Pengawasan selama kegiatan berlangsung (Concurrent Control)
Pengawasan ini dilakukan selama suatu kegiatan berlangsung. Pengawasan ini
merupakan proses dimana aspek tertentu dari dari suatu prosedur disetujui terlebih dahulu
sebelum kegiatan-kegiatan dilanjutkan atau menjadi semacam perala tan “Double Check”
yang lebih menjamin ketepatan pelaksanaan suatu kegiatan.
c. Pengawasan umpan balik (Feedback Control)
Mengukur hasil-hasil dari suatu kegiatan yang telah diselesaikan. Sebab-sebab
penyimpangan dari rencana atau standar yang telah ditentukan, dan penemuan-penemuan
diterapkan untuk kegiatankegiatan serupa dimasa yang akan datang. Pengawasan ini bersifat
histories, pengukuran dilakukan setelah kegiatan terjadi (Handoko, 1991:361).
4. Proses Pengawasan
Proses pengawasan adalah serangkaian kegiatan didalam melaksanakan pengawasan
terhadap suatu tugas atau pekerjaan dalam suatu organisasi. Proses pengawasan terdiri dari
beberapa tindakan (langkah pokok) yang bersifat fundamental bagi semua pengawasan
menurut T. Hani handoko :
a. Penetapan standar pelaksanaan/perencanaan
Tahap pertama dalam pengawasan adalah menetapkan standar pelaksanaan, standar
mengandung arti sebagai suatu satuan pengukuran yang dapat digunakan sebagai
patokan untuk penilaian hasil-hasil.
b. Penentuan pengukuran pelaksanaan kegiatan
Penetapan standar akan sia-sia bila tidak disertai berbagai cara untuk mengukur
pelaksanaan kegiatan nyata.Tahap kedua ini menentukan pengukuran pelaksanaan
kegiatan secara tepat.
c. Pengukuran pelaksanaan kegiatan
Ada beberapa cara untuk melakukan pengukuran pelaksanaan yaitu: 1) Pengamatan.
2) Laporan-laporan baik lisan ataupun tertulis. 3) Metode-metode otomatis. 4)
Pengujian atau dengan pengambilan sampel.
d. Perbandingan pelaksanaan dengan standar analisis penyimpangan
Tahap kritis dari proses pengawasan adalah membandingkan pelaksanaan nyata
dengan pelaksanaan yang telah direncanakan atau standar yang telah ditetapkan.
e. Pengambilan tindakan koreksi bila diperlukan
Bila hasil analisa menunjukkan adanya tindakan koreksi, tindakan ini harus diambil.
Tindakan koreksi dapat diambil dalam berbagai bentuk. Standar mungkin diubah,
pelaksanaan diperbaiki, atau keduanya dilakukan bersamaan.
Sementara itu Ranu Pandoyo merumuskan proses atau langkah- langkah pengawasan
meliputi:
a. Menentukan ukuran atau pedoman baku atau standar.
b. Mengadakan penilaian atau pengukuran terhadap pekerjaan yang sudah dikerjakan.
c. Membandingkan antara pelaksanaan pekerjaan dengan ukuran atau pedoman baku
yang telah ditetapkan untuk mengetahui penyimpangan-penyimpangan yang terjadi.
d. Mengadakan perbaikan atau pembetulan atas penyimpangan yang terjadi, sehingga
pekerjaan yang dikerjakan sesuai dengan apa yang direncanakan. (Pandoyo,1990:109)
Dengan beberapa pendapat dari para ahli tersebut cukuplah jelas, yang dimaksud
dengan proses pengawasan yaitu serangkaian tindakan dalam mengadakan pengawasan.
Sedangkan langkah awal dari rangkaian tindakan yang tercantum dalam proses pengawasan
itu adalah menetapkan standar pengawasan dan yang dimaksud penyimpangan disini adalah
penyimpangan terhadap standar.
Dari proses pengawasan tersebut maka dapat diambil beberapa pernyataan dari
pendapat Pandoyo untuk dijadikan sebagai indikator yang dapat mengukur pengawasan yaitu:
1. Menentukan ukuran (pedoman baku standart) pelaksanaan/perencanaan Tahap pertama
dalam pengawasan adalah menetapkan ukuran standar pelaksanaan, standar mengandung
arti sebagai suatu satuan pengukuran yang dapat digunakan sebagai patokan untuk
penilaian hasil-hasil.
2. Mengadakan penilaian atau pengukuran terhadap pekerjaan yang sudah dikerjakan yaitu
suatu penilaian yang dilakukan oleh pengawas dengan melihat hasil kerjanya dan laporan
tertulisnya.
3. Membandingkan antara pelaksanaan pekerjaan dengan ukuran atau pedoman baku yang
ditetapkan untuk mengetahui penyimpangan-penyimpangan yang terjadi saat bekerja.
4. Mengadakan perbaikan atau pembetulan atas penyimpangan yang terjadi, sehingga
pekerjaan yang dikerjakan sesuai dengan apa yang direncanakan. Melakukan tindakan
koreksi / perbaikan Bila hasil analisa menunjukkan adanya tindakan koreksi, tindakan
iniharus diambil. Tindakan koreksi dapat diambil dalam berbagai bentuk. Standar
mungkin diubah, pelaksanaan diperbaiki, atau keduanya dilakukan bersamaan.
5. Teknik Pengawasan
Teknik pengawasan adalah cara melaksanakan pengawasan dengan terlebih dahulu
menentukan titik-titik pengawasan sehingga dapat ditarik suatu kesimpulan mengenai
keadaan keseluruhan kegiatan organisasi.
Teknik pengawasan menurut Manullang sebagai berikut:
a. Peninjauan pribadi
Peninjauan pribadi adalah mengawasi dengan jalan meninjau secara pribadi, sehingga
dapat dilihat sendiri pelaksanaan pekerjaan.
b. Pengawasan melalui laporan lisan
Pengawasan ini dilakukan dengan mengumpulkan fakta- fakta melalui laporan lisan yang
diberikan bawahan, dilakukan dengan cara wawancara kepada orang-orang tertentu yang
dapat memberi gambaran dari hal-hal yang ingin diketahui terutama tentang hasil yang
sesungguhnya yang ingin dicapai bawahan.
c. Pengawasan melalui laporan tertulis
Merupakan suatu pertanggung jawaban bawahan kepada atasannya mengenai pekerjaan
yang dilaksanakan, sesuai dengan intruksi dan tugas-tugas yang diberikan.
d. Pengawasan melalui hal-hal yang bersifat khusus, didasarkankekecualian atau control by
exeption.
Merupakan sistem atau teknik pengawasan dimana ini ditujukan kepada soal-soal
kekecualian. Jadi pengawasan hanya dilakukan bila diterima laporan yang menunjukkan
adanya peristiwa-peristiwa istimewa.
6. Pengawasan Perbankan
Pengawasan dalam konteks perbankan adalah segala usaha dan kegiatan untuk
mengetahui dan menilai pelaksanaan kegiatan perbankan apakah telah sesuai dengan
semestinya (rencana) atau tidak dan usaha untuk menjaga kegiatan perbankan agar sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku (Wiryanto, 2001). Bank adalah lembaga
yang mengandalkan kepercayaan masyarakat. Hilangnya kepercayaan masyarakat akan
berdampak pada rush atau penarikan dana sehingga perbankan tidak bisa beroperasi. Oleh
karena itu, pengawasan bank adalah hal yang penting untuk menjaga kepentingan stakeholder
dan mewujudkan perbankan yang sehat. Menurut Shahdeini (1994) dalam (Wiryanto, 2001),
terdapat beberapa alasan kenapa diperlukan pengawasan secara khusus terhadap lembaga
perbankan dibandingkan lembaga keuangan lain, yaitu:
1. Lembaga perbankan termasuk bank syariah mempunyai posisi yang sangat strategis
dalam pembangunan nasional. Hal ini dikarenakan, perbankan adalah salah satu
penggerak roda perekonomian dan pendukung utama kebijakan moneter di Indonesia.
2. Bank adalah lembaga intermediasi yang menghimpun dana dari masyarakat surplus
dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat deficit. Jadi dana yang terdapat di
perbankan adalah sebagian besar milik masyarakat dimana kepercayaan masyarakat
terhadap perbankan merupakan modal penting untuk menjaga eksistensi perbankan.
Sebagaimana dijelaskan diatas bahwa kepercayaan masyarakat terhadap perbankan
merupakan modal yang penting. Hal ini karena seandainya kepercayaan masyarakat hilang
maka akan menyebabkan hilangnya kesediaan masyarakat untuk menyimpan uangnya di
bank yang berakibat pada melemahnya kemampuan perbankan dalam menyediakan dana
untuk membiayai kegiatan perekonomian (Wiryanto, 2001). Oleh karena itu, tujuan
pengawasan pada perbankan sebetulnya adalah untuk mewujudkan perbankan yang sehat.
Menurut (Hidayati, 2008), pengawasan pada perbankan syariah dibagi menjadi dua (2), yaitu:
1. Pengawasan dari aspek keuangan, kepatuhan pada peraturan perbankan secara umum
dan prinsip kehati-hatian.
2. Pengawasan prinsip syariah dalam operasional perbankan.
Bank Indonesia sebagai bank sentral melakukan pengawasan eksternal terhadap bank
termasuk bank syariah terkait kepatuhan terhadap prinsip kehati-hatian. Kemudian DPS
berperan sebagai pengawas internal bank syariah terkait kepatuhan terhadap prinsip syariah.
a. Pengawasan Bank Indonesia
Bank Indonesia sebagai bank sentral mempunyai peran penting dan strategi dalam
mewujudkan sistim perbankan yang sehat dan efisien. Bank Indonesia mempunyai
kewenangan dan kewajiban untuk membina serta melakukan pengawasan terhadap seluruh
kelembagaan dan kegiatan perbankan sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 29 ayat (1) UU
No. 10 tahun 1998 tentang perubaha atas UU No. 7 tahun 1992. Kemudian, dalam UU No. 21
tahun 2008 tentang Perbankan Syariah pasal 50 juga dijelaskan bahwa pembinaan dan
pengawasan bank syariah dan UUS dilakukan oleh Bank Indonesia.
Pengawasan perbankan akan selalu mengandung pengertian pembinaan karena
pengawasan menuntut adanya tindak lanjut dari hasil pengawasan. Oleh karena itu, istilah
pembinaan dan pengawasan dalam UU Perbankan sering digunakan secara berdampingan (Al
Amin, 2006). Tugas pembinaan dan pengawasan BI terhadap perbankan syariah diatur dalam
UU No. 21 tentang Perbankan Syariah pasal 50-54, dalam pasal 51 disebutkan bahwa:
1) Bank Syariah dan UUS wajib memelihara tingkat kesehatan yang meliputi sekurang-
kurangnya mengenai kecukupan modal, kualitas asset, likuiditas, rentabilitas,
solvabilitas, kualitas manajemen yang menggambarkan kabalitias dalam aspek
keuangan, kepatuhan terhadap prinsip syariah dan prinsip manajemen islami, serta
aspek lainnya yang berhubungan dengan usaha bank syariah dan UUS.
2) Kiteria tingkat kesehatan dan ketentuan wajib yang harus dipenuhi oleh Bank Syariah
dan UUS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Bank
Indonesia.
Kemudian pada pasal 52 dijelaskan bahwa:
1. Bank Syariah dan UUS wajib menyampaikan segala keterangan dan penjelasan
mengenai usahanya kepada Bank Indonesia menurut tata cara yang ditetapkan dalam
Peraturan Bank Indonesia.
2. Bank Syariah dan UUS atas permintaan Bank Indonesia wajib memberikan
kesempatan bagi pemeriksaan buku-buku dan berkas-berkas yang ada padanya, serta
wajib memberikan bantuan yang diperlukan dalam rangka memperoleh kebenaran
dari segala keterangan, dokumen, dan penjelasan yang dilaporkan oleh Bank Syariah
dan UUS yang bersangkutan.
3. Dalam rangka pelaksanaan tugas pengawasan sebagaimana dimaksud ayat (1) dan
ayat (2), Bank Indonesia berwenang:
1) Memeriksa dan mengambil data/dokumen dari setiap tempat yang terkait dengan
Bank,
2) Memeriksa dan mengambil data/dokumen dan keterangan dari semua pihak bank
yang menurut penilaian Bank Indonesia memiliki pengaruh terhadap Bank, dan
3) Memerintahkan bank melakukan pemblokiran rekening tertentu, baik rekening
simpanan atau rekening pembiayaan.
Pengawasan perbankan saat ini sedang mengalami transisi dari BI sebagai bank sentral
ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK). OJK menggantikan BI dalam mengawasi perbankan yang
dianggap gagal (UGM & UI, 2010). Beralihnya pengawasan bank syariah dari BI ke OJK
menimbulkan kehawatiran terhadap perkembangan perbankan syariah. Oleh karena itu, OJK
diminta dukung pengembangan perkembangan perbankan syariah (MES, IAEI, DSN & ABFI
Perbanas, 2012).
b. Transisi Pengawasan BI ke OJK
Pasca disahkannya UU No. 21 tahun 2011 tentang OJK maka fungsi pengawasan dan
pengaturan perbankan beralih dari BI ke OJK.Tahun 2013 merupakan tahun transisi
pengawasan perbankan termasuk bank syariah dari BI ke OJK. Dalam struktur organisasi
OJK yang dipresentasikan di (DPR, 2012), struktur kepala eksekutif perbankan terdiri dari 9
direktorat. Dari 9 direktorat tersebut ada satu direktorat khusus yang mengawasi perbankan
syariah yaitu Direktorat Pengaturan, Perizinan, dan Pengawasan Perbankan Syariah. Struktur
kepala eksekutif perbankan hamper tidak jauh berbeda dengan struktur direktorat dalam BI
kecuali hanya pemindahtugasan dari BI ke OJK dan penambahan dua direktorat baru dalam
OJK yaitu Direktorat Pengawasan Khusus dan Restrukturisasi Perbankan dan Direktorat
Pengembangan Pengawasan dan CMP (DPR, 2012).
Selain adanya Direktorat Pengaturan, Perizinan, dan Pengawasan Perbankan Syariah,
OJK juga membentuk Komite Keuangan Syariah dibawah anggota 9 Ex-Officio Kementerian
Keuangan pada tahun 2013 (Haddad, 2012). Komite Keuangan Syariah meliputi perbankan
syariah, pasar modal syariah, dan keuangan syariah lainnya.Perbankan syariah sebagai sub
komite keuangan syariah menggantikan peran Komite Perbankan Syaria h yang sebelumnya
telah ada di BI (Haddad, 2012). Dengan demikian, pengawasan perbankan syariah
selanjutnya berada dibawah Dorektorat Pengaturan, Perizinan, dan Pengawasan Perbankan
Syariah yang berkoordinasi dengan Sub Komite Perbankan Syariah pada Komite Keuangan
Syariah.
c. Pengawasan Dewan Pengawas Syariah
Bank syariah berbeda dengan bank konvensional karena selain diharuskan patuh
terhadap peraturan perbankan yang berlaku umum, bank syariah juga diharuskan patuh
terhadap prinsip syariah. Oleh karena itu, diperlukan pengawasan yang berbeda dari bank
konvensional agar bank syariah senantiasa patuh terhadap prinsip syariah berdasarkan fatwa
DSN. Pengawasan prinsip syariah yang dimaksud diwujudkan dengan adanya Dewan
Pengawas Syariah pada setiap bank syariah. Sedangkan pengawasan terkait kepatuhan
terhadap peraturan perbankan secara umum dan kehati-hatian dilakukan oleh Bank Indonesia.
Dewan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdiknas, 2005) diartikan sebagai
badan yang terdiri dari beberapa orang yang bekerja memutuskan sesuatu melalui
perundingan, sedangkan pengawas berasal dari kata awas yang merupakan proses controlling.
Dalam Pasal 1 PBI No. 11/33/PBI/2009 dijelaskan bahwa Dewan Pengawas Syariah adalah
dewan yang bertugas memberikan nasihat dan saran kepada direksi serta mengawasi kegiatan
bank agar sesuai dengan prinsip syariah. Dalam pasal 2 disebutkan bahwa pelaksanaan GCG
salah satunya adalah diwujudkan dalam pelaksanaan tugas dan tanggung jawab dewan
pengawas syariah.
7. Pengertian Kinerja
Kinerja seorang karyawan merupakan hal yang bersifat individual, karena setiap
karyawan mempunyai tingkat kemampuan yang berbeda - beda dalam mengerjakan tugasnya.
Pihak manajemen dapat mengukur karyawan atas unjuk kerjanya berdasarkan kinerja dari
masing - masing karyawan. Kinerja adalah sebuah aksi, bukan kejadian. Aksi kinerja itu
sendiri terdiri dari banyak komponen dan bukan merupakan hasil yang dapat dilihat pada saat
itu juga. Pada dasarnya kinerja merupakan sesuatu hal yang bersifat individual, karena setiap
karyawan memiliki tingkat kemampuan yang berbeda dalam mengerjakan tugasnya. Kinerja
tergantung pada kombinasi antara kemampuan, usaha, dan kesempatan yang diperoleh. Hal
ini berarti bahwa kinerja merupakan hasil kerja karyawan dalam bekerja untuk periode
waktu tertentu dan penekanannya pada hasil kerja yang diselesaikan karyawan dalam
periode waktu tertentu. (Timpe, 1993, p. 3).
Performance is defined as the record of outcomes produced on a specified job
function or activity during a specified time period. Performance on the job as a whole would
be equal to the sum (or average) of performace on the critical or essential job functions. The
functions have to do with the work which is performed and not with the characteristic of the
person performing. (Williams, 1998, p. 75).
Berdasarkan keterangan di atas dapat pula diartikan bahwa kinerja adalah sebagai
seluruh hasil yang diproduksi pada fungsi pekerjaan atau aktivitas khusus selama periode
khusus. Kinerja keseluruhan pada pekerjaan adalah sama dengan jumlah atau rata - rata
kinerja pada fungsi pekerjaan yang penting. Fungsi yang berkaitan dengan pekerjaan tersebut
akan dilakukan dan tidak dilakukan dengankarakteristik kinerja individu. Pendapat di atas
didukung oleh pernyataan dari Sunarto (2003), yaitu :
Kinerja yang tinggi dapat tercapai oleh karena kepercayaan (trust) timbal balik yang
tinggi di antara anggota - anggotanya artinya para anggota mempercayai integritas,
karakteristik, dan kemampuan setiap anggota lain. Untuk mencapai kinerja yang tinggi
memerlukan waktu lama untuk membangunnya, memerlukan kepercayaan, dan menuntut
perhatian yang seksama dari pihak manajemen.
8. Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Kinerja
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kerja pegawai
adalah :
a. Ketrampilan
Ketrampilan banyak pengaruhnya terhadap efektivitas kerja pegawai.
Keterampilan pegawai dalam suatu instansi dapat ditingkatkan melalui latihan-latihan.
b. Motivasi
Dengan adanya motivasi mendorong seseorang utuk lebih giat dalam
menjalankan tugasnya.
c. Disiplin kerja
Keadaan yang menyebabkan/memberikan dorongan kepada pegawai untuk
berbuat dan melakukan segala kegiatan sesuai dengan norma-norma/peraturan yang
telah ditetapkan
d. Sikap dan etika kerja
Etika dalam hubungan kerja sangat penting karena akan menciptakan
hubungan yang selaras, serasi dan seimbang antara pelaku dalam proses yang akan
meningkatkan efektivitas kerja.
e. Gizi dan kesehatan
Apabila ada pegawai yang mengalami gangguan kesehatan dan ia tidak dapat
melaksanakan pekerjaannya maka secara otomatis tidak akan ada efektivitas kerja.
f. Tingkatan penghasilan
Penghasilan atau gaji yang cukup berdasarkan prestasi kerja akan memberi
semangat sehingga efektivitas kerja akan tercapai.
g. Lingkungan dan iklim kerja
Lingkungan dan iklim kerja yang mendukung akan menambah kerja yang
lebih efektif.
h. Sarana / alat
Dengan adanya peralatan dan perlengkapan yang memadai dan menunjang
akan meningkatkan efektivitas kerja.
i. Manajemen
Adanya manajemen yang baik maka pegawai akan terorganisasi dengan baik
yang akan mendukung suatu efektivitas kerja.
j. Kesempatan berprestasi
Setiap orang ingin mengembangkan potensi yang ada pada dirinya, dengan
diberikan kesempatan berprestasi maka pegawai akan dapat meningkatkan efektivitas
kerjanya.(Siagian,1983:154).
9. Pengertian Pegawai
Pegawai adalah orang yang bekerja pada suatu instansi dan mendapatkan gaji setiap
bulan. Melapyu S.P Hasibuan dalam bukunya MSDM (1993 : 13), menyatakan bahwa
pegawai adalah orang menjual jasa (pikiran dan tenaga) dan mendapat kompensasi (balas
jasa) yang besarnya telah ditetapkan terlebih dahulu, dimana mereka wajib dan terikat untuk
mengerjakan pekerjaan yang diberikan dan berhak memperoleh gaji sesuai dengan perjanjian.
Berdasarkan definisi tersebut dapat diasumsikan bahwa pegawai adalah semua
penduduk yang mampu melakukan pekerjaan dan mendapatkan gaji setiap bulan, kecuali
golongan yang terdiri dari :
1. Anak – anak berumur 14 tahun ke bawah
2. Mereka yang masih berumur 14 tahun ke atas tetapi masih mengunjungi sekolah untuk
waktu penuh
3. Mereka karena usia tinggi, cacat baik jasmani maupun rohani, tidak mampu melakukan
pekerjaan dengan hubungan kerja untuk diri sendiri (swakarya) maupun dalam hubungan
kerja yang mampu bekerja tetapi karena sesuatu tidak mendapatkan pekerjaan yaitu para
penganggur.
G. Hipotesis
Hipotesis adalah jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian
sampai bukti melalui data yang terkumpul (Arikunto, 2002 : 164). Berdasarkan kerangka
berfikir pada bab I, maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut : ”Diduga
tingkat pengawasan mempunyai pengaruh yang besar terhadap kinerja pegawai bank pada
saat oprasional sehari-hari pada perbankan syariah.
H0: tidak ada hubungan antara pengawasan dengan kinerja pegawai perbankan
syariah.
H1: ada hubungan antara pengawasan dengan kinerja pegawai perbankan syariah.
H. Metodologi Penelitian
1. Metode Penelitian
Metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah Asosiatif, yaitu penelitian dilakukan
untuk mengetahui hubungan Pengaruh pengawasan teerhadap kinerja pegawan perbankan
syariah “Bank Syariah Mandiri Cabang Bogor”.
Metode ini memakai dua data dalam proses penelitiannya:
1. Data primer
Data primer adalah data yang diperoleh peneliti dari sumber pertama baik dari
individu atau perseorangan, seperti hasil wawancara atau hasil pengisian kuisioner
(Husein Umar, 2000:130).
2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data primer yang telah diolah lebih lanjut dan disajikan
baik oleh pihak pengumpul data primer atau oleh pihak lain (Husein Umar,
2000:130).
2. Menentukan Sampel
Sampel adalah bagian dari populasi yang dijadikan sebagai obyek penelitian. Karena
keberadaannya merupakan bagian dari populasi, tentulah ia memiliki ciri-ciri yang dimiliki
oleh populasinya. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik
purposive sampling dengan jenis sampelnya adalah quota sampling. Dalam teknik purposive
sampling, seseorang atau sesuatu diambil sebagai sampel karena peneliti menganggap bahwa
seseorang atau sesuatu tersebut memiliki informasi yang diperlukan bagi penelitiannya.
Quota sampling artinya bentuk dari sampel distratifikasikan secara proposional, namun tidak
dipilih secara acak melainkan secara kebetulan saja. Dalam penelitian ini, respondennya
adalah nasabah yang kebetulan berada di Bank Syariah Mandiri Cabang Sawangan pada saat
pengumpulan data melalui kuesioner. Besarnya sampel yang diperlukan dalam penelitian
ditentukan berdasarkan sifat populasi, tingkat ketepatan yang diperlukan, dan sumberdaya
yang tersedia bagi peneliti. Dengan berdasarkan pertimbangan tersebut, maka jumlah
responden yang dalam penelitian ini, yaitu 100 responden dapat mewakili pegawai yang
berjumlah 300 pegawai.
3. Tekhnik Pengumpulan Data
1. Studi Kepustakaan
Cara ini dilakukan dengan tujuan untuk memperdalam teori yang ada kaitannya
dengan permasalahan yang dihadapi penulis dalam penelitian ini.
2. Studi Lapangan
Dalam studi ini peneliti melakukan penelitian langsung ke para nasabah bank syariah
mandiri. Adapun teknis pengumpulan data di lapangan ini menggunakan :
a. Interview, ini diperlukan dalam rangka melengkapi data dengan jalan mengajukan
pertanyaan-pertanyaan kepada pihak yang bersangkutan atau yang berkepentingan.
b. Kuisioner, ini di perlukan dalam rangka melengkapi data yang tidak bisa ditanyakan
kepada nasabah melalui inetrview. Dan untuk lebih memudahkan peneliti.
4. Instrumen Penelitian
No. Variabel
Penelitian
Indikator No. Item
Instrumen
Skala
1. Pengawasan
(X)
a. Menentukan
ukuran/pedoman
baku/standart
b. Mengadakan penilaian
/pengukuran pekerjaan
c. Perbandingan antara
pelaksanaan pekerjaan
d. Melakukan tindakan koreksi
/ perbaikan.
- Likert
-
-
2. Kerja (Y) a. Penyesuaian Diri
b. Kepuasan Kerja
c. Prestasi Kerja Menurut
Steers.
- Likert
-
5. Lokasi Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan pada tanggal 9 Nopember - 27 Nopember 2013 di
Kantor Bank Syariah Mandiri cabang Bogor, .....?
6. Analisis Data
Metode analisis data ada dua macam, yaitu:
1. Analisis deskriptif yaitu analisis yang digunakan untuk menggambarkan profil responden
yang meliputi jenis kelamin, tingkat pendidikan, pekerjaan, tingkat penghasilan dan yang
lainnya.
2. Analisis kuantitatif yaitu analisis yang bertujuan untuk mengetahui Hubungan
pengawasan terhadap tingkat kinerja pegawan perbankan syariah, pada Bank Syariah
Mandiri cabang Bogor, yang keberadaannya dipengaruhi oleh faktor pengawasan
terhadap Standar Oprasianal Perusahaan (SOP), yaitu pengawasan Internal Bank.
7. Jadwal Penelitian
No. Jenis Kegiatan Waktu Pelaksanaan
November Desember Januari
I II II
I
IV I II II
I
IV I II II
I
IV
1. Persiapan
1. Stuadi Pendahuluan
2. Penyusunan Proposal
3. Konsultasi ke Pembim.
4. Seminar Proposal
5. Perbaikan Proposal
2. Pelaksanaan
1. Pengumpulan data
2. Pengolahan data
3. Konsultasi ke Pembim.
4. Seminar hasil penelitian
5. Perbaikan hasil seminar
6. Konsultasi ke Pembim.
7. Ujian Skripsi
8. Perbaikan/Finalisasi
Angket Penelitian
1. Apakah Pegawai bekerja sesuai dengan SOP perusahaan ?
a. Tidak Pernah
b. Jarang sekali
c. Sering
d. Selalu
2. Evaluasi kerja pegawai sangat penting bagi oprasional perusahaan.
a. Setiap hari
b. Sekali sepekan
c. Sekali sebulan
d. Tidak perna
3. Apakah efektifitas kinerja pegawai mengalami perubahan ?
a. Tidak Pernah
b. Jarang sekali
c. Sering
d. Selalu
4. Diantara para pegawai saling memberikan masukan atau ide-ide baru ?
a. Tidak Pernah
b. Jarang sekali
c. Sering
d. Selalu
5. Apakah diantara pegawai saling mengenal ?
a. Tdak sama sekali
b. Tidak
c. Kenal
d. Kenal semua
6. Apakah semua pegawai merasa puas dengan besaran upah ?
a. Tidak sama sekali b. Tidak c. Puasa d. Puas sekali
7. Apakah pegai berprestasi dalam pekerjaanya ?
a. Tidak sama skali b. Tidak c. Berprestasi d. Berprestasi sekali
Sekian & Terimaksih...!!!