contoh proposal ptk

47
Contoh Proposal PTK Pendidikan Posted on Januari 11, 2008 by Pakde sofa A. Judul Penelitian Penggunaan Pendekatan Pragmatik dalam Upaya Meningkatkan Keterampilan Berbicara bagi Siswa SMPN 3 Tarakan Kalimantan Timur oleh Yones P B. Bidang Kajian Penelitian ini meliputi Bidang Kajian sebagai berikut: 1 Keterampilan Berbicara dalam Mata Pelajaran Bahasa Indonesia di SMP. 2 Pendekatan Pragmatik dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia di SMP. C. Pendahuluan Salah satu aspek keterampilan berbahasa yang sangat penting peranannya dalam upaya melahirkan generasi masa depan yang cerdas, kritis, kreatif, dan berbudaya adalah keterampilan berbicara. Dengan menguasai keterampilan berbicara, peserta didik akan mampu mengekspresikan pikiran dan perasaannya secara cerdas sesuai konteks dan situasi pada saat dia sedang berbicara. Keterampilan berbicara juga akan mampu

Upload: jacksonville223538

Post on 19-Jun-2015

2.900 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Contoh Proposal PTK

Contoh Proposal PTK   Pendidikan

Posted on Januari 11, 2008 by Pakde sofa

 

A. Judul Penelitian

Penggunaan Pendekatan Pragmatik dalam Upaya Meningkatkan Keterampilan

Berbicara bagi Siswa SMPN 3 Tarakan Kalimantan Timur

oleh Yones P

B. Bidang Kajian

Penelitian ini meliputi Bidang Kajian sebagai berikut:

1 Keterampilan Berbicara dalam Mata Pelajaran Bahasa Indonesia di SMP.

2 Pendekatan Pragmatik dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia di SMP.

C. Pendahuluan

Salah satu aspek keterampilan berbahasa yang sangat penting peranannya dalam

upaya melahirkan generasi masa depan yang cerdas, kritis, kreatif, dan berbudaya

adalah keterampilan berbicara. Dengan menguasai keterampilan berbicara, peserta

didik akan mampu mengekspresikan pikiran dan perasaannya secara cerdas sesuai

konteks dan situasi pada saat dia sedang berbicara. Keterampilan berbicara juga

akan mampu membentuk generasi masa depan yang kreatif sehingga mampu

melahirkan tuturan atau ujaran yang komunikatif, jelas, runtut, dan mudah

dipahami. Selain itu, keterampilan berbicara juga akan mampu melahirkan

generasi masa depan yang kritis karena mereka memiliki kemampuan untuk

mengekspresikan gagasan, pikiran, atau perasaan kepada orang lain secara runtut

dan sistematis. Bahkan, keterampilan berbicara juga akan mampu melahirkan

generasi masa depan yang berbudaya karena sudah terbiasa dan terlatih untuk

berkomunikasi dengan pihak lain sesuai dengan konteks dan situasi tutur pada saat

dia sedang berbicara.

Page 2: Contoh Proposal PTK

Namun, harus diakui secara jujur, keterampilan berbicara di kalangan siswa SMP,

khususnya keterampilan berbicara, belum seperti yang diharapkan. Kondisi ini

tidak lepas dari proses pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah yang dinilai telah

gagal dalam membantu siswa terampil berpikir dan berbahasa sekaligus. Yang

lebih memprihatinkan, ada pihak yang sangat ekstrim berani mengatakan bahwa

tidak ada mata pelajaran Bahasa Indonesia pun siswa dapat berbahasa Indonesia

seperti saat ini, asalkan mereka diajari berbicara, membaca, dan menulis oleh guru

(Depdiknas 2004:9).

Sementara itu, hasil observasi empirik di lapangan juga menunjukkan fenomena

yang hampir sama. Keterampilan berbicara siswa SMP berada pada tingkat yang

rendah; diksi (pilihan kata)-nya payah, kalimatnya tidak efektif, struktur

tuturannya rancu, alur tuturannya pun tidak runtut dan kohesif.

Demikian juga keterampilan berbicara siswa kelas VII-A SMPN 3 Tarakan,

Kalimantan Timur. Berdasarkan hasil observasi, hanya 20% (8 siswa) dari 40 siswa

yang dinilai sudah terampil berbicara dalam situasi formal di depan kelas.

Indikator yang digunakan untuk mengukur keterampilan siswa dalam berbicara, di

antaranya kelancaran berbicara, ketepatan pilihan kata (diksi), struktur kalimat,

kelogisan (penalaran), dan kontak mata.

Paling tidak, ada dua faktor yang menyebabkan rendahnya tingkat keterampilan

siswa dalam berbicara, yaitu faktor eksternal dan faktor internal. Yang termasuk

faktor eksternal, di antaranya pengaruh penggunaan bahasa Indonesia di

lingkungan keluarga dan masyarakat. Dalam proses komunikasi sehari-hari,

banyak keluarga yang menggunakan bahasa ibu (bahasa daerah) sebagai bahasa

percakapan di lingkungan keluarga. Demikian juga halnya dengan penggunaan

bahasa Indonesia di tengah-tengah masyarakat. Rata-rata bahasa ibulah yang

digunakan sebagai sarana komunikasi. Kalau ada tokoh masyarakat yang

menggunakan bahasa Indonesia, pada umumnya belum memperhatikan kaidah-

kaidah berbahasa secara baik dan benar. Akibatnya, siswa tidak terbiasa untuk

berbahasa Indonesia sesuai dengan konteks dan situasi tutur.

Page 3: Contoh Proposal PTK

Dari faktor internal, pendekatan pembelajaran, metode, media, atau sumber

pembelajaran yang digunakan oleh guru memiliki pengaruh yang cukup signifikan

terhadap tingkat keterampilan berbicara bagi siswa SMP. Pada umumnya, guru

bahasa Indonesia cenderung menggunakan pendekatan yang konvensional dan

miskin inovasi sehingga kegiatan pembelajaran keterampilan berbicara

berlangsung monoton dan membosankan. Para peserta tidak diajak untuk belajar

berbahasa, tetapi cenderung diajak belajar tentang bahasa. Artinya, apa yang

disajikan oleh guru di kelas bukan bagaimana siswa berbicara sesuai konteks dan

situasi tutur, melainkan diajak untuk mempelajari teori tentang berbicara.

Akibatnya, keterampilan berbicara hanya sekadar melekat pada diri siswa sebagai

sesuatu yang rasional dan kognitif belaka, belum manunggal secara emosional dan

afektif. Ini artinya, rendahnya keterampilan berbicara bisa menjadi hambatan

serius bagi siswa untuk menjadi siswa yang cerdas, kritis, kreatif, dan berbudaya.

Dalam beberapa penelitian ditemukan bahwa pengajaran bahasa Indonesia telah

menyimpang jauh dari misi sebenarnya. Guru lebih banyak berbicara tentang

bahasa (talk about the language) daripada melatih menggunakan bahasa (using

language). Dengan kata lain, yang ditekankan adalah penguasaan tentang bahasa

(form-focus). Guru bahasa Indonesia lebih banyak berkutat dengan pengajaran

tata bahasa, dibandingkan mengajarkan kemampuan berbahasa Indonesia secara

nyata (Nurhadi, 2000).

Jika kondisi pembelajaran semacam itu dibiarkan berlarut-larut, bukan tidak

mungkin keterampilan berbicara di kalangan siswa SMP akan terus berada pada

aras yang rendah. Para siswa akan terus-menerus mengalami kesulitan dalam

mengekspresikan pikiran dan perasaannya secara lancar, memilih kata (diksi) yang

tepat, menyusun struktur kalimat yang efektif, membangun pola penalaran yang

masuk akal, dan menjalin kontak mata dengan pihak lain secara komunikatif dan

interaktif pada saat berbicara.

Dalam konteks demikian, diperlukan pendekatan pembelajaran keterampilan

berbicara yang inovatif dan kreatif, sehingga proses pembelajaran bisa berlangsung

Page 4: Contoh Proposal PTK

aktif, efektif, dan menyenangkan. Siswa tidak hanya diajak untuk belajar tentang

bahasa secara rasional dan kognitif, tetapi juga diajak untuk belajar dan berlatih

dalam konteks dan situasi tutur yang sesungguhnya dalam suasana yang dialogis,

interaktif, menarik, dan menyenangkan. Dengan cara demikian, siswa tidak akan

terpasung dalam suasana pembelajaran yang kaku, monoton, dan membosankan.

Pembelajaran keterampilan berbicara pun menjadi sajian materi yang selalu

dirindukan dan dinantikan oleh siswa.

Penelitian ini akan difokuskan pada upaya untuk mengatasi faktor internal yang

diduga menjadi penyebab rendahnya tingkat kemampuan siswa klas VII-A SMPN 3

Tarakan, Kalimantan Timur, dalam berbicara, yaitu kurangnya inovasi dan

kreativitas guru dalam menggunakan pendekatan pembelajaran sehingga kegiatan

pembelajaran keterampilan berbicara berlangsung monoton dan

membosankan. Salah satu pendekatan pembelajaran yang diduga mampu

mewujudkan situasi pembelajaran yang kondusif; aktif, kreatif, efektif, dan

menyenangkan adalah pendekatan pragmatik. Melalui pendekatan pragmatik,

siswa diajak untuk berbicara dalam konteks dan situasi tutur yang nyata dengan

menerapkan prinsip pemakaian bahasa secara komprehensif.

Dalam pendekatan pragmatik, guru berusaha memberikan kesempatan kepada

siswa untuk mengembangkan keterampilan berbahasa di dalam konteks nyata dan

situasi yang kompleks. Guru juga memberikan pengalaman kepada siswa melalui

pembelajaran terpadu dengan menggunakan proses yang saling berkaitan dalam

situasi dan konteks komunikasi alamiah senyatanya.

Prinsip-prinsip pemakaian bahasa yang diterapkan dalam pendekatan pragmatik,

yaitu (1) penggunaan bahasa dengan memperhatikan aneka aspek situasi ujaran;

(2) penggunaan bahasa dengan memperhatikan prinsip-prinsip kesantunan; (3)

penggunaan bahasa dengan memperhatikan prinsip-prinsip kerja sama; dan (4)

penggunaan bahasa dengan memperhatikan faktor-faktor penentu tindak

komunikatif.

Page 5: Contoh Proposal PTK

Melalui prinsip-prinsip pemakaian bahasa semacam itu, pendekatan pragmatik

dalam pembelajaran keterampilan berbicara diharapkan mampu membawa siswa

ke dalam situasi dan konteks berbahasa yang sesungguhnya sehingga keterampilan

berbicara mampu melekat pada diri siswa sebagai sesuatu yang rasional, kognitif,

emosional, dan afektif.

Melalui penggunaan pendekatan pragmatik dalam pembelajaran keterampilan

berbicara, para siswa SMP akan mampu menumbuhkembangkan potensi

intelektual, sosial, dan emosional yang ada dalam dirinya, sehingga kelak mereka

mampu berkomunikasi dan berinteraksi sosial secara matang, arif, dan dewasa.

Selain itu, mereka juga akan terlatih untuk mengemukakan gagasan dan perasaan

secara cerdas dan kreatif, serta mampu menemukan dan menggunakan

kemampuan analitis dan imajinatif yang ada dalam dirinya dalam menghadapi

berbagai persoalan yang muncul dalam kehidupan sehari-hari.

Yang tidak kalah penting, para siswa juga akan mampu berkomunikasi secara

efektif dan efisien sesuai dengan etika yang berlaku, baik secara lisan maupun tulis,

mampu menghargai dan bangga menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa

persatuan dan bahasa negara, serta mampu memahami bahasa Indonesia dan

menggunakannya dengan tepat dan kreatif untuk berbagai tujuan.

D. Perumusan dan Pemecahan Masalah

1.Perumusan Masalah

1.1 Langkah-langkah apa saja yang perlu dilakukan dalam menggunakan

pendekatan pragmatik dalam pembelajaran keterampilan berbicara bagi siswa

SMP?

1.2 Apakah penggunaan pendekatan pragmatik dalam pembelajaran bahasa

Indonesia dapat meningkatkan keterampilan berbicara bagi siswa SMP?

2. Pemecahan Masalah

3. Tujuan Penelitian

Page 6: Contoh Proposal PTK

3.1 untuk mengidentifikasi langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam

menggunakan pendekatan pragmatik dalam pembelajaran keterampilan berbicara

bagi siswa SMP;

1. untuk memaparkan hasil keterampilan berbicara siswa SMP setelah

pendekatan pragmatik digunakan dalam kegiatan pembelajaran bahasa

Indonesia.

4. Manfaat Penelitian

Hasil yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

4.1 Para guru bahasa Indonesia dapat mengetahui langkah-langkah yang perlu

dilakukan dalam menggunakan pendekatan pragmatik dalam pembelajaran

keterampilan berbicara, khususnya bagi siswa SMP;

4.2 Keterampilan berbicara siswa kelas VII-A SMPN 3 Tarakan, Kalimantan

Timur, yang menjadi subjek penelitian ini mengalami peningkatan yang signifikan;

4..3 Para guru bahasa Indonesia SMP diharapkan menggunakan pendekatan

pragmatik dalam menyajikan aspek keterampilan berbicara, bahkan guru bahasa

Indonesia di tingkat satuan pendidikan yang lebih rendah, seperti SD/MI, atau yang

lebih tinggi, seperti SMA/SMK/MA, diharapkan juga menggunakan hasil penelitian

ini dalam upaya melakukan inovasi pembelajaran Bahasa Indonesia.

E. Kajian Teori dan Pustaka

Untuk mengkaji penggunaan pendekatan pragmatik dalam meningkatkan

keterampilan berbicara bagi siswa SMP digunakan teori yang berkaitan dengan

keterampilan berbicara dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia di SMP dan teori

yang berkaitan dengan pendekatan pragmatik sebagai inovasi tindakan yang

dilakukan dalam upaya meningkatkan keterampilan berbicara bagi siswa SMP.

Page 7: Contoh Proposal PTK

I.1 Keterampilan berbicara dalam Mata Pelajaran Bahasa Indonesia di SMP Saat

ini, arah pembinaan bahasa Indonesia di sekolah dituangkan dalam tujuan

pengajaran bahasa Indonesia yang secara eksplisit dinyatakan dalam kurikulum.

Secara garis besar, tujuan utama pengajaran bahasa Indonesia adalah agar anak-

anak dapat berbahasa Indonesia dengan baik. Itu berarti agar anak-anak mampu

menyimak, berbicara, membaca, dan menulis dengan baik menggunakan media

bahasa Indonesia (Samsuri, 1987 dan Sadtono, 1988).

Melalui harapan tersebut, pengajaran bahasa Indonesia dikelola agar anak-anak

memiliki keterampilan-keterampilan praktis berbahasa Indonesia, seperti

1. Menulis laporan ilmiah atau laporan perjalanan

2. Membuat surat lamaran pekerjaan

3. Berbicara di depan umum atau berdiskusi

4. Berpikir kritis dan kreatif dalam membaca

5. Membuat karangan-karangan bebas untuk majalah, koran, surat-surat

pembaca, brosur-brosur, dan sebagainya. Apa pun bahan atau aturan-

aturan bahasa yang diberikan kepada anak-anak, dimaksudkan untuk

mencapai tujuan-tujuan praktis semacam itu.

Dalam lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia

Nomor 22 tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar Dan

Menengah, khususnya tentang standar kompetensi dan kompetensi dasar mata

pelajaran Bahasa Indonesia SMP/MTs secara eksplisit dinyatakan bahwa bahasa

memiliki peran sentral dalam perkembangan intelektual, sosial, dan emosional

peserta didik dan merupakan penunjang keberhasilan dalam mempelajari semua

bidang studi. Pembelajaran bahasa diharapkan membantu peserta didik mengenal

dirinya, budayanya, dan budaya orang lain, mengemukakan gagasan dan perasaan,

berpartisipasi dalam masyarakat yang menggunakan bahasa tersebut, dan

Page 8: Contoh Proposal PTK

menemukan serta menggunakan kemampuan analitis dan imaginatif yang ada

dalam dirinya.

Pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan

peserta didik untuk berkomunikasi dalam bahasa Indonesia dengan baik dan

benar, baik secara lisan maupun tulis, serta menumbuhkan apresiasi terhadap hasil

karya kesastraan manusia Indonesia. Standar kompetensi mata pelajaran Bahasa

Indonesia merupakan kualifikasi kemampuan minimal peserta didik yang

menggambarkan penguasaan pengetahuan, keterampilan berbahasa, dan sikap

positif terhadap bahasa dan sastra Indonesia. Standar kompetensi ini merupakan

dasar bagi peserta didik untuk memahami dan merespon situasi lokal, regional,

nasional, dan global.

Dengan standar kompetensi mata pelajaran Bahasa Indonesia semacam itu

diharapkan:

1. Peserta didik dapat mengembangkan potensinya sesuai dengan kemampuan,

kebutuhan, dan minatnya, serta dapat menumbuhkan penghargaan

terhadap hasil karya kesastraan dan hasil intelektual bangsa sendiri;

2. Guru dapat memusatkan perhatian kepada pengembangan kompetensi

bahasa peserta didik

dengan menyediakan berbagai kegiatan berbahasa dan sumber belajar;

1. Guru lebih mandiri dan leluasa dalam menentukan bahan ajar kebahasaan

dan kesastraan sesuai dengan kondisi lingkungan sekolah dan kemampuan

peserta didiknya;

2. Orang tua dan masyarakat dapat secara aktif terlibat dalam pelaksanaan

program kebahasaan dan kesastraan di sekolah;

3. Sekolah dapat menyusun program pendidikan tentang kebahasaan dan

kesastraan sesuai dengan

Page 9: Contoh Proposal PTK

keadaan peserta didik dan sumber belajar yang tersedia; dan

(6) Daerah dapat menentukan bahan dan sumber belajar kebahasaan dan

kesastraan sesuai dengan

kondisi dan kekhasan daerah dengan tetap memperhatikan kepentingan nasional.

Adapun tujuan mata pelajaran Bahasa Indonesia adalah agar peserta didik

memiliki kemampuan:

1. berkomunikasi secara efektif dan efisien sesuai dengan etika yang berlaku,

baik secara lisan maupun tulis;

2. menghargai dan bangga menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa

persatuan dan bahasa negara;

3. memahami bahasa Indonesia dan menggunakannya dengan tepat dan kreatif

untuk berbagai tujuan;

4. menggunakan bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan

intelektual, serta kematangan emosional dan sosial;

5. menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk memperluas wawasan,

memperhalus budi

pekerti, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa;

1. menghargai dan membanggakan sastra Indonesia sebagai khazanah budaya

dan intelektual manusia Indonesia. Sedangkan, ruang lingkup mata

pelajaran Bahasa Indonesia mencakupi komponen- kemampuan berbahasa

dan kemampuan bersastra yang meliputi aspek-aspek:

(1) mendengarkan;

(2) berbicara;

Page 10: Contoh Proposal PTK

(3) membaca; dan

(4) menulis.

Berdasarkan pernyataan tersebut dapat ditegaskan bahwa keterampilan berbicara

merupakan salah salah satu aspek kemampuan berbahasa yang wajib

dikembangkan di SMP. Keterampilan berbicara memiliki posisi dan kedudukan

yang setara dengan aspek keterampilan mendengarkan, membaca, dan menulis.

Sementara itu, standar kompetensi dan kompetensi dasar keterampilan berbicara

dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia di SMP/MTs kelas VII semester

berdasarkan Standar Isi dalam lampiran Peraturan Mendiknas Nomor 22/2006

Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Keterampilan Berbicara Mata

Pelajaran Bahasa Indonesia SMP/MTs Kelas VII Semester I Standar Kompetensi

Kompetensi Dasar Berbicara

2. Mengungkapkan pengalaman dan informasi melalui kegiatan berbicara dan

menyampaikan pengumuman

2.1 Menceritakan pengalaman yang paling mengesankan dengan menggunakan

pilihan kata dan kalimat efektif

2.2. Menyampaikan pengumuman dengan intonasi yang tepat serta menggunakan

kalimat-kalimat yang lugas dan sederhana

Berdasarkan standar kompetensi dan kompetensi dasar tersebut dapat disimpulkan

bahwa pada semester I, siswa kelas VII SMP diharapkan mampu mengembangkan

dua kompetensi dasar, yaitu:

(1) menceritakan pengalaman yang paling mengesankan dengan menggunakan

pilihan kata dan kalimat efektif; dan

(2) menyampaikan pengumuman dengan intonasi yang tepat serta menggunakan

kalimat-kalimat yang lugas dan sederhana. Penelitian ini akan difokuskan pada

Page 11: Contoh Proposal PTK

upaya untuk mengembangkan kompetensi dasar siswa kelas VII semester I dalam

menceritakan pengalaman yang paling mengesankan dengan menggunakan pilihan

kata dan kalimat efektif.

Fokus penelitian ini relevan dengan kegiatan pembelajaran aspek keterampilan

berbicara dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia di SMP yang diarahkan agar

siswa memiliki kemampuan untuk:

1. berkomunikasi secara efektif dan efisien sesuai dengan etika yang berlaku

secara lisan;

2. menghargai dan bangga menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa

persatuan dan bahasa

negara;

1. memahami bahasa Indonesia dan menggunakannya dengan tepat dan kreatif

untuk berbagai tujuan;

2. menggunakan bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan

intelektual, serta kematangan emosional dan sosial.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Kridalaksana, ed. 1996:144) dijelaskan

bahwa berbicara adalah “berkata; bercakap; berbahasa, atau melahirkan pendapat

(dengan perkataan, tulisan, dsb.) atau berunding”. Sementara itu, Tarigan

(1983:15) dengan menitikberatkan pada kemampuan pembicara

menyatakan bahwa berbicara merupakan kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi

artikulasi atas kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan, seta menyampaikan

pikiran, gagasan, dan perasaan. Sedangkan, sebagai bentuk atau wujudnya,

berbicara dinyatakan sebagai suatu alat untuk mengomunikasikan gagasangagasan

yang disusun serta dikembangkan sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan sang

pendengar atau penyimak.

Page 12: Contoh Proposal PTK

Hal senada juga dikemukakan oleh Mulgrave (1954:3-4). Dia menyatakan bahwa

berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi bahasa atau katakata

untuk mengekspresikan pikiran. Selanjutnya, dinyatakan bahwa berbicara

merupakan sistem tanda yang dapat didengar dan dilihat yang memanfaatkan

otototot dan jaringan otot manusia untuk mengomunikasikan ide-ide. Berbicara

juga

dipahami sebagai bentuk perilaku manusia yang memanfaatkan faktor fisik, psikis,

neurologis, semantik, dan linguistik secara ekstensif sehingga dapat digunakan

sebagai alat yang sangat penting untuk melakukan kontrol sosial.

Berdasarkan beberapa pernyataan tersebut dapat dikemukakan bahwa berbicara

pada hakikatnya merupakan ungkapan pikiran dan perasaan seseorang dalam

bentuk bunyi-bunyi bahasa. Dalam konteks demikian, keterampilan berbicara bisa

dipahami sebagai keterampilan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau

mengucapkan kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan

pikiran, gagasan, dan perasaan. Pendengar menerima informasi melalui rangkaian

nada, tekanan, dan penempatan jeda. Jika komunikasi berlangsung secara tatap

muka, aktivitas berbicara dapat diekspresikan dengan bantuan mimik dan

pantomimik pembicara.

Merujuk pada pendapat tersebut, keterampilan berbicara pada hakikatnya

merupakan keterampilan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau mengucapkan

kata-kata untuk menceritakan, mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan

pikiran, gagasan, dan perasaan kepada orang lain.

I.2 Pendekatan Pragmatik dalam Pembelajaran Keterampilan Berbicara di SMP

Menurut Halliday (1975) siswa itu belajar berbahasa, belajar melalui bahasa, dan

belajar tentang bahasa. Pengembangan bahasa pada anak memerlukan kesempatan

menggunakan bahasa. Oleh karena itu, kita membutuhkan lingkungan pendidikan

yang memberikan kesempatan yang banyak atau kaya bagi siswa untuk

Page 13: Contoh Proposal PTK

menggunakan bahasa di dalam cara-cara yang fungsional (Gay Su Pinnel dan Myna

L. Matlin, 1989:2).

Guru yang memberi siswa kesempatan mengembangkan keterampilan berbahasa di

dalam konteks nyata dan situasi yang kompleks akan meningkatkan pembelajaran

karena mereka (guru) memberi siswa pelatihan di dalam keterampilan yang

terintegrasi dengan literasi tingkat tinggi. Komunikasi adalah inti pengajaran

language arts, sementara itu tugas-tugas komunikasi yang

kompleks adalah inti kemahirwacanaan tingkat tinggi (high literacy) (CED, 2001).

Selanjutnya, guru yang memberi pengalaman kepada siswa dengan pembelajaran

terpadu melalui lingkungan mahir literasi (literate environment) ternyata dapat

meningkatkan pembelajaran karena mereka (siswa) menggunakan proses-proses

yang saling berkaitan antara membaca, menulis, berbicara, dan mendengarkan

untuk komunikasi alamiah senyatanya (authentic commmunication) (Salinger,

2001).

Namun, secara jujur harus diakui bahwa pembelajaran Bahasa Indonesia di SMP

belum berlangsung seperti yang diharapkan. Pembelajaran Bahasa Indonesia lebih

cenderung bersifat teoretis dan kognitif daripada mengajak siswa untuk belajar

berbahasa Indonesia dalam konteks dan situasi yang nyata. Akibatnya, apa yang

diperoleh siswa di kelas dalam pembelajaran Bahasa Indonesia tidak bisa

diterapkan secara praktis dalam kehidupan sehari-hari. Dengan kata lain,

pembelajaran Bahasa Indonesia terlepas dari konteks pengalaman dan lingkungan

siswa. Hal ini bisa menimbulkan dampak yang cukup serius terhadap keterampilan

siswa dalam menggunakan bahasa Indonesia dalam peristiwa dan konteks

komunikasi.

Apa yang kita amati dari hasil pembelajaran di sekolah dasar dan menengah di

Indonesia adalah ketidakmampuan anak-anak menghubungkan antara apa yang

dipelajari dengan bagaimana pengetahuan itu dimanfaatkan untuk memecahkan

persoalan sehari-hari (Direktorat SLTP, 2002). Apa yang anak-anak peroleh di

Page 14: Contoh Proposal PTK

sekolah, sebagian hanya hafalan dengan tingkat pemahaman yang rendah. Siswa

hanya tahu bahwa tugasnya adalah mengenal fakta-fakta, sementara keterkaitan

antara fakta-fakta itu dengan pemecahan masalah belum mereka kuasai.

Dalam konteks demikian, diperlukan upaya serius melalui penggunaan pendekatan

yang inovatif dan kreatif agar pembelajaran Bahasa Indonesia di SMP bisa

berlangsung dalam suasana yang kondusif, interaktif, dinamis, terbuka, menarik,

dan menyenangkan. Melalui proses pembelajaran semacam itu, siswa diharapkan

dapat menumbuhkembangkan kemampuan intelektual, sosial, dan

emosional, sehingga mampu berkomunikasi dengan menggunakan bahasa

Indonesia secara baik dan benar sesuai dengan konteks dan sitiuasinya.

Hal itu sejalan dengan pernyataan dalam lampiran Peraturan Mendiknas RI

Nomor 22 tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan

Menengah, khususnya yang berkaitan dengan standar kompetensi dan kompetensi

dasar mata pelajaran Bahasa Indonesia tingkat SMP/MTs. Dalam lampiran

tersebut secara eksplisit ditegaskan bahwa bahasa memiliki peran sentral dalam

perkembangan intelektual, sosial, dan emosional peserta didik dan merupakan

penunjang keberhasilan dalam mempelajari semua bidang studi.

Pembelajaran bahasa diharapkan membantu peserta didik mengenal dirinya,

budayanya, dan budaya orang lain, mengemukakan gagasan dan perasaan,

berpartisipasi dalam masyarakat yang menggunakan bahasa tersebut, dan

menemukan serta menggunakan kemampuan analitis dan imajinatif yang ada

dalam dirinya. Pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan

kemampuan peserta didik untuk berkomunikasi dalam bahasa Indonesia dengan

baik dan benar, baik secara lisan maupun tulis, serta menumbuhkan apresiasi

terhadap hasil karya kesastraan manusia Indonesia. Salah satu pendekatan

pembelajaran yang diduga mampu menciptakan suasana yang kondusif; interaktif,

Page 15: Contoh Proposal PTK

dinamis, terbuka, inovatif, kreatif, menarik, dan menyenangkan adalah pendekatan

pragmatik.

Pendekatan pragmatik termasuk salah satu pendekatan komunikatif yang mulai

digunakan dalam pengajaran bahasa sejak munculnya penolakan terhadap paham

behaviorisme melalui metode Drill-nya. Pendekatan komunikatif dalam pengajaran

bahasa dirintis oleh Michael Halliday dan Dell Hymes. Hymes menciptakan istilah

communicative competence, yaitu kompetensi berbahasa yang

tidak hanya menuntut ketepatan gramatikal, tetapi juga ketepatan dalam konteks

sosial (Zahorik dalam Kurikulum 2004: Naskah Akademik Mata pelajaran Bahasa

Indonesia 2004:4).

Proses pemerolehan bahasa mempersyaratkan adanya interaksi yang bermakna

dalam bahasa sasaran. Secara garis besar faktor-faktor yang mempengaruhi proses

pemerolehan bahasa dapat dipilah menjadi dua golongan, yaitu faktor eksternal

dan faktor internal (Chaika, l982). Faktor eksternal berkaitan dengan lingkungan

bahasa seseorang, sedangkan faktor internal berkaitan dengan keadaan intern di

dalam diri pelahar bahasa. Faktor eksternal masih dipilah menjadi dua macam lagi,

yaitu lingkungan bahasa makro dan lingkungan bahasa mikro. Lingkungan makro

terdiri atas:

1. kealamiahan bahasa,

1. peranan anak-anak dalam berkomunikasi,

2. tersedianya sumber yang dapat membetulkan untuk menjelaskan makna,

dan

3. ketersediaan model atau contoh yang bisa ditiru.

Lingkungan mikro adalah keadaan lingkungan kelas tempat anak-anak

belajar, yaitu bagaimana guru bisa menciptakan kelas agar anak-anak bisa

belajar keterampilan berbahasa, bukan hanya tahu tentang bahasa saja.

Page 16: Contoh Proposal PTK

Dari berbagai penelitian tentang pengajaran bahasa disimpulkan bahwa

keterampilan berbahasa anak, khususnya keterampilan berbicara,

dikembangkan melalui tiga cara, yaitu:

(1) anak-anak mengembangkan bahasa keduanya dengan memproduksi

ujaran dalam bahasa target secara lebih sering, lebih tepat, dan dalam

variasi yang luas;

(2) Anak-anak mengembangkan bahasa keduanya dengan cara mengolah

input dari ujaran orang lain; dan

(3) anak-anak mengembangkan bahasa keduanya melalui pelibatan diri

dalam tugas atau interaksi yang menuntut adanya kemampuan kreatif

berkomunikasi dengan orang lain (Ellis, 1986).

Hal itulah yang kemudian menjadi cacatan penting dalam penelitian pengajaran

bahasa, yaitu pengikutsertaan anak-anak dalam latihan komunikasi itu amat

penting. Anak-anak dengan tingkat pembangkitan input yang tinggi (high input

generating) memperoleh kemampuan berbahasanya dari bertanya, menjawab,

menyanggah, dan beradu argumen dengan orang lain. Anak-anak yang lambat

belajar, berarti ia juga pasif dalam berlatih berbahasa nyata atau pasif dalam

berkomunikasi menggunakan bahasa.

Inti dari temuan itu adalah bahwa keaktifan anak-anak di kelas dalam

pembelajaran bahasa perlu dilakukan melalui aktivitas berlatih berujar secara

nyata. Penelitian-penelitian itu pada akhirnya menghasilkan sejumlah hipotesis

baru tentang pembelajaran bahasa. Secara umum ada korelasi antara perilaku

aktif ini dengan perolehan belajar anak. Dengan kata lain, hasil penelitian dalam

bidang pengajaran bahasa menyarankan adanya program pengajaran bahasa yang

menekankan pada pembangkitan input anak-anak (latihan bercakap-cakap,

membaca, atau menulis yang sebenarnya).

Page 17: Contoh Proposal PTK

Pembelajaran kompetensi komunikatif yang menjadi muara akhir pencapaian

pembelajaran bahasa Indonesia memiliki ciri-ciri:

1. makna itu penting, mengalahkan struktur dan bentuk;

2. konteks itu penting, bukan item bahasa;

3. belajar bahasa itu belajar berkomunikasi;

4. target penguasaan sistem bahasa itu dicapai melalui proses mengatasi

hambatan berkomunikasi;

5. kompetensi komunikatif menjadi tujuan utama, bukan kompetensi

kebahasaan;

6. kelancaran dan keberterimaan bahasa menjadi tujuan, bukan sekedar

ketepatan bahasa. Siswa didorong untuk selalu berinteraksi dengan siswa

lain (Brown, 2001:45).

Penggunaan pendekatan paragmatik dalam pengajaran Bahasa Indonesia juga

dilandasi oleh semangat pembelajaran kontruktivistik yang memiliki ciri-ciri:

perilaku dibangun atas kesadaran diri;

1. keterampilan dikembangkan atas dasar pemahaman;

2. hadiah untuk perilaku baik adalah kepuasan diri, berdasarkan motivasi

intrinsik;

3. seseorang berperilaku baik karena dia yakin itulah yang terbaik dan

bermanfaat bagi dirinya;

4. pembelajaran bahasa dilakukan dengan pendekatan komunikatif, yaitu

siswa diajak menggunakan bahasa untuk berkomunikasi dalam konteks

nyata;

Page 18: Contoh Proposal PTK

5. siswa menggunakan kemampuan berpikir kritis, terlibat penuh dalam

mengupayakan terjadinya proses pembelajaran yang efektif, ikut

bertanggung jawab atas terjadinya proses pembelajaran yang efektif,

membawa skemata masing-masing ke dalam proses pembelajaran;

6. pengetahuan yang dimiliki manusia dikembangkan oleh manusia itu sendiri,

dengan cara memberi makna pada pengalamannya. Oleh karena ilmu

pengetahuan itu dikembangkan (dikonstruksi) oleh manusia sendiri,

sementara manusia selalu mengalami peristiwa baru, maka pengetahuan itu

tidak pernah stabil, selalu berkembang (tentative & incomplete);

7. siswa belajar dari teman melalui kerja kelompok, diskusi, saling mengoreksi;

8. hasil belajar diukur dengan berbagai cara dan dari berbagai sumber;

9. pembelajaran terjadi di berbagai konteks dan setting (Zahorik dalam

Kurikulum 2004: Naskah Akademik Mata pelajaran Bahasa Indonesia

2004:21-22).

Penggunaan pendekatan pragmatik dalam pengajaran Bahasa Indonesia juga

didasari oleh prinsip bahwa guru mengajarkan bahasa Indonesia sebagai sebuah

keterampilan, antara lain pengintegrasian antara bentuk dan makna, penekanan

pada kemampuan berbahasa praktis, dan interaksi yang produktif antara guru

dengan siswa. Prinsip pertama menyarankan agar pengetahuan dan keterampilan

berbahasa yang diperoleh, berguna dalam komunikasi sehari-hari (meaningful).

Dengan kata lain, agar dihindari penyajian materi (khususnya kebahasaan) yang

tidak bermanfaat dalam komunikasi sehari-hari, misalnya, pengetahuan tata

bahasa bahasa Indonesia yang sangat linguistis.

Prinsip kedua menekankan bahwa melalui pengajaran bahasa Indonesia, siswa

diharapkan mampu menangkap ide yang diungkapkan dalam bahasa Indonesia,

baik lisan maupun tulis, serta mampu mengungkapkan gagasan dalam bahasa

Page 19: Contoh Proposal PTK

Indonesia, baik secara lisan maupun tertulis. Penilaian hanya sebagai sarana

pembelajaran bahasa, bukan sebagai tujuan.

Prinsip ketiga mengharapkan agar di kelas terjadi suasana interaktif sehingga

tercipta masyarakat pemakai bahasa Indonesia yang produktif. Tidak ada peran

guru yang dominan. Guru diharapkan sebagai “pemicu” kegiatan berbahasa lisan

dan tulis. Peran guru sebagai orang yang tahu atau pemberi informasi pengetahuan

bahasa Indonesia agar dihindari.

Ciri lain yang menandai adanya penggunaan pendekatan pragmatik dalam

pembelajaran keterampilan berbicara adalah penggunaan konteks tuturan. Hal ini

dimaksudkan agar peserta didik memperoleh gambaran penggunaan bahasa

Indonesia dalam konteks dan situasi yang nyata.

Konteks adalah sesuatu yang menjadi sarana pemerjelas suatu maksud. Sarana itu

meliputi dua macam, yaitu:

1. berupa bagian ekspresi yang dapat mendukung kejelasan maksud; dan

2. berupa situasi yang berhubungan dengan suatu kejadian. Konteks yang

berupa bagian ekspresi yang dapat mendukung kejelasan maksud disebut

koteks (co-text), sedangkan konteks yang berupa situasi yang berhubungan

dengan suatu kejadian disebut konteks (contex) (Rustono 1999:20). Makna

sebuah kalimat baru dapat dikatakan benar apabila diketahui siapa

pembicaranya, siapa pendengarnya, kapan diucapkan, dan lain-lain (Lubis

1993:57).

Menurut Alwi et al. (1998:421), konteks terdiri dari unsur-unsur, seperti situasi,

pembicara, pendengar, waktu, tempat adegan, topik, peristiwa, bentuk amanat,

kode, dan sarana. Bentuk amanat sebagai unsur konteks, antara lain dapat berupa

surat, esai, iklan, pemberitahuan, pengumuman, dan sebagainya.

Page 20: Contoh Proposal PTK

Di dalam peristiwa tutur, ada sejumlah faktor yang menandai keberadaan peristiwa

itu. Menurut Hymes (1968) (melalui Rustono 1999:21), faktor-faktor itu berjumlah

delapan, yaitu:

1. latar atau scene, yaitu tempat dan suasana peristiwa tutur;

1. participant, yaitu penutur, mitra tutur, atau pihak lain;

2. end atau tujuan;

3. act, yaitu tindakan yang dilakukan penutur di dalam peristiwa tutur;

4. key, yaitu nada suara dan ragam bahasa yang digunakan di dalam

mengekspresikan tuturan dan cara mengekspresikannya;

1. instrument, yaitu alat elalui telepon atau bersemuka;

2. norm atau norma, yaitu aturan permainan yang harus ditaati oleh setiap

peserta tutur; dan (8) genre, yaitu jenis kegiatan, seperti wawancara, diskusi,

kampanye, dan sebagainya. Lebih lanjut

dikemukakan bahwa ciri-ciri konteks itu mencakupi delapan hal, yaitu penutur,

mitra tutur, topik tuturan, waktu dan tempat bertutur, saluran atau media, kode

(dialek atau gaya), amanat atau pesan, dan peristiwa atau kejadian. Di dalam novel,

konteks tuturan tampak pada dialog antartokoh yang memenuhi ciri-ciri konteks

sebagaimana dikemukakan oleh Hymes (1968).

Menurut Rustono (1999:26), situasi tutur adalah situasi yang melahirkan tuturan.

Pernyataan ini sejalan dengan pandangan bahwa tuturan merupakan akibat,

sedangkan situasi tutur merupakan sebabnya. Di dalam komunikasi, tidak ada

tuturan tanpa situasi tutur. Memperhitungkan situasi tutur amat penting di dalam

pragmatik. Maksud tuturan yang sebenarnya hanya dapat diidentifikasi melalui

situasi tutur yang mendukungnya. Penentuan maksud tuturan tanpa mengalkulasi

situasi tutur merupakan langkah yang tidak akan membawa hasil yang memadai.

Page 21: Contoh Proposal PTK

Pertanyaan apakah yang dihadapi itu berupa fenomena pragmatis atau fenomena

semantis dapat dijawab dengan kriteria pembeda yang berupa situasi tutur.

Komponen-komponen situasi tutur menjadi kriteria penting di dalam menentukan

maksud suatu tuturan.

Menurut Leech (1983:13-15), situasi tutur mencakupi lima komponen, yaitu

penutur dan mitra tutur, konteks tuturan, tujuan tuturan, tindak tutur sebagai

bentuk tindakan atau aktivitas, dan tuturan sebagai produk tindak verbal.

Komponen situasi tutur yang pertama adalah penutur dan mitra tutur. Penutur

adalah orang yang bertutur, yaitu orang yang menyatakan tuturan tertentu di

dalam peristiwa komunikasi. Sementara itu, mitra tutur adalah orang yang menjadi

sasaran sekaligus kawan penutur di dalam peristiwa tutur. Di dalam peristiwa

komunikasi, peran penutur dan mitra tutur dilakukan secara silih berganti. Yang

semula berperan sebagai penutur pada tahap berikutnya dapat menjadi mitra

tutur, demikian pula sebaliknya. Aspek-aspek yang terkait dengan penutur dan

mitra tutur antara lain usia, latar belakang sosial ekonomi, jenis kelamin, tingkat

pendidikan, tingkat keakraban. Komponen situasi tutur yang kedua adalah konteks

tuturan. Di dalam tata bahasa, konteks tuturan mencakupi semua aspek fisik atau

latar sosial yang relevan dengan tuturan yang diekspresi. Konteks yang bersifat

fisik, yaitu fisik tuturan dengan tuturan lain yang biasa disebut dengan ko-teks,

sedangkan konteks latar sosial lazim dinamakan konteks. Di dalam pragmatik,

konteks berarti semua latar belakang pengetahuan yang dipahami bersama oleh

penutur dan mitra tuturnya. Konteks berperan membantu mitra tutur di dalam

menafsirkan maksud yang ingin dinyatakan oleh penutur.

Komponen situasi tutur yang ketiga adalah tujuan tuturan, yaitu apa yang ingin

dicapai oleh penutur dengan melakukan tindakan bertutur. Komponen ini menjadi

hal yang melatarbelakangi tuturan. Semua tuturan orang normal memiliki tujuan.

Hal ini berarti tidak mungkin ada tuturan yang tidak mengungkapkan suatu

tujuan. Di dalam peristiwa tutur, berbagai tuturan dapat diekspresi untuk

mencapai suatu tujuan.

Page 22: Contoh Proposal PTK

Komponen situasi tutur yang keempat adalah tindak tutur sebagai bentuk tindakan

atau aktivitas. Komponen ini mengandung maksud bahwa tindak tutur merupakan

tindakan juga tidak ubahnya sebagai tindakan mencubit dan menendang. Yang

berbeda adalah bagian tubuh yang berperan. Jika mencubit yang berperan adalah

tangan dan menendang yang berperan adalah kaki, pada tindakan bertutur alat

ucaplah yang berperan. Tangan, kaki, dan alat ucap adalah bagian tubuh manusia.

Komponen situasi tutur yang kelima adalah tuturan sebagai produk tindak verbal.

Tuturan itu merupakan hasil suatu tindakan. Tindakan manusia dibedakan

menjadi dua, yaitu tindakan verbal dan tindakan nonverbal. Mencubit dan

menendang adalah tindakan nonverbal, sedangkan berbicara atau bertutur adalah

tindakan verbal, yaitu tindak mengekspresikan kata-kata atau bahasa. Karena

tercipta melalui tindakan verbal, tuturan itu merupakan produk tindak verbal.

Komponen lain yang dapat menjadi unsur situasi tutur antara lain waktu dan

tempat pada saat tuturan itu diproduksi. Tuturan yang sama dapat memiliki

maksud yang berbeda akibat perbedaan waktu dan tempat sebagai latar tuturan.

Berdasarkan beberapa pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa penggunaan

pendekatan pragmatik sebagai inovasi dalam pengajaran keterampilan berbicara di

SMP dimaksudkan untuk melatih dan membiasakan siswa untuk berbicara sesuai

dengan konteks dan situasi tutur senyatanya sehingga siswa dapat memperoleh

manfaat praktis untuk diterapkan dalam peristiwa komunikasi sehari-hari.

F. Metode Penelitian

Penelitian ini dimulai dengan melakukan identifikasi masalah atau refleksi awal

terhadap rendahnya tingkat keterampilan berbicara siswa kelas VII-A SMP Negeri

3 Tarakan Kalimantan Timur. Berdasarkan refleksi awal ditemukan penyebab

rendahnya tingkat keterampilan berbicara siswa kelas VII-A SMP Negeri 3

Tarakan Kalimantan Timur, yaitu penggunaan pendekatan pembelajaran yang

tidak mampu membawa siswa ke dalam situasi penggunaan bahasa secara nyata

atau terlepas dari konteks dan situasi tuturan. Akibatnya, proses pembelajaran

berlangsung monoton dan membosankan. Oleh karena itu, diperlukan pendekatan

Page 23: Contoh Proposal PTK

pembelajaran yang diduga mampu membawa siswa ke dalam situasi penggunaan

bahasa secara nyata sehingga siswa memperoleh manfaat praktis untuk diterapkan

dalam peristiwa komunikasi seharihari. Berdasarkan penggunaan pendekatan

pragmatik yang ditawarkan sebagai solusi, dirumuskan masalah yang akan diteliti,

yaitu:

1. Langkah-langkah apa saja yang perlu dilakukan dalam menggunakan

pendekatan pragmatik dalam pembelajaran keterampilan berbicara bagi

siswa SMP; dan

2. Apakah penggunaan pendekatan pragmatik dalam pembelajaran Bahasa

Indonesia dapat meningkatkan keterampilan berbicara bagi siswa SMP.

Selanjutnya, dirumuskan tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini, yaitu:

1. untuk mengidentifikasi langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam

menggunakan pendekatan pragmatik dalam pembelajaran keterampilan

berbicara bagi siswa SMP; dan

2. untuk memaparkan hasil keterampilan berbicara siswa SMP setelah

pendekatan pragmatik digunakan dalam kegiatan pembelajaran Bahasa

Indonesia.

Berdasarkan rumusan tujuan, dilakukan kajian teori sehingga pendekatan yang

ditawarkan sebagai solusi dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara

ilmiah. Teori yang digunakan adalah teori yang berkaitan dengan aspek

keterampilan berbicara dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia di SMP dan teori

yang berkaitan dengan pendekatan pragmatik sebagai inovasi tindakan yang

dilakukan dalam upaya dalam meningkatkan keterampilan berbicara siswa SMP.

Dari hasil kajian teori dirumuskan hipotesis tindakan, yaitu penggunaan

pendekatan pragmatik dapat meningkatkan keterampilan berbicara siswa SMP.

Berdasarkan rumusan hipotesis tindakan, dilakukan perencanaan tindakan yang

akan dilakukan untuk meningkatkan keterampilan berbicara bagi siswa SMP klas

VII-A SMPN Negeri 3 Tarakan Kalimantan Timur. Langkah selanjutnya adalah

Page 24: Contoh Proposal PTK

melaksanakan tindakan sesuai dengan rencana dengan melibatkan seorang

kolaborator untuk melakukan observasi terhadap tindakan yang dilakukan.

Berdasarkan hasil pelaksanaan tindakan dan observasi, dilakukan analisis data

yang diperoleh dari hasil keterampilan berbicara siswa klas VII-A SMP Negeri 3

Tarakan Kalimantan Timur. Data tersebut dibandingkan dengan indikator

keberhasilan penggunaan pendekatan pragmatik, yaitu 70% (28 siswa) dari 40

siswa klas VII-A SMP Negeri 3 Tarakan Kalimantan Timur terampil berbicara

berdasarkan aspek kelancaran berbicara, ketepatan pilihan kata (diksi), struktur

kalimat, kelogisan (penalaran), dan kontak mata. Bersama kolaborator, peneliti

melakukan refleksi terhadap hasil analisis data. Jika hasil analisis data belum

menunjukkan hasil yang signifikan, dilakukan refleksi untuk memperbaiki

langkah-langkah yang perlu dilakukan pada siklus berikutnya.

Langkah selanjutnya adalah menyusun replanning (rencana tindakan) untuk siklus

II berdasarkan hasil refleksi yang dilakukan bersama kolaborator. Pada siklus II,

peneliti melakukan tindakan sesuai dengan replanning yang telah disusun dengan

melibatkan kolaborator untuk mengamati efektivitas pelaksanaan tindakan.

Selanjutnya, dilakukan analisis terhadap data keterampilan berbicara

siswa klas VII-A SMP Negeri 3 Tarakan Kalimantan Timur dibandingkan dengan

indikator keberhasilan untuk direfleksi bersama kolaborator. Jika hasilnya belum

signifikan, dilakukan replanning untuk siklus III. Jika penggunaan pendekatan

pragmatik sudah menunjukkan hasil yang signifikan dengan indikator

keberhasilan, tidak perlu dilanjutkan ke siklus berikutnya. Ini artinya, penggunaan

pendekatan pragmatik dapat meningkatkan keterampilan berbicara siswa SMP

seperti yang telah dirumuskan dalam hipotesis tindakan.

F.1. Lokasi dan Subjek Penelitian Lokasi penelitian adalah SMP Negeri 3 Tarakan

Kalimantan Timur. Subjek penelitian adalah siswa kelas VII-A SMPN 3 Tarakan

yang terdiri atas 40 siswa, dengan rincian 18 siswa laki-laki dan 22 siswa

perempuan.

Page 25: Contoh Proposal PTK

F.2 Pemecahan Masalah

Seperti telah peneliti kemukakan bahwa masalah yang diteliti dalam penelitian ini

adalah rendahnya tingkat keterampilan berbicara, khususnya keterampilan siswa

kelas VII-A SMP Negeri 3 Tarakan Kalimantan Timur, dalam menceritakan

pengalaman yang paling mengesankan dengan pilihan kata yang tepat dan kalimat

yang efektif.

Berdasarkan hasil identifikasi masalah dan refleksi awal, siswa kelas VII-A SMP

Negeri 3 Tarakan Kalimantan Timur yang dinilai sudah mampu menceritakan

pengalaman yang paling mengesankan dengan menggunakan pilihan kata dan

kalimat efektif baru sekitar 20% (8 siswa) dari 40 siswa. Data ini masih jauh dari

standar ketuntasan belajar minimal secara nasional, yaitu 75%.

Materi pembelajaran berseumber dari standar isi dalam lampiran Peraturan

Mendiknas No. 22/2006 tentang standar kompetensi dan kompetensi dasar mata

pelajaran Bahasa Indonesia SMP/MTs seperti pada tabel 7.1 berikut ini. Tabel 7.2

Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Menceritakan

Pengalaman yang Paling Mengesankan dengan Menggunakan Pilihan Kata dan

Kalimat Efektif

Standar Kompetensi Kompetensi Dasar Berbicara

2. Mengungkapkan pengalaman dan informasi melalui kegiatan berbicara dan

menyampaikan pengumuman

2.1 Menceritakan pengalaman yang paling mengesankan dengan menggunakan

pilihan kata dan kalimat efektif.

Masalah rendahnya tingkat keterampilan siswa dalam menceritakan pengalaman

yang paling mengesankan dengan menggunakan pilihan kata dan kalimat efektif

akan dipecahkan dengan menggunakan pendekatan pragmatik melalui enam

langkah, antara lain sebagai berikut:

Page 26: Contoh Proposal PTK

7.2.1 Siswa memilih dan mencatat pengalaman mengesankan yang ingin

diceritakan.

7.2.2 Siswa mencatat identitas penutur dan mitra tutur, yaitu orang-orang yang

terlibat dalam pengalaman yang akan diceritakan.

7.2.3 Siswa mencatat konteks tuturan, yaitu latar belakang pengetahuan yang

dimiliki penutur dan mitra tutur.

7.2.4 Siswa mencatat tujuan tuturan, yaitu apa yang ingin dicapai oleh penutur

berdasarkan pengalaman yang akan diceritakan.

7.2.5 Siswa bertindak tutur melalui wujud tindakan verbal berdasarkan hal-hal

yang telah dicatat sebelumnya. Bentuk tindakan verbal berupa tindak tutur yang

dihasilkan oleh alat ucap, berupa kata-kata dan kalimat.

7.2.6 Siswa bertindak tutur melalui wujud tindakan nonverbal untuk memperjelas

tindakan verbal yang telah dilakukan. Tindakan nonverbal berupa tindak tutur

yang dihasilkan melalui kontak mata, mimik, gerak tangan, atau gerak anggota

badan yang lain. Secara garis besar, alur penggunaan pendekatan pragmatik yang

digunakan untuk memecahkan masalah rendahnya tingkat keterampilan siswa

kelas VII-A SMP Negeri 3 Tarakan Kalimantan Timur.

Melalui alur penggunaan pendekatan pragmatik tersebut, siswa diharapkan dapat

menceritakan pengalaman yang mengesankan dengan menggunakan pilihan kata

yang tepat dan kalimat yang efektif sesuai konteks dan situasi tutur. Artinya,

pilihan kata dan struktur kalimat yang digunakan dalam berbicara sangat

ditentukan oleh konteks dan situasi tutur yang telah ditentukan oleh siswa.

Pendekatan ini memberikan keleluasaan kepada siswa untuk memilih dan

menentukan pengalaman yang hendak diceritakan, sedangkan guru hanya

memberikan rambu-rambu sebagai pedoman bagi siswa dalam berbicara.

F.3 Rencana Tindakan

Page 27: Contoh Proposal PTK

Rencana tindakan yang akan dilakukan dalam menggunakan pendekatan

pragmatik untuk meningkatkan kemampuan siswa kelas VII-A SMP Negeri 3

Tarakan Kalimantan Timur dalam menceritakan pengalaman yang paling

mengesankan dengan pilihan kata dan kalimat yang efektif, antara lain sebagai

berikut.

F.3.1

Guru menyusun silabus berdasarkan standar kompetensi dan kompetensi dasar

keterampilan berbicara mata pelajaran Bahasa Indonesia SMP Kelas VII semester

I seperti yang tercantum dalam Standar Isi (lampiran Permendiknas No. 22/2006).

Dalam silabus dicantumkan nama sekolah, identitas mata pelajaran (nama mata

pelajaran, kelas/semester, komponen, aspek, dan standar kompetensi), kompetensi

dasar, materi pokok, kegiatan belajar, indikator, penilaian (teknik, bentuk, dan

contoh instrumen), alokasi waktu, dan sumber/media belajar.

F.3.2

Guru mengembangkan silabus Menjadi Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

yang memuat komponen: nama sekolah, identitas mata pelajaran (nama mata

pelajaran, kelas/semester, komponen, aspek, standar kompetensi, kompetensi dasar,

indikator, alokasi waktu), tujuan pembelajaran, materi pembelajaran, metode

pembelajaran, langkahlangkah kegiatan pembelajaran, sumber belajar, penilaian

dan pedoman penilaian.

F.3.3

Guru melaksanakan tindakan sesuai dengan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran

(RPP) yang telah disusun. Pada tahap ini, peneliti melibatkan kolaborator untuk

mengamati pelaksanaan tindakan.

F.3.4

Page 28: Contoh Proposal PTK

Peneliti menganalisis data hasil keterampilan siswa dalam berbicara mengenai

pengalaman mengesankan dengan menggunakan pilihan kata dan kalimat efektif.

F.3.5

Hasil analisis data dibandingkan dengan hasil tes awal untuk mengetahui

efektiktivitas penggunaan pendekatan pragmatik. Langkah selanjutnya adalah

melakukan refleksi berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan oleh

kolaborator. Jika penggunaan pendekatan pragmatik dinilai belum memberikan

hasil yang signifikan, kolaborator memberikan masukan dan bersama-sama dengan

peneliti melakukan langkah-langkah perbaikan untuk dilaksanakan pada siklus

berikutnya.

F.3.6

Peneliti melakukan replanning untuk merencanakan tindakan yang akan dilakukan

pada siklus berikutnya berdasarkan hasil refleksi bersama kolaborator.

F.3.7

Peneliti melaksananakan tindakan pada siklus II sesuai dengan rencana tindakan

yang telah disusun.

F.3.8

Peneliti menganalisis data hasil keterampilan siswa dalam menceritakan

pengalaman mengesankan dengan menggunakan pilihan kata dan kalimat efektif.

F.3.9

Hasil analisis data dibandingkan dengan hasil tes siklus I untuk mengetahui

efektiktivitas penggunaan pendekatan pragmatik. Langkah selanjutnya adalah

melakukan refleksi berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan oleh

kolaborator. Jika penggunaan pendekatan pragmatik dinilai sudah memberikan

Page 29: Contoh Proposal PTK

hasil yang signifikan sesuai dengan indikator keberhasilan, penelitian dinyatakan

selesai dan tinggal melakukan tindakan pemantapan kepada siswa (subjek

penelitian). Namun, jika hasil analisis data belum menunjukkan hasil yang

signifikan, peneliti kembali melakukan refleksi bersama kolaborator untuk

merencanakan tindakan perbaikan (replanning) yang akan dilaksanakan pada

siklus berikutnya.

F.4 Tahap Pelaksanaan

Tahap-tahap yang dilakukan pada tahap pelaksanaan tindakan terinci sebagai

berikut.

F.4.1 Tahap Persiapan Tindakan

Pada tahap persiapan tindakan, peneliti yang sekaligus sebagai guru menyiapkan

silabus, RPP, instrumen, sumber belajar, dan media belajar yang digunakan untuk

mendukung efektivitas pelaksanaan tindakan.

F.4.2 Pelaksanaan Tindakan

Pada tahap pelaksanaan tindakan, peneliti melaksanakan tindakan sesuai rencana

yang tersusun dalam RPP. Secara garis besar, tindakan yang dilaksanakan pada

setiap siklus sesuai dengan yang tersusun dalam RPP antara lain sebagai berikut.

F.4.2.1 Tindakan Awal

F.4.2.1.1

Apersepsi: peneliti mengaitkan materi pembelajaran tentang dengan pengalaman

siswa.

F.4.2.1.2

Motivasi: peneliti memberikan motivasi kepada siswa agar gemar menceritakan

pengalaman yang mengesankan kepada orang lain.

Page 30: Contoh Proposal PTK

F..4.2.2Tindakan Inti

F.4.2.2.1

Siswa menyimak contoh cerita pengalaman yang mengesankan yang disampaikan

oleh peneliti.

F..4.2.2.2

Siswa melakukan tanya jawab dengan guru dan teman sekelas untuk menentukan

langkah-langkah menceritakan pengalaman mengesankan berdasarkan contoh

cerita yang disimak.

F..4.2.2.3

Siswa memilih dan mencatat pengalaman mengesankan yang ingin diceritakan.

F..4.2.2.4

Siswa mencatat identitas penutur dan mitra tutur, yaitu orang-orang yang terlibat

dalam pengalaman yang akan diceritakan.

F..4.2.2.5

Siswa mencatat konteks tuturan, yaitu latar belakang pengetahuan yang dimiliki

penutur dan mitra tutur.

F..4.2.2.6

Siswa mencatat tujuan tuturan, yaitu apa yang ingin dicapai oleh penutur

berdasarkan pengalaman yang akan diceritakan.

F..4.2.2.7

Siswa bertindak tutur melalui wujud tindakan verbal berdasarkan halhal yang

telah dicatat sebelumnya.

Page 31: Contoh Proposal PTK

F..4.2.2.8

Siswa bertindak tutur melalui wujud tindakan nonverbal untuk memperjelas

tindakan verbal yang telah dilakukan.

F.4.2.3Tindakan Akhir

F..4.2.3.1

Siswa bersama peneliti menyimpulkan cara menceritakan pengalaman

mengesankan dengan pilihan kata yang tepat dan kalimat yang efektif.

F..4.2.3.2

Siswa bersama peneliti melakukan refleksi untuk mengetahui kesan siswa ketika

menceritakan pengalaman yang mengesankan dengan menggunakan pendekatan

prgmatik.

F.4.3 Pelaksanaan Pengamatan

Ketika peneliti melaksanakan tindakan, anggota peneliti sebagai kolaborator

melakukan pengamatan terhadap situasi yang terjadi selama kegiatan

pembelajaran berlangsung. Hal-hal yang perlu diamati dan dicatat oleh

kolaborator dalam lembar observasi, di antaranya:

1. respon siswa,

2. perubahan yang terjadi selama proses pembelajaran;

1. keterampilan guru dalam menggunakan pendekatan pragmatik, baik dalam

tindakan awal, tindakan inti, maupun tindakan akhir; dan

1. kesesuaian antara rencana dan implementasi tindakan.

F.4.4 Analisis dan Refleksi

Page 32: Contoh Proposal PTK

Pada tahap ini, peneliti menganalisis data yang diperoleh berdasarkan unjuk kerja

yang dilakukan siswa ketika menceritakan pengalaman yang mengesankan dengan

pilihan kata dan kalimat yang efektif. Unsur-unsur yang dianalisis, yaitu

kelancaran berbicara, ketepatan pilihan kata, keefektifan kalimat, kelogisan

penalaran, dan kemampuan menjalin kontak mata. Berdasarkan hasil analisis data

akan diketahui unsur-unsur mana saja yang masih menjadi hambatan siswa dalam

menceritakan pengalamannya yang mengesankan.

Hasil analisis data tersebut juga sangat penting dan berharga sebagai bahan untuk

melakukan refleksi bersama kolaborator. Pada saat melakukan refleksi,

kolaborator memberikan masukan kepada peneliti berdasarkan hasil pengamatan

yang telah dicatat untuk melakukan langkah-langkah perbaikan pada siklus

berikutnya.

Penelitian tidak perlu dilakukan lagi pada siklus berikutnya jika hasil analisis data

menunjukkan pengingkatan yang signifikan sesuai dengan indikator keberhasilan

penelitian yang telah ditetapkan, yaitu 70% (28 siswa) dari 40 siswa klas VII-A

SMP Negeri 3 Tarakan Kalimantan Timur terampil berbicara berdasarkan aspek

kelancaran berbicara, ketepatan pilihan kata (diksi), struktur kalimat, kelogisan

(penalaran), dan kontak mata.

F.5 Cara Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data yang valid, data dikumpulkan melalui cara/teknik berikut

ini:

F.5.1 Tes

Teknik tes digunakan untuk mengetahui tingkat keterampilan siswa dalam

menceritakan pengalaman yang mengesankan kepada orang lain. Aspek-aspek yang

dinilai, yaitu kelancaran berbicara, ketepatan pilihan kata (diksi), struktur kalimat,

kelogisan (penalaran), dan kontak mata.

Page 33: Contoh Proposal PTK

F.5.2 Nontes

Teknik nontes yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain sebagai berikut:

F.5.2.1 Observasi (pengamatan): teknik ini digunakan oleh kolaborator untuk

mengobservasi pelaksanaan tindakan yang dilakukan oleh peneliti.

F..5.2.2 Wawancara: teknik ini digunakan oleh peneliti dan kolaborator untuk

mengetahui respon siswa secara langsung dalam berbicara dengan menggunakan

pendekatan pragmatik. Wawancara terutama dilakukan kepada siswa yang

menonjol karena kelebihan atau kekurangannya. Pelaksanaan wawancara

dilakukan di luar kegiatan pembelajaran dengan menggunakan pedoman

wawancara.

F.5.2.3 Jurnal: teknik ini digunakan oleh peneliti setiap kali selesai

mengimplementasikan tindakan. Jurnal tersebut dijadikan sebagai bahan refleksi

diri bagi peneliti untuk mengungkap aspek:

1. respon siswa terhadap penggunaan pendekatan pragmatik;

2. situasi pembelajaran; dan

3. kekurangpuasan peneliti terhadap pelaksanaan tindakan yang telah

dilakukan. Selain peneliti, siswa juga membuat jurnal setiap kali mengikuti

kegiatan pembelajaran yang digunakan untuk mengungkapkan:

(1) respon siswa (baik yang positif maupun negatif) terhadap penggunaan

pendekatan pragmatik;

(2) metode pembelajaran yang disukai siswa; dan

(3) kemampuan peneliti dalam menciptakan pembelajaran yang aktif, inovatif,

kreatif, efektif, dan menyenangkan.

F..6 Teknik Analisis Data

Page 34: Contoh Proposal PTK

Data penelitian dianalisis dengan menggunakan teknik tabulasi data secara

kuantitatif berdasarkan hasil tindakan yang dilaksanakan pada setiap siklus. Hasil

tindakan pada setiap siklus dibandingkan dengan hasil tes awal untuk mengetahui

persentase peningkatan keterampilan siswa kelas VII-A SMPN 3 Tarakan dalam

menceritakan pengalaman yang mengesankan.

Pada setiap siklus dideskripsikan jumlah skor yang diperoleh semua siswa, daya

serap, dan rata-rata skor untuk aspek kelancaran berbicara, ketepatan pilihan kata

(diksi), struktur kalimat, kelogisan (penalaran), dan kontak mata. Selain itu, juga

dideskripsikan jumlah skor, jumlah nilai, rata-rata nilai, dan tingkat daya serap,

dan ketuntasan belajar siswa pada setiap siklus.