contoh lapsus.docx
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Demam reumatik akut merupakan penyakit peradangan akut yang dapat
menyertai faringitis dan ada pada 0,3% kasus faringitis yang disebabkan oleh
Streptococcus beta-hemolyticus grup A.1,2 Penyakit ini bisa terjadi secara akut
atau berulang dengan satu atau lebih gejala mayor yaitu poliartritis migrans akut,
karditis, korea, nodul subkutan, dan eritema marginatum.3 Penyakit ini cenderung
berulang dan dipandang sebagai penyebab terpenting penyakit jantung didapat
pada anak dan dewasa muda di seluruh dunia.1 Puncak insiden demam reumatik
akut terdapat pada kelompok usia 5-15 tahun, penyakit ini jarang dijumpai pada
anak dibawah usia 4 tahun dan penduduk di atas 50 tahun.4 Demam reumatik akut
yang menimbulkan gejala sisa pada katup-katup jantung disebut sebagai penyakit
jantung reumatik.1
Demam reumatik akut dan penyakit jantung reumatik sering terjadi pada
daerah kumuh dan padat. Di negara berkembang, demam reumatik akut
merupakan penyebab utama dalam kelainan kardiovaskular (25%-45%)5
Prevalensi demam reumatik akut/penyakit jantung reumatik yang diperoleh dari
penelitian World Health Organization (WHO) mulai tahun 1984 di 16 negara
sedang berkembang di Afrika, Amerika Latin, Timur jauh, Asia Tenggara dan
Pasifik Barat berkisar 0,1 sampai 12,6 per 1.000 anak sekolah, dengan prevalensi
rata-rata sebesar 2,2 per 1.000. Prevalensi pada anak-anak sekolah di beberapa
negara Asia pada tahun 1980-an berkisar 1 sampai 10 per 1.000. Dari suatu
penelitian yang dilakukan di India Selatan diperoleh prevalensi sebesar 4,9 per
1.000 anak sekolah, sementara angka yang didapatkan di Thailand sebesar 1,2
sampai 2,1 per 1.000 anak sekolah.6 Prevalensi demam reumatik akut di Indonesia
belum diketahui secara pasti, meskipun beberapa penelitian yang pernah
dilakukan menunjukkan bahwa prevalensi penyakit jantung reumatik anak
berkisar 0,3 sampai 0,8 per 1.000 anak sekolah. Dengan demikian, secara kasar
dapat diperkirakan bahwa prevalensi demam reumatik akut di Indonesia pasti
1
lebih tinggi dan angka tersebut, mengingat penyakit jantung reumatik anak
merupakan akibat dari demam reumatik akut.6
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan penyakit jantung rematik?
2. Apa penyebab terjadinya penyakit jantung rematik?
3. Bagaimana mekanisme penyakit jantung rematik?
4. Bagaimana cara mendiagnosa penyakit jantung rematik?
5. Bagaimana penanganan pasien dengan penyakit jantung rematik?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan penyakit jantung rematik.
2. Untuk mengetahui penyebab terjadinya penyakit jantung rematik.
3. Untuk mengetahui bagaimana mekanisme terjadinya penyakit jantung
rematik.
4. Untuk mengetahui bagaimana cara mendiagnosa penyakit jantung rematik.
5. Untuk mengetahui bagaimana penanganan pasien dengan penyakit jantung
rematik.
1.4 Manfaat
Teoritis
Makalah ini diharapkan mampu memberikan tambahan pengetahuan
dan landasan teori mengenai penyakit jantung rematik.
Praktis
Makalah ini diharapkan mampu memberikan landasan ilmiah dalam
penanganan pada kondisi penyakit jantung rematik.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Anatomi, Fisiologi, Histologi Jantung
2.1.1. Anatomi Jantung
Jantung terletak dirongga toraks sekitar garis tengah antara sternum
disebelah anterior dan vertebra disebelah posterior. Jantung memiliki pangkal
lebar disebelah atas dan meruncing membentuk ujung yang disebut apeks didasar.
Sewaktu jantung berdenyut (kontraksi) secara kuat, apeks membentur bagian
dalam dinding dada disisi kiri. Kenyataan bahwa jantung terletak antara dua
struktur tulang, sternum dan vertebra digunakan sebagai bagian dari resusitasi
jantung paru pada tindakan penyelamatan3.
Jantung dibagi menjadi separuh kanan dan kiri, yaitu atria (atrium,
tunggal) menerima darah yang kembali ke jantung dan memindahkannya ke
ventrikel yang
memompa darah dari jantung keseluruh tubuh. Pembuluh yang mengembalikan
darah dari jaringan ke atria adalah vena (V.kava), dan pembuluh yang
mengangkut dari menjauhi ventrikel menuju jaringanadalah arteri (Aorta
abdominalis).
Kedua belah jantung dipisahkan oleh septum, otot kontinyu yang mencegah
pencampuran darah dari kedua sisi jantung3.
Adanya empat katup jantung memastikan darah mengalir satu arah. Empat
katup jantung terdiri dari katup atrioventrikuler (AV) kanan dan kiri. Katup AV
kanan disebut juga katup trikuspid karena terdiri dari tiga buah katup dan katup
AV kiri terdiri dari dua buah katup disebut juga katup bikuspid atau katup mitral.
Dua katup lainnya, katup aorta dan katup pulmonalis, keduanya dikenal dengan
katup semilunaris karena terdiri dari tiga daun katup yang masingmasing mirip
separuh bulan. Tepi-tepi daun katup AV diikat oleh tali fibrosa yang disebut korda
tendinae. Tali-tali ini melekat ke otot papilaris 3. Letak katup trikuspid letaknya
setinggi ICS IV parasternal kiri, katup bikuspid/ mitral letaknya setinggi ICS V
medioklavikularis kiri, katup aorta letaknya setinggi ICS II parasternal kanan dan
katup pulmonal letaknya ICS II parasternal kiri.
3
Gambar 2.1 anatomi jantung
2.1.2. Fisiologi Jantung
Darah yang kembali dari sirkulasi sistemik masuk ke atrium kanan melalui
vena-vena besar yang dikenal dengan vena kava. Darah yang masuk ke atrium
kanan kembali dari jaringan tubuh kaya karbondioksida. Darah tersebut mengalir
dari atrium kanan ke ventrikel kanan dan memompanya keluar melalui arteri
pulmonalis ke paru. Didalam paru CO2 O2 dan dikembalikan ke atrium kiri
melalui vena pulmonalis. Darah dari atrium kiri mengalir ke dalam ventrikel kiri
dan memompa ke semua sitem tubuh kecuali paru. Arteri besar yang membawa
darah menjauhi ventrikel kiri adalah aorta abdominalis.
Sirkulasi paru adalah sistem yang memiliki tekanan dan resistensi yang
rendah, sedangkan sirkulasi sistemik adalah sistem dengan tekanan dan resistensi
yang tinggi. Walaupun sisi kiri dan kanan jantung memompa darah dalam jumlah
yang sama, sisi kiri melakukan kerja yang lebih besar karena harus memompa
dalam resistensi yang tinggi. Dengan demikian otot jantung sebelah kiri jauh lebih
tebal daripada otot jantung sebelah kanan.
Katup jantung membuka dan menutup secara pasif karena adanya
perbedaan tekanan. Katupkatup ini terbuka ketika tiap-tiap tekanan ventrikel
kanan dan kiri melebihi tekanan di aorta dan arteri pulmonalis, selama ventrikel
berkontraksi dan mengosongkan isisnya. Katup tertutup apabila ventrikel
melemas dan tekanan ventrikel turun dibawah tekanan aorta dan arteri pulmonalis.
4
Ketika ventrikel berkontraksi, otot papilaris juga berkontraksi, menarik ke bawah
korda tendinae. Tarikan ini menimbulkan ketegangan didaun katup AV yang
tertutup, sehingga daun katup dapat tertahan dalam posisinya dan tetap menutup
rapat walau pun terdapat gradien yang besar ke arah belakang 3.
Gambar 2.2 fisiologi jantung
2.1.3. Histologi Jantung
Dinding jantung terutama terdiri dari serat-serat otot jantung yang tersusun
secara spiral dan saling berhubungan melalui diskus interkalatus. Dinding jantung
terdiri dari tiga lapisan 3:
a. Endokardium
lapisan tipis endotelium suatu jaringan epitel yang melapisi bagian
dalam. Permukaannya diliputi endotel yang bersinambungan dengan
endotel pembuluh darah yang masuk dan keluar jantung. Dibawah endotel
terdapat lapisan tipis yang mengandung serat kolagen halus yang
membentuk lapisan subendotel. Lebih kedalam terdapat lapisan yang lebih
kuat mengandung banyak serat elastin dan serat otot polos. Lapisan yang
menyatu dengan miokardium disebut lapisan subendokardial yang terdiri
atas jaringan ikat longgar. Lapisan ini banyak mengandung pembuluh
darah, saraf dan sistem hantar jantung. Endokardium membentuk katup
atrioventrikuler yang merupakan jaringan ikat fibrosa yang menyatu
dengan anulus fibrosus.
5
Endokardiumnya lebih tebal pada permukaan yang menghadap
atrium daripada ventrikel dan lebih banyak mengandung serat elastin.
Katup dihubungkan dengan muskulus papilaris ventrikel oleh benang
fibrosa disebut korda tendinea.
b. Miokardium
lapisan tengah yang terdiri dari otot jantung, membentuk sebagian
besar dinding jantung
c. Epikardium
suatu membran tipis dibagian luar yang membungkus jantung berupa suatu
membran serosa.
2.2. Definisi Penyakit Jantung Rematik
Penyakit Jantung Rematik adalah suatu kondisi dimana katup jantung
terusak oleh infeksi Streptoccocus Beta Hemoliticus Grup A yang disebabkan
Penyakit Demam Rematik terdahulu1. Demam rematik adalah sindroma klinis
akibat infeksi Streptococcus Beta Hemoliticus grup A yang ditandai oleh criteria
Jones2.
2.3 Etiologi
Infeksi streptococcus Beta Hemoliticus grup A. Infeksi bakteri ini
biasanya menyebabkan Faringitis dan sebagian kecil infeksi pada kulit
(pioderma). Tidak semua Streptococcus Grup A dapat menyebabkan Demam
rematik, serotype seperti M type 4,2,12. 1
Streptococcus beta hemolyticus dikenali oleh karena morfologi koloninya dan
kemampuannya untuk menimbulkan hemolisis. Sel ini terdiri dari sitoplasma yang
dikelilingi oleh tiga lapisan membran, yang disusun terutama dari lipoprotein.
Diluar membran sitoplasma adalah dinding sel, terdiri dari tiga komponen:
1. Komponen bagian dalam adalah peptigoglikan yang memberi kekakuan
dinding sel.
2. Polisakarid dinding sel atau KH spesifik grup. KH ini terbukti memiliki
determinan antigenik bersama dengan glikoprotein pada katup jantung
manusia.
6
3. Komponen ketiga terdiri dari mosaik protein yang dilabel sebagai protein
M yakni antigen spesifik tipe dari streptococcus grup A. adanya protein M
ini menghambat fagositosis.
Streptocoocus menghasilkan sejumlah enzim ekstraseluler, termasuk dua
hemolisisn atau streptolisin S yang stabil pada oksigen, serta streptolisin O yang
labil terhadap oksigen.
2.4. Faktor Predisposisi
a. Usia
Usia mempengaruhi insiden demam rematik. Terbanyak pada usia 5-16 tahun.
Berkurangnya imunitas dan seringnya kontak dengan anak-anak lain
memudahkan anak golongan umur tersebut mendapatkan infeksi
Streptoccocus.
b. Penderita yang sudah mendapat serangan demam rematik Penderita yang sudah
pernah mendapatkan serangan demam rematik cenderung rekuren. Dan
serangan mengulangi serangan sebelumnya.
c. Faktor keluarga
Kembar monozigot lebih sering terkena dibandingkan dizigot.
d. Lingkungan/ Overcrowded
Banyaknya orang dalam satu lingkungan menentukan penyebaran infeksi
seperti halnya rumah dan sekolah yang terlalu padat.
7
2.5 Epidemiologi
Meskipun individu-individu segala umur dapat diserang oleh DR akut,
tetapi DR banyak terdapat pada anak-anak dan usia muda (5-15 tahun). Ada dua
keadaan terpenting dari segi epidemiologi pada DR akut yaitu kemiskinan dan
kepadatan penduduk. Dinegara-negara tropis dan sub tropis masih terlihat
peningkatan yang agresif seperti kegawatan karditis dan payah jantung yang
meningkat. Insiden yang tinggi dari karditis adalah pada anak muda dan terjadinya
kelainan katup jantung adalah sebagai akibat dari kekurangan kemampuan untuk
melakukan pencegahan sekunder DR dan PJR. DR dan PJR adalah penyebab
utama kematian penyakit jantung untuk usia dibawah 45 tahun.
2.6 Patogenesis dan Patofisiologi Demam Rematik
Terjadi reaksi imun yang abnormal oleh tubuh terhadap antigen
Streptococcus Beta Hemoliticus Grup A. Strept, tdk bermigrasi dari pharynx ke
jantung atau sendi-sendi. Tidak ada penyebaran kuman diseluruh tubuh. Terdapat
immunological cross reaction antara membrane sel streptococcus dan sarcolemma
miokard.
Diperkirakan terdapat suatu kemiripan antara antigen bakteri dengan sel
jantung pada manusia (antigenic mimicry). Pada penyelidikan ditemukan dua hal
2:
1. Adanya persamaan antara kabohidrat dari streptococcus grup A dengan
glycoprotein dari katup jantung.
2. Terdapat persamaan molekuler yaitu: streptococcal M.Protein dengan
sarcolema* sel miocard pada manusia.
Dua teori dasar lainnya untuk menjelaskan terjadinya ARF dan jaringan parut di
target organ terdiri dari 1:
1. Efek toksik yang dihasilkan oleh ektrasellular toksin dari Strep. Grup A di
target organ seperti myocardium, valves, synovium, and brain.
2. Respon imunitas yang abnormal untuk komponen strep. Grup A.
Molecular mimicry dimana respon imun gagal membedakan epitop (gen)
dari streptococcus Grup A dengan jaringan tertentu dari penderita
(jaringan ikat).
8
2.7. Perjalanan Penyakit
Masa laten infeksi Streptococcus dengan munculnya DR akut cukup
singkat bila ada artritis dan eritema marginatum. Dan akan lebih lama jika gejala
klinisnya disertai korea, sedangkan karditis dan nodul subkutan diantaranya.
Lamanya DR akut jarang melebihi 3 bulan. Tetapi bila ada karditis yang berat
biasanya klinis DR akut akan berlangsung 6 bulan atau lebih. (Taranta, 1964.
Majeed, 1992: gejala karditis akan ditemukan pada tiga bulan pertama dari 93 %
pasien DR akut.( McIntosh dkk,1935. Rosentha, 1968)
Perjalanan alamiah D.R. :
a. Fase infeksi : S.B.H group A pd nasopharynx
b. Fase laten : ( 1 – 3 minggu sesudah infeksi )
demam menurun manifestasi klinis lain menurun , biakan SBH (-).
a. Fase rematik akut :
Manifestasi klinis bervariasi :
Carditis ringan
Carditis berat dng gagal jantung 2 – 3 bulan.
Polyarthritis migrans
b. Fase akhir :
Fase tenang atau inaktif (semua tanda-tanda aktif menurun) Sel jaringan
(katup jantung)
2.8 Diagnosa
Diagnosis demam rematik lazim didasarkan pada suatu kriteria yang untuk
pertama kali diajukan oleh T. Duchett Jones dan, oleh karena itu kemudian
dikenal sebagai kriteria Jones(2,9).
Gambar2.1. criteria jones
9
Manifestasi MayorManifestasi Minor
Karditis KlinisPoliartritis - ArtralgiaKorea - DemamEritema marginatum LaboratoriumNodulus subkutan Peninggian reaksi fase akut
(LED meningkat dan /PCR)
Interval PR memanjang
DitambahDisokong adanya bukti infeksi Streptokokus sebelumnya berupa kultur apus tenggorok yang positip atau tes antigen streptokokus yang cepat atau titer ASTO yang meningkat.
Kriteria Jones memuat kelompok kriteria mayor dan minor yang pada
dasarnya merupakan manifestasi klinik dan laboratorik demam rematik. Pada
perkembangan selanjutnya, kriteria ini kemudian diperbaiki oleh American Heart
Association dengan menambahkan bukti adanya infeksi streptokokus sebelumnya
(Tabel 1). Apabila ditemukan 2 kriteria mayor, atau 1 kriteria mayor dan 2 kriteria
minor, ditambah dengan bukti adanya infeksi streptokokus sebelumnya,
kemungkinan besar menandakan adanya demam rematik(1-4,9-12). Tanpa
didukung bukti adanya infeksi streptokokus, maka diagnosis demam rematik
harus selalu diragukan, kecuali pada kasus demam rematik dengan manifestasi
mayor tunggal berupa korea Syndenham atau karditis derajat ringan, yang
biasanya terjadi jika demam rernatik baru muncul setelah masa laten yang lama
dan infeksi strepthokokus(4,9).
Perlu diingat bahwa kriteria Jones tidak bersifat mutlak, tetapi hanya
sebagai suatu pedoman dalam menentukan diagnosis demam rematik(1,10).
Kriteria ini bermanfaat untuk memperkecil kemungkinan terjadinya kesalahan
diagnosis, baik berupa over-diagnosis maupun underdiagnosis(10).
Kriteria Mayor
1) Karditis merupakan manifestasi klinik demam rematik yang paling berat
karena merupakan satu-satunya manifestasi yang dapat mengakibatkan
kematian penderita pada fase akut dan dapat menyebabkan kelainan katup
sehingga terjadi penyakit jantung rematik(2,4,9). Diagnosis karditis rematik
dapat ditegakkan secara klinik berdasarkan adanya salah satu tanda berikut:
(a) bising baru atau perubahan sifat bising organik, (b) kardiomegali, (c)
perikarditis, dan gagal jantung kongestif(1,2,4,10,11).Bising jantung
merupakan manifestasi karditis rematik yang seringkali muncul pertama
kali, sementara tanda dan gejala perikarditis serta gagal jantung kongestif
biasanya baru timbul pada keadaan yang lebih berat(4). Bising pada
karditis rematik dapat berupa bising pansistol di daerah apeks (regurgitasi
mitral), bising awal diastol di daerah basal (regurgitasi aorta), dan bising
mid-diastol pada apeks (bising Carey-Coombs) yang timbul akibat adanya
dilatasi ventrikel kiri(2,9,10,11).
10
2) Poliartritis ditandai oleh adanya nyeri, pembengkakan, kemerahan, teraba
panas, dan keterbatasan gerak aktif pada dua sendi atau lebih. Artritis pada
demam rematik paling sering mengenai sendi-sendi besar anggota gerak
bawah. Kelainan ini hanya berlangsung beberapa hari sampai seminggu
pada satu sendi dan kemudian berpindah, sehingga dapat ditemukan artritis
yang saling tumpang tindih pada beberapa sendi pada waktu yang sama;
sementara tanda-tanda radang mereda pada satu sendi, sendi yang lain
mulai terlibat(1,2,4,9,10,11). Perlu diingat bahwa artritis yang hanya
mengenai satu sendi (monoartritis) tidak dapat dijadikan sebagai suatu
kriterium mayor(4,9,10,11). Selain itu, agar dapat digunakan sebagai suatu
kriterium mayor, poliartritis harus disertai sekurang-kurangnya dua kriteria
minor, seperti demam dan kenaikan laju endap darah, serta harus didukung
oleh adanya titer ASTO atau antibodi antistreptokokus lainnya yang
tinggi(4).
3) Korea secara khas ditandai oleh adanya gerakan tidak disadari dan tidak
bertujuan yang berlangsung cepat dan umumnya bersifat bilateral,
meskipun dapat juga hanya mengenai satu sisi tubuh. Manifestasi demam
rematik ini lazim disertai kelemahan otot dan ketidak-stabilan emosi. Korea
jarang dijumpai pada penderita di bawah usia 3 tahun atau setelah masa
pubertas dan lazim terjadi pada perempuan(1,2,4,9,10,11). Korea
Syndenham merupakan satu-satunya tanda mayor yang sedemikian penting
sehingga dapat dianggap sebagai pertanda adanya demam rematik
meskipun tidak ditemukan kriteria yang lain(3,9). Korea merupakan
manifestasi demam rematik yang muncul secara lambat, sehingga tanda dan
gej ala lain kemungkinan sudah tidak ditemukan lagi pada saat korea mulai
timbul(1,4).
4) Eritema marginatum merupakan wujud kelainan kulit yang khas pada
demam rematik dan tampak sebagai makula yang berwarna merah, pucat di
bagian tengah, tidak terasa gatal, berbentuk bulat atau dengan tepi yang
bergelombang dan meluas secara sentrifugal(2,4,9,10). Eritema
marginatum juga dikenal sebagai eritema anulare rematikum dan terutama
timbul di daerah badan, pantat, anggota gerak bagian proksimal, tetapi
11
tidak pernah ditemukan di daerah wajah. Kelainan ini dapat bersifat
sementara atau menetap, berpindah-pindah dari satu bagian tubuh ke bagian
tubuh yang lain, dapat dicetuskan oleh pemberian panas, dan memucat jika
ditekan(4,9,10). Tanda mayor demam rematik ini hanya ditemukan pada
kasus yang berat(2,4).
5) Nodulus subkutan pada umumnya hanya dijumpai pada kasus yang berat
dan terdapat di daerah ekstensor persendian, pada kulit kepala serta
kolumna vertebralis. Nodul ini berupa massa yang padat, tidak terasa nyeri,
mudah digerakkan dari kulit di atasnya, dengan diameter dan beberapa
milimeter sampai sekitar 2 cm(1,4,9,11). Tanda ini pada umumnya tidak
akan ditemukan jika tidak terdapat karditis(2,9).
Kriteria Minor
1) Riwayat demam rematik sebelumnya dapat digunakan sebagai salah satu
kriteria minor apabila tercatat dengan baik sebagai suatu diagnosis yang
didasarkan pada kriteria obyektif yang sama. Akan tetapi, riwayat demam
rematik atau penyakit jantung rematik inaktif yang pernah diidap seorang
penderita seringkali tidak tercatat secara baik sehingga sulit dipastikan
kebenarannya, atau bahkan tidak terdiagnosis(9,10).
2) Artralgia adalah rasa nyeri pada satu sendi atau lebih tanpa disertai
peradangan atau keterbatasan gerak sendi. Gejala minor ini harus
dibedakan dengan nyeri pada otot atau jaringan periartikular lainnya, atau
dengan nyeri sendi malam hari yang lazim terjadi pada anak-anak
normal(9,10). Artralgia tidak dapat digunakan sebagai kriteria minor
apabila poliartritis sudah dipakai sebagai kriteria mayor(10).
3) Demam pada demam rematik biasanya ringan,meskipun adakalanya
mencapai 39°C, terutama jika terdapat karditis. Manifestasi ini lazim
berlangsung sebagai suatu demam derajat ringan selama beberapa
minggu(1,9,11). Demam merupakan pertanda infeksi yang tidak spesifik,
dan karena dapat dijumpai pada begitu banyak penyakit lain, kriteria
minor ini tidak memiliki arti diagnosis banding yang bermakna(9,10).
4) Peningkatan kadar reaktan fase akut berupa kenaikan laju endap darah,
kadar protein C reaktif, serta leukositosis merupakan indikator
12
nonspesifik dan peradangan atau infeksi. Ketiga tanda reaksi fase akut ini
hampir selalu ditemukan pada demam rematik, kecuali jika korea
merupakan satu-satunya manifestasi mayor yang ditemukan(1,11). Perlu
diingat bahwa laju endap darah juga meningkat pada kasus anemia dan
gagal jantung kongestif. Adapun protein C reaktif tidak meningkat pada
anemia, akan tetapi mengalami kenaikan pada gagal jantung kongestif.
Laju endap darah dan kadar protein C reaktif dapat meningkat pada semua
kasus infeksi, namun apabila protein C reaktif tidak bertambah, maka
kemungkinan adanya infeksi streptokokus akut dapat dipertanyakan(9).
5) Interval P-R yang memanjang biasanya menunjukkan adanya
keterlambatan abnormal sistem konduksi pada nodus atrioventrikel dan
meskipun sering dijumpai pada demam rematik, perubahan gambaran
EKG ini tidak spesifik untuk demam rematik. Selain itu, interval P-R
yang memanjang juga bukan merupakan pertanda yang memadai akan
adanya karditis rematik(4,9,11).
2.9 Diagnosa Banding
1. Arthritis Rheumatoid
Poliartritis pada anak-anak dibawah 3 tahun atau lebih sering pada arthritis
reumatoid, biasanya terjadi secara bersamaan pada sendi-sendi, simetris,
tidak bermigrasi, kurang berespon terhadap preparat salisil dibandingkan
dengan artritis pada DR. Apabila sakit bertahan lebih dari 1 minggu
meskipun sudah diberi salisil + reumatoid faktor (+) diagnosis ke arah
artritis reumatoid.
2. Sickel cell Anemia/ leukemia
Terjadi pada anak dibawah 6 bulan. Adanya penurunan Hb yang
significant (< 7 g/dL). Leukositosis tanpa adanya tanda-tanda radang.
Peradangan pada metatarsal dan metakarpal. Splenomegali. Pada
perjalanan yang kronis kardiomegali. Diperlukan pemeriksaan pada
sumsum tulang.
3. Artritis et causa infeksi
Memerlukan kultur dan gram dari cairan sendi.
13
4. Karditis et causa virus
Terutama disebabkan oleh coxakie B dengan arbovirus dapat
menyebabkan miokarditis dengan tanda-tanda kardiomegali, aritmia dan
gagal jantung. Kardiomegali bising sistolik (MI). Tidak terdapat
murmur. Perikarditis akibat virus harus dibedakan dengan DR karena pada
virus disertai dengan valvulitis.
5. Keadaan mirip chorea
Multiple tics: merupakan kebiasaan, berupa gerakan-gerakan repetitif.
Cerbral palsy: gerakannya lebih pelan dan lebih ritmik. Anamnesa:
kelumpuhan motorik yang sudah dapat terlihat semenjak awal bulan.
Keterlambatan perkembangan.
Post ensefalitis: perlu pemeriksaan lab lebih lanjut, etiologi yang
bermacam-macam. Gejala klinis berupa: kaku kuduk, letargi, sakit kepala,
muntah-muntah, photofobia, gangguan bicara, kejang, dll.
6. Kelainan kongenital
Kelaninan kongenital yang tersering pada anak-anak ialah VSD (ventrikel
septum defect) dan ASD (atrium septum defect).
2. 10 Komplikasi
Komplikasi yang sering terjadi pada Penyakit Jantung Reumatik (PJR)
diantaranya adalah gagal jantung, pankarditis (infeksi dan peradangan di seluruh
bagian jantung), pneumonitis reumatik (infeksi paru), emboli atau sumbatan pada
paru, kelainan katup jantung, dan infark (kematian sel jantung).
2.11 Penatalaksanaan
Pengobatan demam rematik memiliki 3 tujuan:
1. Menyembuhkan infeksi streptokokus dan mencegah kekambuhan
2. Mengurangi peradangan,t erutama pada persendian dan jantung
3. Membatasi aktivitas fisik yang dapat memperburuk organ yang meradang.
Penatalaksanaan demam rematik meliputi: (1).tirah baring di rumah sakit,
(2).eradikasi kuman streptokokus, (3).pemberian obat-obat antiradang.
(4).pengobatan korea, (5).penanganan komplikasi seperti gagal jantung,
14
endokarditis bakteri. atau trombo-emboli, serta (6).pemberian diet bergizi tinggi
mengandung cukup vitamin(3,12).
Tirah Baring
Semua penderita demam rematik harus tinggal di rumah sakit. Penderita
dengan artritis atau karditis ringan tanpa mengalami gagal jantung tidak perlu
menjalani tirah baring secara ketat(3,11). Akan tetapi, apabila terdapat karditis
yang berat (dengan gagal jantung kongestif), penderita harus tirah baring total
paling tidak selama pengobatan kortikosteroid. Lama tirah baring yang diperlukan
sekitar 6-8 minggu(10,11), yang paling menentukan lamanya tirah baring dan
jenis aktivitas yang boleh dilakukan adalah penilaian klinik dokter yang
merawat(3).
Sebagai pedoman, tirah baring sebaiknya tetap diberlakukan sampai semua
tanda demam rematik akut telah mereda, suhu kembali normal saat tirah baring
tanpa pemberian obat antipiretik, denyut nadi kembali normal dalam keadaan
istirahat, dan pulihnya fungsi jantung secara optimal(1).
Eradikasi Kuman Streptokokus
Eradikasi harus secepatnya dilakukan segera setelah diagnosis demam
rematik dapat ditegakkan. Obat pilihan pertama adalah penisilin G benzatin
karena dapat diberikan dalam dosis tunggal, sebesar 600.000 unit untuk anak di
bawah 30 kg dan 1 ,2 juta unit untuk penderita di atas 30 kg. Pilihan berikutnya
adalah penisilin oral 250 mg 4 kali sehari diberikan selama 10 hari. Bagi yang
alergi terhadap penisilin, eritromisin 50 mg/kg/ hari dalam 4 dosis terbagi selama
10 hari dapat digunakan sebagai obat eradikasi pengganti(3,9-12).
Obat Antiradang
Salisilat memiliki efek dramatis dalam meredakan artritis dan demam.
Obat ini dapat digunakan untuk memperkuat diagnosis karena artritis demam
rematik memberikan respon yang cepat terhadap pemberian salisi1at(1,3,10).
Natrium salisilat diberikan dengan dosis 100-120 mg/kg/hari dalam 4-6 dosis
terbagi selama 2-4 minggu, kemudian diturunkan menjadi 75 mg/kg/hari selama
15
4-6 minggu(1,3,10,12). Aspirin dapat dipakai untuk mengganti salisilat dengan
dosis untuk anak-anak sebesar 15-25 mg/kg/hari dalam 4-6 dosis terbagi selama
seminggu, untuk kemudian diturunkan menjadi separuhnya; dosis untuk orang
dewasa dapat mencapai 0,6-0,9 g setiap 4 jam(1).
Kortikosteroid dianjurkan pada demam rematik dengan gagal jantung.
Obat ini bermanfaat meredakan proses peradangan akut, meskipun tidak
mempengaruhi insiden dan berat ringannya kerusakan pada jantung akibat demam
rematik(1,10).
Prednison diberikan dengan dosis 2 mg/kg/hari dalam 3-4 dosis terbagi
selama 2 minggu, kemudian diturunkan menjadi 1 mg/kg/hari selama minggu ke 3
dan selanjutnya dikurangi lagi sampai habis selama 1-2 minggu berikutnya. Untuk
menurunkan resiko terjadinya rebound phenomenon, pada awal minggu ke 3
ditambahkan aspirin 50-75 mg/kg/hari selama 6 minggu berikutnya(3,10,11,12).
Secara ringkas, indikasi dan dosis pemberian obat antiradang pada demam
rematik.
Pengobatan Korea
Korea pada umumnya akan sembuh sendiri, meskipun dapat berlangsung
selama beberapa minggu sampai 3 bulan(1,3,10,11). Obat-obat sedatif, seperti
klorpromazin, diazepam, fenobarbital atau haloperidol dilaporkan memberikan
hasil yang memuaskan(10,11). Perlu diingat, halopenidol sebaiknya tidak
diberikan pada anak di bawah umur 12 tahun(10).
Penanganan Gagal Jantung
Gagal jantung pada demam rematik dapat ditangani seperti kasus gagal
jantung pada umumnya. Komplikasi ini biasanya dapat diatasi dengan tirah baring
dan pemberian kortikosteroid, meskipun seringkali perlu diberikan digitalis,
diuretik, atau vasodilator(3,12). Digitalis biasanya tidak seefektif pada gagal
jantung kongestif akibat kelainan lainnya(1). Pemberian obat ini harus dilakukan
secara hati-hati karena dapat menambah iritabilitas jantung sehingga dapat
menyebabkan aritmia(1), di samping batas keamanannya yang sempit(12).
16
2.12 Prognosa
Prognosis demam rematik tergantung teratasi atau tidaknya infeksi
Streptococcus Beta Hemoliticus grup A dan pengobatan pencegahan.
Ad.Vitam: tergantung berat ringannya karditis, Ad.Sanasionam: 3 % akan
terjadi didaerah wabah faringitis dan 15% terjadi pada pasien yang pernah
mendapat serangan demam rematik sebelumnya. Faktor yang mempengaruhi
kekambuhan ialah faktor imun dan gejala sisa penderita, Ad.Fungsionam:
dikhawatirkan akan menjadi gagal jantung jika penyembuhan dan pencegahan
rekurensi tidak adekuat.
17
BAB III
STATUS PASIEN
2.1 Identitas Pasien
Nama : An. P
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Umur : 10 tahun
Suku Bangsa : Jawa
Agama : Islam
Pekerjaan : Pelajar
Alamat : Kepanjen
Tanggal MRS : 20 Agustus 2013
No. Registrasi : 327946
2.2 Anamnesis (Heteroanamnesis)
1. Keluhan Utama :
Sesak
2. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang dengan keluhan sesak mendadak sejak 1 hari yang
lalu, sesak dirasakan terutama malam hari, selain itu pasien juga mengeluh
jantungnya terasa deg-degan, ngik-ngik (-). Sebelumnya 2-3 hari yang lalu
pasien mengeluh batuk, dahak (+), kuning kehijauan, demam (+) namun
sumer-sumer. Pucat (+), Nyeri pada persedian (-), gerakan diluar
kesadaran (-), timbul bercak-bercak kemerahan pada kulit (-), benjolan
dibawah kulit (-).
Selain itu pasien juga mengeluh sakit di bagian ulu hati, mual (+),
dan sakit kepala (+). Nafsu makan dan minum pasien menurun, BAB dan
BAK tidak ada keluhan. badan terasa lemas (+), susah tidur (+). Seminggu
sebelumnya pasien mengalami sakit kulit, sempat berobat ke dokter kulit
dan didiagnosa impetigo krustosa. Satu hari setelah berobat ke poli kulit
pasien mengalami bengkak pada wajah terutama mata. Selain itu pasien
juga sering mengalami batuk pilek sebelumnya, namun sering tidak
diobati.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
18
Pasien belum pernah menderita sakit seperti ini sebelumnya
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Dalam keluarga tidak ada yang menderita sakit seperti ini.
Ibu (alm): Asma
5. Riwayat Alergi
Disangkal.
Ayah dan Ibu juga tidak memiliki riwayat alergi.
6. Riwayat Pengobatan
Pasien belum berobat sama sekali untuk sakitnya
7. Riwayat Kehamilan dan Persalinan
- ANC : Setiap bulan ke bidan, ibu tidak pernah sakit sewaktu hamil.
- Riwayat kelahiran : lahir cukup bulan ditolong bidan, BBL= 3000 gr,
spontan, menangis kuat.
8. Riwayat Imunisasi
Imunisasi terakhir campak pada usia 6 tahun.
9. Riwayat Tumbuh Kembang
Tumbuh kembang normal sesuai dengan umur.
2.3 Pemeriksaan Fisik
Status Present
- Keadaan Umum : Tampak sakit, Composmentis,
Kesan gizi cukup
- Tekanan Darah : 135/110 mmHg
- Nadi : 135 x/menit
- Respirasi : 40 x/menit
- Suhu Axillar : 36,9° C
Status Antropometri
- Berat Badan : 25 Kg
- Tinggi Badan : 116 cm
Status Generalis
19
Kepala : Normocephal.
- Mata : Mata cowong -/-, konjungtiva anemis -/-, sklera
ikterik -/-, reflek cahaya (+/+).
- Telinga : Liang telinga lapang, serumen (-), sekret (-).
- Hidung : Deviasi septum (-), pernapasan cuping hidung (+),
sekret (-), darah (-), krusta (+)
- Mulut : Bibir kering (+), sianosis (-), lidah kotor (-), gusi
berdarah (-), faring hiperemis (-).
Leher : Trakhea di tengah, pembesaran KGB (-)
Thoraks : Bentuk normal
- Jantung : Simetris +/+, retraksi +/+
Bunyi jantung I – II tunggal, reguler, murmur (+), batas
jantung kesan membesar (+)
- Paru : Suara dasar vesikuler normal
Ronkhi Wheezing
- -
- -
- -
Abdomen : Flat, timpani, bising usus (+) normal, nyeri tekan
epigastrik (+), nyeri tekan (-).
Hepar teraba tidak teraba, lien tidak teraba
Ekstremitas :
- Superior : Akral hangat +/+, edema -/-
- Inferior : Akral hangat -/-, edema -/-
CRT < 2 detik
2.4 Pemeriksaan Laboratorium (20 Agustus 2013)
Darah Lengkap
- Hb : 12,9 gr/dL ( 11,3 - 16 gr/dL )
- PCV : 37,8 % ( 33 – 43 %)
- Eritrosit : 4.82 juta/cmm (3 – 6 juta/cmm)
20
- -
- -
- -
- Leukosit : 22.300 sel/cmm (4000 - 12000sel/cmm)
- Diff. count : 0/0/76/17/7 (1-5/0-1/50-70/20-35/3-8)
- Trombosit : 559.000 /μl (150.000-450.000/μl )
Kimia klinik
- SGOT : 32 U/L ( 10 - 42 U/L )
- SGOT : 18 U/L ( 33 – 42 U/L)
- Ureum : 45ml/dl (20 – 40 mg/dl)
- Creatinin : 0,08 ml/dl (0,6 – 1,1 ml/dl)
Urinalisis
Makroskopis Warna : kuning
Kejernihan : Jernih
Kimiawi Berat jenis : 1,010 1,010-1,020
pH : 6,0 4,8-7,4
Albumin : negative < 10
Glukosa/reduksi : negative < 30
Urobilinogen : negative <1
Bilirubin : negative < 0,2
Darah samar : 3+ (50) < 5
Keton : negative <5
Nitrit : negative Neg
Sedimen Eritrosit : 5-8 0-2
Leukosit : 1-3 1-4
Epitel squamous : 2-3 0-2
Silinder granular halus: 0-1
kristal
Pemeriksaan ASTO (Imunoserologi)
- 800 IU/mL ( < 200 )
21
Foto thorax
Kesimpulan : Cardiomegali, disertai edema pulmonum
2.5 Resume
Pasien datang dengan keluhan sesak mendadak sejak 1 hari yang
lalu, sesak dirasakan terutama malam hari, selain itu pasien juga mengeluh
jantungnya terasa deg-degan, ngik-ngik (-). Sebelumnya 2-3 hari yang lalu
pasien mengeluh batuk, dahak (+), kuning kehijauan, demam (+) namun
sumer-sumer. Pucat (+), Nyeri pada persedian (-), gerakan diluar kesadaran
(-), timbul bercak-bercak kemerahan pada kulit (-), benjolan dibawah kulit
(-).Seminggu sebelumnya pasien mengalami sakit kulit, sempat berobat ke
dokter kulit dan didiagnosa impetigo krustosa. Selain itu pasien juga sering
mengalami batuk pilek sebelumnya, namun sering tidak diobati.
Pada pemeriksaan fisik, keadaan umum tampak sakit, kesadaran
composmentis. Pemeriksaan tanda vital didapatkan TD : 135/110 mmHg, N :
135 x/menit, RR: 40 x/menit, dan suhu axillar : 36,9 °C. Status antropometri
pasien didapatkan BB : 25 kg, TB : 116 cm, kesan gizi normal. Status lokalis
didapatkan mur-mur (+) pembesaran jantung (+).
Pada pemeriksaan laboratorium darah lengkap didapatkan leukositosi,
neutrofilia, dan trombositosis, pemeriksaan urinalisis didaoatkan hematuria 5-
10, bakteriurin, peningkatan kadar ASTO lebih dari 800 IU/ml, gambaran
foto thorak didapatkan cardiomegali dan edema pulmonum.
22
2.6 Diagnosis Kerja
Jantung Rematik
2.7 Diagnosis Banding
1. Carditis
2. Mitral stenosis
3. Congestif heart failure
2.8 Planning Terapi
b. Non Medikamentosa
- Tirah baring
- Diet rendah garam
c. Medikamentosa
- Infus D10 60 cc/jam 4 tpm
- Inj. Lasix 2 x 25 gr
- Nifedipine sub lingual 2,5 mg
- Eritromicin 4x250 mg
- Prednisone 2-2-1
- Antasida 3x2cth
2.9 Planning Monitoring
- Observasi tanda-tanda vital (TD, nadi, suhu, frekuensi pernafasan)
23
24
21-08-2013
(05.30)
22-8-2013
(05.30)
23-8-2013
(05.30)
24-8-2013
(05.30)
S Sesak (+), batuk pilek (+), mual (-),
muntah (-), nyeri dada (-), nyeri perut
(+), pucat (+), BAK (+) normal, BAB
(+) normal, intake (+)
Sesak (-), batuk pilek (+), mual (-),
muntah (-), nyeri dada (-),nyeri perut
(+), pucat (+), BAK (+) normal, BAB
(+) normal, intake (+)
Sesak (-), batuk pilek (+), mual (-),
muntah (-), nyeri dada (-), BAK (+)
normal, BAB (+) normal, intake (+)
Sesak (-), batuk pilek (-), mual (-),
muntah (-), nyeri dada (-), BAK (+)
normal, BAB (+) normal, intake (+)
O K/U : Cukup, CM, Kesan gizi cukup
VS : TD : 100/70 mmHg
N : 106x/menit
RR : 24x/menit
Suhu Ax : 36.8 °C
Kepala : Conj. anemis -/-, ikterik
-/-, nafas cuping hidung (-), bibir
kering (+), sianosis (-) pucat (+).
Thorax: simetris +/+, retraksi -/-
Cor : S1-S2 tunggal, reguler, murmur
(-)
Paru : Vesikuler (+)
Ronkhi Wheezing
Abdomen Flat, timpani, BU (+)
K/U : Cukup, CM, Kesan gizi cukup
VS : TD : 110/80 mmHg
N : 100x/menit
RR : 22x/menit
Suhu Ax : 36.6 °C
Kepala : Conj. anemis -/-, ikterik
-/-, nafas cuping hidung (-), bibir
kering (+), sianosis (-) pucat (+).
Thorax: simetris +/+, retraksi -/-
Cor : S1-S2 tunggal, reguler, murmur
(+)
Paru : Vesikuler (+)
Ronkhi Wheezing
Abdomen : Flat, timpani, BU (+)
normal, Hepar tidak teraba, lien
K/U : Cukup, CM, Kesan gizi cukup
VS : TD : 110/80 mmHg
N : 96x/menit
RR : 22x/menit
Suhu Ax : 36.5 °C
Kepala : Conj. anemis -/-, ikterik
-/-, nafas cuping hidung (-), bibir
kering (+), sianosis (-) pucat (-).
Thorax: simetris +/+, retraksi -/-
Cor : S1-S2 tunggal, reguler, murmur
(+)
Paru : Vesikuler (+)
Ronkhi Wheezing
Abdomen : Flat, timpani, BU (+)
normal, Hepar tidak teraba, lien
K/U : Cukup, CM, Kesan gizi cukup
VS : TD : 100/70 mmHg
N : 100x/menit
RR : 22x/menit
Suhu Ax : 36.8 °C
Kepala : Conj. anemis -/-, ikterik
-/-, nafas cuping hidung (-), bibir
kering (+), sianosis (-) pucat (-).
Thorax: simetris +/+, retraksi -/-
Cor : S1-S2 tunggal, reguler, murmur
(+)
Paru : Vesikuler (+)
Ronkhi Wheezing
Abdomen : Flat, timpani, BU (+)
25
Tabel 2.1. Follow Up Pasien
- -- -- -
- -- -- -
- -- -- -
- -- -- -
- -- -- -
- -- -- -
- -- -- -
- -- -- -
normal, Hepar tidak teraba, lien
tidak teraba,
Ekstremitas :
Akral hangat Edema
CRT < 2 detik
tidak teraba,
Ekstremitas :
Akral hangat Edema
CRT < 2 detik
tidak teraba,
Ekstremitas :
Akral hangat Edema
CRT < 2 detik
normal, Hepar tidak teraba, lien tidak
teraba,
Ekstremitas :
Akral hangat Edema
A Penyakit jantung reumatik Penyakit jantung reumatik Penyakit jantung reumatik Penyakit jantung reumatik
P Planning Diagnosa
Cek DL,UL, ASTO, foto thorax
Planning Terapi
- Infus D10 60 cc/jam 4 tpm
- Inj. Lasix 2 x 25 gr
- Nifedipine sub lingual 2,5 mg
- Eritromicin 4x250 mg
- Prednisone 2-2-1
- Antasida 3x2cth
- Diet rendah garam
Planning Monitoring
-Observasi tanda-tanda vital
Planning Diagnosa
Cek DL,UL, ASTO, foto thorax
Planning Terapi
- Infus D10 60 cc/jam 4 tpm
- Inj. Lasix 2 x 25 gr
- Nifedipine sub lingual 2,5 mg
- Eritromicin 4x250 mg
- Prednisone 2-2-1
- Antasida 3x2cth
- Diet rendah garam
Planning Monitoring
-Observasi tanda-tanda vital
Planning Diagnosa
Cek DL,UL, ASTO, foto thorax
Planning Terapi
- Infus D10 60 cc/jam 4 tpm
- Inj. Lasix 2 x 25 gr
- Nifedipine sub lingual 2,5 mg
- Eritromicin 4x250 mg
- Prednisone 2-2-1
- Antasida 3x2cth
- Diet rendah garam
Planning Monitoring
-Observasi tanda-tanda vital
Planning Diagnosa
Cek DL,UL, ASTO, foto thorax
Planning Terapi
- Infus D10 60 cc/jam 4 tpm
- Inj. Lasix 2 x 25 gr
- Nifedipine sub lingual 2,5 mg
- Eritromicin 4x250 mg
- Prednisone 2-2-1
- Antasida 3x2cth
- Diet rendah garam
Planning Monitoring
-Observasi tanda-tanda vital
26
+ ++ +
- -- -
+ ++ +
- -- -
+ ++ +
- -- -
+ ++ +
- -- -
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada anamnesis didapatkan bahwa Pasien datang dengan keluhan sesak
mendadak sejak 1 hari yang lalu, sesak dirasakan terutama malam hari, selain itu
pasien juga mengeluh jantungnya terasa deg-degan, ngik-ngik (-). Sebelumnya 2-
3 hari yang lalu pasien mengeluh batuk, dahak (+), kuning kehijauan, demam (+)
namun sumer-sumer. Pucat (+), Nyeri pada persedian (-), gerakan diluar
kesadaran (-), timbul bercak-bercak kemerahan pada kulit (-), benjolan dibawah
kulit (-).Seminggu sebelumnya pasien mengalami sakit kulit, sempat berobat ke
dokter kulit dan didiagnosa impetigo krustosa. Selain itu pasien juga sering
mengalami batuk pilek sebelumnya, namun sering tidak diobati. Berdasar keluhan
diatas kita dapat mengetahui bahwasanya didapatkan penyakit primer yang mana
halini mengakibtkan keluhan sesak yang ada. Adanya penyakit kulit yang
mendasari diatas ini dapat kita jadikan acuan yang mana hal ini merupakan awal
penyebab dari penyakit demam rematik yang mana pada pasien ini sudah infeksi
streptococcus sudah menyerang jantungnya. Dari keluhan ini kita juga dapat
melihat criteria jones mayor dan minor.
Pada pemeriksaan fisik, keadaan umum tampak sakit, kesadaran
composmentis. Pemeriksaan tanda vital didapatkan TD : 135/110 mmHg, N : 140
x/menit, RR: 40 x/menit. Status lokalis didapatkan mur-mur (+) pembesaran
jantung (+). Dari hasil pemeriksaan fisik diatas hal ini terjadi karena kompensasi
adanya pembesaran jantung sehingga akan mengakibatkan respirasi rate
meningkat serta nadi juag meningkat.
Pada pasien ini dilakukan planning diagnosa berupa pemeriksaan
laboratorium berupa darah lengkap, hitung jenis, urinalisis, ASTO dan dilakukan
pemeriksaan radiologis berupa foto thorak. Hal ini dilakukan untuk memastikan
serta menegakkan diagnosis dan untuk mencari penyebab serta komplikasi yang
terjadi.
Untuk planning terapi pada pasien ini dilakukan : menyembuhkan infeksi
streptokokus dan mencegah kekambuhan, mengurangi peradangan,t erutama pada
persendian dan jantung, membatasi aktivitas fisik yang dapat memperburuk organ
27
yang meradang. Yang mana terapi dari pasien ini antara lain: (1).tirah baring di
rumah sakit, (2).eradikasi kuman streptokokus, (3).pemberian obat-obat
antiradang. (4). penanganan komplikasi seperti gagal jantung, endokarditis
bakteri. Tirah baring dilakukan untuk mengurangi aktivitas pasien sendiri
sehingga tidak memperberat kerja jantung. Pemberian eritromisin sendiri
difungsikan untuk eradikasi dari kuman streptokokus itu sendiri. Sedangkan
pemberian prednison sendiri ditujukan untuk meredakan proses peradangan yang
terjadi. Terapi untuk cardiomegalinya sendiri disini kita meberikan obat golongan
diuretik yang mana dapat berfungsi mengurangi pembengkakan yang terjadi.
28
DAFTAR PUSTAKA
1. Halstead S, Arbovirus. Dalam : Berhrman RE, Kliegman R, Arvin AM
(editor). Nelson, Ilmu Kesehatan Anak, Edisi 15, Vol 2. Wahab AS
(penyunting) Jakarta : EGC : 2000 : h.1132-5
2. Ganong, William F, Asal Denyut Jantung & Aktifitas Listrik Jantung dan
Jantung Sebagai Pompa dalam Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 17,
EGC, Jakarta, 1999.
3. Wilson, Price, Fisiologi Sistem Kardiovaskular dalam Patofisiologi Konsep
Klinis Proses-Proses Penyakit, Buku I, Edisi 6, EGC, Jakarta, 2005.
4. Waspadji, Sarwono, Gagal Jantung dan Penatalaksanaannya dalam Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I, Edisi ketiga, Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 2003.
5. Rilantono, Lily Ismudiati,dkk, Faal Jantung dan Pembuluh Darah dalam Buku
Ajar Kardiologi, Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 1998.
6. Crawford, Michael H, Aortic Stenosis dalam Lange Current Diagnosis and
Treatment in Cardiology, 2nd edition, Mc Graw Hill Company, New York,
2003.
29