cognitive behavior therapy untuk meningkatkan...

157
UNIVERSITAS INDONESIA COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN SOSIAL PADA MAHASISWA YANG MENGALAMI DISTRES PSIKOLOGIS DI UNIVERSITAS INDONESIA Cognitive Behavior Therapy for Undergraduate Students with Psychological Distress to Increase Social Skills at Universitas Indonesia TESIS EMMANUELA KIRANA SANGITAN 1006796191 Cognitive behavior..., Emmanuela Kirana Sangitan, FPsi UI, 2012

Upload: trinhdieu

Post on 03-Mar-2019

244 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY UNTUK MENINGKATKAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20304791-T30888-Emmanuela Kirana... · nyatakan dengan benar. Depok, 6 Juni 2012 Yang menyatakan

UNIVERSITAS INDONESIA

COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY UNTUK

MENINGKATKAN KETERAMPILAN SOSIAL PADA

MAHASISWA YANG MENGALAMI DISTRES PSIKOLOGIS

DI UNIVERSITAS INDONESIACognitive Behavior Therapy for Undergraduate Students with Psychological

Distress to Increase Social Skills at Universitas Indonesia

TESIS

EMMANUELA KIRANA SANGITAN

1006796191

Cognitive behavior..., Emmanuela Kirana Sangitan, FPsi UI, 2012

Page 2: COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY UNTUK MENINGKATKAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20304791-T30888-Emmanuela Kirana... · nyatakan dengan benar. Depok, 6 Juni 2012 Yang menyatakan

UNIVERSITAS INDONESIA

COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY UNTUK

MENINGKATKAN KETERAMPILAN SOSIAL PADA

MAHASISWA YANG MENGALAMI DISTRES PSIKOLOGIS

DI UNIVERSITAS INDONESIACognitive Behavior Therapy for Undergraduate Students with Psychological

Distress to Increase Social Skills at Universitas Indonesia

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister

EMMANUELA KIRANA SANGITAN

1006796191

FAKULTAS PSIKOLOGI

PROGRAM MAGISTER PSIKOLOGI PROFESI

PEMINATAN PSIKOLOGI KLINIS DEWASA

DEPOK, JUNI 2012

Cognitive behavior..., Emmanuela Kirana Sangitan, FPsi UI, 2012

Page 3: COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY UNTUK MENINGKATKAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20304791-T30888-Emmanuela Kirana... · nyatakan dengan benar. Depok, 6 Juni 2012 Yang menyatakan

iii

LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS

Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis yang berjudul “Cognitive

Behavior Therapy untuk Meningkatkan Keterampilan Sosial pada Mahasiswa

yang Mengalami Distres Psikologis di Universitas Indonesia” adalah hasil karya

saya sendiri dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya

nyatakan dengan benar.

Depok, 6 Juni 2012

Yang menyatakan

Emmanuela Kirana Sangitan

(NPM 1006796191)

Cognitive behavior..., Emmanuela Kirana Sangitan, FPsi UI, 2012

Page 4: COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY UNTUK MENINGKATKAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20304791-T30888-Emmanuela Kirana... · nyatakan dengan benar. Depok, 6 Juni 2012 Yang menyatakan

iv

LEMBAR PENGESAHAN

Tesis ini diajukan oleh:

Nama : Emmanuela Kirana SangitanNPM : 1006796191Program Studi : Magister Psikologi Profesi, Peminatan Psikologi Klinis

DewasaJudul Tesis : Cognitive Behavior Therapy untuk Meningkatkan

Keterampilan Sosial pada Mahasiswa yang MengalamiDistres Psikologis di Universitas Indonesia

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai

bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Magister Profesi

Psikologi pada Program Peminatan Psikologi Klinis Dewasa, Fakultas Psikologi

Universitas Indonesia, pada Kamis, tanggal 14 Juni 2012.

DEWAN PENGUJI

Pembimbing : Sherly Saragih Turnip, S.Psi., M.Phil. ……...……………

Pembimbing : Dra. Ina Saraswati, M.Si. ……...……………

Penguji : Prof. Dr. Suprapti Sumarmo Markam ……...……………

Depok, Juni 2012

Disahkan oleh

Ketua Program Studi Psikologi ProfesiFakultas Psikologi UI

Dra. Dharmayati Utoyo Lubis, MA., Ph.D.NIP. 19510327 197603 2 001

Dekan Fakultas Psikologi UI

Dr. Wilman Dahlan Mansoer, M. Org. PsyNIP. 19490403 197603 1 002

Cognitive behavior..., Emmanuela Kirana Sangitan, FPsi UI, 2012

Page 5: COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY UNTUK MENINGKATKAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20304791-T30888-Emmanuela Kirana... · nyatakan dengan benar. Depok, 6 Juni 2012 Yang menyatakan

v

Dedicated to Kinantan Sangitan and Widyastri Satria

Thank you for always being there and knowing just what to doThank you for knowing the words to say when I’m feeling way beyond blue

Thank you for patiently listening to all my worries and stressesThank you for caring enough to get me out of all my messes

Thank you for being my constant support when I didn’t think I could copeThank you for lifting my spirits and letting me know there is hope

Thank you for being the BEST parents a daughter could ever wish for

Words could never explain how I feel about youBut I hope you know that I truly love you two!

I love you with all my heartToday and forever more

~Unknown

Cognitive behavior..., Emmanuela Kirana Sangitan, FPsi UI, 2012

Page 6: COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY UNTUK MENINGKATKAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20304791-T30888-Emmanuela Kirana... · nyatakan dengan benar. Depok, 6 Juni 2012 Yang menyatakan

vi

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yesus, yang telah

membimbing saya hingga tesis ini selesai. Pengerjaan tesis tidak terlepas dari

bantuan banyak pihak, untuk itu saya mengucapkan terima kepada:

1. Mamah dan Papi serta Sebastian Gary Sangitan, my personal

psychologist(s). Thank you for your understanding and love. Oh, and also

the time and energy to massage my technology-muscles.

2. Yahya Prasetya, the Superman, for your unconditional love, patience,

everything you do to make me happy and to cheer me up.

3. Momma Wulan Satria, Tatih Damayanti Satria, Oom Aditrisna Satria, Tante

Venda Tanoloe, Kenneth Satria, dan Andrea Satria, the all-time-supporter.

4. Sherly Saragih Turnip, S.Psi., M.Phil. dan Dra. Ina Saraswati, M.Si sebagai

pembimbing tesis yang bersedia meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran

untuk membantu dan mendukung dalam penulisan tesis hingga karya tulis

ini selesai. Selain itu, terima kasih telah menenangkan dan meyakinkan saya

saat cemas selama menyusun tesis.

5. Fitri Fausiah, S. Psi., M. Psi., dan Nathanael Sumampouw, M.Psi., sebagai

tim dosen pembimbing payung penelitian Kesehatan Mental Mahasiswa UI,

yang selalu menyemangati dan mendukung saya untuk menyelesaikan tesis

dengan baik dan tepat waktu.

6. Para pembimbing kasus individual: Dra. Augustine R. Basri, M. Si.,

Adhityawarman Menaldi, M. Psi., Dra. Erida Rusli, M. Si., Dra. Sugiarti A.

Musabiq, M. Kes., Dra. Yudiana Ratna Sari, M. Si., Dr. Adriana S. Ginanjar, M.S.,

Dr. E. Kristi Poerwandari, M. Hum., dan Grace Kilis, M.Psi.. Beserta seluruh

dosen Klinis Dewasa Psikologi Universitas Indonesia, yang telah

memberikan pendampingan selama 2 tahun ini, mulai dari kuliah,

penanganan kasus individual, kasuistik, diskusi informal, dan telah bersedia

memberikan waktu untuk konseling gratis. Terima kasih atas ilmu yang

telah dibagi, bimbingannya selama ini, dan dukungan yang membuat saya

yakin dapat menyelesaikan pendidikan profesi psikologi serta menjadi

psikolog yang baik di kemudian hari.

Cognitive behavior..., Emmanuela Kirana Sangitan, FPsi UI, 2012

Page 7: COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY UNTUK MENINGKATKAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20304791-T30888-Emmanuela Kirana... · nyatakan dengan benar. Depok, 6 Juni 2012 Yang menyatakan

vii

7. #KLD17: Ika Nurfitriani Listyanti, Della Karni, Ayuningdyah Sekararum,

Dewi Ashuro Itouli Siregar, dan Bona Sardo H. Hutahaean; terima kasih

sudah menjadi teman berpayungan dalam menyusun tesis ini. Mulai dari

berkeringat mencari partisipan, bergantian menggunakan ruangan, sampai

saling mendukung ketika mulai lelah dengan tuntutan akademis serta

tekanan waktu. Juga kepada Citra, Mbak Dessy, Edo, Rini, Rena, Iin,

Bombih, Tika, Kresna, Hanum, Decha, Rangga, Nia, Retha, Olav, Wita,

Manik, Titis, Tiker, dan Vivi. Mereka “keluarga” baru saya yang saling

mendukung satu sama lain. 25 orang hebat yang membuat hidup saya

berwarna dan bermakna, dengan segala tipe kepribadian mereka. Terima

kasih untuk dukungan, bantuan, kekonyolan, dan canda tawanya.

8. Mbak Minah dan Mas Somat, terima kasih atas bantuannya selama ini dan

bersedia dipusingkan dengan urusan akademik juga penggunaan ruangan

untuk kepentingan penelitian saya. Terima kasih pula kepada seluruh

karyawan Fakultas Psikologi Universitas Indonesia atas bantuan langsung

dan tidak langsung kepada saya.

9. DI, LA, dan DE, terima kasih atas kesediaannya berpartisipasi dalam

penelitian ini.

10. Seluruh pihak yang telah membantu dan mendoakan saya namun tidak dapat

disebutkan satu per satu di sini. Terima kasih untuk kebaikannya.

Akhir kata, saya berharap Tuhan Yesus akan membalas segala kebaikan

saudara-saudara semua. Tesis ini tak lepas dari kekurangan, namun saya berharap

tesis ini berguna bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan bagi siapapun yang

tertarik untuk membahas topik serupa. Untuk berkorespondensi mengenai

penelitian ini dapat melalui e-mail: [email protected].

Depok, 6 Juni 2012

Emmanuela Kirana Sangitan

Cognitive behavior..., Emmanuela Kirana Sangitan, FPsi UI, 2012

Page 8: COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY UNTUK MENINGKATKAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20304791-T30888-Emmanuela Kirana... · nyatakan dengan benar. Depok, 6 Juni 2012 Yang menyatakan

viii

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI

KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

(Hasil Karya Perorangan)

Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, Saya yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama : Emmanuela Kirana SangitanNPM : 1006796191Program Studi : Magister Psikologi Profesi, Peminatan Psikologi Klinis

DewasaFakultas : PsikologiJenis karya : Tesis

demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepadaUniversitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-Exclusive RoyaltyFree Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:

“Cognitive Behavior Therapy untuk Meningkatkan Keterampilan Sosial padaMahasiswa yang Mengalami Distres Psikologis di Universitas Indonesia”

beserta perangkat yang ada, jika diperlukan. Dengan Persetujuan Hak BebasRoyalti Noneksklusif ini, Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihkanbentuk, mengalihmediakan, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data(database), merawat, serta memublikasikan tesis saya di internet atau media lainuntuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin dari saya selama tetapmencantumkan nama saya sebagai penulis atau pencipta dan juga sebagai pemilikHak Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya-benarnya secara sadartanpa paksaan dari pihak manapun.

Dibuat di : Depok

Pada tanggal : 18 Juni 2012

Yang membuat pernyataan,

(Emmanuela Kirana Sangitan)

viii

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI

KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

(Hasil Karya Perorangan)

Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, Saya yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama : Emmanuela Kirana SangitanNPM : 1006796191Program Studi : Magister Psikologi Profesi, Peminatan Psikologi Klinis

DewasaFakultas : PsikologiJenis karya : Tesis

demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepadaUniversitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-Exclusive RoyaltyFree Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:

“Cognitive Behavior Therapy untuk Meningkatkan Keterampilan Sosial padaMahasiswa yang Mengalami Distres Psikologis di Universitas Indonesia”

beserta perangkat yang ada, jika diperlukan. Dengan Persetujuan Hak BebasRoyalti Noneksklusif ini, Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihkanbentuk, mengalihmediakan, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data(database), merawat, serta memublikasikan tesis saya di internet atau media lainuntuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin dari saya selama tetapmencantumkan nama saya sebagai penulis atau pencipta dan juga sebagai pemilikHak Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya-benarnya secara sadartanpa paksaan dari pihak manapun.

Dibuat di : Depok

Pada tanggal : 18 Juni 2012

Yang membuat pernyataan,

(Emmanuela Kirana Sangitan)

viii

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI

KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

(Hasil Karya Perorangan)

Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, Saya yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama : Emmanuela Kirana SangitanNPM : 1006796191Program Studi : Magister Psikologi Profesi, Peminatan Psikologi Klinis

DewasaFakultas : PsikologiJenis karya : Tesis

demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepadaUniversitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-Exclusive RoyaltyFree Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:

“Cognitive Behavior Therapy untuk Meningkatkan Keterampilan Sosial padaMahasiswa yang Mengalami Distres Psikologis di Universitas Indonesia”

beserta perangkat yang ada, jika diperlukan. Dengan Persetujuan Hak BebasRoyalti Noneksklusif ini, Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihkanbentuk, mengalihmediakan, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data(database), merawat, serta memublikasikan tesis saya di internet atau media lainuntuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin dari saya selama tetapmencantumkan nama saya sebagai penulis atau pencipta dan juga sebagai pemilikHak Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya-benarnya secara sadartanpa paksaan dari pihak manapun.

Dibuat di : Depok

Pada tanggal : 18 Juni 2012

Yang membuat pernyataan,

(Emmanuela Kirana Sangitan)

Cognitive behavior..., Emmanuela Kirana Sangitan, FPsi UI, 2012

Page 9: COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY UNTUK MENINGKATKAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20304791-T30888-Emmanuela Kirana... · nyatakan dengan benar. Depok, 6 Juni 2012 Yang menyatakan

ix

ABSTRAK

Nama : Emmanuela Kirana SangitanProgram Studi : Psikologi Profesi, Peminatan Psikologi Klinis DewasaJudul Tesis : Cognitive Behavior Therapy untuk Meningkatkan

Keterampilan Sosial pada Mahasiswa yang MengalamiDistres Psikologis di Universitas Indonesia

Latar Belakang Tingkat distres psikologis mahasiswa Universitas Indonesia (UI)termasuk tinggi, sebesar 39%. Sebanyak 9,1% mahasiswa melaporkan masalahSocial-Psychological Relations (SPR) menjadi masalah terberatnya. Masalah iniberkaitan dengan rendahnya keterampilan sosial. Keterampilan sosial yang rendahmenjadi prediktor terhadap kemunculan distres psikologis. Keterampilan inimelibatkan persepsi dan evaluasi individu terhadap suatu situasi sosial, sepertimerasa tidak mampu menjalin hubungan dengan baik, evaluasi negatif terhadapdiri sendiri tanpa bukti, dan takut akan penilaian negatif dari orang lain. Salah satuintervensi yang efektif adalah Cognitive Behavior Therapy (CBT). CBT bertujuanuntuk merestrukturisasi kognitif agar muncul respon yang lebih adaptif. MetodePenelitian randomized control trial ini dilakukan dengan one group before-and-after study design dan convenience sampling di UI Depok. Intervensi dengan CBTdilakukan sebanyak 6 sesi. Hasil Kedua partisipan mengalami peningkatanketerampilan sosial dan penurunan distres psikologis, diketahui dari perbaikanskor Social Skills Inventory (SSI), Hopkins Symptom Checklist-25 (HSCL-25),dan evaluasi kualitatif. Kesimpulan CBT efektif untuk meningkatkanketerampilan sosial dan menurunkan distres psikologis pada mahasiswa UI.Teknik yang dianggap membantu adalah penentuan tujuan, thought diary,pencarian bukti, pembuatan thought card, behavior experiment, dan teknikbernapas.

Kata kunci:Cognitive behavior therapy, keterampilan sosial, distres psikologis, mahasiswa

Cognitive behavior..., Emmanuela Kirana Sangitan, FPsi UI, 2012

Page 10: COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY UNTUK MENINGKATKAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20304791-T30888-Emmanuela Kirana... · nyatakan dengan benar. Depok, 6 Juni 2012 Yang menyatakan

x

ABSTRACT

Name : Emmanuela Kirana SangitanProgramme : Clinical PsychologyJudul Tesis : Cognitive Behavior Therapy for Undergraduate Students

with Psychological Distress to Increase Social Skills atUniversitas Indonesia

Background The psychological distress level of undergraduate students inUniversitas Indonesia was considered high, with index of 39%. A number of 9.1%undergraduate students reported to experienced Social Psychological Relationsproblem as the main issue. This problem related to the low social skills. Lowexpertise in social skills was predicted as the main cause of psychological distress.This skills involving individual perception and evaluation to a certain socialsituations, such as self-perceived to be incompetent to build a good relationship,negative self-evaluation without proper evidence, and fear of negative evaluationfrom others. One of the effective intervention techniques to deal with this problemis Cognitive Behavior Therapy (CBT). The aim of CBT is cognitive restructuring,in order to create more adaptive responses. Method Randomized control trial wasconducted with one group before-and-after study and also convenience samplingin Universitas Indonesia. The intervention was conducted in 6 sessions. ResultBoth participants reported that the social skills increased and the psychologicaldistress reduced indicated by the improvement score in Social Skills Inventory(SSI), Hopkins Symptom Checklist-25 (HSCL-25), and also qualitativeevaluation. Conclusion CBT is an effective intervention to increase social skillsand reduce psychological distress among undergraduate students at UniversitasIndonesia. Techniques that are considered helpful were goal-setting thought diary,evidences seeking, thought card, behavior experiment, and breathing technique.

Keywords:Cognitive behavior therapy, social skills, psychological distress, undergraduatestudents

Cognitive behavior..., Emmanuela Kirana Sangitan, FPsi UI, 2012

Page 11: COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY UNTUK MENINGKATKAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20304791-T30888-Emmanuela Kirana... · nyatakan dengan benar. Depok, 6 Juni 2012 Yang menyatakan

xi

DAFTAR ISI

Halaman Judul ………………………………………………………………..…. ii

Lembar pernyataan orisinalitas ……………………………………………….… iii

Lembar pengesahan …………………………………………………….……….. iv

Ucapan terima kasih ………………………………………………….…………. vi

Halaman pernyataan persetujuan publikasi karya ilmiah...………...………….. viii

Abstrak ……………………………………………………………………….………… ix

Abstract …….………………………………………………………………….….…….. x

Daftar isi ….……………………………………………………………………..……… xi

Daftar gambar …………………………………………………………………..……… xv

Daftar tabel ……………………………………………………………………………. xvi

BAB I PENDAHULUAN .………………………………………….………… 1

1.1. Latar Belakang …………………………………………………………… 1

1.2. Rumusan Masalah ……………………………………….……………….. 6

1.3. Tujuan Penelitian ……………………………………….………………… 6

1.4. Manfaat Penelitian ……………………………………….………………. 6

1.5. Sistematika Penulisan ……………………………………......…………… 7

BAB II TINJAUAN TEORITIS ……………………………………………… 8

2.1. Keterampilan Sosial ……………………………………………………… 8

2.1.1. Pengertian Keterampilan Sosial …………………………………….. 8

2.1.2. Dimensi keterampilan sosial ………………………………………… 9

2.1.3. Faktor-faktor yang mempengaruhi keterampilan sosial…………..… 10

2.1.4. Dampak dari keterampilan sosial yang rendah …..………………… 12

2.2. Distres Psikologis .……………………………………………………… 13

2.2.1. Pengertian Distres Psikologis…..…………………………………… 13

2.2.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi distres psikologis……………... 15

2.3. Cognitive Behavior Therapy (CBT)..…………………………………..…18

2.3.1. Pengertian CBT……………..………………………………………..18

2.3.2. Karakteristik CBT..…………………………………………………..19

2.3.3. Prinsip Dasar CBT..…………………….…………………………... 20

Cognitive behavior..., Emmanuela Kirana Sangitan, FPsi UI, 2012

Page 12: COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY UNTUK MENINGKATKAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20304791-T30888-Emmanuela Kirana... · nyatakan dengan benar. Depok, 6 Juni 2012 Yang menyatakan

xii

2.3.4. Tujuan CBT………………………………………………………..... 22

2.3.5. Komponen-komponen dalam CBT…………………………………. 22

2.3.6. Tahap pelaksanaan………………………………………………….. 25

2.4. Mahasiswa……………………………………………………………….. 29

2.4.1. Pengertian Mahasiswa dan mahasiswa Universitas Indonesia..……..29

2.4.2. Tugas perkembangan mahasiswa…………………………………… 30

2.4.3. Masalah-masalah mahasiswa………..……………………………… 30

2.5. CBT sebagai intervensi untuk meningkatkan keterampilan sosial pada

mahasiswa…………………………………………………………………33

BAB III METODE PENELITIAN…………………………………………… 35

3.1. Desain Penelitian………………………………………………………… 35

3.2. Permasalahan Penelitian…………………………………………………. 36

3.3. Partisipan Penelitian…………………………………………………….. 36

3.3.1. Kriteria Partisipan Penelitian……………………………………….. 36

3.3.2. Prosedur Pemilihan Partisipan……………………………………… 37

3.4. Metode Pelaksanaan Intervensi………………………………………… 39

3.5. Alat ukur penelitian…………………………………………………….. 42

3.5.1. Pengukuran Distres Psikologis……………………………………… 42

3.5.2. Pengukuran Permasalahan Mahasiswa……………………………... 43

3.5.3. Pengukuran Keterampilan Sosial…………………………………… 44

3.5.3.1. Administrasi dan Skoring SSI………………………………… 44

3.5.3.2. Uji Keterbacaan……………………………………………….. 46

3.5.4. Wawancara………………………………………………………….. 47

BAB IV HASIL PENGUKURAN AWAL…………………………………… 49

4.1. Proses dan Hasil Screening Partisipan…………………………………. 49

4.1.1. Proses Screening Partisipan………………………………………… 49

4.1.2. Hasil Screening Partisipan………………………………………….. 49

4.1.2.1. Keterampilan Sosial DI………………………………………. 51

4.1.2.2. Keterampilan Sosial LA……………………………………… 52

4.1.2.3. Keterampilan Sosial DE……………………………………… 54

Cognitive behavior..., Emmanuela Kirana Sangitan, FPsi UI, 2012

Page 13: COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY UNTUK MENINGKATKAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20304791-T30888-Emmanuela Kirana... · nyatakan dengan benar. Depok, 6 Juni 2012 Yang menyatakan

xiii

4.2. Partisipan Penelitian yang Mengikuti Intervensi……………………… 55

4.2.1. Data Partisipan I……………………………………………………. 56

4.2.1.1. Data Pribadi DI……………………………………………….. 56

4.2.1.2. Observasi Umum……………………………………………… 56

4.2.1.3. Gambaran Kasus……………………………………………… 57

4.2.2. Data Partisipan II…………………………………………………… 60

4.2.2.1. Data Pribadi LA………………………………………………. 60

4.2.2.2. Observasi Umum……………………………………………… 61

4.2.2.3. Gambaran Kasus……………………………………………… 62

4.2.3. Data Partisipan III………………………………………………….. 66

4.2.3.1. Data Pribadi DE………………………………………………. 66

4.2.3.2. Observasi Umum……………………………………………… 66

4.2.3.3. Gambaran Kasus……………………………………………… 67

BAB V HASIL INTERVENSI……………………………………………….. 71

5.1. Pemaparan Kasus DI……………………………………………………. 71

5.1.1. Observasi Terhadap DI…………………………………………….. 71

5.1.2. Proses Pelaksanaan Intervensi Terhadap DI……………………….. 73

5.1.3. Hasil Intervensi Terhadap DI ………………………………………. 81

5.1.3.1. Hasil Pengukuran Efektivitas Intervensi dengan CBT……….. 81

5.1.3.2. Refleksi Subjektif DI Terhadap Proses dan Keberhasilan

Intervensi.................................................................................... 82

5.1.3.3. Evaluasi DI terhadap Intervensi………………………………. 82

5.2. Pemaparan Kasus LA…………………………………………………… 83

5.2.1. Observasi Terhadap LA…………………………………………….. 83

5.2.2. Proses Pelaksanaan Intervensi terhadap LA……………………….. 85

5.2.3. Hasil Intervensi Terhadap LA……………………………………… 92

5.2.3.1. Hasil Pengukuran Efektivitas Intervensi dengan CBT……….. 92

5.2.3.2. Refleksi Subjektif LA Terhadap Proses dan Keberhasilan

Intervensi…………………………………………………….. 94

5.2.2.3. Evaluasi LA terhadap Intervensi…………………………….. 95

Cognitive behavior..., Emmanuela Kirana Sangitan, FPsi UI, 2012

Page 14: COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY UNTUK MENINGKATKAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20304791-T30888-Emmanuela Kirana... · nyatakan dengan benar. Depok, 6 Juni 2012 Yang menyatakan

xiv

5.3. Pemaparan Kasus DE…………………………………………………... 95

5.3.1. Observasi Terhadap DE…………………………………………….. 95

5.3.2. Proses Pelaksanaan Intervensi terhadap DE……………………….. 96

5.3.3. Perkiraan Efektivitas Intervensi terhadap DE…………………….. 100

BAB VI DISKUSI……………………………………………………………. 102

6.1. Proses Pelaksanaan Intervensi…………………………………………….. 102

6.2. Hasil Pelaksanaan Intervensi…………………………………………….... 108

6.3. Evaluasi Keberhasilan Intervensi…………………………………………. 110

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN ………………………………….... 113

7.1. Kesimpulan…………………………………………………………….. 113

7.2. Saran……………………………………………………………………. 113

7.2.1. Saran Metodologis………………………………………………… 113

7.2.2. Saran Praktis………………………………………………………. 114

Daftar Pustaka…………………………………………………………………. 115

Cognitive behavior..., Emmanuela Kirana Sangitan, FPsi UI, 2012

Page 15: COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY UNTUK MENINGKATKAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20304791-T30888-Emmanuela Kirana... · nyatakan dengan benar. Depok, 6 Juni 2012 Yang menyatakan

xv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1. Ilustrasi Desain Penelitian………………………………………. 36

Gambar 3.2 Alur Pemilihan Partisipan Penelitian…………………………….... 39

Cognitive behavior..., Emmanuela Kirana Sangitan, FPsi UI, 2012

Page 16: COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY UNTUK MENINGKATKAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20304791-T30888-Emmanuela Kirana... · nyatakan dengan benar. Depok, 6 Juni 2012 Yang menyatakan

xvi

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Tipe Masalah dan Jumlah Sesi CBT……………………………. 20

Tabel 3.1. Cut-Off Point Tiap Dimensi Keterampilan Sosial……………… 46

Tabel 3.2. Item Social Skills Inventory (SSI) yang Diubah………………... 46

Tabel 4.1. Hasil Pretest DI, LA, DE………………………………………. 50

Tabel 5.1 Waktu Pelaksanaan Intervensi DI……………………………… 71

Tabel 5.2. Pengukuran Kuantitatif DI……………………………………... 81

Tabel 5.3. Waktu Pelaksanaan Intervensi LA……………………………... 83

Tabel 5.4. Pengukuran Kuantitatif LA…………………………………….. 92

Tabel 5.5. Waktu Pelaksanaan Intervensi DE……………………………... 95

Cognitive behavior..., Emmanuela Kirana Sangitan, FPsi UI, 2012

Page 17: COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY UNTUK MENINGKATKAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20304791-T30888-Emmanuela Kirana... · nyatakan dengan benar. Depok, 6 Juni 2012 Yang menyatakan

1

Universitas Indonesia

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Menurut Selye (dalam Sarafino, 2002), distress merupakan salah satu

bentuk stres. Distress atau sering disebut dengan distres psikologis memiliki

pengaruh buruk dan dapat membahayakan seseorang sehingga seringkali

menimbulkan kerugian. Miller (2011) menyebutkan bahwa distres psikologis

dapat mengganggu fungsi seseorang dalam melakukan aktivitas sehari-hari.

Dampak terburuk dari distres psikologis adalah seseorang dapat mengalami

depresi dan kecemasan (Nevid, Rathus & Greene, 2003). Hal ini juga mungkin

terjadi pada mahasiswa (D'Zurilla & Sheedy, dalam Ross, Niebling, & Heckert,

1999). Menurut Adlaf, et. al., Dyrbye, et. al., dan Roberts, et. al. (dalam Verger,

dkk., 2009) tingkat distres psikologis pada mahasiswa lebih tinggi jika

dibandingkan populasi pekerja dengan usia dan jenis kelamin yang sama.

Banyak hal yang dapat menyebabkan distres psikologis pada mahasiswa,

antara lain tuntutan untuk beradaptasi dengan lingkungan baru, cara belajar baru,

melatih kemandirian, persepsi mereka mengenai kewajiban sebagai mahasiswa

dan tekanan dari lingkungan, keharusan untuk bertemu dengan banyak orang yang

memiliki latar belakang berbeda-beda (Verger, dkk, 2009; Kobayashi, 2005).

Lebih lanjut, tuntutan yang dihadapi mahasiswa dapat dibedakan menjadi tuntutan

akademis dan tuntutan untuk menjalin hubungan sosial.

Misra & Castillo (2004) menemukan berbagai macam tuntutan akademis

yang memunculkan distres psikologis pada mahasiswa. Tuntutan tersebut adalah

tekanan keluarga, kondisi finansial, kompetisi dengan teman, dan mengerjakan

tugas kuliah, mengikuti ujian, persaingan untuk mendapatkan nilai baik,

kewajiban untuk memahami pengetahuan baru dengan waktu terbatas,

penyesuaian diri terhadap budaya universitas atau fakultas, dan dengan sistem

pendidikan yang berbeda dari sekolah sebelumnya (Cheng, Leong, & Geist;

Abouserie; Kohn & Frazer; Leong & Mallinckrodt; dalam Misra & Castillo, 2004)

Tuntutan akademik lainnya berasal dari lingkungan kelas, bayangan akan

Cognitive behavior..., Emmanuela Kirana Sangitan, FPsi UI, 2012

Page 18: COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY UNTUK MENINGKATKAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20304791-T30888-Emmanuela Kirana... · nyatakan dengan benar. Depok, 6 Juni 2012 Yang menyatakan

2

Universitas Indonesia

kesuksesan karir dan masa depan, pengajar, dan kegiatan perkuliahan itu sendiri

(Murphy, dalam Santrock, 2008).

Dari hasil wawancara dengan beberapa mahasiswa, diketahui bahwa

mereka memiliki kebutuhan untuk berdiskusi dalam kelompok, mempresentasikan

tugas di depan kelas, bertemu dengan narasumber, ikut dalam kegiatan kampus

dengan harapan memperluas jaringan pertemanan, serta berinteraksi dengan

teman kost. Tuntutan untuk menjalin hubungan sosial dengan orang lain seperti itu

juga dapat memunculkan distres psikologis pada mahasiswa.

Hal ini didukung oleh berbagai literatur yang menemukan bahwa

mahasiswa juga dituntut untuk memiliki hubungan baik dengan teman kuliah,

bekerja sama dalam kelompok, mengikuti kegiatan organisasi, unit kegiatan

mahasiswa (UKM), dan menemukan pasangan yang potensial (Wright, dalam

Ross, Niebling, & Heckert; Utama (2010), dan Ross, Niebling, & Heckert, 1999).

Jou & Fukada (2002) menyebutkan bahwa sebaiknya mahasiswa memiliki

hubungan dan dukungan sosial yang sifatnya dua arah dan saling timbal balik.

Kedua hal ini akan menentukan keberhasilan seorang mahasiswa dalam

menyesuaikan diri di dunia kuliah. Cohen & Wills (dalam Jou & Fukada, 2002)

menemukan hasil bahwa hubungan sosial yang dimiliki seorang mahasiswa akan

membuat mahasiswa tersebut jauh lebih sehat mental dibandingkan dengan

mahasiswa yang tidak memiliki hubungan sosial. Sebagai mahasiswa, memang

ada tuntutan untuk menyeimbangkan antara tugas kuliah, tugas organisasi, dan

kehidupan pribadi (Hall, Forrester, & Borsz, dalam Febrianty, 2011).

Montgomery & Cote (dalam Papalia, Olds, & Feldman, 2007) juga menyatakan

hal yang sama. Penting bagi seorang mahasiswa untuk mampu membangun

hubungan sosial dan akademik yang kuat dengan teman sebaya dan para pengajar.

Studi pada populasi mahasiswa Universitas Indonesia (UI) menemukan

tingkat distres psikologis mahasiswa UI terbilang tinggi, yakni sebesar 39%

(Utama, 2010). Lebih lanjut, dalam penelitiannya ditemukan sebanyak 9,1%

mahasiswa UI melaporkan ranah masalah social-psychological relations (SPR –

atau hubungan sosial-psikologis) menjadi masalah terberat bagi mereka. Masalah

hubungan sosial-psikologis juga dialami oleh mahasiswa lainnya, meski bukan

menjadi masalah yang terberat bagi mereka. Hal ini diperkuat dengan hasil

Cognitive behavior..., Emmanuela Kirana Sangitan, FPsi UI, 2012

Page 19: COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY UNTUK MENINGKATKAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20304791-T30888-Emmanuela Kirana... · nyatakan dengan benar. Depok, 6 Juni 2012 Yang menyatakan

3

Universitas Indonesia

penelitian Ross, Niebling, & Heckert (1999), yakni pengaruh tuntutan untuk

menjalin hubungan sosial lebih besar 4% dibandingkan dengan pengaruh tuntutan

akademik dalam memunculkan distres psikologis pada mahasiswa. Dari

penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa tuntutan untuk menjalin hubungan

sosial berasosiasi dengan tingkat distres psikologis pada mahasiswa UI.

Mahasiswa yang memiliki distres psikologis tinggi juga memiliki masalah yang

dirasa berat dalam hal menjalin hubungan sosial.

Dalam memenuhi tuntutan untuk menjalin hubungan sosial, individu harus

memiliki keterampilan sosial dalam berinteraksi dengan orang lain (Segrin, 2001).

Ia menyebutkan bahwa keterampilan sosial yang dimaksud antara lain dapat

berkomunikasi dengan efektif, mengekspresikan diri di hadapan orang lain dengan

tepat, memahami dan berempati dengan orang lain, dapat berbaur dengan orang

lain, serta menjaga hubungan baik. Riggio (1986) menyebutnya dengan

keterampilan untuk mengirimkan informasi ke orang lain (mengekspresikan diri)

dan keterampilan untuk menerima informasi dari orang lain (sensitif). Brady

(dalam Arrindell, dkk., 2005) menyatakan bahwa keterampilan sosial penting

untuk mengembangkan dan menjaga hubungan sosial yang memuaskan. Jika

seorang individu memiliki keterampilan sosial yang rendah, maka hal tersebut

menjadi salah satu prediktor terhadap kemunculan distres psikologis dalam

hubungan sosial yang dimilikinya (Segrin, 2001). Menurut Kessler, Stein, &

Berglund, (dalam Arrindell, dkk., 2005), keterampilan sosial yang rendah dapat

berupa inhibisi sosial, ketidakcakapan dalam bergaul, dan muncul perasaan takut

saat berinteraksi dengan orang lain. Artinya, mahasiswa UI yang memiliki

keterampilan sosial yang rendah dikhawatirkan akan mengalami kesulitan dalam

berinteraksi dengan orang lain dan mengalami distres psikologis.

Dari berbagai hasil penelitian, ditemukan bahwa sering kali seseorang

merasa tidak mampu menjalin hubungan sosial dengan orang lain karena

keyakinan diri (belief) yang rendah. Keyakinan yang dimaksud menurut Clark &

Wells dan Rapee & Heimberg (dalam Cartwright-Hatton, Tschernitz, &

Gomersall, 2005) adalah keyakinan bahwa mereka memiliki keterampilan sosial

yang rendah sehingga mengurangi kepercayaan diri saat berada dalam situasi

sosial. Heinrichs, Gerlach, & Hofmann (2006) menyatakan tinggi rendahnya

Cognitive behavior..., Emmanuela Kirana Sangitan, FPsi UI, 2012

Page 20: COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY UNTUK MENINGKATKAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20304791-T30888-Emmanuela Kirana... · nyatakan dengan benar. Depok, 6 Juni 2012 Yang menyatakan

4

Universitas Indonesia

keterampilan sosial yang dimiliki individu juga melibatkan persepsi dan evaluasi

terhadap situasi sosial dimana mereka berada. Dalam penelitiannya, Hope, dkk.

(2010) menemukan bahwa keyakinan dan persepsi yang sering muncul pada

individu dengan keterampilan sosial yang rendah adalah merasa tidak mampu

menjalin hubungan sosial dengan baik, takut akan penilaian negatif dari orang

lain, dan antisipasi terhadap situasi sosial yang dianggap menakutkan. Contoh

keyakinan dan persepsi yang sering muncul adalah self-labeling, evaluasi negatif

terhadap diri sendiri tanpa ada penilaian dari orang lain contohnya seperti “Saya

tidak mampu bicara di depan umum dan saya pasti akan meracau jika

melakukannya” dan “Pasti dia akan berpikir bahwa saya nampak sangat kikuk”.

Keyakinan dan persepsi lainnya adalah past-memories, yaitu pikiran negatif

mengenai pengalaman di masa lalu yang memunculkan kecemasan dan

avoidance, yaitu segala pikiran yang berkaitan dengan penghindaran, pelarian,

atau perilaku yang dianggap memunculkan rasa aman, seperti “Saya tidak pernah

berhasil memulai pembicaraan dengan lawan jenis, sepertinya saya lebih baik

menghindari kontak mata dengan dia”. Wells & Papageorgiou (dalam Cartwright-

Hatton, Tschernitz, & Gomersall, 2005) mengatakan perlu adanya intervensi

untuk mengubah keyakinan dan persepsi yang merugikan ini sehingga individu

dapat memiliki hubungan sosial yang lebih baik.

Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa mahasiswa baru, UI sudah

melakukan intervensi di awal kuliah bagi seluruh mahasiswa baru yang bertujuan

untuk meningkatkan keterampilan sosial. Intervensi ini antara lain dorongan untuk

mengikuti UKM, terlibat aktif dalam organisasi kemahasiswaan, pelatihan

klasikal tentang empati, cara berkomunikasi, bekerja dalam kelompok, dan

sebagainya. Tujuannya adalah membantu seluruh mahasiswa baru mempersiapkan

diri untuk beradaptasi dengan lingkungan universitas dan juga membantu mereka

yang kesulitan untuk menjalin hubungan sosial. Namun pada kenyataannya,

segala bentuk intervensi tersebut belumlah cukup untuk meningkatkan

keterampilan sosial pada mahasiswa UI. Hal ini dibuktikan dengan meningkatnya

prevalensi distres psikologis pada mahasiswa UI dalam kurun waktu setahun

menjadi 48,6% di 2011 dibandingkan dengan 39% di tahun 2010 (Maharani,

Cognitive behavior..., Emmanuela Kirana Sangitan, FPsi UI, 2012

Page 21: COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY UNTUK MENINGKATKAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20304791-T30888-Emmanuela Kirana... · nyatakan dengan benar. Depok, 6 Juni 2012 Yang menyatakan

5

Universitas Indonesia

2011). Tidak adanya intervensi terhadap kognitif dan perilaku membuat peneliti

merasa perlu untuk melakukan intervensi dan ditangani secara individual.

Salah satu intervensi yang efektif untuk mengatasi rendahnya keterampilan

sosial pada mahasiswa adalah cognitive behavior therapy (CBT). CBT meyakini

bahwa proses kognisi seperti pikiran, interpretasi, persepsi, dan keyakinan

memiliki pengaruh terhadap respon, perilaku, dan emosi individu (Westbrook,

Kennerley, & Kirk, 2007 dan Stallard, 2004). Menurut Bedell & Lennox (1997),

CBT terbukti efektif untuk mengatasi berbagai macam masalah psikologis. Selain

itu, mereka juga menyatakan bahwa CBT bekerja secara cepat dan dapat

dipertanggungjawabkan meski dilakukan dalam waktu singkat. Terapi ini

mempercayai bahwa setiap individu dapat mengubah dirinya menjadi lebih baik

dengan mengatasi masalahnya sendiri (Bedell & Lennox, 1997).

Pada mahasiswa yang merasa memiliki masalah dalam menjalin hubungan

sosial, CBT menyasar pada keyakinan dan persepsi mereka mengenai

keterampilan sosial yang dimilikinya. CBT fokus pada perilaku objektif dan

pikiran, keyakinan serta perasaan mereka pada masa sekarang. Dengan kata lain,

CBT dapat diterapkan untuk terapi individual yang berguna untuk meningkatkan

keterampilan sosial seseorang. Tujuan terapi ini adalah mengubah proses kognitif

sehingga dapat menampilkan respon yang lebih adaptif. Menurut Bedell &

Lennox (1997), penanganan dengan CBT mencakup pengembangan kesadaran

individu (self-awareness), kesadaran terhadap orang lain, cara menjalin

komunikasi interpersonal, penyelesaian masalah yang dihadapinya, dan mencari

strategi coping yang efektif. CBT akan membantu individu menyadari dan

memahami proses berpikirnya dengan lebih baik sehingga meningkatkan

keterampilan sosial.

Aydin, Tekinsav-sütçü, & Sorias (2010) menyatakan bahwa CBT dapat

membantu seseorang dalam mengenali hal-hal yang berkaitan dengan situasi

sosial dan perilakunya. Dengan begitu, individu dapat mengubah penilaiannya dan

melakukan restrukturisasi kognisi. CBT membutuhkan kemampuan berpikir yang

lebih sistematis sehingga diperlukan kematangan kognitif individu (Stallard,

2004). Selama terapi individu dituntut untuk berpikir asbtrak, seperti

mengembangkan perspektif baru atau memunculkan berbagai macam alternatif

Cognitive behavior..., Emmanuela Kirana Sangitan, FPsi UI, 2012

Page 22: COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY UNTUK MENINGKATKAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20304791-T30888-Emmanuela Kirana... · nyatakan dengan benar. Depok, 6 Juni 2012 Yang menyatakan

6

Universitas Indonesia

dari masalah yang dialami. Dapat dikatakan bahwa terapi ini cocok untuk

diterapkan pada mahasiswa. Menurut Fischer & Pruyne (dalam Papalia, Olds, &

Feldman, 2007) mahasiswa memiliki kemampuan berpikir yang lebih kompleks

karena pendidikan yang mereka peroleh di universitas. Kematangan kognisi

memungkinkan mahasiswa untuk melakukan refleksi diri, mencari alternatif

solusi untuk menyelesaikan masalah, lebih adaptif, lebih logis, dan mampu

menyadari jalan pikirannya.

Tujuan intervensi dengan CBT adalah mengubah persepsi atau keyakinan

mahasiswa dan mengatasi distorsi kognisi yang merugikan sehingga mereka dapat

memiliki hubungan sosial yang lebih baik. Dengan demikian, mereka mampu

memenuhi tuntutan atau kebutuhan untuk menjalin hubungan sosial, sesuai

dengan peran sebagai mahasiswa. Adanya hubungan sosial yang baik, seperti

dengan pengajar atau teman kuliah, akan menurunkan distres psikologis seorang

mahasiswa.

1.2. Rumusan Masalah Penelitian

Apakah Cognitive Behavior Therapy (CBT) efektif untuk meningkatkan

keterampilan sosial pada mahasiswa yang mengalami distres psikologis di

Universitas Indonesia, yang diindikasikan dari perbaikan skor SSI dan HSCL-25

serta evaluasi kualitatif?

1.3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk melihat efektivitas Cognitive Behavior

Therapy (CBT) dalam meningkatkan keterampilan sosial pada mahasiswa yang

mengalami distres psikologis di Universitas Indonesia, dengan melihat perbaikan

skor SSI dan HSCL-25 serta evaluasi kualitatif.

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat teoritis dari penelitian ini adalah mengetahui efektivitas cognitive

behavior therapy (CBT) dalam meningkatkan keterampilan sosial pada

mahasiswa yang mengalami distres psikologis di Universitas Indonesia.

Sedangkan manfaat praktis dari penelitian ini adalah membantu mahasiswa

Cognitive behavior..., Emmanuela Kirana Sangitan, FPsi UI, 2012

Page 23: COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY UNTUK MENINGKATKAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20304791-T30888-Emmanuela Kirana... · nyatakan dengan benar. Depok, 6 Juni 2012 Yang menyatakan

7

Universitas Indonesia

Universitas Indonesia yang mengalami distres psikologis dalam meningkatkan

keterampilan sosialnya.

1.5. Sistematika Penulisan

Penulisan tesis ini menggunakan sistematika penulisan sebagai berikut:

- Bab I. Pendahuluan: berisi latar belakang permasalahan serta tujuan dan

manfaat diadakannya penelitian.

- Bab II. Tinjauan teoritis: berisi teori mengenai variabel-variabel yang

digunakan dalam penelitian ini.

- Bab III. Metode penelitian: berisi penjelasan mengenai sampel penelitian, alat

ukur asesmen awal, dan tahapan penelitian.

- Bab IV. Hasil pengukuran awal dan rancangan intervensi: berisi hasil asesmen

awal melalui wawancara, observasi, alat tes, dan kesimpulan serta rancangan

intervensi ataupun modul meliputi lama pelaksanaan dan tahapan pelaksanaan

intervensi.

- Bab V. Hasil intervensi: berisi penjelasan lengkap mengenai hasil pencatatan

dan evaluasi kualitatif serta kuantitatif dari proses intervensi yang dilakukan.

- Bab VI. Diskusi: berisi masukan atau pendapat mengenai hal-hal yang terjadi

di luar perkiraan awal ataupun segala temuan selama proses intervensi.

- Bab VII. Kesimpulan dan saran

Cognitive behavior..., Emmanuela Kirana Sangitan, FPsi UI, 2012

Page 24: COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY UNTUK MENINGKATKAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20304791-T30888-Emmanuela Kirana... · nyatakan dengan benar. Depok, 6 Juni 2012 Yang menyatakan

8

Universitas Indonesia

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

Pada bab ini akan dijelaskan mengenai landasan teori yang digunakan

dalam penelitian dan pelaksanaan intervensi. Teori yang digunakan adalah teori

mengenai keterampilan sosial, faktor yang mempengaruhi keterampilan sosial,

dampak dari keterampilan sosial yang rendah, distres psikologis dan faktor-faktor

yang mempengaruhinya, Cognitive Behavior Therapy (CBT) yang digunakan

dalam penelitian ini, dan masalah-masalah yang dhadapi mahasiswa Universitas

Indonesia.

2.1. Keterampilan Sosial

2.1.1. Pengertian Keterampilan Sosial

Riggio dan Reichard (2008) menyatakan bahwa keterampilan sosial

merupakan kemampuan individu untuk mengekspresikan diri ketika berinteraksi

dengan orang lain, mampu “membaca” dan memahami berbagai macam situasi

sosial, memiliki pengetahuan mengenai peran sosial, norma, dan peraturan,

mampu menyelesaikan masalah interpersonal, serta mampu menjalani peran

sosial. Sedangkan menurut Barreras (2008) keterampilan sosial merupakan

keterampilan untuk berinteraksi, beradaptasi, dan berfungsi dengan baik di

lingkungan sosial. Dapat disimpulkan bahwa keterampilan sosial merupakan

keterampilan untuk berinteraksi, beradaptasi, dan berfungsi dengan baik di

lingkungan sosial karena individu mampu untuk mengekspresikan diri ketika

berinteraksi dengan orang lain, mampu “membaca” dan memahami berbagai

macam situasi sosial, memiliki pengetahuan mengenai peran sosial, norma, dan

peraturan, mampu menyelesaikan masalah interpersonal, serta mampu menjalani

peran sosial.

Segrin (2001) menambahkan bahwa keterampilan sosial membuat

seseorang mampu untuk terlibat dalam interaksi yang sesuai dan efektif dengan

orang lain. Keterampilan ini diperlukan untuk berada dalam lingkungan sosial dan

menjalankan aktivitas sehari-hari, seperti mempertahankan pekerjaan dan

menjalin hubungan pertemanan (Iannaccone, Wienke, Cosden, 1991).

Cognitive behavior..., Emmanuela Kirana Sangitan, FPsi UI, 2012

Page 25: COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY UNTUK MENINGKATKAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20304791-T30888-Emmanuela Kirana... · nyatakan dengan benar. Depok, 6 Juni 2012 Yang menyatakan

9

Universitas Indonesia

2.1.2. Dimensi keterampilan sosial

Dalam Riggio (1989) dan Riggio & Reichard (2008), keterampilan sosial

memiliki enam dimensi yang diukur dengan Social Skills Inventory (SSI).

Dimensi yang dimaksud yaitu:

a. Emotional expressivity

Keterampilan dalam berkomunikasi secara non-verbal, khususnya saat

menyampaikan pesan emosional kepada orang lain. Dimensi ini

menunjukkan keterampilan individu untuk mengekspresikan diri secara

spontan dan sesuai, peka terhadap situasi emosional, serta mampu

menampilkan perilaku yang sesuai dengan situasi interpersonal. Biasanya

individu yang baik dalam mengekspresikan emosinya dianggap oleh orang

lain sebagai individu yang ceria dan enerjik. Orang lain mudah untuk

mengetahui apa yang sedang mereka rasakan karena individu tersebut

sangat ekspresif.

b. Emotional sensitivity

Keterampilan dalam menerima dan memahami emosi serta sinyal non-

verbal dari orang lain. Individu yang sensitif sangat memperhatikan sinyal-

sinyal emosional dan non-verbal pada orang lain. Mereka mampu

menangkap sinyal emosional dengan tepat dan efisien saat berkomunikasi.

c. Emotional control

Keterampilan dalam mengatur dan meregulasi pesan emosional dan non-

verbal pada diri individu, khususnya saat menyampaikan atau

menyembunyikan emosi yang mereka dirasakan. Individu yang mampu

mengatur emosinya, dapat mengekspresikan perasaannya dan menampikan

isyarat emosional yang sesuai dengan lingkungan. Contohnya seperti

tersenyum untuk menyembunyikan perasaan sedih saat di hadapan orang

lain.

d. Social expressivity

Keterampilan dalam mengekspresikan diri secara verbal dan keterampilan

dalam bergaul dengan orang lain saat berada di situasi sosial. Individu

yang mendapatkan nilai tinggi dalam dimensi ini cenderung extrovert,

ramah, dan suka berada di antara banyak orang. Hal ini terjadi karena

Cognitive behavior..., Emmanuela Kirana Sangitan, FPsi UI, 2012

Page 26: COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY UNTUK MENINGKATKAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20304791-T30888-Emmanuela Kirana... · nyatakan dengan benar. Depok, 6 Juni 2012 Yang menyatakan

10

Universitas Indonesia

mereka mudah untuk memulai pembicaraan dengan orang lain. Mereka

juga termasuk individu yang antusias, spontan, impulsif, dan senang

menjadi pusat perhatian.

e. Social sensitivity

Keterampilan dalam menginterpretasi ekspresi verbal dari orang lain dan

paham mengenai norma sosial dalam menampilkan perilaku yang diterima

lingkungan. Individu yang sensitif biasanya cenderung memperhatikan

orang lain. Dengan adanya pengetahuan mengenai norma dan aturan

sosial, individu ini terkadang sangat mementingkan kesesuaian perilaku

diri dan orang lain. Pada kasus-kasus tertentu, individu yang memiliki nilai

tinggi dalam dimensi ini biasanya sangat memperhatikan perilaku mereka

sehingga dapat memunculkan kecemasan sosial. Kecemasan ini yang akan

menghambat pastisipasi mereka dalam interaksi sosial. Mereka khawatir

dengan penilaian orang lain jika perilakunya dipersepsikan tidak sesuai

dengan norma sosial.

f. Social control

Keterampilan dalam mengatur dan menampilkan diri dalam situasi sosial.

Individu yang baik dalam dimensi ini biasanya mampu beradaptasi di

lingkungan sosial dan cukup percaya diri. Mereka juga mengetahui norma-

norma yang berlaku di lingkungannya. Dengan demikian, mereka mampu

menjalankan berbagai macam peran sosial. Namun konsekuensinya jika

individu terlalu mementingkan norma adalah mereka selalu menyesuaikan

perilakunya sehingga sesuai dengan apa yang mereka anggap pantas dalam

situasi sosial.

Riggio (1986) menggunakan alat ukur Social Skills Inventory (SSI) untuk

melihat keterampilan sosial pada mahasiswa. Oleh karena itu, alat ukur SSI yang

akan digunakan untuk melihat keterampilan sosial pada mahasiswa UI.

2.1.3. Faktor-faktor yang mempengaruhi keterampilan sosial

Keberhasilan dalam menjalin hubungan sosial dipengaruhi oleh banyak

faktor yang berhubungan dengan individu, respon orang lain, dan konteks sosial

(Spence, 2003). Dalam menjalin hubungan sosial, perlu adanya respon verbal dan

Cognitive behavior..., Emmanuela Kirana Sangitan, FPsi UI, 2012

Page 27: COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY UNTUK MENINGKATKAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20304791-T30888-Emmanuela Kirana... · nyatakan dengan benar. Depok, 6 Juni 2012 Yang menyatakan

11

Universitas Indonesia

non-verbal yang mempengaruhi persepsi atau respon dari orang lain selama

berinteraksi. Individu sebaiknya mampu untuk menyesuaikan respon non-verbal

seperti kontak mata, ekspresi wajah, postur tubuh, jarak sosial, gestur tertentu;

dengan situasi sosial yang berbeda-beda. Sama halnya dengan respon verbal

seperti nada suara, volume, kecepatan, dan kejelasan berbicara juga

mempengaruhi impresi dan bagaimana orang lain bereaksi terhadapnya. Faktor-

faktor keterampilan pada tingkat mikro tersebut penting dalam menentukan

keberhasilan seseorang menjalin hubungan sosial dengan orang lain.

Untuk faktor yang lebih makro, individu sebaiknya mampu untuk

mengintegrasikan keterampilan mikro dalam strategi yang tepat untuk

menghadapi tuntutan sosial. Contohnya seperti mampu memulai percakapan yang

meliputi kemampuan mengidentifikasi waktu yang tepat untuk memulai

percakapan, memilih topik pembicaraan, dan sebagainya. Ada banyak tuntutan

sosial seperti meminta bantuan, menawarkan bantuan, menolak permintaan orang

lain, menanyakan informasi, mengajukan permintaan untuk bergabung,

mengundang orang lain, dan masih banyak lagi.

Menurut Spence (2003), ada beberapa faktor yang mempengaruhi

keterampilan sosial dan menentukan bagaimana individu berperilaku dalam

hubungan sosial. Keterampilan sosial dipengaruhi oleh faktor kognitif, emosi, dan

lingkungan. Faktor tersebut antara lain kemampuan untuk memahami reaksi atau

respon orang lain saat terlibat dalam sebuah interaksi atau pembicaraan. Jika

sudah memahami, maka individu sebaiknya mampu untuk mempersepsikan

isyarat sosial dan bahasa tubuh orang lain. Jika individu tidak memilikinya, maka

mereka akan memunculkan respon yang tidak sesuai dengan norma sosial.

Individu diharapkan dapat memunculkan keterampilan sosial, artinya mereka

harus memahami kapan harus menunda atau memunculkan perilaku-perilaku

tertentu yang sesuai. Selain kemunculan perilaku, diperlukan kemampuan untuk

mengatur emosi. Jika seseorang mengalami kecemasan atau sedang merasa

marah, maka mereka tidak akan mampu untuk memunculkan keterampilan sosial

yang sesuai dengan lingkungannya. Kecemasan menjadi salah satu faktor yang

menghambat kemunculan keterampilan sosial yang dimiliki individu.

Cognitive behavior..., Emmanuela Kirana Sangitan, FPsi UI, 2012

Page 28: COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY UNTUK MENINGKATKAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20304791-T30888-Emmanuela Kirana... · nyatakan dengan benar. Depok, 6 Juni 2012 Yang menyatakan

12

Universitas Indonesia

Faktor kognisi juga mempengaruhi keterampilan sosial, yakni distorsi

kognisi dan gaya berpikir yang salah (unhelpful thinking style). Distorsi kognisi

membuat individu memunculkan keterampilan sosial dan perilaku yang tidak

sesuai karena adanya kesalahan dalam mempersepsikan lingkungannya. Penelitian

Lochman dan Dodge (dalam Spence, 2003) menemukan bahwa individu yang

sedang marah biasanya memunculkan interpretasi yang salah mengenai perilaku

orang lain dan akhirnya muncul respon agresif yang meningkatkan agresivitas.

Selain itu, kecemasan sosial dapat membuat individu meragukan keterampilan

sosial mereka sehingga mengganggu hubungan sosial yang dimilikinya.

Kemunculan keterampilan sosial yang sesuai dengan lingkungan juga

dipengaruhi oleh reaksi dari orang lain. Reaksi sosial ini akan menentukan

bertahannya suatu perilaku. Contohnya seperti remaja yang bermasalah cenderung

menampilkan perilaku sosial yang kurang baik karena mendapatkan dukungan

kuat dari peer-nya. Selain itu, kemampuan menyelesaikan masalah interpersonal

turut mempengaruhi kemampuan individu dalam memahami berbagai situasi

sosial. Individu yang memahami adanya masalah dalam hubungan sosialnya,

maka mereka mampu untuk mencari berbagai cara alternatif penyelesaian

masalahnya. Akhirnya mereka juga mampu untuk membayangkan konsekuensi

dari perilakunya.

2.1.4. Dampak dari keterampilan sosial yang rendah

Sudah dikatakan di sub-bab sebelumnya bahwa keterampilan sosial

penting dalam menjalin hubungan atau interaksi dengan orang lain. Jika individu

mampu untuk berinteraksi dengan baik, maka mereka dapat memiliki hubungan

yang berkualitas dan hubungan pertemanan yang berarti, serta emosi yang lebih

stabil karena adanya dukungan sosial. Individu dengan keterampilan sosial yang

baik biasanya lebih resisten dan memiliki resiliensi dalam menghadapi kejadian-

kejadian yang penuh tekanan, dapat memahami orang lain, berempati, menjalin

komunikasi yang dinilai baik oleh orang lain, dan dapat menjalin hubungan yang

harmonis (Segrin, 2001). Ia menambahkan bahwa biasanya mahasiswa memiliki

keterampilan sosial yang sedang.

Cognitive behavior..., Emmanuela Kirana Sangitan, FPsi UI, 2012

Page 29: COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY UNTUK MENINGKATKAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20304791-T30888-Emmanuela Kirana... · nyatakan dengan benar. Depok, 6 Juni 2012 Yang menyatakan

13

Universitas Indonesia

Di sisi lain, rendahnya keterampilan seseorang akan membuat mereka

mengalami masalah psikososial (Jones, Hobbs, & Hockenbury; Segrin; dan

Wallace et al., dalam Segrin, 2001). Dari penelitian mereka, ditemukan

keterampilan sosial yang rendah akan membuat individu memiliki resiko

mengalami distres psikologis. Menurut Segrin (2001), individu dengan

keterampilan sosial yang kurang baik juga cenderung mengalami masalah

psikososial, tidak mampu berinteraksi dengan baik, dan lebih rentan mengalami

distres psikologis.

Distres yang dialami oleh individu dipengaruhi oleh ketiadaan dukungan

sosial (Cole & Milstead; Riggio & Zimmerman, dalam Segrin 2001). Hal ini

diperkuat oleh pernyataan Lewinsohn (dalam Segrin, 2001) bahwa individu lebih

rentan mengalami distres psikologis jika jarang mendapatkan reinforcement

positif dari lingkungannya. Pada akhirnya individu tersebut tidak mampu

memunculkan perilaku yang dianggap baik dan terkena dampak negatif dari

perilakunya. Sprinthall & Collins (1995) juga menyatakan hal yang sama, yakni

individu yang memiliki keterampilan sosial yang buruk akan mengalami masalah

perilaku dalam lingkungannya. Mereka sulit untuk menjalin hubungan sosial dan

mempertahankan hubungan tersebut. Lebih jauh, dampak terburuk dari

keterampilan sosial yang rendah berasosiasi dengan munculnya kecemasan dan

depresi (Christoff, Scott, Kelley, Schlundt, Baer, & Kelly; Platt, Spivack, Altman,

Altman, & Peizer; Sarason & Sarason, dalam Hansen, Nangle, Meyer, 1998).

Simtom yang muncul pada individu tersebut sepeti mood depresif, kepercayaan

diri yang rendah, dan tidak memiliki harapan akan masa depannya (Sprinthall &

Collins, 1995).

2.2. Distres Psikologis

2.2.1. Pengertian Distres Psikologis

Stres adalah kondisi di mana seseorang merasa tidak mampu untuk

memenuhi tuntutan pada situasi tertentu (baik dalam bentuk fisik atau psikologis)

secara efektif (Lazarus & Folkman, dalam Sarafino, 2002). Nevid, Rathus, &

Greene (2003) menyatakan bahwa stres digunakan untuk menunjukkan suatu

Cognitive behavior..., Emmanuela Kirana Sangitan, FPsi UI, 2012

Page 30: COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY UNTUK MENINGKATKAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20304791-T30888-Emmanuela Kirana... · nyatakan dengan benar. Depok, 6 Juni 2012 Yang menyatakan

14

Universitas Indonesia

tekanan atau tuntutan yang dialami individu agar ia beradaptasi atau

menyesuaikan diri.

Stres dibagi oleh Selye (dalam Sarafino, 2002) menjadi 2 jenis

berdasarkan pengaruhnya terhadap seseorang. Jenis stres yang pertama yaitu

eustress, stres yang bermanfaat dan bersifat konstruktif. Ada kalanya stres baik

bagi seseorang, yakni ketika tekanan dari lingkungan akan meningkatkan

keberfungsian seseorang hingga mencapai titik terbaik. Kondisi ini yang

dipercaya bahwa tidak semua stres berbahaya bagi kesehatan mental seseorang.

Jenis stres yang kedua adalah distress atau sering disebut dengan distres

psikologis. Distres psikologis memiliki pengaruh buruk bagi seseorang sehingga

menimbulkan kerugian, antara lain menimbulkan masalah pada kesehatan mental

seseorang. Myrowsky & Ross (2003) menyebut distress sebagai keadaan subjektif

yang tidak menyenangkan.

Lebih lanjut, Myrowsky & Ross (2003) menyatakan bahwa distres

psikologis memiliki dua bentuk utama, yaitu depresi dan kecemasan. Hal ini

diperkuat oleh Nevid, Rathus & Greene, (2003) bahwa dampak terburuk dari

distres psikologis adalah membuat seseorang mengalami depresi dan cemas.

Individu yang mengalami depresi menunjukkan perasaan sedih, tidak

bersemangat, merasa kesepian, tidak memiliki harapan, tidak berharga,

mengharapkan kematian, memiliki masalah tidur, menangis, menganggap semua

hal sulit, dan merasa tidak mampu untuk memulai sesuatu. Sedangkan individu

yang mengalami kecemasan mengalami ketegangan, gelisah, khawatir, mudah

marah, dan ketakutan (Myrowsky & Ross, 2003).

Depresi dan kecemasan masing-masing memiliki dua bentuk, yaitu mood

dan malaise (Myrowsky & Ross, 2003). Mood merujuk pada perasaan seperti

sedih akibat depresi dan kekhawatiran terhadap kecemasan. Malaise (rasa tidak

enak) merujuk pada kondisi tubuh, seperti lesu, bingung akibat depresi, gelisah,

dan muncul penyakit-penyakit ringan (sakit kepala, sakit perut, pening) akibat

cemas. Miller (2011) menyatakan bahwa distres psikologis dapat mengganggu

fungsi seseorang dalam melakukan aktivitas sehari-hari.

Distres psikologis tidak bisa lepas dari kondisi kesehatan mental

seseorang. Menurut Mirowsky & Ross (2003) distres psikologis dan kesehatan

Cognitive behavior..., Emmanuela Kirana Sangitan, FPsi UI, 2012

Page 31: COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY UNTUK MENINGKATKAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20304791-T30888-Emmanuela Kirana... · nyatakan dengan benar. Depok, 6 Juni 2012 Yang menyatakan

15

Universitas Indonesia

mental merupakan dua hal yang saling berkaitan. Mereka menemukan bahwa

terdapat korelasi yang negatif antara distres psikologis dengan kesehatan mental.

Hubungan ini dapat dijelaskan sebagai berikut, jika individu memiliki nilai distres

psikologis tinggi, maka nilai kesehatan mentalnya rendah. Begitu juga ketika nilai

distres psikologis rendah, maka nilai kesehatan mental tinggi. Hal ini diperkuat

oleh penelitian Keyes et al. dan Wood & Joseph (dalam Fledderus, dkk., 2011)

yang menemukan bahwa usaha-usaha untuk meningkatkan kesehatan mental akan

menurunkan distres psikologis pada individu. Selain itu, Korkeila et al. (dalam

Verger, et. al, 2009), menyebutkan bahwa kemunculan distres psikologis menjadi

indikator buruknya kesehatan mental seseorang. Dapat disimpulkan bahwa

kondisi kesehatan mental dapat diketahui dengan melihat kondisi distres

psikologis seseorang.

2.2.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi distres psikologis

Matthews (2000) menyatakan bahwa distres dipengaruhi oleh faktor

situasional atau lingkungan (seperti kejadian dalam hidup seseorang, kondisi

fisiologis, kognitif, dan sosial) dan faktor intrapersonal (seperti trait kepribadian).

Faktor-faktor yang mempengaruhi distres psikologis adalah sebagai berikut:

a. Pengaruh fisiologis

Berbagai penelitian yang melihat pengaruh fisiologis terhadap distres

psikologis menemukan bahwa otak manusia turut mengatur dan

memunculkan afek negatif. Sebuah penelitian pada individu dengan kasus

parah menemukan ada bagian-bagian otak yang yang mempengaruhi

distres psikologis, seperti kerusakan amygdala dan lobus frontalis dapat

menimbulkan gangguan respon emosional dan juga kehilangan kontrol

atas perilaku seseorang (Matthews, 2000). Pada akhirnya individu dengan

kasus parah kesulitan untuk memunculkan emosi yang sesuai dengan

lingkungannya.

b. Pengaruh kognitif

Bukti bahwa kognitif turut mempengaruhi distres psikologis berasal dari

berbagai penelitian eksperimen. Dalam Matthews (2000), beberapa

penelitian menemukan bahwa dampak psikologis ataupun fisiologis

Cognitive behavior..., Emmanuela Kirana Sangitan, FPsi UI, 2012

Page 32: COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY UNTUK MENINGKATKAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20304791-T30888-Emmanuela Kirana... · nyatakan dengan benar. Depok, 6 Juni 2012 Yang menyatakan

16

Universitas Indonesia

dipengaruhi oleh kepercayaan dan harapan yang dimiliki seseorang

terhadap penyebab distres psikologis.

c. Pengaruh sosial

Gangguan dalam hubungan sosial yang berkaitan dengan situasi duka,

perselisihan dalam kehidupan perkawinan, dan konsidi tidak bekerja

adalah salah satu faktor yang berpotensi memunculkan distres psikologis

(Matthews, 2000). Sebaliknya, ketersediaan dukungan sosial dapat

mengurangi distres psikologis yang dialami seseorang.

d. Pengaruh kepribadian individu

Trait kepribadian turut mempengaruhi distres psikologis yang dialami

individu. Eysenck (dalam Matthews, 2000) menyatakan bahwa

neuroticism dapat memprediksi kemunculan mood negatif seperti depresi

dan kecemasan. Sebaliknya, faktor extraversion yang berkaitan dengan

kebahagiaan dan kemunculan afek positif, menunjukkan korelasi negatif

dengan pengukuran distres psikologis.

Menurut Mirowsky dan Ross (2003), distres psikologis akan memiliki

pengaruh yang berbeda-beda untuk tiap individu. Berikut ini merupakan beberapa

kondisi yang mempengaruhi distres psikologis, yaitu:

a. Status sosial ekonomi, semakin tinggi status sosial ekonomi seseorang

(termasuk tingkat pendidikan, status kepegawaian atau memiliki

pekerjaan, dan penghasilan), maka semakin rendah tingkat distres

psikologis yang dialami individu tersebut.

b. Status pernikahan juga mempengaruhi distres psikologis, didapatkan hasil

bahwa individu yang sudah menikah cenderung tidak mengalami distres

psikologis dibandingkan individu yang belum menikah. Individu yang

tidak menikah sering merasa kesepian, hidupnya kurang teratur, dan tidak

memiliki keterikatan yang menimbulkan rasa aman. Pernikahan membuat

seseorang memiliki dukungan sosial yang berasal dari pasangannya.

c. Gender, di mana perempuan lebih mudah mengalami distres psikologis

dibandingkan laki-laki. Hal ini dipengaruhi oleh adanya peran gender dari

lingkungan. Perempuan cenderung memiliki lebih banyak peran, seperti

Cognitive behavior..., Emmanuela Kirana Sangitan, FPsi UI, 2012

Page 33: COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY UNTUK MENINGKATKAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20304791-T30888-Emmanuela Kirana... · nyatakan dengan benar. Depok, 6 Juni 2012 Yang menyatakan

17

Universitas Indonesia

mengurus rumah tangga, memperhatikan orang lain (keluarga, teman),

terlebih jika perempuan tersebut memiliki pekerjaan. Banyaknya tuntutan

seperti itu membuat perempuan lebih rentan mengalami distres psikologis.

d. Kejadian-kejadian tidak menyenangkan yang terjadi dalam hidup

seseorang, semakin sering terjadi perubahan yang tidak diinginkan dalam

kehidupan seseorang, semakin besar tingkat distres psikologis yang

dialami individu tersebut. Hal ini sering ditemui, salah satunya pada

mahasiswa.

e. Usia

Mirowsky & Ross (2003) menemukan bahwa individu di usia muda

memiliki tingkat kecemasan dan depresi yang lebih tinggi dibandingkan

dengan individu yang lebih tua. Penelitian ini juga menemukan bahwa

individu yang berusia di bawah 30 tahun cenderung memiliki tingkat

kecemasan dan kemarahan yang lebih tinggi dibandingkan dengan

individu yang lebih tua. Mahasiswa sendiri, berada dalam rentang usia

antara 18 sampai 24 tahun, sehingga seharusnya tingkat distres psikologis

tidak akan berbeda.

f. Tuntutan peran dalam lingkungan

Mirowsky & Ross (2003) menyebutkan bahwa tuntuan peran dalam

lingkungan turut mempengaruhi tingkat distres psikologis seseorang. Istri

yang harus bekerja dan sekaligus mengurus rumah tangga memiliki tingkat

distres psikologis yang lebih tinggi dibandingkan dengan suaminya. Masa

kuliah merupakan masa yang dianggap memiliki banyak tuntutan.

Menurut Verger, dkk. (2008) mahasiswa termasuk kelompok yang rentan

mengalami distres psikologis karena mereka memiliki banyak tuntuan,

seperti berkuliah dan menyesuaikan diri dengan status sosial mereka

sebagai seorang mahasiswa.

Untuk mengukur distress psikologis, peneliti akan melihat simtom-simtom

yang muncul, yaitu kecemasan dan depresi (Matthews, 2000). Pada penelitian ini,

peneliti akan menggunakan alat ukur untuk melihat kecemasan dan depresi

dengan menggunakan Hopkins Symptom Checklist-25 (HSCL-25).

Cognitive behavior..., Emmanuela Kirana Sangitan, FPsi UI, 2012

Page 34: COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY UNTUK MENINGKATKAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20304791-T30888-Emmanuela Kirana... · nyatakan dengan benar. Depok, 6 Juni 2012 Yang menyatakan

18

Universitas Indonesia

2.3. Cognitive Behavior Therapy (CBT)

2.3.1. Pengertian CBT

Cognitive behavior therapy (CBT) merupakan istilah yang digunakan

untuk mendeskripsikan intervensi psikologis yang bertujuan untuk menurunkan

distres psikologis dan menghilangkan perilaku maladaptif dengan mengubah

proses kognisi (Kaplan, dkk, dalam Stallard, 2004). Menurut Beck & Weishaar

(2011) cara seseorang memberikan respon terhadap hal-hal yang terjadi dalam

hidupnya dipengaruhi oleh kognisi, afek, motivasi, dan perilaku mereka. Menurut

Kendal (dalam Stallard, 2004), CBT memiliki asumsi bahwa afek dan perilaku

seseorang dipengaruhi oleh kognisi.

CBT melihat bahwa adanya masalah psikologis disebabkan karena proses

kognisi yang terdistorsi (Stallard, 2004). Beck & Weishaar (2011) juga

menyatakan hal yang sama, respon-respon maladaptif disebabkan oleh persepsi

dan interpretasi yang salah, serta kognisi individu yang disfungsional. Oleh karena

itu, CBT merupakan intervensi terhadap kognisi dan perilaku, yang dapat

mengubah pikiran, perasaan, dan perilaku seseorang. CBT dapat membetulkan

kesalahan dan bias yang terjadi saat memproses informasi dan mengubah

keyakinan utama (core belief) yang dapat memunculkan kesimpulan yang salah

(Beck & Weishaar, 2011).

Lebih lanjut, Beck & Weishaar (2011) menyatakan bahwa selama sesi

terapi berlangsung, perlu adanya proses kolaborasi antara terapis dan klien untuk

menguji keyakinan klien terhadap diri mereka sendiri, orang lain, atau

lingkungannya. Menurut Spence & Donovan (dalam Stallard, 2004), CBT efektif

untuk mengatasi masalah dalam hubungan interpersonal atau sosial. Adanya

distorsi kognitif yang kemudian memunculkan pemikiran atau keyakinan yang

salah terhadap sebuah situasi, seperti yang dialami oleh individu saat berada

dalam situasi sosial. Penggunaan CBT didasari oleh beberapa alasan, antara lain:

a. CBT dapat mengatasi berbagai macam masalah psikologis

b. CBT fokus pada satu masalah spesifik

c. Terapi yang efisien dalam waktu

d. Adanya hubungan yang kolaboratif antara terapis dan klien

Cognitive behavior..., Emmanuela Kirana Sangitan, FPsi UI, 2012

Page 35: COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY UNTUK MENINGKATKAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20304791-T30888-Emmanuela Kirana... · nyatakan dengan benar. Depok, 6 Juni 2012 Yang menyatakan

19

Universitas Indonesia

e. CBT mempercayai bahwa individu dapat menjadi terapis bagi dirinya

sendiri.

Dalam bukunya, Bedell & Lennox (1997) menyatakan bahwa CBT efektif

untuk mengatasi berbagai macam masalah psikologis, termasuk mengatasi

rendahnya keterampilan sosial individu. Aydin, Tekinsav-sütçü, & Sorias (2010)

menyatakan bahwa dengan CBT dapat dilakukan restrukturisasi kognisi sehingga

membantu individu mengenali hal-hal yang berkaitan dengan situasi sosial dan

perilaku mereka saat menjalin hubungan dengan orang lain. Dengan CBT,

individu dapat mengubah penilaian yang umumnya negatif dan disfungsional

menjadi penilaian baru yang lebih sistematis dan adaptif.

2.3.2. Karakteristik CBT

CBT memiliki beberapa hal yang sama dengan terapi lain, namun memiliki hal

lain yang menjadikannya berbeda. Menurut Westbrook, Kennerley, & Kirk

(2007), ada beberapa karakteristik CBT, yaitu:

a. Berstruktur dan partisipasi aktif

CBT merupakan terapi berstruktur dan memfokuskan pada masalah yang

dialami klien. CBT terdiri dari proses asesmen, perumusan masalah yang

dialami klien saat ini, intervensi, monitoring, dan evaluasi (Stallard, 2004).

Masalah ini harus diidentifikasi terlebih dahulu sehingga menjadi spesifik,

dengan demikian dapat diselesaikan atau dikurangi. Terapis akan

membantu klien untuk mempertahankan struktur selama terapi

berlangsung.

b. Singkat

CBT biasanya berlangsung singkat, sekitar 6-20 sesi untuk tiap masalah

yang spesifik. Lamanya CBT berlangsung dipengaruhi oleh beban masalah

yang dialami dan juga diri klien itu sendiri.

Cognitive behavior..., Emmanuela Kirana Sangitan, FPsi UI, 2012

Page 36: COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY UNTUK MENINGKATKAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20304791-T30888-Emmanuela Kirana... · nyatakan dengan benar. Depok, 6 Juni 2012 Yang menyatakan

20

Universitas Indonesia

Tipe masalah Jumlah sesi

Masalah ringan (mild) 6 sesi

Masalah ringan menuju sedang (mild to moderate) 6 – 12 sesi

Masalah sedang menuju berat (moderate to severe) 12 – 20 sesi

masalah berat dengan gangguan kepribadian > 20 sesi

Tabel 2.1. Tipe Masalah dan Jumlah Sesi CBT

c. Stallard menambahkan bahwa CBT memiliki karakteristik lain, yaitu

mengacu pada teori. CBT didasarkan pada pada model yang telah diuji

secara empiris. Dengan demikian, hal ini menjadi alasan dan fokus dari

pengunaan CBT. Dapat dikatakan bahwa CBT merupakan intervensi yang

kohesif dan rasional, dan bukan hanya gabungan dari beberapa teknik.

2.3.3. Prinsip Dasar CBT

Dalam CBT terdapat berbagai macam prinsip dasar, keyakinan terhadap

individu, masalah individu, dan terapi yang menjadi pokok dari CBT (Westbrook,

Kennerley, & Kirk, 2007). Prinsip-prinsip dasar dari CBT adalah:

a. Prinsip kognitif

Gagasan utama dari terapi yang berkaitan dengan kognitif adalah reaksi

emosional dan perilaku individu sangat dipengaruhi oleh kognisi

seseorang. Kognisi yang dimaksud adalah pikiran, keyakinan, dan

interpretasi tentang dirinya sendiri atau situasi di mana mereka berada.

Secara fundamental, kognisi mempengaruhi cara seseorang memaknai

segala kejadian dalam hidup mereka. Kognisi membuat tiap orang

memiliki pemaknaan dan reaksi emosi yang berbeda-beda terhadap

peristiwa yang mereka alami. Menurut CBT, kognisi yang membuat

interpretasi tiap individu berbeda. Dapat disimpulkan bahwa perbedaan

kognisi memunculkan emosi yang berbeda-beda. CBT mempercayai

bahwa pendekatan ini dapat membantu individu yang mengalami masalah

dengan mengubah kognisinya mengenai apa yang mereka rasakan.

(change their cognition change the way they feel)

Cognitive behavior..., Emmanuela Kirana Sangitan, FPsi UI, 2012

Page 37: COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY UNTUK MENINGKATKAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20304791-T30888-Emmanuela Kirana... · nyatakan dengan benar. Depok, 6 Juni 2012 Yang menyatakan

21

Universitas Indonesia

b. Prinsip behavioral

CBT mempertimbangkan perilaku individu penting dalam

mempertahankan atau mengubah kondisi psikologis seseorang. CBT

mempercayai bahwa perilaku berpengaruh kuat terhadap pikiran dan

emosi seseorang. Oleh karena itu, mengubah perilaku individu merupakan

cara yang sangat kuat dalam mengubah pikiran dan emosi orang tersebut.

c. Prinsip kontinum

CBT percaya bahwa lebih baik melihat masalah kesehatan mental sebagai

sebuah proses normal yang berlebihan dibandingkan sebagai kondisi

patologis. Dapat dikatakan bahwa masalah psikologis berada pada “ujung”

kontinum dan bukan dalam dimensi yang berbeda. Hal ini berarti masalah

psikologis dapat terjadi pada setiap orang dan teori CBT berlaku tidak

hanya bagi klien namun juga bagi terapis.

d. Prinsip here and now

Terapi lain, seperti psikodinamika melihat simtom sebagai masalah

psikologis. Proses perkembangan, motivasi yang tersembunyi, konflik

yang terjadi tanpa disasari menjadi akar dari masalah yang akan ditangani

dengan terapi psikodinamika. Sedangkan behavior therapy (BT) melihat

simtom sebagai target utama dari terapi dan melihat bahwa simtom terjadi

dari proses yang berlangsung sejak lama. CBT sendiri mewarisi

pendekatan BT dengan memfokuskan pada kondisi saat ini. Dan yang

menjadi perhatian utama adalah proses yang terjadi dalam mengurus

masalah yang terjadi.

e. Prinsip interaksi antar sistem

Prinsip ini melihat masalah sebagai interaksi antara sistem yang ada pada

individu dan dengan lingkungannya. Dalam CBT terdapat 4 sistem, yaitu

kognisi, afek atau emosi, perilaku, dan fisiologis. Sistem-sistem ini saling

berinteraksi dalam sebuah proses kompleks dan juga berinteraksi dengan

lingkungan. Lingkungan yang dimaksud adalah lingkungan fisik, sosial,

keluarga, budaya, dan ekonomi.

Cognitive behavior..., Emmanuela Kirana Sangitan, FPsi UI, 2012

Page 38: COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY UNTUK MENINGKATKAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20304791-T30888-Emmanuela Kirana... · nyatakan dengan benar. Depok, 6 Juni 2012 Yang menyatakan

22

Universitas Indonesia

2.3.4. Tujuan CBT

Dalam bukunya, Stallard (2004) menyatakan tujuan CBT adalah

meningkatkan kesadaran diri (self-awareness), memfasilitasi pemahaman diri

(self-understanding) agar menjadi lebih baik, dan memperbaiki kontrol diri (self-

control) dengan mengembangkan kognisi dan perilaku yang lebih tepat. Menurut

Stallard (2004), CBT bertujuan untuk:

a. Membantu klien mengidentifikasi semua pemikiran dan keyakinan yang

merugikan dirinya. Biasanya pemikiran dan keyakinan yang mereka miliki

sifatnya negatif, salah (atau bias), dan cenderung mengkritik diri sendiri.

Dalam CBT, klien akan melakukan pemantauan terhadap dirinya,

pembelajaran, percobaan, dan pengujian terhadap pemikiran dan

keyakinan yang ia miliki sehingga ada perubahan kognisi. Dengan

demikian, perubahan kognisi menjadi lebih positif, seimbang, dan

bermanfaat bagi klien.

b. Identifikasi masalah kognitif dan perilaku yang dialami klien. Selain itu,

terapis juga mengajarkan, menguji, mengevaluasi, dan mengkekalkan

keterampilan untuk menyelesaikan masalahnya serta memunculkan

perilaku baru pada diri klien.

c. Pemahaman yang lebih mendalam mengenai sifat dan penyebab

munculnya emosi negatif. Sesudah itu menggantinya dengan emosi yang

lebih positif atau menyenangkan.

d. Meyakinkan klien bahwa mereka mampu untuk menghadapi situasi baru

ataupun situasi sulit dengan cara yang lebih sesuai, karena memiliki

kognisi dan perilaku yang lebih adaptif.

2.3.5. Komponen-komponen dalam CBT

Menurut Stallard (2004), CBT dipengaruhi oleh berbagai komponen.

Komponen spesifik dari intervensi ini ditentukan dari pembuatan formulasi

masalah tiap klien. Oleh karena itu, CBT disusun sesuai dengan kebutuhan klien

sehingga sifatnya tailor made dan membuat pelaksanaan CBT sangat fleksibel.

Stallard (2004) mengemukakan 5 komponen dalam CBT, yaitu:

Cognitive behavior..., Emmanuela Kirana Sangitan, FPsi UI, 2012

Page 39: COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY UNTUK MENINGKATKAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20304791-T30888-Emmanuela Kirana... · nyatakan dengan benar. Depok, 6 Juni 2012 Yang menyatakan

23

Universitas Indonesia

1. Formulasi dan psikoedukasi merupakan komponen dasar dari CBT.

Komponen ini melibatkan memberikan edukasi mengenai hubungan antara

pikiran, perasaan, dan perilaku manusia. Seperti penentuan sebuah

masalah dan mengidentifikasi seluruh respon yang muncul karena masalah

tersebut. Setelah itu klien menentukan respon yang memiliki pengaruh

terbesar. Psikoedukasi dapat berupa penjelasan dari terapis mengenai

materi intervensi seperti CBT itu sendiri dan pemahamanan mengenai

kemunculan sebuah masalah.

2. Kognisi

a. Pemantauan pikiran (thought monitoring) untuk mengidentifikasi

pikiran-pikiran otomatis negatif dan keyakinan dasar (core belief) yang

dimiliki klien. Dari komponen ini, selain dapat mengetahui pola pikir

klien, terapis juga dapat mengidentifikasi situasi-situasi yang

memunculkan emosi yang kuat pada klien atau kemunculan pikiran

yang berisi kritik negatif terhadap diri. Pengenalan terhadap model A-

B-C pada saat psikoedukasi membuat klien mampu mengorganisasi

informasi dan mengevaluasi pikiran mengenai dirinya, lingkungan, dan

perilaku klien.

b. Proses identifikasi distorsi dan defisit kognitif (identification of

cognitive distortions and deficits) terjadi setelah klien melakukan

pemantauan pikiran (thought monitoring). Proses ini membuat klien

mampu untuk mengidentifikasi pikiran, asumsi, keyakinan yang

terdistorsi, dan pola pikir yang tidak berguna. Akhirnya kesadaran

klien akan penyebab kemunculan pikiran negatif akan meningkat,

seperti berbagai macam unhelpful thinking style tipe mental filter,

jumping to conclusion, personalisation, catastrophising, black and

white thinking, magnification, dan sebagainya serta pengaruh pikiran

negatif terhadap perasaan dan perilaku klien.

c. Evaluasi pikiran (thought evaluation) dilakukan untuk menguji dan

mengevaluasi kognisi klien, perubahan pola pikir klien, dan

pembentukan cara berpikir yang lebih berguna dan adaptif. Seperti

mencari informasi baru, berpikir dengan menggunakan perspektif lain,

Cognitive behavior..., Emmanuela Kirana Sangitan, FPsi UI, 2012

Page 40: COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY UNTUK MENINGKATKAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20304791-T30888-Emmanuela Kirana... · nyatakan dengan benar. Depok, 6 Juni 2012 Yang menyatakan

24

Universitas Indonesia

dan mencari bukti-bukti yang bertentangan dengan keyakinan awal

(yang biasanya negatif dan merugikan klien). Dari proses ini, klien

berusaha mengubah keyakinan atau pikiran negatifnya. Klien juga

didukung oleh terapis untuk membentuk pikiran alternatif yang lebih

baik, lebih fungsional dan seimbang (development of alternative

cognitive processes).

d. Terapis juga membantu klien mempelajari keterampilan kognitif yang

baru (development of new cognitive skills) seperti mengevaluasi

pikiran negatif dengan melakukan positive self-talk atau kalimat-

kalimat positif yang memotivasi klien, menulis diary mengenai hal-hal

positif, dan terbiasa untuk mencari pikiran-pikiran alternatif yang

dapat membantu mengatasi masalah.

3. Perilaku

a. Penentuan tujuan (target setting) merupakan bagian dari intervensi

CBT. Klien diminta untuk menentukan tujuan dari terapi yang

disepakati bersama (goal planning) dan dapat diketahui jika ada

perubahan. Penentuan tujuan ini tidak terlepas dari prinsip SMART

(Specific / spesifik, Measurable / dapat diukur, Achievable / dapat

diraih, Relevant / relevan, and Time Frame/ ada jangka waktu

pencapaian). Klien dapat mencapai perubahan karena mempelajari

keterampilan baru yang didapatkan dari tiap sesi. Untuk itu, klien

diminta untuk mengerjakan tugas rumah yang diberikan terapis.

Pencapaian target terapi akan dilihat kembali dan membuat klien

paham progres dari terapi yang dijalaninya.

b. Pada CBT dilakukan pencarian gaya berpikir klien dengan cara yang

terstruktur, sehingga terapis bersama dengan klien dapat mengevaluasi

dan menguji pikiran klien. Pengujian dilakukan dengan eksperimen

perilaku (behavior experiments atau BE) untuk melihat apakah

prediksi klien benar atau salah mengenai suatu hal / kejadian. BE

dinilai sebagai strategi yang paling efektif untuk mendukung

perubahan perilaku klien (Westbrook, Kennerly, & Kirk, 2007). Klien

diminta untuk merancang kemunculan sebuah perilaku sehingga saat ia

Cognitive behavior..., Emmanuela Kirana Sangitan, FPsi UI, 2012

Page 41: COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY UNTUK MENINGKATKAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20304791-T30888-Emmanuela Kirana... · nyatakan dengan benar. Depok, 6 Juni 2012 Yang menyatakan

25

Universitas Indonesia

melakukannya, klien dapat menemukan pikiran yang lebih positif dan

adaptif, serta mengetahui bahwa pikirannya tidak selalu benar.

4. Emosi

a. Umumnya CBT melibatkan psikoedukasi mengenai emosi (affective

education) agar klien mampu mengidentifikasi dan membedakan

emosi yang dirasakan (seperti marah dan sedih), serta mengidentifikasi

sensasi fisik yang muncul (jantung berdebar, berkeringat dingin, atau

sesak napas).

b. Dengan pemantauan emosi (affective monitoring) klien mampu

menghubungkan antara emosi, pikiran, dan perilaku, mampu

mengenali intensitas emosi yang dirasakan, serta kesadaran akan

perubahan yang terjadi pada diri klien.

c. Pada pengaturan emosi (affective management), klien diajarkan untuk

relaksasi sehingga dapat mengatasi masalah seperti kecemasan, fobia,

dan stres pasca trauma. Klien diajarkan untuk melakukan relaksasi

progresif atau mengatur napas sehingga membantu mereka mengatasi

masalah. Jika klien semakin sadar akan pola emosinya, mereka mampu

untuk menyusun strategi untuk tindakan preventif terhadap

kemunculan gejala fisik yang mengganggu.

5. Penguatan (reinforcement) dan rewards terhadap perilaku yang sesuai

merupakan komponen penting dalam CBT. Penguatan dapat dilakukan

klien secara kognitif seperti positive self-talk, secara material seperti

hadiah, atau dengan aktivitas tertentu yang membuat klien merasa lebih

baik atau jika sudah mencapai tujuan. Penguatan juga dapat diperoleh dari

orang lain, terutama orang-orang terdekat, seperti dorongan untuk menjadi

lebih baik atau pujian jika mampu memunculkan perilaku yang dianggap

positif.

2.3.6. Tahap pelaksanaan

Menurut Beck & Weishaar (2011), pelaksanaan dapat CBT dibagi menjadi tiga

sesi, yaitu:

Cognitive behavior..., Emmanuela Kirana Sangitan, FPsi UI, 2012

Page 42: COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY UNTUK MENINGKATKAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20304791-T30888-Emmanuela Kirana... · nyatakan dengan benar. Depok, 6 Juni 2012 Yang menyatakan

26

Universitas Indonesia

a. Sesi inisial

Tujuan dari sesi pertama ini adalah melakukan wawancara awal.

Diharapkan dengan wawancara awal terapis dapat membangun relasi

dengan klien dan memperoleh informasi penting tentang klien. Di

wawancara awal, penting bagi terapis untuk bertanya mengenai perasaan

dan pemikiran klien mengenai harapan dari terapi yang mereka ikuti.

Klien juga diperbolehkan untuk menceritakan terlebih dahulu hal-hal yang

membuat mereka ingin mengikuti intervensi atau masalah yang dialami.

Menurut Beck, Rush, dkk. (dalam Beck & Weishaar, 2011) diskusi

mengenai harapan klien dapat membuat mereka lebih santai. Dari diskusi

ini, terapis dapat menjelaskan hubungan antara kognisi dengan afek pada

CBT dan membantu klien menyesuaikan diri dengan proses terapi. Salah

satunya dengan membangun hubungan kolaboratif dan mengubah

anggapan klien yang salah mengenai terapi, seperti mengira bahwa dalam

terapi mereka akan diminta atau memperoleh instruksi dari terapis untuk

melakukan hal-hal tertentu.

Informasi yang diperlukan oleh terapis pada sesi pertama adalah

diagnosis, sejarah munculnya keluhan, situasi kehidupan klien saat ini,

masalah psikologis yang dialami, sikap klien terhadap terapi, dan motivasi

untuk menjalani terapi. Di sesi pertama, terapis perlu merumuskan

masalah yang dialami klien. Perumusan masalah dan pengumpulan

informasi mengenai latar belakang klien dapat berlangsung selama

beberapa kali pertemuan. Hal terpenting adalah pada pertemuan pertama

terapis harus fokus terhadap masalah yang spesifik dan dapat memberikan

ketenangan atau kelegaan pada klien dengan cepat karena sudah diberikan

kesempatan untuk bercerita kepada terapis.

Dalam merumuskan masalah, terapis perlu menganalisa dua aspek

yang terkait dengan masalah, yaitu aspek fungsional dan kognitif. Analisa

fungsional dapat mengindentifikasi elemen masalah, seperti manifestasi

dari masalah, di situasi seperti apa masalah biasanya muncul, frekuensi,

intensitas, dan durasi kemunculan masalah, serta konsekuensi dari masalah

yang dialami. Sedangkan analisa kognitif dapat mengindentifikasi

Cognitive behavior..., Emmanuela Kirana Sangitan, FPsi UI, 2012

Page 43: COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY UNTUK MENINGKATKAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20304791-T30888-Emmanuela Kirana... · nyatakan dengan benar. Depok, 6 Juni 2012 Yang menyatakan

27

Universitas Indonesia

pemikiran dan gambaran yang muncul saat ada pencetus masalah yang

sifatnya emosional. Termasuk bagaimana klien merasa mampu mengontrol

kedua hal tersebut, bayangan mereka saat mengalami distres, dan

kemungkinan munculnya respon saat masalah itu benar-benar terjadi.

Pada sesi pertama ini, terapis diperbolehkan untuk lebih aktif. Selain

itu, terapis juga dapat memberikan pekerjaan rumah kepada klien. Terapis

biasanya mengarahkan klien untuk mengenali hubungan antara pikiran,

perasaan, dan perilakunya. Pada sesi selanjutnya, klienlah yang diharapkan

menjadi lebih aktif. Salah satunya dengan menentukan sendiri pekerjaan

rumah yang akan dikerjakan dan pemberian tugas lebih fokus pada

menguji beberapa asumsi spesifik.

Selama sesi-sesi awal, perlu dibuat daftar masalah yang dialami klien.

Di dalam daftar ini terdapat simtom spesifik, perilaku, ataupun masalah

yang sudah ada sejak lama. Setelah itu dibuat urutan prioritas dari masalah

yang ada sehingga didapatkan masalah yang ingin diselesaikan terlebih

dahulu. Penentuan ini berdasarkan pada tingkat keparahan atau distres

yang dialami, kemungkinan penyelesaian masalah, keparahan simtom, dan

lamanya masalah ini dialami oleh klien. Jika terapis dapat membantu klien

menyelesaikan masalahnya di sesi-sesi awal, keberhasilan ini dapat

memotivasi klien untuk membuat perubahan dalam hidupnya.

b. Sesi pertengahan dan akhir

Setelah melewati sesi-sesi awal, penekanan terapi berganti dari fokus

pada simtom yang dialami klien menjadi pola berpikir klien. Hubungan

antara pikiran, afek, dan perilaku akan ditunjukkan melalui pengujian

pikiran-pikiran otomatis (automatic thoughts). Saat klien menyadari

bahwa pikiran-pikirannya yang negatif mempengaruhi keberfungsiannya,

maka mereka mempertimbangkan asumsi dasar mengenai hal yang

memunculkan pikiran tersebut. Peneliti membantu klien dengan

mengajukan berbagai pertanyaan sampai klien menemukan sendiri alasan

mengapa ia berpikir seperti itu.

Seringkali asumsi tersebut tidak disadari oleh klien dan muncul setelah

klien menyadari tema dari pikiran-pikiran otomatis yang dimilikinya. Saat

Cognitive behavior..., Emmanuela Kirana Sangitan, FPsi UI, 2012

Page 44: COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY UNTUK MENINGKATKAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20304791-T30888-Emmanuela Kirana... · nyatakan dengan benar. Depok, 6 Juni 2012 Yang menyatakan

28

Universitas Indonesia

pikiran-pikiran itu diketahui, maka asumsi dasar yang dimiliki klien dapat

diintervensi. Setelah itu, asumsi tersebut akan dimodifikasi dengan

menguji validitas, kesesuaian dengan hidup klien, dan fungsinya bagi

mereka.

Di sesi selanjutnya, klien yang akan bertanggung jawab untuk

mengidentifikasi masalah, pencarian solusi, dan menentukan sendiri

pekerjaan rumah. Terapis tidak lagi menjadi guru, melainkan menjadi

penasehat saat klien mulai mampu menggunakan teknik kognitif dalam

menyelesaikan masalahnya. Intensitas pertemuan pun semakin berkurang

ketika klien tidak lagi tergantung pada terapis. Akan dilakukan terminasi

ketika tujuan terapi sudah tercapai dan klien merasa mampu

mengaplikasikan keterampilan mereka dan perspektif yang baru dengan

mandiri.

c. Sesi penyelesaian terapi

Di sesi awal, perlu adanya perjanjian mengenai perkiraan lama sesi

akan dilakukan. Dengan demikian, klien memahami bahwa akan ada

terminasi sesuai dengan perjanjian awal. Di akhir pertemuan, klien

seharusnya sudah paham bahwa tujuan dari CBT adalah membuat mereka

menjadi terapis bagi dirinya sendiri. Dengan adanya daftar masalah,

membuat klien tahu apa yang akan dicapai selama sesi terapi. Pengetahuan

akan kemajuan atau keberhasilan dalam menyelesaikan masalah

didapatkan dari observasi perilaku, memonitor diri sendiri, lapor diri, dan

kuesioner.

Selama sesi berlangsung, klien akan mengalami keberhasilan atau

kegagalan atau kemunduran, seperti munculnya masalah yang sama di

kemudian hari. Hal ini menjadi kesempatan bagi klien untuk

mempraktekkan keterampilan mereka yang baru. Menjelang terminasi,

klien diingatkan bahwa wajar jika terjadi kegagalan dan meyakinkan

bahwa mereka seharusnya mampu mengatasi karena sudah pernah

mengatasi masalah tersebut. Terapis akan menanyakan bagaimana klien

menyelesaikan masalahnya selama sesi terapi. Terapis juga akan mengajak

klien membayangkan tentang apa yang akan mereka lakukan jika

Cognitive behavior..., Emmanuela Kirana Sangitan, FPsi UI, 2012

Page 45: COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY UNTUK MENINGKATKAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20304791-T30888-Emmanuela Kirana... · nyatakan dengan benar. Depok, 6 Juni 2012 Yang menyatakan

29

Universitas Indonesia

mengalami masalah yang sama di kemudian hari dan melihat bagaimana

mereka mengatasi hal tersebut. Terminasi biasanya akan diikuti dengan

satu atau dua sesi lanjutan, biasanya sebulan setelah terapi selesai. Sesi ini

bertujuan untuk melihat pencapaian dan membantu klien menggunakan

keterampilan barunya.

2.4. Mahasiswa

Subjek dalam penelitian ini adalah mahasiswa. Oleh sebab itu, peneliti

merasa perlu untuk menjelaskan mengenai karakteristik dari mahasiswa itu

sendiri. Mulai dari pengertian, tahap perkembangan yang tengah dilaluinya, dan

masalah yang dihadapi mahasiswa pada umumnya.

2.4.1. Pengertian Mahasiswa dan mahasiswa Universitas Indonesia

Menurut Sarwono (dalam Utama, 2010) mahasiswa adalah setiap orang

yang secara resmi terdaftar untuk mengikuti pelajaran di perguruan tinggi dengan

batas usia 18-30 tahun. Hassan & Sukra (dalam Utama, 2010) menyatakan bahwa

mahasiswa adalah pelajar atau peserta didik yang mengikuti pendidikan di

perguruan tinggi dengan syarat memiliki ijazah Sekolah Menengah Atas (SMA)

atau yang sederajat, dan memiliki kemampuan yang disyaratkan oleh perguruan

tinggi yang bersangkutan.

Mahasiswa Universitas Indonesia (UI) adalah peserta didik yang terdaftar

dan sedang mengikuti program pendidikan di Universitas Indonesia (Keputusan

Rektor Universitas Indonesia, 2006). Lebih lanjut, mahasiswa UI diterima melalui

berbagai macam jalur, yaitu jalur SIMAK-UI (Seleksi Masuk UI), UMB (Ujian

Masuk Bersama), SNMPTN (Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri),

KSDI (Kerjasama Daerah Industri), PPKB (Progam Pemerataan Kesempatan

Belajar), dan jalur prestasi (dalam http://simak.ui.ac.id).

Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa mahasiswa merupakan

individu yang mengikuti pendidikan di perguruan tinggi dengan syarat memiliki

ijazah Sekolah Menengah Atas (SMA) atau yang sederajat, dan memiliki

kemampuan yang disyaratkan oleh perguruan tinggi yang bersangkutan dan

memiliki batas usia antara 18-30 tahun. Sedangkan pengertian mahasiswa UI

Cognitive behavior..., Emmanuela Kirana Sangitan, FPsi UI, 2012

Page 46: COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY UNTUK MENINGKATKAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20304791-T30888-Emmanuela Kirana... · nyatakan dengan benar. Depok, 6 Juni 2012 Yang menyatakan

30

Universitas Indonesia

sendiri adalah orang yang mengikuti pendidikan perguruan tinggi di Universitas

Indonesia, yang diterima melalui jalur SIMAK-UI, UMB, SNMPTN, KSDI,

PPKB, atau jalur prestasi. Mahasiswa UI memiliki beban kuliah sebanyak 144-

146 SKS dan dijadwalkan untuk berkuliah selama 8 – 12 semester (Keputusan

Rektor Universitas Indonesia, 2004).

2.4.2. Tugas perkembangan mahasiswa

Utama (2010) menyatakan bahwa mahasiswa S1 reguler di Universitas

Indonesia mayoritas berada pada usia antara 18 – 24 tahun. Mengacu pada rentang

usia, mahasiswa termasuk ke dalam tahap perkembangan dewasa muda (young

adulthood) (Papalia, Olds, & Feldman, 2007). Individu diharapkan dapat

menjalankan tugas-tugas perkembangan dengan baik, menyesuaikan diri dengan

pola kehidupan baru, memenuhi harapan lingkungan, dan menjadi lebih mandiri.

2.4.3. Masalah-masalah mahasiswa

Mooney & Gordon (dalam Utama, 2010) mengkategorikan masalah-

masalah yang biasanya dihadapi mahasiswa menjadi 12 kelompok, yaitu:

a. Kesehatan dan perkembangan fisik (health and physical development)

Masalah dalam ranah ini berkaitan dengan kondisi tubuh, fisik dan

kesehatan mahasiswa. Contoh masalah dalam ranah kesehatan dan

perkembangan fisik adalah tidak sekuat dan sesehat seperti yang

diharapkan, memiliki bermacam-macam alergi, merasa ada tekanan dan

nyeri pada kepala, secara bertahap berat badan menurun, serta kurang

udara segar dan sinar matahari.

b. Kondisi kehidupan dan keuangan (finances, living conditions, and

employment)

Masalah dalam ranah ini berkaitan dengan masalah keuangan dan

pekerjaan yang umum dihadapi mahasiswa. Contoh masalah dalam ranah

kondisi keuangan dan pekerjaan adalah berhutang untuk kebutuhan

perkuliahan, hidup pas-pasan, wisuda terancam karena kekurangan biaya,

membutuhkan uang untuk pendidikan lanjutan, dan terlalu banyak masalah

keuangan.

Cognitive behavior..., Emmanuela Kirana Sangitan, FPsi UI, 2012

Page 47: COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY UNTUK MENINGKATKAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20304791-T30888-Emmanuela Kirana... · nyatakan dengan benar. Depok, 6 Juni 2012 Yang menyatakan

31

Universitas Indonesia

c. Aktivitas sosial dan rekreasional (social and recreational activities)

Masalah dalam ranah ini berkaitan dengan alokasi waktu untuk melakukan

aktivitas sosial, hobi, dan waktu untuk diri sendiri. Contoh masalah dalam

ranah aktivitas sosial dan rekreasional adalah tidak menjalani kehidupan

yang bermakna, tidak menggunakan waktu luang dengan baik, ingin

meningkatkan diri menjadi lebih berbudaya, ingin meningkatkan

kemampuan berpikir, dan ingin mempunyai lebih banyak kesempatan

untuk mengekspresikan diri.

d. Hubungan sosial–psikologis (social-psychological relations)

Masalah dalam ranah ini berkaitan dengan masalah psikologis yang

dihadapi mahasiswa ketika berada dalam lingkungan sosial. Contoh

masalah dalam ranah hubungan sosial–psikologis adalah mendambakan

kepribadian yang lebih menyenangkan, ingin lebih populer, cemas

mengenai bagaimana kesan orang lain tentang diri, dan merasa tidak

nyaman berada dengan orang lain.

e. Hubungan psikologis individu (personal-psychological relations)

Masalah dalam ranah ini berkaitan dengan kondisi psikologis diri

seseorang. Contoh masalah dalam ranah hubungan psikologis individu

adalah “moodiness”, perasaan sering berubah-ubah dengan cepat, galau,

gagal pada banyak hal yang coba dilakukan, sangat mudah menyerah,

bernasib buruk, dan kadang-kadang berharap tidak pernah dilahirkan.

f. Seks dan pernikahan (courtship, sex, and marriage)

Masalah dalam ranah ini berhubungan dengan kondisi seks dan pernikahan

yang dihadapi mahasiswa. Contoh masalah dalam ranah seks dan

pernikahan adalah takut kehilangan seseorang yang dicintai, mencintai

orang yang tidak mencintai saya, terlalu terhambat dalam hal-hal yang

berhubungan dengan seksualitas, takut menjalin hubungan yang mendalam

dengan lawan jenis, dan bertanya-tanya apakah akan pernah menemukan

pasangan yang cocok.

g. Rumah dan keluarga (home and family)

Masalah dalam ranah ini berkaitan dengan hubungan dengan orang tua dan

kondisi keluarga. Contoh masalah dalam ranah rumah dan keluarga adalah

Cognitive behavior..., Emmanuela Kirana Sangitan, FPsi UI, 2012

Page 48: COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY UNTUK MENINGKATKAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20304791-T30888-Emmanuela Kirana... · nyatakan dengan benar. Depok, 6 Juni 2012 Yang menyatakan

32

Universitas Indonesia

orangtua berpisah atau bercerai, orangtua mengalami masa sulit karena

perpisahan atau perceraian, mencemaskan salah satu anggota keluarga,

ayah atau ibu sudah meninggal, dan merasa tidak punya rumah.

h. Moral dan agama (morals and religion)

Masalah dalam ranah ini berkaitan dengan hubungan individu dengan

Tuhan, agama, dan nilai-nilai moral yang berlaku di lingkungan. Contoh

masalah dalam ranah moral dan agama adalah berbeda dalam keyakinan

agama dengan keluarga, gagal untuk melihat kaitan antara agama dan

kehidupan, tidak tahu apa yang harus dipercaya tentang Tuhan, ilmu

pengetahuan berkonflik dengan agama yang dianut, dan membutuhkan

prinsip hidup.

i. Penyesuaian diri di dunia kampus (adjusment to college world)

Masalah dalam ranah ini berkaitan dengan persiapan individu memasuki

dunia kuliah dan kondisi diri yang berhubungan dengan dunia perkuliahan.

Contoh masalah dalam ranah penyesuaian diri di dunia kampus adalah

melupakan hal-hal yang sudah dipelajari selama bersekolah, mendapat

nilai-nilai rendah, lemah dalam karya tulis, lemah dalam mengeja atau

tatabahasa, dan lambat dalam membaca.

j. Pekerjaan dan pendidikan di masa datang (the future: vocational and

educational)

Masalah dalam ranah ini berkaitan dengan karir, pekerjaan, pendidikan

masa depan, dan bagaimana usaha individu untuk mencapainya. Contoh

masalah dalam ranah pekerjaan dan pendidikan di masa datang adalah

tidak mampu memasuki jurusan yang dikehendaki, mengambil jurusan

yang salah, ingin pindah ke universitas atau jurusan lain, menginginkan

pengalaman paruh waktu dalam bidang yang digeluti, dan meragukan

apakah pendidikan yang diikuti akan menyiapkan seseorang untuk bekerja.

k. Kurikulum dan prosedur pengajaran (curriculum and teaching procedures)

Masalah dalam ranah ini berkaitan dengan budaya kampus, kurikulum

yang berlaku selama kuliah, sistem pengajaran, dan kondisi kampus.

Contoh masalah dalam ranah kurikulum dan prosedur pengajaran adalah

universitas atau tempat pendidikan tidak mempedulikan kebutuhan

Cognitive behavior..., Emmanuela Kirana Sangitan, FPsi UI, 2012

Page 49: COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY UNTUK MENINGKATKAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20304791-T30888-Emmanuela Kirana... · nyatakan dengan benar. Depok, 6 Juni 2012 Yang menyatakan

33

Universitas Indonesia

mahasiswa, kuliah-kuliah membosankan, terlalu banyak dosen yang

kurang mampu mengajar, dan dosen-dosen kurang memahami bahan ajar.

l. Permasalahan masa kini (Current Issues)

Masalah dalam ranah ini merupakan masalah yang terkait dengan isu-isu

terkini mahasiswa. Contoh masalah dalam ranah masalah ini adalah tidak

dapat menghindari teman-teman yang menggunakan obat obat terlarang

dan terlalu banyak clubbing.

2.5. CBT sebagai intervensi untuk meningkatkan keterampilan sosial pada

mahasiswa

Menurut Spence (2003), rendahnya keterampilan sosial akan membuat

individu memiliki hubungan sosial yang kurang baik. Mathur, dkk. (1998)

menyatakan individu yang memiliki keterampilan sosial yang rendah biasanya

kesulitan untuk menjalin dan menjaga hubungan interpersonal dengan orang lain.

Selain itu, rendahnya keterampilan sosial berdampak pada penolakan dari

kelompok, terisolasi dari lingkungan sosial, dan individu mengalami kesepian

(Mathur, dkk., 1998). Bagi beberapa mahasiswa, masalah dalam hubungan sosial

menjadi masalah utama yang memunculkan distres psikologis.

Untuk meningkatkan keterampilan sosial, ada beberapa cara yang dapat

digunakan, antara lain instruksi langsung dari terapis, modeling, bermain peran,

dan latihan langsung. Namun berbagai intervensi tersebut memiliki tujuan agar

mahasiswa menguasai keterampilan sosial yang dibutuhkan, seperti berani

menyapa orang lain, memulai pembicaraan, memilih topik pembicaraan, meminta

dan menawarkan bantuan, menolak permintaan orang lain, atau mengontrol rasa

malu atau perasaan tidak mampu saat berada di situasi sosial. Terlebih pada

mahasiswa, mereka diharapkan dapat bekerja sama dalam kelompok, tergabung

dalam sebuah organisasi, menemukan pasangan (lawan jenis), dan membangun

hubungan sosial serta akademik yang baik dengan teman sebaya atau para

pengajar. Beberapa terapis mempercayai dengan penguasaan keterampilan

tersebut, mahasiswa dapat mengaplikasikannya di kehidupan sehari-hari.

Beberapa literatur yang ditemukan menyebutkan rendahnya keterampilan

sosial yang dimiliki seseorang dipengaruhi oleh persepsi dan keyakinan mereka

Cognitive behavior..., Emmanuela Kirana Sangitan, FPsi UI, 2012

Page 50: COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY UNTUK MENINGKATKAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20304791-T30888-Emmanuela Kirana... · nyatakan dengan benar. Depok, 6 Juni 2012 Yang menyatakan

34

Universitas Indonesia

saat berada di situasi sosial. Hal ini diperkuat dengan pendapat Spence (2003),

bahwa keterampilan sosial yang rendah dipengaruhi oleh adanya distorsi kognitif

dan gaya berpikir yang salah. Menurut Wells & Papageorgiou (dalam Cartwright-

Hatton, Tschernitz, & Gomersall, 2005), intervensi yang dinilai sesuai untuk

meningkatkan keterampilan sosial adalah intervensi kognitif dengan

menggunakan CBT. Spence (2003) juga menyatakan perlu adanya restrukturisasi

kognitif bagi individu dengan keterampilan sosial yang rendah. Intervensi dengan

CBT bertujuan mengubah persepsi atau keyakinan mahasiswa dan mengatasi

distorsi kognisi yang merugikan sehingga mereka dapat memiliki hubungan sosial

yang lebih baik. Bedell & Lennox (1997) menambahkan bahwa CBT akan

membantu mahasiswa menyadari dan memahami proses berpikirnya dengan lebih

baik. Dengan demikian, intervensi ini diharapkan dapat meningkatkan

keterampilan sosial pada mahasiswa yang mengalami distres psikologis.

Cognitive behavior..., Emmanuela Kirana Sangitan, FPsi UI, 2012

Page 51: COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY UNTUK MENINGKATKAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20304791-T30888-Emmanuela Kirana... · nyatakan dengan benar. Depok, 6 Juni 2012 Yang menyatakan

35

Universitas Indonesia

BAB III

METODE PENELITIAN

Pada bab ini akan dijelaskan mengenai metode penelitian yang dilakukan

pada pelaksanaan intervensi ini. Akan dijelaskan mengenai partisipan penelitian,

desain penelitian, metode pelaksanaan intervensi, proses intervensi, analisis dalam

intervensi, sampai alat ukur yang digunakan untuk melakukan pretest dan post-

test.

3.1. Desain Penelitian

Penelitian ini termasuk bagian dari payung penelitian kesehatan mental

pada mahasiswa Universitas Indonesia. Payung penelitian terdiri dari 6 orang

mahasiswa dengan 4 orang pembimbing. Secara umum, penelitian ini membantu

mahasiswa yang mengalami distres psikologis. Sedangkan secara khusus

penelitian ini melihat efektivitas cognitive behavior therapy (CBT) dalam

meningkatkan keterampilan sosial pada mahasiswa Universitas Indonesia. Peneliti

menggunakan metode kuantitatif dan kualitatif. Secara kuantitatif, desain yang

digunakan adalah one group before-and-after study design (Kumar, 1999).

Peneliti akan melakukan pengukuran terhadap variabel partisipan di dua

waktu yang berbeda, yakni awal dan akhir penelitian. Di antara awal dan akhir

penelitian akan dilakukan intervensi kepada partisipan. Dalam penelitian ini,

pengukuran terhadap tingkat distres psikologis menggunakan Hopkins Symptom

Checklist-25 (HSCL-25) dan pengukuran keterampilan sosial mahasiswa UI

menggunakan Social Skills Inventory (SSI). Keduanya diberikan sebelum dan

sesudah pelaksanaan intervensi dengan CBT. Hasil pretest dan post-test akan

dibandingkan untuk melihat efektivitas CBT dalam meningkatkan keterampilan

sosial pada mahasiswa Universitas Indonesia yang mengalami distres psikologis.

Peneliti akan menghitung perubahan skor HSCL-25 dan SSI dari pretest dan post-

test. Secara kuantitatif, CBT dapat dikatakan efektif jika di akhir intervensi

tingkat distres partisipan akan menurun dan akan ada peningkatan keterampilan

sosial. Secara kualitatif, efektivitas CBT akan diketahui dari metode wawancara

informal yang tidak terstruktur dan observasi terhadap partisipan. Peneliti dapat

Cognitive behavior..., Emmanuela Kirana Sangitan, FPsi UI, 2012

Page 52: COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY UNTUK MENINGKATKAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20304791-T30888-Emmanuela Kirana... · nyatakan dengan benar. Depok, 6 Juni 2012 Yang menyatakan

36

Universitas Indonesia

meminta partisipan untuk menentukan sendiri perubahan yang dirasakan setelah

mengikuti intervensi selama 6 sesi.

Berikut ini merupakan ilustrasi desain penelitian yang akan dilakukan:

Gambar 3.1. Ilustrasi desain Penelitian

Keterangan:

O1 : Pengukuran awal keterampilan sosial mahasiswa UI dengan SSI

X : Intervensi terhadap keterampilan sosial dengan menggunakan CBT

O2 : Pengukuran akhir keterampilan sosial mahasiswa UI dengan SSI

3.2. Permasalahan Penelitian

Apakah CBT efektif untuk meningkatkan keterampilan sosial pada

mahasiswa yang mengalami distres psikologis di Universitas Indonesia, yang

diindikasikan dari perbaikan skor SSI dan HSCL-25 serta evaluasi kualitatif?

3.3. Partisipan Penelitian

3.3.1. Kriteria Partisipan Penelitian

Peneliti menetapkan beberapa kriteria untuk mendapatkan partisipan penelitian,

yaitu:

a. Laki-laki atau perempuan yang berada pada tahap perkembangan dewasa muda,

yang memiliki rentang usia 18- 25 tahun.

b. Berkuliah di Universitas Indonesia dan berada dalam program pendidikan S1

c. Mengalami distres psikologis yang tinggi, yang ditunjukkan dengan skor tes

Hopkins Symptom Checklist-25 (HSCL-25) sebesar ≥ 1,75.

d. Memiliki masalah dalam ranah Social-Psychological Relation ≥ 8 masalah

(berdasarkan alat ukur Mooney Problems Check Lists / MPCL)

e. Memiliki setidaknya satu dimensi keterampilan sosial yang kurang dan dimensi

yang timpang jika dibandingkan dengan dimensi lain, yang diukur dengan alat

Social Skills Inventory (SSI)

f. Bersedia mengikuti intervensi yang dilakukan peneliti sebanyak 6 sesi dan

mengisi informed consent yang disediakan oleh peneliti.

O1 - X - O2

Cognitive behavior..., Emmanuela Kirana Sangitan, FPsi UI, 2012

Page 53: COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY UNTUK MENINGKATKAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20304791-T30888-Emmanuela Kirana... · nyatakan dengan benar. Depok, 6 Juni 2012 Yang menyatakan

37

Universitas Indonesia

3.3.2. Prosedur Pemilihan Partisipan

Teknik sampling yang digunakan peneliti adalah convenience sampling

dengan mengakses lingkungan yang tersedia dan dapat dijangkau peneliti

(Kerlinger & Lee, 2000). Peneliti menyebarkan informasi mengenai intervensi

yang akan dijalankan melalui selebaran (flyer) ke sepuluh fakultas di Universitas

Indonesia yang berada di kampus Depok. Fakultas tersebut adalah Fakultas

Psikologi, Fakultas Hukum, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Fakultas Ilmu

Budaya, Fakultas Ekonomi, Fakultas Teknik, Fakultas Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Fakultas Ilmu Keperawatan,

dan Fakultas Ilmu Komputer. Selain itu, peneliti juga menaruh pemberitahuan ini

di Klinik Terpadu Psikologi, BKM, halte bus, dan kantin-kantin yang ada di

beberapa fakultas. Penyebaran flyers dilakukan selama ± 10 hari (16 Maret – 26

Maret 2012) dan tidak ada waktu penyebaran tertentu.

Penyebaran informasi mengenai intervensi yang akan dilakukan pada

mahasiswa UI juga dilakukan melalui media elektronik, seperti Twitter dan

Blackberry Messenger. Peneliti juga meminta bantuan kepada teman-teman

mahasiswa UI dan anggota BEM tiap fakultas untuk menyebarluaskan informasi

tersebut. Sejak penyebaran informasi, diperoleh 74 calon partisipan yang

menyatakan berminat untuk mengikuti program intervensi. Mereka mendaftar

kepada peneliti melalui pesan singkat (SMS).

Peneliti menampung semua pendaftar dan melakukan pendataan identitas.

Pendataan dilakukan dengan mengumpulkan nama, nomor telepon, jenis kelamin,

usia, angkatan, dan asal fakultas calon partisipan. Sejak tanggal 23 Maret 2012,

kelompok peneliti menghubungi mereka satu per satu untuk meminta konfirmasi

kedatangan untuk mengikuti problem screening. Problem screening dilakukan

pada tanggal 26 sampai dengan 28 Maret 2012. Tujuannya untuk mengidentifikasi

kesesuaian karakteristik calon partisipan dan permasalahan yang ingin mereka

atasi dengan program intervensi. Aktivitas ini dilakukan di empat ruang ekspan

yang berada di gedung B Fakultas Psikologi UI. Mengingat penelitian ini

termasuk dalam payung penelitian, peneliti mencari mahasiswa dengan

keterampilan sosial yang rendah dan juga memiliki masalah self-esteem yang

berkaitan dengan penyesuaian diri mahasiswa saat berkuliah. Mereka diberikan

Cognitive behavior..., Emmanuela Kirana Sangitan, FPsi UI, 2012

Page 54: COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY UNTUK MENINGKATKAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20304791-T30888-Emmanuela Kirana... · nyatakan dengan benar. Depok, 6 Juni 2012 Yang menyatakan

38

Universitas Indonesia

empat alat ukur agar proses pemilihan partisipan sesuai dengan kriteria penelitian,

yaitu Hopkins Symptom Checklist-25 (HSCL-25), Mooney Problem Check Lists

(MPCL), Social Skills Inventory (SSI), dan Self-Esteem Scales (SES).

Setelah problem screening selesai dilakukan, peneliti bersama tim payung

penelitian menentukan sejumlah mahasiswa yang memungkinkan untuk menjadi

partisipan penelitian. Peneliti juga menentukan pemilihan calon partisipan secara

kualitatif, yaitu dengan melihat keluhan yang ditulis di kuesioner. Sejumlah

pendaftar yang tidak dapat diikutsertakan dalam penelitian kemudian akan

diberikan konseling dan buklet berisi tips praktis (self-help booklet) terkait dengan

keterampilan sosial dan self-esteem sebagai pegangan. Beberapa pendaftar juga

akan ditawarkan untuk dirujuk kepada mahasiswa Program Magister Profesi

Psikologi Klinis Dewasa lain yang juga sedang menyusun tesis apabila

permasalahannya sesuai dengan topik yang diteliti. Sebagian juga ditawarkan

untuk dirujuk kepada psikolog.

Setelah didapatkan hasil pengukuran secara kuantitatif dan kualitatif,

peneliti menghubungi mahasiswa UI yang sesuai dengan kriteria penelitian untuk

datang mengikuti pre-sesi. Dari pemilihan acak, terpilih 3 mahasiswa UI yang

dapat mengikuti intervensi untuk keterampilan sosial dengan metode Cognitive

Behavior Therapy sejumlah 3 orang. Peneliti mengundang ketiganya untuk

mengikuti presesi agar peneliti dapat melakukan wawancara awal. Presesi

dilakukan pada tanggal 3 dan 5 April 2012 di ruang ekspan B.015 yang berada di

gedung B Fakultas Psikologi UI.

Saat presesi, peneliti mewawancara dan melakukan observasi terhadap

masalah yang disampaikan calon partisipan. Kepada tiga mahasiswa UI yang

terpilih, disampaikan penjelasan singkat mengenai waktu pelaksanaan intervensi

dan meminta persetujuan mereka untuk mengikuti intervensi. Setelah itu, peneliti

menjelaskan tujuan intervensi dan gambaran umum dari intervensi yang akan

dilakukan. Peneliti akan menanyakan kesediaan calon partisipan untuk mengikuti

intervensi dan meminta mereka untuk mengisi informed consent. Berikut

merupakan bagan alur pencarian partisipan penelitian:

Cognitive behavior..., Emmanuela Kirana Sangitan, FPsi UI, 2012

Page 55: COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY UNTUK MENINGKATKAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20304791-T30888-Emmanuela Kirana... · nyatakan dengan benar. Depok, 6 Juni 2012 Yang menyatakan

39

Universitas Indonesia

Gambar 3.2 Alur Pemilihan Partisipan Penelitian

3.4. Metode Pelaksanaan Intervensi

Intervensi dalam penelitian ini menggunakan teknik Cognitive Behavior

Therapy (CBT). Dalam CBT, peneliti menjadi terapis dan akan melakukan terapi

individual kepada tiap partisipan terpilih. Peneliti menyusun modul intervensi

dengan menggunakan teknik-teknik yang umum diterapkan pada CBT

Pelaksanaan CBT akan dilakukan selama enam sesi, yang masing-masing

berdurasi selama ± 90 sampai 120 menit. Menurut Westbrook, Kennerley, & Kirk

(2007), CBT dapat dilakukan dari 6 sesi untuk masalah ringan (mild) sampai lebih

dari 20 sesi untuk masalah berat. Sesi CBT akan dilakukan sebanyak sekali dalam

waktu satu minggu sehingga keseluruhan intervensi akan memakan waktu selama

6 minggu. Rancangan pelaksanaan intervensi pada penelitian ini akan dijabarkan

secara umum dan secara spesifik. Secara umum, gambaran rancangan kegiatan

dan tujuannya dalam setiap sesi adalah sebagai berikut: (Keterangan: rincian

rancangan kegiatan dan modul lengkap terlampir)

Penyebaran flyers& media elektronik

(selama 10 hari)

74 mahasiswa UI mendaftar via

SMS

Problem screening

(selama 3 hari)

Peneliti melihatkuesioner dan

keluhan tertulis

Mengundang partisipan datang ke psikologi UI

Tidak terpilih: diberi konseling

singkat dan booklet

Terpilih: 32 orangdalam payung

penelitian

Dari pemilihan acak, untuk CBT:

3 partisipanDI, LA, dan DE

Cognitive behavior..., Emmanuela Kirana Sangitan, FPsi UI, 2012

Page 56: COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY UNTUK MENINGKATKAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20304791-T30888-Emmanuela Kirana... · nyatakan dengan benar. Depok, 6 Juni 2012 Yang menyatakan

40

Universitas Indonesia

Sesi Tujuan Bentuk Kegiatan

Sesi 1 Menjalin rapport dengan

partisipan dan penjelasan

mengenai intervensi

Psikoedukasi mengenai

keterampilan sosial dan CBT

Partisipan paham mengenai

formulasi masalah yang

dihadapi dan mengidentifikasi

respon yang muncul

Psikoedukasi mengenai berbagai

macam respon, pengisian tabel

respon fisik, perilaku, dan pikiran,

serta pengisian bagan formulasi

masalah.

Partisipan menentukan tujuan

tujuan dari intervensi dengan

prinsip SMART

Pengisian daftar tujuan “My Goals”

dan penentuan mini goals untuk

mencapai tujuan utama yang

ditentukan oleh partisipan.

Partisipan juga diminta menentukan

skala pencapaian tujuan.

Sesi 2 Partisipan paham mengenai

hubungan antara pikiran dan

perasaan

Psikoedukasi mengenai hubungan

emosi dengan pikiran seseorang.

Partisipan mengisi emosi dan pikiran

otomatis yang muncul dari kasus

pribadi partisipan

Partisipan mampu

menemukenali emosi yang

dirasakan

Psikoedukasi dengan memberikan

daftar kata-kata yang menunjukkan

berbagai macam emosi dalam

bahasa Indonesia. Partisipan diminta

mengisi respon emosi yang mungkin

muncul dari contoh kasus

Partisipan menyadari adanya

pikiran otomatis

Psikoedukasi mengenai pikiran

otomatis dan mengisi pikiran-pikiran

otomatis yang mungkin muncul dari

contoh kasus

Cognitive behavior..., Emmanuela Kirana Sangitan, FPsi UI, 2012

Page 57: COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY UNTUK MENINGKATKAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20304791-T30888-Emmanuela Kirana... · nyatakan dengan benar. Depok, 6 Juni 2012 Yang menyatakan

41

Universitas Indonesia

Partisipan memahami model A-

B-C

Psikoedukasi mengenai A-B-C dan

mengisi lembar “Situasi, Pikiran,

atau Emosi?”

Partisipan mampu

mengidentifikasi pikiran yang

tidak berguna

Pengisian thought diary dan

mengidentifikasi core belief dengan

melakukan thought discovery

questions.

Sesi 3 Partisipan mampu

mengidentifikasi gaya berpikir

yang salah dan yang tidak

disadarinya

Psikoedukasi mengenai gaya

berpikir dengan pemberian daftar 10

gaya berpikir yang tidak berguna.

Partisipan menentukan gaya berpikir

dengan mengisi thought diary.

Partisipan paham mengenai

pengubahan perasaan negatif

harus mencari dan mengubah

gaya berpikir yang salah serta

keyakinan yang dimilikinya

Psikoedukasi mengenai gaya

berpikir yang salah

Partisipan dapat melakukan

pencarian bukti-bukti untuk

menantang pikiran (core belief)

Pencarian bukti-bukti dengan

mengisi lembar “My hot thoughts”

Partisipan dapat melakukan

dispute (uji validitas pikiran)

Partisipan menjawab pertanyaan

disputation yang diajukan peneliti

Sesi 4 Partisipan mampu mengubah

pikirannya dengan mengganti

pikiran yang salah dan yang

merugikan dengan keyakinan

(belief) yang baru, mendukung,

dan seimbang

Meminta pendapat partisipan

mengenai cara berpikirnya yang

negatif dan tidak adaptif. Peneliti

mendorong partisipan untuk mencari

balanced core belief, menilai ulang

emosi, dan keyakinan terhadap core

belief di lembar “End Results”.

Cognitive behavior..., Emmanuela Kirana Sangitan, FPsi UI, 2012

Page 58: COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY UNTUK MENINGKATKAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20304791-T30888-Emmanuela Kirana... · nyatakan dengan benar. Depok, 6 Juni 2012 Yang menyatakan

42

Universitas Indonesia

Partisipan dapat mempercayai

pikiran dan keyakinan baru

Psikoedukasi mengenai efek

pengulangan agar dapat

mengaktivasi balanced core belief,

salah satunya dengan membuat

thought card

Mendorong partisipan untuk

merancang behavior

experiments

Psikoedukasi mengenai behavior

experiments

Sesi 5 Partisipan mampu menguji

core belief melalui behavior

experiment (BE)

Partisipan menyusun rancangan BE

di lembar “Behavior Experiments”

Sesi 6 Partisipan menyadari adanya

perubahan

Partisipan menentukan perubahan

yang terjadi dan melihat daftar “My

Goals” di sesi pertama

Partisipan memahami cara

mempertahankan kebiasaan

baru dan penerimaan terhadap

kemunduran

Psikoedukasi mengenai kemunduran

dan meminta partisipan mengisi

lembar “Self-management plan”

3.5. Alat ukur penelitian

Penelitian ini hanya menggunakan 3 dari 4 alat ukur, yaitu Hopkins

Symptom Checklist-25 (HSCL-25), Mooney Problem Check Lists (MPCL), dan

Social Skills Inventory (SSI). Peneliti juga melakukan wawancara informal kepada

partisipan penelitian. Berikut penjelasan singkat mengenai alat ukur yang

digunakan:

3.5.1. Pengukuran Distres Psikologis

Hopkins Symptom Checklist-25 (HSCL-25), merupakan alat ukur lapor diri

(self report). HSCL-25 digunakan untuk mendeteksi simtom dari kecemasan dan

depresi yang dialami individu dalam kurun waktu satu bulan terakhir. HSCL-25

terdiri dari 25 item, dengan 10 item untuk melihat simtom kecemasan dan 15 item

untuk melihat simtom depresi (Ventevogel, dkk., 2007).

Cognitive behavior..., Emmanuela Kirana Sangitan, FPsi UI, 2012

Page 59: COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY UNTUK MENINGKATKAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20304791-T30888-Emmanuela Kirana... · nyatakan dengan benar. Depok, 6 Juni 2012 Yang menyatakan

43

Universitas Indonesia

Seluruh pernyataan dalam alat ukur ini menggunakan skala Likert, dengan

skala 1 sampai 4. Skala 1 menunjukkan bahwa simtom tersebut tidak mengganggu

sama sekali, skala 2 dipilih jika simtom yang muncul sedikit mengganggu, skala 3

menunjukkan jika simtom tersebut agak mengganggu, dan terakhir skala 4 yang

menyatakan bahwa gejala tersebut sangat mengganggu (Ventevogel, dkk., 2007).

Skor dalam HSCL-25 dihitung dengan menjumlahkan skor yang didapat individu

kemudian dibagi dengan jumlah item. Jika individu mendapat skor lebih dari atau

sama dengan (≥) 1.75, maka individu tersebut dapat dikatakan mengalami distres

psikologis (Ventevogel, dkk., 2007). HSCL-25 yang digunakan dalam penelitian

ini merupakan hasil adaptasi ke bahasa Indonesia. HSCL-25 pernah digunakan

dalam penelitian terhadap mahasiswa UI pada tahun 2010 dan 2011.

3.5.2. Pengukuran Permasalahan mahasiswa

Mooney Problem Check List (MPCL) bukanlah sebuah tes, melainkan

sebuah daftar untuk membantu mahasiswa mengetahui masalah yang dialaminya.

Alat ukur ini berisi berbagai masalah yang biasa dihadapi oleh siswa, baik itu

siswa sekolah menengah pertama (SMP), sekolah menengah atas (SMA), dan

mahasiswa. MPCL sering digunakan untuk konseling, panduan intervensi

kelompok, survei, dan penelitian (Mclntyre, 1953). MPCL yang digunakan dalam

penelitian ini adalah versi yang ditujukan untuk mahasiswa.

Untuk mengisi MPCL, mahasiswa diminta untuk membaca setiap

pernyataan. Setelah itu, mahasiswa diminta untuk melingkari masalah-masalah

yang sedang mereka alami dan dianggap mengganggu mereka. Setelah selesai

dengan daftar masalah, mahasiswa diminta menuliskan langsung masalah yang

mereka hadapi. MPCL yang digunakan dalam penelitian ini merupakan hasil

adaptasi ke bahasa Indonesia. MPCL tersebut pernah digunakan dalam penelitian

terhadap mahasiswa UI pada tahun 2010 dan 2011. Dalam penelitian ini, peneliti

hanya mencantumkan 30 masalah dalam ranah Social Psychological Relationship

yang berkaitan dengan masalah yang akan diintervensi. Tujuannya adalah untuk

mengetahui apakah masalah dalam ranah ini dianggap mengganggu oleh

mahasiswa.

Cognitive behavior..., Emmanuela Kirana Sangitan, FPsi UI, 2012

Page 60: COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY UNTUK MENINGKATKAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20304791-T30888-Emmanuela Kirana... · nyatakan dengan benar. Depok, 6 Juni 2012 Yang menyatakan

44

Universitas Indonesia

3.5.3. Pengukuran Keterampilan Sosial

Social Skills Inventory (SSI) merupakan inventori untuk mengukur

keterampilan dasar sosial. SSI terdiri dari 90 pernyataan yang meliputi 6 dimensi

(Riggio, 1986). Dimensi-dimensi ini mengukur keterampilan sosial secara global,

yaitu aspek emosional (nonverbal) dan sosial (verbal). Tiap aspek memiliki 3

dimensi yakni expressivity (ekspresi), sensitivity (sensitivitas), dan control

(kontrol). Ekspresi mengacu pada keterampilan individu dalam berkomunikasi

atau mengirimkan pesan kepada orang lain. Sensitivitas mengacu pada

keterampilan untuk menerima dan menginterpretasi pesan dari orang lain.

Terakhir adalah kontrol yang mengacu pada keterampilan individu dalam

meregulasi dan mengatur proses komunikasi.

SSI yang digunakan dalam penelitian ini merupakan hasil adaptasi ke

dalam bahasa Indonesia. Sebelumnya, peneliti membeli kuesioner SSI dalam

bahasa Inggris, sesudah itu mengalihbahasakan ke dalam bahasa Indonesia.

Setelah itu, peneliti meminta bantuan kepada dua orang lain untuk memberikan

expert judgment dan melakukan back-translating dari bahasa Indonesia ke dalam

bahasa Inggris. Peneliti kemudian melakukan uji keterbacaan kepada 10

mahasiswa Universitas Indonesia. Dengan adanya umpan balik, peneliti

melakukan penyempurnaan SSI dengan membandingkan SSI yang pernah

digunakan oleh Rizanti (2010) kepada populasi dewasa muda di Jakarta.

3.5.3.1. Administrasi dan Skoring SSI

Partisipan diminta untuk mengisi 90 item pernyataan, dengan skala 1

(“Sangat Tidak Menggambarkan Diri Saya”), skala 2 (“Agak Tidak

Menggambarkan Diri Saya”), skala 3 (“Agak Menggambarkan Diri Saya”), dan

skala 4 (“Sangat Menggambarkan Diri Saya”). Dari pengisian SSI, akan

didapatkan nilai total yang dapat memprediksikan keterampilan sosial seseorang.

SSI yang digunakan merupakan hasil adaptasi dari dua penelitian di Universitas

Indonesia pada tahun 2010.

Tiap dimensi ketrampilan sosial diwakili oleh 15 item yang disusun

sedemikian rupa dalam alat ukur sehingga item-item yang mengukur dimensi

yang sama saling berjarak 6 item dengan item yang mengukur dimensi yang lain.

Cognitive behavior..., Emmanuela Kirana Sangitan, FPsi UI, 2012

Page 61: COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY UNTUK MENINGKATKAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20304791-T30888-Emmanuela Kirana... · nyatakan dengan benar. Depok, 6 Juni 2012 Yang menyatakan

45

Universitas Indonesia

Misalnya saja item 2, 8, 14, 20, 26, 32, 38, dan seterusnya adalah item-item yang

mengukur dimensi Emotional Sensitivity. Dari 90 item dalam SSI, terdapat 32

item yang di-skor secara reverse. Total skor SSI menunjukkan keterampilan

sosial individu secara global. Secara umum, semakin tinggi skor total SSI

individu, maka semakin baik pula keterampilan sosial individu tersebut.

Selain skor global, peneliti melihat skor dari masing-masing dimensi.

Menurut Riggio (1986), tiap dimensi dalam SSI saling terkait satu sama lain dan

tidak dapat berdiri sendiri. Keterampilan sosial yang dianggap baik

direpresentasikan oleh skor yang seimbang pada tiap dimensi SSI. Jika ada salah

satu dimensi yang skornya timpang dibandingkan dengan dimensi lain, maka

keterampilan sosial individu tersebut tidak dapat dikatakan baik. Ketimpangan

suatu dimensi ditetapkan dari selisih skor individu dengan skor rata-rata pada

dimensi keterampilan sosial.

Pada SSI yang digunakan dalam penelitian ini, dimensi yang timpang

adalah dimensi yang memiliki perbedaan dengan standar deviasi sebanyak kurang

atau lebih dari 6 angka. Angka dalam standar deviasi tersebut diperoleh dari hasil

interpolasi dengan standar deviasi yang digunakan oleh Riggio (1986). Peneliti

menggunakan standar deviasi yang terkecil untuk dapat membedakan individu

dengan keterampilan sosial yang baik dan kurang baik. Dimensi yang timpang

adalah dimensi yang memiliki skor di atas atau di bawah 6, dengan melihat nilai

cut-off tiap dimensi keterampilan sosial. Misalnya seperti seorang individu

memiliki dimensi emotional expressivity yang timpang karena memiliki skor 22.

Dalam adaptasi alat ukur ini, peneliti hanya menggunakan 4 skala pilihan

jawaban, untuk menghindari kecenderungan menjawab nilai tengah. Oleh karena

itu, peneliti melakukan interpolasi skor dari 5 skala pada alat ukur yang belum

diadaptasi milik Riggio (1986). Interpolasi dilakukan peneliti dengan menghitung

nilai cut-off (terlampir) dari Riggio (1986), kemudian dikalikan dengan 0,8.

Hasilnya adalah angka yang menjadi cut-off dengan 4 skala pilihan jawaban.

Penentuan cut-off mengikuti norma berdasarkan jenis kelamin subjek.

Cognitive behavior..., Emmanuela Kirana Sangitan, FPsi UI, 2012

Page 62: COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY UNTUK MENINGKATKAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20304791-T30888-Emmanuela Kirana... · nyatakan dengan benar. Depok, 6 Juni 2012 Yang menyatakan

46

Universitas Indonesia

Dari interpolasi alat ukur, didapatkan nilai cut-off untuk tiap dimensi keterampilan

sosial. Berikut ini merupakan nilai cut-off berdasarkan jenis kelamin:

ASPEK LAKI-LAKI PEREMPUAN

EE

Emotional Expressivity

29,05 30,25

ES

Emotional Sensitivity

30,37 30,79

EC

Emotional Control

31,57 29,14

SE

Social Expressivity

26,21 24,90

SS

Social Sensitivity

29,11 31,37

SC

Social Control

34,00 31,12

TOTAL 199,68 187,88

Tabel 3.1. Cut-Off Point Tiap Dimensi Keterampilan Sosial

3.5.3.2. Uji Keterbacaan

Dilakukan uji keterbacaan kuesioner SSI kepada mahasiswa UI. Peneliti

meminta responden untuk memberikan umpan balik dan memberitahukan item-

item yang dirasakan sulit untuk dipahami. Dari hasil uji keterbacaan, dilakukan

perbaikan dan berikut merupakan beberapa item SSI yang diubah:

No Pernyataan Pernyataan yang diubah

2. Saat orang lain berbicara, saya

lebih banyak memperhatikan

gerakannya daripada mendengar-

kan omongannya

Saat orang lain berbicara, saya juga

memperhatikan gerakannya selain

mendengarkan omongannya

9. Seringkali sulit bagi saya untuk

berekspresi “muka datar” saat

menyampaikan lelucon atau cerita

lucu.

Seringkali sulit bagi saya untuk

menampilkan ekspresi datar ketika

menceritakan lelucon atau cerita

lucu.

17. Saya akan lebih memilih untuk

berpartisipasi dalam diskusi politik

Saya akan lebih memilih untuk

berpartisipasi dalam diskusi politik

Cognitive behavior..., Emmanuela Kirana Sangitan, FPsi UI, 2012

Page 63: COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY UNTUK MENINGKATKAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20304791-T30888-Emmanuela Kirana... · nyatakan dengan benar. Depok, 6 Juni 2012 Yang menyatakan

47

Universitas Indonesia

Tabel 3.2. Item Social Skills Inventory (SSI) yang Diubah

3.5.4. Wawancara

Saat melakukan screening, peneliti melakukan wawancara dengan tipe

unstandardized non-structured interview di mana peneliti hanya memiliki

panduan utama yang akan ditanyakan. Wawancara dengan tipe ini bersifat

fleksibel karena peneliti tidak terpaku oleh aturan baku mengenai isi pertanyaan,

daripada hanya memperhatikan

dan menganalisa apa yang

dikatakan partisipan

daripada hanya memperhatikan dan

menganalisa apa yang dikatakan

partisipan diskusi

33. Saya mampu untuk tetap

berekspresi “muka datar”

meskipun teman-teman mencoba

membuat saya tertawa atau

tersenyum.

Saya mampu mempertahankan

ekspresi datar meskipun teman-

teman mencoba membuat saya

tertawa atau tersenyum

50. Secara langsung saya bisa

mengetahui orang yang “tidak

tulus” pada saat saya bertemu

dengan orang tersebut.

Saya bisa langsung mengetahui

seseorang yang „tidak tulus‟ begitu

bertemu dengannya

55. Saya sering menyentuh teman saya

ketika sedang berbicara

dengannya.

Saya sering menggunakan sentuhan

saat berbicara dengan teman saya

68. Dengan mudahnya saya

memberikan pelukan atau

sentuhan yang nyaman kepada

orang yang sedang mengalami

tekanan.

Saya mudah untuk memeluk atau

menyentuh orang lain agar mereka

merasa nyaman di kala tertekan

87. Dengan mudahnya saya mengubah

diri saya dari yang terlihat senang

menjadi sedih semenit kemudian.

Saya dapat dengan mudah

mengubah-ubah diri saya tampak

senang dan sedih dalam waktu

singkat.

Cognitive behavior..., Emmanuela Kirana Sangitan, FPsi UI, 2012

Page 64: COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY UNTUK MENINGKATKAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20304791-T30888-Emmanuela Kirana... · nyatakan dengan benar. Depok, 6 Juni 2012 Yang menyatakan

48

Universitas Indonesia

urutan bertanya, dan kalimat yang digunakan (Kerlinger & Lee, 2000). Panduan

utama pertanyaan terdiri dari:

1. Latar belakang kehidupan partisipan

Peneliti bertanya mengenai identitas diri, kondisi keluarga, hubungan

partisipan dengan anggota keluarganya, pola asuh orang tua, hubungan

interpersonal selama ini.

2. Riwayat keluhan partisipan

Peneliti bertanya mengenai kondisi yang dirasakan mengganggu sehingga

partisipan membutuhkan bantuan psikologis, perasaan partisipan, awal

mula munculnya masalah, konsekuensi masalah, dan usaha partisipan

mengatasi masalah tersebut

Cognitive behavior..., Emmanuela Kirana Sangitan, FPsi UI, 2012

Page 65: COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY UNTUK MENINGKATKAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20304791-T30888-Emmanuela Kirana... · nyatakan dengan benar. Depok, 6 Juni 2012 Yang menyatakan

49

Universitas Indonesia

BAB IV

HASIL PENGUKURAN AWAL

Pada bab ini akan dijelaskan mengenai penjabaran kasus yang terdiri dari

proses screening yang dijalani klien, identitas, observasi umum, hasil pengukuran

awal, dan analisa awal.

4.1. Proses dan Hasil Screening Partisipan

4.1.1. Proses Screening Partisipan

Peneliti sudah menetapkan beberapa kriteria calon klien yang dapat

mengikuti intervensi. Untuk menentukan kriteria, peneliti memberikan buklet

yang berisi kuesioner. Calon klien mengisi 3 jenis kuesioner, yaitu Hopkins

Symptom Checklist-25 (HSCL-25), Mooney Problem Check List (MPCL), dan

Social Skills Inventory (SSI). Dari proses screening yang dilakukan oleh

kelompok peneliti, didapatkan 3 mahasiswa yang terpilih secara acak untuk

mengikuti intervensi dengan CBT, yaitu DI, LA, dan DE.

Peneliti meminta ketiganya tersebut untuk datang mengikuti sesi sebelum

intervensi dimulai (pre-sesi). Peneliti memberikan penjelasan singkat mengenai

hasil screening dan menginformasikan bahwa mereka terpilih untuk mengikuti

intervensi. Setelah itu, ditanyakan kesediaan mereka untuk mengikuti intervensi.

Sesudah DI, LA, dan DE menyatakan mereka setuju untuk mengikuti intervensi,

peneliti memberikan penjelasan singkat mengenai proses intervensi yang akan

mereka ikuti dan meminta mereka menandatangani informed consent (terlampir).

Setelah itu peneliti membuat janji temu dan menentukan tanggal pelaksanaan sesi

pertama.

4.1.2. Hasil Screening Partisipan

Dari kuesioner yang diisi ketiga partisipan, didapatkan skor kriteria yang

sudah ditentukan sebelumnya. Berikut merupakan hasil screening ketiga klien:

Cognitive behavior..., Emmanuela Kirana Sangitan, FPsi UI, 2012

Page 66: COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY UNTUK MENINGKATKAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20304791-T30888-Emmanuela Kirana... · nyatakan dengan benar. Depok, 6 Juni 2012 Yang menyatakan

50

Universitas Indonesia

Aspek Pengukuran Skor DI Skor LA Skor DE

Distres psikologis

(dengan HSCL-25)

3.24 2,76 2,32

Jumlah masalah Social

Psychological Relations (SPR) yang

dimiliki (dengan MPCL)

14 20 9

Total skor keterampilan sosial

(dengan SSI)

231 210 208

Emotional expressivity 40 38 43

Emotional sensitivity 40 (30) 37

Emotional control (23) (26) (29)

Social expressivity 44 29 26

Social sensitivity 48 48 42

Social control 36 39 (31)

Tabel 4.1. Hasil Pretest DI, LA, DE

Keterangan: (…) = dimensi yang kurang

Dari hasil di atas dapat diketahui bahwa ketiganya memiliki distres

psikologis yang tinggi, karena melebihi angka 1,75. Dari ketiganya, nampak

bahwa DI yang memiliki distres psikologis paling tinggi, baru kemudian diikuti

oleh LA dan DE. Setelah itu, peneliti melihat aspek masalah Social-Psychological

Relations (SPR), ketiganya merasa memiliki masalah dalam menjalin hubungan

sosial karena memiliki masalah tersebut lebih dari 8 masalah. Selain melihat skor

SPR, peneliti juga melihat keluhan yang mereka tuliskan pada bagian terakhir

kuesioner. Ketiganya mengeluhkan kualitas hubungan sosial yang mereka miliki

sebagai masalah yang mereka rasakan saat ini.

Selain mempertimbangkan tingkat distres psikologis yang tinggi dan

masalah SPR yang lebih dari 8, peneliti menghitung skor yang mereka dapatkan

dari kuesioner SSI. Syarat mengikuti intervensi adalah ada salah satu aspek

keterampilan sosial yang kurang dan ada dimensi yang mengalami ketimpangan.

Penentuannya melihat dari tabel cut-off yang sudah ditentukan di bab III. DI

memiliki skor rendah pada satu aspek, yaitu emotional control (EC). Sedangkan

Cognitive behavior..., Emmanuela Kirana Sangitan, FPsi UI, 2012

Page 67: COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY UNTUK MENINGKATKAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20304791-T30888-Emmanuela Kirana... · nyatakan dengan benar. Depok, 6 Juni 2012 Yang menyatakan

51

Universitas Indonesia

DE dan LA mendapatkan skor rendah pada dua aspek. DE mendapatkan skor

rendah pada aspek emotional control (EC) dan social control (SC). LA

mendapatkan skor rendah pada aspek emotional sensitivity (ES) dan emotional

control (EC). Dengan skor di atas, ketiganya dapat mengikuti intervensi untuk

meningkatkan keterampilan sosial. Berikut merupakan penjelasan mengenai

keterampilan sosial yang dimiliki ketiga partisipan sehingga terpilih untuk

mengikuti intervensi:

4.1.2.1. Keterampilan Sosial DI

Dari pre-test, DI mendapatkan skor keterampilan sosial sebesar 231. Skor

ini menunjukkan bahwa DI memiliki keterampilan sosial keseluruhan cukup baik

dan belum termasuk defisit. Perlu diingat bahwa skor keterampilan sosial

didapatkan dari keenam hal yang menjadi dimensi dari keterampilan sosial itu

sendiri. Dari keenam dimensi dalam keterampilan sosial, dimensi emotional

control merupakan dimensi yang memiliki skor paling rendah dan timpang.

Sementara itu, dimensi social sensitivity merupakan dimensi yang memiliki skor

paling tinggi. Dari tabel 4.1., dapat dilihat bahwa ada 5 dimensi yang timpang dan

terdapat perbedaan skor yang cukup tinggi antara dimensi terrendah dengan

dimensi tertinggi. Ketimpangan yang terjadi menunjukkan skor dimensi-dimensi

yang dimiliki DI belum seimbang dan kurang baik. Oleh karena itu, DI dinyatakan

layak untuk mengikuti intevensi.

Dimensi emotional control dengan skor 23 menunjukkan DI sulit

mengatur dan meregulasi pesan emosional serta non-verbal pada dirinya. Ia

mengalami kesulitan pada saat menyampaikan atau menyembunyikan emosi yang

ia alami. Perilaku yang nampak dan dikeluhkan DI antara lain sikap keras kepala,

cenderung tidak mau mengalah, bersikap kekanak-kanakan, dan emosi negatif

terlihat jika ia tidak menyukai seseorang. Dapat disimpulkan bahwa dimensi ini

termasuk dimensi yang kurang baik dalam keterampilan sosial. Sementara itu,

beberapa dimensi keterampilan sosial lainnya meski timpang namun termasuk

baik.

Perlu diperhatikan mengenai dimensi social sensitivity merupakan aspek

yang memiliki nilai tertinggi. Meski tinggi, dimensi ini memiliki dampak yang

Cognitive behavior..., Emmanuela Kirana Sangitan, FPsi UI, 2012

Page 68: COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY UNTUK MENINGKATKAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20304791-T30888-Emmanuela Kirana... · nyatakan dengan benar. Depok, 6 Juni 2012 Yang menyatakan

52

Universitas Indonesia

kurang baik bagi DI. Skor 48 menunjukkan DI sensitif sehingga mampu

menginterpretasi ekspresi verbal dari orang lain. Ia memahami norma sosial

dalam menampilkan perilaku yang diterima lingkungan dan cenderung

memperhatikan penilaian dari orang lain. Dengan adanya pengetahuan mengenai

norma dan aturan sosial, DI menjadi individu yang mementingkan kesesuaian

perilaku dirinya dengan lingkungan dimana ia berada. Skor yang tinggi membuat

DI sangat memperhatikan perilakunya sehingga memunculkan kecemasan sosial.

Kecemasan inilah yang menghambat kemampuan DI dalam interaksi sosial

sehingga memiliki masalah dalam menjalin hubungan sosial.

Dari wawancara, DI menyampaikan keluhan bahwa cenderung khawatir

dengan penilaian orang lain jika perilakunya dipersepsikan tidak sesuai dengan

norma sosial. Menurut DI, ia memang sering merasa cemas mengenai pendapat

orang lain tentang dirinya, ingin tampil sebagai individu yang lebih

menyenangkan, merasa dibicarakan atau tidak disukai orang lain, dan akhirnya

merasa rendah diri.

4.1.2.2. Keterampilan Sosial LA

Dari hasil pre-test, LA mendapatkan skor keterampilan sosial sebesar 210.

Skor ini menunjukkan LA memiliki keterampilan sosial keseluruhan di atas rata-

rata dan tidak termasuk defisit. Skor ini didapatkan dari keenam dimensi dalam

keterampilan sosial yang dimiliki LA. Dari keenam dimensi, terdapat dimensi

emotional control dan emotional sensitivity menjadi dimensi yang paling rendah

karena di bawah cut-off point. Di sisi lain, social sensitivity merupakan dimensi

yang memiliki skor paling tinggi. Dari tabel 4.1. di atas, terdapat 3 dimensi yang

timpang, yaitu emotional expressivity, social sensitivity, dan social control. Selain

itu, peneliti juga melihat perbedaan skor yang cukup tinggi antara dimensi

terrendah dengan dimensi tertinggi. Oleh karena itu, LA dinyatakan layak untuk

mengikuti intervensi.

Dimensi emotional control yang rendah dengan skor 26 menunjukkan LA

kesulitan untuk mengatur dan meregulasi pesan emosional serta non-verbal pada

dirinya. LA mengalami kesulitan saat akan menyampaikan atau menyembunyikan

emosi yang ia alami. Perilaku yang nampak dan dikeluhkan LA antara lain mudah

Cognitive behavior..., Emmanuela Kirana Sangitan, FPsi UI, 2012

Page 69: COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY UNTUK MENINGKATKAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20304791-T30888-Emmanuela Kirana... · nyatakan dengan benar. Depok, 6 Juni 2012 Yang menyatakan

53

Universitas Indonesia

marah, orang lain dapat mengetahui jika LA sedang kesal, cara berbicaranya

dianggap otoriter oleh orang lain, dan tidak mampu mengungkapkan emosi positif

pada keluarganya.

Dimensi kedua yang termasuk rendah adalah dimensi emotional sensitivity

dengan skor 30. Skor ini menunjukkan keterampilan LA dalam menerima dan

memahami emosi serta sinyal non-verbal dari orang lain di sekitarnya. LA

termasuk individu yang kurang sensitif terhadap sinyal emosional dan non-verbal

yang ditunjukkan oleh orang lain, sehingga kurang mampu menangkap sinyal

emosional dengan tepat. Dengan keterampilan seperti itu, efisiensi saat menjalin

hubungan sosial menjadi berkurang. Hal ini sesuai dengan keluhan LA dari

wawancara yang sudah dilakukan antara lain adanya kesalahpahaman dengan

teman-teman kuliahnya, merasa tidak disukai teman-temannya, dan berpikir

bahwa para staf marah karena tidak membalas SMS-nya.

Sementara itu, dimensi social sensitivity merupakan dimensi yang

memiliki nilai tertinggi. Meski tinggi, dimensi ini tidak selalu bermanfaat bagi

LA. Skor sebanyak 48 menunjukkan LA yang sensitif sehingga sangat mampu

menginterpretasi ekspresi verbal dari orang lain. LA memahami norma sosial

dalam menampilkan perilaku yang diterima lingkungan dan cenderung

memperhatikan penilaian dari orang lain. Dengan adanya pengetahuan mengenai

norma dan aturan sosial, ia sangat mementingkan kesesuaian perilaku diri dengan

lingkungan dimana LA berada. Skor yang tinggi membuat LA sangat

memperhatikan perilakunya sehingga memunculkan kecemasan sosial.

Kecemasan yang dimiliki ini menjadi penghambat dalam interaksi sosial.

LA juga menyampaikan dalam wawancara, bahwa ia sangat memikirkan penilaian

teman-teman, merasa ada teman-teman yang menjauhinya, merasa malu karena

berusaha menjalin hubungan baik dengan adik, sungkan jika harus berbincang

dengan ayahnya, merasa tidak memiliki kelebihan sehingga ia tidak percaya diri.

Pada akhirnya, jika LA tidak percaya diri atau merasa malu, ia cenderung

menghindari interaksi dengan orang lain agar tidak salah tingkah di depan lawan

bicaranya. LA ingin menjadi orang yang lebih memperhatikan lingkungan dengan

cara yang lebih positif, memiliki teman banyak dan dekat secara emosional.

Cognitive behavior..., Emmanuela Kirana Sangitan, FPsi UI, 2012

Page 70: COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY UNTUK MENINGKATKAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20304791-T30888-Emmanuela Kirana... · nyatakan dengan benar. Depok, 6 Juni 2012 Yang menyatakan

54

Universitas Indonesia

4.1.2.3. Keterampilan Sosial DE

Dari hasil pre-test, DE mendapatkan skor keterampilan sosial sebesar 208.

Skor ini menunjukkan DE memiliki keterampilan sosial keseluruhan yang cukup

baik dan belum termasuk defisit. Skor total yang diperoleh DE didapatkan dari

keenam hal yang menjadi dimensi dari keterampilan sosial. Dari 6 dimensi dalam

keterampilan sosial, dimensi emotional control dan social control merupakan

dimensi yang memiliki skor rendah (dibawah cut-off point) dibandingkan dengan

dimensi lain. Sementara itu, ada dimensi emotional expressivity dan social

sensitivity yang menjadi dimensi dengan skor tinggi dan termasuk timpang. Dari

tabel 4.1, dapat dilihat bahwa ada 3 dimensi yang timpang dan terdapat perbedaan

skor yang cukup tinggi antara dimensi terrendah dengan dimensi tertinggi.

Terlihat bahwa ada ketidakseimbangan skor dimensi yang dimiliki DE. Oleh

karena itu, DE dinyatakan layak untuk mengikuti intevensi.

Dimensi emotional control dengan skor 29 merupakan dimensi yang

memiliki skor terrendah namun tidak timpang. Skor pada dimensi ini

menunjukkan DE yang kesulitan mengatur dan meregulasi pesan emosional serta

non-verbal pada dirinya. DE mengalami kesulitan pada saat menyampaikan atau

menyembunyikan emosi yang dialami. Perilaku yang nampak dan dikeluhkan DE

adalah mudah kesal, orang lain mengertahui jika DE marah, sikap keras kepala,

cenderung tidak mau mengalah, dan mudah tersakiti.

Selain dimensi emotional control, ada dimensi social control yang

termasuk dimensi yang kurang baik karena berada di bahwa cut-off point. Dimensi

ini membuat DE kurang baik dalam mengatur dan menampilkan diri dalam situasi

sosial. Dari wawancara, DE merasa kurang mampu beradaptasi dengan cepat di

berbagai situasi sosial sehingga membuatnya merasa kurang percaya diri.

Akhirnya DE mengeluhkan masalah akibat merasa egois dan sering menampilkan

sikap kekanak-kanakan. Nampaknya DE perlu waktu untuk memahami

lingkungannya, setelah mampu menerima norma yang berlaku, barulah DE

merasa nyaman di lingkungan tersebut. Dapat disimpulkan bahwa kedua dimensi

tersebut termasuk dimensi yang kurang baik dalam keterampilan sosial yang

dimiliki DE. Sementara itu, beberapa dimensi keterampilan sosial lainnya meski

timpang namun termasuk baik.

Cognitive behavior..., Emmanuela Kirana Sangitan, FPsi UI, 2012

Page 71: COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY UNTUK MENINGKATKAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20304791-T30888-Emmanuela Kirana... · nyatakan dengan benar. Depok, 6 Juni 2012 Yang menyatakan

55

Universitas Indonesia

Peneliti merasa perlu memperhatikan dimensi emotional expressivity dan

social sensitivity yang menjadi dimensi dengan nilai tertinggi. Meski keduanya

memiliki skor tinggi, dimensi-dimensi tersebut memiliki dampak yang kurang

baik bagi DE. Skor 43 untuk dimensi emotional expressivity dinilai DE

mengganggu karena ia sangat ekspresif terutama untuk emosi-emosi negatif.

Menurut DE, hal ini mengganggunya karena orang lain mudah mengetahui jika

DE sedang kesal atau marah. Namun ekspresi DE hanya terbatas pada emosi

negatif. Ia agak kesulitan untuk mengekspresikan emosi positif, terutama pada

keluarga. Perpaduan antara dimensi emotional control yang rendah membuat DE

merasa kesulitan untuk mengungkapkan emosi dengan baik dan sesuai dengan

norma. Untuk dimensi social sensitivity, DE mendapatkan skor 42. Skor ini

menunjukkan DE merupakan individu yang sensitif sehingga ia mampu

menginterpretasi ekspresi verbal dari orang lain. DE berusaha menampilkan

perilaku yang diterima lingkungan dan memperhatikan penilaian orang lain.

Dengan kesadaran akan sifat-sifat diri yang negatif membuat DE

mementingkan kesesuaian perilaku dirinya dengan lingkungan di mana ia berada.

Skor tinggi pada dimensi social sensitivity membuat DE memperhatikan

perilakunya hingga memunculkan kecemasan sosial. Kecemasan inilah yang

menghambat kemampuan DE dalam interaksi sosial. Persepsi DE bahwa dirinya

kurang mampu dalam mengendalikan emosi, menampilkan diri dalam situasi

sosial, sangat ekspresif terutama menampilkan emosi negatif, dan mengalami

kecemasan sosial, membuatnya memiliki masalah dalam menjalin hubungan

sosial. Oleh karena itu, dengan adanya variasi skor pada keenam dimensi

membuat DE layak mengikuti intervensi untuk meningkatkan keterampilan

sosialnya.

4.2. Partisipan Penelitian yang Mengikuti Intervensi

Berikut ini merupakan hasil dari wawancara yang dilakukan peneliti

kepada ketiga partisipan penelitian sebelum mengikuti intervensi.

Cognitive behavior..., Emmanuela Kirana Sangitan, FPsi UI, 2012

Page 72: COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY UNTUK MENINGKATKAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20304791-T30888-Emmanuela Kirana... · nyatakan dengan benar. Depok, 6 Juni 2012 Yang menyatakan

56

Universitas Indonesia

4.2.1. Data Partisipan I

4.2.1.1. Data Pribadi DI

Inisial nama lengkap : DI

Usia : 24

Jenis kelamin : Perempuan

Domisili : Depok dan Bogor

Suku bangsa : Jawa

Agama : Islam

Pendidikan terakhir : D3

Pekerjaan : Mahasiswa

Angkatan : 2009

Pelaksanaan wawancara awal : 5 April 2012

4.2.1.2. Observasi Umum

DI memiliki badan yang proporsional, dengan tinggi badan diperkirakan

155 cm dan berat badan sekitar 50 kg. DI berkulit sawo matang, menggunakan

jilbab, dan pakaiannya selalu rapi. Saat datang ia selalu menggunakan pakaian

yang senada, berjilbab rapi, dan menggunakan celana panjang. Ia berkacamata,

selalu menggunakan sepatu, dan menggunakan jam tangan di tangan kirinya.

Secara umum DI bersikap kooperatif dan selalu ada kontak mata dengan

peneliti. Ia berbicara dengan suara yang cukup kencang, sangat lancar, dan dengan

tempo agak cepat. Nampak bahwa DI memiliki dorongan untuk berbicara yang

cukup besar namun dapat mengaturnya ketika peneliti membatasi bicaranya

karena keterbatasan waktu. Seperti beberapa kali ia terkejut karena waktu sudah

mendekati waktu kuliahnya, namun DI tetap saja bercerita dan nampak belum

mau beranjak dari ruangan pemeriksaan.

Nada bicaranya sesuai dengan apa yang dibicarakannya. Begitu juga

dengan ekspresi emosi yang ditampilkan. Saat menceritakan kejadian yang

menyedihkan, raut muka berubah menjadi sendu. Ketika menceritakan hal-hal

yang menyenangkan seperti keluarganya, DI menjadi senang dan banyak

tersenyum. Secara umum, DI sangat ekspresif dalam menampilkan emosinya.

Cognitive behavior..., Emmanuela Kirana Sangitan, FPsi UI, 2012

Page 73: COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY UNTUK MENINGKATKAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20304791-T30888-Emmanuela Kirana... · nyatakan dengan benar. Depok, 6 Juni 2012 Yang menyatakan

57

Universitas Indonesia

Cara DI bercerita terstruktur dan umumnya ia memberikan kesimpulan di

akhir ceritanya. Penjelasannya membuat peneliti mudah memahami apa yang

ingin disampaikannya. DI banyak menggunakan contoh-contoh kejadian dengan

menggunakan nama peneliti untuk menggantikan nama teman yang

diceritakannya. Sedari awal ia bertemu, DI cukup terbuka dan banyak

menyampaikan cerita dalam hidupnya.

DI membutuhkan waktu untuk memahami instruksi yang peneliti

sampaikan. Beberapa kali DI melakukan kesalahan dalam mengerjakan tugas dan

baru mengatakan bahwa ia bingung. Setelah instruksi disampaikan untuk kedua

kalinya, barulah DI paham apa yang harus dikerjakannya. Saat mengerjakan

tugas-tugas, ia cenderung diam dan menuliskan tugas-tugas dengan cepat. Ketika

bingung, DI cenderung akan bercerita terlebih dahulu baru kemudian

menuliskannya di kertas. Selama sesi berlangsung, beberapa kali DI melihat

ponselnya yang bergetar. Setelah melihat isinya atau nama penelepon, ia segera

menyimpan kembali ponselnya.

4.2.1.3. Gambaran Kasus

DI merasa tidak memiliki kelebihan apapun meski menyadari bahwa

memang tidak ada orang yang sempurna. Ia merasa dirinya biasa saja dan yakin

bahwa memang begitu adanya. Menurutnya, bukti bahwa ia biasa saja adalah

tidak ada prestasi sama sekali. DI memiliki teman dekat (RIS) yang berkuliah di

psikologi, ia sering mengeluhkan bahwa dirinya tidak ada yang bisa dibanggakan.

RIS sudah berulang kali menyatakan bahwa setiap orang memiliki kelebihan dan

mengatakan bahwa kelebihan DI adalah dapat memasak. Menurut DI, memasak

itu bukanlah menjadi hal yang bisa dibanggakan.

Saat ini, DI merasa tidak memiliki teman karena ada masalah dengan

teman-teman kuliahnya. Kondisi ini membuatnya merasa diomongin dan dijauhi.

Menurut DI, teman-teman yang berbuat seperti itu seakan bermuka palsu karena

di depannya mereka berlaku seperti tidak ada masalah apapun. Masalah ini

muncul pada bulan Januari 2012. Sebagai bendahara kelas, ia melakukan laporan

pertanggungjawaban di hadapan teman-teman sekelasnya. Beberapa orang teman

perempuannya seakan memojokan DI karena merasa ia tidak terbuka dalam

Cognitive behavior..., Emmanuela Kirana Sangitan, FPsi UI, 2012

Page 74: COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY UNTUK MENINGKATKAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20304791-T30888-Emmanuela Kirana... · nyatakan dengan benar. Depok, 6 Juni 2012 Yang menyatakan

58

Universitas Indonesia

memberikan laporan keuangan. Mereka menuduh DI melakukan hal yang tidak

jujur saat menjadi bendahara. Tuduhan teman-temannya adalah DI yang

menggunakan uang kas untuk kepentingan pribadinya. Sedangkan DI tidak

melakukannya dan merasa ia tidak memerlukannya uang tersebut karena cukup

secara finansial dan tidak pernah terpikir untuk berbuat curang. DI merasa banyak

teman kuliah yang “menusuk dari belakang”. terutama teman-teman perempuan.

DI merasa lebih mudah berteman dengan laki-laki yang lebih logis dan jarang

menggunakan perasaan atau pake hati. DI pun merasa lebih nyaman berteman

dengan laki-laki. Dengan partner skripsi pun DI merasa tidak dekat. Kebetulan

teman ini juga berteman dengan kelompok perempuan yang mengajukan tuduhan

terhadap DI.

Di bulan Januari 2012, ia pun putus hubungan dengan sang pacar (AJ).

Kebetulan pemutusan hubungan ini terjadi menjelang DI melaksanakan seminar

skripsi. Saat itu perasaan DI sangat sedih dan marah serta merasa kehilangan

dukungan dari orang terdekatnya 2 tahun belakangan. Pemutusan hubungan ini

membuat DI merasa buruk. Ia sudah mencoba berkali-kali dan meyakinkan diri

bahwa ia tidak seburuk itu, namun tetap saja pikiran itu muncul. Setelah putus, AJ

seakan menghilang tanpa kabar selama 1 bulan. Ketidakjelasan alasan mengenai

pemutusan membuat DI bingung dan yakin betul bahwa memang dirinya salah.

Setelah putus, DI mendapatkan penjelasan dari sahabat AJ. Laki-laki ini

menyampaikan kepada DI pendapat AJ tentang dirinya selama ini. Mendengar

cerita itu membuat DI semakin terpukul dan merasa tidak percaya diri. Ia tidak

tahu bahwa AJ selama ini mengeluhkan sifat-sifat buruknya kepada sahabatnya.

DI semakin kecewa karena tahu bahwa AJ tidak pernah mau berterus terang dan

memilih untuk menyimpan dendam serta kekesalan tanpa mau memberi tahu DI.

Setelah 1 bulan menghilang, DI baru bisa bertemu AJ untuk menanyakan

penyebab yang sebenarnya. DI merasa AJ tidak jujur dan alasan pemutusannya

tidak masuk akal. AJ memutuskan DI karena merasa bahwa sifat-sifat DI sudah

sangat sulit diubah dan tidak yakin dapat diubah oleh siapapun. Sejak pertemuan

itu, DI merasa bahwa AJ seakan menghindarinya. DI pun selalu teringat

bagaimana pernyataan AJ yang tidak cinta lagi terhadap DI. Ia tidak menyangka

bahwa kedekatan dan komitmen untuk menikah dapat berubah begitu cepat.

Cognitive behavior..., Emmanuela Kirana Sangitan, FPsi UI, 2012

Page 75: COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY UNTUK MENINGKATKAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20304791-T30888-Emmanuela Kirana... · nyatakan dengan benar. Depok, 6 Juni 2012 Yang menyatakan

59

Universitas Indonesia

Meski mengalami berbagai macam kejadian yang tidak mengenakan, DI

menyadari bahwa ia memiliki keluarga dan seorang sahabat yang memberikan

dukungan sepenuhnya. Dukungan ini membuat DI merasa terbantu dan dapat

menjaga “kewarasannya”.

DI sadar bahwa ia merupakan orang yang spontan dan keras. Namun tidak

galak, ia hanya agak sulit untuk bersikap lemah lembut seperti kebanyakan

perempuan lainnya. Keraguan AJ akan perubahan sifat DI membuatnya merasa

buruk. Selain itu, AJ juga menyampaikan kepada sahabatnya bahwa DI suka

sekali mengatur, posesif, dan suka mengekang. Menurut DI, ia tidak tahu bahwa

pacarnya terganggu dengan sifat yang suka mengatur dan terkesan posesif. DI

beranggapan bahwa jika tidak ada keluhan, artinya tidak ada masalah. DI

mengemukakan bahwa wajar jika dirinya meminta untuk diantarkan oleh pacar

kemanapun untuk alasan keamanan. DI tidak menyangka bahwa ternyata

kebiasaan itu membuat orang lain terganggu. Ia tahu bahwa dirinya kurang peka.

Selama ini, jika ia melakukan kesalahan, AJ selalu berkata ia sudah memaafkan

DI. Ia mempercayai pernyataan AJ dan menganggap dirinya sudah benar-benar

dimaafkan.

Anggapan tentang diri yang buruk ternyata tidak hanya dari pacar atau

teman-temannya. Ayahnya pun sering menceritakan ulang kepada teman-teman

atau keluarga besar bahwa DI dulu mahasiswa yang pemalas sehingga indeks

prestasinya kurang bagus dan pernah hampir drop-out (DO) ketika menjalani D3-

nya di UI. DI kesal dengan perilaku ayahnya namun tidak bisa berbuat apapun. DI

merasa malu kalau ayahnya menceritakan hal itu. Ia berusaha untuk membuktikan

bahwa saat ini ketika menjalani S1 ia mendapatkan nilai yang cukup baik. Namun

bukti bahwa DI sudah menjadi lebih rajin tidak disadari oleh sang ayah.

Menurutnya sekarang ia sudah berubah, saat ini ia sudah berusaha namun

terkadang muncul pikiran bahwa ia salah masuk jurusan kuliah. DI sering merasa

bodoh karena sulit menghafal dan kurang mampu menghitung-hitung. Ia merasa

tidak memiliki kelebihan apapun. DI sempat berpikir bahwa dirinya akan lebih

baik jika masuk FISIP, namun lagi-lagi terhambat kemampuannya menghafal.

Kedua orang tua juga sering membandingkan DI dengan sepupunya yang

dianggap lebih hebat. Sepupunya saat ini sedang berkuliah di Kanada. Menurut

Cognitive behavior..., Emmanuela Kirana Sangitan, FPsi UI, 2012

Page 76: COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY UNTUK MENINGKATKAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20304791-T30888-Emmanuela Kirana... · nyatakan dengan benar. Depok, 6 Juni 2012 Yang menyatakan

60

Universitas Indonesia

orang tua, DI tidak sepintar sepupunya. Lingkungan DI juga seakan tidak yakin

dengan ilmu yang sedang dipelajarinya saat ini. Keraguan dan perbandingan dari

lingkungannya membuat DI merasa tidak akan bisa menjadi baik. DI merasa cara

pengasuhan kedua orang tuanya membuat DI merasa ia harus kuat dan dapat

mengatasi masalahnya. DI tidak bercerita bahwa ia sedang menjalani intervensi

psikologis karena takut dilarang orang tuanya, terutama oleh ayah.

Hal-hal ini membuat DI putus harapan (“Mbak, aku ngerasa hopeless”).

Saat ini DI memang masih mengharapkan dan membutuhkan dukungan untuk

mengerjakan skripsinya. Ia ingin dipercaya orang lain mengenai kemampuannya,

baik dalam bidang akademis ataupun kinerjanya. DI juga merasa bahwa ia

termasuk orang yang tidak mampu mengontrol emosi. Orang lain dengan mudah

mengetahui jika DI sedang marah atau kesal. Untuk mengatasi masalah ini, DI

berlatih mengatur ekspresi wajah di depan cermin. Menurutnya, aktivitas ini

melatihnya untuk menampilkan senyum yang baik. DI merasa sejak latihan

tersenyum ia merasa lebih baik. Ia sadar bahwa jika diam maka wajahnya terlihat

“jutek” dan DI berusaha mengubah itu. Namun berbagai kejadian yang ia alami

membuat DI bersyukur karena menjadi lebih dekat dengan keluarga. Tadinya DI

banyak menghabiskan waktu dengan pacar. Ia menjadi lebih rajin sholat dan di

rumah bersama keluarga. Muncul keinginan untuk menjadi orang dengan

kepribadian yang lebih menyenangkan.

4.2.2. Data Partisipan II

4.2.2.1. Data Pribadi LA

Inisial nama lengkap : LA

Usia : 20 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Domisili : Depok

Suku bangsa : Jawa

Agama : Islam

Pendidikan terakhir : SMA

Pekerjaan : Mahasiswa

Angkatan : 2010

Cognitive behavior..., Emmanuela Kirana Sangitan, FPsi UI, 2012

Page 77: COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY UNTUK MENINGKATKAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20304791-T30888-Emmanuela Kirana... · nyatakan dengan benar. Depok, 6 Juni 2012 Yang menyatakan

61

Universitas Indonesia

Pelaksanaan wawancara awal : 3 April 2012

4.2.2.2. Observasi Umum

LA terlihat kecil dan kurus. Diperkirakan ia memiliki tinggi badan sekitar

150 cm dengan berat badan sekitar 45 kg. Ia berkulit sawo matang, menggunakan

jilbab panjang, dan pakaiannya selalu rapih serta bersih. LA hampir selalu

menggunakan rok panjang dan baju kaus berlengan panjang. Wajahnya terlihat

bersih dan terawat. Ia menggunakan kacamata.

Selama pertemuan, LA bersikap kooperatif dan sangat terbuka pada

peneliti. LA sendiri mengemukakan hal ini dan ia sendiri terkejut bahwa ia dapat

menceritakan hal-hal yang selama ini ia simpan sendiri. LA selalu menjalin

kontak mata dengan peneliti dan juga sesekali memperhatikan materi yang

peneliti berikan. Ia berbicara dengan jelas, suaranya cukup keras, dan temponya

sedang. LA juga menjawab apa yang ditanyakan peneliti dan menanyakan

langsung jika ia merasa bingung. LA menggunakan nama panggilannya sebagai

kata ganti orang pertama.

Ekspresi emosi LA sesuai, jika ia menceritakan hal yang lucu, LA

tersenyum atau tertawa. Sama seperti ketika LA menceritakan kejadian yang tidak

mengenakan atau yang membuatnya merasa tidak nyaman. Raut wajah LA

menjadi sendu dan beberapa kali ia menitikan air mata, terutama saat bercerita

mengenai hubungannya dengan keluarga. Nada bicaranya pun memelan. Dapat

dikatakan bahwa LA cukup ekspresif dalam menampilkan emosinya. Ketika

menceritakan hal-hal yang kurang menyenangkan, LA memainkan jati tangan,

tissue, atau alat tulis yang sedang dipegangnya.

Cara LA bercerita cukup runut dan jelas. LA sangat terbuka dan detil

dalam menceritakan sesuatu. Hal ini membuat peneliti memahami apa yang

disampaikannya. Ketika diminta untuk mengerjakan tugas, ia dengan cepat

memahami instruksi yang disampaikan peneliti. Sebelum menulis, ia

menceritakannya terlebih dahulu baru kemudian menuliskannya di kertas. Ia

melakukannya dengan cepat dan dengan diam. Sepanjang sesi, nampak LA tidak

mudah terdistraksi oleh suara-suara dari luar ruangan. Ia sesekali melihat

ponselnya jika bergetar namun segera disimpannya kembali. Hal ini terjadi

Cognitive behavior..., Emmanuela Kirana Sangitan, FPsi UI, 2012

Page 78: COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY UNTUK MENINGKATKAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20304791-T30888-Emmanuela Kirana... · nyatakan dengan benar. Depok, 6 Juni 2012 Yang menyatakan

62

Universitas Indonesia

menjelang ia berkuliah karena dicari oleh teman sekelasnya. Selain itu, LA tidak

pernah melihat ponselnya.

4.2.2.3. Gambaran Kasus

LA datang dengan keluhan bahwa ia tidak memiliki teman untuk

membicarakan masalah-masalahnya dan juga tidak ada yang dapat diajak untuk

melakukan aktivitas bersama-sama. Selain itu, LA merasa bahwa dirinya sulit

untuk dekat dan menjalin hubungan yang lebih akrab dengan orang lain, terutama

dengan laki-laki.

Keluhan yang LA ungkapkan adalah merasa sulit untuk menjalin

hubungan dekat. Hal ini mulai disadarinya sejak ia duduk di bangku SMA.

Kebetulan LA pindah ke kota lain untuk melanjutkan SMA-nya. Di kota tersebut,

ia tinggal di sebuah kost. LA tinggal berdua dengan teman sekamar selama kurang

lebih 3 tahun. Namun hubungan mereka hanya sebatas teman sekamar dan tidak

berkembang lebih dari itu. Dengan teman sekolah lainnya, LA juga merasa sulit

untuk dekat. Usaha yang telah ia lakukan untuk menjalin kedekatan antara lain

dengan ikut berkumpul. Saat duduk di kelas 3, LA merasa bahwa semakin ada

jarak dengan teman-temannya. Sejak lulus SMA, LA tidak lagi menjalin

hubungan dengan teman-teman sekolahnya dan teman sekamarnya. LA mengaku

bahwa ia tidak pernah lagi menanyakan kabar satu sama lain semenjak lulus.

Awalnya LA mengira bahwa hal ini terjadi karena ia pindah kota. Berbeda ketika

ia di SMP, LA memiliki kelompok pertemanan yang sampai sekarang masih

berhubungan. LA mengatakan bahwa ketika SMP ia memiliki teman yang aktif

dalam mendekatkan teman-temannya. Oleh karena itu, LA merasa senang karena

selalu diajak untuk berkumpul bersama. Semakin dewasa, LA menyadari bahwa

saat SMA itu ia berubah menjadi sosok yang egois. LA hanya menghubungi

teman sekolahnya saat membutuhkan mereka. Keluhan sulit untuk menjalin

hubungan dekat terulang kembali ketika LA berkuliah. Ia mengaku bahwa dirinya

lebih banyak menyendiri dan tidak memiliki teman dekat ataupun kelompok

pertemanan seperti waktu di SMP.

Ada kalanya LA merasa bahwa ia termasuk individu yang otoriter,

terutama saat berorganisasi. Sejak SMA, LA tergabung dalam organisasi di

Cognitive behavior..., Emmanuela Kirana Sangitan, FPsi UI, 2012

Page 79: COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY UNTUK MENINGKATKAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20304791-T30888-Emmanuela Kirana... · nyatakan dengan benar. Depok, 6 Juni 2012 Yang menyatakan

63

Universitas Indonesia

sekolahnya. Ketika itu sikap otoriternya mulai terlihat. Saat berkuliah, ia pun aktif

dalam sebuah organisasi di fakultas. Pada semester 1 dan 2, di saat LA masih

sama-sama menjadi pengurus organisasi tersebut, ia cukup mampu menjalin

hubungan baik dengan beberapa temannya (ada 4 orang temannya). Namun sejak

ia menjadi ketua departemen (kadep) di organisasi kemahasiswaan, ia merasa

hubungan dengan keempat orang temannya semakin jauh. Menurutnya LA,

dengan tugas dan kewajibannya sebagai kadep membuat dirinya menjadi sosok

yang otoriter, seperti sulit untuk menerima masukan dari orang lain. Saat menjadi

kadep, LA merasa dirinya tegas dan kebetulan sikapnya ini dipandang bagus oleh

atasannya. Ia dianggap sebagai pemimpin perfeksionis oleh bawahannya. LA

sendiri mengakui bahwa dirinya memang sering mengejar para stafnya dan

terkesan mendesak mereka. Jika ada staf yang tidak melaksanakan tugasnya, maka

LA menjadi “gregetan”. Ia akhirnya memikirkan tugas staf tersebut dan

mengambil alih tugas mereka. LA tahu bahwa ada 2 macam respon dari stafnya,

yaitu menghindar dan ada yang termotivasi. Bagi staf yang menghindar, LA

berpendapat pasti mereka merasa sebal dengan dirinya karena selalu diingatkan

(dibawelin) dan akhirnya merasa tidak dianggap oleh LA.

Ia menyadari adanya perubahan dalam hubungannya dengan keempat

teman itu, yakni semakin jarang pergi atau makan bersama. Perubahan frekuensi

pertemuan ini yang disadari pertama kali oleh LA. Setelah menyadari hal ini, LA

berusaha untuk kembali mendekatkan diri. Salah satunya dengan mencoba

bergabung kembali dalam kelompok. Namun ketika LA berada dalam kelompok,

ia merasa tidak memahami topik pembicaraan teman-temannya tersebut. Keadaan

“ngga nyambung” ini membuat LA tidak nyaman berada di antara teman-

temannya. Jika begitu, LA merasa kesal dan memilih untuk menjauh. Tujuannya

adalah mencegah mood yang memburuk dan menghindari ia berbicara ketus pada

teman-temannya. LA khawatir jika temannya sakit hati karena mendengar

ucapannya. LA sadar bahwa ketika ia marah orang-orang disekitarnya dengan

mudah mengetahui hal ini. Ia pun mengaku bahwa dirinya termasuk orang yang

mudah tersulut emosinya.

Setiap kali terjadi masalah, penyelesaian yang paling sering dilakukannya

LA adalah mendekati kembali teman-temannya. Ia merasa bahwa hubungannya

Cognitive behavior..., Emmanuela Kirana Sangitan, FPsi UI, 2012

Page 80: COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY UNTUK MENINGKATKAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20304791-T30888-Emmanuela Kirana... · nyatakan dengan benar. Depok, 6 Juni 2012 Yang menyatakan

64

Universitas Indonesia

memang membaik namun ada perbedaan tidak seperti semula. LA merasa

berjarak dengan teman-temannya. Ia mengeluhkan keadaan ini yang membuatnya

ketinggalan informasi seperti informasi beasiswa, seminar, atau aktivitas di

kampus, karena tidak ada teman yang memberi tahunya. Agar tak ketinggalan

informasi atau agar lebih paham mengenai suatu mata kuliah, LA tidak malu

untuk meminta agar diikutsertakan dalam kegiatan belajar kelompok. Hal ini

terkadang membuatnya dongkol atau kesal dengan dirinya sendiri karena tidak

ada yang mengajaknya sehingga ia terpaksa meminta. Menurut LA, ada pola

pertemanan di kampusnya. Orang-orang yang memiliki kesamaan karakter akan

berteman dan membentuk kelompok, baik untuk urusan akademis ataupun non-

akademis. Dengan demikian, orang-orang seperti LA tidak mudah untuk

mendapatkan kelompok kecuali mereka yang aktif mencari.

Menurut LA, sifat egoisnya juga tidak berkurang saat berkuliah. Ia masih

saja menghubungi teman-teman kuliahnya ketika ada keperluan tertentu. LA

merasa beruntung bahwa ia menyadari hal ini. Ia pun melakukan usaha seperti

mengirimkan pesan singkat hanya untuk menanyakan kabar atau sekadar ngobrol,

namun menurut LA pada akhirnya pasti ia menyampaikan maksud atau keperluan

tertentu. Hal ini membuat pembicaraan berlanjut mengenai kepentingan LA

terhadap temannya itu. LA menyebut hubungan dengan teman seangkatannya

“tidak sehat”. Namun selama ini LA menyatakan dirinya mampu menjalin

hubungan baik dengan orang yang lebih tua. Dengan adik kelas, LA juga cukup

mampu menjaga hubungan baik. Menurut pendapatnya, hal ini terjadi karena adik

kelas tidak mengetahui sifat LA dan LA masih merasa mampu untuk mengontol

mereka. Dengan adik kelasnya, LA merasa mampu untuk menjalin hubungan

timbal balik, meski masih sebatas urusan akademik atau organisasi.

Saat berkuliah, ia tinggal di sebuah kost. Selama hampir 2 tahun tinggal di

kost tersebut, LA jarang bersosialisasi dengan teman-teman satu kost. Menurutnya

dengan banyaknya tugas dan beban akademik membuatnya jarang keluar kamar.

Tidak seperti yang lain, di mana mereka memiliki kebiasaan berkumpul di kamar

salah satu penghuni saat malam hari. LA pernah mencoba bergabung beberapa

kali, dari percobaan ini LA merasa aktivitas berkumpul bersama hanya

membuang-buang waktunya. Banyak pembicaraan “ngalor ngidul” yang tidak

Cognitive behavior..., Emmanuela Kirana Sangitan, FPsi UI, 2012

Page 81: COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY UNTUK MENINGKATKAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20304791-T30888-Emmanuela Kirana... · nyatakan dengan benar. Depok, 6 Juni 2012 Yang menyatakan

65

Universitas Indonesia

dimengertinya sehingga LA merasa lebih baik ia mengerjakan tugas di kamar.

Setelah itu muncul perasaan bahwa dirinya bukan menjadi bagian dari kelompok.

Meski di kost ada kakak kelasnya, LA merasa orang tersebut menghindari dirinya

ketika di kampus. Ia menganggap bahwa kakak kelasnya sudah mengetahui diri

LA yang sebenarnya sehingga memilih untuk menghindari LA.

Menurut LA, masalah ini tidak mengganggu fungsinya di dunia akademis.

Ia tetap dapat berkuliah dan dapat menjalankan perannya sebagai ketua kelas. Saat

diberikan tanggung jawab atau pekerjaan, LA cukup yakin bahwa dirinya dapat

melakukannya dengan baik. Salah satu contoh adalah dosen senang dan

menganggap LA menjalankan tugasnya dengan baik sebagai ketua kelas.

Selain sulit menjalin hubungan dengan teman, LA mengaku bahwa

hubungannya tidak dekat dengan keluarganya (Bapak dan Mama). Dengan ibu,

LA masih lebih sering mengobrol namun tidak membicarakan hal-hal yang

mendalam. Pembicaraan hanya seputar kehidupan akademis saja. LA menangkap

kesan bahwa ibu tidak mau berbagi cerita mengenai masalah dengan LA yang

sudah dewasa. Dengan ayahnya, LA sangat jarang berbincang kecuali untuk

masalah finansial. Selain itu, LA tidak pernah membicarakan hal-hal lain. LA

mengaku ia segan dan malu ketika harus berbincang dengan ayahnya. Begitu juga

hubungan LA dengan kedua adiknya. LA sangat jarang bercengkrama dengan

adik-adiknya.

Sampai saat ini, LA mengaku sudah terbiasa dengan pola asuh dan pola

komunikasi yang tidak dekat secara emosional seperti itu. Dalam keluarga, LA

merasa lebih mudah untuk menunjukkan emosi negatif, seperti marah dan sedih.

LA selalu merasa malu saat ia menunjukkan emosi senang dan sayang kepada

anggota keluarganya. Contohnya adalah LA jarang memberikan kado ulang tahun

secara langsung, ia lebih memilih untuk menaruhnya saja di samping tempat tidur

sehingga ia tidak perlu mengekspresikan emosi senang. Ia paham bahwa hal ini

tidaklah buruk namun rasa malu yang menahan LA untuk memberikannya secara

langsung. LA sebenarnya ingin menjalin komunikasi yang lebih dekat dengan

kedua orang tua. Kebiasaan keluarga melakukan aktivitas bersama-sama seperti

berpergian atau makan bersama tidak membuat komunikasi menjadi lebih hangat.

Selama ini topik pembicaraan hanya seputar dunia akademis saja.

Cognitive behavior..., Emmanuela Kirana Sangitan, FPsi UI, 2012

Page 82: COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY UNTUK MENINGKATKAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20304791-T30888-Emmanuela Kirana... · nyatakan dengan benar. Depok, 6 Juni 2012 Yang menyatakan

66

Universitas Indonesia

Dengan menjalin hubungan dengan lawan jenis, LA merasa dirinya

bersikap lebih hati-hati. Saat ada laki-laki yang mengajak berkenalan atau

berhubungan, LA merasa lebih mudah mengekspresikan emosinya lewat media

dibandingkan secara langsung. Ia merasa bahwa dirinya secara otomatis

menghindar ketika didekati karena dirinya merasa malu dan muncul ketakutan

jika salah tingkah. Pada akhirnya LA menduga bahwa kesulitannya untuk

berteman dekat disebabkan oleh sifatnya yang sulit untuk percaya dengan orang

lain. Ia harus mengenal orang tersebut barulah dapat terbuka.

4.2.3. Data Partisipan III

4.2.3.1. Data Pribadi DE

Inisial nama lengkap : DE

Usia : 19 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Domisili : Ciputat

Suku bangsa : Jawa

Agama : Islam

Pendidikan terakhir : SMA

Pekerjaan : Mahasiswa

Angkatan : 2010

Pelaksanaan wawancara awal : 5 April 2012

4.2.3.2. Observasi Umum

DE terbilang kurus, dengan tinggi badan diperkirakan 160 cm dan berat

badan sekitar 50 kg. Ia berkulit agak sawo matang dan selalu mengunakan

pakaian yang santai namun bersih. Setiap mengikuti sesi, DE menggunakan kaus,

celana jeans, dan membawa tas ransel. Ia beberapa kali menggunakan sepatu keds

atau sepatu datar. Rambutnya yang panjang nampak selalu terurai berantakan dan

ia membiarkan poninya menutupi setengah wajahnya.

DE selalu bersikap kooperatif sepanjang sesi meski di awal-awal

pertemuan ia belum mau bercerita banyak dan hanya menjawab apa yang

ditanyakan peneliti. Selama pertemuan, selalu ada kontak mata dengan peneliti.

Cognitive behavior..., Emmanuela Kirana Sangitan, FPsi UI, 2012

Page 83: COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY UNTUK MENINGKATKAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20304791-T30888-Emmanuela Kirana... · nyatakan dengan benar. Depok, 6 Juni 2012 Yang menyatakan

67

Universitas Indonesia

DE berbicara dengan suara yang cukup kencang, cukup lancar, dan tempo

bicaranya cepat. DE banyak cerita bila ditanya oleh peneliti. Ia paham kapan

waktunya untuk bercerita dan kapan waktunya untuk mengerjakan tugas. Gaya

bicara DE cukup sesuai, dari nada bicara dan juga ekspresi emosinya. Ketika DE

menceritakan hal yang lucu, ia akan tersenyum atau tertawa lepas. Berbeda ketika

ia menceritakan kejadian yang tidak mengenakan. Wajahnya menjadi

menyedihkan, raut muka berubah menjadi agak lesu, dan nada bicaranya

memelan. DE nampak cukup ekspresif dalam menampilkan emosinya. Beberapa

kali ia menutup wajahnya, terutama jika ia malu saat bercerita kepada peneliti.

Caranya bercerita tidak terlalu terstruktur namun peneliti masih dapat

memahaminya karena penjelasan dari DE. Ia cukup terbuka dan detil mengenai

apa yang diceritakannya. Penjelasan tersebut yang membuat peneliti mengerti

ceritanya. Di sesi awal, DE banyak bercerita mengenai hubungannya dengan

sahabat dan pacar. Ia jarang bercerita mengenai keluarganya. DE mudah

memahami instruksi yang disampaikan peneliti. Saat mengerjakan tugas yang

diberikan peneliti, DE mengerjakannya dengan cepat dan dalam diam. Sebelum

menulis, ia memiringkan kertas baru kemudian menulis. Terkadang ia bercerita

terlebih dahulu baru kemudian menuliskan kalimat singkat di kertas.

4.2.3.3. Gambaran Kasus

DE merasa membatasi diri dan sulit untuk menjalin hubungan yang lebih

dekat dengan orang lain. Saat ini, ia merasa terganggu dengan hal tersebut. DE

mengaku bahwa ia kurang menyukai kelompok-kelompok pertemanan (peer

group) yang ada di fakultasnya. Menurutnya ia tidak memiliki pikiran yang

sejalan dengan mereka. Ia memiliki prinsip bahwa dalam berteman, bertemanlah

dengan siapa saja dan jangan memilih-milih.

Prinsip ini membuat DE memilih untuk diam dan cenderung pasif ketika

ada pembuatan kelompok di kelas, ia tidak sibuk membentuk kelompok seperti

yang dilakukan teman-temannya. Selama ini, jarang yang mengajak DE

bergabung dengan kelompoknya. DE merasa bahwa teman-temannya meragukan

kemampuannya di kuliah. Padahal di sisi lain, DE yakin dirinya cukup kompeten

(“Kan aku cukup kompeten. Masih banyak yang dibawah aku padahal, tapi

Cognitive behavior..., Emmanuela Kirana Sangitan, FPsi UI, 2012

Page 84: COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY UNTUK MENINGKATKAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20304791-T30888-Emmanuela Kirana... · nyatakan dengan benar. Depok, 6 Juni 2012 Yang menyatakan

68

Universitas Indonesia

mereka pasti dipilih untuk ikut kelompoknya”). Hal ini kerap kali terjadi sehingga

DE sering mendapatkan kelompok “sisa”. Kelompok tersebut terdiri dari orang-

orang yang tidak mendapatkan kelompok atau tidak diajak sehingga otomatis

menggabungkan diri menjadi sebuah kelompok. Awalnya DE selalu kesal jika

masuk dalam kelompok “sisa” yang terkesan orang buangan. Muncul perasaan

tidak dibutuhkan jika DE tidak mendapatkan kelompok. Namun ia memutuskan

untuk menerima hal ini dan menghilangkan kekesalannya agar dapat

menyelesaikan tugas bersama kelompok tersebut. Ia ingin membuktikan ke

teman-teman lain bahwa kelompok “sisa” pun bisa bekerja dengan baik. Ada

kalanya DE merasa bahwa kelompok yang dibentuk berdasarkan pertemanan

tidak mampu menunjukkan performa yang baik. Sering kali kelompok tersebut

tidak bekerja dengan serius karena banyak bercanda atau mengobrol, sehingga

kurang efektif. DE mengaku dirinya lebih senang jika kelompok di kelas dibentuk

oleh dosen. DE merasa bahwa kelompok otomatis terbentuk biasanya terdiri dari

orang-orang yang sama setiap waktu karena memang berteman dekat di luar

kuliah.

DE menceritakan suatu kejadian yang membuatnya kesal. Suatu hari, ia

sudah berkata pada sahabatnya (SH) bahwa jika nanti ada pembentukan

kelompok, DE ingin satu kelompok dengan SH. Namun ketika kelompok sudah

terbentuk, ternyata DE belum mendapatkan kelompok. SH lupa dan berpikir

bahwa DE akan sekelompok dengan pacar DE. Sementara pacar DE mengira

bahwa DE akan sekelompok dengan SH. Akhirnya DE tidak satu kelompok

dengan siapapun dan kembali tergabung dalam kelompok sisa. Saat itu DE merasa

sangat kesal dengan sang pacar dan SH. Ketika itu, ia merasa tersisihkan.

DE merasa dirinya sangat ekspresif, jadi jika sedang mengalami emosi

negatif, orang-orang di sekitarnya dapat langsung mengetahuinya. Menurut DE, ia

merupakan individu yang mudah marah namun mudah reda juga. Ketika marah,

DE merasa kesulitan untuk menahan emosi tersebut. Hal-hal yang memicu

munculnya emosi tersebut adalah jika hal-hal yang berjalan tidak sesuai dengan

rencananya, terutama jika disebabkan oleh orang lain. Menurutnya, ia selalu

sudah menyiapkan segala sesuatunya sesuai dengan apa yang diinginkan. DE

Cognitive behavior..., Emmanuela Kirana Sangitan, FPsi UI, 2012

Page 85: COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY UNTUK MENINGKATKAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20304791-T30888-Emmanuela Kirana... · nyatakan dengan benar. Depok, 6 Juni 2012 Yang menyatakan

69

Universitas Indonesia

menganggap dirinya seorang perencana. Jika rencana yang dibuatnya berubah

karena orang lain, ia dengan mudah menjadi kesal dengan orang tersebut.

Jika kesal atau marah, ia lebih suka menjauh. DE mengakui bahwa dirinya

seorang yang cengeng. Jika ada masalah, maka ia tidak dapat menahan tangis.

Biasanya ia menangis dengan teman lain dan beralasan bahwa terjadi suatu hal

yang menyakitkan. DE enggan untuk menceritakan bahwa ia kesal dan sedih

karena tidak dapat kelompok atau tidak ada yang mengajaknya. Menurut DE,

alasan ini memalukan dan ia tidak ingin ada yang mengetahuinya.

Selain sulit untuk dekat, DE merasa dirinya sulit untuk terbuka dengan

orang-orang di dekatnya. Saat ini, ia hanya memiliki 1 sahabat (SH) yang

dipersepsikan memiliki karakteristik yang sama. Meski DE memiliki pacar yang

dinilai paling dekat, ia tetap saja kurang terbuka kepadanya. Pacarnya pun sudah

pernah menyampaikan keluhan bahwa DE nampak sangat tertutup dan enggan

untuk berbagi cerita dengan pacarnya. DE merasa bahwa sifat tertutupnya

merupakan hasil dari pola asuh orang tuanya. Ia merasa hubungan dengan orang

tuanya tidak dekat dan merasa ada jarak di antara mereka. Dengan orang tua, DE

jarang sekali berkomunikasi, kecuali untuk urusan finansial. Sedari dulu kedua

orang tua bekerja dan DE terbiasa sendirian di rumah hanya ditemani pembantu

rumah tangganya. Jika orang tua pulang, biasanya sudah larut malam sehingga

memang mereka tidak terbiasa untuk bercerita. DE mengatakan bahwa kedua

orang tua hanya bertanya urusan akademis. DE sendiri tidak suka jika orang tua

bertanya mengenai hal tersebut karena sejak SD ia tidak memiliki masalah

akademis.

Akhirnya sifat DE yang tertutup dan sulit dekat tercermin dari

perilakunya. DE mengaku ketika kuliah ia lebih senang duduk sendiri di barisan

depan. Ia merasa tidak bermasalah jika harus duduk sendirian. Selain itu, DE

menyadari bahwa ia sulit untuk berkonsentrasi sehingga memilih untuk duduk di

depan agar tidak terganggu oleh teman-teman.

DE menilai dirinya tidak dapat berbicara seperti perempuan pada

umumnya, yaitu dengan lemah lembut dan dapat berbasa-basi. Saat ia berbicara,

umumnya DE langsung menuju pada inti pembicaraan. Seperti DE yang jarang

menawarkan bantuan dan memilih untuk langsung melakukannya. Kebiasaan ini

Cognitive behavior..., Emmanuela Kirana Sangitan, FPsi UI, 2012

Page 86: COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY UNTUK MENINGKATKAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20304791-T30888-Emmanuela Kirana... · nyatakan dengan benar. Depok, 6 Juni 2012 Yang menyatakan

70

Universitas Indonesia

membuatnya kurang nyaman, ia ingin mencoba untuk berbasa-basi atau sekadar

menanyakan kabar ke teman-temannya.

Sejak dulu, DE terbiasa untuk berpikir negatif. Seperti ia langsung

menuduh atau berprasangka buruk terhadap orang lain. Kebiasan ini membuat DE

tidak nyaman sehingga saat ini ia sedang berusaha untuk mengubah diri. Ia sudah

menuliskan secara mandiri perubahan aya yang akan dicapai. Salah satunya

dengan mulai berpikir positif. DE mengaku bahwa ia sudah cukup baik dalam

mencapai tujuannya, yaitu berusaha untuk berpikir positif terhadap semua

keadaan ataupun kepada orang lain. Namun DE menyadari bahwa ia tetap menilai

dirinya negatif. Ia merasa dirinya seorang yang pelupa, suka menunda, tidak

seperti kebanyakan teman perempuannya, dan mudah marah.

Cognitive behavior..., Emmanuela Kirana Sangitan, FPsi UI, 2012

Page 87: COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY UNTUK MENINGKATKAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20304791-T30888-Emmanuela Kirana... · nyatakan dengan benar. Depok, 6 Juni 2012 Yang menyatakan

71

Universitas Indonesia

BAB V

HASIL INTERVENSI

Pada bab lima, peneliti membahas mengenai proses pelaksanaan intervensi

berdasarkan rancangan intervensi yang peneliti susun pada Bab 3. Penjelasan pada

bab ini meliputi observasi terhadap partisipan selama mengikuti intervensi, proses

pelaksanaan, dan pengukuran akhir setelah intervensi pada tiap partisipan.

5.1. Pemaparan Kasus DI

5.1.1. Observasi Terhadap DI

Berikut ini merupakan tabel jadwal pelaksanaan intervensi dengan DI,

yang meliputi jadwal pertemuan yang sudah dijanjikan dan realisasi waktu

pelaksanaan intervensi.

Intervensi Jadwal Pelaksanaan Realisasi Pelaksanaan

Pre-sesi Kamis, 5 April 2012

13.30

Kamis, 5 April 2012

13.30 – 15.30

(120 menit)

Sesi 1

(90”)

Selasa, 10 April 2012

14.00

Selasa, 10 April 2012

14.30 – 16.00

(90 menit)

Sesi 2

(120”)

Selasa, 17 April 2012

13.00

Selasa, 17 April 2012

13.30 – 16.00

(150 menit)

Sesi 3

(120”)

Selasa, 24 April 2012

13.00

Selasa, 24 April 2012

13.40 – 17.00

(200 menit)

Sesi 4

(120”)

Rabu, 2 Mei 2012

09.00

Rabu, 2 Mei 2012

08.45 – 11.50

(185 menit)

Sesi 5

(90”)

Jumat, 11 Mei 2012

08.30

Jumat, 11 Mei 2012

08.50 – 10.30

(100 menit)

Sesi 6

(90”)

Rabu, 16 Mei 2012

08.00

Rabu, 16 Mei 2012

08.30 – 11.00

(150 menit)

Tabel 5.1. Waktu Pelaksanaan Intervensi DI

Cognitive behavior..., Emmanuela Kirana Sangitan, FPsi UI, 2012

Page 88: COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY UNTUK MENINGKATKAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20304791-T30888-Emmanuela Kirana... · nyatakan dengan benar. Depok, 6 Juni 2012 Yang menyatakan

72

Universitas Indonesia

DI mampu mengikuti intervensi dengan cukup baik. Ia mengikuti proses

intervensi sebanyak 6 kali hingga selesai. Secara umum, pelaksanaan sesi dengan

DI berjalan sesuai dengan rencana awal meski ada beberapa sesi yang terpaksa

diubah karena kepentingan akademis. Terlihat bahwa pada awalnya sesi

berlangsung secara rutin, sesuai dengan perjanjian di presesi, yaitu setiap hari

Selasa. Namun sejak sesi keempat, ada perubahan waktu karena menyesuaikan

dengan waktu pengerjaan skripsi DI yang harus dilakukan di laboratorium. DI

memilih untuk mengubah sesi menjadi hari Rabu tiap minggunya. Perubahan ini

sudah disampaikan terlebih dahulu oleh DI kepada peneliti.

Selama intervensi, DI cenderung tidak tepat waktu dan hanya

memberitahukan alasan ketika ditanya peneliti melalui SMS. Ia terlambat pada

sesi 1, 2, 3, 5, dan 6. Sedangkan DI datang lebih awal dari waktu perjanjian pada

saat sesi 4. Pada sesi 1, DI datang terlambat karena masih menunggu teman

bergantian menjaga laboratorium. Di sesi dua, alasan keterlambatannya adalah

menunggu bis kuning yang tidak kunjung datang. Di sesi ketiga, DI memajukan

waktu sesi karena harus bertemu dengan dosen pada pukul 16.00 di fakultasnya.

Namun ia datang terlambat karena harus menunggu bis kuning. Pada sesi kelima

dan keenam, intervensi mundur dari jadwal yang sudah ditentukan karena DI yang

masih menunggu dijemput saudaranya.

Waktu pelaksanaan sesi intervensi cenderung melewati rentang waktu

pelaksanaan sesi (perkiraan peneliti 90-120 menit). Hal ini disebabkan DI yang

banyak bercerita sehingga melewati batas waktu intervensi. Meski sudah

diingatkan mengenai waktu yang terbatas, DI tetap bercerita dan meminta waktu

kepada peneliti. Nampak bahwa DI senang berbicara dan membutuhkan waktu

lebih lama dari yang sudah ditentukan. Ada kalanya DI perlu waktu lebih lama

untuk memahami beberapa instruksi dari peneliti. Ia akan menanyakan kepada

peneliti maksud dari instruksi atau meminta peneliti mengulang kembali instruksi

tersebut. Begitu juga di beberapa sesi, ketika DI diminta mencari bukti-bukti yang

menentang pikirannya. Secara umum, DI mampu mengikuti proses intervensi

dengan baik karena mencapai tujuan-tujuan intervensi yang sudah ditetapkan

peneliti. Selama intervensi, DI bersikap kooperatif, aktif, terjadi komunikasi yang

Cognitive behavior..., Emmanuela Kirana Sangitan, FPsi UI, 2012

Page 89: COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY UNTUK MENINGKATKAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20304791-T30888-Emmanuela Kirana... · nyatakan dengan benar. Depok, 6 Juni 2012 Yang menyatakan

73

Universitas Indonesia

sifatnya 2 arah, mampu memahami penjelasan peneliti, dan bersedia mengerjakan

lembar kerja sesuai instruksi.

5.1.2. Proses Pelaksanaan Intervensi Terhadap DI

Sesi Target Pencapaian Sesi

1 Menjalin rapport DI merasa nyaman dengan peneliti dan

memanggil peneliti dengan nama. DI terbuka

dalam bercerita.

Penjelasan intervensi DI mengikuti proses dengan baik dan

menyatakan paham mengenai proses intervensi.

Identifikasi masalah dan

respon yang muncul

DI memerlukan waktu untuk menentukan

masalah karena merasa banyak masalah yang

bobotnya sama. Akhirnya ia dapat memilih

sebuah masalah spesifik yang akan ditangani. DI

menceritakan mengenai beberapa penyebab

munculnya masalah. DI bercerita terlebih dahulu

baru kemudian menulis respon-respon yang

muncul dari sebuah kejadian. DI menyatakan

paham hubungan antara emosi, pikiran, dan

perilaku.

Pembuatan formulasi

masalah

Secara umum DI mengikuti proses dengan

cukup baik dan mampu membuat formulasi

masalah. Memang pada awalnya DI agak

bingung menentukan kejadian spesifik. Nampak

DI lebih mudah untuk bercerita terlebih dahulu

daripada langsung menuliskannya. Begitu juga

dengan penuliskan keempat aspek yang menjadi

respon dari sebuah kejadian. DI awalnya agak

bingung untuk menentukan penghayatannya,

namun dengan bantuan peneliti DI berhasil dan

mendapatkan tilikan.

Cognitive behavior..., Emmanuela Kirana Sangitan, FPsi UI, 2012

Page 90: COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY UNTUK MENINGKATKAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20304791-T30888-Emmanuela Kirana... · nyatakan dengan benar. Depok, 6 Juni 2012 Yang menyatakan

74

Universitas Indonesia

Penentuan tujuan dari

intervensi dengan

prinsip SMART

DI menginginkan adanya perubahan dan paham

mengenai prinsip SMART. Ia menuliskan 4

tujuan dan mengurutkannya dari tujuan yang

paling ingin dicapai DI. Setelah itu, DI

menentukan mini goals dari tujuan utama dan

angka dalam skala pencapaian tujuannya.

Berikut tujuan DI dalam mengikuti intervensi:

1. Berpikiran positif (terutama tentang hal-

hal di masa depan)

2. Mengendalikan emosi

3. Menjadi pribadi yang lebih baik

Mini goals dari tujuan utama:

1. Tersenyum

2. Mulai berbicara lebih halus

Analisa dan evaluasi peneliti:

DI dapat mengikuti sesi pertama dengan baik walaupun membutuhkan

waktu untuk memahami beberapa instruksi dalam sesi. DI dapat mencapai tujuan-

tujuan yang diharapkan dari sesi pertama. DI merasa cemas saat memikirkan

pendapat orang lain tentang dirinya. Nampak bahwa masalah yang dimiliki DI

berkaitan dengan kejadian-kejadian yang berulang dan kejadian yang cukup berat

di awal tahun 2012. Kejadian itu antara lain ayah yang mengulang-ulang

kesalahan DI di depan orang lain, putus hubungan dengan pacar, pendapat mantan

pacar tentang sifat DI yang buruk, dan tuduhan yang dikemukakan oleh beberapa

orang teman kuliah DI terhadap kinerjanya sebagai bendahara kelas.

DI memiliki keyakinan bahwa dirinya buruk dan menyatakan sulit untuk

mengatasi keyakinan tersebut. Selama sesi, nampak DI memiliki tilikan meski

peneliti beberapa kali mengulang instruksi dan memperjelas apa yang

disampaikan. Peneliti menilai DI cukup sadar dan peka akan apa yang terjadi

padanya, seperti mencari bantuan ketika merasa memiliki masalah berat dan

respon yang ia alami ketika berada di suatu situasi.

Cognitive behavior..., Emmanuela Kirana Sangitan, FPsi UI, 2012

Page 91: COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY UNTUK MENINGKATKAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20304791-T30888-Emmanuela Kirana... · nyatakan dengan benar. Depok, 6 Juni 2012 Yang menyatakan

75

Universitas Indonesia

Sesi Target Pencapaian Sesi

2 Pembahasan tugas

rumah dan mini goals

DI tidak mengerjakan dan menolak ketika

peneliti meminta DI mengerjakan di awal sesi.

Ia berpendapat dirinya sudah paham hanya

dengan mengidentifikasi dalam pikirannya. Ia

telah mencapai mini goals yang sudah

ditetapkan. DI merasa senang ketika tujuan

tersebut sudah berhasil dicapainya.

Penjelasan hubungan

emosi dan pikiran

DI mengikuti proses dengan baik dan paham

akan hubungan antara emosi dan pikiran. DI

paham bahwa emosi negatif yang muncul

dipengaruhi oleh pikiran yang juga negatif saat

berada pada situasi tertentu.

Affective education

sehingga paham

mengenai emosi

DI mengikuti proses dengan baik dan cukup

peka dengan emosinya. DI dapat membedakan

emosi-emosi pada contoh kasus.

Penjelasan mengenai

pikiran otomatis

DI mengikuti proses dengan baik dan mampu

mengidentifikasi pikiran otomatis pada contoh

kasus. Seperti pada worksheet 6.

Pengenalan terhadap

model A-B-C

DI mengikuti proses dengan baik dan mampu

membedakan antara situasi, pikiran, dan emosi.

DI dapat mengidentifikasi mana yang

merupakan sebuah situasi, emosi (perasaan),

atau pikiran. Seperti cemas dan takut

merupakan emosi, serta “saya seharusnya tidak

dimarahi” merupakan pikiran.

Thought monitoring DI mengikuti proses dengan baik dan dapat

mengidentifikasi A-B-C berdasarkan kasus

pribadinya, yakni saat ditinggalkan oleh mantan

pacarnya. Kejadian ini memberikan dampak

yang cukup hebat pada DI sehingga muncul

emosi sedih dan memberikan angka 90 untuk

Cognitive behavior..., Emmanuela Kirana Sangitan, FPsi UI, 2012

Page 92: COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY UNTUK MENINGKATKAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20304791-T30888-Emmanuela Kirana... · nyatakan dengan benar. Depok, 6 Juni 2012 Yang menyatakan

76

Universitas Indonesia

menunjukkan intensitas emosi sedih tersebut.

Pencarian core belief DI mengikuti proses dengan baik sehingga

menemukan core belief dari pertanyaan-

pertanyaan yang diajukan peneliti. Core belief

yang dimiliki DI adalah “Merasa dirinya buruk”

dengan tingkat keyakinan 70 dari skala 0-100.

DI menceritakan keyakinan ini hampir selalu

muncul dalam hidupnya dengan memberikan

contoh-contoh kejadian di masa lalu.

Analisa dan evaluasi peneliti:

DI dapat mengikuti sesi kedua dengan baik. Ia telah mencapai mini goals dalam

usaha mencapai tujuan utama, mampu memahami hubungan emosi dan pikiran

otomatis, serta dapat mengidentifikasi pikiran otomatis dan emosinya pada situasi-

situasi tertentu. Dalam sesi ini, DI berhasil menemukan core belief-nya dengan

bantuan berbagai pertanyaan yang diajukan peneliti. Ia memahami bahwa

keyakinan tersebut kerap kali muncul jika DI berada pada situasi tertentu.

Sesi Target Pencapaian Sesi

3 Pembahasan tugas

rumah

DI tidak mengerjakan tugas karena ia sudah

paham mengenai A-B-C sehingga tidak merasa

perlu menuliskannya meski sudah berjanji. Ia

mau mengerjakannya ketika peneliti

memberikan lembar thought diary kepadanya,

namun DI menuliskan kejadian yang sama

seperti di sesi sebelumnya.

Identifikasi unhelpful

thinking style

DI dapat mengidentifikasi unhelpful thinking

styles yang sering digunakannya, yaitu

personalisation, labelling, dan magnification.

Pencarian bukti-bukti

(detective works)

DI mudah mencari bukti-bukti pendukung core

belief. Namun DI membutuhkan waktu sangat

lama untuk mencari bukti-bukti yang menentang

core belief-nya (90 menit). DI merasa tidak

Cognitive behavior..., Emmanuela Kirana Sangitan, FPsi UI, 2012

Page 93: COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY UNTUK MENINGKATKAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20304791-T30888-Emmanuela Kirana... · nyatakan dengan benar. Depok, 6 Juni 2012 Yang menyatakan

77

Universitas Indonesia

punya kelebihan dan sifat yang dimilikinya tidak

lebih baik dibandingkan orang lain.

Disputation DI senang ketika menyadari dirinya memiliki

kelebihan seperti apa yang sudah ditulisnya.

Nampak DI sulit untuk mempercayai hal

tersebut. DI merasa dirinya selama ini tidak

pantas dipuji karena ajaran ayahnya. Menurut

ayah DI, ia harus memperhatikan kritik orang

lain dan tidak mengingat-ingat pujian dari orang

lain.

Saat melakukan disputation, DI merasa

keyakinan tersebut tidak realistis dan tidak

selalu benar. Di akhir sesi, DI mengemukakan

dirinya tidak seburuk yang ia pikirkan

sebelumnya meski masih ada beberapa hal

dalam dirinya yang perlu dibenahi atau diubah.

Analisa dan evaluasi peneliti:

DI membutuhkan waktu sangat lama untuk menemukan bukti yang berlawanan

dengan core belief yang dimilikinya. Peneliti menilai DI kesulitan saat melakukan

detective works meski pada akhirnya DI mencapai tujuan yang diharapkan

peneliti. Peneliti menduga core belief tersebut sudah mengakar dan cukup kuat

sehingga DI membutuhkan usaha keras untuk mengatasinya. Peneliti menilai

disputation yang dilakukan DI cukup berhasil, karena DI sudah menyadari

pikirannya yang tidak realistis dan tidak selalu benar.

Sesi Target Pencapaian Sesi

4 Pembahasan tugas

rumah

DI tidak mengerjakan tugas dan menolak ketika

peneliti memintanya untuk mengerjakan saat itu

juga. Ia merasa senang karena menyadari akan

perubahan yang dialaminya dan sudah mampu

mengatur pikirannya.

Cognitive behavior..., Emmanuela Kirana Sangitan, FPsi UI, 2012

Page 94: COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY UNTUK MENINGKATKAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20304791-T30888-Emmanuela Kirana... · nyatakan dengan benar. Depok, 6 Juni 2012 Yang menyatakan

78

Universitas Indonesia

Evaluasi hasil

disputation

DI menyatakan keheranan karena memiliki

pikiran yang tidak berguna dan tidak selalu

benar.

Pembuatan balanced

core belief

DI mengikuti proses dengan baik dan mampu

menentukan balanced core belief. DI mencapai

tujuan yang diharapkan peneliti dengan adanya

penurunan intensitas emosi dan tingkat

keyakinan DI terhadap pikiran awal yang negatif

(core belief).

Klien mempercayai

balanced core belief

dengan membuat

thought card

DI mengikuti proses dengan baik dan

menentukan sebuah kalimat untuk dituliskan

dalam thought card. DI menyatakan sudah

paham cara untuk mempercayai balanced core

belief, yakni dengan pengulangan.

Perancangan behavior

experiment

DI menyatakan ingin menguji kebenaran dari

balanced core belief-nya, yaitu “I can be better

because I can solve my weakness”. Caranya

dengan menyapa atau memanggil teman-

temannya terlebih dahulu, terutama teman-teman

yang pernah menuduh DI dan berbuat tidak enak

pada DI.

Analisa dan evaluasi peneliti:

Peneliti merasa bahwa DI belum cukup mampu untuk mengerjakan tugas

rumah (pengubahan kognitif) secara mandiri. Peneliti menduga DI masih

memerlukan bantuan atau dukungan meski tidak dikemukakannya. DI merasa

mengalami perubahan sejak sesi sebelumnya. Saat ini DI merasa lebih mampu

untuk berpikir positif dengan menceritakan kejadian yang dialaminya. Pada sesi

ini, DI nampak terokupasi pada sebuah topik yang kurang berhubungan dengan

masalahnya. Ia sedang terokupasi mengenai seorang teman laki-laki yang sedang

ditaksirnya. DI berulang kali bercerita mengenai bagaimana perasaannya terhadap

teman tersebut, angan-angan DI seandainya ia dapat lebih dekat dengan temannya

itu.

Cognitive behavior..., Emmanuela Kirana Sangitan, FPsi UI, 2012

Page 95: COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY UNTUK MENINGKATKAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20304791-T30888-Emmanuela Kirana... · nyatakan dengan benar. Depok, 6 Juni 2012 Yang menyatakan

79

Universitas Indonesia

DI paham mengenai aplikasi balanced core belief, yakni dengan pengulangan

dan latihan langsung. Dengan demikian, dapat menguji kebenaran dari balanced

core belief. Secara umum, DI telah mencapai tujuan yang diharapkan peneliti di

sesi ini.

Sesi Target Pencapaian Sesi

5 Review materi sesi

sebelumnya

DI merasa sulit untuk mempercayai balanced

core belief, namun ia mampu untuk mengatur

emosinya agar menjadi lebih positif. Thought

card dirasakan membantunya mempertahankan

keyakinan terhadap balanced core belief.

Affective management DI mengikuti proses dengan baik dan mampu

menentukan teknik bernapas yang membantu

dirinya.

Pengujian balanced

core belief melalui

perancangan behavior

experiment

DI mengikuti proses dengan baik dan mampu

merancang behavior experiment (pada

worksheet 13)

Analisa dan evaluasi peneliti:

DI merasa agak kesulitan dalam mempercayai balanced core belief (“I can

be better, because I can solve my weakness”) namun mampu menemukan cara

untuk mengatasinya. Ia menyadari adanya perubahan pada dirinya dan nampaknya

lebih peka terhadap respon emosinya. DI juga mampu mengatur pikirannya

dengan mencari pikiran yang lebih positif dan adaptif, salah satunya dengan

bantuan thought card dan pembuatan positive self-talk.

DI paham mengenai keuntungan dari teknik bernapas yang diajarkan peneliti

jika ia mengalami kejadian yang tidak mengenakan. Di sesi ini, ia nampaknya

sudah memahami bagaimana cara untuk menguji keyakinan yang salah, dengan

merancang BE yang harus direalisasikan.

Sesi Target Pencapaian Sesi

6 Review materi sesi

sebelumnya

DI merasa BE yang dilakukan berjalan cukup

baik dan menyadari bahwa keyakinannya salah.

Cognitive behavior..., Emmanuela Kirana Sangitan, FPsi UI, 2012

Page 96: COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY UNTUK MENINGKATKAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20304791-T30888-Emmanuela Kirana... · nyatakan dengan benar. Depok, 6 Juni 2012 Yang menyatakan

80

Universitas Indonesia

Ia mampu untuk membuat kesimpulan dan

balanced core belief. DI merasakan sendiri

bagaimana pikirannya diuji dan menyadari

kesalahan dalam pikirannya, serta keuntungan

melakukan BE.

Klien menyadari

pencapaian dan

perubahan pada dirinya

DI merasa ada perubahan dan menyusun

pencapaiannya selama sesi. Ia mampu

mengidentifikasi faktor-faktor pendukung serta

penghambat terjadinya perubahan dalam dirinya.

Penentuan rencana

untuk mempertahankan

kebiasaan yang lebih

positif dan menyusun

langkah-langkah

preventif

DI menyadari akan adanya kegagalan atau

kemunduran dan mampu menentukan langkah-

langkah preventif yang dirasakan berguna bagi

dirinya.

Post-test DI mengikuti proses dengan baik dan menyadari

akan adanya perubahan sejak pengisian

kuesioner saat pre-test.

Evaluasi DI mengikuti proses dengan baik dan

memberikan umpan balik secara verbal, sesuai

dengan apa yang diajukan peneliti.

Analisa dan evaluasi peneliti:

Dari intervensi yang dilakukan dan dari pencapaian tujuan sesi, peneliti menilai

DI sudah semakin memahami dirinya dan cara mengontrol diri yang semakin

baik. DI menyatakan dirinya sudah menerima kekurangan dan mampu menyadari

kelebihan-kelebihan yang dimilikinya. DI juga menyadari kemungkinan

terjadinya kemunduran dan sudah tahu cara-cara untuk mencegah serta mengatasi

kemunduran tersebut. Secara umum, DI merasa sangat terbantu dan merasakan

sendiri adanya perubahan pada dirinya.

Cognitive behavior..., Emmanuela Kirana Sangitan, FPsi UI, 2012

Page 97: COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY UNTUK MENINGKATKAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20304791-T30888-Emmanuela Kirana... · nyatakan dengan benar. Depok, 6 Juni 2012 Yang menyatakan

81

Universitas Indonesia

5.1.3. Hasil Intervensi Terhadap DI

5.1.3.1. Hasil Pengukuran Efektivitas Intervensi dengan CBT

Aspek Pengukuran Pre-ttest Post-test Keterangan

Keterampilan sosial (SSI) 231 253 Membaik

Emotional expressivity 40 40 Tetap

Emotional sensitivity 40 46 Membaik

Emotional control (23) 33 Membaik

Social expressivity 44 48 Membaik

Social sensitivity 48 40 Membaik

Social control 36 46 Membaik

Distres psikologis (HSCL-25) 3.24 1.68 Membaik

Tabel 5.2. Pengukuran Kuantitatif DI

Keterangan: (…) = dimensi yang kurang

Peneliti melihat efektivitas CBT dalam meningkatkan keterampilan sosial

dengan melihat dinamika perubahan skor pada keterampilan sosial, terutama

dimensi emotional control dan social sensitivity, serta perubahan tingkat distres

psikologis DI. Dengan adanya intervensi dengan CBT, skor dimensi emotional

control membaik karena mengalami peningkatan dari skor 23 menjadi 33.

Perubahan skor menunjukkan ada peningkatan keterampilan dalam mengatur dan

meregulasi pesan emosional serta non-verbal, seperti mulai sering berpikir positif

sehingga emosi yang muncul tidak selalu negatif dan DI mampu untuk mencari

alternatif pikiran yang lebih positif. Peningkatan ini juga membuat DI mampu

untuk menyampaikan dan menyembunyikan emosi yang ia alami, salah satunya

dengan berkurangnya frekuensi mengeluh.

Selain itu, dimensi social sensitivity juga membaik karena terjadi

penurunan dari 48 menjadi 40. Perubahan ini terlihat dari perilaku DI yang

menyadari dirinya juga memiliki kelebihan dan ada orang lain yang

memperhatikan sisi positifnya. Meski terjadi penurunan pada 1 dimensi, secara

keseluruhan keenam dimensi menjadi lebih baik dan seimbang. Perubahan skor

tiap dimensi membuat skor total keterampilan sosial DI berubah dari 231 menjadi

253. Selain meningkatnya skor total keterampilan sosial, terjadi penurunan distres

Cognitive behavior..., Emmanuela Kirana Sangitan, FPsi UI, 2012

Page 98: COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY UNTUK MENINGKATKAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20304791-T30888-Emmanuela Kirana... · nyatakan dengan benar. Depok, 6 Juni 2012 Yang menyatakan

82

Universitas Indonesia

psikologis yang signifikan pada DI. Setelah ia mengikuti intervensi dengan CBT,

terjadi penurunan tingkat distres psikologis dari 3.24 menjadi 1.68. Dengan

tingkat distres psikologis seperti itu, artinya DI tidak lagi mengalami distres

psikologis. Dari perubahan keterampilan sosial dan tingkat distres, dapat

disimpulkan bahwa intervensi dengan CBT efektif untuk meningkatkan

keterampilan sosial dan menurunkan distres psikologis pada DI.

5.1.3.2. Refleksi Subjektif DI Terhadap Proses dan Keberhasilan Intervensi

DI berpendapat setelah menjalani intervensi selama 6 sesi, ia mengalami

perubahan. Perubahan yang ia sadari antara lain merasa perilaku dan pola pikirnya

menjadi lebih positif, lebih mampu mengatur emosinya, lebih menghargai diri

sendiri, caranya melihat segala sesuatu lebih positif, menyadari bahwa pikiran

negatifnya tidak selalu benar, merasa lebih baik, dan lebih jarang mengeluh.

Di awal sesi, nampak DI lebih banyak mengeluh dan nuansa emosinya

cenderung negatif (marah dan kesal). Ia masih terus beranggapan bahwa kejadian-

kejadian buruk di awal tahun merupakan kesalahannya dan orang-orang tidak

menyukai dirinya. Namun di sesi-sesi akhir, DI merasa lebih baik dan menerima

hal-hal positif yang dimilikinya. Ia juga merasa lebih percaya diri saat berinteraksi

dengan orang lain.

5.1.3.3. Evaluasi DI terhadap Intervensi

Peneliti meminta DI memberikan umpan balik dan evaluasi dari intervensi

yang sudah dijalaninya. Peneliti menanyakan 3 hal, yaitu umpan balik mengenai

materi intervensi, program intervensi secara keseluruhan, dan evaluasi terhadap

peneliti. Untuk materi intervensi, DI merasa materi yang disampaikan bagus

sehingga ia mengetahui diri sendiri, pemulihan diri, dan bagaimana pencapaian

target. DI merasa senang karena dapat menemukan sendiri jawaban atas

pertanyaan ataupun masalahnya.

Umpan balik DI mengenai program intervensi adalah kebingungannya di

awal sesi, karena tidak mendapatkan saran dari peneliti sementara DI berharap ia

akan mendapatkan jawaban. Ia mengira intervensi yang akan dilakukan sama

seperti konseling, di mana peneliti akan memberikan saran yang diminta DI.

Cognitive behavior..., Emmanuela Kirana Sangitan, FPsi UI, 2012

Page 99: COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY UNTUK MENINGKATKAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20304791-T30888-Emmanuela Kirana... · nyatakan dengan benar. Depok, 6 Juni 2012 Yang menyatakan

83

Universitas Indonesia

Peneliti yang selalu bertanya balik akhirnya membuat DI berpikir dan membantu

DI menemukan hal-hal yang belum terlihat selama ini. Dengan pengajuan

pertanyaan reflektif seperti itu, membuat DI berpikir dan menemukan sendiri jalan

keluarnya, akhirnya ia tidak lagi bingung mengenai intervensi tersebut. DI juga

merasa bahwa peneliti merupakan kunci untuk membuka pintu yang sulit.

Evaluasi DI terhadap peneliti adalah sabar mendengarkan dirinya yang banyak

berbicara, sangat pengertian, ramah, terbuka, dan mau membantunya. Ia juga

merasa tidak dianggap sebagai subjek penelitian untuk pengerjaan tesis semata.

Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan peneliti dirasakan jelas dan membantu.

5.2. Pemaparan Kasus LA

5.2.1. Observasi Terhadap LA

Intervensi Jadwal Pelaksanaan Realisasi Pelaksanaan

Pre-sesi Selasa, 3 April 2012

10.00

Selasa, 3 April 2012

10.00 – 11.00

(60 menit)

Sesi 1

(90”)

Selasa, 17 April 2012

08.00

Selasa, 17 April 2012

08.30 – 10.00

(90 menit)

Sesi 2

(120”)

Kamis, 26 April 2012

16.00

Kamis, 26 April 2012

16.00 – 18.15

(135 menit)

Sesi 3

(120”)

Senin, 30 April 2012

08.30

Senin, 30 April 2012

08.50 – 10.25

(95 menit)

Sesi 4

(120”)

Kamis, 10 Mei 2012

16.30

Kamis, 10 Mei 2012

16.45 – 18.50

(125 menit)

Sesi 5

(90”)

Senin, 14 Mei 2012

08.00

Senin, 14 Mei 2012

08.30 – 10.15

(105 menit)

Sesi 6

(90”)

Selasa, 22 Mei 2012

08.00

Selasa, 22 Mei 2012

08.45 – 10.50

(125 menit)

Tabel 5.3. Waktu Pelaksanaan Intervensi LA

Cognitive behavior..., Emmanuela Kirana Sangitan, FPsi UI, 2012

Page 100: COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY UNTUK MENINGKATKAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20304791-T30888-Emmanuela Kirana... · nyatakan dengan benar. Depok, 6 Juni 2012 Yang menyatakan

84

Universitas Indonesia

LA mampu mengikuti intervensi dengan cukup baik. LA mengikuti proses

intervensi sebanyak 6 kali hingga selesai. Secara umum, pelaksanaan sesi sesuai

dengan rencana awal meski ada sesi-sesi yang terpaksa diubah karena LA yang

berhalangan datang. Terlihat bahwa pada awalnya sesi berlangsung secara rutin,

sesuai dengan perjanjian di presesi, yaitu setiap hari Selasa.

Selama mengikuti intervensi, LA cenderung tidak tepat waktu namun ia

selalu memberitahu peneliti sebelum waktu perjanjian mengenai alasan

keterlambatannya. LA datang terlambat pada sesi 1, 3, 4, 5, dan 6. LA pernah

datang tepat waktu hanya pada sesi 2. Pada sesi 1, LA datang terlambat karena

harus mengumpulkan tugas terlebih dahulu. Sesi 3 juga terlambat karena sarapan

sebelum mengikuti sesi. Untuk sesi 4, LA terlambat karena baru saja sampai di

kampus setelah kerja praktik. Di sesi kelima dan terakhir, sesi terlambat dimulai

karena LA sarapan terlebih dahulu.

Sejak sesi pertama, realisasi intervensi tidak selalu sesuai dengan

perjanjian di presesi. LA sudah mengatakan sebelumnya kepada peneliti bahwa ia

akan selalu datang namun menyesuaikan dengan jadwal latihan praktik di rumah

sakit. Halangan ini membuat terjadinya perubahan jadwal sesi, seperti yang terjadi

pada sesi kedua. LA memundurkan hari pertemuan yang semula hari Senin,

namun karena LA mengalami nyeri haid sehingga sesi diundur menjadi hari

Selasa. Pemberitahuan ini disampaikan LA kepada peneliti pada pagi hari

sebelum waktu pertemuan. Namun pada hari Selasa, LA tidak dapat datang karena

ada kegiatan di fakultasnya sehingga ia menundanya menjadi hari Rabu. Ketika

hari Rabu, LA kembali tidak dapat datang mengikuti sesi karena perubahan

jadwal kuliah oleh dosennya. Dengan demikian sesi baru bisa dilaksanakan pada

hari Kamis setelah ia selesai kuliah.

Waktu pelaksanaan sesi intervensi dengan LA cenderung melewati batas

waktu yang sudah ditentukan meski tidak terlalu lama. Peneliti menduga bahwa

LA membutuhkan waktu lebih lama untuk bercerita dan membicarakan hal-hal

lain selama sesi namun tetap mengetahui batasan waktu tiap sesinya. Selama

intervensi, LA hanya membutuhkan waktu lebih lama pada saat pencarian bukti-

bukti yang menentang pikiran negatifnya.

Cognitive behavior..., Emmanuela Kirana Sangitan, FPsi UI, 2012

Page 101: COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY UNTUK MENINGKATKAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20304791-T30888-Emmanuela Kirana... · nyatakan dengan benar. Depok, 6 Juni 2012 Yang menyatakan

85

Universitas Indonesia

Secara umum LA dapat mengikuti proses intervensi dengan baik karena

sudah mencapai tujuan-tujuan intervensi yang ditetapkan peneliti. Selama

intervensi LA alur jalannya intervensi dengan baik, mengerjakan tugas rumah,

mengisi lembar kerja sesuai dengan instruksi peneliti, bersikap aktif, dan sangat

kooperatif.

5.2.2. Proses Pelaksanaan Intervensi terhadap LA

Sesi Target Pencapaian Sesi

1 Menjalin rapport LA merasa nyaman dengan peneliti dan terbuka

kepada peneliti.

Penjelasan intervensi LA mengikuti proses dengan baik dan

mengajukan pertanyaan mengenai emosi dan

hubungannya dengan kemunculan pikiran-

pikiran tertentu.

Identifikasi masalah dan

respon yang muncul

LA langsung mendiskusikan masalahnya dengan

peneliti dan memutuskan untuk mengatasi satu

masalah yang paling membebaninya saat ini.

Menurut LA, masalah-masalah yang dialaminya

berkaitan satu sama lain. Saat latihan

mengidentifikasi, LA mengaku lebih sering

menyadari pikirannya terlebih dahulu baru

kemudian respon lainnya. Secara umum, LA

mampu mengidentifikasi respon-respon dan

paham akan hubungan diantaranya.

Pembuatan formulasi

masalah

LA mengikuti proses dengan cukup baik dan

mampu membuat formulasi masalah. Ia

menceritakan kejadiannya terlebih dahulu baru

kemudian menuliskan. LA menuliskan berbagai

respon dan mampu membuat penghayatan

dengan cepat. Setelah itu, LA mendapatkan

tilikan atas apa yang sebenarnya terjadi dan

menyadari pikirannya tidak selalu benar.

Cognitive behavior..., Emmanuela Kirana Sangitan, FPsi UI, 2012

Page 102: COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY UNTUK MENINGKATKAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20304791-T30888-Emmanuela Kirana... · nyatakan dengan benar. Depok, 6 Juni 2012 Yang menyatakan

86

Universitas Indonesia

Penentuan tujuan dari

intervensi dengan

prinsip SMART

LA memahami prinsip SMART dan menyatakan

ingin ada perubahan dalam dirinya. LA

menuliskan 4 tujuan dan mengurutkannya dari

tujuan yang paling ingin dicapainya. Kemudian

LA menyusun mini goals dari tujuan utama dan

angka dalam skala pencapaian tujuannya.

Berikut tujuan LA dalam mengikuti intervensi:

1. Jadi orang yang ramah, ceria, care

dengan lingkungannya

2. Punya teman banyak dan dekat

3. Bisa mengungkapkan emosi positif

(terutama ke keluarga)

4. Bisa ngobrol dengan teman-teman yang

tidak sesuai topik omongannya

Mini goals dari tujuan utama:

1. Senyum dan menyapa orang-orang yang

dikenal

2. Duduk ngobrol baik di kampus atau di

kosan

3. Ngajak temen kos makan malam bareng

4. Ngajak temen berangkat minimal 1

minggu sekali

LA menangis ketika menceritakan pencapaian

tujuan yang dipersepsikan masih 0 (dari skala 0-

100).

Analisa dan evaluasi peneliti:

LA mengikuti sesi pertama dengan baik dan memiliki tilikan. LA bersedia terbuka

dengan peneliti dengan menceritakan hal-hal yang sensitif. Secara umum, LA

sudah mencapai tujuan-tujuan yang diharapkan dari sesi pertama.

Masalah LA, yaitu sulit percaya dengan orang lain membuat LA merasa dirinya

bukan pemimpin yang baik (delegasi tugas) dan bukan teman yang baik. Masalah

ini membuat LA tidak memiliki teman dekat. Dengan keluarga, hubungan LA

Cognitive behavior..., Emmanuela Kirana Sangitan, FPsi UI, 2012

Page 103: COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY UNTUK MENINGKATKAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20304791-T30888-Emmanuela Kirana... · nyatakan dengan benar. Depok, 6 Juni 2012 Yang menyatakan

87

Universitas Indonesia

tidak dekat secara emosional. Menurut peneliti, isu keluarga menjadi isu utama

bagi LA dan menjadi topik yang sangat sensitif. Namun LA tidak banyak

bercerita mengenai isu tersebut. Fokus LA pada hubungan sosial di lingkungan

kampus. LA memiliki tilikan bahwa pikirannya tidak selalu benar. Ia termasuk

individu yang peka dengan dirinya, LA mengetahui apa yang terjadi padanya.

Sesi Target Pencapaian Sesi

2 Pembahasan tugas

rumah dan mini goals

LA mengerjakan tugas dan mendapatkan tilikan

bahwa pikirannya tidak selalu benar. LA juga

menguji pikirannya dengan menanyakan

langsung pada orang yang berhubungan dengan

masalahnya. LA menyatakan sudah paham cara

mengidentifikasi responnya. Ia senang ketika

peneliti menyadarkannya bahwa LA sudah

mencapai semua mini goals yang sudah

ditetapkan.

Penjelasan hubungan

emosi dan pikiran

LA mengikuti proses dengan baik dan paham

akan hubungan antara emosi dan pikiran. LA

memberikan contoh kasus pribadinya untuk

mengkonfirmasi pemahamannya akan materi

sesi.

Affective education

sehingga paham

mengenai emosi

LA mengikuti proses dengan baik dan peka

terhadap emosinya. LA dapat membedakan

emosi-emosi pada contoh kasus.

Penjelasan mengenai

pikiran otomatis

LA mengikuti proses dengan baik dan mampu

mengidentifikasi pikiran otomatis pada contoh

kasus (seperti pada worksheet 6).

Pengenalan terhadap

model A-B-C

DI mengikuti proses dengan baik dan mampu

membedakan antara situasi, pikiran, dan emosi.

LA mengerjakan lembar kerja dengan baik dan

berhasil mengidentifikasi mana yang merupakan

sebuah situasi, emosi (perasaan), atau pikiran.

Seperti marah dan panik merupakan emosi serta

Cognitive behavior..., Emmanuela Kirana Sangitan, FPsi UI, 2012

Page 104: COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY UNTUK MENINGKATKAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20304791-T30888-Emmanuela Kirana... · nyatakan dengan benar. Depok, 6 Juni 2012 Yang menyatakan

88

Universitas Indonesia

duduk di kantin dan penyataan “mereka pasti

menertawakan saya” merupakan sebuah situasi.

Thought monitoring DI mengikuti proses dengan baik dan dapat

mengidentifikasi A-B-C berdasarkan kasus

pribadinya, yaitu ketika persiapan sebuah acara

belum matang menjelang pelaksanaannya

(sementara LA yang menjadi penanggungjawab

acara tersebut). Kejadian ini memberikan

dampak yang cukup hebat pada LA sehingga

muncul stres dengan intensitas 70.

Pencarian core belief LA mengikuti proses dengan baik sehingga

menemukan core belief dari pertanyaan-

pertanyaan yang diajukan peneliti. Core belief

yang dimiliki LA adalah “Merasa dirinya buruk”

dengan tingkat keyakinan 90 dari skala 0-100.

LA baru menyadari bahwa keyakinan ini hampir

selalu muncul. LA juga menyampaikan contoh-

contoh kejadian yang mendukung keyakinan

tersebut.

Analisa dan evaluasi peneliti:

LA mengikuti sesi kedua dengan baik dan memiliki tilikan. Pencapaian LA pada

sesi ini adalah mencapai mini goals dalam usahanya mencapai tujuan utama,

sudah paham mengenai hubungan emosi dan pikiran otomatis, serta LA mampu

mengidentifikasi pikiran otomatis dan emosinya pada situasi-situasi tertentu. DI

sesi kedua, LA berhasil menemukan core belief dengan bantuan berbagai

pertanyaan yang diajukan peneliti. LA baru menyadari bahwa keyakinan tersebut

sangat kuat dan hampir selalu muncul.

Sesi Target Pencapaian Sesi

3 Pembahasan tugas

rumah

LA belum sempat mengerjakan tugas karena

kesibukannya dan berjanji akan mengerjakannya

untuk sesi berikutnya.

Cognitive behavior..., Emmanuela Kirana Sangitan, FPsi UI, 2012

Page 105: COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY UNTUK MENINGKATKAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20304791-T30888-Emmanuela Kirana... · nyatakan dengan benar. Depok, 6 Juni 2012 Yang menyatakan

89

Universitas Indonesia

Identifikasi unhelpful

thinking style

LA mampu mengidentifikasi unhelpful thinking

styles yang sering digunakannya, yaitu

personalisation dan labelling. LA mengaku ia

sudah pernah menggunakan semua gaya berpikir

namun 2 gaya tersebut yang paling sering

digunakannya.

Pencarian bukti-bukti

(detective works)

LA sangat mudah mendapatkan bukti-bukti

pendukung core belief. Namun LA mengaku

tidak bisa menemukan bukti-bukti yang

menentang core belief-nya. LA merasa dirinya

tidak cukup baik untuk menuliskan sifat positif

atau kelebihan yang dimilikinya. LA cenderung

mengabaikan dan menganggap remeh hal ini.

Teknik bernapas untuk

relaksasi

LA sudah tahu teknik bernapas dan memilih

melakukan teknik bernapas dibandingkan

dengan relaksasi progresif. Dengan mencoba LA

semakin menyadari fungsi relaksasi dalam

mengatasi gejala fisik yang mengganggunya

Disputation LA merasa pikirannya tidak realistis dan dirinya

tidak seburuk itu. Ia senang ketika menyadari

dirinya memiliki kelebihan seperti apa yang

sudah ditulis di kertas. LA mendapatkan tilikan

bahwa tidak ada keuntungan dari berpikir

negatif. Ia terbiasa memperhatikan kritik

dibandingkan pujian dari orang lain.

Analisa dan evaluasi peneliti:

LA membutuhkan waktu untuk menemukan bukti yang berlawanan dengan core

belief yang dimilikinya. Peneliti menilai LA mengalami kesulitan saat melakukan

detective works. Akhirnya LA mampu mencari bukti yang menentang core belief

dan mencapai tujuan yang diharapkan peneliti di sesi ini. Core belief LA sudah

mengakar cukup lama dan pengaruhnya cukup kuat terhadap LA sehingga ia

harus berusaha lebih keras untuk mengatasinya. Disputation yang dilakukannya

Cognitive behavior..., Emmanuela Kirana Sangitan, FPsi UI, 2012

Page 106: COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY UNTUK MENINGKATKAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20304791-T30888-Emmanuela Kirana... · nyatakan dengan benar. Depok, 6 Juni 2012 Yang menyatakan

90

Universitas Indonesia

berhasil karena LA sedari awal sesi sudah menyadari bahwa pikirannya tidak

selalu benar. Refleksi dari disputation membuat LA semakin yakin bahwa

pikirannya tidak realistis.

Sesi Target Pencapaian Sesi

4 Pembahasan tugas

rumah

LA mengerjakan tugas rumah, pencarian bukti

dirasakan sulit namun ia mampu melakukannya.

Ia merasa senang karena keberhasilannya dan

merasa lega karena menemukan sendiri hal

positif dalam dirinya.

Evaluasi hasil

disputation

LA mengungkapkan bukti-bukti mendukung

core belief-nya tidak realistis.

Pembuatan balanced

core belief

LA mengikuti proses dengan baik dan mampu

menentukan balanced core belief. Ia mencapai

tujuan yang diharapkan peneliti dengan adanya

penurunan intensitas emosi dan tingkat

keyakinan LA terhadap pikiran awal yang

negatif (core belief).

Klien mempercayai

balanced core belief

dengan membuat

thought card

LA mengikuti proses dengan baik dan dapat

menentukan sebuah kalimat untuk dituliskan

dalam thought card.

Perancangan behavior

experiment

LA ingin menguji kebenaran dari core belief lain

yang dimilikinya, yaitu kakak yang tidak baik.

LA ingin menjadi tempat curhat dan teman bagi

adik perempuannya.

Analisa dan evaluasi peneliti:

Nampak LA memiliki keinginan untuk menjadi lebih baik dan kooperatif selama

intervensi. Ia mampu mengerjakan tugas rumah secara mandiri. LA sudah

menyadari bahwa pikirannya tidak selalu benar dan menguntungkan dirinya. Ia

mampu mengubah pikiran yang merugikan dengan mencari pikiran baru yang

mendukung dan seimbang. Ia memahami pengulangan dan latihan langsung dapat

Cognitive behavior..., Emmanuela Kirana Sangitan, FPsi UI, 2012

Page 107: COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY UNTUK MENINGKATKAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20304791-T30888-Emmanuela Kirana... · nyatakan dengan benar. Depok, 6 Juni 2012 Yang menyatakan

91

Universitas Indonesia

membantu dirinya mempercayai keyakinan baru. LA juga mampu menyusun BE

sesuai dengan kemampuannya. Secara umum, LA telah mencapai tujuan yang

diharapkan peneliti di sesi ini.

Sesi Target Pencapaian Sesi

5 Review materi sesi

sebelumnya

LA masih kesulitan untuk merealisasikan

rancangan BE yang dibuatnya di sesi

sebelumnya. Ia mau mencobanya ketika sesi

berlangsung. Thought card dianggap membantu

LA mengingat-ingat balanced core belief.

Pengujian balanced

core belief melalui

perancangan behavior

experiment

LA mengikuti proses dengan baik dan mampu

merancang behavior experiment (pada

worksheet 13).

Analisa dan evaluasi peneliti:

LA cukup mampu mempercayai balanced core belief (“Saya adalah orang yang

tanggung jawab”). Namun ia memiliki core belief lain yang akan diujinya

sehingga LA belum dapat membuat balanced core belief yang baru. LA merasa

tertantang untuk membuktikan pikirannya. Ia cukup menyadari kemampuannya

meski terkadang agak ragu pada awalnya. Peneliti merasa LA mampu mengatur

pikiran sehingga dapat mengatasi keyakinan yang cenderung negatif. LA mampu

menguji keyakinan yang salah, dengan merancang BE yang konkrit dan dapat

direalisasikan.

Sesi Target Pencapaian Sesi

6

Review materi sesi

sebelumnya

LA merasa BE berjalan lancar dan menyadari

pikirannya (prediksi) tidak selalu benar. Ia

mampu membuat kesimpulan dan balanced core

belief. Untuk BE berikutnya, LA lebih memilih

untuk menuliskan prediksi positif sehingga ia

berusaha untuk mencapainya.

Klien menyadari

pencapaian dan

LA merasa ada perubahan dan mampu

mengidentifikasi pencapaiannya selama ini. LA

Cognitive behavior..., Emmanuela Kirana Sangitan, FPsi UI, 2012

Page 108: COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY UNTUK MENINGKATKAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20304791-T30888-Emmanuela Kirana... · nyatakan dengan benar. Depok, 6 Juni 2012 Yang menyatakan

92

Universitas Indonesia

perubahan pada dirinya juga dapat menentukan faktor-faktor

penghambat dan pendukung terjadinya

perubahan dalam dirinya.

Penentuan rencana

untuk mempertahankan

kebiasaan yang lebih

positif dan menyusun

langkah-langkah

preventif

LA memahami adanya kemungkinan terjadinya

kemunduran atau kegagalan, ia mampu

menentukan langkah-langkah preventif yang

dirasakan membantu.

Post-test LA mengikuti proses dengan baik dan

menyadari akan adanya perubahan sejak

pengisian kuesioner saat pre-test.

Evaluasi LA mengikuti proses dengan baik. Ia

memberikan umpan balik secara tertulis verbal,

sesuai dengan apa yang diajukan peneliti.

Analisa dan evaluasi peneliti:

Peneliti menilai LA semakin memahami dirinya sendiri dan mampu

mengidentifikasi kelebihan atau sifat-sifat positifnya. LA memahami bahwa setiap

orang memiliki kelebihan dan kekurangan. LA mengerti bahwa akan ada

kemungkinan terjadinya kemunduran atau kegagalan di masa depan dan sudah

mengetahui langkah preventif yang dapat dilakukannya secara mandiri. Secara

umum, LA merasa terbantu dan menyadari ada perubahan pada dirinya.

5.2.3. Hasil Intervensi Terhadap LA

5.2.3.1. Hasil Pengukuran Efektivitas Intervensi dengan CBT

Aspek Pengukuran Pre-ttest Post-test Keterangan

Keterampilan sosial (SSI) 210 271 Membaik

Emotional expressivity 38 44 Membaik

Emotional sensitivity (30) 43 Membaik

Emotional control (26) 41 Membaik

Social expressivity 29 52 Membaik

Cognitive behavior..., Emmanuela Kirana Sangitan, FPsi UI, 2012

Page 109: COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY UNTUK MENINGKATKAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20304791-T30888-Emmanuela Kirana... · nyatakan dengan benar. Depok, 6 Juni 2012 Yang menyatakan

93

Universitas Indonesia

Social sensitivity 48 36 Membaik

Social control 39 55 Membaik

Distres psikologis (HSCL-25) 2.76 1.60 Membaik

Tabel 5.4. Pengukuran Kuantitatif LA

Keterangan: (…) = dimensi yang kurang

Untuk mengetahui efektivitas CBT dalam meningkatkan keterampilan

sosial, peneliti melihat bagaimana dinamika skor pada keterampilan sosial,

terutama dimensi emotional control, emotional sensitivity, dan social sensitivity,

serta perubahan tingkat distres psikologis pada LA. Setelah selesai mengikuti

intervensi, terjadi perubahan berupa peningkatan ataupun penurunan skor di tiap

dimensi. Pada dimensi emotional control, terjadi peningkatan skor dari 26

menjadi 41. Perubahan skor menunjukkan peningkatan keterampilan dalam

mengatur dan meregulasi pesan emosional serta non-verbal, seperti mulai sering

berpikir positif sehingga emosi yang muncul tidak selalu negatif dan ia juga dapat

mencari pikiran alternatif yang lebih positif. Peningkatan ini membuat LA mampu

untuk menyampaikan dan menyembunyikan emosi yang ia alami, salah satunya

adalah menyampaikan pendapat dengan cara yang ia anggap lebih asertif dan

mulai berusaha untuk menunjukkan perhatian kepada keluarganya.

Peningkatan juga terjadi pada dimensi emotional sensitivity, terjadi

peningkatan skor dari 30 menjadi 43. Perubahan skor pada dimensi ini

menunjukkan peningkatan keterampilan dalam memahami emosi dan sinyal non-

verbal dari orang lain, seperti mulai memperhatikan ekspresi emosi orang lain dan

reaksi orang lain terhadap dirinya. Peningkatan ini membuat LA mampu untuk

memahami ekspresi emosi dan sinyal non-verbal dari orang lain. Ia pun semakin

mampu untuk membedakan mana emosi yang positif dan negatif.

Sedangkan terjadi penurunan yang berdampak baik bagi LA. Dengan

intervensi CBT, skor dimensi social sensitivity menurun, dari 48 menjadi 36.

Perubahan ini terlihat dari perilaku LA yang menyadari dirinya juga memiliki

kelebihan dan dirinya tidak selalu menjadi pihak yang bersalah jika ada kejadian

negatif. Dengan adanya penurunan pada dimensi social sensitivity, hal ini tidak

menurunkan skor total keterampilan sosial. Secara umum skor keterampilan sosial

Cognitive behavior..., Emmanuela Kirana Sangitan, FPsi UI, 2012

Page 110: COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY UNTUK MENINGKATKAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20304791-T30888-Emmanuela Kirana... · nyatakan dengan benar. Depok, 6 Juni 2012 Yang menyatakan

94

Universitas Indonesia

LA justru meningkat karena ada lima dimensi lain yang mengalami peningkatan

secara signifikan, menjadi lebih baik dan lebih seimbang. Dengan demikian,

terdapat peningkatan skor keterampilan sosial LA dari 210 menjadi 271.

Selain perubahan skor keterampilan sosial, terjadi penurunan distres

psikologis yang signifikan pada LA. Pada pretest, didapatkan hasil bahwa LA

mengalami distres psikologis dan dinyatakan layak untuk mengikuti intervensi.

Setelah LA mengikuti intervensi sampai selesai, terjadi penurunan dari 2.76

menjadi 1.60 dan LA tidak lagi mengalami distres psikologis. Dari perubahan

kedua aspek, dapat disimpulkan bahwa intervensi dengan CBT efektif untuk

meningkatkan keterampilan sosial dan menurunkan distres psikologis pada LA.

5.2.3.2. Refleksi Subjektif LA Terhadap Proses dan Keberhasilan Intervensi

Setelah menjalani intervensi selama 6 sesi, LA merasa ada perubahan

dalam dirinya. Perubahan yang LA sadari antara lain berkurangnya kebiasaan

berpikir negatif, semakin sering menghabiskan waktu dengan teman-temannya,

merasa semakin mampu mengendalikan emosi, mengatur emosi marah, dan sikap

otoriternya. Menurut LA, jika ada kejadian yang sama terjadi maka ia mampu

untuk berpikir lebih positif, baik mengenai diri sendiri maupun orang lain. LA

merasa belum mampu untuk mengekspresikan emosi positif kepada keluarganya

secara langsung, namun setidaknya LA merasa ia sudah mau berusaha untuk

menjalin komunikasi dengan keluarganya.

Di sesi awal, LA sering menangis jika membicarakan kualitas hubungan

sosial yang ia miliki, seperti hubungan dengan keluarga dan dengan teman kuliah.

Emosi LA cenderung negatif jika ia menceritakan kedua hal ini. Ia juga merasa

buruk dan cenderung menyalahkan diri sendiri jika ada kejadian-kejadian yang

kurang mengenakan. Perubahan terlihat di sesi-sesi akhir, ia mengungkapkan

dirinya sudah lebih mampu menilai diri sendiri dan menghargai apa yang ia

miliki. Ia juga menyadari kelebihan yang dimilikinya. Dengan begitu, LA merasa

semakin percaya diri saat berinteraksi dengan orang lain.

Cognitive behavior..., Emmanuela Kirana Sangitan, FPsi UI, 2012

Page 111: COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY UNTUK MENINGKATKAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20304791-T30888-Emmanuela Kirana... · nyatakan dengan benar. Depok, 6 Juni 2012 Yang menyatakan

95

Universitas Indonesia

5.2.2.3. Evaluasi LA terhadap Intervensi

Peneliti meminta LA memberikan umpan balik dan evaluasi dari

intervensi yang sudah dijalaninya. Peneliti menanyakan 3 hal, yaitu umpan balik

mengenai materi intervensi, program intervensi secara keseluruhan, dan evaluasi

terhadap peneliti. LA merasa lebih mudah untuk memberikan umpan balik secara

tertulis. Menurut LA materi intervensi cukup menarik, menambah hal baru,

membuatnya bersemangat dan termotivasi. Namun LA merasa materi akan lebih

mudah jika bahasa yang digunakan dipermudah, seperti penggunaan istilah

dengan bahasa Inggris.

LA menilai program intervensi secara keseluruhan asyik, membuatnya

semangat kalau mau intervensi, cukup ngena, membuatnya berintrospeksi, dan

memberikan semangat bagi dirinya. Evaluasi LA terhadap peneliti adalah asik

banget, cara menerangkan materi dan bicaranya jelas, dapat menciptakan suasana

intervensi yang nyaman, tidak membuatnya canggung saat bercerita, dan sangat

welcome. LA merasa bahwa peneliti bisa mendorongnya untuk mandiri dan

berpikir kritis.

5.3. Pemaparan Kasus DE

5.3.1. Observasi Terhadap DE

Intervensi Jadwal Pelaksanaan Realisasi Pelaksanaan

Pre-sesi Kamis, 5 April 2012

12.00

Kamis, 5 April 2012

12.30 – 12.50

(20 menit)

Sesi 1

(90”)

Kamis, 12 April 2012

13.30

Kamis, 12 April 2012

13.30 – 15.10

(100 menit)

Sesi 2

(120”)

Kamis, 26 April 2012

13.30

Kamis, 26 April 2012

13.40-15.15

(95 menit)

Tabel 5.5. Waktu Pelaksanaan Intervensi DE

Cognitive behavior..., Emmanuela Kirana Sangitan, FPsi UI, 2012

Page 112: COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY UNTUK MENINGKATKAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20304791-T30888-Emmanuela Kirana... · nyatakan dengan benar. Depok, 6 Juni 2012 Yang menyatakan

96

Universitas Indonesia

DE hanya mengikuti intervensi sampai sesi kedua. Dalam 2 sesi yang

sudah dilewati, pelaksanaan selalu sesuai dengan jadwal yang sudah ditetapkan

sebelumnya. DE selalu datang sesuai dengan waktu perjanjian kecuali untuk sesi

kedua, namun ia tidak menyampaikan alasan keterlambatannya. Pelaksanaan sesi

DE termasuk cepat dan berlangsung sesuai dengan rencana peneliti.

Saat akan memasuki sesi kedua (Kamis, 19 April 2012), DE membatalkan

kedatangannya di pagi hari karena ia harus mengikuti acara di jurusannya. Ketika

ditanyakan mengenai kelanjutan sesi, DE berjanji akan mengabarkan namun tidak

ada kabar selanjutnya. Pada tanggal 23 April 2012, peneliti memutuskan untuk

menanyakan kembali beberapa hari sebelum waktu perjanjian dan tidak

mendapatkan jawaban. Setelah itu, pada tanggal 25 April 2012 di siang hari, DE

menanyakan apakah ia dapat mengikuti sesi sebelum pukul 16.00. Namun ketika

peneliti bersedia, DE memilih untuk mengikuti sesi pada hari Kamis, 26 April

2012. Sesi kedua berjalan dengan lancar dan hubungan terapeutik tetap terjalin

dengan baik. Memasuki sesi ketiga, pada pukul 14.00 (Kamis, 3 Mei 2012), DE

membatalkan pertemuan karena ia harus bertemu dosennya bersamaan dengan

waktu sesi intervensi. Peneliti pun menanyakan alternatif tanggal pertemuan

berikutnya, namun sejak itu DE tidak pernah memberikan kabar apapun kepada

peneliti. Peneliti akhirnya memutuskan untuk menghubungi DE kembali pada

tanggal 10 Mei 2012 dan DE tetap tidak merespon atau memberikan kabar.

5.3.2. Proses Pelaksanaan Intervensi terhadap DE

Sesi Target Pencapaian Sesi

1 Menjalin rapport Rapport terjalin dengan baik. DE nyaman

memanggil pemeriksa dengan “Kak” dan ia

banyak bercerita mengenai aktivitasnya. DE

lebih aktif selama sesi berlangsung dibandingkan

dengan sesi sebelumnya.

Penjelasan intervensi DE mengikuti proses dengan baik dan

menyatakan sudah paham mengenai proses

intervensi.

Cognitive behavior..., Emmanuela Kirana Sangitan, FPsi UI, 2012

Page 113: COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY UNTUK MENINGKATKAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20304791-T30888-Emmanuela Kirana... · nyatakan dengan benar. Depok, 6 Juni 2012 Yang menyatakan

97

Universitas Indonesia

Identifikasi masalah dan

respon yang muncul

DE menceritakan masalah-masalah yang sudah

disampaikannya terlebih dahulu dan

mendiskusikannya dengan peneliti. DE dapat

memilih masalah yang dirasa paling

membebaninya saat ini. DE mengemukakan

masalah lain dapat diatasi jika masalah utama

sudah ditangani terlebih dahulu. DE

menceritakan bagaimana ia berinteraksi dengan

orang lain dan baru kemudian menuliskan respon

yang muncul. Ia menyatakan paham hubungan

antara emosi, pikiran, dan perilaku.

Pembuatan formulasi

masalah

DE mengikuti proses dengan baik dan mampu

membuat formulasi masalah. DE agak bingung

ketika menentukan respon fisik yang jarang

dirasakannya sehingga DE tidak ingat. Mampu

mendapatkan penghayatan atau keyakinan yang

negatif dari proses ini.

Penentuan tujuan dari

intervensi dengan

prinsip SMART

DE ingin ada perubahan dan paham mengenai

prinsip SMART yang disampaikan peneliti. DE

menuliskan 3 tujuan dan mengurutkannya dari

tujuan yang paling ingin dicapainya. Setelah itu,

ia mampu menentukan mini goals dari tujuan

utama dan angka dalam skala pencapaian

tujuannya. Berikut tujuan DE dalam mengikuti

intervensi:

1. Lebih diterima di lingkungan sosial

2. Lebih punya banyak teman dekat

3. Lebih bisa mengontrol emosi

Mini goals dari tujuan utama adalah:

1. Menanyakan kabar

2. Duduk tidak menyendiri

3. Menawarkan bantuan

Cognitive behavior..., Emmanuela Kirana Sangitan, FPsi UI, 2012

Page 114: COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY UNTUK MENINGKATKAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20304791-T30888-Emmanuela Kirana... · nyatakan dengan benar. Depok, 6 Juni 2012 Yang menyatakan

98

Universitas Indonesia

Analisa dan evaluasi peneliti:

DE mengikuti sesi pertama dengan baik dan dengan cepat memahami materi yang

disampaikan atau instruksi peneliti selama sesi berlangsung. Ia telah mencapai

tujuan-tujuan yang diharapkan dari sesi pertama. Masalah DE adalah sulit dekat

dan terbuka kepada orang lain. Masalah ini mulai disadari DE saat berkuliah. DE

jarang diajak untuk bergabung dalam sebuah kelompok di kelasnya. Akhirnya DE

akan tergabung dengan kelompok “sisa”. Sikap DE yang dinilai negatif (seperti

cenderung menjauh dan menghindar) membuat DE semakin jarang diajak

berkelompok. DE juga merasa bahwa ia sulit untuk terbuka dengan orang lain.

Pacar merupakan sosok yang paling dekat dengannya saat ini. DE hanya memiliki

1 sahabat perempuan namun ia tetap merasa sulit terbuka apa adanya. Hubungan

DE dengan keluarga kurang dekat secara emosional. Selama sesi, DE memiliki

tilikan dan cukup peka dengan apa yang terjadi pada dirinya.

Sesi Target Pencapaian Sesi

2 Pembahasan tugas

rumah dan mini goals

DE belum mengerjakan tugas rumah dan merasa

bingung ketika peneliti meminta DE

mengerjakan di awal sesi. DE mengemukakan

sudah paham bagaimana mengidentifikasi

respon-respon dan mendapatkan penghayatan

dari apa yang terjadi. DE telah mencapai mini

goals yang sudah ditetapkan dan merasa cukup

senang karena terbiasa melakukan hal-hal yang

positif.

Penjelasan hubungan

emosi dan pikiran

DE mengikuti proses dengan baik dan paham

mengenai hubungan antara emosi dan pikiran.

DE mengemukakan bahwa ia seringkali

menyadari emosinya terlebih dahulu jika ada

suatu kejadian.

Affective education

sehingga paham

mengenai emosi

DE mengikuti proses dengan baik dan cukup

peka dengan emosinya. DE menceritakan

emosinya dan bagaimana pengaruh emosi

tersebut padanya. DE mampu membedakan

Cognitive behavior..., Emmanuela Kirana Sangitan, FPsi UI, 2012

Page 115: COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY UNTUK MENINGKATKAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20304791-T30888-Emmanuela Kirana... · nyatakan dengan benar. Depok, 6 Juni 2012 Yang menyatakan

99

Universitas Indonesia

emosi-emosi pada contoh kasus, seperti dari

sebuah kejadian kemudian ia mengidentifikasi

emosi yang mungkin muncul.

Penjelasan mengenai

pikiran otomatis

DE mengikuti proses dengan baik dan mampu

mengidentifikasi pikiran otomatis pada contoh

kasus (pada worksheet 6).

Pengenalan terhadap

model A-B-C

DE mengikuti proses dengan baik dan mampu

membedakan antara situasi, pikiran, dan emosi.

DE dapat mengidentifikasi mana yang

merupakan sebuah situasi, emosi (perasaan), atau

pikiran. Seperti panik merupakan emosi dan

“akan terjadi sesuatu yang buruk pada diriku”

merupakan pikiran.

Thought monitoring DE mengikuti proses dengan baik dan dapat

mengidentifikasi A-B-C berdasarkan kasus

pribadi, yakni saat sulit mendapatkan kelompok.

Kejadian ini memberikan dampak yang cukup

hebat padanya sehingga muncul emosi kecewa

dan memberikan angka 85 untuk menunjukkan

intensitas emosi tersebut.

Pencarian core belief DE mengikuti proses dengan baik sehingga

menemukan core belief dari pertanyaan-

pertanyaan yang diajukan peneliti. Core belief

yang dimiliki DE adalah “Merasa tidak dianggap

oleh lingkungan sekitar” dengan tingkat

keyakinan 75 dari skala 0-100. Keyakinan ini

tidak selalu muncul dan hanya terjadi di

lingkungan akademis saja. DE menceritakan

kejadian yang membuatnya memiliki keyakinan

seperti itu. DE juga menyampaikan dugaannya

terhadap alasan teman-teman sekelasnya tidak

ada yang mengajak DE berkelompok.

Cognitive behavior..., Emmanuela Kirana Sangitan, FPsi UI, 2012

Page 116: COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY UNTUK MENINGKATKAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20304791-T30888-Emmanuela Kirana... · nyatakan dengan benar. Depok, 6 Juni 2012 Yang menyatakan

100

Universitas Indonesia

Analisa dan evaluasi peneliti:

DE mengikuti sesi kedua dengan baik. DE mencapai mini goals yang sudah

ditetapkan sebelumnya dalam usaha mencapai tujuan utama, mampu memahami

hubungan emosi dan pikiran otomatis, serta dapat mengidentifikasi pikiran

otomatis dan emosinya pada situasi-situasi tertentu. Pada sesi kedua, DE berhasil

mendapatkan core belief dengan bantuan berbagai pertanyaan yang diajukan

peneliti. Menurut DE, core belief ini hanya muncul jika ia berada di lingkungan

akademis (kuliah)

5.3.3. Perkiraan Efektivitas Intervensi terhadap DE

Pengukuran efektivitas intervensi dengan CBT terhadap masalah DE tidak

dapat dituntaskan karena DE hanya mengikuti sesi intervensi sampai sesi kedua.

Dengan demikian, peneliti hanya mengevaluasi DE dari 3 pertemuan yang sudah

dijalani, yaitu presesi, sesi 1, dan sesi2. Menurut peneliti, ada perubahan sikap DE

sejak pre-sesi sampai pada sesi pertama.

Saat presesi, DE belum terbuka sepenuhnya dan masih merasa belum

mampu untuk menyelesaikan masalahnya serta cenderung membiarkan masalah

itu ada. Keterbukaan dirasakan karena DE bersedia menceritakan hal-hal yang

tidak pernah disampaikannya ke orang lain, menyampaikan ketakutan-

ketakutannya dalam menjalin hubungan sosial, dan juga kekurangan yang ia

miliki. Saat memasuki sesi pertama, topik pembicaraan DE lebih luas dan ia lebih

banyak bercerita. DE juga nampak lebih aktif, salah satunya dengan mengajukan

pertanyaan jika ada materi yang kurang dimengerti. Di sesi pertama, DE mampu

mengidentifikasi masalah dan menentukan satu masalah yang paling membebani

dirinya. Ia juga paham bahwa jika masalah utama terselesaikan, maka masalah

lain dalam hubungan sosial juga dapat terselesaikan.

Secara umum, DE mengikuti sesi intervensi dengan baik dan sesuai

dengan harapan peneliti. Ia bersikap kooperatif, mendengarkan penjelasan

mengenai materi psikoedukasi, menyatakan pemahamannya, bertanya balik atau

mengkonfirmasi dengan apa yang ia ketahui mengenai materi, mengerjakan tugas-

tugas sesuai yang diinstruksikan peneliti, dan lebih santai saat menjalani proses

intervensi. Banyak emosi-emosi positif, seperti candaan yang dilontarkan dan

Cognitive behavior..., Emmanuela Kirana Sangitan, FPsi UI, 2012

Page 117: COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY UNTUK MENINGKATKAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20304791-T30888-Emmanuela Kirana... · nyatakan dengan benar. Depok, 6 Juni 2012 Yang menyatakan

101

Universitas Indonesia

ekspresi emosi yang menunjukkan ia merasa nyaman bercerita. Di sesi pertama,

DE mengungkapkan bahwa ia senang dengan adanya intervensi yang membuat

dirinya paham mengenai langkah-langkah dalam menyelesaikan masalahnya.

Contohnya adalah pembuatan mini goals. Realisasi dan pencapaian mini goals

membuat DE merasa senang.

Cognitive behavior..., Emmanuela Kirana Sangitan, FPsi UI, 2012

Page 118: COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY UNTUK MENINGKATKAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20304791-T30888-Emmanuela Kirana... · nyatakan dengan benar. Depok, 6 Juni 2012 Yang menyatakan

102

Universitas Indonesia

BAB VI

DISKUSI

Pada bab ini, peneliti mendiskusikan hal-hal yang terkait dengan

pelaksanaan penelitian. Peneliti akan mendiskusikan proses dan hasil penelitian.

Setelah itu akan ada pembahasan dan evaluasi keberhasilan intervensi serta

metodologi penelitian yang digunakan.

6.1. Proses Pelaksanaan Intervensi

Secara umum, proses pelaksanaan intervensi sesuai dengan apa yang

sudah ditetapkan peneliti. Kedua partisipan mampu mengikuti proses intervensi

yang dilakukan sebanyak 6 sesi intervensi dan berlangsung selama 6 minggu

berturut-turut. Hal ini sesuai dengan pendapat Westbrook, Kennerley, & Kirk

(2007), CBT terbukti dapat dilakukan sebanyak 6 sesi untuk mengatasi masalah

yang terbilang ringan (mild). Keduanya mengaku terbantu dengan adanya

intervensi.

Saat menjalani intervensi, kedua partisipan bersikap aktif dan kooperatif.

Menurut Westbrook, Kennerley, & Kirk (2007), dalam CBT memang dibutuhkan

partisipasi aktif dari partisipan. Selama sesi berlangsung, keduanya selalu

bersemangat dan antusias dalam mengerjakan tugas-tugas yang diberikan peneliti.

Mereka juga mengingat-ingat materi yang disampaikan peneliti dan

mengaplikasikan pengetahuan baru yang diajarkan peneliti. Keduanya menjalani

sesi dengan rutin, mengikuti alur rancangan intervensi yang ditetapkan peneliti,

mengerjakan tugas rumah, dan mendengarkan penjelasan mengenai materi

psikoedukasi.

Efektivitas CBT diketahui dari evaluasi (post-test) dengan menggunakan

Social Skills Inventory (SSI). Pada kedua partisipan terjadi peningkatan skor total

dari keterampilan sosial. Dari keenam dimensi keterampilan sosial, terdapat lima

dimensi yang mengalami peningkatan skor atau tetap dan terjadi penurunan pada

satu dimensi. Perubahan ini sesuai dengan harapan peneliti dan membuat

keterampilan sosial kedua partisipan membaik. Dengan intervensi, keenam

dimensi menjadi lebih seimbang. Hal ini sesuai dengan pendapat Riggio (1986),

Cognitive behavior..., Emmanuela Kirana Sangitan, FPsi UI, 2012

Page 119: COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY UNTUK MENINGKATKAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20304791-T30888-Emmanuela Kirana... · nyatakan dengan benar. Depok, 6 Juni 2012 Yang menyatakan

103

Universitas Indonesia

keterampilan sosial yang dianggap baik direpresentasikan oleh skor yang

seimbang pada tiap dimensi SSI. Menurut Riggio (1989) dan Riggio & Reichard

(2008), kemampuan individu untuk berinteraksi, beradaptasi, dan berfungsi di

lingkungan sosial akan membaik. Perubahan yang juga terjadi pada kedua

partisipan adalah penurunan tingkat distres psikologis. Sebelum mengikuti

intervensi, mereka mengalami distres psikologis yang tinggi sehingga sudah

mencapai taraf mengganggu. Tetapi setelah intervensi, penurunan distres

psikologis pada kedua partisipan cukup signifikan dan kini mereka dapat

dikatakan tidak mengalami distres psikologis tinggi.

Perubahan ini terjadi karena CBT berhasil mengatasi masalah yang

dimiliki partisipan karena rancangan intervensi yang sudah sesuai dengan masalah

yang dihadapi. Hal ini merupakan alasan peneliti menggunakan CBT, karena CBT

dapat mengatasi berbagai macam masalah psikologis dan fokus pada satu masalah

spesifik (Stallard, 2004). Selain itu, rancangan intervensi yang disusun peneliti

membuat partisipan mampu menemukenali masalah yang mereka alami. CBT

membantu partisipan mengidentifikasi semua pemikiran dan keyakinan yang

merugikan dirinya. Dari proses ini, kedua partisipan mampu mengidentifikasi

pemikiran dan keyakinan yang sifatnya negatif dan merugikan (core belief).

Dengan CBT, mereka juga mampu untuk mengidentifikasi distorsi

kognitif (cognitive distortions) yang dimilikinya. Menurut Spence (2003), distorsi

kognisi memang membuat individu memunculkan keterampilan sosial dan

perilaku yang tidak sesuai karena adanya kesalahan dalam mempersepsikan

lingkungannya. Proses identifikasi distorsi kognitif membuat partisipan mampu

mengenali pola pikir yang tidak berguna (unhelpful thinking style) dalam

kemunculan masalah mereka, yaitu tipe personalisation dan labelling.

Dari proses identifikasi pikiran dan keyakinan (thought monitoring), kedua

partisipan menyadari bahwa masalah yang sering mereka alami seperti kehilangan

banyak teman, merasa tidak disukai orang lain, dan kesepian disebabkan oleh

pikirannya sendiri. Keduanya menyadari bahwa mereka cenderung menyalahkan

dan menganggap diri negatif jika tidak berhasil menjalin hubungan sosial dengan

baik. Partisipan mampu menemukan keyakinan negatif (atau core belief) yang

mereka miliki, yaitu merasa dirinya buruk. Pikiran yang dimiliki partisipan sesuai

Cognitive behavior..., Emmanuela Kirana Sangitan, FPsi UI, 2012

Page 120: COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY UNTUK MENINGKATKAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20304791-T30888-Emmanuela Kirana... · nyatakan dengan benar. Depok, 6 Juni 2012 Yang menyatakan

104

Universitas Indonesia

dengan apa yang dinyatakan Hope, dkk. (2010). Hope, dkk.. Menurut mereka,

keyakinan yang sering muncul pada individu dengan keterampilan sosial yang

kurang baik adalah merasa tidak mampu menjalin hubungan sosial dengan baik,

takut akan penilaian negatif dari orang lain, memiliki evaluasi negatif terhadap

diri sendiri tanpa ada penilaian dari orang lain atau bukti yang mendukung.

Rancangan intervensi memungkinkan kedua partisipan untuk menguji

berbagai macam pikiran negatif dengan mencari bukti-bukti yang menentang

pikiran (core belief) tersebut. Dalam penelitian ini, keduanya berhasil mencari

mencari bukti-bukti penentang sampai jumlah yang sudah ditetapkan, meski

mereka membutuhkan waktu yang sangat lama. Pencarian bukti yang dilakukan

kedua partisipan adalah mencari sejumlah hal atau sifat positif yang mereka

miliki. Melihat partisipan yang membutuhkan waktu lama untuk mencari bukti,

peneliti memberikan reinforcement kepada mereka. Menurut Stallard (2004),

reinforcement merupakan komponen penting dalam CBT jika ingin memunculkan

perilaku tertentu. Peneliti merasa dengan adanya dukungan (reinforcement)

membuat partisipan semakin percaya diri saat menguji pikirannya dan

menyadarkan partisipan bahwa mereka mampu mencapai tujuan yang sudah

ditetapkan.

Dengan melakukan pencarian bukti, artinya tujuan CBT sudah tercapai.

Partisipan dapat mengubah kognisi karena keduanya mampu untuk menguji dan

mengevaluasi kognisinya, melakukan perubahan pola pikir, serta terjadi

pembentukan cara berpikir yang lebih berguna, positif, dan adaptif. Menurut

kedua partisipan, proses ini sangat membantu. Begitu juga dengan adanya ide

untuk membuat thought card. Kartu tersebut menjadi pengingat jika keduanya

sedang merasa sedih atau tidak berdaya. Dalam kartu tersebut berisi tulisan

partisipan mengenai pikiran atau keyakinan yang baru dan lebih seimbang.

Keduanya juga merasa behavior experiment (BE) sangat membantu

menyadarkan bahwa pikirannya tidak selalu benar. Keberhasilan BE dalam

rancangan penelitian ini membuktikan kebenaran dari pendapat Westbrook,

Kennerly, & Kirk (2007). BE merupakan strategi yang paling efektif untuk

mendukung perubahan perilaku individu.

Cognitive behavior..., Emmanuela Kirana Sangitan, FPsi UI, 2012

Page 121: COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY UNTUK MENINGKATKAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20304791-T30888-Emmanuela Kirana... · nyatakan dengan benar. Depok, 6 Juni 2012 Yang menyatakan

105

Universitas Indonesia

Dengan adanya pemahaman mengenai pikiran dan keberhasilan untuk

mengubah kognisi, membuat kedua partisipan dapat mengembangkan persepsi

yang berbeda mengenai keterampilan sosialnya. Awalnya partisipan berpikir

bahwa mereka memiliki keterampilan sosial yang rendah. Keyakinan ini

mengurangi kepercayaan diri partisipan saat berada dalam situasi sosial. Hal ini

sejalan dengan apa yang dinyatakan Clark & Wells dan Rapee & Heimberg

(dalam Cartwright-Hatton, Tschernitz, & Gomersall, 2005). Tinggi rendahnya

keterampilan sosial yang dimiliki individu juga melibatkan persepsi dan evaluasi

terhadap situasi sosial dimana mereka berada (Heinrichs, Gerlach, & Hofmann,

2006).

Selama sesi, peneliti banyak mengajukan pertanyaan reflektif (Socratic

questioning). Menurut partisipan, pertanyaan yang diajukan membuat partisipan

menemukan sendiri jawaban atas pertanyaannya dan menganggap peneliti hanya

membantu membuka pintu yang sulit, dapat berintrospeksi dan berpikir kritis

untuk membantu mengatasi masalahnya sendiri. Pertanyaan-pertanyaan yang

diajukan peneliti memang membantu meski pada awalnya tidak mudah untuk

dipahami partisipan.

Perubahan kognisi juga terjadi karena tilikan yang dimiliki partisipan

mengenai masalah dan penyebabnya. Dengan mengikuti intervensi, partisipan

menjadi paham bahwa pikirannya yang harus diubah guna menyelesaikan masalah

dalam hubungan sosial. Dalam CBT, partisipan diharapkan mampu berpikir lebih

sistematis dan melakukan abstraksi, untuk itu diperlukan kematangan kognitif

(Stallard, 2004). Kedua partisipan mampu untuk mendapatkan tilikan karena

keduanya seorang mahasiswa. Kematangan kognisi seorang mahasiswa

memungkinkan mereka melakukan refleksi diri, mencari alternatif solusi untuk

menyelesaikan masalah, lebih adaptif, lebih logis, dan mampu menyadari jalan

pikirannya. Dengan demikian, restrukturisasi kognisi dapat terlaksana pada kedua

partisipan dan mereka berhasil mengubah pikirannya.

Selain mengidentifikasi pikiran, rancangan intervensi yang disusun

peneliti membuat partisipan lebih paham mengenai sifat dan penyebab munculnya

emosi negatif. Peneliti juga berhasil mendukung partisipan untuk mengubahnya

dengan emosi yang lebih positif atau menyenangkan. Psikoedukasi mengenai

Cognitive behavior..., Emmanuela Kirana Sangitan, FPsi UI, 2012

Page 122: COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY UNTUK MENINGKATKAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20304791-T30888-Emmanuela Kirana... · nyatakan dengan benar. Depok, 6 Juni 2012 Yang menyatakan

106

Universitas Indonesia

emosi (affective education) membantu partisipan mengidentifikasi dan

membedakan emosi yang dirasakan serta serta mengidentifikasi sensasi fisik yang

muncul. Setelah itu, adanya affective monitoring membuat partisipan mampu

menghubungkan antara pikiran dan perilaku, menentukan intensitas emosi yang

dirasakan, serta kesadaran akan perubahan yang terjadi pada diri mereka.

Keberhasilan intervensi juga didukung dengan penyusunan materi

psikoedukasi yang singkat dan lembar kerja yang membantu partisipan

memahami masalahnya serta cara mengatasi masalah tersebut. Peneliti membuat

lembar materi dan lembar kerja menarik dengan adanya warna atau gambar

sehingga partisipan tertarik untuk membaca atau mengerjakannya. Dalam

penelitian ini, peneliti juga mengenalkan cara-cara untuk mengatasi masalah

dengan pendekatan CBT, salah satunya adalah teknik bernapas untuk

menenangkan diri. Pemberian psikoedukasi atau cara-cara praktis ini disesuaikan

dengan kebutuhan partisipan.

Fleksibilitas dalam CBT yang bersifat tailor made yang membuat

intervensi ini berhasil karena menyesuaikan dengan masalah dan kebutuhan

partisipan. Partisipan akan mendapatkan intervensi yang diperlukan dan sesuai

dengan kondisi mereka. Menurut peneliti, sesi yang sudah disusun sedemikian

rupa turut berperan dalam keberhasilan intervensi. Dalam susunan sesi intervensi,

sudah mencakup semua komponen utama dari CBT yang dikemukakan oleh

Stallard (2004).

Selama intervensi, adanya dukungan dari peneliti membuat partisipan

merasa mampu untuk menghadapi situasi baru ataupun situasi sulit dengan cara

yang lebih sesuai, karena memiliki kognisi dan perilaku yang lebih adaptif. Kedua

partisipan juga menjadi lebih percaya diri untuk mengaplikasikan pengetahuan

baru yang sudah diajarkan selama intervensi. Keberhasilan intervensi dalam

meningkatkan keterampilan sosial juga dipengaruhi oleh motivasi internal yang

dimiliki kedua partisipan. Mereka mengikuti intervensi dengan rutin meski ada

sesi yang diundur.

Keberhasilan intervensi dengan CBT juga diketahui dari sudut pandang

subjektif tiap partisipan. Keduanya merasa ada perubahan positif pada dirinya,

mulai dari perubahan cara berpikir (cognitive), perilaku (behavior), emosi dan

Cognitive behavior..., Emmanuela Kirana Sangitan, FPsi UI, 2012

Page 123: COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY UNTUK MENINGKATKAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20304791-T30888-Emmanuela Kirana... · nyatakan dengan benar. Depok, 6 Juni 2012 Yang menyatakan

107

Universitas Indonesia

fisiologis. Perubahan yang dirasakan DI terjadi karena ia mampu mencapai

beberapa tujuannya, ada perubahan perilaku dan pola pikir menjadi lebih positif,

sadar bahwa pikirannya tidak selalu benar, lebih menghargai dirinya sendiri.

Dengan demikian, DI lebih percaya diri dalam mengaplikasikan balanced core

belief yang ditemukan selama sesi, cenderung melihat segala sesuatu lebih positif

dan menyeluruh, dan lebih jarang mengeluh.

Sama seperti DI, LA juga merasa ada perubahan setelah mengikuti

intervensi. LA merasa semakin mampu mencapai tujuannya, dapat mengetahui

bahwa pikirannya tidak selalu benar sehingga muncul rasa bangga, menyadari

dirinya memiliki kelebihan dan tidak selalu buruk sehingga muncul perasaan

berharga, bersikap proaktif terhadap usahanya melakukan perubahan. Akhirnya

LA cukup percaya diri dan optimis dalam mengaplikasikan balanced core belief

yang ia temukan selama sesi. Perubahan ini membuat berkurangnya kebiasaan

berpikir negatif, makin sering menghabiskan waktu dengan teman kuliah, merasa

mampu untuk mengendalikan emosi negatif, mampu berpikir lebih positif

(mengenai diri atau orang lain), dan bersedia untuk mendekati keluarga secara

aktif serta mengekspresikan emosi positifnya kepada mereka.

Intervensi efektif karena kedua partisipan berhasil mencapai semua target

yang sudah ditetapkan peneliti sebelum memulai intervensi. Keduanya dapat

mengubah persepsi atau keyakinan mereka yang merugikan sehingga dapat

memiliki hubungan sosial yang lebih baik. Keberhasilan ini membuat kedua

partisipan mampu memperkirakan masalah apa yang akan terjadi di kemudian hari

dan menentukan beberapa tindakan preventif yang dianggap membantu dari

semua cara-cara yang diajarkan selama sesi.

Selain peningkatan keterampilan sosial, intervensi juga berhasil

menurunkan distres psikologis secara signifikan pada kedua partisipan. Setelah

intervensi selesai dilakukan, simtom-simtom kecemasan dan depresi pada

partisipan berkurang. Akhirnya dengan berkurangnya simtom-simtom yang

mengganggu, membuat distres psikologis menurun. Sebelumnya, kedua partisipan

mengalami distres psikologis karena berbagai penyebab, antara lain beberapa

kejadian yang tidak menyenangkan dan pengaruh tuntuan sosial.

Cognitive behavior..., Emmanuela Kirana Sangitan, FPsi UI, 2012

Page 124: COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY UNTUK MENINGKATKAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20304791-T30888-Emmanuela Kirana... · nyatakan dengan benar. Depok, 6 Juni 2012 Yang menyatakan

108

Universitas Indonesia

Menurut Hurlock (1990), individu yang memasuki masa dewasa muda,

diharapkan mampu beradaptasi terhadap pola kehidupan yang baru dan menjalani

peran sosial. Salah satu tugas perkembangan partisipan sebagai individu dewasa

muda dan sekaligus mahasiswa adalah memiliki hubungan baik dengan teman

kuliah, bekerja sama dalam kelompok, mengikuti kegiatan organisasi, dan

menemukan pasangan (lawan jenis) yang potensial (Wright, dalam Ross,

Niebling, & Heckert; Utama (2010), dan Ross, Niebling, & Heckert, 1999). Selain

itu, sebagai mahasiswa kedua partisipan diharapkan mampu membangun

hubungan sosial dan akademik yang kuat dengan teman sebaya dan para pengajar

(Montgomery & Cote, dalam Papalia, Olds, & Feldman, 2007). Menurut peneliti,

persepsi partisipan mengenai ketidakmampuan dalam menjalin hubungan sosial

yang membuat mereka mengalami distres psikologis yang cukup tinggi. Dengan

intervensi, mereka sudah mampu mencari pikiran alternatif yang lebih positif dan

seimbang, sehingga tingkat distres psikologis pun mengalami penurunan.

Selain hal-hal yang sudah di sebutkan di atas, keberhasilan intervensi tidak

terlepas dari faktor eksternal, seperti lokasi pelaksanaan intervensi, kondisi

ruangan, dan kinerja peneliti sendiri. Untuk lokasi, peneliti merasa pemilihan

lokasi intervensi cukup strategis dan mudah diakses kedua partisipan yang

merupakan mahasiswa Universitas Indonesia. Selain itu, ruangan yang digunakan

untuk intervensi cukup baik dan mendukung kelancaran sesi. Pendingin ruangan

membuat kedua partisipan merasa nyaman. Ruangan yang tertutup dan bertirai

membuat jalannya sesi tidak terganggu oleh kehadiran orang lain dan suara-suara

dari luar yang dapat mendistraksi partisipan. Tempat duduk juga diatur

sedemikian rupa sehingga tidak ada yang dapat melihat wajah partisipan karena

partisipan duduk membelakangi pintu dan agak menjauh dari pintu. Dengan

demikian, privasi dan kerahasiaan identitas partisipan tetap terjaga.

6.2. Hasil Pelaksanaan Intervensi

Hasil penelitian menunjukkan CBT dapat mengatasi masalah partisipan.

Dari pengukuran secara kuantitatif ataupun kualitatif, CBT terbukti efektif dalam

meningkatkan keterampilan sosial pada partisipan yang mengalami distres

psikologis. Dalam penelitian ini, CBT dapat mengubah persepsi dan keyakinan

Cognitive behavior..., Emmanuela Kirana Sangitan, FPsi UI, 2012

Page 125: COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY UNTUK MENINGKATKAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20304791-T30888-Emmanuela Kirana... · nyatakan dengan benar. Depok, 6 Juni 2012 Yang menyatakan

109

Universitas Indonesia

partisipan saat berada di situasi sosial. CBT bertujuan untuk mengidentifikasi

adanya distorsi kognitif dan gaya berpikir yang salah.

Efektivitas CBT sejalan dengan pendapat menurut Wells & Papageorgiou

(dalam Cartwright-Hatton, Tschernitz, & Gomersall, 2005), bahwa intervensi

yang dinilai sesuai untuk meningkatkan keterampilan sosial adalah intervensi

kognitif dengan CBT. Pengubahan persepsi atau keyakinan partisipan dan usaha

mengatasi distorsi kognisi yang merugikan membuat kedua partisipan memiliki

hubungan sosial yang lebih baik. Secara umum CBT mampu mengurangi

kekhawatiran partisipan karena mereka sendiri sudah menyadari kelebihan yang

dimiliki, sudah menerima diri mereka apa adanya, dan tidak lagi menilai diri

mereka negatif. Hal ini berpengaruh pada membaiknya dimensi-dimensi dalam

keterampilan sosial kedua partisipan.

Dengan mengikuti intervensi, dimensi-dimensi pada keterampilan sosial

menjadi lebih seimbang. CBT membuat partisipan mampu berinteraksi,

beradaptasi, dan berfungsi dengan baik di lingkungan sosial karena mereka dapat

mengekspresikan diri ketika berinteraksi dengan orang lain, mampu “membaca”

dan memahami berbagai macam situasi sosial, memiliki pengetahuan mengenai

norma sosial, mampu menyelesaikan masalah interpersonal, dan dapat

menjalankan peran sosial. Dengan meningkatnya kemampuan seperti itu,

membuat partisipan mampu untuk terlibat dalam interaksi yang sesuai dan efektif

dengan orang lain.

Intervensi membuat partisipan semakin baik dalam menyampaikan pesan

emosional kepada orang lain. Mereka mampu mengekspresikan diri secara

spontan dan sesuai, semakin peka terhadap situasi emosional, dan mampu

menampilkan perilaku yang sesuai dengan situasi interpersonal. Mereka semakin

mampu menerima dan memahami emosi serta sinyal non-verbal dari orang lain.

Partisipan mampu menangkap sinyal emosional dengan tepat dan efisien saat

berkomunikasi. Intervensi juga meningkatkan keterampilan dalam mengatur dan

meregulasi pesan emosional dan non-verbal, khususnya saat partisipan

menyampaikan atau menyembunyikan emosi yang mereka dirasakan. Dengan

keterampilan seperti itu, partisipan dapat mengekspresikan perasaannya dan

menampikan isyarat emosional yang sesuai dengan lingkungan.

Cognitive behavior..., Emmanuela Kirana Sangitan, FPsi UI, 2012

Page 126: COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY UNTUK MENINGKATKAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20304791-T30888-Emmanuela Kirana... · nyatakan dengan benar. Depok, 6 Juni 2012 Yang menyatakan

110

Universitas Indonesia

Selain perubahan pada dimensi emosi, CBT juga membuat partisipan lebih

baik dalam mengekspresikan diri secara verbal, menginterpretasi ekspresi verbal

dari orang lain, dan paham mengenai norma sosial dalam menampilkan perilaku

yang diterima lingkungan. Keduanya tetap mementingkan kesesuaian perilaku

dirinya dengan orang lain, namun kecemasan sosial sudah berkurang. Kedua

partisipan tidak lagi khawatir dengan penilaian orang lain. Mereka juga semakin

baik dalam mengatur dan menampilkan diri dalam situasi sosial. Peningkatan

kepercayaan diri turut mempengaruhi bagaimana kedua partisipan beradaptasi di

lingkungan sosial. Dengan demikian, keduanya mampu menjalankan berbagai

macam peran sosial.

Menurut partisipan, hasil intervensi ini dipengaruhi oleh beberapa hal yang

sifatnya subjektif. Bagi DI, faktor-faktor pendukung keberhasilan intervensi

adalah keinginan kuat untuk berubah, memiliki orang-orang yang mendukung

(termasuk peneliti), dan adanya kesempatan untuk mengikuti sesi terapi. DI

merasa ia benar-benar ingin mengatasi masalahnya sehingga dapat menjadi

seseorang yang lebih baik dan mampu menjalin hubungan yang menyenangkan. Ia

juga merasa peneliti mendukung dan mau membantu dirinya untuk berubah. DI

menganggap peneliti tidak hanya sekedar membantu untuk kepentingan pribadi

peneliti (berkaitan dengan pengerjaan tesis). DI merasa kesempatan untuk

mendaftarkan diri mengikuti intervensi merupakan faktor yang mendukung DI

untuk berubah menjadi lebih baik. Begitu juga dengan LA, ia merasa intervensi

berhasil karena beberapa faktor. Faktor-faktor yang dimaksud adalah sifatnya

yang suka berinteraksi, jelas saat berbicara, memiliki fasilitas komunikasi dan

ponsel yang dapat mengakses Twitter dan Facebook, dan niat serta usaha LA

untuk berubah.

6.3. Evaluasi Keberhasilan Intervensi

Berdasarkan evaluasi dan diskusi di atas, peneliti melihat seluruh target

intervensi sudah dicapai oleh partisipan. Pencapaian ini hampir sama antara satu

partisipan dengan partisipan lain. Kemampuan partisipan dalam mengubah pikiran

dan perilaku membuat intervensi dengan CBT efektif untuk meningkatkan

keterampilan sosial dan menurunkan distres psikologis.

Cognitive behavior..., Emmanuela Kirana Sangitan, FPsi UI, 2012

Page 127: COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY UNTUK MENINGKATKAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20304791-T30888-Emmanuela Kirana... · nyatakan dengan benar. Depok, 6 Juni 2012 Yang menyatakan

111

Universitas Indonesia

Nampaknya keberhasilan intervensi dipengaruhi oleh hubungan terapeutik

yang terbangun sejak presesi. Dalam penelitian ini, presesi sengaja dilakukan

untuk melakukan wawancara awal dan menjalin rapport. Saat presesi, peneliti

memperoleh informasi penting tentang partisipan dan berdiskusi mengenai

pendapat partisipan sehingga membuat mereka lebih santai untuk menjalani

intervensi (Beck, Rush, dkk., dalam Beck & Weishaar, 2011). Ketika presesi,

peneliti menanyakan latar belakang kehidupan partisipan yang meliputi identitas

diri, kondisi keluarga, hubungan partisipan dengan anggota keluarganya, pola

asuh orang tua, hubungan interpersonal selama ini. Setelah itu beralih ke

wawancara mengenai riwayat keluhan dengan menanyakan kondisi yang

dirasakan mengganggu sehingga partisipan membutuhkan bantuan psikologis,

perasaan partisipan, awal mula munculnya masalah, konsekuensi masalah, dan

usaha partisipan mengatasi masalah tersebut. Peneliti sendiri merasa bahwa

keduanya merasa nyaman bercerita sejak presesi. Hal ini dibuktikan dengan kedua

partisipan yang terbuka menceritakan masalahnya. Ada kemungkinan bahwa

peneliti sebagai orang yang baru dikenal membuat kedua partisipan merasa aman

jika menceritakan masalah dan kondisinya. Peneliti juga mementingkan

kenyamanan partisipan saat mengikuti sesi. Peneliti menyediakan minum,

makanan ringan seperti kue kering, dan tisu. Adanya benda-benda itu membuat

partisipan menjadi santai dan nyaman ketika mereka membutuhkannya.

Selama intervensi, terjadi hubungan kolaboratif antara peneliti dan kedua

partisipan, yang sesuai dengan pendapat Westbrook, Kennerley, & Kirk (2007).

Peneliti membagi pengetahuan mengenai cara-cara penyelesaian masalah yang

efektif. Sementara partisipan menjadi pihak yang benar-benar memahami masalah

yang berkaitan dengan keterampilan sosial. Ketika menggunakan CBT, memang

perlu adanya hubungan terapeutik yang baik antara kedua belah pihak. Hubungan

terapeutik ini yang memperbesar motivasi partisipan untuk mengikuti intervensi.

Kebetulan kedua partisipan memiliki motivasi internal sehingga peneliti berperan

dalam menjaga dan menjaga motivasi tersebut tetap ada. Kedua partisipan

memiliki sikap proaktif, antara lain mengerjakan tugas rumah, mengaplikasikan

keterampilan yang dipelajarinya, dan merealisasikan behavior experiment.

Cognitive behavior..., Emmanuela Kirana Sangitan, FPsi UI, 2012

Page 128: COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY UNTUK MENINGKATKAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20304791-T30888-Emmanuela Kirana... · nyatakan dengan benar. Depok, 6 Juni 2012 Yang menyatakan

112

Universitas Indonesia

Peneliti merasa fleksibilitas sebagai terapis juga turut mempengaruhi

keberhasilan intervensi. Dalam memberikan intervensi, peneliti menyesuaikan

rancangan intervensi dengan kebutuhan partisipan. Peneliti juga memberikan

waktu lebih longgar kepada partisipan, dengan demikian mereka merasa nyaman

bercerita dan bersedia mengikuti sesi sampai selesai. Fleksibilitas dari intervensi

ini terlihat dari beberapa sesi yang melebihi waktu yang sudah ditetapkan.

Pemberian waktu untuk bercerita ternyata membuat kedua partisipan merasa

senang karena merasa diberi kesempatan bercerita serta tidak dianggap hanya

sebagai subjek penelitian saja (subjek tesis). Partisipan mengungkapkan bahwa

dengan pemberian waktu mereka dapat berpikir atau mengutarakan pemikirannya.

Fleksibilitas juga nampak dari perubahan jadwal sesi dengan partisipan.

Kemunduran jadwal terjadi karena partisipan yang berhalangan datang. Mereka

terhambat oleh urusan akademis seperti mengikuti kuliah pengganti, jam kuliah

dimajukan, harus bertemu dengan dosen, dan urusan non-akademis seperti

mengalami nyeri haid dan harus memimpin sebuah rapat organisasi di

fakultasnya. Intervensi yang fleksibel memungkinkan peneliti untuk mengajukan

alternatif hari untuk pelaksanaan sesi, namun tetap menjaga agar jarak waktu

antara sesi sebelum dan berikutnya tidak terlalu jauh juga tidak terlalu dekat.

Pengajuan waktu alternatif juga menyesuaikan dengan jadwal peneliti, agar tidak

bentrok dengan waktu pertemuan dengan partisipan lain. Keberhasilan intervensi

dilakukan tepat waktu juga dipengaruhi oleh peneliti yang selalu mengirimkan

pesan singkat (SMS) sebagai pengingat untuk janji pertemuan sesi berikutnya.

Meski intervensi berjalan dengan lancar, peneliti tetap merasa ada

keterbatsan dalam menjalani intervensi. Peneliti merasa terbatas dalam

mengontrol pengerjaan tugas rumah dan tidak mendapatkan informasi yang

berkaitan dengan masalah partisipan dari sudut pandang orang lain atau

significant others yang dimiliki partisipan (alloanamnesa).

Cognitive behavior..., Emmanuela Kirana Sangitan, FPsi UI, 2012

Page 129: COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY UNTUK MENINGKATKAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20304791-T30888-Emmanuela Kirana... · nyatakan dengan benar. Depok, 6 Juni 2012 Yang menyatakan

113

Universitas Indonesia

BAB VII

KESIMPULAN DAN SARAN

7.1. Kesimpulan

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa CBT efektif untuk meningkatkan

keterampilan sosial dan menurunkan distres psikologis pada mahasiswa

Universitas Indonesia (UI). Intervensi ini terbilang efektif dengan realisasi

sebanyak 6 sesi sesuai dengan rencana awal penelitian. Penerapan CBT untuk

mengatasi rendahnya keterampilan sosial dan tingginya tingkat distres psikologis

mahasiswa UI memunculkan perubahan yang signifikan pada kedua partisipan.

7.2. Saran

Dari evaluasi secara umum mengenai pelaksanaan intervensi untuk

meningkatkan keterampilan sosial pada mahasiswa UI yang mengalami distres

psikologis, ada beberapa saran yang dapat disampaikan peneliti untuk

meningkatkan kualitas program intervensi atau penelitian serupa di waktu

mendatang. Beberapa saran yang dapat diberikan peneliti adalah sebagai berikut:

7.2.1. Saran Metodologis

a. Dalam intervensi, selain wawancara dengan klien, perlu dilakukan

wawancara (alloanamnesa) dari significant others yang dimiliki klien.

Tujuannya mendapatkan informasi dari perspektif lain yang berkaitan

dengan masalah utama mereka.

b. Jika masalah yang dimiliki klien sampai memunculkan respon fisik yang

mengganggu, perlu adanya sesi khusus untuk relaksasi progresif.

c. Perlu dilakukan follow-up mengenai perkembangan partisipan sesudah

mengikuti sesi intervensi, seperti 1 bulan sesudah intervensi selesai

dilakukan.

d. Mengingat pelaksanaan sesi intervensi ada yang melewati perkiraan

waktu, perlu dipertimbangkan mengenai pengurangan materi untuk tiap

sesi dan menambah jumlah sesi pertemuan.

Cognitive behavior..., Emmanuela Kirana Sangitan, FPsi UI, 2012

Page 130: COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY UNTUK MENINGKATKAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20304791-T30888-Emmanuela Kirana... · nyatakan dengan benar. Depok, 6 Juni 2012 Yang menyatakan

114

Universitas Indonesia

e. Perlu di pertimbangkan mengenai penggunaan bahasa asing dalam proses

intervensi, seperti bahasa Inggris, agar partisipan tidak kesulitan

memahami apa yang disampaikan peneliti.

7.2.2. Saran Praktis

a. Untuk merancang program intervensi dengan Cognitive Behavior Therapy,

partisipan diberikan kesempatan untuk menjalani sesi konseling sebelum

memulai sesi CBT. Tujuannya adalah memberikan waktu kepada

partisipan untuk membahas masalah pribadinya secara menyeluruh dan

masalah-masalah lain yang bukan merupakan masalah utama.

b. Untuk mengetahui kondisi klien pasca intervensi, perlu dilakukan tahap

follow-up. Jika klien mengalami kemunduran atau membutuhkan bantuan

lebih lanjut, peneliti dapat memberikan langkah-langkah alternatif yang

dapat dipilih klien.

c. Adanya pengembangan program intervensi menjadi terapi kelompok

dengan menggunakan CBT untuk sekelompok individu yang memiliki

kesamaan masalah, seperti dalam satu universitas atau fakultas.

Cognitive behavior..., Emmanuela Kirana Sangitan, FPsi UI, 2012

Page 131: COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY UNTUK MENINGKATKAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20304791-T30888-Emmanuela Kirana... · nyatakan dengan benar. Depok, 6 Juni 2012 Yang menyatakan

115

Universitas Indonesia

DAFTAR PUSTAKA

Arrindell, W.A., Akkerman, A., van der Ende, J., Schreurs, P. J. G., Brugman, A.,

Stewart, R. E., Bouhuys, A.L., van Ooijen, N., Bridges, K. R., Sanderman,

R. (2005). Normative studies with the Scale for Interpersonal Behaviour

(SIB): III. Psychiatric inpatients. Personality and Individual Differences,

vol. 38, 941–952

Aydin, A., Tekinsav-sütçü, S., & Sorias, O. (2010). Evaluation of the

Effectiveness of a Cognitive-Behavioral Therapy Program for Alleviating

the Symptoms of Social Anxiety in Adolescents. Turkish Journal of

Psychiatry, 1-11.

Barreras, R. B. (2008). An Experimental Analysis of the Treatment Validity of the

Social Skills Deficit Model for At-Risk Adolescents. Disertasi. Riverside:

Doctor of Philosophy University Of California.

Beck, A. T. & Weishaar, M. E. (2011). Cognitive Therapy. Dalam Corsini, R. J.

& Wedding, D. (editors). Current Psychotherapies, 9th

ed. (hlm. 257-287).

Canada: Brooks-Cole

Bedell, J. & Lennox, S. S. (1997). Handbook for Communication and Problem-

Solving Skills Training: A Cognitive-Behavioral Approach. New York:

John Wiley & Sons, Inc.

Cartwright-Hatton, S., Tschernitz, N., & Gomersall, H. (2005). Social anxiety in

children: social skills deficit, or cognitive distortion? Behaviour Research

and Therapy, vol. 43, 131–141.

Febrianty, Aisyah Herni. (2011). Pengaruh Faktor Protektif dan Risiko

Psychological Distress pada Mahasiswa Universitas Indonesia. Skripsi.

Depok: Sarjana Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.

Fledderus, M., Bohlmeijer, E. T., Pieterse, M. E., dan Schreurs, K. M. G. (2011).

Acceptance and commitment therapy as guided self-help for psychological

distress and positive mental health: a randomized controlled trial.

Psychological Medicine, 42, 485–495.

Cognitive behavior..., Emmanuela Kirana Sangitan, FPsi UI, 2012

Page 132: COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY UNTUK MENINGKATKAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20304791-T30888-Emmanuela Kirana... · nyatakan dengan benar. Depok, 6 Juni 2012 Yang menyatakan

116

Universitas Indonesia

Hansen, D. J., Nangle, D. W., & Meyer, K. A. (1998). Enhancing the

effectiveness of social skills interventions with adolescents. Education and

Treatment of Children, 21 (4), 489-513.

Heinrichs, N., Gerlach, A. L., & Hofmann, S. G. (2006). Social Skills Deficits.

Dalam Hersen, M. (editor). Clinician's Handbook of Adult Behavioral

Assessment (hlm. 235-252). London: Elsevier Inc.

Hope, D. A., Burns, J. A., Hayes, S. A., Herbert, J. D., & Warner, M. D. (2010).

Automatic Thoughts and Cognitive Restructuring in Cognitive Behavioral

Group Therapy for Social Anxiety Disorder. Cognitive Therapy

Restucturing (34), 1–12

Hurlock, E.B. (1990). Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang

Rentang Kehidupan, edisi kelima. Terj: Istiwidayanti & Soedjarwo.

Jakarta: Penerbit Erlangga

http://simak.ui.ac.id. Jalur Masuk UI 2011/2012. Diaskes pada Maret 2012.

Iannaccone, C. J., Wienke, W. D., & Cosden, M. A. (1991). Social Skills

Instruction in Secondary Schools: Factors Effecting Its Implementation.

The High School Journal, Vol. 75 (2), 111-118.

Jou, Y. H. & Fukada, H. (2002). Stress, health, and reciprocity and sufficiency of

social support: The case of university student in Japan. The Journal of

Social Psychology, vol. 142 (3). 353-370

Keputusan Rektor Universitas Indonesia, nomor 478/SK/R/UI/2004, Tentang

Evaluasi Keberhasilan Studi Mahasiswa Universitas Indonesia. Depok.

Kerlinger, F & Lee, H B. (2000). Foundations of behavioral research 4th ed. USA:

Harcourt College publishers

Kitzrow, Martha Anne. (2003). The Mental Health Needs of Today’s College

Students: Challenges and Recommendations. NASPA Journal, vol. 41 (1),

167-181.

Kumar R. (1999). Research Methodology: A Step-by-Step Guide for Beginners.

Australia: Pearson Education

Cognitive behavior..., Emmanuela Kirana Sangitan, FPsi UI, 2012

Page 133: COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY UNTUK MENINGKATKAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20304791-T30888-Emmanuela Kirana... · nyatakan dengan benar. Depok, 6 Juni 2012 Yang menyatakan

117

Universitas Indonesia

Kobayashi, Eriko. (2005). Perceived Parental Expectations Among Chinese

American College Students: The Role of Perceived Discrepancy and

Culture in Psychological Distress. Tesis. Philadelphia: Doctor of

Philosophy The Pennsylvania State University.

Maharani, Winda. (2011). Perbedaan Tingkat Psychological Distress pada

Mahasiswa Universitas Indonesia yang Membutuhkan Pelayanan Badan

Konsultasi Mahasiswa di Tahun 2010 dan 2011. Skripsi. Depok: Sarjana

Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.

Mathur, S. R., Kavale, K. A., Quinn, M. M., Forness, S. R., & Rutherford, R. B.

(1998). Social Skills Interventions with Students with Emotional and

Behavioral Problems: A Quantitative Synthesis of Single-Subject

Research. Behavioral Disorders, 23(3), 193-201.

Matthews, G. (2000). Distress. Dalam G. Fink (Ed.). Encyclopedia of stress (Vol.

1, pp. 723-729). San Diego, CA: Academic Press.

Mclntyre, C. J. (1953). The Validity of the Mooney Problem Check List. The

Journal of Applied Psychology, 37 (4), 270-272.

Miller, J. L. (2011). The Relationship between Identity Development Processes

and Psychological Distress in Emerging Adulthood. Disertasi.

Washington: Doctor of Philosophy The George Washington University.

Mirowsky, J., & Ross, C. E. (2003). Social causes of psychological distress. New

York: Aldine de Gruyter.

Misra, Ranjita & Castillo, Linda G. (2004). Academic Stress Among College

Students: Comparison of American and International Students.

International Journal of Stress Management, 11 (2), 132–148.

Nevid, J. S., Rathus, S. A. & Greene. (2003). Psikologi abnormal edisi kelima

jilid 1. (Terj. Tim Fakultas Psikologi Universitas Indonesia). Jakarta:

Erlangga.

Papalia, Diane E., Olds, Sally Wendkos, & Feldman, Ruth Duskin. (2007).

Human Development (10th

edition). New York: McGraw-Hill.

Cognitive behavior..., Emmanuela Kirana Sangitan, FPsi UI, 2012

Page 134: COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY UNTUK MENINGKATKAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20304791-T30888-Emmanuela Kirana... · nyatakan dengan benar. Depok, 6 Juni 2012 Yang menyatakan

118

Universitas Indonesia

Riggio, R. E. (1986). Assessment of Basic Social Skills. Journal of Personality

and Social Psychology, vol. 51 (3), 649-660.

Riggio, R. E. & Reichard, R. J. (2008). The emotional and social intelligences of

effective leadership: An emotional and social skill approach. Journal of

Managerial Psychology, 23 (2), 169-185

Ross, S. E., Niebling, B. C., & Heckert, T. M. (1999). Sources of Stress Among

College Students. College Student Journal, 33 (2), 312-318.

Santrock, J. W. (2008). Life-span Development, 11th

ed. New York: McGraw Hill.

Sarafino, E.P. (2002). Health Psychology: Biopsychosocial Interactions (4th ed.).

New York: John Whey & Sons, Inc.

Segrin, Chris. (2001). Social Skills and Negative Life Events: Testing the Deficit

Stress Generation Hypothesis. Current Psychology, 20 (1), 19-35.

Spence, Susan H. (2003). Social Skills Training with Children and Young People:

Theory, Evidence, and Practice. Child and Adolescent Mental Health, 8

(2), 84-96.

Sprinthall, N. A. & Collins, W. A. (1995). Adolescent Psychology: A

Developmental View, 3rd

ed. New York: McGraw-Hill, Inc.

Stallard, Paul. (2004). Think Good – Feel Good: Cognitive Behaviour Therapy

Workbook for Children and Young People. West Sussex: John Wiley &

Sons

Stallman, H. M. (2008). Prevalence of Psychological Distress in University

Students Implication for Service Delivery. Australian Family Physician,

37, 673-677

Utama, B. (2010). Kesehatan Mental dan Masalah-Masalah Pada Mahasiswa S1

Universitas Indonesia. Skripsi. Depok: Sarjana Fakultas Psikologi

Universitas Indonesia.

Ventevogel, P., De Vries, G., Scholte, W. F., Shinwari, N. S., Nassery, H. F. R.,

van den Brink, W., & Olff, M. (2007). Properties of the Hopkins Symptom

Checklist-25 (HSCL-25) and the Self-Reporting Questionnaire (SRQ-20)

Cognitive behavior..., Emmanuela Kirana Sangitan, FPsi UI, 2012

Page 135: COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY UNTUK MENINGKATKAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20304791-T30888-Emmanuela Kirana... · nyatakan dengan benar. Depok, 6 Juni 2012 Yang menyatakan

119

Universitas Indonesia

as screening instruments used in primary care in Afghanistan. Soc

Psychiatry Epidemiology, 42: 328–335

Verger, P., Combes, J. P., Kovess-Masfety, V., Choquet, M., Guagliardo, V.,

Rouillon, F. & Peretti-Wattel, P. (2009). Psychological distress in first

year university students: socioeconomic and academic stressors, mastery

and social support in young men and women. Social Psychology

Epidemiology, 44, 643–650

Westbrook, D., Kennerley, H., & Kirk, J. (2007). An Introduction to Cognitive

Behaviour Therapy: Skills and Applications. Los Angeles: SAGE

Publications

Cognitive behavior..., Emmanuela Kirana Sangitan, FPsi UI, 2012

Page 136: COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY UNTUK MENINGKATKAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20304791-T30888-Emmanuela Kirana... · nyatakan dengan benar. Depok, 6 Juni 2012 Yang menyatakan

LAMPIRAN

Hopkins Symptom Checklist-25 (HSCL-25)

Mooney Problems Check Lists (MPCL)

Social Skills Inventory (SSI)

Pernyataan Persetujuan: Informed Consent

Modul Sesi I

Materi mengenai keterampilan sosial dan Cognitive Behavior Therapy

Tabel SMART goal

Lembar contoh kasus respon emosi

Lembar daftar emosi dalam bahasa Indonesia

Lembar contoh pikiran-pikiran otomatis

Lembar Kerja

o Worksheet 1: Respon fisik, perilaku, dan pikiran

o Worksheet 2: Bagan formulasi masalah spesifik

o Worksheet 3: My Goals

o Worksheet 4: Main and Mini Goals

o Worksheet 5: Lembar contoh kasus “emosi”

o Worksheet 6: Lembar contoh “pikiran otomatis”, tabel pikiran dan perasaan

pribadi

o Worksheet 7: Lembar “Situasi, Pikiran, atau Emosi?”

o Worksheet 8: Lembar “Thoughts diary”

o Worksheet 9: Lembar “thoughts diary” dan “unhelpful thinking styles”

o Worksheet 10: Lembar “My hot thoughts”

o Worksheet 11: Lembar “End Results”

o Worksheet 12: Lembar rancangan Behavior Experiment (langkah 1 dan 2)

o Worksheet 13: Lembar “Behavior Experiments”

o Worksheet 14: Lembar “Self-management plan”

o Worksheet 15: Lembar “Feedback from you”

Cognitive behavior..., Emmanuela Kirana Sangitan, FPsi UI, 2012

Page 137: COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY UNTUK MENINGKATKAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20304791-T30888-Emmanuela Kirana... · nyatakan dengan benar. Depok, 6 Juni 2012 Yang menyatakan

Hopkins Symptom Checklist-25 (HSCL-25)

Petunjuk Pengisian

Di bawah ini adalah daftar keluhan atau masalah yang kadang-kadang kita alami.

Bacalah baik-baik setiap masalah dan cocokkan dengan keadaan Anda selama satu

minggu terakhir sampai hari ini. Kemudian berikan penilaian seberapa mengganggu

keluhan/masalah itu bagi Anda, dengan memberi tanda silang (X) pada kolom yang

sesuai:

No

Pernyataan

Tidak

Sama

Sekali

Sedikit

Meng-

ganggu

Agak

Meng-

ganggu

Sangat

Meng-

ganggu

1. Perasaan takut yang

mendadak tanpa sebab

4. Gugup atau berdebar-debar

10. Perasaan gelisah sehingga

Anda tidak dapat duduk

tenang

21. Perasaan seperti mau

dijebak atau ditangkap

25. Perasaan tidak berguna

Cognitive behavior..., Emmanuela Kirana Sangitan, FPsi UI, 2012

Page 138: COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY UNTUK MENINGKATKAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20304791-T30888-Emmanuela Kirana... · nyatakan dengan benar. Depok, 6 Juni 2012 Yang menyatakan

Mooney Problems Check Lists (MPCL)

Petunjuk Pengisian

Bagian berikut ini bukanlah sebuah tes. Ini adalah daftar masalah-masalah yang sering

dihadapi oleh mahasiswa. Bacalah daftar pernyataan berikut secara perlahan, dan jika

pernyataan tersebut merupakan masalah yang Anda rasakan dan mengganggu Anda

saat ini, lingkarilah kalimat itu, misalnya, “5. Merindukan seseorang di rumah/di

kampung halaman”. Lakukanlah hal yang sama pada seluruh daftar pernyataan,

lingkarilah pernyataan yang merupakan masalah (kesulitan, kekhawatiran) bagi Anda.

Bacalah daftar berikut secara perlahan, dan ketika Anda menemukan masalah

yang Anda rasakan dan mengganggu Anda, lingkarilah kalimat tersebut.

1. Takut-takut atau pemalu

2. Mudah sekali menjadi tersipu malu

3. Tidak nyaman berada dengan orang lain

4. Tidak punya sahabat di kampus

5. Merindukan seseorang di rumah/di kampung halaman

41. Tidak menyukai seseorang

42. Tidak disukai oleh seseorang

43. Merasa bahwa tidak seorangpun memahami saya

44. Tidak ada orang yang dapat diajak membicarakan kesulitan kesulitan saya

45. Sukar bagi saya untuk membicarakan kesulitan-kesulitan saya

Cognitive behavior..., Emmanuela Kirana Sangitan, FPsi UI, 2012

Page 139: COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY UNTUK MENINGKATKAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20304791-T30888-Emmanuela Kirana... · nyatakan dengan benar. Depok, 6 Juni 2012 Yang menyatakan

Social Skills Inventory (SSI)

Inventori Gambaran Diri

Pada bagian ini terdapat 90 pernyataan tentang gambaran diri Anda. Di kolom

jawaban di sebelah kanan, anda diminta untuk memberikan tanda (√) di kotak yang

menurut anda paling menggambarkan diri Anda dalam setahun terakhir.

Apabila pernyataan tersebut sangat menggambarkan diri anda silahkan mengisi

kotak 4, bila pernyataannya sangat tidak menggambarkan diri anda, maka isilah kotak 1.

Dalam survei ini tidak ada jawaban benar atau salah karena yang ingin diketahui

adalah seberapa besar pernyataan berikut ini menggambarkan diri Anda. Penilaian

dilakukan berdasarkan skala di bawah ini:

Keterangan:

1. Sangat Tidak Menggambarkan Diri Saya

2. Agak Tidak Menggambarkan Diri Saya

3. Agak Menggambarkan Diri Saya

4. Sangat Menggambarkan Diri Saya

No Pernyataan 1 2 3 4

11. Sumber utama kesenangan dan penderitaan saya

adalah orang lain

22. Saya lebih memilih pekerjaan yang

membutuhkan kerjasama dengan orang banyak

33. Saya mampu mempertahankan ekspresi datar

meskipun teman-teman mencoba membuat saya

tertawa atau tersenyum

44. Salah satu kesenangan terbesar dalam hidup saya

adalah berada bersama dengan orang lain

55. Saya sering menggunakan sentuhan saat

berbicara dengan teman saya

Cognitive behavior..., Emmanuela Kirana Sangitan, FPsi UI, 2012

Page 140: COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY UNTUK MENINGKATKAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20304791-T30888-Emmanuela Kirana... · nyatakan dengan benar. Depok, 6 Juni 2012 Yang menyatakan

Pernyataan Persetujuan

Informed Consent

Dalam rangka pengumpulan data penelitian untuk penulisan tesis, Peneliti

meminta kesediaan Saudara untuk menjadi Partisipan penelitian.

Partisipan penelitian bersedia mengikuti program intervensi psikologis berupa

Cognitive Behavior Therapy (CBT) yang akan dilaksanakan setiap satu kali dalam

seminggu sebanyak 6 (enam) pertemuan, masing-masing selama satu hingga satu

setengah jam (60-90 menit) pada waktu dan tempat yang telah disepakati bersama.

Partisipan penelitian juga bersedia mengisi kuesioner yang akan diberikan secara

bertahap di awal program intervensi, di akhir program intervensi, dan satu minggu

setelah program intervensi berakhir.

Segala bentuk data yang diperoleh akan dijaga kerahasiaannya dan hanya akan

digunakan untuk kepentingan penelitian dan penulisan Tesis Program Magister Profesi

Psikologi Klinis Dewasa, Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Partisipan penelitian

berhak mengajukan keberatan pada Peneliti jika ada hal-hal dalam penelitian yang tidak

berkenan baginya. Selanjutnya masalah ini akan dicari solusinya berdasarkan

kesepakatan bersama antara Partisipan penelitian dan Peneliti. Keikutsertaan Partisipan

dalam penelitian ini bersifat sukarela dan Partisipan dapat mengundurkan diri kapan

saja tanpa memberikan penjelasan apapun.

Dengan menandatangani lembar persetujuan ini berarti Partisipan penelitian

menyatakan bersedia ikut serta dalam penelitian ini, dan telah memperoleh penjelasan

dari Peneliti tentang tujuan penelitian dan jaminan kerahasiaan data partisipan.

Depok, April 2012

Peneliti, Partisipan Penelitian,

Emmanuela Kirana S., S.Psi. ( )

NPM: 1006796191

Cognitive behavior..., Emmanuela Kirana Sangitan, FPsi UI, 2012

Page 141: COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY UNTUK MENINGKATKAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20304791-T30888-Emmanuela Kirana... · nyatakan dengan benar. Depok, 6 Juni 2012 Yang menyatakan

Modul Sesi I

Agenda Tujuan Langkah-langkah Alat bantu

Membangun

rapor dengan

klien dan

menyepakati

proses CBT

Menjalin

hubungan

terapeutik dan

klien paham

memahami

penjelasan

mengenai

keterampilan

sosial dan

prosedur

pelaksanaan

terapi

Peneliti menjelaskan gambaran

singkat mengenai:

Penjelasan singkat mengenai

keterampilan sosial (sebagai

masalah yang akan ditangani)

Tujuan penelitian dan gambaran

umum CBT

Penjelasan singkat mengenai

pelaksanaan CBT

Materi

mengenai

keterampilan

sosial berupa

handouts

yang dapat

disimpan

oleh klien

Psikoedukasi

Identifikasi

masalah

Klien paham

mengenai

masalah yang

dialami dan

berbagai

respon yang

muncul

Peneliti mengajak klien

menelaah lebih dalam mengenai

suatu masalah spesifik dengan

menanyakan beragam

pertanyaan.

Klien menuliskan respon yang

muncul saat berada di sebuah

situasi sosial yang menjadi

masalahnya dengan mengisi

tabel respon fisik, perilaku, dan

kognisi (terlampir).

- Respon lain yang juga

muncul adalah respon fisik,

terutama ketika mengalami

kecemasan saat berada di

situasi spesifik

- Meminta klien menuliskan

respon fisik yang muncul,

seperti detak jantung, napas,

tekanan darah, dan sensasi

fisik lainnya

Tabel

respon

fisik,

perilaku,

pikiran

Gambar

bagan

hubungan

3 respon

Contoh

kasus

formulasi

masalah

Cognitive behavior..., Emmanuela Kirana Sangitan, FPsi UI, 2012

Page 142: COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY UNTUK MENINGKATKAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20304791-T30888-Emmanuela Kirana... · nyatakan dengan benar. Depok, 6 Juni 2012 Yang menyatakan

Formulasi

masalah

Penjelasan bahwa seringkali

individu menyadari emosinya

dan mempengaruhi kognisi

serta perilakunya

Sesudah itu melihat bagan

hubungan antara emosi,

perilaku dan kognisi saat

muncul suatu masalah

(terlampir)

Mengajak klien membuat bagan

untuk memformulasikan

masalah spesifik dan

menyampaikan bahwa ini

menjadi latihan untuk di rumah

(terlampir)

Menemukan maintaining

process yang dimiliki klien

Lembar

bagan

formulasi

masalah

Goal

planning

Identifikasi

keinginan klien

dan kemung-

kinan adanya

perubahan

Menentukan

tujuan CBT

Mengajak klien untuk

menyadari bahwa mereka dapat

membuat perubahan situasi

dengan membuat dan

mengembangkan tujuan.

Menentukan apa yang menjadi

keinginan klien (terlampir)

Tabel “My

Goals”

Menentukan

tujuan yang

menjadi prioritas

utama dan tujuan

ini disesuaikan

dengan

kemampuan klien

Melihat daftar tujuan dan

meminta klien menentukan

tujuan yang ingin dicapai

terlebih dahulu. Penyusunan

bisa berdasarkan kemudahan

dalam mencapai tujuan. Tujuan

yang ingin dicapai sebaiknya

fleksibel dan mudah

disesuaikan dengan perubahan

yang mungkin terjadi dan

menggunakan prinsip SMART

(terlampir)

- Spesific: spesifik dan jelas

- Measureable: dapat diukur

dan bisa dinilai peningkatan

atau penurunan

- Achievable: dapat dicapai

dan realistik

- Relevant: relevan dengan

Tabel “My

Goals”

Tabel

“SMART

Goal”

Kertas

kerja

Tabel

tujuan

jangka

pendek

dan

panjang

Cognitive behavior..., Emmanuela Kirana Sangitan, FPsi UI, 2012

Page 143: COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY UNTUK MENINGKATKAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20304791-T30888-Emmanuela Kirana... · nyatakan dengan benar. Depok, 6 Juni 2012 Yang menyatakan

keadaan saat ini

- Time Frame: ada batas

waktu untuk evaluasi

pencapaian tujuan

Penentuan skala pencapaian

goal:

X----------------------------------X

0 100 Belum Sudah

tercapai tercapai

Jika klien kesulitan untuk

menentukan tujuan, dapat

menggunakan miracle question.

Klien juga dapat menuliskan

keinginan, harapan, dan mimpi

mereka.

Klien dibantu untuk membuat

tujuan jangka pendek untuk

meraih tujuan jangka panjang

dengan mengisi daftar tabel

tujuan (dari tujuan utama,

jangka waktu pencapaian tujuan

utama, tujuan yang lebih kecil,

dan jangka waktu pencapaian

tujuan kecil) (terlampir)

Penutup Menyimpulkan

tujuan terapi

Menutup sesi dan penyampaian

tugas rumah pembuatan

formulasi masalah

Membuat janji temu untuk sesi

berikutnya

Lembar

bagan

formulasi

masalah

Cognitive behavior..., Emmanuela Kirana Sangitan, FPsi UI, 2012

Page 144: COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY UNTUK MENINGKATKAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20304791-T30888-Emmanuela Kirana... · nyatakan dengan benar. Depok, 6 Juni 2012 Yang menyatakan

C O N T O H

Jantung berdegup kencang

Merasa cemas dan takut sehingga ingin keluar dari ruangan.

Merasa tidak aman dan terancam

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

Worksheet 1

Cognitive behavior..., Emmanuela Kirana Sangitan, FPsi UI, 2012

Page 145: COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY UNTUK MENINGKATKAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20304791-T30888-Emmanuela Kirana... · nyatakan dengan benar. Depok, 6 Juni 2012 Yang menyatakan

Pikiran

Perasaan

Perilaku

Sensasi fisik

(BAGAN FORMULASI MASALAH SPESIFIK)

Kejadian

Penghayatan

Worksheet 2

Cognitive behavior..., Emmanuela Kirana Sangitan, FPsi UI, 2012

Page 146: COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY UNTUK MENINGKATKAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20304791-T30888-Emmanuela Kirana... · nyatakan dengan benar. Depok, 6 Juni 2012 Yang menyatakan

My GOALs rank

1.

2.

3.

4.

5.

Main goal Jangka waktu Mini goal Jangka waktu

Worksheet 3

Worksheet 4

Cognitive behavior..., Emmanuela Kirana Sangitan, FPsi UI, 2012

Page 147: COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY UNTUK MENINGKATKAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20304791-T30888-Emmanuela Kirana... · nyatakan dengan benar. Depok, 6 Juni 2012 Yang menyatakan

CONTOH KASUS

Kamu ada di sebuah pesta ulang tahun si X dan X mengajak kamu berkenalan dengan Y.

Saat kamu berbincang dengan Y, dia tidak melihat langsung ke arah kamu, tetapi lebih

sering melihat di sekeliling ruangan.

NO PIKIRAN EMOSI YANG MUNGKIN

MUNCUL

1 Wah, dia kurang ajar sekali yaa. Dia ngga mau liat

saat gue ngomong! Gila yaa…

2 Dia pasti berpikir kalo gue itu ngga menarik dan

pembicaraan gw ngebosenin. Ngga ada orang yang

pengen ama gue.

Di suatu malam, kamu pulang ke rumah sehabis kuliah. Saat sampai rumah, kamu

menyadari bahwa rumah dalam keadaan gelap dan semua lampu rumah tidak menyala.

Ternyata pintu rumah juga dalam keadaan terbuka. Saat kamu masuk, rumah dalam

keadaan gelap. Tiba-tiba terdengar “Surprise!!”, kemudian lampu menyala dan kamu

melihat banyak teman dan keluarga berkumpul sambil membawa kue ulang tahun.

NO PIKIRAN EMOSI YANG MUNGKIN

MUNCUL

1 Oh tidak! Gue ngga percaya kalo orang tua susah

payah menyiapkan pesta ini. Semuanya melihat ke

arah gue dan pakaian gue kucel banget. Rasanya gw

pengen cepat-cepat pergi dari sini.

2 WOW! Gue lupa kalo hari ini ulang tahun gue.Baik

sekali teman-teman dan keluarga gue. Gue merasa

sangat diperhatikan dan seakan dianggap penting.

Worksheet 5

Cognitive behavior..., Emmanuela Kirana Sangitan, FPsi UI, 2012

Page 148: COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY UNTUK MENINGKATKAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20304791-T30888-Emmanuela Kirana... · nyatakan dengan benar. Depok, 6 Juni 2012 Yang menyatakan

Kamu baru aja selesai menyiapkan makan malam buat beberapa orang teman. Tiba-tiba seorang

teman menelepon dan mengatakan bahwa mereka tidak jadi datang karena ada urusan yang lebih

penting.

NO PIKIRAN EMOSI YANG

MUNGKIN MUNCUL

1

Kesal

2

Cemas

Kamu sedang berbelanja di Carrefour. Ketika melewati lorong kaleng makanan, kamu menjatuhkan

beberapa kaleng sehingga terdengar bunyi kencang dan kaleng-kaleng itu menggelinding. Akhirnya

beberapa orang melihat ke arah kamu dan terpaksa menghentikan kereta dorongnya.

NO PIKIRAN EMOSI YANG

MUNGKIN MUNCUL

1

Malu

2

Senang

LATIHAN DENGAN KASUS PRIBADI

PIKIRAN EMOSI YANG MUNGKIN MUNCUL

Worksheet 6

Cognitive behavior..., Emmanuela Kirana Sangitan, FPsi UI, 2012

Page 149: COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY UNTUK MENINGKATKAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20304791-T30888-Emmanuela Kirana... · nyatakan dengan benar. Depok, 6 Juni 2012 Yang menyatakan

No Contoh Situasi, Pikiran,

atau Emosi?

1 Gugup

2 Berbicara di telepon dengan seorang teman

3 Akan terjadi sesuatu yang buruk pada diriku

4 Duduk di kantin

5 Mereka pasti berpikir bahwa saya bodoh

6 Panik

7 Saya yakin ujian tadi akan mendapat nilai buruk

8 Cemas

9 Berbelanja kebutuhan bulanan untuk di kos

10 Takut

11 Mengingat pembicaraan dengan teman sekelas

12 Marah

13 Saya seharusnya tidak dimarahi

14 Berpikir mengenai arisan bulan depan

15 Mereka pasti akan menertawakan saya

Worksheet 7

Cognitive behavior..., Emmanuela Kirana Sangitan, FPsi UI, 2012

Page 150: COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY UNTUK MENINGKATKAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20304791-T30888-Emmanuela Kirana... · nyatakan dengan benar. Depok, 6 Juni 2012 Yang menyatakan

THOUGHTS DIARY

A – Activating Events / Kejadian

B – Beliefs / Keyakinan

- Tuliskan semua pikiran yang membuat A terhubung dengan C Apa yang saya pikirkan? Apa yang saya katakan pada diri saya? Apa yang terlintas dipikiran saat itu?

- Tentukan yang paling membuat distres dan garis bawahi

- Berikan nilai 0-100 untuk intensitasnya

C – Consequences / Konsekuensi

(perasaan, simtom fisik, perilaku) - Tuliskan semua perasaan yang muncul - Tuliskan simtom fisik dan perilaku kamu - Garisbawahi emosi yang paling sesuai

dengan kejadian - Berikan nilai 0-100 untuk intensitas

emosinya

Worksheet 8

Cognitive behavior..., Emmanuela Kirana Sangitan, FPsi UI, 2012

Page 151: COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY UNTUK MENINGKATKAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20304791-T30888-Emmanuela Kirana... · nyatakan dengan benar. Depok, 6 Juni 2012 Yang menyatakan

THOUGHT DIARY

A – Activating Events / Kejadian

B – Beliefs / Keyakinan

- Tuliskan semua pikiran yang membuat A terhubung dengan C Apa yang saya pikirkan? Apa yang saya katakan pada diri saya? Apa yang terlintas dipikiran saat itu?

- Tentukan yang paling membuat distres dan garis bawahi

- Berikan nilai 0-100 untuk intensitasnya

C – Consequences / Konsekuensi

(perasaan, simtom fisik, perilaku) - Tuliskan semua perasaan yang muncul - Garisbawahi yang paling sesuai dengan

kejadian - Berikan nilai 0-100 untuk intensitasnya

Unhelpful Thinking Styles

Worksheet 9

Cognitive behavior..., Emmanuela Kirana Sangitan, FPsi UI, 2012

Page 152: COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY UNTUK MENINGKATKAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20304791-T30888-Emmanuela Kirana... · nyatakan dengan benar. Depok, 6 Juni 2012 Yang menyatakan

MY HOT THOUGHTS:

Bukti Nyata yang Mendukung

My Hot Thoughts

Bukti Nyata yang Bertentangan

dengan My Hot Thoughts

Worksheet 10

Cognitive behavior..., Emmanuela Kirana Sangitan, FPsi UI, 2012

Page 153: COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY UNTUK MENINGKATKAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20304791-T30888-Emmanuela Kirana... · nyatakan dengan benar. Depok, 6 Juni 2012 Yang menyatakan

My Balanced thought

Re-rate Emotion (0-100)

Re-rate Hot Thoughts (0-100)

Worksheet 11

Cognitive behavior..., Emmanuela Kirana Sangitan, FPsi UI, 2012

Page 154: COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY UNTUK MENINGKATKAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20304791-T30888-Emmanuela Kirana... · nyatakan dengan benar. Depok, 6 Juni 2012 Yang menyatakan

Step I

Core belief yang akan diuji :

New or alternative Belief :

step II

Perkiraan aktivitas :

Prediksi saya :

Worksheet 12 Cognitive behavior..., Emmanuela Kirana Sangitan, FPsi UI, 2012

Page 155: COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY UNTUK MENINGKATKAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20304791-T30888-Emmanuela Kirana... · nyatakan dengan benar. Depok, 6 Juni 2012 Yang menyatakan

Core belief yang akan diuji:

Aktivitas Prediksi Kejadian yang sebenarnya

Kesimpulan

Balanced core belief

Worksheet 13 Cognitive behavior..., Emmanuela Kirana Sangitan, FPsi UI, 2012

Page 156: COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY UNTUK MENINGKATKAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20304791-T30888-Emmanuela Kirana... · nyatakan dengan benar. Depok, 6 Juni 2012 Yang menyatakan

Self Management Plan Strategi yang membantu dan harus selalu dilatih (apakah itu relaksasi, thought diary, penentuan goal harian atau mingguan, dsb) Automatic thoughts yang sering muncul Unhelpful thinking style yang sering digunakan tanpa disadari Balanced thought yang ditemukan Situasi yang paling berpotensi menimbulkan masalah Dukungan sosial yang dimiliki

Worksheet 14

Cognitive behavior..., Emmanuela Kirana Sangitan, FPsi UI, 2012

Page 157: COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY UNTUK MENINGKATKAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20304791-T30888-Emmanuela Kirana... · nyatakan dengan benar. Depok, 6 Juni 2012 Yang menyatakan

FEEDBACK FROM YOU

1. MATERI INTERVENSI

2. PROGRAM INTERVENSI

3. EVALUASI TERHADAP PENELITI

Worksheet 15

Cognitive behavior..., Emmanuela Kirana Sangitan, FPsi UI, 2012