co-living space kembaran

16
UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta 1 CO-LIVING SPACE KEMBARAN Humaira 1921208411 Program Penciptaan dan Pengkajian Pascasarjana Institut Seni Indonesia Yogyakarta [email protected] ABSTRAK Membangun atau memupuk empati terhadap sejarah bukanlah sesuatu yang mudah, berangkat dari ketertarikan kepada bangunan tradisional dan craftmanship. Perancangan ini didasari dari ideologi penulis, bahwa banyak hal menarik dari desain kelokalan yang dapat dijelajahi, tidak hanya dari segi bangunan, furniture, material hingga keahlian ketukangan yang dapat dipadukan dalam sebuah interior. Disisi lain permasalahan dalam kepadatan penduduk atau urbanisasi di kota-kota besar menjadi issue, dimana diperkirakan ledakan penduduk usia produktif diprediksi 2030-2040 yang disebut sebagai potensi demografis. Dengan pertumbuhan urbanisasi yang cepat kemungkinan besar berkontribusi pada memburuknya kualitas keseimbangan ekosistem alam seperti kualitas udara, kecuali jika pemerintah beraksi untuk mengontrol emisi. Dari hal itu pemilihan material alam sekitar termasuk hal-hal yang yang meliputi ideologi penulis mengenai lokalitas daerah akan menjadi pembahasan perancangan yang akan diangkat. Perancangan akan menggunakan pendekatan metode Design Thinking, memulai proses pemikirannya tidak dengan pendekatan terhadap masalah, melainkan memulai proses kreatifnya melalui empathy terhadap kebutuhan manusia. Disisi lain ada prinsip-prinsip yang memperkuat perancangan yang akan dikaitkan ATUMICS dan konsep sustainability. Kata Kunci: Co-living, Urbanisasi, Lokal.

Upload: others

Post on 02-Dec-2021

7 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: CO-LIVING SPACE KEMBARAN

UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta 1

CO-LIVING SPACE KEMBARAN

Humaira

1921208411

Program Penciptaan dan Pengkajian

Pascasarjana Institut Seni Indonesia Yogyakarta

[email protected]

ABSTRAK

Membangun atau memupuk empati terhadap sejarah bukanlah sesuatu yang

mudah, berangkat dari ketertarikan kepada bangunan tradisional dan craftmanship.

Perancangan ini didasari dari ideologi penulis, bahwa banyak hal menarik dari

desain kelokalan yang dapat dijelajahi, tidak hanya dari segi bangunan, furniture,

material hingga keahlian ketukangan yang dapat dipadukan dalam sebuah interior.

Disisi lain permasalahan dalam kepadatan penduduk atau urbanisasi di kota-kota

besar menjadi issue, dimana diperkirakan ledakan penduduk usia produktif

diprediksi 2030-2040 yang disebut sebagai potensi demografis. Dengan

pertumbuhan urbanisasi yang cepat kemungkinan besar berkontribusi pada

memburuknya kualitas keseimbangan ekosistem alam seperti kualitas udara,

kecuali jika pemerintah beraksi untuk mengontrol emisi. Dari hal itu pemilihan

material alam sekitar termasuk hal-hal yang yang meliputi ideologi penulis

mengenai lokalitas daerah akan menjadi pembahasan perancangan yang akan

diangkat.

Perancangan akan menggunakan pendekatan metode Design Thinking,

memulai proses pemikirannya tidak dengan pendekatan terhadap masalah,

melainkan memulai proses kreatifnya melalui empathy terhadap kebutuhan

manusia. Disisi lain ada prinsip-prinsip yang memperkuat perancangan yang akan

dikaitkan ATUMICS dan konsep sustainability.

Kata Kunci: Co-living, Urbanisasi, Lokal.

Page 2: CO-LIVING SPACE KEMBARAN

UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta 2

ABSTRACT

Building or cultivating empathy for history is not easy, starting from an interest

in traditional buildings and craftsmanship. This design is based on the author's

ideology, that there are many interesting things from a local design that can be

explored, not only in terms of buildings, furniture, materials to craftsmanship skills

that can be combined in an interior. On the other hand, the problem of population

density or urbanization in big cities is an issue, where it is estimated that the

explosion of the productive age population is predicted to be 2030-2040 which is

referred to as the demographic potential. The rapid growth of urbanization is likely

to contribute to the deteriorating quality of the balance of natural ecosystems such

as air quality unless the government takes action to control emissions. From that,

the selection of natural materials around, including things that include the author's

ideology regarding regional locality, will be the design discussion that will be

raised.

The design will use the Design Thinking method approach, starting the thought

process not by approaching the problem, but starting the creative process through

empathy for human needs. On the other hand, some principles strengthen the design

that will be linked to ATUMICS and the concept of sustainability.

Keywords: Co-living, Urbanization, Local.

1. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Perancangan

Membangun atau memupuk empati

terhadap sejarah bukanlah sesuatu

yang mudah, berangkat dari

ketertarikan kepada bangunan

tradisional dan craftmanship.

Perancangan ini didasari dari ideologi

penulis, bahwa banyak hal menarik

dari desain kelokalan yang dapat di

eksplor, tidak hanya dari segi

bangunan, furniture, material hingga

keahlian ketukangan yang dapat

dipadukan dalam sebuah interior.

Disisi lain permasalahan dalam

kepadatan penduduk atau urbanisasi

di kota-kota besar menjadi issue.

Urbanisasi dapat diartikan

Page 3: CO-LIVING SPACE KEMBARAN

UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta 3

perpindahan penduduk secara

bersamaan dari desa. Indonesia

merupakan salah satu negara yang

mengalami peningkatan penduduk

yang sangat pesat, hal tersebut

menyebabkan meningkatnya

mobilitas penduduk.

Satu solusi yakni berbagi peralatan

tempat tinggal dalam satu rumah,

seperti dapur, tempat kerja, smart

things (gadget), dan child care untuk

mengatasi permasalahan tersebut.

Hal-hal ini merujuk pada konsep

berbagi yang disebut co-living atau

communal living. Terkait dengan

issue yang diangkat, disisi lain

dengan penambahan penduduk

mampu mempengaruhi sumber daya

alam seperti salah satunya

penggunaan bahan bangunan untuk

memenuhi kebutuhan tempat tinggal

dengan penggunaan material tidak

ramah lingkungan, maka dalam

perancangan ini dibutuhkan material

bangunan yang baik untuk

keberlangsungan alam, salah satunya

dengan penggunaan renewable

material. Proses perancangan

menggunakan metode design

thinking, yakni ATUMICS dan

sustainability. Pemilihan metode dan

konsep yang diatas dikarenakan

metode ini menunjukkan keterkaitan

satu sama lain dan sangat membantu

dalam perancangan yang terkait

dengan nilai kebudayaan, dan

pemilihan material dapat terkait

dengan konsep sustainability dengan

pemilihan material yang bersifat

renewable.

B. Rumusan Perancangan

Bagaimana menghasilkan

perancangan co-living space di

daerah Kembaran sebagai solusi

permasalahan tempat tinggal, bekerja,

dan berkegiatan bagi beberapa

keluarga/individu dalam satu

‘wadah’, serta menawarkan

penggunaan material renewable yang

diharapkan dapat menjadi alternatif

material agar terciptanya lingkungan

yang sehat kedepannya.

2. KAJIAN SUMBER

PERANCANGAN

A. Perkembangan Co-living Space

Istilah co-living atau communal living

telah berdengung dalam beberapa

tahun terakhir sejak pengguna awal

mulai percaya pada konsep sebagai

alternatif model perumahan saat ini.

Co-living telah berdengung dalam

Page 4: CO-LIVING SPACE KEMBARAN

UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta 4

beberapa tahun terakhir sejak

pengguna awal mulai percaya pada

konsep sebagai alternatif model

perumahan saat ini. Secara garis besar

co-living adalah bentuk kehidupan

komunal modern di mana

penghuninya mendapatkan kamar

tidur pribadi di rumah berperabotan

dengan area umum bersama. Pada

saat ini co-living populer di kota-kota

besar sebagai cara hidup yang

terjangkau bagi siswa, pekerja, digital

nomad, atau individu yang pindah.

Tidak seperti apartemen tradisional,

co-living menarik bagi penyewa

karena keterjangkauan, fleksibilitas,

fasilitas yang disertakan, dan rasa

kebersamaan.

B. Desain Interior Co-Living

Space di Dunia

Lokasi menjadi hal yang penting

dalam hunian co-living, pada

umumnya terletak dikota-kota dengan

intensitas kerja yang tinggi seperti

New York, London, Madrid, dan

lainnya. Desain interior dominan

memiliki konsep-konsep yang

menarik dan mengutamakan fungsi

serta fasilitas.

C. Desain Interior Co-Living

Space di Indonesia

Hal yang menarik co-living di

wilayah Bali, Yogyakarta

menampilkan desain interior yang

memiliki karakteristik daerah masing-

masing kota. Sedangkan pada daerah

Jakarta dan Bandung desain lebih ke

konsep millennial dan clean.

D. Elemen Co-Living Space

Salah satu hal yang membedakan co-

living dengan apartemen

konvensional adalah komponen atau

atribut fisik dari co-living. Komponen

ruang pada co-living yang dimaksud

adalah:

a. Private Space terdiri atas

ruang tidur untuk satu orang

penghuni. Pada umumnya private

space sudah berisikan perabot

minimum seperti tempat tidur,

meja belajar.

b. Communal Space terdiri atas

ruang komunal utama dan

sekunder. Ruang komunal utama

biasanya memiliki luasan yang

paling besar dan terletak di salah

satu lantai, seperti dapur, dan

lounge. Sedangkan, ruang

Page 5: CO-LIVING SPACE KEMBARAN

UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta 5

komunal sekunder merupakan

ruang komunal yang berada di

setiap lantai hunian, seperti kamar

mandi, atau pantry dan lain-lain.

Ruang komunal dapat bervariasi,

seperti fitness, laundry, dan

lainnya.

E. Renewable Material

Pada lokasi Yogyakarta sumber

material yang bersifat renewable dan

yang akan digunakan ada berbagai

jenis, mengingat Yogyakarta

merupakan salah satu kota yang

memiliki begitu banyak pengrajin dan

hal ini menjadi sebuah kelebihan yang

dapat menghasilkan desain yang

iconic.

Gambar 1. Lokasi sumber alam yang

renewable yang berada di Yogyakarta

Sumber: Santai Furniture

3. METODE PERANCANGAN

Perancangan ini menggunakan

metode design thinking oleh Tim

Brown, metode yang berpusat

pada pendekatan manusia dalam

memecahkan masalah dengan

proses terorganisir dalam

mendefinisikan masalah. Proses

yang berfokus pada the human-

centered side of creative problem

solving ini terdiri dari 5 tahap,

yaitu:

A. Empathize

Desainer memulai dengan

pendekatan secara empati,

sebagai upaya memahami dan

melihat perspektif orang lain.

Penulis pada tahap ini

membuat kuisoner dengan

pertanyaan berikut:

No. Pertanyaan

1. Menurut Anda berapa jumlah

peserta yang ideal dalam

menghuni co-living space ?

2. Dari ruangan ini, manakah

yang Anda nyaman berbagi

dengan penghuni lain?

3. Ruang seperti apa yang akan

menjadi area dominan

aktivitas Anda ?

4. Berapa banyak dari hal berikut

yang Anda inginkan dalam

komunitas co-living ?

5. Suasana seperti apa yang Anda

harapkan dari hunian ini ?

6. Apakah Anda akan berbagi

peralatan rumah tangga seperti

Page 6: CO-LIVING SPACE KEMBARAN

UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta 6

alat dapur, beberapa

elektronik, alat kebersihan dan

lain-lain ?

7. Seperti apa penghuni yang

Anda inginkan ?

8. Menurut Anda apa yang akan

menjadi kelebihan dari

menghuni co-living space ?

9. Apa yang Anda pikir akan

menjadi kekurangan dari

menghuni co-living space ?

10. Sifat apa yang paling penting

dalam diri seorang penghuni ?

11. Konsep Desain seperti apa

yang anda harapkan pada

hunian ini ?

12. Furniture seperti apa yang

Anda harapkan ?

13. Secara pendapat berdasarkan

profesi Anda, apakah yang

menjadi masalah dari hunian

co-living ?

14. Apalah memiliki minat

penggunaan material yang

ramah lingkungan ?

15 Apakah Anda memiliki saran

atau referensi desain untuk

perancangan ini ?

Tabel 1. Kuesioner pada

tahapan empathize metode

design thinking.

B. Define

Pada tahap define (menentukan),

metode pemikiran mengenai

perpaduan elemen tradisional dan

modern dapat menjadi bagian dari

perancangan ini. Salah satu metode

yang menginspirasi penulis adalah

ATUMICS (Artefact, Technique,

Utility, Material, Iconic, Concept,

Shape) adalah sebuah metode tentang

pengaturan, kombinasi, integrasi, atau

campuran antara unsur-unsur dasar

tradisi dengan modernitas. Metode ini

sebagai alat untuk mencari

kemungkinan membuat objek baru

yang terinspirasi dari tradisional,

dengan menata ulang dan

mengintegrasikan enam elemen

tradisi dan modernitas.

Gambar 2. Metode ATUMICS, pada

objek Artefak (Artefact) terkait 6

elemen: Teknik (Technique), Konsep

(Concept), Peralatan (Utility), Bentuk

(Shape), Ikon (Icon) dan Material (M).

Sumber: Nugraha, 2012, p.176

Dari elemen ini, perancangan akan

berfokus pada elemen Icon. Istilah

'ikon' dalam penelitian ini dapat

merujuk pada segala bentuk simbolik

dari citra yang muncul dari alam

(flora dan fauna), ornamen geografi,

Page 7: CO-LIVING SPACE KEMBARAN

UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta 7

dekorasi, warna, mitos, manusia, dan

artefak.

Pada tahap define, konsep lainnya

yang memiliki benang merah pada

perancangan ini adalah konsep

sustainability. Konsep utama yang

akan terkait dalam perancangan ini

adalah bahan, pemilihan bahan

diutamakan yang berdasarkan dari

sekitar Yogyakarta.

Gambar 3. Konsep yang dapat

menghasilkan sustainability

Sumber: An Interviewing: Design and

Craftsmanship University Online Talk

Show with Eko Prawoto, 11 Mei 2020.

Proses yang dimaksud pada gambar

diatas diharapkan dapat mengikuti

alur yang bermula dari sebuah ide,

bahan, serta keterampilan bertukang

dapat memberikan impact lebih

seperti respek sikap nilai yang

dihasilkan, pengenalan sifat karakter

teknik yang dihasilkan dari

pengelolaan material, dan komunikasi

gagasan konsep kerja yang dimaksud

sebagai peluang kerja bagi

masyarakat sekitar atau terdekat.

C. Ideate

Proses menyusun gagasan-gagasan,

rencana-rencana pemikiran juga

gambaran-gambaran. Dengan

menyusun berbagai solusi yang

mungkin dapat diambil oleh desainer

dengan pasti dan menemukan

berbagai ide.

D. Prototype

Tahap ini desainer menggunakan

kemampuan kreatifnya untuk

membuat dan mewujudkan ide serta

inovasi yang telah di dapat pada tahap

sebelumnya (ideation). Tahap ini

penulis akan melakukan kedua

proses, dari low-fidelity berupa layout

mapping dan floor plans, yang

kemudian menghasilkan prototipe

high-fidelity berupa beberapa

gambaran 3d visual yang dapat lebih

mudah untuk dipahami klien yang

kemudian dari setiap proses tersebut

menghasilkan feedback akan ada

rapid prototype hingga menghasilkan

desain final.

E. Test

Page 8: CO-LIVING SPACE KEMBARAN

UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta 8

Pada proses ini desainer menguji

apakah ide dan inovasi yang diberikan

sudah menjawab permasalahan

kebutuhan pengguna dan menjadi

solusi yang tepat ataukah tidak. Tahap

testing ini juga merupakan

kesempatan untuk memahami klien

lebih dalam.

4. IMPLEMENTASI

PERANCANGAN

A. Empathize

Berdasarkan hasil dari kuesioner yang

dilakukan pada bab sebelumnya,

penulis mencoba menyusun susunan

respon dengan menyamakan persepsi

dalam kebutuhan perancangan.

Gambar 4. Keyword dalam perancangan

dari jawaban kuesioner

Sumber: Arsip Penulis (2021)

Hasil dari kuesioner yang dibahas dari

sebelumnya, menjadi point-point

utama yang perlu diperhatikan dalam

perancangan diantaranya: privasi,

suasana tenang dan nyaman menjadi

concern utama yang menjadi jawaban

dominan, aktivitas ruang yang

menjadi kebutuhan utama yakni

ruang kerja, ruang tidur, dan dapur.

Serta pentingnya konsep perancangan

yang memiliki nilai pembeda dari co-

living pada umumnya terutama di

daerah Yogyakarta.

B. Define

Pada tahap ini dilakukan proses

penentuan dengan pengumpulan

referensi dan pengembangan ide yang

dipadukan dengan prinsip-prinsip

ATUMICS dan konsep sustainability.

Pemilihan bahan serta konsep

menjadi nilai pembeda pada

perancangan ini, karena penulis

mencoba menerapkan desain yang

memiliki hasil yang menunjukan

artefak lokal.

C. Ideate

Berikut ini merupakan ideasi konsep

pada perancangan ini.

Page 9: CO-LIVING SPACE KEMBARAN

UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta 9

Gambar 5. Ideasi penerapan konsep

Sumber: Arsip Penulis (2021)

Berdasarkan dari hasil keyword,

konsep bermula dari kebutuhan

berupa ruang privacy dan ruang kerja

dengan keinginan interior yang

bersih. Maka elemen interior dan

furniture akan berfokus dengan

sustainable nature, sosial, dan

karakteristik (bagian dari keyword),

dengan mengadopsi prinsip

sustainability dapat memperkuat

konsep perancangan.

Sedangkan pada implementasi ideasi

yang diterapkan pada lantai dan

dinding menggunakan material yang

dominan berasal dari pengrajin

Yogyakarta.

Gambar 6. Ideasi pada lantai dan

dinding co-living dengan material batu

bata, rotan, anyaman, dan kaca s antik

Sumber: Arsip Penulis (2021)

Pada implementasi ideasi pada

furniture Pola rangka konstruksi

furniture dominan menggunakan besi

diameter 1,2 hingga 2 cm dengan

finishing doff. Bentuk desain yang

mengimplementasikan huruf

hanacaraka dengan material

aluminium yang curve menyesuaikan

karakter bentuk huruf tersebut.

Dimana bentuk curve ini mengartikan

perilaku orang Jawa yang luwes,

lemah lembut dan sopan.

Gambar 7. Ideasi furniture

Sumber: Arsip Penulis (2021)

Page 10: CO-LIVING SPACE KEMBARAN

UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta 10

D. Prototype

Dari proses ini area yang difokuskan

adalah zona communal, semi private,

dan private. Nama dari semi private

dan private menggunakan filosofi

Jawa yakni “Memayu hayuning

bawana” yang memiliki makna

filosofi atau nilai luhur tentang

kehidupan dari kebudayaan Jawa.

Memayu hayuning bawana jika

diartikan dalam bahasa Indonesia

menjadi memperindah keindahan

dunia. Orang Jawa memandang

konsep ini tidak hanya sebagai

falsafah hidup namun juga sebagai

pekerti yang harus dimiliki setiap

orang. tipe 1 Ning, tipe 2 Ba, tipe 3

Wa, dan tipe 4 adalah Na.

Gambar 8. Susunan pembagian shared

area, semi shared area, & private area.

Sumber: Arsip Penulis (2021)

Ukuran luasan area co-living space

Kembaran ini 500m² dengan luasan

ukuran perancangan area privasi

berukuran 92.5m², semi shared area

115m², dan shared area 65m² .

Area private prototype pertama pada

area private berdasarkan hasil proses

sebelumnya memiliki 4 jenis kategori

yang dari masing-masing bangunan

terdiri dari ukuran 3.5x5m untuk

kapasitas 1-2 orang (Ruangan Ning),

4x5m untuk kapasitas 2 orang

(Ruangan Ba), 5x5m untuk kapasitas

3 orang (Ruangan Wa), dan 6x5m

untuk kapasitas 4 orang (Ruangan

Na). Berikut ini layout rancangan

awal dari masing-masing area dengan

yang berdasarkan kategori yang

dibutuhkan dalam area private.

Pada tahap prototype ini dilakukan 3

kali dari pembuatan layout mapping

hingga 3d visual. Berikut hasil dari

perancangan interior Co-living space

Kembaran:

a. Private (Ruangan Ning)

Ruangan tipe 1 ini diberikan nama

Ning ini memiliki kapasitas 1 sampai

2 orang, desain pada layout ini terdiri

dari beberapa area yang diantaranya

area istirahat, bekerja, dapur kecil,

dan toilet, penerapan di beberapa

Page 11: CO-LIVING SPACE KEMBARAN

UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta 11

furniture menggunakan sistem

portable dan folding seperti pada troli

area dapur, kursi lipat untuk tamu atau

makan serta meja makan yang bisa

dilipat dan digunakan sebagai meja

tamu atau sebagainya.

Gambar 9. Ruang privacy yang dapat

memenuhi kebutuhan kegiatan seperti

istirahat, bekerja, memasak dan lainnya.

Sumber: Arsip Penulis (2021)

b. Private ( Ruang Ba )

Ruangan tipe 2 ini diberikan nama Ba,

memiliki kapasitas 2 orang. Desain

pada layout ini terdiri dari beberapa

area yang diantaranya area istirahat,

bekerja, dapur kecil, dan toilet.

Gambar 10. Ruangan dengan kapasitas 2

orang.

Sumber: Arsip Penulis (2021)

Gambar 11. Lantai mezzanine menjadi

area privacy.

Sumber: Arsip Penulis (2021)

c. Private ( Ruang Wa )

Ruangan tipe 3 ini diberikan nama

Wa, memiliki kapasitas 3 orang.

Desain pada layout ini terdiri dari

beberapa area yang diantaranya area

istirahat, bekerja, dapur kecil, dan

toilet. Pada layout 1, desain

Page 12: CO-LIVING SPACE KEMBARAN

UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta 12

menggunakan bunk bed dan meja

tidur dengan kapasitas 2 orang di

bagian mezzanine, namun pada layout

2 area istirahat menggunakan dua

bunk bed dan pada satu sisi bawah

bunk bed fungsinya diubah sebagai

wardrobe untuk memenuhi

kebutuhan rak baju.

Gambar 12. Ruangan Wa dengan

elemen batu bata yang dominan

terlihat.

Sumber: Arsip Penulis (2021)

Gambar 13. Material lantai

menggunakan tegel kunci, dengan warna

yang menyesuaikan warna alam.

Sumber: Arsip Penulis (2021)

d. Private ( Ruang Na )

Ruangan tipe 4 ini diberikan nama

Na, memiliki kapasitas 4 orang

dengan ukuran 6x5 m. Desain pada

layout ini terdapat perbedaan yang

jelas pada area istirahat, dan dari

ruangan lainnya area dapur disini

menggunakan furniture yang bersifat

pakem.

Gambar 14. Elemen batu bata dan roster

menjadi point interest pada perancangan

Co-living Kembaran.

Sumber: Arsip Penulis (2021)

Page 13: CO-LIVING SPACE KEMBARAN

UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta 13

Gambar 15. Axonometric ruangan Na.

Sumber: Arsip Penulis (2021)

e. Semi Private ( Ruang Hayu )

Pada area semi private ini diberikan

nama Hayu, merupakan area dapur

dan mini garden. Ruangan berada di

tengah-tengah bangunan agar akses

dimudahkan dari setiap ruang private.

Desain terinspirasi dari Angkringan

yakni sebuah tempat makan kaki lima

yang umum di Yogyakarta, namun

penerapan desain dibuat lebih

kontemporer, dengan mini garden di

samping dapur.

Gambar 16. Bangunan Hayu.

Sumber: Arsip Penulis (2021)

Gambar 17. Perubahan ada pada

material tegel kunci dan meja berada di

center.

Sumber: Arsip Penulis (2021)

f. Semi Private ( Ruang Memayu )

Pada area semi private ini diberikan

nama Memayu merupakan area kerja

yang dipadukan dengan library dan

shared toilet. Ruangan dengan ukuran

15x5m ini terbagi dari jenis meja

kerja terbagi menjadi 3 tipe, yakni

meja dengan sistem umumnya, meja

yang dapat diatur ketinggiannya dan

acoustic office booth untuk lebih

privasi (untuk video atau voice call)

karena dibuat untuk redup suara.

Gambar 18. Ruangan yang terdiri dari

area kerja, perpustakaan, dan toilet

dalam satu bangunan.

Sumber: Arsip Penulis (2021)

Page 14: CO-LIVING SPACE KEMBARAN

UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta 14

Gambar 19. Tampak perspective area

kerja, perpustakaan, dan toilet dalam

satu bangunan.

Sumber: Arsip Penulis (2021)

g. Shared (Communal Area)

Area ini digunakan untuk kapasitas

20 lebih orang, diutamakan untuk

kegiatan komunitas di area outdoor

hunian.

Gambar 20. Area komunal terletak di

tengah bangunan, yang dirancang untuk

kegiatan komunitas dengan ukuran

10x5m.

Sumber: Arsip Penulis (2021)

h. Shared (Toilet)

Toilet yang digunakan pada shared

area ini digunakan untuk pengguna

luar hunian.

Gambar 21. Toilet untuk area shared

Sumber: Arsip Penulis (2021)

5. PENUTUP

A. Kesimpulan

Pada proses test dengan assumption

testing dengan feedback dari klien

terdapat point-point ditinjau kembali

mengenai tingkat privasi yang didapat

dan faktor kenyamanan tingkat usia

penghuni untuk usia balita dan 50

tahun keatas dikarenakan desain area

privasi tipe 2 dan 3 tidak mendukung

untuk kategori usia tersebut. Serta

efektifitas untuk kegiatan komunitas

perlu ditinjau kembali, dikarenakan

belum adanya spesifik kategori

komunitas apa yang cocok pada

perancangan ini atau bisa dikatakan

masih terlalu general. Perancangan

Co-living space Kembaran dengan

menggunakan metode design thinking

merupakan pendekatan perancangan

yang membantu dalam proses

Page 15: CO-LIVING SPACE KEMBARAN

UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta 15

perancangan, pengumpulan insight

dari calon penghuni dari berbagai

lintas profesi yang memungkinkan

sebagai calon penghuni co-living

dapat menjadi tinjauan yang

menyesuaikan kebutuhan

perancangan ruang komunal dan

private yang memenuhi kebutuhan

multifamily dengan latar belakang

yang berbeda.

B. Saran

Proses perancangan dalam karya ini

ada baiknya jika dapat di tes kembali

dan dilakukan pengulangan dan

ditinjau kembali dikarenakan objek

penelitian masih bukan area urban

yang cukup pesat, sehingga desain

belum di lokasi yang benar-benar

mengalami issue urbanisasi.

Diharapkan dengan lokasi

permasalahan yang ril perancangan

dapat lebih cermat dan detail, dan

diharapkan karakteristik daerah dapat

lebih banyak diimplementasikan pada

perancangan interior sebagai bentuk

kepedulian pada kebudayaan dan

menjadi contoh untuk desainer lain

untuk mulai memperhatikan lokalitas.

Diharapkan kedepannya penulisan ini

dapat dikembangkan sehingga dapat

berdampak dan bermanfaat bagi

masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

Brown, Tim. 2009. Change by

Design. New York, Harper

Collins.

Brown, Tim. 2008. Design Thinking.

Harvard Business Review, June

2008, p. 84 – 92.

Davis, Keith & John W. Newstorm.

1196. Perilaku dalam Organisasi.

Jakarta: Erlangga.

D.K. Ching, Francis. 2002.

Architecture, Space and Order,

New York, Macmillan Publishing

Company, New York.

Dohr, Joy & Portillo Margaret. 2011.

Design Thinking for Interiors,

John Wiley & Sons, Inc., New

Jersey.

Farrelly, Lorraine. 2006. Basic

Architecture Construction and

Materiality. Switzerland: AVA

Publishing SA.

Hidayat, Anas & Andy Rahman.

2019. Nata Bata. Jakarta: Omah

Library.

Hidayat, Anas & Andy Rahman.

2021. Ngekos. Yogyakarta: Tan

Kinira.

IDEO, Design Thinking for Educators

2nd Edition. 2012.

Kilmer, Rosemary & W. Otie Kilmer.

2014. Designing Interiors. United

States.

Page 16: CO-LIVING SPACE KEMBARAN

UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta 16

Lawson, Fred. 1994. Restaurant

Planning & Design. Cambridge:

Cambridge University Press.

Lyons, Arthur. 2007. Materials for

Architects and Builders.

Amterdam: Elsevies. Fred. 1994. t

Nugraha,

Mangunwijaya, Y.B. 1997. Pasal-

Pasal Pengantar Fisika Bangunan,

Jakarta: Djambatan.

Nugraha, Adhi. 2012. Transforming

Tradition: A Method of

Maintaining in a Craft and Design

Context. Helsinki: Aalto

University Publication.

Osborne, Rachel. 2018. Best Practices

for Urban Coliving Comminities.

The Graduate Collage. University

of Nebraska. Lincoln.