cicakal garang kanekes

36
Madrasah Alam Cicakal Garang 4 June 15, 2011 by kamalfuadi 1 Votes Latar Belakang Pembukaan UUD 1945 Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan kepada sistem Pemerintahan Negara untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tanah air – tumpah darah – Indonesia serta untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dengan melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Pemerintah mengusahakan, menyelenggarakan dan memfasilitasi terbinanya suatu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimananan dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan nasional di samping menjamin keadilan dan pemerataan kesempatan pendidikan, perlu meningkatkan mutu dan efisiensi sistem pendidikan serta relevansinya

Upload: abdurrahman-misno-bambang-prawiro

Post on 24-Oct-2015

48 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Madrasah Alam Cicakal Garang 4

June 15, 2011 by kamalfuadi

1 Votes

Latar Belakang

Pembukaan UUD 1945 Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan

kepada sistem Pemerintahan Negara untuk melindungi segenap bangsa Indonesia

dan seluruh tanah air – tumpah darah – Indonesia serta untuk memajukan

kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dengan melaksanakan

ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

Pemerintah mengusahakan, menyelenggarakan dan memfasilitasi terbinanya suatu

sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimananan dan ketakwaan

terhadap Tuhan Yang Maha Esa serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan

kehidupan bangsa.

Pendidikan nasional di samping menjamin keadilan dan pemerataan kesempatan

pendidikan, perlu meningkatkan mutu dan efisiensi sistem pendidikan serta

relevansinya dalam menghadapi tantangan sesuai dengan tuntutan dinamika

kehidupan lokal, nasional, dan global. Untuk itulah, perlu diadakan pembaharuan

pendidikan secara terencana, terarah, dan berkesinambungan.

Pendidikan nasional juga bertujuan untuk mengembangkan aspek jasmaniah dan

rohaniah dari warganya. Di samping itu penyempurnaan penyelenggaraan

pendidikan diperlukan dalam upaya mewujudkan pembangunan nasional secara

keseluruhan. Pendidikan nasional akan sangat menentukan keberhasilan upaya

memantapkan ketahanan nasional serta mewujudkan masyarakat maju yang

berakar pada kebudayaan bangsa, persatuan nasional dan kemanusiaan yang

universal.

Hal-hal tersebut menunjukkan adanya amanat dan komitmen tinggi pemerintah

terhadap upaya pencerdasan bangsa. Komitmen ini dibuktikan dengan

pencantuman upaya pencerdasan bangsa dalam konstitusi negara sebagai salah

satu hal paling mendasar yang perlu dibangun dan dikembangkan pasca

kemerdekaan Indonesia. Realisasi komitmen yang tercantum dalam konstitusi ini

diupayakan dengan menyelenggarakan pendidikan yang terdiri dari beberapa

jalur, jenjang dan jenis mulai dari taman kanak-kanak hingga perguruan tinggi di

seluruh Indonesia.

Pendidikan tersebut diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta

tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan,

nilai kultural, dan kemajemukan bangsa[1]. Salah satu prinsip ini mendorong

pemerintah untuk secara adil dan merata berupaya mengadakan pembukaan dan

pelayanan akses pendidikan untuk daerah-daerah terpencil.

Sebagai salah satu upaya melayani pendidikan dasar, Puslitbang Pendidikan

Agama dan Keagamaan Balitbang dan Diklat Kementerian Agama RI telah

merintis satuan pendidikan berupa MTs di Cicakal Garang. Dengan berdirinya

MTs tersebut, masyarakat Cicakal Garang dan sekitarnya dapat menikmati akses

pendidikan lanjutan dari pendidikan tingkat dasar yang selama ini sulit mereka

dapatkan.

Pada tahun pertama berdiri, MTs Cicakal Garang telah melaksanakan aktivitas

pendidikan mulai dari rekrutmen guru, siswa, tenaga kependidikan, penyiapan

perlengkapan, sarana dan prasarana madrasah, kurikulum, dan pembelajaran. MTs

ini dirancang untuk mengembangkan model pendidikan Islam formal yang

berbasis pada nilai-nilai masyarakat Baduy, terutama pada aspek kurikulum,

sarana parasarana, pendidik, dan tenaga kependidikan.

Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan berupaya mengembangkan model

pendidikan yang khas. Kekhasan itu terletak pada nilai-nilai adat yang melekat

pada kurikulum pendidikan dan berbasis pada kondisi objektif masyarakat di

daerah tertinggal.

Tahun kedua, MTs Cicakal Garang mulai menemukan model khas yang selama

setahun sudah mulai dirancang. Model khas tersebut merupakan model yang

dirancang bersama antara Tim Pusat Puslitbang Pendidikan Agama dan

Keagamaan dengan Tim Pelaksana di daerah. Model pendidikan khas itu diberi

nama Madrasah Tsanawiyah (MTs) Alam Cicakal Garang.

Kerangka Model Penyelenggaraan Pendidikan

Konsep Dasar dan Strategi

MTs Cicakal Garang merupakan akses pendidikan dasar dalam masyarakat

Kanekes dan sekitarnya. Keberadaan MTs ini merupakan kebutuhan masyarakat

terhadap pendidikan lanjutan bagi anak-anak mereka yang telah selesai

mengenyam pendidikan dasar di Madrasah Ibtidaiyah (MI). Selama ini

masyarakat Cicakal Garang mendapat kesulitan dalam mengakses pendidikan

lanjutan bagi anak-anak mereka. Jarak yang jauh dan medan daerah Cicakal

Garang menjadi kendala bagi masyarakat.

Madrasah Tsanawiyah di Cicakal Garang dikelola oleh masyarakat sebagai bagian

dari partisipasi masyarakat dalam pelayanan pendidikan dasar. Guru-guru direkrut

dari masyarakat Cicakal Garang dan masyarakat di sekitarnya. Penyelenggaraan

MTs di Cicakal Garang dilakukan dengan strategi melibatkan tokoh adat Baduy

(Kepala Desa Kanekes), tokoh masyarakat, dan tokoh agama.

Penyelenggaraan pendidikan di MTs Cicakal Garang merupakan model

pendidikan berbasis masyarakat dimana pendidikan berdasarkan kekhasan agama,

sosial, budaya, aspirasi, dan potensi masyarakat sebagai perwujudan pendidikan

dari, oleh, dan masyarakat[2]. Penyelenggaraan pendidikan berbasis masyarakat

tersebut merupakan bagian dari hak yang dimiliki masyarakat. Masyarakat berhak

menyelenggarakan pendidikan berbasis masyarakat pada pendidikan formal dan

nonformal sesuai dengan kekhasan agama, lingkungan sosial, dan budaya untuk

kepentingan masyarakat[3].

Masyarakat merupakan sumber daya pendidikan yang memiliki potensi besar

untuk mewujudkan pendidikan yang diinginkan. Sebagai sumber daya pendidikan,

maka masyarakat perlu mendapatkan porsi yang sepadan dengan potensi yang

dimilikinya. Potensi tersebut meliputi potensi agama, sosial, dan budaya, aspirasi,

dan keterlibatan masyarakat dalam pendidikan.

Pemberian hak kepada masyarakat merupakan upaya pemerintah mengangkat

harkat dan martabat masyarakat akan kekhasan agama, sosial, budaya, aspirasi,

dan potensi masyarakat dengan harapan hasil pendidikan adalah pendidikan yang

memasyarakat. Pendidikan yang memasyarakat yaitu hasil pendidikan yang sesuai

dengan falsafah masyarakat, sumber daya alam, sumber daya manusia, dan

kebutuhan masyarakat setempat sehingga pendidikan bukan merupakan suatu

proses dan hasil yang tidak sesuai dan mengakar dengan nilai-nilai masyarakat

setempat.

Selain itu, pendidikan yang memasyarakat mengindikasikan bahwa pendidikan

harus bersendikan pada kekuatan yang berasal dari dan untuk masyarakat. Dilihat

dari sisi proses, pelaksanaan pendidikan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki

oleh masyarakat. Dengan demikian proses pendidikan tersebut bukan merupakan

proses yang membebani masyarakat. Dilihat dari sisi hasil, hasil pendidikan yang

berbasiskan pada masyarakat benar-benar menjadi sesuatu yang dihasilkan

masyarakat.

Sebagai pendidikan yang berbasis masyarakat, maka MTs Alam Cicakal Garang

selalu sadar, bertanggung jawab, dan konsen terhadap kebutuhan dan aspirasi

masyarakat. Berkenaan dengan kontribusi masyarakat, semua potensi masyarakat

yang memungkinkan untuk dimasukkan dalam upaya pengembangan madrasah

selalu menjadi prioritas utama dalam setiap program pendidikan madrasah[4].

Di samping berupaya untuk melaksanakan model pendidikan berbasis masyarakat,

MTs Alam Cicakal Garang, sesuai dengan namanya, juga selalu mengintegrasikan

diri dengan memanfaatkan alam lingkungan Cicakal Garang sebagai sumber

belajar utama dalam setiap aktivitas pendidikan. Kondisi alam Cicakal Garang dan

tradisi masyarakat yang cinta dengan alam menjadikan MTs Alam Cicakal Garang

tidak berupaya menjauhkan diri dari alam dengan selalu melaksanakan pendidikan

hanya di dalam kelas atau sekolah saja sebagaimana sekolah pada umumnya.

Upaya mengakrabkan pendidikan dengan alam merupakan upaya untuk

membendung perubahan perilaku sosial masyarakat tradisional yang jamak terjadi

hampir di seluruh pelosok Nusantara. Termasuk dalam perubahan tersebut adalah

kehancuran dan upaya penghancuran aset budaya lokal. Masyarakat di daerah

pedalaman banyak yang mulai meremehkan tradisi yang selama ini mereka bela

dan pelihara. Ekspansi pasar bebas dan modal asing yang masuk ke Indonesia

telah mendorong terjadinya penjarahan kekayaan alam di daerah-daerah

pedalaman, sementara tradisi-tradisi setempat tidak dilindungi, bahkan terkena

dampak negatif[5]. Untuk itulah, pengambilan model pendidikan sekolah alam

pada MTs Alam Cicakal Garang menemukan relevansinya sebagai salah satu

upaya memelihara tradisi lokal agar tidak pudar dari masyarakat.

Selain sebagai upaya pemeliharaan tradisi, pendidikan sendiri merupakan entitas

yang tidak dapat dilepaskan dari kebudayaan suatu masyarakat. Tidak ada

masyarakat tanpa budaya. Demikian pula tidak ada budaya yang statis tanpa

gerak. Kebudayaan di mana pun adalah kebudayaan yang hidup dan berkembang

melalui proses pendidikan. Tanpa pendidikan maka tidak mungkin suatu

kebudayaan dapat bergerak atau berubah[6].

Di kalangan masyarakat sendiri, kebudayaan cenderung diartikan secara sempit.

Kebudayaan tidak lebih dari kesenian,tari-tarian, seni pahat, seni batik, dan

sebagainya. Dengan kata lain kebudayaan telah direduksi hanya mengenai nilai-

nilai estetika. Selain itu, pendidikan sendiri sangat intelektualistis, artinya hanya

mengenai satu unsur saja dari kebudayaan[7]. Dengan kata lain, keberadaan

pendidikan yang selama ini berlangsung, tidak lagi terintegrasi sebagai bagian dari

kebudayaan. Pendidikan yang kembali ke dan terintegrasi dengan alam di MTs

Alam Cicakal Garang berusaha untuk terintegrasi dengan budaya lokal sebagai

upaya pemeliharaan budaya.

Namun demikian, perlu diingat bahwa kebudayaan bukan merupakan sesuatu

untuk diwariskan secara generatif, melainkan hanya mungkin diperoleh dengan

cara belajar. Cara belajar yang berarti proses belajar terangkum dalam pendidikan.

Demikian juga dengan pendidikan, tanpa melakukan kompromi dengan

kebudayaan, maka pendidikan seakan tidak membumi. Sebab pada dasarnya

dalam proses pendidikan terdapat tatanan nilai budaya masyarakat yang hendak

diwariskan pada generasi yang akan datang[8].

Hanya saja pendidikan tidak hanya dijadikan sebagai media reproduksi atau

pemeliharaan suatu kebudayaan saja. Namun lebih jauh pendidikan merupakan

media pembudayaan atau pengembangan suatu kebudayaan dalam menghadapi

perubahan-perubahan yang melingkupi kebudayaan tersebut. Zaman modern

menuntut indvidu-individu dalam masyarakat untuk dapat aktif, kreatif, dan

terbuka. Untuk itulah pendidikan yang dilaksanakan di MTs Alam Cicakal Garang

berusaha memberdayakan individu-individu yang mampu memelihara budaya

lokal, mentransformasikan nilai-nilai budaya lokal, dan melakukan aktivitas

pembudayaan. MTs Cicakal Garang berusaha mengambil posisi sebagai media

transmisi kebudayaan Baduy dari generasi ke generasi. Untuk itulah aspek

kekhasan dalam semua aktivitas pendidikan di MTs Cicakal Garang mendapat

penekanan yang lebih.

Jalur Pendidikan

Jalur pendidikan yang dipilih untuk merealisasikan pendidikan berbasis

masyarakat dan terintegrasi dengan alam tersebut yaitu jalur pendidikan formal.

Jenjang Pendidikan

Jenjang pendidikan pada MTs Alam Cicakal Garang adalaha jenjang pendidikan

dasar. Jenjang pendidikan ini dilaksanakan sebagai jenjang pendidikan lanjutan

bagi siswa-siswa yang telah menyelesaikan Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah

Ibtidaiyah (MI) namun mengalami kesulitan dalam hal akses dikarenakan faktor

jarak dan biaya.

Model Pendidikan

Model pendidikan di MTs Cicakal Garang dilaksanakan dengan model sekolah

alam. Model pendidikan pada sekolah alam memandang lingkungan pendidikan

terdiri dari lingkungan alam dan lingkungan manusia[9]. Proses pendidikan tidak

hanya memerlukan lingkungan manusia dan terlepas dari lingkungan alam. Untuk

itulah kedua lingkungan tersebut harus diintegrasikan dalam suatu proses bernama

pendidikan.

Kedua lingkungan tersebut saling mengisi satu sama lain dan merupakan

manifestasi kombinasi antara teori dengan praktik. Hal-hal yang dipelajari siswa

sebagai suatu pengalaman belajar di dalam kelas harus benar-benar dirasakan

melalui pengalaman belajar di luar kelas. Bahkan siswa harus lebih banyak belajar

dari alam dengan lebih banyak melaksanakan pembelajaran langsung di alam

terbuka. Dengan demikian pembelajaran siswa tidak lagi terisolasi di dalam

ruang-ruang kelas saja.

Hal-hal yang menjadi pertimbangan pemilihan model sekolah alam adalah sebagai

berikut:

Lingkungan alam Cicakal Garang sangat mendukung dan dapat dimanfaatkan

dalam pelaksanaan model pendidikan sekolah alam

Masyarakat Cicakal Garang memiliki kedekatan dengan budaya Baduy yang

sangat mencintai alam sekitar

Sumber daya masyarakat Cicakal Garang mampu memanfaatkan alam sekitar

Siswa MTs Alam Cicakal Garang sudah sangat akrab dengan alam

Dengan mempertimbangkan hal-hal tersebut, maka MTs Cicakal Garang

menerapkan model pendidikan sekolah alam yaitu model pendidikan yang

melibatkan alam sebagai faktor utama dalam pendidikan dan kehidupan. Alam

dipandang sebagai suatu syarat mutlak terjadinya suatu kehidupan. Alam semesta

atau bagian-bagiannya seperti gunung, laut, langit, bintang,dan lain-lain dalam

suatu tahap perwujudannya menunjukkan fakta-fakta dan fenomena yang menarik

untuk dikaji. Alam pikiran dan logika manusia dapat berkembang pesat dengan

mengikuti fakta dan fenomena-fenomena semesta. Lebih dari itu, pengajaran

tentang alam semesta adalah sesuatu yang sangat penting bagi manusia karena

nilai praktis fungsional dan estetis alam semesta bagi kelangsungan hidup

manusia[10].

Sekolah alam adalah salah satu bentuk pendidikan alternatif yang menggunakan

alam sebagai media utama sebagai pembelajaran siswa didiknya. Tidak seperti

sekolah biasa yang lebih banyak menggunakan metode belajar mengajar di dalam

kelas, para siswa belajar lebih banyak di alam terbuka. Di sekolah alam metode

belajar mengajar lebih banyak menggunakan aktif atau action learning dimana

anak belajar melalui pengalaman (anak mengalami dan melakukan langsung) .

Dengan mengalami langsung anak atau siswa diharapkan belajar dengan lebih

bersemangat, tidak bosan, dan lebih aktif. Penggunaan alam sebagai media belajar

diharapkan agar kelak anak atau siswa jadi lebih aware dengan lingkungannya dan

tahu aplikasi dari pengetahuan yang dipelajari. Tidak hanya sebatas teori saja.

Konsep sekolah alam adalah konsep belajar aktif, menyenangkan dengan

menggunakan alam sebagai media langsung untuk belajar. Sekolah Alam

berusaha menciptakan suasana belajar mengajar yang menyenangkan, dimana

atmosfer belajar tidak menegangkan, komunikasi antara guru dan siswa juga

hangat dan juga mementingkan pada active learning dimana siswa tidak berfokus

pada buku-buku pelajaran saja tapi mengalami langsung apa yang mereka pelajari,

bisa lewat percobaan, observasi dan lain sebagainya.

Sekolah alam membuat anak tidak terpaku hanya pada teori saja. Namun mereka

dapat mengalami langsung pengetahuan yang mereka pelajari di alam. Karena

diakui saat ini sekolah-sekolah biasa lebih banyak menggunakan sistem belajar

mengajar konvensional dimana guru menerangkan, siswa hanya mendapat

pengetahuan dengan mengandalkan buku panduan saja, dan siswa jarang

diberikan kesempatan untuk mengalami langsung atau melihat langsung bentuk

pengetahuan yang mereka pelajari. Di sekolah alam, biasanya aturan yang

diberlakukan tidak seketat sekolah biasa dimana siswa harus duduk mendengarkan

gurunya atau mendapatkan hukuman jika tidak mengerjakan tugas.

Sekolah alam adalah sebuah impian yang jadi kenyataan bagi mereka yang

mengangankan dan menginginkan perubahan dalam dunia pendidikan. Sekolah

alam dapat menjadi alternatif sekolah yang bisa membawa anak menjadi lebih

kreatif, berani mengungkapkan keinginannya dan mengarahkan anak pada hal-hal

yang positif. Belajar di alam terbuka, secara naluriah akan menimbulkan suasana

‘fun’, tanpa tekanan dan jauh dari kebosanan. Dengan demikian akan tumbuh

kesadaran pada anak bahwa ‘learning is fun’ dan sekolah identik dengan

kegembiraan.

Waktu Belajar

Pembelajaran di MTs Alam Cicakal Garang dilaksanakan selama 5 hari dalam

satu minggu, yaitu dari hari Senin-Jum’at. Waktu pembelajaran dimulai dari pukul

13.00-16.30.

Kurikulum

Kurikulum MTs Alam Cicakal Garang merupakan kurikulum yang dikembangkan

dengan mengacu pada standar nasional pendidikan untuk mewujudkan tujuan

pendidikan nasional. Kurikulum ini dikembangkan dengan prinsip diversifikasi

satuan pendidikan, potensi daerah Cicakal Garang, dan peserta didik.

Sebagai madrasah yang lebih banyak mengambil sumber belajar dari alam dan

masyarakat, MTs Alam Cicakal Garang perlu:

Memasukkan semua dimensi alam dan masyarakat Baduy dalam semua mata

pelajaran di semua kelas. Hal ini dimaksudkan sebagai upaya pengintegrasian

materi di kelas dengan kondisi alam dan masyarakat Baduy Cicakal Garang.

Menyesuaikan pendidikan dengan kebutuhan dan kompetensi individu

Menyeimbangkan antara aktivitas individual dengan aktivitas kelompok

Mengarahkan siswa untuk melakukan identifikasi masalah, menyusun strategi

penyelesaian, mengumpulkan informasi, menyusun hipotesis, dan menyajikan

temuan-temuan agar mereka mendapatkan pengalaman sendiri dari alam sebagai

sumber belajar dan mereka pun dapat membagikan temuan-temuan tersebut

kepada orang lain[11].

Dengan mengacu pada prinsip di atas, kurikulum MTs Alam Cicakal Garang

terdiri dari:

Kurikulum reguler/standar nasional, yaitu kurikulum yang terdiri atas:

- Kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia;

- Kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian;

- Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi;

- Kelompok mata pelajaran estetika;

- Kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga, dan kesehatan[12]

Muatan lokal yang berisi:

- Wawasan Ke-Baduy-an (sejarah, budaya, dan bahasa). Materi ini diajarkan

pada tahun pertama (kelas 1)

- Keterampilan khas Baduy seperti pembuatan gelang dari kulit kayu

(teureup), hiasan asbak dari batok kelapa, dan hiasan dinding berbentuk bintang

dari bambu. Materi ini diajarkan pada tahun kedua (kelas 2)

- Keterampilan khas alam Cicakal Garang seperti pembuatan hiasan bingkai

dari batu-batuan yang diambil dari alam Cicakal Garang. Materi ini diajarkan

pada tahun ketiga (kelas 3)

Pengembangan Diri. Materi ini dibagi menjadi:

- Akademis dalam bentuk keterampilan menulis

- Keagamaan dalam bentuk praktik ceramah dan khutbah

- Seni budaya dalam bentuk keterampilan memainkan angklung Baduy

- Olahraga dalam bentuk sepakbola dan voli

Kurikulum pada MTs Alam Cicakal Garang disusun dalam rangka mewujudkan

tujuan dan standar pendidikan nasional dengan memperhatikan tahap

perkembangan peserta didik dan kesesuaiannya dengan lingkungan alam Cicakal

Garang, kebutuhan pembangunan nasional, perkembangan ilmu pengetahuan dan

teknologi serta kebudayaan dan kesenian. Setiap kelompok mata pelajaran

tersebut diajarkan secara holistik sehingga pembelajaran masing-masing

kelompok mata pelajaran mempengaruhi pemahaman dan penghayatan peserta

didik.

Untuk memotivasi sikap dan perilaku siswa, pengertian dasar tentang pendidikan

yang kembali ke alam harus diintegrasikan ke dalam keseluruhan kelompok mata

pelajaran tersebut yang mengacu pada proses pembelajaran “student centered

learning” yang mengarah pada kepentingan masa depan siswa sewaktu

berkecimpung dalam pengabdian pada masyarakat. Jadi perlu dilengkapi dengan

“community centered orientation”. Proses pembelajaran mengacu pada proses

yang menyenangkan seluruh peserta didik dan berhasil guna melalui tingkat peran

serta (partisipasi) seluruh pihak baik guru yang memberi maupun siswa yang

menerima bekal bagi pengabdian yang mengarah pada falsafah kebangsaan dan

kemanusiaan.

Dengan isi kurikulum yang merupakan susunan bahan kajian dan pelajaran untuk

mencapai tujuan penyelenggaraan MTs Cicakal Garang, diharapkan dapat tercapai

pula tujuan pendidikan nasional.

Pembelajaran

Metode pembelajaran yang dilaksanakan di MTs Alam Cicakal Garang

sepenuhnya diserahkan kepada guru dengan mengacu kepada kondisi alam

Cicakal Garang dan sekitar, budaya Baduy, dan buku ajar. Guru MTs Alam

Cicakal Garang dituntut untuk dapat secara kreatif mengkombinasikan model

pembelajaran reguler di kelas dengan model pembelajaran di luar kelas.

Pelaksanaan proses pembelajaran lebih banyak dilaksanakan di luar kelas dengan

prosentase 60% di luar kelas dan 40% di dalam kelas.

Media pembelajaran di MTs Alam Cicakal Garang disesuaikan dengan

tema/pokok bahasan yang berasal dari alam Cicakal Garang dan sekitar.

Sumber belajar di MTs Alam Cicakal Garang diambil dari:

Alam Cicakal Garang dan sekitar

Buku Ajar

Salah satu strategi pembelajaran di madrasah alam adalah pembelajaran kooperatif

dimana siswa dilibatkan bekerja secara berkolaborasi untuk mencapai tujuan

bersama. Pembelajaran ini disusun dalam sebuah usaha untuk meningkatkan

partisipasi siswa, memfasilitasi siswa dengan pengalaman sikap kepemimpinan,

dan membuat keputusan dan kelompok, serta memberikan kesempatan kepada

siswa untuk berinteraksi dan belajar bersama-sama siswa yang berbeda latar

belakangnya. Jadi, dalam pembelajaran kooperatif, siswa berperan ganda yaitu

berperan sebagai siswa dan juga berperan sebagai guru. Untuk mencapai tujuan

bersama, maka siswa akan mengembangkan keterampilan berhubungan dengan

sesama manusia yang akan bermanfaat bagi kehidupan di luar sekolah[13].

Pembelajaran di madrasah alam dapat dilakukan dengan mengacu kepada prinsip

belajar untuk semua, fun learning, dan spider web[14].

Belajar dari Semua

Di Sekolah Alam, tidak hanya murid yang belajar. Gurupun belajar dari murid.

Bahkan orang tua juga belajar dari guru dan anak-anak.

Di Sekolah Alam anak-anak tidak hanya belajar di kelas. Mereka belajar di mana

saja dan pada siapa saja. Mereka belajar tidak hanya dari buku tapi dari apa saja

yang ada di sekelilingnya. Dan yang jelas mereka belajar tidak untuk mengejar

nilai, tapi untuk bisa memanfaatkan ilmunya dalam kehidupan sehari-hari. Dan di

Sekolah Alam keseragaman bukan pada apa yang dikenakan, tapi pada akhlaknya.

Fun Learning

Belajar di alam terbuka, secara naluriah akan menimbulkan suasana ‘fun’, tanpa

tekanan dan jauh dari kebosanan. Dengan demikian akan tumbuh kesadaran pada

anak bahwa ‘learning is fun’ dan sekolah identik dengan kegembiraan. Namun

sebagus apapun konsep yang disusun, tidak akan sempurna hasilnya tanpa guru

yang berkualitas dan berdedikasi. Menjaga kualitas dan dedikasi hanya bisa

dilakukan bila sang guru mempunyai visi pendidikan yang jelas dan memahami

prinsip dasar bahwa setiap anak adalah individu yang unik. Untuk mencapai itu

semua, Sekolah Alam menempatkan kesejahteraan guru sebagai prioritas utama.

Spider Web

Dalam pembelajaran di sekolah digunakan sistem Spider Web, di mana suatu

tema diintegrasikan dalam semua mata pelajaran. Dengan demikian pemahaman

siswa terhadap materi pembelajaran bersifat integratif, komprehensif dan aplikatif.

Sekaligus juga lebih ‘membumi’. Kemampuan dasar yang ingin dibangun adalah

kemampuan anak untuk membangun jiwa keingintahuan, kemampuan melakukan

observasi dan membuat hipotesa, serta kemampuan menerapkan metode berpikir

ilmiah. Sehingga pengetahuan yang didapat bukan sekedar hafalan, tetapi hasil

pengalaman dan penemuan mereka sendiri. Di sini anak juga diarahkan untuk

memahami potensi dasar dirinya. Dan di sini, berbeda dengan guru itu bukan tabu.

Model pembelajaran kembali ke alam merupakan konsep baru tentang pendidikan

yang menyatakan bahwa pendidikan berarti mengajarkan peserta didik bagaimana

belajar, berbuat, berfikir, dan menyelidiki dengan langsung memanfaatkan alam

sebagai salah satu sumber belajar. Berpijak pada pemikiran ini, maka posisi

pendidik berada di tengah diantara peserta didik dan sumber belajar. Dalam sistem

ini pendidik dipandang bukan sebagai satu-satunya sumber belajar. Peserta didik

dituntut untuk dapat mencari sumber belajar sendiri baik dari teknologi maupun

dari alam lingkungan belajar.

Dengan kata lain, model ini menekankan pada aspek kinerja siswa (contextual

teaching and learning), maksudnya fungsi dan peran guru hanya sebagai mediator,

siswa lebih proaktif untuk merumuskan sendiri tentang fenomena yang berkaitan

dengan fokus kajian secara kontekstual bukan tekstual[15]. Konsep ini membantu

guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa

dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya

dengan penerapan dalam kehidupan mereka sehari-hari. Konsep ini diharapkan

dapat mengembangkan potensi peserta didik secara alamiah.

Sarana Pembelajaran

Sarana pembelajaran MTs Alam Cicakal Garang pada dasarnya sama dengan

sekolah-sekolah pada umumnya. Gedung MTs dibangun sesuai dengan bangunan

khas masyarakat yaitu berupa kelas panggung. Hal ini merupakan bagian dari titik

tekan kekhasan yang melekat pada MTs Alam Cicakal Garang sehingga proses

pendidikan dan pembelajaran akan selalu bernuansa alam, tradisi, dan budaya

masyarakat Baduy Cicakal Garang.

Di samping dilaksanakan di dalam kelas penggung, proses pendidikan dan

pembelajaran juga dilaksanakan di luar kelas. Tempat belajar siwa MTs Alam

Cicakal Garang tersebar di 10 (sepuluh) titik, yaitu:

Sampala

Lapangan Binglu (lapangan di bawah pohon Binglu)

Kebun Cengkeh

Sawah Rancak Bodaan

Gunung Bodaan

Rumah Singgah

Kampung Baduy Cipiit

Masjid

Kobong

Saung

[1]Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem

Pendidikan Nasional Bab III Pasal 14 Ayat 1

[2]Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem

Pendidikan Nasional Bab I Ketentuan Umum Pasal 1

[3]Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem

Pendidikan Nasional Bab XV Peran Serta Masyarakat dalam Pendidikan Pasal 55

[4]John Watts, The School Within The Community, dalam Nicholas Foskett,

Managing External Relations In Schools: A Practical Guide, London: Routledge,

1992, h. 147

[5]Komaruddin Hidayat, Merawat Keragaman Budaya, dalam Pendidikan

Manusia Indonesia, Tonny D. Widiastono, Jakarta: Kompas, 2004, h. 97-99

[6]H.A.R. Tilaar, Pendidikan dan Kekuasaan: Suatu Tinjauan dari Perspektif

Studi Kultural, Magelang: IndonesiaTera, 2003, h. 310. Lihat juga H.A.R. Tilaar,

Pendidikan, Kebudayaan, dan Masyarakat Madani Indonesia: Strategi Reformasi

Pendidikan Nasional, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1999.

[7]Tilaar, Pendidikan, Kebudayaan, …h. 67

[8]Maslikhah, Quo Vadis Pendidikan Multikultur: Rekonstruksi Sistem

Pendidikan Berbasis Kebangsaan,diterbitkan atas kerjasama STAIN SALATIGA

PRESS dengan JP BOOKS, 2007, h. 25-26

[9]H.A.R. Tilaar, Manifesto Pendidikan Nasional: Tinjauan dari Perspektif

Postmodernisme dan Studi Kultural, Jakarta: Kompas, 2005, h. 122

[10]Suharsono, Mencerdaskan Anak, Melejitkan Dimensi Moral, Intelektual, dan

Spiritual dalam Memperkaya Khasanah Batin dan Motivasi Kreatif Anak (IQ, IE,

SQ), Depok: Inisiasi Press, 2003, h. 103.

[11]Watts, The School…, h. 147

[12]Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional

Pendidikan Bab III Standar Isi Pasal 6 Ayat 1

[13]Trianto, Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik,

Jakarta: Prestasi Pustaka, 2007, Cet. I, h. 5

[14]Diakses dari http://sekolahalam.blogspot.com/2004_05_14_archive.html, 20

Mei 2011

[15]Trianto, Model-Model, …h. 101

Menyambut Seba Gede, CICAKAL GIRANG (Komunitas Muslim di Baduy)

“Agama jeung kapercayaan Urang Baduy mah, Islam Sunda Wiwitan. Ngan di

Cicakal Girang aya warga muslim, dina sajarah kahadiranana nyaeta dipenta ku

lembaga adat ka Sultan Banten, anu tujuana supaya ngabantu ngurus pencatatan

perkawinan warga Baduy atawa warga anu ngalanggar adat jeung ngurus

mayit…….”

Hari ini, (21/04) dipastikan setidaknya 800 orang delegasi masyarakat adat

(Baduy Dalam dan Baduy Luar) berduyun-duyun menuju pendopo Kabupaten

Lebak, Pandeglang, Serang dan Pemprov Banten untuk melaksanakan rangkaian

upacara adat yang disebut Seba, sebagai salah satu bentuk upaya menyambung tali

silaturahmi dengan pemerintah daerah (Kabupaten & Provinsi Banten) yang

senantiasa mereka pertahankan. Upacara seba tahun ini terkategorikan sebagai

Seba Gede, sebab melibatkan banyak warganya.

Sebagaimana biasa, warga Baduy Dalam (sering disebut Urang Tangtu atau Urang

Baduy Jero) yang berasal dari Kampung Cikeusik, Cibeo dan Cikartawana

melakukan perjalanan menuju Pemkab Lebak dan Pemprov Banten dengan

berjalan kaki. Sementara warga Baduy Luar (Urang Panamping atau Urang Baduy

Luar) menggunakan kendaraan roda empat.

Mereka membawa “oleh-oleh” berupa buah-buahan dari hasil panen di huma atau

di ladang, seperti pisang, gula aren dan sebagainya. Bingkisan tersebut tak lebih

dari sekedar tanda mata (pamuka lawang) antara anak dengan orang tua dan bukan

bermakna sebagai simbol ketundukan atas penguasa. Sebab dalam prosesi upacara

adat tersebut, terdapat dua misi utama yang secara eksplisit mereka sampaikan,

yakni menyambung tali silaturahmi dan menyampaikan pesan Puun (pucuk

pimpinan komunitas adat Baduy) untuk senantiasa menyatu dengan alam dengan

cara menjaga kelestariannya.

Meski melibatkan banyak orang, kegiatan ini tak akan memperlihat kegadukan,

hirup-pikuk. Mereka mampu memposisikan diri sebagai tamu yang baik dan

berperilaku santun.

CICAKAL GIRANG

Terlepas dari itu, ada sesuatu hal menarik lainnya yang dimiliki komunitas adat

Baduy, yakni Kampung Cicakal Girang. Bagi sebagian masyarakat yang sudah

mengenal masyarakat Baduy di pegunungan Kendeng ini, mungkin masih asing

dengan istilah Cicakal Girang. Dimana keseluruhan penduduknya merupakan

warga muslim yang tak ada bedanya sama sekali dengan warga muslim lainnya.

Lokasinya terletak di dalam kawasan Baduy. Sedangkan bagi mereka yang sekilas

sudah mengenalnya juga masih ada yang berpandangan stereotipe - beranggapan

bahwa warga muslim di Cicakal Girang adalah Islam baru. Padahal pada

kenyataannya tak ada sesuatu pun yang baru dari ajaran Islam yang dilaksanakan

warga Cicakal Girang.

Cicakal Girang yang terletak di ujung barat Desa Kanekes, berbatasan langsung

dengan Desa Keboncau Kecamatan Bojongmanik. Saat ini sudah berkembang

menjadi dua kampung baru (babakan) yang masing-masing kampung memiliki

masjid/musholla. Bentuk dan bahan bangunan rumah warga Cicakal Girang jauh

berbeda dengan komunitas adat Baduy. Di samping itu warga Cicakal Girang juga

memiliki satu unit (dua lokal) madrasah ibtidaiyah yang terdiri dari 97 siswa.

Dengan keterbatasan sarana & prasarana yang dimiliki, pengelola madrasah

memanfaatkan masjid dan rumah warga untuk kegiatan belajar mengajar.

ASAL USUL

Berdasarkan tradisi lisan yang dikemukakan Jaro Pamarentah (Kades Kanekes)

Dainah dan Ustadz Abdul Rosyid, tokoh Kampung Cicakal Girang, asal usul

komunitas muslim disana berawal dari persoalan jauhnya jarak yang harus

ditempuh warga Baduy (apalagi warga Baduy Dalam) yang akan melakukan

pencatatan pernikahan yang dilakukan di Leuwidamar. Atas persoalan tersebut,

lembaga adat mengajukan permohonan kepada Sultan Banten untuk menempatkan

warga muslim di wilayah Desa Kanekes. Atas permohonan tersebut, pihak

kesultanan Banten menitipkan satu keluarga muslim untuk membantu lembaga

adat dalam menyelesaikan administrasi pernikahan warga Baduy serta membantu

merawat jenazah warga yang meninggal dunia. Tidak jelas tepat waktu

penempatan warga muslim tersebut. Adalah Ki Sahum orang pertama yang diberi

mandat untuk membantu masyarakat Baduy. Namun utusan pihak kesultanan

Banten tersebut juga belum terungkap berasal dari mana.

“Agama jeung kapercayaan Urang Baduy mah, Islam Sunda Wiwitan. Ngan di

Cicakal Girang aya warga muslim, dina sajarah kahadiranana nyaeta dipenta ku

lembaga adat ka Sultan Banten, anu tujuan na supaya ngabantu ngurus pencatatan

perkawinan warga Baduy atawa warga anu ngalanggar adat jeung ngurus

mayit…….” (Agama dan kepercayaan orang Baduy yaitu Islam Sunda Wiwitan.

Namun di kampung Cicakal Girang terdapat warga muslim, yang dalam sejarah

keberadaannya yaitu atas dasar permintaan lembaga adat kepada Sultan Banten

dengan tujuan untuk membantu mengurus pencatatan pernihakan warga Baduy

atau warga yang melanggar adat serta mengurus jenazah. - Jaro Dainah).

Istilah Cicakal Girang sendiri berasal dari kata “Cicukul”, yang bermakna “air

sungai yang jadi”/bersemi. Cicakal Girang berbatasan langsung dengan kampung

Baduy Luar lainnya yakni Cipaler yang berdekatan dengan kampung Cicakal

Hilir. Atas perannya membantu lembaga adat, warga Cicakal Girang diberikan

keleluasaan dalam nelaksanakan ajaran Islam. Disana terdapat beberapa unit

bangunan sarana ibadah berupa masjid dan musholla yang pada awalnya terbuat

dari gubuk sederhana. Kini hanya satu unit bangunan musholla yang masih

sederhana berbilik bambu dan sudah lapuk dimakan usia, selebihnya sudah berdiri

permanen dari bahan bangunan layaknya masjid/musholla di daerah lain.

BUKAN WARGA ADAT

Sejak tahun 1975, atas kebijakan lembaga adat Baduy, warga Cicakal Girang yang

kini sudah berjumlah 324 jiwa (158 laki-laki, 166 perempuan) tersebut bebas

membangun rumahnya terbuat dari bahan semen, pasir dan batu/bata, memiliki

lantai keramik, genting dan sebagainya yang tidak boleh terlalu mewah. Disana

juga terdapat tanaman cengkeh, kerbau peliharaan, sawah, kolam ikan (yang

kesemuanya merupakan pantangan adat Baduy). Alat penerangan pun sudah

memanfaatkan listrik bertenaga surya. Cara berpakaian dan pola perilaku mereka

juga jauh berbeda dengan warga Baduy. Karenanya dalam amanat lembaga adat,

warga Cicakal Girang dinyatakan sebagai warga yang bukan merupakan bagian

dari komunitas adat Baduy, akan tetapi orang Islam yang ada di Desa Kanekes.

Sehingga wajar bila tak ada kewajiban atas mereka untuk mengikuti upacara adat

yang biasa dilakukan di Baduy.

Atas penggalan sejarah yang diriwayat itu tak satupun warga Cicakal Girang yang

merasa dirinya sebagai Urang Baduy. Akan tetapi tak satupun juga di antara

mereka yang tidak merasa bangga dan kagum terhadap Urang Baduy. Khususnya

terhadap komitment Urang Baduy terhadap pelestarian lingkungan, kepatuhan

terhadap aturan adat serta berpola perilaku sederhana dengan mengedepankan

kejujuran dan keikhlasan, sebagai implementasi dari filosofi hidup lojor teu

meunang dipotong, pondok teu meunang disambung (panjang tak oleh dipotong,

pendek tak boleh disambung), yang bermakma mengedepankan kejujuran dan

kesederhanaan.

Uniknya keberadaan warga muslim di Cicakal Girang, tak pernah satu kali pun

warga Baduy yang menyatakan keluar dari lingkungan adat dan kemudian

memeluk agama Islam yang diislamkan disana. Warga Baduy yang menyatakan

masuk Islam biasanya diislamkan di Ciboleger Desa Bojongmenteng atau di Pal

Opat.

Sepenggal goresan tangan ini untuk menggugah kerinduan akan local wisdom.

Abstrak:

Kesimpulan besar dari tesis ini adalah bahwa pendidikan (Islam) yang

diselenggarakan oleh masyarakat Kampung Cicakal Girang yang merupakan

bagian dari wilayah adat Desa Kanekes (Baduy) melalui Madrasah Ibtidaiyah

Masyarikul Huda berhasil melakukan perubahan-perubahan sosial dan

keberagamaan masyarakatnya. Tesis ini mendukung pendapat Djohar M.S., dalam

Pendidikan Strategik: Alternatif untuk Pendidikan Masa Depan (2003), yang

menyatakan bahwa pendidikan, termasuk pendidikan agama, disyaratkan

mempunyai makna transformatif. Hasil pendidikannya harus tampak dalam

perilaku kehidupan sehari-hari, dalam keluarga, dalam dunia kerja, dalam

menghadapi kehidupan bersama, dalam menghadapi dan menyelesaikan tugas,

dan dalam segala hal kehidupan mereka. Pendidikan yang tidak mempunyai nilai

transformatif, maka dapat dikatakan pemborosan. Tesis ini menolak pendapat

Darmaningtyas dalam Pendidikan yang Memiskinkan (2002) yang berpendapat

bahwa pendidikan lebih sebagai proses penyengsaraan masyarakat, karena begitu

banyaknya harta masyarakat diinvestasikan untuk pendidikan, tapi setelah lulus

tidak mendapatkan apa-apa, seperti yang mereka harapkan sebelumnya. Bahkan

yang terjadi kemudian, orang yang berpendidikan itu malah kehilangan sesuatu

yang mereka miliki sebelumnya, yaitu berupa semangat hidup sebagai petani,

nelayan, buruh tani atau pengembala ternak. Mereka juga tercerabut dari

lingkungan sekitarnya, baik lingkungan fisik geografis, ekonomi, sosial, dan

budaya. Tesis ini berhasil menemukan bahwa pendidikan (Islam) telah berhasil

membawa perubahan dan perkembangan (transformasi) sosial masyarakatnya.

Tesis ini juga berhasil mengungkap bahwa pendidikan mampu mengubah serta

meningktkan perilaku dan sikap keberagamaan masyarakatnya, baik peningkatan

pemahaman maupun penerapan dalam kehidupan sehari-hari. Sumber data primer

dalam penelitian ini adalah masyarakat Kampung Cicakal Girang. Sedangkan data

sekunder bersumber dari buku-buku, jurnal ilmiah, majalah, surat kabar, website,

dokumen penelitian dan dengan hasil wawancara baik langsung maupun melalui

sambungan telepon dan sms dengan nara sumber terkait. Data tersebut kemudian

dianalisis secara kritis, logis dan sistematis dengan menggunakan pendekatan

deskriptif kualitatif

No. Panggil : 1214 PPS T

Judul : Pendidikan islam pada masyarakat terpencil : studi kasus madrasah

ibtidaiyah masyarakat huda kampung cicakal girang desa kanekes Kab.lebak-

banten

Pengarang : SUHENDI, Endi

Pembimbing : MUHAIMIN

Penerbitan : Sekolah Pasca Sarjana

Program studi : BIDANG PENGKAJIAN ISLAM

Tahun : 2010

Deskripsi fisik : ii: 159 hal.; 20 cm

Subjek : PENDIDIKAN ISLAM

Kata kunci :

Pemilik : Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lokasi : Lantai 3

NPSN: 60721165 MIS MASYARIKUL HUDA KP.CICAKAL