children of sea

4
Nama : Reda Harwinanda Nim :4001414043 Jurusan : Ipa Terpadu Manusia Jermal/ Luar Pantai Lucunya negeri ini, sering terjadi memperkerjakan anak di bawah umur seharusnya anak pada saat itu berada di rumah dan belajar maupun ber main tetapi anak-anak yang ada di Sumatra berbeda. Mereka yang ada di pinggir kota yang seharian nya mengamen tapi mereka pindah menjadi jermal/bekerja lepas pantai. Yang mereka bekerja siang menjemur ikan dan mengolah ikan dan juga pada saat malam ada yang membuat makanan untuk bertahan hidup dan sebagian ada mencari ikan dan menarik bumbung besar dengan tali. Banyak resiko hidup di luar garis pantai seperti terkena tali jangkar penarik yang dapat berakibat fatal, obat- obattan yang sangat minim, cahaya saat malam yang juga terbatas dan juga bahaya cuaca yang sering berubah sangat drastis. Dan hanya mendapat bayaran berapa tahun sekali. Mereka hidup di di luar sana lebih panjang dan lama jauh dari daratan. Dan stengah tahun hanya bisa pulang dan kembali menemui keluarganya. Dan anggotanya jika banyak bisa pulang jika di jermal sedikit ya harus tetap tinggal di jermal. Seharusnya Negara menjamin anak- anak negeri untuk mendapat penghidupan yang layak dan mendapat hak asasi manusia sejak dini mungkin. Menurut UU RI No 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak Bab XII pasal 88. “setiap orang yang mengeskploitasi ekonomi atau sexual anak dengan maksud untuk menguntukkan diri sendiri atau orang lain, dipidana dengan pidina penjara paling lama 10(sepuluh) tahun dan/ denda paling banyak Rp 200.000.000(dua ratus juta rupiah)

Upload: nanda-reda

Post on 09-Feb-2017

174 views

Category:

Education


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Children of sea

Nama : Reda Harwinanda

Nim :4001414043

Jurusan : Ipa Terpadu

Manusia Jermal/ Luar PantaiLucunya negeri ini, sering terjadi memperkerjakan anak di bawah umur seharusnya anak

pada saat itu berada di rumah dan belajar maupun ber main tetapi anak-anak yang ada di Sumatra berbeda. Mereka yang ada di pinggir kota yang seharian nya mengamen tapi mereka pindah menjadi jermal/bekerja lepas pantai. Yang mereka bekerja siang menjemur ikan dan mengolah ikan dan juga pada saat malam ada yang membuat makanan untuk bertahan hidup dan sebagian ada mencari ikan dan menarik bumbung besar dengan tali. Banyak resiko hidup di luar garis pantai seperti terkena tali jangkar penarik yang dapat berakibat fatal, obat-obattan yang sangat minim, cahaya saat malam yang juga terbatas dan juga bahaya cuaca yang sering berubah sangat drastis. Dan hanya mendapat bayaran berapa tahun sekali. Mereka hidup di di luar sana lebih panjang dan lama jauh dari daratan. Dan stengah tahun hanya bisa pulang dan kembali menemui keluarganya. Dan anggotanya jika banyak bisa pulang jika di jermal sedikit ya harus tetap tinggal di jermal. Seharusnya Negara menjamin anak-anak negeri untuk mendapat penghidupan yang layak dan mendapat hak asasi manusia sejak dini mungkin.

Menurut UU RI No 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak Bab XII pasal 88. “setiap orang yang mengeskploitasi ekonomi atau sexual anak dengan maksud untuk menguntukkan diri sendiri atau orang lain, dipidana dengan pidina penjara paling lama 10(sepuluh) tahun dan/ denda paling banyak Rp 200.000.000(dua ratus juta rupiah)

Penanggulangan kasus anak-anak yang bekerja di jermal-jermal di perairan pantai timur Sumatera Utara hendaknya bukan hanya menjadi agenda pemerintah daerah, tetapi juga menjadi agenda nasional. Itu mengingat perlakuan terhadap anak-anak yang bekerja di jermal-jermal sudah berupa perbudakan. Mereka bekerja di tengah laut sehari semalam dengan upah yang sangat murah, antara Rp75.000 sampai Rp150.000 perbulan. Demikian pendapat Ketua Dewan Pengurus dan Sekretaris Jenderal Perserikatan Perlindungan Anak Indonesia (PPAI) Muhammad Joni dan Ramches Merdeka pada pembukaan Konferensi II PPAI di Medan, Jumat. Konferensi berlangsung hingga Sabtu

Jermal adalah satu bangunan penangkap ikan yang berada di tengah laut. Bangunannya terbuat dari kayu-kayu yang dipancangkan, diberi pintu-pintu seperti bubu, dan di bagian belakang bangunannya diberi jaring besar yang dapat diangkat-angkat. Bila laut bergelombang besar, bangunan pun bergoyang saat angin kencang. Anak-anak jermal bekerja memilih dan menjemur ikan, menarik tambang atau jaring, mulai terbit matahari sampai tengah malam.

Page 2: Children of sea

belum dijadikannya kasus anak jermal sebagai agenda nasional karena terjadi pembelokan isu. Selama ini informasi yang disampaikan ke pusat seolah-olah kasus anak jermal sekadar isu kemiskinan yang dialami masyarakat. Padahal, di jermal sudah terjadi pelanggaran hak asasi manusia (HAM) secara terang-terangan yang dilakukan pengusahanya, tanpa ada penegakan hukum yang pasti. Apalagi, lanjutnya, Indonesia telah meratifikasi Konvensi ILO No 182 tentang penghapusan bentuk-bentuk pekerjaan terburuk anak, dengan mengeluarkan Undang-undang Nomor 1 Tahun 2000. seharusnya kasus anak jermal menjadi agenda yang serius.

Agenda Nasional

"Atas dasar itulah, PPAI meminta Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk mencatat penanggulangan kasus anak jermal dalam agenda nasional, yang dapat dituangkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2001 mendatang," katanya. Berdasarkan data dari Lembaga Advokasi Anak Indonesia (LAAI) tahun 1998, diperkirakan, masih ada 201 jermal yang aktif mempekerjakan anak-dua sampai empat orang atau sekitar 603 sampai 1.809 anak. Jumlah ini dapat ditambah lagi dengan anak-anak yang bekerja di tangkul (yaitu jermal besar yang berada di dasar air -Red) yang jumlahnya 84 unit dengan jumlah anak yang bekerja 168 sampai 336 anak. Jumlah ini jauh lebih besar dibandingkan dengan data yang dimiliki Dinas Perikanan sebanyak 162 unit atau catatan Gubernur Sumatera Utara, yang hanya sekitar 144 unit.

Setelah jermal-jermal habis anak anak yang ada dipesisir akan pindah lagi ke kapal apung yang mana hal tersebut juga memperkerjakan anak di bawah umur. Hal ini juga menimbulkan berbagai macam bahaya yang ada di dilaut lepas. Seperti tenggelamnya kapal dan hanyutnya kapal tersebut. Banyak hal yang harus dilakukan untuk membenahi hal tersebut. Jika setiap kapal terdapat 2 anak pada setiap kapal maka di Sumatra sendiri terdapat 1800 orang anak yang dipekerjakan di situ.

Tidak hanya pada luar pantai saja ternyata pada pelabuhan saja anak perempuan juga diperkerjakan untuk memotong ikan yang ada dengan gaji 20 ribu saja dengan bersaing orang dewasa. Dan banyak orang tua dalam memperkerjakan anak nya karena alas an ekonomi dan juga banyak anak yang tidak pernah mengenyam bangku sekolah.

yang harus  dilakukan dalam menanggulangi kemiskinan nelayan adalah:

1. Peningkatan kualitas pendidikan masyarakat nelayan. Dalam hal ini konteksnya adalah nelayan sebagai kepala rumah tangga, dan nelayan sebagai seperangkat keluarga. Nelayan yang buta huruf minimal bisa membaca atau lulus dalam paket A atau B. Anak nelayan diharapkan mampu menyelesaikan pendidikan tingkat menengah. Sehingga kedepan akses perkembangan tekhnologi kebaharian, peningkatan ekonomi lebih mudah dilakukan.

2. Perlunya merubah pola kehidupan nelayan. Hal ini terkait dengan pola pikir dan kebiasaan. Pola hidup konsumtif harus dirubah agar nelayan tidak terpuruk ekonominya saat paceklik. Selain itu membiasakan budaya menabung supaya tidak terjerat rentenir. Selain itu

Page 3: Children of sea

perlu membangun diverifikasi mata pekerjaan khusus dipersiapkan menghadapi masa paceklik, seperti pengolahan ikan menjadi makanan, pengelolaan wialyah pantai dengan pariwisata dan bentuk penguatan ekonomi lain, sehingga bisa meningkatkan harga jual ikan, selain hanya mengandalakan ikan mentah.

3. Peningkatan kualitas perlengkapan nelayan dan fasilitas pemasaran. Perlunya dukungan kelengkapan tekhnologi perahu maupun alat tangkap, agar kemampuan nelayan Indonesia bisa sepadan dengan nelayan bangsa lain. Begitupula fasilitas pengolahan dan penjualan ikan, sehingga harga jual ikan bisa ditingkatkan.

4. Perlunya sebuah kebijakan sosial dari  pemerintah yang berisikan program yang memihak nelayan, Kebijakan pemerintah terkait penanggulangan kemiskinan harus bersifat bottom up sesuai dengan kondisi, karakteristik dan kebutuhan masyarakat nelayan. Kebijakan yang lahir berdasarkan partisipasi atau keterlibatan masyarakat nelayan, bukan lagi menjadikan nelayan sebagai objek program, melainkan sebagai subjek. Selain itu penguatan dalam hal hukum terkait zona tangkap, penguatan armada patroli laut, dan pengaturan alat tangkap yang tidak mengeksploitasi kekayaan laut dan ramah lingkungan.

`