chi kun gunya
DESCRIPTION
penyakitTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan negara berkembang, dengan angka kematian penyakit menular
cukup tinggi dan prevalensinya meningkat karena dipengaruhi oleh faktor lingkungan serta
perilaku hidup masyarakat.Terlebih dalam kondisi sosial ekonomi yang kurang mendukung,
tentu saja kejadian kasus penyakit menular ini memerlukan penanganan yang lebih vital,
profesional dan berkualitas (MDG, keenam). Manusia sangat erat hubungannya dengan
lingkungan, karena lingkungan merupakan daya dukung manusia untuk kelangsungan
hidupnya. Dalam perkembangan ilmu epidemiologi menggambarkan secara spesifik bahwa
lingkungan sejak lama mempengaruhi terjadinya suatu penyakit atau wabah.Chikungunya
misalnya, penyakit ini dikenal dengan penyakit flu tulang, yang ditularkan oleh vektor
nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus, yang vektor penular penyakitnya sama dengan
penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) yang cara penanggulangan telah dikenal oleh
masyarakat secara luas (Depkes RI, 2007). Penyakit ini ditandai oleh gejala flu, sakit tulang
belakang, sakit pada persendian, arthtritis pada sendi-sendi di tangan dan tungkai. Penderita
mengeluh tidak dapat bangun atau berjalan.Pada penderita ada yang sembuh dalam beberapa
hari, dan ada pula yang sakit sampai berbulan-bulan. Penyakit Chikungunya tidak
menyebabkankematian, akan tetapi dapat mengganggu aktivitas manusia. Penyakit
Chikungunya ini dapat juga menyatu dengan penyakit Demam Berdarah ataupun dengan
penyakit Demam Kuning yang mematikan (Sembel, 2008).Pada tahun 1960-an virus
chikungunya merupakan suatu penyakit yang biasa menyerang bagian Tenggara Asia.
Thaikruea et.al. (1997) melaporkan bahwa virus Chikungunya pertama-tama didiagnosis di
Thailand pada 1960. Sesudah terjadi ledakan di India, Srilanka, Burma dan Thailand
akhirnya menghilang di daerah-daerah tersebut. Namun, pada tahun 1982-1985 terjadi
ledakan-ledakan lokal dan kasus-kasus sporadik di Burma, Thailand, dan Filiphina (Sembel,
2008).Penyakit chikungunya merupakan penyakit re-emerging yaitu penyakit yang
keberadaannya sudah ada sejak lama tetapi sekarang muncul kembali. Sejak tahun 1779 di
Batavia (Jakarta), telah dilaporkan penyakit yang memiliki gejala mirip Chikungunya yang
dikenal dengan nama penyakit Knuckle Fever, di Kairo (1779) Knee Trouble, di Calcuta,
1
Madras dan Gujarat (1824) Scarletina Rhematica. Setelah hampir 20 tahun tidak ada
kejadian maka pada tahun 2001 mulai dilaporkan adanya Kejadian Luar Biasa (KLB)
chikungunya di Indonesia yaitu di Aceh, Sumatera Selatan,Jawa Barat. Pada tahun 2002
banyak daerah melaporkan terjadinya KLB Chikungunya seperti Palembang, Semarang,
Jawa Barat dan Sulawesi Utara.Pada awalnya terjadi kebingungan untuk membedakan DEN
(Dengue) dengan Chik (Chikungunya), tetapi sejak dapat dilakukan isolasi virus maka kedua
penyakit ini dapat dibedakan, demikian juga gejala klinisnya yaitu Chikungunya lebih
dominan pada nyeri di sendi-sendi.Demam Chikungunya banyak dijumpai di daerah tropis
dan sering menyebabkan epidemi dalam interval tertentu (10-20 tahun). Beberapa faktor
yang mempengaruhi munculnya demam Chikungunya antara lain rendahnya status
kekebalan kelompok masyarakat, kepadatan populasi nyamuk penular karena banyak tempat
perindukan nyamuk yang biasanya terjadi pada musim penghujan seperti saat ini (Depkes,
2009).
Dewasa ini banyak sekali permasalahan yang menyangkut tentang kesehatan, terutama di
negara kita Indonesia. Masalah yang dihadapi masyarakat Indonesia sekarang ini adalah
tentang kurangnya pemeliharaan kesehatan yang efisien oleh sebagian besar masyarakat
Indonesia. Akibatnya banyak masyarakat Indonesia yang terkena penyakit, karena dari
kurangnya memperhatikan kesehatan masyarakat di lingkungan mereka sendiri secara tidak
langsung mereka juga tidak memperhatikan masalah kesehatan tempat tinggal mereka.
Demam Chikungunya sering rancu dengan penyakit demam dengue, demam berdarah
dengue, dan campak, tetapi gejala nyeri sendi merupakan gejala yang penting pada demam
Chikungunya. Serangan demam Chikungunya dalam bentuk KLB (kejadian luar biasa) sudah
sering terjadi, terutama karena penyebarannya oleh nyamuk. Untuk mencegah serangan
demam Chikungunya, maka rumah, asrama, hotel, sekolah, pasar, terminal dan tempat-
tempat lainnya, harus terbebas dari media berkembang biaknya nyamuk, termasuk 200 meter
sekitarnya.
Tak ada cara lain untuk mencegah demam chikungunya kecuali mencegah gigitan
nyamuk serta memberantas tempat perindukan nyamuk dengan tiga M (menutup,menguras
dan mengubur barang bekas yang bisa menampung air) atau menaburkan bubuk abate pada
penampungan air sebagaimana mencegah demam berdarah.Chikungunya adalah penyakit
yang disebabkan oleh virus yang ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk. Penyakit ini
2
pertama dideskripsikan pada tahun 1955 oleh Marion Robinsoni dan W.H.R Lumsden diikuti
oleh kejadian KLB tahun 1952 di Makonde, Plateau, daerah sepanjang Tanganyika and
Mozambique.seperti halnya penyakit malaria dan DBD, penyakit infeksi ini kebanyakan
menjadi endemic di Negara India, khususnya India bagian tengah dan selatan (Kamath at all,
2006).Sebagai masyarakat Indonesia kita dituntut unuk lebih memperhatikan kesehatan dan
kebersihan lingkungan disekitar kita, agar tidak lagi terjadi kejadian luar biasa (KLB).
3
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1.Pengertian Demam Chikungunya
Chikungunya berasal dari bahasa Swahili berdasarkan gejala pada penderita, yang berarti
(posisi tubuh) meliuk atau melengkung (that which contorts or bends up), mengacu pada postur
penderita yang membungkuk akibat nyeri sendi hebat (arthralgia). penyakit yang ditandai dengan
demam mendadak, nyeri pada persendian terutama sendi lutut, pergelangan, jari kaki dan tangan
serta tulang belakang yang disertai ruam (kumpulan bintik-bintik kemerahan) pada kulit. Gejala
lainnya yang dapat dijumpai adalah nyeri otot, sakit kepala, menggigil, kemerahan pada
konjunktiva, pembesaran kelenjar getah bening di bagian leher, mual, muntah dan kadang-
kadang disertai dengan gatal pada ruam. Belum pernah dilaporkan adanya kematian karena
penyakit ini (Suharto, 2007). Penyebab penyakit ini adalah sejenis virus, yaitu Alphavirus dan
ditularkan lewat nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk yang sama juga menularkan penyakit demam
berdarah dengue. Meski masih “bersaudara” dengan demam berdarah, penyakit ini tidak
mematikan. Gejala penyakit ini termasuk demam mendadak yang mencapai 39 derajat C.
Sekitar 200-300 tahun lalu virus chikungunya (CHIK) merupakan virus pada hewan
primata ditengah hutan atau savana di afrika. Satwa primata yang dinilai sebagai pelestari virus
adalah bangsa baboon (Papio sp), Cercopithecus sp. Siklus di hutan (sylvatic cycle) diantara
satwa primata dilakukan oleh nyamuk aedes sp (Ae africanus,Aeluteocephalus,Ae opok,Ae
furciper,Ae taylori,Ae cordelierri). Pembuktiab ilmiah yang meliputi isolasi dan identifikasi virus
baru berhasil dilakukan ketika terjadi wabah di tanzania 1952-1953.baik virus maupun
penyakitnya kemudian diberi nama sesuai bahasa setempat (swahili), berdasarkan gejala pada
penderita,maka hadirlah chikungunya yang berarti (posisi tubuh) meliuk atau
melengkung.Setelah beberapa lama, perangai virus chikungunya yang semula bersiklus dari
satwa primata-nyamuk-satwa primata, dapat pula bersiklus manusia-nyamuk-manusia. Tidak
semua virus asal hewan dapat berubah siklusnya seperti itu. Di daerah pemukiman sklus virus
chikungunya dibantu oleh nyamuk Aedes Aegypti.Tidak diketahui pasti bagaimana virus
4
tersebut menyebar antarnegara. Mengingat penyebaran virus antarnegara relatif pelan,
kemungkinan penyebaran ini terjadi seiring dengan perpindahan nyamuk.
Hasil penelitian terhadap epidemiologi penyakit chikungunya di Bangkok (Thailand) dan
Vellore,Madras (India) menunjukkan bahwa terjadi gelombang epidemi dalam interval 30 tahun.
Satu gelombang epidemi umumnya berlangsung beberapa bulan, kemudian menurun dan bersifat
ringan sehingga sering tidak termonitor. Gelombang epidemi berkaitan dengan populasi vektor
(nyamuk penular) dan status kekebalan penduduk.
2.2.Etiologi dan Patogenesis
Virus Chikungunya merupakan anggota genus Alphavirus dalam famili Togaviridae.
Strain Asia merupakan genotipe yang berbeda dengan yang dari Afrika. Virus Chikungunya
disebut juga Arbovirus A Chikungunya Type, CHIK, CK. Virions mengandung satu molekul
single stranded RNA. Virus dapat menyerang manusia dan hewan. Virions dibungkus oleh lipid
membran; pleomorfik; spherikal; dengan diameter 70 nm. Pada permukaan envelope didapatkan
glycoprotein spikes (terdiri atas 2 virus protein membentuk heterodimer). Necleocapsids
isometric; dengan diameter 40 nm (Suharto, 2007).
2.2.1.Nyamuk Penular Demam Chikungunya
Vektor penular penyakit demam Chikungunya adalah Nyamuk A. aegypti dan A.
africanus. A. aegypti yang paling berperan dalam penularan penyakit demam Chikungunya
karena hidup dalam dan sekitar tempat tinggal manusia sehingga banyak kontak dengan manusia.
A. aegypti adalah spesies nyamuk tropis dan sub tropis (Suharto, 2007).
Nyamuk ini berkembang biak di dalam air bersih dan tempat – tempat gelap yang
lembab, baik di dalam maupun di dekat rumah. Tempat yang sering dijadikan sarang untuk
bertelur adalah drum, batok kelapa, kaleng-kaleng bekas, pot bunga, ember, vas bunga, tangki air
tempat penampungan air pada lemari es, ban-ban bekas dan botol-botol kosong serta salah satu
yang lain adalah talang atap rumah yang tergenang sisa air hujan (Depkes RI, 2003).
5
Nyamuk Aedes aegypti berukuran kecil dibanding nyamuk lain. Ukuran badan 3-4 mm,
berwarna hitam dengan hiasan bintik-bintik putih di badannya dan pada kakinya warna putih
melingkar. Nyamuk dapat hidup berbulan-bulan, nyamuk jantan tidak menggigit manusia, ia
makan buah.Hanya nyamuk betina yang menggigit, yang diperlukan untuk membuat telur. Telur
nyamuk Aedes diletakkan induknya menyebar, berbeda dengan nyamuk lain yang dikeluarkan
berkelompok.Nyamuk bertelur di air bersih, telur menjadi pupa beberapa minggu. Nyamuk
Aedes bila terbang hampir tidak berbunyi, sehingga manusia yang diserang tidak mengetahui
kehadirannya.Menyerang dari bawah atau dari belakang,terbang sangat cepat.Telur nyamuk
Aedes dapat bertahan lama dalam kekeringan (dapat > 1 tahun). Virus dapat masuk dari nyamuk
ke telur;nyamuk dapat bertahan dalam air yang chlorinated. Nyamuk Aedes Aegypti merupakan
vektor chikungunya (CHIK) virus alphavirus, beberapa nyamuk resisten terhadap CHIK virus
namun sebagian susceptibility. Ternyata susceptibility gene berada di kromoson 3.Vektor
chikungunya di asia adalah aedes aegypti, aedes albopictus.
Bionomik Vektor
Bionomik vektor sangat penting diketahui karena berhubungan dengan tindakan-
tindakan dalam pencegahan dan pemberantasannya yang berhubungan dengan tempat
perindukan, kebiasaan menggigit, tempat istirahat, jarak terbang dan siklus hidup.
Tempat Perindukan (Breeding Place)
Tempat perindukan utama adalah tempat-tempat penampungan air didalam dan diluar
sekitar rumah. Nyamuk aedes aegypti tidak berkembang biak di genangan air yang
langsung berhubungan dengan tanah. Jenis-jenis tempat perindukan nyamuk aedes
aegypti dapat dikelompokkan sebagai berikut :
1. Tempat penampungan air (TPA), untuk keperlakuan sehari-hari seperti
drum, tengki reservoir, tempayan, bak mandi, WC, ember dan lain- lain.
2. Tempat penampungan bukan keperluan sehari-hari seperti tempat minum
burung, vas bunga, perangkap semut, barang-barang bekas (ban, kaleng,
botol, plastik dan lain-lain).
6
a) Tempat minum hewan piaraan
Tempat minum hewan piaraan yang dimaksud adalah tempat–
tempat minum hewan piaraan yang dimiliki oleh responden yang
berada di lingkungan sekitar rumah baik di dalam rumah maupun
di luar rumah, misalnya: tempat minum burung, tempat minum
ayam, dan hewan piaraan yang lain.
b) Barang – barang bekas
Barang–barang bekas yang dimaksud adalah barang–barang yang
sudah tidak terpakai yang dapat menampung air, yang berada di
dalam maupun di luar rumah responden. Barang – barang tersebut
antara lain: kaleng, ban bekas, botol, pecahan gelas dll.
c) Vas bunga
Vas bunga yang dimaksud adalah vas bunga yang berisi air yang
terletak di dalam rumah responden yang memungkinkan nyamuk
A. aegypti berkembangbiak di dalam vas bunga tersebut.
d) Perangkap semut
Perangkap semut yang dimaksud adalah tempat perangkap semut
yang berisi air yang biasanya diletakkan dibawah kaki meja untuk
mencegah semut–semut naik keatas meja yang berisi makanan
yang terletak di dalam rumah responden.
e) Penampungan air dispenser
Penampungan air dispenser yang dimaksud adalah tempat
penampungan air yang menyatu dengan dispenser yang terletak
dibawah alat yang digunakan untuk mengalirkan air di dalam
wadah/galon dispenser, letaknya di dalam rumah responden.
f) Pot tanaman air
Pot tanaman air yang dimaksud adalah pot – pot berisi air yang
digunakan sebagai media tanaman air untuk hidup, yang terletak di
dalam maupun di luar rumah responden.
7
3. Tempat penampungan air ilmiah seperti lubang pohon, pelepah daun,
tempurung kelapa, talang penampungan air hujan (Suroso, 2000 dan
Soedarmo, 1988).
Kebiasaan Menggigit (Feeding Habit)
Nyamuk Aedes aegypti lebih menyukai darah manusia daripada binatang
(antropofilik). Darahnya diperlukan untuk mematangkan telur jika dibuahi oleh
nyamuk jantan sehingga menetas. Waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan
perkembangan telur mulai dari nyamuk menghisap darah sampai telur dikeluarkan
biasanya bervariasi antara 3-4 hari. Jangka waktu tersebut satu siklus gonotropik.
Nyamuk ini aktif pada siang hari dan menggigit di dalam dan diluar
rumah.Mempunyai dua puncak aktifitas dalam mencari mangsa yaitu mulai pagi hari
dan petang hari yaitu antara pukul 09.00-10.00 dan 16.00-17.00.
Gambar 2.1 Aedes aegypti (kiri) dan Aedes albopictus (kanan) saat menghisap darah
8
Tempat Istirahat (Resting Place)
Tempat yang disukai nyamuk untuk beristirahat selama menunggu bertelur adalah
tempat yang gelap, lembab dan sedikit angin. Nyamuk aedes aegypti biasanya hinggap
didalam rumah pada benda-benda yang bergantungan seperti pakaian.
Jarak Terbang (Flight Habit)
Pergerakan nyamuk aedes aegypti dari tempat perindukan ketempat mencari mangsa
dan tempat istirahat ditentukan oleh kemampuan terbang nyamuk aedes aegypti betina
adalah rata-rata 40-100 m. Namun secara pasif karena angin dapat terbang sejauh 2
km.
Siklus Hidup Nyamuk
Siklus hidup nyamuk aedes aegypti mengalami metamorfosa sempurna dengan tahap
telur, larva,pupa dan dewasa.
Telur
Nyamuk aedes aegypti betina suka bertelur diatas permukaan air pada dinding
vertikal bagian dalam tempat-tempat yang berisi air jernih dan terlindung dari
cahaya matahari langsung. Tempat air yang dipilih adalah tempat air didalam
rumah dan dekat. Telur aedes aegypti berwarna hitam seperti sarang tawon,
telur diletakkan satu persatu di tempat yang gelap, lembab dan tersembunyi
didalam rumah dan bangunan, termasuk dikamar tidur,kamar mandi, kamar
kecil maupun dapur. Perkembangan embrio biasanya selesai dalam 48 jam
dilingkungan yang hangat dan lembab.Begitu proses embrionasi selesai, telur
akan menjalani masa pengeringan yang lama (lebih dari 1 tahun).Telur akan
menetas pada waktu yang sama, kapasitas telur untuk menjalani masa
pengeringan akan membantu mempertahankan kelangsungan spesies selama
kondisi iklim buruk.
Larva
Telur yang tidak menetas karena keadaan lingkungan yang tidak sesuai
membentuk larva yang dilapisi kista dapat bertahan lebih dari setahun
berbentuk oval dan berwarna putih.Larva aedes aegypti menempel
dipermukaan dinding vartikel sampai pada waktu menetas. Perkembangan
9
larva tergantung pada suhu, ketersediaan makanan dan kepadatan larva pada
sarang.Pada kondisi yang optimum, waktu yang dibutuhkan mulai dari
penetasan sampai kemunculan nyamuk dewasa akan berlangsung sedikitnya
selama 7 hari termasuk 2 hari untuk masa menjadi pupa, sedangkan pada suhu
yang rendah membutuhkan beberapa minggu untuk kemunculan nyamuk
dewasa.Habitat alami larva jarang ditemukan, tetapi dapat ditemukan di lubang
pohon, pangkal daun dan tampurung kelapa. Selain di tempat alami larva dapat
juga ditemukan pada kendi air, kaleng, pot bunga, botol, tempat penampung air
terbuat dari logam dan kayu, ban (Suroso, 2003). Pada daerah yang panas dan
kering, tangki air diatas, tangki penyimpanan air di tanah dan septic tank bisa
menjadi tempat habitat larva yang utama dan pada wilayah yang persediaan
airnya tidak teratur, penghuni menyimpan air untuk kegunaan rumah tangga
sehingga memperbanyak jumlah habitat yang ada untuk larva (Suroso, 2003).
Pupa
Pupa nyamuk A. aegypti bentuk tubuhnya bengkok, dengan bagian kepala dada
lebih besar dibandingkan dengan bagian perutnya, sehingga tampak seperti
tanda baca ”koma”. Pada bagian punggung (dorsal) dada terdapat alat
pernapasan seperti terompet. Pada ruas perut ke-8 terdapat sepasang alat
pengayuh yang berguna untuk berenang. Alat pengayuh tersebut berjumbai
panjang dan bulu pada ruas perut tidak bercabang. Pupa adalah bentuk tidak
makan, tampak gerakannya lebih lincah bila dibandingkan dengan larva.
Waktu istirahat posisi pupa sejajar dedengan bidang permukaan air (Soegeng,
2006).
Nyamuk Dewasa
Nyamuk Aedes larva dan nyamuk dewasa banyak ditemukan disepanjang tahun
di semua kota di Indonesia sesaat setelah menjadi dewasa akan kawin dengan
nyamuk betina yang sudah dibuahi dan akan menghisap darah dalam waktu 24-
36 jam. Darah merupakan sumber protein yang esensial untuk mematangkan
telur (Depkes RI, 2004).
10
Gambar 2.2. Siklus Hidup Aedes aegypti yang diawali dengan penetasan telur secara akuatikdan dewasa yang bersifat aerial
Gambar 2.3. Siklus hidup nyamuk Aedes spp
11
2.3. Gejala Demam Chikungunya
Gejala utama terkena penyakit Chikungunya adalah tiba-tiba tubuh terasa demam diikuti
dengan linu dipersendian. Bahkan, karena salah satu gejala yang khas adalah timbulnya rasa
pegal-pegal, ngilu, juga timbul rasasakit pada tulang – tulang, ada yang menamainya sebagai
demam tulang atau flu tulang. Gejala-gejalanya memang mirip dengan infeksi virus dengue
dengan sedikit perbedaan pada hal-hal tertentu. virus ini dipindahkan dari satu penderita ke
penderita lain melalui nyamuk, antara lain Aedes aegypti.
Virus menyerang semua usia, baik anak-anak maupun dewasa di daerah endemis. Secara
mendadak penderitaakan mengalami demam tinggi selama lima hari, sehingga dikenal pula
istilah demam lima hari. Pada anak kecildimulai dengan demam mendadak, kulit kemerahan.
Ruam-ruam merah itu muncul setelah 3-5 hari. Matabiasanya merah disertai tanda-tanda seperti
flu. Sering dijumpai anak kejang demam.Pada anak yang lebih besar, demam biasanya diikuti
rasa sakit pada otot dan sendi, serta terjadi pembesaran kelenjar getah bening. Pada orang
dewasa, gejala nyeri sendi dan otot sangat dominan dan sampai menimbulkan kelumpuhan
sementara karena rasa sakit bila berjalan. Kadang-kadang timbul rasa mual sampai muntah. Pada
umumnya demam pada anak hanya berlangsung selama tiga hari dengan tanpa atau sedikit sekali
dijumpai perdarahan maupun syok. Bedanya dengan demam berdarah dengue, pada
Chikungunya tidak ada perdarahan hebat, renjatan (shock) maupun kematian.
Virus ini termasuk self limiting disease alias hilang dengan sendirinya. Namun, rasa nyeri
sendi mungkin masih tertinggal dalam hitungan minggu sampai bulan (Suharto, 2007). Gejala
demam Chikungunya mirip dengan demam berdarah dengue yaitu demam tinggi, menggigil,
sakit kepala, mual, muntah, sakit perut, nyeri sendi dan otot serta bintik – bintik merah di kulit
terutama badan dan lengan. Bedanya dengan demam berdarah dengue, pada Chikungunya tidak
ada perdarahan hebat, renjatan (syok) maupun kematian. Nyeri sendi ini terutama mengenai
sendi lutut, pergelangan kaki serta persendian jari tangan dan kaki.
Sakit sendi (artralgia atau artritis; sendi tangan dan kaki) sering menjadi keluhan utama
pasien. Keluhan sakit sendi kadang – kadang masih terasa dalam 1 bulan setelah demam hilang
(Suharto, 2007). Kennedy dan Feyt melaporkan terjadinya acute dan chronic arthritis akibat
12
infeksi Chikungunya. Acute arthritis bila dijumpai terasa sekali dan tidak tertahankan, dan
selanjutnya keluhan nyeri sendi, kaku, dan pembengkakan, dapat bertahan 4 bulan. Dilaporkan
angka 12 % yang mengalami infeksi virus Chikungunya terjadi keluhan sendi kronis. Untuk itu
dicoba pemberian chloroquin phospat. Pernah dilaporkan terjadi kerusakan sendi yang dikaitkan
dengan infeksi Chikungunya (Suharto, 2007).
Gambar 2.4. Pembengkakan persendian
Gambar 2.5 Bercak kemarahan pada kaki dan telapak tangan
13
2.4 Diagnosa Banding
Diagnosis banding penyakit Chikungunya yang paling mendekati adalah Demam Dengue
atau Demam Berdarah Dengue
Tabel 4. 1. Manifestasi Utama yang membedakan Chikungunya denganDengue (WHO SEARO, 2009)
Karakteristik yang membedakan Demam Chikungunya Demam DengueTanda dan Gejala klinis
1. Onset demam Akut Gradual2. Lama demam 1-2 hari 5-7 hari3. Ruam Makulopapular Sering Jarang4. Timbul Syok dan
perdarahan masifTidak lazim Lazim
5. Nyeri sendi Sering dan bisa lebih dari 1 bulan
Jarang dan berlangsung Singkat
Parameter Laboratorium1. Leukopenia Sering Jarang2. Trombositopenia Jarang Sering
2.5. Diagnosis Pasti dan Pengobatan
Diagnosis pasti pada penyakit Chikungunya bila terdapat salah satu hal berikut, yaitu :
1. Pemeriksaan Titer antibodi naik 4 kali lipat
2. Isolasi virus
3. Deteksi virus dengan PCR.
Tidak ada vaksin maupun obat khusus untuk Chikungunya. Dianjurkan istirahat untuk
mengurangi keluhan akut. Exercise berat dapat mengkambuhkan gejala sendi. Belum ada obat
spesifik untuk membunuh virus penyebab penyakit; pasien yang merasa sakit Chikungunya dapat
minum penghilang sakit (analgetika), misalnya parasetamol, namun hindari pemakaian aspirin.
Pasien perlu istirahat, minum banyak air, dan memeriksa diri ke dokter (Suharto, 2007).
2.6. Prognosis
14
Penyakit ini bersifat self limiting disease, tidak pernah dilaporkan kejadian kematian,
keluhan sendi mungkin berlangsung lama. Brighton meneliti pada 107 kasus infeksi virus
chikungunya, 87,9% sembuh sempurna; 3,7% mengalami kekakuan sendi atau mild discomfort;
2,8% mempunyai persisten residual joint stiffnes, tetapi tidak nyeri; dan 5,6% mempunyai
keluhan sendi yang persisten, kaku dan sering mengalami efusi sendi (Suharto,2007).
2.7. Ekologi Vektor
Ekologi vektor adalah ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik antara vektor dan
lingkungannya. Menurut John Gordon terjangkitnya suatu penyakit disebabkan oleh lebih dari
satu faktor (multiple causal). Faktor-faktor tersebut adalah agent,pejamu (host), lingkungan
(environment).Berdasarkan keterangan diatas dapat dikatakan bahwa terjangkitnya suatu insiden
chikungunya disebabkan oleh faktor-faktor dibawah ini:
A. Faktor Agent
Adalah penyebab utama terjadinya suatu penyakit. Dalam hal ini yang menjadi
agent dalam penyebaran penyakit chikungunya adalah virus chik.
B. Faktor Pejamu
Adalah manusia yang kemungkinan terpapar terhadap penyakit chikungunya.
Dalam penularan penyakit chikungunya faktor manusia erat kaitannya dengan
perilaku seperti peran serta dalam kegiatan pemberantasan vektor di masyarakat
dan mobilitas penduduk yang tinggi memudahkan penyebar luasan chikungunya
dari suatu tempat ke tempat lain.
C. Faktor Lingkungan
Adalah segala sesuatu yang berada di luar agent dan pejamu antara lain
lingkungan fisik dan lingkungan biologi. Lingkungan biologi yang mempengaruhi
penularan Chikungunya terutama adalah banyaknya tanaman hias dan tanaman
pekarangan yang mempengaruhi pencahayaan dan kelembaban di dalam rumah.
Kelembaban yang tinggi dan kurangnya pencahayaan dalam rumah merupakan
tempat yang disenangi oleh nyamuk untuk istirahat. Lingkungan fisik yaitu seperti
ketinggian tempat, curah hujan,temperatur dan kelembaban.
o Variasi musiman
15
Pola berjangkit virus chikungunya tidak jauh berbeda dengan virus
dengue yaitu dipengaruhi oleh iklim dan kelembaban udara. Pada suhu
yang panas (28o-32oC) dengan kelembaban yang tinggi, nyamuk aedes
akan tetap bertahan hidup untuk jangka waktu yang lama.Di Indonesia
karena suhu udara dan kelembaban tidak sama disetiap tempat, maka pola
waktu terjadinya penyakit agak berbeda di setiap tempat.
Pada musim hujan tempat perkembangbiakan aedes aegypti yang
pada musim kemarau tidak tersisi,mulai terisi air. Telur-telur yang belum
sempat menetas pada waktu singkat akan menetas. Selain itu pada musim
hujan banyak tempat-tempat penampungan air alamiah yang terisi air
hujan yang dapat digunakan sebagai tempat perkembangan nyamuk ini.
Karena itu pada musim penghujan populasi nyamuk aedes aegypti
meningkat.
Dengan bertambahnya populasi nyamuk merupakan salah satu
faktor yang menyebabkan peningkatan virus chikungunya.Faktor lain yang
menyebabkan peningkatan dan penyebaran kasus chikungunya sangat
kompleks, yaitu pertumbuhan penduduk yang tinggi, urbanisasi yang tidak
terencana dan tidak terkendali, tidak adanya kontrol vektor nyamuk yang
efektif di daerah endemis dan peningkatan sarana transportasi (Depkes RI,
2004).
o Ketinggian tempat
Ketinggian tempat berpengaruh terhadap perkembangan
nyamuk.Wilayah dengan ketinggian di atas 1000 meter dari permukaan
laut tidak ditemukan nyamuk aedes aegypti karena ketinggian tersebut
suhu terlalu rendah sehingga tidak memungkinkan bagi kehidupan
nyamuk.
o Curah hujan
Hujan akan menambah genangan air sebagai tempat perindukan
dan menambah kelembaban udara. Temperatur dan kelembaban selama
musim hujan sangat kondusif untuk kelangsungan hidup nyamuk yang
terinfeksi (Suroso, 2003).
16
o Temperatur
Virus Chikungunya hampir sama dengan virus dengue yaitu hanya
endemik di daerah tropis dimana suhu memungkinkan untuk
perkembangbiakan nyamuk. Suhu optimum pertumbuhan nyamuk adalah
25°C – 27°C. Pertumbuhan akan terhenti sama sekali bila suhu kering dari
10º C atau lebih dari 40ºC (Suroso, 2003)
2.8. Keberadaan Jentik
A. Survei Jentik
Pada Survei Entomologi chikungunya dan DBD ada 5 Kegiatan Pokok, yaitu :
pengumpulan data terkait, survei telur, survei jentik atau larva, survei nyamuk, dan survei lain-
lain (Depkes RI, 2002). Yang mengamati perilaku dari berbagai lingkungan, vektor, cara-cara
pemberantasan vektor dan cara-cara menilai hasil pemberantasan vektor. Survei jentik dapat
dilakukan dengan cara :
Metode Single Larva
Pada setiap kontainer yang ditemukan ada jentik, maka satu ekor jentik akan diambil
dengan cidukan (gayung plastik) atau menggunakan pipet panjang jentik sebagai sampel
untuk pemeriksaan spesies jentik dan identifikasi lebih lanjut jenis jentiknya. Jentik yang
diambil ditempatkan dalam botol kecil/vial bottle dan diberi label sesuai dengan nomor
tim survei, nomor lembar formulir berdasarkan 1 nomor rumah yang di survei dan nomor
kontainer dalam formulir.
Metode Visual
Hanya dilihat dan dicatat ada tidaknya jentik didalam kontainer tidak dilakukan
pengambilan dan pemeriksaan spesies jentik. Survei ini dilakukan pada survei lanjutan
untuk memonitor indek-indek jentik atau menilai PSN yang dilakukan (Depkes RI,
2002). Tiga indeks yang biasa dipakai untuk memantau tingkat gangguan A. aegypti,
yaitu:
1. House Index (HI) yaitu persentase rumah yang terjangkit larva/ jentik.
HI = (Jumlah rumah yang terjangkit) : (Jumlah rumah yang diperiksa)×100
2. Container index (CI) yaitu persentase penampungan air yang terjangkit larva atau
jentik.
17
CI = (Jumlah penampung yang positif) : (Jumlah penampung yang diperiksa)×100
3. Breteau index (BI) yaitu jumlah penampung air yang positif per 100 rumah yang
diperiksa
BI = (Jumlah penampung yang positif) : (Jumlah rumah yang diperiksa) ×100
B. Vektor Nyamuk Aedes aegypti
Virus chik ditularkan dari orang sakit ke orang sehat melalui gigitan nyamuk aedes dari
sub genus stegomyia.Di Indonesia ada 3 jenis nyamuk aedes yang bisa menularkan virus chik
yaitu: A. aegypti, A. albopictus dan A. scutellaris (Depkes RI, 2002). Dari ketiga jenis nyamuk
tersebut A. aegypti lebih berperan dalam penularan penyakit Chikungunya. Nyamuk ini banyak
ditemukan di dalam rumah atau bangunan dan tempat perindukanya juga lebih banyak terdapat
di dalam rumah. Keberadaan jentik berhubungan dengan keberadaan vektor nyamuk A. aegypti
juga, oleh karena itu untuk mengetahui kepadatan populasi nyamuk A. aegypti di suatu lokasi
dapat dilakukan beberapa survei di rumah yang dipilih secara acak. Survei nyamuk dilakukan
dengan cara penangkapan nyamuk umpan orang di dalam dan di luar rumah, masing – masing
selama 20 menit per rumah dan penangkapan nyamuk biasanya dilakukan dengan menggunakan
aspirator.
Gambar 2.6 Contoh aspirator
18
Indek – indek nyamuk yang digunakan adalah:
Biting/landing rate = (Jumlah A.aegypti betina yang tertangkap umpan orang ) : (Jumlah
penangkapan ×jumlah jam penangkapan)
Re sting / rumah = (Jumlah A.aegypti betina pada penangkapan nyamuk hinggap) :
(Jumlah rumah yang dilakukan penangkapan )
2.9 Pencegahan dan Pengendalian Vektor Chikungunya
Mengingat vektor penular virus Chikungunya dan virus dengue (DBD) sama, yaitu
nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus maka upaya pencegahan Chikungunya hampir
sama dengan pencegahan untuk penyakit DBD. Upaya pencegahan dititikberatkan pada
pengendalian nyamuk penular dapat dilakukan terhadap jentiknya dan nyamuk dewasa. Upaya
terpadu perlu diterapkan untuk pengendalian nyamuk penular vektor Chikungunya dengan
menggunakan metode yang tepat, antara lain dengan pengelolaan lingkungan, perlindungan diri,
pengendalian biologi, pengendalian kimiawi dan pendekatan pemberantasan terpadu.
1. Pengelolaan Lingkungan
Pengelolaan lingkungan meliputi berbagai perubahan yang berkaitan dengan upaya pencegahan,
ditujukan untuk mengurangi perkembangbiakan vektor sehingga mengurangi kontak vektor
dengan manusia. Metode pengelolaan lingkungan untuk mengendalikan Aedes aegypti dan Aedes
albopictus serta mengurangi kontak vektor dengan manusia dengan melakukan kegiatan antara
lain: Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN), pengelolaan sampah padat, modifikasi tempat
perkembangbiakan buatan manusia dan perbaikan desain rumah (Sukamto, 2007).
Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) pada dasarnya adalah pemberantasan jentik atau
mencegah agar nyamuk tidak dapat berkembangbiak. Pencegahan yang dilaksanakan oleh
masyarakat di rumah dan di tempat-tempat umum dengan melaksanakan PSN meliputi:
1) Menguras bak mandi dan tempat-tempat penampungan air sekurang-kurangnya seminggu
sekali. Ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa perkembangan telur menjadi nyamuk
selama 7 –10 hari;
19
2) Menutup rapat tempat penampungan air seperti tempayan, drum dan tempat air lain;
3) Mengganti air pada vas bunga dan tempat minum burung sekurang-kurangnya seminggu
sekali;
4) Membersihkan pekarangan dan halaman rumah dari barang-barang bekas seperti kaleng bekas
dan botol pecah sehingga tidak menjadi sarang nyamuk;
5) Menutup lubang-lubang pada bambu pagar dan lubang pohon dengan tanah;
6) Membersihkan air yang tergenang di atap rumah;
7) Memelihara ikan (Chahaya, 2003).
2. Perlindungan Diri
Upaya yang dapat dilakukan untuk melindungi diri dari gigitan nyamuk antara lain seperti:
1) Membersihkan halaman atau kebun di sekitar rumah;
2) Membersihkan saluran dan talang air yang tidak lancar atau rusak;
3) Membuka pintu dan jendela rumah setiap pagi hari sampai sore agar udara segar dan sinar
matahari dapat masuk sehingga terjadi pertukaran udara dan pencahayaan yang sehat. Dengan
demikian, tercipta lingkungan yang tidak ideal bagi nyamuk;
4) Memakai pakaian pelindung dari gigitan nyamuk Aedes aegypti dapat merupakan alternatif
penting dalam memutus kontak antara nyamuk dewasa dengan manusia. Pakaian tersebut
cukup tebal atau longgar berlengan panjang dan celana panjang dengan kaos kaki dapat
melindungi tangan dan kaki dari tusukan nyamuk karena merupakan bagian tubuh yang
rawan;
5) Memakai repellent. Repellent atau penolak serangga merupakan sarana pelindung diri
terhadap nyamuk dan serangga yang umumnya digunakan. Bahan ini secara garis besar dibagi
menjadi 2 kategori yaitu penolak alami dan penolak kimiawi. Minyak esensial dan ekstrak
tanaman merupakan bahan pokok penolak alami misalnya minyak neem (pada kayu mahoni).
Penolak kimiawi misalnya DEET (N,N-Diethyl-m-Taluamide) dapat memberikan
perlindungan terhadap nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus. Repellent dioleskan
seperlunya pada bagian tubuh yang terbuka;
6) Menghindari kebiasaan menggantung pakaian. Kebiasaan meletakkan pakaian digantungkan
yang terbuka misalnya di belakang pintu kamar. Melipat pakaian atau kain yang bergantungan
dalam kamar agar nyamuk tidak hinggap pada pakaian tersebut;
20
7) Tidur siang dengan menggunakan kelambu. Kebiasaan orang tidur pada siang hari akan
mempermudah penyebaran
Chikungunya karena nyamuk betina mencari umpannya pada siang hari (Anies, 2006).
3. Pengendalian Biologi
Menurut Soegijanto (2006), pengendalian biologi dilakukan dengan menggunakan kelompok
hidup baik dari golongan mikroorganisme, hewan invertebrata atau hewan vertebrata.
Pengendalian biologi dapat berperan sebagai patogen dan parasit. Beberapa jenis ikan seperti
ikan kepala timah (Panchaxpanchax), ikan gabus (Gambusia) adalah pemangsa yang cocok
untuk larva nyamuk. Beberapa jenis golongan cacing Nematoda seperti Romanomarmis iyengari
dan R.culiciforax merupakan parasit pada larva nyamuk. Sebagai patogen seperti dari golongan
virus, bakteri, fungi atau protozoa dapat dikembangkan sebagai pengendalian hayati larva
nyamuk di tempat perindukannya. (3) Cara Fisik, pemberantasan secara fisik ini dikenal dengan
kegiatan 3M (Menguras, Menutup, Mengubur) yaitu: 1) Menguras dan menyikat tempat-tempat
penampungan air seperti bak mandi/wc, drum dan lain-lain seminggu sekali; 2) Menutup rapat-
rapat tempat penampungan air seperti gentong air/tempayan dan lain-lain; 3) Mengubur atau
menyingkirkan barang-barang bekas yang dapat menampung air hujan.
4. Pengendalian Kimia
Pengendalian secara kimia terhadap vektor Chikungunya ditujukan pada jentik dan nyamuk
dewasa.
a. Pemberantasan Jentik
Pemberantasan terhadap jentik Aedes aegypti dilakukan dengan menggunakan insektisida
pembasmi jentik (larvasida) atau dikenal dengan larvasidasi. Larvasida yang biasa digunakan
antara lain adalah temephos. Formulasi temephos yang digunakan adalah granula (sand
granula). Dosis yang digunakan adalah 1 ppm atau 10 gram (± 1 sendok makan rata) untuk
tiap 100 liter air. Larvasida dengan temephos ini mempunyai efek residu 3 bulan. Selain itu
dapat pula digunakan golongan insect growth regulator(Depkes, 2005).
b.Pemberantasan Nyamuk Dewasa
Pemberantasan terhadap nyamuk dewasa dilakukan dengan cara pengasapan (fogging) dengan
insektisida, hal ini dilakukan mengingat kebiasaan nyamuk senang hinggap pada benda-benda
21
yang bergantungan maka penyemprotan tidak dilakukan di dinding rumah seperti pada
pemberantasan nyamuk penular malaria (Depkes, 2005).
Insektisida yang digunakan adalah insektisida golongan organophospat misalnya malathion
dan feritrothion. Golongan pyrectic syntetic misalnya lamda sihalotrin dan parmietrin.
Golongan karbamat. Alat yang digunakan untuk menyemprot ialah mesin fog atau mesin ultra
low volume (ULV) karena penyemprotan dilakukan dengan cara pengasapan maka tidak
mempunyai efek
residu (Suroso, 2003).
Penyemprotan insektisida dilakukan interval 1 minggu untuk membatasi penularan virus
Chikungunya. Penyemprotan siklus pertama semua nyamuk mengandung virus Chikungunya
(nyamuk inaktif) dan nyamuk-nyamuk lainnya akan mati. Penyemprotan insektisida ini dalam
waktu singkat dapat membatasi penularan akan tetapi tindakan ini perlu diikuti dengan
pemberantasan jentik agar populasi nyamuk dapat ditekan serendah-rendahnya (Suroso,
2003).
5. Pendekatan Pemberantasan Terpadu
Penggunaan insektisida sebagai upaya pencegahan dan pemberantasan vektor Chikungunya
sedapat mungkin harus dipadukan dengan metode pengelolaan lingkungan. Selama periode tidak
ada atau sedikit aktifitas virus Chikungunya. Langkah rutin dari pemberantasan sarang nyamuk
dapat dipadukan dengan penggunaan larvasida untuk wadah yang tidak dapat dikuras isinya, tak
dapat ditutup. Sebagai upaya pengendalian darurat dalam menekan KLB/wabah, dilakukan
program pemberantasan populasi Aedes aegypti dengan cepat, menyeluruh dengan menggunakan
insektisida dan menerapkan teknik-teknik secara terpadu (Sukamto,2007)
6. Penanggulangan KLB Chikungunya
Penanggulangan kejadian luar biasa (KLB) adalah upaya yang meliputi: pengobatan/perawatan
penderita, pemberantasan vektor penular Chikungunya, penyuluhan kepada masyarakat dan
evaluasi/penilaian penanggulangan yang dilakukan di seluruh wilayah yang terjadi KLB
(Depkes, 2005).
Tujuan penanggulangan KLB adalah untuk membatasi penularan Chikungunya sehingga KLB
yang terjadi di suatu wilayah tidak meluas ke wilayah lainnya. Kegiatan yang dilakukan bila
22
terjadi KLB/wabah, dilakukan penyemprotan insektisida (2 siklus dengan interval 1 minggu),
PSN Chikungunya, larvasida, penyuluhan di seluruh wilayah terjangkit dan kegiatan
penanggulangan, penyelidikan KLB, pengumpulan dan pemeriksaan spesimen serta kegiatan
surveilans kasusdan vektor.
1. Pengobatan/perawatan penderita
Penderita Chikungunya yang berat dirawat di rumah sakit atau puskesmas yang mempunyai
fasilitas perawatan.
2. Pemberantasan vektor
a. Pengasapan (fogging/ULV) meliputi: 1) Pelaksana, dilakukan oleh petugas dinas kesehatan
kabupaten/kota, puskesmas dan tenaga lain yang telah dilatih; 2) Lokasi meliputi seluruh
daerah yang terjangkit; 3) Sasarannya adalah rumah dan tempat-tempat umum; 4)
Insektisida, sesuai dengan dosis; 5) Menggunakan alat yaitu mesin fog atau ULV; 6)
Carapengasapan/ULV dilaksanakan 2 siklus dengan interval 1 minggu.
b. Pemberantasan sarang nyamuk Chikungunya meliputi:
1) Pelaksana, dilakukan oleh masyarakat di lingkungan masing-masing;
2) Lokasi meliputi seluruh daerah yang terjangkit dan wilayah sekitarnya dan merupakan
satu kesatuan epidemiologis; 3) Sasarannya adalah semua tempat potensial bagi
perindukan nyamuk; tempat penampungan air, barang bekas, lubang pohon/tiang pagar,
tempat minum burung dan sebagainya, di rumah/bangunan dan tempat umum; 4) Dengan
cara melakukan kegiatan 3M plus.
c. Larvasidasi meliputi: 1) Pelaksana, Tenaga dari masyarakat dengan bimbingan petugas
puskesmas/dinas kesehatan kabupaten/kota; 2) Lokasimeliputi seluruh wilayah yang
terjangkit; 3) Sasarannya adalah tempat penampungan air di rumah dan tempat-tempat
umum; 4) Larvasida sesuai dengan dosis; 5) Cara, larvasida dilaksanakan di seluruh
wilayah KLB.
3.Penyuluhan kesehatan masyarakat
Dinas kesehatan kabupaten/kota bersama puskesmas menyusun rencana kegiatan penyuluhan.
Pelaksanaannya dikoordinasikan oleh Bupati/Walikota setempat. Kegiatan penyuluhan
kesehatan masyarakat (PKM) meliputi: 1) Pertemuan dengan lintas sektor terkait
(Departemen Pendididikan Nasional, Departemen Agama, Pemerintah Daerah Propinsi,
Kabupaten/Kota, Kecamatan, Keluarahan/Desa dan lain-lain; 2) Penyuluhan melalui media
23
elektronik (televisi, radio Pemda/swasta lokal, bioskop, media cetak (surat kabar, pemasangan
spanduk, poster, stiker); 3) Penyuluhan dilaksanakan di sekolah (melalui guru UKS), tempat
ibadah, tempat pemukiman (melalui organisasi wanita PKK dan organisasi lainnya), pasar,
tempat-tempat umum lainnya; 4) Penyuluhan melalui Ketua RT/RW misalnya dengan
membagikan leaflet kepada warga.
4. Penilaian penanggulangan KLB
Penilaian penanggulangan KLB meliputi: (a) Penilaian Operasional ditujukan untuk
mengetahui presentase (coverage) pemberantasan vektor dari jumlah yang direncanakan.
Penilaian ini dilakukan dengan melakukan kunjungan rumah secara acak dan wilayah-wilayah
yang direncanakan untuk pengasapan, larvasidasi dan penyuluhan. Pada kunjungan tersebut
dilakukan wawancara apakah rumah sudah dilakukan pengasapan larvasidasi dan pemeriksaan
jentik serta penyuluhan (b) Penilaian Epidemiologi ditujukan untuk mengetahui dampak
upaya penanggulangan terhadap jumlah penderita Chikungunya.
Penilaian ini dilakukan dengan membandingkan data kasus Chikungunya sebelum dan
sesudah penanggulangan Chikungunya. Data-data tersebut digambarkan dalam grafik per
mingguan, 4 mingguan atau bulanan dan dibandingkan pula dengan keadaan tahun
sebelumnya pada periode yang sama.
24