chapter i

12
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rumah sakit sebagai unsur pelayanan kepada masyarakat, tentunya dalam penerapan sanitasi rumah sakit akan terkait erat dengan unsur pelayanan teknis medis dan teknis keperawatan penderita. Sebagai konsekuensi logis dari kedudukan ini, maka sanitasi rumah sakit juga merupakan integrasi dari administrasi/manajemen kesehatan lingkungan, rekayasa sosial (social engineering), epidemiologi dan pendidikan kesehatan lingkungan bagi masyarakat. Penyelenggaraan sanitasi rumah sakit merupakan bagian integral dari program rumah sakit secara keseluruhan, penerapan sebagai bagian program berdasarkan pada perundangan yang berlaku di dalam rumah sakit (Dinata, 2008). Sanitasi rumah sakit juga harus merupakan satu kesatuan dan keterpaduan dari pengetahuan dan teknologi rekayasa (engineering) pengetahuan dan teknologi kimia, pengetahuan bakteriologi dan mikrobiologi; pengetahuan dan teknologi perawatan mekanis pengetahuan dan kemampuan khusus pengelolaan administratif maupun teknis (managerial skill) di bidang kesehatan lingkungan. Terkait dengan prinsip- prinsip sanitasi rumah sakit yang diterapkan dalam rangkaian usaha pencegahan dan pengurangan infeksi nosokomial (infeksi silang dan swa infeksi), dapat melalui : 1) Penanganan kebersihan kerumahtanggaan untuk menciptakan lingkungan yang Universitas Sumatera Utara

Upload: sekar-kumalasari

Post on 09-Nov-2015

5 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

chapter

TRANSCRIPT

  • BAB 1

    PENDAHULUAN

    1.1. Latar Belakang

    Rumah sakit sebagai unsur pelayanan kepada masyarakat, tentunya dalam

    penerapan sanitasi rumah sakit akan terkait erat dengan unsur pelayanan teknis medis

    dan teknis keperawatan penderita. Sebagai konsekuensi logis dari kedudukan ini,

    maka sanitasi rumah sakit juga merupakan integrasi dari administrasi/manajemen

    kesehatan lingkungan, rekayasa sosial (social engineering), epidemiologi dan

    pendidikan kesehatan lingkungan bagi masyarakat. Penyelenggaraan sanitasi rumah

    sakit merupakan bagian integral dari program rumah sakit secara keseluruhan,

    penerapan sebagai bagian program berdasarkan pada perundangan yang berlaku di

    dalam rumah sakit (Dinata, 2008).

    Sanitasi rumah sakit juga harus merupakan satu kesatuan dan keterpaduan dari

    pengetahuan dan teknologi rekayasa (engineering) pengetahuan dan teknologi kimia,

    pengetahuan bakteriologi dan mikrobiologi; pengetahuan dan teknologi perawatan

    mekanis pengetahuan dan kemampuan khusus pengelolaan administratif maupun

    teknis (managerial skill) di bidang kesehatan lingkungan. Terkait dengan prinsip-

    prinsip sanitasi rumah sakit yang diterapkan dalam rangkaian usaha pencegahan dan

    pengurangan infeksi nosokomial (infeksi silang dan swa infeksi), dapat melalui : 1)

    Penanganan kebersihan kerumahtanggaan untuk menciptakan lingkungan yang

    Universitas Sumatera Utara

  • nyaman dan bersih dari investasi mikroorganisme, yang bebas dari jasad renik. 2)

    Tersedia dan terlaksananya penanganan, pengumpulan limbah atau sampah yang

    memadai. 3) Tersedianya air bersih yang bebas dari kuman penyakit. 4) Ventilasi

    udara yang baik, yang dapat memberikan udara bersih dan segar. 5) Teknik-teknik

    aseptik pembebasan kuman dan hama bagi semua petugas rumah sakit. 6) Tempat

    tidur dan perlengkapannya bersih dan bebas dari kuman. 7) Pencahayaan (termasuk

    alami dan buatan) yang cukup (Adisasmito, 2007).

    Keberadaan rumah sakit dilihat dari aspek kesehatan lingkungan, pada

    dasarnya terdiri dari lingkungan biotik dan abiotik. Dalam kesehariannya lingkungan

    biotik dan abiotik ini akan melakukan interaksi baik langsung maupun

    tidak langsung. Atas dasar itu, maka di lingkungan rumah sakit dimungkinkan

    terjadinya kontak antara tiga komponen (pasien, petugas, dan masyarakat) dalam

    lingkungan rumah sakit dan benda-benda/alat-alat yang dipergunakan untuk proses

    penyembuhan, perawatan dan pemulihan penderita. Hubungan tersebut bersifat

    kontak terus menerus yang memungkinkan terjadinya infeksi silang pasien yang

    menderita penyakit tertentu kepada petugas rumah sakit dan pengunjung rumah sakit

    yang sehat. Akan tetapi mungkin juga berfungsi sebagai carier kepada pasien, petugas

    dan pengunjung (Dinata, 2008).

    Manajemen sanitasi rumah sakit merupakan tindakan pengelolaan dalam

    upaya pengawasan berbagai faktor lingkungan fisik, kimiawi dan biologis di rumah

    sakit yang mungkin menimbulkan atau dapat mengakibatkan pengaruh buruk

    Universitas Sumatera Utara

  • terhadap kesehatan jasmani, rohani, maupun sosial bagi petugas, penderita,

    pengunjung maupun masyarakat sekitar rumah sakit. Manajemen pelayanan sanitasi

    rumah sakit diselenggarakan dalam rangka menciptakan kondisi lingkungan rumah

    sakit yang nyaman dan bersih sebagai pendukung usaha penyembuhan penderita,

    disamping mencegah terjadinya penularan penyakit infeksi nosokomial kepada

    sesama pasien dan orang sehat baik petugas rumah sakit maupun pengunjung.

    Dengan demikian, penerapan manajemen sanitasi rumah sakit dapat dikatakan

    sebagai kunci awal untuk mencegah terjadinya infeksi nosokomial (Dinata, 2008).

    Infeksi nosokomial sampai sekarang masih merupakan masalah perawatan

    kesehatan di rumah sakit seluruh dunia. Masalah yang ditimbulkan dapat

    memperberat penyakit yang ada, bahkan dapat menyebabkan kematian. Menurut

    Suparno dkk (2003), berdasarkan data WHO kejadian infeksi nosokomial 9% terjadi

    di negara-negara berkembang. Beberapa negara melaporkan bahwa rata-rata 5-10%

    penderita yang dirawat di rumah sakit akan mendapatkan infeksi yang ditularkan oleh

    seseorang atau dari suatu alat selama pasien dirawat di rumah sakit. Infeksi

    nosokomial dapat terjadi pada pasien dengan daya tahan tubuh yang rendah serta

    tingkat higienis lingkungan rumah sakit yang masih rendah (Spiritia, 2006).

    Di Amerika Serikat diperkirakan 1 dari 10 pasien di rumah sakit menderita

    infeksi nosokomial atau 2 juta pasien setiap tahun. Diperkirakan biaya yang

    dikeluarkan adalah 4,5-11 milyar dollar. Di Inggris dilaporkan adanya estimasi

    tambahan biaya sekitar 280 dollar per pasien selama masa rawatan di rumah sakit.

    Universitas Sumatera Utara

  • Infeksi nosokomial juga menjadi salah satu penyebab 88.000 kematian yang terjadi di

    Amerika Serikat pada tahun 1995 (Lumbanraja, 2009).

    Infeksi nosokomial tidak hanya ditemukan di Indonesia akan tetapi dapat

    ditemukan diseluruh dunia dan mempengaruhi baik negara maju, negara berkembang

    maupun negara miskin, hasil survey prevalensi yang dilakukan oleh WHO terhadap

    55 rumah sakit dari 14 negara yang mewakili 4 daerah WHO (Eropah, Mediterania

    Timur, Asia Selatan Timur dan Pasifik Barat), menunjukkan rata-rata 8,7 % penderita

    dirawat dirumah sakit menderita infeksi nosokomial. Insiden infeksi nosokomial

    tertinggi terjadi didaerah Mediterania Timur 11,8 %, Asia Selatan Timur 10 %,

    Eropah 7,7 % dan Pasifik Barat 9 % Depkes RI (2004). Wiwing (2005) mengutip dari

    Astuti (2003), di Indonesia prevalensi infeksi nosokomial yang dikeluarkan oleh

    Dirjen Pelayanan Medik Depkes RI tahun 2003 adalah angka rata-rata sebesar 8,1%.

    Infeksi nosokomial merupakan masalah global dan menjangkau paling sedikit

    sekitar 9% (3 %- 21 %) dari lebih 1,4 juta pasien rawat inap dirumah sakit diseluruh

    dunia (Depkes, 2001). Data kejadian infeksi nosokomial dinegara berkembang sangat

    kurang dan sering tidak konsisten. Di negara berkembang antara lain didapat angka

    kejadian infeksi nosokomial berupa angka prevalensi sebesar 12,7% di Malaysia

    (Putuachaery, 1987). Dan angka insiden sebesar masing-masing 13,8 % dan 7,5 % di

    Taiwan dan Nigeria (Bernstein, 1987 dan Subayo, 1987). Menurut Dartini (2004)

    yang mengutip dari Utji (1992), Hasil penelitian pada 10 rumah sakit pendidikan di

    Indonesia tahun 1987 oleh Dirjen PPM dan PLP didapat rata-rata prevalensi infeksi

    Universitas Sumatera Utara

  • nosokomial adalah 9,1 % dari 2875 penderita yang dirawat sedangkan angka kejadian

    infeksi nosokomial tahun 1991 di ruang perawatan intensif di RS Cipto

    Mangunkusumo sebesar 14,4 %.

    Kasus-kasus kejadian infeksi dilaporkan oleh negara berkembang maupun

    negara maju diseluruh dunia misalnya pada tahun 1818-1865 Semmelewis (Wina,

    Austria) mendeteksi tingginya angka kematian akibat febris puerperalis terutama

    pada ibu-ibu melahirkan yang ditolong oleh mahasiswa kedokteran. Ternyata hal ini

    disebabkan oleh karena tidak dilakukan tindakan cuci tangan sebelum menolong

    persalinan (Bennett, 1992). Tahun 1982 di Jepang terjadi epidemi oleh kuman

    Staphylococcus aureus yang resisten terhadap antibiotika tertentu. diduga akibat

    penggunaan cephalosporin yang berlebihan. Yamucci (1993), Haley dkk, (1992),

    melaporkan bahwa adanya peningkatan kejadian infeksi oleh Methicillin Resistant

    Staphlococcus Aureus (MRSA) dirumah sakit Amerika Serikat yang kemungkinan

    terjadi karena transfer pasien dan karyawan rumah sakit dari satu rumah sakit ke

    rumah sakit lainnya.

    Di ruang rawat intensif, infeksi nosokomial lebih sering terjadi dibanding

    dengan pasien dibangsal rawat biasa. Penelitian dari Universitas di Amerika Serikat

    menyebutkan bahwa pasien ICU mempunyai kekerapan infeksi nosokomial 5-8 kali

    lebih tinggi dan angka kematian karena Pneumonia nosokomial sangat tinggi (37%)

    dimana hal ini dihubungkan dengan penggunaan alat bantu nafas (Zulkarnaen, 1996).

    Universitas Sumatera Utara

  • Terjadinya infeksi nosokomial tentunya akan menyebabkan peningkatan

    angka morbiditas dan angka mortalitas yang juga akan menyebabkan kerugian lain

    seperti rasa tidak nyaman bagi pasien, perpanjangan hari rawat (length of stay),

    menambah biaya perawatan dan pengobatan yang akhirnya dapat menimbulkan kesan

    buruk terhadap citra rumah sakit. Di negara maju angka infeksi nosokomial telah

    dijadikan salah satu tolak ukur mutu pelayanan rumah sakit. Izin operasional suatu

    rumah sakit bisa dicabut karena tingginya angka kejadian infeksi nosokomial, pihak

    asuransipun tidak mau membayar biaya lebih yang ditimbulkan akibat infeksi

    nosokomial sehingga penderita sangat dirugikan (Hasbullah, 1993).

    Berdasarkan hasil survey di Rumkit putri hijau melalui data rekam medik

    angka infeksi nosokomial tahun 2009 pada ruangan ICU sekitar 20%. Dan

    berdasarkan data indikator mutu pelayanan data yang diperoleh dari Rumah Sakit

    Umum Daerah Dr Pirngadi Kota Medan Tahun 2007 terhadap infeksi nosokomial

    sebesar 2,63% yang terdiri dari infeksi yang disebabkan oleh penggunaan jarum infus

    sebesar 1,8%, akibat tirah baring (dekubitus) 0,2 % dan angka infeksi luka operasi

    sebesar 0,6%, transfusi darah 0,03%. Sedangkan Angka infeksi nosokomial tahun

    2008 pada ruangan ICU sebesar 40% (Sukartik, 2009).

    Angka kejadian infeksi nosokomial secara nasional di Indonesia belum ada,

    namun diduga angka kejadiannya tinggi. Penelitian terhadap infeksi nosokomial di

    Indonesia dilakukan hanya oleh beberapa rumah sakit dan hanya melibatkan beberapa

    bagian unit perawatan saja. Oleh karena itu diperlukan lebih banyak lagi penelitian

    Universitas Sumatera Utara

  • terhadap kejadian infeksi nosokomial di Indonesia. Penyakit yang terjadi akibat

    infeksi silang (cross infection) disebabkan oleh kuman yang didapat dari orang atau

    penderita lain di rumah sakit secara langsung atau tidak langsung. Infeksi sendiri (self

    infection, auto infection) disebabkan oleh kuman dari penderita itu sendiri yang

    berpindah tempat dari satu jaringan kejaringan lain. Infeksi lingkungan

    (enverenmental infection) disebabkan oleh kuman yang berasal dari benda atau bahan

    yang tidak bernyawa yang berada di lingkungan rumah sakit (Depkes RI, 1995).

    Depkes RI (2006), mengatakan dalam pertumbuhannya mikroorganisme

    sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan antara lain suhu, kelembaban,

    pencahayaan, dan sebagainya yang semua itu diatur dalam Kepmenkes

    No.1204/Menkes/SK/X/2004 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah

    Sakit agar kualitas udara ruang ICU tetap baik. Tindakan untuk meningkatkan

    kualitas udara di ruang ICU adalah pembersihan ruang secara menyeluruh dan

    sterilisasi ruang dengan sinar ultra violet secara benar. Kepadatan hunian pasien akan

    memperbesar terjadinya penyakit infeksi nosokomial. Salah satu penyebab adalah

    rendahnya kualitas udara ruang ICU di rumah sakit. Oleh sebab itu surveilans

    lingkungan rumah sakit khususnya ruang ICU sangat diperlukan (Dartini, 2004).

    Berdasarkan hasil penelitian Triatmodjo (1993), Petugas rumah sakit seperti

    dokter, bidan, perawat dan tenaga kesehatan lain, dapat merupakaan sumber atau

    media transmisi/penularan kuman-kuman patogen, di samping dapat berperan sebagai

    carrier dari bakteri tertentu, dapat pula membawa kuman karena kontak dengan para

    Universitas Sumatera Utara

  • pasien yang telah terinfeksi sebelumnya. Tangan petugas terkontaminasi oleh kuman

    yang mengandung CFA (Colonizing Factor Antigen) dan bila kuman ini menginfeksi

    seseorang dapat manjadi patogen didalam tubuh. Infeksi nosokomial juga dipengaruhi

    oleh faktor eksogen dan endogen. Faktor endogen adalah faktor yang ada didalam

    tubuh penderita sendiri antara lain umur, jenis kelamin, daya tahan tubuh dan kondisi

    lokal. Faktor eksogen adalah faktor dari luar tubuh penderita berupa lamanya

    penderita dirawat, kelompok yang merawat, lingkungan, peralatan tehnis medis yang

    dilakukan dan adanya benda asing dalam tubuh penderita yang berhubungan dengan

    udarah luar (Roeshadi, 1991).

    Menurut Lumbanraja (2007) yang mengutip dari Ruchiyat dan Fatimah

    (1990), Garha (1991) menggambarkan beberapa penelitian yang telah dilakukan di

    Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin Bandung di 6 unit perawatan, antara lain: ICU,

    Obstetri Ginekologi, Bedah, Neurologi, Bedah saraf dan Penyakit Dalam selama tiga

    bulan (Januari-Maret 1989). Selama masa penelitian, 98 dari 981 penderita (9,99%)

    dinyatakan positif menderita infeksi nosokomial, sedangkan kejadian infeksi

    nosokomial masing-masing adalah perawatan ICU 41,07%, perawatan bedah 13,93%

    dan perawatan obstetric dan ginekologi sebesar 13,43%.

    Menurut Chatim, Rasyid dan Suparno dalam Nurayni (2009), berbagai

    penelitian yang dilaporkan sterilisasi dan desinfeksi dapat membunuh dan

    menghambat pertumbuhan kuman penyebab infeksi nosokomial. Lingkungan

    termasuk peralatan rumah sakit yang terkontaminasi, merupakan sumber

    Universitas Sumatera Utara

  • mikroorganisme patogen yang dapat menimbulkan wabah infeksi nosokomial.

    Sterilisasi adalah setiap proses (kimia dan fisik) yang membunuh semua bentuk hidup

    terutama mikroorganisme. Sterilisasi yang sering digunakan untuk ruangan adalah

    radiasi dengan sinar ultraviolet. Untuk mengatasi lingkungan yang terkontaminasi

    mikroorganisme patogen, peran desinfektan sangat diperlukan, contohnya lisol dan

    karbol. Hal ini dilakukan untuk menekan pertumbuhan mikroorganisme sebagai agen

    penyebab infeksi.

    Berdasarkan latar belakang diatas peneliti menilai bahwa kegiatan

    pemeriksaan mikrobiologi udara ruang ICU (pengukuran angka kuman) sangat

    penting dimana kegiatan pengukuran ini dapat mendeteksi terjadinya infeksi

    nosokomial. Pengetahuan tentang pencegahan infeksi sangat penting untuk petugas

    rumah sakit dan sarana kesehatan lainnya, karena merupakan sarana umum yang

    sangat berbahaya dalam artiannya trasmisi infeksi di rumah sakit dan upaya

    pencegahan infeksi adalah tingkat pertama dalam pemberian pelayanan yang

    bermutu. Salah satu cara transmisi dengan terjadinya infeksi nosokomial adalah

    melalui udara (airborne). Infeksi nosokomial melalui udara ini dapat terjadi pada

    udara yang terbuka maupun tertutup. Udara yang terbuka merupakan udara yang

    tidak dibatasi oleh ruangan apapun.

    Universitas Sumatera Utara

  • 1.2. Permasalahan

    Bagaimanakah sanitasi lingkungan (suhu, kelembaban, pencahayaan, debu

    dan pelaksanaan sterilisasi) dan perilaku petugas kesehatan terhadap angka kuman

    dan infeksi nosokomial pada ruangan ICU di RSUD Dr. Pirngadi dan Rumkit TK II

    Putri Hijau Kesdam I/BB Medan Tahun 2010.

    1.3. Tujuan Penelitian

    1.3.1. Tujuan Umum

    Untuk menganalisis perbedaan sanitasi lingkungan (suhu, kelembaban pencahayaan,

    debu dan pelaksanaan sterilisasi) dan perilaku petugas kesehatan terhadap angka

    kuman dan infeksi nosokomial pada ruangan ICU di RSUD dr. Pirngadi dan Rumkit

    TK II Putri Hijau Kesdam I/BB Medan Tahun 2010.

    1.3.2. Tujuan Khusus

    a. Untuk mengetahui sanitasi lingkungan berdasarkan suhu, kelembaban,

    pencahayaan, debu dan pelaksanaan sterilisasi pada ruangan ICU di RSUD dr.

    Pirngadi dan Rumkit TK II Putri Hijau Kesdam I/BB Medan Tahun 2010.

    b. Untuk mengetahui perilaku petugas kesehatan berdasarkan pengetahuan, sikap

    dan tindakan mengenai infeksi nosokomial pada ruangan ICU di RSUD dr.

    Pirngadi dan Rumkit TK II Putri Hijau Kesdam I/BB Medan Tahun 2010.

    Universitas Sumatera Utara

  • c. Untuk mengetahui angka kuman pada ruangan ICU di RSUD dr. Pirngadi dan

    Rumkit TK II Putri Hijau Kesdam I/BB Medan Tahun 2010.

    d. Perbedaan sanitasi lingkungan berdasarkan suhu, kelembaban, pencahayaan, debu

    dan pelaksanaan sterilisasi terhadap angka kuman dan infeksi nosokomial pada

    ruangan ICU di RSUD dr. Pirngadi dan Rumkit TK II Putri Hijau Kesdam I/BB

    Medan Tahun 2010.

    e. Perbedaan perilaku petugas kesehatan berdasarkan pengetahuan, sikap dan

    tindakan terhadap angka kuman dan infeksi nosokomial pada ruangan ICU di

    RSUD dr. Pirngadi dan Rumkit TK II Putri Hijau Kesdam I/BB Medan Tahun

    2010.

    f. Perbedaan angka kuman terhadap insidens infeksi nosokomial pada ruangan ICU

    di RSUD dr. Pirngadi dan Rumkit TK II Putri Hijau Kesdam I/BB Medan Tahun

    2010.

    1.4. Hipotesis

    Hipotesis penelitian ini adalah :

    Apakah ada perbedaan sanitasi lingkungan dan perilaku perugas kesehatan

    terhadap angka kuman dan infeksi nosokomial pada ruangan ICU di RSUD dr.

    Pirngadi dan Rumkit TK II Putri Hijau Kesdam I/BB Medan.

    Universitas Sumatera Utara

  • 1.5. Manfaat Penelitian

    1.5.1. Bagi Ilmu Pengetahuan

    Penelitian ini dapat dijadikan sebagai referensi untuk pelaksanaan penelitian

    selanjutnya.

    1.5.2. Bagi Rumah Sakit

    Memberikan sumbangan pemikiran kepada pihak rumah sakit dalam

    meningkatkan program pencegahan infeksi nosokomial.

    Universitas Sumatera Utara