chapter i

26
 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Indonesia merupakan salah satu negara yang ikut serta dalam menandatangani perjanjian multilateral pada tanggal 15 April 1994 di Marakesh, Afrika Utara. Deklarasi Marakesh melahirkan World Trade Organization (WTO) yang mencantumkan 28 kesepakatan global dan mengatur perdagangan internasional. Di antaran ya persetujuan tentang Aspek-aspek Dagang Hak Kekayaan Intelektual atau Agreement On Trade  Related of Intellectual Property Right in Counterfit Goods  (TRIPs) dimuat dalam deklarasi tersebut. Persetujuan ini memuat norma-norma dan standar perlindungan hukum bagi manusia secara ketat dan perjanjian Internasional merupakan dasar dari penegakan hukum hak kekayaan intelektual. Ratifikasi TRIPs-WTO ini diwujudkan melalui Undang- undang No. 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia (  Agreement Estabilishing The World Trade Organization), diundangkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia 1994 No. 57, Tanggal 2 November 1994. 1  1  Sri Walny Rahayu,  Hak Ekonomi Pencipta Terhadap Karya Ciptaan Musik dan  Lagu di Indonesia Berdasarkan Undang-unda ng No. 12 Tahun 1997 dikaitkan dengan Perjanjian TRIPs-WTO, Tesis, Universitas Padjajaran, Bandung, 2000, hal. 7-8.  1 Universitas Sumatera Utara

Upload: leimenamarchel

Post on 04-Oct-2015

214 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

pangan

TRANSCRIPT

  • BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Permasalahan

    Indonesia merupakan salah satu negara yang ikut serta dalam

    menandatangani perjanjian multilateral pada tanggal 15 April 1994 di

    Marakesh, Afrika Utara. Deklarasi Marakesh melahirkan World Trade

    Organization (WTO) yang mencantumkan 28 kesepakatan global dan

    mengatur perdagangan internasional. Di antaranya persetujuan tentang

    Aspek-aspek Dagang Hak Kekayaan Intelektual atau Agreement On Trade

    Related of Intellectual Property Right in Counterfit Goods (TRIPs) dimuat

    dalam deklarasi tersebut. Persetujuan ini memuat norma-norma dan

    standar perlindungan hukum bagi manusia secara ketat dan perjanjian

    Internasional merupakan dasar dari penegakan hukum hak kekayaan

    intelektual. Ratifikasi TRIPs-WTO ini diwujudkan melalui Undang-

    undang No. 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Persetujuan Pembentukan

    Organisasi Perdagangan Dunia (Agreement Estabilishing The World Trade

    Organization), diundangkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia

    1994 No. 57, Tanggal 2 November 1994.1

    1 Sri Walny Rahayu, Hak Ekonomi Pencipta Terhadap Karya Ciptaan Musik dan Lagu di Indonesia Berdasarkan Undang-undang No. 12 Tahun 1997 dikaitkan dengan Perjanjian TRIPs-WTO, Tesis, Universitas Padjajaran, Bandung, 2000, hal. 7-8.

    1

    Universitas Sumatera Utara

  • Intellectual Property Rights (IPR), selanjutnya diterjemahkan ke

    dalam bahasa Indonesia menjadi Hak atas Kekayaan Intelektual. Istilah

    Hak atas Kekayaan Intelektual kemudian diubah menjadi Hak Kekayaan

    Intelektual yang disesuaikan dengan Kaedah Tata Bahasa Indonesia.

    Istilah Hak Kekayaan Intelektual, disingkat HaKI atau HKI yang

    kemudian menjadi istilah resmi berdasarkan Keputusan Menteri Hukum

    dan Perundang-undangan Republik Indonesia No.03.PR-07.10 Tahun

    2000 dan persetujuan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara

    No. 24/M.PAN/1/2000 tanggal 19 Januari 2000, mengubah istilah Hak

    atas Kekayaan Intelektual menjadi Hak Kekayaan Intelektual. Berdasarkan

    ketentuan tersebut di atas maka untuk selanjutnya dalam tulisan ini

    digunakan istilah HKI.

    Berdasarkan ketentuan TRIPs-WTO, HKI terdiri atas 2 bagian,

    yaitu, Hak Cipta (copyrights) di dalamnya termasuk hak yang berkaitan

    (neighboring rights) dan hak kekayaan industri (industrial property

    rights).

    Konvensi yang mengatur tentang paten secara internasional dikenal

    dengan The Paris Convention For The Protection of Industrial Property,

    disebut juga dengan Konvensi Paris (1883). Konvensi Paris bertujuan

    untuk memberikan perlindungan terhadap HKI. Konvensi ini terbuka

    untuk semua negara dan keanggotaannya harus melalui World Intellectual

    Universitas Sumatera Utara

  • Property Organization (WIPO) yang merupakan organisasi internasional

    yang mengurus administrasi di bidang HKI.

    Tindakan pemerintah Indonesia sehubungan dengan konsekuensi

    TRIPs adalah mengesahkan Keppres. No. 15 Tahun 1997 tentang

    Pengesahan Konvensi Paris (Paris Convention) dan Keppres No. 18

    Tahun 1997 tentang Pengesahan Konvensi mengenai Pembentukan WIPO.

    Indonesia juga ikut dalam menandatangani perjanjian kerja sama paten

    antar negara-negara di Amerika Serikat Tahun 1970, disebut Patent

    Cooperation Treaty (PCT) yang disahkan berdasarkan Keppres. No. 16

    Tahun 1997 tentang Pengesahan Patent Cooperation Treaty. Tindakan

    ratifikasi yang dilakukan Indonesia terhadap perjanjian-perjanjian

    International tersebut agar lebih dapat memberikan perlindungan yang

    wajar bagi inventor dan menciptakan iklim usaha yang jujur serta

    memperhatikan kepentingan masyarakat.

    Produk-produk yang dihasilkan tersebut merupakan ekspresi dari

    suatu pemikiran intelektual manusia sendiri yang termasuk dalam HKI.

    Adapun wujud manfaat tersebut dapat dilihat dari invensi yang dihasilkan

    inventor yang memiliki kegunaan praktis dan nilai ekonomi yang

    menguntungkan. Karena dengan perlindungan hukum yang diberikan oleh

    negara akan memberikan hak eksklusif kepada inventor sebagai pemegang

    paten.

    Universitas Sumatera Utara

  • Dari 30.000 jenis barang yang beredar dan memiliki hak paten di

    Indonesia, ternyata hanya 5 % (lima persen) yang hak patennya dimiliki

    oleh perorangan dalam negeri. Sisanya sebanyak 95% (sembilan puluh

    lima persen) justru yang memegang hak paten dari luar negeri.2

    Penerapan hukum paten di Indonesia saat ini diatur dalam Undang-

    undang No. 14 Tahun 2001 tentang Paten (selanjutnya disebut UU Paten

    Tahun 2001).

    Menurut Pasal 1 angka 1 UU Paten Tahun 2001 paten adalah Hak

    eksklusif yang diberikan oleh negara kepada inventor atas hasil invensinya

    di bidang teknologi, yang untuk selama waktu tertentu melaksanakan

    sendiri invensinya tersebut atau memberikan persetujuannya kepada pihak

    lain untuk melaksanakannya. Sedangkan invensi adalah ide inventor yang

    dituangkan dalam suatu kegiatan pemecahan masalah yang spesifik di

    bidang teknologi dapat berupa produk atau proses, atau penyempurnaan

    dan pengembangan produk atau proses (Pasal 1 angka 2), dan inventor

    adalah seorang yang secara sendiri atau beberapa orang yang secara

    bersama-sama melaksanakan ide yang dituangkan dalam kegiatan yang

    menghasilkan invensi (Pasal 1 angka 3). Dengan demikian, paten

    2 DetikFinance.com Memprihatinkan industri lokal masih minim daftar paten,

    http://www.detikfinance.com/read/2008/06/25/120013/962126/4/, diakses Juli 2009.

    Universitas Sumatera Utara

  • diberikan untuk invensi baru dan mengandung langkah inventif serta dapat

    diterapkan dalam industri.

    Namun demikian, tidak semua hasil invensi dapat diberikan paten,

    tetapi hanya invensi yang memenuhi syarat saja yang dapat diberi paten.

    Paten diberikan untuk invensi yang baru dan mengandung langkah

    inventif serta dapat diterapkan dalam industri.3 Adapun syarat terhadap

    invensi yang dapat diberi paten adalah :

    1) Invensi baru, jika invensi yang diajukan paten tersebut tidak sama dengan teknologi yang diungkap sebelumnya

    2) Invensi mengandung langkah inovatif, jika invensi tersebut merupakan hal yang tidak diduga sebelumnya (non obvios) bagi seseorang yang mempunyai keahlian tertentu dibidang teknik

    3) Invensi tersebut dapat diterapkan dalam industri, artinya invensi dapat digunakan secara berulang-ulang dalam praktik dan dalam skala ekonomis dibidang industri dan perdagangan.4

    Dalam UU Paten Tahun 2001, jenis-jenis paten terdiri atas :

    a. Paten, yaitu invensi yang bersifat tidak kasat mata (intangible) seperti

    metode atau proses. Invensi ini dilakukan melalui penelitian dan

    pengembangan dalam kurun waktu yang lama.

    b. Paten sederhana, yaitu invensi yang diberikan untuk invensi yang

    berupa alat atau produk dan memiliki kegunaan yang lebih praktis.

    Invensi ini bersifat kasat mata (tangible) yang dalam penemuannya

    3 Pasal 2 ayat (1) Undang-undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten.

    4 Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten.

    Universitas Sumatera Utara

  • tidak melalui penelitian dan pengembangan yang mendalam, tetapi

    memiliki nilai kegunaan praktis sehingga bernilai ekonomis.5

    Penelitian ini dibatasi hanya mengkaji mengenai pendaftaran paten

    sederhana khususnya yang berhubungan dengan teknologi alat-alat

    pertanian. Adapun contoh konkrit dari alat-alat teknologi pertanian

    diantaranya : traktor tangan, alat pemipil kemiri, alat pengupas kacang

    tanah, alat perajang singkong, alat perajang pelepah dan daun sawit, alat

    pengupas bawang dan semacamnya yang tergolong dalam teknologi

    inovatif tepat guna.

    Mengenai paten sederhana, landasan yuridis yang dapat digunakan

    adalah Pasal 104 UU Paten Tahun 2001, yaitu semua ketentuan yang

    diatur dalam undang-undang ini berlaku secara mutatis mutandis untuk

    paten sederhana, kecuali yang secara tegas tidak berkaitan dengan paten

    sederhana. Artinya, secara otomatis berlaku juga untuk paten sederhana,

    kecuali yang tidak berkaitan dengan paten sederhana.6

    Paten sederhana diberikan untuk invensi yang tidak berkualitas

    paten, tetapi mempunyai kegunaan praktis bagi masyarakat. Invensi yang

    diberikan paten sederhana merupakan produk-produk yang tergolong

    dalam kelompok teknologi industri. Paten sederhana tersebut merupakan

    5 Pasal 6 dan penjelasannya Undang-undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten. 6 Pasal 104 Undang-undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten.

    Universitas Sumatera Utara

  • suatu pendapatan bagi industri kecil sehingga inventor dapat memperoleh

    keuntungan ekonomi dari invensi yang dihasilkannya.

    Oleh karena itu, agar memperoleh perlindungan hukum atas

    invensinya, maka hal yang harus dilakukan adalah mendaftarkannya.

    Dengan demikian pendaftaran merupakan syarat mutlak untuk diakui oleh

    hukum sebagai inventor yang sah.

    Dengan adanya hak eksklusif yang diberikan negara kepada

    inventor, maka inventor dapat melaksanakan sendiri komersial atas hasil

    invensinya atau memberikan hak kepada orang lain. Hal ini merupakan

    hak ekonomi yang diperoleh oleh inventor dari hasil invensinya.

    Pemegang paten memiliki hak eksklusif melaksanakan paten yang

    dimilikinya dalam hal paten produk; membuat, menjual, mengimport,

    menyewakan, menyerahkan atau menyediakan untuk dijual atau

    disewakan atau diserahkan produk yang diberi paten. Selain itu, pemegang

    paten juga mempunyai hak untuk melarang pihak lain yang tanpa

    seizinnya melaksanakan paten tersebut.7

    Untuk memperoleh manfaat ekonomi atas invensinya, inventor

    atau pemegang paten berhak memberikan lisensi kepada orang lain

    7 Pasal 16 ayat (1) Undang-undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten.

    Universitas Sumatera Utara

  • seperti yang dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) UU Paten Tahun 2001

    yang ketentuannya diatur dalam Pasal 69 UU Paten Tahun 2001.8

    Adapun yang dimaksud dengan lisensi adalah izin yang diberikan

    oleh pemegang paten kepada pihak lain berdasarkan perjanjian pemberian

    hak untuk menikmati manfaat ekonomi. Dari suatu paten yang diberikan

    perlindungan dalam jangka waktu dan syarat tertentu.9

    Perjanjian lisensi sangat menunjang dan mempercepat laju

    industrialisasi di Indonesia. Kemampuan orang Indonesia dalam

    menghasilkan invensi belum menunjukkan angka yang menggembirakan.

    Minimnya pemegang hak paten dalam negeri, akan membuat banyak

    potensi pendapatan yang seharusnya didapat dari royalti, terbang ke luar

    negeri. Padahal, banyak negara yang memiliki keterbatasan dalam sumber

    daya alam justru kaya raya hanya dari royalti barang yang menjadi hak

    patennya.10 Oleh sebab itu, perjanjian lisensi akan sangat menunjang

    perekonomian yang didapat dari devisa atas pembayaran royalti.

    Industri lokal di Indonesia masih sedikit yang mendaftarkan paten untuk

    melindungi invensinya. Hal ini dapat dilihat dari data Direktorat Jendral Hak

    Kekayaan Intelektual (DJHKI) sejak Tahun 2001 sampai 2008, jumlah aplikasi

    8 Pasal 69 Undang-undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten. 9 Pasal 1 angka 13 Undang-undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten. 10Hak Paten Atas Barang Yang Beredar Di Indonesia Sangat Minim, http://www.kompas.com, diakses 22 Juli 2008.

    Universitas Sumatera Utara

  • pendaftaran untuk HKI sekitar 26.661 buah, kondisi lainnya, yakni 95 persen

    yang mendaftarkan HKI adalah pengusaha asing yang beroperasi di Indonesia,

    sisanya 5 persen merupakan perusahaan lokal.11

    Dalam praktik dijumpai bahwa di Kota Medan khususnya untuk

    paten sederhana alat teknologi pertanian, dalam kurun tiga tahun terakhir,

    masih sangat sedikit yang mengajukan permohonan paten sederhana. Hal

    ini diketahui dari penelitian awal yang dilakukan di Bidang Pelayanan

    Hukum Kantor Wilayah Hukum dan HAM Provinsi Sumatera Utara,

    padahal produk-produk tersebut dapat didaftarkan sebagai paten

    sederhana, seperti traktor tangan, alat pemipil kemiri, alat pengupas

    kacang tanah, alat perajang singkong, alat perajang pelepah dan daun

    sawit, serta alat-alat dan mesin pertanian lainnya.

    Dari latar belakang tersebut penulis tertarik untuk menelaah lebih

    lanjut mengenai Pendaftaran Paten Sederhana : Studi Mengenai Faktor-

    faktor Penghambat Dalam Pendaftaran Paten Sederhana Di Bidang

    Teknologi Alat-alat Pertanian Di Kota Medan

    11 DetikFinance.com . Op.cit.

    Universitas Sumatera Utara

  • B. Rumusan Permasalahan

    Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi rumusan

    masalah dalam penelitian ini adalah :

    1. Bagaimana kriteria invensi di bidang teknologi alat-alat pertanian

    sehingga termasuk dalam paten sederhana ?

    2. Bagaimana kesadaran hukum inventor di bidang teknologi alat-alat

    pertanian untuk mendaftarkan paten sederhana atas invensinya

    tersebut?

    3. Faktor-faktor apa yang menjadi penghambat dalam pendaftaran paten

    sederhana di bidang teknologi alat-alat pertanian di Kota Medan ?

    C. Tujuan Penelitian

    Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang

    dikemukakan sebelumnya, maka yang menjadi tujuan dalam penelitian ini

    adalah :

    1. Untuk mengetahui kriteria invensi di bidang teknologi alat-alat

    pertanian sehingga termasuk dalam paten sederhana.

    2. Untuk mengetahui kesadaran hukum inventor di bidang teknologi alat-

    alat pertanian untuk mendaftarkan paten sederhana atas invensinya.

    Universitas Sumatera Utara

  • 3. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menjadi penghambat dalam

    pendaftaran paten sederhana di bidang teknologi alat-alat pertanian di

    Kota Medan.

    D. Manfaat Penelitian

    Penelitian ini diharapkan dapat membawa manfaat bagi semua

    pihak baik bagi peneliti, inventor dan instansi terkait dalam hubungannya

    dengan pendaftaran atas paten sederhana.

    Secara praktis peneliti mengharapkan agar hasil penelitian ini dapat

    menjadi masukan bagi pejabat dan instansi terkait dalam pendaftaran

    paten termasuk paten sederhana. Dengan demikian, kepentingan

    perlindungan hukum terhadap inventor paten sederhana dapat tercapai.

    Juga dapat diketahui hal-hal yang menjadi kendala dalam pendaftaran

    paten sederhana di Kota Medan

    Secara teoritis penulis mengharapkan agar hasil penelitian ini

    dapat menjadi bahan untuk penelitian lebih lanjut agar nantinya dalam

    hal pendaftaran paten sederhana, juga dalam mengatasi kendala-kendala

    dalam pendaftaran paten dan paten sederhana, instansi terkait dapat

    mengambil kebijakan yang didasarkan pada hasil penelitian ini.

    Universitas Sumatera Utara

  • E. Keaslian Penelitian

    Berdasarkan hasil penelusuran di perpustakaan khususnya di

    lingkungan Universitas Sumatera Utara dan penelitian pada Program Studi

    Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara,

    diketahui bahwa topik dan permasalahan yang dibahas yang berhubungan

    dengan Paten Sederhana khususnya terhadap produk alat teknologi

    pertanian sebagaimana yang menjadi objek dalam penelitian ini yang

    berjudul PENDAFTARAN PATEN SEDERHANA : STUDI

    MENGENAI FAKTOR-FAKTOR PENGHAMBAT DALAM

    PENDAFTARAN PATEN SEDERHANA DI BIDANG TEKNOLOGI

    ALAT-ALAT PERTANIAN DI KOTA MEDAN belum pernah

    dilakukan penelitian sehubungan hal tersebut. Oleh karena itu, penelitian

    ini dianggap merupakan penelitian asli dan keasliannya dapat

    dipertanggung jawabkan.

    F. Kerangka Teori dan Konsep

    1. Kerangka Teori

    Sehubungan dengan judul tesis ini, yang berkaitan dengan paten

    dan paten sederhana, maka teori yang dijadikan sebagai landasan bagi

    analisis dan pembahasan permasalahan didasarkan pada teori hukum

    benda.

    Universitas Sumatera Utara

  • Mengenai hak atas barang immateril tidak diatur dalam KUH

    Perdata Indonesia, namun demikian beberapa pasal dalam KUH Perdata

    yang dapat menempatkan Hak atas Kekayaan Intelektual (HKI) dalam

    sistem hukum benda yang diatur dalam Buku II KUH Perdata. Dalam

    Pasal 499 KUH Perdata dijelaskan bahwa barang adalah tiap benda dan

    tiap hak yang dapat menjadi objek hak milik. HKI merupakan hak yang

    lahir dari kemampuan intelektual manusia. Kemampuan intelektual

    tersebut hasil kerja otak manusia yang merupakan benda immateril. Hal

    tersebut sejalan dengan penggolongan benda yang diatur dalam Pasal 503

    KUH Perdata yang menghasilkan kelompok barang yang bertubuh

    (berwujud) dan barang yang tidak bertubuh (tidak berwujud).

    Hak atas Kekayaan Intelektual (HKI) dapat menjadi objek hak

    benda. Hak benda itu sendiri adalah hak absolut atas suatu benda

    berwujud, sedangkan HKI sendiri merupakan hak absolut atas benda

    tidak berwujud. Oleh karena itu, yang dilindungi dalam lingkup HKI

    adalah hak dari daya cipta seseorang yang berupa benda tidak berwujud

    (immateril), sedangkan jelmaan dari daya cipta tersebut berupa benda

    berwujud yang dilindungi oleh hukum benda dalam katagori benda

    terwujud (materil).12

    12 O.K. Saidin, Aspek Hukum Kekayaan Intelektual, Rajawali Grafindo Persada, Jakarta,

    2003, hal. 12-13.

    Universitas Sumatera Utara

  • Ilmu hukum dalam perkembangannya tidak terlepas dari

    ketergantungan pada berbagai bidang ilmu lainnya. Hal ini sebagaimana

    dikemukakan oleh Soerjono Soekanto, bahwa perkembangan ilmu hukum

    selain bergantung pada metodologi, aktivitas penelitian dan imajinasi

    sosial, juga sangat ditentukan oleh teori13

    Teori adalah untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala

    spesifik atau proses tertentu terjadi. Suatu teori harus diuji dengan

    menghadapkannya pada fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidak

    benarannya14

    Menurut Bintoro Tjokroamijoyo dan Mustofa Adidjoyo teori

    diartikan sebagai ungkapan mengenai kausal yang logis diantara

    perubahan (variabel) dalam bidang tertentu, sehingga dapat digunakan

    sebagai kerangka fikir (Frame of thingking) dalam memahami serta

    menangani permasalahan yang timbul didalam bidang tersebut15

    Fungsi teori dalam penelitian tesis ini adalah untuk memberikan

    arahan/petunjuk dan ramalan serta menjelaskan gejala yang diamati.

    Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif, oleh karena itu teori

    ini diarahkan secara khas ilmu hukum. Keberadaan teori ini adalah untuk

    13 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI-Press, Jakarta, 1986, hal. 6. 14 J.J.J. M. Wuisman, Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, jilid I, Penyunting, M. Hisyam, UI Press,

    Jakarta, , 1996, hal. 203. 15 Bintoro Tjokroamidjojo dan Mustofa Adidjoyo, Teori dan Strategi Pembangunan Nasional,

    Haji Mas Agung, Jakarta, 1988, hal. 12.

    Universitas Sumatera Utara

  • memberikan landasan yang mantap pada umumnya setiap penelitian harus

    selalu disertai dengan pemikiran teoritis16

    Teori juga dapat mengandung subyektifitas, apalagi berhadapan

    dengan suatu fenomena yang cukup kompleks, seperti hukum. Oleh

    karena itulah muncul beberapa aliran atau mahzab dalam ilmu hukum

    sesuai sudut pandang yang dipakai oleh orang-orang yang bergabung

    dalam dalam aliran-aliran tersebut.17

    Indonesia sebagai bagian masyarakat internasional menanda

    tangani kesepakatan World Trade Organization (WTO) dan meratifikasi

    Undang-undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement on

    Establishing The World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan

    Organisasi Perdagangan Dunia). Salah satu ketentuan yang terdapat

    dalam WTO, yaitu pada lampiran 1 C adalah mengenai Understanding on

    Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights, Including Trade in

    Counterfeit Goods (Persetujuan mengenai Aspek-aspek Dagang yang

    Terkait dengan Hak Atas Kekayaan Intelektual, termasuk Perdagangan

    Barang Palsu) yang biasa disingkat dengan TRIPs.18 Untuk itu pemerintah

    16 Ronny H. Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimentri, Ghalia

    Indonesia, Jakarta, 1998, hal. 37. 17 Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1998, hal. 253. 18 Salah satu instrumen hukum yang dicapai dalam kesepakatan perundingan Uruguay Round

    yang berkaitan dengan perlindungan Hak Atas Kekayaan Intelektual yang berhubungan dengan aspek perdagangan atau Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights (TRIPs) dan merupakan salah

    Universitas Sumatera Utara

  • Indonesia harus menyesuaikan peraturan perundang-undangannya dengan

    kerangka WTO, khususnya mengenai TRIPs.

    Konsekuensi penerimaan dan keikutsertaan Indonesia dalam

    Persetujuan TRIPs membawa pengaruh bagi Indonesia untuk

    mengakomodasi semua peraturan Hak atas Kekayaan Intelektual (HKI)19

    yang diatur dalam TRIPs, termasuk undisclosed information yang terdapat

    dalam Section 7 Article 39 (2) TRIPs.

    Adanya pengaturan HKI dalam TRIPs menyebabkan perlindungan

    HKI tidak lagi semata-mata merujuk pada peraturan lokal negara tertentu,

    tetapi sudah merupakan komitmen dunia (internasional) untuk

    menciptakan iklim perlindungan yang lebih adil, terjamin dan mempunyai

    kepastian hukum, sehingga membawa manfaat bagi masyarakat di seluruh

    dunia terhadap perlindungan karya intelektual mereka.20

    Salah satu bagian HKI adalah paten yang diatur Undang-undang

    No. 14 Tahun 2001 tentang Paten, ketentuan di mana hak paten diberikan

    untuk invensi baru dan mengandung langkah inventif serta dapat

    diterapkan dalam industri.

    satu perjanjian utama yang dihasilkan oleh perundingan Uruguay Round yang telah berjalan sejak tahun 1986 hingga 1994.

    19 Berdasarkan Point 2 Part 1 Article 1 TRIPs maka istilah Hak Kekayaan Intelektual meliputi Hak Cipta dan Hak yang Terkait, Merek, Indikasi Geografi, Disain Industri, Paten, Disain Tata Letak Sirkuit Terpadu dan Rahasia Dagang.

    20 Padma D Liman, Prinsip Hukum Perlindungan Rahasia Dagang (Bagian I), Unair, Surabaya, 17 Maret 2009. Media online, http://gagasanhukum.wordpress. com.

    Universitas Sumatera Utara

  • Menurut Muhammad Djumhana, istilah paten yang dipakai dalam

    peraturan hukum di Indonesia saat ini menggantikan istilah octrooi yang

    berasal dari bahasa Latin yaitu dari kata auctor atau autorizare yang

    berarti dibuka. Namun sesuai perkembangan, istilah lebih populer, istilah

    paten tersebut diserapkan dari bahasa Inggris yaitu patent. 21

    Dalam Pasal 1 angka 1 UU Paten Tahun 2001, dijelaskan bahwa

    yang dimaksud dengan paten adalah Hak eksklusif yang diberikan oleh

    negara kepada inventor atas hasil invensinya di bidang teknologi, yang

    untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri invensinya tersebut

    atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk

    melaksanakannya.

    Dalam ketentuan Pasal 10 UU Paten Tahun 2001, bahwa hanya

    inventor atau yang menerima lebih lanjut hak inventor yang berhak atas

    paten tersebut. Pengalihan lebih lanjut hak inventor dapat dilakukan

    melalui pewarisan, hibah, wasiat, atau pun perjanjian tertulis yang

    dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan.

    Inventor adalah seseorang yang secara sendiri atau beberapa orang

    yang bersama-sama melaksanakan ide yang dituangkan dalam kegiatan

    yang menghasilkan invensi, sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 1

    21 Muhammad Djumhana dan R. Djubaedillah, Hak Milik Intelektual (Sejarah, Teori

    dan Prakteknya di Indonesia), Citra Aditya Bakti, Bandung, 1997, hal. 109.

    Universitas Sumatera Utara

  • angka 3 UU Paten Tahun 2001. Oleh sebab itu seseorang atau beberapa

    orang tersebut baru akan dikatakan sebagai inventor apabila seseorang

    atau beberapa orang itu mengajukan permohonan untuk pertama kali atas

    suatu invensi yang dihasilkannya.

    Namun apabila terbukti lain sebagaimana yang diatur dalam Pasal

    11 UU Paten Tahun 2001, maka yang dianggap inventor adalah seseorang

    atau beberapa orang yang pertama kali dinyatakan sebagai inventor dalam

    permohonan.

    Menurut Rachmadi Usman, Invensi dapat juga dihasilkan oleh

    mereka yang berada dalam hubungan kerja atau karyawan/pekerja

    yang menggunakan data dan/atau sarana yang tersedia dalam

    pekerjaannya sehingga mereka dapat pula disebut sebagai subjek paten.22

    2. Konsep

    Kerangka konsepsi merupakan bagian yang menjelaskan hal-hal

    yang berkaitan dengan konsep yang digunakan penulis. Konsep dasar

    yang dipergunakan dalam penelitian tesis ini, antara lain :

    22 Rachmadi Usman, Hukum Hak Milik atas Kekayaan Intelekual (Perlindungan dan Dimensi Hukumnya di Indonesia), Alumni, Bandung, 2003. hal. 222.

    Universitas Sumatera Utara

  • 1. Pendaftaran atau permintaan paten adalah upaya yang dilakukan

    inventor untuk memperoleh paten atau peten sederhana sekaligus untuk

    memberikan dan menjamin kepastian hukum atas invensinya.

    2. Paten sederhana adalah setiap invensi berupa produk atau alat yang

    baru dan mempunyai nilai kegunaan praktis disebabkan oleh bentuk,

    konfigurasi, kontruksi atau komponennya dapat memperoleh

    perlindungan hukum dan kepastian hukum.23

    3. Invensi adalah adalah ide inventor yang dituangkan ke dalam suatu

    kegiatan pemecahan masalah yang spesifik di bidang teknologi dapat

    berupa produk atau proses, atau penyempurnaan dan pengembangan

    produk atau proses.24

    4. Inventor adalah seseorang yang secara sendiri atau beberapa orang

    yang bersama-sama melaksanakan ide yang dituangkan kedalam

    kegiatan yang menghasilkan invensi.25

    5. Alat Teknologi Pertanian Sederhana adalah peralatan hasil invensi

    sebagai sarana pengolahan hasil pertanian yang memiliki kegunaan

    yang lebih praktis dan dalam penemuannya tidak melalui penelitian

    dan pengembangan yang mendalam namun bernilai ekonomis.

    23 Abdul R. Saliman, Ahmad Jalis dan Hermansyah, Esensi Hukum Bisnis Indonesia (Teori dan Contoh Kasus), Prenada Media, Jakarta, 2004, hal 109-110. 24 Pasal 1 angka 2 Undang-undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten. 25 Pasal 1 angka 3 Undang-undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten.

    Universitas Sumatera Utara

  • G. Metode Penelitian

    Dalam suatu penelitian yang bertujuan untuk pengembangan ilmu

    pengetahuan metode penelitian merupakan suatu sistem dan proses yang

    mutlak diperlukan. Soerjono Soekanto dan Sri Mahmudji mengatakan

    penelitian dalam pelaksanaannya diperlukan dan ditentukan alat-alatnya,

    jangka waktu yang diperlukan untuk proses penulisan, cara-cara yang

    dapat ditempuh apabila menemui kesulitan dalam proses penelitian.26

    Oleh karena itu, sebagai suatu penelitian ilmiah, maka dalam

    penelitian ini juga dilakukan serangkaian kegiatan penelitian mulai dari

    pengumpulan data sampai pada analisis data, yang dilakukan dengan

    memperhatikan kaidah penelitian ilmiah sebagai berikut.

    1. Sifat Penelitian

    Sesuai dengan rumusan permasalahan dan tujuan penelitian

    bersifat diskriptif analitis, yaitu menggambarkan dan menganalisis

    permasalahan yang dikemukakan. Pendekatan yang digunakan dalam

    penelitian ini adalah pendekatan yuridis empiris.

    Pendekatan yuridis empiris dilakukan dengan cara mengadakan

    penelitian lapangan, meneliti mengenai keberlakukan hukum itu dalam

    26 Soerjono Soekanto dan Sri Mahmudji, Penelitian Hukum Normatif, Radja Grafindo Persada, Jakarta, 2001, hal 22.

    Universitas Sumatera Utara

  • aspek kenyataan. Hal ini diperlukan dengan pertimbangan bahwa efektif

    tidaknya berlaku suatu aturan hukum sangat dipengaruhi oleh berbagai

    faktor seperti pengetahuan masyarakat akan hukum, penegakan hukum,

    perubahan yang terjadi dalam masyarakat dan perkembangan kebudayaan

    dalam masyarakat.

    Penelitian ini diharapkan dapat memberikan paparan terhadap

    hambatan-hambatan dalam pelaksanaan pendaftaran paten sederhana

    khususnya terhadap paten sederhana produk alat teknologi pertanian di

    Kota Medan.

    2. Lokasi dan Populasi Penelitian

    Penelitian ini dilakukan di Kota Medan. Dalam hal ini data

    diperoleh dari instansi yang terkait dalam penyelenggaraan Hak Kekayaan

    Intelektual yakni pada Kantor Wilayah Hukum dan HAM Propinsi

    Sumatera Utara, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Medan, Dinas

    Koperasi Kota Medan dan inventor alat teknologi pertanian yang bersifat

    sederhana yang ada di Kota Medan.

    Adapun populasi penelitian ini adalah seluruh inventor yang

    melakukan invensi alat-alat teknologi pertanian yang bersifat sederhana di

    Kota Medan. Oleh karena tidak dimungkinkan untuk meneliti seluruh

    Universitas Sumatera Utara

  • populasi, maka sebagai informan dalam penelitian ini diambil sebanyak 5

    orang inventor .

    3. Sumber Data

    Sumber data dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data

    sekunder dengan rincian sebagai berikut.

    (1) Data Primer

    Data primer adalah data yang langsung diperoleh dari

    lapangan yang merupakan data empiris yang berhubungan dengan

    pelaksanaan perlindungan hukum bagi inventor paten sederhana

    khususnya terhadap paten produk alat teknologi pertanian di Kota

    Medan. Adapun sumber data ini adalah 5 unit usaha

    industri/perorangan yang melakukan invensi terhadap produk alat

    teknologi pertanian yang ada di Kota Medan dan belum

    mendaftarkan hasil invensinya.

    Selain itu juga dilengkapi dengan data penunjang sebagai

    tambahan informasi melalui narasumber yang berkaitan dengan

    pendaftaran paten sederhana produk alat teknologi pertanian

    tersebut, antara lain:

    (a) Kepala Bidang Pelayanan Hukum Kanwil Departemen Hukum

    dan HAM Sumatera Utara.

    Universitas Sumatera Utara

  • (b) Kepala Seksi Industri Dinas Perindustrian dan Perdagangan

    Kota Medan.

    (c) Kepala Bidang Pemberdayaan Koperasi Dinas Koperasi Kota

    Medan.

    Sumber data ini diperoleh melalui penelitian langsung di

    lapangan, menggunakan teknik pengambilan data wawancara yang

    ditujukan kepada para responden dan narasumber, dengan maksud

    untuk mendapat jawaban dari permasalahan yang ada.

    (2) Data Sekunder

    Data sekunder diperoleh melalui penelitian kepustakaan

    dengan cara mengumpulkan data, mencatat dalam kartu-kartu yang

    berisi kutipan langsung, ringkasan maupun ide-ide yang didapat

    dari peraturan perundang-undangan, buku-buku, majalah, jurnal

    serta tulisan yang berhubungan dengan pendaftaran paten bagi

    inventor paten, khususnya terhadap paten sederhana dan

    selanjutnya dikembangkan oleh penulis.

    Selanjutnya bahan utama penelitian berupa:

    a. Bahan hukum primer adalah peraturan perundang-undangan

    yang berkaitan dengan paten dan merupakan bahan yang

    bersifat mengikat, karena berhubungan langsung dengan objek

    Universitas Sumatera Utara

  • penelitian, seperti undang-undang, peraturan pemerintah,

    keputusan presiden dan keputusan menteri yang berkaitan

    dengan perlindungan hak paten.

    b. Bahan hukum sekunder adalah bahan bacaan hukum yang

    memberikan penjelasan mengenai bahan primer, berupa

    konsideren, serta kajian tentang perlindungan hukum bagi

    inventor paten sederhana khususnya terhadap paten produk alat

    teknologi pertanian di Kota Medan.

    c. Bahan hukum tersier, berupa ensiklopedia dan kamus-kamus

    hukum, yang memberikan penjelasan terhadap istilah-

    istilah hukum yang dipergunakan dalam Hak Kekayaan

    Intelektual.

    4. Teknik Pengumpulan Data

    Data diperoleh dengan melakukan penelitian kepustakaan

    (library research) dan penelitian lapangan (field research). Penelitian

    kepustakaan dilakukan untuk memperoleh data sekunder yang

    dilakukan dengan mempelajari dokumen-dokumen, buku-buku teks,

    teori-teori, peraturan perundang-undangan, artikel-artikel dan tulisan-

    tulisan ilmiah yang ada hubungannya dengan masalah yang diteliti.

    Universitas Sumatera Utara

  • Penelitian lapangan dilakukan untuk memperoleh data primer

    dengan mewawancarai para pihak yang terlibat dalam pelaksanaan

    pendaftaran paten khususnya terhadap paten sederhana.

    5. Analisa Data

    Di dalam penelitian hukum normatif, maka analisis data pada

    hakekatnya berarti kegiatan untuk mengadakan sistematisasi terhadap

    bahan-bahan hukum tertulis. Sistematisasi berarti, membuat klasifikasi

    terhadap bahan-bahan hukum tertulis tersebut, untuk memudahkan

    pekerjaan analisis dan konstruksi.27

    Sebelum analisis dilakukan, terlebih dahulu diadakan

    pemeriksaan dan evaluasi terhadap semua data yang telah dikumpulkan

    (primer, sekunder maupun tersier), untuk mengetahui validitasnya.

    Setelah itu keseluruhan data tersebut akan disistematisasikan sehingga

    menghasilkan klasifikasi yang selaras dengan permasalahan yang

    dibahas dalam penelitian ini dengan tujuan untuk memperoleh jawaban

    yang baik pula.28 Analisis data akan dilakukan dengan pendekatan

    kualitatif sekaligus pula kuantitatif karena kedua pendekatan tersebut

    27 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, 1986, hal. 251. 28 Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta 2002, hal.

    106.

    Universitas Sumatera Utara

  • pada dasarnya bersifat saling melengkapi.29 Artinya penelitian ini akan

    berupaya untuk memaparkan sekaligus melakukan analisis terhadap

    permasalahan yang ada dengan kalimat yang sistematis untuk

    memperoleh kesimpulan jawaban yang jelas dan benar.30

    Data primer yang dimanfaatkan dalam menjawab permasalahan

    yang diolah dan dianalisis secara deskriptif kualitatif. Data yang

    sudah terkumpul diseleksi, diklasifikasikan dan disusun dalam suatu

    tabulasi sesuai kelompok pembahasan yang telah direncanakan.

    Selanjutnya dilakukan pembahasan (analisis) dengan cara

    membandingkan data terhadap teori-teori, maupun ketentuan-ketentuan

    tentang pelaksanaan pendaftaran paten, khususnya terhadap paten

    sederhana di Kota Medan.

    29 Soerjono Soekanto, Op. cit, hal. 69. 30 Ibid.

    Universitas Sumatera Utara