chapter i
DESCRIPTION
panganTRANSCRIPT
-
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Permasalahan
Indonesia merupakan salah satu negara yang ikut serta dalam
menandatangani perjanjian multilateral pada tanggal 15 April 1994 di
Marakesh, Afrika Utara. Deklarasi Marakesh melahirkan World Trade
Organization (WTO) yang mencantumkan 28 kesepakatan global dan
mengatur perdagangan internasional. Di antaranya persetujuan tentang
Aspek-aspek Dagang Hak Kekayaan Intelektual atau Agreement On Trade
Related of Intellectual Property Right in Counterfit Goods (TRIPs) dimuat
dalam deklarasi tersebut. Persetujuan ini memuat norma-norma dan
standar perlindungan hukum bagi manusia secara ketat dan perjanjian
Internasional merupakan dasar dari penegakan hukum hak kekayaan
intelektual. Ratifikasi TRIPs-WTO ini diwujudkan melalui Undang-
undang No. 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Persetujuan Pembentukan
Organisasi Perdagangan Dunia (Agreement Estabilishing The World Trade
Organization), diundangkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia
1994 No. 57, Tanggal 2 November 1994.1
1 Sri Walny Rahayu, Hak Ekonomi Pencipta Terhadap Karya Ciptaan Musik dan Lagu di Indonesia Berdasarkan Undang-undang No. 12 Tahun 1997 dikaitkan dengan Perjanjian TRIPs-WTO, Tesis, Universitas Padjajaran, Bandung, 2000, hal. 7-8.
1
Universitas Sumatera Utara
-
Intellectual Property Rights (IPR), selanjutnya diterjemahkan ke
dalam bahasa Indonesia menjadi Hak atas Kekayaan Intelektual. Istilah
Hak atas Kekayaan Intelektual kemudian diubah menjadi Hak Kekayaan
Intelektual yang disesuaikan dengan Kaedah Tata Bahasa Indonesia.
Istilah Hak Kekayaan Intelektual, disingkat HaKI atau HKI yang
kemudian menjadi istilah resmi berdasarkan Keputusan Menteri Hukum
dan Perundang-undangan Republik Indonesia No.03.PR-07.10 Tahun
2000 dan persetujuan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara
No. 24/M.PAN/1/2000 tanggal 19 Januari 2000, mengubah istilah Hak
atas Kekayaan Intelektual menjadi Hak Kekayaan Intelektual. Berdasarkan
ketentuan tersebut di atas maka untuk selanjutnya dalam tulisan ini
digunakan istilah HKI.
Berdasarkan ketentuan TRIPs-WTO, HKI terdiri atas 2 bagian,
yaitu, Hak Cipta (copyrights) di dalamnya termasuk hak yang berkaitan
(neighboring rights) dan hak kekayaan industri (industrial property
rights).
Konvensi yang mengatur tentang paten secara internasional dikenal
dengan The Paris Convention For The Protection of Industrial Property,
disebut juga dengan Konvensi Paris (1883). Konvensi Paris bertujuan
untuk memberikan perlindungan terhadap HKI. Konvensi ini terbuka
untuk semua negara dan keanggotaannya harus melalui World Intellectual
Universitas Sumatera Utara
-
Property Organization (WIPO) yang merupakan organisasi internasional
yang mengurus administrasi di bidang HKI.
Tindakan pemerintah Indonesia sehubungan dengan konsekuensi
TRIPs adalah mengesahkan Keppres. No. 15 Tahun 1997 tentang
Pengesahan Konvensi Paris (Paris Convention) dan Keppres No. 18
Tahun 1997 tentang Pengesahan Konvensi mengenai Pembentukan WIPO.
Indonesia juga ikut dalam menandatangani perjanjian kerja sama paten
antar negara-negara di Amerika Serikat Tahun 1970, disebut Patent
Cooperation Treaty (PCT) yang disahkan berdasarkan Keppres. No. 16
Tahun 1997 tentang Pengesahan Patent Cooperation Treaty. Tindakan
ratifikasi yang dilakukan Indonesia terhadap perjanjian-perjanjian
International tersebut agar lebih dapat memberikan perlindungan yang
wajar bagi inventor dan menciptakan iklim usaha yang jujur serta
memperhatikan kepentingan masyarakat.
Produk-produk yang dihasilkan tersebut merupakan ekspresi dari
suatu pemikiran intelektual manusia sendiri yang termasuk dalam HKI.
Adapun wujud manfaat tersebut dapat dilihat dari invensi yang dihasilkan
inventor yang memiliki kegunaan praktis dan nilai ekonomi yang
menguntungkan. Karena dengan perlindungan hukum yang diberikan oleh
negara akan memberikan hak eksklusif kepada inventor sebagai pemegang
paten.
Universitas Sumatera Utara
-
Dari 30.000 jenis barang yang beredar dan memiliki hak paten di
Indonesia, ternyata hanya 5 % (lima persen) yang hak patennya dimiliki
oleh perorangan dalam negeri. Sisanya sebanyak 95% (sembilan puluh
lima persen) justru yang memegang hak paten dari luar negeri.2
Penerapan hukum paten di Indonesia saat ini diatur dalam Undang-
undang No. 14 Tahun 2001 tentang Paten (selanjutnya disebut UU Paten
Tahun 2001).
Menurut Pasal 1 angka 1 UU Paten Tahun 2001 paten adalah Hak
eksklusif yang diberikan oleh negara kepada inventor atas hasil invensinya
di bidang teknologi, yang untuk selama waktu tertentu melaksanakan
sendiri invensinya tersebut atau memberikan persetujuannya kepada pihak
lain untuk melaksanakannya. Sedangkan invensi adalah ide inventor yang
dituangkan dalam suatu kegiatan pemecahan masalah yang spesifik di
bidang teknologi dapat berupa produk atau proses, atau penyempurnaan
dan pengembangan produk atau proses (Pasal 1 angka 2), dan inventor
adalah seorang yang secara sendiri atau beberapa orang yang secara
bersama-sama melaksanakan ide yang dituangkan dalam kegiatan yang
menghasilkan invensi (Pasal 1 angka 3). Dengan demikian, paten
2 DetikFinance.com Memprihatinkan industri lokal masih minim daftar paten,
http://www.detikfinance.com/read/2008/06/25/120013/962126/4/, diakses Juli 2009.
Universitas Sumatera Utara
-
diberikan untuk invensi baru dan mengandung langkah inventif serta dapat
diterapkan dalam industri.
Namun demikian, tidak semua hasil invensi dapat diberikan paten,
tetapi hanya invensi yang memenuhi syarat saja yang dapat diberi paten.
Paten diberikan untuk invensi yang baru dan mengandung langkah
inventif serta dapat diterapkan dalam industri.3 Adapun syarat terhadap
invensi yang dapat diberi paten adalah :
1) Invensi baru, jika invensi yang diajukan paten tersebut tidak sama dengan teknologi yang diungkap sebelumnya
2) Invensi mengandung langkah inovatif, jika invensi tersebut merupakan hal yang tidak diduga sebelumnya (non obvios) bagi seseorang yang mempunyai keahlian tertentu dibidang teknik
3) Invensi tersebut dapat diterapkan dalam industri, artinya invensi dapat digunakan secara berulang-ulang dalam praktik dan dalam skala ekonomis dibidang industri dan perdagangan.4
Dalam UU Paten Tahun 2001, jenis-jenis paten terdiri atas :
a. Paten, yaitu invensi yang bersifat tidak kasat mata (intangible) seperti
metode atau proses. Invensi ini dilakukan melalui penelitian dan
pengembangan dalam kurun waktu yang lama.
b. Paten sederhana, yaitu invensi yang diberikan untuk invensi yang
berupa alat atau produk dan memiliki kegunaan yang lebih praktis.
Invensi ini bersifat kasat mata (tangible) yang dalam penemuannya
3 Pasal 2 ayat (1) Undang-undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten.
4 Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten.
Universitas Sumatera Utara
-
tidak melalui penelitian dan pengembangan yang mendalam, tetapi
memiliki nilai kegunaan praktis sehingga bernilai ekonomis.5
Penelitian ini dibatasi hanya mengkaji mengenai pendaftaran paten
sederhana khususnya yang berhubungan dengan teknologi alat-alat
pertanian. Adapun contoh konkrit dari alat-alat teknologi pertanian
diantaranya : traktor tangan, alat pemipil kemiri, alat pengupas kacang
tanah, alat perajang singkong, alat perajang pelepah dan daun sawit, alat
pengupas bawang dan semacamnya yang tergolong dalam teknologi
inovatif tepat guna.
Mengenai paten sederhana, landasan yuridis yang dapat digunakan
adalah Pasal 104 UU Paten Tahun 2001, yaitu semua ketentuan yang
diatur dalam undang-undang ini berlaku secara mutatis mutandis untuk
paten sederhana, kecuali yang secara tegas tidak berkaitan dengan paten
sederhana. Artinya, secara otomatis berlaku juga untuk paten sederhana,
kecuali yang tidak berkaitan dengan paten sederhana.6
Paten sederhana diberikan untuk invensi yang tidak berkualitas
paten, tetapi mempunyai kegunaan praktis bagi masyarakat. Invensi yang
diberikan paten sederhana merupakan produk-produk yang tergolong
dalam kelompok teknologi industri. Paten sederhana tersebut merupakan
5 Pasal 6 dan penjelasannya Undang-undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten. 6 Pasal 104 Undang-undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten.
Universitas Sumatera Utara
-
suatu pendapatan bagi industri kecil sehingga inventor dapat memperoleh
keuntungan ekonomi dari invensi yang dihasilkannya.
Oleh karena itu, agar memperoleh perlindungan hukum atas
invensinya, maka hal yang harus dilakukan adalah mendaftarkannya.
Dengan demikian pendaftaran merupakan syarat mutlak untuk diakui oleh
hukum sebagai inventor yang sah.
Dengan adanya hak eksklusif yang diberikan negara kepada
inventor, maka inventor dapat melaksanakan sendiri komersial atas hasil
invensinya atau memberikan hak kepada orang lain. Hal ini merupakan
hak ekonomi yang diperoleh oleh inventor dari hasil invensinya.
Pemegang paten memiliki hak eksklusif melaksanakan paten yang
dimilikinya dalam hal paten produk; membuat, menjual, mengimport,
menyewakan, menyerahkan atau menyediakan untuk dijual atau
disewakan atau diserahkan produk yang diberi paten. Selain itu, pemegang
paten juga mempunyai hak untuk melarang pihak lain yang tanpa
seizinnya melaksanakan paten tersebut.7
Untuk memperoleh manfaat ekonomi atas invensinya, inventor
atau pemegang paten berhak memberikan lisensi kepada orang lain
7 Pasal 16 ayat (1) Undang-undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten.
Universitas Sumatera Utara
-
seperti yang dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) UU Paten Tahun 2001
yang ketentuannya diatur dalam Pasal 69 UU Paten Tahun 2001.8
Adapun yang dimaksud dengan lisensi adalah izin yang diberikan
oleh pemegang paten kepada pihak lain berdasarkan perjanjian pemberian
hak untuk menikmati manfaat ekonomi. Dari suatu paten yang diberikan
perlindungan dalam jangka waktu dan syarat tertentu.9
Perjanjian lisensi sangat menunjang dan mempercepat laju
industrialisasi di Indonesia. Kemampuan orang Indonesia dalam
menghasilkan invensi belum menunjukkan angka yang menggembirakan.
Minimnya pemegang hak paten dalam negeri, akan membuat banyak
potensi pendapatan yang seharusnya didapat dari royalti, terbang ke luar
negeri. Padahal, banyak negara yang memiliki keterbatasan dalam sumber
daya alam justru kaya raya hanya dari royalti barang yang menjadi hak
patennya.10 Oleh sebab itu, perjanjian lisensi akan sangat menunjang
perekonomian yang didapat dari devisa atas pembayaran royalti.
Industri lokal di Indonesia masih sedikit yang mendaftarkan paten untuk
melindungi invensinya. Hal ini dapat dilihat dari data Direktorat Jendral Hak
Kekayaan Intelektual (DJHKI) sejak Tahun 2001 sampai 2008, jumlah aplikasi
8 Pasal 69 Undang-undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten. 9 Pasal 1 angka 13 Undang-undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten. 10Hak Paten Atas Barang Yang Beredar Di Indonesia Sangat Minim, http://www.kompas.com, diakses 22 Juli 2008.
Universitas Sumatera Utara
-
pendaftaran untuk HKI sekitar 26.661 buah, kondisi lainnya, yakni 95 persen
yang mendaftarkan HKI adalah pengusaha asing yang beroperasi di Indonesia,
sisanya 5 persen merupakan perusahaan lokal.11
Dalam praktik dijumpai bahwa di Kota Medan khususnya untuk
paten sederhana alat teknologi pertanian, dalam kurun tiga tahun terakhir,
masih sangat sedikit yang mengajukan permohonan paten sederhana. Hal
ini diketahui dari penelitian awal yang dilakukan di Bidang Pelayanan
Hukum Kantor Wilayah Hukum dan HAM Provinsi Sumatera Utara,
padahal produk-produk tersebut dapat didaftarkan sebagai paten
sederhana, seperti traktor tangan, alat pemipil kemiri, alat pengupas
kacang tanah, alat perajang singkong, alat perajang pelepah dan daun
sawit, serta alat-alat dan mesin pertanian lainnya.
Dari latar belakang tersebut penulis tertarik untuk menelaah lebih
lanjut mengenai Pendaftaran Paten Sederhana : Studi Mengenai Faktor-
faktor Penghambat Dalam Pendaftaran Paten Sederhana Di Bidang
Teknologi Alat-alat Pertanian Di Kota Medan
11 DetikFinance.com . Op.cit.
Universitas Sumatera Utara
-
B. Rumusan Permasalahan
Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimana kriteria invensi di bidang teknologi alat-alat pertanian
sehingga termasuk dalam paten sederhana ?
2. Bagaimana kesadaran hukum inventor di bidang teknologi alat-alat
pertanian untuk mendaftarkan paten sederhana atas invensinya
tersebut?
3. Faktor-faktor apa yang menjadi penghambat dalam pendaftaran paten
sederhana di bidang teknologi alat-alat pertanian di Kota Medan ?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang
dikemukakan sebelumnya, maka yang menjadi tujuan dalam penelitian ini
adalah :
1. Untuk mengetahui kriteria invensi di bidang teknologi alat-alat
pertanian sehingga termasuk dalam paten sederhana.
2. Untuk mengetahui kesadaran hukum inventor di bidang teknologi alat-
alat pertanian untuk mendaftarkan paten sederhana atas invensinya.
Universitas Sumatera Utara
-
3. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menjadi penghambat dalam
pendaftaran paten sederhana di bidang teknologi alat-alat pertanian di
Kota Medan.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat membawa manfaat bagi semua
pihak baik bagi peneliti, inventor dan instansi terkait dalam hubungannya
dengan pendaftaran atas paten sederhana.
Secara praktis peneliti mengharapkan agar hasil penelitian ini dapat
menjadi masukan bagi pejabat dan instansi terkait dalam pendaftaran
paten termasuk paten sederhana. Dengan demikian, kepentingan
perlindungan hukum terhadap inventor paten sederhana dapat tercapai.
Juga dapat diketahui hal-hal yang menjadi kendala dalam pendaftaran
paten sederhana di Kota Medan
Secara teoritis penulis mengharapkan agar hasil penelitian ini
dapat menjadi bahan untuk penelitian lebih lanjut agar nantinya dalam
hal pendaftaran paten sederhana, juga dalam mengatasi kendala-kendala
dalam pendaftaran paten dan paten sederhana, instansi terkait dapat
mengambil kebijakan yang didasarkan pada hasil penelitian ini.
Universitas Sumatera Utara
-
E. Keaslian Penelitian
Berdasarkan hasil penelusuran di perpustakaan khususnya di
lingkungan Universitas Sumatera Utara dan penelitian pada Program Studi
Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara,
diketahui bahwa topik dan permasalahan yang dibahas yang berhubungan
dengan Paten Sederhana khususnya terhadap produk alat teknologi
pertanian sebagaimana yang menjadi objek dalam penelitian ini yang
berjudul PENDAFTARAN PATEN SEDERHANA : STUDI
MENGENAI FAKTOR-FAKTOR PENGHAMBAT DALAM
PENDAFTARAN PATEN SEDERHANA DI BIDANG TEKNOLOGI
ALAT-ALAT PERTANIAN DI KOTA MEDAN belum pernah
dilakukan penelitian sehubungan hal tersebut. Oleh karena itu, penelitian
ini dianggap merupakan penelitian asli dan keasliannya dapat
dipertanggung jawabkan.
F. Kerangka Teori dan Konsep
1. Kerangka Teori
Sehubungan dengan judul tesis ini, yang berkaitan dengan paten
dan paten sederhana, maka teori yang dijadikan sebagai landasan bagi
analisis dan pembahasan permasalahan didasarkan pada teori hukum
benda.
Universitas Sumatera Utara
-
Mengenai hak atas barang immateril tidak diatur dalam KUH
Perdata Indonesia, namun demikian beberapa pasal dalam KUH Perdata
yang dapat menempatkan Hak atas Kekayaan Intelektual (HKI) dalam
sistem hukum benda yang diatur dalam Buku II KUH Perdata. Dalam
Pasal 499 KUH Perdata dijelaskan bahwa barang adalah tiap benda dan
tiap hak yang dapat menjadi objek hak milik. HKI merupakan hak yang
lahir dari kemampuan intelektual manusia. Kemampuan intelektual
tersebut hasil kerja otak manusia yang merupakan benda immateril. Hal
tersebut sejalan dengan penggolongan benda yang diatur dalam Pasal 503
KUH Perdata yang menghasilkan kelompok barang yang bertubuh
(berwujud) dan barang yang tidak bertubuh (tidak berwujud).
Hak atas Kekayaan Intelektual (HKI) dapat menjadi objek hak
benda. Hak benda itu sendiri adalah hak absolut atas suatu benda
berwujud, sedangkan HKI sendiri merupakan hak absolut atas benda
tidak berwujud. Oleh karena itu, yang dilindungi dalam lingkup HKI
adalah hak dari daya cipta seseorang yang berupa benda tidak berwujud
(immateril), sedangkan jelmaan dari daya cipta tersebut berupa benda
berwujud yang dilindungi oleh hukum benda dalam katagori benda
terwujud (materil).12
12 O.K. Saidin, Aspek Hukum Kekayaan Intelektual, Rajawali Grafindo Persada, Jakarta,
2003, hal. 12-13.
Universitas Sumatera Utara
-
Ilmu hukum dalam perkembangannya tidak terlepas dari
ketergantungan pada berbagai bidang ilmu lainnya. Hal ini sebagaimana
dikemukakan oleh Soerjono Soekanto, bahwa perkembangan ilmu hukum
selain bergantung pada metodologi, aktivitas penelitian dan imajinasi
sosial, juga sangat ditentukan oleh teori13
Teori adalah untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala
spesifik atau proses tertentu terjadi. Suatu teori harus diuji dengan
menghadapkannya pada fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidak
benarannya14
Menurut Bintoro Tjokroamijoyo dan Mustofa Adidjoyo teori
diartikan sebagai ungkapan mengenai kausal yang logis diantara
perubahan (variabel) dalam bidang tertentu, sehingga dapat digunakan
sebagai kerangka fikir (Frame of thingking) dalam memahami serta
menangani permasalahan yang timbul didalam bidang tersebut15
Fungsi teori dalam penelitian tesis ini adalah untuk memberikan
arahan/petunjuk dan ramalan serta menjelaskan gejala yang diamati.
Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif, oleh karena itu teori
ini diarahkan secara khas ilmu hukum. Keberadaan teori ini adalah untuk
13 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI-Press, Jakarta, 1986, hal. 6. 14 J.J.J. M. Wuisman, Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, jilid I, Penyunting, M. Hisyam, UI Press,
Jakarta, , 1996, hal. 203. 15 Bintoro Tjokroamidjojo dan Mustofa Adidjoyo, Teori dan Strategi Pembangunan Nasional,
Haji Mas Agung, Jakarta, 1988, hal. 12.
Universitas Sumatera Utara
-
memberikan landasan yang mantap pada umumnya setiap penelitian harus
selalu disertai dengan pemikiran teoritis16
Teori juga dapat mengandung subyektifitas, apalagi berhadapan
dengan suatu fenomena yang cukup kompleks, seperti hukum. Oleh
karena itulah muncul beberapa aliran atau mahzab dalam ilmu hukum
sesuai sudut pandang yang dipakai oleh orang-orang yang bergabung
dalam dalam aliran-aliran tersebut.17
Indonesia sebagai bagian masyarakat internasional menanda
tangani kesepakatan World Trade Organization (WTO) dan meratifikasi
Undang-undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement on
Establishing The World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan
Organisasi Perdagangan Dunia). Salah satu ketentuan yang terdapat
dalam WTO, yaitu pada lampiran 1 C adalah mengenai Understanding on
Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights, Including Trade in
Counterfeit Goods (Persetujuan mengenai Aspek-aspek Dagang yang
Terkait dengan Hak Atas Kekayaan Intelektual, termasuk Perdagangan
Barang Palsu) yang biasa disingkat dengan TRIPs.18 Untuk itu pemerintah
16 Ronny H. Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimentri, Ghalia
Indonesia, Jakarta, 1998, hal. 37. 17 Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1998, hal. 253. 18 Salah satu instrumen hukum yang dicapai dalam kesepakatan perundingan Uruguay Round
yang berkaitan dengan perlindungan Hak Atas Kekayaan Intelektual yang berhubungan dengan aspek perdagangan atau Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights (TRIPs) dan merupakan salah
Universitas Sumatera Utara
-
Indonesia harus menyesuaikan peraturan perundang-undangannya dengan
kerangka WTO, khususnya mengenai TRIPs.
Konsekuensi penerimaan dan keikutsertaan Indonesia dalam
Persetujuan TRIPs membawa pengaruh bagi Indonesia untuk
mengakomodasi semua peraturan Hak atas Kekayaan Intelektual (HKI)19
yang diatur dalam TRIPs, termasuk undisclosed information yang terdapat
dalam Section 7 Article 39 (2) TRIPs.
Adanya pengaturan HKI dalam TRIPs menyebabkan perlindungan
HKI tidak lagi semata-mata merujuk pada peraturan lokal negara tertentu,
tetapi sudah merupakan komitmen dunia (internasional) untuk
menciptakan iklim perlindungan yang lebih adil, terjamin dan mempunyai
kepastian hukum, sehingga membawa manfaat bagi masyarakat di seluruh
dunia terhadap perlindungan karya intelektual mereka.20
Salah satu bagian HKI adalah paten yang diatur Undang-undang
No. 14 Tahun 2001 tentang Paten, ketentuan di mana hak paten diberikan
untuk invensi baru dan mengandung langkah inventif serta dapat
diterapkan dalam industri.
satu perjanjian utama yang dihasilkan oleh perundingan Uruguay Round yang telah berjalan sejak tahun 1986 hingga 1994.
19 Berdasarkan Point 2 Part 1 Article 1 TRIPs maka istilah Hak Kekayaan Intelektual meliputi Hak Cipta dan Hak yang Terkait, Merek, Indikasi Geografi, Disain Industri, Paten, Disain Tata Letak Sirkuit Terpadu dan Rahasia Dagang.
20 Padma D Liman, Prinsip Hukum Perlindungan Rahasia Dagang (Bagian I), Unair, Surabaya, 17 Maret 2009. Media online, http://gagasanhukum.wordpress. com.
Universitas Sumatera Utara
-
Menurut Muhammad Djumhana, istilah paten yang dipakai dalam
peraturan hukum di Indonesia saat ini menggantikan istilah octrooi yang
berasal dari bahasa Latin yaitu dari kata auctor atau autorizare yang
berarti dibuka. Namun sesuai perkembangan, istilah lebih populer, istilah
paten tersebut diserapkan dari bahasa Inggris yaitu patent. 21
Dalam Pasal 1 angka 1 UU Paten Tahun 2001, dijelaskan bahwa
yang dimaksud dengan paten adalah Hak eksklusif yang diberikan oleh
negara kepada inventor atas hasil invensinya di bidang teknologi, yang
untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri invensinya tersebut
atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk
melaksanakannya.
Dalam ketentuan Pasal 10 UU Paten Tahun 2001, bahwa hanya
inventor atau yang menerima lebih lanjut hak inventor yang berhak atas
paten tersebut. Pengalihan lebih lanjut hak inventor dapat dilakukan
melalui pewarisan, hibah, wasiat, atau pun perjanjian tertulis yang
dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan.
Inventor adalah seseorang yang secara sendiri atau beberapa orang
yang bersama-sama melaksanakan ide yang dituangkan dalam kegiatan
yang menghasilkan invensi, sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 1
21 Muhammad Djumhana dan R. Djubaedillah, Hak Milik Intelektual (Sejarah, Teori
dan Prakteknya di Indonesia), Citra Aditya Bakti, Bandung, 1997, hal. 109.
Universitas Sumatera Utara
-
angka 3 UU Paten Tahun 2001. Oleh sebab itu seseorang atau beberapa
orang tersebut baru akan dikatakan sebagai inventor apabila seseorang
atau beberapa orang itu mengajukan permohonan untuk pertama kali atas
suatu invensi yang dihasilkannya.
Namun apabila terbukti lain sebagaimana yang diatur dalam Pasal
11 UU Paten Tahun 2001, maka yang dianggap inventor adalah seseorang
atau beberapa orang yang pertama kali dinyatakan sebagai inventor dalam
permohonan.
Menurut Rachmadi Usman, Invensi dapat juga dihasilkan oleh
mereka yang berada dalam hubungan kerja atau karyawan/pekerja
yang menggunakan data dan/atau sarana yang tersedia dalam
pekerjaannya sehingga mereka dapat pula disebut sebagai subjek paten.22
2. Konsep
Kerangka konsepsi merupakan bagian yang menjelaskan hal-hal
yang berkaitan dengan konsep yang digunakan penulis. Konsep dasar
yang dipergunakan dalam penelitian tesis ini, antara lain :
22 Rachmadi Usman, Hukum Hak Milik atas Kekayaan Intelekual (Perlindungan dan Dimensi Hukumnya di Indonesia), Alumni, Bandung, 2003. hal. 222.
Universitas Sumatera Utara
-
1. Pendaftaran atau permintaan paten adalah upaya yang dilakukan
inventor untuk memperoleh paten atau peten sederhana sekaligus untuk
memberikan dan menjamin kepastian hukum atas invensinya.
2. Paten sederhana adalah setiap invensi berupa produk atau alat yang
baru dan mempunyai nilai kegunaan praktis disebabkan oleh bentuk,
konfigurasi, kontruksi atau komponennya dapat memperoleh
perlindungan hukum dan kepastian hukum.23
3. Invensi adalah adalah ide inventor yang dituangkan ke dalam suatu
kegiatan pemecahan masalah yang spesifik di bidang teknologi dapat
berupa produk atau proses, atau penyempurnaan dan pengembangan
produk atau proses.24
4. Inventor adalah seseorang yang secara sendiri atau beberapa orang
yang bersama-sama melaksanakan ide yang dituangkan kedalam
kegiatan yang menghasilkan invensi.25
5. Alat Teknologi Pertanian Sederhana adalah peralatan hasil invensi
sebagai sarana pengolahan hasil pertanian yang memiliki kegunaan
yang lebih praktis dan dalam penemuannya tidak melalui penelitian
dan pengembangan yang mendalam namun bernilai ekonomis.
23 Abdul R. Saliman, Ahmad Jalis dan Hermansyah, Esensi Hukum Bisnis Indonesia (Teori dan Contoh Kasus), Prenada Media, Jakarta, 2004, hal 109-110. 24 Pasal 1 angka 2 Undang-undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten. 25 Pasal 1 angka 3 Undang-undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten.
Universitas Sumatera Utara
-
G. Metode Penelitian
Dalam suatu penelitian yang bertujuan untuk pengembangan ilmu
pengetahuan metode penelitian merupakan suatu sistem dan proses yang
mutlak diperlukan. Soerjono Soekanto dan Sri Mahmudji mengatakan
penelitian dalam pelaksanaannya diperlukan dan ditentukan alat-alatnya,
jangka waktu yang diperlukan untuk proses penulisan, cara-cara yang
dapat ditempuh apabila menemui kesulitan dalam proses penelitian.26
Oleh karena itu, sebagai suatu penelitian ilmiah, maka dalam
penelitian ini juga dilakukan serangkaian kegiatan penelitian mulai dari
pengumpulan data sampai pada analisis data, yang dilakukan dengan
memperhatikan kaidah penelitian ilmiah sebagai berikut.
1. Sifat Penelitian
Sesuai dengan rumusan permasalahan dan tujuan penelitian
bersifat diskriptif analitis, yaitu menggambarkan dan menganalisis
permasalahan yang dikemukakan. Pendekatan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah pendekatan yuridis empiris.
Pendekatan yuridis empiris dilakukan dengan cara mengadakan
penelitian lapangan, meneliti mengenai keberlakukan hukum itu dalam
26 Soerjono Soekanto dan Sri Mahmudji, Penelitian Hukum Normatif, Radja Grafindo Persada, Jakarta, 2001, hal 22.
Universitas Sumatera Utara
-
aspek kenyataan. Hal ini diperlukan dengan pertimbangan bahwa efektif
tidaknya berlaku suatu aturan hukum sangat dipengaruhi oleh berbagai
faktor seperti pengetahuan masyarakat akan hukum, penegakan hukum,
perubahan yang terjadi dalam masyarakat dan perkembangan kebudayaan
dalam masyarakat.
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan paparan terhadap
hambatan-hambatan dalam pelaksanaan pendaftaran paten sederhana
khususnya terhadap paten sederhana produk alat teknologi pertanian di
Kota Medan.
2. Lokasi dan Populasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kota Medan. Dalam hal ini data
diperoleh dari instansi yang terkait dalam penyelenggaraan Hak Kekayaan
Intelektual yakni pada Kantor Wilayah Hukum dan HAM Propinsi
Sumatera Utara, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Medan, Dinas
Koperasi Kota Medan dan inventor alat teknologi pertanian yang bersifat
sederhana yang ada di Kota Medan.
Adapun populasi penelitian ini adalah seluruh inventor yang
melakukan invensi alat-alat teknologi pertanian yang bersifat sederhana di
Kota Medan. Oleh karena tidak dimungkinkan untuk meneliti seluruh
Universitas Sumatera Utara
-
populasi, maka sebagai informan dalam penelitian ini diambil sebanyak 5
orang inventor .
3. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data
sekunder dengan rincian sebagai berikut.
(1) Data Primer
Data primer adalah data yang langsung diperoleh dari
lapangan yang merupakan data empiris yang berhubungan dengan
pelaksanaan perlindungan hukum bagi inventor paten sederhana
khususnya terhadap paten produk alat teknologi pertanian di Kota
Medan. Adapun sumber data ini adalah 5 unit usaha
industri/perorangan yang melakukan invensi terhadap produk alat
teknologi pertanian yang ada di Kota Medan dan belum
mendaftarkan hasil invensinya.
Selain itu juga dilengkapi dengan data penunjang sebagai
tambahan informasi melalui narasumber yang berkaitan dengan
pendaftaran paten sederhana produk alat teknologi pertanian
tersebut, antara lain:
(a) Kepala Bidang Pelayanan Hukum Kanwil Departemen Hukum
dan HAM Sumatera Utara.
Universitas Sumatera Utara
-
(b) Kepala Seksi Industri Dinas Perindustrian dan Perdagangan
Kota Medan.
(c) Kepala Bidang Pemberdayaan Koperasi Dinas Koperasi Kota
Medan.
Sumber data ini diperoleh melalui penelitian langsung di
lapangan, menggunakan teknik pengambilan data wawancara yang
ditujukan kepada para responden dan narasumber, dengan maksud
untuk mendapat jawaban dari permasalahan yang ada.
(2) Data Sekunder
Data sekunder diperoleh melalui penelitian kepustakaan
dengan cara mengumpulkan data, mencatat dalam kartu-kartu yang
berisi kutipan langsung, ringkasan maupun ide-ide yang didapat
dari peraturan perundang-undangan, buku-buku, majalah, jurnal
serta tulisan yang berhubungan dengan pendaftaran paten bagi
inventor paten, khususnya terhadap paten sederhana dan
selanjutnya dikembangkan oleh penulis.
Selanjutnya bahan utama penelitian berupa:
a. Bahan hukum primer adalah peraturan perundang-undangan
yang berkaitan dengan paten dan merupakan bahan yang
bersifat mengikat, karena berhubungan langsung dengan objek
Universitas Sumatera Utara
-
penelitian, seperti undang-undang, peraturan pemerintah,
keputusan presiden dan keputusan menteri yang berkaitan
dengan perlindungan hak paten.
b. Bahan hukum sekunder adalah bahan bacaan hukum yang
memberikan penjelasan mengenai bahan primer, berupa
konsideren, serta kajian tentang perlindungan hukum bagi
inventor paten sederhana khususnya terhadap paten produk alat
teknologi pertanian di Kota Medan.
c. Bahan hukum tersier, berupa ensiklopedia dan kamus-kamus
hukum, yang memberikan penjelasan terhadap istilah-
istilah hukum yang dipergunakan dalam Hak Kekayaan
Intelektual.
4. Teknik Pengumpulan Data
Data diperoleh dengan melakukan penelitian kepustakaan
(library research) dan penelitian lapangan (field research). Penelitian
kepustakaan dilakukan untuk memperoleh data sekunder yang
dilakukan dengan mempelajari dokumen-dokumen, buku-buku teks,
teori-teori, peraturan perundang-undangan, artikel-artikel dan tulisan-
tulisan ilmiah yang ada hubungannya dengan masalah yang diteliti.
Universitas Sumatera Utara
-
Penelitian lapangan dilakukan untuk memperoleh data primer
dengan mewawancarai para pihak yang terlibat dalam pelaksanaan
pendaftaran paten khususnya terhadap paten sederhana.
5. Analisa Data
Di dalam penelitian hukum normatif, maka analisis data pada
hakekatnya berarti kegiatan untuk mengadakan sistematisasi terhadap
bahan-bahan hukum tertulis. Sistematisasi berarti, membuat klasifikasi
terhadap bahan-bahan hukum tertulis tersebut, untuk memudahkan
pekerjaan analisis dan konstruksi.27
Sebelum analisis dilakukan, terlebih dahulu diadakan
pemeriksaan dan evaluasi terhadap semua data yang telah dikumpulkan
(primer, sekunder maupun tersier), untuk mengetahui validitasnya.
Setelah itu keseluruhan data tersebut akan disistematisasikan sehingga
menghasilkan klasifikasi yang selaras dengan permasalahan yang
dibahas dalam penelitian ini dengan tujuan untuk memperoleh jawaban
yang baik pula.28 Analisis data akan dilakukan dengan pendekatan
kualitatif sekaligus pula kuantitatif karena kedua pendekatan tersebut
27 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, 1986, hal. 251. 28 Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta 2002, hal.
106.
Universitas Sumatera Utara
-
pada dasarnya bersifat saling melengkapi.29 Artinya penelitian ini akan
berupaya untuk memaparkan sekaligus melakukan analisis terhadap
permasalahan yang ada dengan kalimat yang sistematis untuk
memperoleh kesimpulan jawaban yang jelas dan benar.30
Data primer yang dimanfaatkan dalam menjawab permasalahan
yang diolah dan dianalisis secara deskriptif kualitatif. Data yang
sudah terkumpul diseleksi, diklasifikasikan dan disusun dalam suatu
tabulasi sesuai kelompok pembahasan yang telah direncanakan.
Selanjutnya dilakukan pembahasan (analisis) dengan cara
membandingkan data terhadap teori-teori, maupun ketentuan-ketentuan
tentang pelaksanaan pendaftaran paten, khususnya terhadap paten
sederhana di Kota Medan.
29 Soerjono Soekanto, Op. cit, hal. 69. 30 Ibid.
Universitas Sumatera Utara