chapter 8: menerapkan teori difusi -...

15
1 Chapter 8: Menerapkan Teori Difusi: Adopsi Program Literasi Media di Sekolah Oleh: Rosidah 1 , Umi Rochayati 2 , Ridwan Daud Mahande 3 1,2,3) Mahasiswa S3 PTK PPs UNY Dalam artikel “Diffusion Theory and Instructional Technology”, Surry dan Farquhar (1997) menjelaskan bahwa disiplin ilmu mulai dari pertanian hingga pemasaran telah menggunakan teori difusi untuk meningkatkan adopsi produk inovatif. Diskusi berfokus pada bagaimana teknologi instruksional menggunakan teori difusi inovasi dengan harapan untuk meningkatkan pelaksanaan dan pemanfaatan hasil pembelajaran yang inovatif dan praktis. Penerapan teori difusi teknologi instruksional berguna untuk meneliti bagaimana para pendukung literasi media dapat menerapkan teori difusi inovasi untuk meningkatkan adopsi program literasi media di sekolah-sekolah. Artikel dari Surry dan Farquhar (1997) membahas tentang bagaimana teori difusi dapat diterapkan pada program literasi media. A. Teori Difusi Inovasi Sebelum menguraikan teori difusi pada teknologi instruksional, penting untuk memahami prinsip-prinsip teori difusi secara umum. Everett M. Rogers (1995) adalah orang yang paling terkenal di bidang penelitian difusi. Bukunya, Difusi Inovasi (4 th ed.), paling sering dikutip. Rogers menunjukkan, difusi bukanlah satu, namun mencakup semua teori. Ini adalah beberapa perspektif teoritis yang berhubungan dengan konsep keseluruhan difusi yaitu meta-teori. Difusi adalah proses dimana suatu inovasi diadopsi oleh anggota dari komunitas tertentu. Ada empat faktor yang mempengaruhi adopsi suatu inovasi menurut Rogers, (1995), yaitu: (1) inovasi itu sendiri, (2) saluran komunikasi yang digunakan untuk menyebarkan informasi tentang inovasi, (3) waktu, dan (4) sifat masyarakat kepada siapa itu diperkenalkan. Rogers (1995) menjelaskan bahwa ada empat teori utama yang berhubungan dengan difusi inovasi, yaitu : teori proses keputusan inovasi, teori inovasi individu, teori tingkat adopsi, dan teori atribut yang dirasakan.

Upload: nguyendang

Post on 06-Feb-2018

222 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: Chapter 8: Menerapkan Teori Difusi - ridwanmahande.netridwanmahande.net/wp-content/uploads/2014/04/Penerapan-Teori... · 2 1. Teori Proses Keputusan Inovasi Teori proses keputusan

1

Chapter 8: Menerapkan Teori Difusi:

Adopsi Program Literasi Media di Sekolah

Oleh: Rosidah1, Umi Rochayati2 , Ridwan Daud Mahande3

1,2,3)Mahasiswa S3 PTK PPs UNY

Dalam artikel “Diffusion Theory and Instructional Technology”, Surry

dan Farquhar (1997) menjelaskan bahwa disiplin ilmu mulai dari pertanian

hingga pemasaran telah menggunakan teori difusi untuk meningkatkan adopsi

produk inovatif. Diskusi berfokus pada bagaimana teknologi instruksional

menggunakan teori difusi inovasi dengan harapan untuk meningkatkan

pelaksanaan dan pemanfaatan hasil pembelajaran yang inovatif dan praktis.

Penerapan teori difusi teknologi instruksional berguna untuk meneliti bagaimana

para pendukung literasi media dapat menerapkan teori difusi inovasi untuk

meningkatkan adopsi program literasi media di sekolah-sekolah. Artikel dari

Surry dan Farquhar (1997) membahas tentang bagaimana teori difusi dapat

diterapkan pada program literasi media.

A. Teori Difusi Inovasi

Sebelum menguraikan teori difusi pada teknologi instruksional, penting

untuk memahami prinsip-prinsip teori difusi secara umum. Everett M. Rogers

(1995) adalah orang yang paling terkenal di bidang penelitian difusi. Bukunya,

Difusi Inovasi (4 th ed.), paling sering dikutip. Rogers menunjukkan, difusi

bukanlah satu, namun mencakup semua teori. Ini adalah beberapa perspektif

teoritis yang berhubungan dengan konsep keseluruhan difusi yaitu meta-teori.

Difusi adalah proses dimana suatu inovasi diadopsi oleh anggota dari komunitas

tertentu. Ada empat faktor yang mempengaruhi adopsi suatu inovasi menurut

Rogers, (1995), yaitu: (1) inovasi itu sendiri, (2) saluran komunikasi yang

digunakan untuk menyebarkan informasi tentang inovasi, (3) waktu, dan (4) sifat

masyarakat kepada siapa itu diperkenalkan.

Rogers (1995) menjelaskan bahwa ada empat teori utama yang

berhubungan dengan difusi inovasi, yaitu : teori proses keputusan inovasi, teori

inovasi individu, teori tingkat adopsi, dan teori atribut yang dirasakan.

Page 2: Chapter 8: Menerapkan Teori Difusi - ridwanmahande.netridwanmahande.net/wp-content/uploads/2014/04/Penerapan-Teori... · 2 1. Teori Proses Keputusan Inovasi Teori proses keputusan

2

1. Teori Proses Keputusan Inovasi

Teori proses keputusan inovasi berbasis pada waktu dan lima tahap yang

berbeda, yaitu: (1) pengetahuan, potensi pengadopsi harus terlebih dahulu belajar

tentang inovasi, (2) persuasi, mereka harus dibujuk tentang manfaat dari inovasi.

(3) keputusan, mereka harus memutuskan untuk mengadopsi inovasi. (4)

implementasi, setelah mereka mengadopsi inovasi, mereka harus menerapkannya.

(5) konfirmasi, mereka harus mengkonfirmasi bahwa keputusan mereka untuk

mengadopsi adalah keputusan yang tepat. Setelah tahap ini tercapai, maka

diperoleh hasil difusi (Rogers, 1995).

2. Teori Inovasi Individu

Teori inovasi individu didasarkan pada siapa pengadopsi inovasi dan

kapan. Kurva berbentuk lonceng sering digunakan untuk menggambarkan

persentase individu yang mengadopsi suatu inovasi. Kategori (1) inovator (2,5%).

Ini adalah pengambil resiko dan pelopor, (2) pengadopsi awal (13,5%) yaitu

pengguna awal dan membantu menyebarkan berita tentang inovasi kepada orang

lain, (3) mayoritas awal (34%) mencari informasi/kompromi tentang kelayakan

dan manfaat inovasi dan (4) mayoritas akhir (34%) melalui pertimbangan fungsi

inovasi, (5) mayoritas terlambat (16%) ini adalah individu yang sangat skeptis dan

menolak mengadopsi sampai benar-benar diperlukan. Dalam banyak kasus,

mereka tidak pernah mengadopsi inovasi (Rogers, 1995).

3. Teori Tingkat Adopsi

Teori tingkat adopsi menunjukkan bahwa adopsi inovasi yang terbaik

diwakili oleh s-kurva. Teori ini menyatakan bahwa adopsi suatu inovasi tumbuh

perlahan dan bertahap di awal. Kemudian akan memiliki periode pertumbuhan

cepat yang akan berangsur-angsur berkurang (taper off) dan menjadi stabil dan

akhirnya menurun (Rogers, 1995).

4. Teori Atribut Persepsi

Teori atribut didasarkan pada gagasan bahwa individu akan mengadopsi

suatu inovasi jika mereka menganggap bahwa inovasi tersebut memiliki atribut

sebagai berikut; (1) inovasi harus memiliki beberapa keuntungan relatif lebih dari

inovasi yang ada atau status quo, (2) inovasi harus kompatibel dengan nilai-nilai

Page 3: Chapter 8: Menerapkan Teori Difusi - ridwanmahande.netridwanmahande.net/wp-content/uploads/2014/04/Penerapan-Teori... · 2 1. Teori Proses Keputusan Inovasi Teori proses keputusan

3

dan praktik-praktik yang ada, (3) inovasi tidak bisa terlalu rumit (user friendly),

(4) inovasi harus memiliki kemampuan percobaan (trialability) yang berarti

inovasi dapat diuji untuk waktu yang terbatas tanpa adopsi, (5) inovasi harus

menawarkan hasil yang dapat diamati (Rogers, 1995).

B. Teori Difusi dan Teknologi Instruksional

Surry dan Farquhar (1997) menunjukkan bahwa teknologi pembelajaran

harus mempelajari teori difusi dengan tiga alasan, yaitu:

1. Kurangnya pemahaman inovasi dan adopsi dalam teknologi pembelajaran.

Beberapa menyalahkan guru dan resistensi terhadap perubahan, sementara

yang lain menyalahkan birokrasi dan kurangnya pendanaan. Dengan

mempelajari teori difusi teknologi pembelajaran mungkin dapat menjelaskan,

memprediksi dan sebab untuk faktor-faktor yang mempengaruhi atau

menghambat adopsi dan difusi inovasi.

2. Teknologi pembelajaran tidak dapat dipisahkan dengan inovasi. Materi

pembelajaran diproduksi sebagai hasil dari kemajuan teknologi inovasi

tersebut. Bahan-bahan ini perlu diperkenalkan dan menyebar ke dalam sistem

pendidikan. Oleh karena itu, diperlukan potensi adopsi untuk memahami

cara terbaik untuk menyajikan inovasi.

3. Teknologi pembelajaran mungkin dapat mengembangkan model sistematis

adopsi dan difusi. Model ini telah berguna dalam pengembangan

instruksional. Oleh karena itu, tampaknya bijaksana untuk mengeksplorasi

faktor-faktor yang mempengaruhi difusi untuk membangun model difusi yang

efektif, (Surry & Farquhar, 1997).

Surry dan Farquhar (1997) menjelaskan bahwa teori pengembangan

instruksional, seperti teori di hampir semua disiplin ilmu, penelitian pendekatan

difusi dari tingkat makro atau tingkat mikro.

a) Pendekatan tingkat makro

Surry dan Farquhar mengambil pendekatan tingkat makro perubahan sistemik.

Filosofi yang mendasari dalam perubahan sistemik adalah keinginan untuk

reformasi pendidikan lengkap (perubahan sekolah). Perubahan sistemik adalah

tentang perubahan organisasi dan struktural. Ini tidak berurusan dengan

Page 4: Chapter 8: Menerapkan Teori Difusi - ridwanmahande.netridwanmahande.net/wp-content/uploads/2014/04/Penerapan-Teori... · 2 1. Teori Proses Keputusan Inovasi Teori proses keputusan

4

perubahan bagian-bagian individu tetapi berkaitan dengan pembenahan

seluruh institusi. Sebuah contoh pendekatan tingkat makro untuk reformasi

pendidikan.

b) Pendekatan tingkat mikro

Pemanfaatan produk adalah pendekatan tingkat mikro untuk pengembangan

instruksional. Perhatian dalam pemanfaatan produk untuk satu set tertentu dari

pengadopsi potensial. Perubahan ini tidak dimaksudkan untuk seluruh struktur

pendidikan tetapi memang ditujukan untuk berbagai bagian dalam struktur

yang akan memperoleh keuntungan dari inovasi (Surry & Farquhar, 1997).

Proses pengembangan instruksional yang berorientasi pengguna merupakan

contoh dari pendekatan pemanfaatan produk, (Burkman, 1987).

Sehubungan dengan pendekatan makro dan pendekatan mikro di atas,

Surry dan Farquhar (1997) menyatakan perubahan sistemik (makro) dan

pemanfaatan produk (mikro) ke dalam dua sub-kategori yaitu determinisme dan

instrumentalism. Determinis dan instrumentalis berbeda atas dasar otonomi dan

kontinuitas. Kategori ini banyak memandu pengembang/adopter instruksional.

Adapun kategori sebagai berikut:

(1) Determinisme (berbasis pengembang)

Determinis percaya bahwa perubahan adalah di luar kendali manusia. Mereka

berpendapat bahwa perubahan dalam masyarakat adalah hasil dari sistem

teknologi yang lebih tinggi dan produk menggantikan sistem rendah dan

produk. Mereka juga percaya bahwa perubahan itu bukan proses evolusi yang

lambat. Mereka berpikir itu adalah proses terputus ditandai dengan revolusi

yang bergerak masyarakat maju dengan pesat (Surry & Farquhar, 1997).

Determinis dibagi pada pandangan mereka tentang moralitas teknologi.

Beberapa menyarankan bahwa teknologi adalah positif dan menggembirakan.

Mereka percaya bahwa teknologi pada akhirnya akan menyembuhkan semua

penyakit manusia namun juga berpikir teknologi yang akan over lead time

pada kehancuran moral, intelektual dan fisik manusia. Teori berbasis

Pengembang melihat pengembangan produk dan produsen sebagai penyebab

utama perubahan. Fokusnya adalah pada gagasan bahwa apa pun teknologi

Page 5: Chapter 8: Menerapkan Teori Difusi - ridwanmahande.netridwanmahande.net/wp-content/uploads/2014/04/Penerapan-Teori... · 2 1. Teori Proses Keputusan Inovasi Teori proses keputusan

5

yang lebih tinggi pada akhirnya akan mengambil alih apa yang berteknologi

rendah. Teori berbasis pengembang terbatas karena mereka tidak menyadari

bahwa teknologi yang lebih tinggi bukan berarti lebih baik atau lebih efektif

bagi pengguna (Surry & Farquhar, 1997).

(2) Instrumentalism (berbasis adopter).

Teori adopter berbasis mengenali dan dipandu oleh fakta bahwa pengguna

akhir adalah elemen yang paling penting bagi perubahan (Surry & Farquhar,

1997). Burkman (1987) proses pengembangan instruksional yang berorientasi

pengguna terfokus pada adopter tersebut. Proses ini memiliki lima langkah:

(1) mengidentifikasi adopter, (2) mengukur persepsi adopter terhadap inovasi,

(3) mengembangkan produk yang user-friendly, (4) menginformasikan

adopter tentang inovasi, dan (5) memberikan dukungan pengguna. Proses

Burkman (1987), berisi pentingnya pengguna karena pengguna sentral dalam

setiap langkah. Selain itu, instrumentalis di sisi lain, melihat teknologi

sebagai alat yang berada di bawah kendali manusia. Mereka percaya bahwa

difusi inovasi teknologi pendidikan akan selalu menjadi proses evolusi yang

lambat, bukan lompatan revolusioner. Selain itu, pengguna produk harus

menjadi fokus dari inovasi dari tahap awal pengembangan untuk difusi

inovasi. Surry dan Farquhar (1997) mengingatkan bahwa jika seseorang

mengadopsi pandangan instrumentalis, seseorang harus tidak sepenuhnya

membuang filosofi deterministik. Keunggulan teknologi tidak boleh

dikorbankan karena fokusnya adalah pada pengguna akhir. Hal ini diperlukan

untuk terus mengembangkan produk-produk dan sistem yang unggul. Namun,

adopsi dan implementasi produk dan sistem seperti ini akan menjadi akibat

langsung dari bagaimana terpisahkan bagian dari proses pengguna akhir

(Surry & Farquhar, 1997).

Pemahaman tentang Rogers '(1995) teori difusi dan Surry dan Farquhar

(1997) penerapan teori difusi untuk pengembangan instruksional akan membantu

bagaimana media literacy telah mengikuti model teori difusi.

Page 6: Chapter 8: Menerapkan Teori Difusi - ridwanmahande.netridwanmahande.net/wp-content/uploads/2014/04/Penerapan-Teori... · 2 1. Teori Proses Keputusan Inovasi Teori proses keputusan

6

C. Media Literacy sebagai Inovasi Teknologi

Rogers (1995) mendefinisikan difusi sebagai proses dimana suatu inovasi

dikomunikasikan melalui saluran tertentu dari waktu ke waktu di antara para

anggota suatu sistem sosial. Dia menggambarkan sebuah inovasi sebagai ide baru,

praktek, atau objek dianggap baru untuk individu (Rogers, 1995). Dia

menjelaskan bahwa Teknologi adalah desain untuk tindakan instrumental yang

mengurangi ketidakpastian dalam hubungan sebab-akibat yang terlibat dalam

mencapai hasil yang diinginkan, (Rogers, 1995, hal. 35). Dia menjelaskan bahwa

teknologi adalah informasi, bukan hanya peralatan. Kebanyakan teknologi

memiliki komponen hardware dan software. Aspek hardware terdiri dari "alat

yang mewujudkan teknologi sebagai obyek material atau fisik," dan aspek

software terdiri dari "basis informasi untuk alat" (Rogers, 1995, hal. 14).

Berdasarkan definisi Rogers, literasi media adalah inovasi teknologi

karena dianggap menjadi ide baru oleh pengadopsi potensial. Konsep literasi

media telah berkembang selama beberapa tahun, tetapi sedang "dipasarkan"

sebagai ide baru dalam bentuk yang sekarang. Pendidik, kelompok peminat, dan

orang tua telah menyadari kebutuhan untuk meningkatkan literasi media di

kalangan anak muda. Oleh karena itu, gagasan media literacy sedang disajikan

sebagai ide baru dan segar untuk pengadopsi potensial. Contoh menggunakan

media dalam pembelajaran hal ini berhubungan karena literasi media juga

merupakan inovasi teknologi karena memiliki komponen hardware dan software.

Komponen perangkat keras termasuk media yang digunakan oleh individu untuk

menerima pesan (misalnya, koran, majalah, radio, televisi, film, dan komputer).

Komponen perangkat lunak termasuk segudang sumber daya (misalnya, buku,

video, CD-ROM, kegiatan pembelajaran, dll) yang digunakan untuk media

pendidikan.

D. Menerapkan Teori Difusi Literasi Media

Literasi Media merupakan inovasi teknologi yang berguna untuk

menerapkan prinsip-prinsip teori difusi untuk lebih memahami difusi literasi

media ke dalam sistem sosial. Hal ini dilakukan karena beberapa alasan, sebagai

berikut:

Page 7: Chapter 8: Menerapkan Teori Difusi - ridwanmahande.netridwanmahande.net/wp-content/uploads/2014/04/Penerapan-Teori... · 2 1. Teori Proses Keputusan Inovasi Teori proses keputusan

7

1. Teori difusi menyediakan kerangka kerja yang membantu pendukung literasi

media memahami mengapa literasi media diadopsi oleh beberapa individu dan

bukan oleh orang lain. Seperti teknologi pembelajaran, pendukung literasi

media dapat menggunakan teori difusi untuk menjelaskan, memprediksi dan

memperhitungkan faktor-faktor yang meningkatkan atau menghambat difusi

inovasi. Teori difusi membantu masyarakat literasi media mengidentifikasi

kualitas (misalnya, keuntungan relatif, kompatibilitas, dll) yang akan membuat

inovasi media literacy lebih menarik bagi pengadopsi potensial.

2. Teknologi media yang terus berubah dan memperkenalkan hardware dan

software baru. Oleh karena itu, sangat penting untuk memiliki pemahaman

yang solid tentang bagaimana memperkenalkan ide-ide baru ke dalam sistem

sosial. Teori difusi membantu pemahaman tersebut lebih lanjut.

3. Penelitian difusi menyediakan beberapa model yang sukses yang dapat

digunakan untuk mengembangkan kampanye difusi sukses untuk literasi

media.

Seperti disebutkan sebelumnya, empat faktor yang mempengaruhi adopsi

suatu inovasi, yaitu: (1) inovasi itu sendiri, (2) saluran komunikasi yang

digunakan untuk menyebarkan informasi tentang inovasi, (3) waktu, dan (4) sifat

masyarakat kepada siapa itu diperkenalkan (Rogers , 1995). Sebuah persepsi lebih

dekat pada literasi media sebagai suatu inovasi, diuraikan sebagai berikut:

a) Inovasi Sendiri: Media Literasi

Teori atribut yang dirasakan menunjukkan bahwa sebuah inovasi dengan

lima atribut berikut akan lebih mungkin diadopsi oleh individu. Kelima atribut,

(Rogers, 1995), yaitu:

(1) Keuntungan relatif literasi media,

Keuntungan relatif dari pelatihan literasi media : peningkatan kemampuan

siswa untuk mengakses, menganalisis, mengevaluasi, dan menghasilkan pesan

media. Siswa terus-menerus dibanjiri dengan rentetan pesan media setiap hari.

Terlalu sering mereka tidak tahu bagaimana membedakan pesan secara akurat

satu media dari yang lain. Media pelatihan litersi memberikan siswa cara

melihat, berpikir kritis dan memberikan keterampilan yang membantu mereka

Page 8: Chapter 8: Menerapkan Teori Difusi - ridwanmahande.netridwanmahande.net/wp-content/uploads/2014/04/Penerapan-Teori... · 2 1. Teori Proses Keputusan Inovasi Teori proses keputusan

8

mendeteksi bias pesan dan teknik persuasi serta mengenali nilai-nilai sosial

dan budaya yang sedang dikomunikasikan dalam pesan media. Selanjutnya,

media pelatihan literasi mengajarkan siswa bagaimana pesan media yang

dibangun dan diproduksi. Melalui pelatihan siswa menjadi sadar bagaimana

pesan media dibuat, kemampuan mengevaluasi dan menganalisis mereka

meningkat. Sebuah tugas yang mungkin bagi siswa mungkin untuk

menghasilkan iklan televisi. Tujuan dari tugas akan mencakup siswa (a)

memperoleh pemahaman yang lebih baik dari proses produksi dan

pembangunan pesan media, (b) belajar untuk mengoperasikan kamera video

dan peralatan editing, (c) mengevaluasi dampak potensi komersial mereka

pada audiens mereka, dan (d) belajar untuk bekerja sama.

(2) Kompatibilitas literasi media,

Selain keuntungan relatif dari pelatihan media literasi, pengadopsi potensial

perlu tahu bagaimana pelatihan tersebut kompatibel dengan nilai-nilai yang

ada dan praktek (Rogers, 1995). Ironisnya, sekolah telah mengajar bentuk

melek media selama bertahun-tahun. Pelatihan media literacy mengajarkan

contoh, sebuah film klasik seperti Orson Welles '"Citizen Cane" dapat

digunakan untuk mengajarkan konsep-konsep sastra tradisional. Sebagai

bagian dari analisis mendalam, siswa bisa menulis sebuah makalah yang

berfokus pada tema-tema kontrol dan kekuasaan dalam film. Selain itu, sebuah

esai yang menjelaskan makna metaforis kereta luncur, "Rosebud," akan

merangsang pemikiran dan instruktif. Jelaslah bahwa konsep yang sama yang

diajarkan, tetapi perubahan utama adalah medium. Ada unsur-unsur tambahan,

seperti pencahayaan, suara, dan sinematografi, yang merupakan bagian dari

proses bercerita dalam film, namun konsep sastra tetap. Oleh karena itu, guru

tidak perlu mengubah ide-ide mendasar dalam kelas mereka untuk

memasukkan media pelatihan keaksaraan. Mereka hanya harus menyertakan

media yang berbeda. Oleh karena itu, guru diwajibkan oleh negara untuk

memasukkan pelatihan literasi media dalam kelas mereka.

Page 9: Chapter 8: Menerapkan Teori Difusi - ridwanmahande.netridwanmahande.net/wp-content/uploads/2014/04/Penerapan-Teori... · 2 1. Teori Proses Keputusan Inovasi Teori proses keputusan

9

(3) Kompleksitas literasi media,

Potensi pengadopsi tidak harus melihat pelatihan media literacy sebagai

kegiatan yang kompleks (Rogers, 1995). Seperti disebutkan sebelumnya, para

guru dapat terus menggunakan praktik pembelajaran yang mirip untuk

mengajarkan keterampilan literasi media, guru hanya perlu untuk

memasukkan media lain selain buku. Oleh karena itu, pelaksanaan pelatihan

literasi media yang telah dibuat mudah oleh berbagai sumber daya yang

tersedia untuk guru.

(4) Trialability literasi media,

Atribut dari trialability penting bagi sebuah inovasi seperti pelatihan media

literacy karena pengadopsi potensial ingin tahu apakah manfaat yang

mengklaim memiliki benar-benar ada (Rogers, 1995). Media pelatihan literasi

dapat dengan mudah diimplementasikan pada dasar percobaan. Sebagai

contoh, hampir semua guru dapat mencurahkan unit pelajaran untuk media

pengajaran keterampilan literasi tanpa mengorbankan waktu yang berharga

dan sumber daya. Karena beberapa negara memiliki media standar melek

huruf, lebih mudah bagi para guru di sekolah-sekolah untuk menerapkan

pelajaran Media literasi karena mereka mengikuti pedoman kurikulum.

(5) Observability literasi media

Observability adalah atribut kelima penting untuk pengadopsi potensial

(Rogers, 1995). Jika guru dapat melihat perubahan dalam pengakuan siswa

mengenai pesan yang positif dan negatif selama dan sesudah pelatihan melek

media, maka adopsi lebih mungkin. Potensi pengadopsi juga dapat

"mengamati" efektivitas dan manfaat dari pelatihan literasi media dengan

memeriksa sejarah media pelatihan literasi di Amerika Serikat dan negara-

negara lain. Brown (1991) menawarkan review yang sangat bagus dari

program melihat kritis nasional dan internasional keterampilan.

Potensi penerapan standar melek media ke dalam kurikulum sekolah yang

ada sangat ditingkatkan karena melek media memiliki atribut keuntungan relatif,

kompatibilitas, mengurangi kompleksitas, trialability, dan observability.

Page 10: Chapter 8: Menerapkan Teori Difusi - ridwanmahande.netridwanmahande.net/wp-content/uploads/2014/04/Penerapan-Teori... · 2 1. Teori Proses Keputusan Inovasi Teori proses keputusan

10

b) Saluran Komunikasi

Pembahasan sebelumnya berfokus pada inovasi itu sendiri. Untuk lebih

memahami bagaimana literasi media menyebar dan diadopsi, maka perlu untuk

beralih ke saluran komunikasi yang digunakan untuk mengirimkan informasi

tentang litersi media. Rogers (1995) mendefinisikan saluran komunikasi sebagai

"sarana yang pesan mendapatkan dari satu orang ke orang lain" (hal. 18). Sifat

dari hubungan antara individu menentukan seberapa sukses inovasi yang

ditransmisikan dari sumber ke penerima dan efek transfer (Rogers, 1995). Rogers

(1995) menjelaskan bahwa saluran media massa adalah cara yang paling cepat dan

efisien untuk berkomunikasi dengan sejumlah besar pengadopsi potensial, tetapi

komunikasi interpersonal lebih efektif dalam membujuk pengadopsi potensial

untuk menerima ide baru. Face-to-face komunikasi antara individu-individu dari

status sosial ekonomi dan tingkat pendidikan yang sama meningkatkan potensi

penerimaan bahkan lebih.

c) Waktu

Faktor penting ketiga dalam proses difusi adalah unsur waktu. Waktu

sering diabaikan dalam penelitian perilaku lainnya. Dimasukkannya waktu dalam

penelitian difusi adalah salah satu kekuatan, tetapi pengukuran waktu (seringkali

melalui recall individu) telah dikritik (Rogers, 1995). Namun demikian, waktu

yang terlibat dalam tiga dari empat teori yang berhubungan dengan difusi inovasi:

(1) teori proses keputusan inovasi, (2) teori inovasi individual, dan (3) teori

tingkat adopsi. Uraian hubungan waktu dengan teori dijelaskan sebagai berikut:

(1) Waktu dan proses keputusan inovasi

Proses keputusan inovasi adalah proses melalui mana seorang individu belajar

tentang inovasi, membentuk sikap, mengadopsi atau menolak,

mengimplementasikan gagasan baru, dan menegaskan keputusan untuk

melakukannya. Rogers (1995) mengidentifikasi lima langkah utama dalam

proses: (a) pengetahuan, (b) persuasi, (c) keputusan, (d)

pelaksanaan/implementasi, dan (e) konfirmasi. Sebuah perspektif makro-

tingkat litersi media menunjukkan bahwa inovasi ini masih dalam tahap

pengetahuan tentang proses. Media pendukung keaksaraan telah bekerja keras

Page 11: Chapter 8: Menerapkan Teori Difusi - ridwanmahande.netridwanmahande.net/wp-content/uploads/2014/04/Penerapan-Teori... · 2 1. Teori Proses Keputusan Inovasi Teori proses keputusan

11

untuk membuat guru, administrator, dan orang tua sadar media pelatihan

melek huruf dan kebutuhan untuk media keterampilan keaksaraan.

Upaya untuk mempromosikan literasi media besar, tetapi seluruh negara tidak

yakin. Masih ada individu dan kelompok yang menentang mengajar dengan

televisi. Beberapa survei mencatat bahwa sebagian besar guru mengatakan

mereka tidak punya waktu untuk menggunakan atau mengajarkan tentang

media di dalam kelas mereka. Mereka terlalu sibuk mengajar dasar-dasar

membaca, menulis, dan berhitung (Lloyd-Kolkin & Tyner, 1988; Wulfemeyer,

Sneed, Van Ommeren, & Riffe, 1990; Yates, 1997; Tuggle, Sneed, &

Wulfemeyer, 2000). Hal ini terbukti bahwa media literacy jauh dari

penerimaan penuh dan adopsi di Amerika Serikat. Media literasi bergerak

menuju tahap persuasi. Karena semakin banyak individu membentuk sikap

yang menguntungkan terhadap literasi media, kemungkinan memutuskan

untuk mengadopsi akan meningkat.

Negara telah melewati pengetahuan, persuasi, dan keputusan tahapan proses

inovasi-keputusan dan sedang dalam tahap implementasi. Beberapa mungkin

berpendapat negara telah berlalu pelaksanaan dan sedang dalam proses

konfirmasi keputusan untuk membuat media warga melek huruf. Pemeriksaan

bagaimana media literacy telah menyebar sendiri ke negara Meksiko sangat

membantu sebagai inovasi media literacy berdifusi sendiri di seluruh negeri.

Pemimpin opini dapat menggunakan New Mexico serta negara-negara seperti

Florida, Texas dan Massachusetts sebagai model untuk meningkatkan adopsi

melek media dalam skala nasional.

(2) Waktu dan inovasi individu

Proses keputusan inovasi dipengaruhi oleh inovasi individu. Rogers (1995)

mendefinisikan inovasi sebagai "sejauh mana unit individu atau lainnya adopsi

relatif awal dalam mengadopsi ide-ide baru dari anggota lain dari sistem" (hal.

22). Beberapa individu mengadopsi ide baru jauh lebih awal daripada yang

lain lakukan; ini adalah inovator. Inovator aktif mencari informasi baru dan

mampu mengatasi ketidakpastian yang menyertai inovasi baru. Inovator sering

memiliki eksposur yang lebih besar untuk saluran media massa dan jaringan

Page 12: Chapter 8: Menerapkan Teori Difusi - ridwanmahande.netridwanmahande.net/wp-content/uploads/2014/04/Penerapan-Teori... · 2 1. Teori Proses Keputusan Inovasi Teori proses keputusan

12

interpersonal mereka memperpanjang jauh melampaui area lokal mereka.

Pengadopsi awal menerima inovasi segera setelah inovator (Rogers, 1995).

Individu seperti Elizabeth Thoman, Kathleen Tyner, David Considine, Wally

Bowen, dan Renee Hobbs akan dianggap pengadopsi awal dari konsep melek

media. Mereka adalah beberapa ulama terkemuka di bidang literasi media saat

ini dan mengupayakan pemasukan pelatihan literasi media dalam kurikulum

sekolah. Mayoritas awal dan akhir mengikuti pengadopsi awal. Mayoritas

awal adalah lebih lambat untuk menerima inovasi, tetapi melakukannya lebih

cepat daripada mayoritas akhir (Rogers, 1995). Negara-negara yang telah

memasukkan standar literasi media dalam kurikulum mereka akan dianggap

sebagai mayoritas awal. Mayoritas terlambat akan menjadi negara-negara

yang mengadopsi standar tersebut di masa depan. Mereka yang terakhir untuk

mengadopsi atau yang tidak pernah mengadopsi standar keaksaraan media

yang akan dianggap lamban. Lamban jarang menerima inovasi baru. Anggota

setiap kelompok pengadopsi biasanya memiliki karakteristik umum seperti

status sosial ekonomi, paparan media massa, dan jaringan yang terbatas atau

lebar saluran antarpribadi (Rogers, 1995)

(3) Waktu dan tingkat adopsi

Tingkat adopsi adalah daerah ketiga dalam difusi inovasi yang melibatkan

waktu (Rogers, 1995). Adopsi inovasi lambat dan bertahap di awal. Hal ini

terbukti dengan literasi media. Banyak guru dan administrator telah enggan

untuk mengadopsi literasi media. Namun, ada perubahan iklim dan semakin

banyak sekolah yang menerima literasi media sebagai bagian integral dari

proses pendidikan. Penerapan literasi media berkembang pesat, yang konsisten

dengan tingkat teori adopsi. Pesatnya pertumbuhan akan taper off akhirnya

dan menurun sedikit. Distribusi frekuensi kumulatif dari waktu ke waktu akan

menyerupai berbentuk S-Kurva (Rogers, 1995). Karena semakin banyak orang

menganggap pelatihan media literacy untuk memiliki keuntungan yang lebih

besar relatif dan kompatibilitas, dan seperti, tingkat adopsi kemungkinan akan

meningkat.

Page 13: Chapter 8: Menerapkan Teori Difusi - ridwanmahande.netridwanmahande.net/wp-content/uploads/2014/04/Penerapan-Teori... · 2 1. Teori Proses Keputusan Inovasi Teori proses keputusan

13

d) Sifat Masyarakat

Faktor keempat dan terakhir, yang mempengaruhi difusi inovasi, adalah

sifat dari masyarakat kepada siapa inovasi diperkenalkan. "Masyarakat" yang

dikenal sebagai sistem sosial. Rogers (1995) mendefinisikan sistem sosial sebagai

"satu set unit yang saling terkait yang terlibat dalam pemecahan masalah bersama

untuk mencapai tujuan bersama" (hal. 23). Anggota sistem sosial dapat berupa

individu, kelompok-kelompok informal, atau organisasi. Pendidik di sekolah

dasar dan menengah adalah anggota dari sistem sosial bekerja sama untuk

menciptakan masyarakat yang melek media. Difusi media literasi dalam sistem

sosial ini tergantung pada (1) struktur sosial, (2) norma-norma dalam sistem, dan

(3) pemimpin opini (Rogers, 1995).

1) Struktur sosial

Dalam sistem sosial pendidik ada berbagai kelompok individu yang bertindak

dan bereaksi secara berbeda. Oleh karena itu, struktur sosial diperlukan dalam

sistem untuk memberikan keteraturan dan stabilitas dan untuk dapat

memprediksi perilaku orang lain dengan beberapa tingkat akurasi (Rogers,

1995). Struktur komunikasi juga merupakan bagian penting dari sistem sosial.

Tidak semua anggota suatu sistem sosial berkomunikasi sama satu sama lain.

Biasanya, anggota yang paling mirip cenderung berkomunikasi satu sama lain.

Sebagai pola komunikasi berkembang menjadi lebih mudah untuk

memprediksi perilaku individu, termasuk ketika sebuah inovasi akan diadopsi

(Rogers, 1995). Misalnya, guru dalam sekolah cenderung berkomunikasi satu

sama lain lebih sering daripada yang mereka lakukan dengan administrator.

Oleh karena itu, ketika seorang guru mengadopsi ide baru itu lebih mungkin

guru-guru lain akan mengadopsi gagasan karena mereka seperti pikiran.

2) Norma

Sebuah struktur sistem sosial memfasilitasi atau menghambat difusi inovasi

(Rogers, 1995). Norma dalam sistem sosial menyediakan pedoman perilaku

yang dapat diterima dan juga mempengaruhi difusi. Pedoman ini dapat

menciptakan sebuah penghalang untuk difusi inovasi. Misalnya, norma di

sekolah dasar adalah untuk mengajarkan dasar-dasar membaca, menulis, dan

Page 14: Chapter 8: Menerapkan Teori Difusi - ridwanmahande.netridwanmahande.net/wp-content/uploads/2014/04/Penerapan-Teori... · 2 1. Teori Proses Keputusan Inovasi Teori proses keputusan

14

matematika. Membangun fondasi fundamental ini sangat penting dan diterima

oleh pendidik nasional. Norma mengajar dasar dasar menghambat adopsi

media mengajarkan keterampilan keaksaraan karena guru sudah memiliki

tugas yang mapan dan penting. Survei telah menunjukkan guru tidak merasa

bahwa mereka memiliki waktu untuk mengajarkan keterampilan keaksaraan

media yang karena mereka sulit ditekan untuk mendapatkan melalui dasar-

dasar (Lloyd-Kolkin & Tyner, 1988; Wulfemeyer, Sneed, Van Ommeren, &

Riffe, 1990; Yates 1997 , Tuggle, Sneed, & Wulfemeyer, 2000).

3) Pemimpin opini

Pemimpin opini juga mempengaruhi adopsi inovasi. Pemimpin opini adalah

individu yang memberikan saran dan informasi tentang suatu inovasi kepada

anggota sistem sosial (Rogers, 1995). Orang-orang ini cenderung mendukung

norma-norma struktur sosial dan berfungsi sebagai model bagi orang lain.

Pemimpin opini berada di pusat jaringan komunikasi dan mencapai sejumlah

besar orang lain melalui aliran saling berhubungan informasi (Rogers, 1995).

W. James Potter adalah contoh dari seorang pemimpin opini dalam sistem

sosial pendidik. Dia adalah penulis dari Media Literasi , dan seorang sarjana

yang luar biasa dan dihormati di bidang komunikasi. Bukunya dan karya-

karya lain mempromosikan ide melek media dan pentingnya pendidikan dan

masyarakat. Potter adalah seorang pemimpin opini karena statusnya di bidang

komunikasi dan karena dia bekerja dalam struktur sosial.

E. Kesimpulan

Difusi literasi media difokuskan pada inovasi itu sendiri, saluran

komunikasi yang digunakan untuk menyebarkan informasi tentang inovasi,

dampak waktu, dan sifat dari sistem sosial yang mengadopsi litersi media.

Tampaknya sebagai inovasi, media literacy memiliki potensi untuk diadopsi

penuh dalam sistem sosial pendidik. Namun, media literacy harus didekati dari

instrumentalis (berbasis-adopter) perspektif (Surry & Farquhar, 1997).

Pengadopsi dalam hal ini adalah guru kelas. Jika ada upaya akar rumput antara

pendidik kelas, maka literasi media akan berhasil baik. Keempat proyek USOE

gagal, karena sebagian karena guru tidak tahu bagaimana untuk melaksanakan

Page 15: Chapter 8: Menerapkan Teori Difusi - ridwanmahande.netridwanmahande.net/wp-content/uploads/2014/04/Penerapan-Teori... · 2 1. Teori Proses Keputusan Inovasi Teori proses keputusan

15

program dan menggunakan bahan-bahan yang diberi (Brown, 1991). Sementara

harus fokus pada siswa dalam merancang kurikulum literasi media, pengembang

instruksional harus fokus pada guru karena mereka adalah orang-orang yang akan

menggunakannya. Surry dan Farquhar (1997) mencatat, teori berbasis adopter

dalam mengadopsi inovasi berjalan dengan lambat dan bertahap. Ini menjelaskan

adopsi inovasi dalam literasi media, tetapi bagian yang menarik adalah bahwa

tingkat adopsi yang terus berkembang. Penelitian empiris menilai efektivitas

pelatihan literasi media dan program literasi media di sekolah akan meningkatkan

adopsi inovasi pendidikan.

Sumber: Hasil Review a Reader Prof. Zamroni, Ph.D “Theories of Diffusion of Innovation“ Program Pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta, 2013.