chapter 1 pentingnya entreprenuership
TRANSCRIPT
PENTINGNYA ENTREPRENEURSHIP
Setelah menyelesaikan bab ini, Anda diharapkan mampu
1. Menjelaskan sejarah perkembangan konsep dan pendidikan entrepreneurship,
2. Memahami berbagai aliran pemikiran entrepreneurship,
3. Memahami pentingnya entrepreneurship bagi suatu negara, dan
4. Memahami proses entrepreneurial
1.1 Sejarah Perkembangan Konsep dan Pendidikan Entrepreneurship
Minat terhadap kewirausahaan (entrepreneurship) berkembang pesat sepuluh
tahun terakhir ini. Selain karena entrepreneurship memang penting untuk semua
aspek kehidupan juga terdapat dorongan yang kuat dari pemerintah untuk
mempertimbangkan dampak positif entrepreneurship bagi perkembangan
perekonomian suatu negara. Hal ini tidak terlepas dari peran entrepreneurship yang
dalam sejarahnya telah terbukti sebagai sumber pekerjaan bagi segala lapisan
masyarakat.
Pemahaman terhadap entrepreneurship perlu memperhatikan sejarah
perkembangan konsep entrepreneurship. Frederick, Kuratko & Hodgetts (2006)
menjelaskan bahwa entrepreneurship sebenarnya telah berkembang sejak abad ke-
11 sebelum Masehi di Phoenicia kuno. Pada saat itu telah terjadi arus perdagangan
dari Syria sampai Spanyol yang dilakukan oleh orang-orang yang telah berani
mengambil risiko, menghadapi ketidakpastian, dan mengeksplorasi sesuatu yang
belum diketahui sebelumnya.
Istilah entrepreneurship baru mulai terkenal dalam kosakata bisnis pada tahun
1980-an, walaupun istilah entrepreneurship telah muncul pada abad ke-18 ketika
ekonom Prancis Richard Cantillon mengaitkan entrepreneur dengan aktivitas
menanggung risiko dalam perekonomian. Pada tahun 1800-an, J.B. Say
memperkenalkan istilah entrepreneurship dalam diskusi entrepreneur sebagai orang
yang memindahkan sumber daya ekonomi dari area yang produktivitasnya rendah
ke area yang produktivitasnya tinggi (Zimmerer, Scarborough, & Wilson, 2008)
Kata entrepreneur berasal dari bahasa Prancis, entre berarti 'antara' dan
prendre berarti 'mengambil'. Kata ini pada dasarnya digunakan untuk
menggambarkan orang-orang yang berani mengambil risiko dan memulai sesuatu
yang baru. Selanjutnya, pengertian entrepreneurship diperluas hingga mencakup
inovasi. Melalui inovasi munculah kebaharuan yang dapat berbentuk produk baru
hingga sistem distribusi baru. Produk baru misalnya, tidak mesti terkait dengan
teknologi canggih karena produk yang sederhana juga dapat menyajikan
kebaharuan, contohnya rasa baru pada produk makanan.
Kemampuan inovasi dapat diamati dari sejarah suatu bangsa. Bangsa
Indonesia telah mampu mendirikan bangunan tinggi seperti Candi Borobudur pada
tahun 825. Kemampuan inovasi tetap dimiliki bangsa Indonesia hingga kini, misalnya
dapat dilihat dari kemampuan untuk menghubungkan Pulau Jawa dengan Pulau
Madura melalui Jembatan Suramadu pada tahun 2009.
1.1.1 Definisi Entrepreneurship
Dari uraian tentang sejarah perkembangan entrepreneurship tersebut, terlihat
bahwa entrepreneurship dapat diartikan sebagai aktivitas untuk menciptakan
sesuatu yang baru. Bird (1989) memberikan definisi sederhana dari
entrepreneurship sebagai penciptaan nilai melalui penciptaan organisasi.
Sejauh ini, juga telah terdapat definisi mengenai entrepreneurship yang
mempertimbangkan perspektif bisnis manajerial dan personal. Stevenson, Roberts,
dan Grousbeck (1994) memandang entrepreneurship sebagai suatu pendekatan
manajemen dan mendefinisikannya sebagai "pengejaran peluang tanpa
memperhatikan sumber daya yang dikendalikan saat ini". Schraam (2006)
mendefinisikan entrepreneurship sebagai proses seseorang atau sekelompok orang
memikul risiko ekonomi untuk menciptakan organisasi baru yang akan
mengeksploitasi teknologi baru atau proses inovasi yang menghasilkan nilai untuk
orang lain. Baringer&lreland (2008) mendefinisikan entrepreneurship sebagai proses
seorang individu mengejar peluang tanpa memperhatikan sumberdaya yang dimiliki
saat ini. Hisrich, Peters, dan Shepherd (2008) memberikan definisi entrepreneurship
sebagai "proses penciptaan kekayaan incremental. Karena entrepreneurship ditemui
di semua profesi, definisi di atas dipandang terbatas.
Hisrich et al (2008) memberikan definisi yang telah mengakomodir semua tipe
perilaku entrepreneurship sebagai "proses menciptakan sesuatu yang baru, yang
bernilai, dengan memanfaatkan usaha dan waktu yang diperlukan, dengan
memperhatikan risiko sosial, fisik, dan keuangan, dan menerima imbalan dalam
bentuk uang dan kepuasan personal serta independensi".
Definisi entrepreneurship oleh Hisrich et al (2008) di atas menekankan empat
aspek dasar bagi seorang entrepreneur, yakni (1) entrepreneurship melibatkan
proses penciptaan, ialah menciptakan sesuatu yang baru. Penciptaan harus
memiliki nilai baik "untuk entrepreneur maupun audiensnya. (2) entrepreneurship
memerlukan waktu dan usaha. Hanya mereka yang melalui proses entrepreneurship
menghargai waktu dan usaha yang mereka gunakan untuk menciptakan sesuatu
yang baru. (3) entrepreneurship memiliki risiko tertentu. Risiko ini mengambil
berbagai bentuk pada area keuangan, psikologi, dan sosial. (4) entrepreneurship
melibatkan imbalan sebagai entrepreneur, imbalan yang paling penting adalah
independensi, diikuti oleh kepuasan pribadi.
Jadi secara singkat entrepreneurship adalah suatu proses inovatif yang
menghasilkan sesuatu yang baru. Entrepreneurship selanjutnya menjadi salah satu
istilah bisnis yang "seksi". Tokoh-tokoh bisnis populer seperti Steven Jobs, pendiri
Apple Computer; Frederick Smith, pendiri Federal Express; Ted Turner, pendiri
Turner Broadcasting; An Wang, pendiri Wang Laboratories, adalah entrepreneur
yang memberikan perhatian yang besar kepada entrepreneurship (Bird, 1989).
Lalu, siapakah yang dapat disebut sebagai entrepreneur? Schumpeter (1934)
menyatakan bahwa entrepreneur adalah seseorang yang melaksanakan kombinasi-
kombinasi baru. Entrepreneur adalah seseorang yang memiliki kemampuan untuk
melihat dan mengevaluasi peluang bisnis, memperoleh sumber daya yang
diperlukan untuk mengambil keunggulan darinya dan berinisiatif mengambil tindakan
yang tepat untuk menjamin sukses. Zimmerer et al (2008) menggambarkan
entrepreneur sebagai seseorang yang menciptakan usaha baru dengan
menghadapi ketidakpastian dan risiko dengan maksud untuk mencapai keuntungan
dan pertumbuhan usaha melalui pengidentifikasian peluang yang signifikan dan
penggunaan sumber daya yang diperlukan. Frederick et al (2006) memandang
entrepreneur sebagai agen perubahan yang melakukan pencarian secara sengaja,
perencanaan yang hati-hati, dan pertimbangan yang seksama ketika melakukan
proses entrepreneurial.
Jadi entrepreneur adalah seseorang yang berani mengambil risiko, mampu
mencium adanya peluang bisnis, mampu mendayagunakan sumber daya secara
efektif dan efisien untuk memperoleh profit. Ciri-ciri entrepreneur sukses selanjutnya
akan dibahas pada Bab 2.
1.1.2 Sejarah Pendidikan Entrepreneurship
Pendidikan entrepreneurship mulai berkembang sekitar 60-an tahun yang lalu
di Amerika Serikat. Studi yang dilakukan Katz (2003) memperlihatkan bahwa mata
kuliah entrepreneurship pertama diberikan di Harvard Business School pada 1947.
Setelah itu, beberapa universitas besar di sana juga memberikan mata kuliah yang
sama pada tahun 1950-an, misalnya New York University menawarkan mata kuliah
Entrepreneurship and Innovation, University of Illinois menyelenggarakan mata
kuliah Small Business or Entrepreneurship Development dan Stanford University
memberikan mata kuliah Small Business Management.
Pada tahun 1975 telah lebih dari seratus perguruan tinggi di Amerika Serikat
yang menawarkan mata kuliah enrepreneurship. Saat ini telah lebih dari 2000
perguruan tinggi di Amerika Serikat menawarkan mata kuliah entrepreneurship.
Adapun konsentrasi / peminatan entrepreneurship di sekolah bisnis dimulai pertama
kali pada 1968 di Babson College yang kemudian diikuti oleh University of Southern
California pada tahun 1972. Saat ini berbagai universitas besar di Amerika Serikat
umumnya memiliki program studi/konsentrasi entrepreneurship.
Di Indonesia, pendidikan entrepreneurship mulai bermunculan pada tahun
1980-an. Pada tahun 2000-an pendidikan entrepreneurship semakin digalakkan di
Indonesia. Pemerintah Indonesia melalui Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi
mendorong berkembangnya pendidikan entrepreneurship, di antaranya melalui
pendanaan kegiatan kemahasiswaan dalam bidang entrepreneurship.
1.1.3 Berbagai Aliran Pemikiran Entrepreneurship
Selain sejarah tentang entrepreneurship, pemahaman terhadap
entrepreneurship perlu memperhatikan aliran pemikiran yang muncul dalam
entrepreneurship. Aliran pemikiran ini membagi entrepreneurship menjadi aktivitas
tertentu. Aktivitas ini mungkin berada pada pandangan makro atau pandangan mikro
dalam entrepreneurship sehingga pada dasarnya aliran pemikiran entrepreneurship
dapat dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu Pandangan Makro dan Pandangan
Mikro seperti disajikan pada Gambar 1.1 (Barringer & Ireland, 2008).
Gambar 1.1 Aliran Pemikiran Entrepreneurship
1. Pemikiran lingkungan
2. Pemikiran finansial/kapital
3. Pemikiran displacement
Pandangan makro
4. Pemikiran trait (ciri) entrepreneurial
5. Pemikiran peluang perusahaan
6. Pemikiran formulasi strategis
Sumber: Howard H. Frederick, Donald F. Kuratko, & Richard M. Hodgetts. (2006).
Entrepreneurship: Theory, Process, and Practice, 1st Asia Pacific Edition, Australia:
Cengage Learning Australia Pty Limited, hal 32.
a. Pandangan Makro
Pandangan Makro menjabarkan faktor-faktor yang mem-pengaruhi sukses
gagalnya suatu perusahaan entrepreneurial. Faktor-faktor ini umumnya merupakan
kondisi eksternal yang berada di luar kontrol seorang entrepreneur. Terdapat tiga
aliran pemikiran dalam pandangan makro yaitu aliran pemikiran lingkungan,
finansial/kapital, displacement.
Aliran Pemikiran Lingkungan: aliran pemikiran ini berkaitan dengan faktor
eksternal yang mempengaruhi gaya hidup entrepreneur. Faktor eksternal ini
misalnya lingkungan sosial politik yang mempengaruhi pengembangan entrepreneur
dan kelompok sosial seperti teman dan kerabat yang mempengaruhi keinginan
untuk menjadi entrepreneur.
Aliran Pemikiran Finansial/Kapital: dasar dan fokus dari aliran pemikiran ini
adalah proses pencarian kapital. Aliran pemikiran ini memandang keseluruhan
perusahaan entrepreneurial dari sudut pandang manajemen finansial. Keputusan
finansial terjadi pada setiap tahapan daur hidup perusahaan.
Aliran Pemikiran Displacement: aliran pemikiran ini berfokus pada fenomena
kelompok. Seorang individu dipandang tidak akan mendirikan perusahaan kecuali
individu tersebut dihambat untuk melakukan aktivitas lain. Contoh sederhana adalah
seorang individu yang kehilangan pekerjaan karena adanya hambatan untuk terus
bekerja di suatu perusahaan maka individu tersebut beralih menjadi entrepreneur.
b. Pandangan Mikro
Pandangan Mikro mengevaluasi faktor-faktor spesifik pada entrepreneurship.
Entrepreneur potensial memiliki kemampuan atau kontrol untuk mengarahkan atau
menyesuaikan keluaran dari setiap pengaruh dalam pandangan ini. Tidak seperti
Pandangan Makro yang berfokus pada kejadian dari pandangan luar, Pendekatan
Mikro berfokus pada sesuatu dengan memandang dari dalam ke luar. Terdapat tiga
Pandangan mikro
aliran pemikiran pada Pandangan Mikro, yaitu aliran pemikiran trait (ciri)
entrepreneurial, peluang perusahaan, dan formulasi strategis.
a) Aliran Pemikiran Trait Entrepreneurial: pendekatan ini berdasarkan pada
pandangan bahwa terdapat ciri-ciri umum dari entrepreneur sukses seperti
kreatif, rasa percaya diri tinggi, keinginan untuk maju, dan berani menempuh
risiko. Ciri-ciri ini apabila dapat ditumbuhkan akan memberikan kemungkinan
keberhasilan yang tinggi dari seorang entrepreneur.
b) Aliran Pemikiran Peluang Perusahaan: aliran pemikiran ini berfokus pada aspek
peluang dari pengembangan suatu perusahaan. Pengembangan ide yang tepat
pada waktu yang tepat untuk pasar yang tepat dipandang merupakan kunci
suksesnya perusahaan.
c) Aliran Pemikiran Formulasi Strategis: aliran pemikiran ini berpendapat bahwa
proses perencanaan merupakan bagian terpenting dalam pengembangan suatu
perusahaan. Formulasi strategis merupakan hasil dari gabungan elemen unik
yang terdiri dari pasar, orang, produk, dan sumber daya unik.
Dari sudut pandang ilmu ekonomi, perkembangan entrepreneurship dapat
ditelusuri mulai dari pendekatan classical, neoclassical sampai dengan Austrian
Market Process (AMP) movement (Murphy, Liao, & Welsch, 2006).
a) Classical
Cantillon, seorang bankir yang bekerja di Prancis, pada tahun 1700-an
memperkenalkan konsep formal entrepreneurship ke dalam literatur ekonomi dan
bisnis. Dia menggambarkan perbedaan antara pasokan dan permintaan sebagai
opsi untuk membeli dengan harga murah dan menjual dengan harga yang lebih
tinggi. Entrepreneur memahami kondisi ini, membeli input pada tingkat harga
tertentu dan menjual output pada tingkat harga yang belum pasti, membawa sistem
pasarmenuju stabilitas. Pendekatan classical menekankan pentingnya
ketidakpastian dan risiko. Kepemilikan dan status tidak dilihat sebagai sesuatu yang
mutlak diperlukan entrepreneur. Inovasi dan koordinasi merupakan aspek dominan
dalam aktivitas entrepreneurial. Inti dari pendekatan classical adalah pasokan,
permintaan, dan harga jangka pendek.
b) Neoclassical
Pendekatan neoclassical muncul sebagai respon kelemahan pendekatan
classical yang mengasumsikan adanya keseimbangan. Pendukung pendekatan
neoclassical berpendapat bahwa asumsi keseimbangan tidak kompatibel dengan
harga jangka pendek dan biaya produksi relatif. Konsep utilitas marginal yang
menurun (diminishing marginal utility) muncul sebagai penjelasan dari aktivitas
ekonomi. Fokusnya bukan pada akumulasi kapital namun lebih pada kombinasi baru
dari sumber daya yang dimiliki. Entrepreneur berperan dalam menyesuaikan alokasi
sumber daya karena perubahan seperti peningkatan pasokan, penurunan
permintaan, dan kondisi keseimbangan. Pada masa ini muncul istilah creative
destruction-nya Schumpeter yang menggambarkan keterlibatan entrepreneur dalam
inovasi. Entrepreneur menciptakan produk baru, metode produksi baru,
memperkenalkan sumber daya baru, atau bentuk organisasi baru yang kemudian
menyebabkan kondisi lama menjadi usang. Entrepreneur melakukan perubahan
dalam lingkungan dan memberikan respon terhadap perubahan tersebut.
c) Austrian Market Process
Pendekatan ini menekankan pada aktivitas manusia dan memberikan rerangka
konseptual yang lebih kaya pada entrepreneurship. Penekanannya adalah pada
bagaimana menumbuhkan pengetahuan yang dibutuhkan untuk menemukan
peluang dan membuat keputusan yang tepat. Pendekatan ini menjelaskan apabila
pengetahuan dikomunikasikan dalam sistem pasar, misalnya melalui infomasi harga,
maka inovasi akan muncul dan entrepreneur akan memuaskan kebutuhan pasar.
Apabila entrepreneur mengetahui bagaimana menghasilkan produk baru atau cara
yang lebih efektif untuk menghasilkan produk baru, maka manfaat dapat diperoleh
dari pengetahuan ini. Pendekatan neoclassical tidak menjelaskan aktivitas ini.
Austrian market process memandang lingkungan tidak dapat diulangi atau tidak
selalu memberikan keluaran yang sama dalam sistem ekonomi. Enterpeneur
memperoleh insentif dengan menggunakan pengetahuan untuk menghasilkan nilai.
Dibangun berdasarkan ide neoclassical, Austrian market process mendudukkan
entrepreneurship sebagai pendorong sistem pasar.
1.2 Pentingnya Entrepreneurship bagi Suatu Negara
1.2.1 Entrepreneurship memiliki dampak positif bagi suatu perekonomian dan
masyarakat. Salah satu penjelasannya adalah konsep creative destruction-nya
Schumpeter. Dia menjelaskan bahwa entrepreneur mengembangkan produk baru
dan teknologi baru yang kemudian membuat produk dan teknologi saat ini menjadi
usang. Karena produk dan teknologi baru memiliki kinerja yang lebih baik daripada
produk dan teknologi lama, dan keberadaan produk dan teknologi baru
meningkatkan permintaan konsumen, maka proses creative destruction
menstimulasi aktivitas ekonomi. Produk dan teknologi baru juga dapat meningkatkan
produktivitas dari semua elemen dalam masyarakat. Proses creative destruction
tidak hanya terbatas pada produk dan teknologi baru namun juga termasuk teknik
penetapan harga baru, sistem distribusi baru, atau format ritel (retail) yang baru.
Barringerdan Ireland (2006) mengemukakan tiga alasan mengapa perilaku
entrepreneurial memiliki efek positif terhadap kekuatan dan stabilitas ekonomi. Salah
satu dampak terpenting dari entrepreneurship adalah penyediaan lapangan
pekerjaan. Entrepreneurship telah terbukti mampu mengatasi tingkat pengangguran
melalui penciptaan lapangan pekerjaan oleh entrepreneur. Selain diri entrepreneur
sendiri yang tidak menambah angka pengangguran karena entrepreneur
menciptakan pekerjaan dan bukan mencari pekerjaan, entrepreneur marnpu
menciptakan pekerjaan mulai dari untuk beberapa tenaga kerja saja sampai dengan
ribuan pekerjaan.
1.2.2 Inovasi merupakan alasan kedua yang memberikan dampak positif bagi
kekuatan ekonomi dan masyarakat. Inovasi berkaitan dengan proses menciptakan
sesuatu yang baru, dan merupakan isu utama dalam proses entrepreneurial. Inovasi
membantu individu dan bisnis untuk bekerja secara lebih efekif dan efisien.
1.2.3 Alasan ketiga adalah globalisasi. Fenomena ini sangat vital bagi
perekonomian karena menyediakan outlet untuk memasarkan produk ke luar negeri.
Zimmerer et al (2008) menyatakan bahwa peran entrepreneurship dalam
pembangunan ekonomi tidak hanya terbatas pada peningkatan output per kapita
dan pendapatan namun juga sebagai inisiator perubahan dalam struktur bisnis dan
masyarakat. Perubahan ini diikuti oleh pertumbuhan dan peningkatan output yang
memungkinkan kesejahteraan dibagi ke seluruh partisipan. Inovasi merupakan kunci
yang memfasilitasi perlunya perubahan dan pengembangan, inovasi bukan hanya
berperan dalam pengembangan produk baru untuk suatu pasar namun juga
menstimulasi minat investasi pada suatu bisnis. Investasi dan inovasi berperan
penting dalam pembangunan ekonomi suatu area. Proses inilah yang selanjutnya
menstimulasi pertumbuhan ekonomi
Andretsch & Keilbach (2004) mengatakan bahwa entrepreneurship
merupakan mekanisme penting yang mendorong proses seleksi yaitu menciptakan
keragaman pengetahuan yang kemudian berperan penting dalam pertumbuhan
ekonomi. Yang menarik adalah adanya kenyataan bahwa bisnis baru memberikan
kontribusi terhadap keragaman (diversity). Keragaman ini merupakan driving force
pertumbuhan ekonomi. Pengetahuan saja tidak cukup mampu untuk menghasilkan
keragaman. Entrepreneurship berperan dalam mentransformasikan pengetahuan
menjadi keragaman.
Entrepreneurship juga berperan dalam menjembatani ke-senjangan antara
pengetahuan dan pasar, menciptakan bisnis baru, dan membawa produk baru ke
pasar. Aktivitas entrepreneurial mempengaruhi ekonomi dengan membangun dasar
ekonomi dan menyediakan lapangan pekerjaan.
Berbagai penelitian juga memperlihatkan peran entrepreneurship dalam
peningkatan perekonomian suatu negara. Van Stel, Carree & Thurik (2005)
memperlihatkan bahwa aktivitas entrepreneurial mempengaruhi tingkat
pertumbuhan ekonomi. Aktivitas entrepreneurial diukur melalui TEA (total
entrepreneurial activity) yang datanya diperoleh melalui GEM (global
entrepreneurship monitor). GEM memberikan data empiris tentang pengaruh
aktivitas entrepreneurial terhadap tingkat pertumbuhan ekonomi di berbagai negara.
TEA merupakan proporsi orang dewasa dalam usia kerja di suatu negara yang
terlibat dalam proses memulai bisnis baru atau aktif sebagai manajer pemilik dari
perusahaan-perusahaan yang berumur kurang dari 42 bulan.
Frankel (2005) memperlihatkan bahwa entrepreneurship mengakselerasi
pertumbuhan ekonomi karena entrepreneur menciptakan pekerjaan, memfasilitasi
mobilitas sosial, dan memunculkan berbagai kemungkinan positif. Entrepreneurship
mempengaruhi secara positif tingkat produktivitas. Output yang meningkat ini
kemudian mendorong pertumbuhan ekonomi suatu negara.
Dalam konteks Indonesia, Fadel Muhammad, Menteri Kelautan dan
Perikanan, dalam disertasinya memperlihatkan bahwa entrepreneurship dapat
meningkatkan kinerja pemerintah daerah. Pemerintah daerah disarankan untuk tidak
mengutamakan sistem dan prosedur namun lebih berorientasi pada kinerja dan hasil
kerja dengan mengutamakan jiwa dan semangat kewirausahaan. Kinerja yang baik
ini kemudian dapat menjadi salah satu faktor yang mendorong pertumbuhan
perekonomian daerah. (Kompas, 28 Oktober 2007)
Begitu pentingnya entrepreneurship bagi suatu negara sehingga membuat
Serian (2009) mengemukakan pendapat mengenai penting dan perlunya presiden
yang mampu membangun entrepreneurship (Boks 1.1 Mencari Presiden yang
Mampu Membangun Entrepreneurship - Seputar Indonesia, 16 Juni 2009).
1.3 Proses Entrepreneurial
Proses entrepreneurial mencakup empat fase yang berbeda di mana proses
ini mencakup lebih dari sekadar pemecahan masalah dalam manajemen umum.
Seorang entrepreneur harus mencari, mengevaluasi, dan mengembangkan peluang
dengan mengatasi kekuatan-kekuatan yang menghalangi proses kreasi sesuatu
yang baru. Adapun keempat fase dalam proses entrepreneurial adalah (Hisrich ef al
2008) yakni…
(1) identifikasi dan evaluasi peluang,
(2) pengembangan rencana bisnis,
(3) penentuan sumber daya yang dibutuhkan, dan
(4) pengelolaan perusahaan yang dibentuk, seperti disajikan pada Gambar
2.1.
Fase pertama adalah identifikasi dan evaluasi peluang. Fase ini merupakan
fase yang tersulit karena peluang bisnis yang bagus tidak muncul begitu saja namun
merupakan kejelian entrepreneur terhadap lingkungannya. Peluang ini kemudian
perlu dievaluasi. Kegiatan evaluasi merupakan elemen paling kritis dalam proses
entrepreneurial karena melalui kegiatan ini entrepreneur dapat menilai apakah
produk tertentu akan memberikan hasil yang memadai dibandingkan dengan sumber
daya yang diperlukan. Peluang ini juga harus sesuai dengan keterampilan personal
dan tujuan seorang entrepreneur.
Fase kedua adalah mengembangkan rencana bisnis dalam rangka
memanfaatkan peluang. Suatu rencana bisnis diperlukan untuk memanfaatkan
peluang dan menetapkan sumber daya yang diperlukan, memperoleh sumber daya
tersebut, dan mengelola dengan baik usaha yang terbentuk.
Fase ketiga adalah menentukan sumber daya yang diperlukan dalam rangka
memanfaatkan peluang yang ada. Proses ini dimulai dengan menilai sumber daya
yang dimiliki seorang entrepreneur. Langkah selanjutnya adalah berusaha
memperoleh sumber daya yang diperlukan.
Fase terakhir adalah mengevaluasi usaha yang terbentuk. Setelah
memperoleh sumber daya, entrepreneur menggunakan sumber daya ini untuk
mengimplementasikan rencana bisnisnya.
Gambar 2.1 Proses Entrepreneurial
Sumber: Robert D. Hisrich, Michael P. Peter, & Dean A. Shepherd. (2008).
Entrepreneurship, 7th ed. Boston: McGraw Hill, hal 38.
Rangkuman
Entrepreneurship telah berkembang sejak abad ke-11 sebelum Masehi di
Phoenicia kuno namun entrepreneurship sebagai istilah bisnis baru mulai dikenal
pada tahun 1980-an, walaupun istilah entrepreneurship telah muncul pada abad ke-
18 ketika ekonom Perancis Richard Cantillon mengaitkan entrepreneur dengan
aktivitas menanggung risiko dalam perekonomian.
Kata entrepreneur berasal dari bahasa Prancis, entre berarti 'antara' dan
prendre berarti 'mengambil'. Istilah ini menggambarkan orang-orang yang
menciptakan usaha baru dengan menghadapi ketidakpastian dan risiko dengan
maksud untuk mencapai keuntungan dan pertumbuhan usaha melalui
pengidentifikasian peluang yang signifikan dan penggunaan sumber daya yang
diperlukan.
Pendidikan entrepreneurship mulai berkembang sekitar 60-an tahun yang lalu
di Amerika Serikat yang dimulai dengan mata kuliah entrepreneurship pertama yang
diberikan di Harvard Business School pada 1947. Di Indonesia, pendidikan
entrepreneurship mulai bermunculan pada tahun 1980-an dan pada tahun 2000-an
pendidikan entrepreneurship semakin digalakkan di Indonesia.
Identifikasi dan evaluasi peluang
Pengembangan rencana bisnis
Penentuan sumber daya yang dibutuhkan
Pengelolaan perusahaan yangdibentuk
Aliran pemikiran dalam entrepreneurship dapat dibagi menjadi dua kelompok
besar, yaitu Pandangan Makro dan Pandangan Mikro. Pandangan Makro
menjabarkan faktor-faktor yang mempengaruhi sukses gagalnya suatu perusahaan
entrepreneurial sedangkan Pandangan Mikro mengevaluasi faktor-faktor spesifik
pada entrepreneurship. Dari sudut pandang ilmu ekonomi, perkembangan
entrepreneurship dapat ditelusuri mulai dari pendekatan classical, neoclassical
sampai dengan Austrian Market Process (AMP) movement.
Entrepreneurship memiliki dampak positif bagi suatu perekonomian dan
masyarakat terutama terhadap kekuatan dan stabilitas ekonomi. Salah satu dampak
terpenting dari entreprenership adalah penyediaan lapangan pekerjaan.
Entrepreneurship telah terbukti mampu mengatasi tingkat pengangguran melalui
penciptaan lapangan pekerjaan oleh entrepreneur. Selain itu, entrepreneurship juga
dikenal sebagai inisiator perubahan dalam struktur bisnis dan masyarakat.
Entrepreneurship juga berperan dalam menjembatani kesenjangan antara
pengetahuan dan pasar, menciptakan bisnis baru, dan membawa produk baru ke
pasar.
Aktivitas entrepreneurial memengaruhi ekonomi dengan membangun dasar
ekonomi dan menyediakan lapangan pekerjaan. Proses entrepreneurial mencakup
empat fase yang berbeda, yaitu identifikasi dan evaluasi peluang, pengembangan
rencana bisnis, penentuan sumber daya yang dibutuhkan, dan pengelolaan
perusahaan yang dibentuk.