chandra gilbert loda program studi d3...

Download CHANDRA GILBERT LODA PROGRAM STUDI D3 ...digilib.ukh.ac.id/repo/disk1/31/01-gdl-chandragil-1502-1...DAERAH Dr. ARIF ZAINUDDIN SURAKARTA DI SUSUN OLEH : CHANDRA GILBERT LODA NIM.P14068

If you can't read please download the document

Upload: others

Post on 18-Mar-2021

2 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn.K DAN Tn.S

    YANG MENGALAMI ISOLASI SOSIAL DENGAN

    PEMBERIAN STRATEGI PELAKSANAAN 1 SAMPAI 4

    DI RUANG SADEWA RUMAH SAKIT JIWA

    DAERAH Dr. ARIF ZAINUDDIN

    SURAKARTA

    DI SUSUN OLEH :

    CHANDRA GILBERT LODA

    NIM.P14068

    PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN

    SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA

    SURAKARTA

    2017

  • i

    ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn.K DAN Tn.S

    YANG MENGALAMI ISOLASI SOSIAL DENGAN

    PEMBERIAN STRATEGI PELAKSANAAN 1 SAMPAI 4

    DI RUANG SADEWA RUMAH SAKIT JIWA

    DAERAH Dr. ARIF ZAINUDDIN

    SURAKARTA

    Proposal Karya Ilmiah

    Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam Menyelesaikan Program

    Diploma Tiga Keperawatan

    DI SUSUN OLEH :

    CHANDRA GILBERT LODA

    NIM.P14068

    PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN

    SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA

    SURAKARTA

    2017

  • ii

    SURAT PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

    Saya yang bertandatangan dibawah ini :

    Nama : Chandra Gilbert Loda

    NIM : P14068

    Program Studi : D3 Keperawatan

    Judul Karya Tulis Ilmiah : Asuhan Keperawatan Pada Tn.K Dan

    Tn.S Yang Mengalami Isolasi Sosial Dengan

    Pemberian Strategi Pelaksanaan 1 Sampai 4 Di Ruang

    Sadewa Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. Arif Zainuddin

    Surakarta.

    .

    Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Tugas Akhir yang saya tulis ini

    benar-benar hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambilalihan tulisan

    atau pikiran orang lain yang saya akui sebagai tulisan atau pikiran saya sendiri.

    Apabila dikemudian hari dapat dibuktikan bahwa Tugas Akhir ini adalah

    hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut sesuai

    dengan ketentuan akademik yang berlaku.

    Surakarta, Juli 2017

    Yang Membuat pernyataan

    Materai 6000

    CHANDRA GILBERT LODANIM . P14068

  • iii

    MOTTO

    Kesuksesan hanya dapat diraih dengan segala upaya dan usaha yang disertai

    dengan doa, karena sesungguhnya nasib seseorang manusia tidak akan berubah

    dengan sendirinya tanpa berusaha dan percayalah usaha tidak akan mengkhiyanati

    hasil.

  • iv

    LEMBAR PERSETUJUAN

    ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn.K DAN Tn.S YANG

    MENGALAMI ISOLASI SOSIAL DENGAN PEMBERIAN STRATEGI

    PELAKSANAAN 1 SAMPAI 4 DI RUANG SADEWA RUMAH SAKIT JIWA

    DAERAH Dr. ARIF ZAINUDDIN SURAKARTA

    Diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar Ahli MadyaKeperawatn (Amd. Kep.)

    Oleh :

    CHANDRA GILBERT LODA

    P14068

    Surakarta, 25 April 2017

    Menyetujui,

    Pembimbing

    Joko Kismanto S.Kep., Ns

    NIK. 200670020

  • v

    LEMBAR PENETAPAN DEWAN PENGUJI

    Telah Di Uji Pada Tanggal :

    Dewan Penguji :

    Ketua : ( )

    1.

    Anggota : ( )

    2.

  • vi

    HALAMAN PENGESAHAN

    Karya Tulis Ilmiah ini diajukan oleh :

    Nama : Chandra Gilbert Loda

    Nim : P14068

    Program Studi : DIII Keperawatan

    Judul : Asuhan Keperawatan Pada Tn.K Dan Tn.S

    Yang Mengalami Isolasi Sosial Dengan Pemberian Strategi

    Pelaksanaan 1 Sampai 4 Di Ruang Sadewa Rumah Sakit Jiwa

    Daerah Dr. Arif Zainuddin Surakarta.

    Telah diujikan dan dipertahankan dihadapan

    Dewan Penguji Karya Tulis Ilmiah

    Prodi DIII Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta

    Ditetapkan di :

    Hari/Tanggal :

    DEWAN PENGUJI

    Ketua : ( )

    1. Anggota : ( )

    Mengetahui

    Ketua Program Studi DIII Keperawatan

    STIKes Kusuma Husada Surakarta

    Ns. Meri Oktariani, M. Kep

    NIK. 200981037

  • vii

    KATA PENGANTAR

    Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena berkat

    dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah

    dengan judul “Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Isolasi Sosial Rumah

    Sakit Jiwa Daerah Dr. Arif Zainuddin Surakarta”

    Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini penulis banyak mendapat bimbingan

    dan dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis

    mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada yang

    terhormat:

    1. Ns. Wahyu Rima Agustin M.Kep, selaku Ketua STIkes yang telah

    memberikan kesempatan untuk dapat membina ilmu di STIkes Kusuma

    Husada Surakarta.

    2. Ns. Meri Oktariani M.Kep, selaku Ketua Program Studi DIII Keperawatan

    yang telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu di Stikes

    Kusuma Husada Surakarta.

    3. Ns. Erlina Windyastuti. M.Kep, selaku sekretaris Program Studi DIII

    Keperawatan yang telah memberikan kesempatan dan arahan untuk dapat

    menimba ilmu di Stikes Kusuma Husada Surakarta.

    4. Joko Kismanto S.Kep., Ns selaku dosen pembimbing sekaligus sebagai

    penguji yang telah membimbing dengan cermat, memberikan masukan-

    masukan, inspirasi, perasaan nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi

    demi sempurnanya studi kasus ini.

    5. selaku dosen penguji yang telah membimbing

    dengan cermat, memberikan masukan-masukan, inspirasi, perasaan

    nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya studi

    kasus ini.

    6. Semua dosen Program Studi DIII Keperawatan STIKes Kusuma Husada

    Surakarta yang telah memberikan bimbingan dengan sabar dan

    wawasannya serta ilmu yang bermanfaat.

  • viii

    7. Kedua orangtuaku yang selaku menjadi inspirasi dan memberikan

    semangat untuk menyelesaikan pendidikan.

    8. Teman-teman Mahasiswa Program Studi DIII Keperawatan STIKes

    Kusuma Husada Surakarta dan berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan

    satu-persatu, yang telah memberikan dukungan moril dan spiritual.

    Semoga laporan studi kasus ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu

    keperawatan dan kesehatan. Amin.

    Surakarta, 25 April 2017

    Chandra Gilbert Loda

  • ix

    DAFTAR ISI

    Halaman

    HALAMAN JUDUL ................................................................................. i

    PERNYTAAN TIDAK PLAGIATISME ................................................ ii

    MOTTO .................................................................................................... iii

    LEMBAR PERSETUJUAN ..................................................................... iv

    LEMBAR PENETAPAN DEWAN PENGUJI....................................... v

    LEMBAR PENGESAHAN ..................................................................... vi

    KATA PENGANTAR .............................................................................. vii

    DAFTAR ISI.............................................................................................. ix

    DAFTAR GAMBAR................................................................................. xi

    DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................. xii

    BAB I PENDAHULUAN

    1.1 Latar belakang .................................................................... 11.2 Batasan Masalah................................................................. 31.3 Rumusan Masalah ............................................................. 41.4 Tujuan ................................................................................ 41.5 Manfaat .............................................................................. 5

    BAB II TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Konsep Dasar Perilaku Kekerasan ..................................... 72.1.1 Definisi ............................................................................ 72.1.2 Etiologi ............................................................................ 82.1.3 Patofisiologi .................................................................... 122.1.4 Pathway ........................................................................... 132.1.5 Manifestasi Kllinik.......................................................... 132.1.6 Komplikasi ...................................................................... 142.1.7 Pemeriksaan Penunjang................................................... 152.1.8 Penatalaksanaan............................................................... 15

    2.2 Konsep Asuhan Keperawatan ............................................ 182.2.1 Pengkajian ....................................................................... 182.2.2 Masalah Keperawatan ..................................................... 232.2.3 Intervensi ......................................................................... 232.2.4 Implementasi Keperawatan ............................................. 242.2.5 Evaluasi ........................................................................... 25

  • x

    BAB III METODE STUDI KASUS

    3.1 Desain Studi Kasus............................................................. 263.2 Batasan Istilah .................................................................... 263.3 Partisipan............................................................................ 263.4 Lokasi dan Waktu............................................................... 263.5 Pengumpulan Data ............................................................. 273.6 Uji Keabsahan Data............................................................ 283.7 Analisa Data ....................................................................... 283.8 Kesimpulan......................................................................... 29

    BAB IV HASIL

    4.1 Gambaran lokasi pengambilan data ................................... 304.2 Pengkajian .......................................................................... 304.3 Analisa Data ....................................................................... 384.4 Diagnosa Keperawatan....................................................... 294.5 Intervensi Keperawatan...................................................... 41

    BAB V PEMBAHASAN

    5.1 pengkajian .......................................................................... 515.2 Diagnosa Keperawatan....................................................... 625.3 Intervensi ............................................................................ 635.4 Implementasi ...................................................................... 645.5 Evaluasi .............................................................................. 69

    BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

    6.1 Kesimpulan......................................................................... 726.2 Saran................................................................................... 74

    DAFTAR PUSTAKA

    LAMPIRAN

  • xi

    DAFTAR GAMBAR

    Halaman

    1. Gambar 2 Pohon masalah ................................................................ 14

  • xii

    LAMPIRAN

    Lampiran 1. Lembar konsultasi

    Lampiran 2. Daftar riwayat hidup

    Lampiran 3. Lembar audience

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Kesehatan jiwa bukan hanya suatu keadaan tidak gangguan jiwa

    melainkan mengandung berbagai karakteristik yang bersifat positif yang

    menggambarkan keselarasan dan keseimbangan kejiwaan yang

    mencerminkan kedewasaan kepribadian yang bersangkutan. Kesehatan jiwa

    merupakan suatu kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik,

    intelektual, emosional yang optimal dari seseorang, dan perkembangan itu

    selaras dengan perkembangan orang lain. Sehat adalah keadaan yang

    sempurna baik fisik, mental maupun sosial, bukan semata-mata keadaan tanpa

    penyakit atau kelemahan, tidak hanya terbebas dari penyakit serta kelemahan

    atau secukupnya. Gangguan jiwa yaitu suatu sindrom atau pola perilaku yang

    secara klinis bermakna yang berhubungan dengan distres atau penderitaan

    dan menimbulkan gangguan pada satu atau lebih fungsi kehidupan manusia.

    Di era globalisasi akan terjadi berbagai masalah pada masyarakat baik fisik

    maupun kejiwaan. (Keliat, 2011).

    Gambaran menurut penelitian WHO (2009), prevalensi masalah

    kesehatan jiwa saat ini cukup tinggi, sekitar 10% orang dewasa mengalami

    gangguan jiwa saat ini dan 25% penduduk dunia diperkirakan akan

    mengalami gangguan jiwa pada usia tertentu hidupnya. Usia ini biasanya

    terjadi pada dewasa muda antara 18-20 tahun 1% diantaranya adalah

  • 2

    gangguan jiwa berat, potensi seseorang mudah terserang gangguan jiwa

    memang tinggi, setiap saat 450 juta orang diseluruh dunia terkena dampak

    permasalahan jiwa, saraf maupun perilaku. Prevalensi isolasi sosial didunia

    0,1 per mil dengan tanpa memandang perbedaan status sosial atau budaya.

    National Institute of Mental Health gangguan jiwa mencapai 13%

    dari penyakit secara keseluruhan dan diperkirakan akan berkembang menjadi

    25% di tahun 2030. Kejadian tersebut akan memberikan andil meningkatnya

    prevalensi gangguan jiwa dari tahun ke tahun di berbagai Negara.

    Berdasarkan hasil sensus penduduk Amerika Serikat tahun 2004,

    diperkirakan 26,2% penduduk yang berusia 18-30 tahun atau lebih

    mengalami gangguan jiwa, jika prevalensi gangguan jiwa diatas 100 jiwa per

    1000 penduduk dunia, maka berarti di Indonesia mencapai 264 per 1000

    penduduk.

    Indonesia sendiri menurut Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar) tahun

    2013 jumlah seluruh responden dengan tipe gangguan jiwa berat sebanyak

    1,7%. Dengan prevalensi psikosis tertinggi berada di DI Yogyakarta dan

    Aceh masing-masing 2,7 %. Sedangkan yang terendah di Kalimantan barat

    sebanyak 0,7 % dan di Jawa Tengah sebanyak 2,3 %. Prevalensi penduduk

    yang mengalami gangguan mental emosional secara nasional adalah 6,0 %

    (37.728 orang) dari subyek yang dianalisis. Provinsi dengan prevalensi

    gangguan mental emosional tertinggi adalah Sulawesi Tengah (11,6 %),

    sedangkan yang terendah di Lampung (1,2 %) dan untuk di Jawa Tengah

    sebesar (4,7%) (Kemenkes RI, 2013).

  • 3

    Hasil Riset Dasar Kesehatan Nasional Tahun 2007, menyebutkan

    bahwa sebanyak 0,46 per mil masyarakat Indonesia mengalami gangguan

    jiwa berat. Mereka adalah yang diketahui mengidap skizofrenia dan

    mengalami gangguan psikotik berat. Prevalensi gangguan jiwa tertinggi di

    Indonesia terdapat di Provisi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta (24,3%), di

    ikuti Nangroe Aceh Darussalam (18,5%), Sumatra Barat (17,7%), NTB

    (10,9%), Sumatera Selatan (9,2%), dan Jawa Tengah (6,8%). Kebijakan

    Pemerintah dalam menangani pasien gangguan jiwa tercantum dalam

    Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang kesehatan jiwa, disebutkan

    dalam pasal 149 ayat (2) mengatakan bahwa Pemerintah dan masyarakat

    wajib melakukan pengobatan dan perawatan di fasilitas pelayanan kesehatan

    bagi penderita gangguan jiwa yang terlantar, menggelandang, mengancam

    keselamatan dirinya dan mengganggu ketertiban atau keamanan umum,

    termasuk pembiayaan pengobatan dan perawatan penderita gangguan jiwa

    untuk masyarakat miskin (Depkes RI, 2010).

    1.2 Batasan Masalah

    Masalah pada studi kasus ini di batasi pada Asuhan Keperawatan

    pada Tn.K dan Tn.S yang mengalami Isolasi sosial di Rumah Sakit Jiwa

    Daerah dr. Arif Zainuddin Surakarta.

  • 4

    1.3 Rumusan Masalah

    Bagaimanakah Asuhan keperawatan pada Tn.K dan Tn.S dengan

    isolasi sosial di Rumah Sakit Jiwa Daerah dr. Arif Zainuddin Surakarta.

    1.4 Tujuan

    1.4.1 Tujuan umum

    Tujuan penulisan makalah ini adalah agar mahasiswa mampu

    melakukan asuhan keperawatan pada Tn.K dan Tn.S dengan Isolasi

    Sosial di Rumah Sakit Jiwa Daerah dr. Arif Zainuddin Surakarta.

    1.4.2 Tujuan khusus

    Tujuan khusus dan perumusan yang hendak dicapai adalah

    kemampuan untuk:

    a. Mampu melakukan pengkajian pada Tn.K dan Tn.S dengan Isolasi

    Sosial di Rumah Sakit Jiwa Daerah dr. Arif Zainuddin Surakarta.

    b. Mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada Tn.K dan Tn.S

    dengan Isolasi Sosial di Rumah Sakit Jiwa Daerah dr. Arif

    Zainuddin Surakarta.

    c. Mampu menyususn keperawatan pada Tn.K dan Tn.S dengan

    Isolasi Sosial di Rumah Sakit Jiwa Daerah dr. Arif Zainuddin

    Surakarta.

  • 5

    d. Mampu melaksanakan tindakan keperawatan pada Tn.K dan Tn.S

    dengan Isolasi Sosial di Rumah Sakit Jiwa Daerah dr. Arif

    Zainuddin Surakarta.

    e. Mampu melakukan evaluasi pada Tn.K dan Tn.S dengan Isolasi

    Sosial di Rumah Sakit Jiwa Daerah dr. Arif Zainuddin Surakarta.

    1.5 Manfaat Teoritis dan Praktis

    1.5.1 Teoritis

    Proposal ini di harapkan dapat memberikan informasi mengenai

    Isolasi Sosial pada masyarakat umum sehingga masyarakat dapat lebih

    waspada terhadap penyebab dan faktor resiko sehingga dapat mencegah

    terjadinya Isolasi Sosial.

    1.5.2 Praktis

    1. Bagi Penulis

    Sebagai tambahan pengalaman dan pengetahuan bagi penulis

    dalam penerapan ilmu keperawatan jiwa yang telah didapatkan selama

    pendidikan.

    2. Bagi Perawat

    Sebagai masukan bagi perawat pelaksana di Unit Pelayanan

    Keperawatan Jiwa dalam rangka mengambil kebijakan untuk

    meningkatkan mutu pelayanan kesehatan khususnya pada klien yang

    mengalami perubahan proses pikir isolasi sosial.

    3. Bagi Institusi Pendidikan

  • 6

    Sebagai sumber informasi dan bahan bacaan pada kepustakaan

    institusi dalam meningkatkan mutu pendidikan pada masa yang akan

    datang di bidang keperawatan.

    4. Bagi Rumah Sakit

    Hasil ini akan dapat digunakan sebagai data tambahan

    berikutnya yang terkait dengan penerapan strategi pelaksanaan pada

    pasien dengan isolasi sosial untuk meningkatkan kemampuan

    berinteraksi dengan orang lain.

  • 7

    BAB II

    LANDASAN TEORITIS

    2.1 Konsep Dasar Isolasi Sosial

    2.1.1. Definisi Isolasi Sosial

    Isolasi sosial adalah keadaan dimana individu mengalami

    penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan

    orang lain disekitarnya. Klien mungkin merasa ditolak, tidak terima,

    kesepian, dan tidak mampu membina hubungan yang berarti dengan

    orang lain (Deden dan Rusdi,2013,Hal.34 ).

    Isolasi sosial juga merupakan kesepian yang dialami oleh

    individu dan dirasakan saat didorong oleh keberadaan orang lain dan

    sebagai pernyataan negative atau mengancam (Teguh Purwanto, 2012).

    Isolasi sosial adalah suatu gangguan hubungan interpersonal

    yang terjadi akibat adanya kepribadian yang tidak fleksibel yang

    menimbulkan prilaku maladaktif dan mengganggu fungsi seseorang

    dalam hubungan sosial ( Depkes RI, 2010 ).

    Menarik diri adalah suatu keadaan pasien yang mengalami

    ketidakmampuan untuk mengadakan hubungan dengan orang lain atau

    dengan lingkungan di sekitarnya secara wajar dan hidup dalam khayalan

    sendiri yang tidak realistis (Erlinafsiah,2010,Hal.101).

  • 8

    2.1.2. Etiologi

    1) Faktor Predisposisi

    a) Faktor Tumbuh Kembang

    Pada setiap tahapan tumbuh kembang individu ada tugas

    perkembangan yang harus dipenuhi agar tidak terjadi gangguan dalam

    hubungan sosial. Bila tugas-tugas dalam perkembangan ini tidak

    terpenuhi maka akan menghambat fase perkembangan sosial yang

    nantinya akan dapat menimbulkan masalah.

    b) Faktor Komunikasi Dalam Keluarga

    Gangguan komunikasi dalam keluarga merupakan faktor

    pendukung terjadinya gangguan dalam hubungan sosial. Dalam teori

    ini yang termasuk masalah dalam berkomunikasi sehingga

    menimbulkan ketidakjelasan yaitu suatu keadaan dimana seorang

    anggota keluarga menerima pesan yang saling bertentangan dalam

    waktu bersamaan atau ekspresi emosi yang tinggi dalam keluarga

    yang menghambat untuk berhubungan dengan lingkungan di luar

    keluarga.

    c) Faktor Sosial Budaya

    Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari dari lingkungan

    sosial merupakan suatu faktor pendukung terjadinya gangguan dalam

    hubungan sosial. Hal ini di sebabkan oleh norma-norma yang salah

    dianut oleh keluarga, dimana setiap anggota yang tidak produktif

  • 9

    seperti usia lanjut, penyakit kronis, dan penyandang cacat diasingkan

    dari lingkungan sosialnya.

    d) Faktor Biologis

    Organ tubuh yang dapat mempengaruhi terjadinya gangguan

    hubungan social adalah otak, misalnya pada klien Isolasi sosial yang

    mengalami masalah dalam hubungan social memiliki struktur yang

    abnormal pada otak seperti atropi otak, serta perubahan ukuran dan

    bentuk sel-sel.

    2) Faktor Presipitasi

    a) Faktor Eksternal

    Contohnya adalah stressor sosial budaya, yaitu stress yang

    ditimbulkan oleh faktor sosial budaya seperti keluarga.

    b) Faktor Internal

    Contohnya adalah stressor psikologis, yaitu stress terjadi

    akibat ansietas atau kecemasan yang berkepanjangan dan terjadi

    bersamaan dengan keterbatasan kemampuan individu untuk

    mengatasinya (Ade Herman Surya Direja,2011,Hal.123).

    3) Perilaku

    Perilaku pada klien gangguan social menarik diri yaitu: kurang

    sopan, apatis, sedih, afek tumpul, kurang perawatan diri, komunikasi

    verbal turun, menyendiri, kurang peka terhadap lingkungan, kurang

  • 10

    energy, harga diri rendah dan sikap tidur seperti janin saat tidur.

    Sedangkan perilaku pada gangguan sosial curiga meliputi tidak

    mempercayai orang lain, sikap bermusuhan, mengisolasi diri dan paranoia.

    Kemudian perilaku pada klien dengan gangguan social manipulasi adalah

    kurang asertif, mengisolasi diri dari lingkungan, harga diri rendah, dan

    sangat tergantung pada orang lain (Sujono Riyadi dan Teguh

    Purwanto,2013,Hal.157).

    4) Rentang Respon

    Rentang respon berhubungan dapat berfluktuasi dari respons

    berhubungan adaktif samapai maladaktif

    Respon Adaktif Respon Maladaktif

    Menyendiri/solitude Merasa sendiri Manipulasi

    Otonomi Menarik diri Impulsif

    Bekerja sama Tergantung Narcissm

    Saling tergantung

    (interdependen)

    Gambaran 2.1 Rentang Respon(Rusdi, 2013)

    Keterangan :

    1. Respon Adaktif

  • 11

    Respon individu dalam menyelesaikan masalah yang masih dapat

    di terima oleh norma-norma sosial dan budaya yang umum berlaku ( masih

    dalam batas normal ), meliputi:

    a) Menyendiri/solitude

    Respon seseorang untuk merenungkan apa yang telah

    dilakukan dilingkungan sosial dan juga suatu cara mengevaluasi diri

    untuk menentukan langkah berikutnya.

    b) Otonomi

    Kemampuang individu menentukan dan menyampaikan ide,

    pikiran, dan perasaan dalam hubungan sosial.

    c) Bekerja Sama

    Kondisi hubungan interpersonal dimana individu mampu

    untuk saling member dan menerima.

    d) Saling Tergantung (interdependen)

    Suatu hubungan saling tergantung antar individu dengan

    orang lain dalam membina hubungan interpersonal.

    2. Respon Maladaptif

    Respon individu dalam penyelesaianmasalah menyimpang dari

    norma-norma sosial dan budaya lingkungannya, meliputi:

    a) Manipulasi

  • 12

    Orang lain diperlakukan sebagai objek, hubungan terpusat

    pada masalah pengendalian orang lain dan individu cenderung

    berorientasi pada diri sendiri atau tujuan, bukan pada orang lain.

    b) Implusif

    Tidak mampu merencanakan sesuatu, tidak mampu belajar dari

    pengalaman, dan tidak dapaat diandalkan.

    c) Narkisme

    Harga diri yang rapuh, secara terus-menerus berusaha

    mendapatkan penghargaan dan pujian, sikap egosentris, pencemburu,

    marah jika orang lain tidak mendukung (Deden Dermawan

    Rusdi,2013,Hal.35).

    2.1.3. Patofisiologi

    Menurut Stuart and Sundeen (2012). Salah satu gangguan

    berhubungan sosial diantaranya perilaku menarik diri atau isolasi social

    yang disebabkan oleh perasaan tidak berharga, yang bias dialami klien

    dengan latar belakang yang penuh dengan permasalahan, ketegangan,

    kekecewaan dan kecemasan.

    Perasaan tidak berharga menyebabkan klien makin sulit dalam

    mengembangan hubungan dengan orang lain. Akibatnya klien menjadi

  • 13

    regresi atau mundur, mengalami penurunan dalam aktifitas dan kurangnya

    perhatian terhadap penampilan dan kebersihan diri.

    Klien semakin tenggelam dalam perjalanan dan tingkah laku masa

    lalu serta tingkah laku primitive antara lain pembicaraan yang autistic dan

    tingkah laku yang tidak sesuai dengan kenyataan, sehingga berakibat lanjut

    menjadi halusinasi (Ernawati Dalami dkk,,2012,Hal.10).

    2.1.4. Pathway

    Gambar 2.2 Pathway Isolasi Sosial(Dermawan, 2013)

    2.1.5. Manifestasi Klinis

    1. Tanda dan Gejala

    Observasi yang dilakukan pada klien dengan isolasi social

    akan ditemukan data objektif meliputi apatis, ekspresi wajah sedih, afek

    tumpul, menghindar dari orang lain, klien tampak memisahkan diri dari

    orang lain, komunikasi kurang, klien tampak tidak bercakap-cakap

  • 14

    dengan klien lain atau perawat, tidak ada kontak mata atau kontak mata

    kurang, klien lebih sering menunduk, berdiam diri dikamar. Menolak

    berhubungan dengan orang lain, tidak melakukan kegiatan sehari-hari,

    meniru posisi janin pada saat lahir, sedangkan untuk data Subjektif

    sukar didapat, jika klien menolak komunikasi, beberapa data subjektif

    adalah menjawab dengan singkat dengan kata-kata “tidak, “ya” dan

    tidak tahu”.

    2. Mekanisme Koping

    Individu yang mengalami respon social maladaktif

    menggunakan berbagai mekanisme dalam upaya untuk mengatasi

    ansietas. Mekanisme tersebut berkaitan dengan dua jenis masalah

    hubungan yang spesifik (Gail,W Stuart 2011).

    Koping yang berhubungan dengan gangguan kepribadian

    antisocial antara lain proyeksi, splitting dan merendahkan orang lain,

    koping yang berhubungan dengan gangguan kepribadian ambang

    splitting, formasi reaksi, proyeksi, isolasi, idealisasi orang lain,

    merendahkan orang lain dan identifikasi proyeksi.

    3. Sumber koping

    Menurut Gail W. Stuart 2011, sumber koping berhubungan

    dengan respon social mal-adaptif meliputi keterlibatan dalam hubungan

    keluarga yang luasan teman, hubungan dengan hewan peliharaan dan

    penggunaan kreatifitas untuk mengekspresikan stress interpersonal

  • 15

    misalnya kesenian, music atau tulisan (Ernawati Dalami

    dkk,2013,Hal.10).

    2.1.6. Komplikasi

    Klien dengan isolasi sosial semakin tenggelam dalam perjalanan

    dan tingkah laku masa lalu primitive antara lain pembicaraan yang autistic

    dan tingkah laku yang tidak sesuai dengan kenyataan, sehingga berakibat

    lanjut menjadi resiko gangguan sensori persepsi: halusinasi, mencederai

    diri sendiri, orang lain serta lingkungan dan penurunan aktivitas sehingga

    dapat menyebabkan defisit perawatan diri (Deden Dermawan dan

    Rusdi,2013,Hal.40).

    2.1.7 Pemeriksaan Penunjang

    1. Minnesolla Multiphasic Personality Inventory (MMPI)

    Adalah suatu bentuk pengujian yang dilakukan oleh psikiater dan

    psikolog dalam menentukan kepribadian seseorang yang terdiri dari 556

    pernyataan benar atau salah.

    2. Elektroensefalografik (EEG)

    Suatu pemeriksaan dalam psikiatri untuk membantu membedakan antara

    etiologi fungsional dan organik dalam kelainan mental.

    3. Test laboratorium kromosom darah untuk mengetahui apakah gangguan

    jiwa disebabkan oleh genetik.

  • 16

    4. Rontgen kepala untuk mengetahui apakah gangguan jiwa disebabkan

    kelainan struktur anatomi tubuh.

    2.1.8. Penatalaksanaan

    1. Obat anti psikotik

    a. Clorpromazine (CPZ)

    Indikasi: Untuk syndrome psikosis yaitu berdaya berat dalam

    kemampuan menilai realitas, kesadaran diri terganggu, daya nilai

    norma sosial dan tilik diri terganggu, berdaya berat dalam fungsi -

    fungsi mental: waham, halusinasi, gangguan perasaan dan perilaku

    yang aneh atau, tidak terkendali, berdaya berat dalam fungsi

    kehidupan sehari -hari, tidak mampu bekerja, hubungan sosial dan

    melakukan kegiatan rutin.

    Efek samping: Sedasi, gangguan otonomik (hipotensi,

    antikolinergik/ parasimpatik, mulut kering, kesulitan dalam miksi, dan

    defikasi, hidung tersumbat, mata kabur, tekanan intra okuler

    meninggi, gangguan irama jantung), gangguan ekstra piramidal

    (distonia akut, akatshia, sindromaparkinson/tremor, bradikinesia

    rigiditas), gangguan endokrin, metabolik, hematologik, agranulosis,

    biasanya untuk pemakaian jangka panjang.

    b. Haloperidol (HLD)

    Indikasi: Berdaya berat dalam kemampuan menilai realita

    dalam fungsi netral serta dalam fungsi kehidupan sehari –hari.

  • 17

    Efek samping: Sedasi dan inhibisi psikomotor, gangguan

    otonomik (hipotensi, antikolinergik/parasimpatik, mulut kering,

    kesulitan miksi dan defikasi, hidung tersumbat, mata kabur, tekanan

    intraokuler meninggi, gangguan irama jantung).

    c. Trihexy phenidyl (THP)

    Indikasi:Segala jenis penyakit parkinson,termasuk paska

    ensepalitis dan idiopatik,sindrom parkinson akibat obat misalnya

    reserpin dan fenotiazine.

    Efek samping: Sedasi dan inhibisi psikomotor Gangguan

    otonomik (hypertensi, anti kolinergik/ parasimpatik, mulut kering,

    kesulitanmiksi dan defikasi, hidung tersumbat, mata kabur, tekanan

    intra oluker meninggi, gangguan irama jantung)

    2. Therapy Farmakologi

    3. Electro Convulsive Therapi

    Electro Convulsive Therapi (ECT) atau yang lebih dikenal

    dengan Elektroshock adalah suatu terapi psikiatri yang menggunakan

    energy shock listrik dalam usaha pengobatannya. Biasanya ECT

    ditujukan untuk terapi pasien gangguan jiwa yang tidak berespon kepada

    obat psikiatri pada dosis terapinya. ECT pertama kali diperkenalkan oleh

    2 orang neurologist italia Ugo Cerletti dan Lucio Bini pada tahun 1930.

    Diperkirakan hampir 1 juta orang didunia mendapat terapi ECT setiap

    tahunnya dengan intensitas antara 2-3 kali seminggu.

  • 18

    ECT bertujuan untuk menginduksi suatu kejang klonik yang

    dapat memberi efek terapi (Therapeutic Clonic Seizure) setidaknya 15

    detik. Kejang yang dimaksud adalah suatu kejang dimana seseorang

    kehilangan kesadarannya dan mengalami rejatan. Tentang mekanisme

    pasti dari kerja ECT sampai saat ini masih belum dapat dijelaskan dengan

    memuaskan. Namun beberapa penelitian menunjukkan kalau ECT dapat

    meningkatkan kadar serum Brain-Derived Neurotrophic Factor (BDNF)

    pada pasien depresi yang tidak responsive terhadap terapi farmakologis.

    4. Terapi Kelompok

    Therapy kelompok merupakan suatu psikotherapy yang

    dilakukan sekelompok pasien bersama-sama dengan jalan berdiskusi satu

    sama lain yang dipimpin atau diarahkan oleh seorang therapist atau

    petugas kesehatan jiwa. Therapy ini bertujuan memberi stimulus bagi

    klien dengan ganggua interpersonal.

    5. Terapi Lingkungan

    Manusia tidak dapat dipisahkan dari lingkungan sehingga aspek

    lingkungan harus mendapat perhatian khusus dalam kaitannya untuk

    menjaga dan memelihara kesehatan manusia. Lingkungan berkaitan erat

    dengan stimulus psikologi seseorang yang akan berdampak pada

    kesembuhan, karena lingkungan tersebut akan memberikan dampak baik

    pada kondisi fisik maupun kondisi psikologis seseorang (Deden

    Dermawan dan Rusdi,2013,Hal..40).

  • 19

    2.2 Konsep Asuhan Keperawatan

    2.2.1 Pengkajian

    a. Faktor Predisposisi

    Faktor-faktor predisposisi terjadinya gangguan hubungan sosial,

    adalah:

    1. Faktor Perkembangan

    Pada setiap tahapan tumbuh kembang individu ada tugas

    perkembangan yang harus dilalui individu dengan sukses agar

    tidak terjadi gangguan dalam hubungan sosial. Tugas

    perkembangan pada masing-masing tahap tumbuh kembang ini

    memiliki karakteristik sendiri. Apabila tugas ini tidak terpenuhi,

    akan mencetuskan seseorang sehingga mempunyai masalah

    respon sosial maladaptif.

    System keluarga yang terganggu dapat menunjang perkembangan

    respon social maladaktif. Beberapa orang percaya bahwa individu

    yang mempunyai masalah ini adalah orang yang tidak berhasil

    memisahkan dirinya dan orang tua. Norma keluarga yang tidak

    mendukung hubungan keluarga dengan pihak lain diluar keluarga.

    2. Faktor Biologis

    Genetic merupakan salah satu factor pendukung gangguan jiwa.

    Berdasarkan hasil penelitian, pada penderita isolasi sosial 8%

    kelainan pada struktur otak, seperti atrofi, pembesaran ventrikel,

  • 20

    penurunan berat dan volume otak serta perubahan struktur lmbik

    diduga dapat menyebabkan skizofrenia.

    3. Faktor Sosial Budaya

    Isolasi sosial merupakan faktor dalam gangguan berhubungan. Ini

    akibat dan norma yang tidak mendukung pendekatan terhadap

    orang lain, atau tidak menghargai anggota masyarakat yang tidak

    produktif, seperti lansia, orang cacat, dan penyakit kronik. Isolasi

    dapat terjadi karena mengadopsi norma, perilaku, dan system nilai

    yang berbeda dan kelompok budaya mayoritas. Harapan yang

    tidak realistis terhadap hubungan merupakan factor lain yang

    berkaitan dengan gangguan ini.

    4. Faktor Komunikasi Dalam Keluarga

    Gangguan komunikasi dalam keluarga merupakan factor

    pendukung untuk terjadinya gangguan dalam berhubungan sosial.

    Dalam teori ini termasuk masalah komunikasi yang tidak jelas

    yaitu suatu keadaan dimana seseorang anggota keluarga

    menerima pesan yang saling bertentangan dalam waktu

    bersamaan, ekspresi emosi yang tinggi dalam keluarga yang

    menghambat untuk berhubungan dengan lingkungan di luar

    keluarga.

    b. Stressor Presipitasi

    Stressor presipitasi umumnya mencakup kejadian kehidupan

    yang penuh stress sperti kehilangan, yang mempengaruhi kemampuan

  • 21

    individu untuk berhubungan dengan orang lain dan menyebabkan

    ansietas. Stressor presipitasi dapat dikelompokkan dalam kategori :

    1. Stressor Sosial Budaya

    Stress dapat ditimbulkan oleh beberapa factor antara factor lain

    dan factor keluarga seperti menurunnya stabilitas unit keluarga

    dan berpisah dari orang yang berarti dalam kehidupannya,

    misalnya dirawat di rumah sakit.

    2. Stressor Psikologis

    Tingkat kecemasan yang berat akan menyebabkan menurunnya

    kemampuan individu untuk berhubungan dengan orang lain.

    Intensitas kecemasan yang ekstrim dan memanjang disertai

    terbatasnya kemampuan individu mengatasi masalah diyakini

    akan menimbulkan berbagai masalah gangguan berhubungan

    (isolasi sosial).

    c. Perilaku

    Adapun perilaku yang bisa mucul pada isolasi sosial berupa :

    kurang spontan, apatis (kurang acuh terhadap lingkungan), ekspresi

    wajah kurang berseri (ekspresi sedih), afek tumpul. Tidak merawat

    dan memperhatikan kebersihan diri, komunikasi verbal menurun atau

    tidak ada. Klien tidak bercakap-cakap dengan klien lain atau perawat,

    mengisolasi diri (menyendiri). Klien tampak memisahkan diri dan

    orang lain, tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan sekitar.

    Pemasukan makanan dan minuman terganggu, retensi urine dan feses,

  • 22

    aktivitas menurun, kurang energi (tenaga), harga diri rendah, posisi

    janin saat tidur, menolak hubungan dengan orang lain. Klien

    memutuskan percakapan atau pergi jika diajak bercakap-cakap.

    d. Sumber Koping

    Sumber koping yang berhubungan dengan respon sosial

    maladaktif termasuk : keterlibatan dalam berhubungan yang luas di

    dalam keluarga maupun teman, menggunakan kreativitas untuk

    mengekspresikan stress interpersonal seperti kesenian, music, atau

    tulisan.

    e. Mekanisme Defensif

    Mekanisme yang digunakan klien sebagai usaha mengatasi

    kecemasan yang merupakan suatu kesepian nyata yang mengancam

    dirinya. Mekanisme yang sering digunakan pada isolasi sosial adalah

    regresi, represi, dan isolasi.

    1. Regresi adalah mundur kemasa perkembangan yang telah lain

    2. Represi adalah perasaan-perasaan dan pikiran-pikiran yang tidak

    dapat diterima, secara sadar dibendung supaya jangan tiba di

    kesadaran.

    3. Isolasi adalah mekanisme mental tidak sadar yang

    mengakibatkan timbulnya kegagalan defensif dalam

    menghubungkan perilaku dengan motivasi atau pertentangan

  • 23

    antara sikap dan perilaku (Mukhripah Damaiyanti dan

    Iskandar,2012,Hal.82).

    Untuk mengkaji pasien isolasi sosial, kita dapat

    menggunakan wawancara dan observasi kepada pasien dan keluarga.

    f. Tanda dan Gejala

    a. Gejala Subjektif :

    1) Klien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak oleh orang

    lain.

    2) Klien merasa tidak aman berada dengan orang lain.

    3) Respons verbal kurang dan sangat singkat.

    4) Klien mengatakan hubungan yang tidak berarti dengan orang

    lain.

    5) Klien merasa bosan dan lambat menghabiskan waktu.

    6) Klien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan.

    7) Klien merasa tidak berguna

    8) Klien tidak yakin dapat melangsungkan hidup.

    9) Klien merasa ditolak.

    b. Gejala Objektif :

    1) Klien banyak diam dan tidak mau bicara.

    2) Tidak mengikuti kegiatan.

    3) Banyak berdiam diri dikamar.

    4) Klien menyendiri dan tidak mau berinteraksi dengan orang

    yang terdekat.

  • 24

    5) Klien tampak sedih, ekspresi datar dan dangkal.

    6) Kontak mata kurang.

    7) Kurang spontan.

    8) Apatis (acuh terhadap lingkungan).

    9) Ekspresi wajah kurang berseri.

    10) Tidak merawat diri dan tidak memperhatikan kebersihan diri.

    11) Mengisolasi diri.

    12) Tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan sekitarnya.

    13) Masukan makan dan minuman terganggu.

    14) Aktivitas menurun.

    15) Kurang energy (tenaga).

    16) Rendah diri.

    17) Postur tubuh berubah, misalnya sikap fectus/janin (khususnya

    pada posisi tidur) (Iyus Yosep,2011,Hal.231).

    2.2.2 Masalah Keperawatan

    1. Isolasi Sosial

    2.2.3 Intervensi

    Diagnosa : Isolasi Sosial

    Tujuan : Klien dapat membina hubungan saling percaya

    Intervensi : 1. Bina hubungan saling percaya dengan mengungkapkan

    prinsip komunikasi Terapeutik

  • 25

    2. Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal

    3. Perkenalkan diri dengan sopan

    4. Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang

    disukai klien

    5. Jelaskan tujuan pertemuan

    6. Jujur dan menepati janji

    7. Tunjukkan sifat empati dari menerima klien apa adanya

    8. Beri perhatian kepada klien dan perhatikan kebutuhan

    dasar klien

    Rasional : Hubungan saling percaya merupakan dasar untuk kelancaran

    hubungan interaksi selanjutnya (Mukhripah Damaiyanti dan

    Iskandar,2012,Hal.86).

    2.2.4 IMPLEMENTASI

    Diagnosa : Isolasi Sosial

    1. Mengidentifikasi penyebab isolasi sosial

    2. Berdiskusi dengan klien tentang keuntungan bila berhubungan dengan

    orang lain

    3. Berdiskusi dengan klien tentang kerugian bila tidak berhubungan

    dengan orang lain

    4. Mengajarkan klien cara berkenalan

    5. Menganjurkan klien memasukkan kegiatan latihan berkenalan ke

    dalam kegiatan harian

    (Damaiyanti, 2012).

    5. EVALUASI

    Diagnosa : Isolasi Sosial

  • 26

    Ekspresi wajah bersahabat menunjukkan rasa senang, ada kontak mata,

    mau berjabat tangan, mau menjawab salam, klien mau berdampingan dengan

    perawat, mau mengutarakan masalah yang dihadapi (Damaiyanti, 2012).

  • 26

    BAB III

    METODE STUDI KASUS

    3.1 Desain Studi Kasus

    Studi kasus merupakan metode pengumpulan data secara

    komprehensif yang meliputi aspek fisik dan psikologis individu, dengan tujuan

    memperoleh pemahaman secara mendalam. Studi kasus ini adalah studi untuk

    mengeksplorasi masalah asuhan keperawatan pada pasien yang mengalami

    Isolasi Sosial.

    3.2 Batasan Masalah

    Asuhan keperawatan pada pasien yang mengalami Isolasi Sosial maka

    penyusun studi kasus harus menjabarkan tentang konsep Isolasi Sosial.

    Batasan istilah disusun secara naratif dan apabila diperlukan tambahan

    informasi kualitatif sebagai penciri dari batasan yang dibuat penulis.

    3.3 Partisipan

    Subyek studi dalam kasus ini adalah pasien yang mengalami Isolasi

    Sosial di Rumah Sakit dr. Arif Zainudin Surakarta.

    3.4 Lokasi dan Waktu

    Pada kasus ini tempat pengambilan kasus dilakukan di Rumah Sakit

    dr. Arif Zainudin Surakarta dan waktu pelaksanaan studi kasus ini secara

    keseluruhan membutuhkan waktu 2 minggu dari tanggal 22 Mei 2017 – 3

    Juni 2017.

  • 27

    3.5 Pengumpulan Data

    Sehubungan dengan pendekatan penelitian diatas, teknik

    pengumpulan data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah

    penelitian lapangan (field research), dilakukan dengan cara mengunjungi

    langsung ke objek penelitian yaitu Rumah Sakit dr. Arif Zainudin. Metode

    pengumpulan data yang digunakan adalah :

    1. Teknik pengumpulan data primer

    Pengumpulan data yang dilakukan secara langsung pada lokasi penelitian

    atau objek yang diteliti. Dalam hal ini data diperoleh dengan cara-cara

    sebagai berikut:

    a. Observasi adalah melakukan pengamatan secara langsung pada

    objek penelitian terhadap pasien yang mengalami masalah Isolasi

    Sosial.

    b. Wawancara adalah melakukan tanya-jawab dengan pihak-pihak

    yang berhubungan dengan masalah penelitian wawancara

    dinyatakan sebagai suatu percakapan dengan bertujuan untuk

    memperoleh kontruksi yang terjadi sekarang tentang orang,

    kejadian, aktivitas, organisasi, perasaan, motivasi, pengakuan,

    kerisauan dan sebagainya. peneliti melakukan pengkajian terhadap

    pasien ( hasil pengkajian berisi tentang identitas klien, alasan

    masuk, faktor predisposisi dan lain-lain) sumber data dari klien,

    keluarga dan perawat lainnya.

  • 28

    2. Teknik pengumpulan data sekunder merupakan teknik pengumpulan data

    yang dilakukan melalui studi bahan-bahan kepustakaan yang perlu untuk

    mendukung data primer (data lain yang relevan). Pengumpulan data

    sekunder dapat dilakukan dengan instrumen sebagai berikut:

    a. Studi Kepustakaan (Library research) adalah pengumpulan data

    yang dilakukan dari buku-buku, karya ilmiah, pendapat ahli yang

    memiliki relevansi dengan masalah yang diteliti.

    b. Studi Dokumentasi (Documentary) adalah pengumpulan data yang

    diperoleh dengan menggunakan catatan-catatan tertulis yang ada di

    lokasi penelitian serta sumber-sumber lain yang menyangkut

    masalah diteliti dengan instansi yang terkait.

    3.6 Uji Keabsahan Data

    Uji keabsahan data dimaksud dengan mengambil data baru (here and

    now) dengan menggunakan instrumen pengkajian yang sesuai sehingga

    menghasilkan data dengan validitas tinggi. Pengkajian menggunakan klien,

    perawat dan keluarga klien sebagai sumber informasi dan sumber

    dokumentasi. Menegakkan diagnosa NANDA keperawatan intervensi NIC

    NOC, implementasi strategi pelaksanaan (SP), evaluasi dengan menggunakan

    evaluasi formatif dan evaluasi surmatif.

    3.7 Analisa Data

    Setelah melakukan asuhan keperawatan akan dilakukan analisa data

    dengan metode membandingkan antara tindakan yang dilakukan dengan

    jurnal penelitian dan teori didalam buku.

  • 29

    1. Pengumpulan Data

    Data dikumpulkan dari hasil wawancara, observasi dan dokumentasi.

    Hasil ditulis dalam bentuk transkip (catatan terstruktur).

    2. Mereduksi Data

    Data hasil wawancara yang terkumpul dalam bentuk catatan lapangan

    dijadikan satu dalam bentuk transkip dan dikelompokkan menjadi data

    subjektif dan objektif dianalisis berdasarkan hasil pemeriksaan diagnostik

    kemudian dibandingkan nilai normal.

    3. Penyajian Data

    Penyajian data dapat dilakukan dengan tabel, gambar, bagan maupun

    teks naratif. Kerahasiaan dari klien dijamin dengan jalan mengaburkan

    identitas dari klien.

    3.8 Kesimpulan

    Dari data yang disajikan kemudian data dibahas dan dibandingkan

    dengan Isolasi kesehatan. Penarikan kesimpulan dilakukan dengan metode

    induksi. Data yang dikumpulkan terkait dengan data pengkajian, diagnosis,

    perencanaan, tindakan dan evaluasi.

  • 30

    BAB IV

    HASIL

    4.1 Gambaran lokasi pengambilan data

    Pengambilan data ini dilakukan di rumah sakit dr. Arif Zainudin Surakarta.

    Pasien dirawat di ruang Sadewa dengan kondisi ruangan yang bersih serta

    lebih dekat dengan perawat ruangan. Situasi yang cukup aman bagi pasien

    dan perawat ruangan. Di dapatkan 2 data pasien bernama Tn. K dan Tn. S.

    4.2 Pengkajian

    1. Identitas Klien

    IDENTITAS KLIEN KLIEN 1 KLIEN 2InisialUmurJenis KelaminNo. RMRuang RawatTanggal DirawatTanggal PengkajianInforman

    Tn. K37 tahunLaki-laki0469xxSadewa27 april 201722 mei 2017Klien dan keluarga

    Tn. S28 tahunLaki-laki0371xxSadewa23 april 201722 mei 2017Klien dan keluarga

  • 31

    2. Alasan Masuk

    KLIEN 1 KLIEN 2ALASAN MASUK Keluarga klien mengatakan

    alasan klien dibawa ke RSJDdr. Arif Zainudin Surakartakarena klien di rumah seringmengurung diri, tidak maumakan dan kurangbersosialisasi baik denganorang yang berada dirumahnya dan tetanggasekitar. Klien tidak maubicara, tidak mau makan,tidak mau mandi karenatemannya telah merebutpacarnya. Pada saat dilakukan pengkajian tanggal30 mei 2017 klien tampakberdiam diri, menundukkankepala dan tidak mau bicara.

    klien dibawa ke RSJSurakarta karena klien seringmenyendiri, tidak pernahberinteraksi dengan oranglain, tidak bisa tidur, tidakmau makan, tidak maumandi. klien mengurung diri,di kamar, tidak mau bicarakarena merasa di PHK daritempat kerjanya. Saatdilakukan pengkajian tanggal27 mei 2017, klien banyakdiam, tidak mau bicara,menundukkan kepala.

    3. Faktor Predisposisi dan Faktor Presipitasi

    KLIEN 1 KLIEN 2Faktor predisposisi Klien sudah 2 kali masuk

    rumah jiwa pada tahun 2015dan 2017. Pengobatan kliensebelumnya berhasil danklien sempat bekerja sebagaipenjual tissue galon. Klienpernah di aniaya fisik padasaat klien berumur 35 tahun.Klien juga pernah pukultetangganya pada saat klienberumur 36 tahun. Keluargaklien tidak ada yangmengalami gangguan jiwa.

    Gangguan jiwa ini sudahdialami klien pada tahun2014 dan sudah pernahdirawat di rumah sakit jiwa.Klien sudah dibawa pulangke rumah tapi tidak pernah dikontrol sehingga kambuhlagi dan saat ini di bawakembali pada tanggal 23april 2017. Pengobatan kliensebelumnya kurang berhasil.Klien tidak pernahmengalami aniaya fisik,aniaya seksual, penolakan,kekerasan dalam keluargadan tindakan kriminal.Anggota keluarga klien tidakada yang mengalamigangguan jiwa

    Faktor presipitasi Faktor pancetus terjadinyagangguan jiwa yaitu karenatemannya telah merebutpacarnya.

    Faktor pancetus terjadinyagangguan jiwa yaitu karenadi PHK dari tempat kerjanya

  • 32

    4. Fisik

    FISIK KLIEN 1 KLIEN 21. TTV

    NadiTekanan darahRRSuhu

    2. UkurTinggi badanBerat badan

    3. Keluhan FisikMasalah keperawatan

    96x/ menit120/80 mmhg20x/ menit37o C

    158 cm45 kgTidak adaTidak ada

    84x/ menit120/80 mmhg20x/ menit36o C

    158 cm45 kgTidak adaTidak ada

    5. Psikososial

    PSIKOSOSIAL KLIEN 1 KLIEN 21. Genogram

    Penjelasan

    Masalahkeperawatan

    2. Konsep diria. Gambaran diri

    b. Identitas

    c. Peran

    d. Ideal diri

    Klien mengatakan klienanak ke 5 dari 6 bersaudara.Klien juga belum menikahdan tinggal serumah denganbapak, kakak, dan adiknya.

    Tidak ada

    Klien mengatakan bagiantubuh yang paling disukaiadalah mata, karena katatetangganya mata pasienbagus. Bagian tubuh yangtidak disukai adalah wajahdan rambut, karena katapasien kalau wajahnya jelekdan rambutnya botak.

    Klien seorang laki-laki danklien juga belum menikah.

    Klien mengatakan klienanak ke 5 dari 6 bersaudaradan klien bekerja sebagaipenjual tissue galon.

    Pasien mengatakan ingincepat sembuh danberkumpul dengan

    Pasien tinggal serumahdengan orang tuanya dankakak serta adiknya.

    Tidak ada

    Klien mengatakan menyukaisemua anggota tubuhnya.

    Klien mengatakan belummenikah, klien anak ke 3dari 4 bersaudara.

    Klien mengatakan orang tuamencari nafkah, namunsemenjak ia masuk RSJ,klien tidak mempedulikanperannya.

    Klien mengatakan ingincepat pulang dan kerja.

  • 33

    e. Harga diri

    Masalah keperawatan

    3. Hubungan sosial

    Masalah keperawatan

    4. Spirituala. Nilai dan

    keyakinan.

    b. Kegiatanibadah.

    Masalah keperawatan

    keluarganya serta pasienbisa kerja lagi dan menikah.

    Klien mengatakan malukepada tetangga karenapasien di bawa ke rumahsakit jiwa.

    Harga diri rendah.

    Klien mengatakan orangyang paling dekat adalahibu. Klien klien tidakmempunyai peran sertadalam kegiatan kelompokmasyarakat karena klienmalu dan minder jika dirinyadianggap orang stresssehingga klien tidak maubergaul.

    Isolasi sosial

    Klien mengatakan bahwa iatidak mengalami gangguanjiwa, klien meyakini dirinyasehat.

    Klien mengatakan diadirumah maupun RSJ tetapmelakukan sholat 5 waktu.

    Tidak ada.

    Klien mengatakan merasasedih ketika ia berhenti daripekerjaan sehingga klienmerasa tidak berhargakarena tidak mampumembantu orang tuanya.Klien menyendiri dikamardan tidak berinteraksidengan orang lain.

    Harga diri rendah.

    Klien mengatakan orangterdekat adalah ibu. Klienmengatakan jarangmengikuti kegiatankelompok/masyarakatkarena klien malu jikadirinya di anggap orangstress. Klien mengatakanmales berhubungan denganorang lain.

    Isolasi sosial

    Klien mengatakan bahwa iatidak mengalami gangguanjiwa, klien meyakini dirinyasehat.

    Klien mengatakan jarangmelakukan ibadah 5 waktu.

    Gangguan spiritual.

    6. Status Mental

    STATUS MENTAL KLIEN 1 KLIEN 21. Penampilan

    Masalah keperawatan

    2. Pembicaraan

    Penampilan klien rapi,pakaian bersih dan digantisetiap hari dan berpakaiansesuai.

    Tidak ada

    Klien berbicara pelan danlambat, cenderung diam sajadan menjawab pertanyaandengan singkat.Kerusakan komunikasi

    Dalam berpakaian klienkurang rapi, rambut klientidak tertata, rambutberketombe.

    Tidak ada

    Klien berbicara lambat tapijelas, terbuka.

  • 34

    Masalah keperawatan

    3. Aktivitas motorik

    Masalah keperawatan

    4. Alam perasaan

    Masalah keperawatan

    5. Afek

    Masalah keperawatan

    6. Interaksi selamawawancara

    Masalah keperawatan

    7. Persepsi

    Masalah keperawatan

    8. Proses pikir

    Masalah keperawatan

    9. Isi pikir danWaham

    Masalah keperawatan

    10. Tingkat kesadarandan Disorientasi

    verbal.

    Pasien tampak lesu, malasberaktivitas, pasien lebihsering berdiam diri dansering menghabiskanwaktunya ditempat tidur.

    Isolasi sosial.

    Pasien merasa putus asa,berdiam diri dan tampakekspresi wajah sedih .

    Isolasi sosial, Harga DiriRendah.

    Datar, karena selamainteraksi pasien lebih banyakdiam.

    Isolasi sosial.

    Saat berinteraksi denganklien, klien lebih banyakdiam dan kontak matakurang karena klien selalumenunduk.

    Isolasi sosial.

    Klien mengatakanmendengarkan bisikan danmelihat bayangan hitam.

    Halusinasi pendengaran danpenglihatan.

    Proses klien sesuai. Tidakada tangensial maupunsirkumtansial. Pembicaraanklien jelas tidak terbelit-belit, sampai pada tujuanpembicaraan.

    Tidak ada

    Klien ingin pulang cepat danbertemu keluarganyakembali.

    Tidak ada.

    Composmentis, klien tidakmengalami disorientasiwaktu, tempat maupun

    Kerusakan komunikasiverbal

    Ketika berbicara kontakmata klien kurang,menyendiri, sering tidur.

    Isolasi sosial.

    Klien mengatakan putus asakarena ia tidak bisamembantu keluarganya.

    Harga Diri Rendah.

    Datar, karena selamainteraksi kien diam kalautidak ditanya sama perawat.

    Isolasi sosial.

    Klien kooperatif saatberbicara tapi kontak matakurang.

    Tidak ada.

    Klien mengatakan seringmendengar ada bisikan-bisikan pada saat ia sendiridan suara itu adalah suarawanita.

    Halusinasi pendengaran.

    Klien mengalamisirkumtansial, Saatwawancara, pembicaraanklien terbelit-belit tetapisampai pada tujuanpembicaraan.

    Tidak ada

    Klien saat ini berpikir untukcepat pulang dan membantukeluarganya.

    Tidak ada.

    Tingkat kesadaran klienyaitu sadar penuh, klien

  • 35

    Masalah keperawatan

    11. Memori

    Masalah keperawatan

    12. Tingkat konsentrasidan berhitung

    Masalah keperawatan

    13. Kemampuanpenilaian

    Masalah keperawatan

    14. Daya tilik diri

    Masalah keperawatan

    orang. Klien menyadarikalau dirinya dirawat RSJ.

    Tidak ada.

    Klien tidak mengalamigangguan memori jangkapanjang maupun memorijangka pendek. Klien dapatmengingat dengan baik.

    Tidak ada.

    Pasien mampu untukberkosentrasi penuh, pasienmampu berhitung sederhanadibuktikan dengan pasiendapat menyebutkanperhitungan dari 1-10 dansebaliknya 10-1.

    Tidak ada.

    Pasien tidak mengalamigangguan kemampuanpenilaian.

    Tidak ada.

    Klien mengatakan tau kalausekarang berada di rumahsakit jiwa tapi klienmengatakan bahwa dirinyatidak sakit jiwa.

    Tidak ada

    mampu mengingat dandapat menyebutkan namatempat dan waktu.

    Tidak ada.

    Klien mampu mengingatyang lalu dan baru-baruterjadi.

    Tidak ada.

    Klien mampu berhitungdengan baik, saat diberi soalpenambahan, klien bisamenjawab dengan baik.

    Tidak ada.

    Klien dapat menilai yangbaik dan buruk.

    Tidak ada.

    Klien tidak menyadari apayang diderita klien. Klienmerasa sehat dan tidak perluada perawatan khusus.

    Tidak ada.

    7. Kebutuhan Persiapan Pulang

    Kebutuhan PersiapanPulang

    KLIEN 1 KLIEN 2

    1. Makan

    2. BAB/ BAK

    3. Mandi

    Klie mampu makan sendirisehari 3 kali dengan menudiet yang disediakan darirumah sakit.

    Klien mampu BAB/ BAKsecara mandiri tanpabantuan orang lain di toilet.

    Klien mengatakan mandisendiri 2 kali sehari pagi dansore.Klien mampu berpakaian

    Klien makan sehari 3 kali 1porsi secara mandiri.

    Klien mengatakan BAB/BAK secara mandiri.

    Klien mengatakan mandisecara mandiri sehari 2 kalipagi dan sore.Klien mampu berpakaian

  • 36

    4. Berpakaian/berhias

    5. Istirahat dan tidur

    6. Penggunaan obat

    7. Pemeliharaankesehatan

    8. Aktivitas di dalamrumah

    9. Aktivitas di luarrumah

    Masalah keperawatan

    secara mandiri dan berhiassendiri tanpa bantuan oranglain.

    Biasanya klien tidur siangjam 13.00 – 16.00, tidurmalam biasanya jam 19.00 –05.00.

    Klien mampu minum obatsecara mandiri sesuaijadwal.

    Klien mengatakan jika sakitklien akan pergi periksa kedokter.

    Klien mengatakan saat dirumah sering mencucipiring, bantu orang tuamenyapu halaman rumah.

    Klien mengatakan kalaukegiatan di luar rumah yaitujual tissue galon.

    Tidak ada.

    secara mandiri tanpabantuan orang lain.

    Klien mengatakan tidursiang dari jam 1 dan bangunjam 4, kalau tidur malamdari jam 10 dan bangun jam5 pagi.

    Klien minum obat secarateratur dengan dosis yangbenar.

    Klien mengatakan saat inirutin minum obat dan obatyang diminum sesuai yangdiberikan perawat.

    Klien mengatakan kalau dirumah sering membantukeluarganya menyapu.

    Klien mengatakan jarangkeluar rumah kecualidisruruh ibunya beli sesuatu.

    Tidak ada.

    10. Mekanisme Koping

    Mekanisme Koping KLIEN 1 KLIEN 2AdaptifMaladaptif

    Masalah keperawatan

    -Pasien masih seringmenghindar dari orang lain.Tidak mau mengungkapkanperasaannya. Kalau dirumahpunya masalah, pasienmemendam dan tidak maumenceritakan ke orang lain.

    Koping individu tidakefektif.

    -Pasien mengatakan apabilamemiliki masalah lebih baikmenghindar dari masalahtersebut, dan jika adamasalah, pasien akanmemendam masalahnya itudan lebih baik menyendiridan menghindar dari oranglain.

    Koping individu tidakefektif.

  • 37

    11. Masalah Psikososial dan Lingkungan

    KLIEN 1 KLIEN 2Masalah Psikososial danLingkungan

    Klien tidak mempunyaimasalah dengan dukungankelompok, lingkungan,pendidikan, pekerjaan,perumahan, ekonomi.

    Klien tidak mempunyaimasalah dengan dukungankelompok, lingkungan,pendidikan, pekerjaan,perumahan, ekonomi.

    12. Pengetahuan Kurang Tentang

    KLIEN 1 KLIEN 2

    Pengetahuan KurangTentang

    Masalah keperawatan

    Klien mengatakan tidak tahupenyebab sakit jiwa tetapimengerti bagaimana tandaorang sakit jiwa, tidakseperti orang biasanya, jalanterus, berbicara sendiri, sukamenyendiri dan orang sakitjiwa itu harus diobati biarsembuh.

    Kurang pengetahuan tentanggangguan jiwa.

    Klien tidak mengetahuitentang penyakit jiwa,koping dan obat-obatan.

    Kurang pengetahuan.

    13. Aspek Medik

    ASPEK MEDIK KLIEN 1 KLIEN 2Diagnosa medis

    Terapi medis

    F20.0 Skizofrenia tak terinci

    haloperidol 1 x 5 mgTrihexyphenidyl 2x2mg

    F20.0 Skizofrenia tak terinci

    Chlorpromazine 1x100mghaloperidol 2 x 5 mg

    14. Daftar Masalah Keperawatan

    KLIEN 1 KLIEN 2Daftar MasalahKeperawatan

    1. Isolasi sosial.2. Halusinasi pendengaran

    dan penglihatan3. Harga diri rendah

    1. Isolasi sosial.2. Halusinasi pendengaran3. Harga diri rendah.

  • 38

    4.3 Analisis Data

    Hari/ Tanggal Data Fokus Masalah Keperawatan

    KLIEN 1Senin,22 Mei 2017

    Ds: Klien mengatakan takut

    bersosialisasi dengan orang lainkarena takut dihina, dipukul.

    Do: Pasien tampak males

    bergabung dengan orang lain Pasien tampak sering

    menyendiri dari teman-temannya.

    Isolasi sosial.

    Selasa,23 Mei 2017

    Ds: Klien mengatakan sering

    mendengar bisikan-bisikan. Klien mengatakan sring

    melihatt bayangan hitam.

    Do: Klien tampak berbicara sendiri. Klien tampak menghayati

    sesuatu dalam jangka waktuyang lama.

    Halusinasi pendengaran dan

    penglihatan.

    Rabu,24 Mei 2017

    Ds: Klien merasa malu dan minder

    karena dianggap orang stres. Klien selalu menyendiri.

    Do: Tidak ada kontak mata ketika

    di ajak berbicara Klien tampak lebih suka

    beraktivitas sendiri Klien tampak tidak percaya diri

    ketika berinteraksi denganorang lain

    Harga diri rendah.

    KLIEN 2Sabtu,27 Mei 2017

    Ds: Klien mengatakan bingung

    dalam memulai pembicaraankarena menurut klien tidak adabahan pembicaraan untukberinteraksi dengan orang lain.

    Do: Klien lebih banyak berdiam diri Kontak mata kurang Klien sering menyendiri

    Isolasi sosial

    Senin,29 Mei 2017

    Ds: Klien mengatakan mendengarbisikan-bisikan wanita mengajakklien melakukan hal tidak baik

    Do: Klien sering menyendiri

    Halusinasi pendengaran

  • 39

    Klien terkadang berbicarasendiri

    Klien sering melamun

    Selasa,30 Mei 2017

    Ds: Klien mengatakan malu dan

    takut berbicara dengan oranglain,

    Do: Klien tidak percaya diri ketika

    berbicara dengan orang lain Klien jarang memulai

    pembicaraan dengan orang lain

    Harga diri rendah

    4.4 Diagnosa Keperawatan

    Data Diagnosa Keperawatan

    KLIEN 1Ds: Klien mengatakan takut

    bersosialisasi dengan orang lainkarena takut dihina, dipukul.

    Do: Pasien tampak males bergabung

    dengan orang lain Pasien tampak sering

    menyendiri dari teman-temannya.

    Isolasi sosial.

    Ds: Klien mengatakan sering

    mendengar bisikan-bisikan. Klien mengatakan sring

    melihatt bayangan hitam.

    Do: Klien terlihat selalu menyendiri. Klien tampak melamun di

    tempat tidur.

    Halusinasi pendengaran dan penglihatan.

    Ds: Klien merasa malu dan minder

    karena dianggap orang stres. Klien selalu menyendiri.

    Do: Selalu menyendiri Malu Minder

    Harga diri rendah.

    KLIEN 2Ds: Klien mengatakan bingung

    dalam memulai pembicaraankarena menurut klien tidak adabahan pembicaraan untukberinteraksi dengan orang lain.

    Isolasi sosial

  • 40

    Do: Klien lebih banyak berdiam diri Kontak mata kurang Klien sering menyendiri

    Ds: Klien mengatakan mendengar

    bisikan-bisikan wanitamengajak klien melakukan haltidak baik

    Do: Klien sering menyendiri Klien terkadang berbicara

    sendiri Klien sering melamun

    Halusinasi pendengaran

    Ds: Klien mengatakan malu dan

    takut berbicara dengan oranglain,

    Do: Klien tidak percaya diri ketika

    berbicara dengan orang lain Klien jarang memulai

    pembicaraan dengan orang lain

    Harga diri rendah

    4.5 Intervensi Keperawatan

  • 41

    DiagnosaKeperawatan

    RENCANA/ INTERVENSI KEPERAWATAN

    Tujuan Intervensi

    KLIEN 1Isolasi sosial Tujuan Umum:

    Pasien dapat berinteraksidengan orang lain.Tujuan Khusus:1. Klien dapat membina

    hubunagn saling percaya.2. Pasien mampu

    menyebutkan penyebabmenarik diri.

    3. Pasien dapat menyebutkankeuntungan berhubungansosial dan kerugianmenarik diri.

    4. Pasien dapatmelaksanakan hubungansosial secara bertahap.

    5. Pasien mampumenjelaskan perasaannyasetelah berhubungansosial.

    6. Pasien dapat dukungankeluarga. dalammemperluas hubungansosial.

    7. Pasien dapatmemanfaatkan obatdengan baik.

    SP 1:1. Bina hubungan saling

    percaya.2. Identifikasi penyebab isolasi

    sosial.3. Tanyakan keuntungan dan

    kerugian berinteraksi denganorang lain.a. Tanyakan pendapat

    pasien tentang kebiasaanberinteraksi denganorang lain.

    b. Tanyakan apa yangmenyebabkan pasienmengurung diri.

    c. Diskusikan keuntungandan kerugian bila pasienakrab dengan orang lain.

    4. Latih berkenalana. Jelaskan pada pasien

    cara berkenalan.b. Berikan contoh cara

    berkenalan denganorang lain.

    c. Beri kesempatan pasienmempraktikkan caraberinteraksi denganorang lain yangdilakukan dihadapanperawat.

    SP 2:1. Evaluasi SP 1.2. Latih cara berkenalan dengan

    2-3 orang.3. Masukkan ke jadwal harian

    pasien berkenalan dengan 2-3orang.

    SP 3:1. Evaluasi SP 1 dan SP 2.2. Latih cara berkenalan dengan

    4-5 orang.3. Masukkan ke jadwal harian

    pasien berkenalan dengan 4-5orang

    SP 4:1. Evaluasi SP 1, SP 2, dan SP 32. Latih cara berbicara dengan

    lebih dari 5 orang.3. Masukkan ke jadwal harian

    pasien berkenalan dengan

  • 42

    lebih dari 5 orang.KLIEN 2

    Isolasi sosial Tujuan Umum:Pasien dapat berinteraksidengan orang lain.Tujuan Khusus:8. Klien dapat membina

    hubunagn saling percaya.9. Pasien mampu

    menyebutkan penyebabmenarik diri.

    10. Pasien dapat menyebutkankeuntungan berhubungansosial dan kerugianmenarik diri.

    11. Pasien dapatmelaksanakan hubungansosial secara bertahap.

    12. Pasien mampumenjelaskan perasaannyasetelah berhubungansosial.

    13. Pasien dapat dukungankeluarga. dalammemperluas hubungansosial.

    14. Pasien dapatmemanfaatkan obatdengan baik.

    SP 1:5. Bina hubungan saling

    percaya.6. Identifikasi penyebab isolasi

    sosial.7. Tanyakan keuntungan dan

    kerugian berinteraksi denganorang lain.d. Tanyakan pendapat

    pasien tentang kebiasaanberinteraksi denganorang lain.

    e. Tanyakan apa yangmenyebabkan pasienmengurung diri.

    f. Diskusikan keuntungandan kerugian bila pasienakrab dengan orang lain.

    8. Latih berkenaland. Jelaskan pada pasien

    cara berkenalan.e. Berikan contoh cara

    berkenalan denganorang lain.

    f. Beri kesempatan pasienmempraktikkan caraberinteraksi denganorang lain yangdilakukan dihadapanperawat.

    SP 2:4. Evaluasi SP 1.5. Latih cara berkenalan dengan

    2-3 orang.6. Masukkan ke jadwal harian

    pasien berkenalan dengan 2-3orang.

    SP 3:4. Evaluasi SP 1 dan SP 2.5. Latih cara berkenalan dengan

    4-5 orang.6. Masukkan ke jadwal harian

    pasien berkenalan dengan 4-5orang

    SP 4:4. Evaluasi SP 1, SP 2, dan SP 35. Latih cara berbicara dengan

    lebih dari 5 orang.6. Masukkan ke jadwal harian

    pasien berkenalan denganlebih dari 5 orang.

  • 44

    4.6 Penatalaksanaan

    DiagnosaKeperawatan

    IMPLEMENTASI

    22 Mei 2017 23 Mei 2017 24 Mei 2017 25 Mei 2017

    KLIEN 1

    Isolasi sosial SP 1:1. Bina hubungan

    saling percaya.2. Identifikasi

    penyebab isolasisosial.

    3. Tanyakankeuntungan dankerugianberinteraksi denganorang lain.a. Tanyakan

    pendapatpasien tentangkebiasaanberinteraksidengan oranglain.

    b. Tanyakan apayangmenyebabkanpasienmengurungdiri.

    c. Diskusikan

    SP 2:1. Evaluasi SP 1.2. Latih cara

    berkenalandengan 2-3orang.

    3. Masukkan kejadwal harianpasienberkenalandengan 2-3orang.

    SP 3:1. Evaluasi SP 1 dan

    SP 2.2. Latih cara

    berkenalan dengan4-5 orang.

    3. Masukkan ke jadwalharian pasienberkenalan dengan4-5 orang

    SP 4:1. Evaluasi SP 1, SP 2, dan

    SP 32. Latih cara berbicara

    dengan lebih dari 5 orang.3. Masukkan ke jadwal harian

    pasien berkenalan denganlebih dari 5 orang.

  • 45

    keuntungandan kerugianbila pasienakrab denganorang lain.

    4. Latih berkenalana. Jelaskan pada

    pasien caraberkenalan.

    b. Berikancontoh caraberkenalandengan oranglain.

    c. Berikesempatanpasienmempraktikkan caraberinteraksidengan oranglain yangdilakukandihadapanperawat.

  • 46

    KLIEN 2

    Isolasi sosial SP 1:1. Bina hubungan saling

    percaya.2. Identifikasi penyebab

    isolasi sosial.3. Tanyakan

    keuntungan dankerugian berinteraksidengan orang lain.a. Tanyakan

    pendapat pasiententangkebiasaanberinteraksidengan oranglain.

    b. Tanyakan apayangmenyebabkanpasienmengurung diri.

    c. Diskusikankeuntungan dankerugian bilapasien akrabdengan oranglain.

    4. Latih berkenalana. Jelaskan pada

    pasien caraberkenalan.

    SP 2:4. Evaluasi SP 1.5. Latih cara

    berkenalandengan 2-3orang.

    6. Masukkan kejadwal harianpasienberkenalandengan 2-3orang.

    SP 3:4. Evaluasi SP 1 dan

    SP 2.5. Latih cara

    berkenalan dengan4-5 orang.

    6. Masukkan ke jadwalharian pasienberkenalan dengan4-5 orang

    SP 4:4. Evaluasi SP 1, SP 2,

    dan SP 35. Latih cara berbicara

    dengan lebih dari 5orang.

    6. Masukkan ke jadwalharian pasienberkenalan denganlebih dari 5 orang.

  • 47

    b. Berikan contohcara berkenalandengan oranglain.

    c. Berikesempatanpasienmempraktikkancaraberinteraksidengan oranglain yangdilakukandihadapanperawat.

  • 48

    4.7 Evaluasi

    EVALUASI HARI 1 HARI 2 HARI 3 HARI 4

    KLIEN 1Isolasi sosial S:

    Klien mengatakan mauberkenalan dan klienmau menyebutkannamanya Tn. K.O:Saat berkenalan klienberbicara sopan, mauberjabat tangan, ekspresiagak tegang tapi klienterkesan terbuka.A:Isolasi sosialP:Latih cara berkenalandan masukkan dalamjadwal harian pasien.

    S:Klien mengatakanpenyebab klien adalahorang lain tidak maubergaul dengan klien.O:Klien tampak menunduknamun tampak senangmengungkapkanperasaannya.A:Iolasi sosial.P:Praktikkan caraberkenalan dengan 2-3orang dan masukkan kedalam jadwal harianpasien.

    S:Klien mengatakansenang setelah bercakap-cakap dengan 2-3 orangdan sudah mengerti caraberinteraksi denganorang lain.O:Klien tampak senangsetelah berbincangdengan 2-3 orang.A:Isolasi sosial.P:Praktikkan caraberkenalan dengan 4-5orang dan masukkan kedalam jadwal harianpasien.

    S:Klien mengatakan sudah mauberinteraksi dengan oranglainO: Klien sudah mau

    keluar kamar. Klien bisa melakukan

    aktivitas di ruanganA:Isolasi sosial.P:Evaluasi SP 1, SP 2, SP 3,dan SP 4 isolasi soail, jikaberhasil lanjut intervensiselanjutnya dan masukkan kedalam jadwal harian pasien.

    KLIEN 2Resiko perilakukekerasan

    S: Klien mengatakan

    namanya Tn. S. Klien mengatakan

    males berinteraksidengan orang lain.

    Klien mengatakan

    S: Pasien

    mengatakan cara-cara berkenalanitu tahap-tahapnya: jabatkan tangan,perkenalkan diri,

    S: Pasien

    mengatakan sudahberkenalan dengan2 orang.

    Pasienmengatakan cara

    S:Klien mengatakan sudah mauberinteraksi dengan oranglainO: Klien sudah mau

    keluar kamar.

  • 49

    selama di rumahsakit hanyamengenal wajahorang lain, tapitidak mengenalwajahnya.

    Klien mengatakanjika tidak adateman, klienmerasa kesepian.

    Klien mengatakansenang danmenambah ilmusetelah belajarcara berkenalan.

    O: Pasien tidak

    mampu memulaipembicaraan.

    Pasienmempraktikkancara berkenalan.

    Pasien mampumenyadaripenyebab isolasisosial.

    Pasien mampumenyebutkankeuntungan dankerugian tidakberinteraksidengan orang lain.

    Pasien mampu

    nama lengkap,nama panggilan,alamat dan hobi.

    Pasienmengatakanmerasa lega sudahbisa berkenalan.

    O: Pasien tampak

    berkenalandengan Tn. K &Tn. Y.

    Pasien masih ingatdengan SP 1isolasi sosial.

    Pasien mampumenyelesaikankembali caraberkenalandengan orang lain.

    A:Isolasi sosial.

    P:Praktikkan caraberkenalan dengan 2-3orang dan masukkan kedalam jadwal harianpasien.

    berkenalan itupertama : jabatkantangan,perkenalkan diri,alamat dan hobisetelah itu barutanyakan kembali.

    O: Pasien tampak

    berkenalan denganTn. K, Tn. Y, Tn.I, dan Tn. L.

    Pasien tampakceria setelahberkenalan denganTn. K, Tn. Y, Tn.I, dan Tn. L.

    Pasien mampumenjelaskankembali cara-caraberkenalan.

    A:Isolasi sosial.P:Praktikkan caraberkenalan dengan4-5orang dan masukkan kedalam jadwal harianpasiens.

    Klien bisa melakukanaktivitas di ruangan

    A:Isolasi sosial.P:Evaluasi SP 1, SP 2, SP 3,dan SP 4 isolasi soail, jikaberhasil lanjut intervensiselanjutnya dan masukkan kedalam jadwal harian pasien.

  • 50

    mempraktikkancara berkenalandengan perawat.

    A:Isolasi sosial.P:Latih cara berkenalandan masukkan dalamjadwal.

  • 51

    BAB V

    PEMBAHASAN

    Pada bab ini penulis akan membahas tentang Asuhan Keperawatan Jiwa

    Pada Tn. K dan Tn. S Dengan Gangguan Konsep Diri : Isolasi Sosial Di Ruang

    Sadewa Rumah Sakit Jiwa Daerah dr. Arif Zainudin Surakarta. Pembahasan pada

    bab ini berisi perbandingan antara tinjauan pustaka dengan tinjauan kasus yang

    disajikan. Asuhan keperawatan memfokuskan pada pemenuhan kebutuhan dasar

    manusia melalui tahap pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi,

    implementasi dan evaluasi.

    5.1 Pengkajian

    Pengkajian adalah tahap awal dari proses yang sistematis dalam

    pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan

    mengidentifikasi status kesehatan klien (Setiadi, 2012). Format pengkajian

    meliputi aspek-aspek identitas klien, alasan masuk, faktor predisposisi, fisik,

    psikososial, status mental, kebutuhan persiapan pulang, mekanisme koping,

    masalah psikososial dan lingkungan, pengetahuan dan aspek medik. Format

    pengkajian ini dibuat agar semua data relevan tentang semua masalah klien

    saat ini, lampau atau potensial didapatkan sehingga diperoleh suatu data

    dasar yang lengkap (Damaiyanti dan Iskandar, 2012).

    Pengkajian yang dilakukan oleh penulis pada tanggal 22 Mei 2017

    didapatkan data identitas klien bernama Tn.S, usia 28 tahun, berjenis

  • 52

    kelamin laki-laki, ruang rawat di bangsal sadewa, klien masuk rumah sakit

    pada tanggal 23 april 2017. Sedangkan klien bernama Tn.K, usia 37 tahun,

    berjenis kelamin laki-laki, ruang rawat di bangsal sadewa, klien masuk

    rumah sakit pada tanggal 27 april 2017.

    Alasan masuk Tn.S yaitu karena sering menyendiri, tidak pernah

    berinteraksi dengan orang lain, tidak bisa tidur, tidak mau makan, tidak mau

    mandi. Sedangkan alasan Tn.K dibawa ke rsj karena di rumah sering

    mengurung diri, tidak mau makan dan kurang bersosialisasi baik dengan

    orang yang berada di rumahnya dan tetangga sekitar. Hal ini sesuai dengan

    tanda dan gejala isolasi sosial yaitu: sering menyendiri, tidak pernah

    berinteraksi dengan orang lain, tidak ada kontak mata, sering menunduk,

    tidak mampu merawat diri dan memperhatikan kebersihan diri (Suliswati,

    2014).

    Faktor predisposisi isolasi sosial terdapat beberapa teori yang

    menjadi penyebab munculnya isolasi sosial salah satunya yaitu faktor

    perkembangan (Suliswati, 2014). Setiap tahap tumbuh kembang memiliki

    tugas yang harus dilalui individu dengan sukses, karena apabila tugas

    perkembangan ini tidak dapat dipenuhi, akan menghambat masa

    perkembangan selanjutnya. Keluarga adalah tempat pertama yang

    memberikan pengalaman bagi individu dalam menjalin hubungan dengan

    orang lain. Kurangnya stimulasi, kasih sayang, perhatian dan kehangatan

    dari ibu/pengasuh pada bayi bayi akan memberikan rasa tidak aman yang

    dapat menghambat terbentuknya rasa percaya diri. Rasa ketidakpercayaan

    tersebut dapat mengembangkan tingkah laku curiga pada orang lain maupun

  • 53

    lingkungan di kemudian hari. Komunikasi yang hangat sangat penting

    dalam masa ini, agar anak tidak merasa diperlakukan sebagai objek (Purba,

    dkk, 2012). Berdasarkan data pengkajian faktor predisposisi yang

    ditemukan pada Tn.K dimana klien pernah masuk rumah sakit jiwa 2 kali

    pada tahun 2015 dan 2017. pengobatan klien sebelumnya berhasil dan

    sempat bekerja sebagai penjual tissue galon. klien juga pernah di aniaya

    fisik pada umur 35 tahun, keluarga klien tidak ada yang mengalami

    gangguan jiwa. Sedangkan menurut Direja (2011), faktor yang berhubungan

    dengan isolasi sosial dapat terjadi karena stimulus lingkungan dan putus

    obat, hal ini sama dengan data pengkajian faktor predisposisi yang

    ditemukan pada kasus klien Tn.S dimana klien pernah mengalami gangguan

    jiwa pada tahun 2014 dan sudah sudah pernah di rawat di rumah sakit jiwa.

    Klien sudah pulang ke rumah tapi tidak pernah di kontrol sehingga kambuh

    lagi dan saat ini dibawa kembali pada tanggal 23 april 2017. Pengobatan

    klien sebelumnya kurang berhasil. Klien tidak pernah mengalami aniaya

    fisik, aniaya seksual, penolakan, kekerasan dalam keluarga dan tindakan

    kriminal. Anggota keluarga klien tidak ada yang mengalami gangguan jiwa.

    Stresor presipitasi terjadinya isolasi sosial dapat ditimbulkan oleh

    faktor internal maupun eksternal, meliputi : Stressor Sosial Budaya, Stressor

    Biokimia, Stressor Biologik dan Lingkungan Sosial, Stressor Psikologis.

    Stressor Sosial Budaya dapat memicu kesulitan dalam berhubungan,

    terjadinya penurunan stabilitas keluarga seperti perceraian, berpisah dengan

    orang yang dicintai, kehilangan pasangan pada usia tua, kesepian karena

    ditinggal jauh, dirawat dirumah sakit atau dipenjara. Semua ini dapat

  • 54

    menimbulkan isolasi sosial. Stressor Biokimia Teori dopamine yaitu

    Kelebihan dopamin pada mesokortikal dan mesolimbik serta tractus saraf

    dapat merupakan indikasi terjadinya skizofrenia, Menurunnya MAO (Mono

    Amino Oksidasi) didalam darah akan meningkatkan dopamin dalam otak.

    Karena salah satu kegiatan MAO adalah sebagai enzim yang menurunkan

    dopamin, maka menurunnya MAO juga dapat merupakan indikasi

    terjadinya skizofrenia, Faktor endokrin yaitu Jumlah FSH dan LH yang

    rendah ditemukan pada pasien skizofrenia. Demikian pula prolaktin

    mengalami penurunan karena dihambat oleh dopamin. Hypertiroidisme,

    adanya peningkatan maupun penurunan hormon adrenocortical seringkali

    dikaitkan dengan tingkah laku psikotik, Viral hipotesis yaitu Beberapa jenis

    virus dapat menyebabkan gejala-gejala psikotik diantaranya adalah virus

    HIV yang dapat merubah stuktur sel-sel otak. Stressor Biologik dan

    Lingkungan Sosial dimana beberapa peneliti membuktikan bahwa kasus

    skizofrenia sering terjadi akibat interaksi antara individu, lingkungan

    maupun biologis. Stressor Psikologis yaitu Kecemasan yang tinggi akan

    menyebabkan menurunnya kemampuan individu untuk berhubungan dengan

    orang lain. Intesitas kecemasan yang ekstrim dan memanjang disertai

    terbatasnya kemampuan individu untuk mengatasi masalah akan

    menimbulkan berbagai masalah gangguan berhubungan pada tipe psikotik.

    Menurut Purba, dkk (2012), dalam pengkajian faktor presipitasi yaitu

    seseorang yang tidak mau berinteraksi dengan orang lain karena takut di

    pukul maupun di hina. Faktor pencetus isolasi sosial antara lain kelemahan

    fisik, keputusasaan, ketidakberdayaan, masa lalu yang tidak menyenangkan,

  • 55

    penghinaan, penganiayaan, permasalahan diri klien sendiri maupun faktor

    eksternal dari lingkungan. Dari pengkajian Tn.K didapatkan data faktor

    pancetus terjadinya gangguan jiwa yaitu karena temannya telah merebut

    pacarnya. Pengkajian Tn.S didapatkan data faktor pencetus terjadinya

    gangguan jiwa yaitu karena merasa di PHK dari tempat kerjanya.

    Konsep diri di definisikan sebagai semua pikiran, keyakinan, dan

    kepercayaan yang merupakan pengetahuan individu tentang dirinya yang

    mempengaruhi hubungannya dengan orang lain. Konsep diri tidak terbentuk

    waktu lahir, tetapi dipelajari sebagai hasil pengalaman unik seseorang dalam

    dirinya sendiri, dengan orang terdekat, dan realitas dunia. Harga diri (self

    esteem) merupakan penilaian individu tentang nilai personal yang diperoleh

    dengan menganalisis seberapa sesuai perilaku dirinya dengan ideal diri.

    Harga diri yang tinggi adalah perasaan yang berasal dari penerimaan diri

    sendiri tanpa syarat, walaupun melakukan kesalahan, kekalahan, dan

    kegagalan, tetap merasa seseorang yang penting dan berharga. Harga diri

    rendah merupakan perasaan negatife terhadap dirinya sendiri termasuk

    kehilangan percaya diri, tidak berharga, tidak berguna, pesimis, tidak ada

    harapan dan putus asa (Stuart, 2006 dalam Gumilar, 2016). Menurut

    Towsend(1998 dalam Nengsi, 2014), harga diri rendah adalah perilaku

    negatif terhadap diri dan perasaan tentang diri atau kemampuan diri yang

    negatif, yang dapat diekspresikan secara langsung maupun tak langsung.

    Harga diri klien yang rendah menyebabkan klien merasa malu, dianggap

    tidak berharga dan berguna. Klien kemudian merasa sedih, klien merasa

    tidak berharga, klien menyendiri di kamar dan tidak berinteraksi dengan

  • 56

    orang lain. Berdasarkan teori yang telah disampaikan tersebut sama dengan

    data pengkajian konsep diri harga diri yang ditemukan pada kasus klien

    Tn.K yaitu klien merasa malu kepada tetangga karena klien di bawa ke

    rumah sakit jiwa. Sedangkan pada kasus Tn.S yaitu klien merasa sedih

    ketika ia berhenti dari pekerjaan sehingga klien merasa tidak berharga

    karena tidak mampu membantu orang tuanya. klien menyendiri di kamar

    dan tidak berinteraksi dengan orang lain.

    Menurut Achlis (2011 dalam Fauziah & Latipun, 2016)

    keberfungsian sosial merupakan kemampuan individu melaksanakan tugas

    dan perannya dalam berinteraksi dengan situasi sosial tertentu yang

    bertujuan mewujudkan nilai diri untuk mencapai kebutuhan hidup. Terdapat

    beberapa faktor yang dapat mempengaruhi keberfungsian sosial individu

    yaitu, adanya kebutuhan yang tidak terpenuhi, individu mengalami frustasi

    dan kekecewaan, keberfungsian sosial juga dapat menurun akibat individu

    mengalami gangguan kesehatan, rasa duka yang berat, atau penderitaan lain

    yang disebabkan bencana alam. (Ambari, 2010 dalam Fauziah & Latipun,

    2016). Berdasarkan teori yang telah disampaikan tersebut sama dengan data

    pengkajian hubungan sosial yang ditemukan pada kasus kedua klien yaitu

    klien tidak mempunyai peran serta dalam kegiatan kelompok masyarakat

    karena klien malu jika dirinya dianggap orang stress sehingga klien tidak

    mau bergaul. Hambatan yang dialami kedua klien untuk berhubungan atau

    berinteraksi dengan orang lain yaitu masyarakat mengucilkan klien karena

    klien sering menyendiri, tidak mau berinteraksi dengan orang lain.

  • 57

    Data yang didapat dari pengkajian spiritual, kedua klien mengatakan

    beragama islam, tetapi terdapat perbedaan pada kegiatan ibadah pada

    masing-masing klien yaitu Tn.K rajin beribadah dengan solat 5 waktu,

    sedangkan Tn.S jarang melakukan sholat 5 waktu. Penelitian psikiatrik

    membuktikan bahwa terdapat hubungan yang sangat signifikan antara

    komitmen agama dan kesehatan. Orang yang sangat religius dan taat

    menjalankan ajaran agamanya relatif lebih sehat dan atau mampu mengatasi

    penderitaan penyakitnya sehingga proses penyembuhan penyakit lebih cepat

    (Zainul Z, 2007 dalam Sulistyowati & Prihantini, 2015).

    Pengkajian status mental Tn.K dari penampilan klien terlihat rapi,

    pakaian bersih, di ganti setiap hari, berpakaian sesuai. Dilihat dari cara

    bicara, klien berbicara dengan nada pelan dan lambat, cenderung diam, dan

    pertanyaan dengan singkat. Aktivitas motorik pasien tampak lesu, malas

    beraktivitas, pasien lebih sering berdiam diri dan sering menghabiskan

    waktunya ditempat tidur. Alam perasaan, klien merasa putus asa, berdiam

    diri dan tampak ekspresi wajah sedih. Afek klien datar, karena selama

    interaksi pasien lebih banyak diam. Saat berinteraksi dengan klien, klien

    lebih banyak diam dan kontak mata kurang karena klien selalu menunduk.

    Persepsi Klien, klien mengatakan mendengarkan bisikan dan melihat

    bayangan hitam. Proses klien sesuai. Tidak ada tangensial maupun

    sirkumtansial. Pembicaraan klien jelas tidak terbelit-belit, sampai pada

    tujuan pembicaraan. Isi pikir dan waham klien, Klien ingin pulang cepat dan

    bertemu keluarganya kembali. Tingkat kesadaran klien composmentis, klien

    tidak mengalami disorientasi waktu, tempat maupun orang. Klien menyadari

  • 58

    kalau dirinya dirawat RSJ. Memori klien, Klien tidak mengalami gangguan

    memori jangka panjang maupun memori jangka pendek. Klien dapat

    mengingat dengan baik. Tingkat kosentrasi dan berhitung klien, klien

    mampu untuk berkosentrasi penuh, pasien mampu berhitung sederhana

    dibuktikan dengan pasien dapat menyebutkan perhitungan dari 1-10 dan

    sebaliknya 10-1. Kemampuan penilaian klien, Pasien tidak mengalami

    gangguan kemampuan penilaian. Daya tilik diri klien, Klien mengatakan tau

    kalau sekarang berada di rumah sakit jiwa tapi klien mengatakan bahwa

    dirinya tidak sakit jiwa.

    Pengkajian status mental Tn.K dari penampilan klien rapi, pakaian

    bersih dan diganti setiap hari dan berpakaian sesuai. Di lihat dari cara bicara

    Klien berbicara dengan nada pelan dan lambat, pasien cenderung diam saja

    dan menjawab pertanyaan dengan singkat. Dilihat dari aktivitas motorik

    klien tampak lesu, malas beraktivitas, pasien lebih sering berdiam diri dan

    sering menghabiskan waktunya ditempat tidur. Dilihat dari alam perasaan

    klien merasa putus asa, berdiam diri dan tampak ekspresi wajah sedih.

    Dilihat dari afek klien datar, karena selama interaksi pasien lebih banyak

    diam. Saat berinteraksi dengan klien, klien lebih banyak diam dan kontak

    mata kurang karena klien selalu menunduk. Dilihat dari persepsi klien

    mengatakan mendengarkan bisikan dan melihat bayangan hitam. Proses

    klien sesuai, tidak ada tangensial maupun sirkumtansial, Pembicaraan klien

    jelas tidak terbelit-belit, sampai pada tujuan pembicaraan. Dilihat dari isi

    pikir dan waham klien ingin pulang cepat dan bertemu keluarganya kembali.

    Dilihat dari tingkat kesadaran dan disorientasi composmentis, klien tidak

  • 59

    mengalami disorientasi waktu, tempat maupun orang, klien menyadari kalau

    dirinya dirawat RSJ. Dilihat dari memori klien tidak mengalami gangguan

    memori jangka panjang maupun memori jangka pendek. Klien dapat

    mengingat dengan baik. Dilihat dari tingkat kosentrasi dan berhitung klien

    mampu untuk berkosentrasi penuh, pasien mampu berhitung sederhana

    dibuktikan dengan pasien dapat menyebutkan perhitungan dari 1-10 dan

    sebaliknya 10-1. Dilihat dari kemampuan penilaian klien tidak mengalami

    gangguan kemampuan penilaian. Dilihat dari daya tilik diri klien

    mengatakan tau kalau sekarang berada di rumah sakit jiwa tapi klien

    mengatakan bahwa dirinya tidak sakit jiwa. Sedangkan pengkajian status

    mental Tn.S dari penampilan klien terlihat kurang rapi, rambut klien tidak

    tertata, rambut berketombe. Dilihat dari cara bicara Klien berbicara lambat

    tapi jelas, terbuka. Aktivitas motorik klien Ketika berbicara kontak mata

    klien kurang, menyendiri, sering tidur. Alam perasaan, Klien mengatakan

    putus asa karena ia tidak bisa membantu keluarganya. Afek klien datar,

    karena selama interaksi kien diam kalau tidak ditanya sama perawat. Saat

    berinteraaksi dengan klien, Klien kooperatif saat berbicara tapi kontak mata

    kurang. Persepsi klien, Klien mengatakan sering mendengar ada bisikan-

    bisikan pada saat ia sendiri dan suara itu adalah suara wanita. Klien

    mengalami sirkumtansial. Saat wawancara, pembicaraan klien terbelit tetapi

    sampai pada tujuan pembicaraan. Isi pikir dan waham klien, Klien saat ini

    berpikir untuk cepat pulang dan membantu keluarganya. Tingkat kesadaran

    klien yaitu sadar penuh, klien mampu mengingat dan dapat menyebutkan

    nama tempat dan waktu. Memori klien, Klien mampu mengingat yang lalu

  • 60

    dan baru-baru terjadi. Pada pengkajian tingkat konsentrasi dan berhitung,

    Klien mampu berhitung dengan baik, saat diberi soal penambahan, klien

    bisa menjawab dengan baik. Kemampuan penilaian klien, Klien dapat

    menilai yang baik dan buruk. Klien tidak menyadari apa yang diderita klien.

    Klien merasa sehat dan tidak perlu ada perawatan khusus. Menurut suliswati

    (2012), tanda gejala klien isolasi sosial dapat dilihat dari pengkajian status

    mental dalam pembicaraan dengan nada pelan dan lambat, tampak lesu,

    putus asa, lebih banyak berdiam diri.

    Perencanaan pulang merupakan bagian penting dari program

    pengobatan klien yang dimulai dari saat klien masuk rumah sakit. Hal ini

    merupakan proses yang menggambarkan usaha kerjasama antara tim

    kesehatan, keluarga, klien, dan orang yang penting bagi klien (Yosep, 2007

    dalam Sambodo, 2013). Pengkajian kebutuhan persiapan pulang, didapatkan

    data sebagai berikut: Makan, kedua klien makan 3x sehari dengan menu

    yang disediakan dari rumah sakit, klien mampu makan secara mandiri.

    BAB/ BAK, kedua klien mampu melakukan BAB/ BAK secara mandiri.

    Mandi, kedua klien mampu mandi secara mandiri pagi dan sore.

    Berpakaian/ berhias, kedua klien mampu berpakaian secara mandiri dan

    berhias sendiri tanpa bantuan orang lain. Istirahat dan tidur, kedua klien

    tidur siang selama 1-2 jam, tidur malam selama 7-8 jam, tidak ada aktivitas

    khusus sebelum atau sesudah tidur. Dalam penggunaan obat, kedua klien

    mampu minum obat secara mandiri sesuai jadwal. Pemeliharaan kesehatan

    dan sistem dukungan, kedua klien berusaha untuk rutin minum obat dan

    kontrol, klien mendapat dukungan penuh dari keluarga. Aktivitas didalam

  • 61

    rumah, Tn.K di rumah sering mencuci piring, bantu orang tua menyapu

    halaman rumah. Tn.S ,saat