cg 08 (peran audit internal & manajemen risiko) - kel 3

38
1 TATA KELOLA PERUSAHAAN PERAN AUDIT INTERNAL dan MANAJEMEN RISIKO Kelompok 3 Anggota: Aisyah Istiqomah (1306483933) Lia Mustikawati (1306484734) Manna Noverika Lestari (1306484772) Putri Anandayu (1306485062) Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia November 2014

Upload: berliana-anggun-dewinta

Post on 20-Nov-2015

280 views

Category:

Documents


21 download

DESCRIPTION

Peran Audit Internal & Manajemen Risiko

TRANSCRIPT

  • 1

    TATA KELOLA PERUSAHAAN

    PERAN AUDIT INTERNAL

    dan

    MANAJEMEN RISIKO

    Kelompok 3

    Anggota:

    Aisyah Istiqomah (1306483933)

    Lia Mustikawati (1306484734)

    Manna Noverika Lestari (1306484772)

    Putri Anandayu (1306485062)

    Fakultas Ekonomi

    Universitas Indonesia

    November 2014

  • 2

    STATEMENT OF AUTHORSHIP

    Kami yang bertandatangan di bawah ini menyatakan bahwa makalah/tugas terlampir

    adalah murni hasil pekerjaan kami sendiri. Tidak ada pekerjaan orang lain yang kami

    gunakan tanpa menyebutkan sumbernya.

    Materi ini tidak/belum pernah disajikan/digunakan sebagai bahan untuk makalah/tugas

    pada mata ajaran lain kecuali kami menyatakan dengan jelas bahwa kami menyatakan

    menggunakannya.

    Kami memahami bahwa tugas yang kami kumpulkan ini dapat diperbanyak dan atau

    dikomunikasikan untuk tujuan mendeteksi adanya plagiarisme.

    Mata Ajaran : Tata Kelola Perusahaan

    Judul Makalah/Tugas : Peran Audit Internal dan Manajemen Risiko

    Tanggal : 6 November 2014

    Dosen : Desi Adhariani S.E., Ak., M.Si.

    1. Nama : Aisyah Istiqomah 2. Nama : Lia Mustikawati

    NPM : 1306483933 NPM : 1306484734

    TTD : TTD :

    3. Nama : Manna Noverika L. 4. Nama : Putri Anandayu

    NPM : 1306484772 NPM : 1306485062

    TTD : TTD :

  • 3

    Peran Audit Internal dan Manajemen Risiko

    A. Analisis Peran Internal Audit dalam Manajemen Risiko Perusahaan

    Menurut Ikatan Auditor Internal (Institute of Internal Auditors-IIA), Audit

    Internal adalah aktivitas independen, keyakinan objektif, dan konsultasi yang dirancang

    untuk menambah nilai dan meningkatkan operasi organisasi. Audit internal membantu

    organisasi dalam upayanya mencapai tujuan dengan berbagai cara seperti melakukan

    pendekatan sistematis dan disiplin untuk mengevaluasi dan meningkatkan efektivitas

    manajemen risiko, pengendalian, dan proses tata kelola oragnisasi. Dari definisi diatas

    dapat dilihat bila fungsi dari audit internal yang dilakukan perusahaan adalah untuk

    memberikan informasi yang berguna bagi manajemen dalam menjalankan operasi atau

    aktivitas organisasi.

    Menurut IIA Enterprise-wide Risk Management (ERM) adalah proses terstruktur,

    konsisten, dan terus-menerus di seluruh organisasi untuk mengidentifikasi, menilai,

    memutuskan tanggapan atau respon terhadap pelaporan tentang peluang dan ancaman

    yang mempengaruhi pencapaian tujuan organisasi. Manajemen Risiko perusahaan

    adalah sebuah proses, dipengaruhi oleh dewan entitas direksi, manajemen dan personel

    lainnya, diterapkan dalam peraturan strategis dan di seluruh perusahaan, yang dirancang

    untuk mengidentifikasi kejadian potensial yang dapat mempengaruhi entitas, dan

    mengelola risiko untuk berada dalam risk appetite, untuk memberikan keyakinan

    memadai tentang pencapaian tujuan entitas.

    Peranan inti dari audit internal dalam ERM adalah untuk memberikan jaminan

    yang objektif kepada dewan atas efektivitas dari manajemen risiko. Keterlibatan audit

    internal didalam ERM dapat menambah nilai organisasi tapi juga menimbulkan risiko

    yang akan mengganggu organisasi tersebut. Risiko yang dihadapinya adalah akan

    munculnya kompromi terhadap independensi dan objektivitas internal dari auditor

    tersebut. Untuk menanggapi isu ini IIA mengeluarkan surat pernyataan yang bersikan

    peran inti audit internal dalam hal ERM serta peran yang tidak seharusnya dilakukan

    audit internal, berikut ini merupakan rincian isi pernyataan tersebut:

    IIA membagi peran Audit Internal dalam ERM menjadi tiga kategori, yaitu:

  • 4

    1. Peran audit internal inti dalam ERM

    a. Pemberian keyakinan pada desain dan efektivitas proses manajemen risko

    b. Pemberian keyakinan bahwa risiko dievaluasi dengan benar

    c. Mengevaluasi proses manajemen risiko

    d. Mengevaluasi pelaporan mengenai status dari risiko-risiko kunci dan

    pengendaliannya

    e. Meninjau pengelolaan risiko-risiko kunci, termasuk efektivitas dari pengendalian

    dan respon lain terhadap risiko-risiko tersebut

    2. Peranan audit internal yang sah dengan pengamanan

    a. Memulai pembentukan ERM dalam organisasi

    b. Mengembangkan strategi manajemen risiko bagi persetujuan dewan

    c. Mempertahankan dan mengembangkan kerangka ERM

    d. Memfasilitasi identifikasi dan evalusi risiko

    e. Pelatihan manajemen tentang merespon risiko

    f. Mengkoordinasikan kegiatan ERM

    g. Mengonsolidasi laporan mengenai risiko

    3. Peranan audit internal dalam ERM yang tidak boleh dilakukan

    a. Mengatur minat risiko (risiko appetite)

    b. Menerapkan proses manajemen risiko

    c. Menjamin manajemen risiko

    d. Membuat keputusan pada respon risiko

    e. Menerapkan respon dan manajemen risiko atas nama manajemen

    f. Akuntabilitas manajemen risiko

    Menurut Crowe Horwath, peranan internal audit dalam manajemen risiko

    adalah sebagai berikut:

    1. Proaktif mendukung dan berpartisipasi dalam upaya ERM organisasi, termasuk

    pembentukan ERM.

    2. Mempermudah identifikasi daerah berisiko bagi organisasi serta proses yang

    paling penting bagi organisasi

    3. Memastikan strategi bisnis terkait dengan proses ERM

  • 5

    4. Mengawasi proses pemahaman, menilai, merancang dan mendokumentasikan

    kontrol

    5. Risiko persedian organisasi dan kepatuhan kegiatan serta usaha untuk

    mengintegrasikan kedalam metodologi umum

    6. Mengevaluasi bisnis dan proses manajeman untuk mengambil tanggung jawab

    untuk ERM

    Secara lebih mendetail, beberapa peranan internal audit didalam manajemen risiko

    yang dapat dijelaskan secara mendetail adalah:

    1. Memeriksa kelayakan program manajemen risiko

    Dalam kaitannya dengan peranan ini adalah, internal audit berperan untuk

    memeriksa, mengevaluasi, serta memberikan respon terhadap kelayakan

    administrasi, manajemen risiko, dan proses pengendalian terkait untuk

    menyediakan jaminan atas kelayakannya. Dengan peranan ini sudah dipastikan

    proses pemeriksaan yang dilakukan oleh internal audit pasti berkaitan atau

    berpengaruh terhadap program manajemen risiko. Pada peranan ini internal audit

    juga dapat memberikan penilaian apa sebenarnya risiko potensial yang akan

    timbul kapan saja yang dapat menggangu keberlangsungan usaha pencapaian

    tujuan organisasi, sehingga berbagai program yang dibuat dalam manajemen

    risiko dapat mengantisipasi berbagai potensial risiko yang ada.

    2. Memeriksa dan melaporkan praktik mitigasi risiko utama

    Dalam peranan ini, internal audit seharusnya juga dapat memeriksa dan

    melaporkan proses-proses yang dilakukan atau dijalankan oleh bagian manajemen

    risiko dalam melakukan mitigasi risiko-risiko utama yang terkait dengan

    operasional perusahaan sehari-hari. Tugas ini dapat berupa: membuat rencana

    audit berkala terhadap masing-masing risiko yang sebelumnya sudah ada atau

    yang baru berpotensi ada, dimulai dari rencana pencegahan, tindakan pencegahan,

    rencanan penanganan, tindakan penanganan, serta pencapaian atas rencana

    mitigasi risiko yang telah dilaksanakan.

    3. Memberikan saran, rekomendasi, dan konsultasi mitigasi risiko

    Sebagai mana mestinya, dalam proses pemeriksaan (internal audit), pasti akan

    dihasilkan suatu potensi risiko ataupun risiko yang memang telah dihadapi

  • 6

    organisasi, dan semestinya dengan dilakukannya pemeriksaan tersebut selain

    dapat mengidentifikasi risiko juga dapat memberikan saran dan masukan

    bagaimana seharusnya manajemen risiko mengimplementasikan programnnya dan

    menghadapi risiko-risiko yang ada untuk dapat meminimalisasi dampak negatif

    yang mungkin timbul. Selain itu, internal audit seharusnya dapat menjadi sumber

    informasi dan juga tempat konsultasi bagi manajemen dalam

    mengimplementasikan program-programnya.

    4. Menjadi pemimpin dalam menyusun dan melakukan uji coba implementasi

    Standar Operasi dan Prosedur (SOP), terkait dengan manajemen risiko

    Dalam peranan ini, internal audit menjadi asistensi mengawal dan menggiring

    risiko menuju garis batas yang masih dapat ditoleransikan oleh organisasi atau

    perusahaan.

    Setelah melihat penjabaran mengenai peranan internal audit dalam manajemen

    risiko diatas kita dapat menyimpulkan bahwa pada saat ini telah terjadi pergeseran

    pandangan menganai internal auditor disebuah organisasi, yang pada awalnya dianggap

    sebagai polisi organisasi dengan penilaian-penialain yang diberikannya saat ini

    pandangan mengenai auditor internal telah bergeser menjadi business partner yang

    tidak dapat dipisahkan dari proses manajemen organisasi. Auditor initernal saat ini tidak

    lagi hanya memberikan penilaian saja tetapi juga telah ikut serta dalam mendeteksi

    risiko organisasi, mengevaluasi program-program manajemen, serta turut serta dalam

    perbaikan dan memberikan konsultasi bagi program yang dijalankan oleh manajemen.

    B. Peran Internal Audit dalam Pelaksanaan CG yang Efektif

    Menurut peraturan Bapepam LK No. IX.I.7, Audit Internal adalah kegiatan

    pemberian keyakinan (assurance) dan konsultasi yang bersifat independen dan obyektif,

    dengan tujuan untuk meningkatkan nilai dan memperbaiki operasional perusahaan,

    melalui pendekatan yang sistematis, dengan cara mengevaluasi dan meningkatkan

    efektivitas manajemen risiko, pengendalian, dan proses tata kelola perusahaan.

    Para Dewan Sertifikasi Qualified Internal Auditor (DS-QIA) serta Perhimpunan

    Auditor Internal Indonesia (PAII) berkeyakinan bahwa fungsi audit internal yang efektif

    mampu menawarkan sumbangan penting dalam meningkatkan proses corporate

  • 7

    governance. Internal audit merupakan dukungan penting bagi komisaris, direksi, komite

    audit, dan manajemen senior dalam membentuk fondasi bagi pengembangan corporate

    governance didalam suatu organisasi atau perusahaan. Fungsi audit internal biasanya

    dilakukan bukan dengan tujuan menguji kelayakan laporan keuangan, akan tetapi untuk

    membantu pihak manajemen dalam mengidentifikasi kelemahan-kelemahan, kegagalan-

    kegagalan, dan inefisiensi dari berbagai program yang telah direncanakan oleh

    organisasi atau perusahaan yang bersangkutan.

    Audit internal berpengaruh secara signifikan terhadap implementasi good

    corporate governance, dimana semakin tinggi peran audit internal maka akan semakin

    mendukung kinerja implementasi good corporate governance (GCG). Auditor internal

    berperan untuk memastikan terlaksananya prinsip-prinsip GCG yang telah dibahas pada

    pertemuan-pertemuan sebelumnya, yaitu yang meliputi transparansi, akuntabilitas,

    pertanggungjawaban, independensi, dan kewajaran yang nantinya akan mampu

    memberian kejelasan mengenai fungsi, hak dan tanggung jawab antara pihak-pihak

    yang berkepentingan atas perusahaan, proses pengendalian internal dan menciptakan

    keseimbangan organ perusahaan dan juga keseimbangan antar stakeholders.

    Didalam Crowe Horwarth (2011), pada tingkat yang lebih tinggi , tata kelola

    perusahaan memiliki tujuh komponen yang saling terkait yaitu, dewan direksi dengan

    komite, hukum dan peraturan, pengungkapan dan transparansi, praktik bisnis dan etika,

    manajemen risiko perusahaan, pemantauan, dan komunikasi. Tujuh komponen ini

    memberikan pandangan yang komprehensif, kompleks, keterkaitan dan variable

    organisasi harus mengelolanya dengan baik untuk memperkuat tata kelola mereka.

    Ketika seluruh komponen dapat beroperasi dengan efektif dan terkoordinasi secara

    efisien, tata kelola perusahaan akan menyediakan platform atau landasan untuk

    membantu meningkatkan kinerja bisnis dan meningkatkan nilai bagi stakeholders.

    Peranan internal audit didalam tujuh komponen organisasi tersebut yang dapat

    membantu implementasi corporate governance yang efektif adalah sebagai berikut:

    1. Board of Directors and Committees

    Membantu dewan direksi dan komite dengan penilaian diri mereka dan praktik

    terbaik.

  • 8

    Menilai efektivitas komite audit dan kepatuhan terhadap peraturan. Ulasan piagam

    komite audit dengan bantuan penasihat hukum.

    Interaktif tentang masalah tata kelola, membawa ide-ide terbaik dalam praktik

    tentang pengendalian internal dan proses manajemen risiko untuk mengaudit

    anggota komite.

    Menetapkan keakuratan informasi yang digunakan dalam pengambilan keputusan

    oleh komite kompensasi, dan

    Membantu board dengan kuasanya melaporkan pengawasan manajemen risiko.

    2. Legal and Regulatory

    Memverifikasi sesuai hukum bahwa organisasi telah mengidentifikasi persyaratan,

    tanggung jawab yang diberikan, dan semua persyaratan hukum dan peraturan

    yang ditujukan

    Mencari peluang untuk meningkatkan kegiatan kepatuhan dan kemampuan untuk

    mengurangi biaya jangka panjang dan meningkatkan kinerja

    3. Business Practice and Ethics

    Meninjau kode etik dan kebijakan, memverifikasi bahwa keduanya diperbaharui

    secara berkala dan disampaikan kepada manajemen dan pegawai

    Menyelenggarakan ilmu perilaku untuk meninjau dan menilai pemahaman dan

    persepsi kepatuhan di setiap tingkatan organisasi

    Membantu manajemen dan komite audit untuk menahan orang dalam setiap

    tingkatan untuk bertanggung jawab, mendengarkan perkataan mereka tetapi juga

    melihat tindakan mereka

    Melayanin dalam peranan pengawasan etika atau membicarakan kepada petugas

    etika

    Berpartisipasi dalam whistle-blower dan proses investigasi complain lainnya

    Melakukan audit tahunan dan proses tindak lanjut (contohnya kepatuhan terhadap

    kebijakan dan konsistensi tindakan), pelaporan untuk komite audit

    Menilai hubungan etika dengan penetapan tujuan dan evaluasi proses kinerja

    4. Disclosure and Transparency

    Melakukan pengujian pengungkapan keuangan dan mebicarakan dengan CFO

  • 9

    Memahami mengenai pengungkapan dan transparansi, penilaian risiko yang

    disesuaikan dengan ekspektasi stakeholders

    Pada rencana audit tahunan, menuju pada tujuan pengungkapan dan transparansi

    Memahami secara luas dan mendalam, gambaran dari kemungkinan

    pengungkapan dan transparansi, dan dimana organisasi mengusahakan akan hal

    tersebut

    Berpartisipasi secara aktif dalam komite pengungkapan, termasuk mengevaluasi

    efektivitas

    Meninjau proses sub-certification

    5. Enterprise Risk Management

    Proaktif mendukung dan berpartisipasi dalam upaya ERM organisasi, termasuk

    pembentukan ERM.

    Mempermudah identifikasi daerah berisiko bagi organisasi serta proses yang

    paling penting bagi organisasi

    Memastikan strategi bisnis terkait dengan proses ERM

    Mengawasi proses pemahaman, menilai, merancang dan mendokumentasikan

    kontrol

    Risiko persedian organisasi dan kepatuhan kegiatan serta usaha untuk

    mengintegrasikan kedalam metodologi umum

    Mengevaluasi bisnis dan proses manajeman untuk mengambil tanggung jawab

    untuk ERM

    6. Monitoring

    Memahami aktivitas monitoring dalam organisasi pada masing-masing komponen

    dalam kerangka kelola organisai

    Memfasilitasi pelaksanaan metodologi pemantauan risiko umum di semua fungsi

    tata kelola perusahaan, sehingga sistem pelaporan terintegrasi

    Melakukan pemeriksaan tata kelola perusahaan pada tingkat perencanaan strategi

    Menggabungkan aspek tata kelola perusahaan ke dalam tingkat perencanaan audit

    Mengembangkan jaminan penilaian (scorecard) dan laporan per-triwulan

    7. Communication

  • 10

    Berpartisipasi dalam dialog yang berkelanjutan dengan penasihat umum, kepala

    keuangan, dan pejabat manajemen senior lainnya

    Menjaga komunikasi yang stabil dengan komite audit dan eksekutif pengawas

    Mencakup informasi tentang tata kelola perusahaan dalam laporan audit

    Membantu dalam membangun komunikasi penjadwalan tata kelola dan

    mengumpulkan sejumlah masukan tentang kebutuhan seluruh organisasi

    C. Perbandingan Peraturan Bapepapm-LK terkait Internal Audit dengan

    Peran Internal Audit menurut IIA (2009) dan Crowe Horwarth (2011)

    Menurut peraturan No. IX.I.7 Bapepam LK, Audit Internal adalah suatu kegiatan

    pemberian keyakinan (assurance) dan konsultasi yang bersifat independen dan obyektif,

    dengan tujuan untuk meningkatkan nilai dan memperbaiki operasional perusahaan,

    melalui pendekatan yang sistematis, dengan cara mengevaluasi dan meningkatkan

    efektivitas manajemen risiko, pengendalian, dan proses tata kelola perusahaan.

    Peraturan ini juga membahas Struktur dan Kedudukan Unit Audit Internal dalam

    perusahaan, antara lain bahwa Unit Audit Internal dipimpin oleh kepala Unit Audit

    Internal yang diangkat dan diberhentikan (jika tidak memenuhi persyaratan sesuai

    peraturan ini dan atau gagal atau tidak cakap menjalankan tugas) oleh direktur utama

    atas persetujuan dewan komisaris. Auditor yang duduk dalam Unit Audit Internal

    bertanggung jawab secara langsung kepada kepala Unit Audit Internal, sementara

    kepala Unit Audit Internal bertanggung jawab kepada direktur utama.

    Persyaratan auditor internal yang disebutkan diatas menurut peraturan No IX.I.7

    yaitu memiliki integritas dan perilaku yang profesional, independen, jujur, dan obyektif

    dalam pelaksanaan tugasnya, serta memiliki pengetahuan dan pengalaman mengenai

    teknis audit dan disiplin ilmu lain yang relevan dengan bidang tugasnya. Auditor

    Internal juga harus mengetahui peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal

    dan peraturan perundang-undangan terkait lainnya, cakap dalam berinteraksi dan

    berkomunikasi baik lisan maupun tertulis secara efektif, dan wajib mematuhi standar

    profesi yang dikeluarkan oleh asosiasi Audit Internal. Auditor Internal wajib menjaga

    kerahasiaan informasi dan/atau data perusahaan terkait dengan pelaksanaan tugas dan

    tanggung jawab Audit Internal kecuali diwajibkan berdasarkan peraturan perundang-

  • 11

    undangan atau penetapan/putusan pengadilan, memahami prinsip-prinsip tata kelola

    perusahaan yang baik dan manajemen risiko, dan bersedia meningkatkan pengetahuan,

    keahlian dan kemampuan profesionalismenya secara terus-menerus.

    Sementara tugas dan tanggung jawab Unit Audit Internal berdasarkan peraturan

    tersebut adalah menyusun dan melaksanakan rencana Audit Internal tahunan, menguji

    dan mengevaluasi pelaksanaan pengendalian interen dan sistem manajemen risiko

    sesuai dengan kebijakan perusahaan, melakukan pemeriksaan dan penilaian atas

    efisiensi dan efektivitas di bidang keuangan, akuntansi, operasional, sumber daya

    manusia, pemasaran, teknologi informasi dan kegiatan lainnya, memberikan saran

    perbaikan dan informasi yang obyektif tentang kegiatan yang diperiksa pada semua

    tingkat manajemen, membuat laporan hasil audit dan menyampaikan laporan tersebut

    kepada direktur utama dan dewan komisaris, memantau, menganalisis dan melaporkan

    pelaksanaan tindak lanjut perbaikan yang telah disarankan, bekerja sama dengan

    Komite Audit, menyusun program untuk mengevaluasi mutu kegiatan audit internal

    yang dilakukannya, dan melakukan pemeriksaan khusus apabila diperlukan.

    Dalam melakukan tugas dan tanggung jawab tersebut, Unit Audit Internal

    diberikan kewenangan untuk mengakses seluruh informasi yang relevan tentang

    perusahaan terkait dengan tugas dan fungsinya, melakukan komunikasi secara langsung

    dengan direksi, dewan komisaris, dan/atau Komite Audit serta anggota dari direksi,

    dewan komisaris, dan/atau Komite Audit, mengadakan rapat secara berkala dan

    insidentil dengan direksi, dewan komisaris, dan/atau Komite Audit, dan melakukan

    koordinasi kegiatannya dengan kegiatan auditor eksternal.

    Seperti dinyatakan dalam peraturan ini, perusahaan publik wajib memiliki piagam

    Audit Internal yang meliputi hal-hal diatas, seperti struktur dan kedudukan Unit Audit

    Internal, tugas dan tanggung jawab Unit Audit Internal, wewenang Unit Audit Internal,

    kode etik Unit Audit Internal, persyaratan auditor yang duduk dalam Unit Audit

    Internal, pertanggungjawaban Unit Audit Internal, dan larangan perangkapan tugas dan

    jabatan auditor dan pelaksana yang duduk dalam Unit Audit Internal dari pelaksanaan

    kegiatan operasional perusahaan.

    Dapat kita lihat diatas, bahwa Bapepam-LK lebih mengacu kepada ketentuan

    dan peraturan mengenai Audit Internal. Sedangkan dalam naskah berjudul IIA Position

  • 12

    Paper: the Role of Internal Auditing in Enterprise-Wide Risk Management yang dibuat

    oleh Institute of Internal Auditor (IIA) lebih membahas mengenai peran auditor dalam

    pengelolaan resiko perusahaan.

    Dalam naskahnya, IIA lebih menekankan kepada konsep ERM (Enterprise-Wide

    Risk Management), yaitu suatu proses yang terstruktur, konsisten, dan terus menerus

    dalam suatu organisasi secara keseluruhan, yang dilakukan untuk mengidentifikasi,

    menilai, memutuskantanggapan terhadapdan pelaporantentang peluangdan

    ancamanyang mempengaruhipencapaiantujuannya. Prinsip-prinsip yang dijelaskan oleh

    IIA dapat digunakan untuk memanduketerlibatanaudit internaldalam segala

    bentukmanajemen risiko.

    Peran utama dari audit internal dalam ERM adalah memberikan

    jaminan/keyakinan (assurance) yang obyektif mengenai efektivitas manajemen resiko

    perusahaan kepada dewan. Gambar dibawah menunjukan cakupan aktivitas dalam ERM

    yang memperlihatkan batasan atas hal-hal yang seharusnya dilakukan oleh audit internal

    dan hal-hal yang tidak boleh dijalankan oleh anggota audit internal. Hal ini ditentukan

    berdasarkan pertimbangan mengenai seberapa jauh pekerjaan tersebut mengancam

    independensi dan obyektivitas dari auditor internal, dengan seberapa banyak pekerjaan

    tersebut meningkatkan kontrol dan manajemen resiko serta tatakelola perusahaan.

  • 13

    Aktivitas pada bagian kiri gambar menunjukan kegiatan minimal dalam pekerjaan

    assuranceyang dilakukan oleh audit internal. Namun, unit audit internal juga dapat

    memberikan saran dan konsultansi untuk meningkatkan kontrol dan manajemen resiko

    serta tatakelola perusahaan, seperti yang digambarkan pada aktivitas-aktivitas dibagian

    tengah. Meskipun begitu, seiring perkembangan manajemen resiko dalam kegiatan

    operasional perusahaan, tanggung jawab audit internal dalam ERM juga akan

    berkurang. Dapat dilihat pada gambar diatas, semakin ke kanan ruang lingkup kegiatan

    audit internal, akan semakin besar pula resiko untuk menjaga independensi dan

    objektifitas mereka.

    Faktor kunci yang menentukan apakah kegiatan konsultasi yang dilakukan

    seimbang dan tidak melebihi kegiatan assurance yang memang merupakan tugas audit

    internal adalah bahwa unit audit internal tidak menanggung tanggung jawab manajerial.

    Dalam ERM, internal audit dapat menyediakan selama tidak benar-benar berperan

    dalam pengelolaan resiko (yang merupakan tanggung jawab manajemen) dan selama

    manajemen juga mengaplikasikan dan mendukung berlangsungnya ERM.

    Selain peraturan Bapepam-LK dan IIA, Crowe Howart LLP sebagai salah satu

    kantor akuntan publik dan konsultan akuntansi, perpajakan dan keuangan terbesar di

    Amerika juga menerbitkan tulisan berjudul Strengthening Corporate Governance with

    Internal Audit mengenai peran audit internal dalam memenuhi peningkatan ekspektasi

    terkait persamaan kemampuan internal audit dengan peningkatan penilaian dan

    pengawasan terhadap kualitas tata kelola perusahaan.

    Crowe Horwath menyebutkan bahwa tanggung jawab audit internal semakin

    berkembang seiring dengan meningkatnya pengawasan dari berbagai pihak, mulai dari

    dewan direksi hingga investor. Mereka juga mengungkapkan adanya perubahan peran

    audit internal, dimana pada sekitar tahun 1990 minat dan kepercayaan masyarakat pada

    kegiatan bisnis sedang tinggi-tingginya, sesuai dengan naiknya harga saham. Meskipun

    telah ada audit internal yang berfungsi untuk mengalokasikan sumberdaya perusahaan

    berdasarkan resiko, pegawainya terbatas dan audit yang dilakukan lebih fokus terhadap

    pengawasan dan penilaian kinerja. Namun peraturan terkini, maraknya gerakan anti

    penipuan/korupsi dalam perusahaan serta banyaknya kasus whistle-blower yang terjadi

    mendorong auditor untuk berperan lebih aktif dalam perusahaan.

  • 14

    Berdasarkan perkembangan tersebut, terdapat tujuh komponen dalam kerangka

    tata kelola perusahaan menurut Crowe Horwath. Pada masing-masing komponen, telah

    dikembangkan tugas dan tanggung jawab bagi peran audit internal dalam perusahaan.

    Komponen dan tanggung jawab tersebut antara lain:

    Dewan Direksi dan Komite Audit

    Tanggung jawab audit internal terhadap dewan direksi dan komite audit antara

    lain:

    - Membantu dewan direksi dan komite audit dalam menjalankan tugasnya.

    - Memberikan ide mengenai pengelolaan resiko dan internal kontrol.

    - Memastikan keakuratan informasi yang dijadikan dasar pengambilan

    keputusan.

    Hukum dan Peraturan

    Tanggung jawab audit internal terkait hukum dan peraturan antara lain:

    - Memastikan bahwa perusahaan telah mengetahui dan memenuhi semua

    persyaratan sesuai peraturan yang berlaku.

    - Mengidentifikasi peluang yang mempengaruhi pemenuhan aktivitas yang dapat

    mengurangi biaya jangka panjang dan meningkatkan kinerja.

    Praktek dan Etika Bisnis

    Tanggung jawab audit internal terkait praktek dan etika bisnis antara lain:

    - Memeriksa kebijakan terkait kode etik perusahaan dan memastikan kebijakan

    tersebut diperbarui sesuai kebutuhan perusahaan dari waktu ke waktu dan

    menyampaikan perubahan yang ada kepada pegawai.

    - Menjalankan tugasnya dengan mengikuti kode etik perusahaan.

    - Berpartisipasi dalam proses invetigasi mengenai whistle-blowerdan keluhan

    lainnya mengenai etika bisnis perusahaan.

    Pengungkapan dan Transparansi

    Tanggung jawab audit internal terkait pengungkapan dan transparansi antara lain:

    - Melakukan pemeriksaan terhadap pengungkapan laporan keuangan

    perusahaan.

    - Memahami resiko terkait pelaporan keuangan yang dapat terjadi sesuai

    karakteristik perusahaan.

  • 15

    - Menyatakan tujuan atas pengungkapan dan transparansi dengan jelas dan

    mengkomunikasikannya kepada pegawai.

    Enterprise Risk Management (ERM)

    Tanggung jawab audit internal terkait ERM antara lain:

    - Memastikan strategi bisnis berjalan sesuai proses ERM

    - Secara aktif berperan sebagai penasehat maupun partisipan dalam kegiatan

    ERM perusahaan.

    Pengawasan

    Tanggung jawab audit internal terkait pengawasan antara lain:

    - Memahami dimana saja aktivitas pengawasan diperlukan dalam perusahaan.

    - Memfasilitasi implementasi metobe pengawasan terhadap resiko umum di

    seluruh bagian perusahaan.

    Komunikasi

    Tanggung jawab audit internal terkait komunikasi dalam organisasi antara lain:

    - Menyatakan semua informasi mengenai tata kelola perusahaan dalam laporan

    audit.

    - Menjaga kelancaran komunikasi dengan masing-masing anggota unit audit

    internal, kepala keuangan, dewan direksi, dll.

    D. Manajemen Risiko menurut Draft Pedoman Penerapan Manajemen Risiko

    Berbasis Governance KNKG 2011

    Suatu organisasi dalam menyusun strategi untuk melaksanakan proses utama

    organisasinya, perlu memperhatikan risiko-risiko yang mungkin muncul, antisipasi

    terhadap risiko, dan menentukan hal yang akan dilakukan jika risiko tersebut benar-

    benar terjadi. Hal inilah yang mendasari pentingnya manajemen risiko bagi suatu

    organisasi. Menurut KNKG dalam Draft Pedoman Penerapan Manajemen Risiko

    Berbasis Governance (2011), manajemen risiko adalah upaya organisasi yang

    terkoordinasi untuk mengarahkan dan mengendalikan risiko.

    Menurut KNKG (2011), penerapan manajemen risiko yang baik dapat

    memberikan beberapa keuntungan bagi perusahaan, yakni:

  • 16

    Mengurangi terjadinya peristiwa yang kurang menyenangkan, risiko yang mungkin

    muncul telah diantisipasi sebelumnya.

    Meningkatkan hubungan baik dengan para pemangku kepentingan, manajemen risiko

    memerlukan komunikasi timbal balik yang intens yang dapat membangun kesamaan

    persepsi dan kepentingan.

    Meningkatkan efektivitas dan efisiensi manajemen, organisasi lebih siap dalam

    menghadapi dan menangani risiko yang mungkin muncul karena telah diidentifikasi

    sebelumnya.

    Lebih memberikan jaminan yang wajar atas pencapaian sasaran perusahaan, karena

    ketiga hal di atas dapat tercapai.

    KNKG menyarankan bahwa dalam proses penerapan manajemen risiko terdapat

    tiga aspek yang perlu diperhatikan, yaitu aspek struktural, aspek operasional, dan aspek

    perawatan.

    1. Aspek Stuktural Aspek struktural merupakan aspek yang memastikan arah penerapan, struktur

    organisasi penerapan, akuntabilitas pelaksanaan manajemen risiko dalam organisasi,

    dan penyediaan sumber daya. Dengan kata lain, aspek struktural menjadi dasar atau

    fondasi bagi penerapan manajemen risiko pada suatu organisasi. Penerapan manajemen

    risiko awalnya berfokus pada bagaimana menangani risiko secara parsial, tetapi saat ini

    fokusnya telah berkembang menjadi terintegrasi untuk keseluruhan organisasi yang

    disebut sebagai ERM (enterprise risk management).

    a. Prinsip-prinsip manajemen risiko yang efektif:

    1) Manajemen risiko melindungi dan menciptakan nilai tambah

    2) Manajemen risiko adalah bagian terpadu dari proses organisasi

    3) Manajemen risiko adalah bagian dari proses pengambilan keputusan

    4) Manajemen risiko secara khusus menangani aspek ketidakpastian

    5) Manajemen risiko bersifat sistematik, terstruktur, dan tepat waktu

    6) Manajemen risiko berdasarkan pada informasi terbaik yang tersedia

    7) Manajemen risiko adalah khas untuk penggunanya (tailored)

    8) Manajemen risiko mempertimbangkan faktor manusia dan budaya

    9) Manajemen risiko harus transparan dan inklusif

  • 17

    10) Manajemen risiko bersifat dinamis, berulang, dan tanggap terhadap perubahan

    11) Manajemen risiko harus memfasilitasi terjadinya perbaikan dan peningkatan

    organisasi secara berlanjut.

    b. Kerangka Kerja Manajemen Risiko

    Kerangka kerja akan memastikan berjalannya pelaporan dari proses manajemen

    risiko mengenai informasi risiko yang lengkap dan memadai serta akan digunakan

    sebagai landasan dalam pengambilan keputusan.

    Gambar 1: Kerangka Kerja Manajemen Risiko

    c. Mandat dan Komitmen

    Dalam kerangka kerja manajemen risiko, mandat dan komitmen merupakan

    sentral, sesuai dengan peraturan perundang-undangan, yang menjadi sumber dasar

    hukum entitas. Alter ego perusahaan dalam UU PT adalah Dewan Direksi dan Dewan

    Komisaris. Direksi merupakan penanggung jawab utama penerapan manajemen risiko

    perusahaan, sedangkan Komisaris merupakan pengawas tertinggi dalam pelaksanaan

    pengawasan penerapan manajemen risiko perusahaan.

    Mandat &

    Komitmen

    Perencanaan Kerangka Kerja Manajemen Risiko

    Penerapan Manajemen Risiko

    Monitoring & Review Penerapan Kerangka Kerja

    MR

    Perbaikan Sinambung Kerangka Kerja MR

  • 18

    d. Proses Manajemen Risiko

    Secara singkat, proses manajemen risiko merupakan penerapan kerangka kerja

    manajemen risiko pada tiap-tiap jenis risiko yang secara spesifik mempunyai karakter

    yang berbeda-beda sesuai dengan konteksnya (tailored). Gambar berikut merupakan

    proses manajemen risiko dalam KNKG (2011).

    Gambar 2: Proses Manajemen Risiko

    e. Tata Kelola Risiko

    Tata kelola risiko meliputi unsur-unsur sebagai berikut:

    1) Kebijakan manajemen risiko, pernyataan komitmen secara tertulis oleh Dewan

    Direksi dan Dewan Komisaris untuk menerapkan manajemen risiko.

    2) Akuntabilitas penerapan manajemen risiko, akuntabilitas tertinggi berada pada

    Direksi, secara lebih khusus pada Direktur Utama atau yang ditunjuk. Selain itu

    perlu diperhatikan mengenai:

    Penunjukan champion, bertanggung jawab sebagai fasilitator penerapan

    manajemen risiko ke seluruh organisasi (ERM)

    Penunjukan risk owner, pemangku risiko dan penanggung jawab pengelolaan

    risiko pada divisi yang dipimpinnya

    Penyusunan infrastruktur organisasi sebagai unit untuk mendorong penerapan

    ERM

    Penyusunan mekanisme organisasi untuk penerapan manajemen risiko

    Proses untuk menimbulkan budaya sadar risiko ke seluruh organisasi

  • 19

    3) Infrastuktur manajemen risiko, setiap organisasi harus menyusun infrastruktur

    manajemen risiko sesuai dengan kebutuhan dan jenis-jenis risiko yang

    dihadapinya.

    4) Tata laksana, komunikasi, dan pelaporan, metode yang sering digunakan

    adalah RACI Matrix yakni:

    Responsible, siapa yang mengerjakan kegiatan

    Accountable, siapa yang memiliki hak membuat keputusan akhir serta

    menjawab pertanyaan pihak lain

    Consulted, siapa yang harus dilibatkan atau diajak berkonsultasi sebelum atau

    saat pelaksanaan kegiatan

    Informed, siapa yang harus diberi informasi mengenai apa yang sedang terjadi

    tanpa harus menghentikan kegiatan tersebut.

    f. Sumber Daya Penerapan Manajemen Risiko

    Beberapa pengalokasian sumber daya memadai yang harus dilakukan untuk

    pelaksanaan manajemen risiko:

    Personalia dengan pengalaman, keterampilan dan keahlian yang memadai serta

    jumlah yang sesuai dengan kebutuhan

    Sumber dana dan sumber daya yang diperlukan untuk setiap tahapan penerapan

    manajemen risiko

    Proses dan prosedur yang terdokumentasi dengan baik

    Sistem informasi dan manajemen pengetahuan

    1. Aspek Operasional

    Aspek operasional merupakan aspek operasionalisasi bagi manajemen risiko di

    seluruh organisasi tetapi juga spesifik bagi masing-masing bagian atau bahkan bagi

    masing-masing pemilik risiko.Proses manajemen risiko dan penanganan manajemen

    perubahan merupakan bagian dari aspek operasional sedangkan, aspek spesifik adalah

    penerapan proses manajemen risiko itu sendiri pada tiap-tiap risiko. Dalam aspek

    operasionalisasi, perlu lingkup tugas mana yang menjadi bagian level organisasi

    keseluruhan (perusahaan) dan wilayah mana yang menjadi bagian risk owner (divisi,

    departemen, dll).

  • 20

    Gambar 3: Operasionalisasi Kerangka Kerja dan Proses Manajemen Risiko

    Proses manajemen risiko yang berada di tengah pada gambar di atas merupakan

    domain kegiatan risk owner sedangkan kegiatan lainnya merupakan domain kegiatan

    organisasi, yang merupakan tugas khusus fungsi manajemen risiko organisasi yaitu

    untuk menyediakan dasar bagi kegiatan para risk owner dalam menerapkan manajemen

    risiko.

    a. Manajemen Perubahan

    Organisasi akan mengalami beberapa tahapan dalam melakukan setiap pengenalan

    program baru kepada seluruh anggotanya, yakni:

    Penolakan, semua orang karena sudah nyaman dengan kondisi yang ada akan

    mempertanyakan kegunaan dari program baru tersebut.

    Perlawanan, orang mulai melihat manfaatnya tetapi masih ragu untuk

    melaksanakannya.

  • 21

    Eksplorasi, mulai timbul keinginan untuk memahami dan mengeksplorasi lebih jauh

    karena sudah melihat manfaatnya dengan jelas.

    Komitmen, melakukan perubahan tersebut dan proses perubahan akan berlangsung

    dengan baik.

    Proses manajemen perubahan meliputi peluncuran, sosialisasi dan pelatihan

    hingga penerapan manajemen risiko dan pada akhirnya akan tumbuh budaya sadar

    risiko. Oleh karena itu, perubahan harus dimulai dari tup management terlebih dahulu

    sehingga akan menjadi change leader yang akan diikuti oleh middle management, dan

    begitu seterusnya sampai ke tahap line management dan seluruh karyawan. Selain itu,

    proses penerapan manajemen risiko harus direncanakan dan disusun sedemikian rupa

    sehingga penolakan dan perlawanan dapat diatasi dengan baik.

    b. Panduan Manajemen Risiko

    Alat utama dalam operasionalisasi manajemen risiko ke seluruh organisasi adalah

    berupa Manual Manajemen Risiko atau buku panduan manajemen risiko. Melalui

    manual ini, istilah dan definisi diseragamkan untuk menghindari multi interpretasi dan

    penerapan serta proses manajemen risiko dilaksanakna sesuai dengan standar yang

    ditentukan oleh Direksi. Setiap perusahaan memiliki panduan manajemen risiko yang

    berbeda atau unik namun, secara umum terdapat beberapa sttruktur yang sama yaitu

    menjelaskan latar belakang dan alasan diterapkannya ERM, menguraikan prinsip-

    prinsip manajemen risiko, menguraikan kerangka kerja manajemen risiko, menguraikan

    proses manajemen risiko di setiap tahapan, menguraikan konteks manajemen risiko, dan

    memberikan panduan untuk implementasi manajemen risiko secara menyeluruh di

    perusahaan.

    c. Implementasi Manajemen Risiko

    Pada dasarnya merupakan implementasi kerangka kerja manajemen risiko dan

    implementasi proses manajemen risiko. Dalam sebuah perusahaan hanya ada satu

    kerangka kerja manajemen risiko yang berlaku secara menyeluruh. Namun, dalam

    proses mananjemen risiko konteks dan isinya, terutama alat dan metodenya dapat

    berbeda-beda untuk tiap risiko yang ditangani. Berikut merupakan tahapan-tahapan

    dalam proses manajemen risiko.

    1) Komunikasi dan Konsultasi

  • 22

    Pada setiap tahapan proses manajemen risiko harus dilakukan komunikasi dan

    konsultasi se-ekstensif mungkin dengan para risk owner baik internal maupun eksternal.

    Rencana komunikasi dan konsultasi harus disusun dan merujuk pada risiko yang

    mungkin terjadi, dampak, dan tindakan yang perlu dilakukan untuk mengatasinya, serta

    hal lain yang terkait. Risk owner memberikan pertimbangan dan penilaian terhadap

    risiko yang didasarkan pada persepsi mereka atas risiko tersebut. Penting untuk

    mengidentifikasi persepsi para risk owner terutama ketika pandangan mereka dapat

    memengaruhi dan menentukan dalam pengambilan keputusan.

    2) Penentuan Konteks

    Penentuan konteks artinya menentukan batasan atau parameter internal dan

    eksternal yang akan dijadikan pertimbangan dalam pengelolaan risiko, menentukan

    lingkup kerja, dan kriteria risiko untuk proses-proses selanjutnya.

    a) Konteks Internal, segala sesuatu di dalam organisasi yang dapat memengaruhi cara

    organisasi dalam mengelola risiko. Proses manajemen risiko harus dijalankan dengan

    selaras dengan budaya, proses, dan kultur organisasi.

    b) Konteks Eksternal, lingkungan eksternal di mana organisasi mengupayakan

    pencapaian sasaran yang ditetapkannya. Konteks internal meliputi lingkungan

    politik, budaya, sosial, ekonomi, hukum dan lainnya; faktor-faktor pendorong yang

    mempunyai dampak terhadapa pencapaian sasaran organisasi; dan persepsi dan nilai-

    nilai para stakeholders eksternal.

    c) Konteks Proses Manajemen Risiko, merupakan konteks di mana proses

    manajemen risiko diterapkan. Penerapan manajemen risiko dilaksanakan dengan

    mempertimbangkan biaya dan manfaat dalam pelaksanaannya. Kontek proses

    manajemen risiko akan berubah sesuai dengan kebutuhan organisasi.

    d) Mengembangkan Kriteria Risiko, kriteria dapat merupakan gambaran nilai-nilai

    dan sasaran organisasi, dampak terhadap sumber daya organisasi, serta aspek hukum

    yang terkait dengan kegiatan organisasi. Kriteria harus konsisten dengan kebijakan

    manajemen risiko yang telah ditetapkan. Kriteria disusun pada awal penerapan

    proses manajemen risiko dan ditinjau ulang secara berkala. Penyusunan kriteria

    risiko terutama penting untuk melakukan asesmen risiko. Kriteria yang perlu

    dikembangkan antara lain: kriteria dampak, cara mengukur kemungkinan terjadinya

  • 23

    risiko, cara menyusun kriteria tingkatan risiko, serta kriteria keberhasilan penerapan

    proses manajemen risiko.

    3) Asesmen Risiko

    Asesmen risiko merupakan proses pengidentifikasian risiko-risiko yang mungkin

    terjadi kemudian masing-masing risiko diberi atribut berdasarkan analisis dengan

    menggunakan kriteria risiko yang telah ditentukan. Setelah itu, dilakukan evaluasi

    pemeringkatan risiko sehingga dapat ditentukan tingkat prioritas risiko yang akan

    memerlukan perlakuan risiko.

    a) Identifikasi Risiko, proses ini sangat penting karena risiko yang tidak teridentifikasi

    tidak akan ditangani pada proses-proses selanjutnya. Risiko tidak hanya sekedar

    suatu peristiwa tetapi juga mencakup informasi yang berkaitan dengan peristiwa

    tersebut. Beberapa elemen dalam informasi tersebut: sumber risiko, kejadian,

    konsekuensi, pengendalian (faktor pemicu risiko), serta perkiraan waktu dan tempat

    terjaidnya risiko. Ketgori teknik yang secara umum digunakan untuk

    mengidentifikasi risiko:

    Teknik Brainstorming, antara lain Brainstorming, Delphi Method, RSCA (Risk

    Control Self-Assesment), focus group discussion.

    Persepsi pihak terkait, antara lain document review, stakeholders analysis,

    expert judgement.

    Proses bisnis, misalnya FMEA (Failure Mode & Effect Analysis, fish bone

    diagram).

    Struktur organisasi atau pekerjaan (workbreakdown structure), misalnya RBS

    (Risk Breakdown Structure).

    Contoh model risiko bisnis perusahaan sejenis (Bussiness Risk Model).

    Dalam prakteknya dapat dilakukan kombinasi dari berbagai macam teknik di atas.

    Proses identifikasi risiko akan menghasilkan daftar risiko (rekaman data mengenai

    riwayat risiko dan perkembangan perlakuannya) dan tabel risiko (tabel kumpulan

    risiko yang sudah dibuat daftar risikonya).

    b) Analisis Risiko, upaya untuk memahami risiko lebih dalam termasuk cara dan

    strategi yang tepat dalam memperlakukan risiko tersebut. Analisis dapat dilakukan

    secara kualitatif, kuantitatif, semi kuantitatif, atau kombinasi dari cara-cara ini,

  • 24

    tergantung dari kondisinya. Biasanya dalam praktik, untuk mendapatkan indikasi

    umum tingkat kegawatan risiko, terlebih dahulu dilakukan analisis kualitatif.

    Langkah berikutnya, sesuai dengan keperluan, dilakukan analisis yang lebih spesifik

    dan secara kuantitatif. Tujuannya untuk menganalisis dampak dan kemungkinan

    terjadinya risiko yang dapat menghambat pencapaian sasaran organisasi. Dampak

    tidak hanya merupakan ancaman belaka namun dapat pula diartikan sebagai peluang

    bagi organisasi. Gambar berikut merupakan hasil analisis risiko berdasarkan

    formulasi hubungan dampak dan kemungkinan yang dapat djadikan ukuran

    pemeringkatan kegawatan risiko.

    Gambar 4: Peringkat Risiko

    Hasil analisis risiko ini akan menjadi masukan bagi evaluasi risiko dan untuk proses

    pengambilan keputusan mengenai perlakuan terhadap risiko tersebut.

    c) Evaluasi Risiko, menentukan risiko-risiko mana yang memerlukan perlakuan dan

    bagaimana prioritas perlakuan atas risiko-risiko tersebut. Risiko menurut banyak

    pihak dikelompokkan menjadi:

    Kelompok risiko tinggi (high risk), terdapat risiko-risiko yang berbahaya dan

    tidak dapat ditolerir, apapun manfaat yang terkandung dalam kegiatan tersebut.

    Langkah-langkah mitigasi risiko (risk reduction) hasil diambil, berapapun

    biayanya. Contohnya, terkait dengan keselamatan dan kesehatan.

    Kelompok risiko rendah (medium risk), risiko yang memerlukan analisis

    manfaat-biaya guna mengukur perbandingan antara peluang serta dampak

    buruknya. Contohnya, risiko bisnis.

  • 25

    Kelompok risiko rendah (low risk), risiko yang memiliki aspek positif dan

    negatif terlalu kecil sehingga tidak memerlukan penanganan risiko secara khusus

    dan kesalahan dari risiko ini tidak menimbulkan dampak besar yang tidak

    diinginkan. Contohnya, salah tulis.

    Dalam menentukan kriteria risiko di atas, pengertian pengendalian risiko perlu

    diperhatikan. Sebagai contoh, suatu risiko masuk dalam kelompok risiko tinggi tetapi

    karena pengendalian risiko yang efektif, risiko tersisa menjadi kecil, sehingga masuk

    dalam kategori risiko rendah. Hasil evaluai risiko menunjukkan peringkat risiko yang

    memerlukan penanganan lebih lanjut berdasarkan risiko yang tersisa dan efektivitas

    pengendalian risiko yang ada.

    4) Perlakuan Risiko

    Setiap risiko memerlukan bentuk perlakuan yang khas untuk tiap risiko itu sendiri.

    Pemeriksaan ulang yang cukup komprehensif perlu dilakukan untuk setiap risiko yang

    memerlukan perlakuan risiko. Perlakuan suatu risiko dapat bermanfaat untuk risiko-

    risiko lainnya (satu perlakuan untuk beberapa risiko), tetapi mungkin juga diperlukan

    beberapa perlakuan untuk satu risiko. Beberapa perlakuan terhadap suatu risiko:

    Menghindari risiko (risk avoidance), tidak melaksanakan atau melanjutkan

    kegiatan yang menimbulkan risiko tersebut.

    Berbagi risiko (risk sharing/transfer), suatu tindakan untuk mengurangi

    kemungkinan timbulnya risiko atau dampak risiko. Misalnya melalui asuransi,

    outsourcing, subcontracting, tindak lindung mata uang asing, dll.

    Mitigasi (mitigation), melakukan perlakuan risiko untuk mengurangi

    kemungkinan timbulnya risiko, atau mengurangi dampak risiko bila terjadi, atau

    mengurangi keduanya (kemungkinan dan dampak). Mitigasi merupakan bagian

    dari kegiatan organisasi sehari-hari.

    Menerima risiko (risk acceptance), tidak melakukan perlakuan apapun terhadap

    risiko tersebut.

    5) Monitoring dan Review

    Proses monitoring dan review harus mencakup semua aspek dari proses

    manajemen risiko. Proses ini dapat berupa pemeriksaan biasa atau pengamatan terhadap

    apa yang sudah ada secara berkala maupun khusus dan dilakukan secara terencana.

  • 26

    Hasilnya harus didokumentasikan serta dilaporkan baik internal maupun eksternal.

    Beberapa pertanyaan dasar yang disusun dalam proses monitoring dan review yaitu:

    a) Siapa yang melakukan monitoring dan review? Dewan Komisaris dan Direksi wajib melakukan proses monitoring dan review.

    Dewan Komisaris bertanggung jawab dalam pelaksanaan monitoring dan review

    terhadap keseluruhan operasi perusahaan. Direksi bertanggung jawab mengarahkan

    dan mengendalikan operasi perusahaan. Dua macam pelaksanaan monitoring:

    Pemantauan berkelanjutan (ongoing monitoring), dilaksanakan oleh pelaksana

    pekerjaan (self review atau continous monitoring) dan atasan pekerja (line

    management monitoring)

    Pemantauan terpisah (separate monitoring), dilakukan oleh pihak ketiga baik

    internal maupun eksternal auditor dan hasilnya dilaporkan kepada Direksi dan

    Dewan Komisaris.

    b) Apa yang perlu dipantau dan ditinjau?

    Pemantauan terhadap perubahan, sehingga dinamika pemantauan risiko akan

    mengikuti dinamika perubahan yang terjadi pada proses organisasi dan

    lingkungan organisasi tersebut.

    Pemantauan kinerja manajemen risiko, khususnya ditunjukan pada risiko-

    risiko yang tinggi dan kritis. Pemantauan difokuskan pada efektivitas

    pengendalian risikonya.

    Kemungkinan timbulnya risiko-risiko baru akibat dilakukannya suatu tindakan

    perlakuan risiko yang baru.

    c) Informasi yang bagaimana yang harus dievaluasi?

    Informasi yang dapat digunakan adalah informasi yang:

    Sesuai, informasi yang relevan, dapat dipercaya, dan tepat waktu. Kesesuaian

    informasi merupakan ukuran kualitas informasi.

    Berkecukupan, ukuran dari jumlah informasi yang dibutuhkan harus cukup untuk

    mengambil keputusan. Kecukupan dapat ditentukan secara statistik melalui

    smapling dan ditentukan dengan selera risiko atau toleransi risiko yang ditetapkan.

    d) Prosedur yang bagaimana yang harus digunakan dan seberapa sering?

    Pengembangan dari pertanyaan pertama, yaitu:

  • 27

    Pemantauan berkelanjutan, dilakukan oleh pelaksana proses dengan

    menggunakan indikator kinerja proses dan kinerja hasil. Untuk memudahkannya

    dibuat prosedur terkait hal yang harus dipantau dan frekuensi pemantauannya,

    agar produktivitas kerja tidak terganggu dan efektivitas pengendalian risiko tetap

    terjaga.

    Pemantauan oleh atasan, menekankan pada hasil proses dan ditetapkan jangka

    waktu serta pelaporannya secara berjenjang hingga ke tingkat Direksi dan Dewan

    Komisaris.

    Pemantauan oleh pihak ketiga, meninjau keseluruhan prosedur pemantauan

    berkelanjutan dan pemantauan oleh atasan untuk memastikan kepatuhan terhadap

    standar, peraturan perundangan, dan peraturan internal yang digunakan, sekaligus

    memeriksa efektivitas penerapan sistem manajemen risiko.

    e) Bagaimana proses pelaporan dan siapa yang berhak membacanya?

    Bentuk laporan hasil monitoring dan review, bila terdapat kelemahan sistem

    manajemen risiko:

    Laporan hasil temuan audit, laporan kelemahan pengendalian risiko yang akan

    disampaikan pertama kepada risk owner dan atasan risk owner dan/atau atasan

    unit tersebut.

    Laporan kelemahan sistem, laporan kelemahan sistem pengendalian risiko yang

    kritis untuk dikomunikasikan kepada Direksi dan Komite Pemantau Risiko dari

    Dewan Komisaris.

    Laporan tindak lanjut masalah, laporan tindak lanjut bila diperoleh laporan

    adanya kelemahan pengendalian risiko baik dari internal maupun eksternal.

    Perbaikan atas kelemahan ini harus segera dilaksanakan.

    d. Dokumentasi Manajemen Risiko

    1) Fungsi dokumentasi manajemen risiko

    Sumber informasi atas proses yang terjadi atas pelaksanaan kegiatan dan dapat

    menjadi dasar pengambilan keputusan atas permasalahan yang sama di masa

    depan.

    Bukti hukum atas apa yang telah diputuskan dan dilaksanakan, khususnya bila

    terjadi sengketa hukum.

  • 28

    Sarana untuk preservasi pengetahuan sebagai bagian dari proses pengembangan

    knowledge management dalam suatu organisasi.

    2) Struktur dokumentasi manajemen risiko

    Dokumentasi rencana manajemen risiko (risk management plan), dasar untuk

    pelaksanaan manajemen risiko dan disusun oleh fungsi manajemen risiko.

    Dokumentasi manajemen risiko (risk management documentation), dokumen-

    dokumen yang diperlukan untuk mengelola proses penerapan manajemen risiko,

    baik oleh fungsi manajemen risiko ataupun para risk owner.

    2. Aspek Perawatan

    Aspek perawatan merupakan aspek yang memastikan adanya upaya menjaga

    efektivitas penerapan dan perbaikan yang berkesinambungan melalui monitoring dan

    review serta audit manajemen risiko. Unsur-unsur yang mempengaruhi pelaksanaan

    aspek perawatan dalam manajemen risiko adalah (1) risk governnace, (2) budaya risiko,

    dan (3) pengembangan manajemen risiko.

    a. Risk Governance

    1) Akuntabilitas

    Dewan Komisaris merupakan penanggung jawab tertinggi dalam memastikan

    bahwa manajemen risiko perusahaan telah dilaksanakan dengan baik serta efektif dan

    efisien. Untuk itu, Dewan Komisaris harus membentuk Komite Pemantau Risiko, atau

    apabila dianggap berlebihan, maka dapat diserahkan kepada Komite Audit yang

    tercantum dalam Piagam Audit.

    Direksi harus melakukan pemantauan secara berkala terhadap kinerja manajemen

    risiko. Akuntabilitas Direksi dilakukan dalam dua hal, yaitu:

    Pembentukan Fungsi Manajemen yang mandiri, merupakan kepanjangan tangan

    Direksi dalam memastikan bahwa manajemen risiko diterapkan dengan efektif dan

    efisien serta memberikan nilai tambah melalui jaminan yang wajar dalam pencapaian

    sasaran perusahaan.

    Menghadiri dan melakukan review atas kinerja penerapan manajemen risiko

    perusahaan secara berkala, minimal setiap tiga bulan sekali.

  • 29

    2) Jenis monitoring dan review

    a) Evaluasi penerapan manajemen risiko harus dilaksanakan minimal satu kali dalam

    satu tahun.

    b) Laporan fungsi manajemen risiko setiap triwulan terhadap Direksi dengan

    tembusan ke Dewan Komisaris atas:

    Status profil risiko perusahaan terkini dan trend

    Efektivitas pengendalian risiko-risiko besar dan risiko-risiko kritis

    Hasil mitigasi-mitigasi risiko yang dilakukan dalam periode laporan tersebut

    Perubahan lingkungan eksternal dan internal yang berpotensi risiko bagi

    perusahaan

    Observasi kemampuan risk owner perusahaan dalam menangani risiko-risiko yang

    menjadi tanggung jawabnya.

    b. Budaya Risiko

    Pengembangan budaya sadar risiko bertujuan agar dalam setiap pengambilan

    keputusan baik keputusan strategis hingga keputusan dalam operasi sehari-hari

    dilakukan dengan hati-hati dan penuh pertimbangan (informed decision making).

    1) Strategi pengembangan budaya risiko

    Tone from the top, Direksi sebagai pimpinan puncak perusahaan harus dapat

    menciptakan perilaku keteladanan (tone from the top) sehingga seluruh jajaran

    perusahaan yakin bahwa penerapan manajemen risiko, terutama budaya sadar

    risiko, dapat menciptakan nilai tambah dan berguna dalam memberikan jaminan

    yang wajar atas pencapaian sasaran perusahaan.

    Penciptaan crtitical mass, perlu dilakukan sosialisasi dan pelatihan yang

    ekstensif ke seluruh jajaran perusahaan sehingga seluruh karyawan mengetahui

    mengenai risiko dan sadar akan pentingnya penerapan manajemen risiko dalam

    kegiatan operasional sehari-hari. Pencapaian critical mass penting untuk

    penciptaan bahasa yang sama dan pemahaman yang serupa mengenai risiko

    serta membuat proses perubahan berjalan mandiri dan berkelanjutan (sustainable).

    Penyelarasan dengan insentif dan sanksi, upaya untuk mendorong dan

    mendukung perilaku budaya risiko yang diinginkan dan mencegah serta

    mempersulit perilaku budaya risiko yang tidak diinginkan.

  • 30

    Gambar 5: Strategi Pengembangan Budaya Risiko

    c. Pengembangan Manajemen Risiko

    1) Pengembangan sistem, metoda dan teknik

    Pengembangan teknologi, metoda dan alat perlu dilakukan secara terus-menerus

    untuk mengikuti dinamika perkembangan bisnis dan perubahan situasi eksternal yang

    penuh dengan ketidakpastian guna meningkatkan daya tahan dan keliatan (resilience)

    perusahaan.

    Penerapan teknologi informasi sebagai enabler, harus diikuti dengan pemahaman

    yang memadai terhadap apa yang ingin dicapai dengan penggunaan teknologi tersebut

    serta penggunaan informasi yang tepat dan akurat sebagai landasan untuk

    penerapannya. Dalam penggunaan teknik-teknik kuantitatif harus dipahami persyaratan

  • 31

    yang dituntut oleh teknik tersebut dan harus sesuai dengan tujuan penciptaan teknik

    tersebut serta perlu dikaji ulang apabila ingin diterapkan pada bidang yang lain.

    Untuk meningkatkan penerapan manajemen risiko, setiap perusahaan harus

    mengkaji dan mencari teknik yang paling cocok dengan mengacu pada proses bisnis

    utamanya. Kemampuan perusahaan dalam mengembangkan kapabilitas manajemen

    risikonya ditentukan oleh risk governance dan budaya risiko.

    2) Benchmarking

    Benchmarking merupakan upaya untuk membandingkan kapabilitas dan

    efektivitas penerapan manajemen risiko yang telah dilaksanakan oleh perusahaan

    dengan penerapan di perusahaan yang lain. Melalui benchmarking, perusahaan dapat

    saling belajar dan bertukar pengalaman, baik dengan perusahaan dalam industri sejenis

    maupun dari sektor lainnya. Selain itu, perusahaan dapat memperbaiki dan mungkin

    menentukan suatu teknik yang lebih cocok atau memodifikasi suatu teknik yang unggul

    untuk disesuaikan dengan kondisi perusahaan.

    3) Forum Manajemen Risiko

    Pembentukan forum manajemen risiko atau bergabung dengan asosiasi

    profesional manajemen risiko dapat membantu perusahaan untuk dapat mengikuti

    perkembangan manajemen risiko yang terkini. Informasi yang diperoleh dapat dipelajari

    lebih lanjut dan dikaji kesesuaiannya untuk diterapkan di perusahaan.

    E. GlaxoSmihKline

    1. Profil Perusahaan

    GlaxoSmithKline (GSK) adalah sebuah perusahaan multinasional Inggris yang

    bergerak di bidang kesehatan. Perusahaan ini resmi memulai memulai kegiatan

    operasionalnya dengan nama GlaxoSmithKline pada tahun 2001, setelah terjadinya

    merger antara GlaxoWelcome plc dan SmithKline Beecham plc. Saat ini perusahaan

    bergerak dalam pengembangan vaksin, obat-obatan, dan produk layanan kesehatan

    lainnya dengan jumlah pabrik mencapai 86 pabrik di 36 negara. GlaxoSmithKline

    mempekerjakan lebih dari 12.500 orang pegawai di bidang R&D dengan total pegawai

    mencapai 99.000 orang di 115 negara. Pada tahun 2013, GlaxoSmithKline

  • 32

    menginvestasikan uangnya sebesar 3,4 milyar dalam pengembangan obat-obatan baru,

    vaksin, dan produk konsumen.

    2. Kasus GlaxoSmihKline

    Beberapa tahun terakhir GSK terkenal dengan permasalahannya dalam dunia

    kesehatan. Salah satu permasalahan tersebut adalah kasus suap GlaxoSmithKline di

    Cina. Kasus GlaxoSmithKline di Cina berawal dari tuduhan kecurangan operasional

    yang dilakukan GlaxoSmithKline yang berasal dari laporan seorang whistleblower

    melalui email terhadap perusahaan di bulan Januari 2013. Dalam email tersebut

    disebutkan dugaan bahwa tim penjualan perusahaan telah menargetkan beberapa dokter

    yang berpengaruh dan memberikan dokter tersebut sejumlah hadiah mahal ataupun

    uang. Email tersebut dikirimkan bersamaan dengan rekaman skandal seks petinggi

    GlaxoSmithKline China, Mark Rilley.

    ChinaWhys, sebuah perusahaan yang dimiliki oleh Mr Humphrey, disewa oleh

    GlaxoSmithKline untuk menginvestigasi siapa whistleblower dan pihak yang

    melakukan rekaman tersebut. Pihak GlaxoSmithKline menduga bahwa email tersebut

    dikirimkan oleh Vivian Shin Wen, yang telah keluar di akhir tahun 2012. Laporan atas

    investigasi tersebut diberikan pada Juni 2013, tetapi tidak terungkap siapa pihak yang

    melakukan rekaman tersebut.

    Dalam email tersebut disebutkan juga bahwa GlaxoSmithKline mengirimkan

    beberapa dokter untuk liburan mahal dan menyamarkannya sebagai konferensi serta

    menggunakan jasa agen travel untuk menyalurkan suap kepada dokter dan kepada para

    pejabat.

    Email dari whistleblower tersebut bukan hanya berisi tentang biaya travel, tetapi

    juga berisi tentang strategi agresif perusahaan yang sebagian besar berkaitan dengan

    kegiatan suap menyuap serta berisi tuduhan sebagai berikut :

    GlaxoSmithKline memalsukan pencatatannya untuk menyembunyikan kejahatan

    termasuk penyuapan dan promosi penggunaan obat-obatan yang belum disetujui

    kegunaannya

    Pemberian uang kepada dokter dalam penjualan produk

    GlaxoSmithKline membuat skema kepatuhan yang digunakan untuk menutupi

    korupsi yang ada

  • 33

    Kegagalan GlaxoSmithKline dalam menginvestigasi tim penjualan mereka

    Menurut GlaxoSmithKline, perusahaan telah menginvestigasi sejumlah dugaan

    dengan menggunakan external legal dan audit advice kemudian atas investigasi tersebut

    terungkap beberapa kecurangan tetapi tidak ditemukan kecurangan yang berhubungan

    dengan tuduhan yang ada dalam email tersebut. Sejak kasus ini terungkap, empat orang

    eksekutif senior telah ditahan termasuk Liang Hong yang merupakan wakil presiden dan

    manager operasi yang mengungkapkan kepada stasiun televisi Cina tentang cara

    penyaluran uang melalui agen perjalanan dengan merancang konferensi kesehatan, yang

    beberapa diantaranya sebenarnya tidak pernah diadakan. Mark Rilley pun sebagai

    kepala GlaxoSmithKline Cina terdahulu juga mengalami penahanan.

    Pada tanggal 26 Juli 2013 dirilis data-data terbaru atas kasus ini. Para pekerja

    GlaxoSmithKline mengakui bahwa mereka memang melakukan tindakan penyuapan

    kepada dokter dengan memberikan hadiah, biaya perjalanan, dan pembayaran atas

    peresepan obat. Para karyawan tersebut juga mengakui bahwa dalam beberapa kasus,

    GlaxoSmithKline mengkompensasi seminar kedokteran fiktif. Atas pengakuan ini, 18

    orang karyawan ditahan. Tak lama kemudian Mr Humprey yang merupakan

    investigator, yang telah disebutkan sebelumnya, dan istrinya, Yu Yingzeng, ditangkap.

    Badan Otoritas Cina tidak pernah secara eksplisit mengungkapkan hubungan antara

    kasus GSK dengan keduanya. Dalam hal ini hanya dikatakan bahwa persidangan

    mereka akan dilakukan secara tertutup. Keduanya diduga ditangkap karena dugaan

    perbuatan melanggar hukum yakni penjualan informasi pribadi konsumen termasuk

    alamat dan anggota keluarga.

    Menurut Humprey selama bertindak sebagai investigator, Humphrey tidak

    ditunjukkan email yang berisi dugaan whistleblower ketika menginvestigasi kasus ini.

    Dalam beberapa minggu sebelum dia ditangkap, dia baru menyadari dan percaya bahwa

    dugaan yang diungkapkan oleh whistleblower adalah benar.

    Akibat kasus ini, penjualan GlaxoSmithKline dari bulan Juli ke September

    menurun sebesar 61% dan dilanjutkan dengan penurunan sebesar 29% pada kuartal ke

    empat di tahun 2013. Pada tanggal 4 April 2014, GlaxoSmithKline memecat

    karyawannya sejumlah 7.000 orang karena melanggar aturan biaya.

  • 34

    Pada tanggal 14 Mei 2014, Kepolisan Cina mengumumkan hasil investigasi

    dengan menegaskan bahwa perusahaan dan para eksekutifnya akan dituntut dan sebagai

    akhir dari kasus ini pada bulan September 2014, GlaxoSmithKline mengumumkan

    bahwa unitnya yang di Cina akan membayar denda sebesar 3 milyar Yuan setelah

    terbukti menyuap pegawai non-pemerintah di negara tersebut.

    Kasus GlaxoSmithKline menjadi sorotan karena meskipun telah melakukan 20

    kali audit internal di Cina dalam satu tahun dan penyelidikan selama 4 bulan di awal

    tahun 2013 seperti yang disebutkan di atas, para eksekutif seperti menutup mata atas

    terjadinya kasus korupsi ini. Beberapa pendapat mengatakan bahwa biaya agen

    perjalanan ini terlihat sangat valid tetapi dibantah dengan pendapat lain yang

    mengatakan bahwa seharusnya biaya perjalanan yang tinggi memunculkan pertanyaan

    di dalam GlaxoSmithKline dan juga di pada pihak auditor eksternal yakni

    Pricewaterhouse Coopers.

    Menurut konsultan yang telah bekerja di perusahaan, alasan yang memungkinkan

    terjadinya kasus ini terletak pada pembayaran yang tidak dicatat dan keterlibatan senior

    manager. Tuduhan suap melalui agen perjalanan bukan (dari GSK sendiri) dan

    banyaknya transaksi individual yang jumlahnya tidak material, menyebabkan tidak

    diangkatnya kasus ini oleh auditor. Hal ini merupakan tindakan kecurangan yang rapi

    dan terjadi tingkat kolusi yang tinggi sehingga sulit untuk terdeteksi.

    Menurut para ahli industri, pemberian hadiah dan pembayaran kepada para dokter

    untuk bersedia meresepkan obat adalah hal yang lazim dan hal ini juga merupakan salah

    satu hal yang mengancam bagi industri farmasi di Cina. Oleh karena itu, penggunaan

    hak untuk melakukan internal audit juga bukan merupakan hal yang mudah bagi

    GlaxoSmithKline, yang merupakan perusahaan multinasional, terutama jika pihak yang

    diharapkan akan membantu pelaksanaan audit juga terlibat dalam kecurangan tersebut

    akibat anggapan budaya yang ada.

    Para ahli di bidang audit mempertanyakan mengapa dan apakah auditor

    GlaxoSmithKline tidak dapat menyusuri biaya pemasaran mereka. Menurut para ahli

    tersebut, bukti atas kejadian tersebut seharusnya dapat dilihat dari sejumlah cek yang

    ditulis untuk agen perjalanan yang digunakan untuk mengirimkan dokter ke konferensi

    kesehatan. Hal tersebut dapat menjadi bias karena pengiriman dokter ke seminar

  • 35

    kesehatan memang memperbesar jumlah biaya pemasaran dalam industri obat-obatan

    tetapi area tersebut memang sudah seharusnya dicurigai.

    3. Analisis Kasus

    Menurut kami, manajemen risiko belum dijalankan dengan baik dalam kasus

    GlaxoSmithKline di Cina. Hal ini terbukti dengan adanya tindakan-tindakan agresif

    yang dilakukan oleh pejabat GlaxoSmithKline yang pada akhirnya meningkatkan risiko

    bisnis perusahaan. Dalam teorinya, perusahaan yang telah memiliki manajemen risiko

    yang baik akan terus mengidentifikasi dan akan menentukan tindakan serta akan

    memberikan tanggapan atas ke kesempatan dan ancaman yang akan mempengaruhi

    pencapaian perusahaan. Dalam hal ini, manajemen GlaxoSmithKline mengabaikan

    ancaman risiko apabila perusahaan melanggar aturan sebuah negara dengan melakukan

    perbuatan tidak etis.

    Menurut paper The Role of Internal Auditing in Enterprise-Wide Risk

    Management yang diterbitkan oleh The Institute of Internal Auditors, terdapat beberapa

    panduan yang menjelaskan keterlibatan audit internal dalam manajemen risiko. Peranan

    auditor internal dalam manajemen risiko adalah memberikan keyakinan yang objektif

    bahwa risiko bisnis perusahaan telah dikelola dengan tepat dan pengendalian internal

    perusahaan atas efektivitas manajemen risiko telah dijalankan dengan baik kepada para

    dewan.

    Secara umum auditor internal akan memberikan keyakinan dalam 3 hal, yaitu :

    Proses manajemen risiko, baik dari segi merancang maupun dalam melihat seberapa

    baik proses tersebut bekerja.

    Manajemen atas risiko utama termasuk di dalamnya efektivitas dari kontrol

    Penilaian yang andal dan tepat atas risiko dan pelaporan risiko serta status

    pengendalian

    Berdasarkan panduan ini, keberadaan audit internal juga dapat memberikan

    tindakan konsultasi untuk meningkatkan tata kelola perusahaan, manajemen risiko, dan

    proses pengendalian dengan bergantung pada sumber informasi eksternal maupun

    internal yang tersedia dan risiko organisasiyang bervariasi dari waktu ke waktu.

    Menurut kelompok kami, audit internal GlaxoSmithKline belum menjalankan

    peranannya dalam menyediakan keyakinan atas tiga hal yang telah disebutkan di atas.

  • 36

    Audit internal tidak dapat mendeteksi kesalahan yang terjadi akibat kecurangan dalam

    proses manajemen risiko terutama atas manajemen risiko utama seperti efektivitas atas

    kontrol. Auditor internal juga tidak memberikan penilaian yang andal atas risiko dalam

    perusahaan meskipun telah melakukan 20 kali audit internal dalam satu tahun.

    Selain itu, audit internal tidak dapat menyediakan jasa konsultasi dengan baik

    karena para auditor tidak didukung oleh sumber daya informasi yang baik. Dalam kasus

    ini, tindakan suap kepada dokter dengan memberikan sejumlah uang agar dokter

    menggunakan obat perusahaan dalam kegiatan medis merupakan tindakan yang

    dianggap wajar di Cina. Dari pihak internal GlaxoSmithKline, diketahui bahwa para

    dewan eksekutif dan juga beberapa karyawan melakukan kejahatan yang terstruktur atas

    korupsi dan suap yang terjadi di perusahaan.

    Menurut kelompok kami, auditor internal juga tidak dapat melakukan perannya

    dengan baik dalam komponen hukum dan peraturan karena audit internal gagal untuk

    mendeteksi apakah organisasi telah menjalankan bisnisnya dengan penuh tanggung

    jawab sesuai dengan hukum yang berlaku dan tidak dapat mengidentifikasi tingkat

    kepatuhan perusahaan. Dari komponen praktik bisnis dan etika, audit internal juga tidak

    dapat menilai hubungan yang etis antara pengaturan tujuan dan proses evaluasi kinerja

    terbukti dengan ketidakmampuan audit internal dalam menemukan perbuatan suap yang

    material yang melanggar etika dalam proses pencapaian perusahaan.

    Ketidakmampuan manajemen dan audit internal dalam memperhatikan aspek

    manajemen risiko perusahaan, mengindikasikan belum tercapainya tata kelola

    perusahaan yang baik dalam GlaxoSmithKline. Menurut pendapat kami, sebaiknya

    perusahaan meningkatkan pengelolaan manajemen risiko atas bisnis perusahaan terlebih

    dahulu. Pengelolaan manajemen risiko yang baik secara otomatis akan menurunkan

    peranan audit internal dalam manajemen risiko.

  • 37

    Daftar Referensi

    Aturan Bapepam-LK IX.I.7 (2008) - Pembentukan dan Pedoman Penyusunan Piagam

    Unit Audit Internal.

    Crowe Horwarth (2011) - Strengthening Corporate Governance With Internal Audit

    Gracie, Carrie. Systematic Bribery at GlaxoSmithKline China credible investigator

    http://www.bbc.com/news/world-asia-china-28142118 tanggal 3 Juli 2014 diakses

    pada 3 November 2014.

    Hirschler, Ben. How GlaxoSmithKline missed red flags in China

    http://www.reuters.com/article/2013/07/19/us-gsk-china-redflags-

    idUSBRE96I0L420130719 tanggal 19 Juli 2013 diakses pada 3 November 2014.

    KNKG (2011) - Draft Pedoman Penerapan Manajemen Risiko Berbasis Governance.

    Saigol, Lina dan John Aglioby. Timeline :GSKs mounting woes in China

    http://www.ft.com/cms/s/0/ef7f7e1a-ed35-11e2-ad6e-

    00144feabdc0.html#axzz3IGhyJXvf tanggal 19 September 2014 diakses pada 3

    November 2014

    Tracey, Meredith. A Full Timeline of the GSK Bribery Scandal

    http://www.pm360online.com/a-full-timeline-of-the-gsk-bribery-scandal/ tanggal

    30 Juli 2014 diakses pada 3 November 2014

    The Institute of Internal Auditors (2009) The Role of Internal Auditing in Enterprise-

    wide Risk Management.

  • 38

    Wardoyo, Trimanto S., dan Lena. (2010). Peranan Auditor Internal dalam Menunjang

    Pelaksanaan Good Corporate Governance. Akurat Jurnal Ilmiah Akuntansi

    No.3.

    https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&cad=rj

    a&uact=8&ved=0CCEQFjAA&url=http%3A%2F%2Frepository.maranatha.edu%

    2F44%2F1%2FPERANAN%2520AUDITOR%2520INTENAL%2520DALAM%

    2520MENUNJANG%2520PELAKSANAAN%2520GCG.pdf&ei=EulZVNz6Fpa

    hugT3l4GoAg&usg=AFQjCNHIyIgd7mscX1Uv5QJk9Ej9Fh3n1Q&sig2=Fj-

    TC0GxGSRs-T4Vg4x1bg

    Cina mencekal petinggi GlaxoSmithKline

    http://www.bbc.co.uk/indonesia/majalah/2013/07/130718_bisnis_glaxosmithkline

    tanggal 18 Juli 2013 diakses pada 3 November 2014

    http://www.tempo.co/read/news/2014/09/20/090608358/Cina-Denda-Perusahaan-

    Inggris-3-Miliar-Yuan

    STATEMENT OF AUTHORSHIP