(cervus timorensis) sistem back yard di manokwari, papua barat

6
Kajian Awaf Penangkaran Rusa (ceruus timorensis ) Sistem BackYard di Manokwari, Papua Barat F. Pattiselanno, D. Ansius lsir, A. Takege dan D. Seseray Fakultas peternakan perikanan dan llmu Kelautan IJniversitas Negeri Papua, Manokwari' Diterima Februari 2008 disetujui untuk diterbitkan Mei 2008 Abstract Traditional deer farming is well developed in some parts in Papua. However, information on deer husbandry has not been- provided yet. tne aim of this study was to describe a.model of deer back yard husbandry in Manokwari in order to develop a sustainable husbandry model. The results indicated that there *rtu t+ (fourteen) deers raised by eight respondentsranging from 1 to 3 with sex ratio of 1:1 at the age 2-b years, The purposes oi ralsing deer were for food and hobby' Pen wjs not provided, and commonly deer was'tighted either in thl.yard (62.5%) or in. the field (37.5%) closer to the house. Drinking water was offered. The provided food items depended on the locations where the deer wis tied up. Feed supplement such as various leaves, food and *g#UL i"iiou"r and banana peel was .provided by 62.5% of the respondents- Food supplement wli given twice a day (morning', eveningj and (evening, afterno.on), Th9 condition back yard deer farmiig model indicaieil that it is prospective to be developed in Manokwari through augmenting farming management and developing community bases collaboration in order to support the food security aspect, Key words: deer, back yard, farming model i, : Pendahuluan Usaha produksi penangkaran rusa telah berkembang baik di daerah tropis maupun subtropis, Di beberapa negar-a Asia usaha ini umumnya dilakukan dalam bentuk peralihan antara rusa dikandangkai dan sistem pemberian "cut and carry" (Dryden, 2003)' Di Australia, Mauritius, din Kaledonia Baru, rusa Timor (Cervus timorensis) ditangkarkan secara besar-besaian karena nilai ekonominya sangat tinggi sebagai hewan ternak (Sinclair and Woodford, 2000)' Berbagai kajian yang telah dilakukan menunjukkan adanya -hqapan O{qf pemanfaata-n rusa sebalai 6ewan ternak (Semiadi, 1986; Badarina, 1995; Subekti, 1995; bradjat, 1996; dan Patliselanno,2OO3). Hal ini karena rusa mempunyai kemampuan adapiasi yang tinggi, terutama terkait dengan sifatnya yang tahan terhadap kekurangan air 'sehinggi rusl mampu menyesuaikan diri dengan kondisi agroekosistem yang oeranet<a-rigam. pakan cukup tersedia di alam sehingga tidak menjadi faktor pembatas dan rusa dapat mengonsumsi hampir semua jenis dedaunan dan rumput (Naipospos' 2003; Badarina, 1995). Siregar et. al (igg+) merekomendasikan rusa (Ceruus timorensis) sebagai salah satu spesles satwa untuk ditangkarkan. Demikian pula, Duwila (2001) melaporkan bahwa pemeliharaan rusa sebagai -hewan ternak telah umum dilakukan masyarakat di Manokwari. pemanfaatan rusa sebagai hewan sumber protein hewani bukanlah merupakan hal yang baru di beberapa daerah di Papua walaupun sifatnya masih sebagai ,newan buruan (eatiisetanno, 2004j, bahkan dalam beberapa waktu terakhir ini terlihat kebiasaan memelihara rusa dengan cara penggembaladn di halaman rumah, lapangan dpn lahan kosong. Walaupun demikian, informasi yang memadai tentang .usaha penangkaran rusa lni belum tersedia dengan baik terutama sistem produksi ternak rusa (Sinclair dan Woodford, 2000). Beranjak dari permasaiahan di atas, serta melihat makin berkembangnya usaha pemeliharain rusa di Manokwari, penelitian dilakukan dengan tujuan untuk melakukan suatu kajian yang representatif guna mendapatkah informasi awal sistem pemeliharaan rusa secara baci ya'rd yang adi sekarang ini sehingga pada akhirnya dapat digunakan

Upload: dinhthuy

Post on 31-Dec-2016

245 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: (Cervus timorensis) Sistem Back Yard di Manokwari, Papua Barat

Kajian Awaf Penangkaran Rusa (ceruus timorensis )Sistem BackYard di Manokwari, Papua Barat

F. Pattiselanno, D. Ansius lsir, A. Takege dan D. Seseray

Fakultas peternakan perikanan dan llmu Kelautan IJniversitas Negeri Papua, Manokwari'

Diterima Februari 2008 disetujui untuk diterbitkan Mei 2008

AbstractTraditional deer farming is well developed in some parts in Papua. However, information on

deer husbandry has not been- provided yet. tne aim of this study was to describe a.model of deer

back yard husbandry in Manokwari in order to develop a sustainable husbandry model. The results

indicated that there *rtu t+ (fourteen) deers raised by eight respondentsranging from 1 to 3 with

sex ratio of 1:1 at the age 2-b years, The purposes oi ralsing deer were for food and hobby' Pen

wjs not provided, and commonly deer was'tighted either in thl.yard (62.5%) or in. the field (37.5%)

closer to the house. Drinking water was offered. The provided food items depended on the

locations where the deer wis tied up. Feed supplement such as various leaves, food and

*g#UL i"iiou"r and banana peel was .provided by 62.5% of the respondents- Food supplement

wli given twice a day (morning', eveningj and (evening, afterno.on), Th9 condition back yard deer

farmiig model indicaieil that it is prospective to be developed in Manokwari through augmenting

farming management and developing community bases collaboration in order to support the food

security aspect,

Key words: deer, back yard, farming model

i, :

PendahuluanUsaha produksi penangkaran rusa telah berkembang baik di daerah tropis maupun

subtropis, Di beberapa negar-a Asia usaha ini umumnya dilakukan dalam bentuk peralihan

antara rusa dikandangkai dan sistem pemberian "cut and carry" (Dryden, 2003)' Di

Australia, Mauritius, din Kaledonia Baru, rusa Timor (Cervus timorensis) ditangkarkan

secara besar-besaian karena nilai ekonominya sangat tinggi sebagai hewan ternak

(Sinclair and Woodford, 2000)'Berbagai kajian yang telah dilakukan menunjukkan adanya

-hqapan O{qf

pemanfaata-n rusa sebalai 6ewan ternak (Semiadi, 1986; Badarina, 1995; Subekti, 1995;

bradjat, 1996; dan Patliselanno,2OO3). Hal ini karena rusa mempunyai kemampuan

adapiasi yang tinggi, terutama terkait dengan sifatnya yang tahan terhadap kekurangan

air 'sehinggi rusl mampu menyesuaikan diri dengan kondisi agroekosistem yang

oeranet<a-rigam. pakan cukup tersedia di alam sehingga tidak menjadi faktor pembatas

dan rusa dapat mengonsumsi hampir semua jenis dedaunan dan rumput (Naipospos'

2003; Badarina, 1995).Siregar et. al (igg+) merekomendasikan rusa (Ceruus timorensis) sebagai salah

satu spesles satwa untuk ditangkarkan. Demikian pula, Duwila (2001) melaporkan bahwa

pemeliharaan rusa sebagai -hewan ternak telah umum dilakukan masyarakat di

Manokwari. pemanfaatan rusa sebagai hewan sumber protein hewani bukanlah

merupakan hal yang baru di beberapa daerah di Papua walaupun sifatnya masih sebagai,newan buruan (eatiisetanno, 2004j, bahkan dalam beberapa waktu terakhir ini terlihat

kebiasaan memelihara rusa dengan cara penggembaladn di halaman rumah, lapangan

dpn lahan kosong. Walaupun demikian, informasi yang memadai tentang .usahapenangkaran rusa lni belum tersedia dengan baik terutama sistem produksi ternak rusa

(Sinclair dan Woodford, 2000).Beranjak dari permasaiahan di atas, serta melihat makin berkembangnya usaha

pemeliharain rusa di Manokwari, penelitian dilakukan dengan tujuan untuk melakukan

suatu kajian yang representatif guna mendapatkah informasi awal sistem pemeliharaan

rusa secara baci ya'rd yang adi sekarang ini sehingga pada akhirnya dapat digunakan

Page 2: (Cervus timorensis) Sistem Back Yard di Manokwari, Papua Barat

96 Biosfera 25 (2) Mei2008

sebagai acuan untuk pengembangan usaha penangkaran rusa di Manokwari di waktumendatang. '

Materi dan MetodePenelitian dilakukan di sekitar kota Manokwari, yaitu di daerah Amban, Fanindi,

Kampung Ambon, Wosi, dan Rendani. Pengambilan data dilakukan selama bulan Marethingga Mei 2005 terhadap delapan responden yang memelihara rusa dengan model backyard

Metode yang digunakan adalah metode survei dengan mengunjungi delapanresponden yang memelihara rusa Timor. Observasi dan wawancara semi strukturalterhadap para penangkar dilakukan untuk mengetahui tata laksana pemeliharaan rusa.

Survei awal dilakukan untuk mengumpulkan informasi lokasi penangkar yang memelihararusa di sekitar kota Manokwari. Pengamatan langsung di lapangan meliputi identifikasijenis kelamin rusa dan pendugaan umur. Pengumpulan informasi tata laksanapemeliharaan rusa dilakukan melalui wawancara terhadap penangkar. Variabel yangdiamati adalah jenis kelamin, umur, jenis pakan, ketersediaan kandang, dan fasilitaspendukung, serta kondisi mikroklimat seperti suhu dan kelembaban.

Hasil dan PernrbahasanDelapan orang responden diketahui memelihara rusa Timor (Ceruus timorensis).

Mereka tersebar di enam lokasi di sekitar Kota Manokwari. Deskripsi secara rinci lokasidan ternak rusa yang dipelihara disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Deskripsi lokasi dan ternak rusa dan tujuan pemeliharaanTable 1. Sites description, deers and purposes of farming

Lokasi Jumlah Jenis Umur Tujuan Asal rusa Tempat(ekor) Kelamin (tahun) pemeliharaan pengembalaan

Amban 1

Fanindi 2

Fanindi 1

Kampung 2Ambon

Brawijaya 3

Wosi 1

Wosi 2

Rendani 2

Jantan 5Jantan 3 Hobi

Anggi l-apanganWasior Halaman

rumah

Konsumsi

WasiorBintuni

Saukorem

SaukoremKonsumsi + dijual Saukorem Lapangan

SaukoremSaukorem

Hobi Wasior LapanganKonsumsi Bintuni Halaman

ruman

Hobi + dijualBintuniSaukorem Halaman

rumanSaukorem

Betina 2Betina 6

Betina 2

Jantan 3BetinA 2,5Betina 2Jantan 3Jantan 6Betina 2

Jantan 4Betina 6

Jantan 6

KonsumsiDijual

HalamanrumanHalamanruman

Dari Tabel 1 terlihat ada 14 ekoi rusa yang diketahui mempunyai perbandinganjantan betina 1:1 dengan kelompok umurnya berkisar antara 2 dan 6 tahun untuk betinaserta antara 3 dan 6 tahun untuk jantan. Tujuan pemeliharaan rusa cukup beranekaragam, antara lain untuk dikonsumsi sebesar 37,5o/o; hiburan semata atau hobi sebesar25o/oikombinasi untuk dikonsumsi dan dijual sebesar 12,5%; serta hobi dan dijual masing-masing sebesar 12,5o/o.

Lima puluh persen rusa berasal dari Saukorem di wilayah pesisir perbatasan antaraManokwari dan Sorong, masing-masing 21,4o/o berasal dari Bintuni dan Wasior yang

Page 3: (Cervus timorensis) Sistem Back Yard di Manokwari, Papua Barat

Pattiselanno, et al. , Kajian awal penangkaran Rusa (Cervus timcrensis ) srsfe,nr baclc ya rd: 95-100 97

merupakan kabupaten pemekaran cJi Fapua Barat dari 7,1o/o bertasal dari ,Anggi daerahdataran tinggi di Manokwari. Pada urnurnnya, penangkan tidak menyediakan kandanguntuk ternak rusanya. Penggennbalaan yang dilakukan di halaman rumah sebesar 62,5o/a

dan sisanya di lapangan sekitar tempat tinggal 37,Sa/o.

Kisaran jumlah rusa yang dipelihara adalah 1-3 ekon dan jumlah kepemilikan rusaadalah 2 ekor (50%), 1 ekor (37,5%), dan 3 ekor (12,5%) penanrgkar. F{asil ini tidak jauh

berbeda dengan Duwila (2001) yang memperoleh jurnlah kepemilikan ternak 1 ekor(69,23%), 2 ekor (23,07%), dan 3 ekor (7,69%) dengan jumlah kepemilikan rusa di awalpemeliharaan adalah 1-4 ekor dengan jenis kelamin yang bervariasi (Semiadi, 1996). Hal

ini karena umumnya rusa yang dipelihara adalah hasil buruan yang kondisinya masihbaik, atau anakan rusa yang dipelihara sejak kecil. Dalam perburuan menggunakan jerat

atau panah dan busur, kemungkinan hasil buruan yang masih dapat dipelihara sangatkecil karena hasil buruan mengalami luka yang cukup parah (Pattiselanno, 2004). Jeniskelamin rusa yang dipelihara antara jantan dan betina adalah 1:1, tidak terlalu jauh

berbeda dengan yang dilaporkan oleh Duwila (2001), yaitu 8:10 (1:1,25).Pada umumnya spesies rusa tropis (C. timorensis) dipelihara secara luas di wilayah

tropis dan subtropis (Dryden, 2000). Usaha penangkaran ini dapat berlangsung sampaidengan saat ini karena didukung oleh potensi populasi rusa yang ada. Namun, area yang

digunakan untuk kegiatan penangkaran relatif jauh dari habitat alaminya sehinggapenangkar kesulitan untuk mendapatkan bibit dengan kualias yang baik dan jumlah besar(Subekti, 1995).

Penangkar memelihara rusa untuk dikonsumsi 37,5o/o, berbeda dengan temuanDuwila (2001) bahwa pemeliharaan rusa hanya sebagai hobi atau hiburan 76,92o/o danhanya 7,690/0 penangkar yang memelihara rusa untuk dikonsumsi, Beberapa penangkaryang memelihara rusa sebagai hobi atau hiburan ternak ini sewaktu-waktu dapat menjaditabungan, Suryadi et al. (2004) melaporkan penjualan produk satwa dalam bentuk tandukdan dendeng rusa di sejumlah pasar.

Tabel 2.Tata laksana pemberian pakan dan air minumTable 2" Feeding and watering management

No. Pemberian Pakan utamaair minum

pemberian pakan j^":'::"i:"t Frekuensitambahan tamDanan (kali)

23

1 Ada Rumput lapangan

Ada lmperata cylindricaAda Rumput Gajah

(Penisetumpurpureum)

Ada Daun pisang(Musa sp.)

AdaAdaTidak

Ada

Daun ubi 2 (P-S$Daun pakis 2 (Si"Sr)

Sisa 2 (Si-Sr)maKananKulit pisang 1 (P)

4

5.6.7.

Ada Rumput lapangan AdaTidak Melinis minutiflora TidakTidak Daun beluntas Tidak

(Pluchea indica (L)Less)

Ada Rumput Raja Ada(Penisetum

Sisa sayuran 2 (P-Sfl

purpureophoides)

Tata laksana pemberian pakan dan air minum bervariasi antaresponden. Fakanutama bagi ternak rusa berbeda karena bergantung kepada lokasi pengembalaan ternak.Komposisi pakan utama terdiri atas rumput (75%) dan daun-daunan (25o/o). Pakan utamaini diambil dari tempat pegembalaan. Lima jenis rumput yang dikonsumsi antara lainrumput lapangan, alang alang (lmperata cylindrica), rumput gajah (Penisetumpurpureum), rumput rla (Penisetum purpureopoidhes), dan Melinis minutiflora. Daun-

Page 4: (Cervus timorensis) Sistem Back Yard di Manokwari, Papua Barat

98 Biosfera 25 (2) Mei2008

daunan yang dikonsumsi adalah daun pisang (Musa sp.) dan daun beluntas iPlucheaindica. Pemberian pakan tambahan diberikan selama dua kali sehari berupa daun-daunan, sisa makanan dan sayuran, serta kulit pisang. Pemberian pakan tambahanmenjadi perhatian 62,50/0 penangkar dengan memberi pakan tambahan berupa daun-daunan, sisa makanan dan sayuran serta kulit pisang. Frekuensi pemberian pakantambahan sebanyak dua kali sehari baik pagi-sore maupun siang-sore dilakukan olehpenangkar dan hanya seorang penangkar saja yang sekali memberikan pakan tambahanpada pagi hari.

Hasil ini relatif sama dengan yang diperoleh Duwila (2001), yaitu rumput lapangan,rumput gajah, lamtoro, sisa sayuran, sisa makanan, dedaunan, dan kulit pisang. Padapenangkaran di Taman Safari Indonesia pakan yang diberikan berupa rumput raja dangulma kebun, ubi jalar, dan wortel, serta pakan konsentrat komersial (Wirdateti et al.,1997), Sebaliknya, pada penangkaran rusa timor di Nusa Tenggara Timur diberikanpakan rumput gajah (P. purpureum), rumput raja (P" purpureopoidhes), turi (Sesbanragrandiflora), lamtoro (Leucaena leucocephala), beringin (Ficus benjamina), dan kabesak(Acacia leucocepahala) (Tekandjanji dan Gersetiasih, 2002).

Kenyataan yang telah dijelaskan sebelumnya menunjukan bahwa makanan bukanmerupakan faktor pembatas bagi rusa. Artinya, rusa dapat beradaptasi dengan makananyang tersedia. Hal ini ditunjang dengan kemampuan rusa dalam mengonsumsi rumput,dan hampir semua jenis daun (Badarina, 1995) serta kemampuan rusa beradaptasidengan baik terhadap kondisi agroekosistem (Naipospos, 2003).

Sebagian besar penangkar (75%) menrberikan air minum kepada ternak rusapeliharaannya, sedangkan 25o/o sisanya tidak memberikan air minum (Tabel 2). Rusasanggup bertahan tidak mengonsumsi air minum selama sehari. Oleh karena itu, duaorang penangkar sama sekali tidak menyiapkan air minum bagi ternak. Pemberian airminum dilakukan setelah sore hari pada saat ternak beristirahat, Rusa lebih tahanterhadap kekurangan air dan banyak ditemukan di daerah kering dekat kutub utara(Badarina, 1995). Rusa Timor sangat jarang minum di saat musim penghujan (Semiadi,1 e96).

Penangkar rusa sistem back yard di Manokwari tidak nrenyediakan kandang untukternaknya. Pada umumnya rusa digembalakan di halaman rumah atau pun di tempatumum seperti lapangan atau pun pinggiran jalan dengan panjang tali yang bervariasiantara 3 dan 6 m sejak jam 08.00 hingga 18:00. Duwila (2001) menyatakan bahwa67,23% penangkar mengikat ternak peliharaannya di halaman atau pun di lapangan danhanya 7,690/o yang menyediakan kandang untuk ternaknya dan hampir seluruh rusa diPulau Timor dipelihara dengan cara diikat dengan tali sepanjang 6-8 m (Semiadi, 1996),Lima responden memanfaatkan lahan pekarangan untuk memelihara rusa dengan rataanluas halaman rumah yang digunakan untuk memelihara rusa 50 m2. Pengembangannyasebagai hewan ternak terlihat lebih efisien karena tidak membutuhkan lahan yang luas.

Rataan suhu dan kelembaban di lokasi penelitian adalah 2841oC dan kelembaban76-800/o. Kondisi mikroklimat tidak sama di masing-masing lokasi pemeliharaan rusakarena padang gembala rusa mempunyai persentase tutupan kanopi dan vegetasi yangberaneka ragam.

Rusa yang digembalakan di sekitar halaman rumah relatif lebih terlindung karenaterdapat pohon yang dapat digunakan sebagai naungan. Hal ini diperkirakanmempengaruhi kondisi mikroklimat, Sebaliknya, rusa yang digembalakan di lapangansama sekali tidak memiliki tempat berlindung di siang hari sehingga terkena sinarmatahari langsung pada siang hari. Kemampuan rusa beradaptasi cukup tinggi sehinggahewan ini bisa menyesuaikan dengan kondisi lingkungan yang ada sekalipun tidaktersedia kanopi sebagai tempat berlindung. Hal ini menyebabkan tingkat mortalitasnyarendah (Badarina, 1995).

Menurut pengakuan penangkar, pemeliharaan rusa bukanlah hal yang terlalu sulituntuk dilaksanakan. Sekalipun dipelihara dengan kondisi seadanya, rusa masih mampubertahan hidup. Namun, pada saat-saat tertentu pemeliharaan rusa membutuhkanperhatian yang serius, misalnya pada periode ranggah keras pada rusa jantan. Sifat

f

Page 5: (Cervus timorensis) Sistem Back Yard di Manokwari, Papua Barat

a

pattisetanno, et at., Kajian awal penangkaran Rusa (Cervus timorensis ) sistem back yard: 95-100 99

agresif pejantan ini menjadi faktor pembatas dalam pemeliharaan rusa secara back yard

lAnwar,' 2OO1). Rusa jantan sulit hidup bersosialisasi terutama saat musim kawin, dan di

alam rusa janian cenderrng menyendiri. Pada rusa Timor sifat agresif pejantan mencapai

puncaknya apabila kedua ianggah kerasnya telah tumbuh sempurna (bercabang 6) dan

pada salt itulah penangkar harus memberikan perhatian yang ekstraserius terhadap

perubahan fisiologi tersebut (Semiadi, 1996).

KesimpulanUsaha penangkaran di Manokwari saat ini masih bersifat tradisional dengan tata

laksana pemeliharain seadanya saja. Perbaikan tata laksana pemeliharaan pada saat ini

perlu mendapatkan perhatian yang lebih serius untuk pengembangan penangkaran Rusa

Timor berbasis masyarakat di waktu mendatang di Manokwari.

Daftar Pustaka

Anwar, K., 2001. lronisme sang maskot fauna NTB. Kompas, 6 Juni 2001'

Badarina, 1., 1995. RUSa "satwa harapan" sumber protein hewani masa depan.

Ruminansia, lX(4), 7-8.

Djanah, D., 1984. Menentukan umurternak. cVYasaguna, Jakarta.

Duwila, 2001. Sistem pemeliharaan dan ukuran statistik vital Rusa Timor (Cervus

timorensis) di Kabupaten Manokwari. Skripsi Fakultas Peternakan. Universitas

Negeri PaPua, Manokwari.

Dradjat, A.S., 19g6. Potensi rusa sebagai hewan unggulan di Kawasan Timur Indonesia.' Lokakarya pengembangan Peternakan Terpadu dengan Intensifikasi Tinggi di

Kawasan Timur Indonesia, Mataram.

Dryden, G, McL., 2003. An overview of sub-tropical and tropical deer production systems

(lntroduction). Asian-Aus'J.Anim.Sci. 13, Supp' Ed': 62

Naipospos, T.S.P., 2003. Rencana strategis dalam pemanfaatan rusa sebagai usaha

aneka ternak. Lokakarya Pengembangan Rusa: Pendayagunaan rusa sebagai

sumber protein hewani alternatif dalam rangka diversifikasi usaha ternak.

Direktorat Pengembangan Peternakan Direktorat Jenderal Bina Produksi

Peternakan, Jakirta. Taman Mini lndonesia Indah, 11 September 2003

pattiselanno, F., 2003. Deer (Cervidae:Artiodactyla:Mammalia) wildlife potential with

future expectations. Tigerpaper, 30(3),13-16.

pattiselanno, F., 2004. Berburu rusa di hutan Papua, Majalah Pertanian Berkelanjutan

SALAM, 8, 33.

Semiadi, G., 1986. Beberapa tinjauan kemungkinan budidaya rusa. Bulletin Peternakan

x(1), 11-13.

Semiadi, G,, 1996. Tatalaksana pemeliharaan Rusa Timorensis (Ceruus_timorensis) oleh

masyarakat di Pulau Timor. Prosiding Seminar Nasional Peternakan dan

Veteriner. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Badan Penelitian dan

Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian, Bogor, Jilid 2: 825-829

Sinclair, S,E. and Woodford, K.8,, 2000. Tropical/Sub-tropical deer farming in Australia.

Asian-Aus,J.Anim,Sci. 13, Supp. Ed': 62-64,

Siregar, A.P., Sitorus, P,, Radjagukguk, P-A.,^Santoso, Sabrani, M., Soedirman, S',- iskandar, T., Kalsid, E., balubira, L.P., Sitohang, H., Syarifuddin, A., Saleh, A,,

dan Wiloto., 1g84. Kemungkinan budidaya satwa liar di Indonesia. Proceeding

Seminar Satwa Liar. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Badan

Page 6: (Cervus timorensis) Sistem Back Yard di Manokwari, Papua Barat

100 Biosfera 25 (2) Mei2008

Penelitian dan Pengembangan Fertanian Departemen Pertanian, Bogor 10Agustus 1983.

Subekti, D.T., 1995. Mengenal usaha peternakan rusa. Ruminansia, lX(3), 34-35.

Suryadi, S., Wijayanto, A., dan Wahyudi, M, 2004. Survey pasar (monitoring)perdagangan hidupan liar di Kabupaten Jayapura dan Manokwari. Seksi

' Konservasi Sumberdaya Alama Wilayah Manokwari, Jakarta

Tekandjanji, M dan Gersetiasih, R., 2002. Pengembangan penangkaran rusa Timor(Ceruus timorensis) dan permasalahannya di Nusa Tenggara Timur. ProsidingSeminar Nasional Bioekologi dan Konservasi Ungulata. Pusat Studi llmu Hayati,Lembaga Penelitian lPB, Pusat Penelitian Biologi LlPl dan Pengembangan Hutandan Konservasi Alam Departemen Kehutanan, Bogor.

Wirdateti, W., Farida, R., dan Zein, M.S.A., 1997. Perilaku harian Rusa Jawa (Cervustimorensis) di penangkaran Taman Safari Indonesia. Biota, ll(2), 78-81.

i: i iliJ I

; l!.

{ i.:

-l