cerita dari indonesia - unicef.org

15
CERITA DARI INDONESIA

Upload: nguyentu

Post on 23-Dec-2016

262 views

Category:

Documents


14 download

TRANSCRIPT

CERITA DARI INDONESIA

UNICEFCerita dari Indonesia

UNICEFCerita dari Indonesia2 3

Menjamin setiap anak untuk mendapatkan hak atas kelangsungan hidup, pendidikan, pertumbuhan, dan perlindungan merupakan kebutuhan yang sangat vital bagi keberhasilan pembangunan dan pertumbuhan sebuah bangsa. Hal ini menjadi tanggung jawab semua komponen bangsa, termasuk orang tua, masyarakat, masyarakat sipil dan sektor swasta, media dan akademisi, dan terutama pemerintah untuk selalu memberikan penghargaan, perlindungan, dan pemenuhan hak asasi anak. UNICEF bekerja di lebih dari 180 negara untuk menjamin bahwa hak asasi anak dijalankan dengan baik, termasuk mereka yang terpinggirkan dan tidak beruntung.

Di Indonesia, UNICEF memiliki sejarah kemitraan yang sudah berlangsung lebih dari 60 tahun dengan pemerintah dan lembaga lain dengan memberikan bantuan pembangunan dan kemanusiaan kepada jutaan anak-anak Indonesia. Seiring dengan peningkatan pertumbuhan ekonomi dan kemampuan Indonesia, wilayah kerja sama secara bertahap bergeser dari pemberian layanan pada tingkat masyarakat ke kerja sama kebijakan yang lebih strategis dengan mitra pemerintah, pada tingkat nasional dan daerah.

Saat ini UNICEF menjalin kerja sama dengan beberapa lembaga dalam usaha membangun informasi dan bukti-bukti untuk mengidentifikasi anak-anak yang terabaikan oleh pembangunan negara; memberikan bantuan untuk penyusunan kebijakan dan program yang lebih baik untuk anak-anak; memberikan bantuan teknis tingkat tinggi pada pemerintah dan mitra pemerintah; menguji model dan inovasi yang dapat memberikan solusi pada permasalahan yang sudah lama dan berdampak langsung pada anak-anak; memperkuat kemitraan dan jaringan kerja untuk meningkatkan hak asasi anak-anak. Ruang lingkup program UNICEF sudah mengalami perubahan selama beberapa tahun, tetapi inti kegiatannya tidak mengalami perubahan: UNICEF di Indonesia memberikan perhatian pada anak-anak.

UNICEF INDONESIA: MENJADIKAN SETIAP ANAK MENDAPATKAN PERHATIAN

UNICEFCerita dari Indonesia

UNICEFCerita dari Indonesia4 5

Di negara besar dan beragam seperti Indonesia

yang muncul sebagai salah satu kekuatan

ekonomi terbesar, anak-anak dan remaja

mempunyai peran kunci dalam pembangunan

di masa depan. Dari 237,6 juta penduduk

Indonesia (Sensus 2010), sekitar 81,3 juta –

atau sepertiga – adalah anak-anak di bawah usia

18 tahun. Dengan rata-rata tingkat kesuburan

2,4 dan usia harapan hidup 69 tahun, Indonesia

akan mempunyai jumlah anak-anak dan remaja

yang meningkat tajam.

Fokus pertumbuhan ekonomi harus dibarengi

dengan kebijakan nasional yang memberikan

perhatian yang sama terhadap pemenuhan

hak asasi warga negara dan jaminan keadilan

sosial. Tujuan Pembangunan Milenium (MDG)

meningkatkan profil secara global dengan

mendorong pemerintah pusat dan mitra

pembangunan untuk bekerja meningkatkan

kehidupan dan kesejahteraan kaum wanita dan

anak-anak. Sebagian besar tujuan program ini

adalah pada kemajuan anak-anak, yaitu dengan

menyediakan kebijakan-kebijakan dengan

kerangka kerja untuk mewujudkan hak asasi

anak-anak.

Untuk mencapai tujuan tersebut, capaian hasil

harus sepadan dengan jumlah penduduk,

memberikan keuntungan pada anak-anak.

Akan tetapi, di Indonesia, semua kemajuan

pada tingkat nasional sering menyembunyikan

perbedaan yang besar. Terlalu banyak anak yang

masih belum tersentuh.

• Hasil studi Bappenas-SMERU-UNICEF

tahun 2012 terhadap Kemiskinan Anak-

anak, misalnya, menunjukkan sekitar 44,3

juta anak berada di bawah kemiskinan,

hidup dengan kurang dari dua dolar Amerika

per hari.

• Anak-anak dari keluarga miskin menunjukkan

angka kematian dua kali lebih banyak pada

usia lima tahun dibanding dengan anak-anak

dari keluarga mampu.

Ketika UNICEF mulai berkiprah di Indonesia

pada tahun 1948, perhatian utamanya

terletak pada bantuan darurat sebagaimana

yang dilakukan di negara lain pasca perang

dunia kedua. Pada waktu itu, pulau Lombok

mengalami kekeringan dan UNICEF

memberikan bantuan untuk mengantisipasi

terjadinya kelaparan.

Tahun 1949, kerjasama resmi yang pertama

ditandatangani untuk membangun dapur

susu di Yogyakarta, pusat pemerintahan pada

masa itu.

Tahun 1969, pemerintah mencanangkan

rencana pembangunan lima tahun pertama.

UNICEF dan organisasi PBB lainnya seperti

WHO memberikan bantuan teknis.

Beberapa dekade berikutnya, UNICEF terlibat

dalam beberapa program lebih luas yang

bertujuan memberikan bantuan kepada kaum

perempuan dan anak-anak. Tahun 1990an,

misalnya, UNICEF menjalin kerja sama dengan

pemerintah dalam proyek-proyek pembangunan

pemberantasan buta huruf dan peningkatan

partisipasi perempuan di dunia kerja.

Sekitar tahun 2000, kerja sama antara

Indonesia dan UNICEF diperluas, secara

geografis mencapai 65% penduduk Indonesia.

Kemudian, tahun 2004, gelombang tsunami

Lautan Hindia menghantam provinsi Aceh.

Kurang lebih 230.000 orang meninggal

dunia – sebagian besar wanita dan anak-

anak. UNICEF segera memberikan bantuan

darurat kemanusiaan; menyediakan bantuan

memperbaiki sarana air bersih dan sarana

sanitasi, memberikan bantuan psikologis dan

emosi pada anak-anak, membuka kembali

sekolahan, mendata dan melacak anak-anak

yang hilang, dan bekerja dengan beberapa

pihak untuk memenuhi kebutuhan kesehatan

penduduk setempat.

Bantuan tsunami merupakan operasi

pemulihan dan tanggap darurat terbesar dalam

sejarah UNICEF.

Hampir satu dekade setelah bencana tersebut,

Indonesia menjelma menjadi salah satu negara

dengan kondisi ekonomi terkuat di kawasannya,

mencapai status pendapatan menengah

dengan pendapatan per kapita kurang lebih

4.000 dolar Amerika.

Namun demikian, lebih dari 130.000 anak-anak

meninggal sebelum mereka berumur lima tahun

oleh penyakit yang sebenarnya dapat dicegah

dan ditangani dengan mudah.

Indonesia berada di urutan kedua dunia

sebagai negara dengan penduduk yang

tidak mempunyai akses ke jamban sehingga

mereka harus membuang air besar di tempat

terbuka. Hal ini menjadi penyebab utama diare,

pembunuh utama anak-anak.

Lebih dari satu dari tiga anak menderita

pertumbuhan yang terhambat (stunting), yang

mengurangi kesempatan hidup dan merusak

perkembangan fisik mereka. Keterlambatan

pertumbuhan juga diikuti dengan pertumbuhan

otak yang tidak optimal yang berpengaruh

pada potensi pertumbuhan seluruh penduduk

negara ini.

MENGURANGI KESENJANGAN BAGI ANAK-ANAK INDONESIA

UNICEFCerita dari Indonesia

UNICEFCerita dari Indonesia6 7

Melalui data yang kredibel dan mencukupi, hasil

temuan dan bukti-bukti bisa mengungkapkan

adanya ketidakadilan. Upaya membangun

pengetahuan semacam itu menjadi dasar

dukungan UNICEF kepada pemerintah. Dengan

cara ini, lembaga-lembaga di Indonesia dapat

mengatasi dengan lebih baik tantangan-

tantangan yang dihadapi anak.

UNICEF memberikan bantuan teknis terhadap

penelitian kondisi anak-anak dan perempuan

dalam rangka menjamin kualitas penelitian agar

sesuai dengan standar internasional. UNICEF

juga membantu organisasi penelitian setempat

untuk mendapatkan akses kepada mitra

pemerintah untuk memastikan bahwa bukti-

bukti yang mereka dapatkan mencapai sasaran

yang tepat. Untuk mempermudah penelitian

masalah anak, UNICEF mendirikan jaringan

kerja peneliti dan evaluator pertama yang

bekerja menangani masalah anak-anak (JPAI),

bersama-sama dengan para peneliti, pembuat

kebijakan dan pihak lainnya.

Penelitian dan penilaian dititikberatkan pada

usaha menggali data dan menganalisa data

yang ada untuk membuat gambaran yang

seluas mungkin keadaan terkini anak-anak

dan kaum wanita di Indonesia, tantangan

dan ketidakadilan yaitu hambatan-hambatan

dalam pertumbuhan dan pembangunan yang

berkesinambungan, dan kecenderungan sosio-

ekonomi yang berpengaruh pada masa depan

anak-anak.

Contoh-contoh hasil kerja UNICEF dalam bidang

peningkatan pengetahuan, yaitu:

• Pelaksanaan Survei Kluster Indikator

Ganda (MICS) di Papua:

Selama beberapa tahun terakhir, UNICEF

Indonesia bekerja sama dengan lembaga

• Data dari sanitasi mengungkapkan bahwa

5% dari keluarga kaya masih membuang

air besar di tempat terbuka, sedangkan dari

kalangan miskin angka ini mencapai 30%.

• Indikator bidang pendidikan menunjukkan di

antara kelompok usia 13 sampai dengan 15

tahun, anak-anak dari keluarga miskin tidak

dapat melanjutkan sekolah 4 kali lebih besar

dibanding dengan mereka yang berasal dari

keluarga kaya.

Bagi UNICEF, setiap anak harus diperhitungkan.

Kemajuan menuju MDG hanya dapat dicapai

jika anak-anak mendapatkan perhatian. Untuk

mewujudkan tujuan MDG, UNICEF mendukung

pemerintah dan lembaga mitra dalam

mengidentifikasi anak-anak yang tidak dapat

menikmati pembangunan, sehingga hak-hak

anak-anak Indonesia mendapatkan perlindungan

dan kemajuan.

BERBEDA PERAN, SATU TUJUAN: CAPAIAN BAGI ANAK

UNICEF menyediakan informasi dan pengetahuan tentang situasi anak-anak di Indonesia

Sumber: Kemiskinan Anak dan Disparitas di Indonesia: Tantangan Mencapai Pertumbuhan Inklusif; Bappenas/SMERU/UNICEF 2013

Perbedaan standar hidup antara keluarga kaya dan miskin di Indonesia: Pendapatan keluarga

menentukan kesempatan anak-anak untuk tumbuh sehat, belajar, dan terlindung dari eksploitasi.

UNICEFCerita dari Indonesia

UNICEFCerita dari Indonesia8 9

“mendalam terhadap sifat dan tingkat

kemiskinan anak-anak di Indonesia. Kajian

kemiskinan anak pertama di bawah panduan

Kemeneg PPN / Bappenas pada awal tahun

2013 menunjukkan bahwa di samping

kemajuan dalam mengurangi kemiskinan,

sekitar 55,8% anak-anak di Indonesia hidup

dengan konsumsi per kapita kurang dari 2

dolar Amerika per hari. Penelitian itu juga

menunjukkan bahwa hanya 18% anak

yang bebas dari enam komponen utama

deprivasi (pendidikan, tenaga kerja anak,

kesehatan, perlindungan, sanitasi dan

air). Porsi kemiskinan anak di Indonesia

lebih besar berada di pedesaan – data

menunjukkan bahwa kemiskinan anak di

pedesaan mencapai 70% jika dilihat dari

kacamata keseimbangan daya beli. Data juga

menunjukkan bahwa kejadian kemiskinan

pada anak berkorelasi dengan karakteristik

rumah tangga, termasuk latar belakang

jenis kelamin dan pendidikan kepala rumah

tangga dan jumlah anggota keluarga. Studi

komprehensif pertama terhadap kemiskinan

anak di Indonesia itu menunjukkan bukti-

bukti bahwa mereka harus dimasukkan

dalam program penurunan angka kemiskinan

di daerah dan pusat dan skema perlindungan

sosial. Kepemimpinan dan komitmen yang

ditunjukkan oleh pemerintah Indonesia

untuk melakukan dan mempublikasikan hasil

penelitian dan menggunakannya sebagai

bukti-bukti awal perencanaan program

perlindungan sosial semakin menunjukkan

komitmen yang kuat terhadap anak-anak dan

pengurangan angka kemiskinan.

pemerintah seperti BPS (Badan Pusat

Statistik) untuk melakukan survei di enam

kabupaten di Papua dan Papua Barat. Survei

rumah tangga membutuhkan investasi yang

besar, baik finansial maupun teknis. Data

dari MICS Papua, yang diluncurkan pada

bulan Desember 2013 secara nasional dan

regional mengungkapkan disparitas yang

besar antara provinsi dan kabupaten pada

beberapa indikator, seperti kematian bayi,

akses untuk mendapatkan pendidikan yang

baik, dan HIV/AIDS. Hal ini menunjukkan

bahwa kematian bayi berhubungan dengan

ketiadaan akses untuk mendapatkan air dan

sanitasi, dengan kekurangan gizi dan tingkat

pendidikan ibu yang rendah. Data diharapkan

dapat digunakan dalam perencanaan tingkat

kabupaten dan proses penganggaran

di Papua.

• Bantuan Perlindungan Sosial Ramah Anak

di Indonesia:

Beberapa tahun ini, sebagai respons

terhadap bukti tentang kemiskinan dan

kesenjangan, UNICEF menjalin kerja

sama dengan beberapa mitra utama,

Satuan Percepatan Pembangunan di

bawah Wakil Presiden, Kemeneg PP

/ Bappenas, dan Kementerian Sosial,

antara lain dengan melakukan lobi untuk

meningkatkan perhatian dan masalah

anak-anak dalam kerangka perlindungan

sosial negara. Perlindungan sosial diketahui

sebagai salah satu komponen kunci untuk

mengurangi disparitas dan melindungi

anak-anak yang rentan, terutama mereka

yang membutuhkan dukungan lebih.

UNICEF menyediakan bantuan teknis

untuk memperkuat komponen nutrisi

dengan Bantuan Tunai Bersyarat yakni

Program Keluarga Harapan (PKH). Tujuannya

adalah untuk mengurangi angka rata-

rata stunting. UNICEF juga menyediakan

bantuan teknis untuk komponen bantuan

tunai ‘PKSA’, dengan sasaran anak-anak

yang rentan untuk memastikan efisiensi

dan kesinambungannya. Selain itu, sebagai

mitra teknis Kementerian Pendidikan dan

Kebudayaan, UNICEF selalu memberikan

bantuan untuk memastikan upaya

perlindungan sosial mencapai anak putus

sekolah dengan jumlah lebih besar melalui

penguatan program Bantuan Operasional

Sekolah (BOS), diberikan dalam bentuk

block grant ke sekolah-sekolah untuk

pengelolaan operasional.

• Studi Kemiskinan Anak di Indonesia:

Untuk meningkatkan kesadaran pemerintah

dan mitra kerja terhadap dampak kemiskinan

terhadap kehidupan anak-anak, UNICEF

menugaskan SMERU, suatu pusat penelitian

nasional, untuk melakukan penelitian

Bagi mitra, data yang akurat dan berkualitas

memberikan pengetahuan yang sangat diperlukan untuk memastikan

perencanaan yang lebih baik; alokasi sumber daya dan program

bagi anak yang kurang beruntung.

UNICEFCerita dari Indonesia

UNICEFCerita dari Indonesia10 11

BERBEDA PERAN, SATU TUJUAN: CAPAIAN BAGI ANAK

UNICEF melakukan advokasi kebijakan, undang-undang dan program yang dapat meningkatkan realisasi perlindungan hak asasi anak di Indonesia

Anak-anak tidak mempunyai suara sebagaimana

kelompok-kelompok lain yang dapat melakukan

lobi kepada parlemen, pembuat kebijakan dan

pembuat keputusan untuk mempertahankan

kepentingan mereka melalui negosiasi. Akan

tetapi, hampir semua keputusan pemerintah,

baik yang terkait dengan alokasi sumber

daya, rumusan kebijakan, dan kesejahteraan

sosial semua itu berpengaruh pada kehidupan

anak. Sebagai salah satu organisasi PBB

dengan mandat untuk melindungi hak asasi

anak dan kaum perempuan, advokasi bagi

terciptanya kebijakan dan program yang

ramah anak menjadi peran kunci lain yang

dimainkan UNICEF.

Contoh-contoh lobi yang bisa dilakukan adalah

reformasi bidang undang-undang tentang

pengadilan anak-anak, prakarsa nasional dalam

pemberantasan cacing dan ketahanan tepung

dan juga dimasukkannya kesadaran HIV dan

AIDS dalam kurikulum di Papua:

• Undang-undang peradilan anak

yang progresif:

Setiap tahun di Indonesia, lebih dari

5.000 anak dibawa ke depan pengadilan

sebagai terdakwa. Sekitar 90% berakhir

di balik jeruji besi meskipun kejahatan

mereka sangat ringan. Sebagai mitra

satu-satunya yang memberikan bantuan

teknis kepada pemerintah dalam reformasi

sistem peradilan anak, UNICEF berhasil

melakukan advokasi perbaikan kerangka

hukum untuk memperkuat perlindungan

hak asasi anak. Pada tingkat kebijakan,

keberhasilan UNICEF dan pemerintah juga

berujung pada kesepakatan antara semua

mitra terkait untuk mendukung proses

reformasi. Hasilnya, awal 2012, 50 anak-

anak dibebaskan dari lapas atas perintah

presiden; dana pemerintah dikucurkan untuk

perbaikan fasilitas tahanan; dan ‘Cetak Biru

Lembaga Pemasyarakatan’ disahkan, yang

memberikan arah kebijakan pada reformasi

sistem lembaga pemasyarakatan.

Pada bulan Juli 2012, setelah tujuh tahun

lebih UNICEF dan mitra pemerintah

melakukan upaya advokasi, DPR

mengesahkan Undang-Undang Sistem

Peradilan Pidana Anak no. 11/2012. Lepas

dari keterbatasannya, undang-undang ini

menjadi tonggak bersejarah dalam reformasi

peradilan dan menuju terbentuknya sistem

peradilan khusus bagi anak sebagaimana

diamanatkan oleh hukum internasional.

Undang-undang ini membawa banyak

perubahan pada sistem dan mensyaratkan

adanya beberapa hal yang harus dipersiapkan

dalam agenda penegakan undang-undang

dan instansi terkait lainnya sehingga pada

akhirnya dapat mengimplementasikan

undang-undang tersebut secara efektif ketika

sudah mulai diberlakukan. Lebih penting

lagi, undang-undang tersebut menambah

usia minimum tanggung jawab pidana dari 8

menjadi 12 tahun.

• Standar Nasional Fortifikasi Tepung Terigu:

Tahun 1998, Menteri Kesehatan,

mengeluarkan surat keputusan yang

menyatakan bahwa semua penggilingan

tepung terigu di Indonesia atau terigu

yang diimpor harus mengandung vitamin

dan mineral, termasuk zat besi, asam folik

dan zink. Kekurangan zat besi dan zink

dapat berpengaruh pada pertumbuhan

anak. Asam folik sebaliknya, mencegah

kerusakan batang syaraf. Menanggapi surat

keputusan tersebut, Menteri Perindustrian

pada tahun 2012 membuat surat keputusan

yang mewajibkan fortifikasi tepung terigu.

Namun demikian, pada bulan Januari 2008,

menindaklanjuti lobi dari para importir

tepung, surat keputusan wajib Standar

Nasional Indonesia (SNI) dicabut. Setelah

menimbang pendapat dari pakar gizi

anak dan beban biaya minimal fortifikasi,

UNICEF meyakinkan pemerintah untuk

mengembalikan investasi fortifikasi tepung

dalam jumlah yang besar dan berujung

pada pengaktifan kembali SNI pada bulan

Juli 2008. Di Indonesia, sekarang ini,

semua tepung terigu untuk konsumsi

manusia harus diperkaya. Akhir-akhir ini,

UNICEF mendesak pemerintah untuk lebih

memperkuat peraturan yang didasarkan pada

rekomendasi WHO 2009 yang sudah direvisi

dengan mengubah kandungan besi dan besi

elektrolitik menjadi sulfat ferus fumarat,

yang bisa diserap tubuh dengan baik. Telah

disepakati bahwa semua pengusaha terigu

akan mulai memakai jenis zat besi yang tepat

pada kuartal ketiga tahun 2013.

• Peraturan tentang Pendidikan HIV/AIDS

di Sekolah:

Di Indonesia, satu dari lima orang yang

terinfeksi HIV/AIDS berusia di bawah 25

tahun. Dengan populasi yang hanya 1.5%

dari penduduk Indonesia, di Tanah Papua

tercatat ada 15% penderita dari semua

kasus pada tahun 2011. Survei terhadap

UNICEFCerita dari Indonesia

UNICEFCerita dari Indonesia12 13

Sungguh jelas bahwa anak-anak paling terkena dampak

tata kelola pemerintahan dan proses pembuatan

keputusan yang mendukung dan menolak. Namun

kepentingan mereka sering tak terlindungi.

pengetahuan, sikap dan kebiasaan yang

dilakukan pada tahun 2011 menunjukkan

hanya sebagian kecil dari anak-anak yang

masih sekolah (12,6% di Papua dan

1,67% di Papua Barat) dan putus sekolah

(4,5% di Papua dan 0% di Papua Barat)

yang mempunyai pemahaman yang baik

terhadap HIV/AIDS. Remaja putus sekolah

mempunyai risiko yang lebih besar yaitu

sebanyak 51% di Papua dan 44% dari

pasangan mereka menyatakan bahwa

mereka memiliki hubungan seksual lebih

dari satu pasangan dan hanya 18% meyakini

mereka berisiko mengidap penyakit HIV/

AIDS. Untuk mencegah penyebaran

virus ini di kelompok umur ini, UNICEF

mengutamakan kegiatan yang bertujuan

untuk meningkatkan kesadaran terhadap

penyakit ini dan memberikan pelatihan

ketrampilan hidup. Oleh karena itu, UNICEF

memberikan advokasi pada gubernur Papua

untuk meminta sekolah agar memainkan

peran kunci dalam peningkatan kesadaran

di kalangan kaum muda. Hasilnya, pada

tahun 2011 Gubernur membuat peraturan

wajib belajar HIV/AIDS bagi siswa Sekolah

Dasar (SD) sampai Sekolah Menengah

Atas (SMA). Semua rencana pendidikan

operasional di tingkat kabupaten dan

provinsi mencantumkan alokasi pelatihan

ketrampilan hidup tentang HIV/AIDS (lebih

dari 120.000 dolar Amerika pada tahun 2012

yang diambil dari sumber dana pemerintah).

Hasil penilaian terkini di kabupaten sasaran

menunjukkan lebih dari 75% SD dan SMP

yang disurvei telah mengetahui HIV/AIDS

ada dalam kurikulum mereka.

BERBEDA PERAN, SATU TUJUAN: CAPAIAN BAGI ANAK

UNICEF memperkenalkan prakarsa dan inovasi baru untuk menjawab tantangan berjalan yang berpengaruh pada kehidupan anak

Dalam program kerja sama tingkat negara yang

ditandatangani oleh UNICEF dan pemerintah

Indonesia, pentingnya pengujian model baru

yang bisa ditingkatkan skalanya dan kebutuhan

akan ketersediaan solusi inovatif untuk

meningkatkan kualitas layanan sosial kepada

anak-anak telah didefinisikan dengan jelas.

Dengan pengalamannya di sejumlah negara,

UNICEF menggunakan pendekatan baru

terhadap masalah-masalah saat ini dan jangka

panjang yang berdampak pada kehidupan anak,

termasuk bidang kesehatan ibu dan anak, air

dan sanitasi.

• Kemitraan Bidan dan Dukun:

Selama beberapa tahun, ibu hamil (terutama

di desa) mengandalkan bantuan dukun

bayi. Peran bidan yang terampil dulu tidak

dianggap penting, dan banyak ibu hamil

yang tidak mempunyai akses perawatan

kandungan. Saat ini, setiap jam, satu

perempuan meninggal karena melahirkan

atau sebab lain yang berhubungan

dengan kehamilan. Tahun 2006, UNICEF

membuat sebuah program di Takalar

(sebuah kabupaten di Sulawesi Selatan)

yang menjadikan dukun beranak dan bidan

bekerja sama. Pada saat itu, kurang dari 50%

ibu hamil di Takalar paling tidak mengikuti

empat sesi perawatan sebelum kelahiran

(ANC) sesuai dengan rekomendasi dan

melahirkan bayi atas bantuan pendamping

persalinan terlatih (SBA). Melalui UNICEF,

Dinas Kesehatan Kabupaten Takalar

(DHO) mengembangkan kemitraan dukun

beranak-bidan, mendorong ibu hamil untuk

memanfaatkan bantuan bidan dan juga

dukun bayi tradisional. Tahun 2007, di empat

tempat pusat layanan kesehatan, semua

ibu hamil didampingi dukun bayi ketika

mereka mendatangi bidan. Kemitraan ini

menyebabkan pergeseran budaya yang

mendasar. Jika sebelumnya 80% ibu hamil

di Takalar melahirkan di rumah, data baru

menunjukkan cakupan ANC dan persentase

kelahiran di rumah sakit mendekati 100%.

Program ini diperluas untuk dilakukan di

puskesmas dan kecamatan di Sulawesi

Selatan melalui SK Bupati (kepala

pemerintahan di Kabupaten). Sejak tahun

(bersambung ke halaman16)

UNICEFCerita dari Indonesia

UNICEFCerita dari Indonesia14 15

FAKTA DAN ANGKA NASIONAL GAMBARAN DISPARITAS

%

7%

2 dari 10 kelahiran tidak ditangani oleh tenaga kesehatan terlatih

1 dari 23 anak meninggal sebelum usia 5 tahun

1 dari 3 anak balita terhambat pertumbuhannya

rumah tangga tidak memiliki akses pada sanitasi yang memadai

anak terdaftar di sekolah dasar

Indonesia punya hampir sembilan kasus HIV baru untuk setiap 100.000 penduduk

anak usia 5-17 tahun terlibat dalam pekerjaan anak

1 dari 11 anak meninggal sebelum usia 5 tahun di tiga propinsi Indonesia Timur

40% anak balita di daerah pedesaan terhambat pertumbuhannya

Rumah tangga perkotaan dua kali berkemungkinan untuk mendapatkan akses untuk meningkatkan sanitasi dibandingkan rumah tangga pedesaan

Anak-anak dari keluarga miskin berkemungkinan empat kali lebih besar untuk putus sekolah dibandingkan anak-anak dari keluarga kaya

Meski hanya memiliki 1,5% dari populasi Indonesia, 15% kasus HIV baru terjadi di Tanah Papua

Di tujuh propinsi Indonesia Timur, 1 dari 3 kelahiran terjadi tanpa bantuan dari tenaga terlatih

Prevalensi pekerja anak di daerah pedesaan empat kali lebih besar dari anak di daerah perkotaan

UNICEFCerita dari Indonesia

UNICEFCerita dari Indonesia16 17

2010, program ini sepenuhnya didanai oleh

kabupaten. Sekarang, peraturan daerah

(PERDA) no. 2/2010 sedang dibahas untuk

disahkan oleh DPRD untuk ditingkatkan

skalanya menjadi program propinsi.

• Peningkatan Upaya Pemberantasan dan

Pengendalian Malaria:

Tingkat penyebaran penyakit malaria

di Indonesia sangat beragam, dan

memerlukan pendekatan yang inovatif untuk

mengendalikan dan memberantasnya. Di

Indonesia bagian Timur, di mana jumlah

penderita malaria mencapai 70% dari

keseluruhan penderita -- padahal hanya 9%

jumlah penduduk Indonesia yang tinggal di

wilayah itu - UNICEF bekerja sama dengan

Kementerian Kesehatan mengintegrasikan

program pengendalian malaria yang

dijalankan secara sederhana dengan program

kesehatan yang ada untuk bisa menjangkau

penduduk yang tinggal di daerah terpencil

yang banyak terjangkit penyakit malaria.

Melalui kerja sama dengan tempat

perawatan kehamilan dan imunisasi,

diagnosa, pengobatan dan pencegahan

malaria dilakukan yang secara sinergis

membawa peningkatan dan perbaikan

pada tiga program. Berkat dukungan dari

Dana Global untuk AIDS, TBC dan Malaria

program inovatif ini sedang ditingkatkan

di sejumlah kepulauan endemik malaria,

sehingga dapat memperbaiki kehidupan

ibu dan anak pada masyarakat desa

miskin. Pendekatan inovatif yang sama

juga diterapkan di Indonesia bagian barat,

terutama Aceh, di mana UNICEF menjalin

kerja sama dengan Kementerian Kesehatan

untuk mengeliminasi bahaya malaria dengan

membasmi parasitnya. Dalam hal ini,

UNICEF memfasilitasi kolaborasi dengan

masyarakat, pihak swasta (terutama dengan

sektor pariwisata), dan puskesmas untuk

membangun sistem surveilans yang efektif

dan cepat yang memberantas semua parasit

malaria di satu kabupaten sasaran – Sabang

– dan juga untuk membasmi malaria di

seantero propinsi pada akhir tahun 2015.

• Pulau Ende Bebas Buang Air Besar

Sembarangan (ODF):

Sebagai masyarakat nelayan miskin di

propinsi Nusa Tenggara Timur, kepulauan

kecil Ende mempunyai banyak masalah,

termasuk kesulitan mendapatkan air bersih

dan sanitasi yang buruk. Buang air besar di

tempat terbuka adalah kebiasaan dengan

sejumlah akibat, seperti penyakit diare.

Mulai tahun 2007, pemerintah daerah dan

UNICEF menjalankan program Community

Led Total Sanitation (CLTS) untuk mengakhiri

kebiasaan buang air besar di tempat terbuka.

Ahli sanitasi dari Kementerian Kesehatan

Program percontohan, seperti manajemen kasus

masyarakat pada diare, fenomia dan malaria

memberikan sumbangan pada penyediaan layanan

pada masyarakat yang tidak mendapat layanan yang baik dan

mendorong pemerintah membuat peraturan

yang dapat dijalankan di wilayah terpencil.

melakukan dialog dengan masyarakat

untuk membantu mencari solusi. Awalnya,

masyarakat memilih mengumpulkan air

hujan untuk mendapatkan air bersih pada

tiap rumah tangga sebelum fokus pada

mengubah perilaku mereka terkait dengan

buang air besar. Fasilitator dan pemuka

masyarakat yang telah mendapatkan

pelatihan dari UNICEF dalam CLTS,

menjadi “ujung tombak” aksi bersama

untuk membantu masyarakat memahami

bagaimana kuman yang bersemayam dalam

kotoran manusia (faeces) pada akhirnya

sampai dan masuk dalam makanan dan

minuman yang dikonsumsi. Proses ‘tarik

pemicu’ ini digunakan untuk membangkitkan

rasa malu dan jijik, yang pada akhirnya

memobilisasi masyarakat untuk segera

mengakhiri kebiasaan buang air besar di

tempat terbuka. Program CLTS menggeser

pendekatan yang dipacu oleh bantuan

menjadi pendekatan yang dipacu oleh

permintaan dan dilakukan oleh masyarakat

yang utamanya bertujuan untuk mengubah

perilaku. CLTS tidak menitikberatkan

pada bangunan kakus, melainkan lebih

pada penggunaan dan pemberdayaan

untuk mengubah kondisi sanitasi secara

bersama-sama. Ende menjadi bebas dari

tempat buang air besar terbuka. Diharapkan

pendekatan ini akan membantu mengurangi

angka penderita penyakit diare dan

dampaknya pada anak-anak Ende.

UNICEFCerita dari Indonesia

UNICEFCerita dari Indonesia18 19

BERBEDA PERAN, SATU TUJUAN: CAPAIAN BAGI ANAK

UNICEF memberikan bantuan teknis tingkat tinggi kepada mitra untuk meningkatkan kualitas layanan sosial anak

Meskipun ada kemajuan pada beberapa

program MDG, masalah-masalah yang

berkaitan dengan kualitas layanan sosial di

beberapa bidang seperti kesehatan, pendidikan

dan perlindungan sosial masih tetap ada di

Indonesia. Salah satu masalahnya adalah

perbedaan kemampuan penyedia layanan

untuk menjamin kualitas layanan. Hal ini

biasanya muncul di tingkat daerah di mana

sering terjadi kekurangan pekerja sosial dan

tenaga kesehatan dan kemampuan teknis

pegawai dalam beberapa hal terbatas. UNICEF

membantu pemerintah dengan menyediakan

pelatihan dan memperkuat kebijakan dan

pedoman nasional yang berhubungan dengan

pengembangan kapasitas untuk mencapai hasil

yang maksimal pada anak.

• Peningkatan Kapasitas Tenaga Kesehatan:

UNICEF menjadi lembaga terdepan yang

membantu pemerintah dalam meningkatkan

kemampuan tenaga medis dan non-

medis untuk memperbaiki gizi ibu dan

pemberian makanan pada anak-anak. Tahun

2006, UNICEF membantu pemerintah

dalam pengadopsian kursus pelatihan

penyuluhan menyusui UNICEF / WHO bagi

tenaga medis. UNICEF mengujicobakan

program pelatihan ini di lima kabupaten,

menyiapkan dasar-dasar dalam rangka

menuju peningkatannya menjadi berskala

nasional. Kurang lebih sudah ada 3.000

penyuluh yang mengikuti pelatihan. Mereka

dapat membantu ibu hamil dan menyusui

di berbagai daerah. Pemerintah berencana

menyediakan satu tenaga penyuluh di

tiap puskesmas di seluruh Indonesia

pada tahun 2014. Tahun 2008 dan 2012,

UNICEF membantu pemerintah dalam

pengadaptasian kursus pelatihan pemberian

makan tambahan serta pemberian makanan

bagi bayi dan balita bagi penyuluh/tenaga

medis puskesmas. Pelatihan Pemberian

Makanan Tambahan ini telah ditingkatkan

secara nasional, sementara modul

Pemberian Makan pada Bayi dan Balita akan

diperluas ke 12 propinsi di seluruh negeri

sampai dengan akhir 2013.

• Penguatan Pendekatan Perlindungan

Anak Berbasis Sistem:

Secara historis, kebijakan terhadap

perlindungan anak di Indonesia belum

mempunyai pendekatan yang komprehensif

untuk mencegah tindakan kekerasan

terhadap anak. Untuk menjawab

permasalahan ini, UNICEF membantu

memberikan pengembangan kapasitas

pada jajaran staf di tingkat menengah pada

kementerian terkait dengan menyediakan

pelatihan pendekatan perlindungan anak

berbasis sistem. Pada awalnya dilakukan di

Jakarta, pelatihan mulai digelar pada tahun

2011 untuk mitra pemerintah di daerah

(termasuk anggota Dewan Perwakilan

Rakyat Daerah) di enam propinsi di mana

UNICEF mempunyai perwakilannya

yaitu Aceh, Jawa Tengah, Jawa Timur,

Sulawesi Barat, Sulawesi Selatan, dan

Nusa Tenggara Timur.

Selanjutnya, perlindungan anak ditetapkan

sebagai pilar terpisah dalam Rencana

Pembangunan Jangka Menengah Nasional

(RMPJMN) untuk tahun 2010-2014 dan

dalam rencana strategis sektoral yang sangat

dibutuhkan untuk memastikan anggaran

dialokasikan untuk penyediaan layanan

perlindungan anak secara komprehensif. Ini

merupakan terobosan yang monumental

yang menunjukkan adanya komitmen

politik dan momentum dari pembuat

keputusan kunci.

• Pengembangan Kapasitas di Bidang

Olah Raga untuk Pertumbuhan dalam

Kurikulum Sekolah:

Di Indonesia, banyak anak yang mempunyai

kesempatan terbatas untuk ambil bagian

dalam bidang olah raga. Meskipun

Pendidikan Jasmani ada dalam kurikulum,

akan tetapi tidak diterapkan dalam kehidupan

nyata. Sebagian besar guru Olah Raga di

Indonesia kurang pelatihan formal, hampir

40% tidak mempunyai latar belakang

pendidikan Olah Raga. Hasil penelitian

UNICEF tahun 2011 tentang Pengetahuan,

Sikap dan Kebiasan Olah Raga menunjukkan

bahwa banyak sekolah yang belum

memberikan mata pelajaran yang baik pada

bidang olah raga, sedangkan fasilitas dan

perlengkapannya juga terbatas. Sekolah

untuk anak-anak dengan kebutuhan khusus

tidak mempunyai kurikulum khusus yang

mencantumkan pelajaran Olah Raga dan

guru tetap menggunakan kurikulum umum.

Melalui prakarsa ‘inspirasi internasional’,

kemitraan yang unik antara British Council,

UK Sport dan UNICEF dibentuk dalam

kerangka Olimpiade 2012; Indonesia

menerima bantuan keuangan dan teknis

guna membantu sekolah dalam penyediaan

kesempatan Olah Raga pada anak-anak.

Tahun 2012, UNICEF meluncurkan program

Olah Raga untuk Pembangunan di empat

kabupaten (Bone, Pasuruan, Subang, dan

Jakarta). Bantuan teknis diberikan kepada

408 guru dan pelatih Olah Raga. Praktisi

Olah Raga ini mengajarkan olah raga umum,

permainan dan kesempatan rekreasi kepada

37.000 anak. Kunjungan dan penilaian

lapangan menunjukkan perubahan positif di

lingkungan sekolahan, dengan meningkatnya

kesempatan untuk melakukan kegiatan olah

raga dan partisipasi yang lebih besar bagi

penyandang cacat. Hasil dari program ini

akan menjadi bukti replikasi dan membuka

kemungkinan dibuatnya kebijakan dan alokasi

sumber daya lebih baik untuk menjamin hak

anak terhadap olah raga.

UNICEFCerita dari Indonesia

UNICEFCerita dari Indonesia20 21

BERBEDA PERAN, SATU TUJUAN: CAPAIAN BAGI ANAK

UNICEF bermitra dengan pemerintah daerah untuk menjamin bahwa sumber daya dimanfaatkan secara memadai untuk memenuhi kebutuhan anak dan kaum perempuan yang sulit dijangkau

Sebagai bentuk dukungan terhadap proses

desentralisasi di Indonesia, lima kantor

perwakilan daerah UNICEF (Aceh, Surabaya,

Kupang, Jayapura, dan Makasar) bekerja sama

dengan kantor pusat di Jakarta melakukan

analisa hambatan dalam konteks tertentu

dalam rangka menciptakan lingkungan anak-

anak yang memberdayakan, membantu

memberikan bantuan layanan dan akses

mendapatkan layanan, dan mencermati

beberapa norma sosial budaya yang berdampak

tidak baik pada perkembangan anak.

• Sistem Informasi Pendidikan Berbasis

Masyarakat di Sulawesi:

Salah satu kendala dalam dunia pendidikan

adalah buruknya data yang digunakan

untuk mengetahui anak-anak yang tidak

mempunyai kesempatan untuk mengikuti

jenjang pendidikan dasar dan yang tidak

menyelesaikan pendidikan dasar. Data

pemerintah yang dikumpulkan dari sekolah

hanya menyajikan informasi anak-anak yang

bersekolah dan tidak mencantumkan anak-

anak putus sekolah. Untuk menghilangkan

perbedaan data ini, UNICEF bekerja sama

dengan Pusat Data dan Statistik Pendidikan Agar kebijakan nasional dan prioritas yang

berpihak pada anak-anak masuk dalam rencana

pembangunan daerah, kerja sama dengan pemerintah

provinsi dan kabupaten sangat dibutuhkan

terutama dalam formulasi rencana strategis (Renstra), peraturan daerah (Perda), kebijakan, anggaran, dan

rencana kerja tahunan sektoral dan panduan layanan pengiriman.

mengembangkan Sistem Informasi

Pendidikan Berbasis Masyarakat (CBEIS) di

Sulawesi, yang digunakan untuk mengurangi

perbedaan data di masyarakat, mengetahui

anak-anak putus sekolah dan alasan tidak

bersekolah. Tahun 2012, kabupaten Polewali

Mandar, Sulawesi Barat menerapkan data

CBEIS untuk mencari anak-anak dari keluarga

miskin yang tidak melanjutkan sekolah.

Semua ada 2.316 dari 3.600 anak dan

mereka diminta untuk meneruskan sekolah

atau masuk program pendidikan nonformal

melalui kampanye Anak Sekolah Kembali

Bersekolah yang didanai oleh pemerintah

dengan memberikan baju seragam, peralatan

sekolah, dan uang transportasi. Kampanye

program ini menginspirasi pemerintah

pusat untuk meluncurkan gerakan yang

sama ke seluruh Indonesia pada bulan

November 2012. Program CBEIS ini menjadi

direplikasi di beberapa kabupaten di Jawa,

NTT, dan Aceh, melalui pertukaran tenaga

teknis antara kabupaten-kabupaten terkait

dengan mitra di Polewali Mandar. Program

ini sekarang sedang ditelaah ulang untuk

dikaji kemungkinan penggunaannya sebagai

alat standar perencanaan di kabupaten pada

bidang pendidikan.

• Pendekatan Layanan Kesehatan Ibu dan

Anak Berbasis Gugus Pulau (CIA) di

Maluku Tengah Barat:

Dengan bantuan teknis UNICEF, pemerintah

Maluku dan Papua di Indonesia Timur

menggunakan Pendekatan Gugusan

Pulau (Island Cluster) untuk memecahkan

masalah kemudahan dalam mendapatkan

layanan kesehatan. Dengan pendekatan

ini, pemerintah dapat mengelola sistem

kesehatan yang lebih baik di kabupaten yang

berada di pulau terpencil. CIA berkonsentrasi

pada pembangunan puskesmas sebagai

pusat Kluster di daerah kunci yang dapat

menjadi pusat rujukan kasus medis,

khususnya pertolongan obstetri darurat,

penyediaan logistik dan pelatihan/orientasi

bagi petugas medis baru. Pendekatan ini

dapat digunakan untuk mengintegrasikan

program kesehatan ibu dan anak yang

lebih luas ke seluruh kabupaten, termasuk

pemberian imunisasi dan tanggap darurat.

Program ini dilanjutkan di 11 kabupaten di

Maluku sehingga diharapkan tiap kabupaten

akan memiliki satu pusat Kluster pada tahun

2012. Rumah Tunggu Kelahiran (MWH) untuk

ibu-ibu berisiko dimasukkan ke dalam CIA

untuk meningkatkan kemudahan ibu hamil

dalam mendapatkan perawatan persalinan

dan mempercepat penyerahan pasien jika

ada komplikasi. Di Papua, CIA diterapkan

di kabupaten Jayapura di mana telah dibuat

ruang-ruang di puskesmas yang difungsikan

sebagai pusat Kluster.

UNICEFCerita dari Indonesia

UNICEFCerita dari Indonesia22 23

BERBEDA PERAN, SATU TUJUAN: CAPAIAN BAGI ANAK

UNICEF menciptakan ruang bagi anak-anak dan remaja untuk menyampaikan pikiran dan mengambil bagian dalam proses pembangunan

UNICEF menyadari bahwa anak-anak dan

remaja perlu memainkan peran penting dalam

pembangunan masyarakat dan mereka dapat

bertindak sebagai agen perubahan. Oleh karena

itu, komponen utama program UNICEF di

Indonesia dengan 80 juta anak-anak dan remaja

usia di bawah 18 tahun adalah menciptakan

peluang bagi remaja untuk mengambil bagian

menentukan dalam masa depan bangsa.

Dengan demikian, suara penting bagi masa

depan negara ini tidak diabaikan.

• Advokasi pada Kebijakan Kepemudaan

di Papua:

Tahun 2012, untuk mendapatkan

pemahaman yang baik terhadap situasi

pemuda di Papua dan memperoleh umpan

balik dari mitra yang beragam, UNICEF

melakukan kajian terhadap dokumen

yang ada secara mendalam, melakukan

diskusi kelompok terarah, dan wawancara

dengan para pemangku kepentingan di

tingkat propinsi dan kabupaten. Bukti yang

didapatkan dari kajian ini menunjukkan

pentingnya sebuah kebijakan untuk pemuda

yang dapat memberikan jalan keluar

terhadap beberapa masalah penting yang

ada. Anak-anak dan remaja memainkan

peran yang penting dalam proses

menghimpun pengetahuan. Melalui forum-

forum yang ada dan partisipasi mereka

dalam program-program yang dibuat dan

didukung oleh UNICEF, pemuda di Tanah

Papua sedang berusaha memperjuangkan

hak dan kebutuhan mereka dan berkemauan

membantu pemerintah dan masyarakat

untuk memajukan dan membangun daerah

mereka. Umpan balik dan partisipasi pemuda

Papua selama lokakarya konsultatif yang

diselenggarakan pada tahun 2012 membantu

memvalidasi data dan informasi tentang

masalah-masalah yang ada dan menjadi

dasar diadakannya pertemuan konsultatif

kebijakan tingkat tinggi yang pertama pada

bulan Juni 2013 dengan agenda menyusun

draf kebijakan untuk pemuda di tingkat

propinsi yang pertama di Indonesia.

• Pemberian Dukungan kepada Anak untuk

Menyampaikan Pendapat:

Berdasar hasil evaluasi pada program

partisipasi anak-anak nasional, UNICEF

mendukung langkah-langkah Menteri

Negara Pemberdayaan Perempuan dan

Perlindungan Anak untuk membentuk

Forum Anak-Anak Nasional. Forum ini akan

memberikan kesempatan pada anak-anak

dan remaja untuk menyampaikan pemikiran

dan saran di tingkat pusat dan daerah

terhadap semua masalah pembangunan

yang berdampak pada kehidupan mereka.

Melalui kerangka kerja kota atau kabupaten

ramah anak, UNICEF memberikan bantuan

teknis dalam pembentukan forum anak-

anak di Aceh Besar, Polewali Mandar, Sikka,

Pemalang, Brebes, Klaten, Situbondo,

dan Bondowoso. Pemetaan mekanisme

yang ada yang memungkinkan anak-anak

berpartisipasi ke seluruh negeri dibuat untuk

melihat kekuatan, kelemahan, kesempatan,

dan tantangan program partisipasi anak di

Indonesia. Tahun 2012, upaya penting telah

dilakukan dalam rangka advokasi bidang

pendidikan jasmani dan OR inklusif, dengan

dukungan dari anak-anak yang bergabung

di UNICEF.

• Kemitraan dengan Anak-Anak

Penyandang Disabilitas:

Stephani Handojo peraih medali emas

Olimpiade Khusus berhasil mewakili

pemuda Indonesia sebagai pembawa obor di

Olimpiade London lewat Program Inspirasi

Internasional. Stephani adalah anak muda

berbakat yang terserang Down Syndrome,

yang memenangkan medali emas Olimpiade

Khusus Musim Panas di Athena tahun

2012 pada lomba kelas F6 50 meter renang

gaya dada. Medali ini merupakan salah

satu medali emas yang diperolehnya di

berbagai pertandingan lain. Sebagai juru

bicara untuk memperjuangkan hak asasi

anak, Stephani dengan dukungan UNICEF

telah bertemu dengan beberapa pejabat

tinggi pemerintah, termasuk Menteri Negara

Pemuda dan Olah Raga, Menteri Negara

Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan

Anak, dan Menteri Sosial untuk membela

hak setiap anak Indonesia menikmati masa

kanak-kanaknya, mempunyai kesempatan

berpartisipasi dan berhasil, dan menunjukkan

bahwa olah raga membuat orang dengan

berbagai kemampuan dan latar belakang

dapat tumbuh, berkarya, dan unggul ketika

mereka mendapatkan dukungan yang

memadai dari orang dewasa.

UNICEFCerita dari Indonesia

UNICEFCerita dari Indonesia24 25

Untuk menggali sumber daya, menghasilkan

kesepakatan, dan mendorong ide-ide baru

untuk kepentingan anak-anak di Indonesia,

UNICEF menjalin kemitraan dengan beberapa

pihak di daerah, kota, dan dunia; termasuk

organisasi masyarakat sipil, sektor dunia usaha,

perusahaan, dan individu.

• Kemitraan dengan Donatur di Indonesia:

Pelaksanaan program kerja sama antara

pemerintah Indonesia dan UNICEF sebagian

besar didanai oleh kontribusi sukarela dari

individu, perusahaan, dan donor bilateral.

Satu sumber dana penting adalah 35.000

lebih orang Indonesia yang mendonasikan

uangnya setiap bulan ke UNICEF. Kelompok

lainnya adalah perusahaan swasta yang

menyumbangkan dana ke UNICEF atau

melalui konsumen yang memberikan

kontribusi secara sukarela. Kemitraan yang

berlanjut dengan mitra seperti Australia

(AusAid), Amerika (USAID), Selandia Baru,

dan Norwegia telah membuat UNICEF dapat

menerapkan program penting di beberapa

bidang, seperti kesehatan, gizi, pendidikan,

HIV/AIDS, dan perlindungan anak. Program

juga didukung oleh lembaga lain seperti

Dana Global untuk memerangi AIDS,

Tuberkulosis dan Malaria atau Global Fund to

fight AIDS, Tuberculosis and Malaria, Bill and

Melinda Gates Foundation yang mengerjakan

program sanitasi yang diprakarsai oleh

masyarakat, Bank Dunia yang bertujuan

memperkuat komponen gizi dari program

pengurangan kemiskinan, atau GAIN

mendorong pengayaan kandungan yodium

dalam garam secara universal di Indonesia.

UNICEF juga bekerja sama dengan Lembaga

Swadaya Masyarakat, seperti Save the

Children dan Plan International di bidang

pendidikan, pengurangan risiko bencana dan

tanggap darurat.

BERBEDA PERAN, SATU TUJUAN: CAPAIAN BAGI ANAK

UNICEF membangun dan memperkuat kerja sama dan jejaring untuk anak-anak

• Prinsip Dunia Usaha dan Hak Anak:

Dikembangkan oleh UNICEF, bersama Global

Compact dan Save the Children – Prinsip-

prinsip Usaha dan Hak Asasi Anak-Anak

merupakan prinsip-prinsip panduan yang

komprehensif bagi sektor swasta berkenaan

dengan tindakan yang dapat dilakukan di

tempat kerja, pasar, dan masyarakat untuk

menghargai dan mendukung hak asasi

anak. Prinsip bisnis ini memperkuat arti

penting perspektif hak asasi anak dalam

bisnis dan keuangan. Secara eksplisit,

prinsip ini membicarakan standar yang

ada, program, dan praktek-praktek terbaik

yang berkaitan dengan bisnis dan anak

sambil mencoba menutup jurang perbedaan

untuk menampilkan visi yang koheren

dalam bisnis. Pendekatan ini diharapkan

dapat memaksimalkan dampak positif dan

meminimalkan dampak negatif pada anak-

anak, kelompok yang sering diabaikan

sebagai pemangku kepentingan dalam

dunia bisnis. Di Indonesia, UNICEF, Global

Compact Network Indonesia dan Save the

Children bekerja sama dengan Menteri

Negara Pemberdayaan Perempuan dan

Perlindungan Anak (KPPPA) dan pihak terkait

lainnya dalam menghimbau masyarakat

bisnis untuk meletakkan hak asasi anak

dalam agenda utama tanggung jawab sosial

perusahaan (CSR). Setelah pembentukannya

pada awal 2013, Asosiasi Perusahaan

Ramah Anak di Indonesia didukung oleh

Kementerian terkait berkomitmen untuk

memainkan peran penting dalam mengawasi

penerapan prinsip-prinsip tersebut di

Indonesia. UNICEF membantu pemerintah

dalam pembuatan regulasi dan panduan

bagi masyarakat bisnis mengenai bagaimana

menjadi lebih ramah anak.

• Program Nokia Life Info Bidan:

Untuk memperluas ruang gerak melalui

penggunaan teknologi secara efektif bagi

pembangunan, UNICEF membangun

kemitraan dengan perusahaan telepon

genggam Nokia dan penyedia layanan PT

XL Aviata dengan memprakarsai Nokia

Life’s Info Bidan, aplikasi telepon genggam

via SMS untuk para bidan. Teknologi ini

menjanjikan terutama dengan cepatnya

peningkatan kepemilikan telepon seluler dan

cakupannya yang luas, bahkan di tempat-

tempat terpencil. Tahun 2010, 62% orang

Indonesia menggunakan telepon genggam

secara reguler. Separuh dari 115 juta orang

yang tinggal di desa menggunakan telepon

genggam. Di Indonesia, bidan berada di garis

depan pelayanan perawatan ibu hamil dan

anak-anak. Akan tetapi, sebagian dari mereka

mempunyai kemampuan terbatas dan tidak

mempunyai informasi teknis yang diperlukan

dalam pekerjaan. Karena usaha-usaha

untuk meningkatkan kemampuan secara

konvensional, seperti pelatihan tatap muka

tidak selalu efektif dari segi pembiayaan,

teknologi telepon menawarkan opsi yang

menarik karena dapat mengatasi kendala

geografis dll. Menurut hasil penelitian

formatif yang mengungkap pengetahuan

bidan dan pola penggunaan teknologi

telepon genggam, dibuatlah 180 pesan teks.

UNICEFCerita dari Indonesia

UNICEFCerita dari Indonesia26 27

Orientasi teknis diberikan dan pengawasan

reguler dilakukan untuk memastikan bahwa

proses berjalan secara partisipatif dan

para bidan benar-benar bisa berhubungan

dengan ibu hamil. UNICEF menjadikan

Nokia dan Kementerian Kesehatan sebagai

mitra dalam prakarsa kerjasama ini – untuk

pertama kalinya UNICEF menyatukan sektor

swasta dan pemerintah dalam sebuah

kolaborasi untuk mengatasi masalah yang

berhubungan dengan kualitas penyediaan

pelayanan, dengan menggunakan teknologi

yang ada untuk mengatasi hambatan dalam

mengakses pengetahuan di sektor publik.

Melalui kemitraan yang kuat di tingkat daerah,

nasional dan global, anak-anak bisa mendapatkan yang lebih. Dukungan

semua pihak, solidaritas dan tindakan akan

menjamin hak asasi setiap anak.

KREDIT FOTO

Sampul Depan© UNICEF Indonesia/2004/Estey

Halaman 2© UNICEF Indonesia/2007/Estey© UNICEF Indonesia/2005/Estey© UNICEF Indonesia/2012/Esteve© UNICEF Indonesia/2005/Estey© UNICEF Indonesia/2005/Estey

Halaman 3© UNICEF Indonesia/2006/Estey

Halaman 5© UNICEF Indonesia/2012/Estey

Halaman 7© UNICEF Indonesia/2012/Estey

Halaman 10© UNICEF Indonesia/2010/Estey

Halaman 12© UNICEF Indonesia/2011/Estey

Halaman 16© UNICEF Indonesia/2013/Hasan

Halaman 17© UNICEF Indonesia/2007/Purnomo

Halaman 19© UNICEF Indonesia/2012/Esteve

Halaman 20© UNICEF Indonesia/2008/Billhardt

Halaman 22© UNICEF Indonesia/2011/Estey

Halaman 23Photo courtesy of Maria Yustina

Halaman 26© UNICEF Indonesia/2012/Hasan

UNICEFWisma Metropolitan II, Lantai 10-11,Jl. Jend. Sudirman Kav. 31Jakarta, Indonesia

Telp.(021) 2996 8000

Fax.(021) 571 1326

Website www.unicef.or.id