cerita bali

Upload: seniman

Post on 17-Oct-2015

133 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Asal Mula Singaraja Bali

Asal Mula Singaraja BaliDahulu kala di Pulau Bali, tepatnya di daerah Klungkung hiduplah seorang Raja yang bergelar Sri Sagening. Ia mempunyai istri yang cukup banyak. Istri yang terakhir bernama Ni Luh Pasek. Ni Luh Pasek berasal dari Desa Panji dan merupakan keturunan Kyai Pasek Gobleg. Namun malang nasib Ni Luh Pasek, sewaktu ia mengandung, ia dibuang secara halus dari istana, ia dikawinkan dengan Kyai Jelantik Bogol oleh suaminya.

Kesedihannya agak berkurang berkat kasih sayang Kyai Jelantik Bogol yang tulus. Setelah tiba waktunya ia melahirkan anak laki-laki yang dinamai I Gusti Gede Pasekan.

Bayi bernama I Gusti Gede Pasekan makin hari makin besar, setelah dewasa ia mempunyai wibawa besar di Kota Gelgel. Ia sangat dicintai oleh pemuka masyarakat dan masyarakat biasa.

Ia juga disayang oleh Kyai Jelantik Bogol seperti anak kandungnya sendiri. Pada suatu hari, ketika ia berusia dua puluh tahun, Kyai Jelantik Bogol memanggilnya.

Anakku, kata Kyai Jelantik Bogol, Sekarang pergilah engkau ke Den Bukit di daerah Panji.

Mengapa saya harus pergi kesana, Ayah?

Anakku, itulah tempat kelahiran ibumu.

Baiklah, Ayah. Saya akan pergi kesana.

Sebelum berangkat, Kyai Jelantik Bogol berkata kepada anaknya, I Gusti, bawalah dua senjata bertuah ini, yaitu sebilah keris bernama Ki Baru Semang dan sebatang tombak bernama Ki Tunjung Tutur. Mudah-mudahan engkau akan selamat.

Baik, Ayah!

Dalam perjalanan ke Den Bukit ini, I Gusti Gede Pasekan diiringi oleh empat puluh orang di bawah pimpinan Ki Dumpiung dan Ki Kadosot.

Setelah empat hari berjalan, tibalah mereka di suatu tempat yang disebut Batu Menyan. Disana mereka bermalam. Malam itu I Gusti Gede Pasekan dan ibunya dijaga ketat oleh para pengiringnya secara bergiliran.

Tengah malam, tiba-tiba datang makhluk gaib penghuni hutan. Dengan mudah sekali I Gusti Gede Pasekan diangkat ke atas pundak makhluk gaib itu sehingga ia dapat melihat pemandangan lepas dari lautan dan daratan yang terbentang di depannya. Ketika ia memandang ke timur dan barat laut, ia melihat pulau yang amat jauh. Sedangkan ketika ia memandang kearah selatan, pemandangannya dihalangi oleh gunung. Setelah makhluk gaib itu lenyap, didengarnya suatu bisikan.

I Gusti, sesungguhnya daerah yang baru engkau lihat itu akan menjadi daerah kekuasaanmu.

I Gusti Gede Pasekan sangat terkejut mendengar suara gaib itu. Namun ia juga merasa senang, bukankah suara itu adalah pertanda bahwa pada suatu ketika ia akan mendapat kedudukan yang mulia, menjadi penguasa suatu daerah yang cukup luas.

Memang untuk mencapai kemuliaan orang harus menempuh berbagai kesukaran terlebih dahulu.

Ia menceritakan apa yang didengarnya secara gaib itu kepada ibunya.

Ibunya memberi semangat untuk terus melakukan perjalanan. Keesokan harinya rombongan I Gusti Gede Pasekan melanjutkan perjalanan yang penuh dengan rintangan. Walaupun perjalanan ini sukar dan jauh, akhirnya mereka berhasil juga mencapai tujuan dengan selamat.

Pada suatu hari ketika ia berada di desa ibunya, terjadilah peristiwa yang menggeparkan. Ada sebuah perahu Bugis terdampar di pantai Panimbangan. Pada mulanya orang Bugis meminta pertolongan nelayan di sana, tetapi mereka tidak berhasil membebaskan perahu yang kandas.

Nahkoda perahu Bugis sudah putus asa, tapi tetua kampung nelayan datang mendekatinya.

Hanya seorang yang dapat menolong Tuan.

Tuan, katakan saja, siapa yang dapat menyeret perahu kelautan?

Seorang anak muda, namun sakti dan perahu wibawa. jawab tetua kampung.

Siapa namanya?

I Gusti Gede Pasekan!

Keesokan harinya orang Bugis itu datang kepada I Gusti Gede Pasekan. Ia berkata, Kami mengharapkan bantuan Tuan. Jika Tuan berhasil mengangkat perahu kamu, sebagian isi muatan perahu akan kami serahkan kepada Tuan sebagai upahnya.

Kalau itu memang janji Tuan, saya akan mencoba mengangkat perahu kandas itu, jawab I Gusti Gede Pasekan. Untuk melepaskan perahu besar yang kandas itu, I Gusti Gede Pasekan mengeluarkan dua buah senjata pusaka warisan Kyai Jelantik Bogol.

Ia memusatkan pikirannya. Tak lama kemudia muncullah dua makhluk halus dari dua buah senjata pusaka itu.

Tuan apa yang harus hamba kerjakan?

Bantu aku menyeret perahu yang kandas itu ke laut lepas!

Baik Tuan!

Dengan bantuan dua makhluk halus itu ia pun berhasil menyeret perahu dengan mudah.

Orang lain jelas tak mampu melihat kehadiran si makhluk halus, mereka hanya melihat I Gusti Gede Pasekan menggerak-gerakkan tangannya menunjuk ke arah perahu.

Karena senangnya, orang Bugis itu pun menepati janjinya. Diantara hadiah yang diberikan itu terdapat dua buah gong besar. Karena I Gusti sekarang sudah menjadi orang kaya, ia digelari dengan sebutan I Gusti Panji Sakti.

Sejak kejadian itu, kekuasaan I Gusti Panji Sakti, mulai meluas dan menyebar kemana-mana. Ia pun mulai mendirikan suatu Kerajaan baru di daerah Den Bukit.

Kira-kira pada pertengahan abad ke-17 ibukota Kerajaan itu disebut orang dengan nama Sukasada.

Semakin hari Kerajaan itu makin luas dan berkembang lalu didirikanlah Kerajaan baru. Letaknya agak ke utara dari kota Sukasada. Sebelum dijadikan kota, daerah itu banyak sekali ditumbuhi pohon buleleng. Oleh karena itu, pusat kerajaan baru disebut Buleleng. Buleleng adalah nama pohon yang buahnya sangan digemari oleh burung perkutut. Di pusat kerajaan baru itu didirikan istana megah, yang diberi nama Singaraja.

Nama itu menunjukkan bahwa penghuninya adalah seorang Raja yang seperti singa gagah perkasa. Hal ini dikarenakan I Gusti Panji Sakti memang dikenal sebagai sosok yang sakti dan gagah berani. Jika ada gerombolan bajak laut atau perampok yang mengacau, sang Raja turut maju ke medan perang bersama prajuritnya, karena itu tepatlah jika istananya disebut Singaraja.

Ada pula yang mengatakan bahwa Singaraja berarti tempat persinggahan raja. Konon, ketika istananya masih ada di Sukasada, raja sering singgah disana. Dengan demikian, kata Singaraja berasal dari kata Singgah Raja.

Legenda asal-usul kota Buleleng dan kota Singaraja ini dipercaya penduduk Bali benar-benar pernah terjadi.

Ibu Panji Sakti berasal dari kasta Sudra, yakni kalangan rendah pada masyarakat Hindu-Bali. Hal ini sangat menarik, sebab seseorang yang berasal dari kalangan rendah dapat menjadi orang yang berkedudukan tinggi dan mulia karena perjuangan dan usahanya yang keras meraih cita-cita.

I CekerCipakI Ceker Cipak adalah seorang pemuda miskin dan tidak berayah. Ia sangat rajin membantu ibunya untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Ia juga sangat tekun menjalankan kewajibannya terhadap Tuhan Yang Mahakuasa. Berkat kerajinan dan ketekunannya beribadah, suatu hari ia mendapat rezeki yang melimpah. Rezeki apa yang diperoleh oleh I Ceker Cipak? Ikuti kisahnya dalam cerita I Ceker Cipak berikut ini!

* * *

Alkisah, di sebuah kampung di Pulau Dewata atau Bali, Indonesia, ada seorang pemuda tampan bernama I Ceker Cipak. Ia tinggal bersama ibunya di sebuah gubuk di pinggir kampung. Ia dan ibunya sangat teguh memegang dan menjalankan dharma. Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, ibu dan anak tersebut mencari kayu bakar dan hasil-hasil hutan lainnya. Hidup mereka serba kekurangan. Oleh karena tidak ingin terus terbelenggu oleh keadaan tersebut, I Ceker Cipak memutuskan untuk berdagang jagung. Ia ingin pergi ke kota untuk membeli jagung untuk direbus dan dijual kembali.

Bu, apakah Ibu mempunyai uang tabungan? tanya I Ceker Cipak kepada ibunya.

Untuk apa uang itu, Anakku? ibunya balik bertanya.

I Ceker Cipak pun menceritakan niatnya ingin berdagang ke kota. Alangkah bahagianya perasaan sang Ibu mendengar niat baik anaknya itu.

Wah, Ibu merasa senang dan mendukung niatmu itu, Anakku! Ibu ingin sekali membantu usahamu itu, tapi Ibu hanya mempunyai uang 200 kepeng. Uang tersebut Ibu tabung selama bertahun-tahun. Apakah uang itu cukup untuk membuka usaha barumu itu, Anakku? tanya ibunya.

Cukup, Bu! Uang tersebut akan Ceker gunakan untuk membeli jagung secukupnya, jawab I Ceker Cipak.

Mendengar jawaban itu, ibu I Ceker Cipak segera mengambil uang tabungannya, lalu memberikan kepada anak semata wayangnya. Keesokan harinya, I Ceker Cipak pun berangkat ke kota dengan membawa modal 200 kepeng dan sebuah keranjang. Untuk sampai ke kota, ia harus melewati perkampungan, persawahan, dan hutan lebat yang jaraknya cukup berjauhan.

Setelah berjalan setengah hari, sampailah I Ceker Cipak di sebuah perkampungan. Ketika akan melewati perkampungan itu, ia melihat seorang warga yang sedang menyiksa seekor kucing. Melihat tindakan warga yang tidak berbelaskasihan itu, ia segera mendekati dan memintanya agar menghentikan penyiksaan terhadap kucing tersebut.

Maaf, Tuan! Jangan bunuh kucing itu! Jika Tuan berkenan, saya akan menebusnya dengan uang 50 kepeng, pinta I Ceker Cipak.

Warga itu pun menerima permintaannya. Setelah menyerahkan uang 50 kepeng kepada warga itu, I Ceker Cipak melanjutkan perjalanan dengan membawa serta kucing itu. Tak berapa jauh berjalan, ia kembali melihat seorang warga sedang memukuli seekor anjing karena mencuri telur ayam. Melihat hal itu, ia pun menebus anjing itu dengan harga 50 kepeng. Setelah itu, ia kembali melanjutkan perjalanan dan membawa serta anjing itu. Kini, ia tidak berjalan sendirian. Ia ditemani oleh kucing dan anjing yang telah ditebusnya.

Ketika hari menjelang sore, I Ceker Cipak bersama kucing dan anjing tebusannya tiba di sebuah hutan lebat. Saat melewati hutan lebat itu, ia melihat beberapa orang warga sedang memukuli seekor ular yang telah memangsa seekor bebek. Karena merasa kasihan, ia pun menebus ular itu dengan 50 kepeng. Para warga yang telah memukuli ular itu terheran-heran melihat perilaku I Ceker Cipak.

Hai, teman-teman! Anak Muda itu sudah gila. Untuk apa dia menebus ular yang tidak ada gunanya itu? celetuk seorang warga.

I Ceker Cipak tidak menghiraukan celetukan warga itu. Setelah memasukkan ular itu ke dalam keranjangnya, ia segera berlalu dari tempat itu untuk melanjutkan perjalanan. Setelah menyusuri hutan lebat, I Ceker Cipak memasuki daerah persawahan. Ketika itu, ia menemui para petani sedang menangkap seekor tikus dan memukulinya. I Ceker Cipak tidak sampai hati melihat tikus itu disiksa oleh mereka.

Maaf, Tuan-Tuan! Tolong jangan siksa tikus itu! Jika Tuan-Tuan berkenan, biarlah aku tebus tikus itu dengan harga 25 kepeng, pinta I Ceker Cipak.

Para petani itu pun mengabulkan permintaannya. Setelah menyerahkan uang tebusan sebesar 25 kepeng kepada para petani tersebut, I Ceker Cipak kembali melanjutkan perjalanan dengan ditemani oleh kempat hewan tebusannya, yaitu seekor anjing, kucing, ular, dan tikus. Mereka tiba di pasar Kota Raja saat hari mulai gelap. I Ceker Cipak merasa sangat lapar. Setelah memeriksa sakunya, ternyata uangnya hanya tersisa 25 kepeng. Akhirnya, uang tersebut ia pakai membeli makanan untuk dirinya dan keempat binatang tebusannya. Ia terpaksa batal membeli jagung, karena sudah kehabisan uang.

Ketika I Ceker Cipak bersama keempat binatang tebusannya sedang asyik makan, tiba-tiba seorang prajurit istana yang sedang patroli datang menghampirinya.

Hai, Anak Muda! Kamu siapa dan dari mana asalmu? tanya prajurit itu.

Nama saya I Ceker Cipak, Tuan! Maaf jika kedatangan saya mengganggu ketenteraman kota ini, jawab I Ceker Cipak sambil memberi hormat.

Apa maksud kedatanganmu ke kota ini? Dan, untuk apa kamu membawa hewan-hewan piaraanmu itu? prajurit itu kembali bertanya.

Maaf, Tuan! Sebenarnya, saya datang ke kota ini untuk membeli jagung, namun uang saya telah habis untuk menebus keempat binatang ini yang sedang dianiaya orang, jawab I Ceker Cipak.

Wah, hatimu sungguh mulia, Anak Muda! puji prajurit itu

Prajurit itu kemudian mengajak I Ceker Cipak ke istana untuk menghadap sang Raja. Setibanya di istana, prajurit itu menceritakan maksud kedatangan I Ceker Cipak ke kota dan semua peristiwa yang dialaminya di perjalanan. Mendengar cerita tersebut, Raja yang baik hati itu pun mengizinkan I Ceker Cipak untuk menginap semalam di istana. Sang Raja juga memerintahkan kepada dayang-dayang istana untuk melayani segala keperluan I Ceker Cipak dan keempat hewan piaraannya. Alangkah senang hati I Ceker Cipak mendapat kehormatan tidur di dalam istana dan pelayanan istimewa dari sang Raja.

Malam telah larut, namun I Ceker Cipak belum bisa memejamkan matanya, karena memikirkan ibunya yang tidur sendirian di gubuk. Ia juga memikirkan uang pemberian ibunya yang telah habis untuk menebus keempat binatang tersebut. Ia bingung untuk menjelaskan semua itu kepada ibunya. Di tengah kebingungan itu, tiba-tiba si Ular merayap mendekatinya.

Wahai, Tuanku yang berbudi luhur! Jika besok saat pulang dan bertemu dengan seekor ular besar, Tuan jangan takut! Dia adalah ibuku yang bernama Naga Gombang. Meskipun terkenal sangat ganas, tapi dia tidak akan mengganggu orang yang tekun menjalankan dharma. Jika ia memintaku darimu, maka mintalah tebusan kepadanya! ujar si Ular.

I Ceker Cipak tersentak kaget, karena tidak pernah mengira sebelumnya jika ular itu dapat berbicara seperti manusia. Namun, ia tidak ingin terlalu memikirkan hal itu, yang penting ia berjanji akan melaksanakan pesan ular itu.

Keesokan harinya, I Ceker Cipak pun berpamitan kepada sang Raja. Raja yang baik hati itu membekalinya kain, uang, dan sepuluh ikat jagung.

Bawalah kain, uang dan jagung ini sebagai oleh-oleh untuk ibumu di rumah! ujar sang Raja.

Terima kasih banyak atas semua kebaikan, Gusti! Semoga Tuhan senantiasa memberkahi Gusti! ucap I Ceker Cipak seraya memberi hormat untuk memohon diri.

I Ceker Cipak kembali ke kampung halamannya melewati jalan semula. Ketika ia memasuki hutan belantara, tiba-tiba ia dihadang oleh seekor ular yang sangat besar.

Hai, Anak Muda! Berhenti dan serahkan ular itu kepadaku! seru ular besar itu.

Hai, Ular Besar! Pasti kamu yang bernama Naga Gombang. Ketahuilah wahai Naga Gombang, akulah yang telah menyelamatkan anakmu! Jika kamu hendak mengambil anakmu dariku, kamu harus menebusnya! kata I Ceker Cipak.

Wahai, Anak Muda! Jika memang benar yang kamu katakan itu, ambillah cincin permata yang ada di ekorku sebagai penebus! Semua barang akan menjadi emas jika kamu gosokkan dengan cincin itu, ujar Naga Gombang.

I Ceker Cipak pun mengeluarkan ular yang ada di dalam keranjangnya lalu menyerahkannya kepada Naga Gombang. Setelah itu, ia segera mengambil cincin permata di ekor Naga Gombang, kemudian menyelipkan di ikat pinggangnya dan melanjutkan perjalanan. Ketika sampai di gubuknya, ia dikejutkan oleh sebuah peristiwa ajaib, ikat pinggangnya telah berubah menjadi emas. Ibunya pun sangat heran menyaksikan peristiwa ajaib itu.

Bagaimana hal itu bisa terjadi, Anakku? tanya ibunya heran.

I Ceker Cipak pun menceritakan semua peristiwa yang dialaminya selama dalam perjalanan hingga tiba kembali ke rumah. Ibunya merasa amat bahagia memiliki anak yang taat menjalankan dharma. Sejak memiliki cincin permata itu, kehidupan keluarga I Ceker Cipak berubah. Kini, ia telah menjadi kaya raya di kampungnya. Ia hidup berbahagia bersama ibu dan ketiga hewan piaraannya, yakni si tikus, kucing, dan ajingnya. Meskipun sudah menjadi orang kaya, I Ceker Cipak tetap rajin bekerja.

Pada suatu hari, I Ceker Cipak membantu ibunya menumbuk padi, namun ia lupa melepas cincin permata dari jari tangannya. Tanpa disadarinya, cincin permata itu patah dan jatuh ke dalam lesung. Maka seketika itu pula lesung dan alu itu tiba-tiba berubah menjadi emas. Ia dan ibunya sangat heran bercampur gembira menyaksikan peristiwa ajaib terserbut. Sejak itu, I Ceker Cipak semakin terkenal dengan kekayaannya hingga ke berbagai penjuru negeri.

Setelah itu, I Ceker Cipak membawa cincinnya yang patah ke tukang emas untuk diperbaiki. Rupanya, tukang emas itu mengerti bahwa cincin itu memiliki tuah yang dapat mendatangkan kekayaan. Oleh karena itu, ia berniat untuk memilikinya. Agar tidak ketahuan oleh pemiliknya, ia pun membuat sebuah cincin palsu yang sangat mirip dengan cincin permata ajaib itu. Ketika I Ceker Cipak datang hendak mengambil cincinnya, ia memberikan cincin yang palsu. I Ceker Cipak tidak merasa curiga sedikit pun. Setibanya di rumah, ia ingin menguji kesaktian cincin permata itu. Perlahan-lahan ia menggosokkan cincin itu pada sebuah batu, namun batu itu tak kunjung berubah menjadi emas. Dari situlah I Ceker Cipak mulai curiga.

Bu! Coba periksa cincin permata ini! Sepertinya ia tidak sakti lagi, kata I Ceker Cipak. Wah, jangan-jangan tukang emas itu telah menukarnya!

Setelah diperiksa oleh ibunya, ternyata benar cincin itu palsu. Ibunya sangat mengenal bentuk cincin permata yang asli itu.

Dugaanmu benar, Anakku! Tukang emas itu telah menukar cincinmu dengan cincin palsu, kata ibunya.

Apa yang harus kita lakukan, Bu? tanya I Ceker Cipak.

Ibu I Ceker Cipak pun bingung harus berbuat apa. Ia berpikir keras untuk mencari agar dapat mengambil kembali cincin permata sakti itu. Suasana di rumah itu menjadi hening. Hingga malam larut, mereka belum juga menemukan jalan keluar. Hati mereka diselimuti perasaan sedih. Melihat tuannya bersedih, si Tikus, Kucing, dan Anjing melakukan musyawarah secara diam-diam. Mereka ingin membantu tuannya untuk mendapatkan kembali cincin permata tersebut dari si tukang emas. Setelah mengatur siasat, mereka pun berangkat ke rumah si tukang emas tanpa sepengetuhuan I Ceker Cipak dan ibunya.

Setibanya di rumah si tukang emas, ketiga binatang piaraan I Ceker Cipak tersebut membagi tugas. Si Kucing bertugas menunggu di depan pintu, dan si Anjing menunggu di depan tangga. Sementara, si Tikus bertugas bersiap-siap untuk menyelinap masuk ke dalam rumah untuk mencari cincin tuannya.

Setelah semuanya sudah siap, mereka pun mulai menjalankan tugas masing-masing. Si Kucing mulai mencakar-cakar pintu rumah, sehingga si tukang emas terbangun. Begitu tukang emas itu membuka pintu, si Kucing mencakar-cakar kakinya hingga jatuh terguling-guling di tangga. Si Anjing yang sedang menunggu di depan tangga segera menggigitnya. Tukang emas itu pun tergeletak tak sadarkan diri. Pada saat itulah, si Tikus segera masuk ke dalam rumah. Dengan ganasnya, ia melubangi peti tempat penyimpanan perhiasan tukang emas itu, lalu mengambil cincin permata tuannya. Setelah itu, mereka segera kembali ke rumah untuk menyerahkan cincin itu kepada I Ceker Cipak. Hari sudah pagi, namun mereka belum juga sampai di rumah tuannya.

Sementara itu, I Ceker Cipak yang baru bangun tidur sangat cemas, karena ketiga binatang piaraannya tidak ada di rumah.

Bu! Apakah Ibu tahu ke mana binatang piaraanku pergi? tanya I Ceker Cipak.

Wah, Ibu tidak tahu, Anakku! Sejak tadi Ibu juga belum melihatnya, jawab Ibunya.

Baru saja I Ceker Cipak akan pergi mencarinya di sekitar gubuk, ketiga binatang piaraannya tersebut tiba-tiba muncul dari balik semak-semak. Alangkah terkenjutnya ia ketika melihat cincin permatanya ada di mulut si Tikus. Ia baru sadar bahwa ternyata ketiga binatang piaraannya pergi ke rumah si tukang emas untuk mengambil cincin permata itu. Ia pun menyambut mereka dengan perasaan gembira.

Terima kasih, kalian telah membantuku mendapatkan kembali cincin permata ini, ucap I Ceker Cipak setelah si Tikus menyerahkan cincin itu kepadanya.

Sejak itu, I Ceker Cipak sangat berhati-hati dalam menjaga cincin permata saktinya. Semakin hari, harta kekayaannya pun semakin bertambah. Ia adalah orang kaya yang dermawan. Ia senantiasa membantu para warga di sekitarnya yang membutuhkan. Ia juga selalu mengingat semua orang-orang yang telah berbuat baik kepadanya.

Pada suatu hari, I Ceker Cipak bersama ibu dan ketiga hewan piaraannya datang menghadap kepada sang Raja untuk mengucapkan terima kasih. Ia datang dengan pakaian yang sangat rapi dan bersih, sehingga terlihat tampan dan gagah. Sebagai ucapan terima kasih, ia persembahkan sebagian emasnya kepada sang Raja. Kedatangannya pun langsung diterima dan disambut baik oleh sang Raja. Melihat ketampanan dan kegagahan I Ceker Cipak, sang Raja tiba-tiba terpikat hatinya ingin menikahkan dia dengan putrinya yang bernama Ni Seroja. I Ceker Cipak pun tidak menolak keinginan sang Raja. Akhirnya, I Ceker Cipak menikah dengan Putri Ni Seroja. Sejak itu, I Ceker Cipak tinggal di istana bersama istri, ibu, dan hewan-hewan piaraannya. Mereka hidup bahagia dan sejahtera.

GERHANA BULAN

Alkisah, Kerajaan Wisnuloka dipimpin oleh Dewa Wisnu. Kerjaan Wisnuloka dihuni oleh para dewa dan bidadari. Salah satu bidadari itu bernama Dewi Ratih atau Dewi Bulan.

Kerajaan Wisnuloka sering mendapat ancaman dari para raksasa yang bermukim di Bumi Balidwipa. Diantara para raksasa itu, yang paling menakutkan adalah Kala Rau. Ia bertubuh besar dan kekar. Wajahnya sangat menyeramkan. Ia pun sangat sakti. Kesaktiannya melebihi kesaktian beberapa dewa. Kala Rau mengancam akan meyerang Kerajaan Wisnuloka karena cintanya ditolak oleh Dewi Ratih atau Dewi Bulan.

Dewa Wisnu berfikir panjang. Salah satu jalan yang dapat ditempuh adalah membagikan tirta amerta (air kehidupan) kepada para dewa. Tirta amerta itu dapat menghindarkan para dewa dari kematian saat Kala Rau menyerang kerjaan Wisnuloka. Dewa Wisnu lalu memberikan kendi yang berisi tirta amerta kepada para dewa. Dewa Wisnu berpesan setiap dewa cukup minum seteguk titra amerta.

Satu demi satu dewa pun minum titrta amerta dari kendi tersebut. Mula-mula Dewa ISwara, kemudian Dewa Sambu, Brahma, Maha Dewa, dan Sasngkara. Ketika geliran tiba pada Dewa Kuwera, Dewa Wisnu mencium bau aneh. Dewa Wisnu merasakan sosok Dewa Kuera mencurigakan. Kecurigaan Dewa Wisnu semakin besar setelah melihat Dewa Kuera meneguk titra amerta berkali-kali.

Tiba-tiba Dewa Wisnu berteriak,Kamu bukan Kuera! Kamu Raksasa Kala Rau!

Semua dewa mendengar teriakan Dewa Wisnu terkejut. Dewa Wisnu lalu memanah leher Dewa Kuera palsu itu. Perlahan-lahan Dewa Kuera berubah menjadi Kala Rau. Leher Kala Rau putus dan kepala terpisah dari badannya. Dengan segera, para dewa membuang badan Kala Rau ke bumi. Bangkai tubuh Kala Rau yang dibuang ke bumi berubah menjadi kentungan atau lesung.

Sedangkan kepala Kala Rau yang terpisah dari badanya melayang-layang di angkasa. Kepala itu belum menjadi bangkai karena sempat meminum tirta amerta. Air yang diminumnya baru sampai kerongkongan. Oleh sebab itu, kepala Kala Rau masih tetap hidup.

Pada suatu ketika, saat bulan purnama, kepala Kala Rau berjumpa dengan Dewi Ratih. Kepala Kala Rau lalu menghadang Dewi Ratih.

Dewi Ratih! Kamu tidak dapat menghindar dari ku lagi! Kamu tidak dapat menolak cintaku. Kini kamu menjadi milikku! kata Kala Rau kepada Dewi Ratih.

Tubuh Dewi Ratih gemetar mendengar kata-kata Kala Rau. Ia tidak dapat menghindar saat kepala Kala Rau semakin mendekat dan mendekapnya. Tubuh Dewi Ratih yang cantik itu perlahan-lahan tertelan Kala Rau.

Raksasa yang rakus itu mengira tubuh Dewi Ratih masuk ke perutnya. Ternyata dugaan Kala Rau salah. Sesaat kemudian, sedikit demi sedikit tubuh Dewi Ratih muncul kembali.

Ketika tubuh Dewi Ratih tertelan kepala Kala Rau, Bumi Balidwipa menjadi gelap. Peristiwa tertelannya tubuh Dewi Ratih oleh Kala Rau dipercaya oleh penduduk Balidwipa sebagai penyebab terjadinya Gerhana Bulan. Oleh karena itu, setiap terjadi Gerhana Bulan penduduk beramai-ramai memukul kentungan, lesung, dan alat bunyi-bunyian lain.

########## Tamat #########

http://wanmustafa.wordpress.com/2013/02/01/gerhana-bulan-cerita-rakyat-dari-bali/Cerita Pan Balang Tamak dikupas dalam Tarot Bali, karena memiliki nilai yang bisa dijabarkan sebagai kombinasi ritual dan adat. Pan Balang Tamak secara harfiah dapat dijabarkan dari kata "Pan" (Bapak), "Balang" (Belalang; atau di Bali bermakna cekatan dan cerdik), "Tamak" (rakus).

Cerita Rakyat Bali Pan Balang TamakDikisahkan pada masa kerajaan Bali Kuno, hidup seorang pria bernama Pan Balang Tamak. Pria ini dikenal sebagai orang yang cerdik, namun lucu.

Suatu hari, di Banjar akan diadakan kerja bakti karena Banjar akan dipakai untuk tempat upacara adat. Kelian mengumumkan di hadapan khalayak ramai. Esok, tepatnya saat ayam sudah turun dari kandangnya, diharapkan para kepala keluarga hadir ke Bale Banjar untuk kerja bakti. Silakan bawa peralatan sendiri-sendiri. Jika ada yang mangkir atau tidak membawa peralatan, akan dikenai sangsi adat berupa denda sebesar 5 gobang, demikian Kelian berkata.

Pan Balang Tamak yang hadir di antara khalayak ramai mencari akal supaya tidak mendapat denda karena ia tidak mempunyai peralatan yang disebutkan. Ide licik pun tersembul di dalam benaknya. Saat malam menjelang, Pan Balang Tamak pergi ke Bale Banjar untuk menaruh jaje uli selem* yang dibentuk serupa tahx anjing. Setelahnya, ia pulang untuk tidur hingga esok hari.

***

Keesokan harinya, saat ayam sudah keluar dari kandangnya, semua orang berkumpul ke Banjar. Para Krama yang sudah bersiap dengan peralatan mereka terkejut saat Bale Banjar banyak berserakan tahx anjing. Di saat seperti itu Pan Balang Tamak yang datang dengan gagah berani tanpa membawa peralatan segera memainkan perannya. Hal ini membuat para Krama lainnya terkejut.

Mengapa kamu tidak membawa peralatan, Pan?

Maaf, Jero, saya memang tidak membawa peralatan. Tapi, saya punya penawaran untuk kalian semua. Jika saya membersihkan tahx anjing ini, saya merasa tidak perlu membayar denda dan atas jasa itu, saya meminta bayaran lima gobang. Bagaimana? tukas Pan Balang Tamak.

Para Krama setuju dengan tawaran yang diajukan Pan Balang Tamak. Tapi, namanya saja orang licik, ia belum puas dengan semua itu. Ia menantang para Krama yang ada di situ untuk memakan tahx anjing yang berserakan.

Oiya, sebelum melakukannya, saya punya penawaran lain untuk kalian. Barangsiapa salah satu dari kalian atau semuanya sekaligus berani memakan tahx anjing ini semuanya, maka akan saya beri uang sepuluh gobang. Bagaimana?

Tantangan itu dianggap suatu hal yang gila yang ditawarkan oleh Pan Balang Tamak. Sehingga, mereka semua hanya tertawa geli dan menganggap Pan Balang sudah gila.

Lakukan saja sendiri, masing-masing dari kami akan membayarmu sebesar lima gobang jika kamu sanggup menghabiskan tahx tersebut!

Pan tersenyum mendengar perintah itu. Sudah diduganya mereka akan berkata seperti. Maka, Pan Balang pun menghabiskan tahx anjing jadi-jadian itu. Dan ia pun mendapat lima gobang dari masing-masing orang yang hadir di sana. Kenalah para Krama dengan tipu daya Pan Balang Tamak.Suatu ketika di Bulan Berburu, Banjar tempat Pan Balang Tamak tinggal mendapat giliran meboros. Kelian Banjar kemudian melakukan arah-arahan kepada para Kramanya.

Esok, setelah ayam keluar dari kandang, semua Krama diharapkan berkumpul di Bale Banjar dengan membawa anjing untuk berburu ke alase**! Jika tidak, akan didenda!

Semuanya pulang dalam keadaan mengerti.

***

Keesokan harinya

Pan Balang Tamak bangun pagi-pagi sekali. Ia menyiapkan anjing serta segala sesuatunya yang digunakan untuk merobos. Setelah semuanya siap, Pan Balang Tamak duduk-duduk di depan sambil sesekali melihat apakah ayamnya sudah keluar kandang atau belum.

Tunggu ditunggu ternyata ayamnya baru keluar kandang ketika hari sudah sore.

Bergegaslah Pan Balang Tamak menyusul para Krama lain yang sudah berburu sejak pagi. Sesampainya di hutan, Pan Balang Tamak menemui para Krama lain. Ia melihat mereka sudah hendak pulang dengan hasil buruan masing-masing, seperti kijang, celeng, dan lainnya.

Melihat kedatangan Pan Balang Tamak, Kelian Banjar segera mengeluarkan buku catatan dosa untuk mencatatkan denda Pan Balang Tamak. Karena kamu datang telat, kamu harus membayar denda.

Tapi, laki-laki banyak akal itu berdalih, Tunggu dulu Jero, saya kan tidak bersalah. Mengapa harus membayar denda? Kemarin kan arahan dari Kelian, harus datang ketika ayam sudah keluar dari kandang, dan ayam saya baru keluar sore ini. Jadi, saya tidak salah kan?

Kelian Banjar diam sejenak. Rasanya betul juga ia berkata begitu kemarin. Tapi, ia kesal dengan kelakuan Pan Balang Tamak, jadi ia mencari kesalahan lain. Iya, itu benar. Tapi kamu tidak membawa anjing galak untuk berburu. Karena itu, kamu harus didenda!

Pan Balang Tamak lagi-lagi menyangkal, Eits Eits Jero salah duga kalau begitu. Justru anjing yang saya bawa adalah anjing paling galak. Mau bukti?

Pan Balang Tamak lalu menggendong anjing dan melemparkan anjingnya ke dui nget-nget***. Seketika itu juga, anjing Pan Balang Tamak melolong keraslebih keras dari anjing siapa pun yang ada di situ. Pan Balang Tamak mengatakan bahwa anjing yang melolong keras adalah anjing yang galak. Kelian Banjar dan para Krama setuju dengan hal itu. Sehingga, loloslah Pan Balang Tamak dari denda. Kembali Kelian Banjar dikelabui akal bulus Pan Balang Tamak. Hahaha

Cerita Cupak dan Grantang

http://wjunartha.blogspot.com/2012/09/satua-cupak-teken-grantang_16.html

Ada sebuah cerita dari rakyat Bali, I Cupak dan I Grantang. Mereka dua bersaudara. I Cupak adalah sang kakak, I Grantang adalah sang adik. Wajah dan perilaku kakak beradik ini sangat berbeda. I Cupak wajahnya jelek, kumisnya lebat, brewokan, dekil dan rambutnya merah kaku seperti sapu ijuk. perutnya besar dan gemar sekali makan. tapi beda dengan adiknya I Grantang. I Grantang perilakunya halus, wajahnya ganteng, kalem, banyak yang suka dan ingin memiliki I Grantang sebagai kekasih. Tutur katanya manis dan rajin bekerja.

Diceritakan suatu hari, i Cupak dan I Grantang bekerja di sawah, I Grantang mengembala sapi, tapi i Cupak kerjanya hanya bermain. I Cupak cuek dengan adiknya yang sedang bekerja. saat I Grantang sudah menyelesaikan pekerjaannya barulah I Cupak datang dari bermain. meskipun perlakuan kakaknya begitu masih baik tanggapan I Grantang. I Grantang berbicara halus dan bahasanya manis terhadap kakaknya.

"Kakak pulang duluan saja, aku mau mandi dulu. "I cupak malah menyaut kasar," kalo gitu aku mau pulang duluan. I Cupak lalu beranjak pulang. Setelah I Cupak pergi barulah I Grantang mandi, ternyata I Cupak bukannya pulang malah bermain lumpur sampai badannya kotor. setelah itu, I Cupak bergegas pulang dengan kondisi kecapean.

Diceritakan sekarang i Cupak sudah sampai didepan rumahnya, disana lalu I Cupak berteriak - teriak sambil menangis. ibu dan ayahnya terkejut mendengar tangisan anaknya dan segera menghampiri dan menanyakan,"duh anakku ganteng Wayan Cupak kenapa kamu pulang sendiri dan kotor begini? adikmu kemana I Made Grantang?" setelah orang tuanya bertanya demikian, lalu i Cupak menjawab sembari menangis. "Begini ayah dan ibu, aku dari pagi bekerja di sawah, I Grantang malah pergi bermain dari pagi, dan dia itu kerjanya hanya merayu-rayu anak gadis tetangga. setelah mendengar cerita I Cupak, ayahnya langsung marah dan setelah itu ayahnya mengelus - ngelus I Cupak. "iya, jangan nangis lagi anakku, nanti kalo I Grantang pulang, ayah akan marahi dan pukuli dia, akan ayah usir dari rumah. " senang sekali hati I Cupak mendengar ayahnya akan memarahi I Grantang. agar tidak ketahuan berbohong, I Cupak lalu pergi dengan membawa ayam untuk diadu.

Sekarang diceritakan I Grantang sudah tiba dirumah. I Grantang berjalan sempoyongan karena kelelahan. Tanpa basa basi ayahnya langsung menjambak dan memukuli I Grantang. Ayahnya berbicara kasar. Pergi kamu dari rumah ini kata ayahnya demikian, tak menyangka ayah punya anak seperti kamu, wajah ganteng tapi perilakumu buruk, pemalas, dapat didikan dari mana kamu? " tanya ayahnya? " I Grantang menangis merasa dirinya difitnah. lalu I Grantang berbicara sambil menangis "Iya, kalo itu sudah kehendak ayah, saya akan pergi dari rumah ini, saya tau ayah sayang kepada saya. semoga setelah kepergian saya ini ayah, ibu dan kakak Cupak Bahagia. hanya itu yg disampaikan I Grantang terhadap ayahnya, lalu dia pergi meninggalkan rumah. sempoyongan I Grantang berjalan karena dari pagi ia belum makan. Sangat sakit hatinya mendengar kata" ayahnya tadi.. Setelah I Grantang pergi jauh, lalu I Cupak menanyakan adiknya I Grantang. "ibu...ayah...adikku kemana? " lalu ayahnya berkata, "Adikmu sudah ayah pukuli dan usir dari rumah ini. biar tau rasa anak itu." tau ayahnya demikian, lalu I Cupak menangis dan berkata, " mengapa ayah sampai demikian? kenapa ayah usir? dimana dia sekarang?. lalu I Cupak menceritakan yang sebenarnya kepada kedua orang tuanya. mendengar I Cupak berbohong dada kedua orang tuanya jadi sesak, merasa bersalah terhadap I Grantang. " sekarang aku akan mencari keberadaan I Grantang, akan aku bawakan makanan " kata I Cupak dan segera ibunya menyiapkan makanan.

Diceritakan sekarang I Cupak sudah meninggalkan rumah mencari I Grantang. berteriak-teriak I Cupak Memanggil Adiknya Adik....adik....adik..Grantang...ini kakak sudah bawakan makanan ..Adik!" lanjut cerita, berhasil I Cupak menemukan adiknya di tengah hutan belantara. lalu I Cupak minta maaf kepada adiknya. adik sekarang kita pulang, maafkan kesalahan kakak, yukk kita pulang!" I Grantang lalu menyaut, "kakak pulang sendiri saja, biarkan saya sendiri disini menahan sakit hati, mending saya mati dari pada tidak disukai orang tua. " Setelah adiknya berbicara seperti itu lalu muncul akal licik I Cupak. kakak akan menemanimu disini, suka duka bersama, kita istirahat disini dulu, kakak capek sekali berjalan mencarimu, ini kakak bawakan makanan. "I Cupak lalu menyuruh I Grantang mencari air, " sana adik kamu cari air buat kita, kakak jaga makanan ini disini. "segera I Grantang mencari air. setelah I Grantang pergi jauh mencari air, keluarlah niat busuk I Cupak berniat memakan habis makanan itu. buru - buru I Cupak membuka makanan tersebut dan menghabiskannya. setelah habis, bungkus makanan tersebut dirobek dan ditaruh di tanah dan ditinggal tidur. setelah datang dari mencari air dan melihat kejadian tersebut lalu I Cupak dibanguni oleh I Grantang. I Cupak lalu kepupungan "Aduh adik siapa yang memakan dan merobek bungkus makanan ini? terlalu lama sich adik mencari air, sampai makanan ini kakak tinggal tidur. ya tak apa" sisa makanan ini saja kita makan.lalu I Grantang berkata, "iya, kakak saja yang makan makanan ini, saya tidak merasa lapar" I Cupak lalu makan lagi sendirian dengan lahapnya sampai dia celekutan memukul-mukul dadanya, selesai makan I Cupak bersedawa mencirikan perutnya sudah teramat kenyang.

Setelah I Cupak dan I Grantang selesai beristirahat, mereka berencana melanjutkan perjalanan. diceritakan sekarang I Cupak dan I Grantang sampai di pintu gerbang Puri Kediri. Di desa itu sepi sekali, tidak ada orang lalu-lalang. I Cupak gemetar karena takut, sekarang mereka sudah sampai di halaman puri Kediri, disana I Cupak menemukan pasar. Di pasar itu masih sepi, cuma ada 1 penjual nasi dan lagi berjualannya sembunyi". melihat kondisi seperti itu, lantas I Grantang bertanya kepada penjual nasi tersebut, "permisi Ibu penjual nasi, saya mau bertanya, apa nama daerah disini, apa yang menyebabkan daerah ini sepi. pedagang nasi berkata, nak, pemuda berdua ini, nama daerah ini Kediri, daerah ini terkena bencana. Putri Ida Sang Prabu diculik oleh I Benaru. Ida Sang Prabu mengeluarkan wacana, bahwa siapa saja yang sanggup membunuh I Benaru dan membawa putrinya kembali akan diberi Kedudukan agung di wilayah ini dan akan dinikahkan dengan putri beliau bagi yang sanggup membunuh I Benaru. I Cupak dengan gampangnya berkata, "ah rajanya saja yang bodoh dikalahkan oleh I Benaru. membunuh si Benaru saja tidak bisa. Eh dagang, sana bilang kepada rajamu. membunuh satu Benaru gampang bagi aku". I Grantang lantas memotong pembicaraan, " jangan kakak sesumbar, kita kan tidak tau I Benaru itu siapa. jangan sombong di wilayah orang. "tapi I Cupak ngeyel dan tetap ingin melawan si benaru. dan mengatakan Adik memang pengecut. beri saya makanan saja kalo saya berhasil membunuh I Benaru. "I Grantang melanjutkan pembicaran dengan pedagang nasi tersebut. "baiklah ibu penjual nasi sampaikan pesan kami ke tempat Ida Sang Prabu. kami mau menyampaikan bahwa kami mampu membunuh I Benaru. "Disamping itu ada beberapa pesan lagi dari I Grantang yang mau disampaikan kepada sang prabu, penjual nasi lalu bergegas menghadap ke puri Kediri, setelah ibu penjual nasi itu jauh I Cupak lalu memakan dagangan ibu tadi karena perutnya sangat lapar" sungguh I Cupak Contoh yang tidak baik

Lanjut cerita sesampainya di puri, penjual nasi tersebut langsung menyampaikan pesan kepada raja, "maafkan saya Ratu Sang Prabhu Raja Kediri, diluar ada tamu dua orang pemuda menyatakan bersedia dan sanggup membunuh I Benaru. sekian pesan dari saya sang raja. mereka menunggu keputusan dari Ida Sang Prabhu. sontak Ida Sang Prabhu merestui, "baiklah kalo memang mereka sanggup membunuh I Benaru, suru mereka menghadap saya sekarang. bergegas si penjual nasi kembali ke pasar untuk menemui dan menyampaikan pesan dari sang Raja kepada I Cupak dan I Grantang, sesampainya di pasar ibu itu terkejut melihat I Cupak menghabiskan dagangan ibu itu. lalu I Grantang ngomong. "maafkan kami ibu, maafkan kesalahan kakak saya yang mengambil makanan ibu tanpa izin terlebih dahulu, mohon ibu mau memaafkan kesalahan kakak saya dan ini saya ada uang sebagai pengganti kerugian ibu.lalu I Cupak berkata maafkan saya ibu, saya tidak sanggup menahan lapar, " si penjual nasi terketuk hatinya mendengar kata - kata I Grantang. kata" I Cupak tidak digubris oleh penjual nasi tersebut. lalu ibu itu menyampaikan pesan dari Ida Sang Prabhu, agar mereka segera menghadap sang Raja. Sesampainya I Cupak dan I Grantang di puri Kediri para rakyat di Puri kediri Sontak Berhamburan melarikan diri dikiranya I Cupak itu adalah I Benaru. diceritakan sekarang I Cupak dan I Grantang sudah menghadap Ida Sang Prabhu lalu Ida Sang Prabhu bertanya, "wahai kalian berdua, asal kalian dari mana? nama kalian siapa?" I Grantang berkata dengan sopan," maafkan saya Ratu Sang Prabhu, saya ini orang miskin dari Desa Gobangwesi. nama saya adalah I Grantang dan ini kakak saya bernama I Cupak. saya mau ikut serta dalam sayembara ini untuk membunuh musuh paduka I Benaru. belum selesai I Grantang menghaturkan kata, I Cupak lalu memotong pembicaraan, dan berkata seperti ini, "sebelum kami membunuh I Benaru kami ingin makan, aku lapar, perutku lapar, aku mau minta makanan yang enak". Setelah itu I Cupak dan I Grantang pamit kepada Ida Sang Prabhu, lalu I Grantang diberikan sebuah cincin mas masoca mirah sebagai tanda bahwa I Grantang sebagai utusan sang Prabhu.

melanjutkan carita perjalanan mereka I Cupak merasa haus sekali, lantas ia menemukan sebuah telaga yang luas yang airnya banyak sekali. disana lalu I Cupak berkata kepada adiknya. "Adik...adik Grantang berhenti sebentar, kakak capek dan haus sekali, kakak akan mencari air di telaga itu, " lalu I Grantang menyaut, "jangan kakak mencari air disana itu adalah air kencing I Benaru tidak boleh diminum, "mendengar perkataan adiknya itu I Cupak terkejut mukanya pucat. lalu mereka melanjutkan perjalanan. lagi I Cupak menemukan sebuah gunung-gunungan berderet. lalu I Cupak bertanya lagi kepada adiknya, "siapa yang membuat gunung gunungan disini dik?" sambil tersenyum I Grantang berkata kepada kakaknya. "ini bukan gunung-gunungan kak, melainkan kotorannya I Benaru. I Cupak berteriak ketakutan. "Aduh matilah kita sekarang dik, kotorannya aja bisa sebesar ini, pasti si benaru besar sekali? yukk kak kita lanjutkan perjalanan. I Grantang bergegas berjalan ingin segera membunuh I Benaru. I Cupak ketakutan mengikuti perjalanan I Grantang, kakinya gemetaran.

Diceritakan Sekarang I Cupak dan I Grantang sudah sampai di atas goa. I Benaru ada di bawah goa. I Cupak lalu berkata" Adik .... kakak tidak berani turun, adik saja yang bertarung melawan I Benaru. Kakak menunggu disini. tapi kakak mohon ikat kakak disini, entah apa maksudnya dia ingin diikat, tapi adiknya menuruti permintaan kakaknya " Bingung I Grantang mencari tali untuk mengikat I Cupak. Setelah selesai I Grantang mengikat kakaknya, I Grantang lalu menyampaikan pesan kepada kakak, "ini kakak liat tombak yang saya tancapkan, kalo jatuh ke selatan maka itu sebuah pertanda bahwa saya tewas dalam pertarungan ini, kalau jatuhnya ke timur itu berarti saya menang. "Setelah selesai menyampaikan pesan kepada kakaknya, I Grantang lalu turun ke bawah goa. sesampainya di dalam goa I Grantang melihat I Benaru ingin memperkosa Raden Dewi. I Benaru melihat I Grantang Masuk dan I Benaru mencaci maki I Grantang. " "Eh kamu manusia kecil, ada urusan apa kamu kemari, kalo kamu ingin hidup pergilah kamu dari sini! " mendengar I Benaru berkata demikian, lalu I Grantang menyaut, "Apa..apa..yang kamu katakan Benaru? aku datang kesini memang untuk mengalahkan kamu dan aku akan membawa Raden Dewi Pulang ke Puri kediri. " I Benaru lantas mengamuk. Disana I Grantang bertarung dengan I Benaru. karena I Grantang pandai menggunakan senjata dan pandai dalam bertarung maka I Grantang berhasil menusuk dan merobek perut I Benaru sampai isi perutnya keluar berserakan dengan keris pemberian Ida Sang Prabu. I Benaru berteriak Kesakitan isi perutnya keluar.

Diceritakan Sekarang I Cupak diluar mendengar I Benaru berteriak. I Cupak sampai terkencing-kencing sampai ikatannya lepas. Disana lantas I Cupak ingat dengan pesan adiknya lalu melihat ke arah tombak dan ternyata tombaknya sudah jatuh ke arah timur. baru I Cupak hatinya senang. I Cupak lalu berkata, " Adik...adik Grantang tunggu aku adik. kalo aku tidak dapat bertarung dengan I Benaru aku bakal penasaran terus, " I Grantang lalu ngomong dari dalam goa, "kak I Benaru telah tewas dan sekarang tolong lemparkan sebuah tali agar aku bisa naik! "setelah itu I Cupak melemparkan tali tersebut. Disana I Grantang menggantungkan diri supaya bisa naik sembari menggendong Raden Dewi. Setelah I Grantang dan Raden Dewi terlihat dari mulut goa, segera I Cupak merangkul Raden Dewi, seraya memotong tali yang mengikat I Grantang. karena tali itu dipotong, maka I Grantang jatuh bergelinding kedalam goa dan I Cupak mengira adiknya telah mati.

Diceritakan Sekarang , I Cupak mengantar Ida Raden Dewi menuju Puri Agung. sulit dibayangkan saat I Cupak yang mengantar Raden Dewi menuju Puri Kediri Setelah sampai di Puri. Ida Sang Prabhu sangat senang melihat putrinya kembali, Ida Sang Prabhu lalu mempertemukan Ida Raden Dewi dengan I Cupak dan menanyakan kejadian tersebut dan menanyakan apakah I Benaru telah mati. I Cupak mengatakan kepada Ida Sang Prabhu bahwa I Benaru telah mati dan I Grantang mati karena terjatuh.sebagai penghargaan terhadap I Grantang saudaranya I Cupak dinobatkan sebagai orang agung dan mempunyai kuasa di Puri Kediri.

Diceritakan sekarang I Cupak sudah berkuasa di Puri. semua rakyat jadi susah, karena setiap hari harus menyediakan babi guling, makanan kesukaan I Cupak.

nah sekarang kita kembali ke cerita I Grantang yukk. bagaimana keadaan I Grantang di Goa?. I Grantang tertatih" menahan sakit karena terjatuh dan menyesali dirinya terlahir penuh cobaan. "oh tuhan mengapa ini terjadi kepada ku?" lalu I Grantang mempunyai ide dengan menggunakan tulang raksasa I Benaru, satu per satu tulang I benaru disusun oleh I Garantang agar bisa naik. I Grantang ingin sekali naik ke atas. dengan usaha dan doa kepada Ida SangHyang Parama Kawi I Grantang berhasil Naik. sekarang I Grantang sudah berada di atas goa. I Grantang lalu beranjak menuju Puri Kediri. Singkat Cerita I Grantang sudah sampai di puri. Disitu lalu I Grantang bertemu dan berbicara dengan pembantu I Cupak " maaf saya boleh minta bantuan anda, saya mau menghadap Ida Sang Prabhu. sontak pembantu tersebut lari melapor kepada Raden Cupak. I Cupak ingat dengan adiknya yang masih di Goa. lalu I Cupak berteriak memerintahkan untuk menangkap dan I Grantang digulung dengan tikar, lalu dibuang ke laut.

Diceritakan keesokan harinya Pan Bekung sedang menjaring menangkap ikan di pantai. dari pagi sampai sore tidak satu ikan pun yang berhasil ditangkap. lalu dilemparkan jaring ke arah timur, karena jaringnya terasa berat maka Pan Bekung segera menarik jaring tersebut dan didapatkan sebuah tikar yang digulung. emosi dengan kondisi seperti itu, lalu pan bekung memutuskan untuk kembali ke darat. sangat terkejutnya Pan Bekung melihat pemuda kurus sekali dalam tikar tersebut. Pan Bekung segera membawa tubuh pemuda itu ke rumahnya. sesampainya di rumahnya dirawatlah oleh Men Bekung. sehari - hari dibuatkan bubur, dibuatkan obat. bisa dibilang semakin hari semakin berisi badannya I Grantang. sangat senang hati Pan Bekung dan Men Bekung karena anaknya ganteng sekali. setelah I Grantang sehat disana lantas I Grantang membuat sebuh taman, beraneka ragam bunga yang ditanamnya. setelah kembang bunga-bunga itu dipetik untuk dijual oleh men bekung ke pasar, itu pekerjaan sehari-hari I Grantang dan men Bekung..

Diceritakan Sekarang ada seorang abdi dalem dari puri Kediri akan membeli bunga. semua bunga men Bekung dibeli untuk dipersembahkan kepada Raden Dewi. setelah selesai berbelanja lantas abdi tersebut kembali ke puri untuk menghaturkan bunga. Bunga yang dihaturkan diterima oleh Ida Raden Dewi. Serasa berdebar - debar hati Raden Dewi merasakan dalam bungan itu ada sesosok pria yang diidam"kannya.

Ingatlah Raden Dewi dengan I Grantang pemuda tampan yang menyelamatkannya dan membunuh I Benaru. Ida Raden Dewi lalu bertanya kepada abdinya yang membeli bunga tersebut. " Bibi bibi Sari dimana bibi membeli bunga ini?" besok antarkan saya ke tempat penjual bunga ini." keesokan harinya diantarkanlah Ida Raden Dewi ke pasar. Singkat Cerita Men Bekung kebetulan sedang berjualan dengan keranjang berisi bunga warna warni. Raden Dewi menghampiri. Raden Dewi lalu melihat sebuah cincin emas masoca mirah yang dipakai Men Bekung. Cincin itu tidak lain adalah milik Ida Sang Prabhu yang diberikan kepada I Grantang. melihat kejadian tersebut, lalu Raden Dewi bertanya kepada Men Bekung. "maaf ibu, saya mau bertanya, dimana rumah ibu?' Ajak saya berkunjung ke rumah ibu agar saya tau. " singkat cerita Ida Raden Dewi sudah sampai di rumah Men Bekung. Pan Bekung terkejut melihat kedatangan Ida Raden Dewi. mendengar ayahnya saking paniknya kedatangan tamu I Grantang menghampiri. Disanalah I Grantang bertemu dengan Raden Dewi. di saat itulah Ida Raden Dewi menghampiri dan memeluk I Grantang sambil menangis, "Aduh Bli kenapa Bli rela meninggalkan saya, kenapa bli tidak menghadap Ida Sang Prabhu." setelah mendengar perkataan Ida Raden Dewi tadi lalu I Grantang memohon maaf dan menghaturkan sembah sujud menceritakan soal kejadian yang sudah berlalu.

Diceritakan sekarang I Grantang dan Ida Raden Dewi sudah sampai di puri. Sang Prabhu terkesima melihat putrinya berjalan berdampingan bersanding dengan I Grantang. diceritakan sekarang I Cupak diusir dari puri. I Grantang sekarang mendapatkan posisi agung di puri. Setelah I Grantang menjabat agung, kerajaan jadi aman sentosa dan tentram. rakyat semua senang karena I Cupak telah pergi meninggalkan Puri kediri dan I Grantang akhirnya dinikahkan dengan Raden Dewi sesuai isi perjanjian dalam sayembara tersebut.

http://www.parisada.org/index.php?option=com_content&task=view&id=522&Itemid=97NI DIAH TANTRI IDiceritakan seorang raja di negeri Patali, beliau amat dihormati oleh para raja yang ada ditanah Jambuwarsa. Setiap tahun tidak lupa menghaturkan upeti/pajak kepdaja sang raja. Beliau raja yang gagah perkasa, berwibawa dan bijak. Pada waktu pemerintahan beliau tak ada masyarakat yang berbuat jahat, semua patuh akan perintah sang raja. Negeri Patali makmur dan sejahtra. Beliau terkenal bernama Eswaryadala. Beliau didampingi oleh patih yang amat bijak bernama Bande Swarya. Ia selalu patuh menjalankan perintah sang raja, disertai para punggawa.Pembantu sang raja semua pandai dan bijaksana melaksanakan roda pemerintahan, sesuai dengan sastra Agama, Kutara dan Manawa.

Sang Patih mempunyai seoarang putri bernama Ni Diah Tantri. Kecantikannya tersohor ke pelosok negeri. Semua gadis di negeri itu maupun di Jambuwarsa tak ada yang menyamai. Demikian juga akan kesohorannya dalam ilmu pengetahuan. Beliau dipuji oleh masyarakat maupun oleh para pendita. Hal ini didengar juga oleh sang Raja Eswaryadala.

Beliau lalu berkehendak menjadikan Ni Diah Tantri pramesuari kerajaan, tapi beliau malu mengungkapkan hal itu pada Patih Bande Swarya. Beliau lalu mencari upaya. Para punggawa, para pendeta utama dan Patih Bande Swarya diundang menghadap ke balai pertemuan. Sang raja megutus Patih Bande Swarya supaya menghaturkan seorang gadis remaja tiap hari ke istana yang akan dijadikan selir. Sang Patih tidak berani menolak, setiap hari ia menghaturkan seorang gadis remaja ke puri.

Lama-lama habislah para gadis remaja yang cantik diaturkan ka istana Hal itu membikin sang Patih Bande Swarya sedih, memikirkan siapa yang akan diaturkan besok ka istana. Sampai di karang kapatihan sang patih masih lengkap dengan pakain kebesasarannya, menuju ka taman seraya tidur di balai-balai. Istrinya Ni Gusti Ayu biang melihat hal itu, lalu segera memenggil anaknya Ni Diah Tantri seraya menyuruh menanyakan kepada ayahnya, mengapa ia bersedih. Ni Diah Tantri dengan senang hati mengikuti perkataan ibunya, seraya pergi ke taman .Ni Diah Tantri duduk didekat kaki ayahnya yang sedang merebahkan diri dibalai-balai. Ni Diah Tantri memgipasi, serta memijiti kaki ayahnya. Patih Bande Swarya segera bangun seraya memeluk anaknya dengan kasih sayang. Ni Diah Tantri menanyakan mengapa ayahnya bersedih. Patih Bande Swarya menceritakan semua perihal yang telah lalu,yang menyebabkan ia bersedih, sambil meneteskan air mata.

Ni Diah Tantri berdiam tunduk mendengarkan cerita ayahnya. Ia juga merasakan bagaimana sedih hati ayahnya sebagai patih yang patuh dan taat menjalankan perintah raja. Diah Tantri lalu menyuruh ayahnya untuk menghaturkan dirinya sendiri. Patih lalu mengadakan pembicaraan dengan istrinya, mengenai anaknya yang akan diaturkan ke istana besok. Setelah mendapat persetujuan besoknya Ni Diah Tantri diajak menghadap ke istana. Sang Prabu Esuaryadala amat bersuka cita, karena cita-citanya telah tercapai untuk mempersunting Diah Tantri yang dari lama menjadi idamannya.

Setelah matahari terbenam .lampu istana sudah dinyalakan, bau bunga memenuhi ruangan menambah keindahan istana. Sang Raja pergi ketempat peraduan disetai Ni Diah Tantri dan seorang dayangnya. Sang raja menelentangkan badannya diatas kasur seraya menyuruh Ni Diah tantri memijiti kaki. Ni Diah Tantri mengikuti perintah sang raja. Setelah larut malam Ni Diah Tantri merasa amat kantuk, matanya rasanya amat berat untuk dibuka. Ni Diah Tantri lalu menyuruh dayangnya mengecilan nyala lampu serta menyuruh dayangnya bercerita untuk menghilangkan kantuk. Dayangnya mengatakan bahwa dirinya tidak bisa bercerita, tapi amat senang kalau mendengarkan cerita. Dayangnya memohon supaya Ni Diah Tantri bercerita sendiri. Ni Diah Tantri pun lalu bercerita sebagai berikut. (Bersambung)

BAGAWAN DHARMA SWAMIAdalah seorang pendeta yang amat miskin,bernama Bagawan Dharma Swami. Beliau amat setia melaksanakan tapa semadi dan tiap hari melaksanakan pemujaan pada Hyang Surya. Melihat kesetiaan beliau melaksanakan tapa semadi serta pemujaan pada Hyang Widhi,maka beliau di anugrahi seekor lembu jantan kuat.Bulunya hitam berkilauan. Lembu/sapi itu diberi nama sang Nandaka. Sang pendeta amat suka memelihara sapi itu. Tiap hari beliau mengembalakan sapi itu dalam hutan yang penuh dengan daun dan rerumputan yang hijau. Sapi beliau cepat besar dan gemuk,karena tak kurang makanan..Sudah sore sapi itu dibawa ke pasraman. Demikianlah yang dikerjakan oleh sang pendeta tiap harinya.

Adalah seorang pendeta yang amat miskin,bernama Bagawan Dharma Swami. Beliau amat setia melaksanakan tapa semadi dan tiap hari melaksanakan pemujaan pada Hyang Surya. Melihat kesetiaan beliau melaksanakan tapa semadi serta pemujaan pada Hyang Widhi,maka beliau di anugrahi seekor lembu jantan kuat.Bulunya hitam berkilauan. Lembu/sapi itu diberi nama sang Nandaka. Sang pendeta amat suka memelihara sapi itu. Tiap hari beliau mengembalakan sapi itu dalam hutan yang penuh dengan daun dan rerumputan yang hijau. Sapi beliau cepat besar dan gemuk,karena tak kurang makanan..Sudah sore sapi itu dibawa ke pasraman. Demikianlah yang dikerjakan oleh sang pendeta tiap harinya.

Kira-kira sudah setengah bulan beliau memelihara sapi itu, namun belum juga mendatangkan hasil. Beliau lalu ingat akan guru beliau yang dianugrahi seekor sapi putih,yang bernama Nandini. Sapi itu tiap hari bisa menghasilkan susu yang bisa menghidupi gurunya.Sekarang kita diberikan sapi laki,yang tak mungkin bisa menghasilkan susu.Apa yang bisa kita lakukan agar sapi ini bisa memberi manfaat bagi hidup kita. Kalau kita pakai untuk membajak sawah,kita tidak punya tanah sedikitpun.Demikianlah gejolak pikiran sang pendeta..Beliau lalu bermaksud menjadi pedagang kayu api.

Dengan semangat yang besar beliau tiap hari masuk dalam hutan mencari ranting dan cabang kayu yang kering. Sudah berhasil lalu ditaruh diatas punggung sang Nandaka lalu dijual ke pasar.Demikianlah kerja sang pendeta tiap hari. Hasil penjualan kayu api itu dibelikan beras dan lauk pauk. Sisa uangnya disimpan dalam tabungan.Lama-kelamaan tabungan beliau di belikan sapi ,maupun gerobak untuk tempat kayu api yang akan dijial kepasar.Atas kerja keras dan keutamaan sang Nandaka tidak begitu lama sapi beliau sudah menjadi ratusan jumlahnya.Pembantu beliau juga semakin banyak.Emas berlian semakin banyak.Sang pendeta menjadi kaya tak kurang suatu apa.

Pada suatu hari sang pendeta bersama pengiringnya sudah siap membawa dagangan kekota.Ratusan sapi gerobak penuh dengan barang dagangan.Sapi sudah siap berjajar menarik gerobak dagangan,tak luput sang Nandaka yang berada paling belakang.dengan muatan yang paling banyak pula. Sapi-sapi menarik grobak mulai bergerak menuju kota.Perjalan tak pernah berhenti walaupun di tengah hari.Sinar matahari amat tersa menyengat.Pengiring dan sapi berkeringat membasahi tubuhnya. Sudah jauh berjalan dan hari sudah sore,perjalanan sedang dalam hutan rimba yang mengerikan. Hutan itu terkenal bernama hutan Malawa,disana terkenal banyak perampok dan binatang buas yang menakutkan. Matahari semakin condong kebarat. Pendeta Dharma Swami lalu memerintahkan pengiringnya mencari tempat yang aman untuk tempat bermalam. Sang pendeta berjalan menunggang kuda modar-mandir memeriksa pengikut beserta gerobak yang ditarik oleh sapi. Setelah sang pendeta mendapat tempat yang aman untuk bermalam semua pengikut dan barang dagangannya ditempatkan di tengah dan dikelilingi dengan renjau. Semua sapi telah dilepas dari tali gerobak serta diberi makan,namun gerobak yang ditarik oleh sang Nandaka belum juga datang.

Sudah lama menunggu sang Nandaka juga belum datang.Sang pendeta semakin gusar hatinya,Lalu beliau kembali menelusuri jalan yang dilalui tadinya untuk mencari Sang Nandaka. Sang Nandaka yang menarik gerobak yang penuh berisi barang dagangan,erasa kepanasan,seraya berkata dalam hatinya,:Dari dulu semenjak beliau masih miskin tak punya apa-apa kita sudah menarik barang dagangan untuk dijual ke kota,sampai beliau kaya tak kurang suatu apa kita masih juga disuruh menarik gerobak. Malahan bebannya melebihi dari beban yang dibebani pada sapi yang lainnya.

Sama sekali beliau tidak mempunyai rasa berterima kasih apalagi kasihan pada kita.Kekayaan beliau yang berlimpah seperti sekarang juga karena kita. Emas ,perak ,uang serta sapi yang ratusan banyaknya juga dari kita,tapi beliau tetap menyakiti diriku sampai kurus seperti sekarang. Tidak pantas beliau bernama Dharma Swami ,tingkah lakunya amat loba dan tamak,lupa akan bantuan orang lain. Dilihatnya Begawan Dharma Swami datang menunggangi kuda,sang Nandaka segera merebahkan dirinya seperti lumpuh. Badannya gemetar,keringatnya mengucur membasahi badannya. Matanya memblalak,napasnya sesak,kakinya dinaikanya. Sang pendeta segera turun dari kudanya lalu mendekati sang nandaka. Beliau terkejut melihat keadaan sang Nandaka sambil menyuruh pengikutnya melepaskan talinya.

Sudah itu pengikutnya menyiram sang Nandaka dengan air, tapi sang nandaka masih seperti pingsan. Sang pendeta segra mengucapkan weda mantra untuk mengembalikan sang Nandaka sepwerti semula, tapi tidak mempan. Sang Nandaka masih juga tampaknya seperti pingsan. Sang Pendeta bersedih serta menangis seraya berkata,: Hai kamu sang Nandaka rela sekali kamu meninggalkan aku mati. Kalau kamu mati disini siapa yang aku suruh menyembelihmu, karena disini alas besar, tak ada tukang potong sapi yang lalu kemari.. Kasihan sekali dagingmu terbuang tak berguna,tak ada yang membelinya. Hai kamu Kembar dan Wijil kamu menunggu disini.Kalau ia bisa idup kembali,bawa ia ketempat penginapan dan muati ia barang dagangan semampunya, kalau ia mati bangkainya kamu bakar saja. Kalau ada orang yang lalu kemari dagingnya kamu jual saja,kalau ia tidak mau membeli silahkan beri minta dengan cuma-cuma.

Sang Pendeta segra naik kuda dan pergi menuju tempat penginapan. Kembar dan Wijil ,menyesalkan perbuatan sang pendeta yang tamak dan loba,serta tidak mempunyai rasa berterimakasih apalagi kasihan terhadap Sang Nandaka yang telah banyak berkorban untuk kesejahtraan sang pendeta.I Kembar berkata,:Bagaimana akal kita sekarang,sebab disini hutan yang besar dan berbahaya.Kita berdua akan menemui bahaya. Sekarang mari kita ikuti perjalanan sang pendeta ke tempat penginapan .Ah jangan kita sudah berjanji menunggu sang nandaka disini. Sekarang mari kita carikan kayu api kumpulkan dari tempat sang Nandaka sampai jarak yang agak jauh. Dari situ kita bakar kayu api itu,sebab tidak boleh membakar orang yang masih hidup karena akan membawa bencana besar. Kita perkirakan api itu sampai ditempat ini, sang Nandaka sudah mati. Keduanya sudah setuju, lalu mereka mengumpulkan kayu api ,serta membakar ujung timbunan kayu yang jauh dari tempatnya Sang Nandaka.

Habis membakar kayu itu kedua pengikut sang pendeta berlari menuju tempat penginapan dan menyampaikan pada sang pendeta bahwa Sang Nandaka telah mati serta telah dibakar. Setelah Kembar dan Wijil pergi ke penginapan ,Sang Nandaka sewgera bangun dan pergi .Ia dalam keadaan sehat takkurang suatu apa.Sang Nandaka mencari makanan yang banyak ada disekitarnya. Setiap hari ia menikmati hijaunya rerumputan ,maupun suburnya dedaunan,sehingga tak berselang lama badannya kembali sebagai sedia kala. Perutnya besar,badannya kokoh ,bulunya hitam mengkilat,tanduknya runcing menakutkan.

Dalam hutan Malawa itu ada raja hutan bernama Sang Singa ,Ia sangat ditakuti oleh binatang lainnya.Sang Singa mempunyai beberapa punggawa dan mantri,dan prajurit yang andal. Semua mantra ,punggawa maupun prajuritnya adalah para anjing ,yang semuanya sangat setia pada sang raja.

Pada suatu hari para Sang Singa sedang mengadakan pertemuan dengan para pengikutnya dibawah pohon jati yang dedaunannya sedang rimbun,didepan goa besar Tampak hadir waktu itu Sambada,yang jongkok paling depan, disertai temannya para anjing. Semua bersuka ria,ada yang bercanda ada yang saling cakar.Suaranya memecah kesunyian hutan.Sang Singa amat suka melihatnya,lalu menyuruh pergi berburu mencari mangsanya.Para anjing tidak ada yang berani menolak ,semua berangkat masuk kedalam hutan,gunung,ada juga yang masuk kedalam jurang. Setelah lama berburu,mereka tidak ada menemui buruan. Para anjing amat sedih,karena sudah lama berburu namun tak mendapat buruan,Keringatnya mengucur membasahi sekujur tubuhnya, Sengatan panas matahari menambah kepayahan,jalannya terseok-seok kelaparan, Semua prajurit anjing itu berhenti dibawah pohon tangi untuk melepas lelah. Ada yang jongkok ada yang merebahkan badannya sambil omong-omong. Waktu itu ada yang mengatakan ,lebih baik kita pulang untuk menyampaikan pada raja,bahwa kita tak dapat buruan walaupun sudah susah payah mencarinya. Yang lain menjawab, Ini ada tutur dalam purana yang pernah saya dengar. Kewajiban seorang abdi pada sang raja,harusnya tidak merasakan pahit getirnya bahaya. Seorang abdi tidak boleh merasa takut,harus patuh menjalankan tugas,walaupn akan kehilangan nyawa,harus dihadapi. Karena itulah yang dipakai untuk membayar kasih sayang sang raja. Nah kalau menurut pikiranku lebih baik kita kembali lagi berburu,semoga sekarang ada nasib baik mendapat buruan.Semua prajurit aning itu berangkat kembali mencari buruan. Para anjing menyebar kesegala penjuru.

Pada waktu itu ada prajurit anjing yang menemukan sang Nandaka. Para prajurit anjing itu tercengang melihat Sang Nandaka. Ah apa itu ,coba kamu lihat binatang yang amat besar! Dari dulu aku tidak pernah menjumpai binatang seperti ini besarnya. Sekarang marilah kita bersama serang,tapi kita harus hati-hati. Para prajurit anjing serempak mendekat disertai suara menggonggong bak membelah langit. Prajurit anjing iu segera mengitari tempat sang Nandaka yang sedang tidur-tiduran diatas rumput yang menghijau, sambil mengunyah dedaunan .Hatinya amat suka melihat tumbuhan yang subur diantara ilalang yang memenuhi tebing-tebing bebukitan. Sedang asik ia menikmati makanan dan keindahan alam ,terdengar olehnya raungan angjing yang semakin lama semakin dekat.

Sang Nandaka bergegas bangun sambil melihat kanan kiri.Tampak olehnya prajurit anjing datang mendekat padanya . Para prajurit anjing itu amat senang hatinya melihat buruannya gemuk dan besar.Nah ini buruan yang baik untuk dijadikan mangsa sang raja, mari kita rebut bersama,jangan takut demikian ucapan salah satu anjing sambil segera mendekat. Anjing yang lain berkata,Nanti dulu,sebab baru kali ini kita menemui binatang seperti ini.Mari kita pikirkan lebih dahulu supaya tindakan kita bisa mencelakakan kita. Lebih baik kita sampaikan hal ini pada raja Ah jangan ,kita berbanyak ,kita serang bersama,jelas ia akan kalah. Semua prajurit anjing bersorak mendekat, ada yang dari belakang ada juga dari depan.

Sang Nandaka bersiap untuk melawan,ia amat marah, matanya memblalak merah,tanduknya yang tajam diacung-acungkannya. Sang nandaka menandukkan tanduknya pada bebukitan,yang mengakibatkan bebatuan beterbangan . Banyak prahurit anjing itu yang terkena batu dan tandukan sang Nandaka .Ada yang patah kakinya adanya mati adayang perutnya terurai keluar. Darahnya berceceran meenuhi rerumputan yang hijau.Anjing yang luka berlarian menjauh dari amukan sang Nandaka. Anjing yang lain amat takut tak ada yang berani mendekat,semua lari bersembunyi, Pemimpin prajurit anjing yang bernama I Nohan Dan Itatit segera berkata, Hai kamu prajurit .Mengapa kamu takut kepada binatang yang memang menjadi makananmu?.Kamu datang kemari adalah utusan sang prabu untuk mencari buruan.Sepatutnya kamu merasa malu,karena kamu dari dulu disayangi dan dikasihi oleh sang raja.Kamu tak usah takut mati untuk membalas jasa sang raja.Sebab nantinya kamu akan memproleh kesejahtraan lahir batin karena kamu melaksanakan dharmamu sebagai prajurit,Mendengar kata kata pimpinannya demikian para anjing kembali menyerang Sang Nandaka.Ada yang menggigit kaki,ada yang menggigit ekor,tapi sang Nandaka tidak khawatir.Ia menerjang dengan tanduknya ,menyebabkan para anjing itu terpelanting jatuh . Ada yang terjatuh kejurang,ada yang patah kaki maupun pinggangnya.

Banyak yang mati disepak maupun diinjak-injak.Para anjing itu berlarian menyembunyikan diri.Si Nohan dan Tatit tak bisa berbuat apa-apa melihat prajuritnya berlarian .Para prajurit anjing itu memutuskan kembali menghadap sang raja Setelah sampai dihadapan sang Singa semua gemetar ketakutan seraya berkata,Ya raja kami semua mohon maaf karena kami tak berhasil melaksanakan tugas yang tuanku limpahkan.Semua prajurit takut gemetaran, malah banyak yang mati maupun yang luka-luka.Baru kali ini kami melihat binatang yang besar dan bagus.Bulunya hitam mengkilat, tanduknya tajam menyilaukan, suaranya besar bagaikan meruntuhkan gunung.Benar-benar amat menakutkan sekali ,namun mengenai namanya kami tidak tahu. Mendengar perkataan prajuritnya gemetaran,sang raja tercengang terdiam .Sang Sambada pemuka para anjing yang turut mendengarkan segera berkata, Hai kamu para anjing yang dari dulu menjadi andalan sang raja.

Aku heran mengapa kamu takut hanya baru mendengar suara yang besar. Belum tentu orang yang bersuara besar mempunyai kesaktian dan kekuatan yang hebat.Itu hanya suatu siasat untuk menakut-nakuti musuh saja. Dengarkan baik-baik ,aku mau menceritakan sesuatu yang bersuara besar tidak mempunyai kekuatan sebagaimana yang kamu takuti. Adalah seorang raja di Kusambinegara,yang bernama Sri Wisnu Gupta. Kerajaan beliau didatangi musuh dari empat arah. Peperangan terjadi amat hebat.Satu sama lainnya saling serang. Banyak prajurit yang mati,ada yang luka parah ada juga yang patah tulang kena tombak. Karena kesaktian sang raja Sri Wisnu Gupta, semua musuh kalah,tak seorang berani melawan.

Prajurit Kusambi bersorak kegirangan.suanya gemuruh, dibarengi oleh suara gambelan yang riuh,bagaikan akan mebelah bumi. Setelah pertempuran aku pergi ketengah medan pertempuran. Disana aku lihat banyak mayat bergelimpangan. Kucuran darah mengalir. Aku meminum darah sesuka hati. Tapi ada sesuatu yang menjadi tujuanku belum aku dapati,yakni yang mengeluarkan suara besar dalam pertempuran.Aku pergi kesana-kemari untuk mencarinya. Akhirnya aku bisa mendapatkannya, yaitu benda yang besar yang dibuang oleh prajurit yang berperang. Aku segera menggit, mengoyak-oyak sampai robek. Aku keheranan karena didalamnya hanya lubang besar lagi kosong melongpong tak ada isinya. Aku kira benda itu mempunyai daging banyak dan darah yang melimpah, tapi baru ku perhatikan hanya sebuah kendang yang melompong. Oleh karena itu jangan kamu takut akan suara yang besar. Contohnya seperti apa yang aku ceritakan tadi. Kalau orang yang pemberani dan mersa diri perkasa tidak akan mersa takut menghadapi musuh apalagi cuma baru mendengar suara yang besar.

Begitu kata sang Sembada menasehati prajuritnya. Para prajurit anjing hatinya senang mendengar nasehat sang Sambada.Timbulah keberaniannya untuk menantang musuhnya kembali. Sang prabu Singa melihat prajuritnya yang datang menghadap banyak yang luka berceceran darah. Timbul dalam pikiran beliau,dari dulu tak ada musuh yang sehebat ini,yang bisa mengalahkan prajuritku.,seraya berkata, Sekarang aku akan menghadapinya. Bagaimana rupa dan kesaktiannya. Sang Singa segera berangkat, bersama pengikutnya. Prajurit anjing melolong menyusup dalam hutan, Suaranya tak putus-putus menggonggong.

Gunung tersa terbelah, hutan hancur karena terjangan sang singa yang diliputi amarah. Binatangbinatang berlarian menyembunyikan diri. Sang Nandaka sudah habis membersihkan diri dalam kolam yang airnya suci ening, Banyak bunga berwarna-warni, menarik minat para kumbang untuk mengisap madunya. Tampak sang Nandaka menikmati keindahan hutan,yang penuh dengan bermacam panorama Di bawah pohon beringin yang rindang sang Nandaka berbaring berteduh,sambil mengunyah rumput yang hijau. Mendengar suara anjing yang gemuruh Sang Nandaka bngun dari tempat pembaringan lalu menoleh kanan kiri. Tampak para prajurit anjing datang. Sang Nandaka segera mencari tempat perbukitan.Tanduknya yang tajam diasahnya pada bebatuan,matanya memblalak merah,seperti keluar api yang akan membakar hutan. Para prajurit anjing merasa ketakutan, semua mencari tempat berlindung dari serangan sang Nandaka.Tak seekorpun yang berani mendekat, semuasaling menoleh temannya.Semua berdiam tak ada yang bergerak maju,menunggu kedatangan sang Singa.

Raja hutan pun datang,jalannya lambat,karena terkejutmelihat binatang yang besar berkulit hitam mengkilat,Hatinya juga merasa ketakutan,lalu berdiam di kejauhan seraya bertanya, hai kamu binatang yang besar,baru kali ini aku melihat binatang sepertimu? Tidak ada seekor binatang yang berani masuk kedalam hutan yang berbahaya ini. Banyak jurang yang dalam,gua yang lebar dan membahayakan.Aku adalah penguasa hutan ini, namaku raja Singa. Siapakah nama tuan,dan dari mana? Sang Nandaka berkata,Tuan raja hutan , Saya bernama Sang Nandaka.Saya dijadikan anak oleh sang Aruna dan Sang Surabi. Kedatangan saya kemari adalah untuk menikmatai keindahan dan mencari makanan . Sang Singa berkata dengan lemah lembut, Hai Tuan kalau demikian, tuan adalah putra para dewata yang utama. Tuan adalah merupakan tunggangan dewa utama yakni Bhatara Guru. Kalau demikian saya mohon dengan hormat ,kiranya tuan bisa menjadi teman karib ku. Janganlah tuan cepat-cepat pergi dari sini. Silahkan tuan menikmati makanan yang tuan inginkan.Saya bermaksud belajar dari tuan,semoga tuan bisa menerma saya,sebagai murid tuan. Muah-mudahan dari tuntunan tuan saya bisa mencapai kebahagian lahir batin.

Sang Nandaka menjawab, Saya kira itu amat sulit bisa terjadi,karena tuan adalah seorang raja yang berkuasa, penuh dengan kekayaan. Demikian juga tuan makan daging,namun hamba makan rumput serta hamba binatang yang hina miskin tak mempunyai kekayaan. Tapi kalau tuan kepingin berteman pada hamba, maafkan arta, kama, tak bisa hamba persembahkan. Barangkali yang dapat hamba persembahkan adalah dharma, isi dari ajaran suci, kalau hal itu yang tuanku hedaki dengan senang hati hamba akan coba sampaikan. Semoga isi kitab sastra agama yang menjadi pegangan para pandeta bisa membawa umatnya untuk mencapai kesejahtraan dunia dan akhirat nanti.Hamba kira tuan sebagai seorang raja mengutamakan kesenangan indria,penuh dengan harta yang bergelimpangan, serta kepurusan, kegagah beranian, tak tertandingi oleh sesama,dan menguasai pengetahuan,demikian juga kerupawanan.Hal inilah yang biasanya menimbulkan rasa,loba,murka, mabuk diri. Tuanku sang raja hutan, kekayaan, kerupawnan, tidak akan dibawa mati.Tingkah laku yang baik atau buruklah yang akan menuntun kita keduni sana. Itulah sebabnya orang yang bijak dharmal selalu diperbuatnya.Menghindari pergaulan dengan orang jahat,karena orang demikian selalu berbuat tidak benar,selalu berbuat dirsila,menyakiti dunia ini,dan pembunuhan,menghina sang pandita.

Amat senang hati sang Singa mendengar nasehat sang Nandaka,seperti air suci yang menghanyutkan kotoran yang ada dalam pikirannya seraya berkata merendah, Ya tuanku Sang Nandaka ,seperti pohon yang kekeringan mendapat hujan hati saya mendengar perkataan tuan. Saya harap tuan bisa melanjutkan tuntunan anda terhadap diri hamba yang nista ini. Kalau anda pikirkan semua kata anda adalah baik,karena keluar dari mulut orang suci seperti anda.yang penuh dengan ajaran dharma. Itu sebabnya hamba harap anda bisa melebur dosa-dosa hamba yang telah namba perbuat, melepas hamba dari neraka. Hamba menyerahkan diri sebagai siswa,untuk selalu diberi tuntunan suci dari guru. Dari sekarang hamba tidak lagi memakan daging,membunuh sesama mahluk, dan akan belajar makan rumput.

Sang Nandaka berkata, Kalau tuan memang mempunyai pikiran yang menjauhkan diri dari perbuatan jahat,dan berusaha berbuat sesuai dengan ajaran dharma, mempelajari isi sastra suci, hamba akan menuruti permintaan tuanku. Sang Singa amat senang hatinya sebab telah diakui sebagai teman baik oleh sang Nandaka.Keduanya tiap hari selalu melaksanakan tapa brata semadi, mempelajari isi kitab sastra agama, makan rumput ,alang-alang.Tidak masih melakukan pembunuhan atau makan daging. Para anjing bersedih karena sang Singa sudah berubah perangainya,selalu bersama sang Nandaka makan rumput maupun dedaunan.Anjin-anjing tidak bisa makan rumput mengikuti tuannya. Oleh karena itu para anjing mengadakan pertemuan dibawah pohon yang dipimpin oleh sang Sambada. Sang Tatit mengatakan pada sang Sambada,bahwa anjing-anjing tidak mampu makan dedaunan, hingga sudah banyak anjing yang kelaparan. Badannya sudah mulai kurus, tidak tahan menanggung kelaparan. Sambada lalu berkata, Haikamu Tatit dan anjing sekalian, perbuatan raja Singa tak beda dengan crita burung atat/ kakak tua yang selalu turut dengan yang menemaninya. Sekarang saya akan ceritakan padamu, dengarkanlah baik-baik.(Bersambung).

Burung Kakak Tua

Ada sebuah kerajaan bernama Usinara,rajanya bernama Sri Adi Pati. Kerajaan beliau aman , tak ada musuh yang berani mengusiknya. Hal ini diakibatkan oleh kesaktian dan kepandaian beliau dalam memegang pemerintahan. Luas daerah kekuasaan beliau amat luas. Di empat sisi kerajaan beliau djaga ketat oleh prajurit yang dipimpin oleh seorang mentri.Para mentri itu sudah diberi surat lepercayaan untuk menjaga kedatangan musuh dari luar.Adapun isi surat tersebut adalah bahwa sang mentri berempat tidak diperkenankan menghadap ke puri. Ia harus tetap diam menjaga keutuhan/keamanan negara.

Mungkin sudah takdir raja Sri Adi Pati berpulang. Beliau digantikan oleh putranya yang bernama Sri Gajah Druma .Belaiu mempunyai empat punggawa yang masih muda-muda yang haus dengan kedudukan yang tinggi,walaupun kemampuannya belum cukup. Ke empat punggawanya itu amat disayangi oleh Sri Gajah Druma,apa permintaannya dikabulkan oleh sang raja.Pada suatu ketika keempat punggawa itu memohon pada raja untuk menggantikan empat mentri wreda yang sudah dari dulu membantu pemerintahan sang raja. Permohonan keempat punggawa itu dikabulkan oleh sang raja. Keempat punggawa itu pergi menghadap paramentri Wreda serta menyampaikan perintah raja untuk menhadap ke Istana. Keempat mentri Wreda itu tidak mau menghadap keistana,karena mereka tidak berani melanggar janji yang telah ditetapkan oleh raja Sri Adi Pati yang telah meninggal dunia.

Mendengar hal itu Raja Gajah Druma amat marah,lalu mengutus kembali keempat punggawa dengan disertai surat perintah sang raja. Masing-masing punggawa itu telah mengahadap pada masing mentri dengan menyerahkan surat perintah raja. Setelah para mentri membaca isi surat printah itu,mereka berempat mempunyai tekad yang bulat untuk tetap setia mengikuti sumpah yang pernah diucapkan pada sang Raja yang telah meninggal. Para mentri berkata, Tuanku, sampaikan pada sang raja,saya tidak akan menghadp sang raja,karena saya tidak berani melanggar sumpah yang telah kami ucapkan pada sang raja yang telah meninggal. Dulu Raja dewata memerintahkan saya, tidak boleh meninggalgalkan tempat ini,demi menjaga keutuhan kerajaan.ini. Bukannya kami mnentang preintah beliau tapi karena kami harus menjaga perintah ayah beliau yang memberi kami surat perintah waktu lalu, yang melarang kami menghadap keistana.Untuk membuktikan kesetian kami pada raja Sri Gajah Druma,tolong samapikan surat ini pada belaiu beserta kepala kami Demikian pesan Mantri Wreda lalu pergi mensucikan diri serta mengadakan semadi,mohon diberi jalan kebenaran. Setlah itu Mentri Wreda Memotong lehernya seraya diserahkan pada para punggawa itu.Para punggawa segera kembali dengan membawa surat dan kepala mentri wreda.Hatinya suka karena akan segera bisa menjadi mentri..

Keempat punggawa itu datang bersamaan dihadapan sang raja seraya menghaturkan surat dan kepala mentri wreda kepada raja Sri Gajah Druma, beserta harta benda kekayaan para mentri,seraya isti dan anak-anak mentri yang telah meninggal. Raja Gajah Druma amat sedih melihat hal itu,apalagi setelah membaca surat wasiat ayahanda sang prabu Sri Adi Pati yang baru saja disampaikan oleh para punggawa beliau.Raja Gajah Druma amal menyesal, karena mengabulkan permintaan para punggawa muda yang serakah itu.Beliau merasakan bagaimana setia para mentri wreda melaksanakan tugas yang telah ditetapkan oleh leluhur beliau. Tapi apa hendak dikata nasi sudah jadi bubur.

Setelah beberapa bulan raja Sri Gajah Druma menjalankan pemerintahan dibantu oleh para mentri muda, kerajaan belaiu didatangi musuh dari luar. Para mentri muda kerajaan tidak bisa menahan serangan musuh tersebut. Para prajurit semua berlarian menyembunyikan diri,untuk menghindari serangan musuh. Banyak yang menemui ajalnya,sisanya masuk kedalam hutan .Demikian juga Sri Gajah Druma turut masuk kedalam hutan,meninggalkan kerajaan. Tibalah beliau dalam hutan yang lebat, penuh dengan semak belukar menumbuhi jurng dan lereng gunung. Raja Gajah Druma merasa kepayahan lalu duduk di bawah pohon yang rindang. Beliau melepaskan lelah dengan menyandarkan dirinya di batang pohon Waktu itu tampak olehnya seekor burung kakak tua kepunyaan seorang pemburu.Burung kakak tua itu bersuara tidak henti hentinya. Buru ,kejar terus! Ini ia sembunyi disini. Cepat tangkap,bunuh. Raja gajah Druma maupun pengikutnya amat takut mendengar suara burung kakak tua yang kasar itu. RajaDruma segera lari menuju hutan yang lain,jurang kali yang membahayakan banyak dilalui.Sampailah ia di sebuah asrama lalu beliau berhenti. Baru saja beliau akan duduk,dilihatnya burung kakak tua bergantung diserambi asrama.Raja Gajah Druma tengkejut,lalu melangkah keluar.Burung kaka tua itu cepat berkata,Tuanku Raja,tunggulah sebentar! Sang Pendeta yang empunya asrama ini masih sedang ada di dalam. Silahkan tunggu, Tuanku jangan mersa cemas. Beliau sudah mau datang menjemput tuan,dengan menghaturkan sajian.

Tak lama datanglah para pertapa membawa tempat air suci pembasuh kaki ,beserta buah-buahan sebagai serana penyambutn sang raja. Raja Gajah Druma amat senang hatinya menerima suguhan para pertapa itu seraya menceritakan kedatangan beliau ke asrama ,karena kerajaan beliau dikalahkan musuh. Raja Gajah Druma juga menanyakan perihal burung kakak tua yang ditemui dalam hutan berbeda dengan burung kakak tua yang dipelihara di pasraman. Burung kakak tua berkata manis, Tuanku dengarkanlah dengan baik.Burung yang tuanku temui dalam hutan tadi,berbeda dengan diri hamba yang dipelihara oleh sang pendeta suci.Tiap hari hamba mendengarkan weda sruti,tutur utama yang selalu dipelajari.tapi burung kakak tua yang ada dalam hutan kepunyaan pemburu,ia selalu mendengarkan kata-kata yang keras dan kasar,itulah yang mempengaruhi dirinya.Ia akan selalu mniru apa yang didengarnya dan dilihatnya.

Demikian juga tuanku raja yang percaya pada katakata empat punggawa yang serakah,yang hanya menginginkan kedudukan yang tinggi dengan tidak melihat kemampuannya untuk menata keutuhan negara. Demikian juga tidak tahu membedakan perbuatan/tindakan masyarakat yang baik atau buruk. Beginilah hasilnya seperti apa yang tuan rasakan sekarang. Tak ada guna kekayaan dan keindahan istana tuan. Demikian juaga peri laku sang prabu singa,yang selalu ikut dengan sang Nandaka,ikut makan rumput,Tapi kamu jangan sedih. Sekarang saya akan mencari daya upaya,supaya ia berdua berpisah berteman. Demikianlah cerita Sang Sambada pada para anjing.(bersambung)

ANGSA DENGAN EMPAS

Sang Sambada lalu meninggalkan anjing-anjing itu seraya berjalan mencari sang Nandaka. Kebetulan sang nandaka sudah selesai mandi membersihkan diri lalu pergi kebawah pohon kroya yang besar dan berdaun rindang.Di sanalah sang Nandaka tidur-tiduran diatas gundukan tanah, sambil memuja hyang. Tatkala itu datanglah sang Sambada menghadap dengan hormat. Sang Nandaka segera menyapa,Siapa namamu,dan apa tujuanmu datang? Ken Sambada berkata manis, Ya tuanku sang pendeta suci,putra sang Surabi, yang amat berguna menjadi tunggangan Betara Siwa. Tuan sudah tersohor didunia menjalankan darma thu dengan isi ajaran kitab suci. Tuanku amat sayang dan mengasihi segala yang ada dalam kesengsaraan. Menjalankan dharma sesui dengan isi kitab suci. Adapun ujuan hamba datang,ingin tahu kesetian tuanku berteman dengan raja Singa.

Kenyataannya kebaikan dan kesetiaan tuanku berdua tk bisa hamba ceritakan akan keakrabannya. Hal ini tampak dari kedamaian dalam hutan ini,demikian juga dari ketenaran tuanku berdua,baik dalam kebajik dan kebijakan tuan berdua menjalankan pemerintahan. Demikian juga tidak ada kekurangan makanan dan minuman. Hamba mohon belas kasihan tuanku untuk menjadi hamba yang bodoh,murid tuanku,semoga hamba bisa mencapai kebahagian lahir batin.Iratu seorang yang suci dan bijak akan dapat menghilangkan kepapaan dan kenistaan. Kalau hamba umpamakan tuanku emas manik,walaupun ia berada dalam lumpur akan tetap dibilang emas manik,Demikian tuanku yang bijaksana walaupun tuanku bergaul dengan hamba yang nista ini ,akan tetap bijaksana juga. Tuanku bertujuan untuk melaksanakan dharma ,kebenaran demi tercapainya kebahagian dunia nyata maupun akhirat nantinya.Sangat berbeda dengan tujuan orang bodoh,hanya mementingkan kebahagian sekala/dunia nyata ini,dan lupa akan baik buruk yang akan datang,sebab di liputi oleh kemarahan /kebencian saja. Seperti Critanya sang Empas jatuh,yang disebabkan rasa benci dan marah,lupa dengan menggigit kayu,mendengar ejekan anjing. Benar sekali ucapan orang bijaksana,sudah banyak orang yang mendapat bencana karena tidak bisa mengekang rasa marah dan benci,malah bisa menyebabkan kematian. SDang Nandaka menyuruh sang Sang Sambada melanjutkan ceritranya. Sang Sambada lalu becrita sesuai dengan permintaan sang Nandaka.

Ada dua ekor empas yang hidup di dalam kolam yang airnya amat bening. Bunga tunjung berwarna-warni sedang mekar menghiasi kolam Kumudawati itu.Empas laki bernama Durbhudi dan yang perempuan bernama Nikecapa. Berdua selalu bergirang berenang mencari makanan dalam kolam yang indah itu.Selain itu ada dua ekor angsa yang selalu juga bermain dan mencari makanan dipinggir kolam itu. Angsa yang laki bernama Cakrengga dan yang perempuan Cakrenggi. Keduanya selalu bersenang di kolam itu menikmati keindahan kolam yang indah penuh dengan makanan. Angsa dan Empas itu sudah akrab satu sama lainnya,karena dari dulu sudah berada dalam kolam itu. Sudah lama binatang itu menikmati keindahan dan mencari makan disana, Datanglah musin lering.Hujan sudah tak pernah turun,mengakibatkan air kolam itu semakin surut.

Angsa berpikir tak lama lagi air kolam itu akan kering. Dengan perasaan sedih ia berkata pada Empas,Kamu Empas berdua,maafkan saya, karena saya mau meninggalkan kamu disini. Saya akan kembali keatas gunung Imawan. Di sana ada kolam yang dalam dan luas,airnya jernih bernama kolam bernama Manasara Kolam itu tidak bisa kering walaupn pada musim kering seperti ini. Itulah yang akan aku tuju,karena hidupku tergantung dari air.Janganlah bersedih, semoga ada umur panjang kita bisa berjumpa lagi. Si Durbudi menangis seraya berkata, Temanku Angsa yang baik hati,tegakah tuan meninggalkan kami berdua disini?,hanya mementingkan diri sendiri. Tuan tidak memperhatikan kesedihan orang lain seperti kami ini. Kami juga hidup dan mencari makan diair,itulah sebabnya sudilah tuan turut mengajak kami. Semoga kami bisa selamat berkat teman yang budiman. Sang Angsa berkata,Saya mempunyai akal baik, di tengah-tengah kayu ini kamu gigit berdua,kami akan menggigit ujung-ujungnya bersama istri saya. Saya akan bawa kamu ketempat yang jauh. Apa yang kamu lihat dan apa yang kamu dengar dalam perjalannan, kamu harus diam,tak boleh bebicara. Kamu tidak boleh menolak perintah saya. Kalau kamu melanggar kamu tak akan luput dari kematian. Hati sang Empas suka-cita mendengar kata-kata sang Angsa.Setelah siap mereka mulai terbang,semakin lama semakin tinggi menuju kolam Manasara. Sudah jauh ia terbang samapilah ia di suatu daerah bernama Wilajanggala,tegal yang luas .

Di sana ada anjing laki perempuan,berbaring dibawah pohon Janggar Ulam.yang laki bernama I angsang dan yang perempuan bernama ni Wangsing. Sudah dari tadi pagi ia mencari makanan,tapi tidak dapat sedikitpun.Perutnya lapar ,tak makan minum setetespun. Sa,apai payah ia bejalan kesana kemari.Ia lalu memutuskan untuk berteduh sambil menyusui anaknya. Baru ia melihat keatas ni Wangsing tercengang melihat dua Ansa menerbangkan benda yang aneh. Ni Wangsing lalu berkata pada lakinya, Kak Angsang coba lihat ke atas ada dua ekor angsa menerbangkan empas,menuju kemana ia itu? Ah itu bukan empas. Itu adalah kotoran sapi yang busuk,yang penuh dengan ulat. Itu oleh-oleh untuk makanan anaknya. Begitu kata si Angsang.

Sang Empas amat marah mendengar kata-kata si Angsang,karena ia dikatakan kotoran sapi busuk.Mulutnya gemetaran terbuka,lalu jatuh ketanah.Itulah hasil orang yang tak mau mengikuti petuah kebenaran,dan yang selalu diliputi oleh rasa marah dan kedengkian. Si Angsang dan ni Wangsing amat girang, demikian juga anak-anaknya. Hatinya senang karena ejekannya berhasil.Sekeluarga anjing itu makan bangkai Empas dengan lahap. Demikianlah Ratu pendeta Nandaka,orang yng tidak mau mengikuti kata-kata teman dan selalu diselimuti rasa amarah dan kedengkian, akan mendapat kecelakaan malah bisa kematian. Seperti halnya persahabatan i Titih dengan i Tuma yang mengakibatkan kematiannya. Saya berharap persabatan tuanku dengan Sang Singa yang berhati busuk tidak demikian. Sang Nandaka berkata, Nah Coba kamu ceritakan bagaimana persahabatan Tuma dan sang Titih,supaya saya jelas tahu.!(Bersambung)

Sang Titih dan Sang Tuma

Sang Sambada lanjut bercerita, Dengarkanlah tuanku sang pendeta!. Jaman dulu ada seekor Tuma bernama Siasada, Ia selalu tinggal pada kasur sang raja. Tempat itu amat rahasia berdekatan dengan bantal sang raja. Selain Sang Tuma ada juga sang Titih yang bernama Candila.Ia berdiam diantara dinding balai-balai. Sang Candila amat kagum meliha sang Siasada amat gemuk. Sang Candila segera mendekati sang Siasada seraya bertanya dengan sangat hormat, mukanya sedih ,berkata memuji,Tuanku kedatangan saya, tidak lain ingin memperkenalkan diri..Saya bernama sang Candila,tempat saya ada diantara dinding dekat dengan kepala sang raja. Saya selalu kelapran,kekurangan makanan.jarang mendapat makanan. Itulah sebabnya badan saya kurus kering.

Saya tidak pernah puas menikmati makanan. Baru saja saya ingin mengisap darah, orang-orang yang bersandar di dinding itu,cepatan ia terkejut lalu bangun seraya pergi dari situ.Sedih hati saya,kalau tuan tidak menolong saya,yng kesakitan. Saya amat kagum melihat badan tuan yang gemuk,berwibawa.Sudah jelas tuan tidak kekurangan makanan. Semoga tuan suka menjadikan saya siswa tuan.Saya selalu akan berbakti dan mengikuti perintah tuan. Sang Siasada kasihan mendengar permohonan sang Candila, Aduh dewa sang Candila amat senang saya bersabat denganmu. Jangan takut kekurangan makan.! Namun kamu harus kuat menunggu, meniru dan mengikuti perbuatanku.Jangan berbuat tamak/loba memuaskan hawa nafsu. Perhatikan dengan baik ,cari waktu beliau sudah lelap tertidur,bila belum lelap lebih baik kamu menunggu. Lebih baik tidak makan dibandingkan kamu menggigit sebelum ia tertidur lelap. Nasehat ini patut kamu ikuti ,kalau sudah demikian jelas kamu akan selamat. Walau banyak punya kekayaan dan makanan yang berlimpah,kalau loba iri hati itu tak bisa dibendung, semua itu tak lama bisa dinikmati, seperti burung cangak mati di taman Kumudasari. Sang Candila ingin mendengarkan cerita burung itu,lalu menyuruh Siasada (Tuma) menceritakan burung Cangak tersebut. (Bersambung)

Burung Cangak Mati karena LobaSiasada (Tuma)lalu berceritra sebagai berikut. Ada sebuah kolam yang indah,airnya jernih. Ikannya berwarna-warni,berkeliran dalam air. Ada yang yang berteduh di bawah daun tunjung (padma) biru yang bunganya sedang mekar. Pinggirnya amat mempesona,yang ditumbuhi bermacam bunga .Baunya semerbak mewangi. Kumbangnya beterbangan mengisap adu. Ada juga tumbuhan yang sedang berbuah dengan lebatnya.Bangsa burung banyak yang betengger didahannya, bersuara kegirangan. Seperti orang berkumpul untuk belajar mencari ilmu. Diantara burung-burung itu ada burung Cangak yang amat durhaka dan loba. Ia telah mengetahui bagaimana kehidupan ikan-ikan di kolam itu. Ia telah banyak memangsa ikan disana,oleh karenanya para ikan tidak berani mendekat padanya. Untuk itu burung Cangak lalu mencari daya upaya. Ia merubah sikapnya seperti orang yang bijaksana, memakai anting-anting, ganitri,maketu,berslimut putihsebagai seorang pendeta.

Setiap hari selalu melaksanakan tapa brata dan semadi.berjalanpun ia pelan dan hati-hati, Ia lalu berdiri dipinggir kolam bertengger diatas pohon Sindura, ditempuh ombak air telaga.pandangan matanya seperti orang yang sedang melakukan pemujaan. Sepertinya ia sedang melakukan ajaran tatwa utama,suaranya tak karuan.Menghaturkan weda sruti pada hyang Surya. Ikan-ikan yang berenang didepannya tak dihiraukannya. Sudah beberapa hari burung Cangak itu berbuat demikian lalu, ikan ikan dalam kolm itu semakin berani berenang menghampiri burung Cangak, namun sang Cangak tetap tak menyakiti ikan itu .Ikan ikan itu lalu bertanya pada burung Cangak itu. Mengapa sekarang tuan sangat berubah,tida lagi garang memakan ikan. Tingkah laku tuan seperti orang sadu Sang Cangak berkata manis, Saya sekarang tidak lagi,melakukan pembunuhan .Saya sudah melakukan yang disebut Trikaya berpikir,berkata dan berbuat yang baik.Sekarang aku telah mensucikan diri (madiksa) sebagai sorang pendeta.Ingin menghilangkan perbuatan jahat,dan menghilangkan dosa yang telah ku lakukan dahulu. Aku ingin berbuat yang benar yang telah digariskan dalam ajaran kitab suci.

Ikan-ikan dalam kolam itu semua senang mendengarknnya,seraya berkata,Kami amat berbahagia,semoga ratu pendeta rela memberi ajaran pada kami sekalian,sehingga kami bisa jadi mahluk yang baik. Kami siap untuk berguru pada sang pendeta,yang akan saya mintai petunjuk untuk menuju jalan yang benar. Pranda Baka (cangak) tersenyum lalu berkata, Kamu tak usah sedih, saya akan memberitahu kamu perbuatan yang benar.Tujuannya untuk mencapai kebahagian sekala dan niskala. Kamu harus benar-benar ingat akan baik buruk, selalu setia pada guru,selalu memegang dharma, Itu yang akan dipakai untuk mengurangi pengaruh buruk panca wisaya (panca indra). Kalau demikian jelas kamu akan bisa mendapatkan yang disebut