cedera kepala sedang
DESCRIPTION
BEDAHTRANSCRIPT
CEDERA KEPALA SEDANG (CKS)
1. DEFINISI
Cedera Kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai atau tanpa
disertai perdarahan interstitial dalam substansi otak tanpa diikuti terputusnya kontinuitas otak
(Muttaqin, 2008).
Cedera Kepala adalah kerusakan otak akibat perdarahan atau pembengkakan otak sebagai
respon terhadap cedera dan menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial (Smeltzer, 2010).
Cedera Kepala sedang adalah suatu trauma yang menyebabkan Kehilangan kesadaran dan
amnesia lebih dari 30 menit tetapi kurang dari 24 jam dapat mengalami fraktur tengkorak
dengan GCS 9-12 (Smeltzer, 2010)
2. ETIOLOGI
a. Trauma tumpul
Kecepatan tinggi : tabrakan motor dan mobil
Kecepatan rendah : terjatuh atau dipukul
b. Trauma tembus
luka tembus peluru dari cedera tembus lainnya
(Mansjoer, 2000:3)
c. Jatuh dari ketinggian
d. Cedera akibat kekerasan
e. Cedera otak primer
adanya kelainan patologi otak yang timbul segera akibat langsung dari trauma. Dapat terjadi
memar otak dan laserasi
f. cedera otak sekunder
kelainan patologi otak disebabkan kelainan biokimia metabolisme, fisiologi yang timbul
setelah trauma
3. FAKTOR PREDISPOSISI
a) Anak-anak , terutama usia baru lahir sampai 4 tahun
b) Remaja lanjut terutama pada usia 15-24 tahun
c) Usia lanjut ≥ 75 tahun
(Mayo clinic, 2014)
4. FAKTOR PRESIPITASI
a) Kecelakaan lalu lintas (kecelakaan bermotor)
b) Terjatuh dari ketinggian, benturan dan pukulan
c) Tumpukan benda tajam
d) Kecelakaan kerja industry
e) Kecelakaan saat olahraga, contohnya tinju
f) Benturan dari objek yang bergerak dan menimbulkan gerakan (cedera akselerasi)
serta dapat terjadi bila kepala membentur bahan padat yang tidak bergerak dengan
deselerasi cepat dari tulang tengkorak (cedera deselerasi)
(sjamsuhidajat, 2005)
5. PATHWAY
Benturan kepala
Trauma kepala
Trauma akibat deselerasi/ akselerasi
Trauma pada jaringan lunak Cedera jaringan otak
HematomaRusaknya jaringan kepala
Luka terbuka
Resiko tinggi terhadap infeksi
-Perubahan pada cairan intra dan ekstra sel (oedema)
-Peningkatan suplai darah ke daerah trauma (vasodilatasi)
Robekan dan distorsi
Tekanan intracranial ↑
Aliran darah ke otak ↑
Perubahan perfusi jaringan cerebral
Merangsang hipotalamus
Hipotalamus terfiksasi (pd diensefalon)
↓produksi ADH
Retensi Na+H2O
Gangguan keseimbangan cairan dan
elektrolit
Merangsang infe- rior hipotalamus
Mengeluarkan steroid & adrenal
Sekresi HCl ↓
Mual muntah
Resiko gangguan pemenuhan nutrisi
Kerusakan hemisfer motorik
Penurunan kekuatan & tahanan otot
Gangguan mobilitas fisik
Hipoksia jaringan
Kerusakan pertukaran gas
Pernafasan dangkal
Pola nafas tak efektif
Penurunan kesadaran
Gangguan pola bahasa
Tak mampu menyampaikan kata2
Gangguan komunikasi verbal
Gangguan persepsi sensoris
Jaringan sekitar tertekan
Gangguan rasa nyaman
6. TANDA DAN GEJALA
a) GCS 15
b) sadar penuh,
c) orientasi baik dan
d) mengikuti perintah
e) nyeri kepala
f) mual muntah
g) pusing
h) amnesia
(mansjoer, 2010)
7. AKIBAT YANG DITIMBULKAN
a) Dapat timbul lesi intracranial walaupun risikonya sangat minimal
(mansjoer, 2010)
8. PENATALAKSANAAN
Menurut Mansjoer (2010) secara umum penatalaksanaan terapeutik pasien
dengan trauma kepala adalah sebagai berikut:
a) Observasi 24 jam
b) Jika pasien masih muntah sementara dipuasakan terlebih dahulu.
c) Berikan terapi intravena bila ada indikasi.
d) Anak diistirahatkan atau tirah baring.
e) Profilaksis diberikan bila ada indikasi.
f) Pemberian obat-obat untuk vaskulasisasi.
g) Pemberian obat-obat analgetik.
h) Pembedahan bila ada indikasi
9. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Menurut Dongoes (2010), Diagnosa Keperawatan yang muncul pada Trauma
Capitis :
a. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penghentian aliran darah
(hemoragi, hematoma); edema cerebral; penurunan TD sistemik/hipoksia
(hipovolemia, disritmia jantung)
b. Resiko tinggi pola napas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan
neurovaskuler (cedera pada pusat pernapasan otak). Kerusakan persepsi atau
kognitif. Obstruksi trakeobronkhial.
c. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan jaringan trauma, kulit rusak,
prosedur invasif. Penurunan kerja silia, stasis cairan tubuh. Kekurangan nutrisi.
Respon inflamasi tertekan (penggunaan steroid). Perubahan integritas sistem
tertutup (kebocoran CSS).
d. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan persepsi atau kognitif.
Penurunan kekuatan/tahanan. Terapi pembatasan /kewaspadaan keamanan, misal:
tirah baring, imobilisasi.
e. Resiko tinggi terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan perubahan kemampuan untuk mencerna nutrien (penurunan
tingkat kesadaran). Kelemahan otot yang diperlukan untuk mengunyah, menelan.
Status hipermetabolik.
10. INTERVENSI KEPERAWATAN (DONGOES, 2010)
NO Diagnosa
Keperawatan
Tujuan intervensi
1. Perubahan perfusi
jaringan serebral
berhubungan dengan
penghentian aliran
darah (hemoragi,
hematoma) edema
cerebral Penurunan
TD sistemik/hipoksia
(hipovolemia,
disritmia jantung
Mempertahankan
tingkat kesadaran
biasa/perbaikan,
kognisi, dan fungsi
motorik/sensorik.
Kriteria hasil :
Tanda vital stabil
dan tidak ada tanda-
tanda peningkatan
TIK
1. Tentukan faktor-faktor
yg menyebabkan
koma/penurunan
perfusi jaringan otak
dan potensial
peningkatan TIK.
2. Pantau /catat status
neurologis secara
teratur dan bandingkan
dengan nilai standar
GCS.
3. Pantau tanda-tanda
vital: TD, nadi,
frekuensi nafas, suhu.
4. Pantau intake dan out
put, turgor kulit dan
membran mukosa.
5. Turunkan stimulasi
eksternal dan berikan
kenyamanan, seperti
lingkungan yang
tenang.
6. Bantu pasien untuk
menghindari
/membatasi batuk,
muntah, mengejan.
7. Tinggikan kepala
pasien 15-45 derajat
sesuai indikasi/yang
dapat ditoleransi.
8. Batasi pemberian
cairan sesuai indikasi.
9. Berikan oksigen
tambahan sesuai
indikasi.
10. Berikan obat sesuai
indikasi, misal:
diuretik, steroid,
antikonvulsan,
analgetik, sedatif,
antipiretik.
2. Resiko tinggi pola
napas tidak efektif
berhubungan dengan
kerusakan
neurovaskuler (cedera
Tujuan :
Mempertahankan
pola pernapasan
1. Berikan perawatan
aseptik dan antiseptik,
pertahankan tehnik
cuci tangan yang baik.
2. Observasi daerah kulit
pada pusat pernapasan
otak). Kerusakan
persepsi atau kognitif.
Obstruksi
trakeobronkhial.
efektif.
Kriteria hasil :
Bebas sianosis, GDA
dalam batas normal
yang mengalami
kerusakan, daerah
yang terpasang alat
invasi, catat
karakteristik dari
drainase dan adanya
inflamasi.
3. Pantau suhu tubuh
secara teratur, catat
adanya demam,
menggigil, diaforesis
dan perubahan fungsi
mental (penurunan
kesadaran).
4. Anjurkan untuk
melakukan napas
dalam, latihan
pengeluaran sekret
paru secara terus
menerus. Observasi
karakteristik sputum.
5. Berikan antibiotik
sesuai indikasi
3. Resiko tinggi terhadap
infeksi berhubungan
dengan jaringan
trauma, kulit rusak,
prosedur invasif.
Penurunan kerja silia,
stasis cairan tubuh.
Kekurangan nutrisi.
Respon inflamasi
tertekan (penggunaan
Tujuan :
Mempertahankan
normotermia, bebas
tanda-tanda infeksi.
Kriteria evaluasi :
Mencapai
penyembuhan luka
1. Pantau frekuensi,
irama, kedalaman
pernapasan. Catat
ketidak teraturan
pernapasan.
2. Pantau dan catat
kompetensi reflek
gag/menelan dan
kemampuan pasien
untuk melindungi jalan
steroid). Perubahan
integritas sistem
tertutup (kebocoran
CSS).
tepat waktu.napas sendiri. Pasang
jalan napas sesuai
indikasi.
3. Angkat kepala tempat
tidur sesuai aturannya,
posisi mirng sesuai
indikasi.
4. Anjurkan pasien untuk
melakukan napas
dalam yang efektif bila
pasien sadar.
5. Lakukan penghisapan
dengan ekstra hati-
hati, jangan lebih dari
10-15 detik. Catat
karakter, warna dan
kekeruhan dari sekret.
6. Auskultasi suara
napas, perhatikan
daerah hipoventilasi
dan adanya suara
tambahan yang tidak
normal misal: ronkhi,
wheezing, krekel.
7. Pantau analisa gas
darah, tekanan
oksimetri
8. Berikan oksigenasi.
9. Lakukan fisioterapi
dada jika ada indikasi.
Kerusakan mobilitas
fisik berhubungan
dengan kerusakan
Tujuan : Klien
merasa nyaman.
1. Dorong klien untuk
berbaring dalam posisi
terlentang dengan
persepsi atau kognitif.
Penurunan
kekuatan/tahanan.
Terapi pembatasan
/kewaspadaan
keamanan, misal: tirah
baring, imobilisasi
Kriteria hasil :
Klien akan
melaporkan
peningkatan
kekuatan/ tahanan
dan menyebutkan
makanan yang harus
dihindari.
bantalan penghangat
diatas abdomen.
2. Singkirkan
pemandangan yang
tidak menyenagkan
dan bau yang tidak
sedap dari lingkungan
klien.
3. Dorong masukan
jumlah kecil dan
sering dari cairan
jernih (misal : teh
encer, air jahe, agar-
agar, air) 30-60 ml tiap
½ -2 jam
4. Lindungi area perianal
dari iritasi
Resiko tinggi terhadap
perubahan nutrisi
kurang dari kebutuhan
tubuh berhubungan
dengan perubahan
kemampuan untuk
mencerna nutrien
(penurunan tingkat
kesadaran).
Kelemahan otot yang
diperlukan untuk
mengunyah, menelan.
Status hipermetabolik
Tujuan :
Intake nutrisi
meningkat.
· Keseimbangan cairan
dan elektrolit.
· Berat badan stabil
1. Mengkaji keadaan
nutrisi untuk
mengetahui intake
nutrisi klien.
2. Kaji faktor penyebab
perubahan nutrisi
(klien tidak nafsu
makan, klien kurang
makan makanan yang
bergizi, keadaan klien
lemah dan banyak
mengeluarkan
keringat).
3. Kolaborasi dengan tim
gizi tentang pemberian
mekanan yang sesuai
dengan program diet
(rendah garam dan
rendah lemak).
4. Membantu keluarga
dalam memberikan
asupan makanan
peroral dan
menyarankan klien
untuk menghindari
makanan yang
berpantangan dengan
penyakitnya.
5. Membantu
memberikan vitamin
dan mineral sesuai
program.
6. Kolaborasi dengan tim
dokter dalam
pemberian Transfusi
Infu
DAFTAR PUSTAKA
Doenges, M. E, Marry F. MandAlice, C. G. 2010. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman
Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC
Mansjoer, Arif. Et al. 2010. Kapita Selekta Kedokteran. Ed. 5. Jakarta: Media Aesculapius.
Mayo clinic. 2014.Traumatic Brain Injury. Diunduh pada 28 September 2014 pukul 13:48
melalui http://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/traumatic-brain-injury/basics/risk-
factors/con-20029302
Muttaqin, A. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Pernapasan.
Jakarta: Salemba Medika.
Sjamsuhidayat, R. Jong Wim De. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Copy editor: Adinda
Candralela. Jakarta: EGC
Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. 2012. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth (Terjemahan). Edisi 8. Jakarta: EGC