cbm

4
Kondisi mesin yang bermasalah dimana engineer dan operator tidak dapat menyelesaikannya dan cenderung membiarkan, yang kadang menyebabkan “black out”, umum terjadi di setiap industri, termasuk industri perminyakan. mengapa? Mereka punya target produksi, misalnya saat itu pabrik Semen Andalas menargetkan produksi 1 juta ton pertahun, hitungannya perhari mereka harus memproduksi sekitar 3000 ton. Kasus yang lebih ekstrim adalah pada industri perminyakan, dimana target export sudah di tentukan oleh APBN misalnya 600 ribu barel perhari. Teriakan operator maintenance untuk menghentikan mesin, tidak terdengar. Sampai terdengar suara ledakan mesin “black out”. Saat itu kehilangan produksi diterima sebagai takdir, bukan sebagai kesalahan perencanaan dan pelaksanaan perawatan. Hal tersebut sering terjadi di industri Pembangkit Tenaga Listrik, Perminyakan, Perusahaan Air Minum atau Industri tranportasi. Kita menerima akibat, listirk mati, air tidak keluar, atau bakan pesawat “delay”. Teknologi perawatan yang berdasarkan jangka waktu, hanya membutuhkan operator yang kuat, rajin, tekun tapi tidak perlu cerdas. Mereka punya otot yang besar untuk membuka baut dan mur. Hasil riset di angkatan laut Amerika Serikat tahun 1990, di pangkalan kapalnya bahwa perawatan periodik sering membuat kondisi mesin yang sebelumnya baik menjadi lebih buruk. Ini karena saat dilakukan pemasangan kembali, terjadi kesalahan. Dalam banyak kasus kondisi mesin sebenarnya dalam keadaan baik sebelum dilakukan perawatan. Kejadiannya yang lain, sebuah mesin yang sudah dilakukan perawatan periodik dan ternyata ada masalah, seperti asap yang keluar dari bak penampung oli, tidak dapat terjawab. Dalam hal tersbut, operator perawatan tidak mau berfikir lebih panjang karena perawatan periodik sudah dilakukan. Sekarang sudah ditemukan sebuah teknologi perawatan yang mulai menggantikan fungsi perawatan periodik. Teknologi ini dinama “condition based mainentance (CBM)” atau “perawatan berdasarkan kondisi”. CBM prinsipnya menilai mesin dengan standar kondisi. Dua metode CBM yang dikenal luas yaitu analisa getaran mesin dan analisa oli atau tribology. Analisa getaran lebih popular dan memiliki kapasitas untuk menilai hampir semua sumber ketidaknormalan ketika mesin beroperasi seperti: adanya kelonggaran baut, misalignment (ketidaklurusan), imbalance (ketidak seimbangan), kerusakan bantalan, bahkan kondisi oli yang sudah mesti diganti. Teknologi ini bekerja dengan prinsip, “mesin yang sedang beroperasi jangan dihentikan untuk di rawat, kecuali diketahui pasti apa penyebabnya”. Keberhasilan Teknologi CBM bergantung pada pada 4 hal yaitu: sensor, signal analyzer, standar kondisi dan brainware. Teknologi ini keluar dari disiplin ilmu mesin menuju elektronik, suatu keniscayaan sekarang ini bahwa electronik dan mesin harus dikawinkan. Mengapa teknologi ini baru diperkenalkan? Masalahnya adalah pada biaya. Tahun 90an harga sensor di pasaran mencapai 20 juta per buah. Signal analyzer berkisar 200 juta rupiah. Sekarang seperangkat sensor and “signal analyzer” dapat diperoleh dengan harga 65 juta rupiah. Standar kondisi belum diketahui sepenuhnya seperti saat itu, umpamanya, bagaimana kondisi getaran jika terjadinya keretakan kecil pada poros? Ini belum di temukan. Sekarang hampir semua keadaan mesin telah dapat dikaitkan dengan pola getaran, riset yang berkatian sangat banyak dilakukan, termasuk yang sedang dilakuan oleh Penulis. Brainware adalah orang yang yang mengoperasikan, membuat

Upload: khusnan-aji

Post on 12-Jan-2016

6 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

cbm

TRANSCRIPT

Page 1: cbm

Kondisi mesin yang bermasalah dimana engineer dan operator tidak dapat menyelesaikannya dan cenderung

membiarkan, yang kadang menyebabkan “black out”, umum terjadi di setiap industri, termasuk industri perminyakan.

mengapa? Mereka punya target produksi, misalnya saat itu pabrik Semen Andalas menargetkan produksi 1 juta ton

pertahun, hitungannya perhari mereka harus memproduksi sekitar 3000 ton. Kasus yang lebih ekstrim adalah pada

industri perminyakan, dimana target export sudah di tentukan oleh APBN misalnya 600 ribu barel perhari. Teriakan

operator maintenance untuk menghentikan mesin, tidak terdengar. Sampai terdengar suara ledakan mesin “black

out”. Saat itu kehilangan produksi diterima sebagai takdir, bukan sebagai kesalahan perencanaan dan pelaksanaan

perawatan. Hal tersebut sering terjadi di industri Pembangkit Tenaga Listrik, Perminyakan, Perusahaan Air Minum

atau Industri tranportasi. Kita menerima akibat, listirk mati, air tidak keluar, atau bakan pesawat “delay”.

Teknologi perawatan yang berdasarkan jangka waktu, hanya membutuhkan operator yang kuat, rajin, tekun tapi tidak

perlu cerdas. Mereka punya otot yang besar untuk membuka baut dan mur. Hasil riset di angkatan laut Amerika

Serikat tahun 1990, di pangkalan kapalnya bahwa perawatan periodik sering membuat kondisi mesin yang

sebelumnya baik menjadi lebih buruk. Ini karena saat dilakukan pemasangan kembali, terjadi kesalahan. Dalam

banyak kasus kondisi mesin sebenarnya dalam keadaan baik sebelum dilakukan perawatan. Kejadiannya yang lain,

sebuah mesin yang sudah dilakukan perawatan periodik dan ternyata ada masalah, seperti asap yang keluar dari

bak penampung oli, tidak dapat terjawab. Dalam hal tersbut, operator perawatan tidak mau berfikir lebih panjang

karena perawatan periodik sudah dilakukan.

Sekarang sudah ditemukan sebuah teknologi perawatan yang mulai menggantikan fungsi perawatan periodik.

Teknologi ini dinama “condition based mainentance (CBM)” atau “perawatan berdasarkan kondisi”. CBM prinsipnya

menilai mesin dengan standar kondisi. Dua metode CBM yang dikenal luas yaitu analisa getaran mesin dan analisa

oli atau tribology. Analisa getaran lebih popular dan memiliki kapasitas untuk menilai hampir semua sumber

ketidaknormalan ketika mesin beroperasi seperti: adanya kelonggaran baut, misalignment (ketidaklurusan),

imbalance (ketidak seimbangan), kerusakan bantalan, bahkan kondisi oli yang sudah mesti diganti. Teknologi ini

bekerja dengan prinsip, “mesin yang sedang beroperasi jangan dihentikan untuk di rawat, kecuali diketahui pasti apa

penyebabnya”.

Keberhasilan Teknologi CBM bergantung pada pada 4 hal yaitu: sensor, signal analyzer, standar kondisi dan

brainware. Teknologi ini keluar dari disiplin ilmu mesin menuju elektronik, suatu keniscayaan sekarang ini bahwa

electronik dan mesin harus dikawinkan. Mengapa teknologi ini baru diperkenalkan? Masalahnya adalah pada biaya.

Tahun 90an harga sensor di pasaran mencapai 20 juta per buah. Signal analyzer berkisar 200 juta rupiah. Sekarang

seperangkat sensor and “signal analyzer” dapat diperoleh dengan harga 65 juta rupiah. Standar kondisi belum

diketahui sepenuhnya seperti saat itu, umpamanya, bagaimana kondisi getaran jika terjadinya keretakan kecil pada

poros? Ini belum di temukan. Sekarang hampir semua keadaan mesin telah dapat dikaitkan dengan pola getaran,

riset yang berkatian sangat banyak dilakukan, termasuk yang sedang dilakuan oleh Penulis. Brainware adalah orang

yang yang mengoperasikan, membuat laporan setelah menggunakan tiga alat tadi. Ini sebuah tantangan mendidik

operator yang mau mengandalkan otak daripada otot.

Jika CBM berhasil diterapkan secara maksimal di setiap industri, maka akan terjadi penghematan sangat besar.

Penghematan biaya, tenaga dan waktu. Salah satu pengaruh untuk kita adalah terhindarnya putus aliran listrik ketika

kita sedang menonton sinetron favorit. Yang lebih menarik adalah blackout tidak mungkin terjadi karena setiap

perubahan yang mikro dari kondisi mesin telah ditangkap oleh sensor, lebih awal.

Page 2: cbm

Corrective Maintenance dan Preventive Maintenance telah digunakan selama beberapa

dekade, namun keduanya masing-masing masih memiliki titik kelemahan yang signifikan

dalam usaha pencegahan gangguan.

Condition-based maintenance (CBM)Condition-based maintenance (CBM) diperkenalkan untuk mencoba memelihara peralatan

yang benar di saat/waktu yang tepat. CBM didasarkan pada penggunaan real-time

data untuk memprioritaskan dan mengoptimalkan sumber daya pemeliharaan. Pengamatan

status dari sebuah sistem dikenal sebagaicondition monitoring. Sistim yang demikian akan

mampu dengan sempurna menentukan kesehatan peralatan, dan bertindak hanya ketika

pemeliharaan benar-benar perlu.

Pengembangan dalam beberapa tahun belakangan ini sudah memungkinkan penggabungan

instrumentasi terhadap peralatan secara luas, dan diikuti dengan penggunaan perangkat

yang lebih baik untuk menganalisa data kondisi peralatan. Dengan sistem semacam ini

seorang personil pemeliharaan seketika akan lebih mampu dan cekatan dalam memutuskan

kapan yang merupakan waktu yang tepat untuk melaksanakan pemeliharaan pada berbagai

titik dari sebuah ataupun beberapa peralatan sekaligus. Condition-Based-Maintenance

secara ideal akan memungkinkan seorang/tim personil pemeliharaan untuk melakukan hal

yang benar saja, memperkecil biaya onderdil, sistem downtime dan memperkecil waktu

yang terbuang sia-sia saat menunggu datangnya waktu pemeliharaan.

Tantangan CBM

Di samping kegunaannya, ada beberapa tantangan terhadap penggunaan CBM. Pertama

dan paling utama dari semua dan ditakuti oleh semua orang adalah, biaya awal

pembentukan sistem CBM cukup tinggi (tidak lagi jika dengan sistem yang akan kami

tawarkan). Memerlukan peningkatan model instrumentasi dari sebuah peralatan (seperti

sendor, converter, dll.). Rata-rata umumnya biaya instrumentasi yang digunakan untuk

menganalisa kondisi peralatan yang sudah terinstall di dalam sistem sungguh besar

melebihi harga peralatan itu sendiri.  Oleh karena itu, merupakan hal penting untuk

memutuskan pentingnya investasi di depan dalam penambahan sistem CBM terhadap

semua peralatan.

Salah satu hasil dari generasi CBM yang pertama di dalam industri minyak dan gas, jumlah

biaya yang keluar hanya berpusat pada getaran di dalam alat berat yg berputar (heavy

rotating equipment) saja.

Yang kedua memperkenalkan CBM akan meminta/mendorong suatu perubahan utama di

dalam proses bagaimana pemeliharaan harus dilakukan, dan berpotensi kepada seluruh

Page 3: cbm

organisasi pemeliharaan di dalam suatu perusahaan. Perubahan di dalam keorganisasian

umumnya adalah sangat sulit.

Begitu juga, dalam segi teknis operasional inspeksi dan pemeliharaan sebuah peralatan

tidaklah selalu mudah dan sesederhana yang pernah dibayangkan. Sekalipun beberapa

bentuk kaleng peralatan yang dengan mudah diamati dengan  mengukur nilai-nilai

sederhana seperti getaran, akselerasi atau pun kecepatan linear, temperatur dan tekanan,

dlsb. Bukanlah sebuah hal yang sepele untuk memutar data yang terukur ke dalam sebuah

actionable knowledge mengenai kesehatan sebuah peralatan.

RETOSA CBM

RETOSA CBM merupakan akronim dari Real Time & Open Systems Architecture for

Condition-Based Maintenance. Sistem ini pertama kali dikenalkan di PLN untuk sebagai

sebuah sistem CBM terpadu untuk memantau dan menganalisa kondisi kesehatan peralatan

pada Bay/Feeder sebuah Substation atau Gardu melalui data trend parameter-parameter

kelistrikan dan grafik beban per-hari.

Sistem ini mampu mengasilkan laporan data peralatan otomatis dalam format XML dan juga

dalam format Ms. Excel yang sudah terformat seperti format logsheet yang diinginkan oleh

owner. Menggunakan sistem database Open XML sehingga mudah untuk diliput kedalam

trend yang ada di dalam website owner.

Ukuran data XML sangat kecil (3kByte saja) sehingga memungkinkan untuk ditampilkan

dalam format web untuk ponsel yang dilengkapi dengan kapabilitas WAP. Kapanpun dan

dumanapun anda dapat memantau sistem yang sedang berjalan.

Mampu meng-handle lebih dari satu peralatan/bay dalam sebuah sistem monitoring CBM.

Untuk sistem CBM yang lebih besar dan luas, RETOSA di desain untuk mampu bekerja dalam

fungsi Remote sehingga dapat dipantau dari berbagai tempat sekaligus.

Investasi CBM itu mahal? Biaya pembuatan sistem automasi dan realtime trend analysis

mahal? Oh Tidak lagi..

RETOSA CBM di develop oleh anak-anak bangsa sendiri yang telah lama eksis dalam dunia

automasi dunia. Tidak perlu lagi khawatir biaya investasi yang tinggi dan harus

mendatangkan tenaga asing yang mahal, yang hakekatnya kualitasnya belum tentu lebih

baik bukan?

RETOSA CBM menggunakan standar .Net Framework yang mampu berjalan si segala jenis

sistem operasi.RETOSA CBM menggunakan standar Open Source sehingga anda dapat

Page 4: cbm

mengolah dan mengembangkan sendiri baik segi tampilan dan format sistem CBM sesuai

kebutuhan dan standar perusahaan.

RETOSA CBM satu ini telah dikembangkan ke dalam beberapa model sesuai keinginan

customer seperti:

CBM: Bay Monitoring & Load Analysis

CBM: Power Transformer Monitoring

CBM: Battery Power System Monitoring

dan tentunya masih banyak lagi sesuai keinginan customer