catatan perjalanan welirang.pdf.pdf

115
WELIRANG selembar catatan ekspedisi

Upload: tom

Post on 05-Aug-2015

216 views

Category:

Documents


10 download

DESCRIPTION

Uploaded from Google Docs

TRANSCRIPT

Page 1: catatan perjalanan welirang.pdf.pdf

WELIRANGselembar catatan ekspedisi

Page 2: catatan perjalanan welirang.pdf.pdf

WELIRANG, SELEMBAR CATATAN EKSPEDISI Arif Ashari, Priyo Akuntomo, Fajrin Abdurrahman, Anwar Suyudi

© MPA MAHAMERU 2012 FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA Kampus Karangmalang Sleman – Yogyakarta 55281

Tim Ekspedisi Welirang MPA Mahameru: 26 – 29 April 2012 Fajrin Etawa M-VI/002 (Ketua) Priyo Akuntomo M-LB/001/2011 Arie Carstensz M-I/002 Yudi Kromo M-VI/007

i

Page 3: catatan perjalanan welirang.pdf.pdf

SAMBUTAN KETUA MPA MAHAMERU 2012

ii

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa

atas terselesaikannya kegiatan MPA Mahameru Welirang

Expedition 2012, yang diikuti dengan terbitnya buku Welirang,

Selembar Catatan Ekspedisi. Buku ini merupakan kumpulan

tulisan anggota tim ekspedisi mengenai berbagai macam hal

yang dijumpai dan dialami selama ekspedisi, baik itu kondisi

lingkungan fisik, sosial masyarakat, situasi jalur pendakain di

lapangan, serta kisah-kisah seputar perjalanan di Gunung

Welirang.

Bagi kami di MPA Mahameru, kegiatan ekspedisi bermakna

lebih dari sekedar pendakian gunung biasa. Dalam ekspedisi

seluruh anggota tim mendapatkan tugas untuk “memotret”

berbagai situasi yang ada di gunung untuk kemudian

disampaikan kepada publik. Kami menyadari bahwa dalam

kegiatan outdoor banyak dijumpai berbagai hal yang menarik,

namun demikian tidak semua orang memiliki kesempatan yang

sama untuk berkegiatan di luar ruangan. Oleh karena itu

melalui kegiatan ekspedisi kami memiliki misi untuk membagi

pengalaman dan pengetahuan yang telah diperoleh dari

lapangan kepada publik.

MPA Mahameru Welirang Expedition 2012 telah dilaksanakan

tanggal 26-29 April 2009, dan oleh-olehnya kini berada di

tangan pembaca sekalian. Semoga tulisan kecil ini dapat

menambah wawasan dan memberikan inspirasi khususnya

kepada generasi muda untuk mengenal dan mencintai alam,

masyarakat, dan tanah air kita Indonesia. Pembentukan

karakter dan semangat patriotisme di kalangan generasi muda

merupakan bagian penting dalam mencapai keberhasilan

pembangunan, dan kegiatan ekspedisi pendakian gunung

merupakan salah satu upaya untuk menuju ke sana.

Yogyakarta, Agustus 2012

Toffan Hussein W (M-VI/003)

Page 4: catatan perjalanan welirang.pdf.pdf

IT IS NOT THE MOUNTAIN WE CONQUER, BUT OURSELVES

iii

Page 5: catatan perjalanan welirang.pdf.pdf

DAFTAR ISI

Para “summiteers” Puncak Welirang

Geomorfologi dan Geologi Gunung Welirang: Si Tua yang Masih Terus Ber-Evolusi

Catatan Utama: Sebuah Anugerah Bernama Welirang

Jalur Pendakian Gunung Welirang: Landai Namun Panjang

Sosial Ekonomi Masyarakat Gunung Welirang: Dari tambang Hingga Prostitusi

Mendaki Ke Atas Padang Belerang Epilog: Susah Senang Ekspedisi Panjang.....

Sambutan Ketua MPA Mahameru ..... i Pengantar: Gunung dan Kehidupan Manusia ..... 1

3 13 35

50 62 70 109

Page 6: catatan perjalanan welirang.pdf.pdf

PENGANTAR

Banyak bangsa di dunia ini

yang memposisikan gunung

dalam kasta tertinggi diantara

banyak hal yang berkaitan

dengan kehidupannya. Gunung

sering dijadikan sebagai

perlambang kehidupan. Kisah-

kisah peradaban besar manusia

sering membawa serta gunung

pada kedudukan yang utama, dan

seakan-akan gunung merupakan

wajah sang alam yang menyertai

kehidupan manusia.

Ada pula yang begitu

menghormati gunung, sehingga

mengandaikan bahwa disitulah

tempat bersemayam para dewa

yang mengatur jagat kehidupan

manusia. Suatu ketika gunung

juga menimbulkan malapetaka,

namun demikian peristiwa itupun

seringkali dianggap sebagai

sesuatu yang lumrah. ‘gunung

sedang punya gawe’, setelah itu

kembali normal dan menjadi

sahabat bagi kehidupan manusia.

Seperti itulah gambaran mengenai gunung

yang diajarkan oleh nenek moyang. Kita patut

bersyukur karena ‘kita punya banyak’. Bagi kami

salah satu bentuk ungkapan syukur itu adalah

dengan mendatanginya, mengenalnya, sehingga

timbul rasa memiliki dan keinginan untuk

melestarikannya. “masih banyak gunung yang

belum kita datangi”, begitu yang terlintas dalam

pikiran kami. Salah satunya Gunung Arjuno dan

Welirang yang merupakan dua gunung tertinggi di

kompleks Arjuno-Welirang. Keinginan itu akhirnya

bisa kami wujudkan, walau baru satu puncak

yang berhasil kami tapaki. Puncak Welirang!

Gunung dan Kehidupan Manusia

Arie Carstensz, Priyo Akuntomo, Fajrin Etawa, & Yudi Kromo

1

Page 7: catatan perjalanan welirang.pdf.pdf

Dalam perjalanan dari Surabaya menuju Pandaan (pagi hari, Jumat 27 April 2012)

Puncak Gunung Welirang nampak begitu gagah di kejauhan. Menjulang tinggi dengan

puncaknya yang mengepulkan asap tebal. Ke arah selatan ada tiga puncak lain yang

berderet sejajar, sama-sama muncul dari balik kabut disirami cahaya matahari pagi, Puncak

Kembar I, Puncak Kembar II, dan Puncak Arjuno. Ada satu gunung berbentuk kerucut

sempurna yang paling awal menyambut kedatangan kami, Gunung Penanggungan, gunung

yang memiliki banyak benda peninggalan Majapahit dan menurut cerita legenda adalah

Puncak Semeru yang jatuh ke bawah. Di belakangnya berdiri puncak yang lebih tinggi, itulah

Welirang, gunung yang menghidupi banyak manusia dengan tambang belerangnya, dengan

kekayaan alamnya, dan dengan keindahan panoramanya.

(Jujur saja) awalnya Puncak Welirang (3156 mdpal) bukan merupakan target utama

ekspedisi ini. Di kompleks Gunungapi ini ada puncak yang lebih prestisius yaitu Puncak

Arjuno (3339 mdpal) yang terletak paling selatan dari empat puncak yang berdiri sejajar,

semuanya dengan ketinggian diatas 3.000 mdpal. Target awal adalah ke Puncak Welirang,

kemudian dilanjutkan ke Puncak Arjuno melalui jalur yang menyisir tepian Puncak Kembar I

dan Kembar II. Namun tentu saja ekspedisi bukan sekedar ambisi. Selain perencanaan dan

persiapan yang matang pelaksanaannya juga harus sebaik-baiknya dengan memperhatikan

banyak faktor. Kondisi cuaca yang kurang baik serta kondisi fisik anggota tim yang kurang

memadai membuat target ekspedisi harus dikurangi, dan akan diselesaikan di kesempatan

yang akan datang. Selain pertimbangan keselamatan yang paling utama, tentu saja

pertimbangan biaya (yang biasanya sangat diperhatikan) mengingat ekspedisi ini tidak

termasuk kategori ekspedisi mahal.

Dari puncak welirang saja sudah banyak cerita yang bisa kami bagi kepada anda

para pembaca. Kisah perjalanan yang penuh semangat meskipun didera kelelahan, digertak

petir di suatu tempat yang kami sebut “tanjakan putus asa”, kesasar ke kawah aktif dengan

bau belerang yang sengak, bekas villa belanda di dekat puncak, pemandangan Puncak

Welirang yang putih dan berasap, berbincang dengan seorang penambang belerang, dan

masih banyak kisah lainnya. Selalu ada hikmah yang bisa dipetik dari setiap perjalanan

‘naik-naik ke puncak gunung’. Sepulang dari gunung Soe Hok Gie pernah berkata:

“Perjalanan yang melelahkan tetapi indah. Mereka telah melihat alam tanah airnya. Mereka

telah melihat rakyatnya. Dan yang paling penting… mereka telah mengenal Indonesia”.

2

Page 8: catatan perjalanan welirang.pdf.pdf

SEBUAH ANUGERAH BERNAMA: WELIRANG

Page 9: catatan perjalanan welirang.pdf.pdf

Catatan Utama

Sejauh yang diketahui oleh

manusia hingga saat ini, Bumi

merupakan satu-satunya planet di

alam semesta yang mampu

mendukung tatanan kehidupan

yang layak. Dengan kata lain

Bumi adalah satu-satunya planet

yang bisa dihuni. Di dalamnya

terdapat suatu sistem yang

teratur dengan komponennya

meliputi unsur abiotik, biotik, dan

budidaya manusia. Ketiga unsur

inilah yang saling mempengaruhi

satu sama lain dan membentuk

sistem kehidupan di Planet Bumi.

Gunung merupakan salah

satu diantara unsur abiotik.

Peranannya dalam mendukung

kehidupan sangat besar. Di

gunung terdapat berbagai macam

sumberdaya dan energi. Gunung

adalah anugerah dari Tuhan

untuk kehidupan. Sepanjang

kehidupan itu ada, maka peranan

gunung juga selalu ada untuk

menopangnya.

Manusia sebagai makhluk yang berakal pada

gilirannya akan mengelola unsur-unsur yang lain

dalam lingkungan (abiotik dan biotik) meskipun

manusia pada hakikatya merupakan ‘makhluk yang

lemah’ namun dengan akal dan budayanya

manusialah yang berperan sebagai pemimpin

dalam sistem lingkungan. Oleh karena itu baik

buruknya kondisi lingkungan akan sangat

tergantung dari bagaimana peranan manusia.

Gunung Welirang telah sejak lama menjadi

bagian dari sejarah peradaban manusia. Gunung

ini bagaikan anugerah yang diberikan tuhan untuk

kehidupan, sepanjang waktu tak terhitung manfaat

yang telah diperoleh dari keberadaannya. Gunung

tidak tunduk kepada manusia, dia mempunyai

sistem sendiri. Oleh karenanya manusia harus

memperhatikan betul untuk tidak ‘memaksakan

kehendak’. Bila tidak bijak dan meletakkan gunung

sebagai sahabat maka akan datanglah bencana.

Sebuah anugerah bernama: Welirang Arie Carstensz, Priyo Akuntomo, Fajrin Etawa, & Yudi Kromo

4

Page 10: catatan perjalanan welirang.pdf.pdf

Gunung Welirang (3156 mdpal) sebenarnya merupakan salah satu puncak dari

empat puncak yang berderet pada suatu garis lurus arah tenggara – barat daya (lebih tepat:

selatan tenggara – utara baratdaya). Keempat puncak itu adalah Welirang, Kembar I,

Kembar II, dan Arjuno. Di kalangan awam dan pendaki gunung hanya dikenal Gunung

Arjuno (3339 mdpal) dan Gunung Welirang (3156 mdpal), seolah ada dua gunung yang

berdiri berdampingan dan saling berhimpitan. Secara geomorfologi penjelasannya lebih

rumit, namun menarik karena selain menunjukkan kedudukan masing-masing puncak

tersebut juga membawa kita menelusuri awal mula pembentukannya (genetiknya). Welirang

juga termasuk dalam sepuluh puncak tertinggi di Pulau Jawa, diantara puncak-puncak

lainnya yaitu: Mahameru (3676 mdpal), Slamet (3428 mdpal), Sumbing (3371 mdpal), Arjuno

(3339 mdpal), Raung (3332 mdpal), Lawu (3265 mdpal), Welirang (3156 mdpal), Sindoro

(3153 mdpal), Merbabu (3142 mdpal), dan Argopuro (3088 mdpal). Karena kedudukannya

yang berada berhimpitan membentuk satu gunung dengan Gunung Arjuno, maka Gunung

Welirang bersama dengan Gunung Arjuno lebih dikenal sebagai Gunung Arjuno-Welirang.

Secara Administratif Gunung Arjuno-Welirang terletak di wilayah tiga Kabupaten

yaitu Kabupaten Malang, Kabupaten Mojokerto, dan Kabupaten Pasuruan. Gunung ini

termasuk dalam tipe gunungapi strato. Letaknya yang berada di antara kota-kota utama

Jawa Timur yaitu Surabaya, Sidoarjo, Pasuruan, Malang, dan Mojokerto membuat

kedudukan gunung ini sangat penting, terutama dalam kaitannya dengan fungsi hidrologis

dan klimatologis. Daya dukung sumberdaya dari gunung ini berperan besar dalam

menopang tata kehidupan di kota-kota tersebut.

Wilayah Jawa Timur: Gunung Arjuno-Welirang berada dalam lingkaran merah Sumber: DEM SRTM

Page 11: catatan perjalanan welirang.pdf.pdf

Welirang adalah gunungapi yang aktif, namun aktivitasnya relatif normal. Sangat

sedikit informasi mengenai rekam jejak letusan yang pernah terjadi di gunung ini. Neumann

van Padang dalam bukunya ‘History of volcanology in the East Indies’1 tidak mencantumkan

Welirang sebagai salah satu gunungapi yang meletus setelah abad 19, hanya saja letusan

Arjuno pada masa lalu mungkin pernah diceritakan secara turun-temurun melalui cerita

rakyat. Demikian pula dengan van Bemmelen yang tidak mencantumkan letusan terakhir

Arjuno-Welirang diantara 129 gunungapi aktif yang ada dalam catatannya2

Sumberdaya alam yang diberikan oleh Gunung Arjuno-Welirang tidak hanya itu saja.

Keindahan panorama alam di gunung ini telah mendorong berkembangnya beberapa

daerah tujuan wisata antara lain (1) Tretes, Kabupaten Pasuruan, dengan obyek wisata air

terjun kakek bodo; (2) Padusan, Pacet, Kabupaten Mojokerto, dengan obyek wisata

pemandian air panas, air terjun, dan perkemahan; (3) Sumber Brantas, Selekta, dan

Songoriti, di Batu, Kabupaten Malang dengan obyek wisata alam pegunungan dan sumber

air panas. Selain itu terdapat pula Taman Hutan Raya R. Soeryo, serta perkebunan teh di

Wonosari, Lawang, Kabupaten Malang. Di Puncak Welirang juga terdapat penambangan

belerang yang dilakukan masyarakat secara tradisional. Neumann van Padang (1983) juga

secara khusus menyinggung mengenai penambangan ini dalam tulisannya. Nampaknya

manfaat yang diberikan oleh Gunung Arjuno-Welirang telah cukup lama dinikmati oleh

masyarakat yang mendiami kaki lerengnya. Adanya petilasan-petilasan ziarah di Gunung

Arjuno sekali lagi menunjukkan kedekatan kehidupan manusia dengan gunung ini dari sisi

spiritual. Manusia memandang gunung sebagai anugerah yang harus dijaga dan dihormati.

. Di satu sisi

bahaya akibat letusan gunungapi sangat kecil, disisi lain sumberdaya yang dimiliki sangat

besar. Hal ini seakan menjadikan Welirang sebagai anugerah dari Tuhan bagi masyarakat

yang bermukim di sekitar Welirang.

Dalam ekspedisi ini baik ketika berangkat maupun pulang kami melintasi jalur yang

sama, yaitu Jalur Tretes di Kabupaten Pasuruan yang terletak di lereng utara Arjuno-

Welirang. Dapat dikatakan jalur ini sangat kaya akan air, bahkan di beberapa tempat yang

digunakan sebagai pos pendakian terdapat sumberdaya air dengan debit cukup besar.

Keberadaan sumberdaya air yang cukup besar ini sangat penting artinya untuk mendukung

kehidupan di bawahnya, termasuk daerah Sidoarjo yang saat ini telah berkembang sebagai

kawasan industri. Di Pandaan, sebuah kota kecil yang berada di kaki sebelah utara Gunung

Welirang terdapat pabrik air mineral. Sumber airnya tentu saja dari Gunung Welirang dan

Gunung Penanggungan sebagai daerah tangkapan air yang memasok sumberdaya air

untuk daerah tersebut.

1 Neumann van Padang, M. 1983. History of the volcanology in the former Netherlands East Indies, Scripta Geologica 71. 2 Van Bemmelen, R. W.1949. The Geology of Indonesia, Vol IA General Geology of Indonesia and Adjacent Archipelagoes. The Haque: Government Printing Office. 6

Page 12: catatan perjalanan welirang.pdf.pdf
Page 13: catatan perjalanan welirang.pdf.pdf
Page 14: catatan perjalanan welirang.pdf.pdf
Page 15: catatan perjalanan welirang.pdf.pdf
Page 16: catatan perjalanan welirang.pdf.pdf

Sebagai salah satu gunung yang berada dalam kompleks Gunung Arjuno, Gunung

Welirang telah sejak lama menjadi bagian dari sejarah peradaban manusia di wilayah ini.

Meskipun gaung kisah peradaban manusia yang menyebut nama Welirang tidak legendaris

seperti Arjuno atau Penanggungan, namun hampir pasti bahwa kehidupan manusia di

sekitarnya tidak terlepas dari hubungan timbal balik dengan Welirang. Atau setidaknya

Welirang berperan sebagai abdi, yang memberikan berbagai sumberdaya bagi kehidupan,

sekalipun dalam berbagai kisah yang dituturkan nampaknya manusia tidak terlalu banyak

bercengkerama dengan Welirang seperti halnya dengan Arjuno atau Penanggungan.

Gunung Arjuno (Puncak Arjuno), ‘saudara tuanya’ yang berdiri paling selatan

merupakan gunung yang dikenal sangat mistik di kompleks gunung Arjuno-Welirang.

Berbagai kisah yang dipercaya turun temurun telah mendorong sebagian manusia untuk

memposisikan Gunung Arjuno pada kedudukan yang penting dalam kehidupannya. Hingga

saat ini beberapa tempat di Gunung Arjuno masih banyak diziarahi. Beberapa tempat

tersebut antara lain Petilasan Eyang Sakri, Petilasan Eyang Sekutrem, Petilasan Eyang

Semar, dan sebagainya.

Gunung Penanggungan (1659 mdpal), yang lebih rendah di sebelah timurnya sangat

dekat dengan peradaban manusia. Di gunung ini terdapat bangunan ritual kuno, yang

diperkirakan telah ada sejak masa Hindu-Buddha abad X hingga XVI. Beberapa diantaranya

berupa goa-goa alam yang diperkirakan digunakan sebagai tempat goa pertapaan,

tumpukan bebatuan yang merupakan candi atau altar persajian (punden berundak) kepada

arwah nenek moyang atau penyembahan dewa-dewa.

Pendakian Arjuno-Welirang melalui Jalur Tretes turut memberikan penghidupan bagi masyarakat sekitar yang berjualan makanan di pos pendakian

Page 17: catatan perjalanan welirang.pdf.pdf

Gunung Penanggungan diibaratkan sebagai Gunung Mahameru di Jambhudwipa,

India. Puncak gunung ini menjadi tempat bersemayam para dewa, sehingga pada awalnya

disebut Gunung Pawitra. Nama Pawitra berubah menjadi Penanggungan, diperkirakan

terjadi pada sekitar abad XVI. Abad itu sebagai masa peralihan peradaban Hindu-Buddha di

Jawa ke peradaban Islam. Sesuai Babad Sangkala, ini terjadi akibat pasukan Kerajaan

Demak merebut kekuasaan di Majapahit (1525-1527). Dalam Kitab Tantu Panggelaran yang

menyebutkan awal kisah penamaan Gunung Pawitra. Di kitab itu ada disebutkan, "Yata

inadegaken dening watek dewata pucak sang hyang Mahameru. 'Ih Papwitra' ling ning

dewata kabeh; yata ring Pawitra ngaranya mangke pucak sang hyang Mahameru".

Ditafsirkan, "Kemudian didirikan puncak Mahameru oleh para dewa. 'Ih Pawitra,' ucap

semua dewa, dan begitulah nama selanjutnya dari puncak sang hyang Mahameru"3

Gunung Mahameru dipandang sebagai pusat alam semesta. Gunung Pawitra itu

menjadi puncak tertinggi yang akan menanggung atau menyangga kehidupan di Bumi ini.

Kecenderungan itulah yang dimauinya untuk mengartikan makna perubahan Gunung

Pawitra menjadi Gunung Penanggungan, karena gunung inilah yang mampu menanggung

atau menyangga kehidupan manusia di Bumi

.

4

.

Sejak awal peradaban manusia hingga sekarang gunung memang merupakan

bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan. Manusia pada setiap jaman mempunyai

caranya sendiri untuk hidup berdampingan dan mengelola berbagai sumber kehidupan yang

diberikan oleh gunung. Gunung Welirang dan gunung-gunung di sekitarnya bagaikan

anugerah yang diberikan tuhan untuk manusia, sepanjang waktu tak terhitung manfaat yang

telah diperoleh. Sayangnya masih banyak pihak yang tidak memahami kedudukan alam

dalam menyangga kehidupan, lantas menganggap bahwa manusia adalah super power

yang mempunyai kebebasan tanpa batas untuk mengeksploitasi alam. Gunung adalah

sahabat, mungkin juga abdi yang tulus, tapi bukan budak. Manusia yang memiliki mental

untuk menguasai alam memang terkadang tidak punya rasa menghargai.

3 Kompas, Senin 23 September 2002 4 Gunung Penanggungan 1659 mdpal, www.merbabu.com 12

Page 18: catatan perjalanan welirang.pdf.pdf

SI TUA YANG MASIH TERUS BER-EVOLUSI Geomorfologi dan Geologi Gunung Welirang:

Page 19: catatan perjalanan welirang.pdf.pdf

Geomorfologi dan Geologi Gunung Welirang

A.J. Pannekoek, seorang ahli

geomorfologi dalam bukunya

Outline of the Geomorphology of

Java1 menjelaskan mengenai

kondisi geomorfologi di Pulau

Jawa. Pulau Jawa yang luasnya

127.000 km2, memanjang dari

barat ke timur lebih kurang 1.000

km, memiliki sifat fisiografi yang

khas yang disebabkan oleh

beberapa keadaan antara lain

iklim tropis.

Pulau Jawa berbentuk

memanjang dan sempit, sebagai

akibat dari kedudukannya yang

berada dalam suatu geosinklinal

muda dan jalur orogenesa

dengan banyak vulkanisme yang

kuat. Pulau Jawa merupakan

bagian dari Sistem Pegunungan

Sunda yang memanjang dari

timur: Busur Banda – sepanjang

Kepulauan Sunda Kecil – Pulau

Jawa – Pulau Sumatera – Pulau

Andaman – Pulau Nikobar –

Arakan Yoma (di Myanmar).

Pulau Jawa terbagi menjadi tiga wilayah

fisiografi yaitu Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa

Timur. Jawa Barat terletak dari ujung barat pulau

hingga garis yang menghubungkan Kota Cirebon

dengan Pangandaran. Bagian selatannya berupa

jalur pegunungan yang panjang dan lebar. Bagian

tengahnya berupa depresi yang ditumbuhi oleh

gunung berapi. Bagian utaranya berupa pelipatan

jalur peneplain, gunungapi, dan delta aluvial.

Jawa Tengah terletak dari garis yang

menghubungkan Kota Cirebon dengan

Pangandaran hingga garis yang menghubungkan

Kota Semarang dengan Parangtritis. Bagian

selatannya berupa sisa plateau yang sebagian

besar telah tertutup oleh dataran aluvial. Bagian

tengahnya berupa pegunungan. Bagian utaranya

berupa gunungapi, pegunungan struktural-

denudasional, serta dataran aluvial.

Jawa Timur terletak dari garis yang

menghubungkan Kota Semarang dengan

Parangtritis hingga ujung timur pulau. Bagian

selatannya berupa dataran tinggi (plateau). Bagian

tengahnya berupa kelompok pegunungan tinggi

(gunungapi). Sedangkan bagian utaranya berupa

pelipatan.

Si tua yang masih terus ber-evolusi Arie Carstensz

14

Page 20: catatan perjalanan welirang.pdf.pdf

Gunung Arjuno-Welirang secara geomorfologi merupakan bagian dari Kelompok Arjuno yang terletak di Zona

Tengah Jawa Timur. Kompleks pegunungan (gunungapi) di Zona Tengah Jawa Timur berturut-turut dari barat ke timur

adalah: Kelompok Gunung Merbabu-Merapi, Kelompok Gunung Lawu, Kelompok Gunung Wilis, Kelompok Gunung

Arjuno, Kelompok Pegunungan Tengger, Kelompok Gunung Lamongan, Kelompok Pegunungan Iyang, dan Kelompok

Pegunungan Ijen.

Kelompok Gunung Arjuno terdiri dari beberapa gunung baik yang masih aktif maupun yang sudah tidak aktif.

Menurut Reinout Willem Van Bemmelen1 (seorang ahli geologi) beberapa gunung yang termasuk dalam Kelompok

Gunung Arjuno antara lain Kelud (1.731 mdpal), Kawi (2.651 mdpal), Butak (2.868 mdpal), Anjasmoro (2.282 mdpal),

Welirang (3.156 mdpal), dan Arjuno (3.339 mdpal). Diantara gunung-gunung tersebut terdapat lembah antar

gunungapi Malang yang berketinggian 445 mdpal.

Page 21: catatan perjalanan welirang.pdf.pdf

Bagian yang paling tua dari kelompok ini adalah Gunungapi Anjasmoro yang telah

mengalami pengikisan menjadi puncak yang tidak teratur dan banyak terdapat igir-igir yang

berbelok menuju ke berbagai arah, berbagai kenampakan lubang kepundan dan bentuk-

bentuk kerucut asli telah lama hilang. Van Bemmelen menyebut gunung ini sebagai generasi

pertama. Sementara itu bersamaan dengan proses yang terjadi di Gunungapi Anjasmoro

terjadi pula pelipatan pada lapisan Jombang di Delta Brantas, dimana kemungkinan terdapat

saling hubungan antara kedua proses tersebut.

Generasi kedua adalah Gunungapi Arjuno tua. Bentuk kerucutnya masih tampak

meskipun tergali oleh parit-parit radial yang begitu kuat. Bentuk kerucut ini terpotong oleh

celah yang berbentuk bulan sabit, dimana bagian dalam dari celah ini menurun atau sudah

hilang. Pengendapannya mengalami gerak lipatan yang lemah di sepanjang kaki bagian

utara. gerak lipatan ini terjadi pada akhir Pleistosen atau Holosen. Bagian dari generasi

kedua lainnya adalah Gunungapi Kawi dan Gunungapi Kelud tua. Generasi ketiga atau tipe

yang paling muda adalah Gunungapi Arjuno muda yang tumbuh pada puncak Gunungapi

Arjuno tua. Generasi ketiga lainnya adalah Gunungapi Penanggungan dengan kerucut

parasiternya, Gunungapi Welirang, dan Gunungapi Kelud muda yang aktif. Gunung kelud

memiliki danau kawah yang pertama kali dicapai oleh ilmuwan eropa, Franz Willem

Junghuhn pada 16 September 1844. Gunung ini menurut Neumann Van Padang merupakan

Anggota Kelompok Arjuno yang aktif setelah tahun 1900.

Merbabu-Merapi

Lawu

Wilis

Arjuno

Tengger

Lamongan Iyang

Ijen

Wilayah Geomorfologi Zona Tengah Jawa Timur menurut A.J. Pannekoek (1949)

16

Page 22: catatan perjalanan welirang.pdf.pdf

Di bagian timur laut kelompok Gunung Arjuno terdapat patahan yang mengarah

selatan tenggara – utara barat daya. Patahan biasanya berasosiasi dengan aktivitas

vulkanisme, karena adanya patahan akan menjadi celah sebagai jalur keluarnya magma

menuju ke permukaan bumi. Oleh karena itu di sepanjang patahan biasanya tumbuh

gunungapi-gunungapi yang membentuk rangkaian memanjang. Di bagian paling barat

wilayah geomorfologi Zona Tengah Jawa Timur juga terdapat patahan sesar opak dari

Samudera Hindia mengarah ke utara Pulau Jawa. Pada patahan ini tumbuh beberapa

gunungapi antara lain Merapi, Merbabu, Telomoyo, dan Ungaran. Patahan lain di sebelah

baratnya berada pada kedudukan yang tegak lurus dengan patahan ini, yang kemudian

ditumbuhi Gunung Sumbing, Sindoro, dan kompleks Dieng. Oleh karena gunungapi tumbuh

di sepanjang bidang patahan itu sehingga banyak kita jumpai gunungapi-gunungapi di Pulau

Jawa yang kedudukannya nampak terletak pada suatu garis lurus.

Patahan di bagian timur laut kelompok Gunung Arjuno ini juga menunjukkan

keadaan yang serupa, yaitu tumbuhnya beberapa gunungapi menjadi satu rangkaian di

R

W YA

OA OA

AN

AN: Anjasmoro, OA: Arjuno tua, YA: Arjuno muda, W: Welirang, R: Gunung Ringgit yang sebagian ditutupi oleh pegunungan muda Atas: sketsa oleh A.J. Pannekoek

17

Page 23: catatan perjalanan welirang.pdf.pdf

sepanjang bidang patahan. Akan tetapi karena patahannya relatif kecil maka jalur rangkaian

gunungapi yang terbentuk pendek dan wilayahnya relatif sempit. Akibatnya titik pusat erupsi

yang terbentuk nampak terhubung satu dengan lainnya (tidak terpisahkan kaki gunungnya).

Oleh karena itu sekilas hanya nampak sebagai satu gunung yang memiliki beberapa

puncak. Di sepanjang jalur patahan ini terdapat empat puncak utama yang memiliki

kepundan sebagai titik pusat erupsi baik yang masih aktif maupun tidak yaitu berturut-turut

dari selatan ke utara adalah Puncak Arjuno, Puncak Kembar II, Puncak Kembar I, dan

Puncak Welirang.

Puncak Arjuno berada di bagian paling selatan, berdiri diantara dua kaldera

berbentuk tapal kuda. Herman Th Verstappen (19945; 20006

Kondisi geomorfologi Puncak Welirang dan sekitarnya

) melakukan analisis mengenai

geomorfologi di sepanjang patahan komplek Arjuno-Welirang dengan mengunakan foto

udara. Menurut Verstappen (dan juga Pannekoek) Puncak Arjuno yang sekarang

merupakan Gunung Arjuno muda. Sedangkan Gunung Arjuno tua tinggal berupa sisa sisa

dengan dua kaldera, yaitu kaldera yang berada di selatan Puncak Arjuno berbentuk tapal

kuda membuka ke arah timur, dan yang berada di sebelah utara membuka ke arah utara.

Lebih lanjut menurut Verstappen, bentuklahan vulkanik yang berkembang di

sepanjang patahan Arjuno-Welirang sangat kompleks. Selain Puncak Arjuno yang berupa

lava dome diantara dua kaldera, terdapat pula beberapa patahan minor, serta pusat erupsi

berupa kawah yang lebih kecil. Di sebelah utara Puncak Arjuno terdapat Puncak Kembar II

yang kedudukannya berhimpitan dengan lava dome yang lebih rendah dibatasi oleh patahan

minor dengan arah tegak lurus patahan utama. Lereng Gunung Arjuno tua diliputi oleh

material debu vulkanik, sedangkan lereng Gunung Kembar II dan lava dome di sebelahnya

didominasi oleh material hasil longsor vulkanik. Gunung Kembar II di puncaknya terdapat

kawah yang masih aktif mengeluarkan solfatara.

Ke arah utara dari Gunung Kembar II terdapat Gunung Kembar I. Di kaki sebelah

selatan Gunung Kembar I terdapat kawah kecil. Puncak Kembar I juga mempunyai kawah

yang aktif yang ditunjukkan dengan keluarnya gas solfatara. Di sebelah utara Gunung

Kembar I terdapat lava dome yang cukup besar. Diantara kembar I dan lava dome tersebut

terdapat celah sempit yang biasa digunakan sebagai jalur untuk menuju Puncak Welirang.

Apabila baru pertama kali melakukan pendakian ke Puncak Welirang kita akan mengalami

beberapa kali tipuan puncak. Dari celah diantara Kembar I dan lava dome nampak sudah

5 Verstappen, H. Th. 1994. The Volcanoes if Indonesia and Natural Disaster Reduction, With Some Examples. The Indonesian Journal of Geography Vol. 26, No. 68, Desember 1994, Hal 27 – 35. 6 Verstappen H Th. 2000. Outline of the Geomorphology of Indonesia, a Case Study on Tropical Geomorphology of a Tectogene Region. Enschede: International Institute for Aerospace Surveys and Earth Sciences. 18

Page 24: catatan perjalanan welirang.pdf.pdf

ada puncak yang bisa jadi akan dikira Puncak Welirang tapi sebenarnya adalah puncak lava

dome tersebut, sehingga jalur pendakian hanya melingkar di sisi baratnya saja. Setelah

melingkari sisi barat lava dome kita akan menjumpai tipuan ke dua yaitu Puncak Welirang

Tua. Puncak Welirang yang hendak dicapai dalam pendakian adalah puncak tertinggi yaitu

Puncak Welirang muda yang masih berada di sebelah utaranya sehingga harus memutari

sisi barat lereng Puncak Welirang tua.

Di atas Puncak Welirang tua terdapat dua kawah besar yang sudah tidak aktif, salah

satu diantaranya menunjukkan proses geomorfologi berupa longsor vulkanik. Di sebelah

barat kedua kawah besar tersebut terdapat dua kawah kecil. Lereng Welirang tua sebelah

timur tertutupi oleh material debu vulkanik, sedangkan lereng baratnya lebih bervariasi yaitu

debu vulkanik di bagian atas serta material hasil longsor vulkanik yang mendominasi di

bagian bawah hingga berbatasan dengan kaki Gunung Anjasmoro.

Gunung Welirang muda merupakan bagian paling utara (lebih tepat utara barat daya)

dari rangkaian kerucut vulkanik di sepanjang patahan Arjuno-Welirang. Puncak gunung ini

juga merupakan target pendakian ke Welirang, yaitu terletak pada ketinggian 3156 mdpal,

lebih rendah dari Puncak Arjuno yang berada pada ketinggian 3339 mdpal. Gunung

Welirang Muda merupakan yang paling aktif diantara semua pusat erupsi pada patahan

Arjuno-Welirang. Puncak Welirang berada diantara kawah kawah besar yang sudah tidak

terlalu aktif, namun masih mengeluarkan solfatara. Bahkan di puncak sendiri terdapat

beberapa celah kecil yang menjadi lubang keluarnya asap solfatara. Meskipun kawah di

dekat puncak solfataranya tidak terlalu banyak tetapi situasi di puncak sangat pengap

dengan solfatara yang kemungkinan berasal dari kawah utama yang terletak di bagian

paling utara.

Kawah utama asap solfataranya sangat banyak, bahkan nampak membumbung

tinggi apabila dilihat dari jalur jalan Surabaya-Malang. Di kawah inilah terdapat aktivitas

penambangan belerang yang dilakukan oleh masyarakat. Lereng barat Puncak Welirang

muda tersusun oleh endapan material lahar, sedangkan lereng timur tertutupi oleh material

debu vulkanik demikian juga lereng utaranya. Pada bagian bawah lereng barat juga dijumpai

longsoran vulkanik yang membentuk igir-igir beberapa dibatasi oleh lereng terjal di bagian

tepinya. Meskipun Gunung Welirang aktif akan tetapi sejarah letusan gunung ini kurang

begitu diketahui. Sebagaimana telah disampaikan di bagian awal Gunung Welirang tidak

termasuk dalam daftar gunungapi yang meletus sejak tahun 1900 baik dalam catatan Meur

Neumann Van Padang maupun Reinout Willem Van Bemmelen.

19

Page 25: catatan perjalanan welirang.pdf.pdf

Lava Dome yang terletak di sebelah utara Gunung Kembar I

Page 26: catatan perjalanan welirang.pdf.pdf

Endapan bekas aliran lahar di lereng barat Welirang muda

Page 27: catatan perjalanan welirang.pdf.pdf

Gua vulkanik yang terbentuk di bawah Puncak Welirang

Page 28: catatan perjalanan welirang.pdf.pdf

Salah satu kawah Welirang tua yang tidak aktif

Page 29: catatan perjalanan welirang.pdf.pdf

Lintasan menuju Puncak Welirang berupa material bekas aliran lahar

Page 30: catatan perjalanan welirang.pdf.pdf

Igir menuju Puncak Welirang dipenuhi batuan sisa aktivitas vulkanik

Page 31: catatan perjalanan welirang.pdf.pdf

Kawah yang luas di Gunung Welirang muda tepat di bawah Puncak Tertinggi Welirang saat ini tidak aktif lagi. Kawah yang aktif dan ditambang terletak lebih ke arah utara

Page 32: catatan perjalanan welirang.pdf.pdf

Lintasan jalur pendakian melewati igir sempit diantara dua kawah (kiri dan kanan)

Page 33: catatan perjalanan welirang.pdf.pdf

Vegetasi khas daerah tinggi yang dijumpai pada jalur menuju puncak

Page 34: catatan perjalanan welirang.pdf.pdf

Lereng utara Gunung Kembar I dilihat dari celah antara Kembar I dengan lava dome

Page 35: catatan perjalanan welirang.pdf.pdf

Sketsa geomorfologi sepanjang patahan Puncak Arjuno – Welirang yang dibuat oleh Verstappen

Page 36: catatan perjalanan welirang.pdf.pdf

Kondisi geomorfologi di bawah Puncak Welirang Gunung welirang merupakan gunungapi bertipe strato yaitu gunung dengan ciri

utama berbentuk kerucut. Tipe strato (bertingkat) menunjukkan perlapisan material yang

nampak seperti tingkatan-tingkatan. Bentuk kerucut ini tidak halus/sempurna dari puncak

hingga lereng kaki tetapi menunjukkan perubahan kemiringan lereng secara mendadak

(break of slope). Kondisi ini disebabkan oleh perbedaan tipe material penyusun yang

nampak seperti tingkatan (strato) tadi. Secara umum material yang dikeluarkan dalam

aktivitas pembentukan tubuh gunungapi tipe ini dapat dibedakan menjadi lava dan

piroklastik. Lava bersifat cair kental sehingga distribusinya terbatas hanya di sekitar

kepundan saja sedangkan material piroklastik yang berbentuk padat dapat mencapai jarak

yang lebih jauh. Dilihat dari tipe letusan yang menghasilkan pembentukan morfologinya,

gunungapi tipe strato terbentuk dari letusan yang besar (eksplosif) dan lelehan (effusive).

Secara umum geomorfologi lereng gunungapi tipe strato dapat dibedakan menjadi

kepundan, kerucut gunungapi, lereng gunungapi, kaki gunungapi, dan dataran fluvial

gunungapi. Ciri yang menbedakan unit geomorfologi satu dengan yang lain adalah

kemiringan lereng dan relief, sedangkan batasnya adalah tekuk lereng yang berupa

perubahan kemiringan secara mendadak (break of slope). Mengapa terjadi perubahan

kemiringan secara mendadak? Karena disinilah batas dari jenis material yang diendapkan

tadi. Jenis material tertentu dengan karakteristiknya akan mempengaruhi kemiringan lereng

dan relief yang terbentuk.

Kepundan/kawah merupakan cekungan/lubang dengan dinding-dinding curam di

puncak kerucut vulkansebagai pusat erupsi pada gunungapi. Kerucut gunungapi merupakan

bagian atas dari tubuh gunungapi strato dengan relief bergunung dan kelas kemiringan

lereng sangat curam, biasanya ditandai dengan garis-garis kikisan yang dalam. Lereng

gunungapi merupakan bagian tengah tubuh gunungapi strato di bawah kerucut vulkan

dengan relief berbukit hingga bergunung, kelas kemiringan lereng curam hingga sangat

curam, garis-garis kikisan lebih dalam dan membentuk pola drainase radial. Kaki gunungapi

merupakan bagian paling bawah dari tubuh gunungapi strato ditandai oleh relief

bergelombang, berombak, hingga berbukit dengan kelas kemiringan lereng miring, agak

curam, hingga curam. Dataran fluvial gunungapi adalah dataran yang terbentuk dari material

gunungapi yang terangkut oleh tenaga aliran air/sungai, relief datar hingga berombak lemah,

kemiringan datar hingga landai. Untuk lebih memperjelas pemahaman mengenai kemiringan

lereng dan unit relief yang dimaksud di atas, pada tabel berikut ini akan disajikan klasifikasi

kemiringan lereng dan unit relief menurut Van Zuidam dan Cancelado (1979)7

.

7 Van Zuidam, R.A. dan F.I. Van Zuidam Cancelado. 1979. Terrain Analysis and Classification Using Aerial Photograph, A Geomorphological Approach. The Netherlands: ITC Enschede 31

Page 37: catatan perjalanan welirang.pdf.pdf

Unit relief Beda tinggi relatif (m) Datar <5 Berombak 5 – 50 Berombak – bergelombang 25 – 75 Bergelombang – berbukit 50 – 200 Berbukit curam 200 – 500 Bergunung curam 500 – 1000 Bergunung >1000

Kelas kemiringan lereng Persentase kemiringan lereng Datar 0 – 2 Landai 3 – 7 Miring 8 – 13 Agak curam 14 – 20 Curam 21 – 55 Sangat curam 56 – 140 Luar biasa curam >140

Gambar: Satuan Geomorfologi Gunung Welirang

Kerucut gunungapi Lereng gunungapi Kaki gunungapi

Kerucut gunungapi

Lereng gunungapi

Kaki gunungapi

32

Page 38: catatan perjalanan welirang.pdf.pdf

Kondisi geomorfologi pada satuan kerucut gunungapi telah dideskripsikan

sebelumnya dalam pembahasan mengenai kondisi geomorfologi puncak welirang dan

sekitarnya. Selanjutnya dalam pembahasan mengenai kondisi geomorfologi di bawah

Puncak Welirang satuan geomorfologi yang akan dibahas meliputi lereng gunungapi dan

kaki gunungapi. Lereng gunungapi meliputi wilayah yang cukup luas. Pada jalur pendakian

lereng gunungapi terbentang dari POS III (Pondokan) pada ketinggian 2440 mdpal hingga

ketinggian 1.000an mdpal di atas POS I (Pet Bocor). Proses geomorfologi yang berlangsung

antara lain pelapukan, erosi, dan gerakan massa. Kenampakan yang menarik adalah

dijumpainya kerucut parasiter Gunung Ringgit di sebelah kiri (selatan) jalur pendakian.

Kondisi hidrogeomorfologi ditandai munculnya mataair di Pos Pondokan (Pos III) dan Pos

Kokopan (Pos II) dengan debit yang cukup besar. Litologi batuan penyusun yang berasal

dari aktivitas Gunungapi Welirang maupun Kembar I dan II kemungkinan besar yang

berperan sebagai akuifer sehingga mampu menyimpan airtanah. Perkembangan tanah yang

berlangsung adalah latosolisasi, yang ditandai oleh tanah berwarna merah. Latosolisasi

terjadi karena pengaruh temperatur tinggi dan curah hujan yang tinggi pula. Akibat

temperatur tinggi, bahan organik yang terdapat di permukaan tanah akan mengalami

penguraian yang disebut mineralisasi. Penguraian ini berjalan sempurna sehingga bersifat

basa. Hujan yang tinggi menyebabkan infiltrasi juga tinggi. Karena infiltrasi berlangsung

dalam kondisi basa, maka unsur-unsur dalam tanah yang ikut terlindi hanya unsur-unsur

yang ringan saja. Sementara unsur berat seperti mangan (Mn) dan besi (Fe) akan tertinggal

di horizon atas yang selanjutnya mengalami oksidasi sehingga tanah berwarna merah.

Namun demikian di bagian permukaan tanah terdapat akumulasi bahan organik yang tebal

yang berasal dari sisa-sisa seresah hutan. Sebagian diantaranya sudah mengalami

pembusukan sehingga menghasilkan horizon organik berwarna pekat yang cukup tebal.

Berdasarkan pengamatan sederhana mengenai warna, tekstur, dan struktur tanah dapat

diperkirakan jenis tanah pada satuan geomorfologi lereng gunungapi adalah tanah latosol

(ultisols) dan tanah regosol/litosol (entisols/inceptisols)

Pada satuan kaki gunungapi bentukan gemorfologi tidak terlalu kompleks. Proses

yang berlangsung adalah pelapukan, erosi, dan gerakan massa. Yang cukup menarik di

satuan geomorfologi lereng kaki ini adalah perkembangan tanah laterit. Laterit (oksisols)

merupakan suatu jenis tanah yang menggumpal dan mengeras. Berwarna merah

kekungingan (seperti karat), sering digunakan sebagai bahan pengeras jalan. Laterit

sebenarnya merupakan jenis yang sama dengan latosol yaitu mengalami perkembangan

latosolisasi. Akan tetapi dalam pembentukan laterit kondisi drainase tanah berlebih sehingga

lengas tanah sangat sedikit akibatnya oksidasi berlangsung hebat sehingga Fe dan Mn

membentuk gumpalan keras menyerupai karat. Laterit sangat banyak dijumpai di atas Pos I

(Pet Bocor) meluas sampai ke lereng bawah gunungapi. 33

Page 39: catatan perjalanan welirang.pdf.pdf

Perkembangan tanah Latosolisasi, tanah berwarna merah karena mengalami oksidasi, beberapa bagian berkembang menjadi laterit diawali oleh adanya konkresi (gumpalan-gumpalan keras)

Laterit yang mengeras seperti batu, berwarna merah, banyak dijumpai di satuan morfologi kaki lereng gunungapi

Perkembangan tanah di lereng gunungapi Welirang. Tanah latosol berwarna merah dengan horizon organik yang tebal di bagian atasnya

Horizon organik (hitam pekat)

Horizon mineral (merah)

Page 40: catatan perjalanan welirang.pdf.pdf

DARI TAMBANG HINGGA PROSTITUSI Sosial ekonomi masyarakat sekitar Gunung Welirang:

Page 41: catatan perjalanan welirang.pdf.pdf

Sosial Ekonomi Masyarakat sekitar Gunung Welirang

Kehidupan sosial ekonomi di sekitar

Gunung Welirang sangat kompleks. Pada

mulanya pengamatan mengenai sosial

ekonomi masyarakat dalam ekspedisi ini

lebih difokuskan pada kegiatan

pertambangan belerang yang dilakukan

secara tradisional di kawah welirang.

Hasilnya adalah, kami berhasil

mewawancarai salah seorang penambang

belerang dan mendapatkan banyak

informasi darinya. Namun dalam

perjalanan pulang kami menjumpai sesuatu

yang tidak kalah menarik, kehidupan di

kawasan wisata tretes. Dari pengamatan

nampaknya pergaulan generasi muda di

tretes begitu bebas dan kurang terkendali.

Karena pada awalnya kami memang

tidak berencana untuk mendalami

permasalahan ini maka kami belum sempat

mendapatkan informasi primer dari hasil

wawancara dengan masyarakat setempat,

dan kami rencanakan akan dilakukan

dalam ekspedisi Arjuno pada kesempatan

mendatang. Karena terlanjur penasaran

dengan hasil “pengamatan sederhana”

kami, akhirnya khusus untuk kehidupan di

kawasan wisata tretes kami mencoba

menelusuri informasi dari sumber-sumber

sekunder yang dipublikasikan melalui

media massa.

Nadi kehidupan Tambang Belerang Memang tidak selamanya gunungapi

membuat musibah bagi manusia. Dilihat dari segi

positifnya, gunungapi juga mempunyai banyak

manfaat bagi kehidupan manusia. Pernahkah kita

berfikir kenapa penduduk Indonesia sebagian besar

berada di Pulau Jawa? Salah satu alasannya

adalah Pulau Jawa tanahnya subur. Kesuburan

tanah ini dipengaruhi oleh banyaknya gunung api

yang terdapat di pulau ini. Hal semacam ini

barangkali merupakan salah satu sisi positif dari

adanya aktivitas vulkanisme. Kenapa gunung api

bisa menyuburkan tanah? Ketika gunung meletus

banyak mengeluarkan abu. Abu vulkanik ini pada

awalnya menutupi daerah pertanian dan merusak

tanaman yang ada. Namun dalam jangka waktu

setahun atau dua tahun saja, tanah ini menjadi jauh

lebih subur. Kesuburan ini dapat bertahan lama

bahkan bisa puluhan tahun. Selain itu tanah

hancuran bahan vulkanik sangat banyak

mengandung unsur hara yang menyuburkan tanah.

Dari tambang hingga prostitusi Yudi Kromo

36

Page 42: catatan perjalanan welirang.pdf.pdf

Bahan galian yang sangat berharga banyak dihasilkan gunung api. Pada saat

gunung api masih aktif dihasilkan bahan galian seperti: belerang, pasir, batu bangunan, tras,

batu apung, dan sebagainya. Sedangkan pada saat gunung api yang istirahat dapat

dihasilkan bahan tambang seperti: emas, perak, besi, timah, marmer, dan lainnya. Di

samping itu banyak pula batuan malihan akibat persinggungan magma dengan mineral

tertentu, sehingga terbentuk cadangan mineral baru yang lebih berharga, seperti tembaga,

batu pualam, dan kokas. Gunung api juga bermanfaat sebagai penangkap hujan yang baik.

Dengan tanahnya yang subur, berakibat pada tumbuh suburnya berbagai tumbuhan dan

hutan yang lebat. Ini berarti gunung berapi menjadi tempat reservoir air tanah yang sangat

baik. Hutan lebat ini bisa menghasilkan mata air yang sangat berguna terutama sebagai

sumber air di musim kemarau. Sedangkan musim hujan, hutan dapat menyerap air dan

menahan erosi/longsor sehingga dapat mencegah terjadinya banjir. Seringkali gunungapi

juga memiliki keindahan yang menarik untuk wisata, misalnya kawah Gunung Bromo di

Jawa Timur atau Gunung Tangkuban Perahu di Jawa Barat. Memang gunung api bisa

menjadi obyek wisata alam yang menarik. Di sini kita bisa menyaksikan kepundan yang

menarik, pemandangan yang indah, hawa yang sejuk dan segar, aroma bau belerang, atau

keanehan dan keindahan lain yang hanya bisa ditemukan di sekitar gunung api.

Gunung Arjuno-Welirang adalah gunungapi yang terletak di perbatasan Pasuruan

dan Malang di Provinsi Jawa Timur. Gunung ini sering menjadi tujuan pendakian. Gunung ini

mempunyai banyak manfaat diliat dari segi ekonomi. Dijalur Tretes-Pandaan yang

merupakan kaki Gunung Arjuno-Welirang berkembang kegiatan pariwisata. Adanya wisata

kemudian turut mendorong pertumbuhan ekonomi kawasan. Termasuk diantaranya tumbuh

berkembangnya hotel di sekitar wilayah ini. Dengan pemanfaatan lahan sekitar menjadi

tempat wisata maka secara langsung dapat mengerakan sektor ekonomi. Banyak peluang

usaha yang turut berkembang diantaranya adalah pedagang kecil atau kaki lima sampai

dengan pedagang besar. Karena tingkat keramaian yang sangat padat di sepanjang jalan

tretes banyak sekali masyarakat yang memanfatkan peluang tersebut dengan bedagang

bemacam-macam produk seperti pedagang buah, souvenir, dan makanan/lesehan.

Nun jauh diatas, jauh dari keramaian wisata Tretes juga berlangsung upaya mengais

rejeki oleh masyarakat. Di beberapa pos pendakian juga ada masyarakat sekitar yang

berdagang makanan untuk para pendaki, di pos pertama (pet bocor) ada warung yang

menjual berbagai macam makanan seperti gorengan, pisang, kerupuk, air mineral dan lain

sebagainya. Demikian pula di pos kedua (kokopan) juga masih ada orang yang membuka

warung yang menjual bemacam-macam makanan, padahal perjalanan dari kaki gunung/pos

pendaftaran hingga Pos II kurang lebih membutuhkan 3-4 jam perjalanan. Sedangkan di

pondokan pos terakhir terdapat pemondokan bagi masyarakat sekitar yang bekerja sebagai

penambang belerang di kawah gunung welirang. 37

Page 43: catatan perjalanan welirang.pdf.pdf

Pondokan penambang belerang, disinilah para penambang beristirahat. Lokasi ini juga merupakan Pos III pendakian sehingga banyak pendaki yang turut menginap dengan membangun camp disini

Page 44: catatan perjalanan welirang.pdf.pdf

Salah satu pondok penambang di Pos III

Page 45: catatan perjalanan welirang.pdf.pdf

Yudi tengah mewawancara salah seorang penambang

Page 46: catatan perjalanan welirang.pdf.pdf

Kegiatan di pondokan ketika sedang tidak ada aktivitas menambang

Page 47: catatan perjalanan welirang.pdf.pdf

Penambang yang ada digunung welirang sudah sangat lama mereka mewarisi

kegiatan yang dilakukan sejak nenek moyang, mereka tidak tahu awal mula terjadi

penambangan yang ada di gunung welirang, kebanyakan dari mereka hanya diwarisi oleh

orang tua atau bagi hasil dengan pemilik tambang yang tidak mampu menambang lagi.

Neumann Van Padang dalam bukunya telah menyinggung penambangan belerang ini,

sehingga nampaknya sejak awal abad 20 kegiatan penambangan telah dilakukan oleh

masyarakat. Jumlah rata-rata penambang sekitar dua puluh lima orang yang menambang di

kawah gunung welirang. Peralatan yang digunakan juga sangat sederhana seperti linggis

untuk mencongkel bebatuan, ditengah asap belerang yang baunya sangat menyengat. Gas

belerang berbau tajam dan tak bewarna dapat menimbulkan serangan asma dan karena gas

ini menetap di udara, bereaksi dan membentuk partikel-partikel halus dan zat asam. Disisi

lain, asap belerang juga menimbulkan efek iritasi pada saluran nafas sehingga menimbulkan

gejala batuk dan sesak nafas. Hal seperti itulah yang kira-kira terjadi ketika para pekerja

tambang bekerja di dalam lorong bumi "open pit" di Papua, dimana sirkulasi udara sangat

terbatas, atau ketika suhu rendah, penambang berjalan yang membawa bijih tambang

mengandung SO2 dan susah menguap, memungkinkan terhirup oleh pekerja. Dalam jangka

panjang tanpa didukung peralatan dan fasilitas penunjang kesehatan yang baik bukan tidak

mungkin penambang belerang di Gunung Welirang juga menghadapi permasalahan yang

sama. Itulah salah satu resiko yang dihadapi sebagai seorang penambang belerang, selain

itu sebagai salah satu gunung aktif yang terdapat di Pulau Jawa Gunung Welirang dapat

mengalami peningkatan aktivitas sewaktu-waktu.

Bapak penambang yang diwawancarai oleh Yudi adalah salah satu dari puluhan

penambang yang bergelut dengan kawah welirang sangat pekat dengan asapnya, bapak ini

bekerja selama satu minggu dalam setiap penambangan. Jauh dari rumah dan keluarga

hidup dengan teman-teman sesama penambang dengan gubuk yang sederhana yang

beratapkan jerami. Bapak ini tidak mempunyai tempat penambangan sendiri, dia hanya

menambang milik orang lain karena pemiliknya sudah tua. Rata-rata setiap harinya

penambang mampu menambang sekitar dua karung yang rata-rata perkarung dengan bobot

sekitar 40-50 kg. Dengan jarak tempuh dua sampai tiga jam dari pondokan sampai kawah,

penambang membawa 100 kg dengan dipikul memakai bambu. Sebenarnya ada

penambang yang menggunakan gerobak dorong untuk mengangkut hasil galian, tetapi tidak

semudah yang dibayangkan, dengan medan yang sangat terjal pastinya sangat sulit

walaupun menggunakan gerobak dorong. Jarak tempuh yang sangat panjang yaitu kalau

tanpa muatan bisa ditempuh dengan 2-3 jam dengan membawa membawa beban 80-100 kg

perjalanan bisa menjadi sangat lama. Pendapatan yang diperoleh sehari sekitar 100-200

ribu bila satu kilogram dihargai Rp.1000-RP.2000/kg dengan hasil galian sekitar 90-100kg

perhari. Sebenarnya hasil yang diperoleh cukup besar apabila kita melihat dari nominalnya, 42

Page 48: catatan perjalanan welirang.pdf.pdf

tapi apabila diukur dari pengorbanan para penambang termasuk ancaman terhadap

kesehatan tentu saja nilai ini menjadi tidak ada apa apanya. Selain itu penambang harus

membagi hasil dengan pemilik tambang, hasil biasanya sudah ditentukan dalam perjanjian

pertama, penambang hanya mengejar setoran pada setiap harinya. Pemilik tambang tidak

memperdulikan seberapa banyak yang diperoleh dalam menambang. Dengan bermodalkan

kain yag dibasahi para penambang bertempur dengan panasnya matahari dan asap

belerang yang sangat menyengat dan membuat sesak dada, hanya untuk sesuap nasi.

Setelah belerang sampai di pondokan belerang akan diambil oleh pengepul yang siap

mengambil dengan menggunakan mobil jeep. Si pengepul nantinya akan dijual kepada

koperasi atau kepada perusahaan yang membutuhkan. Di Gunung Welirang memang ada

jalur mobil untuk mengangkut belerang, kalau tidak menggunakan mobil pastinya sangat

sulit untuk mengangkut belerang tersebut. Karena pondokan sampai bawah membutuhkan

waktu tempuh 7-8 jam berjalan kaki, pastinya tidak mungkin bila membawa muatan belerang

yang sangat berat dengan berjalan kaki menempuh jarak yang terlalu jauh.

Belerang mempunyai berbagai manfaat yang membuat material ini mempunyai nilai

ekonomi yang cukup tinggi manfaat yang dimiliki diantaranya: air belerang dapat

menyembuhkan penyakit kulit sudah terbukti secra medis. Banyak sekali tempat-tempat

terapi kulit yang menyembuhkan pasiennya dengan menggunakan belerang. Belerang dapat

membunuh kuman kuman dan bakteri tertentu yang menyerang kulit. Belerang dapat

menyembuhkan penyakit kulit karena belerang mempunyai tingkat keasaman yang cukup

tinggi. Tetapi belerang hanya dapat digunakan untuk menyembuhkan penyakit kulit yang

ringan-ringan saja, seperti panu, kadas dan jerawat. Penyakit seperti tumor tidak bisa

disembuhkan dengan menggunakan air belerang.

Belerang (Sulfur) bermanfaat untuk merangsang kolagen, serat yang membuat kulit

tampak lebih kencang, serta dapat mengurangi kerutan pada wajah. Tanda penuaan,-

muncul garis-garis halus dan kerutan- terjadi ketika produksi kolagen mulai menurun.

Karena, kolagen sangat dibutuhkan untuk pembentukan sel kulit baru. Proses penurunan

produksi kolagen biasanya terjadi di atas usia 20 tahun, Kebanyakan para wanita

menggunakan krim yang mengandung kolagen sebagai perawatan luar untuk kulitnya.

Kenyataannya kolagen dalam bentuk krim yang dioleskan ke kulit, kurang memberi manfaat

untuk kulit, karena molekul kolagen yang terlalu besar sulit masuk ke dalam lapisan kulit.

Perawatan kulit dari dalam ternyata lebih efektif dibanding perawatan dari luar. Caranya

adalah dengan mengonsumsi makanan dapat meningkatkan produksi kolagen dalam tubuh.

Belerang juga mempunyai manfaat bagi pertumbuhan tananman, bila kita mengenal

pupuk ZA, maka di dalamnya terdapat kandungan unsur N dan S. Unsur Nitrogennya

sebesar 21 % dan Sulfur ( belerang ) sebesar 24 %. Artinya apa? kandungan Sulfurnya kok

bisa lebih tinggi dari N nya Oleh sebab itu, marilah kita mengenal fungsi Sulfur ini bagi 43

Page 49: catatan perjalanan welirang.pdf.pdf

tanaman. Unsur Sulfur yang lebih dikenal dengan nama Belerang diserap tanaman dalam

bentuk ion sulfat (SO4=). Zat ini merupakan bagian dari protein yang terdapat dalam bentuk

cystein, methionin, thiamine. Sebagian besar sulfur di dalam tanah berasal dari bahan

organik yang telah mengalami dekomposisi dan sulfur elemental ( bubuk/ batu belerang )

dari aktivitas vulkanis. Sulfur yang larut dalam air akan segera diserap tanaman, karena

unsur ini sangat dibutuhkan tanaman terutama pada tanaman-tanaman muda. Dengan

terpenuhi kandungan mineral yang dibutuhkan tanaman maka akan terbentuk butir hijau

daun sehingga daun menjadi lebih hijau, menambah kandungan protein dan vitamin hasil

panen, meningakatkan jumlah anakan yang menghasilkan (pada tanaman padi), berperan

penting pada proses pembulatan zat gula, dan memperbesar umbi bawang merah dan

bawang putih.

Selain untuk menyembuhkan penyakit kulit dan penyubur tanaman belerang juga

mempunyai manfaat yang untuk membuat produk industry yang menjadi bahan utama

dalam pembuatan produk diantaranya: Digunakan untuk membuat cat, badak, tekstil, cairan

sulfida, C2S, debu anti serangga, pengawet kayu, pabrik kertas, korek api, obat-obatan.

Manfaat diatas merupakan sedikit manfaat yang menyebabkan belerang menjadi barang

yang diburu para penambang untuk dapat memperoleh selembar kertas.

Paradoks: Pesona Wisata Tretes hingga Tretes Undercover Sekali lagi, tulisan ini disusun berdasarkan sumber sekunder yang telah

dipublikasikan di berbagai media termasuk media online. Pada kesempatan ekspedisi

Arjuno yang akan datang kami merencanakan untuk mendalami dan mengkaji lebih lanjut

tema ini. Dan karena sudah “terlanjur penasaran” dengan situasi yang baru kami ketahui

“belakangan” berikut ini akan kami sajikan hasil penelusuran sementara berbagai informasi

terkait dari data sekunder untuk melengkapi “pengamatan mata” yang kami lakukan dalam

perjalanan pulang dari pendakian Welirang.

Tretes adalah nama suatu kawasan yang berada di Kabupaten Pasuruan, terletak di

kaki Gunung Welirang. Tretes menawarkan paronama alam yang sangat menarik kareana

diberada di ketinggian sekitar 800 mdpl, sehingga dapat melihat Kota Sidoarjo dari

ketinggian. Pada malam hari Kota Sidoarjo seperti bintang yang bergemerlap karena lampu

kota yang menerangainya, kalau kurang lebihnya tretes seperti di Kaliurang kalau di Jogja.

Dengan suasana yang dingin banyak orang yang meluangkan waktunya untuk

menghilangkan penat seharian bekerja, rata-rata orang saat malam hari adalah pasangan

muda-mudi yang menikmati suasana pegunungan dengan makan jagung bakar yang dijual

oleh para pedagang di sepanjang jalan tretes. Sebenarnya tidak hanya jagung bakar ada

bermacam-macam pedagang yang berjualan disana, tapi rata-rata adalah pedagang

lesehan yang menjajakan bermacam-macam masakan. 44

Page 50: catatan perjalanan welirang.pdf.pdf

Tretes membunyai banyak tempat wisata yang dapat di kunjungi berbagai macam

kalangan. Dengan suasana yang begitu sejuk sangat cocok untuk menghilangkan

kepenatan seminggu penuh untuk bekerja. Sebenarnya yang paling cocok adalah keluarga,

karena paling banyak adalah wisata alam8

Air terjun kakek bodo

. Wisata alam dan hawa sejuk membuat betah

orang yang berwisata di kawasan ini. Kawasan ini memiliki beberapa tempat wisata seperti:

Air Terjun Kakek Bodo, Air Terjun Putuk Truno, Candi Jawi dan bukit perkemahan yang

cocok bagi pencinta alam, selain itu kawasan ini dekat dengan Taman Safari Indonesia.

Berikut beberapa wisata yang ada di tretes dan keterangannya:

Air Terjun Kakek Bodo terletak di pegunungan Prigen atau di lereng Gunung Welirang

Pandaan, Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur. Air terjun ini berada di ketinggian sekitar 850

meter dari permukaan laut karena Tretes sendiri terletak di ketingian kurang lebihnya 850

meter dipermukaan laut9. Tinggi air terjun mencapai 40 meter. Luasnya mencapai 27.7 ha

yang terdiri dari area perkemahan, air terjun, area parkir dan area makam Kakek Bodo.

Menurut cerita penduduk setempat, konon nama Kakek Bodo ini berasal dari cerita seorang

lelaki tua yang bodoh. Lelaki tua ini dulunya bekerja sebagai pembantu rumah tangga di

sebuah keluarga Belanda, lalu dia memutuskan untuk meninggalkan pekerjaannya dan

mensucikan diri dari keduniawian dengan cara bertapa. Dari keputusannya inilah, keluarga

Belanda ini menyebutnya kakek yang bodoh. Namun berkat bertapanya, sang kakek

memiliki kelebihan berupa kesaktian. Kesaktian ini pun digunakan untuk membantu

masyarakat setempat yang meminta pertolongan. Sang kakek pun meninggal di tempat

bertapanya, yang terletak tidak jauh dari air terjun yang saat ini dikenal dengan sebutan Air

Terjun Kakek Bodo. Begitulah kurang lebihnya cerita dari masyarakat sekitar yang

mempercayai asal usul nama dari air terjun kakek bodo. 10

Di kawasan Kakek Bodo ini kita

bisa berenang karena tersedia kolam renang, atau bila mau bisa juga mandi di bawah air

terjun. Tapi jangan kaget karena suhu udara di kawasan tretes ini relatif rendah, maka air

terjun ini pun terasa segar dan tentu saja dingin. Selain itu kita bisa melakukan wisata

outbond seperti flying fox, dan melihat makam Kakek Bodo yang tak jauh dari air terjunnya.

Dan bagi petualang sejati juga bisa menikmati obyek wisata yang lainnya yaitu menelusuri

jalan setapak yang menanjak menuju ke Gunung Arjuna dan Gunung Welirang yang berada

di sebelah barat air terjun Kakek Bodo.

8 http://pesona.student.umm.ac.id/ 9 http://www.1001wisata.com/air-terjun-kakek-bodo-tretes/ 10 http://www.1001wisata.com/air-terjun-kakek-bodo-tretes/ 45

Page 51: catatan perjalanan welirang.pdf.pdf

Terjun Putuk Truno

Selain air terjun kakek bodo ada juga putok truno, air terjun ini tidak beda jauh dengan

kakek bodo hanya berjarak sekitar 400 meter dari air terjun kakek bodo. Bagi teman-teman

yang sangat menyukai wisata air terjun tidak salah kalau putok truno menjadi target

selanjutnya wisata yang harus dikunjungi11. Air Terjun Putuk Truno adalah salah satu air

terjun dari beberapa yang ada di kaki Gunung Welirang, tepatnya berada di Jl. Putuk Truno,

Prigen, Tretes, Pasuruan. Air terjun ini memiliki ketinggian sekitar 45 meter, sehingga

hempasan air menciptakan percikan air yang cukup indah bila dilihat dari atas. Menurut

cerita dari warga masyarakat sekitar asal-usul nama dari air terjun putuk truno. Nama Putuk

Truno diambil dari salah satu pertapa di air terjun ini yaitu Joko Truno, yang akhirnya

menjelma menjadi ular (Putuk). Dari pintu masuk utama, kita harus menuruni jalan setapak

kurang lebih 300 m untuk mencapai air terjun ini. Di beberapa tempat, ada peringatan untuk

berhati-hati karena daerah tersebut rawan longsor. Sisi kanan berupa tebing, sementara di

samping kiri sungai yang tertutupi oleh rimbunnya pepohonan. Di atas tebing sebelah kiri,

kita dapat melihat vihara yang persis dibangun di pinggir tebing12

Candi Jawi

. Di sekitar Air terjun Putuk

Truno, disediakan tempat duduk, sehingga yang tidak mau berbasah-basah ria bisa melihat

indahnya percikan air terjun dari atas, dan pemandangan alam sekitar, sambil makan bekal

makanan yang dibawa dari rumah. Tapi bila mau berbasah ria, ada tangga yang bisa

dituruni sampai ke air terjun.

Selain wisata alam di tretes juga ada wisata budaya, disana ada sebuah candi hindu-

buda yaitu candi jawi. Candi ini terletak di desa Candi Wates, Kecamatan Prigen, Pasuruan,

Jawa Timur. Untuk tepatnya Candi ini terletak di pertengahan jalan raya antara Kecamatan

Pandaan - Kecamatan Prigen13

abu

. Candi Jawi banyak dikira sebagai tempat pemujaan atau

tempat peribadatan Buddha, namun sebenarnya merupakan tempat penyimpanan dari

raja terakhir Singhasari, Kertanegara. Sebagian dari abu tersebut juga disimpan pada Candi

Singhasari. Kedua candi ini ada hubungannya dengan Candi Jago yang merupakan tempat

peribadatan Raja Kertanegara14

11 http://berlibur-yuk.blogspot.com/2010/08/sejuknya-air-terjun-putuk-truno.html 12 http://berlibur-yuk.blogspot.com/2010/08/sejuknya-air-terjun-putuk-truno.html 13 http://id.wikipedia.org/wiki/Candi_Jawi 14 http://candi.pnri.go.id/jawa_timur/jawi/jawi.htm

. Dalam Negarakertagama pupuh 56 disebutkan bahwa

Candi Jawi didirikan atas perintah raja terakhir Kerajaan Singasari, Kertanegara, untuk

tempat beribadah bagi umat beragama Syiwa-Buddha. Raja Kartanegara adalah seorang

penganut ajaran Syiwa Buddha. Selain sebagai tempat ibadah, Candi Jawi juga merupakan

tempat penyimpanan abu jenazah Kertanegara. Hal ini memang agak mengherankan,

karena letak Candi Jawi cukup jauh dari pusat Kerajaan Singasari. Diduga hal itu

46

Page 52: catatan perjalanan welirang.pdf.pdf

disebabkan karena rakyat di daerah ini sangat setia kepada raja dan banyak yang menganut

ajaran Syiwa-Buddha. Dugaan tersebut didasarkan pada kenyataan bahwa saat Raden

Wijaya, menantu Raja Kertanegara, melarikan diri setelah Kertanegara dijatuhkan oleh Raja

Jayakatwang dari Gelang-gelang (daerah Kediri), ia sempat bersembunyi di daerah ini,

sebelum akhirnya mengungsi ke Madura.

Taman safari Indonesia II

Tretes merupakan tempat yang komplit untk wisata di akhir pekan atau liburan

bersama baik teman atau keluarga. Taman safari merupakan obyek wisata yang menyajikan

bermacam-macam permaianan, pertunjukan dan fauna15

Di Tretes banyak bangunan

. Taman Safari Indonesia II terletak

di sebelah selatan ketimur dari pusat kota Pandaan. Obyek Taman Safari Indonesia II

merupakan oyek wisata bertaraf nasional yang paling diminati dan mampu meyedot animo

masyarakat Indonesia pada umumnya. Taman Safari ini berada di desa Jatirejo, Prigen

dengan ketinggian wilayahnya 800-1.500 meter dpl. Obyek ini merupakan lembaga

konservasi suaka margasatwa yang menempati areal seluas 340 ha. Salah satu keunikan di

Taman Safari II dibandingkan dengan kebun binatang adalah pengunjung dapat

menyaksikan kehidupan satwa liar sesuai habitat aslinya, ada 3 bagian kawasan yang

ditemukan di Taman Safari ini yaitu: kawasan Amerika, Eropa, kawasan Asia dan kawasan

Afrika. Disamping itu, nanti para pengunjung juga disuguhkan 3 zona yaitu zona kehidupan

satwa, zona rekreasi sebagai tempat untuk menampilkan atraksi dari satwa dan tempat

permainan anak-anak, zona baby zoo sebagai tempat untuk mengenal lebih dekat

wisatawan dengan anak satwa liar untuk bermain dan berfoto.

Hotel dan Villa, sanagatlah wajar tempat seperti itu

dimanfaatkan oleh seseoarang yang mempunyai modal untuk membangun fasilitas hotel

dan vila, dengan tempat yang indah dan didukung banyak obyek wisata sehingga tempat itu

menjadi peluang bisnis bagi para pemilik modal. Manfaat hoteldan vila adalah tempat untuk

memfasilitasi tempat wisata yang ada di tempat tersebut. Dengan tersedianya hotel dan vila

pengunjung dapat menginap di tempat tersebut. Semakin lama wisatawan tinggal di tempat

tersebut semakin baik untuk berlangsungnya perputaran uang yag ada di tempat itu.

Dengan adanya hotel dan vila pendapatan daerah atau APBD dapat meningkat, karena

semangin besar pendapatan hotel dan vila maka semakin besar pajak yang diperoleh

daerah tersebut. Dengan pendapatan pajak yang tinggi maka akan berdampak pada

kemakmuran daerah tersebut. Dengan pendapatan yang besar pemerintah dareh dapat

mengolokasikan dana untuk kesejahteraan warganya.contohnya untuk kebijakannya seperti

infrastruktur yang memadai, seperti jalan, jembatan, irigasi, gedung instasi pemerintah dll.

15 http://www.pandaanku.com/2012/04/tempat-wisata-di-kota-dingin-pandaan.html 47

Page 53: catatan perjalanan welirang.pdf.pdf

Kebijakan kesehatan seperti pemberian jamkesmas untuk masyarakat miskin kalau perlu

seluruh warga. Sektor ekonomi dengan pemberian modal UKM dengan bunga serendah-

rendahnya. Berikut sedikit cerita tentang manfaat hotel dan vila bagi kehidupan warga

sekitar, yang berdampak signifikan di berbagai segi kehidupan masyarakat.

Hiburan di Tretes bukan hanya untuk keluarga saja tetapi ada hiburan malam bagi

orang yang senang dengan memanjakan nafsu syahwat, dan justru yang membuat tretes

semakin terkenal adalah karena keberadaan hiburan malam. Dengan didirikan berbagai

macam hotel dan vila secara tidak langsung menjadi fasilitas untuk malalukan bisnis

tersebut16

hiburan di Tretes

. Tretes banyak vila atau rumah yang di sewakan, biasanya penduduk tretes

sudah stand by di atasa motor dan menawarkan jasa Villa atau yang lain Seperti di gang

Bakwan, Tretes terkenal dengan hiburan menemani kita mengusir hawa yang dingin. Di

Pecalukan juga, banyak villa-villa dan teman wanita untuk menemani. Di Pesanggrahan,

Tretes malah hiburannya menarik. karena terkenal bagus dan asyik. Di watu adem juga ada,

kebanyakan memanjakan kita yang sebagai penyewa. Dan penduduk di

sana akan membantu kita mencari apa yang kita perlukan.

Tempat-tempat yang menawarkan kenikmatan syahwat banyak bertebaran di

beberapa tempat. Baik yang berpraktek secara terang-terangan maupun yang berkedok

panti pijat17

Konon, sebutan Mbarakan tersebut berasal dari kata “Mbah’e Urakan”. Kata “Mbah”

disini memiliki makna “senior”, “dedengkot” atau “ahli” dan kata “Urakan” kurang lebih

memiliki arti “tidak memiliki sopan santun”, atau “liar”. Karena kehidupan di tempat tersebut

memang liar, tidak/kurang memiliki sopan santun. Wanita-wanita pemuas nafsu syahwat

yang mengenakan pakaian minim, mabok dan membunyikan sound sistem dengan suara

yang nyaring, maka orang-orang menyebutnya dengan istilah “Mbah’e Urakan”. Hingga

akhirnya, lokalisasi tersebut di kenal dengan sebutan “Mbarakan”

. Sedikit cerita tentang asal-usul salah satu tempat prostitusi yang berada di

Mbarakan. Dahulu, di Tretes, terdapat tempat transaksi prostitusi yang di lokalisir di suatu

kawasan yang di kenal dengan nama “Mbarakan”. Lokasi tersebut agak terpencil. Jauh dari

pusat keramaian. Bersembunyi di balik rimbunnya pepohonan.

18

16 http://www.acilku.com/48/hiburan-di-tretes/tretes/ 17 https://krampyang.wordpress.com 18 https://krampyang.wordpress.com/

. Tapi seiring dengan

semakin pesatnya laju pertambahan penduduk, lokalisasi tersebut mulai tergusur. Sebagian

dari para wanita-wanita penghibur penghuni eks lokalisasi Mbarakan lebih memilih

berpraktek secara mandiri. Mereka tinggal di kamar-kamar kost yang banyak bertebaran di

wilayah Tretes. Berbaur dengan pemukiman penduduk. Mereka menjaring mangsa lewat

bantuan para perantara yang berprofesi sebagai tukang ojek, maupun penduduk sekitar

yang memang secara sengaja berprofesi sebagai makelar villa. Dan sebagiannya lagi, lebih

48

Page 54: catatan perjalanan welirang.pdf.pdf

memilih bertahan mengikuti para mucikarinya. Menyewa rumah di antara pemukiman padat

penduduk di keramaian wilayah Tretes. Dan kembali menjalankan bisnis prostitusinya.

Beberapa tempat yang menjadi pilihan para mucikari yang eksodus dari Mbarakan adalah;

Gang Dahlia, Gang Sono, Gang Bakwan, Pesanggrahan, Watu Adem.

Tretes adalah tempat yang cukup ramai jadi tidak heran bila disana banyak terjadi

tindak kriminal. Di tretes yang sangat terkenal akan prostitusinya disana juga sering terjadi

trafiking atau penjualan anak. Trafiking sering terjadi pada anak-anak atau wanita, kalau

anak biasanya dijadikan pengemis untuk meminta-minta dijalan sedangkan wanita biasanya

dipaksa untuk menjadi PSK19

Selain tempat trafiking untuk di jual keluar daerah disana juga terjadi penjualan dari

tempat lain atau daerah luar tretes, dengan tempat prostitusi yang sangat terkenal

tretesmerupakan tempat tujuan bagi trafiking luar untuk menjual barang dagangannya ke

tretes

Contoh trafiking yang terjadi di tretes terjadi pada tanggal 4

Mei 2012 Kepolisian Daerah Jawa Timur mengungkap kasus "trafficking" (perdagangan

manusia) yang dialami anak berusia 12 tahun dari Desa Sapu Lante, Kecamatan Pasrepan,

Kabupaten Pasuruan yang sempat "dijual" ke Kalimantan Selatan dan Tretes, Pasuruan.

Awalnya, korban bernama Bad alias Ir alias Shin dititipkan orang tuanya kepada RI saat

masih berumur enam tahun untuk diasuh karena alasan ekonomi. Namunayah angkatnya RI

(40) tidak membesarkan Bad dengan baik, melainkan Bad justru "dijual" ke S di Kalimantan

Tengah sebagai pekerja sek komersial (PSK). Di Kalteng, Bad sering terkena razia,

sehingga Bad yang masih di bawah umur itu pun dikembalikan ke ayah angkatnya di

Pasuruan, tapi Bad sempat diminta membayar Rp6 juta di sana,

20

. Empat gadis ditemukan sudah siap dijual ke wilayah Tretes, Kabupaten Pasuruan,

yang memang selama ini dikenal sebagai “rumah” bagi para PSK. Beruntung, sebelum

dibawa ke Tretes, anggota Mapolres Batu berhasil menggagalkan rencana itu di wilayah

Desa Beji, Kota Batu. Penangkapan berhasil dilakukan setelah polisi mendapatkan informasi

dari masyarakat sekitar lokasi. Ada laporan kalau ada empat gadis yang siap dijual ke

Tretes. Satu gadis berasal dari Desa Beji, Kota Batu, dua gadis lagi dari Kota Malang, dan

satu gadis lainnya berasal dari wilayah Donggala, Sulawesi Tengah. Wanita ini dijual oleh

pelaku seharga Rp 1,5 juta.

19 http://www.antarajatim.com/ 20 http://www.beritajatim.com/ 49

Page 55: catatan perjalanan welirang.pdf.pdf

PARA “SUMMITEERS” PUNCAK WELIRANG

Page 56: catatan perjalanan welirang.pdf.pdf

PARA SUMMITEERS PUNCAK WELIRANG

Anggota tim dalam ekspedisi ini hanya empat orang yaitu Priyo, Arie, Fajrin, dan Yudi.

Awalnya tentu lebih dari empat orang, tetapi karena terkendala berbagai hal tinggallah

empat orang ini yang tersisa. Sejak perencanaan, persiapan teknis, belanja perbekalan,

survei transportasi, hingga mempersiapkan peralatan, semua dikerjakan bersama-sama.

Berikut ini adalah profil singkat mereka.

Nama lengkapnya Priyo Akuntomo, lahir di Jakarta Selatan 1 Mei 1984. Sebagai

satu-satunya anggota tim yang pernah mendaki Gunung Arjuno melalui Jalur

Tretes pada tahun 2007, Priyo berperan sebagai pemandu sekaligus “konsultan”

dalam pendakian ini. Soal teknis pendakian anggota tim yang lain dipastikan

nurut kepadanya. Kontribusinya paling besar untuk foto-foto yang terpajang di

buku ini, sebagai akibatnya foto yang berisi gambar dirinya tentu yang paling

sedikit dibanding anggota tim lainnya. Priyo juga sangat memperhatikan hal-hal

kecil yang biasanya kurang diperhatikan dalam pendakian, termasuk makanan.

Di luar pendakian, Priyo masih memegang “rekor” sebagai satu-satunya anggota MPA Mahameru yang tidak

pernah kuliah di UNY. Ya, dia adalah anggota luar biasa MPA Mahameru dengan nomor M-LB/001/2011.

Kisah hidupnya juga cukup menarik, Priyo yang jawa tulen asli Karanganyar, Solo, lahir di Jakarta, besar di

Denpasar, lama tinggal di Malang selama studi S1 di Universitas Brawijaya, menetap di Jogja sejak studi S2

di UGM (2008-2011) hingga sekarang. Pengalaman mendaki gunungnya diabadaikan dalam blognya:

akuntomountain.wordpress.com

Nama aslinya adalah Arif Ashari, lahir di Magelang pada tanggal 2 Maret 1986.

Di MPA Mahameru dia lebih terkenal sebagai Arie Carstensz, dan sehari-hari

disapa “Kang Arie”. Selain itu dia juga termasuk dalam kaum sesepuh, angkatan

pertama MPA Mahameru dengan nomor M-I/002. Meskipun golongan tua namun

juga masih aktif dalam berbagai kegiatan MPA Mahameru khususnya pendakian.

Harapan terbesarnya adalah terus berada di Jogja, jadi bisa mewakili teman-

teman sepuh untuk membina MPA Mahameru. Selain berusaha untuk selalu

eksis Kang Arie juga senang bergaul dengan anggota lain semua angkatan.

Arie merupakan alumni Jurusan Pendidikan Geografi UNY Angkatan 2003. kemudian belajar di Pasasarjana

UGM seangkatan dengan Priyo tetapi beda jurusan. Arie studi Geografi sementara Priyo di program studi ilmu

lingkungan. Selama aktif di MPA Mahameru dia pernah menjabat ketua pada tahun 2007, kemudian ketua

senat pada tahun 2008 dan 2009. Saat ini sangat menikmati status sebagai golongan tua (yang selalu merasa

muda) diantara anggota lainnya yang berstatus sebagai “murid” di kelas sekaligus “teman” di organisasi.

PRIYO

ARIE

51

Page 57: catatan perjalanan welirang.pdf.pdf

Nama aslinya adalah Fajrin Abdurrahman, tapi lebih beken sebagai Fajrin Etawa

(tidak perlu dipikirkan darimana asal nama itu). Lahir di Maluku Tengah, 13

Maret 1992. Anggota MPA Mahameru dengan nomor M-VI/002. Walaupun paling

muda, namun dialah ketua tim dalam ekspedisi ini. Tugas yang dilaksanakan

dengan baik dan penuh tanggungjawab tentunya. Pegalaman yang paling

mengesankan adalah “ribut” dengan Yudi soal tenda dan spesies ulat batu vs

ulat bagor. Semboyannya dalam pendakian adalah: “aku lebih milih ketemu pet

bocor (Pos I) daripada ketemu cewek cantik”. Kisah hidupnya yang nomaden tidak kalah dengan Priyo. Fajrin lahir dan tinggal di Maluku Tengah sampai

umur 2 tahun, kemudian pindah ke Surabaya dan tinggal disana sampai umur 4 tahun kemudian kembali lagi

ke Maluku Tengah. Tiga tahun kemudian pindah ke Purbalingga dan menetap selama 10 tahun sehingga

logat ngapak mulai menjadi identitasnya. Dari tahun 2009 hingga sekarang tinggal di Jogja untuk menempuh

pendidikan di Jurusan Pendidikan Geografi UNY. Cita-citanya adalah menjadi guru teladan yang dikagumi

murid-murid cewek. Saat ini menjabat sebagai Kepala Divisi Logistik MPA Mahameru

FAJRIN

Lahir di Klaten pada tanggal 9 Februari 1990 dengan nama Anwar Suyudi, pria

ini lebih akrab disapa dengan nama Yudi Kromo. Masa kecil hingga remaja ia

habiskan di kampung halamannya, Mutihan, Bayat, Klaten. Oleh karena itu tidak

mengherankan bila ia memiliki cukup banyak penggemar di kampungnya. Saat

ini tinggal di Jogja untuk belajar di Jurusan Pendidikan Akuntansi, FE, UNY.

Anggota MPA Mahameru dengan nomor M-VI/007 ini terkenal memiliki ide-ide

brilian untuk program kerja di Divisi Ekspedisi MPA Mahameru. Jam terbangnya

dalam dunia pendakian tidak bisa dipandang remeh. Meskipun termasuk dalam kelompok minoritas di MPA Mahameru, karena tidak berasal dari Fakultas Ilmu

Sosial, namun berkat dedikasinya yang tinggi iapun diberikan amanah untuk menjabat sebagai Kepala Divisi

Ekspedisi MPA Mahameru. Yudi juga dikenal memiliki semangat pantang menyerah terutama dalam

pendakian. Semboyannya dalam pendakian adalah: “ra trimo mas aku nek wis tekan kene ora muncak”,

terucap di lereng Gunung Pangrango, Jawa Barat. Pria yang rutin jogging di Rektorat UNY ini memiliki cita-

cita menjadi guru yang baik serta memiliki keluarga yang sakinah, mawaddah, warahmah.

YUDI

52

Page 58: catatan perjalanan welirang.pdf.pdf
Page 59: catatan perjalanan welirang.pdf.pdf
Page 60: catatan perjalanan welirang.pdf.pdf
Page 61: catatan perjalanan welirang.pdf.pdf
Page 62: catatan perjalanan welirang.pdf.pdf
Page 63: catatan perjalanan welirang.pdf.pdf
Page 64: catatan perjalanan welirang.pdf.pdf
Page 65: catatan perjalanan welirang.pdf.pdf
Page 66: catatan perjalanan welirang.pdf.pdf
Page 67: catatan perjalanan welirang.pdf.pdf

LANDAI NAMUN PANJANG Jalur Pendakian Gunung Welirang

Page 68: catatan perjalanan welirang.pdf.pdf

JALUR PENDAKIAN GUNUNG WELIRANG VIA TRETES

lllaaannndddaaaiii nnnaaammmuuunnn pppaaannnjjjaaannnggg (priyo akuntomo)

Jalur Welirang via Tretes merupakan salah satu jalur favorit pendakian ke puncak

gunung tersebut dibandingkan jalur lain. Walaupun jarak tempuh relatif lebih panjang,

namun aksesibilitas yang mudah, ketersediaan air yang melimpah serta adanya warung di

Kopkopan membuat banyak pendaki memilih jalur ini, terutama pendaki pemula. Jalur

pendakian hingga Pondokan penambang belerang merupakan jalur kendaraan pengangkut

belerang/jeep sehingga jalur pendakian menjadi sangat jelas dan kemungkinan tersesat

menjadi kecil.

Jalur pendakian Welirang via Tretes secara umum bisa dibagi menjadi tiga segmen ,

yait pos pendaftaran – kokopan, kokopan – pondokan, dan pondokan – puncak. Walau

hanya terdiri dari 2 pos namun jarak antar pos ini sangat jauh. Berikut adalah gambaran

jalur pendakian Welirang via Tretes.

Segmen 1 : Pos Pendaftaran - Kokopan

Suasana pendaftaran pendakian di Pos PHPA

Basecamp pendakian berada di depan hotel

Tanjung atau sebelah hotel surya. Basecamp

yang berupa Pos PHPA (Perlindungan Hutan

dan Pelestarian Alam) milik Departemen

Kehutanan. Pos ini juga merupakan pintu masuk

menuju Taman Hutan Raya (Tahura) Raden

Soerja. Basecamp dilengkapi dengan kamar

mandi serta disekitarnya terdapart warung

maupun toko kelontong sehingga pendaki bisa

melakukan persiapan di sini.

63

Page 69: catatan perjalanan welirang.pdf.pdf

Pet Bocor

kopkopan

Pendakian dimulai dengan mengikuti jalan

beton yang cukup lebar, hingga bertemu

tikungan dan jalanan berganti makadam, dan

memasuki kawasan hutan raya. Setelah

berjalan 30 – 45 menit berjalan, akan dijumpai

sebuah warung yang dikenal sebagai pet bocor.

Disini biasanya digunakan sebagai tempat

persiapan terakhir pendaki sebelum pendakian

karena terdapat warung. Nama Pet bocor

sendiri berasal dari kata pipa (pet) air minum

yang bocor, yang kini sudah tidak bocor lagi

Selepas pet bocor kita akan menyusuri

jalan makadam dengan vegetasi campuran,

yaitu perkebunan dan hutan produksi.

Kopkopan dapat dicapai setelah berjalan 3

– 3,5 jam dari pet bocor. Kopkopan berupa

tanah lapang yang bisa digunakan untuk

mendirikan sekitar 6 – 8 tenda 4 orang. Di sini

juga terdapat sumber air yang melimpah serta

pada hari hari tertentu, seperti akhir pekan dan

liburan, terdapat warung yang menjual

minuman, gorengan dan mie.

Segmen 2 Kokopan – Pondokan

Hutan pinus jelang pos pondokan

yang masuk dalam kawasan hutan lalijiwo

Pondokan berjarak 3 – 3,5 jam dari

kopkopan. Berdasarkan vegetasinya, segmen

ini bisa dibagi menjadi dua, yaitu perkebunan

rakyat dan kawasan hutan pinus (ketinggian

2000 MDPAL ke atas).

Pondokan merupakan tempat bermalam

para penambang. Di sini juga menjadi

percabangan jalur Arjuno dan Welirang. Di

Kopkopan terdapat sumber air yang berupa bak 64

Page 70: catatan perjalanan welirang.pdf.pdf

Salah satu pondokan penambang belerang

penampungan air aliran anak sungai yang biasa

digunakan para penambang. Perlu diingat untuk

tidak mendirikan tenda di area pondokan agar

tidak mengganggu para penambang. Area

berkemah dapat ditemukan di atas (selatan)

pondokan. Para penambang dikenal kurang

ramah terhadap pendaki sehingga ada baiknya

selalu waspada, menjaga etika dan tidak

membuat kegaduhan di sekitar area pondokan.

Pondokan - Puncak Welirang

Jalur menuju puncak, cukup lebar dan jelas

puncak semu

Puncak Welirang dapat ditempuh dalam

waktu 3 jam. Jalur menuju puncak cukup jelas

dan lebar karena merupakan jalur para

penambang. Variasi antara jalur tanah dan

berbatu dijumpai sepanjang perjalanan. Hutan

pinus yang cukup lebat menjadi pemandangan

yang menemani pendakian.

Lepas hutan pinus, terdapat persimpangan

menuju puncak Kembar I (kiri) dan Puncak

Welirang (kanan). Di persimpangan ini terdapat

tanah lapang yang dapat digunakan sebagai

tempat berkemah. Jelang puncak terdapat

persimpangan kembali yaitu lurus (menuju

kawah penambang) dan kanan (menuju Puncak

Welirang). Sebelum mencapai Puncak Welirang

akan melalui beberapa puncak semu.

Tips - Puncak Welirang seringkali tertutup kabut. Usahakan mencapai puncak pada pagi hari

sehingga pemandangan masih dapat terlihat

- Usahakan tidak meninggalkan barang di pos pondokan karena sering terjadi pencurian

- Usahakan mendirikan tenda di luar area pondokan para penambang agar tidak

mengganggu penambang. Area berkemah dapat dijumpai di atas (selatan) tempat

pondokan penambang. 65

Page 71: catatan perjalanan welirang.pdf.pdf

Transportasi

Basecamp pendakian Welirang via tretes dapat diakses dengan mudah melalui moda

angkutan umum. Baik dari arah Malang ataupun Surabaya hanya perlu berganti moda

sekali. Berikut adalah transportasi untuk mencapai basecamp tretes

- Terminal bungurasih Surabaya – Terminal Pandaan

Terminal Bungursih – Terminal Pandaan : menggunakan Bus Surabaya – Malang turun

di Terminal Pandaan. Ada dua pilihan, menggunakan bus patas (cepat namun mahal)

atau bus ekonomi (hemat tapi sering berhenti di tengaha perjalanan untuk mengambil

dan menurunkan penumpang). Jika berangakat dari malang juga sama, dari terminal

Arjosari naik bus Malang – Surabay turun di terminal Pandaan

- Terminal Pandaan – Tretes (pos perijinan) : Dari terminal pandaan menuju basecamp

menggunakan angkutan umum, dengan tujuan tretes (hotel tanjung). Umumnya para

pengemudi angkutan umum sudah paham ketika melihat rombongan pendaki dengan

tas ransel di punggung.

Flora Fauna

Pendakian gunung bukan sekedar untuk mengapai puncak. Masih banyak hal yang

bisa dinikmati selama perjalanan terutama keragaman flora dan fauna. Jalur Pendakian

Gunung Welirang via Tretes yang berada di kawasan Tahura Raden Soerya memiliki

kekayaan flora dan fauna yang menarik.

Flora didominasi tumbuhan jenis : Cemara ( Casuarina junghuniana), Saren (

Toenasureni), Pasang (Quercus lincata), Kemelandingan gunung (Mycura javabica) dan

berbagai jenis tumbuhan bawah seperti Padi-padian (Sarghum vitidumvakl). Sedangkan

Fauna yang dapat dijumpai antara lain adalah Rusa (Cerous timorensis), Kijang

(Muntiacus muncak), Babi hutan (Sus Srofa), Kera abu-abu (Macaca fascicuis), dan Budeng

( Presbytis cristata)21

Jenis burung yang dapat dijumpai antara lain: cekakak sungai (Halcyon chloris) dan

burung madu sriganti (Cinnyris jugularis), keduanya masuk dalam satwa dilindungi (PP No 7

tahun 1999); Elang ular bido (Spilornis cheela) dan elang (htam Ichtinaetus malayensis)

yang termasuk dalam satwa dilindungi (UU No 5 tahun 1990 dan PP no 7 tahun 1999 serta

masuk dalam appendix II CITIES); Elang Buteo (Buteo buteo) yang termasuk dalam hewan

yang dilindungi menurut PP no 7 tahun 1999 dan masuk dalam masuk dalam appendix II

CITIES

.

22

21 Pusat Inventarisasi dan Statistik Badan Planologi Kehutanan Departemen Kehutanan 2002. Data dan Informasi Kehutanan Provinsi Jawa Timur. 22 Hubertus Buntoro Ajie, 2009. Burung – burung di Kawasan Pegunungan Arjuno Welirang Taman Hutan Raya Raden Suryo, Jawa Timur Indonesia.

. Keberadaan burung burung tersebut dapat dilihat di kawasan antara Basecamp

66

Page 72: catatan perjalanan welirang.pdf.pdf

hingga Kopkopan. Selain burung – burung yang dilindungi, masih banyak jenis burung yang

dapat dijumpai seperti cucak kutilang (Pycnonotus aurigaster), perenjak jawa (Prinia

familiaris), cinenen jawa (Orthotomus sepium), anis merah (Zoothera citrine), Punai gagak

(Treron sphenura).

Keberadaan flora dan fauna ini menjadi suguhan menarik untuk menemani pendakain.

Maka tak ada salahanya menaruh perhatian selama melakukan pendakian karena jika

beruntuk kita bisa melihat satwa yang dilindungi bahkan bisa mengambil gambarnya.

Rupa Rupa

Gunung Arjuno-Welirang merupakan pegunungan yang memiliki jalur pendakian sadel.

Pendakian sadel dapat diartikan pendakian yang dilakukan pada dua puncak atau lebih

yang membentuk sadel dengan jarak yang tak terlampau jauh. Gunung Salak (salak I-salak

II), Merbabu (Kentheng Songo – Syarief) serta Arjuno-Welirang merupakan gunung –

gunung yang memiliki jalur pendakian sadel.

Jalur pendakian sadel Arjuno Welirang sendiri terdiri dari Puncak Arjuno- puncak

Gunung Kembar II- puncak Gunung Kembar I - Puncak welirang. Untuk mencapai ke empat

puncak itu membutuhkan waktu kurang lebih 6 jam (dari puncak arjuno hingga mencapai

puncak welirang). Perlu persiapan pendakian yang matang karena pendakian sadel cukup

menguras fisik. Namun tak ada salahnya mencoba pendakian sadel empat puncak ini

karena tentunya akan menberikan sensasi dan pengalaman yang yang berbeda.

67

Page 73: catatan perjalanan welirang.pdf.pdf

Pos PHKA (Pengawasan hutan dan Konservasi Alam) yang menjadi perijinan pendakian. Jalur pendakian berada dalam kawasan Taman Hutan Raya sehingga segala kegiatan di dalamnya berada dalam pengawasan Departemen Kehutanan.

Vegetasi yang dijumpai pada awal perjalanan merupakan campuran antara hutan produksi, hutan pegununangn dan perkebunan warga. Hutan produksi berupa mahoni, jati dan pinus sedangkan tanaman perkebunan cukup beragam, seperti sayur sayuran, buah-buahan, dan jagung.

Pos Pantau Tahura, yang berfungsi mengawasi kegiatan di Tahura, terutama untuk mencegah pencurian kayu .

Pet Bocor, yang namanya berarti pipa bocor ini merupakan tempat beristirahat dan melengkapi sebelum memulai pendakian yang sebenarnya.

Kopkopan, tempat favorit untuk berkemah karena air yang melimpah serta pemandangan yang berupa Gunung penanggungan dan kota sidoarjo-surabaya. Terdapat warung yang menjual mie, gorengan dan pisang pada akhir pekan

Pos pondokan belereng yang merupakan persimpangan arjuno-welirang. Pos ini biasa digunakan pendaki untuk berkemah sebelum summit attack ke puncak welirang. Mengingat lokasi yang cukup rawan, para pendaki diingatkan untuk tidak meninggalkan barang di sini.

Pesimpangan Gunung kembar I – Welirang. Di sini terdapat tanah datar yang cukup luas dan ditumpuhi oleh edelweiss. Di lokasi ini dapat dimanfaatkan untuk lokasi berkemah.

Puncak Weirang merupakan suatu kerucut vulkan yang aktif. Puncak terdiri dari beberapa igir yang mengelilingi kawah mati. Kawah aktif yang juga lokasi penambangan belerang terletak di sebelah utara puncak

Hutan Pegunungan tropis mulai dijumpai pada keggian 2000m dpal, ditandai dengan keberadaan pinus dan cemara. Mendekati pos pondokan, vegetasi semakin lebat (memasuki kawasan hutan konservasi arjuno lalijiwo)

Memasuki ketinggian 2800m dpal, dapat dijumpai tanaman cantigi dan edelweiss yang merupakan vegetasi hutan sub alpin

Kopkopan (1650 mdpal) 678292.34 m T

9146044.26 m S Pet Bocor (965 mdpal)

679431.73m T 9148224.62m S

Pondokan (2500 mdpal) 675907.10m T

9143750.58m S

Puncak (3156 mdpal) 673787.53m T

9144896.42 m S

Hutan Campuran dan Perkebunan

68

Page 74: catatan perjalanan welirang.pdf.pdf

Ilustrasi medan Pendakian Gunung Welirang via Tretes

Kontur Jalur Pendakian Gunung Welirang via Tretes

69

Page 75: catatan perjalanan welirang.pdf.pdf

MENDAKI KE ATAS PADANG BELERANG

Page 76: catatan perjalanan welirang.pdf.pdf

Ternyata belum. Sekali lagi medan

di Gunung Welirang membuat kami

frustrasi. Tidak ada petunjuk yang jelas

mengenai jalur mana yang menuju ke

puncak, selain itu tak satupun dari kami

yang pernah mendaki puncak ini

sebelumnya. Seberat-beratnya medan di

bawah sana kami masih bisa tenang

karena Priyo pernah melaluinya lima

tahun lalu ketika menuju Puncak Arjuno.

Tapi disini kami harus benar-benar

menajamkan naluri, mengikuti tanda alam

untuk mencari dimana jalur menuju

puncak. Medan disini mirip dengan

Pelawangan Gunung Slamet, Cemara

Tunggal Gunung Semeru, atau Pasar

Bubrah Gunung Merapi, bedanya jalur

lebih membingungkan karena berputar-

putar melewati beberapa gundukan bukit

kecil. Untunglah cuaca hari ini cerah,

hanya asap belerang yang menyembur

dari kawah menyesakkan nafas dan

menghalangi pandangan.

Hari ini adalah hari ketiga

pendakian, sekaligus hari kedua kami

berada di gunung. Tinggal beberapa

saat lagi perjalanan panjang kami akan

mencapai babak akhir. Perjuangan

untuk sampai disini sungguh bukan

main. Lintasan panjang berbatu yang

terjal kerap kali membuat kami frustrasi.

Akupun sempat sakit ketika mencapai

Pos III (Pondokan) lalu terselamatkan

oleh istirahat semalaman.

Hari ini semangatku sudah pulih

kembali, tapi nampaknya justru teman-

teman yang mulai kelelahan, kecuali

Priyo. Hutan-hutan lereng Welirang

yang semula rimbun kini perlahan

terbuka, lalu sampailah kami pada

suatu tempat dimana hanya ada

bebatuan dan sesekali gerumbul

rerumputan. Puncakkah?

Mendaki ke atas padang belerang

Arie Carstensz

Page 77: catatan perjalanan welirang.pdf.pdf

*****

Saat yang ditunggu-tunggu akhirnya tiba. Setelah melakukan persiapan panjang, hari

ini kami akan kembali memulai ekspedisi. Impian kami adalah mencapai Puncak Arjuno lalu

kemudian ke Puncak Welirang. Keduanya memang berada di satu gunung yang sama

sehingga orang sering menyebutnya sebagai Gunung Arjuno-Welirang. Diiringi doa dan

harapan teman-teman kamipun segera berangkat. Empat hari pulang pergi dari Jogja akan

kami lalui untuk satu tujuan, mengibarkan bendera di puncak tertinggi.

Ada sebuah jalan bagus yang kami

ikuti, agak lebar dengan jejak-jejak

belerang yang tumpah. Setelah

mengelilingi satu igir besar kami kaget

bukan kepalang karena ternyata jalur ini

buntu ke kawah utama. Lalu kami

kembali melintasi igir ke tempat

sebelumnya. Disana kami mengikuti jejak

yang tidak terlalu jelas menuju ke atas.

Kami semua sepakat, inilah jalur menuju

puncak. Aku berjalan bersama dengan

Yudi, sementara Priyo bersama Fajrin

diikuti oleh rombongan pendaki lain

berada agak di bawah. Karena terdorong

oleh rasa penasaran kamipun

mempercepat langkah. Sekitar 30 menit

berjalan setelah kembali dari nyasar kami

menjumpai gua vulkanik, lalu lembah

sempit dan nampaknya diatas sana

sudah tidak ada yang lebih tinggi.

Dugaan meleset, sampai diatas kami

ternyata masih harus mendaki satu igir

lagi. Mungkin 20 menit tanpa berhenti.

Aku dan Yudi saling berpandangan, lalu

kemudian geleng-geleng kepala. Tanpa

membuang waktu kamipun segera

memanjat lereng-lereng cadas, berjalan

melintasi sisa-sisa kawah, menapaki

bebatuan yang berasap dan kadang

berbau sengak. Dan benar saja tak

berapa lama kamipun tiba di puncak.

Tidak ada keindahan edelweiss, pohon-

pohonan kerdil, ataupun rerumputan.

Disini hanya ada batu dan pasir yang

hampir semuanya berwarna kelabu. Aku

dan Yudi berhenti di satu puncak untuk

menunggu Fajrin dan Priyo yang segera

menyusul beberapa menit kemudian. Lalu

bersama-sama kami menuju puncak

tertinggi, dan bendera kami kibarkan.

Awan perlahan naik ke atas...

72

Page 78: catatan perjalanan welirang.pdf.pdf

HARI PERTAMA Malam semakin larut, hari ini tanggal 26 April 2012. Selepas isya, jalanan di pinggiran

Jogja terasa lebih dingin dibanding hari-hari sebelumnya. Malam ini sesuai janji kami akan

berangkat memulai ekspedisi Arjuno-Welirang. Sekitar jam 8 aku dan Priyo sudah sampai di

Rektorat UNY, tempat yang dijanjikan sebagai titik kumpul menjelang keberangkatan. Tak

berapa lama Yudi dan Fajrin menyusul datang, dan kamipun segera melanjutkan perjalanan

ke terminal untuk menumpang bus ke Surabaya. Anggota tim ekspedisi ini hanya empat

orang yaitu aku, Priyo, Yudi, dan Fajrin. Meskipun paling muda di rombongan ini, Fajrin

adalah ketua tim MPA Mahameru Arjuno-Welirang Expedition 2012. Semangat sedang

bagus-bagusnya. Terbayang kami segera mencapai puncak yang menjadi target, Arjuno dan

Welirang, jika memungkinkan.

Sampai di terminal hanya ada dua pilihan, bus yang ‘bagus’ atau bus yang ‘ngetop’

karena sering kecelakaan. Mulanya Priyo bertanya kepada kondektur bus yang ‘bagus’,

“berapa ongkos ke Surabaya?”, “63 ribu mas plus bonus sekali makan”. Sambil terhenyak

kami segera melangkah menuju bus yang ‘ngetop’, walaupun awalnya ragu-ragu. Pilihan

yang sulit mengingat biaya ekspedisi yang mepet. Bus segera melaju meninggalkan Jogja,

Priyo nampak nyaman dengan ipodnya, Yudi manggut-manggut mengikuti irama gendang

pengamen, Fajrin sudah pulas setelah minum obat anti mabuk, aku melihat ke luar jendela

pikiranku melayang-layang entah kemana. Sesekali aku masih sempat mengirim sms

kepada Toffan, pak ketua yang selalu menanti perkembangan kabar dari tim ekspedisi. Bus

melaju kencang, kami mulai dibius rasa kantuk. Entah berapa jarak telah dilalui, ketika Priyo

mencolek pundakku aku terbangun, ternyata sudah sampai di Surabaya. 27 April 2012,

pukul 03.00 pagi.

HARI KEDUA “Apa yang bisa kita lakukan jika sampai terminal sepagi ini?” tanyaku pada teman-

teman. “ya tidur, mas” kata Yudi. Ah, gagasan bagus. Selembar matras dibentangkan Fajrin,

dipakai berdua denganku, lalu mencoba tidur-tidur ayam. Yudi dan Priyo ngobrol ngalor

ngidul entah membicarakan apa. Waktu aku terjaga ternyata hari sudah mulai terang. Kami

segera melanjutkan perjalanan dengan bus jurusan Malang. Yudi yang ‘gumunan’, heran

melihat jalan layang. “dasar ndeso, maklum di Klaten ga ada ya?” kataku. “emang di

Magelang ada mas?” Yudi ga mau kalah. Hahaha… kadang kebersamaan seperti ini terasa

begitu mahal. Terlebih bagi orang-orang yang sedang berada jauh dari rumah seperti kami.

Sahabat-sahabat inilah keluarga kami sekarang.

Tidak berapa lama perjaanan sampailah di terminal Pandaan, hanya sebentar saja

angkot segera menghampiri. Perjalanan selanjutnya nanjak-nanjak hingga ke Tretes.

Sejujurnya ini perjalanan yang mengasyikkan. Jalurnya mengingatkan ketika naik ke cibodas 73

Page 79: catatan perjalanan welirang.pdf.pdf

di lereng Gunung Gede-Pangrango. Tapi disini lebih ramai, ada pasar di tepi jalan, ada pula

candi yang membuat perjalanan lebih berasa di tempat wisata. Tempatnya cukup ramai dan

hawanya sejuk. Tiba di base camp Fajrin segera melapor, dilanjutkan dengan menyerbu

warung nasi, packing ulang, berdoa, dan mulai perjalanan panjang yang nantinya sangat

menguras energi dan emosi.

Awal perjalanan Diantara kami hanya Priyo yang pernah melewati jalur ini, itupun sepertinya lebih dari

lima tahun yang lalu. Priyo lebih banyak lupa daripada ingatnya. Bagi Fajrin dan Yudi ini juga

merupakan pengalaman pertama mereka dalam pendakian lebih dari 24 jam, dengan start

pagi hari pula. Selepas base camp jalur langsung menanjak, sambil menghela nafas yang

putus-putus kami terus berjalan memasuki rimbunan semak. Lalu akhirnya berhenti dekat

sebuah gubuk tua yang nampaknya tak terawat. Istirahat sejenak, sudah mandi peluh walau

baru awal perjalanan.

Selepas istirahat sebentar perjalanan dilanjutkan, tidak berapa lama kemudian

sampailah di Pos I, pet bocor. Di sudut jalan ada warung, tapi sepertinya masih belum

menggoyahkan semangat kami yang ‘lagi bagus-bagusnya’ segera ingin ke atas. Pos I

dilewati begitu saja, kami baru berhenti di pintu jaga Tahura R Soeryo, ketika jalur jalan

semen yang dilalui sudah habis berganti jalan berbatu yang lebih mirip sungai kering

daripada jalan. Istirahat sejenak ditemani kabut tipis yang datang dan pergi, berganti dengan

cahaya matahari. Rasa-rasanya obrolan sore itu berkisar pada rute transportasi belerang

yang diangkut dengan pick up dari Pos Pondokan ke Basecamp. Saat mendaki Arjuno 4

tahun yang lalu Priyo memang sempat berpapasan dengan kendaraan pengangkut

belerang. Aku, fajrin, dan Yudi manggut-manggut mendengarkan cerita Priyo, sambil tak

henti-hentinya heran bagaimana kendaraan pembawa beban bisa melewati jalan nanjak

yang seperti sungai kering, dilewati pejalan kaki saja susah.

Karena masih awal perjalanan, semangat dan tenaga pun masih penuh, kami tidak

banyak mengeluh soal ‘jalan yang buruk’ ini. Justru begitu menikmati perjalanan. Apalagi

sepanjang jalur bunga-bunga kuning besar (sebesar bunga matahari, tetapi entah apa

jenisnya) sedang bermekaran. Sepanjang jalan batu ini kami banyak menjumpai ulat bulu.

Yudi menyebutnya ‘ulat batu’, “karena ulatnya nempel diatas batu” katanya. Perjalanan

masih diisi dengan canda tawa, biasanya Fajrin yang menjadi korban bullying. Satu-satunya

masalah adalah cuaca yang tidak menentu. Kadang panas terik datang, sesaat kemudian

tiba-tiba cuaca berubah mendung dengan kabut tebal. Kami berharap hujan tidak turun

sebelum sampai di Pos Pondokan. Selain akan menghambat perjalanan, hujan akan

menyebabkan suasana tidak nyaman serta meningkatkan bahaya lingkungan yang bisa

berakibat hipotermia. 74

Page 80: catatan perjalanan welirang.pdf.pdf

“Ini namanya laterit, jenis tanah yang mengeras karena kandungan besinya mengalami

oksidasi. Tanah di gunungapi seperti di sini memang sangat kaya akan kandungan besi”

kataku memulai ‘kuliah lapangan’ sore ini. Sekedar mengimbangi rasa bosan yang mulai

datang karena medan yang dilalui hanya begini begini saja, jalan yang jelek, cuaca yang

tidak menentu, hutan yang membosankan. Rasanya perjalanan mendaki ini hanya berputar

putar saja. Setiap kali sampai diujung tikungan yang kami lihat hanya jalur yang sama

seperti yang tadi sudah dilewati tadi, begitu seterusnya. Ingin segera sampai di Pos

Kokopan tapi rasanya masih begitu jauh. Kami mulai bosan.

Rasa lelah setelah menempuh perjalanan jauh benar-benar terasa dampaknya.

Idealnya sebelum mendaki kami istirahat terlebih dahulu di base camp, sekalian

aklimatisasi. Setelah tenaga kembali pulih baru memulai pendakian. Tetapi karena waktu

ekspedisi yang mepet karena memang bukan musim libur, ditambah target mencapai dua

puncak membuat kami harus memanfaatkan waktu seefisien mungkin. Jadilah pendakian

panjang ini ditempuh dengan fisik yang kelelahan setelah menempuh perjalanan 12 jam naik

bus dari Jogja.

Jalur Kenangan

Pendakian kali ini semacam nostalgia bagiku, di jalur tretes inilah pertama kali aku melakukan pendakian 3000m dpal menuju puncak Arjuno sekitar 4 tahun yang lalu. Tentu kondisi waktu itu jauh berbeda, dengan segala persiapan dan manajemen pendakian yang masih kacau, pendakian saat itu terasa sangat berat dan lama. Alih – alih mengamati jalur, aku lebih sering memikirkan diri sendiri yang ragu bisa sampai puncak atau tidak. Jalur berbatu penuh debu dan terik matahari yang menyengat saat itu benar benar membuat nyali menciut, terlebih lagi rombongan kala itu tak ada satupun yang pernah mendaki Gunung Arjuno.

Kembali merangkai ingatan mengenai jalur pendakian ternyata bukan hal mudah, bahkan rekaulang lokasi pos pendakian pun salah. Maklum, kala itu jalur naik dan jalur turun berbeda sehingga sangat sedikit memori yang menempel di kepala. Yang paling aku ingat, jalur ini sukup panjang sehingga perlu mempersiapkan mental untuk melaluinya. Dan tentu saja, beban moral kali ini lebih besar daripada pendakian pertama karena diberi kepercayaan sebagai “konsultan” pendakian ekspedisi kali ini. Mau tak mau segala sesuatu harus dipersiapkan untuk menyukseskan pendakian kali ini, walau aku sendiri banyak lupanya daripada ingatnya. Mulai dari persiapan fisik, logistik (terutama terkait makanan, karena pendakian Arjuno dahulu merupakan salah satu pendakian dengan perencanaan logistik paling kacau) hingga persiapan rencana A, B,C, hingga D guna mengantisipasi berbagai kemungkinan yang ada. *** Priyo

75

Page 81: catatan perjalanan welirang.pdf.pdf
Page 82: catatan perjalanan welirang.pdf.pdf
Page 83: catatan perjalanan welirang.pdf.pdf
Page 84: catatan perjalanan welirang.pdf.pdf
Page 85: catatan perjalanan welirang.pdf.pdf

PERJALANAN YANG BEGITU MENGESANKAN

Ngomong-ngomong soal perjalanan, aku punya kesan yang sangat ‘menggelikan’. Semua berawal dari keterpaksaan naik bus yang terkenal karena sering kecelakaan. Malam semakin larut, terminal Giwangan Jogja semakin sepi. Saat itu hanya ada dua bus yang akan berangkat menuju Surabaya, karena faktor dana yang mepet akhirnya dengan terpaksa kami memilih bus yang murah namun agak ‘berbahaya’ itu.

Aku memang yang paling semangat naik bus ini, “penasaran, mas” begitu kataku kepada Mas Arie yang paling jengkel. Nah, yang menggelikan dan sekaligus tidak bisa dilupakan adalah ekspresi wajah Mas Arie dan Fajrin yang antara mau dan tidak mau naik ke dalam bus. Terpaksa dan tidak rela tapi akhirnya naik juga. Sesampainya di dalam bus Fajrin kemudian bilang kepada Mas Arie “mas, pimpin berdoa”.

Tidak hanya sampai di situ, kebahagiaanku berlanjut dengan full music koplo sepanjang perjalanan. Sampai Madiun kira-kira tengah malam, ada seorang bapak yang ketiduran dan akhirnya kebablasan dari tempat seharusnya dia turun. Sudah jatuh tertimpa tangga, si bapak malah dimintai ongkos tambahan oleh kernet. “mas saya turun Madiun ya” kata si bapak “Madiun sudah lewat pak, tadi saya teriak Madiun Madiun ga ada yang respon” kata kernet Merasa bahwa ini salahnya bapak itu hanya diam saja “ya sudah bapak turun di depan polsek itu aja, dari situ gampang cari bus untuk balik ke Madiun” kata kernet lagi “yo wis mas” kata bapak yang langsung disahut oleh kernet: “dua ribu” (maksudnya nambah dua ribu untuk ongkos ‘kebablasan’ itu)

Sambil tidur-tidur ayam kami mendengar dialog itu dan menurutku itulah bagian terlucu sepanjang perjalanan. Sampai sekarang aku masih tertawa bila ingat cerita itu. kata Mas Arie “sepertinya dia (Yudi) begitu menikmati kesusahan orang lain”. Ada-ada saja.. Sedikit hiburan ditengah suasana panik dan waspada dalam bus yang memang melaju ugal ugalan. ***Yudi

Sesekali hujan datang menimbulkan gemerisik di dedaunan dan semak, seperti hujan

gerimis. Aku mulai sok tahu lagi (tapi beneran tahu). “Ini namanya presipitasi horizontal,

sebenarnya berupa kabut tebal yang banyak mengandung uap air. karena kejenuhannya

terlalu tinggi maka ketika menyapu permukaan sebagian airnya akan jatuh seperti hujan”

kami berdiskusi sambil cerita, sok ilmiah biar tetap nampak cerdas walaupun sedang berada

jauh dari kampus. Lereng Gunung Arjuno Welirang rasanya begitu membosankan sore ini.

Karena dilanda kejenuhan perjalanan mulai terasa berat. Kami jadi banyak berhenti, tarikan

nafas mulai terengah-engah, ingin cepat sampai Pos Kokopan membuat kami mulai dilanda

rasa frustrasi. 80

Page 86: catatan perjalanan welirang.pdf.pdf

Jalan yang begitu terjal Ketika kejenuhan mulai sampai pada puncaknya akhirnya kami sampai di Pos

Kokopan (Pos II). Menurut Priyo Pos ini banyak digunakan untuk camping, tidak hanya oleh

para pendaki saja, tapi juga bagi penggemar kegiatan outdoor yang tidak minat untuk

mendaki ke puncak. “Kalau malam minggu biasanya tempat ini jadi ramai banget, kalau kita

mau camping disini pada saat turun nanti kita harus cepat-cepat. Telat sedikit atau

kemalaman sampai disini jangan harap dapat tempat untuk bikin tenda” kata Priyo. Pos

Kokopan memang tidak begitu luas, namun disini terdapat mataair dengan debit yang cukup

besar. “Disini kalau malam indah banget, lampu-lampu kota di bawah sana kelihatan, sudut

pandangnya juga bagus, lagipula jaraknya cukup jauh bagi yang bukan pendaki sehingga

sudah merupakan tantangan tersendiri untuk sampai disini” lanjutnya. Sayangnya ketika

kami sampai sore ini kami hanya disambut oleh mendung yang tebal. Jadi ‘boro-boro’ bisa

lihat lampu kota di bawah sana, jalur yang tadi dilewati saja tidak nampak. Waktu istirahat di

Pos Kokopan rasanya tidak terlalu lama mengingat perjalanan masih sangat jauh dan kami

telah membuang banyak waktu di perjalanan tadi. Kami hanya bergantian untuk sholat lalu

kembali melanjutkan perjalanan. Gubuk di pojok pos nampaknya biasa dipakai untuk

berjualan. Hanya saja sore ini nampaknya tidak ada yang berjualan, mungkin karena belum

malam minggu.

Tidak berapa lama di Pos Kokopan kami segera melanjutkan perjalanan. Jalur

sekarang menjadi lebih terjal. Badan yang sudah mulai lelah jadi malas bergerak, apalagi

tadi baru saja melewati istirahat ‘sebentar’ yang sangat tidak memuaskan. Baru berjalan

beberapa langkah rasanya sudah ingin berhenti lagi. Dalam hati aku heran bagaimana jeep

yang mengangkut belerang dari Pos Pondokan bisa melewati jalan terjal dan rusak seperti

ini. Belum sampai 30 menit dari Kokopan kami istirahat lagi di sebuah gubuk, sepertinya

memang dibuat sebagai pos pengamatan oleh Dinas Kehutanan Jawa Timur sebagi pihak

pengelola Tahura R Soeryo.

Kemudian kami mulai jalan nanjak dan nanjak lagi, kaki rasanya mulai gempor,

ditambah cuaca yang tidak menentu membuat perjalanan jadi kehilangan kenikmatannya.

Ketika mendung sedikit terbuka cahaya matahari sore yang hangat terasa memberi rasa

nyaman (hanya sebentar saja karena setelah itu mendung terus menutupi langit sampai

malam tiba ketika kami telah sampai di kokopan). Sambil duduk beristirahat tiba-tiba kami

dikejutkan oleh seekor lutung yang sedang bergelantungan di dahan pohon. Bulunya hitam

gelap dan ukurannya lebih besar daripada monyet biasa. “Kira-kira sebesar Fajrin” kami

membuka kembali canda tawa yang sempat terhenti oleh rasa lelah dan bosan sepanjang

perjalanan tadi. Tapi memang lutung ini begitu besar, Fajrin menyebutnya Jaguar karena

besar, hitam, dan pandai memanjat. Aku mulai waswas, takut kalau lutung ini tiba-tiba

menyerang. Wah bisa terjadi pertarungan antara lutung gunung dengan lutung kampus. 81

Page 87: catatan perjalanan welirang.pdf.pdf

Jalanan jelek sepertinya memang tidak ada habisnya. Priyo bilang sampai Pos

Pondokan jalannya akan tetap seperti ini. “kan jalur jeep pengangkut belerang” katanya.

“nah jeepnya itu paling jauh cuma sampai di Pondokan” katanya melanjutkan. Jalan

memang tetap sama jeleknya tapi tanjakannya lebih terjal. Aku mulai merasa tidak enak

badan, mungkin karena kelelahan dan masuk angin ketika naik bus. Teman-temanpun

kondisinya kurang lebih sama walaupun tidak separah aku. Hanya Priyo yang nampak

sehat. “makanya punya badan tuh rajin-rajin diservis” kata Priyo kepada kami semua,

terutama kepadaku yang paling loyo sore ini. Ah, rasanya menyesal malas berolahraga.

Padahal dulu dalam setiap pendakianku rasa-rasanya tidak pernah aku mengalami

kelelahan sampai seperti ini. “itu dulu, waktu kamu masih sehat-sehatnya dan belum banyak

kegiatan dan beban kerja” kata Priyo. Memang benar, pikirku.

Masalah baru mulai datang sekarang. Selain jalan jelek dan terjal yang menguras

tenaga dan semangat, cuaca juga mulai memburuk. Sesekali terdengar suara gemuruh di

langit sambung menyambung. Langit semakin pekat oleh mendung dan sore menjelang

senja. Nampaknya akan turun hujan. Suara guntur terasa membuat nyali ciut, kami

mencoba terus berjalan agar cepat sampai di Pos Pondokan. Terbayang disana mendirikan

tenda, berbaring nyaman, memasak makanan yang enak. Ah, rasanya hilang semua lelah

kalau sudah sampai di Pondokan. Tapi sepertinya tempat yang kami tuju masih sangat jauh

dari bayangan. Bahkan angan-angan saja belum sampai, kecuali Priyo yang pernah

melewati jalur ini, dengan sisa-sisa ingatannya yang mengatakan bahwa: “Pondokan masih

jauh”.

Cobaan Cuaca benar-benar tidak bisa diperkirakan. Sebentar matahari bersinar terik, sebenar

turun kabut, sebentar kemudian terik lagi, turun kabut lagi, begitu seterusnya. Suatu ketika

kabut pekat datang lalu disusul hujan rintik-rintik. Kami sedang merayap di sebuah tanjakan

terjal, rasanya jalan ini seperti tidak berujung, hanya berkelak-kelok saja. Ditengah rasa

jemu sekonyong-konyong terdengar suara petir menyambar. Lalu disusul gemuruh di langit

sambung menyambung. Secara pribadi aku sudah beberapa kali merasakan “digertak”

badai gunung, yang tentu saja jauh lebih dahsyat dari ini. Tapi suasana hujan rintik-rintik di

tengah hutan ini rasanya begitu aneh. Kami semua lalu berhenti untuk memakai jas hujan,

lalu jalan lagi. Aku merasa semakin tak enak badan. Kami jalan sendiri-sendiri, terpisah satu

sama lain beberapa puluh meter. Aku sendiri yang paling tidak sehat mulai kepayahan dan

tertinggal-tinggal. Saat jarak terlalu jauh teman-teman menunggu. Yudi yang berada paling

dekat di depanku sepertinya mulai mengkhawatirkan kondisiku. Sesekali dia berhenti lalu

menoleh dengan wajah cemas. Aku tidak mau membuatnya khawatir, sambil menahan lelah

aku hanya bisa mengacungkan jempol dari kejauhan, tanda bahwa aku baik-baik saja. Saat

itu aku merasa sangat lapar, untung sebelum berangkat Priyo sempat memasukkan banyak 82

Page 88: catatan perjalanan welirang.pdf.pdf

permen di saku jaketku. Lumayan, sepanjang jalan masih bisa mengunyah permen sekedar

untuk asupan darurat.

Fajrin yang berjalan paling depan hanya nampak samar-samar olehku. Kabut tebal

mulai datang sehingga menghalangi pandangan. Hujan rintik-rintik masih menyertai

perjalanan. Untung tidak hujan deras, pikirku. Apa jadinya kalau tubuh-tubuh lelah ini

diguyur hujan deras, basah dan dingin, keadaan yang lebih buruk bisa saja terjadi. Tentu

dalam keadaan seperti ini kami terus berusaha mempercepat langkah semampunya agar

cepat sampai Pondokan, tak lupa sembari memanjatkan doa di setiap langkah, memohon

perlindungan dariNya.

Kami segera beristirahat kembali, selain untuk mengurangi lelah juga agar semua

anggota tim berkumpul kembali. Berjalan sendiri-sendiri di tengah kabut tebal terlalu riskan,

takut terjadi hal-hal yang buruk akhirnya kami memutuskan untuk bersama dan berjalan

berdekatan. Aku yang sekarang berjalan paling depan, biar tidak ketinggalan lagi. Untuk

menopang tubuh yang lelah aku pakai saja tracking pole milik Priyo. Hujan telah berhenti,

teman-teman membuka jas hujannya, aku malas dan terus saja berjalan agar segera

sampai di Pondokan.

Ketika berhenti tadi kami sempat bertemu serombongan pendaki yang sedang dalam

perjalanan turun. Menurut informasi dari mereka pondokan tinggal 15 menit lagi. Wah,

benarkah? Tentu kami kembali bersemangat. Tapi kok rasa-rasanya sudah lebih dari 15

menit berjalan masih belum juga sampai? Apakah kami berjalan terlalu pelan? Apakah

mereka hanya sekedar membesarkan hati kami saja? Dengan pikiran yang dipenuhi

pertanyaan kami terus saja berjalan dan akhirnya sebelum frustrasi kembali menguasai hati

sampailah kami di Pondokan. Disini sudah ada beberapa kelompok pendaki. Malah

nampaknya ada yang tengah bersiap untuk perjalanan turun. Aku menghempaskan tubuhku

di dekat mereka. Sambil istirahat aku sempat mendapat informasi bahwa dua hari terakhir

hujan deras terus mengguyur sampai pondokan. “baru hari ini saja tidak hujan deras” begitu

kata mereka. Dalam hati aku mengucap syukur.

Tenda segera didirikan, aku dan Fajrin lalu menuju sumber air. Setelah sholat maghrib

aku masuk tenda. Teman-teman masih asyik memasak. Pintu tenda sengaja tidak aku tutup

agar tetap bisa bersama teman-teman walaupun tidak ikut berada di luar. Tak berapa lama

Priyo sudah menyiapkan mie hangat dengan ikan sardin yang aromanya sungguh nikmat.

Kami semua makan dengan lahap. Segelas susu hangat mengakhiri hari yang melelahkan,

karena setelah itu aku menjadi yang pertama ketiduran karena terbius lelah. Mungkin juga

karena kekenyangan. Entah kapan teman-teman mulai mengantuk dan berangkat tidur.

Ketika aku terjaga Priyo sudah lelap disebelahku. Fajrin berada satu tenda dengan Yudi.

Pagi belum juga datang di dalam tenda masing-masing sibuk dengan mimpinya sambil

menggigil menahan dingin. 83

Page 89: catatan perjalanan welirang.pdf.pdf

MENGURAS EMOSI DAN KESABARAN

Mendaki ke Gunung Welirang memang cukup menguras emosi dan kesabaran.

Pertama, dari ketinggiannya Gunung Welirang sebenarnya termasuk dalam kategori tidak tinggi-tinggi amat. Welirang hanya 3156 mdpal, 3 meter lebih tinggi dari Gunung Sindoro di Jawa Tengah, serta lebih rendah 200an meter dengan Gunung Arjuno yang berada dalam satu gugus gunungapi dan terletak di selatannya. Selain itu, jika dihitung-hitung Welirang hanya berada dalam ranking tertinggi ke tujuh diantara sepuluh gunungapi tertinggi di Pulau Jawa, yang selengkapnya adalah Mahameru (3676 mdpal), Slamet (3428 mdpal), Sumbing (3371 mdpal), Arjuno (3339 mdpal), Raung (3332 mdpal), Lawu (3265 mdpal), Welirang (3156 mdpal), Sindoro (3153 mdpal), Merbabu (3142 mdpal), dan Argopuro (3088 mdpal). Tapi, walaupun tidak tinggi-tinggi amat jalur ke puncak Welirang melalui Tretes terbilang cukup panjang, karena Base Camp Tretes terletak di ketinggian 800 mdpal. Jadi ada beda tinggi 2300an meter, dengan lerengkaki gunungapi yang relatif landai. Atau mau ke Welirang via Jalur Lawang atau Batu? Tentu lebih jauh karena jalur-jalur yang disebutkan lebih dekat ke Puncak Arjuno.

Kedua, jalur ke Puncak Welirang penuh dengan igir tipuan. Kami yang awam dengan rute Welirang sama sekali tidak menduga banyaknya igir tipuan ini. Berdasarkan keterangan yang kami himpun dari berbagai sumber, dalam gugusan Arjuno-Welirang ada empat puncak (semuanya berketinggian diatas 3000 mdpal) yaitu berturut-turut dari utara adalah Welirang, Kembar I, Kembar 2, dan Arjuno. Memang dari citra satelit kami sempat mengidentifikasi ada banyak igir lagi selain empat yang disebutkan diatas, tapi kami berpikiran bahwa empat-empatnya berderetan berturut-turut. Ternyata? Memang benar bahwa Puncak Kembar I, Puncak Kembar II, dan Puncak Arjuno berdiri berjajar berturut-turut, tetapi Puncak Welirang yang akan kami tuju terletak jauh ke utara dari Kembar I, dibatasi oleh igir lava dome (menurut istilah Verstappen) yang lebih tinggi dari Kembar I, kemudian kami harus melintasi igir Welirang Tua, barulah kami sampai di Puncak Welirang yang beneran, yaitu Welirang Muda yang tingginya 3156 mdpal. Jadi, selain membuat kami salah paham beberapa kali mengenai puncak mana yang harus didaki, lintasan yang dilewati juga lebih panjang, lebih jauh, dan berputar-putar. Kamipun berkeliling-keliling di tempat berketinggian 3000an mdpal. ***Arie dan Fajrin HARI KETIGA Harapan baru

Pagi ini cerah sebagaimana semangat kami yang kembali menyala setelah ‘isi ulang’

di dalam tenda semalaman. Priyo sudah lebih dulu bangun dan sudah jalan-jalan entah

kemana. Mungkin menjalani hobby barunya: menghilang pagi-pagi, atau mungkin mencari

lokasi ‘belakang’, entahlah. Yudi dan Fajrin juga segera bangun sambil menggigil. Memang

pagi ini cukup dingin, walaupun sebenarnya tidak dingin-dingin banget sebagaimana suhu

udara di gunung pada pertengahan musim kemarau. 84

Page 90: catatan perjalanan welirang.pdf.pdf
Page 91: catatan perjalanan welirang.pdf.pdf
Page 92: catatan perjalanan welirang.pdf.pdf
Page 93: catatan perjalanan welirang.pdf.pdf
Page 94: catatan perjalanan welirang.pdf.pdf
Page 95: catatan perjalanan welirang.pdf.pdf
Page 96: catatan perjalanan welirang.pdf.pdf
Page 97: catatan perjalanan welirang.pdf.pdf
Page 98: catatan perjalanan welirang.pdf.pdf
Page 99: catatan perjalanan welirang.pdf.pdf

Acara kami pagi ini apalagi kalau tidak memasak untuk sarapan. Yudi segera

menunjukkan keahliannya dalam menanak nasi, Fajrin membuat kopi panas yang segera

saja aku minta. Priyo sudah mulai membongkar tenda. Sebentar kemudian sambil sarapan

kami segera berembuk kembali untuk menentukan teknis perjalanan summit attack pagi ini.

Aku kemudian memulai pembicaraan.

“kalau lihat situasi begini, kayaknya kita ke puncak welirang dulu aja deh” kataku yang

langsung disambut tawa oleh Priyo.

Teman-teman sepertinya sependapat denganku. Memang jatah waktu kami terlalu

mepet. Fajrin bilang harus pulang sebelum minggu sore karena ada pertemuan dengan tim

KKN. Kalau mau ke Arjuno tentu kami harus menambah satu hari karena dari Puncak

Welirang ke Puncak Arjuno langsung sepertinya terlalu ngoyo bagi kami yang kelelahan

menempuh perjalanan jauh dan terserang sakit ketinggian. “wah, sudah nggak idealis lagi

nih, sekarang lebih realistis” kata salah seorang teman

PAGI HARI, WAKTUNYA EKPLORASI RINGAN

Pagi hari adalah waktu yang tepat untuk eksplorasi sekitar tempat berkemah. Biasanya banyak hal hal menarik yang mungkin luput dari perhatian kita yang biasanya diburu waktu untuk mencapai puncak. Di Semeru, menyempatkan diri berkunjung ke sabana ayek-ayek (sambil melakukan “ritual pagi” tentunya). Di Sindoro menjelajah bibir kawah sendirian, di Lawu pun pagi-pagi menbcoba mencari tahu keberadaan rumah botol di Hargo Dalem.

Pada pendakian Welirang pun jalan jalan pagi tetap kulakukan. Ketika di Terminal Bungurasih, kala itu Fajrin dan Ari masih terlelap sedangkan Yudi mulai tidur tiduran setelah ngobrol ngalor ngidul, aku pergi kamar kecil untuk cuci muka. Penasaran dengan kondisi di sekitar terminal, sehabis cuci muka lanjut keliling seputaran terminal sambil mencari atm Bank Mandiri. Sialnya, ternyata lokasi ATM cukup jauh, sehinggga menghabiskan waktu yang cukup lama untuk kembali ke Terminal.

Ketika berada di pos pondokan pun menyempatkan diri untuk jalan jalan pagi. Bukan karena apa-apa, tapi diriku cukup peka dengan cahaya dan suara sehingga mau nda mau harus bangun ketika matahari mulai masuk ke tenda. Daripada bengong nda jelas karena pagi itu baru aku yang bangun, lebih baik mengisi waktu dengan jalan jalan sambil menghangatkan badan. Kala itu mencoba mengingat – ingat jalur menuju Arjuno, namun seiring makin menanjaknya jalur maka makin menurun niat untuk menjelajah lebih jauh. Ketika kembali ke tenda, teman – teman sudah pada bangun. ***Priyo

94

Page 100: catatan perjalanan welirang.pdf.pdf

“coba kita lihat situasi diatas nanti, dari Puncak Welirang ada jalur melipir langsung ke

Puncak Arjuno, jadi kita nggak perlu kembali ke Pondokan” kata Priyo

“kalau situasi memungkinkan saja dan waktunya cukup. Lagipula di dekat Puncak Arjuno

juga ada lokasi yang baik untuk camp” Priyo melanjutkan.

Aku rasa Priyo benar, dan setelah berembuk sambil sarapan akhirnya kami sepakat

untuk mempertimbangkan kembali rencana ke Puncak Arjuno sekembalinya dari Puncak

Welirang. Priyo tak habis-habisnya tertawa bila ingat semangat dan ambisi kami sebelum

berangkat yang ingin menyapu bersih Puncak Arjuno dan Welirang via Puncak Kembar I

dan II. Rencana itu akhirnya bubar jalan karena faktor waktu yang mepet dan kesehatan. Di

gunung situasi memang tak selalu seperti yang diharapkan. Situasi mudah berubah dan

penuh dengan ketidakpastian.

Selesai sarapan, kamipun kemudian berangkat dengan semangat baru. Sayangnya

semangat kami langsung diuji dengan medan yang menanjak. Begitu meninggalkan

pondokan jalur langsung belok kanan melintasi sungai kecil yang kering. Dari tempat ini

lintasan langsung menanjak terjal tanpa ancang-ancang. Kami yang baru awal pemanasan

langsung ngos-ngosan. Disini sudah tidak ada aba-aba dari Priyo, karena empat tahun lalu

dari pondokan Priyo lanjut ke Puncak Arjuno. Jadi untuk menuju puncak modal kami

semuanya nol. Rombongan pendaki dari ITS yang mengikuti kami juga nihil pengalaman di

Welirang. Bahkan sebagian besar diantara mereka pemula. Jadi benar-benar berharap

dipandu oleh kami, meskipun mereka tidak mengatakannya. Sebagian lagi dari rombongan

mereka camp di Pondokan. Alhasil mereka jalan-jalan ke puncak tanpa membawa beban.

Cukup satu daypack untuk sedikit bekal secukupnya. Sementara masing-masing dari kami

menahan beban career penuh barang. Agak kesal juga, kami hanya bisa menggerutu “coba

bilang dari tadi kalau ada yang gak muncak, kan barang kita bisa dititipin”.

Kami sudah berjalan beberapa ratus meter lebih tinggi dari pondokan. Hutan masih

lebat. Ada dua jalur yang bisa dilewati, jalur pendaki yang berupa jalan setapak dan jalur

penambang yang lebar karena biasa digunakan untuk lintasan gerobak dorong. Awalnya

kami tidak percaya penambang bisa mengemudikan gerobak di lintasan ini, karena begitu

terjal. Bagaimana caranya mereka menahan gerobak yang penuh muatan dan tidak

tergelincir atau ikut terseret karena gaya gravitasi lereng yang sangat terjal. Kebetulan saat

itu tidak ada aktivitas mengangkut belerang hasil tambang.

“masa iya sih bisa ngangkut belerang pakai gerobak di jalan seperti ini” Yudi masih tidak

percaya

“kemarin waktu di base camp aku lihat foto-foto aktivitas penambangan, memang ada yang

pakai gerobak dorong” kataku

“lagian tadi di Pondokan ada gerobaknya kan?” Fajrin menambahkan

95

Page 101: catatan perjalanan welirang.pdf.pdf

“ah paling-paling gerobaknya cuma dipakai di sekitar Pondokan yang medannya landai,

kalau disini sepertinya dipanggul” Yudi masih ngotot dengan pendapatnya

Jalur masih menanjak, hutan masih lebat, sementara jejak roda gerobak dorong

semakin jelas. Sesekali ada bonus jalur landai yang agak berputar. Di beberapa tempat ada

pohon tumbang, ukurannya ada yang cukup besar. Ketika jalur mulai terjal kembali lintasan

berbelok ke arah kanan.

“kenapa sih harus belok kanan segala, kan mendingan naik biar cepet sampai puncak” kata

Yudi dengan gaya yang diklaimnya sebagai ‘kritis’ tapi menurut teman-teman tidak bermutu

“kalau kamu mau naik ya sana, naik aja terus nanti bukannya sampai Puncak Welirang

malah sampai ke Puncak Kembar I” kataku

Lintasan pendakian terus bergerak serong ke arah kanan. Sedikit lebih mudah dilalui

karena diperkeras dengan batu, agak rapi, mungkin sengaja dibuat untuk jalur gerobak

dorong tadi. Tetapi berjalan di lintasan batu lebih melelahkan, masih lebih mudah berjalan di

jalan tanah. Asal tidak erosi atau berdebu. Dari sini nampak satu igir yang menjulang tinggi.

Siapapun yang belum pernah mendaki kesini pasti akan menduga bahwa itulah Puncak

Welirang. “tapi kok tidak berasap?” tanya kami dalam hati

Hari merambat siang, matahari kini semakin terik sementara hutan lebat yang sedari

tadi memayungi kini berganti dengan gerumbul perdu dan semak. Perubahan kondisi medan

ini membuat kami jadi cepat lelah. Fajrin dan Yudi sepertinya mulai drop. Tapi Yudi yang

paling parah. Dia mengalami penyakit gunung yang aku alami kemarin sore, lemas dan

rasanya sangat lapar. Kami membuka bekal dan memberi beberapa potong roti yang

langsung dimakan dengan lahap oleh Yudi. Aku teringat peristiwa kemarin sore, saat itu aku

merasa begitu lapar sehingga aku mengunyah beberapa bungkus permen yang diberikan

Priyo, persis seperti orang yang tidak makan beberapa hari. Dan kini penyakit itu ternyata

menyerang Yudi. Sambil beristirahat Fajrin membuka minuman bersuplemen energi,

minuman favorit dalam pendakian ini. Mendaki jalur yang melelahkan ini memang membuat

kami sebentar-sebentar harus beristirahat.

Setelah berjalan lagi beberapa saat akhirnya kami sampai di sebuah dataran yang

agak luas, yang rupanya adalah celah menuju ke puncak. Di sebelah kiri ada Puncak

Kembar I, berupa bukit kecil tetapi berasap, sepertinya mempunyai kawah pusat erupsi. Di

sebelah kanan ada bukit yang lebih besar yang awalnya kami menduga sebagai Puncak

Welirang, tetapi ternyata bukan (Verstappen menyebutnya sebagai lava dome). Kami

mengetahuinya setelah mengikuti lintasan yang ternyata berputar mengelilingi bukit ini

menuju igir yang terletak di sebelahnya. Sekarang kami tidak hanya menduga, tetapi

berharap bahwa inilah Puncak Welirang. Ternyata sekali lagi kami tertipu karena rupanya

jalur hanya berputar lagi lewat sisi sebelah baratnya. 96

Page 102: catatan perjalanan welirang.pdf.pdf

Igir yang dilewati ini rupanya Puncak Welirang Tua, jadi sebenarnya Puncak Welirang

juga, tapi bukan yang tertinggi (3156 mdpal), bukan yang biasa didaki, dan bukan lokasi

penambangan belerang yang begitu ingin kami lihat. Rasa kesal dan frustrasi mulai datang.

Hari sudah semakin siang dan rasanya ingin cepat-cepat sampai puncak. Sisi baiknya kami

mendapatkan semangat ekstra. Aku dan Yudi berjalan di depan mengikuti lintasan yang

cukup lebar dengan jejak-jejak belerang yang tumpah dari keranjang. Lokasi tambang pasti

dekat puncak, jadi kami terus saja mengikuti jalur ini. Sesampainya di ujung jalan kaget

bukan kepalang karena jalur ternyata buntu ke kawah utama yang pekat dengan asap

solfatara, baunya sengak menyesakkan nafas. Sebelum pingsan karena kekurangan

oksigen kami buru-buru kembali ke tempat semula, rupa-rupanya kami nyasar beberapa

ratus meter. Setelah kembali dan meneliti jalur akhirnya kami menemukan lintasan menuju

puncak yang tadi terlewatkan, entah karena terlalu bersemangat atau konsentrasi menurun

karena kelelahan dan kekurangan oksigen akibat ketinggian.

Puncak Di “jalan yang benar” ini kami harus melintasi bebatuan cadas yang labil. Jadi harus

ekstra hati-hati dan mengatur ritme perjalanan, termasuk jaga jarak antar pendaki karena

gelinciran batu begitu berbahaya. Matahari sudah tepat berada di atas kepala, tetapi tidak

terlalu terik. Kabut tebal sebentar datang sebentar pergi, oleh karenanya cuaca menjadi

tidak menentu. Terkadang cuaca cerah sehingga bebatuan cadas nampak jelas hingga ke

puncak igir di batas pandangan, terkadang jarak pandang menjadi sangat pendek karena

cuaca berkabut.

Kami terpisah menjadi dua kelompok. Aku dan Yudi berjalan lebih dulu, sementara

Priyo dan Fajrin, diikuti oleh rombongan ITS beberapa puluh meter di bawah. Sekitar tiga

puluh menit berjalan kelompok pertama sampai di sebuah lembah yang tidak begitu luas.

Persis di sebelah kiri jalur tempat kami datang ada sebuah gua vulkanik dan sisa-sisa

pondasi bangunan. Aku ingat sebelum berangkat Priyo pernah cerita tentang adanya gua

dan bekas pesanggrahan milik Belanda di dekat Puncak Welirang. Terus terang kami masih

ragu dengan keterangan mengenai bangunan Belanda itu, tetapi yang jelas sebelum puncak

sempat menjumpai reruntuhan bangunan, walau tidak tahu pasti itu apa dan telah ada sejak

kapan.

Aku dan Yudi berhenti sejenak. Dari sini sepertinya diatas lembah sudah tidak ada

yang lebih tinggi lagi. Mungkin puncak. Karena terdorong oleh rasa penasaran tak berapa

lama berjalan lagi dan ternyata dugaan meleset, sesampainya diatas kami mendapati

pemandangan yang sama dengan dibawah tadi yaitu ternyata masih ada igir lagi yang harus

didaki. Aku dan Yudi saling berpandangan, lalu kemudian geleng-geleng kepala. Tanpa

membuang waktu kamipun segera memanjat lereng-lereng cadas, berjalan melintasi sisa-

sisa kawah, menapaki bebatuan yang berasap dan kadang berbau sengak. Hampir 20 menit 97

Page 103: catatan perjalanan welirang.pdf.pdf

berjalan tanpa henti Pukul 11.01 rombongan pertama tiba di puncak. Ternyata puncak

bukanah tempat yang datar, tetapi ada beberapa igir yang runcing ke atas mengelilingi

bekas kawah yang sudah tidak aktif. Tempatku berdiri dengan Yudi sekarang kelihatannya

juga bukan yang paling tinggi. Menurut pengamatan igir sebelah timurlah yang paling tinggi.

Aku beristirahat dengan Yudi sambil menunggu Priyo dan Fajrin yang datang

menyusul tidak lama kemudian. Setelah anggota tim lengkap kami melanjutkan perjalanan

ke puncak tertinggi, yang berupa igir sempit dan bagian depannya sudah jurang ke kawah

mati. Kabut tebal tiba-tiba datang dalam perjalanan menuju puncak tertinggi ini. Aku sempat

khawatir kami bisa tersesat karena di sekitar puncak hanya dipenuhi batu, tidak ada pohon

atau semak yang bisa kami jadikan acuan jika jarak pandang terlalu pendek karena cuaca

berkabut. Pukul 11.19 kami sampai di puncak tertinggi. Sesampainya di puncak kami segera

mengibarkan bendera dan berfoto. Sayangnya tidak bisa berlama-lama karena waktu yang

semakin mepet dan cuaca yang terus memburuk. Ketika kami meninggalkan puncak

sesekali kabut tebal datang.

Puncak sudah usai, kini yang terpikirkan adalah pulang. Jujur saja aku sudah bosan

berada di gunung, jadi usul Priyo untuk camp di Kokopan (Pos II) sepertinya kurang disetujui

alasannya terlalu jauh dari base camp. Pokoknya kami merasa ingin cepat-cepat turun ke

bawah sedekat mungkin ke permukiman warga. Priyo mempunyai alternatif rencana untuk

camp di Pet Bocor (Pos I) tapi setelah dipikir ulang lokasi itu dekat dengan base camp.

Akhirnya disepakati, sore ini kita akan melakukan perjalanan panjang dari Puncak langsung

ke Base Camp, mungkin 6 jam hingga 8 jam nonstop. Tidak ada lagi rencana bermalam di

gunung, jadi kita harus keluar dari hutan kalau bisa sebelum malam. Waktu sudah

menunjukkan pukul 11.35, kini kami kembali melintasi jalur sempit yang diapit dua kawah

mati. Tak berapa lama kemudian kami menuruni lereng berbatu yang terjal lalu sampailah di

gua vulkanik yang tadi dilewati. Dengan antusias Fajrin sempat masuk untuk memeriksa

situasi di dalam, tetapi tidak lama lalu kembali ke luar dengan wajah kecewa..

Ternyata perjalanan pulang begitu cepat. Mungkin karena terdorong oleh semangat,

“diusir” oleh cuaca buruk di sekitar puncak, serta berjalan turun tidak terlalu melelahkan

sehingga tidak perlu banyak istirahat. Sekitar 40 menit berjalan dari puncak, pukul 12.13

kami sudah sampai di celah antara Kembar I dengan Lava Dome. Disini kami memutuskan

untuk istirahat agak lama, sekaligus untuk shalat dhuhur. Setelah itu kembali melanjutkan

perjalanan. Lebih dari satu jam kemudian, pukul 13.26 kami telah sampai kembali di Pos III,

Pondokan. Karena telah berjalan cukup lama, kamipun kembali istirahat cukup lama disini.

Yudi sempat wawancara dengan seorang penambang belerang. Ternyata rombongan ITS

yang sejak kemarin mendaki bersama kami memutuskan untuk camp 1 malam lagi. Setelah

memberesi sampah-sampah kami dan berpamitan dengan rombongan ITS kami langsung

tancap gas, berharap tiba di base camp sebelum malam. 98

Page 104: catatan perjalanan welirang.pdf.pdf

PUNCAK WELIRANG PUNYA KEINDAHANNYA SENDIRI Jangan membayangkan Puncak Welirang indah dengan hamparan rumput

hijau seperti Puncak Sindoro, atau berhutan lebat seperti Puncak Pangrango dengan Lembah Mandalawangi yang menakjubkan dipenuhi bunga edelweiss berada di bawahnya, atau mungkin seperti Puncak Lawu yang bersemak-perdu. Puncak Welirang hanya dipenuhi batu dan pasir. Cukup luas, tetapi tidak datar, itupun disana sini terdapat lubang-lubang yang keluar asap solfatara dari dalamnya.

Jika penilaian itu dilakukan berdasarkan ukuran seperti diatas maka Puncak Welirang tidak bisa dibilang bagus, keren, atau indah. Tapi Welirang puya karakteristik sendiri yang mungkin bagus, keren, atau indah dilihat dari sisi yang lain. Puncak Welirang memiliki karakteristik khas sebagai puncak dari sebuah vulkan aktif dengan perpaduan batu-pasir-hembusan solfatara. Kondisi di Puncak Welirang hampir sama dengan puncak vulkan aktif lainnya seperti Slamet, Merapi, dan Semeru yang didominasi oleh batu dan pasir. Tetapi sekali lagi Puncak Welirang punya karakteristik yang spesifik dibanding puncak lain.

Puncak Welirang seperti mewakili kenampakan yang ada di Puncak Slamet, Merapi, dan Semeru. Puncak Welirang juga berbatu-batu seperti Puncak Merapi (sebelum erupsi tahun 2010) tetapi tidak didominasi oleh batu. Juga memiliki pasir seperti Slamet dan Semeru, tetapi tidak didominasi oleh pasir. Slamet memiliki kaldera lautan pasir yang terhampar di bawah puncak, sedangkan Semeru (Puncak Mahameru) adaah puncak datar dan luas yang berpasir. Welirang seperti perpaduan diantara keduanya, mempunyai igir-igir dan kawah-kawah kecil diantara hamparan pasir dan batu yang berselang-seling. Agak sedikit menjauhi puncak ada beberapa gerumbul vegetasi khas puncak, semak-semak berdaun kaku. ***Arie

Frustrasi Kami berjalan seperti bus sedang kejar setoran, nyaris tanpa istirahat. Kadang-kadang

30 menit berjalan baru diselingi istirahat 2 menit, lalu berjalan lagi. Perjalanan turun memang

tidak terlalu melelahkan seperti saat mendaki. Nafas juga lebih teratur dan tidak ngoyo.

Kami bersyukur sejauh ini kaki belum merasa gempor, satu-satunya kendala saat turun

adalah ketika persendian lutut kelelahan karena menahan beban tubuh dan barang bawaan

saat melawan gravitasi. Kalau ini sudah “menyerang” kaki seperti tidak mau berkompromi

dengan otak. Maunya jalan dan terus jalan tapi kaki seperti enggan bergerak. Untunglah

sejauh ini kami masih baik-baik saja dan berharap terus dalam keadaan baik sampai di

bawah. Satu demi satu tempat yang dilewati kemain sore telah kami lalui. Cuaca sama

seperti saat kemarin mendaki, kadang cerah kadang berkabut, tapi nampaknya sore ini lebih

baik karena perubahan cuaca yang mendadak jarang terjadi.

Berjalan dan terus berjalan lama-lama menyebabkan timbulnya rasa bosan juga.

Nasehat para pendaki senior yang mengatakan: “pendakian itu harus dinikmati, langkah 99

Page 105: catatan perjalanan welirang.pdf.pdf

demi langkah, setahap demi setahap” rupanya hanya berlaku ketika naik ke atas. Dalam

perjalanan pulang ini yang ada hanya rasa ingin cepat-cepat sampai base camp, bersih

bersih badan (mungkin ada yang mau mandi), dan mengganti baju yang sudah dipakai tiga

hari. Persediaan air mulai menipis sehingga kini kami sudah mulai mengkonsumsi air

cadangan, air mentah yang dibawa dari Pos II (Kokopan) dalam perjalanan naik kemarin. Air

mentah yang dicampur suplemen energi ala Fajrin rasanya sungguh-sungguh nikmat luar

biasa. Sekarang kaki mulai merasa gempor dan “malas” bergerak karena terus menerus

dipaksa berjalan di jalur berbatu sambil menahan badan yang seringkali hilang

keseimbangan. Melawan gravitasi di lereng curam kadang menjengkelkan sekali.

Kira-kira pukul 16.15 kami sudah sampai di Kokopan. Sesuai kesepakatan kami akan

beristirahat “agak lama” disini. Teman-teman memanfaatkan waktu untuk bersih-bersih di

mataair, kemudian shalat ashar. Sekonyong-konyong Fajrin menunjuk ke warung yang

terletak di sudut pos sambil bicara setengah teriak “ote ote..ote ote..” (kata Fajrin ote ote

adalah istilah Surabaya untuk bakwan). Semua menoleh kepada Yudi. “duit masih ada?”

saat Yudi bilang “ya” itu seperti komando bagi kami untuk menyerbu warung.

“berapaan nih pak? Kata Priyo kepada pedagang warung

“semuanya seribuan, mas” jawab pedagang sambil memotong kayu bakar disamping

warung

Langsung saja kami hajar tanpa sisa. Ditengah-tengahnya menggigit dan mengunyah

akhirnya aku sadar bahwa yang kami makan sebenarnya tempe bongkrek, orang Jogja

menyebutya tempe gembus, sejenis tempe dari sisa ampas pembuatan tahu.

“asem, kalau dirumah aku nggak bakalan makan yang begini” kata teman-teman sambil

makan dengan lahap.

“emang di gunung apa yang kita nggak doyan?” sahut yang lain

Kami masing-masing makan satu tempe dan satu pisang, jadi habis Rp 8.000,-

uangnya ada Rp 10.000,- Fajrin yang sudah kami deteksi sebagai kapal keruk,

mendapatkan jatah untuk menghabiskan yang 2.000,- lagi. Sementara yang lain mulai

beres-beres peralatan sebelum meluncur menuju Pos I, sebelum gelap.

Pukul 16.30 kami sudah kembali menyeret-nyeret langkah menuju Pos I. Rasanya kaki

capek minta ampun, tetapi tekad sudah bulat, kalau bisa sampai Pos I sebelum maghrib.

Masih ada waktu berjalan 1 jam dari Pos II ke Pos I, kamipun mempercepat langkah dan

nyaris tanpa istirahat. Tapi setelah satu jam kok belum juga sampai Pos I? Adzan maghrib

sudah terdengar, “ah berarti sudah dekat” begitu pikiran kami. Di kejauhan nampak lampu-

lampu kota Sidoarjo mulai dinyatakan dan berkerlip indah sekali. Malam sudah benar-benar

datang, sementara kami masih berada di perjalanan antara Pos II dengan Pos I, entah

sudah dekat atau masih jauh. 100

Page 106: catatan perjalanan welirang.pdf.pdf

Karena beranggapan bahwa Pos I sudah dekat, walaupun gelap kami terus saja

berjalan. Batu-batu berwarna putih menjadi “rambu-rambu” yang memandu perjalanan.

Kenapa tidak berhenti sejenak dan menyalakan lampu senter? Badan yang kelelahan tidak

mengenal logika dan berpikir jernih. Begitu inginnya sampai di Pos I membuat kami berjalan

dan terus berjalan saja tanpa berhenti. Di kiri dan kanan jalur sudah banyak semak-semak.

Yudi girang sekali sambil bilang “aku ingat, kalau sudah ketemu pohon-pohon pisang berarti

kita sudah dekat Pos I”. Pernyataan itu akhirya dijawab Fajrin hampir satu jam kemudian

“apaan dari tadi pohon pisang terus, kita juga nggak ketemu pos I”. Semuanya diam, situasi

menjadi serius dan dingin, sedingin kabut yang sesekali datang.

“Sudahlah, lebih baik kita istirahat saja dulu, sekalian mempersiapkan senter” kataku

sambil membuka diskusi kecil-kecilan dengan teman-teman. Priyo yang paling paham jalur

ini menenangkan teman-teman dengan analisisnya. Dari tadi kami memang merasa kesal

karena badan sudah lelah dan tidak sabar, tapi jalan yang dilewati rasanya hanya berputar-

putar tidak jelas. Saat melewati lorong sempit dengan semak-semak menutupi kiri-kanan

jalan, nampaknya diujung sana ada cahaya. “Wah, mungkinkah jalannya sudah berakhir dan

ketemu pos?” kata hati kami. Lalu ketika sampai di ujung jalan yang terlihat adalah jalur

panjang lagi yang berakhir di ujung kelokan. Sampai disana pun situasinya sama, begitu

terus menerus. “Apa benar jalan ini yang kita lewati kemarin, kok rasaya kelokannya lebih

banyak ya?” kata teman-teman. Yah, kondisi kami saat melewati jalur ini dalam perjalanan

naik kemarin dan turun malam ini tentu berbeda, daya pikir dan konsentrasi juga sudah

menurun, apalagi malam sudah datang dan pikiran begitu terbebani target segera sampai di

Pos I.

“astagfirullah....” kata teman-teman begitu menemukan di ujung kelokan masih ada

jalan yang seperti tadi dilewati. Sebenarnya ini hanya soal kesabaran. Suasana sama sekali

tidak asyik. Terkadang semua orang berada dalam pikirannya masing-masing sambil kaki

tetap berjalan.

“ ternyata benar, mendaki gunung membuat kita jadi lebih dekat dengan sang pencipta” kata

salah seorang teman. “lho kok?”

“lha iya, kan dari tadi nyebut terus toh?”. Kami semua tertawa situasi kembali mencair.

Tak disangka-sangka akhirnya tak berapa lama kemudian sampai juga di jalur jalan

yang diperkeras dengan semen, pintu gerbang tahura R. Soeryo. Sedikit lagi Pos I (Pet

Bocor). Tapi dasar sudah tidak sabar, sebanjang jalan tetap saja teman-teman mengoceh.

Seperti nyanyian lagu sepanjang jalan.

“pet bocor dimanakah kamu pet bocor”...

“aduuuhh pet bocor, kenapa nggak ketemu-ketemu”...

“mas, kalau kayak gini rasanya aku lebih milih ketemu pet bocor daripada ketemu cewek

cantik” kata Fajrin 101

Page 107: catatan perjalanan welirang.pdf.pdf

Yudi tidak mau kalah: “aku juga, mendingan ketemu pet bocor daripada ketemu Mi****”

(menyebut bintang film dewasa Jepang).

Kami semua tertawa, sampai akhirnya Pet Bocor benar-benar ketemu. Sambil

menghempaskan badan di kursi warung, semua melihat ke arah Yudi. “teh anget Yud...”

Pulang Rasa-rasanya kami istirahat agak lama di warung Pos I. Makan gorengan sambil

nyruput teh anget, luar biasa nikmatnya. Adzan isya sudah mulai terdengar. Kamipun segera

bergegas. Kalau dihitung-hitung dari Pos I ke base camp cukup waktu 30 menit berjalan.

Tapi tubuh sudah semakin sempoyongan dan kaki gempor habis-habisan. Langkah menjadi

tidak beraturan. Ada yang berjalan seperti orang sakit polio. Aku sendiri berjalan miring

seperti kepiting, kadang-kadang jalan mundur. Gaya berjalanku sempat diejek habis-habisan

oleh Yudi. Daripada cerewet aku suruh saja dia berjalan sepertiku. Ternyata enak. Alhasil

diapun mengikutiku berjalan seperti kepiting. Ketika menjumpai turunan curam perjalanan

terhenti. Terbayang betapa sakitnya lutut menahan badan di turunan itu nanti. Walaupun

base camp sudah dekat, kami memutuskan istirahat sejenak. Memberikan kesempatan

ancang-ancang kepada lutut sebelum dipaksa kerja keras.

Kami duduk di tengah jalan, ada pula yang berbaring. Lampu senter semua dimatikan,

lalu mengobrol ditengah gelap sambil mengingat kembali apa yang sudah tercapai sejauh

ini. Perjalanan yang luar biasa dan penuh cerita. Suasana tiba-tiba menjadi hangat dengan

obrolan. Walau berat, walau menjengkelkan, susah senang yang dijalani bersama rasa-

rasanya semakin mendewasakan kami berempat, dan kamipun bersyukur memiliki sahabat-

sahabat seperti ini. Tapi tentu tidak pakai acara nangis-nangisan seperti drama korea. Tak

berapa lama kemudian perjalanan dilanjutkan sampai ke base camp. Ini malam minggu,

Tretes hingar bingar, ramai sekali. Banyak orang lalu lalang, ada yang berdua-duaan (istilah

keren anak jogja: mbojo), ada yang makan jagung bakar di warung, ada pula yang asyik

joget-joget mengikuti irama dangdut. Coba kalau tidak dalam kondisi badan capek begini,

pasti aku dan Yudi akan ikut joget-joget dangdut disana. Sementara ini yang bisa kami

nikmati cuma dengkul yang gemetaran mengikuti irama disko. Diskonya adalah jantung dag

dig dug dan nafas ngos-ngosan.

Maksud hati ingin segera bersih-bersih badan dan ganti baju, terbayang rasanya pasti

segar dan nyaman. Tapi kamar mandi di base camp hanya ada satu, itupun harus antre

dengan pendaki lain yang telah sampai lebih dulu. Sambil menunggu waktu dihabiskan

untuk mengobrol. Kebetulan ada petugas base camp yang stand by, mungkin karena malam

minggu. Suasana di Tretes saat malam hari terasa lebih hidup daripada siang harinya. Di

sana sini banyak kerumunan orang. Ada pula yang hilir mudik dengan sepeda motor.

Dibanding dengan Cibodas di kaki Gunung Gede-Pangrango atau Kaliurang di kaki Gunung

Merapi, Tretes jauh lebih semarak. 102

Page 108: catatan perjalanan welirang.pdf.pdf

CURHAT YUDI TENTANG WELIRANG

Turun gunung, Yudi kemudian curhat habis-habisan tentang pengalamannya di Welirang. Memang bagi kami berempat ekspedisi ini memberikan kesan mendalam yang tidak akan terlupakan, demikian pula dengan Yudi. Berikut ini penuturan Yudi yang sempat diunggah melalui situs jejaring sosial dan banyak mendapatkan “jempol” dari teman yang sempat membaca. Penuturan tersebut “direkonstruksi” oleh Arie dan dirangkum menjadi tulisan di bawah ini:

Kesan pertamaku dalam pendakian ini adalah saat makan siang bersama di Pos II (Kokopan) dalam perjalanan mendaki ke atas di hari ke dua (hari pertama di gunung). Lagi-lagi nasi telor, sepertinya Mahameru identik dengan sego endog ya? Selain itu segarnya air di Pos II rasanya benar-benar nyess, sulit untuk dilupakan.

Mendaki memang mempererat hubungan persahabatan antara satu dengan yang lain. Di gunung kita bisa curhat bermacam-macam hal yang “disensor” saat di kampus. Terkadang cerita pengalaman hidup yang mengensankan. Tentunya tidak luput dari bercanda. Misalnya mengenai nama Fajrin Etawa (yang mirip hewan ternak) itu sebenarnya singkatan dari Etiopia – Jawa, “jadi kalau begitu Fajrin itu indo ya? Termasuk golongan keturunan alias blasteran” tentu hal ini dibantah habis-habisan oleh Fajrin yang blasteran Surabaya – Purbalingga, bukan Etiopia - Jawa.

Cerita belum berhenti, kali ini soal penyakit aneh Mas Arie. Kalau masuk angin ujung-ujungnya pasti diare. Giliran dapat kesempatan “menguras” pasti nggak keluar. Merawat Mas Arie yang mules di Pos III juga menjadi pengalaman lucu. Sambil mentertawakan diri sendiri karena target yang muluk-muluk ingin mencapai dua puncak, eh baru sampai Pos III sudah pada loyo. Seruding Ayam dari Kelantan

Bersyukurlah kita hidup di Indonesia yang dikaruniai banyak gunung-gunungapi. Kita tentu sudah paham apa manfaat gunungapi bagi kehidupan. Sebagai sumber air, sumber tambang, sumber-sumber hayati (hutan, hewan), dan sebagainya. Walaupun letusan gunungapi seringkali menyebabkan timbulnya bencana, kita patut bersyukur memiliki banyak gunungapi dengan manfaat dan keindahannya. Setidaknya hobby mendaki bisa terpuaskan. Di Pulau Jawa saja ada 12 gunungapi (14 puncak) yang memiliki ketinggian diatas 3.000 mdpal. Banyaknya gunungapi mendorong orang-orang dari luar negeri untuk datang ke Indonesia.

Mungkin kita sudah biasa bertemu dengan bule di Gunung Merapi, Semeru, Rinjani, atau Tambora. Gunung-gunung di Indonesia dan segala keindahannya telah menarik minat orang dari mancanegara untuk menjajal petualangan disini. Di Pos III kami juga bertemu dengan “orang asing” walau hanya dari negara tetangga. Dari perkenalan singkat nampaknye orang malaysie ni tak banyak cakap. Beberapa yang ngobrol dengan kami malah berlogat Indonesia. Setelah ditelusuri rupanya mereka bersama guide dari UI, baru menyelesaikan pendakian Arjuno lalu akan sambung ke Semeru. Walau tak banyak cakap mereka sempat meninggalkan warisan untuk kami: beras malaysia, sos tomat (saus tomat), dan serunding ayam (abon). “nyogok Yud?” kata Mas Arie setengah bercanda. “iya, kan lagi ada di kandang macan” kami semua tertawa. Malam perlahan datang di Pos III, dinginnya seperti berada di dalam freezer.

103

Page 109: catatan perjalanan welirang.pdf.pdf

Perjalanan ke puncak juga menyimpan kisah yang takkan bisa dilupakan. Semua berawal dari fisikku yang tiba-tiba drop selepas dari Pos III. Rasa-rasanya perutku lapar sampai mau mati saat perjalanan ke puncak. Dan seperti yang lain, aku juga sempat putus asa karena banyaknya puncak bayangan. Tapi sesampainya di Puncak Welirang semua lelah hilang, hanya tinggal rasa kagum melihat puncak dengan kebulan asap kawah yang ganas. Kelemahannya cuma satu, aku yang dari kemarin cerewet ingin melihat Jembatan Suramadu dari Puncak Welirang tidak bisa kesampaian karena tertutup awan tebal. Pet Bocor

Sepulangnya dari puncak ada saat-saat bahagia, yaitu saat ketemu dengan kokopan. Saat kaki mulai gempor dan ingin istirahat. Rasa bahagia semakin bertambah karena menemukan warung serba seribu. Semua makanan yang dijual dihargai seribu rupiah. Karena lapar aku makan tempe dengan lahap, sampai habis tiga (berdasarkan pengakuanku cuma habis dua, hehe..). Saat-saat bahagia di kokopan hanya berlaku sebentar, setelah itu kembali ke perjalanan yang penuh penyiksaan menuju Pet Bocor. Jujur saja, sama seperti teman-teman yang lain, aku juga merasakan luar biasa capek. Aku merasakan tubuh bagian bawah (kaki, lutut) plus pundak rasanya lepas dari badan. Disinilah terjadi “tangisan sang dengkul racing”. Aku dan Fajrin oleh Mas Priyo dijuluki sebagai dengkul racing karena suka ngebut dalam pendakian. Tetapi kehebatan dengkul racing cuma berlaku di gunung-gunung Jawa Tengah yang bisa selesai dalam pendakian semalam suntuk. Dalam pendakian panjang di gunung-gunung Jawa Timur para dengkul racing kena batunya. Tentu hal ini menjadi bahan tertawaan Mas Priyo dan Mas Arie yang masuk kaategori “mesin tua”. Menurut istilah Mas Arie dengkul racing cuma jago kandang.

Sampai pet bocor rasanya sangat-sangat bahagia. Masih segar dalam ingatanku betapa histerisnya aku dan Fajrin saat menapaki kembali jalan beton menuju pet bocor. Sepanjang jalan aku cerewet terus, mengucapkan “pet bocor..pet bocor..pet bocor...” yang langsung disahut oleh Mas Arie: “lambemu kuwi sing bocor, Yud” (“bibirmu itu yang bocor, Yud”), lalu disambut tawa oleh yang lain. Jalan beton lebih berarti daripada Mi**** (artis film dewasa Jepang). Pet bocor dengan teh hangat yang nikmat takkan terlupakan, lalu dilanjutkan perjalanan ke base camp yang melegakan. ***Yudi

Kami berempat sempat rembugan lagi, menentukan apakah akan menginap di base

camp malam ini atau pulang. Menurut petugas base camp, di Tretes angkot masih

beroperasi sampai pukul 9 malam. Apalagi sekarang malam minggu. Dari Tretes akan

disambung naik bus ke Surabaya, “jalan raya Surabaya – Malang kan ramai, pasti busnya

sampai malam masih ada” kata salah seorang teman. Kalau dari Surabaya ke Jogja sudah

jelas ada bus yang beroperasi sampai 24 jam, bus yang kami tumpangi waktu berangkat, 104

Page 110: catatan perjalanan welirang.pdf.pdf

yang terkenal karena sering kecelakaan itu. Pukul 19.30 malam hari tanggal 28 April 2012

kami sudah mantap dan siap pulang ke rumah.

Semua sepakat akan pulang malam ini juga, kamipun segera berkemas. Agak tidak

sabar antri kamar mandi untuk bersih-bersih, maklum takut kehabisan angkot. Satu dua

angkot sempat berhenti di dekat base camp selama kami berkemas, tapi sebentar kemudian

jalan lagi, rupanya tidak tahu ada empat calon penumpang yang sudah begitu rindu ranjang

masing-masing di rumah. Selesai berkemas kami berjalan ke ujung jalan menunggu angkot,

agak cemas juga takut kalau-kalau tidak ada angkot lagi. Sekitar 10 menit menunggu,

kendaraan yang dinantikan datang.

Ternyata sopir angkot masih merasa kurang dengan membawa kami berempat dan

beberapa penumpang lain. Jadilah kami dibawa melewati jalur yang lain di kota kecil Tretes,

jalur yang berbeda dengan yang kami lewati ketika berangkat. Sesekali angkot ngetem di

gang-gang “tidak jelas”, sepertinya ini jalur yang tidak biasa. Awalnya kami agak kesal

sampai tak berapa lama kemudian ada pemandangan seru dari dalam angkot. Beberapa

pasang muda-mudi berboncengan sepeda motor keluar dari penginapan. Di tempat yang

lain ada perempuan cantik berpakaian minim berjalan di kegelapan malam. Kami yang tidak

tahu apa-apa segera menduga dan menyimpulkan berdasarkan versi kami sendiri, meskipun

tetap berusaha untuk berpikir positif, hehe..

Tretes ternyata punya sisi lain yang luput dari perencanaan kami untuk menggalinya.

Yudi yang ditugasi untuk “memotret” sisi sosial ekonomi masyarakat di sekitar Gunung

Welirang akhirnya dapat tugas tambahan untuk menggali kehidupan malam di Tretes.

Walaupun untuk sementara harus menggunakan data sekunder (suratkabar, internet).

Sesuai dengan namanya, Gunung Welirang memang identik dengan tambang belerang.

Kami terfokus pada pertambangan itu sehingga tidak sempat menelusuri sisi lain kehidupan

masyarakat di Tretes.

Satu jam kemudian kami sampai di Pandaan. Rupanya soal ngetem tadi

menghabiskan waktu cukup lama. Tretes – Pandaan normalnya 30 menit sudah sampai.

Sebuah bus kecil menawari kami tumpangan ke Surabaya, 10 ribu rupiah per orang dengan

membawa barang. Harga yang murah ditambah kondisi badan yang lelah membuat kami

tidak berpikir dua kali atas tawaran ini. Pada akhirnya kami menyesal karena naik bus kecil

(Yudi menyebutnya Colt Tuyul) menghabiskan banyak waktu. Berjalan terlalu pelan dan

banyak berhentinya untuk mencari penumpang. Kalau naik bus patas dengan harga dua kali

lipat seperti waktu berangkat, mungkin kami akan dua kali lebih cepat untuk sampai di

terminal Surabaya.

105

Page 111: catatan perjalanan welirang.pdf.pdf

PENDAKIAN PLAN D, SEBUAH REPETISI

Pada awalnya pendakian pada akhir April 2012 ini direncanakan sebagai pendakian ekspedisi dengan target gunung Arjuno dan gunung Welirang dengan alternatif bila dimungkinkan akan melintasi puncak gunung kembar I dan kembar II. Karena pernah mendaki arjuno sebelumnya, maka aku ditugaskan untuk mempersiapkan rencana perjalanan, mulai dari alternatif rute, transportasi hingga logistik. Tentu dengan perencanaan yang cukup lama dan waktu untuk persiapan yang panjang, besar harapan ekspedisi ini akan sukses. Ternyata tidak. Perencanaan yg detail ternyata tidak akan berjalan jika tidak ada persiapan yang maksimal, terutama fisik.

Perjalanan tim yang terdiri dari aku, Ari, Fajrin, Yudi dimulai via surabaya dengan menggunakan bus SK yang tersohor. Berangkat jam 09.30 malam tiba di Bungurasih jam 03.00 pagi. Menghindari tidak adanya angkutan di pandaan maka tim memutuskan beristirahat di terminal hingga jam 5. Lama tidak ke Bungurasih, perubahan yang ada pun tak disadari. Kami mencari bus ekonomi di jalur patas….dan dengan soknya merasa sudah tidak ada lagi bus ekonomi sehingga menaiki patas. Akibatnya budget membengkak. Ternyata jalur bus ekonomi berada di sisi timur terminal.

Dengan menyambung kendaraan angkutan kota dari Terminal Pandaan menuju Tretes (Hotel Tanjung) kami tiba pukul 07.00. Di pos perijinan yang juga menjadi pos Tahura ini para pendaki dapat mempersiapkan diri sebelum memulai pendakian karena terdapat warung nasi, toko kelomtong dan juga kamar mandi. Hampir lima tahun berlalu dan sangat susah mengingat perubahan yang ada karena memori tentang tempat perijinan sangat sedikit. Pukul 07.30 kami memulai perjalanan. Awalnya cukup terik, namun selepas pet bocor, mendung mulai menyelimuti sehingga sinar matahari tak dapat menembus awan. Jalanan yang menanjak dan berbatu benar benar menguras tenaga.

Tengah hari sampai di Kopkopan, sebuah tempat lapang yang biasa digunakan untuk berkemah. Pada malam minggu, lokasi ini menjadi tempat favorit menghabiskan malam, sehingga seringkali pendaki yang datang belakangan akan kesulitan mencari ruang untuk mendirikan tenda. Di Kopkopan terdapat warung yang menjajakan makanan seperti mie, kerupuk, pisang dan gorengan. Warung ini hanya buka saat saat pendakian ramai, misalnya hari libur dan akhir pekan. Di Kopkopan in juga terdapat sumber air yang melimpah, yang berasal dari kali kecil.

Setelah beristirahat sebentar di Kopkopan, disertai makan siang dengan nasi bungkus yang dibawa dari pos perijinan, kami melanjutkan perjalanan menuju Pondokan yang menjadi target perjalanan hari ini. Perjalanan menuju Pondokan cukup menguras energi dan bagi sebagian orang , juga menguras emosi. Kurang lebih 300 meter setelah Kopkopan, kita akan menjumpai tanjakan lurus dengan kemiringan mencapai 30% yang sangat panjang. Wajar saja jika rekan – rekan mulai mengeluarkan sumpah serapah dan mulai membandingkan dengan perjalanan di gunung – gunung Jawa Tengah. Dengan tanjakan yang maknyus, emosi kembali diuji ketika kabut mulai menyerang disertai gelegar geledak yang bersahut sahutan. Rintik rintik air hujan mulai turun. Di sini rombangan mulai sedikit panik, karena khawatir terjadi badai. Dengan menggunakan jas hujan, perjalanan mulai

106

Page 112: catatan perjalanan welirang.pdf.pdf

dipercepat, walau fisik sudah mulai sangat menurun. Dari sini rombongan kami berbaris bersama rombongan poltek ITS hingga pondokan.

Sebenarnya, suasana jalur pendakian selepas kopkopan, terutama ketika memasuki hutan pinus memikat dan indah. Kabut tipis yang menyelimuti jalur pendakian membuat suasana menjadi mistis. Untung saja, kekhawatiran akan badai tidak terwujud. Hanya hujan gerimis yang menyertai perjalanan kami. Dan sejujurnya, saya lebih menyukai cuaca seperti ini dibandingkan dengan cuaca terik. Tentu dengan catatan ini tidak terjadi saat summit attack. Bagiku hujan membawa kita lebih dekat dengan alam, selalu ada romantisme dalam tiap tetesnya.

Pukul 5 sore, tiba di pondokan tempat menginapnya para penambang. Namun, kali ini tidak aktivitas penambangan karena sedang libur. Hari yang mulai gelap, ditambah dengan fisik rekan rekan yang sudah terkuras, aku mulai mencari tempat untuk mendirikan tenda bersama fajrin. Sepertinya kondisi badan ini sudah malas untuk berkerja sehingga memutuskan untuk mendirikan tenda di antara gubuk milik penambang. Sebenarnya hal ini tidak dianjurkan bila ada para penambang, karena sering menimbulkan gesekan terkait kecemburuan dll, namun berhubung penambang sedang libur, tak apalah. Seharusnya selalu luangkan waktu mencari tempat berkemah yang baik dalam radius waktu 10 menit, karena biasanya ada tempat berkemah yang baik di sekitar pos. Pondokan sebagai tempat hunian sementara penambang ini juga dilengkapi dengansumber air yang berupa bak penampung air dari aliran anak sungai. Di sini biasanya para pendaki mengisi kembali persediaan air sebelum melakukan summit attack. Di sini pula menjadi jalur percabangan, dimana bila mengambil jalur kiri menuju Puncak Arjuno dengan waktu tempuh sekitar 6 jam dan jalur kanan menuju Puncak Welirang dengan waktu tempuh 3 jam.

Sebenarnya, rencana awal kami akan mengambil jalur kanan kemudian dari puncak welirang menuju puncak arjuno melalui gunung kembar I dan Kembar II. Namun rencana harus disusun ulang, dimana target berubah menjadi puncak welirang saja, kondisi fisik Ari tidak memungkinkan, karena malam itu terserang masup angin. Kedua rekan yang lain juga terlihat kelelahan, pertimbangan lainnya adalah cuaca, karena khawatir terjadi badai. Aku menyepakati saja, walau sedikit kecewa. Untuk masalah badai saya kira saya cukup percaya dengan peralatan yang dibawa untuk mengantisipasi badai, sedangkan untuk masalah fisik, seharusnya ini bisa diatasi dengan persiapan yang memadai mengingat ide pendakian sudah muncul sejak lama. Perjalanan kali ini merupakan ekspedisi dan sangat disayangkan jika harus melenceng dari dari yang direncanakan. Summit attack pun direncanakan pagi hari untuk memberi kesempatan istirahat lebih panjang.

Besoknya kami menuju puncak. Ternyata, ada sebagian rombongan Poltek ITS yang memutuskan untuk summit attack walau kemarin sempat memberitahu kamu untuk tidak ikut menggapai puncak. Agak menyesal mengetahui hal ini ketika sudah berjalan dengan ransel yang penuh beban. Jika dari awal sudah tahu ada sebagian yang muncak dan sebagian yang tetap di pondokan, kami tentu akan menitipkan sebagian dari barang kami. Perjalanan menuju puncak mencapai 3 jam. Jalur yang dilalui cukup jelas karena digunakan oleh para penambang. Mendekati puncak akan dijumpai persimpangan, dimana bila mengambil arah kanan akan menuju puncak welirang, sedangkan arah lurus menuju ke kawah tempat

107

Page 113: catatan perjalanan welirang.pdf.pdf

mengambil belerang. Sebelum menuju puncak, terdapat sebuah gua, yang konon digunakan sebagai tempat penangkaran menjangan oleh belanda (di mana masih terdapat tumpukan batu yang menyerupai pondasi/dinding).

Setelah menaiki tanjakan di dekat gua , nampak Puncak Welirang. Tak lama kemudian kami mencapai puncak 3156 mdpl. Sayang, cuaca saat itu berkabut sehingga tidak dapat melihat pemandangan yang lapang. Tak berlama lama kami segera turun karena khawatir akan hujan yang turun di perjalanan pulang nanti. Dari puncak kami singgah sebentar mengisi air kemudian melanjutkan perjalanan pulang.

Perjalanan pulang ini mengejar waktu karena takut jika kemalaman maka tidak ada angkutan umum yang beroperasi. Sebenarnya tak masalah karena pendakian ini direncanakan 3 hari 2 malam sehingga perbekalan masih mencukupi untuk bermalam kembali. Sayangnya Fajrin mengejar untuk pulang malam ini karena ada keperluan esok hari. Suasana yang terburu buru ini berimbas pada ketelitianku dalam kembali mengemas barang-barang ketika hendak pulang. Trekking pole ternyata belum dikaitkan di ransel sehingga tertinggal di depan pos perijinan, dan baru tersadar ketika sudah di dalam Bus Yogyakarta. Sedihnya..

Pendakian kali ini penuh nostalgia, karena pada jalur tretes ini, 5 tahun lalu aku mendaki puncak 3000 pertamaku. Tentu banyak perubahan yang terjadi, baik dari alam, fisik , maupun manajemen perjalanan pribadi. Masih terbesit keinginan untuk menuntaskan pendakian sadel di sini. Semoga masih ada kesempatan. *** Priyo

Yudi masuk angin sejak perjalanan turun dari Kokopan sore tadi. Sementara teman-

teman berkelakar di dalam bus, Yudi tergolek lemas memeluk career. Satu-satunya hal yang

menjengkelkan dalam perjalanan ke Surabaya malam ini adalah karena salah memilih bus

sehingga membuang waktu terlalu lama di perjalanan. Sampai di terminal Purbaya

(Bungurasih) kami sempat makan malam dengan harga selangit. Itu terpaksa dipilih karena

tempat makan yang lebih murah berada jauh di luar terminal. Sedangkan kondisi kaki malam

ini sangat sulit untuk berjalan. Selesai makan kamipun ikut “berebut” bis jurusan Jogja

HARI KEEMPAT Akhirnya, Jogja

Rasa lelah dan kantuk luar biasa membuat kami terlelap di dalam bus. Padahal sama

seperti saat berangkat, bus yang kami tumpangi juga melaju ugal-ugalan. Menjelang pagi

aku sempat terbangun karena insiden tabrakan kecil bus dengan truk, tapi syukurlah tidak

terjadi apa-apa. Kira-kira pukul lima pagi 29 Juli 2012 kami sampai di Terminal Giwangan

lalu berpisah untuk sementara. Esok hari masih banyak gunung yang menanti ekspedisi

selanjutnya. Ekspedisi yang akan mengungkap berbagai hal mengenai gunung-gunung di

Indonesia, lalu membagi informasinya kepada teman-teman lain. Satu ekspedisi telah

terselesaikan walau tidak sempurna. 108

Page 114: catatan perjalanan welirang.pdf.pdf

Tanggal 7, bulan 7, tahun 2012 lalu MPA Mahameru memasuki usia ke 7. Bagi

seorang manusia dalam usia tujuh tahun tentu masih anak-anak yang baru belajar

mengenal lingkungan sekitarnya, namun bagi organisasi usia tujuh tahun merupakan waktu

yang cukup lama untuk membangun dan beranjak dewasa. Selama kurun waktu tujuh tahun

ini sudah banyak jejak kegiatan MPA Mahameru dalam berbagai bidang, termasuk bidang

ekspedisi utamanya pendakian gunung. Berbagai kegiatan tersebut menyisakan

kebanggaan bagi kami pelakunya. Kebanggaan yang baru diceritakan secara verbal dan

disebarkan dari mulut ke mulut. Paling-paling ditambah dengan pamer foto di dunia maya.

Seiring waktu berjalan muncul gagasan bagus dari salah seorang teman, “mengapa hasil-

hasil kegiatan tidak dibukukan saja dalam bentuk tulisan, agar dapat dibagi kepada teman-

teman dalam skala yang lebih luas tanpa terbatas waktu, itung-itung berbagi pengalaman

dan pengetahuan”.

Bak gayung bersambut, gagasan itupun kemudian ditindaklanjuti. Hasilnya, di MPA

Mahameru sekarang ada dua istilah, pendakian dan ekspedisi. Pendakian merupakan

kegiatan mendaki biasa, jalan-jalan sekedar refreshing yang bersifat having fun. Sedangkan

ekspedisi lebih “berat” dan lebih luas cakupannya. Dalam ekspedisi selain mendaki kita juga

harus “memotret” situasi yang ada di gunung yang kita daki, baik itu fisik, biotik, sosial,

informasi jalur pendakian, termasuk kisah pendakian itu sendiri. Hasilnya kemudian disusun

dalam tulisan dan dipublikasikan. Ekspedisi ke Gunung Welirang (3156 mdpal) di Jawa

Timur ini merupakan rintisan awal kegiatan ekspedisi MPA Mahameru yang hasilnya

dibukukan. Namanya juga rintisan dan baru pertama kali dibuat, ditambah para

kontributornya juga masih dalam taraf belajar menulis, tentu hasilnya masih jauh dari

sempurna dan bagus. Hampir lima bulan tulisan sederhana ini disusun akhirnya

terselesaikan juga, walau harus tersalip Ekspedisi Slamet yang dilaksanakan 3 bulan

kemudian (Juli 2012), tetapi catatan perjalannya sudah dilaunching lebih dahulu tanggal 17

Agustus 2012 lalu.

Epilog

Susah-senang ekspedisi panjang

Fajrin Etawa

109

Page 115: catatan perjalanan welirang.pdf.pdf

Melakukan ekspedisi panjang memang bukan perkara gampang. Panjang dalam arti

membutuhkan waktu lama, baik itu waktu untuk transportasi dari Jogja ke lokasi maupun

waktu pendakian mencapai puncak. Ekspedisi Welirang membutuhkan waktu empat hari

pulang pergi dari Jogja kembali ke Jogja. Dua hari untuk transportasi, dua hari lainnya untuk

mendaki. Sebenarnya target pendakian ini adalah dua puncak (Arjuno-Welirang) yang

sayangnya belum berhasil terselesaikan. Jika target dua puncak tersebut benar-benar

dikejar maka waktu ekspedisi minimal bertambah satu hari.

Ekspedisi panjang membutuhkan perencanaan dan persiapan yang matang. Oleh

karena itu menjelang keberangkatan kami semua harus rela berbagi kesibukan demi

keberhasilan ekspedisi. Aku ditunjuk sebagai ketua tim, tentunya bagiku ini merupakan

suatu kehormatan. Dalam suatu ekspedisi, sebenarnya paling aman jika salah satu anggota

sudah memiliki pengalaman mendaki ke gunung yang sama sebelumnya. Hal ini akan

sangat membantu karena orientasi medan akan lebih baik. Dengan kata lain kita lebih

mengenal gunung yang akan didaki beserta karakteristiknya. Teknis pendakian akan sangat

bergantung pada pengetahuan ini dan tentunya lebih aman daripada sekedar untung-

untungan tanpa pengetahuan sebelumnya. Mas Priyo adalah satu-satunya anggota tim yang

“mengenal” jalur Tretes, setidaknya sampai Pos Pondokan. Oleh karenanya selain sebagai

anggota tim, Mas Priyo juga berperan sebagai “konsultan” pendakian yang merencanakan

teknis pendakian termasuk schedule kami selama di gunung.

Mendaki Gunung Arjuno-Welirang via Tretes termasuk dalam kategori mahal. Di

Basecamp setiap pendaki akan membayar retribusi sebesar Rp 7.500,- dengan rincian Rp

5.000,- untuk bea masuk Taman Hutan Raya Raden Soeryo, Rp 2.000,- untuk bea masuk

pengunjung Taman Wisata Alam Tretes, Rp 200,- untuk bea asuranso PT Jasa Raharja

Putera, sementara Rp 300,- lainnya masih kurang jelas peruntukannya. Untuk pendaki asing

retribusi lebih mahal dari pendaki lokal. Selain membayar retribusi aku sebagai ketua tim

juga mengisi formulir pendakian yang memuat informasi mengenai jumlah anggota, nama

anggota, alamat asal tim pendaki, dan nomor telepon. Ketua tim juga meninggalkan KTP

selama pendakian.

Basecamp pendakian terletak di depan Hotel Tanjung atau sebelah Hotel Surya.

Basecamp sekaligus juga merupakan Pos PHPA (Perlindungan Hutan dan Pelestarian

Alam) milik Departemen Kehutanan. Oleh karena itu pos ini juga merupakan pintu masuk

menuju Taman Hutan Raya (Tahura) R Soerja. Jalur pendakian Arjuno-Welirang berada

dalam kawasan Taman Hutan Raya sehingga segala kegiatan di dalamnya berada dalam

pengawasan Departemen Kehutanan. Basecamp dilengkapi dengan kamar mandi serta

disekitarnya terdapat warung dan toko kelontong, namun basecamp cukup sempit untuk

tempat menginap. Walaupun ribet dan njlimet pendakian ke Welirang sangat berkesan dan

menyenangkan. Silahkan mencoba... 110