catatan kritis atas laporan keterangan pertanggungjawaban...
TRANSCRIPT
LAPORAN KETERANGAN PERTANGGUNGJAWABAN GUBENUR
PENDAHULUAN
Laporan keterangan Pertanggung Jawaban (LKPj) Akhir Masa Jabatan (AMJ) Pemerintah provinsi Riau priode 2008-amanah konstitusi tepatnya pasal 27 ayat (2) UndangPemerintah Daerah. Dalam kinerja pemerintah dalam mengembang amanah dijelaskan dalam beberapa hal, diantaranya Arah Kebijakan Umum pemerintah daerah, laporan kinerja dan pengelolaan keuangan (Sektor pendapatan dan belanja) serta hal hal yang musti disampaikan sebagai laporan akhir jabatannya.
Dalam LKPj – AMJ Pemerintah Provinsi Riau priode 2008Mambang Mit, atas nama Gubenur Provinsi Riau, menunjukkan keberhasilan dibeberapa bidang. Namun disisi lain masih menunjukkan berbagai bentuk kegagalan pemdipimpin HM. Rusli Zainal dan HR. Mambang Mit, khususnya pada kinerja vital sebagai pendorong pertumbuhan ekonomi dan semangat pemberantasan korupsi yang diamanatkan dalam peraturan pendunganundangan.
Untuk mengukur berbagai2013 yang disampaikan dalam LKPjyang diamanatkan dalam 2009-2013 pula sebagai komitmen Kepala daerahsaat mencalon sebagai kepada daerah pengawas jalannya roda pemerintah berlangsung.
Diawal Pemerintahan Provinsi Riau Priode 2008keputusan ekskutif dan legislative 2009 tentang RPJMD Priode 200pembanguan daerah. Sesuai dengan peraturan perundangan 2009-2013 tersebut telah disusun Jangka Panjang (RPJPD) Provinsi Riau. yang disusun dalam RPJP tersebut di laksanakan dengan pedoman lima tahunan.
CATATAN KRITISATAS
LAPORAN KETERANGAN PERTANGGUNGJAWABAN GUBENUR PROVINSI RIAU PRIODE 2009-2013
Laporan keterangan Pertanggung Jawaban (LKPj) Akhir Masa Jabatan (AMJ) Pemerintah -2013 merupakan kewajiban kepala daerah sesuai dengan
tepatnya pasal 27 ayat (2) Undang-Undang 32 tahun 2004 tentang . Dalam LKPj – AMJ tersebut minimum harus memuat tentang hasil
pemerintah dalam mengembang amanah selama priodesasi belangsung,dijelaskan dalam beberapa hal, diantaranya Arah Kebijakan Umum pemerintah daerah, laporan kinerja dan pengelolaan keuangan (Sektor pendapatan dan belanja) serta hal hal yang musti disampaikan sebagai laporan akhir jabatannya.
AMJ Pemerintah Provinsi Riau priode 2008-2013 yang disampaikan H.R Mambang Mit, atas nama Gubenur Provinsi Riau, dihadapan Anggota DPRD Riau menunjukkan keberhasilan dibeberapa bidang. Namun disisi lain masih menunjukkan berbagai bentuk kegagalan pemerintah Provinsi Riau yang dipimpin HM. Rusli Zainal dan HR. Mambang Mit, khususnya pada kinerja
pendorong pertumbuhan ekonomi dan semangat pemberantasan korupsi yang diamanatkan dalam peraturan pendungan
keberhasilan kinerja pemerintah provinsi Riau Priode 20082013 yang disampaikan dalam LKPj-AMJ tersebut, tentu dilihat dari indicator keberhasil yang diamanatkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD)
2013 pula sebagai komitmen Kepala daerah yang disampaikan pada saat mencalon sebagai kepada daerah yang disetujui oleh legislative sebagai pengawas jalannya roda pemerintah berlangsung.
Diawal Pemerintahan Provinsi Riau Priode 2008-2013, pemenang keputusan ekskutif dan legislative telah menatapkan Peraturan Daerah Nomor 10 tahun 2009 tentang RPJMD Priode 2009-2013 sebagai wacana strategis mekanisme
. Sesuai dengan peraturan perundangan – undangan tentu RPJMD disusun sebagai bentuk turunan dari Rencana Pembangunan
Jangka Panjang (RPJPD) Provinsi Riau. Dengan demikian langkah yang disusun dalam RPJP tersebut di laksanakan dengan pedoman lima tahunan.
LAPORAN KETERANGAN PERTANGGUNGJAWABAN 2013
Laporan keterangan Pertanggung Jawaban (LKPj) Akhir Masa Jabatan (AMJ) Pemerintah daerah sesuai dengan
Undang 32 tahun 2004 tentang arus memuat tentang hasil
selama priodesasi belangsung, yang dijelaskan dalam beberapa hal, diantaranya Arah Kebijakan Umum pemerintah daerah, laporan kinerja dan pengelolaan keuangan (Sektor pendapatan dan belanja) serta hal –
2013 yang disampaikan H.R nggota DPRD Riau meski
menunjukkan keberhasilan dibeberapa bidang. Namun disisi lain masih erintah Provinsi Riau yang
dipimpin HM. Rusli Zainal dan HR. Mambang Mit, khususnya pada kinerja pendorong pertumbuhan ekonomi dan semangat
pemberantasan korupsi yang diamanatkan dalam peraturan pendungan-
eberhasilan kinerja pemerintah provinsi Riau Priode 2008-AMJ tersebut, tentu dilihat dari indicator keberhasil
Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD) yang disampaikan pada
yang disetujui oleh legislative sebagai
2013, pemenang berdasarkan menatapkan Peraturan Daerah Nomor 10 tahun
sebagai wacana strategis mekanisme undangan tentu RPJMD
dari Rencana Pembangunan Dengan demikian langkah – langkah strategis
yang disusun dalam RPJP tersebut di laksanakan dengan pedoman lima tahunan.
Namun, fakta kegagalan pemerintah priode 2009menjelang akhir priodesai pemerintah 2012 pemerintah provinsi Riau merevisi amanat dalam 2009 dan dituangkan menjadi Perubahan atas Perda Nomor 10 tahun 2009. hasil evaluasi atas akuntabilitas kinerja instansi pemerintah Kementrian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia tahun 2011.
Memang, sesuai peraturan perungdang undangan yang berlaku, produk hukum termasuk didalamnya Perda RPJMD boleh dilakukan revisi. sebagai bentuk menyempurnakan atas Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Riau Tahun 2009hasil (outcome oriented) yang dilengkapi dengan Indikator Kinerja Utama (IKU) dan target jangka menengah yang lebih matang dan sempurnadalam revisi Perda nomor 10 tahun 2009 menjadi Perda nomor 5 tahun 2012, Pemerintah provinsi Riau justu menurunkan angka keberhasilan pada indicator makro ekonomi Penurunan kemiskinan, penganguran, lapangan kerja, dll). Selain itu juga merubah prinsip dasar rencana pembangunan yang seharusnya bukan prioritas menjadi prioritas seperti memasukkan agenda ivent nasional PON ke XVIII di Riau yang menelan anggaran APBD
Meskipun hal itu diperbolehkan berada diatas standar nasional sertaantara pemerintah provinsi Riau dan DPRD Provinsi RiauGolkar didalamnya yang turut serta menyetujui perubahan tersebut, namun menjadi catatan penting bahwa perubahan tersebut merupakan pemerintah provinsi Riau 2009akhir priodesasi kepemimpinan publik pada saat kampanye.
Kegagalan yang lain, bahwadalam pembangunan mengacu kepada tiga sector pendekatan pembangunan meliputi Pengentasan Kemiskinan, Pembangunan SDM, dan Pembangunan Infrastruktur yang dikenal dengan K2I (Kemiskinan, kebodohan dan Infrastruktur)secara indicator makro Pemerintah provinsi Riau telah berhasil mencapai target sesuai RPJMD yang telah dirubah angka indicator keberhasilan makronyadiatas standar nasional. Seperti pertumbuhan ekonomi, lapangan pekerjaan, pengangguran, penurunan angka kemiskinan. Namun, provinsi Riau dalam merealisasikan perkemunan rakyat dalam program (K2I). akibatnya, resorce pendongkrak penurunan angka kemiskinan dari sector perkebunan tersebut tidak mampu memberikan
fakta kegagalan pemerintah priode 2009-2013 terlihat satu tahunmenjelang akhir priodesai pemerintah berakhir, tepatnya pada September
pemerintah provinsi Riau merevisi amanat dalam Perda No 10 Tahun dan dituangkan menjadi Perda nomor 5 tahun 2012 tentang
Perubahan atas Perda Nomor 10 tahun 2009. Perubahan tersebut didalihkan atas hasil evaluasi atas akuntabilitas kinerja instansi pemerintah Kementrian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia tahun 2011.
Memang, sesuai peraturan perungdang undangan yang berlaku, produk hukum termasuk didalamnya Perda RPJMD boleh dilakukan revisi. Revisi tersebut seyogyasebagai bentuk menyempurnakan atas Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Riau Tahun 2009-2013 tersebut agar lebih menggambarkan hasil (outcome oriented) yang dilengkapi dengan Indikator Kinerja Utama (IKU) dan
yang lebih matang dan sempurna. Akan tetapidalam revisi Perda nomor 10 tahun 2009 menjadi Perda nomor 5 tahun 2012, Pemerintah provinsi Riau justu menurunkan angka keberhasilan pada indicator makro ekonomi yang sangat pesimis (Pertumbuhan EkonomPenurunan kemiskinan, penganguran, lapangan kerja, dll). Selain itu juga
prinsip dasar rencana pembangunan yang seharusnya bukan prioritas menjadi prioritas seperti memasukkan agenda ivent nasional PON ke XVIII di Riau yang menelan anggaran APBD mencapai Triliunan Rupiah.
Meskipun hal itu diperbolehkan dalam peraturan perundang-udangan, danberada diatas standar nasional serta berdasarkan kesepakatan bersama antara pemerintah provinsi Riau dan DPRD Provinsi Riau
alamnya yang turut serta menyetujui perubahan tersebut, namun menjadi bahwa perubahan tersebut merupakan bukti nyata
pemerintah provinsi Riau 2009-2013 untuk mencapai target keberhasilan di akhir priodesasi kepemimpinan sesuai dengan apa yang disampaikan kepada publik pada saat kampanye.
bahwa dalam RPJMD 2009-2013 Pemedalam pembangunan mengacu kepada tiga sector pendekatan pembangunan meliputi Pengentasan Kemiskinan, Pembangunan SDM, dan Pembangunan Infrastruktur
dengan K2I (Kemiskinan, kebodohan dan Infrastruktur)secara indicator makro Pemerintah provinsi Riau telah berhasil mencapai target sesuai RPJMD yang telah dirubah angka indicator keberhasilan makronya
. Seperti pertumbuhan ekonomi, lapangan pekerjaan, nurunan angka kemiskinan. Namun, terdapat kegagalan pemerintah
provinsi Riau dalam merealisasikan perkemunan rakyat dalam program (K2I). pendongkrak penurunan angka kemiskinan dari sector perkebunan
tersebut tidak mampu memberikan kontribusi besar terhadap optimistis penurunan
terlihat satu tahuntepatnya pada September
Perda No 10 Tahun Perda nomor 5 tahun 2012 tentang
tersebut didalihkan atas hasil evaluasi atas akuntabilitas kinerja instansi pemerintah Kementrian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia tahun 2011.
Memang, sesuai peraturan perungdang undangan yang berlaku, produk hukum evisi tersebut seyogyanya
sebagai bentuk menyempurnakan atas Rencana Pembangunan Jangka Menengah 2013 tersebut agar lebih menggambarkan
hasil (outcome oriented) yang dilengkapi dengan Indikator Kinerja Utama (IKU) dan Akan tetapi, faktanya
dalam revisi Perda nomor 10 tahun 2009 menjadi Perda nomor 5 tahun 2012, Pemerintah provinsi Riau justu menurunkan angka keberhasilan pada
(Pertumbuhan Ekonomi, Penurunan kemiskinan, penganguran, lapangan kerja, dll). Selain itu juga
prinsip dasar rencana pembangunan yang seharusnya bukan prioritas menjadi prioritas seperti memasukkan agenda ivent nasional PON
mencapai Triliunan Rupiah.
udangan, dan masih berdasarkan kesepakatan bersama
antara pemerintah provinsi Riau dan DPRD Provinsi Riau, termasuk Fraksi alamnya yang turut serta menyetujui perubahan tersebut, namun menjadi
bukti nyata kegagalan 2013 untuk mencapai target keberhasilan di
gan apa yang disampaikan kepada
erintah Provinsi Riau dalam pembangunan mengacu kepada tiga sector pendekatan pembangunan meliputi Pengentasan Kemiskinan, Pembangunan SDM, dan Pembangunan Infrastruktur atau
dengan K2I (Kemiskinan, kebodohan dan Infrastruktur). Pada dasarnya secara indicator makro Pemerintah provinsi Riau telah berhasil mencapai target sesuai RPJMD yang telah dirubah angka indicator keberhasilan makronya dan telah berada
. Seperti pertumbuhan ekonomi, lapangan pekerjaan, terdapat kegagalan pemerintah
provinsi Riau dalam merealisasikan perkemunan rakyat dalam program (K2I). pendongkrak penurunan angka kemiskinan dari sector perkebunan
kontribusi besar terhadap optimistis penurunan
angka kemiskinan pada indicator keberhasilan RPJMSelain itu, investasi APBD yang dikucurkan Rp. 62 Miliyar lebih tersebut hanya sia
Kegagalan berikutnya; semangat reformasi birokrasi tata kelola pemerintah di Provinsi Riau. Hal itu dibuktikan dalam RPJMD tahun 20092013 reformasi birokrasi menjadi prioritas utama Program Jangka Menengah provinsi Riau tahun 2009Pemerintah Provinsi Riau dalam RPJMD 2009“Meningkatkan Kinerja Pemerintahan Daerah yang professional dan bermoral melalui keteladanan pemimpin dan aparat”bahwa sampai akhir priode 2009dalam mendulang misi utama tersebut. lemah dalam penyerapan anggaran, hal itu dibuktikan dengan tingginya SILPA tahun berjalan yang memuncak pada tahun 2012 mencapai Moralitas; pemerintah provinsi Riau gagal dalam membina moral pejabat, dibuktikan seopanjang priode 2009hukum akibat tindak pidana korupsi, bahkan sampai Gubenur juga tersangkut kasus Korupsi. Dengan demikian pemerintah provinsi Riau gagal dalam reformasi birokrasi khususnya pemberantasan korupsi.
Demikian pandangan umum terkait kinerja pemerintahan provinsi Riau priode 20092013 sebagaimana yang dibacakan HR. Mambang Mit.pandangan umum Fraksi Partai Golkar terhadap Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPj) Akhir Masa Jabatan Pemerintah Provinsi Riau priode 20092013 akan dijelaskan pada BAB
Analisis Indikator Makro
Di dalam RPJMD 2009ekonomi, perkembangan kinerja ekonomi secara empiris, kinerja investasi, daya beli masyarakat serta kinerja perdagangan, maka Target Kinerja Utama Provinsi 2009 – 2013 menetapkan asumsi makro e
angka kemiskinan pada indicator keberhasilan RPJMD sebelum dilakukanSelain itu, investasi APBD yang dikucurkan untuk pembangunan kebun rakyat mencapai Rp. 62 Miliyar lebih tersebut hanya sia – sia dan tidak bisa dinikmati masyarakat.
semangat reformasi birokrasi menjadi prioritas utama dalam kelola pemerintah di Provinsi Riau. Hal itu dibuktikan dalam RPJMD tahun 2009
2013 reformasi birokrasi menjadi prioritas utama bahkan dijadikan misi utama dalam Program Jangka Menengah provinsi Riau tahun 2009-2013. Disebutkan Pemerintah Provinsi Riau dalam RPJMD 2009-2013 poin pertama menyebutkan Meningkatkan Kinerja Pemerintahan Daerah yang professional dan bermoral
melalui keteladanan pemimpin dan aparat”. Namun, Fraksi Golkarsampai akhir priode 2009-2013 ini Pemerintah provinsi Riau gagal
dalam mendulang misi utama tersebut. Dari sisi kinerja Profesionallemah dalam penyerapan anggaran, hal itu dibuktikan dengan tingginya SILPA tahun berjalan yang memuncak pada tahun 2012 mencapai Rp. 1,903 Triliun
pemerintah provinsi Riau gagal dalam membina moral pejabat, anjang priode 2009-2013 banyak pejabat daerah yang tersangkut kasus
hukum akibat tindak pidana korupsi, bahkan sampai Gubenur juga tersangkut kasus Korupsi. Dengan demikian pemerintah provinsi Riau gagal dalam reformasi birokrasi
asan korupsi.
Demikian pandangan umum terkait kinerja pemerintahan provinsi Riau priode 20092013 sebagaimana yang dibacakan HR. Mambang Mit. Adapun, secara lebih rinci pandangan umum Fraksi Partai Golkar terhadap Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPj) Akhir Masa Jabatan Pemerintah Provinsi Riau priode 20092013 akan dijelaskan pada BAB selanjutnya.
Indikator Makro
JMD 2009-2013, dengan mempertimbangkan asumsi makro ekonomi, perkembangan kinerja ekonomi secara empiris, kinerja investasi, daya beli masyarakat serta kinerja perdagangan, maka Target Kinerja Utama Provinsi
2013 menetapkan asumsi makro ekonomi sebagai berikut :
dilakukan perubahan. untuk pembangunan kebun rakyat mencapai dan tidak bisa dinikmati masyarakat.
menjadi prioritas utama dalam kelola pemerintah di Provinsi Riau. Hal itu dibuktikan dalam RPJMD tahun 2009-
bahkan dijadikan misi utama dalam 2013. Disebutkan dalam misi
2013 poin pertama menyebutkan Meningkatkan Kinerja Pemerintahan Daerah yang professional dan bermoral
Fraksi Golkar menilai 2013 ini Pemerintah provinsi Riau gagal
isi kinerja Profesional, aparatur lemah dalam penyerapan anggaran, hal itu dibuktikan dengan tingginya SILPA tahun
Rp. 1,903 Triliun. Dari Sisi pemerintah provinsi Riau gagal dalam membina moral pejabat, hal itu
2013 banyak pejabat daerah yang tersangkut kasus hukum akibat tindak pidana korupsi, bahkan sampai Gubenur juga tersangkut kasus Korupsi. Dengan demikian pemerintah provinsi Riau gagal dalam reformasi birokrasi
Demikian pandangan umum terkait kinerja pemerintahan provinsi Riau priode 2009-Adapun, secara lebih rinci
pandangan umum Fraksi Partai Golkar terhadap Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPj) Akhir Masa Jabatan Pemerintah Provinsi Riau priode 2009-
, dengan mempertimbangkan asumsi makro ekonomi, perkembangan kinerja ekonomi secara empiris, kinerja investasi, daya beli masyarakat serta kinerja perdagangan, maka Target Kinerja Utama Provinsi Riau tahun
Priode 2009
No Tahun Ekonomi Tanpa
1 20092 20103 20114 20125 20136 2014
Dokumen RPJMD 2009Semangat pemerintah darerah provinsi Riau, dengan menargetkan capaian indokator makro ekonomi yang dituangkan Dengan asumsi makro ekonomi pada empat indicator diatas menunjukkan angka yang sangat optimis sehingga akan mampu mendongkrak kesejahteraan masyarakat Riau. Namun, RPJM Riau 2009-2013 sudah tidak murni lagi untuk mencapai target diatas kekonomi yang cenderung under estimate.
- Dalam RPJM revisi indikator pertumbuhannya diturunkan menajdi hanya 6,52 persen (2009), 6,71 persen (2010), 6,84 persen (2011), 6,96 persen (2012) dan 7,01 persen (2013).
- Selanjutnya untuk penurunan angka kemiskinan direvisi menjadi 9,50 persen (2009), 8,50 persen (2010), 8,00 persen (2011), 7,50 persen (2012) dan 7,00 persen (2013).
- Demikian juga dengan janji pengurangan angka pengangguran terbuka, Pemeirntah Riau menurunkan indikatornya dengan cara merevisi RPJM. Pada 2009 dipatok 8,69 persen direvisi menjadi 8,18 persen. 2010 dari 7,70 persen dinaikan menjadi 8,16 persen dan pada 2011 dari 7,8,14.
Pertumbuhan Ekonomi Setelah diturunkan target ekonomi makro dalam RPJMD 2009pertumbuhan ekonomi tanpa Migas cenderung Riau pertumbuhan ekonomi Provinsi Riau tanpa Migas tidak mampu mencapai target yang ditentukan dalam RPJMD, tahun 2009 pertusedangkan dalam RPJMD ditargetkan sebesar 6.52%. berikutnya Provinis Riau mampu mempertahankan pertumbuhan ekonomi meningkat meski tidak se optimis tahun 2008.
Rekapitulasi Indikator Makro Priode 2009-2013 dan 2014 (Transisi)
IndikatorEkonomi Tanpa
Migas (%)Kemiskinan
(%)Pengangguran Terbuka (%)
7,95 9,688,25 9,198,55 8.588.90 8,029,26 7,499,82 6.99
Dokumen RPJMD 2009-2013Semangat pemerintah darerah provinsi Riau, dengan menargetkan capaian indokator makro ekonomi yang dituangkan dalam RPJMD diatas tersebut patut diapresiasi. Dengan asumsi makro ekonomi pada empat indicator diatas menunjukkan angka yang sangat optimis sehingga akan mampu mendongkrak kesejahteraan masyarakat Riau.
2013 sudah tidak murni lagi setelah merasa tidak mampu diatas kemudian pemerintah menargetkan asumsi makro under estimate.
RPJM revisi indikator pertumbuhannya diturunkan menajdi hanya 6,52 persen (2009), 6,71 persen (2010), 6,84 persen (2011), 6,96 persen (2012) dan
Selanjutnya untuk penurunan angka kemiskinan direvisi menjadi 9,50 persen (2009), 8,50 persen (2010), 8,00 persen (2011), 7,50 persen (2012) dan 7,00
Demikian juga dengan janji pengurangan angka pengangguran terbuka, menurunkan indikatornya dengan cara merevisi RPJM. Pada
2009 dipatok 8,69 persen direvisi menjadi 8,18 persen. 2010 dari 7,70 persen dinaikan menjadi 8,16 persen dan pada 2011 dari 7,03 persen dinaikan menjadi
target ekonomi makro dalam RPJMD 2009pertumbuhan ekonomi tanpa Migas cenderung vulkuatif. Bahkan tahun 2009 provinsi Riau pertumbuhan ekonomi Provinsi Riau tanpa Migas tidak mampu mencapai target yang ditentukan dalam RPJMD, tahun 2009 pertumbuhan ekonomi Riau hanya 6.44% sedangkan dalam RPJMD ditargetkan sebesar 6.52%. sedangkanberikutnya Provinis Riau mampu mempertahankan pertumbuhan ekonomi meningkat meski tidak se optimis tahun 2008.
Pengangguran Terbuka (%)
8,697,707,036,636,136,07
Semangat pemerintah darerah provinsi Riau, dengan menargetkan capaian indokator dalam RPJMD diatas tersebut patut diapresiasi.
Dengan asumsi makro ekonomi pada empat indicator diatas menunjukkan angka yang sangat optimis sehingga akan mampu mendongkrak kesejahteraan masyarakat Riau.
setelah merasa tidak mampu pemerintah menargetkan asumsi makro
RPJM revisi indikator pertumbuhannya diturunkan menajdi hanya 6,52 persen (2009), 6,71 persen (2010), 6,84 persen (2011), 6,96 persen (2012) dan
Selanjutnya untuk penurunan angka kemiskinan direvisi menjadi 9,50 persen (2009), 8,50 persen (2010), 8,00 persen (2011), 7,50 persen (2012) dan 7,00
Demikian juga dengan janji pengurangan angka pengangguran terbuka, menurunkan indikatornya dengan cara merevisi RPJM. Pada
2009 dipatok 8,69 persen direvisi menjadi 8,18 persen. 2010 dari 7,70 persen 03 persen dinaikan menjadi
target ekonomi makro dalam RPJMD 2009-2013, sector . Bahkan tahun 2009 provinsi
Riau pertumbuhan ekonomi Provinsi Riau tanpa Migas tidak mampu mencapai target mbuhan ekonomi Riau hanya 6.44%
sedangkan ditahun tahun berikutnya Provinis Riau mampu mempertahankan pertumbuhan ekonomi dan terus
Kemiskinan Pertumubuhan ekonomi, yang terus dipertahankan ditas standar nasional, berimplikasi pada terus menurunnya angLKPj disebutkan bahwa penurunan angka kemiskinan antara tahun 2008 menurun secara signifikan di tahun 2juga sudah sesuai target RPJMD setelah dilakukan perubahan yaitu 8.20% dari jumlah penduduk ditahun 2012. Namun menjadi cacatan penting pula bahwa target penurunan angka kemiskinan telah dirubah pa
8,06%
0,00%
1,00%
2,00%
3,00%
4,00%
5,00%
6,00%
7,00%
8,00%
9,00%
2008
Pertumbuhan Ekonomi Tanpa Migas
10,63%
0,00%
2,00%
4,00%
6,00%
8,00%
10,00%
12,00%
2008
yang terus dipertahankan ditas standar nasional, berimplikasi pada terus menurunnya angka kemiskinan di Provinsi Riau tahun 2008 LKPj disebutkan bahwa penurunan angka kemiskinan antara tahun 2008 menurun secara signifikan di tahun 2013 dan realisasi tahun 2013. Penurunan tingkat kemiskinan juga sudah sesuai target RPJMD setelah dilakukan perubahan yaitu 8.20% dari jumlah penduduk ditahun 2012. Namun menjadi cacatan penting pula bahwa target penurunan angka kemiskinan telah dirubah pada target awal yaitu 7.50 di tahun 2012.
6,44%7,16%
7,63% 7,82%
2009 2010 2011 2012
Pertumbuhan Ekonomi Tanpa Migas
9,48%8,65% 8,17%
2009 2010 2011
Penurunan Kemiskinan
yang terus dipertahankan ditas standar nasional, berimplikasi ka kemiskinan di Provinsi Riau tahun 2008 – 2012. Dalam
LKPj disebutkan bahwa penurunan angka kemiskinan antara tahun 2008 menurun 013 dan realisasi tahun 2013. Penurunan tingkat kemiskinan
juga sudah sesuai target RPJMD setelah dilakukan perubahan yaitu 8.20% dari jumlah penduduk ditahun 2012. Namun menjadi cacatan penting pula bahwa target penurunan
da target awal yaitu 7.50 di tahun 2012.
7,82% 7,55%
2013
Pertumbuhan Ekonomi Tanpa Migas
8,17% 8,02%
2012
Catatan penting atas realisasi kemiskinan Provinsi Riau tahun 2013 yang merupakan implikasi dari pertumbuhan ekonomi tanpa migas, adalah bahwa kebijakan yang hendaknya menjadi pijakan angka kemiskinan benarkesejahteraan masyaraakt Riau. Adalah sebagai berikut :
- Bagaimana menurunkan kecenderungan semakin sulitnya masyarakat bawah mendapatkan pelayanan pendidikan dan kesehatan yang berkualitas dan terjangkau. Sebagai kebutuhan dibayar” masyarakat bawah untuk mendapatkan dua kebutuhan tersebut hampirhampir terlepas dari pengendalian pemerintah provinsi. Biaya pendidikan dan kesehatan yang berkualitas semakin mahal dan semakin sulit
- Missalnya, Selama periode Maret 2012sebesar 8,37 persen yaitu dari Rp300.791,menjadi Rp325.978,-makanan terhadap GK jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditas bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan). Sumbangan Garis Kemiskinan Makanan (GKM) terhadap GK pada Maret 2013 mencapai 74,05 persen. GKM Riau tahun 2013 adalah sebesar Rp241.395,Non Makanan (GKNM) sebesar Rp84.584Riau selama kurun waktu 2008kebanyakan. Artinya, meski di terdapat penurunan angka kemiskinan dan pertumbuhan ekonomi yang mencerminkan peningkatan pemenuhan kebutuhan masyarakat akan pendidikan, kesehatan, sandang, dan perumahan. Masyarakat bawah (bertahan untuk sekedar memenuhi kebutuhan pangan semata, dimintervensi progresif pada layanan publik dasar oleh Pemprovsubsidi dalam bentuk pengobatan gratis, pendidikan gratis.
- Salah satu factor kunci pemberantasan kemiskinan, resource APBD Provinsi Riabaik dalam bentuk subsidi langsung maupun tidak langsung (pembangunan infrastruktur dan akses). Namun dalam kenyataannya meningkatnya APBD provinsi Riau yang digunakan untuk pembangunan daerah tidak berkorelasidengan menurunnya persentase kemiskinan di Riau.waktu 5 tahun (2008Secara rinci dapat dijelaskan bahwa penurunan angka kemiskinan antara 20082009 turun 1,15%, 20092011-2012 turun 0,15%. penurunan angka kemiskinan lebih tinggiSedangkan dua tahun terakhir (2011justru penurunan angka kemiskinan cenderung kecil. Hal itu kinerja aparatur pemerintah priode 2009khususnya dalam konsistensi penurunan agka kemiskinan melalui
atas realisasi kemiskinan Provinsi Riau tahun 2013 yang merupakan implikasi dari pertumbuhan ekonomi tanpa migas, adalah bahwa kebijakan yang hendaknya menjadi pijakan angka kemiskinan benar-benar mencerminkan tingkan kesejahteraan masyaraakt Riau. Adalah sebagai berikut :
Bagaimana menurunkan kecenderungan semakin sulitnya masyarakat bawah mendapatkan pelayanan pendidikan dan kesehatan yang berkualitas dan terjangkau. Sebagai kebutuhan non-pangan esensial, tingkat “harga yang harus dibayar” masyarakat bawah untuk mendapatkan dua kebutuhan tersebut hampirhampir terlepas dari pengendalian pemerintah provinsi. Biaya pendidikan dan kesehatan yang berkualitas semakin mahal dan semakin sulit terjangkau
Selama periode Maret 2012-Maret 2013, Garis Kemiskinan (GK) naik sebesar 8,37 persen yaitu dari Rp300.791,- per kapita per bulan pada Maret 2012
per kapita per bulan pada Maret 2013. Peran komoditas p GK jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditas bukan
makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan). Sumbangan Garis Kemiskinan Makanan (GKM) terhadap GK pada Maret 2013 mencapai 74,05 persen. GKM Riau tahun 2013 adalah sebesar Rp241.395,- dNon Makanan (GKNM) sebesar Rp84.584. Hal ini membuat pertumbuhan ekonomi Riau selama kurun waktu 2008-2013 tidak dinikamati oleh masyarakat
Artinya, meski di terdapat penurunan angka kemiskinan dan pertumbuhan ekonomi yang tinggi, namun capaian statistik makro ekonomi tidak mencerminkan peningkatan pemenuhan kebutuhan masyarakat akan pendidikan, kesehatan, sandang, dan perumahan. Masyarakat bawah (bertahan untuk sekedar memenuhi kebutuhan pangan semata, dimintervensi progresif pada layanan publik dasar oleh Pemprov. Meskipun telah ada subsidi dalam bentuk pengobatan gratis, pendidikan gratis. Salah satu factor kunci pemberantasan kemiskinan, adalah dengan menggunakan
APBD Provinsi Riau. Bagaimana program – program pemerintah dibuat baik dalam bentuk subsidi langsung maupun tidak langsung (pembangunan infrastruktur dan akses). Namun dalam kenyataannya meningkatnya APBD provinsi Riau yang digunakan untuk pembangunan daerah tidak berkorelasidengan menurunnya persentase kemiskinan di Riau. Kemiskinan dalam kurun waktu 5 tahun (2008-2012) terealisasi dengan rata penurunan sebesar 2,61%. Secara rinci dapat dijelaskan bahwa penurunan angka kemiskinan antara 20082009 turun 1,15%, 2009-2010 turun 0,83%, 2010-2011 turun 0,48% dan tahun
2012 turun 0,15%. Artinya dengan sedikit APBD mampu mendongkrak penurunan angka kemiskinan lebih tinggi seperti terjadi pada tahun 2008Sedangkan dua tahun terakhir (2011-2012) dengan APBD yang relative besar justru penurunan angka kemiskinan cenderung kecil. Hal itu menunjukkan bahwa kinerja aparatur pemerintah priode 2009-2013 tidak mampu memaksimalkhususnya dalam konsistensi penurunan agka kemiskinan melalui
atas realisasi kemiskinan Provinsi Riau tahun 2013 yang merupakan implikasi dari pertumbuhan ekonomi tanpa migas, adalah bahwa kebijakan yang
ar mencerminkan tingkan
Bagaimana menurunkan kecenderungan semakin sulitnya masyarakat bawah mendapatkan pelayanan pendidikan dan kesehatan yang berkualitas dan
pangan esensial, tingkat “harga yang harus dibayar” masyarakat bawah untuk mendapatkan dua kebutuhan tersebut hampir-hampir terlepas dari pengendalian pemerintah provinsi. Biaya pendidikan dan
terjangkauMaret 2013, Garis Kemiskinan (GK) naik
per kapita per bulan pada Maret 2012 per kapita per bulan pada Maret 2013. Peran komoditas
p GK jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditas bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan). Sumbangan Garis Kemiskinan Makanan (GKM) terhadap GK pada Maret 2013 mencapai 74,05
an Garis Kemiskinan Hal ini membuat pertumbuhan ekonomi
2013 tidak dinikamati oleh masyarakat Artinya, meski di terdapat penurunan angka kemiskinan dan
tinggi, namun capaian statistik makro ekonomi tidak mencerminkan peningkatan pemenuhan kebutuhan masyarakat akan pendidikan, kesehatan, sandang, dan perumahan. Masyarakat bawah (low income) hanya bertahan untuk sekedar memenuhi kebutuhan pangan semata, dimana tanpa
. Meskipun telah ada
adalah dengan menggunakan program pemerintah dibuat
baik dalam bentuk subsidi langsung maupun tidak langsung (pembangunan infrastruktur dan akses). Namun dalam kenyataannya meningkatnya APBD provinsi Riau yang digunakan untuk pembangunan daerah tidak berkorelasi
Kemiskinan dalam kurun 2012) terealisasi dengan rata penurunan sebesar 2,61%.
Secara rinci dapat dijelaskan bahwa penurunan angka kemiskinan antara 2008-2011 turun 0,48% dan tahun
Artinya dengan sedikit APBD mampu mendongkrak seperti terjadi pada tahun 2008-2010.
2012) dengan APBD yang relative besar menunjukkan bahwa
2013 tidak mampu memaksimalkan khususnya dalam konsistensi penurunan agka kemiskinan melalui resource APBD.
Seperti dalam laporan LKPj bahwa program pemerintah mendongrak kemiskinan melalui program – program yang dibiayai APBD maupun APBN masih sangat sedkit dibandingkan dengan alok
Pengagguran
Tingkat pengurangan penggangguran terbuka, diprovinsi Riau sepanjamencapai 5,17% di provinsi Riau sangat patut di apresiasi. Namun, menjadi catatan pula bahwa pemerintah Provinsi Riau menurunkan angka pekerja non formal (tidak terampil) dan meningkatkan angka pekerja formal (terampil). Kita tahu bahwa data statistic menunjukkan bahwa pekerja menurut pendidikan, bahwa dari 5 juta lebih pendudukapekerja hanya berpendidikan SD ke bawah, dan tahun 2013 menjadi 38,64%. Sedangkan jumlah pekerja dengan pendidikan tinggi atau Diploma ke atas masih relatif kecil yaitu sekitar yaitu 3,29% tahun 2012 dan 3,41% ditahun 2013, dan yang berpendidikan universitas 65% ditahun 2012 dan 7,61% ditahun 2013. yang semestinya menjadi perhatian dan tarBagaimana bisa menunjukkan “kebergunaan” pelayanan publik pendidikan dan kesehatan untuk mampu mememperkuat daya saing daerah, di pasar dalam negeri maupun internasional.
Tabel 5. Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas yang Bekerja menurut Pendidikan
Februari 2012 Pendidikan Tertinggi yang
ditamatkan
9,35%
0,00%1,00%2,00%3,00%4,00%5,00%6,00%7,00%8,00%9,00%
10,00%
2008
Pengurangan Pengangguran Terbuka
Seperti dalam laporan LKPj bahwa program pemerintah mendongrak kemiskinan program yang dibiayai APBD maupun APBN masih sangat sedkit
dibandingkan dengan alokasi anggaran yang tidak priotritas.
pengurangan penggangguran terbuka, diprovinsi Riau sepanjamencapai 5,17% di provinsi Riau sangat patut di apresiasi. Namun, menjadi catatan pula bahwa pemerintah Provinsi Riau selama 2008-2012 masih gagal dalam menurunkan angka pekerja non formal (tidak terampil) dan meningkatkan angka pekerja formal (terampil). Kita tahu bahwa data statistic menunjukkan bahwa pekerja menurut pendidikan, bahwa dari 5 juta lebih pendudukan tahun 2012 38,06% pekerja hanya berpendidikan SD ke bawah, dan tahun 2013 menjadi 38,64%. edangkan jumlah pekerja dengan pendidikan tinggi atau Diploma ke atas masih relatif
yaitu 3,29% tahun 2012 dan 3,41% ditahun 2013, dan yang pendidikan universitas 65% ditahun 2012 dan 7,61% ditahun 2013.
yang semestinya menjadi perhatian dan target kinerja Pemerintah Provinsi Riau Bagaimana bisa menunjukkan “kebergunaan” pelayanan publik pendidikan dan kesehatan untuk mampu meningkatkan kualitas tenaga kerja, dimana pada akhirnya memperkuat daya saing daerah, di pasar dalam negeri maupun internasional.
Tabel 5. Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas yang Bekerja menurut PendidikanTertinggi yang ditamatkan
Februari 2012 - Februari 2013 (%) Pendidikan Tertinggi yang
ditamatkan
Februari 2012 Februari
8,96%
7,21% 7,17%
2009 2010 2011
Pengurangan Pengangguran Terbuka
Seperti dalam laporan LKPj bahwa program pemerintah mendongrak kemiskinan program yang dibiayai APBD maupun APBN masih sangat sedkit
pengurangan penggangguran terbuka, diprovinsi Riau sepanjang 2008-2012 mencapai 5,17% di provinsi Riau sangat patut di apresiasi. Namun, menjadi catatan
2012 masih gagal dalam menurunkan angka pekerja non formal (tidak terampil) dan meningkatkan angka pekerja formal (terampil). Kita tahu bahwa data statistic menunjukkan bahwa tingkat
n tahun 2012 38,06% pekerja hanya berpendidikan SD ke bawah, dan tahun 2013 menjadi 38,64%. edangkan jumlah pekerja dengan pendidikan tinggi atau Diploma ke atas masih relatif
yaitu 3,29% tahun 2012 dan 3,41% ditahun 2013, dan yang pendidikan universitas 65% ditahun 2012 dan 7,61% ditahun 2013. Kenyataan inilah
get kinerja Pemerintah Provinsi Riau Bagaimana bisa menunjukkan “kebergunaan” pelayanan publik pendidikan dan
ningkatkan kualitas tenaga kerja, dimana pada akhirnya memperkuat daya saing daerah, di pasar dalam negeri maupun internasional.
Tabel 5. Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas yang Bekerja menurut Pendidikan
Februari 2013
7,17%
5,17%
2012
Pengurangan Pengangguran Terbuka
(1) SD ke bawah Sekolah Menengah Pertama Sekolah Menengah Atas Sekolah Menengah Kejuruan Diploma I/II/III Universitas Total
Analisis Kebijakan Keuangan
- SILPA
Rp-
Rp500
Rp1.000
Rp1.500
Rp2.000
Billi
ons
SiLPA Tahun Berjalan APBD 2009
(2)38,06 38,64
Sekolah Menengah Pertama 21,35 21,13Sekolah Menengah Atas 21,85 20,63Sekolah Menengah Kejuruan 8,93
3,296,52100 100.00
Kebijakan Keuangan
Rp118 Rp378
Rp1.339
Rp1,
2009 R 2010 R 2011 R 2012 Proyeksi
SiLPA Tahun Berjalan APBD 2009-2011 Realisasi dan 2012 Proyeksi
SiLPA Tahun Berjalan
(3)38,6421,1320,638,593,417,61
100.00
Rp1,9.34.86
2012 Proyeksi
2011 Realisasi dan 2012
Meningkatnya APBD, seyogyanya memberikan kontribusi besar terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat, dipergunakan sebaikbesarnya kemakmuran bagi masyarakat. Namun realita diatas menunjukkan bahwa pemerintah Riau tidak mampu menggMembengkaknya SILPA tahun 2012 ini, sebagai potret buruknya kinerja birokrasi pada pemerintah provinsi Riau.
Menumpukknya SILPA APBD ini disebabkan oleh beberapa faktor yaitu : - Buruknya perencanaan anggaran
memperhatikan kemampuan kapasitas SKPD. Pola penganggaran kita masih menganut peduli kemampuan lembaga tersebut menyerap anggaran tahun sebelumnya. Buruknya perencanaan anggaran, juga disebabkan sejak anggaran disusun sudah di atas pagu kebutuhan.
- Tranfer Pusat Lambatbanyak berasal dari SDA pada umumnya menerima DBH mepet pada akhir tahun atau bahkan lewat tahun, sehingga memang tidak sempat terbelanjakan dan menjadi SiLPAintropeksi untuk tetap mendahulukbelanja daerah mampu terselesaikan dengan baik.
Yang perlu di ketahui adalah, semakin besar SILPa, maka semakin besar anggaran publik Semakin besar SiLPA pada dasarnya menunjukkan semakin besarnya dana publik yang belupengeluaran pembiayaan lain sehinggaidle. Anggaran negara yang seharusnya bisa direalisasikan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, maupun dialokasikan untuk meningkatkan kesejrakyat menjadi sia-sia, karena tidak mampu terserap dengan baik
ANGGARAN LINGKUNGAN DI DINAS KEHUTANAN DAN BADAN LINGKUNGAN HIDUP DALAM APBD PROVINSI RIAU 2009
Persoalan pelestarianbanyak perosalan yang muncul. Tingginya tingkat ekploitasi Sumber daya alam (SDA) di berbagai sektor sebagai sumber keuangan Negara, menjadi wajar jika lingkungan menjadi semakin tidak kondusif. Apalagi didorong dengan kurangnya tanggungjawab pekploitasi untuk tetap menjaga kelestarian lingkungan, padahal isi dalamnya terus dikuras. Seperti ekploitasi pada pertambangan Migas, Pertambangan umum, kehutanan dan lainMenjadi angin segar bagi segenap masyarakat penerima dampak langskondusifnya lingkungan hidup, pemerintah menjadikan isu perbaikan dan pelestarian lingkungan sebagai salah satu target pembangunan nasional.
Sebagai daerah yang tingkat ekploitasi sumberdaya alam cukup tinggi dan pergeseran iklim akibat kerusakan lingkungan yang tinggi pula, Provinsi Riau dengan bekerjasama dengan
Meningkatnya APBD, seyogyanya memberikan kontribusi besar terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat, dipergunakan sebaik-baiknya untuk sebesarbesarnya kemakmuran bagi masyarakat. Namun realita diatas menunjukkan bahwa pemerintah Riau tidak mampu menggunakan APBD dengan sebaikMembengkaknya SILPA tahun 2012 ini, sebagai potret buruknya kinerja birokrasi pada
Menumpukknya SILPA APBD ini disebabkan oleh beberapa faktor yaitu : Buruknya perencanaan anggaran. Sejak awal anggaran disusun tidak memperhatikan kemampuan kapasitas SKPD. Pola penganggaran kita masih menganut incremental, setiap tahun jatah anggaran harus naik, tidak peduli kemampuan lembaga tersebut menyerap anggaran tahun sebelumnya. Buruknya perencanaan anggaran, juga disebabkan sejak anggaran disusun sudah di atas pagu kebutuhan. Tranfer Pusat Lambat, Riau merupakan Daerah yang sumber penerimaan banyak berasal dari SDA pada umumnya menerima DBH mepet pada akhir tahun atau bahkan lewat tahun, sehingga memang tidak sempat terbelanjakan dan menjadi SiLPA. Oleh karena Pemerintah pusat perlu intropeksi untuk tetap mendahulukan yang menjadi hak daerah sehingga belanja daerah mampu terselesaikan dengan baik.
Yang perlu di ketahui adalah, semakin besar SILPa, maka semakin besar Semakin besar SiLPA pada dasarnya menunjukkan semakin
besarnya dana publik yang belum atau tidak digunakan dalam belanja atau pengeluaran pembiayaan lain sehingga mengendap di kas daerah sebagai dana
Anggaran negara yang seharusnya bisa direalisasikan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, maupun dialokasikan untuk meningkatkan kesej
sia, karena tidak mampu terserap dengan baik
ANGGARAN LINGKUNGAN DI DINAS KEHUTANAN DAN BADAN LINGKUNGAN HIDUP DALAM APBD PROVINSI RIAU 2009-2013
pelestarian lingkungan, menjadi salah satu persoalan strategis banyak perosalan yang muncul. Tingginya tingkat ekploitasi Sumber daya alam (SDA) di berbagai sektor sebagai sumber keuangan Negara, menjadi wajar jika lingkungan menjadi semakin tidak kondusif. Apalagi didorong dengan kurangnya tanggungjawab pekploitasi untuk tetap menjaga kelestarian lingkungan, padahal isi dalamnya terus dikuras. Seperti ekploitasi pada pertambangan Migas, Pertambangan umum, kehutanan dan lainMenjadi angin segar bagi segenap masyarakat penerima dampak langsung, dengan semakin tidak kondusifnya lingkungan hidup, pemerintah menjadikan isu perbaikan dan pelestarian lingkungan sebagai salah satu target pembangunan nasional.
Sebagai daerah yang tingkat ekploitasi sumberdaya alam cukup tinggi dan pergeseran akibat kerusakan lingkungan yang tinggi pula, Provinsi Riau dengan bekerjasama dengan
Meningkatnya APBD, seyogyanya memberikan kontribusi besar terhadap baiknya untuk sebesar-
besarnya kemakmuran bagi masyarakat. Namun realita diatas menunjukkan bahwa unakan APBD dengan sebaik-baiknya.
Membengkaknya SILPA tahun 2012 ini, sebagai potret buruknya kinerja birokrasi pada
Menumpukknya SILPA APBD ini disebabkan oleh beberapa faktor yaitu : anggaran disusun tidak
memperhatikan kemampuan kapasitas SKPD. Pola penganggaran kita setiap tahun jatah anggaran harus naik, tidak
peduli kemampuan lembaga tersebut menyerap anggaran tahun sebelumnya. Buruknya perencanaan anggaran, juga disebabkan sejak anggaran disusun
erah yang sumber penerimaan banyak berasal dari SDA pada umumnya menerima DBH mepet pada akhir tahun atau bahkan lewat tahun, sehingga memang tidak sempat
. Oleh karena Pemerintah pusat perlu an yang menjadi hak daerah sehingga
Yang perlu di ketahui adalah, semakin besar SILPa, maka semakin besar Semakin besar SiLPA pada dasarnya menunjukkan semakin
m atau tidak digunakan dalam belanja atau mengendap di kas daerah sebagai dana
Anggaran negara yang seharusnya bisa direalisasikan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, maupun dialokasikan untuk meningkatkan kesejahteraan
sia, karena tidak mampu terserap dengan baik.
ANGGARAN LINGKUNGAN DI DINAS KEHUTANAN DAN BADAN LINGKUNGAN
lingkungan, menjadi salah satu persoalan strategis dari sekian banyak perosalan yang muncul. Tingginya tingkat ekploitasi Sumber daya alam (SDA) di berbagai sektor sebagai sumber keuangan Negara, menjadi wajar jika lingkungan menjadi semakin tidak kondusif. Apalagi didorong dengan kurangnya tanggungjawab pihak pelaku ekploitasi untuk tetap menjaga kelestarian lingkungan, padahal isi dalamnya terus dikuras. Seperti ekploitasi pada pertambangan Migas, Pertambangan umum, kehutanan dan lain-lain.
ung, dengan semakin tidak kondusifnya lingkungan hidup, pemerintah menjadikan isu perbaikan dan pelestarian lingkungan
Sebagai daerah yang tingkat ekploitasi sumberdaya alam cukup tinggi dan pergeseran akibat kerusakan lingkungan yang tinggi pula, Provinsi Riau dengan bekerjasama dengan
pemerintah dibawahnya (kabupaten kota) juga menyepakati perbaikan dan pelestarian lingkungan sebagai prioritas pembangunan. Tak tanggungPembangunan Jangka Menengah (RPJMD) 2009daerah menjadikan isu lingkungan kedalam misi dan tujuan pembangunan daerah. Dalam Misi dan tujuan pembangunan daerah dicantumkan “perlindungan lingkungan dengan memperbaiki, memperbaharui,m mempertahankan dan melestarikan lingkungan hidup di provinsi Riau”
Namun, lagi – lagi rencana baik tersebut hanya isapan jempol, yang hanya menjadi pajangan dalam cetak biru Riau 2009mempertahankan dan melestarikan saja pemerintah terkesan tidak mampu. Hal itu dapat dilihat dari semakin tingginya kerusakan lingkungan, dan bagaimana pemerintah dalam mengalokasikan anggaran untuk perbaikan sebagai wujud pelestarian
APBD Provinsi Riau yang sebagian besar bersumber dari pemanfatan sumber daya alam, yang dijadikan resource pembangunan daerah, justur tidak memihak kepada pelestarian lingkungan sebagaimana disebutkan dalam rencana strategis pembangunan. Halalokasi anggaran perbaikan dan pelestarian lingkungan dalam APBD sangat kecil, tercatat selama kurun waktu 2009-2013 Pemerintah provinsi Riau hanya mengalokasikan 1,03% dari total APBD. Bahkan semakin meningkatnya penerimaan daerah sebagadaerahnya, justru secara persentaselingkungan semakin pengecil. Tahun 2009 alokasi angaran lingkungan di dua SKPD (Dinas Kehuatanan dan Badan Lingkungan Hidup), dengan APBD Rp. 4,2 Triliun d1.17%. tahun 2012 dengan APBD sebesar Rp. 8,3 Triliun justu anggaran lingkungan secara persentase mengecil menjadi 0,85% saja.
Dengan demikian sangat wajar, dengan tidak maksimalnya pemerintah daerah dalam memberikan support anggaran terus terjadi. Bahkan, persoalan asap / kebakaran hutan yang terus terjadi setiap tahun tak mampu teratasi dengan baik.
Secara rinci analisi anggaran lingkungan dalam APBD Provinsi Riau seba
Tahun20092010201120122013
TotalSumber : FITRA Riau diolah dari Dokumen LKPj 2008
Sepanjang tahun 2009sebagai penunjang pembangunan di bantu dengan APBD sebesar Rp. 30,1 Triliun (alokasi belanja). Dana tersebut berasal dari berbagai sektor pendapatan yang sebagian besar disumbang
pemerintah dibawahnya (kabupaten kota) juga menyepakati perbaikan dan pelestarian lingkungan sebagai prioritas pembangunan. Tak tanggung-tanggung, dalam Rencana
nan Jangka Menengah (RPJMD) 2009-2013 di Priode Rusli Zainal sebagai kepala daerah menjadikan isu lingkungan kedalam misi dan tujuan pembangunan daerah. Dalam Misi dan tujuan pembangunan daerah dicantumkan “Meningkatkan kualitas lingkungan dan
lingkungan dengan memperbaiki, memperbaharui,m mempertahankan dan melestarikan lingkungan hidup di provinsi Riau”.
lagi rencana baik tersebut hanya isapan jempol, yang hanya menjadi pajangan dalam cetak biru Riau 2009-2013 belaka. Jangankan memperbaiki, untuk mempertahankan dan melestarikan saja pemerintah terkesan tidak mampu. Hal itu dapat dilihat dari semakin tingginya kerusakan lingkungan, dan bagaimana pemerintah dalam mengalokasikan anggaran untuk perbaikan sebagai wujud pelestarian lingkungan.
APBD Provinsi Riau yang sebagian besar bersumber dari pemanfatan sumber daya alam, pembangunan daerah, justur tidak memihak kepada pelestarian
lingkungan sebagaimana disebutkan dalam rencana strategis pembangunan. Halalokasi anggaran perbaikan dan pelestarian lingkungan dalam APBD sangat kecil, tercatat
2013 Pemerintah provinsi Riau hanya mengalokasikan 1,03% dari total APBD. Bahkan semakin meningkatnya penerimaan daerah sebaga
persentase alokasi anggaran untuk perbaikan dan pelestarian lingkungan semakin pengecil. Tahun 2009 alokasi angaran lingkungan di dua SKPD (Dinas Kehuatanan dan Badan Lingkungan Hidup), dengan APBD Rp. 4,2 Triliun d1.17%. tahun 2012 dengan APBD sebesar Rp. 8,3 Triliun justu anggaran lingkungan secara persentase mengecil menjadi 0,85% saja.
Dengan demikian sangat wajar, dengan tidak maksimalnya pemerintah daerah dalam memberikan support anggaran untuk perbaikan lingkungan, perubahan iklim menjadi lebih buruk terus terjadi. Bahkan, persoalan asap / kebakaran hutan yang terus terjadi setiap tahun tak mampu
Secara rinci analisi anggaran lingkungan dalam APBD Provinsi Riau seba
Anggaran Belanja Provinsi Riau 2009-2013APBD P Realisasi
4.269.473.852.733 3.757.480.844.229 4.267.432.658.673 3.791.406.471.379 4.797.600.670.278 4.265.129.660.304 8.373.811.701.788 6.670.765.136.944 8.432.096.315.490 Masih berjalan 30.140.415.198.962 18.484.782.112.856
Sumber : FITRA Riau diolah dari Dokumen LKPj 2008-2013
tahun 2009-2013 Pemerintah daerah dalam menjalankan roda pemerintahan sebagai penunjang pembangunan di bantu dengan APBD sebesar Rp. 30,1 Triliun (alokasi belanja). Dana tersebut berasal dari berbagai sektor pendapatan yang sebagian besar disumbang
pemerintah dibawahnya (kabupaten kota) juga menyepakati perbaikan dan pelestarian tanggung, dalam Rencana
2013 di Priode Rusli Zainal sebagai kepala daerah menjadikan isu lingkungan kedalam misi dan tujuan pembangunan daerah. Dalam Misi
eningkatkan kualitas lingkungan dan lingkungan dengan memperbaiki, memperbaharui,m mempertahankan dan
lagi rencana baik tersebut hanya isapan jempol, yang hanya menjadi an memperbaiki, untuk
mempertahankan dan melestarikan saja pemerintah terkesan tidak mampu. Hal itu dapat dilihat dari semakin tingginya kerusakan lingkungan, dan bagaimana pemerintah dalam mengalokasikan
APBD Provinsi Riau yang sebagian besar bersumber dari pemanfatan sumber daya alam, pembangunan daerah, justur tidak memihak kepada pelestarian
lingkungan sebagaimana disebutkan dalam rencana strategis pembangunan. Hal itu dilihat dari alokasi anggaran perbaikan dan pelestarian lingkungan dalam APBD sangat kecil, tercatat
2013 Pemerintah provinsi Riau hanya mengalokasikan 1,03% dari total APBD. Bahkan semakin meningkatnya penerimaan daerah sebagai acuan belanja
alokasi anggaran untuk perbaikan dan pelestarian lingkungan semakin pengecil. Tahun 2009 alokasi angaran lingkungan di dua SKPD (Dinas Kehuatanan dan Badan Lingkungan Hidup), dengan APBD Rp. 4,2 Triliun dialokasi sebesar 1.17%. tahun 2012 dengan APBD sebesar Rp. 8,3 Triliun justu anggaran lingkungan secara
Dengan demikian sangat wajar, dengan tidak maksimalnya pemerintah daerah dalam untuk perbaikan lingkungan, perubahan iklim menjadi lebih buruk
terus terjadi. Bahkan, persoalan asap / kebakaran hutan yang terus terjadi setiap tahun tak mampu
Secara rinci analisi anggaran lingkungan dalam APBD Provinsi Riau sebagai berikut :
3.757.480.844.229 3.791.406.471.379 4.265.129.660.304 6.670.765.136.944
18.484.782.112.856 2013
daerah dalam menjalankan roda pemerintahan sebagai penunjang pembangunan di bantu dengan APBD sebesar Rp. 30,1 Triliun (alokasi belanja). Dana tersebut berasal dari berbagai sektor pendapatan yang sebagian besar disumbang
dari hasil ekploitasi alam (Migas,terus mningkat. Tahun 2009 sebesar Rp. 4,2 Triliun meningkat 100% ditahun 2013 menjadi 8,4 triliun (ini akumulasi dari SILPA tahun berjalan)yang sebagian besar bersumber dair ekploitasi / pemanfataan SDA, justru pengalokasiannya tidak berpihak kepada pelestarian SDA / lingkungan.
Anggaran Kehutanan Riau Vs TOTAL APBD 2009
Tahun Anggaran DISHUT Riau
Anggaran Realisasi
2009 36.161.352.515
30.724.689.098
2010 35.787.405.484
33.860.387.836
2011 32.514.287.387
30.360.149.405
2012 50.217.117.049
41.034.244.009
2013 58.047.783.214
Total 212.727.945.649
135.979.470.348
ANGGARAN BLH VS TOTAL APBD P 2009
TahunAnggaran BLH Riau
Anggaran Realisasi
2009 13.859.007.375 12.418.951.651
2010 16.262.665.912 14.034.687.384
2011 14.284.028.060 12.091.650.900
2012 21.069.556.531 16.758.641.085
2013 26.718.685.412
Total 92.193.943.290 55.303.931.020
Sumber : FITRA Diolah dari LHP BPK RI, Dokumen LKPD Riau 2009
Anggaran lingkungan bisa dilihat di dua SKPD yaitu pada Dinas Kehutanan dan Badan Lingkungan Hidup. Tabel diatas menunjukkan anggaran APBD yang dialokasikan untuk perbaikan dan pelestarian hutan dan lingkungan selama 2009dialokasin untuk Dinas kehutanan selama 2009dari total APBD, dengan realisasi tahun 20090,74% dari total realisasi anggaran tahun yang sama. Pada Badan lingkungan Hidup tahun 20092013 dianggarkan sebesar Rp. 92,1 Miliyar atau setara dengan 0,31% dari total APBD tahun
dari hasil ekploitasi alam (Migas, kehutanan, perkebunan). Secara trend posisi belanja daerahnya terus mningkat. Tahun 2009 sebesar Rp. 4,2 Triliun meningkat 100% ditahun 2013 menjadi 8,4
ini akumulasi dari SILPA tahun berjalan).Namun, peningkatan anggaran APBD tidak yang sebagian besar bersumber dair ekploitasi / pemanfataan SDA, justru pengalokasiannya tidak berpihak kepada pelestarian SDA / lingkungan.
Anggaran Kehutanan Riau Vs TOTAL APBD 2009-2013 (MURNI & REALISASI
Anggaran DISHUT Riau TOTAL APBD Setelah Perubahan
Realisasi TOTAL APBDP REALISASI 30.724.689.098
4.269.473.852.733
3.757.480.844.229
33.860.387.836
4.267.432.658.673
3.791.406.471.379
30.360.149.405
4.797.600.670.278
4.265.129.660.304
41.034.244.009
8.373.811.701.788
6.670.765.136.944
8.432.096.315.490
135.979.470.348 30.140.415.198.962
18.484.782.112.856
ANGGARAN BLH VS TOTAL APBD P 2009-2013 (MURNI DAN REALISASI)
Anggaran BLH Riau TOTAL APBD Setelah Perubahan
Realisasi TOTAL APBDP REALISASI 12.418.951.651
4.269.473.852.733
3.757.480.844.229
14.034.687.384
4.267.432.658.673
3.791.406.471.379
12.091.650.900
4.797.600.670.278
4.265.129.660.304
16.758.641.085
8.373.811.701.788
6.670.765.136.944
8.432.096.315.490
55.303.931.020
30.140.415.198.962
18.484.782.112.856
FITRA Diolah dari LHP BPK RI, Dokumen LKPD Riau 2009-2012 dan APBD tahun 2013.
Anggaran lingkungan bisa dilihat di dua SKPD yaitu pada Dinas Kehutanan dan Badan Lingkungan Hidup. Tabel diatas menunjukkan anggaran APBD yang dialokasikan untuk
dan pelestarian hutan dan lingkungan selama 2009-2013. Secara umum anggaran yang dialokasin untuk Dinas kehutanan selama 2009-2013 Rp. 212,7 Milyar atau seara dengan 0,71% dari total APBD, dengan realisasi tahun 2009-2012 sebesar Rp. 135,9 Miliyar atau 0,74% dari total realisasi anggaran tahun yang sama. Pada Badan lingkungan Hidup tahun 20092013 dianggarkan sebesar Rp. 92,1 Miliyar atau setara dengan 0,31% dari total APBD tahun
kehutanan, perkebunan). Secara trend posisi belanja daerahnya terus mningkat. Tahun 2009 sebesar Rp. 4,2 Triliun meningkat 100% ditahun 2013 menjadi 8,4
.Namun, peningkatan anggaran APBD tidak yang sebagian besar bersumber dair ekploitasi / pemanfataan SDA, justru pengalokasiannya
2013 (MURNI & REALISASIPersentas
i
APBDP REALISASI
3.757.480.844.229 0,85% 0,82%
3.791.406.471.379 0,84% 0,89%
4.265.129.660.304 0,68% 0,71%
6.670.765.136.944 0,60% 0,62%
0,69%
18.484.782.112.856 0,71% 0,74%
2013 (MURNI DAN REALISASI)
Persentasi
APBDP REALISASI
3.757.480.844.229 0,32% 0,33%
3.791.406.471.379 0,38% 0,37%
4.265.129.660.304 0,30% 0,28%
6.670.765.136.944 0,25% 0,25%
0,32%
18.484.782.112.856 0,31% 0,30%
Anggaran lingkungan bisa dilihat di dua SKPD yaitu pada Dinas Kehutanan dan Badan Lingkungan Hidup. Tabel diatas menunjukkan anggaran APBD yang dialokasikan untuk
2013. Secara umum anggaran yang 2013 Rp. 212,7 Milyar atau seara dengan 0,71%
sebesar Rp. 135,9 Miliyar atau setara dengan 0,74% dari total realisasi anggaran tahun yang sama. Pada Badan lingkungan Hidup tahun 2009-2013 dianggarkan sebesar Rp. 92,1 Miliyar atau setara dengan 0,31% dari total APBD tahun
yang sama. Sedangkan realisasi sebesar Rp. 55,3 Miliyar atau realiasi APBD tahun 2009-2012.
Jika diakumulasikan di dua sektor lembaga ini, maka sepanjang tahun 2009anggaran sebesar Rp. 304 Miliyar atau setara dengan 0,01% dari total APBD tahun yang sama. Sedangkan pada tahun 2009-2012 telah terealisasi sebesar Rp. 191,2 Miliyar atau setara dengan 1,03% dibandingkan dengan APBD tahun yang sama. Menjadi cacatan buruk juga bahwa alokasi anggaran yang sedikit juga dalam penyerapan pelaksanaan kegiatannya juga tidak maksima. dihitung realisasi anggaran yang dialokasikan hanya 63% saja sepanjang tahun 2009tabel berikut ini.
AKUMULASI ANGGARAN DISHUT DAN BLH VS TOTAL APBD 2009
TahunAnggaran DISHUT + BLH
Anggaran Realisasi
2009 50.020.359.890
43.143.640.749
2010 52.050.071.396
47.895.075.220
2011 46.798.315.447
42.451.800.305
2012 71.286.673.580
57.792.885.094
2013 84.766.468.626
Total 304.921.888.939
191.283.401.368
Sumber : FITRA Diolah dari LHP BPK RI, Dokumen LKPD Riau 2009
Anggaran yang dialokasikan ke dua sektor lembaga ini (Dishut dan BLH), yang hanya 1,01% sepanjang tahun 2009-2013, ternyata tidak murni untuk keperluan program yang langsung di berikan kepada lingkungan (hutan, sungai, dan lainyang diperuntukkan di dua lembaga ini untuk Gaji dan keperluan rutin kedinasan (Aparatur). Untuk Dinas kehutanan sepanjang tahun 2009Miliyar, ternyata 77,2% diperuntukkan untuk Gaji dan keperluan keditahun yang sama 60,2% alokasi anggaran diperuntukkan untuk gaji dan keperluan kedinasan.
yang sama. Sedangkan realisasi sebesar Rp. 55,3 Miliyar atau setara dengan 0,30% dari total 2012.
Jika diakumulasikan di dua sektor lembaga ini, maka sepanjang tahun 2009anggaran sebesar Rp. 304 Miliyar atau setara dengan 0,01% dari total APBD tahun yang sama.
2012 telah terealisasi sebesar Rp. 191,2 Miliyar atau setara dengan 1,03% dibandingkan dengan APBD tahun yang sama. Menjadi cacatan buruk juga bahwa alokasi anggaran yang sedikit juga dalam penyerapan pelaksanaan kegiatannya juga tidak maksima. dihitung realisasi anggaran yang dialokasikan hanya 63% saja sepanjang tahun 2009
AKUMULASI ANGGARAN DISHUT DAN BLH VS TOTAL APBD 2009-2013 (MURNI DAN REALISASI
Anggaran DISHUT + BLH TOTAL APBD Setelah PerubahanRealisasi TOTAL APBDP REALISASI
43.143.640.749
4.269.473.852.733
3.757.480.844.229
47.895.075.220
4.267.432.658.673
3.791.406.471.379
42.451.800.305
4.797.600.670.278
4.265.129.660.304
57.792.885.094
8.373.811.701.788
6.670.765.136.944
8.432.096.315.490
191.283.401.368 30.140.415.198.962
18.484.782.112.856
Sumber : FITRA Diolah dari LHP BPK RI, Dokumen LKPD Riau 2009-2012 dan APBD tahun 2013.
Anggaran yang dialokasikan ke dua sektor lembaga ini (Dishut dan BLH), yang hanya 2013, ternyata tidak murni untuk keperluan program yang langsung
di berikan kepada lingkungan (hutan, sungai, dan lain-lain). Sebagian besar alokasyang diperuntukkan di dua lembaga ini untuk Gaji dan keperluan rutin kedinasan (Aparatur). Untuk Dinas kehutanan sepanjang tahun 2009-2013 dialokasikan anggaran sebesar Rp. 212, 7 Miliyar, ternyata 77,2% diperuntukkan untuk Gaji dan keperluan kedinasa. Begitu juga di BLH ditahun yang sama 60,2% alokasi anggaran diperuntukkan untuk gaji dan keperluan kedinasan.
setara dengan 0,30% dari total
Jika diakumulasikan di dua sektor lembaga ini, maka sepanjang tahun 2009-2013 alokasi anggaran sebesar Rp. 304 Miliyar atau setara dengan 0,01% dari total APBD tahun yang sama.
2012 telah terealisasi sebesar Rp. 191,2 Miliyar atau setara dengan 1,03% dibandingkan dengan APBD tahun yang sama. Menjadi cacatan buruk juga bahwa alokasi anggaran yang sedikit juga dalam penyerapan pelaksanaan kegiatannya juga tidak maksima. Jika dihitung realisasi anggaran yang dialokasikan hanya 63% saja sepanjang tahun 2009-2012. Lihat
2013 (MURNI DAN REALISASI)
PersentasiREALISASI ANGGARAN REALISASI
3.757.480.844.229 1,17% 1,15%
3.791.406.471.379 1,22% 1,26%
4.265.129.660.304 0,98% 1,00%
6.670.765.136.944 0,85% 0,87%
1,01%
18.484.782.112.856 1,01% 1,03%
Anggaran yang dialokasikan ke dua sektor lembaga ini (Dishut dan BLH), yang hanya 2013, ternyata tidak murni untuk keperluan program yang langsung
lain). Sebagian besar alokasi anggaran yang diperuntukkan di dua lembaga ini untuk Gaji dan keperluan rutin kedinasan (Aparatur).
2013 dialokasikan anggaran sebesar Rp. 212, 7 dinasa. Begitu juga di BLH
ditahun yang sama 60,2% alokasi anggaran diperuntukkan untuk gaji dan keperluan kedinasan.
RINCIAN ANGGARAN DI DISHUT DAN BLH 2009ALOKASI
DINAS KEHUTANAN RIAUTotal (2009-2013)BTL (GAJI PEGAWAI)BL (Keperluan Rutin Pegawai)BL (BELANJA MASYARAKAT)BADAN LINGKUNGAN HIDUPTotal (2009-2013)BTL (GAJI PEGAWAI)BL (Keperluan Rutin Pegawai)BL (BELANJA MASYARAKAT)DISHUT + BLHTotal (2009-2013)BTL (GAJI PEGAWAI)BL (Keperluan Rutin Pegawai)BL (BELANJA MASYARAKAT)
Sumber : FITRA Diolah dari LHP BPK RI, Dokumen LKPD Riau 2009
Jika diakumulasikan (BLH+Dishut) sebesar Rp. 304,9 Milyar 73,3% untuk keperluan Gaji Aparatur dan keperluan kedinasan (pakaian dinas, perjalanan dinas, mobil dinas, atk, listrik dll). Sebaliknya anggaran yang dialokasikan untuk keperluan progr27,7% dari total anggaran yang kedua SKPD tersebut.
Jika dirincikan kembali maka alokasi anggaran yang diperuntukkan secara rill untuk kebutuhan perbaikan dan pelestarian lingkungan di dua SKPD tersekoorinasi, kebakaran hutan, sanitasi, dan upaya preventif hutan dan lingkungan), maka Priode kedua Rusli Zainal 2009-2013 hanya dilokasikan sebesar 0,29 % dati total APBD realisasi tahun 2000-2012.
PERSENTASE BELANJA PROGRAMTOTAL APBD 2009
ALOKASI PROGRAM MASYARAKAT 2009
APBD-P REALISASI
Sumber : FITRA Diolah dari LHP BPK RI, Dokumen LKPD Riau 2009
RINCIAN ANGGARAN DI DISHUT DAN BLH 2009-2013 (APBD P DAN REALISASI)APBD P %
212.727.945.649 100% 135.979.470.348 134.383.407.454 63,2% 93.341.149.043 21.411.171.325 10,1% 11.665.673.076 56.933.366.870 26,8% 30.972.648.229
92.193.943.290 100% 55.303.931.020 39.163.928.978 42,5% 27.737.428.779 11.808.870.420 12,8% 41.221.143.892 44,7% 22.016.973.979
304.921.888.939 100% 191.283.401.368 173.547.336.432 56,9% 121.078.577.822 33.220.041.745 10,9% 17.215.201.338 98.154.510.762 32,2% 52.989.622.208
Sumber : FITRA Diolah dari LHP BPK RI, Dokumen LKPD Riau 2009-2012 dan APBD tahun 2013.
Jika diakumulasikan (BLH+Dishut) alokasi anggaran selama kurun waktu 2009sebesar Rp. 304,9 Milyar 73,3% untuk keperluan Gaji Aparatur dan keperluan kedinasan (pakaian dinas, perjalanan dinas, mobil dinas, atk, listrik dll). Sebaliknya anggaran yang dialokasikan untuk keperluan program lingkungan di dua sektor tersebut hanya sebesar Rp. 27,7% dari total anggaran yang kedua SKPD tersebut.
Jika dirincikan kembali maka alokasi anggaran yang diperuntukkan secara rill untuk kebutuhan perbaikan dan pelestarian lingkungan di dua SKPD tersebut (Pendidikan masyarakat, koorinasi, kebakaran hutan, sanitasi, dan upaya preventif hutan dan lingkungan), maka Priode
2013 hanya dilokasikan sebesar 0,29 % dati total APBD realisasi tahun
PERSENTASE BELANJA PROGRAM MASYARAKAT DI DISHUT DAN BLH VS TOTAL APBD 2009-2013 (APBD-P DAN REALISASI)
ALOKASI PROGRAM MASYARAKAT 2009-2013 TOTAL APBD 2009-2013
98.154.510.762 30.140.415.198.962 52.989.622.208 18.484.782.112.856
Sumber : FITRA Diolah dari LHP BPK RI, Dokumen LKPD Riau 2009-2012 dan APBD tahun 2013.
2013 (APBD P DAN REALISASI)REALISASI %
135.979.470.348 100%93.341.149.043 68,6%11.665.673.076 12,5%30.972.648.229 22,8%
55.303.931.020 100%27.737.428.779 50,2%
5.549.528.262 10,0%22.016.973.979 39,8%
191.283.401.368 100%121.078.577.822 63,3%
17.215.201.338 9,0%52.989.622.208 27,7%
alokasi anggaran selama kurun waktu 2009-2013 sebesar Rp. 304,9 Milyar 73,3% untuk keperluan Gaji Aparatur dan keperluan kedinasan (pakaian dinas, perjalanan dinas, mobil dinas, atk, listrik dll). Sebaliknya anggaran yang
am lingkungan di dua sektor tersebut hanya sebesar Rp.
Jika dirincikan kembali maka alokasi anggaran yang diperuntukkan secara rill untuk but (Pendidikan masyarakat,
koorinasi, kebakaran hutan, sanitasi, dan upaya preventif hutan dan lingkungan), maka Priode 2013 hanya dilokasikan sebesar 0,29 % dati total APBD realisasi tahun
MASYARAKAT DI DISHUT DAN BLH VS
PERSENTASE
0,33%0,29%
2012 dan APBD tahun 2013.
1. Investasi BUMD MaksimalDiakui APBD Provinsi Riau, dalam komposisinya Penerimaan Daerahnya masih bergantung kepada Dana Perimbangan Pusat maupun Bukan Pajak. Untuk mengurangi ketergantungan tersebut maka pemerintah daerah harus berupaya menigkatkan PADnya sebagai salah satu langkah untuk memperlebar ruang otonomi keuangan daerah. Riau pada dasarnya mengalmi peningkatan dengan rata Namun, kontribusi tersbesar PAD adalah berasal dari sumbangan rakyat. Yaitu pajak daerah yang dibayarkan rakyat dan retribusi yang dipungut pemerintah dari rakyat. Selain intensifikasi dan exktensifikasi PAD yang bersumber dari pajak, upaya pemerintah dengan mengoptimalisasi peran BUMD tentu patut diapresiasi. Terdapat 9 BUMD yang terus dimodali melaui APBD yang dMiliyar APBD diinvestasikan ke 9 BUMD yang bekerja dibeberapa sektor usaha. Yaitu PT. Bank Riau Kepri, Pt. Bumi Siak Pusako, PT. SPR, PT. PER, PT. PIR, PT. Askrida, PT. SPKR, PT. RAL, PT. Riau PetroNamun, beberapa hal kelemahan pemerintah daerah Provinsi Riau 2009mengoptimalisasi fungsi BUMD sebagai salah satu mesin uang untuk penunjang keuangan daerah. - Minimnya deviden yang diterima pemerintah Provinsi Riau dari BUMD, hal itu
dibuktikan dengan selama 2008Rp. 665,78 Miliyar. Dengan 80% deviden berasal dari satu BUMD yaitu Bank Riau Kepri yang merukan BUMD yang telah lama berdiri, selanjutnya Rp. 117,67 Miliyar berasal dari BUMD PT. BSelanjutnya 5 BUMD baru lainnya hanya berkontribusi sangat minim dibandingkan investasi APBD yang masuk. Dan bahkan terdaat dua BUMD yaitu PT. RAL dan PT Riau Petrolium belum memberikan keuntungan apapBUMD tersebut telah banyak mengahabiskan anggaran APBD Provinsi Riau khusunya PT. RAL, dengan total lebih dari Rp. 150 Miliyar.
- Pembentukan BUMD memang tidak berhenti pada tujuan sebagai mesin uang, namun penyerapan tenaga local, berkontibusi terhadap sektor produksi daerah yang kemudian dikelola oleh daerah. mampu diwujudkan dengan baik melalui intSeperti tingkat tenaga kerja, BUMD yang dibentuk tidak mampu menyerap tenaga pekerja local yang banyak, bahkan dibeberapa BUMD lainnya ditemui ketimpangan perbandingan antara tenaga kerja putra daerah dengan yang berasRiau. Selanjutnya, BUMD tidak mendidik putra daerah sebagai pekerja profesional, karena lebih memilih a
Investasi BUMD MaksimalDiakui APBD Provinsi Riau, dalam komposisinya Penerimaan Daerahnya masih bergantung kepada Dana Perimbangan Pusat dan Daerah, yang bersumber dari Penerimaan Negara Pajak maupun Bukan Pajak. Untuk mengurangi ketergantungan tersebut maka pemerintah daerah harus berupaya menigkatkan PADnya sebagai salah satu langkah untuk memperlebar ruang otonomi keuangan daerah. Tiga tahun terakhir, penerimaan daerah yang bersumber dari PAD Riau pada dasarnya mengalmi peningkatan dengan rata – rata meningkat 7Namun, kontribusi tersbesar PAD adalah berasal dari sumbangan rakyat. Yaitu pajak daerah
dan retribusi yang dipungut pemerintah dari rakyat. Selain intensifikasi dan exktensifikasi PAD yang bersumber dari pajak, upaya pemerintah dengan mengoptimalisasi peran BUMD tentu patut diapresiasi. Terdapat 9 BUMD yang terus dimodali melaui APBD yang diinvestasikan. Tercata pada 2008-2013 sebanyak
diinvestasikan ke 9 BUMD yang bekerja dibeberapa sektor usaha. Yaitu PT. Bank Riau Kepri, Pt. Bumi Siak Pusako, PT. SPR, PT. PER, PT. PIR, PT. Askrida, PT. SPKR, PT. RAL, PT. Riau Petrolium.Namun, beberapa hal kelemahan pemerintah daerah Provinsi Riau 2009mengoptimalisasi fungsi BUMD sebagai salah satu mesin uang untuk penunjang keuangan
Minimnya deviden yang diterima pemerintah Provinsi Riau dari BUMD, hal itu ktikan dengan selama 2008-2013 penerimaan daerah dari deviden BUMD sebesar
Rp. 665,78 Miliyar. Dengan 80% deviden berasal dari satu BUMD yaitu Bank Riau Kepri yang merukan BUMD yang telah lama berdiri, selanjutnya Rp. 117,67 Miliyar berasal dari BUMD PT. BSP yang merupakan konsorsium dari empat pemilik saham. Selanjutnya 5 BUMD baru lainnya hanya berkontribusi sangat minim dibandingkan investasi APBD yang masuk. Dan bahkan terdaat dua BUMD yaitu PT. RAL dan PT Riau Petrolium belum memberikan keuntungan apapun kepada daerah. Pada kedua BUMD tersebut telah banyak mengahabiskan anggaran APBD Provinsi Riau khusunya PT. RAL, dengan total lebih dari Rp. 150 Miliyar.
BUMD memang tidak berhenti pada tujuan sebagai mesin uang, namun penyerapan tenaga local, berkontibusi terhadap sektor produksi daerah yang kemudian dikelola oleh daerah. Namun sanyangnya, cita mampu diwujudkan dengan baik melalui intervensi daerah sebagai pemilik saham. Seperti tingkat tenaga kerja, BUMD yang dibentuk tidak mampu menyerap tenaga pekerja local yang banyak, bahkan dibeberapa BUMD lainnya ditemui ketimpangan perbandingan antara tenaga kerja putra daerah dengan yang berasRiau. Selanjutnya, BUMD tidak mendidik putra daerah sebagai pekerja profesional, karena lebih memilih ahli yang didatangkan dari luar.
Diakui APBD Provinsi Riau, dalam komposisinya Penerimaan Daerahnya masih bergantung dan Daerah, yang bersumber dari Penerimaan Negara Pajak
maupun Bukan Pajak. Untuk mengurangi ketergantungan tersebut maka pemerintah daerah harus berupaya menigkatkan PADnya sebagai salah satu langkah untuk memperlebar ruang
tahun terakhir, penerimaan daerah yang bersumber dari PAD rata meningkat 7-8% pertahunnya.
Namun, kontribusi tersbesar PAD adalah berasal dari sumbangan rakyat. Yaitu pajak daerah dan retribusi yang dipungut pemerintah dari rakyat.
Selain intensifikasi dan exktensifikasi PAD yang bersumber dari pajak, upaya pemerintah dengan mengoptimalisasi peran BUMD tentu patut diapresiasi. Terdapat 9 BUMD yang terus
2013 sebanyak Rp. 446,63 diinvestasikan ke 9 BUMD yang bekerja dibeberapa sektor usaha. Yaitu PT.
Bank Riau Kepri, Pt. Bumi Siak Pusako, PT. SPR, PT. PER, PT. PIR, PT. Askrida, PT.
Namun, beberapa hal kelemahan pemerintah daerah Provinsi Riau 2009-2013 dalam mengoptimalisasi fungsi BUMD sebagai salah satu mesin uang untuk penunjang keuangan
Minimnya deviden yang diterima pemerintah Provinsi Riau dari BUMD, hal itu 2013 penerimaan daerah dari deviden BUMD sebesar
Rp. 665,78 Miliyar. Dengan 80% deviden berasal dari satu BUMD yaitu Bank Riau Kepri yang merukan BUMD yang telah lama berdiri, selanjutnya Rp. 117,67 Miliyar
SP yang merupakan konsorsium dari empat pemilik saham. Selanjutnya 5 BUMD baru lainnya hanya berkontribusi sangat minim dibandingkan investasi APBD yang masuk. Dan bahkan terdaat dua BUMD yaitu PT. RAL dan PT
un kepada daerah. Pada kedua BUMD tersebut telah banyak mengahabiskan anggaran APBD Provinsi Riau khusunya
BUMD memang tidak berhenti pada tujuan sebagai mesin uang, namun penyerapan tenaga local, berkontibusi terhadap sektor produksi daerah
Namun sanyangnya, cita – cita itu juga tidak ervensi daerah sebagai pemilik saham.
Seperti tingkat tenaga kerja, BUMD yang dibentuk tidak mampu menyerap tenaga pekerja local yang banyak, bahkan dibeberapa BUMD lainnya ditemui ketimpangan perbandingan antara tenaga kerja putra daerah dengan yang berasal dari luar Provinsi Riau. Selanjutnya, BUMD tidak mendidik putra daerah sebagai pekerja profesional,
- Pemeirntah Provinsi Riau hingga kini gagal untuk mewujudkan BUMD yang bekerja di sektor hilirt industry. Karena dari 9 BUMD yang di berikan investasi lebih banyak mengarah kepada permodalan dan ekploitasi sumberdaya alam warisan asing.
Pemeirntah Provinsi Riau hingga kini gagal untuk mewujudkan BUMD yang bekerja di ustry. Karena dari 9 BUMD yang di berikan investasi lebih banyak
mengarah kepada permodalan dan ekploitasi sumberdaya alam warisan asing.
***
Pemeirntah Provinsi Riau hingga kini gagal untuk mewujudkan BUMD yang bekerja di ustry. Karena dari 9 BUMD yang di berikan investasi lebih banyak
mengarah kepada permodalan dan ekploitasi sumberdaya alam warisan asing.