case uveitis granulomatosa
TRANSCRIPT
PRESENTASI KASUS
UVEITIS BILATERAL TIPE GRANULOMATOSA
Pembimbing:
dr. Hariindra Pandji Soediro, Sp. M
Disusun Oleh:
Siti Masitah Bt. Hamzah
030.04.271
KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATA
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BUDHI ASIH
PERIODE 7 FEBRUARI – 12 MARET 2011
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TRISAKTI
JAKARTA
2011
1
STATUS PASIEN
I. IDENTITAS
Nama : Ny N
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 53 Tahun
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Agama : Islam
Alamat : Cawang III, No. 14
II. ANAMNESIS
Autoanamnesis dilakukan dengan pasien pada tanggal 7 Februari 2011
A. Keluhan Utama :
Kedua mata seperti melihat nyamuk-nyamuk kecil sejak 3 minggu yang lalu
B. Keluhan Tambahan :
Melihat seperti ada benang-benang di pinggir mata, penglihatan berkabut dan silau
C. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke Poli Mata RSBA pada tanggal 7 Februari 2011 dengan
keluhan kedua mata seperti melihat nyamuk kecil sejak 3 minggu yang lalu. Pasien
juga mengeluh kadang-kadang seperti ada benang-benang di pinggir mata,
penglihatan berkabut seperti ada yang menghalangi dan sukar membaca dekat.
Pasien juga merasa silau dan sedikit buram. Keluhan mata merah, berair dan gatal
sebelumnya disangkal. Sejak keluhannya timbul pasien tidak ke dokter. Semakin hari
keluhan dirasakan semakin parah sehingga pasien memutuskan untuk berobat ke poli
mata RSUD Budhi Asih. Riwayat memakai kacamata (+) sejak 3 tahun yang lalu,
Riwayat memakai gigi palsu (-). Riwayat trauma (-).
D. Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien pernah punya keluhan yang sama pada mata kiri kira-kira 2 tahun
yang lalu (2009). Pasien merasakan seperti ada asap dan bintik-bintik hitam di depan
mata. Kadang-kadang silau saat melihat dan penglihatan makin berkabut. Pasien
2
berobat ke Poli Mata RSUD Budhi Asih dan diberikan obat tetes dan obat makan.
Pasien hanya kontrol 1 kali dan 2 minggu setelah itu, pasien merasakan sembuh dan
penglihatannya membaik seperti sebelumnya. Keluhan penglihatan berkabut dan
bintik-bintik hitam tidak lagi dirasakan, pasien berhenti kontrol ke dokter mata.
DM(-), HT (-), Asma(-), Riwayat batuk-batuk lama (-), riwayat sakit sendi (-)
E. Riwayat Penyakit Keluarga :
Keluarga pasien tidak pernah menderita penyakit yang sama
F. Pola hidup/ sosial : merokok (-), minum alkohol (-), obat-obat terlarang (-)
III. PEMERIKSAAN FISIK
A. STATUS GENERALIS
Keadaan Umum/Kesadaran : tampak tenang/compos mentis
Tanda Vital
Tekanan Darah : 130/90mmHg
Nadi : 78x/menit
Suhu : afebris
Pernafasan : 20x/menit
B. STATUS OFTALMOLOGIS (7 Februari 2011)
OD OS
6/60 cc Visus 6/60 cc
Orthoforia Kedudukan Bola
Mata
Orthoforia
Baik ke segala arah Pergerakan Bola
Mata
Baik ke segala arah
Oedem (-),
hiperemis (-)
Palpebra Superior Oedem (-),
hiperemis (-)
Oedem (-),
hiperemis (-)
Palpebra Inferior Oedem (-),
hiperemis (-)
Hiperemis (-),
papil(-), folikel(-)
Konjungtiva
Tarsalis Superior
Hiperemis (-),
papil(-),folikel(-)
3
Injeksi siliar (-),injeksi
konjungtiva
(-),keruh(-),oedem(-)
Konjungtiva Bulbi Injeksi siliar (-),injeksi
konjungtiva (-), keruh
(-),oedem (-)
Hiperemis (-),
papil(-),folikel (-)
Konjungtiva
Tarsalis Inferior
Hiperemis (-),
Papil(-),folikel(-)
Jernih,presipitat keratik
(+), Mutton fat (+)
Kornea Jernih, presipitat keratik
(+), Mutton fat (+)
Dalam,flare (+),sel (-) COA Dalam,flare (+),sel (-)
Warna coklat,Bussaca
nodul (+),sinekia
posterior (+)
Iris Warna coklat, Bussaca
nodul (+),sinekia
posterior (+) kiri >
kanan
terfiksasi,anisokor,
irreguler, RCL+,
RCTL+
Pupil Anisokor,
irreguler,terfiksasi
RCL +, RCTL +
Pigmen iris (+) Lensa pigmen iris (+)
Sulit untuk dinilai Vitreous Humor Sulit untuk dinilai
Refleks Fundus(+)
menurun
Funduskopi Refleks Fundus(+)
menurun
14,0 mmHg TIO 11,4 mmHg
Sama dengan pemeriksa Tes Konfrontasi Sama dengan pemeriksa
Fundoskopi ( 25 Februari 2011)
OD OS
Refleks fundus (+), jernih
> 0.33 (miopic cresent)
Edema (-),
1:3
Edema (-), lesi (-),
perdarahan (-)
Vitreous humor
Cup Disc ratio
Makula
(arteri/vena)
Retina perifer
Refleks fundus (+), jernih
> 0.33 (miopic cresent)
Edema (-)
1:3
Edema (-), lesi (-), perdarahan (-)
Funduskopi :
- Tidak tampak kekeruhan vitreus humor
4
- CDR > 0.33 dengan myopic cresent, edema makula (-), a/v : 1:3
- Fundus hipertensi tanpa retinopati sklerose.
- Tampak penyempitan arteri, pucat dan meregang dengan percabangan tajam
- Tidak tampak perdarahan, eksudat (-), edema papil (-)
- Tidak tampak tanda-tanda peradangn (korioretinitis)
IV. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Pada pasien ini telah dilakukan pemeriksaan hematologi (darah lengkap), Tinja Rutin
dan pemeriksaan radiologi foto Rontgen Thorak pada tahun 2009. Tidak ditemukan
kelainan.
V. RESUME
Pasien seorang perempuan berumur 53 Tahun datang ke poli mata RSBA dengan
keluhan kedua mata seperti melihat nyamuk kecil sejak 3 minggu yang lalu. Pasien
juga mengeluh seperti ada benang-benang di pinggir mata, penglihatan berkabut dan
sukar membaca dekat. Pasien juga merasa silau dan sedikit buram. Riwayat memakai
kacamata (+). Pasien juga pernah mengalam keluhan yang sama pada mata kiri kira-
kira 2 tahun yang lalu. Riwayat memakai kaca mata (+). DM(-), HT (-), Asma(-),
Riwayat batuk-batuk lama (-), riwayat sakit sendi (-). Dalam keluarga tidak
mempunyai penyakit seperti ini.
Pada status oftalmologi pada tanggal 7 Februari 2011 didapatkan :
Mata Kanan :
Visus : 6/60 cc
Kornea : Jernih, Presipitat keratik (+), Mutton fat (+)
Iris : Bussaka nodul (+),sinekia posterior (+)
Pupil :anisokor ,irreguler, terfiksasi
COA : flare (+)
Lensa : Pigmen iris (+)
Vitreus humor : sulit untuk dinilai
Fundus kopi : Reflek fundus (+) menurun
TIO : 14,0 mmHg
Mata Kiri :
Visus : 6/60 cc
5
Kornea : Jernih, Presipitat keratik (+), Mutton fat (+)
Iris : Bussaka nodul (+),sinekia posterior (+)
Pupil : anisokor,irreguler, terfiksasi
COA : flare (+)
Lensa : Pigmen iris (+)
Fundus kopi : Reflek fundus (+) menurun
TIO : 11,4 mmHg
Pemeriksaan funduskopi pada tanggal 25 Februari 2011 :
Vitreus jernih tanpa peradangan (korioretinitis). Tampak fundus hipertensi tanpa
retinopati sklerose.
Pemeriksaan laboratorium :
Pada pasien ini telah dilakukan pemeriksaan hematologi (darah lengkap), Tinja Rutin
dan pemeriksaan radiologi foto Rontgen Thorak pada tahun 2009. Tidak ditemukan
kelainan yang signifikan.
V. DIAGNOSIS KERJA
Uveitis bilateral tipe granulomatosa kronik
Miopia aksial ODS
Retinopati hipertensi tipe I
VI. DIAGNOSIS BANDING
Uveitis bilateral tipe non-granulomatosa kronik
Uveitis bilateral tipe campuran
VII. PEMERIKSAAN ANJURAN
LED
Pemeriksaan serologi IgG-IgM
ANA
Kultur vitreus
CT scan
6
VIII. PENATALAKSANAAN
Konsul Penyakit Dalam, THT, Gigi & Mulut
Obat topikal Sikloplegik atau Midriatik (Atrophine sulfate eye drop 1% 3 dd gtt
1 ODS)
Obat topikal kortikosteroid (dexamethasone eye drop 6 dd gtt 1 ODS)
Anti- inflamasi sistemik ( Methylprednisolone 16mg tab 1dd 2 tab)
Simptomatik (Ranitidine tab 2 dd 1 tab)
IX. PROGNOSIS
Ad vitam : bonam
Ad functionam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
7
X. ANALISA KASUS
Wanita, usia 51 tahun, ibu rumah tangga datang ke Poli Mata RSUD Budhi Asih
pada tanggal 7/2/2011 dengan keluhan melihat nyamuk-nyamuk kecil di depan
matanya sejak 3 minggu SMRS. Keluhan lain adalah silau (fotofobia), melihat
kunang-kunang di pinggir mata, berkabut, sedikit buram dan sukar melihat saat
membaca. Mata merah, berair dan gatal disangkal pasien. Riwayat memakai kaca
mata sejak 3 tahun yang lalu. Riwayat trauma , merokok, minum alkohol dan obat-
obat terlarang disangkal pasien. Berdasarkan anamnesa, keluhan yang sama pernah
di alami pasien 2 tahun yang lalu. Saat timbul keluhan tersebut, pasien telah ke Poli
Mata RSUD Budhi Asih dan telah diberikan obat tetes dan obat makan. Tidak ada
keluarga yang mempunyai penyakit seperti ini Riwayat medis signifikan yang lain
tidak ditemukan. Pada pemeriksaan fisik, pada tanda-tanda vital didapatkan tekanan
darah pasien 130/90mmHg, nadi 78x/menit, suhu afebris dan pernafasan 20x/menit.
Pada pemeriksaan optalmologi, pada mata kanan dan kiri :
Visus : 6/60
Kornea : Jernih, Presipitat keratik (+), Mutton fat (+)
Iris : Bussaca nodul (+),sinekia posterior (+)
Pupil :anisokor ,irreguler, terfiksasi
COA : flare (+)
Lensa : Pigmen iris (+)
Vitreus humor : sulit untuk dinilai
Fundus kopi : Reflek fundus (+) menurun
TIO : 14,0 mmHg
Pada pasien ini telah dilakukan pemeriksaan penunjang hematologi (darah lengkap),
Tinja Rutin dan pemeriksaan radiologi foto Rontgen Thorak pada tahun 2009 untuk
mencari fokal infeksi dan etiologi . Tidak ditemukan kelainan yang signifikan.
Funduskopi yang dilakukan pada tanggal 25/2/2011, vitreus humor jernih,
ratio cup/disc adalah >0.33 dengan miopic cresent, perbandingan arteri dan vena
adalah 1:3, tampak fundus hipertensi tanpa sklerose, perdarahan (-), edema papail (-).
Tanda-tanda peradangan koriorenitis (-).
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan oftalmologi dan penunjang diagnosis
pasien ditegakkan sebagai Uveitis bilateral tipe Granulomatosa dengan miopia aksial
dan retinopati hipertensi tipe I.
8
Berdasarkan Vaughan, D.G.; Asbury, T. General Opthalmology edisi 14.
Widya Medika. Jakarta : 2000, gejala dan tanda klinik pada uveitis granulomatosa
adalah peradangan yang dapat menimbulkan uveitis anterior, uveitis posterior atau
keduanya, biasanya onset tidak kentara, dan mata tersebut merah secara difus di
daerah sirkumkornea. Sakitnya minimal dan fotofobia tidak sama berat dengan
bentuk granulomatosa. Pupil sering mengecil dan tidak teratur karena terbentuk
synechiae posterior. KP “mutton fat” besar-besar terlihat di permukaan posterior
kornea dengan slit-lamp. Tampak kemerahan (flare) dan sel-sel di kamera anterior
dan nodul yang terdiri atas kelompok sel-sel putih tampak di tepian pupil iris (nodul
Koeppe) dan dengan KP mutton fat. Nodul serupa di seluruh stroma iris di sebut
nodul Busacca.
Lesi koroid dan retina yang aktif dan segar tampak sebagai bercak-bercak
putih kekuningan samar-samar dengan optalmoskop melalui corpus vitreum
berkabut. Kasus posterior demikian pada umumnya digolongkan sebagai penyakit
granulomatosa. Dalam proses penyembuhan, kabut vitreus berangsur hilang dan
pigmentasi berangsur timbul di tepian bintik-bintik putih kekuningan. Pada tahap
sembuh, umumnya terdapat deposit pigmentasi yang cukup banyak. Jika makula
tidak terkena, kesembuhan penglihatan sentral umumnya sempurna.
Pada penatalaksanaan medikamentosa pada pasien diberikan obat topikal
sikloplegik atau midriatik yaitu Atropine sulfat eye drop 1% (3 dd gtt1 ODS) untuk
melepaskan sinekia posterior yang terbentuk dan memcegah terjadinya sinekia yang
baru. Selain itu diberikan juga obat topikal anti inflamasi dan sistemik oral yaitu
dexamethasone eye drop (6dd gtt 1 ODS) dan juga methylprednisolone 16mg (1 dd
tab 2). Kortikosteroid merupakan terapi primer pada pasien uveitis. Kortikosteroid menekan
kerja sistem imun serta memiliki efek anti-inflamasi melalui beberapa mekanisme.
Berdasarkan Kanski JJ. Retinal Vascular Disorders in Clinical
Ophthalmology: A Systematic Approach. 3rdEdition., midriatikum berfungsi untuk
memberikan kenyamanan pada pasien, mencegah pembentukan sinekia posterior,
dan menghancurkan sinekia. Memberikan kenyamanan dengan mengurangi spasme
muskulus siliaris dan sfingter pupil dengan menggunakan atropin. Atropin tidak
diberikan lebih dari 1-2 minggu. Steroid topikal hanya digunakan pada uveitis
anterior dengan pemberian steroid kuat, seperti dexametason, betametason, dan
prednisolon. Komplikasi pemakaiansteroid adalah glaukoma, posterior subcapsular
cataract, komplikasi kornea, dan efek samping sistemik.
9
TINJAUAN PUSTAKA
PENDAHULUAN
Uveitis adalah peradangan pada jaringan uvea akibat infeksi, trauma, neoplasia, atau
proses autoimun.1 Insiden uveitis di Amerika Serikat dan di seluruh dunia
diperkirakan sebesar 15 kasus/100.000 penduduk dengan perbandingan yang sama
antara laki-laki dan perempuan.2,3 Uveitis merupakan salah satu penyebab kebutaan.1
Morbiditas akibat uveitis terjadi karena terbentuknya sinekia posterior sehingga
menimbulkan peningkatan tekanan intra okuler dan gangguan pada nervus optikus.
Selain itu, dapat timbul katarak akibat penggunaan steroid.2 Oleh karena itu,
diperlukan penanganan uveitis yang meliputi anamnesis yang komprehensif,
pemeriksaan fisik dan oftalmologis yang menyeluruh, pemeriksaan penunjang
dan penanganan yang tepat.1
UVEA
Uvea merupakan lapisan vaskuler berpigmen dari dinding bola mata yang terletak
antara kornesklera dan neuroepitelium. Uvea terdiri dari tiga bagian, yaitu iris, badan
siliaris, dan koroid. 4 (Gambar 1)
Gambar 1. Anatomi uvea5
10
Koroid merupakan bagian posterior dari uvea yang terletak antara retina dan
sklera. Terdapat tiga lapisan vaskuler koroid, yaitu vaskuler besar, sedang, dan kecil.
Pada bagian interna koroid dibatasi oleh membran Bruch, sedangkan di bagian luar
terdapat suprakoroidal.6 (Gambar 2)
Gambar 2. Lapisan koroid6
Vaskularisasi uvea berasal dari arteri siliaris anterior dan posterior yang
berasal dari arteri oftalmika. Vaskularisasi iris dan badan siliaris berasal dari sirkulus
arteri mayoris iris yang terletak di badan siliaris yang merupakan anastomosis arteri
siliaris anterior dan arteri siliaris posterior longus. Vaskularisasi koroid berasal dari
arteri siliaris posterior longus dan brevis.4
UVEITIS
11
Definisi
Uveitis merupakan inflamasi pada traktus uvealis. Definisi uveitis yang digunakan
sekarang menggambarkan setiap inflamasi yang tidak hanya melibatkan uvea, tapi
juga struktur lain yang berdekatan dengan uvea.7
Epidemiologi
Penderita umumnya berada pada usia 20-50 tahun. Setelah usia 70 tahun, angka
kejadian uveitis mulai berkurang. Pada penderita berusia tua umumnya uveitis
diakibatkan oleh toksoplasmosis, herpes zoster, dan afakia. Bentuk uveitis pada laki-
laki umumnya oftalmia simpatika akibat tingginya angka trauma tembus dan uveitis
nongranulomatosa anterior akut. Sedangkan pada wanita umumnya berupa uveitis
anterior kronik idiopatik dan toksoplasmosis.3
Klasifikasi
Klasifikasi uveitis dibedakan menjadi empat kelompok utama, yaitu klasifikasi
secara anatomis, klinis, etiologis, dan patologis.7
1) Klasifikasi anatomis (Gambar 3)
a) Uveitis anterior
- Iritis : inflamasi yang dominan pada iris
- Iridosiklitis : inflamasi pada iris dan pars plicata
b) Uveitis intermediet : inflamasi dominan pada pars plana dan retina perifer
c) Uveitis posterior : inflamasi bagian uvea di belakang batas basis vitreus
d) Panuveitis : inflamasi pada seluruh uvea
Gambar 3. Klasifikasi uveitis secara anatomis 5
2) Klasifikasi klinis
12
a) Uveitis akut : onset simtomatik terjadi tiba-tiba dan berlangsung selama < 6
minggu
b) Uveitis kronik : uveitis yang berlangsung selama berbulan-bulan atau bertahun-
tahun, seringkali onset tidak jelas dan bersifat asimtomatik
3) Klasifikasi etiologis
a) Uveitis eksogen : trauma, invasi mikroorganisme atau agen lain dari luar tubuh
b) Uveitis endogen : mikroorganisme atau agen lain dari dalam tubuh
- Berhubungan dengan penyakit sistemik, contoh: ankylosing spondylitis
- Infeksi
Yaitu infeksi bakteri (tuberkulosis), jamur (kandidiasis), virus
(herpes zoster), protozoa (toksoplasmosis), atau roundworm
(toksokariasis)
- Uveitis spesifik idiopatik
Yaitu uveitis yang tidak berhubungan dengan penyakit sistemik, tetapi
memiliki karakteristik khusus yang membedakannya dari bentuk
lain (sindrom uveitis Fuch)
- Uveitis non-spesifik idiopatik
Yaitu uveitis yang tidak termasuk ke dalam kelompok di atas.
4) Klasifikasi patologis
a) Uveitis non-granulomatosa : infiltrasi dominan limfosit pada koroid
b) Uveitis granulomatosa : koroid dominan sel epiteloid dan sel-sel
raksasa multinukleus (Gambar 4)
Gambar 4. Klasifikasi patologis uveitis: (a) non-granulomatosa; (b) granulomatosa 8
Non- granulomatosa Granulomatosa
Onset Akut Tersembunyi
Sakit Nyata Tidak ada atau ringan
13
Fotofobia Nyata Ringan
Penglihatan kabur Sedang Nyata
Merah sirkum corneal Nyata Ringan
Keratik presipitat Putih halus Kelabu besar
Pupil Kecil dan tidak teratur Kecil dan tidak teratur
Sinekia posterior Kadang Kadang
Nodul iris Kadang Kadang
Tempat Uvea anterior Uvea anterior dan posterior
Perjalanan Akut Kronik
Rekurens Sering Kadang
a. Uveitis Granulomatosa
Istilah patologik yang digunakan dalam uveitis di klinik yang ditandai adanya
nodul iris Koeppe atau Busaccca, presipitat-presipitat jenis motton fat.
Disangka akibat invasi mikrobakteri yang patogen kejaringan uvea, meskipun
kumannya sering tidak diketemukan sehingga diagnosa ditegakan berdasarkan
keadaan klinis saja. Timbulnya tidak akut. Reaksi seluler lebih hebat daripada
reaksi vaskuler. Karenanya injeksi silier tidak hebat. Iris bengkak, menebal,
gambaran bergarisnya kabur. Dipermukaannya didapat benjolan-benjolan.
Dipinggir pupil juga didapat benjolan yang disebut Koepe nodul. Keratik
presipitat besar-besar, kelabu, disebut mutton fat deposit. Coa, keruh seperti awan,
lebih banyak sel dari pada fibrin. Badan kaca: keruh. Rasa sakit sedang, fotofobia
sedikit. Visus terganggu hebat oleh karena media yang dilalui cahaya banyak
terganggu. Keadaan ini terutama mengenai uvea posterior. Patologis anatomis
nodul, terdiri dari sel raksasa, sel epiteloid dan limfosit.6,7
b. Uveitis Non Granulomatosa
Uveitis tanpa nodul iris ataupun presipitat keratik.
Paling sering. Diduga akibat alergi, karena tak pernah ditemukan kumannya dan
sembuh dengan pemberian kortikosteroid. Timbulnya sangat akut. Reaksi
vaskuler lebih hebat dari reaksi seluler sehingga injeksinya hebat (banyak
pembuluh darah). Diiris tak tampak benjolan. Sinekhia posterior halus-halus, oleh
karena hanya sedikit mengandung sel. Cairan coa mengandung lebih banyak
fibrin daripada sel. Badan kaca tak banyak kekeruhan. Rasa sakit lebih hebat, juga
14
fotofobia dan visus banyak terganggu. Pada stadium akut karena banyak
mengandung fibrin dapat terbentuk hipopion. Lebih banyak mengenai uvea
anterior. Patologis anatomis: diiris dan badan silia didapatkan sel plasma dan sel-
sel mononuklear.6,7
c. Uveitis Campuran
Disini didapatkan campuran dari kedua gejala tersebut. 7
Gambaran Klinis
1) Uveitis anterior
Gejala utama uveitis anterior akut adalah fotofobia, nyeri, merah, penglihatan
menurun, dan lakrimasi. Sedangkan pada uveitis anterior kronik mata terlihat putih
dan gejala minimal meskipun telah terjadi inflamasi yang berat.7 Tanda-tanda adanya
uveitis anterior adalah injeksi silier, keratic precipitate (KP), nodul iris, sel-sel
akuos, flare, sinekia posterior, dan sel-sel vitreus anterior.7 (Gambar 5)
(a) (b)
Gambar 5. Uveitis anterior : (a) mutton-fat keratic precipitates, nodul Koeppe dan
Busacca; (b) nodul Busacca pada iris dan mutton-fat KP di bagian inferior9
2) Uveitis intermediet
Gejala uveitis intermediet biasanya berupa floater, meskipun kadang-kadang
penderita mengeluhkan gangguan penglihatan akibat edema makular sistoid kronik.
Tanda dari uveitis intermediet adalah infiltrasi seluler pada vitreus (vitritis) dengan
beberapa sel di COA dan tanpa lesi inflamasi fundus.7 (Gambar 6)
15
Gambar 6. Gambaran pars planitis 10
3) Uveitis posterior
Dua gejala utama uveitis posterior adalah floater dan gangguan penglihatan. Keluhan
floater terjadi jika terdapat lesi inflamasi perifer. Sedangkan koroiditis aktif pada
makula atau papillomacular bundle menyebabkan kehilangan penglihatan sentral.7
Tanda-tanda adanya uveitis posterior adalah perubahan pada vitreus (seperti sel,
flare, opasitas, dan seringkali posterior vitreus detachment), koroditis, retinitis, dan
vaskulitis. 7
PEMERIKSAAN OFTALMOLOGI
Pemeriksaan fisik tidak jauh berbeda dengan gejala yang dapat timbul pada
uveitis, hasil pemeriksaan yang didapat bervariasi tergantung dari lokasi, penyebab
dan patogenesis dari proses inflamasi yang terjadi. Pemeriksaan jaringan mata yang
menyeluruh dapat memberikan hasil yang sangat membantu dalam penentuan
diagnosis. 4,6,7
Konjungtiva
Didapatkan injeksi siliar (injeksi perilimbal, kemerahan sirkumkorneal akibat
dilatasi pembuluh-pembuluh darah limbus, merupakan karakteristik dari uveitis
anterior) atau nodul (pada sarkoidosis). (Gambar 7)
Gambar 7. Injeksi siliar 5
Kornea,
16
Ditemukan adanya presipitat keratik, merupakan kumpulan sel-sel mediator
inflamasi pada permukaan endotel kornea. Presipitat tersebut tampak berupa deposit
putih halus. Presipitat keratik berukuran kecil umumnya ditemukan pada uveitis non-
granulomatosa, sedangkan presipitat berukuran besar biasanya ditemukan pada
uveitis granulomatosa, yang dikenal dengan ”mutton fat”. (Gambar 8)
Gambar 8. Presipitat Keratik5
Presipitat keratik awal biasanya berwarna putih dan akan menjadi lebih
berpigmen dan mengkerut seiring dengan berjalannya waktu. Selain itu, pada kornea
dapat timbul gambaran dendrit epitel, ”geographic ulcers” atau terdapat skar pada
stroma pada kasus keratouveitis pada herpes.
Mekanisme inflamasi yang terjadi pada tingkat seluler akan menimbulkan
gambaran ”cells” dan ”flare” pada aqueous humor. (Gambar 9)
Gambar 9. Cells and Flare 9
17
Pada kasus-kasus uveitis anterior yang berat, dapat terjadi penimbunan fibrin
dan/atau pembentukan hipopion. (Gambar 10)
Hipopion 9
Iris
Ditemukan sinekia anterior yaitu iris melekat pada kornea maupun sinekia
posterior yaitu iris melekat pada lensa. Bila proses berlanjut terus maka akan timbul
”pupillary block”, ”iris bombé” dan/atau glaukoma sudut tertutup. (Gambar 11)
Iris Bombé9
Terdapat nodul yang terdiri atas kelompok sel-sel putih tampak di tepian pupil
iris (Nodul Koeppe bila timbul pada batas pupil, dan Nodul Bussaca bila timbul
pada stroma iris) atau terdapat granuloma yang nyata.hal ini terhadi pada uveitis
granulomatosa. Adanya atrofi iris pada beberapa bagian saja merupakan ciri khas
pada penyakit herpes. Pada pemeriksaan pupil, akan didapatkan pupil yang miosis.
[Gambar 12 a) dan b)]
18
a)Bussaca’s Nodules b)Koeppe’s Nodules
Gambar 12. a) dan b) 9
Lensa
Pemeriksaan yang mungkin didapat adalah adanya katarak. Katarak merupakan
komplikasi yang sering timbul dalam klinis pasien uveitis. Katarak biasanya terjadi
pada uveitis yang telah berlangsung lama atau pada uveitis dengan pemakaian
kortikosteroid jangka panjang. Pada vitreous humor, akan tampak gambaran
”snowball opacities”, berupa infiltrasi sel-sel, yang pada umumnya terlihat pada
uveitis intermediate dan sarkoidosis. Selain itu, juga tampak adanya traksi pada
retina, atau pembentukan membran siklitik dibelakang lensa. 6,7
Manifestasi uveitis posterior yang dapat ditemukan pada pemeriksaan, antara lain :
”Disc eccema”
Edema makula
Vaskulitis retina
Eksudat perivaskular
Retinitis atau koroiditis fokal atau difus
Eksudat pars plana (”snowbanking”)
Pelepasan retina
Atrofi retinokoroidal
Neovaskularisasi retina dan koroid.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk memastikan etiologi , sehingga,
sebelum dilakukan pemeriksaan laboratorium, sebaiknya dilakukan anamnesis dan
pemeriksaan fisik yang baik agar dapat dilakukan pemeriksaan penunjang yang
terarah. Pemeriksaan laboratorium pada umumnya tidak diperlukan untuk uveitis
anterior, terutama jika jenisnya non-granulomatosa dan jelas sensitif terhadap terapi
non-spesifik.
Pada uveitis anterior maupun posterior yang tidak responsif terhadap terapi, atau
bila uveitis yang terjadi bilateral atau granulomatosa atau rekuren, maka harus
ditentukan diagnosis etiologinya. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan
antara lain : 4,6,7
LED
Foto Rontgen Thorax
19
Titer Lyme
Tes Mantoux
ANA (Antinuclear Antibody)
RPR (Rapid Plasma Reagin)
VDRL (Venereal Disease Research Laboratory)
PPD (Purified Protein Derivative)
ELISA
HLA B27
Fluorescein angiography
Lumbal Pungsi
Kultur vitreous
CT-scan dan MRI otak
Hampir semua pemeriksaan penunjang pada uveitis merupakan pemeriksaan
laboratorium khusus yang akan dilakukan hanya dengan alasan dan indikasi yang
jelas. Dengan indikasi yang jelas, maka pemeriksaan tersebut baru akan bernilai
diagnostik. Tidak ada aturan pasti yang menentukan pemakaian pemeriksaan-
pemeriksaan tersebut. Kuncinya adalah dengan memaksimalkan kemampuan
anamnesis, penilaian keseluruhan sistem tubuh dan pemeriksaan fisik secara umum
dan oftalmologik sehingga dapat ditentukan indikasi pemeriksaan penunjang yang
diperlukan.4,6,7
DIAGNOSIS
Uveitis sering berhubungan dengan penyakit sistemik lainnya, oleh sebab itu,
ada baiknya dilakukan anamnesis yang komprehensif serta pemeriksaan fisik yang
menyeluruh pada setiap pasien dengan inflamasi intraokuler. Pemeriksaan yang
menyeluruh tersebut dapat membantu dalam penentuan diagnosis yang tepat
sehingga faktor penyebab dapat ditangani dengan baik.6,7
Anamnesis4,6,7
Riwayat penyakit sekarang; meliputi onset, gejala yang timbul, perjalanan
penyakit dan gejalanya serta perawatan yang telah didapat.
Riwayat penyakit mata sebelumnya; apakah ada episode penyakit dengan gejala
yang sama sebelumnya, terapi dan respon terapi yang telah didapat, riwayat
trauma atau operasi pada mata sebelumnya.
20
Riwayat penyakit lain sebelumnya; riwayat penyakit-penyakit sistemik (terutama
sarkoidosis, juvenile rhematoid arthritis, AIDS, tuberkulosis, dan sifilis), riwayat
penggunaan obat-obatan (terutama obat-obatan imunosupresif).
Riwayat sosial; meliputi pola diet sehari-hari, pola seksual dan penggunaan obat-
obatan terlarang.
Data demografik; seperti: usia, ras dan jenis kelamin.
Riwayat geograf; seperti: tempat lahir, lingkungan tempat tinggal, dan apakah
sehabis melakukan perjalanan ke luar kota atau luar negeri.
Riwayat penyakit keluarga; penyakit-penyakit sistemik yang menular dalam
keluarga (seperti: tuberkulosis), riwayat menderita uveitis dalam keluarga.
Tinjauan sistemik :
- Umum : demam, berat badan, malaise, keringat malam
- Rheumatologi : arthralgia, low back pain, joint stiffness
- Dermatologi : rash, alpecia, vitiligo, gigitan serangga
- Neurologi : tinitus, sakit kepala, meningismus, parestesia, paralisis
- Respiratori : sesak nafas, batuk, dan produksi sputum
- Gastrointstinal : diare, melena
- Genitourinaria : disuria, ulkus genitalia, balanitis
Pemeriksaan Fisik4,6,7
Evaluasi tanda-tanda vital, periksa ketajaman penglihatan, periksa gerakan bola
mata, periksa setiap jaringan bola mata dengan slit lamp, lakukan pemeriksaan
funduskopi, dan ukur tekanan bola mata.
DIAGNOSA BANDING 1,6
NO TANDA KONJUNGT
IVITIS
AKUT
IRIDOSKLI
TIS AKUT
GLAUKOM
A AKUT
KERATITI
S
1. Sakit Tidak atau
hanya sedikit
Sedang,
trauma
mengenai
mata dan yang
diurus oleh
Hebat,
diseluruh
bulbus okuli
dan yang
diurus oleh
Sedikit
21
N.II N.V, injeksi
konjungtiva
dan episklera
2. Injeksi Injeksi
konjungtiva
Terutama
injeksi
perikornea
Injeksi
konjungtiva,
perikornea
dan episklera
Injeksi
perikornea
3. Pupil Normal Miosis
irreguler
Lebar,lonjong Normal,
miosis
4. Reflek
cahaya
Normal Berkurang Berkurang
sampai tidak
ada
Kuat
5. Media
refraksi
Jernih Kornea keruh
(kreatik
prespitat dan
edema),
COA:sel
radang,
pupil:oklusio,
lensa:katarak,
badan kaca:sel
radang
Kornea keruh
karena
oedema,
lensa:katarak
stadium
lanjut, COA
dangkal
Kornea
keruh karena
adanya
infiltrat,
COA normal
6. Visus Baik Sedang Buruk Berkurang
7. Timbulnya Perlahan Perlahan Tiba-tiba Perlahan
8. Gejala
sistemik
Tidak ada Sedikit Muntah-
muntah
-
9. Pemeriksaa
n sekret
Ditemukan
kuman
penyebab
Tidak
ditemukan
kuman
penyebab
Tidak
ditemukan
kuman
penyebab
Tidak
ditemukan
kuman
penyebab
10. TIO Normal N,tinggi,turun Tinggi sekali Normal
PENATALAKSANAAN
22
Tujuan utama penatalaksanaan uveitis adalah mengobati proses inflamasi pada
mata secara efektif serta meminimalkan komplikasi yang mungkin timbul baik dari
penyakitnya itu sendiri maupun dari terapi yang diberikan. Agar tujuan pengobatan
dapat dicapai, maka diperlukan pemeriksaan yang baik, karena, beberapa kondisi
memerlukan tindakan tertentu seperti pemberian obat kortikosteroid, sedangkan pada
kondisi lain tidak dianjurkan karena penggunaan kortikosteroid jangka panjang akan
menyebabkan pembentukan katarak dan meningkatkan tekanan intraokuler.4,6,7
Mydriatic dan Cycloplegic
Pengobatan topikal ini digunakan untuk mengatasi spasme siliare yang biasanya
muncul pada uveitis anterior akut dan untuk melepaskan sinekia posterior yang
terbentuk dan/atau mencegah perkembangan sinekia baru.
Obat-obatan yang bersifat long acting seperti homatropine, scopolamine atau
atropine, digunakan untuk mengatasi spasme siliare; sedangkan obat-obatan yang
durasi kerjanya lebih singkat seperti tropicamide atau cyclopentolate digunakan
untuk mencegah pembentukan sinekia posterior pada pasien yang memnderita
iridocyclitis kronik serta mengurangi gejala fotofobia.
Kortikosteroid
Kortikosteroid merupakan terapi primer pada pasien uveitis. Kortikosteroid
menekan kerja sistem imun serta memiliki efek anti-inflamasi melalui beberapa
mekanisme. Kortikosteroid dapat diberikan secara topikal, melalui injeksi periokular
atau intravitreal atau diberikan secara sistemik.
Pemberian secara topikal diutamakan pada pasien dengan uveitis anterior.
Penetrasi menuju segmen posterior pada pemberian topikal sangat buruk, kecuali bila
pasien tersebut pseudofakia atau afakia. Secara umum, kortikosteroid yang
dianjurkan pada pemberian topikal adalah prednisolon asetat.
Pemberian kortikosteroid melalui periokular paling baik digunakan untuk pasien
dengan uveitis intermediate, uveitits posterior atau terdapat edema makula, terutama
bila unilateral. Terapi ini juga dapat digunakan pada pasien dengan uveitis anterior
berat yang tidak responsif terhadap pengobatan topikal. penyuntikan biasanya
dilakukan melalui kapsul sub-Tenon atau secara trans-septal dengan anestesi lokal.
Obat yang diberikan biasanya yang kerja panjang seperti methylprednisolone asetat
setiap 3-4 minggu hingga efek yang diinginkan tercapai. Tindakan ini tidak boleh
23
dilakukan pada uveitis akibat infeksi dan harus berhati-hati pada pasien dengan
riwayat peningkatan tekanan intraokular.
Jalur sistemik digunakan pada pasien dengan uveitis posterior berat atau
panuveitis, terutama jika bilateral, atau pada kasus-kasus uveitis anterior berat yang
tidak responsif terhadap pengibatan topikal maupun injeksi periokular. Diawali
dengan dosis besar (1-2mg/kgBB/hari) dan kemudian diturunkan secara bertahap
setelah 2-3 minggu.6,7
AINS (Anti Inflamasi Non-Steroid)
AINS tidak mengambil peranan penting dalam pengobatan uveitis. AINS dalam
perjalanannya akan digunakan sebagai terapi ajuvan pada penggunaan kortikosteroid.
Terapi Imunosupresif
Terapi imunosupresif telah secara umum digunakan pada pasien dengan uveitis
berat dan mengancam penglihatan yang tidak responsif terhadap terapi kortikosteroid
yang adekuat atau pada pasien yang mengalami efek samping berat terhadap
kortikosteroid. Namun, terdapat penelitian yang mengatakan bahwa terapi ini lebih
baik serta mengurangi angka morbiditas jika dibandingkan dengan penggunaan
kortikosteroid jangka panjang (penggunaan kortikosteroid lebih dari 6 bulan dengan
dosis lebih dari 10 mg/hari). Indikasi awal penggunaan terapi imunosupresif ini
antara lain pada sindrome Behçet, sindrome Vogt-Kayanagi-Harada, uveitis simpatik
dan nekrosis sklerouveitis.
Sediaan yang sering digunakan adalah antimetabolit, yaitu, methotrexate,
azathriopine dan mycophenolate; Alkylating agents, yaitu, cyclophosphamide dan
chlorambucil; serta sel-T inhibitor, yaitu, cyclosporine dan tacrolimus.
Antimetabolit digunakan pada uveitis non-infeksi yang kronis, seperti
iridocyclitis pada JRA, panuveitis, sarkoidosis serta scleritis. Dosis yang diberikan
adalah 7,5-25mg/hari baik secara oral, subkutan maupun intramuskular. Pada uveitis
simpatika, sindrom Behçet, sindrom VKH dan uveitis intermediate, Azhatriopine
biasanya diberikan sebesar 1-3mg/kgBB/hari. Mycophenolate biasanya diberikan
2x1 gram pada pasien yang intoleran terhadap methotrexate atau azhatriopine.
Cyclophosphamide dan chlorambucil biasanya digunakan pada uveitis
simpatika, intermediate serta sindrom Behçet. Dosis cyclophosphamide adalah 1-3
mg/kgBB/hari, sedangkan cjlorambucil adalah 0,1-0,2mh/kgBB/hari.
24
Efek primer dari sel-T inhibitor adalah menginhibisi aktivasi sel-T, namun,
mekanisme pastinya masih diperdebatkan. Pegobatan ini biasanya dikombinasi
dengan pemberian kortikosteroid.
Terapi imunosupresif ini memiliki efek samping yang mengancam nyawa. Efek
samping paling berat adalah toksisitasnya terhadap ginjal dan hepar, supresi sumsum
tulang dan efek teratogenik. Sehingga, diperlukan pengawasan yang ketat, seperti
pemeriksaan darah lengkap serta fungsi hati selama perawatan. 4,7
Terapi terbaru
Saat ini sedang dipelajari pengobatan uveitis dengan Sitokin inhibitor.
Pengobatan ini dipelajari untuk setiap tipe uveitis. Penelitian lain, yaitu penyuntikan
immunoglobulin dan interferon secara intravena menunjukkan efek yang baik
terhadap beberapa pasien uveitis. Terdapat percobaan pengobatan dengan implantasi
intravitreal yang menempatkan kortikosteroid fluocinolone asetat secara langsung ke
dalam mata. Terapi ini diharapkan dapat memberikan efek yang konsisten pada
intraokular tanpa efek samping sistemik.
KOMPLIKASI
Uveitis anterior dapat menimbulkan sinekia anterior perifer, yang menghalangi
aqueous humor keluar di sudut kamera anterior sehingga timbul glaukoma. Sinekia
posterior dapat menimbulkan glaukoma dengan memungkinkan berkumpulnya
aqueous humor dibelakang iris, sehingga menonjol iris ke depan. Pelebaran pupil
sejak dini dan terus menerus dapat mengurangi kemungkinan timbulnya sinekia
posterior. Beta blocker topikal dapat digunakan pada glaukoma akibat uveitis. Pada
kasus berat, inhibitor anhidrase karbonik sistemik sangat membantu. Obat ini juga
bekerja mengurangi produksi aqueous humor. 4,6,7 (Gambar 13)
Gambar 13. Sinekia anterior dan sinekia posterior 10
25
Sinekia Anterior Sinekia Posterior
Uveitis yang kronis dapat mengakibatkan hiposekresi dari aqueous humor, yang
berakibat menurunnya suplai nutrisi ke struktur segmen anterior, terjadu formasi
membran siklitik, dan pelepasan korpus siliaris.
Gangguan metabolisme lensa dapat menimbulkan katarak. Katarak sering timbul
pada uveitis menahun. Operasi katarak sebaiknya dilakukan 3-4 bulan setelah uveitis
tenang. Prognosis operasi katarak pada kasus demikian tergantung pada penyebab
uveitis.
Ablasio retina dapat timbul akibat traksi atau tarikan pada retina oleh benang-
benang vitreus. Edema kistoid makula dan degenerasi makula dapat terjadi pada
uveitis anterior yang beepanjangan. Kortikosteroid sistemik atau periokular dapat
digunakan untuk terapi edema makular, jika tidak berhasil, maka dapat digunakan
terapi imunosupresif. Berkurangnya penglihatan hingga kebutaan juga merupakan
salah satu komplikasi dari uveitis.6,7
PROGNOSIS
Uveitis merupakan kondisi penyakit yang berpotensi dalam menimbulkan
kebutaan. Uveitis juga dapat berakhir dengan komplikasi yang serius pada mata.
Dengan pengobatan yang adekuat, serangan uveitis non-granulomatosa umumnya
berlangsung beberapa hari sampai minggu, namun, pasien akan sering mengalami
kekambuhan. Uveitis granulomatosa berlangsung berbulan-bulan sampai tahunan,
kadang-kadang dengan remisi dan eksaserbasi, dan dapat menimbulkan kerusakan
permanen dengan penurunan penglihatan yang nyata walau dengan pengobatan yang
terbaik sekalipun.6,7
26
DAFTAR PUSTAKA
1. Ilyas, S, Penuntun Ilmu Penyakit Mata Edisi ketiga. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Jakarta : 2004
2. WebMD. Iritis and Uveitis 2011; http://www.emedicine.com. [diakses
tanggal 9 Februari 2011
3. Schlaegel TF, Pavan-Langston D. Uveal Tract: Iris, Ciliary Body, and
Choroid In: Pavan-Langston D, editors. Manual of Ocular Diagnosis and
Therapy. 2nd Edition,Boston: Little, Brown and Company, 1980. 143-144.
4. Ronald ES, Robert AN. Uveitis : A Clinical Approach to Diagnosis and
Management 2nd Ed. New York: Williams & Wilkins, 1989.
5. Roque MR. Uveitis 2010; http://www.uveitis.com/ph.images.uveitis/jpg/files
[diakses tanggal 9 Februari 2011]
6. Vaughan, D. G.; Asbury, T. Oftalmologi Umum edisi 14. Widya Medika.
Jakarta: 2000
7. Kanski JJ. Retinal Vascular Disorders in Clinical Ophthalmology: A
Systematic Approach. 3rd Edition. Oxford: Butterworth-Heinemann Ltd,
1994. 152-200.
8. El-Asrar AMA, Struyf S, Van den Broeck C, et al. 2010. Expression of
chemokines and gelatinase B in sympathetic ophthalmia.
http://www.nature.com/.../fig_tab/6702342f1.html [diakses tanggal 9 Februari
2011]
9. WebMD. Uveitis, Anterior, Nongranulomatous 2011;
http://www.emedicine.com . [diakses tanggal 9 Februari 2011]
10. Foster CS. Pars Planitis 2011.
http://www.uveitis.org/images/Eye.kids.NE3.jpg.files [diakses tanggal 9
Februari 2011]
27