case trauma

25
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA (UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA) Jl. Arjuna Utara No.6 Kebun Jeruk – Jakarta Barat KEPANITERAAN KLINIK STATUS ILMU BEDAH FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA SMF BEDAH RUMAH SAKIT BAYUKARTA KARAWANG Nama Mahasiswa : Nella Tanda Tangan : NIM : 11-2014-282 Dokter Pembimbing : dr. Rio Andreas SpB 1. IDENTITAS PASIEN Nama lengkap : Tn. U Jenis kelamin : Laki-laki Tempat / tanggal lahir : Karawang, 22 Nov 1998 Suku bangsa : Jawa Status perkawinan : Belum menikah Pekerjaan : Karyawan Swasta Umur : 16 tahun Agama : Islam Alamat : Pasir panggang RT06/03 Karawang Pendidikan : SMA Tanggal masuk rumah sakit : 23- 05-2015 1

Upload: evander

Post on 12-Jan-2016

220 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

LUKA BAKAR

TRANSCRIPT

Page 1: Case Trauma

FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA

(UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA)

Jl. Arjuna Utara No.6 Kebun Jeruk – Jakarta Barat

KEPANITERAAN KLINIK

STATUS ILMU BEDAH

FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA

SMF BEDAH

RUMAH SAKIT BAYUKARTA KARAWANG

Nama Mahasiswa : Nella Tanda Tangan :

NIM : 11-2014-282

Dokter Pembimbing : dr. Rio Andreas SpB

1. IDENTITAS PASIEN

Nama lengkap : Tn. U Jenis kelamin : Laki-laki

Tempat / tanggal lahir : Karawang, 22 Nov 1998 Suku bangsa : Jawa

Status perkawinan : Belum menikah Pekerjaan : Karyawan Swasta

Umur : 16 tahun Agama : Islam

Alamat : Pasir panggang RT06/03 Karawang Pendidikan : SMA

Tanggal masuk rumah sakit : 23-05-2015

2. ANAMNESIS

Diambil dari: Autoanamnesis, Tanggal : 23-05-2015 , Jam : 23:50 WIB

Satu jam sebelum masuk rumah sakit pasien datang dengan telapak tangan tangan

berdarah akibat terkena kaca aquarium

3. Mechanism of Injury

Satu jam sebelum masuk rumah sakit pasien datang dengan telapak tangan tangan

berdarah akibat terkena kaca aquarium hingga memotong tendon. Saat kejadian pasien

sempat terjatuh, kepala tidak terbentur, tidak ada mulal muntah, tidak ada pingsan. Pasien

dalam keadaan sadar penuh.

1

Page 2: Case Trauma

4. Primary Survey

◦ Airway : Clear. Snoring -, stridor-, gargling -, tidak ada jejas di

cervical,

◦ Breathing : Adekuat/spontan. RR : 18x/menit, simetris kanan dan kiri

◦ Circulation : Nadi 84 kali/menit kuat ngkat, TD 120/90 mmHg. CRT <2 detik

◦ Disability : GCS 15 (E4 V5 M6), compos mentis/Alert. Reflek pupil langsung (+)

tidak langsung (+)

◦ Exposure : tidak terdapat jejas yang mengancam nyawa

5. AMPLE

◦ Allergic : pasien tidak memiliki riwayat alergi

◦ Medication : pasien tidak mengkonsumsi obat-obatan tertentu

◦ Past illness : tidak memiliki riwayat penyakit sebelumnya

◦ Last meal : pasien mengaku makan terakhir 4 jam yang lalu

◦ Events: -

6. Put Your Finger In Every Hole

Untuk mengetahui apakah terdapat perdarahan maupun sumber perdarahan.

7. Secondary Survey

Keadaan umum : tampak sakit sedang

Kesadaran : compos mentis

Tekanan darah : 120/90 mmHg

Nadi : 84x/menit

Pernafasan : 18x/menit

Suhu : 36,1 C

Kepala : normocephal, tidak ada massa, tidak ada jejas, tidak ada lesi

Mata : konjuntiva tidak anemis, skelra tidak ikterik, kornea jernih, pupil

isokor, reflek cahaya +

Telinga : bentuk normal, tidak ada secret, tidak ada serumen

Hidung : tidak ada deviasi septum nasi, tidak ada secret, tidak ada krepitasi

Mulut : simetris, tidak sianosis

2

Page 3: Case Trauma

Leher : tidak ada pembesaran kelenjar getah bening, tidak ada pembesaran

tiroid, tidak ada jejas.

Thorax :

Paru-paru :

◦ Inspects : Bentuk normal, simetris dalam statis dan dinamis, retraksi sela iga (-)

◦ Palpasi : nyeri tekan -, vocal fremitus sama kuat di kedua lapang paru

◦ Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru

◦ Auskultasi : Bunyi nafas vesikuler (+/+), wheezing(-/-), Ronkhi (-/-)

Jantung :

◦ Inspeksi : Ictus cordis tak tampak

◦ Palpasi : Ictus cordis teraba ics V midclavicula line sinistra, kuat angkat

◦ Perkusi

batas atas: ics II parasternal line sin.

batas kanan : midsternal line

batas kiri: ics V midclavicula line sin.

◦ Auskultasi : Bunyi jantung I dan II reguler murni, murmur (-), gallop (-)

Abdomen :

Inspeksi : Datar, tidak terdapat luka post op, ataupun kelainan lainnya

Palpasi : Supel, hepar dan lien tidak teraba membesar, nyeri tekan (-) di daerah perut

bawah, defense muskular(-)

Perkusi : Timpani, meteorismus (-), pekak (-)

Auskultasi : Bising usus (+) normal

Ekstremitas

Kanan Kiri

Tonus normotonus normotonus

Massa normotrofi normotrofi

Sendi : normal normal

Gerakan : normal normal

Kekuatan : 5 5

3

Page 4: Case Trauma

Edem : (-) (-)

Lain-lain :

8. STATUS LOKALIS

Look : terlihat tendon yang robek, terlihat darah mengucur

Feel : krepitasi -, pulsasi + nyeri +

Move : ROM menurun, tidak bisa menggerakkan jari tangan.

9. DIAGNOSIS

Rupture tendon fleksor digitorum longus digiti 1 ( manus dextra )

10. DIFFERENTIAL DIAGNOSIS

-

11. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan Hasil Nilai Normal Satuan

4

Page 5: Case Trauma

DARAH RUTIN

Hemoglobin

Leukosit

Hematokrit

LED/BSE

Trombosit

Eritrosit

15,6

12,6

46

5

212

5,27

11,5-18

4,6-10,2

37-54

0-20

150-400

3,8-6,5

g/dl

K/uL

%

mm/1jam

K/uL

M/uL

Hitung Jenis Leukosit

Basofil

Eosinofil

Batang/stat

Limfosit

Monosit

Segmen

0

0

0

43

6

69

0-1

0-3

0-5

25-50

2-10

50-80

%

%

%

%

%

%

Nilai eritrosit rata-rata

VER (MCV)

HER (MCH)

KHER (MCHC)

86,9

29,6

34,1

80-100

26-32

31-36

fL

pg

g/dl

Faktor Pembekuan

Masa Perdarahan

Masa Pembekuan

Gula Darah Sewaktu

Fungsi Ginjal

Ureum

Creatinine

Uric Acid

3

10

90`

16

0,7

6,2

1-6

4-15

20-40

0,5 – 0,15

2,5 – 7

Menit

Menit

5

Page 6: Case Trauma

Rontgen

12. RINGKASAN

1 jam SMRS Os terkena kaca aquarium dan mengenai telapak tangan sebelah

kanan. Kaca tersebut mengenai telapak tangan kanan sehingga memotong tendon

tendon fleksor digitorum longus digiti 1 pada manus dextra. Pada pemeriksaan fisik

didapatkan ada nyeri serta keterbasan gerakan.

13. PENATALAKSANAAN

- Infus RL 20 tpm

- ATS injeksi

- Ceftriakson 2 x 1 ampul

- Ketorolac 1 ampul

- Nonflamin 3 x 1

- Observasi TTV setiap setengah jam.

- Rencana Operasi

14. RENCANA TATALAKSANA

Dilakukan debridement, primer hecting dan repair tendon

15. RENCANA PEMERIKSAAN LANJUTAN

Observasi post operasi.

6

Page 7: Case Trauma

16. PROGNOSIS

Ad vitam : dubia ad bonam

Ad functionam : dubia ad bonam

Ad sanationam : dubia ad bonam

7

Page 8: Case Trauma

Tinjauan pustaka

1. Definisi tendon

Tendon adalah struktur dalam tubuh yang menghubungkan otot ke tulang.

Otot rangka dalam tubuh bertanggung jawab untuk menggerakkan tulang, sehingga

memungkinkan untuk berjalan, melompat, mengangkat, dan bergerak dalam banyak

cara. Ketika otot kontraksi, tendon menarik tulang dan menyebabkan terjadinya

gerakan.1

2. Anatomi Tendon

Tendon terdiri dari jaringan padat \dan jaringan ikat fibrosa yang tersusun

secara pararel. Endotendon mengelilingi jaringan tendon dan epitendon mengelilingi

unit tendon keseluruhan. Kedua jaringan ikat membawa suplai darah instrinsik ke

struktur internal tendon. Selubung tendon terdapat diatas tempat tendon melintasi

sendi. Selubung tendon terdiri dari dua lapisan, lapisan parietal di luar dan lapisan

visceral di dalam. Selubung ini mensekresikan cairan sinovial untuk membantu

tendon bergerak. Tendon, yang berselubung, mesotendonnya membawa suplai darah

ekstrinsik ke tendon. Tendon yang tidak berselubung ditutupi oleh paratendon, yang

memungkinkan tendon untuk bergerak dan memasok suplai darah ekstrinsik.2

Flexor Digitorum Superficialis (FDS) berasal dari berbagai tempat di bagian

volar dari distal humerus, ulna dan radius serta dihubungkan jaringan fibrous

aponeurosis yang menyelimuti saraf median dan selubung pembuluh darah ulna pada

lengan bawah. Pada bagian tengah lengan bawah, muscle belly superfisial dibagi

menjadi empat, bagian superfisial dan profunda. Bagian superfisial menjadi tendon

pada jari tengah dan jari manis, bagian profunda menjadi tendon pada jari telunjuk

dan jari kelingking. FDS pada jari kelingking tidak selalu ditemukan pada setiap

orang. Flexor Digitorum Profundus (FDP) berorigin pada anteromedial aspek dari

ulna dan jaringan interoseus membran dan lebih dorsal dari FDS. FDP dari jari

telunjuk, mempunyai muscle belly sendiri.

Kleinert dan Verdan membagi tendon fleksor menjadi lima zona anatomi.

Zona V : perbatasan tendon otot sampai dengan pintu masuk canalis Carpalia.

Zona IV : berada pada bagian bawah ligamen transversum carpalia.

8

Page 9: Case Trauma

Zona III : bagian ujung transverse karpal ligamen sampai dengan

fibrooseus palmar crease

Zona II : origo dari fibrooseus fleksor sheath sampai dengan insersi FDS

Tendon

Zona I : bagian distal dari insersi FDS.1,2

3. Fungsi tendon

Setiap otot biasanya memiliki dua tendon untuk mengikat dua tulang yang

berbeda dengan otot yang melintasi sendi. Hal ini memungkinkan tendon untuk

bertindak sebagai katrol.

Tendon berfungsi sebagai kekuatan untuk tarikan otot ke tulang. Kontraksi

otot menarik tendon, kemudian tulang, sehingga terjadi gerakan. Tulang-tulang

berhubungan pada sendi oleh ligamen dan jaringan ikat lainnya, sehingga kontraksi

tendon menghasilkan gerakan-gerakan tertentu, tergantung pada otot dan sendi yang

terlibat.1

4. Teknik Jahitan Tendon

Terdapat bermacam-macam jenis penjahitan tendon fleksor yang telah diteliti.

Urbaniak membaginya menjadi 3 kelompok.

a. Kelompok pertama (interrupted suture) adalah jahitan yang sederhana, yang

gaya tariknya paralel terhadap gelendong kolagen (collagen bundles),

tegangan jahitan ditransmisikan langsung ke ujung tendon yang

berseberangan.

b. Kelompok kedua adalah penjahitan yang tegangannya ditransmisikan

langsung menyebrangi pertemuan kedua tendon melalui benang jahit,

kekuatan regangannya (tensile strength) bergantung pada kekuatan penjahitan

itu sendiri, sebagai contoh adalah teknik Bunnel.

c. Pada kelompok ketiga, penjahitan ditempatkan perpendicular terhadap

gelendong kolagen (collagen bundles), dan kemudian dikencangkan,

contohnya dalah jahitan Puuvertaft (fish-mouth weave). Urbaniak menyatakan

9

Page 10: Case Trauma

bahwa teknik jahitan kelompok pertama, menghasilkan kekuatan regang yang

paling lemah, sehingga tidak dianjurkan untuk perbaikan tendon. Teknik

jahitan kelompok ketiga, menghasilkan kekuatan regang yang paling kuat, tapi

mempunyai kekuranga yaitu jahitannya menumbung (bulky). sedangkan

kelompok kedua berada diantara keduanya.3

5. Grasping Suture

Bunnell’s criss-cross adalah contoh klasik dari jenis jahitan ini. Teknik ini

jarang dipakai lagi, karena dianggap jahitan criss-crossnya akan mengganggu sirkulasi

intratendinous.

Teknik Kleinert yang merupakan modifikasi dari Bunnell, dianggap lebih

aman terhadap sirkulasi karena jahitan ini hanya satu kali menyilang, dan secara

teknis lebih mudah melakukannya.

Teknik Kessler merupakan modifikasi dari teknik Mason Allen. Teknik ini

efektif untuk perbaikan tendon di jari dan tangan. Kekurangannya adalah simpulnya

berada di permukaan luar tendon sehingga menghalangi gliding tendon.

Modifikasi Kessler merupakan jahitan dengan dua buah core suture yang

ditambah dengan continous epitendinous suture pada tempat ruptur. Teknik ini

digunakan hanya mengunakan satu buah benang jahit dan simpulnya diletakan di

permukaan dalam tendon yang terpotong. Kekurangannya adalah benang jahitan sulit

untuk menggelincir melalui tendon untuk mendekatkan kedua ujung tendon yang

terpotong. Jarum melalui permukaan yang terpotong, keluar dari permukaan tendon,

kemudian jahitan masuk tendon kembali secara tranversal, keluar di sisi sebelahnya.

selanjutnya, jarum melalui permukaan tendon yang terpotong menyeberang ke

potongan tendon lawannya, keluar tendon, masuk ke tendon kembali secara

tranversal, masuk kembali ke tendon yang terpotong, tendon diaproksimasi dan

disimpulkan.

Teknik Tajima menggunakan dua benang jahit yang double arm (dua jarum).

dengan demikian benangnya dapat dipakai dengan tarikan tendon melalui selubung

tendon dan di bawah pulley di lokasi-lokasi sulit. Keuntungan lainnya adalah

simpulnya terletak di dalam permukaan tendon yang terpotong.

10

Page 11: Case Trauma

Teknik Strickland merupakan modifikasi gabungan dari teknik Kessler dan

Tajima. Pada teknik ini selain terdapat dua buah simpul di permukaan dalam tendon

yang terpotong juga terdapat empat simpul yang diketatkan di dalam tendon, pada

empat tempat saat jahitan akan melintang/tranversal.

Teknik Kubota menggunakan four strand core suture, dikombinasikan dengan

cross stitch circumferential suture. Pada dasarnya core suture-nya adalah core suture

Kessler yang diulang satu kali. Mula-mula jarum masuk secara tranversal ke tendon

membuat locking, kemudian ke luar dari permukaan tendon yang terpotong,

menyebrang, membuat locking, masuk tranversal, membuat locking, ke luar

permukaan tendon yang terpotong, menyebrang, dan selanjutnya prosesnya diulang,

pada daerah lebih luar dari core suture yang pertama, kemudian dibuat simpul. Setelah

core suturenya terbentuk, dilanjutkan dengan cross stitch pada ujung-ujung tendon

yang terpotong. Jahitan dimulai dari tepi tendon, arah miring, kedalaman sekitar 1

mm, kemudian jahitan tranversal ke arah tepi tendon, menyeberang ke ujung tendon

lawannya dengan arah miring, tranversal ke arah tepi tendon, menyeberang. Hal ini

dilakukan berulang-ulang sampai seluruh lingkar tendon terjahit. Silfverskiold

meneliti jahitan cross stitch ini dibandingkan dengan modifikasi Kessler dengan

circumferential suture dia mendapatkan jahitan cross stitch lebih kuat 117%

dibandingkan dengan modifikasi Kessler. Dasar ini dipakai oleh Kubota dalam

pemilihan jahitan epitendinous-nya.4

◦ Teknik modifikasi Kessler 2 Strand

Pertama jarum masuk dari permukaan dalam tendon yang terpotong, keluar

dari tepi tendon sejauh 0,75-1cm

Membentuk locking

Jahitan tranversal ke arah tepi tendon sebelahnya

Membentuk locking

Keluar dari permukaan tendon yang terpotong

Menyeberang ke segmen tendon 'lawan'nya sejauh 0,75 - 1 cm

Membentuk locking

Jahitan tranversal ke arah tepi tendon sebelahnya

Membentuk locking

Keluar dari permukaan tendon yang terpotong

Dilakukan aproksimasi tendon, kemudian dibuat simpul

11

Page 12: Case Trauma

Dilakukan epitenon sutute dengan menggunakan polypropylene 6-0

Gambar1. Teknik modifikasi Kessler 2 Strand.

( sumber : emedicine.medscape.com )

◦ Teknik Modifikasi Kessler 4 Strand

Pertama jarum masuk dari permukaan dalam tendon yang terpotong, keluar

dari tepi tendon sejauh 0,75 – 1 cm

Membentuk locking

Jahitan menyilang melintas di tengah permukaan tendon yang terpotong ke

arah tepi tendon seberangnya

Membentuk locking

Keluar dari permukaan tendon yang terpotong

Menyeberang ke segmen tendon 'lawan'nya sejauh 0,75 – 1 cm

Membentuk locking

Jahitan menyilang melintas di tengah permukaan tendon yang terpotong ke

arah tepi tendon seberangnya

Membentuk locking

Keluar dari permukaan tendon yang terpotong

Gambar 2. Teknik modifikasi Kessler 4 Strand

12

Page 13: Case Trauma

( sumber : emedicine.mdscape.com )

◦ Teknik Modifikasi Kessler 6 Strand

Pertama jarum masuk dari permukaan dalam tendon yang terpotong, keluar

dari tepi tendon sejauh 0,75 - 1 cm

Membentuk locking

Jahitan menyilang melintas di tengah permukaan tendon yang terpotong ke

arah tepi tendon seberangnya

Membentuk locking

Keluar dari permukaan tendon yang terpotong

Menyeberang ke segmen tendon 'lawan'nya sejauh 0,75 – 1 cm

Membentuk locking

Jahitan melintas di tengah permukaan tendon yang terpotong ke arah tepi

tendon seberangnya

Membentuk locking

Keluar dari permukaan tendon yang terpotong

Menyeberang ke segmen tendon 'lawan'nya

Membentuk locking

Jahitan melintas di tengah permukaan tendon yang terpotong ke arah tepi

tendon seberangnya

Membentuk locking

Keluar dari permukaan tendon yang terpotong

Dilakukan epitenon suture dengan menggunakan polypropylene 6-0.3,4

Gambar3. Teknik modifikasi Kessler 6 Strand

13

Page 14: Case Trauma

( sumber : emedicine.medscape.com )

6. Double Right-Angled Suture

Untuk menjahit ujung tendon yang compang-camping tanpa menyebabkan

pemendekan, digunakan teknik doubled right-angled suture. Teknik ini berguna pada

daerah proksimal dari telapak tangan. Meskipun aposisi dari kedua ujung tendon tidak

sebaik teknik end to end yang sudah dijelaskan, tapi teknik ini lebih mudah untuk

dilakukan, terutama pada kasus ruptur tendon multipel.4

7. Reparasi ruptur Tendon Zona III, IV dan V.

Eksplorasi dan reparasi dari tendon fleksor proksimal dari pulley A1 dilakukan

dengan cara yang sama dengan cedera pada bagian distal. Perbedaan yang penting

adalah restriksi akibat adesi lebih jarang terjadi pada bagian proksimal setelah

dilakukan reparasi dari laserasi ataupun tendon ruptur. Sebagai tambahan laserasi

yang kecil dapat menyebabkan ruptur pada beberapa tendon dan cedera pada struktur

neurovaskular. Persiapan preoperasi untuk reparasi tendon pada segmen ini harus

memikirkan mengenai intrumentasi mikro contohnya mikroskop. Teknik

penyambungan dan rehabilitasi pos operasi sama dengan ruptur zona II.4

8. Proses Penyembuhan Tendon

Penyembuhan tendon terjadi secara intrinsik maupun ekstrinsik. Penyembuhan

intrinsik didukung oleh suplai intrinsik yang memasok kira-kira seperempat dari

volume tendon.

14

Page 15: Case Trauma

Penyembuhan ekstrinsik adalah hasil dari stimulasi jaringan peritendinous

untuk berproliferasi dan memasok kebutuhan sel dan kapiler yang dibutuhkan untuk

proses penyembuhan. Proses ini bertanggung jawab untuk pembentukan adhesi

tendon untuk semua struktur yang berdekatan dari luka menjadi satu dan terbentuk

scar. Telah terbukti secara eksperimental bahwa suplai darah intrinsik tidak cukup

untuk mendukung penyembuhan utama tendon dalam banyak kasus. Penyembuhan

tendon di dalam selubung lebih lama dibandingkan dengan penyembuhan bagian

tendon diluar selubung. Urutan penyembuhan tendon adalah sebagai berikut:3

Fase inflamasi (0-10 hari)

Urutan biologis ini sama dengan penyembuhan luka pada umumnya,

kecuali dalam kasus ini, penyembuhan berlangsung lebih lambat. Bahkan,

pada lima sampai tujuh hari setelah terluka, tendon menjadi lebih lemah.

Fase proliferasi (4-21 hari)

Sebuah kalus fibrovascular terbentuk di sekitar tendon dan menyatukan

semua struktur luka menjadi satu bagian.

Fase Maturasi/Pematangan (28-120 hari)

Orientasi longitudinal dari fibroblas dan fiber dimulai. Pada 45 hari,

kolagen lisis dan pembentukan kolagen mencapai kesetimbangan. Pada 90

hari, pembentukan awal bundel kolagen mulai terlihat dan pada 120 hari

bundel ini tampak seperti yang terlihat pada tendon normal.

Saat ini secara umum sudah diterima bahwa dengan memberikan latihan

gerakan pasif dini ( LGPD ) pada tendon pasca penyambungan akan mempercepat

penguatan tensile strength , adesi lebih minimal, perbaikan ekskursi, nutrisi yang lebih

baik dan perubahan pada lokasi penyambungan yang lebih minimal dibandingkan

dengan tendon yang diimobilisasi. Latihan gerak berdampak positif pada

penyembuhan tendon dengan meningkatkan difusi nutrien dari cairan sinovial,

meningkatkan produksi kolagen. Untuk itu diperlukan suatu tehnik penyambungan

yang kuat ( gap resistant suture technique ) diikuti dengan latihan yang terkontrol.

Faktor –faktor yang berperan dalam terbentuknya adesi yang menghambat

ekskursi pada penyambungan tendon diantaranya kerusakan jaringan saat trauma

15

Page 16: Case Trauma

awal dan saat pembedahan, iskemia tendon, imobilisasi jari, adanya jarak pada lokasi

yang disambung serta eksisi selubung tendon.

Penyembuhan tendon setelah trauma akut sama seperti jaringan lunak yang

lain melalui proses inflamasi, proliferasi dan remodeling. Respon inflamasi timbul

akibat invasi sel dari luar yang meningkatkan terbentuknya jaringan granulasi dan

vaskularisasi pada beberapa hari setelah trauma. Akhir minggu ke-1 terjadi migrasi

fibroblas dari paratenon, terjadi proses reparasi dan sintesis kolagen. Orientasi sel dan

komponen kolagen masih bersifat random dan tegak lurus axis longitudinal, setelah

terjadinya fase remodeling komponen ini menjadi lebih teratur dan tersusun paralel

sesuai aksis tendon. Fase ini berakhir sampai dengan 6-12 bulan yang ditandai dengan

maturasi kolagen yang terbentuk. Jika tendon tidak mengalami stres, proses

remodeling ini tidak terjadi. Stres terarah ini akan meningkatkan sekresi kolagen dan

ikatan antar serat kolagen sehingga meningkatkan kekuatannya.

Pada tendon yang mempunyai selubung tendon (tendon sheath), sel-sel untuk

proses penyembuhan diduga berasal dari ujung tendon yang terpotong atau dari

selubung tendon dan akan membentuk parut.

Penyembuhan tendon eksogen dan endogen serta pengembalian fungsi tendon

yang baik memerlukan kemampuan teknik operasi yang baik sehingga ujung tendon

yang putus dapat tersambung rapat. Hal ini bergantung jenis benang yang digunakan

(suture material), kekuatan yang dihasilkan dengan teknik penjahitan yang tepat dan

teknik pengikatannya (knotting). Teknik operasi harus dapat menjaga kemungkinan

rusaknya vaskularisasi tendon. Pasca operatif diperhatikan program mobilisasi aktif

tendon untuk mengurangi terbentuknya adesi dan meningkatkan kekuatan tendon.1,4

9. Rehabilitasi

Berdasarkan laporan penelitian dari Gelberman dkk., mengkonfirmasikan

bahwa hasil yang memuaskan akan dapat dicapai dengan menggunakan dua buah cara

teknik mobilisasi. Pertama, metode Kleinert, aktif ekstensi dari jari dapat dicapai

dengan teknik pasif fleksi menggunakan karet yang dilekatkan pada kuku jari dan

pergelangan tangan. Teknik kedua metode Harmer, Young dan Harmon serta Duran

dan Houser. Mengontrol gerakan pasif dengan memblok bagian belakang dari jari.

Rentang keamanan lebih meningkat apabila teknik penjahitan dengan teknik.

Multistrand.4

Gambar 4. Teknik rehabilitasi menurut Kleinert.

16

Page 17: Case Trauma

( sumber : emedicine.medcape.com)

Setelah dilakukan reparasi tendon fleksor, pergelangan tangan dan tangan

dilakukan pemasangan bidai posterior. Sebagai tambahan, jari yang tendonnya putus

diposisikan fleksi dengan menggunakan karet yang berjangkar di pergelangan tangan.

Pada posisi ini jari dapat aktif ekstensi dan pasif fleksi. Pada jangka waktu 3 minggu

dilakukan aktif fleksi dan ekstensi terbatas pada posisi fleksi 40-60 derajat. Pada 3-8

minggu, karet elastik dilekatkan pada perban elastis di pergelangan tangan. Setelah

traksi karet dihilangkan dipasang bidai pada malam hari selama 6-8 minggu. 4

Daftar Pustaka

1. Strickland JW. Flexor tendon acute injuries In Green’s operative orthopedic hand surgery. 4th ed. Philadelpia: Churchill Livingstone; 2009 : 1851 – 60.

2. Thompson JC. Hand section. In: Netter’s Concise Atlas of Orthopaedic Anatomy. 1st ed. Philadelphia: Elsevier Inc; 2002 : 121 – 45

3. De jong, Syamsuhidaja. Sistem musculoskeletal dalam buku ajar ilmu bedah. Edisi ke-3. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2007.1051-8

4. Leddy JP. Flexor tendons – acute injuries. In: Operative hand surgery. New York: Churchill Livingstone; 2003: 1823 – 45.

17