case report_varikokel ryan
TRANSCRIPT
I. IDENTITAS
Nama : Tn. Wahyudin
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 31 tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Pegawai negeri
Masuk Tanggal : 16 Juli 2012
II. ANAMNESIS
- Keluhan Utama
Terdapat benjolan pada skrotum dextra
- Keluhan Tambahan
-
- Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan berupa benjolan di bagian skrotum kanan sejak 4 bulan
yang lalu sebelum masuk ke rumah sakit. Benjolan tidak bertambah besar namun
terasa nyeri bila ditekan.
- Riwayat Penyakit Dahulu
-
- Riwayat Penyakit Keluarga
-
III. PEMERIKSAAN FISIK
a. Status Generalis
- Keadaan Umum : Baik
- Kesadaran : Kompos mentis
- Berat Badan : 60 Kg
- Tinggi Badan : 170 cm
- Tanda Vital
- Tekanan Darah : 152/102 mmHg
- Nadi : 60 x/menit
- Pernafasan : 24 x/menit
- Suhu : 36,5 oC
b. Status Lokalis
Regio : Scrotalis Dextra
Inspeksi : terdapat benjolan pada skrotum sisi kanan
Palpasi : Nyeri tekan (+)
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan Darah Rutin
- Hemoglobin : 13 gr/%
- Hematokrit : 40 %
- Trombosit : 350000/mm3
- Leukosit : 8000/mm3
- Masa Pendarahan : 3 menit
- Masa Pembekuan : 11 menit
b. Pemeriksaan Urin Lengkap
- Warna : Kuning
- Kejernihan : Jernih
- Urobilinogen : +
- Protein/albumin : -
- pH : Asam
- Eritrosit : 0/ LPB
- Leukosit : 1-2/LPB
- Silinder : -
- Darah samar : -
- Keton : -
- Bilirubin : -
- Glukosa : -
- Kalsium Oksalat : -
- Epitel Sel : +
V. DIAGNOSIS
Varikokel Dextra
VI. TERAPI
Varikokelektomi
VII. PEMBAHASAN
Diagnosis pada pasien ini dibuat berdasarkan hasil anamnesa dan pemeriksaan fisik
serta ditunjang oleh hasil pemeriksaan penunjang (laboratorium), kemudian setelah
memastikan diagnosis maka selanjutnya menentukan terapi berupa operasi
varikokelektomi.
Pasien yang akan dioperasi diperiksa terlebih dahulu, meliputi anamnesis,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang untuk menentukan ASA dan pada pasien ini
termasuk kategori ASA I. Anastesi yang nantinya akan digunakan adalah General
Anasthesia (anastesi umum).
Pada operasi varikokelektomi ini, teknik anastesi yang digunakan adalah dengan
menggunakan teknik anastesi umum dimana induksi dilakukan dengan cara pemberian
obat intravena dan pemeliharaan dengan menggunakan gas. Pada saat induksi digunakan
Propofol 150 mg bolus intravena. Dosis induksi bolus Propofol adalah 2- 2,5 mg/kg BB.
Propofol dikemas dalam cairan emulsi minyak di dalam air yang berwarna putih susu
bersifat isotonik dengan kepekatan 1%. Dosis pemeliharaan Propofol secara bolus adalah
0,5-1 mg/kg BB/jam. Secara infus 100-200 µg/kg/menit. Pengenceran Propofol hanya
boleh menggunakan Dextrosa 5%.
Setelah pemberian Propofol, kemudian diberikan analgesia berupa Petidin sebanyak
70 mg secara intravena. Petidin merupakan obat golongan opioid yang memiliki kekuatan
kira-kira 1/10 dari morfin dengan awitan yang sedikit lebih cepat dan lama aksi yang lebih
pendek. Dosis pemberian secara intravena bolus 0,1-0,6 mg/kg, infuse 0,1-0,8 mg/kg/jam.
Karena pada pasien ini dilakukan teknik intubasi, maka diberikan pelemas otot
golongan non depolarisasi yaitu Rocuronium Bromide sebanyak 20 mg. Dosis secara bolus
0,6-1,0 mg/kg. Pemberian pelemas otot bertujuan untuk melemaskan otot- otot pernafasan
sehingga memudahkan pemasangan endotracheal tube (ETT). Setelah trias anastesi
(hipnotik/sedatif, analgesia dan relakasasi otot) tercapai maka dilakukan intubasi.
Namun maintenance pada pasien ini tidak menggunakan obat intravena melainkan
secara inhalasi. Untuk pemeliharaan, anastesi yang diberikan adalah anastesi inhalasi
melalui pipa yang dihubungkan ke ETT. Yang digunakan untuk pemeliharaan adalah N2O,
O2 dan Halotan. N2O merupakan zat anastesi lemah dan memiliki efek analgetik kuat.
Pemberian anestesi dengan menggunakan N2O harus disertai O2 25%. Pemberian N2O
bersamaan dengan O2 bertujuan untuk menghindarkan terjadinya hipoksemia akibat
pengenceran gas-gas yang ada di alveoli. Halotan bukanlah turunan eter melainkan
turunan etan. Halotan menyebabkan vasodilatasi serebral, meninggikan aliran darah otak
yang sulit dikendalikan dengan teknik anestesi hiperventilasi, sehingga tidak disukai untuk
bedah otak. Pemberian Halotan bertujuan untuk menjaga kondisi pasien dalam kondisi
tidak sadar (efek hipnotik).
Pada pasien ini diberikan juga Ceftriakson sebanyak 2g untuk mencegah infeksi.
Ceftriakson adalah golongan Sefalosporin generasi II yang bekerja baik pada gram positif
dan gram negatif.
Setelah operasi akan selesai, dilakukan penghentian pemberian Halotan dan hanya
diberikan O2 untuk oksigenisasi. Kemudian dilakukan ekstubasi setelah pasien di suction
akibat terbentuknya lendir ataupun akibat hipersalivasi.
Pasca operasi, pasien dibawa ke ruang pemulihan (RR, Recovery Room). Selama di
RR, pasien diberikan oksigen sebanyak 2L/menit untuk mempertahankan saturasi oksigen.
Diberikan juga analgetik berupa Ketorolac 60 mg dan ketamin 2,5 cc yang bertujuan untuk
mengurangi rasa nyeri pasca operasi. Dosis pemuatan Ketorolac 0,5-1,0 mg/kg, dosis
pemeliharaan 0,25-0,5 mg/kg. Dosis pemberian harus dinfuskan secara perlahan untuk
mengurangi resiko phlebitis. Dosis untuk Ketamin pemberian secara IV 0,5-1,0 mg/kg.
RR adalah tanggung jawab bagian anastesi sehingga pasien harus diawasi dengan
ketat dan lengkap sampai dengan pasien kembali sadar dan kondisinya menjadi stabil
kembali, terakhir, jika tidak ada keluhan kemudian pasien dibawa ke bangsal untuk
mendapatkan perawatan.
LAPORAN KASUS
VARIKOKELEKTOMI
DENGAN ANESTESI UMUM DAN INTUBASI
Disusun Oleh :
ACHMAD RYAN IMANSYAH
(111.0221.134)
Pembimbing :
Letkol CKM dr. A.B Lubis Sp.An
KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN ANESTESI RUMAH SAKIT TK II M.RIDWAN
MEUREKSA JAKARTA
( PERIODE 18 JUNI - 20 JULI )