case report forensik

40
Laporan Kasus Hidup Luka akibat Kekerasan Tumpul Pembimbing: dr. Winda Trijayanthi, SH Disusun oleh: Meta Sakina, S.Ked (1018011076) Kepaniteraan Klinik Ilmu Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Lampung Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Moeloek

Upload: meta-sakina

Post on 01-Feb-2016

50 views

Category:

Documents


13 download

DESCRIPTION

case report kekerasan trauma tumpul

TRANSCRIPT

Page 1: Case Report Forensik

Laporan Kasus Hidup

Luka akibat Kekerasan Tumpul

Pembimbing:

dr. Winda Trijayanthi, SH

Disusun oleh:

Meta Sakina, S.Ked (1018011076)

Kepaniteraan Klinik Ilmu Forensik

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Moeloek

2015

Page 2: Case Report Forensik

RESUME

Seorang laki-laki datang ke Instalasi Forensik RSUD Dr. H.

Abdul Moeloek dengan membawa surat permintaan visum dari

Kepolisian Daerah Lampung Resort Kota Bandar Lampung

dengan nomor R / 259 / XI / 2015 / LPG / RESTA BALAM. Surat

ditujukan kepada Direktur Rumah Sakit Umun Abdul Moeloek

Bandar Lampung untuk dilakukan pemeriksaan fisik dan

dibuatkan Visum Et Repertum (VER).

Pada hari Sabtu tanggal 7 November 2015, pukul 09.00 WIB

korban datang ke instalasi Forensik RSUD Abdul Moeloek, korban

datang dalam keadaan sadar, keadaan umum korban baik.

Korban mengaku telah dianiaya oleh pelaku (tetangga korban).

Pada pemeriksaan fisik ditemukan memar pada leher, dada kiri, rahang kiri

dan lecet pada punggung tangan kanan, akibat kekerasan tumpul. Luka tersebut

tidak menimbulkan penyakit atau halangan dalam melaksanakan aktivitas sehari-

hari (luka ringan) .

Korban diwawancara dan diperiksa oleh dokter muda Ilmu

Kedokteran Forensik dan dokter di Instalasi Forensik RSUD dr. H.

Abdul Moeloek dan dari hasil wawancara dan pemeriksaan

terhadap korban, kemudian dibuat Visum et Repertum.

1

Page 3: Case Report Forensik

ILUSTRASI KASUS

Korban datang bersama orangtua dengan membawa surat dari

penyidik kepolisian pada tanggal 7 November 2015 pukul 09.00

WIB ke Instalasi Forensik RSUD Dr. H. Abdul Moeloek. Korban

mengaku telah dianiaya oleh pelaku (tetangga korban) pada 6

November 2015 sekira jam 15.00 WIB di depan ruman korban.

Awalnya korban yang sedang bermain melihat orang yang

sedang mabuk di depan rumah korban, kemudian orang tersebut

mengacau dan menganiaya korban tanpa sebab.

2

Page 4: Case Report Forensik

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH ABDUL MOELOEK

INSTALASI KEDOKTERAN FORENSIK

STATUS FORENSIK KLINIKHari/tanggal pemeriksaan: Sabtu, 7 November 2015; waktu

pemeriksaan pukul 09.00 WIB.

I. IDENTITAS PASIEN/KORBAN

a. Nama : ABRWL

b. Umur : 7 tahun

c. Jenis kelamin : Laki-laki

d. Warga Negara : Indonesia

e. Agama : Islam

f. Pekerjaan : Pelajar SD

g. Alamat : Perumahan Beringin Indah Kelurahan

Campang Jaya Kecamatan Sukabumi Kota Bandar Lampung

II. ANAMNESIS/WAWANCARA

Korban datang sendiri dengan membawa surat dari

penyidik kepolisian pada tanggal tujuh belas November

tahun dua ribu lima belas pukul sembilan Waktu

Indonesia Barat ke Instalasi Forensik RSUD Dr. H. Abdul

Moeloek. Korban mengaku telah dianiaya oleh pelaku

(tetangga korban) pada tanggal enam November tahun

dua ribu lima belas pukul sembilan belas lebih tiga

puluh menit Waktu Indonesia Barat di Perumahan Beringin

Indah Kelurahan Campang Jaya Kecamatan Sukabumi Kota Bandar

Lampung (depan rumah korban). Awalnya korban yang

sedang bermain melihat orang yang sedang mabuk di

3

Page 5: Case Report Forensik

depan rumah korban, kemudian orang tersebut

mengacau dan menganiaya korban tanpa sebab.

III. PEMERIKSAAN FISIK UMUM

a. Keadaan Umum : baik, kesadaran sadar

penuh, emosi stabil, kooperatif.

b. Tekanan Darah : 120/80 mmHg

c. Nadi : 80 kali per menit

d. Pernafasan : 20 kali per menit

e. Suhu : 36,5 °C

IV. PEMERIKSAAN FISIK

Status Lokalis

1. Pada leher, tepat garis pertengahan depan, terdapat memar warna merah

ukuran 2,5 cm x 1 cm

2. Pada dada kiri, 3,5 cm dari garis pertengahan depan, 10 cm dibawah puncak

bahu, terdapat memar warna merah kebiruan diameter 1,5 x 1 cm.

4

Page 6: Case Report Forensik

3. Pada dada kiri, 8 cm dari garis pertengahan depan, 12 cm dibawah puncak

bahu, terdapat memar warna merah kebiruan ukuran 1,5 x 1 cm

4. Pada rahang kiri, 3,5 cm dari garis pertengahan depan, terdapat memar warna

merah bentuk garis sepanjang 2 cm

5. Pada punggung tangan kanan, terdapat luka lecet warna kecoklatan ukuran

0,5 cm x 0,3 cm.

5

Page 7: Case Report Forensik

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Tidak dilakukan

VI. TINDAKAN/PENGOBATAN

Tidak dilakukan tindakan atau diberikan pengobatan.

VII. KESIMPULAN

Pada pemeriksaan seorang korban laki-laki yang berumur kurang lebih

tujuh tahun ini ditemukan memar pada leher, dada kiri, rahang kiri dan

lecet pada punggung tangan kanan, akibat kekerasan tumpul. Luka

tersebut tidak menimbulkan penyakit atau halangan dalam

melaksanakan aktivitas sehari-hari ( luka ringan ).

6

Page 8: Case Report Forensik

Visum Et Repertum nomor : 353 / / 4.13 / XI / 2015

Halaman pertama dari satu halaman

PEMERINTAH PROPINSI LAMPUNG

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr. H. ABDUL MOELOEK

Jl. Dr. Riva’i No. 6 Telp. 0721-703312 Fax. 703952

BANDAR LAMPUNG

Nomor : 353/ / 4.13/ XI / 2015 Bandar Lampung, 10 Nopember 2015

Lamp :

Perihal : Hasil pemeriksaan luka

Atas Nama Aryodhia Bangsa Raja WL

PRO JUSTITIA

VISUM ET REPERTUM

Yang bertanda tangan di bawah ini Laisa Muliati,dokter pada Rumah Sakit Umum Daerah

Dr.H.Abdul Moeloek Provinsi Lampung,atas permintaan tertulis dari NURUL HAQ, pangkat

IPDA, NRP. 66060681, jabatan KA SPKT III, atas nama Kepala Kepolisian Resor Kota Bandar

Lampung, dengan suratnya nomor: R / 259 / XI / 2015 / LPG / RESTA BALAM, tertanggal

sepuluh Nopember tahun dua ribu lima belas. Maka dengan ini menerangkan bahwa pada tanggal

tujuh Nopember tahun dua ribu lima belas, bertempat di Ruang Instalasi Forensik RSUD dr. H.

Abdul Moeloek Provinsi Lampung, telah melakukan pemeriksaan korban dengan nomor rekam

medik 43 49 67, dengan identitas yang menurut surat permintaan tersebut adalah :-----------------

Nama : ABRWL----------------------------------------------------------

7

Page 9: Case Report Forensik

Umur : 7 Tahun---------------------------------------------------------------------------------

Pekerjaan : SD Kelas 2-----------------------------------------------------------------------------

Kewarganegaraan : Indonesia-------------------------------------------------------------------------------

Agama : Islam------------------------------------------------------------------------------------

Alamat : Perum Beringin Indah Blok C No.06 Kelurahan Campang Jaya

Kecamatan Sukabumi Kota Bandar Lampung----------------------------------------------------------------

Korban datang dalam keadaan sadar, keadaan umum baik. Korban mengaku telah dianiaya oleh

orang yang di kenal pada tanggal enam Nopember tahun dua ribu lima belas sekira jam lima belas

Waktu Indonesia Barat di Perumahan Beringin Indah Kelurahan Campang Jaya Kecamatan

Sukabumi Kota Bandar Lampung----------------------------------------------------------------------------

HASIL PEMERIKSAAN : ---------------------------------------------------------------------------------

Luka - Luka :---------------------------------------------------------------------------------------------------

a. Pada leher, tepat garis pertengahan depan, terdapat memar warna merah ukuran dua koma lima senti meter kali satu senti meter---------------------------------------------------

b. Pada dada kiri, tiga koma lima senti meter dari garis pertengahan depan, sepuluh senti meter dibawah puncak bahu, terdapat memar warna merah kebiruan diameter satu koma lima senti meter----------------------------------------------------------------------

c. Pada dada kiri, delapan senti meter dari garis pertengahan depan, dua belas senti meter dibawah puncak bahu, terdapat memar warna merah kebiruan ukuran satu koma lima senti meter kali satu senti meter---------------------------------------------------

d. Pada rahang kiri, tiga koma lima senti meter dari garis pertengahan depan, terdapat memar warna merah bentuk garis sepanjang, dua senti meter------------------------------

e. Pada punggung tangan kanan, terdapat luka lecet warna kecoklatan ukuran nol koma lima senti meter kali nol koma tiga senti meter-----------------------------------------------

KESIMPULAN :-----------------------------------------------------------------------------------------------

Pada pemeriksaan seorang korban laki-laki yang berumur kurang lebih tujuh tahun ini

ditemukan memar pada leher, dada kiri, rahang kiri dan lecet pada punggung tangan kanan, akibat

kekerasan tumpul. Luka tersebut tidak menimbulkan penyakit atau halangan dalam melaksanakan

aktivitas sehari-hari ( luka ringan )-----------------------------------------------------------------------------

Demikian Visum Et Repertum ini dibuat dengan sebenarnya dengan menggunakan keilmuan Saya

yang sebaik - baiknya, mengingat sumpah sesuai pada waktu menerima jabatan --------------

dokter tersebut di atas,

8

Page 10: Case Report Forensik

dr. Laisa Muliati, MARS

NIP. 1971 0220 200212 2 006

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Luka

Luka merupakaan keadaan hilang atau terputusnya

jaringan tubuh. Keadaan ini dapat disebabkan oleh trauma benda

tajam atau tumpul, perubahan suhu zat kimia, ledakan, sengatan

listrik atau gigitan hewan.3 Didalam melakukan pemeriksaan

terhadap orang yang menderita luka akibat kekerasan, pada

hakekatnya dokter diwajibkan untuk dapat memberikan

kejelasan dari permasalahan jenis luka yang terjadi, jenis

kekerasan yang menyebabkan luka, dan kualifikasi luka.1,4

2.2 Klasifikasi Luka

Klasifikasi luka berdasarkan benda penyebab:

1) Luka akibat kekerasan benda tumpul

Benda tumpul bila mengenai tubuh dapat menyebabkan

luka yaitu luka lecet, memar dan luka robek atau luka

terbuka. Dan bila kekerasan benda tumpul tersebut

sedemikian hebatnya dapat pula menyebabkan patah

tulang.

2) Luka akibat kekerasan benda tajam

9

Page 11: Case Report Forensik

Putus atau rusaknya kontinuitas jaringan disebabkan

karena trauma akibat alat/senjata yang bermata tajam dan

atau berujung runcing. Benda-benda yang dapat

mengakibatkan luka seperti ini adalah benda yang memiliki

sisi tajam, baik berupa garis maupun runcing, yang

bervariasi dari alat-alat seperti golok, pisau, dan

sebagainya hingga keping kaca, gelas, logam, sembilu

bahkan tepi kertas atau rumput.

Luka akibat benda tajam pada umumnya mudah

dibedakan dari luka yang disebabkan oleh benda tumpul

dan dari luka tembakan senjata api.5 Pada kematian yang

disebabkan oleh benda tajam, walaupun tetap harus

dipikirkan kemungkinan karena suatu kecelakaan; tetapi

pada umumnya karena suatu peristiwa pembunuhan atau

peristiwa bunuh diri. Luka akibat kekerasan benda tajam

dapat berupa luka iris atau luka sayat, luka tusuk, dan luka

bacok.

a. Luka iris / luka sayat (incised wound)

Adalah luka karena alat yang tepinya tajam dan

timbulnya luka oleh karena alat ditekan pada kulit

dengan kekuatan relatif ringan kemudian digeserkan

sepanjang kulit.

b. Luka tusuk (stab wound)

Luka akibat alat yang berujung runcing dan bermata

tajam atau tumpul yang terjadi dengan suatu tekanan

tegak lurus atau serong pada permukaan tubuh.

Contoh: belati, bayonet, keris, clurit, kikir, tanduk

kerbau. Selain itu, pada luka tusuk, sudut luka dapat

menunjukkan perkiraan benda penyebabnya, apakah

berupa pisau bermata satu atau bermata dua.

c. Luka bacok (chop wound)

10

Page 12: Case Report Forensik

Adalah luka akibat benda atau alat yang berat dengan

mata tajam atau agak tumpul yang terjadi dengan

suatu ayunan disertai tenaga yang cukup besar.

Contoh : pedang, clurit, kapak, baling-baling kapal.

3) Luka akibat tembakan senjata api

Luka tembak masuk (LTM) jarak jauh hanya dibentuk oleh

komponen anak peluru, sedangkan LTM jarak dekat

dibentuk oleh komponen anak peluru dan butir-butir mesiu

yang tidak habis terbakar. LTM jarak sangat dekat dibentuk

oleh komponen anak peluru, butir mesiu, jelaga dan

panas/api. LTM tempel/kontak dibentuk oleh seluruh

komponen tersebut di atas (yang akan masuk ke saluran

luka) dan jejas laras. Saluran luka akan berwarna hitam

dan jejas laras akan tampak mengelilingi luka tembak

masuk sebagai luka lecet jenis tekan, yang terjadi sebagai

akibat tekanan berbalik dari udara hasil ledakan mesiu.

Gambaran LTM jarak jauh dapat ditemukan pada korban

yang tertembak pada jarak yang dekat/sangat dekat,

apabila di atas permukaan kulit terdapat penghalang

misalnya pakaian yang tebal, ikat pinggang, helm dan

sebagainya sehingga komponen-komponen butir mesiu

yang tidak habis terbakar, jelaga dan api tertahan oleh

penghalang tersebut.

Pada tempat anak peluru meninggalkan tubuh

korban akan ditemukan luka tembak kleuar (LTK). LTK

umumnya lebih besar dari LTM akibat terjadinya deformitas

anak peluru, bergoyangnya anak peluru dan terikutnya

jaringan tulang yang pecah keluar dari LTK. LTK mungkin

lebih kecil dari LTM dari LTM bila terjadi pada luka tembak

tempel/kontak, atau pada anak peluru yang telah

kehabisan tenaga pada saat akan keluar meninggalkan

tubuh. Di sekitar LTK mungkin pula dijumpai daerah lecet

11

Page 13: Case Report Forensik

bila pada tempat keluar tersebut terdapat benda yang

keras, misalnya ikat pinggang, atau korban sedang

bersandar pada dinding.5,6

4) Jenis luka akibat suhu / temperatur

a) Benda bersuhu tinggi.

Kekerasan oleh benda bersuhu tinggi akan dapat

menimbulkan luka bakar yang cirinya amat tergantung

dari jenis bendanya, ketinggian suhu serta lamanya

kontak dengan kulit.

b) Benda bersuhu rendah.

Kekerasan oleh benda bersuhu dingin biasanya dialami

oleh bagian tubuh yang terbuka; seperti misalnya

tangan, kaki, telinga atau hidung.

Mula-mula pada daerah tersebut akan terjadi

vasokonstriksi pembuluh darah superfisial sehingga

terlihat pucat, selanjutnya akan terjadi paralise dari

vasomotor kontrol yang mengakibatkan daerah tersebut

menjadi kemerahan.

5) Luka akibat trauma listrik

Sengatan oleh benda bermuatan listrik dapat menimbulkan

luka bakar sebagai akibat berubahnya energi listrik

menjadi energi panas. Besarnya pengaruh listrik pada

jaringan tubuh tersebut tergantung dari besarnya

tegangan (voltase), kuatnya arus (ampere), besarnya

tahanan (keadaan kulit kering atau basah), lamanya kontak

serta luasnya daerah terkena kontak. Bentuk luka pada

daerah kontak (tempat masuknya arus) berupa kerusakan

lapisan kulti dengan tepi agak menonjol dan disekitarnya

terdapat daerah pucat dikelilingi daerah hiperemis. Sering

ditemukan adanya metalisasi.

12

Page 14: Case Report Forensik

2.3 Mekanisme Luka

Tubuh biasanya mengabsorbsi kekuatan baik dari

elastisitas jaringan atau kekuatan rangka. Intensitas tekanan

mengikuti hukum fisika. Hukum fisika yang terkenal dimana

kekuatan = ½ masa x kecepatan. Sebagai contoh, 1 kg batu bata

ditekankan ke kepala tidak akan menyebabkan luka, namun batu

bata yang sama dilemparkan ke kepala dengan kecepatan 10

m/s menyebabkan perlukaan.7

Faktor lain yang penting adalah daerah yang mendapatkan

kekuatan. Kekuatan dari masa dan kecepatan yang sama yang

terjadi pada daerah yang lebih kecil menyebabkan pukulan yang

lebih besar pada jaringan. Pada luka tusuk, semua energi kinetik

terkonsentrasi pada ujung pisau sehingga terjadi perlukaaan,

sementara dengan energi yang sama pada pukulan oleh karena

tongkat pemukul kriket mungkin bahkan tidak menimbulkan

memar. Efek dari kekuatan mekanis yang berlebih pada jaringan

tubuh dan menyebabkan penekanan, penarikan, perputaran,

luka iris. Kerusakan yang terjadi tergantung tidak hanya pada

jenis penyebab mekanisnya tetapi juga target jaringannya.

Contohnya, kekerasan penekanan pada ledakan mungkin hanya

sedikit perlukaan pada otot namun dapat menyebabkan ruptur

paru atau intestinal, sementara pada torsi mungkin tidak

memberikan efek pada jaringan adiposa namun menyebabkan

fraktur spiral pada femur.6,7

2.4 Luka Akibat Benda Tajam

Luka akibat benda tajam pada umumnya mudah dibedakan

dari luka yang disebabkan oleh benda tumpul dan oleh senjata

api. Pada kematian yang disebabkan oleh benda tajam pada

umumnya disebabkan karena peristiwa pembunuhan, bunuh diri,

atau kecelakaan. Luka yang disebabkan oleh benda tajam dapat

dibedakan dari luka yang disebabkan oleh benda lainnya yaitu

13

Page 15: Case Report Forensik

keadaan sekitar luka yang tenang, tidak ada luka lecet atau luka

memar, tepi luka yang rata, dan dari sudut-sudutnya yang

runcing, serta tidak adanya jambatan jaringan.

Tabel 1. Perbedaan luka akibat benda tumpul dan benda tajam

Trauma Tumpul Tajam

Bentuk luka Tidak teratur Teratur

Tepi luka Tidak rata Rata

Jembatan

jaringan

Ada Tidak ada

Rambut Tidak ikut terpotong Ikut terpotong

Dasar luka Tidak teratur Berupa garis

atau titik

Sekitar luka Ada luka lecet atau

memar

Tidak ada luka

lain

Di dalam Ilmu Kedokteran Kehakiman luka akibat benda

tajam yang dapat dijumpai terdapat dalam dua bentuk, yaitu

luka iris dan luka tusuk, dan di dalam dunia kriminal luka-luka

tersebut biasanya disebabkan oleh pisau. Bentuk luka yang

disebabkan oleh pisau yang mengenai tubuh korban, dipengaruhi

oleh faktor-faktor berikut:

1) Sifat-sifat dari pisau: bentuk, ketajaman dari ujung dan

ketajaman dari kedua tepinya, bermata satu atau bermata

dua

2) Bagaimana pisau itu mengenai dan masuk ke dalam tubuh.

Jarang pisau masuk ke dalam tubuh dan keluar lagi dengan

sudut serta arah yang sama, dengan demikian setiap luka

tusuk merupakan perpaduan antara tusukan dengan irisan.

Oleh karena itu, ukuran luka dimana pisau itu masuk ke

14

Page 16: Case Report Forensik

dalam tubuh akan lebih besar dari ukuran lebar dari pisau

itu sendiri.

3) Tempat luka. Kulit memiliki elastisitas yang besar dan

besarnya ketegangan kulit tidak sama pada seluruh tubuh.

Pada daerah dimana serat-serat elastiknya sejajar, yaitu

pada lipatan-lipatan kulit, maka tusukan yang sejajar

dengan lipatan tersebut akan mengakibatkan luka yang

tertutup, sempit dan berbentuk celah. Akan tetapi bila

tusukan pisau itu melintasi serta memotong lipatan kulit,

maka luka yang terjadi akibat tusukan pisau tersebut akan

terbuka lebar.

Tabel 2. Ciri-ciri luka akibat kekerasan benda tajam pada

kasus pembunuhan, bunuh diri, atau kecelakaan

Pembunuh

an

Bunuh diri Kecelakaan

Lokasi luka Sembarang Terpilih Terpapar

Jumlah luka Banyak Banyak Tunggal/

banyak

Pakaian Terkena Tidak

terkena

Terkena

Luka

tangkis

ada Tidak ada Tidak ada

Luka

percobaan

Tidak ada Ada Tidak ada

Cedera

sekunder

Mungkin

ada

Tidak ada Mungkin ada

Ciri-ciri pembunuhan diatas dapat dijumpai pada kasus

pembunuhan yang disertai perkelahian. Tetapi bila tanpa

15

Page 17: Case Report Forensik

perkelahian maka lokasi luka biasanya pada daerah fatal dan

dapat tunggal. Luka tangkis merupakan luka yang terjadi akibat

perlawanan korban dan umumnya ditemukan pada telapak dan

punggung tangan, jari-jari tangan, punggung lengan bawah dan

tungkai. Pemeriksaan pada baju yang terkena pisau bertujuan

untuk melihat interaksi antara pisau-kain-tubuh, yaitu melihat

letak atau lokasi kelainan, bentuk robekan, adanya partikel besi

(reaksi biru berlin dilanjutkan dengan pemeriksaan spektroskopi),

serat kain dan pemeriksaan terhadap bercak darahnya.

Bunuh diri yang menggunakan benda tajam biasanya

diarahkan pada tempat yang cepat mematikan, misalnya leher,

dada kiri, pergelangan tangan, perut, dan lipat paha. Bunuh diri

dengan senjata tajam tentu saja akan menghasilkan luka-luka

pada tempat yang terjangkau oleh tangan korban serta biasanya

tidak menembus pakaian karena umumnya korban menyingkap

pakaian terlebih dahulu. Luka percobaan khas ditemukan pada

kasus bunuh diri yang menggunakan senjata tajam, sehubungan

dengan kondisi kejiwaan korban. Luka percobaan tersebut dapat

berupa luka sayat atau luka tusuk yang dilakukan berulang dan

biasanya sejajar.

Yang dimaksud kecelakaan pada tabel diatas adalah

kekerasana tajam yang terjadi tanpa unsur kesengajaan

misalnya kecelakaan industri dan kecelakaan pada kegiatan

sehari-hari.

2.6 Aspek Medikolegal pada Luka

Visum et Repertum adalah keterangan tertulis yang dibuat

dokter atas permintaan tertulis (resmi) penyidik tentang

pemeriksaan medis terhadap seseorang manusia baik hidup

maupun mati ataupun bagian dari tubuh manusia, berupa

temuan dan interpretasinya, di bawah sumpah dan untuk

kepentingan peradilan. Rumusan yang jelas tentang pengertian

VeR telah dikemukakan pada seminar forensik di Medan pada

16

Page 18: Case Report Forensik

tahun 1981 yaitu laporan tertulis untuk peradilan yang dibuat

dokter berdasarkan sumpah atau janji yang diucapkan pada

waktu menerima jabatan dokter, yang memuat pemberitaan

tentang segala hal atau fakta yang dilihat dan ditemukan pada

benda bukti berupa tubuh manusia yang diperiksa dengan

pengetahuan dan keterampilan yang sebaik-baiknya dan

pendapat mengenai apa yang ditemukan sepanjang pemeriksaan

tersebut.

Menurut Budiyanto et al, dasar hukum VeR adalah sebagai

berikut:

Pasal 133 KUHAP menyebutkan:

(1) Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan

menangani seorang korban baik luka, keracunan ataupun

mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan

tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan

keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau

dokter dan atau ahli lainnya.

(2) Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud

dalam ayat (1) dilakukan secara tertulis, yang dalam surat

itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau

pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat.

Yang berwenang meminta keterangan ahli adalah penyidik

dan penyidik pembantu sebagaimana bunyi pasal 7 (1) butir h

dan pasal 11 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

(KUHAP). Penyidik yang dimaksud adalah penyidik sesuai dengan

pasal 6 (1) butir a, yaitu penyidik yang pejabat Polisi Negara RI.

Penyidik tersebut adalah penyidik tunggal bagi pidana umum,

termasuk pidana yang berkaitan dengan kesehatan dan jiwa

manusia. Oleh karena VeR adalah keterangan ahli mengenai

pidana yang berkaitan dengan kesehatan jiwa manusia, maka

penyidik pegawai negeri sipil tidak berwenang meminta VeR,

karena mereka hanya mempunyai wewenang sesuai dengan

17

Page 19: Case Report Forensik

undang-undang yang menjadi dasar hukumnya masing-masing

(Pasal 7(2) KUHAP).

Sanksi hukum bila dokter menolak permintaan penyidik

adalah sanksi pidana:

Pasal 216 KUHP:

Barangsiapa dengan sengaja tidak menuruti perintah atau

permintaan yang dilakukan menurut undang-undang oleh

pejabat yang tugasnya mengawasi sesuatu, atau oleh pejabat

berdasarkan tugasnya, demikian pula yang diberi kuasa

untuk mengusut atau memeriksa tindak pidana; demikian

pula barangsiapa dengan sengaja mencegah,menghalang-

halangi atau menggagalkan tindakan guna menjalankan

ketentuan, diancam dengan pidana penjara paling lama

empat bulan dua minggu atau denda paling banyak sembilan

ribu rupiah.

Prosedur pengadaan VeR berbeda dengan prosedur

pemeriksaan korban mati, prosedur permintaan VeR korban

hidup tidak diatur secara rinci di dalam KUHAP. Tidak ada

ketentuan yang mengatur tentang pemeriksaan apa saja yang

harus dan boleh dilakukan oleh dokter. Hal tersebut berarti

bahwa pemilihan jenis pemeriksaan yang dilakukan diserahkan

sepenuhnya kepada dokter dengan mengandalkan tanggung

jawab profesi kedokteran. KUHAP juga tidak memuat ketentuan

tentang bagaimana menjamin keabsahan korban sebagai barang

bukti. Hal-hal yang merupakan barang bukti pada tubuh korban

hidup adalah perlukaannya beserta akibatnya dan segala

sesuatu yang berkaitan dengan perkara pidananya. Sedangkan

orangnya sebagai manusia tetap diakui sebagai subjek hukum

dengan segala hak dan kewajibannya. Dengan demikian, karena

barang bukti tersebut tidak dapat dipisahkan dari orangnya

maka tidak dapat disegel maupun disita, melainkan menyalin

barang bukti tersebut ke dalam bentuk VeR.8,9

18

Page 20: Case Report Forensik

KUHAP tidak mengatur prosedur rinci apakah korban harus

diantar oleh petugas kepolisian atau tidak. Padahal petugas

pengantar tersebut sebenarnya dimaksudkan untuk memastikan

kesesuaian antara identitas orang yang akan diperiksa dengan

identitas korban yang dimintakan VeRnya, seperti yang tertulis di

dalam surat permintaan VeR. Situasi tersebut membawa dokter

turut bertanggung jawab atas pemastian kesesuaian antara

identitas yang tertera di dalam surat permintaan visum et

repertum dengan identitas korban yang diperiksa.

Dalam praktik sehari-hari, korban perlukaan akan langsung

ke dokter baru kemudian dilaporkan ke penyidik. Hal tersebut

membawa kemungkinan bahwa surat permintaan visum et

repertum korban luka akan datang terlambat dibandingkan

dengan pemeriksaan korbannya. Sepanjang keterlambatan

tersebut masih cukup beralasan dan dapat diterima maka

keterlambatan itu tidak boleh dianggap sebagai hambatan

pembuatan VeR. Sebagai contoh, adanya kesulitan komunikasi

dan sarana perhubungan, overmacht (berat lawan) dan

noodtoestand (darurat).

Adanya keharusan membuat VeR perlukaan tidak berarti

bahwa korban tersebut, dalam hal ini adalah pasien, untuk tidak

dapat menolak sesuatu pemeriksaan. Korban hidup adalah

pasien juga sehingga mempunyai hak sebagai pasien. Apabila

pemeriksaan tersebut sebenarnya perlu menurut dokter

pemeriksa sedangkan pasien menolaknya, maka hendaknya

dokter meminta pernyataan tertulis singkat penolakan tersebut

dari pasien disertai alasannya atau bila hal itu tidak mungkin

dilakukan, agar mencatatnya di dalam catatan medis.9

Hal penting yang harus diingat adalah bahwa surat

permintaan VeR harus mengacu kepada perlukaan akibat tindak

pidana tertentu yang terjadi pada waktu dan tempat tertentu.

Surat permintaan VeR pada korban hidup bukanlah surat yang

19

Page 21: Case Report Forensik

meminta pemeriksaan, melainkan surat yang meminta

keterangan ahli tentang hasil pemeriksaan medis.

Dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dikenal

luka kelalaian atau karena yang disengaja. Luka yang terjadi ini

disebut “Kejahatan Terhadap Tubuh atau Misdrijven Tegen Het

Lift”. Kejahatan terhadap jiwa ini terperinci menjadi dua yaitu

kejahatan doleuse (yang dilakukan dengan sengaja) dan

kejahatan culpose (yang dilakukan karena kelalaian atau

kejahatan).9,10

Jenis kejahatan yang dilakukan dengan sengaja diatur

dalam Bab XX, pasal-pasal 351 s.d 358. Jenis kejahatan yang

disebabkan karena kelalaian diatur dalam pasal 359, 360, dan

361 KUHP. Dalam pasal-pasal tersebut dijumpai kata-kata, “mati,

menjadi sakit sementara, atau tidak dapat menjalankan

pekerjaan sementara”, yang tidak disebabkan secara langsung

oleh terdakwa, akan tetapi ‘karena salahnya’ diartikan sebagai

kurang hati-hati, lalai, lupa dan amat kurang perhatian.

Pasal 361 KUHP menambah hukumannya sepertiga lagi jika

kejahatan ini dilakukan dalam suatu jabatan atau pekerjaan.

Pasal ini dapat dikenakan pada dokter, bidan, apoteker, supir,

masinis ketera api, dan lain-lain. Dalam pasal-pasal tersebut

tercantum istilah penganiayaan dan merampas dengan sengaja

jiwa orang lain, suatu istilah hukum semata dan tidak dikenal

dalam istilah medis.

Menentukan penyimpulan terhadap satu rentang waktu

luka adalah hal yang sangat penting dalam diagnosis forensik

terhadap luka dan perdarahan. Hal ini mencakup kriteria apakah

perlukaan terjadi saat intravital atau postmortem. Penentuan

umur luka dan perdarahan dari Kedokteran Forensik harus dapat

dipertahankan di sidang, maka dibutuhkan diagnosis yang

reliabel.11

2.6.1 Intravitalitas Luka dan Postmortem

20

Page 22: Case Report Forensik

Mengetahui tanda-tanda intravital luka dan pengetahuan

tentang reaksi vital luka merupakan dasar pemeriksaan

Kedokteran Forensik. Reaksi vital luka identik dengan peristiwa

reaksi inflamasi akut sebagai reaksi tubuh terhadap trauma.

Karakteristik suatu living organism adalah kemampuan untuk

merespon terhadap stimulus eksternal. Stimulus eksternal

berupa biologi, fisik, dan kimia. Tubuh akan merespon stimulus

tersebut dalam bentuk reaksi inflamasi.11

Tabel 3. Skema dari Legrand du Saule untuk Mendiagnosis Luka

Vital dan Postmortem13

Luka Vital Luka Postmortem

1. Tepi luka : membengkak,

keras, terpisah karena

retraksi jaringan, infiltrasi

darah, lambat laun akan

terdapat eksudasi kelenjar

limfe dan bernanah.

2. Perdarahan yang

berlebihan, terdapat

infiltrasi di sekeliling

jaringan.

3. Terdapat darah yang

membeku di dalam luka

atau di atas luka.

1. Tepi luka : tidak

membengkak, lunak,

menutup secara bersamaan

dan tidak mengalami

retraksi, jarang terjadi

eksudasi dari kelenjar limfe.

2. Perdarahan yang sedikit.

3. Penggumpalan darah yang

sedikit.

Dalam kasus forensik, membedakan antara vital dan non

vital adalah hal yang penting (paramount importance) dalam

menentukan cara kematian. Luka pada individu yang hidup

terutama kulit, menunjukkan gambaran yang khas. Jika

perlukaan terjadi pada saat akan atau dekat dengan kematian

(supravital) sulit membedakan vital dan non vital. Hal ini terjadi

karena tidak ada batas yang tegas antara hidup dan mati.12

Periode antara saat sel masih hidup sampai kematian sel sangat

21

Page 23: Case Report Forensik

bervariasi dan tergantung sebab mati, kerentanan individu, dan

lamanya nyeri. Kematian jaringan mempunyai waktu yang

berbeda tergantung ketahanan jaringan tersebut terhadap

situasi anoksia.12

Penentuan intravitalitas luka dapat dikatakan sebagai

dasar dari pemeriksaan kedokteran forensik terhadap jenazah.

Tanpa penentuan tentang intravital atau tidaknya suatu luka,

suatu kasus pembunuhan dapat tinggal tersembunyi, atau

sebaliknya suatu kematian wajar dapat terangkat menjadi kasus

pembunuhan.13 Luka intravital akibat kekerasan benda tajam

berdasarkan :

a.Lokasi luka (lokasi luka berbeda-beda berdasarkan jenis

kasusnya), yaitu:

1. Pada kasus pembunuhan

Lokasi luka dapat ditemukan disembarangan tempat

atau di berbagai bagian tubuh korban termasuk bagian-

bagian yang sulit dijangkau oleh tangan korban.

Biasanya benda tajam tersebut diarahkan ke bagian

tubuh yang cepat mematikan misalnya leher, dada kiri,

pergelangan tangan, perut dan lipatan paha.1,2

2. Pada kasus bunuh diri

Lokasi luka dapat ditemukan di tempat yang terpilih.

Tempat yang terpilih tersebut biasanya terdapat pada

bagian tubuh yang superfisial yang dapat dijangkau oleh

tangan korban seperti wajah, leher, pergelangan tangan,

perut, dan kaki.1,2

3. Pada kasus kecelakaan

Lokasi luka dapat ditemukan di seluruh tubuh korban

tergantung daerah mana yang terkena paparan dari

benturan benda tajam tersebut.1

b. Ukuran luka

22

Page 24: Case Report Forensik

Ukuran luka dapat ditentukan dari jenis senjata tajam yang

digunakan oleh pelaku. Pada luka tusuk, panjang luka

biasanya tidak mencerminkan lebar benda tajam

penyebabnya, demikian pula panjang saluran luka biasanya

tidak menunjukkan panjang benda tajam tersebut. Hal ini

disebabkan oleh faktor elastisitas jaringan dan gerakan

korban. Luka tusuk biasanya disebabkan oleh benda tajam

bermata satu seperti pisau, belati, atau ice pick. Luka iris

biasanya disebabkan oleh benda tajam seperti pisau atau

pisau cukur (silet). Luka bacok biasanya disebabkan oleh

senjata tajam yang lebih besar dan berat seperti pedang,

kapak, atau golok.10

c. Gambaran luka

Gambaran umum luka yang diakibatkannya adalah tepi

yang rata, berbentuk garis, tidak terdapat jembatan

jaringan dan dasar luka berbentuk garis atau titik serta

keadaan sekitar luka yang tenang tidak ada luka lecet atau

luka memar. Senjata tajam yang digunakan runcing atau

bermata satu biasanya sudut luka tajam. Senjata tajam

yang bermata dua, sudut luka tumpul dan tajam.1

d. Daerah Sekitar luka

Kulit sekitar luka akibat kekerasan benda tajam biasanya

tidak menunjukkan adanya luka lecet atau luka memar,

kecuali bila sebagian gagang turut membentur kulit.1

e. Derajat Luka

Suatu perlukaan dapat menimbulkan dampak pada korban

dari segi fisik, psikis, sosial, dan pekerjaan, yang dapat

timbul segera dalam jangka pendek ataupun jangka

panjang. Dampak perlukaan tersebut memegang peranan

penting bagi hakim dalam menentukan beratnya sanksi

pidana yang harus dijatuhkan sesuai dengan rasa keadilan.

Penentuan derajat luka sangat tergantung pada latar

23

Page 25: Case Report Forensik

belakang individual dokter seperti pengalaman,

keterampilan, keikutsertaan dalam pendidikan

berkelanjutan dan sebagainya.

Derajat luka dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu :9

1. Luka ringan (luka derajat pertama), yaitu luka yang

tidak mengakibatkan penyakit atau halangan dalam

menjalankan pekerjaan atau jabatan untuk sementara

waktu.

2. Luka sedang (luka derajat kedua), yaitu luka yang

mengakibatkan penyakit atau halangan dalam

menjalankan pekerjaan atau jabatan untuk sementara

waktu.

3. Luka berat (luka derajat ketiga), luka yang termasuk

dalam pengertian hukum “luka berat” (pasal 90 KUHP),

terdiri atas:

Luka atau penyakit yang tidak dapat diharapkan

akan sembuh dengan sempurna. Pengertian tidak

akan sembuh dengan sempurna lebih ditujukan

pada fungsinya. Contohnya trauma pada satu mata

yang menyebabkan kornea robek. Sesudah dijahit

sembuh, tetapi mata tersebut tidak dapat melihat.

Luka yang dapat mendatangkan bahaya maut.

Dapat mendatangkan bahay maut pengertiannya

memiliki potenis untuk menimbulkan kematian,

tetapi sesudah diobati dapat sembuh.

Luka yang menimbulkan rintangan tetap dalam

menjalankan pekerjaan jabatan atau mata

pencahariannya. Luka yang dari sudut medik tidak

membahayakan jiwa, dari sudut hukum dapat

dikategorikan sebagai luka berat. Contohnya trauma

pada tangan kiri pemain biola atau pada wajah

seorang peragawati dapat dikategorikan luka berat

24

Page 26: Case Report Forensik

jika akibatnya mereka tidak dapat lagi menjalankan

pekerjaan tersebut selamanya.

Kehilangan salah satu dari panca indera. Jika trauma

menimbulkan kebutaan satu mata atau kehilangan

pendengaran satu telinga, tidak dapat digolongkan

kehilangan indera. Meskipun demikian tetap

digolongkan sebagai luka berat berdasarkan butir

(a) di atas.

Cacat berat.

Lumpuh.

Gangguan daya pikir lebih dari 4 minggu lamanya.

Gangguan daya pikir tidak ahrus berupa kehilangan

kesadaran tetapi dapat juga berupa amnesia,

disorientasi, anxietas, depresi atau gangguan jiwa

lainnya.

Keguguran atau kematian janin seorang perempuan.

Yang dimaksud dengan keguguran ialah keluarnya

janin sebelum masa waktunya, yaitu tidak didahului

oleh proses sebagaimana umumnya terjadi seorang

wanita ketika melahirkan. Sedang, kematian janin

mengandung pengertian bahwa janin tidak lagi

menunjukkan tanda-tanda hidup. tidak dipersoalkan

bayi keluar atau tidak dari perut ibunya.

2.6.2 Identifikasi Senjata Tajam

Seorang patologist sering diminta untuk memberikan pendapat

tentang karakteristik senjata yang digunakan dalam

pembunuhan. Pertanyaan yang sering diajukan adalah berapa

panjang dan lebar senjata, apakah pisaunya bermata satu atau

dua, dan lain lain. Seorang dokter harus berhati hati dalam

memberikan jawaban karena akan digunakan sebagai petunjuk

ataupun keterangan yang memiliki kekuatan hukum dalam

25

Page 27: Case Report Forensik

pengadilan. Dalam kebanyakan kasus, keterangan yang bisa

didapatkan adalah lebar maksimum dari pisau, perkiraan

panjang pisau, dan keadaan mata pisau (bermata satu atau

dua).6

Seseorang tidak bisa menghubungkan secara pasti antara

luka dan senjata yang digunakan secara pasti kecuali ujung

senjata tersebut tertinggal pada luka atau patah. Apabila

senjatanya ditemukan, ujung senjata dapat dicocokkan. Setiap

senjata yang dicurigai merupakan senjata pembunuh harus

diperiksa apakah terdapat darah ataupun jaringan yang

tertinggal. Setiap darah dan jaringan dapat dites DNA sehingga

mendapat kecocokan dengan korban.6

Dalam melakukan pemeriksaan terhadap korban yang

menderita luka akibat kekerasan, pada hakikatnya dokter

diwajibkan untuk dapat memberikan kejelasan mengenai jenis

luka yang terjadi, jenis kekerasan/senjata atau benda yang

menyebabkan luka, dan derajat luka.6

26

Page 28: Case Report Forensik

PEMBAHASAN

Pada kasus ini korban datang ke Instalasi Forensik RSUD Dr.

H. Abdul Moeloek, dengan membawa surat pengantar dari

Kepolisian Resor Kota Bandar Lampung untuk dibuatkan Visum et

Repertum. Dalam kasus ini, pembuatan Visum et Repertum

disertai dengan permintaan tertulis dari penyidik berupa Surat

Permohonan Visum serendah-rendahnya pembantu letnan dua

sesuai dengan pasal 133 ayat 1 KUHAP. Dengan demikian sesuai

pasal 184 ayat 1 KUHAP, Visum et Repertum yang dibuat dapat

dijadikan salah satu alat bukti yang sah di pengadilan.

Dengan adanya SPV yang dibuat oleh penyidik maka doker

berkewajiban memberikan keterangan ahli sesuai dengan pasal

179 (1) KUHAP yaitu “Setiap orang yang diminta pendapatnya

sebagai ahli kedokteran kehakiman atau dokter atau ahli lainnya

wajib memberikan keterangan ahli demi keadilan”. Hasil

pemeriksaan ini tertuang dalam Visum et Repertum yang dapat

digunakan sebagai alat bukti yang sah.

Pada pemeriksaan seorang korban laki-laki yang berumur kurang lebih tujuh

tahun ini ditemukan memar pada leher, dada kiri, rahang kiri dan lecet pada

punggung tangan kanan, akibat kekerasan tumpul. Luka tersebut tidak

menimbulkan penyakit atau halangan dalam melaksanakan aktivitas sehari-hari

( luka ringan ).

Luka lecet adalah luka yang superfisial, kerusakan tubuh terbatas hanya

pada lapisan kulit epidermis. Jika abrasi terjadi lebih dalam dari lapisan epidermis

pembuluh darah dapat terkena sehingga terjadi perdarahan. Arah dari

pengelupasan dapat ditentukan dengan pemeriksaan luka. Dua tanya yang dapat

digunakan adalah; yang pertama dimana epidermis bergulung, tanda yang kedua

adalah hubungan kedalaman luka yang menandakan ketidakaturan benda yang

mengenainya.

27

Page 29: Case Report Forensik

Berdasarkan ketentuan dalam KUHP, kasus korban termasuk

dalam penganiayaan ringan karena pada umumnya yang

dianggap sebagai hasil dari penganiayaan ringan adalah korban

dengan ”tanpa luka” atau dengan luka lecet atau memar di

lokasi tubuh yang tidak berbahaya atau yang tidak menurunkan

fungsi alat tubuh tertentu. Dalam kasus ini apabila telah

diputuskan, maka pelaku dapat dijerat dengan pasal 352 (1)

KUHP dengan pidana penjara paling lama tiga bulan atau denda

sebanyak-banyaknya tiga ratus rupiah.

28

Page 30: Case Report Forensik

KESIMPULAN

Pada pemeriksaan seorang korban laki-laki yang berumur kurang lebih tujuh

tahun ini ditemukan memar pada leher, dada kiri, rahang kiri dan lecet pada

punggung tangan kanan, akibat kekerasan tumpul. Luka tersebut tidak

menimbulkan penyakit atau halangan dalam melaksanakan aktivitas sehari-hari

( luka ringan).

29

Page 31: Case Report Forensik

DAFTAR PUSTAKA

1. Budianto A, Wibisana W, Slamet P, dkk. Ilmu Kedokteran

Forensik, Edisi Pertama, Cetakan Kedua. Jakarta : Bagian

Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia. 1997.

2. Bagian Kedokteran Forensik FKUI. Peraturan perundang-

undangan bidang kedokteran. Ed 1. Cetakan Kedua. 1994.

3. Soesilo R. Kitab Undang – Undang Hukum Pidana (KUHP),

Cetakan Ulang Kesepuluh. Bogor : Poelita. 1988.

4. Idries AM. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Ed I.

Jakarta : Bina Rupa Aksara. 1989.

5. Idries AM, Tjiptomartono AL. Penerapan ilmu kedokteran

forensik dalam proses penyidikan. Sagung Seto: 2008.

30