case report forensik
DESCRIPTION
case report kekerasan trauma tumpulTRANSCRIPT
Laporan Kasus Hidup
Luka akibat Kekerasan Tumpul
Pembimbing:
dr. Winda Trijayanthi, SH
Disusun oleh:
Meta Sakina, S.Ked (1018011076)
Kepaniteraan Klinik Ilmu Forensik
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Moeloek
2015
RESUME
Seorang laki-laki datang ke Instalasi Forensik RSUD Dr. H.
Abdul Moeloek dengan membawa surat permintaan visum dari
Kepolisian Daerah Lampung Resort Kota Bandar Lampung
dengan nomor R / 259 / XI / 2015 / LPG / RESTA BALAM. Surat
ditujukan kepada Direktur Rumah Sakit Umun Abdul Moeloek
Bandar Lampung untuk dilakukan pemeriksaan fisik dan
dibuatkan Visum Et Repertum (VER).
Pada hari Sabtu tanggal 7 November 2015, pukul 09.00 WIB
korban datang ke instalasi Forensik RSUD Abdul Moeloek, korban
datang dalam keadaan sadar, keadaan umum korban baik.
Korban mengaku telah dianiaya oleh pelaku (tetangga korban).
Pada pemeriksaan fisik ditemukan memar pada leher, dada kiri, rahang kiri
dan lecet pada punggung tangan kanan, akibat kekerasan tumpul. Luka tersebut
tidak menimbulkan penyakit atau halangan dalam melaksanakan aktivitas sehari-
hari (luka ringan) .
Korban diwawancara dan diperiksa oleh dokter muda Ilmu
Kedokteran Forensik dan dokter di Instalasi Forensik RSUD dr. H.
Abdul Moeloek dan dari hasil wawancara dan pemeriksaan
terhadap korban, kemudian dibuat Visum et Repertum.
1
ILUSTRASI KASUS
Korban datang bersama orangtua dengan membawa surat dari
penyidik kepolisian pada tanggal 7 November 2015 pukul 09.00
WIB ke Instalasi Forensik RSUD Dr. H. Abdul Moeloek. Korban
mengaku telah dianiaya oleh pelaku (tetangga korban) pada 6
November 2015 sekira jam 15.00 WIB di depan ruman korban.
Awalnya korban yang sedang bermain melihat orang yang
sedang mabuk di depan rumah korban, kemudian orang tersebut
mengacau dan menganiaya korban tanpa sebab.
2
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH ABDUL MOELOEK
INSTALASI KEDOKTERAN FORENSIK
STATUS FORENSIK KLINIKHari/tanggal pemeriksaan: Sabtu, 7 November 2015; waktu
pemeriksaan pukul 09.00 WIB.
I. IDENTITAS PASIEN/KORBAN
a. Nama : ABRWL
b. Umur : 7 tahun
c. Jenis kelamin : Laki-laki
d. Warga Negara : Indonesia
e. Agama : Islam
f. Pekerjaan : Pelajar SD
g. Alamat : Perumahan Beringin Indah Kelurahan
Campang Jaya Kecamatan Sukabumi Kota Bandar Lampung
II. ANAMNESIS/WAWANCARA
Korban datang sendiri dengan membawa surat dari
penyidik kepolisian pada tanggal tujuh belas November
tahun dua ribu lima belas pukul sembilan Waktu
Indonesia Barat ke Instalasi Forensik RSUD Dr. H. Abdul
Moeloek. Korban mengaku telah dianiaya oleh pelaku
(tetangga korban) pada tanggal enam November tahun
dua ribu lima belas pukul sembilan belas lebih tiga
puluh menit Waktu Indonesia Barat di Perumahan Beringin
Indah Kelurahan Campang Jaya Kecamatan Sukabumi Kota Bandar
Lampung (depan rumah korban). Awalnya korban yang
sedang bermain melihat orang yang sedang mabuk di
3
depan rumah korban, kemudian orang tersebut
mengacau dan menganiaya korban tanpa sebab.
III. PEMERIKSAAN FISIK UMUM
a. Keadaan Umum : baik, kesadaran sadar
penuh, emosi stabil, kooperatif.
b. Tekanan Darah : 120/80 mmHg
c. Nadi : 80 kali per menit
d. Pernafasan : 20 kali per menit
e. Suhu : 36,5 °C
IV. PEMERIKSAAN FISIK
Status Lokalis
1. Pada leher, tepat garis pertengahan depan, terdapat memar warna merah
ukuran 2,5 cm x 1 cm
2. Pada dada kiri, 3,5 cm dari garis pertengahan depan, 10 cm dibawah puncak
bahu, terdapat memar warna merah kebiruan diameter 1,5 x 1 cm.
4
3. Pada dada kiri, 8 cm dari garis pertengahan depan, 12 cm dibawah puncak
bahu, terdapat memar warna merah kebiruan ukuran 1,5 x 1 cm
4. Pada rahang kiri, 3,5 cm dari garis pertengahan depan, terdapat memar warna
merah bentuk garis sepanjang 2 cm
5. Pada punggung tangan kanan, terdapat luka lecet warna kecoklatan ukuran
0,5 cm x 0,3 cm.
5
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tidak dilakukan
VI. TINDAKAN/PENGOBATAN
Tidak dilakukan tindakan atau diberikan pengobatan.
VII. KESIMPULAN
Pada pemeriksaan seorang korban laki-laki yang berumur kurang lebih
tujuh tahun ini ditemukan memar pada leher, dada kiri, rahang kiri dan
lecet pada punggung tangan kanan, akibat kekerasan tumpul. Luka
tersebut tidak menimbulkan penyakit atau halangan dalam
melaksanakan aktivitas sehari-hari ( luka ringan ).
6
Visum Et Repertum nomor : 353 / / 4.13 / XI / 2015
Halaman pertama dari satu halaman
PEMERINTAH PROPINSI LAMPUNG
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr. H. ABDUL MOELOEK
Jl. Dr. Riva’i No. 6 Telp. 0721-703312 Fax. 703952
BANDAR LAMPUNG
Nomor : 353/ / 4.13/ XI / 2015 Bandar Lampung, 10 Nopember 2015
Lamp :
Perihal : Hasil pemeriksaan luka
Atas Nama Aryodhia Bangsa Raja WL
PRO JUSTITIA
VISUM ET REPERTUM
Yang bertanda tangan di bawah ini Laisa Muliati,dokter pada Rumah Sakit Umum Daerah
Dr.H.Abdul Moeloek Provinsi Lampung,atas permintaan tertulis dari NURUL HAQ, pangkat
IPDA, NRP. 66060681, jabatan KA SPKT III, atas nama Kepala Kepolisian Resor Kota Bandar
Lampung, dengan suratnya nomor: R / 259 / XI / 2015 / LPG / RESTA BALAM, tertanggal
sepuluh Nopember tahun dua ribu lima belas. Maka dengan ini menerangkan bahwa pada tanggal
tujuh Nopember tahun dua ribu lima belas, bertempat di Ruang Instalasi Forensik RSUD dr. H.
Abdul Moeloek Provinsi Lampung, telah melakukan pemeriksaan korban dengan nomor rekam
medik 43 49 67, dengan identitas yang menurut surat permintaan tersebut adalah :-----------------
Nama : ABRWL----------------------------------------------------------
7
Umur : 7 Tahun---------------------------------------------------------------------------------
Pekerjaan : SD Kelas 2-----------------------------------------------------------------------------
Kewarganegaraan : Indonesia-------------------------------------------------------------------------------
Agama : Islam------------------------------------------------------------------------------------
Alamat : Perum Beringin Indah Blok C No.06 Kelurahan Campang Jaya
Kecamatan Sukabumi Kota Bandar Lampung----------------------------------------------------------------
Korban datang dalam keadaan sadar, keadaan umum baik. Korban mengaku telah dianiaya oleh
orang yang di kenal pada tanggal enam Nopember tahun dua ribu lima belas sekira jam lima belas
Waktu Indonesia Barat di Perumahan Beringin Indah Kelurahan Campang Jaya Kecamatan
Sukabumi Kota Bandar Lampung----------------------------------------------------------------------------
HASIL PEMERIKSAAN : ---------------------------------------------------------------------------------
Luka - Luka :---------------------------------------------------------------------------------------------------
a. Pada leher, tepat garis pertengahan depan, terdapat memar warna merah ukuran dua koma lima senti meter kali satu senti meter---------------------------------------------------
b. Pada dada kiri, tiga koma lima senti meter dari garis pertengahan depan, sepuluh senti meter dibawah puncak bahu, terdapat memar warna merah kebiruan diameter satu koma lima senti meter----------------------------------------------------------------------
c. Pada dada kiri, delapan senti meter dari garis pertengahan depan, dua belas senti meter dibawah puncak bahu, terdapat memar warna merah kebiruan ukuran satu koma lima senti meter kali satu senti meter---------------------------------------------------
d. Pada rahang kiri, tiga koma lima senti meter dari garis pertengahan depan, terdapat memar warna merah bentuk garis sepanjang, dua senti meter------------------------------
e. Pada punggung tangan kanan, terdapat luka lecet warna kecoklatan ukuran nol koma lima senti meter kali nol koma tiga senti meter-----------------------------------------------
KESIMPULAN :-----------------------------------------------------------------------------------------------
Pada pemeriksaan seorang korban laki-laki yang berumur kurang lebih tujuh tahun ini
ditemukan memar pada leher, dada kiri, rahang kiri dan lecet pada punggung tangan kanan, akibat
kekerasan tumpul. Luka tersebut tidak menimbulkan penyakit atau halangan dalam melaksanakan
aktivitas sehari-hari ( luka ringan )-----------------------------------------------------------------------------
Demikian Visum Et Repertum ini dibuat dengan sebenarnya dengan menggunakan keilmuan Saya
yang sebaik - baiknya, mengingat sumpah sesuai pada waktu menerima jabatan --------------
dokter tersebut di atas,
8
dr. Laisa Muliati, MARS
NIP. 1971 0220 200212 2 006
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Luka
Luka merupakaan keadaan hilang atau terputusnya
jaringan tubuh. Keadaan ini dapat disebabkan oleh trauma benda
tajam atau tumpul, perubahan suhu zat kimia, ledakan, sengatan
listrik atau gigitan hewan.3 Didalam melakukan pemeriksaan
terhadap orang yang menderita luka akibat kekerasan, pada
hakekatnya dokter diwajibkan untuk dapat memberikan
kejelasan dari permasalahan jenis luka yang terjadi, jenis
kekerasan yang menyebabkan luka, dan kualifikasi luka.1,4
2.2 Klasifikasi Luka
Klasifikasi luka berdasarkan benda penyebab:
1) Luka akibat kekerasan benda tumpul
Benda tumpul bila mengenai tubuh dapat menyebabkan
luka yaitu luka lecet, memar dan luka robek atau luka
terbuka. Dan bila kekerasan benda tumpul tersebut
sedemikian hebatnya dapat pula menyebabkan patah
tulang.
2) Luka akibat kekerasan benda tajam
9
Putus atau rusaknya kontinuitas jaringan disebabkan
karena trauma akibat alat/senjata yang bermata tajam dan
atau berujung runcing. Benda-benda yang dapat
mengakibatkan luka seperti ini adalah benda yang memiliki
sisi tajam, baik berupa garis maupun runcing, yang
bervariasi dari alat-alat seperti golok, pisau, dan
sebagainya hingga keping kaca, gelas, logam, sembilu
bahkan tepi kertas atau rumput.
Luka akibat benda tajam pada umumnya mudah
dibedakan dari luka yang disebabkan oleh benda tumpul
dan dari luka tembakan senjata api.5 Pada kematian yang
disebabkan oleh benda tajam, walaupun tetap harus
dipikirkan kemungkinan karena suatu kecelakaan; tetapi
pada umumnya karena suatu peristiwa pembunuhan atau
peristiwa bunuh diri. Luka akibat kekerasan benda tajam
dapat berupa luka iris atau luka sayat, luka tusuk, dan luka
bacok.
a. Luka iris / luka sayat (incised wound)
Adalah luka karena alat yang tepinya tajam dan
timbulnya luka oleh karena alat ditekan pada kulit
dengan kekuatan relatif ringan kemudian digeserkan
sepanjang kulit.
b. Luka tusuk (stab wound)
Luka akibat alat yang berujung runcing dan bermata
tajam atau tumpul yang terjadi dengan suatu tekanan
tegak lurus atau serong pada permukaan tubuh.
Contoh: belati, bayonet, keris, clurit, kikir, tanduk
kerbau. Selain itu, pada luka tusuk, sudut luka dapat
menunjukkan perkiraan benda penyebabnya, apakah
berupa pisau bermata satu atau bermata dua.
c. Luka bacok (chop wound)
10
Adalah luka akibat benda atau alat yang berat dengan
mata tajam atau agak tumpul yang terjadi dengan
suatu ayunan disertai tenaga yang cukup besar.
Contoh : pedang, clurit, kapak, baling-baling kapal.
3) Luka akibat tembakan senjata api
Luka tembak masuk (LTM) jarak jauh hanya dibentuk oleh
komponen anak peluru, sedangkan LTM jarak dekat
dibentuk oleh komponen anak peluru dan butir-butir mesiu
yang tidak habis terbakar. LTM jarak sangat dekat dibentuk
oleh komponen anak peluru, butir mesiu, jelaga dan
panas/api. LTM tempel/kontak dibentuk oleh seluruh
komponen tersebut di atas (yang akan masuk ke saluran
luka) dan jejas laras. Saluran luka akan berwarna hitam
dan jejas laras akan tampak mengelilingi luka tembak
masuk sebagai luka lecet jenis tekan, yang terjadi sebagai
akibat tekanan berbalik dari udara hasil ledakan mesiu.
Gambaran LTM jarak jauh dapat ditemukan pada korban
yang tertembak pada jarak yang dekat/sangat dekat,
apabila di atas permukaan kulit terdapat penghalang
misalnya pakaian yang tebal, ikat pinggang, helm dan
sebagainya sehingga komponen-komponen butir mesiu
yang tidak habis terbakar, jelaga dan api tertahan oleh
penghalang tersebut.
Pada tempat anak peluru meninggalkan tubuh
korban akan ditemukan luka tembak kleuar (LTK). LTK
umumnya lebih besar dari LTM akibat terjadinya deformitas
anak peluru, bergoyangnya anak peluru dan terikutnya
jaringan tulang yang pecah keluar dari LTK. LTK mungkin
lebih kecil dari LTM dari LTM bila terjadi pada luka tembak
tempel/kontak, atau pada anak peluru yang telah
kehabisan tenaga pada saat akan keluar meninggalkan
tubuh. Di sekitar LTK mungkin pula dijumpai daerah lecet
11
bila pada tempat keluar tersebut terdapat benda yang
keras, misalnya ikat pinggang, atau korban sedang
bersandar pada dinding.5,6
4) Jenis luka akibat suhu / temperatur
a) Benda bersuhu tinggi.
Kekerasan oleh benda bersuhu tinggi akan dapat
menimbulkan luka bakar yang cirinya amat tergantung
dari jenis bendanya, ketinggian suhu serta lamanya
kontak dengan kulit.
b) Benda bersuhu rendah.
Kekerasan oleh benda bersuhu dingin biasanya dialami
oleh bagian tubuh yang terbuka; seperti misalnya
tangan, kaki, telinga atau hidung.
Mula-mula pada daerah tersebut akan terjadi
vasokonstriksi pembuluh darah superfisial sehingga
terlihat pucat, selanjutnya akan terjadi paralise dari
vasomotor kontrol yang mengakibatkan daerah tersebut
menjadi kemerahan.
5) Luka akibat trauma listrik
Sengatan oleh benda bermuatan listrik dapat menimbulkan
luka bakar sebagai akibat berubahnya energi listrik
menjadi energi panas. Besarnya pengaruh listrik pada
jaringan tubuh tersebut tergantung dari besarnya
tegangan (voltase), kuatnya arus (ampere), besarnya
tahanan (keadaan kulit kering atau basah), lamanya kontak
serta luasnya daerah terkena kontak. Bentuk luka pada
daerah kontak (tempat masuknya arus) berupa kerusakan
lapisan kulti dengan tepi agak menonjol dan disekitarnya
terdapat daerah pucat dikelilingi daerah hiperemis. Sering
ditemukan adanya metalisasi.
12
2.3 Mekanisme Luka
Tubuh biasanya mengabsorbsi kekuatan baik dari
elastisitas jaringan atau kekuatan rangka. Intensitas tekanan
mengikuti hukum fisika. Hukum fisika yang terkenal dimana
kekuatan = ½ masa x kecepatan. Sebagai contoh, 1 kg batu bata
ditekankan ke kepala tidak akan menyebabkan luka, namun batu
bata yang sama dilemparkan ke kepala dengan kecepatan 10
m/s menyebabkan perlukaan.7
Faktor lain yang penting adalah daerah yang mendapatkan
kekuatan. Kekuatan dari masa dan kecepatan yang sama yang
terjadi pada daerah yang lebih kecil menyebabkan pukulan yang
lebih besar pada jaringan. Pada luka tusuk, semua energi kinetik
terkonsentrasi pada ujung pisau sehingga terjadi perlukaaan,
sementara dengan energi yang sama pada pukulan oleh karena
tongkat pemukul kriket mungkin bahkan tidak menimbulkan
memar. Efek dari kekuatan mekanis yang berlebih pada jaringan
tubuh dan menyebabkan penekanan, penarikan, perputaran,
luka iris. Kerusakan yang terjadi tergantung tidak hanya pada
jenis penyebab mekanisnya tetapi juga target jaringannya.
Contohnya, kekerasan penekanan pada ledakan mungkin hanya
sedikit perlukaan pada otot namun dapat menyebabkan ruptur
paru atau intestinal, sementara pada torsi mungkin tidak
memberikan efek pada jaringan adiposa namun menyebabkan
fraktur spiral pada femur.6,7
2.4 Luka Akibat Benda Tajam
Luka akibat benda tajam pada umumnya mudah dibedakan
dari luka yang disebabkan oleh benda tumpul dan oleh senjata
api. Pada kematian yang disebabkan oleh benda tajam pada
umumnya disebabkan karena peristiwa pembunuhan, bunuh diri,
atau kecelakaan. Luka yang disebabkan oleh benda tajam dapat
dibedakan dari luka yang disebabkan oleh benda lainnya yaitu
13
keadaan sekitar luka yang tenang, tidak ada luka lecet atau luka
memar, tepi luka yang rata, dan dari sudut-sudutnya yang
runcing, serta tidak adanya jambatan jaringan.
Tabel 1. Perbedaan luka akibat benda tumpul dan benda tajam
Trauma Tumpul Tajam
Bentuk luka Tidak teratur Teratur
Tepi luka Tidak rata Rata
Jembatan
jaringan
Ada Tidak ada
Rambut Tidak ikut terpotong Ikut terpotong
Dasar luka Tidak teratur Berupa garis
atau titik
Sekitar luka Ada luka lecet atau
memar
Tidak ada luka
lain
Di dalam Ilmu Kedokteran Kehakiman luka akibat benda
tajam yang dapat dijumpai terdapat dalam dua bentuk, yaitu
luka iris dan luka tusuk, dan di dalam dunia kriminal luka-luka
tersebut biasanya disebabkan oleh pisau. Bentuk luka yang
disebabkan oleh pisau yang mengenai tubuh korban, dipengaruhi
oleh faktor-faktor berikut:
1) Sifat-sifat dari pisau: bentuk, ketajaman dari ujung dan
ketajaman dari kedua tepinya, bermata satu atau bermata
dua
2) Bagaimana pisau itu mengenai dan masuk ke dalam tubuh.
Jarang pisau masuk ke dalam tubuh dan keluar lagi dengan
sudut serta arah yang sama, dengan demikian setiap luka
tusuk merupakan perpaduan antara tusukan dengan irisan.
Oleh karena itu, ukuran luka dimana pisau itu masuk ke
14
dalam tubuh akan lebih besar dari ukuran lebar dari pisau
itu sendiri.
3) Tempat luka. Kulit memiliki elastisitas yang besar dan
besarnya ketegangan kulit tidak sama pada seluruh tubuh.
Pada daerah dimana serat-serat elastiknya sejajar, yaitu
pada lipatan-lipatan kulit, maka tusukan yang sejajar
dengan lipatan tersebut akan mengakibatkan luka yang
tertutup, sempit dan berbentuk celah. Akan tetapi bila
tusukan pisau itu melintasi serta memotong lipatan kulit,
maka luka yang terjadi akibat tusukan pisau tersebut akan
terbuka lebar.
Tabel 2. Ciri-ciri luka akibat kekerasan benda tajam pada
kasus pembunuhan, bunuh diri, atau kecelakaan
Pembunuh
an
Bunuh diri Kecelakaan
Lokasi luka Sembarang Terpilih Terpapar
Jumlah luka Banyak Banyak Tunggal/
banyak
Pakaian Terkena Tidak
terkena
Terkena
Luka
tangkis
ada Tidak ada Tidak ada
Luka
percobaan
Tidak ada Ada Tidak ada
Cedera
sekunder
Mungkin
ada
Tidak ada Mungkin ada
Ciri-ciri pembunuhan diatas dapat dijumpai pada kasus
pembunuhan yang disertai perkelahian. Tetapi bila tanpa
15
perkelahian maka lokasi luka biasanya pada daerah fatal dan
dapat tunggal. Luka tangkis merupakan luka yang terjadi akibat
perlawanan korban dan umumnya ditemukan pada telapak dan
punggung tangan, jari-jari tangan, punggung lengan bawah dan
tungkai. Pemeriksaan pada baju yang terkena pisau bertujuan
untuk melihat interaksi antara pisau-kain-tubuh, yaitu melihat
letak atau lokasi kelainan, bentuk robekan, adanya partikel besi
(reaksi biru berlin dilanjutkan dengan pemeriksaan spektroskopi),
serat kain dan pemeriksaan terhadap bercak darahnya.
Bunuh diri yang menggunakan benda tajam biasanya
diarahkan pada tempat yang cepat mematikan, misalnya leher,
dada kiri, pergelangan tangan, perut, dan lipat paha. Bunuh diri
dengan senjata tajam tentu saja akan menghasilkan luka-luka
pada tempat yang terjangkau oleh tangan korban serta biasanya
tidak menembus pakaian karena umumnya korban menyingkap
pakaian terlebih dahulu. Luka percobaan khas ditemukan pada
kasus bunuh diri yang menggunakan senjata tajam, sehubungan
dengan kondisi kejiwaan korban. Luka percobaan tersebut dapat
berupa luka sayat atau luka tusuk yang dilakukan berulang dan
biasanya sejajar.
Yang dimaksud kecelakaan pada tabel diatas adalah
kekerasana tajam yang terjadi tanpa unsur kesengajaan
misalnya kecelakaan industri dan kecelakaan pada kegiatan
sehari-hari.
2.6 Aspek Medikolegal pada Luka
Visum et Repertum adalah keterangan tertulis yang dibuat
dokter atas permintaan tertulis (resmi) penyidik tentang
pemeriksaan medis terhadap seseorang manusia baik hidup
maupun mati ataupun bagian dari tubuh manusia, berupa
temuan dan interpretasinya, di bawah sumpah dan untuk
kepentingan peradilan. Rumusan yang jelas tentang pengertian
VeR telah dikemukakan pada seminar forensik di Medan pada
16
tahun 1981 yaitu laporan tertulis untuk peradilan yang dibuat
dokter berdasarkan sumpah atau janji yang diucapkan pada
waktu menerima jabatan dokter, yang memuat pemberitaan
tentang segala hal atau fakta yang dilihat dan ditemukan pada
benda bukti berupa tubuh manusia yang diperiksa dengan
pengetahuan dan keterampilan yang sebaik-baiknya dan
pendapat mengenai apa yang ditemukan sepanjang pemeriksaan
tersebut.
Menurut Budiyanto et al, dasar hukum VeR adalah sebagai
berikut:
Pasal 133 KUHAP menyebutkan:
(1) Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan
menangani seorang korban baik luka, keracunan ataupun
mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan
tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan
keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau
dokter dan atau ahli lainnya.
(2) Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) dilakukan secara tertulis, yang dalam surat
itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau
pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat.
Yang berwenang meminta keterangan ahli adalah penyidik
dan penyidik pembantu sebagaimana bunyi pasal 7 (1) butir h
dan pasal 11 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
(KUHAP). Penyidik yang dimaksud adalah penyidik sesuai dengan
pasal 6 (1) butir a, yaitu penyidik yang pejabat Polisi Negara RI.
Penyidik tersebut adalah penyidik tunggal bagi pidana umum,
termasuk pidana yang berkaitan dengan kesehatan dan jiwa
manusia. Oleh karena VeR adalah keterangan ahli mengenai
pidana yang berkaitan dengan kesehatan jiwa manusia, maka
penyidik pegawai negeri sipil tidak berwenang meminta VeR,
karena mereka hanya mempunyai wewenang sesuai dengan
17
undang-undang yang menjadi dasar hukumnya masing-masing
(Pasal 7(2) KUHAP).
Sanksi hukum bila dokter menolak permintaan penyidik
adalah sanksi pidana:
Pasal 216 KUHP:
Barangsiapa dengan sengaja tidak menuruti perintah atau
permintaan yang dilakukan menurut undang-undang oleh
pejabat yang tugasnya mengawasi sesuatu, atau oleh pejabat
berdasarkan tugasnya, demikian pula yang diberi kuasa
untuk mengusut atau memeriksa tindak pidana; demikian
pula barangsiapa dengan sengaja mencegah,menghalang-
halangi atau menggagalkan tindakan guna menjalankan
ketentuan, diancam dengan pidana penjara paling lama
empat bulan dua minggu atau denda paling banyak sembilan
ribu rupiah.
Prosedur pengadaan VeR berbeda dengan prosedur
pemeriksaan korban mati, prosedur permintaan VeR korban
hidup tidak diatur secara rinci di dalam KUHAP. Tidak ada
ketentuan yang mengatur tentang pemeriksaan apa saja yang
harus dan boleh dilakukan oleh dokter. Hal tersebut berarti
bahwa pemilihan jenis pemeriksaan yang dilakukan diserahkan
sepenuhnya kepada dokter dengan mengandalkan tanggung
jawab profesi kedokteran. KUHAP juga tidak memuat ketentuan
tentang bagaimana menjamin keabsahan korban sebagai barang
bukti. Hal-hal yang merupakan barang bukti pada tubuh korban
hidup adalah perlukaannya beserta akibatnya dan segala
sesuatu yang berkaitan dengan perkara pidananya. Sedangkan
orangnya sebagai manusia tetap diakui sebagai subjek hukum
dengan segala hak dan kewajibannya. Dengan demikian, karena
barang bukti tersebut tidak dapat dipisahkan dari orangnya
maka tidak dapat disegel maupun disita, melainkan menyalin
barang bukti tersebut ke dalam bentuk VeR.8,9
18
KUHAP tidak mengatur prosedur rinci apakah korban harus
diantar oleh petugas kepolisian atau tidak. Padahal petugas
pengantar tersebut sebenarnya dimaksudkan untuk memastikan
kesesuaian antara identitas orang yang akan diperiksa dengan
identitas korban yang dimintakan VeRnya, seperti yang tertulis di
dalam surat permintaan VeR. Situasi tersebut membawa dokter
turut bertanggung jawab atas pemastian kesesuaian antara
identitas yang tertera di dalam surat permintaan visum et
repertum dengan identitas korban yang diperiksa.
Dalam praktik sehari-hari, korban perlukaan akan langsung
ke dokter baru kemudian dilaporkan ke penyidik. Hal tersebut
membawa kemungkinan bahwa surat permintaan visum et
repertum korban luka akan datang terlambat dibandingkan
dengan pemeriksaan korbannya. Sepanjang keterlambatan
tersebut masih cukup beralasan dan dapat diterima maka
keterlambatan itu tidak boleh dianggap sebagai hambatan
pembuatan VeR. Sebagai contoh, adanya kesulitan komunikasi
dan sarana perhubungan, overmacht (berat lawan) dan
noodtoestand (darurat).
Adanya keharusan membuat VeR perlukaan tidak berarti
bahwa korban tersebut, dalam hal ini adalah pasien, untuk tidak
dapat menolak sesuatu pemeriksaan. Korban hidup adalah
pasien juga sehingga mempunyai hak sebagai pasien. Apabila
pemeriksaan tersebut sebenarnya perlu menurut dokter
pemeriksa sedangkan pasien menolaknya, maka hendaknya
dokter meminta pernyataan tertulis singkat penolakan tersebut
dari pasien disertai alasannya atau bila hal itu tidak mungkin
dilakukan, agar mencatatnya di dalam catatan medis.9
Hal penting yang harus diingat adalah bahwa surat
permintaan VeR harus mengacu kepada perlukaan akibat tindak
pidana tertentu yang terjadi pada waktu dan tempat tertentu.
Surat permintaan VeR pada korban hidup bukanlah surat yang
19
meminta pemeriksaan, melainkan surat yang meminta
keterangan ahli tentang hasil pemeriksaan medis.
Dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dikenal
luka kelalaian atau karena yang disengaja. Luka yang terjadi ini
disebut “Kejahatan Terhadap Tubuh atau Misdrijven Tegen Het
Lift”. Kejahatan terhadap jiwa ini terperinci menjadi dua yaitu
kejahatan doleuse (yang dilakukan dengan sengaja) dan
kejahatan culpose (yang dilakukan karena kelalaian atau
kejahatan).9,10
Jenis kejahatan yang dilakukan dengan sengaja diatur
dalam Bab XX, pasal-pasal 351 s.d 358. Jenis kejahatan yang
disebabkan karena kelalaian diatur dalam pasal 359, 360, dan
361 KUHP. Dalam pasal-pasal tersebut dijumpai kata-kata, “mati,
menjadi sakit sementara, atau tidak dapat menjalankan
pekerjaan sementara”, yang tidak disebabkan secara langsung
oleh terdakwa, akan tetapi ‘karena salahnya’ diartikan sebagai
kurang hati-hati, lalai, lupa dan amat kurang perhatian.
Pasal 361 KUHP menambah hukumannya sepertiga lagi jika
kejahatan ini dilakukan dalam suatu jabatan atau pekerjaan.
Pasal ini dapat dikenakan pada dokter, bidan, apoteker, supir,
masinis ketera api, dan lain-lain. Dalam pasal-pasal tersebut
tercantum istilah penganiayaan dan merampas dengan sengaja
jiwa orang lain, suatu istilah hukum semata dan tidak dikenal
dalam istilah medis.
Menentukan penyimpulan terhadap satu rentang waktu
luka adalah hal yang sangat penting dalam diagnosis forensik
terhadap luka dan perdarahan. Hal ini mencakup kriteria apakah
perlukaan terjadi saat intravital atau postmortem. Penentuan
umur luka dan perdarahan dari Kedokteran Forensik harus dapat
dipertahankan di sidang, maka dibutuhkan diagnosis yang
reliabel.11
2.6.1 Intravitalitas Luka dan Postmortem
20
Mengetahui tanda-tanda intravital luka dan pengetahuan
tentang reaksi vital luka merupakan dasar pemeriksaan
Kedokteran Forensik. Reaksi vital luka identik dengan peristiwa
reaksi inflamasi akut sebagai reaksi tubuh terhadap trauma.
Karakteristik suatu living organism adalah kemampuan untuk
merespon terhadap stimulus eksternal. Stimulus eksternal
berupa biologi, fisik, dan kimia. Tubuh akan merespon stimulus
tersebut dalam bentuk reaksi inflamasi.11
Tabel 3. Skema dari Legrand du Saule untuk Mendiagnosis Luka
Vital dan Postmortem13
Luka Vital Luka Postmortem
1. Tepi luka : membengkak,
keras, terpisah karena
retraksi jaringan, infiltrasi
darah, lambat laun akan
terdapat eksudasi kelenjar
limfe dan bernanah.
2. Perdarahan yang
berlebihan, terdapat
infiltrasi di sekeliling
jaringan.
3. Terdapat darah yang
membeku di dalam luka
atau di atas luka.
1. Tepi luka : tidak
membengkak, lunak,
menutup secara bersamaan
dan tidak mengalami
retraksi, jarang terjadi
eksudasi dari kelenjar limfe.
2. Perdarahan yang sedikit.
3. Penggumpalan darah yang
sedikit.
Dalam kasus forensik, membedakan antara vital dan non
vital adalah hal yang penting (paramount importance) dalam
menentukan cara kematian. Luka pada individu yang hidup
terutama kulit, menunjukkan gambaran yang khas. Jika
perlukaan terjadi pada saat akan atau dekat dengan kematian
(supravital) sulit membedakan vital dan non vital. Hal ini terjadi
karena tidak ada batas yang tegas antara hidup dan mati.12
Periode antara saat sel masih hidup sampai kematian sel sangat
21
bervariasi dan tergantung sebab mati, kerentanan individu, dan
lamanya nyeri. Kematian jaringan mempunyai waktu yang
berbeda tergantung ketahanan jaringan tersebut terhadap
situasi anoksia.12
Penentuan intravitalitas luka dapat dikatakan sebagai
dasar dari pemeriksaan kedokteran forensik terhadap jenazah.
Tanpa penentuan tentang intravital atau tidaknya suatu luka,
suatu kasus pembunuhan dapat tinggal tersembunyi, atau
sebaliknya suatu kematian wajar dapat terangkat menjadi kasus
pembunuhan.13 Luka intravital akibat kekerasan benda tajam
berdasarkan :
a.Lokasi luka (lokasi luka berbeda-beda berdasarkan jenis
kasusnya), yaitu:
1. Pada kasus pembunuhan
Lokasi luka dapat ditemukan disembarangan tempat
atau di berbagai bagian tubuh korban termasuk bagian-
bagian yang sulit dijangkau oleh tangan korban.
Biasanya benda tajam tersebut diarahkan ke bagian
tubuh yang cepat mematikan misalnya leher, dada kiri,
pergelangan tangan, perut dan lipatan paha.1,2
2. Pada kasus bunuh diri
Lokasi luka dapat ditemukan di tempat yang terpilih.
Tempat yang terpilih tersebut biasanya terdapat pada
bagian tubuh yang superfisial yang dapat dijangkau oleh
tangan korban seperti wajah, leher, pergelangan tangan,
perut, dan kaki.1,2
3. Pada kasus kecelakaan
Lokasi luka dapat ditemukan di seluruh tubuh korban
tergantung daerah mana yang terkena paparan dari
benturan benda tajam tersebut.1
b. Ukuran luka
22
Ukuran luka dapat ditentukan dari jenis senjata tajam yang
digunakan oleh pelaku. Pada luka tusuk, panjang luka
biasanya tidak mencerminkan lebar benda tajam
penyebabnya, demikian pula panjang saluran luka biasanya
tidak menunjukkan panjang benda tajam tersebut. Hal ini
disebabkan oleh faktor elastisitas jaringan dan gerakan
korban. Luka tusuk biasanya disebabkan oleh benda tajam
bermata satu seperti pisau, belati, atau ice pick. Luka iris
biasanya disebabkan oleh benda tajam seperti pisau atau
pisau cukur (silet). Luka bacok biasanya disebabkan oleh
senjata tajam yang lebih besar dan berat seperti pedang,
kapak, atau golok.10
c. Gambaran luka
Gambaran umum luka yang diakibatkannya adalah tepi
yang rata, berbentuk garis, tidak terdapat jembatan
jaringan dan dasar luka berbentuk garis atau titik serta
keadaan sekitar luka yang tenang tidak ada luka lecet atau
luka memar. Senjata tajam yang digunakan runcing atau
bermata satu biasanya sudut luka tajam. Senjata tajam
yang bermata dua, sudut luka tumpul dan tajam.1
d. Daerah Sekitar luka
Kulit sekitar luka akibat kekerasan benda tajam biasanya
tidak menunjukkan adanya luka lecet atau luka memar,
kecuali bila sebagian gagang turut membentur kulit.1
e. Derajat Luka
Suatu perlukaan dapat menimbulkan dampak pada korban
dari segi fisik, psikis, sosial, dan pekerjaan, yang dapat
timbul segera dalam jangka pendek ataupun jangka
panjang. Dampak perlukaan tersebut memegang peranan
penting bagi hakim dalam menentukan beratnya sanksi
pidana yang harus dijatuhkan sesuai dengan rasa keadilan.
Penentuan derajat luka sangat tergantung pada latar
23
belakang individual dokter seperti pengalaman,
keterampilan, keikutsertaan dalam pendidikan
berkelanjutan dan sebagainya.
Derajat luka dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu :9
1. Luka ringan (luka derajat pertama), yaitu luka yang
tidak mengakibatkan penyakit atau halangan dalam
menjalankan pekerjaan atau jabatan untuk sementara
waktu.
2. Luka sedang (luka derajat kedua), yaitu luka yang
mengakibatkan penyakit atau halangan dalam
menjalankan pekerjaan atau jabatan untuk sementara
waktu.
3. Luka berat (luka derajat ketiga), luka yang termasuk
dalam pengertian hukum “luka berat” (pasal 90 KUHP),
terdiri atas:
Luka atau penyakit yang tidak dapat diharapkan
akan sembuh dengan sempurna. Pengertian tidak
akan sembuh dengan sempurna lebih ditujukan
pada fungsinya. Contohnya trauma pada satu mata
yang menyebabkan kornea robek. Sesudah dijahit
sembuh, tetapi mata tersebut tidak dapat melihat.
Luka yang dapat mendatangkan bahaya maut.
Dapat mendatangkan bahay maut pengertiannya
memiliki potenis untuk menimbulkan kematian,
tetapi sesudah diobati dapat sembuh.
Luka yang menimbulkan rintangan tetap dalam
menjalankan pekerjaan jabatan atau mata
pencahariannya. Luka yang dari sudut medik tidak
membahayakan jiwa, dari sudut hukum dapat
dikategorikan sebagai luka berat. Contohnya trauma
pada tangan kiri pemain biola atau pada wajah
seorang peragawati dapat dikategorikan luka berat
24
jika akibatnya mereka tidak dapat lagi menjalankan
pekerjaan tersebut selamanya.
Kehilangan salah satu dari panca indera. Jika trauma
menimbulkan kebutaan satu mata atau kehilangan
pendengaran satu telinga, tidak dapat digolongkan
kehilangan indera. Meskipun demikian tetap
digolongkan sebagai luka berat berdasarkan butir
(a) di atas.
Cacat berat.
Lumpuh.
Gangguan daya pikir lebih dari 4 minggu lamanya.
Gangguan daya pikir tidak ahrus berupa kehilangan
kesadaran tetapi dapat juga berupa amnesia,
disorientasi, anxietas, depresi atau gangguan jiwa
lainnya.
Keguguran atau kematian janin seorang perempuan.
Yang dimaksud dengan keguguran ialah keluarnya
janin sebelum masa waktunya, yaitu tidak didahului
oleh proses sebagaimana umumnya terjadi seorang
wanita ketika melahirkan. Sedang, kematian janin
mengandung pengertian bahwa janin tidak lagi
menunjukkan tanda-tanda hidup. tidak dipersoalkan
bayi keluar atau tidak dari perut ibunya.
2.6.2 Identifikasi Senjata Tajam
Seorang patologist sering diminta untuk memberikan pendapat
tentang karakteristik senjata yang digunakan dalam
pembunuhan. Pertanyaan yang sering diajukan adalah berapa
panjang dan lebar senjata, apakah pisaunya bermata satu atau
dua, dan lain lain. Seorang dokter harus berhati hati dalam
memberikan jawaban karena akan digunakan sebagai petunjuk
ataupun keterangan yang memiliki kekuatan hukum dalam
25
pengadilan. Dalam kebanyakan kasus, keterangan yang bisa
didapatkan adalah lebar maksimum dari pisau, perkiraan
panjang pisau, dan keadaan mata pisau (bermata satu atau
dua).6
Seseorang tidak bisa menghubungkan secara pasti antara
luka dan senjata yang digunakan secara pasti kecuali ujung
senjata tersebut tertinggal pada luka atau patah. Apabila
senjatanya ditemukan, ujung senjata dapat dicocokkan. Setiap
senjata yang dicurigai merupakan senjata pembunuh harus
diperiksa apakah terdapat darah ataupun jaringan yang
tertinggal. Setiap darah dan jaringan dapat dites DNA sehingga
mendapat kecocokan dengan korban.6
Dalam melakukan pemeriksaan terhadap korban yang
menderita luka akibat kekerasan, pada hakikatnya dokter
diwajibkan untuk dapat memberikan kejelasan mengenai jenis
luka yang terjadi, jenis kekerasan/senjata atau benda yang
menyebabkan luka, dan derajat luka.6
26
PEMBAHASAN
Pada kasus ini korban datang ke Instalasi Forensik RSUD Dr.
H. Abdul Moeloek, dengan membawa surat pengantar dari
Kepolisian Resor Kota Bandar Lampung untuk dibuatkan Visum et
Repertum. Dalam kasus ini, pembuatan Visum et Repertum
disertai dengan permintaan tertulis dari penyidik berupa Surat
Permohonan Visum serendah-rendahnya pembantu letnan dua
sesuai dengan pasal 133 ayat 1 KUHAP. Dengan demikian sesuai
pasal 184 ayat 1 KUHAP, Visum et Repertum yang dibuat dapat
dijadikan salah satu alat bukti yang sah di pengadilan.
Dengan adanya SPV yang dibuat oleh penyidik maka doker
berkewajiban memberikan keterangan ahli sesuai dengan pasal
179 (1) KUHAP yaitu “Setiap orang yang diminta pendapatnya
sebagai ahli kedokteran kehakiman atau dokter atau ahli lainnya
wajib memberikan keterangan ahli demi keadilan”. Hasil
pemeriksaan ini tertuang dalam Visum et Repertum yang dapat
digunakan sebagai alat bukti yang sah.
Pada pemeriksaan seorang korban laki-laki yang berumur kurang lebih tujuh
tahun ini ditemukan memar pada leher, dada kiri, rahang kiri dan lecet pada
punggung tangan kanan, akibat kekerasan tumpul. Luka tersebut tidak
menimbulkan penyakit atau halangan dalam melaksanakan aktivitas sehari-hari
( luka ringan ).
Luka lecet adalah luka yang superfisial, kerusakan tubuh terbatas hanya
pada lapisan kulit epidermis. Jika abrasi terjadi lebih dalam dari lapisan epidermis
pembuluh darah dapat terkena sehingga terjadi perdarahan. Arah dari
pengelupasan dapat ditentukan dengan pemeriksaan luka. Dua tanya yang dapat
digunakan adalah; yang pertama dimana epidermis bergulung, tanda yang kedua
adalah hubungan kedalaman luka yang menandakan ketidakaturan benda yang
mengenainya.
27
Berdasarkan ketentuan dalam KUHP, kasus korban termasuk
dalam penganiayaan ringan karena pada umumnya yang
dianggap sebagai hasil dari penganiayaan ringan adalah korban
dengan ”tanpa luka” atau dengan luka lecet atau memar di
lokasi tubuh yang tidak berbahaya atau yang tidak menurunkan
fungsi alat tubuh tertentu. Dalam kasus ini apabila telah
diputuskan, maka pelaku dapat dijerat dengan pasal 352 (1)
KUHP dengan pidana penjara paling lama tiga bulan atau denda
sebanyak-banyaknya tiga ratus rupiah.
28
KESIMPULAN
Pada pemeriksaan seorang korban laki-laki yang berumur kurang lebih tujuh
tahun ini ditemukan memar pada leher, dada kiri, rahang kiri dan lecet pada
punggung tangan kanan, akibat kekerasan tumpul. Luka tersebut tidak
menimbulkan penyakit atau halangan dalam melaksanakan aktivitas sehari-hari
( luka ringan).
29
DAFTAR PUSTAKA
1. Budianto A, Wibisana W, Slamet P, dkk. Ilmu Kedokteran
Forensik, Edisi Pertama, Cetakan Kedua. Jakarta : Bagian
Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. 1997.
2. Bagian Kedokteran Forensik FKUI. Peraturan perundang-
undangan bidang kedokteran. Ed 1. Cetakan Kedua. 1994.
3. Soesilo R. Kitab Undang – Undang Hukum Pidana (KUHP),
Cetakan Ulang Kesepuluh. Bogor : Poelita. 1988.
4. Idries AM. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Ed I.
Jakarta : Bina Rupa Aksara. 1989.
5. Idries AM, Tjiptomartono AL. Penerapan ilmu kedokteran
forensik dalam proses penyidikan. Sagung Seto: 2008.
30