case muara enim tb diana dan rivia

47
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Pendahuluan Tuberkulosis Paru (TB Paru) telah dikenal hampir di seluruh dunia, sebagai penyakit kronis yang dapat menurunkan daya tahan fisik penderitanya secara serius. Hal ini disebabkan oleh terjadinya kerusakan jaringan paru yang bersifat permanen. Di samping proses destruksi terjadi pula secara simultan proses restorasi atau penyembuhan jaringan paru sehingga terjadi perubahan struktural yang bersifat menetap serta bervariasi yang menyebabkan berbagai macam kelainan faal paru. Penyakit Tuberkulosis paru (TB paru) sudah lebih dari 100 tahun yang lalu ada dipermukaan bumi kita ini. Di dunia diperkirakan penyakit ini dapat menyebabkan kematian kurang lebih 8.000 orang per hari terdaftar hampir 2400 kematian yang berhubungan dengan TB setiap harinya, atau 140.000 per tahun, dan kurang lebih ¼ juta penduduk diduga terinfeksi TB setiap tahun. Penyakit tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi yang penyebarannya sangat mudah sekali, yaitu melalui batuk, bersin dan berbicara. Untuk mengurangi bertambahnya TB paru dan masalah yang ditimbulkan oleh

Upload: kristivia

Post on 17-Dec-2015

237 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

bhjjhhj

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN

0. Pendahuluan Tuberkulosis Paru (TB Paru) telah dikenal hampir di seluruh dunia, sebagai penyakit kronis yang dapat menurunkan daya tahan fisik penderitanya secara serius. Hal ini disebabkan oleh terjadinya kerusakan jaringan paru yang bersifat permanen. Di samping proses destruksi terjadi pula secara simultan proses restorasi atau penyembuhan jaringan paru sehingga terjadi perubahan struktural yang bersifat menetap serta bervariasi yang menyebabkan berbagai macam kelainan faal paru.Penyakit Tuberkulosis paru (TB paru) sudah lebih dari 100 tahun yang lalu ada dipermukaan bumi kita ini. Di dunia diperkirakan penyakit ini dapat menyebabkan kematian kurang lebih 8.000 orang per hari terdaftar hampir 2400 kematian yang berhubungan dengan TB setiap harinya, atau 140.000 per tahun, dan kurang lebih juta penduduk diduga terinfeksi TB setiap tahun. Penyakit tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi yang penyebarannya sangat mudah sekali, yaitu melalui batuk, bersin dan berbicara. Untuk mengurangi bertambahnya TB paru dan masalah yang ditimbulkan oleh penyakit TB paru, perlu dilakukan penanganan awal yang dapat dilakukan adalah dilingkungan keluarga. Penyebaran penyakit tuberkulosis paru yang sangat mudah ini, sangat rentan pada keluarga yang anggota keluarganya sedang menderita penyakit tersebut. Penyakit dapat menular pada anggota keluarga yang lain. Oleh karena itu, penyakit tuberkulosis harus mendapat penanganan yang tepat karena penyakit ini menyerang tidak memandang kelompok usia produktif, kelompok ekonomi lemah dan berpendidikan rendah. Penyakit TB paru lebih banyak ditemukan di daerah miskin. Karena faktor lingkungan yang kurang mendukung menjadi penyebab TB paru. Beberapa faktor yang erat hubunganya dengan terjadinya infeksi basil tuberkulosis yaitu adanya sumber penularan, jumlah basil yang cukup banyak dan terus menerus memapar calon penderita, virulensi (keganasan basil serta daya tahan tubuh dimana daya tahan tubuh ini mempunyai hubungan erat dengan faktor lingkungan, misalnya perumahan dan pekerjaan, faktor imunologis. Keadaan penyakit yang memudahkan infeksi seperti diabetes militus dan campak serta faktor genetik. Melihat fenomena pada penyakit TB paru seperti yang tersebut diatas perlu dilakukan pemahan lebih lanjut mengenai penyakit TB paru.

0. TujuanAdapun tujuan dari case ini adalah sebagai berikut.1. Mengetahui faktor-faktor risiko penyebab TB paru 1. Menemukan gejala-gejalanya lebih awal sehingga para dokter dapat memberikan pencegahan kepada pasien TB paru lebih awal melalui edukasi.1. Dapat memberikan pengobatan baik secara farmakologis maupun non farmakologis dalam tatalaksana TB paru.1. Menjadi dokter yang berwawasan dalam melestarikan ilmu pengetahuan.1. Menjadi dokter yang dapat melakukan tindakan preventif dan kuratif lebih baik.

Qw`

BAB IILAPORAN KASUS

2.1 STATUS PASIEN2.1.1Identifikasi PasienNama:Tn. JNUmur:60 tahunJenis Kelamin:Laki-lakiStatus Perkawinan:Sudah MenikahPekerjaan:Tani Agama:IslamAlamat:Jl. Cinta Kasih Muara EnimSuku: SumateraKebangsaan:IndonesiaNo.Rek. Medik:150501

2.1.2Anamnesis1. Keluhan Utama : Sesak nafas sejak 3 hari SMRS1. Keluhan Tambahan : Batuk lama (+) sejak 1 bulan SMRS1. Riwayat Perjalanan Penyakit1 bulan SMRS os mengeluh batuk, batuk berdahak (+), dahak berwarna putih, banyak dahak sendok teh, batuk berdarah (-). Sesak nafas (+), sesak tidak dipengaruhi posisi, cuaca, debu, makanan dan aktivitas. Sesak berlangsung terus menerus dan semakin hari makin bertambah, sesak bertambah hebat saat malam hari (-), os terbangun saat malam hari karena sesak (-), sesak berkurang saat setelah mengeluarkan dahak, saat bekerja mencangkul sawah os sering merasakan sesak . Nyeri dada (-). Demam (+), demam tidak terlalu tinggi, demam berlangsung terus menerus, kejang (-), menggigil (-).Mual (-), muntah (-), BAB dan BAK normal. 3 hari SMRS os mengeluh sesak nafas yang semakin berat, sesak tidak dipengaruhi posisi, cuaca, debu, makanan dan aktivitas, sesak bertambah hebat saat malam hari (-), os terbangun saat malam hari karena sesak (-), sesak berkurang saat setelah mengeluarkan dahak, saat bekerja mencangkul sawah os sering merasakan sesak, Batuk (+), batuk berdahak (+), dahak berwarna putih, banyak dahak sendok teh, batuk berdarah bercampur dengan dahak (+), darah berwarna merah segar (+), berbusa (+), sisa makanan (-), banyak darah 2-3 tetes setiap kali batuk. Nyeri dada (+), nyeri dada menjalar sampai ke bagian belakang (-), nyeri diseluruh bagian dada kanan dan kiri depan (+), nyeri dada dirasakan terutama saat os batuk. Demam (+), demam tidak terlalu tinggi, demam berlangsung terus menerus, kejang (-), menggigil (-) Os mengaku sering berkeringat dimalam hari hingga 3 kali berganti pakaian. Nafsu makan os berkurang, dan os merasakan berat badan turun drastis dalam 1 bulan terakhir. Os mengaku badannya semakin lemas (+), Semenjak sakit os tidak bekerja dan beristirahat dirumah. Mual (-), muntah (-), BAB dan BAK normal. Namun Os tidak pernah berobat.R/ Mengalami penyakit yang sama sebelumnya (-). R/ Lingkungan kerja dengan penyakit yang sama (-). R/ Keluarga dengan penyakit yang sama (+). Anak os menderita batuk lama, selama 3 bulan. Dikatakan sakit paru dan minum obat lama. R/ merokok lama lebih kurang 40 tahun, dengan intensitas merokok 1 bungkus per hari. Os mengaku tinggal di pinggir jalan raya, dengan rumah yang terbuat dari papan dan berlantai semen, mempunyai 1 kamar tidur, dan 2 jendela, dan terdapat 5 orang dalam 1 rumah. Jendela di rumah os jarang dibuka.

2.1.3Pemeriksaan Fisik1. Status Umum Pasien1. Keadaan Umum Pasien : Kompos Mentis1. Berat Badan Sekarang: 45kg1. Berat Badan 1 bulan yll: 60kg1. Tinggi Badan : 165 cm1. IMT: 17,51. Keadaan Status Gizi: Gizi Kurang1. Vital Sign Tekanan Darah : 130/80 mmHg Nadi : 88x/menit, isi dan tegangan cukup RR : 24x/menit, ada retraksi dinding dada (retraksi intercostal, Subclavicula, Epigastrium) T : 37,00C (Suhu Axila)

1. Pemeriksaan Spesifik0. Kepala 1. Mata: sklera ikterik (-) Conjungtiva anemis (-)/(-) Pupil isokor, ukuran 3 mm/3mm Reflek cahaya +/+1. Hidung: sekret (-), deviasi septum (-)1. Telinga: sekret (-), dalam batas normal1. Mulut: sianosis (-), sekret (-), dalam batas normal0. Leher: pembesaran KGB (-), JVP (5-2) cmH2O0. Thorax Jantung Inspeksi: Ictus cordis tidak terlihatPalpasi: Ictus cordis tidak teraba, Thrill (-)Perkusi: Batas jantung normal Batas atas jantung ICS II Batas kanan jantung ICS IV linea strenalisBatas kiri jantung ICS V linea midclavicularis Auskultasi: BJI-II normal, murmur (-),gallop (-) Paru Inspeksi: simetris, barrel chest (-), venektasi (-), statis dan dinamis: kanan = kiriPalpasi: stem fremitu (+): kanan=kiriPerkusi: Redup di bagian apeks lobus atas sinistra dan dextra. Sonor di bagian lobus bawah sinistra dan dextra, pekak hati (+) peranjakan hati 1 sela iga Auskultasi: Bronkovesikuler (+) , rhonki basah kasar di daerah bronkial (+), ronkhi basah halus di bagian alveoli (+), di apeks lobus sinistra dan dextra, wheezing ekspirasi (-)0. Abdomen Inspeksi: DatarPalpasi: LemasPerkusi: TimpaniAuskultasi: Bising usus (+) normal0. Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2, edema pretibia (-)

2.1.4. Pemeriksaan PenunjangPemeriksaan LaboraturiumHb : 11,2 gr%WBC: 5600 mm3Ht: 38%. Hemokonsentrasi 1 bulan dan tidak mengambil obat 2 bulan berturut-turut atau lebih sebelum masa pengobatannya selesai.

d. Kasus gagalAdalah pasien BTA positif yang masih tetap positif atau kembali menjadi positif pada akhir bulan ke-5 (satu bulan sebelum akhir pengobatan) atau akhir pengobatan.

e. Kasus kronikAdalah pasien dengan hasil pemeriksaan BTA masih positif setelah selesai pengobatan ulang dengan pengobatan kategori 2 dengan pengawasan yang baik.f. Kasus Bekas TBHasil pemeriksaan BTA negatif (biakan juga negatif bila ada) dan gambaran radiologi paru menunjukkan lesi TB yang tidak aktif, atau foto serial menunjukkan gambaran yang menetap. Riwayat pengobatan OAT adekuat akan lebih mendukung. Pada kasus dengan gambaran radiologi meragukan dan telah mendapat pengobatan OAT selama 2 bulan serta pada foto toraks ulang tidak ada perubahan gambaran radiologi.Pembagian Tuberkulosis menurut WHO didasarkan pada terapi yang terbagi menjadi 4kategori yaitu :Kategori I, ditujukan terhadap :0. Kasus baru dengan dahak positif0. Kasus baru dengan bentuk TB beratKategori II, ditujukan terhadap : Kasus kambuh Kasus gagal dengan dahak BTA positifKategori III, ditujukan terhadap : Kasus BTA negatif dengan kelainan paru yang tidak luas Kasus TB ekstra paru selain dari yang disebut dalam kategori IKategori IV, ditujukan terhadap : TB kronik

Patogenesis Tuberkulosis ParuPenyakit tuberkulosis ditularkan melalui udara secara langsung dari penderita TBkepada orang lain. Dengan demikian, penularan penyakit TB terjadi melalui hubungan dekat antara penderita dan orang yang tertular (terinfeksi), misalnya berada di dalam ruangan tidur atau ruang kerja yang sama. Penderita penyakit TB sering tidak tahu bahwa ia menderita sakit tuberkulosis (Djojodibraoto, 2009). Sumber penularan adalah pasien dengan TB BTA (+) yang pada saat batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk dahak (droplet nuclei). Sekali batuk pasien tersebut dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak. Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan / partikel dahak berada dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan, sementara sinar matahari dapat langsung membunuh kuman. Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat kepositifan hasil pemeriksaan dahak, makin menular pasientersebut. Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman TB ditentukan oleh konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut. Jika droplet tadi terhirup oleh orang lain yang sehat, droplet akan terdampar pada dinding saluran pernapasan. Droplet besar akan terdampar pada saluran pernapasan bagian atas, droplet kecil akan masuk ke dalam alveoli di lobus mana pun; tidak ada prediksi lokasi terdamparnya droplet kecil. Pada tempat terdamparnya, basil tuberkulosis akan membentuk suatu focus infeksi primer berupa tempat pembiakan basil tuberkulosis tersebut dan tubuh penderita akan memberikan reaksi inflamasi. Basil TB yang masuk tadi akan mendapatkan perlawanan dari tubuh, jenis perlawanan tubuh tergantung kepada pengalaman tubuh, yaitu pernah mengenal basil TB atau tidak pernah sama sekali.

Tuberkulosis PrimerIndividu yang terinfeksi basil TB untuk pertama kalinya hanya memberikan reaksiseperti jika terdapat benda asing di saluran pernapasan. Selama tiga minggu, tubuh hanya membatasi fokus infeksi primer melalui mekanisme peradangan, tetapi kemudian tubuh juga mengupayakan pertahanan imunitas selular (delayed hypersensitivity). Setelah 3 minggu terinfeksi basil TB, tubuh baru mengenal seluk-beluk basil TB. Setelah 3-10 minggu, basil TB akan mendapat perlawanan yang berarti dari mekanisme system pertahanan tubuh ditandai dnegan timbulnya reaktivitas dan peradangan spesifik. Proses pembentukan pertahanan imunitas selular akan lengkap setelah 10 minggu. Kuman tuberkulosis yang masuk melalui saluran napas akan bersarang di jaringan paru sehingga akan terbentuk suatu sarang pneumoni, yang disebut sarang primer atau afek primer. Sarang primer ini mungkin timbul di bagian mana saja di dalam paru, berbeda dengan sarang reaktivasi. Dari sarang primer akan kelihatan peradangan saluran getah bening menuju hilus (limfangitis lokal). Peradangan tersebut diikuti oleh pembesaran kelenjar getah bening di hilus (limfadenitis regional). Sarang primer limfangitis lokal bersama-sama dengan limfangitis regional dikenal sebagai kompleks primerKompleks primer ini selanjutnya dapat menjadi beberapa pilihan sebagai berikut :0. Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali (restitution ad integrum). Ini yang paling banyak terjadi.0. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas berupa garis garis fibrotik, kalsifikasi di hilus, keadaan ini terdapat pada lesi pneumonia yang luasnya > 5 mm dan 10% di antaranya dapat terjadi reaktivasi lagi karena kuman yang dormant.0. Menyebar dengan cara :0. Perkontinuitatum, menyebar ke sekitarnya. Salah satu contoh adalah epituberkulosis, yaitu suatu kejadian penekanan bronkus, biasanya bronkus lobus medius oleh kelenjar hilus yang membesar sehingga menimbulkan obstruksi pada saluran napas bersangkutan, dengan akibat atelektasis.0. Penyebaran secara bronkogen, penyebaran pada paru yang bersangkutan maupun ke paru di sebelahnya. Kuman dapat juga tertelan bersama dahak dan ludah sehingaa menyebar ke usus.0. Penyebaran secara hematogen dan limfogen. Penyebaran ini berkaitan dengan daya tahan tubuh, jumlah dan virulensi kuman Penyebaran ini dapat menimbulkan tuberkulosis pada alat tubuh lainnya, misalnya tulang, ginjal, anak ginjal, genitalia dan sebagainya. Komplikasi dan penyebaran ini mungkin berakhir dengan :0. Sembuh dengan meninggalkan sekuele (misalnya pertumbuhan terbelakang pada anak setelah mendapat ensefalomeningitis, tuberkuloma 0. Meninggal. Sebagian besar orang yang terkena infeksi basil tuberkulosis dapat berhasil mengatasinya, hanya beberapa orang saja (3-4% dari yang terinfeksi) yang tidak berhasil menanggulanginya keganasan basil TB.

Tuberkulosis Post-Primer (Tuberkulosis Sekunder)TB post-primer akan muncul bertahun-tahun kemudian sebagai infeksi endogen setelah TB primer, biasanya terjadi pada usia 15-40 tahun. TB post-primer mempunyai nama yang bermacam-macam yaitu TB bentuk dewasa, localized tuberculosis, TB menahun, dan sebagainya. Bentuk TB inilah yang terutama menjadi masalah kesehatan masyarakat karena dapat menjadi sumber penularan. TB sekunder terjadi karena imunitas menurun seperti malnutrisi, alkohol, penyakit malignan, diabetes, AIDS, gagal ginjal. TB post-primer dimulai dengan sarang dini, yang umumnya terletak di segmen apikal posterior lobus superior maupun lobus inferior. Invasinya adalah ke daerah parenkim paru-paru dan tidak ke nodus hiler paru. Sarang dini ini awalnya berbentuk suatu sarang pneumoni kecil. Sarang pneumoni ini akan mengikuti salah satu jalan sebagai berikut :0. Dihisap / reabsorbsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacat.0. Sarang tersebut akan meluas dan segera terjadi proses penyembuhan dengan penyebukan jaringan fibrosis. Selanjutnya akan terjadi pengapuran dan akan sembuh dalam bentuk perkapuran. Sarang tersebut dapat menjadi aktif kembali dengan membentuk jaringan keju dan menimbulkan kaviti bila jaringan keju dibatukkan keluar.0. Sarang pneumoni meluas, membentuk jaringan keju (jaringan kaseosa). Kaviti akan muncul dengan dibatukkannya jaringan keju keluar. Kaviti awalnya berdinding tipis, kemudian dindingnya akan menjadi tebal (kaviti sklerotik).

Manifestasi klinis dan penegakan diagnosis Tuberkulosis Paru.Keluhan yang dirasakan pasien TB dapat bermacam-macam atau malah banyakpasien ditemukan TB paru tanpa keluhan sama sekali dalam pemeriksaan kesehatan. Gejala respiratorik berupa batuk kering ataupun batuk produktif merupakan gejala yang paling sering terjadi dan merupakan indikator yang sensitif untuk penyakit ini. Bila bronkus belum terlibat dalam proses penyakit, maka pasien mungkin tidak ada gejala batuk. Batuk yang pertama terjadi karena iritasi bronkus, dan selanjutnya batuk diperlukan untuk membuang dahak ke luar. Gejala sesak napas timbul jika terjadi pembesaran nodus limfa pada hilus yang menekan bronkus, atau terjadi efusi pleura, ekstensi radang parenkim atau miliar. Nyeri dada biasanya bersifat nyeri pleuritik karena terlibatnya pleura dalam prosespenyakit. Demam dapat terjadi menetap dan naik turun sehingga pasien merasa tidak pernah terbebas dari serangan demam ini. Keadaan ini sangat dipengaruhi oleh daya tahan tubuh pasien dan berat ringannya infeksi kuman TB yang masuk. Gejala malaise sering ditemukan berupa anoreksia tidak nafsu makan, badan makin kurus (berat badan turun),sakit kepala, ,meriang, nyeri otot, keringat malam dan lain-lain. Gejala malaise ini makin lama makin berat dan terjadi hilang timbul secara tidak teratur. Proses penegakan diagnosis diawali dengan anamnesis tentang gejala gejala yang ada kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan fisik. Setelah itu akan dilakukan pemeriksaan dahak untuk mencari ada tidaknya kuman TB dalam bentuk basil tahan asam (BTA). Untuk mendapatkan hasil yang akurat diperlukan rangkaian kegiatan yang baik, mulai dari cara batuk untuk mengumpulkan dahak, pemilihan bahan dahak yang akan diperiksa, teknik pewarnaan dan pengolahan sediaan serta kemampuan membaca sediaan di bawah mikroskop. Harus diketahui bahwa untuk mendapatkan BTA (+) di bawah mikroskop diperlukan jumlah kuman yang tertentu, yaitu sekitar 5.000 kuman/mldahak. Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai keberhasilan pengobatan dan menentukan potensi penularan. Pemeriksaan dahak untuk menegakkan diagnosis dengan mengumpulkan 3 bahan dahak yang dikumpulkan dalam dua hari kunjungan yang berurutan yang dikenal dengan konsep Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS).Sewaktu : dahak dikumpulkan pada saat pasien yang diduga TB dating berkunjung pertama kali. Saat pulang suspek membawa pot penampung dahak..Pagi : dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah bangun tidur. Pot penampung dibawa sendiri kembali.Sewaktu : dahak dikumpulkan pada hari kedia, saat pasien menyerahkan dahak pagi hari. Pemeriksaan dahak BTA lazimnya dilakukan 3 kali berturut-turut untuk menghundari faktor kebetulan. Bila hasil pemeriksaan dahak minimal 2 kali positif, maka pasien sudah dapat dipastikan sakit TB paru. Untuk interpretasi pemeriksaan mikroskopis dahak pasien dapat dibaca dengan skala IUATLD (rekomendasi WHO). Skala IUATLD (International Union Against Tuberculosis and Lung Disease) yaitu :0. Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapang pandang, disebut negatif0. Ditemukan 1-9 BTA dalam 100 lapang pandang, ditulis jumlah kuman yang ditemukan0. Ditemukan 10-99 BTA dalam 100 lapang pandang disebut + (1+)0. Ditemukan 1-10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut ++ (2+)1. Ditemukan >10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut +++ (3+)Pada pemeriksaan foto toraks, TB dapat memberi gambaran bermacam-macambentuk (multiform). Gambaran radiologi yang dicurigai sebagai lesi TB aktif:0. Bayangan berawan di segmen apikal dan posterior lobus atas paru dan segmen superior lobus bawah.0. Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan / nodular.0. Bayangan bercak milier.0. Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang).Pada sebagian besar TB paru, diagnosis terutama ditegakkan dengan pemeriksaandahak secara mikroskopis dan tidak memerlukan foto toraks karena pemeriksaanmikroskopis sangat spesifik (98%) untuk TB paru (WHO, 2002) . Namun pada kondisi tertentu pemeriksaan foto toraks sangat perlu dilakukan sesuai dengan indikasi sebagai berikut:0. Hanya 1 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif. Harus dilakukan pemeriksaan foto toraks dada untuk mendukung diagnosis TB paru BTA (+)0. Ketiga spesimen dahak hasilnya tetap negatif setelah 3 spesimen dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah diberi pengobatan dengan antibiotik non-OAT.0. Pasien tersebut diduga mengalami komplikasi sesak nafas berat yang memerlukan penanganan khusus (seperti: pneumotorak, pleuritis eksudativa, efusi perikarditis atau efusi pleural) dan pasien yang mengalami hemoptisis berat.

Alur Penegakan diagnosis Paru

Penatalaksanaan Tuberkulosis ParuPengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan fase lanjutan 4 atau 7 bulan. Paduan obat yang digunakan terdiri dari paduan obat utama dan tambahan.A. OBAT ANTI TUBERKULOSIS (OAT)Obat yang dipakai:1. Jenis obat utama (lini 1) yang digunakan adalah:0. Rifampisin0. INH0. Pirazinamid0. Streptomisin0. Etambutol2. Kombinasi dosis tetap (Fixed dose combination)Kombinasi dosis tetap ini terdiri dari :0. Empat obat antituberkulosis dalam satu tablet, yaitu rifampisin 150 mg, isoniazid 75 mg, pirazinamid 400 mg dan etambutol 275 mg dan0. Tiga obat antituberkulosis dalam satu tablet, yaitu rifampisin 150 mg, isoniazid 75 mg dan pirazinamid.400 mg3. Jenis obat tambahan lainnya (lini 2) Kanamisin Kuinolon Obat lain masih dalam penelitian ; makrolid, amoksilin + asam klavulanat Derivat rifampisin dan INHDosis OAT:1. Rifampisin . 10 mg/ kg BB, maksimal 600mg 2-3 kali/ mingguAtau BB > 60 kg : 600 mg, BB 40-60 kg : 450 mg, BB < 40 kg : 300 mgDosis intermiten 600 mg / kali.1. INH 5 mg/kg BB, maksimal 300mg, 10 mg /kg BB 3 X seminggu, 15 mg/kg BB 2 X semingggu atau 300 mg/hari untuk dewasa. lntermiten : 600 mg / kali1. Pirazinamid : fase intensif 25 mg/kg BB, 35 mg/kg BB 3 X semingggu, 50 mg /kg BB 2 X semingggu atau : BB > 60 kg : 1500 mg BB 40-60 kg : 1 000 mg BB < 40 kg : 750 mg1. Etambutol : fase intensif 20mg /kg BB, fase lanjutan 15 mg/kg BB, 30mg/kg BB 3X seminggu, 45 mg/kg BB 2 kali seminggu atau :BB >60kg : 1500 mgBB 40 -60 kg : 1000 mgBB < 40 kg : 750 mgDosis intermiten 40 mg/ kgBB/ kali1. Streptomisin:15mg/kgBB atauBB >60kg : 1000mgBB 40 - 60 kg : 750 mgBB < 40 kg : sesuai BB

Kombinasi dosis tetapRekomendasi WHO 1999 untuk kombinasi dosis tetap, penderita hanya minum obat 3-4 tablet sehari selama fase intensif, sedangkan fase lanjutan dapat menggunakan kombinasi dosis 2 obat antituberkulosis seperti yang selama ini telah digunakan sesuai dengan pedoman pengobatan. Pada kasus yang mendapat obat kombinasi dosis tetap tersebut, bila mengalami efek samping serius harus dirujukke rumah sakit / fasilitas yang mampu menanganinya.

Efek Samping OAT :Sebagian besar penderita TB dapat menyelesaikan pengobatan tanpa efek samping. Namun sebagian kecil dapat mengalami efek samping, oleh karena itu pemantauan. kemungkinan terjadinya efek samping sangat penting dilakukan selama pengobatan. Efek samping yang terjadi dapat ringan atau berat, bila efeksamping ringan dan dapat diatasi dengan obat simtomatik maka pemberian OAT dapat dilanjutkan.

1. Isoniazid (INH)Efek samping ringan dapat berupa tanda-tanda keracunan pada syaraf tepi, kesemutan, rasa terbakar di kaki dan nyeri otot. Efek ini dapat dikurangi dengan pemberian piridoksin dengan dosis 100 mg perhari atau dengan vitamin B kompleks. Pada keadaan tersebut pengobatan dapat diteruskan. Kelainan lain ialah menyerupai defisiensi piridoksin (syndrom pellagra). Efek samping berat dapat berupa hepatitis yang dapat timbul pada kurang lebih 0,5% penderita. Bila terjadi hepatitis imbas obat atau ikterik, hentikan OAT dan pengobatan sesuai dengan pedoman TB pada keadaan khusus

2. Rifampisin Efek samping ringan yang dapat terjadi dan hanya memerlukan pengobatan simtomatik ialah :0. Sindrom flu berupa demam, menggigil dan nyeri tulang0. Sindrom perut berupa sakit perut, mual, tidak nafsu makan, muntah kadang-kadang diare.0. Sindrom kulit seperti gatal-gatal kemerahan Efek samping yang berat tapi jarang terjadi ialah :0. Hepatitis imbas obat atau ikterik, bila terjadi hal tersebut OAT harus distop dulu dan penatalaksanaan sesuai pedoman TB pada keadaan khusus0. Purpura, anemia hemolitik yang akut, syok dan gagal ginjal. Bila salah satu dari gejala ini terjadi, rimfasin harus segera dihentikan dan jangan diberikan lagi walaupun gejalanya telah menghilang. 0. Sindrom respirasi yang ditandai dengan sesak nafas.Rifampisin dapat menyebabkan warna merah pada air seni, keringat, air mata, air liur. Warna merah tersebut terjadi karena proses metabolisme obat dan tidak berbahaya. Hal ini harus diberitahukan kepada penderita agar dimengerti dan tidak perlu khawatir.

3. PirazinamidEfek samping utama ialah hepatitis imbas obat (penatalaksanaan sesuai pedoman TB pada keadaan khusus). Nyeri sendi juga dapat terjadi (beri aspirin) dan kadang-kadang dapat menyebabkan serangan arthritis Gout, hal ini kemungkinan disebabkan berkurangnya ekskresi dan penimbunan asam urat. Kadang-kadang terjadi reaksi demam, mual, kemerahan dan reaksi kulit yang lain.

4. EtambutolEtambutol dapat menyebabkan gangguan penglihatan berupa berkurangnya ketajaman, buta warna untuk warna merah dan hijau. Meskipun demikian keracunan okuler tersebut tergantung pada dosis yang dipakai, jarang sekali terjadi bila dosisnya 15-25 mg/kg BB perhari atau 30 mg/kg BB yang diberikan 3 kali seminggu. Gangguan penglihatan akan kembali normal dalam beberapa minggu setelah obat dihentikan. Sebaiknya etambutol tidak diberikan pada anak karena risiko kerusakan okuler sulit untuk dideteksi

5. StreptomisinEfek samping utama adalah kerusakan syaraf kedelapan yang berkaitan dengan keseimbangan dan pendengaran. Risiko efek samping tersebut akan meningkat seiring dengan peningkatan dosis yang digunakan dan umur penderita. Risiko tersebut akan meningkat pada penderita dengan gangguan fungsi ekskresi ginjal. Gejala efek samping yang terlihat ialah telinga mendenging (tinitus), pusing dankehilangan keseimbangan. Keadaan ini dapat dipulihkan bila obat segera dihentikan atau dosisnya dikurangi 0,25gr. Jika pengobatan diteruskan maka kerusakan alat keseimbangan makin parah dan menetap (kehilangan keseimbangan dan tuli). Reaksi hipersensitiviti kadang terjadi berupa demam yangtimbul tiba-tiba disertai sakit kepala, muntah dan eritema pada kulit. Efek samping sementara dan ringan (jarang terjadi) seperti kesemutan sekitar mulut dan telinga yang mendenging dapat terjadi segera setelah suntikan. Bila reaksi ini mengganggu maka dosis dapat dikurangi 0,25gr Streptomisin dapat menembus barrier plasenta sehingga tidak boleh diberikan pada wanita hamil sebab dapat merusak syaraf pendengaran janin.

Panduan Obat anti Tuberkulosis.Pengobatan tuberkulosis dibagi menjadi: TB paru (kasus baru), BTA positif atau lesi luas Paduan obat yang diberikan : 2 RHZE / 4 RH Alternatf : 2 RHZE / 4R3H3 atau (program P2TB) 2 RHZE/ 6HEPaduan ini dianjurkan untuk0. TB paru BTA (+), kasus baru0. TB paru BTA (-), dengan gambaran radiologik lesi luas (termasuk luluh paru)0. TB di luar paru kasus berat Pengobatan fase lanjutan, bila diperlukan dapat diberikan selama 7 bulan, dengan paduan 2RHZE / 7 RH, dan alternatif 2RHZE/ 7R3H3, seperti pada keadaan:0. TB dengan lesi luas0. Disertai penyakit komorbid (Diabetes Melitus, Pemakaian obat imunosupresi / kortikosteroid)0. TB kasus berat (milier, dll)Bila ada fasiliti biakan dan uji resistensi, pengobatan disesuaikan dengan hasil uji resistensi. TB Paru (kasus baru).BTA negative Paduan obat yang diberikan : 2 RHZ / 4 RH Alternatif : 2 RHZ/ 4R3H3 atau 6 RHE Paduan ini dianjurkan untuk :a. TB paru BTA negatif dengan gambaran radiologik lesi minimalb. TB di luar paru kasus ringan

1. TB paru kasus kambuhPada TB paru kasus kambuh minimal menggunakan 4 macam OAT pada fase intensif selama 3 bulan (bila ada hasil uji resistensi dapat diberikan obat sesuai hasil uji resistensi). Lama pengobatan fase lanjutan 6 bulan atau lebih lama dari pengobatan sebelumnya, sehingga paduan obat yang diberikan : 3 RHZE / 6 RHBila tidak ada / tidak dilakukan uji resistensi, maka alternatif diberikan paduan obat : 2 RHZES/1 RHZE/5 R3H3E3

1. TB Paru kasus gagal pengobatanPengobatan sebaiknya berdasarkan hasil uji resistensi, dengan minimal menggunakan 4 -5 OAT dengan minimal 2 OAT yang masih sensitif ( seandainya H resisten, tetap diberikan). Dengan lama pengobatan minimal selama 1 2 tahun . Menunggu hasil uji resistensi dapat diberikan dahulu 2 RHZES , untuk kemudian dilanjutkan sesuai uji resistensi0. Bila tidak ada / tidak dilakukan uji resistensi, maka alternatif diberikan paduan obat : 2 RHZES/1 RHZE/5 H3R3E3 (Program P2TB)0. Dapat pula dipertimbangkan tindakan bedah untuk mendapatkan hasil yang optimal0. Sebaiknya kasus gagal pengobatan dirujuk ke ahli paru

1. TB Paru kasus lalai berobatPenderita TB paru kasus lalai berobat, akan dimulai pengobatan kembali sesuai dengan kriteria sebagai berikut :0. Penderita yang menghentikan pengobatannya < 2 minggu, pengobatan OAT dilanjutkan sesuai jadwal0. Penderita menghentikan pengobatannya 2 minggu1) Berobat 4 bulan , BTA negatif dan klinik, radiologik negatif, pengobatan OAT STOP2) Berobat > 4 bulan, BTA positif : pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat yang lebih kuat dan jangka waktu pengobatan yang lebih lama3) Berobat < 4 bulan, BTA positif : pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat yang sama4) Berobat < 4 bulan , berhenti berobat > 1 bulan , BTA negatif, akan tetapi klinik dan atau radiologik positif : pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat yang sama5) Berobat < 4 bulan, BTA negatif, berhenti berobat 2-4 minggu pengobatan diteruskan kembali sesuai jadwal. TB Paru kasus kronik0. Pengobatan TB paru kasus kronik, jika belum ada hasil uji resistensi, berikan RHZES. Jika telah ada hasil uji resistensi, sesuaikan dengan hasil uji resistensi (minimal terdapat 2 macam OAT yang masih sensitive dengan H tetap diberikan walaupun resisten) ditambah dengan obat lain seperti kuinolon, betalaktam, makrolid0. Jika tidak mampu dapat diberikan INH seumur hidup0. Pertimbangkan pembedahan untuk meningkatkan kemungkinan penyembuhan0. Kasus TB paru kronik perlu dirujuk ke ahli paru.Pengobatan Suportif /simptomatikPengobatan yang diberikan kepada penderita TB perlu diperhatikan keadaan klinisnya. Bila keadaan klinis baik dan tidak ada indikasi rawat, dapat rawat jalan. Selain OAT kadang perlu pengobatan tambahan atau suportif/simtomatik untukmeningkatkan daya tahan tubuh atau mengatasi gejala/keluhan.1. Penderita rawat jalan0. Makan makanan yang bergizi, bila dianggap perlu dapat diberikan vitamin tambahan (pada prinsipnya tidak ada larangan makanan untuk penderita tuberkulosis, kecuali untuk penyakit komorbidnya)0. Bila demam dapat diberikan obat penurun panas/demam0. Bila perlu dapat diberikan obat untuk mengatasi gejala batuk, sesak napas atau keluhan lain.2. Penderita rawat inapa. Indikasi rawat inap :TB paru disertai keadaan/komplikasi sbb :0. Batuk darah (profus)0. Keadaan umum buruk0. Pneumotoraks0. Empiema0. Efusi pleura masif / bilateral0. Sesak napas berat (bukan karena efusi pleura)TB di luar paru yang mengancam jiwa :0. TB paru milier0. Meningitis TB1. Pengobatan suportif / simtomatik yang diberikansesuai dengan keadaan klinis dan indikasi rawa

BAB IVANALISA KASUS

Laki-laki usia 60th datang ke Rumah Sakit dengan keluhan 1 bulan SMRS os mengeluh batuk, batuk berdahak (+), dahak berwarna putih, banyak dahak sendok teh, disertai Sesak nafas (+), sesak tidak dipengaruhi posisi, cuaca, debu, makanan dan aktivitas. Demam (+), demam tidak terlalu tinggi, demam berlangsung terus menerus. Tiga hari SMRS os mengeluh sesak nafas yang semakin berat, sesak tidak dipengaruhi posisi, cuaca, debu, makanan dan aktivitas. Batuk (+), batuk berdahak (+), dahak berwarna putih, banyak dahak sendok teh, batuk berdarah bercampur dengan dahak (+), darah berwarna merah segar (+), berbusa (+), banyak darah 2-3 tetes setiap kali batuk. Nyeri dada (+), nyeri diseluruh bagian dada kanan dan kiri depan (+), nyeri dada dirasakan terutama saat os batuk. Demam (+), demam tidak terlalu tinggi, demam berlangsung terus menerus. Os mengaku sering berkeringat dimalam hari hingga 3 kali berganti pakaian. Nafsu makan os berkurang, dan os merasakan berat badan turun drastis dalam 1 bulan terakhir. Os mengaku badannya semakin lemas (+). Riwayat Mengalami penyakit yang sama sebelumnya (-). Riwayat Lingkungan kerja dengan penyakit yang sama (-). Riwayat Keluarga dengan penyakit yang sama (+). Anak os menderita batuk lama, selama 3 bulan. Dikatakan sakit paru dan minum obat lama. Os mengaku tinggal di pinggir jalan raya, dengan rumah yang terbuat dari papan dan berlantai semen, mempunyai 1 kamar tidur, dan 2 jendela, dan terdapat 5 orang dalam 1 rumah. Menurut konsensus TB paru gejala TB yang timbul berupa gejala respiratorik seperti batuk lebih dari 3 minggu, batuk darah, sesak nafas, nyeri dada, dan disertai juga dengan gejala seperti demam yang tidak terlalu tinggi disertai gejala sistemik lain seperti malaise, keringat malam, anoreksia, berat badan menurun dan disertai dengan penurunan nafsu makan. Dari algoritma penegakan diagnosis TB paru menurut Pedoman diagnosis dan penatalaksanaan TB paru di Indonesia didapatkan jika hasil BTA +++ maka dapat langsung ditegakkan diagnosis TB paru atau hasil BTA negatif dengan gambaran rontgen dada mendukung TB juga dapat ditegakan diagnosis TB. Pada kasus ditemukan hasil BTA +++, dan hasil rontgen mendukung TB, sehingga dapat segera ditatalaksanai dengan pengobatan sesuai Konsesus TB paru.Penatalaksanaan TB paru dibagi dua fase yaitu fase intensif dan fase lanjutan, Fase intensif dimulai dari awal didiagnosis TB sampai 2 bulan dengan pemberian obat anti tuberkulosis (rimfapisin, etambutol, INH, Pirazinamid) secara dosis harian, dan dilanjutkan dengan fase lanjutan selama 4 bulan pemberian obat anti tuberkulosis dengan dosis pemberian 3 kali dalam seminggu. Pada kasus ini kami memberikan pengobatan fase intesif terlebih dahulu dengan penetapan dosis diberikan sesuai berat badan penderita TB, yaitu sebagai berikut rimfapisin 450 mg 3x1 tablet, Etambutol 500 mg 1x 2 tablet, INH 300 mg 3 x1 tablet, Pyrazinamid 500 mg 1 x 3 tablet, vitamin B complex 1 x1 tablet untuk meningkatkan daya tahan tubuh, serta pemberian obat demam, dan obat batuk (Ambroxol syrup 3 x 1 cth) untuk memperbaiki gejala sistemik, jika diperlukan. Selain pengobatan farmakologi diperlukan juga pencegahan penularan TB, mengingat penularan TB sangat mudah untuk terjadi. Tindakan pencegahan yang diperlukan menyuruh penderita TB untuk batuk dan membuang dahak tidak disembarang tempat, jika memungkinkan penderita perlu ruang khusus agar jika batuk atau bersin tidak menular ke lingkungan sekitar, dan penderita TB perlu pendamping minum obat, mengingat kepatuhan meminum obat anti Tuberkulosis sangat penting dalam kemajuan pengobatan, agar tidak terjadi resistensi obat anti Tuberkulosis.

DAFTAR PUSTAKA

1. Ananya Mandal, MD, History of Tuberculosis, tersedia : http:news.medical.net 2. Global tuberculosis Institute, a history of Tubeculosis Treatment, New Jersey Medical School, tersedia : http:globaltb.njms.rutgerse.edu3. World Health Organization, a history of Tuberculosis Control in Indonesia, WHO 2009, tersedia: http:whq.doc.WHO.int 4. Depkes RI, Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberculosis, 2006; tersedia: www.depkes.go.id5. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, Tuberkulosis (Pedoman diagnosis dan Penatalaksanaan) di Indonesia, PDPI; 2006; tersedia : http://www.klikpdpi.com/konsensus/tb/tb.html6. Gilang Bagus P, Musrichan A, Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya resistensi Rifampisin dan atau isoniazid pada pasien Tuberculosis paru di BKPM Semarang, Universitas Diponogoro 20117. WHO, The Consolidated action plan to prevent and combat multidrug- and extensively drug-resistant tuberculosis in the WHO European Region 20112015, WHO, 2011; tersedia : www.who/mdr8. Dennis Falzon, Definitions and reporting framework for tuberculosis 2013 revision Global Forum of Xpert MTB/RIF Implementers Annecy 17 April 2013, tersedia : http:www.who/tb9. Arif R, Mekanisme dan Diagnostik MDR TB, Departemen Pulmonologi dan Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia , Jakarta, tersedia : http: www.ppti.info10. World Health Organization, Multidrug and Extensively Drug Resistant-TB (M/XDR-TB), 201011. World Health Organization, Global Tuberculosis report 2012, WHO 2012, tersedia: www.whoint/tb12.Marahatta SB et al, Risk factors of Multidrug Resistant Tuberculosis in central Nepal: A pilot study,Kathmandu University Medical Journal13. Muayad A Merza, Anti-tuberculosis drug resistance and associated risk factors in a tertiary level TB centre in Iran: a retrospective analysis, J Infect Dev Ctries 2011; 5(7):511-519.14. SelamawitHirpa. et al,Determinants of multidrug-resistant tuberculosisin patients who underwent first-line treatment inAddis Ababa: a case control study, BMC Public Health 2013, 13:782, tersedia http://www.biomedcentral.com/1471-2458/13/78215. Centers for desease and preventive controls, TB Desease, CDC USA; tersedia: http://www.cdc.gov/