case bell's palsy
DESCRIPTION
bells palsy neuro budi asihTRANSCRIPT
LAPORAN KASUS
PEMBERIAN STEROID PADA PASIEN BELL’S PALSY DENGAN DM
TERKONTROL
Disusun oleh :
Tasya Rahmani (030.09.251)
Pembimbing :
Dr. Julintari Indriyani Sp.S
KEPANITERAAN KLINIK SARAF RSUD BUDHI ASIH
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIV. TRISAKTI
PERIODE 29 JUNI 2015 - 1 AGUSTUS 1015
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit SarafRumah Sakit Umum Daerah Budhi AsihFakultas Kedokteran Universitas TrisaktiPeriode 29 JUNI 2015 – 1 AGUSTUS 2015 Page 1
LEMBAR PERSETUJUAN
Presentasi laporan kasus dengan judul
“PEMBERIAN STEROID PADA PASIEN BELL’S PALSY DENGAN DM
TERKONTROL”
Oleh
Tasya Rahmani (030.09.251)
Telah diterima dan disetujui oleh pembimbing, sebagai syarat untuk menyelesaikan
kepaniteraan klinik Ilmu Saraf di RSUD Budhi Asih periode 29 Juni – 1 Agustus
2015.
Jakarta, Februari 2015
dr. Julintari Indriyani, Sp. S
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit SarafRumah Sakit Umum Daerah Budhi AsihFakultas Kedokteran Universitas TrisaktiPeriode 29 JUNI 2015 – 1 AGUSTUS 2015 Page 2
BAB I
PENDAHULUAN
Bell’s Palsy adalah paralisis nervus fasialis unilateral akut yang memiliki
nama lain idiopathic facial paralysis. Gejala parese n. fasialis ini mulai dikenalkan
oleh dr. Charles Bells pada tahun 1829.1
Istilah Bell’s Palsy pada awalnya digunakan untuk seluruh kasus paralisis n.
fasialis tanpa memandang penyebabnya, namun beberapa tahun terakhir hanya
dipakai bagi paralisis n.fasialis yang tidak memiliki etiologi yang jelas.1
Lokasi cedera nervus fasialis pada Bell’s palsy adalah di bagian perifer
nukleus nervus VII. Cedera tersebut terjadi di dekat ganglion genikulatum. Salah satu
gejala Bell’s palsy adalah kelopak mata sulit menutup dan saat penderita berusaha
menutup kelopak matanya, matanya terputar ke atas dan matanya tetap kelihatan.
Gejala ini disebut juga fenomena Bell. Pada observasi dapat dilihat juga bahwa
gerakan kelopak mata yang tidak sehat lebih lambat jika dibandingkan dengan
gerakan bola mata yang sehat (lagoftalmos).2
Bell’s palsy menempati urutan ketiga penyebab terbanyak dari paralysis
fasial akut. Di dunia, insiden tertinggi ditemukan di Seckori, Jepang tahun 1986 dan
insiden terendah ditemikan di Swedia tahun 1997. Di Amerika Serikat, insiden Bell’s
palsy setiap tahun sekitar 23 kasus per 100.000 orang, 63% mengenai wajah sisi
kanan. Insiden Bell’s palsy rata-rata 15-30 kasus per 100.000 populasi. Penderita
diabetes mempunyai resiko 29% lebih tinggi, dibanding non-diabetes. Bell’s palsy
mengenai laki-laki dan wanita dengan perbandingan yang sama. Akan tetapi, wanita
muda yang berumur 10-19 tahun lebih rentan terkena daripada laki-laki pada
kelompok umur yang sama. Penyakit ini dapat mengenai semua umur, namun lebih
sering terjadi pada umur 15-50 tahun. Pada kehamilan trisemester ketiga dan 2
minggu pasca persalinan kemungkinan timbulnya Bell’s palsy lebih tinggi daripada
wanita tidak hamil, bahkan bisa mencapai 10 kali lipat .2
Diperkirakan, penyebab Bell’s palsy adalah virus. Akan tetapi, baru
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit SarafRumah Sakit Umum Daerah Budhi AsihFakultas Kedokteran Universitas TrisaktiPeriode 29 JUNI 2015 – 1 AGUSTUS 2015 Page 3
beberapa tahun terakhir ini dapat dibuktikan etiologi ini secara logis karena pada
umumnya kasus Bell’s palsy sekian lama dianggap idiopatik. Telah diidentifikasi gen
Herpes Simpleks Virus (HSV) dalam ganglion genikulatum penderita Bell’s palsy.
Dulu, masuk angin (misalnya hawa dingin, AC, atau menyetir mobil dengan jendela
terbuka) dianggap sebagai satu-satunya pemicu Bell’s palsy. Akan tetapi, sekarang
mulai diyakini HSV sebagai penyebab Bell’s palsy. Tahun 1972, McCormick pertama
kali mengusulkan HSV sebagai penyebab paralisis fasial idiopatik. Dengan analaogi
bahwa HSV ditemukan pada keadaan masuk angin (panas dalam/cold sore), dan
beliau memberikan hipotesis bahwa HSV bisa tetap laten dalam ganglion
genikulatum. Sejak saat itu, penelitian biopsi memperlihatkan adanya HSV dalam
ganglion genikulatum pasien Bell’s palsy. Murakami at.all melakukan tes PCR
(Polymerase-Chain Reaction) pada cairan endoneural N.VII penderita Bell’s palsy
berat yang menjalani pembedahan dan menemukan HSV dalam cairan endoneural.
Apabila HSV diinokulasi pada telinga dan lidah tikus, maka akan ditemukan antigen
virus dalam nervus fasialis dan ganglion genikulatum. Varicella Zooster Virus (VZV)
tidak ditemukan pada penderita Bell’s palsy tetapi ditemukan pada penderita Ramsay
Hunt syndrome.2
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit SarafRumah Sakit Umum Daerah Budhi AsihFakultas Kedokteran Universitas TrisaktiPeriode 29 JUNI 2015 – 1 AGUSTUS 2015 Page 4
KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. G
Usia : 48 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Status Perkawinan : Janda. Suami meninggal 18 tahun yang lalu.
Pekerjaan : Pedagang Sayur
Alamat : Jalan. Raya AL RT/RW 01/09 Jatimakmur Pondok
Gede
Suku Bangsa : Jawa
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Tanggal Pemeriksaan di Poli : 30 Juni 2015
ANAMNESIS
Dilakukan secara autoanamnesis , pada tanggal 30 Juni 2015 pada pukul 09.00
WIB di ruang poliklinik II Lantai 2 RSUD Budhi Asih.
Keluhan Utama : Muka mencong 2 hari sebelum ke poliklinik
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke Poli RSUD Budhi Asih dengan keluhan muka mencong ke
kanan sejak 2 hari yang lalu, keluhan timbul mendadak, diketahui karena keponakan
melihat muka pasien. Pada saat itu keluhan tidak disertai dengan kelemahan pada
salah satu sisi tubuh, sakit kepala, rasa berputar, pingsan, penglihatan ganda, kejang,
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit SarafRumah Sakit Umum Daerah Budhi AsihFakultas Kedokteran Universitas TrisaktiPeriode 29 JUNI 2015 – 1 AGUSTUS 2015 Page 5
demam, mual-muntah, gangguan menelan, ataupun gangguan pendengaran. Tidak ada
nya keluhan lain tersebut didukung oleh pernyataan pasien yang masih dapat
menjalani aktifitas sehari-hari seperti makan, berjualan di pagi hari atau mandi tanpa
kesulitan dan bantuan dari keluarganya. Kemudian keponakan pasien menyarankan
muka, pipi, dan dahi dikompres air panas, minyak sereh dan dibekam menggunakan
jarum sehingga pasien saat datang ke poliklinik tampak dengan muka kebiru-biruan.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Riwayat Hipertensi (+)
Riwayat Diabetes (+)
Riwayat Hiperkolesterolemi (+)
Riwayat Operasi kista mioma 5 tahun yang lalu
Riwayat Usus buntu 5 tahun yang lalu
Riwayat polip di mulut Rahim 5 tahun yang lalu
Riwayat batu ginjal 5 tahun yang lalu
Riwayat Penyakit Keluarga :
Riwayat Hipertensi pada keluarga (+)
Riwayat Diabetes pada keluarga (+)
Riwayat Alergi :
Pasien menyangkal riwayat alergi makanan, ataupun obat.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit SarafRumah Sakit Umum Daerah Budhi AsihFakultas Kedokteran Universitas TrisaktiPeriode 29 JUNI 2015 – 1 AGUSTUS 2015 Page 6
Riwayat Kebiasaan :
Pasien seorang pedagang sayur, kerja sehari-hari mencari sayur pada malam hari.
Pasien setiap hari naik motor dan di rumah sering kena AC.
III. PEMERIKSAAN FISIK
Tanda Vital
Keadaan Umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Compos Mentis
Tekanan Darah : 130 / 80 mmHg
Nadi : 70x/menit
Suhu : 36,4 oC
Pernafasaan : 20x/menit
Kepala
Ekspresi wajah : M. Facial sisi kiri paresis
Rambut : Hitam merata
Bentuk : Normocephali
Mata
Fissura orbitalis superior OS : 0 mm
Konjungtiva : Anemis (-/-)
Sklera : Ikterik (-/-)
Kedudukan bola mata : ditengah
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit SarafRumah Sakit Umum Daerah Budhi AsihFakultas Kedokteran Universitas TrisaktiPeriode 29 JUNI 2015 – 1 AGUSTUS 2015 Page 7
Pupil : bulat isokor 3mm/3mm, refleks +/+
Telinga
Selaput pendengaran : tidak dinilai
CAE : lapang, sekret -/-
Penyumbatan : -/-
Serumen : +/+
Perdarahan : -/-
Mulut
Bibir : Kering (+) Sianosis (-) Luka (-)
Lidah : Tidak tampak deviasi
Uvula : Simetriks letak ditengah
Tonsil : T1-T1
Leher
Trakea terletak ditengah
Tidak teraba benjolan/KGB yang membesar
Kelenjar Tiroid: tidak teraba membesar
Kelenjar Limfe: tidak teraba membesar
Thoraks
Bentuk : Simetris
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit SarafRumah Sakit Umum Daerah Budhi AsihFakultas Kedokteran Universitas TrisaktiPeriode 29 JUNI 2015 – 1 AGUSTUS 2015 Page 8
Paru – Paru
Depan Belakang
Inspeksi Kiri Simetris saat statis dan dinamis Simetris saat statis dan dinamis
Kanan Simetris saat statis dan dinamis Simetris saat statis dan dinamis
Palpasi Kiri - Tidak ada benjolan
- Stem fremitus sama kuat
- Tidak ada benjolan
- Stem fremitus sama kuat
Kanan - Tidak ada benjolan
- Stem fremitus sama kuat
- Tidak ada benjolan
- Stem fremitus sama kuat
Perkusi Kiri redup di setengah lapang paru Redup di setengah lapang paru
Kanan Redup di setengah lapang paru Redup di setengah lapang paru
Auskultasi Kiri - Suara dasar vesikuler normal
- Wheezing (-), Ronki (-)
- Suara dasar vesikuler normal
- Wheezing (-),Ronki (-)
Kanan - Suara dasar vesikuler
- Wheezing (-), Ronki (-)
- Suara dasar vesikuler normal
- Wheezing (-), Ronki (-)
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit SarafRumah Sakit Umum Daerah Budhi AsihFakultas Kedokteran Universitas TrisaktiPeriode 29 JUNI 2015 – 1 AGUSTUS 2015 Page 9
Jantung
Inspeksi : Tidak di lakukan pemeriksaan
Palpasi : Tidak teraba iktus cordis
Perkusi
Batas kanan : Tidak di lakukan pemeriksaan
Batas kiri : Tidak di lakukan pemeriksaan
Batas atas : Tidak di lakukan pemeriksaan
Auskultasi : Bunyi jantung I-II murni reguler, Gallop (-), Murmur (-).
Abdomen
Inspeksi : Tidak dilakukan
Palpasi : Tidak dilakukan
Perkusi : Tidak dilakukan
Auskultasi : Tidak dilakukan
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit SarafRumah Sakit Umum Daerah Budhi AsihFakultas Kedokteran Universitas TrisaktiPeriode 29 JUNI 2015 – 1 AGUSTUS 2015 Page 10
Ekstremitas
Lengan Kanan Kiri
Otot Tonus : baik baik
Massa : tidak ada tidak ada
Sendi : tidak ada kelainan tidak ada kelainan
Gerakan: baik baik
Kekuatan: baik baik
Oedem: tidak ada tidak ada
Lain-lain: tidak ada tidak ada
Petechie tidak ada tidak ada
Ekstremitas atas &bawah Kanan Kiri
Luka : tidak ada tidak ada
Varises : tidak ada tidak ada
Otot Tonus : baik baik
Massa : tidak ada tidak ada
Sendi : baik baik
Gerakan: baik baik
Kekuatan: kuat kuat
Oedem: ( - ) ( _)
Lain-lain: tidak ada tidak ada
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit SarafRumah Sakit Umum Daerah Budhi AsihFakultas Kedokteran Universitas TrisaktiPeriode 29 JUNI 2015 – 1 AGUSTUS 2015 Page 11
Kelenjar Getah Bening
Preaurikuler : tidak teraba membesar
Postaurikuler : tidak teraba membesar
Submandibula : tidak teraba membesar
Supraclavicula : tidak teraba membesar
Axilla : tidak teraba membesar
Inguinal : tidak teraba membesar
STATUS NEUROLOGIS
Kesadaran : Compos mentis
N.I ( Olfaktorius )
Subjektif Tidak Dilakukan
N. II ( Optikus )
Tajam penglihatan (visus bedside) Normal Normal
Lapang penglihatan Normal Normal
Melihat warna Tidak Dilakukan Tidak Dilakukan
Ukuran Isokor, D 3mm Isokor, D 3mm
Fundus Okuli Tidak dilakukan
N.III, IV, VI ( Okulomotorik, Trochlearis, Abduscen )
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit SarafRumah Sakit Umum Daerah Budhi AsihFakultas Kedokteran Universitas TrisaktiPeriode 29 JUNI 2015 – 1 AGUSTUS 2015 Page 12
Nistagmus - -
Pergerakan bola mata Baik ke
segala
arah
Baik ke
segala
arah
Kedudukan bola mata Ortofori
a
Ortoforia
Reflek Cahaya Langsung & Tidak Langsung + +
Diplopia - -
N.V (Trigeminus)
Membuka mulut +
Menggerakan Rahang +
Sensorik Oftalmikus Normal
Sensorik Maxillaris normal
Sensorik Mandibularis normal
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit SarafRumah Sakit Umum Daerah Budhi AsihFakultas Kedokteran Universitas TrisaktiPeriode 29 JUNI 2015 – 1 AGUSTUS 2015 Page 13
N. VII ( Fasialis )
Perasaan lidah ( 2/3 anterior ) Normal
Motorik M. Frontalis Kanan
Baik
Kiri
Mengerutkan
Dahi
terganggu
Motorik M. Orbikularis okuli Baik Lagoptalmus
Motorik M. Businator Baik Sudut mulut
sisi kiri tak
dapat
diangkat
spontan atau
perintah.
Plika
nasolabialis
datar
Motorik M. Orbikularis Oris Baik Tidak dapat
miring dan
tidak dpat
mencucurkan
bibir
Motorik M. Platisma Baik Lebih lemah
Kesan :
1. Lagoftalmus OS
2. Bell’s Palsy Sinistra
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit SarafRumah Sakit Umum Daerah Budhi AsihFakultas Kedokteran Universitas TrisaktiPeriode 29 JUNI 2015 – 1 AGUSTUS 2015 Page 14
Air mata Tidak
hipersekresi
Pendengaran (M. Stapedius) Tidak hiperakusis
N.VIII ( Vestibulokoklearis )
Tes pendengaran Normal
Tes Keseimbangan Normal
N. IX,X ( Vagus )
Perasaan Lidah ( 1/3 belakang ) Tidak Dilakukan
Refleks Menelan Baik
Refleks Muntah Tidak Dilakukan
N.XI (Assesorius)
Mengangkat bahu Baik
Menoleh Baik
N.XII ( Hipoglosus )
Pergerakan Lidah Deviasi ( - )
Disatria -
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit SarafRumah Sakit Umum Daerah Budhi AsihFakultas Kedokteran Universitas TrisaktiPeriode 29 JUNI 2015 – 1 AGUSTUS 2015 Page 15
Sistem Motorik Tubuh
Ekstremitas Atas Kanan Kiri
Postur Tubuh Baik Baik
Atrofi Otot Eutrofik Eutrofik
Tonus Otot Normal Normal
Gerak involunter (-) (-)
Ekstremitas Bawah Kanan Kiri
Postur Tubuh Baik Baik
Atrofi Otot Eutrofik Eutrofik
Tonus Otot Normal Normal
Gerak involunter (-) (-)
Kekuatan motorik :
5555 5555
5555 5555
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit SarafRumah Sakit Umum Daerah Budhi AsihFakultas Kedokteran Universitas TrisaktiPeriode 29 JUNI 2015 – 1 AGUSTUS 2015 Page 16
Refleks
Tes Sensorik (sentuhan)
Regio Kanan Kiri
Brachii + +
Antebrachii + +
Femoralis + +
Fungsi Autonom
Menurut anamnesis tidak ada gangguan pola BAB maupun BAK
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit SarafRumah Sakit Umum Daerah Budhi AsihFakultas Kedokteran Universitas TrisaktiPeriode 29 JUNI 2015 – 1 AGUSTUS 2015 Page 17
Pemeriksaan Kanan Kiri
Refleks Fisiologis
Bisep + +
Trisep + +
Patela + +
Achiles + +Pemeriksaan Kanan Kiri
Refleks Patologis - -
Babinski
Chaddok
-
-
-
-
Oppenheim
Gordon
-
-
-
-
Klonus - -
Hoffman Tromer - -
Keseimbangan dan koordinasi
Hasil
Tes disdiadokinesis Baik
Tes tunjuk jari kanan dan kiri Baik
Tes Romberg Baik
Tes tandem gait Baik
Fungsi Kortikal Luhur
1. Bicara Spontan : Bicara spontan
2. Tes Pengulangan kata : Kata-kata yang diulang normal
3. Perintah Kompleks : Pasien mengikuti perintah dengan baik
Pemeriksaan Penunjang :
1. Laboratorium :
Dari hasil pemeriksaan laboratorium pada tanggal 29 Juni 2015 didapatkan
keadaan Hiperglikemi yaitu 345.
Sedangkan pasien mengaku 1 minggu sebelumnya pasien ke klinik melakukan
pemeriksaan GDS 359 dan Asam Urat 8.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit SarafRumah Sakit Umum Daerah Budhi AsihFakultas Kedokteran Universitas TrisaktiPeriode 29 JUNI 2015 – 1 AGUSTUS 2015 Page 18
RESUME
Pasien seorang wanita usia 48 tahun dengan keluhan muka miring sejak 1
minggu yang lalu. Keluhan timbul mendadak, diketahui setelah keponakan pasien
melihat muka yang bersangkutan. Kemudian keponakan pasien menyarankan muka,
pipi, dan dahi pasien dikompres air panas, minyak sereh dan dibekam menggunakan
jarum. Sehingga pasien saat datang ke poliklinik, muka tampak kebiru-biruan. Tidak
terdapat gangguan gerak bola mata dan gangguan keseimbangan. Pada pemeriksaan
nervus fasialis terdapat kelumpuhan semua otot motorik fasial, sedangkan kelenjar air
mata dan pendengaran (m. stapedius) tidak memperlihatkan gangguan. Hasil
laboratorium : Hiperglikemi (345)
DIAGNOSIS KERJA
o Diagnosis klinis : Paresis NVII sinistra perifer
Paresis m. Frontalis
Lagoptalmus
Paresis m businator
Paresis m. Orbikularis oris
Paresis m. platisma
Mulut tidak simetris
o Diagnosis Etiologi : Bell’s Palsy
o Diagnosis Topis : Foramen stylomastoideus
o Diagnosis patologis : Infeksi virus
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit SarafRumah Sakit Umum Daerah Budhi AsihFakultas Kedokteran Universitas TrisaktiPeriode 29 JUNI 2015 – 1 AGUSTUS 2015 Page 19
RENCANA TERAPI
Non-medikamentosa
o Fisioterapi
(Konsul ke Rehabilitasi Medik)
Medikamentosa
Methyl prednisolone tab 16 mg 3x1, 2x1, 1x1 mg (untuk 6 kali pemberian
selama 3 hari)
Dilanjutkan methyl prednisolon tab 4 mg 3x1, 2x1, 1x1 mg (untuk 6 kali
pemberian selama 3 hari)
Mecobalamin 3x 500 mg
H. PROGNOSIS
Ad Vitam : Ad Bonam
Ad Functionam : Dubia Ad Bonam
Ad Sanationam : Dubia
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit SarafRumah Sakit Umum Daerah Budhi AsihFakultas Kedokteran Universitas TrisaktiPeriode 29 JUNI 2015 – 1 AGUSTUS 2015 Page 20
ANALISIS KASUS
Pasien mengeluh mencong ke kanan, karena sisi yang lumpuh tertarik ke
kanan, setelah sering naik motor pada malam hari, mencari sayur dan dirumah dan
sering terpapar AC. Keadaan ini diduga disebabkan oleh oedema/ inflamasi pada
nervus fascialis distal karena dingin yang dapat menyebabkan edema di tempat lesi ,
sehingga menyebabkan kelumpuhan dari otot-otot motorik wajah di sebelah kiri. Pada
penderita tidak ditemukan gangguan pengecapan dan produksi air mata yang
berkurang di sisi kiri disertai tidak ada pendengaran yang berlebihan (hiperakusis).
Oleh karena itu kemungkinan lokasi kelainan adalah di foramen stylomastoideus.
Karena bila kita melihat perjalanan nervus fascialis sejak dari nukleus motorik n.
fascialis dari otak, setelah memutar n. abducens membentuk genu internum nervus
fascialis, keluar pada kaudolateral pons menembus spatium subarachnoid di
cerebelopontin angle setelah itu bersama-sama n. VIII masuk ke meatus akustikus
internus dan didalam MAI n. fascialis berpisah menuju kanalis fascialis membentuk
ganglion geniculatum ke bawah di chorda timpani posterior dan keluar tengkorak
melalui stylomastoideus menyebar ke otot-otot wajah. Jadi karena pada pasien ini
hanya ada kelainan otot-otot wajah tanpa kelainan lain maka diduga lokasi adalah di
foramen stylomastoideus.3
Pasien tidak ada gangguan gerak bola mata (N VIII), pendengaran berlebihan
(N VII) dan gangguan keseimbangan. Jadi kelainan di cerebelopontin angle dapat kita
singkirkan.3
Pada anamnesis ditemukan pasien memiliki hipertensi terkontrol dan riwayat
DM. Hasil pemeriksaan Laboratorium menunjukkan GDS 345 menunjukkan bahwa
pasien menderita Diabetes Mellitus. Disini menunjukkan kemungkinan ada hubungan
antara lesi N VII dengan DM. Sebab DM sering menyebabkan neuropati saraf-saraf
kranial termasuk N VII (merupakan factor pencetus terjadinya bell’s palsy).4
CT-Scan tidak dilakukan karena lokasi topis di daerah perifer. Untuk
menentukan prognosis kelumpuhan dianjurkan pemeriksaan EMG (elektromyelografi)
apakah ada fibrilasi atau tidak pada otot-otot fascial. 4
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit SarafRumah Sakit Umum Daerah Budhi AsihFakultas Kedokteran Universitas TrisaktiPeriode 29 JUNI 2015 – 1 AGUSTUS 2015 Page 21
Sedangkan menurut Derajat House Brackman, disini pasien masuk ke kategori
house brackmann 3. The House-Brackmann Facial Nerve Grading System digunakan
untuk menentukan derajat dari paralisis wajah. Pada skala ini, grade I merupakan
fungsi normal, dan grade VI merupakan complete paralysis.5
Pasien diedukasikan untuk konsul ke rehabilitasi medik setelah hari ke-7
karena mencegah gerakan tidak terkontrol bila dilakukan pada saat akut, karena dapat
menyebabkan tic pada otot-otot fascial.6
Pengobatan pada kasus ini diberikan metilprednisolon yaitu steroid yang
digunakan sebagai anti inflamasi, sedangkan (mecobalamin/ B12) yang berpengaruh
pada kecepatan hantar saraf, pada kasus ini dia bekerja pada myelin (selubung saraf)
sehingga diharapkan mempercepat hantaran di saraf NVII. Sedangkan untuk
pemberian steroid dapat deberikan karena steroid merupakan kontraindikasi relative
pada penderita DM.6
Pemberian anti virus dapat dipertimbangkan karena salah satu kemungkinan
penyebab adalah virus. Tetapi berdasarkan penelitian randomize trial control
didapatkan bahwa penambahan acyclovir 400 mg, 5 lali sehari selama 10 hari tidak
mempercepat penyembuhan dibandingkan dengan hanya prednisolon saja. {Harrison
neurology in clinical medicine , second edition , 2010}, kecurigaan virus sebagai
penyebab tidak diperlihatkan oleh gejala2 yang menyokong spt demam.4
Melihat lokasi kelainan di foramen stylomastoideus maka penyembuhan dapat
berlangsung baik serta prognosis diperkirakan dubia ad bonam. Menurut literatur,
70% dari pasien bell’s palsy dapat sembuh sendiri tanpa pengobatan, paralisis
inkomplit merupakan tanda prognosis lebih baik. 7
Kasus pada pasien ini cukup menarik dikarenakan untuk 1 minggu onset
terjadi bell’s palsy, tetapi belum ada perubahan klinis secara anamnestic pada pasien.
Sedangkan menurut salah satu buku dikatakan bahwa bell’s palsy merupakan self
limiting disease yang biasanya sembuh saat 5 hari setelah terjadinya bell’s palsy.4
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit SarafRumah Sakit Umum Daerah Budhi AsihFakultas Kedokteran Universitas TrisaktiPeriode 29 JUNI 2015 – 1 AGUSTUS 2015 Page 22
DAFTAR PUSTAKA
1. Basuki A, Dian S. Neurology in daily practice. Edisi 1. Bandung : Bagian
Ilmu Penyakit Saraf UNPAD. 2010. Hal. 85
2. Djamil Y, A Basjiruddin. Paralisis Bell. Dalam: Harsono, ed. Kapita selekta
neurologi; Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.2003.
3. Jones HR, Srinivasan J, Allam GJ, Baker RA. Netter’s Neurology. 2nd Ed.
Massachusetts: Saunders. 2012
4. Hauser SL. Josephson SA. Harrison’s Neurology in Clinical Medicine. 2nd Ed.
San Fransisco; Mc Graw Hill. 2010
5. Hause Brackman Classification of facial function. Available at :
http://emedicine.medscape.com/article/2172449-overview
6. Schapira AH. Neurology and Clinical Neuroscience. Philadelphia: Mosby
Elsevier. 2007
7. Lindsay KW, Bone W, Fuller G. Neurology and Neurosurgery Illustrated. 5th
Ed. London: Churcill Livingstone. 2011
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit SarafRumah Sakit Umum Daerah Budhi AsihFakultas Kedokteran Universitas TrisaktiPeriode 29 JUNI 2015 – 1 AGUSTUS 2015 Page 23