carrageenan ipb

99
OPTIMASI PROSES EKSTRAKSI PEMBUATAN KARAGINAN DARI RUMPUT LAUT MERAH (Eucheuma cottonii) SERTA APLIKASINYA SEBAGAI PENSTABIL PADA SIRUP MARKISA FIFI ARFINI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

Upload: ester-susan

Post on 09-Aug-2015

307 views

Category:

Documents


20 download

TRANSCRIPT

Page 1: Carrageenan IPB

OPTIMASI PROSES EKSTRAKSI PEMBUATAN KARAGINAN DARI RUMPUT LAUT MERAH (Eucheuma cottonii)

SERTA APLIKASINYA SEBAGAI PENSTABIL PADA SIRUP MARKISA

FIFI ARFINI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2011

Page 2: Carrageenan IPB
Page 3: Carrageenan IPB

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Optimasi Proses Ekstraksi Pembuatan Karaginan dari Rumput Laut Merah Eucheuma cottonii serta Aplikasinya sebagai Penstabil pada Sirup Markisa adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Maret 2011

Fifi Arfini NRP F153080031

Page 4: Carrageenan IPB

ABSTRACT

FIFI ARFINI. Process Optimation of Carrageenan Extraction From Red Seaweed (Eucheuma cottonii) and Its Application as stabilizer on Passion Fruit Syrup. Under direction of RIZAL SYARIEF S. NAZLI, USMAN AHMAD and ROSMAWATY PERANGINANGIN. Carrageenan is seaweed gum derived from red seaweed polysaccharide sulfate form which has the properties of hydrocolloid so widely used in food and industrial products. The objectives of this research was to analyze and optimize the process of carrageenan from E.cottonii (variation of water ratio, KCl concentration and precipitation temperature) to shorten process time and to obtain physico-chemical characteristics and functional extracted carrageenan, determine and assess the optimal extraction process and to apply carrageenan optimal extraction process results in products of passion fruit syrup as well as assess the quality of the resulting syrup. Rendemen, viscosity, gel strength, moisture, ash, acid insoluble ash, sulphate and whiteness were used as quality parameters of carrageenan. It was found that the best carrageenan extraction process was obtained from water ratio 1:20, 1% KCl concentration and precipitation temperature of 30 oC process. The application of carrageenan on passion fruit syrup indicated that addition of carrageenan 4.4 % gave the pH, viscosity and turbidity similar to commercial syrup. Based on paired comparison test with the commercial syrup, the resulted one has better appearance, sour taste and flavor passion fruit on a commercial while for sweetness and color were less than those of the

Key words: carrageenan, extraction, physic-chemical characteristic, passion fruit syrup.

commercial syrup.

.

Page 5: Carrageenan IPB

RINGKASAN

FIFI ARFINI. Optimasi Proses Ekstraksi Pembuatan Karaginan dari Rumput Laut Merah (Eucheuma cottonii) serta Aplikasinya sebagai Penstabil pada Sirup Markisa. Dibimbing oleh RIZAL SYARIEF S. NAZLI, USMAN AHMAD dan ROSMAWATY PERANGINANGIN.

Pascapanen rumput laut setelah pemanenan memegang peranan sangat penting dalam industri rumput laut. Kegiatan penanganan pascapanen menentukan mutu rumput laut yang dihasilkan sebagai bahan baku untuk pengolahan. Kegiatan ini harus dilakukan dengan seksama mulai dari cara pemanenan, pencucian, pengeringan dan bahkan sampai pengemasan dan penyimpanannya. Kegiatan pengolahan akan menciptakan suatu produk baru yang nilai tambahnya jauh lebih tinggi dari sekedar menjual bahan mentah. Usaha untuk memproduksi karaginan dengan kualitas yang baik telah banyak dilakukan melalui berbagai penelitian. Namun untuk pengembangan industri karaginan tersebut dibatasi oleh beberapa faktor, diantaranya modal yang diperlukan untuk industri pengolahan karaginan yang cukup besar. Hal ini disebabkan oleh proses ekstraksi karaginan yang cukup rumit dan relatif menghabiskan energi yang cukup besar.

Tujuan dari penelitian ini adalah: a) mengkaji dan mengoptimalkan proses ekstraksi karaginan (variasi perbandingan air, konsentrasi KCl dan suhu presipitasi) pada rumput laut Eucheuma cottonii untuk mempersingkat waktu proses, b) memperoleh karakteristik fisiko-kimia dan fungsional karaginan hasil ekstraksi yang dioptimalkan c) mengaplikasikan karaginan yang dihasilkan pada sirup markisa serta mengkaji mutu sirup yang dihasilkan. Penelitian ini diawali dengan penelitian pendahuluan untuk mencari konsentrasi larutan KCl yaitu 0,5; 1; 1,5 dan 2%). Selanjutnya tahap optimasi proses yang bertujuan untuk mengetahui perbandingan air, konsentrasi KCl dan suhu presipitasi yang optimal dan memperoleh karakteristik hasil karaginan yang dioptimalkan. Proses ini terdiri dari: 1)Ekstraksi I, 2) Pencucian, 3) Ekstraksi II (Perbandingan air 1:20, 1:30 dan 1:40) 4) Filtrasi, 4) Presipitasi oleh KCl (1 dan 1,5% pada suhu 15 dan suhu 30 o

Kombinasi perlakuan optimum yang dihasilkan adalah perbandingan air 1:20, konsentrasi KCl 1 % dan suhu presipitasi 30

C), 5) Penyaringan, 6) Pengepresan, 7) Pengeringan dan Penepungan. Tahap terakhir yaitu aplikasi karaginan hasil ekstraksi pada sirup markisa. Perlakuan diawali dengan proses pencucian, pemotongan kulit, pengerukan isi buah markisa lalu dilakukan pemblenderan dan penyaringan. Sari buah markisa selanjutnya diolah menjadi sirup dengan penambahan karaginan yaitu 3.3 (A), 3.9 (B), 4.4 (C) dan 5.0 % (D).

oC berdasarkan parameter rendemen sebesar 31.77 %, viskositas 145.00 cP, kekuatan gel 1897.14 g/cm2

, kadar air 9.73%, kadar abu 29.59%, kadar abu tak larut asam 0.83%, kadar sulfat 18.36% dan derajat putih 51.57%. Sifat fisik dan kimia sirup markisa terpilih yang dihasilkan pada penelitian ini menunjukkan bahwa penambahan karaginan (formulasi C) pada pembuatan sirup markisa mempunyai sifat fisik kimia yang hampir sama dengan sirup markisa komersil dengan nilai pH 3.30, viskositas 611.33 cP, kekeruhan 6056.667 NTU, total gula 42.0%. Berdasarkan uji perbandingan pasangan, menunjukan bahwa sirup markisa karaginan mempunyai kenampakan, rasa asam dan aroma yang lebih baik dari sirup markisa komersil, sedangkan warna dan rasa manis, sirup markisa karaginan lebih rendah dari sirup markisa komersil.

Kata kunci: karaginan, ekstraksi, karakteristik fisiko-kimia, sirup markisa.

Page 6: Carrageenan IPB

© Hak Cipta milik IPB tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

Page 7: Carrageenan IPB

OPTIMASI PROSES EKSTRAKSI PADA PEMBUATAN KARAGINAN DARI RUMPUT LAUT MERAH (Eucheuma cottonii )

SERTA APLIKASINYA SEBAGAI PENSTABIL PADA SIRUP MARKISA

FIFI ARFINI

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Teknologi Pascapanen

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2011

Page 8: Carrageenan IPB

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Y. Aris Purwanto, MSc

Page 9: Carrageenan IPB

Judul tesis : Optimasi Proses Ekstraksi pada Pembuatan Karaginan dari Rumput Laut Merah (Eucheuma cottonii) serta Aplikasinya sebagai Penstabil pada Sirup Markisa Nama : Fifi Arfini NRP : F153080031

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr.Ir. Usman Ahmad, M.Agr Anggota Anggota

Prof.Dr.Ir. Rosmawaty Peranginangin

Ketua Prof.Dr.Ir. Rizal Syarief, DESS

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana IPB Teknologi Pascapanen Dr.Ir. Sutrisno, M.Agr

Dr.Ir. Dahrul Syah, MSc. Agr

Tanggal Ujian : 16 Maret 2010 Tanggal Lulus : 30 Maret 2011

Page 10: Carrageenan IPB

PRAKATA

Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kehadirat Allah, SWT karena atas berkat dan rahmat-Nya sehingga karya ilmiah ini dapat terselesaikan. Karya ilmiah ini merupakan sebagian kecil dari nikmat dan kasih sayang-Nya yang diberikan kepada penulis. Tema yang dipilih pada penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juli 2010 – Januari 2011 adalah “Optimasi Proses Ekstraksi pada Pembuatan Karaginan dari Rumput Laut Merah (Eucheuma cottonii) serta Aplikasinya sebagai Penstabil pada Sirup Markisa”. Melalui prakata ini penulis menghaturkan banyak terima kasih kepada : - Direktur, Asisten direktur dan segenap jajaran Politeknik Pertanian Negeri Pangkep

(POLITANI) Pangkep yang telah memberi kesempatan mengikuti pendidikan. - Prof.Dr.Ir. Rizal Syarief S. Nazli, Dr.Ir Usman Ahmad, M.Agr dan Prof.Dr.Ir.

Rosmawaty Peranginangin selaku pembimbing, atas segala bimbingan, saran dan masukannya sejak penyusunan proposal hingga karya ilmiah ini selesai.

- Dr.Ir. Y. Aris Purwanto, MSc, selaku penguji luar komisi atas saran dan masukannya. - Prof.Dr.H. Hari Eko Irianto selaku kepala Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan

Bioteknologi Kelautan dan Perikanan (BBRP2B-KP) yang telah memberikan izin dan fasilitas penelitian beserta staf BBRP2B-KP (Arif, Ruri, mb Ellya, dll), beserta seluruh staf Lab. Kimia, Pengolahan, Mikrobiologi, Uji Fisik dan Sensorik yang sangat banyak membantu penulis selama penelitian dan pengambilan data.

- Dirjen Pendidikan Tinggi (DIKTI) atas beasiswa BPPS sehingga penulis dapat melanjutkan studi S2 di IPB

- Teman-teman angk TPP ’08 (Novi, Meivie, Ruri, Yosi, Bambang, “mama” Mila, Erbi, Amin, Dian dan khamsi), kebersamaan, kesedihan, kegembiraan selama 2 tahun bersama menjadi kenangan indah dalam hidup.

- Rekan seperjuangan asal Makassar dalam tugas belajar di IPB: Iqbal, Rusli, Syamsul M, Nilda, B Mia, P Paturusi, P Dody, Agus, P Cule dll. Semangat dan sukses…

- Bapak dan ibu di Asrama Sulawesi Tengah, H. Dadang sek, senang bisa berbagi hidup dengan tenang di asrama.

- Khusus penulis ucapkan terima kasih tak terhingga kepada orang tua (Radjagaoe A.Basir dan Maryam Haruna), Mertua (A.Salam Soba dan A.Besse Uleng), suami (A.Husni Mubarak) dan kedua permata kami tercinta ( Muh.Ikhsan dan Izzah Azizah), serta keluarga besar atas segala pengertian dan doa yang selalu menyertai penulis selama pendidikan. Keluarga H. Ruswandi di Leuwiliang-Bogor dan kakanda tercinta (Ardian Radjagaoe sek) sebagai tempat istirahat dari kesibukan menyelesaikan tugas di akhir minggu.

- Kepada semua pihak yang telah membantu penulis selama menyelesaikan studi, semoga mendapatkan pahala yang berlipat ganda dari Allah, SWT.

Semoga karya ilmiah ini dapat memberi manfaat bagi yang membutuhkan.

Bogor, Maret 2011

Fifi Arfini

Page 11: Carrageenan IPB

RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Makassar, Sulawesi Selatan pada tanggal 20 Oktober 1977 dari pasangan H. Radjagaoe A. Basir dan Aminah Haruna (alm). Penulis merupakan putri keenam dari tujuh bersaudara. Tahun 1996 penulis lulus dari SMAN 15 Surabaya dan pada tahun 1997 lulus seleksi ujian masuk Universitas Hasanuddin melalui jalur UMPTN dengan pilihan jurusan Teknologi Pertanian Program studi Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin (UNHAS). Penulis menyelesaikan pendidikan S1 pada tahun 2002. Tahun 2004, penulis lulus ujian masuk CPNS dan diterima sebagai staf pengajar Politeknik Pertanian Negeri Pangkep (POLITANI) Pangkep pada jurusan Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan (TPHP). Pada tahun 2008 penulis mendapat kesempatan untuk melanjutkan studi dengan pendanaan dari BPPS DIKTI. Program pilihan yaitu Teknologi Pascapanen Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor.

Page 12: Carrageenan IPB

i

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ............................................................................................................ i

DAFTAR TABEL ..................................................................................................... iv

DAFTAR GAMBAR ................................................................................................ v

DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................. vii

I PENDAHULUAN ................................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang .................................................................................................... 1

1.2 Perumusan Masalah ............................................................................................ 3

1.3 Hipotesis.............................................................................................................. 3

1.4 Tujuan ................................................................................................................. 3

II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................................ 4

2.1 Rumput laut ....................................................................................................... 4

2.2 Rumput laut merah (E. cottonii) ......................................................................... 5

2.3 Karaginan ............................................................................................................ 7

2.4 Sifat-sifat Karaginan ........................................................................................... 9

2.4.1 Kelarutan ................................................................................................ 10

2.4.2 Viskositas ................................................................................................ 11

2.4.3 Pembentukan Gel.................................................................................... 12

2.4.4 Stabilitas pH............................................................................................. 13

2.5 Proses produksi karaginan ................................................................................. 13

2.6 Fungsi Karaginan ............................................................................................... 15

2.7 Spesifikasi Mutu Karaginan............................................................................... 16

2.8 Sirup Sari Buah Markisa .................................................................................... 16

2.9. Bahan Penstabil................................................................................................ ... 19

III METODOLOGI PENELITIAN........................................................................ 21

3.1 Waktu dan Tempat .............................................................................................. 21

3.2 Bahan dan Alat.................................................................................................... 21

Page 13: Carrageenan IPB

ii

3.3 Metode Penelitian............................................................................................... 21

3.3.1 Penelitian pendahuluan................................................................................. 23

3.3.2 Penelitian optimasi proses ................................................................................ 25

3.3.3 Penelitian aplikasi karaginan.............................................................................. 28

3.4 Prosedur Analisa ................................................................................................ 30

3.4.1 Rendemen ................................................................................................ 30

3.4.2 Viskositas ................................................................................................. 30

3.4.3 Kekuatan Gel................................................................................................ 30

3.4.4 Kadar air........................................................................................................ 30

3.4.5 Kadar abu ...................................................................................................... 31

3.4.6 Kadar abu tak larut asam................................................................................... 31

3.4.7 Kadar sulfat.................................................................................................... 31

3.4.8 Derajat Putih................................................................................................ . 32

3.4.9 Nilai pH ..................................................................................................... 32

3.4.10 Kekeruhan................................................................................................ 32

3.4.11 Total gula ................................................................................................ 32

3.4.12 Analisis Mikrobiologi............................................................................... 33

3.4.13 Uji Organoleptik....................................................................................... 33

IV HASIL DAN PEMBAHASAN............................................................................ 34

4.1 Penelitian pendahuluan....................................................................................... 34

4.2 Proses optimasi proses........................................................................................ 35

4.2.1 Rendemen karaginan................................................................................. 36

4.2.2 Viskositas karaginan ................................................................................. 37

4.2.3 Kekuatan gel karaginan............................................................................. 39

4.2.4 Kadar air karaginan................................................................................... 40

4.2.5 Kadar abu karaginan ................................................................................ 42

4.2.6 Kadar abu tak larut asam karaginan......................................................... 43

4.2.7 Kadar sulfat karaginan ............................................................................. 44

4.2.8 Derajat putih karaginan............................................................................. 43

4.2.9 Karakteristik karaginan terpilih ................................................................ 47

Page 14: Carrageenan IPB

iii

4.3 Aplikasi karaginan pada sirup Markisa................................................................ 49

4.3.1 Sifat fisika-kimia sirup markisa................................................................ 49

4.4 Formulasi Sirup Markisa Terpilih........................................................................ 55

4.4.1 Analisis Mikrobiologi............................................................................... 55

4.4.2 Uji organoleptik........................................................................................ 56

V KESIMPULAN DAN SARAN........................................................................... 59

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 60

LAMPIRAN..............................................................................................................

66

Page 15: Carrageenan IPB

iv

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Produksi dan ekspor rumput laut 2006-2009 .......................................................... 5

2 Komposisi kimia rumput laut merah ......................................................................................... 7

3 Daya kelarutan karaginan pada berbagai media pelarut .............................................. 10

4 Stabilitas Karaginan dalam berbagai media pelarut ................................................. 13

5 Spesifikasi mutu karaginan ..................................................................................... 16

6 Syarat mutu sirup ................................................................................................. 19

7 Hasil pengamatan variasi konsentrasi larutan KCl .............................................. 35

8 Karakteristik sifat fisika-kimia karaginan ............................................................ 47

9 Hasil analisa sifat fisika-kimia sirup markisa karaginan dan komersil ................ 51

Page 16: Carrageenan IPB

v

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Klasifikasi rumput laut Indonesia dan hasil produksinya .................................. 4

2 Rumput laut merah kering................................................................................... 6

3 Tepung karaginan ................................................................................................ 7

4 Struktur dasar kappa karaginan ................................................................................. 8

5 Struktur dasar iota karaginan ..................................................................................... 8

6 Struktur dasar lambda karaginan ............................................................................... 9

7 Diagram alir ekstraksi sari buah markisa .......................................................... 17

8 Diagram alir penelitian secara keseluruhan ...................................................... 22

9 Diagram alir penelitian pendahuluan ............................................................... 24

10 Diagram alir penelitian optimasi proses ekstraksi karaginan dan

analisis yang dilakukan ..................................................................................... 27

11 Diagram alir penelitian aplikasi karaginan pada sirup markisa dan

analisis yang dilakukan ..................................................................................... 29

12 Contoh karaginan sebelum dan sesudah ditepung ............................................ 36

13 Pengaruh perbandingan air, konsentrasi KCl dan suhu presipitasi

terhadap rendemen karaginan .......................................................................... 36

14 Pengaruh perbandingan air, konsentrasi KCl dan suhu presipitasi

terhadap viskositas karaginan ........................................................................... 38

15 Pengaruh perbandingan air, konsentrasi KCl dan suhu presipitasi

terhadap kekuatan gel karaginan ....................................................................... 39

16 Pengaruh perbandingan air, konsentrasi KCl dan suhu presipitas

terhadap kadar air karaginan ............................................................................. 41

17 Pengaruh perbandingan air, konsentrasi KCl dan suhu presipitasi

terhadap kadar abu karaginan ........................................................................... 42

18 Pengaruh perbandingan air, konsentrasi KCl dan suhu presipitasi

terhadap kadar abu tak larut asam karaginan .................................................... 43

19 Pengaruh perbandingan air, konsentrasi KCl dan suhu presipitasi

terhadap kadar sulfat karaginan ........................................................................ 45

Page 17: Carrageenan IPB

vi

20 Pengaruh perbandingan air, konsentrasi KCl dan suhu presipitasi

terhadap derajat putih karaginan ...................................................................... 46

21 Sirup markisa karaginan dan sirup markisa komersil ....................................... 56

22 Hasil uji perbandingan pasangan sirup markisa ............................................... 57

Page 18: Carrageenan IPB

vii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Rekapitulasi data rendemen karaginan ........................................................... 67

2 Rekapitulasi data viskositas karaginan .......................................................... 68

3 Rekapitulasi data kekuatan gel karaginan ...................................................... 69

4 Rekapitulasi data kadar air karaginan ............................................................ 70

5 Rekapitulasi data kadar abu karaginan ........................................................... 71

6 Rekapitulasi data kadar abu tak larut asam karaginan ................................... 72

7 Rekapitulasi data kadar sulfat karaginan ....................................................... 73

8 Rekapitulasi data derajat putih karaginan ...................................................... 74

9 Analisis sidik ragam dan Uji lanjut BNT 5% karaginan KCl dan IPA ........... 75

10 Analisis sidik ragam nilai pH sirup markisa ................................................... 76

11 Analisis sidik ragam viskositas sirup markisa ................................................ 77

12 Analisis sidik ragam kekeruhan sirup markisa ............................................... 77

13 Analisis sidik ragam total gula sirup markisa ................................................. 77

14 Analisis sidik ragam uji organoleptik sirup markisa ....................................... 78

15 Lembar isian uji perbandingan pasangan ........................................................ 79

Page 19: Carrageenan IPB

1

I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Rumput laut merupakan salah satu hasil laut yang dapat menghasilkan devisa

negara dan merupakan sumber pendapatan masyarakat pesisir. Sampai saat ini

sebagian besar rumput laut umumnya diekspor dalam bentuk bahan mentah berupa

rumput laut kering, sedangkan hasil olahan rumput laut seperti agar-agar,

karaginan, dan alginat masih di impor dalam jumlah yang cukup besar dengan

harga yang tinggi. Hasil pengolahan pascapanen rumput laut dari Indonesia

kebanyakan belum sesuai dengan permintaan pasar karena mutu yang masih dinilai

rendah.

Karaginan merupakan getah rumput laut yang bersumber dari rumput laut

merah berupa polisakarida sulfat yang memiliki sifat-sifat hidrokoloid sehingga

banyak digunakan dalam produk pangan dan industri. Penggunaan karaginan pada

produk pangan antara lain sebagai penstabil, pengemulsi, pembentuk gel dan

pengental. Beberapa genus rumput laut merah penghasil karaginan adalah

Chondrus, Eucheuma dan Gigartina. Di Indonesia yang banyak tumbuh adalah

spesies Eucheuma cottonii.

Permintaan akan bahan baku rumput laut merah cenderung terus meningkat

seiring dengan perkembangan pemanfaatan karaginan untuk berbagai keperluan

dibidang industri makanan, tekstil, kertas, cat, kosmetik dan farmasi. Hal ini juga

memacu perkembangan budidaya di beberapa daerah di Indonesia seperti Jawa,

Bali, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi dan Maluku (Atmaja et al, 1995). Meskipun

Indonesia mempunyai potensi sumber daya rumput laut merah yang cukup besar,

saat ini masih sangat jarang industri (±10 industri) di Indonesia yang menghasilkan

karaginan murni (refined carrageenan) atau formula produk karaginan siap pakai

yang dapat digunakan untuk industri pangan. Rumput laut umumnya diolah

menjadi rumput laut kering ataupun karaginan dalam bentuk chip maupun bubuk,

yang mutunya masih dinilai rendah dan belum memenuhi standar yang diminta oleh

pasar terutama industri pangan (Damerys et al, 2006).

Page 20: Carrageenan IPB

2

Pascapanen rumput laut setelah pemanenan memegang peranan sangat

penting dalam industri rumput laut. Kegiatan penanganan pascapanen menentukan

mutu rumput laut yang dihasilkan sebagai bahan baku untuk pengolahan.

Kegiatan ini harus dilakukan dengan seksama mulai dari cara pemanenan,

pencucian, pengeringan dan bahkan sampai pengemasan dan penyimpanan.

Kegiatan pengolahan akan menciptakan suatu produk baru yang nilai tambahnya

jauh lebih tinggi dari sekedar menjual bahan mentah. Rumput laut dapat diolah

menjadi bahan setengah jadi seperti ATC (Alkali Treated Cottonii), ataupun SRC

(semirefined carrageenan) baik dalam bentuk chip atau tepung.

Usaha untuk memproduksi karaginan dengan kualitas yang baik telah banyak

dilakukan melalui berbagai penelitian. Balai riset dan para peneliti di instansi terkait sangat

aktif meneliti untuk menghasilkan karaginan yang berkualitas. Beberapa penelitian

terdahulu yang mengarah pada optimasi proses dan peningkatan kualitas dapat dijadikan

acuan dalam perolehan karaginan dengan kualitas yang lebih baik. Purnama (2003) yang

meneliti tentang optimasi proses pembuatan karaginan melaporkan bahwa jumlah air 40

kali berat bahan baku kering. suhu ekstrak 90-95 o

Problematika utama dalam industri rumput laut adalah proses ekstraksi karaginan

yang cukup rumit, membutuhkan waktu yang lama sehingga relatif menghabiskan energi

yang cukup besar. Hal tersebut menyebabkan pengembangan industri karaginan Indonesia

menjadi terhambat. Penelitian tentang proses ekstraksi yang optimal masih perlu dilakukan

khususnya waktu ekstraksi yang lebih singkat dan penggunaan bahan presipitasi karaginan

selain IPA (Isopropil alkohol) yang harganya cukup mahal dipasaran sehingga masalah

proses ekstraksi tersebut dapat diminimalkan serta melakukan uji aplikasi untuk

mengetahui pemanfaatan karaginan hasil optimasi sebagai penstabil pada produk sirup.

C selama 3 jam dan pelarut KCl 1%

sebanyak satu kali volume larutan merupakan kondisi yang optimal. Murdinah (2008)

yang meneliti tentang pengaruh bahan pengekstrak dan penjendal terhadap mutu

karaginan melaporkan penggunaan pengekstrak soda abu 0.5%, bahan penjendal KCl 3%

dan bahan pengendap IPA merupakan proses terbaik untuk ekstraksi karaginan.

Sedangkan penelitian Basmal et al (2009) yang meneliti tentang pengaruh konsentrasi

KCl pada proses presipitasi karaginan melaporkan konsentrasi KCl 2% sebagai perlakuan

terbaik untuk presipitasi karaginan.

Page 21: Carrageenan IPB

3

1.2 Perumusan Masalah

Petani rumput laut saat ini menjual hasil panennya dalam bentuk rumput

laut kering, sedangkan untuk dapat meningkatkan pendapatan petani maka rumput

laut yang dipanen dapat diolah menjadi karaginan. Problematika dalam

pengembangan untuk pengolahan karaginan ditingkat petani dapat dirumuskan

sebagai berikut : penggunaan air yang masih sangat banyak, penggunaan bahan kimia

yang relatif mahal dan waktu proses yang terlalu lama karena adanya penjendalan dan

pengepresan. Untuk mengevaluasi produk karaginan yang dihasilkan maka

diperlukan penelitian seperti aplikasi karaginan untuk produk sirup markisa.

1.3 Hipotesis

Hipotesis yang dapat disusun dari penelitian ini adalah :

1. Jumlah penggunaan air masih dapat dikurangi tanpa mengurangi mutu

karaginan yang dihasilkan.

2. Penggunaan bahan presipitasi selain IPA (Isopropil alkohol) dan suhu

presipitasi berpengaruh terhadap mutu karaginan.

3. Waktu proses masih dapat dipersingkat.

1.4 Tujuan

Tujuan dari penelitian ini untuk :

1. Mengoptimalkan proses ekstraksi karaginan (perbandingan air, konsentrasi

KCl dan suhu presipitasi) pada rumput laut merah untuk mempersingkat

waktu proses dan melakukan uji mutu untuk memperoleh karakteristik fisiko-

kimia dan fungsional karaginan hasil ekstraksi.

2. Menentukan dan mengkaji proses ekstraksi yang optimal.

3. Mengaplikasi karaginan hasil proses ekstraksi yang optimal pada produk sirup

markisa serta mengkaji mutu sirup yang dihasilkan.

Page 22: Carrageenan IPB

4

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Rumput laut

Rumput laut merupakan tanaman tingkat rendah yang tidak memiliki

perbedaan susunan kerangka akar, batang, dan daun. Meskipun wujudnya tampak

seperti ada perbedaan, bentuk yang sesungguhnya hanya berupa thalus. Secara

umum, rumput laut dikelompokkan dalam empat kelas yaitu rumput laut hijau

(Chlorophyceae), rumput laut hijau-biru (Cyanophyceae), rumput laut coklat

(Phaecophyceae) dan rumput laut merah (Rhodophyceae). Rumput laut coklat dan

rumput laut merah memiliki habitat yang cukup banyak ditemukan di perairan

Indonesia (Winarno, 1990). Menurut Anggadireja et al (2008), keanekaragaman

jenis rumput laut yang sangat luas, sehingga diperlukan adanya klasifikasi rumput

laut berdasarkan hasil produksinya. Klasifikasi rumput laut Indonesia komersil

beserta hasil produksinya dapat dilihat pada Gambar 1,.

Gambar 1 Klasifikasi rumput laut Indonesia dan hasil produksinya.

Page 23: Carrageenan IPB

5

Nilai dan potensi ekonomi rumput laut merupakan komoditas ekspor (Tabel

1). Namun kondisi sekarang ini ekspor dalam bentuk bahan baku masih

mendominasi, dibandingkan hasil olahan. Harapan bahwa teknologi formulasi

harus dikuasai dan dikembangkan, paling tidak produknya mampu mensubstitusi

impor yang selama ini terjadi. (Anggadireja et al, 2008).

Tabel 1 Produksi dan ekspor rumput laut tahun 2006-2009 Tahun Produksi (ton) Ekspor (ton) 2006 1.079.850 95.580.

2007 1.343.700 87.740.

2008 2.145.000 98.707

2009 2.252.000 95.797 Sumber: Pusat Data Statistik dan Informasi Kementrian Kelautan dan Perikanan

Komposisi kimia rumput laut bervariasi tergantung pada spesies, tempat tumbuh dan

musim. Sebagai sumber gizi, rumput laut memiliki kandungan karbohidrat (gula atau

vegetable gum), protein, sedikit lemak dan abu yang sebagian besar merupakan

senyawa garara natrium dan kalium. Vegetable gum yang dikandungnya merupakan

senyawa karbohidrat yang banyak mengandung selulosa dan hemiselulosa yang tidak

dapat dicerna seluruhnya oleh enzim dalam tubuh, sehingga dapat menjadi makanan diet

dengan sedikit kalori (Suwandi et al, 2002).

2.2 Rumput laut merah (E. cottonii)

Eucheuma cottonii merupakan salah satu jenis rumput laut merah dan berubah

nama menjadi Kappaphycus alvarezii karena karaginan yang dihasilkan termasuk

fraksi kappa-karaginan. Jenis ini secara taksonomi disebut Kappaphycus alvarezii

(Doty, 1987). Adapun taksonomi Eucheuma sp menurut Anggadireja et al (2008).

sebagai berikut :

Kingdom : Plantae Divisi : Rhodophyta Kelas : Rhodophyceae Ordo : Gigartinales Famili : Solieracea Genus : Eucheuma

Species : Eucheuma cottonii (Kappaphycus alvarezii)

Page 24: Carrageenan IPB

6

Ciri fisik jenis rumput laut merah ini adalah mempunyai thallus silindris,

permukaan licin, cartilogeneus. Keadaan warna tidak selalu tetap, kadang-kadang

berwarna hijau, hijau kuning, abu-abu atau merah. Perubahan warna sering terjadi hanya

karena faktor lingkungan. Kejadian ini merupakan suatu proses adaptasi kromatik yaitu

penyesuaian antara proporsi pigmen dengan berbagai kualitas pencahayaan.

Penampakan thalli bervariasi mulai dari bentuk sederhana sampai kompleks. Duri-

duri pada thallus runcing memanjang, agak jarang-jarang dan tidak bersusun

melingkari thallus. Percabangan ke berbagai arah dengan batang-batang utama

keluar sal ing berdekatan ke daerah basal (pangkal). Cabang-cabang pertama dan

kedua tumbuh dengan membentuk rumpun yang rimbun dengan ciri khusus mengarah

ke arah datangnya sinar matahari (Atmadja et al, 1995).

Gambar 2 Rumput laut merah kering

Rumput laut merah (Gambar 2) mempunyai peranan penting dalam

perdagangan internasional sebagai penghasil ekstrak karaginan. Kadar karaginan

dalam setiap spesies berkisar antara 20-60% tergantung pada jenis dan lokasi

tumbuhnya (Atmadja et al, 1995). Rumput laut merah (Gambar 2) berasal dari

daerah perairan Sabah (Malaysia) dan Kepulauan Sulu (Filipina) kemudian

dikembangkan di daerah budidaya diantaranya di Lombok, Sumba, Sulawesi

Tenggara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Lampung, Kepulauan Seribu dan

Perairan Pelabuhan Ratu (Afrianto dan Liviawaty, 1987).

Kandungan air rumput laut segar, sama seperti tanaman pada umumnya, yaitu

sekitar 80 - 90 % dan setelah pengeringan dengan udara menjadi 10-20 %. Komposisi

kimia rumput laut merah menurut Astawan et al (2004) dan Ristanti (2003) dapat dilihat

pada Tabel 2.

Page 25: Carrageenan IPB

7

Tabel 2 Komposisi kimia rumput laut merah Zat gizi

Astawan et al, (2004)

Ristanti (2003) Kadar abu (%)

29.97

2,7

Kadar protein (%)

5.91

4.3

Lemak (%)

0.28

2.1

Kadar karbohidrat (%)

63.84

90.9

Serat pangan tidak larut air (%)

55.05

52.4

Serat pangan larut air (%)

23.89

30.8

Serat pangan total (%)

78.94

83.2

2.3 Karaginan

Karaginan merupakan getah rumput laut yang diperoleh dari hasil ekstraksi

rumput laut merah dengan menggunakan air panas atau larutan alkali pada suhu tinggi

(Glicksman, 1983). Karaginan merupakan nama yang diberikan untuk keluarga

polisakarida linear yang diperoleh dari rumput laut merah dan penting untuk pangan.

Dalam bidang industri, tepung karaginan (Gambar 3) berfungsi sebagai stabilisator

(pengatur keseimbangan), thickener (bahan pengental), pembentuk gel dan lain-lain.

Karaginan hasil ekstraksi dapat diperoleh melalui pengendapan dengan alkohol. Jenis

alkohol yang dapat digunakan untuk pemurnian hanya terbatas pada methanol, etanol dan

isopropanol (Winarno, 1990).

Gambar 3 Tepung karaginan

Karaginan menurut FAO (1986), adalah istilah umum untuk senyawa

hidrokoloid yang diperoleh melalui proses ekstraksi rumput laut merah dengan

menggunakan air. Karaginan sebagai senyawa hidrokoloid terdiri dari amonium,

kalsium, magnesium, potasium dan sodium sulfat ester galaktosa dan kopolimer 3.6

anhidrogalaktosa. Heksosa ini dihubungkan dengan ikatan glikosidik α-1.3-galaktosa dan

β-1.4-3.6 anhidrogalaktosa secara bergantian pada polimer, namun proporsi relatif dari

kation yang ada pada karagenan dapat berubah selama pengolahan yang mana satu

dapat menjadi dominan.

Page 26: Carrageenan IPB

8

Struktur dasar karaginan terdiri dari tiga tipe karaginan yaitu kappa, iota dan

lambda karaginan. Kappa karaginan tersusun dari α (1.3) D-galaktosa 4-sulfat dan β

(1.4) 3.6 anhioro-D-galaktosa. Disamping itu karaginan sering mengandung D-galaktosa 6-

sulfat dan ester 3.6 anhydro D-galaktosa 2-sulfat mengandung gugusan 6-sulfat, dapat

menurunkan daya gelasi dari karaginan, tetapi dengan pemberian sekali mampu

menyebabkan terjadinya transeliminasi gugusan 6-sulfat, yang menghasilkan terbentuknya

3.6 anhidro-D-galaktosa. Struktur dasar kappa karaginan dapat dilihat pada Gambar 4

Gambar 4 Struktur dasar kappa karaginan

Iota karaginan ditandai dengan adanya 4-sulfat ester pada setiap residu D-glukosa

dan gugusan 2-sulfat ester pada setiap gugusan 3.6 anhidro-D-galaktosa. Gugusan

2-sulfat ester tidak dapat dihilangkan oleh proses pemberian alkali seperti halnya kappa

karaginan. Iota karaginan sering mengandung beberapa gugusan sulfat ester yang

menyebabkan kurangnya keseragaman molekul yang dapat dihilangkan dengan

pemberian alkali (Winarno 1990). Struktur dasar iota karaginan dapat dilihat Gambar 5.

Gambar 5 Struktur dasar iota karaginan

Lambda karaginan berbeda dengan kappa dan iota karaginan, karena

memiliki sebuah residu disulfat α (1.4) D-galaktosa. Tidak seperti halnya pada

kappa dan iota karaginan yang selalu memiliki gugus 4-phosphat ester. (Winarno

1990). Struktur dasar lambda karaginan dapat dilihat pada Gambar 6.

Page 27: Carrageenan IPB

9

Gambar 6 Struktur dasar lambda karaginan

Monomer-monomer dalam setiap fraksi karaginan dihubungkan oleh jembatan

oksigen melalui ikatan β-1.4 glikosidik. Monomer-monomer yang telah diberikan tersebut

digabungkan bersama monomer-monomer yang lain melalui ikatan α-1.3 glikosidik yang

membentuk polimer. Ikatan 1.3 glikosidik dijumpai pada bagian monomer yang tidak

mengandung sulfat yaitu monomer D-galaktosa-2-sulfat. Ikatan 1.4 glikosidik terdapat pada

bagian monomer yang mengandung jembatan anhidro yaitu monomer-monomer 3.6-

anhidro-D-galaktosa-2-sulfat dan 3.6 anhidro-D-galaktosa serta pada D-galaktosa-2.6 disulfat

(Glicksman. 1983).

Karaginan dalam industri pangan dikategorikan sebagai salah satu bahan

tambahan makanan (food additives). Umumnya bahan aditif hanya diizinkan untuk

digunakan dalam makanan tertentu dan tunduk pada batas-batas kuantitatif tertentu.

Aturan penggunaan bahan aditif makanan dilakukan oleh Komite Codex Aditif

Pangan dan Kontaminan dengan memberlakukan sistem penomoran yang

diadaptasi untuk penggunaan internasional oleh Komisi Codex Alimentarius yang

mengembangkan Internasional Numbering System (INS). Dalam sistem INS kode

E407 berlaku untuk karaginan dan E407a untuk karaginan semi-refined sebagai

bahan yang berfungsi sebagai pengemulsi, stabilisator, pengental dan agen

pembentuk gel (http://www.food.gov.uk diakses 6 Maret 2011)

2.4 Sifat-sifat Karaginan

Tipe karaginan yang paling banyak dalam aplikasi pangan adalah kappa

karaginan. Adapun sifat-sifat dari karaginan meliputi kelarutan, viskositas,

pembentukan gel dan stabilitas pH.

Page 28: Carrageenan IPB

10

2.4.1 Kelarutan

Air merupakan pelarut utama bagi karaginan. Kelarutan karaginan dalam

air dipengaruhi oleh beberapa faktor. yaitu : tipe karaginan, pengaruh ion, suhu,

pH, dan komponen organik larutan. Perbedaan tipe karaginan menyebabkan sifat

kelarutannya berbeda (Tabel 3). Dalam hal ini yang paling berpengaruh adalah

perbandingan hidrofilitas molekul pada kelompok ester sulfat dengan residu

hidrofobik 3.6-anhidro-D-Galaktosa. Hidrasi karaginan lebih cepat pada pH

rendah dan lebih lambat pada pH lebih tinggi dari pH 6. Proses ini lebih cepat

pada suhu tinggi (Towle, 1973).

Faktor terpenting dalam pengamatan kelarutan karaginan adalah sifat

hidrofilik molekul pada kelompok ester-sulfat dan unit galaktopironosa, serta sifat

hidrofobik pada unit 3.6 anhidrogalaktosa. Kappa karaginan memiliki gugus ester

sulfat dalam jumlah yang rendah, tetapi mengandung 3.6 anhidrogalaktosa yang

bersifat hidrofobik seperti kalium. Keseimbangan antara komponen yang larut

dengan komponen yang tidak larut, akan mengganggu terbentuknya gel

(Suryaningrum, 1988).

Semua karaginan larut air panas. Karaginan jenis kappa kurang hidrofilik

karena lebih banyak memiliki gugus 3.6-anhidro-D-galaktosa. Karaginan jenis

iota lebih hidrofilik karena adanya gugus 2-sulfat yang dapat menetralkan 3.6-

anhidro-D-galaktosa yang kurang hidrofilik dan lambda karaginan mudah larut

pada semua kondisi karena tanpa unit 3.6-anhidro-D-galaktosa dan mengandung

gugus sulfat yang lebih tinggi (Towle, 1973).

Tabel 3 Daya kelarutan karaginan pada berbagai media pelarut Medium Kappa Iota Lambda

Air panas Air dingin Susu panas Susu dingin Larutan gula pekat Larutan garam pekat

Larut diatas suhu 60°C Garam Na

Garam K,Ca tidak larut larut

Larut pada suhu 60°C Garam Na, K,Ca tidak larut tapi mengembang Panas, larut Tidak larut pada suhu 60°C

Larut diatas suhu 60°C Garam Na

Garam K,Ca tidak larut larut

Larut pada suhu 60°C Tidak larut pada suhu 60°C Sukar, larut Panas, larut

Larut pada suhu 60°C Larut pada suhu 60°C Larut pada suhu 60°C Larut pada suhu 60°C Larut pada suhu 60°C Panas. Larut

Sumber : Moirano (1977)

Page 29: Carrageenan IPB

11

2.4.2 Viskositas

Viskositas adalah daya aliran molekul dalam sistem larutan. Suspensi

koloid dalam larutan dapat ditingkatkan dengan cara mengentalkan cairan

sehingga terjadi absorbsi dan pengembangan koloid. Viskositas hidrokoloid

dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu : konsentrasi, suhu, kandungan sulfat inti

elektrik, teknik perlakuan, keberadaan elektrolik dan non elektrolik. Selain itu, tipe

karaginan dan berat molekul karaginan juga merupakan salah satu faktor yang

mempengaruhi viskositas suatu cairan (Towle, 1973).

Viskositas (kekentalan) merupakan sifat suatu cairan yang menunjukkan

adanya tahanan dalam atau gesekan pada cairan yang bergerak. Pada zat cair

viskositas disebabkan oleh gaya kohesif antar molekulnya sedangkan pada gas

viskositasnya berasal dari tumbukan-tumbukan antar molekulnya (Giancoli, 1998).

Pada prinsipnya pengukuran viskositas adalah mengukur ketahanan gesekan cairan dua

lapisan molekul yang berdekatan. Viskositas yang tinggi dari suatu material disebabkan

karena gesekan internal yang besar sehingga cairan mengalir.

Pada konsentrasi yang tinggi, karaginan dapat membentuk larutan yang

sangat kental dengan struktur makro molekulnya yang linier atau tidak bercabang dan

bersifat polielektrolit. Adanya gaya tolak menolak dari grup ester sulfat bermuatan

sama yaitu negatif di sepanjang rantai polimer, menyebabkan molekul ini kaku dan

tertarik kencang. Sifat hidrofilik molekul tersebut menyebabkan rantai polimer

dikelilingi oleh lapisan molekul-molekul air yang diam. Hal inilah yang menentukan

nilai viskositas karaginan. Viskositas karaginan menurun drastis dengan naiknya

suhu (Guiseley et al, 1980).

Garam-garam akan menurunkan viskositas karaginan dengan cara mcnurunkan

tolakan elektrostatik diantara gugus sulfat. Semakin kecil kandungan sulfat maka nilai

viskositasnya semakin kecil pula, tetapi konsentrasi gelnya semakin meningkat.

Gaya tolak menolak antar grup ester sulfat yang bermuatan sama (negatif) disepanjang

rantai polimer menyebabkan rangkaian molekul kaku dan tertarik kencang sehingga

menyebabkan meningkatnya viskositas (Moirano, 1977).

Page 30: Carrageenan IPB

12

2.4.3 Pembentukan Gel

Pembentukan gel adalah suatu fenomena penggabungan atau pengikatan silang

rantai polimer sehingga membentuk suatu jala tiga dimensi bersambungan.

Selanjutnya jala ini dapat menangkap atau memobilisasikan air didalamnya dan

membentuk struktur yang kuat dan kaku. Sifat pembentuk gel ini beragam dari satu

jenis hidrokoloid ke jenis lain, tergantung pada jenisnya. Gel mungkin mengandung

air sampai 99.9%. Gel mempunyai sifat seperti padatan, khususnya sifat elastis dan

kekakuan (Fardiaz, 1989).

Menurut Suryaningrum (1988), karaginan dapat membentuk gel secara

thermoreversible, artinya dapat membentuk gel pada saat pendinginan dan

kembali mencair pada saat dipanaskan. Pembentukan gel disebabkan oleh

pembentukan struktur heliks rangkap yang terjadi pada suhu tinggi. Proses

pemanasan dengan suhu yang lebih tinggi dari suhu pembentukan gel akan

mengakibatkan polimer karaginan dalam larutan menjadi random (acak). Tetapi bila suhu

diturunkan, maka polimer akan membentuk struktur double helix (pilinan ganda) dan

apabila penurunan suhu terus dilanjutkan polimer-polimer ini akan terikat silang secara

kuat dan dengan makin bertambahnya bentuk heliks akan terbentuk agregat yang

bertanggungjawab terhadap terbentuknya gel yang kuat (Glikcsman, 1969).

Menurut Winarno (1990), struktur kappa dan iota karaginan memungkinkan

bagian dari dua molekul masing-masing membentuk double heliks yang mengikat

rantai molekul menjadi bentuk jaringan 3 dimensi atau gel. Bila larutan dengan

cara pemanasan, yang kemudian diikuti pendinginan sampai di bawah suhu

tertentu, kappa dan iota karaginan akan membentuk gel dalam air yang bersifat

reversible, asalkan kation tersedia dalam sistem.

Towle (1973) menyatakan bahwa, kemampuan membentuk gel adalah sifat

yang penting bagi hidrokoloid seperti karaginan. Konsistensi gel dipengaruhi oleh

beberapa faktor antara lain : jenis dan tipe karaginan, konsentrasi, dan adanya ion-

ion. Hal lain yang dapat mempengaruhi gel karaginan yaitu letak gugus sulfat

pada struktur molekulnya. Tekstur gel karaginan dapat berbentuk keras, rapuh

sampai lunak dan elastis. Tekstur ini dapat tergantung pada beberapa variabel

yaitu sifat alami karaginan, konsentrasi, tipe ion penyerap dan zat terlarut lainnya.

Page 31: Carrageenan IPB

13

Potensi pembentukan gel dan viskositas larutan karaginan akan menurunkan

pH, karena ion H+

2.4.4 Stabilitas pH

membantu proses ikatan glikosidik pada molekul karaginan (Angka

dan Suhartono. 2000).

Karaginan dalam larutan memiliki stabilitas maksimum pada pH 9 dan

akan terhidrolisis pada pH dibawah 3.5 ( Tabel 4). Pada pH 6 atau lebih umumnya

larutan karaginan dapat mempertahankan kondisi proses produksi karaginan.

Hidrolisis asam akan terjadi jika karaginan berada dalam bentuk

larutan, hidrolisis akan meningkat sesuai dengan peningkatan suhu. Larutan

karaginan akan menurun viskositasnya jika pHnya diturunkan dibawah 4.3

(Imeson 2000).

Menurut Glicksman (1983), karaginan akan stabil pada pH 7 atau lebih. Pada

pH yang rendah, stabilitasnya akan menurun bila terjadi peningkatan suhu. Karaginan

kering dapat disimpan dengan baik selama 1.5 tahun pada suhu kamar dengan pH

karaginan 5 - 6.9. Selama penyimpanan dengan pH tersebut tidak terdeteksi adanya

kehilangan kekuatan gelnya.

Kappa karaginan dan iota karaginan dapat digunakan sebagai bentuk gel pada

pH rendah, tetapi kappa dan iota karaginan tidak mudah terhidrolisis sehingga

tidak dapat digunakan dalam pengolahan pangan pada pH 3.4 - 4. Penurunan pH

menyebabkan terjadinya hidrolisis dari ikatan glikosidik yang menyebabkan

kehilangan viskositas dan potensi untuk membentuk gel. Hidrolisa dipercepat oleh

panas pada suhu rendah (Moirano, 1977).

Tabel 4 Stabilitas karaginan dalam berbagai media pelarut Stabilitas Kappa Iota Lambda pH netral dan alkali pH asam

Stabil

Terhidrolisis bila dipanaskan Stabil dalam gel

Stabil

Terhidrolisis Stabil dalam gel

Stabil

Terhidrolisis

Sumber : Glicksman (1983)

2.5 Proses produksi karaginan

Proses produksi karaginan pada dasarnya terdiri atas proses penyiapan bahan

baku, ekstraksi, pemisahan karaginan dari ekstraknya, pemurnian, pengeringan dan

penepungan.

Page 32: Carrageenan IPB

14

Penyiapan bahan baku

Rumput laut yang baru dipanen. dibersihkan dari kotoran dan karang yang

melekat dengan menggunakan air laut kemudian dijemur selama lebih kurang 2-3

hari atau setelah dijemur satu hari,dibilas kembali menggunakan air laut selama 5

menit kemudian dijemur lagi sampai kering. Selama penjemuran diusahakan agar

tidak terkena hujan atau embun karena menurunkan mutu karaginan (Fardiaz, 1989).

Proses ekstraksi

Ekstraksi rumput laut merah dilakukan dengan cara perebusan dengan

menggunakan larutan KOH pada pH 8-9 dengan volume air perebus sebanyak 40-50

kali berat rumput laut kering. Rumput laut tersebut dipanaskan pada suhu 90 - 95 °C

selama 3 - 6 jam (Yunizal et al, 2000). Guiseley et al (1980) melaporkan bahwa untuk

mencapai ekstraksi yang optimal diperlukan waktu sampai 1 hari, sedangkan untuk

mempercepat proses ekstraksi dilakukan dengan perebusan bertekanan selama satu

sampai beberapa jam.

Suasana alkalis dapat diperoleh dengan menambahkan larutan basa misalnya

larutan NaOH. Ca(OH)2 atau KOH sehingga pH larutan mencapai 8-10. Penggunaan

alkali mempunyai dua fungsi, yaitu membantu ekstraksi polisakarida menjadi lebih

sempurna dan mempercepat eliminasi 6-sulfat dari unit monomer menjadi 3.6-anhidro-

D-galaktosa sehingga dapat meningkatkan kekuatan gel dan reaktivitas produk

terhadap protein (Towle, 1973). Penelitian yang dilakukan Zulfriady dan Sudjatmiko

(1995), menunjukkan bahwa ekstraksi karaginan menggunakan (KOH) berpengaruh

terhadap kenaikan mutu karaginan yang dihasilkan.

Filtrasi

Filtrasi dilakukan untuk memisahkan residu (selulosa dan kotoran yang

berukuran besar). Larutan karaginan yang akan difiltrasi harus dalam keadaan benar-

benar panas. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari terjadinya pembentukan gel

bila filtrat dalam keadaan dingin.

Page 33: Carrageenan IPB

15

Pemisahan karaginan

Menurut Food Chemical Codex (1981), karaginan dapat dipisahkan dari

filtratnya dengan cara presipitasi oleh alkohol atau dengan cara pembekuan.

Penelitian Dian dan Intan (2009), menunjukkan metode ekstraksi karaginan

dengan isopropil alkohol menghasilkan karakteristik kadar air 14.05%, kadar

abu 15.098%, rendemen 39.71%, kadar sulfat 19.38%, viskositas 75 cP, dan

kekuatan gel 120-500 g/cm2

Pemisahan karaginan dari bahan pengekstrak dilakukan dengan cara

penyaringan dan pengendapan. Penyaringan ekstrak karaginan umumnya masih

menggunakan penyaringan konvensional yaitu kain saring dan filter press dalam keadaan

panas yang dimaksudkan untuk menghindari pembentukan gel (Chapman dan Chapman,

1980).

. Metode pembekuan menurut Anggadireja et al

(2008), memerlukan energi yang cukup banyak karena selain membutuhkan ruang

pendingin (freezer) selama ± 24 jam untuk membekukan filtrat juga

membutuhkan panas untuk mencairkan bentukan es dari filtrat untuk

mendapatkan karaginan.

Pengeringan dan Penepungan

Karaginan basah hasil pengendapan oleh alkohol atau serpihan hasil pelelehan

dikeringkan menggunakan oven atau penjemuran (Glicksman, 1983). Pengeringan

menggunakan oven dilakukan pada suhu 60 o

C (Istini dan Zatnika, 1991). Karaginan

kering tersebut kemudian ditepungkan dan diayak. Selanjutnya karaginan dikemas

dalam wadah tertutup rapat (Guiseley et al, 1980).

2.6 Fungsi Karaginan

Karaginan sangat penting peranannya sebagai stabilisator (pengatur

keseimbangan), thickener (bahan pengental), pembentuk gel, pengemulsi, koloid

pelindung, penggumpal dan pencegah kristalisasi. Sifat ini sangat dimanfaatkan

dalam industri makanan, obat-obatan, kosmetik, tekstil, cat, pasta gigi dan industri

lainnya.

Di bidang industri kue dan roti, kombinasi karaginan dengan garam natrium,

karaginan dengan lesitin dapat meningkatkan mutu adonan sehingga dihasilkan

Page 34: Carrageenan IPB

16

kue dan roti bermutu tinggi. Bila dikombinasikan dengan garam kalium, maka

karaginan sangat efektif sebagai gel pengikat atau pelapis produk daging. Dalam

jumlah yang relatif kecil, karaginan juga dipergunakan dalam produk makanan

lainnya, misalnya macaroni, jam jelly, sari buah, bir dan lain-lain (Winarno,

1990).

Di luar industri pangan, karaginan juga digunakan dalam industri obat-

obatan, kosmetik, tekstil, cat serta pasta gigi. Selain sebagai pengemulsi dan

penstabil, karaginan juga berfungsi sebagai pembentuk gel, pensuspensi, pengikat,

protective (melindungi koloid), film former (mengikat suatu bahan), syneresis

inhibitor (menghalangi terjadinya pelepasan air), dan Flocculating agent

(pengkilat dan mengikat bahan-bahan lain) (Anggadiredja et al, 1993).

2.7 Spesifikasi Mutu Karaginan

Di Indonesia standar mutu karaginan yang baku belum ada, tetapi secara

internasional telah dikeluarkan spesifikasi mutu karaginan yang telah digunakan

sebagai persyaratan minimum yang diperlukan bagi suatu industri pengolahan baik

dari segi teknologi maupun ekonomis yang meliputi kualitas dan kuantitas ekstraksi

rumput laut (Kadi dan Atmadja, 1988).

Spesifikasi mutu karaginan menurut FAO (Food Agriculture

Organization), FCC (Food Chemical Codex) di Amerika dan EEC (European

Economic Community) di Eropa dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Spesifikasi mutu karaginan Spesifikasi FAO FCC EEC

Sulfat (%) 15 – 40 18 – 40 15 – 40 Viskositas (cps) Min 5 Min 5 Min 5 Kadar abu (%) 15 – 40 Maks 35 15 – 40 Kadar abu tak larut asam (%) Logam berat : Pb (ppm) As (ppm)

Maks 2

Maks 10 Maks 3

Maks 1

Maks 10 Maks 3

Maks 2

Maks 10 Maks 3

Sumber : A/S Kobenhvns Pektifabrik (1978)

Page 35: Carrageenan IPB

17

2.7 Sirup Sari Buah Markisa

Sari buah dalam SNI (01-3719-1995) adalah minuman ringan yang dibuat

dari sari buah dan air minum dengan atau tanpa penambahan gula dan bahan

tambahan makanan yang diizinkan. FAO (2000), menjelaskan bahwa perdagangan

international membedakan sari buah berdasarkan kandungan sari buah murninya,

yaitu:

1. Fruit juice adalah minuman dengan 100% buah. Memerlukan tambahan air

dalam ukuran tertentu untuk bisa dikomsumsi.

2. Fruit juice nectar adalah minuman dengan kadar sari buah 25-30% ditambah

air dan gula (

3. Fruit juice drink adalah jenis minuman yang memiliki kadar sari buah 10-12%,

minuman ini biasanya ditambah asam sitrat, asam sorbat, aroma, zat pengawet

dan pemanis karbohidrat lainnya.

Codex standar untuk Gula: CX-STAN 212-1999).

4. Multi fruit dan multi vitamin beverage adalah jenis minuman yang dicampur

berbagai jenis sari buah seperti sari buah jeruk, apel, nenas dan sari buah

lainnya.

Sari buah adalah komponen utama penyusun sirup selain gula. Sari buah

berperan dalam pembentukan karakteristik sirup yaitu warna, rasa dan aroma

sirup buah. Sirup, menurut SNI (01-3544-1994), didefinisikan sebagai larutan

gula pekat dengan atau tanpa penambahan bahan tambahan makanan yang

diijinkan. Definisi sirup yang lain yaitu sejenis minuman ringan berupa larutan

kental dengan citarasa beraneka ragam, biasanya mempunyai kandungan gula

minimal 65 % (Satuhu, 2003).

Jenis buah markisa yang digunakan bahan baku sirup markisa olahan adalah

buah markisa ungu (Passiflora edulis). Sewaktu muda, kulitnya berwarna hijau

dan setelah tua, menjadi coklat ungu. Di dalam buah terdapat banyak biji

berbentuk gepeng kecil berwarna hitam, yang masing-masing diselimuti selaput

yang mengandung cairan masam berwarna kuning (Verheij dan Coronell, 1997).

Buah markisa yang akan dijual sebagai buah segar sebaiknya dipanen pada

saat persentase warna ungu mencapai 50-70%. Buah tersebut harus dijaga

kenampakan kulit buahnya, yaitu tetap mulus dan tidak keriput. Sebaliknya, untuk

menghasilkan sari buah yang bermutu baik, buah harus dipanen masak, minimal

Page 36: Carrageenan IPB

18

pada saat kematangan mencapai 75% dan akan lebih baik jika buah dipanen

masak (http://www.bi.go.id.sipuk/id/lm/markisa diakses 20 November 2010).

Sari buah yang berkualitas diperoleh dari buah markisa yang dipanen pada

tingkat kematangan minimal 75% (Jagtiani et al, 1998). Diagram alir pembuatan

sari markisa dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7 Diagram alir ekstraksi sari buah markisa (Siregar, 2009)

Dalam proses pembuatan sari buah, pada waktu buah diekstrak/disaring akan

diperoleh cairan yang berisi partikel-partikel yang berasal dari pulp (bubur) buah, sehingga

sari buah tampak keruh. Adanya partikel-partikel buah menyebabkan pada umumnya stabilitas

sari buah kurang baik dikarenakan kecenderungan partikel tersebut untuk memisah dari cairan

dan membentuk endapan. Sebagian konsumen justru senang dengan keadaan sari buah yang

keruh ini. Kondisi yang keruh ini dapat dipertahankan apabila pembentukan endapan atau

gumpalan pada sari buah dapat dicegah. Adapun pencegahan tersebut dapat dilakukan

dengan menambahkan bahan penstabil ke dalam sari buah sehingga tidak terjadi

pemisahan antara cairan dengan endapan pada sari buah tersebut. Zat-zat yang termasuk

dalam bahan penstabil di antaranya adalah gum arab, gelatin, agar-agar, natrium alginat,

pektin, karaginan, dan CMC (Fachruddien, 2002)

Buah Markisa

Dipotong

Kulit Dikeruk

Pulp markisa

Disaring

Pulper Biji

Sari Markisa

Page 37: Carrageenan IPB

19

Sari buah merupakan salah satu pengolahan buah dalam bentuk minuman.

Salah satu kelemahan dalam pembuatan minuman sari buah, yaitu mudah

terbentuk endapan selama penyimpanan sehingga menghasilkan kenampakan

yang kurang menarik (Dewayani et al, 1999). Menurut Widjanarko (1996), selain

aroma dan rasa, salah satu penentuan kualitas sirup adalah kenampakannya.

Adapun mutu sirup pada SNI 01-3544-1994 dapat dlihat pada Tabel 6.

Tabel 6 Syarat mutu sirup (SNI 01-3544-1994) No Kriteria Uji Satuan Persyaratan 1

2 3 4

Keadaan - Aroma - Rasa

Gula jumlah dihitung sebagai sakarosa Bahan tambahan makanan - Pemanis buatan - Pewarna - Pengawet

Cairan mikroba - Angka lempeng total - Coliform - E.coli

- -

% (b/b) - - -

Koloni/ml APM/ml APM/ml

Normal Normal

Min 65

Tidak boleh ada Sesuai SNI

01-0222-1995 Sesuai SNI

01-0222-1995

Maks 5x102 Maks 20

< 3 Sumber : Pusat Standarisasi Industri Departemen Perindustrian (1994)

2.8. Bahan Penstabil

Pengendapan pada minuman umumnya kurang dikehendaki. Salah satu

upaya yang dilakukan untuk mengurangi endapan selama penyimpanan adalah

penggunaan bahan penstabil. Jenis bahan penstabil yang sering digunakan pada

industri makanan adalah Carboxymethylcellulose (CMC), gum xanthan,

karaginan dan pektin. Golongan polisakarida ini memiliki kemampuan untuk

mempertahankan konsistensi larutan dan kemampuan untuk membentuk gel

(Astawan, 2005).

Bahan penstabil adalah bahan yang berfungsi untuk mempertahankan

stabilitas emulsi. Bahan penstabil yang umum digunakan ada 3. yaitu (1) gelatin

yang bersumber dari hewan (2) rumput laut (seperti alginat, karaginan dan agar-

agar) dan (3) gum (Marshall dan Arbuckle, 1996).

Page 38: Carrageenan IPB

20

Bahan penstabil merupakan suatu zat yang dapat berfungsi menstabilkan,

mengentalkan. atau memekatkan suatu makanan yang dicampur dengan air, sehingga dapat

membentuk suatu cairan dengan kekentalan yang stabil dan homogen pada waktu yang relatif

lama. Makanan olahan yang mengandung bahan penstabil di antaranya adalah susu kental

manis, jelli, mentega, es krim dan sari buah.

Sebagian besar bahan penstabil adalah bahan alami, namun yang cukup

berkembang, mempunyai daya penstabil yang cukup baik dan harga yang relatif

murah adalah CMC (Carboxymethyl Cellulose) yang merupakan bahan penstabil

yang berasal dari modifikasi bahan kimia sehingga tidak cukup aman apabila

penggunaannnya di lakukan secara berlebihan. Pembuatan CMC adalah dengan

cara mereaksikan NaOH dengan selulosa murni, kemudian ditambahkan Na-kloro

asetat (Fennema, 1996). Menurut Tranggono et al (1991), bahwa CMC

merupakan zat dengan warna putih atau sedikit kekuningan, tidak berbau dan

tidak berasa, berbentuk granula yang halus atau bubuk, mudah larut dalam air

panas dan air dingin. Proses pemanasan dapat menyebabkan pengurangan

viskositas yang bersifat dapat balik (reversible).

Page 39: Carrageenan IPB

21

III METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli 2010 sampai dengan Januari

2011 bertempat di Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi

Kelautan dan Perikanan, Jakarta. Analisis laboratorium dilakukan di Laboratorium

Kimia, Laboratorium Mikrobiologi dan Laboratorium Organoleptik, Balai Besar

Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan, Jakarta.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan baku utama adalah rumput laut kering jenis E. cottonii yang dipanen

dari Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan umur panen 45 hari, pencucian dengan

air laut, pengeringan secara alami diatas para-para bambu atau terpal plastik.

Bahan yang digunakan untuk ekstraksi karaginan adalah KOH, celite/tanah

diatomik, dan KCl. Bahan untuk membuat sirup markisa yaitu buah markisa,

karaginan hasil ekstraksi, gula pasir, CMC-Na, Na-Benzoat, Na-metabisulfit dan

asam sitrat. Bahan-bahan lainnya yang digunakan untuk analisis kimia yang

diperlukan untuk analisis di laboratorium.

Peralatan yang digunakan adalah kompor, panci, timbangan, filter press,

press hydraulic, hot plate, stirrer, Erlenmeyer, grinder, pengaduk, thermometer,

kertas ph, ph meter, hot plate, gelas ukur, Texture Analyzer by TA- Viscometer

Brookfield, KeTT digital whiteness meter model C-100, Colorimeter DR/890, alat

pengering, kertas saring, serta peralatan laboratorium untuk pengujian

mikrobiologi dan organoleptik sesuai dengan parameter yang sudah ditentukan.

3.3 Metode Penelitian

Metode penelitian ini terbagi menjadi tiga tahap yaitu 1) penelitian

pendahuluan dengan tujuan untuk mencari kisaran konsentrasi larutan KCl yang

terbaik, 2) penelitian optimasi proses ekstraksi karaginan yaitu tahapan untuk

mengetahui perbandingan air, konsentrasi KCl dan suhu presipitasi yang optimal

dan memperoleh karakteristik hasil karaginan yang dioptimalkan, 3) penelitian

aplikasi karaginan yaitu aplikasi karaginan yang dihasilkan pada pembuatan sirup

markisa yang bertujuan sebagai pengental dan penstabil. Alur penelitian secara

lengkap dapat dilihat pada Gambar 8.

Page 40: Carrageenan IPB

22

Analisis Sifat Fisik Kimia : 1. Rendemen 2. Viskositas 3. Kekuatan gel 4. Kadar air 5. Kadar abu 6. Kadar abu tak larut asam 7. Kadar sulfat 8. Derajat putih

Analisis : 1. pH 2. Viskositas 3. Kekeruhan 4. Total gula (sukrosa)

Analisis : 1. Total mikroba 2. Organoleptik (perbandingan

pasangan)

Pengamatan secara organoleptik (tekstur, kekerasan dan rasa)

Penelitian pendahuluan

Konsentrasi terbaik

Penelitian optimasi proses

Penelitian aplikasi karaginan

Sirup markisa terpilih (4.4%)

Selesai

Mulai

Gambar 8 Diagram alir penelitian secara keseluruhan

Ekstraksi rumput laut : Perb. air : 1:20 ; 1:30 ; 1:40 Kons larutan KCl : 1 dan 1.5 % Suhu presipitasi : 15 dan 30oC

Aplikasi karaginan pada pembuatan sirup markisa

(3.2, 3.9, 4.4, 5.0%)

Ekstraksi rumput laut dengan presipitasi larutan KCl

Kons: 0.5; 1; 1.5 dan 2%

Perlakuan terpilih

Rumput laut E.cottonii

Page 41: Carrageenan IPB

23

3.3.1 Penelitian pendahuluan

Penelitian tahap ini bertujuan untuk mencari kisaran konsentrasi larutan KCl

yang terbaik, dalam hal ini digunakan 4 variabel konsentrasi yaitu : 0.5, 1, 1.5 dan

2%. Diagram alir penelitian pendahuluan dapat dilihat pada Gambar 9.

Adapun langkah-langkah dalam proses produksi karaginan pada penelitian ini

adalah sebagai berikut :

1. Pencucian dan pembersihan dilakukan pada rumput laut yang akan diekstraksi

untuk menghilangkan pasir, garam, kapur, karang, potongan tali dan rumput

laut jenis lainnya yang tidak diinginkan.

2. Ekstraksi pertama : pemasakan dilakukan pada rumput laut yang telah bersih

dalam larutan KOH 8% selama 2 jam pada suhu 80±5 oC.

3. Pencucian hingga pH netral

4. Ekstraksi kedua: pemasakan dalam air selama 2 jam pada suhu 90±5 oC.

5. Filtrasi : Pemisahan bubur rumput laut dari ampasnya sehingga sehingga

diperoleh filtrat rumput laut yang murni.

6. Presipitasi : Presipitasi filtrat dengan menggunakan larutan KCl konsentrasi

0.5, 1, 1.5 dan 2%.

7. Pengadukan hingga terbentuk serat karaginan.

8. Penyaringan serat karaginan hasil presipitasi dari larutan KCl setelah

perendaman selama ±15 menit yang disertai pengadukan secara perlahan.

9. Pengepresan : sebelumnya karaginan dibungkus terlebih dahulu oleh kain

terigu/blacu 2 lapis lalu dilakukan pengepresan oleh alat press hydraulic

selama ± 30 menit.

10.Pengeringan serat karaginan dibawah sinar matahari.

Data yang diperoleh pada penelitian pendahuluan ini bersifat sensori atau

secara organoleptik (tekstur, kekerasan dan rasa) sehingga analisa data tidak

dilakukan.

Page 42: Carrageenan IPB

24

Filtrasi

Presipitasi oleh larutan KCl Kons: 0.5; 1; 1.5 dan 2%

Penyaringan serat karaginan

Pencucian

Pemasakan dengan larutan alkali KOH 8% pada suhu 80±5 oC selama 2 jam

Netralisasi (Pencucian hingga pH netral)

Pengadukan selama 15 menit

(terbentuk serat karaginan)

Pengepresan

Pengeringan dengan

sinar matahari

Karaginan kering

Ekstraksi Perb air: 1:40

Suhu 90±5 oC selama 2 jam

Pengamatan secara organoleptik (tekstur, kekerasan dan rasa)

Mulai

Selesai

Rumput laut E.cottonii

Filtrat

Serat karaginan

Gambar 9 Diagram alir penelitian pendahuluan

Page 43: Carrageenan IPB

25

3.3.2 Penelitian optimasi proses ekstraksi

Tahapan ini untuk mengetahui perbandingan air, konsentrasi KCl dan suhu

presipitasi yang optimal dan memperoleh karakteristik hasil karaginan yang

dioptimalkan. Diagram alir proses ekstraksi dapat dilihat pada Gambar 10.

Adapun langkah-langkah dalam proses produksi karaginan pada penelitian

ini adalah sebagai berikut :

1. Pencucian dan pembersihan dilakukan pada rumput laut yang akan diekstraksi

untuk menghilangkan pasir, garam, kapur, karang, potongan tali dan rumput

laut jenis lainnya yang tidak diinginkan.

2. Ekstraksi pertama : pemasakan dilakukan pada rumput laut yang telah bersih

dalam larutan KOH 8% selama 2 jam pada suhu 80±5 oC.

3. Pencucian hingga pH netral

4. Ekstraksi kedua: pemasakan dalam air dengan perbandingan 20, 30 dan 40 kali

selama 2 jam pada suhu 90±5 oC.

5. Filtrasi : Pemisahan bubur rumput laut dari ampasnya sehingga sehingga

diperoleh filtrat rumput laut yang murni.

6. Presipitasi : Presipitasi filtrat dengan menggunakan larutan KCl konsentrasi 1

dan 1.5% pada suhu 15 dan 30 oC.

7. Pengadukan hingga terbentuk serat karaginan.

8. Penyaringan filtrat hasil presipitasi dari larutan KCl setelah perendaman

selama ±15 menit yang disertai pengadukan secara perlahan.

9. Pengepresan : sebelumnya karaginan dibungkus terlebih dahulu oleh kain

terigu/blacu 2 lapis lalu dilakukan pengepresan oleh alat press hydraulic

selama ± 30 menit.

10.Pengeringan dan Penepungan : Serat-serat karaginan kemudian dikeringkan

dibawah sinar matahari selama 1-2 hari. Menurut Banadib dan Khoiruman,

2009, bahwa suhu optimum proses pengeringan karaginan yaitu 55 oC.

Anggadiredja (2008), lama pengeringan sebaiknya selama 12-20 jam.

Selanjutnya digiling dengan alat penggilingan (grinder) sehingga diperoleh

tepung karaginan.

Page 44: Carrageenan IPB

26

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan

acak lengkap dengan 3 faktor, yaitu:

Faktor 1 : Perbandingan jumlah air proses ekstraksi yang digunakan. Pada penelitian

ini ada 3 perbandingan air yang digunakan yaitu 20, 30 dan 40 kali.

Faktor 2 : Konsentrasi KCl yaitu 1 dan 1.5%

Faktor 3 : Suhu presipitasi yaitu 15 dan 30 oC

Percobaan diulang sebanyak 3 kali dengan model rancangan sebagai berikut :

Yijk= µ + αi + ΒJ + Ck + (αc)ik + (βc)jk + (αβc)ijk + εijk

Dimana :

Y ikj = respon setiap variabel pengamatan µ = nilai tengah (rata-rata) dari seluruh pengamatan αi = pengaruh perbandingan air taraf ke-i (i=1.2.3) Βj = pengaruh konsentrasi KCl taraf ke-j (j=1.2) Ck = pengaruh suhu ke-k (k=1.2) (αc)ik = pengaruh interaksi perbandingan air ke-i (i=1.2.3) dengan perbedaan suhu taraf

ke-k (k=1.2) (βc)jk = pengaruh interaksi konsentrasi KCl ke-j (j=1.2) dengan perbedaan suhu taraf

ke-k (k=1.2) (αβc)ijk= pengaruh interaksi perbandingan air ke-i (i=1.2.3). konsentrasi KCl ke-j (j=1.2.3)

dan perbedaan suhu taraf ke-k (k=1.2) εij = galat dari percobaan. Data diperoleh dari hasil pengukuran rendemen, viskositas, kekuatan gel, kadar

air, kadar abu, kadar abu tidak larut asam, kadar sulfat, dan derajat putih. Data dianalisa

dengan metode univariate general model dengan program SPSS versi 17. Untuk

melihat taraf perlakuan yang berbeda, dilakukan uji lanjut Beda Nyata Terkecil (BNT)

pada tingkat kepercayaaan 95%.

Page 45: Carrageenan IPB

27

Filtrasi dengan filter press

Penyaringan serat karaginan

Rumput laut E.cottonii

Pencucian

Ekstraksi I Pemasakan dengan larutan KOH 8%

suhu 80±5 oC selama 2 jam

Netralisasi (Pencucian hingga pH netral)

Pengadukan selama 15 menit

(terbentuk serat karaginan)

Pengepresan

Pengeringan dengan sinar matahari

Penepungan

Analisis : 1 Rendemen 2 Viskositas 3 Kekuatan gel 4 Kadar air 5 Kadar abu 6 Kadar abu tidak larut asam 7 Kadar sulfat 8 Derajat putih

Pencabikan

Mulai

Selesai

Filtrat

Serat karaginan

Tepung karaginan

Gambar 10 Diagram alir penelitian optimasi proses ekstraksi karaginan dan analisis yang dilakukan

Ekstraksi II Perb air : 1:20 ; 1:30 ; 1:40 Suhu 90±5 oC selama 2 jam

Presipitasi oleh larutan KCl Kons: 1 dan 1.5%

Suhu: 15 dan 30 oC

Page 46: Carrageenan IPB

28

3.3.3 Penelitian aplikasi karaginan pada sirup markisa

Penelitian tahap ini adalah aplikasi karaginan hasil ekstraksi pada sirup markisa.

Diagram alir proses pembuatan markisa dapat dilihat pada Gambar 11. Proses

pembuatan sirup mengikuti proses pengolahan sirup markisa teknologi tepat guna

agroindustri kecil (2010), Kementrian Riset dan Teknologi Div. Pendayagunaan

dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Prosesnya yaitu :

1. Pencucian dan penirisan buah markisa selanjutnya dilakukan pemotongan kulit

buah dan pengerukan isi untuk mengeluarkan seluruh isi buah.

2. Pemblenderan dan penyaringan sari buah dengan kain saring untuk

mendapatkan sari buah yang diinginkan.

3. Sirup sari buah markisa.

4. Untuk membuat sirup, penambahan Na-metabisulfit, Na-Benzoat dan

karaginan hasil ekstraksi pada sari buah markisa. Setelah tercampur, gula dan

asam sitrat secara perlahan dimasukkan. Pemanasan sampai suhu 85±5 oC dan

dipertahankan selama 15 menit sambil terus diaduk hingga merata.

Pasteurisasi, exhausting kemudian pengemasan dalam botol.

5. Penyimpanan selama 3 hari pada suhu ruang dilakukan sebelum analisa dimulai.

Proses ini bertujuan untuk mengamati kestabilan sirup dimana tidak terjadi

pengendapan dan pembentukan gel dan melihat sejauh mana keberhasilan

formula karaginan yang ditambahkan dalam sirup markisa. Rancangan percobaan

yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap. Faktor yang

berpengaruh adalah persentase karaginan yang ditambahkan pada pembuatan sirup

markisa yaitu 3.3, 3.9, 4.4 5.0% dan markisa komersil sebagai kontrol. Percobaan

diulang sebanyak 3 kali dengan model rancangan sebagai berikut :

Yij = µ + αi + εij

Dimana :

Y ij = respon setiap variabel pengamatan µ = nilai tengah (rata-rata) dari seluruh pengamatan αi = pengaruh penambahan konsentrasi karaginan taraf ke-i (i=1,2,3,4) εi = galat dari percobaan.

Data dianalisa dengan metode univariate general model dengan program SPSS

versi 17. Untuk melihat taraf perlakuan yang berbeda, dilakukan uji lanjut Beda Nyata

Terkecil (BNT) pada tingkat kepercayaaan 95%.

Page 47: Carrageenan IPB

29

Buah markisa (Dicuci, dipotong kulit buah

dan dikeruk isinya)

Pemblenderan dan ekstraksi sari buah (menggunakan kain saring)

Pembotolan

Pemanasan suhu 65±5 oC selama 15 menit

Analisis : 1 pH 2 Viskositas 3 Kekeruhan 4 Total gula

Analisis : 1 Total mikroba 2 Organoleptik

(perbandingan pasangan)

Penyimpanan 3 hari pada suhu ruang

Mulai

Selesai

Sari buah markisa

Bahan Komposisi (%)

Formulasi A Formulasi B Formulasi C Formulasi D Sari Markisa 60.3 59.8 59.5 59.2

Na-metabisulfit

0.1 0.1 0.1 0.1

Na-Benzoat 0.03 0.03 0.03 0.03

Asam sitrat 0.1 0.1 0.1 0.1

Karaginan 3.3 3.9 4.4 5.0

Gula 36.2 35.9 35.7 35.5

Gambar 11 Diagram alir penelitian aplikasi karaginan pada sirup markisa dan analisis yang dilakukan

Sirup markisa terpilih

Page 48: Carrageenan IPB

30

3.4 Prosedur Analisa

Analisa Karaginan

Karaginan yang dihasilkan kemudian dianalisis rendemen, viskositas, kekuatan gel, kadar

air, kadar abu, kadar abu tidak larut asam, kadar sulfat dan derajat putih.

3.4.1 Rendemen (AOAC, 1984)

Rendemen karaginan sebagai hasil ekstraksi dihitung berdasarkan ratio antara berat

karaginan yang dihasilkan dengan berat rumput laut kering.

Rendemen = Berat karaginan Berat rumput laut kering

3.4.2 Viskositas (FMC Corp, 1977)

Viskositas adalah pernyataan tahanan dari suatu cairan untuk mengalir. Satuan dari

viskositas adalah poise (1 poise = 100 cP). Makin tinggi viskositas menandakan makin besarnya

tahanan cairan yang bersangkutan. Pengukuran viskositas dengan menggunakan alat Viscometer

Brookfield. Larutan karaginan dengan konsentrasi 1.5% (b/b) dipanaskan di atas hot plate

sambil diaduk secara teratur sampai suhu mencapai 80 oC. Viscometer dihidupkan dan suhu

larutan diukur. ketika suhu larutan mencapai 75 oC dan nilai viskositas diketahui dengan

pembacaan viskosimeter pada skala 1 – 100. Pembacaan dilakukan setelah putaran penuh 8

kali untuk spindel no.2 dengan rpm 60. Hasil pembacaan digandakan 5 kali untuk spindel no.

2 bila dijadikan centipoises.

3.4.3 Kekuatan Gel (FMC Corp, 1977)

Contoh karaginan sebanyak 3 gr dilarutkan dengan 197 gr air. Berat semua larutan

ditetapkan menjadi 200 gr sehingga konsentrasi larutan menjadi 1.5% (b/b). Larutan lalu

dipanaskan diatas hot plate dengan pengadukan secara teratur sampai suhu 80 oC atau suhu

gelatinisasi yaitu suhu dimana larutan polisakarida menjadi lebih kental karena kemampuan

mengikat air..

Larutan panas dimasukkan kedalam cetakan berdiameter kira-kira 4 cm dan

dibiarkan pada suhu 10oC (suhu pendingin) selama ± 12 jam. Setelah membentuk gel.

kekuatannya diukur dengan alat TX texture analyzer.

x 100 %

Page 49: Carrageenan IPB

31

3.4.4 Kadar air (AOAC, 1995)

Karaginan sebanyak 2 gram ditimbang dalam cawan porselen yang telah

dikeringkan pada suhu 105 oC selama 1 jam. Cawan porselen yang berisi contoh

kemudian dimasukkan dalam oven pada suhu 105 oC selama 4 jam.

Jika I1 adalah bobot contoh dan I2 adalah bobot contoh setelah dikeringkan. maka :

% Kadar air = I1 – I2 berat sampel

3.4.5 Kadar abu (AOAC, 1995)

Karaginan sebanyak kurang lebih 2 gram dimasukkan ke dalam cawan porselen

(B) yang telah diketahui bobot keringnya, kemudian diabukan dalam tanur pada suhu 550 oC sampai bebas dari arang. Setelah itu sampel didinginkan dalam desikator dan

ditimbang sebagai bobot akhir (A).

% Kadar abu = A – B Berat sampel

3.4.6 Kadar abu tak larut asam (AOAC, 1995)

Karaginan yang telah diabukan dididihkan dengan 25 ml HCl 10% selama 5 menit.

Bahan-bahan yang tidak terlarut disaring dengan menggunakan kertas saring tidak berabu. Kertas

saring lalu diabukan dalam tanur pada suhu 550 oC, lalu didinginkan dalam desikator untuk

selanjutnya ditimbang.

% Kadar abu tidak larut asam = bobot abu berat sampel

3.4.7 Kadar sulfat (FMC Corp. 1977)

Prinsip yang dipergunakan adalah gugus sulfat yang telah ditimbang dan diendapkan

sebagai BaSO4. Contoh ditimbang sebanyak 1 g dan dimasukkan kedalam labu Erlenmeyer

yang ditambahkan 50 ml HCl 0.2 N kemudian di refluks sampai mendidih selama 1 jam.

Larutan kemudian ditambahkan 25 ml H2O2 10% lalu di refluks kembali selama 5 jam.

Selanjutnya ditambahkan 10 ml larutan BaCl2 10% dan kembali dipanaskan selama 2 jam.

Endapan yang terbentuk disaring dengan kertas saring tak berabu dan dicuci dengan

aquades mendidih hingga bebas klorida. Kertas saring dikeringkan ke dalam oven

pengering, kemudian diabukan pada suhu 1000 oC sampai diperoleh abu berwarna putih.

x 100 %

x 100 %

X 100 %

Page 50: Carrageenan IPB

32

Abu didinginkan dalam desikator kemudian ditimbang. Perhitungan kadar sulfat adalah

sebagai berikut :

Kadar sulfat (%) = P x 0.4116 x 100 % Berat sampel

Ket : P = bobot endapan BaSO4

3.4.8 Derajat Putih (Food Chemical Codex. 1981)

Alat yang digunakan adalah Whiteness Meter KeTT digital model C-100. Sampel

dimasukkan dalam wadah pengukuran sampai penuh lalu tutup. Sebelumnya alat sudah

disiapkan dan dihidupkan. standar petunjuk harus berada dalam posisi nol. Selanjutnya

sampel dalam wadah diukur derajat putihnya dengan memasukkan dalam alat pengukur.

Nilai yang terbaca pada alat menunjukkan nilai derajat putih dalam persen (warna standar

alat 85.4%). Perlakuan ini dapat diulang beberapa kali sampai mendapatkan nilai rata-rata

yang tepat.

Analisa Sirup Markisa

3.4.9 Nilai pH

Sekitar 10 ml sampel dimasukkan alam gelas piala. diaduk secara merata.

Sampel kemudian diukur nilai pH-nya dengan alat pH meter. Sebelum pengukuran.

alat dikalibrasi terlebih dahulu dengan air aquades pada pH 7, lalu alat dimasukkan

kedalam wadah yang berisi sampel. Nilai yang tercantum pada alat merupakan hasil

pengukuran pH sampel.

3.4.10 Kekeruhan

Pengukuran kekeruhan air dilakukan secara turbiditas yaitu merupakan sifat

optik akibat dispersi sinar dan dapat dinyatakan sebagai perbandingan cahaya yang

dipantulkan terhadap cahaya yang tiba. Intensitas cahaya yang dipantulkan oleh

suatu suspensi adalah fungsi konsentrasi jika kondisi-kondisi lainnya konstan.

Sebanyak 10 ml larutan standar (aquabides) dimasukkan kedalam botol untuk

selanjutnya dibaca oleh alat. Setelah nilai 0 (zero) tertera pada alat. maka botol

yang berisikan sampel 10 ml yang telah dihomogenkan terlebih dahulu

dimasukkan. Dengan menekan tombol “read” maka nilai kekeruhan larutan akan

terbaca.

Page 51: Carrageenan IPB

33

3.4.11 Total gula (Sukrosa)

Sampel sebanyak 10 ml ditambah dengan acetonitril 10 ml diblender selama 5

menit. Setelah homogeny campuran ini isaring dengan kertas Whatman 41 . Hasil saringan

yang terdapat pada kertas saring lalu dikeringkan alam frezz dryer. Setelah kering, padatan

(terbilang sebagai sukrosa) diencerkan dengan phase gerak (Acetonitril : air = 60 : 40).

Selanjutnya sebanyak 20 ml sampel di injeksikan ke alat HPLC.

3.4.12 Analisis Mikrobiologi Total Mikroba (Angka Lempeng Total SNI 01-2332.3-2006)

Sebanyak 10 ml contoh dimasukkan kedalam wadah berisi 90 ml larutan

butterfield’s phosphate buffered. kemudian dikocok hingga homogen. Homogenat

ini merupakan larutan pengenceran 10-1. Dengan menggunakan pipet steril

pindahkan 1 ml suspensi tersebut dan masukkan ke dalam tabung reaksi yang berisi

9 ml butterfield’s phosphate buffered untuk mendapatkan pengenceran 10-2.

Pengenceran selanjutnya (10-3) dengan mengambil 1 ml contoh dari pengenceran

sebelumnya. Dengan cara yang sama lakukan pengenceran selanjutnya 10-4.

Sebanyak 1 ml dipipet dari setiap pengenceran tersebut dan dimasukkan kedalam

cawan petri steril dan dilakukan secara duplo.

Tambahkan 12-15 ml PCA yang sudah didinginkan kedalam masing-masing

cawan yang berisi larutan contoh. Agar larutan contoh dan media PCA tercampur

seluruhnya maka dilakukan pemutaran cawan. Cawan di inkubator selama 24-48

jam. Kemudian hitung cawan-cawan yang mempunyai jumlah koloni 25-250 dengan

alat penghitung koloni atau Hand Tally Counter. Analisa mikrobiologi dilakukan

sebanyak 2 kali yaitu minggu pertama dan minggu ketiga

3.4.13 Uji Organoleptik

Uji organoleptik yang dilakukan terhadap karaginan adalah uji perbandingan

berpasangan, dimana formula terpilih kemudian dilakukan uji perbandingan pasangan

dengan produk komersial. Pada uji perbandingan pasangan, panelis melakukan penilaian

berdasarkan formulir isian dengan memberikan angka berdasarkan skala kelebihan, yaitu

lebih baik atau lebih buruk. Penilaian uji berpasangan berupa angka. yaitu -3 = sangat lebih

buruk. -2 = lebih buruk. -1 = agak lebih buruk. 0 = tidak berbeda. 1 = agak lebih baik. 2 =

lebih baik. 3 = sangat lebih baik.

Page 52: Carrageenan IPB

34

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Penelitian pendahuluan

Penelitian pada tahap ini bertujuan untuk mengetahui kisaran konsentrasi

larutan KCl yang optimal pada pemisahan karaginan sehingga proses dapat

berjalan secara efisien dan efektif. Pengamatan dilakukan dengan melihat struktur

karaginan yang terbentuk pada saat proses presipitasi terjadi dimana variasi

konsentrasi larutan KCl adalah 0.5; 1; 1.5; dan 2%. Pada Tabel 7 terlihat bahwa

pada konsentrasi KCl 0.5% struktur karaginan yang terbentuk begitu rapuh

sehingga bentuknya seperti bubur, bahkan pada saat disaring karaginan masih

dapat lolos melewati saringan. Sebaliknya pada konsentrasi KCl 2%

menghasilkan struktur karaginan yang kokoh dan keras.

Smidsrod et al (1980) berpendapat bahwa mekanisme pembentukan gel

yang benar adalah melalui dua tahap proses yaitu dimulai dengan perubahan

konformasi intramolekul yang tidak berhubungan dengan adanya ion-ion,

kemudian diikuti oleh turunnya kelarutan dan pembentukan ikatan silang yang

tergantung pada adanya ion-ion yang spesifik yang menyebabkan struktur gel

terbentuk. Adapun kation-kation yang berkemampuan untuk mengimbas

pembentukan gel karaginan adalah K+ , Rb+, dan Ca+

Kappa-karaginan sensitif terhadap ion K+ dan membentuk gel yang kuat

dengan adanya garam kalium. Ion K+ dapat meningkatkan kekuatan gel. Hal ini

disebabkan karena kemampuan ion K+ yang berfungsi untuk meningkatkan

kekuatan ionik dalam rantai polimer karaginan sehingga gaya antar molekul

terlarut semakin besar yang menyebabkan keseimbangan antara ion-ion yang larut

dengan ion-ion yang terikat di dalam struktur karaginan dapat membentuk gel.

Semakin tinggi konsentrasi ion K+ semakin tinggi pula kekuatan gel yang

dihasilkan, namun konsentrasi yang diberikan sebaiknya perlu diperhatikan

karena konsentrasi yang berlebihan akan menurunkan kekuatan gel, karena

konsentrasi jenuh dari ion K+ menyebabkan keseimbangan antar ion semakin

sulit tercapai (Imeson, 2000).

Konsentrasi KCl 2% secara struktur memberi hasil yang paling baik akan

tetapi karaginan yang dihasilkan memberikan rasa sepat pada produk. Rasa sepat

Page 53: Carrageenan IPB

35

dengan sedikit pahit dihasilkan pada karaginan presipitasi larutan KCl 2% . Hal

ini tentu akan memberi pengaruh apabila ditambahkan pada suatu produk. Rasa

sepat dengan sedikit pahit pada karaginan merupakan pengaruh dari konsentrasi

KCl yang berlebihan. Menurut Gaman dan Sherrington (1994), bahwa pangan

yang bersifat alkali jumlahnya cukup sedikit hal ini disebabkan karena sifat alkali

yang berasa pahit walaupun dalam konsentrasi yang sedikit.

Konsentrasi larutan KCl 1 dan 1.5 % dipilih yang terbaik walaupun secara

struktur tidak lebih keras dari KCl 2% tapi tidak sampai menimbulkan rasa sepat

pada karaginan yang dihasilkan. Selain itu secara proses cukup optimal dilakukan

karena hanya membutuhkan waktu yang singkat karaginan dapat tersaring dan

proses pengepresan berjalan lebih mudah.

Tabel 7 Hasil pengamatan variasi konsentrasi larutan KCl Konsentrasi Larutan (%)

Hasil Pengamatan Gambar

0.5

Karaginan terbentuk sangat lambat, bening kecoklatan, bentuk bubur, tidak ada rasa.

1 Karaginan terbentuk lambat,

bening kecoklatan, bentuk tidak beraturan, sedikit keras, tidak ada rasa.

1.5 Karaginan terbentuk agak cepat, bening kecoklatan, bentuk tidak beraturan, agak keras, tidak ada rasa.

2 Karaginan terbentuk cepat, bening kecoklatan, bentuk tidak beraturan, keras, ada rasa pahit/getir

4.2 Penelitian optimasi proses

Karaginan merupakan getah rumput laut dari jenis E. cottonii yang

diekstraksi dengan air atau larutan alkali panas. Rumput laut yang digunakan

sebagai bahan baku pembuatan karaginan berasal dari perairan Kabupaten

Takalar. Perbandingan air yang digunakan pada penelitian ini adalah 1:20; 1:30;

1:40 dengan konsentrasi KCl 1 dan 1.5% pada suhu 15 dan 30oC.

Tahapan ini bertujuan mengetahui jumlah perbandingan air, konsentrasi KCl

dan suhu ekstraksi yang optimal sehingga dapat mengurangi biaya produksi tanpa

Page 54: Carrageenan IPB

36

mempengaruhi mutu karaginan. Setiap proses sangat menentukan mutu karaginan

yang dihasilkan. Penentuan kondisi optimal dipilih berdasarkan parameter

rendemen, viskositas, kekuatan gel, kadar air, kadar abu, kadar abu tak larut asam,

kadar sulfat dan derajat putih , yang sesuai dengan standar mutu karaginan.

Adapun contoh karaginan yang dihasilkan pada penelitian ini dapat dilihat

Gambar 12.

Gambar 12 Contoh karaginan sebelum dan sesudah ditepung

4.2.1 Rendemen karaginan

Efektif dan efisien tidaknya proses ekstraksi pembuatan karaginan dapat

dilihat dari nilai rendemen yang dihasilkan. Rendemen karaginan adalah berat

karaginan yang dihasilkan dari rumput laut kering dan dinyatakan dalam persen.

Semakin tinggi nilai rendemen semakin besar output yang dihasilkan. Rata-rata

rendemen karaginan yang dihasilkan pada penelitian ini berkisar antara 21.76 –

34.02 % (Gambar 13). Hasil ini masih dibawah nilai rendemen yang dilaporkan

oleh Lestari (2004) yaitu berkisar antara 38.54 – 54.78%. Tetapi lebih tinggi bila

dibandingkan penelitian terdahulu (Purnama, 2003) yang melaporkan bahwa

perbandingan air 1:40 menghasilkan rendemen yang terbaik yaitu 20.20%.

Gambar 13 Pengaruh perbandingan air, konsentrasi KCl dan suhu presipitasi terhadap rendemen karaginan rumput laut E. cottonii

A : KCl1% ; 15 oC B : KCl 1% ; 30 oC C : KCl 1.5% ; 15 oC D : KCl 1.5% ; 30 oC

Page 55: Carrageenan IPB

37

Nilai rendemen tertinggi dan terendah berturut-turut diperoleh pada

kombinasi perlakuan perbandingan air 1:40, KCl 1.5% dan suhu 15 oC dan

perlakuan perbandingan air 1:40, KCl 1% dan suhu 30oC. Rendemen tertinggi

yang dihasilkan pada penelitian ini memenuhi standar persyaratan minimum

rendemen karaginan yang ditetapkan oleh Departemen Perdagangan (1989), yaitu

sebesar 25%.

Rendemen dengan perbandingan air 1:40 lebih tinggi dibandingkan dengan

perbandingan air 1:20 ataupun 1:30. Hal ini disebabkan karena larutan encer yang

terbentuk dari ekstraksi dengan menggunakan jumlah air 40 kali berat bahan baku

kering dapat lebih mudah menembus pori-pori saringan alat filtrasi, sehingga

karaginan yang terlarut didalamnya pun dapat dengan mudah lolos melalui pori-

pori saringan. Sedangkan larutan yang lebih kental akan lebih sulit untuk

menembus pori-pori saringan sehingga karaginan yang terlarut didalamnya tidak

dapat lolos dan tertahan bersama serat-serat kasar lainnya.

Hasil sidik ragam menunjukkan pengaruh perbandingan jumlah air,

konsentrasi KCl dan suhu presipitasi dan interaksi ketiganya tidak memberi

pengaruh yang nyata terhadap rendemen. Hal ini disebabkan pada proses

penepungan banyak karaginan yang terbuang karena alat yang kurang maksimal.

Rendemen yang diperoleh diduga bisa lebih banyak lagi apabila kerja alat yang

digunakan pada tahap penepungan bisa bekerja secara efektif. Sisa rendemen yang

berkisar ±70% belum dimanfaatkan secara maksimal, hal tersebut dikarenakan

karena ampas hasil filtrasi langsung dibuang ke tempat pembuangan.

4.2.2 Viskositas karaginan

Pengujian viskositas dilakukan untuk mengetahui tingkat kekentalan

karaginan sebagai larutan pada konsentrasi dan suhu tertentu. Viskositas

karaginan biasanya diukur pada suhu 75 oC dengan konsentrasi 1.5% (FAO.

1990). Rata-rata viskositas karaginan yang dihasilkan pada penelitian ini berkisar

antara 52.50 – 158.33 cP.

Nilai viskositas tertinggi diperoleh pada kombinasi perlakuan perbandingan

air 1:20, KCl 1%. Nilai viskositas yang dihasilkan pada penelitian ini memenuhi

standar yang ditetapkan oleh FAO yaitu minimal 5 cP dan maksimal 800 cP.

Page 56: Carrageenan IPB

38

Berdasarkan hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan air dan

konsentrasi KCl memberikan pengaruh nyata terhadap viskositas yang dihasilkan.

Demikian pula dengan interaksi keduanya. sedangkan suhu presipitasi berikut

interaksi perlakuannya memberikan pengaruh yang tidak nyata terhadap viskositas

karaginan yang dihasilkan. Pengaruh perlakuan yang diterapkan terhadap

viskositas karaginan yang dihasilkan terlihat pada Gambar 14.

Gambar 14 Pengaruh perbandingan air, konsentrasi KCl dan suhu presipitasi terhadap viskositas karaginan rumput laut E. cottonii

Berdasarkan uji lanjut BNT 5% menunjukkan bahwa perbandingan air

1:20 berbeda nyata dengan perbandingan air 1:30 dan 1:40. Konsentrasi KCl 1%

berbeda nyata dengan KCl konsentrasi 1.5%.

Berdasarkan jumlah perbandingan air, terlihat bahwa semakin sedikit

perbandingan air maka viskositas semakin meningkat. Peristiwa ini terjadi

disebabkan karena kandungan sulfat yang bermuatan negatif semakin banyak

melakukan tolakan (repulsion) satu sama lain sehingga air yang berada disekitar

polimer jika jumlahnya lebih sedikit akan lebih mudah terimobilisasi yang

menyebabkan larutan bersifat kental yang juga berarti viskositas larutan tinggi

(Towle, 1973).

Konsentrasi KCl memberikan pengaruh terhadap nilai viskositas yang

dihasilkan. Adanya ion K+ yang berasal dari garam KCl dapat menurunkan

muatan bersih sepanjang rantai polimer. Penurunan muatan ini menyebabkan gaya

tolakan (repulsion) antar gugus-gugus sulfat juga menurun. sehingga sifat

hidrofilik polimernya semakin lemah dan menyebabkan viskositas larutan

menurun. Konsentrasi KCl yang tinggi menyebabkan nilai viskositas larutan

semakin menurun. Hal ini sesuai dengan penelitian terdahulu oleh Basmal et al

A : KCl1% ; 15 oC B : KCl 1% ; 30 oC C : KCl 1.5% ; 15 oC D : KCl 1.5% ; 30 oC

Page 57: Carrageenan IPB

39

(2009) yang meneliti tentang pengaruh konsentrasi KCl pada proses presipitasi

karaginan melaporkan konsentrasi KCl 2% nilai viskositasnya lebih tinggi

dibandingkan dengan konsentrasi KCl 3 dan 3.5%.

4.2.3 Kekuatan gel karaginan

Salah satu sifat penting karaginan adalah mampu mengubah cairan

menjadi padatan atau mengubah bentuk sol menjadi gel yang bersifat reversible.

Kemampuan inilah yang menyebabkan karaginan sangat luas penggunaannya,

baik dalam bidang pangan maupun non pangan. Kekuatan gel karaginan yang

dihasilkan pada penelitian ini berkisar antara 1493.49 – 2202.97 g/cm2 yang

masing-masing dihasilkan pada perlakuan perbandingan air 1:40, KCl 1.5% dan

suhu 30oC dan perlakuan perbandingan air 1:20, KCl 1.5% dan suhu 30oC.

Berdasarkan hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan air

memberikan pengaruh nyata terhadap kekuatan gel yang dihasilkan, namun

interaksi perlakuannya memberikan pengaruh yang tidak nyata. Interaksi

konsentrasi KCl dan suhu presipitasi memberikan pengaruh yang nyata terhadap

kekuatan gel karaginan yang dihasilkan.

Berdasarkan uji lanjut BNT 5% menunjukkan bahwa perbandingan air 1:40

mempunyai kekuatan gel yang berbeda nyata dengan perbandingan air 1:20 dan

1:30. Pengaruh perlakuan yang diterapkan terhadap kekuatan gel karaginan yang

dihasilkan terlihat pada Gambar 15.

Gambar 15 Pengaruh perbandingan air, konsentrasi KCl dan suhu presipitasi terhadap kekuatan gel karaginan rumput laut E. cottonii

Mekanisme pembentukan gel terdiri dari dua tahap proses yaitu dimulai

dengan perubahan konfirmasi intramolekuler yang tidak berhubungan dengan ion-

ion, kemudian diikuti oleh pembentukan silang yang tergantung pada adanya ion-

A : KCl1% ; 15 oC B : KCl 1% ; 30 oC C : KCl 1.5% ; 15 oC D : KCl 1.5% ; 30 oC

Page 58: Carrageenan IPB

40

ion spesifik yang menyebabkan struktur gel terbentuk. Kation spesifik yang

mampu mengimbas pembentukan gel pada kappa-karaginan adalah ion K+. Ion ini

juga berfungsi sebagai bahan pengikat antar rantai polimer karaginan dengan

memperkuat struktur tiga dimensi sehingga polimer tersebut akan

mempertahankan bentuknya bila dikenai tekanan. Data ini didukung oleh

penelitian terdahulu oleh Basmal et al (2009) yang meneliti tentang pengaruh

konsentrasi KCl pada proses presipitasi karaginan melaporkan bahwa konsentrasi

KCl 2% memiliki kekuatan gel 1279 g/cm2.

Adanya 3.6-anhidrogalaktosa menyebabkan sifat anhidrofilik sehingga

konsentrasi perbandingan air yang lebih sedikit menyebabkan ikatan antar rantai

polimer karaginan semakin kuat karena jumlah air yang lebih sedikit

memudahkan pembentukan heliks rangkap sehingga pembentukan gel lebih cepat

tercapai.

4.2.4 Kadar air karaginan

Pengujian kadar air dimaksudkan untuk mengetahui kandungan air dalam

karaginan. Syarief dan Hariyadi (1993) menyatakan bahwa peranan air dalam

bahan pangan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi aktivitas

metabolisme seperti aktivitas enzim, aktivitas mikroba dan reaksi-reaksi non-

enzimatis, sehingga menimbulkan perubahan sifat-sifat organoleptik dan nilai

gizinya.

Hasil pengukuran kadar air pada penelitian ini berkisar antara 6.76 – 9.73%.

Kadar air karaginan yang terendah dihasilkan pada kombinasi perlakuan

perbandingan air 1:40, KCl 1.5% dan suhu 15 oC dan kadar air tertinggi diperoleh

dari perbandingan air 1:20, KCl 1% dan suhu 30oC. Namun keduanya masih

memenuhi kisaran standar mutu karaginan yang ditetapkan oleh FAO yaitu

maksimum 12%.

Berdasarkan hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan air

memberikan pengaruh nyata terhadap kadar air karaginan yang dihasilkan, namun

interaksi perlakuannya memberikan pengaruh yang tidak nyata. konsentrasi KCl

dan suhu presipitasi menberikan pengaruh yang tidak nyata terhadap kadar air

karaginan yang dihasilkan.

Page 59: Carrageenan IPB

41

Gambar 16 Pengaruh perbandingan air, konsentrasi KCl dan suhu presipitas

terhadap kadar air karaginan rumput laut E. cottonii

Berdasarkan uji lanjut BNT 5% menunjukkan bahwa perbandingan air 1:40

mempunyai kadar air terendah dan berbeda nyata dengan perbandingan air 1:20

dan 1:30. Pengaruh perlakuan yang diterapkan terhadap kadar air karaginan yang

dihasilkan terlihat pada Gambar 16.

Meningkatnya kandungan air rumput laut berkorelasi positif dengan

meningkatnya kandungan air karaginan. Kandungan air pada karaginan yang

dihasilkan diduga merupakan air terikat (fisik dan kimia), sedangkan air bebas

kemungkinan telah menguap. Perbandingan air yang lebih sedikit menyebabkan

kadar air semakin meningkat, hal ini disebabkan karena air yang sedikit akan

terikat secara kimia sehingga sulit untuk diuapkan, sebaliknya dengan

perbandingan air yang lebih tinggi dimana jumlah air yang banyak menyebabkan

jumlah air bebas juga banyak sehingga lebih mudah mengalami proses

penguapan, selain itu senyawa-senyawa yang ikut terlarut didalamnya ikut

menguap ketika dipanaskan. Rendahnya kadar air karaginan yang diperoleh

diharapkan dapat memperpanjang masa simpan dari karaginan.

4.2.5 Kadar abu karaginan

Abu merupakan zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik.

dan berhubungan dengan mineral suatu bahan. Nilai kadar abu suatu bahan

pangan menunjukkan besarnya jumlah mineral yang terkandung dalam bahan

pangan tersebut (Apriyantono et al, 1989). Rata-rata kadar abu karaginan yang

dihasilkan dari penelitian ini berkisar antara 27.88 – 38.89. Kadar abu karaginan

hasil ekstraksi meskipun cukup tinggi karena hampir mencapai pada batas yang

ditentukan tetapi masih memenuhi standar karaginan yang telah ditetapkan oleh

A : KCl1% ; 15 oC B : KCl 1% ; 30 oC C : KCl 1.5% ; 15 oC D : KCl 1.5% ; 30 oC

Page 60: Carrageenan IPB

42

FAO yaitu sekitar 15 – 40%, namun tidak sesuai dengan standar karaginan yang

ditetapkan oleh Food Chemical Codex (FCC) yaitu 35%. Pengaruh perlakuan

yang diterapkan terhadap kadar abu karaginan yang dihasilkan terlihat pada

Gambar 17.

Berdasarkan hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan air dan

konsentrasi KCl memberikan pengaruh nyata terhadap kadar air karaginan yang

dihasilkan. Interaksi perlakuan antara perbandingan air dan suhu memberikan

pengaruh yang nyata terhadap kadar abu karaginan. Demikian pula interaksi

perbandingan air, konsentrasi KCl dan suhu presipitasi memberikan pengaruh

yang nyata terhadap karaginan hasil ekstraksi. Berdasarkan uji lanjut BNT 5%

menunjukkan bahwa perbandingan air 1:40 mempunyai kadar abu tertinggi dan

berbeda nyata dengan perbandingan air 1:20 dan 1:30. Konsentrasi KCl 1 dan

1.5% memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar abu karaginan.

Gambar 17 Pengaruh perbandingan air, konsentrasi KCl dan suhu presipitasi

terhadap kadar abu karaginan rumput laut E. cottonii Semakin tua umur panen maka kadar abu karaginan semakin meningkat.

Hal ini disebabkan karena semakin lama rumput laut berada dalam perairan, maka

semakin banyak kandungan garam-garam mineral yang diserap oleh rumput laut

yang dapat menyebabkan kadar abu karaginan meningkat. Hal ini sesuai dengan

hasil penelitian dimana rumput laut yang digunakan mempunyai umur panen 45

hari sehingga kandungan mineral pada karaginan yang dihasilkan cukup tinggi.

Suryaningrum et al (1991) menyatakan bahwa tingginya kadar abu karaginan

karena sebagian besar berasal dari garam dan mineral lainnya yang menempel

pada rumput laut. Faktor lain yang menyebabkan tingginya kadar abu, diduga

disebabkan oleh air hujan dan air dari sungai yang masuk ke perairan tempat

budidaya.

A : KCl1% ; 15 oC B : KCl 1% ; 30 oC C : KCl 1.5% ; 15 oC D : KCl 1.5% ; 30 oC

Page 61: Carrageenan IPB

43

Berdasarkan pada perbandingan air yang digunakan maka perbandingan

air yang tinggi menghasilkan kadar abu yang tinggi pula. Kondisi ini dapat

disebabkan karena air yang digunakan selama proses ekstraksi karaginan

mengandung mineral lain karena air yang digunakan adalah air biasa dan bukan

merupakan air murni, sehingga tidak menutup kemungkinan semakin banyak

jumlah air yang digunakan maka kadar abu juga semakin meningkat.

Adanya ion kalium pada penggunaan KCl pada proses presipitasi diduga

merupakan penyebab tingginya kadar abu karaginan yang diperoleh pada

penelitian ini. Winarno (1996) mengemukakan bahwa kalium merupakan unsur

mineral yang tidak terbakar. Peningkatan kadar abu paralel dengan peningkatan

konsentrasi KCl yang digunakan sebagai bahan untuk presipitasi. Hal ini sesuai

dengan penelitian Purnama (2003) yang melaporkan kadar abu 37.69% pada

karaginan yang diekstrak dengan KCl 1%.

4.2.6 Kadar abu tak larut asam karaginan

Abu tidak larut asam adalah garam-garam klorida yang tidak larut asam

yang sebagian adalah garam-garam logam berat dan silika. Kadar abu tidak larut

asam merupakan salah satu kriteria dalam menentukan tingkat kebersihan dalam

proses pengolahan (Basmal et al, 2003).

Rata-rata kadar abu tidak larut asam karaginan yang dihasilkan dari

penelitian ini berkisar antara 0.33 – 1.25. Nilai kadar abu tak larut asam karaginan

hasil ekstraksi tertinggi dan terendah berturut-turut diperoleh pada kombinasi

perlakuan perbandingan air 1:30, KCl 1.5% dan suhu 30oC dan terendah pada

perlakuan perbandingan air 1:30. KCl 1.5% dan suhu 15 oC. Kadar abu tak larut

asam yang dihasilkan pada penelitian ini masih memenuhi kisaran standar mutu

karaginan yang ditetapkan oleh EEC yaitu maksimum 2% sedangkan FAO dan

FCC menetapkan maksimum 1%. Kadar abu tidak larut asam yang tinggi dalam

suatu produk menunjukkan adanya residu mineral atau logam yang tidak dapat

larut dalam asam seperti silika (Si), yang ditemukan di alam sebagai kuarsa, batu

dan pasir.

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbedaan suhu presipitasi

memberikan pengaruh nyata terhadap kadar abu tak larut asam karaginan.

Interaksi perbandingan air dan suhu serta interaksi perbandingan air, konsentrasi

Page 62: Carrageenan IPB

44

KCl dan suhu memberi pengaruh nyata pada karaginan yang dihasilkan. Pengaruh

perlakuan yang diterapkan terhadap kadar abu tak larut asam karaginan yang

dihasilkan terlihat pada Gambar 18.

Gambar 18 Pengaruh perbandingan air, konsentrasi KCl dan suhu presipitasi terhadap

kadar abu tak larut asam karaginan rumput laut E. cottonii

Uji lanjut BNT 5% menunjukkan bahwa suhu presipitasi 15oC memberikan

nilai kadar abu tak larut asam yang lebih tinggi dan berbeda nyata dengan suhu

30oC. Hal ini diduga karena pada suhu yang lebih rendah zat-zat organik dan

anorganik tidak larut asam seperti silika dan logam-logam kasar yang terdapat

dalam larutan karaginan tidak dapat tereduksi secara optimal selama proses

pengolahannnya.

4.2.7 Kadar sulfat karaginan

Kadar sulfat merupakan parameter yang digunakan untuk berbagai jenis

yang terdapat alam rumput laut merah (Winarno, 1996). Hasil ekstraksi rumput

laut bisa dibedakan berdasarkan kandungan sulfat. Agar-agar mengandung sulfat

tidak lebih 3-4% dan karaginan berkisar antara 18-40% (Glicksman, 1983).

Kadar sulfat tertinggi diperoleh pada kombinasi perlakuan perbandingan

air 1:20. KCl 1.5% dan suhu 15oC dan terendah pada perlakuan perbandingan air

1:40. KCl 1.5% dan suhu 30 oC. Kadar sulfat yang dihasilkan pada penelitian ini

berkisar antara 16.58 – 18.62%. Nilai kadar sulfat tersebut masih memenuhi

kisaran standar mutu karaginan yang ditetapkan FAO dan FCC yaitu 15-40%.

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan air memberikan

pengaruh nyata terhadap kadar sulfat karaginan. Interaksi perbandingan air dan

suhu serta interaksi perbandingan air, konsentrasi KCl dan suhu memberi

pengaruh nyata pada karaginan yang dihasilkan. Uji lanjut BNT 5% menunjukkan

A : KCl1% ; 15 oC B : KCl 1% ; 30 oC C : KCl 1.5% ; 15 oC D : KCl 1.5% ; 30 oC

Page 63: Carrageenan IPB

45

bahwa perbandingan air 1:20 berbeda nyata dengan perbandingan air 1:30 dan

1:40. Pengaruh perlakuan yang diterapkan terhadap kadar sulfat karaginan yang

dihasilkan terlihat pada Gambar 19.

Gambar 19 Pengaruh perbandingan air. konsentrasi KCl dan suhu presipitasi terhadap kadar sulfat karaginan rumput laut eucheuma cottonii

Berdasarkan Gambar 19, terlihat bahwa semakin kecil perbandingan air

maka kadar sulfat semakin meningkat. Hal ini diduga bahwa pada konsentrasi

yang lebih pekat menyebabkan lebih banyak gaya tolak menolak antar gugus

sulfat yang bermuatan negatif, sehingga rantai polimer menjadi kaku dan tertarik

kencang sehingga akan terjadi peningkatan viskositas (Moirano, 1977). Semakin

kecil kandungan sulfat maka nilai viskositas juga semakin kecil, tetapi konsistensi

gelnya semakin meningkat. Peningkatan kadar air dan umur panen rumput laut

akan menurunkan viskositas larutan karaginan. Hal ini disebabkan oleh penurunan

kandungan sulfat (Suryaningrum, 1989).

4.2.8 Derajat putih karaginan

Derajat putih merupakan gambaran secara umum dari warna suatu bahan

pada umumnya (Food Chemical Codex. 1981). Warna kecoklatan pada karaginan

dapat disebabkan masih adanya selulosa. pigmen fikoeritin dan fikosianin. Sebagai

sebagai komponen yang tidak larut air, selulosa juga menyebabkan warna

karaginan menjadi keruh (Imeson. 2000). Rata-rata nilai derajat putih karaginan

berkisar antara 45.75 – 59.27%. sedangkan standar alat pengukuran derajat putih

yang digunakan adalah 85.4%. Perlakuan dengan nilai derajat putih terendah dan

tertinggi berturut-turut adalah perlakuan dengan perbandingan air 1:30, konsentrasi

KCl 1% dan suhu presipitasi 30oC dan perbandingan air 1:40, konsentrasi KCl

1.5% dan suhu presipitasi 15 oC. Hasil sidik ragam menunjukkan perbandingan air

berpengaruh nyata terhadap derajat putih karaginan yang dihasilkan sedangkan

A : KCl1% ; 15 oC B : KCl 1% ; 30 oC C : KCl 1.5% ; 15 oC D : KCl 1.5% ; 30 oC

Page 64: Carrageenan IPB

46

konsentrasi KCl dan suhu presipitasi tidak berpengaruh nyata terhadap derajat putih

karaginan. Demikian pula interaksi antar perlakuan tidak berpengaruh nyata

terhadap derajat putih karaginan yang dihasilkan. Pengaruh perlakuan yang

diterapkan terhadap derajat putih karaginan yang dihasilkan terlihat pada Gambar

20.

Gambar 20 Pengaruh perbandingan air. konsentrasi KCl dan suhu presipitasi terhadap derajat putih karaginan rumput laut eucheuma cottonii.

Uji lanjut lanjut 5% menunjukkan bahwa perbandingan air 1:30

memberikan derajat putih yang lebih rendah dan berbeda nyata dengan

perbandingan air 1:20 dan 1:40. Selama proses berlangsung suasana basa dari

KOH dapat mengoksidasi pigmen menjadi senyawa lain yang tidak berwarna

sehingga produk yang dihasilkan berwarna lebih cerah. Proses pencoklatan yang

terjadi pada pembuatan karaginan ini termasuk pencoklatan non enzimatis, yaitu

reaksi Maillard. Menurut Winarno (1990), reaksi Maillard merupakan reaksi

antara karbohidrat, khususnya gula pereduksi dengan gugus amina primer atau

asam amino.

Secara kimia proses pemutihan adalah oksidasi atau reduksi ikatan

rangkap pada senyawa pembentuk warna. Proses penyaringan pada pengolahan

karaginan bertujuan memisahkan serat kasar dengan filtrat dari rumput laut.

Terpisahnya serat kasar berwana coklat semakin cerah warna filtrat yang

dihasilkan.

Hal lain yang mempengaruhi derajat putih adalah teknik pengeringan

karaginan. Pengaruh cuaca sangat berpengaruh terhadap kualitas matahari yang

digunakan pada proses pengeringan. Diduga rendahnya kualitas derajat putih pada

beberapa produk karaginan yang dihasilkan karena pengeringan lebih banyak

A : KCl1% ; 15 oC B : KCl 1% ; 30 oC C : KCl 1.5% ; 15 oC D : KCl 1.5% ; 30 oC

Page 65: Carrageenan IPB

47

dilakukan didalam ruangan karena cuaca yang kurang baik selama proses

pengeringan dilakukan.

4.2.9 Karakteristik karaginan terpilih

Berdasarkan hasil penelitian, perlakuan perbandingan air 1:20. konsentrasi

KCl 1% dan suhu presipitasi 30 oC terpilih sebagai proses yang optimal untuk

ekstraksi karaginan presipitasi KCl yang mutunya sesuai dengan standar FAO, FCC

maupun EEC. Penggunaan jumlah perbandingan air yang lebih sedikit mampu

menghasilkan mutu karaginan yang lebih baik, sehingga dapat menghemat

penggunaan air. Pemakaian KCl 1% menghasilkan mutu karaginan yang tidak jauh

berbeda dengan KCl 1.5% sehingga terdapat penghematan penggunaan bahan

kimia, khususnya peranan IPA sebagai bahan presipitasi yang harganya relatif

mahal dapat mulai tergantikan. Suhu 30oC menghasilkan mutu yang tidak jauh

berbeda dengan presipitasi suhu 15 oC sehingga penggunaan energi yang berlebih

dapat ditekan.

Keuntungan lain yang diperoleh dari penelitian optimasi proses ini adalah

waktu ekstraksi yang lebih singkat, mengingat bahwa proses ekstraksi untuk

memperoleh karaginan umumnya dilakukan selama 3-4 hari, sedangkan pada

optimasi proses ini karaginan dapat diperoleh hanya dalam waktu sehari untuk

dikemudian dikeringkan esok harinya.

Perlakuan terpilih yang diperoleh jika dibandingkan dengan penelitian

terdahulu (Tabel 8) yang dilaporkan oleh Basmal, et al (2009). terlihat adanya

perbedaan pada viskositas dan kadar air.

Tabel 8 Karakteristik sifat fisika-kimia karaginan

Parameter Karaginan (KCl)

Karaginan (IPA)

Basmal et al (2009)

Karaginan standar FAO

Kekuatan gel (g/cm2) 1897.14a 1219.24b 1279 - Viskositas (cPs) 150a 278.33b 33 Min 15 Kadar air (%) 9.73a 9.02a 14. 51 Maks 12 Kadar abu (%) 29.59a 20.91b 28.94 15 - 40 Kadar abu tak larut asam (%)

0.83a 0.52a 0.76 Maks 1

Kadar sulfat (%) 18.36a 18.12a - 15-40 Derajat putih (%) 51.57a 44.07b -

Keterangan: Angka-angka pada baris yang sama diikuti huruf superscript berbeda(a.b) menunjukkan berbeda nyata (p<0.05)

Page 66: Carrageenan IPB

48

Penggunaan konsentrasi KCl 2% yang digunakan pada penelitian Basmal. et

al tersebut diduga memberi pengaruh terhadap mutu karaginan yang dihasilkan

khususnya pada viskositas karaginan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Purnama

(2003) yang menyatakan bahwa konsentrasi KCl memberikan pengaruh terhadap

nilai viskositas yang dihasilkan. Adanya ion K+ yang berasal dari garam KCl dapat

menurunkan muatan bersih sepanjang rantai polimer. Penurunan muatan ini

menyebabkan gaya tolakan (repulsion) antar gugus-gugus sulfat juga menurun.

sehingga sifat hidrofilik polimernya semakin lemah dan menyebabkan viskositas

larutan menurun. Hal ini yang menyebabkan konsentrasi KCl yang tinggi

menyebabkan nilai viskositas larutan semakin menurun.

Karaginan dengan proses presipitasi KCl terpilih yang diperoleh

dibandingkan dengan karaginan presipitasi IPA hasilnya dapat dilihat pada Tabel 8.

Berdasarkan hasil pengukuran kekuatan gel (Tabel 8), terlihat bahwa kekuatan gel

karaginan presipitasi KCl sebesar 1897.14 g/cm2 lebih besar dan berbeda nyata

dengan karaginan presipitasi IPA sebesar 1219.24 g/cm2. Nilai kekuatan gel yang

diperoleh pada penelitian optimasi proses ini cukup tinggi, sehingga dapat

disimpulkan bahwa penggunaan air 1:20, konsentrasi KCl 1% dan suhu presipitasi

30oC cukup efektif untuk meningkatkan kekuatan gel karaginan.

Tingginya kekuatan gel pada karaginan presipitasi KCl disebabkan adanya

ion K+ pada proses presipitasi, dimana dengan adanya penambahan ion K+ pada

konsentrasi yang sesuai dapat meningkatkan kekuatan gel karaginan, sebaliknya

penambahan yang tidak sesuai konsentrasi dapat menurunkan kekuatan gel

karaginan (Basmal et al, 2009).

Nilai viskositas pada Tabel 8, terlihat bahwa karaginan presipitasi KCl

sebesar 145 cPs lebih kecil dan berbeda nyata dengan karaginan presipitasi IPA

sebesar 278.33 cPs. Hal ini disebabkan karena adanya ion K+ yang berasal dari

garam KCl dapat menurunkan muatan bersih sepanjang rantai polimer. Nilai

viskositas yang dihasilkan penelitian ini cukup tinggi dibandingkan nilai viskositas

yang diperoleh pada beberapa penelitian sebelumnya yang biasanya dibawah 100

cP, misalnya Syamsuar (2006) melaporkan nilai viskositas yang diperoleh yaitu 54

cP atau Basmal et al (2009) memperoleh nilai viskositas sebesar 33 cP.

Page 67: Carrageenan IPB

49

Hasil pengukuran kadar air (Tabel 8). diperoleh nilai karaginan presipitasi

KCl 9.73% dan tidak berbeda nyata dengan karaginan presipitasi IPA sebesar

9.02%. Kadar air karaginan keduanya memenuhi kisaran yang ditetapkan oleh

FAO, FCC maupun ECC yaitu maksimum 12%. Tinggi rendahnya kadar air

karaginan diduga dipengaruhi oleh sifat hidrofilik rumput laut, dimana tingginya

kadar air rumput laut menyebabkan kadar air karaginan yang dikandungnya juga

tinggi.

Kadar abu karaginan presipitasi KCl (Tabel 8) sebesar 27.88% dan berbeda

nyata dengan karaginan presipitasi IPA sebesar 20.91%. Tingginya kadar abu pada

karaginan presipitasi KCl diduga karena pengaruh kondisi bahan baku. umur panen

dan metode ekstraksi. yaitu pada proses presipitasi dengan menggunakan KCl. Hal

ini sesuai yang dinyatakan Winarno (1997), bahwa ion kalium merupakan unsur

mineral yang tidak terbakar (abu). Namun kadar abu karaginan baik presipitasi KCl

maupun presipitasi IPA masih memenuhi standar yang ditetapkan oleh FAO

sebesar 15-40% sedangkan FCC menetapkan maksimum 35%.

Kadar abu tidak larut asam karaginan presipitasi KCl sebesar 0.83% dan

karaginan presipitasi IPA sebesar 0.52%. Tabel 8, menunjukkan bahwa karaginan

presipitasi KCl tidak berbeda nyata dengan karaginan presipitasi IPA. Tingginya

kadar abu tidak larut asam pada kedua karaginan diduga karena mineral atau logam

tidak larut asam yang terdapat dalam karaginan tidak tereduksi secara optimal pada

saat pengolahan. Selain itu, teknik penyaringan yang memungkinkan adanya filter

aid yang lolos ke dalam filtrat yang akan teranalisis sebagai kadar abu tidak larut

asam.

Nilai kadar sulfat (Tabel 8) karaginan presipitasi KCl sebesar 18.55 % dan

tidak berbeda nyata dengan karaginan presipitasi IPA sebesar 18.25 %. Kandungan

sulfat menyebabkan gaya tolak menolak antar gugus sulfat yang bermuatan negatif,

sehingga rantai polimer kaku dan tertarik kencang sehingga terjadi peningkatan

viskositas. Kadar sulfat yang dihasilkan dari karaginan presipitasi KCl maupun

presipitasi IPA masih memenuhi standar yang ditetapkan oleh EEC dan FAO

sebesar 15-40% sedangkan FCC menetapkan 18 - 40%.

Hasil pengukuran derajat putih karaginan presipitasi KCl sebesar 51.57 %

sedangkan karaginan presipitasi IPA sebesar 44.07 % (Tabel 8), menunjukkan

Page 68: Carrageenan IPB

50

derajat putih karaginan presipitasi KCl lebih besar dan berbeda nyata dengan,

karaginan presipitasi IPA. Tingginya nilai derajat putih pada karaginan presipitasi

KCl disebabkan karena selama proses berlangsung suasana basa dari KOH dapat

mengoksidasi pigmen menjadi senyawa lain yang tidak berwarna sehingga produk

yang dihasilkan berwarna lebih cerah. Selain itu, teknik pengeringan juga

mempengaruhi kualitas derajat putih.

4.3 Aplikasi karaginan pada sirup markisa

4.3.1 Sifat fisika-kimia sirup markisa

Tahapan aplikasi merupakan tahapan penambahan karaginan hasil

ekstraksi dalam proses pembuatan sirup markisa. Proses pembuatan sirup, buah

markisa yang telah dipotong dan dikeruk isinya, kemudian diblender untuk

memudahkan proses pemisahan biji dengan sari buahnya sehingga diperoleh sari

buah markisa. Penyaringan dilakukan dengan cara sederhana yaitu menggunakan

kain saring sehingga ada kemungkinan sari buah belum benar-benar bebas dari

serat kasar. Sari buah yang diperoleh, kemudian dilakukan pasteurisasi dengan

penambahan bahan tambahan makanan (BTM) dan karaginan sesuai konsentrasi.

Pengawet yang digunakan sesuai dengan standar yang telah ditentukan oleh

Menteri Kesehatan sehingga aman dan tidak membahayakan konsumen. Selama

proses pasteurisasi dilakukan pengadukan untuk menghomogenkan sari buah

markisa dengan bahan tambahan yang telah dicampurkan sebelumnya.

Komposisi penyusun sirup markisa diharapkan menyamai komposisi sirup

markisa komersial sehingga dapat diterima oleh konsumen. Penentuan konsentrasi

karaginan dalam pembuatan sirup markisa berdasarkan pada penelitian

pendahuluan dan coba-coba (trial and error) sehingga diperoleh sirup markisa

yang baik dalam hal warna, aroma, rasa dan kenampakan.

Analisa fisika-kimia yang dilakukan pada sirup markisa karaginan bertujuan

untuk mengetahui sejauh mana perbedaan antara sirup markisa karaginan dan sirup

markisa komersial. Mutu fisik dan kimia ini sangat penting karena dapat

mempengaruhi tingkat penerimaan konsumen dan juga keuntungan yang akan

dihasilkan. Hasil pengujian terhadap mutu fisik dan kimia sirup markisa dapat

dilihat pada Tabel 9.

Page 69: Carrageenan IPB

51

Tabel 9 Hasil analisa sifat fisika-kimia sirup markisa karaginan dan komersil

Formula

Nilai pH

Viskositas (cPs)

Kekeruhan (NTU)

Total gula (%)

A 3.25a 168.00 a 5610.000 a 70.7 a B 3.23 a 603.33 b 5996.667 ab 54.7 b C 3.30 b 613.33 b 6056.667 b 42.0 c D 3.39 c 2966.66 c 6166.667 b 42.3 c

Markisa Komersil

3.28 b 401.66 ab 6033.333 b 89.5 d

Ket: Angka-angka pada kolom yang sama diikuti huruf superscript berbeda(a,b,c dan d) menunjukkan berbeda nyata (p<0.05) Nilai pH

Derajat keasaman sangat erat kaitannya dengan perkembangan mikroba

sehingga memegang peranan penting dalam pangan khususnya pada proses

penyimpanan. Disamping itu pH berpengaruh terhadap cita rasa dari suatu produk

(Winarno, 1993). Sirup markisa mempunyai pH asam kisaran 2.6 – 3.2 (Pruthi

dan Lal, (1959) dalam Siregar (2009)). Berdasarkan hasil analisis sidik ragam,

penambahan konsentrasi karaginan yang berbeda memberi pengaruh terhadap

derajat keasaman dari sirup markisa. Uji lanjut yang diperoleh menunjukkan

bahwa variasi konsentrasi penambahan karaginan memberi pengaruh yang nyata

terhadap nilai pH sirup markisa.

Uji lanjut juga menunjukkan bahwa penambahan karaginan 3.3 dan 3.9 %

(formula A dan B) pada sirup markisa tidak berbeda nyata. Perlakuan C tidak

berbeda nyata dengan pH markisa komersil tetapi berbeda nyata dengan perlakuan

A dan B. Namun secara umum, nilai pH pada produk sari buah markisa adalah

asam. Hal ini mungkin juga disebabkan oleh penambahan asam sitrat pada saat

pengolahan. Menurut Winarno (1997), asam sitrat dapat berfungsi sebagai

asidulan (senyawa kimia yang bersifat asam yang ditambahkan pada proses

pengolahan makanan dengan berbagai tujuan). Penambahan asam sitrat terutama

bertujuan untuk mempertegas rasa dan warna produk akhir, melindungi flavor

seperti menyelubungi aftertaste yang tidak disukai, dan mencegah kristalisasi

sukrosa.

Page 70: Carrageenan IPB

52

Keuntungan dari sari buah yang mempunyai kadar asam yang tinggi adalah

lebih awet dalam penyimpanan, mengingat bahwa pH optimum untuk

pertumbuhan mikroorganisme adalah pH sekitar 5.0-8.0 (Buckle et al, 1985).

Viskositas

Viskositas berpengaruh pada bentuk dan penerimaan rasa dari produk yang

berupa cairan. Semakin tinggi nilai viskositas suatu larutan maka makin tinggi

pula tingkat kekentalannya. Berdasarkan hasil sidik ragam terhadap sirup markisa

menunjukkan bahwa konsentrasi penambahan karaginan memberi pengaruh

terhadap viskositas sirup. Uji lanjut yang diperoleh memberi hasil bahwa formula

A berbeda nyata dengan formula B, C dan D. Sirup komersil berbeda dengan

markisa karaginan namun tidak berbeda nyata. Artinya bahwa kekentalan sirup

markisa komersil dengan markisa karaginan (perlakuan A, B dan C) memiliki

nilai viskositas yang tidak berbeda, walaupun tingkat kekentalan markisa lebih

tinggi tetapi tidak terjadi adanya penggumpalan ataupun pembentukan gel.

Eucheuma cottonii sebagai penghasil karaginan, menurut Towle (1973),

bersifat kental dan viskositasnya bergantung pada konsentrasi, suhu, adanya

molekul-molekul lain, jenis karaginan dan berat molekulnya. Jika konsentrasi

larutan karaginan meningkat maka viskositasnya akan meningkat. Hal ini sejalan

dengan hasil penelitian bahwa nilai viskositas dari setiap perlakuan berbeda sesuai

dengan banyaknya jumlah karaginan yang diberikan. Tingginya nilai viskositas

yang diperoleh pada penelitian ini diduga karena adanya penambahan gula yang

menyebabkan larutan menjadi lebih pekat sehingga nilai viskositasnya menjadi

meningkat. Formula D menunjukkkan bahwa konsentrasi karaginan yang lebih

tinggi lagi akan menyebabkan karaginan cenderung membentuk gel atau sangat

kental.

Keberadaan karaginan dalam sirup markisa juga mempengaruhi kestabilan

larutan, dimana larutan sirup menjadi lebih homogen, walaupun dengan tingkat

kekentalan yang lebih tinggi, namun fungsi sebagai penstabil pada produk sirup

markisa sudah tercapai.

Page 71: Carrageenan IPB

53

Kekeruhan

Penampakan keruh pada sari buah dipengaruhi oleh kestabilan suspensinya

(Johannes, 1973). Upaya untuk mempertahankan system dispersi tersebut dengan

menambah zat penstabil yang bertujuan untuk mengurangi/menghilangkan

kecenderungan penggabungan partikel dan pengendapan. Zat penstabil yang dapat

ditambahkan yaitu hidrokoloid misalnya karaginan, CMC dan lain sebagainya.

Kekeruhan sirup markisa karaginan dapat dilihat dari nilai absorbansinya.

Makin tinggi nilai absorbansi suatu sari buah, semakin sedikit cahaya yang

diteruskan dan semakin tinggi pula tingkat kekeruhan dari sari buah. Penelitian

ini, menunjukkan bahwa kekeruhan sirup markisa dipengaruhi oleh adanya

penambahan karaginan.

Kekeruhan dapat disebabkan bahan-bahan tersupensi yang yang bervariasi

dari ukuran koloidal sampai dispersi kasar, pada pembuatan sirup markisa yang

dihasilkan pada penelitian ini menunjukkan tingkat kekeruhan cukup tinggi. Hal

ini diduga karena pulp sari buah masih terikut dan proses penyaringan yang

kurang baik. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa penambahan karaginan

memberi pengaruh pada kekeruhan sirup markisa. Berdasarkan uji lanjut, markisa

komersil tidak berbeda nyata dengan markisa formula C dan D, dan tidak berbeda

nyata secara signifikan dengan markisa karaginan yang lainnya, menunjukkan

bahwa tingkat kekeruhan buah markisa dengan adanya penambahan karaginan

tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan dengan kekeruhan sirup markisa

komersil.

Tingkat kekeruhan biasanya berdasarkan konsentrasi, warna dan partikel

yang tersuspensi. Tingginya nilai kekeruhan baik pada markisa karaginan maupun

markisa komersil menunjukkan bahwa pada sirup buah masih mengandung

banyak sari buah (pulp) yang tidak tersaring dan tersuspensi secara baik. Selain

itu, warna kuning yang cenderung gelap juga meningkatkan nilai kekeruhan,

mengingat larutan standar yang digunakan untuk mengukur tingkat kekeruhan

adalah aquabides dengan tingkat kejernihan yang tinggi.

Page 72: Carrageenan IPB

54

Total Gula

Gula sebagai sukrosa diperoleh dari nira tebu, bit gula, atau aren. Meskipun

demikian, terdapat sumber-sumber gula minor lainnya, seperti kelapa. Sukrosa

adalah makanan pemanis yang paling umum di dunia industri, meskipun telah

diganti dalam produksi pangan industri dengan pemanis lain seperti sirup fruktosa

atau kombinasi bahan fungsional dan pemanis intensitas tinggi. Sukrosa sangat

mudah larut dalam rentang suhu yang lebar. Sifat ini menjadikan sukrosa bahan

yang baik untuk produk sirup dan makanan lain yang mengandumg gula (DeMan,

1997).

Hingga saat ini standar kemanisan produk pangan masih menggunakan rasa

manis sukrosa. Hal tersebut diatas menyebabkan pada SNI mutu sirup (SNI 01-

3544-1994) total gula dinyatakan dalam sakarosa atau sukrosa.

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa penambahan karaginan pada sirup

markisa memberi pengaruh terhadap total gula (sukrosa) sirup markisa.

Berdasarkan uji lanjut, markisa komersil berbeda nyata dengan markisa

karaginan. Tingginya kandungan gula pada markisa komersil menyebabkan kadar

sukrosa yang dihasilkan juga cukup tinggi yaitu 89.5%. Hal ini sudah sesuai

dengan SNI 01-3544-1994 tentang mutu sirup bahwa kandungan total gula

(dihitung sebagai sukrosa min 65%), namun adanya penambahan sodium siklamat

yang merupakan pemanis buatan merupakan pelanggaran bagi pihak produsen

karena standar sirup yang ditetapkan oleh SNI adalah tidak boleh adanya bahan

tambahan makanan berupa pemanis buatan.

Kadar sukrosa yang rendah pada markisa karaginan (formulasi C dan D)

diduga dipengaruhi oleh adanya penambahan karaginan pada sirup markisa

sehingga formulasi sirup yang awalnya sesuai menjadi tidak sesuai karena massa

karaginan meningkatkan volume sirup sehingga rasa manis sirup menjadi

berkurang.

Page 73: Carrageenan IPB

55

4.4 Formulasi Sirup Markisa Terpilih

4.4.1 Analisis Mikrobiologi

Angka Lempeng Total

Kerusakan bahan pangan oleh mikroorganisme dapat menyebabkan makanan

atau minuman tidak layak dikomsumsi akibat penurunan mutu atau karena

makanan tersebut telah beracun. Penurunan mutu yang disebabkan oleh

mikroorganisme meliputi penurunan nilai gizi, penyimpangan warna, perubahan

rasa dan bau, adanya pembusukan serta modifikasi komposisi kimia (Syarief dan

Hariyadi, 1993).

Analisis mikrobiologi merupakan salah satu analisis kuantitatif untuk

mengetahui mutu bahan pangan, yaitu dengan menghitung jumlah koloni dalam

setiap gram bahan pangan. Analisa total mikroba dilakukan 2 kali yaitu minggu

pertama dan ketiga. Lamanya waktu analisa pertama dan kedua mengingat bahwa

sirup markisa bersifat asam sehingga kemungkinan mikroba untuk dapat

berkembang cukup sulit. Berdasarkan hasil analisa minggu pertama diperoleh nilai

total mikroba untuk semua sampel adalah 0, sedangkan pada minggu ketiga total

mikroba tertinggi yang diperoleh adalah 3,0 x 10 unit koloni/gram yaitu pada

penambahan karaginan 5.0% (formula D). Hasil perhitungan angka lempeng total

yang diperoleh dari sirup markisa karaginan dan komersial masih jauh dibawah

batas angka maksimal SNI 01-3544-1994 tentang mutu sirup yang menyatakan

angka lempeng total sirup adalah maksimal 5x102 koloni/ml.

Suasana asam produk sirup diduga yang menyebabkan sulitnya

mikroorganisme dapat tumbuh dan berkembang karena kebanyakan

mikroorganisme dapat tumbuh pada kisaran pH 5.0-8.0 (Buckle, 1985). Selain itu,

kemampuan mikroorganisme untuk tumbuh dan tetap hidup merupakan hal penting

dalam ekosistem pangan.

Menurut Vieira (1996), nilai pH mempengaruhi pertumbuhan dan

perkembangan mikroba. Setiap mikroba memiliki rentangan nilai pH dimana

mereka dapat hidup dengan baik dan dimana mereka tidak dapat hidup sama sekali.

Pada produk sari buah yang memiliki nilai pH yang rendah dapat memberikan

suatu kondisi dimana hanya beberapa mikroba (misalnya Saccharomyces sp.,

Hansenula sp., Aspergillus sp., Lactobacillus sp.) yang dapat bertahan dibawah pH

Page 74: Carrageenan IPB

56

tersebut. Walaupun kebanyakan bakteri tidak dapat tumbuh pada pH rendah, akan

tetapi ada beberapa bakteri toleran pada pH rendah. Bakteri acidophillus yang

tumbuh terbatas pada pH rendah (Atlas, 1994) ataupun bakteri Thiobacillus

thiooxidans yang mempunyai pertumbuhan optimum pada kondisi kemasaman

yang ekstrim yaitu pH 2.0-3.5 (Pelczar dan Chan, 2006).

4.4.2 Uji organoleptik

Peniliaian keberhasilan suatu produk baru diperlukan adanya uji pembedaan

sifat atau mutu yang dihasilkan terhadap produk yang telah ada sebelumnya.

Produk sirup markisa yang dihasilkan pada penelitian ini dibandingkan dengan

produk minuman yang komersil. Hasil uji yang didapat adalah respon beda, dimana

respon beda yang diberikan adalah lebih tinggi atau lebih rendah. Respon yang

dinginkan adalah lebih tinggi, artinya produk baru yang dihasilkan mempunyai

mutu yang lebih baik. Produk sirup markisa karaginan dan markisa komersial dapat

dilihat pada Gambar 21.

Gambar 21 Sirup markisa karaginan dan sirup markisa komersil

Hasil uji perbandingan pasangan yang dilakukan oleh panelis terhadap sirup

markisa terpilih (formula C) disajikan pada Gambar 22. Panelis memberikan nilai

pada parameter kelarutann 0.67. Nilai positif yang dihasilkan menunjukkan bahwa

kelarutann sirup markisa karaginan berada diatas tingkat kelarutan produk

komersil. Artinya upaya untuk menjadikan kelarutan lebih baik dapat dicapai pada

produk baru yang dihasilkan.

Page 75: Carrageenan IPB

57

Faktor warna tampil terlebih dahulu dalam penentuan mutu suatu produk,

disamping itu warna biasa digunakan sebagai indikator kesegaran produk. Nilai

pada parameter warna -0.82. Nilai negatif yang dihasilkan menunjukkan bahwa

warna produk baru tidak sama dengan produk lama (komersil). Produk baru

(markisa karaginan) cenderung berwarna orange atau kuning gelap sedangkan

panelis lebih menyukai produk markisa yang berwarna kuning cerah (markisa

komersil).

Gambar 22 Hasil uji perbandingan pasangan sirup markisa

Indera yang digunakan untuk uji rasa adalah lidah. Tingkat kepekaan

seseorang terhadap rasa manis dan rasa asam tidak sama. Pada uji rasa ini panelis

memberikan respon yang berbeda tergantung kesukaan dan kepekaan inderanya,

walaupun respon yang diberikan diharapkan tidak mempengaruhi kesukaan

panelis. Pada uji pembanding rasa manis, rata-rata nilai yang dihasilkan adalah -

1.54 dan uji pembanding rasa asam adalah 1.95. Nilai negatif pada rasa manis

menunjukkan bahwa rasa manis produk baru tidak sama dengan produk lama

(komersil). Berdasarkan hal tersebut maka perlu dilakukan penyempurnaan

formulasi dan pengujian ulang sehingga dapat tercapai rasa manis yang

diinginkan. Nilai positif pada rasa asam menujukkan bahwa tingkat keasaman

produk baru lebih tinggi dibandingkan produk komersil. Panelis umumnya

menyukai rasa asam yang tidak berlebihan sehingga masih diperlukan formulasi

yang lebih baik untuk menyeimbangkan antara rasa manis dan rasa asam.

Page 76: Carrageenan IPB

58

Aroma sirup umumnya tergantung pada aroma buah yang digunakan. Pada

uji organoleptik ini maka aroma yang ingin ditonjolkan pada produk adalah aroma

markisa. Hasil uji pembeda yang diperoleh adalah 1.12. Hal ini menunjukkan

bahwa aroma produk baru diatas aroma produk komersil dan panelis umumnya

menyukai produk sirup yang beraroma khas buah-buahan. Artinya upaya untuk

mencapai aroma yang sesuai atau lebih baik dari produk komersil sudah tercapai

mengingat bahwa aroma yang sangat kuat kadang menyebabkan produk sirup

kurang disukai oleh panelis.

Page 77: Carrageenan IPB

59

V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1 Sifat kimia dan fisik karaginan Eucheuma cottonii yang dihasilkan pada

penelitian ini memenuhi standar mutu karaginan yang ditetapkan oleh FAO,

FCC dan ECC, dengan perlakuan optimum yang dihasilkan adalah perbandingan

air 1: 20, konsentrasi KCl 1 % dan suhu presipitasi 30 oC (A1B1C2) berdasarkan

parameter rendemen sebesar 31.77%, viskositas 145.00 cP, kekuatan gel

1897.14 g/cm2, kadar air 9.73%, kadar abu 29.59%, kadar abu tak larut asam

0.83%, kadar sulfat 18.36% dan derajat putih 51.57%.

2 Optimasi proses ekstraksi karaginan pada penelitian adalah waktu proses yang

lebih singkat (1 hari) untuk memperoleh karaginan, perbandingan air lebih

sedikit dan penggunaan bahan kimia yang lebih murah dan konsentrasi yang

lebih rendah.

3 Sifat fisik dan kimia sirup markisa yang dihasilkan pada penelitian ini

menunjukkan bahwa penambahan karaginan konsentrasi 4.4% (formula C) pada

pembuatan sirup markisa mempunyai sifat fisik kimia yang hampir sama dengan

sirup markisa komersil dengan nilai pH 3.30, viskositas 611.33 cP, kekeruhan

6056.667 NTU, total gula 42.0 %. Berdasarkan uji perbandingan pasangan,

menunjukan bahwa sirup markisa karaginan mempunyai kelarutan, rasa asam

dan aroma yang lebih baik dari sirup markisa komersil, sedangkan warna dan

rasa manis, sirup markisa karaginan lebih rendah dari sirup markisa komersil.

5.2 Saran

Penelitian tentang optimasi proses masih bisa terus dikaji lebih baik,

khususnya penambahan variasi suhu yang digunakan

Page 78: Carrageenan IPB

60

DAFTAR PUSTAKA

Afrianto E. Liviawaty E. 1987. Budidaya Rumput Laut dan Cara Pengolahannya. Penerbit Bhatara. Jakarta.

Alpis. 2002. Mempelajari pembuatan kloro-karagenan dari rumput laut jenis Eucheuma cottonii dengan penambahan kombinasi beberapa konsentrasi KOH dan KCl. [Skrips]. Bogor : Jurusan Teknologi Hasil Perikanan. Fakultas Perikanan dan Kelautan. Institut Pertanian Bogor.

Anonim. 1991. Rumput Laut di Indonesia. Seaweed in Indonesia. Penerbit Bank Bumi Daya. Jakarta.

Anggadireja J.T. 1993. Potensi Makro Rumput laute Laut (Seaweed) sebagai Pangan dan Nilai Gizi Berbeda Jenis. Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi V. LIPI. Jakarta 20-22 April 1993.

Anggadireja J.T., A. Zatnika. Heri Purwoto dan Sri Istini. 2008. Rumput Laut. Penebar Swadaya. Jakarta.

Angka SL dan Suhartono MT. 2000. Bioteknologi Hasil Laut. Cetakan Pertama. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan. IPB.

A/S Kobenhvns Pektifabrik. 1978. Carrageenan. Lilleskensved. Denmark. P 156-157.

AOAC. 1990. Official Methods of Analysis the Association. 15th. Ed. AOAC. Virginia: AOAC Inc. Arlington.

Apriyantono AD. Fardiaz D. Puspitasari N. Sodarnawati. Budiyanto S. 1989. Analisis Pangan. Bogor: Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. IPB.

Arifin M. 1994. Penggunaan Kappa Karagenan Sebagai Penstabil (stabilizer) pada pembuatan fish loaf dari ikan tongkol ( Euthynnus sp) (Skripsi). Jurusan Teknologi Hasil Perikanan. Fakultas Perikanan dan Kelautan. IPB. Bogor.

Asp. N.G.. H. Halmer and M. Siljestrom. 1983. Rapid Enzymatic Assay of Insoluble and Soluble Dietary Fiber. Journal Dietary Fiber. J. Agri. Food Chem. 31 : 476-482.

Astawan M. Koswara S. Herdiani F. 2004. Pemanfaatan Rumput Laut (Eucheuma cottonii) untuk Meningkatkan Kadar lodium dan Serat Pangan pada Selai dan Dodol. Jurnal Teknologi dan Industri pangan. XV (1): 61.

Atmadja WS., Kadi A. Sulistijo. Rachmaniar. 1995. Pengenalan Jenis-Jenis Rumput Laut Indonesia. Jakarta : Puslitbang Oseanologi-LIPI

Atlas R.M. 1994. Microorganism in Our World. University of Louisville.

Louisville. Kentucky.

Page 79: Carrageenan IPB

61

Banadib, Ahmad dan Khoiruman. 2009. Optimasi Pengeringan pada Pembuatan Karaginan Dengan Proses Ekstraksi dari Rumput Laut Jenis Eucheuma cottonii. Jurnal Teknik Kimia Universitas Dipenogoro. Semarang.

Basmal, J. 2001. Perkembangan Teknologi Riset Penanganan Pasca Panen dan Industri Rumput Laut. Forum Rumput Laut. Jakarta: Pusat Riset Pengolahan produk dan Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan. Departemen Kelautan dan Perikanan. Hlm 16-22.

Basmal. J., Bakti Berlyanto Sedayu dan Sediadi Bandol Utomo 2009. Effect of KCl on the precipitation of Carrageenan from E.cottonii extract. Journal of Marine and Fisheries Postharvest and Biotechnology – special Edition. Balai Basar Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan. Departemen Kelautan dan Perikanan.

Bawa.,I.G.A.G., A.A. Bawa Putra dan Ida Ratu Laila. 2007. Penentuan pH Optimasi Isolasi Karaginan dari Rumput Laut Eucheuma cottonii. Jurnal Kimia 1 (Vol. 1) Januari 2007 : 15-20.

Buckle KA. RA Edwadrs. GH Fleet. Wooton. 1987. Ilmu Pangan. Diterjemahkan olen Heri Purnomo dan Adiono. Jakarta: Ul-Press.

Chapman, V.J., dan D.J. Chapman. 1980. Seaweed and Their Uses. Third edition Capman and Hall. Metheun Co Ltd. London. P. 194 – 217.

Cottrell IW. Kovacs P. 1980. Alginates dalam Davidson RL(ed). Handbook of

Water Soluble Gums and Resin. New York : Mc-Graw-Hill Book co. CP Kelco Aps. 2004. Carrageenan. http://www.cPKelco.com [15 Desember 2009].

Damerys.,Shinta, Ning Ima Arie Wardayanie dan Dede Abdurakhman. 2006. Standarisasi Ekstraksi Karagenan. Balai Besar Industri Agro. DIPA 2006. Jakarta.

Dea ICM. 1981. Polysaccharides Conformation in Solutions and Gels dalam Food Carbohydrates. Westport. Connecticut : The AVI Publishing Company Inc.

DeMan, MJ. 1997. Kimia Makanan. Padmawinata K, penerjemah; ITB Bandung.

Terjemahan dari : Principles of Food Chemistry. Dewayani. W.. H. Muhammad.. Armiati dan M. B. Nappu. 1999. Uji Teknologi

Pembuatan Sirup Markisa Skala Rumah Tangga. Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. 7(1) : 69-75.

Doty MS. 1987. Eucheuma alvarezii sp (Gigartinales. Rhodophyta) from Malaysia. In : Studies of Seven Commercial Seaweed Resources. Ed. By : MS. Doty. JF Caddy. B. I.A. Abbot and J.N. Noris. Eds. Taxonomy of Economic Seaweeds. California Sea Grant College Program : 37 – 45.

Page 80: Carrageenan IPB

62

Dian., Yasita dan Intan Dewi. 2009. Optimasi Proses Ekstraksi pada Pembuatan Karaginan Dengan dari Rumput Laut Jenis Eucheuma cottonii Untuk Mencapai Foodgrade. Jurnal Teknik Kimia Universitas Dipenogoro. Semarang.

Fachruddien. L. 2002. Cara Membuat Sirup dan Sari Buah. Penebar Swadaya. Jakarta.

Fardiaz. D. 1989. Hidrokoloid. Laboratorium Kimia dan Biokimia Pangan. PAU Pangan dan Gizi. IPB. Bogor.

Fennema. 1996. Food Chemistry. Marcel Dekker Inc. New York. USA

Food Marine Colloids Corp (FMC Corp). 1977. Carrageenan. Marine Colloid Monograph Number One. Springfield New Jersey. USA : Marine Colloid Division FMC Corporation page. 23-29. New Jersey. USA

Food Chemical Codex. 1981. Carrageenan. National Academy Press Washington. P 74-75.

Food Chemical Codex. 1979. Third Supplement to the Food Chemical Codex : Carrageenan. P. 7-10. National Academy of Science. Washington D.C.

Food and Agriculture Organization of the United Nation. 1986. Spesification for Identity and Purity of Certain Food additives. FAO Food and Nutrition Paper. Page. 47-54. Rome.

Food and Agriculture Organization. 1990. Training Manual on Gracilaria Culture and Seaweed Processing in China p. 13-175. Rome.

Food and Agriculture Organization of the United Nation. 2000. Request on the Proposed

Draft Codex General Standard For Fruit Juices and Nectars. Paper. Rome. Italy.

Gaman, P.M dan K.B. Sherrington. 1994. Ilmu Pangan, Pengantar Ilmu Pangan,

Nutrisi dan Mikrobiologi. Edisi Kedua. Gadjah Mada University Press. Bulaksumur, Yogyakarta.

Giancoli, Douglas C. 1998. Fisika. Edisi ke-5 Terjemahan Yuhilja Hanum dan Irwan Arifin. PT. Erlangga. Jakarta.

Glicksman. M. 1983. Food Hydrocolloids. CRS Press. Inc. Florida. Volume II : 74-83

Guiseley. K.B.. N.F. Stanley dan Whitehouse. 1980. Carrageenan. McGraw Hill co. New York. Pp : 199.

Ilham dan Jakkob Arnold. 2009. Optimasi Variabel Proses Pembuatan Karaginan Dengan dari

Rumput Laut Jenis Eucheuma cottonii dengan Response Surface Methodology. Jurnal Teknik Kimia Universitas Dipenogoro. Semarang.

Imeson A. 2000. Carrageenan. Didalam Phillips G.O dan Williams. editors. Handbook of Hydrocolloids. Florida. CRC Press.

Page 81: Carrageenan IPB

63

Istini S dan A. Zatnika. 1991. Optimasi Proses Semirefine Carrageenan dari Rumput Laut Eucheuma cottonii. Di dalam : Teknologi Pasca Panen Rumput Laut. Prosiding Temu Karya Ilmiah; Jakarta. 11-12 Maret 1991. Jakarta Departemen Pertanian hlm 86-95.

Jagtiani, J.H.T., Chan Jr and W.S. Sakai. 1998. Tropical Fruit Processing. Academic Press Inc. San Diego California. USA.

Kadi. A dan Atmadja W.S. 1988. Rumput Laut: Jenis, Produksi, Budidaya dan Pasca Panen. Pusat Penelitian dan Pengembangan Osenologi. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Jakarta.

Mabeu S dan Fleurence J. 1995. Seaweed in Food Products : Biochemical and

Nutritional Aspects. Trends FoodSci Tech 6 : 103-107.

Marshall RT dan Arbuckle WS. 1996. Ice cream. New York: Chapman and Hall.

Marpaung. P. 2001. Pengaruh Konsentrasi Gula Pasar Terhadap Mutu Dodol Rumput Laut. [Skripsi]. Teknologi Hasil Perikanan. Fakultas Ilmu Perikanan dan Kelautan. IPB.

Marine Colloids FMC. 1978. Raw Materials Test Laboratory Standard Practice. New Jersey: Marine Colloids Div. Corp. Springfield. USA. P. 79-92.

Moirano. A.L. 1977. Sulfate Seaweed Polysacharides dalam Food Colloids. The AVI Publ.co.Westport Conneticut. Pp 347-381.

Mubarak, H. 1981. Percobaan Budidaya Rumput Laut Eucheuma spinosum di Perairan Lorok. Pacitan dan Kemungkinan Pengembangannya. Balai Penelitian Perikanan Laut. Jakarta.

Murdinah. 2008. Pengaruh Bahan Pengestrak dan Penjendal Terhadap Mutu Karaginan dari Rumput Laut Eucheuma cottonii. Prosiding Seminar Nasional Tahunan V Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan tahun 2008 Jilid 3. Kerjasama Jurusan Perikanan dan Kelautan UGM dengan Balai Basar Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan.

Niam, Ragil Khoirul. 2009. Aplikasi Edible Coating Berbasis Kappa-Karagenan dengan Penambahan CMC untuk Memperpanjang Umur Simpan Buah Salak Pondoh (Sallaca edulis Reinw.). Tesis. Dep. Teknologi Industri Pertanian. Fateta-IPB.

Peranginangin, R., Bandol BS dan Mulyasari. 2003. Teknologi Pemanfaatan Rumput Laut.

Badan Riset Kelautan dan Perikanan. Depertemen Kelautan dan Perikanan. Pelczar, Michael J dan E.C.S. Chan.2006. Elements of Microbiology. Penerjemah Ratna Siri

Hadioetomo, Teja Imas, S. Sutarmi dan Sri Lestari Angka dalam Dasar-dasar Mikrobiologi. Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press). Jakarta.

Poncomulyo. 2006. Budidaya dan Pengolahan Rumput Laut. Jakarta : Agro Media Pustaka. Jakarta.

Page 82: Carrageenan IPB

64

Purnama. Ray Chandra. 2003. Optimasi Proses Pembuatan Karaginan dari Rumput Laut Eucheuma cottonii. Skripsi. Fakultas Teknologi Hasil Perikanan. IPB. Bogor. Indonesia.

Ristanti. 2003. Pembuatan Tepung Rumput Laut (Eucheuma cottonii) Sebagai Sumber lodium dan Dietary Fiber. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. IPB. Bogor. Indonesia.

Sarjana. P dan Widia W. 1998. Mempelajari Teknik Pengolahan Rumput Laut Menjadi

Karaginan Secara Hidratasi. Universitas Udayana. Denpasar. Bali.

Satari. R. 1996. Pengenalan Jenis-jenis Rumput Laut Indonesia. Puslitbang Oceanologi. LIPI. Jakarta.

Satuhu, S. 2003. Penanganan dan Pengolahan Buah. Cetakan ke IV. Penebar Swadaya. Jakarta

Sheng Yao. Wanging SL. L Zhien and Yanxia Z. 1986. Preparation and Properties of Carrageenan From some Species of Eucheuma in Hainan Island Cina. Journal Fish China. 10 (1) : p 104 – 119.

Siregar. D. 2009. Peningkatan Mutu dan Keamanan Produk Olahan Markisa di PT. Pintu Besar Selatan. Tesis Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor

Suryaningrum. TD. 1988. Kajian Sifat-sifat Mutu Komoditi Rumput Laut Budidaya Jenis Eucheuma cottonii dan Eucheuma spinosum. Tesis. IPB. Bogor. Indonesia.

Smidsrod, O., Andersen, H. Grdsdalen, B. Larsen dan T. Painter. 1980. Evidence for A Salt Promoted Frezz-out of Linkage Conformation dalam Carrageenan as a Prequisite for Gel Formation. Carb. Res. 80 :c11

Suryaningrum, Th. D., Murdina. dan Erlina. M.D. 2003. Pengaruh Perlakuan Alkali

dan Volume Larutan Pengekstrak Terhadap Mutu Karaginan dari Rumput Laut Eucheuma cottonii. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia. Edisi Pasca Panen. Badan Riset Perikanan dan Kelautan Departemen Kelautan Perikanan 9(5) :65 – 76.

Suwandi R. Iriani S. Bambang R dan Uju S. 2002. Rekayasa Proses Pengolahan dan Optimasi Produksi Hidrokoloid Semi Basali (Intermediate Moisture Food) Dari Rumput Laut. Laporan Akhir Penelitian Hibah Bersaing PT Tahun Anggaran 2001/2002. IPB. Bogor.

Syarief., Rizal dan Hariyadi Halid. 1993. Teknologi Penyimpanan Pangan. Kerja sama dengan Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi IPB. Penerbit Arcan. Jakarta.

Syahrul. 2005. Penggunaan Fikokoloid Hasil Ekstraksi Rumput Laut Sebagai Substitusi Pada Es Krim. (Thesis S2). Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Suptijah. P.2002. Rumput Laut : prospek dan Tantangannya. http://rudyct.tripod.com/sem2 012/pipih suptijah.htm.

Page 83: Carrageenan IPB

65

Syamsuar. 2005. Karakteristik Karaginan Rumput Laut Eucheuma cottonii pada berbagai Umur Panen. Konsentrasi KOH dan Lama Ekstraksi. Tesis. Fakultas Perikanan. IPB.

Towle, A.G. 1973. Carrageenan. In : R.L. Whistler (Ed). Industrial Gum : Polysacharides

and Their Derivates. Academic Press. London. Pp 84 – 109. Tranggono, S., Haryadi, Suparmo, A. Murdiati, S. Sudarmadji, K. Rahayu, S.

Naruki dan M. Astuti. 1991. Bahan Tambahan Makanan (Food additive). PAU Pangan dan Gizi UGM. Yogyakarta.

Verheij and R.E. Coronel. 1997. PROSEA : Sumber Daya Nabati Asia Tenggara 2.

Buah-buahan yang Dapat dimakan. PT. Gramedia. Jakarta. Vieira E.R. 1996. Elementary Food Science. Fourth edition. Chapman and Hall.

New York.

Winarno. FG. 1990. Teknologi Pengolahan Rumput Laut. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. Jakarta.

Winarno. FG. 1996. Teknologi Pengolahan Rumput Laut. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. Jakarta.

Widjanarko. S.B. 1996. Perubahan Sifat Fisiko-Kimia dan Sensoris Sirup Pisang

dari Tiga Varietas pisang yang Berbeda Akibat Penggunaan Na-CMC pada konsentrasi yang Berbeda. Jurnal Universitas Brawijaya. 8(2) : 105-114.

Yunizal. Murtini JT. Utomo BS dan Suryaningrum TH. 2000. Teknologi Pemanfaatan Rumput Laut. Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan Eksplorasi Laut dan Perikanan. Hlm 1-11. Jakarta.

Zulfriady. D dan Sudjatmiko W. 1995. Pengaruh Kalsium Hidroksida dan Sodium Hidroksida Terhadap Mutu Karaginan Rumput Laut Eucheuma spinosum. Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan Bidang Pasca panen. Sosial Ekonomo Penangkapan. Hlm 137-146. Jakarta.

http://www.Informasi IPTEK/teknologi_tepat_guna_menristek.htm. Sari dan Sirup

Buah. [10 Januari 2010].

http://www.bi.go.id.sipuk/id/lm/markisa [20 November 2010]

http://www.food.gov.uk/safereating/chemsafe/additivesbranch/. Food Additives in the European Union by Dr. David Jukes. (6 Maret 2011)

Page 84: Carrageenan IPB

66

LAMPIRAN

Page 85: Carrageenan IPB

67

Lampiran 1 Rekapitulasi data rendemen karaginan

Sampel Ulangan

1 2 3 Rerata

A1B1C1 A1B1C2 A1B2C1 A1B2C2

28.50 33.25 33.25 28.50

28.50 32.78 34.20 33.25

20.80 29.28 25.44 24.48

25.93 31.77 30.96 28.74

A2B1C1 A2B1C2 A2B2C1 A2B2C2

25.92 24.00 26.40 25.44

31.20 33.80 36.40 33.80

31.20 26.00 33.80 28.60

29.44 27.93 32.20 29.28

A3B1C1 A3B1C2 A3B2C1 A3B2C2

33.29 17.59 46.13 17.83

22.12 29.19 30.06 30.93

22.16 18.49 25.87 25.73

25.86 21.76 34.02 24.83

Lampiran 1a Analisis sidik ragam rendemen karaginan

Source Type III Sum of Squares

df Mean Square

F Sig.

Corrected Model 405.860a 11 36.896 1.139 .376 Intercept 29362.822 1 29362.822 906.265 .000 Perbandingan air 69.004 2 34.502 1.065 .361 Konsentrasi KCl 75.183 1 75.183 2.320 .141 Suhu presipitasi 49.714 1 49.714 1.534 .227 Perbandingan air*Konsentrasi KCl 35.065 2 17.532 .541 .589 Perbandingan air*Suhu presipitasi 107.252 2 53.626 1.655 .212 Konsentrasi KCl*Suhu presipitasi 53.035 1 53.035 1.637 .213 Perbandingan*Konsentrasi*Suhu 16.608 2 8.304 .256 .776 Error 777.596 24 32.400 Total 30546.278 36 Corrected Total 1183.456 35

Page 86: Carrageenan IPB

68

Lampiran 2 Rekapitulasi data viskositas karaginan Sampel Ulangan

1 2 3 Rerata A1B1C1 A1B1C2 A1B2C1 A1B2C2

155 150 110 120

160 150 105 100

160 135

107.5 120

158.33 145.00 107.50 113.33

A2B1C1 A2B1C2 A2B2C1 A2B2C2

97.5 95

90.5 85

112.5 105 105 80

110.95 135

107.5 100

106.98 111.67 101.00 88.33

A3B1C1 A3B1C2 A3B2C1 A3B2C2

60 60

57.5 52.5

50 50 40 55

55 50 60

52.5

55.00 53.33 52.50 53.33

Lampiran 2a Analisis sidik ragam viskositas karaginan

Source Type III Sum of Squares df Mean

Square F Sig.

Corrected Model 43141.326a 11 3921.939 42.939 .000 Intercept 328510.475 1 328510.475 3596.663 .000 Perbandingan air 36790.867 2 18395.433 201.401 .000 Konsentrasi KCl 3267.075 1 3267.075 35.769 .000 Suhu presipitasi 66.558 1 66.558 .729 .402 Perbandingan air*Konsentrasi KCl 2486.900 2 1243.450 13.614 .000 Perbandingan air* Suhu presipitasi 23.950 2 11.975 .131 .878 Konsentrasi KCl*Suhu presipitasi 4.658 1 4.658 .051 .823 Perbandingan*Konsentrasi*Suhu 501.317 2 250.658 2.744 .084 Error 2192.102 24 91.338 Total 373843.902 36 Corrected Total 45333.427 35 Lampiran 2b Uji lanjut BNT 5%

Perbandingan air Rata-rata 1:20 131.042a 1:30 101.996b 1:40 53.542c

Lampiran 2c Uji lanjut BNT 5%

Konsentrasi KCl Rata-rata 1:20 105.053a 1:40 86.000b

Lampiran 2d Uji lanjut BNT 5% Perbandingan air Konsentrasi KCl Rata-rata 1:20 1 151.667a

1.5 110.417b 1:30 1 109.325b

1.5 94.667c 1:40 1 54.167d

1.5 52.917d

Page 87: Carrageenan IPB

69

Lampiran 3 Rekapitulasi data kekuatan gel karaginan Sampel Ulangan

1 2 3 Rerata A1B1C1 A1B1C2 A1B2C1 A1B2C2

1896 1592.1 1678.3 1851.5

2194.14 2024.6 2489.2 2358.4

2115.4 2074.72 2138.84 2399.02

2068.6 1897.14 2102.113 2202.973

A2B1C1 A2B1C2 A2B2C1 A2B2C2

1843.56 1780.72 1755.108 1517.500

2255.78 2142.304 2016.55 2195.98

2432.49 2129.49 1932.56 1546.36

2177.276 2017.505 1901.406 1753.28

A3B1C1 A3B1C2 A3B2C1 A3B2C2

2384.149 2183.713 2182.171 2121.397

1517.15 1594.238 1733.564 1462.063

1690.95 2007.301 1897.157 897.007

1864.083 1928.417 1937.631 1493.489

Lampiran 3a Analisis sidik ragam kekuatan gel karaginan

Source Type III Sum of Squares df Mean

Square F Sig.

Corrected Model 1.831E13 12 1.526E12 3.045 .011 Intercept 4.560E12 1 4.560E12 9.098 .006 Perbandingan air 1.366E13 2 6.830E12 13.627 .000 Konsentrasi KCl 1.875E10 1 1.875E10 .037 .848 Suhu presipitasi 6.458E10 1 6.458E10 .129 .723 Perbandingan air*Konsentrasi KCl 1.174E11 2 5.868E10 .117 .890 Perbandingan air Suhu presipitasi 5.667E10 2 2.834E10 .057 .945 Konsentrasi KCl*Suhu presipitasi 2.416E12 1 2.416E12 4.820 .038 Perbandingan* Konsentrasi*Suhu 1.287E12 2 6.435E11 1.284 .296 Error 1.153E13 23 5.012E11 Total 4.270E13 36 Corrected Total 2.984E13 35 Lampiran 3b Uji lanjut BNT 5%

Perbandingan air Rata-rata 1:20 2013.761a 1:30 1962.37a 1:40 1773.99b

Lampiran 3c Uji lanjut BNT 5% Konsentrasi KCl Suhu presipitasi Rata-rata 1 15 151.667a

30 110.417b 1.5 15 54.167 c

30 52.917c

Page 88: Carrageenan IPB

70

Lampiran 4 Rekapitulasi data kadar air karaginan

Sampel Ulangan

1 2 3 Rerata A1B1C1 A1B1C2 A1B2C1 A1B2C2

7.48 11.38 10.72 9.14

9.25 9.08 8.45 8.78

9.02 8.73 8.89 8.87

8.58 9.73 9.35 8.93

A2B1C1 A2B1C2 A2B2C1 A2B2C2

9.05 8.3 7.1

9.03

8.95 8.98 8.64 9.9

8.87 8.48 10.97 9.43

8.95 8.58 8.90 9.45

A3B1C1 A3B1C2 A3B2C1 A3B2C2

6.59 8.65 5.67 7.19

7.61 8.49 7.64 7.93

6.43 7.77 6.98 7.68

6.87 8.30 6.76 7.6

Lampiran 4a Analisis sidik ragam kadar air karaginan

Source Type III Sum of Squares df Mean

Square F Sig.

Corrected Model 30.661a 11 2.787 3.223 .008 Intercept 2603.040 1 2603.040 3009.933 .000 Perbandingan air 22.661 2 11.330 13.101 .000 Konsentrasi KCl .000 1 .000 .000 .986 Suhu presipitasi 2.507 1 2.507 2.899 .102 Perbandingan air*Konsentrasi KCl .997 2 .498 .576 .570 Perbandingan air*Suhu presipitasi 1.752 2 .876 1.013 .378 Konsentrasi KCl*Suhu presipitasi .384 1 .384 .444 .511 Perbandingan*Konsentrasi*Suhu 2.360 2 1.180 1.365 .275 Error 20.756 24 .865 Total 2654.457 36 Corrected Total 51.416 35 Lampiran 4b Uji lanjut BNT 5%

Perbandingan air Rata-rata 1:20 2013.761a 1:30 1962.37a

11:40 1773.99b

Page 89: Carrageenan IPB

71

Lampiran 5 Rekapitulasi data kadar abu karaginan

Sampel Ulangan

1 2 3 Rerata A1B1C1 A1B1C2 A1B2C1 A1B2C2

27.04 29.59 30.56 31.4

26.86 28.46 29.24 30.34

29.74 30.73 32.45 32.63

27.88 29.59 30.75 31.45

A2B1C1 A2B1C2 A2B2C1 A2B2C2

32.86 33.02 34.51 35.63

30.68 30.87 32.02 34.08

21.75 30.51 33.27 32.55

28.43 31.46 33.26 34.08

A3B1C1 A3B1C2 A3B2C1 A3B2C2

36.02 27.97 38.33 39.82

35.93 26.93 38.14 39.78

36.48 33.88 38.09 37.08

36.02 29.59 38.18 38.89

Lampiran 5a Analisis sidik ragam kadar abu karaginan

Source Type III Sum of Squares

df Mean Square

F Sig.

Corrected Model 446.238a 11 40.567 7.497 .000 Intercept 37952.235 1 37952.235 7013.537 .000 Perbandingan air 206.418 2 103.209 19.073 .000 Konsentrasi KCl 139.870 1 139.870 25.848 .000 Suhu presipitasi .077 1 .077 .014 .906 Perbandingan air*Konsentrasi KCl 17.191 2 8.595 1.588 .225 Perbandingan air*Suhu presipitasi 40.039 2 20.019 3.700 .040 Konsentrasi KCl*Suhu presipitasi 3.829 1 3.829 .708 .409 Perbandingan*Konsentrasi*Suhu 38.816 2 19.408 3.587 .043 Error 129.871 24 5.411 Total 38528.344 36 Corrected Total 576.109 35 Lampiran 5b Uji lanjut BNT 5%

Perbandingan_air Rata-rata 1 : 20 29.920a 1:30 31.813a 1:40 35.674b

Lampiran 5c Uji lanjut BNT 5%

Konsentrasi KCl Rata-rata 1 30.498a

1.5 34.440b Lampiran 5d Uji lanjut BNT 5% Perbandingan air Suhu ekstraksi Rata-rata 1:20 20 29.315a

30 30.525 a 1:30 15 30.848 a

30 32.777 a 1:40 15 37.105 b

30 34.243c

Page 90: Carrageenan IPB

72

Lampiran 5e Uji lanjut BNT 5% Perbandingan air Konsentrasi KCl Suhu presipitasi Rata-rata 1:20 1 15 27.880a

30 27.880a 1.5 15 29.593ab

30 30.750b 1:30 1 15 31.457bc

30 28.430ab 1.5 15 31.467c

30 33.267 cd 1:40 1 15 34.087 cd

30 36.023 cd 1.5 15 38.187 cd

30 38.893 d Lampiran 6 Rekapitulasi data kadar abu tak larut asam karaginan

Sampel Ulangan 1 2 3 Rerata

A1B1C1 A1B1C2 A1B2C1 A1B2C2

0.8 0.5 0.4 0.9

1.3 1.2 0.3 0.5

0.6 0.8 0.5 1.2

0.9 0.83 0.4

0.86 A2B1C1 A2B1C2 A2B2C1 A2B2C2

0.8 0.4 1.2 1.3

1.3 0.6 1.2 0.5

0.6 0.4 1.3 0.2

0.9 0.46 1.23 0.33

A3B1C1 A3B1C2 A3B2C1 A3B2C2

0.63 0.3

0.65 0.84

0.84 0.42 0.49 0.4

0.63 0.41 0.45 0.67

0.7 0.37 0.53 0.63

Lampiran 6a Analisis sidik ragam kadar abu tak larut asam karaginan

Source Type III Sum of Squares df Mean

Square F Sig.

Corrected Model 2.467a 11 .224 4.229 .002 Intercept 16.714 1 16.714 315.252 .000 Perbandingan air .263 2 .132 2.483 .105 Konsentrasi KCl .008 1 .008 .147 .705 Suhu presipitasi .331 1 .331 6.236 .020 Perbandingan air*Konsentrasi KCl .192 2 .096 1.807 .186 Perbandingan air*Suhu presipitasi 1.158 2 .579 10.920 .000 Konsentrasi KCl*Suhu presipitasi .062 1 .062 1.163 .292 Perbandingan*Konsentrasi*Suhu .454 2 .227 4.278 .026 Error 1.272 24 .053 Total 20.453 36 Corrected Total 3.739 35 Lampiran 6b Uji lanjut BNT 5%

Suhu Presipitasi Rata-rata 15 0.777a 30 0.586b

Page 91: Carrageenan IPB

73

Lampiran 6c Uji lanjut BNT 5% Perbandingan air Suhu ekstraksi Rata-rata 1:20 15 0.650 a

30 0.850 b 1:30 15 1.067 c

30 0.400 d 1:40 15 0.615 ad

30 0.507 ad Lampiran 6d Uji lanjut BNT 5% Perbandingan air Konsentrasi KCl Suhu presipitasi Rata-rata 1:20 1 15 0.900 a

30 0.833 b 1.5 15 0.400 c

30 0.867 ab 1:30 1 15 0.900 a

30 0.467 c 1.5 15 1.233 d

30 0.333 e 1:40 1 15 0.700 bc

30 0.377 e 1.5 15 0.530 bc

30 0.637 bc

Lampiran 7 Rekapitulasi data kadar sulfat karaginan Sampel Ulangan

1 2 3 Rerata A1B1C1 A1B1C2 A1B2C1 A1B2C2

18.88 17.97 19.33 17.81

18.93 18.65 18.45 18.33

17.83 18.45 18.08 18.01

18.55 18.36 18.62 18.05

A2B1C1 A2B1C2 A2B2C1 A2B2C2

17.15 17.3 17.18 16.47

17.43 17.96 17.85 17.37

17.65 18.16 17.18 17.6

17.41 17.81 17.40 17.15

A3B1C1 A3B1C2 A3B2C1 A3B2C2

17.38 16.45 17.36 16.58

17.16 17.67 16.78 16.17

19.15 16.48 16.78 1699

17.89 16.86 16.97 16.58

Lampiran 7a Analisis sidik ragam kadar sulfat karaginan

Source Type III Sum of Squares df Mean

Square F Sig.

Corrected Model 15.228a 11 1.384 4.471 .001 Intercept 11199.636 1 11199.636 36172.913 .000 Perbandingan air 11.056 2 5.528 17.855 .000 Konsentrasi KCl 1.113 1 1.113 3.595 .070 Suhu presipitasi 1.044 1 1.044 3.371 .079 Perbandingan air*Konsentrasi KCl .359 2 .180 .580 .567 Perbandingan air *Suhu presipitasi .924 2 .462 1.491 .245 Konsentrasi KCl*Suhu presipitasi .039 1 .039 .127 .725 Perbandingan *Konsentrasi *Suhu .693 2 .347 1.119 .343 Error 7.431 24 .310 Total 11222.295 36 Corrected Total 22.659 35

Page 92: Carrageenan IPB

74

Lampiran 7b Uji lanjut BNT 5% Perbandingan_air Rata-rata

1:20 18.393a 1:30 17.442b 1:40 17.079b

Lampiran 8 Rekapitulasi data derajat putih karaginan

Sampel Ulangan

1 2 3 Rerata A1B1C1 A1B1C2 A1B2C1 A1B2C2

56.2 47.3 49.5 51.5

53.6 52.8 53.6 55.6

56.1 54.6 54.2 54.5

55.3 51.57 52.43 53.87

A2B1C1 A2B1C2 A2B2C1 A2B2C2

41.2 39.7 42.5 44.3

52.3 52.8 53.5 53.4

46.7 44.7 43.6 44.5

46.73 45.73 46.53 47.4

A3B1C1 A3B1C2 A3B2C1 A3B2C2

45.3 61.2 59.2 48.6

57.9 53.3 58.8 59.8

60.3 43.1 59.8 57.5

54.5 52.53 59.27 55.3

Lampiran 8a Analisis sidik ragam derajat putih karaginan

Source Type III Sum of Squares df Mean

Square F Sig.

Corrected Model 607.090a 11 55.190 1.901 .091 Intercept 96462.007 1 96462.007 3322.394 .000 Perbandingan air 506.654 2 253.327 8.725 .001 Konsentrasi KCl 17.500 1 17.500 .603 .445 Suhu presipitasi 17.780 1 17.780 .612 .442 Perbandingan air*Konsentrasi KCl 12.884 2 6.442 .222 .803 Perbandingan air*Suhu presipitasi 26.637 2 13.319 .459 .638 Konsentrasi KCl*Suhu presipitasi 6.334 1 6.334 .218 .645 Perbandingan*Suhu*Konsentrasi 19.301 2 9.650 .332 .720 Error 696.813 24 29.034 Total 97765.910 36 Corrected Total 1303.903 35 Lampiran 8b Uji lanjut BNT 5%

Perbandingan air Rata-rata 1:20 53.292a 1:30 46.600b 1:40 55.400a

Page 93: Carrageenan IPB

75

Lampiran 9 Analisis sidik ragam dan Uji lanjut BNT 5% karaginan KCl dan IPA

Lampiran 9a Analisis sidik ragam kadar air karaginan KCl dan IPA

Source Sum of Squares df Mean

Square F Sig.

Between Groups .968 1 .968 .897 .397 Within Groups 4.315 4 1.079 Total 5.283 5 Lampiran 9b Analisis sidik ragam kadar abu karaginan KCl dan IPA Source Sum of

Squares df Mean

Square F Sig.

Between Groups

113.187 1 113.187 18.515 .013

Within Groups 24.454 4 6.113 Total 137.641 5 Lampiran 9c Uji lanjut BNT 5% Karaginan Rata-rata

KCl 29.5933 a IPA 20.9067 b

Total 25.2500 Lampiran 9d Analisis sidik ragam kadar abu tak larut asam karaginan KCl dan IPA

Source Sum of Squares df Mean

Square F Sig.

Between Groups

.144 1 .144 2.208 .211

Within Groups

.261 4 .065

Total .405 5 Lampiran 9e Analisis sidik ragam kadar sulfat karaginan KCl dan IPA

Source Sum of Squares df Mean

Square F Sig.

Between Groups .017 1 .017 .030 .870 Within Groups 2.258 4 .565 Total 2.275 5 Lampiran 9f Analisis sidik ragam kekuatan gel karaginan KCl dan IPA

Source Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 689322.615 1 689322.615 17.102 .014 Within Groups 161223.596 4 40305.899 Total 850546.211 5 Lampiran 9g Uji lanjut BNT 5% Karaginan Rata-rata

KCl 1897.1400 a IPA 1219.2400 b

Total 1558.1900

Page 94: Carrageenan IPB

76

Lampiran 9h Analisis sidik ragam viskositas karaginan KCl dan IPA

Source Sum of Squares df Mean

Square F Sig.

Between Groups 26666.667 1 26666.667 172.973 .000 Within Groups 616.667 4 154.167 Total 27283.333 5 Lampiran 9i Uji lanjut BNT 5% Karaginan Rata-rata

KCl 145.0000 a IPA 278.3333 b

Total 211.6667

Lampiran 9j Analisis sidik ragam derajat putih karaginan KCl dan IPA

Source Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 84.375 1 84.375 11.230 .029 Within Groups 30.053 4 7.513 Total 114.428 5 Lampiran 9k Uji lanjut BNT 5% Karaginan Rata-rata

KCl 51.5667a IPA 44.0667b

Total 47.8167 Lampiran 10 Analisis sidik ragam nilai pH sirup markisa Source Type III Sum

of Squares df Mean Square F Sig.

Corrected Model .044a 4 .011 12.805 .001 Intercept 162.559 1 162.559 190498.781 .000 Perlakuan .044 4 .011 12.805 .001 Error .009 10 .001 Total 162.611 15 Corrected Total .052 14 Lampiran 10a Uji lanjut BNT 5% Formulasi Rata-rata

A 3.25a B 3.23a C 3.30b D 3.39c

MK 3.28ab

Page 95: Carrageenan IPB

77

Lampiran 11 Analisis sidik ragam viskositas sirup markisa

Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Corrected Model 1.564E7 4 3909493.733 132.296 .000 Intercept 1.355E7 1 1.355E7 458.684 .000 Perlakuan 1.564E7 4 3909493.733 132.296 .000 Error 295510.667 10 29551.067 Total 2.949E7 15 Corrected Total 1.593E7 14

Lampiran 11a Uji lanjut BNT 5% Formulasi Rata-rata

A 168.00 a B 603.33 b C 613.33 b D 2966.66 c

MK 401.66 ab

Lampiran 12 Analisis sidik ragam kekeruhan sirup markisa

Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Corrected Model 541426.667a 4 135356.667 2.528 .107 Intercept 5.351E8 1 5.351E8 9992.988 .000 Perlakuan 541426.667 4 135356.667 2.528 .107 Error 535466.667 10 53546.667 Total 5.362E8 15 Corrected Total 1076893.333 14

Lampiran 12a Uji lanjut BNT 5% Formulasi Rata-rata

A 5610.000 a B 5996.667 ab C 6056.667 b D 6166.667 b

MK 6033.333 b

Lampiran 13 Analisis sidik ragam total gula sirup markisa

Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Corrected Model .495a 4 .124 41.498 .000 Intercept 5.371 1 5.371 1800.697 .000 Perlakuan .495 4 .124 41.498 .000

Error .030 10 .003 Total 5.896 15

Corrected Total .525 14 Lampiran 13a Uji lanjut BNT 5% Formulasi Rata-rata

A 70.7 a B 54.7 b C 42.0 c D 42.3 c

MK 89.5 d Lampiran 14 Analisis sidik ragam uji organoleptik sirup markisa

Page 96: Carrageenan IPB

78

Lampiran 14a Analisis sidik ragam kenampakan Sirup Markisa Source Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 32.000 14 2.286 .952 .520 Within Groups 72.000 30 2.400

Total 104.000 44 Lampiran 14b Analisis sidik ragam warna sirup markisa

Source Sum of Squares df Mean Square F Sig. Between Groups 16.578 14 1.184 1.110 .389 Within Groups 32.000 30 1.067

Total 48.578 44 Lampiran 14c Analisis sidik ragam rasa manis sirup markisa

Source Sum of Squares df Mean Square F Sig. Between Groups 6.800 14 .486 1.821 .082 Within Groups 8.000 30 .267

Total 14.800 44 Lampiran 14d Analisis sidik ragam rasa asam sirup markisa

Source Sum of Squares df Mean Square F Sig. Between Groups 31.867 14 2.276 1.933 .064 Within Groups 35.333 30 1.178

Total 67.200 44 Lampiran 14e Analisis sidik ragam aroma sirup markisa

Source Sum of Squares df Mean Square F Sig. Between Groups 9.111 14 .651 1.085 .408 Within Groups 18.000 30 .600

Total 27.111 44

Page 97: Carrageenan IPB

79

Lampiran 15 Lembar isian uji perbandingan pasangan

Nama Panelis : Tanggal Pengujian : Nama Produk : Sirup markisa Instruksi Dihadapan saudara terdapat sampel berkode. Bandingkan kenampakan, warna, aroma dan rasa produk dengan kode……….terhadap produk pembanding kode ……….. Berikan tanda √ pada pernytaan yang sesuai dengan penilaian saudara. Setiap penilaian dinetralisir dengan air dan biji kopi. Kenampakan Warna Larutan tercampur sempurna, Sangat lebih cerah tidak terbentuk endapan Larutan tercampur agak sempurna, Lebih cerah tidak terbentuk endapan Larutan tercampur agak sempurna, Agak lebih cerah sedikit terbentuk endapan Tidak berbeda Tidak berbeda Larutan tercampur tidak sempurna, Agak kurang cerah tidak terbentuk endapan Larutan tercampur tidak sempurna, Kurang cerah sedikit terbentuk endapan Larutan tercampur tidak sempurna, Sangat kurang cerah terbentu endapan

Page 98: Carrageenan IPB

80

Rasa

Sangat lebih manis Sangat lebih asam Lebih manis Lebih asam Agak lebih manis Agak lebih asam Tidak berbeda Tidak berbeda Agak kurang manis Agak kurang asam Kurang manis , Kurang asam Sangat kurang manis Sangat kurang asam

Aroma

Sangat lebih khas markisa Lebih khas markisa Agak lebih khas markisa Tidak berbeda Agak kurang khas markisa Kurang khas markisa Sangat kurang khas markisa

Komentar/Catatan

Tanda tangan panelis

Page 99: Carrageenan IPB

81