carrageenan ipb
TRANSCRIPT
OPTIMASI PROSES EKSTRAKSI PEMBUATAN KARAGINAN DARI RUMPUT LAUT MERAH (Eucheuma cottonii)
SERTA APLIKASINYA SEBAGAI PENSTABIL PADA SIRUP MARKISA
FIFI ARFINI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
2011
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Optimasi Proses Ekstraksi Pembuatan Karaginan dari Rumput Laut Merah Eucheuma cottonii serta Aplikasinya sebagai Penstabil pada Sirup Markisa adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Maret 2011
Fifi Arfini NRP F153080031
ABSTRACT
FIFI ARFINI. Process Optimation of Carrageenan Extraction From Red Seaweed (Eucheuma cottonii) and Its Application as stabilizer on Passion Fruit Syrup. Under direction of RIZAL SYARIEF S. NAZLI, USMAN AHMAD and ROSMAWATY PERANGINANGIN. Carrageenan is seaweed gum derived from red seaweed polysaccharide sulfate form which has the properties of hydrocolloid so widely used in food and industrial products. The objectives of this research was to analyze and optimize the process of carrageenan from E.cottonii (variation of water ratio, KCl concentration and precipitation temperature) to shorten process time and to obtain physico-chemical characteristics and functional extracted carrageenan, determine and assess the optimal extraction process and to apply carrageenan optimal extraction process results in products of passion fruit syrup as well as assess the quality of the resulting syrup. Rendemen, viscosity, gel strength, moisture, ash, acid insoluble ash, sulphate and whiteness were used as quality parameters of carrageenan. It was found that the best carrageenan extraction process was obtained from water ratio 1:20, 1% KCl concentration and precipitation temperature of 30 oC process. The application of carrageenan on passion fruit syrup indicated that addition of carrageenan 4.4 % gave the pH, viscosity and turbidity similar to commercial syrup. Based on paired comparison test with the commercial syrup, the resulted one has better appearance, sour taste and flavor passion fruit on a commercial while for sweetness and color were less than those of the
Key words: carrageenan, extraction, physic-chemical characteristic, passion fruit syrup.
commercial syrup.
.
RINGKASAN
FIFI ARFINI. Optimasi Proses Ekstraksi Pembuatan Karaginan dari Rumput Laut Merah (Eucheuma cottonii) serta Aplikasinya sebagai Penstabil pada Sirup Markisa. Dibimbing oleh RIZAL SYARIEF S. NAZLI, USMAN AHMAD dan ROSMAWATY PERANGINANGIN.
Pascapanen rumput laut setelah pemanenan memegang peranan sangat penting dalam industri rumput laut. Kegiatan penanganan pascapanen menentukan mutu rumput laut yang dihasilkan sebagai bahan baku untuk pengolahan. Kegiatan ini harus dilakukan dengan seksama mulai dari cara pemanenan, pencucian, pengeringan dan bahkan sampai pengemasan dan penyimpanannya. Kegiatan pengolahan akan menciptakan suatu produk baru yang nilai tambahnya jauh lebih tinggi dari sekedar menjual bahan mentah. Usaha untuk memproduksi karaginan dengan kualitas yang baik telah banyak dilakukan melalui berbagai penelitian. Namun untuk pengembangan industri karaginan tersebut dibatasi oleh beberapa faktor, diantaranya modal yang diperlukan untuk industri pengolahan karaginan yang cukup besar. Hal ini disebabkan oleh proses ekstraksi karaginan yang cukup rumit dan relatif menghabiskan energi yang cukup besar.
Tujuan dari penelitian ini adalah: a) mengkaji dan mengoptimalkan proses ekstraksi karaginan (variasi perbandingan air, konsentrasi KCl dan suhu presipitasi) pada rumput laut Eucheuma cottonii untuk mempersingkat waktu proses, b) memperoleh karakteristik fisiko-kimia dan fungsional karaginan hasil ekstraksi yang dioptimalkan c) mengaplikasikan karaginan yang dihasilkan pada sirup markisa serta mengkaji mutu sirup yang dihasilkan. Penelitian ini diawali dengan penelitian pendahuluan untuk mencari konsentrasi larutan KCl yaitu 0,5; 1; 1,5 dan 2%). Selanjutnya tahap optimasi proses yang bertujuan untuk mengetahui perbandingan air, konsentrasi KCl dan suhu presipitasi yang optimal dan memperoleh karakteristik hasil karaginan yang dioptimalkan. Proses ini terdiri dari: 1)Ekstraksi I, 2) Pencucian, 3) Ekstraksi II (Perbandingan air 1:20, 1:30 dan 1:40) 4) Filtrasi, 4) Presipitasi oleh KCl (1 dan 1,5% pada suhu 15 dan suhu 30 o
Kombinasi perlakuan optimum yang dihasilkan adalah perbandingan air 1:20, konsentrasi KCl 1 % dan suhu presipitasi 30
C), 5) Penyaringan, 6) Pengepresan, 7) Pengeringan dan Penepungan. Tahap terakhir yaitu aplikasi karaginan hasil ekstraksi pada sirup markisa. Perlakuan diawali dengan proses pencucian, pemotongan kulit, pengerukan isi buah markisa lalu dilakukan pemblenderan dan penyaringan. Sari buah markisa selanjutnya diolah menjadi sirup dengan penambahan karaginan yaitu 3.3 (A), 3.9 (B), 4.4 (C) dan 5.0 % (D).
oC berdasarkan parameter rendemen sebesar 31.77 %, viskositas 145.00 cP, kekuatan gel 1897.14 g/cm2
, kadar air 9.73%, kadar abu 29.59%, kadar abu tak larut asam 0.83%, kadar sulfat 18.36% dan derajat putih 51.57%. Sifat fisik dan kimia sirup markisa terpilih yang dihasilkan pada penelitian ini menunjukkan bahwa penambahan karaginan (formulasi C) pada pembuatan sirup markisa mempunyai sifat fisik kimia yang hampir sama dengan sirup markisa komersil dengan nilai pH 3.30, viskositas 611.33 cP, kekeruhan 6056.667 NTU, total gula 42.0%. Berdasarkan uji perbandingan pasangan, menunjukan bahwa sirup markisa karaginan mempunyai kenampakan, rasa asam dan aroma yang lebih baik dari sirup markisa komersil, sedangkan warna dan rasa manis, sirup markisa karaginan lebih rendah dari sirup markisa komersil.
Kata kunci: karaginan, ekstraksi, karakteristik fisiko-kimia, sirup markisa.
© Hak Cipta milik IPB tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
OPTIMASI PROSES EKSTRAKSI PADA PEMBUATAN KARAGINAN DARI RUMPUT LAUT MERAH (Eucheuma cottonii )
SERTA APLIKASINYA SEBAGAI PENSTABIL PADA SIRUP MARKISA
FIFI ARFINI
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada
Program Studi Teknologi Pascapanen
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2011
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Y. Aris Purwanto, MSc
Judul tesis : Optimasi Proses Ekstraksi pada Pembuatan Karaginan dari Rumput Laut Merah (Eucheuma cottonii) serta Aplikasinya sebagai Penstabil pada Sirup Markisa Nama : Fifi Arfini NRP : F153080031
Disetujui
Komisi Pembimbing
Dr.Ir. Usman Ahmad, M.Agr Anggota Anggota
Prof.Dr.Ir. Rosmawaty Peranginangin
Ketua Prof.Dr.Ir. Rizal Syarief, DESS
Diketahui
Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana IPB Teknologi Pascapanen Dr.Ir. Sutrisno, M.Agr
Dr.Ir. Dahrul Syah, MSc. Agr
Tanggal Ujian : 16 Maret 2010 Tanggal Lulus : 30 Maret 2011
PRAKATA
Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kehadirat Allah, SWT karena atas berkat dan rahmat-Nya sehingga karya ilmiah ini dapat terselesaikan. Karya ilmiah ini merupakan sebagian kecil dari nikmat dan kasih sayang-Nya yang diberikan kepada penulis. Tema yang dipilih pada penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juli 2010 – Januari 2011 adalah “Optimasi Proses Ekstraksi pada Pembuatan Karaginan dari Rumput Laut Merah (Eucheuma cottonii) serta Aplikasinya sebagai Penstabil pada Sirup Markisa”. Melalui prakata ini penulis menghaturkan banyak terima kasih kepada : - Direktur, Asisten direktur dan segenap jajaran Politeknik Pertanian Negeri Pangkep
(POLITANI) Pangkep yang telah memberi kesempatan mengikuti pendidikan. - Prof.Dr.Ir. Rizal Syarief S. Nazli, Dr.Ir Usman Ahmad, M.Agr dan Prof.Dr.Ir.
Rosmawaty Peranginangin selaku pembimbing, atas segala bimbingan, saran dan masukannya sejak penyusunan proposal hingga karya ilmiah ini selesai.
- Dr.Ir. Y. Aris Purwanto, MSc, selaku penguji luar komisi atas saran dan masukannya. - Prof.Dr.H. Hari Eko Irianto selaku kepala Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan
Bioteknologi Kelautan dan Perikanan (BBRP2B-KP) yang telah memberikan izin dan fasilitas penelitian beserta staf BBRP2B-KP (Arif, Ruri, mb Ellya, dll), beserta seluruh staf Lab. Kimia, Pengolahan, Mikrobiologi, Uji Fisik dan Sensorik yang sangat banyak membantu penulis selama penelitian dan pengambilan data.
- Dirjen Pendidikan Tinggi (DIKTI) atas beasiswa BPPS sehingga penulis dapat melanjutkan studi S2 di IPB
- Teman-teman angk TPP ’08 (Novi, Meivie, Ruri, Yosi, Bambang, “mama” Mila, Erbi, Amin, Dian dan khamsi), kebersamaan, kesedihan, kegembiraan selama 2 tahun bersama menjadi kenangan indah dalam hidup.
- Rekan seperjuangan asal Makassar dalam tugas belajar di IPB: Iqbal, Rusli, Syamsul M, Nilda, B Mia, P Paturusi, P Dody, Agus, P Cule dll. Semangat dan sukses…
- Bapak dan ibu di Asrama Sulawesi Tengah, H. Dadang sek, senang bisa berbagi hidup dengan tenang di asrama.
- Khusus penulis ucapkan terima kasih tak terhingga kepada orang tua (Radjagaoe A.Basir dan Maryam Haruna), Mertua (A.Salam Soba dan A.Besse Uleng), suami (A.Husni Mubarak) dan kedua permata kami tercinta ( Muh.Ikhsan dan Izzah Azizah), serta keluarga besar atas segala pengertian dan doa yang selalu menyertai penulis selama pendidikan. Keluarga H. Ruswandi di Leuwiliang-Bogor dan kakanda tercinta (Ardian Radjagaoe sek) sebagai tempat istirahat dari kesibukan menyelesaikan tugas di akhir minggu.
- Kepada semua pihak yang telah membantu penulis selama menyelesaikan studi, semoga mendapatkan pahala yang berlipat ganda dari Allah, SWT.
Semoga karya ilmiah ini dapat memberi manfaat bagi yang membutuhkan.
Bogor, Maret 2011
Fifi Arfini
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Makassar, Sulawesi Selatan pada tanggal 20 Oktober 1977 dari pasangan H. Radjagaoe A. Basir dan Aminah Haruna (alm). Penulis merupakan putri keenam dari tujuh bersaudara. Tahun 1996 penulis lulus dari SMAN 15 Surabaya dan pada tahun 1997 lulus seleksi ujian masuk Universitas Hasanuddin melalui jalur UMPTN dengan pilihan jurusan Teknologi Pertanian Program studi Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin (UNHAS). Penulis menyelesaikan pendidikan S1 pada tahun 2002. Tahun 2004, penulis lulus ujian masuk CPNS dan diterima sebagai staf pengajar Politeknik Pertanian Negeri Pangkep (POLITANI) Pangkep pada jurusan Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan (TPHP). Pada tahun 2008 penulis mendapat kesempatan untuk melanjutkan studi dengan pendanaan dari BPPS DIKTI. Program pilihan yaitu Teknologi Pascapanen Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor.
i
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ............................................................................................................ i
DAFTAR TABEL ..................................................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................ v
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................. vii
I PENDAHULUAN ................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .................................................................................................... 1
1.2 Perumusan Masalah ............................................................................................ 3
1.3 Hipotesis.............................................................................................................. 3
1.4 Tujuan ................................................................................................................. 3
II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................................ 4
2.1 Rumput laut ....................................................................................................... 4
2.2 Rumput laut merah (E. cottonii) ......................................................................... 5
2.3 Karaginan ............................................................................................................ 7
2.4 Sifat-sifat Karaginan ........................................................................................... 9
2.4.1 Kelarutan ................................................................................................ 10
2.4.2 Viskositas ................................................................................................ 11
2.4.3 Pembentukan Gel.................................................................................... 12
2.4.4 Stabilitas pH............................................................................................. 13
2.5 Proses produksi karaginan ................................................................................. 13
2.6 Fungsi Karaginan ............................................................................................... 15
2.7 Spesifikasi Mutu Karaginan............................................................................... 16
2.8 Sirup Sari Buah Markisa .................................................................................... 16
2.9. Bahan Penstabil................................................................................................ ... 19
III METODOLOGI PENELITIAN........................................................................ 21
3.1 Waktu dan Tempat .............................................................................................. 21
3.2 Bahan dan Alat.................................................................................................... 21
ii
3.3 Metode Penelitian............................................................................................... 21
3.3.1 Penelitian pendahuluan................................................................................. 23
3.3.2 Penelitian optimasi proses ................................................................................ 25
3.3.3 Penelitian aplikasi karaginan.............................................................................. 28
3.4 Prosedur Analisa ................................................................................................ 30
3.4.1 Rendemen ................................................................................................ 30
3.4.2 Viskositas ................................................................................................. 30
3.4.3 Kekuatan Gel................................................................................................ 30
3.4.4 Kadar air........................................................................................................ 30
3.4.5 Kadar abu ...................................................................................................... 31
3.4.6 Kadar abu tak larut asam................................................................................... 31
3.4.7 Kadar sulfat.................................................................................................... 31
3.4.8 Derajat Putih................................................................................................ . 32
3.4.9 Nilai pH ..................................................................................................... 32
3.4.10 Kekeruhan................................................................................................ 32
3.4.11 Total gula ................................................................................................ 32
3.4.12 Analisis Mikrobiologi............................................................................... 33
3.4.13 Uji Organoleptik....................................................................................... 33
IV HASIL DAN PEMBAHASAN............................................................................ 34
4.1 Penelitian pendahuluan....................................................................................... 34
4.2 Proses optimasi proses........................................................................................ 35
4.2.1 Rendemen karaginan................................................................................. 36
4.2.2 Viskositas karaginan ................................................................................. 37
4.2.3 Kekuatan gel karaginan............................................................................. 39
4.2.4 Kadar air karaginan................................................................................... 40
4.2.5 Kadar abu karaginan ................................................................................ 42
4.2.6 Kadar abu tak larut asam karaginan......................................................... 43
4.2.7 Kadar sulfat karaginan ............................................................................. 44
4.2.8 Derajat putih karaginan............................................................................. 43
4.2.9 Karakteristik karaginan terpilih ................................................................ 47
iii
4.3 Aplikasi karaginan pada sirup Markisa................................................................ 49
4.3.1 Sifat fisika-kimia sirup markisa................................................................ 49
4.4 Formulasi Sirup Markisa Terpilih........................................................................ 55
4.4.1 Analisis Mikrobiologi............................................................................... 55
4.4.2 Uji organoleptik........................................................................................ 56
V KESIMPULAN DAN SARAN........................................................................... 59
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 60
LAMPIRAN..............................................................................................................
66
iv
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Produksi dan ekspor rumput laut 2006-2009 .......................................................... 5
2 Komposisi kimia rumput laut merah ......................................................................................... 7
3 Daya kelarutan karaginan pada berbagai media pelarut .............................................. 10
4 Stabilitas Karaginan dalam berbagai media pelarut ................................................. 13
5 Spesifikasi mutu karaginan ..................................................................................... 16
6 Syarat mutu sirup ................................................................................................. 19
7 Hasil pengamatan variasi konsentrasi larutan KCl .............................................. 35
8 Karakteristik sifat fisika-kimia karaginan ............................................................ 47
9 Hasil analisa sifat fisika-kimia sirup markisa karaginan dan komersil ................ 51
v
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Klasifikasi rumput laut Indonesia dan hasil produksinya .................................. 4
2 Rumput laut merah kering................................................................................... 6
3 Tepung karaginan ................................................................................................ 7
4 Struktur dasar kappa karaginan ................................................................................. 8
5 Struktur dasar iota karaginan ..................................................................................... 8
6 Struktur dasar lambda karaginan ............................................................................... 9
7 Diagram alir ekstraksi sari buah markisa .......................................................... 17
8 Diagram alir penelitian secara keseluruhan ...................................................... 22
9 Diagram alir penelitian pendahuluan ............................................................... 24
10 Diagram alir penelitian optimasi proses ekstraksi karaginan dan
analisis yang dilakukan ..................................................................................... 27
11 Diagram alir penelitian aplikasi karaginan pada sirup markisa dan
analisis yang dilakukan ..................................................................................... 29
12 Contoh karaginan sebelum dan sesudah ditepung ............................................ 36
13 Pengaruh perbandingan air, konsentrasi KCl dan suhu presipitasi
terhadap rendemen karaginan .......................................................................... 36
14 Pengaruh perbandingan air, konsentrasi KCl dan suhu presipitasi
terhadap viskositas karaginan ........................................................................... 38
15 Pengaruh perbandingan air, konsentrasi KCl dan suhu presipitasi
terhadap kekuatan gel karaginan ....................................................................... 39
16 Pengaruh perbandingan air, konsentrasi KCl dan suhu presipitas
terhadap kadar air karaginan ............................................................................. 41
17 Pengaruh perbandingan air, konsentrasi KCl dan suhu presipitasi
terhadap kadar abu karaginan ........................................................................... 42
18 Pengaruh perbandingan air, konsentrasi KCl dan suhu presipitasi
terhadap kadar abu tak larut asam karaginan .................................................... 43
19 Pengaruh perbandingan air, konsentrasi KCl dan suhu presipitasi
terhadap kadar sulfat karaginan ........................................................................ 45
vi
20 Pengaruh perbandingan air, konsentrasi KCl dan suhu presipitasi
terhadap derajat putih karaginan ...................................................................... 46
21 Sirup markisa karaginan dan sirup markisa komersil ....................................... 56
22 Hasil uji perbandingan pasangan sirup markisa ............................................... 57
vii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Rekapitulasi data rendemen karaginan ........................................................... 67
2 Rekapitulasi data viskositas karaginan .......................................................... 68
3 Rekapitulasi data kekuatan gel karaginan ...................................................... 69
4 Rekapitulasi data kadar air karaginan ............................................................ 70
5 Rekapitulasi data kadar abu karaginan ........................................................... 71
6 Rekapitulasi data kadar abu tak larut asam karaginan ................................... 72
7 Rekapitulasi data kadar sulfat karaginan ....................................................... 73
8 Rekapitulasi data derajat putih karaginan ...................................................... 74
9 Analisis sidik ragam dan Uji lanjut BNT 5% karaginan KCl dan IPA ........... 75
10 Analisis sidik ragam nilai pH sirup markisa ................................................... 76
11 Analisis sidik ragam viskositas sirup markisa ................................................ 77
12 Analisis sidik ragam kekeruhan sirup markisa ............................................... 77
13 Analisis sidik ragam total gula sirup markisa ................................................. 77
14 Analisis sidik ragam uji organoleptik sirup markisa ....................................... 78
15 Lembar isian uji perbandingan pasangan ........................................................ 79
1
I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Rumput laut merupakan salah satu hasil laut yang dapat menghasilkan devisa
negara dan merupakan sumber pendapatan masyarakat pesisir. Sampai saat ini
sebagian besar rumput laut umumnya diekspor dalam bentuk bahan mentah berupa
rumput laut kering, sedangkan hasil olahan rumput laut seperti agar-agar,
karaginan, dan alginat masih di impor dalam jumlah yang cukup besar dengan
harga yang tinggi. Hasil pengolahan pascapanen rumput laut dari Indonesia
kebanyakan belum sesuai dengan permintaan pasar karena mutu yang masih dinilai
rendah.
Karaginan merupakan getah rumput laut yang bersumber dari rumput laut
merah berupa polisakarida sulfat yang memiliki sifat-sifat hidrokoloid sehingga
banyak digunakan dalam produk pangan dan industri. Penggunaan karaginan pada
produk pangan antara lain sebagai penstabil, pengemulsi, pembentuk gel dan
pengental. Beberapa genus rumput laut merah penghasil karaginan adalah
Chondrus, Eucheuma dan Gigartina. Di Indonesia yang banyak tumbuh adalah
spesies Eucheuma cottonii.
Permintaan akan bahan baku rumput laut merah cenderung terus meningkat
seiring dengan perkembangan pemanfaatan karaginan untuk berbagai keperluan
dibidang industri makanan, tekstil, kertas, cat, kosmetik dan farmasi. Hal ini juga
memacu perkembangan budidaya di beberapa daerah di Indonesia seperti Jawa,
Bali, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi dan Maluku (Atmaja et al, 1995). Meskipun
Indonesia mempunyai potensi sumber daya rumput laut merah yang cukup besar,
saat ini masih sangat jarang industri (±10 industri) di Indonesia yang menghasilkan
karaginan murni (refined carrageenan) atau formula produk karaginan siap pakai
yang dapat digunakan untuk industri pangan. Rumput laut umumnya diolah
menjadi rumput laut kering ataupun karaginan dalam bentuk chip maupun bubuk,
yang mutunya masih dinilai rendah dan belum memenuhi standar yang diminta oleh
pasar terutama industri pangan (Damerys et al, 2006).
2
Pascapanen rumput laut setelah pemanenan memegang peranan sangat
penting dalam industri rumput laut. Kegiatan penanganan pascapanen menentukan
mutu rumput laut yang dihasilkan sebagai bahan baku untuk pengolahan.
Kegiatan ini harus dilakukan dengan seksama mulai dari cara pemanenan,
pencucian, pengeringan dan bahkan sampai pengemasan dan penyimpanan.
Kegiatan pengolahan akan menciptakan suatu produk baru yang nilai tambahnya
jauh lebih tinggi dari sekedar menjual bahan mentah. Rumput laut dapat diolah
menjadi bahan setengah jadi seperti ATC (Alkali Treated Cottonii), ataupun SRC
(semirefined carrageenan) baik dalam bentuk chip atau tepung.
Usaha untuk memproduksi karaginan dengan kualitas yang baik telah banyak
dilakukan melalui berbagai penelitian. Balai riset dan para peneliti di instansi terkait sangat
aktif meneliti untuk menghasilkan karaginan yang berkualitas. Beberapa penelitian
terdahulu yang mengarah pada optimasi proses dan peningkatan kualitas dapat dijadikan
acuan dalam perolehan karaginan dengan kualitas yang lebih baik. Purnama (2003) yang
meneliti tentang optimasi proses pembuatan karaginan melaporkan bahwa jumlah air 40
kali berat bahan baku kering. suhu ekstrak 90-95 o
Problematika utama dalam industri rumput laut adalah proses ekstraksi karaginan
yang cukup rumit, membutuhkan waktu yang lama sehingga relatif menghabiskan energi
yang cukup besar. Hal tersebut menyebabkan pengembangan industri karaginan Indonesia
menjadi terhambat. Penelitian tentang proses ekstraksi yang optimal masih perlu dilakukan
khususnya waktu ekstraksi yang lebih singkat dan penggunaan bahan presipitasi karaginan
selain IPA (Isopropil alkohol) yang harganya cukup mahal dipasaran sehingga masalah
proses ekstraksi tersebut dapat diminimalkan serta melakukan uji aplikasi untuk
mengetahui pemanfaatan karaginan hasil optimasi sebagai penstabil pada produk sirup.
C selama 3 jam dan pelarut KCl 1%
sebanyak satu kali volume larutan merupakan kondisi yang optimal. Murdinah (2008)
yang meneliti tentang pengaruh bahan pengekstrak dan penjendal terhadap mutu
karaginan melaporkan penggunaan pengekstrak soda abu 0.5%, bahan penjendal KCl 3%
dan bahan pengendap IPA merupakan proses terbaik untuk ekstraksi karaginan.
Sedangkan penelitian Basmal et al (2009) yang meneliti tentang pengaruh konsentrasi
KCl pada proses presipitasi karaginan melaporkan konsentrasi KCl 2% sebagai perlakuan
terbaik untuk presipitasi karaginan.
3
1.2 Perumusan Masalah
Petani rumput laut saat ini menjual hasil panennya dalam bentuk rumput
laut kering, sedangkan untuk dapat meningkatkan pendapatan petani maka rumput
laut yang dipanen dapat diolah menjadi karaginan. Problematika dalam
pengembangan untuk pengolahan karaginan ditingkat petani dapat dirumuskan
sebagai berikut : penggunaan air yang masih sangat banyak, penggunaan bahan kimia
yang relatif mahal dan waktu proses yang terlalu lama karena adanya penjendalan dan
pengepresan. Untuk mengevaluasi produk karaginan yang dihasilkan maka
diperlukan penelitian seperti aplikasi karaginan untuk produk sirup markisa.
1.3 Hipotesis
Hipotesis yang dapat disusun dari penelitian ini adalah :
1. Jumlah penggunaan air masih dapat dikurangi tanpa mengurangi mutu
karaginan yang dihasilkan.
2. Penggunaan bahan presipitasi selain IPA (Isopropil alkohol) dan suhu
presipitasi berpengaruh terhadap mutu karaginan.
3. Waktu proses masih dapat dipersingkat.
1.4 Tujuan
Tujuan dari penelitian ini untuk :
1. Mengoptimalkan proses ekstraksi karaginan (perbandingan air, konsentrasi
KCl dan suhu presipitasi) pada rumput laut merah untuk mempersingkat
waktu proses dan melakukan uji mutu untuk memperoleh karakteristik fisiko-
kimia dan fungsional karaginan hasil ekstraksi.
2. Menentukan dan mengkaji proses ekstraksi yang optimal.
3. Mengaplikasi karaginan hasil proses ekstraksi yang optimal pada produk sirup
markisa serta mengkaji mutu sirup yang dihasilkan.
4
II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Rumput laut
Rumput laut merupakan tanaman tingkat rendah yang tidak memiliki
perbedaan susunan kerangka akar, batang, dan daun. Meskipun wujudnya tampak
seperti ada perbedaan, bentuk yang sesungguhnya hanya berupa thalus. Secara
umum, rumput laut dikelompokkan dalam empat kelas yaitu rumput laut hijau
(Chlorophyceae), rumput laut hijau-biru (Cyanophyceae), rumput laut coklat
(Phaecophyceae) dan rumput laut merah (Rhodophyceae). Rumput laut coklat dan
rumput laut merah memiliki habitat yang cukup banyak ditemukan di perairan
Indonesia (Winarno, 1990). Menurut Anggadireja et al (2008), keanekaragaman
jenis rumput laut yang sangat luas, sehingga diperlukan adanya klasifikasi rumput
laut berdasarkan hasil produksinya. Klasifikasi rumput laut Indonesia komersil
beserta hasil produksinya dapat dilihat pada Gambar 1,.
Gambar 1 Klasifikasi rumput laut Indonesia dan hasil produksinya.
5
Nilai dan potensi ekonomi rumput laut merupakan komoditas ekspor (Tabel
1). Namun kondisi sekarang ini ekspor dalam bentuk bahan baku masih
mendominasi, dibandingkan hasil olahan. Harapan bahwa teknologi formulasi
harus dikuasai dan dikembangkan, paling tidak produknya mampu mensubstitusi
impor yang selama ini terjadi. (Anggadireja et al, 2008).
Tabel 1 Produksi dan ekspor rumput laut tahun 2006-2009 Tahun Produksi (ton) Ekspor (ton) 2006 1.079.850 95.580.
2007 1.343.700 87.740.
2008 2.145.000 98.707
2009 2.252.000 95.797 Sumber: Pusat Data Statistik dan Informasi Kementrian Kelautan dan Perikanan
Komposisi kimia rumput laut bervariasi tergantung pada spesies, tempat tumbuh dan
musim. Sebagai sumber gizi, rumput laut memiliki kandungan karbohidrat (gula atau
vegetable gum), protein, sedikit lemak dan abu yang sebagian besar merupakan
senyawa garara natrium dan kalium. Vegetable gum yang dikandungnya merupakan
senyawa karbohidrat yang banyak mengandung selulosa dan hemiselulosa yang tidak
dapat dicerna seluruhnya oleh enzim dalam tubuh, sehingga dapat menjadi makanan diet
dengan sedikit kalori (Suwandi et al, 2002).
2.2 Rumput laut merah (E. cottonii)
Eucheuma cottonii merupakan salah satu jenis rumput laut merah dan berubah
nama menjadi Kappaphycus alvarezii karena karaginan yang dihasilkan termasuk
fraksi kappa-karaginan. Jenis ini secara taksonomi disebut Kappaphycus alvarezii
(Doty, 1987). Adapun taksonomi Eucheuma sp menurut Anggadireja et al (2008).
sebagai berikut :
Kingdom : Plantae Divisi : Rhodophyta Kelas : Rhodophyceae Ordo : Gigartinales Famili : Solieracea Genus : Eucheuma
Species : Eucheuma cottonii (Kappaphycus alvarezii)
6
Ciri fisik jenis rumput laut merah ini adalah mempunyai thallus silindris,
permukaan licin, cartilogeneus. Keadaan warna tidak selalu tetap, kadang-kadang
berwarna hijau, hijau kuning, abu-abu atau merah. Perubahan warna sering terjadi hanya
karena faktor lingkungan. Kejadian ini merupakan suatu proses adaptasi kromatik yaitu
penyesuaian antara proporsi pigmen dengan berbagai kualitas pencahayaan.
Penampakan thalli bervariasi mulai dari bentuk sederhana sampai kompleks. Duri-
duri pada thallus runcing memanjang, agak jarang-jarang dan tidak bersusun
melingkari thallus. Percabangan ke berbagai arah dengan batang-batang utama
keluar sal ing berdekatan ke daerah basal (pangkal). Cabang-cabang pertama dan
kedua tumbuh dengan membentuk rumpun yang rimbun dengan ciri khusus mengarah
ke arah datangnya sinar matahari (Atmadja et al, 1995).
Gambar 2 Rumput laut merah kering
Rumput laut merah (Gambar 2) mempunyai peranan penting dalam
perdagangan internasional sebagai penghasil ekstrak karaginan. Kadar karaginan
dalam setiap spesies berkisar antara 20-60% tergantung pada jenis dan lokasi
tumbuhnya (Atmadja et al, 1995). Rumput laut merah (Gambar 2) berasal dari
daerah perairan Sabah (Malaysia) dan Kepulauan Sulu (Filipina) kemudian
dikembangkan di daerah budidaya diantaranya di Lombok, Sumba, Sulawesi
Tenggara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Lampung, Kepulauan Seribu dan
Perairan Pelabuhan Ratu (Afrianto dan Liviawaty, 1987).
Kandungan air rumput laut segar, sama seperti tanaman pada umumnya, yaitu
sekitar 80 - 90 % dan setelah pengeringan dengan udara menjadi 10-20 %. Komposisi
kimia rumput laut merah menurut Astawan et al (2004) dan Ristanti (2003) dapat dilihat
pada Tabel 2.
7
Tabel 2 Komposisi kimia rumput laut merah Zat gizi
Astawan et al, (2004)
Ristanti (2003) Kadar abu (%)
29.97
2,7
Kadar protein (%)
5.91
4.3
Lemak (%)
0.28
2.1
Kadar karbohidrat (%)
63.84
90.9
Serat pangan tidak larut air (%)
55.05
52.4
Serat pangan larut air (%)
23.89
30.8
Serat pangan total (%)
78.94
83.2
2.3 Karaginan
Karaginan merupakan getah rumput laut yang diperoleh dari hasil ekstraksi
rumput laut merah dengan menggunakan air panas atau larutan alkali pada suhu tinggi
(Glicksman, 1983). Karaginan merupakan nama yang diberikan untuk keluarga
polisakarida linear yang diperoleh dari rumput laut merah dan penting untuk pangan.
Dalam bidang industri, tepung karaginan (Gambar 3) berfungsi sebagai stabilisator
(pengatur keseimbangan), thickener (bahan pengental), pembentuk gel dan lain-lain.
Karaginan hasil ekstraksi dapat diperoleh melalui pengendapan dengan alkohol. Jenis
alkohol yang dapat digunakan untuk pemurnian hanya terbatas pada methanol, etanol dan
isopropanol (Winarno, 1990).
Gambar 3 Tepung karaginan
Karaginan menurut FAO (1986), adalah istilah umum untuk senyawa
hidrokoloid yang diperoleh melalui proses ekstraksi rumput laut merah dengan
menggunakan air. Karaginan sebagai senyawa hidrokoloid terdiri dari amonium,
kalsium, magnesium, potasium dan sodium sulfat ester galaktosa dan kopolimer 3.6
anhidrogalaktosa. Heksosa ini dihubungkan dengan ikatan glikosidik α-1.3-galaktosa dan
β-1.4-3.6 anhidrogalaktosa secara bergantian pada polimer, namun proporsi relatif dari
kation yang ada pada karagenan dapat berubah selama pengolahan yang mana satu
dapat menjadi dominan.
8
Struktur dasar karaginan terdiri dari tiga tipe karaginan yaitu kappa, iota dan
lambda karaginan. Kappa karaginan tersusun dari α (1.3) D-galaktosa 4-sulfat dan β
(1.4) 3.6 anhioro-D-galaktosa. Disamping itu karaginan sering mengandung D-galaktosa 6-
sulfat dan ester 3.6 anhydro D-galaktosa 2-sulfat mengandung gugusan 6-sulfat, dapat
menurunkan daya gelasi dari karaginan, tetapi dengan pemberian sekali mampu
menyebabkan terjadinya transeliminasi gugusan 6-sulfat, yang menghasilkan terbentuknya
3.6 anhidro-D-galaktosa. Struktur dasar kappa karaginan dapat dilihat pada Gambar 4
Gambar 4 Struktur dasar kappa karaginan
Iota karaginan ditandai dengan adanya 4-sulfat ester pada setiap residu D-glukosa
dan gugusan 2-sulfat ester pada setiap gugusan 3.6 anhidro-D-galaktosa. Gugusan
2-sulfat ester tidak dapat dihilangkan oleh proses pemberian alkali seperti halnya kappa
karaginan. Iota karaginan sering mengandung beberapa gugusan sulfat ester yang
menyebabkan kurangnya keseragaman molekul yang dapat dihilangkan dengan
pemberian alkali (Winarno 1990). Struktur dasar iota karaginan dapat dilihat Gambar 5.
Gambar 5 Struktur dasar iota karaginan
Lambda karaginan berbeda dengan kappa dan iota karaginan, karena
memiliki sebuah residu disulfat α (1.4) D-galaktosa. Tidak seperti halnya pada
kappa dan iota karaginan yang selalu memiliki gugus 4-phosphat ester. (Winarno
1990). Struktur dasar lambda karaginan dapat dilihat pada Gambar 6.
9
Gambar 6 Struktur dasar lambda karaginan
Monomer-monomer dalam setiap fraksi karaginan dihubungkan oleh jembatan
oksigen melalui ikatan β-1.4 glikosidik. Monomer-monomer yang telah diberikan tersebut
digabungkan bersama monomer-monomer yang lain melalui ikatan α-1.3 glikosidik yang
membentuk polimer. Ikatan 1.3 glikosidik dijumpai pada bagian monomer yang tidak
mengandung sulfat yaitu monomer D-galaktosa-2-sulfat. Ikatan 1.4 glikosidik terdapat pada
bagian monomer yang mengandung jembatan anhidro yaitu monomer-monomer 3.6-
anhidro-D-galaktosa-2-sulfat dan 3.6 anhidro-D-galaktosa serta pada D-galaktosa-2.6 disulfat
(Glicksman. 1983).
Karaginan dalam industri pangan dikategorikan sebagai salah satu bahan
tambahan makanan (food additives). Umumnya bahan aditif hanya diizinkan untuk
digunakan dalam makanan tertentu dan tunduk pada batas-batas kuantitatif tertentu.
Aturan penggunaan bahan aditif makanan dilakukan oleh Komite Codex Aditif
Pangan dan Kontaminan dengan memberlakukan sistem penomoran yang
diadaptasi untuk penggunaan internasional oleh Komisi Codex Alimentarius yang
mengembangkan Internasional Numbering System (INS). Dalam sistem INS kode
E407 berlaku untuk karaginan dan E407a untuk karaginan semi-refined sebagai
bahan yang berfungsi sebagai pengemulsi, stabilisator, pengental dan agen
pembentuk gel (http://www.food.gov.uk diakses 6 Maret 2011)
2.4 Sifat-sifat Karaginan
Tipe karaginan yang paling banyak dalam aplikasi pangan adalah kappa
karaginan. Adapun sifat-sifat dari karaginan meliputi kelarutan, viskositas,
pembentukan gel dan stabilitas pH.
10
2.4.1 Kelarutan
Air merupakan pelarut utama bagi karaginan. Kelarutan karaginan dalam
air dipengaruhi oleh beberapa faktor. yaitu : tipe karaginan, pengaruh ion, suhu,
pH, dan komponen organik larutan. Perbedaan tipe karaginan menyebabkan sifat
kelarutannya berbeda (Tabel 3). Dalam hal ini yang paling berpengaruh adalah
perbandingan hidrofilitas molekul pada kelompok ester sulfat dengan residu
hidrofobik 3.6-anhidro-D-Galaktosa. Hidrasi karaginan lebih cepat pada pH
rendah dan lebih lambat pada pH lebih tinggi dari pH 6. Proses ini lebih cepat
pada suhu tinggi (Towle, 1973).
Faktor terpenting dalam pengamatan kelarutan karaginan adalah sifat
hidrofilik molekul pada kelompok ester-sulfat dan unit galaktopironosa, serta sifat
hidrofobik pada unit 3.6 anhidrogalaktosa. Kappa karaginan memiliki gugus ester
sulfat dalam jumlah yang rendah, tetapi mengandung 3.6 anhidrogalaktosa yang
bersifat hidrofobik seperti kalium. Keseimbangan antara komponen yang larut
dengan komponen yang tidak larut, akan mengganggu terbentuknya gel
(Suryaningrum, 1988).
Semua karaginan larut air panas. Karaginan jenis kappa kurang hidrofilik
karena lebih banyak memiliki gugus 3.6-anhidro-D-galaktosa. Karaginan jenis
iota lebih hidrofilik karena adanya gugus 2-sulfat yang dapat menetralkan 3.6-
anhidro-D-galaktosa yang kurang hidrofilik dan lambda karaginan mudah larut
pada semua kondisi karena tanpa unit 3.6-anhidro-D-galaktosa dan mengandung
gugus sulfat yang lebih tinggi (Towle, 1973).
Tabel 3 Daya kelarutan karaginan pada berbagai media pelarut Medium Kappa Iota Lambda
Air panas Air dingin Susu panas Susu dingin Larutan gula pekat Larutan garam pekat
Larut diatas suhu 60°C Garam Na
Garam K,Ca tidak larut larut
Larut pada suhu 60°C Garam Na, K,Ca tidak larut tapi mengembang Panas, larut Tidak larut pada suhu 60°C
Larut diatas suhu 60°C Garam Na
Garam K,Ca tidak larut larut
Larut pada suhu 60°C Tidak larut pada suhu 60°C Sukar, larut Panas, larut
Larut pada suhu 60°C Larut pada suhu 60°C Larut pada suhu 60°C Larut pada suhu 60°C Larut pada suhu 60°C Panas. Larut
Sumber : Moirano (1977)
11
2.4.2 Viskositas
Viskositas adalah daya aliran molekul dalam sistem larutan. Suspensi
koloid dalam larutan dapat ditingkatkan dengan cara mengentalkan cairan
sehingga terjadi absorbsi dan pengembangan koloid. Viskositas hidrokoloid
dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu : konsentrasi, suhu, kandungan sulfat inti
elektrik, teknik perlakuan, keberadaan elektrolik dan non elektrolik. Selain itu, tipe
karaginan dan berat molekul karaginan juga merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi viskositas suatu cairan (Towle, 1973).
Viskositas (kekentalan) merupakan sifat suatu cairan yang menunjukkan
adanya tahanan dalam atau gesekan pada cairan yang bergerak. Pada zat cair
viskositas disebabkan oleh gaya kohesif antar molekulnya sedangkan pada gas
viskositasnya berasal dari tumbukan-tumbukan antar molekulnya (Giancoli, 1998).
Pada prinsipnya pengukuran viskositas adalah mengukur ketahanan gesekan cairan dua
lapisan molekul yang berdekatan. Viskositas yang tinggi dari suatu material disebabkan
karena gesekan internal yang besar sehingga cairan mengalir.
Pada konsentrasi yang tinggi, karaginan dapat membentuk larutan yang
sangat kental dengan struktur makro molekulnya yang linier atau tidak bercabang dan
bersifat polielektrolit. Adanya gaya tolak menolak dari grup ester sulfat bermuatan
sama yaitu negatif di sepanjang rantai polimer, menyebabkan molekul ini kaku dan
tertarik kencang. Sifat hidrofilik molekul tersebut menyebabkan rantai polimer
dikelilingi oleh lapisan molekul-molekul air yang diam. Hal inilah yang menentukan
nilai viskositas karaginan. Viskositas karaginan menurun drastis dengan naiknya
suhu (Guiseley et al, 1980).
Garam-garam akan menurunkan viskositas karaginan dengan cara mcnurunkan
tolakan elektrostatik diantara gugus sulfat. Semakin kecil kandungan sulfat maka nilai
viskositasnya semakin kecil pula, tetapi konsentrasi gelnya semakin meningkat.
Gaya tolak menolak antar grup ester sulfat yang bermuatan sama (negatif) disepanjang
rantai polimer menyebabkan rangkaian molekul kaku dan tertarik kencang sehingga
menyebabkan meningkatnya viskositas (Moirano, 1977).
12
2.4.3 Pembentukan Gel
Pembentukan gel adalah suatu fenomena penggabungan atau pengikatan silang
rantai polimer sehingga membentuk suatu jala tiga dimensi bersambungan.
Selanjutnya jala ini dapat menangkap atau memobilisasikan air didalamnya dan
membentuk struktur yang kuat dan kaku. Sifat pembentuk gel ini beragam dari satu
jenis hidrokoloid ke jenis lain, tergantung pada jenisnya. Gel mungkin mengandung
air sampai 99.9%. Gel mempunyai sifat seperti padatan, khususnya sifat elastis dan
kekakuan (Fardiaz, 1989).
Menurut Suryaningrum (1988), karaginan dapat membentuk gel secara
thermoreversible, artinya dapat membentuk gel pada saat pendinginan dan
kembali mencair pada saat dipanaskan. Pembentukan gel disebabkan oleh
pembentukan struktur heliks rangkap yang terjadi pada suhu tinggi. Proses
pemanasan dengan suhu yang lebih tinggi dari suhu pembentukan gel akan
mengakibatkan polimer karaginan dalam larutan menjadi random (acak). Tetapi bila suhu
diturunkan, maka polimer akan membentuk struktur double helix (pilinan ganda) dan
apabila penurunan suhu terus dilanjutkan polimer-polimer ini akan terikat silang secara
kuat dan dengan makin bertambahnya bentuk heliks akan terbentuk agregat yang
bertanggungjawab terhadap terbentuknya gel yang kuat (Glikcsman, 1969).
Menurut Winarno (1990), struktur kappa dan iota karaginan memungkinkan
bagian dari dua molekul masing-masing membentuk double heliks yang mengikat
rantai molekul menjadi bentuk jaringan 3 dimensi atau gel. Bila larutan dengan
cara pemanasan, yang kemudian diikuti pendinginan sampai di bawah suhu
tertentu, kappa dan iota karaginan akan membentuk gel dalam air yang bersifat
reversible, asalkan kation tersedia dalam sistem.
Towle (1973) menyatakan bahwa, kemampuan membentuk gel adalah sifat
yang penting bagi hidrokoloid seperti karaginan. Konsistensi gel dipengaruhi oleh
beberapa faktor antara lain : jenis dan tipe karaginan, konsentrasi, dan adanya ion-
ion. Hal lain yang dapat mempengaruhi gel karaginan yaitu letak gugus sulfat
pada struktur molekulnya. Tekstur gel karaginan dapat berbentuk keras, rapuh
sampai lunak dan elastis. Tekstur ini dapat tergantung pada beberapa variabel
yaitu sifat alami karaginan, konsentrasi, tipe ion penyerap dan zat terlarut lainnya.
13
Potensi pembentukan gel dan viskositas larutan karaginan akan menurunkan
pH, karena ion H+
2.4.4 Stabilitas pH
membantu proses ikatan glikosidik pada molekul karaginan (Angka
dan Suhartono. 2000).
Karaginan dalam larutan memiliki stabilitas maksimum pada pH 9 dan
akan terhidrolisis pada pH dibawah 3.5 ( Tabel 4). Pada pH 6 atau lebih umumnya
larutan karaginan dapat mempertahankan kondisi proses produksi karaginan.
Hidrolisis asam akan terjadi jika karaginan berada dalam bentuk
larutan, hidrolisis akan meningkat sesuai dengan peningkatan suhu. Larutan
karaginan akan menurun viskositasnya jika pHnya diturunkan dibawah 4.3
(Imeson 2000).
Menurut Glicksman (1983), karaginan akan stabil pada pH 7 atau lebih. Pada
pH yang rendah, stabilitasnya akan menurun bila terjadi peningkatan suhu. Karaginan
kering dapat disimpan dengan baik selama 1.5 tahun pada suhu kamar dengan pH
karaginan 5 - 6.9. Selama penyimpanan dengan pH tersebut tidak terdeteksi adanya
kehilangan kekuatan gelnya.
Kappa karaginan dan iota karaginan dapat digunakan sebagai bentuk gel pada
pH rendah, tetapi kappa dan iota karaginan tidak mudah terhidrolisis sehingga
tidak dapat digunakan dalam pengolahan pangan pada pH 3.4 - 4. Penurunan pH
menyebabkan terjadinya hidrolisis dari ikatan glikosidik yang menyebabkan
kehilangan viskositas dan potensi untuk membentuk gel. Hidrolisa dipercepat oleh
panas pada suhu rendah (Moirano, 1977).
Tabel 4 Stabilitas karaginan dalam berbagai media pelarut Stabilitas Kappa Iota Lambda pH netral dan alkali pH asam
Stabil
Terhidrolisis bila dipanaskan Stabil dalam gel
Stabil
Terhidrolisis Stabil dalam gel
Stabil
Terhidrolisis
Sumber : Glicksman (1983)
2.5 Proses produksi karaginan
Proses produksi karaginan pada dasarnya terdiri atas proses penyiapan bahan
baku, ekstraksi, pemisahan karaginan dari ekstraknya, pemurnian, pengeringan dan
penepungan.
14
Penyiapan bahan baku
Rumput laut yang baru dipanen. dibersihkan dari kotoran dan karang yang
melekat dengan menggunakan air laut kemudian dijemur selama lebih kurang 2-3
hari atau setelah dijemur satu hari,dibilas kembali menggunakan air laut selama 5
menit kemudian dijemur lagi sampai kering. Selama penjemuran diusahakan agar
tidak terkena hujan atau embun karena menurunkan mutu karaginan (Fardiaz, 1989).
Proses ekstraksi
Ekstraksi rumput laut merah dilakukan dengan cara perebusan dengan
menggunakan larutan KOH pada pH 8-9 dengan volume air perebus sebanyak 40-50
kali berat rumput laut kering. Rumput laut tersebut dipanaskan pada suhu 90 - 95 °C
selama 3 - 6 jam (Yunizal et al, 2000). Guiseley et al (1980) melaporkan bahwa untuk
mencapai ekstraksi yang optimal diperlukan waktu sampai 1 hari, sedangkan untuk
mempercepat proses ekstraksi dilakukan dengan perebusan bertekanan selama satu
sampai beberapa jam.
Suasana alkalis dapat diperoleh dengan menambahkan larutan basa misalnya
larutan NaOH. Ca(OH)2 atau KOH sehingga pH larutan mencapai 8-10. Penggunaan
alkali mempunyai dua fungsi, yaitu membantu ekstraksi polisakarida menjadi lebih
sempurna dan mempercepat eliminasi 6-sulfat dari unit monomer menjadi 3.6-anhidro-
D-galaktosa sehingga dapat meningkatkan kekuatan gel dan reaktivitas produk
terhadap protein (Towle, 1973). Penelitian yang dilakukan Zulfriady dan Sudjatmiko
(1995), menunjukkan bahwa ekstraksi karaginan menggunakan (KOH) berpengaruh
terhadap kenaikan mutu karaginan yang dihasilkan.
Filtrasi
Filtrasi dilakukan untuk memisahkan residu (selulosa dan kotoran yang
berukuran besar). Larutan karaginan yang akan difiltrasi harus dalam keadaan benar-
benar panas. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari terjadinya pembentukan gel
bila filtrat dalam keadaan dingin.
15
Pemisahan karaginan
Menurut Food Chemical Codex (1981), karaginan dapat dipisahkan dari
filtratnya dengan cara presipitasi oleh alkohol atau dengan cara pembekuan.
Penelitian Dian dan Intan (2009), menunjukkan metode ekstraksi karaginan
dengan isopropil alkohol menghasilkan karakteristik kadar air 14.05%, kadar
abu 15.098%, rendemen 39.71%, kadar sulfat 19.38%, viskositas 75 cP, dan
kekuatan gel 120-500 g/cm2
Pemisahan karaginan dari bahan pengekstrak dilakukan dengan cara
penyaringan dan pengendapan. Penyaringan ekstrak karaginan umumnya masih
menggunakan penyaringan konvensional yaitu kain saring dan filter press dalam keadaan
panas yang dimaksudkan untuk menghindari pembentukan gel (Chapman dan Chapman,
1980).
. Metode pembekuan menurut Anggadireja et al
(2008), memerlukan energi yang cukup banyak karena selain membutuhkan ruang
pendingin (freezer) selama ± 24 jam untuk membekukan filtrat juga
membutuhkan panas untuk mencairkan bentukan es dari filtrat untuk
mendapatkan karaginan.
Pengeringan dan Penepungan
Karaginan basah hasil pengendapan oleh alkohol atau serpihan hasil pelelehan
dikeringkan menggunakan oven atau penjemuran (Glicksman, 1983). Pengeringan
menggunakan oven dilakukan pada suhu 60 o
C (Istini dan Zatnika, 1991). Karaginan
kering tersebut kemudian ditepungkan dan diayak. Selanjutnya karaginan dikemas
dalam wadah tertutup rapat (Guiseley et al, 1980).
2.6 Fungsi Karaginan
Karaginan sangat penting peranannya sebagai stabilisator (pengatur
keseimbangan), thickener (bahan pengental), pembentuk gel, pengemulsi, koloid
pelindung, penggumpal dan pencegah kristalisasi. Sifat ini sangat dimanfaatkan
dalam industri makanan, obat-obatan, kosmetik, tekstil, cat, pasta gigi dan industri
lainnya.
Di bidang industri kue dan roti, kombinasi karaginan dengan garam natrium,
karaginan dengan lesitin dapat meningkatkan mutu adonan sehingga dihasilkan
16
kue dan roti bermutu tinggi. Bila dikombinasikan dengan garam kalium, maka
karaginan sangat efektif sebagai gel pengikat atau pelapis produk daging. Dalam
jumlah yang relatif kecil, karaginan juga dipergunakan dalam produk makanan
lainnya, misalnya macaroni, jam jelly, sari buah, bir dan lain-lain (Winarno,
1990).
Di luar industri pangan, karaginan juga digunakan dalam industri obat-
obatan, kosmetik, tekstil, cat serta pasta gigi. Selain sebagai pengemulsi dan
penstabil, karaginan juga berfungsi sebagai pembentuk gel, pensuspensi, pengikat,
protective (melindungi koloid), film former (mengikat suatu bahan), syneresis
inhibitor (menghalangi terjadinya pelepasan air), dan Flocculating agent
(pengkilat dan mengikat bahan-bahan lain) (Anggadiredja et al, 1993).
2.7 Spesifikasi Mutu Karaginan
Di Indonesia standar mutu karaginan yang baku belum ada, tetapi secara
internasional telah dikeluarkan spesifikasi mutu karaginan yang telah digunakan
sebagai persyaratan minimum yang diperlukan bagi suatu industri pengolahan baik
dari segi teknologi maupun ekonomis yang meliputi kualitas dan kuantitas ekstraksi
rumput laut (Kadi dan Atmadja, 1988).
Spesifikasi mutu karaginan menurut FAO (Food Agriculture
Organization), FCC (Food Chemical Codex) di Amerika dan EEC (European
Economic Community) di Eropa dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5 Spesifikasi mutu karaginan Spesifikasi FAO FCC EEC
Sulfat (%) 15 – 40 18 – 40 15 – 40 Viskositas (cps) Min 5 Min 5 Min 5 Kadar abu (%) 15 – 40 Maks 35 15 – 40 Kadar abu tak larut asam (%) Logam berat : Pb (ppm) As (ppm)
Maks 2
Maks 10 Maks 3
Maks 1
Maks 10 Maks 3
Maks 2
Maks 10 Maks 3
Sumber : A/S Kobenhvns Pektifabrik (1978)
17
2.7 Sirup Sari Buah Markisa
Sari buah dalam SNI (01-3719-1995) adalah minuman ringan yang dibuat
dari sari buah dan air minum dengan atau tanpa penambahan gula dan bahan
tambahan makanan yang diizinkan. FAO (2000), menjelaskan bahwa perdagangan
international membedakan sari buah berdasarkan kandungan sari buah murninya,
yaitu:
1. Fruit juice adalah minuman dengan 100% buah. Memerlukan tambahan air
dalam ukuran tertentu untuk bisa dikomsumsi.
2. Fruit juice nectar adalah minuman dengan kadar sari buah 25-30% ditambah
air dan gula (
3. Fruit juice drink adalah jenis minuman yang memiliki kadar sari buah 10-12%,
minuman ini biasanya ditambah asam sitrat, asam sorbat, aroma, zat pengawet
dan pemanis karbohidrat lainnya.
Codex standar untuk Gula: CX-STAN 212-1999).
4. Multi fruit dan multi vitamin beverage adalah jenis minuman yang dicampur
berbagai jenis sari buah seperti sari buah jeruk, apel, nenas dan sari buah
lainnya.
Sari buah adalah komponen utama penyusun sirup selain gula. Sari buah
berperan dalam pembentukan karakteristik sirup yaitu warna, rasa dan aroma
sirup buah. Sirup, menurut SNI (01-3544-1994), didefinisikan sebagai larutan
gula pekat dengan atau tanpa penambahan bahan tambahan makanan yang
diijinkan. Definisi sirup yang lain yaitu sejenis minuman ringan berupa larutan
kental dengan citarasa beraneka ragam, biasanya mempunyai kandungan gula
minimal 65 % (Satuhu, 2003).
Jenis buah markisa yang digunakan bahan baku sirup markisa olahan adalah
buah markisa ungu (Passiflora edulis). Sewaktu muda, kulitnya berwarna hijau
dan setelah tua, menjadi coklat ungu. Di dalam buah terdapat banyak biji
berbentuk gepeng kecil berwarna hitam, yang masing-masing diselimuti selaput
yang mengandung cairan masam berwarna kuning (Verheij dan Coronell, 1997).
Buah markisa yang akan dijual sebagai buah segar sebaiknya dipanen pada
saat persentase warna ungu mencapai 50-70%. Buah tersebut harus dijaga
kenampakan kulit buahnya, yaitu tetap mulus dan tidak keriput. Sebaliknya, untuk
menghasilkan sari buah yang bermutu baik, buah harus dipanen masak, minimal
18
pada saat kematangan mencapai 75% dan akan lebih baik jika buah dipanen
masak (http://www.bi.go.id.sipuk/id/lm/markisa diakses 20 November 2010).
Sari buah yang berkualitas diperoleh dari buah markisa yang dipanen pada
tingkat kematangan minimal 75% (Jagtiani et al, 1998). Diagram alir pembuatan
sari markisa dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7 Diagram alir ekstraksi sari buah markisa (Siregar, 2009)
Dalam proses pembuatan sari buah, pada waktu buah diekstrak/disaring akan
diperoleh cairan yang berisi partikel-partikel yang berasal dari pulp (bubur) buah, sehingga
sari buah tampak keruh. Adanya partikel-partikel buah menyebabkan pada umumnya stabilitas
sari buah kurang baik dikarenakan kecenderungan partikel tersebut untuk memisah dari cairan
dan membentuk endapan. Sebagian konsumen justru senang dengan keadaan sari buah yang
keruh ini. Kondisi yang keruh ini dapat dipertahankan apabila pembentukan endapan atau
gumpalan pada sari buah dapat dicegah. Adapun pencegahan tersebut dapat dilakukan
dengan menambahkan bahan penstabil ke dalam sari buah sehingga tidak terjadi
pemisahan antara cairan dengan endapan pada sari buah tersebut. Zat-zat yang termasuk
dalam bahan penstabil di antaranya adalah gum arab, gelatin, agar-agar, natrium alginat,
pektin, karaginan, dan CMC (Fachruddien, 2002)
Buah Markisa
Dipotong
Kulit Dikeruk
Pulp markisa
Disaring
Pulper Biji
Sari Markisa
19
Sari buah merupakan salah satu pengolahan buah dalam bentuk minuman.
Salah satu kelemahan dalam pembuatan minuman sari buah, yaitu mudah
terbentuk endapan selama penyimpanan sehingga menghasilkan kenampakan
yang kurang menarik (Dewayani et al, 1999). Menurut Widjanarko (1996), selain
aroma dan rasa, salah satu penentuan kualitas sirup adalah kenampakannya.
Adapun mutu sirup pada SNI 01-3544-1994 dapat dlihat pada Tabel 6.
Tabel 6 Syarat mutu sirup (SNI 01-3544-1994) No Kriteria Uji Satuan Persyaratan 1
2 3 4
Keadaan - Aroma - Rasa
Gula jumlah dihitung sebagai sakarosa Bahan tambahan makanan - Pemanis buatan - Pewarna - Pengawet
Cairan mikroba - Angka lempeng total - Coliform - E.coli
- -
% (b/b) - - -
Koloni/ml APM/ml APM/ml
Normal Normal
Min 65
Tidak boleh ada Sesuai SNI
01-0222-1995 Sesuai SNI
01-0222-1995
Maks 5x102 Maks 20
< 3 Sumber : Pusat Standarisasi Industri Departemen Perindustrian (1994)
2.8. Bahan Penstabil
Pengendapan pada minuman umumnya kurang dikehendaki. Salah satu
upaya yang dilakukan untuk mengurangi endapan selama penyimpanan adalah
penggunaan bahan penstabil. Jenis bahan penstabil yang sering digunakan pada
industri makanan adalah Carboxymethylcellulose (CMC), gum xanthan,
karaginan dan pektin. Golongan polisakarida ini memiliki kemampuan untuk
mempertahankan konsistensi larutan dan kemampuan untuk membentuk gel
(Astawan, 2005).
Bahan penstabil adalah bahan yang berfungsi untuk mempertahankan
stabilitas emulsi. Bahan penstabil yang umum digunakan ada 3. yaitu (1) gelatin
yang bersumber dari hewan (2) rumput laut (seperti alginat, karaginan dan agar-
agar) dan (3) gum (Marshall dan Arbuckle, 1996).
20
Bahan penstabil merupakan suatu zat yang dapat berfungsi menstabilkan,
mengentalkan. atau memekatkan suatu makanan yang dicampur dengan air, sehingga dapat
membentuk suatu cairan dengan kekentalan yang stabil dan homogen pada waktu yang relatif
lama. Makanan olahan yang mengandung bahan penstabil di antaranya adalah susu kental
manis, jelli, mentega, es krim dan sari buah.
Sebagian besar bahan penstabil adalah bahan alami, namun yang cukup
berkembang, mempunyai daya penstabil yang cukup baik dan harga yang relatif
murah adalah CMC (Carboxymethyl Cellulose) yang merupakan bahan penstabil
yang berasal dari modifikasi bahan kimia sehingga tidak cukup aman apabila
penggunaannnya di lakukan secara berlebihan. Pembuatan CMC adalah dengan
cara mereaksikan NaOH dengan selulosa murni, kemudian ditambahkan Na-kloro
asetat (Fennema, 1996). Menurut Tranggono et al (1991), bahwa CMC
merupakan zat dengan warna putih atau sedikit kekuningan, tidak berbau dan
tidak berasa, berbentuk granula yang halus atau bubuk, mudah larut dalam air
panas dan air dingin. Proses pemanasan dapat menyebabkan pengurangan
viskositas yang bersifat dapat balik (reversible).
21
III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli 2010 sampai dengan Januari
2011 bertempat di Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi
Kelautan dan Perikanan, Jakarta. Analisis laboratorium dilakukan di Laboratorium
Kimia, Laboratorium Mikrobiologi dan Laboratorium Organoleptik, Balai Besar
Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan, Jakarta.
3.2 Bahan dan Alat
Bahan baku utama adalah rumput laut kering jenis E. cottonii yang dipanen
dari Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan umur panen 45 hari, pencucian dengan
air laut, pengeringan secara alami diatas para-para bambu atau terpal plastik.
Bahan yang digunakan untuk ekstraksi karaginan adalah KOH, celite/tanah
diatomik, dan KCl. Bahan untuk membuat sirup markisa yaitu buah markisa,
karaginan hasil ekstraksi, gula pasir, CMC-Na, Na-Benzoat, Na-metabisulfit dan
asam sitrat. Bahan-bahan lainnya yang digunakan untuk analisis kimia yang
diperlukan untuk analisis di laboratorium.
Peralatan yang digunakan adalah kompor, panci, timbangan, filter press,
press hydraulic, hot plate, stirrer, Erlenmeyer, grinder, pengaduk, thermometer,
kertas ph, ph meter, hot plate, gelas ukur, Texture Analyzer by TA- Viscometer
Brookfield, KeTT digital whiteness meter model C-100, Colorimeter DR/890, alat
pengering, kertas saring, serta peralatan laboratorium untuk pengujian
mikrobiologi dan organoleptik sesuai dengan parameter yang sudah ditentukan.
3.3 Metode Penelitian
Metode penelitian ini terbagi menjadi tiga tahap yaitu 1) penelitian
pendahuluan dengan tujuan untuk mencari kisaran konsentrasi larutan KCl yang
terbaik, 2) penelitian optimasi proses ekstraksi karaginan yaitu tahapan untuk
mengetahui perbandingan air, konsentrasi KCl dan suhu presipitasi yang optimal
dan memperoleh karakteristik hasil karaginan yang dioptimalkan, 3) penelitian
aplikasi karaginan yaitu aplikasi karaginan yang dihasilkan pada pembuatan sirup
markisa yang bertujuan sebagai pengental dan penstabil. Alur penelitian secara
lengkap dapat dilihat pada Gambar 8.
22
Analisis Sifat Fisik Kimia : 1. Rendemen 2. Viskositas 3. Kekuatan gel 4. Kadar air 5. Kadar abu 6. Kadar abu tak larut asam 7. Kadar sulfat 8. Derajat putih
Analisis : 1. pH 2. Viskositas 3. Kekeruhan 4. Total gula (sukrosa)
Analisis : 1. Total mikroba 2. Organoleptik (perbandingan
pasangan)
Pengamatan secara organoleptik (tekstur, kekerasan dan rasa)
Penelitian pendahuluan
Konsentrasi terbaik
Penelitian optimasi proses
Penelitian aplikasi karaginan
Sirup markisa terpilih (4.4%)
Selesai
Mulai
Gambar 8 Diagram alir penelitian secara keseluruhan
Ekstraksi rumput laut : Perb. air : 1:20 ; 1:30 ; 1:40 Kons larutan KCl : 1 dan 1.5 % Suhu presipitasi : 15 dan 30oC
Aplikasi karaginan pada pembuatan sirup markisa
(3.2, 3.9, 4.4, 5.0%)
Ekstraksi rumput laut dengan presipitasi larutan KCl
Kons: 0.5; 1; 1.5 dan 2%
Perlakuan terpilih
Rumput laut E.cottonii
23
3.3.1 Penelitian pendahuluan
Penelitian tahap ini bertujuan untuk mencari kisaran konsentrasi larutan KCl
yang terbaik, dalam hal ini digunakan 4 variabel konsentrasi yaitu : 0.5, 1, 1.5 dan
2%. Diagram alir penelitian pendahuluan dapat dilihat pada Gambar 9.
Adapun langkah-langkah dalam proses produksi karaginan pada penelitian ini
adalah sebagai berikut :
1. Pencucian dan pembersihan dilakukan pada rumput laut yang akan diekstraksi
untuk menghilangkan pasir, garam, kapur, karang, potongan tali dan rumput
laut jenis lainnya yang tidak diinginkan.
2. Ekstraksi pertama : pemasakan dilakukan pada rumput laut yang telah bersih
dalam larutan KOH 8% selama 2 jam pada suhu 80±5 oC.
3. Pencucian hingga pH netral
4. Ekstraksi kedua: pemasakan dalam air selama 2 jam pada suhu 90±5 oC.
5. Filtrasi : Pemisahan bubur rumput laut dari ampasnya sehingga sehingga
diperoleh filtrat rumput laut yang murni.
6. Presipitasi : Presipitasi filtrat dengan menggunakan larutan KCl konsentrasi
0.5, 1, 1.5 dan 2%.
7. Pengadukan hingga terbentuk serat karaginan.
8. Penyaringan serat karaginan hasil presipitasi dari larutan KCl setelah
perendaman selama ±15 menit yang disertai pengadukan secara perlahan.
9. Pengepresan : sebelumnya karaginan dibungkus terlebih dahulu oleh kain
terigu/blacu 2 lapis lalu dilakukan pengepresan oleh alat press hydraulic
selama ± 30 menit.
10.Pengeringan serat karaginan dibawah sinar matahari.
Data yang diperoleh pada penelitian pendahuluan ini bersifat sensori atau
secara organoleptik (tekstur, kekerasan dan rasa) sehingga analisa data tidak
dilakukan.
24
Filtrasi
Presipitasi oleh larutan KCl Kons: 0.5; 1; 1.5 dan 2%
Penyaringan serat karaginan
Pencucian
Pemasakan dengan larutan alkali KOH 8% pada suhu 80±5 oC selama 2 jam
Netralisasi (Pencucian hingga pH netral)
Pengadukan selama 15 menit
(terbentuk serat karaginan)
Pengepresan
Pengeringan dengan
sinar matahari
Karaginan kering
Ekstraksi Perb air: 1:40
Suhu 90±5 oC selama 2 jam
Pengamatan secara organoleptik (tekstur, kekerasan dan rasa)
Mulai
Selesai
Rumput laut E.cottonii
Filtrat
Serat karaginan
Gambar 9 Diagram alir penelitian pendahuluan
25
3.3.2 Penelitian optimasi proses ekstraksi
Tahapan ini untuk mengetahui perbandingan air, konsentrasi KCl dan suhu
presipitasi yang optimal dan memperoleh karakteristik hasil karaginan yang
dioptimalkan. Diagram alir proses ekstraksi dapat dilihat pada Gambar 10.
Adapun langkah-langkah dalam proses produksi karaginan pada penelitian
ini adalah sebagai berikut :
1. Pencucian dan pembersihan dilakukan pada rumput laut yang akan diekstraksi
untuk menghilangkan pasir, garam, kapur, karang, potongan tali dan rumput
laut jenis lainnya yang tidak diinginkan.
2. Ekstraksi pertama : pemasakan dilakukan pada rumput laut yang telah bersih
dalam larutan KOH 8% selama 2 jam pada suhu 80±5 oC.
3. Pencucian hingga pH netral
4. Ekstraksi kedua: pemasakan dalam air dengan perbandingan 20, 30 dan 40 kali
selama 2 jam pada suhu 90±5 oC.
5. Filtrasi : Pemisahan bubur rumput laut dari ampasnya sehingga sehingga
diperoleh filtrat rumput laut yang murni.
6. Presipitasi : Presipitasi filtrat dengan menggunakan larutan KCl konsentrasi 1
dan 1.5% pada suhu 15 dan 30 oC.
7. Pengadukan hingga terbentuk serat karaginan.
8. Penyaringan filtrat hasil presipitasi dari larutan KCl setelah perendaman
selama ±15 menit yang disertai pengadukan secara perlahan.
9. Pengepresan : sebelumnya karaginan dibungkus terlebih dahulu oleh kain
terigu/blacu 2 lapis lalu dilakukan pengepresan oleh alat press hydraulic
selama ± 30 menit.
10.Pengeringan dan Penepungan : Serat-serat karaginan kemudian dikeringkan
dibawah sinar matahari selama 1-2 hari. Menurut Banadib dan Khoiruman,
2009, bahwa suhu optimum proses pengeringan karaginan yaitu 55 oC.
Anggadiredja (2008), lama pengeringan sebaiknya selama 12-20 jam.
Selanjutnya digiling dengan alat penggilingan (grinder) sehingga diperoleh
tepung karaginan.
26
Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan
acak lengkap dengan 3 faktor, yaitu:
Faktor 1 : Perbandingan jumlah air proses ekstraksi yang digunakan. Pada penelitian
ini ada 3 perbandingan air yang digunakan yaitu 20, 30 dan 40 kali.
Faktor 2 : Konsentrasi KCl yaitu 1 dan 1.5%
Faktor 3 : Suhu presipitasi yaitu 15 dan 30 oC
Percobaan diulang sebanyak 3 kali dengan model rancangan sebagai berikut :
Yijk= µ + αi + ΒJ + Ck + (αc)ik + (βc)jk + (αβc)ijk + εijk
Dimana :
Y ikj = respon setiap variabel pengamatan µ = nilai tengah (rata-rata) dari seluruh pengamatan αi = pengaruh perbandingan air taraf ke-i (i=1.2.3) Βj = pengaruh konsentrasi KCl taraf ke-j (j=1.2) Ck = pengaruh suhu ke-k (k=1.2) (αc)ik = pengaruh interaksi perbandingan air ke-i (i=1.2.3) dengan perbedaan suhu taraf
ke-k (k=1.2) (βc)jk = pengaruh interaksi konsentrasi KCl ke-j (j=1.2) dengan perbedaan suhu taraf
ke-k (k=1.2) (αβc)ijk= pengaruh interaksi perbandingan air ke-i (i=1.2.3). konsentrasi KCl ke-j (j=1.2.3)
dan perbedaan suhu taraf ke-k (k=1.2) εij = galat dari percobaan. Data diperoleh dari hasil pengukuran rendemen, viskositas, kekuatan gel, kadar
air, kadar abu, kadar abu tidak larut asam, kadar sulfat, dan derajat putih. Data dianalisa
dengan metode univariate general model dengan program SPSS versi 17. Untuk
melihat taraf perlakuan yang berbeda, dilakukan uji lanjut Beda Nyata Terkecil (BNT)
pada tingkat kepercayaaan 95%.
27
Filtrasi dengan filter press
Penyaringan serat karaginan
Rumput laut E.cottonii
Pencucian
Ekstraksi I Pemasakan dengan larutan KOH 8%
suhu 80±5 oC selama 2 jam
Netralisasi (Pencucian hingga pH netral)
Pengadukan selama 15 menit
(terbentuk serat karaginan)
Pengepresan
Pengeringan dengan sinar matahari
Penepungan
Analisis : 1 Rendemen 2 Viskositas 3 Kekuatan gel 4 Kadar air 5 Kadar abu 6 Kadar abu tidak larut asam 7 Kadar sulfat 8 Derajat putih
Pencabikan
Mulai
Selesai
Filtrat
Serat karaginan
Tepung karaginan
Gambar 10 Diagram alir penelitian optimasi proses ekstraksi karaginan dan analisis yang dilakukan
Ekstraksi II Perb air : 1:20 ; 1:30 ; 1:40 Suhu 90±5 oC selama 2 jam
Presipitasi oleh larutan KCl Kons: 1 dan 1.5%
Suhu: 15 dan 30 oC
28
3.3.3 Penelitian aplikasi karaginan pada sirup markisa
Penelitian tahap ini adalah aplikasi karaginan hasil ekstraksi pada sirup markisa.
Diagram alir proses pembuatan markisa dapat dilihat pada Gambar 11. Proses
pembuatan sirup mengikuti proses pengolahan sirup markisa teknologi tepat guna
agroindustri kecil (2010), Kementrian Riset dan Teknologi Div. Pendayagunaan
dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Prosesnya yaitu :
1. Pencucian dan penirisan buah markisa selanjutnya dilakukan pemotongan kulit
buah dan pengerukan isi untuk mengeluarkan seluruh isi buah.
2. Pemblenderan dan penyaringan sari buah dengan kain saring untuk
mendapatkan sari buah yang diinginkan.
3. Sirup sari buah markisa.
4. Untuk membuat sirup, penambahan Na-metabisulfit, Na-Benzoat dan
karaginan hasil ekstraksi pada sari buah markisa. Setelah tercampur, gula dan
asam sitrat secara perlahan dimasukkan. Pemanasan sampai suhu 85±5 oC dan
dipertahankan selama 15 menit sambil terus diaduk hingga merata.
Pasteurisasi, exhausting kemudian pengemasan dalam botol.
5. Penyimpanan selama 3 hari pada suhu ruang dilakukan sebelum analisa dimulai.
Proses ini bertujuan untuk mengamati kestabilan sirup dimana tidak terjadi
pengendapan dan pembentukan gel dan melihat sejauh mana keberhasilan
formula karaginan yang ditambahkan dalam sirup markisa. Rancangan percobaan
yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap. Faktor yang
berpengaruh adalah persentase karaginan yang ditambahkan pada pembuatan sirup
markisa yaitu 3.3, 3.9, 4.4 5.0% dan markisa komersil sebagai kontrol. Percobaan
diulang sebanyak 3 kali dengan model rancangan sebagai berikut :
Yij = µ + αi + εij
Dimana :
Y ij = respon setiap variabel pengamatan µ = nilai tengah (rata-rata) dari seluruh pengamatan αi = pengaruh penambahan konsentrasi karaginan taraf ke-i (i=1,2,3,4) εi = galat dari percobaan.
Data dianalisa dengan metode univariate general model dengan program SPSS
versi 17. Untuk melihat taraf perlakuan yang berbeda, dilakukan uji lanjut Beda Nyata
Terkecil (BNT) pada tingkat kepercayaaan 95%.
29
Buah markisa (Dicuci, dipotong kulit buah
dan dikeruk isinya)
Pemblenderan dan ekstraksi sari buah (menggunakan kain saring)
Pembotolan
Pemanasan suhu 65±5 oC selama 15 menit
Analisis : 1 pH 2 Viskositas 3 Kekeruhan 4 Total gula
Analisis : 1 Total mikroba 2 Organoleptik
(perbandingan pasangan)
Penyimpanan 3 hari pada suhu ruang
Mulai
Selesai
Sari buah markisa
Bahan Komposisi (%)
Formulasi A Formulasi B Formulasi C Formulasi D Sari Markisa 60.3 59.8 59.5 59.2
Na-metabisulfit
0.1 0.1 0.1 0.1
Na-Benzoat 0.03 0.03 0.03 0.03
Asam sitrat 0.1 0.1 0.1 0.1
Karaginan 3.3 3.9 4.4 5.0
Gula 36.2 35.9 35.7 35.5
Gambar 11 Diagram alir penelitian aplikasi karaginan pada sirup markisa dan analisis yang dilakukan
Sirup markisa terpilih
30
3.4 Prosedur Analisa
Analisa Karaginan
Karaginan yang dihasilkan kemudian dianalisis rendemen, viskositas, kekuatan gel, kadar
air, kadar abu, kadar abu tidak larut asam, kadar sulfat dan derajat putih.
3.4.1 Rendemen (AOAC, 1984)
Rendemen karaginan sebagai hasil ekstraksi dihitung berdasarkan ratio antara berat
karaginan yang dihasilkan dengan berat rumput laut kering.
Rendemen = Berat karaginan Berat rumput laut kering
3.4.2 Viskositas (FMC Corp, 1977)
Viskositas adalah pernyataan tahanan dari suatu cairan untuk mengalir. Satuan dari
viskositas adalah poise (1 poise = 100 cP). Makin tinggi viskositas menandakan makin besarnya
tahanan cairan yang bersangkutan. Pengukuran viskositas dengan menggunakan alat Viscometer
Brookfield. Larutan karaginan dengan konsentrasi 1.5% (b/b) dipanaskan di atas hot plate
sambil diaduk secara teratur sampai suhu mencapai 80 oC. Viscometer dihidupkan dan suhu
larutan diukur. ketika suhu larutan mencapai 75 oC dan nilai viskositas diketahui dengan
pembacaan viskosimeter pada skala 1 – 100. Pembacaan dilakukan setelah putaran penuh 8
kali untuk spindel no.2 dengan rpm 60. Hasil pembacaan digandakan 5 kali untuk spindel no.
2 bila dijadikan centipoises.
3.4.3 Kekuatan Gel (FMC Corp, 1977)
Contoh karaginan sebanyak 3 gr dilarutkan dengan 197 gr air. Berat semua larutan
ditetapkan menjadi 200 gr sehingga konsentrasi larutan menjadi 1.5% (b/b). Larutan lalu
dipanaskan diatas hot plate dengan pengadukan secara teratur sampai suhu 80 oC atau suhu
gelatinisasi yaitu suhu dimana larutan polisakarida menjadi lebih kental karena kemampuan
mengikat air..
Larutan panas dimasukkan kedalam cetakan berdiameter kira-kira 4 cm dan
dibiarkan pada suhu 10oC (suhu pendingin) selama ± 12 jam. Setelah membentuk gel.
kekuatannya diukur dengan alat TX texture analyzer.
x 100 %
31
3.4.4 Kadar air (AOAC, 1995)
Karaginan sebanyak 2 gram ditimbang dalam cawan porselen yang telah
dikeringkan pada suhu 105 oC selama 1 jam. Cawan porselen yang berisi contoh
kemudian dimasukkan dalam oven pada suhu 105 oC selama 4 jam.
Jika I1 adalah bobot contoh dan I2 adalah bobot contoh setelah dikeringkan. maka :
% Kadar air = I1 – I2 berat sampel
3.4.5 Kadar abu (AOAC, 1995)
Karaginan sebanyak kurang lebih 2 gram dimasukkan ke dalam cawan porselen
(B) yang telah diketahui bobot keringnya, kemudian diabukan dalam tanur pada suhu 550 oC sampai bebas dari arang. Setelah itu sampel didinginkan dalam desikator dan
ditimbang sebagai bobot akhir (A).
% Kadar abu = A – B Berat sampel
3.4.6 Kadar abu tak larut asam (AOAC, 1995)
Karaginan yang telah diabukan dididihkan dengan 25 ml HCl 10% selama 5 menit.
Bahan-bahan yang tidak terlarut disaring dengan menggunakan kertas saring tidak berabu. Kertas
saring lalu diabukan dalam tanur pada suhu 550 oC, lalu didinginkan dalam desikator untuk
selanjutnya ditimbang.
% Kadar abu tidak larut asam = bobot abu berat sampel
3.4.7 Kadar sulfat (FMC Corp. 1977)
Prinsip yang dipergunakan adalah gugus sulfat yang telah ditimbang dan diendapkan
sebagai BaSO4. Contoh ditimbang sebanyak 1 g dan dimasukkan kedalam labu Erlenmeyer
yang ditambahkan 50 ml HCl 0.2 N kemudian di refluks sampai mendidih selama 1 jam.
Larutan kemudian ditambahkan 25 ml H2O2 10% lalu di refluks kembali selama 5 jam.
Selanjutnya ditambahkan 10 ml larutan BaCl2 10% dan kembali dipanaskan selama 2 jam.
Endapan yang terbentuk disaring dengan kertas saring tak berabu dan dicuci dengan
aquades mendidih hingga bebas klorida. Kertas saring dikeringkan ke dalam oven
pengering, kemudian diabukan pada suhu 1000 oC sampai diperoleh abu berwarna putih.
x 100 %
x 100 %
X 100 %
32
Abu didinginkan dalam desikator kemudian ditimbang. Perhitungan kadar sulfat adalah
sebagai berikut :
Kadar sulfat (%) = P x 0.4116 x 100 % Berat sampel
Ket : P = bobot endapan BaSO4
3.4.8 Derajat Putih (Food Chemical Codex. 1981)
Alat yang digunakan adalah Whiteness Meter KeTT digital model C-100. Sampel
dimasukkan dalam wadah pengukuran sampai penuh lalu tutup. Sebelumnya alat sudah
disiapkan dan dihidupkan. standar petunjuk harus berada dalam posisi nol. Selanjutnya
sampel dalam wadah diukur derajat putihnya dengan memasukkan dalam alat pengukur.
Nilai yang terbaca pada alat menunjukkan nilai derajat putih dalam persen (warna standar
alat 85.4%). Perlakuan ini dapat diulang beberapa kali sampai mendapatkan nilai rata-rata
yang tepat.
Analisa Sirup Markisa
3.4.9 Nilai pH
Sekitar 10 ml sampel dimasukkan alam gelas piala. diaduk secara merata.
Sampel kemudian diukur nilai pH-nya dengan alat pH meter. Sebelum pengukuran.
alat dikalibrasi terlebih dahulu dengan air aquades pada pH 7, lalu alat dimasukkan
kedalam wadah yang berisi sampel. Nilai yang tercantum pada alat merupakan hasil
pengukuran pH sampel.
3.4.10 Kekeruhan
Pengukuran kekeruhan air dilakukan secara turbiditas yaitu merupakan sifat
optik akibat dispersi sinar dan dapat dinyatakan sebagai perbandingan cahaya yang
dipantulkan terhadap cahaya yang tiba. Intensitas cahaya yang dipantulkan oleh
suatu suspensi adalah fungsi konsentrasi jika kondisi-kondisi lainnya konstan.
Sebanyak 10 ml larutan standar (aquabides) dimasukkan kedalam botol untuk
selanjutnya dibaca oleh alat. Setelah nilai 0 (zero) tertera pada alat. maka botol
yang berisikan sampel 10 ml yang telah dihomogenkan terlebih dahulu
dimasukkan. Dengan menekan tombol “read” maka nilai kekeruhan larutan akan
terbaca.
33
3.4.11 Total gula (Sukrosa)
Sampel sebanyak 10 ml ditambah dengan acetonitril 10 ml diblender selama 5
menit. Setelah homogeny campuran ini isaring dengan kertas Whatman 41 . Hasil saringan
yang terdapat pada kertas saring lalu dikeringkan alam frezz dryer. Setelah kering, padatan
(terbilang sebagai sukrosa) diencerkan dengan phase gerak (Acetonitril : air = 60 : 40).
Selanjutnya sebanyak 20 ml sampel di injeksikan ke alat HPLC.
3.4.12 Analisis Mikrobiologi Total Mikroba (Angka Lempeng Total SNI 01-2332.3-2006)
Sebanyak 10 ml contoh dimasukkan kedalam wadah berisi 90 ml larutan
butterfield’s phosphate buffered. kemudian dikocok hingga homogen. Homogenat
ini merupakan larutan pengenceran 10-1. Dengan menggunakan pipet steril
pindahkan 1 ml suspensi tersebut dan masukkan ke dalam tabung reaksi yang berisi
9 ml butterfield’s phosphate buffered untuk mendapatkan pengenceran 10-2.
Pengenceran selanjutnya (10-3) dengan mengambil 1 ml contoh dari pengenceran
sebelumnya. Dengan cara yang sama lakukan pengenceran selanjutnya 10-4.
Sebanyak 1 ml dipipet dari setiap pengenceran tersebut dan dimasukkan kedalam
cawan petri steril dan dilakukan secara duplo.
Tambahkan 12-15 ml PCA yang sudah didinginkan kedalam masing-masing
cawan yang berisi larutan contoh. Agar larutan contoh dan media PCA tercampur
seluruhnya maka dilakukan pemutaran cawan. Cawan di inkubator selama 24-48
jam. Kemudian hitung cawan-cawan yang mempunyai jumlah koloni 25-250 dengan
alat penghitung koloni atau Hand Tally Counter. Analisa mikrobiologi dilakukan
sebanyak 2 kali yaitu minggu pertama dan minggu ketiga
3.4.13 Uji Organoleptik
Uji organoleptik yang dilakukan terhadap karaginan adalah uji perbandingan
berpasangan, dimana formula terpilih kemudian dilakukan uji perbandingan pasangan
dengan produk komersial. Pada uji perbandingan pasangan, panelis melakukan penilaian
berdasarkan formulir isian dengan memberikan angka berdasarkan skala kelebihan, yaitu
lebih baik atau lebih buruk. Penilaian uji berpasangan berupa angka. yaitu -3 = sangat lebih
buruk. -2 = lebih buruk. -1 = agak lebih buruk. 0 = tidak berbeda. 1 = agak lebih baik. 2 =
lebih baik. 3 = sangat lebih baik.
34
IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Penelitian pendahuluan
Penelitian pada tahap ini bertujuan untuk mengetahui kisaran konsentrasi
larutan KCl yang optimal pada pemisahan karaginan sehingga proses dapat
berjalan secara efisien dan efektif. Pengamatan dilakukan dengan melihat struktur
karaginan yang terbentuk pada saat proses presipitasi terjadi dimana variasi
konsentrasi larutan KCl adalah 0.5; 1; 1.5; dan 2%. Pada Tabel 7 terlihat bahwa
pada konsentrasi KCl 0.5% struktur karaginan yang terbentuk begitu rapuh
sehingga bentuknya seperti bubur, bahkan pada saat disaring karaginan masih
dapat lolos melewati saringan. Sebaliknya pada konsentrasi KCl 2%
menghasilkan struktur karaginan yang kokoh dan keras.
Smidsrod et al (1980) berpendapat bahwa mekanisme pembentukan gel
yang benar adalah melalui dua tahap proses yaitu dimulai dengan perubahan
konformasi intramolekul yang tidak berhubungan dengan adanya ion-ion,
kemudian diikuti oleh turunnya kelarutan dan pembentukan ikatan silang yang
tergantung pada adanya ion-ion yang spesifik yang menyebabkan struktur gel
terbentuk. Adapun kation-kation yang berkemampuan untuk mengimbas
pembentukan gel karaginan adalah K+ , Rb+, dan Ca+
Kappa-karaginan sensitif terhadap ion K+ dan membentuk gel yang kuat
dengan adanya garam kalium. Ion K+ dapat meningkatkan kekuatan gel. Hal ini
disebabkan karena kemampuan ion K+ yang berfungsi untuk meningkatkan
kekuatan ionik dalam rantai polimer karaginan sehingga gaya antar molekul
terlarut semakin besar yang menyebabkan keseimbangan antara ion-ion yang larut
dengan ion-ion yang terikat di dalam struktur karaginan dapat membentuk gel.
Semakin tinggi konsentrasi ion K+ semakin tinggi pula kekuatan gel yang
dihasilkan, namun konsentrasi yang diberikan sebaiknya perlu diperhatikan
karena konsentrasi yang berlebihan akan menurunkan kekuatan gel, karena
konsentrasi jenuh dari ion K+ menyebabkan keseimbangan antar ion semakin
sulit tercapai (Imeson, 2000).
Konsentrasi KCl 2% secara struktur memberi hasil yang paling baik akan
tetapi karaginan yang dihasilkan memberikan rasa sepat pada produk. Rasa sepat
35
dengan sedikit pahit dihasilkan pada karaginan presipitasi larutan KCl 2% . Hal
ini tentu akan memberi pengaruh apabila ditambahkan pada suatu produk. Rasa
sepat dengan sedikit pahit pada karaginan merupakan pengaruh dari konsentrasi
KCl yang berlebihan. Menurut Gaman dan Sherrington (1994), bahwa pangan
yang bersifat alkali jumlahnya cukup sedikit hal ini disebabkan karena sifat alkali
yang berasa pahit walaupun dalam konsentrasi yang sedikit.
Konsentrasi larutan KCl 1 dan 1.5 % dipilih yang terbaik walaupun secara
struktur tidak lebih keras dari KCl 2% tapi tidak sampai menimbulkan rasa sepat
pada karaginan yang dihasilkan. Selain itu secara proses cukup optimal dilakukan
karena hanya membutuhkan waktu yang singkat karaginan dapat tersaring dan
proses pengepresan berjalan lebih mudah.
Tabel 7 Hasil pengamatan variasi konsentrasi larutan KCl Konsentrasi Larutan (%)
Hasil Pengamatan Gambar
0.5
Karaginan terbentuk sangat lambat, bening kecoklatan, bentuk bubur, tidak ada rasa.
1 Karaginan terbentuk lambat,
bening kecoklatan, bentuk tidak beraturan, sedikit keras, tidak ada rasa.
1.5 Karaginan terbentuk agak cepat, bening kecoklatan, bentuk tidak beraturan, agak keras, tidak ada rasa.
2 Karaginan terbentuk cepat, bening kecoklatan, bentuk tidak beraturan, keras, ada rasa pahit/getir
4.2 Penelitian optimasi proses
Karaginan merupakan getah rumput laut dari jenis E. cottonii yang
diekstraksi dengan air atau larutan alkali panas. Rumput laut yang digunakan
sebagai bahan baku pembuatan karaginan berasal dari perairan Kabupaten
Takalar. Perbandingan air yang digunakan pada penelitian ini adalah 1:20; 1:30;
1:40 dengan konsentrasi KCl 1 dan 1.5% pada suhu 15 dan 30oC.
Tahapan ini bertujuan mengetahui jumlah perbandingan air, konsentrasi KCl
dan suhu ekstraksi yang optimal sehingga dapat mengurangi biaya produksi tanpa
36
mempengaruhi mutu karaginan. Setiap proses sangat menentukan mutu karaginan
yang dihasilkan. Penentuan kondisi optimal dipilih berdasarkan parameter
rendemen, viskositas, kekuatan gel, kadar air, kadar abu, kadar abu tak larut asam,
kadar sulfat dan derajat putih , yang sesuai dengan standar mutu karaginan.
Adapun contoh karaginan yang dihasilkan pada penelitian ini dapat dilihat
Gambar 12.
Gambar 12 Contoh karaginan sebelum dan sesudah ditepung
4.2.1 Rendemen karaginan
Efektif dan efisien tidaknya proses ekstraksi pembuatan karaginan dapat
dilihat dari nilai rendemen yang dihasilkan. Rendemen karaginan adalah berat
karaginan yang dihasilkan dari rumput laut kering dan dinyatakan dalam persen.
Semakin tinggi nilai rendemen semakin besar output yang dihasilkan. Rata-rata
rendemen karaginan yang dihasilkan pada penelitian ini berkisar antara 21.76 –
34.02 % (Gambar 13). Hasil ini masih dibawah nilai rendemen yang dilaporkan
oleh Lestari (2004) yaitu berkisar antara 38.54 – 54.78%. Tetapi lebih tinggi bila
dibandingkan penelitian terdahulu (Purnama, 2003) yang melaporkan bahwa
perbandingan air 1:40 menghasilkan rendemen yang terbaik yaitu 20.20%.
Gambar 13 Pengaruh perbandingan air, konsentrasi KCl dan suhu presipitasi terhadap rendemen karaginan rumput laut E. cottonii
A : KCl1% ; 15 oC B : KCl 1% ; 30 oC C : KCl 1.5% ; 15 oC D : KCl 1.5% ; 30 oC
37
Nilai rendemen tertinggi dan terendah berturut-turut diperoleh pada
kombinasi perlakuan perbandingan air 1:40, KCl 1.5% dan suhu 15 oC dan
perlakuan perbandingan air 1:40, KCl 1% dan suhu 30oC. Rendemen tertinggi
yang dihasilkan pada penelitian ini memenuhi standar persyaratan minimum
rendemen karaginan yang ditetapkan oleh Departemen Perdagangan (1989), yaitu
sebesar 25%.
Rendemen dengan perbandingan air 1:40 lebih tinggi dibandingkan dengan
perbandingan air 1:20 ataupun 1:30. Hal ini disebabkan karena larutan encer yang
terbentuk dari ekstraksi dengan menggunakan jumlah air 40 kali berat bahan baku
kering dapat lebih mudah menembus pori-pori saringan alat filtrasi, sehingga
karaginan yang terlarut didalamnya pun dapat dengan mudah lolos melalui pori-
pori saringan. Sedangkan larutan yang lebih kental akan lebih sulit untuk
menembus pori-pori saringan sehingga karaginan yang terlarut didalamnya tidak
dapat lolos dan tertahan bersama serat-serat kasar lainnya.
Hasil sidik ragam menunjukkan pengaruh perbandingan jumlah air,
konsentrasi KCl dan suhu presipitasi dan interaksi ketiganya tidak memberi
pengaruh yang nyata terhadap rendemen. Hal ini disebabkan pada proses
penepungan banyak karaginan yang terbuang karena alat yang kurang maksimal.
Rendemen yang diperoleh diduga bisa lebih banyak lagi apabila kerja alat yang
digunakan pada tahap penepungan bisa bekerja secara efektif. Sisa rendemen yang
berkisar ±70% belum dimanfaatkan secara maksimal, hal tersebut dikarenakan
karena ampas hasil filtrasi langsung dibuang ke tempat pembuangan.
4.2.2 Viskositas karaginan
Pengujian viskositas dilakukan untuk mengetahui tingkat kekentalan
karaginan sebagai larutan pada konsentrasi dan suhu tertentu. Viskositas
karaginan biasanya diukur pada suhu 75 oC dengan konsentrasi 1.5% (FAO.
1990). Rata-rata viskositas karaginan yang dihasilkan pada penelitian ini berkisar
antara 52.50 – 158.33 cP.
Nilai viskositas tertinggi diperoleh pada kombinasi perlakuan perbandingan
air 1:20, KCl 1%. Nilai viskositas yang dihasilkan pada penelitian ini memenuhi
standar yang ditetapkan oleh FAO yaitu minimal 5 cP dan maksimal 800 cP.
38
Berdasarkan hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan air dan
konsentrasi KCl memberikan pengaruh nyata terhadap viskositas yang dihasilkan.
Demikian pula dengan interaksi keduanya. sedangkan suhu presipitasi berikut
interaksi perlakuannya memberikan pengaruh yang tidak nyata terhadap viskositas
karaginan yang dihasilkan. Pengaruh perlakuan yang diterapkan terhadap
viskositas karaginan yang dihasilkan terlihat pada Gambar 14.
Gambar 14 Pengaruh perbandingan air, konsentrasi KCl dan suhu presipitasi terhadap viskositas karaginan rumput laut E. cottonii
Berdasarkan uji lanjut BNT 5% menunjukkan bahwa perbandingan air
1:20 berbeda nyata dengan perbandingan air 1:30 dan 1:40. Konsentrasi KCl 1%
berbeda nyata dengan KCl konsentrasi 1.5%.
Berdasarkan jumlah perbandingan air, terlihat bahwa semakin sedikit
perbandingan air maka viskositas semakin meningkat. Peristiwa ini terjadi
disebabkan karena kandungan sulfat yang bermuatan negatif semakin banyak
melakukan tolakan (repulsion) satu sama lain sehingga air yang berada disekitar
polimer jika jumlahnya lebih sedikit akan lebih mudah terimobilisasi yang
menyebabkan larutan bersifat kental yang juga berarti viskositas larutan tinggi
(Towle, 1973).
Konsentrasi KCl memberikan pengaruh terhadap nilai viskositas yang
dihasilkan. Adanya ion K+ yang berasal dari garam KCl dapat menurunkan
muatan bersih sepanjang rantai polimer. Penurunan muatan ini menyebabkan gaya
tolakan (repulsion) antar gugus-gugus sulfat juga menurun. sehingga sifat
hidrofilik polimernya semakin lemah dan menyebabkan viskositas larutan
menurun. Konsentrasi KCl yang tinggi menyebabkan nilai viskositas larutan
semakin menurun. Hal ini sesuai dengan penelitian terdahulu oleh Basmal et al
A : KCl1% ; 15 oC B : KCl 1% ; 30 oC C : KCl 1.5% ; 15 oC D : KCl 1.5% ; 30 oC
39
(2009) yang meneliti tentang pengaruh konsentrasi KCl pada proses presipitasi
karaginan melaporkan konsentrasi KCl 2% nilai viskositasnya lebih tinggi
dibandingkan dengan konsentrasi KCl 3 dan 3.5%.
4.2.3 Kekuatan gel karaginan
Salah satu sifat penting karaginan adalah mampu mengubah cairan
menjadi padatan atau mengubah bentuk sol menjadi gel yang bersifat reversible.
Kemampuan inilah yang menyebabkan karaginan sangat luas penggunaannya,
baik dalam bidang pangan maupun non pangan. Kekuatan gel karaginan yang
dihasilkan pada penelitian ini berkisar antara 1493.49 – 2202.97 g/cm2 yang
masing-masing dihasilkan pada perlakuan perbandingan air 1:40, KCl 1.5% dan
suhu 30oC dan perlakuan perbandingan air 1:20, KCl 1.5% dan suhu 30oC.
Berdasarkan hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan air
memberikan pengaruh nyata terhadap kekuatan gel yang dihasilkan, namun
interaksi perlakuannya memberikan pengaruh yang tidak nyata. Interaksi
konsentrasi KCl dan suhu presipitasi memberikan pengaruh yang nyata terhadap
kekuatan gel karaginan yang dihasilkan.
Berdasarkan uji lanjut BNT 5% menunjukkan bahwa perbandingan air 1:40
mempunyai kekuatan gel yang berbeda nyata dengan perbandingan air 1:20 dan
1:30. Pengaruh perlakuan yang diterapkan terhadap kekuatan gel karaginan yang
dihasilkan terlihat pada Gambar 15.
Gambar 15 Pengaruh perbandingan air, konsentrasi KCl dan suhu presipitasi terhadap kekuatan gel karaginan rumput laut E. cottonii
Mekanisme pembentukan gel terdiri dari dua tahap proses yaitu dimulai
dengan perubahan konfirmasi intramolekuler yang tidak berhubungan dengan ion-
ion, kemudian diikuti oleh pembentukan silang yang tergantung pada adanya ion-
A : KCl1% ; 15 oC B : KCl 1% ; 30 oC C : KCl 1.5% ; 15 oC D : KCl 1.5% ; 30 oC
40
ion spesifik yang menyebabkan struktur gel terbentuk. Kation spesifik yang
mampu mengimbas pembentukan gel pada kappa-karaginan adalah ion K+. Ion ini
juga berfungsi sebagai bahan pengikat antar rantai polimer karaginan dengan
memperkuat struktur tiga dimensi sehingga polimer tersebut akan
mempertahankan bentuknya bila dikenai tekanan. Data ini didukung oleh
penelitian terdahulu oleh Basmal et al (2009) yang meneliti tentang pengaruh
konsentrasi KCl pada proses presipitasi karaginan melaporkan bahwa konsentrasi
KCl 2% memiliki kekuatan gel 1279 g/cm2.
Adanya 3.6-anhidrogalaktosa menyebabkan sifat anhidrofilik sehingga
konsentrasi perbandingan air yang lebih sedikit menyebabkan ikatan antar rantai
polimer karaginan semakin kuat karena jumlah air yang lebih sedikit
memudahkan pembentukan heliks rangkap sehingga pembentukan gel lebih cepat
tercapai.
4.2.4 Kadar air karaginan
Pengujian kadar air dimaksudkan untuk mengetahui kandungan air dalam
karaginan. Syarief dan Hariyadi (1993) menyatakan bahwa peranan air dalam
bahan pangan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi aktivitas
metabolisme seperti aktivitas enzim, aktivitas mikroba dan reaksi-reaksi non-
enzimatis, sehingga menimbulkan perubahan sifat-sifat organoleptik dan nilai
gizinya.
Hasil pengukuran kadar air pada penelitian ini berkisar antara 6.76 – 9.73%.
Kadar air karaginan yang terendah dihasilkan pada kombinasi perlakuan
perbandingan air 1:40, KCl 1.5% dan suhu 15 oC dan kadar air tertinggi diperoleh
dari perbandingan air 1:20, KCl 1% dan suhu 30oC. Namun keduanya masih
memenuhi kisaran standar mutu karaginan yang ditetapkan oleh FAO yaitu
maksimum 12%.
Berdasarkan hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan air
memberikan pengaruh nyata terhadap kadar air karaginan yang dihasilkan, namun
interaksi perlakuannya memberikan pengaruh yang tidak nyata. konsentrasi KCl
dan suhu presipitasi menberikan pengaruh yang tidak nyata terhadap kadar air
karaginan yang dihasilkan.
41
Gambar 16 Pengaruh perbandingan air, konsentrasi KCl dan suhu presipitas
terhadap kadar air karaginan rumput laut E. cottonii
Berdasarkan uji lanjut BNT 5% menunjukkan bahwa perbandingan air 1:40
mempunyai kadar air terendah dan berbeda nyata dengan perbandingan air 1:20
dan 1:30. Pengaruh perlakuan yang diterapkan terhadap kadar air karaginan yang
dihasilkan terlihat pada Gambar 16.
Meningkatnya kandungan air rumput laut berkorelasi positif dengan
meningkatnya kandungan air karaginan. Kandungan air pada karaginan yang
dihasilkan diduga merupakan air terikat (fisik dan kimia), sedangkan air bebas
kemungkinan telah menguap. Perbandingan air yang lebih sedikit menyebabkan
kadar air semakin meningkat, hal ini disebabkan karena air yang sedikit akan
terikat secara kimia sehingga sulit untuk diuapkan, sebaliknya dengan
perbandingan air yang lebih tinggi dimana jumlah air yang banyak menyebabkan
jumlah air bebas juga banyak sehingga lebih mudah mengalami proses
penguapan, selain itu senyawa-senyawa yang ikut terlarut didalamnya ikut
menguap ketika dipanaskan. Rendahnya kadar air karaginan yang diperoleh
diharapkan dapat memperpanjang masa simpan dari karaginan.
4.2.5 Kadar abu karaginan
Abu merupakan zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik.
dan berhubungan dengan mineral suatu bahan. Nilai kadar abu suatu bahan
pangan menunjukkan besarnya jumlah mineral yang terkandung dalam bahan
pangan tersebut (Apriyantono et al, 1989). Rata-rata kadar abu karaginan yang
dihasilkan dari penelitian ini berkisar antara 27.88 – 38.89. Kadar abu karaginan
hasil ekstraksi meskipun cukup tinggi karena hampir mencapai pada batas yang
ditentukan tetapi masih memenuhi standar karaginan yang telah ditetapkan oleh
A : KCl1% ; 15 oC B : KCl 1% ; 30 oC C : KCl 1.5% ; 15 oC D : KCl 1.5% ; 30 oC
42
FAO yaitu sekitar 15 – 40%, namun tidak sesuai dengan standar karaginan yang
ditetapkan oleh Food Chemical Codex (FCC) yaitu 35%. Pengaruh perlakuan
yang diterapkan terhadap kadar abu karaginan yang dihasilkan terlihat pada
Gambar 17.
Berdasarkan hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan air dan
konsentrasi KCl memberikan pengaruh nyata terhadap kadar air karaginan yang
dihasilkan. Interaksi perlakuan antara perbandingan air dan suhu memberikan
pengaruh yang nyata terhadap kadar abu karaginan. Demikian pula interaksi
perbandingan air, konsentrasi KCl dan suhu presipitasi memberikan pengaruh
yang nyata terhadap karaginan hasil ekstraksi. Berdasarkan uji lanjut BNT 5%
menunjukkan bahwa perbandingan air 1:40 mempunyai kadar abu tertinggi dan
berbeda nyata dengan perbandingan air 1:20 dan 1:30. Konsentrasi KCl 1 dan
1.5% memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar abu karaginan.
Gambar 17 Pengaruh perbandingan air, konsentrasi KCl dan suhu presipitasi
terhadap kadar abu karaginan rumput laut E. cottonii Semakin tua umur panen maka kadar abu karaginan semakin meningkat.
Hal ini disebabkan karena semakin lama rumput laut berada dalam perairan, maka
semakin banyak kandungan garam-garam mineral yang diserap oleh rumput laut
yang dapat menyebabkan kadar abu karaginan meningkat. Hal ini sesuai dengan
hasil penelitian dimana rumput laut yang digunakan mempunyai umur panen 45
hari sehingga kandungan mineral pada karaginan yang dihasilkan cukup tinggi.
Suryaningrum et al (1991) menyatakan bahwa tingginya kadar abu karaginan
karena sebagian besar berasal dari garam dan mineral lainnya yang menempel
pada rumput laut. Faktor lain yang menyebabkan tingginya kadar abu, diduga
disebabkan oleh air hujan dan air dari sungai yang masuk ke perairan tempat
budidaya.
A : KCl1% ; 15 oC B : KCl 1% ; 30 oC C : KCl 1.5% ; 15 oC D : KCl 1.5% ; 30 oC
43
Berdasarkan pada perbandingan air yang digunakan maka perbandingan
air yang tinggi menghasilkan kadar abu yang tinggi pula. Kondisi ini dapat
disebabkan karena air yang digunakan selama proses ekstraksi karaginan
mengandung mineral lain karena air yang digunakan adalah air biasa dan bukan
merupakan air murni, sehingga tidak menutup kemungkinan semakin banyak
jumlah air yang digunakan maka kadar abu juga semakin meningkat.
Adanya ion kalium pada penggunaan KCl pada proses presipitasi diduga
merupakan penyebab tingginya kadar abu karaginan yang diperoleh pada
penelitian ini. Winarno (1996) mengemukakan bahwa kalium merupakan unsur
mineral yang tidak terbakar. Peningkatan kadar abu paralel dengan peningkatan
konsentrasi KCl yang digunakan sebagai bahan untuk presipitasi. Hal ini sesuai
dengan penelitian Purnama (2003) yang melaporkan kadar abu 37.69% pada
karaginan yang diekstrak dengan KCl 1%.
4.2.6 Kadar abu tak larut asam karaginan
Abu tidak larut asam adalah garam-garam klorida yang tidak larut asam
yang sebagian adalah garam-garam logam berat dan silika. Kadar abu tidak larut
asam merupakan salah satu kriteria dalam menentukan tingkat kebersihan dalam
proses pengolahan (Basmal et al, 2003).
Rata-rata kadar abu tidak larut asam karaginan yang dihasilkan dari
penelitian ini berkisar antara 0.33 – 1.25. Nilai kadar abu tak larut asam karaginan
hasil ekstraksi tertinggi dan terendah berturut-turut diperoleh pada kombinasi
perlakuan perbandingan air 1:30, KCl 1.5% dan suhu 30oC dan terendah pada
perlakuan perbandingan air 1:30. KCl 1.5% dan suhu 15 oC. Kadar abu tak larut
asam yang dihasilkan pada penelitian ini masih memenuhi kisaran standar mutu
karaginan yang ditetapkan oleh EEC yaitu maksimum 2% sedangkan FAO dan
FCC menetapkan maksimum 1%. Kadar abu tidak larut asam yang tinggi dalam
suatu produk menunjukkan adanya residu mineral atau logam yang tidak dapat
larut dalam asam seperti silika (Si), yang ditemukan di alam sebagai kuarsa, batu
dan pasir.
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbedaan suhu presipitasi
memberikan pengaruh nyata terhadap kadar abu tak larut asam karaginan.
Interaksi perbandingan air dan suhu serta interaksi perbandingan air, konsentrasi
44
KCl dan suhu memberi pengaruh nyata pada karaginan yang dihasilkan. Pengaruh
perlakuan yang diterapkan terhadap kadar abu tak larut asam karaginan yang
dihasilkan terlihat pada Gambar 18.
Gambar 18 Pengaruh perbandingan air, konsentrasi KCl dan suhu presipitasi terhadap
kadar abu tak larut asam karaginan rumput laut E. cottonii
Uji lanjut BNT 5% menunjukkan bahwa suhu presipitasi 15oC memberikan
nilai kadar abu tak larut asam yang lebih tinggi dan berbeda nyata dengan suhu
30oC. Hal ini diduga karena pada suhu yang lebih rendah zat-zat organik dan
anorganik tidak larut asam seperti silika dan logam-logam kasar yang terdapat
dalam larutan karaginan tidak dapat tereduksi secara optimal selama proses
pengolahannnya.
4.2.7 Kadar sulfat karaginan
Kadar sulfat merupakan parameter yang digunakan untuk berbagai jenis
yang terdapat alam rumput laut merah (Winarno, 1996). Hasil ekstraksi rumput
laut bisa dibedakan berdasarkan kandungan sulfat. Agar-agar mengandung sulfat
tidak lebih 3-4% dan karaginan berkisar antara 18-40% (Glicksman, 1983).
Kadar sulfat tertinggi diperoleh pada kombinasi perlakuan perbandingan
air 1:20. KCl 1.5% dan suhu 15oC dan terendah pada perlakuan perbandingan air
1:40. KCl 1.5% dan suhu 30 oC. Kadar sulfat yang dihasilkan pada penelitian ini
berkisar antara 16.58 – 18.62%. Nilai kadar sulfat tersebut masih memenuhi
kisaran standar mutu karaginan yang ditetapkan FAO dan FCC yaitu 15-40%.
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan air memberikan
pengaruh nyata terhadap kadar sulfat karaginan. Interaksi perbandingan air dan
suhu serta interaksi perbandingan air, konsentrasi KCl dan suhu memberi
pengaruh nyata pada karaginan yang dihasilkan. Uji lanjut BNT 5% menunjukkan
A : KCl1% ; 15 oC B : KCl 1% ; 30 oC C : KCl 1.5% ; 15 oC D : KCl 1.5% ; 30 oC
45
bahwa perbandingan air 1:20 berbeda nyata dengan perbandingan air 1:30 dan
1:40. Pengaruh perlakuan yang diterapkan terhadap kadar sulfat karaginan yang
dihasilkan terlihat pada Gambar 19.
Gambar 19 Pengaruh perbandingan air. konsentrasi KCl dan suhu presipitasi terhadap kadar sulfat karaginan rumput laut eucheuma cottonii
Berdasarkan Gambar 19, terlihat bahwa semakin kecil perbandingan air
maka kadar sulfat semakin meningkat. Hal ini diduga bahwa pada konsentrasi
yang lebih pekat menyebabkan lebih banyak gaya tolak menolak antar gugus
sulfat yang bermuatan negatif, sehingga rantai polimer menjadi kaku dan tertarik
kencang sehingga akan terjadi peningkatan viskositas (Moirano, 1977). Semakin
kecil kandungan sulfat maka nilai viskositas juga semakin kecil, tetapi konsistensi
gelnya semakin meningkat. Peningkatan kadar air dan umur panen rumput laut
akan menurunkan viskositas larutan karaginan. Hal ini disebabkan oleh penurunan
kandungan sulfat (Suryaningrum, 1989).
4.2.8 Derajat putih karaginan
Derajat putih merupakan gambaran secara umum dari warna suatu bahan
pada umumnya (Food Chemical Codex. 1981). Warna kecoklatan pada karaginan
dapat disebabkan masih adanya selulosa. pigmen fikoeritin dan fikosianin. Sebagai
sebagai komponen yang tidak larut air, selulosa juga menyebabkan warna
karaginan menjadi keruh (Imeson. 2000). Rata-rata nilai derajat putih karaginan
berkisar antara 45.75 – 59.27%. sedangkan standar alat pengukuran derajat putih
yang digunakan adalah 85.4%. Perlakuan dengan nilai derajat putih terendah dan
tertinggi berturut-turut adalah perlakuan dengan perbandingan air 1:30, konsentrasi
KCl 1% dan suhu presipitasi 30oC dan perbandingan air 1:40, konsentrasi KCl
1.5% dan suhu presipitasi 15 oC. Hasil sidik ragam menunjukkan perbandingan air
berpengaruh nyata terhadap derajat putih karaginan yang dihasilkan sedangkan
A : KCl1% ; 15 oC B : KCl 1% ; 30 oC C : KCl 1.5% ; 15 oC D : KCl 1.5% ; 30 oC
46
konsentrasi KCl dan suhu presipitasi tidak berpengaruh nyata terhadap derajat putih
karaginan. Demikian pula interaksi antar perlakuan tidak berpengaruh nyata
terhadap derajat putih karaginan yang dihasilkan. Pengaruh perlakuan yang
diterapkan terhadap derajat putih karaginan yang dihasilkan terlihat pada Gambar
20.
Gambar 20 Pengaruh perbandingan air. konsentrasi KCl dan suhu presipitasi terhadap derajat putih karaginan rumput laut eucheuma cottonii.
Uji lanjut lanjut 5% menunjukkan bahwa perbandingan air 1:30
memberikan derajat putih yang lebih rendah dan berbeda nyata dengan
perbandingan air 1:20 dan 1:40. Selama proses berlangsung suasana basa dari
KOH dapat mengoksidasi pigmen menjadi senyawa lain yang tidak berwarna
sehingga produk yang dihasilkan berwarna lebih cerah. Proses pencoklatan yang
terjadi pada pembuatan karaginan ini termasuk pencoklatan non enzimatis, yaitu
reaksi Maillard. Menurut Winarno (1990), reaksi Maillard merupakan reaksi
antara karbohidrat, khususnya gula pereduksi dengan gugus amina primer atau
asam amino.
Secara kimia proses pemutihan adalah oksidasi atau reduksi ikatan
rangkap pada senyawa pembentuk warna. Proses penyaringan pada pengolahan
karaginan bertujuan memisahkan serat kasar dengan filtrat dari rumput laut.
Terpisahnya serat kasar berwana coklat semakin cerah warna filtrat yang
dihasilkan.
Hal lain yang mempengaruhi derajat putih adalah teknik pengeringan
karaginan. Pengaruh cuaca sangat berpengaruh terhadap kualitas matahari yang
digunakan pada proses pengeringan. Diduga rendahnya kualitas derajat putih pada
beberapa produk karaginan yang dihasilkan karena pengeringan lebih banyak
A : KCl1% ; 15 oC B : KCl 1% ; 30 oC C : KCl 1.5% ; 15 oC D : KCl 1.5% ; 30 oC
47
dilakukan didalam ruangan karena cuaca yang kurang baik selama proses
pengeringan dilakukan.
4.2.9 Karakteristik karaginan terpilih
Berdasarkan hasil penelitian, perlakuan perbandingan air 1:20. konsentrasi
KCl 1% dan suhu presipitasi 30 oC terpilih sebagai proses yang optimal untuk
ekstraksi karaginan presipitasi KCl yang mutunya sesuai dengan standar FAO, FCC
maupun EEC. Penggunaan jumlah perbandingan air yang lebih sedikit mampu
menghasilkan mutu karaginan yang lebih baik, sehingga dapat menghemat
penggunaan air. Pemakaian KCl 1% menghasilkan mutu karaginan yang tidak jauh
berbeda dengan KCl 1.5% sehingga terdapat penghematan penggunaan bahan
kimia, khususnya peranan IPA sebagai bahan presipitasi yang harganya relatif
mahal dapat mulai tergantikan. Suhu 30oC menghasilkan mutu yang tidak jauh
berbeda dengan presipitasi suhu 15 oC sehingga penggunaan energi yang berlebih
dapat ditekan.
Keuntungan lain yang diperoleh dari penelitian optimasi proses ini adalah
waktu ekstraksi yang lebih singkat, mengingat bahwa proses ekstraksi untuk
memperoleh karaginan umumnya dilakukan selama 3-4 hari, sedangkan pada
optimasi proses ini karaginan dapat diperoleh hanya dalam waktu sehari untuk
dikemudian dikeringkan esok harinya.
Perlakuan terpilih yang diperoleh jika dibandingkan dengan penelitian
terdahulu (Tabel 8) yang dilaporkan oleh Basmal, et al (2009). terlihat adanya
perbedaan pada viskositas dan kadar air.
Tabel 8 Karakteristik sifat fisika-kimia karaginan
Parameter Karaginan (KCl)
Karaginan (IPA)
Basmal et al (2009)
Karaginan standar FAO
Kekuatan gel (g/cm2) 1897.14a 1219.24b 1279 - Viskositas (cPs) 150a 278.33b 33 Min 15 Kadar air (%) 9.73a 9.02a 14. 51 Maks 12 Kadar abu (%) 29.59a 20.91b 28.94 15 - 40 Kadar abu tak larut asam (%)
0.83a 0.52a 0.76 Maks 1
Kadar sulfat (%) 18.36a 18.12a - 15-40 Derajat putih (%) 51.57a 44.07b -
Keterangan: Angka-angka pada baris yang sama diikuti huruf superscript berbeda(a.b) menunjukkan berbeda nyata (p<0.05)
48
Penggunaan konsentrasi KCl 2% yang digunakan pada penelitian Basmal. et
al tersebut diduga memberi pengaruh terhadap mutu karaginan yang dihasilkan
khususnya pada viskositas karaginan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Purnama
(2003) yang menyatakan bahwa konsentrasi KCl memberikan pengaruh terhadap
nilai viskositas yang dihasilkan. Adanya ion K+ yang berasal dari garam KCl dapat
menurunkan muatan bersih sepanjang rantai polimer. Penurunan muatan ini
menyebabkan gaya tolakan (repulsion) antar gugus-gugus sulfat juga menurun.
sehingga sifat hidrofilik polimernya semakin lemah dan menyebabkan viskositas
larutan menurun. Hal ini yang menyebabkan konsentrasi KCl yang tinggi
menyebabkan nilai viskositas larutan semakin menurun.
Karaginan dengan proses presipitasi KCl terpilih yang diperoleh
dibandingkan dengan karaginan presipitasi IPA hasilnya dapat dilihat pada Tabel 8.
Berdasarkan hasil pengukuran kekuatan gel (Tabel 8), terlihat bahwa kekuatan gel
karaginan presipitasi KCl sebesar 1897.14 g/cm2 lebih besar dan berbeda nyata
dengan karaginan presipitasi IPA sebesar 1219.24 g/cm2. Nilai kekuatan gel yang
diperoleh pada penelitian optimasi proses ini cukup tinggi, sehingga dapat
disimpulkan bahwa penggunaan air 1:20, konsentrasi KCl 1% dan suhu presipitasi
30oC cukup efektif untuk meningkatkan kekuatan gel karaginan.
Tingginya kekuatan gel pada karaginan presipitasi KCl disebabkan adanya
ion K+ pada proses presipitasi, dimana dengan adanya penambahan ion K+ pada
konsentrasi yang sesuai dapat meningkatkan kekuatan gel karaginan, sebaliknya
penambahan yang tidak sesuai konsentrasi dapat menurunkan kekuatan gel
karaginan (Basmal et al, 2009).
Nilai viskositas pada Tabel 8, terlihat bahwa karaginan presipitasi KCl
sebesar 145 cPs lebih kecil dan berbeda nyata dengan karaginan presipitasi IPA
sebesar 278.33 cPs. Hal ini disebabkan karena adanya ion K+ yang berasal dari
garam KCl dapat menurunkan muatan bersih sepanjang rantai polimer. Nilai
viskositas yang dihasilkan penelitian ini cukup tinggi dibandingkan nilai viskositas
yang diperoleh pada beberapa penelitian sebelumnya yang biasanya dibawah 100
cP, misalnya Syamsuar (2006) melaporkan nilai viskositas yang diperoleh yaitu 54
cP atau Basmal et al (2009) memperoleh nilai viskositas sebesar 33 cP.
49
Hasil pengukuran kadar air (Tabel 8). diperoleh nilai karaginan presipitasi
KCl 9.73% dan tidak berbeda nyata dengan karaginan presipitasi IPA sebesar
9.02%. Kadar air karaginan keduanya memenuhi kisaran yang ditetapkan oleh
FAO, FCC maupun ECC yaitu maksimum 12%. Tinggi rendahnya kadar air
karaginan diduga dipengaruhi oleh sifat hidrofilik rumput laut, dimana tingginya
kadar air rumput laut menyebabkan kadar air karaginan yang dikandungnya juga
tinggi.
Kadar abu karaginan presipitasi KCl (Tabel 8) sebesar 27.88% dan berbeda
nyata dengan karaginan presipitasi IPA sebesar 20.91%. Tingginya kadar abu pada
karaginan presipitasi KCl diduga karena pengaruh kondisi bahan baku. umur panen
dan metode ekstraksi. yaitu pada proses presipitasi dengan menggunakan KCl. Hal
ini sesuai yang dinyatakan Winarno (1997), bahwa ion kalium merupakan unsur
mineral yang tidak terbakar (abu). Namun kadar abu karaginan baik presipitasi KCl
maupun presipitasi IPA masih memenuhi standar yang ditetapkan oleh FAO
sebesar 15-40% sedangkan FCC menetapkan maksimum 35%.
Kadar abu tidak larut asam karaginan presipitasi KCl sebesar 0.83% dan
karaginan presipitasi IPA sebesar 0.52%. Tabel 8, menunjukkan bahwa karaginan
presipitasi KCl tidak berbeda nyata dengan karaginan presipitasi IPA. Tingginya
kadar abu tidak larut asam pada kedua karaginan diduga karena mineral atau logam
tidak larut asam yang terdapat dalam karaginan tidak tereduksi secara optimal pada
saat pengolahan. Selain itu, teknik penyaringan yang memungkinkan adanya filter
aid yang lolos ke dalam filtrat yang akan teranalisis sebagai kadar abu tidak larut
asam.
Nilai kadar sulfat (Tabel 8) karaginan presipitasi KCl sebesar 18.55 % dan
tidak berbeda nyata dengan karaginan presipitasi IPA sebesar 18.25 %. Kandungan
sulfat menyebabkan gaya tolak menolak antar gugus sulfat yang bermuatan negatif,
sehingga rantai polimer kaku dan tertarik kencang sehingga terjadi peningkatan
viskositas. Kadar sulfat yang dihasilkan dari karaginan presipitasi KCl maupun
presipitasi IPA masih memenuhi standar yang ditetapkan oleh EEC dan FAO
sebesar 15-40% sedangkan FCC menetapkan 18 - 40%.
Hasil pengukuran derajat putih karaginan presipitasi KCl sebesar 51.57 %
sedangkan karaginan presipitasi IPA sebesar 44.07 % (Tabel 8), menunjukkan
50
derajat putih karaginan presipitasi KCl lebih besar dan berbeda nyata dengan,
karaginan presipitasi IPA. Tingginya nilai derajat putih pada karaginan presipitasi
KCl disebabkan karena selama proses berlangsung suasana basa dari KOH dapat
mengoksidasi pigmen menjadi senyawa lain yang tidak berwarna sehingga produk
yang dihasilkan berwarna lebih cerah. Selain itu, teknik pengeringan juga
mempengaruhi kualitas derajat putih.
4.3 Aplikasi karaginan pada sirup markisa
4.3.1 Sifat fisika-kimia sirup markisa
Tahapan aplikasi merupakan tahapan penambahan karaginan hasil
ekstraksi dalam proses pembuatan sirup markisa. Proses pembuatan sirup, buah
markisa yang telah dipotong dan dikeruk isinya, kemudian diblender untuk
memudahkan proses pemisahan biji dengan sari buahnya sehingga diperoleh sari
buah markisa. Penyaringan dilakukan dengan cara sederhana yaitu menggunakan
kain saring sehingga ada kemungkinan sari buah belum benar-benar bebas dari
serat kasar. Sari buah yang diperoleh, kemudian dilakukan pasteurisasi dengan
penambahan bahan tambahan makanan (BTM) dan karaginan sesuai konsentrasi.
Pengawet yang digunakan sesuai dengan standar yang telah ditentukan oleh
Menteri Kesehatan sehingga aman dan tidak membahayakan konsumen. Selama
proses pasteurisasi dilakukan pengadukan untuk menghomogenkan sari buah
markisa dengan bahan tambahan yang telah dicampurkan sebelumnya.
Komposisi penyusun sirup markisa diharapkan menyamai komposisi sirup
markisa komersial sehingga dapat diterima oleh konsumen. Penentuan konsentrasi
karaginan dalam pembuatan sirup markisa berdasarkan pada penelitian
pendahuluan dan coba-coba (trial and error) sehingga diperoleh sirup markisa
yang baik dalam hal warna, aroma, rasa dan kenampakan.
Analisa fisika-kimia yang dilakukan pada sirup markisa karaginan bertujuan
untuk mengetahui sejauh mana perbedaan antara sirup markisa karaginan dan sirup
markisa komersial. Mutu fisik dan kimia ini sangat penting karena dapat
mempengaruhi tingkat penerimaan konsumen dan juga keuntungan yang akan
dihasilkan. Hasil pengujian terhadap mutu fisik dan kimia sirup markisa dapat
dilihat pada Tabel 9.
51
Tabel 9 Hasil analisa sifat fisika-kimia sirup markisa karaginan dan komersil
Formula
Nilai pH
Viskositas (cPs)
Kekeruhan (NTU)
Total gula (%)
A 3.25a 168.00 a 5610.000 a 70.7 a B 3.23 a 603.33 b 5996.667 ab 54.7 b C 3.30 b 613.33 b 6056.667 b 42.0 c D 3.39 c 2966.66 c 6166.667 b 42.3 c
Markisa Komersil
3.28 b 401.66 ab 6033.333 b 89.5 d
Ket: Angka-angka pada kolom yang sama diikuti huruf superscript berbeda(a,b,c dan d) menunjukkan berbeda nyata (p<0.05) Nilai pH
Derajat keasaman sangat erat kaitannya dengan perkembangan mikroba
sehingga memegang peranan penting dalam pangan khususnya pada proses
penyimpanan. Disamping itu pH berpengaruh terhadap cita rasa dari suatu produk
(Winarno, 1993). Sirup markisa mempunyai pH asam kisaran 2.6 – 3.2 (Pruthi
dan Lal, (1959) dalam Siregar (2009)). Berdasarkan hasil analisis sidik ragam,
penambahan konsentrasi karaginan yang berbeda memberi pengaruh terhadap
derajat keasaman dari sirup markisa. Uji lanjut yang diperoleh menunjukkan
bahwa variasi konsentrasi penambahan karaginan memberi pengaruh yang nyata
terhadap nilai pH sirup markisa.
Uji lanjut juga menunjukkan bahwa penambahan karaginan 3.3 dan 3.9 %
(formula A dan B) pada sirup markisa tidak berbeda nyata. Perlakuan C tidak
berbeda nyata dengan pH markisa komersil tetapi berbeda nyata dengan perlakuan
A dan B. Namun secara umum, nilai pH pada produk sari buah markisa adalah
asam. Hal ini mungkin juga disebabkan oleh penambahan asam sitrat pada saat
pengolahan. Menurut Winarno (1997), asam sitrat dapat berfungsi sebagai
asidulan (senyawa kimia yang bersifat asam yang ditambahkan pada proses
pengolahan makanan dengan berbagai tujuan). Penambahan asam sitrat terutama
bertujuan untuk mempertegas rasa dan warna produk akhir, melindungi flavor
seperti menyelubungi aftertaste yang tidak disukai, dan mencegah kristalisasi
sukrosa.
52
Keuntungan dari sari buah yang mempunyai kadar asam yang tinggi adalah
lebih awet dalam penyimpanan, mengingat bahwa pH optimum untuk
pertumbuhan mikroorganisme adalah pH sekitar 5.0-8.0 (Buckle et al, 1985).
Viskositas
Viskositas berpengaruh pada bentuk dan penerimaan rasa dari produk yang
berupa cairan. Semakin tinggi nilai viskositas suatu larutan maka makin tinggi
pula tingkat kekentalannya. Berdasarkan hasil sidik ragam terhadap sirup markisa
menunjukkan bahwa konsentrasi penambahan karaginan memberi pengaruh
terhadap viskositas sirup. Uji lanjut yang diperoleh memberi hasil bahwa formula
A berbeda nyata dengan formula B, C dan D. Sirup komersil berbeda dengan
markisa karaginan namun tidak berbeda nyata. Artinya bahwa kekentalan sirup
markisa komersil dengan markisa karaginan (perlakuan A, B dan C) memiliki
nilai viskositas yang tidak berbeda, walaupun tingkat kekentalan markisa lebih
tinggi tetapi tidak terjadi adanya penggumpalan ataupun pembentukan gel.
Eucheuma cottonii sebagai penghasil karaginan, menurut Towle (1973),
bersifat kental dan viskositasnya bergantung pada konsentrasi, suhu, adanya
molekul-molekul lain, jenis karaginan dan berat molekulnya. Jika konsentrasi
larutan karaginan meningkat maka viskositasnya akan meningkat. Hal ini sejalan
dengan hasil penelitian bahwa nilai viskositas dari setiap perlakuan berbeda sesuai
dengan banyaknya jumlah karaginan yang diberikan. Tingginya nilai viskositas
yang diperoleh pada penelitian ini diduga karena adanya penambahan gula yang
menyebabkan larutan menjadi lebih pekat sehingga nilai viskositasnya menjadi
meningkat. Formula D menunjukkkan bahwa konsentrasi karaginan yang lebih
tinggi lagi akan menyebabkan karaginan cenderung membentuk gel atau sangat
kental.
Keberadaan karaginan dalam sirup markisa juga mempengaruhi kestabilan
larutan, dimana larutan sirup menjadi lebih homogen, walaupun dengan tingkat
kekentalan yang lebih tinggi, namun fungsi sebagai penstabil pada produk sirup
markisa sudah tercapai.
53
Kekeruhan
Penampakan keruh pada sari buah dipengaruhi oleh kestabilan suspensinya
(Johannes, 1973). Upaya untuk mempertahankan system dispersi tersebut dengan
menambah zat penstabil yang bertujuan untuk mengurangi/menghilangkan
kecenderungan penggabungan partikel dan pengendapan. Zat penstabil yang dapat
ditambahkan yaitu hidrokoloid misalnya karaginan, CMC dan lain sebagainya.
Kekeruhan sirup markisa karaginan dapat dilihat dari nilai absorbansinya.
Makin tinggi nilai absorbansi suatu sari buah, semakin sedikit cahaya yang
diteruskan dan semakin tinggi pula tingkat kekeruhan dari sari buah. Penelitian
ini, menunjukkan bahwa kekeruhan sirup markisa dipengaruhi oleh adanya
penambahan karaginan.
Kekeruhan dapat disebabkan bahan-bahan tersupensi yang yang bervariasi
dari ukuran koloidal sampai dispersi kasar, pada pembuatan sirup markisa yang
dihasilkan pada penelitian ini menunjukkan tingkat kekeruhan cukup tinggi. Hal
ini diduga karena pulp sari buah masih terikut dan proses penyaringan yang
kurang baik. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa penambahan karaginan
memberi pengaruh pada kekeruhan sirup markisa. Berdasarkan uji lanjut, markisa
komersil tidak berbeda nyata dengan markisa formula C dan D, dan tidak berbeda
nyata secara signifikan dengan markisa karaginan yang lainnya, menunjukkan
bahwa tingkat kekeruhan buah markisa dengan adanya penambahan karaginan
tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan dengan kekeruhan sirup markisa
komersil.
Tingkat kekeruhan biasanya berdasarkan konsentrasi, warna dan partikel
yang tersuspensi. Tingginya nilai kekeruhan baik pada markisa karaginan maupun
markisa komersil menunjukkan bahwa pada sirup buah masih mengandung
banyak sari buah (pulp) yang tidak tersaring dan tersuspensi secara baik. Selain
itu, warna kuning yang cenderung gelap juga meningkatkan nilai kekeruhan,
mengingat larutan standar yang digunakan untuk mengukur tingkat kekeruhan
adalah aquabides dengan tingkat kejernihan yang tinggi.
54
Total Gula
Gula sebagai sukrosa diperoleh dari nira tebu, bit gula, atau aren. Meskipun
demikian, terdapat sumber-sumber gula minor lainnya, seperti kelapa. Sukrosa
adalah makanan pemanis yang paling umum di dunia industri, meskipun telah
diganti dalam produksi pangan industri dengan pemanis lain seperti sirup fruktosa
atau kombinasi bahan fungsional dan pemanis intensitas tinggi. Sukrosa sangat
mudah larut dalam rentang suhu yang lebar. Sifat ini menjadikan sukrosa bahan
yang baik untuk produk sirup dan makanan lain yang mengandumg gula (DeMan,
1997).
Hingga saat ini standar kemanisan produk pangan masih menggunakan rasa
manis sukrosa. Hal tersebut diatas menyebabkan pada SNI mutu sirup (SNI 01-
3544-1994) total gula dinyatakan dalam sakarosa atau sukrosa.
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa penambahan karaginan pada sirup
markisa memberi pengaruh terhadap total gula (sukrosa) sirup markisa.
Berdasarkan uji lanjut, markisa komersil berbeda nyata dengan markisa
karaginan. Tingginya kandungan gula pada markisa komersil menyebabkan kadar
sukrosa yang dihasilkan juga cukup tinggi yaitu 89.5%. Hal ini sudah sesuai
dengan SNI 01-3544-1994 tentang mutu sirup bahwa kandungan total gula
(dihitung sebagai sukrosa min 65%), namun adanya penambahan sodium siklamat
yang merupakan pemanis buatan merupakan pelanggaran bagi pihak produsen
karena standar sirup yang ditetapkan oleh SNI adalah tidak boleh adanya bahan
tambahan makanan berupa pemanis buatan.
Kadar sukrosa yang rendah pada markisa karaginan (formulasi C dan D)
diduga dipengaruhi oleh adanya penambahan karaginan pada sirup markisa
sehingga formulasi sirup yang awalnya sesuai menjadi tidak sesuai karena massa
karaginan meningkatkan volume sirup sehingga rasa manis sirup menjadi
berkurang.
55
4.4 Formulasi Sirup Markisa Terpilih
4.4.1 Analisis Mikrobiologi
Angka Lempeng Total
Kerusakan bahan pangan oleh mikroorganisme dapat menyebabkan makanan
atau minuman tidak layak dikomsumsi akibat penurunan mutu atau karena
makanan tersebut telah beracun. Penurunan mutu yang disebabkan oleh
mikroorganisme meliputi penurunan nilai gizi, penyimpangan warna, perubahan
rasa dan bau, adanya pembusukan serta modifikasi komposisi kimia (Syarief dan
Hariyadi, 1993).
Analisis mikrobiologi merupakan salah satu analisis kuantitatif untuk
mengetahui mutu bahan pangan, yaitu dengan menghitung jumlah koloni dalam
setiap gram bahan pangan. Analisa total mikroba dilakukan 2 kali yaitu minggu
pertama dan ketiga. Lamanya waktu analisa pertama dan kedua mengingat bahwa
sirup markisa bersifat asam sehingga kemungkinan mikroba untuk dapat
berkembang cukup sulit. Berdasarkan hasil analisa minggu pertama diperoleh nilai
total mikroba untuk semua sampel adalah 0, sedangkan pada minggu ketiga total
mikroba tertinggi yang diperoleh adalah 3,0 x 10 unit koloni/gram yaitu pada
penambahan karaginan 5.0% (formula D). Hasil perhitungan angka lempeng total
yang diperoleh dari sirup markisa karaginan dan komersial masih jauh dibawah
batas angka maksimal SNI 01-3544-1994 tentang mutu sirup yang menyatakan
angka lempeng total sirup adalah maksimal 5x102 koloni/ml.
Suasana asam produk sirup diduga yang menyebabkan sulitnya
mikroorganisme dapat tumbuh dan berkembang karena kebanyakan
mikroorganisme dapat tumbuh pada kisaran pH 5.0-8.0 (Buckle, 1985). Selain itu,
kemampuan mikroorganisme untuk tumbuh dan tetap hidup merupakan hal penting
dalam ekosistem pangan.
Menurut Vieira (1996), nilai pH mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan mikroba. Setiap mikroba memiliki rentangan nilai pH dimana
mereka dapat hidup dengan baik dan dimana mereka tidak dapat hidup sama sekali.
Pada produk sari buah yang memiliki nilai pH yang rendah dapat memberikan
suatu kondisi dimana hanya beberapa mikroba (misalnya Saccharomyces sp.,
Hansenula sp., Aspergillus sp., Lactobacillus sp.) yang dapat bertahan dibawah pH
56
tersebut. Walaupun kebanyakan bakteri tidak dapat tumbuh pada pH rendah, akan
tetapi ada beberapa bakteri toleran pada pH rendah. Bakteri acidophillus yang
tumbuh terbatas pada pH rendah (Atlas, 1994) ataupun bakteri Thiobacillus
thiooxidans yang mempunyai pertumbuhan optimum pada kondisi kemasaman
yang ekstrim yaitu pH 2.0-3.5 (Pelczar dan Chan, 2006).
4.4.2 Uji organoleptik
Peniliaian keberhasilan suatu produk baru diperlukan adanya uji pembedaan
sifat atau mutu yang dihasilkan terhadap produk yang telah ada sebelumnya.
Produk sirup markisa yang dihasilkan pada penelitian ini dibandingkan dengan
produk minuman yang komersil. Hasil uji yang didapat adalah respon beda, dimana
respon beda yang diberikan adalah lebih tinggi atau lebih rendah. Respon yang
dinginkan adalah lebih tinggi, artinya produk baru yang dihasilkan mempunyai
mutu yang lebih baik. Produk sirup markisa karaginan dan markisa komersial dapat
dilihat pada Gambar 21.
Gambar 21 Sirup markisa karaginan dan sirup markisa komersil
Hasil uji perbandingan pasangan yang dilakukan oleh panelis terhadap sirup
markisa terpilih (formula C) disajikan pada Gambar 22. Panelis memberikan nilai
pada parameter kelarutann 0.67. Nilai positif yang dihasilkan menunjukkan bahwa
kelarutann sirup markisa karaginan berada diatas tingkat kelarutan produk
komersil. Artinya upaya untuk menjadikan kelarutan lebih baik dapat dicapai pada
produk baru yang dihasilkan.
57
Faktor warna tampil terlebih dahulu dalam penentuan mutu suatu produk,
disamping itu warna biasa digunakan sebagai indikator kesegaran produk. Nilai
pada parameter warna -0.82. Nilai negatif yang dihasilkan menunjukkan bahwa
warna produk baru tidak sama dengan produk lama (komersil). Produk baru
(markisa karaginan) cenderung berwarna orange atau kuning gelap sedangkan
panelis lebih menyukai produk markisa yang berwarna kuning cerah (markisa
komersil).
Gambar 22 Hasil uji perbandingan pasangan sirup markisa
Indera yang digunakan untuk uji rasa adalah lidah. Tingkat kepekaan
seseorang terhadap rasa manis dan rasa asam tidak sama. Pada uji rasa ini panelis
memberikan respon yang berbeda tergantung kesukaan dan kepekaan inderanya,
walaupun respon yang diberikan diharapkan tidak mempengaruhi kesukaan
panelis. Pada uji pembanding rasa manis, rata-rata nilai yang dihasilkan adalah -
1.54 dan uji pembanding rasa asam adalah 1.95. Nilai negatif pada rasa manis
menunjukkan bahwa rasa manis produk baru tidak sama dengan produk lama
(komersil). Berdasarkan hal tersebut maka perlu dilakukan penyempurnaan
formulasi dan pengujian ulang sehingga dapat tercapai rasa manis yang
diinginkan. Nilai positif pada rasa asam menujukkan bahwa tingkat keasaman
produk baru lebih tinggi dibandingkan produk komersil. Panelis umumnya
menyukai rasa asam yang tidak berlebihan sehingga masih diperlukan formulasi
yang lebih baik untuk menyeimbangkan antara rasa manis dan rasa asam.
58
Aroma sirup umumnya tergantung pada aroma buah yang digunakan. Pada
uji organoleptik ini maka aroma yang ingin ditonjolkan pada produk adalah aroma
markisa. Hasil uji pembeda yang diperoleh adalah 1.12. Hal ini menunjukkan
bahwa aroma produk baru diatas aroma produk komersil dan panelis umumnya
menyukai produk sirup yang beraroma khas buah-buahan. Artinya upaya untuk
mencapai aroma yang sesuai atau lebih baik dari produk komersil sudah tercapai
mengingat bahwa aroma yang sangat kuat kadang menyebabkan produk sirup
kurang disukai oleh panelis.
59
V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1 Sifat kimia dan fisik karaginan Eucheuma cottonii yang dihasilkan pada
penelitian ini memenuhi standar mutu karaginan yang ditetapkan oleh FAO,
FCC dan ECC, dengan perlakuan optimum yang dihasilkan adalah perbandingan
air 1: 20, konsentrasi KCl 1 % dan suhu presipitasi 30 oC (A1B1C2) berdasarkan
parameter rendemen sebesar 31.77%, viskositas 145.00 cP, kekuatan gel
1897.14 g/cm2, kadar air 9.73%, kadar abu 29.59%, kadar abu tak larut asam
0.83%, kadar sulfat 18.36% dan derajat putih 51.57%.
2 Optimasi proses ekstraksi karaginan pada penelitian adalah waktu proses yang
lebih singkat (1 hari) untuk memperoleh karaginan, perbandingan air lebih
sedikit dan penggunaan bahan kimia yang lebih murah dan konsentrasi yang
lebih rendah.
3 Sifat fisik dan kimia sirup markisa yang dihasilkan pada penelitian ini
menunjukkan bahwa penambahan karaginan konsentrasi 4.4% (formula C) pada
pembuatan sirup markisa mempunyai sifat fisik kimia yang hampir sama dengan
sirup markisa komersil dengan nilai pH 3.30, viskositas 611.33 cP, kekeruhan
6056.667 NTU, total gula 42.0 %. Berdasarkan uji perbandingan pasangan,
menunjukan bahwa sirup markisa karaginan mempunyai kelarutan, rasa asam
dan aroma yang lebih baik dari sirup markisa komersil, sedangkan warna dan
rasa manis, sirup markisa karaginan lebih rendah dari sirup markisa komersil.
5.2 Saran
Penelitian tentang optimasi proses masih bisa terus dikaji lebih baik,
khususnya penambahan variasi suhu yang digunakan
60
DAFTAR PUSTAKA
Afrianto E. Liviawaty E. 1987. Budidaya Rumput Laut dan Cara Pengolahannya. Penerbit Bhatara. Jakarta.
Alpis. 2002. Mempelajari pembuatan kloro-karagenan dari rumput laut jenis Eucheuma cottonii dengan penambahan kombinasi beberapa konsentrasi KOH dan KCl. [Skrips]. Bogor : Jurusan Teknologi Hasil Perikanan. Fakultas Perikanan dan Kelautan. Institut Pertanian Bogor.
Anonim. 1991. Rumput Laut di Indonesia. Seaweed in Indonesia. Penerbit Bank Bumi Daya. Jakarta.
Anggadireja J.T. 1993. Potensi Makro Rumput laute Laut (Seaweed) sebagai Pangan dan Nilai Gizi Berbeda Jenis. Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi V. LIPI. Jakarta 20-22 April 1993.
Anggadireja J.T., A. Zatnika. Heri Purwoto dan Sri Istini. 2008. Rumput Laut. Penebar Swadaya. Jakarta.
Angka SL dan Suhartono MT. 2000. Bioteknologi Hasil Laut. Cetakan Pertama. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan. IPB.
A/S Kobenhvns Pektifabrik. 1978. Carrageenan. Lilleskensved. Denmark. P 156-157.
AOAC. 1990. Official Methods of Analysis the Association. 15th. Ed. AOAC. Virginia: AOAC Inc. Arlington.
Apriyantono AD. Fardiaz D. Puspitasari N. Sodarnawati. Budiyanto S. 1989. Analisis Pangan. Bogor: Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. IPB.
Arifin M. 1994. Penggunaan Kappa Karagenan Sebagai Penstabil (stabilizer) pada pembuatan fish loaf dari ikan tongkol ( Euthynnus sp) (Skripsi). Jurusan Teknologi Hasil Perikanan. Fakultas Perikanan dan Kelautan. IPB. Bogor.
Asp. N.G.. H. Halmer and M. Siljestrom. 1983. Rapid Enzymatic Assay of Insoluble and Soluble Dietary Fiber. Journal Dietary Fiber. J. Agri. Food Chem. 31 : 476-482.
Astawan M. Koswara S. Herdiani F. 2004. Pemanfaatan Rumput Laut (Eucheuma cottonii) untuk Meningkatkan Kadar lodium dan Serat Pangan pada Selai dan Dodol. Jurnal Teknologi dan Industri pangan. XV (1): 61.
Atmadja WS., Kadi A. Sulistijo. Rachmaniar. 1995. Pengenalan Jenis-Jenis Rumput Laut Indonesia. Jakarta : Puslitbang Oseanologi-LIPI
Atlas R.M. 1994. Microorganism in Our World. University of Louisville.
Louisville. Kentucky.
61
Banadib, Ahmad dan Khoiruman. 2009. Optimasi Pengeringan pada Pembuatan Karaginan Dengan Proses Ekstraksi dari Rumput Laut Jenis Eucheuma cottonii. Jurnal Teknik Kimia Universitas Dipenogoro. Semarang.
Basmal, J. 2001. Perkembangan Teknologi Riset Penanganan Pasca Panen dan Industri Rumput Laut. Forum Rumput Laut. Jakarta: Pusat Riset Pengolahan produk dan Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan. Departemen Kelautan dan Perikanan. Hlm 16-22.
Basmal. J., Bakti Berlyanto Sedayu dan Sediadi Bandol Utomo 2009. Effect of KCl on the precipitation of Carrageenan from E.cottonii extract. Journal of Marine and Fisheries Postharvest and Biotechnology – special Edition. Balai Basar Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan. Departemen Kelautan dan Perikanan.
Bawa.,I.G.A.G., A.A. Bawa Putra dan Ida Ratu Laila. 2007. Penentuan pH Optimasi Isolasi Karaginan dari Rumput Laut Eucheuma cottonii. Jurnal Kimia 1 (Vol. 1) Januari 2007 : 15-20.
Buckle KA. RA Edwadrs. GH Fleet. Wooton. 1987. Ilmu Pangan. Diterjemahkan olen Heri Purnomo dan Adiono. Jakarta: Ul-Press.
Chapman, V.J., dan D.J. Chapman. 1980. Seaweed and Their Uses. Third edition Capman and Hall. Metheun Co Ltd. London. P. 194 – 217.
Cottrell IW. Kovacs P. 1980. Alginates dalam Davidson RL(ed). Handbook of
Water Soluble Gums and Resin. New York : Mc-Graw-Hill Book co. CP Kelco Aps. 2004. Carrageenan. http://www.cPKelco.com [15 Desember 2009].
Damerys.,Shinta, Ning Ima Arie Wardayanie dan Dede Abdurakhman. 2006. Standarisasi Ekstraksi Karagenan. Balai Besar Industri Agro. DIPA 2006. Jakarta.
Dea ICM. 1981. Polysaccharides Conformation in Solutions and Gels dalam Food Carbohydrates. Westport. Connecticut : The AVI Publishing Company Inc.
DeMan, MJ. 1997. Kimia Makanan. Padmawinata K, penerjemah; ITB Bandung.
Terjemahan dari : Principles of Food Chemistry. Dewayani. W.. H. Muhammad.. Armiati dan M. B. Nappu. 1999. Uji Teknologi
Pembuatan Sirup Markisa Skala Rumah Tangga. Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. 7(1) : 69-75.
Doty MS. 1987. Eucheuma alvarezii sp (Gigartinales. Rhodophyta) from Malaysia. In : Studies of Seven Commercial Seaweed Resources. Ed. By : MS. Doty. JF Caddy. B. I.A. Abbot and J.N. Noris. Eds. Taxonomy of Economic Seaweeds. California Sea Grant College Program : 37 – 45.
62
Dian., Yasita dan Intan Dewi. 2009. Optimasi Proses Ekstraksi pada Pembuatan Karaginan Dengan dari Rumput Laut Jenis Eucheuma cottonii Untuk Mencapai Foodgrade. Jurnal Teknik Kimia Universitas Dipenogoro. Semarang.
Fachruddien. L. 2002. Cara Membuat Sirup dan Sari Buah. Penebar Swadaya. Jakarta.
Fardiaz. D. 1989. Hidrokoloid. Laboratorium Kimia dan Biokimia Pangan. PAU Pangan dan Gizi. IPB. Bogor.
Fennema. 1996. Food Chemistry. Marcel Dekker Inc. New York. USA
Food Marine Colloids Corp (FMC Corp). 1977. Carrageenan. Marine Colloid Monograph Number One. Springfield New Jersey. USA : Marine Colloid Division FMC Corporation page. 23-29. New Jersey. USA
Food Chemical Codex. 1981. Carrageenan. National Academy Press Washington. P 74-75.
Food Chemical Codex. 1979. Third Supplement to the Food Chemical Codex : Carrageenan. P. 7-10. National Academy of Science. Washington D.C.
Food and Agriculture Organization of the United Nation. 1986. Spesification for Identity and Purity of Certain Food additives. FAO Food and Nutrition Paper. Page. 47-54. Rome.
Food and Agriculture Organization. 1990. Training Manual on Gracilaria Culture and Seaweed Processing in China p. 13-175. Rome.
Food and Agriculture Organization of the United Nation. 2000. Request on the Proposed
Draft Codex General Standard For Fruit Juices and Nectars. Paper. Rome. Italy.
Gaman, P.M dan K.B. Sherrington. 1994. Ilmu Pangan, Pengantar Ilmu Pangan,
Nutrisi dan Mikrobiologi. Edisi Kedua. Gadjah Mada University Press. Bulaksumur, Yogyakarta.
Giancoli, Douglas C. 1998. Fisika. Edisi ke-5 Terjemahan Yuhilja Hanum dan Irwan Arifin. PT. Erlangga. Jakarta.
Glicksman. M. 1983. Food Hydrocolloids. CRS Press. Inc. Florida. Volume II : 74-83
Guiseley. K.B.. N.F. Stanley dan Whitehouse. 1980. Carrageenan. McGraw Hill co. New York. Pp : 199.
Ilham dan Jakkob Arnold. 2009. Optimasi Variabel Proses Pembuatan Karaginan Dengan dari
Rumput Laut Jenis Eucheuma cottonii dengan Response Surface Methodology. Jurnal Teknik Kimia Universitas Dipenogoro. Semarang.
Imeson A. 2000. Carrageenan. Didalam Phillips G.O dan Williams. editors. Handbook of Hydrocolloids. Florida. CRC Press.
63
Istini S dan A. Zatnika. 1991. Optimasi Proses Semirefine Carrageenan dari Rumput Laut Eucheuma cottonii. Di dalam : Teknologi Pasca Panen Rumput Laut. Prosiding Temu Karya Ilmiah; Jakarta. 11-12 Maret 1991. Jakarta Departemen Pertanian hlm 86-95.
Jagtiani, J.H.T., Chan Jr and W.S. Sakai. 1998. Tropical Fruit Processing. Academic Press Inc. San Diego California. USA.
Kadi. A dan Atmadja W.S. 1988. Rumput Laut: Jenis, Produksi, Budidaya dan Pasca Panen. Pusat Penelitian dan Pengembangan Osenologi. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Jakarta.
Mabeu S dan Fleurence J. 1995. Seaweed in Food Products : Biochemical and
Nutritional Aspects. Trends FoodSci Tech 6 : 103-107.
Marshall RT dan Arbuckle WS. 1996. Ice cream. New York: Chapman and Hall.
Marpaung. P. 2001. Pengaruh Konsentrasi Gula Pasar Terhadap Mutu Dodol Rumput Laut. [Skripsi]. Teknologi Hasil Perikanan. Fakultas Ilmu Perikanan dan Kelautan. IPB.
Marine Colloids FMC. 1978. Raw Materials Test Laboratory Standard Practice. New Jersey: Marine Colloids Div. Corp. Springfield. USA. P. 79-92.
Moirano. A.L. 1977. Sulfate Seaweed Polysacharides dalam Food Colloids. The AVI Publ.co.Westport Conneticut. Pp 347-381.
Mubarak, H. 1981. Percobaan Budidaya Rumput Laut Eucheuma spinosum di Perairan Lorok. Pacitan dan Kemungkinan Pengembangannya. Balai Penelitian Perikanan Laut. Jakarta.
Murdinah. 2008. Pengaruh Bahan Pengestrak dan Penjendal Terhadap Mutu Karaginan dari Rumput Laut Eucheuma cottonii. Prosiding Seminar Nasional Tahunan V Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan tahun 2008 Jilid 3. Kerjasama Jurusan Perikanan dan Kelautan UGM dengan Balai Basar Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan.
Niam, Ragil Khoirul. 2009. Aplikasi Edible Coating Berbasis Kappa-Karagenan dengan Penambahan CMC untuk Memperpanjang Umur Simpan Buah Salak Pondoh (Sallaca edulis Reinw.). Tesis. Dep. Teknologi Industri Pertanian. Fateta-IPB.
Peranginangin, R., Bandol BS dan Mulyasari. 2003. Teknologi Pemanfaatan Rumput Laut.
Badan Riset Kelautan dan Perikanan. Depertemen Kelautan dan Perikanan. Pelczar, Michael J dan E.C.S. Chan.2006. Elements of Microbiology. Penerjemah Ratna Siri
Hadioetomo, Teja Imas, S. Sutarmi dan Sri Lestari Angka dalam Dasar-dasar Mikrobiologi. Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press). Jakarta.
Poncomulyo. 2006. Budidaya dan Pengolahan Rumput Laut. Jakarta : Agro Media Pustaka. Jakarta.
64
Purnama. Ray Chandra. 2003. Optimasi Proses Pembuatan Karaginan dari Rumput Laut Eucheuma cottonii. Skripsi. Fakultas Teknologi Hasil Perikanan. IPB. Bogor. Indonesia.
Ristanti. 2003. Pembuatan Tepung Rumput Laut (Eucheuma cottonii) Sebagai Sumber lodium dan Dietary Fiber. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. IPB. Bogor. Indonesia.
Sarjana. P dan Widia W. 1998. Mempelajari Teknik Pengolahan Rumput Laut Menjadi
Karaginan Secara Hidratasi. Universitas Udayana. Denpasar. Bali.
Satari. R. 1996. Pengenalan Jenis-jenis Rumput Laut Indonesia. Puslitbang Oceanologi. LIPI. Jakarta.
Satuhu, S. 2003. Penanganan dan Pengolahan Buah. Cetakan ke IV. Penebar Swadaya. Jakarta
Sheng Yao. Wanging SL. L Zhien and Yanxia Z. 1986. Preparation and Properties of Carrageenan From some Species of Eucheuma in Hainan Island Cina. Journal Fish China. 10 (1) : p 104 – 119.
Siregar. D. 2009. Peningkatan Mutu dan Keamanan Produk Olahan Markisa di PT. Pintu Besar Selatan. Tesis Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor
Suryaningrum. TD. 1988. Kajian Sifat-sifat Mutu Komoditi Rumput Laut Budidaya Jenis Eucheuma cottonii dan Eucheuma spinosum. Tesis. IPB. Bogor. Indonesia.
Smidsrod, O., Andersen, H. Grdsdalen, B. Larsen dan T. Painter. 1980. Evidence for A Salt Promoted Frezz-out of Linkage Conformation dalam Carrageenan as a Prequisite for Gel Formation. Carb. Res. 80 :c11
Suryaningrum, Th. D., Murdina. dan Erlina. M.D. 2003. Pengaruh Perlakuan Alkali
dan Volume Larutan Pengekstrak Terhadap Mutu Karaginan dari Rumput Laut Eucheuma cottonii. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia. Edisi Pasca Panen. Badan Riset Perikanan dan Kelautan Departemen Kelautan Perikanan 9(5) :65 – 76.
Suwandi R. Iriani S. Bambang R dan Uju S. 2002. Rekayasa Proses Pengolahan dan Optimasi Produksi Hidrokoloid Semi Basali (Intermediate Moisture Food) Dari Rumput Laut. Laporan Akhir Penelitian Hibah Bersaing PT Tahun Anggaran 2001/2002. IPB. Bogor.
Syarief., Rizal dan Hariyadi Halid. 1993. Teknologi Penyimpanan Pangan. Kerja sama dengan Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi IPB. Penerbit Arcan. Jakarta.
Syahrul. 2005. Penggunaan Fikokoloid Hasil Ekstraksi Rumput Laut Sebagai Substitusi Pada Es Krim. (Thesis S2). Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Suptijah. P.2002. Rumput Laut : prospek dan Tantangannya. http://rudyct.tripod.com/sem2 012/pipih suptijah.htm.
65
Syamsuar. 2005. Karakteristik Karaginan Rumput Laut Eucheuma cottonii pada berbagai Umur Panen. Konsentrasi KOH dan Lama Ekstraksi. Tesis. Fakultas Perikanan. IPB.
Towle, A.G. 1973. Carrageenan. In : R.L. Whistler (Ed). Industrial Gum : Polysacharides
and Their Derivates. Academic Press. London. Pp 84 – 109. Tranggono, S., Haryadi, Suparmo, A. Murdiati, S. Sudarmadji, K. Rahayu, S.
Naruki dan M. Astuti. 1991. Bahan Tambahan Makanan (Food additive). PAU Pangan dan Gizi UGM. Yogyakarta.
Verheij and R.E. Coronel. 1997. PROSEA : Sumber Daya Nabati Asia Tenggara 2.
Buah-buahan yang Dapat dimakan. PT. Gramedia. Jakarta. Vieira E.R. 1996. Elementary Food Science. Fourth edition. Chapman and Hall.
New York.
Winarno. FG. 1990. Teknologi Pengolahan Rumput Laut. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. Jakarta.
Winarno. FG. 1996. Teknologi Pengolahan Rumput Laut. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. Jakarta.
Widjanarko. S.B. 1996. Perubahan Sifat Fisiko-Kimia dan Sensoris Sirup Pisang
dari Tiga Varietas pisang yang Berbeda Akibat Penggunaan Na-CMC pada konsentrasi yang Berbeda. Jurnal Universitas Brawijaya. 8(2) : 105-114.
Yunizal. Murtini JT. Utomo BS dan Suryaningrum TH. 2000. Teknologi Pemanfaatan Rumput Laut. Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan Eksplorasi Laut dan Perikanan. Hlm 1-11. Jakarta.
Zulfriady. D dan Sudjatmiko W. 1995. Pengaruh Kalsium Hidroksida dan Sodium Hidroksida Terhadap Mutu Karaginan Rumput Laut Eucheuma spinosum. Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan Bidang Pasca panen. Sosial Ekonomo Penangkapan. Hlm 137-146. Jakarta.
http://www.Informasi IPTEK/teknologi_tepat_guna_menristek.htm. Sari dan Sirup
Buah. [10 Januari 2010].
http://www.bi.go.id.sipuk/id/lm/markisa [20 November 2010]
http://www.food.gov.uk/safereating/chemsafe/additivesbranch/. Food Additives in the European Union by Dr. David Jukes. (6 Maret 2011)
66
LAMPIRAN
67
Lampiran 1 Rekapitulasi data rendemen karaginan
Sampel Ulangan
1 2 3 Rerata
A1B1C1 A1B1C2 A1B2C1 A1B2C2
28.50 33.25 33.25 28.50
28.50 32.78 34.20 33.25
20.80 29.28 25.44 24.48
25.93 31.77 30.96 28.74
A2B1C1 A2B1C2 A2B2C1 A2B2C2
25.92 24.00 26.40 25.44
31.20 33.80 36.40 33.80
31.20 26.00 33.80 28.60
29.44 27.93 32.20 29.28
A3B1C1 A3B1C2 A3B2C1 A3B2C2
33.29 17.59 46.13 17.83
22.12 29.19 30.06 30.93
22.16 18.49 25.87 25.73
25.86 21.76 34.02 24.83
Lampiran 1a Analisis sidik ragam rendemen karaginan
Source Type III Sum of Squares
df Mean Square
F Sig.
Corrected Model 405.860a 11 36.896 1.139 .376 Intercept 29362.822 1 29362.822 906.265 .000 Perbandingan air 69.004 2 34.502 1.065 .361 Konsentrasi KCl 75.183 1 75.183 2.320 .141 Suhu presipitasi 49.714 1 49.714 1.534 .227 Perbandingan air*Konsentrasi KCl 35.065 2 17.532 .541 .589 Perbandingan air*Suhu presipitasi 107.252 2 53.626 1.655 .212 Konsentrasi KCl*Suhu presipitasi 53.035 1 53.035 1.637 .213 Perbandingan*Konsentrasi*Suhu 16.608 2 8.304 .256 .776 Error 777.596 24 32.400 Total 30546.278 36 Corrected Total 1183.456 35
68
Lampiran 2 Rekapitulasi data viskositas karaginan Sampel Ulangan
1 2 3 Rerata A1B1C1 A1B1C2 A1B2C1 A1B2C2
155 150 110 120
160 150 105 100
160 135
107.5 120
158.33 145.00 107.50 113.33
A2B1C1 A2B1C2 A2B2C1 A2B2C2
97.5 95
90.5 85
112.5 105 105 80
110.95 135
107.5 100
106.98 111.67 101.00 88.33
A3B1C1 A3B1C2 A3B2C1 A3B2C2
60 60
57.5 52.5
50 50 40 55
55 50 60
52.5
55.00 53.33 52.50 53.33
Lampiran 2a Analisis sidik ragam viskositas karaginan
Source Type III Sum of Squares df Mean
Square F Sig.
Corrected Model 43141.326a 11 3921.939 42.939 .000 Intercept 328510.475 1 328510.475 3596.663 .000 Perbandingan air 36790.867 2 18395.433 201.401 .000 Konsentrasi KCl 3267.075 1 3267.075 35.769 .000 Suhu presipitasi 66.558 1 66.558 .729 .402 Perbandingan air*Konsentrasi KCl 2486.900 2 1243.450 13.614 .000 Perbandingan air* Suhu presipitasi 23.950 2 11.975 .131 .878 Konsentrasi KCl*Suhu presipitasi 4.658 1 4.658 .051 .823 Perbandingan*Konsentrasi*Suhu 501.317 2 250.658 2.744 .084 Error 2192.102 24 91.338 Total 373843.902 36 Corrected Total 45333.427 35 Lampiran 2b Uji lanjut BNT 5%
Perbandingan air Rata-rata 1:20 131.042a 1:30 101.996b 1:40 53.542c
Lampiran 2c Uji lanjut BNT 5%
Konsentrasi KCl Rata-rata 1:20 105.053a 1:40 86.000b
Lampiran 2d Uji lanjut BNT 5% Perbandingan air Konsentrasi KCl Rata-rata 1:20 1 151.667a
1.5 110.417b 1:30 1 109.325b
1.5 94.667c 1:40 1 54.167d
1.5 52.917d
69
Lampiran 3 Rekapitulasi data kekuatan gel karaginan Sampel Ulangan
1 2 3 Rerata A1B1C1 A1B1C2 A1B2C1 A1B2C2
1896 1592.1 1678.3 1851.5
2194.14 2024.6 2489.2 2358.4
2115.4 2074.72 2138.84 2399.02
2068.6 1897.14 2102.113 2202.973
A2B1C1 A2B1C2 A2B2C1 A2B2C2
1843.56 1780.72 1755.108 1517.500
2255.78 2142.304 2016.55 2195.98
2432.49 2129.49 1932.56 1546.36
2177.276 2017.505 1901.406 1753.28
A3B1C1 A3B1C2 A3B2C1 A3B2C2
2384.149 2183.713 2182.171 2121.397
1517.15 1594.238 1733.564 1462.063
1690.95 2007.301 1897.157 897.007
1864.083 1928.417 1937.631 1493.489
Lampiran 3a Analisis sidik ragam kekuatan gel karaginan
Source Type III Sum of Squares df Mean
Square F Sig.
Corrected Model 1.831E13 12 1.526E12 3.045 .011 Intercept 4.560E12 1 4.560E12 9.098 .006 Perbandingan air 1.366E13 2 6.830E12 13.627 .000 Konsentrasi KCl 1.875E10 1 1.875E10 .037 .848 Suhu presipitasi 6.458E10 1 6.458E10 .129 .723 Perbandingan air*Konsentrasi KCl 1.174E11 2 5.868E10 .117 .890 Perbandingan air Suhu presipitasi 5.667E10 2 2.834E10 .057 .945 Konsentrasi KCl*Suhu presipitasi 2.416E12 1 2.416E12 4.820 .038 Perbandingan* Konsentrasi*Suhu 1.287E12 2 6.435E11 1.284 .296 Error 1.153E13 23 5.012E11 Total 4.270E13 36 Corrected Total 2.984E13 35 Lampiran 3b Uji lanjut BNT 5%
Perbandingan air Rata-rata 1:20 2013.761a 1:30 1962.37a 1:40 1773.99b
Lampiran 3c Uji lanjut BNT 5% Konsentrasi KCl Suhu presipitasi Rata-rata 1 15 151.667a
30 110.417b 1.5 15 54.167 c
30 52.917c
70
Lampiran 4 Rekapitulasi data kadar air karaginan
Sampel Ulangan
1 2 3 Rerata A1B1C1 A1B1C2 A1B2C1 A1B2C2
7.48 11.38 10.72 9.14
9.25 9.08 8.45 8.78
9.02 8.73 8.89 8.87
8.58 9.73 9.35 8.93
A2B1C1 A2B1C2 A2B2C1 A2B2C2
9.05 8.3 7.1
9.03
8.95 8.98 8.64 9.9
8.87 8.48 10.97 9.43
8.95 8.58 8.90 9.45
A3B1C1 A3B1C2 A3B2C1 A3B2C2
6.59 8.65 5.67 7.19
7.61 8.49 7.64 7.93
6.43 7.77 6.98 7.68
6.87 8.30 6.76 7.6
Lampiran 4a Analisis sidik ragam kadar air karaginan
Source Type III Sum of Squares df Mean
Square F Sig.
Corrected Model 30.661a 11 2.787 3.223 .008 Intercept 2603.040 1 2603.040 3009.933 .000 Perbandingan air 22.661 2 11.330 13.101 .000 Konsentrasi KCl .000 1 .000 .000 .986 Suhu presipitasi 2.507 1 2.507 2.899 .102 Perbandingan air*Konsentrasi KCl .997 2 .498 .576 .570 Perbandingan air*Suhu presipitasi 1.752 2 .876 1.013 .378 Konsentrasi KCl*Suhu presipitasi .384 1 .384 .444 .511 Perbandingan*Konsentrasi*Suhu 2.360 2 1.180 1.365 .275 Error 20.756 24 .865 Total 2654.457 36 Corrected Total 51.416 35 Lampiran 4b Uji lanjut BNT 5%
Perbandingan air Rata-rata 1:20 2013.761a 1:30 1962.37a
11:40 1773.99b
71
Lampiran 5 Rekapitulasi data kadar abu karaginan
Sampel Ulangan
1 2 3 Rerata A1B1C1 A1B1C2 A1B2C1 A1B2C2
27.04 29.59 30.56 31.4
26.86 28.46 29.24 30.34
29.74 30.73 32.45 32.63
27.88 29.59 30.75 31.45
A2B1C1 A2B1C2 A2B2C1 A2B2C2
32.86 33.02 34.51 35.63
30.68 30.87 32.02 34.08
21.75 30.51 33.27 32.55
28.43 31.46 33.26 34.08
A3B1C1 A3B1C2 A3B2C1 A3B2C2
36.02 27.97 38.33 39.82
35.93 26.93 38.14 39.78
36.48 33.88 38.09 37.08
36.02 29.59 38.18 38.89
Lampiran 5a Analisis sidik ragam kadar abu karaginan
Source Type III Sum of Squares
df Mean Square
F Sig.
Corrected Model 446.238a 11 40.567 7.497 .000 Intercept 37952.235 1 37952.235 7013.537 .000 Perbandingan air 206.418 2 103.209 19.073 .000 Konsentrasi KCl 139.870 1 139.870 25.848 .000 Suhu presipitasi .077 1 .077 .014 .906 Perbandingan air*Konsentrasi KCl 17.191 2 8.595 1.588 .225 Perbandingan air*Suhu presipitasi 40.039 2 20.019 3.700 .040 Konsentrasi KCl*Suhu presipitasi 3.829 1 3.829 .708 .409 Perbandingan*Konsentrasi*Suhu 38.816 2 19.408 3.587 .043 Error 129.871 24 5.411 Total 38528.344 36 Corrected Total 576.109 35 Lampiran 5b Uji lanjut BNT 5%
Perbandingan_air Rata-rata 1 : 20 29.920a 1:30 31.813a 1:40 35.674b
Lampiran 5c Uji lanjut BNT 5%
Konsentrasi KCl Rata-rata 1 30.498a
1.5 34.440b Lampiran 5d Uji lanjut BNT 5% Perbandingan air Suhu ekstraksi Rata-rata 1:20 20 29.315a
30 30.525 a 1:30 15 30.848 a
30 32.777 a 1:40 15 37.105 b
30 34.243c
72
Lampiran 5e Uji lanjut BNT 5% Perbandingan air Konsentrasi KCl Suhu presipitasi Rata-rata 1:20 1 15 27.880a
30 27.880a 1.5 15 29.593ab
30 30.750b 1:30 1 15 31.457bc
30 28.430ab 1.5 15 31.467c
30 33.267 cd 1:40 1 15 34.087 cd
30 36.023 cd 1.5 15 38.187 cd
30 38.893 d Lampiran 6 Rekapitulasi data kadar abu tak larut asam karaginan
Sampel Ulangan 1 2 3 Rerata
A1B1C1 A1B1C2 A1B2C1 A1B2C2
0.8 0.5 0.4 0.9
1.3 1.2 0.3 0.5
0.6 0.8 0.5 1.2
0.9 0.83 0.4
0.86 A2B1C1 A2B1C2 A2B2C1 A2B2C2
0.8 0.4 1.2 1.3
1.3 0.6 1.2 0.5
0.6 0.4 1.3 0.2
0.9 0.46 1.23 0.33
A3B1C1 A3B1C2 A3B2C1 A3B2C2
0.63 0.3
0.65 0.84
0.84 0.42 0.49 0.4
0.63 0.41 0.45 0.67
0.7 0.37 0.53 0.63
Lampiran 6a Analisis sidik ragam kadar abu tak larut asam karaginan
Source Type III Sum of Squares df Mean
Square F Sig.
Corrected Model 2.467a 11 .224 4.229 .002 Intercept 16.714 1 16.714 315.252 .000 Perbandingan air .263 2 .132 2.483 .105 Konsentrasi KCl .008 1 .008 .147 .705 Suhu presipitasi .331 1 .331 6.236 .020 Perbandingan air*Konsentrasi KCl .192 2 .096 1.807 .186 Perbandingan air*Suhu presipitasi 1.158 2 .579 10.920 .000 Konsentrasi KCl*Suhu presipitasi .062 1 .062 1.163 .292 Perbandingan*Konsentrasi*Suhu .454 2 .227 4.278 .026 Error 1.272 24 .053 Total 20.453 36 Corrected Total 3.739 35 Lampiran 6b Uji lanjut BNT 5%
Suhu Presipitasi Rata-rata 15 0.777a 30 0.586b
73
Lampiran 6c Uji lanjut BNT 5% Perbandingan air Suhu ekstraksi Rata-rata 1:20 15 0.650 a
30 0.850 b 1:30 15 1.067 c
30 0.400 d 1:40 15 0.615 ad
30 0.507 ad Lampiran 6d Uji lanjut BNT 5% Perbandingan air Konsentrasi KCl Suhu presipitasi Rata-rata 1:20 1 15 0.900 a
30 0.833 b 1.5 15 0.400 c
30 0.867 ab 1:30 1 15 0.900 a
30 0.467 c 1.5 15 1.233 d
30 0.333 e 1:40 1 15 0.700 bc
30 0.377 e 1.5 15 0.530 bc
30 0.637 bc
Lampiran 7 Rekapitulasi data kadar sulfat karaginan Sampel Ulangan
1 2 3 Rerata A1B1C1 A1B1C2 A1B2C1 A1B2C2
18.88 17.97 19.33 17.81
18.93 18.65 18.45 18.33
17.83 18.45 18.08 18.01
18.55 18.36 18.62 18.05
A2B1C1 A2B1C2 A2B2C1 A2B2C2
17.15 17.3 17.18 16.47
17.43 17.96 17.85 17.37
17.65 18.16 17.18 17.6
17.41 17.81 17.40 17.15
A3B1C1 A3B1C2 A3B2C1 A3B2C2
17.38 16.45 17.36 16.58
17.16 17.67 16.78 16.17
19.15 16.48 16.78 1699
17.89 16.86 16.97 16.58
Lampiran 7a Analisis sidik ragam kadar sulfat karaginan
Source Type III Sum of Squares df Mean
Square F Sig.
Corrected Model 15.228a 11 1.384 4.471 .001 Intercept 11199.636 1 11199.636 36172.913 .000 Perbandingan air 11.056 2 5.528 17.855 .000 Konsentrasi KCl 1.113 1 1.113 3.595 .070 Suhu presipitasi 1.044 1 1.044 3.371 .079 Perbandingan air*Konsentrasi KCl .359 2 .180 .580 .567 Perbandingan air *Suhu presipitasi .924 2 .462 1.491 .245 Konsentrasi KCl*Suhu presipitasi .039 1 .039 .127 .725 Perbandingan *Konsentrasi *Suhu .693 2 .347 1.119 .343 Error 7.431 24 .310 Total 11222.295 36 Corrected Total 22.659 35
74
Lampiran 7b Uji lanjut BNT 5% Perbandingan_air Rata-rata
1:20 18.393a 1:30 17.442b 1:40 17.079b
Lampiran 8 Rekapitulasi data derajat putih karaginan
Sampel Ulangan
1 2 3 Rerata A1B1C1 A1B1C2 A1B2C1 A1B2C2
56.2 47.3 49.5 51.5
53.6 52.8 53.6 55.6
56.1 54.6 54.2 54.5
55.3 51.57 52.43 53.87
A2B1C1 A2B1C2 A2B2C1 A2B2C2
41.2 39.7 42.5 44.3
52.3 52.8 53.5 53.4
46.7 44.7 43.6 44.5
46.73 45.73 46.53 47.4
A3B1C1 A3B1C2 A3B2C1 A3B2C2
45.3 61.2 59.2 48.6
57.9 53.3 58.8 59.8
60.3 43.1 59.8 57.5
54.5 52.53 59.27 55.3
Lampiran 8a Analisis sidik ragam derajat putih karaginan
Source Type III Sum of Squares df Mean
Square F Sig.
Corrected Model 607.090a 11 55.190 1.901 .091 Intercept 96462.007 1 96462.007 3322.394 .000 Perbandingan air 506.654 2 253.327 8.725 .001 Konsentrasi KCl 17.500 1 17.500 .603 .445 Suhu presipitasi 17.780 1 17.780 .612 .442 Perbandingan air*Konsentrasi KCl 12.884 2 6.442 .222 .803 Perbandingan air*Suhu presipitasi 26.637 2 13.319 .459 .638 Konsentrasi KCl*Suhu presipitasi 6.334 1 6.334 .218 .645 Perbandingan*Suhu*Konsentrasi 19.301 2 9.650 .332 .720 Error 696.813 24 29.034 Total 97765.910 36 Corrected Total 1303.903 35 Lampiran 8b Uji lanjut BNT 5%
Perbandingan air Rata-rata 1:20 53.292a 1:30 46.600b 1:40 55.400a
75
Lampiran 9 Analisis sidik ragam dan Uji lanjut BNT 5% karaginan KCl dan IPA
Lampiran 9a Analisis sidik ragam kadar air karaginan KCl dan IPA
Source Sum of Squares df Mean
Square F Sig.
Between Groups .968 1 .968 .897 .397 Within Groups 4.315 4 1.079 Total 5.283 5 Lampiran 9b Analisis sidik ragam kadar abu karaginan KCl dan IPA Source Sum of
Squares df Mean
Square F Sig.
Between Groups
113.187 1 113.187 18.515 .013
Within Groups 24.454 4 6.113 Total 137.641 5 Lampiran 9c Uji lanjut BNT 5% Karaginan Rata-rata
KCl 29.5933 a IPA 20.9067 b
Total 25.2500 Lampiran 9d Analisis sidik ragam kadar abu tak larut asam karaginan KCl dan IPA
Source Sum of Squares df Mean
Square F Sig.
Between Groups
.144 1 .144 2.208 .211
Within Groups
.261 4 .065
Total .405 5 Lampiran 9e Analisis sidik ragam kadar sulfat karaginan KCl dan IPA
Source Sum of Squares df Mean
Square F Sig.
Between Groups .017 1 .017 .030 .870 Within Groups 2.258 4 .565 Total 2.275 5 Lampiran 9f Analisis sidik ragam kekuatan gel karaginan KCl dan IPA
Source Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 689322.615 1 689322.615 17.102 .014 Within Groups 161223.596 4 40305.899 Total 850546.211 5 Lampiran 9g Uji lanjut BNT 5% Karaginan Rata-rata
KCl 1897.1400 a IPA 1219.2400 b
Total 1558.1900
76
Lampiran 9h Analisis sidik ragam viskositas karaginan KCl dan IPA
Source Sum of Squares df Mean
Square F Sig.
Between Groups 26666.667 1 26666.667 172.973 .000 Within Groups 616.667 4 154.167 Total 27283.333 5 Lampiran 9i Uji lanjut BNT 5% Karaginan Rata-rata
KCl 145.0000 a IPA 278.3333 b
Total 211.6667
Lampiran 9j Analisis sidik ragam derajat putih karaginan KCl dan IPA
Source Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 84.375 1 84.375 11.230 .029 Within Groups 30.053 4 7.513 Total 114.428 5 Lampiran 9k Uji lanjut BNT 5% Karaginan Rata-rata
KCl 51.5667a IPA 44.0667b
Total 47.8167 Lampiran 10 Analisis sidik ragam nilai pH sirup markisa Source Type III Sum
of Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model .044a 4 .011 12.805 .001 Intercept 162.559 1 162.559 190498.781 .000 Perlakuan .044 4 .011 12.805 .001 Error .009 10 .001 Total 162.611 15 Corrected Total .052 14 Lampiran 10a Uji lanjut BNT 5% Formulasi Rata-rata
A 3.25a B 3.23a C 3.30b D 3.39c
MK 3.28ab
77
Lampiran 11 Analisis sidik ragam viskositas sirup markisa
Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 1.564E7 4 3909493.733 132.296 .000 Intercept 1.355E7 1 1.355E7 458.684 .000 Perlakuan 1.564E7 4 3909493.733 132.296 .000 Error 295510.667 10 29551.067 Total 2.949E7 15 Corrected Total 1.593E7 14
Lampiran 11a Uji lanjut BNT 5% Formulasi Rata-rata
A 168.00 a B 603.33 b C 613.33 b D 2966.66 c
MK 401.66 ab
Lampiran 12 Analisis sidik ragam kekeruhan sirup markisa
Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 541426.667a 4 135356.667 2.528 .107 Intercept 5.351E8 1 5.351E8 9992.988 .000 Perlakuan 541426.667 4 135356.667 2.528 .107 Error 535466.667 10 53546.667 Total 5.362E8 15 Corrected Total 1076893.333 14
Lampiran 12a Uji lanjut BNT 5% Formulasi Rata-rata
A 5610.000 a B 5996.667 ab C 6056.667 b D 6166.667 b
MK 6033.333 b
Lampiran 13 Analisis sidik ragam total gula sirup markisa
Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model .495a 4 .124 41.498 .000 Intercept 5.371 1 5.371 1800.697 .000 Perlakuan .495 4 .124 41.498 .000
Error .030 10 .003 Total 5.896 15
Corrected Total .525 14 Lampiran 13a Uji lanjut BNT 5% Formulasi Rata-rata
A 70.7 a B 54.7 b C 42.0 c D 42.3 c
MK 89.5 d Lampiran 14 Analisis sidik ragam uji organoleptik sirup markisa
78
Lampiran 14a Analisis sidik ragam kenampakan Sirup Markisa Source Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 32.000 14 2.286 .952 .520 Within Groups 72.000 30 2.400
Total 104.000 44 Lampiran 14b Analisis sidik ragam warna sirup markisa
Source Sum of Squares df Mean Square F Sig. Between Groups 16.578 14 1.184 1.110 .389 Within Groups 32.000 30 1.067
Total 48.578 44 Lampiran 14c Analisis sidik ragam rasa manis sirup markisa
Source Sum of Squares df Mean Square F Sig. Between Groups 6.800 14 .486 1.821 .082 Within Groups 8.000 30 .267
Total 14.800 44 Lampiran 14d Analisis sidik ragam rasa asam sirup markisa
Source Sum of Squares df Mean Square F Sig. Between Groups 31.867 14 2.276 1.933 .064 Within Groups 35.333 30 1.178
Total 67.200 44 Lampiran 14e Analisis sidik ragam aroma sirup markisa
Source Sum of Squares df Mean Square F Sig. Between Groups 9.111 14 .651 1.085 .408 Within Groups 18.000 30 .600
Total 27.111 44
79
Lampiran 15 Lembar isian uji perbandingan pasangan
Nama Panelis : Tanggal Pengujian : Nama Produk : Sirup markisa Instruksi Dihadapan saudara terdapat sampel berkode. Bandingkan kenampakan, warna, aroma dan rasa produk dengan kode……….terhadap produk pembanding kode ……….. Berikan tanda √ pada pernytaan yang sesuai dengan penilaian saudara. Setiap penilaian dinetralisir dengan air dan biji kopi. Kenampakan Warna Larutan tercampur sempurna, Sangat lebih cerah tidak terbentuk endapan Larutan tercampur agak sempurna, Lebih cerah tidak terbentuk endapan Larutan tercampur agak sempurna, Agak lebih cerah sedikit terbentuk endapan Tidak berbeda Tidak berbeda Larutan tercampur tidak sempurna, Agak kurang cerah tidak terbentuk endapan Larutan tercampur tidak sempurna, Kurang cerah sedikit terbentuk endapan Larutan tercampur tidak sempurna, Sangat kurang cerah terbentu endapan
80
Rasa
Sangat lebih manis Sangat lebih asam Lebih manis Lebih asam Agak lebih manis Agak lebih asam Tidak berbeda Tidak berbeda Agak kurang manis Agak kurang asam Kurang manis , Kurang asam Sangat kurang manis Sangat kurang asam
Aroma
Sangat lebih khas markisa Lebih khas markisa Agak lebih khas markisa Tidak berbeda Agak kurang khas markisa Kurang khas markisa Sangat kurang khas markisa
Komentar/Catatan
Tanda tangan panelis
81