campur kode

15
1 CAMPUR KODE BAHASA (Campur Kode dalam Novel Ketika Cinta Bertasbih karya Habiburahman El Shirazy) Makalah disusun untuk memenuhi tugas matakuliah Psiko-Sosiolinguistik Dosen pengampu: Dr. Hisyam Zaini, M. A Oleh: Nur Nissa Nettiyawati, S.S 13.2041.0213 JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA ARAB PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ISLAM SEKOLAH PASCASARJANA UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA 2014

Upload: nissa-de-saussure

Post on 27-Nov-2015

298 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Campur Kode dalam Novel Ketika Cinta Bertasbih karya Habiburahman El Shirazy

TRANSCRIPT

Page 1: Campur kode

1

CAMPUR KODE BAHASA

(Campur Kode dalam Novel Ketika Cinta Bertasbih karya Habiburahman El

Shirazy)

Makalah disusun untuk memenuhi tugas matakuliah Psiko-Sosiolinguistik

Dosen pengampu:

Dr. Hisyam Zaini, M. A

Oleh:

Nur Nissa Nettiyawati, S.S

13.2041.0213

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA ARAB

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ISLAM

SEKOLAH PASCASARJANA UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA

2014

Page 2: Campur kode

2

BAB I

PENDAHULUAN

Bahasa yang bertemu dengan bahasa lain pasti terjadi kontak. Mac Key

menjelaskan bahwa kontak bahasa adalah pengaruh bahasa yang satu dengan bahasa yang

lain secara langsung ataupun secara tidak langsung. Dalam kegiatan sehari-hari kita tidak

biasa lepas dari proses komunikasi dengan bahasa, maka tidak jarang timbul peristiwa

interferensi. Kontak bahasa yang menimbulkan interferensi sering dianggap peristiwa

negatif, karena masuknya unsur-unsur bahasa pertama ke dalam bahasa kedua kedua atau

sebaliknya menyimpang dari kaidah bahasa masing-masing. Weinreich mensinyalir

bahwa interferensi adalah penyimpangan kaidah salah satu bahasa pada seorang

dwibahasawan akibat pemakaian bahasa lebih dari satu1.

Proses terjadinya kontak bahasa dalam suatu interaksi linguistik harus mengetahui

hubungan peran yang ada di antara peserta percakapan. Hal penting yang perlu

diperhatikan adalah bahwa kontak bahasa itu merupakan hasil bersama (joint

production). Salah satu implikasinya para pemakai bahasa harus saling memperhatikan

pembicaraan dalam kontak tersebut2. Pengetahuan tentang hal itu diperoleh bersamaan

atu sekaligus dengan pengetahuan dasar bahasa pertama atau bahasa ibu. Pengetahuan

tersebut juga merupakan bagian dari norma-norma serta perilaku kemasyarakatan yang

merupakan dasar bagi berdirinya suatu masyarakat bahasa. Eksistensi suatu masyarakat

bahasa banyak bergantung pada norma-norma serta perilaku sosial.

Peristiwa kontak bahasa terjadi dalam situasi konteks sosial, yaitu situasi di mana

seseorang belajar bahasa kedua di dalam masyarakatnya. Dalam situasi seperti itu dapat

dibedakan antara situasi belajar bahasa, proses pemerolehan bahasa, dan orang yang

belajar bahasa3. Dalam interaksi sosial terjadi kontak bahasa saling pengaruh dan

mempengaruhi. Orang yang lebih aktif dalam berbicara, akan banyak mendominasi

dalam proses interaksi tersebut. Tak heran apabila suatu bahasa sering dipakai dalam

1 Uriel Weinreich, Languages in Contact, The Hague. Paris, 1953. Hlm 1

2 Abdul Syukur Ibrahim. Kajian Tindak Tutur. Usaha Nasional. 1993, Surabaya, hlm 171

3 Suwito, Pengantar awal Sosiolinguistik, Teori dan Problema. Henary Offset. 1982, Surakarta.

Hlm 39

Page 3: Campur kode

3

berkomunikasi, maka kemungkinan besar bahasa tersebut akan mengalami

perkembangan dalam pemakaiannya.

Dari uraian diatas, kami mencoba menjelaskan mengenai salah satu bentuk kontak

bahasa yaitu campur kode, yang lebih rinci lagi bahasan kami adalah: pengertian campur

kode, latar belakang terjadinya campur kode, kemudian ciri-ciri campur kode, klasifikasi

campur kode, fungsi campur kode serta beberapa contoh study kasus untuk menambah

pemahaman pembaca terhadap materi yang kami buat dalam novel Ketika Cinta

Bertasbih karya Habiburahman El Shirazy.

Page 4: Campur kode

4

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Campur Kode

Suatu keadaan berbahasa lain ialah bilamana orang mencampur dua (atau lebih)

bahasa atau ragam bahasa (speech act atau discourse) tanpa ada sesuatu yang menuntut

percampuran bahasa itu, disebut campur kode4. Campur kode terjadi karena

ketergantungan penutur terhadap pemakaian bahasa. Lebih lanjut, Nababan juga

menjelaskan ciri yang menonjol dalam campur kode ini adalah kesantaian atau situasi

informal. Dalam situasi berbahasa yang formal, peristiwa campur kode kurang

mendominasi. Kalaupun ada campur kode dalam keadaan demikian, itu disebabkan tidak

adanya ungkapan yang terdapat dalam bahasa yang sedang dipakai itu, sehingga perlu

memakai kata atau ungkapan dari bahasa asing yang bersangkutan. Kadang-kadang

terdapat juga campur kode ini bila pembicaraan ingin memamerkan “keterpelajarannya”

atau “kedudukannya”.

Campur kode adalah pemakaian unsur bahasa lain, ragam lain atau gaya lain dalam

suatu pembicaraan yang tanpa memiliki fungsi keotomiannya5. Sebuah kode atau kode

dasar yang digunakan dan memilki fungsi serta keotonomian, sedangkan kode lainnya

sebagai unsur campuran hanyalah berupa serpihan-serpihan saja, tanpa fungsi atau

keotonomian sebagai bentuk sebuah kode.

Subyakto menyatakan bahwa campur kode adalah penggunaan dua atau lebih

bahasa atau ragam bahasa antara orang-orang yang kita kenal dengan akrab. Dalam

situasi berbahasa yang informal ini kita dapat bebas mencampur kode satu bahasa atau

ragam bahasa apabila ada istilah-istilah yang tidak dapat kita ungkapkan dalam bahasa

lain. Campur kode dapat terjadi apabila ada istilah-istilah yang tidak dapat dikatakan

4 Nababan, P.W.J, Sosiolinguistik Suatu Pengantar, PT. Gramedia, 1984, Jakarta. Hlm 32

5 Abdul Chair dan Leonie Agustine, Sosiolinguistik: Perkenalan Awal, Rineka Cipta, 2010,

Jakarta. Hlm 151

Page 5: Campur kode

5

dalam bahasa yang sedang digunakan dalam percakapan, maka akan terjadi campur

kode6.

Dalam literatur lain, campur kode atau yang disebut code mixing adalah

penggunaan satuan bahasa dari satu bahasa ke bahasa lain untuk memperluas gaya bahasa

atau ragam bahasa termasuk di dalam pemakaian kata dan sapaan7. Sering sekali kita

mendengar peristiwa campur kode bahasa dalam percakapan penduduk Indonesia sehari-

hari. Pencampuran bahasa Indonesia dengan bahasa Jawa. Menurut Thelander, campur

kode berbeda dengan alih kode. Campur kode adalah peralihan dari klausa satu ke klausa

bahasa yang lain dan masing-masing klausa masih mendukung fungsi tersendiri,

sedangkan pada campur kode klausa yang menyisipinya tidak mendukung fungsi itu

sendiri atau dengan kata lain klausa tersebut tidak memiliki fungsi keotomian8.

Dari berbagai pengertian mengenai campur kode, maka dapat disimpulkan bahwa

definisi campur kode adalah sebuah peristiwa percampuran dua bahasa atau lebih bahasa

atau ragam bahasa dalam suatu tindak percakapan atau tindak bahasa tanpa ada fungsi

keotomian.

Campur kode merupakan salah satu aspek tentang ketergantungan bahasa

(language dependency) di dalam masyarakat multilingual, hampir tidak mungkin seorang

penutur menggunakan satu bahasa yang lain9. Dalam campur kode, penggunaan dua

bahasa atau lebih itu ditandai oleh:

1) Masing-masing bahasa tidak lagi mendukung fungsi tersendiri malainkan

mendukung satu fungsi, dan

2) Fungsi masing-masing bahasa ditandai oleh adanya hubungan timbal balik antara

peranan dan fungsi kebahasaan.

6 Utari Sri Subyakto, Metode Pengajaran Bahasa, Duta Wacana University Press, 1988,

Yogyakarta. Hlm 94-95 7 Harimurti Kridalaksana, Fungsi Bahasa dan Sikap Bahasa, Nusa Indah, 1980. Flores. Hlm 35

8 Suwito, Pengantar awal Sosiolinguistik, Teori dan Problema. Henary Offset. 1983, Surakarta.

Hlm 76 9 Kasyaful Anwar, Campur Kode Pemakaian Bahasa Indonesia pada Pengajian Tuan Guru

Bajang (H.M. Zainul Majdi, M.A.), Skripsi-FKIP, 2006, Universitas Mataram. Hlm 16

Page 6: Campur kode

6

Dalam masyarakat multilingual, terdapat juga gejala lain yang disebut Alih Kode

(code swithcing). Chaer membedakan Alih Kode (code switching) dengan Campur Kode

(code mixing). Apabila di dalam alih kode fungsi konteks dan relevansi situasi

merupakan ciri-ciri ketergantungan, sedangkan di dalam campur kode ciri-ciri

ketergantungan ditandai oleh adanya hubungan timbal balik antara peranan dan fungsi

kebahasaan. Kalau di dalam alih kode, masing-masing unsur bahasa tetap

mempertahankan fungsinya sendiri-sendiri, maka di dalam gejala campur kode, unsur-

unsur bahasa yang disisipkan oleh penutur (dwibahasawan) disela-sela tuturannya, tidak

lagi mendukung fungsi tersendiri, melainkan unsur-unsur yang merupakan gejala campur

kode tersebut mendukung satu fungsi, sehingga alih kode dibedakan dari campur kode.

Alih kode terjadi karena bersebab, sedangkan campur kode terjadi tanpa alasan10

.

The lander lebih lanjut menjelaskan perbedaan alih kode dan campur kode. Bila di

dalam suatu peristiwa tutur terjadi peralihan dari klausa suatu bahasa ke klausa bahasa

lain, maka peristiwa yang terjadi adalah alih kode. Tetapi, apabila di dalam suatu

peristiwa tutur, klausa-klausa maupun frase-frase yang digunakan terdiri atas klausa dan

frase campuran (hybrid, clauses, hybrid phrases) dan masing-masing klausa atau frase itu

tidak lagi mendukung fungsi sendiri-sendiri, maka peristiwa yang terjadi adalah campur

kode11

.

Campur kode terjadi bilamana seseorang mencampurkan dua atau lebih bahasa

atau ragam bahasa dalam suatu tindak berbahasa tanpa ada sesuatu dalam situasi

berbahasa yang menuntut percampuran bahasa12

. Campur kode memiliki ketergantungan

yang ditandai oleh adanya hubungan timbal balik antara peranan dan fungsi bahasa.

Dalam gejala campur kode unsur-unsur bahasa yang disisipkan oleh penutur

(dwibahasawan) di sela-sela tuturan yang digunakan itu tidak lagi mendukung fungsi

tersendiri, melainkan unsur-unsur yang merupakan gejala campur kode tersebut

mendukung suatu fungsi. Fasold menawarkan bahwa kriteria gramatika untuk campur

10

Abdul Chaer, Linguistik Umum, Rineka Cipta, 1994, Jakarta. Hlm 69 11

Abdul Chair dan Leonie Agustine, Sosiolinguistik: Perkenalan Awal, Rineka Cipta, 2010,

Jakarta. Hlm 151 12

Aslinda dan Leni Syafyahya, Pengantar Sosiolinguistik, Refika Aditama, 2007, Bndung. Hlm

24

Page 7: Campur kode

7

kode dari alih kode. Kalau seseorang menggunakan satu kata atau frase dari suatu bahasa,

berarti ia telah melakukan campur kode13

.

B. Latar Belakang Terjadinya Campur Kode

Apabila seorang penutur dalam tuturannya bercampur kode, maka harus ditanyakan

lebih dahulu siapakah dia. Dalam hal ini sifat-sifat khusus penutur (latar belakang sosial,

tingkat pendidikan, rasa keagamaan, dan sebagainya) sangat penting. Sifat-sifat khusus

penutur akan mewarnai campur kodenya. Di pihak lain fungsi kebahasaan menentukan

sejauh mana bahasa yang dipakai oleh si penutur memberi kesempatan untuk bercampur

kode.

Menurut Suwito, latar belakang terjadinya campur kode pada dasarnya dapat

dikategorikan menjadi dua tipe yaitu: pertama, tipe yang berlatar belakang sikap

(atitudinal type) dan kedua, tipe yang berlatar belakang kebahasaan (linguistic type).

Kedua tipe ini saling bergantung dan tidak jarang bertumpang tindih (overlap). Atas

dasar latar belakang sikap dan kebahasaan yang saling bergantung dan bertumpang tindih

seperti itu, dan kita identifikasikan beberapa alasan atau penyebab yang medorong

terjadinya campur kode. Alasan itu antara lain, (1) identifikasi peranan, (2) identifikasi

ragam, dan (3) keinginan untuk menyelesaikan dan menafsirkan14

.

Campur kode terjadi karena adanya hubungan timbal balik antara peran penutur,

bentuk bahasa, dan fungsi bahasa. Artinya penutur yang mempunyai latar belakang sosial

tertentu, cenderung memilih bentuk campur kode tertentu untuk mendukung fungsi-

fungsi tertentu pula. Pemilihan bentuk campur kode demikian dimaksudkan untuk

menunjukkan status sosial dan identitas kepribadiannya dalam masyarakat.

13 Abdul Chair dan Leonie Agustine, Sosiolinguistik: Perkenalan Awal, Rineka Cipta, 2010,

Jakarta. Hlm 151 14

Suwito, Sosiolinguistik, Sebelas Maret University Press, 1996, Surakarta. Hlm 90-91

Page 8: Campur kode

8

C. Ciri- cirri Campur Kode

Campur kode terjadi akibat pemakaian suatu bahasa dari satu bahasa ke bahasa yang

lain, untuk itu campur kode mempunyai ciri-ciri sebagai berikut.

a) Adanya aspek saling ketergantungan yang ditandai dengan adanya timbal balik

antara peranan dan fungsi kebahasaan.

b) Unsur-unsur bahasa atau variasi-variasi yang menyisipi dalam bahasa lain tidak

lagi mempunyai fungsi tersendiri, melainkan menyatu dengan bahasa yang

disisipinya dan secara keseluruhan mendukung satu fungsi.

c) Wujud dan komponen tutur tidak pernah sampai berwujud kalimat, melainkan

hanya berwujud kata, frasa, idiom, bentuk baster, perulangan kata, dan klausa.

d) Pemakaian bentuk campur kode tertentu kadang-kadang bermaksud untuk

menunjukkan status sosial dan identitas pribadinya di dalam masyarakat.

e) Campur kode dan kondisi yang maksimal merupakan konvergensi kebahasaan

yang unsur-unsurnya berasal dari beberapa bahasa yang masing-masing telah

meninggalkan fungsinya dan mendukung fungsi bahasa yang disisipinya. Unsur

tersebut bisa berbentuk campur kode ke dalam (inner code-mixing) dan campur

kode keluar (outer code-mixing).

Menurut Suwito, campur kode memiliki beberapa ciri-ciri khusus, di antaranya

adalah: (a) unsur-unsur bahasa atau variasi-variasinya yang menyisipkan ke dalam bahasa

lain tidak lagi mempunyai fungsi semula, (b) unsur-unsur bahasa yang terlibat dalam

campur kode terbatas pada tingkat frase saja, (c) dalam kondisi yang maksimal, campur

kode merupakan konvergensi bahasa (linguistic convergence) unsur-unsurnya berasal

dari beberapa bahasa yang masing-masing telang meninggalkan fungsinya dan

mendukung bahasa yang disisipinya15

.

Berdasarkan sumber bahasa yang menyisipinya, maka Suwito membagi campur

kode menjadi dua yaitu: (a) yang bersumber dari bahasa asli dengan segala variasi-

variasinya, dan (b) bersumber dari bahasa asing. Campur kode dengan unsur-unsur

15 Suwito, Pengantar awal Sosiolinguistik, Teori dan Problema. Henary Offset. 1982, Surakarta.

Hlm 75-76

Page 9: Campur kode

9

golongan (a) disebut campur kode dalam atau inner code mixing, sedangkan campur kode

yang unsur-unsurnya dari golongan (b) disebut campur kode ke luar disebut outer code

mixing.

D. Klasifikasi bentuk campur kode

Berdasarkan unsur-unsur kebahasaan yang terlibat dalam campur kode, Suwito

membedakan campur kode menjadi enam macam sebagai berikut16

.

1. Penyisipan unsur-unsur berwujud yang kata. Kata yang dimaksudkan adalah

satuan bahasa yang berdiri sendiri, terdiri dari morfem tunggal atau gabungan

morfem.

2. Penyisipan unsur-unsur yang berwujud frasa. Yang dimaksud dengan frasa adalah

gabungan dua kata atau lebih yang sifatnya tidak predikatif, gabungan kata itu

dapat rapat dan dapat renggang.

3. Penyisipan unsur-unsur yang berbentuk baster. Baster adalah hasil perpaduan dua

unsur bahasa yang berbeda yang membentuk satu makna.

4. Penyisipan unsur-unsur yang berbentuk perulangan kata. Perulangan kata yang

dimaksud adalah kata yang dihasilkan dari proses reduplikasi.

5. Penyisipan unsur-unsur yang berwujud ungkapan atau idiom. Idiom yang

dimaksudkan adalah konstruksi dari unsur-unsur yang saling memilih, masing-

masing anggota memiliki makna yang ada karena bersama dengan anggota yang

lain .

6. Penyisipan unsur-unsur yang berwujud klausa. Klausa adalah satuan gramatikal

yang berupa kelompok kata yang sekurang-kurangnya terjadi dari subyek dan

predikat, dan mempunyai potensi untuk menjadi kalimat17

.

16

Suwito, Sosiolinguistik, Sebelas Maret University Press, 1996, Surakarta. Hlm 92-94 17

Kridalaksana Harimurti, Kamus Linguistik, Gramedia Pustaka Utama, 1993. Jakarta. Hlm 87-110

Page 10: Campur kode

10

E. Fungsi Campur Kode

Peristiwa campur kode terjadi pula karena adanya beberapa fungsi, antara lain:

1. Sebagai Perulangan

Sering kali pesan dalam suatu bahasa (kode) diulangi dengan kode lain, baik

secara literal atau dengan sedikit perubahan. Perulangan berfungsi untuk

memberikan penekanan pada sebuah pesan atau menjelaskan apa yang telah

dikatakan.

2. Sebagai Penyisip Kalimat

Campur kode dapat berfungsi sebagai penyisip kalimat atau penyempurna kalimat

sehingga kalimat itu menjadi kalimat yang utuh, yang bisa berbentuk kata, frasa

atau ungkapan. Maksud utuh di sini, percakapan utuh bukan dalam hal kaidah,

namun menyangkut penggabungan dua bahasa. Penyisipan kalimat di sini

dimaksudkan bahwa dalam peristiwa tutur yang terjadi kalimat-kalimat yang

disampaikan merupakan perpaduan antara dua bahasa atau lebih yang

mengisyaratkan terjadinya peristiwa campur kode.

3. Sebagai Kutipan

Dalam banyak hal, campur kode dapat diidentifikasikan baik sebagai kutipan

langsung maupun sebagai laporan seorang penutur bilingual, dalam sela-sela

pembicaraannya kadang-kadang menggunakan kode (bahasa) lain yang telah

dinyatakan oleh seseorang.

4. Sebagai Fungsi Spesifikasi Lawan Tutur

Penutur bermaksud menyampaikan pesan dengan kode lain kepada salah satu dari

beberapa kemungkinan lawan tutur yang mengerti bahasa penutur.

Page 11: Campur kode

11

5. Unsur Mengkualifikasi Isi Pesan

Bentuk lain dari campur kode adalah pengelompokkan isi-isi pesan dalam bentuk

kalimat, kata kerja, kata pelengkap atau predikat dalam konstruksi bahasa lain18

.

F. Contoh Studi Kasus Campur Kode

Pada pembahasan kali ini, kami mencoba mengungkap sedikit campur kode

dalam novel Ketika Cinta Bertasbih karya Habiburahman El Shirazy. Unsur-unsur

kebahasaan yang terdapat pada novel tersebut terdiri dari kata, frasa, klausa, baster, kata

ulang, dan idiom atau ungkapan. Akan tetapi, kami akan menyajikan sebagian darinya.

Berikut campur kode novel Ketika Cinta Bertasbih karya Habiburahman El

Shirazy:

1. Campur kode berbentuk kata

“Aku salut lho ada mahasiswa mandiri seperti Mas insinyur”. Puji

Eliana (KCB1: 38)

Peristiwa diatas adalah peristiwa campur kode kata bentuk dialog yang

dilakukan oleh tokoh Eliana, masuknya unsur bahasa Jawa ‘Mas’

kedalam tuturan bahasa Indonesia. Fungsi campur kode tersebut adalah

penutur (Eliana) menghormati lawan tuturnya (Azzam).

“Mas insinyur, tolong ya? Please, ya?” Kata Eliana dengan nada

memelas (KCB1: 49

Peristiwa diatas adalah peristiwa campur kode kata bentuk dialog yang

dilakukan oleh tokoh Eliana, masuknya unsur bahasa Inggris ‘Please’

kedalam tuturan bahasa Indonesia yang berti ‘mohon’. Fungsi campur

kode tersebut penutur (Eliana) mempertegas sesuatu (permintaan) agar

lawan tutur (Azzam) mau menolongnya.

18

Gumpers dalam Suwito, Mengkaji awal Sosiolinguistik, Teori dan Problema. Fakultas Sastra

Universitas Sebelas Maret. 1985, Surakarta. Hlm 71

Page 12: Campur kode

12

“Sungguh, aku merasa sangat terhormat menerima surprise ini” sahut

Pak Juneidi (KCB1: 60)

Peristiwa diatas adalah peristiwa campur kode kata bentuk dialog yang

dilakukan oleh tokoh Pak Juneidi, masuknya unsur bahasa Inggris

‘surprise’ ke dalam tuturan bahasa Indonesia, yang berarti ‘kejutan’.

Fungsi campur kode tersebut penutur (Pak Juneidi) mencari jalan

termudah menyampaikan maksud.

Eliana: “Benar, sungguh! Tapi Mas Khairul keburu pulang sih, jadi

sorry dech, ya”. (KCB1: 67)

Peristiwa diatas adalah peristiwa campur kode kata bentuk dialog yang

dilakukan oleh tokoh Eliana, masuknya unsur bahasa Inggris ‘sorry’ ke

dalam tuturan bahasa Indonesia yang berarti ‘maaf’. Fungsi campur

kode tersebut adalah penutur (Eliana) menunjukkan keakraban dalam

situasi santai kepada lawan tutur (Azzam).

Geram Eliana: “Dasar pemuda kampungan kolot! Konservatif!

Pemuda bahlul bin tolol! Awas nanti ya!” (KCB1:69)

Peristiwa diatas adalah peristiwa campur kode kata bentuk dialog yang

dilakukan oleh tokoh Eliana, masuknya unsur bahasa Arab ‘bahlul’

kedalam tuturan bahasa Indonesia, yang berarti ‘bodoh’. Fungsi campur

kode tersebut mempertegas sesuatu (amarah) penutur (Eliana) atas

sikap Azzam kepadanya.

2. Campur kode berbentuk frasa

Astaghfirullah! Ia beristighfar (KCB1: 38)

Peristiwa diatas adalah peristiwa campur kode frasa bentuk deskripsi,

masuknya unsur bahasa Arab ‘Astaghfirullah’ ke dalam teks bahasa

Indonesia bermakna ‘mohon ampun’. Fungsi campur kode tersebut

adalah kebutuhan kosa kata yaitu frasa yang biasa diucapkan umat

islam untuk menyesali perbuatan.

Page 13: Campur kode

13

Eliana: “French kiss, ciuman khas perancis. (KCB1: 67)

Peristiwa diatas adalah peristiwa campur kode frasa bentuk dialog yang

dilakukan oleh tokoh Eliana, masuknya unsur bahasa Inggris ‘French

Kiss’ ke dalam tuturan bahasa Indonesia bermakna ‘ciuman khas

Perancis’. Fungsi campur kode tersebut penutur (Eliana) sedang

membicarakan topic tertentu bersama lawan tuturnya (Azzam) tentang

‘French kiss’.

Azzam shalat Tahiyatul Masjid. Lalu sholat Qobliyah subuh. (KCB1:

75)

Peristiwa diatas adalah campur kode frasa bentuk deskripsi, masuknya

unsur bahasa Arab ‘Tahiyatul Masjid’ kedalam teks bahasa Indonesia.

Fungsi campur kode tersebut kebutuhan kosakata yaitu pengarang

menyebutkan nama shalat sunah yang biasa dilakukan umat Islam

ketika memasuki masjid.

3. Campur kode berbentuk klausa

Keteraturan ini menunjukkan, Tuhan yang menciptakan alam semesta

ini adalah satu, yaitu Allah Azza wa Jalla. Tuhan yang Maha Kuasa.

(KCB1” 42)

Peristiwa diatas adalah peristiwa campur kode klausa bentuk deskripsi,

masuknya unsur bahasa Arab ‘Allah Azza wa Jalla’ ke dalam teks

bahasa Indonesia, bermakna ‘Allah yang tak terkalahkan dan yang

mempunyai kebesaran’. Fungsi campur kode tersebut adalah kebutuhan

kosakata, klausa yang biasa digunakan untuk menyebutkan nama Allah.

Dengan nada bercanda Eliana menjawab “iya!” Husna menimbal

“Hayoh kapokmu kapan” (KCB1: 159)

Peristiwa diatas adalah peristiwa campur kode klausa bentuk dialog

yang dilakukan tokoh Husna, masuknya unsur bahasa Jawa ‘Hayoh

kapokmu kapan’ kedalam teks bahasa Indonesia, bermakna ‘ayo jeramu

kapan’. Fungsi campur kode tersebut adalah penutur (Husna)

Page 14: Campur kode

14

menunjukkan keakraban kepada lawan tutur kakaknya (azzam) serta

kepada Eliana.

Azzam: “Begitu Pak Kiai merasa ada yang pantas memakainya

silahkan Pak Kiai pakaikan di jarinya. Azzam akan sami’na wa

atha’na..” (KCB2: 384)

Peristiwa diatas adalah peristiwa campur kode klausa bentuk dialog

yang dilakukan tokoh Azzam, masuknya unsur bahasa Arab sami’na

wa atha’na ke dalam tuturan bahasa Indonesia, bermakna ‘kami dengar

dan kami taati’. Fungsi campur kode tersebut adalah penutur (Azzam)

mempermudah menyampaikan maksud.

4. Campur kode berbentuk kata ulang

Pak Ali: “coba kau renungkan, apakah ketika aku mewanti-wanti anak

perempuanku agar tidak mencontoh Nicole kidman…” (KCB1: 81)

Peristiwa diatas termasuk peristiwa campur kode kata ulang bentuk

dialog yang dilakukan tokoh Pak Ali, masuknya unsur bahasa Jawa

‘wanti-wanti’ kedalam tuturan bahasa Indonesia. Fungsi campur kode

tersebut adalah memudahkan menyampaikan maksud dalam

komunikasi kepada lawan tutur (Azzam).

Itulah sedikit pemaparan dari kami tentang campur kode dalam novel Ketika Cinta

Bertasbih karya Habiburrahman El Shirazy.

Page 15: Campur kode

15

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Syukur Ibrahim. 1993. Kajian Tindak Tutur. Surabaya: Usaha Nasional.

Aslinda dan Syafyahya, Leni. 2007. Pengantar Sosiolinguistik. Bandung: Refika

Aditama.

Anwar, Kasyaful. 2006. Campur Kode Pemakaian Bahasa Indonesia pada Pengajian

Tuan Guru Bajang (H.M. Zainul Majdi, M.A.) Skripsi-FKIP: Universitas

Mataram.

Chaer, Abdul dan Agustina, Leonie. 2010. Sosiolinguistik: Perkenalan Awal (Edisi

Revisi). Jakarta: Rineka Cipta.

_____. 1994. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.

_____. 1995. Sosiolinguitik Suatu Pengantar. Jakarta: Rineka Cipta.

El shirazy, Habiburahman. Ketika Cinta Bertasbih 1, Jakarta: Republika, 2007

_____. Ketika Cinta Bertasbih 2, Jakarta: Republika, Cet. Ke-6, 2008

Kridalaksana, Harimurti. 1993. Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

_____. 1980. Fungsi Bahasa dan Sikap Bahasa. Flores: Nusa Indah

Nababan, P.W.J. 1984. Sosiolinguistik Suatu Pengantar. Jakarta: PT. Gramedia.

Suwito. 1985. Mengkaji Awal Sosiolinguistik Teori dan Problem. Surakarta: Fakultas

Sastra Universitas Sebelas Maret.

_____. 1983. Pengantar Awal Sosiolinguistik. Teori dan Problem. Surakarta: Henary

Offset.

_____. 1996. Sosiolinguistik. Surakarta: Sebelas Maret University Press..

Subyakto, Utari Sri. 1988. Metode Pengajaran Bahasa. Yogyakarta: Duta Wacana

University Press.

Weinreich, Uriel. 1974. Languages in Contact. Paris: The Hague.