calving interval pada sapi

16
MAKALAH CALVING INTERVAL PADA TERNAK PERAH DOSEN: Ir. Endang Setyowati.MS OLEH: Ahmad Azmi Khoirul U. (115050100111132) Ronakaromaharsyi gusti (115050100111148) Aprillia desi P. (115050100111145) Ridho imam wibowo (115050100111147) FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

Upload: ahmad-azmi

Post on 30-Nov-2014

6.185 views

Category:

Education


3 download

DESCRIPTION

 

TRANSCRIPT

Page 1: Calving interval pada sapi

MAKALAH

CALVING INTERVAL PADA TERNAK PERAH

DOSEN:

Ir. Endang Setyowati.MS

OLEH:

Ahmad Azmi Khoirul U. (115050100111132)

Ronakaromaharsyi gusti (115050100111148)

Aprillia desi P. (115050100111145)

Ridho imam wibowo (115050100111147)

FAKULTAS PETERNAKAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

2012

Page 2: Calving interval pada sapi

KATA PENGANTAR

  Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. bahwa penulis telah

menyelesaikan “Makalah Calving Interval Pada Ternak Perah” pada Matakuliah ilmu

produksi ternak perah. Dalam penyusunan makalah ini, tidak sedikit hambatan yang penulis

hadapi. Namun penulis menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan makalah ini tidak

lain berkat bantuan, dorongan dan bimbingan orang tua, dosen dan teman-teman, sehingga

kendala-kendala yang penulis hadapi teratasi. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima

kasih kepada :

1. Ir Endang Setyowati .MS, Dosen pengampu Matakuliah ilmu produksi ternak perah

Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya, yang turut membantu, membimbing, dan

mengatasi berbagai kesulitan sehingga makalah ini selesai.

2. Orang tua penulis yang telah mendoakan dan membimbing penulis dalam

menyelesaikan makalah ini.

3. Serta teman-teman yang telah membantu dalam pembuatan makalah ini.

penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan makalah ini masih dari jauh dari

kesempurnaan baik materi maupun cara penulisannya. Namun demikian, penulis telah

berupaya dengan segala kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki sehingga dapat selesai

dengan baik dan oleh karenanya, penulis dengan rendah hati dan dengan tangan terbuka

menerima masukan,saran dan usul guna penyempurnaan makalah ini.

Semoga materi ini dapat bermanfaat dan menjadi sumbangan pemikiran bagi pihak

yang membutuhkan, khususnya bagi penulis sehingga tujuan yang diharapkan dapat tercapai,

Amin.

Malang,23 September 2012

Tim Penulis

Kelompok 6

DAFTAR ISI

Page 3: Calving interval pada sapi

HALAMAN JUDUL..........................................................................................................1

KATA PENGANTAR.......................................................................................................2

DAFTAR ISI......................................................................................................................3

BAB I .PENDAHULUAN...................................................................................................4

1.1........................................................................................................... Latar belakang.......................................................................................................................4

1.2.................................................................................................................. Tujuan.......................................................................................................................6

BAB II . PEMBAHASAN...................................................................................................6

2.1................................................................................................. Pengertian calving interval.......................................................................................................................7

2.2....................................................................................... Upaya memperpendek calving interval......................................................................................................................10

BAB III . PENUTUP..........................................................................................................12

4.1..............................................................................................................Kesimpulan......................................................................................................................10

4.2...................................................................................................................Saran......................................................................................................................10

DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................14

Page 4: Calving interval pada sapi

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

Selang beranak merupakan kunci sukses dalam usaha peternakan sapi

(pembibitan), semakin panjang selang beranak, semakin turun pendapatan petani

peternak, karena jumlah anak yang dihasilkan akan berkurang selama masa produktif.

Meningkatkan produksi dan reproduktifitas ternak dengan memperpendek selang beranak

(calving interval) dengan mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh dan seleksi bibit

ternak (sapi pengafkiran memiliki selang beranak yang panjang)

Panjang pendeknya selang beranak merupakan pencerminan dari fertilitas ternak,

selang beranak dapat diukur dengan masa laktasi ditambah masa kering atau waktu

kosong ditambah masa kebuntingan. Selang beranak yang lebih pendek menyebabkan

produksi susu perhari menjadi lebih tinggi dan jumlah anak yang dilahirkan pada periode

produktif menjadi lebih banyak

1.2. Tujuan

1. Mengetahui factor-faktor yang mempengaruhi calving interval

2. Upaya untuk memperpendek calving interval

Page 5: Calving interval pada sapi

BAB II

PEMBAHASAN

2.1.Pengertian Calving Interval

Calving Interval atau Jarak Beranak adalah jumlah hari/bulan antara kelahiran yang

satu dengan kelahiran berikutnya. Panjang pendeknya selang beranak merupakan

pencerminan dari fertilitas ternak, selang beranak dapat diukur dengan masa laktasi ditambah

masa kering atau waktu kosong ditambah masa kebuntingan. Selang beranak yang lebih

pendek menyebabkan produksi susu perhari menjadi lebih tinggi dan jumlah anak yang

dilahirkan pada periode produktif menjadi lebih banyak, selang beranak yang ideal pada sapi

perah adalah 12 bulan termasuk selang antara beranak dengan perkawinan pertama setelah

beranak (Sudono, 1983). Selang beranak merupakan kunci sukses dalam usaha peternakan

sapi (pembibitan), semakin panjang selang beranak, semakin turun pendapatan petani

peternak, karena jumlah anak yang dihasilkan akan berkurang selama masa produktif.

Meningkatkan produksi dan reproduktifitas ternak dengan memperpendek selang beranak

(calving interval) dengan mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh dan seleksi bibit ternak

(sapi pengafkiran memiliki selang beranak yang panjang) (sudono, 1983),

Jarak beranak yang panjang disebabkan oleh anestrus pasca beranak (62%), gangguan

fungsi ovarium dan uterus (26%), 12 % oleh gangguan lain (Thoelihere, 1981). Dalam upaya

memperbaiki produktivitas dan reproduktivitas sapi perah yang mengalami keadaan seperti

diatas, perlu dilakukan penerapan teknologi reproduksi secara terpadu antara induksi birahi

dan ovulasi dengan Inseminasi Buatan (IB) pada waktu yang ditentukan/Fixed Time Atrificial

Inseminasi (AI) (Siregar. 1992).

Panjangnya periode waktu dari kelahiran sampai estrus pertama merupakan sebagian

besar faktor yang ikut menyebabkan rendahnya efisiensi reproduksi. Jarak beranak yang lama

atau panjang menyebabkan turunnya produksi susu secara keseluruhan pada sapi perah,

penurunan jumlah pedet yang dihasilkan, peningkatan biaya produksi dan perkandangan

untuk pemeliharaan, oleh sebab itu kerugian besar jika potensi untuk menghasilkan pedet

Page 6: Calving interval pada sapi

terganggu karena kegagalan sapi menjadi bunting. Periode anestrus yang panjang pada sapi

pasca beranak dan menyusui akan menurunkan jumlah pedet yang dihasilkan dan dapat

menyebabkan kerugian pada perusahaan sapi potong.

2.2.Upaya Memperpendek Calving Interval

Usaha yang dilakukan untuk memperpendek Days Open/Calving Interval/selang

beranak antara lain:

1. Ketepatan mendeteksi estrus dan Inseminasi Buatan (IB) pasca beranak

Ada beberapa metode yang perlu dilakukan dan yang sering digunakan yaitu. metode non

hormon seperti, penyapihan pedet secara komplit, temporer, metode hormon seperti GnRH,

gonadotropin (FSH, HCG) dan hormon steroid seperti estrogen. Alternatif untuk menurunkan

kejadian anestrus dan infertilitas adalah memperketat musim kawin sampai kurang dari 45

hari, memberi nutrisi yang lebih baik sehingga BCSnya antara 5-7 sebelum kelahiran.

Peternak harus dapat mengetahui dasar mendeteksi estrus dan membedakan keadaan

estrus pada sapi betinanya, karena pada sapi post partus sering terjadi birahi pendek

(subestrus)/silent heat (birahi tenang). Deteksi estrus dapat dilakukan dua kali sehari, paling

sedikit pagi dan sore hari, atau pada kelompok yang besar dapat dilakukan dengan

menggunakan pejantan yang dikastrasi, atau device estrus detector seperti Chin ball matting

(New Zealand), atau dapat juga dengan pemeriksaaan progesteron susu atau plasma darah.

Apabila terdapat sapi yang estrus harus segera melaporkan kepetugas inseminator atau

kedinas peternakan setempat.

Panjang estrus rata-rata pada sapi adalah 20 hari untuk dara dan 21-22 hari untuk sapi betina

dewasa. Periode estrus dapat dinyatakan saat dimana sapi-sapi betina tetap sedia dinaiki baik

oleh sapi betina maupun sapi jantan, periode itu adalah rata-rata 18 jam, dan ovulasi 10-15

jam setelah berakhirnya estrus., perkawinan dan dan konsepsi masih dapat terjadi pada sapi

yang dikawinkan mulai dari 34 jam sebelum ovulasi sampai menjelang 14 jam setelah

ovulasi, dan disarankan spermatozoa dari pejantan harus hadir pada tempat feretilisasi

sekurang-kurangnya 6 jam, atau bila saat itu dilakukan kawin alami/Inseminasi Buatan (IB)

kemungkinan akan terjadi fertilisasi (Frandson, 1992)

Page 7: Calving interval pada sapi

Ketepatan deteksi estrus penting untuk efisiensi waktu reproduksi ternak, semakin cermat

deteksi waktu estrus (baik sifat/tingkah laku maupun keadaan reproduksi sapi betina (estrus

awal, pertengahan, dan akhir estrus) maka akan cepat tercapai angka konsepsi dan angka

kelahiran tinggi. Tingkat kebuntingan dan jarak beranak/bunting dipengaruhi oleh ketepatan

deteksi estrus sampai 80 %, akan tetapi gejala estrus yang tidak jelas dan kesibukan peternak

akan menyebabkan terjadinya jarak kebuntingan yang lama. Kesalahan deteksi estrus akan

merugikan peternak dan waktu selang estrus menjadi menjadi lama, bila deteksi estrus tidak

tepat dan kemudian dilakukan inseminasi, kemungkinan tidak akan terjadi konsepsi dan harus

menunggu estrus berikutnya. Sapi-sapi yang tidak mempunyai masalah (normal) akan

menunjukkan estrus post partus sekitar 21-30 hari jika sampai 60 hari post partus belum

menunjukkan estrus, dapat dipastikan sapi tersebut mempunyai masalah dan perlu

pemeriksaaan lebih lanjut.

Lamanya jarak waktu melahirkan sampai bunting kembali turut menentukan efisiensi

reproduksi pada usaha peternakan sapi perah, jarak waktu yang baik adalah disesuaikan

dengan masa purpureum induk sapi yang baru melahirkan dimana pada masa purpureum

terjadi proses involusi uterus, regenerasi endometrium, dan kembali siklus secara normal,

sehingga apabila perkawina dilaksanakan setelah ini, maka akan dihasilkan angka

kebuntingan yang tinggi dan endometrium telah siap memelihara kebuntinag yang akan

terjadi. Involusi uterus ± 47-50 hari setelah kelahiran, involusi uterus diperpanjang karena

adanya kelainan proses kelahiran seperti distokia, retensi plasenta, prolapsus uterus,

endometritis, kelahiaran kembar akan dapat memperpanjang terjadinya involusi uterus,

sehingga kadaan ini akan memperlama timbulnya estrus pertama pasca beranak, atau estrus

yang tidak teramati (Pentodihardjo. 1985).

2. Peningkatan Sumber Daya Manusia Inseminator

Ketepatan waktu inseminasi merupakan hal yang berpengaruh terhadap terjadinya

konsepsi, dan jarak beranak. Inseminasi pada waktu yang tepat yaitu pada waktu sapi sedang

estrus, karena pada waktu itu kemungkinan akan terjadi fertilisasi pada sapi yang sehat jika

dilakukan inseminasi dengan semen yang sehat. Sebagian besar sapi bunting pada kawin

pertama apabila pelaksanaan IB tidak tepat dan pengetahuan peternak tentang reproduksi

ternak rendah akan mempengaruhi keberhasilan kebuntingan, kegagalan deteksi estrus akan

menambah waktu kosong umur reproduksi ternak dan akan merugikan peternak. Untuk

mengetahui saat yang tepat untuk mengawinkan sapi agar mendapatkan kebuntingan adalah

Page 8: Calving interval pada sapi

perlu diketahui siklus estrusnya, lama periode estrusnya, dan saat ovulasinya, sehingga dapat

ditentukan waktu optimum untuk melakukan perkawinan alami atau Inseminasi Buatan (IB).

waktu yang optimum untuk melakukan inseminasi adalah pada saat liang rahim terbuka yaitu

pada saat birahi lengkap atau baru saja selesai birahi atau ± 18 jam, hal itu dapat diketahui

dengan adanya leleran transparan yang keluar dari vagina, menaiki sapi lain, atau sapinya

bersuara. Jika lebih dari 24 atau 28 jam setelah estrus, waktu inseminasi sudah tidak baik

bahkan kemungkinan akan gagal karena estrus sudah selesai dan ovum tidak aktif lagi.

Perkawinan dapat berhasil bila dilakukan setelah masa involusi uterus telah berakhir secara

komplit dan normal sehingga implantasi embrionik dapat terjadi secara sempurna, kalau tidak

maka akan terjadi abortus, dan akan memperpanjang selang beranak. Keberhasilan inseminasi

dipengaruhi oleh keterampilan inseminator, dan kegagalan inseminasi karena keterlambatan

perkawinan, semen yang rusak, kesalahan inseminator dalam mendeposisikan semen

(Subagyo, 1996). Oleh karena itu inseminator dituntut untuk memahami tentang ciri-ciri

waktu sapi estrus, lamanya estrus dan waktu lamanya ovulasi sehingga waktu inseminasi

dapat dilakukan dengan benar baik waktu maupun deposisi semennya dengan harapan dapat

terjadi konsepsi. Dianjurkan agar estrus yang berlangsung kira-kira 18 jam dibagi menjadi

tiga (tiap kolom 6 jam), dan inseminasi yang dilakukan pada 6 jam kedua setelah tanda-tanda

estrus akan menghasilkan angka konsepsi yang tinggi (Toelihere, 1981).

3. Manajemen Pakan

Pakan merupakan faktor penting pada penampilan produksi dan reproduksi sapi

terutama sapi perah pasca beranak, pakan yang kurang baik dalam jumlah maupun

kualitasnya menyebabkan terganggunya fungsi fisologis reproduksi ternak. Pemberian pakan

dasar, pakan konsentrat, dan pakan aditif dengan kandungan nutrisi yang tidak seimbang dan

tidak kontinyu akan menimbulkan strees dan akan menyebabkan sapi rentan terhadap

penyakit dan terjadi gangguan pertumbuhan dan gangguan fungsi fisiologi reproduksi ternak.

Banyak sedikitnya jumlah energi dalam pakan (kandungan bahan kering) berpengaruh

pada organ reproduksi dan aktivitas ovarium, bila terjadi ketidak seimbangan energi dalam

pakan (intake) dengan energi untuk pertumbuhan akan menurunkan birahi pada ternak muda

yang sedang tumbuh dan pada sapi perah dewasa pasca beranak, dan ketidakaktifan ovarium

yang menyebabkan anestrus terlambatnya pubertas pada semua jenis ternak dan akan

memperpanjang anestrus pada sapi yang sedang laktasi. Birahi pertama beranak akan tertunda

Page 9: Calving interval pada sapi

bila energi yang dikandung dalam pakan sebelum dan sesudah beranak rendah, hal tersebut

akan mempengaruhi siklus birahi berikutnya dan akan memperpanjang selang beranak.

Rumput kering yang jelek biasanya akan menyebabkan defisiensi vitamin yang

kompleks, defisiensi cobalt (Co), yang dapat menyebabkan rendahnya nafsu makan sehingga

intake energi dan nilai gizi dan vitamin pakan berkurang, akibatnya pubertas pada sapi dara

akan terlambat dan kegagalan estrus pada induk. Kendala tersebut diatas dapat diatasi dengan

pemberian Biosuplemen probiotik kedalam pakan konsentrat. Probiotik adalah mikroba hidup

dalam media pembawa yang menguntungkan ternak karena dapat menciptakan keseimbangan

mikroflora dalam saluran pencernaan sehingga menciptakan kondisi yang optimum untuk

pencernaan pakan dan meningkatkan efisinesi konversi pakan sehingga memudahkan dala

proses penyerapan zat nutrisi ternak, menigkatkan kesehatan ternak, mempercepat

pertumbuhan, memperpendek jarak beranak, menurunkan kematian pedet. Dan pemberian

kombinasi dengan bioplus probiotik Saccharomyces cerevilae (PSc) yang berguna untuk

mengatasi penurunan kesehatan reproduksi ternak.

4. Manajemen Pedet

Perawatan pedet yang baru lahir diperlukan untuk mendapat kondisi kesehatan yang

baik dan pertumbuhan yang normal. Jika pedet sehat dan normal dan kuat, biasanya beberapa

jam setelah dibersihkan dan dikeringkan pedet dapat berdiri sendiri dan menyusui pada

induknya.Setelah lahir, pedet langsung dipisahkan dari induknya agar induk tidak mengenal

anaknya dan pedet tidak dibiarkan menyusu pada induknya, jika dibiarkan maka akan

menghabiskan banyak susu juga akan mempersulit pemerahan dan yang lebih penting lagi

adalah induk sapi akan sulit untuk birahi lagi, karena produksi susu yang tinggi akan

menghambat sekresi hormon FSH untuk pembentukan dan perkembangan folilkel baru

(Sindurejo, 1960). Pedet disapih umur 60 hari, selama itu ± 135-225 kg susu yang dihabiskan

jika tidak disapih. Oleh karena itu diberi susu pengganti 2,5-3,5 kg perhari. Penyapihan dini

pada umur 28 hari sampai 60 hari tergantung kecepatan pedet memakan hijauan serta

konsentrat padat. Tetapi untuk pedet minum kolustrum ± 5 hari sejak dilahirkan adalah

penting dan tidak bisa digantikan dengan minuman lain, karena kolustrum banyak

mengandung zat antibodi, makin cepat kolustrum masuk kedalam abomasum dan intestinum,

makin cepat pula antibodi diserap kedalam darah dan secepatnya pula pedet dapat melawan

penyakit. Selain itu kolustrum sebagai laksansia untuk membantu pencernaan untuk

mengeluarkan tahi gagak dalam saluran pencernaan yang dapat mempercepat pertumbuhan

Page 10: Calving interval pada sapi

kuman. Oleh karena itu pedet jika disapih harus diadaptasikan dengan cara memberi susu

dengan ember, pedet diajar untuk menjilat-jilat dan menghisap jari telunjuk, kemudian

perlahan-lahan jari diturunkan ke ember yang berisi susu dengan kepala pedet sedikit ditekan

kebawah agar dapat mencapai susu, setelah moncong pedet mencapai susu dan menelanya,

jari telunjuk kita dapat dilepas. (Sindurejo, 1960).

5. Mencegah Kawin Berulang Dan Penanganan Penyakit

Kawin berulang disebabkan oleh kegagalan pembuahan, dan kematian embrio dini.

Kematian embrio disebabkan oleh adanya infeksi, hormonal, nutrisi, toksik, dan lingkungan.

Kematian embrio bisa dikuti oleh penyerapan embrio oleh uterus, dan memakan waktu lebih

banyak sehingga siklus estrus diperpanjang, perpanjangan siklus estrus mungkin hanya 2-3

bulan, pada bulan keempat sapi kembali birahi, kalau embrionya besar dan bertulang, siklus

estrus diperpanjang bisa satu periode kebuntingan (Pentodihardjo. 1985). Untuk mengatasi

hal tersebut diatas, sebelum dikawinkan dengan pejantan fertil atau dengan semen yang sehat,

perlu dilakukan pemeriksaan perektal untuk mengetahui ada tidaknya abnormalitas ovarium,

saluran reproduksi atau adanya infeksi uterus. Untuk mencegah kematian embrio dini,

infertilitas pejantan perlu diperiksa, melakukan inseminasi pada waktu yang tepat, memberi

asupan nutrisi dan energi yang cukup selama masa kebuntingan (Siregar. 1992)

Usaha untuk memperpendek jarak beranak/calving Interval/Days open pada ternak

sapi adalah deteksi estrus yang tepat agar dapat dilakukan inseminasi dengan tepat pula,

pengetahuan dan sumber daya manusia inseminator perlu ditingkatkan, manajemen pakan

yang baik selama masa kebuntingan dengan asupan nutrisi dan energi yang seimbang,

penyapihan dini terhadap pedet yang baru dilahirkan, mencegah terjadinya kematian embrio

dini yang akan menyebabkan tejadinya kawin berulang.

Page 11: Calving interval pada sapi

DAFTAR PUSTAKA

Frandson, R.D. 1992. Anatomi dan Fisiologi ternak edisi ke 4. Gadjah Mada University

press. Yogyakarta

Pentodihardjo. S. 1985. Ilmu Reproduksi Hewan, Cetekan ke 2 . Mutiara jakarta.

Sindurejo, S. 1960 Pedoman Perusahaan Pemerahan Susu. Prospek Pengembangan produksi

ternak Pusat Direktorat pengembangan produksi Trenak Dirjen Peternakan.

Siregar. S.B., 1992. Dampak Jarak Beranak Sapi Perah Induk Terhadap Pendapatan

Peternak Sapi Perah. BLPP Cinagara. Deptan

Subagyo S. 1996. Bahan Kuliah Fisiologi dan teknologi Reproduksi. Fakultas Kedokteran

Hewan Univeersitas Gadjah Mada Yogyakarta.

Subronto dan ida T., 2001. Ilmu Penyakit Ternak II. Gadjah Mada University press.

Yogyakarta

Sudono., 1983. Produksi Sapi Perah, depeartemen ilmu produksi ternak,. Fakultas peternakan

IPB.

Toelihere. R.M., 1981 Inseminasi Pada Ternak. Angkasa bandung.