cagar alam dan suaka marga satwa.docx

Upload: lalhen

Post on 18-Oct-2015

805 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

penjelasan tentang metode pembuatan cagar alam

TRANSCRIPT

  • 5/28/2018 CAGAR ALAM DAN SUAKA MARGA SATWA.docx

    1/5

    CAGAR ALAM DAN SUAKA MARGA SATWA

    Pengertian

    Kawasan konservasi merupakan bagian dari wilayah daratan atau lautan yang perlu

    dihindarkan dari pemanfaatan sumberdaya alam sehingga kondisinya tetap dalam keadaan

    lestari. Wilayah tersebut dilindungi karena nilai-nilai lingkungan alami atau lingkungan social

    budayanya. Menurut undang-undang nomor 41 tahun 1999 kawasan konservasi adalah kawasan

    hutan dengan ciri khas tertentu yang memiliki fungsi pokok sebagai kawasan tempat pelestarian

    keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya. Kawasan konservasi ini terdiri dari:

    1. Kawasan Hutan Suaka AlamKawasan ini merupakan hutan dengan ciri khas tertentu yang mempunyai fungsi pokok

    pengaweetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya, yang juga

    berfungsi sebagai wilayah system penyangga kehidupan. Kawasan hutan suaka alam

    dibedakan atas Cagar Alam dan Suaka Margasatwa.

    2. Kawasan Hutan Pelestarian AlamKawasan ini merupakan hutan dengan ciri khas tertentu yang mempunyai fungsi pokok

    perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan,

    satwa serta pemanfaatan secara lestari sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya. KHPA

    dibedakan atas Taman Nasional, Taman Hutan Raya dan Taman Wisata Alam.

    3. Taman buruTaman buru merupakan kawasan hutan yang ditetapkan sebagai kawasan wisata buru

    (Wiratno, dkk., 2004).

    Ketentuan undang-undang No. 41 Tahun 1999 tentang kehutanan, kawasan suaka alam

    mencakup kawasan cagar alam dan kawasan suaka margasatwa.

    a.) Kawasan Cagar Alam adalah kawasan suaka alam yang karena keadaan alamnyamempunyai kekhasan tumbuhan, satwa dan ekosistemnya atau ekosistem tertentu yang

    perlu dilindungi dan perkembangannya secara alami.

  • 5/28/2018 CAGAR ALAM DAN SUAKA MARGA SATWA.docx

    2/5

    b.) Kawasan Suaka Margasatwa adalah kawasan suaka alam yang mempunyai ciri khasberupa keanekaragaman dan/atau keunikan jenis satwa yang untuk kelangsungan

    hidupnya dapat dilakukan pembinaan terhadap habitatnya (Wiratno, dkk., 2004).

    Sejarah

    Sejarah modern pencagaran kawasan diawali dengan kelahiran Taman Nasional

    Yellowstone, 12 September 1870. Ide taman nasional ini muncul dari ekspedisi Wasburn,

    Langford, dan Doane. Di perkemahan yang terakhir, ketiganya menemukan lahan hidupan liar.

    Kemudian mereka bersepakat mencari pengelolaan yag dapat menjamin perlindungan alam di

    sekitar kawasan tersebut dari ekspliotasi. Akhirnya, pada 1 Maret 1872, Kongres Amerika

    menyetujui Undang-Undang yang menjamin daerah aliran sungai Yellowstone dijadikan taman

    milik publik. Bukan lagi dominasi kelompok elit, sebagaimana perrnah berlaku sebagai taman

    buru kaum bangsawan. Usaha pelestarian alam tidak berhenti di sini. Pada 25 Agustus 1916,

    Kongres memutuskan membentuk bagian Urusan Taman Nasional (National Park Service) di

    bawah Departemen Dalam Negeri. Sejak saat itu, ide mengenai Taman Nasional mulai menyebar

    ke berbagai penjuru dunia. Taman Nasional Yellowstone menandai awal sejarah modern

    pengelolaan perlindungan semberdaya alam yang dilakukan antara masyarakat dan pemerintah

    (Riyanto,dkk., 2004).

    Praktek pelestarian alam di Indonesia sudah dimulai sejak zaman kolonial Belanda. Pada

    1714, Chastelein mewariskan dua bidang tanah seluah 6 ha di Depok kepada para pengikutnya

    untuk digunakan sebagai Cagar Alam (Natuur Reservaat). Chastelein mengharapkan agar

    kawasan tersebut bisa dipertahankan, tidak dipergunakan sebagai areal pertanian. Selanjutnya,

    pada 1889 berdasarkan usulan Direktur Lands Plantentuin (Kebun Raya) Bogor, kawasan hutan

    alam Cibodas ditetapkan sebagai tempat penelitian flora pegunungan, yang kemudian diperluas

    hingga penggunungan Gede dan Pangrango (Riyanto, dkk., 2004).

    Keberadaan kegiatan perlindungan (konservasi) alam di Indonesia sangat berkaitan erat

    dengan nama Dr. Sijfert Hendrik Koorders (1863-1919), yang merupakan pendiri dan ketua

    pertama Perkumpulan Perlindungan Hindia Belanda (Netherlandsch Indische Vereenigin Tot

    Natuur Berscherming). Perkumpulan ini semacam organisasi pecinta alam yang mempelopori

    dan mengusulkan kawasan-kawasan dan jenis-jenis flora fauna tertentu, pembuatan peraturan-

  • 5/28/2018 CAGAR ALAM DAN SUAKA MARGA SATWA.docx

    3/5

    peraturan dan berbagai tulisan dari hasil penelitian tentang perlindungan alam (jenis satwa dan

    tumbuhan). Cita-cita Koorders untuk mewujudkan perkumpulan ini dalam menggugah

    Pemerintah Hindia Belanda yang selalu menitikberatkan pengelolaan hutan hanya untuk

    kepentingan ekonomi belaka (Riyanto, dkk., 2004).

    Pada tanggal 22 Juli 1912 berdiri suatu Perkumpulan Perlindungan Alam yang bernama

    Netherlandsh Indische Vereenigin Tot Natuur Bescherming yang mempunyai tugas pokok dan

    fungsi untuk melindungi alam Indonesia dari kerusakan. Diusulkan 12 lokasi sebagai Cagar

    Alam yaitu beberapa danau di Banten, Pulau Krakatau, dan Pulau Panaitan, laut Pasir bromo,

    Pulau Nusa Barung, Semenanjung Purwo dan Kawah Ijen (Riyanto, dkk., 2004).

    Tonggak sejarah baru dimulai pada 1932, dengan diundangkannya Natuur Monumenten

    Ordonatie atau Ordonasi Cagar Alam dan Suaka Margasatwa. Ordonasi ini kemudian

    diterbitkan oleh Peraturan Perlindungan Alam. Pada tahun tersebut mulai dimungkinkan adanya

    kegiatan di kawasan konservasi dengan izin, misalnya berburu di taman alam. Pada tahun 1937

    Pemerintah Hindia Belanda membentuk suatu badan yang bernamaNatuur Bescherming afseling

    Vens Lands Flanntatuinyang mempunyai tugas pokok dan fungsi untuk mengawasi cagar alam

    dan suaka margasatwa. Pada tahun 1940 keluar Peraturan Perburuan Jawa-Madura dan sejak itu,

    pengelolaan kawasan Ujung Kulon di bawah Kantor Besar Kehutanan di Bogor, sedangkan

    Kawasan Cagar Alam dan Suaka Margasatwa lainnya diserahkan kepada Inspektur KehutananProvinsi, yang mempunyai tugas pokok dan fungsi untuk melakukan pengawasan terhadap Cagar

    Alam dan Suaka Margasatwa serta mengurus pelanggaran perburuan (Riyanto, dkk., 2004).

    Pada tahun 1954 muncul beberapa kemajuan dalam bidang perlindungan dan pengawetan

    alam, misalnya rehabilitasi suaka margasatwa dan kerjasama internasional dengan IUCN

    (International Union for The Conservation of Nature and Natural Resources). Pada tahun 1956

    Bagian Perlindungan Alam menetapkan rencana kerja perlindungan alam yang terkonsentrasi

    pada perlindungan satwa dan keutuhan habitat agar jangan sampai terjamah manusia (Riyanto,

    dkk., 2004).

    Pada tahun 1983 dibentuk Departemen Kehutanan, sehingga Direktorat Perlindungan dan

    Pengawetan Alam statusnya diubah menjadi Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan

    Pelestarian Alam (PHPA) yang tugas dan tanggung jawabnya semakin luas. Pada tahun 1999

  • 5/28/2018 CAGAR ALAM DAN SUAKA MARGA SATWA.docx

    4/5

    Direktorat Jenderal PHPA berubah nama menjadi Direktorat Jenderal Perlindungan dan

    Konservasi Alam (PKA). Kemudian tahun 2005 Direkorat Jenderal PKA berubah nama menjadi

    Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA) dan hingga sekarang

    berada dibawah naungan Kementrian Kehutanan yang bertanggung jawab dalam hal konservasi

    alam (Sembiring, dkk., 1999).

    Dalam pengelolaan kawasan konservasi, diperlukan penggolongan kawasan sesuai dengan

    tujuan penetapannya. Hal tersebut dapat memberikan rambu-rambu pengelolaan sesuai dengan

    klasifikasi kawasan. IUCN mengeluarkan kategorisasi kawasan dilindungi yang berlaku secara

    internasional. Namun masing-masing negara memiliki kategorisasi yang berbeda-beda, termasuk

    Indonesia. Kategorisasi di Indonesia cukup membingungkan, tidak ada konsistensi dalam

    berbagai perundang-undangan yang terkait kawasan konservasi. Setiap perundangan nyarismemiliki kategori sendiri. Pada awal penetapan UU No 5/1967, kawasan-kawasan pelestarian

    alam terdiri dari cagar alam, suaka margasatwa, serta hutan wisata yang masih terbagi lagi

    menjadi taman buru dan hutan wisata (Sembiring, dkk., 1999).

    Setelah melalui berbagai perubahan maka kawasan konservasi ditetapkan berdasarkan

    UU No 41/1999 tentang Kehutanan yaitu Hutan/kawasan konservasi terdiri dari dua pilar utama,

    yaitu Kawasan Suaka Alam yang terdiri dari Cagar Alam dan Suaka Margasatwa, dan Kawasan

    Pelestarian Alam yang terdiri dari Taman Nasional, Taman Hutan Raya, dan Taman Wisata

    Alam. Selain dua pilar ini, masih ada kawasan lain yang juga diklasifikasikan sebagai kawasan

    konservasi, yaitu Taman Buru (Tunggal, 2004).

    DAFTAR PUSTAKA

    Riyanto, dkk. 2004. Dinamika Kebijakan Konservasi Hayati di Indonesia. Jakarta: Lembaga

    Pengkajian Hukum Kehutanan dan Lingkungan.

    Sembiring, dkk. 1999. Kajian Hukum dan Kebijakan Pengelolaan Kawasan Konservasi di

    Indonesia Menuju Pengembangan Desentralisasi dan Pengembangan Masyarakat.

    Jakarta: Lembaga Pengembangan Hukum Lingkungan Hidup/Indonesia Center for

    Enviromental Law (ICEL).

  • 5/28/2018 CAGAR ALAM DAN SUAKA MARGA SATWA.docx

    5/5

    Tunggal, Setia Hadi. 2004. Undang-Undang Kehutanan Beserta Peraturan Perubahannya.

    Harvarindo.

    Wiratno, dkk. 2004. Berkaca di Cermin Retak; Refleksi Konservasi dan Implikasi Bagi

    Pengelolaan Taman Nasional. Jakarta: The Gibbon Foundation Indonesia, PILI NGO

    Movement.