cad-acs

20
REFERAT CORONARY ARTERY DISEASE ACUTE CORONARY SYNDROME Disusun oleh : Anna Meisiana 11-2009-194 Pembimbing : dr. Arief Wardoyo, Sp PD Kepaniteraan Ilmu Penyakit Dalam Periode 27 Desember 2010 - 05 Maret 2011 Rumah Sakit Simpangan Depok Page | 1

Upload: yunii

Post on 18-Jul-2016

74 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

:)

TRANSCRIPT

Page 1: CAD-ACS

REFERAT

CORONARY ARTERY DISEASE

ACUTE CORONARY SYNDROME

Disusun oleh :

Anna Meisiana

11-2009-194

Pembimbing :

dr. Arief Wardoyo, Sp PD

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Dalam

Periode 27 Desember 2010 - 05 Maret 2011

Rumah Sakit Simpangan Depok

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Page | 1

Page 2: CAD-ACS

CORONARY ARTERY DISEASEDEFINISIPenyakit Arteri Koroner / penyakit jantung koroner (Coronary Artery Disease) ditandai dengan adanya endapan lemak yang berkumpul di dalam sel yang melapisi dinding suatu arteri koroner dan menyumbat aliran darah. Endapan lemak (ateroma atau plak) terbentuk secara bertahap dan tersebar di percabangan besar dari kedua arteri koroner utama, yang mengelilingi jantung dan menyediakan darah bagi jantung.Proses pembentukan ateroma ini disebut aterosklerosis. Ateroma bisa menonjol ke dalam arteri dan menyebabkan arteri menjadi sempit. Jika ateroma terus membesar, bagian dari ateroma bisa pecah dan masuk ke dalam aliran darah atau bisa terbentuk bekuan darah di permukaan ateroma tersebut. Supaya bisa berkontraksi dan memompa secara normal, otot jantung (miokardium) memerlukan pasokan darah yang kaya akan oksigen dari arteri koroner. Jika penyumbatan arteri koroner semakin memburuk, bisa terjadi iskemi (berkurangnya pasokan darah) pada otot jantung, menyebabkan kerusakan jantung. Penyebab utama dari iskemi miokardial adalah penyakit arteri koroner. Komplikasi utama dari penyakit arteri koroner adalah angina dan serangan jantung (infark miokardial). PENYEBABPenyakit arteri koroner bisa menyerang semua ras, tetapi angka kejadian paling tinggi ditemukan pada orang kulit putih. Tetapi ras sendiri tampaknya bukan merupakan faktor penting dalam gaya hidup seseorang. Secara spesifik, faktor-faktor yang meningkatkan resiko terjadinya penyakit arteri koroner adalah:- Diet kaya lemak - Merokok

Page | 2

Page 3: CAD-ACS

- Malas berolah raga

Pembuluh arteri mengikuti proses penuaan yang karakterisktik seperti penebalan tunika intima, berkurangnya elastisitas, penumpukan kalsium terutama di arteri-arteri besar menyebabkan fibrosis merata menyebabkan aliran darah lambat laun berkurang. Iskemi yang relatif ringan tetapi berlangsung lama dapat pula menyebabkan kelainan katup jantung. Manifestasi penyakit jantung koroner disebabkan ketidakseimbangan antara kebutuhan oksigen miokardium dengan masuknya. Masuknya oksigen untuk miokardium sebetulnya tergantung dari oksigen dalam darah dan arteri koronaria. Oksigen dalam darah tergantung oksigen yang dapat diambil oleh darah, jadi dipengaruhi oleh Hb, paru-paru, dan oksigen dalam udara pernapasan. Dikenal dua keadaan ketidakseimbangan masukan terhadap kebutuhan oksigen yaitu : - Hipoksemia (iskemi) yang ditimbulkan oleh kelainan vaskular- Hipoksia (anoksi) yang disebabkan kekurangan oksigen dalam darahPerbedaannya ialah pada iskemi terdapat kelainan vaskuler sehingga perfusi ke jaringan berkurang dan eliminasi metabolit yang ditimbulkannya menurun juga, sehingga gejalanya akan lebih cepat muncul. Ada beberapa hipotesis mengenai apa yang pertama kali menyebabkan kerusakan sel endotel dan mencetuskan rangkaian proses arteriosklerotik yaitu1. Kolestrol serum yang tinggiKadar kolestrol serum dan trigliserida yang tinggi dapat menyebabkan pembentukan arteriosklerosis. Pada pengidap arteriosklerosis, pengedapan lemak ditemukan di seluruh kedalaman tunika intima, meluas ke tunika media. Kolestrol dan trigliserid dalam darah terbungkus dalam protein pengangkut lemak yang disebut lipoprotein. Lipoprotein yang berdensitas tinggi (HDL) membawa lemak ke luar sel untuk diuraikan dan diketahui bersifat protektif melawan arteriosklerosis. Namun lipoprotein berdensitas rendah (LDL) dan

Page | 3

Page 4: CAD-ACS

berdensitas sangat rendah (VLDL) membawa lemak ke sel tubuh, termasuk sel endotel arteri, oksidasi kolestrol dan trigliserid menyebabkan pembentukan radikal bebas yang diketahui merusak sel-sel endotel.2. Tekanan darah tinggiTekanan darah yang tinggi secara kronis menimbulkan daya regang atau potong yang merobek lapisan endotel arteri dan arteriol. Gaya regang terutama timbul di tempat-tempat arteri bercabang atau membelok khas untuk arteri koroner, aorta, dan arteri-arteri serebrum. Dengan robeknya lapisan endotel, timbul kerusakan berulang sehingga terjadi siklus peradangan, penimbunan sel darah putih dan trombosit, serta pembentukan bekuan.Setiap trombus yang terbentuk dapat terlepas dari arteri sehingga menjadi embolus di bagian hilir. 3. Infeksi virusInfeksi menimbulkan siklus peradangan, leukosit dan trobosit datang ke daerah tersebut dan terbentuklah bekuan dan jaringan parut. Virus spesifik yang diduga berperan dalam teori ini adalah sitomegalovirus, anggota dari famili herpes.4. Kadar besi darah yang tinggiKadar besi serum yang tinggi dapat merusak arteri koroner atau mempengaruhi kerusakan yang disebabkan oleh hal lain. Teori ini diajukan oleh sebagian orang untuk menjelaskan perbedaan yang mencolok dalam insidens penyakit arteri koroner antara pria dan wanita pramenopause. Pria biasanya mempunyai kadar besi yang jauh lebih tinggi dari wanita haid.Kolesterol dan Penyakit Arteri Koroner Resiko terjadinya penyakit arteri koroner meningkat pada peningkatan kadar kolesterol total dan kolesterol LDL (kolesterol jahat) dalam darah. Jika terjadi peningkatan kadar kolesterol HDL (kolesterol baik), maka resiko terjadinya penyakit arteri koroner akan menurun. Makanan mempengaruhi kadar kolesterol total dan karena itu makanan juga mempengaruhi resiko terjadinya penyakit arteri koroner. Merubah pola makan (dan bila perlu mengkonsumsi obat dari dokter) bisa menurunkan kadar

Page | 4

Page 5: CAD-ACS

kolesterol. Menurunkan kadar kolesterol total dan kolesterol LDL bisa memperlambat atau mencegah berkembangnya penyakit arteri koroner. Menurunkan kadar LDL sangat besar keuntungannya bagi seseorang yang memiliki faktor resiko berikut : - Merokok - Tekanan darah tinggi - Kegemukan - Malas berolah raga - Kadar trigliserida tinggi - Keturunan - Steroid pria (androgen)FAKTOR MODIFIKASI : Usia, Gender, Ras/GenetikFAKTOR NON-MODIFIKASI : Rokok, Alkohol, Hipertensi, Life style FAKTOR NOVEL : C-Reactive protein, Fibrinogen, Lipoprotein A, HomosisteinPENCEGAHANResiko terjadinya penyakit arteri koroner bisa dikurangi dengan melakukan beberapa tindakan berikut :- Berhenti merokok - Menurunkan tekanan darah - Mengurangi berat badan - Melakukan olah raga

Page | 5

Page 6: CAD-ACS

CORONARY ARTERY DISEASEDEFINISISuatu fase akut dari angina pektoris tak stabil yang terjadi karena adanya trombosis akibat dari ruptur plak aterosklerosis yang tak stabil.

– UAP – Stemi (NSTEACS)– Non stemi (STEACS)

DIAGNOSISDiagnosis ACS dengan elevasi ST ditegakkan berdasarkan anamnesis nyeri dada yang khas dan gambaran EKG adanya elevasi ST≥ 2mm, minimal pada 2 sandapan prekordial yang berdampingan atau ≥ 1mm pada 2 sandapan ekstremitas. Pemeriksaan enzim jantung, terutama troponin T yang meningkat, memperkuat diagnosis, namun keputusan memberikan terapi revaskularisasi tak perlu menunggu hasil pemeriksaan enzim, mengingat dalam tatalaksana ACS, prinsip utama penatalaksanaan adalah “time is muscle”. AnamnesisPasien yang datang dengan keluhan nyeri dada perlu dilakukan anamnesis secara cermat apakah nyeri dadanya berasal dari jantung atau dari luar jantung. Jika dicurigai nyeri dada yang berasal dari jantung perlu dibedakan apakah nyerinya berasal dari koroner atau bukan. Perlu dianamnesis pula apakah ada riwayat infark miokard sebelumnya serta faktor-faktor resiko lain antara lain hipertensi, diabetes mellitus, dislipidemia, merokok, stres serta riwayat sakit jantung koroner pada keluarga. Pada hampir setengah kasus, terdapat faktor pencetus sebelum terjadi STEMI, seperti aktivitas fisik berat, stres emosi atau penyakit medis atau bedah. Walaupun STEMI bisa terjadi sepanjang hari atau malam, variasi sirkadian dilaporkan pada pagi hari dalam beberapa jam setelah bangun tidur. Page | 6

Page 7: CAD-ACS

Nyeri dadaBila dijumpai pasien dengan nyeri dada akut perlu dipastikan secara cepat dan tepat apakah pasien menderita ACS atau tidak. Diagnosis yang terlambat atau yang salah, dalam jangka panjang dapat menyebabkan konsekuensi yang berat. Nyeri dada tipikal (angina) merupakan gejala kardinal pasien ACS. Seorang dokter harus mampu mengenal nyeri dada angina dan mampu membedakan dengan nyeri dada lainnya, karena gejala ini merupakan petanda awal dalam pengelolaan pasien IMA. Sifat nyeri dada angina sebagai berikut :- Lokasi : substernal, retrosternal, dan prekordial- Sifat nyeri : rasa sakit, seperti ditekan, rasa terbakar, ditindih benda berat, seperti ditusuk, rasa diperas, dan rasa dipelintir- Penjalaran : biasanya ke lengan kiri, dapat juga ke leher, rahang bawah, gigi, punggung/interskapula, perut dan dapat juga ke lengan kanan- Nyeri membaik/menghilang dengan istirehat, atau obat nitrat- Faktor pencetus : latihan fisik, stres emosi, udara dingin, dan sesudah makan- Gejala yang menyertai : mual, muntah, sulit bernapas, keringat dingin, cemas dan lemas

DIAGNOSA BANDING- Perikarditis akut- Emboli paru- Diseksi aorta akut- Kostokondritis- Gangguan gastrointestinalNyeri dada tidak selalu ditemukan pada STEMI. Infark miokard akut dengan elevasi ST (STEMI) tanpa nyeri lebih sering dijumpai pada diabetes mellitus dan usia lanjut.Pemeriksaan fisis

Page | 7

Page 8: CAD-ACS

Sebagian besar pasien cemas dan tidak bisa istirehat (gelisah). Seringkali ekstremitas pucat disertai keringat dingin. Kombinasi nyeri dada substernal 30 menit dan banyak keringat dicurigai kuat adanya STEMI. Sekitar˃ seperempat pasien infark anterior mempunyai manifestasi hiperaktivitas saraf simpatis (takikardia dan/atau hipotensi) dan hampir setengah pasien infark anterior menunjukkan hiperaktivitas parasimpatis (bradikardia dan/atau hipotensi).Tanda fisis lain pada disfungsi ventrikular adalah S4 dan S3 gallop, penurunan intensitas bunyi jantung pertama dan split paradoksal bunyi jantung kedua. Dapat ditemukan murmur midsistolik atau late sistolik dan pericardial friction rub. Peningkatan suhu sampai 38 C dapat dijumpai dalam mingguᵒ pertama pasca STEMI.ElektrokardiogramPemeriksaan EKG 12 sandapan harus dilakukan pada semua pasien dengan nyeri dada atau keluhan yang dicurigai STEMI. Pemeriksaan ini harus dilakukan segera dalam 10 menit sejak kedatangan di IGD. Pemeriksaan EKG di IGD merupakan landasan dalam menentukan keputusan terapi karena bukti kuat menunjukkan gambaran elevasi segmen ST dapat mengidentifikasi pasien yang bermanfaat untuk dilakukan terapi reperfusi. Jika pemeriksaan EKG awal tidak diagnostik untuk STEMI tetapi pasien tetap simtomatik dan terdapat kecurigaan kuat STEMI, EKG serial dengan interval 5-10 menit atau pemantauan EKG 12 sandapan secara kontinu harus dilakukan untuk mendeteksi potensi perkembangan elevasi segmen ST. Pada pasien dengan STEMI inferior, EKG sisi kanan harus diambil untuk mendeteksi kemungkinan infark pada ventrikel kanan. Sebagian besar pasien dengan presentasi awal elevasi segmen ST mengalami evolusi menjadi gelombang Q pada EKG yang akhirnya didiagnosis infark miokard gelombang Q, sebagian kecil menetap menjadi infark miokard gelombang non Q. Jika obstruksi trombus tidak total, obstruksi bersifat sementara atau ditemukan banyak kolateral, biasanya tidak ditemukan elevasi segmen ST. Pasien tersebut biasanya mengalami angina pektoris tak stabil atau non STEMI. Pada sebagian pasien tanpa elevasi segmen ST berkembang tanpa Page | 8

Page 9: CAD-ACS

menunjukkan gelombang Q disebut infark non Q. Sebelumnya istilah infark miokard transmural digunakan jika EKG menunjukkan gelombang Q atau hilangnya gelombang R dan infark miokard non transmural jika EKG hanya menunjukkan perubahan sementara segmen ST dan gelombang T, namun ternyatanya tidak selalu ada korelasi gambaran patologis EKG dengan lokasi infark (mural/transmural) sehingga terminologi IMA gelombang Q dan non Q menggantikan IMA mural/non transmural. LaboratoriumPetanda (biomarker) kerusakkan jantungPemeriksaan yang dianjurkan adalah creatinine kinase (CK)MB dan cardiac spesific troponin (cTn) T atau cTn I dan dilakukan secara serial. cTn harus digunakan sebagai petanda optimal untuk pasien STEMI yang disertai kerusakan otot skelet, karena pada keadaan ini juga akan diikuti peningkatan CKMB. Pada pasien dengan elevasi ST dan gejala IMA, terapi reperfusi diberikan segera mungkin dan tidak tergantung pada pemeriksaan biomarker. Peningkatan nilai enzim di atas 2 kali nilai batas atas normal menunjukkan ada nekrosis jantung (infark miokard). -CKMB : meningkat setelah 3 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam 10-24 jam dan kembali normal dalam 2-4 hari. Operasi jantung, miokarditis dan kardioversi elektrik dapat meningkatkan CKMB.-cTn : ada 2 jenis yaitu cTn dan cTn I. Enzim ini meningkat setelah 2 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam 10-24 jam dan cTn T masih dapat dideteksi setelah 5-14 hari, sedangkan cTn I setelah 5-10 hari.Pemeriksaan enzim jantung yang lain yaitu :-Mioglobin : dapat dideteksi satu jam setelah infark dan mencapai puncak dalam 4-8 jam. -Creatinin kinase (CK) : meningkat setelah 3-8 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak 10-36 jam dan kembali normal dalam 3-4 hari.

Page | 9

Page 10: CAD-ACS

-Lactic dehydrogenase (LDH) : meningkat setelah 24-48 jam bila ada infark miokard, mencapai puncak 3-6 hari dan kembali normal dalam 8-14 hari.PENATALAKSANAANTujuan utama tatalaksana IMA adalah diagnosis cepat, menghilangkan nyeri dada, penilaian dan implementasi strategi reperfusi yang mungkin dilakukan, pemberian anti trombotik dan terapi anti platelet, pemberian obat penunjang dan tatalaksana komplikasi IMA. TATALAKSANA AWAL (PRA RUMAH SAKIT)Prognosis STEMI sebagian besar tergantung adanya adanya 2 kelompok komplikasi umum yaitu komplikasi elektrik (aritmia) dan komplikasi mekanik (pump failure). Sebagian besar kematian di luar rumah sakit pada STEMI disebabkan adanya fibrilasi ventrikel mendadak, yang sebagian besar terjadi dalam 24 jam pertama onset gejala. Dan lebih separuhnya terjadi dalam jam pertama. Sehingga elemen utama tatalaksana pra hospital pada pasien yang dicurigai STEMI antara lain :

- Pengenalan gejala oleh pasien dan segera mencari pertolongan medis- Segera memanggil tim medis emergensi yang dapat melakukan tindakan resusitasi- Transportasi pasien ke RS yang ada ICU/ICCU serta staf medis dokter dan perawat yang terlatih- Melakukan terapi reperfusi

Pemberian fibrinolitik pra hospital hanya bisa dikerjakan jika ada paramedis di ambulans yang sudah terlatih untuk menginterprestasi EKG dan tatalaksana Page | 10

Page 11: CAD-ACS

STEMI dan kendali komando medis online yang bertanggungjawab pada pemberian terapi. TATALAKSANA DI RUANG EMERGENCYTujuan tatalaksana di IGD pada pasien yang dicurigai STEMI mencakup mengurangi/menghilangkan nyeri dada, identifikasi cepat pasien yang merupakan kandidat terapi reperfusi segera, triase pasien berisiko rendah ke ruangan yang tepat di RS dan menghindari pemulangan cepat pasien dengan STEMI. TATALAKSANA UMUM

- Oksigen : suplemen oksigen harus diberikan pada pasien dengan saturasi oksigen arteri <90%. Pada semua pasien STEMI tanpa komplikasi dapat diberikan oksigen selama 6 jam pertama.- Nitrogliserin (NTG) : dapat diberikan dengan aman dengan dosis 0,4 mg dan dapat diberikan sampai 3 dosis dengan interval 5 menit. Selain mengurangi nyeri dada, dapat menurunkan kebutuhan oksigen miokard dengan menurunkan preload dan meningkatkan suplai oksigen miokard dengan cara dilatasi pembuluh koroner yang terkena infark atau pembuluh kolateral. Jika nyeri dada terus berlangsung dapat diberikan NTG intravena. NTG intravena juga diberikan untuk mengendalikan hipertensi atau edema paru. Terapi nitrat harus dihindari pada pasien dengan tekanan darah sistolik <90mmHg atau pasien yang dicurigai menderita infark ventrikel kanan (infark inferior pada EKG, JVP meningkat, paru bersih dan hipotensi). Nitrat juga harus dihindari pada pasien yang menggunakan phosphodiesterase-5 inhibitor sildenafir dalam 24 jam sebelumnya karena dapat memicu efek hipotensi nitrat- Mengurangkan/menghilangkan nyeri dada : berkaitan dengan aktivasi simpatis yang menyebabkan vasokonstriksi dan meningkatkan beban jantung.- Morfin : efektif mengurangi nyeri dada dan merupakan analgesik pilihan dalam tatalaksana nyeri dada pada STEMI. Morfin diberikan dengan

Page | 11

Page 12: CAD-ACS

dosis 2-4mg dan dapat diulang dengan interval 5-15 menit sampai dosis total 20mg. Efek samping yang perlu diwaspadai pada pemberian morfin adalah konstriksi vena dan arteriolar melalui penurunan simpatis, sehingga terjadi pooling vena yang akan mengurangi curah jantung dan tekanan arteri. Efek hemodinamik ini dapat diatasi dengan elevasi tungkai dan pada kondisi tertentu diperlukan penambahan cairan IV dengan NaCl 0,9%. Morfin juga dapat menyebabkan vagotonik yang menyebabkan bradikardia atau blok jantung derajat tertinggi, terutama pasien dengan infark posterior. Efek ini biasanya dapat diatasi dengan pemberian atropin 0,5mg IV. - Aspirin : tatalaksana dasar pada pasien yang dicurigai STEMI dan efektif pada spektrum sindrom koroner akut. Inhibisi cepat siklooksigenase trombosit yang dilanjutkan reduksi kadar tromboksan A2 dicapai dengan absorpsi aspirin bukkal dengan dosis 160-325mg di ruang emergensi. Selanjutnya aspirin diberikan oral dengan dosis 75-162mg.- Penyekat Beta : Jika morfin tidak berhasil mengurangi nyeri dada, pemberian penyekat beta IV, selain nitrat mungkin efektif. Regimen yang biasa diberikan adalah metoprolol 5mg setiap 2-5 menit sampai total 3 dosis, dengan syarat frekuensi jantung >60 menit, tekanan darah sistolik >100mmHg, interval PR <0,24 detik dan ronki tidak lebih dari 10cm dari diafragma. - Terapi reperfusi : reperfusi dini akan memperpendek lama oklusi koroner, meminimalkan derajat disfungsi dan dilatasi ventrikel dan mengurangi kemungkinan pasien STEMI berkembang menjadi pump failure atau takiaritmia ventrikuler yang maligna.

TERAPI FARMAKOLOGISAntitrombotikPenggunaan terapi anti platelet dan antitrombin selama fase awal STEMI berdasarkan bukti klinis dan laboratoris bahwa trombosis mempunyai peran penting dalam patogenesis. Tujuan primer pengobatan adalah untuk memantapkan dan mempertahankan patensi arteri koroner yang terkait infark. Page | 12

Page 13: CAD-ACS

Tujuan sekunder adalah menurunkan tendensi pasien menjadi trombosis. Aspirin merupakan anti platelet standar pada STEMI.Inhibitor glikoprotein menunjukkan manfaat untuk mencegah komplikasi trombosis pada pasien STEMI yang menjalani PCI. Obat antitrombin standar yang digunakan dalam praktek klinis adalah unfractionated heparin. Pemberian UFH IV segera sebagai tambahan terapi regimen aspirin dan obat trombolitik spesifik fibrin relatif (tPA, rPA atau TNK) membantu trombolisis dan memantapkan dan mempertahankan patensi arteri yang terkait infark. Dosis yang direkomendasikan adalah bolus 60 U/kg (maksimum 4000U) dilanjutkan infus inisial 12U/kg perjam (maksimum 1000U/jam). Activated partial thromboplastin time selama terapi pemeliharaan harus mencapai 1,5-2 kali. Antikoagulan alternatif pada pasien STEMI adalah low molecular weight heparin (LMWH).Pasien dengan infark anterior, disfungsi ventrikel kiri berat, gagal jantung kongestif, riwayat emboli, trombus mural pada ekokardiografi 2dimensi atau fibrilasi atrial merupakan resiko tinggi tromboemboli paru sistemik. Pada keadaan ini harus mendapat terapi anti trombin kadar terapeutik penuh (UFH atau LMWH) selama dirawat, dilanjutkan terapi warfarin sekurang-kurangnya 3 bulan. Penyekat Beta Manfaat penyekat beta pada pasien STEMI dapat dibagi menjadi yang terjadi segera jika obat diberikan secara akut dan yang diberikan dalam jangka panjang jika obat diberikan untuk pencegahan sekunder setelah infark. Pemberian beta akut IV memperbaiki keseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen miokard, mengurangi nyeri, mengurangi luasnya infark dan menurunkan resiko kejadian aritmia ventrikel yang serius. Terapi penyekat beta pasca STEMI bermanfaat untuk sebagian besar pasien termasuk yang mendapat terapi inhibitor ACE. Kecuali dengan pasien dengan kontraindikasi (pasien dengan gagal jantung atau fungsi sistolik ventrikel kiri sangat menurun, blok jantung, hipotensi ortostatik atau riwayat asma).Inhibitor ACEPage | 13

Page 14: CAD-ACS

Inhibitor ACE menurunkan mortalitas pasca STEMI dan manfaat terhadap mortalitas bertambah dengan penambahan aspirin dan penyekat beta. Manfaat maksimal tampak pada pasien dengan resiko tinggi (pasien usia lanjut atau infark anterior, riwayat infark sebelumnya, dan/atau fungsi ventrikel kiri menurun global) namun bukti menunjukkan manfaat jangka pendek terjadi jika inhibitor ACE diberikan pada semua pasien dengan hemodinamik stabil pada pasien STEMI dengan tekanan darah sistolik >100 mmHg). Mekanisme yang melibatkan penurunan remodeling ventrikel pasca infark dengan penurunan resiko gagal jantung. Kejadian infark berulang juga lebih rendah pada pasien yang mendapat inhibitor ACE menahun pasca infark.Komplikasi STEMI- Disfungsi ventrikularSetelah STEMI, ventrikel kiri mengalami perubahan serial dalam bentuk, ukuran, dan ketebalan pada segmen yang mengalami infark dan non infark. Proses ini disebut remodelling dan umumnya mendahului berkembangnya gagal jantung secara klinis dalam hitungan bulan atau tahun pasca infark. Segera setelah infark ventrikel kiri mengalami dilatasi. - Gangguan hemodinamikGagal pemompaan (pump failure) merupakan penyebab utama kematian di RS pada STEMI. Perluasan nekrosis iskemia mempunyai korelasi yang baik dengan tingkat gagal pompa dan mortalitas, baik pada awal (10 hari infark) dan sesudahnya. Tanda klinis yang sering dijumpai adalah ronki basah di paru dan bunyi jantung S3 dan S4 gallop. Pada pemeriksaan rontgen sering dijumpai kongesti paru.

Page | 14

Page 15: CAD-ACS

DAFTAR PUSTAKA

1.Santoso M, Setiawan T. Penyakit Jantung Koroner. Cermin Dunia Kedokteran No 47, 2005

2.Christopher P. Cannon, Eugene Braunwald. Unstable Angina and NSTEMI Myocardial Infarction.

Harrisons’s Principles and Internal Medicine 16 ed: Mc Graw Hill 2005. P :1444-8

3.Elliott M. Antman, Eugene Braunwald. STEMI Myocardial Infarction.

Harrisons’s Principles and Internal Medicine 16 ed: Mc Graw Hill 2005. P :1448-1459

4.Mardi Santoso, Standar Pelayanan Medis RSUD Koja. Jakarta : RSUD Koja 1992, hal. 252-6

5.Kapita Selekta FKUI 2001, hal. 437-41

6,Hanafi, Muin Rahman, Harun. Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. Jakarta: FKUI 2006, hal 1082-108

7.Harun Alwi, Rasyidi. Infark Mioard Akut. Dalam Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Penyakit

Dalam Jakarta: FKUI, 2001 hal 165-72

Page | 15