cacing 2

22
5. ALBENDAZOL Albendazol adalah obat cacing derivat benzimidazol berspektrum lebar yang dapat diberikan per oral. Dosis tunggal efektif untuk infeksi cacing kremi, cacing gelang, cacing trikuris, cacing S. stercoralis dan cacing tambang. Juga merupakan obat pilihan untuk penyakit hidatid dan sisteserkoris. Struktur kimianya adalah sebagai berikut : a. Farmakokinetik Pada pemberian per oral, obat ini diserap secara tidak teratur oleh usus. Obat ini cepat dimetabolisme, terutama menjadi albendazol sulfoksida suatu metabolit aktif yang sebagian besar diekskresi dalam urin dan sedikit lewat feses. Makanan berlemak akan meningkatkan absorpsi empat kali lebih besar dibanding perut kosong. Kadar puncak metabolit aktif plasma dicapai dalam 3 jam. Waktu paruh 8-9 jam sebagian besar metabolit terikat dengan protein dan didistribusi ke jaringan-jaringan termasuk ke kista hidatid.

Upload: intan-hanif

Post on 26-Oct-2015

172 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

bgbhy

TRANSCRIPT

Page 1: cacing 2

5. ALBENDAZOL

Albendazol adalah obat cacing derivat benzimidazol berspektrum

lebar yang dapat diberikan per oral. Dosis tunggal efektif untuk infeksi

cacing kremi, cacing gelang, cacing trikuris, cacing S. stercoralis dan cacing

tambang. Juga merupakan obat pilihan untuk penyakit hidatid dan

sisteserkoris.

Struktur kimianya adalah sebagai berikut :

a. Farmakokinetik

Pada pemberian per oral, obat ini diserap secara tidak teratur oleh

usus. Obat ini cepat dimetabolisme, terutama menjadi albendazol sulfoksida

suatu metabolit aktif yang sebagian besar diekskresi dalam urin dan sedikit

lewat feses. Makanan berlemak akan meningkatkan absorpsi empat kali

lebih besar dibanding perut kosong. Kadar puncak metabolit aktif plasma

dicapai dalam 3 jam. Waktu paruh 8-9 jam sebagian besar metabolit terikat

dengan protein dan didistribusi ke jaringan-jaringan termasuk ke kista

hidatid.

b. Farmakodinamik

Obat ini bekerja dengan cara berikatan dengan β-tubulin parasit

sehingga menghambat polimerisasi mikrotubulus dan memblok

pengambilan glukosa oleh larva maupun cacing dewasa, sehingga

persediaan glikogen menurun dan pembentukan ATP berkurang, akibatnya

cacing akan akan mati. Obat ini memiliki khasiat membunuh larva N.

americanus dan juga dapat merusak telur cacing gelang, tambang dan

trikuris.

Page 2: cacing 2

c. Indikasi

Untuk infeksi cacing kremi, cacing tambang, cacing askaris atau

trikuris. Dosis dewasa dan anak umur di atas 2 tahun adalah 400 mg dosis

tunggal bersama makan. Untuk cacing kremi, terapi hendaknya diulangi

setelah 2 minggu. Untuk askariasis berat, lama pengobatan yang dianjurkan

ialah 2-3 hari.

Untuk infeksi cacing S. stercoralis dosis terapi 2 x 400 mg per hari

selama 1-2 minggu diberikan bersama makanan. Untuk penyakit hidatid:

dosis terapi yang dianjurkan 800 mg per hari selama 30 hari; rangkaian

pengobatan ini dapat diulangi 2 sampai 3 kali, dengan interval 2 minggu.

Untuk neuro-sistiserkosis: dosis efektif yang dilaporkan adalah 15 mg/kgBB

per hari selama 1 bulan.

Dibanding prazikuantel, albendazol lebih menguntungkan karena

lebih mudah menembus masuk ke cairan serebrospinal dan bila dikombinasi

dengan kortikosteroid, kadar plasma albendazol meningkat, sebaliknya

kadar plasma prazikuantel menurun.

Untuk cutaneus larva migrans dosis terapinya 400 mg/hari selama 3

hari dan untuk kapilariasis intestinal selama 10 hari serta untuk trichinosis 2

x 400 mg/hari selama 1-2 minggu. Albendazol juga dipakai bersama-sama

dengan DEC oleh WHO dalam program eliminasi global filariasis limfatik

di dunia, yang diharapkan dapat dicapai pada tahun 2020. Program ini

dicanangkan oleh WHO sejak tahun 2000 melalui pemberian obat anti

filaria masal dengan kombinasi DEC (6 mg/kgBB) dan albendazol dosis

tunggal 400 mg.

d. Efek Samping

Untuk penggunana 1-3 hari, aman. Efek samping berupa nyeri ulu

hati, diare, sakit kepala, mual, lemah, pusing, insomnia, frekuensinya

sebanyak 6%. Tetapi pada salah satu penelitian dilaporkan, bahwa insidens

efek samping ini tidak berbeda dengan plasebo.

Page 3: cacing 2

Pada pengobatan/penyakit hydatid selama 3 bulan, dilaporkan

timbulnya efek samping berupa: alopesia, leukopenia yang reversibel,

peningkatan transaminase yang reversibel, serta gangguan cerna berupa

mual, muntah, dan nyeri perut.

Pada studi toksisitas kronik dengan hewan coba ditemukan adanya:

diare, anemia, hipotensi, depresi sumsum tulang, kelainan fungsi hati,

embriotoksisitas, dan teratogenisitas.

e. Kontraindikasi

Anak umur kurang dari 2 tahun, wanita hamil dan sirosis hati.

6. TIABENDAZOL

Tiabendazol merupakan antelmitik derivat benzimidazol berspektrum

lebar dan efektif untuk mengobati infestasi berbagai nematoda pada

manusia. Obat ini berupa kristal putih, tidak larut dalam air. Daya larutnya

tergantung pH. Bila suasana sedikit asam atau basa, senyawa ini mudah

larut. Senyawa ini membentuk kompleks yang stabil dengan sejumlah

logam seperti besi, tetapi tidak mengikat kalsium.

a. Farmakokinetik

Tiabendazol mempunyai daya antelnimtik yang luas, efektivitasnya

tinggi terhadap strongiloidiasis, askariasis, oksiuriasis dan larva migrans

kulit; berguna untuk mengobati trikuriasis dan trikinosis akut. Cara kerjanya

serupa dengan derivat benimidazol lainnya, misalnya menghambat enzim

fumarat reduktase cacing. Pada cacing strongyloides obat ini menghambat

enzim asetil-kolinesterase cacing dan menyebabkan kematian cacing. Obat

ini dapat menekan perkembangan dan migrasi larva Trichinella spiralis.

Tiabendazol dapat menghancurkan sebagian larva yang terdapat di dalam

otot, tetapi tidak efektif untuk encysted larva. Seperti levamisol, tiabendazol

Page 4: cacing 2

juga memiliki efek imuno-stimulan. Efek antiinflamasi obat ini turut

berperan dalam meringankan gejala-gejala penyakit cacing.

b. Farmakodinamik

Tiabendazol cepat diserap melalui usus dan kadar puncak obat ini

dalam darah dicapai dalam waktu 1-2 jam. Daloam waktu 2 hari, 90% obat

ini telah diekskresi bersama urin dalam bentuk hidroksi dan terkonyugasi.

Obat ini juga dapat diserap oleh kulit.

c. Indikasi

Tiabendazol merupakan obat terpilih untuk S. stercolaris dan

cutaneous larva migrans. Obat ini sebaiknya tidak digunakan lagi untuk

mengobati askaris, trikuris, cacing tambang dan cacing kremi, bila obat lain

yang lebih aman sudah ada. Beberapa laporan pada manusia

memperlihatkan efektivitas tiabendazole pada trikinosis, tetapi obat ini

hanya menghancurkan sebagian saja dari larva yang bermigrasi ke otot.

d. Efek Samping

Obat ini memberikan efek samping anoreksia, mual, muntah dan

pusing. Dalm frekuensi yang lebih rendah juga terjadi diare, nyeri

epigastrium, sakit kepala, pusing, lelah, gatal dan kantuk. Karena itu dalam

pengobatan dengan tiabendazol dianjurkan tidak melakukan kegiatan yang

memerlukan kewaspadaan mental. Perubahan fungsi hati yang selintas dapat

terjadi, maka penggunaannya harus hati-hati pada pasien dengan gangguan

fungsi hati. Telah dilaporkan terjadinya perianal rashes, tinitus,

hiperglikemi, konvulsi, lekopeni selintas, hematuri, kristaluri, gangguan

penglihatan, kolestasis intrahepatik, kerusakan sel parenkim hati, ikterus dan

gangguan fungsi hati. Sindrom Stevens-Johnson yang fatal dan kerusakan

hati yang ireversibel juga telah dilaporkan. Pemberian dosis besar pada tikus

dan mencit memperlihatkan efek teratogenik.

e. Sediaan dan Posologi

Dosis standar yang dianjurkan 2 x 25 mg/kgBB (maksimum 1,5

gram). Pemberian obat sehabis makan dan preparat berbentuk tablet,

hendaknya dikunyah dengan baik.

Page 5: cacing 2

Untuk S. stercoralis, dosis yang dianjurkan 2 x 25 mg/kgBB selam 2

hari dengan dosis total tidak lebih dari 3 g. Untuk pasien dengan sindrom

hiperinfeksi dosis yang dianjurkan 2 x 25 mg/kgBB selam 5-7 hari.

Untuk cutaneous larva migrans dosis yang dianjurkan ialah 2 x 25

mg/kgBB selam 2-5 hari. Bila masih ditemukan adanya lesi aktif, selang 2

hari kemudian dapat diberikan lagi satu rangkai pengobatan. Hasil yang baik

juga dapat diperoleh lewat pemberian topikal salep tiabendazol 15% selam 5

hari.

Untuk trikinosis dosis yang dianjurkan 2 x 25 mg/kgBB selama 2-4

hari. Untuk visceral larva migrans dosis yang dianjurkan 2 x 25 mg/kgBB

selama 7 hari. Untuk kapilariasis intestinal didapat hasil baik dengan dosis 2

x12 mg/kgBB per hari selama 30 hari.

f. Kontraindikasi

Anak-anak dengan berat badan kurang dari 15 kg; Aktivitas yang

memerlukan kewaspadaan; dan reaksi hipersensitivitas pada gangguan

fungsi hati atau ginjal, sebaiknya digunakanobat alternatif. Demikian juga

pada wanita hamil, kecuali strongyloidiasis yang mengancam kehidupan.

7. IVERMEKTIN

Obat ini sekarang digunakan untuk pengobatan masal dan individual

terhadap onchocerciasis dan strongyloidiasis.

a. Farmakokinetik

Invermektin dihasilkan lewat proses fermentasi dari Streptomyces

avermitilis. Pemberian per oral pada manusia diabsorpsi baik dan memiliki

waktu paruh 10-12 jam. Kadar puncak dicapai dalam 4 jam. Obat ini tak

dapat melewati sawar darah otak kecuali bila ada meningitis.

b. Farmakodinamik

Cara kerja obat ini yakni memperkuat peranan GABA pada prose

transmisi di saraf tepi, sehingga cacing mati pada keadaan paralisis. Obat

Page 6: cacing 2

berefek terhadap mikrofilaria di jaringan dan embriogenesis pada cacing

betina. Mikrofilaria mengalami paralisis, sehingga mudah dihancurkan oleh

sistem retikulo-endotelial. Karena obat ini tak melewati BBB, maka tak

menyebabkan paralisis pada hospes. Obat ini memilik margin of safety yang

lebar. Ivermektin juga efektif terhadap strongiloidosis dan merupakan obat

alternatif untuk pasien yang tak tahan atau tak mempan dengan

tiabendazole. Ivermektin tidak memiliki efek makrofilarisid bagi filariasis

bancrofty sehingga DEC (dietil-karbamazin) masih diperlukan untuk

membunuh cacing dewasanya.

c. Indikasi

Digunakan pada onkoserkiasis. Dosis tunggal sebesar 150 μg/kgBB,

obat ini efektivitasnya setara dengan dietilkarbamazin dalam hal

memberantas mikrofilaria di jaringan kulit dan rongga mata bagian depan

(anterior chamber), tetapi invermektin kerjanya lebih lambat dan

menyebabkan reaksi sistemik dan reaksi terhadap mata yang lebih ringan.

Dari salah satu studi perbandingan bahkan dilaporkan bahwa kelainan pada

bola mata timbul pada golongan yang diobati dengan dietilkarbamazin, dan

jarang ditemukan pada golongan yang diobati dengan ivermektin. Selain itu,

penurunan jumlah mikrofilaria akan bertahan lebih lama. Untuk mengurangi

gatal dan gangguan kulit dianjurkan pemberian ivermektin setiap tiga bulan.

Untuk strongiloidiasis pemberian dosis tunggal 200 μg/kgBB, memberikan

keberhasilan pengobatan lebih dari 80%.

d. Efek Samping

Pada dosis tunggal 50-200 μg/kgBB efek samping yang timbul

umumnya ringan, sebentar dan dapat ditoleransi. Biasanya berupa: demam,

pruritis, sakit otot dan sendi, sakit kepala, hipotensi, nyeri di kelenjar limfe.

Gejala efek samping ini tak separah seperti dietilkarbamazin, biasanya

cukup disembuhkan dengan pemberian antihistamin dan antipiretik. Gajala

ini berkaitan dengan jumlah mikrofilaria yang mati dan dikenal sebagai

reaksi Mazzotti. Efek teratogenik obat ini terlihat pada hewan coba.

Page 7: cacing 2

e. Kontradiksi

Pada wanita hamil, obat ini jangan diberikan bersama-sama barbiturat,

benzodiazepin, atau asam valproat.

8. DIETILKARBAMAZIN

Dietilkarbamazin merupakan obat pilihan pertama untuk filariasis.

Obat ini dipasarkan sebagai garam sitrat, berbentuk Kristal, tidak berwarna

rasanya tidak enak dan mudah larut dalam air.

EFEK ANTELMITIK. Dietilkarbamazin menyebabkan hilangnya mikrofilaria

W. bancrofti, B. malayi dan Loa loa dari peredaran darah dengan cepat

Mikrofilaria O.volvulus hilang dari kulit, tetapi mikrofilaria dan cacing dewasa

(betina) yang terdapat di nodulus tidak dimatikan. Juga mikrofilaria W. bancrofti

dalam hidrokel tidak dipengaruhi. Ada 2 cara kerja obat ini terhadap mikrofilaria;

pertama; dengan cara menurunkan aktivitas otot, akibatnya parasite seakan-akan

mengalami paralisis, dan mudah terusir dari tempatnya yang normal dalam tubuh

hospes; kedua menyebabkan perubahan pada permukaan membrane mikrofilaria

sehingga lebih mudah dihancurkan oleh daya pertahanan tubuh hospes. Cacing

dewasa W. bancrofti, B. malayi dan Loa loa dimatikan tetapi O.volvulus tidak.

Sehingga DEC tidak dipakai lagi untuk O.volvulus. Mekanisme filarisidal pada

cacing dewasa belum diketahui.

FARMAKOKINETIK. Dietilkarbamazin cepat diabsorpsi dari usus dan

didistribusikan keseluruh cairan tubuh. Kadar puncak dicapai dalam 4 jam. Waktu

paruh berkisar antara 10-12 jam. Keterikatannya dengan plasma protein dapat

diabaikan. Sebagian besar dietilkarbamazin akan dimetabolisme secara cepat.

Ekskresi melalui ginjal, dalam bentuk utuh dan bentuk metabolit, berlangsung

sempurna dalam 48 jam setelah pemberian dosis tunggal. Eksresi ini berkurang

pada urin alkali.

EFEK SAMPING. Dietilkarbamazin relative aman pada dosis terapi. Efek

samping seperti pusing, malaise, nyeri sendi, anoreksia dan muntah, hilang bila

Page 8: cacing 2

pengobatan dihentikan. Sakit kepala, muntah dan gelisah yang terjadi pada

pengobatan dengan dietilkarbamazin, mungkin karena obat ini merangsang SSP.

Reaksi alergi dapat timbul akibat langsung dari matinya parasite atau subtansi

yang dilepaskan oleh mikrofilaria yang hancur. Manifestasi reaksi alergi ini dapat

ringan sampai berat. Yang ringan bisa timbul pada infeksi W. bancrofti, dan B.

malayi, sedangkan yang berat biasa timbul pada infeksi Loa loa dan O. volvulus.

Gejalanya berupa sakit kepala, malaise, edema kulit, gatal yang hebat, papular

rash, pembesaran dan nyeri pada kelenjar inguinal, hiperpireksia, sakit-sakit sendi,

takikardia. Gejala ini berlangsung 3-7 hari, setelah itu dosis besar dapat diberikan

dengan aman. Untuk mengurangi gejala alergi dapat diberikan antihistamin atau

kotikosteroid, terutama bila terjadi komplikasi pada mata. Walaupun jarang

esenfalitis karena alergi dilaporkan dpat terjadi pada loiasis dan onkosersiasis.

Pada kedua penyakit ini pengobatan sebaiknya dimulai dengan dosis awal yang

rendah untuk meringankan gejala elergi.

Pemberian dosis oral 100-200 mg/kg BB pada tikus dan kelinci hamil

dilaporkan tidak menimbulkan efek teratogenik.

SEDIAAN DAN POSOLOGI. Dietilkarbamazin tersedia dalam bentuk tablet 50

mg. Pada umumnya dosis yang digunakan untuk infeksi filarial ini ditentukan

secara empiric dan bervariasi sesuai dengan kondisi setempat. Dosis oral untuk

dewasa dan anak yang terkena infestasi W. bancrofti, B. malayi dan Loa loa

adalah 2 mg/kgBB 3 kali sehari setelah makan selama 10-30 hari (umumnya 14

hari). Untuk mengurangi insiden reaksi alergi, maka dimulai dengan pemberian

dosis rendah, pada hari ke-1 diberikan dosis 50 mg (1 mg/kgBB pada anak), hari

ke-2 diberikan dosis 3 x 50 mg, pada hari ke-3 diberikan dosis 3 x 100 mg (2

mg/kgBB pada anak), selanjutnya 3 x 2 mg/kgBB/hari sampai lengkap 2-3

minggu.

Salah satu penggunaan penting dietilkarbamazin adalah untuk pengobatan

masal pada infestasi W. brancofti. Dalam rangka mengurangi transmisi, digunakan

5-6 mg/kgBB oral, cukup 1 hari perminggu atau per bulan sebanyak 6-12 dosis.

Page 9: cacing 2

Menurut program WHO, DEC 6 mg/kgBB sebaiknya dikombinasi dengan

albendazol 400 mg.

9. PRAZIKUNTEL

Prazikuantel merupakan derivate pirazinoisokuinolin. Obat ini merupakan

antelmitik berspektrum lebar dan efektif pada cestoda dan trematoda pada hewan

dan manusia. Prazikuantel berbentuk Kristal tidak berwarna dan rasnya pahit.

EFEK ANTELMINTIK. In vitro, prazikuantel diambil secara cepat dan

reversible oleh cacing, tetapi tidak dimetabolisme. Kerjanya cepat melalui 2 cara.

(1) pada kadar efektif terendah menimbulkan peningkatan aktivitas otot cacing,

karena hilangnya Ca2+ intrasel sehingga timbul kontraksi dan paralisis spastik

yang sifatnya reversible, yang mungkin mengakibatkan terlepasnya cacing dari

tempatnya yang normal pada hospes, misalnya terlepasnya cacing S. mansoni dan

S. japonicum dari vena mensentrika dan masuk ke hati; (2) pada dosis terapi yang

lebih tinggi prazikuantel mengakibatkan vakuolisasi dan veskulasi tegument

cacing, sehingga isi cacing keluar, mekanisme pertahanan tubuh hospes dipacu

dan terjadi kehancuran cacing. Mekanisme yang mendasari efek ini masih belum

jelas. Pada hewan yang terinfeksi cacing skistosoma, prazikuantel efektif terhadap

cacing dewasa jantan dan betina, juga efektif terhadap bentuk imatur.

FARMAKOKINETIK. Pada pemberian oral absorpsinya baik. Kadar maksimal

dalam darah tercapai dalam waktu 1-3 jam. Metabolism obat berlangsung cepat di

hati melalui proses hidroksilasi dan konyugasi. Sehingga terbentuk produk yang

efek antelmintik kurang efektif. Waktu paruh obat 0,8-1,5 jam. Ekskresi sebagian

besar melalui empedu. Hanya sedikit obat yang di ekskresi dalam bentuk utuh.

Kadar obat dalam air susu ibu adalah 1/4 kali kadar plasma.

EFEK SAMPING. Efek samping timbul dari beberapajam setelah pemberian

obat dan akan bertahan selama beberapa jam setelah pemberian obat dan akan

bertahan selama beberapa jam sampa 1 hari. Yang paling sering adalah sakit

kepala, pusing, mengantuk, dan lelah; yang lainnya adalah mual, muntah, nyeri

perut, diare, pruritus, urtikaria, nyeri sendi dan otot, serta peningkatan enzim hati

selintas. Demam ringan, pruritus, dan skin rashes disertai dengan peningkatan

Page 10: cacing 2

easinofil yang terlihat setelah beberapa hari pengobatan. Efek samping ini

mungkin diakibatkan oleh pelepasan protein asing cacing yang mati. Intensitas

dan frekuensi efek samping ini berkaitan dengan besarnya dosis dan beratnya

infeksi. Untuk terapi neurocysticercosis efek samping muncul karena penggunaan

dosis tinggi obat dan karena matinya parasit, sehingga seringkali diberikan dengan

kortikosteroid untuk mengurangi efek samping yang berat. Juga jangan digunakan

untuk hal-hal sebagai berikut: (1) ocular cysticercosis sebab kehancuran parasite

dimata dapat menimbulkan cacat menetap; (2) umur kurang dari 4 tahun, sebab

keamanan obat untuk usia ini datanya belum mendukung.

KONTRAINDIKASI. Sebaiknya tidak di berikan pada wanita hamil dan

menyusui. Demikian pula pekerja-pekerja yang memerlukan koordinasi fisik dan

kewaspadaan, harus diperingatkan mengenai efek kantuk yang terjadi pada

pemakaian obat.

Kontraindikasi mutlak adalah pada ocular cysticercosis, sebab kehancuran

parasite di mata dapat menimbulkan kerusakan mata yang tak dapat diperbaiki.

Pasien dengan gangguan fungsi hati memerlukan penyesuaian dosis.

Pemberian bersama kortikosteroid untuk menekan reaksi inflamasi perlu

mendapatkan pertimbangan karena kortikosteroid dapat mengurangi kadar plasma

sampai 50%.

POSOLOGI. Dosis dewasa dan anak diatas umur 4 tahun. Untuk infestasi S.

haematobium dan S. mansoni diberikan dosis tunggal 40 mg/kgBB; atau dosis

tunggal 20 mg/kgBB yang diulangi lagi sesudah 4-6 jam. Untuk D. latum dan H.

nana diberikan dosis tunggal 15-25 mg/kgBB, sedangkan untuk T. saginata dan T.

solium diberikan dosis tunggal 5-10 mg/kgBB. Khusus untuk T. solium, untuk

mengurangi kemungkinan timbulnya sistiserkosis, dianjurkan pemberian pencahar

2 jam sesudah pengobatan. Untuk Paragonimus westermani fascioliasis,

clonorchiasis, opisthorchiasis dosisnya 3 kali sehari 25 mg/kgBB selama 1-3 hari.

Prazikuantel harus diminum dengan air sesudah makan dan tidak boleh

dikunyah karena rasanya pahit.

Page 11: cacing 2

10. OKSAMNIKUIN

Oksaminikum merupakan derivate tetrahidrokuinolin. Obat ini efek

sampingnya relative ringan dan jarang dijumpai. Oksaminikuin sekarang masih di

pakai di Amerika Selatan untuk infeksi S. mansoni.

11. METRIFONAT

Metrifonat adalah senyawa organofosfat yang merupakan obat alternative

untuk S. haemotobium. Obat ini tidak efektif terhadap S. mansoni dan S.

japonicum.

Obat ini adalah suatu prodrug yang dikonversi menjadi diklorvos, suatu

penghambat kuat kolinesterase.

Setelah pemberian oral, kadar puncak diperoleh dalam 1-2 jam. Waktu paruh 1 1/2 jam.

Efek sampingnya berupa gejala kolinergik yang sifatnya ringan dan selintas.

Efek samping yang dapat timbul ialah mual, muntah, diare, nyeri perut,

bronkospasme, sakit kepala, berkeringat, lelah, lemah, pening dan pusing. Gejala

ini dapat terjadi dalam 30 menit dan dapat menetap sampai 12 jam.

Metrifonat jangan diberikan pada orang yang baru terpapar dengan insektisida

atau obat yang menghambat kolinesterase. Pasien yang baru menggunakan obat

ini juga jangan diberikan. Penggunaan pelumpuh otot harus disingkirkan

sekurang-kurangnya 48 jam setelah pemberian metrifonat. Jangan diberikan pada

wanita hamil.

Dosis yang dianjurkan adalah 7,5-10 mg/kgBB, diberikan sebanyak 3 kali

dengan interval 14 hari. Metrifonat juga efektif sebagai profilaksis untuk anak di

daerah endemic dengan pemberian sebulan sekali.

12. NIKLOSAMID

Obat yang mulai diperkenalkan tahun 1960 ini digunakan untuk mengobati

cacing pita pada manusia dan hewan.

Page 12: cacing 2

Cacing yang dipengaruhi akan dirusak sehingga sebagian skoleks dan segmen

dicerna dan tidak dapat ditemukan lagi dalam tinja.

Niklosamid merupakan obat alternative setelah ivemektin untuk T. saginata, D.

latum dan H. nana. Sebagai taenisid, perlu diperhatikan kemungkinan terjadinya

sistiserkosis pada penggunaan untuk T. solium sebab niklosamid tidak merusak

telur yang ada dalam segmen sehingga telur-telur yang masih hidup ini dilepas

dalam lumen usus dari segmen cacing. Untuk mencegah ini perlu diberikan

pencahar 1-2 jam sesudah menelan obat yang terakhir, agar sisa-sisa cacing keluar

sebelum di cerna. Untuk T. saginata tidak diperlukan pencahar, karena bahaya

sistiserkosis tidak ada. Bahaya sistiserkosis ini mengurangi manfaat niklosamid

pada infeksi T. solium.

Niklosamid tersedia dalam bentuk tablet kunyah 500 mg yang harus dimakan

dalam keadaan perut kosong. Untuk orang dewasa diperlukan dosis tunggal 2

gram, sedangkan untuk anak dengan berat badan lebih dari 34 kg; 1,5 gram dan

anak dengan berat badan antara 11-34 kg: 1 gram.

PEMILIHAN PREPARASI

Ikhtisar pengobatan penyakit cacing dan dosisnya dapat dilihat dalam Tabel

34-1.

Tabel 34-1. OBAT-OBAT UNTUK INFESTASI CACING

Jenis infeksi Obat pilihan I Obat pilihan II Dosis

1. Askaris Pirantel

pamoat

Mebendazol

Piperazin sitrat

Albendazol

Pirantel : dosis tunggal 10

mg/kgBB basa.

Mebendazol : 2 kali sehari 100 mg

selama 3 hari.

Piperazin : dewasa 3,5 g sebagai

dosis tunggal selama 2 hari. Anak

75 mg/kgBB sebagai dosis tunggal

selama 2 hari.

Albendazol : dosis tunggal 400 mg.

Page 13: cacing 2

2. Cacing

kremi

Mebendazol

Pirantel

pamoat

Albendazol Mebendazol : dosis tunggal 100

mg.

Pirantel pamoat : dosis tunggal 10

mg/kgBB (maksimum 1 g) sebagai

pirantel basa.

Albendazol : dosis tunggal 400 mg.

3. Cacing

tambang

Mebendazol

Pirantel

pamoat

Albendazol Mebendazol : 2 kali 100 mg selama

3 hari.

Pirantel : untuk A. duodenale, dosis

tunggal pirantel basa 10 mg/kgBB

(maksimum 1 g); untuk N.

americanus selama 3 hari.

Albendazol : dosis tunggal 400 mg.

4. T.

trichiura

Mebendazol Albendazol Mebendazol : 2 kali 100 mg selama

3-4 hari.

Albendazol : dosis tunggal 400 mg

5. S.

stercolaris

Ivemektin Albendazol

Tiabendazol

Ivermektin : dosis tunggal 200

µg/kgBB

Albendazol : 2 x 400 mg/hari

selama 7-14 hari

Tiabendazol : 2 x 25 mg/kgBB per

hari selama 2-3 hari berturut.

6. T. solium Prazikuantel

Niklosamid

Prazikuantel : dosis tunggal 10

mg/kgBB.

Khusus untuk T. solium dianjurkan

pencahar 2 jam sesudah terapi.

Niklosamid : untuk orang dewasa

dan anak diatas 8 tahun diberikan 2

dosis @ 1 gram selang waktu 1

jam. Untuk anak-anak 1/2 dosis

dewasa.

7. T. Prazikuantel Mebendazol Prazikuantel : seperti untuk T.

Page 14: cacing 2

saginata Niklosamid solium.

Niklosamid : seperti untuk T.

solium.

Mebendazol : 2 x 300 mg/hari

selama 3 hari

8. Filaria Dietilkarbamaz

in (DEC)

Untuk W. brancofti, B. malayi dan

Loa loa: 3 kali sehari 2 mg/kgBB

bersama makan selama 10-30 hari.*

9. O.

volvulus

Ivemektin Dosis 150 µg/kgBB diminum

dengan air pada saat perut kosong,

diulang setiap 3 bulan selama 12

bulan, dan selanjutnya diulang

setiap tahun sampai cacing dewasa

mati (dapat berlangsung sampai 10

tahun atau lebih).

10. S.

H

aematobi

um

Prazikuantel Metrifonat Prazikuantel : dosis tunggal

sebanyak 40 mg/kgBB atau dosis

tunggal 20 mg/kgBB yang diulang

lagi sesudah 4-6 jam.

Metrifonat : dosis tunggal 7,5-10

mg/kgBB diberikan per oral

sebanyak 3 x dengan interval 14

hari

11. S.

mansoni

Prazikuantel Oksamnikuin Prazikuantel : dosis tunggal

sebanyak 40 mg/kgBB atau 3 kali

20 mg/kgBB selang 4-6 jam.

Oksamnikuin : dewasa, dosis

tunggal 15 mg/kgBB.

Anak, 20 mg/kgBB dibagi dua

dosis selang 2-8 jam.

12. S.

japonicum

Prazikuantel Prazikuantel : 2 kali 30 mg/kgBB

selang 4-6 jam

Page 15: cacing 2

*) pada pengobatan masal : DEC 6 mg/kgBB/hari dan albendazol 400 mg dosis

tunggal (anjuran WHO)